Phubbing& - Universitas Islam Jember

74
Komunikasi Sosial Phubbing & Studi Empiris Dalam Perspektif Psikologis : Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Kualitas Komunikasi Sosial Siswa Arifin Nur B. Penerbit Kyai Mojo UIJ Komunikasi Sosial Phubbing & Phubbing merupakan suatu perilaku yang menampakkan dirinya kurang acuh pada lingkungan sosialnya. Karena individu ini lebih terfokus pada gadget atau smartphone yang ia bawa. Penggunaan smartphone yang berlebihan hingga pada tahaan adiksi, akan berdampak buruk bagi individu tersebut. Ia seakan- akan tidak ingin terlepas dari samartphone nya dimanapun ia berada serta dalam keadaan apapun. Barangkali iniliah sindroma atau sikap yang lazim di sebut dengan FoMO atau fear of missing out. Kedua perilaku ini yakni adiksi smartphone yang berlebihan dan FoMO akan bermuara pada sikap phubbing. Tidak bisa dipungkiri generasi milineal yang hidup dalam rentang industry 4.0, hampir seluruh dimensinya tidak bisa di-lepaskan dengan pengunaan smart- phone, karena pada mesin tersebut telah tersedia fitur-fitur yang memungkinkan semua orang memenuhi sebagai proses kebutuhannya dengan penggunaan smartphone, namun bila berlebihan dan tidak cerdas dalam menggunakan maka akan berdampak terhadap pola interaksi sosial dalam hal ini adalah komunikasi sosial individu tersebut. Ia akan nyaman dan merasa enjoy hidup di dunia maya, namun tidak kadang-kadang akan gelapan ketika hidup dalam dunia riil atau nyata. Buku ini merupakan studi empiris yang memotret pengaruh perilaku phubbing dan tingkat komunikasi sosial yang terjadi pada remaja khususnya siswa di sekolah menengah atas. Phubbing Komunikasi Sosial dan Arifin Nur B.

Transcript of Phubbing& - Universitas Islam Jember

Komunikasi Sosial

Phubbing&Studi Empiris Dalam Perspektif Psikologis :

Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Kualitas Komunikasi Sosial Siswa

Arifin Nur B.

PenerbitKyai MojoUIJ

Komunikasi Sosial

Phubbing& Phubbing merupakan suatu perilaku yang menampakkan dirinya kurang acuh pada lingkungan sosialnya. Karena individu ini lebih terfokus pada gadget atau smartphone yang ia bawa. Penggunaan smartphone yang berlebihan hingga pada tahaan adiksi, akan berdampak buruk bagi individu tersebut. Ia seakan-akan tidak ingin terlepas dari samartphone nya dimanapun ia berada serta dalam keadaan apapun. Barangkali iniliah sindroma atau sikap yang lazim di sebut dengan FoMO atau fear of missing out. Kedua perilaku ini yakni adiksi smartphone yang berlebihan dan FoMO akan bermuara pada sikap phubbing. Tidak bisa dipungkiri generasi milineal yang hidup dalam rentang industry 4.0, hampir seluruh dimensinya tidak bisa di-lepaskan dengan pengunaan smart-phone, karena pada mesin tersebut telah tersedia fitur-fitur yang memungkinkan semua orang memenuhi sebagai proses kebutuhannyadengan penggunaan smartphone, namun bila berlebihan dan tidak cerdas dalam menggunakan maka akan berdampak terhadap pola interaksi sosial dalam hal ini adalah komunikasi sosial individu tersebut. Ia akan nyaman dan merasa enjoy hidup di dunia maya, namun tidakkadang-kadang akan gelapan ketika hidup dalam dunia riil atau nyata. Buku ini merupakan studi empiris yang memotret pengaruh perilaku phubbing dan tingkat komunikasi sosial yang terjadi pada remaja khususnya siswa di sekolah menengah atas.

Phubbing

Komunikasi S

osial

dan

Arifin Nur B.

Studi Empiris Dalam Perspektif Psikologis :

Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Kualitas Komunikasi Sosial Siswa

i Phubbing & Komunikasi Sosial

Arifin Nur B.

PHUBBING

KOMUNIKASI SOSIAL Studi Empiris Dalam Perspektif Psikologis :

Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Kualitas Komunikasi Sosial Siswa

ii Phubbing & Komunikasi Sosial

Judul Buku

PHUBBING & KOMUNIKASI SOSIAL

Studi empiris dalam perspektif psikologis :

Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap

Kualitas Komunikasi Sosial siswa

Penulis : Arifin Nur B.

Editor : Yurike Kinanthy Karamoy,M.Pd.,Kons

Cover : Internet

Layout: Ahmad Fauzi

Diterbitkan Oleh:

Hak cipta penerbitan @ 2020 UIJ-KYAI MOJO Jl. Kyai Mojo No. 101 Jember, Jawa Timur

E-mail : [email protected]

Edisi Pertama

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis

Dari penerbit, sebagian atau seluruhnya

Dalam bentuk apapun, baik cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya

Diterbitkan Oleh : UIJ-KYAI MOJO

ISBN: -978-602-1136-28-7

iii Phubbing & Komunikasi Sosial

PRAKATA

Dengan selalu berucap syukur keharibaan Allah SWT,

serta ma’unah dan hidayah Nya, penulisan buku ini dapat

dirampungkan dengan waktu yang singkat.

Buku ini merupakan monografi dari hasil penelitian

tentang perilaku phubbing sebagai muara dari adiksi smart-

phone dan sindroma FoMO (fear of missing out) yang meng-

gejala pada era ini. Kemajuan teknologi tentu tak terhindar-

kan, namun kecerdasan menggunakan dan memanfaatkan

tekonologi yang bijak menjadi bagian integral agar individu

menjadi addik terhadap mesin pintar yakni smartphone.

Sebab dampak yang terbentang di depan mata salah satunya

adalah teralienasinya individu tersebut dari dunia nyata

namun asyik di dunia maya.

Percikan potret lapangan dalam bentuk buku kecil ini,

jauh dari sempurna sebagai sebuah ide dan gagasan besar.

Oleh karena itu masukan yang konstruktif menjadi nutrisi

iv Phubbing & Komunikasi Sosial

bagi kami untuk memperbaiki dan menyempurnakan buku

ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah rela me-

luangkan waktunya untuk membantu penulisan buku ini,

kami sampaikan terima kasih. Semoga segala lelah dan

luang waktunya diganti oleh Allah dengan kebaikan yang

berlimpah. Amiin.

Demikian semoga bermanfaat.

Jember, Mei 2020

v Phubbing & Komunikasi Sosial

DAFTAR ISI

Judul_____

Copy right_____

Prakata_____

BAB I PENDAHULUAN_____1

A. Sekilas tentang Teknologi dan Phubbing_____1

B. Mengacu pada Penelitian Sebelumnya_____6

C. Fokus Masalah_____9

D. Tujuan Penulisan Buku_____10

BAB II PHUBBING_____11

A. Pengantar_____11

B. Adiksi Smartphone_____12

C. FoMo (fear of missing out)_____15

D. Pengertian Phubbing_____17

E. Perilaku Phubbing_____18

F. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Phubbing_____20

G. Efek Perilaku Phubbing_____23

vi Phubbing & Komunikasi Sosial

BAB III INTERAKSI SOSIAL_____25

A. Pengertian Interaksi Sosial_____25

B. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial_____26

C. Hubungan Perilaku Phubbing dan Interaksi Sosial_____31

BAB IV OPERASIONALISASI RISET_____33

A. Disain_____33

B. Operasionalisasi Variabel_____34

C. Sampel yang digunakan_____35

D. Pengumpulan Data_____36

E. Analisis Data_____43

BAB V PHUBBING DAN KOMUNIKASI SOSIAL_____45

A. Data Empirik Phubbing dan Komunikasi Sosial_____45

B. Phubbing dan Kualitas Komunikasi Sosial_____47

BAB VI PENUTUP_____49

A. Fakta Riset_____49

B. Simpulan dan Saran_____52

DAFTAR BACAAN_____55

GLOSARIUM_____60

Indeks_____63

Biografi Penulis_____65

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Sekilas tentang Teknologi dan Phubbing

Dalam setiap kebudayaan selalu terdapat ilmu pe-

ngetahuan atau sains dan teknologi yang digunakan sebagai

acuan untuk menginterpretasikan dan memahami ling-

kungan beserta isinya, serta digunakan sebagai alat untuk

mengeksploitasi, mengolah dan memanfaatkannya untuk

pemenuhan kebutuhan manusia. Sain dan teknologi dapat

berkembang melalui kreativitas penemuan (discovery), pen-

ciptaan (invention), melalui berbagai bentuk inovasi dan

rekayasa.

Berawal dengan sistem simbol atau tanda dalam ber-

komunikasi dan kemudian dirasakan masih belum cukup

baik dalam menyampaikan informasi yang diharapkan,

manusia terus mencoba menemukan cara efektif, efisien dan

dapat digunakan secara massal serta berguna bagi banyak

orang. Sampai pada masanya, orang terbiasa mendapatkan

informasi melalui surat kabar, siaran radio, siaran televisi

atau mencari informasi melalui internet. Hal ini lah yang

menjadi acuan bagi setiap orang yang menciptakan sebuah

teknologi komunikasi sampai saat ini.

2 Phubbing & Komunikasi Sosial

Harus diakui, di jaman sekarang manusia mau tidak

mau harus mengikuti perkembangan yang telah ada. Jika

tidak, manusia akan ketinggalan informasi dan mungkin

juga akan terkucilkan oleh keadaan. Akan tetapi jika pe-

makai teknologi tidak memaksimalkan fungsionalitas dan

memakainya tidak sesuai dengan kebutuhan, maka kinerja-

nya tidak akan efektif. Dengan semakin canggihnya tek-

nologi, hampir semua peran manusia dan aktifitas manusia

digantikan oleh „robot‟.

Dalam rentang dan iringan kemajuan teknologi serta

perkembangan zaman di era modern atau lazim disebut era

industry 4.0 sekarang ini, cara berkomunikasi antar individu

tentu mengalami perubahan. Oleh karena itu pada era ini

individu tidak lagi harus bertemu dengan lawan bicara

secara face to face untuk menyampaikan pesan, karena alat

komunikasi seperti ponsel maupun smartphone menjadi

perangkat yang mampu menyampaikan pesan tersebut

dalam hitungan detik bahkan second. Backer, (dalam Syifa,

2020) menyatakan bahwa smartphone adalah telepon

genggam dengan fasilitas-fasilitas canggih, diantaranya

Wireless Mobile Device (WMD), fungsinya seperti komputer

yang di dalamnya terdapat fitur Personal Digital Assistant

(PDA), akses internet, email, dan Global Positioning System

(GPS). Smartphone juga menawarkan beberapa fitur

entertain, diantaranya kamera, video, dan MP3 Players.

Kita dapat memahmi bahwa arus penggunaan smart-

phone semakin hari semakin tidak terbendung. Kepemilikan

smartphone menjadi salah satu keharusan pada sebagian

besar kehidupan masyarakat Indonesia. Perkembangan

fasilitas-fasilitas yang terdapat pada smartphone pun kian

hari kian inovatif. Smartphone menjadi benda ajaib yang

dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia pada

3

seluruh dimensi kehidupannya. Dalam perspektif ilmu ko-

munikasi, smartphone masuk ke dalam media massa. Media

massa merupakan sumber kekuatan–alat kontrol, manaje-

men, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didaya

gunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya

lainnya (McQuail, 1996).

Kemajuan teknologi komunikasi seperti telepon geng-

gam, televisi, radio dan internet tidak bisa kita hindari dalam

kehidupan ini, karena kemajuan teknologi berjalan sesuai

dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan teknologi

disatu sisi memberikan dampak yang positif seperti me-

mudahkan manusia untuk berinteraksi antara satu dengan

yang lainnya, memudahkan manusia menjalankan aktivitas-

nya, dan memudahkan manusia memperoleh informasi yang

dibutuhkannya.

Perubahan yang terjadi pada teknologi komunikasi juga

turut membawa perubahan pada pola komunikasinya. Ke-

hidupan manusia pada awalnya terdiri dari berbagai hal

yang bersifat sederhana telah berubah menjadi lebih praktis.

Saat ini komunikasi sangat cepat dan seakan tidak ada jarak.

Pada era ini hubungan interpersonal tidak dituntut

untuk face to face dalam melakukan komunikasinya, oleh

sebab itu dikhawatirkan akan memunculkan sikap anti sosial

di masyarakat, kesalahpahaman, salah persepsi, salah

sangka dan konflik-konflik lain yang dapat terjadi karena

kurang komunikasi. Jika hal itu terjadi maka tujuan dari

komunikasi seperti mengenal diri sendiri dan orang lain,

mengetahui dunia luar, menciptakan dan memelihara

hubungan yang bermakna, mengubah sikap dan perilaku,

bermain mencari hiburan, dan membantu orang lain tidak

akan dapat terwujud. Suatu kesalahan yang sering terjadi

pada setiap pihak di saat proses komunikasi sedang

4 Phubbing & Komunikasi Sosial

berlangsung se-hingga menyebabkan komunikasi itu tidak

efektif adalah tidak memperhatikan pesan dengan baik

ketika pihak lain (pihak pertama sebagai pembicara)

menyampaikan suatu informasi. Bilamana hal itu terjadi,

maka kemungkinan banyak pula konsekuensi yang terjadi,

diantaranya : merasa kecewa, tidak dihargai, hubungan

kurang harmonis dan seterusnya.

