STUDI ALAT TANGKAP SODO DI PERAIRAN TAMBAK LOROK SEMARANG by SRI LESTARI PSP UNDIP 2013

43
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang sangat luas, kurang lebih dua per tiga dari seluruh wilayah negara, ciri perairan laut Indonesia yang dilihat dari segi oseanografi, keadaan topografi dasar perairan, dan banyaknya jenis ikan, udang dan biota laut lainnya yang membawa dampak dalam cara pengusahaannya terutama dalam penggunaan alat penangkap yang beragam. Kehadiran alat penangkap untuk tiap daerah perikanan tidak terjadi secara bersamaan, tetapi memakan waktu yang lama, bahkan ratusan tahun dan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Beberapa alat penangkap sederhana yang telah lama diusahakan secara tradisional antara lain tombak, sero, pancing jala, sodo, seser dll., dalam perkembangan lebih lanjut kumudian muncul alat penangkap yang lebih produktif dan efisien (Subani dan Barus, 1989). Masyarakat pembangunan diharuskan berperan aktif, sehingga diperlukan sikap mental dari masyarakat pemakai jasa produk perikanan karena menyangkut harkat orang banyak tercantum dalam pasal 33 UUD 1945. Keseluruhan keberhasilan pembangunan ditentukan oleh dua faktor yaitu petani nelayan sebagai pelaksana pembangunan perikanan dan pihak pemerintah sebagai pengatur jalannya pembangunan, kedua faktor tersebut seharusnya saling terkait, saling pengertian dan saling mengisi terhadap elemen terkait didalam pembinaan nelayan (Nur Bambang, 2001). Sejalan dengan Otonomi daerah dan pedoman pada Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah mengamanatkan bahwa pemerintah

Transcript of STUDI ALAT TANGKAP SODO DI PERAIRAN TAMBAK LOROK SEMARANG by SRI LESTARI PSP UNDIP 2013

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki lautan yang sangat luas, kurang lebih dua per tiga dari

seluruh wilayah negara, ciri perairan laut Indonesia yang dilihat dari segi

oseanografi, keadaan topografi dasar perairan, dan banyaknya jenis ikan, udang

dan biota laut lainnya yang membawa dampak dalam cara pengusahaannya

terutama dalam penggunaan alat penangkap yang beragam. Kehadiran alat

penangkap untuk tiap daerah perikanan tidak terjadi secara bersamaan, tetapi

memakan waktu yang lama, bahkan ratusan tahun dan secara bertahap sesuai

dengan kebutuhan. Beberapa alat penangkap sederhana yang telah lama

diusahakan secara tradisional antara lain tombak, sero, pancing jala, sodo, seser

dll., dalam perkembangan lebih lanjut kumudian muncul alat penangkap yang

lebih produktif dan efisien (Subani dan Barus, 1989).

Masyarakat pembangunan diharuskan berperan aktif, sehingga diperlukan

sikap mental dari masyarakat pemakai jasa produk perikanan karena menyangkut

harkat orang banyak tercantum dalam pasal 33 UUD 1945. Keseluruhan

keberhasilan pembangunan ditentukan oleh dua faktor yaitu petani nelayan

sebagai pelaksana pembangunan perikanan dan pihak pemerintah sebagai

pengatur jalannya pembangunan, kedua faktor tersebut seharusnya saling terkait,

saling pengertian dan saling mengisi terhadap elemen terkait didalam pembinaan

nelayan (Nur Bambang, 2001).

Sejalan dengan Otonomi daerah dan pedoman pada Undang-undang No. 32

tahun 2004 tentang pemerintah daerah mengamanatkan bahwa pemerintah

2

kabupaten atau kota diberi wewenang mengelola perairan lautnya. Kewenagan

tersebut meliputi eksploraasi, pemanfaatan konservasi, pengaturan kepentingan

administrasi, tata ruang, penegakan hukum, pelaksanaan limpahan wewenang oleh

pusat serta bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Kewenangan

tersebut kawasan laut dengan ekosistem dan sumberdaya ikan perlu dilestarikan

dan dimanfaatkan optimal sehingga diperlukan suatu perencanaan pemanfaatan

Sumberdaya laut (Aidy, 2003).

Kondisi perikanan tangkap Kota Semarang masih didominasi perikanan

tradisional. Operasi perikanan tangkap Kota Semarang secara dominan bersifat

one day fishing, dengan daerah penangkapan masih di sekitar perairan pesisir

Kota Semarang. Untuk pengembangan usaha penangkapan di Kota Semarang,

diperlukan data dan informasi untuk bahan pertimbangan, baik untuk investor

maupun pemerintah, termasuk kelayakan usaha berbagai usaha perikanan tangkap

di Kota Semarang.

Menurut Nur Bambang (2001), klasifikasi petani nelayan berdasarkan

kemampuan pola pikir berdasarkan naluri atau tradisional, pada umumnya nelayan

tersebut cenderung menerima nasib apa adanya sehingga kemajuan teknologi sulit

untuk diikuti apalagi menerapkan dan hasilnya yang akan diperoleh sangat

tergantung pada kemampuan alam dan bahkan sering terjadi kegagalan total,

selain itu mereka sangat apatis terhadap perubahan yang terjadi disekelilingnya.

Sikap inilah yang mengakibatkan tidak maju dan berkembangnya usaha perikanan

yang dilaksanakan.

Kemampuan regenerasi rekruitmen sumber daya ikan terganggu oleh tingkat

pemanfaatan yang tidak terkendali dan berlebih sering kali disebabkan oleh

3

penggunaan alat tangkap termasuk dalam kategori merusak ekosistem dasar,

terjadi karena lemahnya pengaturan dan faktor sosial ekonomi yang terjadi di

dalam masyarakat (LP2LKA, 2000).

Menurut Nur Bambang (2001), ciri umum nelayan tradisional dinegara kita

yaitu Pendidikan cenderung relatif rendah dan menengah, hal ini dimungkinkan

keterbatasan fasilitas. Pola hidup sederhana sehingga apa yang didapat wajib

diterima dan tidak ada upaya untuk meningkatkan yang lebih baik. Sosial

ekonomi menengah kebawah cenderung rendah dan keterbatasan kedudukan, serta

fungsi dimasyarakat kurang bisa berkembang dan terbelenggu dengan mitos

berkaitan dengan rendahnya tingkat sosial ekonomi, Lahan pertanian sempit

karena perubahan peraturan yang diterapkan pemerintah dalam memanfaatkan

alih guna lahan pertanian. Pola usaha perikanan rendah menyebabkan pola

usahanya kurang berkembang sehingga usahanya tidak seperti yang diharapkan.

Informasi teknologi kurang merata dikalangan nelayan sehingga teknologi anjuran

tidak dilaksanakan sesuai aturan serta tidak adanya umpan balik dalam mengatasi

permasalahan dilapangan. Pola manajemen rendah merupakan manajemen turun

temurun dari orang tua, tidak berorientasi penciptaan nilai tambah dalam

mengatur kegiatan usaha tani. Kesadaran hukum rendah banyak nelayan

melanggar hukum dalam upaya pengaturan sumber daya alam menyebabkan

sumberdaya perikanan akan mengaami kerusakan bahkan menjadi punah.

Menurut Subani dan Barus (1989), berdasarkan bentuk dan cara

pengoperasiannya Sodo (push net) termasuk dalam alat tangkap tradisional yaitu

Jaring angkat (lift net) adalah suatu alat penangkapan yang cara pengoperasiannya

dilakukan dengna menurunkan dan mengangkat secara vertikal, dalam

4

pengoperasiannya dapat dilakukan menggunakan atau tanpa alat bantu lampu.

Dilihat dari perikanan industri jaring angkat diperuntukan bagi perikanan skala

kecil, menurut data statistik perikanan 1986 jumlah jaring angkat (bagan, serok,

jaring rajungan, Sodo, Anco, Bondong) sekitar 39.715 unit (jumlah seluruh alat

tangkap secara nasional sekitar 452.845) dengan produksi 251.340 ton (produksi

perikanan laut seara nasional 1.922.781 ton) atau sekitar 13.07 %.

Berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya ada beberapa macam Jaring

angkat (lift net) yaitu Bagan yang pertama kali di tahun 1950 diperkenalkan oleh

orang Makasar dan Bugis di daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara. Serok (scoop/

dip net) merupakan alat bantu penangkapan untuk membantu mengambil

(menyerok) hasil tangkapan yang diperoleh dari penggunaan alat tangkap tertentu

seperti bagan, sero dll., Bandong atau Banrong (lift net) yaitu alat tangkap

berbentuk empat persegi panjang atau berbentuk bujur sangkar terbuat dari waring

atau benang katun (banrong) dan Jaring Dorong (push net) yaitu jaring kantong

yang berbentuk kerucut dengan mulut berbingkai dan pengoperasiannya didorong

menelurusi dasar perairan (Subani dan Barus, 1989).

