NILAI ESTETIKA DALAM NOVEL MAHAMIMPI ANAK NEGERI ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of NILAI ESTETIKA DALAM NOVEL MAHAMIMPI ANAK NEGERI ...
i
NILAI ESTETIKA DALAM NOVEL MAHAMIMPI ANAK NEGERI
KARYA SUYATNA PAMUNGKAS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA
DI KELAS XI SMA
SKRIPSI
Disusun sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Badri Riyanti
NIM 112110010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2016
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah: 153)
PERSEMBAHAN Saya persembahkan karya ini kepada:
ayah Partowiyono, Ibu Suginah, Kakek Dulah Ikhsan (alm) dan Nenek Tuminah. Terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, dan untaian doa yang tiada henti untuk kebaikanku. Semoga karya ini menjadi salah satu wujud baktiku untuk membalas kebaikan kalian.
Karya ini juga saya hadiahkan untuk:
1. sahabat-sahabat saya Ahmad Jirjis, Aurora Noviana,
Tami Dewi Arumbi, dan Arum Nestiti yang selalu
memberikan semangat;
2. saudara-saudaraku, dan keluarga besar Bapak
Salim;
3. teman-teman seperjuangan PBSI A, Agustin
Hafiyyanti Pratama dan Fauzi Setiadi PBI, serta
teman-teman kos yang tidak dapat saya sebutkan
satu demi satu. Terima kasih untuk dukungannya
selama ini yang telah membuat hari-hari saya
menjadi lebih indah.
vi
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin, akhirnya skripsi ini selesai disusun setelah melalui proses
yang cukup lama. Skripsi berjudul “Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya
Suyatna Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA” ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Purworejo.
Penulis menyadari selama penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih setulus-
tulusnya kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk mengikuti perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Purworejo;
2. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keguruan
Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;
3. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah mem-
berikan perhatian dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
4. Drs. Mohammad Fakhrudin, M. Hum. selaku pembimbing I dan Umi Faizah, M.
Pd. selaku pembimbing II yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan
memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah, serta mengoreksi
skripsi ini dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini;
vii
5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan bekal ilmu yang bermanfaat dan semua pihak yang telah memberikan
bantuan, motivasi dan semangat kepada penulis.
Penulis berdoa semoga Allah Swt. memberikan pahala, rahmat, dan karunia-
Nya kepada segenap dosen atas segala jasa dan bantuan yang telah diberikan. Semoga
skripsi ini bermanfaat.
viii
ABSTRAK
Riyanti, Badri. “Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA. ”Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. FKIP. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) unsur intrinsik novel Mahamimpi Anak Negeri (2) nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri, dan (3) skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri di kelas XI SMA.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas. Dengan fokus unsur intrinsik berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, amanat, serta nilai estetika berupa keindahan moral, susila, akal, alami, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA. Sumber data adalah novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan teknik catat. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi. Hasil analisis data disajikan dengan teknik informal.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa (1) unsur intrinsik novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yaitu (a) tema terdiri dari tema mayor dan tema minor. Tema mayor: kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup, sedangkan tema minor: cinta kasih, pendidikan, dan keimanan; (b) tokoh utama dalam novel ini adalah Elang, Tegar, Darwin, Waris, dan Senja. Tokoh tambahannya adalah Pak Sapon, Ibu Elang, Ayah Elang, Bu Supriatin, Pak Ahmad, Kardi, dan Warsih. Penggambaran tokoh dan penokohan dilakukan secara analitik dan dramatik; (c) alur yang digunakan adalah alur maju, meliputi tahap penyituasian, pemunculan konflik, peningkatan konflik, klimaks dan penyelesaian, sedangkan kaidah pengembangan plot terdiri dari tegangan, daya duga bayang, dan kejutan; (d) latar tempat ada yang dihadirkan secara utuh dan tidak utuh. Latar waktu yang digunakan adalah pagi, siang, sore, malam dan hari.Latar sosial meliputi seorang Ibu, polisi hutan, ustaz, guru, dan kompeni. Penggambaran latar memperhatikan fungsi metafora dan atmosfer; (e) majas yang digunakan personifikasi, metafora, hiperbola, simile dan ironi; (f) amanat dalam novel ini meliputi saling berbagi dengan sesama manusia (eksplisit), saling tolong-menolong jika ada yang membutuhkan pertolongan (eksplisit), dan optimistis untuk mewujudkan keinginan yang diharapkan (eksplisit), selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi segala macam cobaan (implisit), serta berusaha untuk selalu jujur dalam keadaan apa pun (implisit); (2) Nilai estetika dalam novel ini meliputi (a) keindahan moral, (b) keindahan susila, (c) keindahan akal, dan (d) keindahan alami; (3) Skenario pembelajaran sastra disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Langkah-langkah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika yang digunakan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi), dan kegiatan penutup dengan mewajibkan siswa membaca novel.
Kata Kunci: Unsur Intrinsik, Nilai Estetika, dan Skenario Pembelajaran
ix
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL .......................................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii PENGESAHAN .............................................................................................. iii PERNYATAAN ............................................................................................. iv MOTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v PRAKATA ..................................................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Batasan Masalah ...................................................................... 7 C. Penegasan Istilah ...................................................................... 8 D. Rumusan Masalah .................................................................... 8 E. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9 F. Kegunaan Penelitian ................................................................. 9 G. Sistematika Skripsi ................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 12 B. Kajian Teoretis ......................................................................... 13
1. Unsur Intrinsik ..................................................................... 14 a. Tema................................................................................... 14 b. Tokoh dan Penokohan...................................................... 16 c. Alur.................................................... ............................... 18 d. Latar................................................................................. .. 22 e. Gaya Bahasa dan Majas ................................................... 25 f. Amanat............................................................................... . 30
2. Pengertian Estetika dalam Karya Sastra. ............................... 31 3. Pembelajaran Sastra di SMA ............................................... 32
a. Pengertian Pembelajaran Sastra.......................................... 33 b. Tujuan Pembelajaran Sastra............................... ............... 34 c. Manfaat Pembelajaran Sastra............................................. 35 d. Materi Pembelajaran Sastra............................... ................ 35 e. Metode Pembelajaran Sastra.............................................. 36 f. Evaluasi ............................... ............................................. 42
x
BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian ....................................................................... 45 B. Fokus Penelitian ....................................................................... 45 C. Sumber Data ............................................................................ 45 D. Instrumen Penelitian ................................................................. 46 E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 46 F. Teknik Analisis Data ................................................................ 47 G. Teknik Penyajian Hasil Analisis ............................................... 48
BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA
A. Penyajian Data ......................................................................... 49 1. Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas .......................................................................... 49 2. Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas ............................................................ 55 3. Skenario pembelajaran Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi
Anak Negeri................................................... ........................ 57 B. Pembahasan Data ..................................................................... 60
1. Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas .......................................................................... 60
2. Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas ............................................................. 110 a. Keindahan Moral..................................... .......................... 110 b. Keindahan Susila ................................................................ 113 c. Keindahan Akal................................................................... 115 d. Keindahan Alami................................................................ 117
3. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas ........................ ............................ 122
BAB V PENUTUP A. Simpulan .......................................................................................... 136 B. Saran ................................................................................................ 139
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Data Tema Mayor dan Tema Minor............................... .................50 Tabel 2: Data Tokoh dan Penokohan... ........................................................ 51 Tabel 3: Data Alur dan Keindahan Alur ...................................................... 52 Tabel 4: Data Latar ..................................................................................... 53 Tabel 5: Data Majas .................................................................................... 54 Tabel 6: Data Amanat ................................................................................. 55 Tabel 7: Data Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri ............ 55 Tabel 8: Langkah-Langkah Pembelajaran.................................................. 124 Tabel 9: Contoh Pertanyaan Angket Pengukuran Ranah Afektif ................ 134
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kartu Pencatat Data Lampiran 2: Silabus Lampiran 3: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Lampiran 4: Cover Novel Lampiran 5: Sinopsis Novel Mahamimpi Anak Negeri Lampiran 6: Biografi Pengarang Lampiran 7: Kartu Bimbingan Skripsi
1
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terbagi ke dalam beberapa subbab, yaitu latar belakang masalah, batasan
masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta
sistematika skripsi.
A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap
lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan medium
bahasa. Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra.
Berdasarkan yang diungkapkan Nurgiyantoro (2010: 272) bahasa dalam seni sastra
ini dapat disamakan dengan cat warna. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan
sarana yang mengandung nilai lebih untuk dijadikan sebuah karya. Sebagai salah
satu unsur terpenting tersebut, bahasa berperan sebagai sarana pengungkapan dan
penyampaian pesan dalam sastra. Manusia dan keindahan memang tidak dapat
dipisahkan sehingga kita perlu melestarikan bentuk dari keindahan yang telah
dituangkan dalam berbagai bentuk karya sastra.
Pada konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk
intelektual (seperti puisi atau novel) atau produk material (kerajinan). Sastra
berhubungan dengan estetika. Hakikat karya sastra ialah ciptaan yang disampaikan
secara komunikatif oleh pengarang dan mengandung maksud atau tujuan estetika.
Selain itu, karya sastra juga memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing
yang dapat membedakan antara karya sastra satu dengan yang lainnya.
2
Manfaat utama karya sastra adalah untuk memenuhi kebutuhan rohani. Dalam
novel Mahamimpi Anak Negeri berisi motivasi, pendidikan, agama, pengorbanan,
persahabatan, keluarga, cinta, kesetiaan, dan keteguhan hati para tokohnya.
Mengingat adanya hubungan yang tidak terpisahkan antara aspek rohani dengan
aspek jasmani, maka karya seni pun pada gilirannya juga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan jasmani. Bagaimana karya seni berhasil untuk mengubah pribadi
seseorang tentu tidak dapat dilihat secara langsung. Banyak orang yang hidup dalam
keadaan berkecukupan secara jasmani, tetapi tetap merasa menderita. Oleh karena itu,
jiwanya tidak diisi oleh sesuatu yang indah yang telah disediakan Tuhan. Pengalaman
sehari-hari menunjukkan bahwa kehidupan manusia yang sesungguhnya adalah
keseimbangan antara keduanya Ratna (2011:18).
Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang
ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan
hanya cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan juga wujud dari
kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam
pikirannya.
Karya sastra merupakan hasil karya cipta manusia yang mengandung daya
imajinasi dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Wellek dan Warren
(1995:14) menyatakan bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti batu dan
tembaga untuk seni patung, cat lukisan, dan bunyi untuk seni musik sehingga
diperlukan bahasa sebagai media penyampaiannya. Sastra sebagai karya imajinatif,
memiliki acuan berupa dunia fiksi atau imajinasi.
3
Karya sastra memang tidak secara langsung mendidik pembacanya, tetapi
karya sastra menampilkan citra energetis yang secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas emosional, yang kemudian berpengaruh terhadap kualitas lain,
misalnya pendidikan, pengajaran, etika, budi pekerti, dan sistem norma yang lain.
Dalam konteks itulah, mempelajari sastra suatu bangsa pada hakikatnya tidak berbeda
dengan usaha memahami kebudayaan bangsa yang bersangkutan (Sumardjo, 1986 :
225).