Kehadiran ponsel sebagai salah satu bagian dari perkem-

bangan teknologi, disambut baik oleh semua kalangan

masyarakat tanpa penolakan. Remaja, sebagai salah satu

contoh kecil yang menyambut kehadiaran teknologi tersebut

tanpa penolakan. Terdapat kecenderungan pada remaja

yang khususnya lahir di pertengahan tahun 2000-an untuk

selalu bersentuhan dan ketergantungan dengan ponsel .

Dalam teori ketergantungan (Depedency Theory) menurut

Melvin Defluer dan Sandra Ball Roceach, adalah teori

tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa se-

makin seseorang tergantung pada suatu media untuk

memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut menjadi

semakin penting untuk orang itu.

Semakin lama semakin banyak orang yang seperti

dihisap ke dalam kotak ajaib itu. Orang-orang mengguna-

kannya sambil makan, tak peduli didepan atau sampingnya

ada kawan, sambil berjalan, ketika rapat bahkan menjelang

tidur, sehingga membuat seseorang tidak tahu waktu, tidak

tahu aturan, menjadi apatis dan tidak memiliki kepedulian

terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu memicu munculnya

fenomena baru yang disebut dengan phubbing. Perilaku

phubbing dapat diartikan sebagai tindakan pelecehan,

penghinaan kepadan orang lain.

Phubber menggunakan ponsel sebagai pelarian untuk

menghindari ketidaknyamanan di keramaian, namun peri-

5

laku phubbing saat ini sudah semakin parah, remaja me-

lakukan phubbing tidak lagi karena hal-hal diatas saja, tetapi

mereka melakukannya setiap saat dan kepada siapapun,

bahkan ketika sedang mengikuti pelajaran di dalam kelas.

pada saat guru menjelaskan di dalam kelas, remaja

seringkali mengecek ponsel yang ada di sakunya. Keter-

gantungan yang berlebihan kepada teknologi dapat menjadi

masalah bagi seluruh kelompok usia dan menyebabkan

kehancuran hubungan antara manusia. Jumlah waktu yang

dihabiskan untuk kontak langsung dengan “kehidupan

nyata” yaitu hubungan langsung dengan orang lain akan

semakin berkurang.

Chotpitayasunondh & Karen M. Douglas telah

melakukan penelitian pada tahun 2018 yang berjudul “The

Effects of Phubbing on Social Interaction”, untuk mengukur

pengaruh perilaku phubbing terhadap interaksi social se-

seorang. Dalam penelitian itu, Chotpitayasunond melaku-

kan eksperimen kepada respondennya. Responden dipersi-

lahkan untuk memasuki suatu ruangan yang didalamnya

terdapat animasi kartun yang sedang berprilaku phubbing.

Pada saat yang bersamaan responden membayangkang se-

dang berinteraksi dengan animasi tersebut, dan dari hasil

penelitian itu didapatkan kesimpulan bahwa peningkatan

perilaku phubbing secara signifikan dan negative mem-

pengaruhi persepsi interaksi social.

Hasil observasi pada siswa SMA N 3 Jember 100% siswa

telah memiliki ponsel canggih (smartphone) dengan berbagai

macam fitur yang menarik didalamnya. Siswa menggunakan

ponsel setiap saat dan setiap waktu, saat berada di dalam

kelas,saat sedang ulangan, saat guru menerangkan, saat jam

istrihat, saat makan bahkan saat mereka sedang bermain

dengan teman-temannya sehingga mereka seakan tidak

6 Phubbing & Komunikasi Sosial

peduli lagi dengan keadaan yang ada dilingkungan sekitar-

nya. Kecanggihan ponsel yang dimiliki oleh setiap siswa

menjadikan siswa lebih tertarik untuk bermain ponsel di-

bandingkan berinteraksi dengan teman sebanyanya.

Ketergantungan siswa dengan ponsel menjadikan diri-

nya anti sosial tanpa disadari. Baginya pertemanan, ke-

bersamaan, dan komunikasi hanya dunia maya, bukan

dunia nyata. Sehingga para phubber kehilangan kemampuan

hidup bersama dan juga semakin alergi dengan kegiatan

silaturrahim secara langsung.

Perilaku phubbing dapat dimaklumi bagi teman atau

orang yang lebih tua dari kita bila dilakukan hanya dalam

ritme kecil yakni sekali atau dua kali, namun jika dilakukan

secara terus menerus berdampak merusak kualitas hu-

bungan antar individu maupun kelompok. Individu yang

lebih suka mencari teman melalui media sosial (medsos)

dibanding berkenalan dengan teman disamping kita di-

manapun kita berada, serta lebih senang mempunyai

followers (pengikut) ataupun mendapatkan like yang banyak

pada media sosial dibanding dengan mempunyai kenalan di

dunia nyata. Terkadang kita berada dalam satu ruangan

yang sama namun tidak ada yang mau memulai menyapa,

semua individu sibuk dengan handphonenya masing-

masing, asyik dengan dunianya sendiri bahkan ada yang

senyum-senyum sendiri sambil melihat handphonenya.

Teman-teman dijejaring sosialpun nampak lebih dekat dan

nyata dibanding keberadaan tetangga kita sendiri.

B. Mengacu pada Penelitian Sebelumnya

Perilaku phubbing telah menyita perhatian para peneliti

untuk melakukan penelitian lebih mendalam, misalnya

seperti yang dilakukan oleh Yuna Yusnita dan Hamdani M.

7

Syam dengan judul Pengaruh Perilaku Phubbing Akibat

Penggunaan Smartphone Berlebihan terhadap Interaksi So-

sial Mahasiswa hasilnya penelitiannya menunjukkan hasil

pengujian hipotesis diperoleh nilai thitung adalah sebesar

9,632 dan nilai ttabel pada 0,05 pada uji dua sisi diketahui

1,984, maka Ha diterima, dan dari hasil perhitungan regresi

linier diperoleh nilai b=0,625 (62,5%) dengan taraf signifi-

kansi 0,000 artinya perilaku phubbing akibat penggunaan

smartphone berlebihan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap interaksi sosial mahasiswa. (Jurnal Ilmiah Maha-

siswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 3, Agustus 2017). Hal

ini dapat dipahami bahwa interaksi sosial mahasiswa yang

menggunakan smartphone secara berlebihan yang menga-

kibatkan munculnya perilaku phubbing ini ternyata ber-

muara pada kualitas interaksi sosial yang rendah.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ita Musfirowati

Hanika dengan judul Fenomena Phubbing di Era Milenia

(Ketergantungan Seseorang pada Smartphone Terhadap

Lingkungannya). Penelitian ini menggunakan rancangan

penelitian polling dengan 50 sampel pada mahasiwa

MIKOM UNDIP. Walaupun sebagian besar responden

belum mengetahui nama tersebut tetapi mereka pernah me-

lakukan phubbing karena berbagai alasan tanpa meminta izin

terlebih dahulu kepada lawan bicaranya. Hal ini dilatar-

belakangi oleh ketergantungan seseorang terhadap smart-

phone dan menimbulkan kecemasan berlebihan jika tidak

menggunakan perangkat tersebut. Temuan lain juga me-

ngungkapkan bahwa sekalipun responden melakukan

phubbing ternyata mereka juga merasa terganggu jika orang

lain melakukan hal serupa. (Interaksi: Jurnal Ilmu Komuni-

kasi, 2015). Dari sini dapat dilihat bahwa perilaku phubbing

8 Phubbing & Komunikasi Sosial

dapat berdampak terhadap hubungan sosial dan interaksi

sosial di antara individu tersebut.

Perilaku phubbing muncul karena akibat penggunaan

smartphone yang berlebihan, sehingga akan melahirkan

perilaku yang acuh, cuek dan tidak adaptif terhadap ling-

kungan. Perilaku ini cenderung muncul pada kaum milenial.

Hal ini ditegaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Afdal Afdal (dkk) dengan judul penelitiannya : An Analysis

of Phubbing Behaviour: Preliminary research from counseling

perspective. Dalam penelitian ini terungkap bahwa Seiring

dengan kemajuan teknologi dan zaman yang semakin

modern, cara berkomunikasi antar individu telah berubah.

Individu berkomunikasi tidak lagi secara langsung dengan

lawan bicara mereka, tetapi individu lebih suka ber-

komunikasi melalui media sosial dengan bantuan Smart-

phone. Fenomena ini sebagian besar terjadi pada generasi

milenium yang disebut phubbing. Kondisi ini disebabkan

oleh berbagai faktor, termasuk kecanduan smartphone,

kurangnya kontrol diri dan sebagainya. Perilaku phubbing

dapat menyebabkan milenial acuh tak acuh terhadap orang

lain, keterlambatan, rentang perhatian pendek, depresi atau

gangguan mental lainnya. (International Conference on

Educational Sciences and Teacher Profession (ICETeP 2018).

Atlantis Press.).

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh

Muhammad Ali Ridho (2019), dengan judul : “Interaksi

sosial pelaku Phubbing” meng gambarkan bahwa menun-

jukkan interaksi sosial orang yang melakukan phubbing

cenderung rawan terjadi saat mereka mengimitasi, me-

ngidentifikasi peilaku dari orang-orang disekitarnya serta

mengikis sifat simpati pada lawan bicara yang mengajak

kita bicara selain itu juga timbul kontak sosial negatif yaitu

9

kontak sosial atau komunikasi yang mengalami perten-

tangan, hilangnya sementara interaksi yang berlangsung

bahkan kemarahan dari lawan bicara yang diabaikan.

Pada sisi lain sebuah penelitian yang menelaah tentang

dampak perilaku phubbing, mengungkap bahwa phubbing

merupakan hasil produksi peradaban di era 4.0 yang

memiliki dampak negative besar terutama terkait dengan

interaksi sosial dan komunikasi sosial. Hal ini seperti

tercermin dalam penelitian yang dilakukan oleh Tri Umari,

M. Arli Rusandi, Elni Yakub dari dari Universitas Riau.

Judul penelitiannya adalah Phubbing as a Result of the 4th

Industrial Revolution: Is it Dangerous? Yang tersaji dari

In Proceedings of the UR International Conference on Educational

Sciences (2019).

Dari beberapa penelitian di atas, senyatanya telah

tersirat bahwa phubbing merupakan produk peradaban di era

4.0 dan berpotensi memberikan dampak negative atau

bahaya pada individu. Tentunya sebagai kaum milenial dan

generasi Z, merupakan komunitas yang paling serign

menggunakan smartphone, sehingga dapat dipahami bahwa

kelompok ini lah yang banyak menjadi focus dan sampel

penelitian. Namun dalam penelitian ini peneliti ingin

melihat pada subyek yang berbeda yakni pada siswa sekolah

menengah atas. Adapun yang menjadi domain telaahnya

adalah interaksi sosial focus pada komunikasi sosial siswa.

C. Fokus Masalah

Agar pembahasan atau penyajian tidak meluas, maka

buku ini menyajikan masalah dari penelitian yang berfokus

pada perilku phubbing kaitannya dengan tingkat komu-

nikasi sosial yang ada pada siswa sekolah menengah negeri

(SMA N) 3 Jember.

10 Phubbing & Komunikasi Sosial

Seperti yang terpaparkan pada pendahuluan ini di-

mungkinkan generasi yang berpotensi menggunakan smart-

phone dengan intensitas yang tinggi adalah kelompok

milineal. Oleh karena itu penelitian ini menyasar siswa-siswi

sekolah menengah atas sebagai sampelnya. Smartphone

pada sisi lain menjadi bagian dari media pembelajaran yang

digunakan oleh siswa di sekolah namun masih relative lebih

kecil dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang

sifatnya non akademik.

D. Tujuan Penulisan Buku

Secara mendasar penulisan buku ini bertujuan untuk

memberikan gambaran perilaku phubbing dan interaksi sosial

terjadi pada siswa SMA Negeri 3 Jember, dalam hal ini yang

poin pembahasan adalah pada sisi komunikasi sosialnya.

Untuk membahas hal tersebut, dalam buku ini disajikan

dalam bentuk beberapa bab. Bab pertama adalah penda-

huluan yang menyajikan pengantar sekilas tentang perilaku

phubbing dan interaksi sosial. Pada bab dua disajikan konsep

tentang teori phubbing. Adapun pada bab tiga akan dibahas

konsep tentang interaksi sosial. Pada bab empat akan

disajikan operasionalisasi riset yang dilakukan oleh peneliti

di lapangan. Pada bab lima akan membahas tentang

phubbing dan komunikasi sosial, serta pada bab akhir yakni

bab penutup, akan disajikan tentang fakta riset serta saran-

saran.

11

BAB II

PHUBBING

A. Pengantar

Perilaku phubbing merupakan suatu perilaku yang ke-

munculannya tidak berdiri sendiri. Terdapat perilaku-peri-

laku yang mengantarai sebelum sampai pada perilaku

phubbing. Perilaku tersebut adalah adiksi atau kecanduan

smartphone atau gadget itu sendiri serta perilaku yang lazim

di sebut dengan FoMo (fear of missing out).

