SOCIALIZATION PROCESS AND INVESTMENT IN CULTURAL VALUES AS A CHILD OF TRADITIONAL DOLANAN HERITAGE...
Transcript of SOCIALIZATION PROCESS AND INVESTMENT IN CULTURAL VALUES AS A CHILD OF TRADITIONAL DOLANAN HERITAGE...
SOCIALIZATION PROCESS AND INVESTMENT IN CULTURAL VALUESAS A CHILD OF TRADITIONAL DOLANAN
HERITAGE CONSERVATION EFFORTS NUSANTARA
Eny KusumastutiStaff Pengajar Pendidikan Sendratasik FBS Unnes ( Mahasiswa Prodi S3
Pendidikan Seni PPs Unnes) Email: [email protected]
AbstracTraditional dolanan child at this time alreadymarginalized. The existence of traditional childdolanan now only be remembered by parents, even someparents who do not understand even able to playtraditional dolanan child so that in the end can nottell and teach its offspring. Many factors affect themarginalization of traditional dolanan child. On theother hand traditional dolanan child has benefits andpositive values for children's development. Someaspects of life such as education, social, economic,and culture in the traditional dolanan child. Seeingthe usefulness and positive values contained intraditional dolanan children, the need for theintroduction, cultivation of cultural values and thepreservation of traditional dolanan children as one ofthe cultural heritage of the archipelago.Introduction, cultivation and preservation oftraditional child dolanan can be done through formaleducation, in formal and non-formal .
Keywords: traditional dolanan children, introduction,cultivation, preservation, cultural values
PROSES SOSIALISASI DAN PENANAMAN NILAI-NILAI BUDAYA DALAMDOLANAN TRADISIONAL ANAK SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN
WARISAN NUSANTARA
AbstrakDolanan tradisional anak pada saat ini sudah mulaiterpinggirkan. Keberadaan dolanan tradisional anak
1
sekarang hanya dapat dikenang oleh orang tua, bahkantidak sedikit para orang tua yang tidak memahamibahkan mampu memainkan dolanan tradisional anaktersebut sehingga pada akhirnya juga tidak dapatmenceritakan dan mengajarkan kepada anak keturunannya.Banyak faktor yang mempengaruhi terpinggirkannyadolanan tradisional anak. Di sisi lain dolanantradisional anak mempunyai manfaat dan nilai-nilaipositif bagi perkembangan anak. Beberapa aspekkehidupan seperti pendidikan, sosial, ekonomi, danbudaya ada dalam dolanan tradisional anak. Melihatkebermanfaatan dan nilai-nilai positif yang terkandungdalam dolanan tradisional anak, perlu adanyapengenalan, penanaman nilai-nilai budaya danpelestarian dolanan tradisional anak sebagai salahsatu warisan budaya nusantara. Pengenalan, penanamandan pelestarian dolanan tradisional anak bisadilakukan melalui pendidikan formal, in formal dan nonformal.
Kata Kunci: dolanan tradisional anak, pengenalan,penanaman, pelestarian, nilai-nilai budaya
PENDAHULUAN
Jamuran ya ge ge thok (jamurannya ya dibuat pura-pura)Jamur apa ya ge ge thok (jamur apa ya dibuat pura-pura)Jamur gajih mbejjih sakara-ara (jamur gajih mengotori seluruhlapangan)Semprat-semprit jamur opo (melesat cepat jamur apa)
Kalimat sepintas merupakan lirik lagu dolanan anak
Jamuran yang dulu sering terdengar di masyarakat pedesaan
atau juga perkotaan pada waktu sore hari terlebih
saat padang wulan. Jamuran, merupakan salah satu dari sekian
banyak dolanan anak tradisional yang pernah eksis di
masyarakat Jawa Tengah, terutama di kalangan anak-anak.
