Pemilihan material dan pembuatan casing pompa air isuzu ...

30
4. ANALISA DATA 4.1. Redesain Casing Pompa Air Isuzu Panther 4.1.1. Casing Pompa Air Isuzu Panther Casing pompa air ini tidak melakukan kerja tetapi menerima kerja. Kerja yang diterima oleh casing ini, yaitu air bertekanan yang dihasilkan oleh impeller. Fungsi dari casing ini adalah mempertahankan tekanan air yang dihasilkan oleh impeller. Casing pompa air ini diduga terbuat dari besi tuang kelabu ASTM A 48 kelas 40. Besi tuang ini dapat memiliki sifat yang harus dimiliki oleh casing, yaitu tahan terhadap tekanan dan machinability yang baik. Proses pembuatan casing pompa air ini dengan proses pengecoran cetakan pasir. Setelah produk dinyatakan baik maka produk tersebut dilakukan proses machining. Proses machining ini untuk menghaluskan permukaan yang dibutuhkan dan membuat lubang baut. Pada penutup casing dibuat dengan proses drawing. Penutup casing ini memiliki laju korosi yang cukup rendah karena air bertekanan yang dihasilkan impeller tidak secara langsung mengenai bagian plat. Kendala yang dimiliki oleh casing yang ada saat ini, yaitu berat dan korosi. Casing dan penutup casing yang akan dibuat pada gambar 4.1. dan gambar 4.2. Gambar 4.1. Casing Pompa Air dan Potongan 33 Universitas Kristen Petra

Transcript of Pemilihan material dan pembuatan casing pompa air isuzu ...

4. ANALISA DATA

4.1. Redesain Casing Pompa Air Isuzu Panther

4.1.1. Casing Pompa Air Isuzu Panther

Casing pompa air ini tidak melakukan kerja tetapi menerima kerja. Kerja

yang diterima oleh casing ini, yaitu air bertekanan yang dihasilkan oleh impeller.

Fungsi dari casing ini adalah mempertahankan tekanan air yang dihasilkan oleh

impeller. Casing pompa air ini diduga terbuat dari besi tuang kelabu ASTM A 48

kelas 40. Besi tuang ini dapat memiliki sifat yang harus dimiliki oleh casing, yaitu

tahan terhadap tekanan dan machinability yang baik.

Proses pembuatan casing pompa air ini dengan proses pengecoran

cetakan pasir. Setelah produk dinyatakan baik maka produk tersebut dilakukan

proses machining. Proses machining ini untuk menghaluskan permukaan yang

dibutuhkan dan membuat lubang baut. Pada penutup casing dibuat dengan proses

drawing. Penutup casing ini memiliki laju korosi yang cukup rendah karena air

bertekanan yang dihasilkan impeller tidak secara langsung mengenai bagian plat.

Kendala yang dimiliki oleh casing yang ada saat ini, yaitu berat dan korosi.

Casing dan penutup casing yang akan dibuat pada gambar 4.1. dan

gambar 4.2.

Gambar 4.1. Casing Pompa Air dan Potongan

33 Universitas Kristen Petra

34

Gambar 4.2. Penutup Casing Pompa Air dan Potongan

4.1.2. Persyaratan dan Spesifikasi Casing Pompa Air Isuzu Panther

Persyaratan yang harus dimiliki oleh casing pompa air ini agar dapat

berfungsi adalah:

1. Bentuk bagian dalam casing pompa (rumah keong).

2. Dimensi lubang baut.

3. Tidak bocor apabila casing dan penutupnya digabungkan.

Spesifikasi yang harus dimiliki oleh casing pompa air ini harus sesuai

dengan sifat-sifat casing pompa yang baik antara lain: (Karasik, Igor J., 2001, p.

5.28)

1. Tahan terhadap tekanan.

2. Tahan korosi.

3. Machinability yang baik.

Justifikasi dipusatkan pada pemilihan material pengganti besi tuang.

Dimana pemilihan material pengganti besi tuang dapat memenuhi sifat-sifat

casing yang baik, mengurangi laju korosi, dan untuk mereduksi berat total dari

benda yang dicor secara keseluruhan. Selain produk cor yang telah selesai dibuat,

apabila dirakit dengan bagian lain dari pompa dapat bekerja dengan maksimal.

4.1.3. Redesain Material

Lingkungan kerja bagian dalam casing pada pompa air mobil sangat

rentan terjadinya korosi karena bagian dalam casing selalu terendam air. Casing

Universitas Kristen Petra

35

yang tersedia sekarang ini terbuat dari besi tuang. Pada penutup casing terbuat

dari plat besi. Kedua material tersebut akan menyebabkan korosi yang berakibat

terjadinya erosion corrosion sehingga dibutuhkan material yang tidak mudah

korosi. Material alternatif pengganti harus dapat mengurangi laju korosi dan lebih

ringan dari besi tuang dan plat besi sehingga dapat mengurangi beban kerja mesin.

Berdasarkan kebutuhan kondisi kerja diatas maka akan dipilih material

yang dapat memenuhi kondisi kerja tersebut. Material alternatif pengganti akan

mempertimbangkan beberapa logam yang dapat mengganti bahan besi tuang.

Logam yang akan dibandingkan adalah logam aluminium dan kuningan.

Pemilihan aluminium sebagai logam pengganti berdasarkan

perkembangan otomotif sekarang yang berorientasi pada pada penggunaan

aluminium untuk mereduksi berat pada mobil sampai dengan 50% tetapi tetap

memperhatikan faktor keselamatan, performa dan biaya dari mobil itu sendiri

(Spada, p. 1). Pada tahun 2008 salah satu komponen mobil yang akan dibuat dari

aluminium adalah pompa air mobil seperti yang terlihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Forecast of Cast Aluminum Use By Component in 2008

Component % Using Cast

Aluminium by 2008 Rocker Arm Cover 25

Rocker Arm 30 Master Cylinder 60

Disc Brake Calipers 8 Disc Brake Rotors 8

Water Pump and Oil Pump Housings 50 Steering Knuckle 10

Suspension Control Arms 10 Differential Carrier Cover 10

Accelerator Pedal 10 Whell Brake Cylinder Body 30

Sumber: Stratecasts Inc., Ft. Myers, Florida, dikutip oleh Alfred T. Spada,

Daimler-Chrysler’s Prowler is a showcase for aluminum, including the cast brake

rotors that provide a 50% weight reduction, p.1. http://Search of Light-Weight

Components.htm

Universitas Kristen Petra

36

Aluminium yang akan dipilih sebagai material pengganti adalah

aluminium paduan silikon yang termasuk seri 4XX.X. Paduan silikon biasanya

digunakan untuk komponen otomotif yang dibuat dengan proses pengecoran,

selain itu penggunaan aluminium silikon juga mempunyai keuntungan yaitu

(R.Cornell, 1999, p. 261):

- Menambah sifat kekerasan pada aluminium.