Beberapa penelitian yang menelaah tentang pengaruh

adiksi smartphone, FoMO dan perilaku Phubbing, dilakukan

oleh Putri Metsa Pamayun (2019). Pada penelitian ini di-

ketahui bahwa adiksi smartphone dan FoMo memiliki pe-

ngaruh yang signifikan terhadap munculnya perilaku

phubbing individu. Demikian juga penelitian yang di-

lakukan oleh Eny Ratnasari dan Fkiri Dwi Oktaviani (2020)

yang menelaah tentang hubungan antara kecanduan ponsel

dan media sosial terhadap phubbing. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara kecanduan ponsel dan media sosial terhadap perilaku

phubbing.

12 Phubbing & Komunikasi Sosial

Berdasarkan acuan dua penelitian di atas, maka dapat

dipahami bahwa pada dasarnya terdapat antecedent (perilaku

yang mendahuluinya) sebelum lahirnya perilaku phubbing

itu sendiri yakni adiksi atau lebih dikenal dengan istilah

kecanduan smartphone dan serta perilaku FoMO (fear of

missing out). Masing-masing perilaku ini memberikan

kontribusi yang signifikan pada perilaku phubbing yang

kian hari menjadi pemandangan yang bisa kita saksikan di-

manapun dan pada waktu apapun.

Pada bab ini kedua perilaku tersebut akan di bahas se-

cara sekilas sebagai upaya untuk memberikan gambaran ter-

hadap pembaca bahwa pada dasarnya ada perilaku men-

dasar yang maenjadi pemantik munculnya phubbing pada

individu.

B. Adiksi Smartphone

Kata smartphone atau telepon pintar, merujuk pada alat

komunikiasi yang canggih dengan berbagai fiturnya yang

ditawarkan oleh masing-masing merk/perusahaan. Samart-

phone tidak hanya memberikan fasilitas sebagai penyampai

pesan atau telepon, tapi fasilitas yang ditawarkan sudah

menyasar hampir seluruh dimensi kehidupan individu.

Mulai dari transaksi perbankan hingga menjadi media pem-

belajaran. Inilah wajah era industri yang berbeda sama sekali

dengan pola komunikasi pada jaman tribal atau kesukuan.

Pada zaman ini proses komunikasi dilakukan dengan tatap

muka secara langsung.

Menurut Chaplin (2001) dalam kamus psikologi nya, ia

menyatakan bahwa adiksi diartikan sebagai sebagai ke-

canduan atau ketagihan, yakni suatu keadaan bergantung

secara fisik pada suatu obat bius. Pada umumnya kecanduan

tersebut menambah toleransi terhadap obat bius, keter-

13

gantungan fisik dan psikologis dan menambah pula gejala-

gejala pengasingan.

Sementara menurut Badudu (2005) dalam kamusnya, ia

menyatakan bahwa kecandung merupakan perasaan yang

sangat kuat terhadap sesuatu yang sangat diinginkan se-

hingga ia akan berusaha untuk mencari sesuatu yang sangat

diinginkan tersebut. Seseorang dikatakan mengalami kecan-

duan jika tidak mampu mengontrol keingingan untuk meng-

gunakan sesuatu, sehingga menyebabkan dampak negatif

bagi individu baik secara fisik maupun psikis.

Konsep kecanduan ini dapat diterapkan secara luas

termasuk pada hal-hal yang terkait dengan teknologi. Seperti

yang disampaikan oleh Kwon dan Yang (dalam Pemayun,

2014) bahwa adiksi smartphone merupakan kecanduan ter-

hadap smartphone yang memiliki kemungkinan menjadi

masalah sosial karena menandakan beberapa karakteristik

kecanduan seperti intoleransi, penarikan diri, kesulitan me-

lakukan aktivitas sehari-hari, dan gangguan kontrol impuls.

Beranjak dari definisi adiksi smartphone di atas, Kwon

M Lee et al (dalam Selviani, 2019) menyajikan dimensi-

dimensi dari adiksi smartphone yakni :

1. Daily – life disturbance (gangguan kehidupan sehari-hari)

Hal ini seperti misal kehilangan pekerjaan yang

direncanakan, mengalami kesulitan k.nsentrasi di kelas

atau saat bekerja, sakit pada telinga dan leher serta

mengalami ganggugan kesulitan untuk tidur. Ganguan-

gangguan ini merupakan dampak penggunaan

smartphone yang tidak cerdas dan berlebihan.

2. Withdrawal (penarikan diri)

Gangguan ini mengarah kepada perilaku yang

mudah marah, gelisah jika tidak menggunakan smart-

phone atau dihentikan penggunaannya oleh orang tua. Ia

14 Phubbing & Komunikasi Sosial

akan mudah marah dan kesal bila mendapatkan gang-

guan saat menggunakan smartphone.

3. Tolerance (toleransi)

Sifat ini merujuk pada suatu usaha individu dalam

usahanya untuk mengontrol dirinya dalam penggunaan

smartphone, namun ia mengalami kegagalan.

4. Positive Anticipation

Dimensi ini digambarkan dengan perasaan gembira

saat menggunakan smartphone dan menyingkirkan

stress dengan penggunaan smartphone serta akan me-

rasa hampa bila tidak menggunakannya

5. Cyberspace-oriented Relationship

Dimensi ini menggambarkan hubungan seseorang

dengan teman-temannya yang diperoleh melalui smart-

phone lebih intim daripada hubungannya dengan teman-

teman di kehidupan yang riil atau nyata, mengalami

perasaan kehilangan yang tidak terkontrol ketika tidak

dapat menggunakan smartphone, dan akibatnya selalu

memeriksa smartphone.

6. Over Use

Dimensi ini menggambarkan penggunaan smart-

phone yang tidak terkendali. Seseorang lebih memilih

untuk melakukan penelusuran menggunakan smart-

phone untuk meminta bantuan dari orang lain, selalu

menyiapkan paket pengisian daya dan merasakan doro-

ngan untuk menggunakan smartphone tepat setelah

tepat setelah salah satu berhenti menggunakannya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adiksi

smartphone seperti yang disampaikan oleh Selviani (2019)

adalah sebagai berikut :

1. Usia

15

2. Jenis kelamin

3. Motivasi belajar

4. Kepuasan dalam hubungan pertemanan

5. Peer relationship

6. Pola asuh

7. Sensation seeking

8. Self control

9. Depresi

10. Self regulation

11. Kebiasaan

12. Kebosanan waktu luang (leisure boredom)

13. Self esteem

14. Kesepian

15. Rasa malu

16. Motivasi menggunakan smartphone

C. FoMo (fear of missing out)

Perilaku berikutnya yang memberikan kontribusi signifi-

kan terhadap phubbing adalah FoMO (fear of missing out).

Przybylski et al (dalam Balta et. al. 2018) menyatakan bahwa

FoMO adalah suatu ketakutan yang dialami seseorang saat

kehilangan sesuatu yang berharga dan tidak dapat me-

ngikuti apa yang dilakukan oleh orang lain di media sosial.

Sehingga individu selalu ingin terhubung dengan relasinya

melalui smartphone yang ia miliki. Bila dicermati lebih

mendalam FoMO ini merupakan sikap ketakutan individu

terhadap situasi yang update atau dapat dikatakan tidak

selalu ketinggalan dengan info dalam media sosial yang ia

miliki. Ia tidak mengharapkan terjadinya keterputusan infor-

masi dalam dirinya pada setiap situasi yang diharapkan. Hal

ini akan berdampak negative pada diri individu tersebut.

16 Phubbing & Komunikasi Sosial

Adapun aspek-aspek FoMO menurut Przybylski et al

(dalam Mudrikah, 2019) adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan relatedness yang tidak terpenuhi

Aspek ini merupakan suatu keinginan yang dialami

individu untuk memiliki hubungan dekat dengan indi-

vidu yang lainnya. Jika individu tidak dapat memenuhi

kebutuhan tersebut maka akan muncul perasaan cemas.

Hal ini lah yang akan mengarahkan individu untuk

mencari tahu kegiatan atau kejadian apa yang akan

dilakukan oleh individu lainnya.

2. Kebutuhan psikologis self (diri sendiri) yang tidak

terpenuhi

Aspek ini menggambarkan tentang kebutuhan indi-

vidu yang memiliki kaitan dengan dua hal yakni

competence dan autonomy. Competence merupakan suatu

keinginan individu untuk beradaptasi dan berinteraksi

dengan lingkungan sekitarnya untuk mencapai suatu

tantangan. Sedangkan autonomy merupakan individu

yang bebas mengintegrasikan apa yang akan dilakukan

oleh dirinya sendiri tanpa ada dorongan dari orang lain.

Kedua hal inilah yang menjadi pemantik individu untuk

melampiaskan pada media sosial ketika kebutuhan

psikologis akan self ini tidak terpenuhi.

Adapun factor-faktor yang mempengaruhi FoMO (fear of

missing out), seperti yang disampaikan oleh Mudrikah (2019)

adalah sebagai berikut :

1. Gender

2. Trait

3. Tidak adanya komunikasi face to face

4. need

17

D. Pengertian Phubbing

Sebagai kata baru istilah Phubbing berasal dari gabungan

dari kata “phone” dan “snubbing” yang dapat diartikan

dengan kata “telepon‟ dan “menghina”. Menurut Haigh

(2012) phubbing diartikan sebagai tindakan menyakiti orang

lain dalam interaksi sosial karena lebih berfokus pada

ponselnya. Ia cenderung mengacuhkan orang lain dalam

sebuah lingkungan karena lebih fokus pada gadget dari

pada berinteraksi dan berkomunikasi secara tatap muka.

Individu yang phubbing sering melihat telepon genggamnya

saat berbicara dengan orang lain, sibuk dengan ponselnya

dan mengabaikan komunikasi interpersonalnya.

Karadeg menemukan bahwa phubbing dapat terjadi

karena kecanduan ponsel, kecanduan SMS, kecanduan

media sosial, kecanduan internet, dan kecanduan game.

Istilah ini awalnya dikampanyekan oleh Macquarie Dictio-

nary untuk mewakili masalah penyalahgunaan ponsel cer-

das yang terus berkembangdalam situasi sosial (Pathak,

2013). Sedangkan Karadag (2016) mengartikan phubbing

sebagai sebuah konsep tentang dinamika adiksi seseorang

yang tidak lagi memiliki keseponan dan menghargai orang

lain, dengan lebih menyukai lingkungan virtual yang

terdapat pada smartphone daripada kehidupan nyata.

Individu lebih senang berinteraksi atau berselancar di dunia

maya dari pada berinteraksi dengan individu yang berada di

dekatnya. Sedangkan Chotpitayasunondh dan Douglas

(dalam Jihan,2019) phubbing merupakan perilaku seseorang

yang tidak mempedulikan orang lain ketika sedang bersama.

Ia lebih cenderung asik dengan gawai yang ia pegang dari

pada mempedulikan atau berinteraksi dengan lingkungan

sekitar.

18 Phubbing & Komunikasi Sosial

Dari definisi yang disampaikan oleh ahli di atas dapat

dipahami bahwa phubbing merupakan perilaku individu

yang cenderung mengabaikan lingkungan sekitarnya dan

lebih berfokus pada smartphone yang dibawanya. Individu

yang berperilaku phubbing lazim di sebut sebagai phubber.

E. Perilaku Phubbing

Menurut Varoth (2017) dalam interaksi sosial, "phubber"

dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memulai

phubbing, dan "phubbee" dapat didefinisikan sebagai orang

yang menerima perilaku Phubbing. Perilaku phubbing ini

muncul atas ketergantungan individu terhadap gadget atau

smartphone sehingga individu menjadi lebih sering bersikap

acuh karena lebih fokus pada gadget atau handphone

daripada membangun interaksi dengan lingkungan sekitar-

nya.

Phubber menggunakan smartphone sebagai pelarian

untuk menghindari ketidaknyamanan di keramaian atau

lazim disebut awkward silent (merasa canggung untuk

berdiam diri), seperti, di dalam lift, bepergian sendiri

dengan naik bus, bosan di pesta atau bahkan pada saat

berkerumun dengan teman-temanya dalam suatu tempat,

namun ia lebih nyaman untuk ber smartphone ria. Kondisi ini

menjadi semakin lebih parah, siswa-siswa sekolah saat ini

yang lazim disebut sebagai generasi milenial, melakukan

phubbing hampir di semua tempat dan waktu. Salah satu

tanda bahwa individu berperilaku phubbing adalah ketika ia

berpura-pura perhatian atau memperhatikan lawan bicara-

nya, namun sebenarnya pandanganya tertuju pada hand-

phone yang dipegangnya. Jintarin Jaidee seorang psikiatri

dari Bangkok (dalam Intan Elok, 2018) menyebutkan bahwa

perilaku phub dengan berkali-kali mengecek smartphone

19

dapat mengakibatkan kecanduan yang lainnya seperti ke-

canduan game online, mobile application atau media sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Lee (2012) menyebutkan

bahwa kehadiran fenomena phubbing lahir karena besarnya

ketergantungan individu terhadap smartphone dan internet.