Dolanan anak di era sebelum tahun 90-an sangat eksis dalam
2
masyarakat desa bahkan perkotaan. Karena waktu itu masih
jarang permainan modern seperti game-game play station dan
permainan modern di maal seperti saat ini. Di samping
harga untuk mendapatkan permainan modern tersebut mahal,
juga masih sangat terbatas. Namun sekarang Jamuran tidak
lagi mudah dijumpai di perkotaan. Jangankan di perkotaan,
di desa-desa pun sudah hampir tidak ada lagi. Bukan hanya
Jamuran, dolanan anak tradisional lain seperti cublak-cublak
suweng, engklek, egrang, gobag sodor, gamparan, benthik, juga
sudah tidak eksis lagi seperti dulu. Kalaupun ada itu
hanya segelintir saja, jumlahnya tidak besar sebagaimana
dulu.
Keberadaan dolanan anak kini hanyalah sekedar
kenangan bagi orang tua dan sekedar cerita orang tua
kepada anak, tanpa anak dapat merasakan secara langsung
seperti apa dolanan tersebut. Bahkan sebagian besar anak-
anak sekarang tidak lagi mengenal sekian banyak dolanan
tradisional anak yang pernah eksis dan populer pada tempo
dulu. Hampir punahnya dolanan anak ini diakibatkan
derasnya arus perkembangan teknologi. Hasil cipta
perkembangan teknologi membuat wahana bermain bagi anak
serba modern dan elektrik. Game-game play station maupun game
online di komputer yang kebanyakan hasil cipta budaya luar
lebih memberikan tawaran saat ini. Sehingga banyak
dijumpai, anak lebih asyik bermain game di depan layar
daripada bermain dolanan tradisional di pekarangan. Media
3
bermain di pasar-pasar modern atau maal juga disuguhkan
dengan daya tarik tersendiri sehingga membuat anak ingin
bermain di situ. Biaya yang dikeluarkan tidak menjadi
persoalan asalkan si anak senang.
Permasalahannya adalah, bukan tidak ingin menerima
kemajuan teknologi yang terjadi saat ini, namun perlu
disadari bahwa, kemajuan teknologi tidak seluruhnya
membawa dampak positif namun juga membawa dampak negatif
yang tanpa disadari, hal ini tentu cukup mengkhawatirkan
terutama bagi anak-anak yang sedang mengalami fase
perkembangan. Saat ini berbagai macam permainan modern
mudah didapatkan, baik secara online ataupun offline dan
sangat mudah untuk diakses oleh anak-anak, dan tidak
sedikit orang tua yang membiarkannya bahkan ada pula
orang tua yang menfasilitasi di rumah, dengan alasan
sebagai hiburan anak ketika anak-anak berada di rumah.
Selain disediakan di rumah, banyak juga orang-orang yang
membuka usaha game seperti playstation, game online, dan lain-
lain.
Apabila hal ini berjalan tanpa adanya pengawasan
dari orang tua, tentu cukup berbahaya bagi perkembangan
anak. Karena dengan permainan-permainan modern secara
tidak sadar menjerumuskan anak ke hal yang bisa berdampak
negatif. Seperti misalnya anak sulit untuk bersosialiasi,
karena anak hanya selalu berinteraksi dengan permainan
modern, dimana permainan-permainan modern saat ini
4
biasanya hanya dilakukan sendiri tanpa adanya interaksi
dengan orang lain. Selain itu pula anak akan menjadi
pasif dalam kehidupan nyata, ketika anak-anak yang sudah
kecanduan tehadap game maka anak akan cendrung pasif
dalam kehidupan nyata, lebih memilih berdiam diri di
rumah sambil bermain game, dibandingkan bermain dengan
teman-temannya.
Berbagai tindak kriminal yang dilakukan anak-anak
yang kini banyak terjadi, juga merupakan salah satu
dampak paling nyata dari buah permainan modern yang
direguk anak. Alat permainan modern memang mampu
meningkatkan kecerdasan otak anak, tetapi dengan alat
permainan modern itu ada aspek yang tertinggal, yaitu
perkembangan sosial, emosional, kemampuan perasaan
menahan diri terhadap orang lain. Apabila hal ini terus
dibiarkan, tidak menutup kemungkinan bahwa permainan
tradisional yang selama ini telah mengakar dalam jiwa
anak-anak Indonesia sejak dulu akan punah, dan hal
tersebut juga akan berpengaruh pada pembentukan karakter,
jiwa dan kepribadian anak yang cenderung individualisme.