Nurhayati (2012: 1) berpendapat karya sastra diciptakan sepanjang sejarah
kehidupan manusia. Hal itu disebabkan manusia memerlukan karya sastra. Seorang
pemikir Romawi bernama Horatius mengemukakan istilah dulce et utile yang berarti
bahwa sastra memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi
pembacanya. Sastra menghibur karena menyajikan keindahan, memberikan makna
terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau memberikan
pelepasan ke dunia imajinasi.
Pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra bertujuan untuk dipahami,
dimanfaatkan, dan dinikmati oleh pembaca sekaligus memberikan hiburan. Karya
sastra berfungsi bukan hanya bermanfaat atau mendidik saja terhadap pembacanya,
melainkan juga dapat memberikan hiburan atau keindahan terhadap pembacanya
yakni nilai estetika berupa keindahan melibatkan sarana yang dimiliki berupa gaya
bahasa (Ratna, 2011:18). Gaya bahasa ialah pemanfaatan kekayaan bahasa,
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri
bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan
perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Aspek estetika yang jauh lebih penting
4
ditimbulkan melalui keseimbangan antarunsur karya. Keseimbangan yang dimaksud
di sini bukan keseimbangan statis, melainkan keseimbangan yang dinamis. Dalam
karya sastra aspek-aspek keindahan dapat ditinjau dua segi yang berbeda, yaitu
segi bahasa dan segi keindahan itu sendiri. Dalam sastra, aspek bahasa adalah
yang paling menarik perhatian. Hal itu terjadi karena karya sastra berisi dimensi
kehidupan. Contohnya jenis karya sastra berupa novel.
Pada saat ini, perkembangan novel di Indonesia sedang mengalami kemajuan.
Hal ini ditunjukkan dengan munculnya beraneka macam novel-novel sastra yang
mengangkat cerita tidak jauh dari kehidupan masyarakat saat ini. Dalam penelitian
ini dibahas salah satu jenis sastra, yaitu novel. Novel merupakan karangan prosa
yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku Departemen
Pendidikan Nasional (2013: 969).
Novel merupakan salah satu bentuk dari karya sastra. Novel biasanya berisi
tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.
Novel juga mengandung nilai-nilai positif yang dapat dimanfaatkan pembaca setelah
membacanya. Akan tetapi, tidak jarang ada novel yang beredar mengandung
unsur-unsur negatif, seperti unsur seksualitas dan kekerasan.
Sebuah novel yang hadir di hadapan pembaca adalah sebuah totalitas. Novel
dibangun dari sejumlah unsur, dan setiap unsur saling berhubungan secara saling
menentukan, yang semua itu menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya
yang bermakna, hidup. Dengan kata lain, dalam keadaan terisolasi, terpisah dari
5
totalitasnya, unsur-unsur tersebut tidak ada artinya, tidak berfungsi Nurgiyantoro
(2010: 31).
Salah satu pengarang novel yang menarik perhatian pembaca dengan nilai-
nilai estetika yang terkandung dalam novelnya adalah Suyatna Pamungkas. Dia
pengarang produktif beberapa novel. Salah satunya berjudul Mahamimpi Anak
Negeri. Novel tersebut digunakan sebagai objek penelitian adalah nilai estetika.
Adapun alasan penulis memilih novel tersebut adalah: (1) novel Mahamimpi
Anak Negeri merupakan salah satu novel sangat inspiratif, di dalamnya terdapat
banyak aspek, sangat relevan untuk perkembangan akhlak dan pendidikan agama
pada remaja khususnya pelajar SMA. Selain itu, dari segi bahasa pun pengarang
menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga siswa tidak mengalami
kesulitan dalam mengikuti pembelajaran, (2) novel Mahamimpi Anak Negeri
mempunyai keunikan dari segi bentuknya, yaitu keindahan alur, tema, tokoh dan
penokohan, majas, dan latar. Novel tersebut berisi perjuangan dalam mempelajari
ajaran Islam. Selain itu, novel tersebut juga berisi motivasi, pendidikan, agama,
pengorbanan, persahabatan, keluarga, cinta, kesetiaan, dan keteguhan hati para
tokohnya. Keistimewaan novel ini terletak pada gaya pengarang yang seolah-olah
membawa pembaca masuk dalam alur cerita. Inilah makna yang terangkum dalam
novel karya Suyatna Pamungkas. Makna perjuangan terwakilkan oleh keempat
tokohnya yang disebut Empat Pawana yakni Elang, Darwin, Tegar dan Waris. Makna
cinta terwakilkan oleh ketiga tokohnya yakni Elang, Waris, dan Senja. Pengorbanan
juga terwakilkan oleh sosok Darwin, Tegar, dan Waris. Kesetiaan dan pengorbanan
6
terwakilkan oleh sosok Darwin dan Tegar, dan kesabaran serta keteguhan hati
terwakilkan oleh sosok Elang sekaligus Waris.
Hal-hal di atas yang menjadi latar belakang dalam melakukan penelitian
dengan judul ” Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA.” Pemilihan kelas XI
SMA sebagai subjek penelitian mengacu pada pendekatan berbasis kompetensi melalui
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yakni dengan cara melakukan analisis
terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi
kurikulum. Standar Kompetensi (SK) yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian
ini adalah “Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.”
Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan “Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.”
Pembelajaran sastra berdasarkan KTSP, mempunyai alokasi waktu 2 x 45
menit setiap kali pertemuan. Unsur intrinsik dan nilai estetika yang terkandung di
dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas sesuai dengan
kurikulum dan perkembangan peserta didik di kelas XI SMA semester I. Peneliti
mengangkat judul “Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA” dengan
alasan sebagai berikut.
1. Suyatna Pamungkas adalah seorang pengarang yang produktif dengan karya-
karyanya yang menarik dan mendidik. Salah satu novel berjudul Mahamimpi
Anak Negeri. Dalam novel ini, pengarang menceritakan berbagai perjuangan
dalam mempelajari ajaran Islam. Selain itu, novel tersebut juga menceritakan
7
motivasi, pendidikan, agama, pengorbanan, persahabatan, keluarga, cinta,
kesetiaan, dan keteguhan hati para tokohnya.
2. Novel Mahamimpi Anak Negeri sangat layak untuk dibaca dan menarik untuk
bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA. Selain itu, novel Mahamimpi Anak
Negeri adalah novel penggugah jiwa, sangat banyak nilai moral, agama,
pendidikan, dan sosial yang memberikan interprestasi dan perspektif alternatif
terhadap apa yang terjadi. Novel juga dapat memberikan motivasi kepada
peserta didik untuk memiliki akidah dan akhlak yang baik, serta sebagai bahan
kajian tentang proses pendidikan karakter dan sosial di kehidupan masyarakat.
3. Sepengetahuan penulis belum ada penelitian tentang nilai estetika dalam novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang dilakukan oleh
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo sebagai materi untuk
pembelajaran sastra.
B. Batasan Masalah
Untuk mencegah adanya kekaburan masalah dan mengarahkan penelitian ini
agar lebih intensif serta efisien dengan tujuan yang akan dicapai, diperlukan
pembatasan masalah. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah unsur
intrinsik, nilai estetika, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA dalam
novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
C. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian istilah yang digunakan dalam
judul penelitian ini, maka perlu ditegaskan kembali istilah-istilah dalam judul
tersebut. Berikut ini dipaparkan pengertian istilah-istilah yang ada di dalam judul.
8
1. Nilai Estetika
Nilai Estetika adalah aspek-aspek keindahan yang terkandung dalam sastra.
Pada umumnya, aspek-aspek keindahan sastra didominasi oleh gaya bahasa Ratna
(2011: 141).
2. Skenario Pembelajaran
Skenario pembelajaran adalah rancangan pembelajaran efektif dan bermakna
(menyenangkan), mengorganisasikan pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran
yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara
efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan (Mulyasa, 2013: 99).
Jadi, maksud judul penelitian “Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI
SMA” adalah penelitian terhadap unsur nilai estetika meliputi keindahan moral,
keindahan susila, keindahan akal, dan keindahan alami pada novel Mahamimpi
Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, dan proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar di kelas XI SMA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang peneliti rumuskan
dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana unsur intrinsik dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas?
2. Bagaimana nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas?
9
3. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika
dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas di kelas XI
SMA?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan
untuk:
a. mendeskripsikan unsur intrinsik dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas;
b. mendeskripsikan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas;
c. mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika
dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas di kelas XI
SMA.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua macam kegunaan, yakni kegunaan secara teoretis
dan kegunaan secara praktis. Uraian kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kegunaan Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah
ilmu pengetahuan, terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia, khususnya
bagi pembaca dari pecinta sastra. Memberikan gambaran tentang nilai estetika
yang tersirat dalam keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal, keindahan
alami serta alur/plot, tokoh dan penokohan, latar/setting, majas dan amanat yang
digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
10
2. Kegunaan Praktis
a) bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat berlatih menjadi peneliti, menambah pengetahuan di bidang
ilmu pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, serta membekali diri sebagai calon
pendidik.
b) bagi peserta didik
Penelitian ini diharapkan dapat mempermudah peserta didik dalam memahami
unsur intrinsik dan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas, serta dapat memberikan pelajaran mengenai nilai estetika
untuk diterapkan oleh siswa.
c) bagi pendidik/guru bahasa Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru, khususnya
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam memberikan materi dan pembelajaran
di SMA.
G. Sistematika Skripsi
Agar diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang skripsi tersebut, dikemukakan
sistematika pembahasan sebagai berikut.
Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan
masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan
penelitian, dan sistematika skripsi.
Bab II berisi tinjauan teoretis yang terdiri dari tinjauan pustaka dan kajian
teoretis. Tinjauan pustaka yang digunakan penulis sebagai landasan sebelum
melaksanakan penelitian adalah skripsi karya Wahyu (2014), dan skripsi karya
11
Nuryadi (2012). Bab ini juga berisi kajian teoretis yang berisikan teori-teori dari
beberapa ahli yang dijadikan landasan sebelum melaksanakan penelitian seperti
pengertian tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/setting, majas, amanat yang
tergabung dalam unsur intrinsik, pengertian nilai estetika dalam karya sastra, dan
pembelajaran sastra di SMA.
Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian ini berisi subjek penelitian,
objek penelitian, fokus penelitian, sumber data, instrumen, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.
Bab IV berisi penyajian data dan pembahasan data hasil penelitian. Dalam bab
ini diuraikan data penelitian dari novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas yang berisi nilai estetika.
Bab V berisi penutup. Pada bagian penutup ini penulis menyajikan secara
singkat tentang pembahasan dan penyajian data serta lampiran sinopsis novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS
Bab ini terdiri atas tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka
berisi kajian penelitian terdahulu yang relevan dengan topik yang akan diteliti,
sedangkan kajian teoretis meliputi unsur intrinsik novel, nilai estetika dalam
novel, dan skenario pembelajaran di SMA.
A. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan dengan melalui pendekatan estetika sastra belum
banyak dilakukan oleh mahasiswa. Penulis memilih beberapa penelitian terdahulu
yang berhubungan dengan penelitian ini dengan tujuan mempermudah dalam
melakukan penelitian dan menentukan persamaan dan perbedaan antara penulis
terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis sekarang. Penelitian dengan
pendekatan estetika sastra di antarannya dilakukan oleh Wahyu dan Nuryadi. Penulis
menggunakan dua penelitian yang relevan sebagai pembanding, yaitu skripsi dari
Universitas Muhammadiyah Purworejo sebagai berikut.
Wahyu (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Etika dan Estetika
Tembang Macapat dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 .”
Penelitian yang dilakukan Wahyu bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai etika
dalam rubrik tembang macapat majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013, dan
mendeskripsikan unsur-unsur estetika dalam rubrik tembang macapat majalah Djaka
Lodang edisi Juni-Desember 2013.
Nuryadi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Etika dan Estetika Tembang
Campur Sari Album “Volume 1 dan Ngidam Sari” oleh Manthous. Penelitian yang
13
dilakukan Nuryadi bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai etika meliputi nilai etika
keselarasan sosial, dan nilai etika kebijaksanaan, sedangkan unsur-unsur estetika
meliputi bebasan, dasanama, kerata-basa, paribasan, pepindhan, purwakanthi guru
swara, purwakanthi guru sastra, purwakanthi lumaksita, kata arkhais, tembung garba,
tembung kosok-balen, tembung plutan, basa rinengga, tembung saroja, wangsalan
lamba, wangsalan padinan, parikan.
Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini, yaitu penelitian ini
mengkaji nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas, sedangkan Wahyu dan Nuryadi mengkaji nilai estetika dalam tembang
Jawa. Ada persamaan antara analisis Wahyu (2014) dan Nuryadi (2012) dengan
penelitian ini, yaitu sama-sama menganalisis nilai estetika dan meneliti stategi
pembelajaran yang digunakan pada proses belajar mengajar di kelas XI SMA.
Namun, terdapat pula perbedaannya, yaitu dalam hal sumber data penelitian.
Sumber data penelitian yang digunakan oleh Wahyu (2014) dan Nuryadi (2012)
adalah tembang Jawa, sedangkan sumber data penelitian yang digunakan penulis
adalah novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
B. Kajian Teoretis
Kajian teoretis dalam penelitian ini berisi uraian tentang unsur intrinsik, nilai
estetika dalam karya sastra, dan pembelajaran sastra di SMA. Penjelasan mengenai
kajian teoretis tersebut adalah sebagai berikut.
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra,
14
unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta
membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat
sebuah novel berwujud (Nurgiyantoro, 2005: 23).
Unsur-unsur intrinsik novel, antara lain sebagai berikut.
a. Tema
Dalam pengertiannya, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar
cerita. Istilah tema sering disamakan dengan topik, padahal kedua istilah tersebut
memiliki pengertian yang berbeda. Topik dalam suatu karya sastra adalah pokok
pembicaraan, sedangkan tema merupakan gagasan sentral, yakni sesuatu yang
hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi (Sayuti, 2000: 187).
Stanton (2012: 36) mengemukakan tema merupakan aspek cerita yang sejajar
dengan makna dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu
pengalaman begitu diingat. Tema cerita kadang-kadang dinyatakan secara eksplisit
oleh pengarangnya, baik melalui dialog, pemaparan, maupun judul karya sehingga
pembaca mudah untuk memahaminya (Nurhayati, 2012: 10). Sementara itu,
Sudjiman (1988: 50) mendefinisikan tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama
yang mendasar pada suatu karya sastra. Adanya tema membuat karya lebih penting
daripada sekadar bacaan hiburan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan
utama, ide pokok atau pikiran utama pada sebuah cerita atau karya sastra.
Nurgiyantoro (2010: 77-87) berpendapat bahwa ada beberapa macam tema yang
15
dapat digolongkan ke dalam beberapa sudut pandang, yaitu penggolongan dikotomis
penggolongan dari tingkat keutamaan yakni mayor dan minor.
Tema utama atau disebut juga tema mayor merupakan makna pokok cerita yang
menjadi dasar/gagasan umum karya sastra, sedangkan tema minor atau tema
tambahan bersifat mempertegas eksistensi makna utama (tema mayor). Tema cerita
dinyatakan secara eksplisit dan ada juga yang dinyatakan secara simbolik (Sudjiman,
1998: 50). Akan tetapi, tidak mudah untuk menentukan tema cerita karena lebih
sering tema itu implisit (tersirat).
Tema cerita kadang-kadang juga dinyatakan secara eksplisit oleh pengarangnya,
baik melalui dialog, pemaparan, maupun judul karya sehingga pembaca untuk
memahaminya. Dari membaca judulnya saja mudah pembaca dapat menebak
temanya. Meskipun demikian, harus disadari bahwa tidak semua judul menunjukkan
tema cerita. Oleh karena itu, untuk menggali tema cerita tidak selalu mudah karena
banyak pula yang bersifat tersirat, sehingga seseorang perlu membaca terlebih dahulu
seluruh cerita dengan tekun dan cermat (Nurhayati, 2012: 10).
Tema yang biasa misalnya cinta itu abadi. Ada juga yang tidak biasa, misalnya
cinta itu curang. Gagasan yang sama dapat menjadi tema atau pokok dalam berpuluh-
puluh cerita rekaan yang baik, yang sedang, maupun yang buruk. Baik buruk suatu
karya tidak ditentukan oleh temanya, tetapi yang lebih menentukan adalah
pengarangnya.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema itu beragam-ragam
ditinjau dari segi corak maupun dari segi kedalamannya. Ada tema yang ringan, dan
ada gagasan sentral yang berat/besar. Cerita rekaan dalam majalah hiburan pada
16
umumnya bertema ringan, misalnya kegembiraan cinta berbalas. Penggarapan
temanya pun tidak mendalam.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam
suatu cerita. Beberapa pakar seperti Sudjiman (1988: 16-23), Abrams dan Jones
(dalam Nurgiyantoro, 2010: 165) mengungkapkan bahwa tokoh adalah pelaku
cerita, individu rekaan yang mempunyai karakter khusus dalam suatu karya sastra,
sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Nurgiyantoro (2010: 176-191) membedakan beberapa macam tokoh, antara
lain sebagai berikut.
1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang paling sering muncul dalam cerita. Tokoh
utama paling banyak berperan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain
dalam cerita tersebut. Sebaliknya, tokoh tambahan adalah tokoh yang peranannya
lebih sedikit dibandingkan dengan tokoh utama, dan kehadirannya jika ada
keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau pun tidak langsung.
2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya
secara populer disebut tokoh hero, tokoh yang mewakili norma-norma ideal.
Sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang selalu menyebabkan terjadinya
konflik pada tokoh protagonis.
17
Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita tidak secara serta merta hadir kepada pembaca.
Diperlukan cara atau teknik yang memungkinkan penggambaran tokoh hadir di
hadapan pembaca. Cara atau teknik penggambaran tokoh, menurut Sudjiman (1988:
24-26) dengan menggunakan metode dramatik dan analitik. Metode dramatik adalah
metode yang watak tokohnya disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, lakuan,
tokoh, dari penampilan fisiknya, dan gambaran lingkungan atau tempat tokoh yang
disajikan pengarang. Metode analitik adalah metode yang menjelaskan secara
langsung watak dan tokoh.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan merupakan
unsur penting yang saling berkaitan dengan unsur yang lainnya sebagai pelaku untuk
menyampaikan sebuah cerita. Selain itu, tokoh dan penokohan menjadi pengemban
cerita untuk menyampaikan pesan dari pengarang kepada pembaca.
c. Alur
Dalam suatu karya sastra, fungsi alur merupakan unsur yang penting karena
tanpa adanya alur cerita sastra tidak akan berjalan. Stanton (2012: 8), dan Sudjiman
(1988: 30) mendeskripsikan alur adalah rangkaian peristiwa dalam satu cerita yang
terbentuk dengan hubungan sebab-akibat. Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005: 149-
150) dan Waluyo (1990: 10) membedakan tahapan alur (plot) menjadi lima bagian
sebagai berikut
1) Tahap Situation (penyituasian)
Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap
ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain
18
yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya.
2) Tahap Generating Circimtances (pemunculan konflik)
Tahap ini berisi masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut
terjadinya konflik mulai dimunculkan.
3) Tahap Rising Action (peningkatan konflik)
Tahap ini berisi konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin
berkembang.
4) Tahap Climax (klimaks)
Tahap ini berisi konflik atau pertentangan yang terjadi pada tokoh cerita
ketika mencapai titik puncak.
5) Tahap Denouement (penyelesaian)
Tahap ini merupakan tahap di mana konflik yang telah mencapai klimaks
diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan. Selesaian boleh jadi mengandung
penyelesaian masalah yang melegakan, boleh jadi mengandung penyelesaian masalah
yang menyedikan, boleh jadi juga pokok masalah tetap menggantung tanpa
pemecahan.
Pada tahap ini, alur memberikan jawaban rasa penasaran pembaca atas cerita
yang telah dibacanya. Konflik atau permasalah dalam cerita, akhirnya dapat
diselesaikan oleh tokoh utama. Pada tahap ini, pembaca juga dapat mengetahui akhir
dari cerita yang dibacanya, baik berakhir dengan kebahagiaan, maupun berakhir
dengan kesedihan.
19
Berdasarkan kriteria urutan waktu, Nurhayati (2012: 33) membedakan alur
menjadi tiga macam, antara lain sebagai berikut.
a) Alur Maju atau Progresif
Terjadi jika cerita dimulai dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa.
b) Alur Mundur, Regresif, atau Flash Back
Terjadi jika dalam cerita dimulai dari akhir cerita atau tengah cerita, kemudian
menuju awal cerita.
c) Alur Campuran
Gabungan antara alur maju dan alur mundur. Alur di dalam novel Mahamimpi
Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas mempunyai daya pikat yang cukup tinggi.
Alur yang digambarkan oleh pengarang dalam novel tersebut sangat runtut
sehingga ceritanya terasa hidup. Perjuangan tokoh utama dalam menghadapi
berbagai masalah dalam hidupnya membuat ia berusaha ikhlas dan bersabar.
Salah satunya, ia berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkan cita-citanya. Alur
telah membawa tokoh utama bertemu dengan orang-orang yang baik, yaitu para
tokoh yang lain. Pada akhirnya mereka dapat merasakan kebahagiaan yang
muncul dari Allah Swt.
Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2010: 130) berpendapat dalam usaha
pengembangan plot, pengarang juga memiliki kebebasan kreativitas. Namun, dalam
karya fiksi yang tergolong konvensional, kebebasan itu bukannya tanpa ”aturan.”
Ada semacam aturan, ketentuan, atau kaidah pengembangan plot (the laws of plot)
yang perlu dipertimbangkan. Kaidah-kaidah pemplotan yang dimaksud meliputi
masalah plausibilitas (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin
20
tahu/ daya duga bayang (suspense), dan kepaduan (unity). Di samping itu,
Sudjiman (1988: 33) juga menambahkan bahwa alur sebagai salah satu unsur
intrinsik yang mempunyai keindahan tersendiri terdapat beberapa faktor penting
lain, yakni (a) suspense atau tegangan, (b) floreshadowing atau daya duga bayang,
(c) plausibillity atau kebolehjadian, (d) kejutan, dan (e) kebetulan.