Jaring Dorong (push net) dalam klasifikasi alat tangkap dapat dikategorikan

sebagai jaring angkat (lift net). Jaring Dorong adalah jaring kantong berbentuk

kerucut dengan mulut berbingkai segitiga sama kaki, pengoperasiannya dilakukan

dengan mendorong menelusuri dasar perairan dangkal atau melayang-layang di

bawah permukaan air (skimming push net) dengan menggunakan perahu atau

sampan (Subani dan Barus, 1989).

5

1.2. Tujuan

Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan antara lain adalah untuk:

1. Melakukan identifikasi sekaligus mengetahui struktur dan cara pengoperasian

alat tangkap sodo (push net);

2. Mengetahui desain dan kontruksi alat tangkap sodo (push net);

3. Mengetahui jumlah dan komposisi hasil tangkapan serta daerah penangkapan

Ikan pada alat tangkap sodo (push net)

1.3. Permasalahan

Perairan Tambak Lorok cukup potensial untuk perairan demersal, salah satu

alat tangkap tradisional yang digunakan adalah Sodo. Nelayan umumya belum

mengetahui fishing ground dari ikan demersal yang menjadi sasaran penangkapan,

dan tidak mempunyai pedoman atau acuan wilayah perairan yang banyak terdapat

ikannya. Operasi penangkapan berdasarkan pengalaman dan bila disuatu tempat

tetangkap banyak ikan maka akan dilakukan penangkapan berulang-ulang disekitar

daerah tersebut.

Alat Tangkap Sodo merupakan alat tangkap bawaan dari daerah perairan di

luar perairan Tambak Lorok, sehingga alat tangkap ini menjadi alat tangkap

pendatang yang mulai digunakan oleh nelayan sekitar Tambak Lorok, dengan

bentuk yang cukup sederhana dan konstruksinya menggunakan bambu dan jaring

yang memilki kantong (bag net), hal ini menjadi alasan untuk dijadikan Praktek

Kerja Lapangan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian penangkapan perikanan

dengan alat tangkap Sodo dilihat secara aspek teknis, sosial dan ekonomi dengan

6

studi kasus di perairan Tambak Lorok Semarang, sehingga dalam penerapannya

dapat mengoptimalkan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal.

Sumberdaya ikan demersal merupaka salah satu sumberdaya perikanan yang

memiliki nilai ekonomis penting di perairan Tambak Lorok. Penangkapan

sumberdaya ikan demersal di Tambak Lorok diantaranya banyak menggunakan alat

tangkap modifikasi dari alat tangkap yang tidak diketahui keramahannya maka

dikawatirkan akan mempengaruhi rekruitmen ikan-ikan demersal di perairan

tersebut. Alat tangkap Sodo merupakan jenis alat tangkap baru bagi nelayan di

Tambak Lorok, sehingga belum banyak diketahui tingkat ke efektifan alat tangkap

sodo.

1.4. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari Praktek Kerja Lapangan ini yaitu

mengetahui desain dan konstruksi alat tangkap sodo (push net) yang digunakan di

perairan Tambak Lorok, Semarang.

1.5. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan pada tanggal 12-14 Maret

2013 di lokasi perairan Semarang, Tambak Lorok, Kecamatan Semarang Utara.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Tangkap Sodo

Menurut FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations),

Metode dalam menangkap sumber daya ikan dengan atau tanpa alat (gears)

memilki prinsip dasar dari alat tangkap, yaitu penyaring (filtering), memikat

kemudian mempermainkan mangsanya dan berburu, merupakan dasar dan metode

dari sebagian besar alat tangkap yang digunakan hingga sekarang, perubahan dan

efisiensi dari alat tangkap berubah secara signifikan. Alat tangkap adalah

peralatan untuk menangkap sumber daya ikan, sedangkan metode penangkapan

adalah bagaimana menggunakan peralatan yang digunakan. Alat mesin pemanen

juga termasuk alat tangkap, bila tidak ada alat (tools) yang tersedia. Alat tangkap

yang sama dapat digunakan dalam cara berbeda, mengklasifikasikan alat

penangkapan ikan dan prinsip metode dasar ikan yang ditangkap pada tingkat

minimum, di bagian konstruksi alat tangkapnya.

Menurut Sainsbury (1996), pemilihan metode alat tangkap tergantung

pada;

1. Spesies ikan yang akan ditangkap (fish target);

2. Nilai ikan tangkapan bagi nelayan (individual fish value);

3. Kedalaman perairan (depth);

4. Karakteristik dasar perairan (berakaitan dengan fishing gear yang kontak

langsung dengan dasar perairan); dan

5. Selektifitas yang berkaitan dengann ukuran minimum dari ikan target

tangkapan tidak menangkap hasil sampingan (by-catch).

8

Menurut Brandt (1984), menyebutkan perkembangan dari alat tangkap

tradisional seperti sero (scoop basket) dari bahan anyaman bambu menjadi bahan

jaring (net) dan memiliki jaring kantong (bag net) dari bahan jaring yang disebut

scoope nets, dioperasikan dengan tangan (hand-operated deviced) terdapat

bingkai (frame), jaring kantong (bag net) bersifat tetap (stationary) tempat operasi

di danau atau pinggir pantai dengan syarat adanya arus untuk merentangkan mulut

jaring kantong (bag net).

Jaring angkat (lift net) adalah alat tangkap dengan atau tanpa bingkai

(frame) dengan jaring yang dioperaikan dengan cara penggunaan seperti sekop

yang didorong (scooping manner) yang dipasang menetap (stationary) di perahu

atau sampan, digunakan di permukaan dan menggunakan lampu sebagai alat

penarik (attraction) untuk menarik ikan (Sainsbury, 1996).

Pukat Dorong adalah alat penangkap ikan berupa pukat berkantong yang

dioperasikan di lapisan periaran permukaan atau perairan dasar dengan atau tanpa

didorong kapal, dimana satu unitnya bisa terdiri dari satu jaring atau lebih yang

terdiri dari bagian sayap, badan dan kantong. Untuk membuka bagian mulut

kearah horizontal dibentang menggunakan tongkat (batang kayu, bambu) yang

dipasang menyudut kearah laut dan disorong kearah depan dengan atau tanpa

kapal (BBPPI, 2007).

2.2 Klasifikasi alat tangkap sodo

Klasifikasi alat tangkap ikan disusun untuk menggolongkan dan

mengelompokan setiap jenis alat tangkap berdasarkan spesifikasi teknis dan cara

pengoperasiannya, tercantum singkatan kode dengan penamaan yang digunakan

9

untuk setiap jenis alat. Klasifikasi ini dikeluarkan berdasarkan hasil inventarisasi

dan identifikasi alat penangkap ikan di Indonesia oleh Balai Besar Pengembangan

Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan

dan Perikanan (Kementrian Kelautan dan Perikanan) dengan mengadopsi

Klasifikasi yang dikeluarkan oleh FAO (Definition and Classification of Fishing

Gear Categories, 1989) dan ditambahkan dengan penggolongan yang ada di

Indonesia (BBPPI, 2007).

Alat tangkap sodo termasuk Jaring dorong (push nets) yang dalam

klasifikasi alat tangkap dapat dikategorikan sebagi Jaring angkat (lift nets). Jaring

dorong adalah jaring kantong berbentuk kerut dengan mulut berbingkai segitiga

sama kaki, pengoperasiannya dilakukan dengan mendorong menelusuri dasar

perairan dangkal atau melayang-layangkan di bawah permukaan air (skimming

push net) dengan menggunakan perahu atau sampan (Subani dan Barus, 1989).

Menurut Subani dan Barus (1989), Jaring dorong (push net) dilihat dari cara

pengoperasiannya dibedakan antara lain sodo biasa (commonly push net) dan sodo

sampan (skimming push net). Sodo biasa (commonly push net) yaitu bentuk

umum dari alat tangkap sodo hampir terdapat di seluruh daerah perikanan laut

Indonesia. Lokasi penangkapan dilakukan ditepi-tepi pantai, tambak-tambak pada

kedalaman setinggi perut, maksimum setinggi dada. Bahan Jaring sodo ini terbuat

dari benang halus, waring karuna. Bingkai jaring terbuat dari kayu, bambu dengan

ukuran panjang 3 meter, macam dan jenis alat tangkap sodo banyak, meskipun

perbedaan satu dengan yang lainnya sangat kecil. Sodo biasa (commonly push net)

terdapat nama lain yaitu sonder, tangkar (Madura), sodu (Sulawesi Selatan), julu

(Bau-Bau, Muna, Kendari, Samarinda), sesodok, sodok, sungkur (Kalimantan

10

Tengah, Kaliantan Selatan), syair (Kota Baru, Muara Pasir), tanggo, tanggo loor

(Ambon); Sodo Perahu/ Sampan (skimping push net) adalah jaring dorong yang

cara pengoperasiannya dilakukan dengan menggunakan perahu baik didayung

maupun menggunakan motor. Cara penangkapan tidak lagi menelusuri dasar,

tetapi dilayang-layangkan (skimming motion) menelusuri perairaan di bawah

permukaan di tempat-tempat yang agak dalam.

