Phubbing& - Universitas Islam Jember
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Phubbing& - Universitas Islam Jember
Komunikasi Sosial
Phubbing&Studi Empiris Dalam Perspektif Psikologis :
Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Kualitas Komunikasi Sosial Siswa
Arifin Nur B.
PenerbitKyai MojoUIJ
Komunikasi Sosial
Phubbing& Phubbing merupakan suatu perilaku yang menampakkan dirinya kurang acuh pada lingkungan sosialnya. Karena individu ini lebih terfokus pada gadget atau smartphone yang ia bawa. Penggunaan smartphone yang berlebihan hingga pada tahaan adiksi, akan berdampak buruk bagi individu tersebut. Ia seakan-akan tidak ingin terlepas dari samartphone nya dimanapun ia berada serta dalam keadaan apapun. Barangkali iniliah sindroma atau sikap yang lazim di sebut dengan FoMO atau fear of missing out. Kedua perilaku ini yakni adiksi smartphone yang berlebihan dan FoMO akan bermuara pada sikap phubbing. Tidak bisa dipungkiri generasi milineal yang hidup dalam rentang industry 4.0, hampir seluruh dimensinya tidak bisa di-lepaskan dengan pengunaan smart-phone, karena pada mesin tersebut telah tersedia fitur-fitur yang memungkinkan semua orang memenuhi sebagai proses kebutuhannyadengan penggunaan smartphone, namun bila berlebihan dan tidak cerdas dalam menggunakan maka akan berdampak terhadap pola interaksi sosial dalam hal ini adalah komunikasi sosial individu tersebut. Ia akan nyaman dan merasa enjoy hidup di dunia maya, namun tidakkadang-kadang akan gelapan ketika hidup dalam dunia riil atau nyata. Buku ini merupakan studi empiris yang memotret pengaruh perilaku phubbing dan tingkat komunikasi sosial yang terjadi pada remaja khususnya siswa di sekolah menengah atas.
Phubbing
Komunikasi S
osial
dan
Arifin Nur B.
Studi Empiris Dalam Perspektif Psikologis :
Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Kualitas Komunikasi Sosial Siswa
i Phubbing & Komunikasi Sosial
Arifin Nur B.
PHUBBING
KOMUNIKASI SOSIAL Studi Empiris Dalam Perspektif Psikologis :
Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Kualitas Komunikasi Sosial Siswa
ii Phubbing & Komunikasi Sosial
Judul Buku
PHUBBING & KOMUNIKASI SOSIAL
Studi empiris dalam perspektif psikologis :
Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap
Kualitas Komunikasi Sosial siswa
Penulis : Arifin Nur B.
Editor : Yurike Kinanthy Karamoy,M.Pd.,Kons
Cover : Internet
Layout: Ahmad Fauzi
Diterbitkan Oleh:
Hak cipta penerbitan @ 2020 UIJ-KYAI MOJO Jl. Kyai Mojo No. 101 Jember, Jawa Timur
E-mail : [email protected]
Edisi Pertama
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
Dari penerbit, sebagian atau seluruhnya
Dalam bentuk apapun, baik cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya
Diterbitkan Oleh : UIJ-KYAI MOJO
ISBN: -978-602-1136-28-7
iii Phubbing & Komunikasi Sosial
PRAKATA
Dengan selalu berucap syukur keharibaan Allah SWT,
serta ma’unah dan hidayah Nya, penulisan buku ini dapat
dirampungkan dengan waktu yang singkat.
Buku ini merupakan monografi dari hasil penelitian
tentang perilaku phubbing sebagai muara dari adiksi smart-
phone dan sindroma FoMO (fear of missing out) yang meng-
gejala pada era ini. Kemajuan teknologi tentu tak terhindar-
kan, namun kecerdasan menggunakan dan memanfaatkan
tekonologi yang bijak menjadi bagian integral agar individu
menjadi addik terhadap mesin pintar yakni smartphone.
Sebab dampak yang terbentang di depan mata salah satunya
adalah teralienasinya individu tersebut dari dunia nyata
namun asyik di dunia maya.
Percikan potret lapangan dalam bentuk buku kecil ini,
jauh dari sempurna sebagai sebuah ide dan gagasan besar.
Oleh karena itu masukan yang konstruktif menjadi nutrisi
iv Phubbing & Komunikasi Sosial
bagi kami untuk memperbaiki dan menyempurnakan buku
ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah rela me-
luangkan waktunya untuk membantu penulisan buku ini,
kami sampaikan terima kasih. Semoga segala lelah dan
luang waktunya diganti oleh Allah dengan kebaikan yang
berlimpah. Amiin.
Demikian semoga bermanfaat.
Jember, Mei 2020
v Phubbing & Komunikasi Sosial
DAFTAR ISI
Judul_____
Copy right_____
Prakata_____
BAB I PENDAHULUAN_____1
A. Sekilas tentang Teknologi dan Phubbing_____1
B. Mengacu pada Penelitian Sebelumnya_____6
C. Fokus Masalah_____9
D. Tujuan Penulisan Buku_____10
BAB II PHUBBING_____11
A. Pengantar_____11
B. Adiksi Smartphone_____12
C. FoMo (fear of missing out)_____15
D. Pengertian Phubbing_____17
E. Perilaku Phubbing_____18
F. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Phubbing_____20
G. Efek Perilaku Phubbing_____23
vi Phubbing & Komunikasi Sosial
BAB III INTERAKSI SOSIAL_____25
A. Pengertian Interaksi Sosial_____25
B. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial_____26
C. Hubungan Perilaku Phubbing dan Interaksi Sosial_____31
BAB IV OPERASIONALISASI RISET_____33
A. Disain_____33
B. Operasionalisasi Variabel_____34
C. Sampel yang digunakan_____35
D. Pengumpulan Data_____36
E. Analisis Data_____43
BAB V PHUBBING DAN KOMUNIKASI SOSIAL_____45
A. Data Empirik Phubbing dan Komunikasi Sosial_____45
B. Phubbing dan Kualitas Komunikasi Sosial_____47
BAB VI PENUTUP_____49
A. Fakta Riset_____49
B. Simpulan dan Saran_____52
DAFTAR BACAAN_____55
GLOSARIUM_____60
Indeks_____63
Biografi Penulis_____65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Sekilas tentang Teknologi dan Phubbing
Dalam setiap kebudayaan selalu terdapat ilmu pe-
ngetahuan atau sains dan teknologi yang digunakan sebagai
acuan untuk menginterpretasikan dan memahami ling-
kungan beserta isinya, serta digunakan sebagai alat untuk
mengeksploitasi, mengolah dan memanfaatkannya untuk
pemenuhan kebutuhan manusia. Sain dan teknologi dapat
berkembang melalui kreativitas penemuan (discovery), pen-
ciptaan (invention), melalui berbagai bentuk inovasi dan
rekayasa.
Berawal dengan sistem simbol atau tanda dalam ber-
komunikasi dan kemudian dirasakan masih belum cukup
baik dalam menyampaikan informasi yang diharapkan,
manusia terus mencoba menemukan cara efektif, efisien dan
dapat digunakan secara massal serta berguna bagi banyak
orang. Sampai pada masanya, orang terbiasa mendapatkan
informasi melalui surat kabar, siaran radio, siaran televisi
atau mencari informasi melalui internet. Hal ini lah yang
menjadi acuan bagi setiap orang yang menciptakan sebuah
teknologi komunikasi sampai saat ini.
2 Phubbing & Komunikasi Sosial
Harus diakui, di jaman sekarang manusia mau tidak
mau harus mengikuti perkembangan yang telah ada. Jika
tidak, manusia akan ketinggalan informasi dan mungkin
juga akan terkucilkan oleh keadaan. Akan tetapi jika pe-
makai teknologi tidak memaksimalkan fungsionalitas dan
memakainya tidak sesuai dengan kebutuhan, maka kinerja-
nya tidak akan efektif. Dengan semakin canggihnya tek-
nologi, hampir semua peran manusia dan aktifitas manusia
digantikan oleh „robot‟.
Dalam rentang dan iringan kemajuan teknologi serta
perkembangan zaman di era modern atau lazim disebut era
industry 4.0 sekarang ini, cara berkomunikasi antar individu
tentu mengalami perubahan. Oleh karena itu pada era ini
individu tidak lagi harus bertemu dengan lawan bicara
secara face to face untuk menyampaikan pesan, karena alat
komunikasi seperti ponsel maupun smartphone menjadi
perangkat yang mampu menyampaikan pesan tersebut
dalam hitungan detik bahkan second. Backer, (dalam Syifa,
2020) menyatakan bahwa smartphone adalah telepon
genggam dengan fasilitas-fasilitas canggih, diantaranya
Wireless Mobile Device (WMD), fungsinya seperti komputer
yang di dalamnya terdapat fitur Personal Digital Assistant
(PDA), akses internet, email, dan Global Positioning System
(GPS). Smartphone juga menawarkan beberapa fitur
entertain, diantaranya kamera, video, dan MP3 Players.
Kita dapat memahmi bahwa arus penggunaan smart-
phone semakin hari semakin tidak terbendung. Kepemilikan
smartphone menjadi salah satu keharusan pada sebagian
besar kehidupan masyarakat Indonesia. Perkembangan
fasilitas-fasilitas yang terdapat pada smartphone pun kian
hari kian inovatif. Smartphone menjadi benda ajaib yang
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia pada
3
seluruh dimensi kehidupannya. Dalam perspektif ilmu ko-
munikasi, smartphone masuk ke dalam media massa. Media
massa merupakan sumber kekuatan–alat kontrol, manaje-
men, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didaya
gunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya
lainnya (McQuail, 1996).
Kemajuan teknologi komunikasi seperti telepon geng-
gam, televisi, radio dan internet tidak bisa kita hindari dalam
kehidupan ini, karena kemajuan teknologi berjalan sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan teknologi
disatu sisi memberikan dampak yang positif seperti me-
mudahkan manusia untuk berinteraksi antara satu dengan
yang lainnya, memudahkan manusia menjalankan aktivitas-
nya, dan memudahkan manusia memperoleh informasi yang
dibutuhkannya.
Perubahan yang terjadi pada teknologi komunikasi juga
turut membawa perubahan pada pola komunikasinya. Ke-
hidupan manusia pada awalnya terdiri dari berbagai hal
yang bersifat sederhana telah berubah menjadi lebih praktis.
Saat ini komunikasi sangat cepat dan seakan tidak ada jarak.
Pada era ini hubungan interpersonal tidak dituntut
untuk face to face dalam melakukan komunikasinya, oleh
sebab itu dikhawatirkan akan memunculkan sikap anti sosial
di masyarakat, kesalahpahaman, salah persepsi, salah
sangka dan konflik-konflik lain yang dapat terjadi karena
kurang komunikasi. Jika hal itu terjadi maka tujuan dari
komunikasi seperti mengenal diri sendiri dan orang lain,
mengetahui dunia luar, menciptakan dan memelihara
hubungan yang bermakna, mengubah sikap dan perilaku,
bermain mencari hiburan, dan membantu orang lain tidak
akan dapat terwujud. Suatu kesalahan yang sering terjadi
pada setiap pihak di saat proses komunikasi sedang
4 Phubbing & Komunikasi Sosial
berlangsung se-hingga menyebabkan komunikasi itu tidak
efektif adalah tidak memperhatikan pesan dengan baik
ketika pihak lain (pihak pertama sebagai pembicara)
menyampaikan suatu informasi. Bilamana hal itu terjadi,
maka kemungkinan banyak pula konsekuensi yang terjadi,
diantaranya : merasa kecewa, tidak dihargai, hubungan
kurang harmonis dan seterusnya.
Kehadiran ponsel sebagai salah satu bagian dari perkem-
bangan teknologi, disambut baik oleh semua kalangan
masyarakat tanpa penolakan. Remaja, sebagai salah satu
contoh kecil yang menyambut kehadiaran teknologi tersebut
tanpa penolakan. Terdapat kecenderungan pada remaja
yang khususnya lahir di pertengahan tahun 2000-an untuk
selalu bersentuhan dan ketergantungan dengan ponsel .
Dalam teori ketergantungan (Depedency Theory) menurut
Melvin Defluer dan Sandra Ball Roceach, adalah teori
tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa se-
makin seseorang tergantung pada suatu media untuk
memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut menjadi
semakin penting untuk orang itu.
Semakin lama semakin banyak orang yang seperti
dihisap ke dalam kotak ajaib itu. Orang-orang mengguna-
kannya sambil makan, tak peduli didepan atau sampingnya
ada kawan, sambil berjalan, ketika rapat bahkan menjelang
tidur, sehingga membuat seseorang tidak tahu waktu, tidak
tahu aturan, menjadi apatis dan tidak memiliki kepedulian
terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu memicu munculnya
fenomena baru yang disebut dengan phubbing. Perilaku
phubbing dapat diartikan sebagai tindakan pelecehan,
penghinaan kepadan orang lain.
