Materialitas, risiko audit, dan strategi audit awal
Transcript of Materialitas, risiko audit, dan strategi audit awal
Rangkuman Mata Kuliah
MATERIALITAS, RISIKO AUDIT DAN STRATEGI AUDIT AWAL
OLEH:
MAXYANUS TARUK LOBO’
A311 12 296
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
A. MATERIALITAS
1. Konsep Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan
materialitas sebagai :
“Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh
orang yang mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau
terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut.”
Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan
keadaan-keadaan yang berhubung dengan satuan usaha (perusahaan
klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan
mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena
tanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan salah saji
secara material, auditor harus, berdasarkan temuan salah saji
yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa
dilakukan tindakan koreksi.
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara
individual atau keseluruha, adalah penting bagi kewajaran
penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan beberapa
hal lainnya adalah tidak penting. Auditor mengikuti lima
langkah yang saling terkait erat dalam menerapkan
materialitas. Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialistas:
a. Merencanakan luas pengujian
Langkah 1 : Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang
materialitas
Langkah 2 : Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang
materialitas segmen-segmen
b. Mengevaluasi hasil-hasil
Langkah 3 : Mengestimasi total salah saji dalam segmen
Langkah 4 : Memperkirakan salah saji gabungan
Langkah 5: Membandingkan salah saji gabungan dengan
pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi tetentang
materialitas.
Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan
keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara
individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat
mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar,
dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat terjadi sebagai
akibat dari kekeliruan atau kecurangan.
Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang
tidak disengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan. Kekeliruan mencakup:
a. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang
menjadi sumber penyusunan laporan keuangan.
b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari
kecerobohan atau salah tafsir fakta.
c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan
dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau
pengungkapan.
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat
memberikan jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan
keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah
akurat
2. Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan
Keuangan?
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat
memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan
yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat karena
auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi
yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat
menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat,
diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke
dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam audit atas
laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance)
sebagai berikut:
a. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang
disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya
telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
b. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah
mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan
auditan.
c. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat
(atau memberikan informasi, dalam hal terdapat
perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan
disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji
material karena kekeliruan dan ketidakberesan.
Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang
diberikan oleh auditor yaitu: konsep materialitas yang
menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep risiko
audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk
mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya
berisi salah saji material.
3. Pertimbangan pendahuluan Mengenai Materialitas
SAS 107 (AU 312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah
saji gabungan dalam laporan keuangan, yang akan mereka anggap
material pada awal audit ketika sedang mengembangkan strategi
audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut disebut sebagai
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena,
meskipun merupakan pendapat professional , hal itu mungkin
saja berubah selama penugasan. Pertimbangan ini harus
didokumentasikan dalam file audit.
Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah
maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan
akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan para
pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan
pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan
pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang
pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang
dibutuhkan. Selama pelaksanaan audit, auditor sering kali
mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas.
Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan
auditor tentang materialitas untuk seperangkat laporan
keuangan tertentu,
a. Materialitas adalah konsep yang bersifat relatif ketimabang
absolut
Salah saji material bagi suatu perusahaan belum tentu
material juga bagi perusahaan lain.
b. Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas
Karena materialitas bersifat relative, diperlukan dasar
untuk menentukan apakah salah saji itu material. Laba
bersih sebelum pajak sering kali menjadi dasar utama untuk
menentukan berapa jumlah material bagi perusahaan yang
berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap sebagai item
informasi yang penting bagi para pemakai.
c. Faktor-faktor kualitatif yang juga mempengaruhi
materialitas, contoh:
Jumlah karena ketidakberesan lebih penting daripada
kekeliruan yang tidak disengaja karena ketidakberesan
mencerminkan kejujuran dan keandalan dari pihak
manajemen atau pihak yang terlibat.
Kekeliruan yang kecil dianggap material jika berhubungan
dengan kewajiban kontrak.
Kekeliruan yang tidak material dapat menjadi material
kalau mempengaruhi kecenderungan laba.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan
materialitas pada dua tingkat berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas
kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun
dalam mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan
keuangan.
4. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas.
Pertama auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan
audit, kedua pada saat mengevaluasi bukti-bukti audit dalam
pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu
membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang
terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang
material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang
diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi
auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran
materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor
menentukan jumlah materialitas terlalu rendah, auditor akan
mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan.
Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas
terlalu tinggi auditor akan mengabaikan salah saji yang
signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa
pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi
salahsaji material.
Laporan mengandung salah saji material jika laporan tersebut
berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara
indifidual atau secara gabungan. Dalam perencanaan audit,
auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat
materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut.
Kenyataannya setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari
satu materialitas.
5. Materialitas Pada tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum
yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai
salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo
akun tidakboleh dicampur adukan dengan saldo akun material.
Karena saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang
tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan
jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai
informasi keungangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya
mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun,
auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas
tersebut dengan materialitas laporan keuangan. Pertimbangan
ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna
mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara
individual namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam
saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan
secara keseluruhan.
6. Mengalokasikan Materialitas Laporan Keuangan pada Akun-Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan
keuangan di klasifikasikan, penaksiran awal tentang
materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan
mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara
individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun
neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah
saji laporan laba rugi mempengeruhi neraca dan karena akun
neraca lebih sedikit banyak auditor melakuan alokasi atas
dasar akun neraca.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan
biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut
7. Hubungan Antara Materialitas dan Bukti Audit
Jika materialitas rendah jumlah salah saji yang kecil dapat
mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan, auditor
perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam jumlah banyak.
Sebaliknya, jika materialitas tinggi jumlah salah saji besar
baru dapat mempegaruhi keputusan pemakai informasi keuangan,
auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam jumlah
sedikit. Berbagai kemungkinan antara materialitas, bukti
audit, dan resiko audit digambarkan sebagai berikut:
a. Jika auditor mempertahankan resiko audit konstan dan
tingkat materialitas dikurangi, auditor harus menambah
jumlah bukti audit yang kumpulkan.
b. Jika auditor mempertambahkan tingkat materialitasa konstan
dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, resiko
audit menjadi meningkat.
c. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi resiko audit,
auditor dapat menempuh salahs satu dari tiga cara berikut
ini:
i. Menambah tingkat materialtas, sementara itu
mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan .
ii. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan,
sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.
iii. Menambah setiap jumlah bukti audit yang dikumpulkan
dan tingkat materialitas secara bersama-sama.
B. RISIKO
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko
audit. Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan
Audit, risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor,
tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji
material. Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan
kebalikan dari konsep keyakinan yang memadai. Semakin tinggi
kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat
yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai
keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi
asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara individual atau
golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit
pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir
proses audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan
keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang
rendah.
1. Model Risiko Audit
Dalam menghubungkan komponen-komponen risiko audit , auditor
dapat mengekpresikan setiap komponen dalam istilah
kuantitatif, seperti presentasi, atau dalam istilah
nonkuantitatif seperti sangat rendah, rendah, sedang, tinggi
atau maksimum. Pembahasan berikut akan mengilustrasikan model
risiko audit dengan contoh kuantitatif dan nonkuantitatif.
a. Mengilustrasikan Model Risiko Audit
Model risiko audit mengekspresikam hubungan antara
komponen-komponen risiko audit sebagai berikut:
AR = IR x CR x DR
Simbol-simbol tersebut mewakili risiko audit, risiko
bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi, secara
berurutan.
Tentang banyak jenis pengujian substantif. Lampiran pada AU
350, audit sampling (SAS Nos 39, 43, dan 45) berisi suatu
model risiko audit yang diperluas yang membagi risiko
deteksi menjadi dua komponen. AP untuk risiko prosedur
analitis dan TD untuk risiko yang berkaitan dengan risiko
pengujian terinci/ pengujian transaksi atau pengujian
saldo. Oleh karena itu, hubungan antara komponen-komponen
risiko audit dapat diekspresikan sebagai berikut:
AR = IR x CR x AP x TD
Ketika model risiko audit digunakan dalam tahap perencanaan
untuk menentukan risiko deteksi yang direncanakan atas
suatu asersi, CR seringkali didasarkan pada tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan auditor untuk dinilai. Jika
selanjutnya ditentukan bahwa tingkat aktual dari risiko
pengendalian suatu untuk suatu asersi berbeda dari tingkat
yang direncanakan maka model dapat diaplikasikan ulang
dengan menggunakan tingkt aktual yang dinilai untuk CR.