Klasifkasi menurut International Standard Statistical Classification of

fishing Gear (ISSCFG-FAO), pukat dorong belum tercantum, penggolongannya

dimasukan kedalam kelompok alat penangkapann ikan lainnya (miscellaneous

gear), seperti pada tabel berikut;

Tabel 1. Klasifikasi Pukat Dorong

Penggolongan Singkatan Kode ISSCFG

Miscellaneous Gear MIS 20.0.0

sumber: BBPPI, 2008

Sedangkan menurut Klasifikasi Alat Penangkapan Indonesia (KAPI), kelompok

pukat dorong terdiri dari;

Tabel 2. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan (KAPI) Pukat Dorong

Penggolongan Singkatan Kode KAPI

Pukat dorong PD 04.0.0

Pukat Dorong Tanpa Kapal PDTK 04.1.0

Pukat Dorong Berkapal PDK 04.2.0

- Pukat Dorong Berkapal Satu Jaring PDK-1J 04.2.1

- Pukat Dorong Berkapal Dua Jaring PDK-2J 04.2.2

PUkat Dorong Lainnya PDL 04.9.0

sumber: BBPPI, 2008

Praktek Kerja Lapangan akan menggunakan alat tangkap sodo perahu atau

pukat dorong berkapal satu jaring (push net), dengan diopersikan oleh dua orang

11

nelayan dengan mesin sebagai pendorong pada perahu yang digunakan untuk

menelusuri areal sekitar Perairan Tambak Lorok Semarang.

2.3. Konstruksi Alat Tangkap Sodo

Menurut Subani dan Barus (1989), bentuk dan konstruksi Jaring dorong

(push net) terdiri dari tangkai yang digunakan sebagai bingkai atau frame dari

bambu yang disilangkan, dibawahnya tangkai terdapat sepatu atau kaki, terdapat

jaring kantong, dan pelampung.

Menurut BBPPI (2007), desain dan konstruksi pukat dorong terdiri dari;

1. Tongkat/ bambu/ batang kayu;

2. Sepatu togkat;

3. Sayap;

4. Badan;

5. Kantong;

6. Tali pembantu pengangkat kayu pembuka mulut;

7. Tali pembantu pengangkat kantong;

8. Tali penguat bagian mulut;

9. Tali penguat usus-usus;

10. Tali samping/ tali tegak;

11. Tali pendant;

12. Tali mulut atas (head rope);

13. Tali mulut bawah (ground rope);

14. Pelampung

15. Pemberat

16. Kili-kili (swivel)

Spesifikasi pukat dorong memberikan informasi teknis berupa komponen

dan material yang terdapat dari setiap jenis alat penangkap ikan yang ada pada

kelompok pukat dorong. Komponen utama pukat dorong terdiri dari;

12

(1) Tongkat/bambu yaitu sepasang tongkat yang menghubungkan jaring dengan

orang atau kapal membentuk sudut segitiga yang berfungsi sebagai pembentang

dan penyangga ujung sayap jaring agar bagian mulut jaring bisa membuka

maksimal kearah horizontal. (2) “Sepatu” Tongkat (merupakan komponen khusu

pada alat tangkap Sodo atau push net) yaitu sepatu yang dipasang pada ujung

tongkat atau bambu batang kayu berfungsi agar ujung tongkat atau bambu yang

bersentuhan dengan dasar perairan tidak menancap didasar perairan saat didorong

maju kedepan, bentuknya seperti papan ski dari papan pipih dan tipis atau terbuat

dari plat besi pipih yang biasanya dipasang pada ujung tongkat yang melengkung.

(3) Sayap yaitu bagian paling terdepan yang berfungsi untuk menghadang

ikan agar masuk ke bagian mulut atau badan dan akhirnya masuk ke bagian

kantong, ukuran mesh size paling lebar bila dibandingkan dengan ukuran mata

(mesh size) di bagian badan. (4) Badan yaitu bagian dibawah sayap yang berfungsi

mengarahkan agar ikan yang telah melewati mulut bisa masuk menuju ke bagian

kantong, ukuran mesh size atau mata lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran

mata dibagian sayap.

(5) Kantong bagian paling ujung belakang yang berfungsi menampung ikan

hasil tangkapan, ukuran mesh size atau mata paling kecil bila dibandingkan bagian

sayap maupun badan. (6) Tali pembantu pengangkat kayu pembuka mulut yaitu

tali yang menghubungkan antara ujung-ujung batang kayu yang ada didalam air

dengan air dengan kapal, fungsinya untuk mengangkat ujung batang kayu

pembuka mulut agar naik ke atas permukaan air, terbuat dari bahan yang kuat

seperti kuralon/ marlon atau PE dengan ukuran diameter yang besar antara 18-24

mm.

13

(7) Tali pembantu pengangkat kantong yaitu tali yang menghubungkan

antara sabuk kantong dengan kapal, fungsinya untuk mengangkat bagian kantong

yang berisi ikan hasil tangkapan ke atas dek kapal, terbuat dari bahan yang cukup

kuat seperti marlon atau PE dengan ukuran diameter 10-14 mm. (8) Tali penguat

bagian mulut yaitu tali-tali penguat mulut jaring pada tongkat atau bambu

pembuka mulut, terbuat dari PE dengan ukuran diameter 5-8 mm. (9) Tali penguat

usus-usus yaitu tali tempat sambungan antara dua bagian jaring baik itu yang ada

dibagaian badan atau kantong, terbuat dari bahan PE dengan ukuran diameter 2-4

mm. (10) Tali samping atau tali tegak yaitu tali penguat usus-usus yang letaknya

paling depan dibagian paling ujung depan sayap, terbuat dari PE dengan ukuran 8-

12 mm.

(11) Tali pendant yaitu tali penghubung bagian sayap dengan batang kayu

pembuka mulut, terbuat dari bahan PE atau kuralon dengan ukuran diameter 10-

12 mm. (12) Tali mulut atas (Head rope) yaitu merupakan tali tempat

penggantung pelampung yang dipasang sepanjang sisi mulut baian atas terbuat

dari bahan PE dengan diameter 10-12 mm. (13) Tali mulut bawah (Ground rope)

yaitu tali tempat penggantung pemberat yang dipasang sepanjang sisi mulut

bagian bawah, terbuat dari bahan PE/ Kuralon atau marlon dengann ukuran

diameter 10-12 mm.

(14) Pelampung yaitu berfungsi memberi efek pada bagian mulut jaring agar

bisa tertarik keatas sehingga memberi efek bagian mulut bisa terbuka lebih tinggi.

terbuat dari bahan karet/ PVC/ plastik dengan bentuk oval atau silinder. (15)

Pemberat yaitu berfungsi memberi efek pada bagian mulut jaring agar bisa tertarik

ke bawah sehingga memberi efek bagian mulut bisa terbuka lebih tinggi, terbuat

14

dari bahan Pb dengan bentuk oval atau silinder. (16) Kili-kili (Swivel) yaitu

berfungsi agar tali-tali penghubung antara jaring dengan batang kayu pembuka

mulut tidak membelit, terbuat dari bahan logam besi atau kuningan.

Bahan-bahan dari alat tangkap diatas banyak menggunakan serat sintetis

seperti nylon, PA (polyamide) dan PES (polyester) yang memilki sifat tidak

terapung sedangkan bentuk umumnya kedua bahan kedua sintetis berupa serat

namun serabut dan monofilament jarang ditemukan pada PA dan PES. Jika

dilakukan burning test PA memilki sifat segera meleleh setelah dipanaskan

membentuk tetesan yang cair sedangkan PES memiliki sifat meleleh dan terbakar

perlahan dengan api berwarna kuning. Asap dari PA berwarna putih sedangkan

PES berwarna hitam berjelaga. Bau yang ditimbulkan bahan sintetis PA seperti

seledri yang berbau anyir dan PES memiliki bau minyak panas agak manis. Sisa

dari PA berupa tetesan beku berwarna kuning dan PES sisanya berupa butiran

beku kehitaman (Prado dan Dremiere, 2005).

Bahan sintetis lainnya yaitu PE (polyethylene) dan PP (polypropylene)

keduanya memiliki sifat terapung. PE memiliki bentuk umum yang ada berupa

monofilament dan jarang diketemukan dalam bentuk pita sedangkan bahan sintetis

PP bentuk umumnya berupa serat dan dalam bentuk pita, jarang diketemukan

dalam bentuk serabut dan monofilament. Pada burning test kedua bahan sintesis

ini akan meleleh dan terbakar perlahan dengan cahaya biru muda. Asap yang

ditimbulkan berwarna sama yaitu berwarna putih. Bau yang ditimbulkan PE

berupa bau lilin yang baru ditiup dan PP baunya seperti lilin panas atau mirip

seperti bau aspal terbakar. Sisa bahan ini berupa butiran beku namun PP lebih

berwana kecoklatan (Prado dan Dremiere, 2005).