Phubber menggunakan ponsel sebagai pelarian untuk
menghindari ketidaknyamanan di keramaian, namun peri-
5
laku phubbing saat ini sudah semakin parah, remaja me-
lakukan phubbing tidak lagi karena hal-hal diatas saja, tetapi
mereka melakukannya setiap saat dan kepada siapapun,
bahkan ketika sedang mengikuti pelajaran di dalam kelas.
pada saat guru menjelaskan di dalam kelas, remaja
seringkali mengecek ponsel yang ada di sakunya. Keter-
gantungan yang berlebihan kepada teknologi dapat menjadi
masalah bagi seluruh kelompok usia dan menyebabkan
kehancuran hubungan antara manusia. Jumlah waktu yang
dihabiskan untuk kontak langsung dengan “kehidupan
nyata” yaitu hubungan langsung dengan orang lain akan
semakin berkurang.
Chotpitayasunondh & Karen M. Douglas telah
melakukan penelitian pada tahun 2018 yang berjudul “The
Effects of Phubbing on Social Interaction”, untuk mengukur
pengaruh perilaku phubbing terhadap interaksi social se-
seorang. Dalam penelitian itu, Chotpitayasunond melaku-
kan eksperimen kepada respondennya. Responden dipersi-
lahkan untuk memasuki suatu ruangan yang didalamnya
terdapat animasi kartun yang sedang berprilaku phubbing.
Pada saat yang bersamaan responden membayangkang se-
dang berinteraksi dengan animasi tersebut, dan dari hasil
penelitian itu didapatkan kesimpulan bahwa peningkatan
perilaku phubbing secara signifikan dan negative mem-
pengaruhi persepsi interaksi social.
Hasil observasi pada siswa SMA N 3 Jember 100% siswa
telah memiliki ponsel canggih (smartphone) dengan berbagai
macam fitur yang menarik didalamnya. Siswa menggunakan
ponsel setiap saat dan setiap waktu, saat berada di dalam
kelas,saat sedang ulangan, saat guru menerangkan, saat jam
istrihat, saat makan bahkan saat mereka sedang bermain
dengan teman-temannya sehingga mereka seakan tidak
6 Phubbing & Komunikasi Sosial
peduli lagi dengan keadaan yang ada dilingkungan sekitar-
nya. Kecanggihan ponsel yang dimiliki oleh setiap siswa
menjadikan siswa lebih tertarik untuk bermain ponsel di-
bandingkan berinteraksi dengan teman sebanyanya.
Ketergantungan siswa dengan ponsel menjadikan diri-
nya anti sosial tanpa disadari. Baginya pertemanan, ke-
bersamaan, dan komunikasi hanya dunia maya, bukan
dunia nyata. Sehingga para phubber kehilangan kemampuan
hidup bersama dan juga semakin alergi dengan kegiatan
silaturrahim secara langsung.
Perilaku phubbing dapat dimaklumi bagi teman atau
orang yang lebih tua dari kita bila dilakukan hanya dalam
ritme kecil yakni sekali atau dua kali, namun jika dilakukan
secara terus menerus berdampak merusak kualitas hu-
bungan antar individu maupun kelompok. Individu yang
lebih suka mencari teman melalui media sosial (medsos)
dibanding berkenalan dengan teman disamping kita di-
manapun kita berada, serta lebih senang mempunyai
followers (pengikut) ataupun mendapatkan like yang banyak
pada media sosial dibanding dengan mempunyai kenalan di
dunia nyata. Terkadang kita berada dalam satu ruangan
yang sama namun tidak ada yang mau memulai menyapa,
semua individu sibuk dengan handphonenya masing-
masing, asyik dengan dunianya sendiri bahkan ada yang
senyum-senyum sendiri sambil melihat handphonenya.
Teman-teman dijejaring sosialpun nampak lebih dekat dan
nyata dibanding keberadaan tetangga kita sendiri.
B. Mengacu pada Penelitian Sebelumnya
Perilaku phubbing telah menyita perhatian para peneliti
untuk melakukan penelitian lebih mendalam, misalnya
seperti yang dilakukan oleh Yuna Yusnita dan Hamdani M.
7
Syam dengan judul Pengaruh Perilaku Phubbing Akibat
Penggunaan Smartphone Berlebihan terhadap Interaksi So-
sial Mahasiswa hasilnya penelitiannya menunjukkan hasil
pengujian hipotesis diperoleh nilai thitung adalah sebesar
9,632 dan nilai ttabel pada 0,05 pada uji dua sisi diketahui
1,984, maka Ha diterima, dan dari hasil perhitungan regresi
linier diperoleh nilai b=0,625 (62,5%) dengan taraf signifi-
kansi 0,000 artinya perilaku phubbing akibat penggunaan
smartphone berlebihan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap interaksi sosial mahasiswa. (Jurnal Ilmiah Maha-
siswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 3, Agustus 2017). Hal
ini dapat dipahami bahwa interaksi sosial mahasiswa yang
menggunakan smartphone secara berlebihan yang menga-
kibatkan munculnya perilaku phubbing ini ternyata ber-
muara pada kualitas interaksi sosial yang rendah.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ita Musfirowati
Hanika dengan judul Fenomena Phubbing di Era Milenia
(Ketergantungan Seseorang pada Smartphone Terhadap
Lingkungannya). Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian polling dengan 50 sampel pada mahasiwa
MIKOM UNDIP. Walaupun sebagian besar responden
belum mengetahui nama tersebut tetapi mereka pernah me-
lakukan phubbing karena berbagai alasan tanpa meminta izin
terlebih dahulu kepada lawan bicaranya. Hal ini dilatar-
belakangi oleh ketergantungan seseorang terhadap smart-
phone dan menimbulkan kecemasan berlebihan jika tidak
menggunakan perangkat tersebut. Temuan lain juga me-
ngungkapkan bahwa sekalipun responden melakukan
phubbing ternyata mereka juga merasa terganggu jika orang
lain melakukan hal serupa. (Interaksi: Jurnal Ilmu Komuni-
kasi, 2015). Dari sini dapat dilihat bahwa perilaku phubbing
8 Phubbing & Komunikasi Sosial
dapat berdampak terhadap hubungan sosial dan interaksi
sosial di antara individu tersebut.
Perilaku phubbing muncul karena akibat penggunaan
smartphone yang berlebihan, sehingga akan melahirkan
perilaku yang acuh, cuek dan tidak adaptif terhadap ling-
kungan. Perilaku ini cenderung muncul pada kaum milenial.
Hal ini ditegaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Afdal Afdal (dkk) dengan judul penelitiannya : An Analysis
of Phubbing Behaviour: Preliminary research from counseling
perspective. Dalam penelitian ini terungkap bahwa Seiring
dengan kemajuan teknologi dan zaman yang semakin
modern, cara berkomunikasi antar individu telah berubah.
Individu berkomunikasi tidak lagi secara langsung dengan
lawan bicara mereka, tetapi individu lebih suka ber-
komunikasi melalui media sosial dengan bantuan Smart-
phone. Fenomena ini sebagian besar terjadi pada generasi
milenium yang disebut phubbing. Kondisi ini disebabkan
oleh berbagai faktor, termasuk kecanduan smartphone,
kurangnya kontrol diri dan sebagainya. Perilaku phubbing
dapat menyebabkan milenial acuh tak acuh terhadap orang
lain, keterlambatan, rentang perhatian pendek, depresi atau
gangguan mental lainnya. (International Conference on
Educational Sciences and Teacher Profession (ICETeP 2018).
Atlantis Press.).
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Ali Ridho (2019), dengan judul : “Interaksi
sosial pelaku Phubbing” meng gambarkan bahwa menun-
jukkan interaksi sosial orang yang melakukan phubbing
cenderung rawan terjadi saat mereka mengimitasi, me-
ngidentifikasi peilaku dari orang-orang disekitarnya serta
mengikis sifat simpati pada lawan bicara yang mengajak
kita bicara selain itu juga timbul kontak sosial negatif yaitu
9
kontak sosial atau komunikasi yang mengalami perten-
tangan, hilangnya sementara interaksi yang berlangsung
bahkan kemarahan dari lawan bicara yang diabaikan.
Pada sisi lain sebuah penelitian yang menelaah tentang
dampak perilaku phubbing, mengungkap bahwa phubbing
merupakan hasil produksi peradaban di era 4.0 yang
memiliki dampak negative besar terutama terkait dengan
interaksi sosial dan komunikasi sosial. Hal ini seperti
tercermin dalam penelitian yang dilakukan oleh Tri Umari,
M. Arli Rusandi, Elni Yakub dari dari Universitas Riau.
Judul penelitiannya adalah Phubbing as a Result of the 4th
Industrial Revolution: Is it Dangerous? Yang tersaji dari
In Proceedings of the UR International Conference on Educational
Sciences (2019).
Dari beberapa penelitian di atas, senyatanya telah
tersirat bahwa phubbing merupakan produk peradaban di era
4.0 dan berpotensi memberikan dampak negative atau
bahaya pada individu. Tentunya sebagai kaum milenial dan
generasi Z, merupakan komunitas yang paling serign
menggunakan smartphone, sehingga dapat dipahami bahwa
kelompok ini lah yang banyak menjadi focus dan sampel
penelitian. Namun dalam penelitian ini peneliti ingin
melihat pada subyek yang berbeda yakni pada siswa sekolah
menengah atas. Adapun yang menjadi domain telaahnya
adalah interaksi sosial focus pada komunikasi sosial siswa.
C. Fokus Masalah
Agar pembahasan atau penyajian tidak meluas, maka
buku ini menyajikan masalah dari penelitian yang berfokus
pada perilku phubbing kaitannya dengan tingkat komu-
nikasi sosial yang ada pada siswa sekolah menengah negeri
(SMA N) 3 Jember.
10 Phubbing & Komunikasi Sosial
Seperti yang terpaparkan pada pendahuluan ini di-
mungkinkan generasi yang berpotensi menggunakan smart-
phone dengan intensitas yang tinggi adalah kelompok
milineal. Oleh karena itu penelitian ini menyasar siswa-siswi
sekolah menengah atas sebagai sampelnya. Smartphone
pada sisi lain menjadi bagian dari media pembelajaran yang
digunakan oleh siswa di sekolah namun masih relative lebih
kecil dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang
sifatnya non akademik.
D. Tujuan Penulisan Buku
Secara mendasar penulisan buku ini bertujuan untuk
memberikan gambaran perilaku phubbing dan interaksi sosial
terjadi pada siswa SMA Negeri 3 Jember, dalam hal ini yang
poin pembahasan adalah pada sisi komunikasi sosialnya.
Untuk membahas hal tersebut, dalam buku ini disajikan
dalam bentuk beberapa bab. Bab pertama adalah penda-
huluan yang menyajikan pengantar sekilas tentang perilaku
phubbing dan interaksi sosial. Pada bab dua disajikan konsep
tentang teori phubbing. Adapun pada bab tiga akan dibahas
konsep tentang interaksi sosial. Pada bab empat akan
disajikan operasionalisasi riset yang dilakukan oleh peneliti
di lapangan. Pada bab lima akan membahas tentang
phubbing dan komunikasi sosial, serta pada bab akhir yakni
bab penutup, akan disajikan tentang fakta riset serta saran-
saran.
11
BAB II
PHUBBING
A. Pengantar
Perilaku phubbing merupakan suatu perilaku yang ke-
munculannya tidak berdiri sendiri. Terdapat perilaku-peri-
laku yang mengantarai sebelum sampai pada perilaku
phubbing. Perilaku tersebut adalah adiksi atau kecanduan
smartphone atau gadget itu sendiri serta perilaku yang lazim
di sebut dengan FoMo (fear of missing out).
Beberapa penelitian yang menelaah tentang pengaruh
adiksi smartphone, FoMO dan perilaku Phubbing, dilakukan
oleh Putri Metsa Pamayun (2019). Pada penelitian ini di-
ketahui bahwa adiksi smartphone dan FoMo memiliki pe-
ngaruh yang signifikan terhadap munculnya perilaku
phubbing individu. Demikian juga penelitian yang di-
lakukan oleh Eny Ratnasari dan Fkiri Dwi Oktaviani (2020)
yang menelaah tentang hubungan antara kecanduan ponsel
dan media sosial terhadap phubbing. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara kecanduan ponsel dan media sosial terhadap perilaku
phubbing.
12 Phubbing & Komunikasi Sosial
Berdasarkan acuan dua penelitian di atas, maka dapat
dipahami bahwa pada dasarnya terdapat antecedent (perilaku
yang mendahuluinya) sebelum lahirnya perilaku phubbing
itu sendiri yakni adiksi atau lebih dikenal dengan istilah
kecanduan smartphone dan serta perilaku FoMO (fear of
missing out). Masing-masing perilaku ini memberikan
kontribusi yang signifikan pada perilaku phubbing yang
kian hari menjadi pemandangan yang bisa kita saksikan di-
manapun dan pada waktu apapun.
Pada bab ini kedua perilaku tersebut akan di bahas se-
cara sekilas sebagai upaya untuk memberikan gambaran ter-
hadap pembaca bahwa pada dasarnya ada perilaku men-
dasar yang maenjadi pemantik munculnya phubbing pada
individu.