1. Plausibilitas
Plausibilitas mempunyai pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai
dengan logika cerita. Plot sebuah cerita haruslah memiliki sifat plausibel, dapat
dipercaya oleh pembaca. Adanya sifat dapat dipercaya itu juga merupakan hal
yang esensial dalam karya fiksi, khususnya yang konvensional.
2. Suspense
Sebuah cerita yang baik pasti memiliki kadar suspense yang tinggi dan terjaga.
Atau, lebih tepatnya, mampu membangkitkan suspense, membangkitkan rasa ingin
tahu di hati pembaca. Jika rasa ingin tahu pembaca mampu dibangkitkan dan terus
terjaga dalam sebuah cerita, dan hal itu berarti cerita tersebut menarik perhatiannya.
3. Surprise
Plot sebuah cerita yang menarik, di samping mampu membangkitkan
suspense/ rasa ingin tahu pembaca, juga mampu memberi surprise/ kejutan,
sesuatu yang bersifat mengejutkan. Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan
kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan
menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca.
Jadi, dalam karya sastra terdapat penyimpangan, pelanggaran, atau pertentangan
antara apa yang ditampilkan dalam cerita dengan apa yang “telah menjadi biasanya.”
21
Dengan kata lain, sesuatu yang telah mentradisi, yang telah mengkonvensi dalam
penulisan karya fiksi terdapat pelanggaran dalam penulisan karya fiksi itu.
4. Kesatupaduan
Plot sebuah karya fiksi, di samping memenuhi “kaidah-kaidah” di atas, terlebih
lagi memiliki unity/ kesatupaduan/ keutuhan. Kesatupaduan mempunyai pengertian
bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional,
kaitan, dan acuan, yang mengandung konflik, atau seluruh pengalaman kehidupan
satu dengan yang lain. Ada benang-benang merah yang menghubungkan berbagai
aspek cerita tersebut sehingga seluruhnya apat terasakan sebagai satu kesatuan
yang utuh dan padu.
d. Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, mempunyai
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Terkadang, dalam sebuah cerita ditemukan latar
yang banyak mempengaruhi penokohan dan kadang membentuk tema. Pada banyak
prosa khususnya novel, latar membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya
cuaca yang ada di lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh
cerita tersebut (Nurhayati, 2012: 17).
Latar menurut Stanton (2007: 35), dan Sudjiman (1988: 44) adalah suatu
keadaan yang melingkupi suatu karya sastra, baik itu mempunyai pengertian
tempat, waktu maupun keadaan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
Selanjutnya, Nurgiyantoro (2010: 227-235) berpendapat bahwa unsur latar dapat
dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial.
22
1) Latar Tempat
Latar tempat mempunyai pengertian lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh
ketepatan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain
sehingga semuanya bersifat saling mengisi.
2) Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau
dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
3) Latar Sosial
Latar sosial mempunyai pengertian hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Latar sosial dalam cerita tidak berbeda jauh dengan keadaan sosial dalam kehidupan
nyata. Oleh karena itu, latar sosial dalam cerita akan lebih mudah dipahami
pembacanya jika pembaca berada pada lingkungan sosial sejenis dengan latar sosial
dalam cerita.
Fungsi latar menurut Waluyo (2011: 23) yaitu: (1) mempertegas watak pelaku;
(2) memberikan tekanan pada tema cerita; (3) memperjelas tema yang disampaikan;
(4) metafora bagi situasi psikis pelaku; (5) sebagai pemberi atmosfer (kesan); (6)
memperkuat posisi plot. Selain itu, Kenney (dalam Nurhayati, 2012: 17)
menyebutkan tiga fungsi latar sebagai berikut.
23
a) Sebagai setting yang mendasari waktu, tempat watak, pelaku, dan peristiwa yang
terjadi;
b) Sebagai atmosfer atau kreasi yang lebih memberikan kesan tidak hanya sekadar
memberi tekanan pada sesuatu, tetapi juga penggambaran dengan ilustrasi
tertentu.
c) Sebagai unsur yang dominan yang mendukung plot dan perwatakan. Dapat
dalam hal waktu dan tempat.
Latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi lain, yang lebih menyaran pada fungsi
latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu dalam cerita. Walaupun
menyaran pada pengertian dan fungsi yang berbeda, tetapi pada umumnya latar
tersebut saling berkaitan. Nurgiyantoro (2010: 241-243) dan Sayuti (2000: 132-137)
berpendapat, fungsi latar yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a) Latar sebagai Metaforik
Penggunaan istilah metafora menyaran pada suatu pembandingan yang mungkin
berupa sifat keadaan, suasana, atau pun sesuatu yang lain. Dalam kehidupan sehari-
hari, untuk mengekspresikan berbagai keperluan, manusia banyak mempergunakan
bentuk-bentuk metafora. Dalam hal ini, latar melukiskan sifat, keadaan, atau suasana
tertentu sekaligus berfungsi metaforik terhadap suasana internal tokoh. Dengan kata
lain, deskripsi latar lebih mencerminkan keadaan batin seorang tokoh.
b) Latar sebagai Atmosfer
Istilah atmosfer mengingatkan pada lapisan udara tempat kehidupan dunia
berlangsung. Manusia hidup karena menghirup udara atmosfer. Atmosfer dalam
cerita merupakan ”udara yang dihirup pembaca sewaktu memasuki dunia rekaan”,
24
berupa kondisi deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu,
misalnya suasana romantis, sedih, muram, maut, misteri, dan sebagainya. Suasana
tersebut dideskripsikan secara tidak langsung, tetapi sesuatu yang tersarankan.
Pembaca pada umumnya mampu menangkap pesan suasana yang ingin diciptakan
pengarang dengan kemampuan imajinasi dan kepekaan emosionalnya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat atau keadaan
mengenai waktu dan suasana di mana peristiwa dalam sebuah cerita terjadi. Latar
berhubungan erat dengan pelaku (tokoh) dalam cerita. Selain itu, latar juga berfungsi
sebagai metaforik dan atmosfer.
e. Gaya Bahasa dan Majas
Sayuti (2000: 173) mengemukakan gaya bahasa merupakan cara pengungkapan
seorang yang khas bagi seorang pengarang. Gaya seorang pengarang tidak sama
apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya karena pengarang tertentu
selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan
kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Selain itu,
Nurgiyantoro (2010: 276) mendefinisikan stile adalah cara pengucapan bahasa
dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang
akan dikemukakan (Abrams, 1981: 190-1).
Makna stile menurut Leech dan Short (dalam Nurgiyantoro, 2010: 276)
adalah suatu hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung sifat kontroversial,
mempunyai pengertian cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh
pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu, dan sebagainya. Sementara itu, Sugono
(2011: 174) juga menambahkan bahwa untuk mengekspresikan pengalaman dan
25
menghidupkan karangan, pengarang dapat menggunakan majas. Majas secara
salah kaprah, sering disebut gaya bahasa. Majas bukan gaya bahasa, melainkan
bagian gaya bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa tidak
sama dengan majas. Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan seorang yang
khas bagi seorang pengarang, sedangkan majas ialah bahasa yang maknanya
melampaui batas yang lazim.
Majas adalah bahasa kias yang dipergunakan untuk memperoleh efek tertentu
dari suatu benda atau hal yang dengan cara membandingkannya dengan benda
atau hal lain yang lebih umum. Perrine (dalam Waluyo, 1987: 83) menjelaskan
penggunaan majas dipandang lebih efektif untuk menyatakan maksud pengarang
karena
a. majas mampu memberi kesempatan imajinatif;
b. majas adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam novel sehingga
yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan novel lebih nikmat dibaca;
c. majas adalah cara menambah intensitas perasaan pengarang untuk novelnya
dan menyampaikan sikap pengarang;
d. majas adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan
dan cara menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang singkat.
Makna kias adalah makna kata atau kelompok kata yang bukan mengaju ke
makna yang sebenarnya, melainkan mengiaskan sesuatu. Pradopo (2010: 61)
mendeskripsikan makna kias dapat diartikan sebagai bahasa yang mengiaskan atau
mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih
26
menarik, dan hidup. Berdasarkan pendapat di atas, makna kias adalah bahasa kias
yang dipergunakan untuk memperoleh efek tertentu dari suatu benda atau hal dengan
cara membandingkannya dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
Kiasan yang perlambangan itu merupakan bagian gaya dari gaya bahasa. Gaya
bahasa lebih luas dari hanya sebuah kiasan, perumpamaan, atau perlambangan.
Gaya bahasa merupakan upaya yang dilakukan seseorang menurut pilihannya untuk
menimbulkan efek tertentu bagi tuturannya terhadap pembaca atau pendengar.
Nurgiyantoro (2013: 400-404) berpendapat makna kias adalah semua bentuk
bahasa (baik kata, frasa, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya
(arti leksikal, konseptual, atau arti denotasi). Makna kias dibagi menjadi 9, yaitu:
a) Perbandingan (simile)
Perbandingan atau perumpamaan atau simile ialah bahasa kiasan yang
menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding
seperti: bagai, bagaikan, bak, seperti, semisal, dan lain sebagainya.
Perhatikan contoh di bawah ini.
“ Kau dan aku, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
Dalam contoh di atas, majas simile mempunyai arti memperindah bunyi
penuturnya dengan membangkitkan suasana dengan membandingkan dengan sesuatu
yang berbeda.
b) Metafora
Metafora merupakan bahasa kiasan yang membandingkan sebuah benda
dengan benda lainnya karena adanya persamaan sifat, keadaan dan lain-lain antara
keduannya. Perhatikan contoh di bawah ini.
27
“Pemuda adalah bunga bangsa”
Dalam contoh di atas, majas metafora mempunyai fungsi memperindah bunyi
penuturnya dengan membangkitkan suasana dengan menyamakan dua hal yang
berbeda.
c) Personifikasi
Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mengungkapkan atau mengutarakan
sesuatu benda dengan membandingkannya dengan tingkah dan kebiasaaan manusia.
Perhatikan contoh di bawah ini.
“Wahai angin yang lalu, sampaikan salamku kepada kekasihku.”
Dalam contoh di atas, majas personifikasi mempunyai fungsi untuk menghidupkan
gambaran dari obyek yang dilukiskan dengan seperti manusia atau benda hidup.
d) Hiperbola
Hiperbola adalah suatu perbandingan atau perlambangan yang dilebih-lebihkan
atau dibesar-besarkan. Perhatikan contoh di bawah ini.
“Banjir darah terjadi di kampung seberang ketika kedua suku itu baku hantam.”
Dalam contoh di atas, majas hiperbola berfungsi untuk mengintensifkan makna
dengan melebih-lebihkan sesuatu.
e) Ironi
Ironi adalah sesuatu yang diucapkan mengandung arti kebalikannya atau
berlawanan. Perhatikan contoh di bawah ini.
