SCORE) UNTUK MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS

177
i PENERAPAN MODEL MULTIPLE DISCRIMINANT ANALYSIS ALTMAN (Z- SCORE) UNTUK MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2014) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya RIMA PUTRI NOVITASARI 125030207111015 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS KONSENTRASI MANAJEMEN KEUANGAN MALANG 2016

Transcript of SCORE) UNTUK MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS

i

PENERAPAN MODEL MULTIPLE

DISCRIMINANT ANALYSIS ALTMAN (Z”-

SCORE) UNTUK MEMPREDIKSI FINANCIAL

DISTRESS

(STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI

BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana

pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

RIMA PUTRI NOVITASARI

125030207111015

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS

KONSENTRASI MANAJEMEN KEUANGAN

MALANG

2016

ii

MOTTO

“ TIDAK ADA BATASAN DARI PERJUANGAN DAN DOA”

“ HASIL TIDAK AKAN MENGKHIANATI USAHA”

iii

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : Penerapan Model Multiple Discriminant Analysis Altman (Z-

Score) Untuk Memprediksi Financial Distress (Studi pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2012-

2014)

Disusun oleh : Rima Putri Novitasari

NIM : 125030207111015

Fakultas : Ilmu Administrasi

Program Studi : Ilmu Administrasi Bisnis

Konsentrasi/Minat : Manajemen Keuangan

Malang. 12 Mei 2016

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Drs. Topowijono. M.Si

NIP. 19540801 198103 1 005

Devi Farah Azizah. S.Sos . M.AB

NIP. 19570909 198303 1 001

iv

v

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang

sepengetahuan saya. di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang

pernah diajukan oleh pihak lain untuk mendapatkan karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. kecuali yang secara tertulis dikutip

dalam naskah ini dan disebut dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat

unsur-unsur jiplakan. saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar

akademikyang telah saya terima (S-1) dibatalkan. serta diproses dengan peraturan

undang-undang yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003. Pasal 25 Ayat 2 dan 70).

Malang. 12 Mei 2016

Rima Putri Novitasari

125030207111015

vi

RINGKASAN

Rima Putri Novitasari, 2016, Penerapan Model Multiple Discriminant

Analysis Altman (Z”-Score) untuk Memprediksi Financial Distress (Studi

pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2012-2014),

Drs. Topowijono, M.Si, Devi Farah Azizah, S.Sos. MAB, 143 halaman + xv.

Multiple Discriminant Analysis Altman (Z-Score) merupakan model

perhitungan yang digunakan untuk memprediksi financial distress atau kesulitan

keuangan perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan. Altman merevisi model

ini dengan nama Z’-Score, kemudian memodifikasinya dengan nama Z”-Score.

Penelitian ini menggunakan model Z”-Score Altman yang ketiga karena pada

analisisnya model Z”-Score ketiga merupakan model Altman yang paling baru

yang disesuaikan dengan segala bentuk atau jenis perusahaan. Model ini dinilai

efektif untuk mengklasifikasikan perkiraan atau prediksi kebangkrutan perusahaan

sampai lima tahun sebelum tiba saaatnya. Adanya model prediksi ini dapat

menginformasikan kepada manajemen perusahaan untuk meminimalisir potensi

kebangkrutan perusahaan. Selain itu, model ini digunakan oleh pada investor dan

calon investor untuk menentukan keputusan investasi. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui perusahaan yang tergolong financial distress dengan

menggunakan metode Z”-Score. Rasio yang digunakan adalah Working capital to

total assets ratio (X1), retained earning to total assets ratio (X2), earning before

interestand tax to total assets ratio (X3), Book value of equity to liabilities (X4).

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan laporan

keuangan sebagai alat analisis tanpa menghindari kemungkinan penggunaan

angka-angka sebagai data kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2014.

Teknik pemilihan sampel yaitu dengan metode purposive sampling. Berdasarkan

kriteria-kriteria yang telah ditentukan, diperoleh 19 perusahaan yang dijadikan

sampel penelitian. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder berupa laporan

keuangan perusahaan yang diperoleh dari BEI untuk perusahaan manufaktur tahun

2012-2014. Teknik analisis yang digunakan adalah metode simultan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari perhitungan penerapan

model Multiple Discriminant Altman (z”-score) terdapat 13 perusahaan yang

mengalami kondisi financial distress yang berpotensi pada kebangkrutan. 4

perusahaan yang tergolong kondisi rawan atau pada posisi grey area, dan hanya 2

perusahaan yang mengalami kondisi non-financial distress dan dikatakan sehat.

Apabila perusahaan berada pada kondisi financial distress, sebaiknya investor

membatalkan untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Pada perusahaan yang

tergolong pada posisi grey area, sebaiknya investor menunda keputusan

berinvestasi. Investor lebih baik berinvestasi pada perusahaan yang sehat dan pada

kondisi non financial distress

Kata kunci : kebangkrutan, non-financial distress, distress zone, grey zone, save

zone.

vii

SUMMARY

Rima Putri Novitasari, 2016, Application of Multiple Discriminant Analysis

Model Altman (Z”-Score) for Predicting Financial Distress (Study at

Manufacturing Companies Listed on the Stock Exchange Periode 2012 to

2014), Drs. Topowijono, M.Si, Devi Farah Azizah, S. Sos. MAB, 143 pages + xv.

Multiple Discriminant Analysis Altman (Z-Score) is a calculation models

used to predict financial distress or financial difficulties prior to the bankruptcy.

Altman revise this model by the name of Z'-Score, then modify it by name Z "-

Score. This study uses a model Z "Altman -Score third for the analysis of the

model Z" -Score third is a model Altman most recently adapted to any kind or type

of company. This model is considered effective to classify estimates or predictions

of bankruptcy of the company until five years before it was time. The existence of

these predictive models can inform the management company to minimize the

potential bankruptcy of the company. Other than that, This model is used by

investors and potential investors to determine investment decisions. This study

aims to find companies that are categorized as financial distress by using Z "-

Score. The ratio used is Working capital to total assets ratio (X1), retained

earnings to total assets ratio (X2), interestand earnings before tax to total assets

ratio (X3), Book value of equity to liabillities (X4).

This study was a descriptive study using financial statements as an

analytical tool without avoiding the possibility of using the figures as quantitative

data. The population in this study are all manufacturing companies listed in

Indonesia Stock Exchange in 2012-2014. Sample selection technique is purposive

sampling method. Based on the criteria that have been determined, acquired 19

companies that the research sample. The type of data used is secondary data from

company financial statements obtained from BEI for a manufacturing company in

2012-2014. The analysis technique used is the simultaneous method.

The results of this study indicate that the application of the calculation model of

Multiple Discriminant Altman (z "-score) there were 13 companies experiencing

financial distress potential bankruptcy. 4 companies are classified as vulnerable

condition or the position of gray area. and only two companies that have the

condition of non-financial distress and is said to be healthy. If a company is in

financial distress, investors should cancel to invest in the company. At companies

that belong to the position of gray area, investors should postpone investment

decisions. Investor's better to invest in companies that are healthy and on the

condition of non financial distress.

Keywords: bankcrupty, non-financial distress, distress zone, grey zone, save zone.

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya.

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model

Multiple Discriminant Analysis Altman (Z-Score) untuk Memprediksi

Financial Distress (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

BEI Tahun 2012-2014)”. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk

memenuhi salah satu syarat dalam memproleh gelar sarjana Ilmu Administrasi

Bisnis (SAB) pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.

Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini., peneliti tidak jarang mengalami

kendala dengan proses yang panjang dalam penyelesaiannya. Namun, kendala

tersebut dapat terselesaikan dengan adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan ucapan

terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS. selaku dekan Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya Malang.

2. Ibu Prof. Dr. Endang Siti Astuti, M.Si. selaku ketua jurusan Ilmu

Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Malang.

3. Bapak Drs. Wilopo, M.AB. selaku Ketua Program Studi Administasi

Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.

4. Bapak Drs. Topowijono, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi

yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, kritik,

ix

maupun saran yang membangun kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Devi Farah Azizah, S.Sos. MAB selaku Anggota Komisi Pembimbing

Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, kritik

maupun saran yang membangun kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

6. Seluruh dosen pengajar Administrasi Bisnis yang selama tiga setengah

tahun ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti.

7. Ayah Imam Setiadi dan Ibu Rid Padmiati , terima kasih karena telah

membuat peneliti tidak berhenti bersyukur terlahir di antara kedua orang

tua terhebat dan setulus ayah dan ibu. Adik Irma Rachmasari yang menjadi

tempat peneliti berkeluh kesah. Terimakasih atas kasih saying, motivasi,

maupun dukungan yang diberikan sampai peneliti dapat menyelesaikan

kuliah di Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. Gelar ini

merupakan wujud amanah dan sedikit ungkapan terimakasih atas semua

yang telah ayah dan ibu berikan meskipun semua itu tidak dapat peneliti

balas sampai kapanpun.

8. Sahabat-sahabat tercinta (Falah, Riska, Dita, Tiara, Maria, Carissa,

Abigail, Dinda, Kartini Tulungagung) yang telah memberikan informasi,

dukungan, dan doa sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini.

x

Peneliti menyadari baik dalam penulisan, penyusunan, maupun penyajian

materi dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Demi kesempurnaan

skripsi ini peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca

atas segala kekurangan tersebut. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi

pihak yang membutuhkan.

Malang, 12 Mei 2016

Peneliti

xi

DAFTAR ISI

Halaman

MOTTO…………………………………………………………………………...i

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................................... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ..................................................... iii

RINGKASAN ....................................................................................................... iv

SUMMARY ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... …xiv

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………..……………xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Perumusan Masalah .................................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 8

D. Kontribusi Penelitian .................................................................................. 9

E. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 11

A. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 11

B. Laporan Keuangan ................................................................................. 15

1. Definisi Laporan Keuangan ............................................................... 15

2. Tujuan Laporan Keuangan ................................................................. 16

3. Jenis-Jenis Laporan Keuangan .......................................................... 17

4. Karakteristik Laporan Keuangan ...................................................... 20

5. Kelemahan Laporan Keuangan ......................................................... 23

6. Keterbatasan Laporan Keuangan ...................................................... 23

C. Analisis Laporan Keuangan .................................................................. 24

1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan ........................................... 22

2. Manfaat Analisis Laporan Keuangan .............................................. 24

3. Kelemahan Analisis Laporan Keuangan .......................................... 25

4. Teknik Analisis Laporan Keuangan ................................................. 25

D. Analisis Rasio Keuangan ....................................................................... 27

1. Pengertian Rasio Keuangan ............................................................... 27

2. Metode Pendekatan Ratio Keuangan ................................................ 28

3. Macam-Macam Rasio Keuangan ...................................................... 28

4. Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio ................................. 35

E. Financial Distress ................................................................................... 36

1. Pengertian Financial Distress Dan Kebangkrutan ......................... 36

2. Kebangkrutan di Indonesia ................................................................ 37

xii

3. Penyebab Kebangkrutan ..................................................................... 39

4. Indikator Terjadinya Financial Distress .......................................... 40

5. Manfaat Prediksi Kebangkrutan ........................................................ 42

F. Model Multiple Discriminant Analysis Altman (Z-Score) ................. 43

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 50

A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 50

B. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 50

C. Fokus Penelitian....................................................................................... 51

D. Populasi Dan Sampel .............................................................................. 52

E. Sumber Data ............................................................................................. 62

F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 63

G. Teknik Analisis Data ............................................................................... 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 65 A. Gambaran Umum Perusahaan ..................................................................... 65 1. PT Alam Karya Unggul Tbk (AKKU) ................................................... 65

2. PT Alakasa Industrindo Tbk (ALKA) .................................................... 66

3. PT Primarindo Asia Infrastucture Tbk (BIMA) ..................................... 67

4. PT Berlina Tbk (BRNA) ........................................................................ 68

5. PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) .............................................. 69

6. PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk (IKAI) ....................................... 69

7. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) .................................. 70

8. PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) .................................................... 72

9. PT Jakarta Kyoei Steel Works Limited Tbk (JKSW) ............................ 73

10. PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) ............................. 74

11. PT Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI) ....................................... 75

12. PT Mustika Ratu Tbk (MRAT) ............................................................ 76

13. PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) ...................................................... 77

14. PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RBMA) .............................. 78

15. PT Schering Plough Indonesia Tbk (SCPI) .......................................... 79

16. PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP)................................................... 80

17. PT Suparma Tbk (SPMA) .................................................................... 81

18. PT Sunson Textile Manufacturer Tbk (SSTM) ................................... 82

19. PT Yana Prima Hasta Persada Tbk (YPAS) ........................................ 83

B. Penyajian Data ................................................................................................ 84

C. Analisis Dan Interpretasi Data ................................................................... 105 1. Penerapan Model Multiple Diskriminan Analysis Altman (Z-Score) ........ 105 2. Analisis Estimasi Prediksi Potensi Kebangkrutan ...................................... 134

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 138 A. Kesimpulan .............................................................................................. 138 B. Saran......................................................................................................... 140

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….141

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..144

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu…………….. ………………... 13

Tabel 2. Tabel Kriteria pengambilan sampel …………………………………. 54

Tabel 3. Tabel proses pengambilan sampel perusahaan manufaktur …………. 55

Tabel 4. Tabel sampel perusahaan manufaktur periode 2012-2014…………… 62

Tabel 5. Ringkasan data laporan keuangan PT AKKU ……………………….. 84

Tabel 6. Ringkasan data laporan keuangan PT ALKA……………………….... 85

Tabel 7. Ringkasan data laporan keuangan PT BIMA …………………………86

Tabel 8. Ringkasan data laporan keuangan PT BRNA ……………………. …. 87

Tabel 9. Ringkasan data laporan keuangan PT HDTX………………………… 88

Tabel 10. Ringkasan data laporan keuangan PT IKAI ………………………... 89

Tabel 11 Ringkasan data laporan keuangan PT IMAS ………………………... 90

Tabel 12. Ringkasan data laporan keuangan PT INAF ………………………. ..91

Tabel 13. Ringkasan data laporan keuangan PT JKSW ………………………. 93

Tabel 14. Ringkasan data laporan keuangan PT KBRI ……………………….. 94

Tabel 15. Ringkasan data laporan keuangan PT LMPI. ………………………. 95

Tabel 16. Ringkasan data laporan keuangan PT MRAT ……………………… 98

Tabel 17. Ringkasan data laporan keuangan PT RMBA ……………………… 99

Tabel 18. Ringkasan data laporan keuangan PT SCPI…….. …………………100

Tabel 19. Ringkasan data laporan keuangan PT SIAP ………………………..101

Tabel 20. Ringkasan data laporan keuangan PT SPMA……………………… 102

Tabel 21. Ringkasan data laporan keuangan PT SSTM……………………… 103

Tabel 22. Ringkasan data laporan keuangan PT YPAS ……………………… 104

Tabel 24. Hasil Perhitungan Z-Score PT AKKU ................................................ 105 Tabel 25. Hasil perhitungan Z-Score PT ALKA ................................................ 107 Tabel 26. Hasil perhitungan Z-Score PT BIMA ................................................. 109 Tabel 27. Hasil perhitungan Z-Score PT BRNA ................................................ 111 Tabel 28. Hasil Perhitungan Z-Score PT HDTX ................................................ 113 Tabel 29. Hasil Perhitungan Z-Score PT IKAI ................................................... 115 Tabel 30. Hasil Perhitungan Z-Score PT IMAS ................................................. 117 Tabel 31. Hasil Perhitungan Z-Score PT INAF .................................................. 119 Tabel 32. Hasil Perhitungan Z-Score PT JKSW ................................................. 121 Tabel 33. Hasil Perhitungan Z-Score PT KBRI .................................................. 123 Tabel 34. Hasil Perhitungan Z-Score PT LMPI .................................................. 125 Tabel 35. Hasil Perhitungan Z-Score PT MAIN ................................................. 127 Tabel 36. Hasil Perhitungan Z-Score PT MRAT ................................................ 129 Tabel 37. Hasil Perhitungan Z-Score PT RMBA ............................................... 131 Tabel 38. Hasil Perhitungan Z-Score PT SCPI ................................................... 133 Tabel 39. Hasil Perhitungan Z-Score PT SIAP ................................................... 135 Tabel 40. Hasil Perhitungan Z-Score PT SPMA ................................................ 137 Tabel 41. Hasil Perhitungan Z-Score PT SSTM ................................................. 139

xiv

Tabel 42. Hasil Perhitungan Z-Score PT YPAS ................................................. 141 Tabel 43. Klasifikasi Perhitungan Z Score Sampel Perusahaan Manufaktur Tahun 2012-

2014…………………………………………………………………………………………………………………………143

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Grafik Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Asia Tahun 1994-2001…… 2

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Ringkasan Data Laporan Keuangan Perusahaan ………………

Manufaktur 2012-2014............................................................... 144

Lampiran 2. Perhitungan X1…………………………………………………147

Lampiran 3. Perhitungan X2…………………………………………………148

Lampiran 4. Perhitungan X3…………………………………………………149

Lampiran 5. Perhitungan X4…………………………………………………150

Lampiran 6. Populasi Perusahaan Manufaktur 2012-2014………………….152

17

Pag

e17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan merupakan suatu organisasi yang tujuannya mendapatkan

profit yang maksimal, namun untuk mendapatkannya tentunya banyak kendala

yang dihadapi oleh perusahaan baik kendala dari luar maupun dari dalam. Tugas

manajemen perusahaan adalah menentukan strategi agar perusahaan tidak

mengalami penurunan profit. Apabila perusahaan terus menerus mengalami

penurunan profit maka perusahaan akan segera mengalami kesulitan keuangan

atau financial distress. Kondisi perekonomian di Indonesia yang masih belum

menentu saat ini mengakibatkan tingginya risiko suatu perusahaan untuk

mengalami financial distress bahkan kebangkrutan. Kesalahan prediksi terhadap

kelangsungan operasi suatu perusahaan di masa yang akan datang dapat berakibat

fatal yaitu kehilangan pendapatan atau investasi yang telah ditanamkan pada suatu

perusahaan.

Terbukti, krisis keuangan dunia yang terjadi pada tahun 1998 memberikan

pelajaran berharga bagi pembuat kebijakan di Indonesia. Krisis keuangan tersebut

terjadi pada negara-negara di Asia seperti Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia,

dan Singapura. Tahun 1980-an perekonomian Asia tumbuh sangat pesat sehingga

sempat disebut keajaiban pertumbuhan. Pertumbuhan yang terlalu bergantung

pada modal asing menyebabkan perekonomian lemah secara fundamental. Selain

krisis keuangan, krisis 1998 merembet ke krisis total yang mencangkup seluruh

18

Pag

e18

aspek kehidupan bangsa. Selama bertahun-tahun semenjak krisis moneter pada

tahun 1998 pertumbuhan pada industri manufaktur ini belum sepenuhnya pulih.

Badai krisis tersebut mengakibatkan sendi-sendi ekonomi tidak berkembang

bahkan mengalami kontraksi. Berbagai indikator ekonomi seperti pertumbuhan

ekonomi, kurs nilai tukar, inflasi, utang, dan lain sebagainya memperlihatkan hasil

yang tidak menggembirakan ketika Indonesia terkena dampak krisis. Krisis 1997

dipicu oleh terpuruknya nilai tukar Bath Thailand terhadap dollar AS. Tidak perlu

waktu lama negara-negara di Asia Tenggara juga ikut terkena imbasnya

atau contagion efffect, (Bank Dunia, 2015)

Gambar 1: Grafik Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Asia Tahun

1994-2001

Sumber : Bank Dunia (2015)

Pada tahun 2009 ekspor sektor industri pengolahan non-migas mengalami

penurunan sebesar 16,6%, memasuki tahun 2010 ekspor telah bangkit kembali

dan pada tahun 2011 barulah industri manufaktur mengalami kebangkitan kembali

yang ditandai dengan pertumbuhan ekspor yang mencapai 24,6%. Awal tahun

2012 optimisme kalangan industri manufaktur masih cukup besar walaupun akan

19

Pag

e19

menghadapi tantangan salah saatunya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM)

yang banyak menentukan daya saing baik di pasar domestik maupun ekspor.

Menurut pemerintah kenaikan ini perlu dilakukan karena seiring dengan naik nya

minyak mentah dunia. Kenaikan harga BBM pada tahun 2012 akan berpengaruh

secara luas, walaupun dampaknya berbeda untuk setiap sektor. Pengaruh harga

BBM akan terasa baik dalam industri maupun perorangan.

Pada tahun 2013 pertumbuhan industri manufaktur tidak sampai 6,5%,

namun Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) memprediksikan nilai

ekspor produk manufaktur menembus US$ 120 milyar pada 2014, dan naik 9%

dari tahun 2013 yaitu sebesar US$ 110 milyar. Hal ini didorong tren perbaikan

ekonomi negara-negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat, Eropa Barat,

Jepang dan sejumlah negara di Timur Tengah dan Amerika Selatan. HSBC

mencatat, kondisi operasional industri manufaktur Indonesia memburuk pada

Desember lalu. Pemicu utamanya adalah turunnya order domestik yang mengikis

produksi. Penyerapan tenaga kerja dan order ekspor juga turut melorot. Sementara

itu, biaya produksi membengkak, seiring kenaikan harga bahan bakar minyak

(BBM). “Kinerja industri manufaktur Indonesia melemah kuartal IV tahun lalu,

bertolak belakang dengan tren yang terjadi di awal tahun,” ujar ekonom HSBC

untuk Asean Su Sian Lim dalam keterangan resmi, akhir pekan lalu.

Dia menuturkan, produksi manufaktur Indonesia turun selama tiga bulan berturut-

turut. Bahkan, penurunan yang terjadi pada Desember 2014 merupakan yang

terbesar sejak Januari 2012. (www.kemenperin.go.id)

20

Pag

e20

Industri manufaktur merupakan industri yang mendominasi perusahaan-

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang kegiatannya

mengandalkan modal investor. Perusahaan dalam industri manufaktur tersebut

dikelompokkan menjadi beberapa sub kategori industri. Banyaknya perusahaan

dalam industri dan kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu

persaingan antar perusahaan. Persaingan membuat setiap perusahaan berusaha

meningkatkan kinerja untuk mencapai tujuan seperti laba yang tinggi. Perusahaan

yang tidak mampu bertahan seperti mengalami financial distress maka akan

terancam mengalami kebangkrutan.

Sebagaimana telah diketahui perusahaan manufaktur merupakan industri

yang dalam kegiatannya mengandalkan modal dari investor, oleh karena itulah

perusahaan manufaktur harus dapat menjaga kesehatan keuangan atau

likuiditasnya. Mengingat besarnya pengaruh yang timbul bila terjadi financial

distress pada industri manufaktur, maka perlu dilakukan analisis sedemikian rupa,

sehingga financial distress dan kemungkinan kebangkrutan dapat dideteksi lebih

awal untuk selanjutnya menentukan arah kebijaksanaan. Seringkali financial

distress dan kebangkrutan diartikan sama, padahal keduanya memiliki arti yang

berbeda. Menurut Platt dan Platt (2002) financial distress didefinisikan sebagai

tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan

ataupun likuidasi. Kebangkrutan diawali dengan financial distress, yaitu keadaan

dimana perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo

yang menyababkan perusahaan mengalami kebangkrutan, atau menyebabkan

terjadinya perjanjian kasus dengan kreditur untuk mengurangi atau menghapus

21

Pag

e21

hutangnya (Munawir, 2010: 288). Keadaan tersebut menuntut kebutuhan dana

yang cukup bagi perusahaan manufaktur untuk bertahan dan bersaing.

Kesulitan keuangan atau yang lebih dikenal dengan financial distress

hampir pasti pernah dialami oleh setiap perusahaan. Kondisi ini merupakan ciri

khas yang dialami oleh perusahaan sebagai akibat dari beberapa kondisi yang

terjadi dari dalam perusahaan, seperti manajemen yang tidak mampu mengelola

perusahaannya dengan baik maupun faktor yang berasal dari luar perusahaan yang

tidak mungkin mampu dikendalikan perusahaan. Kondisi keuangan yang tidak

sehat pastinya dihindari oleh perusahaan. Salah satu cara untuk mengurangi

kemungkinan perusahaan terkena financial distress adalah dengan cara

memperketat pengawasan yang dilakukan oleh komite audit terhadap aktifitas

perusahaan.

“Kebangkrutan dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah

manajemen yang tidak kompeten dalam mengelola perusahaan,

ketidakseimbangan pengalaman antara keuangan, produksi dan fungsi-fungsi lain

dalam perusahaan, kekurangan pengalaman dalam operasional dan manajerial

juga salah satu pemicu terjadinya kebangkrutan perusahaan” (Hanafi, 2010: 640).

Perusahaan perlu melakukan analisis kinerja terutama analisis yang berhubungan

dengan kebangkrutan untuk mendeteksi faktor-faktor kebangkrutan sejak awal

dengan menganalisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan perusahaan

pada dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan

keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya di masa depan

(Sundjaja dan Barlian, 2001:37). Dalam artikel Edward I. Altman (1968), salah

22

Pag

e22

satu cara untuk mengatasi keterbatasan rasio keuangan yaitu dikembangkannya

model multivariate (Multiple Discriminant Analysis). Altman (1968) merupakan

orang pertama yang berhasil menerapkan model Multiple Discriminant Analysis,

sehingga model tersebut sering disebut Z-Score model Altman. Z-Score bukan

hanya untuk memprediksi apakah sebuah perusahaan tersebut bangkrut atau tidak,

tetapi juga untuk kemungkinan gagal bayar dari sebuah perusahaan di kemudian

hari dengan alasan bahwa gagal bayar merupakan bagian dari financial distress

yang memicu pada tanda-tanda awal dari kebangkrutan sebuah perusahaan.

Z-Score Altman mengalami beberapa perkembangan. Model Z-Score

diciptakan pertama kali melalui penelitian yang dilakukan oleh Edward I. Altman

tahun 1968. Metode ini diciptakan dengan menggunakan metode Multiple

Discriminant Analysis. Altman mengkombinasikan beberapa pengukuran dan

profitabilitas risiko sebanyak 22 rasio, kemudian ditemukan 5 rasio keuangan

yang dianggap paling berkontrbusi dalam prediksi kebangkrutan perusahaan, yaitu

Working capital to total assets ratio, retained earning to total assets ratio,

earning before interestand tax to total assets ratio, market value equity to book

value of total debt ratio, sales to total assets ratio (Altman, 1968: 594-595).

Model pertama ini digunakan hanya pada perusahaan publik berukuran besar yang

bergerak dibidang manufaktur. Kemudian Altman merevisinya menjadi Z’-Score

dalam revisinya tahun 1983 merubah variable X4 dimana Altman mengganti rasio

nilai pasar ekuitas terhadap total aset menjadi nilai buku ekuitas terhadap total

aset. Model kedua ini hanya dapat digunakan pada perusahaan non publik saja.

Dan terakhir Altman merevisinya tahun 1995 menjadi Z”-Score. Model ini

23

Pag

e23

merupakan model paling baru sehubungan dengan berkembangnya permasalahan

kegagalan usaha. Dalam modifikasi ini Altman mengeliminasi variabel terakhir

yaitu X5 (penjualan terhadap total aktiva) dan mengganti pembilang pada variabel

X4 yaitu nilai pasar ekuitas menjadi nilai buku ekuitas. Model kebangkrutan

modifikasi ini bisa diterapkan pada perusahaan publik dan non publik, pada semua

jenis ukuran perusahaan, dan untuk semua perusahaan dalam industri yang

berbeda (Altman , 1968).

Penelitian ini menggunakan model Z”-Score Altman yang ketiga karena

pada analisisnya model Z”-Score ketiga merupakan model Altman yang paling

baru yang disesuaikan dengan segala bentuk atau jenis perusahaan. Model ini

dinilai efektif untuk mengklasifikasikan perkiraan atau prediksi kebangkrutan

perusahaan sampai lima tahun sebelum tiba saaatnya. Sektor manufaktur dipilih

sebagai obyek penelitian karena persaingan dalam sektor tersebut sangat ketat,

selain itu juga perusahaan manufaktur lebih cepat mengalami pasang surut

terbukti banyaknya perusahaan yang tidak mampu membayar deviden karena

saldo yang defisit serta banyak perusahaan tidak memiliki laba bersih perusahaan.

Hal ini menujukkan indikasi perusahaan mengalami financial distress.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti

masalah ini dengan judul “Penerapan Model Multiple Diskriminan Analysis

Altman (Z”-Score) untuk Memprediksi Financial Distress Studi pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014.”

24

Pag

e24

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat

diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan perhitungan keempat rasio Working capital to total

assets ratio (X1), retained earning to total assets ratio (X2), earning before

interest and tax to total assets ratio (X3),dan book value of equity to total

liabillities (X4) dapat digunakan untuk membedakan kelompok financial

distress dan non financial distress pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2012-2014?

2. Bagaimana tanda-tanda terjadinya kondisi financial distress hingga

berpotensi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hasil penerapan perhitungan keempat rasio Working capital to

total assets ratio (X1), retained earning to total assets ratio (X2), earning

before interest and tax to total assets ratio (X3),dan book value of equity to

total liabillities (X4) dapat digunakan untuk membedakan kelompok

financial distress dan non financial distress pada perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2012-2014.

2. Mengetahui tanda-tanda terjadinya kondisi financial distress hingga

berpotensi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014.

25

Pag

e25

D. Kontribusi Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian kontribusi yang diharapkan adalah :

1. Kontribusi Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan dan menambah

pengetahuan dan wawasan, serta gambaran aplikasi teori-teori yang sudah

diperoleh pada saat di perkuliahan dan penerapannya terutama dalam

manajemen keuangan dan kebangkrutan perusahaan serta dapat sebagai

pembanding untuk penelitian berikutnya.

2. Kontribusi Praktis

Dalam penelitian ini yang diharapkan adalah memberikan bahan

pertimbangan kepada para investor dan calon investor untuk pengambilan

keputusan investasi berdasarkan kinerja perusahaan utmanya dari aspek-

aspek financial distress.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dimaksudkan untuk mempermudah pembahasan dalam

penulisan. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah

penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian yang bertujuan memberikan

gambaran umum tentang keseluruhan penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

26

Pag

e26

Bab ini berisi uraian secara ringkas teori-teori yang menjelaskan tentang

permasalahan yang akan diteliti disertai dengan penelitian terdahulu. Dalam hal

ini permasalahan yang uraikan yaitu mengenai laporan keuangan, tujuan

laporan keuangan, komponen laporan keuangan, analisis laporan keuangan,

financial distress, dan model prediksi financial distress

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai variabel-variabel yang diteliti,

populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan

data, dan metode analisis data.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas analisis terhadap pengolahan data serta

pembahasannya yang merupakan jawaban dari penelitian ini.

BAB V: PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari penelitian dan

saran untuk kontribusi penelitian selanjutnya.

27

Pag

e27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

1. Pada tahun 1968, Altman melakukan penelitian di Amerika Serikat dengan

mengambil sampel sebanyak 66 perusahaan manufaktur dan menggunakan

model multiple discriminant analysis dalam menyusun persamaan untuk

memprediksi kebangkrutan perusahaan pada tahun 1946-1965. Dalam

penelitiannya diperoleh 33 sampel perusahaan yang mengalami

kebangkrutan dan sisanya dalam kondisi sehat. Terdapat lima dari 22 rasio

keuangan yang dianggap Altman paling perkontribusi dalam memprediksi

kebangkrutan perusahaan. Rasio-rasio tersebut diantaranya: working capital

to total assets ratio, retained earning to total assets ratio, earning before

interest and tax to total assets ratio, market value equity to book value of

total debt ratio, sales to total assets ratio. Model diskriminan Altman ini

dikenal dengan Z-Score, kemudian Altman memodifikasinya yang disebut

Zeta Model atau Z”-Score.

Persamaan fungsi tersebut adalah :

Z = 1,2X1 +1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5

Dimana : X1 = Working Capital To Total Assets (WC/TA)

X2 = Retained Earning To Total Assets Ratio(RE/TA)

28

Pag

e28

X3 = Earning Before Interest And Tax To Total Assets Ratio

(EBIT/TA)

X4 = Market Value Equity To Book Value Of Total Debt Ratio

(MVE/BVD)

X5 = Sales To Total Assets (S/TA)

Z”-score = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72X3 + 1,05X4

Dimana : X1 = Working Capital To Total Assets (WC/TA)

X2 = Retained Earning To Total Assets Ratio(RE/TA)

X3 = Earning Before Interest And Tax To Total Assets Ratio

(EBIT/TA)

X4 = Book value of equity to toal liabilities

2. Ghalib Ghalbi Miman (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis

Kebangkrutan Perusahaan dengan Menggunakan Metode Z”-Score Altman

pada Perusahaan Otomotif dan Komponennya yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia selama 2007-2010”, menunjukkan bahwa variabel EBIT/TA (X3)

yang paling berpengaruh signifikan dalam memprediksi kebangkrutan

perusahaan tersebut.

3. Nico Tantra Hartoyo (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Prediksi

Financial Distress Menggunakan Analisis Diskriminan pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011”,

menunjukkan bahwa kelima variable dapat digunakan dalam prediksi

financial distress, namun variabel yang paling berpengaruh signifikan

adalah RE/TA (X2).

29

Pag

e29

4. Mar’ati Nafisatin (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Implementasi

Penggunaan Metode Altman Z”-Score untuk Menganalisis Estimasi

Kebangkrutan”, menujukkan hasil bahwa secara keseluruhan perusahaan

yang listing berada pada kondisi aman dikarenakan perusahaan termasuk

dalam indeks LQ45.

