Prevalensi Minuman Lokal di Wamena, Papua: Laporan Awal

37
LAPORAN VERSI AWAL 20/12/2013 PREVALENSI MINUMAN LOKAL DI WAMENA Laporan Hasil Diskusi dan Rekomendasi dari Masyarakat Jenny Munro, Ph.D. Patricio Wetipo Didukung oleh: Yayasan Humi Inane Jayawijaya Didanai oleh: Canadian Institutes of Health Research Desember 2013 © Jenny Munro and Patricio Wetipo, 2013

Transcript of Prevalensi Minuman Lokal di Wamena, Papua: Laporan Awal

LAPORAN VERSI AWAL 20/12/2013

PREVALENSI MINUMAN LOKAL DI WAMENA Laporan Hasil Diskusi dan Rekomendasi dari Masyarakat

Jenny Munro, Ph.D. Patricio Wetipo

Didukung oleh: Yayasan Humi Inane Jayawijaya

Didanai oleh:

Canadian Institutes of Health Research

Desember 2013

© Jenny Munro and Patricio Wetipo, 2013

1

Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................................................ 1

Ringkasan Eksekutif................................................................................................................................. 3

Metode-Metode ............................................................................................................................. 3

Hasil Temuan Utama ....................................................................................................................... 3

Rekomendasi Kunci ......................................................................................................................... 4

Bab 1 Pendahuluan ................................................................................................................................. 5

Latar Belakang ................................................................................................................................. 5

Hasil Penelitian yang Disampaikan ................................................................................................. 5

Tujuan ............................................................................................................................................. 6

Perspektif dan Metodologi Penelitian ............................................................................................ 7

Metode Penelitian Lapangan .......................................................................................................... 7

Pertanyaan Diskusi (Pedoman) ....................................................................................................... 7

Lokasi Studi ..................................................................................................................................... 8

Kerangka Analisis Data .................................................................................................................... 8

Pertimbangan Etis ........................................................................................................................... 8

Bab 2 Hasil Diskusi Kelompok ............................................................................................................... 10

Bapak-Bapak (14 June 2012, 12 Peserta) ...................................................................................... 10

Ibu-Ibu (20 Juni 2012, 11 Peserta; 24 Juni 2012, 8 Peserta) ......................................................... 12

Muda-Mudi (24 Juni 2012, 20 peserta) ......................................................................................... 15

Yayasan Yukemdi Peduli AIDS (22 June 2012, 9 peserta) ............................................................ 18

Yayasan Humi Inane (Wamena, 30 Juni, 3 peserta) ...................................................................... 21

Klinik Kalvari (18 June 2012, 10 peserta) ...................................................................................... 23

Bab 3 Analisis dan Rekomendasi ........................................................................................................... 29

Akibat prevalensi milo di Wamena ............................................................................................... 29

Penyebab prevalensi milo di Wamena ......................................................................................... 31

Bab 4 Rekomendasi ............................................................................................................................... 35

LAPORAN VERSI AWAL 20/12/2013

Kata Pengantar

Dengan laporan ini kami menyediakan hasil dari kegiatan diskusi tentang minuman keras,

minuman local, jender, dan kekerasan di Wamena. Pada saat kami mengadakan diskusi-

diskusi tersebut pada tahun 2012, kejadian-kejadian kekerasaan di Wamena meningkatkan

perhatian masyarakat kepada hal-hal minuman keras dan kekerasaan.

Pertama, dua anggota TNI mengemudi sepeda motor sesudah mengonsumsikan minuman

beralkohol; motor menabrak anak balita di jalan kampong. Keluarga korban merasa bahwa

anak sudah meninggal akhirnya beberapa anggota keluarga menyerang anggota TNI. Satu

anggota TNI meninggal langsung dan satu kena luka-luka berat. TNI membalas dengan

menurun ke kampong secara pasukan, membakar rumah-rumah penghuni kampong,

menembak sembarang, dan mengejar masyarakat yang mengungsi dari lokasi (lihat

laporan LSM). Insiden Honelama ini menarik perhatian internasional dan membuat

suasana tidak aman di Wamena dan sekitarnya selama kira-kira satu minggu. Saya dengan

anak-anak saya melarikan diri dari kota ke kampong setelah dengar bunyi tembakan

karena tentara sudah membakar daerah pasar Sinakma dan saat itu menuju ke pasar Misi

dekat rumah kami.

Yang kedua, dua ibu menjadi korban kekerasaan di satu kampong kecil dalam waktu tiga

minggu. Yang pertama ditikam oleh suami yang mabuk dan, menurut keluarga dan orang

kampong, kena kelainan otak sejak anak balita mereka meninggal dua bulan lalu. Korban

ibu masuk rumah sakit dan untung dia sembuh. Keluarga laki-laki berusaha untuk

menangkap saudara mereka yang sudah melarikan diri agar menyelesaikan masalah tanpa

tumpah darah orang lain.

Kemudian, mayat perempuan muncul di pinggir kali We di pinggiran kota Wamena.

Perempuan sudah beberapa minggu hilang dan terakhir kali terlihat dekat rumah di mana

laki-laki seringkali minum-mabuk. Kecurigaan tentang kematian perempuan dan siapa yang

pelaku hampir menimbulkan perang suku di kampung saya karena keluarga perempuan

merasa bahwa pelaku adalah orang dari suku yang musuh dengan mereka. Saya dengan

anak-anak saya melarikan diri dari kampong kembali ke kota karena ada suasana kurang

nyaman. Ternyata, kami dapat informasi dari belakang bahwa pelaku adalah suaminya

sendiri.

Sebagai akibat dari kejadian-kejadian ini kami konsultasi dengan kepala suku dan pihak-

pihak lain yang merasa bahwa hal-hal minuman keras memang harus dipertimbang oleh

masyarakat. Tetapi, kami juga harus menjaga kemungkinan bahwa konflik dan perasaan

emosi bisa muncul dan mengutamakan keamanan peserta dan masyarakat umum.

Oleh karena masalah yang kami ingin teliti ternyata sangat dekat dengan kenyataan

kampong dan kota sekarang, banyak peserta ingin mengambil bagian dan ada motivasi

2

untuk mendorong hasil ini supaya bisa menjadi bahan kegiatan ke depan, termasuk

penelitian dan advokasi.

Ironisnya, bahwa setelah saya keluar dari Indonesia saya dapat ancaman dari pihak

intelijens Wamena dengan peringatan bahwa saya tidah usah kembali ke Wamena karena

masyarakat tidak ingin berbicara dengan saya lagi. Menurut saya, ancaman ini

membuktikan bahwa apa yang kami telah diskusi adalah isu yang sangat penting dan

menyangkut kelakuan yang tidak terus terang oleh baik pihak pemerintah maupun pihak

keamanan.

Jenny Munro

3

Ringkasan Eksekutif

Kami tidak harus jalan jauh atau tinggal lama di Wamena sebelum prevalensi dan akibat

miras (minuman keras) dan milo (minuman lokal) kelihatan. Milo, yaitu ‘minuman lokal’

bisa dibedakan dari miras (minuman keras) karena milo adalah minuman beralkohol yang

diproduksikan dari buah-buahan di daerah Wamena. Minuman keras (miras) biasanya

didatangkan dari luar daerah, biar dilarang. Laporan ini mulai dari kegiatan untuk

mengembalikan hasil temuan penelitian saya antara mahasiswa asli Wamena yang kuliah

di Sulawesi Utara pada tahun 2005-2006. Pada saat mahasiswa yang saya kenal baik mulai

pulang ke Wamena, saya dengar bahwa masalah milo dan miras yang mereka mengalami

diluar daerah sudah lebih parah lagi di kampung sendiri. Perkembangan ini terjadi cepat,

dalam waktu 10 tahun terakhir.

Metode-Metode

Untuk melanjutkan diskusi dengan masyarakat Wamena tentang milo dan miras, saya dan

beberapa mitrakerja melakukan kelompok diskusi. Jumlah peserta 75 orang, termasuk

bapak-bapak di kampung, ibu-ibu di kampung dan di kota, muda-mudi yang tinggal di

kampung dekat kota, dan tiga lembaga swadaya masyarakat yang memiliki aktivitas yang

menyangkut minuman beralkohol: Klinik Kalvari dan Yukemdi (HIV/AIDS dan penyakit

menular seks) dan Humi Inane (kekerasan terhadap perempuan). Kami secara informal

tukar pikiran tentang prevalensi miras/milo dan penyebabnya, kondisi saat ini, dan akibat

milo/miras yang mereka amati di Wamena dan daerah.

Hasil Temuan Utama

Hasil temuan dari diskusi-diskusi tersebut adalah beberapa tema yang menyangkut

prevalensi miras/milo dan akibatnya di Wamena.

Keadaan miras/milo sudah lebih besar daripada apa yang dikirakan, dan akibatnya

jauh lebih buruk dari apa yang diketahui

Milo menjadi factor utama yang meningkatkan prevalensi HIV antara masyarakat

asli Wamena

Milo menjadi factor utama yang meningkatkan prevalensi kekerasan, baik terhadap

perempuan di dalam konteks rumah tangga maupun di antara orang pribumi dan

pihak kepolisian dan orang non-asli

Penyebab prevalensi milo termasuk:

o Kelemahan kondisi ekonomi masyarakat asli di kota dan pinggirannya

o Kekurangan kesempatan bekerja di kota untuk putra daerah, contohnya di

bidang pembangunan/proyek yang dikerjakan oleh karyawan non-asli

o Perasaan bahwa orang yang kerja kebun tidak akan berhasil

o Pemerintah tidak melaksanakan hokum berlaku tentang larangan

miras/milo

4

o Pihak kepolisian dan orang pejabat sering terlibat dalam produksi miras

dan/atau tidak melaksanakan tugas untuk membasmi

o Perasaan ‘ingin coba’, kurang ‘percaya diri’, atau ‘stress’ antara laki-laki,

yang disebabkan oleh perubahan sosial dan marginalisasi di kota dan

sekitarnya

Tidak ada program atau kegiatan khusus untuk tangani akibat dari milo atau untuk

merehabilitasikan orang yang kebiasaannya minum dan mabuk

Rekomendasi Kunci

Masalah milo harus segera diangkat sebagai masalah yang paling penting di daerah

Wamena dan dikerjakan oleh semua pihak yang terkait

Pemerintah dan pengusaha harus membuka peluang kerja untuk putra daerah di

kota yang sesuai dengan keinginan mereka

Kepala suku dan tokoh perempuan harus segera berbicara masalah perubahan

dalam pola perkawinan dan kekerasan dalam rumah tangga

Suara-suara kepala suku harus memimpin masyarakat dalam melindungi ibu dan

anak di rumah tangga

Harus ada lembaga dan program dengan dana khusus untuk meneliti dan

mengerjakan masalah konsumsi milo, termasuk kegiatan penguatan ekonomi,

keterampilan/beasiswa, dan rehabilitasi atau conseling untuk menolong

masyarakat yang kena akibat buruk dari milo baik pelaku maupun korban

Pemerintah dan pihak internasional (donor) harus melihat situasi ekonomi antara

masyarakat di pinggiran kota agar mereka tidak terbawa ke penjualan milo dan

kena akibat penjara atau kekerasan

Kondisi masyarakat yang disebut dengan istilah ‘stress’ harus diteliti dan

dikerjakan, kenapa sampai masyarakat merasa kondisi buruk ini

Karena konsumsi milo seringkali menyebabkan masalah antara pihak

keamanan/kepolisian dan orang asli, harusnya kepolisian dilatihkan dalam cara

menyelesaikan konflik tanpa kekerasan

5

Bab 1 Pendahuluan

Latar Belakang

Latar belakang kegiatan ini adalah hasil penelitian yang perlu diumumkan dan dirumus

oleh masyarakat. Penelitian tersebut telah dilakukan pada tahun 2005-2006 antara

mahasiswa orang Wamena (termasuk orang Lembah, orang Walak, orang Lani dan orang

Yali) di Sulawesi Utara oleh Munro.