- Mempunyai low density (2,34 g.cm-3) sehingga mempunyai keuntungan untuk

mereduksi berat total dari benda yang dicor secara keseluruhan.

Sifat tahan korosi aluminum diperoleh dari terbentuknya lapisan oksida

aluminium dari permukaan aluminium. Lapisan oksida ini melekat pada

permukaan dengan kuat dan rapat serta stabil (tidak bereaksi dengan

lingkungannya) sehingga melindungi bagian dalam. Adanya lapisan oksida ini

satu pihak dapat mengakibatkan tahan korosi tetapi di lain pihak menyebabkan

aluminium sulit untuk dilas dan disolder. Pengadaan material dipasaran yang

tersedia saat ini adalah ADC-12 maka material ini digunakan sebagai pengganti

aluminium tipe 4XX.X. Aluminium 4XX.X dan ADC-12 harus dibandingkan

karena ADC-12 dapat menggantikan tipe 4XX.X atau tidak yang dapat dilihat

pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perbandingan Properti Aluminium 4XX.X dan ADC-12

Sumber: Davis, J.R., Metals Handbook Desk Edition (2nd ed), 1998, p. 433

Unsur Si pada ADC-12 lebih tinggi karena material ini digunakan untuk

proses pengecoran dengan metode diecast yang membutuhkan castability yang

lebih tinggi daripada dengan metode cetakan pasir. Nilai dari unsur Si pada ADC-

12 yang lebih tinggi dapat meningkatkan castability tetapi kekerasannya juga

Komposisi (%)

Material

Si Fe Cu Mn Mg Sn Zn

4XX.X 7-8 0,0-0,4 3-4 0,5 0,25-0,35 - -

ADC-12 10,98 0,824 2,234 0,077 0,2450 0,0174 0,12

Universitas Kristen Petra

37

meningkat. Tingginya kandungan Si juga diimbangi dengan nilai Mg yang besar

sesuai dengan range tipe 4XX.X. Fungsi dari unsur Mg ini untuk mengurangi

kemungkinan cracking, intergranural corrosion, dan menurunkan kekuatan.

Unsur Cu pada material 4XX.X lebih tinggi dibandingkan tipe ADC-12 karena

adanya perlakuan hardening. Unsur Fe pada tipe ADC-12 tidak terlalu berbeda

jauh nilainya dengan ketentuan kandungan maksimal nilai unsur Fe sebesar 0,8%

pada aluminium paduan sehingga tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap

produk cor. Unsur Zn ADC-12 lebih tinggi dari tipe 4XX.X yang berarti sifat

fluiditas materialnya lebih baik. Kandungan Mn pada tipe ADC-12 memiliki nilai

lebih rendah dibanding tipe 4XX.X. Unsur Mn ini berfungsi untuk menurunkan

kekerasan tetapi pada tipe ADC-12 nilai dari Mn kecil sehingga tidak

mempengaruhi terlalu besar terhadap produk cor. Berdasarkan alasan di atas maka

ADC-12 dapat digunakan sebagai material alternatif untuk mengganti tipe

4XX.X.

Kuningan yang dipilih sebagai material pembanding adalah kuningan

tipe C85400. Pemilihan kuningan tipe ini berdasarkan penggunaan sebagai

berikut (Davis, 1998, p. 521):

- Aplikasi kerja didalam air yang membutuhkan ketahanan korosi termasuk

peralatan kapal

- Cooling system pada otomotif.

Perbandingan properti dari material aluminium dan kuningan yang

digunakan proses sand casting pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Perbandingan Properti Aluminium ADC-12 dan Kuningan C85400

Sumber: Davis, J.R., Metals Handbook Desk Edition (2nd ed), 1998, p. 521

Komposisi (%)

Material

Si Fe Cu Mn Mg Sn Zn Pb

ADC-12 10,98 0,824 2,234 0,07 0,245 0,0174 0,895 -

C85400 0,05 0,7 70-74 - - 0,5-1,5 24-32 1,5-3,8

Universitas Kristen Petra

38

Pada logam C85400 termasuk kuningan jenis Yellow Brass dimana

unsur paduan yang dominan adalah Cu antara 70 – 74% dan unsur Zn antara 24 –

32%. Hal ini berbeda dengan logam aluminium dimana yang menjadi unsur utama

untuk jenis casting adalah Si, Cu dan Mn. Unsur-unsur pada kuningan memiliki

perbedaan fungsi dengan unsur yang terdapat pada aluminium paduan perbedaan

fungsi unsur adalah sebagai berikut (Ashby, 1991, p. 1107):

- Unsur Al pada aluminium paduan adalah sebagai unsur paduan utama yang

besarnya antara delapan puluh sampai sembilan puluh persen lebih, sedangkan

pada kuningan fungsi unsur Al adalah untuk meningkatkan kekerasan dan juga

menambah ketahanan korosi .

- Unsur Si pada kuningan berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap

korosi sedang pada aluminium berfungsi untuk menambah kemampuan

castability.

- Unsur Zn pada kuningan berfungsi untuk menaikan sifat mekanis yaitu

kekuatan tekan, keuletan, kekerasan dan kemampuan permesinan. Sedangkan

pada aluminium lebih berfungsi untuk meningkatkan fluiditas logam.