5. Muhamad Nadratuzzaman Hosen & Shofaun Nada (2013) “Pengukuran

Tingkat Kesehatan Dan Gejala Financial Distress Bank Umum Syariah”,

menunjukkan hasil bahwa penerapan metode MDA ternyata tidak

applicable jika dilakukan pada perbankan. Hal ini dikarenakan karakteristik

perbankan sebagai financial intermediatory jauh berbeda dengan

karakteristik perusahaan-perusahaan lain. Dengan adanya fungsi tersebut

memberikan implikasi bahwa bank memiliki current assets (aktiva lancar)

yang lebih kecil dibandingkan current liabilities (kewajiban lancar).

Tabel 1. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

No Tahun Nama Peneliti Judul Hasil

1 1968 Edward I

Altman

• PREDICTING

FINANCIAL

DISTRESS OF

COMPANIES:

REVISITING THE Z-

SCORE AND ZETA

MODELS

Terdapat 3

metode altman

yang dihasilkan

yaitu z-Score,

Z’-Score , dan

Z”-Score

2 2012 Ghalib Ghalbi

Miman

• Analisis kebangkrutan

perusahaan dengan

menggunakan metode

z-score Altman pada

perusahaan otomotif

yang terdaftar di bursa

efek Indonesia.

Variabel yang

paling

berpengaruh

adalah

EBIT/TA (X3)

30

Pag

e30

3 2013 Nico Tantra

Hartoyo

• Prediksi financial

distress menggunakan

analisis diskriminan

pada perusahaan

manufaktur yang

terdaftar di bursa efek

indonesia

variabel yang

paling

berpengaruh

signifikan

adalah RE/TA

(X2)

4 2013 Muhammad

Nadratuzzaman

& Shofaun

Nada

• Pengukuran tingkat

kesehatan dan gejala

financial distress Bank

Umum Syariah

secara

keseluruhan

perusahaan

yang listing

berada pada

kondisi aman

dikarenakan

perusahaan

termasuk

dalam indeks

LQ45.

5 2014 Mar’ati

Nafisatin

• Implementasi

Penggunaan Altman Z-

Score untuk

Menganalisis Estimasi

Kebangkrutan pada

perusahaan yang

termasuk dalam indeks

LQ45

penerapan

metode MDA

ternyata tidak

applicable jika

dilakukan pada

perbankan. Hal

ini dikarenakan

karakteristik

perbankan

sebagai

financial

intermediatory

jauh berbeda

dengan

karakteristik

perusahaan-

perusahaan

lain.

31

Pag

e31

B. Laporan Keuangan

1. Definisi Laporan Keuangan

Berikut ini definisi laporan keuangan dari berbagai sumber:

“Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan yang

lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi

keuangan yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti : sebagai laporan

arus kas atau laporan arus dana, catatan dan laporan lain serta materi

penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di

samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan

dengan laporan tersebut, misal : informasi keuangan segmen industri dan

geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga” (Ikatan Akuntansi

Indonesia, 2009)

“Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi dan merupakan

informasi historis. Akuntansi adalah proses pengidentifikasian, mengukur dan

melaporkan informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil

keputusan yang tepat bagi pemakai informsi tersebut” (Sadeli, 2002 : 2).

Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim, (2013 : 63) Laporan

Keuangan adalah laporan yang diharapkan bisa memberi informasi mengenai

perusahaan dan digabungkan dengan informasi yang lain, seperti industri,

kondisi ekonomi, bisa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai

prospek dan risiko perusahaan. Menurut Harahap (2009 : 105), laporan

keuangan adalah laporan yang menggambarkan kondisi keuangan dan hasil

usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.

Menurut Munawir (2010 : 5), pada umumnya laporan keuangan itu terdiri

dari neraca dan perhitungan laba-rugi serta laporan perubahan ekuitas. Neraca

menunjukkan / menggambarkan jumlah aset, kewajiban dan ekuitas dari suatu

perusahaan pada tanggal tertentu. Sedangkan perhitungan (laporan) laba-rugi

32

Pag

e32

memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta beban

yang terjadi selama periode tertentu, dan laporan perubahan ekuitas

menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan

perubahan ekuitas perusahaan.

“Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan,

merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi

selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan ini dibuat oleh

manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang

dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Disamping itu laporan

keuangan dapat juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu

sebagai laporan kepada pihak-pihak di luar perusahaan” (Baridwan, 2008: 17)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan

keuangan adalah ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang dilaporkan

dalam neraca dan perhitungan laba-rugi serta laporan perubahan ekuitas dan

laporan arus kas yang dapat menggambarkan kondisi kinerja keuangan

perusahaan pada periode tertentu, dan juga dapat digunakan untuk membuat

keputusan-keputusan ekonomi bagi pihak internal maupun eksternal

perusahaan.

2. Tujuan Laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009 : 3), tujuan laporan keuangan

adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja,

serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi

sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. “Laporan

keuangan dirancang untuk membantu para pemilik, manajer, kreditor, dan

pihak berkepentingan lainnya untuk mengambil keputusan bisnis yang cedas”

33

Pag

e33

(Simamora, 2003 : 11). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa tujuan laporan keuangan adalah membantu pemilik, manajer, kreditor,

dan pihak berkepentingan lainnya untuk menyediakan informasi menyangkut

posisi keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan bisnis

yang tepat.

3. Jenis-Jenis Laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009 : 2), laporan keuangan yang

lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan

ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

b. Neraca

Menurut Baridwan (2008 : 19), neraca adalah laporan yang

menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada tanggal terentu.

Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki

disebut aktiva dan jumlah kewajiban perusahaan yang disebut pasiva, atau

dengan kata lain, aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva

merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut.

Menurut Hanafi (2013 : 63), Neraca adalah laporan yang meringkas posisi

keuangan suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Neraca menampilkan

sumber daya ekonomis (asset), kewajiban ekonomis (hutang), modal

saham, dan hubungan antar akun neraca tersebut.

Neraca perusahaan disajikan sedemikian rupa untuk menggambarkan

posisi keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu untuk menunjukkan

keadaan keuangan pada tanggal tertentu biasanya pada saat tutup buku.

34

Pag

e34

Neraca minimal mencakup pos-pos berikut (PSAK No.1 Paragraf 49,

Revisi 2009):

1) aktiva berwujud,

2) aktiva tidak berwujud,

3) aktiva keuangan,

4) investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas,

5) persediaan,

6) piutang usaha dan piutang lainnya,

7) kas dan setara kas,

8) hutang usaha dan hutang lainnya,

9) kewajiban yang diestimasi,

10) kewajiban berbunga jangka panjang,

11) hak minoritas,

12) modal saham dan pos ekuitas lainnya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa neraca

adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan untuk

menunjukkan keadaan keuangan pada tanggal tertentu dan terdiri dari pos-

pos tertentu.

c. Laporan Laba Rugi

“Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis mengenai

penghasilan, biaya, dan rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan

selama periode tertentu” (Munawir, 2010 : 26).“Laporan laba rugi adalah

suatu laporan yang menunjukkan pendapatan–pendapatan dan biaya-biaya

dari suatu unit usaha untuk suatu periode tertentu” (Baridwan, 2008: 29).

Laporan laba rugi minimal mencakup pos–pos berikut (PSAK No.1

Paragraf 56, Revisi 2009) :

1)Pendapatan,

2)Laba rugi usaha

3)Beban pinjaman

4)Bagian dari laba atau rugi perusahaan afiliasi dan asosiasi yang diperlukan

menggunakan metode ekuitas,

35

Pag

e35

5)Beban pajak,

6)Laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan,

7)Pos luar biasa,

8)Hak minoritas,

9)Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.

d. Laporan Perubahan Ekuitas

“Laporan perubahan modal adalah ikhtisar tentang perubahan modal suatu

perusahaan yang terjadi selama jangka tertentu” (Soemarso, 2005 : 54).

Laporan perubahan ekuitas menggambarkan peningkatan atau penurunan

aktiva bersih atau kekayaan selama periode yang bersangkutan.

Perusahaan harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai

komponen utama laporan keuangan, yang menunjukan (PSAK No.1

Paragraf 66, Revisi 2009) :

1) Laba rugi bersih periode yang bersangkutan,

2) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta

jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung

dalam ekuitas,

3) Pengaruh komulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan

terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait

4) Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik,

5) Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta

perubahan,

6) Rekonsiliasi antar nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham,

agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan

secara terpisah setiap perubahan.

e. Laporan Arus Kas

“Laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para

pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih perusahaan,

struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan

untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi

dengan perubahan keadaan dan peluang” (PSAK No. 2, 2009). “Laporan

36

Pag

e36

arus kas berisi tentang laporan arus kas selama periode tertentu dan

diklasifikasi menurut aktivasi operasi, investasidan pendanaan” (IAI,2009

: 22). Laporan arus kas bertujuan untuk meyajikan informasi relevan

tentang penerimaan dan pengeluaran kas suatu perusahaan selama periode

tertentu.

f. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos

dalam neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas harus berkaitan

dengan informasi yang terdapat catatan atas laporan keuangan. Catatan

atas laporan keuangan mengungkapkan (PSAK No.1 Paragraf 68, Revisi

2009) :

1) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan

akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi

yang penting,

2) Informasi yang diwajibkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan

arus kas, dan laporan perubahan ekuitas,

3) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi

diperlukan dalam rangka penyajian secar wajar.

4. Karakteristik Laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009 : 5-8), laporan keuangan yang

berguna bagi pemakai informasi harus terdapat empat karakteristik kualitatif

pokok yaitu :

a. Dapat dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporankeuangan

adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk

maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai

tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk

mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian,

informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan

37

Pag

e37

tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi

tesebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.

b. Relevan

Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses

pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat

mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka

mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan,

menegaskan, atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu. Peran

informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory)

berkaitan satu sama lain. Misalnya informasi struktur dan besarnya aset

yang dimiliki bermanfaat bagi pemakai ketika mereka berusaha

meramalkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang dan

bereaksi terhadap situasi yang merugikan. Informasi yang sama juga

berperan dalam memberikan penegasan (confirmatory role) terhadap

prediksi yang lalu, misalnya tentang bagaimana struktur keuangan

perusahaan diharapkan tersusun atau tentang hasil dari operasi yang

direncanakan.

Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali

digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja

masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai,

seperti pembayaran dividen dan upah, pergerakan harga sekuritas dan

kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh

tempo. Untuk memiliki nilai prediktif, informasi tidak perlu harus dalam

bentuk ramalan eksplisit. Namun demikian, kemampuan laporan keuangan

untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan penampilan informasi

tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya nilai prediktif laporan

laba-rugi dapat ditingkatkan kalau akun-akun penghasilan atau badan yang

tidak biasa, abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah.

c. Keandalan

Informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal

jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, material, dan dapat

diandalkan pemakaiannya sebagai penyajian yang tulus atau jujur dari

yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat

disajikan. Informasi mungkin relevan tetapi jika hakekat atau

penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut

secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya jika tindakan hukum masih

dipersengkatakan, mungkin tidak tepat bagi perusahaan untuk mengakui

jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat

untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.

a) Penyajian jujur

Informasi harus digambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa

lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat

diharapkan untuk disajikan. Jadi misalnya, neraca harus

menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam

bentuk aset, kewajiban dan ekuitas perusahaan pada tanggal pelaporan

yang memenuhi kriteria pengakuan.

38

Pag

e38

b) Substansi mengungguli bentuk

Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi

serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut

perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi

dan bukan hanya bentuk hukumnya.

c) Netralitas

Informasi harus diarahkan pada kebutuhan dan keinginan pihak

tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang

menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan

pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan.

d) Pertimbangan sehat

Penyusunan laporan keuangan ada kalanya menghadapi ketidakpastian

peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang

diragukan, perkiraan masa manfaat prabrik serta peralatan, dan tuntutan

atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam itu

diakui dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan

menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan

keuangan. Pertimbangan mengandung unsur kehati-hatian pada saat

melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau

penghasilan tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian,

penggunaan pertimbangan sehat tidak diperkenankan, misalnya

pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan berlebihan dan

sengaja menetapkan aset atau penghasilan yang lebih rendah atau

pencatatan kewajiban atau beban yang lebih tinggi, sehingga laporan

keuangan menjadi tak netral, dan karena itu tidak memiliki kualitas

andal.

e) Kelengkapan

Informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan

materialitas dan beban. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan

mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan

karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna ditinjau dari segi

relevansinya.

d. Dapat dibandingkan

Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antara

periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja

keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan

keuangan antara perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan secara

relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan,

transaksi, dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten

untuk perushaan bersangkutan, antar periode perusahaan yang sama dan

untuk perusahaan yang berbeda.

39

Pag

e39

5. Kelemahan Laporan Keuangan

Menurut Sofyan S. Harahap (2009 : 17), kelemahan laporan keuangan

diantaranya sebagai berikut:

a. Laporan Keuangan bersifat Historis, yaitu merupakan laporan atas

kejadian yang telah lewat, bukan masa kini.

b. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran

dan berbagai pertimbangan.

c. Laporan keuangan bersifat konservatif dalm menghadapi ketidakpastian.

d. Laporan Keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu

peristiwa/ transaksi daripada bentuk hukumnya (Formalitas).

e. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis dan

pemakai laporan keuangan diasumsikan memahami bahasa teknis

akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan.

f. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat

dikuantifikasikan, umumnya diabaikan.

6. Keterbatasan Laporan Keuangan

Menurut Munawir (2010:9), keterbatasan laporan keuangan antara lain:

1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya

merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang

sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan yang final.

2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya

bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dengan standar nilai yang

mungkin berbeda atau berubah-ubah.

3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi

keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu

dimana daya beli (purchasing power) uang tersebut menurun, dibanding

dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga kenaikan volume penjualan

yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan atau

mencerminkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan tersebut

disebabkan naiknya harga jual barang tersebut yang mungkin juga diikuti

kenaikan harga-harga.

4. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat

mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-

faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan suatu uang.

40

Pag

e40

C. Analisis Laporan Keuangan

1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Menurut Harahap (2009 : 190), analisis laporan keuangan berarti

menguraikan akun-akun laporan keuangan menjadi unit informasi yang

lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang

mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data

kuantitatif maupun data non-kuantitatif. Tujuannya untuk mengetahui

kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses

menghasilkan keputusan yang tepat. Menurut Munawir (2010 : 35), analisis

laporan keuangan adalah analisis laporan keuangan yang terdiri dari

penelaahan atau mempelajari hubungan dan tendensi atau kecenderungan

(trend) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta

perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan menurut Sundjaja

dan Barlian (2003 : 37), analisis laporan keuangan perusahaan pada

dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan

keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya di masa

depan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis

laporan keuangan merupakan perhitungan rasio-rasio untuk mengetahui

kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting untuk proses

pengambilan keputusan di masa depan.

2. Manfaat Analisis Laporan Keuangan

Menurut Harahap (2009 : 195), kegunaan analisis laporan keuangan ini

dapat dikemukakan sebagai berikut:

41

Pag

e41

a. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang

terdapat dari laporan keuangan biasa.

b. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (explicit)

dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan

(implicit).

c. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.

d. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam

hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan

komponen intern maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh

dari luar perusahaan.

e. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-

model dan teori-teori yang terdapat di lapangan seperti untuk prediksi,

peningkatan.

f. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil

keputusan

g. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria

tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.

3. Kelemahan Analisis Laporan Keuangan

Menurut Harahap (2009 : 203), kelemahan analisis laporan keuangan

adalah :

a. Analisis laporan keuangan didasarkan pada laporan keuangan, oleh

karenanya kelemahan laporan keuangan harus selalu diingat agar

kesimpulan dari analisis itu tidak salah.

b. Objek analisis laporan keuangan hanya laporan keuangan. Untuk menilai

suatu laporan keuangan tidak cukup hanya angka-angka laporan

keuangan. Kita juga harus melihat aspek-aspek lainnya seperti tujuan

perusahaan, situasi ekonomi, situasi industri, gaya manajemen, budaya

perusahaan dan budaya masyarakat.

c. Objek analisis adalah data historis yang menggambarkan masa lalu dan

kondisi ini bisa berbeda dengan kondisi masa depan.

4. Teknik Analisis Laporan Keuangan

Menurut Munawir (2010 : 36), ada dua metode analisis yang digunakan

oleh setiap penganalisis laporan keuangan, yaitu analisis horisontal dan

analisis vertikal. Analisis horisontal adalah analisis dengan mengadakan

perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat

42

Pag

e42

sehingga akan diketahui perkembangannya. Analisis vertikal adalah apabila

laporan keuangan yang dianalisis hanya meliputi satu periode atau satu saat

saja, yaitu dengan memperbandingkan antara akun yang satu dengan akun

yang lain dalam laporan keuangan tersebut sehingga hanya akan diketahui

keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja. Teknik analisis laporan

keuangan terdiri dari:

a. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, adalah metode dan teknik

analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode

atau lebih, dengan menunjukkan:

1. Data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah.

2. Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah.

3. Kenaikan atau penurunan dalam persentase.

4. Perbandingan yang dinyatakan dalam rasio.

5. Persentase dalam total.

Analisis dengan menggunakan metode ini akan dapat diketahui perubahan-

perubahan yang terjadi dan perubahan mana yang memerlukan penelitian lebih

lanjut.

b. Trend atau tendensi atau posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang

dinyatakan dalam persentase (Trend Percentage Analysis), adalah suatu

metode atau teknik analisis untuk mengetahui tendensi daripada keadaan

keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun.

c. Laporan dengan persentase per komponen (Common SizeStatement),

adalah suatu metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada

masing-masing aset terhadap total asetnya, juga untuk mengetahui struktur

permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan

jumlah penjualannya.

d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, adalah suatu analisis untuk

mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk

mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.

e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas (Cash Flow Statement Analysis),

adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang

kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama

periode tertentu.

f. Analisis Rasio, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan

dari akun-akun tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi secara individu

atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.

g. Analisis Perubahan Laba Kotor (Gross Profit Analysis), adalah suatu

analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan

dari suatu periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor dari suatu

periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.

43

Pag

e43

h. Analisis Break Even, adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat

penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut

tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan.

Dengan analisis ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau

kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.

D. Analisis Rasio Keuangan

1. Pengertian Rasio Keuangan

Menurut Harahap (2009 : 297), rasio keuangan merupakan angka yang

diperoleh dari hasil perbandingan dari satu akun laporan keuangan dengan

akun lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Menurut

Simamora (2003 : 357), analisis rasio merupakan cara penting untuk

menyatakan hubungan-hubungan yang bermakna diantara komponen-

komponen dari laporan-laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu

hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain, dan dengan

menggunakan alat analisis berupa rasio yang akan menjelaskan atau

menggambarkan kepada penganalisa baik atau buruknya keadaan posisi

keuangan suatu perusahaan.

Menurut Kasmir (2011:104), rasio keuangan merupakan kegiatan

membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara

membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan

antara satu komponen dengan komponen yang ada di antara laporan keuangan.

Kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu

periode maupun beberapa periode. Berdasarkan dari bebrapa pengertian diatas

dapat disimpulkan bahwa rasio keuangan merupakan perbandingan angka-

angka dari suatu laporan keuangan yang menyatakan hubungan-hubungan

44

Pag

e44

diantara laporan keuangan untuk menganalisa baik atau buruknya keadaan

keuangan perusahaan.

2. Metode Pendekatan Rasio Keuangan

Menurut Syamsuddin (2011 : 39), pada pokoknya ada dua cara yang dapat

dilakukan di dalam membandingkan rasio finansial perusahaan, yaitu :

a. Cross sectional approach, adalah suatu cara mengevaluasi dengan jalan

membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan

perusahaan yang lainnya yang sejenis pada saat bersamaan.

b. Time series analysis, dilakukan dengan jalan membandingkan rasio-rasio

finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya. Pembanding

antara rasio yang dicapai saat ini dengan rasio-rasio pada masa lalu akan

memperhatikan apakah perusahaan mengalami kemajuan atau

kemunduran.

3. Macam-Macam Rasio Keuangan

1) Rasio Likuiditas

Menurut Harahap (2009 : 301), rasio likuiditas merupakan rasio yang

mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Untuk dapat memenuhi kewajibannya yang sewaktu-waktu ini, maka

perusahaan harus mempunyai alat-alat untuk membayar yang berupa aset-

aset lancar yang jumlahnya harus jauh lebih besar dari pada kewajiban-

kewajiban yang harus segera dibayar berupa kewajiban-kewajiban lancar.

Menurut Riyanto (2011 : 331), Rasio Likuiditas adalah rasio yang mengukur

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka

pendeknya. Sedangkan Syamsuddin (2011 : 41) berpendapat bahwa

likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar semua

kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan

45

Pag

e45

menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Mengenai rasio-rasio likuiditas

dapat dilihat pada uraian sebagai berikut :

a. Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio ini merupakan cara untuk mengukur kesanggupan suatu

perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, dengan

perbandingan antara aset lancar dengan kewajiban lancar. Rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut:

Aset Lancar

Current Ratio =

Kewajiban Lancar

Sumber : Syamsuddin, (2011: 68)

Perusahaan yang memiliki rasio lancar yang baik dianggap sebagai

perusahaan yang baik dan bagus, tetapi jika rasio lancar terlalu tinggi

dianggap tidak baik karena dapat mengindikasikan adanya masalah

seperti jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran

tingkat penjualan.

b. Rasio Cepat (Quick Ratio)

Rasio ini merupakan perbandingan antara aset lancar dikurangi

persediaan dengan kewajiban lancar. Rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Aset Lancar – Persediaan

Quick Ratio =

Kewajiban Lancar

Sumber : Syamsuddin, (2011:45)

Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan

46

Pag

e46

persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang retaif lama

untuk direalisir menjadi uang kas, walaupun kenyataannya mungkin

persediaannya lebih likuid dari pada piutang. Jika suatu perusahaan

memiliki rasio cepat kurang dari 100% maka dianggap kurang baik

tingkat likuiditasnya.

2) Rasio Leverage

Menurut Harahap (2009 : 306), rasio leverage merupakan rasio yang

mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh kewajiban atau pihak luar

dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh ekuitas. Setiap

penggunaan utang oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap rasio dan

pengembalian. Rasio ini dapat digunakan untuk melihat seberapa resiko

keuangan perusahaan. “Rasio Leverage, adalah rasio yang mengukur

seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan hutang” (Riyanto,2011:331).

Mengenai rasio-rasio leverage sebagaimana yang diutarakan, menurut

Riyanto (2011: 333), dapat dilihat pada uraian sebagai berikut :

a. Rasio Hutang (Debt Ratio)

Rasio ini merupakan perbandingan antara total kewajiban dengan

total aset. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Total Kewajiban

Debt Ratio =

Total Aset

Sumber : Syamsuddin, (2011:71)

“Semakin tinggi debt ratio semakin besar jumlah modal pinjaman

yang digunakan di dalam menghasilkan keuntungan bagi

47

Pag

e47

perusahaan” (Syamsuddin, 2011: 54). Jadi, semakin rendah rasio ini

semakin baik karena aman bagi kreditor saat likuidasi.

b. Time Interest Earned

Menurut Syamsuddin (2011:56), rasio ini juga disebut “the total

interest coverage ratio” yang tujuannya adalah untuk mengukur

kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban tetap

berupa bunga dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

EBIT

Time Interest Earned =

Beban Bunga

Sumber : Syamsuddin, (2011: 72)

Rasio ini menunjukkan sejauh mana besarnya jaminan keuntungan

sebelum bunga dan pajak atau laba operasi (EBIT) untuk membayar

beban bunganya. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik/mampu

suatu perusahaan di dalam membayar bunga-bunga atas segala

utang-utangnya.

3) Rasio Aktivitas

Menurut Harahap (2009 : 308), rasio aktivitas menggambarkan aktivitas

yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam

kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya. Rasio ini dinyatakan

sebagai perbandingan penjualan dengan berbagai elemen aset. Elemen aset

sebagai pengguna dana seharusnya bisa dikendalikan agar bisa dimanfaatkan

secara optimal. Semakin efektif dalam memanfaatkan dana semakin cepat

perputaran dana tersebut, karena rasio aktivitas umunya diukur dari

48

Pag

e48

perputaran masing-masing elemen aset. “Rasio Aktivitas, adalah rasio yang

mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber dananya”

(Riyanto,2010 :331).

Mengenai rasio-rasio aktivitas sebagaimana yang diutarakan, menurut

Riyanto (2010: 334), dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:

a. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)

Rasio ini merupakan perbandingan antara harga pokok penjualan

dengan rata-rata persediaan. Rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut :

Harga Pokok Penjualan

Inventory Turnover =

Rata-rata persediaan

Sumber : Syamsuddin, (2011: 47)

Rasio ini menunjukkan seberapa cepat perputaran persediaan dalam

siklus persediaan normal. Menurut Harahap (2009:308), semakin

besar rasio ini maka semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan

penjualan berjalan cepat.

b. Rata-Rata Periode Pengumpulan Piutang (Day’s Sales Outstanding).

Rasio ini merupakan perbandingan antara piutang dengan penjualan

dibagi jumlah hari dalam setahun. Rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Piutang

Day’s Sales Outstanding =

Penjualan / 360 hari

Sumber : Syamsuddin, (2011: 71)

49

Pag

e49

Rasio ini mengukur waktu rata-rata yang diperlukan untuk

mengumpulkan piutang dari penjualan. Menurut Munawir (2010:76),

kalau rata-rata periode pengumpulan piutang lebih dari 60 hari

menunjukkan perusahaan tersebut kurang baik, terutama bagian

penagihan, sehingga tidak mampu menagih piutang pada saatnya,

atau perusahaan tersebut telah memberikan syarat-syarat kredit yang

terlalu lunak pada langganannya. Di samping itu semakin besar rasio

ini bagi suatu perusahaan semakin besar pula resiko kemungkinan

tidak tertagihnya piutang.

c. Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover)

Total asset turnover menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan

keseluruhan aktiva perusahaan di dalam menghasilkan penjualan

(Syamsuddin, 2011:62). Rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut:

Penjualan

Total Asset Turnover =

Total Aset

Sumber : Syamsuddin, (2011: 73)

Rasio ini merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan

menghasilkan penjualan berdasarkan aset yang dimiliki. “Semakin

tinggi rasio total assets turnover berarti semakin efisien penggunaan

keseluruhan aktiva di dalam penghasilkan penjualan” (Syamsuddin,

2011:62).

4) Rasio Profitabilitas

50

Pag

e50

Menurut Harahap (2009 : 309), rasio profitabilitas menggambarkan

kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuannya,

dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, ekuitas, jumlah

karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. “Rasio Profitabilitas, adalah rasio

yang mengukur hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-

keputusan” (Riyanto,2011:331).

Mengenai rasio-rasio profitabilitas sebagaimana yang diutarakan,

menurut Riyanto (2011: 335), dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:

a. Margin Keuntungan (Operating Profit Margin)

Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih dengan

penjualan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Laba Bersih

Operating Profit Margin = X 100%

Penjualan

Sumber : Syamsuddin, (2011: 73)

Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih

yang diperoleh dari setiap penjualan. Menurut Harahap (2009:304),

semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan

perusahaan dalam mendapatkan laba.

b. Tingkat Pengembalian Aset (Return On Assets)

Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total

aset. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Laba Bersih

Return On Assets =

Total Aset

Sumber : Syamsuddin, (2011: 74)

51

Pag

e51

Rasio ini menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh

perusahaan bila diukur dari nilai asetnya. Menurut Harahap

(2009:305), semakin besar rasionya semakin bagus karena

perusahaan dianggap mampu dalam menggunakan aset yang

dimilikinya secara efektif untuk menghasilkan laba.

c. Tingkat Pengembalian Ekuitas (Return On Equity)

Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih dengan

ekuitas.Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Laba Bersih

Return On Equity =

Ekuitas

Sumber : Syamsuddin, (2011: 74)

Rasio ini mengukur berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur

dari modal pemilik. Menurut Harahap (2009:305), semakin besar

rasionya semakin bagus karena dianggap kemampuan perusahaan

yang efektif dalam menggunakan ekuitasnya untuk menghasilkan

laba.

4. Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio

Menurut Harahap (2009 : 298), analisis rasio mempunyai keunggulan

dibandingkan teknik analisa lainnya, yaitu :

a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah

dibaca dan ditafsirkan.

b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang

disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.

c. Mengetahui posisi perubahan ditengah industri lain.

d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model

pengambilan keputusan dan model prediksi.

e. Menstandarisir ukuran perusahaan.

52

Pag

e52

f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain

atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time

series.

g. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi

dimasa yang akan datang.

Menurut Harahap (2009 : 298), keterbatasan analisis rasio itu adalah:

a. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk

kepentingan pemakai.

b. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga

menjadi keterbatasan teknik seperti ini.

c. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan

kesulitan menghitung rasio.

d. Sulit jika data yang tersedia tidak singkron. Dua perusahaan yang

dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak

sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan

kesalahan.

E. Financial Distress

1. Pengertian Financial Distress Dan Kebangkrutan

Menurut Platt dan Platt (2002) financial distress didefinisikan sebagai

tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan

ataupun likuidasi. Menurut Ross et al., 1996 dalam Ardina (2013), financial

distress adalah ketidakmampuan perusahaan perusahaan memenuhi kewajibannya

dengan kata lain perusahaan mengalami insolvency. Menurut Almilia dan

Herdiningtyas (2005) dalam Ardina (2013), financial distress merupakan keadaan

dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban

kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan

dana dimana total kewajiban lebih besar daripada total aset, serta tidak dapat

mencapai tujuan ekonomi perusahaan, atau profit.

53

Pag

e53

“Kebangkrutan diawali dengan kesulitan keuangan (financial distress),

yaitu keadaan dimana perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya pada

saat jatuh tempo yang menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan, atau

menyebabkan terjadinya perjanjian kasus dengan kreditur untuk mengurangi atau

menghapus hutangnya” (Munawir, 2010: 288). Menurut Lesmana dan Surjanto

(2004:174) risiko kebangkrutan berhubungan dengan ketidakpastian mengenai

kemampuan atas suatu perusahaan untuk melanjutkan operasinya jika kondisi

keuangan yang dimiliki mengalami penurunan.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

financial distress adalah suatu tahap penurunan kondisi keuangan suatu

perusahaan dimana perusahaan tersebut tidak mampu membayar kewajibannya

pada saat jatuh tempo sehingga menimbukan kemungkinan resiko kebangkrutan

atau likuidasi.

2. Kebangkrutan di Indonesia

a. Pengertian Kebangkrutan dalam Hukum Indonesia

Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang No. 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan), yang dalam Pasal 2

menyebutkan :

1) Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar

lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,

54

Pag

e54

dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya

sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya

2) Permohonan dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

(Sutedi,2009 :24)

b. Definisi kepailitan yang lazim digunakan dunia Internasional

Standard & Poors (S&P) mengartikan kepailitan sebagai : “The first

occurence of a payment default on any financial obligation, rated or unrated,

other than a financial obligations subject to a bonafide commercial dispute;

an exception occurs when an interest payment missed on the due date is made

within the grace period.”

Sedangkan pengertian kepailitan oleh ISDA (International Swaps and

Derivatives Association) adalah terjadinya salah satu kejadian-kejadian

berikut ini :

1) Perusahaan yang mengeluarkan surat hutang berhenti beroprasi (pailit).

2) Perusahaan tidak solvent atau tidak mampu membayar utang.

3) Timbulnya tuntutan kepailitan

4) Proses kepailitan sedang terjadi

5) Telah ditunjuknya receivership

6) Dititipkannya seluruh aset kepada pihak ketiga. (Sutedi, 2009 : 28)

c. Peraturan Pencatatan Bursa Efek Jakarta No.1B tahun 2000 dan 2001

menyebutkan peraturan delisting sebagai berikut:

1) Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten maupun

diputuskan oleh bursa. Dalam hal delisting diputuskan oleh bursa, terlebih

dahulu wajib mendengar pendapat dari Komite Pencatatan Efek.

55

Pag

e55

2) Delisting atas permohonan emiten hanya dapat dilaksanakan apabila telah

diputuskan oleh RUPS dan emiten yang bersangkutan telah

menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada bursa.

3) Delisting atas permohonan emiten daijukan 2(dua) bulan sebelum tanggal

delisting diberlakukan, dengan mengemukakan alasannya dan

melampirkan berita acara RUPS sebagaimana dimaksud pada angka dua

(2) di atas.

4) Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, bursa wajib mengumumkan

rencana delisting tersebut sekurang-kurangnya 30 hari sebelum tanggal

delisting diberlakukan.

3. Penyebab Kebangkrutan

“Kebangkrutan dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah

manajemen yang tidak kompeten dalam mengelola perusahaan,

ketidakseimbangan pengalaman antara keuangan, produksi dan fungsi-fungsi lain

dalam perusahaan, kekurangan pengalaman dalam operasional dan manajerial

juga salah satu pemicu terjadinya kebangkrutan perusahaan” (Hanafi, 2010: 640).