Kedua, latar belakang penelitian ini adalah pernyataan dari teman-teman dan saudara-

saudari asli Wamena bahwa malasah milo (minuman local, atau minuman yang terbuat

dari gula, buah-buahan dan vernipan secara pribadi di rumah dengan murah dan akan

dijual murah atau dikomsumsi oleh pembuat dan teman-teman) sudah menjadi masalah

besar di Wamena, dan pembuatan dan pengonsumsian milo saat ini naik tajam dengan

masalah kekerasaan dan kerusakan social yang mengikuti kelakuan mabuk. Dari teman-

teman kami juga mendengar tentang beberapa orang yang meninggal akibat konsumsi

kelebihan, terus mi-lo mendorong wabah penyakit HIV. Akhirnya, kami merasa sudah

cukup saat ini kami harus melihat masalah mi-lo ini dari sisi ilmu, ekonomi, budaya dan

politik, mulai dari pendapat-pendapat dan pengalaman masyakarat sendiri.

Waktu Munro dengar tentang kesempatan dana untuk mengembalikan hasil data

penelitian 2005-2006 khusus tentang minuman, ini menjadi kesempatan untuk mulai

diskusi hal milo secara serius dengan partisipasi dari masyarakat.

Dengan kerjasama dengan Yayasan Humi Inane, konsultasi dengan Dewan Adat Balim

LaPago, dan nasehat ahli kesehatan dari Universitas Cenderawasih, kami menyusun suatu

bentuk diskusi yang diadakan dengan beberapa pihak masyakarat.

Hasil Penelitian yang Disampaikan

Pada saat diskusi, Munro menyampaikan beberapa hasil penelitian. Pertama, tentang laki-

laki. Minuman keras dan kelakuan mabuk dari pihak laki-laki membuat banyak masalah.

Ada beberapa contoh:

Mahasiswi tidak mau gabung lagi dengan laki-laki saat ada acara atau kegiatan dari

organisasi mahasiswa atau organisasi gereja.

Ada beberapa orang Lembah yang dilarang masuk kegiatan dan acara yang

dipimpin oleh orang Wamena Barat dan orang Walak, alasannya biasanya minum

dan bikin kacau.

Minuman bisa membuat masalah dengan masyarakat local orang Indonesia.

Contohnya mahasiswa Wamena minum dan bikin ribut, bikin rusak barang, atau

diajak baku-pukul oleh orang rambut lurus. Pihak keamanan bisa dipanggil dan

6

masyarakat rambut lurus bisa balas dendam sama mahasiswa sembarang baik asli

Wamena maupun asli Papua tapi daerah lain.

Bisa membuat masalah keluarga karena laki-laki tinggal sama-sama terus minum

dan baku marah, baku pukul, ada yang luka parah.

Uang yang digunakan untuk minuman biasanya dikasih oleh orang tua atau pihak

lain untuk tujuan seperti kuliah atau buat acara di gereja, dan uang disalahgunakan,

akhirnya perasaan dan kepercayaan sudah tidak ada.

Dari masyarakat rambut lurus mulai bicara banyak kambing hitam orang Papua

semua sebagai orang tukang mabuk dan kelakuan tidak baik. Mereka gunakan

alasan pernah lihat banyak mahasiswa mabuk dll.

Kedua, kalau mahasiswi juga minum, mereka tidak biasa baku pukul atau bikin masalah

tetapi biasanya kelakuan tidak dikontrol, akhirnya bisa tidur dengan laki-laki atau dekat-

dekat dengan laki-laki yang bukan paitua mereka akhirnya bikin laki-laki juga baku pukul.

Ketiga, alasan apa yang mereka kasih tentang kenapa minum mabuk?

Stress – sudah ada masalah dalam kehidupan mereka seperti masalah dengan ortu,

pacar, teman-teman, dan mereka gunakan miras sebagai obat untuk kurangi

perasaan stress dan merasa senang senang. Kalau khusus untuk mahasiswa kadang

alami kesulitan uang semester, uang ujian, terus merasa rindu sama keluarga dan

pikir apakah keluarga di Wamena sudah lupa mereka?

Hampir sama tetapi ada yang bilang keadaan politik terus ekonomi dan sosial

sekarang ini buat mereka malas, putus asa, tidak tahu ke arah mana ada hasil jadi

mereka kecewa dan lebih suka minum.

Terpengaruh teman-teman atau lingkungan, dan ada juga yang merasa buatan

orang lain bikin mereka kacau, seperti mantan pacar atau saudara yang sudah

meninggal.

Masalah ini saya anggap serius sekali karena ada yang meninggal langsung karena

kelebihan alcohol, ada yang meninggal secara tidak langsung karena saat mabuk tidak jaga

diri akhirnya kena celakah, kena penyakit, atau buat salah sama orang lain, seperti suami

pukul istri dan anak atau saudara baku pukul. Oleh karena itu saya kami ingin dengar

pikiran dan pengalam ibu-bapa tentang hasil penelitian ini dan tentang masalah miras ini.

Tujuan

Tujuan kegiatan ini adalah pertama, untuk mengembalikan hasil penelitian tentang

masalah dan akibat minuman keras di antara mahasiswa asal Wamena yang telah

dilakukan pada tahun 2005-2006 di Sulawesi Utara. Tujuan kami dengan mengembalikan

hasil tersebut adalah meningkatkan kesadaran tentang akibat-akibat social yang terkait

dengan minuman keras; menguatkan kapasitas lokal untuk melihat dan menjawab

7

masalah alcohol dan kekerasaan; dan, meningkatkan komitment dari pejabat-pejabat dan

pihak lain untuk melaksanakan kebijakan dan program yang akan menghadapi masalah ini.

Kami mengumumkan hasil kepada beberapa pihak dan mengonsultasikan dengan ahli

kesehatan, activist perempuan, pemimpin politik dan agama.

Perspektif dan Metodologi Penelitian

Metodologi yang kami menggunakan berdasar pada perspective kualitatif. Penekanan dari

metodologi kualitaif ini adalah pemahaman terhadap suatu gejala. Dalam metodologi ini

cara hidup, cara pandang maupun ungkapan emosi dari warga masyarakat yang diteliti

berkenaan dengan masalah yang mereka hadapi itulah justru yang digunakan. Keseluruhan

hal tersebut dipahami melalui temuan-temuan substansif (apa yang dicari peneliti), yang

terbungkus dalam konteks-konteks, situasi-situasi tertentu, nuansa kebiasaan dan

keterlibatan sejumlah pelaku.

Metode Penelitian Lapangan

Metode yang kami menggunakan adalah diskusi kelompok (focus group discussion). Kami

telah membuat diskusi berkelompok 7 kali dengan sejumlah 75 peserta.

Jenis Kelamin: Perempuan = 39, Laki-laki =36

Umur: 18 – 63 tahun

Pendidikan: Nol – Sudah Sarjana (S1)

Untuk menambah pengertian, kami menceritakan masalah ini dengan beberapa informan

kunci, termasuk pemimpin LSM, gereja, dan pihak keamanan.

Pertanyaan Diskusi (Pedoman)

Apakah bapa-ibu setuju dengan hasil ini atau tidak? Apa yang kurang?

Bagaimana minuman keras buat masalah di dalam dan diluar keluarga?

Apakah miras menjadi masalah khusus untuk orang Wamena yang merantau

daripada yang tinggal di Wamena?

Kalangan atau kelompok mana yang berisiko tinggi untuk kena masalah karena

minuman?

Alasan-alasan kenapa laki-laki dan perempuan gunakan minuman keras atau

mabuk?

Bagaimana miras dan masalah berikut bisa membuat gangguan kesehatan?

8

Apa miras menjadi factor dalam penularan penyakit HIV di Wamena? Kenapa dan

bagaimana?

Apakah miras bikin masalah antara suami-istri, anak-orang tua, pendatang dan

orang asli? Bagaimana? Ada yang bisa cerita dari pengalaman pribadi?

Apa yang bisa dibuat untuk mengatasi masalah yang muncul akibat miras?

Apakah ada komentar atau pertanyaan lain?

Lokasi Studi

Kami memilih peserta yang tinggal di kota Wamena dan peserta yang tinggal di desa-desa

dekat kota Wamena. Mereka dipilih untuk mewakili beberapa wawasan yang berbeda

tentang keberadaan minuman keras di lingkungan mereka masing-masing, dan kekerasan

yang terjadi sebagai akibat dari minuman keras.

Kerangka Analisis Data

Kami menggunakan kerangka analisis data yang berdasarkan antropologi dan metodologi

kwalitatif. Kami merekam kegiatan diskusi dan mencatat tentang apa yang dikatakan

peserta pada saat diskusi berjalan. Kaset (file digital) didengar ulang dan tema-tema

dicatat. Pernyataan atau pengalaman peserta yang penting kami catat. Setelah beberapa

tema-tema dan poin-poin penting disusun, kami mengecek ulang analisis kami dengan

beberapa peserta dan informan kunci yang mempunyai pengalaman banyak dengan hal-

hal minuman keras dan masalah di antara masyarakat.

Pertimbangan Etis

Kami mengambil beberapa langkah untuk melindungi peserta yang mengambil bagian

dalam kegiatan diskusi kelompok. Pertama-tama, kami menyediakan surat keterangan dan

minta peserta membaca dan mencatat nama atau menandatangani daftar peserta. Secara

langsung kami membicara tentang risiko mengambil bagian dan tujuan diskusi, dan

menjawab pertanyaan peserta. Oleh karena kebiasaan jender di daerah ini mengutamakan

suara laki-laki di atas wawasan perempuan, kami seringkali mengadakan diskusi hanya

dengan laki-laki atau hanya dengan perempuan dan tidak secara campur. Kedua, karena

kemungkinan perasaan emosi akan muncul, kami sebelum membuka diskusi bicara norma-

norma yang akan mengatur cara diskusi. Kami bersama-sama minta peserta tidak

menceritakan hasil diskusi diluar dengan orang sembarang alasan yang mempunyai

pengalaman atau wawasan bisa menjadi malu. Ketiga kami siapkan pelayanan tambahan

untuk peserta yang sendiri merasa bahwa mempunyai masalah dengan minuman keras

9

dan ingin berbicara lebih mendalam dengan Bp. Patricio sebagai pemimpin kelompok laki-

laki di Yayasan Humi Unane. Kegiatan ini juga diizinkan oleh Conjoint Health Research

Ethics Board, University of Calgary, dan kami dinasihati oleh mitrakerja di Universitas

Cenderawasih, anggota Dewan Adat Balim-Lapago, dan beberapa kepala suku dan tokoh

adat di Wamena.