- Unsur Fe pada kuningan mempunyai fungsi yang sama dengan aluminium

untuk meningkatkan kekuatan tarik.

Pemilihan material pengganti besi tuang diprioritaskan pada lima faktor,

dengan prioritas persentase sebagai berikut :

1. Castability (35%)

Faktor Castability diberi bobot tertinggi yaitu sebesar 35% dengan

pertimbangan material alternatif yang dipilih mempunyai kemampuan

castability yang tinggi. Apabila dilihat dari fluidity (kemampuan cairan logam

untuk mengisi rongga cetakan) maka aluminium tipe ADC-12 lebih baik

dibandingkan kuningan tipe C84500 menurut tabel peringkat dimana ADC-12

mendapat nilai 1 sedangkan C84500 mendapat nilai 6 (Davis, 1998, p. 534).

Pernyataan diatas diperkuat dengan unsur silikon yang cukup besar yaitu

10,98%. Unsur silikon pada aluminium berfungsi untuk meningkatkan

castability (Brown, 2000, p. 107), sedangkan pada kuningan unsur yang

mempengaruhi castability adalah Mg (Ashby, 1991, p. 1107). Unsur Mg pada

kuningan tipe C85400 sangat kecil sehingga pada tabel properti unsur

Universitas Kristen Petra

39

komposisi tidak dicantumkan besarnya. Jain berpendapat (tabel 2.3.) bahwa

besi tuang kelabu mempunyai kemampuan castability setara dengan kuningan

(dinilai baik), sedangkan aluminium dinilai lebih rendah. Pada tabel tersebut

juga tidak diketahui seri aluminium dan kuningan yang digunakan. Sementara

itu, Davis memberikan penilaian yang berbeda, dimana castability aluminium

lebih tinggi dibandingkan kuningan. Oleh karena itu, scoring pada tabel 4.4.

didasarkan pada penilaian Davis khususnya aluminium dan kuningan (Davis,

1998, p. 534).

2. Strenght to weight ratio (25%)

Penentuan nilai 25% berdasarkan kebutuhan otomotif yang menitikberatkan

Strenght to weight ratio untuk memilih material yang digunakan untuk

membuat komponen otomotif. Material yang dipilih memiliki Strenght to

weight ratio yang lebih tinggi di banding material alternatif yang lain sebagai

pengganti besi tuang.

Nilai faktor strenght to weight ratio pada aluminium adalah:

- Berat casing menggunakan material aluminium adalah: 0,929 kg

- Besar tensile strength aluminum tipe ADC-12 adalah: 296 Mpa

- Besar strenght to weight ratio adalah :

kgsmkg

929,0/.10.296 236

= 23 /4,174.622.318 sm=

Nilai faktor strenght to weight ratio pada kuningan adalah:

- Berat casing menggunakan material kuningan adalah: 2,9036 kg

- Besar tensile strength kuningan tipe C85400 adalah: 234 Mpa

- Besar strenght to weight ratio adalah :

kgsmkg

9036,2/.10.234 236

= 23 /89,612.589.80 sm=

Nilai faktor strength to weight ratio pada besi tuang kelabu adalah:

- Berat casing menggunakan material besi tuang kelabu adalah: 2,5 kg

- Besar tensile strength besi tuang kelabu adalah: 276 MPa

- Besar strenght to weight ratio adalah:

kgsmkg

5,2/.10.276 236

= 23 /000.400.110 sm=

Universitas Kristen Petra

40

Perhitungan diatas diketahui Nilai faktor strenght to weight ratio aluminium

lebih tinggi dari kuningan dan besi tuang kelabu.

3. Korosi (15%)

Karena kondisi kerja casing bagian dalam yang selalu terendam air maka

korosi juga menjadi faktor yang harus diprioritaskan. Pemberian nilai

persentase bobot faktor korosi lebih rendah dari kedua faktor diatas karena

dua material alternatif yaitu aluminium dan kuningan sama-sama memiliki

ketahanan korosi yang hampir sama baiknya. Pada perbandingan ketahanan

korosi antara aluminium paduan pada salt spray test, tipe ADC-12 mendapat

nilai 2 yang berarti cukup baik untuk ketahanan korosinya (Davis, 1998, p.

490). Kuningan C85400 unsur silikon 5% sudah lebih dari cukup memenuhi

ketentuan ketahanan korosi dengan penambahan silikon minimal sebesar 4%

dari berat total (Ashby, 1991, p.1107). Kuningan tipe ini juga dapat digunakan

pada peralatan kapal. Jadi, secara general purpose C85400 ketahanan

korosinya lebih tinggi daripada ADC-12 melihat dari kemampuannya untuk

aplikasi di laut. Lingkungan kerja casing tidak pada air laut maka kemampuan

kedua jenis material ini dalam hal ketahanan korosi dianggap sama yaitu pada

lingkungan kerja otomotif. Besi tuang kelabu mempunyai laju korosi yang

paling tinggi dibandingkan dengan material lainnya berdasarkan hasil test laju

korosi pada lampiran 4. Besi tuang kelabu jika dilihat secara general purpose

memiliki ketahanan korosi yang rendah dibandingkan aluminium dan

kuningan.

4. Machinability (15%)

Nilai persentase bobot faktor machinability hanya 15%, karena pada produk

cor yang telah selesai dituang permesinan yang tidak rumit yaitu drilling

untuk membuat lubang baut dan membuat ulir baut. Proses bubut untuk

menepatkan diameter lubang bearing, poros bearing dan bagian rumah keong.

Aluminium tipe ADC-12 memiliki nilai kekerasan 85 HB dengan elongation

at break pada 50mm sebesar 2,5%, sedangkan kuningan tipe C85400 memiliki

memiliki nilai kekerasan 50 HB dengan elongation at break pada 50mm

sebesar 35 %, ini berarti machinability ADC-12 lebih rendah dibandingkan

C85400 karena kekerasannya lebih tinggi dan elongation at break pada 50mm

Universitas Kristen Petra

41

hanya sebesar 2,5% sangat rendah dibanding tipe C85400 sebesar 35%

(www.MatWeb.com). Hal ini juga diperkuat dengan tabel peringkat

machinability dimana untuk ADC-12 memperoleh nilai 4 yang berarti

machinability sangat rendah (Davis, 1998, p. 490). Berdasarkan tabel 2.3.,

besi tuang kelabu mempunyai kemampuan machinability baik.