15

2.4. Cara Pengoperasian Alat Tangkap Sodo

Cara penangkapan alat tangkap sodo menurut Subani dan Barus (1989),

Penangkapan dilakukan dengan menurunkan (membenamkan) jaring kedalam air

kemudian mendorongnya menelusuri perairan.

Metode pengoperasian pukat dorong dengan kapal dioperasikan dengan cara

yaitu mendorong pukat di depan kapal yang sedang berjalan pada kolom perairan

untuk menangkap ikan pelagis kecil pada perairan dengan teknik pengoperasian

terdiri dari; Penurunan jaring pada suatu kapal sudah mencapai suatu daerah

penangkapan dimana terdapat ikan sasaran. Jaring didorong dengan kecepatan

kapal tertentu, sehingga ikan sasaran tangkap akan tersaring masuk ke dalam

jaring dan terkumpul pada bagian kantong; Pengangkatan Jaaring dilakukan

setelah diperkirakan ikan hasil tangkapan, dengan cara menarik tali pembantu

pengangkat kantong, kemudian kantong dinaikan keatas kapal untuk mengambil

hasil tangkapan (BBPPI, 2008).

Menurut FAO cara pengoperasian jaring dorong (push net) yaitu memiliki

tiga bagian yang berbeda yaitu bagian atas, bagian bawah dan kantong (bag net).

Ikatan tali yang berada dibawah, bisa berupa rantai atau tali yang berat dan

tenggelam, sehingga menyentuh dasar laut selama operasi penangkapan ikan.

Ujung-ujung dari ikatan tali mulut bawah (groundrope) diikatkan pada bingkai

mulut jaring. Ikatan menggantung pada bingkai bambu atau tiang. Dua ikatan

diikat satu sama lain sehingga berbentuk V, berakhir di ski kayu atau dari bahan

besi, yang didorong menyusuri dasar laut. Pelampung juga dilekatkan dekat ski

atau mulut jaring untuk mencegah macet atau terjebak jaring di lumpur. Pada alat

tangkap yang berukuran besar, pelampung yang disesuaikan dengan tali dan mulut

16

jaring. Mendorong jaring ikan dari perahu menggunakan tiang panjang yang tidak

terikat, tetapi diikat langsung ke cadik atau tiang geladak perahu.

2.5. Daerah Penangkapan

Jaring dorong (push net) digunakan dengan cara mendorong di peraian

dangkal setinggi pinggang dan mendorongnya untuk menangkap udang, bingkai

(frame) alat tangkap dijaga agar tetap terbuka dengan mendorong jaring dipinggir,

didorong seperti alat penggaruk (scraper) dibagian bawah (Brandt, 1984).

Jaring dorong (push net) jaring kantong berbentuk kerucut dengan mulut

berbingkai segitiga sama kaki, pengoperasiannya dilakukan dengan mendorong

menelusuri dasar perairan dangkal atau melayang di bawah permukaan air dengan

perahu. Sodo hampir terdapat di seluruh daerah perikanan laut Indonesia. Lokasi

penangkapan dilakukan di tepi-tepi pantai, ataupun tambak (Subani dan Barus,

1989).

Menurut FAO, daerah penangkapan dari Jaring dorong (push nets)

dioperasikan dengan mendorong dengan kaki di pantai atau digerakan tenaga

perahu mesin baik di siang hari atau di malam hari. Ketika perahu tiba di fishing

ground, terikat pada tiang, dengan tali mulut bawah (groundrope) dan tali mulut

atas (headrope). Setting Alat Jaring dorong (push nets) dalam air dan mengapung

disesuaikan sampai bagian bawah alat tangkap menyentuh bagian bawah dasar

laut. Pada akhir operasi penangkapan, kantong (bag nets) tersebut diangkut keluar

dengan melepaskan tali yang melekat pada kantong, kemudian dikosongkan, dan

diturunkan kembali untuk setting Jaring dorong (push net) berikutnya.

17

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan sebagai berikut;

Tabel 3. Alat yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan

No Nama Alat dan Bahan Ketelitian Kegunaan

1 Penggaris 1 mm Mengukur panjang dan lebar

2 Kamera Digital Dokumentasi

3 Pelampung Keselamatan

4 GPS Menentukan koordinat fishing ground,

posisi kapal, kecepatan kapal

5 Kuisioner Pencatatan dari wawancara

6 Alat Tulis Mencatat Hasil Praktikum

7 Stopwatch 0,1 sekon Menghitung Waktu

8 Jangka Sorong 0,01 mm Mengukur pemberat, diameter tali,

lebar mata jaring, pelampung

3.2. Metode

3.2.1. Metode praktek kerja lapangan

Metode yang digunkanan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah

metode deskriptif. Metode deskriptif memberikan gambaran atas suatu objek

sejelas mungkin tanpa ada perlakuan tanpa ada perlakuan terhadap objek yang

diteliti. Metode deskriptif diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara

memaparkan atau menggambarkan apa adanya hasil penelitian (Komar, 2011).

18

Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini metode survey

yang dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kondisi perikanan dengan alat

tangkap sodo di Tambak Lorok, Semarang yang meliputi;

1. Cara pengoperasian alat tangkap sodo (push net) di Perairan Tambak Lorok

Semarang;

2. Konstruksi alat tangkap sodo (push net) di Perairan Tambak Lorok Semarang;

3. Daerah penangkapan alat tangkap sodo (push net) di Perairan; dan

4. Hasil tangkapan alat tangkap sodo (push net) di Perairan.

3.2.2. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan

ini adalah sebagai berikut:

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan

ini adalah:

1. Metode Observasi

Menurut Nasution S. (2003), observasi dilakukan untuk memperoleh

informasi tentang kelakuan manusia dalam kenyataan. Mengadakan observasi

menurut kenyataan, melukiskannya dengan kata-kata secara cermat dan tepat apa

yang diamati, mencatatnya dan kemudian mengolahnya dalam rangka masalah

yang diteliti secara ilmiah.

Metode observasi ini dilakukan wawancara langsung kepada nelayan guna

mengetahui;

a. Cara pengoperasian alat tangkap sodo (push net)

19

Pada Praktek Kerja Lapangan ini di lakukan pengamatan terhadap metode

penggunaan alat tangkap sodo (push net) yang ada di Perairan Tambak Lorok

Semarang. Parameter yang diamati meliputi

• Lama Setting penurunan alat tangkap sodo (push net)

• Lama Pendorongan alat tangkap

• Lama Pengangkatan (Hauling)

b. Konstruksi alat tangkap sodo (push net)

Pada Praktek Kerja Lapangan di lakukan pengamatan konstruksi alat

tangkap sodo (push net) yang ada di Perairan Tambak Lorok, Semarang.

Parameter yang diamati meliputi :

• Panjang jaring kantong sodo (push net)

• Bahan jaring kantong sodo (push net)

• Material rangka atau bingkai (frame) jaring kantong sodo (push net)

c. Daerah penangkapan alat tangkap sodo (push net)

Pada Praktek Kerja Lapangan di lakukan pengamatan pada daerah

penangkapan ikan (fishing ground) alat tangkap sodo (push net) yang ada di

Perairan Tambak Lorok Semarang. Parameter yang diamati adalah koordinat letak

dimana alat tangkap sodo di pasang.

d. Hasil tangkapan alat tangkap sodo (push net)

Pada Praktek Kerja Lapangan di lakukan pengamatan pada hasil tangkapan

per trip dari alat tangkap sodo (push net) yang ada di Tambak Lorok Semarang.

Parameter yang diamati adalah :

• Jenis hasil tangkapan yang didapat

• Jumlah hasil tangkapan per spesies

20

2. Metode wawancara

Penelitian menggunakan wawancara bebas terpimpin berarti menggunakan

pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, tetapi daftar pertanyaan tidak

mengikat jalannya wawancara (Karomah, 2007).

Pada Praktek Kerja Lapangan ini akan di lakukan wawancara terhadap

nelayan pengguna alat tangkap sodo (push net) yang ada di Perairan Tambak

Lorok, Semarang. Parameter yang akan diamati adalah sebagai berikut :

• Konstruksi alat tangkap sodo (push net);

• Cara Pengoperasian alat tangkap sodo (push net);

• Jumlah hasil tangkapan ikan; dan

3. Metode studi pustaka

Studi pustaka adalah mencari sumber data sekunder yang akan mendukung

penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai kemana ilmu yang

berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai kemana terdapat

kesimpulan dan generalisasi yang pernah dibuat, sehingga situasi yang

diperlukan diperoleh (Nazir, 2005).