Risiko deteksi yang direvisi kemudian digunakan dalam
menyelesaikan rancangan pengujian substantif atas transaksi
atau pengujian saldo.
b. Matriks Komponen Risiko
Studi mengenai matriks komponen risiko menunjukkan bahwa
hal tersebut konsisten dengan model risiko audit, yaitu
bahwa tingkat risiko deteksi yang dapat diterima
berhubungan secara terbalik dengan penilaian risiko bawaan,
risiko pengendalian, dan risiko prosedur analitis. Matriks
tersebut mengasumsikan bahwa risiko audit dibatasi pada
suatu tingkat yang rendah. Jika risiko bawaan dinilai pada
tingkat yang tinggi, risiko pengendalian yang rendah, dan
risiko prosedur analitis pada tingkat yang rendah, maka
pengujian substantif yag lain mungkin tidak diperlukan.
2. Menilai Komponen Resiko Audit
Dalam rangka untuk mengimplementasikan model ini auditor harus
memahami faktor-faktor yang memperngaruhi penilaian risiko
bawaan, risiko pengendalian dan risiko prosedur analitis.
a. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau
golongan transaksi terhadap suatu salah saji material,
dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
struktur pengendalian intern yang terkait.
Penilaian risiko bawaan merupakan pertimbangan mengenai
hal-hal yang mungkin memiliki dampak yang mendalam terhadap
asersi-asersi untuk semua atau banyak akun dan hal-hal ang
hanya berkaitan dengan asersi spesitifk untk suatu akun
spesifik.
Risiko bawaan dapat lebih besar untuk beberapa asersi
daripada untuk asersi-asersi lainnya. Risiko bawaan muncul
secara independent dari audit laporan keuangan. Oleh karena
itu, auditor tidak dapat mengubah tingkat actual dari
risiko bawaan. Akan tetapi, auditor dapat mengubah tingkat
risiko bawaan yang dinilai.
Penilaian risiko bawaan memerlukan pertimbangan mengenai
hal-hal yang mungkin memiliki dampak yang mendalam terhadap
asersi-asersi utntuk semua atau banyak akun dan hal-hal
yang hanya berkaitan dengan asersi spesifik untuk suatu
akun spesifik.
Contoh hal-hal yang mungkin memiliki dampak mendalam
termasuk:
1. Profitabilitas dari entitas secara relatif terhadap
industri
2. Sensitivitas dari hasil operasi terhadap faktor-faktor
ekonomi
3. Masalah going concern seperti kurangnya modal kerja
4. Sifat, sebab, dan jumlah dari salah saji yang diketahui
dan kemungkinan salah saji yang terdeteksi dalam audit
terdahulu
5. Perputaran majemen, reputasi manajemen dan keahlian
akuntansi
6. Dampak dari pengembangan teknologi pada operasi dan daya
saing perusahaan.
Hal-hal yang mungkin hanya berkaitan dengan akun-akun
spesifik termasuk:
1. Akun-akun atau transaksi-transaksi yang sulit untuk
diaudit
2. Masalah akuntansi yang sulit atau diperdebatkan
3. Kerentanan terhadap penyalagunaan
4. Kompleksitas perhitungan
5. Luasnya pertimbangan yang berkaitan dengan asersi
6. Sifat, sebab, dan jumlah dari salah saji yang diketahui
dan salah saji yang terdeteksi dalam audit sebelumnya
7. Sensitivitas dari penilaian faktor-faktor.
b. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji
material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian
intern entitas.
Secara normal, auditor menentukan bahwa penilaian tingkat
risiko pengendalian yang direncanakan untuk setiap asersi
dalam tahap perencanaan audit. Penilaian tingkat yang
direncanakan didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai
efektivitas dari rancangan dan pengopersaian bagian
pengendalian intern klien yang relevan.
c. Risiko Bawaan, Risiko Pengendalian, dan Risiko Kecurangan
AU 316 / SAS no 82 mensyaratkan auditor untuk menilai
risiko salah saji material akibat kecurangan tanpa peduli
apakah auditor akan merencanakan untuk menilai risiko
bawaan atau risiko pengendalian pada tingkat maksimum. SAS
No. 82 menyarankan agar auditor mempertimbangkan faktor-
faktor risiko yang berhubungan dengan salah saji material
yang muncul dari (1) pelaporan keuangan yang curang, (2)
penyalagunaan aktiva. Hal ini sangat penting bahwa auditor
harus mempertimbangkan risiko salah saji akibat kecurangan
dan harus mempertimbangkan bahwa penilaian dalam
perancangan prosedur audit akan dilaksanakan.