Untuk menjaga kerahasiaan peserta, dalam laporan ini kami menggunakan nama sandi

atau memanggil ‘peserta’ saja.

Oleh karena suasana waktu kami membuat kegiatan di Wamena ternyata kurang aman,

kami tidak terlalu banyak mengumumkan hasil diskusi kepada pejabat atau kepala suku

yang tidak ikut diskusi, atau kepada masyarakat pada umumnya. Waktu itu kami merasa

bahwa hasil tentang keterlibatan polisi dan pihak pemerintah dalam proses membuat,

menjual dan mengonsumsikan minuman keras akan menambah emosi masyarakat yang

sudah sangat kecewa dan tersinggir akibat kekerasaan militer yang terjadi di inciden

Honeilama. Kedua, karena ada dua perempuan yang menderita kekerasaan berat oleh laki-

laki di lingkungan kegiatan, kami tidak merasa bebas untuk membicarakan hal-hal

minuman keras pada saat keluarga korban masih dalam proses duka atau membalas

dendam. Keputusan-keputusan ini kami mengambil setelah beberapa kepala suku, kepala

kampung dan anggota masyarakat dikonsultasikan.

10

Bab 2 Hasil Diskusi Kelompok

Bapak-Bapak (14 June 2012, 12 Peserta)

Ukuran masalah milo: kematian dan kehancuran generasi muda

Menurut Bapak-Bapak di kampung, minuman keras, dan khususnya minuman lokal,

merupakan factor yang paling pengaruh kematian muda-mudi dan orang dewasa di

kampung. Yos katakan, “Milo itu bikin habis kita semua dan semua masyarakat Papua”.

Semua peserta kenal beberapa pemuda dan laki-laki umur dewasa yang telah meninggal

dunia akibat dari kelebihan alcohol dalam tubuh. Lain juga meninggal karena baku pukul,

baku tikam, atau baku bunuh saat keadaan mabuk. Selain itu mereka amati orang yang

seringkali minum alcohol tidak ingat makanan akhirnya bisa meninggal akibat kurang gizi

dan kurang perhatian kesehatan diri.

Bapak-bapak berpendapat bahwa orang yang seringkali minum mabuk sulit mau lepas

kelakuan itu karena menjadi kebiasaan dia. Dia menjadi malas kerja barang lain, termasuk

kerja kebun. Kalau seorang laki-laki sudah kawin dan punya anak, dia pasti tidak akan

perhatian kebutuhan istri dan anak-anak. Suami yang mabuk seringkali pukul istri dan

marah-marah istri. Rumah tangga tidak bisa tenang kalau ada orang tukang minum yang

berdomisil di situ.

Ada pula pemikiran bahwa orang pemabuk bisa ditolong untuk lepas minuman tetapi

kesadaran ini sangat susah dibangun dengan lingkungan yang penuh sekali dengan tempat

jual minuman, orang-orang yang ikut minum, dan bahan-bahan untuk membuat minuman

sendiri gampang dijangkau oleh semua warga, dari petani ke pegawai. Kelemahan

ekonomi, sekaligus dengan ketagihan alcohol, mendorong partisipasi masyarakat dalam

pembuatan minuman keras untuk menjual atau mengonsumikan dalam rumah pribadi.

Akibat dari gangguan kesehatan, tidak memperhatikan kebutuhan dasar diri sendiri dan

keluarga, maupun kematian mempunyai dampak yang sangat buruk kepada generasi masa

depan. Perasaan dan pernyataan dari Bapak-Bapak adalah bahwa generasi muda sangat

sulit untuk membuat dan memelihara anak, dengan hasil nanti ke depan tidak ada

keturunan lagi. Bapak Sem katakan:

Ini masalah untuk masa depan kita, kalau kita tidak tangani minuman yang

sekarang berkembang secara liar di kota dan di kampung, kami akan habis, begitu

saja.

Faktor yang mendorong milo: kondisi politik

Umumnya mereka berpendapat bahwa minuman keras secara sengaja dibawa masuk ke

lingkungan hidup orang asli oleh pemerintah NKRI dan maksud dari tindakan itu adalah

11

menghilangkan masyarakat asli. Beberapa peserta mendukung pernyataan tersebut yang

dikatakan oleh Bapak Petrus:

Indonesia sudah tahu kelemahan kita jadi mereka bawa masuk minuman alcohol

untuk habiskan orang Papua...ini kan politik halus Indonesia yang masih berjalan

sampai sekarang.

Menurut peserta kelompok ini, Indonesia membawa masuk minuman keras (whisky,

spiritus dll) biar saat ini sudah terlarang oleh pemerintah daerah, terus masyarakat

Indonesia juga bawa masuk pengetahuan tentang cara-cara membuat minuman lokal (air

nenas) dan bahan terkunci, vernipan.

Bapak-Bapak merasa bahwa pembuatan dan penjualan milo sebenarnya didukung oleh

pemerintah setempat karena, pertama, tidak ada tindakan untuk membasmi milo di

tempat produksi atau tempat agen jualan, dan kedua, di antara mereka banyak sudah

melihat bahwa aparat polisi seringkali terima minuman atau uang dari tempat

produksi/jualan milo.

Solusi?

Kesimpulan dan rekomendasi dari Bapak-Bapak adalah untuk membuat semacam tim

lapangan yang secara gelap/rahasia bisa caritahu di mana ada agen yang buat dan/atau

jual minuman keras. Mereka ingin membangun jaringan yang lebih baik dengan pihak

polisi supaya bisa ada intervensi langsung kepada tempat-tempat tersebut dan

ketersediaan milo di kampung mereka bisa dikendalikan. Hukuman untuk membuat dan

menjual milo juga harus lebih keras. Tetapi, menurut kaum Bapak ini, seperti dikatakan

Bapak Jon,

Kami tidak bisa banyak harap sama pemerintah karena mereka tidak ambil

tindakan untuk melihat masalah yang sangat berat ini. Mereka tidak peduli dengan

nasib kita.

12

Ibu-Ibu (20 Juni 2012, 11 Peserta; 24 Juni 2012, 8 Peserta)

Pada kesempatan kita berbicara dengan ibu-ibu di kampung, kami mengajak mereka untuk

menceritakan masalah minuman keras di lingkungan mereka, sekaligus dengan akibat-

akibat minuman keras khusus kepada perempuan.

Akibat prevalensi milo/miras: Kekerasan, kemiskinan, dan penyakit

Ibu-Ibu sampaikan bahwa mereka yang paling banyak kena masalah akibat suami minum-

mabuk di rumah. Mereka dimarahi, dipukul, dan diabaikan. Mereka tidak bisa dapat uang

dari suami untuk masak makanan di rumah, beli sabun mandi dan sabun untuk mencuci

pakaian, apalagi bayar uang sekolah anak-anak. Ibu Yuli katakan,

Kalau dia mabuk, dia berani bicara apa-apa pahadal dia biasanya malu atau takut

mau bicara itu...Mereka biasanya keluar kata-kata kecurigaan sama istri, atau apa

yang mereka tidak senang di dalam rumah tangga, semua mereka bicara.

Karena seringkali dapat marah dan pukul oleh suami yang sudah minum, Ibu-Ibu biasanya

lari diri dari rumah dan lokasi sekitarnya kalau suami sementara minum-mabuk. Ini bisa

menyelamatkan mereka dari kekerasaan tetapi bikin kacau di rumah karena anak-anak lagi

dibawa lari atau dititip sama orang lain. Menurut Ibu Merry,

Kami ini susah sekali kalau suami minum, apalagi di membuat milo di rumah. Kami

harus lari ke saudara terus dan minta tolong, tinggal dan makan di orang punya

rumah.

Sebagai akibat, “Anak tidak bisa diurus baik dalam keadaan begitu” (Ibu Seli) dan, “Anak

yang sudah besar sedikit seringkali dibiarkan biar saudara yang urus” (Ibu Dessy). Terus

kalau istri lari, suami bisa lebih marah lagi dan mencari dia dimana-mana sampai dapat dan

“pukul hancur.” Sementara kegiatan ini berjalan ada dua ibu yang justru kena masalah

seperti ini, yaitu mereka lari dan dapat kejar oleh suami yang keadaan mabuk. Setelah ibu

ditangkap oleh suami, suami pukul istri.

Ibu-Ibu juga menyadari bahwa suami seringkali minum-mabuk di tempat lain, dia paling

juga sempat tidur dengan perempuan lain dan bisa membawa penyakit ke rumah. Tetapi

yang menjadi masalah lebih berat untuk ibu-ibu: saat mabuk suami juga biasanya tuntut

berhubungan sex akibat gairah sudah naik dengan keadaan beralkohol. Kalau ibu tidak

mau berhubungan seks, bisa dipukul lagi atau diperkosa oleh suami.

Sebagai indicator sejauh mana ibu-ibu saat ini mengalami kesulitan karena prevalensi

konsumsi alcohol oleh suami, Ibu Nelly mengatakan,

Kami minta tolong, apa saja ibu dorang bisa buat karena dulu saya tidak tinggal

begini tapi sekarang kehidupan saya memang setengah mati.

13

Faktor lingkungan: Perubahan zaman dan penguatan kekuasaan laki-laki

Kalau seorang istri kena pukul atau masalah terus di rumah karena suami minum-mabuk,

seringkali ibu susah atau memang tidak bisa minta cerai atau lapor kepada pihak polisi.

Ibu-ibu sebut beberapa alasan.

Pertama, banyak antara saudara laki-laki setuju bahwa suami mempunyai hak untuk

memukul istri. Menurut pihak tertentu, suami hanya boleh pukul istri kalau dia tidak

menjalankan tugas ibu rumah tangga secara baik. Contoh yang diceritakan: kalau ibu tidak

siapkan suami punya makanan, kalau ibu tidak menjaga anak-anak baik, kalau ibu tidak

melayani laki-laki punya saudara dengan sediakan makanan, dan kalau ibu membuat suami

merasa malu di depan keluarga. Adapun ibu-ibu yang setuju bahwa istri yang tidak

menjalankan tugas boleh dapat pukul, tetapi bukan pukul hancur. Alasan mereka kasih,

“Sekarang banyak perempuan jadi pemalas dan tidak kerja apa-apa jadi siapa tidak ganas

kalau ada ibu tapi dia tahu rokok pinang saja” (Ibu Nelly).

Tetapi masalah yang ibu-ibu ceritakan, ada suami yang merasa bahwa mereka punya hak

tidak terbatas, dan boleh memukul istri kapan saja mereka rasa ganas, mabuk, atau

tersinggir oleh istri. Misalnya, “Saya pernah dapat pukul karena saya pulang tidak ada uang

dan dia haus rokok” (Ibu Agustina).

Kedua, masalah kekerasaan susah dibatasi oleh ibu sendiri karena mas kawin yang dibayar

oleh suami harus sebagian atau semua dikembalikan dan saudara yang telah terima mas

kawin ini tidak semua setuju untuk membuat perceraian. Akhirnya ada ibu-ibu yang

merasa takut dan sangat rumit mau cerai:

Saya takut saya punya saudara nanti bagaimana. Mereka mau bantu saya atau

tidak. Karena di sini sudah ada pikiran kalau sudah kawin itu keluarga tidak

tanggung jawab lagi, suami yang harus urus saya. (Ibu Marta)

Ketiga, masalah pemukulan dan kekerasaan lain di rumah jarang di bawa ke pihak polisi

karena ada perasaan bahwa polisi tidak bisa menolong mereka, dan justru lapor ke polisi

akan menciptakan persoalan lebih besar di rumah, termasuk kekerasaan yang lebih jahat.