B. Adiksi Smartphone
Kata smartphone atau telepon pintar, merujuk pada alat
komunikiasi yang canggih dengan berbagai fiturnya yang
ditawarkan oleh masing-masing merk/perusahaan. Samart-
phone tidak hanya memberikan fasilitas sebagai penyampai
pesan atau telepon, tapi fasilitas yang ditawarkan sudah
menyasar hampir seluruh dimensi kehidupan individu.
Mulai dari transaksi perbankan hingga menjadi media pem-
belajaran. Inilah wajah era industri yang berbeda sama sekali
dengan pola komunikasi pada jaman tribal atau kesukuan.
Pada zaman ini proses komunikasi dilakukan dengan tatap
muka secara langsung.
Menurut Chaplin (2001) dalam kamus psikologi nya, ia
menyatakan bahwa adiksi diartikan sebagai sebagai ke-
canduan atau ketagihan, yakni suatu keadaan bergantung
secara fisik pada suatu obat bius. Pada umumnya kecanduan
tersebut menambah toleransi terhadap obat bius, keter-
13
gantungan fisik dan psikologis dan menambah pula gejala-
gejala pengasingan.
Sementara menurut Badudu (2005) dalam kamusnya, ia
menyatakan bahwa kecandung merupakan perasaan yang
sangat kuat terhadap sesuatu yang sangat diinginkan se-
hingga ia akan berusaha untuk mencari sesuatu yang sangat
diinginkan tersebut. Seseorang dikatakan mengalami kecan-
duan jika tidak mampu mengontrol keingingan untuk meng-
gunakan sesuatu, sehingga menyebabkan dampak negatif
bagi individu baik secara fisik maupun psikis.
Konsep kecanduan ini dapat diterapkan secara luas
termasuk pada hal-hal yang terkait dengan teknologi. Seperti
yang disampaikan oleh Kwon dan Yang (dalam Pemayun,
2014) bahwa adiksi smartphone merupakan kecanduan ter-
hadap smartphone yang memiliki kemungkinan menjadi
masalah sosial karena menandakan beberapa karakteristik
kecanduan seperti intoleransi, penarikan diri, kesulitan me-
lakukan aktivitas sehari-hari, dan gangguan kontrol impuls.
Beranjak dari definisi adiksi smartphone di atas, Kwon
M Lee et al (dalam Selviani, 2019) menyajikan dimensi-
dimensi dari adiksi smartphone yakni :
1. Daily – life disturbance (gangguan kehidupan sehari-hari)
Hal ini seperti misal kehilangan pekerjaan yang
direncanakan, mengalami kesulitan k.nsentrasi di kelas
atau saat bekerja, sakit pada telinga dan leher serta
mengalami ganggugan kesulitan untuk tidur. Ganguan-
gangguan ini merupakan dampak penggunaan
smartphone yang tidak cerdas dan berlebihan.
2. Withdrawal (penarikan diri)
Gangguan ini mengarah kepada perilaku yang
mudah marah, gelisah jika tidak menggunakan smart-
phone atau dihentikan penggunaannya oleh orang tua. Ia
14 Phubbing & Komunikasi Sosial
akan mudah marah dan kesal bila mendapatkan gang-
guan saat menggunakan smartphone.
3. Tolerance (toleransi)
Sifat ini merujuk pada suatu usaha individu dalam
usahanya untuk mengontrol dirinya dalam penggunaan
smartphone, namun ia mengalami kegagalan.
4. Positive Anticipation
Dimensi ini digambarkan dengan perasaan gembira
saat menggunakan smartphone dan menyingkirkan
stress dengan penggunaan smartphone serta akan me-
rasa hampa bila tidak menggunakannya
5. Cyberspace-oriented Relationship
Dimensi ini menggambarkan hubungan seseorang
dengan teman-temannya yang diperoleh melalui smart-
phone lebih intim daripada hubungannya dengan teman-
teman di kehidupan yang riil atau nyata, mengalami
perasaan kehilangan yang tidak terkontrol ketika tidak
dapat menggunakan smartphone, dan akibatnya selalu
memeriksa smartphone.
6. Over Use
Dimensi ini menggambarkan penggunaan smart-
phone yang tidak terkendali. Seseorang lebih memilih
untuk melakukan penelusuran menggunakan smart-
phone untuk meminta bantuan dari orang lain, selalu
menyiapkan paket pengisian daya dan merasakan doro-
ngan untuk menggunakan smartphone tepat setelah
tepat setelah salah satu berhenti menggunakannya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adiksi
smartphone seperti yang disampaikan oleh Selviani (2019)
adalah sebagai berikut :
1. Usia
15
2. Jenis kelamin
3. Motivasi belajar
4. Kepuasan dalam hubungan pertemanan
5. Peer relationship
6. Pola asuh
7. Sensation seeking
8. Self control
9. Depresi
10. Self regulation
11. Kebiasaan
12. Kebosanan waktu luang (leisure boredom)
13. Self esteem
14. Kesepian
15. Rasa malu
16. Motivasi menggunakan smartphone
C. FoMo (fear of missing out)
Perilaku berikutnya yang memberikan kontribusi signifi-
kan terhadap phubbing adalah FoMO (fear of missing out).
Przybylski et al (dalam Balta et. al. 2018) menyatakan bahwa
FoMO adalah suatu ketakutan yang dialami seseorang saat
kehilangan sesuatu yang berharga dan tidak dapat me-
ngikuti apa yang dilakukan oleh orang lain di media sosial.
Sehingga individu selalu ingin terhubung dengan relasinya
melalui smartphone yang ia miliki. Bila dicermati lebih
mendalam FoMO ini merupakan sikap ketakutan individu
terhadap situasi yang update atau dapat dikatakan tidak
selalu ketinggalan dengan info dalam media sosial yang ia
miliki. Ia tidak mengharapkan terjadinya keterputusan infor-
masi dalam dirinya pada setiap situasi yang diharapkan. Hal
ini akan berdampak negative pada diri individu tersebut.
16 Phubbing & Komunikasi Sosial
Adapun aspek-aspek FoMO menurut Przybylski et al
(dalam Mudrikah, 2019) adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan relatedness yang tidak terpenuhi
Aspek ini merupakan suatu keinginan yang dialami
individu untuk memiliki hubungan dekat dengan indi-
vidu yang lainnya. Jika individu tidak dapat memenuhi
kebutuhan tersebut maka akan muncul perasaan cemas.
Hal ini lah yang akan mengarahkan individu untuk
mencari tahu kegiatan atau kejadian apa yang akan
dilakukan oleh individu lainnya.
2. Kebutuhan psikologis self (diri sendiri) yang tidak
terpenuhi
Aspek ini menggambarkan tentang kebutuhan indi-
vidu yang memiliki kaitan dengan dua hal yakni
competence dan autonomy. Competence merupakan suatu
keinginan individu untuk beradaptasi dan berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya untuk mencapai suatu
tantangan. Sedangkan autonomy merupakan individu
yang bebas mengintegrasikan apa yang akan dilakukan
oleh dirinya sendiri tanpa ada dorongan dari orang lain.
Kedua hal inilah yang menjadi pemantik individu untuk
melampiaskan pada media sosial ketika kebutuhan
psikologis akan self ini tidak terpenuhi.
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi FoMO (fear of
missing out), seperti yang disampaikan oleh Mudrikah (2019)
adalah sebagai berikut :
1. Gender
2. Trait
3. Tidak adanya komunikasi face to face
4. need
17
D. Pengertian Phubbing
Sebagai kata baru istilah Phubbing berasal dari gabungan
dari kata “phone” dan “snubbing” yang dapat diartikan
dengan kata “telepon‟ dan “menghina”. Menurut Haigh
(2012) phubbing diartikan sebagai tindakan menyakiti orang
lain dalam interaksi sosial karena lebih berfokus pada
ponselnya. Ia cenderung mengacuhkan orang lain dalam
sebuah lingkungan karena lebih fokus pada gadget dari
pada berinteraksi dan berkomunikasi secara tatap muka.
Individu yang phubbing sering melihat telepon genggamnya
saat berbicara dengan orang lain, sibuk dengan ponselnya
dan mengabaikan komunikasi interpersonalnya.
Karadeg menemukan bahwa phubbing dapat terjadi
karena kecanduan ponsel, kecanduan SMS, kecanduan
media sosial, kecanduan internet, dan kecanduan game.
Istilah ini awalnya dikampanyekan oleh Macquarie Dictio-
nary untuk mewakili masalah penyalahgunaan ponsel cer-
das yang terus berkembangdalam situasi sosial (Pathak,
2013). Sedangkan Karadag (2016) mengartikan phubbing
sebagai sebuah konsep tentang dinamika adiksi seseorang
yang tidak lagi memiliki keseponan dan menghargai orang
lain, dengan lebih menyukai lingkungan virtual yang
terdapat pada smartphone daripada kehidupan nyata.
Individu lebih senang berinteraksi atau berselancar di dunia
maya dari pada berinteraksi dengan individu yang berada di
dekatnya. Sedangkan Chotpitayasunondh dan Douglas
(dalam Jihan,2019) phubbing merupakan perilaku seseorang
yang tidak mempedulikan orang lain ketika sedang bersama.
Ia lebih cenderung asik dengan gawai yang ia pegang dari
pada mempedulikan atau berinteraksi dengan lingkungan
sekitar.
18 Phubbing & Komunikasi Sosial
Dari definisi yang disampaikan oleh ahli di atas dapat
dipahami bahwa phubbing merupakan perilaku individu
yang cenderung mengabaikan lingkungan sekitarnya dan
lebih berfokus pada smartphone yang dibawanya. Individu
yang berperilaku phubbing lazim di sebut sebagai phubber.
E. Perilaku Phubbing
Menurut Varoth (2017) dalam interaksi sosial, "phubber"
dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memulai
phubbing, dan "phubbee" dapat didefinisikan sebagai orang
yang menerima perilaku Phubbing. Perilaku phubbing ini
muncul atas ketergantungan individu terhadap gadget atau
smartphone sehingga individu menjadi lebih sering bersikap
acuh karena lebih fokus pada gadget atau handphone
daripada membangun interaksi dengan lingkungan sekitar-
nya.
Phubber menggunakan smartphone sebagai pelarian
untuk menghindari ketidaknyamanan di keramaian atau
lazim disebut awkward silent (merasa canggung untuk
berdiam diri), seperti, di dalam lift, bepergian sendiri
dengan naik bus, bosan di pesta atau bahkan pada saat
berkerumun dengan teman-temanya dalam suatu tempat,
namun ia lebih nyaman untuk ber smartphone ria. Kondisi ini
menjadi semakin lebih parah, siswa-siswa sekolah saat ini
yang lazim disebut sebagai generasi milenial, melakukan
phubbing hampir di semua tempat dan waktu. Salah satu
tanda bahwa individu berperilaku phubbing adalah ketika ia
berpura-pura perhatian atau memperhatikan lawan bicara-
nya, namun sebenarnya pandanganya tertuju pada hand-
phone yang dipegangnya. Jintarin Jaidee seorang psikiatri
dari Bangkok (dalam Intan Elok, 2018) menyebutkan bahwa
perilaku phub dengan berkali-kali mengecek smartphone
19
dapat mengakibatkan kecanduan yang lainnya seperti ke-
canduan game online, mobile application atau media sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Lee (2012) menyebutkan
bahwa kehadiran fenomena phubbing lahir karena besarnya
ketergantungan individu terhadap smartphone dan internet.
Jika pada umumnya kecanduan dihasilkan karena keter-
gantungan orang dalam mengkonsumsi minuman, obat
atau zat tertentu, maka kecanduan terhadap smartphone di-
hasilkan karena adanya ketergantungan manusia pada
perangkat mesin tertentu. Sherry Turkle dari Massachusetts
Institute of Technology melansir penelitiannya bahwa keter-
gantungan pada ponsel bisa membunuh rasa empati pada
diri manusia dan implikasi luasnya juga merusak budaya,
keluarga dan kesehatan mental, secara statistik menunjuk-
kan 89% orang Amerika mengakui mereka lebih banyak
menggunakan ponsel untuk bersosialisasi dengan orang lain,
terutama anak-anak dan remaja yang berakibat kehilangan
empati yang secara jangka panjang bisa menyebabkan cyber
bullying (Al Subaihi, 2017).
Perilaku ini akan berdampak buruk bagi individu dan
teman dalam relasi sosialnya seperti yang disampaikan oleh
Chotpitayasunondh & Douglas (dalam Sifa, 2020) bahwa
perilaku phubbing berpotensi memiliki pengaruh pada
interaksi sosial. Efek yang dapat timbul dari perilaku
phubbing adalah berkurangnya perasaan memiliki sehingga
dapat mempengaruhi persepsi kualitas komunikasi dan
kepuasaan dalam bersosial.