4. Metode dokumentasi

Menurut Pusat Bahasa (2008), dokumentasi adalah pemberian atau

pengumpulam bukti dan keterangan, seperti gambar kutipan, guntingan koran, dan

bahan referensi lain.

3.2.3. Data-data yang diperlukan

a. data primer

Data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang diperoleh secara langsung dari unit sampel atau responden. Data

21

sekunder adalah data yang didapatkan dari publikasi dan dokumentasi yang

bersumber dari instansi.

Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung ke lapangan dan

melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Data primer yang diambil dari

Praktek Kerja Lapangan ini antara lain:

a. Komposisi jenis ikan hasil tangkapan alat tangkap sodo (push net);

b. Jumlah hasil tangkapan ikan alat tangkap sodo (push net);

c. Konstruksi alat tangkap sodo (push net) dan kapal serta metode

pengoperasiannya; dan

d. Gambar yang diambil dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah:

• Alat tangkap sodo (push net);

• Kapal yang dipakai nelayan;

• Hasil tangkapan yang tertangkap dengan alat tangkap sodo (push net);

b. data sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mencatat data-data yang diperoleh

dari Dinas Kelautan Perikanan Kota Semarang dan data dari TPI Tambak Lorok,

meliputi :

a. Kondisi umum perairan Tambak Lorok Semarang;

b. Produksi hasil tangkapan sodo (push net) di Perairan Tambak

Lorok Semarang; dan

c. Hasil tangkapan dengan alat tangkap sodo (push net) di Perairan Tambak

Lorok Semarang.

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi

4.1.1. Aspek geografi, topografi dan demografi

Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 km2. Secara administratif

Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Dari 16

Kecamatan yang ada, terdapat dua Kecamatan yang mempunyai wilayah terluas

yaitu Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah 57,55 km2 dan Kecamatan

Gunungpati, dengan luas wilayah 54,11 km2. Kedua Kecamatan tersebut terletak

di bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar

wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sedangkan

kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan,

dengan luas wilayah 5,93 km2 diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan

luas wilayah 6,14 km2 (RPJMD Kota Semarang, 2010-2015).

Sedangkan wilayah Kota Semarang yang berupa dataran rendah memiliki

jenis tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Jenis

Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat

tua kemerahan, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu

Tua, Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua. Kurang lebih sebesar 25%

wilayah Kota Semarang memiliki jenis tanah mediteranian coklat tua. Sedangkan

kurang lebih 30% lainnya memiliki jenis tanah latosol coklat tua. Jenis tanah lain

memiliki geologi jenis tanah asosiasi kelabu dan aluvial coklat kelabu dengan luas

keseluruhan kurang lebih 22% dari seluruh luas Kota Semarang. Sisanya

merupakan jenis tanah alluvial hidromorf dan grumosol kelabu tua.

23

Tabel 4. Data Statistik Kota Semarang Periode Tahun 2005-2009.

No Tahun Jumlah penduduk Pertumbuhan

(%) Laki-laki perempuan jumlah

1 2005 705,627 713,851 1,419,478 1.45

2 2006 711,755 722,270 1,434,025 1.06

3 2007 722,026 732,568 1,454,594 1.43

4 2008 735,457 746,183 1,481,640 1.86

5 2009 748,515 758,409 1,506,924 1.71

Sumber: Kota Semarang Dalam Angka, 2009

gambar 1. grafik pertumbuhan jumlah penduduk Kota Semarang tahun 2005-2009

Peningkatan jumlah penduduk tersebut dipengaruhi oleh jumlah kelahiran,

kematian dan migrasi. Pada tahun 2005 jumlah kelahiran sebanyak 19.504 jiwa,

jumlah kematian sebanyak 8.172 jiwa, penduduk yang datang sebanyak 38.910

jiwa dan penduduk yang pergi sebanyak 29.107 jiwa. Besarnya penduduk yang

datang ke Kota Semarang disebabkan daya tarik kota Semarang sebagai kota

perdagangan, jasa, industri dan pendidikan.

4.1.2. Aspek perikanan tangkap di Tambak Lorok

Tambak lorok merupakan daerah pantai di kota Semarang yang terletak di

Sungai Banger, termasuk dalam Kelurahan Tanjung Mas. Masyarakat kebanyakan

24

mata pencaharian nelayan, memiliki ketergantungan terhadap natural resources

(sumber alam) yaitu laut sebagai tempat mencari ikan, sungai dan muara sebagai

tempat menambat perahu dan keluar masuknya perahu ke laut. Oleh karena

fenomena ini telah menyatu dengan kehidupan kebudayaan masyarakat serta

berlangsung turun menurun maka pemukiman ini lebih dikenal dengan

pemukiman nelayan.

Perairan Tambak Lorok Semarang termasuk daerah Pantai Utara Jawa yang

menjadi pilihan lokasi Praktek Kerja Lapangan Studi Alat Tangkap Sodo (push

net), hal ini dikarenakan alat tangkap ini jarang digunakan oleh nelayan setempat

dan menjadi minoritas ditempat tersebut dibandingkan dengan alat tangkap Arad

atau sejenisnya yang dominan digunakan hampir dalam segala musim, serta

sedikitnya studi dan informasi tentang keberadaan alat tangkap Sodo (push net).

Wilayah pengoperasian di pinggir Perairan Tambak Lorok pada waktu

malam hari selama tiga hari berada koordinat sekitar 06 56' 268" LS sampai 110

26' 013" BT. Alat tangkap yang digunakan adalah Sodo sejenis jaring kantong

(bag net) atau jaring dorong (push net) yang cara pegoperasiannya didorong oleh

kapal dengan bantuan mesin yang tertananm pada kapal dan mesin bantu untuk

membantu menarik dan menurunkan kantong. Wilayah fishing base pendaratan

kapal Tambak Mulyo.

Kedalaman fishing ground PPI Tambak Lorok memiliki dasar perairan

muara yang tidak sama antara 5 - 15 meter di atas permukaan air dan memiliki

kondisi geografis yang berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah selatan : TPI Tambak Lorok, Semarang

25

Sebelah Timur : Perairan Demak

Sebelah Barat : Pelabuhan Tanjung Mas

Tabel 5. Data Pelabuhan di PPI Tambak Lorok, PPP Morodemak dan PPI Wedung No. TPI/PPI/

PPN/PPS

Jarak

TPI- Jln. Raya

Jumlah

Kapal

Jumlah

Kapal Mendarat

Produksi

(Kg)

Komoditas

Unggulan

1. PPI Tambak Lorok 1 Km 495 1.724 20.092 kakap

manyung

2. PPP Morodemak 0.5 Km 1073 23.772 1.124.65

3

teri,

kembung,

petek

3. PPI Wedung 0.5 Km 527 11.724 507.581 kerapu,

kakap,

manyung

Sumber: http: //diskanlutjateng.go.id/ 2012

Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, menyebutkan

terdapat beberapa PPI di kota Semarang dan sekitarnya, PPI Tambak Lorok

memiliki jumlah kapal yang mendarat sekitar 1.724 buah dengan jumlah kapal

495 buah, dengan tingkat produksi sebesar 20.092 kg, komoditas ekonomis

penting dan menjadi unggulan yaitu ikan kakap dan manyung.

Pantai Perairan Tambak Lorok Semarang seperti pada umumnya daerah

Pantai Utara Jawa merupakan pantai yang landai, dangkal, ombak relatif kecil dan

arus tidak begitu kuat. Dasar perairan terdiri dari lumpur dan banyak terdapat

sampah di dasar perairan, karena di sepanjang muara tambak terdapat

perkampungan masyarakat dan terdapat dermaga bagi pemberhentian kapal

dengan rata-rata 5 GT atau berupa sampan yang dimiliki oleh masyarakat nelayan

setempat.

Posisi fishing ground di plot dengan GPS (Global Positioning System) di

perairan Tambak Lorok, ketika melakukan setting alat tangkap nelayan hanya

menggunakan naluri atau prakiraan tempat dimana banyak ikannya, seperti

26

berdasarkan bunyi sekitar, keadaan permukaan air yang tidak tenang dan tentunya

berdasarkan pengalaman, berikut posisi lokasi setting dan haulling ketika

Praktikum Kerja Lapangan.

Tabel 6. Posisi setting dan hauling menggunakan GPS

Pengukuran Hari

I II III

Setting S: 06056’268”

E: 110026’013”

S: 06056’155”

E: 110026’155”

S: 06056’179”

E: 110024 780”

Haulling S: 06056’382”

E: 110024’ 433”

S: 06056’466”

E:110024’436”

S: 06056’058”

E: 110024’959”

Sumber : Praktek Kerja Lapangan 2013

Lokasi setting dan haulling berada disekitar perairan Tambak Lorok dengan

menggunakan GPS (Global Positioning System) dari Garmin. Lokasi Setting di

plotkan ketika kapal berhenti dan melakukan pemasangan alat tangkap sodo (push

net), kemudian dilakukan penyapuan dengan mendorong kapal bertenaga diesel

pada daerah pantai sekitar Tambak Lorok, Posisi haulling diplotkan ketika kapal

berhenti beroperasi dan dirasa hasil tangkapan mencukupi.