Ketiga, seperti Ibu Yeni katakan, “Saya kenapa kawin gereja, cuma itu yang saya pikir,”

dalam arti, yang kawin gereja susah mau cerai daripada yang kawin adat. Dan, yang kawin

gereja kadang-kadang tidak memenuhi semua kebiasaan adat, akhirnya saudara yang

tersinggir tidak ingin membantu ibu lagi kalau masalah kekerasan menjadi dalam rumah

tangga.

Kesimpulan dari Ibu-Ibu adalah bahwa minuman keras saat ini sudah banyak tersedia di

Wamena dan semua laki-laki “ingin coba” dan ingin mabuk terus karena merasa enak,

“jago”, dan “berani”. Keadaan ini tidak seperti 3-5 tahun lalu.

14

Solusi?

Rekomendasi dari Ibu-Ibu adalah bahwa bahan vernipan tidak boleh tersedia secara bebas

seperti sekarang dan harus dikontrol supaya hanya orang yang perlu membuat kue bisa

mendapatnya.

Rekomendasi kedua adalah bahwa ada rehabilitasi lewat gereja atau keluarga untuk duduk

sama-sama dan berbicara soal minuman di dalam rumah tangga itu.

Ketiga, masyarakat asli harus secara terbuka berbicara masalah kekerasaan terhadap

perempuan, karena laki-laki kebanyakan menganggap istri boleh dipukul kapan saja dan

keluarga menganggap bahwa kalau sudah kawin suami punya hak untuk memuku istrinya.

Apalagi kalau belum bayar mas kawin, perkembangan yang seringkali muncul saat ini,

keluarga pihak perempuan akan lepas tangan.

15

Muda-Mudi (24 Juni 2012, 20 peserta)

Akibat buruk milo/miras

Muda-mudi sangat sadar bahwa minuman keras adalah masalah besar untuk orang remaja

dan orang Wamena secara umum. Welem menceritakan perasaan tentang perkembangan

milo sebagai “tradisi moderen” yang berkembang dibawah pemerintahan Indonesia:

Saya tidak alami zaman dulu tapi menurut cerita orang tua, zaman dulu waktu

belum ada pemerintah, kami hidup sangat sederhana dan bahkan orang tua umur

panjang…tetapi saat pemerintah masuk itu mulai macam-macam jenis makanan

dan bermacam-macam jenis minuman masuk dan itu mulai impor ke dalam

Jayawijaya akhirnya orang mulai belajar. Dari situ ada kesadaran kami orang Balim

itu untuk ingin coba dan ingin minum akhirnya saat ini….saat ini menjadi tradisi,

tradisi modern, hal ini merusakkan kami.

Banyak muda-mudi mengungkapkan perasaan khawatir bahwa minuman akan

menghabiskan masyarakat asli. Lilis mengatakan:

Kalau seandainya memang pemerintah belum atasi, hal ini tetap akan berkembang

di Jayawijaya. Dan satu per satu kami akan habis. Kami akan habis dengan

minuman.

Mereka juga merasa bahwa banyak masalah yang sudah muncul sebagai akibat dari

mengunsumsi milo, termasuk kekerasan dan penyebaran penyakit HIV. Menurut Paulus,

Masalah pembunuhan, perkosaan, jadi di sini pada saat ulang tahun, orang suka

adakan acara malam, acara goyang. Pada saat minum, muncul pikiran yang tidak

baik. Terjadi conflik, pembunuhan antara teman dengan teman. Juga, mudah sekali

menjadi pasangan. Penyakit pindah dari orang ke orang, di wamena ini penyakit

HIV sangat beredar. Semakin lama orang Papua akan habis.

Apa yang mendorong prevalensi miras/milo?

Tentang factor-faktor yang mendorong kelakuan minum-mabuk antara muda-mudi,

mereka tunjukkan beberapa hal.

Pertama, ada perasaan bahwa muda-mudi kurang dididik oleh orang tua dalam keluarga,

ataupun ada orang tua yang sering minum dan kelakuan itu mempengaruhi anaknya untuk

ikut minum. Menurut Vero, “Kami ingin hidup bebas,” biar akibat dari minuman termasuk

pembunuhan, perkelahian, pertengkarang, dan otak maupun fisik yang terganggu dan

menjadi lemah.

Kedua, muda-mudi mengungkapkan bahwa mereka minum untuk melampiaskan perasaan

malu yang muncul dalam beberapa hal-hal. Bony katakan, “Mau melaksanakan secara

16

sadar tidak bisa karena malu akhirnya dengan konsumsi minum miras bisa melaksanakan

tindakan.” Terus, “Di kalangan remaja itu, hubungan seksual antara yang masih tahapan

pacaran mau laksanakan secara sadar itu malu. Akhirnya melampiaskan malu itu dengan

konsumsi miras, akhirnya malu hilang dari pikiran” (Bony). Bony juga mengatakan bahwa,

Miras ini berkembang karena orang-orang tertentu yang melaksanakan agen ini

karena dia sudah malas bekerja lagi. Karena dengan itu dia anggap itu gampang

untuk mendapatkan dan menjamin dia punya hidup. Karena harganya juga mahal,

banyak konsumsi.

Di kalangan muda-mudi banyak juga merasa bahwa orang Wamena kurang ikuti ajaran

agama atau adat.

Kami tidak ikuti aturan agama dan adat. Kalau kita ikuti di adat karena ini peraturan

yang pertama sudah ada itu nanti hal hal begini jelas tidak akan masuk. Karena ini

kita sudah melanggar. Apalagi gereja punya aturan sudah masuk lagi. Miras sangat

dilarang oleh gereja. (Laorens)

Kondisi politik dan penanggungjawab pemerintah

Ada pemikiran antara muda-mudi bahwa pejabat dan polisi sendiri sudah terlibat dalam

mengonsumikan banyak milo dan/atau menjual milo. “Yang konsumiskan milo kebanyakan

dari pemerintah sendiri.”

Mereka mempunyai tanggapan begini karena seringkali mereka tahu posisi agen milo

tetapi tidak ada tindakan dari pihak polisi atau pemerintah. Muda-mudi merasa kecewa

dan mengeluarkan emosi bahwa, “Pemerintah biasanya banyak yang konsumsi miras

padahal mereka yang sendiri sudah buat Perda. Tapi mereka sendiri yang melanggar Perda

itu.” (Peserta Perempuan)

Peserta lain merasa bahwa “Vernifan harus dilarang dan tidak dijual lagi di Jayawijaya.”

Terkait dengan masalah ini peserta merasa bahwa “orang bandara” terima sogok dan

membiarkan produk terlarang masuk di Wamena, termasuk “kami punya pejabat sendiri”.

Oleh karena situasi begini, ada yang mengatakan bahwa, “Pemerintah kurang ada

penanganan, dalam hal apa saja.”

Kondisi budaya saat ini dan perasaan muda-mudi

Selain dari mengengali minuman keras secara langsung, peserta juga merasa aka peran

untuk organisasi budaya/adat dan gereja untuk membantu anak-anak mengindari dari

minuman alcohol. Elva berkata,

Kita seakan-akan itu bunuh diri. Jadi itu tergantung dari kita iman masing masing.

Belum ada kesetiaan dan belum mendalami iman secara benar sebagai orang

kristiani.

17

Dari sisi budaya, muda-mudi mengeluarkan beberapa wawasan yang penting dan menarik

untuk pengertian kami tentang pemakaian alcohol. Selain dari masalah percaya diri,

perasaan malu, perubahan zaman dan keadaan politik yang sudah diceritakan, mereka

merasa bahwa budaya asli menjadi factor yang mendorong kelakuan minum-mabuk.

Contohnya, Petrus menjelaskan secara mendalam,

Saya minta maaf karena saya juga tukang minum, saya selama ini juga rasakan, tapi

tidak tahu akibatnya dari mana. Saya gampang diajak, orang ajak itu tidak pernah

bilang malas….Saya ingin sadar tapi kadang karena diajak, ikut lagi. Contohnya

macam ada rapat, tapi diajak dari teman lain untuk melakukuan hal hal yang tidak

sebenarnya dilakukan saya ikut jalan di situ dan rapat ditinggalkan. Sebenarnya

ingin ikut tapi dengan keinginan dan kemauan kesitu makanya kesitu dan ini

sebenarnya harus ditinggalkan. Menurut saya sebenarnya ingin sadar. Tapi dengan

minuman keras telah diajak, ikut.

Sesudah Petrus katakan yang tersebut, teman lain menambah,

Kesetiaan kawan. Kami orang Wamena lembah, kesetiaan kawan, mungkin nomor

satu. Biar bilang sudah berhenti tapi teman kasih, tidak mungkin sekali kita tolak.

Itu tidak mungkin.

Lain mengatakan keinginan ‘coba’,

Kita orang Wamena ingin coba. Kita sudah tahu, seandainya teman jalan ya, yang

meninggal gara gara dia miras begitu contoh tapi kita tidak pernah menyadari. Dia

meninggal itu gara gara apa? Baru kita mau ingin lagi. Kenapa sampai sering terjadi

begitu?”

Solusi?

Secara umum, muda-mudi merasa bahwa kurang ada sosialisasi dan kesadaran tentang

minuman.

Mungkin karena beraktivitas sampai karena kecapaican kelelahan, Langsung

konsumsi yang mentah-mentah, tubuh terbakar dalam dan mereka langsung

meninggal dunia.

Solusi atau rekomendasi yang disampaikan oleh muda-mudi termasuk pelakasaanan

hukum/larangan minuman yang sudah ada secara benar. Andi merasa bahwa,

“Pemerintah hanya buang suara,” sementara Elius katakan, “Dong Cuma bicara, bicara,

bicara tapi tidak ada tindakan di lapangan.” Lain katakan, “Polisi sendiri punya tempat [jual

minum.”

18

Yayasan Yukemdi Peduli AIDS (22 June 2012, 9 peserta)

Keadaan milo sekarang: perubahan sosial, perubahan jender

Staff Yukemdi pada umumnya adalah orang asli Wamena. Mereka mempunyai banyak

pengalaman di tengah masyarakat, di jalan, dan dengan kaum muda sebagai konselor HIV

yang mendidik tentang HIV atau mendampingi klien pada saat tes HIV atau sudah positif

HIV. Kebanyakan merasa bahwa minuman keras tiba-tiba meningkat banyak sekali di

Wamena dan sekitarnya, khusus minuman local atau milo yang dibuat di rumah pribadi.

Tapi peningkatan kelakuan minum-mabuk lebih umum disebabkan oleh “perubahan

zaman” dan khususnya sifat laki-laki dalam perubahan ini. Contohnya,

Pengaruh zaman ini, banyak hal hal baru dari luar yang tidak baik tapi ada perasaan

ingin coba yang paling kuat di kalangan muda mudi.

Kata peserta,

Dulu masyarakat tidak bisa menjangkau minuman keras tetapi karena sudah tahu

membuat air nenas sendiri dan bahan-bahan juga tersedia dan murah, terus

tempat buat/beli juga semakin lama semakin banyak, akhirnya sekarang alcohol

gampang sekali terjangkau dan tidak mahal lagi.