5. Biaya (10%)

Untuk faktor biaya mendapat bobot 10% karena yang menjadi landasan utama

penilaian menitikberatkan pada castability, reduksi berat dan ketahanan

korosi. Faktor lain yang menjadi dasar penentuan besar nilai faktor biaya

terhadap pemilihan material alternatif dipertimbangkan setelah ketiga faktor

diatas. Pertimbangan lain yang menyangkut faktor biaya adalah:

- Konsumsi bahan bakar yang digunakan untuk melebur material.

- Harga material.

Temperatur penuangan aluminium lebih rendah dari kuningan dan besi tuang

dimana untuk aluminium antara 650-7500C, untuk kuningan 980-12000C dan

besi tuang 1250-14500C berarti konsumsi bahan bakar yang diperlukan untuk

meleburkan aluminium lebih sedikit dari pada kuningan dan besi tuang. Untuk

harga ingot aluminium lebih murah yaitu sekitar Rp 18.695,-/kg sedangkan

harga ingot kuningan sekitar Rp 50.000,-/kg dan harga ingot besi tuang sekitar

Rp 7.000,-/kg.

Pemilihan material dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Pemilihan Material

Aluminium

Kuningan

Besi Tuang Kriteria

Bobot (%) Weight Score Weight Score Weight Score

Castability 35 5 1,75 3 1,05 5 1,75 Strenght to weight ratio 25 7 1,75 3 0,75

5

1,25

Korosi 15 5 0,75 5 0,75 3 0,45 Machinability 15 3 0,45 5 0,75 5 0,75

Biaya 10 5 0,5 3 0,3 5 0,5 Total 100 5,2 3,6 4,7

Universitas Kristen Petra

42

Keterangan : 1 = Sangat buruk 5 = Baik

3 = Buruk 7 = Sangat baik

Berdasarkan tabel score, nilai aluminium adalah 5,2; nilai kuningan

adalah 3,6 dan besi tuang adalah 4,7. Aluminium dapat dipilih sebagai material

alternatif pengganti besi tuang.

4.1.4. Redesain Proses Produksi

Proses produksi produk yang lama dan yang baru sama yaitu

menggunakan penggunaan pengecoran cetakan pasir. Tetapi perbedaan proses

produksi yang lama dan yang baru adalah pola yang digunakan. Pada proses

produksi yang lama menggunakan pola logam. Karena produk tersebut diproduksi

secara massal. Sedangkan produk yang baru menggunakan pola resin. Karena

produk yang baru ini diproduksi tidak lebih dari seratus produk.

Untuk pemilihan jenis pola yang digunakan mempertimbangkan beberapa

faktor dengan prioritas persentase sebagai berikut:

1. Kemudahan pengerjaan.

Kemudahan pengerjaan menjadi prioritas utama dalam pertimbangan bobot

nilai sebesar 30%, karena faktor ini berpengaruh pada ketepatan dimensi pola

untuk menghasilkan produk cor sesuai dengan ukuran dan bentuk sebenarnya.

2. Berat

Faktor berat diberi bobot nilai 20%. Berat sangat berpengaruh pada saat

pembuatan cetakan yaitu pada saat mengangkat pola baik saat akan membuat

cetakan maupun sudah selesai mencetak. Pola yang terlalu berat mengalami

kesulitan diangkat dari rongga cetakan. Ketidakstabilan pada saat mengangkat

pola akibat berat, dapat merusak permukaan cetakan karena bersentuhan pada

waktu pola diangkat.

3. Lama pengerjaaan

Lama pengerjaan pembuatan cetakan merupakan penentu apakah produk yang

akan dibuat dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Faktor ini diberi bobot sebesar 20%.

Universitas Kristen Petra

43

4. Lama Pemakaian.

Pada saat pemilihan pola yang akan digunakan salah satu faktor yang

dipertimbangan dalam pemilihan pola adalah lama pemakaian. Lama

pemakaian suatu pola berkaitan dengan berapa kali pola itu dipakai untuk

membuat cetakan. Untuk lama pemakaian diberi bobot 15%

5. Biaya.

Faktor biaya diberi bobot 15 %. Dasar pertimbangan bobot sebesar 15%

karena faktor biaya merupakan pertimbangan terakhir setelah melihat keempat

faktor diatas. Selain itu, faktor biaya juga menentukan biaya produksi produk

cor.

Pemilihan jenis pola yang akan digunakan untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Pemilihan Jenis Pola

Kayu Epoxy Resin Logam

Kriteria Bobot(%) Weight Score Weight Score Weight Score

Kemudahan Pengerjaan 30 3 0,9 5 1,5 1 0,3

Berat 20 5 1 5 1 3 0,6 Lama Pengerjaan 20 3 0,6 5 1 1 0,2

Durability 15 3 0,45 3 0,45 7 1,05 Biaya 15 3 0,45 5 0,75 1 0,15 Total 100 3,4 4,7 2,3

Keterangan : 1 = Sangat buruk

3 = Buruk

5 = Baik

7 = Sangat baik

Berdasarkan tabel score di atas, nilai pola kayu adalah 3,4; nilai pola epoxy resin

adalah 4,7 dan nilai pola logam adalah 2,3. Pola epoxy resin dapat digunakan

sebagai material pembuatan pola casing pompa air.

Pada penutup casing produk lama menggunakan proses drawing. Proses

ini dipilih membuat penutup dari plat besi karena diproduksi secara massal.

Sedangkan, produk yang baru ini menggunakan laser cutting karena produk ini

hanya dibuat sedikit dan membutuhkan waktu yang cepat serta biaya yang relatif

murah

Universitas Kristen Petra

44

4.2. Perencanaan Proses Produksi

4.2.1. Desain Pola

Pola yang akan digunakan dalam pembuatan produk cor ini adalah pola

resin. Jenis pola yang digunakan adalah pola tunggal dan pola belah dengan

menggunakan match-plate yang terbuat dari kayu. Pola belah pada produk cor

casing ini adalah pada bagian pipa penghubung selang ke radiator yang bentuknya

agak miring. Pola belah ini digunakan agar pipa tersebut memiliki kepresisian

yang baik. Pola ini dipilih karena dengan pertimbangan antara lain:

- Proses pembuatannya lebih mudah dibandingkan pola kayu dilihat dari bentuk

produk cor.