Jika pada umumnya kecanduan dihasilkan karena keter-

gantungan orang dalam mengkonsumsi minuman, obat

atau zat tertentu, maka kecanduan terhadap smartphone di-

hasilkan karena adanya ketergantungan manusia pada

perangkat mesin tertentu. Sherry Turkle dari Massachusetts

Institute of Technology melansir penelitiannya bahwa keter-

gantungan pada ponsel bisa membunuh rasa empati pada

diri manusia dan implikasi luasnya juga merusak budaya,

keluarga dan kesehatan mental, secara statistik menunjuk-

kan 89% orang Amerika mengakui mereka lebih banyak

menggunakan ponsel untuk bersosialisasi dengan orang lain,

terutama anak-anak dan remaja yang berakibat kehilangan

empati yang secara jangka panjang bisa menyebabkan cyber

bullying (Al Subaihi, 2017).

Perilaku ini akan berdampak buruk bagi individu dan

teman dalam relasi sosialnya seperti yang disampaikan oleh

Chotpitayasunondh & Douglas (dalam Sifa, 2020) bahwa

perilaku phubbing berpotensi memiliki pengaruh pada

interaksi sosial. Efek yang dapat timbul dari perilaku

phubbing adalah berkurangnya perasaan memiliki sehingga

dapat mempengaruhi persepsi kualitas komunikasi dan

kepuasaan dalam bersosial.

Perilaku phubbing sudah semakin parah, remaja tidak

lagi menggunakan ponsel sebagai pelarian untuk meng-

hidari ketidaknyamanan di keramaian namun remaja se-

karang melakukannya setiap saat dan kepada siapapun

bahkan ketika sedang mengikuti pelajaran di dalam kelas.

20 Phubbing & Komunikasi Sosial

Pada saat guru menerangkan di dalam kelas, remaja sering-

kali mengecek ponsel yang ada di sakunya. Phubber menga-

lami ketidakmampuan untuk mengendalikan diri dalam

penggunaan ponsel mereka dengan tepat sesuai dengan

kebutuhan mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Lee (dalam Hanika, 2015)

menyebutkan bahwa kehadiran fenomena phubbing lahir

karena besarnya ketergantungan individu terhadap smart-

phone dan internet. Jika pada umumnya kecanduan dihasil-

kan karena ketergantungan orang dalam mengkonsumsi

minuman, obat atau zat tertentu, maka kecanduan terhadap

smartphone dihasilkan karena adanya ketergantungan ma-

nusia pada perangkat mesin tertentu. Orang lebih disibuk-

kan dengan gadget atau smartphonenya dibandingkan harus

berinteraksi dengan lawan bicara atau membangun

hubungan dengan lingkungan.

F. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Phubbing

Dalam jurnal yang dibuat oleh oleh Chotpitayasunondh

(2018) yang berjudul “Measuring Phone Snubbing Behavior:

Development and Validation of the Generic Scale of Phubbing

(GSP) and the Generic Scale of Being Phubbed (GSBP)” terdapat

bebarapa faktor yang menyebabkan perilaku phubbing, yaitu:

a. Nomophobia

Nomophobia merupakan kepanjangan dari no-mobile-

phone adalah suatu sindrom kegelisahan jika jauh dari

tele-pon genggam. Seseorang dapat dikatakan nomophobia

jika seseorang tersebut merasa gelisah, cemas dan tidak

nyaman jika kehilangan telpon genggam, kehabisan

baterai atau pulsa, atau kondisi sedang berada di luar

jaringan. Ke-gelisahan itu muncul karena mereka merasa

stress jika tidak dapat menghubungi keluarga atau

21

teman, dan merasa cemas jika mereka akan ketinggalan

informasi dari media sosoial.

Adapun aspek-aspek nomophobia menurut Yildrim

(dalam Sari dkk, 2020) terdiri dari :

1) Perasaan tidak bisa berkomunikasi: Aspek ini ber-

hubungan dengan adanya kehilangan secara tiba-tiba

terputus komunikasi dengan orang lain atau tidak

dapat menggunakan layanan pada smartphone disaat

tiba-tiba membutuhkan komunikasi.

2) Kehilangan konektivitas : Aspek kedua ini, ber-

hubungan dengan perasaan kehilangan konektivitas

ketika tidak dapat terhubung dengan layanan pada

smartphone dan tidak dapat terhubung pada

identitas sosial khususnya di media social

3) Tidak mampu mengakses informasi : Aspek ini

menggambarkan perasaan ketidaknyamanan ketika

tidak dapat mengambil atau mencari informasi

melalui smartphone.

4) Menyerah pada kenyamanan : Aspek terakhir ber-

hubungan dengan perasaan nyaman saat mengguna-

kan smartphone dan keinginan untuk memanfaatkan

kenyamanan dalam smartphone. Ketika semua bisa

dilakukan hanya dengan menatap layar ponsel, maka

hal tersebut membuat hidup terasa lebih.

Lebih lanjut Pradana (dalam Sari, 2020) menyatakan

bahwa terdapat ciri-ciri individu yang mengidap

nomophobia yakni :

1) Menghabiskan waktu menggunakan telepon geng-

gam, mempunyai satu atau lebih smartphone serta

membawa charger,

2) Merasa cemas dan gugup ketika telepon genggam

tidak tersedia dekat atau tidak pada tempatnya,

22 Phubbing & Komunikasi Sosial

3) Selalu melihat dan mengecek layar telepon genggam

untuk mencari tahu pesan atau panggilan masuk,

4) Tidak mematikan telepon genggam dan selalu sedia

24 jam, selain itu saat tidur telepon genggam

diletakkan di kasur. Hal ini agar dilakukan agar lebih

mudah meraihnya bila ada keingingan untuk me-

ngecek smartphone nya,

5) Kurang nyaman berkomunikasi secara tatap muka

dan lebih memilih berkomunikasi menggunakan tek-

nologi baru,

6) Biaya yang dikeluarkan untuk telepon genggam/

smartphone adalah besar.

b. Interpersonal Conflict

Konflik interpersonal adalah pertentangan atau konflik

yang dirasakan antar seseorang dengan orang lain karena

pertentangan kepentingan. Dalam kehidupan bersosial

manusia tidak akan terlepas dari yang namanya konflik

interpersonal. Dalam konflik interpersonal terjadi perbedaan

komunikasi, tujuan dan sikap sehingga ketidakcocokan antar

satu dengan yang lainnya menjadi penghambat dalam

pencapaian tujuan komunikasi yang efektif.

c. Self Isolation

Self isolation merupakan suatu kondisi dimana individu

tersebut memisahkan diri dari orang lain / melarikan diri

dari berbagai macam kegiatan social dan mengisolasi diri

dengan cara menggunakan ponselnya.

d. Problem Acknowledgement

Problem Acknowledgement merupakan sebuah pengakuan

dari individu itu sendiri bahwa individu tersebut memiliki

masalah phubbing.

23

G. Efek Perilaku Phubbing

Dalam sebuah penelitian tentang phubbing yang di-

lakukan oleh Karadag, et al., (2015) terhadap empat ratus

satu (401) mahasiswa, 114 laki-laki dan 287 perempuan

dengan usia rata-rata dua puluh satu (21) tahun. Dalam

penelitian ini terungkap bahwa penggunaan ponsel, SMS,

media sosial dan kecanduan internet berkaitan dengan

phubbing. Serta phubbing dapat dilihat dari faktor gang-

guan komunikasi dan faktor obsesi ponsel. Lebih jauh pene-

litian ini menemukan bahwa phubbing memiliki dampak

negatif pada kemampuan berkomunikasi, kesulitan dalam

membangun dan mempertahankan kontak mata terhadap

lawan bicara yang dilakukan bersamaan dengan meng-

gunakan ponsel serta memungkinkan untuk terjadinya

kesalahpahaman dalam sesi diskusi.

Tidak bisa dipungkiri ketika kita sedang bicara dengan

orang lain tanpa memainkan telepon genggam sepertinya

menjadi hal yang sulit bagi kebanyakan orang, khususnya

para generasi milenial saat ini.

Bisa diperhatikan saat berada di tempat umum, di-

sekolah di mana terdapat sekumpulan teman yang seharus-

nya saling berbincang akrab, ada saja yang sibuk memain-

kan telepon meskipun tidak ada sesuatu yang bersifat

penting dan mendadak. Phubbing yang sekarang terjadi

ternyata cukup memprihatinkan karena perilaku tersebut

dilakukan saat momen kebersamaan terjadi.

Menurut Julie Hart, pakar hubungan social di The Hart

Center, Australia dalam artikel yang ditulis pada laman

CNN Indonesia menyatakan bahwa ada tiga faktor

hubungan social yang akan menjadi tumpul karena phubbing,

yaitu :

24 Phubbing & Komunikasi Sosial

a) Akses informasi, dimana kemampuan mendengar

dan membuka diri akan informasi dari lawan bicara

menjadi tumpul.

b) Respon, yakni usaha untuk memahami apa yang

disampaikan lawan bicara dan mengerti maksud

yang disampaikan.

c) Keterlibatan, yakni saat dua faktor sebelumnya

diabaikan, seseorang tidak akan terlibat dari wacana

yang dilontarkan dan hanya mengiyakan saja. Lawan

bicara pun akan tersinggung dan yang terburuk

malas bicara lagi.

Dengan adanya perilaku phubbing, individu akan tetap

diam atau tidak menunjukkan reaksi ketika sedang diajak

berkomunikasi, sehingga perilaku tersebut akan menimbul-

kan dampak negatif. Dampak negative dari perilaklu

phubbing seperti tidak adanya kepuasan dalam berinteraksi

(Abeele et al.,2016; Chotpitayasunondh & Douglas, di media;

McDaniel & Coyne, 2016; Roberts & David,2016), merasa

kurang terhubung dengan mitra interaksi mereka (Krasnova,

Abramova, Notter, &Baumann, 2016; Misra, Cheng, Genevie,

& Yuan, 2014), dan pengalaman digagalkan fundamental

kebutuhan manusia, terutama kebutuhan untuk dihargai

(Chotpitayasunondh & Douglas, dalam in pers).

25

BAB III

INTERAKSI SOSIAL

A. Pengertian Interaksi Sosial

Bentuk umum dari dari proses-proses social adalah in-

teraksi social. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai

hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial

yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu

yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang

satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok

dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di

mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau

maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang meng-

gunakannya.

Interaksi social menurut Astrid S. Susanto (dalam: Aktif

dan Kreatif Belajar Sosiologi 1:2016:73) adalah hubungan antar

manusia yang menghasilkan sauatu proses pengaruh

memengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada

akhirnya memungkinkan pembentukan struktrur social.

Hasil interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta

interpretasi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat

dalam interaksi ini.

26 Phubbing & Komunikasi Sosial

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu

atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi.

Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya

hubungan social. Komunikasi merupakan penyampaian

suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap

informasi yang disampaikan. Proses Interaksi sosial

menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia

bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki

sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang

dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang

dengan sesamanya.

B. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Menurut Soerjono Sukanto (dalam: Aktif dan Kreatif

Belajar Sosiologi 1:2016:77) Suatu interaksi sosial tidak akan

mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu:

adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi.

1. Kontak Sosial

Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum

yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti

menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-

sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi

apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial

itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena

orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus

menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara

dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembang-

nya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubu-

ngan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf,

radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan

sentuhan badaniah.

27

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk

yaitu sebagai berikut:

a. Antara orang perorangan

Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari

kebiasaan- kebiasaan dalam keluarganya. Proses

demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses

dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari

norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia

menjadi anggota.Antara orang perorangan dengan suatu

kelompok manusia atau sebaliknya Kontak sosial ini

misalnya adalah apabila seseorang merasakna bahwa

tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma

masyarakat.

b. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok

manusia lainnya.

Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja

sama untuk mengalahkan partai politiklainnya.

Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontkl

sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial

positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu

kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah

kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali

tidak menghasilkan kontak sosial.

Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer

atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang

mengadakan hubungan langsung bertemu dan ber-

hadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder me-

merlukan suatu perantara.

2. Komunikasi

Komunikasi adalah bagaimana seseorang memberikan

tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan,

gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa

28 Phubbing & Komunikasi Sosial

yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang

bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan

yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap

dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain

atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk

menentukan reaksi apa yang akandilakukannya.

Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai

macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seperti

senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah

tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis

dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian

komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan

dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga

komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena

salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah. Baik

atau buruknya penafsiran dari komunikasi tersebut

bergantung pada kualitas komunikasi yang terjadi antara

orang-orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.

Kualitas merupakan tingkat baik buruknya sesuatu,

kadar, derajat atau taraf (kepandaian, kecapakan,dsb), mutu

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005 ; 603). Kualitas sering

kali digunakan untuk menaksir hubungan dua orang.

Kualitas hubungan yang baik biasanya dikaitkan dengan

rasa saling mempercayai satu sama lain. Kebutuhan akan

hubungan dengan orang lain, saling berinteraksi satu sama

lain juga dipandang sebagai kulaitas hubungan yang sangat

penting dalam kehidupan manusia

Komunikasi secara umum menurut Suranto (2011, hal 71)

adalah sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau

informasi dari seorang kepada orang lain melalui cara

tertentu sehingga orang tersebut dapat mengerti dan

memahami apa yang dimaksudkan oleh penyampaian

29

pikiran-pikiran atau informasi. Orang yang bersangkutan

kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin

disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan

perasaan seseorang dapat diketahui olek orang lain. Hal ini

kemudain menjadi bahan untuk menentukan reaksi apa

yang akan dilakukannya.

Dalam komunikasi sangat memungkinkan terjadi ber-

bagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain.