Oleh karena milo itu hal baru, “Kelakuan mabuk dicoba oleh semua umur dan jender dan

kelakuan mabuk seringkali menjadi kebiasaan yang turun menurun dari Bapak, Kakak, Om,

kepada yang masih muda.”

Perubahan sosial lain adalah acara malam yang dulu hanya kadang-kadang diadakan tetapi

sekarang bisa menjadi hamper tiap malam di tiap kampong. Ini juga terjadi karena listrik

sudah disambung di banyak kampung sekitar Wamena kota jadi penghuni desa juga bisa

memutar lagu dan pasang lampu pada acara malam. Kegiatan minum-mabuk sering terjadi

di acara-acara tersebut yang tidak diawasi atau diamankan oleh orang tua atau pihak lain.

Biar mi-lo bisa dikonsumsi oleh semua pihak masyarakat, ada perasaan bahwa laki-laki

yang lebih cenderung tertarik kepada mi-lo.

Beralkohol itu paling banyak laki-laki yang minum dan ini terkait dengan perasaan

laki-laki, macho, jago, dll. Dia minum depan teman-teman dan bertindak seperti

jago. Tidak malu lagi tapi justru percayaan diri menjadi tinggi sekali. (Freddy)

Pihak kepolisian dan pemerintah

Perubahan lain yang ditunjuk oleh peserta ada keberadaan pihak lain yang mendorong

minuman keras tetapi tidak dipengaruh oleh pemimpin adat atau kepala suku maupun

pejabat yang ingin mengendalikan produksi dan konsumsi mi-lo, yaitu polisi dan

pendatang.

19

Pendatang juga membuat minuman dan menjual vernipan banyak kepada agen

yang mau buat minuman. (Peserta)

Polisi menjual dan membeli milo dan/atau terima minuman atau uang untuk

biarkan tempat-tempat itu. (Peserta)

Peserta menjelaskan bahwa dari pemerintah sudah ada Perda tetapi tidak ada tindakan,

minuman dibiarkan dibawa naik ke Wamena lewat pesawat dan tempat buat mi-lo tidak

dibasmikan. Tidak ada pelaksanaan atau realisasi dari apa yang pemerintah pernah bicara,

yaitu bahwa mi-lo tidak boleh dibuat. Pernyataan ini diperkirakan sangat tidak cukup untuk

menangani masalah yang muncul akibat minuman keras yang sudah bersedia secara luas

di kalangan masyarakat.

Akibat dari prevalensi milo: HIV, pemerkosaan, kematian

Ada kematian secara langsung dan tidak langsung akibat minuman keras. Yukemdi sebagai

yayasan yang tangani HIV/AIDS melihat bahwa sebenarnya minuman lokal menjadi factor

nomor satu yang mendorong epidemic HIV di Wamena. Ada beberapa aspek:

Karena alcohol, orang lebih cenderung untuk melakukan sex pra dan luar nikah,

dan tidak pernah pikir kondom. (Sali)

Pengaruh alcohol pemerkosaan juga sering terjadi di dalam rumah tangga maupun di luar.

Kedua, “karena dia seringkali minum dan melakukan seks sembarang, laki-laki (bisa juga

perempuan) membawa pulang penyakit kepada istri/suami.”

Pada saat acara malam, minuman justru membuat muda-mudi berani untuk melakukan

seks, dan banyak seks bebas terjadi di acara tersebut. Peserta menambah, “Mereka bikin

sex bergantian, satu perempuan dengan laki-laki lima.”

Untuk kalangan yang sudah berisiko tinggi, seperti anak-anak jalanan, becak-becak,

pekerja dan seks jalan, peserta mengatakah, “Alkohol mempengaruhi kelakuan seks bebas,

cium aibon, nonton pornografi. Bahan-bahan ini saling mempengaruhi kelakuan anak-anak

muda.”

Dari sisi pengobatan, masalah kelakuan minum-mabuk juga muncul. Mereka yang

peminum “susah diobati” dan bisa ditolak untuk mengobati karena mereka tidak datang

secara rutin, tidak datang pada waktu tertentu. Terus pengaruh minuman, mereka yang

positif seringkali masih melakukan sex tanpa kondom dan menyebarkan penyakit HIV.

Pengaruh ketagihan dengan minuman keras, peserta mengatakan, “Klien seringkali tidak

ingat makanan dan tidak hidup secara sehat dengan akibatnya cepat sakit dan meninggal

dunia.”

Solusi?

20

Setahu peserta Yukemdi, sampai sekarang tidak ada program dari pemerintah atau LSM

yang tujuan menangani masalah minuman keras atau ingin merehabilitasi yang sering

disebut sebagai “tukang mabuk.” Hanya yayasan yang kerja masalah lain, seperti HIV,

pelanggaran HAM, dan kekerasan dalam rumah tangga, seringkali secara tidak langsung

harus menghadapi masalah mi-lo.

Jadi harusnya ada dukungan terhadap program LSM yang menyangkut milo, dan/atau

lembaga yang khusunya focus terhadap mengurangi akibat buruk dari milo.

Dari sisi lain, hanya tindakan dari pemerintah dan perubahan dalam keterlibatan pihak

keamanan dalam prevalensi milo bisa atasi masalah ini.

21

Yayasan Humi Inane (Wamena, 30 Juni, 3 peserta)

Akibat milo: kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan negara

Staff Yayasan Humi Inane melihat masalah milo dari sisi kekerasaan yang dialami oleh

perempuan (ibu dan anak) yang disebabkan oleh laki-laki, dan kekerasaan yang dilakukan

pada masyarakat asli oleh pihak keamanan (Polisi, Brimob, Tentara, dll). Yayasan ini sering

membantu korban perempuan untuk membuat laporan dan mengurus masalah antara

pelaku dan korban. Mereka juga menolong laki-laki yang seringkali minum-mabuk,

memukul istri atau orang lain, atau perkosa perempuan dan menghadapi masalah dari

keluarga korban.

Kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu dilaporkan kepada polisi, malah masyarakat

selesaikan masalah secara pribadi dengan cara adat yang dipimpin oleh pihak netral di

kampong. Kalau kekerasan terjadi Antara orang yang tinggal di district lain, atau

menyangkut masalah berat seperti pembunuhan, pihak kepolisian bisa dipanggil sebagai

mediator. Kalau masalah kekerasan tidak diselesaikan dengan baik dan dengan

pembayaran denda, pihak korban bisa membalas dendam.

Kami sekarang membuat kelompok konseling untuk laki-laki yang sering mabuk dan

berkelahi dengan orang akibat tidak control diri lagi. Kami bicara tentang kenapa

dia minum, bagaimana dia bisa berhenti dan kalau dia minum, bagaimana bisa

amankan diri dari orang dan hindari konflit.

Tetapi kebanyakan pekerjaan peserta ini adalah menolong korban perempuan yang

dipukul atau diperkosa. Menurut staff, hampir 100% insiden yang mereka tangani

menyangkut kerekasan terhadap perempuan oleh laki-laki yang sedang dibawa pengaruh

minuman.

Pada saat suami mabuk, dia sangat mengganggu keamanan di rumah tangga. Dia

kasih hancur barang, dia tuntut berhubungan seks, dia tuntut makanan padahal

uang tidak ada. Kesalahan kecil apapun dia bisa serang istri dan anak dengan emosi

yang tidak dikontrol. Yang minum dengan teman-teman bisa minum berhari-hari,

dan bisa sebut alasan malu kalau istri tidak layani mereka dengan makanan atau

kalau istri terlihat tidak jaga anak baik sampai mereka menganggu bapanya. Ini bisa

menjadi alasan untuk pukul istri. Dari sisi lain, saat mabuk suami bisa angkat

masalah yang lama atau yang sulit untuk bicara secara sadar. Istrinya mungkin ada

pikiran untuk melarikan diri supaya hindari masalah seperti ini, tetapi ada yang

takut bahwa suami akan kejar dia dan bikin masalah di tempat lain. Apalagi, suami

bisa lebih marah lagi dan pukul hancur dia.

Hambatan lain: kekurangan program yang focus pada penyebab kekerasaan

22

Korban perempuan kebanyakan tidak mau diantar ke rumah sakit kecuali dalam kondisi

darurat, tetapi menurut aturan hukum kalau korban mau melapor ke pihak keamanan

harus membawa laporan dari doctor yang menyaksikan luka-luka yang dialami oleh

korban. Laporan tersebut bisa ditulis oleh dokter mana saja. Tetapi, membuat laporan

tersebut bisa kenakan biaya sebesar 300.000 rupiah, jadi sering terjadi korban yang tidak

mampu membayar biaya ini. Yayasan memiliki dana terbatas dan kebanyakan dana bisa

dihabiskan dengan biaya-biaya seperti ini, daripada memberikan bantuan langsung kepada

korban, atau melaksanakan kegiatan untuk merehabilitasikan pelaku.

Untuk menolong perempuan yang alami kekerasan di kampong, Yayasan

mengimplementasikan program ‘Kampung Bebas Kekerasan’ dan melatihkan perempuan

kampong untuk menjadi pelapor kekerasan. Tetapi, penyebab-penyebab kekerasan baik di

dalam rumah tangga maupun kampong dan kota kurang diperhatikan oleh pihak donor

dan pemerintah setempat.

23

Klinik Kalvari (18 June 2012, 10 peserta)

Akibat dari prevalensi milo: penularan HIV, peningkatan kekerasan, pembayaran denda,

dan stigmatisasi orang Wamena

Staff Klinik Kalvari sering melihat akibat buruk dari penularan minuman keras dan

minuman local di Antara masyarakat asli Wamena, yaitu orang yang terinfeksi HIV.

Menurut pengamatan staff yang dilakukan konseling dengan pasien, seringkali terjadi

bahwa laki-laki saat beralkohol melakukan seks diluar nikah, mungkin dengan perempuan

jalan.

Kami di klinik temu banyak akibat dari minuman, nomor satu orang saat minum

tidak sadar melakukan seks dengan bebas dan kena HIV. Bukan dengan istri atau

pasangan tetap tapi mungkin perempuan jalan. Kalau dia dating kami bilang

terinfeksi HIV kadang dia kaget tapi dia juga tahu, dari kesalahan dia. (Grecia)

Ada yang punya masalah dengan istri, keluar minum, tidur dengan perempuan lain.

Lain ada yang kerja diluar daerah jadi tidak sama-sama dengan istri. Jadi banyak

kalau ada laki laki positif kita biasa suruh bawa istri tes juga. Kalau istri positif, dia

biasanya kaget. ‘Saya selalu di rumah baru kenapa saya bisa kena ini, paling suami

saya yang bawa.’Lain ada ibu yang suami sudah meninggal. Dia mungkin biasanya

jualan malam seperti jual pinang di pinggir jalan, mungkin pada saat begitu karena

dia juga butuh uang dia berhubungan. Waktu dia sakit dia datang periksa dia juga

positif. Saat dia jalan dengan laki laki itu mungkin mereka juga minum sama-sama.

(Grecia)

Mengonsumsikan alcohol dan kebiasaan minum juga menjadi hambatan dalam

penanggulangan dan pengobatan HIV.