Selain pengaruh perkembangan teknologi, meredupnyadolanan anak juga dipengaruhi tidak adanya pewarisan dariorang tua kepada anak. Anak tidak lagi mendapatkantransfer nilai, pengetahuan, dan cara tentang dolanantradisional anak dari para orang tua. Sempitnya lahan disetiap lingkungan juga sedikit banyak memberikanpengaruh. Padahal dolanan anak merupakan warisan budaya
5
para leluhur. Dalam konteks zaman modern seperti saat inibukan berarti permainan modern lantas dilarang beredar dimasyarakat, akan tetapi di tengah variasinya permainanmodern, bagaimana usaha untuk menjadikan dolanantradisional anak tetap dikenal dan diminati oleh anak-anak sekarang. Maka pertanyaannya, kedepan masih adakahtempat dan pelestariannya bagi dolanan anak tradisional diNusantara ini? Siapakah yang layak bertanggung jawabdalam melestarikan khasanah budaya bangsa berupa dolanantradisional anak ini? Bagaimanakah usaha untukmengenalkan dan menanamkan nilai-nilai budaya dolanantradisional anak sebagai usaha pelestarian warisannusantara?
Hakekat Bermain, Permainan dan Dolanan
Huizinga mengintroduksi manusia sebagai homo ludens,
artinya manusia yang bermain (Huizinga 1990: xii).
Aktivitas bermain dilakukan manusia untuk tujuan
menyempurnakan kehidupannya. Menurut Huizinga, permainan
diartikan sebagai lebih dari sekadar fenomena fisiologis
atau reaksi psikologis, tetapi suatu permainan memiliki
makna signifikan yang menjadi dasar kebudayaan dan
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan fisik dan daya
seleksi. Vygotsky (Holzman 2009: 31-32)
mengklasifikasikan permainan ke dalam tiga jenis.
Pertama, permainan bebas (free play); kedua, permainan dengan
benda mainan (game play); dan ketiga, permainan teatrikal
atau pertunjukan (theatrical play of performance). Permainan bebas
dan teatrikal selanjutnya dipadukan menjadi satu kesatuan
6
analisis, karena di dalam kedua jenis permainan itu,
anak-anak secara aktif menjadi produsen bagi
permainannya, serta menghasilkan dan mengkoordinasikan
unsur persepsi, kognisi, dan emosional pada waktu
bermain.
Masa usia 3-5 tahun merupakan masa permainan
(Hurlock dalam Sujiono: 2005). Bermain sebagai kegiatan
yang mempunyai nilai praktis, artinya bermain digunakan
sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan tertentu pada anak (Plato dkk, dalam Sujiono:
2005). Bermain pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan
yang memiliki karakteristik aktif dan menyenangkan.
Bermain juga dilakukan secara suka rela atau volunter dan
biasanya muncul dari motivasi internal. Kegiatan bermain
biasanya bersifat simbolik atau pura-pura karena tidak
terjadi secara nyata. Bermain memiliki arti yang penting
bagi anak, meskipun kegiatan bermain ini tidak terjadi
nyata.
Herbert Spencer mengemukakan bahwa tenaga yang
berlebihan yang terdapat pada setiap diri manusia harus
disalurkan keluar melalui kegiatan bermain. Stanley Hall
mengatakan bahwa permainan yang dilakukan oleh manusia
(anak) itu merupakan ulangan dari kehidupan nenek moyang
kita. Schaller dan Lazarus mengemukakan bahwa kelelahan
itu akan mendorong manusia kepada permainan. Sedangkan
Claparede mengemukakan bahwa anak-anak bermain karena
7
dalam kehidupan sehari-hari tidak memperoleh kepuasan
sehingga melakukan fantasinya dalam bentuk permainan
sehingga dapat melepaskan segala kehendaknya
(http://melyloelhabox.blogspot.com/2013/05/bentuk-dan-jenis-
permainan.html. diunduh 29 Oktober 2013) .
Mainan mempunyai manfaat antara lain untuk: (a)
mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak; (b)
memenuhi kebutuhan emosi anak; (c)mengembangkan
kreatifitas dan kemampuan bahasa anak; (d) membantu
proses sosialisasi anak. Bermain juga berfungsi untuk
mengembangkan aspek perkembangan anak antara lain
mengembangkan kemampuan motorik, kognitif, afektif,
bahasa serta aspek sosial (Suyanto: 2005).