Pertimbangan mengenai meningkatnya risiko slah saji laporan
keuangan akibat kecurangan dapat memngaruhi pertimbangan
profesional auditor melalui cara berikut:
1. Tim audit dapat dipilih dengan suatu cara yang
memastikan bahwa pengetahuan, keahlian dan kemampuan
personel yang ditugaskan dalam tanggungjawab perikatan
yang signifikan sesuai dengan penilaian auditor terhadap
tingkat risiko
2. Tim audit dapat melaksanakan audit dengan memperjelas
tingkat skeptisme profesional.
3. Auditor dapat memutuskan untuk mempertimbangkan lebih
lanjut pemilihan dan penerapan manajemen terhadap
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, terutama
masalah-masalah yang berhubungan dengan pengekuan
pendapatan dan penilaian aktiva.
4. Kemampuan auditor untuk menilai risiko pengendalian
dibawah maksimum dapat dikurangi dan auditor harus peka
terhadap kemampuan manajemen untuk menesampingkan
pengendalian
d. Risiko deteksi
Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak
dapat mandeteksi salah saji material yang terdapat dalam
suatu asersi.
Risiko deteksi dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi
dari risiko prosedur analitis dan risiko pengujian terinci.
Dalam menentukan risiko deteksi auditor juga harus
mempertimbangkan kemungkinan akan membuat suatu kekeliruan.
Dalam perencanaan audit, suatu tingkat risiko deteksi yang
direncanakan dapat diterima untuk prosedur analitis dan
pengujian terinci ditentukan untuk setiap asersi yang
signifikan dengan menggunakan model risiko audit.
Dalam tahap
3. Risiko Audit pada tingkat Laporan Keuangan dan tingkat saldo
akun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang
ketepatan informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan
keuangan mengharuskan auditor mempertimbangkan baik
materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko
audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :
1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo
akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
a. Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)
Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus
menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang
merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh
auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan
secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan
tersebut berisi salah saji material.
b. Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara
individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan
kepaada akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual
perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu
seringkali sangat penting karena besar saldonya atau
frekuensi transaksi perubahan. Dari pengalaman audit di
tahun sebelumnya, auditor dapat menaksir risiko audit atas
akun tertentu.
4. Hubungan Antara Risiko Audit dan Bukti Audit
Terdapat suatu hubungan terbalik antara risiko audit dan
jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor
atas laporan keuangan. Semakin rendah tingkat risiko audit
yang ingin dicapai, semakin besar jumlah bukti yang
diperlukan. Untuk asersi tertentu, semakin rendah tingkat yang
dapat diterima dari risiko prosedur analitis atau risiko
pengujian terinci yang ditentukan oleh auditor, maka semakin
besar kecukupan dan kompetensi pengujian substansial yang
diperlukan untuk membatasi risiko deteksi keseluruhan pada
tingkat tersebut.
5. Hubungan Timbal Balik antara Materialitas, Risiko Audit, dan
Bukti Audit
Jika risiko audit konstan dan mengurangi tingkat materialitas,
maka bukti audit harus ditingkatkan. Jika tingkat materialitas
konstan dan mengurangi bukti audit, maka risiko audit harus
ditingkatkan. Dengan kata lain, jika ingin mengurangi risiko
audit kita dapat melakukan salah satu hal berikut :
a. Menaikkan tingkat materialitas sementara menahan bukti
audit konstan
b. Menaikkan bukti audit sementara menahan tingkat
materialitas konstan.
c. Membuat kenaikan yang lebih kecil untuk jumlah bukti audit
dan tingkat materialitas
6. Peringatan akan Adanya Risiko Audit
Secara priodik, staf AICPA dalam berkomunikasi dengan Auditing
Standards Board, memberikan peringatan akan adanya risiko
audit. Tujuannya adalah memberikan suatu tinjauan mengenai
perkembangan ekonomi baru-baru ini kepada auditor,
perkembangan profesional dan perkembangan peraturan yang
mungkin akan mempengaruhi audit untuk klien dalam banyak
industri.