Seperti senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah

tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis

dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Komunikasi

memiliki efek yang besar dalam mempengaruhi orang lain.

Hal tersebut terjadi karena pihak-pihak yang terlibat dalam

komunikasi bertemu secara langsung, dan tidak mengguna-

kan media untuk menyampaikan pesan yang ingin mereka

sampaikan.. Tetapi disamping itu komunikasi juga bisa

menghasilkan pertikaian yang terjadi karena terdapat

kesalah pahaman penafsiran pesan atau informasi yang

disampaikan.

Sehubungan dengan hal tersebut, dapat disimpulkan

bahwa dalam komunikasi ada orang yang menyampaikan

komunikasi (komunikator), dan ada orang yang menerima

informasi yang disampaikan oleh komunikator (komuni-

kan). Apa yang disampaikan itu dapat berwujud informasi,

pengetahuan, pemikiran ataupun hal-hal lain (pesan atau

massage dalam komunikasi). Pihak-pihak yang terlibat dalam

komunikasi yaitu komunikator sebagai penyampai pesan

perlu menyampaikan pesan dengan baik agar pesan dapat

dimengerti oleh komunikan selaku pihak yang menerima

pesan, sehingga pesan tersebut kemudian dapat diterima,

dimengerti dan tanggapi oleh komunikan.

30 Phubbing & Komunikasi Sosial

Beradasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpul-

kan bahwa kualitas komunikasi adalah tingkat baik buruk-

nya komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang

lain. Komunikasi bukan hanya sekedar pertukaran informasi

yang melalui pembicaraan dinyatakan dengan perasaan hati,

memperjelas pikiran menyampaikan ide dan juga berhubu-

ngan dengan orang lain. Akan tetapi, dengan komunikasi

seseorang dapat belajar mengenal satu sama lain, me-

lepaskan ketergantungan serta menyampaikan pendapat.

Komunikasi diantara dua orang dalam hubungan yang

akrab tergantung dari kualitas komunikasi itu sendiri.

Menurut Devito (universitaspsikologi.com, <8 Agustus

2018>) mengemukakan tentang aspek-aspek kualitas komu-

nikasi, sebagai berikut:

a. Keterbukaan (Openness)

Keterbukaan dapat diartikan keinginan untuk terbuka

bagi sertiap orang yang berinteraksi dengan orang lain.,

menyampaikan informasi tentang diri sendiri yang mungkin

selama ini dirahasiakan, agar lebih dapat mengenal jati diri

masing-masing individu. Keterbukaan juga merupakan

keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimuli

yang datang dengan perasaan dan pikirannya sendiri.

b. Empati (Empaty)

Empati adalah kemampuan untuk merasakan seperti apa

yang dirasakan orang lain, suatu perasaan bersama perasaan

orang lain, mencoba merasakan dalam rasa yang sama

dengan perasaan orang lain.

c. Sikap mendukung (Suportiveness)

Komunikasi yang terbuka dan mepatik tidak dapt

berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap

mendukung diperlihatkan dengan sikap (1) deskriptif,

bukan evaluative, (2) spontan, bukan strategi, (3) provisip-

31

nal, bukan sangat yakin.

d. Perasaan positif (Positivess)

Komunikasi yang positif dalam komunikasi antarpribadi

dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan sikap

positif. Kedua, secara positif mendorong orang yang menjadi

teman kita berinteraksi.

e. Kesetaraan (Equaliy)

Kesetaraan dalam hubungan antarpribadi dapat meng-

hindarkan kesalahpahaman dan konflik, yaitu denganb

berusaha untuk memahami perbedaan dan member ke-

sempatan kepada orang lain untuk dapat menempatkan

dirinya

C. Hubungan Perilaku Phubbing dan Interaksi Sosial

Munculnya fenomena phubbing yang dimaknai sebagai

individu yang terlalu berkonsentrasi pada ponsel, dianggap

sebagai suatu perilaku pelecehan bagi orang yang berada

disekitarnya.

Keberadaan seseorang yang berada disekelilingnya men-

jadi kurang dirasakan oleh orang lain karena perhatian

orang tersebut hanya tertuju pada ponsel. Saat komunkasi

tatap muka berlangsung dan terdapat ponsel diatara dua

orang atau suatu kolompok akan dapat menurunkan peng-

hargaan emosional yang diterima oleh seseorang, selain itu

hal tersebut juga dapat mengurangi kepuasan interaksi tatap

muka yang sedang terjadi.

Adannya ponsel saat seseorang sedang berkumpul

dengan orang lain dapat menghambat komunikasi diantara

mereka. Salah satu bentuk hambatan dalam berkomunikasi

adalah kurangnya pembicaraan yang terjadi karena salah

satu pihak mengutamakan bermain ponsel dari pada

melanjutkan pembicaraan. Selain itu dampak dari perilaku

32 Phubbing & Komunikasi Sosial

phubbing adalah adanya perasaan negative. Perasaan

negative tersebut dapat memunculkan suasana hati yang

negative saat berinteraksi yang selanjutnya akan menurun-

kan kualitas komunikasi.

Perkembangan ponsel saat ini memang sudah sangat

pesat, fitur-fitur unik dan menarik dan lain sebagainya

membuat penggunanya tidak bisa lepas dengan benda itu.

Dewasa ini keberadaan ponsel dan social media membuat

para penggunanya menjadi lebih aktif berkomunikasi

melalui teks dan jejaring social dari pada bercakapan secara

langsung. Kebiasaan seseorang yang berlebihan dalam

menggunakan ponsel sampai mengabaikan apa saja yang

ada dilingkungan disekitarnya menyebabkan munculnya

perilaku phubbing.

Perilaku phubbing menyebabkan seseorang menjadi sibuk

dengan ponselnya dibandingkan harus berinteraksi dengan

lawan bicara atau membangun hubungan dengan ling-

kungan. Padahal salah satu bentuk indicator suatu komuni-

kasi dikatakan efektif adalah kesamaan pemahaman antara

pemberi dan penerima pesan, selain itu kita juga dapat

melihat dari umpan balik antara pemberi dan penerima

pesan. Jika salah satu individu menggunakan ponsel saat

terlibat perbincangan bukan tidak mungkin bahwa mereka

tidak dapat menerima informasi dengan maksimal, selain itu

hubungan emosional tidak akan terjalin dengan harmonis

sebab komunikasi tidak dapat berjalan dengan baik

33

BAB IV

OPERASIONALISASI RISET

A. Disain

Pada bab yang keempat ini akan disampaikan tentang

komponen-komponen dari metode yang digunakan dalam

penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi,

karaena di dalam penelitlian ini bertujuan untuk menemu-

kan ada atau tidaknya hubungan antara perilaku phubbing

dengan interaksi social siswa. Penelitan korelasi merupakan

salah satu teknis analisis dalam statistic yang digunakan

untuk mencari hubungan antara dua variable yang bersifat

kuantitatif”. Hubungan tersebut dapat terjadi karena adanya

hubungan sebab akibat atau dapat pula terjadi karena

kebetulan saja. Dua variable dikatakan berkorelasi apabila

perubahan pada variable yang satu akan diikuti perubahan

pada variable yang lain secara teratur dengan arah yang sama

(korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negative).

34 Phubbing & Komunikasi Sosial

B. Operasionalisasi Variabel

Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan sebelumnya,

variable memungkinkan untuk diukur dengan mengguna-

kan beberapa indicator adalah sebagai berikut :

a). Perilaku Phubbing

Perilaku phubbing dimaknai sebagai individu yang ter-

lalu berkonsentrasi pada ponsel dan mengabaikan orang lain

yang berada disekitarnya. Ketergantungan seseorang ter-

hadap ponseltersebut menjadikan pengguna ponsel tidak

bisa lepas dari perangkat dan memengaruhi kehidupan

social meraka.

Indikator perilaku phubbing yang diakibatkan kecanduan

smartphone antara lain :1) merasakan keasyikan dengan

smartphone; 2) selalu membutuhkan waktu tambahan se-

waktu menggunakan smartphone; 3) tidak mampu me-

ngontrol, mengurangi, atau menghentikan penggunaan

smartphone; 4) merasa gelisah, murung, depresi atau lekas

marah ketika berusaha mengurangi atau menghentikan

penggunanan smartphone; 5) mengakses smartphone lebih

lama dari yang diharapkan;6) kehilangan orang-orang

terdekat, pekerjaan, kesempatan pendidikan, atau karier

karena penggunaan internet; 7) menggunakan smartphone

sebagai jalan keluar mengatasi masalah.

b). Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang

dinamis yang menyangkut hubungan antara individu

dengan individu, kelompok dengan kelompok, ataupun

individu dengan kelompok (menurut Gillin dan Gillin, di-

kutip oleh Soerjono Soekanto). Hubungan yang dinamis

tersebut dapat terjalin dengan baik apabila terdapat ko-

munikasi yang berkualitas.

35

Kualitas komunikasi merupakan kemampuan seseorang

dalam mengungkapkan pesan baik kognitif maupun afektif

melalui hubungan interpersonal yang menyenangkan.

Kualitas komunikasi dinilai melalui skala kualitas ko-

munikasi yang mengacu pada aspek kualitas komunikasi

dari pendapat Laswel dan Laswell dan DeVito, yang terdiri

dari lima aspek kualitas komunikasi yaitu :

1) Keterbukaan, adalah untuk menyampaikan dan me-

ngungkapkan segala sesuatu yang ada pada diri individu

2) Empati, adalah dapat merasakan seperti yang dirasakan

oleh orang lain secara intelektual maupun emosional

3) Kesetaraan, adalah untuk menyeimbangkan kedudukan

dan tanggung jawab antar individu

4) Kepercayaan, adalah untuk menghilangkan prasangka

dan kecurigaan antara individu

5) Sikap mendukung, adalah untuk memberikan dukungan

secara terucap maupun tidak terucap.

C. Sampel yang digunakan

Populasi merupakan daerah generalisasi yang terdiri

atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karak-

teristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dan kemudian

akan dikenai kesimpulan hasil penelitian Dalam penelitian

ini populasinya adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri

3 Jember. Sampel merupakan bagian dari populasi.

Sedangkan menurut Arikunto (dalam: Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek)) sampel adalah sebagian atau wakil

dari populasi yang akan diteliti. Teknik penarikan sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive

sampling. Teknilk purposive sampling mencakup orang-orang

yang diseleksi atas criteria tertentu yang dibuat peneliti

36 Phubbing & Komunikasi Sosial

berdasarkan tujuan penelitian. Adapun criteria sampel

dalam penelitian ini adalah :

a. Merupakan siswa SMA Negeri 3 Jember

b. Merupakan siswa yang memiliki dan menggunakan

ponsel.

c. Merupakan siswa yang pernah melakukan perilaku

phubbing.

Untuk memenuhi jumlah sample sesuai dengan tabel

Krejcie, peneliti menyebar angket pada setiap kelas, dengan

masing masing angket tiap kelas sebanyak kurang lebih 20

angket, setelah itu peneliti memilih secara acak masing-

masing siswa tiap kelas dengan system undian, yang men-

dapatkan nomor 1-20 maka siswa tersebut akan dijadikan

sebagai responden.

D. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah utama

dalam suatu penelitian. Tanpa mengetahui teknik pe-

ngumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun

teknik pengumpulan data. pada penelitian ini menggunakan

metode sebagai berikut :

1) Metode Observasi

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan

pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis

terhadap obyek yang akan diteliti. Observasi dilakukan oleh

peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan mengenai

ada tidaknya perilaku phubbing pada siswa dan bagaimana

kualitas komunikasi siswa pada saat sedang berinteraksi

sosial.

37

2) Metode Kuisioner

Kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang

dilakukandengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang lebih

efisien bila peneliti telah mengetahui dengan pasti variable

yang akan diukur dan tahu apa yang diharapkan dari

responden. Selain itu kuisioner juga cocok digunakan bila

jumlah responden cukup besar dan tersebar wilayah yang

luas. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode

kuisioner dengan menggunakan skala likert. Skala ini

digunakan untuk mengklasifikasikan variable yang akan

diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan

analisis data dan langkah selanjutnya.

Pembuatan alat ukur ini menggunakan skala 4 yakni

skala likert yang dimodifikasi menjadi 4 alternatif jawaban

yaitu dua Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),

dan Sangat Tidak Setuju (STS). Berikut adalah skala yang

akan diukur dalam penelitian ini, yaitu :

a. Skala Perilaku Phubbing

Skala yang digunakan oelh peneliti adalah skala generic

phubbing (GSP). Skala tersebut memiliki 30 item yang

dikembangkan untuk mencerminkan adanya perilaku

phubbing. terdiri dari 4 aspek yaitu:

Tabel 1: Kisi-kisi Kuisioner perilaku phubbing

No Indikator/ Aspek Fav

(no item) Unfav

(no item) Jumla

h

1 Nomofobia 3 1,2,4 4

2 Konflik Antarpribadi

- 5,6 2

3 Isolasi Diri 7,8,9 3

4 Pengakuan Masalah 12,14,15 10,11,13 6

Jumlah 15

38 Phubbing & Komunikasi Sosial

Sumber data : Chotpitayasunondh,Varoth & Douglas, Karen

M. 2018. Generic Scale of Phubbing (GSP) and the

Generic Scale of Being Phubbed (GSBP).