4.2. Kondisi Perikanan Tangkap di Tambak Lorok

Tambak Lorok memilki potensi perikanan demersal yang menjadi andalan

bagi penduduk sekitar, terutama nelayan tradisional (artisanal fisheries), di

Tambak Lorok banyak nelayan yang memiliki lebih dari satu alat tangkap dan

pada umumnya trip mereka one day fishing dan alat tangkap yang mereka

gunakan didominasi alat tangkap Arad dengan berbagai modifikasi (jaring apolo),

masyarakat nelayan Tambak Lorok terdiri dari nelayan asli bertempat tinggal di

27

daerah tersebut namun ada juga nelayan dari luar yang menggunakan alat tangkap

pasif kemudian diambil keesokan harinya (bubu atau perangkap).

Nelayan pendatang ini sering meletakan alat tangkapnya dengan jumlah

ratusan bahkan hingga ribuan bubu untuk sekali operasi, untuk ukuran nelayan

individu atau kelompok yang bekerja bersama dalam Usaha perikanan alat

tangkap bubu. Hal seperti ini jika dibiarkan akan menyebabkan konflik

kepentingan, disamping semakin menurunnya produktivitas perairan karena tidak

adanya usaha untuk melestarikan sumberdaya ikan. Jika nelayan pendatang ini

memasang alat tangkap dalam jumlah yang banyak secara terusmenerus,

masyarakat asli nelayan daerah tersebut juga akan mersakan dampak dari alat

tangkap tersebut meskipun tergolong alat tangkap ramah ligkungan karena bersifat

pasif dan menetap.

Nelayan setempat pergi melaut dipengaruhi oleh musim penangkapan, hal

ini dikarenakan banyak dari nelayan Tambak Lorok memiliki kapal berukuran ± 5

GT. Sehingga sulit untuk mencari fishing ground yang lebih jauh, yang akan

berpengaruh pada pola penangkapan dan juga mempengaruhi hasil tangkapan

serta pendapatan sebagai nelayan. Musim penangkapan ini memberikan pengaruh

besar dalam usaha perikanan tangkap, menentukan jumlah trip pada tiap musim

penangkapan.

Masyarakat nelayan Tambak Lorok sering menyebut alat tangkap Arad

digunakan untuk segala musim, sehingga alat inilah yang banyak ditemukan,

termasuk modifikasinya. Selain itu, persaingan ditingkat pada alat tangkap bagan,

cantrang yang diharuskan masuk ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Tambak Lorok

28

karena hasil tangkapannya yang lebih jika dibandingkan alat tangkap tradisional

seperti sodo (push net).

Menurut penjelasan salah satu staff TPI Tambak Lorok, menjelaskan

bahwa kondisi TPI Tambak Lorok dan rencana relokasi tempat pelelangan yang

baru, mengalami sejumlah kendala sehingga bangunan yang disiapkan pemerintah

dengan dana yang cukup besar tidak tersalurkan, masyarakat dan nelayan merasa

relokasi tempat tersebut terlalu jauh dan kondisi insfrastruktur seperti jalan

menuju lokasi tempat pelelangan mengalami kerusakan parah dan jauh dari

homebase pendaratan kapal para nelayan, selain itu tempat TPI yang baru

dibangun beberapa tahun yang lalu mengalami pendangkalan disekitarnya akibat

gelombang laut.

4.3. Deskripsi Kapal dan Alat Tangkap

Kapal yang digunakan untuk Praktek Kerja Lapangan di Tambak Lorok

Semarang menggunakan kapal “Joko Wakul” milik nelayan setempat bernama

Pak Selamet. Mesin yang dipakai pada kapal ini terdiri dari satu mesin utama

Dongfeng 15 PK dan satu mesin bantu Tianli.

Posisi kedua mesin ini menggunakan sistem in board (main engine) dan out

board. Untuk mesin out board (auxiliary engine) diletakkan di luar di sebelah

samping kanan kapal yang diletakkan di papan penyangga yang dikaitkan di atas

papan geladak kapal, mesin in board dikaitkan dengan gading kapal dan

tertananam di dalam kapal.

29

Tabel 7. Spesifikasi Kapal dan Mesin yang digunakan pada Praktik Kerja

Lapangan

No. Deskripsi Kapal Keterangan

1. Nama Pemilik Pak Selamet

2. Bahan Kayu

3. Tipe/Jenis Motor Tempel

4. Tahun Pembuatan 2007

5. Jumlah Geladak 1

6. Ukuran LxBxD (m) 7,50x 2,5 x 1,5

7. Tonase 5 GT

8. Merk Mesin Dongfeng dan Tian Li

9. Tenaga 16 PK

10. Bahan Bakar Solar

Sumber: Praktek Kerja Lapangan 2013

Perikiraan jumlah alat tangkap di Tambak Lorok tidak diketahui pasti,

namun pada umumnya nelayan setempat menggunakan alat tangkap arad dan gill

net. Jaring dorong atau sodo (push net) merupakan alat tangkap yang digunakan

oleh nelayan setempat namun, karena hasil tangkapan terbilang sedikit sehingga

tidak masuk dalam TPI Tambak Lorok. Sodo merupakan jaring berkantong yang

cara pengoperasiannya didorong dengan bantuan kapal bermesin diesel atau

dengan tenaga manuasia. Pengoperasian sodo (push net) bergantung pada musim

penangkapan dan dioperasikan di malam hari. Bagian-bagian dari Alat tangkap

Sodo (push net) antara lain terdiri dari:

1. Bambu digunakan untuk menghubungkan jaring dengan kapal membentuk

sudut segitiga yang berfungsi sebagai pembentang dan penyangga ujung sayap

jaring agar bagian mulut jaring bisa membuka maksimal kearah horizontal.

Komponen tambahan pada bambu yaitu sepatu tongkat yang dipasang pada

ujung bambu berfungsi agar ujung bambu yang bersentuhan dengan dasar

30

perairan tidak macet karena bambu menancap di dasar perairan saat alat

tangkap sodo menyapu ke lautan, bentuknya seperti papan ski terbuat dari

papan pipih atau tipis atau plat besi pipih yang biasanya dipasang pada ujung

tongkat yang melengkung.

2. Sayap yaitu bagian jaring paling terdepan yang berfungsi untuk menggiring

ikan masuk ke bagian mulut atau badan dan akhirnya masuk ke bagian

kantong dengan ukuran mesh size 3,25 inch. Badan yaitu bagian jaring setelah

sayap berfungsi mengarahkan ikan masuk ke bagian kantong, ukuran mesh

size lebih kecil jika dibandingkan bagian sayap yaitu 1,5 inch. Kantong yaitu

bagian jaring yang brfungsi menampung ikan hasil tangkapan, dengan ukuran

mesh size paling kecil yaitu 1,25 inch bila dibandingkan bagian sayap dan

badan).

3. Tali pengangkat alat tangkap Sodo yaitu tali yang saling menghubungkan

antara ujung bambu pada alat tangkap Sodo yang ada di dalam air dengan

kapal, fungsinya untuk mengangkat alat tangkap agar naik ke atas kapal, tali

ini terbuat dari bahan kuralon atau PE dengan diameter 18-24 mm). Selain itu

juga terdapat Tali pengangkat jaring kantong yaitu tali yang menghubungkan

antara bagian kantong dengan kapal, fungsinya untuk mengangkat bagian

kantong yang berisi ikan hasil tangkapan ke atas dek kapal, terbuat dari bahan

marlon atau PE dengan ukuran 10-14 mm.

4. Tali mulut atas (head rope) yaitu Tali tempat pelampung yang dipasang

sepanjang sisi mulut bagian atas, terbuat dari bahan PE dengan diameter 10-12

mm. Tali Mulut Bawah (ground rope) yaitu tali tempat pemberat yang

dipasang sepanjang sisi mulut bagian bawah, terbuat bahan dari PE atau

31

Kuralon atau Marlon dengan diameter 10-12 mm. Terdapat pelampung yang

berfungsi agar jaring pada posisi ke atas agar mulut jaring bisa terbuka lebih

tinggi, bahan terbuat dari karet atau PVC atauplastik dan pemberat pada mulut

jaring berfungsi agar bagian mulut jaring bisa tertarik kebawah sehingga

bagian mulut bisa terbuka lebih lebar, terbuat dari bahan Pb dengan bentuk

silinder atau oval.