Kami biasanya saran pasien untuk tidak minum alcohol, tetapi pada saat dia mulai

rasa sehat, ada banyak teman teman punya kebiasaan minum, dia akan datang ke

klinik tidak sesuai dengan jadwal control. (Tina)

Penularan HIV adalah satu akibat dari mengonsumsikan milo. Hasil lain adalah bahwa

kekerasan sering terjadi Antara keluarga, suami-istri, teman dan saudara. Kekerasan ini

bisa menyebabkan hukum adat seperti denda pembayaran babi 30 ekor sampai 200 ekor

sesuai dengan keadaan korban. Serli menunjukkan, “Pembayaran ini tidak bisa dihapus

karena alasan minum atau mabuk. Harus bayar.” Seringkali anggota keluarga semua

disuruh sumbang untuk membayar denda, dengan akibat bahwa tidak memiliki harta

untuk kebutuhan lain seperti biaya sekolah, perbaiki rumah, sumbangan mas kawin atau

pada saat ada acara duka.

Selain dari denda yang menghancurkan harta masyarakat, dan gangguan hubungan

social/keluarga, akibat dari prevalensi milo muncul stigma terhadapa orang wamena

24

sebagai ‘tukang minum’. Stigma ini yang merendahkan hati masyarakat dan menyebabkan

masalah di bidang lain, seperti mencari kerja di Antara orang non-asli.

Kami warga Papua dianggap atau di stigma seperti tukang minum, tukang mabuk,

seperti itu. Saya piker ini seharusnya tidak boleh. Yang biasa bicara bahwa orang

papua khusunya orang gunung tukang minum merupakan satu kerja yang tidak

bagus dari media yang selalu membesarkan isu kami orang wamena orang papua

suka minum, suka mabuk, suka baku bunuh. Hanya perang keluarga tapi isu yang

buang di TV, Koran itu perang suku. Sesungguhnya itu tidak. Begitu….Jadi orang

luar semua piker orang papua begini. Tapi itu tidapapa. Itu kondisi saat ini.

(Yulianus)

Faktor yang mendorong prevalensi milo: budaya, perasaan, stress

Selain dari akibat yang mereka mengamati, peserta juga menyampaikan beberapa pikiran

dan pengamatan mereka tentang apa yang mendorong masalah milo di Wamena dan

sekitarnya. Satu tema adalah bahwa laki-laki asli Wamena kadang mengalami kekurangan

percaya diri sebagai akibat dari berbagai factor – mungkin dia tidak diberikan kesempatan

untuk menyampaikan aspirasi atau menentukan cara hidupnya, mungkin dia sangat

bersaing dengan teman-teman dan saudara untuk mencapai hasil. Mengonsumsikan

minuman beralkohol boleh menambahkan perasaan percaya diri.

Kami punya budaya itu budaya hormat, jadi kami susah untuk menyampaikan

aspirasi, untuk bicara segala sesuatu. Kami harus dengar orang tua saja, tidak bisa

protest….Jadi mungkin dengan mengonsumsi alcohol itu membuat dia lebih bebas

untuk menyampaikan aspirasi, lebih berani, lebih percaya diri. Mungkin itu alasan

untuk mereka minum minuman keras tapi sebenarnya dari kecil kami tahu bahwa

itu tidak boleh. Karena itu membuat pengaruh yang buruk untuk kami baik dalam

kesehatan maupun pergaulan. Terus di dalam agama juga di gereja dari kecil kami

di sini mayoritas Kristen dan kami sudah tahu dari kecil bahwa minuman keras tidak

boleh….Tapi ada juga karena rasa ingin tahu, kenapa ini menjadi larangan, mungkin

setelah pertama kali minum minuman keras dia rasa lebih berani, mungkin laki-laki

rasa lebih jendel, lebih jantan. (Tina)

Menyangkut perasaan ‘jantan’ adalah pengaruh dari teman-teman dan arti minuman

sebagan lambing sifat laki-laki:

Laki-laki banyak karena pengaruh teman. Ada yang biasa, o, kalau kamu tidak

merokok atau minum minuman kami tidak laki-laki, tidak jantan seperti itu. Jadi laki

laki mau menunjukkan bahwa dia laki laki. (Tina)

Yulianus menggambarkan kelakuan minum alcohol sebagai ‘imitasi dari luar’ yaitu sesuatu

yang masyarakat asli Wamena sudah belajar dari orang lain, baik Papua maupun non-

Papua.

25

Jadi sebenaryna budaya kami tidak ada itu, minuman keras di sini tidak ada, tetapi

pengaruh dari luar, masuk ke sini. Sejak itu kami mulai mengenal dengan itu. Dan

sampai sekarang mereka bisa bikin sendiri, istilahnya minuman local. Jadi seperti

dari nanas. (Tina)

Dia tahu tapi minuman itu tidak baik, sebenarnya, tetapi bisa jadi kebiasaan. Bukan

budaya tapi menjadi kebiasaan di kehidupan dia, karena dia punya uang sedikit

sedikit atau bisa bergaul dengan teman yang suka minum alcohol, dia pergi.

Mereka minum, bikin pesta minuman bukan satu dua orang tapi ada berapa. Juga

bukan satu orang yang tanggung tapi beberapa mereka juga sumbang sumbang.

Minuman itu bukan budaya sini tapi itu kebiasaan. Kebiasaan tidak baik yang kita

lakukan di sini. (Grecia)

Kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik di Wamena saat ini sangat menyebabkan stress

untuk orang asli, menurut peserta. Ini mendorong prevalensi tinggi milo dan kekerasan

antara kaum laki-laki, dan kekerasan terhadap perempuan.

Terus ada juga yang stress, mungkin pengaruh punya masalah dengan orang tua,

‘broken home’ atau apa. Itu juga pengaruh dia, mungkin kurang perhatian dari

orang tua. Kebanyakan di sini, anak anak yang minum keras punya latar belakang

yang berbeda beda. Ada yang karena kurang perhatian, sehingga dia bebas, apa lagi

kalau orang tuanya orang yang punya banyak harta, banyak uang, sibuk dengan

politik atau bisnis atau lain lain kurang perhatian. Karena terlalu banyak uang jadi

bisa foyang foyang saja. (Tina)

Kadang orang yang tidak pernah minum yang tidak tahu minum, karena dia stress

dengan keluarga, atau kampus, atau putus sekolah, guru marah ka, dosen marah

ka, begitu, dia stress. Nanti teman ajak, ‘ko stress ko harus minum’. Dia tidak bisa

tolak bahwa saya tidak tahu minum. Nanti dia mau rasa. Dia ikut minum. Dalam

keadaan mabuk itu pikiran stress pikiran itu hilang. Jadi mereka tidak piker, ini

dalam mabuk ini ada yang jadi. Nanti kalau baku bunuh baku pukul hukumannya

jatuh bagaimana. (Serli)

Setelah peserta diskusi factor perorang yang bisa mendorong mengonsumsikan minuman

keras, mereka juga menyampaikan bahwa factor lingkungan juga mendorong konsumsi

dan produksi minuman local oleh masyarakat.

Faktor lingkungan lain: ekonomi, kebijakan pemerintah, tindakan pihak polisi, dan

marginalisasi masyarakat pribumi

Pertama-tama, adalah penganggurang dan kurang perhatian dari pemerintah kepada

kondisi ekonomi masyakarat asli.

Menurut Yulianus,

26

Kami warga asli di sini tidak ada pekerjaan yang kita bisa prioritaskan jadi seakan-

akan kita di rumah tidak ada pekerjaan, jadi jalan pendek pasti kita bisa minum

[untuk melewati waktu kosong]. Terus yang berikut, terhitung ekonomi, kita sudah

tidak bisa cari uang atau apa di luar tidak ada jalan lain jadi orang tua di rumah, ibu-

ibu yang ada disekitar pinggiran kota, salah satu jalan yang paling bagus mereka

pasti bikin bikin minuman lokal. Minuman lokal murah, mudah dijangkau,

tempatnya dekat, jadi, sudah. Apalagi lingkungan yang tidak teratur, kebanyakan di

pinggiran-pinggiran kota, tidak punya pendidikan yang tinggi, yang bagus, jadi kita

terbawa ke sana, begitu. (Yulianus)

Tema ini juga muncul pada saat Tina mengusulkan bahwa “karena minuman ini bikin

banyak masalah Antara kami, lebih baik dibasmikan saja.” Martin menjawab:

Yang jelas dibasmi, tapi tolong kita pu maskarakat kecil diberdayakan. Berarti tidak

boleh dibiarkan, ditinggalkan, hanya begitu saja.

Terus, Martin menunjukkan satu factor penting dalam masalah kondisi ekonomi

masyarakat dan peserta lain setuju. Dia bertanya:

Kenapa yang saya amati khususnya di kota Wamena itu, ada banyak proyek, banyak

pekerjaan, dan yang harus menjadi karyawan warga pribumi tapi selama ini yang

menjadi karyawan di pembangunan ruko, jalan, tidak ada sama sekali? Kalau

memang ada pekerjaan seperti itu semua warga kampung akan fokus ke sana.

Tidak ada nganggur-nganggur, nongkrong saja di pinggir kota, di pinggir-pinggir

jalan…

Serli menambahkan, “menjadi aibon.” Martin menjelaskan,

Jadi yang sangat berdosa sekali pemerintah. Pemerintah dosa besar…kok banyak

pembangunan di sini kemudian tidak ada satu pun orang asli yang bisa jadi

karyawan, bukan karyawan tapi angkat batu pasir pun, tidak!

Semua peserta menyampaikan perasaan setuju dengan komentar tersebut. Tina

melanjutkan,

Jadi karena dia menganggur, tidak ada sesuatu yang focus dia harus kerja, jadi

gunakan waktu itu untuk ya, bersenang-senang dengan teman-teman. Seperti

minum minuman keras dan lain lain. Dan hal itu memang sangat mengganggu

hubungan social yang ada di lingkungan kami.

Ketidakadilan dalam mengimplementasikan pembangunan kota Wamena dan pengaturan

lapangan kerja yang hanya prioritaskan orang non-pribumi adalah temuan yang sangat

penting dari hasil diskusi ini.

27

Bisa juga disebutkan bahwa ini temuan penting dalam rangka pemikiran tentang aspirasi

masyakarat Wamena terhadap pekerjaan. Paling banyak pengamat berasumsi bahwa

orang pribumi ingin menjadi pegawai negeri, tetapi menurut peserta justru dari kaum laki-

laki ada yang ingin menggunakan kekuatan fisik untuk menambah keterampilan dalam

bidang pembangunan.

Ini sesuatu yang harus diteliti secara lebih mendalam, tetapi yang jelas tipe pekerjaan yang

ditawarkan atau tidak ditawarkan bisa mempengaruhi perasaan laki-laki tentang

kemampuan diri sendiri, termasuk percaya diri.

Dari sisi lain, temuan ini harus menjadi pertanyaan yang pemerintah dan pengusaha harus

menjawab tentang akibat sosio-ekonomi buruk yang bisa muncul karena kebijakan dan

kepemimpinan mereka dalam perkembangan dan pembangunan kota dan sekitarnya.

Sebagai bukti bagaimana jauh pemerintah terlibat dalam mengabaikan pembuatan dan

penyebaran miras/milo, peserta juga menyampaikan pengamatan mereka tentang

keterlibatan pihak polisi dalam membuat, menjual dan membiarkan operasi milo.