Menurut Riyanto (2010 : 315), faktor yang merupakan penyebab kegagalan suatu

perusahaan pada prinsipnya dapat digolonghkan menjadi dua yaitu :

1. Faktor Internal adalah faktor-faktor yang timbul dari dalam perusahaan itu

sendiri yang meliputi finansial dan nonfinansial.

Bidang finansial meliputi :

a. adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban tetap yang

berat bagi perusahaan.

b. adanya current liabillities yang terlalu besar diatas current assets.

c. lamabatnya pengumpulan piutang atau banyaknya piutang tak tertagih.

d. kesalahan dalam devident policy.

e. tidak cukupnya dana-dan pemyusutan.

56

Pag

e56

Bidang non finansial meliputi:

a. adanya kesalahan pada para pendiri perusahaan seperti :

a) kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan.

b) kesalahan dalam penentuan produk yang dihasilkan.

c) kesalahan dalam penentuan besarnya perusahaan.

b. kurang baiknya struktur organisasi perusahaan.

c. kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan.

d. adanya managerial competence seperti :

a) kesalahan dalam policy pembelian

b) kesalahan dalam policy produksi

c) kesalahan dalam policy marketing

d) adanya ekspansi yang berlebih-lebihan.

2. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang timbul yang berasal dari luar

perusahaan dan yang berada diluar kontrol dan kekuasaan dari pimpinan

perusahaan atau badan usaha yaitu :

a. adanya persaingan yang hebat.

b. berkurangnya permintaan terhadap produk.

c. turunnya harga-harga, dan lain sebagainya.

4. Indikator Terjadinya Financial Distress

Seperti yang dikemukakan oleh Harmanto 1984 dalam Ardina (2013),

indikator yang harus diperhatikan manajemen perusahaan yang berhubungan

dengan efektivitas dan efisiensi operasinya yaitu :

a.Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera atau

permintaan konsumen.

b. Kenaikan biaya produksi

c. Tingkat persaingan yang semakin ketat.

d. Kegagalan melakukan ekspansi.

e. Ketidakefektifan dalam melaksanakan fungsi pengumpulan piutang.

f. Tingginya tingkat ketergantungan terhadap piutang.

Indikator yang harus diperhatikan pihak eksternal:

a. Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham.

b. Terjadinya penurunan laba yang terus menerus, bahkan sampai terjadinya

kerugian.

c. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.

d. Terjadinya pemecatan pegawai.

e. Pengunduran diri eksekutif puncak

f. Harga saham yang terus menerus turun di pasar modal

57

Pag

e57

Menurut Lesmana dan Surjanto (2004: 183-184) tanda-tanda sebuah

perusahaan mengalami kesulitan dalam bisnisnya antara lain sebagai berikut :

a. Terjadinya penurunan signifikan terhadap penjualan dan pendapatan

perusahaan.

b. Laba dan atau arus kas dari operasi mengalami penurunan.

c. Penurunan total aktiva

d. Terjadinya penurunan secara signifikan terhadap harga pasar saham.

e. Kemungkinan gagal yang besar dalam industri, atau industri dengan resiko

tinggi.

f. Terjadi pemotongan yang besar dalam deviden.

g. Young company, perusahaan yang baru berdiri atau berusia muda pada

umumnya ditahun-tahun awal operasinya mengalami kesulitan. Sehingga

dipelukan permodalan yang kuat agar perusahaan tersebut tidak

mengalami kesulitan keuangan yang serius yang dapat menyebabkan

kebangkrutan.

Menurut Hanafi (2013: 264) kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat

diprediksi degan beberapa indikator yaitu :

a. Analisis kas untuk saat ini atau masa mendatang.

b. Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan persaingan

yang dihadapi oleh perusahaan.

c. Kualitas manajemen.

d. Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya.

Indikator yang paling jelas akan datangnya kebangkrutan perusahaan

adalah sebagai berikut :

a. Profitabilitas yang negatif /menurun.

b. Merosotnya posisi pasar.

c. Posisi kas yang buruk atau negatif /ketidakmampuan melunasi kewajiban-

kewajiban kas.

d. Tingginya perputaran karyawan/rendahnya moral.

e. Penurunan volume penjualan.

f. Penurunan nilai penjualan.

g. Ketergantungan terhadap hutang.

h. Kerugian yang selalu diderita dari kegiatan operasinya.

(Teng, 2003:13-14)

58

Pag

e58

5. Manfaat Prediksi Kebangkrutan

Dalam memprediksi kebangkrutan langkah awal adalah dengan cara

mendeteksi dan menganalisis tanda-tanda kebangkrutan tersebut. Menurut Hanafi

(2008 : 261) informasi tentang kebangkrutan bermanfaat bagi beberapa pihak

antara lain :

a. Pemberi pinjaman, bagi pemberi pinjaman informasi kebangkrutan

bermanfaat dalam pengambilan keputusan tentang siapa yang akan

diberi pinjaman. Selain itu informasi ini juga memonitor pinjaman

yang ada.

b. Investor, bagi para investor informasi kebangkrutan digunakan untuk

mendeteksi adanya kebangkrutan seawal mungkin dan melakukan

tindakan untuk mengantisipasi kebangkrutan tersebut.

c. Pihak pemerintah, pemerintah memiliki tugas untuk mengawasi

operasional beberapa bidang usaha. Informasi kebangkrutan digunakan

pemerintah untuk mendeteksi tanda tanda kebangkrutan suatu usaha

dan kemudian akan mencari solusi untuk mengantisipasi atau

meminimalisir resiko kebangkrutan tersebut.

d. Akuntan, akan menilai kemampuan going concern perusahaan

sehingga akuntan merupakan salah satu pihak yang memiliki

kepentingan terhadap informasi kebangkrutan sebuah perusahaan.

e. Manajemen, prediksi kebangkrutan bagi manajemen digunakan untuk

mendeteksi adanya kebangrutan dan tindakan selanjutnya untuk

mencegah dan atau meminimalisir resiko kebangkrutan.

59

Pag

e59

F. Model Multiple Discriminant Analysis Altman (Z”-Score)

Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan rasio keuangan yaitu

dikembangkannya model multivariate (Multiple Discriminant Analysis). Altman

(1968) merupakan orang pertama yang berhasil menerapkan model Multiple

Discriminant Analysis, sehingga model tersebut sering disebut Z-Score model

Altman. Z-Score bukan hanya untuk memprediksi apakah sebuah perusahaan

tersebut bangkrut atau tidak, tetapi juga untuk kemungkinan gagal bayar dari

sebuah perusahaan di kemudian hari dengan alasan bahwa gagal bayar merupakan

bagian dari financial distress yang memicu pada tanda-tanda awal dari

kebangkrutan sebuah perusahaan. Dalam artikel Edward I. Altman (1968),

menjelaskan mengenai perkembangan Z-Score.

1. Model Z-Score Pertama 1968 (Z-Score)

Z-Score merupakan salah satu metode populer yang digunakan untuk

memprediksi kebangkrutan dalam dua tahun mendatang. Model Z-Score

diciptakan pertama kali melalui penelitian yang dilakukan oleh Edward I.

Altman tahun 1968. Metode ini diciptakan dengan menggunakan metode

Multiple Discriminant Analysis. Dalam menyusun model Z, Altman

mengambil sampel 33 perusahaan manufaktur yang bangkrut pada periode

1960 sampai 1965 dan 33 perusahaan tidak bangkrut dengan lini industri

dan ukuran yang sama. Dengan menggunakan data laporan keuangan dari

1 sampai 5 tahun sebelum kebangkrutan, Altman menyususn 22 rasio

keuangan yang paling memungkinkan dan mengelompokkannya dalam 5

kategori : likuiditas, profitabilitas, leverage, solvabilitas, dan kinerja. Hasil

studi Altman ternyata mampu memperoleh ketepatan prediksi sebesar 95%

60

Pag

e60

untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan, untuk data dua tahun

sebelum kebangkrutan sebesar 72%. Selain itu diketahui bahwa

perusahaan dengan profitabilitas yang rendah sangat berpotensi

mengalami kebangkrutan. Formula Z yang diturunkan Altman adalah

sebagai berikut :

Z = 1,2X1 +1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5

Sumber : Altman (1968)

Keterangan :

X1 = modal kerja / total aset

X2 = laba ditahan / total aset

X3 = laba usaha (EBIT) / total aset

X4 = nilai pasar saham/ nilai buku total hutang

X5 = penjualan / total aset

Rasio modal kerja terhadap total aset (X1) menunjukkan ukuran

likuiditas dari aset lancar bersih terhadap kapitalisasinya. Modal kerja

didefinisikan sebagai selisih antar aset lancar dengan hutang lancar

terhadap total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Modal kerja yang

negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi

kewajiban jangka pendeknya. Sebaliknya perusahaan yang memiliki nilai

positif jarang sekali menghadapi kesulitan dan melunasi kewajibannya.

Rasio laba ditahan terhadap total aset (X2). Laba ditahan

merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham.

Dengan kata lain, laba ditahan merupakan berapa banyak pedapatan

61

Pag

e61

perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk deviden kepada

pemegang saham melainkan diinvestasikan kembali pada perusahaan.

Umur perusahaan sangat berpengaruh terhadap rasio tersebut karena

semakin muda suatu perusahaan semakin sedikit waktu yang dimilikinya

untuk membangun laba kumulatif sehingga semakin besar kemungkinan

untuk mengalami kegagalan usaha. Bila perusahaan merugi maka total dan

nilai laba ditahan akan menurun.

Rasio laba usaha terhadap total aset (X3). Laba usaha adalah laba

sebelum beban bunga dan pajak. Rasio ini merupakan sebuah ukuran dari

produktivitas nyata perusahaan yang diperoleh dari asetnya yang bebas

dari faktor pajak dan utang. Beberapa indikator yang dapat digunakan

untuk mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas

perusahaan yaitu piutang dagang meningkat, rugi yang terus menerus,

persediaan meningkat, dan penjualan menurun.

Rasio nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku hutang (X4). Ekuitas

diukur dari nilai pasar saham yang beredar, baik saham biasa maupun

preferen. Sedangkan nilai hutang mencakup nilai buku hutang lancar dan

hutang jangka panjang. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa

banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum utang lebih besar

daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Rasio penjualan

terhadap total aset (X5). Rasio perputaran total aset menggambarkan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan dari aset yang

dimiliki.

62

Pag

e62

Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant

analysis. Menurut Altman (1968), terdapat angka-angka cut off nilai Z

yang menjelaskan prediksi kebangkrutan atau tidak pada masa mendatang

yaitu:

a. Z-Score ≤ 1,8

Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan

yang serius, hal ini yang perlu ditindaklanjuti oleh manajemen

perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (distress zone)

b. 1,8 < (Z-Score) < 2,99

Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Pada

kondisi seperti ini manajemen perusahaan harus berhati-hati dalam

mengelola aset-aset perusahaan agar tidak sampai terjadi

kebangkrutan (Grey zone).

c. Z-Score ≥ 2,99

Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan

tidak mengalami masalah keuangan dalam perusahaan sehingga jauh

dari indikasi kebangkrutan (safe zone).

Model kebangkrutan Altman yang pertama ini hanya bisa diterapkan pada

perusahaan publik berukuran besar yang bergerak dibidang manufaktur.

Tingkat akurasi model ini yaitu 95% untuk satu tahun sebelumnya dan

70% untuk dua tahun sebelumnya. Menurut Riyanto (2011:330), kelima

rasio ini yang akan digunakan dalam kemungkinan terjadinya

kebangkrutan sebuah perusahaan tersebut. Dalam manajemen keuangan,

63

Pag

e63

rasio-rasio yang digunakan pada model Altman ini dapat dikelompokkan

menjadi :

a) Rasio likuiditas yang terdiri dari X1

b) Rasio profitabilitas yang terdiri dari X2,X3

c) Rasio Leverage yang terdiri dari X4

d) Rasio Aktivitas yang terdiri dari X5

2. Model Z-Score Revisi 1983 (Z’-Score)

Setelah menciptakan model yang pertama, Altman kemudian merevisinya.

Tujuannya adalah untuk menyesuaikan model prediksi kebangkrutan

tersebut apabila diterapkan pada perusahaan yang tidak mempunyai nilai

pasar ekuitas atau perusahaan non publik. Perubahan pada revisi tersebut

adalah pada variable X4 dimana Altman mengganti rasio nilai pasar

ekuitas terhadap total aset menjadi nilai buku ekuitas terhadap total aset.

Z’ = 0,717x1 + 0,847x2 + 3,107x3 + 0,420x4 + 0,998x5

Sumber: Altman (1968)

Untuk dapat memprediksi apakah perusahaan kemungkinan bangkrut atau

tidak, Altman membuat discriminant area sebagai berikut :

a. Z’ > 2,90 = Kemungkinan bangkrut perusahaan kecil (sehat)

b. Z’ < 1,23 = Kemungkinan bangkrut perusahaan besar.

c. 1,23 < Z’ < 2,90 = kemungkinan bangkrut meragukan (grey zone)

Model kebangkrutan revisi ini hanya bisa diterapkan pada perusahaan non-

publik berukuran besar yang bergerak dalam bidang manufaktur.

3. Model Z”-Score Modifikasi 1995 (Z”-Score)

64

Pag

e64

Sehubungan dengan perkembangan dan semakin banyaknya respon

terhadap permasalahan kegagalan usaha Altman memodifikasi lagi model

yang pertama untuk dapat memprediksi kemungkinan kebangkrutan dari

perusahaan-perusahaan penerbit obligasi korporasi di negara berkembang

(emergering market). Z”-Score ini dinilai efektif dalam mengklasifikasi

perkiraan kebangkrutan suatu perusahaan sampai lima tahun sebelum tiba

saatnya dengan menggunakan sampel yang bergerak dalam bidang

manufaktur dan retail. Dalam modifikasi ini Altman mengeliminasi

variabel terakhir yaitu X5 dan mengganti pembilang pada variabel X4

yaitu nilai pasar ekuitas menjadi nilai buku ekuitas.

Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

Sumber: Altman (1968)

Keterangan :

X1 = modal kerja / total aset

X2 = laba ditahan / total aset

X3 = laba usaha (EBIT) / total aset

X4 = nilai buku ekuitas/ total hutang

Untuk dapat memprediksi apakah perusahaan kemungkinan bangkrut atau

tidak, Altman membuat discriminant area sebagai berikut :

a. Z-Score ≤ 1,1

Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan

yang serius, hal ini yang perlu ditindaklanjuti oleh manajemen

perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (distress zone)

65

Pag

e65

b. 1,1 < (Z-Score) < 2,6

Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Pada

kondisi seperti ini manajemen perusahaan harus berhati-hati dalam

mengelola aset-aset perusahaan agar tidak sampai terjadi

kebangkrutan (Grey zone).

c. Z-Score ≥ 2,6

Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan

tidak mengalami masalah keuangan dalam perusahaan sehingga jauh

dari indikasi kebangkrutan (safe zone).

Model kebangkrutan modifikasi ini dibuat agar bisa diterapkan pada

perusahaan manufaktur, non manufaktur, perusahaan publik dan non

publik, pada semua jenis ukuran perusahaan, dan untuk semua perusahaan

dalam industri yang berbeda.

66

Pag

e66

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan menggunakan laporan keuangan sebagai alat analisis tanpa

menghindari kemungkinan penggunaan angka-angka sebagai data kuantitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki

keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan yang hasilnya

dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto 2010 : 3). Tujuan dari

penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis,

faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah

tertentu (Suryabrata, 2008 : 75).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Galeri Bursa Efek Indonesia (BEI) Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang beralamatkan di Jalan MT

Haryono 163 Malang dan melalui akses internet di www.idx.co.id yang

merupakan web resmi Bursa Efek Indonesia (BEI). Pemilihan lokasi penelitian ini

dikarenakan penyediaan data yang terpublikasi dan akurat terdapat di Bursa Efek

Indonesia (BEI) dan obyek penelitian menggunakan perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.

67

Pag

e67

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian bertujuan untuk membatasi studi pada penelitaian agar

penelitian yang dilakukan berfokus pada pokok bahasan yang akan diteliti dan

tidak menyimpang dari pokok bahasan tersebut. Fokus penelitian pada penelitian

ini adalah :

1. Model multiple discriminant analysis Altman (Z”-Score). Metode prediksi

kebangkrutan Altman Z”-Score ini memfokuskan penelitiannya pada rasio

keuangan yang mewakili 3 kategori rasio yaitu rasio likuiditas, profitabilitas,

dan leverage. Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan pada

model Altman ini dapat dikelompokkan menjadi :

a) Rasio likuiditas yang terdiri dari X1

1. Working Capital to Total Assets (X1)

X1 = modal kerja bersih : total aktiva

X1 = (aktiva lancar – hutang lancar) : total aktiva

b) Rasio profitabilitas yang terdiri dari X2,X3

1. Retained Earning to Total Assets (X2)

X2 = laba ditahan : total aktiva

2. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (X3)

X3= EBIT / total aktiva

c) Rasio Leverage yang terdiri dari X4

1. Book Value of Equity to Total Liabilities (X4)

X4 = nilai buku ekuitas : total hutang

Formula Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

68

Pag

e68

2. Tanda-tanda financial distress pada perusahaan adalah sebagai berikut :

a.Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera atau

permintaan konsumen.

b. Kenaikan biaya produksi

c. Tingkat persaingan yang semakin ketat.

d. Kegagalan melakukan ekspansi.

e. Ketidakefektifan dalam melaksanakan fungsi pengumpulan piutang.

f. Tingginya tingkat ketergantungan terhadap piutang.

g. Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham.

h. Terjadinya penurunan laba yang terus menerus, bahkan sampai terjadinya

kerugian.

i. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.

j. Terjadinya pemecatan pegawai.

k. Pengunduran diri eksekutif puncak

l. Harga saham yang terus menerus turun di pasar modal

m. Penurunan total aktiva

n. Kemungkinan gagal yang besar dalam industri, atau industri dengan resiko

tinggi.

o. Young company, perusahaan yang baru berdiri atau berusia muda pada

umumnya ditahun-tahun awal operasinya mengalami kesulitan. Sehingga

dipelukan permodalan yang kuat agar perusahaan tersebut tidak

mengalami kesulitan keuangan yang serius yang dapat menyebabkan

kebangkrutan.

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan subyek penelitian. Menurut Sugiyono (2010 : 117)

populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang,

tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Pada penelitian ini terdapat

130 perusahaan manufaktur periode 2012-2014.

69

Pag

e69

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2012:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila peneliti melakukan

penelitian terhadap populasi yang besar, sementara peneliti ingin meneliti tentang

populasi tersebut dan peneliti memiliki keterbatasan dana, tenaga dan waktu,

maka peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel. Artinya, sampel yang

diambil dapat mewakili atau representatif bagi populasi tersebut. Dalam suatu

penelitian yang menjadi dasar pertimbangan pengambilan sampel adalah

memperhitungkan masalah efisiensi ( waktu dan biaya) dan masalah ketelitian

dimana penelitian dengan pengambilan sampel dapat mempertinggi ketelitian

karena jika penelitian terhadap populasi belum tentu dapat dilakukan secara teliti.

Keuntungan melakukan penelitian sampel yaitu peneliti tidak repot harus meneliti

populasi cukup hanya meneliti sampelnya saja, dan populasi yang terlalu besar

memungkinkan ada subyek yang bisa tercecer atau luput dari peneliti pada saat

diambil datanya, lebih efisien dari segi waktu, biaya dan tenaga.

Teknik sampling yang digunakan oleh penulis adalah non probability

sampling. Menurut Sugiyono (2012:120) Non Probability Sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi

setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Sugiyono (2012: 66) mengemukakan bahwa teknik sampel ini meliputi, sampling

sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball. Teknik Non Probability

Sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini lebih

tepatnya penulis menggunakan teknik purposive sampling. Pengertian purposive

70

Pag

e70

sampling menurut Sugiyono (2008:122) adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu. Sehingga data yang diperoleh lebih representatif dengan

melakukan proses penelitian yang kompeten dibidangnya. Teknik purposive

sampling digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus

berdasarkan tujuan penelitian (Usman dan Purnomo, 2008 : 186)

Kriteria Pengambilan Sampel :

Tabel 1. Tabel Kriteria pengambilan sampel

No Kriteria Sampel

1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2012-2014

2 Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang lengkap dan tersedia di

Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012 – 2014

3 Perusahaan yang tidak memiliki laba bersih dan mengalami kerugian

sekurang-kurangnya satu periode laporan keuangan periode 2012-2014

4 Laporan keuangan perusahaan manufaktur periode 2012 – 2014 yang

disajikan dalam Rupiah

Sumber : data diolah 2016

71

Pag

e71

Tabel 2. Proses Pengambilan Sampel Perusahaan Manufaktur

NO

KODE

PERUSA

HAAN

NAMA PERUSAHAAN

kriteria sampel

laporan

keuangan

lengkap

2012-2014

laporan keuangan

menggunakan Rupiah

perusahaan tidak

memiliki laba bersih dan

mengalami kerugian

sampel

2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk. √ √ √ √ - - - -

2 SMCB Holcim Indonesia Tbk √ √ √ √ - - - -

3 SMGR Semen Gresik Tbk. √ √ √ √ - - - -

4 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk √ √ √ √ - - - -

5 ARNA Arwana Citra Mulia Tbk √ √ √ √ - - - -

6 IKAI Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk √ √ √ √ √ √ √ √

7 KIAS Keramika Indonesia Assosiasi Tbk √ √ √ √ - - - -

8 MLIA Mulia Industrindo Tbk - √ √ - √ √ - -

9 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk √ √ √ √ - - - -

10 ALKA Alaska Industrindo Tbk √ √ √ √ - √ - √

11 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk √ √ √ √ - - - -

12 BTON Beton Jaya Manunggal Tbk √ √ √ √ - - - -

13 CTBN Citra Turbindo Tbk √ - - - - - - -

14 GDST Gunawan Dianjaya Steel Tbk √ √ √ √ - - - -

15 INAI Indal Aluminium Industry Tbk √ √ √ √ - - - -

16 ITMA Itamaraya Tbk √ √ √ √ - - - -

17 JKSW Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk √ √ √ √ √ √ √ √

18 JPRS Jaya Pari Steel Tbk √ √ √ √ - - - -

72

Pag

e72

Lanjutan

19 KRAS Krakatau Steel Tbk - - - - √ √ √ -

20 LION Lion Metal Works Tbk √ √ √ √ - - - -

21 LMSH Lionmesh Prima Tbk √ √ √ √ - - - -

22 MYRX Hanson Internasional Tbk √ √ √ √ - - - -

23 NIKL Pelat Timah Nusantara Tbk √ - - - √ - √ -

24 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk √ √ √ √ - - - -

25 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk √ - - - - √ - -

26 BRPT Barito Pasific Tbk √ - - - √ √ √ -

27 BUDI Budi Acid Jaya Tbk √ √ √ √ - - - -

28 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk √ √ √ √ - - - -

29 EKAD Ekadharma Internasional Tbk √ √ √ √ - - - -

30 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk √ √ √ - - - - -

31 INCI Intan Wijaya Internasional Tbk √ √ √ √ - - - -

32 SOBI Sorini Asia Corporindo Tbk - - - - - - - -

33 SRSN Indo Acitama Tbk √ √ √ √ - - - -

34 TPIA Chandra Asri Petrochemical √ - - - √ - - -

35 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk √ - - - - - - -

36 AKKU Alam Karya Unggul Tbk √ √ √ √ √ √ √ √

37 AKPI Argha Karya Prima Industry Tbk √ √ √ √ - - - -

38 APLI Asiaplast Industry Tbk √ √ √ √ - - - -

39 BRNA Berliana Tbk √ √ √ √ - √ - √

40 FPNI Titan Kimia Nusantara Tbk √ - - - √ √ √ -

73

Pag

e73

Lanjutan

41 IGAR Champion Pasific Indonesia Tbk √ √ √ - - - - -

42 IPOL Indopoly Swakarsa Industry Tbk √ - - - - - - -

43 SIAP Sekawan Intipratama Tbk √ √ √ √ - √ - √

44 SIMA Siwani Makmur Tbk - √ √ - √ √ - -

45 TRST Trias Sentosa Tbk √ √ √ √ - - - -

46 YPAS Yana Prima Hasta Persada Tbk √ √ √ √ - - √ √

47 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk √ √ √ √ - - - -

48 JPFA Japfa Comfeed Indonesia Tbk √ √ √ √ - - - -

49 MAIN Malindo Feedmill Tbk √ √ √ √ - - √ √

50 SIPD Siearad Produce Tbk √ √ √ √ - - - -

51 SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk - √ √ √ √ √ √ -

52 TIRT Tirta Mahakam Resource Tbk - √ √ √ √ √ √ -

53 ALDO Alkindo Naratama Tbk √ √ √ √ - - - -

54 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk - - √ - - √ - -

55 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk √ √ - - - - - -

56 INRU Toba Pulp Lestari Tbk √ √ - - √ - - -

57 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk √ √ √ √ √ - √ √

58 SPMA Suparma Tbk √ √ √ √ - √ - √

59 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk √ √ - - - - - -

60 ASII Astra Internasional Tbk √ √ √ √ - - - -

61 AUTO Astra Auto Part Tbk √ √ √ √ - - - -

62 BRAM Indo Kordsa Tbk √ - - - - - - -

74

Pag

e74

Lanjutan

63 GDYR Goodyear Indonesia Tbk √ √ √ - - - - -

64 GJTL Gajah Tunggal Tbk √ √ √ √ - - - -

65 IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk √ √ √ √ - - √ √

66 INDS Indospring Tbk √ √ √ √ - - - -

67 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk √ √ √ √ - - - -

68 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk √ - - - - - - -

69 NIPS Nippers Tbk √ √ √ √ - - - -

70 PRAS Pima Alloy Steel Universal Tbk √ √ √ √ - - - -

71 SMSM Selamat Sempurna Tbk √ √ √ √ - - - -

72 ADMG Polychern Indonesia Tbk √ - - - - - √ -

73 ARGO Argo Pantes Tbk √ √ √ - √ - √ -

74 CNTX Centex Tbk √ - - - √ √ - -

75 ERTX Eratex Djaya Tbk √ √ √ √ - - - -

76 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk √ - - - - √ √ -

77 HDTX Pan Asia Indosyntec Tbk √ √ √ √ - - √ √

78 INDR Indo Rama Synthetic Tbk √ - - - - - - -

79 KARW Karwell Indonesia Tbk v - - - √ √ √ -

80 PBRX Pan Brothers Tbk √ √ - - - - - -

81 POLY Asia Pasific Fibers Tbk √ - - - √ √ √ -

82 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk √ √ √ √ - - - -

83 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk √ √ √ √ √ √ √ √

84 TRIS Trisula Internasional Tbk - √ √ √ - - - -

75

Pag

e75

Lanjutan

85 UNIT Nusantara Inti Corpora Tbk √ √ √ √ - - - -

86 UNTX Unitex Tbk √ - - - √ √ - -

87 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk √ √ √ √ - - √ √

88 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk - - - - - - - -

89 JECC Jembo Cable Company Tbk √ √ √ √ - - - -

90 KBLI KMI Wire and Cable Tbk √ √ √ √ - - - -

91 KBLM Kabelindo Murni Tbk √ √ √ √ - - - -

92 SCCO

Supreme Cable Manufacturing and

Commerce Tbk √ √ √ √ - - - -

93 VOKS Voksel Electric Tbk - √ √ - - - - -

94 PTSN Sat Nusa Persada Tbk √ - - - - - √ -

95 ADES Akasha Wira Internasional Tbk √ √ √ √ - - - -

96 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk - √ √ - - - - -

97 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk - √ √ - - - - -

98 CEKA Cahaya Kalbar Tbk √ √ √ √ - - -

99 DAVO Davomas Abadi Tbk - - - - - - - -

100 DLTA Delta Djakarta Tbk √ √ √ √ - - - -

101 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk √ √ √ √ - - - -

102 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk √ √ √ √ - - - -

103 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk √ √ √ √ - - - -

104 MYOR Mayora Indah Tbk √ √ √ √ - - - -

105 PSDN Prashida Aneka Niaga Tbk - √ - √ - - √ -

76

Pag

e76

Lanjutan

106 ROTI Nippon Indosari Corporindo Tbk √ √ √ √ - - - -

107 SKLT Sekar Laut Tbk √ √ √ √ - - - -

108 STTP Siantar Top Tbk √ √ √ √ - - - -

109 ULTJ

Ultrajaya Milk Industry and Trading

Company Tbk √ √ √ √ - - - -

110 GGRM Gudang Garam Tbk √ √ √ √ - - - -

111 HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk √ √ √ √ - - - -

112 WIIM Wismilak Inti Makmur Tbk √ √ √ √ - - - -

113 DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk √ √ √ √ - - - -

114 INAF Indofarma Tbk √ √ √ √ - √ - √

115 KAEF Kimia Farma Tbk √ √ √ √ - - - -

116 KLBF Kalbe Farma Tbk √ √ √ √ - - - -

117 MERK Merek Tbk √ √ √ √ - - - -

118 PYFA Pyridam Farma Tbk √ √ √ √ - - - -

119 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk √ √ √ √ √ √ √ √

120 SQBI Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk √ √ √ √ - - - -

121 TSPC Tempo Scan Pasific Tbk √ √ √ √ - - - -

122 MBTO Martina Berto Tbk √ √ √ √ - - - -

123 MRAT Mustika Ratu Tbk √ √ √ √ - √ - √

124 TCID Mandom Indonesia Tbk √ √ √ √ - - - -

125 UNVR Unilever Indonesia Tbk √ √ √ √ - - - -

126 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk - √ √ - - - - -

127 KICI Kedawung Indah Can Tbk √ √ √ √ - - - -

77

Pag

e77

128 LMPI Langgeng Makmur Industry Tbk √ √ √ √ - √ - √

129 RMBA Bentoel Internasional Investasma Tbk √ √ √ √ √ √ √ √

130 MYTX Apac Citra Centertex Tbk - √ √ - √ √ √ -

Sumber : data diolah 2016

- Perusahaan yang tidak masuk sampel

- Perusahaan yang masuk menjadi sampel

78

Pag

e78

Tabel 3. Tabel Sampel Perusahaan Manufaktur Periode 2012-2014

NO

KODE

PERUSAHAAN NAMA PERUSAHAAN

1 IKAI Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk

2 ALKA Alaska Industrindo Tbk

3 JKSW Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk

4 AKKU Alam Karya Unggul Tbk

5 BRNA Berliana Tbk

6 SIAP Sekawan Intipratama Tbk

7 YPAS Yana Prima Hasta Persada Tbk

8 MAIN Malindo Feedmill Tbk

9 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk

10 SPMA Suparma Tbk

11 IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk

12 HDTX Pan Asia Indosyntec Tbk

13 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk

14 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk

15 INAF Indofarma Tbk

16 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk

17 MRAT Mustika Ratu Tbk

18 LMPI Langgeng Makmur Industry Tbk

19 RMBA Bentoel Internasional Investasma Tbk

Sumber: Data diolah 2016

E. Sumber Data

Sumber data penelitian ini merupakan data sekunder. Menurut Nur

Indriantoro dan Bambang Supomo (2009), data sekunder merupakan sumber data

penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara

(diperoleh dan dicatat pihak lain). Penelitian ini mengambil data sekunder berupa

Annual Report (Laporan Keuangan Tahunan) perusahaan manufaktur selama

tahun 2012-2014 yang telah diaudit dan dipublikasikan di BEI.

79

Pag

e79

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian memiliki cara-cara yang sesuai

dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang penting

dengan maksud untuk memperoleh data-data yang akurat, relevan, dan terpercaya

sehingga diketahui permasalahan dari obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini

teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik dokumentasi. Menurut

Bungin (2008:144) metode dokumentasi adalah salah satu metode dalam

pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial yang

intinya digunakan untuk menelusuri data historis.

G. Teknik Analisis Data

“Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah,

karena dengan analisis lah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna

dalam memecahkan masalah penelitian”(Nazir, 2005:346)

Analisis data dapat menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudah

dipahami sehingga dapat membantu memecahkan masalah penelitian. Penelitian

ini menggunakan teknik analisis diskriminan dengan metode simultan atau

simultaneous approach. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis ini

adalah :

1. Melakukan perhitungan rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam model

multiple discriminant analysis Altman (Z”-Score), rasio-rasio tersebut adalah:

a. Working Capital to Total Assets (X1)

X1 = modal kerja bersih : total aktiva

X1 = (aktiva lancar – hutang lancar) : total aktiva

80

Pag

e80

b. Retained Earning to Total Assets (X2)

X2 = laba ditahan : total aktiva

c. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (X3)

X3= EBIT / total aktiva

d. Book Value of Equity to Total Liabilities (X4)

X4 = nilai buku ekuitas : total hutang

2. Menghitung nilai Z”-Score dari nilai keseluruhan

Rumus model Altman Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

3. Mengklasifikasikan perusahaan pada kelompok financial distress dan non

financial distress berdasarkan nilai prediksi kebangkrutan Z”

a. Prediksi berpotensi bangkrut / sakit = Z”-Score ≤ 1,1 (distress zone)

b. Prediksi rawan = 1,1 < (Z”-Score) < 2,6 (grey zone)

c. Prediksi tidak bangkrut / sehat = Z”-Score ≥ 2,6 (safe zone)

81

Pag

e81

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. PT Alam Karya Unggul Tbk (AKKU)

Alam Karya Unggul Tbk (sebelumnya bernama Aneka Kemasindo Utama

Tbk) didirikan tanggal 5 April 2001 dan mulai beroperasi secara komersial

pada tahun 2001. Kantor pusat AKKU beralamat di Plaza Indosurya

Penthouse (Lantai 13), Jalan M.H. Thamrin Kav 8 – 9, Jakarta Pusat 10230 –

Indonesia. Telp : (62-21) 3193-4699 (Hunting), Fax : (62-21) 3193-4698.