- Waktu pengerjaannya tidak terlalu lama.

- Biayanya lebih murah.

- Cocok untuk produksi sedikit.

Langkah-langkah pembuatan pola epoxy resin untuk casing pompa air

Isuzu Panther sebagai berikut:

1. Menutup bagian lubang-lubang produk cor yang lama. Lubang pada casing ini

ditutup untuk memudahkan pengerjaaan produk. Pembuatan lubang akan

dilakukan pada proses permesinan dengan drilling. Penutupan lubang ini akan

diperlihatkan pada gambar 4.3. dan gambar 4.4.

2. Meletakkan produk cor tersebut di atas plate dan membuat pola belah pada

bagian pipa penghubung ke selang radiator. Setelah itu, produk dilapisi

dengan mirror wax dengan tujuan agar tidak lengket saat menempel dengan

epoxy resin dan memudahkan untuk mengangkat pola dari rangka produk cor

dan resin dapat dilepas. (Gambar 4.5.)

Gambar 4.3. Produk Cor Lama Bagian Depan

Universitas Kristen Petra

45

Gambar 4.4. Produk Cor Lama Bagian Dalam

Gambar 4.5. Produk Cor Pada Plate

3. Membuat rangka dari kayu untuk bentuk negatif bagian depan casing.

(Gambar 4.6.)

Gambar 4.6. Pembuatan Rangka pada Pola Negatif Casing

4. Menuangkan campuran epoxy resin keseluruh permukaan casing bagian depan

dan menambahkan serat fiber dan potongan kayu kecil yang berfungsi untuk

memperkuat bentuk negatif dari casing. (Gambar 4.7. dan gambar 4.8.)

Universitas Kristen Petra

46

Gambar 4.7. Menuangkan Epoxy Resin

Gambar 4.8. Penambahan Serat Fiber

5. Pengeringan dilakukan dengan bantuan sinar matahari kurang lebih 2 jam.

(Gambar 4.9.)

Gambar 4.9. Bentuk Negatif Yang Dikeringkan

6. Pemisahan pola asli dari epoxy resin dilakukan dengan cara dipukul-pukul

pelan setelah pola kering. Bentuk negatif dari casing pompa bagian atas dapat

dilihat pada gambar 4.10.

Universitas Kristen Petra

47

Gambar 4.10. Bentuk Negatif Casing Pompa

7. Pembuatan rangka dari kayu yang akan digabungkan dengan bagian depan

casing. Campuran epoxy resin dituangkan keseluruh permukaan casing bagian

dalam dan menambahkan serat fiber, maupun potongan kayu kecil yang

berfungsi untuk memperkuat bentuk negatif dari casing. (Gambar 4.11.)

8. Bentuk negatif dibuka untuk mengambil produk cor lama. (Gambar 4.12.)

9. Pola negatif dari casing ditangkupkan dengan dempul dan dilubangi sedikit

untuk mengisi epoxy resin. Sebelum ditangkupkan bagian dalam dari pola

negatif ini dilapisi dengan mirror wax dengan tujuan agar tidak lengket dan

memudahkan untuk mengambil pola positif dari pola negatif.

Gambar 4.11. Menuangkan Epoxy Resin Dan

Penambahan Serat Fiber Bagian Dalam Casing

Universitas Kristen Petra

48

Gambar 4.12. Pola Negatif Casing Pompa

10. Pola negatif yang telah kering dibuka untuk mengeluarkan pola positif casing.

11. Pola positif yang telah jadi apabila ada yang rusak diperbaiki dengan dempul

dan dihaluskan. Setelah itu, pola positif ditempelkan di match-plate. (Gambar

4.13. dan gam 4.14.)

Gambar 4.13. Pola Positif Bagain Depan

Gambar 4.14. Pola Positif Bagian Dalam

Universitas Kristen Petra

49

4.2.2. Layout Cetakan

Merencanakan layout cetakan adalah langkah awal dalam pembuatan

pola dengan menggunakan match-plate. Pertimbangan yang dipilih dalam

merencanakan layout casing ini adalah sebagai berikut:

- Pembuatan runner, gate dan sprue seminimal mungkin agar tidak banyak

membuang logam cair. (Gambar 4.15.)

- Match-plate dibuat dengan ukuran standart 435 × 320 mm, sesuai dengan

ukuran standar dari cope dan drag.

- Pembuatan cetakan inti. (Gambar 4.16. dan 4.17.)

Gambar 4.15. Pola Casing

Gambar 4.16. Cetakan Inti Untuk Saluran Air

Universitas Kristen Petra

50

Gambar 4.17. Cetakan Inti Untuk Rumah Bearing dan Seal

4.2.3. Perhitungan Sistem Saluran

1) Langkah awal dalam perhitungan sistem saluran adalah menghitung laju

penuangan logam. Laju penuangan logam dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 2-1.

WbR =

Dimana: R = laju penuangan logam (kg/s)

b = tebal dinding cetakan, diambil 0,47 karena lebih dari 12 mm

W = berat produk cor (kg)

Dengan menggunakan bantuan perhitungan dari program Mechanical Desktop

dan diambil massa jenis aluminium paduan adalah 2,71× 103 kg/m3, maka

didapatkan berat, volume dan luas permukaan pola casing pompa seperti

terlihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Berat, Volume Dan Luas Permukaan Pola Casing Pompa

Keterangan Casing Pompa

Berat 0,929 kg

Volume 342813,8482 mm3

Luas Permukaan 125035,1453 mm2

Universitas Kristen Petra

51

Maka nilai laju penuangan logam (R):

453,09638,047,0929,047,0 =×==R kg/s

Jadi, laju penuangan logam (R) adalah sebesar 0,453 kg/s.