C. STRATEGI AUDIT AWAL
Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit,
dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam
perencanaan audit atas asersi individual atau sekelompok asersi.
Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu pendekatan
terutama substantif (primarily substantive approach), dan
pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower
assessed level of control risk approach)
1. Komponen Strategi Audit Pendahuluan
Dalam mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi-
asersi, auditor menspesifikasikan empat kompopnen sebagai
berikut:
a. Tingkat risiko bawaan yang dinilai
b. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai
dengan mempertimbangkan:
1. Luas pemahaman mengenai pengendalian intern yang
diperoleh
2. Pengujian pengendalian yang dilaksanakan dalam mengukur
risiko pengendalian
c. Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk
dinilai dengan mempertimbangkan:
1. Luas pemahaman tentang bisnis dan industri yang
diperoleh
2. Prosedur analitis yang akan dilaksanakan yang
menyediakan bukti mengenai penyajian wajar dari suatu
asersi.
d. Tingkat pengujian rincian yang direncanakan, apabila
dikombinasikan dengan prosedur lain, mengurangi risiko
audit hingga tingkat rendah yang sesuai.
Pedoman audit AICPA mengenai Consideration of Internal Control Structur in
a Financial Statement Audit memperkalkan dua strategi audit utama
yang ekuivalen dengan (1) suatu pendekatan substantif utama
yang menekankan pengujian rincian dan (2) suatu tingkat risiko
pengendalian yang dinilai lebih rendah.
a. Suatu Pendekatan Substantif Utama dengan Penekanan terhadap
Pengujian Terinci
Menurut pendekatan substantif utama yang menekankan
pengujian terinci (primarily substantive approach emphasizing tests of
details), auditor menspesifikasikan komponen-komponen
strategi audit sebagai berikut :
1. Gunakan tingkat risiko prosedur analisis yang
direncanakan untuk dinilai pada tingkat yang tinggi.
2. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan
untuk dinilai pada tingkat yang tinggi (atau pada tingkat
maksimum).
3. Rencanakan untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai
bagian-bagian yang relevan dari pengendalian intern.
4. Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
5. Rencanakan pengujian substantif yang luas atas transaksi
dan saldo berdasarkan pada tingkat risiko deteksi yang
direncanakan dapat diterima yang rendah.
Auditor dapat memilih pendekatan ini ketika ia mengetahui
dari awal, mungkin dari pengalaman masa lalu berhadapan
dengan klien atau dari langkah awal perencanaan awal, bahwa
pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi tidak ada
atau tidak efektif.
Strategi ini juga dapat dipilih ketika auditor menyimpulkan
bahwa biaya melaksanakan prosedur tambahan untuk memperoleh
suatu pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengendalian
intern dan pengujian pengendalian untuk mendukung tingkat
risiko pengendalian yang lebih rendah akan melebihi biaya
pelaksanaan substantif yang lebih luas. Kondisi tersebut
dapat berhubungan dengan esersi untuk akun-akun yang
memiliki populasi relatif kecil atau transaksi yang tidak
sering terjadi.
b. Suatu Tingkat Risiko Pengendalian yang Dinilai Lebih Rendah
Menurut pendekatan tingkat risiko pengendalian yang dinilai
lebih rendah (lower assessed level of control risk), auditor
mensfesifikasikan komponen-komponen dari strategi audit
sebagai berikut :
1. Gunakan tingkat risiko prosedur analitis yang
direncanakan untuk dinilai pada tingkat yang tinggi.
2. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan
untuk dinilai pada tingkat sedang atau rendah.
3. Rencanakan pengujian pengendalian, mungkin pengujian
pengendalian komputer yang berada dalam sistem klien.
4. Rencanakan pengujian substantif atas transaksi atau
saldo yang terbatas berdasarkan tingkat risiko deteksi
yang direncanakan untuk diterima pada tingkat sedang
atau tinggi.
Auditor dapat memilih strategi ini ketika ia percaya bahwa
pengendalian yang berhubungan dengan suatu asersi telah
dirancang dengan baik dan berjalan dengan sangat efektif.
Selain itu, auditor harus percaya bahwa biaya pelaksanaan
prosedur yang lebih luas untuk memperoleh pemahaman mengenai
pengendalian intern, termasuk aspek komputer dari pengendalian
intern, dan untuk menguji pengendalian akan lebih besar
daripada yang diimbangi oleh penghematan biaya dari
pelaksanaan pengujian substantif atas transaksi dan saldo yang
lebih sempit.