Permainan dalam istilah Jawa disebut Dolanan. Akrab
dengan istilah dolanan anak, karena dilakukan oleh
kalangan anak-anak seumuran Taman Kanak-kanak, Sekolah
Dasar sampai SMP. Dolanan berasal dari kata dolan yang
artinya bermain-main (Prawiroatmodjo 1988: 95). Dalam hal
ini arti dolan adalah main, yang mendapat akhiran-an,
sehingga menjadi dolanan. Kata dolan merupakan kata kerja
yaitu “bermain” (to play), sebagai kata benda yaitu
permainan (play game) dan atau mainan (toy). Menurut
Poerwadarminto (1939: 73) dolanan adalah bermain, sarana
yang digunakan untuk bersenang-senang, permainan.
Sedangkan lagu dolanan anak adalah ragam suara yang
8
dinyanyikan, nyanyi nyanyian, ragam nyanyi (musik
gamelan) (Poerwadarminto 1976: 550).
Di setiap daerah di Nusantara, hampir keseluruhannya
terdapat dolanan tradisional anak. Ada yang permainannya
sama antara satu daerah dengan daerah lain, hanya berbeda
penamaan atau istilahnya saja. Misalkan di Jawa Tengah
dan DIY ada dolanan anak delikan, di daerah Jawa Barat juga
ada dengan nama susumputan. Dolanan tradisional anak di
masing-masing daerah memiliki kekhasan tersendiri. Dolanan
anak bisa dikatakan sebagai hasil budaya lokal Indonesia.
Nilai-nilai budaya luhur dalam dolanan anak tampak dari
kebersamaan antar sesama, kedekatan dengan lingkungan
alam, dan kreatifitas yang luar biasa biarpun dengan
segala keterbatasan.
Dolanan anak dilihat dari sisi pendidikan memuat beragam
nilai edukasi bagi anak.
Dolanan anak di daerah Jawa, apabila
dikatagorisasikan maka dapat dibedakan menjadi: pertama,
bermain dengan bunyi atau nyanyian, kedua, bermain dengan
adu ketangkasan dan ketepatan, serta ketiga, bermain
dengan mengolah pikiran. Dimana ketiga hal tersebut mampu
memberikan stimulus pada aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Bermain dengan bunyi, contohnya seperti yang ada
dalam dolanan cublak-cublak suweng dan jamuran. Dalam
permainan cublak-cublak suweng dan jamuran tersebut semua anak
9
merasakan keasyikan dalam bermain. Hal ini senada dengan
konsep belajar yang menyenangkan (fun learning). Nyanyian
dapat memberikan stimulus pada otak anak agar lebih fresh.
Berikut ini gambar dolanan cublak-cublak suweng dan jamuran.
Gambar 1. Cublak-cublak Suweng
Gambar 2. Jamuran
Bermain dengan adu ketangkasan, contohnya
seperti gobag sodor, nekeran, egrang, gamparan, dan masih banyak
lagi. Seperti terlihat pada gambar 3 dan 4 berikut ini.
10
Gambar 3. Gobag Sodor
Gambar 4. Egrang
Biasanya permainan tersebut banyak dimainkan oleh
anak laki-laki. Ada juga bentuk permainan adu ketangkasan
yang dimainkan oleh anak perempuan, seperti yeye atau
lompat tali. Permainan-permainan tersebut dapat membantu
anak dalam menumbuhkan ketrampilan, kreativitas, dan
kecekatan dalam bergerak. karena permainan tersebut
banyak menggunakan gerakan secara fisik. Dalam konteks
pembelajaran disebut dengan gaya kinestetik.
Selanjutnya bermain dengan olah pikiran seperti
dalam permainan bekelan dan dakonan. Permainan ini lebih
banyak dimainkan oleh anak-anak perempuan. Permainan ini
sarat akan ketepatan, kecermatan, dan hitungan matematis.
11
Tidak menggunakan fisik namun banyak dengan mengolah
pikiran.