“Sedap sekali masakanmu.” (yang dimaksudkan adalah masakan yang hambar)
28
Dalam contoh di atas, majas ironi berfungsi untuk membangkitkan suasana
dan kesan tertentu dengan melukiskan sebuah peristiwa dengan sindiran.
f) Perumpamaan Epos (epic simile)
Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang
dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat
pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frasa-frasa pembandingnya
lebih lanjut dalam kata-kata atau frasa-frasa yang berturut-turut. Kadang-kadang
lanjutan ini sangat panjang. Perbandingan epos ini ada bermacam-macam variasi.
Perhatikan contoh di bawah ini.
Rustam Effendi
DI TENGAH SUNYI Di tengah sunyi menderu rinduku, Seperti topan. Merenggut dahan, Mencabut akar, meranggutkan kembang kalbuku.
Dalam contoh di atas, majas perumpamaan epos berfungsi untuk memperindah
bunyi penuturnya dengan menggambarkan sesuatu dengan melanjutkan sifat-sifat
pembandingnya.
g) Metonimia
Metonimia mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain,
karena kata dan hal itu memiliki pertalian yan sangat dekat. Perhatikan contoh di
bawah ini.
“Ia naik HONDA ke sekolah.”
Dari contoh di atas, majas metonimia berfungsi untuk menghidupkan gambaran
dengan menggunakan sesuatu yang sangat dekat hubungan dengannya untuk
menggantikan objek tersebut.
29
h) Alegori
Alegori ialah memperlihatkan suatu perbandingan yang menyeluruh dari
berbagai peristiwa. Perhatikan contoh di bawah ini.
“Kudayung perahuku meninggalkan pantai, udara terang laut pun teduh, pulau harapan tampak di depan mata, di situ aku akan berlabuh.” (Dikiaskan kepada suatu usaha keras untuk mengejar cita-cita).
Dari contoh di atas, majas alegori berfungsi untuk memperindah bunyi
penuturnya. Jadi, dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa makna kias adalah
makna yang acuannya tidak sesuai dengan makna sebenarnya.
i) Sinekdoke
Sinekdoke ialah mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan
keseluruhannya (pars prototo) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan
sebagian (totum proparte). Perhatikan contoh di bawah ini.
“Setiap kepala dikenakan sumbangan seribu rupiah.”
Dari contoh di atas, majas sinekdoke berfungsi untuk mengintensifkan atau
mempertegas makna agar menarik perhatian.
f. Amanat
Dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajakan moral, atau
pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang; itulah yang disebut amanat (Sudjiman,
1988:57). Amanat dalam sebuah karya sastra dapat disampaikan, baik secara implisit
maupun eksplisit. Amanat yang diuraikan secara implisit yaitu jika jalan keluar atau
ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Amanat
yang diuraikan secara eksplisit yaitu jika pengarang pada tengah atau akhir cerita
menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya
secra langsung, dapat melalui dialog, pemaparan atau pun judul karya sehingga
30
pembaca dengan mudah langsung memahaminya. Dari beberapa pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa amanat pada umumnya hampir sama, yaitu pesan moral
yang ingin disampaikan pengarag kepada pembaca.
2. Pengertian Estetika dalam Karya Sastra
Secara etimologis menurut Shipley (dalam Ratna, 2011: 3) estetika berasal dari
bahasa Yunani, yaitu: aistheta, yang juga diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dapat
ditanggapi dengan indra, tangapan indra). Pada umumnya aisthe dioposisikan
dengan noeta, akar kata noein, nous, yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan
pikiran. Dalam pengertian yang luas berarti kepekaan untuk menanggapi suatu
objek, kemampuan penyerapan indra, sebagai sensitivitas. Dalam bahasa Inggris
menjadi aesthetics atau esthetics (studi tentang keindahan). Orang yang sedang
menikmati keindahan disebut aesthete, sedangkan ahli keindahan disebut
aesthetician. Dalam bahasa Indonesia menjadi estetikus, estetis, dan estetika, yang
masing-masing berarti orang yang ahli dalam bidang keindahan, bersifat indah, dan
ilmu atau filsafat tentang keindahan, atau keindahan itu sendiri.
Ratna ( 2011: 2-3) menjelaskan estetika merupakan bagian filsafat (keindahan).
Keindahan adalah sentuhan rasa yang membuat pembaca mencucurkan air mata
tergantung kemampuan orang bermain estetika di dalamnya. Nilai estetis dalam wacana
sastra merupakan keharmonisan antara ide yang diceritakan dengan cara menceritakan.
Bahasa merupakan media yang digunakan untuk berekspresi. Melalui bahasa,
pengarang dengan mudah menyampaikan ide-ide yang dituangkan dalam karya sastra
sehingga para pembaca tidak mengalami kesuliatan untuk memahami isi dari karya
31
sastra tersebut, sedangkan nilai estetika dapat memberikan aspek keindahan pada
sebuah karya seni, termasuk karya sastra.
Tambajong (1981: 115-116) menambahkan bahwa keindahan memiliki
beberapa manfaat (a) keindahan moral menggambarkan keindahan baik buruknya
suatu perbuatan, sikap, akhlak, dan budi pekerti yang diterima oleh umum, (b)
keindahan susila merupakan keindahan yang lebih terikat pada pengertian sifat yang
dalam dari moral seperti sopan santun, budi bahasa, keadaban, dan lain-lain, (c)
keindahan akali merupakan keindahan daya pikir yang menciptakan seni pada
sebuah karya. Mutu karya sastra bergantung pada kualitas akalnya, (d) keindahan
alami merupakan sifat alam dan sumber segala keindahan yang diberikan Tuhan
Yang Maha Esa untuk dinikmati manusia.
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa nilai estetika merupakan keharmonisan antara
ide yang diceritakan dengan cara menceritakan pengarang melalui media bahasa.
Melalui bahasa, pengarang mudah menyampaikan ide-ide yang dituangkan dalam
karya sastra sehingga pembaca tidak mengalami kesulitan untuk memahami isi dari
karya sastra tersebut, sedangkan nilai estetika dapat memberikan aspek keindahan dan
kenikmatan pada karya sastra.
3. Pembelajaran Sastra di SMA
Pembahasan pembelajaran sastra di SMA dalam analisis penulis dari pengertian
pembelajaran sastra, tujuan pembelajaran sastra, manfaat pembelajaran sastra, materi
pembelajaran sastra, metode pembelajaran sastra, dan evaluasi.
32
a. Pengertian Pembelajaran Sastra
Wellek dan Waren (dalam Nurhayati, 2012: 8) berpendapat sastra berkaitan erat
dengan studi sastra. Sastra merupakan kegiatan penciptaan karya sastra secara
kreatif, sedangkan studi sastra mempelajari hasil penciptaan karya tersebut. Oleh
karena itu, seorang penelaah sastra selayaknya dapat menerjemahkan pengalaman
sastranya dalam bahasa ilmiah yang jelas dan rasional. Penelaahan dapat dilakukan
dengan menganalisis karya sastra atau menginterpretasikannya. Dengan demikian,
studi sastra sebagai suatu ilmu dapat dijadikan alat bagi pembaca untuk memahami
karya sastra.
Dalam UU Bab 1 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Dalam pembelajaran terkandung lima konsep, yaitu interaksi, peserta
didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar.
Di sekolah kelas XI SMA terdapat pembelajaran sastra, yang secara khusus
membahas tentang novel. Kelebihan novel sebagai bahan pembelajaran sastra
yaitu cukup mudahnya karya tersebut dinikmati peserta didik sesuai dengan
tingkat kemampuannya masing-masing. Akan tetapi, tingkat kemampuan tiap
individu tidaklah sama. Hal ini tentu dapat menimbulkan masalah di dalam kelas.
Di pihak yang satu pendidik harus berusaha meningkatkan kemampuan
membaca para peserta didiknya yang masih rendah, di pihak yang lain guru tidak
ingin kemampuan membaca peserta didiknya yang telah maju terhalang. Oleh karena
itu, pendidik dituntut kreatif dalam memberikan pembelajaran dengan baik.
Pembelajaran sastra dengan bahan novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
33
Pamungkas, diharapkan dapat membantu peserta didik semakin mencintai sastra dan
mempunyai moral yang baik sesuai dengan ajaran agama.
b. Tujuan Pembelajaran Sastra
Tujuan dari pembelajaran sastra adalah agar peserta didik memiliki rasa peka
terhadap karya sastra yang berharga sehingga merasa terdorong dan tertarik untuk
membacanya. Dengan membaca karya sastra diharapkan mereka mempunyai
pengertian yang baik tentang manusia dan kemanusiaan, mengenai nilai, dan
mendapatkan ide-ide baru.
Setiap pembelajaran pasti memiliki tujuan. Rahmanto (1988: 16) mengemukakan
bahwa tujuan dari pembelajaran sastra, yaitu membantu keterampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang
pembentukan watak.
Tujuan pembelajaran sastra berdasarkan silabus Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran sastra
di SMA meliputi kemampuan dasar, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
indikator. Kemampuan dasar berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap minimal
yang harus dikuasai peserta didik. Standar kompetensi dalam pembelajaran sastra
adalah memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan. Kompetensi
dasar dalam pembelajaran sastra disesuaikan berdasarkan silabus dengan menganalisis
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/novel terjemahan.
c. Manfaat Pembelajaran Sastra
Rusyana (1984: 312-313) dan Rahmanto (1988: 16-25) menyatakan bahwa
pembelajaran sastra bermanfaat untuk
34
1) Melatih peserta didik supaya mampu menghayati nilai-nilai luhur, melihat dan
mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan simpatik.
2) Membantu ketrampilan berbahasa. Dalam berbahasa, ada 4 keterampilan dasar
yang harus dimiliki peserta didik yaitu: (i) menyimak (ii) berbicara (iii)
membaca (iv) menulis. Keterampilan tersebut sangat erat hubungannya dalam
pembelajaran sastra.
3) Pembelajaran sastra dapat meningkatkan pengetahuan budaya, karena sastra
merupakan cerminan dari kebudayaan yang ada di dalam masyarakat yang
sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia.
4) Pembelajaran sastra dapat mengembangkan cipta dan rasa peserta didik.
5) Pembelajaran sastra dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan
berbagai kualitas kepribadian peserta didik.
d. Materi Pembelajaran Sastra
Di dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya dapat memilih bahan
pengajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, pendidik
harus mampu memperhatikan pedoman dalam menentukan materi pembelajaran
sastra. Pembelajaran sastra harus sesuai dengan materi yang sudah disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik agar lebih tertarik dan
mudah dalam menerima materi.
Materi pembelajaran erat kaitannya dengan sumber belajar. Sumber belajar
dapat berupa buku pelajaran baik yang wajib maupun buku penunjang, media
cetak, media elektronik, lingkungan sekitar, dan juga bisa berupa hasil karya dari
peserta didik.
35
e. Metode Pembelajaran Sastra
Metode merupakan cara yang digunakan seorang pendidik dalam menyampaikan
pelajaran untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Seorang pendidik dapat memilih metode yang digunakan dalam proses belajar
mengajar dengan menyesuaikan materi pelajaran dan keadaan peserta didik.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh pendidik sebaiknya lebih banyak
memberikan peluang bagi peserta didik untuk selalu aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Rusyana mengemukakan (1984: 314) metode yang dapat digunakan dalam
pembelajaran sastra di sekolah yaitu ceramah, diskusi, tanya jawab, dan pemberian
tugas.
1) Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk
menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok
persoalan serta masalah secara lisan. Biasanya pendidik menggunakan metode
ceramah bila memiliki tujuan agar peserta didik mendapatkan informasi tentang
suatu pokok atau persoalan tertentu.
Permana dan Sumantri (2001: 118-119) menyatakan metode ceramah
mempunyai kelebihan, yaitu:
a) murah dalam arti efesien dalam pemanfaatan waktu waktu dan menghemat
biaya;
b) mudah dalam arti dapat disesuaikan dengan keterbatasan peralatan dapat
disesuaikan dengan jadwal pendidik terhadap ketidak sediaan bahan tertulis;
36
c) meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan minat belajar
dari sumber lain;
d) memperoleh penguatan bagi pendidik dan peserta didik ;
e) menambah wawasan yang luas dari pada sumber lain karena guru menjelaskan
topik dengan mengkaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Permana dan Sumantri (2001: 119) juga menyatakan bahwa metode
ceramah juga mempunyai kelemahan, yaitu:
a) dapat menimbulkan kejenuhan kepada peserta didik;
b) materi ceramah terbatas pada apa yang diingat pendidik;
c) informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan zaman;
d) tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik.
Solusi untuk mengatasi kelemahan metode ceramah tersebut adalah sebagai
berikut.
a) Pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran harus memberikan variasi
sehingga peserta didik tidak jenuh;
b) Pendidik harus mempunyai wawasan yang luas mengenai materi yang
akan disampaikan;
c) Pendidik dalam menyampaikan materi memberikan contoh atau peragaan
sehingga mudah dipahami oleh peserta didik;
d) Setelah menyampaikan materi, pendidik memberikan pertanyaan kepada
peserta didik untuk mengetahui apakah materi yang telah disampaikan
dipahami oleh peserta didik.
37
2) Metode diskusi
Kegiatan pembelajaran sasatra memerlukan suatu hubungan antara peserta
didik yang ada dengan peserta didik yang lain. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
metode diskusi. “Metode diskusi adalah siasat penyampaian bahan pengajaran
yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menembukan alternative
pemecahan atau topik bahasan yang bersifat problematis” (Permana dan Sumantri,
2001: 124)
Metode diskusi dapat mendorong peserta didik untuk aktif berpartisipasi dalam
mengemukakan pendapat peserta didik serta bertukar pikiran dengan peserta didik
lain dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Permana dan Sumantri (2001: 125) mengemukakan bahwa metode diskusi
mempunyai kelebihan, yaitu:
a) mendorong partisipasi peserta didik secara aktif;
b) menumbuhkan kemampuan berpikirkritis dan partisipan demokratis;
c) menimbulkan kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa baru dalam
pemecahan masalah;
d) melatih kestabilan emosi dengan mengharagi dan menerima pendapat orang
lain.
Metode diskusi menurut Permana dan Sumantri (2001: 125-126) juga mempunyai
kelemahan, yaitu:
a) sulit menemukan topik masalah yang sesuai dengan tingkat berpikir peserta
didik;
b) pembicaraan atau pembahasan sering meluas dan mengambang;
38
c) memerlukan waktu yang terbatas;
d) perbedaan pendapat dalam mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat
menimbulkan bentrok fisik.
Solusi untuk mengatasi kelemahan dalam metode diskusi di atas, yaitu sebagai
berikut.
a) Pendidik sebagai pembimbing harus mengusahakan seluruh peserta didik
ikut berpartisipasi dalam diskusi;
b) Pendidik harus dapat membatasi masalah yang akan didiskusikan sehingga
tidak sampai meluas;
c) Pendidik harus dapat mengatur jalannya diskusi sehingga waktu yang
digunakan untuk kegiatan diskusi sesuai dengan waktu yang akan telah
direncanakan;
d) Pendidik harus dapat menghindari perdebatan yang berlarut-larut jika ada
ketidakcocokkan.
3) Metode Tanya Jawab
Dalam kegiatan pembelajaran tanya jawab dijadikan sebagai salah satu metode
untuk memancing pengetahuan peserta didik terhadap materi yang akan diajarkan.
“Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam proses belajar mengajar
melalui interaksi dua arah atau “ two way traffics” dari pendidik ke peserta didik atau
pun sebaliknya.” (Permana dan Sumantri, 2001: 120)
Kelebihan metode tanya jawab menurut Permana dan Sumantri 2001: 122),
yaitu:
a) dapat menarik dan memusatkan perhatian peserta didik terhadap pelajaran;
39
b) lebih merangsang peserta didik untuk mendayagunakan pikir dan daya
nalarnya;
c) menumbuhkan keberanian dalam mengemukakan jawaban;
d) pembuka jalan bagi proses belajar yang lain.
Permana dan Sumantri (2001: 122) berpendapat metode tanya jawab juga
mempunyai kelemahan, yaitu:
a) pada kelas besar pertanyaan tidak dapat disebarkan kepada peserta didik;
b) peserta didik yang tidak aktif mempertahankan bahkan tidak terlibat secara
mental;
c) menimbulkan rasa gugup pada peserta didik yang tidak memilik keberanian
menjawab dan bertanya;
d) membuang waktu bila peserta didik tidak responsif terhadap pertanyaan.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan di atas adalah sebagai
berikut.
a) Pertanyaan hanya diberikan kepada peserta yang aktif dan kurang aktif;
b) Pertanyaan diberikan kepada peserta didik yang terlihat kurang aktif dalam
kegiatan pembelajaran;
c) Pendidik mengondisikan kelas sehingga peserta didik tidak merasa gugup
dalam menjawab pertanyaan;
d) Pendidik melempar pertanyaan kepada peserta didik lain jika ada peserta
didik yang tidak dapat menjawab.
40
4) Metode Pemberian Tugas
Untuk mengetahui pemahaman peserta didik dan melatih kemampuan peserta
didik, dalam kegiatan diperlukan pembelajaran diperlukan metode pemberian tugas.
“Metode pemberian tugas adalah suatu cara intensitas belajar mengajar yang
ditandai dengan adanya tugas dari pendidik untuk dikerjakan peserta didik di
sekolah atau pun di rumah secara perorangan atau kelompok.”(Permana dan
Sumantri, (2001: 130). Tugas yang diberikan dapat berupa membaca sebagian atau
seluruh cerita yang dibaca, khususnya mengenai materi pembelajaran yang akan
disampaikan.
Kelebihan dari metode pemberian tugas menurut Permana dan Sumantri (2001:
131), yaitu:
a) membuat peserta didik aktif belajar;
b) mengembangkan kemandirian peserta didik;
c) membina tanggung jawab dan disiplin peserta didik;
d) mengembangkan kreativitas peserta didik.
Permana dan Sumantri (2001: 131-132) mengemukakan metode pemberian
tugas mempunyai kelemahan, yaitu:
a) sulit mengontrol peserta didik apakah belajar sendiri atau dikenakan orang
lain;
b) sulit memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu peserta didik;
c) tugas yang banyak dan sering membuat peserta didik terbebani dan mengeluh.
Solusi untuk mengatasi kelemahan di atas, yaitu:
41
a) untuk mengatasi kelemahan masalah a dan b hendaknya tugas diberikan
tidak sama antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain;
b) guru tidak memberikan tugas terlalu sering.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengetahui sejauh mana peserta didik
telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan pembelajaran.
Evaluasi dalam pembelajaran sastra ini ditujukan untuk mengetahui tingkat
perkembangan peserta didik dan diarahkan terhadap semua aspek pribadi peserta
didik, bukan hanya terhadap aspek penguasaan pengetahuan saja, melainkan juga
aspek keterampilan perlu mendapatkan penilaian.
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran novel Mahamimpi Anak Negeri
secara tertulis dengan menggunakan tes esai. Tuckman (dalam Nurgiyantoro, 2009:
71) menyatakan bahwa tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut
jawaban peserta didik dalam bentuk uraian dengan mempergunakan bahasa sendiri.
Dalam tes bentuk esai peserta didik dituntut berpikir tentang dan mempergunakan
apa yang diketahui yang berkenaan dengan pertanyaan yang harus dijawab.
Tes bentuk esai memberi kebebasan kepada peserta didik untuk menyusun dan
mengemukakan jawabannya sendiri dalam lingkup yang secara relatif dibatasi.
Sebagai alat pengukur belajar peserta didik, tes bentuk esai mempunyai beberapa
kelebihan dan kelemahan, antara lain sebagai berikut.
Kelebihan tes esai antara lain
42
a. Tes esai tepat untuk menilai proses berpikir yang melibatkan aktivitas kognitif
tingkat tinggi, tidak semata-mata hanya mengingat dan memahami fakta atau
konsep saja;
b. Tes esai memaksa (baca: memberi kesempatan) peserta didik untuk mengemukakan
jawabannya ke dalam bahasa yang runtut sesuai dengan gayanya sendiri;
c. Tes esai memaksa peserta didik untuk mempergunakan pikirannnya sendiri, dan
kurang memberikan kesempatan untuk bersikap untung-untungan;
d. Tes bentuk esai mudah disusun, tidak banyak menghabiskan waktu.
Kelemahan tes bentuk esai antara lain.
a. Kadar validitas dan reliabilitas tes esai sangat rendah. Rendahnya kadar validitas
dan reliabilitas itu disebabkan (i) terbatasnya sampel bahan yang diteskan yang
mewakili seluruh bahan, (ii) jawaban yang diberikan peserta didik satu dengan
yang lain bervariasi, dan (iii) penilaian yang dilakukan sangat bersifat subjektif;
b. Akibat terbatasnya bahan yang diteskan, dapat terjadi hasil yang bersifat
kebetulan. Seorang peserta didik yang sebenarnya tergolong mampu, mungkin
mengalami kegagalan karena bahan yang diteskan kebetulan kurang dikuasai.
Sebaliknya, seorang peserta didik yang tergolong kurang mampu, mungkin
justru memperoleh hasil yang baik karena bahan yang diteskan kebetulan ia
banyak mempelajarinya;
c. Penilaian yang dilakukan terhadap jawaban peserta didik tidak mudah ditentukan
standarnya. Tiap butir tes esai tentunya tidak sama persis bobotnya sehingga skor
terhadapnya juga tidak sama. Disamping itu, adanya variasi jawaban peserta
43
didik menyulitkan kita untuk memberikan skor secara tepat dan memerlukan
pertimbangan-pertimbangan tertentu;
d. Waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa pekerjaan peserta didik relatif lama,
apalagi jika jumlah peserta didik cukup besar, sehingga dirasa tidak efisien.
Usaha mengurangi kelemahan tes esai antara lain
a. Bahan yang dipilih untuk diteskan hendaknya berupa bahan utama yang dapat
mewakili bahan lain yang tak diteskan. Hal ini mengingat bahwa tes bentuk
esai tidak mungkin berjumlah banyak sehingga dapat mewakili bahan secara
menyeluruh;
b. Pertanyaan hendaknya yang menuntut jawaban tertentu, artinya suatu jawaban
dapat dinilai lebih tepat daripada jawaban yang lain;
c. Sebelum dilakukan penilaian, hendaklah disusun terlebih dahulu kriteria tertentu
yang dijadikan pedoman.
Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 1-10 buah.
Soal-soal bentuk esai menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat menghubungkan
pengertian-pengertian yang telah dimiliki.
44
44
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis menguraikan objek penelitian, fokus penelitian, sumber
data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan
teknik penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian.
A. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai estetika novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang diterbitkan oleh PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri di Solo. Cetakan pertama pada tahun 2013, dan
mempunyai 438 halaman.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian atau batasan masalah berisi pokok masalah yang masih
bersifat umum (Sugiyono, 2013: 286). Penulis memfokuskan penelitian ini pada
kajian unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh, dan penokohan, alur, latar, majas,
dan amanat, serta nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas yang meliputi keindahan moral, keindahan susila, keindahan
akal, keindahan alami, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA.
C. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang digunakan untuk memperoleh data
dalam penelitian (Arikunto, 2010: 172). Sumber data dalam penelitian ini adalah
novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang diterbitkan oleh
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri di Solo. Cetakan pertama pada tahun 2013,
45
mempunyai 438 halaman. Data berupa narasi (tuturan pengarang) dan percakapan
para tokoh yang berhubungan dengan objek penelitian.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto, 2010: 203). Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penulis sendiri selaku peneliti, dengan bantuan kartu pencatat data. Kartu
pencatat data dipergunakan untuk mencatat data yang berupa narasi pengarang dan
percakapan para tokoh cerita dari Mahamimpi Anak Negeri yang ada kaitannya
dengan pembahasan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono,
2013: 308). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh
penulis dengan metode observasi. Metode observasi adalah suatu usaha sadar
untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur
yang terstandar (Arikunto, 2010: 265). Penulis juga menggunakan teknik catat
untuk mencatat data-data penting yang ada di dalam novel sebagai data dalam
penelitian. Selain itu, penulis juga menggunakan teknik pustaka yaitu menggunakan
sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data.
46
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut.
1. Membaca novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas secara
kritis dan teliti
2. Mencatat data penting berupa narasi dan percakapan yang relevan dengan
unsur instrinsik serta nilai estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas
3. Mengelompokkan data berdasarkan unsur instrinsik dan nilai estetika pada
novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
4. Mencatat hasil identifikasi data ke dalam kertas pencatat data. Data-data
tersebut berupa kutipan-kutipan dari objek penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif. Deskripsi kualitatif
adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka (Moelong, 2009: 11).
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis isi atau
content analiysis. Ismawati (2012: 65) memaparkan analisis isi adalah teknik
penelitian untuk mendeskripsikan sata secara objektif, sistematis, dan kuantitatif isi
komunikasi yang tampak. Dengan teknik ini, penulis membahas data mengkaji teks
novel untuk membedah dan memaparkan nilai estetika yang terkandung dalam
karya tersebut.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas adalah sebagai berikut.
47
1. Mengidentifikasi unsur instrinsik novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas.
2. Mengidentifikasi nilai estetika novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas, yaitu keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal, dan
keindahan alami.
3. Menganalisis unsur intrinsik dan nilai estetika novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas dengan teknik analisis isi.
4. Menyimpulkan hasil penelitian.
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk penyajian hasil analisis adalah menggunakan
metode informal. Metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan
kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Jadi, penulis menyajikan hasil penelitian
mengenai analisis unsur intrinsik, nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas dengan kata-kata biasa tanpa menggunakan
tanda dan lambang.
48
48
BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA
Di dalam bab ini disajikan dua hal paparan pokok, yakni (1) penyajian
data dan (2) pembahasan data. Penyajian data berisi data yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti, sedangkan pembahasan data berisi pembahasan terhadap
data tersebut.
A. Penyajian Data
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang penulis
teliti adalah (1) unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, latar,
majas, dan amanat, (2) nilai estetika yang meliputi keindahan moral, keindahan
susila, keindahan akal, dan keindahan alami, (3) dan skenario pembelajarannya di
kelas XI SMA. Sebelum penulis membahas data, terlebih dahulu penulis menyajikan
data.
1. Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas
Unsur intrinsik yang dianalisis dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan
amanat. Data hasil penelitian terhadap novel tersebut disajikan dalam bentuk tabel.
Sebagai berikut.
a. Tema
Tema merupakan salah satu unsur penting dalam gagasan sentral pengarang yang
mendasari penyusunan cerita dalam karya sastra sehingga dapat membangun cerita
yang mencakup permasalahan-permasalahan sekaligus sebagai unsur yang saling
terkait dengan unsur-unsur lainnya. Berdasarkan tingkat keutamaannya, tema terdiri
49
atas tema utama (tema mayor) dan tema tambahan (tema minor). Tema utama
merupakan makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar suatu karya
sastra yang dapat dilakukan dengan cara menentukan persoalan yang paling menonjol
dalam cerita, sedangkan tema tambahan merupakan makna yang hanya terdapat pada
bagian-bagian tertentu cerita atau dapat diidentifikasikan sebagai makna tambahan
yang bersifat mendukung dan memperjelas makna pokok cerita. Di bawah ini disajikan
data tema dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas pada
Tabel 1.
Tabel 1 Tema dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri
Karya Suyatna Pamungkas
No. Masalah Halaman Novel
1. a. Tema Mayor Kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup untuk mewujudkan cita-cita dan mengislamkan masyarakat Bukit Bayur.
57, 373, 388
b. Tema Minor Masalah keimanan 49, 56, 62, 63
Masalah cinta kasih 100, 178, 181, 192, 421
Masalah pendidikan 10, 11, 57, 64
b. Tokoh dan Penokohan
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas terdapat
beberapa tokoh yang merupakan tokoh utama dan tokoh tambahan. Cara yang
digunakan dalam menggambarkan tokoh dan penokohan adalah menggunakan teknik
50
dramatik dan analitik. Di bawah ini disajikan data tokoh dan penokohan dalam novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas pada Tabel 2.
Tabel 2 Tokoh dan Penokohan dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri
Karya Suryatna Pamungkas
No. Nama Tokoh Teknik Penokohan Halaman Novel
1. Tokoh Utama a. Elang
1) Penakut 2) Cemburuan 3) Baik
Secara dramatik
Secara anlitik Secara dramatik
27 102-103 97
b. Tegar 1) Suka memberi nasihat 2) Sabar
Secara dramatik Secara dramaik
392 252-253
c. Darwin 1) Keras kepala 2) Tidak mudah menyerah 3) Humoris
Secara dramatik Secara dramatik Secara dramatik
253 258 316
d. Waris 1) Pendiam dan mengalah
Secara analitik
40
e. Senja 1) Suka memberi nasihat 2) Peduli dan suka membantu
Secara dramatik Secara analitik
341 138
2. Tokoh Tambahan a. Ibu Elang
1) Peduli
Secara dramatik 50
b. Ayah Elang 1) Keras kepala dan pemarah
Secara dramatik
57-58
c. Pak Sapon (Polisi Hutan) 1) Kasar dan Pemarah 2) Licik
Secara dramatik Secara analitik
218 258-259
d. Paman Wijaya 1) Baik dan ramah
Secara dramatik
90
e. Pak Ahmad (Ustaz) 1) Baik
Secara dramatik
122
f. Bu Supriatin (Guru) 1) Peduli
Secara dramatik
108
51
g. Kardi 1) Baik
Secara dramatik
409
h. Warsih 1) Baik
Secara dramatik
410
c. Alur
Alur yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri adalah alur maju.
Di bawah ini disajikan data pengaluran dalam novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengaluran dalam Novel Mahamipi Anak Negeri
Karya Suyatna Pamungkas
No. Alur Halaman Novel
1. Tahap Alur
Tahap Penyituasian (situation) 1, 5
Tahap Pemunculan Konflik (generating
circumtances)
17, 22
Tahap Peningkatan Konflik (rising action) 49, 58, 218, 251
Tahap Klimaks (climax) 286, 396
Tahap Penyelesaian (denoument) 418
2. Keindahan Alur
Tegangan (suspense) 188, 190, 251, 252,
340-341
Daya Duga Bayang (foreshadowing) 79, 125, 169, 406
Kejutan (surprise) 373, 403
d. Latar
Latar tempat utama dalam novel Mahamimpi Anak Negeri adalah Bukit Bayur,
dengan berbagai aktivitas di dalamnya. Akan tetapi, terdapat banyak latar tempat
52
yang mendasari jalannya cerita dalam novel tersebut. Di bawah ini disajikan data
pengaluran dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas pada
Tabel 4.
Tabel 4 Latar dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri
Karya Suyatna Pamungkas
No. Latar Halaman Novel
1. Latar Tempat a. Bukit Bayur 12 b. Hutan Pinus 16 c. Wogen Legok 17 d. Sekolah 103 e. Masjid 119 f. Bukit Warengan 174 g. Rumah Paman Wijaya 89 h. Kecamatan Cilongok 273 i. Purwokerto 313 j. Kebun 159 k. Pasar Sokaraja 341 l. SMA N Baturaden 397 m. Jakarta 407 2. Latar Waktu a) Pagi 1 b) Sore 6 c) Malam 49 d) Hari 135 3. Latar Sosial a) Seorang Ibu 50 b) Seorang Polisi Hutan 216 c) Seorang Ustaz 122 d) Seorang Guru 103 e) Seorang Kompeni 153
53
e. Majas
Majas ialah bahasa yang maknanya melampaui batas yang lazim. Pembicaraan
yang ditulis oleh pengarang harus menggunakan bahasa yang pantas untuk dibaca
oleh pembaca. Di bawah ini disajikan data majas dalam novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas pada Tabel 5.
Tabel 5 Majas dalam Novel Mahamipi Anak Negeri
Karya Suyatna Pamungkas
No. Majas Halaman Novel
1. a) perbandingan (simile) 96, 125, 376
b) metafora 24
c) personifikasi 37-38, 160, 289
d) hiperbola 103, 134, 393, 413
e) ironi 411, 154, 230
f. Amanat
Amanat merupakan pesan yang berhubungan dengan makna yang disampaikan
oleh pengarang dalam karya sastra baik secara implisit dan eksplisit. Amanat dapat
diangkat dari ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang yang
berhubungan dengan permasalahan yang terjadi di dalam karya sastra sebagai jalan
keluarnya. Di bawah ini disajikan data amanat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas pada Tabel 6.
54
Tabel 6
Amanat dalam Novel Mahamipi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas
No. Amanat Halaman Novel 1. Implisit
a) Selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi segala macam cobaan.
392
b) Berusahalah untuk selalu jujur dalam keadaan apapun.
340
2. Eksplisit a) Saling berbagi dan saling menolong sesama
manusia
90, 95-96, 312, 314
b) Optimistis untuk mewujudkan keinginan yang diharapkan
62, 258
2. Nilai Estetika Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
Nilai estetika yang dianalisis dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas meliputi (1) keindahan moral, (2) keindahan susila, (3) keindahan akal, (4)
dan keindahan alami. Berikut ini disajikan tabel data nilai estetika yang terdapat di
dalam novel tersebut.