Aparat keamanan dan polisi juga buat, dong pengusaha, mereka yang kebanyakan

buat. Di kompleks saya itu ada beberapa tempat situ terus selalu saya di situ sama-

sama, dan yang saya amati, persoalan besar hanya masalah ekonomi saja. Sehingga

semua ada [milo untuk dijual]. Karena sudah tidak ada jalan keluar untuk mencari

uang, pasti jalan lebih cepat itu buat milo. Itu yang saya tadi bilang pemerintah

harus pikir baik-baik, untuk warga asli yang tidak punya pekerjaan….Terus yang

kedua, sikap yang tidak baik dari pihak kepolisian. Khusunya yang ada di sekitar

saya itu, polisi ada yang punya tugas tapi tempat itu tidak dibasmikan. Terus,

kadang cerita dengan mereka [yang buat milo, milo bisa dibiarkan] tapi jatah satu

teko atau satu plastic. (Martin)

Semua peserta setuju bahwa pemerintah sedang mengabaikan aturannya sendiri dan

membiarkan miras didatangkan ke Wamena.

Kalau minuman itu tidak didistribusikan atau didatangkan dari luar, kami

masyarakat di sini tidak bisa minum. Tapi mereka [pemerintah] bilang tidak bisa

didatangkan tapi masih ada, mereka tipu. Mereka tahu tempat-tempat minuman

yang harus dilihat. Terus tidak hanya masyarakat sini yang buat milo, tapi orang

pendatang yang jual dan mereka tahu buat. Masyarakat tahu dan pergi beli. Jadi

kalau ada berapa LSM yang bisa kerja supaya tidak dibuat atau dijual, itu bisa. Kalau

memang pemerintah tetap untuk tidak boleh datangkan minuman, gereja dan

beberapa tokoh agama atau tokoh adat, mereka bisa kerjasama untuk tidak boleh

ada minuman di daerah ini….Untuk sementara kalau gereja dan pihak lain kerja

untuk tidak ada minuman tapi pemerintah masih distribusikan berarti sama saja,

minuman tetap jalan. (Via)

28

Dengan akibat dari beberapa factor ini, kebiasaan konsumsi miras atau milo sudah, “Bukan

anak-anak saja tapi sampai orang tua sampai pejabat bahkan kepala kampung minum”

(Grecia). Menurut peserta, ini karena milo/miras tidak diatasi oleh pihak manapun,

termasuk LSM. Mungkin ada yang memiliki dana atau kewajiban untuk melihat masalah

ini, termasuk dari sisi ekonomi, budaya, dan psikologis/rehabilitasi, tetapi ini belum

direalisasikan di lapangan.

Solusi?

Peserta dari Klinik Kalvari sampaikan beberapa rekomendasi untuk mengurangi masalah

miras/milo, baik konsumsinya, akibat sosial dan kesehatan yang buruk maupun produksi

dan distribusinya. Mereka menyampaikan bahwa mungkin ada Lembaga LMS yang sudah

kerja di masalah miras tetapi mereka tidak pasti. Harus ada dukungan dari pemerintah.

Gereja juga bisa menolong tetapi tidak ada arah yang jelas dari pemerintah.

Kita sebenarnya butuh rehabilitasi tapi tidak ada, jadi mau atau tidak keluarga

dekat yang harus bantu dia. (Tina)

Saran dari saya, yang harus berperan betul adalah yang pertama gereja harus

berperan penting. Terutama keluarga. Gereja tidak boleh diam. Pemerintah tidak

boleh diam. Terus didukung dengan beberapa lembaga lembaga lsm yang bisa

membantu. Mudah mudahan ke depan, bisa ada perubahan sedikit sedikit.

(Yulianus)

29

Bab 3 Analisis dan Rekomendasi

Akibat prevalensi milo di Wamena

Pertama-tama, kegiatan diskusi tersebut menunjukkan bahwa milo/miras adalah masalah

besar di Wamena, termasuk karena milo mendorong masalah sosial lain dan merugikan

kesehatan.

Kekerasaan

Konsumsi dan produksi milo mendorong kekerasaan dalam rumah tangga dan

menyebabkan konflik dengan aparat kepolisian atau tentara. Peserta rata-rata merasa

bahwa suami lebih cenderung pukul istri kalau dia sudah atau sementara konsumsi

minuman keras. Terus dia lebih cenderung untuk menyebabkan luka berat pada istrinya.

Konflik juga sering muncul antara suami istri menyangkut uang, makanan, anak-anak, atau

masalah lain saat suami minum-mabuk, sehingga menyebabkan kekerasan terhadap ibu

atau anak-anak. Peserta juga melaporkan bahwa perempuan kadang diperkosa oleh laki-

laki (termasuk pacar atau suami) yang sedang mabuk.

Dari sisi lain, orang asli yang mabuk sering menjadi sasaran untuk pihak kepolisian, dengan

alasan bahwa pihak keamanan ingin menjaga suasana kota, atau karena memang orang

yang sudah konsumsi milo/miras sementara baku marah dengan orang lain atau terlihat

merusakkan harta benda. Di kota, sering terjadi bahwa orang mabuk pertengkaran dengan

orang pendatang karena orang mabuk tuntut rokok atau minuman dari pendatang yang

milik kios. Pada saat polisi intervensi, masalah kecil bisa menjadi masalah besar kalau

warga asli melihat polisi melakukan kekerasaan yang terlebih kepada si orang mabuk.

Terus, polisi dianggap sebagai pembela orang pendatang, dengan akibat bahwa hubungan

antara warga asli dan polisi, dan warga asli dan non-asli justri tambah buruk. Dari sisi lain,

pengamat sering melaporkan bahwa pihak polisi senang tangkap orang mabuk dan

melakukan beberapa bentuk kekerasan terhadap orang yang tidak mampu membela diri.

Contoh, polisi rendam orang mabuk di air dingin, atau pukul, atau suruh makan rica.

Menurut masyarakat ini memang kebiasaan pihak polisi terhada orang asli yang sedang

mabuk, dengan akibat bahwa konflik besar bisa muncul antara warga asli dan pihak polisi.

Penyakit Berbahaya dan Kematian

Konsumsi milo mendorong seks berisiko tinggi yaitu dengan beberapa pasangan dan/atau

tanpa menggunakan kondom. Pemerkosaan juga meningkatkan resiko HIV. Untuk yang

sudah positif HIV, konsumsi minuman keras bisa mengganggu jadwal makan dan minum

obat, dan membuat orang lupa untuk kembali periksa dan ambil obat di fasilitas

kesehatan.

30

Sebagai akibat dari konsumsi milo, masyarakat juga meninggal dunia, antara langsung

karena berlebihan alcohol atau secara tidak langsung, akibat dari kekerasan atau kurang

perhatian kepada konsidi badan.

Kemiskinan dan Kesulitan Ekonomi

Milo juga mendorong kemiskinan, biar kadang dianggap oleh masyarakat yang membuat

sebagai solusi untuk kelemahan ekonomi. Ini karena kebanyakan masyarakat yang

membuat milo juga mengonsumsi milo, jadi tidak ada hasil uang dari penjualannya.

Kalau masyarakat tidak berkebun atau melakukan aktivitas lain untuk mencari nafkah,

tetapi tergantung pada jualan milo, kesulitan ekonomi mereka justru menambah daripada

menurun. Rumah tangga yang produksikan milo menjadi sasaran gangguan oleh orang

mabuk yang tuntut minuman, dan menghadapi resiko sweeping dari pihak keamanan.

Karena rumah tangga kurang aman dan sering terganggu oleh masalah terkait dengan

milo, warga yang ingin bekerja kegiatan lain juga terganggu dan tidak bisa kerja secara

teratur, misalnya pegawai yang harus ke kantor, atau anak-anak yang harus belajar.

Dari sisi lain, kalau orang yang sering konsumsi milo tidak bisa atau tidak mau kerja untuk

mencari nafkah, dia tidak bisa menyediakan uang atau barang makan untuk keluarganya.

Seperti diceritakan peserta, setiap kali orang mabuk membuat masalah ada kekerasan

terhadap orang dan disuruh membayar denda, harta keluarga bisa dihancurkan.

Masalah Sosial dan Budaya

Konsumsi dan produksi milo menyebabkan masalah sosial dan budaya. Di dalam keluarga,

oleh karena kekerasaan dan kemiskinan meningkat di mana ada prevalensi milo, keluarga

tidak berfungsi baik dan suami/istri sering keluar, tinggal di tempat lain, dan tidak bisa

kerjasama, misalnya kalau perlu membuat acara adat atau anak sekolah perlu uang. Warga

yang keluar masuk rumah tangga menganggu orang lain di tempat mereka ‘numpang’

sementara. Dalam norma-norma Wamena, masyarakat harus saling membantu. Tetapi

kalau ada warga yang hanya membutuh ditolong dan tidak bisa membantu orang lain, dia

tidak punya hubungan baik dengan masyarakat, dan dianggap sebagai orang yang lebih

baik dihindari. Contoh kalau ada ibu rumah tangga yang tidak mampu memberikan

makanan ke anak-anaknya karena suami minum-mabuk, ibu terpaksa membawa anak-

anak ke mana-mana, minta uang dan/atau minta makan. Biar dia memiliki keluarga besar

yang bisa menolong mereka, pasti ada yang merasa malas dan tidak mau membantu orang

yang perlu bantuan terus.

Dari sisi lain, milo mendorong meningkatkan tingkat kelakuan seks di luar nikah dan

sebelum nikah. Ini menyebabkan masalah untuk keluarga yang harus bayar denda atau

mengurus masalah hampir setiap hari. Kalau dia sering minum, laki-laki tidak selalu

mengakui anak-anak yang dia membuat dengan pasangannya, dengan akibat lebih banyak

31

‘anak rumput’ atau anak yang tidak diakui oleh bapaknya. Ini membuat masalah untuk

anak itu, ibunya, dan orang lain yang harusnya membantu kasih besar anak itu dan

memenuhi beberapa kebiasaan budaya.

Dari sisi lain, tingkat kematian karena milo atau penyakit HIV menyebabkan masalah untuk

reproduksi sosial. Banyak peserta merasa bahwa kampung-kampung sudah mulai kosong,

dan dewasa muda tidak cukup untuk memenuhi peran mereka dalam masyarakat dan

sebagai generasi yang harus meneruskan budaya.

Jadi pada umumnya, prevalensi milo/miras di Wamena menyebabkan: kekerasaan dan

kerusakan hubungan sosial, gangguan kesehatan dan penyakit besar, dan

kemiskinan/kurang gizi.

Oleh karena milo dan miras membuat masalah serius tersebut, peserta kami bertanya,

kenapa tidak ada perhatian serious terhadap prevalensi milo dan miras? Kenapa pihak

berwajib hanya buang kata-kata saja?