5. Alat tangkap Sodo (push net) memiliki panjang jaring keseluruhan 15 meter

hingga menyentuh dasar perairan, panjang bambu 12 meter, dengan tiga

bagian dan ukuran mesh size yang berbeda yaitu pada sayap besarnya mata

atau mesh size 3,25 inch, jaring pada bagian badan 1,5 inch, dan jaring pada

bagian kantong 1,25 inch. Jenis material bahan yang digunakan sebagai pada

alat tangkap Sodo penduduk setempat menyebutnya “urean” dan lebar bukaan

mulut mulut horizontal 5 meter.

4.4. Gambar Desain dan Konstruksi Alat Tangkap Sodo

4.4.1. Gambar Konstruksi Alat Tangkap

1

2

3

4

5 gambar 2. konstruksi alat tangkap sodo

32

Keterangan :

1. tangkai atau bingkai

2. Mulut atas

3. kantong (bag)

4. Mulut bawah

5. sepatu (shoes of bamboo)

4.5. Metode Pengoperasian Alat Tangkap

Metode pengoperasian alat tangkap Sodo (push net) berkapal dengan

ukuran yang cukup besar, alat tangkap menempel pada sisi bagian tengah, terdapat

dua bambu yang nantinya dijadikan sebagai pembuka mulut jaring agar terbuka

secara horizontal dan tetap. Setting alat tangkap posisi kapal diam, dilakukan oleh

dua orang mengatur alat tangkap saat dipasang di depan kapal beserta jaring

kantong dengan posisi melawan arus dan yang satunya memposisikan bambu agar

tetap dan kuat. Ketika mendorong arus, sehingga alat tangkap tetap berada pada

posisinya.

Metode pengoperasian alat tangkap sodo (push net) terdiri dari:

1. Lama setting alat tangkap sodo (push net)

Waktu yang diperlukan untuk setting alat tangkap sodo 10 - 15 menit,

bersamaan mesin dimatikan, kemudian alat tangkap diturunkan. Nelayan pertama

bertugas untuk memastikan alat tangkap terpasang kuat khususnya pada bagian

bukaan mulut jaring, dan sepatu pada bambu ketika operasi penangkapan.

Sedangkan nelayan yang kedua bertugas memastikan pergerakan kapal dan hasil

tangkapan dengan menarik tali penhubung antara kantong dengan kapal.

Pentingnya sepatu (shoes of bamboo) adalah agar alat tangkap Sodo dapat

33

berfungsi sebagaimana mestinya, karena jika komponen ini lepas atau terlepas

ketika operasi maka akan mempengaruhi jalannya operasi penangkapan.

2. Lama Pendorongan alat tangkap sodo (push net)

Lama waktu yang dibutuhkan untuk pendorongan alat tangkap sodo

ketika alat tangkap dioperasikan tidak menentu, tentunya tergantung dari cuaca,

keadaan perairan, kondisi nelayan, suhu, arus, gelombang dll. Jika dirasa cukup

dengan hasil tangkapan melihat pada bagian kantong alat tangkap melalui seutas

tali yang terpasang dan menghubungkan antara kapal yang berikatan langsung

dengan bagian kantong (tali pengangkat kantong) sehingga memudahkan untuk

mengangkat kantong sewaktu-waktu. Jika pada waktu Praktek Kerja Lapangan

pengoperasian alat tangkap sodo (push net) ini membutuhkan waktu kurang lebih

3-5 jam untuk mendorong alat tangkap menyusuri area daerah tangkapan.

3. Lama Penarikan alat tangkap sodo (push net)

Lama waktu yang dibutuhkan untuk penarikan alat tangkap sodo (push

net) yaitu 5-10 menit (haulling), kemudian hasil tangkapan ditarik dan dinaikan ke

atas kapal dalam posisi diam. Kemudian alat tangkap juga dinaikan melalui tali

yang menghubungkan antara bagian bawah dan atas alat tangkap sodo dengan

kapal.

4.6. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Sodo

Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapangan alat tangkap sodo diperoleh hasil

tangkapan dalam 3 hari penangkapan dengan daerah fishing ground yang berbeda.

Berikut ini adalah hasil yang di dapatkan yang tersaji pada tabel di bawah ini:

34

Tabel 8. Hasil Tangkapan hari pertama

No Jenis Berat (gram) Jumlah (ekor)

1 Udang putih (Penaeus merguiensis) 500 30

2 Kacangan 100 2

3 Tunul 200 2

4 Layur (Trichiuros) 400 4

5 Cumi-cumi (Loligo) 250 10

6 Belanak (Mugil) 50 2

7 Tenggiri (Scomberomous comersoni) 50 1

Total hasil tangkapan 1550

Sumber : Praktek Kerja Lapangan (2013)

gambar 3. Komposisi Hasil Tangkapan hari pertama

Tabel 9. Hasil Tangkapan hari ke-2

No Jenis Berat (gram) Jumlah (ekor)

1 Udang putih (Penaeus merguiensis) 500 30

2 Cumi-cumi (Loligo) 250 10

3 Teri (Stolepharus) 1000

4 Layur (Trichiuros) 500 5

5 Belanak (Mugil) 500 20

6 Tenggiri (Scomberomous comersoni) 250 2

7 Ikan – ikan kecil (kacangan, tunul, dll) 1000

Total hasil tangkapan 4000

Sumber : Praktek Kerja Lapangan (2013)

35

gambar 4. komposisi hasil tangkapan hari ke-2

Tabel 10. Hasil Tangkapan hari ke-3

No Jenis Berat (gram) Jumlah (ekor)

1 Petek (Leiognathus equulus) 250 10

2 Udang putih (Penaeus merguiensis) 500 50

3 Cumi-cumi (Loligo) 250 6

4 Teri (Stolepharus) 500

5 Layur (Trichiuros) 500 8

6 Belanak (Mugil) 250 10

7 Tenggiri (Scomberomous comersoni) 250 2

8 Kepiting (Scylla serrata) 100 7

9 Ikan – ikan kecil (kacangan, tunul, dll) 500

Total hasil tangkapan 3600

Sumber : Praktek Kerja Lapangan (2013).

gambar 5. komposisi hasil tangkapan hari ke-3

36

gambar 6. diagram perbandingan hasil tangkapan melaut

Dari grafik diatas dapat diketahui perbandingan hasil tangkapan pada hari

pertama, kedua, dan ketiga. Hari kedua mendapatkan hasil tangkapan paling

banyak dan hari pertama mendapatkan hasil tangkapan paling sedikit. Perbedaan

jumlah hasi tangkapan dipengaruhi oleh kondisi perairan seperti cuaca,

gelombang laut, dan kondisi nelayan ketika melaut juga harus diperhitungkan.

Karena perikanan tangkap ini bersifat one day fishing sehingga semuanya skill

dan kondisi oceanografi periaran sangat mempengaruhi.

Berdasarkan hasil tangkapan dari Praktek Kerja Lapangan, hasil tangkapan

pada hari pertama adalah udang putih (Penaeus merguiensis), layur (Trichiuros),

cumi-cumi (Loligo), belanak (Mugil), tenggiri (Scomberomous comersoni),

sedikitnya hasil tangkapan hari pertama dibandingkan hari kedua dan ketiga

dikarenakan kondisi perairan tambak lorok kurang mendukung dan arus yang

cenderung besar, sehingga mempengaruhi hasil tangkapan.

Hasil tangkapan pada hari kedua diperoleh hasil tangkapan ikan adalah

udang putih (Penaeus merguiensis), layur (Trichiuros), cumi-cumi (Loligo),

belanak (Mugil), tenggiri (Scomberomous comersoni)

37

Hasil tangkapan pada hari ketiga diperoleh ikan adalah adalah udang putih

(Penaeus merguiensis), layur (Trichiuros), cumi-cumi (Loligo), belanak (Mugil),

tenggiri (Scomberomous comersoni).

Ikan-ikan hasil tangkapan alat tangkap sodo adalah ikan-ikan yang berada

pada kolom air, seperti ikan petek (Leiognathus equulus), ikan beloso (Saurida

tumbil), ikan gulamah (Nibea albiflora ). Selain ikan demersal ada juga udang

putih (Penaeus merguiensis), udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea), kerang

(Anadara sp), dan rajungan (Portunus pelagicus) yang habitatnya juga didasar

perairan. Hal ini dikarenakan pengoperasian sodo hingga di dasar perairan. Hasil

tangkapan sodo terutama jenis udang halus, rebon/ jambret (Mysis, Acetes) yang

merupakan bahan pembuat terasi, teri (Stelophorus sp.), udang-udang kecil, ikan-

ikan kecil, tembang (Clupea sp.), kembung (Rastrelingger sp.).