Perilaku phubbing sudah semakin parah, remaja tidak
lagi menggunakan ponsel sebagai pelarian untuk meng-
hidari ketidaknyamanan di keramaian namun remaja se-
karang melakukannya setiap saat dan kepada siapapun
bahkan ketika sedang mengikuti pelajaran di dalam kelas.
20 Phubbing & Komunikasi Sosial
Pada saat guru menerangkan di dalam kelas, remaja sering-
kali mengecek ponsel yang ada di sakunya. Phubber menga-
lami ketidakmampuan untuk mengendalikan diri dalam
penggunaan ponsel mereka dengan tepat sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Lee (dalam Hanika, 2015)
menyebutkan bahwa kehadiran fenomena phubbing lahir
karena besarnya ketergantungan individu terhadap smart-
phone dan internet. Jika pada umumnya kecanduan dihasil-
kan karena ketergantungan orang dalam mengkonsumsi
minuman, obat atau zat tertentu, maka kecanduan terhadap
smartphone dihasilkan karena adanya ketergantungan ma-
nusia pada perangkat mesin tertentu. Orang lebih disibuk-
kan dengan gadget atau smartphonenya dibandingkan harus
berinteraksi dengan lawan bicara atau membangun
hubungan dengan lingkungan.
F. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Phubbing
Dalam jurnal yang dibuat oleh oleh Chotpitayasunondh
(2018) yang berjudul “Measuring Phone Snubbing Behavior:
Development and Validation of the Generic Scale of Phubbing
(GSP) and the Generic Scale of Being Phubbed (GSBP)” terdapat
bebarapa faktor yang menyebabkan perilaku phubbing, yaitu:
a. Nomophobia
Nomophobia merupakan kepanjangan dari no-mobile-
phone adalah suatu sindrom kegelisahan jika jauh dari
tele-pon genggam. Seseorang dapat dikatakan nomophobia
jika seseorang tersebut merasa gelisah, cemas dan tidak
nyaman jika kehilangan telpon genggam, kehabisan
baterai atau pulsa, atau kondisi sedang berada di luar
jaringan. Ke-gelisahan itu muncul karena mereka merasa
stress jika tidak dapat menghubungi keluarga atau
21
teman, dan merasa cemas jika mereka akan ketinggalan
informasi dari media sosoial.
Adapun aspek-aspek nomophobia menurut Yildrim
(dalam Sari dkk, 2020) terdiri dari :
1) Perasaan tidak bisa berkomunikasi: Aspek ini ber-
hubungan dengan adanya kehilangan secara tiba-tiba
terputus komunikasi dengan orang lain atau tidak
dapat menggunakan layanan pada smartphone disaat
tiba-tiba membutuhkan komunikasi.
2) Kehilangan konektivitas : Aspek kedua ini, ber-
hubungan dengan perasaan kehilangan konektivitas
ketika tidak dapat terhubung dengan layanan pada
smartphone dan tidak dapat terhubung pada
identitas sosial khususnya di media social
3) Tidak mampu mengakses informasi : Aspek ini
menggambarkan perasaan ketidaknyamanan ketika
tidak dapat mengambil atau mencari informasi
melalui smartphone.
4) Menyerah pada kenyamanan : Aspek terakhir ber-
hubungan dengan perasaan nyaman saat mengguna-
kan smartphone dan keinginan untuk memanfaatkan
kenyamanan dalam smartphone. Ketika semua bisa
dilakukan hanya dengan menatap layar ponsel, maka
hal tersebut membuat hidup terasa lebih.
Lebih lanjut Pradana (dalam Sari, 2020) menyatakan
bahwa terdapat ciri-ciri individu yang mengidap
nomophobia yakni :
1) Menghabiskan waktu menggunakan telepon geng-
gam, mempunyai satu atau lebih smartphone serta
membawa charger,
2) Merasa cemas dan gugup ketika telepon genggam
tidak tersedia dekat atau tidak pada tempatnya,
22 Phubbing & Komunikasi Sosial
3) Selalu melihat dan mengecek layar telepon genggam
untuk mencari tahu pesan atau panggilan masuk,
4) Tidak mematikan telepon genggam dan selalu sedia
24 jam, selain itu saat tidur telepon genggam
diletakkan di kasur. Hal ini agar dilakukan agar lebih
mudah meraihnya bila ada keingingan untuk me-
ngecek smartphone nya,
5) Kurang nyaman berkomunikasi secara tatap muka
dan lebih memilih berkomunikasi menggunakan tek-
nologi baru,
6) Biaya yang dikeluarkan untuk telepon genggam/
smartphone adalah besar.
b. Interpersonal Conflict
Konflik interpersonal adalah pertentangan atau konflik
yang dirasakan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentangan kepentingan. Dalam kehidupan bersosial
manusia tidak akan terlepas dari yang namanya konflik
interpersonal. Dalam konflik interpersonal terjadi perbedaan
komunikasi, tujuan dan sikap sehingga ketidakcocokan antar
satu dengan yang lainnya menjadi penghambat dalam
pencapaian tujuan komunikasi yang efektif.
c. Self Isolation
Self isolation merupakan suatu kondisi dimana individu
tersebut memisahkan diri dari orang lain / melarikan diri
dari berbagai macam kegiatan social dan mengisolasi diri
dengan cara menggunakan ponselnya.
d. Problem Acknowledgement
Problem Acknowledgement merupakan sebuah pengakuan
dari individu itu sendiri bahwa individu tersebut memiliki
masalah phubbing.
23
G. Efek Perilaku Phubbing
Dalam sebuah penelitian tentang phubbing yang di-
lakukan oleh Karadag, et al., (2015) terhadap empat ratus
satu (401) mahasiswa, 114 laki-laki dan 287 perempuan
dengan usia rata-rata dua puluh satu (21) tahun. Dalam
penelitian ini terungkap bahwa penggunaan ponsel, SMS,
media sosial dan kecanduan internet berkaitan dengan
phubbing. Serta phubbing dapat dilihat dari faktor gang-
guan komunikasi dan faktor obsesi ponsel. Lebih jauh pene-
litian ini menemukan bahwa phubbing memiliki dampak
negatif pada kemampuan berkomunikasi, kesulitan dalam
membangun dan mempertahankan kontak mata terhadap
lawan bicara yang dilakukan bersamaan dengan meng-
gunakan ponsel serta memungkinkan untuk terjadinya
kesalahpahaman dalam sesi diskusi.
Tidak bisa dipungkiri ketika kita sedang bicara dengan
orang lain tanpa memainkan telepon genggam sepertinya
menjadi hal yang sulit bagi kebanyakan orang, khususnya
para generasi milenial saat ini.
Bisa diperhatikan saat berada di tempat umum, di-
sekolah di mana terdapat sekumpulan teman yang seharus-
nya saling berbincang akrab, ada saja yang sibuk memain-
kan telepon meskipun tidak ada sesuatu yang bersifat
penting dan mendadak. Phubbing yang sekarang terjadi
ternyata cukup memprihatinkan karena perilaku tersebut
dilakukan saat momen kebersamaan terjadi.
Menurut Julie Hart, pakar hubungan social di The Hart
Center, Australia dalam artikel yang ditulis pada laman
CNN Indonesia menyatakan bahwa ada tiga faktor
hubungan social yang akan menjadi tumpul karena phubbing,
yaitu :
24 Phubbing & Komunikasi Sosial
a) Akses informasi, dimana kemampuan mendengar
dan membuka diri akan informasi dari lawan bicara
menjadi tumpul.
b) Respon, yakni usaha untuk memahami apa yang
disampaikan lawan bicara dan mengerti maksud
yang disampaikan.
c) Keterlibatan, yakni saat dua faktor sebelumnya
diabaikan, seseorang tidak akan terlibat dari wacana
yang dilontarkan dan hanya mengiyakan saja. Lawan
bicara pun akan tersinggung dan yang terburuk
malas bicara lagi.
Dengan adanya perilaku phubbing, individu akan tetap
diam atau tidak menunjukkan reaksi ketika sedang diajak
berkomunikasi, sehingga perilaku tersebut akan menimbul-
kan dampak negatif. Dampak negative dari perilaklu
phubbing seperti tidak adanya kepuasan dalam berinteraksi
(Abeele et al.,2016; Chotpitayasunondh & Douglas, di media;
McDaniel & Coyne, 2016; Roberts & David,2016), merasa
kurang terhubung dengan mitra interaksi mereka (Krasnova,
Abramova, Notter, &Baumann, 2016; Misra, Cheng, Genevie,
& Yuan, 2014), dan pengalaman digagalkan fundamental
kebutuhan manusia, terutama kebutuhan untuk dihargai
(Chotpitayasunondh & Douglas, dalam in pers).
25
BAB III
INTERAKSI SOSIAL
A. Pengertian Interaksi Sosial
Bentuk umum dari dari proses-proses social adalah in-
teraksi social. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai
hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial
yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu
yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang
satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok
dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di
mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau
maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang meng-
gunakannya.
Interaksi social menurut Astrid S. Susanto (dalam: Aktif
dan Kreatif Belajar Sosiologi 1:2016:73) adalah hubungan antar
manusia yang menghasilkan sauatu proses pengaruh
memengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada
akhirnya memungkinkan pembentukan struktrur social.
Hasil interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta
interpretasi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam interaksi ini.
26 Phubbing & Komunikasi Sosial
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu
atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi.
Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya
hubungan social. Komunikasi merupakan penyampaian
suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap
informasi yang disampaikan. Proses Interaksi sosial
menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia
bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki
sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang
dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang
dengan sesamanya.
B. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Sukanto (dalam: Aktif dan Kreatif
Belajar Sosiologi 1:2016:77) Suatu interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu:
adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi.
1. Kontak Sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum
yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti
menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-
sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi
apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial
itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena
orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus
menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara
dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembang-
nya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubu-
ngan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf,
radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan
sentuhan badaniah.
27
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk
yaitu sebagai berikut:
a. Antara orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari
kebiasaan- kebiasaan dalam keluarganya. Proses
demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses
dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari
norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia
menjadi anggota.Antara orang perorangan dengan suatu
kelompok manusia atau sebaliknya Kontak sosial ini
misalnya adalah apabila seseorang merasakna bahwa
tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma
masyarakat.
b. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok
manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja
sama untuk mengalahkan partai politiklainnya.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontkl
sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial
positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu
kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah
kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali
tidak menghasilkan kontak sosial.
Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer
atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang
mengadakan hubungan langsung bertemu dan ber-
hadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder me-
merlukan suatu perantara.
2. Komunikasi
Komunikasi adalah bagaimana seseorang memberikan
tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan,
gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa
28 Phubbing & Komunikasi Sosial
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang
bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan
yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap
dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain
atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk
menentukan reaksi apa yang akandilakukannya.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai
macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seperti
senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah
tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis
dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian
komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan
dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga
komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena
salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah. Baik
atau buruknya penafsiran dari komunikasi tersebut
bergantung pada kualitas komunikasi yang terjadi antara
orang-orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.
Kualitas merupakan tingkat baik buruknya sesuatu,
kadar, derajat atau taraf (kepandaian, kecapakan,dsb), mutu
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005 ; 603). Kualitas sering
kali digunakan untuk menaksir hubungan dua orang.
Kualitas hubungan yang baik biasanya dikaitkan dengan
rasa saling mempercayai satu sama lain. Kebutuhan akan
hubungan dengan orang lain, saling berinteraksi satu sama
lain juga dipandang sebagai kulaitas hubungan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia
Komunikasi secara umum menurut Suranto (2011, hal 71)
adalah sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau
informasi dari seorang kepada orang lain melalui cara
tertentu sehingga orang tersebut dapat mengerti dan
memahami apa yang dimaksudkan oleh penyampaian
29
pikiran-pikiran atau informasi. Orang yang bersangkutan
kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan
perasaan seseorang dapat diketahui olek orang lain. Hal ini
kemudain menjadi bahan untuk menentukan reaksi apa
yang akan dilakukannya.
Dalam komunikasi sangat memungkinkan terjadi ber-
bagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain.
Seperti senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah
tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis
dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Komunikasi
memiliki efek yang besar dalam mempengaruhi orang lain.
Hal tersebut terjadi karena pihak-pihak yang terlibat dalam
komunikasi bertemu secara langsung, dan tidak mengguna-
kan media untuk menyampaikan pesan yang ingin mereka
sampaikan.. Tetapi disamping itu komunikasi juga bisa
menghasilkan pertikaian yang terjadi karena terdapat
kesalah pahaman penafsiran pesan atau informasi yang
disampaikan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa dalam komunikasi ada orang yang menyampaikan
komunikasi (komunikator), dan ada orang yang menerima
informasi yang disampaikan oleh komunikator (komuni-
kan). Apa yang disampaikan itu dapat berwujud informasi,
pengetahuan, pemikiran ataupun hal-hal lain (pesan atau
massage dalam komunikasi). Pihak-pihak yang terlibat dalam
komunikasi yaitu komunikator sebagai penyampai pesan
perlu menyampaikan pesan dengan baik agar pesan dapat
dimengerti oleh komunikan selaku pihak yang menerima
pesan, sehingga pesan tersebut kemudian dapat diterima,
dimengerti dan tanggapi oleh komunikan.