Induk usaha Alam Karya Unggul Tbk adalah Oil and Gas Venture Limited

(menguasai 77,19% saham AKKU), yang berkedudukan di Republik

Seychelles.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan usaha

AKKU adalah perdagangan dan jasa meliputi jasa konsultasi bidang bisnis,

manajemen dan administrasi; jasa penunjang kegiatan pertambangan; jasa

bidang manajemen pertambangan umum; dan jasa pengelolaan hotel (melalui

anak usaha PT Permata Nusantara Hotelindo). Sebelumnya AKKU

menjalankan usaha di bidang industri kemasan plastik dan industri bahan

baku kemasan plastik, serta menjalankan usaha bidang perdagangan,

sedangkan kegiatan usaha penunjang yang dapat dijalankannya adalah usaha

jasa pada umumnya. Pada tanggal 18 Oktober 2004, AKKU memperoleh

pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum

82

Pag

e82

Saham Perdana AKKU kepada masyarakat sebanyak 80.000.000 saham

dengan nilai nominal Rp100,- per saham dan Harga Penawaran Rp220,- per

saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

pada tanggal 01 Nopember 2004.

2. PT Alakasa Industrindo Tbk (ALKA)

Alakasa Industrindo Tbk didirikan tanggal 21 Pebruari 1972 dan memulai

operasi komersial sebagai perusahaan industri aluminium sejak tahun 1973.

Kantor pusat Alakasa berlokasi di Jalan Pulogadung No. 4, Jakarta Industrial

Estate Pulogadung, Jakarta 13920. Telp : (62-21) 460-8855 (Hunting), Fax :

(62-21) 460-8856. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham

Alakasa Industrindo Tbk, antara lain: Ryburn Investment Limited

(pengendali) (33,03%), Sino Aluminium Holding(s) Pte. Ltd (25,14%),

Ryburn Venture Limited (20,70%) dan PT Gesit Alumas (13,87%).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ALKA

adalah menjalankan usaha dalam bidang perdagangan umum, perwakilan atau

keagenan, pemborong (kontraktor), industri manufakturing dan fabrikasi,

pengolahan barang-barang dari logam dan aluminium, percetakan dan

pemukiman (real estate). Sejak tahun 2002, kegiatan utama ALKA adalah

melakukan investasi pada beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang

perdagangan (Alakasa Company Limited yang telah beroperasi komersial

sejak tahun 2000), industri aluminium ekstrusi (PT Alakasa Extrusindo

beroperasi sejak tahun 2001), industri karbon (PT Alakasa Karbon Industri

masih dalam pengembangan) dan industri refineri alumina (PT Alakasa

83

Pag

e83

Alumina Refineri dan Indonesia Alumina Refinery Limited yang didirikan

tahun 2013). Pada tanggal 30 Mei 1990, Perusahaan memperoleh persetujuan

dari Menteri Keuangan Republik Indonesia, untuk menawarkan 1.500.000

saham dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham serta Harga Penawaran

Rp9.800,- di Bursa Efek di Indonesia kepada masyarakat. Pada tanggal 12

Juli 1990, saham tersebut telah tercatat di Bursa Efek di Indonesia.

3. PT Primarindo Asia Infrastucture Tbk (BIMA)

Primarindo Asia Infrastucture Tbk didirikan 01 Juli 1988 dengan nama PT

Bintang Kharisma dan mulai berproduksi secara komersial pada tanggal 1

Oktober 1989. Kantor pusat BIMA beralamat di Gedung Dana Pensiun –

Bank Mandiri Lt. 3A jl. Tanjung Karang No.3-4 A, Jakarta, sedangkan pabrik

berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Pemegang saham yang memiliki 5% atau

lebih saham Primarindo Asia Infrastucture Tbk, antara lain: PT Golden

Lestari (52,50%), PT Woori Korindo Securities Indonesia (21,68%), PT

Usaha Bersama Sekuritas (9,25%) dan PT Indomitra Securities (5,52%).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan BIMA

meliputi bidang usaha infrastruktur dan industri. Kegiatan BIMA dari sejak

pendirian sampai saat ini meliputi industri alas kaki khususnya produksi

sepatu olah raga dan yang berhubungan dengan pengolahan bahan-bahan

dasar pembuatan sepatu olah raga tersebut. Merek sepatu yang diproduksi

dan dipasarkan BIMA adalah Tomkins. Selain itu, BIMA juga menerima

order produksi sepatu dari merek lain, diantaranya Lonsdale, Dunlop,

Firetrap dan lain-lainnya. Pada tahun 1994, BIMA memperoleh pernyataan

84

Pag

e84

efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana

Saham BIMA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 10.000.000 dengan nilai

nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp2.800,- per saham.

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

tanggal 30 Agustus 1994.

4. PT Berlina Tbk (BRNA)

Berlina Tbk didirikan 18 Agustus 1969 dan mulai beroperasi secara

komersial pada tahun 1970. Kantor pusat dan pabrik Berlina beralamat di Jl.

Jababeka Raya Blok E No. 12- 17, Kawasan Industri Jababeka, Cikarang,

Bekasi 17520. Berlina juga memiliki pabrik yang berlokasi di Pasuruan dan

Sidoarjo (Jawa Timur), Tangerang (Banten) dan Hefei (Tiongkok). Telp :

(62-21) 8983-0160 (Hunting), Fax : (62-21) 8983-0161. Pemegang saham

yang memiliki 5% atau lebih saham Berlina Tbk, antara lain: PT Dwi Satrya

Utama (induk usaha) (53,02%), Komodo Fund (9,51%) dan Lisjanto

Tjiptobiantoro (pengendali) (6,56%). Berdasarkan Anggaran Dasar

Perusahaan, ruang lingkup kegiatan BRNA meliputi industri plastik dan

industri lainnya yang menggunakan bahan pokok plastik dan fiber glass.

Kegiatan utama BRNA adalah untuk melayani industri produk-produk

kosmetika, farmasi, makanan dan minuman, barang-barang industri lain

sebagainya. Jenis produk yang dihasilkan BRNA berupa botol plastik, botol

air galon, sikat gigi, mould, laminating tube dan plastik tube. Pada tanggal 12

September 1989, BRNA memperoleh izin Menteri Keuangan untuk

melakukan Penawaran Umum Perdana Saham BRNA (IPO) kepada

85

Pag

e85

masyarakat sebanyak 1.750.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham

dengan harga penawaran Rp7.900,- per saham. Saham-saham tersebut

dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 15 Nopember 1989.

5. PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX)

Panasia Indo Resources Tbk (dahulu Panasia Indosyntec Tbk) didirikan

tanggal 06 April 1973 dan mulai beroperasi secara komersil pada tahun 1974.

Kantor pusat HDTX terletak di Jl. Moh Toha KM 6 Kabupaten Bandung.

Telp : (62-22) 520-2930 (Hunting), Fax : (62-22) 520-5881. Pemegang

saham yang memiliki 5% atau lebih saham Panasia Indo Resources Tbk

(30/10/2015), antara lain: Lucky Height Resources Limited (27,77%), Gold

Gazelle Profits Corp. (19,63%), PT Panasia Synthetic Abadi (14,38%),

Ortega Management Limited (10,05%), Mercury Capital International Inc

(9,72%) dan Prime Invesco Limited (9,49%). Berdasarkan Anggaran Dasar

Perusahaan, ruang lingkup kegiatan HDTX meliputi usaha dalam bidang

proses bahan baku serat (polimerisasi), twisting, pemintalan, pertenunan,

industri tekstil, pertambangan, energi dan perdagangan umum. Pada tanggal

22 Maret 1990, HDTX memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan

Republik Indonesia untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham

HDTX (IPO) kepada masyarakat sebanyak 7.000.000 dengan nilai nominal

Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp11.750,- per saham. Saham-

saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 06

Juni 1990.

86

Pag

e86

6. PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk (IKAI)

Intikeramik Alamasri Industri Tbk (Intikeramik) (dahulu PT Inti Kapuas

Arowana Tbk) didirikan tanggal 26 Juni 1991 dengan nama PT Intikeramik

Alamasri Indah dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1993.

Kantor pusat Intikeramik terletak di Jalan Pangeran Jayakarta No. 133,

Jakarta Pusat 10730 dan lokasi pabrik terletak di Kawasan Industri Palem

Manis, Tangerang, Banten. Telp : (62-21) 624-2727 (Hunting), Fax : (62-21)

625-3059. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Intikeramik

Alamasri Industri Tbk adalah PT Inti Karya Megah (36,19%), Best Achieve

Investment Ltd (23,88%), First Inertia Limited (8,77) dan Delnica Holdings

Limited (8,59%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup

kegiatan IKAI terutama bergerak dalam bidang industri ubin porselen dan

menjual hasil produksinya di dalam dan luar negeri. Kegiatan utama

Intikeramik adalah memproduksi dan memasarkan ubin porselen berkualitas

tinggi dengan merek Essenza. Pada tanggal 17 Mei 1997, IKAI memperoleh

pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum

Perdana Saham IKAI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 100.000.000

dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp750,-

per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia

(BEI) pada tanggal 04 Juni 1997.

7. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS)

Indomobil Sukses Internasional Tbk (sebelumnya bernama Indomulti Inti

Industri Tbk didirikan tanggal 20 Maret 1987 dengan nama PT Cindramata

87

Pag

e87

Karya Persada dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1990.

Kantor pusat IMAS terletak di Wisma Indomobil Lt. 6 , Jl. MT. Haryono

Kav. 8, Jakarta 13330 – Indonesia. Telp : (62-21) 856-4850, 856-4860, 856-

4870 (Hunting), Fax : (62-21) 856-4833. Pemegang saham yang memiliki 5%

atau lebih saham Indomobil Sukses Internasional Tbk, antara lain: Gallant

Venture Ltd. (induk usaha) (71,49%) dan PT Tritunggal Intipermata

(18,17%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan

IMAS melakukan penyertaan saham dalam perusahaan-perusahaan atau

kegiatan lainnya yang terkait dengan industri otomotif. Kegiatan usaha utama

IMAS dan anak usaha antara lain meliputi: pemegang lisensi merek,

distributor penjualan kendaraan, layanan purna jual, jasa pembiayaan

kendaraan bermotor, distributor suku cadang dengan merek “lndoParts”,

perakitan kendaraan bermotor, produsen komponen otomotif, jasa persewaan

kendaraan, serta usaha pendukung lainnya. Produk-produk yang dijual IMAS

dan anak usaha meliputi jenis kendaraan bermotor roda dua, kendaraan

bermotor roda empat, bus, truk, dan alat berat dengan merek-merek, antara

lain: Audi, Datsun, Foton, Hino, lnfiniti, Kalmar, Manitou, Nissan, Renault,

Renault Trucks, Saonon, SDLG, Suzuki, Volkswagen, Volvo, Volvo

Construction Equipment, Volvo Trucks dan Zoomlion. Indomobil memiliki

anak usaha yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni

Indomobil Multi Jasa Tbk. Pada tahun 1993, IMAS memperoleh pernyataan

efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana

Saham IMAS (IPO) kepada masyarakat sebanyak 6.000.000 dengan nilai

88

Pag

e88

nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp3.800,- per saham.

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

tanggal 15 Nopember 1993.

8. PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF)

Indonesia Farma (Persero) Tbk disingkat Indofarma (Persero) Tbk (INAF)

didirikan tanggal 02 Januari 1996 dan memulai kegiatan usaha komersialnya

pada tahun 1983. Kantor pusat dan pabrik INAF terletak di Jalan Indofarma

No.1, Cibitung, Bekasi 17530 – Indonesia. Telp: (62-21) 8632-3971

(Hunting), Fax: (62-21) 8832-3972/3.

Pada awalnya, INAF merupakan sebuah pabrik obat yang didirikan pada

tahun 1918 dengan nama pabrik Obat Manggarai. Pada tahun 1950, Pabrik

Obat Manggarai ini diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan

dikelola oleh Departemen Kesehatan. Pada tahun 1979, nama pabrik obat ini

diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan. Kemudian,

berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik indonesia (PP) No.20 tahun

1981, Pemerintah menetapkan Pusat Produksi Farmasi Departemen

Kesehatan menjadi Perseroan Umum Indonesia Farma (Perum Indofarma).

Selanjutnya pada tahun 1996, status badan hukum Perum Indofarma diubah

menjadi Perusahaan (Persero).

Pemegang saham pengendali Indofarma (Persero) Tbk adalah Pemerintah

Republik Indonesia, dengan memiliki 1 Saham Preferen (Saham Seri A

Dwiwarna) dan 80,66% di saham Seri B. Berdasarkan Anggaran Dasar

Perusahaan, ruang lingkup kegiatan INAF adalah melaksanakan dan

89

Pag

e89

menunjang kebijakan serta program Pemerintah di bidang ekonomi dan

pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang farmasi,

diagnostik, alat kesehatan, serta industri produk makanan. Saat ini, Indofarma

telah memproduksi sebanyak hampir 200 jenis obat yang terdiri dari beberapa

kategori produk, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB), Over The Counter

(OTC), obat generik bermerek, dan lain-lain.

Pada tanggal 30 Maret 2001, INAF memperoleh pernyataan efektif dari

Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham INAF

(IPO) kepada masyarakat sebanyak 596.875.000 Saham Seri B dengan nilai

nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp250,- per saham.

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

tanggal 17 April 2001. INAF telah melaksanakan Kuasi-reorganisasi pada

tanggal 30 September 2011 sesuai dengan peraturan yang berlaku dan PSAK

No.51 (Revisi 2003) “Akuntansi Kuasi-Reorganisasi” yang menghasilkan

penghapusan defisit sebesar Rp57.661.903.925 dan kenaikan penilaian

kembali nilai wajar aset bersih sebesar Rp 260.955.748.932 yang terdiri dari

aset tetap sebesar Rp252.089.087.407 dan aset tidak lancar yang akan

ditinggalkan sebesar Rp8.866.661.523.

9. PT Jakarta Kyoei Steel Works Limited Tbk (JKSW)

Jakarta Kyoei Steel Works Limited Tbk didirikan tanggal 07 Januari 1974

dengan nama PT Jakarta Kyoei Steel Works Limited dan memulai kegiatan

usaha komersialnya pada tahun 1976. Kantor pusat JKSW berlokasi di Jl.

Rawa Terate II No. 1 Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta 13930 –

90

Pag

e90

Indonesia. Telp : (62-21) 460-2832 (Hunting), Fax : (62-21) 460-3831.

Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Jakarta Kyoei Steel

Works Limited Tbk, antara lain: PT Devisi Multi Sejahtera (30,56%) dan PT

Matahari Diptanusa (28,67%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan,

ruang lingkup kegiatan JKSW meliputi industri dan perdagangan besi beton.

Kegiatan usaha utama JKSW adalah bergerak di bidang manufaktur dan

perdagangan besi beton dengan jenis baja tulangan beton polos dan baja

tulangan beton ulir. Pada tanggal 27 Juni 1997, JKSW memperoleh

pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum

Perdana Saham JKSW (IPO) kepada masyarakat sebanyak 50.00.000 dengan

nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp650,- per

saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

pada tanggal 06 Agustus 1997.

10. PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI)

Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk didirikan tanggal 14 Pebruari 1978

dengan nama PT Petroneks dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada

tahun 1978. Kantor pusat KBRI berlokasi di Gedung Antam Office Park

Tower B, Lt. 11, Jl. Letjen TB. Simatupang No 1, Tanjung Barat – Jagakarsa,

Jakarta Selatan 12530 – Indonesia. Telp : (62-21) 2963-4985, 2963-4986

(Hunting), Fax : (62-21) 2963-4987. Pemegang saham yang memiliki 5%

atau lebih saham KBRI adalah Suisse Charter Investment Ltd (pengendali)

(34,00%), Wyoming International Limited (pengendali) (30,40%) dan Quest

Corporation (10,60%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang

91

Pag

e91

lingkup kegiatan KBRI antara lain bergerak dalam industri dan distribusi

kertas. KBRI tidak mempunyai aktivitas usaha dan hanya mempunyai satu

anak usaha yang beroperasi yaitu PT Kertas Basuki Rachmat, dengan produk

kertas yang dihasilkan adalah kertas Houtvrij schrijfpapier (HVS) dan kertas

Cross-machine Direction (CD). Pada tanggal 30 Juni 2008, KBRI

memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan

Penawaran Umum Perdana Saham KBRI (IPO) kepada masyarakat sebanyak

1.360.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga

penawaran Rp260,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa

Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 11 Juli 2008.

11. PT Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI)

Langgeng Makmur Industri Tbk (dahulu PT Langgeng Makmur Plastic

Industry Ltd) didirikan tanggal 30 Nopember 1972 dengan nama PT

Langgeng Jaya Plastic Industry Ltd. dan memulai kegiatan usaha

komersialnya pada tahun 1976. Kantor pusat LMPI berdomisili di Jalan

Letjen Sutoyo No. 256, Waru – Sidoarjo 61256, Jawa Timur – Indonesia,

sedangkan pabriknya berlokasi di Waru – Jawa Timur, Trosobo – Jawa

Timur dan Tangerang – Banten. Telp : (62-31) 853-3688 (Hunting), Fax :

(62-31) 853-3588. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham

Langgeng Makmur Industri Tbk adalah PT Langgeng Bahagia (pengendali)

(17,78%), Popularity Consultants Ltd. (12,15%), Zafrina Development Ltd.

(12,08%), Nanyang Capital Investments Ltd. (11,90%), Rotary Ventures Inc.

(11,88%), Luminous Ventures Inc. (11,74%) dan BPPN S/A 8006450047

92

Pag

e92

(5,74%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan

LMPI meliputi bidang industri perabotan rumah tangga yang terbuat dari

plastik dan aluminium, peralatan masak dan cetakan kue dari aluminium

dengan lapisan anti lengket, karung plastik, pipa Polyvinyl Chloride (PVC)

serta produk-produk lain yang terkait dengan bidang tersebut. Merek-merek

yang dimiliki oleh LMPI, yakni merek "Global Eagle" untuk produk

peralatan dapur dari aluminium, peralatan rumah tangga dari plasting dan

karung plastik; "MakCook" untuk produk peralatan masak aluminium dengan

lapisan anti lengket; dan "Langgeng" untuk produk pipa, fitting dan profil

PVC. Pada tahun 1994, LMPI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-

LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham LMPI (IPO) kepada

masyarakat sebanyak 18.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham

dengan harga penawaran Rp3.000,- per saham. Saham-saham tersebut

dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 17 Oktober 1994.

12. PT Mustika Ratu Tbk (MRAT)

Mustika Ratu Tbk didirikan 14 Maret 1978 dan mulai beroperasi secara

komersial pada tahun 1978. Kantor pusat MRAT berlokasi di Jalan Gatot

Subroto, Jakarta Selatan dan pabrik berlokasi di Jalan Raya Bogor KM. 26,4

Ciracas, Jakarta Timur. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham

Mustika Ratu Tbk (29/31/2015), antara lain: PT Mustika Ratu Investama

(pengendali) (71,26%) dan BNYM S/A Investors Pacific INT (8,91%)

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MRAT

meliputi pabrikasi, perdagangan dan distribusi jamu dan kosmetik tradisional

93

Pag

e93

serta minuman sehat, perawatan kecantikan, serta kegiatan usaha lain yang

berkaitan. Merek-merek yang dimiliki MRAT, antara lain: Mustika Ratu,

Mustika Puteri, Bask, Biocell, Moor’s, Ratu Mas, Taman Sari Royal Heritage

Spa. Pada tanggal 28 Juni 1995, MRAT memperoleh pernyataan efektif dari

Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MRAT

(IPO) kepada masyarakat sebanyak 27.000.000 dengan nilai nominal Rp500,-

per saham dengan harga penawaran Rp2.600,- per saham. Saham-saham

tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Juli

1995.

13. PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN)

Malindo Feedmill Tbk didirikan tanggal 10 Juni 1997 dalam rangka

Penanaman Modal Asing “PMA” dan mulai beroperasi secara komersial pada

tahun 1998. Kantor pusat MAIN terletak di Duta Mas Fatmawati, Jalan RS

Fatmawati No. 39, Jakarta. Pabrik MAIN berada di daerah Jakarta, Jawa

Timur, dan Banten sedangkan peternakan MAIN berlokasi di Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan Kalimantan Selatan. Telp : (62-21)

766-1727 (Hunting), Fax : (62-21) 766-1728. Pemegang saham yang

memiliki 5% atau lebih saham Malindo Feedmill Tbk adalah Dragon Amity

Ltd. (induk usaha) (57,09%), sebuah perusahaan yang berkedudukan di

Mauritius. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan

MAIN terutama adalah berusaha dalam bidang industri pakan ternak dan

peternakan anak ayam usia sehari (day old chick). Saat ini kegiatan utama

MAIN meliputi; pakan ternak, pembibitan ayam (memproduksi induk ayam

94

Pag

e94

Parent Stock dan anak ayam umur sehari), peternakan ayam pedaging dan

makanan olahan yang berbahan baku ayam dengan merek "SunnyGold" dan

"Ciki Wiki" melalui anak usaha (PT Malindo Food Delight). Pada tanggal 27

Januari 2006, MAIN memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk

melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MAIN (IPO) kepada

masyarakat sebanyak 61.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham

dengan harga penawaran Rp880,- per saham. Saham-saham tersebut

dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 10 Februari 2006.

14. PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RBMA)

Bentoel Internasional Investama Tbk didirikan 19 Januari 1979 dengan nama

PT Rimba Niaga Idola dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun

1989 (bergerak dalam bidang industri rotan). Kantor pusat RMBA berlokasi

di Plaza Bapindo, Jl. Jend. Sudirman Ka v. 54-55, Jakarta 12190 dan pabrik

berlokasi di Malang, Jawa Timur. Telp: (62-21) 526-8388 (Hunting), Fax:

(62-21) 526-8389. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham

Bentoel, antara lain: British American Tobacco (2009 PCA) Limited

(85,553%) dan UBS AG London – Asia Equity A/C (13,405%). Induk

langsung Bentoel adalah British American Tobacco (2009 PCA) Ltd,

sedangkan induk terakhir Bentoel adalah British American Tobacco p.l.c.,

berdomisili di Inggris. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang

lingkup kegiatan RMBA adalah perdagangan umum, industri dan jasa,

kecuali jasa di bidang hukum dan pajak. Saat ini, kegiatan utama Bentoel

adalah memproduksi dan memasarkan berbagai jenis produk tembakau

95

Pag

e95

seperti rokok kretek mesin, rokok kretek tangan dan rokok putih dengan

merek lokal seperti Club Mild, Neo Mild, Tali Jagat, Bintang Buana, Sejati,

Star Mild dan Uno Mild serta merek global seperti Dunhill, Lucky Strike, dan

Pall Mall. Pada tahun 1990, RMBA memperoleh pernyataan efektif dari

Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham RMBA

(IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.000.000 dengan nilai nominal

Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp3.380,- per saham. Saham-

saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 05

Maret 1990. Pada tahun 2000, RMBA melakukan Penawaran Umum

Terbatas I dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (“HMETD”), dimana

setiap pemegang saham yang memiliki 2 lembar saham lama mendapatkan 8

HMETD untuk membeli Saham Biasa Atas Nama dengan total 53.200.000

lembar saham. Pada tiap 8 HMETD melekat 17 Hak Memesan Hak

Menerima Saham (HMHMS) dengan total 113.050.000 lembar saham.

15. PT Schering Plough Indonesia Tbk (SCPI)

Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (dahulu PT Schering-Plough Indonesia

Tbk) didirikan dengan nama PT Essex Indonesia pada 07 Maret 1972 dan

mulai beroperasi secara komersial pada bulan Januari 1975. Kantor pusat

SCPI berlokasi di Wisma BNI 46, Lt. 27 Jalan Jendral Sudirman Kav. 1,

Jakarta 10220 dan pabrik berlokasi di Pandaan, Jawa Timur. Pemegang

saham yang memiliki 5% atau lebih saham Merck Sharp Dohme Pharma Tbk

adalah Merck Sharp & Dohme Corp (Sebelumnya Schering-Plough

International Inc., USA), dengan persentase kepemilikan sebesar 98,41%.

96

Pag

e96

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SCPI

meliputi: pembuatan, pengemasan, pengembangan dan memasarkan produk

farmasi untuk manusia dan hewan, produk kebersihan, kosmetik, keperluan

rumah tangga dan sejenisnya; Distributor utama atas alat-alat kesehatan;

Mengimpor bahan baku, barang jadi dan alat-alat kesehatan terkait;

Menyediakan pemberian jasa konsultasi bisnis dan manajemen. Merck

memiliki unit usaha Primary Care (menjual produk perawatan kulit, obat

antibiotik, alergi, kardiovaskuler) dan Specialty Care (menjual produk

hepatologi dan onkologi dan produk untuk mengatasi ketergantungan opiat)

serta Organon BioScience (OBS) (menjual produk kesehatan wanita, anestesi

dan produk fertilitas). Pada tanggal 4 November 2009, Schering-Plough

Corporation melakukan penggabungan usaha dengan Merck & Co., Inc.

Efektif pada tanggal tersebut, SCPI menjadi tergabung dalam kelompok

usaha Merck. Pada tanggal 18 April 1990, SCPI memperoleh pernyataan

efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana

Saham SCPI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 3.600.000 dengan nilai

nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp12.750,- per

saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

pada tanggal 08 Juni 1990.

16. PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP)

Sekawan Intipratama Tbk didirikan 05 Nopember 1994 dan mulai beroperasi

secara komersial pada tahun 2003. Kantor pusat SIAP berlokasi di Menara

Global Lt. 15/20, Jln Jend. Sudirmanr Kav 27, Jakarta Selatan 12950 –

97

Pag

e97

Indonesia. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Sekawan

Intipratama Tbk, antara lain: Fundamental Resources Pte. Ltd (20,73%), PT

Evio Securities (10,52%), UBS AG Singapore Non-Treaty Omnibus Account

– 2091144090 (9,21%) dan Helmy Herdiawan (6,15%). Sebelumnya kegiatan

utama SIAP adalah di bidang industri percetakan Plastik Lembaran dan

perdagangan Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup

kegiatan SIAP adalah di bidang pertambangan batubara dan jasa-jasa

pertambangan. Pada tanggal 26 September 2008, SIAP memperoleh

pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum

Perdana Saham (IPO) SIAP kepada masyarakat sebanyak 240.000.000

dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp150,-

per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia

(BEI) pada tanggal 10 Oktober 2008.

17. PT Suparma Tbk (SPMA)

Suparma Tbk didirikan tanggal 25 Agustus 1976 dengan nama PT Supar

Inpama dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada bulan April 1978.

Kantor dan pabrik SPMA terletak di Jl. Mastrip No.856, Kec. Karang Pilang,

Surabaya 60221 – Indonesia. Telp: (62-31) – 766-6666, 766-2490, 766-2492,

766-2493 (Hunting), Fax: (62-31) 766-3287. Pemegang saham yang memiliki

5% atau lebih saham Suparma Tbk, antara lain: PT Gloria Jaya Gempita

(pengendali) (44,62%), Hasther Advisors Corp (22,45%) dan Seven West

Holdings Limited (11,06%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang

lingkup kegiatan SPMA adalah industri kertas dan kertas kemasan. Saat ini,

98

Pag

e98

SPMA memproduksi kertas untuk industri, antara lain: Duplex Board,

Sandwich Kraft, Samson Kraft dan Base Paper; dan untuk konsumsi

keperluan pengguna akhir sebagai alat pembersih, penyerap atau pembungkus

(merek Cap Gajah), antara lain, Tissue Paper dan Towel Paper (merek See-U

dan Plenty), Laminated Wrapping Kraft serta Writing & Printing Paper. Pada

tanggal 14 Oktober 1994, SPMA memperoleh pernyataan efektif dari

Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SPMA

(IPO) kepada masyarakat sebanyak 26.000.000 lembar saham dengan nilai

nominal Rp1.000,- per saham dan harga penawaran Rp3.500,- per saham.

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

tanggal 16 Nopember 1994.

18. PT Sunson Textile Manufacturer Tbk (SSTM)

Sunson Textile Manufacturer Tbk didirikan dengan nama PT Sandang Usaha

Nasional Indonesia Tekstil Industri dan memulai kegiatan komersialnya pada

tahun 1973. Kantor pusat Sunson terletak di Jl. Ranggamalela No. 27,

Bandung dan lokasi utama bisnis terletak di Jl. Raya Rancaekek Km 25,5

Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Pemegang saham yang memiliki 5% atau

lebih saham Sunson Textile Manufacturer Tbk, antara lain: PT Sunsonindo

Textile Investama (40,99%), East Rise Capital Limited (14,50%), Easefull

Enterprise Limited (14,04%) dan Sundjono Suriadi (5,92%). Berdasarkan

Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan utama SSTM meliputi

usaha di bidang industri tekstil terpadu termasuk memproduksi dan menjual

benang, kain dan produk tekstil lainnya serta melakukan perdagangan umum.

99

Pag

e99

Pada tanggal 28 Juli 1997, SSTM memperoleh pernyataan efektif dari

BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SSTM

(IPO) kepada masyarakat sebanyak 80.000.000 saham dengan nilai nominal

Rp500,- per saham dan harga penawaran Rp800,- per saham. Saham-saham

tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 20 Agustus

1997. Pada tanggal jatuh temponya 10 Oktober 1997, obligasi konversi

SSTM berjumlah USD18.000.000 dikonversi menjadi saham sebanyak

68.047.500 lembar saham dengan nilai nominal Rp500,- per saham pada nilai

konversi Rp.576,90,- per saham.

19. PT Yana Prima Hasta Persada Tbk (YPAS)

Yanaprima Hastapersada Tbk didirikan di Indonesia pada tanggal 14

Desember 1995 dan memulai kegiatan operasi komersialnya pada bulan Juli

1997. Kantor pusat berlokasi di Gedung Graha Irama Lantai 15G, Jalan H.R.

Rasuna Said Blok. X/1 Kav. 1-2, Jakarta Selatan, sedangkan pabriknya

berlokasi di Sidoarjo dan Surabaya, Jawa Timur. Telp : (62-21) 526-1172,

526-1173, 526-1374, 526-1375 (Hunting), Fax : (62-21) 526-1427. Induk

usaha dan induk usaha terakhir Yanaprima Hastapersada Tbk adalah PT

Hastagraha Bumipersada (memiliki 89,47% saham YPAS). Berdasarkan

Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan YPAS terutama adalah

bergerak dalam bidang industri karung plastik dan yang sejenisnya. Produk-

produk yang dihasilkan YPAS, meliputi: woven polypropylene bag, jumbo

bag, block bottom bag, resin bag, cement bag dan plastic pallet. Pada tanggal

22 Februari 2008, YPAS memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK

100

Pag

e100

untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham atas 68.000.000 saham

YPAS dengan nilai nominal Rp 100,- per saham dan harga penawaran Rp

545,- per saham serta penerbitan 68.000.000 Waran Seri I dengan harga

pelaksanaan Rp 680,- setiap waran yang menyertai saham biasa kepada

masyarakat. Perusahaan telah mencatatkan seluruh sahamnya beserta waran

terkait di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 5 Maret 2008.