Menurut hasil wawancara dengan nelayan, musim angin barat merupakan

musim paceklik bagi nelayan sodo. Musim angin barat biasa terjadi pada bulan

Desember-Maret. Hasil tangkapan yang didapatkan hanya dengan sedikit. Harga

udang saat musim paceklik menjadi lebih mahal karena langkanya udang, untuk

udang Rp 50.000,00 - Rp 60.000,00 per kg. Namun, jika musim dengan

gelombang besar nelayan sodo berganti dengan alat tangkap arad atau sejenisnya

yang dapat digunakan untuk segala musim. Sementara itu pada musim puncak

terjadi saat musim timur dimana keadaan perairan relatif tenang karena jarang

turun hujan, ombak di perairan pantai relatif tenang dan kekuatan angin tidak

terlalu kencang. Keadaan perairan yang seperti ini, hasil tangkapan udang menjadi

banyak yang tertangkap oleh alat tangkap sodo. Musim timur terjadi pada bulan

Mei dan Agustus-September. Semakin banyaknya udang yang tertangkap maka

38

harganya lebih murah daripada saat musim paceklik. Udang yang tertangkap saat

musim puncak harganya Rp 40.000,00 - Rp 50.000,00 per kg.

Hasil tangkapan alat tangkap sodo (push net) selain udang, cumi-cumi

juga terdapat kepiting, belanak, tenggiri, layur, tunul dan kacangan. By catch dari

operasi penangkapan pada umumnya dijual dalam bentuk ikan rucah dengan harga

yang murah. Dalam pendistribusian hasil tangkapan dilakukan oleh anggota

keluarga nelayan sendiri. Selain itu alat tangkap sodo (push net) tidak masuk di

dalam TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dan data Kementrian Perikanan dan

Kelautan Kota Semarang Tambak Lorok, dikarenakan hasil tangkapan yang

sedikit jika dibandingkan alat tangkap yang masuk dalam TPI seperti alat tangkap

bagan, paying dan cantrang.

39

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil Praktek Kerja Lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:

4. Alat tangkap sodo (push net), yaitu Klasifkasi menurut International

Standard Statistical Classification of fishing Gear (ISSCFG-FAO), pukat

dorong belum tercantum, penggolongannya dimasukan kedalam kelompok

alat penangkapann ikan lainnya (miscellaneous gear); Sedangkan menurut

Klasifikasi Alat Penangkapan Indonesia (KAPI), kelompok pukat dorong

terdiri dari Pukat Dorong Tanpa Kapal (PDTK), Pukat Dorong Berkapal

(PDK) dan Pukat Dorong Lainnya (PDL). Menurut Subani dan Barus (1989),

Jaring dorong (push nets) dilihat dari cara pengoperasiannya dibedakan antara

lain sodo biasa (commonly push nets) dan sodo sampan (skimming push nets).

Alat tangkap sodo termasuk Jaring dorong (push nets) yang dalam klasifikasi

alat tangkap dapat dikategorikan sebagi Jaring angkat (lift nets).

Cara pegoperasian yaitu alat tangkap sodo (push net) dioperasikan dengan

mendorong alat tangkap menyusuri perairan pantai. Prosesnya dari persiapan,

setting, pendorongan alat tangkap dan haulling.

5. Desain dan kontruksi alat tangkap sodo (push net) yaitu Menurut BBPPI

(2007), desain dan konstruksi pukat dorong terdiri dari tongkat/ bambu/

batang kayu; Sepatu togkat; Sayap; Badan; Kantong; Tali pembantu

pengangkat kayu pembuka mulut; Tali pembantu pengangkat kantong; Tali

penguat bagian mulut; Tali penguat usus-usus; Tali samping/ tali tegak; Tali

pendant; Tali mulut atas (head rope); Tali mulut bawah (ground rope);

40

Pelampung; Pemberat; Kili-kili (swivel). memiliki tiga bagian jaring yang

berbeda yaitu bagian sayap, bagian badan dan kantong (bag net). Ikatan tali

yang berada kantong bisa berupa rantai atau tali yang berat dan tenggelam,

sehingga menyentuh dasar laut selama operasi penangkapan ikan. Ujung-

ujung dari ikatan tali mulut bawah (groundrope) diikatkan pada bingkai mulut

jaring. Ikatan menggantung pada bingkai bambu atau tiang. Dua ikatan diikat

satu sama lain sehingga berbentuk V, berakhir di ski kayu atau besi, yang

didorong menyusuri dasar laut. Pelampung juga dilekatkan dekat ski atau

mulut jaring untuk mencegah macet atau terjebak jaring di lumpur. Pada alat

tangkap yang berukuran besar, pelampung yang disesuaikan dengan tali dan

mulut jaring. Mendorong jaring ikan dari perahu menggunakan tiang panjang

yang tidak terikat, tetapi diikat langsung ke cadik atau tiang geladak perahu.

Jaring kantong berbentuk kerucut dengan mulut berbingkai segitiga sama kaki,

pengoperasiannya dilakukan dengan mendorong menelusuri dasar perairan

dangkal atau melayang di bawah permukaan air dengan perahu.

6. Jumlah dan Komposisi Hasil Tangkapan hari pertama yaitu teri (Stelophorus ),

udang putih (Peanus merguiensis) 30 ekor, cumi-cumi (Loligo) 10 ekor,

tenggiri (Scomberomous comersoni) 1 ekor, belanak (Mugil) 2 ekor, kepiting

(Scylla serrata) 7 ekor, layur (Trichiuros) 4 ekor. Hari ke-2 udang putih 30

ekor, cumi-cumi (Loligo) 10 ekor, teri (Stelophorus) 1000gr, layur

(Trichiuros) 5 ekor, belanak (Mugil) 20 ekor, tenggiri (Scomberomous

comersoni) 2 ekor, ikan-ikann kecil 1000gr. Hari ke-3 petek (Leiognathus

equulus) 10 ekor, udang putih (Peanus merguiensis) 50 ekor, cumi-cumi

(Loligo) 6 ekor, layur (Trichiuros) 8 ekor, dan belanak (Mugil) 10 ekor.

41

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk Praktek Kerja Lapangan antara lain:

1. Pada saat melakukan Praktek akan lebih baik jika memperhatikan daerah

fishing groud yang sesuai dengan alat tangkap yang digunakan, dan tidak

melakukan pada tempat yang sama dan terus-menerus;

2. Sebaiknya pada saat pendorongan alat tangkap (pushing) diharapkan jangan

terlalu lama, jadi tunggu untuk beberapa waktu ; dan

3. Kondisi alat dan kapal yang digunakan harus berada dalam kondisi baik untuk

keperluan penangkapan dan faktor keselamatan.

42

DAFTAR PUSTAKA

Aidy, Yusuf. 2003. Analisis Sebaran Ikan Demersal yang Tertangkap dengan

Jaring di Perairan Kabupaten Demak. Universitas Diponegoro, Semarang.

Anonim. 2011. Buku Saku Pemerintah Provinsi Jateng dan Dinas Kelautan dan

Perikanan.http://diskanlutjateng.go.id/images/file/7e27f76ae77a5ca13f3b0

37397c094cd.pdf (5 Februari 2013 pkl 12.55)

Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI). 2007. Katalog Alat

Penangkapan Ikan Indonesia. BBPPI: Semarang.

Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI). 2008. Klasifikasi Alat

Penangkpan Ikan Indonesia. BBPPI: Semarang.

Brandt, A von. 1984. Fish Catching Method of The World Third Edition. Farnham

Surrey: England.

FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations). 2013. Fishing

GearTypes Push Net. FAO Fisheries and Aquaqulture Departement and

UN. http://www. fao.org/fishery/geartype/253/en. (5 Februari 2013 pkl

12.35).

FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations). 2013. Fishing

Techniques Shrimp Push Net Fishing. FAO Fisheries and Aquaqulture

Departement and UN. http://www.fao.org/fishery/fishtech/1023/en. (5

Februari 2013 pkl 12.35).

FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations). 2013. Fishing

Gears and Methods Definitions. FAO Fisheries and Aquaqulture

Departement and UN. http://www.fao.org/fishery/topic/1617/en. (5

Februari 2013 pkl 12.35).

Fauzi, Nurochman dan Siregar, Nasruddin. 1989. Definisi dan Penggolongan Alat

Penangkapan Ikan. BBPPI: Semarang.

LP2LKA, 2000. Rencana Pengelolaan Untuk Mengurangi Konflik antara

Pengguna Alat Tangkap Arad dan Pengguna Alat Tangkap Lain. Bagian

proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya

Perikanan Jawa Tengah.

J. Prado dan P.Y. Dremiere. 2005. Panduan Teknis Usaha Penangkapan Ikan

(Fisherman’s Workbook). Balai Besar Penangkapan Ikan: Semarang.

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta.

43

Sainsbury, John C. 1996. Commercial Fishing Methods Third Edition. University

Press Cambridge. England.

Subani, Waluyo dan Barus, H.R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di

Indonesia. Balai Penelitian Perikanan Laut: Jakarta.

Sugiono, 2005. Statistika Untuk Penelitian. CV Alfabeta: Bandung.