30 Phubbing & Komunikasi Sosial
Beradasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpul-
kan bahwa kualitas komunikasi adalah tingkat baik buruk-
nya komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang
lain. Komunikasi bukan hanya sekedar pertukaran informasi
yang melalui pembicaraan dinyatakan dengan perasaan hati,
memperjelas pikiran menyampaikan ide dan juga berhubu-
ngan dengan orang lain. Akan tetapi, dengan komunikasi
seseorang dapat belajar mengenal satu sama lain, me-
lepaskan ketergantungan serta menyampaikan pendapat.
Komunikasi diantara dua orang dalam hubungan yang
akrab tergantung dari kualitas komunikasi itu sendiri.
Menurut Devito (universitaspsikologi.com, <8 Agustus
2018>) mengemukakan tentang aspek-aspek kualitas komu-
nikasi, sebagai berikut:
a. Keterbukaan (Openness)
Keterbukaan dapat diartikan keinginan untuk terbuka
bagi sertiap orang yang berinteraksi dengan orang lain.,
menyampaikan informasi tentang diri sendiri yang mungkin
selama ini dirahasiakan, agar lebih dapat mengenal jati diri
masing-masing individu. Keterbukaan juga merupakan
keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimuli
yang datang dengan perasaan dan pikirannya sendiri.
b. Empati (Empaty)
Empati adalah kemampuan untuk merasakan seperti apa
yang dirasakan orang lain, suatu perasaan bersama perasaan
orang lain, mencoba merasakan dalam rasa yang sama
dengan perasaan orang lain.
c. Sikap mendukung (Suportiveness)
Komunikasi yang terbuka dan mepatik tidak dapt
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap
mendukung diperlihatkan dengan sikap (1) deskriptif,
bukan evaluative, (2) spontan, bukan strategi, (3) provisip-
31
nal, bukan sangat yakin.
d. Perasaan positif (Positivess)
Komunikasi yang positif dalam komunikasi antarpribadi
dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan sikap
positif. Kedua, secara positif mendorong orang yang menjadi
teman kita berinteraksi.
e. Kesetaraan (Equaliy)
Kesetaraan dalam hubungan antarpribadi dapat meng-
hindarkan kesalahpahaman dan konflik, yaitu denganb
berusaha untuk memahami perbedaan dan member ke-
sempatan kepada orang lain untuk dapat menempatkan
dirinya
C. Hubungan Perilaku Phubbing dan Interaksi Sosial
Munculnya fenomena phubbing yang dimaknai sebagai
individu yang terlalu berkonsentrasi pada ponsel, dianggap
sebagai suatu perilaku pelecehan bagi orang yang berada
disekitarnya.
Keberadaan seseorang yang berada disekelilingnya men-
jadi kurang dirasakan oleh orang lain karena perhatian
orang tersebut hanya tertuju pada ponsel. Saat komunkasi
tatap muka berlangsung dan terdapat ponsel diatara dua
orang atau suatu kolompok akan dapat menurunkan peng-
hargaan emosional yang diterima oleh seseorang, selain itu
hal tersebut juga dapat mengurangi kepuasan interaksi tatap
muka yang sedang terjadi.
Adannya ponsel saat seseorang sedang berkumpul
dengan orang lain dapat menghambat komunikasi diantara
mereka. Salah satu bentuk hambatan dalam berkomunikasi
adalah kurangnya pembicaraan yang terjadi karena salah
satu pihak mengutamakan bermain ponsel dari pada
melanjutkan pembicaraan. Selain itu dampak dari perilaku
32 Phubbing & Komunikasi Sosial
phubbing adalah adanya perasaan negative. Perasaan
negative tersebut dapat memunculkan suasana hati yang
negative saat berinteraksi yang selanjutnya akan menurun-
kan kualitas komunikasi.
Perkembangan ponsel saat ini memang sudah sangat
pesat, fitur-fitur unik dan menarik dan lain sebagainya
membuat penggunanya tidak bisa lepas dengan benda itu.
Dewasa ini keberadaan ponsel dan social media membuat
para penggunanya menjadi lebih aktif berkomunikasi
melalui teks dan jejaring social dari pada bercakapan secara
langsung. Kebiasaan seseorang yang berlebihan dalam
menggunakan ponsel sampai mengabaikan apa saja yang
ada dilingkungan disekitarnya menyebabkan munculnya
perilaku phubbing.
Perilaku phubbing menyebabkan seseorang menjadi sibuk
dengan ponselnya dibandingkan harus berinteraksi dengan
lawan bicara atau membangun hubungan dengan ling-
kungan. Padahal salah satu bentuk indicator suatu komuni-
kasi dikatakan efektif adalah kesamaan pemahaman antara
pemberi dan penerima pesan, selain itu kita juga dapat
melihat dari umpan balik antara pemberi dan penerima
pesan. Jika salah satu individu menggunakan ponsel saat
terlibat perbincangan bukan tidak mungkin bahwa mereka
tidak dapat menerima informasi dengan maksimal, selain itu
hubungan emosional tidak akan terjalin dengan harmonis
sebab komunikasi tidak dapat berjalan dengan baik
33
BAB IV
OPERASIONALISASI RISET
A. Disain
Pada bab yang keempat ini akan disampaikan tentang
komponen-komponen dari metode yang digunakan dalam
penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi,
karaena di dalam penelitlian ini bertujuan untuk menemu-
kan ada atau tidaknya hubungan antara perilaku phubbing
dengan interaksi social siswa. Penelitan korelasi merupakan
salah satu teknis analisis dalam statistic yang digunakan
untuk mencari hubungan antara dua variable yang bersifat
kuantitatif”. Hubungan tersebut dapat terjadi karena adanya
hubungan sebab akibat atau dapat pula terjadi karena
kebetulan saja. Dua variable dikatakan berkorelasi apabila
perubahan pada variable yang satu akan diikuti perubahan
pada variable yang lain secara teratur dengan arah yang sama
(korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negative).
34 Phubbing & Komunikasi Sosial
B. Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan sebelumnya,
variable memungkinkan untuk diukur dengan mengguna-
kan beberapa indicator adalah sebagai berikut :
a). Perilaku Phubbing
Perilaku phubbing dimaknai sebagai individu yang ter-
lalu berkonsentrasi pada ponsel dan mengabaikan orang lain
yang berada disekitarnya. Ketergantungan seseorang ter-
hadap ponseltersebut menjadikan pengguna ponsel tidak
bisa lepas dari perangkat dan memengaruhi kehidupan
social meraka.
Indikator perilaku phubbing yang diakibatkan kecanduan
smartphone antara lain :1) merasakan keasyikan dengan
smartphone; 2) selalu membutuhkan waktu tambahan se-
waktu menggunakan smartphone; 3) tidak mampu me-
ngontrol, mengurangi, atau menghentikan penggunaan
smartphone; 4) merasa gelisah, murung, depresi atau lekas
marah ketika berusaha mengurangi atau menghentikan
penggunanan smartphone; 5) mengakses smartphone lebih
lama dari yang diharapkan;6) kehilangan orang-orang
terdekat, pekerjaan, kesempatan pendidikan, atau karier
karena penggunaan internet; 7) menggunakan smartphone
sebagai jalan keluar mengatasi masalah.
b). Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara individu
dengan individu, kelompok dengan kelompok, ataupun
individu dengan kelompok (menurut Gillin dan Gillin, di-
kutip oleh Soerjono Soekanto). Hubungan yang dinamis
tersebut dapat terjalin dengan baik apabila terdapat ko-
munikasi yang berkualitas.
35
Kualitas komunikasi merupakan kemampuan seseorang
dalam mengungkapkan pesan baik kognitif maupun afektif
melalui hubungan interpersonal yang menyenangkan.
Kualitas komunikasi dinilai melalui skala kualitas ko-
munikasi yang mengacu pada aspek kualitas komunikasi
dari pendapat Laswel dan Laswell dan DeVito, yang terdiri
dari lima aspek kualitas komunikasi yaitu :
1) Keterbukaan, adalah untuk menyampaikan dan me-
ngungkapkan segala sesuatu yang ada pada diri individu
2) Empati, adalah dapat merasakan seperti yang dirasakan
oleh orang lain secara intelektual maupun emosional
3) Kesetaraan, adalah untuk menyeimbangkan kedudukan
dan tanggung jawab antar individu
4) Kepercayaan, adalah untuk menghilangkan prasangka
dan kecurigaan antara individu
5) Sikap mendukung, adalah untuk memberikan dukungan
secara terucap maupun tidak terucap.
C. Sampel yang digunakan
Populasi merupakan daerah generalisasi yang terdiri
atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karak-
teristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dan kemudian
akan dikenai kesimpulan hasil penelitian Dalam penelitian
ini populasinya adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri
3 Jember. Sampel merupakan bagian dari populasi.
Sedangkan menurut Arikunto (dalam: Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek)) sampel adalah sebagian atau wakil
dari populasi yang akan diteliti. Teknik penarikan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive
sampling. Teknilk purposive sampling mencakup orang-orang
yang diseleksi atas criteria tertentu yang dibuat peneliti
36 Phubbing & Komunikasi Sosial
berdasarkan tujuan penelitian. Adapun criteria sampel
dalam penelitian ini adalah :
a. Merupakan siswa SMA Negeri 3 Jember
b. Merupakan siswa yang memiliki dan menggunakan
ponsel.
c. Merupakan siswa yang pernah melakukan perilaku
phubbing.
Untuk memenuhi jumlah sample sesuai dengan tabel
Krejcie, peneliti menyebar angket pada setiap kelas, dengan
masing masing angket tiap kelas sebanyak kurang lebih 20
angket, setelah itu peneliti memilih secara acak masing-
masing siswa tiap kelas dengan system undian, yang men-
dapatkan nomor 1-20 maka siswa tersebut akan dijadikan
sebagai responden.
D. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah utama
dalam suatu penelitian. Tanpa mengetahui teknik pe-
ngumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun
teknik pengumpulan data. pada penelitian ini menggunakan
metode sebagai berikut :
1) Metode Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan
pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis
terhadap obyek yang akan diteliti. Observasi dilakukan oleh
peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan mengenai
ada tidaknya perilaku phubbing pada siswa dan bagaimana
kualitas komunikasi siswa pada saat sedang berinteraksi
sosial.
37
2) Metode Kuisioner
Kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang
dilakukandengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.
Kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang lebih
efisien bila peneliti telah mengetahui dengan pasti variable
yang akan diukur dan tahu apa yang diharapkan dari
responden. Selain itu kuisioner juga cocok digunakan bila
jumlah responden cukup besar dan tersebar wilayah yang
luas. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode
kuisioner dengan menggunakan skala likert. Skala ini
digunakan untuk mengklasifikasikan variable yang akan
diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan
analisis data dan langkah selanjutnya.
Pembuatan alat ukur ini menggunakan skala 4 yakni
skala likert yang dimodifikasi menjadi 4 alternatif jawaban
yaitu dua Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS). Berikut adalah skala yang
akan diukur dalam penelitian ini, yaitu :
a. Skala Perilaku Phubbing
Skala yang digunakan oelh peneliti adalah skala generic
phubbing (GSP). Skala tersebut memiliki 30 item yang
dikembangkan untuk mencerminkan adanya perilaku
phubbing. terdiri dari 4 aspek yaitu:
Tabel 1: Kisi-kisi Kuisioner perilaku phubbing
No Indikator/ Aspek Fav
(no item) Unfav
(no item) Jumla
h
1 Nomofobia 3 1,2,4 4
2 Konflik Antarpribadi
- 5,6 2
3 Isolasi Diri 7,8,9 3
4 Pengakuan Masalah 12,14,15 10,11,13 6
Jumlah 15
38 Phubbing & Komunikasi Sosial
Sumber data : Chotpitayasunondh,Varoth & Douglas, Karen
M. 2018. Generic Scale of Phubbing (GSP) and the
Generic Scale of Being Phubbed (GSBP).
University of Kent.
b. Skala kualitas komunikasi
Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah
skala Likert, yiatu pengukuran psikologis dimana pe-
neliti meminta subjek memberikan pernyataan penelitian
dalam skala (Andersib dakan Supratinya, 2014). Untuk
menghindari central tendency effect pada respon jawaban
subjek, maka skala Likert dalam penelitian ini
menggunakan 5 respon jawaban menjadi 4 respon
jawaban dengan tujuan menghilangkan respon jawaban
netral agar tida ada jawaban ragu-ragu yang dinyatakan
subjek.
Skala Likert ini terdiri dari beberapa item pernyataan
yang memiliki 4 respon jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Item-item pada skala ini terdiri dari 2 jenis item
yaitu favorable untuk menunjukkan sikap positif subjek
dan unfavorable untuk menunjukkan sikap negative
subjek.