University of Kent.

b. Skala kualitas komunikasi

Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah

skala Likert, yiatu pengukuran psikologis dimana pe-

neliti meminta subjek memberikan pernyataan penelitian

dalam skala (Andersib dakan Supratinya, 2014). Untuk

menghindari central tendency effect pada respon jawaban

subjek, maka skala Likert dalam penelitian ini

menggunakan 5 respon jawaban menjadi 4 respon

jawaban dengan tujuan menghilangkan respon jawaban

netral agar tida ada jawaban ragu-ragu yang dinyatakan

subjek.

Skala Likert ini terdiri dari beberapa item pernyataan

yang memiliki 4 respon jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS),

Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai

(STS). Item-item pada skala ini terdiri dari 2 jenis item

yaitu favorable untuk menunjukkan sikap positif subjek

dan unfavorable untuk menunjukkan sikap negative

subjek.

Tabel 2: Kisi-kisi Kuisioner Kualitas Komunikasi

No

Aspek Indikator Fav

(no item) Unfav

(no.item) Jumlah

1 Keterbu

kaan

Terbuka dengan informasi baru

1,3,4 2,5,6 6

Jujur dan tanggap

7, 8 9 3

Memiliki perasaan dan

11,12 10, 3

39

No

Aspek Indikator Fav

(no item) Unfav

(no.item) Jumlah

pikiran

2 Empati

Memahami pengalaman memotivasi

13 14 2

Saling mendengarkan perkataan

16, 18 15,17 4

Kepercayaan 19 1

3

Sikap dan

Suasana Mendu kung

Deskriptif 20 21 2

Orientasi masalah

22 23,24 3

Spontanitas

Persamaan 25, 26 2

4 Sikap Positif

Pikiran positif

27,31,32 29,33,34 6

Menghargai 28,35,36 30,38 5

Menyadari

5 Kesetara

an

Menyadari kekurangan

39 37,40 3

Komunikasi berharga & penting

41,43 42,44 4

Tidak memaksakan kehendak

45 46 2

Menciptakan suasana akrab dan nyaman

47 48 2

Mengakui kepentingan dan saling memerlukan

49 50 2

Sumber : data diolah

40 Phubbing & Komunikasi Sosial

Sebelum angket tersebut disebarkan kepada respoon-

den peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas untuk

mengetahui apakah angket tersebut layak untuk

digunakan dalam penelitian,, berikut ini adalah hasil

pengujiannya :

1. Uji validitas

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-

tingkat kevalidan atau keahihan suatu instrument

(Arikunto, 1998:160). Untuk angket perilaku phubbing

peneliti mengadaptasi dari angket yang sudah pernah

diujicobakan oleh Chotpitayasunondh dalam penelitian-

nya yang berjudul “Measuring Phone Snubbing Behavior :

Development and Validation of the Generic Scale of Phubbingn

(GSP) and tge Generic Scale of Being Phubbed (GSBP),

(Chotpitayasunondh, Karen M.Douglas). Dalam uji coba

tersebut diambil 352 sampel peserta ( 175 pria, 175

wanita), dan terdapat 40 item pernyataan yang di-

gunakan, 40 item tersebut dikembangkan dengan

meninjau literatur akademik tentang perilaku phubbing.

Sebelum diuji cobakan 40 item pernyataan tersebut

diberikan kepada panel yang berpengalaman pada

bidang psikologi social untuk memastikan bahwa setiap

item tersebut dapat dimengerti oleh responden, relevan

dengan subjek, dan untuk mengetahui kemungkinan

lebih lanjut apakah kemudian item tersebut perlu untuk

disempurnakan atau tidak. Dari hasil tersebut ternyata

hanya terdapat 33 item yang dipertahankan sebagai

instrumen yang layak untuk mengukur perilaku

phubbing. Kemudian 33 item tersebut diuji dengan EFA

menggunakan metode sumbu faktor dan ditemukan

beberapa item yang memiliki kesamaan indicator.

Dengan demikian untuk item yang akan diujikan hanya

41

tersisa 29 item yang memadai untuk menganalisis faktor

penyebab perilaku phubbing. Untuk mengetahui kriteria

faktor yang dapat diterima maka harus memenuhi

persyaratan yaitu (1) nilai eigen minimum satu, dan (2) a

minimal tiga item yang memuat pada setiap faktot.

Pemilihan item yang tadinya berdasarkan criteria

berikur: (1) jika item dimuat kurang dari 0,5 pada suatu

faktor maka item tersebut akan dibuang dan (2) jika

suatu item memuat 0,5 atau lebih besar dan faktor

lainnya berada pada 0.32 atau lebih tinggi maka item

tersebut dibuang. Akibatnya, hanya terdapat empat

faktor dan 15 item yang dipertahankan sebagai versi

skala.

Sedangkan untuk menguji validitas kualitas komu-

nikasi peneliti menguji dengan menggunakan program

SPSS For Windows Realise 20. Untuk menguji validitas

atas variable Y yaitu tingkat komunikasi siswa,peneliti

mengujicobakan kepada siswa sejumlah 50 siswa kelas X

(20 pria, 30 laki-laki). Berdasarkan hasil uji validitas

menggunakan rumus product moment dengan taraf

signifikansi 5% dengan N= 50 pada angket tingkat

kualitas komunikasi siswa terdapat 17 item yang tidak

valid dikarenakan r hitung < r table, yaitu lebih kecil dari

0,3 yiatu nomor 5, 11, 12, 17,18,19, 21, 22, 25, 26, 29, 34, 37,

39, 40, 43, 50. Sehingga jumlah item pernyataan yang

digunakan untuk penelitian adalah 33 butir pernyataan

yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 6,7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 20, 23, 24,

27, 28, 30, 31, 33, 365, 36, 38, 41, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49 .

2. Uji Reabilitas

Reabilitas adalah suatu instrument cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebabgai alat pengumpul

data karana instrument ini sudah baik (Arikunto,

42 Phubbing & Komunikasi Sosial

1998:191). Alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang

tinggi atau dapat dipercaya apabila alat ukut tersebut

mantap dan stabil, dapat diandalkan dan dapat pula

diramalkan.

Menurut azwar (1998), ukuran alpha di inter-

prestasikan sebagai berikut:

a. Nilai alpha cronbach 0,00 s/d 0,20 berarti kurang

reliabel

b. Nilai alpha cronbach 0, 21 s/d 0,40 berarti sedikit

reliabel

c. Nilai alpha cronbach 0, 41 s/d 0,60 berarti cukup

reliabel

d. Nilai alpha cronbach 0, 61 s/d 0,80 berarti reliabel

e. Nilai alpha cronbach 0, 81 s/d 1,00 berarti sangat

reliable

Berdasarkan hasil uji reliabilitas variable X yang

terdapat pada jurnal yang berjudul Measuring Phone

Snubbing Behavior : Development and Validation of the

Generic Scale of Phubbing (GSP) and the Generic Scale of

Being Phubbed (GSPB)” (Chotpitayasunondh, Karen

M.Douglas) di dapatkan nilai Cronbach Alpha adalah

0.8 angka tersebut lebih besar dari nilai minimal

cronbach alpha yaitu 0.6. Akhirnya dapat disimpulkan

bawa instrument penelitian yang digunakan untuk

mengukur variable perilaku phubbing dapat dikatakan

reliable atau handal. Hasil uji reliabilitas variable X dapat

terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X

Faktor M SD NP IC SI PA GSP

NP 14.60 5.62 (.84)

IC 8.77 4.66 .59 (.87)

SI 10.89 4.79 .66 .71 (.83)

PA 9.12 4.15 .65 .71 .67 (.82)

43

Faktor M SD NP IC SI PA GSP

Overal

GSP

43.38 16.60 .86 .86 .88 .86 (.93)

N = 352. All correlation significant at the p < .001 level (2-tailed).

Cronbach‟s alphas are shown in the diagonal.

Sumber : data diolah

Berdasarkan hasil uji reliabilitas untuk variable Y di

dapatkan angka Cronbach Alpha pada instrumen untuk

mengukur tingkat kualitas komunikasi siswa adalah .720,

perolehan angka tersebut lebih besar dari nilai minimal

cronbach alpha 0.6 oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa

instrument penelitian yang digunakan untuk mengukur

variable tingkat kualitas komunikasi siswa dapat dikatakan

reliable atau handal. Hasil uji reliabilitas variable Y dapat

dilihat pada tabel dibawah ini

E. Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu cara untuk men-

jawab permasalahan dalam penelitian atau untuk menjawab

hipotesis penelitian. Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan analisis statistic des-

kriptif yang berfungsi untuk mendeskripsikan dan memberi

gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data yang ada

dan analisis korelasi.

Pengolahan data merupakan suatu langkah penting

dalam suatu penelitian. Seorang peneliti dapat mengguna-

kan dua jenis analisis, yaitu analisis statistic dan analisis

nonstatistik. Dalam pengertian yang luas statistic merupa-

kan cara-cara ilmiah yang dipersiapkan untuk mengum-

pulkan, mengajukan, dan menganalisis data yang berwujud

angka. Sedangkan dalam pengertian yang sempit statistic

merupakan cara yang digunakan untuk menunjukkan

44 Phubbing & Komunikasi Sosial

semua kenyataan yang berwujud angka. Data yang dinilai

dalam penelitian ini adalah data variable bebas yaitu

perilaku phubbing (X) dan variable terikat yaitu tingkat

kualitas komunikasisocial (Y). Teknis analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi

sederhana.

45

BAB V

PHUBBING DAN KOMUNIKASI SOSIAL

A. Data Empirik Phubbing dan Komunikasi Sosial

Berdasarkan hasil angket tentang pengaruh perilaku

phubbing terhadap tingkat kualitas komunikasi siswa yang

telah disebarkan kepada responden, didapati hasil sebagai

berikut :

Tabel 4 : Presentase Skor perilaku phubbing

Interfal Frekuensi Presentase skor( %) Kriteria

15 - 30 8 3,6% % Rendah

31 - 45 133 79,4% Sedang

45 – 100 29 17% Tinggi

Sumber : Data diolah

Tabel 5: Presentase Skor Tingkat Kualitas Komunikasi Siswa

Internal Frekuensi Presentase

skor ( %) Kriteria

33 - 36 5 2,5% Rendah

67 - 99 103 61,1% Sedang

100 - 132 62 36,4% Tinggi

Sumber : Dara diolah

46 Phubbing & Komunikasi Sosial

Dari table diatas diketahui bahwa pada siswa kelas X

SMA Negeri 3 Jember terdapat 8 siswa (3,6%) termasuk

dalam criteria rendah, 133 siswa (79,4%) termasuk dalam

kriteria sedang, dan 29 siswa (29%) termasuk dalam kriteria

tinggi untuk perilaku phubbing. Sedangkan untuk tingkat

kualitas komunikasi terdapat 5 siswa (2,5%) yang masuk

dalam criteria rendah, 103 siswa (61,1%) masuk dalam

criteria sedang dan 62 siswa (36,4%) masuk dalam criteria

tinggi.

Untuk mempermudah melihat pengaruh antara perilaku

phubbing terhadap tingkat kualitas komunikasi, peneliti

menyajikan hasil angket yang telah disebarkan kepada

responden dalam bentuk diagaram berikut:

Sumber : Data diolah

Gambar 1:

Diagram hasil angket pengaruh perilaku phubbing terhadap

kualitas komunikasi siswa SMA Negeri 3 Jember

17%

79.40%

3.60%

Perilaku Phubbing

Tinggi

Sedang

Rendah

17%

79.40%

3.60%

Kualitas Komunikasi

Tinggi

Sedang

Rendah

47

B. Phubbing dan Kualitas Komunikasi Sosial

Berdasarkan gambar diagram diatas terlihat bahwa pada

siswa kelas X SMA Negeri 3 Jember yaitu 79,40% siswa ber-

perilaku phubbing dengan tingkatan sedang, 3,6% ber-

perilaku phubbing tinggi dan 17% berperilaku phubbing

rendah. Sedangkan untuk tingkat kualitas komunikasi

sebanyak 61,1% memiliki kualitas komunikasi yang sedang,

36% memiliki tingkat kualitas komunikasi tinggi dan 2,5%

memililki tingkat kualitas komunikasi yang rendah.

Berdasarkan skor penghitungan angket yang diambil

dari 170 responden didapatkan hasil jumlah skor variable x

adalah 7100, jumlah skor variable y adalah 16.400 dan

jumlah skor variable xy adalah 688038. Data penghitungan

koevisien korelasi variable X dan Y diperoleh nilai r = 0.306

Uji Pearson Product Moment merupakan salah satu dari

beberapa macam uji korelasi yang dapat digunakan untuk

mengetahui derajar keeratan hubungan antara dua variable

yang berskala interval rasio, dimana dengan uji ini akan

mengembalikan koefisien korelasi yang nilainya berkisar

antara -1, 0 dan 1. Nilai -1 berarti terdapat korelasi negative

yang sempurna, 0 berarti tidak ada korelasi dan 1 berarti

terdapat korelasi positif yang sempurna. Sehingga dapat

disimpulakan bahwa apabila semakin mendekati 1 atau -1

maka hubungan semakin erat, sedangkan jika semakin

mendekati 0 maka hubungan semakin lemah

Untuk mengetahui pengaruh perilaku phubbing terha-

dap tingkat kualitas komunikasi siswa kela X SMA Negeri 3

Jember peneliti menggunakan rumus product moment

dengan penghitungan sebagai berikut

Berdasarkan hasil penghitungan diatas diperoleh r

hitung sebesar 0.306 pada taraf signifikan 5% dengan jumlah

sample 170 diperoleh r tabel sebesar 0,1497. Setelah r hitung

48 Phubbing & Komunikasi Sosial

dibandingkan dengan r tabel ternyata r hitung lebih besar

dibandingkan r tabel yaitu 0.306 > 0.1497. dengan demikian

dapat disimpulkan bahwahipotesis (ha : perilaku phubbing

berpengaruh terhadap tingkat kualitas komunikasi siswa

kelas X SMA N 3 Jember dapat diterima). Dari hasil uji r

hitung diatas dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien korelasi

uji pearson product moment dan makna keeratannya dalam

sebuah uji analisis statistic atau analisis data adalah 0.2 sd <

0.4yang berarti bahwa antara variable X dan Y terdapat

korelasi namun hubungannya rendah atau lemah.