Penyebab prevalensi milo di Wamena

Penyebab-penyebat utama prevalensi milo/miras di Wamena adalah:

Kondisi ekonomi masyarakat

Kebijakan pemerintah, tindakan aparat kepolisian

Laki-laki, percaya diri, dan pekerjaan di kota

Kondisi ekonomi masyarakat

Menurut peserta, di antara masyarakat asli yang membuat milo, banyak merasa terpaksa

karena tidak ada jalan lain untuk mencari uang di dibutuhkan untuk makanan, biaya

sekolah, dan lain lain. Kondisi ekonomi rakyat mendorong mereka untuk membuat milo,

termasuk: untuk yang tinggal di pinggiran kota, tanah-tanah yang direbut atau dijual

kepada pemerintah, orang dari luar daerah atau orang pendatang dengan akibat bahwa

mereka tidak memiliki tanah yang cukup untuk bekerja kebun secara bagus. Mereka sering

alami bahwa ada kekurangan tenaga untuk kerja kebun, dan harga bibit sayur mahal, dan

karena harga bahan-bahan di Wamena mahal, hasil kerja kebun tidak cukup untuk

membeli barang makan yang mereka perlu, atau membiayakan anak-anak sekolah, apalagi

untuk barang lain seperti sepeda motor yang kadang dibutuhkan sebagai mode

transportasi. Yang kerja kebun untuk mencari nafkah sangat tergantung pada pelanggar di

pasar yang mau beli sayur atau tidak, dengan harga berapa. Karena banyak ibu-ibu

menjual sayur yang sama, dan sayur cepat rusak, mereka sering terpaksa jual sayur dengan

harga murah. Ibu-ibu yang tinggal jauh dari kota dan pasar-pasar besar harus kena biaya

transportasi atau menjual sayur di kampung kepada orang yang memiliki mobil; orang-

orang tersebut membawa sayur ke pasar dan terima uang lebih besar. Seringkali diamanti

32

bahwa bukan orang asli yang miliki mobil transportasi tetapi orang pendatang yang jalan

ke kampung, beli sayur dan membawa ke pasar untuk dijual.

Karena barang-barang di Wamena semua kenakan ongkos timbang saat naik pesawat,

barang-barang jauh lebih mahal daripada tempat lain di Indonesia. Akibatnya, hasil kebun

tidak cukup untuk membeli barang penting seperti beras, minyak tanah, minyak goreng,

garam, atau obat, apalagi makanan lebih bergizi seperti daging atau telur. Air minum

bersih juga sangal mahal dibeli, dengan akibat bahwa keluarga orang asli terpaksa minum

air kali atau masak air. Untuk masak air, butuh minyak tanah atau kayu bakar. Di Wamena,

bahan-bahan alam, termasuk air bersih di kali dan kayu bakar di hutan, sudah mulai kurang

atau sudah menjadi milik pribadi dengan akibat tidak bersedia untuk masyarakat umum.

Untuk yang menjadi pegawai negeri, gaji masih kurang sekali atau sering tidak dikasih oleh

manajer dan pihak pemerintah. Banyak pegawai negeri juga tergantung kepada hasil

kebun, atau sering tidak mempunyai uang cukup untuk membeli makanan pokok atau

membiayakan anak-anak.

Dari sisi lingkungan sosial, warga asli sering melihat keberhasilan warga pendatang yang

jauh lebih kaya dan memiliki tokoh yang penuh dengan barang, atau yang kelihatan tidak

mengalami kesulitan ekonomi. Karena merasa termarginalisasi di tanah sendiri, warga asli

ada yang mencoba mencari uang cepat dengan produksi milo.

Yang membuat milo bukan warga asli saja tetapi juga orang pendatang yang sudah melihat

bahwa bisa mendapat penghasilan besar dengan produksikan milo.

Marginalisasi warga asli dalam lapangan kerja

Menurut peserta, pemerintah kurang memperhatikan lapangan kerja di kota untuk warga

asli, khususnya di program pembangunan dan proyek-proyek yang sering dikerjakan di

kota Wamena. Menurut pengamatan mereka, proyek dan pekerjaan tersebut dialihkan

kepada karyawan non-asli atau pendatang, tetapi sebenarnya pemerintah harus membuka

kesempatan untuk warga asli dan warga kampung untuk mengerjakan proyek-proyek

tersebut. Ini karena masyarakat juga ingin tambah keterampilan dan pengalaman kerja di

bidang bangunan, karena masyarakat butuh proyek yang bisa menarik perhatian dan focus

mereka, dan karena kaum laki-laki membutuhkan pekerjaan yang digaji.

Dari sisi lain, warga asli terlalu sering terpaksa untuk memilih satu dari dua pilihan: kerja

kebun atau menjadi pegawai negeri. Tetapi, banyak laki-laki merasa bahwa mereka

memiliki keterampilan dan keahlian dalam bangunan dan tidak ingin kerja di kantor. Laki-

laki asli menyampaikan bahwa mereka badan kuat dan fisiknya cocok untuk kerja

bangunan, justru lebih kuat daripada warga pendatang. Jadi kalau mereka tidak diajak

kerja, muncul perasaan kecewa dan ganas. Karena bangunan infrastructure sangat

menyangkut kebijakan dan kewajiban pemerintah daerah, peserta merasa bahwa

33

pengangguran yang mempengaruhi konsumsi dan produksi milo kurang diperhatikan oleh

pemerintah daerah.

Perasaan laki-laki

Menyangkut pengangguran laki-laki warga asli Wamena, kelakuan konsumi milo

disebabkan oleh perasaan laki-laki terhadap zaman pemerintahan Indonesia. Contohnya,

banyak peserta menyampaikan bahwa laki-laki minum alcohol karena kurang percaya diri

dan kurang berani untuk menyampaikan aspirasinya. Sebagai generasi muda, mereka tidak

memiliki arah yang jelas menurut adat-budaya, seperti generasi sebelumnya. Ada yang

memang kurang diajar tentang adat atau peran dan tanggungjawab laki-laki. Antara orang

tua mereka juga ada yang kena keerasan Negara, meninggal, atau tanah leluhurnya

diambil. Sistem kepala suku dan cara kepemimpinan masyarakat menurut adat mulai tidak

berlaku di banyak kampung, jadi laki-laki muda tidak akan dapat prestasi atau hasil dengan

sistem lama tersebut. Kebanyakan tidak mau kerja kebun lagi, karena di zaman sekarang

pekerjaan seperti ini dianggap terbelakang dan terlalu susah. Perubahan ini menyangkut

nilai-nilai baru yang dibawa oleh pemerintah Indonesia. Peserta menyampaikan bahwa

laki-laki muda sudah melihat contoh laki-laki kaya atau yang disebut ‘maju’ yang punya

banyak uang, harta, perempuan, dan main alcohol tetapi tidak banyak bekerja.

Karena tidak ada arah, atau tidak punya kesempatan untuk berhasil secara adat atau

secara moderen misalnya lewat pekerjaan di kota yang berarti, laki-laki banyak terbawa

kearah konsumsi dan produksi milo.

Kebijakan dan tindakan pihak Negara: pemerintah dan aparat keamanan

Pada umumnya peserta menyampaikan bahwa kebijakan dan tindakan pihak pemerintah

terhadap masalah milo adalah sangat mengecewakan. Pemerintah dianggap kurang

memperhatikan isu tersebut, dan hanya buang suara dengan larangan yang tidak

dikerjakan, atau bahkan membiarkan menularan penyakit milo karena tidak peduli apakah

masyarakat habis atau tidak.

Menurut pengamatan masyarakat, hukum tentang milo tidak dikerjakan, pada umumnya.

Contohnya minuman keras boleh didatangkan secara tersembunyi di atas pesawat, dan

pemeriksaan di bandara tutup mata atau disogok agar miras dibiarkan. Contoh lain, bahan

terkunci untuk membuat milo, vernipan, tidak diatur oleh pemerintah. Sebenarnya tidak

sulit, menurut peserta, untuk mengatur bahan vernipan supaya hanya tersedia kepada

yang membuat roti dalam kuantitas yang sesuai.

Pihak kepolisian sering dianggap sebagai teman, bukan musuh, buat orang yang

produksikan milo. Ini karena peserta sudah melihat bahwa polisi tidak membasmikan agen

milo atau hasilnya, justru ada polisi yang minta milo sebagai jatah untuk tidak

membasmikan tempat-tempat tersebut. Peserta tidak ingin supaya polisi melakukan

34

kekerasan terhadap agen, tetapi mereka ingin kerjasama supaya agen milo ditutup dan

lingkungan kampung diatur aman kembali.

Lebih penting lagi, peserta menyampaikan bahwa kondisi-kondisi yang menyebabkan

masyarakat membuat dan mengonsumsikan milo tidak diperhatikan oleh pemerintah

daerah, provinsi atau pusat. Ini termasuk kebijakan tentang pembangunan kota dan

lapangan kerja untuk warga asli, ketidakadilan dalam distribusi dan penggunaan tanah

masyarakat yang sering dialihkan kepada orang pendatang untuk membuka usahanya, gaji

pegawai negeri yang sangat tidak cukup dan sering tidak dibayar sesuai dengan aturan

atau jadwal, dan keamanan kota atau pinggiran kota di mana pihak keamanan dibiarkan

untuk menangkap dan menganggu masyarakat.

Oleh karena belum ada perhatian khusus kepada masalah prevalensi milo dan miras di

Wamena, termasuk kegiatan lembaga swadaya masyarakat, konsultasi masyarakat atau

program rehabilitasi dan bantuan lain, peserta merasa bahwa ini bukti bahwa pemerintah

tidak peduli nasib masyarakat.

35

Bab 4 Rekomendasi

Berdasarkan hasil kegiatan diskusi tersebut, masyarakat mengusulkan beberapa

rekomendasi untuk mengatasi masalah prevalensi milo dan miras di Wamena:

Segera membuka forum konsultasi stakeholders/masyarakat untuk membicarakan

prevalensi milo dengan semua pihak.

Bersama-sama menyusun strategi (rencana) untuk menanggulangi prevalensi milo

dan miras baik penyebabnya maupun akibatnya.

Membuka yayasan khususnya untuk mengerjakan strategi ini

Kaum bapak, kepala-kepala suku, dan tokoh-tokoh adat segera membicarakan

masalah milo dan kekerasan terhadap perempuan, dan secara terbuka mendukung

ibu dan anak agar tidak terpaksa kena kekerasan oleh suami atau bapak.

Kekerasaan seperti dilakukan saat ini tidak diizinkan atau diperbolehkan menurut

adat orang Wamena, dan hal ini harus diumumkan dan dikerjakan oleh pemimpin-

pemimpin adat

Melihat kembali (mereview) kebijakan pembangunan kota dan membuka peluang

training dan pekerjaan untuk warga asli di bidang bangunan

Mengatur bahan vernipan

Menangani yang terlibat termasuk agen yang menjual milo dan pegawai yang

membiarkan miras didatangkan ke Wamena di bandara

Meningkatkan gaji pegawai negeri sekaligus menurunkan harga bahan-bahan di

Wamena supaya masyarakat lebih mampu membeli bahan-bahan pokok.

Contohnya perusahaan pesawat tidak harus mengatur ongkos timbang, tetapi

kalau ingin beroperasi di daerah Wamena, ongkosnya harus sesuai dengan aturan

daerah

Menyediakan bibit sayur ke masyarakat miskin yang kerja kebun, dan menolong

dengan transportasi hasil kebun ke pasar

Pemerintah harus mendukung cara hidup warga asli dan sistem kebudayaan yang

berlaku, sehingga masyarakat tidak merasa terpaksa kasih tinggal kepercayaan dan

kebiasaan mereka