Tabel 2: Kisi-kisi Kuisioner Kualitas Komunikasi
No
Aspek Indikator Fav
(no item) Unfav
(no.item) Jumlah
1 Keterbu
kaan
Terbuka dengan informasi baru
1,3,4 2,5,6 6
Jujur dan tanggap
7, 8 9 3
Memiliki perasaan dan
11,12 10, 3
39
No
Aspek Indikator Fav
(no item) Unfav
(no.item) Jumlah
pikiran
2 Empati
Memahami pengalaman memotivasi
13 14 2
Saling mendengarkan perkataan
16, 18 15,17 4
Kepercayaan 19 1
3
Sikap dan
Suasana Mendu kung
Deskriptif 20 21 2
Orientasi masalah
22 23,24 3
Spontanitas
Persamaan 25, 26 2
4 Sikap Positif
Pikiran positif
27,31,32 29,33,34 6
Menghargai 28,35,36 30,38 5
Menyadari
5 Kesetara
an
Menyadari kekurangan
39 37,40 3
Komunikasi berharga & penting
41,43 42,44 4
Tidak memaksakan kehendak
45 46 2
Menciptakan suasana akrab dan nyaman
47 48 2
Mengakui kepentingan dan saling memerlukan
49 50 2
Sumber : data diolah
40 Phubbing & Komunikasi Sosial
Sebelum angket tersebut disebarkan kepada respoon-
den peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas untuk
mengetahui apakah angket tersebut layak untuk
digunakan dalam penelitian,, berikut ini adalah hasil
pengujiannya :
1. Uji validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-
tingkat kevalidan atau keahihan suatu instrument
(Arikunto, 1998:160). Untuk angket perilaku phubbing
peneliti mengadaptasi dari angket yang sudah pernah
diujicobakan oleh Chotpitayasunondh dalam penelitian-
nya yang berjudul “Measuring Phone Snubbing Behavior :
Development and Validation of the Generic Scale of Phubbingn
(GSP) and tge Generic Scale of Being Phubbed (GSBP),
(Chotpitayasunondh, Karen M.Douglas). Dalam uji coba
tersebut diambil 352 sampel peserta ( 175 pria, 175
wanita), dan terdapat 40 item pernyataan yang di-
gunakan, 40 item tersebut dikembangkan dengan
meninjau literatur akademik tentang perilaku phubbing.
Sebelum diuji cobakan 40 item pernyataan tersebut
diberikan kepada panel yang berpengalaman pada
bidang psikologi social untuk memastikan bahwa setiap
item tersebut dapat dimengerti oleh responden, relevan
dengan subjek, dan untuk mengetahui kemungkinan
lebih lanjut apakah kemudian item tersebut perlu untuk
disempurnakan atau tidak. Dari hasil tersebut ternyata
hanya terdapat 33 item yang dipertahankan sebagai
instrumen yang layak untuk mengukur perilaku
phubbing. Kemudian 33 item tersebut diuji dengan EFA
menggunakan metode sumbu faktor dan ditemukan
beberapa item yang memiliki kesamaan indicator.
Dengan demikian untuk item yang akan diujikan hanya
41
tersisa 29 item yang memadai untuk menganalisis faktor
penyebab perilaku phubbing. Untuk mengetahui kriteria
faktor yang dapat diterima maka harus memenuhi
persyaratan yaitu (1) nilai eigen minimum satu, dan (2) a
minimal tiga item yang memuat pada setiap faktot.
Pemilihan item yang tadinya berdasarkan criteria
berikur: (1) jika item dimuat kurang dari 0,5 pada suatu
faktor maka item tersebut akan dibuang dan (2) jika
suatu item memuat 0,5 atau lebih besar dan faktor
lainnya berada pada 0.32 atau lebih tinggi maka item
tersebut dibuang. Akibatnya, hanya terdapat empat
faktor dan 15 item yang dipertahankan sebagai versi
skala.
Sedangkan untuk menguji validitas kualitas komu-
nikasi peneliti menguji dengan menggunakan program
SPSS For Windows Realise 20. Untuk menguji validitas
atas variable Y yaitu tingkat komunikasi siswa,peneliti
mengujicobakan kepada siswa sejumlah 50 siswa kelas X
(20 pria, 30 laki-laki). Berdasarkan hasil uji validitas
menggunakan rumus product moment dengan taraf
signifikansi 5% dengan N= 50 pada angket tingkat
kualitas komunikasi siswa terdapat 17 item yang tidak
valid dikarenakan r hitung < r table, yaitu lebih kecil dari
0,3 yiatu nomor 5, 11, 12, 17,18,19, 21, 22, 25, 26, 29, 34, 37,
39, 40, 43, 50. Sehingga jumlah item pernyataan yang
digunakan untuk penelitian adalah 33 butir pernyataan
yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 6,7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 20, 23, 24,
27, 28, 30, 31, 33, 365, 36, 38, 41, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49 .
2. Uji Reabilitas
Reabilitas adalah suatu instrument cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebabgai alat pengumpul
data karana instrument ini sudah baik (Arikunto,
42 Phubbing & Komunikasi Sosial
1998:191). Alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang
tinggi atau dapat dipercaya apabila alat ukut tersebut
mantap dan stabil, dapat diandalkan dan dapat pula
diramalkan.
Menurut azwar (1998), ukuran alpha di inter-
prestasikan sebagai berikut:
a. Nilai alpha cronbach 0,00 s/d 0,20 berarti kurang
reliabel
b. Nilai alpha cronbach 0, 21 s/d 0,40 berarti sedikit
reliabel
c. Nilai alpha cronbach 0, 41 s/d 0,60 berarti cukup
reliabel
d. Nilai alpha cronbach 0, 61 s/d 0,80 berarti reliabel
e. Nilai alpha cronbach 0, 81 s/d 1,00 berarti sangat
reliable
Berdasarkan hasil uji reliabilitas variable X yang
terdapat pada jurnal yang berjudul Measuring Phone
Snubbing Behavior : Development and Validation of the
Generic Scale of Phubbing (GSP) and the Generic Scale of
Being Phubbed (GSPB)” (Chotpitayasunondh, Karen
M.Douglas) di dapatkan nilai Cronbach Alpha adalah
0.8 angka tersebut lebih besar dari nilai minimal
cronbach alpha yaitu 0.6. Akhirnya dapat disimpulkan
bawa instrument penelitian yang digunakan untuk
mengukur variable perilaku phubbing dapat dikatakan
reliable atau handal. Hasil uji reliabilitas variable X dapat
terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X
Faktor M SD NP IC SI PA GSP
NP 14.60 5.62 (.84)
IC 8.77 4.66 .59 (.87)
SI 10.89 4.79 .66 .71 (.83)
PA 9.12 4.15 .65 .71 .67 (.82)
43
Faktor M SD NP IC SI PA GSP
Overal
GSP
43.38 16.60 .86 .86 .88 .86 (.93)
N = 352. All correlation significant at the p < .001 level (2-tailed).
Cronbach‟s alphas are shown in the diagonal.
Sumber : data diolah
Berdasarkan hasil uji reliabilitas untuk variable Y di
dapatkan angka Cronbach Alpha pada instrumen untuk
mengukur tingkat kualitas komunikasi siswa adalah .720,
perolehan angka tersebut lebih besar dari nilai minimal
cronbach alpha 0.6 oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
instrument penelitian yang digunakan untuk mengukur
variable tingkat kualitas komunikasi siswa dapat dikatakan
reliable atau handal. Hasil uji reliabilitas variable Y dapat
dilihat pada tabel dibawah ini
E. Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu cara untuk men-
jawab permasalahan dalam penelitian atau untuk menjawab
hipotesis penelitian. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan analisis statistic des-
kriptif yang berfungsi untuk mendeskripsikan dan memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data yang ada
dan analisis korelasi.
Pengolahan data merupakan suatu langkah penting
dalam suatu penelitian. Seorang peneliti dapat mengguna-
kan dua jenis analisis, yaitu analisis statistic dan analisis
nonstatistik. Dalam pengertian yang luas statistic merupa-
kan cara-cara ilmiah yang dipersiapkan untuk mengum-
pulkan, mengajukan, dan menganalisis data yang berwujud
angka. Sedangkan dalam pengertian yang sempit statistic
merupakan cara yang digunakan untuk menunjukkan
44 Phubbing & Komunikasi Sosial
semua kenyataan yang berwujud angka. Data yang dinilai
dalam penelitian ini adalah data variable bebas yaitu
perilaku phubbing (X) dan variable terikat yaitu tingkat
kualitas komunikasisocial (Y). Teknis analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi
sederhana.
45
BAB V
PHUBBING DAN KOMUNIKASI SOSIAL
A. Data Empirik Phubbing dan Komunikasi Sosial
Berdasarkan hasil angket tentang pengaruh perilaku
phubbing terhadap tingkat kualitas komunikasi siswa yang
telah disebarkan kepada responden, didapati hasil sebagai
berikut :
Tabel 4 : Presentase Skor perilaku phubbing
Interfal Frekuensi Presentase skor( %) Kriteria
15 - 30 8 3,6% % Rendah
31 - 45 133 79,4% Sedang
45 – 100 29 17% Tinggi
Sumber : Data diolah
Tabel 5: Presentase Skor Tingkat Kualitas Komunikasi Siswa
Internal Frekuensi Presentase
skor ( %) Kriteria
33 - 36 5 2,5% Rendah
67 - 99 103 61,1% Sedang
100 - 132 62 36,4% Tinggi
Sumber : Dara diolah
46 Phubbing & Komunikasi Sosial
Dari table diatas diketahui bahwa pada siswa kelas X
SMA Negeri 3 Jember terdapat 8 siswa (3,6%) termasuk
dalam criteria rendah, 133 siswa (79,4%) termasuk dalam
kriteria sedang, dan 29 siswa (29%) termasuk dalam kriteria
tinggi untuk perilaku phubbing. Sedangkan untuk tingkat
kualitas komunikasi terdapat 5 siswa (2,5%) yang masuk
dalam criteria rendah, 103 siswa (61,1%) masuk dalam
criteria sedang dan 62 siswa (36,4%) masuk dalam criteria
tinggi.
Untuk mempermudah melihat pengaruh antara perilaku
phubbing terhadap tingkat kualitas komunikasi, peneliti
menyajikan hasil angket yang telah disebarkan kepada
responden dalam bentuk diagaram berikut:
Sumber : Data diolah
Gambar 1:
Diagram hasil angket pengaruh perilaku phubbing terhadap
kualitas komunikasi siswa SMA Negeri 3 Jember
17%
79.40%
3.60%
Perilaku Phubbing
Tinggi
Sedang
Rendah
17%
79.40%
3.60%
Kualitas Komunikasi
Tinggi
Sedang
Rendah
47
B. Phubbing dan Kualitas Komunikasi Sosial
Berdasarkan gambar diagram diatas terlihat bahwa pada
siswa kelas X SMA Negeri 3 Jember yaitu 79,40% siswa ber-
perilaku phubbing dengan tingkatan sedang, 3,6% ber-
perilaku phubbing tinggi dan 17% berperilaku phubbing
rendah. Sedangkan untuk tingkat kualitas komunikasi
sebanyak 61,1% memiliki kualitas komunikasi yang sedang,
36% memiliki tingkat kualitas komunikasi tinggi dan 2,5%
memililki tingkat kualitas komunikasi yang rendah.
Berdasarkan skor penghitungan angket yang diambil
dari 170 responden didapatkan hasil jumlah skor variable x
adalah 7100, jumlah skor variable y adalah 16.400 dan
jumlah skor variable xy adalah 688038. Data penghitungan
koevisien korelasi variable X dan Y diperoleh nilai r = 0.306
Uji Pearson Product Moment merupakan salah satu dari
beberapa macam uji korelasi yang dapat digunakan untuk
mengetahui derajar keeratan hubungan antara dua variable
yang berskala interval rasio, dimana dengan uji ini akan
mengembalikan koefisien korelasi yang nilainya berkisar
antara -1, 0 dan 1. Nilai -1 berarti terdapat korelasi negative
yang sempurna, 0 berarti tidak ada korelasi dan 1 berarti
terdapat korelasi positif yang sempurna. Sehingga dapat
disimpulakan bahwa apabila semakin mendekati 1 atau -1
maka hubungan semakin erat, sedangkan jika semakin
mendekati 0 maka hubungan semakin lemah
Untuk mengetahui pengaruh perilaku phubbing terha-
dap tingkat kualitas komunikasi siswa kela X SMA Negeri 3
Jember peneliti menggunakan rumus product moment
dengan penghitungan sebagai berikut
Berdasarkan hasil penghitungan diatas diperoleh r
hitung sebesar 0.306 pada taraf signifikan 5% dengan jumlah
sample 170 diperoleh r tabel sebesar 0,1497. Setelah r hitung
48 Phubbing & Komunikasi Sosial
dibandingkan dengan r tabel ternyata r hitung lebih besar
dibandingkan r tabel yaitu 0.306 > 0.1497. dengan demikian
dapat disimpulkan bahwahipotesis (ha : perilaku phubbing
berpengaruh terhadap tingkat kualitas komunikasi siswa
kelas X SMA N 3 Jember dapat diterima). Dari hasil uji r
hitung diatas dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien korelasi
uji pearson product moment dan makna keeratannya dalam
sebuah uji analisis statistic atau analisis data adalah 0.2 sd <
0.4yang berarti bahwa antara variable X dan Y terdapat
korelasi namun hubungannya rendah atau lemah.