2) Nilai dari laju penuangan logam diatas selanjutnya dapat digunakan untuk

menghitung laju penuangan yang di-adjust. Laju penuangan yang di-adjust

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2-2.

ckRRa.

=

Dimana: Ra = laju penuangan yang di-adjust (kg/s)

k = 1, karena berkaitan dengan fluiditas logam

c = 0,75, karena sprue berbentuk lurus

Maka nilai laju penuangan yang di-adjust (Ra):

604,075,01

453,0=

×=Ra kg/s

Jadi, laju penuangan logam yang di-adjust (Ra) adalah sebesar 0,5657 kg/s.

3) Menghitung tinggi sprue efektif berdasarkan penempatan pola dalam rongga

cetakan dengan menggunakan persamaan 2-3.

cahH.2

2

−=

Dimana: H = tinggi sprue efektif (cm)

h = tinggi sprue (cm)

c = tinggi total rongga cetakan (cm)

a = tinggi rongga cetakan pada kerangka atas (cm)

Adapun tinggi sprue yang digunakan adalah 120 mm. Tinggi total rongga

cetakan 80 mm dan tinggi rongga cetakan pada kerangka atas 80 mm. Maka

tinggi sprue efektif adalah:

801606400120

80280120

.2

22

=−=×

−=−=c

ahH mm

Jadi, tinggi efektif sprue yang digunakan adalah 80 mm.

Universitas Kristen Petra

52

4) Dari nilai perhitungan diatas yaitu perhitungan laju penuangan yang di-adjust

(Ra) dan tinggi sprue efektif (H), maka dapat dicari nilai luas sprue base

dengan menggunakan persamaan 2-4.

HgdRaAs

..2=

Dimana: As = luas sprue base (cm2)

Ra = laju penuangan yang di-adjust (kg/s)

d = density aluminium paduan = 2,71.103 kg/m3

g = gravitasi = 9,81 m/s2

H = tinggi sprue efektif (cm)

Maka luas sprue base adalah:

33 108081,921071,2604,0

−×××××=As

5696,12710604,0

×=As

253,12710604,0×

=As

63,3395604,0

=As

410779,1 −×=As m2

779,1=As cm2

Jadi, luas sprue base minimum adalah sebesar 1,779 cm2. Karena faktor

pembuatan sistem saluran agar mudah, maka dibuat sprue base dengan

diameter 4 cm, jadi luas sprue base adalah 12,56 cm2.

5) Menghitung luas runner dan gate dengan menggunakan gating ratio 1:2:2.

Maka dalam perhitungan didapatkan luas runner 12,25256,12 =×= cm2, dan

luas gate 12,25256,12 =×= cm2.

6) Menghitung besar diameter riser dengan menggunakan metode Chvorinov’s,

dimana dalam mencari harga riser dengan menentukan terlebih dahulu harga

dari perbandingan volume produk dengan luas total produk yang terkena pasir

Universitas Kristen Petra

53

cetak atau biasa disebut Casting Modulus ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

AV . Casting Modulus dapat

dipakai untuk menentukan dimensi riser. Riser ini berfungsi untuk mencegah

cacat penyusutan (shrinkage) pada produk cor. Oleh karena itu diperlukan

ukuran yang tepat dalam membuat riser. Besar diameter riser ini dapat dicari

dengan menggunakan persamaan 2-5.

bendaAVriser

AV

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ %115

bendariserHrHr

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛1453,1250358482,34281315,1

...2.. 2

ππ

( )742,215,12

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ r

1533,32

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ r

3066,6=riserr

6132,12=riserd mm

Jadi, dapat digunakan riser dengan diameter sebesar 2 cm.

4.3. Hasil Perancangan dan Analisa

4.3.1. Hasil Redesain Casing Pompa Air Isuzu Panther

4.3.1.1. Hasil Redesain Casing Pompa Air Sebelum Permesinan

Lima produk cor dilakukan uji secara visual. Produk cor yang telah

selesai dibuat mengalami cacat cetakan rontok pada bagian dalam casing. Cacat

cetakan rontok ini disebabkan penumbukan pasir yang tidak cukup kuat atau

penarikan pola yang tidak hati-hati. Cacat hot tears yang merupakan tujuan utama

dalam visual inspection tidak terjadi. Cacat yang terjadi pada casing dapat dilihat

pada gambar 4.18.

Universitas Kristen Petra

54

Gambar 4.18. Cacat Cetakan Rontok pada Casing Sebelum Pemersinan

4.3.1.2. Hasil Redesain Casing Pompa Air Sesudah Permesinan

Casing yang telah selesai di-machining dilakuan uji visual. Pada casing

tersebut terdapat cacat porositas dan blowhole pada bagian rumah bearing dan

rumah seal yang telah di-machining dengan proses bubut. Pembuatan inti yang

terlalu padat menyebabkan gas terperangkap. Gas yang telah terperangkap

mengakibatkan cacat porositas dan blowhole. Untuk menghilangkan cacat tersebut

maka waktu pembakaran inti dipersingkat dari ±10 menit menjadi ± 8 menit. Hasil

yang didapatkan adalah tidak ada cacat porositas dan blowhole (Gambar 4.21. dan

4.22.). Hasil casing yang terdapat cacat porositas dan blowhole adalah dua dari

empat produk. Hasil dari cacat yang terjadi pada casing sesudah permesinan dapat

dilihat pada gambar 4.19. dan 4.20.

Gambar 4.19. Cacat Porositas pada Rumah Bearing

Universitas Kristen Petra

55

Gambar 4.20. Cacat pada Rumah Seal

Keterangan gambar: 1. Cacat Blowhole

2. Cacat Porositas

Gambar 4.21. Hasil Pengurangan dari Pembakaran Inti pada Rumah Bearing

Gambar 4.22. Hasil Pengurangan dari Pembakaran Inti pada Rumah Seal

4.3.2. Uji Redesain Casing Pompa Air Isuzu Panther

4.3.2.1. Uji Kebocoran

Uji kebocoran ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tekanan

yang dapat ditahan oleh casing. Bagian-bagian yang dirakit saat pengujian

Universitas Kristen Petra

56

kebocoran ini adalah bearing, seal, dan penutup. Langkah-langkah pengujian

kebocoran sebagai berikut:

1. Memasang bearing dan seal.

2. Lubang baut untuk melumasi bearing, lubang bypass keluaran air, dan lubang

pembuangan air pada rumah bearing ditutup dengan kertas packing.