Gambar 5. DakonGambar 6. Bekelan
Manfaat Dolanan Tradisional Anak Dolanan Tradisional yang ada di berbagai belahan
nusantara ini dapat menstimulasi berbagai aspekperkembangan anak (Misbach 2006), meliputi: (1) Aspekmotorik, yaitu melatih daya tahan, daya lentur,sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus. (2) Aspekkognitif yaitu mengembangkan imajinasi, kreativitas,problem solving, strategi, antisipatif, pemahamankonstekstual. (3) Aspek emosi yaitu kontrolemosi, ,mengasah empati, pengendalian diri. (4) Aspekbahasa yaitu pemahaman konsep-konsep nilai. (5) Aspeksosial yaitu menjalin relasi, kerja sama, melatihkematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakkan
12
pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi denganorang yang lebih dewasa/masyarakat. (6) Aspek spriritualyaitu menyadari keterhubungan dengan sesuatu bersifatAgung. (7) Aspek ekologis yaitu memahami pemanfaatanelemen-elemen alam sekitar secara bijaksana. (8) Aspeknilai-nilai/moral yaitu menghayati nilai-nilai moral yangdiwariskan dari generasi terdahulu kepada generasiselanjutnya.
Nilai-nilai Positif dalam Dolanan Tradisional Anak
Selain memiliki manfaat, permainan tradisional juga
mengajarkan berbagai sisi positif, diantaranya: (1)
Permainan anak selalu melahirkan nuansa suka cita. (2)
Keguyuban yang dibangun secara bersama-sama, artinya demi
menjaga permainan dapat berlangsung secara wajar,
mengorganisir diri dengan membuat aturan main di antara
anak-anak sendiri. Dalam konteks inilah anak-anak mulai
belajar mematuhi aturan yang mereka buat sendiri dan
disepakati bersama di satu sisi, anak belajar mematuhi
aturan bermain secara fairplay. Sementara itu, apabila ada
anak yang tidak mematuhi aturan main, akan mendapatkan
sanksi sosial dari sesamanya. Dalam kerangka inilah, anak
mulai belajar hidup bersama sesamanya atau hidup
bersosial. Namun demikian di pihak lain, apabila dia mau
mengakui kesalahannya, teman yang lain pun bersedia
menerimanya kembali. Suatu bentuk proses belajar
mengampuni dan menerima kembali dari mereka yang telah
mengakui kesalahannya (rekonsiliasi). (3) Keterampilan
13
anak senantiasa terasah karena anak terkondisi membuat
permainan dari berbagai bahan yang telah tersedia di
sekitarnya. Dengan demikian, otot atau sensor motoriknya
akan semakin terasah pula. Di pihak yang lain, proses
kreatifitasnya merupakan tahap awal untuk mengasah daya
cipta dan imajinasi anak memperoleh ruang pertumbuhannya.
(4) Pemanfaatan bahan–bahan permainan selalu tidak
terlepas dari alam. Hal ini melahirkan interaksi antara
anak dengan lingkungan sedemikian dekatnya. Kebersamaan
dengan alam merupakan bagian terpenting dari proses
pengenalan manusia muda terhadap lingkungan hidupnya. (5)
Hubungan yang sedemikian erat akan melahirkan penghayatan
terhadap kenyataan hidup manusia. Alam menjadi sesuatu
yang dihayati keberadaanya, tak terpisahkan dari
kenyataan hidup manusia. Penghayatan inilah yang
membentuk cara pandang serta penghayatan akan totalitas
cara pandang mengenai hidup ini (kosmologi). Cara pandang
inilah yang kemudian dikenal sebagai bagian dari sisi
kerohanian manusia tradisional. (6) Dolanan tradisional
anak juga punya pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan jiwa anak, di antaranya anak dituntut untuk
lebih kreatif. Dolanan tradisional biasanya dibuat
langsung oleh para pemainnya dengan menggunakan barang-
barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar
para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif
menciptakan alat-alat permainan. Selain itu, dolanan
14
tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis.
Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah
umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan
dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat
bahwa para pemain dituntut untuk kreatif.
Dolanan tradisional anak juga dapat digunakan sebagai
terapi terhadap anak. Saat bermain, anak-anak akan
melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan
bergerak. Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai
terapi untuk anak-anak yang memerlukan kondisi tersebut.