B. Penyajian Data

Ringkasan data laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di

BEI tahun 2012 – 2014, selanjutnya digunakan untuk perhitungan Z”-score dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

a. PT Alam Karya Unggul Tbk (AKKU)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Alam Karya Unggul

Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Alam Karya Unggul Tbk

(AKKU) Uraian Tahun (dinyatakan dalam rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 1.539.880.712 18.923.732.343 67.000.462.152

Total Aktiva 10.582.842.395 45.208.352.407 90.674.071.077

Hutang Lancar 6.582.652.121 25.267.433.603 34.069.602.453

Total Hutang 6.675.164.650 42.758.433.320 89.809.201.934

Laba Ditahan -27.514.962.160 -28.947.223.231 -34.918.555.384

Penjualan 1.602.611.454 6.319.133.328 4.261.435.256

Ebit -2.422.076.831 2.237.720.718 -4.906.925.062

Laba Bersih -2.027.005.099 -1.465.952.485 -5.945.039.944

Jumlah Lembar Saham 230.000.000 230.000.000 253.000.000

Close Price 68,27 126,97 126,97

Sumber : idx.co.id diolah 2016

101

Pag

e101

Berdasarkan tabel 4 tentang kondisi keuangan PT Alam Karya Unggul Tbk

(AKKU) diuraikan bahwa aktiva lancar dan total aktiva mengalami peningkatan

setiap tahunnya mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Hutang lancar dan

total hutang juga mengalami kenaikan jumlah sehingga berarti kewajiban yang

harus dibayarkan oleh PT AKKU semakin besar setiap tahunnya. Laba ditahan

selalu mengalami nilai yang negatif, hal ini karena PT AKKU mengalami defisit

setiap tahunnya. Penjualan mengalami peningkatan dari tahun 2012 ke 2013,

namun mengalami sedikit penurunan pada tahun 2014. EBIT tahun 2012 bernilai

negatif, kemudian kembali membaik pada tahun 2013 dan mengalami peningkatan

yang cukup besar, namun pada tahun 2014 kembali bernilai negatif. PT AKKU

mempunyai laba bersih yang negatif atau berarti mengalami kerugian dari tahun

2012 sampai 2014. Jumlah saham yang beredar tahun 2012 dan 2013 sama, untuk

tahun 2014 mengalami kenaikan jumlah saham yang beredar. Close price untuk

per lembar sahamnya dari tahun 2012 ke 2013 mengalami peningkatan dan tahun

2014 sama dengan tahun 2013.

b. PT Alaska Industrindo Tbk (ALKA)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Alaska Industrindo

Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Alaska Industrindo Tbk

(ALKA)

Uraian tahun (dinyatakan dalam rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 133.816.876.000 219.941.926.000 219.581.260.000

Total Aktiva 147.882.362.000 241.912.806.000 244.879.397.000

Hutang Lancar 81.820.742.000 173.184.454.000 173.276.661.000

Total Hutang 93.056.183.000 182.253.663.000 181.366.832.000

Laba Ditahan -19.437.580.000 -19.752.754.000 -17.089.759.000

Penjualan 836.887.168.000 1.099.620.270.000 1.230.364.713.000

Ebit 7.894.754.000 1.261.921.000 1.903.178.000

Laba Bersih 5.122.929.000 -315.494.000 2.659.254.000

102

Pag

e102

Jumlah Lembar Saham 101.533.011 101.533.011 101.533.011

Close Price 550,00 600,00 900,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 5 pada PT ALKA diuraikan bahwa aktiva lancar tahun 2012 ke

2013 mengalami peningkatan yang cukup bagus, namun dari 2013 ke 2014

mengalami sedikit penurunan. Disamping itu, total aktivanya selalu bertambah

setiap tahun. Hutang lancar dan total hutang selalu mengalami peningkatan setiap

tahun, hanya saja total hutang pada tahun 2013 mengalami penurunan sedikit

namun kembali meningkat pada tahun 2014. Hal ini berarti kewajiban yang

dibayarkan oleh PT ALKA setiap tahunnya semakin besar. Pada PT ALKA laba

ditahan bernilai negatif sejak tahun 2012 sampai 2014 berarti perusahaan tersebut

mengalami defisit. Peningkatan juga terjadi pada penjualan PT ALKA dari tahun

2012 sampai 2014 berturut-turut. Nilai EBIT menurun dari tahun 2012 sampai

dengan 2014. PT ALKA mempunyai laba bersih bernilai negatif atau mengalami

kerugian pada tahun 2013, tahun 2012 dan 2014 laba bersih PT ALKA bernilai

positif walaupun mengalami penurunan. Berbeda pada jumlah saham beredar

yang dikeluarkan oleh PT ALKA yang selalu tetap sedangkan close price nya

selalu naik setiap tahun.

103

Pag

e103

c. PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk (BIMA)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Primarindo Asia

Infrastructure Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Primarindo Asia

Infrastructure Tbk (BIMA)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 84.504.115.259 97.686.030.395 86.879.500.495

Total Aktiva 100.100.820.531 118.007.059.098 104.058.578.348

Hutang Lancar 154.172.355.110 112.721.950.505 94.025.048.182

Total Hutang 287.919.026.432 321.975.025.143 297.977.547.605

Laba Ditahan -230.818.205.901 -246.967.966.045 -236.918.969.257

Penjualan 243.531.037.353 279.150.207.182 286.688.094.220

Ebit 15.422.586.622 18.434.850.810 21.269.330.633

Laba Bersih 2.623.173.812 -21.513.354.790 13.252.206.563

Jumlah Lembar Saham 86.000.000 86.000.000 86.000.000

Close Price 900,00 700,00 700,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 6 pada PT BIMA diuraikan bahwa aktiva lancar dan total aktiva

meningkat dari tahun 2012 ke 2013, namun menurun pada tahun 2014. Hutang

lancar dan total hutang selalu mengalami penurunan, hal ini berdampak baik pada

perusahaan bahwa kewajiban yang dibayarkan semakin kecil setiap tahunnya. PT

BIMA mempunyai laba ditahan yang bernilai negatif dan berarti perusahaan ini

mengalami defisit setiap tahun. Kenaikan juga terjadi pada penjualan dan

besarnya EBIT setiap tahun di PT BIMA. Meskipun penjualan mengalami

peningkatan, akan tetapi perusahaan ini pernah mengalami kerugian pada tahun

2013 terbukti dari laba bersih bernilai negatif. Jumlah lembar saham yang beredar

tetap sama dari tahun ke tahun, namun close price mengalami penurunan harga.

104

Pag

e104

d. PT Berliana Tbk (BRNA)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Berliana Tbk periode

2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Berliana Tbk (BRNA)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 333.162.076.000 456.451.073.000 581.019.904.000

Total Aktiva 770.383.930.000 1.125.132.715.000 1.334.085.916.000

Hutang Lancar 342.186.183.000 562.368.619.000 555.109.444.000

Total Hutang 468.553.998.000 819.251.356.000 967.711.101.000

Laba Ditahan 224.446.360.000 199.250.139.000 252.159.862.000

Penjualan 836.986.463.000 960.999.965.000 1.258.841.240.000

Ebit 107.400.963.000 31.187.445.000 133.688.981.000

Laba Bersih 54.496.290.000 -12.219.421.000 56.998.824.000

Jumlah Lembar Saham 690.000.000 690.000.000 690.000.000

Close Price 690,00 455,00 705,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 7 pada PT BRNA kenaikan dialami pada aktiva lancar dan total

aktiva yang cukup bagus. Demikian pula pada hutang lancar dan total hutang yang

juga mengalami kenaikan namun ini tidak berdampak baik karena kewajiban yang

harus dibayarkan oleh perusahaan tentunya semakin besar. Tahun 2013 laba

ditahan mengalami penurunan nilai dari tahun 2012 namun kembali meningkat

dari tahun 2013 ke 2014. PT BRNA mempunyai penjualan yang bagus, dapat

dilihat pada tabel di atas bahwa nilai penjualan yang meningkat dan menghasilkan

EBIT yang meningkat pula. Walaupun penjualan terus meningkat setiap tahunnya

namun pernah mengalami kerugian pada tahun 2013 kemudian bangkit lagi pada

2014 mempunyai laba bersih yang positif dan meningkat pula. Jumlah saham

yang beredar selalu sama dan close price mengalami penurunan ketika perusahaan

mengalami kerugian tahun 2013 dan naik lagi pada tahun 2014.

105

Pag

e105

e. PT Pan Asia Indosyntec Tbk (HDTX)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Pan Asia Indosyntec

Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Pan Asia Indosyntec Tbk

(HDTX)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 398.992.440.111 450.028.533.282 497.447.948.009

Total Aktiva 1.362.546.557.862 2.378.728.273.722 4.221.696.886.907

Hutang Lancar 431.235.462.678 1.002.119.790.096 510.983.513.757

Total Hutang 726.954.645.506 1.658.609.326.640 3.607.059.196.611

Laba Ditahan -215.660.153.977 -430.945.761.071 -526.495.810.936

Penjualan 861.164.216.195 1.057.343.006.058 1.175.464.356.704

Ebit 14.279.007.735 -283.989.192.006 -101.142.729.533

Laba Bersih 3.102.049.511 -218.654.504.263 -105.481.256.786

Jumlah Lembar Saham 1.532.571.000 1.532.571.000 1.532.571.000

Close Price 950,00 415,00 390,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 8 PT HDTX mempunyai aktiva lancar dan total aktiva yang

terus meningkat. Hutang lancar meningkat cukup signifikan dari 2012 ke 2013

dan menurun pada tahun 2014. Namun total hutang terus saja meningkat terutama

pada tahun 2013 ke 2014 yang cukup banyak peningkatannya, berarti kewajiban

yang dibayarkan oleh PT HDTX semakin besar setiap tahun. Laba ditahan bernilai

negatif dari tahun 2012 sampai 2014. Sedangkan penjualan cukup meningkat

walaupun hanya sedikit. Akan tetapi,hal tersebut membuat EBIT dan laba bersih

mengalami nilai negatif pada tahun 2013 dan 2014. Close price mengalami

penurunan setiap tahunnya tapi lembar saham yang beredar tetap sama.

106

Pag

e106

f. PT Inti Keramik Alam Asri Tbk (IKAI)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Inti Keramik Alam

Asri Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Inti Keramik Alam Asri

Industri Tbk (IKAI)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 140.146.896.757 134.781.826.229 173.235.120.969

Total Aktiva 507.425.275.145 428.057.048.870 518.546.655.125

Hutang Lancar 243.975.503.389 129.243.262.968 207.131.011.654

Total Hutang 258.359.671.311 276.648.973.235 339.889.432.972

Laba Ditahan -149.538.837.929 -192.627.043.617 -219.144.089.655

Penjualan 201.204.079.453 211.523.292.543 262.321.356.543

Ebit -32.965.746.661 -12.090.270.966 -3.879.830.671

Laba Bersih -39.675.848.691 -25.698.550.572 -26.511.071.474

Jumlah Lembar Saham 791.383.786 791.383.786 791.383.786

Close Price 144,00 140,00 118,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 9 PT IKAI diuraikan bahwa aktiva lancar mengalami

penurunan dari tahun 2012 ke tahun 2013 dan kemudian meningkat pada tahun

2014. Hal sama diperoleh pada uraian total aktiva dan hutang lancar. PT IKAI

mempunyai total hutang yang terus meningkat dari tahun 2012 ke tahun 2014.

Namun sebaliknya, laba ditahan mempunyai nilai yang negatif dari tahun ke tahun

selama periode penelitian. Dengan total hutang yang semakin meningkat tentu

saja total kewajiban yang dibayarkan setiap tahunnya semakin besar. Kenaikan

juga diperoleh pada data uraian penjualan PT IKAI walaupun pertumbuhan tidak

terlalu signifikan. Namun disamping itu, laba bersih dan EBIT perusahaan ini

terus mengalami nilai yang negatif setiap tahunnya. Hal ini berarti PT IKAI selalu

mengalami defisit karena beban-beban yang harus dibayarkan cukup banyak.

107

Pag

e107

Close price perusahaan ini juga menjadi turun, namun jumlah saham yang beredar

tetap sama setiap tahunnya.

g. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Indomobil Sukses

Internasional Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 10.

Tabel 10. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Indomobil Sukses

Internasional Tbk (IMAS)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 9.813.158.956.054 11.634.955.170.257 11.845.370.194.860

Total Aktiva 17.577.664.024.361 22.315.022.507.630 23.471.397.834.920

Hutang Lancar 7.963.486.975.807 10.720.516.169.124 11.473.255.532.702

Total Hutang 11.869.218.951.856 15.655.152.396.933 16.744.375.200.010

Laba Ditahan 1.679.720.574.979 2.131.983.908.013 1.951.251.887.215

Penjualan 19.780.838.058.900 20.094.736.395.135 19.458.165.173.088

Ebit 1.049.245.060.391 951.000.279.726 1.009.759.247.935

Laba Bersih 899.090.885.530 621.139.761.829 -67.093.347.900

Jumlah Lembar Saham 2.765.278.412 2.765.278.412 2.765.278.412

Close Price 5250,00 4900,00 4000,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 10 PT IMAS diuraikan bahwa aktiva lancar, total aktiva,

hutang lancar, dan total hutang mengalami kenaikan pada periode tahun 2012

sampai 2014. Laba ditahan mengalami penurunan dari tahun 2012 ke 2013,

namun mengalami kenaikan dari tahun 2013 ke tahun 2014. Penjualan pada PT

IMAS mengalami naik turun yaitu pada tahun 2012 ke 2013 mengalami kenaikan

jumlah, sedangkan tahun 2013 ke 2014 mengalami penurunan jumlah. EBIT juga

mengalami naik turun pada PT IMAS yaitu tahun 2012 ke 2013 menurun,

sedangkan tahun 2013 ke 2014 mengalami kenaikan jumlah. Laba bersih pada PT

IMAS selalu menurun bahkan tahun 2014 bernilai negatif yang berarti mengalami

108

Pag

e108

kerugian pada tahun tersebut. Lembar saham yang beredar berjumlah sama setiap

tahunnya, namun close price menurun.

h. PT Indofarma Tbk (INAF)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Indofarma Tbk

periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 11.

Tabel 11. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Indofarma Tbk (INAF)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 777.629.145.880 848.840.281.014 782.887.635.406

Total Aktiva 1.188.618.790.410 1.294.510.669.195 1.248.343.275.406

Hutang Lancar 369.863.736.711 670.902.756.535 600.565.585.352

Total Hutang 538.516.613.421 703.717.301.306 656.380.082.912

Laba Ditahan 61.729.040.587 2.420.482.648 3.586.556.135

Penjualan 1.156.050.256.720 1.337.498.191.710 1.381.436.578.115

Ebit 83.308.894.982 -32.306.089.208 46.344.316.460

Laba Bersih 42.385.114.982 -54.222.595.302 1.164.824.606

Jumlah Lembar Saham 3.099.267.500 3.099.267.500 3.099.267.500

Close Price 315,00 153,00 355,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 11 PT INAF kenaikan dialami pada aktiva lancar dan total

aktiva yang cukup bagus untuk pertumbuhan perusahaan pada tahun 2012 ke

2013, namun menurun pada 2014. Demikian pula yang terjadi pada hutang lancar

dan total hutang yang juga mengalami kenaikan namun ini tidak berdampak baik

karena kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan tentunya semakin besar.

Laba ditahan PT INAF mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 2012 ke

2013 namun sedikit mengalami kenaikan pada tahun 2014. PT INAF mempunyai

penjualan yang bagus, dapat dilihat pada tabel di atas bahwa nilai penjualan yang

meningkat. EBIT bernilai negatif pada tahun 2013 yang berarti perusahaan

109

Pag

e109

mengalami defisit. Walaupun penjualan terus meningkat setiap tahunnya namun

pernah mengalami kerugian juga pada tahun 2013 yang mengalami laba bersih

bernilai negatif kemudian bangkit lagi pada 2014 mempunyai laba bersih yang

positf . Jumlah saham yang beredar selalu sama dan close price mengalami

penurunan ketika perusahaan mengalami kerugian tahun 2013 dan naik lagi pada

tahun 2014

i. PT Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk (JKSW)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Jakarta Kyoei Steel

Work LTD Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 12.

Tabel 12. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Jakarta Kyoei Steel Work

LTD Tbk (JKSW)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 102.583.924.976 107.859.908.254 150,044.200.674

Total Aktiva 278.718.823.565 262.386.109.471 302,951.001.725

Hutang Lancar 16.992.297.161 9.385.313.775 59,595.673.194

Total Hutang 677.941.497.373 670.190.389.365 720,387.262.240

Laba Ditahan -479.066.449.352 -487.650.144.438 -497,282.035.059

Penjualan 86.197.771.507 91.708.035.390 86,480.258.028

Ebit -17.304.962.592 -8.318.565.240 -9,678.069.390

Laba Bersih -16.452.350.718 -7.968.797.416 -9,631.890.621

Jumlah Lembar Saham 150.000.000 150.000.000 150.000.000

Close Price 101,00 98,00 68,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 12 PT JKSW diuaraikan bahwa aktiva lancar selalu naik setiap

tahun. Dari tahun 2012 ke 2013 naik cukup banyak, namun dari tahun 2013 ke

2014 peningkatannya sangat signifikan. Total aktivapun ikut mengalami kenaikan.

Sedangkan hutang lancar turun dari tahun 2012 ke tahun 2013. Penurunannya

sangat besar, namun meningkat lagi pada 2014. Demikan pula pada total hutang

PT JKSW yang mengalami naik turun seperti hutang lancar. Pada laba ditahan

110

Pag

e110

bernilai negatif setiap tahun artinya perusahaan selelu mengalami defisit sejak

tahun 2012 hingga 2014. Penjualan pada perusahaan ini pada tahun 2012 ke tahun

2013 mengalami kenaikan namun turun lagi pada tahun 2014. PT JKSW tidak

memiliki laba bersih karena laba bersihnya bernilai negatif atau berarti mengalami

defisit dari tahun 2012 sampai 2014. Demikian pula pada EBIT bernilai negatif

setiap tahunnya. Jumlah saham beredar tetap sama dari tahun 2012 sampai 2014,

tetapi close price nya mengalami penurunan harga.

j. PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Kertas Basuki

Rachmat Indonesia Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 13.

Tabel 13. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Kertas Basuki Rachmat

Indonesia Tbk (KBRI)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 35.556.230.959 77.239.832.992 127.838.420.935

Total Aktiva 740.753.171.392 788.749.190.752 1.299.315.036.743

Hutang Lancar 15.460.305.339 55.576.171.175 71.285.195.690

Total Hutang 29.296.076.634 95.512.957.713 622.269.749.157

Laba Ditahan -2.431.389.213.995 -2.449.610.118.110 -2.467.136.398.882

Penjualan 44.640.183.225 11.868.785.724 34.719.548.322

Ebit 36.052.603.484 -25.460.181.727 -17.846.695.005

Laba Bersih 36.545.690.733 -24.216.555.605 -17.526.287.252

Jumlah Lembar Saham 8.687.995.734 8.687.995.734 8.687.995.734

Close Price 50,00 50,00 50,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 13 pada PT KBRI diuraikan bahwa aktiva lancar dan total

aktiva meningkat dari tahun 2012 ke tahun 2014. Kenaikan yang dialami cukup

signifikan dan cukup bagus bagi perusahaan. Hutang lancar dan total hutang PT

KBRI juga terus meningkat, tentu saja semakin besar kewajiban yang harus

111

Pag

e111

dibayarkan setiap tahunnya. Peningkatan yang terjadi pada keduanya juga cukup

signifikan. Laba ditahan dituliskan bernilai negatif sejak tahun 2012 hingga 2014,

berarti perusahaan mengalami defisit setiap tahunnya. Penurunan terjadi pada

penjualan PT KBRI tahun 2012 ke tahun 2013, namun kembali meningkat pada

tahun 2014. EBIT bernilai positif pada tahun 2012 dan kemudian menurun hingga

bernilai negatif pada tahun 2013 dan 2014. Demikian pula pada laba bersih hanya

pada tahun 2012 yang bernilai positif sedangkan tahun 2013 dan 2014 bernilai

negatif. Jumlah lembar saham yang beredar dan close price bernilai tetap sama

dari tahun 2012 hingga tahun 2014.

k. PT Langgeng Makmur Industry Tbk (LMPI)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Langgeng Makmur

Industry Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 14.

Tabel 14. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Langgeng Makmur

Industry Tbk (LMPI)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 432.213.030.094 449.510.407.546 455.111.382.760

Total Aktiva 815.143.025.335 822.189.506.877 808.892.238.344

Hutang Lancar 348.710.206.692 376.618.147.965 366.938.314.354

Total Hutang 405.692.420.520 424.769.313.259 409.761.454.151

Laba Ditahan -94.798.229.685 -106.838.640.882 -105.128.050.307

Penjualan 598.259.974.490 676.111.070.762 513.547.309.970

Ebit 112.168.849.808 127.997.498.841 102.712.335.826

Laba Bersih 5.080.875.834 -14.019.452.357 3.002.947.069

Jumlah Lembar Saham 1.008.517.669 1.008.517.669 1.008.517.669

Close Price 255,00 215,00 175,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 14 PT LMPI diuraikan bahwa aktiva lancar mengalami

kenaikan jumlah dari tahun 2012 sampai 2014 walaupun tidak signifikan. Total

aktiva meningkat dari tahun 2012 ke tahun 2013, namun menurun ke tahun 2014.

112

Pag

e112

Demikian pula pada hutang lancar dan total hutang yang juga mengalami

peningkatan pada 2012 ke 2013 dan menurun pada 2014. Laba ditahan bernilai

negatif setiap tahun, berarti perusahaan mengalami defisit sejak tahun 2012

hingga 2014. Penjualan pada PT LMPI naik pada tahun 2012 ke tahun 2013,

namun kemudian menurun pada tahun berikutnya. Hal sama juga terjadi pada

uraian EBIT, yaitu naik dari tahun 2012 ke 2013 kemudian menurun dari tahun

2013 ke 2014. Nilai negatif juga terdapat pada uraian laba bersih PT LMPI tahun

2013 kemudian kembali bernilai positif pada tahun 2014 walaupun jumlah

tersebut lebih kecil dari pada tahun 2012. Jumlah saham yang beredar tetap sama

namun close price nya menurun setiap tahunnya.

l. PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Malindo Feedmill

Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 15.

Tabel 15. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Malindo Feedmill Tbk

(MAIN)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 894.203.546.000 996.980.911.000 1.875.171.451.000

Total Aktiva 1.799.881.575.000 2.214.398.692.000 3.531.219.815.000

Hutang Lancar 852.741.232.000 986.471.455.000 1.742.383.589.000

Total Hutang 1.118.011.031.000 1.351.915.503.000 2.453.334.659.000

Laba Ditahan 749.528.804.000 924.755.821.000 799.375.373.000

Penjualan 3.349.566.738.000 4.193.082.465.000 4.502.078.127.000

Ebit 447.740.977.000 376.485.140.000 -17.689.779.000

Laba Bersih 302.421.030.000 241.632.645.000 -84.778.033.000

Jumlah Lembar Saham 1.695.000.000 1.695.000.000 1.791.000.000

Close Price 2275,00 3175,00 2130,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 15 PT MAIN dapat diuraikan bahwa aktiva lancar dan total

aktiva mengalami peningkatan dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Hutang lancar

113

Pag

e113

dan total hutang juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun

2012 sampai tahun 2014, sehingga kewajiban yang harus dibayarkan juga

semakin besar. PT MAIN juga menyisihkan labanya sebagai laba ditahan untuk

modal tahun berikutnya, walaupun laba ditahan dari tahun 2012 sampai 2014

mengalami naik turun. Kenaikan juga terdapat pada penjualan yang terus

meningkat setiap tahunnya. EBIT perusahaan ini menurun jumlahnya dari tahun

2012 hingga 2014, bahkan bernilai negatif pada tahun 2014. Laba bersih pada PT

MAIN juga terus mengalami penurunan bahkan bernilai negatif pada akhir tahun

penelitian yaitu tahun 2014 yang berarti perusahaan mengalami kerugian. PT

MAIN menigkatkan jumlah lembar saham pada tahun 2014 namun close price

naik turun yaitu naik pada tahun 2012 ke 2013 dan turun dari 2013 ke 2014.

m. PT Mustika Ratu Tbk (MRAT)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Mustika Ratu Tbk

periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 16.

Tabel 16. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Mustika Ratu Tbk

(MRAT)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 352.880.309.210 313.664.019.262 376.694.285.634

Total Aktiva 455.472.778.210 439.583.727.200 498.786.376.745

Hutang Lancar 58.646.329.121 51.810.424.518 104.267.201.912

Total Hutang 69.586.067.037 61.792.400.161 114.841.797.856

Laba Ditahan 246.777.938.824 233.004.964.924 240.376.838.766

Penjualan 458.197.338.824 358.127.545.503 434.747.101.600

Ebit 41.592.211.536 -10.127.657.365 11.737.268.368

Laba Bersih 30.751.407.882 -6.700.373.076 7.371.973.842

Jumlah Lembar Saham 428.000.000 428.000.000 428.000.000

Close Price 490,00 465,00 350,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

114

Pag

e114

Berdasarkan Tabel 16 PT MRAT diuraikan bahwa aktiva lancar dan total aktiva

mengalami penurunan jumlah pada tahun 2012 ke 2013, kemudian mengalami

kenaikan pada tahun 2014. Kewajiban yang harus dibayarkan oleh PT MRAT

juga semakin besar pada tahun 2013 ke tahun 2014 terbukti dari data uraian

hutang lancar dan total hutang kenaikan yang terjadi cukup signifikan. Laba

ditahan PT MRAT disisihkan untuk modal tahun berikutnya walaupun mengalami

jumlah yang menurun pada tahun 2013 dan kemudian naik lagi pada tahun

berikutnya. Demikian pula terjadi pada penjualan dan EBIT yang juga mengalami

naik turun, yaitu menurun pada tahun 2012 ke tahun 2013 bahkan bernilai negatif

dan naik dari tahun 2013 ke tahun 2014. Namun laba bersihnya mengalami nilai

negatif pada tahun 2013 artinya sempat pengalami kerugian pada tahun tersebut

dan kembali bangkit pada tahun 2014 yang laba bersihnya bernilai positif. Jumlah

lembar saham yang beredarnya tetap tetapi close price nya menurun setiap

tahunnya.

115

Pag

e115

n. PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Bentoel Internasional

Investama Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 17.

Tabel 17. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Bentoel Internasional

Investasma Tbk (RMBA)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 4.472.195.000.000 5.535.165.000.000 6.023.047.000.000

Total Aktiva 6.935.601.000.000 9.232.016.000.000 10.250.546.000.000

Hutang Lancar 2.722.398.000.000 4.695.987.000.000 6.012.572.000.000

Total Hutang 5.011.668.000.000 8.350.151.000.000 11.647.399.000.000

Laba Ditahan 1.307.005.000.000 264.937.000.000 -2.013.781.000.000

Penjualan 9.850.010.000.000 12.273.615.000.000 14.091.156.000.000

Ebit -201.627.000.000 -1.001.566.000.000 -1.011.465.000.000

Laba Bersih -323.351.000.000 -1.042.068.000.000 -2.278.718.000.000

Jumlah Lembar Saham 7.240.005.000 7.240.005.000 7.240.005.000

Close Price 590,00 570,00 520,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 17 PT RMBA diuraikan bahwa aktiva lancar dan total aktiva

terus meningkat jumlahnya dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Hutang

lancar dan total hutang juga bertambah setiap tahunnya tentunya membuat

kewajiban yang dibayarkan oleh perusahaan ini semakin besar pula. PT RMBA

menyisihkan labanya sebagai laba ditahan untuk modal tahun berikutnya namun

pada tahun 2012 ke 2013 menurun, sedangkan pada tahun 2014 bernilai negatif

yang berarti pada tahun tersebut perusahaan mengalami defisit. Peningkatan

jumlah terjadi pada penjualan PT RMBA yang selalu naik setiap tahun dari tahun

2102 ke 2014. Sedangkan EBIT menurun lagi dari tahun 2012 hingga 2014.

Walaupun penjualan terus meningkat, namun laba bersih selalu bernilai negatif

artinya selalu mengalami kerugian dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Jumlah

116

Pag

e116

lembar saham yang beredar bernilai tetap tetapi close price nya menurun setiap

tahun.

o. PT Schering Plough Indonesia Tbk

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Schering Plough

Indonesia Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 18.

Tabel 18. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Schering Plough Indonesia Tbk

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 263.570.315.000 523.119.344.000 1.052.936.822.000

Total Aktiva 440.498.391.000 746.401.836.000 1.317.314.767.000

Hutang Lancar 96.983.980.000 200.738.824.000 429.723.052.000

Total Hutang 423.212.410.000 736.010.824.000 1.361.171.539.000

Laba Ditahan -30.905.793.000 -48.703.670.000 -111.165.063.000

Penjualan 302.829.675.000 407.088.731.000 965.818.287.000

Ebit -17.416.987.000 -6.370.864.000 -70.759.509.000

Laba Bersih -12.366.677.000 -12.167.645.000 -62.461.393.000

Jumlah Lembar Saham 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Close Price 31.250,00 29.000,00 29.000,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 18 PT SCPI diuraikan bahwa aktiva lancar dan toatal aktiva

selalu meningkat setiap tahun pada periode penelitian tahun 2012 sampai 2014.

Demikian pula pada total hutang dan hutang lancar yang juga terus meningkat

setiap tahunnya. Kenaikan yang terjadi cukup signifikan, hal ini berarti kewajiban

yang dibayarkan oleh PT SCPI semakin besar dari tahun ke tahun. Perusahaan ini

mengalami defisit terbukti karena laba ditahan selalu mengalami nilai negaif sejak

tahun 2012 hingga 2014. Kenaikan juga dialami pada penjualan setiap tahunnya

dari tahun 2012 hingga 2014, yang telihat sangat signifikan kenaikan pada tahun

2013 ke 2014. Sebaliknya, EBIT bernilai negatif sejak tahun 2012 hingga 2014.

Walaupun penjualan selalu meningkat namun didapatkan bahwa laba bersih PT

117

Pag

e117

SCPI bernilai negatif, berarti mengalami kerugian setiap tahunnya 2012 sampai

2014. Jumlah saham yang beredar tetap, sedangkan close price turun mulai tahun

2013.

p. Sekawan Inti Pratama Tbk (SIAP)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Sekawan Inti Pratama Tbk

periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 19.

Tabel 19. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Sekawan Inti Pratama Tbk

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 86.625.682.741 149.886.305.472 85.516.352.000

Total Aktiva 184.367.259.026 272.597.818.000 4.989.693.078.000

Hutang Lancar 65.708.930.091 136.401.554.000 58.223.102.000

Total Hutang 91.079.973.429 172.583.639.412 231.674.325.000

Laba Ditahan 11.585.783.930 7.835.829.000 12.433.931.000

Penjualan 216.731.097.634 245.690.437.000 336.909.371.000

Ebit 9.430.123.380 1.018.189.397 -7.031.972.000

Laba Bersih 3.389.850.176 -5.779.119.000 7.382.322.000

Jumlah Lembar Saham 600.000.000 600.000.000 600.000.000

Close Price 80,74 85,45 465

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 19 PT SIAP dapat diuraikan bahwa pada uraian aktiva lancar

nilainya bertambah dari tahun 2012 ke 2013 dan menurun lagi ke tahun 2014.

Total aktiva terus bertambah bahkan sangat signifikan pada tahun 2013 ke 2014.

Hutang lancar masih mengalami naik turun, hanya pada tahun 2013 hutang lancar

meningkat. Total hutang mengalami kenaikan sejak tahun 2012 sampai 2014,

sehingga bertambah pula kewajiban yang harus dibayarkan setiap tahunnya.

Penjualan juga terus meningkat sejak tahun 2012 hingga 2014. EBIT menurun

sangat fluktuatif bahkan bernilai negatif pada tahun 2014. Demikian pula pada

laba bersih PT SIAP yang mengalami penurunan bahkan bernilai negatif pada

118

Pag

e118

tahun 2013, yang berarti pada tahun tersebut perusahaan mengalami kerugian.

Pada tahun 2014 laba bersih meningkat kembali. Jumlah lembar saham yang

beredar tetap dan close price selalu meningkat dari tahun 2012 sampai 2014.

q. PT Suparma Tbk (SPMA)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Suparma Tbk

periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 20.

Tabel 20. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Suparma Tbk (SPMA)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 482.596.835.881 548.082.351.987 682.792.074.636

Total Aktiva 1.664.353.264.549 1.767.105.818.949 2.091.957.078.669

Hutang Lancar 182.354.489.018 456.536.667.620 186.961.154.130

Total Hutang 884.860.701.242 1.011.571.248.744 1.287.357.023.670

Laba Ditahan 182.001.777.713 158.145.265.053 206.747.986.452

Penjualan 1.274.793.105.314 1.395.838.227.179 1.550.810.295.608

Ebit 53.663.026.543 -31.506.008.573 65.301.275.250

Laba Bersih 39.893.050.885 -23.856.512.660 48.602.721.399

Jumlah Lembar Saham 1.492.046.658 1.492.046.658 1.492.046.658

Close Price 290,00 210,00 197,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 20 PT SPMA diuraikan bahwa aktiva lancar dan total aktiva

bertambah nilainya dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Hutang lancar pada tahun

2013 meningkat, namun kembali menurun pada tahun 2014. Sedangkan total

hutang selalu bertambah sampai tahun 2014, sehingga kewajiban yang dibayarkan

semakin besar. PT SPMA meyisihkan laba nya sebagai laba ditahan walaupun

mengalami naik turun yaitu pada tahun 2013 menurun dari tahun sebelumnya, dan

naik lagi pada tahun berikutnya. Kenaikan juga dialami pada penjualan PT SPMA

dari tahun 2012 sampai 2014 berkembang yang cukup bagus. EBIT selalu

mengalami naik turun dan bernilai negatif pada tahun 2013, namun kembali naik

119

Pag

e119

pada tahun 2014. Tahun 2013 laba bersih juga bernilai negatif artinya mengalami

kerugian pada tahun tersebut. Pada tahun 2014 kembali mengalami peningkatan

sampai nilai laba bersih lebih besar dari pada tahun 2012. Jumlah saham beredar

tetap dan close price menurun dari tahun 2012 ke tahun 2014.

r. PT Sunson Textile Manufacturer Tbk (SSTM)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Sunson Textile

Manufacturer Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 21.