3. Lubang masukan air utama ditutup dengan kayu yang telah dilapisi karet agar

dapat menutup rapat lubang tersebut.

4. Bagian plat penutup yang terdapat lubang keluaran air ke mesin ditutup

dengan kertas packing. Plat penutup ditangkupkan dengan casing dengan

delapan buah baut.

5. Selang dipasangkan pada pipa bypass masukan air dan sisi lainnya dipasang

pentil yang telah diclam.

6. Pentil disambungkan ke kompresor.

Perakitan alat-alat uji kebocoran dapat dilihat pada gambar 4.23.

Gambar 4.23. Perakitan Alat-Alat Uji Kebocoran

Casing pompa dimasukkan kedalam air kemudian kompresor

dinyalakan. Satu operator melihat ke pressure gage dan yang lain melihat ke

casing. Dari hasil percobaan, casing ini hanya mampu menahan tekanan sampai

20 psi (gambar 4.24.). Kebocoran ini timbul dari lubang baut, lubang bypass dan

lubang pembuangan air sehingga tekanan tidak dapat naik lagi. Pada bagian

casing itu sendiri tidak ada kebocoran maupun pada bagian casing dan plat

penutup. Jadi, casing ini aman terhadap tekanan yang diijinkan yaitu 0,9 bar (13

psi).

Universitas Kristen Petra

57

Gambar 4.24. Pressure Gate saat Uji Kebocoran

4.3.2.2. Uji Getaran

Pengujian getaran dilakukan untuk mengetahui besar getaran yang

terjadi pada casing pompa. Pengujian ini menggunakan alat IRD MECALYSYS

model 388. Gelombang peak dipilih sebagai standart pengukuran. Range

ampiltudo yang dipilih untuk melakukan pengujian adalah velocity jenis

amplitudo vs time adalah sampai 25 mm/s sesuai dengan ketentuan manual book.

Gambar alat uji dapat dilihat pada gambar 4.25.

Gambar 4.25. Alat Uji Getaran

Pengujian ini dilakukan secara bersamaan antara casing, flens, pulley dan

impeller karena pada saat bekerja bagian-bagian tersebut berputar bersamaan

dengan dihubungkan oleh sebuah bearing. Pengujian getaran ini dilakukan pada

tiga sumbu koordinat yaitu: X,Y,Z. Posisi pengujian getaran dapat dilihat pada

gambar 4.26. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.7.

Universitas Kristen Petra

58

X

Z

Y

Gambar 4.26. Posisi Pengujian Getaran pada Tiga Sumbu Koordinat

Tabel 4.7. Hasil Pengujian Getaran pada Casing

Pompa Koordinat Level (mm/s) X 5,87 Y 4,54

Besi Tuang

Z 4,47 X 4,52 Y 4,75

Aluminium I Z 4,33

X 5,06 Y 4,5

AluminiumII Z 3,78

X 4,8 Y 3,85

AluminiumIII Z 3,39

X 4,88 Y 4,02

AluminiumIV

Z 3,77

Data hasil pengujian getaran velocity – amplitudo vs time maka

didapatkan bahwa level getaran yang terjadi masih termasuk dalam severity

average (range normal) pada tabel velocity-peak yang terdapat pada buku

panduan. Ini berarti getaran yang terdapat pada casing cukup baik. Nilai

pengujian yang didapat masih dipengaruhi oleh rangka untuk menyangga pompa

air dan motor listrik yang tidak terlalu kokoh.

Selain itu, casing juga menerima beban kejut. Kekuatan casing

menerima beban kejut ini dapat dilihat dari sifat mekanik material yaitu

ketangguhan. Ketangguhan adalah kemampuan menyerap energi tanpa

Universitas Kristen Petra

59

mengakibatkan patah. Ketangguhan itu dapat ditentukan dari uji impact. Material

yang memiliki nilai lebih besar dari hasil uji impact, maka material itu semakin

tangguh. Material besi tuang kelabu memiliki uji impact sebesar 3 Joule dan

aluminium 30 Joule (Bolton W., 1985, p. 11). Material aluminium lebih tangguh

dibandingkan besi tuang kelabu sehingga aluminium lebih tahan terhadap beban

kejut.

4.4. Analisa Redesain Casing Pompa Air Isuzu Panther

4.4.1. Analisa Dimensi Casing Pompa Air

Analisa dimensi dari produk cor casing dilakukan pada:

- Diameter lubang rumah bearing, dimana diameter setelah dilakukan finishing

dengan mesin bubut adalah 39,75 mm.

- Diameter lubang seal pegas, dimana diameter setelah dilakukan finishing

dengan mesin bubut adalah 33 mm.

- Penggurangan ketinggian rumah bearing dengan mesin bubut menjadi 48

mm. Ketinggian ini disesuaikan dengan ukuran bearing.

- Pengurangan permukaan bagian bawah casing dengan mesin bubut menjadi

32,2 mm dari permukaan lubang baut ke mesin.

- Diameter lubang baut untuk pemegang ke mesin, dimana diameter setelah

dilakukan finishing dengan mesin bor adalah 10 mm dengan jumlah lima

buah.

- Diameter lubang baut untuk penutup, dimana diameter setelah dilakukan

finishing dengan mesin bor adalah 6 mm dengan jumlah tiga buah. Pengerjaan

selanjutnya adalah melakukan tapper dengan ukuran M8×1,25.

- Pembuatan lubang baut untuk melumasi bearing dengan mesin bor sebesar 6

mm. Pengerjaan selanjutnya adalah melakukan tapper dengan ukuran

M8×1,25.

- Pembuatan lubang pembuangan air pada rumah bearing sebesar 6 mm.

- Pengeboran lubang pipa bypass masukan air sebesar 15 mm.