Hal itu juga berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan
majemuk anak. Dolanan tradisional yang sering dimainkan
oleh anak-anak juga dapat membantu mengembangkan
kecerdasan intelektual anak. Dolanan tradisional mampu
membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan
intelektualnya. Permainan tersebut akan menggali wawasan
anak terhadap beragam pengetahuan.
Perkembangan kecerdasan emosi dan antar personal
anak juga dapat dikembangkan secara maksimal melalui
dolanan tradisional yang dilakukan oleh anak-anak dengan
melakukannya secara berkelompok. Dolanan tradisional juga
dapat digunakan sebagai media untuk membantu
mengembangkan kecerdasan logika anak. Beberapa permainan
tradisional melatih anak untuk berhitung dan menentukan
langkah-langkah yang harus dilewatinya, misalnya, Dam-
daman, Bola Bekel, Betengan, dan lain-lain.
15
Manfaat lain yang bisa didapat dari dolanan
tradisional anak adalah untuk mengembangkan kecerdasan
kinestetik anak. Pada umumnya, dolanan tradisional
mendorong para pemainnya untuk bergerak, seperti
melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan lainnya.
Selain itu, dolanan tradisional anak juga dapat membantu
mengembangkan kecerdasan natural anak. Banyak alat
permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, tanah,
genting, batu, atau pasir yang dapat mendekatkan anak
pada alam sekitar.
Aspek Kehidupan dalam Dolanan Tradisional Anak
Aspek kehidupan seperti pendidikan, sosial, ekonomi,
dan budaya ada dalam dolanan tradisional anak. Dalam aspek
sosial, dolanan anak banyak memberikan pengaruh sikap pada
anak dalam berkehidupan di masyarakat. Dari sejumlah
dolanan anak yang ada, kebanyakan dilakukan secara bersama
di lingkungan masyarakat. Disinilah nilai kebersamaan,
kerukunan, dan saling memahami karakter itu ada. Kalah
menang dalam permainan tidak mengurangi sedikitpun
kebersamaan dan keakraban. Di sisi lain dolanan anak
menyebabkan anak semakin dekat dengan lingkungan alam.
Tercermin dalam pelaksanaan permainan yang membutuhkan
areal halaman cukup luas dan berada di luar ruang. Juga
peralatan bermain yang di ambilkan dari unsur alam.
Misalkan dalam permainan dakonan menggunakan biji sawo16
kecik, permainan egrang menggunakan bambu, dan permainan
gamparan yang menggunakan batu.
Secara ekonomi, dolanan tradisional anak dapat
menghindarkan anak pada gaya hidup boros. Karena dalam
dolanan anak kebanyakan tidak perlu mengeluarkan biaya,
kalaupun ada itu sangat sedikit yang dikeluarkan. Dengan
kesederhanaan dan keterbatasan yang tampak justru
mendorong semangat berkreatifitas dalam diri anak. Anak
dapat memanfaatkan unsur alam sebagai alat atau media
bermainnya. Hal tersebut dilakukan dengan praktis dan
mudah.
Pengenalan, Penanaman dan Pelestarian Nilai-nilai Budayadalam Dolanan Tradisional Anak
Dolanan tradisional anak yang hampir punah ini perlu
disosialisasikan kembali kepada anak- anak. Sosialisasi
dan penanaman nilai-nilai budaya dolanan tradisional anak
bisa dilakukan melalui pendidikan formal, in formal dan
non formal.
Proses sosialisasi memerlukan media tertentu yaitu agen of
socialization yang meliputi orang tua atau keluarga, teman
sebaya, sekolah, media masa dan masyarakat (Rohidi 1994:
16-19).
Orang Tua atau Keluarga
Apabila pola komunikasi dan interaksi secara efektif
dalam keluarga berjalan dengan baik, maka anak akan
17
memperoleh kesempatan untuk belajar berbagai unsur budaya
seperti pengetahuan, kebahasaan, etika, keterampilan
pengenalan lingkungan dan keterampilan motorik tertentu
serta dapat memainkan status dan perannya di tengah
keluarganya. Demikian juga dalam proses sosialisasi
dolanan tradisional anak, peran orang tua dan keluarga
sangat penting. Orang tua dan keluarga diharapkan dapat
mengenalkan dan mengajarkan dolanan tradisional kepada
anak.