Tabel 21. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacturer

Tbk (SSTM)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 428.479.361.379 415.053.316.392 398.785.346.285

Total Aktiva 810.275.583.968 801.866.397.035 773.663.346.934

Hutang Lancar 249.010.900.037 315.809.046.109 332.510.082.788

Total Hutang 525.337.311.071 530.156.259.856 514.793.507.583

Laba Ditahan -78.411.726.564 -91.639.862.282 -104.480.160.110

Penjualan 554.471.435.919 573.748.747.725 519.854.661.831

Ebit 1.106.299.810 23.423.894.246 3.821.340.338

Laba Bersih -14.137.186.803 -13.228.135.718 -12.840.297.828

Jumlah Lembar Saham 1.170.909.181 1.170.909.181 1.170.909.181

Close Price 134,00 79,00 103,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 21 PT SSTM diuraikan bahwa aktiva lancar dan total aktiva

menurun dari awal tahun penelitian yaitu 2012 sampai akhir tahun penelitian yaitu

tahun 2014. Sebaliknya, untuk hutang lancar dan total hutang mengalami

peningkatan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 yang menyebabkan pembayaran

kewajiban semakin besar. PT SSTM memiliki laba ditahan bernilai negatif berarti

perusahaan mengalami defisit sejak 2012 hingga 2014. Seperti halnya aktiva

lancar dan total aktiva, EBIT mengalami kenaikan pada tahun 2013 namun

menurun pada 2014. Penjualan meningkat dari tahun 2012 ke 2013, namun sedikit

120

Pag

e120

menurun pada tahun 2014. Selanjutnya, selama tahun 2012 sampai 2014 PT

SSTM memliki laba bersih yang negatif artinya tiga tahun tersebut perusahaan ini

mengalami kerugian terus menerus. Jumlah saham yang beredar tetap, namun

close price nya turun pada tahun 2013 dan kembali naik pada tahun 2014

s. PT Yana Prima Hasta Persada Tbk (YPAS)

Gambaran umum mengenai ringkasan data keuangan PT Yana Prima Hasta

Persada Tbk periode 2012 sampai 2014 akan disajikan pada tabel 22.

Tabel 22. Ringkasan Data Laporan Keuangan PT Yana Prima Hasta

Persada Tbk (YPAS)

Uraian Tahun (Dinyatakan Dalam Rupiah)

2012 2013 2014

Aktiva Lancar 169.843.136.732 414.043.404.100 130.490.593.485

Total Aktiva 349.438.243.276 613.878.797.683 320.494.592.961

Hutang Lancar 126.421.816.118 351.973.723.283 94.377.062.611

Total Hutang 211.270.382.802 443.067.408.288 158.615.180.283

Laba Ditahan 69.735.646.055 75.957.358.858 67.025.382.141

Penjualan 413.821.872.609 439.680.589.423 421.516.175.465

Ebit 22.569.570.253 8.433.485.062 -9.447.119.285

Laba Bersih 16.472.534.252 6.221.712.803 -8.931.976.717

Jumlah Lembar Saham 668.000.089 668.000.089 668.000.089

Close Price 660,00 660,00 500,00

Sumber : idx.co.id diolah 2016

Berdasarkan tabel 22 PT YPAS diuraikan bahwa aktiva lancar dan total aktiva

meningkat ada tahun 2013 dari tahun 2012, namun kembali menurun lagi pada

tahun 2014. Demikian juga pada hutang lancar dan total hutang yang mengalami

peningkatan jumlah pada 2013, namun kewajiban yang harus dibayarkan oleh PT

YPAS semakin sedikit karena jumlah hutang lancar dan total hutang berkurang

pada tahun 2014. Laba ditahan bertambah jumlahnya pada tahun 2013 dari tahun

2012 tetapi menurun pada tahun 2014. Demikian pula pada penjualan dan EBIT

yang meningkat hanya pada tahun 2013 dan menurun lagi di tahun berikutnya

121

Pag

e121

hingga bernilai negatif. Namun untuk laba bersih PT YPAS dari tahun 2012

mengalami penurunan bahkan bernilai negatif pada tahun 2014 artinya pada tahun

tersebut perusahaan mengalami kerugian. Jumlah saham yang beredar berjumlah

tetap namun close price menurun hanya pda tahun 2014 pada saat perusahaan

mengalami kerugian.

C. Analisis Dan Interpretasi Data

1. Penerapan Model Multiple Diskriminan Analysis Altman (Z”-score)

Perhitungan dari penerapan Model Multiple Diskriminan Analysis Altman

Z”-score yang digunakan untuk memprediksi financial distress dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

a. PT Alam Karya Unggul Tbk (AKKU)

Tabel 23. Hasil Perhitungan Z”-score PT Alam Karya Unggul Tbk

Variabel Rumus Hasil Perhitungan

2012 2013 2014

Modal

Kerja (Rp)

Aktiva Lancar - Hutang

Lancar -5.042.771.409 -6.343.701.260 32.930.859.699

x1

Modal Kerja : Total

Aktiva -0,476504442 -0,140321443 0,363178352

x2

Laba Ditahan : Total

Aktiva -2,599959551 -0,640306972 -0,385099676

x3 EBIT : Total Aktiva -0,22886827 0,049497949 -0,054116078

x4

Nilai Buku Ekuitas : Total

hutang

0,088027627 -0,077303467 0,140524859

6,56 x1 -0,476504442 -0,140321443 0,363178352

3,26 x2 -2,599959551 -0,640306972 -0,385099676

6,72 x3 -0,22886827 0,049497949 -0,054116078

1,05 x4 0,088027627 -0,077303467 0,140524859

Z”-score -13,04730304 -2,75645182 0,910916106

Z kategori Distress Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

122

Pag

e122

Berdasarkan tabel 23 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT AKKU bernilai negatif pada tahun 2012 dan

2013, untuk tahun 2014 bernilai positif yaitu 0,363178352. Nilai negatif pada

variabel x1 terjadi karena hutang lancar lebih besar dari pada aktiva lancar yang

dimiliki oleh perusahaan sehingga menghasilkan modal kerja yang tentunya

bernilai negatif pula. Hal ini berarti PT AKKU akan mengalami kesulitan dalam

memenuhi kewajiban hutangnya. Demikian sebaliknya pada tahun 2014 bernilai

positif berarti aktiva lancar lebih besar dari pada hutang lancar yang berarti

perusahaan mampu membayar kewajibannya.

Variabel x2 merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total

aktiva. Variabel x2 bernilai negatif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012

sampai 2014. Nilai negatif tersebut diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai

negatif dari tahun 2012 sampai 2014, sehingga mempengaruhi variabel x2. Laba

ditahan yang negatif menunjukan bahwa perusahaan dalam kondisi tahun bisnis

yang buruk karena mengalami defisit.

EBIT dibagi dengan total aktiva merupakan variabel ketiga atau x3 yang

bernilai postif pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2012 dan 2014 bernilai

negatif. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi pada tahun

2013 PT AKKU mampu menghasilkan laba dari aktiva perusahaannya, sebaliknya

pada tahun 2012 dan 2014. Melemahnya rasio ini dapat menjadi indikator

financial distress sampai hadirnya kebangkrutan. Variabel x4 pada PT Alam

123

Pag

e123

Karya Unggul Tbk bernilai positif pada tahun 2012 dan 2014, namun bernilai

negatif pada tahun 2013.

Berdasarkan keempat variabel di atas diperoleh perhitungan z”-score. Dari

perhitungan tersebut PT Alam Karya Unggul Tbk masuk dalam kondisi financial

distress (distress zone) dan secara otomatis juga masuk dalam kategori berpotensi

bangkrut karena pada tahun 2012 menunjukkan hasil perhitungan negatif yaitu --

13,04730304, tahun 2013 -2,75645182, dan tahun 2014 0,910916106 di mana

hasil tersebut masuk dalam kategori pertama yaitu z < 1,1 sehingga dikatakan

berpotensi bangkrut.

b. PT Alaska Industrindo Tbk (ALKA)

Tabel 24. Perhitungan Z”-score PT Alaska Industrindo Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 51.996.134.000 46.757.472.000 46.304.599.000

x1 modal kerja : total aktiva 0,351604703 0,193282335 0,189091445

x2 laba ditahan : total aktiva -0,131439475 -0,08165237 -0,069788472

x3 EBIT : Total aktiva 0,053385366 0,005216429 0,007771899

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang -0,406159306 -0,063885826 -0,111363654

6,56 x1 0,351604703 0,193282335 0,189091445

3,26 x2 -0,131439475 -0,08165237 -0,069788472

6,72 x3 0,053385366 0,005216429 0,007771899

1,05 x4 -0,406159306 -0,063885826 -0,111363654

Z”-score 1,810316552 0,969719677 0,948224786

z kategori Grey Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 24 penerapan perhitungan model Altman Z”-score diketahui

bahwa variabel x1 pada PT Alaska Industrindo Tbk bernilai positif setiap

tahunnya dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi karena

124

Pag

e124

memliki aktiva lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga modal

kerjanya bernilai positif. Modal kerja yang bernilai positif juga menandakan

bahwa perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Hasil perhitungan

variabel x2 menunjukkan nilai negatif karena perusahaan mengalami defisit terus

menerus sehingga mempengaruhi hasil perhitungan bernilai negatif pula .

Variabel x3 bernilai positif mulai dari tahun 2012 sampai 2014. Variabel ini

diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total

aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai positif

yang ditunjukkan bahwa PT Alaska Industrindo Tbk mampu menghasilkan laba

dari aktivanya berturut-turut setiap tahunnya. Variabel x4 pada PT Alaska

Industrindo Tbk bernilai negatif setiap tahun dari tahun 2012 sampai 2014.

Berdasarkan variabel di atas menghasilkan perhitungan Z”-score dalam kategori

rawan atau grey zone pada tahun 2012, dan selanjutnya semakin menurun pada

tahun 2012 dan 2014 sehingga masuk pada kategori distress zone atau mengalami

financial distress yang berpotensi pada kebangkrutan dengan titik cut off < 1,1.

125

Pag

e125

c. PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk (BIMA)

Tabel 25. Perhitungan Z”-score PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk

Variabel Rumus Hasil Perhitungan

2012 2013 2014

Modal

Kerja (Rp)

Aktiva Lancar - Hutang

Lancar -69.668.239.851 -15.035.920.110 -7.145.547.687

X1

Modal Kerja : Total

Aktiva -0,695980707 -0,127415429 -0,068668512

X2

Laba Ditahan : Total

Aktiva -2,305857281 -2,092823666 -2,276784606

X3 Ebit : Total Aktiva 0,154070531 0,156218204 0,204397667

X4

Nilai Buku Ekuitas :

Total hutang -0,066817028 -0,074644704 -0,089774705

6,56 X1 -0,695980707 -0,127415429 -0,068668512

3,26 X2 -2,305857281 -2,092823666 -2,276784606

6,72 X3 0,154070531 0,156218204 0,204397667

1,05 X4 -0,066817028 -0,074644704 -0,089774705

Z”-score -11,11753208 -6,687040978 -6,593494369

Z Kategori Ditress Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 25 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk bernilai

negatif tahun 2012 sampai tahun 2013. Nilai negatif ini terjadi karena memliki

hutang lancar yang jumlahnya melebihi aktiva lancar sehingga modal kerjanya

bernilai negatif. Modal kerja yang bernilai negatif menandakan bahwa perusahaan

tidak mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Hasil perhitungan variabel x2

bernilai negatif karena perusahaan mengalami defisit terus menerus sehingga

mempengaruhi hasil perhitungan bernilai negatif pula. Variabel x3 bernilai positif

mulai dari tahun 2012 sampai 2014. Variabel ini diperoleh dari perhitungan laba

sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum

126

Pag

e126

pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai positif yang ditunjukkan bahwa PT

Primarindo Asia Infrastructure Tbk mampu menghasilkan laba dari aktivanya

berturut-turut setiap tahunnya. Variabel x4 pada PT Primarindo Asia

Infrastructure Tbk bernilai negatif dari tahun 2012 sampai 2014. Berdasarkan

variabel di atas menghasilkan perhitungan Z”-score masuk pada kategori distress

zone atau mengalami financial distress yang berpotensi pada kebangkrutan

dengan titik cut off < 1,1.

d. PT Berliana Tbk (BRNA)

Tabel 26. Perhitungan Z”-score PT Berliana Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer -9.024.107.000 -1.05918E+11 25.910.460.000

x1 modal kerja : total aktiva -0,011713779 -0,094137824 0,019421883

x2 laba ditahan : total aktiva 0,291343512 0,177090344 0,18901321

x3 EBIT : Total aktiva 0,139412258 0,027718903 0,100210173

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang 0,478515058 0,156524082 0,5301755

6,56 x1 -0,011713779 -0,094137824 0,019421883

3,26 x2 0,291343512 0,177090344 0,18901321

6,72 x3 0,139412258 0,027718903 0,100210173

1,05 x4 0,478515058 0,156524082 0,5301755

Z”-score 2,312228644 0,310391708 1,973687256

z kategori Grey Zone Distress Zone Grey Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 26 penerapan perhitungan model Altman Z”-score diketahui

bahwa variabel x1 pada PT Berlina Tbk bernilai negatif pada tahun 2012 dan

2013, untuk tahun 2014 bernilai positif yaitu 0,019421883. Nilai negatif pada

variabel x1 terjadi karena hutang lancar lebih besar dari pada aktiva lancar ya ng

dimiliki oleh perusahaan sehingga menghasilkan modal kerja yang tentunya

127

Pag

e127

bernilai negatif pula. Hal ini berarti PT Berliana Tbk akan mengalami kesulitan

dalam memenuhi kewajiban hutangnya. Demikian sebaliknya pada tahun 2014

bernilai positif berarti aktiva lancar lebih besar dari pada hutang lancar yang

berarti perusahaan mampu membayar kewajibannya.

Variabel x2 merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva.

Variabel x2 bernilai positif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai

2014. Nilai positif ini berarti perusahaan memiliki laba yang ditahan untuk

diinvestasikan ke dalam perusahaan pada tahun berikutnya sebagai bahan bakar

utama kelangsungan pertumbuhan perusahaan.

Variabel x3 bernilai positif mulai dari tahun 2012 sampai 2014. Variabel ini

diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total

aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai positif

yang ditunjukkan bahwa PT Berliana Tbk mampu menghasilkan laba dari

aktivanya berturut-turut setiap tahunnya. Variabel x4 pada PT Berliana Tbk

bernilai positif setiap tahun dari tahun 2012 sampai 2014. Hal ini menunjukkan

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dari nilai

buku ekuitas.

Berdasarkan variabel di atas diperoleh perhitungan Z”-score. Dari perhitungan

tersebut PT Berliana Tbk pada tahun 2012 masuk dalam kategori rawan atau

posisi grey zone yaitu bernilai 2,312228644 di mana titik cut off prediksi Altman

adalah 1,1 < Z”-score < 2,6. Kemudian pada tahun 2013 masuk dalam kondisi

financial distress (distress zone) yang berpotensi bangkrut yaitu bernilai

128

Pag

e128

0,310391708 di mana titik cut off nya adalah < 1,1. Pada tahun 2014 sedikit

meningkat dari tahun sebelumnya menjadi masuk pada kategori rawan (grey

zone).

e. PT Pan Asia Indosyntec Tbk (HDTX)

Tabel 27. Perhitungan Z”-score PT Pan Asia Indosyntec Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal

kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancar -32.243.022.567 -5.52091E+11 -13.535.565.748

x1 modal kerja : total aktiva -0,023663795 -0,232095134 -0,003206191

x2 laba ditahan : total aktiva -0,158277273 -0,181166452 -0,124711893

x3 EBIT : Total aktiva 0,010479648 -0,119386983 -0,023957838

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang -0,066210691 0,658990568 0,192105478

6,56 x1 -0,023663795 -0,232095134 -0,003206191

3,26 x2 -0,158277273 -0,181166452 -0,124711893

6,72 x3 0,010479648 -0,119386983 -0,023957838

1,05 x4 -0,066210691 0,658990568 0,192105478

Z”-score -0,6703164 -2,223487139 -0,386879302

Z

kategori Distress Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 27 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Pan Asia Indosyntec Tbk bernilai negatif

pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Nilai negatif pada variabel x1 terjadi

karena hutang lancar lebih besar dari pada aktiva lancar yang dimiliki oleh

perusahaan sehingga menghasilkan modal kerja yang tentunya bernilai negatif

pula. Hal ini berarti PT Pan Asia Indosytec Tbk akan mengalami kesulitan dalam

memenuhi kewajiban hutangnya setiap tahun berturut-turut. Demikian pula pada

129

Pag

e129

variabel x2 yang bernilai negatif sejak tahun 2012 sampai 2014.Variabel x2

merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva. Nilai negatif

tersebut diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai negatif dari tahun 2012

sampai 2014. Laba ditahan yang negatif menunjukan bahwa perusahaan

mengalami defisit dan dalam kondisi tahun bisnis yang buruk.

EBIT dibagi dengan total aktiva merupakan variabel ketiga atau x3 yang bernilai

postif pada tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 dan 2014 bernilai negatif.

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari

aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi pada tahun 2012

PT Pan Asia Indosyntec Tbk mampu menghasilkan laba dari aktiva

perusahaannya, sebaliknya pada tahun 2013 dan 2014. Variabel x4 pada PT Pan

Asia Indosyntec Tbk bernilai negatif pada tahun 2012 dan bernilai positif pada

tahun 2013 dan 2014.

Berdasarkan variabel di atas diperoleh perhitungan z”-score. Dari perhitungan

tersebut PT Pan Asia Indosyntec Tbk masuk dalam kategori distress zone atau

mengalami financial distress yang berpotensi pada kebangkrutan dengan titik cut

off adalah < 1,1.

130

Pag

e130

f. PT Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk (IKAI)

Tabel 28. Perhitungan Z”-score PT Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk

variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancar -1.03829E+11 5.538.563.261 -33.895.890.685

x1 modal kerja : total aktiva -0,204618516 0,012938844 -0,065367099

x2 laba ditahan : total aktiva -0,294701201 -0,450003204 -0,422612098

x3 EBIT : Total aktiva -0,064966702 -0,028244532 -0,007482125

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang 0,220449397 0,062765179 0,017704473

6,56 x1 -0,204618516 0,012938844 -0,065367099

3,26 x2 -0,294701201 -0,450003204 -0,422612098

6,72 x3 -0,064966702 -0,028244532 -0,007482125

1,05 x4 0,220449397 0,062765179 0,017704473

Z”-score -2,508127749 -1,506031447 -1,83821379

z kategori Distress Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 28 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Inti keramik Alam Asri Industri Tbk bernilai

positif pada tahun 2013 namun bernilai negatif pada tahun 2012 dan 2014. Nilai

positif berarti aktiva lancar lebih besar dari hutang lancarnya,sedangkan nilai

negatif pada variabel x1 terjadi karena hutang lancar lebih besar dari pada aktiva

lancar yang dimiliki oleh perusahaan sehingga menghasilkan modal kerja yang

tentunya bernilai negatif pula. Hal ini berarti PT Inti keramik Alam Asri Industri

Tbk akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban hutangnya pada tahun

2012 dan 2014.

Demikian pula pada variabel x2 yang bernilai negatif sejak tahun 2012 sampai

2014 pada PT Inti keramik Alam Asri Industri Tbk. Variabel x2 merupakan

perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva. Nilai negatif tersebut

diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai negatif dari tahun 2012 sampai

131

Pag

e131

2014. Laba ditahan yang negatif menunjukan bahwa perusahaan mengalami

defisit dalam kondisi tahun bisnis yang buruk.

EBIT dibagi dengan total aktiva merupakan variabel ketiga atau x3 yang bernilai

negatif pada tahun 2012 sampai 2014. Rasio ini menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran

bunga dan pajak. Jadi setiap tahunnya PT Inti keramik Alam Asri Industri Tbk

tidak mampu menghasilkan laba dari aktiva perusahaannya dan mengalami

penurunan jumlah. Variabel x4 pada PT PT Inti keramik Alam Asri Industri Tbk

bernilai positif setiap tahun dari tahun 2012 sampai 2014, akan tetapi nilai

variabel x4 setiap tahunnya mengalami penurunan sehingga dapat diartikan bahwa

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya menurun setiap

tahunnya.

Berdasarkan variabel di atas diperoleh perhitungan Z”-score. Dari perhitungan

tersebut PT Inti keramik Alam Asri Industri Tbk masuk dalam kategori berpotensi

bangkrut dan secara otomatis juga masuk dalam kondisi financial distress

(distress zone) di mana hasil tersebut -2,508127749 tahun 2012, -1,506031447

tahun 2013, dan -1,83821379 tahun 2014 masuk dalam kategori pertama yaitu z <

1,1 sehingga dikatakan berpotensi bangkrut.

132

Pag

e132

g. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS)

Tabel 29. Perhitungan Z”-score PT Indomobil Sukses Internasional Tbk

variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 1.849.671.980.247 914.439.001.133 372.114.662.158

x1

modal kerja : total

aktiva 0,105228543 0,040978628 0,015853963

x2

laba ditahan : total

aktiva 0,095559943 0,095540298 0,083133178

x3 EBIT : Total aktiva 0,059691951 0,042617043 0,04302084

x4

Nilai Buku Ekuitas:

total hutang 0,624654526 0,446063536 0,517493028

6,56 x1 0,105228543 0,040978628 0,015853963

3,26 x2 0,095559943 0,095540298 0,083133178

6,72 x3 0,059691951 0,042617043 0,04302084

1,05 x4 0,624654526 0,446063536 0,517493028

Z”-score 2,058841823 1,335034414 1,207483877

z kategori Grey Zone Grey Zone Grey Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 29 penerapan perhitungan model Altman Z”-score diketahui

bahwa variabel x1 pada PT Indomobil Sukses Internasional Tbk bernilai positif

dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif pada variabel x1 terjadi karena

aktiva lancar lebih besar dari pada hutang lancar yang dimiliki oleh perusahaan

sehingga menghasilkan modal kerja yang tentunya bernilai positif pula berarti

perusahaan mampu membayar kewajibannya setiap tahun.

Variabel x2 merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva.

Variabel x2 PT Indomobil Sukses Internasional Tbk bernilai positif pada tiga

tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai 2014. Nilai positif ini berarti

perusahaan memiliki laba yang ditahan untuk diinvestasikan ke dalam perusahaan

pada tahun berikutnya sebagai bahan bakar utama kelangsungan pertumbuhan

perusahaan.

133

Pag

e133

Variabel x3 bernilai positif mulai dari tahun 2012 sampai 2014. Variabel ini

diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total

aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai positif

yang ditunjukkan bahwa PT Indomobil Sukses Internasional Tbk mampu

menghasilkan laba dari aktivanya berturut-turut setiap tahunnya. Variabel x4 pada

PT Indomobil Sukses Internasional Tbk bernilai positif setiap tahun dari tahun

2012 sampai 2014.

Berdasarkan kelima variabel di atas diperoleh perhitungan Z”-score. Dari

perhitungan tersebut PT Indomobil Sukses Internasional Tbk pada tahun 2012

sampai tahun 2014 masuk dalam kategori rawan atau posisi grey zone.

h. PT Indofarma Tbk (INAF)

Tabel 30. Hasil Perhitungan Z”-score PT INAF

variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal

kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 407.765.409.169 177.937.524.479 182.322.050.054

x1

modal kerja : total

aktiva 0,343058189 0,137455433 0,146051213

x2 laba ditahan : total aktiva 0,051933421 0,001869805 0,002873053

x3 EBIT : Total aktiva 0,070088825 -0,024956217 0,037124657

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang 1,349589985 -13,3469617 12,92167604

6,56 x1 0,343058189 0,137455433 0,146051213

3,26 x2 0,051933421 0,001869805 0,002873053

6,72 x3 0,070088825 -0,024956217 0,037124657

1,05 x4 1,349589985 -13,3469617 12,92167604

Z”-score 4,307831063 -13,27421236 14,78469965

z

kategori Safe Zone Distress Zone Safe Zone

Sumber : data diolah 2016

134

Pag

e134

Berdasarkan tabel 30 penerapan perhitungan model Altman Z”-score diketahui

bahwa variabel x1 pada PT Indofarma Tbk bernilai positif dari tahun 2012 sampai

tahun 2014. Nilai positif pada variabel x1 terjadi karena aktiva lancar lebih besar

dari pada hutang lancar yang dimiliki oleh perusahaan sehingga menghasilkan

modal kerja yang tentunya bernilai positif pula berarti perusahaan mampu

membayar kewajibannya setiap tahun. Variabel x2 merupakan perhitungan dari

laba ditahan dibagi dengan total aktiva. Variabel x2 PT Indofarma Tbk bernilai

positif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai 2014. Nilai positif

ini berarti perusahaan memiliki laba yang ditahan untuk diinvestasikan ke dalam

perusahaan pada tahun berikutnya sebagai bahan bakar utama kelangsungan

pertumbuhan perusahaan.

Variabel x3 bernilai positif pada tahun 2012 dan 2014. Variabel ini diperoleh dari

perhitungan laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini

menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva

perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai positif yang

ditunjukkan bahwa PT Indofarma Tbk mampu menghasilkan laba dari aktivanya

pada 2012 dan 2014, namun sebaliknya pada tahun 2013 karena bernilai negatif.

Variabel x4 pada PT Indofarma Tbk bernilai positif dari tahun 2012 dan 2014

kemudian bernilai negatif pada tahun 2013.

Berdasarkan variabel di atas diperoleh perhitungan Z”-score. Dari perhitungan

tersebut PT Indofarma Tbk pada tahun 2012 dan 2014 termasuk pada kategori

safe zone atau non financial distress. Pada tahun 2013 menurun dan masuk pada

135

Pag

e135

kategori distress zone atau kategori financial distress yang berpotensi pada

kebangkrutan.

i. PT Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk (JKSW)

Tabel 31. Perhitungan Z”-score PT Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal

kerja (Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer -176.134.898.589 98.474.594.479 90.448.527.480

x1 modal kerja : total aktiva 0,307089513 0,375304145 0,298558272

x2 laba ditahan : total aktiva -1,718816272 -1,85852119 -1,641460277

x3 EBIT : Total aktiva -0,062087527 -0,031703528 -0,031945989

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang 0,036122259 0,01705847 0,019461932

6,56 x1 0,307089513 0,375304145 0,298558272

3,36 x2 -1,718816272 -1,85852119 -1,641460277

6,72 x3 -0,062087527 -0,031703528 -0,031945989

1,05 x4 0,036122259 0,01705847 0,019461932

Z”-score -3,968133654 -3,7919202 -3,586860257

z kategori Distress Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 31 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk bernilai

positif pada tahun 2012 sampai 2014. Nilai positif berarti aktiva lancar lebih besar

dari pada hutang lancar yang berarti perusahaan mampu membayar kewajibannya

setiap tahun. Variabel x2 merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan

total aktiva. Hasil perhitungan variabel x2 PT Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk

menunjukkan nilai negatif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai

2014. Nilai negatif tersebut diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai negatif

dari tahun 2012 sampai 2014, sehingga mempengaruhi variabel x2. Laba ditahan

136

Pag

e136

yang negatif menunjukan bahwa perusahaan dalam kondisi tahun bisnis yang

buruk karena mengalami defisit.

EBIT dibagi dengan total aktiva merupakan variabel ketiga atau x3 yang bernilai

negatif sejak tahun 2012 sampai 2014. Rasio ini menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran

bunga dan pajak. Jadi pada tahun 2012 sampai 2014 PT Jakarta Kyoei Steel Work

LTD Tbk tidak mampu menghasilkan laba dari aktiva perusahaannya.

Melemahnya rasio ini dapat menjadi indikator financial distress sampai hadirnya

kebangkrutan. Variabel x4 pada PT Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk bernilai

positif setiap tahun dari tahun 2012 sampai 2014.

Berdasarkan kelima variabel di atas diperoleh perhitungan Z”-score. Dari

perhitungan tersebut PT Jakarta Kyoei Steel Work LTD masuk dalam kategori

berpotensi bangkrut dan secara otomatis juga masuk dalam kondisi financial

distress (distress zone) dengan titik cut off yaitu z < 1,1 sehingga dikatakan

berpotensi bangkrut.

137

Pag

e137

j. PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI)

Tabel 32. Perhitungan Z”-score PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal

kerja (Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 20.095.925.620 21.663.661.817 56.553.225.245

x1 modal kerja : total aktiva 0,027129044 0,027465843 0,043525414

x2 laba ditahan : total aktiva -3,282320357 -3,105689549 -1,898797697

x3 EBIT : Total aktiva 0,048670198 -0,032279186 -0,013735464

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang -0,014827985 0,010393565 0,007233769

6,56 x1 0,027129044 0,027465843 0,043525414

3,26 x2 -3,282320357 -3,105689549 -1,898797697

6,72 x3 0,048670198 -0,032279186 -0,013735464

1,05 x4 -0,014827985 0,010393565 0,007233769

Z”-score -10,21090349 -10,15037488 -5,989260634

z kategori Distress Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 32 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk

bernilai positif setiap tahunnya dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif

ini terjadi karena memliki aktiva lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar

sehingga modal kerjanya bernilai positif. Modal kerja yang bernilai positif juga

menandakan bahwa perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajibannya.

Hasil perhitungan variabel x2 PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tb bernilai

negatif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai 2014. Nilai negatif

tersebut diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai negatif dari tahun 2012

sampai 2014, sehingga mempengaruhi variabel x2. Laba ditahan yang negatif

menunjukan bahwa perusahaan dalam kondisi tahun bisnis yang buruk karena

138

Pag

e138

mengalami defisit. Variabel x3 bernilai negatif pada tahun 2013 dan 2014, tetapi

bernilai positif pada tahun 2012. Variabel ini diperoleh dari perhitungan laba

sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum

pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai negatif pada tahun 2013 dan 2014

menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu menghasilkan laba dari aktivanya,

sedangkan nilai positif yang ditunjukkan bahwa PT Kertas Basuki Rachmat

Indonesia Tbk mampu menghasilkan laba dari aktivanya pada tahun 2012.

Variabel x4 pada PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk bernilai negatif pada

tahun 2012 saja kemudian pada tahun 2013 dan 2014 bernilai positif.

Berdasarkan hasil perhitungan Z”-score diperoleh bahwa sejak tahun 2012

sampai dengan 2014 perusahaan masuk pada kondisi distress zone atau kondisi

financial distress yang berpotensi pada kebangkrutan.

k. PT Langgeng Makmur Industry Tbk (LMPI)

Tabel 33. Perhitungan Z”-score PT Langgeng Makmur Industry Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 83.502.823.402 72.892.259.581 88.173.068.406

x1 modal kerja : total aktiva 0,102439475 0,088656276 0,109004716

x2 laba ditahan : total aktiva -0,116296437 -0,129944058 -0,129965458

x3 EBIT : Total aktiva 0,00623311 -0,017051364 0,003712419

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang -0,053596738 0,131220804 -0,028564661

6,56 x1 0,102439475 0,088656276 0,109004716

3.26 x2 -0,116296437 -0,129944058 -0,129965458

6,72 x3 0,00623311 -0,017051364 0,003712419

1,05 x4 -0,053596738 0,131220804 -0,028564661

Z”-score 0,278486492 0,181164219 0,286338104

z kategori Distress Zone Distress Zone Distress Zone

139

Pag

e139

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 33 penerapan perhitungan model Altman Z”-score diketahui

bahwa variabel x1 pada PT Langgeng Makmur Industry Tbk bernilai positif setiap

tahunnya dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi karena

memliki aktiva lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga modal

kerjanya bernilai positif. Modal kerja yang bernilai positif juga menandakan

bahwa perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Hasil perhitungan

variabel x2 PT Langgeng Makmur Industry Tbk menunjukkan nilai negatif pada

tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai 2014. Nilai negatif tersebut

diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai negatif dari tahun 2012 sampai

2014, sehingga mempengaruhi variabel x2. Laba ditahan yang negatif

menunjukan bahwa perusahaan dalam kondisi tahun bisnis yang buruk karena

mengalami defisit.

Variabel x3 bernilai positif pada tahun 2012 dan 2014, sedangkan tahun 2013

bernilai negatif. Variabel ini diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga dan

pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan

pajak. Jadi nilai positif yang ditunjukkan bahwa PT Langgeng Makmur Industry

Tbk mampu menghasilkan laba dari aktivanya pada tahun 2012 dan 2014,

sebaliknya pada tahun 2013. Variabel x4 pada PT Langgeng Makmur Industry

Tbk bernilai positif hanya pada tahun 2013, sedangkan tahun 2012 dan 2014

bernilai negatif.

140

Pag

e140

Berdasarkan variabel di atas diperoleh perhitungan z”-score. Dari

perhitungan PT Langgeng Makmur Industry Tbk masuk dalam kategori distress

zone atau pada kondisi financial distress yang berpotensi mengalami

kebangkrutan dengan titik cut off < 1,1.

l. PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN)

Tabel 34. Perhitungan Z”-score PT Malindo Feedmill Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 41.462.314.000 10.509.456.000 132.787.862.000

x1 modal kerja : total aktiva 0,023036134 0,004745964 0,037603964

x2 laba ditahan : total aktiva 0,416432289 0,417610354 0,226373722

x3 EBIT : Total aktiva 0,248761354 0,170016872 -0,005009538

x4

Nilai Buku Ekuitas:

Total hutang 0,59736327 0,407118432 -0,022129502

6,56 x1 0,023036134 0,004745964 0,037603964

3,26 x2 0,416432289 0,417610354 0,226373722

6,72 x3 0,248761354 0,170016872 -0,005009538

1,05 x4 0,59736327 0,407118432 -0,022129502

Z”-score 3.807594033 2.962531012 0.927760265

z kategori Safe Zone Safe Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 34 penerapan perhitungan model Altman Z”-score diketahui

bahwa variabel x1 pada PT Malindo Feedmill Tbk bernilai positif setiap tahunnya

dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi karena memliki aktiva

lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga modal kerjanya bernilai

positif. Modal kerja yang bernilai positif juga menandakan bahwa perusahaan

mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Variabel x2 merupakan perhitungan

dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva. Variabel x2 PT Malindo Feedmill

Tbk bernilai positif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai 2014.

Nilai positif ini berarti perusahaan memiliki laba yang ditahan untuk

141

Pag

e141

diinvestasikan ke dalam perusahaan pada tahun berikutnya sebagai bahan bakar

utama kelangsungan pertumbuhan perusahaan.