Untuk menguji signifikansi hubungan yang ditemukan
berlaku untuk seluruh populasi yang berjumlah 309 siswa
maka perlu dilakukan uji signifikansi dengan rumus uji
signifikansi korelasi product moment sebagai berikut
Harga t hitung tersebut selanjutnya dibandingkan
dengan harga t tabel untuk kesalahan 5% uji 2 pihak dan dk
= N-2 = 170-2 = 168 maka diperoleh t tabel = 1,65397. Setelah
harga t hitung dibandingkan dengan harga t tabel ternyata
harga t hitung lebih besar dari harga t table yaitu : 4,174 >
1,66397. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho
yaitu tidak terdapat hubungan antara perilaku phubbing
terhadap tingkat interaksi social ditolak dan Ha yaitu
terdapat hubungan antara perilaku phubbing terhadap
interaksi sosial diterima.
49
BAB VI
PENUTUP
A. Fakta Riset
Perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat
manusia dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan
tersebut. Salah satu bentuk perkembangan teknologi yang
begitu cepat adalah ponsel. Kecanggihan ponsel yang begitu
luar biasa membuat semua orang menjadi ketergantungan
terhadap benda tersebut. Ketergantungan tersebut menjadi-
kan manusia bersikap antisocial. Keberadaan ponsel akhir-
akhir ini memegang peranan yang penting dalam kehidupan
manusia, ponsel memfasilitasi manusia untuk melakukan
komunikasi dan berinteraksi social dengan orang-orang
yang sangat dekat atau bahkan dengan orang yang berada
dibelahan dunia lain. Perkembangan teknologi yang
semakin canggih saat ini diibaratkan sebagai dua bilah mata
pisau yang tajam, satu sisi memberikan dampak positif
namun pada sisi yang lain juga memberikan dampat
negative yaitu membuat orang terpisah satu dengan yang
lainnya. Orang sering mengabaikan orang lain yang sedang
diajak berinteraksi secara fisik dan beralih dengan
memperhatikan ponselnya.
Penelitan di SMA Negeri 3 Jember pada siswa kelas X
yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2019- 16 Desember
50 Phubbing & Komunikasi Sosial
2019 didapatkan data bahwa100% siswa kelas X memiliki
telah memiliki ponsel canggih dan didalam ponsel tersebut
terdapat berbagai aplikasi media social dan aplikasi game
yang sedang menjadi trand saat ini.
Dari hasil penelitian di dapatkan sebanyak 17% siswa
berprilaku phubing tinggi, 79,4% sedang, dan 3,6% rendah.
Siswa yang teridentifikasi melakukan perilaku phubbing
dapat di ketahui dari kebiasaan mereka sehari-hari, dimana
mereka selalu membawa ponsel mereka dimanapun dan
kapanpun, mereka menggunakan ponsel saat mereka sedang
berkumpul dengan teman-temannya, saat berada di kantin,
bahkan saat mereka berada didalam kelas. Mereka bermain
ponsel setiap saat dan dengan berbagai macam alasan, be-
berapa siswa mengaku menggunakan ponsel karena untuk
menghilangkan rasa bosan, menghilangkan rasa strees,
mengalihkan pandangan atau perhatian dari sesuatu yang
tidak mereka sukai, takut kehilangan berita terbaru yang
terdapat pada media social dan mencari bergaimacam
informasi yang penting bagi mereka.
Sedangkan hasil penelitian tentang kualitas komunikasi
siswa diperoleh data bahwa 17% kualitas komunikasi siswa
tinggi, 79.4% sedang, dan 3.6% rendah. Hal tersebut dapat
terlihat dari beberapa kebiasaan siswa saat sedang
berinteraksi dengan orang lain. Saat sedang asyik bermain
ponsel siswa bahkan mengabaikan teman yang berada di-
sampingnya dan tidak memperdulikan apa saja yang terjadi
di lingkungan sekitarnya. Kualitas komunikasi menjadi
menurun sebab antar kedua belah pihak terdapat salah satu
yang mengabaikan lawan bicara mereka sehingga tujuan
dari pada komunikasi tidak dapat disamapaikan dan di-
terima dengan baik.
51
Untuk mengetahui hubungan antara perilaku phubbing
terahadap tingkat kualitas komunikasi social siswa di-
lakukan uji statistic dengan menggunakan uji pearson product
moment , hasil dari uji statistic tersebut didapati hasil nilai r
hitung sebesar 0.306, dari hasil perhitungan r hitung rentang
nilai koefisien korelasi berkisar antara 0,2 sd < 0,4, yang
artinya terdapat hubungan yang rendah antara perilaku
phubbing terhadap kualitas interaksi social siswa kelas X
SMA N 3 Jember. Taraf signifikansi 5 % dengan jumlah
sampel sebanyak 170 siswa di peroleh hasil dari r tabel
sebesar 0,1497 setelah r hitung dibandingkan dengan r tabel
ternyata 0,306 > 0,1497. Dari hasil perbandingan r hitung dan
r tabel dapat disimpulkan bahwa hipotesis Ha: terdapat
pengaruh antara perilaku phubbing terhadap kualitas
interaksi siosial kelas X SMA N 3 Jember diterima dah Ho
ditolak.
Untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh peri-
laku phubbing terhadap tingkat kualitas komunikasi social
dilanjutkan dengan pengujian lanjutan uji tabel. Harga t
hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga t
tabel untuk kesalahan 5% uji 2 pihak dan dk = N-2 = 170-2 =
168 maka diperoleh t tabel = 1,65397. Setelah harga t hitung
dibandingkan dengan harga t tabel ternyata harga t hitung
lebih besar dari harga t table yaitu : 4,174 > 1,66397. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara perilaku phubbing terhadap tingkat kualitas
komunikasi.
Hasil penelitian yang didapat kan oleh peneliti ternyata
sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Varoth Chotpitayasunondh & Karen M. Douglas (2018)
tentang pengaruh perilaku phubbing terhadap interaksi social
yang menyimpulkan bahwa perilaku phubbing secara signifi-
52 Phubbing & Komunikasi Sosial
kan dan negative sangat berpengaruh terhadap interaksi
social.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwaterdapat pe-
ngaruh perilaku phubbing terhadap tingkat interaksi sosial
siswa kelas X SMA N 3 Jember , dari hasil uji r hitung di-
bandingkan dengan r tabel perilaku phubbing berpengaruh
terhadap tingkat interaksi sosial namun korelasinya rendah,
hal tersebut diaibatkan karena perilaku phubbing pada saat
ini sudah dianggap sebagai suatu hal yang normal, siswa
yang di- phubb (siswa yang menerima perilaku phubbing)
pada kesempatan lain meraka juga akan melakukan phubbing
terhadap orang lain sehingga mereka tidak merasa tersakiti
saat mereka menerima perlakuan itu.
Berkaitan dengan interaksi social pada era globalisasi,
komunikasi saat ini lebih memanfaatkan adanya kecanggi-
han teknologi seperti menggunakan media social dan lain-
lain. Saat sedang melakukan komunikasi, bertatap muka
antara komunikan dan komunikator tidak lagi dianggap
sebagai suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai
suatu tujuan yang diharapkan antara kedua belah pihak,
namun dengan munculnya teknologi yang semakin inovatif
justru manusia menjadi lebih kreatif, mampu mengek-
spresikan diri melalui media social, dan dapat menjalin
kerjasama untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah
pihak.
B. Simpulan dan Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh pe-
neliti dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa siswa
kelas X SMA N 3 Jember yang berprilaku phubbing terhadap
orang yang ada dilingkungan sekitarnya. Dari bebarapa
siswa yang terindikasi berperilaku phubbing tersebut
53
diketahui bahwa terdapat pengaruh antara perilaku phubbing
terhadap tingkat kualitas komunikasi siswa. Berdasarkan
hasil uji statistic menggunakan uji pearson product moment
diperoleh nilai r hitung 0.306, dari hasil perhitungan r hitung
rentang nilai koefisien korelasi berkisar antara 0,2 sd < 0,4,
pada taraf signifikansi 5 % dengan jumlah sampel sebanyak
170 siswa di peroleh hasil r tabel sebesar 0,1497, setelah r
hitung dibandingkan dengan r tabel ternyata r hitung lebih
besar dari r tabel yaitu 0,306 > 0,1497. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara
perilaku phubbing terhadap kualitas interaksi siosial kelas X
SMA N 3 Jember diterima dan Ho yaitu: “tidak adanya
pengaruh antara perilaku phubbing terhadap interaksi social
pada kelas X SMA N 3 Jember” ditolak.
Berdasarkan hasil yang telah didapat oleh peneliti me-
lalui uji korelasi dengan memberikan angket perilaku
phubbing dan tingkat interaksi social telah dibuktikan
bahwa angket tersebut dapat mengetahui pengaruh antara
perilaku phubbing terhadap tingkat interaksi social siswa
kelas X SMA N 3 Jember, maka dari itu peneliti bermaksud
untuk memberikan saran kepada pihak yang bersangkutan.
Berikut beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan oleh guru Bimbingan dan Konseling dalam
menghadapi atau menangani siswa yang berperilaku
phubbing dan mengalamai permasalahan dalam berinteraksi
dengan orang lain.
Penelitian yang dilakukan terbatas pengaruh perilaku
phubbing dan tingkat interaksi social khususnya siswa kelas
XSMA N 3 Jember, oleh karena itu terdapat beberapa hal
yang perlu di teliti lebih lanjut oleh peneliti selanjutnya:
54 Phubbing & Komunikasi Sosial
Menganalisis perilaku phubbing dan bagaimana cara
untuk menanggulangi perilaku phubbing sehingga interaksi
social tidak terganggu. Meneliti variable tentang pengaruh
pe-rilaku phubbing terhadap interaksi social dengan jenjang
kelas yang berbeda.
Menyiapkan instrumen yang lebih baik lagi sehingga
mampu mengungkap data yang dibutuhkan oleh peneliti
dalam mencari hubungan antara perilaku phubbing ter-
hadap tingkat interaksi social.
Siswa diharapkan dapat menggunakan ponsel dengan
bijak sehingga tidak menyebabkan siswa menjadi keter-
gantungan secara berlebihan pada ponsel dan tidak me-
lakukan perilaku phubbing terhadap orang lain, karena hal
itu akan membuat interaksi social menjadi tergangu dan
rawan memicu munculnya konflik. Dengan tidak melakukan
perilaku phubbing maka interaksi social antar siswa akan
berjalan dengan baik, terjalin hubungan yang harmonis
karena tidak ada yang merasa tersakiti, dan muncul sikap
saling menghargai satu sama lain.
55
DAFTAR BACAAN
Abeele, M. M. V., Antheunis, M. L., & Schouten, A. P. (2016). The effect of mobile messaging during a conversation on impression formation and interaction quality. Computers in Human Behavior, 62, 562-569. https://doi.org/10.1016/ j.chb.2016.04.005
Abramova, O., Baumann, A., Krasnova, H., & Lessmann, S. (2017). To Phub or not to Phub: Understanding Off-Task Smartphone Usage and its Consequences in the Academic Environment(No. 87717). Darmstadt Technical University, Department of Business Administration,
Afdal, A., Alizamar, A., Ifdil, I., Ardi, Z., Sukmawati, I., Zikra, Z., ... & Hariyani, H. (2019, April). An Analysis of Phubbing Behaviour: Preliminary research from counseling perspective. In International Conference on Educational Sciences and Teacher Profession (ICETeP 2018). Atlantis Press.
Al Subaihi, T. 2017. Phone addiction „leading to less empathy‟, US psychologist says. Retrieved October 20, 2018, from https://www.thenational.ae/uae/government/phoneaddiction-leading-to-less-empathy-us-psychologist-says-1.80593#11
Alamudi, F. S. N. A. 2019. SOSIAL Phubbing Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Makassar).
Amelia, T., Despitasari, M., Sari, K., Putri, D. S. K., Oktamianti, P., & Agustina, A. 2019. Phubbing, penyebab dan dampaknya pada mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat, universitas indonesia. Jurnal ekologi kesehatan, 18(2), 122-134.
Annisa Jihan, Devi Rusli. 2018, Pengaruh Faktor Kepribadian Terhadap Phubbing Pada Generasi Milenial Di Sumatera Barat, ejournal.unp.ac.id
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
56 Phubbing & Komunikasi Sosial
Badudu, J,S,, dan Zain, Sultan Mohammad, 2005, Kamus Umum Bahasa Indonesi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Balta, S., Emirtekin, E., Kircaburun, K., & Griffiths, M. D. (2018). Neuroticism, trait fear of missing out, and phubbing: The mediating role of state fear of missing out and problematic Instagram use. International Journal of Mental Health and Addiction, 1-12.