Teman Sebaya
Melalui kegiatan bermain dolanan tradisional dengan
teman sebayanya, anak akan belajar mengenal berbagai
aturan yang barangkali berbeda dengan kebiasaan yang
berlaku di rumahnya. Tanpa disadari, anak dituntut
belajar untuk mengembangkan sikap toleran, menghargai
milik orang lain, dan memainkan suatu peran tertentu.
Sekolah
Sekolah sebagai pendidikan formal bisa menjadi salah
satu tempat yang sesuai untuk mensosialisasikan dolanan
tradisional anak. Lembaga sekolah dapat dijadikan
mediator dalam mengajarkan nilai-nilai budaya melalui
media dolanan. Oleh karena itu perlu adanya kerja sama
dengan pihak sekolah untuk merancang metode pengajaran
dengan menggunakan dolanan (dalam hal ini dolanan
18
tradisional) sebagai alat pengajaran dan juga media
pembelajaran nilai-nilai budaya. Menurut Sudjana dan
Rivai (1991), media instruksional merupakan alat bantu
mengajar yang termasuk dalam komponen metodologi
penyampaian pesan untuk mencapai tujuan instruksional.
Dengan melihat kedua pengertian tersebut dapat dikatakan
bahwa media instruksional merupakan media yang
dipergunakan dalam proses instruksional (belajar-
mengajar), untuk mempermudah pencapaian tujuan
instruksional yang lebih efektif dan memiliki sifat yang
mendidik.
Dolanan tradisional dapat dipakai sebagai media
instruksional untuk mengajarkan materi dan juga
menanamkan nilai-nilai budaya. Roberts dan Sutton Smith
(dalam Budisantoso, 1983) bahwa jenis-jenis permainan
sangat besar pengaruhnya terhadap mutu kegiatan pembinaan
budaya anak-anak dalam masyarakat. Anak- anak lebih bisa
menerima dengan cepat suatu pengetahuan melalui
permainan. Sebab dalam dolanan anak terkandung nilai-
nilai pendidikan yang tidak secara langsung terlihat
nyata, tetapi terlindung dalam sebuah simbol–nilai-nilai
tersebut berdimensi banyak, antara lain rasa kebersamaan,
kejujuran, kedisiplinan, sopan-santun dan aspek-aspek
kepribadian yang lain (Arikunto, 1993). Terlebih lagi
secara psikologis bahwa dolanan bagi anak-anak merupakan
kegiatan yang menarik dan menyenangkan.
19
Melalui bentuk-bentuk dolanan tradisional anak,
contohnya di Jawa, dapat disampaikan ketrampilan dan
pengetahuan tentang kebersamaan dan sikap saling tolong-
menolong, juga toleransi kepada anak-anak. Bentuk-bentuk
dolanan tradisional anak ini harus dimodifikasi dan
disesuaikan dengan kebutuhan serta tujuan dari kegiatan
pendidikan nilai-nilai budaya. Dolanan tradisional
(khususnya di Jawa) lebih bersifat bermain dan bernyanyi
atau dialog, bermain dan olah pikir, serta bermain dan
adu ketangkasan (Dharmamulya dkk, 2008).
Berikut merupakan usulan hal-hal yang bisa dilakukan
di sekolah untuk mengenalkan, mengajarkan dan menanamkan
nilai- nilai budaya melalui dolanan tradisional yaitu:
(1) Memasukkan dolanan tradisional sebagai salah satu alat
dalam proses belajar mengajar. Namun guru harus tetap
menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dari dolanan
tradisional. Contoh: Matematika – menggunakan dhakon,
bekel, engklek, Olah raga menggunakan ghobag sodor, benteng-
bentengan, lompat tali, PPKN menggunakan contoh dolanan
tradisional untuk mengajarkan nilai-nilai budaya
Indonesia, khususnya tentang toleransi, kerja sama, sikap
saling tolong- menolong di antara banyak perbedaan. (2)
Mengadakan perlombaan antar kelas atau festival permainan
tradisional. Perlombaan ini dapat memotivasi anak untuk
mengetahui tentang dolanan tradisional dan mengembangkan
ketertarikan akan dolanan tradisional. Kompetisi antar
20
kelas akan membantu siswa untuk bekerja sama dengan teman
sekelasnya. Contoh: kompetisi lari klompen (1 klompen
terdiri dari 3 orang), ghobag sodor. (3) Menyediakan sarana
dan pra sarana, termasuk tempat bermain yang cukup agar
siswa dapat tetap melakukan dolanan tradisional di saat
istirahat.