Variabel x3 bernilai positif mulai dari tahun 2012 sampai 2013, sedangkan tahun

2014 bernilai negatif. Variabel ini diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga

dan pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran

bunga dan pajak. Jadi nilai positif yang ditunjukkan bahwa PT Malindo Feedmill

Tbk mampu menghasilkan laba dari aktivanya pada tahun 2012 sampai 2013, dan

sebaliknya pada tahun 2014. Variabel x4 pada PT Malindo Feedmill Tbk bernilai

positif pada tahun 2012 dan 2013, namun bernilai negatif pada tahun 2014

Berdasarkan hasil variabel di atas menghasilkan perhitungan Z”-score

dalam kategori sehat (safe zone) pada tahun 2012 dan 2013 dengan titik cut off

Z”-score > 2,6 dan berarti pada tahun tersebut mengalami non financial distress,

sedangkan pada tahun 2014 menurun hingga pada kategori distress zone atau

kondisi financial distress yang berpotensi pada kebangkrutan dengan cut off <1,1.

142

Pag

e142

m. PT Mustika Ratu Tbk (MRAT)

Tabel 35. Perhitungan Z”-score PT Mustika Ratu Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 294.233.980.089 261.853.594.744 272.427.083.722

x1

modal kerja : total

aktiva 0,64599685 0,595685369 0,546179881

x2

laba ditahan : total

aktiva 0,54180612 0,530058213 0,481923424

x3 EBIT : Total aktiva 0,091316569 -0,0230392 0,023531654

x4

Nilai Buku Ekuitas:

total hutang 0,168541044 -0,043465414 0,048828616

6,56 x1 0,64599685 0,595685369 0,546179881

3,26 x2 0,54180612 0,530058213 0,481923424

6,72 x3 0,091316569 -0,0230392 0,023531654

1,05 x4 0,168541044 -0,043465414 0,048828616

Z”-score 6,794642732 5,435223687 5,363413142

z kategori Safe Zone Safe Zone Safe Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 35 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Mustika Ratu Tbk bernilai positif setiap

tahunnya dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi karena

memliki aktiva lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga modal

kerjanya bernilai positif. Modal kerja yang bernilai positif juga menandakan

bahwa perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Variabel x2

merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva. Variabel x2

PT Mustika Ratu Tbk bernilai positif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun

2012 sampai 2014. Nilai positif ini berarti perusahaan memiliki laba yang ditahan

untuk diinvestasikan ke dalam perusahaan pada tahun berikutnya sebagai bahan

bakar utama kelangsungan pertumbuhan perusahaan.

143

Pag

e143

Variabel x3 bernilai positif pada tahun 2012 dan 2014, sedangkan pada tahun

2013 bernilai negatif. Variabel ini diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga

dan pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran

bunga dan pajak. Jadi nilai positif yang ditunjukkan bahwa PT Mustika Ratu Tbk

mampu menghasilkan laba dari aktivanya pada tahun 2012 dan 2014, sebaliknya

pada tahun 2013. Variabel x4 pada PT Mustika Ratu Tbk bernilai positif pada

tahun 2012 dan 2014, sedangkan 2013 bernilai negatif.

Keempat variabel di atas menghasilkan perhitungan Z”-score PT Mustika

Ratu Tbk dalam kategori sehat dan dalam kondisi non-financial distress (safe

zone) karena nilai yang dihasilkan oleh kelima variabel tersebut bernilai positif

semuanya. Dalam prediksi kebangkrutan Altman digolongkan dalam prediksi

ketiga di mana nilai titik cut off adalah Z”-score > 2,6.

n. PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA)

Tabel 36. Perhitungan Z”-score PT Bentoel Internasional Investama

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 1.749.797.000.000 839.178.000.000 10.475.000.000

x1

modal kerja : total

aktiva 0,252292051 0,090898673 0,001021897

x2 laba ditahan : total aktiva 0,188448701 0,028697632 -0,196455974

x3 EBIT : Total aktiva -0,029071309 -0,10848833 -0,098674256

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang -0,154266434 -3,780393075 0,502271598

6,56 x1 0,252292051 0,090898673 0,001021897

3,26 x2 0,188448701 0,028697632 -0,196455974

6,72 x3 -0,029071309 -0,10848833 -0,098674256

1,05 x4 -0,154266434 -3,780393075 0,502271598

Z”-score 1,912039667 -4,008604734 -0,769448656

z kategori Grey Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

144

Pag

e144

Berdasarkan tabel 36 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Bentoel Internasional Investama Tbk

bernilai positif pada tahun 2012 dan 2013. Nilai positif ini terjadi karena memliki

aktiva lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga modal kerjanya

bernilai positif. Modal kerja yang bernilai positif juga menandakan bahwa

perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Variabel x2 merupakan

perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva. Variabel x2 PT Bentoel

Internasional Investama Tbk bernilai positif pada tahun 2012 dan 2013. Nilai

positif ini berarti perusahaan memiliki laba yang ditahan untuk diinvestasikan ke

dalam perusahaan pada tahun berikutnya sebagai bahan bakar utama

kelangsungan pertumbuhan perusahaan. Pada tahun 2014 bernilai negatif berarti

perusahaan berada pada tahun yang buruk karena mengalami defisit.

Variabel x3 bernilai negatif mulai dari tahun 2012 sampai 2014. Variabel ini

diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total

aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai negatif

menunjukkan bahwa PT Bentoel Internasional Investama Tbk tidak mampu

menghasilkan laba dari aktivanya berturut-turut setiap tahunnya. Variabel x4 pada

PT Bentoel Internasional Investama Tbk bernilai negatif pada tahun 2012 dan

2013 kemudian bernilai positif pada tahun 2014.

Berdasarkan hasil variabel di atas menghasilkan perhitungan Z”-score

dalam kategori rawan (grey zone) pada tahun 2012 dengan titik cut off Z”-score

1,1 < Z”-score < 2,6 sedangkan pada tahun 2013 dan 2014 mulai masuk pada

145

Pag

e145

kondisi financial distress (distress zone) yang berpotensi mengalami

kebangkrutan yaitu dengan titik cut off sebesar < 1,1.

o. PT Schering Plough Indonesia Tbk (SCPI)

Tabel 37. Perhitungan Z”-score PT Schering Plough Indonesia Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 166.586.335.000 322.380.520.000 623.213.770.000

x1

modal kerja : total

aktiva 0,378176943 0,431912818 0,473094044

x2

laba ditahan : total

aktiva -0,070160967 -0,065251273 -0,084387624

x3 EBIT : Total aktiva -0,039539275 -0,008535435 -0,053714959

x4

Nilai oasar saham :

total hutang 0,563550885 0,130808705 0,636526505

6,56 x1 0,378176943 0,431912818 0,473094044

3,26 x2 -0,070160967 -0,065251273 -0,084387624

6,72 x3 -0,039539275 -0,008535435 -0,053714959

1,05 x4 0,563550885 0,130808705 0,636526505

Z”-score 2,578140497 2,700619953 3,135781577

z kategori Grey Zone Safe Zone Safe Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 37 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT SCPI Tbk bernilai positif setiap tahunnya

dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi karena memliki aktiva

lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga modal kerjanya bernilai

positif. Modal kerja yang bernilai positif juga menandakan bahwa perusahaan

mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Hasil perhitungan variabel x2

menunjukkan nilai negatif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai

2014. Nilai negatif tersebut diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai negatif

dari tahun 2012 sampai 2014, sehingga mempengaruhi variabel x2. Laba ditahan

146

Pag

e146

yang negatif menunjukan bahwa perusahaan dalam kondisi tahun bisnis yang

buruk karena mengalami defisit.

Variabel x3 bernilai negatif mulai dari tahun 2012 sampai 2014. Variabel ini

diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total

aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai negatif

yang ditunjukkan bahwa PT SCPI Tbk tidak mampu menghasilkan laba dari

aktivanya berturut-turut setiap tahunnya. Variabel x4 pada PT SCPI Tbk bernilai

positif setiap tahun dari tahun 2012 sampai 2014.

Berdasarkan perhitungan nilai Z”-score di atas dijelaskan bahwa pada

tahun 2012 berada pada grey zone. Kemudian membaik pada tahun 2013 dan

2014 sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan sehingga masuk pada kategori

safe zone dengan titik cut off > 2,6.

p. PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP)

Tabel 38. Perhitungan Z”-score PT Sekawan Intipratama Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 20.916.752.650 13.484.751.472 27.293.250.000

x1

modal kerja : total

aktiva 0,113451557 0,049467569 0,005469926

x2 laba ditahan : total aktiva 0,062840788 0,028745017 0,002491923

x3 EBIT : Total aktiva 0,051148579 0,003735134 -0,0014093

x4

Nilai Buku Ekuitas: total

hutang 0,813939172 0,129940227 -0,56554697

6,56 x1 0,113451557 0,049467569 0,005469926

3,26 x2 0,062840788 0,028745017 0,002491923

6,72 x3 0,051148579 0,003735134 -0,0014093

1,05 x4 0,813939172 0,129940227 -0,56554697

Z”-score 2,14745777 0,579753351 -0,55928843

z kategori Grey Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

147

Pag

e147

Berdasarkan tabel 38 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT SIAP Tbk bernilai positif setiap tahunnya

dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi karena memliki aktiva

lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga modal kerjanya bernilai

positif. Modal kerja yang bernilai positif juga menandakan bahwa perusahaan

mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Variabel x2 PT SIAP Tbk bernilai

negatif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai 2014. Nilai negatif

tersebut diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai negatif dari tahun 2012

sampai 2014, sehingga mempengaruhi variabel x2. Laba ditahan yang negatif

menunjukan bahwa perusahaan dalam kondisi tahun bisnis yang buruk karena

mengalami defisit. Variabel x3 bernilai positif mulai dari tahun 2012 sampai

2013, namun bernilai negatif pada tahun 2014. Variabel ini diperoleh dari

perhitungan laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini

menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva

perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Jadi nilai positif yang

ditunjukkan bahwa PT SIAP Tbk mampu menghasilkan laba dari aktivanya dari

tahun 2012 sampai 2013, namun sebaliknya pada tahun 2014. Variabel x4 pada

PT SIAP Tbk bernilai positif setiap tahun dari tahun 2012 sampai 2013, namun

bernilai negative pada tahun 2014.

Berdasarkan perhitungan nilai Z”-score di atas dijelaskan bahwa pada

tahun 2012 berada pada kondisi rawan atau posisi grey zone yaitu dengan titik cut

off 1,1 < zscore < 2,6. Pada tahun 2013 dan 2014 z”-score berada pada kondisi

148

Pag

e148

financial distress (distress zone ) yang berpotensi mengalami kebangkrutan

dengan titik cut off < 1,1.

q. PT Suparma Tbk (SPMA)

Tabel 39. Perhitungan Z”-score PT Suparma Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal

kerja (Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 300.242.346.863 91.545.684.367 495.830.920.506

x1

modal kerja : total

aktiva 0,180395805 0,051805434 0,237017731

x2

laba ditahan : total

aktiva 0,109352853 0,089493942 0,098829937

x3 EBIT : Total aktiva 0,03224257 -0,017829158 0,031215399

x4

Nilai Buku Ekuitas:

total hutang 0,294848914 -0,199221953 0,315849631

6,56 x1 0,180395805 0,051805434 0,237017731

3,26 x2 0,109352853 0,089493942 0,098829937

6,72 x3 0,03224257 -0,017829158 0,031215399

1,05 x4 0,294848914 -0,199221953 0,315849631

Z”-score 2,066148211 0,302598907 2,418431506

z kategori Grey Zone Distress Zone Grey Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 39 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Suparma Tbk bernilai positif setiap

tahunnya dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi karena

memliki aktiva lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga modal

kerjanya bernilai positif. Modal kerja yang bernilai positif juga menandakan

bahwa perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajibannya. Variabel x2

merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva. Variabel x2

PT Suparma Tbk bernilai positif pada tahun 2012 sampai 2014. Nilai positif ini

berarti perusahaan memiliki laba yang ditahan untuk diinvestasikan ke dalam

149

Pag

e149

perusahaan pada tahun berikutnya sebagai bahan bakar utama kelangsungan

pertumbuhan perusahaan.

Variabel x3 bernilai positif pada tahun 2012 dan 2014, sedangkan pada tahun

2013 bernilai negatif. Variabel ini diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga

dan pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran

bunga dan pajak. Jadi nilai positif yang ditunjukkan bahwa PT Suparma Tbk

mampu menghasilkan laba dari aktivanya pada tahun 2012 dan 2014, sedangkan

2013 tidak mampu menghasilkan laba dari aktivanya. Variabel x4 pada PT

Suparma Tbk bernilai positif setiap tahun dari tahun 2012 dan 2014, sedangkan

tahun 2013 bernilai negatif.

Berdasarkan perhitungan nilai Z”score di atas dijelaskan bahwa pada tahun 2012,

pada kategori grey zone, kemudian menurun menjadi distress zone dan sedikit

membaik kembali pada grey zone lagi pada tahun 2014 dengan titik cut off

1,1<z”score< 2,6.

150

Pag

e150

r. PT Sunson Textile Manufacturer Tbk (SSTM)

Tabel 40. Perhitungan Z”-score PT Sunson Textile Manufacturer Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 179.468.461.342 99.244.270.283 66.275.263.497

x1

modal kerja : total

aktiva 0,221490645 0,123766591 0,085664215

x2

laba ditahan : total

aktiva -0,096771676 -0,114283206 -0,135046026

x3 EBIT : Total aktiva 0,001365338 0,029211717 0,004939281

x4

Nilai Buku Ekuitas:

total hutang -0,014108857 -0,255608135 -0,036574794

6,56 x1 0,221490645 0,123766591 0,085664215

3,26 x2 -0,096771676 -0,114283206 -0,135046026

6,72 x3 0,001365338 0,029211717 0,004939281

1,05 x4 -0,014108857 -0,255608135 -0,036574794

Z”-score 1,131863733 0,367259783 0,116495641

z kategori Grey Zone Distress Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

Berdasarkan tabel 40 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Sunson Textile Manufacture Tbk bernilai

positif setiap tahunnya dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi

karena memliki aktiva lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga

modal kerjanya bernilai positif. Modal kerja yang bernilai positif juga

menandakan bahwa perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajibannya.

Hasil perhitungan variabel x2 pada PT Sunson Textile Manufacture Tbk

menunjukkan nilai negatif pada tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2012 sampai

2014. Nilai negatif tersebut diperoleh dari laba ditahan yang juga bernilai negatif

dari tahun 2012 sampai 2014, sehingga mempengaruhi variabel x2. Laba ditahan

yang negatif menunjukan bahwa perusahaan dalam kondisi tahun bisnis yang

buruk karena mengalami defisit. Variabel x3 bernilai positif mulai dari tahun 2012

sampai 2014. Variabel ini diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga dan

151

Pag

e151

pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan

pajak. Jadi nilai positif yang ditunjukkan bahwa PT Sunson Textile Manufacture

Tbk mampu menghasilkan laba dari aktivanya berturut-turut setiap tahunnya.

Variabel x4 pada PT Sunson Textile Manufacture Tbk bernilai negatif setiap

tahun dari tahun 2012 sampai 2014. Berdasarkan keempat variabel di atas

diperoleh perhitungan Z”-score. Dari perhitungan PT Sunson Textile Manufacture

Tbk pada tahun 2012 berada pada kategori grey zone, kemudian menurun pada 2

tahun berikutnya pada kategori distress zone atau kondisi financial distress yang

berpotensi mengalami kebangkrutan dengan titik cut off < 1,1.

s. PT Yana Prima Hasta Persada Tbk (YPAS)

Tabel 41. Perhitungan Z”-score PT Yana Prima Hasta Persada Tbk

Variabel Rumus hasil perhitungan

2012 2013 2014

modal kerja

(Rp)

aktiva lancar - hutang

lancer 43,421.320.614 62.069.680.817 36.113.530.874

x1

modal kerja : total

aktiva 0,124260356 0,101110644 0,112680624

x2

laba ditahan : total

aktiva 0,199565009 0,123733478 0,209131086

x3 EBIT : Total aktiva 0,064588152 0,01373803 -0,029476689

x4

Nilai Buku Ekuitas:

total hutang 0,323644671 0,111029204 -0,140948384

6,56 x1 0,124260356 0,101110644 0,112680624

3,26 x2 0,199565009 0,123733478 0,209131086

6,72 x3 0,064588152 0,01373803 -0,029476689

1,05 x4 0,323644671 0,111029204 -0,140948384

Z”-score 2,23958915 1,275557189 1,074873086

z kategori Grey Zone Grey Zone Distress Zone

Sumber : data diolah 2016

152

Pag

e152

Berdasarkan tabel 41 penerapan perhitungan model Altman Z”-score

diketahui bahwa variabel x1 pada PT Yana Prima Hasta Persada Tbk bernilai

positif setiap tahunnya dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Nilai positif ini terjadi

karena memliki aktiva lancar yang jumlahnya melebihi hutang lancar sehingga

modal kerjanya bernilai positif. Modal kerja yang bernilai positif juga

menandakan bahwa perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajibannya.

Variabel x2 merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total aktiva.

Variabel x2 PT Yana Prima Hasta Persada Tbk bernilai positif pada tiga tahun

berturut-turut sejak tahun 2012 sampai 2014. Nilai positif ini berarti perusahaan

memiliki laba yang ditahan untuk diinvestasikan ke dalam perusahaan pada tahun

berikutnya sebagai bahan bakar utama kelangsungan pertumbuhan perusahaan.

Variabel x3 bernilai positif pada tahun 2012 dan 2014, sedangkan tahun 2013

bernilai negatif. Variabel ini diperoleh dari perhitungan laba sebelum bunga dan

pajak dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan

pajak. Jadi nilai positif yang ditunjukkan bahwa PT Yana Prima Hasta Persada

Tbk mampu menghasilkan laba dari aktivanya pada tahun 2012 dan 2014,

sedangkan tahun 2013 yang bernilai negatif berarti sebaliknya. Variabel x4 pada

PT Yana Prima Hasta Persada Tbk bernilai positif pada tahun 2012 sampai 2013,

kemudian tahun 2014 bernilai negatif.

Berdasarkan perhitungan Z”-score dari keempat variabel di atas

menghasilkan perhitungan Z”-score pada tahun 2012 dan 2013 dalam kategori

153

Pag

e153

grey zone, kemudian menurun hingga pada kategori distress zone atau mengalami

financial distress yang berpotensi pada kebangkrutan dengan titik cut off < 1,1.

2. Analisis Estimasi Prediksi Potensi Kebangkrutan

Berdasarkan perhitungan Z”-score yang telah dilakukan pada masing-

masing perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2012-2014 yang menjadi sampel yaitu 19 perusahaan, maka klasifikasi prediksi

kebangkrutan seluruh perusahaan dalam disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 42. Klasifikasi Perhitungan Z”-score Sampel Perusahaan Manufaktur

Tahun 2012-2014

No Nama Perusahaan HASIL Z”-SCORE

Kategori 2012 2013 2014

1 Alam Karya Unggul Tbk -13,04730304 -2,75645182 0,910916106 FD

2 Alaska Industrindo Tbk 1,810316552 0,969719677 0,948224786 FD

3 Primarindo Asia Infrastructure Tbk -11,11753208 -6,687040978 -6,593494369 FD

4 Berliana Tbk 2,312228644 0,310391708 1,973687256 GZ

5 Pan Asia Indosyntec Tbk -0,6703164 -2,223487139 -0,386879302 FD

6

Inti Keramik Alam Asri Industri

Tbk -2,508127749 -1,506031447 -1,83821379 FD

7 Indomobil Sukses Internasional Tbk 2,058841823 1,335034414 1,207483877 GZ

8 Indofarma Tbk 4,307831063 -13,27421236 14,78469965 NFD

9 Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk -3,968133654 -3,7919202 -3,586860257 FD

10

Kertas Basuki Rachmat Indonesia

Tbk -10,21090349 -10,15037488 -5,989260634 FD

11 Langgeng Makmur Industry Tbk 0,278486492 0,181164219 0,286338104 FD

12 Malindo Feedmill Tbk 3,807594033 2,962531012 0,927760265 FD

13 Mustika Ratu Tbk 6,794642732 5,435223687 5,363413142 NFD

14

Bentoel Internasional Investasma

Tbk 1,912039667 -4,008604734 -0,769448656 FD

15 Schering Plough Indonesia Tbk 2,578140497 2,700619953 3,135781577 NFD

16 Sekawan Intipratama Tbk 2,14745777 0,579753351 -0,55928843 FD

17 Suparma Tbk 2,066148211 0,302598907 2,418431506 GZ

18 Sunson Textile Manufacturer Tbk 1,131863733 0,367259783 0,116495641 FD

19 Yana Prima Hasta Persada Tbk 2,23958915 1,275557189 1,074873086 FD

Sumber : data diolah 2016

154

Pag

e154

Keterangan :

FD = Financial Distress / Distress zone

NFD = Non- Financial Distress / safe zone

GZ = Grey Zone (rawan)

= Estimasi distress zone (Z”-score <1,1)

= Estimasi grey zone (1,1 < Z”-score < 2,6)

= Estimasi safe zone (Z”-score >2,6)

Berdasarkan klasifikasi pada tabel di atas pada tahun akhir penelitian yaitu

tahun 2014 terdapat 3 perusahaan dari sampel di atas yang masuk dalam kondisi

sehat (safe zone) yaitu PT Mustika Ratu Tbk (MRAT), PT Indofarma Tbk

(INAF), dan PT Schering Plough Indonesia Tbk (SCPI). Jadi ketiga perusahaan di

atas tergolong non financial distress karena berkondisi sehat. Perusahaan yang

masuk kategori rawan (grey zone) ada 4, yang pertama PT Berliana Tbk (BRNA).

Perusahaan ini pernah pada kategori distress zone pada tahun 2013 setelah pada

kategori grey zone, kemudian akhrinya pada kategori grey zone kembali pada

tahun 2014. Yang kedua PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) pada

kategori distress zone sejak 2012 sampai 2014. Ketiga yaitu PT Suparma Tbk

(SPMA) yang berada pada kategori distress zone tahun 2012 dan 2014 meski

sempat mengalami kondisi financial distress tahun 2013. Yang terakhir yaitu PT

155

Pag

e155

Yana Prima Hasta Persada (YPAS) yang sejak tahun 2012-2014 berada pada

kategori grey zone.

Di tahun 2014 terdapat 12 perusahaan yang berada pada kondisi financial

distress (distress zone) yang berpotensi mengalami kebangkrutan. Pada klasifikasi

pertama tampak bahwa emiten Alam Karya Unggul Tbk (AKKU) telah berpotensi

bangkrut sejak tahun 2012 sampai tahun 2014. Keadaan sama juga terjadi pada PT

Alaska Industrindo Tbk (ALKA), PT Primarindo Asia Infrastucture Tbk (BIMA),

PT Pan Asia indosytec Tbk (HDTX), PT Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk

(IKAI), PT Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk (JKSW), PT Kertas Basuki

Rachmat Indonesia Tbk (KBRI), dan PT Langgeng Makmur Industry Tbk (LMPI)

yang berada pada kategori distress zone sejak tahun 2012 sampai 2014. Kondisi

sehat atau safe zone pernah dialami oleh PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) pada

2 tahun yaitu tahun 2012 dan 2013 sampai pada tahun 2014 perusahaan tersebut

masuk pada kategori distress zone atau kondisi financial distress yang berpotensi

mengalami kebangkrutan. PT Bentoel Internasional Investama (RMBA), PT

Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM), PT Sekawan intipratama Tbk (SIAP)

sempat berada pada grey zone beberapa tahun sebelum pada tahun 2014

perusahaan berada pada kategori distress zone atau kondisi financial distress yang

berpotensi mengalami kebangkrutan.

Perusahaan yang menjadi objek penelitian selama tahun 2012 sampai 2014

pernah mengalami kerugian dan pernah tidak memiliki laba bersih, hal ini untuk

membuktikan pernyataan Lesmana dan Surjanto (2004: 183-284) tanda-tanda

156

Pag

e156

sebuah perusahaan mengalami kesulitan dalam bisnisnya antara lain sebagai

berikut :

h. Terjadinya penurunan signifikan terhadap penjualan dan pendapatan

perusahaan

i. Laba dan atau arus kas dari operasi mengalami penurunan

j. Penurunan total aktiva

k. Terjadinya penurunan secara signifikan terhadap harga pasar saham

l. Kemungkinan gagal yang besar dalam industri, atau industri dengan resiko

tinggi

m. Terjadi pemotongan yang besar dalam deviden

n. Young company, perusahaan yang baru berdiri atau berusia muda pada

umumnya ditahun-tahun awal operasinya mengalami kesulitan. Sehingga

dipelukan permodalan yang kuat agar perusahaan tersebut tidak

mengalami kesulitan keuangan yang serius yang dapat menyebabkan

kebangkrutan.

157

Pag

e157

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemaparan dan perhitungan pada bab IV mengenai

perhitungan Z”-score terhadap kondisi keuangan perusahaan manufaktur periode

2012-2014, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah :

1. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari seluruh perusahaan manufaktur

yang dijadikan sebagai sampel penelitian terdapat 3 perusahaan yang

tergolong pada kondisi sehat atau non financial distress (safe zone) yaitu

PT Mustika Ratu Tbk (MRAT), PT Indofarma Tbk (INAF), dan PT

Schering Plough Indonesia Tbk (SCPI). Selanjutnya terdapat 4

perusahaan yang berada dalam kondisi rawan atau posisi grey zone yaitu

PT Berliana Tbk (BRNA) PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS)

PT Suparma Tbk (SPMA) PT Yana Prima Hasta Persada (YPAS). Sisanya

yaitu 12 perusahaan yang tergolong berpotensi bangkrut atau mengalami

financial distress (distress zone) adalah Alam Karya Unggul Tbk

(AKKU), PT Alaska Industrindo Tbk (ALKA), PT Primarindo Asia

Infrastucture Tbk (BIMA), PT Pan Asia indosytec Tbk (HDTX), PT Inti

Keramik Alam Asri Industri Tbk (IKAI), PT Jakarta Kyoei Steel Work

LTD Tbk (JKSW), PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI), dan

PT Langgeng Makmur Industry Tbk (LMPI) PT Malindo Feedmill Tbk

(MAIN) PT Bentoel Internasional Investama (RMBA), PT Sunson Textile

158

Pag

e158

Manufacture Tbk (SSTM), PT Sekawan intipratama Tbk (SIAP) berada

pada kategori distress zone pada tahun 2014 sehingga berpotensi

mengalami kebangkrutan. Nilai Z”-score paling kecil diperoleh pada PT

Primarindo Asi infrastructure tahun 2014 yang mencapai nilai negatif

yaitu -6,593494369 hal ini terjadi karena beberapa faktor seperti

penurunan laba bersih, laba ditahan dan penurunan EBIT. Beberapa faktor

tersebut yang mendukung tanda-tanda perusahaan yang mengalami

kesulitan keuangan atau financial distress sehingga berpotensi mengalami

kebangkrutan seperti dalam pernyataan Lesmana dan Surjanto (2004: 183-

184) pada bab II.

2. Apabila pada kondisi financial distress masing-masing perusahaan tidak

memiliki kebijakan baru untuk memperbaiki kinerja keuangan dan

didukung dengan kebijakan makro yang ada, maka hasil analisis tersebut

mendapatkan pertimbangan investor sebagai penentuan keputusan investasi

dengan memperhatikan indikator atau tanda-tanda terjadinya kondisi

financial distress hingga berpotensi kebangkrutan pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012 – 2014.

Hasil analisis tersebut tergolong dalam 3 klasifikasi yaitu: financial distress

(distress zone) adalah perusahaan yang bertanda merah pada tabel analisis,

kondisi keuangan rawan (grey zone) adalah perusahaan yang bertanda abu-

abu pada tabel analisis, dan non-financial distress (safe zone) adalah

perusahaan yang bertanda hijau pada tabel analisis.

159

Pag

e159

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diperoleh saran yang bisa digunakan

sebagai pertimbangan oleh pihak-pihak yang berkepentingan yaitu :

1. Bagi Investor

Hasil dari perhitungan Z”-score tersebut dapat membantu para investor

sebagai informasi dan pertimbangan dalam menentukan langkah keputusan

investasi kepada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia, Apabila perusahaan pada kategori distress zone atau

mengalami financial distress yang berpotensi pada kebangkrutan,

sebaiknya investor menunda atau membatalkan untuk berinvestasi pada

perusahaan tersebut karena perusahaan akan terancam mengalami

kebangkrutan, Apabila perusahaan yang akan diinvestasikan berada pada

kondisi rawan atau grey zone sebaiknya investor menunda atau menunggu

sampai kondisi perusahaan tersebut dapat diprediksi apakah akan sehat atau

justru berpotensi bangkrut, Investor disarankan untuk berinvestasi pada

perusahaan yang dikategorikan sehat (safe zone), hal ini tentu saja karena

perusahaan yang sehat mampu menghasilkan profit yang besar sehingga

merupakan langkah yang tepat apabila berinvestasi pada perusahaan

dengan kondisi non financial distress

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini menggunakan Z”-score model Altman saran untuk penelitian

selanjutnya diharapkan bisa melakukan penelitian lebih mendalam atau

160

Pag

e160

periode yang berbeda dan menambah model penelitian lain sehingga dapat

dibandingkan,

161

Pag

e161

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Altman, Edward I, 1968, Financial Ratio, Discriminant Analysis and The

Prediction of Corporate Bangkruptcy, Journal of Finance, Vol XXIII

No,4, pg, 589-609,

Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta: Rineke Cipta,

Baridwan, Zaki, 2008, Intermediate Accounting, Edisi 8, Yogyakarta: BPFE-

UGM Yogyakarta,

Bungin, Burhan, 2008, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Edisi Pertama, Jakarta

Kencana Pernada Media Group,

Hanafi, Mamduh M, 2010, Manajemen Keuangan I, Edisi I, Yogyakarta: BPFE-

UGM,

Hanafi, Mamduh M, 2013, Analisis Laporan Keuangan, Yogyakarta: Unit

Penerbit dan Percetakan,

Harahap, Sofyan Safari, 2009, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Jakarta:

PT, Raja Grafindo Persada,

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta:

Salemba Empat,

Kasmir, 2008, Analisis Laporan Keuangan, Edisis I, Jakarta: Rajawali Pers,

Lesmana, Rico and Rudy Surjanto, 2004, Financial Perfomance Analyzing,

Jakarta: Elex Media Komputindo,

M, Sadeli, lili, 2002, Dasar-dasar Akuntansi, PT, Bumi Aksara, Jakarta,

Munawir, S, 2010, Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat, Yogyakarta:

Liberty,

Nazir, Mohammad, 2005, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia,

162

Pag

e162

PSAK I,2004, Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntansi Indonesia (PSAK-

IAI),Edisi Revisi, Jakarta: Salemba Empat,

Riyanto, Bambang, 2010, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi 4,

Yogyakarta: BPFE,

Sadeli M, lili, 2002, Dasar-dasar Akuntansi, PT, Bumi Aksara, Jakarta

Sartono, Agus, 2010, Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, Edisi Keempat,

Yogyakarta: BPFE,

Simamora, Henry, 2003, Akuntansi 1 Pengambilan Keputusan Bisnis, Jakarta:

Salemba Empat,

Simamora, B, 2005, Analisis Multivariat Pemasaran, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada,

Soemarso, 2004, Akuntansi Suatu Pengantar, Jakarta: Salemba Empat,

Soemarso, 2005, Analisis Laporan Keuangan, Jakarta: Penertbit Andi,

Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cetakan ke-

17, Bandung: Alfabeta,

Sundjaja, Ridwan dan Inge Barlian, 2003, Manajemen Keuangan 2, Edisi

Keempat, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,

Suryabrata, Sumandi, 2008, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT raja Grafindo

Persada,

Sutedi, Adrian, S,H, M,H, 2009, Hukum Kepailitan, Bogor: Ghalia Indonesia,

Syamsudin, Lukman, Drs, MA, 2011, Manajemen Keuangan Perusahaan, Jakarta:

PT, Raja Grafindo Persada,

Teng, 2003, Corporate Turnaround (Merawat Perusahaan Sakit menjadi Sehat),

Jakarta: Prenhalindo,

Usman, Husaini dan Purnomo S,A, 2008, Pengantar Statistika, Edisi 2, Jakarta:

Bumi Aksara,

INTERNET

www,idx,co,id diakses pada 9 November 2015

163

Pag

e163

www,sahamok,com diaskes pada 9 November 2015

www,kemenperin,go,id diakses pada 9 November 2015

www,mmindustri,co,id diakses pada 9 November 2015

www,britama,com diakses pada 17 Februari 2016

JURNAL :

Altman, E, I, (2000), Predicting financial distress of companies: Revisiting the

Zscore and Zeta® Models, Journal of Banking & Finance, 1,

Hartoyo, Nico Tantra, 2013, Prediksi Financial Distress Menggunakan Analisis

Diskriminan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2010-2011, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Brawijaya, Malang,

Nafisatin, Mar’ati, 2014, Implementasi Penggunaan Metode Altman (Z”-score)

untuk Menganalisis Estimasi Kebangkrutan (Studi pada PT Bursa Efek

Indonesia Periode 2011-2013), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol,10