Untuk menguji signifikansi hubungan yang ditemukan

berlaku untuk seluruh populasi yang berjumlah 309 siswa

maka perlu dilakukan uji signifikansi dengan rumus uji

signifikansi korelasi product moment sebagai berikut

Harga t hitung tersebut selanjutnya dibandingkan

dengan harga t tabel untuk kesalahan 5% uji 2 pihak dan dk

= N-2 = 170-2 = 168 maka diperoleh t tabel = 1,65397. Setelah

harga t hitung dibandingkan dengan harga t tabel ternyata

harga t hitung lebih besar dari harga t table yaitu : 4,174 >

1,66397. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho

yaitu tidak terdapat hubungan antara perilaku phubbing

terhadap tingkat interaksi social ditolak dan Ha yaitu

terdapat hubungan antara perilaku phubbing terhadap

interaksi sosial diterima.

49

BAB VI

PENUTUP

A. Fakta Riset

Perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat

manusia dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan

tersebut. Salah satu bentuk perkembangan teknologi yang

begitu cepat adalah ponsel. Kecanggihan ponsel yang begitu

luar biasa membuat semua orang menjadi ketergantungan

terhadap benda tersebut. Ketergantungan tersebut menjadi-

kan manusia bersikap antisocial. Keberadaan ponsel akhir-

akhir ini memegang peranan yang penting dalam kehidupan

manusia, ponsel memfasilitasi manusia untuk melakukan

komunikasi dan berinteraksi social dengan orang-orang

yang sangat dekat atau bahkan dengan orang yang berada

dibelahan dunia lain. Perkembangan teknologi yang

semakin canggih saat ini diibaratkan sebagai dua bilah mata

pisau yang tajam, satu sisi memberikan dampak positif

namun pada sisi yang lain juga memberikan dampat

negative yaitu membuat orang terpisah satu dengan yang

lainnya. Orang sering mengabaikan orang lain yang sedang

diajak berinteraksi secara fisik dan beralih dengan

memperhatikan ponselnya.

Penelitan di SMA Negeri 3 Jember pada siswa kelas X

yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2019- 16 Desember

50 Phubbing & Komunikasi Sosial

2019 didapatkan data bahwa100% siswa kelas X memiliki

telah memiliki ponsel canggih dan didalam ponsel tersebut

terdapat berbagai aplikasi media social dan aplikasi game

yang sedang menjadi trand saat ini.

Dari hasil penelitian di dapatkan sebanyak 17% siswa

berprilaku phubing tinggi, 79,4% sedang, dan 3,6% rendah.

Siswa yang teridentifikasi melakukan perilaku phubbing

dapat di ketahui dari kebiasaan mereka sehari-hari, dimana

mereka selalu membawa ponsel mereka dimanapun dan

kapanpun, mereka menggunakan ponsel saat mereka sedang

berkumpul dengan teman-temannya, saat berada di kantin,

bahkan saat mereka berada didalam kelas. Mereka bermain

ponsel setiap saat dan dengan berbagai macam alasan, be-

berapa siswa mengaku menggunakan ponsel karena untuk

menghilangkan rasa bosan, menghilangkan rasa strees,

mengalihkan pandangan atau perhatian dari sesuatu yang

tidak mereka sukai, takut kehilangan berita terbaru yang

terdapat pada media social dan mencari bergaimacam

informasi yang penting bagi mereka.

Sedangkan hasil penelitian tentang kualitas komunikasi

siswa diperoleh data bahwa 17% kualitas komunikasi siswa

tinggi, 79.4% sedang, dan 3.6% rendah. Hal tersebut dapat

terlihat dari beberapa kebiasaan siswa saat sedang

berinteraksi dengan orang lain. Saat sedang asyik bermain

ponsel siswa bahkan mengabaikan teman yang berada di-

sampingnya dan tidak memperdulikan apa saja yang terjadi

di lingkungan sekitarnya. Kualitas komunikasi menjadi

menurun sebab antar kedua belah pihak terdapat salah satu

yang mengabaikan lawan bicara mereka sehingga tujuan

dari pada komunikasi tidak dapat disamapaikan dan di-

terima dengan baik.

51

Untuk mengetahui hubungan antara perilaku phubbing

terahadap tingkat kualitas komunikasi social siswa di-

lakukan uji statistic dengan menggunakan uji pearson product

moment , hasil dari uji statistic tersebut didapati hasil nilai r

hitung sebesar 0.306, dari hasil perhitungan r hitung rentang

nilai koefisien korelasi berkisar antara 0,2 sd < 0,4, yang

artinya terdapat hubungan yang rendah antara perilaku

phubbing terhadap kualitas interaksi social siswa kelas X

SMA N 3 Jember. Taraf signifikansi 5 % dengan jumlah

sampel sebanyak 170 siswa di peroleh hasil dari r tabel

sebesar 0,1497 setelah r hitung dibandingkan dengan r tabel

ternyata 0,306 > 0,1497. Dari hasil perbandingan r hitung dan

r tabel dapat disimpulkan bahwa hipotesis Ha: terdapat

pengaruh antara perilaku phubbing terhadap kualitas

interaksi siosial kelas X SMA N 3 Jember diterima dah Ho

ditolak.

Untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh peri-

laku phubbing terhadap tingkat kualitas komunikasi social

dilanjutkan dengan pengujian lanjutan uji tabel. Harga t

hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga t

tabel untuk kesalahan 5% uji 2 pihak dan dk = N-2 = 170-2 =

168 maka diperoleh t tabel = 1,65397. Setelah harga t hitung

dibandingkan dengan harga t tabel ternyata harga t hitung

lebih besar dari harga t table yaitu : 4,174 > 1,66397. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan antara perilaku phubbing terhadap tingkat kualitas

komunikasi.

Hasil penelitian yang didapat kan oleh peneliti ternyata

sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

Varoth Chotpitayasunondh & Karen M. Douglas (2018)

tentang pengaruh perilaku phubbing terhadap interaksi social

yang menyimpulkan bahwa perilaku phubbing secara signifi-

52 Phubbing & Komunikasi Sosial

kan dan negative sangat berpengaruh terhadap interaksi

social.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwaterdapat pe-

ngaruh perilaku phubbing terhadap tingkat interaksi sosial

siswa kelas X SMA N 3 Jember , dari hasil uji r hitung di-

bandingkan dengan r tabel perilaku phubbing berpengaruh

terhadap tingkat interaksi sosial namun korelasinya rendah,

hal tersebut diaibatkan karena perilaku phubbing pada saat

ini sudah dianggap sebagai suatu hal yang normal, siswa

yang di- phubb (siswa yang menerima perilaku phubbing)

pada kesempatan lain meraka juga akan melakukan phubbing

terhadap orang lain sehingga mereka tidak merasa tersakiti

saat mereka menerima perlakuan itu.

Berkaitan dengan interaksi social pada era globalisasi,

komunikasi saat ini lebih memanfaatkan adanya kecanggi-

han teknologi seperti menggunakan media social dan lain-

lain. Saat sedang melakukan komunikasi, bertatap muka

antara komunikan dan komunikator tidak lagi dianggap

sebagai suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai

suatu tujuan yang diharapkan antara kedua belah pihak,

namun dengan munculnya teknologi yang semakin inovatif

justru manusia menjadi lebih kreatif, mampu mengek-

spresikan diri melalui media social, dan dapat menjalin

kerjasama untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah

pihak.

B. Simpulan dan Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh pe-

neliti dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa siswa

kelas X SMA N 3 Jember yang berprilaku phubbing terhadap

orang yang ada dilingkungan sekitarnya. Dari bebarapa

siswa yang terindikasi berperilaku phubbing tersebut

53

diketahui bahwa terdapat pengaruh antara perilaku phubbing

terhadap tingkat kualitas komunikasi siswa. Berdasarkan

hasil uji statistic menggunakan uji pearson product moment

diperoleh nilai r hitung 0.306, dari hasil perhitungan r hitung

rentang nilai koefisien korelasi berkisar antara 0,2 sd < 0,4,

pada taraf signifikansi 5 % dengan jumlah sampel sebanyak

170 siswa di peroleh hasil r tabel sebesar 0,1497, setelah r

hitung dibandingkan dengan r tabel ternyata r hitung lebih

besar dari r tabel yaitu 0,306 > 0,1497. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara

perilaku phubbing terhadap kualitas interaksi siosial kelas X

SMA N 3 Jember diterima dan Ho yaitu: “tidak adanya

pengaruh antara perilaku phubbing terhadap interaksi social

pada kelas X SMA N 3 Jember” ditolak.

Berdasarkan hasil yang telah didapat oleh peneliti me-

lalui uji korelasi dengan memberikan angket perilaku

phubbing dan tingkat interaksi social telah dibuktikan

bahwa angket tersebut dapat mengetahui pengaruh antara

perilaku phubbing terhadap tingkat interaksi social siswa

kelas X SMA N 3 Jember, maka dari itu peneliti bermaksud

untuk memberikan saran kepada pihak yang bersangkutan.

Berikut beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan oleh guru Bimbingan dan Konseling dalam

menghadapi atau menangani siswa yang berperilaku

phubbing dan mengalamai permasalahan dalam berinteraksi

dengan orang lain.

Penelitian yang dilakukan terbatas pengaruh perilaku

phubbing dan tingkat interaksi social khususnya siswa kelas

XSMA N 3 Jember, oleh karena itu terdapat beberapa hal

yang perlu di teliti lebih lanjut oleh peneliti selanjutnya:

54 Phubbing & Komunikasi Sosial

Menganalisis perilaku phubbing dan bagaimana cara

untuk menanggulangi perilaku phubbing sehingga interaksi

social tidak terganggu. Meneliti variable tentang pengaruh

pe-rilaku phubbing terhadap interaksi social dengan jenjang

kelas yang berbeda.

Menyiapkan instrumen yang lebih baik lagi sehingga

mampu mengungkap data yang dibutuhkan oleh peneliti

dalam mencari hubungan antara perilaku phubbing ter-

hadap tingkat interaksi social.

Siswa diharapkan dapat menggunakan ponsel dengan

bijak sehingga tidak menyebabkan siswa menjadi keter-

gantungan secara berlebihan pada ponsel dan tidak me-

lakukan perilaku phubbing terhadap orang lain, karena hal

itu akan membuat interaksi social menjadi tergangu dan

rawan memicu munculnya konflik. Dengan tidak melakukan

perilaku phubbing maka interaksi social antar siswa akan

berjalan dengan baik, terjalin hubungan yang harmonis

karena tidak ada yang merasa tersakiti, dan muncul sikap

saling menghargai satu sama lain.

55

DAFTAR BACAAN

Abeele, M. M. V., Antheunis, M. L., & Schouten, A. P. (2016). The effect of mobile messaging during a conversation on impression formation and interaction quality. Computers in Human Behavior, 62, 562-569. https://doi.org/10.1016/ j.chb.2016.04.005

Abramova, O., Baumann, A., Krasnova, H., & Lessmann, S. (2017). To Phub or not to Phub: Understanding Off-Task Smartphone Usage and its Consequences in the Academic Environment(No. 87717). Darmstadt Technical University, Department of Business Administration,

Afdal, A., Alizamar, A., Ifdil, I., Ardi, Z., Sukmawati, I., Zikra, Z., ... & Hariyani, H. (2019, April). An Analysis of Phubbing Behaviour: Preliminary research from counseling perspective. In International Conference on Educational Sciences and Teacher Profession (ICETeP 2018). Atlantis Press.

Al Subaihi, T. 2017. Phone addiction „leading to less empathy‟, US psychologist says. Retrieved October 20, 2018, from https://www.thenational.ae/uae/government/phoneaddiction-leading-to-less-empathy-us-psychologist-says-1.80593#11

Alamudi, F. S. N. A. 2019. SOSIAL Phubbing Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Makassar).

Amelia, T., Despitasari, M., Sari, K., Putri, D. S. K., Oktamianti, P., & Agustina, A. 2019. Phubbing, penyebab dan dampaknya pada mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat, universitas indonesia. Jurnal ekologi kesehatan, 18(2), 122-134.