Media massa
Melalui media massa, anak dapat mengenal dan
menyerap berbagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-
nilai budaya yang terkandung dalam dolanan tradisional
anak melalui berbagai informasi yang diliputnya. Peran
media massa terutama televisi sangat penting untuk
mengenalkan dolanan tradisional kepada anak.
Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan yang sangat kompleks
bagi media sosialisasi. Dalam masyarakat yang majemuk,
yang terdiri dari berbagai kelompok , etnis, dan
aturan, dan nilai-nilai budaya yang heterogen, misalnya
dalam lingkungan masyarakat kota besar, proses
sosialisasi akan semakin sulit dilakukan. Dalam kondisi
yang demikian, orang akan dihadapkan pada berbagai
pilihan sulit untuk memilih acuan dalam bersikap dan
bertingkah laku. Sebaliknya di lingkungan masyarakat
pedesaan, kondisi sosial budaya yang mewarnai lebih
21
bersifat homogen. Oleh karena itu, proses sosialisasi
akan lebih mudah dilakukan. Demikian pula dengan proses
sosialisasi dolanan tradisional kepada anak. Beberapa cara
yang bisa dilakukan adalah dengan mengadakan lomba dolanan
tradisional anak pada event tertentu misalnya peringatan
kemerdekaan RI, di lingkungan tempat tinggal, membentuk
komunitas di lingkungan masyarakat untuk turut
melestarikan dolanan tradisional, mengadakan workshop
dolanan tradisional anak.
PENUTUP
Memberikan harapan pada eksistensi dolanan
tradisional anak di era sekarang membutuhkan keseriusan
peran para stakeholder yang ada. Seperti yang pernah di
lakukan oleh pemerintah dengan mengadakan festival dolanan
anak, hanya saja hal itu perlu dilakukan bukan hanya
sekali tetapi secara berkala. Sebagai cara untuk
memperkenalkan bentuk dolanan tradisional pada anak. Di
lingkungan sekolah, guru bisa berperan juga dalam
mengenalkan dan memberikan ruang bagi anak-anak untuk
melestarikan dolanan anak. Di lingkungan masyarakat orang
tua berperan pula dalam melestarikan warisan budaya
dolanan anak. Dilakukan dengan memberikan pengenalan,
nilai yang terkandung, bahkan cara melakukannya. Sehingga
masa depan dolanan anak tidak hanya menjadi dokumen
22
tertulis dan foto yang tersimpan di museum, melainkan
dapat terlestarikan di era perkembangan teknologi.
Daftar Pustaka
Budisantoso, S. 1993. Arti Pentingnya Permainan Anak-AnakDalam Memajukan Kebudayaan Nasional. MakalahLokakarya “Dolanan Anak-Anak”. Balai Kajian Sejarahdan Nilai Tradisional. Yogyakarta Depdikbud.
Dharmamulya, Sukirman. 2008. Permainan Tradisional Jawa.Yogyakarta: Kepel Press.
Holzman, Lois. 2009.Vygotsky at Work and Play. London and NewYork: Routledge.
Huizinga, Johan. 1990. Homo Ludens Fungsi dan Hakekat Permainan
dalam Budaya, Terjemahan Hasan Basari. Jakarta:LP3ES.
Mely.2013.(http://melyloelhabox.blogspot.com/2013/05/
bentuk-dan-jenis
permainan.html. diunduh 29 Oktober 2013) .
Prawitoatmodjo. 1988. Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarta.
Poerwadarminto. 1976. Kamus besar Bahasa Indonesia
Sukirman Dharmamulya. 1993. Transformasi Nilai BudayaMelalui Permainan Anak. Makalah
Suyanto, Slamet.2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak UsiaDini.Yogyakarta: Hikayat Publishing.
23