Produk cor akan ditimbang setelah melakukan pengujian dimensi.

Perbedaan berat produk cor bahan besi tuang dan bahan aluminium paduan ini

dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pembuatan casing. Perbedaan berat

Universitas Kristen Petra

60

produk cor bahan aluminium paduan membuktikan bahwa keuntungan casing dari

bahan aluminium lebih ringan dibandingkan dengan bahan besi tuang. Material

aluminium ini dapat mereduksi berat casing hingga 64%. Perbedaan berat produk

cor dari bahan besi tuang dengan produk cor yang terbuat dari bahan aluminium

paduan dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Perbedaan Berat Casing Dari Bahan Besi Tuang dan Bahan Aluminium

Nama Benda Berat Dari Bahan Besi

Tuang (kilogram) Berat Dari Bahan Aluminium

(kilogram)

Casing pompa 2,5 0,9

4.4.2. Analisa Biaya Produksi

Analisa biaya ini dibuat untuk mengetahui besarnya ongkos produksi

dalam pembuatan casing dari bahan aluminium paduan. Analisa biaya ini dihitung

mulai dari harga bahan baku, harga pemrosesan bahan baku hingga analisa biaya

untuk proses finishing sehingga dari analisa biaya ini akan didapatkan estimasi

harga pokok casing pompa air dari bahan aluminium paduan. Biaya

diperhitungkan jika produk cor yang dibuat adalah produk masal dengan jumlah

minimal 100 produk cor. Adapun biaya yang diperlukan dalam membuat produk

cor ini antara lain:

a. Bahan baku

Disini harga bahan baku yang dipakai adalah bahan baku aluminium

ADC-12 yang masih berupa ingot aluminium dengan harga Rp 18.695,- / kg.

Aluminium ini mempunyai slag sebesar 10 %. Berat produk cor casing beserta

riser, sprue, dan runner mempunyai berat 2,25 kg. Dari angka penyusutan

aluminium sebesar 1,2 %, maka dapat diketahui berat logam cair untuk sekali

tuang yaitu 2,3 kg. Berat casing yang sudah di-machining masing-masing adalah

0,9 gram. Maka estimasi pemakaian bahan baku untuk casing adalah sebagai

beirkut: biaya bahan baku yang dikeluarkan dalam pembuatan satu produk cor

adalah 2,3 kg x Rp 18.695,- = Rp 43.000,-

b. Pembuatan Pola

Harga pembuatan pola terdiri dari:

Universitas Kristen Petra

61

- 12 kg epoxy resin (Lentonite powder, katalis, resin, dan serat fiber) Rp 300.000,-

- Dempul Rp 20.000,-

- Paku Rp 4.000,-

- Triplek Rp 40.000,-

- Lem Rajawali Rp 6.000,-

- Amplas Rp 5.000,-

- Ongkos kerja 35 hari × Rp 25000,- Rp 875.000,-

Total = Rp 1.250.000,-

Pola casing ini diestimasi untuk membuat 100 produk. Jadi, biaya pola untuk satu

produk adalah Rp 1.250.000 / 100 = Rp 12.500,-

c. Biaya operasional

Biaya operasional adalah biaya untuk proses pembuatan cetakan pasir

dan biaya untuk proses pengecoran. Biaya operasional ini dapat dibagi menjadi

dua bagian yaitu biaya tenaga kerja dan biaya minyak tanah.

- Biaya tenaga kerja

Tenaga kerja yang dibutuhkan pada pengoperasian pengecoran

aluminium ini adalah tiga orang karyawan untuk membuat cetakan pasir dan

penuangan logam cair. Setiap hari para karyawan sanggup meleburkan logam

sebanyak 50 kg dengan menggunakan minyak tanah sebanyak 20 liter. Dari 50 kg

aluminium yang dilebur terdapat slag sebesar 10 % sehingga logam cair yang

dapat dipakai untuk dituang ke cetakan pasir adalah 45 kg. Berat logam cair untuk

satu produk cor adalah 2,3 kg sehingga dari logam cair sebanyak 45 kg dapat

dibuat 19 produk cor per hari. Upah karyawan beserta uang makan per hari adalah

Rp 25.000,- per karyawan sehingga upah tiga karyawan adalah Rp 75.000,-. Upah

karyawan untuk satu produk cor adalah Rp 75.000,- / 19 = Rp 4.000,-. Jadi biaya

tenaga kerja untuk tiap-tiap produk cor adalah Rp 4.000,-.

- Biaya minyak tanah

Minyak tanah yang digunakan untuk melebur 50 kg ingot aluminium

adalah 20 liter. Harga minyak tanah adalah Rp 1.000,- per liter, sehingga biaya

untuk minyak tanah yang dikeluarkan adalah Rp 1.000,- × 20 liter = Rp 20.000,-

per hari. Biaya minyak tanah untuk satu produk cor adalah Rp 20.000,- / 19 = Rp

1.050,-. Jadi, biaya minyak tanah untuk tiap-tiap produk cor adalah Rp 1050,-.

Universitas Kristen Petra

62

d. Machining

Pada proses machining diserahkan pada bengkel dengan biaya untuk satu

buah casing Rp 75.000,-. Untuk pembuatan plat penutup diproses menggunakan

laser cutting dengan biaya Rp 130.000,- per buah. Harga ini sudah termasuk

dengan material yang digunakan yaitu plat aluminium dengan tebal 3 mm.

Dari biaya-biaya yang telah didapatkan, maka dapat diketahui harga pokok

dari tiap-tiap produk cor seperti terlihat pada Tabel 4.9. dan 4.10.

Tabel 4.9. Harga Pokok Produk casing

Biaya Casing (Rupiah/Produk)

Bahan Baku 43.000

Pola 12.500

Tenaga Kerja 4.000

Minyak Tanah 1.050

Machining 75.000

Total 135.550

Tabel 4.10. Harga Pokok Produk Plat Penutup

Biaya Plat Penutup

(Rupiah/Produk)

Material dan Machining 130.000

Jadi, biaya pokok yang diperlukan untuk membuat satu casing dan penutup adalah

sebesar Rp 265.550,-

Universitas Kristen Petra