Chaplin, J.P., 2001, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Chotpitayasunondh, V., & Douglas, K. M. (in press). The effect of “phubbing” on social interaction. Journal of Applied Social Psychology.
CNN Indonesia .https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/ 20170714134144-277-227920/phubbing-fenomena-sosial-yang-merusak-hubungan
D Buhrmester, K Prager 1995. Patterns and functions of self-disclosure during childhood and adolescence. Error! Hyperlink reference not valid.
Economics and Law, Institute for Business Studies (BWL) ( diakses pada : 29 Juli 2019)
Feldman, S., & Downey, G. 1994. Rejection sensitivity as a mediator of the impact of childhood exposure to family viomence in adult attachment behavior. Development and Psychopathology, 6, 232.
Hendrick, S. S. 1988. A generic measure of relationship satisfaction. Journal of Marriage and the Family, 50(1), 93-98. http://dx.doi.org/10.2307/352430
Hendrick, Hendrick, and Adler (1989). Handbook of Interpersonal Commitment and Relationship Stability. https://books.google.co.id/books?isbn=1461547733.
High, A (2012). Stop Phubbing. Tersedia pada : http// stopphubbing.com (diakses pada : 23 Juli 2019)
Hanika, I. M. (2015). Fenomena Phubbing di Era Milenia (Ketergantungan Seseorang Pada Smartphone Terhadap Lingkungannya). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1), 42-51.
John D. Mayer (2004). What is Emotional Intelligence?. https://scholars.unh.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1007&context=personality_lab
57
Karadağ, E., Tosuntaş, Ş. B., Erzen, E., Duru, P., Bostan, N., Mızrak Şahin, B., … Babadağ, B. (2016). The Virtual World‟s Current Addiction: Phubbing. Addicta: The Turkish Journal on Addictions. https://doi.org/ 10.15805/addicta.2016.3.0013
McDaniel, B. T., & Coyne, S. M. 2016. “Technoference”: The interference of technology in couple relationships and implications for women‟s personal and relational well-being. Psychology of Popular Media Culture, 5(1), 85. https://doi.org/10.1037/ppm0000065
McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Mudrikah, C. 2019. Hubungan antara sindrom FOMO (fear of missing out) dengan kecenderungan nomophobia pada remaja (Doctoral Dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Pathak, S. (2013). McCann Melbourne made up a word to sell a print dictionary: New campaign for Macquarie birthed ‟phubbing‟. Diambil kembali dari http://adage.com/article/news/mccann-melbourne-made-aword-sell-adictionary/244595/.
Pemayun, P. M. 2019, Pengaruh adiksi smartphone, fear of missing out (fomo) dan konformitas terhadap phubbing (Bachelor's thesis, Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Rachman, A., Setiawan, M. A., Bawimbang, J. E., & Rachman, F. 2019. Layanan Bimbingan Klasikal Dampak Phubbing pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 25 Banjarmasin. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 4(3), 293-298.
Ratnasari, E., & Oktaviani, F. D. 2020. Phubbing Behavior In Young Generation. Metakom, 4(1), 89-104.
Ridho, M. A. (2019). Interaksi sosial pelaku Phubbing (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Roberts, J. A., & David, M. E. 2016. My life has become a major distraction from my cell phone: Partner phubbing and relationship satisfaction among romantic partners. Computers in Human Behavior, 54, 134-141. https://doi.org/ 10.1016/j.chb.2015.07.058
58 Phubbing & Komunikasi Sosial
S.J. Ball-Rokeach, M.L. DeFleur, 1976. A Dependency Model of Mass-Media Effects. Journal of the Washington State University (1976), Volume: 3 issue: 1, page(s): 3-21
Sarahwati, R. G. E., & Wiguna, I. P. 2019. Dampak Phubbing Pada Interaksi Sosial. eProceedings of Art & Design, 6(3).
Sari, Indah Permata, Ifdil, Frischa Meivilona Yendi, 2020, Konsep Nomophobia pada Remaja Generasi Z, Jurnal Riset Tindakan Kelas (JRTI), Vol 5 No. 1, Februari 2020 hlm 21-26
Selviani, W. 2019, Prediktor adiksi smartphone pada remaja di DKI Jakarta (Bachelor's thesis, Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Sosiologi, Tim 2016. Aktif dan Kreatif Belajar Sosiologi Kelas X SMA. Bandung : Grafindo Media Pratama.
Syifa, A. (2020). Intensitas penggunaan smartphone, prokrastinasi akademik, dan perilaku phubbing Mahasiswa. Counsellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 10(1), 83-96.
Universitas Psikologi. (2018). Pengertian dan Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal Menurut Para Ahli. https://www.universitaspsikologi.com/2018/08/pengertian-dan-aspek-aspek-komunikasi-interpersonal.html#
Yuna Yusnita, Hamdani M.Syam. Pengaruh Perilaku Phubbing Akibat Penggunaan Smartphone Berlebihan Terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa [internet]. Tersedia pada : https://scholar.google.co.id/scholar?q=pengaruh+perilaku+phubbing+terhadap+interaksi+sosial&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart#d=gs_qabs&u=%23p%3DGnbki7walfwJ (diakses pada : 30 Januari 2019)
Umari, T., Rusandi, M. A., & Yakub, E. (2019, November). Phubbing as a Result of the 4th Industrial Revolution: Is it Dangerous?. In Proceedings of the UR International Conference on Educational Sciences (pp. 230-236).
Varoth Chotpitayasunondh, Karen M. Douglas. (2017). The effects of “phubbing” on social interaction. Wiley: Journal Applied for Social PsychologyVol 1 No 33.
59
Won-jun, Lee. (2012). An Exploratory Study on Addictive Use of Smartphone. CyberPsychology and Behavior, Vol. 8 No. 5. Korea : Cheoungju University Press
Youarti, I. E., & Hidayah, N. (2018). Perilaku phubbing sebagai karakter remaja generasi Z. Jurnal Fokus Konseling, 4(1).
Yusnita, Y., & Syam, M. H. (2017). Pengaruh perilaku phubbing akibat penggunaan smartphone berlebihan terhadap interaksi sosial mahasiswa. Jurnal Ilmiah mahasiswa Fisip Unsyiah, 2(3), 2017.
60 Phubbing & Komunikasi Sosial
GLOSARIUM
Adiksi : kecanduan atau ketagihan. Hal ini dapat berlaku pada
obat ataupun bentuk lain seperti teknologi adiksi smartphone : kecanduan terhadap smartphone. Kecan-
duan ini yang memiliki kemungkinan menjadi masalah sosial karena menandakan beberapa karakteristik kecanduan seperti intoleransi, penarikan diri, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, dan gangguan kontrol impuls.
Antecedent : sebuah kegiatan/perilaku yang menjadi penyebab munculnya perilaku baru pada individu
autonomy : Sikap individu yang bebas mengintegrasikan apa yang akan dilakukan oleh dirinya sendiri tanpa ada dorongan dari orang lain. Hal ini bagian dari self yang menjadi aspek dari FoMO pada individu
Competence : merupakan suatu keinginan individu untuk beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan se-kitarnya untuk mencapai suatu tantangan. Sikap ini merupakan bagian dari self yang menjadi aspek dari FoMO pada individu.
Cyberspace-oriented Relationship : gambaran hubungan seseorang dengan teman-temannya yang diperoleh melalui smartphone lebih intim daripada hubungannya dengan teman-teman di kehidupan yang riil atau nyata, mengalami perasaan kehilangan yang tidak terkontrol ketika tidak dapat menggunakan smartphone. Perilaku ini merupakan bagian dari dimensi adiksi smartphone
Daily – life disturbance : gangguan kehidupan sehari-hari sebagai bagian dimensi dari adiksi terhadap smartphone
61
Empati (Empaty) : kemampuan untuk merasakan seperti apa yang dirasakan orang lain, suatu perasaan bersama perasaan orang lain, mencoba merasakan dalam rasa yang sama dengan perasaan orang lain
FoMO (fear of missing out) : suatu ketakutan yang dialami seseorang saat kehilangan sesuatu yang berharga dan tidak dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lain di media sosial
Interaksi sosial : hubungan antar manusia yang menghasilkan sauatu proses pengaruh memengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktrur sosial
Interpersonal Conflict : Konflik interpersonal adalah pertentangan atau konflik yang dirasakan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan
Keterbukaan (Openness) : keinginan untuk terbuka bagi sertiap orang yang berinteraksi dengan orang lain., menyampaikan informasi tentang diri sendiri yang mungkin selama ini dirahasiakan, agar lebih dapat mengenal jati diri masing-masing individu
Komunikasi : sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seorang kepada orang lain melalui cara tertentu sehingga orang tersebut dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi
Kontak Sosial : berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh
Nomophobia : merupakan kepanjangan dari no-mobile-phone adalah suatu sindrom kegelisahan jika jauh dari telepon genggam
Over Use : Bagian dari dimensi adiksi smartphone. Yakni igambaran perilaku penggunaan smartphone yang tidak terkendali. Individu lebih selalu melakukan penelusuran menggunakan smartphone terhadap segala kebutuhannya dari pada meminta bantuan orang lain secara riil
62 Phubbing & Komunikasi Sosial
Phubbee : orang yang menerima perilaku Phubbing Phubber : Individu yang berperilaku phubbing Phubbing : berasal dari gabungan dari kata “phone” dan
“snubbing” yang dapat diartikan dengan kata “telepon‟ dan “menghina”. tindakan menyakiti orang lain dalam interaksi sosial karena lebih berfokus pada ponselnya
Positive Anticipation : perasaan gembira saat menggunakan smartphone dan menyingkirkan stress dengan penggunaan smartphone serta akan merasa hampa bila tidak menggunakannya. Sikap ini merupakan bagian dari dimensi adiksi smartphone
Problem Acknowledgement : merupakan sebuah pengakuan dari individu itu sendiri bahwa individu tersebut memiliki masalah phubbin
Relatedness : sikap ini merupakan aspek dari FoMo. Yakni suatu keinginan yang dialami individu untuk memiliki hubungan dekat dengan individu yang lainnya
Self isolation : merupakan suatu kondisi dimana individu tersebut memisahkan diri dari orang lain / melarikan diri dari berbagai macam kegiatan social dan mengisolasi diri dengan cara menggunakan ponselnya
Withdrawal : penarikan diri. perilaku yang mudah marah, gelisah jika tidak menggunakan smartphone. Perilaku ini merupakan bagian dari dimensi adiksi terhadap smartphone
63
Indeks
A
Adiksi Smartphone, 10
C
Cyberspace-oriented Relationship, 11
D
Daily – life disturbance, 11
E
Empaty, 25
Equaliy, 26
F
FoMo, 9, 13
I
Interaksi Sosial, 5, 21, 22, 26, 29
Interpersonal Conflict, 18
K
Karadag, 14, 19
Komunikasi Sosial, 38, 40
Kontak Sosial, 22
Kwon, 10, 11
L
Lee, 11, 15, 16
N
Nomophobia, 17
O
Openness, 25
Over Use, 12
64 Phubbing & Komunikasi Sosial
P
Phubber, 4, 15, 16
Phubbing, 1, 4, 5, 6, 7, 9, 14, 15, 17, 19, 26, 28, 31, 32, 36, 38, 40
Positive Anticipation, 11
Positivess, 26
Problem Acknowledgement, 19
Przybylski, 13
S
Self Isolation, 19
Smartphone, 2, 5, 6, 7, 8
Suportiveness, 25
T
Tolerance, 11
V
Varoth, 15, 32, 44
W
65
BIOGRAFI PENULIS
Arifin Nur Budiono, lahir di Jember,
pada tanggal 12 bulan Desember tahun
1972. Menyelesaikan pendidikan
dasarnya di Madrasah Ibtida’iyah
Riyadlatul Uqul (MISRIU) Kepel Ampel
Wuluhan Jember tahun 1986, kemudian
melanjutkan pendidikan menengahnya di
SMPN 1 Puger Jember lulus tahun 1989. Jeda sebentar untuk
menimba ilmu di pondok pesantren Awwalu Bustanul
Karomah Jember, setelah sebelumnya nyantri di Pondok
Pesantren Al Falah Kepel Lojejer. Setelah itu baru
melanjutkan pendidikan menengahnya di Madrasah Aliyah
Ma’arif Wuluhan Jember lulus tahun 1994. Pendidikan
tinggi di tempuh di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Jember, lulus tahun 1999. Untuk
menambah pengetahuan tentang psikologi sebagai minat
yang muncul sedari kecil, maka melanjutkan pada
pendidikan pasca sarja di Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran Bandung lulus tahun 2005. Selanjutnya untuk
menambah wawasan, maka melanjutkan menimba ilmu
psikologi di Fakultas Psikologi UM Jember, lulus tahun
2020. Sejak tahun 2005 mengabdi di Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Islam Jember, pada program
studi Bimbingan dan konseling.