Annisa Jihan, Devi Rusli. 2018, Pengaruh Faktor Kepribadian Terhadap Phubbing Pada Generasi Milenial Di Sumatera Barat, ejournal.unp.ac.id

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

56 Phubbing & Komunikasi Sosial

Badudu, J,S,, dan Zain, Sultan Mohammad, 2005, Kamus Umum Bahasa Indonesi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Balta, S., Emirtekin, E., Kircaburun, K., & Griffiths, M. D. (2018). Neuroticism, trait fear of missing out, and phubbing: The mediating role of state fear of missing out and problematic Instagram use. International Journal of Mental Health and Addiction, 1-12.

Chaplin, J.P., 2001, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Chotpitayasunondh, V., & Douglas, K. M. (in press). The effect of “phubbing” on social interaction. Journal of Applied Social Psychology.

CNN Indonesia .https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/ 20170714134144-277-227920/phubbing-fenomena-sosial-yang-merusak-hubungan

D Buhrmester, K Prager 1995. Patterns and functions of self-disclosure during childhood and adolescence. Error! Hyperlink reference not valid.

Economics and Law, Institute for Business Studies (BWL) ( diakses pada : 29 Juli 2019)

Feldman, S., & Downey, G. 1994. Rejection sensitivity as a mediator of the impact of childhood exposure to family viomence in adult attachment behavior. Development and Psychopathology, 6, 232.

Hendrick, S. S. 1988. A generic measure of relationship satisfaction. Journal of Marriage and the Family, 50(1), 93-98. http://dx.doi.org/10.2307/352430

Hendrick, Hendrick, and Adler (1989). Handbook of Interpersonal Commitment and Relationship Stability. https://books.google.co.id/books?isbn=1461547733.

High, A (2012). Stop Phubbing. Tersedia pada : http// stopphubbing.com (diakses pada : 23 Juli 2019)

Hanika, I. M. (2015). Fenomena Phubbing di Era Milenia (Ketergantungan Seseorang Pada Smartphone Terhadap Lingkungannya). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1), 42-51.

John D. Mayer (2004). What is Emotional Intelligence?. https://scholars.unh.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1007&context=personality_lab

57

Karadağ, E., Tosuntaş, Ş. B., Erzen, E., Duru, P., Bostan, N., Mızrak Şahin, B., … Babadağ, B. (2016). The Virtual World‟s Current Addiction: Phubbing. Addicta: The Turkish Journal on Addictions. https://doi.org/ 10.15805/addicta.2016.3.0013

McDaniel, B. T., & Coyne, S. M. 2016. “Technoference”: The interference of technology in couple relationships and implications for women‟s personal and relational well-being. Psychology of Popular Media Culture, 5(1), 85. https://doi.org/10.1037/ppm0000065

McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Mudrikah, C. 2019. Hubungan antara sindrom FOMO (fear of missing out) dengan kecenderungan nomophobia pada remaja (Doctoral Dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

Pathak, S. (2013). McCann Melbourne made up a word to sell a print dictionary: New campaign for Macquarie birthed ‟phubbing‟. Diambil kembali dari http://adage.com/article/news/mccann-melbourne-made-aword-sell-adictionary/244595/.

Pemayun, P. M. 2019, Pengaruh adiksi smartphone, fear of missing out (fomo) dan konformitas terhadap phubbing (Bachelor's thesis, Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Rachman, A., Setiawan, M. A., Bawimbang, J. E., & Rachman, F. 2019. Layanan Bimbingan Klasikal Dampak Phubbing pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 25 Banjarmasin. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 4(3), 293-298.

Ratnasari, E., & Oktaviani, F. D. 2020. Phubbing Behavior In Young Generation. Metakom, 4(1), 89-104.

Ridho, M. A. (2019). Interaksi sosial pelaku Phubbing (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

Roberts, J. A., & David, M. E. 2016. My life has become a major distraction from my cell phone: Partner phubbing and relationship satisfaction among romantic partners. Computers in Human Behavior, 54, 134-141. https://doi.org/ 10.1016/j.chb.2015.07.058

58 Phubbing & Komunikasi Sosial

S.J. Ball-Rokeach, M.L. DeFleur, 1976. A Dependency Model of Mass-Media Effects. Journal of the Washington State University (1976), Volume: 3 issue: 1, page(s): 3-21

Sarahwati, R. G. E., & Wiguna, I. P. 2019. Dampak Phubbing Pada Interaksi Sosial. eProceedings of Art & Design, 6(3).

Sari, Indah Permata, Ifdil, Frischa Meivilona Yendi, 2020, Konsep Nomophobia pada Remaja Generasi Z, Jurnal Riset Tindakan Kelas (JRTI), Vol 5 No. 1, Februari 2020 hlm 21-26

Selviani, W. 2019, Prediktor adiksi smartphone pada remaja di DKI Jakarta (Bachelor's thesis, Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Sosiologi, Tim 2016. Aktif dan Kreatif Belajar Sosiologi Kelas X SMA. Bandung : Grafindo Media Pratama.

Syifa, A. (2020). Intensitas penggunaan smartphone, prokrastinasi akademik, dan perilaku phubbing Mahasiswa. Counsellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 10(1), 83-96.

Universitas Psikologi. (2018). Pengertian dan Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal Menurut Para Ahli. https://www.universitaspsikologi.com/2018/08/pengertian-dan-aspek-aspek-komunikasi-interpersonal.html#

Yuna Yusnita, Hamdani M.Syam. Pengaruh Perilaku Phubbing Akibat Penggunaan Smartphone Berlebihan Terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa [internet]. Tersedia pada : https://scholar.google.co.id/scholar?q=pengaruh+perilaku+phubbing+terhadap+interaksi+sosial&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart#d=gs_qabs&u=%23p%3DGnbki7walfwJ (diakses pada : 30 Januari 2019)

Umari, T., Rusandi, M. A., & Yakub, E. (2019, November). Phubbing as a Result of the 4th Industrial Revolution: Is it Dangerous?. In Proceedings of the UR International Conference on Educational Sciences (pp. 230-236).

Varoth Chotpitayasunondh, Karen M. Douglas. (2017). The effects of “phubbing” on social interaction. Wiley: Journal Applied for Social PsychologyVol 1 No 33.

59

Won-jun, Lee. (2012). An Exploratory Study on Addictive Use of Smartphone. CyberPsychology and Behavior, Vol. 8 No. 5. Korea : Cheoungju University Press

Youarti, I. E., & Hidayah, N. (2018). Perilaku phubbing sebagai karakter remaja generasi Z. Jurnal Fokus Konseling, 4(1).

Yusnita, Y., & Syam, M. H. (2017). Pengaruh perilaku phubbing akibat penggunaan smartphone berlebihan terhadap interaksi sosial mahasiswa. Jurnal Ilmiah mahasiswa Fisip Unsyiah, 2(3), 2017.

60 Phubbing & Komunikasi Sosial

GLOSARIUM

Adiksi : kecanduan atau ketagihan. Hal ini dapat berlaku pada

obat ataupun bentuk lain seperti teknologi adiksi smartphone : kecanduan terhadap smartphone. Kecan-

duan ini yang memiliki kemungkinan menjadi masalah sosial karena menandakan beberapa karakteristik kecanduan seperti intoleransi, penarikan diri, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, dan gangguan kontrol impuls.

Antecedent : sebuah kegiatan/perilaku yang menjadi penyebab munculnya perilaku baru pada individu

autonomy : Sikap individu yang bebas mengintegrasikan apa yang akan dilakukan oleh dirinya sendiri tanpa ada dorongan dari orang lain. Hal ini bagian dari self yang menjadi aspek dari FoMO pada individu

Competence : merupakan suatu keinginan individu untuk beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan se-kitarnya untuk mencapai suatu tantangan. Sikap ini merupakan bagian dari self yang menjadi aspek dari FoMO pada individu.

Cyberspace-oriented Relationship : gambaran hubungan seseorang dengan teman-temannya yang diperoleh melalui smartphone lebih intim daripada hubungannya dengan teman-teman di kehidupan yang riil atau nyata, mengalami perasaan kehilangan yang tidak terkontrol ketika tidak dapat menggunakan smartphone. Perilaku ini merupakan bagian dari dimensi adiksi smartphone

Daily – life disturbance : gangguan kehidupan sehari-hari sebagai bagian dimensi dari adiksi terhadap smartphone

61

Empati (Empaty) : kemampuan untuk merasakan seperti apa yang dirasakan orang lain, suatu perasaan bersama perasaan orang lain, mencoba merasakan dalam rasa yang sama dengan perasaan orang lain

FoMO (fear of missing out) : suatu ketakutan yang dialami seseorang saat kehilangan sesuatu yang berharga dan tidak dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lain di media sosial

Interaksi sosial : hubungan antar manusia yang menghasilkan sauatu proses pengaruh memengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktrur sosial

Interpersonal Conflict : Konflik interpersonal adalah pertentangan atau konflik yang dirasakan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan

Keterbukaan (Openness) : keinginan untuk terbuka bagi sertiap orang yang berinteraksi dengan orang lain., menyampaikan informasi tentang diri sendiri yang mungkin selama ini dirahasiakan, agar lebih dapat mengenal jati diri masing-masing individu

Komunikasi : sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seorang kepada orang lain melalui cara tertentu sehingga orang tersebut dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi

Kontak Sosial : berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh

Nomophobia : merupakan kepanjangan dari no-mobile-phone adalah suatu sindrom kegelisahan jika jauh dari telepon genggam

Over Use : Bagian dari dimensi adiksi smartphone. Yakni igambaran perilaku penggunaan smartphone yang tidak terkendali. Individu lebih selalu melakukan penelusuran menggunakan smartphone terhadap segala kebutuhannya dari pada meminta bantuan orang lain secara riil

62 Phubbing & Komunikasi Sosial

Phubbee : orang yang menerima perilaku Phubbing Phubber : Individu yang berperilaku phubbing Phubbing : berasal dari gabungan dari kata “phone” dan

“snubbing” yang dapat diartikan dengan kata “telepon‟ dan “menghina”. tindakan menyakiti orang lain dalam interaksi sosial karena lebih berfokus pada ponselnya

Positive Anticipation : perasaan gembira saat menggunakan smartphone dan menyingkirkan stress dengan penggunaan smartphone serta akan merasa hampa bila tidak menggunakannya. Sikap ini merupakan bagian dari dimensi adiksi smartphone

Problem Acknowledgement : merupakan sebuah pengakuan dari individu itu sendiri bahwa individu tersebut memiliki masalah phubbin

Relatedness : sikap ini merupakan aspek dari FoMo. Yakni suatu keinginan yang dialami individu untuk memiliki hubungan dekat dengan individu yang lainnya

Self isolation : merupakan suatu kondisi dimana individu tersebut memisahkan diri dari orang lain / melarikan diri dari berbagai macam kegiatan social dan mengisolasi diri dengan cara menggunakan ponselnya

Withdrawal : penarikan diri. perilaku yang mudah marah, gelisah jika tidak menggunakan smartphone. Perilaku ini merupakan bagian dari dimensi adiksi terhadap smartphone

63

Indeks

A

Adiksi Smartphone, 10

C

Cyberspace-oriented Relationship, 11

D

Daily – life disturbance, 11

E

Empaty, 25

Equaliy, 26

F

FoMo, 9, 13

I

Interaksi Sosial, 5, 21, 22, 26, 29

Interpersonal Conflict, 18

K

Karadag, 14, 19

Komunikasi Sosial, 38, 40

Kontak Sosial, 22

Kwon, 10, 11

L

Lee, 11, 15, 16

N

Nomophobia, 17

O

Openness, 25

Over Use, 12

64 Phubbing & Komunikasi Sosial

P

Phubber, 4, 15, 16

Phubbing, 1, 4, 5, 6, 7, 9, 14, 15, 17, 19, 26, 28, 31, 32, 36, 38, 40

Positive Anticipation, 11

Positivess, 26

Problem Acknowledgement, 19

Przybylski, 13

S

Self Isolation, 19

Smartphone, 2, 5, 6, 7, 8

Suportiveness, 25

T

Tolerance, 11

V

Varoth, 15, 32, 44

W

65

BIOGRAFI PENULIS

Arifin Nur Budiono, lahir di Jember,

pada tanggal 12 bulan Desember tahun

1972. Menyelesaikan pendidikan

dasarnya di Madrasah Ibtida’iyah

Riyadlatul Uqul (MISRIU) Kepel Ampel

Wuluhan Jember tahun 1986, kemudian

melanjutkan pendidikan menengahnya di

SMPN 1 Puger Jember lulus tahun 1989. Jeda sebentar untuk

menimba ilmu di pondok pesantren Awwalu Bustanul

Karomah Jember, setelah sebelumnya nyantri di Pondok

Pesantren Al Falah Kepel Lojejer. Setelah itu baru

melanjutkan pendidikan menengahnya di Madrasah Aliyah

Ma’arif Wuluhan Jember lulus tahun 1994. Pendidikan

tinggi di tempuh di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Islam Jember, lulus tahun 1999. Untuk

menambah pengetahuan tentang psikologi sebagai minat

yang muncul sedari kecil, maka melanjutkan pada

pendidikan pasca sarja di Fakultas Psikologi Universitas

Padjadjaran Bandung lulus tahun 2005. Selanjutnya untuk

menambah wawasan, maka melanjutkan menimba ilmu

psikologi di Fakultas Psikologi UM Jember, lulus tahun

2020. Sejak tahun 2005 mengabdi di Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Islam Jember, pada program

studi Bimbingan dan konseling.

66 Phubbing & Komunikasi Sosial