No, 1 Mei 2014,

Platt, Harlan D dan Marjorie B, Platt, 2002, Predicting Corporate Financial

Distress: Reflection in Choice Based Sample Bias, Journal Economics and

Finance, 26(2), Summer,p, 184-199,

Muhamad Nadratuzzaman Hosen & Shofaun Nada, 2013, Pengukuran Tingkat

Kesehatan Dan Gejala Financial Distress Bank Umum Syariah, Jurnal

Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia,

Ardina, 2013, Pengaruh Efektivitas Komite Audit Terhadap Financial Distress

(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-

2011), Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro,

clxiv

Pag

eclx

iv

Lampiran 1. Ringkasan Data Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur 2012-2014

No kode

perusahaan

aktiva lancer HUTANG LANCAR

2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 AKKU 1.539.880.712 18.923.732.343 67.000.462.152 6.582.652.121 25.267.433.603 34.069.602.453

2 ALKA 133.816.876.000 219.941.926.000 219.581.260.000 81.820.742.000 173.184.454.000 173.276.661.000

3 BIMA 84.504.115.259 97.686.030.395 86.879.500.495 154.172.355.110 112.721.950.505 94.025.048.182

4 BRNA 333.162.076.000 456.451.073.000 581.019.904.000 342.186.183.000 562.368.619.000 555.109.444.000

5 HDTX 398.992.440.111 450.028.533.282 497.447.948.009 431.235.462.678 1.002.119.790.096 510.983.513.757

6 IKAI 140.146.896.757 134.781.826.229 173.235.120.969 243.975.503.389 129.243.262.968 207.131.011.654

7 IMAS 9.813.158.956.054 11.634.955.170.257 11.845.370.194.860 7.963.486.975.807 10.720.516.169.124 11.473.255.532.702

8 INAF 777.629.145.880 848.840.281.014 782.887.635.406 369.863.736.711 670.902.756.535 600.565.585.352

9 JKSW 102.583.924.976 107.859.908.254 150.044.200.674 16.992.297.161 9.385.313.775 59.595.673.194

10 KBRI 35.556.230.959 77.239.832.992 127.838.420.935 15.460.305.339 55.576.171.175 71.285.195.690

11 LMPI 432.213.030.094 449.510.407.546 455.111.382.760 348.710.206.692 376.618.147.965 366.938.314.354

12 MAIN 894.203.546.000 996.980.911.000 1.875.171.451.000 852.741.232.000 986.471.455.000 1.742.383.589.000

13 MRAT 352.880.309.210 313.664.019.262 376.694.285.634 58.646.329.121 51.810.424.518 104.267.201.912

14 RMBA 4.472.195.000.000 5.535.165.000.000 6.023.047.000.000 2.722.398.000.000 4.695.987.000.000 6.012.572.000.000

15 SCPI 263.570.315.000 523.119.344.000 1.052.936.822.000 96.983.980.000 200.738.824.000 429.723.052.000

16 SIAP 86.625.682.741 149.886.305.472 85.516.352.000 65.708.930.091 136.401.554.000 58.223.102.000

17 SPMA 482.596.835.881 548.082.351.987 682.792.074.636 182.354.489.018 456.536.667.620 186.961.154.130

18 SSTM 428.479.361.379 415.053.316.392 398.785.346.285 249.010.900.037 315.809.046.109 332.510.082.788

19 YPAS 169.843.136.732 414.043.404.100 130.490.593.485 126.421.816.118 351.973.723.283 94.377.062.611

clxv

Pag

eclx

v

Lanjutan

no kode perusaha

an

TOTAL AKTIVA TOTAL HUTANG

2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 AKKU 10.582.842.395 45.208.352.407 90.674.071.077 6.675.164.650 42.758.433.320 89.809.201.934

2 ALKA 147.882.362.000 241.912.806.000 244.879.397.000 93.056.183.000 182.253.663.000 181.366.832.000

3 BIMA 100.100.820.531 118.007.059.098 104.058.578.348 287.919.026.432 321.975.025.143 297.977.547.605

4 BRNA 770.383.930.000 1.125.132.715.000 1.334.085.916.000 468.553.998.000 819.251.356.000 967.711.101.000

5 HDTX 1.362.546.557.862 2.378.728.273.722 4.221.696.886.907 726.954.645.506 1.658.609.326.640 3.607.059.196.611

6 IKAI 507.425.275.145 428.057.048.870 518.546.655.125 258.359.671.311 276.648.973.235 339.889.432.972

7 IMAS 17.577.664.024.361 22.315.022.507.630 23.471.397.834.920 11.869.218.951.856 15.655.152.396.933 16.744.375.200.010

8 INAF 1.188.618.790.410 1.294.510.669.195 1.248.343.275.406 538.516.613.421 703.717.301.306 656.380.082.912

9 JKSW 278.718.823.565 262.386.109.471 302.951.001.725 677.941.497.373 670.190.389.365 720.387.262.240

10 KBRI 740.753.171.392 788.749.190.752 1.299.315.036.743 29.296.076.634 95.512.957.713 622.269.749.157

11 LMPI 815.143.025.335 822.189.506.877 808.892.238.344 405.692.420.520 424.769.313.259 409.761.454.151

12 MAIN 1.799.881.575.000 2.214.398.692.000 3.531.219.815.000 1.118.011.031.000 1.351.915.503.000 2.453.334.659.000

13 MRAT 455.472.778.210 439.583.727.200 498.786.376.745 69.586.067.037 61.792.400.161 114.841.797.856

14 RMBA 6.935.601.000.000 9.232.016.000.000 10.250.546.000.000 5.011.668.000.000 8.350.151.000.000 11.647.399.000.000

15 SCPI 440.498.391.000 746.401.836.000 1.317.314.767.000 423.212.410.000 736.010.824.000 1.361.171.539.000

16 SIAP 184.367.259.026 272.597.818.000 4.989.693.078.000 91.079.973.429 172.583.639.412 231.674.325.000

17 SPMA 1.664.353.264.549 1.767.105.818.949 2.091.957.078.669 884.860.701.242 1.011.571.248.744 1.287.357.023.670

18 SSTM 810.275.583.968 801.866.397.035 773.663.346.934 525.337.311.071 530.156.259.856 514.793.507.583

19 YPAS 349.438.243.276 613.878.797.683 320.494.592.961 211.270.382.802 443.067.408.288 158.615.180.283

clxvi

Pag

eclx

vi

Lanjutan

No kode perusahaan

EBIT LABA DITAHAN

2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 AKKU -2.422.076.831 2.237.720.718 -4.906.925.062 -27.514.962.160 -28.947.223.231 -34.918.555.384

2 ALKA 7.894.754.000 1.261.921.000 1.903.178.000 -19.437.580.000 -19.752.754.000 -17.089.759.000

3 BIMA 15.422.586.622 18.434.850.810 21.269.330.633 -230.818.205.901 -246.967.966.045 -236.918.969.257

4 BRNA 107.400.963.000 31.187.445.000 133.688.981.000 224.446.360.000 199.250.139.000 252.159.862.000

5 HDTX 14.279.007.735 -283.989.192.006 -101.142.729.533 -215.660.153.977 -430.945.761.071 -526.495.810.936

6 IKAI -32.965.746.661 -12.090.270.966 -3.879.830.671 -149.538.837.929 -192.627.043.617 -219.144.089.655

7 IMAS 1.049.245.060.391 951.000.279.726 1.009.759.247.935 1.679.720.574.979 2.131.983.908.013 1.951.251.887.215

8 INAF 83.308.894.982 -32.306.089.208 46.344.316.460 61.729.040.587 2.420.482.648 3.586.556.135

9 JKSW -17.304.962.592 -8.318.565.240 -9.678.069.390 -479.066.449.352 -487.650.144.438 -497.282.035.059

10 KBRI 36.052.603.484 -25.460.181.727 -17.846.695.005 -2.431.389.213.995 -2.449.610.118.110 -2.467.136.398.882

11 LMPI 5.080.875.834 -14.019.452.357 3.002.947.069 -94.798.229.685 -106.838.640.882 -105.128.050.307

12 MAIN 447.740.977.000 376.485.140.000 -17.689.779.000 749.528.804.000 924.755.821.000 799.375.373.000

13 MRAT 41.592.211.536 -10.127.657.365 11.737.268.368 246.777.938.824 233.004.964.924 240.376.838.766

14 RMBA -201.627.000.000 -1.001.566.000.000 -1.011.465.000.000 1.307.005.000.000 264.937.000.000 -2.013.781.000.000

15 SCPI -17.416.987.000 -6.370.864.000 -70.759.509.000 -30.905.793.000 -48.703.670.000 -111.165.063.000

16 SIAP 9.430.123.380 1.018.189.397 -7.031.972.000 11.585.783.930 7.835.829.000 12.433.931.000

17 SPMA 53.663.026.543 -31.506.008.573 65.301.275.250 182.001.777.713 158.145.265.053 206.747.986.452

18 SSTM 1.106.299.810 23.423.894.246 3.821.340.338 -78.411.726.564 -91.639.862.282 -104.480.160.110

19 YPAS 22.569.570.253 8.433.485.062 -9.447.119.285 69.735.646.055 75.957.358.858 67.025.382.141

clxvii

Pag

eclx

vii

Lanjutan

no kode

perusahaan

PENJUALAN JUMLH SAHAM closeprice

2012 2013 2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 AKKU 1.602.611.454 6.319.133.328 4.261.435.256 230000000 230000000 253000000 68,27 126,97 126,97

2 ALKA 836.887.168.000 1.099.620.270.000 1.230.364.713.000 101.533.011 101.533.011 101.533.011 550 600 900

3 BIMA 243.531.037.353 279.150.207.182 286.688.094.220 86000000 86000000 86000000 900 700 700

4 BRNA 836.986.463.000 960.999.965.000 1.258.841.240.000 690000000 690000000 690000000 690 455 705

5 HDTX 861.164.216.195 1.057.343.006.058 1.175.464.356.704 1.532.571.000 1.532.571.000 1.532.571.000 950 415 390

6 IKAI 201.204.079.453 211.523.292.543 262.321.356.543 791.383.786 791.383.786 791.383.786 144 140 118

7 IMAS 19.780.838.058.900 20.094.736.395.135 19.458.165.173.088 2.765.278.412 2.765.278.412 2.765.278.412 5250 4900 4000

8 INAF 1.156.050.256.720 1.337.498.191.710 1.381.436.578.115 3.099.267.500 3.099.267.500 3.099.267.500 315 153 355

9 JKSW 86.197.771.507 91.708.035.390 86.480.258.028 150000000 150000000 150000000 101 98 68

10 KBRI 44.640.183.225 11.868.785.724 34.719.548.322 8.687.995.734 8.687.995.734 8.687.995.734 50 50 50

11 LMPI 598.259.974.490 676.111.070.762 513.547.309.970 1.008.517.669 1.008.517.669 1.008.517.669 255 215 175

12 MAIN 3.349.566.738.000 4.193.082.465.000 4.502.078.127.000 1695000000 1695000000 1791000000 2275 3175 2130

13 MRAT 458.197.338.824 358.127.545.503 434.747.101.600 428.000.000 428.000.000 428.000.000 490 465 350

14 RMBA 9.850.010.000.000 12.273.615.000.000 14.091.156.000.000 7.240.005.000 7.240.005.000 7.240.005.000 590 570 520

15 SCPI 302.829.675.000 407.088.731.000 965.818.287.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 31250 29000 29000

16 SIAP 216.731.097.634 245.690.437.000 336.909.371.000 600.000.000 600.000.000 600.000.000 80,74 85,45 465

17 SPMA 1.274.793.105.314 1.395.838.227.179 1.550.810.295.608 1492046658 1.492.046.658 1.492.046.658 290 210 197

18 SSTM 554.471.435.919 573.748.747.725 519.854.661.831 1.170.909.181 1.170.909.181 1.170.909.181 134 79 103

19 YPAS 413.821.872.609 439.680.589.423 421.516.175.465 668000089 668000089 668000089 660 660 500

clxviii

Pag

eclx

vii

i

Lampiran 2. Perhitungan X1

no kode perusah

aan

modal kerja TOTAL AKTIVA x1

2012 2013 2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 AKKU -5.042.771.409 -6.343.701.260 32.930.859.699 10.582.842.395 45.208.352.407 90.674.071.077 -0,476504442 -0,140321443 0,363178352

2 ALKA 51.996.134.000 46.757.472.000 46.304.599.000 147.882.362.000 241.912.806.000 244.879.397.000 0,351604703 0,193282335 0,189091445

3 BIMA -69.668.239.851 -15.035.920.110 -7.145.547.687 100.100.820.531 118.007.059.098 104.058.578.348 -0,695980707 -0,127415429 -0,068668512

4 BRNA -9.024.107.000 -105.917.546.000 25.910.460.000 770.383.930.000 1.125.132.715.000 1.334.085.916.000 -0,011713779 -0,094137824 0,019421883

5 HDTX -32.243.022.567 -552.091.256.814 -13.535.565.748 1.362.546.557.862 2.378.728.273.722 4.221.696.886.907 -0,023663795 -0,232095134 -0,003206191

6 IKAI -103.828.606.632 5.538.563.261 -33.895.890.685 507.425.275.145 428.057.048.870 518.546.655.125 -0,204618516 0,012938844 -0,065367099

7 IMAS 1.849.671.980.247 914.439.001.133 372.114.662.158 17.577.664.024.361 22.315.022.507.630 23.471.397.834.920 0,105228543 0,040978628 0,015853963

8 INAF 407.765.409.169 177.937.524.479 182.322.050.054 1.188.618.790.410 1.294.510.669.195 1.248.343.275.406 0,343058189 0,137455433 0,146051213

9 JKSW 85.591.627.815 98.474.594.479 90.448.527.480 278.718.823.565 262.386.109.471 302.951.001.725 0,307089513 0,375304145 0,298558272

10 KBRI 20.095.925.620 21.663.661.817 56.553.225.245 740.753.171.392 788.749.190.752 1.299.315.036.743 0,027129044 0,027465843 0,043525414

11 LMPI 83.502.823.402 72.892.259.581 88.173.068.406 815.143.025.335 822.189.506.877 808.892.238.344 0,102439475 0,088656276 0,109004716

12 MAIN 41.462.314.000 10.509.456.000 132.787.862.000 1.799.881.575.000 2.214.398.692.000 3.531.219.815.000 0,023036134 0,004745964 0,037603964

13 MRAT 294.233.980.089 261.853.594.744 272.427.083.722 455.472.778.210 439.583.727.200 498.786.376.745 0,64599685 0,595685369 0,546179881

14 RMBA 1.749.797.000.000 839.178.000.000 10.475.000.000 6.935.601.000.000 9.232.016.000.000 10.250.546.000.000 0,252292051 0,090898673 0,001021897

15 SCPI 166.586.335.000 322.380.520.000 623.213.770.000 440.498.391.000 746.401.836.000 1.317.314.767.000 0,378176943 0,431912818 0,473094044

16 SIAP 20.916.752.650 13.484.751.472 27.293.250.000 184.367.259.026 272.597.818.000 4.989.693.078.000 0,113451557 0,049467569 0,005469926

17 SPMA 300.242.346.863 91.545.684.367 495.830.920.506 1.664.353.264.549 1.767.105.818.949 2.091.957.078.669 0,180395805 0,051805434 0,237017731

18 SSTM 179.468.461.342 99.244.270.283 66.275.263.497 810.275.583.968 801.866.397.035 773.663.346.934 0,221490645 0,123766591 0,085664215

19 YPAS 43.421.320.614 62.069.680.817 36.113.530.874 349.438.243.276 613.878.797.683 320.494.592.961 0,124260356 0,101110644 0,112680624

clxix

Pag

eclx

ix

Lampiran 3, Perhitungan X2

no kode

perusahaan

LABA DITAHAN TOTAL AKTIVA x2

2012 2013 2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 AKKU -27.514.962.160 -28.947.223.231 -34.918.555.384 10.582.842.395 45.208.352.407 90.674.071.077 -2,599959551 -0,640306972 -0,385099676

2 ALKA -19.437.580.000 -19.752.754.000 -17.089.759.000 147.882.362.000 241.912.806.000 244.879.397.000 -0,131439475 -0,08165237 -0,069788472

3 BIMA -230.818.205.901 -246.967.966.045 -236.918.969.257 100.100.820.531 118.007.059.098 104.058.578.348 -2,305857281 -2,092823666 -2,276784606

4 BRNA 224.446.360.000 199.250.139.000 252.159.862.000 770.383.930.000 1.125.132.715.000 1.334.085.916.000 0,291343512 0,177090344 0,18901321

5 HDTX -215.660.153.977 -430.945.761.071 -526.495.810.936 1.362.546.557.862 2.378.728.273.722 4.221.696.886.907 -0,158277273 -0,181166452 -0,124711893

6 IKAI -149.538.837.929 -192.627.043.617 -219.144.089.655 507.425.275.145 428.057.048.870 518.546.655.125 -0,294701201 -0,450003204 -0,422612098

7 IMAS 1.679.720.574.979 2.131.983.908.013 1.951.251.887.215 17.577.664.024.361 22.315.022.507.630 23.471.397.834.920 0,095559943 0,095540298 0,083133178

8 INAF 61.729.040.587 2.420.482.648 3.586.556.135 1.188.618.790.410 1.294.510.669.195 1.248.343.275.406 0,051933421 0,001869805 0,002873053

9 JKSW -479.066.449.352 -487.650.144.438 -497.282.035.059 278.718.823.565 262.386.109.471 302.951.001.725 -1,718816272 -1,85852119 -1,641460277

10 KBRI -2.431.389.213.995 -2.449.610.118.110 -2.467.136.398.882 740.753.171.392 788.749.190.752 1.299.315.036.743 -3,282320357 -3,105689549 -1,898797697

11 LMPI -94.798.229.685 -106.838.640.882 -105.128.050.307 815.143.025.335 822.189.506.877 808.892.238.344 -0,116296437 -0,129944058 -0,129965458

12 MAIN 749.528.804.000 924.755.821.000 799.375.373.000 1.799.881.575.000 2.214.398.692.000 3.531.219.815.000 0,416432289 0,417610354 0,226373722

13 MRAT 246.777.938.824 233.004.964.924 240.376.838.766 455.472.778.210 439.583.727.200 498.786.376.745 0,54180612 0,530058213 0,481923424

14 RMBA 1.307.005.000.000 264.937.000.000 -2.013.781.000.000 6.935.601.000.000 9.232.016.000.000 10.250.546.000.000 0,188448701 0,028697632 -0,196455974

15 SCPI -30.905.793.000 -48.703.670.000 -111.165.063.000 440.498.391.000 746.401.836.000 1.317.314.767.000 -0,070160967 -0,065251273 -0,084387624

16 SIAP 11.585.783.930 7.835.829.000 12.433.931.000 184.367.259.026 272.597.818.000 4.989.693.078.000 0,062840788 0,028745017 0,002491923

17 SPMA 182.001.777.713 158.145.265.053 206.747.986.452 1.664.353.264.549 1.767.105.818.949 2.091.957.078.669 0,109352853 0,089493942 0,098829937

18 SSTM -78.411.726.564 -91.639.862.282 -104.480.160.110 810.275.583.968 801.866.397.035 773.663.346.934 -0,096771676 -0,114283206 -0,135046026

19 YPAS 69.735.646.055 75.957.358.858 67.025.382.141 349.438.243.276 613.878.797.683 320.494.592.961 0,199565009 0,123733478 0,209131086

clxx

Pag

eclx

x

Lampiran 4.Perhitungan X3

no kode perusahaan EBIT TOTAL AKTIVA x3

2012 2013 2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 AKKU -2.422.076.831 2.237.720.718 -4.906.925.062 10.582.842.395 45.208.352.407 90.674.071.077 -0,22886827 0,049497949 -0,054116078

2 ALKA 7.894.754.000 1.261.921.000 1.903.178.000 147.882.362.000 241.912.806.000 244.879.397.000 0,053385366 0,005216429 0,007771899

3 BIMA 15.422.586.622 18.434.850.810 21.269.330.633 100.100.820.531 118.007.059.098 104.058.578.348 0,154070531 0,156218204 0,204397667

4 BRNA 107.400.963.000 31.187.445.000 133.688.981.000 770.383.930.000 1.125.132.715.000 1.334.085.916.000 0,139412258 0,027718903 0,100210173

5 HDTX 14.279.007.735 -283.989.192.006 -101.142.729.533 1.362.546.557.862 2.378.728.273.722 4.221.696.886.907 0,010479648 -0,119386983 -0,023957838

6 IKAI -32.965.746.661 -12.090.270.966 -3.879.830.671 507.425.275.145 428.057.048.870 518.546.655.125 -0,064966702 -0,028244532 -0,007482125

7 IMAS 1.049.245.060.391 951.000.279.726 1.009.759.247.935 17.577.664.024.361 22.315.022.507.630 23.471.397.834.920 0,059691951 0,042617043 0,04302084

8 INAF 83.308.894.982 -32.306.089.208 46.344.316.460 1.188.618.790.410 1.294.510.669.195 1.248.343.275.406 0,070088825 -0,024956217 0,037124657

9 JKSW -17.304.962.592 -8.318.565.240 -9.678.069.390 278.718.823.565 262.386.109.471 302.951.001.725 -0,062087527 -0,031703528 -0,031945989

10 KBRI 36.052.603.484 -25.460.181.727 -17.846.695.005 740.753.171.392 788.749.190.752 1.299.315.036.743 0,048670198 -0,032279186 -0,013735464

11 LMPI 5.080.875.834 -14.019.452.357 3.002.947.069 815.143.025.335 822.189.506.877 808.892.238.344 0,00623311 -0,017051364 0,003712419

12 MAIN 447.740.977.000 376.485.140.000 -17.689.779.000 1.799.881.575.000 2.214.398.692.000 3.531.219.815.000 0,248761354 0,170016872 -0,005009538

13 MRAT 41.592.211.536 -10.127.657.365 11.737.268.368 455.472.778.210 439.583.727.200 498.786.376.745 0,091316569 -0,0230392 0,023531654

14 RMBA -201.627.000.000 -1.001.566.000.000 -1.011.465.000.000 6.935.601.000.000 9.232.016.000.000 10.250.546.000.000 -0,029071309 -0,10848833 -0,098674256

15 SCPI -17.416.987.000 -6.370.864.000 -70.759.509.000 440.498.391.000 746.401.836.000 1.317.314.767.000 -0,039539275 -0,008535435 -0,053714959

16 SIAP 9.430.123.380 1.018.189.397 -7.031.972.000 184.367.259.026 272.597.818.000 4.989.693.078.000 0,051148579 0,003735134 -0,0014093

17 SPMA 53.663.026.543 -31.506.008.573 65.301.275.250 1.664.353.264.549 1.767.105.818.949 2.091.957.078.669 0,03224257 -0,017829158 0,031215399

18 SSTM 1.106.299.810 23.423.894.246 3.821.340.338 810.275.583.968 801.866.397.035 773.663.346.934 0,001365338 0,029211717 0,004939281

19 YPAS 22.569.570.253 8.433.485.062 -9.447.119.285 349.438.243.276 613.878.797.683 320.494.592.961 0,064588152 0,01373803 -0,029476689

clxxi

Pag

eclx

xi

Lampiran 5, Perhitungan X4

no kode perusahaan

TOTAL AKTIVA TOTAL HUTANG

2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 AKKU 10.582.842.395 45.208.352.407 90.674.071.077 6.675.164.650 42.758.433.320 89.809.201.934

2 ALKA 147.882.362.000 241.912.806.000 244.879.397.000 93.056.183.000 182.253.663.000 181.366.832.000

3 BIMA 100.100.820.531 118.007.059.098 104.058.578.348 287.919.026.432 321.975.025.143 297.977.547.605

4 BRNA 770.383.930.000 1.125.132.715.000 1.334.085.916.000 468.553.998.000 819.251.356.000 967.711.101.000

5 HDTX 1.362.546.557.862 2.378.728.273.722 4.221.696.886.907 726.954.645.506 1.658.609.326.640 3.607.059.196.611

6 IKAI 507.425.275.145 428.057.048.870 518.546.655.125 258.359.671.311 276.648.973.235 339.889.432.972

7 IMAS 17.577.664.024.361 22.315.022.507.630 23.471.397.834.920 11.869.218.951.856 15.655.152.396.933 16.744.375.200.010

8 INAF 1.188.618.790.410 1.294.510.669.195 1.248.343.275.406 538.516.613.421 703.717.301.306 656.380.082.912

9 JKSW 278.718.823.565 262.386.109.471 302.951.001.725 677.941.497.373 670.190.389.365 720.387.262.240

10 KBRI 740.753.171.392 788.749.190.752 1.299.315.036.743 29.296.076.634 95.512.957.713 622.269.749.157

11 LMPI 815.143.025.335 822.189.506.877 808.892.238.344 405.692.420.520 424.769.313.259 409.761.454.151

12 MAIN 1.799.881.575.000 2.214.398.692.000 3.531.219.815.000 1.118.011.031.000 1.351.915.503.000 2.453.334.659.000

13 MRAT 455.472.778.210 439.583.727.200 498.786.376.745 69.586.067.037 61.792.400.161 114.841.797.856

14 RMBA 6.935.601.000.000 9.232.016.000.000 10.250.546.000.000 5.011.668.000.000 8.350.151.000.000 11.647.399.000.000

15 SCPI 440.498.391.000 746.401.836.000 1.317.314.767.000 423.212.410.000 736.010.824.000 1.361.171.539.000

16 SIAP 184.367.259.026 272.597.818.000 4.989.693.078.000 91.079.973.429 172.583.639.412 231.674.325.000

17 SPMA 1.664.353.264.549 1.767.105.818.949 2.091.957.078.669 884.860.701.242 1.011.571.248.744 1.287.357.023.670

18 SSTM 810.275.583.968 801.866.397.035 773.663.346.934 525.337.311.071 530.156.259.856 514.793.507.583

19 YPAS 349.438.243.276 613.878.797.683 320.494.592.961 211.270.382.802 443.067.408.288 158.615.180.283

clxxii

Pag

eclx

xii

Lanjutan

TOTAL EKUITAS X4

2012 2013 2014 2012 2013 2014

3.907.677.745 2.449.919.087 864.869.143 0,585405447 0,057296746 0,009630073

54.826.179.000 59.659.143.000 63.512.565.000 0,589172876 0,327341256 0,350188424

-187.818.205.901 -203.967.966.045 -193.918.969.257 -0,652329956 -0,633490023 -0,650783829

301.829.932.000 305.881.359.000 366.374.815.000 0,644173208 0,373366924 0,378599372

635.591.912.356 720.118.947.082 614.637.690.296 0,874321275 0,434170323 0,170398559

249.065.603.834 151.408.075.635 178.657.222.153 0,964026632 0,547293105 0,525633353

5.708.445.072.505 6.659.870.110.697 6.727.022.634.910 0,4809453 0,425410749 0,401748202

650.102.176.989 590.793.367.889 591.963.192.494 1,207209139 0,839532248 0,901860382

-399.222.673.808 -407.804.279.894 -417.436.260.515 -0,588874815 -0,608490194 -0,579460913

711.457.094.758 693.236.233.039 677.045.287.586 24,28506396 7,258033356 1,088025392

409.450.604.815 397.420.193.618 399.130.784.193 1,00926363 0,935614182 0,974056442

681.870.544.000 862.483.189.000 1.077.885.156.000 0,609896079 0,637971225 0,439355125

385.886.711.173 377.791.327.039 383.944.578.889 5,545459423 6,113880122 3,34324772

1.923.933.000.000 881.865.000.000 -1.396.853.000.000 0,383890753 0,105610665 -0,11992832

17.285.981.000 10.391.012.000 -43.856.772.000 0,040844693 0,014118015 -0,032219871

93.287.285.597 100.014.178.588 4.758.018.753.000 1,024234879 0,579511354 20,53753152

779.492.563.307 755.534.570.205 804.600.054.999 0,880921214 0,746892096 0,625001488

284.938.272.897 271.710.137.179 258.869.839.351 0,542391083 0,512509533 0,502861508

138.167.860.474 170.811.389.395 161.879.412.678 0,653985943 0,385520095 1,020579571

clxxiii

Pag

eclx

xii

i

174

Pag

e174

Lampiran 6. Populasi Perusahaan Manufaktur 2012-2014

NO

KODE

PERUSAHAAN NAMA PERUSAHAAN

1 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk,

2 SMCB Holcim Indonesia Tbk

3 SMGR Semen Gresik Tbk,

4 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk

5 ARNA Arwana Citra Mulia Tbk

6 IKAI Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk

7 KIAS Keramika Indonesia Assosiasi Tbk

8 MLIA Mulia Industrindo Tbk

9 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk

10 ALKA Alaska Industrindo Tbk

11 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk

12 BTON Beton Jaya Manunggal Tbk

13 CTBN Citra Turbindo Tbk

14 GDST Gunawan Dianjaya Steel Tbk

15 INAI Indal Aluminium Industry Tbk

16 ITMA Itamaraya Tbk

17 JKSW Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk

18 JPRS Jaya Pari Steel Tbk

19 KRAS Krakatau Steel Tbk

20 LION Lion Metal Works Tbk

21 LMSH Lionmesh Prima Tbk

22 MYRX Hanson Internasional Tbk

23 NIKL Pelat Timah Nusantara Tbk

24 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk

25 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk

26 BRPT Barito Pasific Tbk

27 BUDI Budi Acid Jaya Tbk

28 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk

29 EKAD Ekadharma Internasional Tbk

30 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk

31 INCI Intan Wijaya Internasional Tbk

32 SOBI Sorini Asia Corporindo Tbk

33 SRSN Indo Acitama Tbk

34 TPIA Chandra Asri Petrochemical

175

Pag

e175

35 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk

36 AKKU Alam Karya Unggul Tbk

37 AKPI Argha Karya Prima Industry Tbk

38 APLI Asiaplast Industry Tbk

39 BRNA Berliana Tbk

40 FPNI Titan Kimia Nusantara Tbk

41 IGAR Champion Pasific Indonesia Tbk

42 IPOL Indopoly Swakarsa Industry Tbk

43 SIAP Sekawan Intipratama Tbk

44 SIMA Siwani Makmur Tbk

45 TRST Trias Sentosa Tbk

46 YPAS Yana Prima Hasta Persada Tbk

47 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk

48 JPFA Japfa Comfeed Indonesia Tbk

49 MAIN Malindo Feedmill Tbk

50 SIPD Siearad Produce Tbk

51 SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk

52 TIRT Tirta Mahakam Resource Tbk

53 ALDO Alkindo Naratama Tbk

54 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk

55 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk

56 INRU Toba Pulp Lestari Tbk

57 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk

58 SPMA Suparma Tbk

59 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk

60 ASII Astra Internasional Tbk

61 AUTO Astra Auto Part Tbk

62 BRAM Indo Kordsa Tbk

63 GDYR Goodyear Indonesia Tbk

64 GJTL Gajah Tunggal Tbk

65 IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk

66 INDS Indospring Tbk

67 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk

68 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk

69 NIPS Nippers Tbk

70 PRAS Pima Alloy Steel Universal Tbk

71 SMSM Selamat Sempurna Tbk

72 ADMG Polychern Indonesia Tbk

73 ARGO Argo Pantes Tbk

176

Pag

e176

74 CNTX Centex Tbk

75 ERTX Eratex Djaya Tbk

76 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk

77 HDTX Pan Asia Indosyntec Tbk

78 INDR Indo Rama Synthetic Tbk

79 KARW Karwell Indonesia Tbk

80 PBRX Pan Brothers Tbk

81 POLY Asia Pasific Fibers Tbk

82 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk

83 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk

84 TRIS Trisula Internasional Tbk

85 UNIT Nusantara Inti Corpora Tbk

86 UNTX Unitex Tbk

87 BIMA Primadona Asia Infrastructure Tbk

88 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk

89 JECC Jembo Cable Company Tbk

90 KBLI KMI Wire and Cable Tbk

91 KBLM Kabelindo Murni Tbk

92 SCCO

Supreme Cable Manufacturing and Commerce

Tbk

93 VOKS Voksel Electric Tbk

94 PTSN Sat Nusa Persada Tbk

95 ADES Akasha Wira Internasional Tbk

96 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

97 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk

98 CEKA Cahaya Kalbar Tbk

99 DAVO Davomas Abadi Tbk

100 DLTA Delta Djakarta Tbk

101 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk

102 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk

103 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk

104 MYOR Mayora Indah Tbk

105 PSDN Prashida Aneka Niaga Tbk

106 ROTI Nippon Indosari Corporindo Tbk

107 SKLT Sekar Laut Tbk

108 STTP Siantar Top Tbk

109 ULTJ

Ultrajaya Milk Industry and Trading Company

Tbk

110 GGRM Gudang Garam Tbk

177

Pag

e177

111 HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk

112 WIIM Wismilak Inti Makmur Tbk

113 DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk

114 INAF Indofarma Tbk

115 KAEF Kimia Farma Tbk

116 KLBF Kalbe Farma Tbk

117 MERK Merek Tbk

118 PYFA Pyridam Farma Tbk

119 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk

120 SQBI Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk

121 TSPC Tempo Scan Pasific Tbk

122 MBTO Martina Berto Tbk

123 MRAT Mustika Ratu Tbk

124 TCID Mandom Indonesia Tbk

125 UNVR Unilever Indonesia Tbk

126 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk

127 KICI Kedawung Indag Can Tbk

128 LMPI Langgeng Makmur Industry Tbk

129 RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk

130 MYTX Apac Citra Centertex Tbk

Sumber : www,sahamok,com