2. Strategi Audit Tambahan
a. Pendekatan Substantif Utama yang Menekankan Pada Prosedur
Analitis
Menurut pendekatan substantive utama yang menekankan pada
prosedur analitis, auditor menspesifikasikan komponen-
komponen strategi audit berikut:
a) Memperoleh pengetahuan yang luas mengenai proses bisnis
klien yang releven dengan asersi
b) Auditor mengantisipasi bahwa dia dapat memperoleh bukti
kompeten dari prosedur analitis untuk mendukung suatu
penilaian risiko sedang atau rendah dari bukti tersebut.
c) Gunakan suatu tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan untuk dinilai
d) Rencanakan untuk memperoleh suatu pemahaman minimum
mengenai bagian relevan dari pengendalian intern.
e) Rencanakan untuk memperoleh suatu pemahaman minimum
mengenai bagian relevan dari pengendalian intern.
f) Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
g) Rencanakan pengujian substantive atas transaksi dan
saldo yang lebih sempit sebagai akibat dari pengurangan
risiko yang diberikan dari pengurangan risiko yang
diberikan prosedur analitis.
b. Penekanan pada Risiko Bawaan dan Prosedur Analitis
Penekanan pada risiko bawaan dan prosedur analitis juga
mngasumsikan bahwa prosedur analitis lebih murah dari pada
prosedur audit lainnya,.oleh karena itu, menurut pendekatan
auditor menspesifikasikan kompone-komponen strategi audit
sebagai berikut:
a. Risiko bawaan dinilai pada tingkat di bawah maksimum.
b. Gunakan tingkat risiko prosedur analitis yang
direncanakan untuk dinilai serendah mungkin.
c. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan
untuk dinilai pada tingkat yang tinggi (atau pada
tingkat maksimum)
d. Rencanakan untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai
bagian yang relevan dari pengendalian intern.
e. Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
f. Rencanakan pengujian substantive atas transaksi dan
saldo yang lebih sempit sebagai akibat dari pengurangan
risiko yang diberikan dari pengurangan risiko bawaan dan
prosedur analitis yang lebih rendah.
3. Hubungan antara Strategi dan Siklus Transaksi
Seringkali suatu strategi yang serupa diterapkan pada
sekelompok asersi yang dipengaruhi oleh golongan transaksi
dalam suatu siklus transaksi. Logikanya adalah bahwa banyak
pengendalian intern berfokus pada pemrosesan satu jenis
transaksi dalam satu siklus. Meskipun, kantor akuntan
menggunakan nama yang berbeda untuk golongan transaksi, dan
dalam beberapa kasus bahkan berbeda dalam menspesifikasikan
golongan transaksi mana yang masuk dalam siklus tertentu.
siklus Golongan transaksi utamaPendapatan Penjualan, penerimaan kas, dan penyesuaian
penjualanPengeluaran Pembelian dan pengeluaran kasJasa
personel
Penggajian
Produksi Memproses persediaanInvestasi Investasi dalam aktiva jangka panjang atau
investasi moneter dari kelebihan kasPembiayaan Pembiayaan dari hutang lancar dan hutang
jangka panjang serta modal saham
DAFTAR PUSTAKA
Boynton, William C., Johnson, Raymond N., dan Kell, Walter G. 2003.
Modern Auditing. Jakarta: Erlangga.
Ikarosalia. 2012. Materialitas dan Risiko Audit. (online)
(http://fadjarika.blogspot.com/2012/01/materialitas-dan-risiko-
audit.html diakses pada tanggal 21 Oktober 2014.)
Irwanto Rudi._____. Matrialitas, Risiko Audit, dan Startegi Audit Awal. (online)
(http://rudiirawantofeuh.blogspot.com/2014/04/materialitas-
risiko-audit-strategi.html. diakses pada tanggal 22 Oktober
2014)
Mulyadi., Puradiredja, Kanaka. 1998. Auditing. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
Syamsidiq. 2012. Materialitas, Risiko Audit dan Strategi Audit Awal. (online)
(http://syamsidiq.wordpress.com/2012/06/04/materialitas-risiko-
dan-strategi-audit-awal/. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)