Tabel 7 Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri
Karya Suyatna Pamungkas
No. Nilai Estetika Wujud Nilai Estetika Halaman Novel
1. Keindahan Moral a) Kasih sayang terhadap keluarga dengan saling melindungi diwujudkan oleh sikap Waris dan Darwin
178, 248-249
55
b) Keteguhan Darwin untuk mencintai tanah Indonesia yaitu Bukit Bayur
147
c) Sikap Elang yang bersedia mengantikan posisi Tegar untuk mencari Kyai Nasir
301
d) Keperdulian Tegar dan Darwin terhadap Elang yang kehilangan sosok ibu untuk
389, 391, 394
2. Keindahan Susila a) Sikap Paman Wijaya yang ramah terhadap anak-anak yang datang ke rumahnya untuk menonton televisi
90
b) Sikap Bu Guru Supriyatin yang peduli terhadap Senja yang telah menjadi anak yatim piatu
108
c) Tegar yang selalu memberikan nasihat kepada sahabat-sahabatnya yang sedang putus asa
390
3. Keindahan Akal a) Ayah dan Ibu bertanya tentang dunia dan akhirat kepada Elang
54
b) Tegar, Darwin, dan Elang bertanya kepada Ustaz Ahmad pembangun masjid di Bukit Bayur.
123-124
c) Darwin pandai merayu ketika meminta pertolongan kepada pak sopir untuk mengantarkan ke Purwokerto
305
4. Keindahan Alami a) Sungai Kaligencar di Bukit Bayur merupakan salah satu jalur transportasi yang digunakan menuju tempat mengaji
37
56
b) Pohon-pohon besar yang berada di hutan menunjukkan bahwa hutan di Bukit Bayur sangat terjaga kelestariannya
168
c) Pemanfaatan sumber daya alam, seperti hewan, buah-buahan yang dapat dikonsumsi, batang bambu sebagai bahan pembuatan masjid dan lain sebagainya
191-192, 195-201
3. Skenario Pembelajaran Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri
Karya Suyatna Pamungkas
Strategi pembelajaran sastra dengan materi nilai estetika pada novel Mahamimpi
Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dalam penelitian ini disesuaikan dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yakni sebagai berikut.
a. Standar Kompetensi
Membaca
7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.
b. Kompetensi Dasar
7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
c. Indikator
Indikator dalam pembelajaran sastra ini, yaitu:
1) Menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas
2) Menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas
57
3) Menganalisis nilai estetika pada novel Mahamipi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas
d. Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini yaitu 4x45 menit (2x
pertemuan).
e. Tujuan Pembelajaran
1) Peserta didik mampu menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas.
2) Peserta didik mampu menganalisis unsur intrinsik dan nilai estetika pada
novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
3) Peserta didik mampu menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas.
f. Materi Pembelajaran
1) Unsur intrinsik berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan
amanat.
2) Nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
g. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran sastra novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas.
1) Ceramah
2) Tanya jawab
3) Diskusi
4) Penugasan
58
h. Langkah-langkah Pembelajaran
Langkah-langkah pembelajaran sastra berupa nilai estetika dalam novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas sebagai berikut.
1) Kegiatan pendahuluan
2) Kegiatan Inti
a) Eksplorasi
b) Elaborasi
c) Konfirmasi
3) Kegiatan Penutup
i. Sumber belajar
Sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini yaitu:
1) Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
2) Buku lain tentang sastra yang relevan
j. Evaluasi
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini yaitu:
1) Teknis tes (tes esai)
2) Teknik nontes (kuesioner)
B. Pembahasan Data
Di dalam pembahasan data ini, dikaji data yang terdapat pada bagian penyajian
data. Data yang dikaji oleh penulis adalah unsur intrinsik novel Mahamimpi Anak
Negeri, nilai estetika, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA.
59
1. Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas
Unsur intrinsik yang dibahas dalam novel ini meliputi (a) tema, (b) tokoh dan
penokohan, (c) alur, (d) latar, (e) majas, dan (f) amanat. Berikut pembahasannya.
a. Tema
Berdasarkan tingkat keutamaannya, tema terdiri atas tema utama (tema mayor)
dan tema tambahan (tema minor). Di bawah ini disajikan pembahasan data
mengenai tema dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
sebagai berikut.
1) Tema Mayor
Tema mayor adalah makna pokok yang menjadi dasar atau gagasan dasar suatu
karya sastra. Tema tersebut ditentukan dengan cara menentukan persoalan yang
paling menonjol dalam cerita. Tema mayor yang terdapat dalam novel ini yaitu:
a) Kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup untuk mewujudkan cita-
cita dan mengislamkan masyarakat Bukit Bayur
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, tokoh yang
diceritakan yaitu tokoh utama. Elang adalah seorang lelaki yang sabar dan tabah
dalam menerima segala macam cobaan dalam hidupnya. Peran Elang dalam novel
tersebut sebagai tokoh utama. Masalah yang paling menonjol yaitu ketika Elang
diberi cobaan oleh Allah Swt., atas kehilangan Senja. Kemudian ia juga diberi cobaan
atas meninggal Ibu kandungnya. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“ Tuhanku! Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin Senja hilang, mana mungkin Senja diculik, siapa yang menculik di kebun lengang begini” (S.P., 2013: 373).
60
Kutipan di atas berisi hilangnya Senja saat bermain petak umpet. Elang
memang mencintai Senja, tetapi ia belum merelakan dengan ikhlas atas kejadian itu.
Kesabaran Elang dalam menghadapi cobaan masih terus berlanjut. Kesabaran Elang
kembali diuji ketika ia kehilangan Ibu kandungnya untuk selamanya. Memang sulit
menerima bahwa ibu kandungnya telah meninggal dunia. Para sahabatnya pun
merasa kasihan terhadap Elang. Tegar dan Darwin tidak tahu bagaimana harus
menyampaikannya kepada Elang. Tegar memberitahu Elang kondisi ibu kandungnya.
Peristiwa tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Elang...., panggil Tegar lirih. Aku menoleh dan kutanggalkan senyumku untuknya. Sekali lagi kubilang, aku kelewat bahagia dengan kembalinya Tegar ke tubuh Empat Pawana. Ya, ada apa, Gar? tanyaku setelah sekian lama Tegar terbungkam. Pagi ini aku membawa kabar untuk. Bahwa...... Tegar menghentikan kalimatnya, lantas ia merangkul pundakku dengan perlahan. Aku mengerutkan dahi, merasa heran sendiri. Tidak biasa Tegar begini. Ibumu meninggal dunia, beberapa saat setelah kau pergi dari Bukit Bayur” (S.P., 2013: 388).
Setelah mendengar kabar dari Tegar, hal yang pertama dirasakan Elang
benar-benar terkejut. Ia mencoba sabar dan ikhlas menerima takdir dari Allah Swt.
Dalam hal lain, masalah hubungan dengan kedua orang tua. Semua orang tua Empat
Pawana melarang pergi mengaji dan sekolah. Hal tersebut tergambar di dalam
kutipan berikut.
“Mendengar keluhanku, Tegar dan Darwin saling pandang. Lantas tersengih bersama-sama. Sudah dikatakan tadi oleh Darwin, tidak orang tua dia, tidak orang tua Tegar, tidak orang tua Waris, semua sama saja. Semua melarang anak-anaknya sekolah dan mengaji” (S.P., 2013: 57).
61
Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan sikap Elang dan
sahabatnya yang sabar dalam menghadapi cobaan dari para orang tua. Mereka yakin
bahwa Allah menolong hamba-Nya yang berusaha dan sabar.
Berdasarkan paparan peristiwa di atas, tema mayor dalam novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas disampaikan oleh pengarang secara
implisit/tersirat. Pembaca perlu membaca terlebih dahulu seluruh cerita dengan
tekun dan cermat sehingga baru dapat menyimpulkan tema tersebut. Masalah dalam
tema tersebut juga digolongkan ke dalam tema yang bersifat egoik. Pengarang
menggunakan tema ini karena manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk
individu mempunyai banyak permasalahan dan konflik yang terjadi dalam hidupnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tema mayor dalam novel tersebut adalah
kesabaran dalam menerima segala macam cobaan dalam hidup.
2) Tema Minor
Tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu
cerita atau dapat diidentifikasikan sebagai makna tambahan. Tema minor atau
masalah-masalah yang terdapat dalam novel ini antara lain:
a) Masalah Keimanan
Masalah keimanan yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas yaitu usaha Empat Pawana dalam mengajarkan Islam di Bukit
Bayur dianggap sebagai pemecah persatuan masyarakat. Cerita diawali ketika niat
baik Empat Pawana untuk mengislamkan masyarakat dianggap memberontak oleh
masyarakat Bukit Bayur. Hal ini dapat diketahui dalam kutipan berikut.
62
“Aku termenung disetiap penghujung malam, aku sedikit menyesal ternyata usaha Empat Pawana untuk mengislamkan Bukit Bayur dianggap pemecah persatuan masyarakat. Kami dianggap memberontak. Kami dimusuhi masyarakat sendiri apabila kami mendalilkan ayat Allah kepada mereka” (S.P., 2013: 49).
Elang yang berusaha keras akan niat baiknya malah dianggap sebagai
pemberontak oleh masyarakat begitu juga dengan sahabat-sahabatnya. Permasalahan
yang terjadi dari keimanan tidak hanya datang dari kalangan masyarakat saja, tetapi
juga dari keluarga mereka sendiri. Berikut kutipannya.
“Sebagai mana ibuku, orang-orang Bukit Bayur juga percaya ajaran mengiwa dan menengen. Mau bilang mereka agnostik rasanya tidak begitu tepat. Pasalnya semua orang Bukit Bayur menyatakan bahwa dirinya beragama Islam, sementara kita tahu orang orang agnostik mempercayai keberadaan Tuhan, tetapi enggan menjalankan atau memeluk agamanya”(S.P., 2013: 56).
“Kendati semua orang mengutuk rutinitas kami mengaji, tapi kami tak pernah patah semangat”(S.P., 2013: 63).
Dalam kutipan di atas, pengarang mengambarkan bahwa keadaan masyarakat
Bukit Bayur yang jauh dari agama Islam yang sebenarnya, mereka tidak mengetahui
ajaran agama Islam sesuai syariat Islam. Elang yang tidak pernah putus asa dalam
mengislamkan masyarakat Bukit Bayur. Elang ingin mengenalkan Islam yang
sesungguhnya dan mengucapkan syahadat karena Allah Swt. Hal ini diketahui dalam
kutipan berikut.
“Maka sejak hari itu, aku berkomitmen tinggi untuk menbangun peradaban baru di sini. Menyadarkan orang-orang Bukit Bayur tentang syariat Islam yang benar. Mengajari mereka membaca Alquran dan mengerjakan shalat. Dan secara perlahan menuntun lidah mereka mengucap: Asyhadu ‘alla illaha illallah wa asyhadu ‘anna muhammmaddar rasullulah”(S.P., 2013: 62).
63
Dari kutipan tersebut diketahui bahwa pengarang dalam menyampaikan masalah
secara implisit/tersirat. Pembaca perlu membaca terlebih dahulu keseluruhan cerita
dengan cermat dan teliti sehingga baru dapat menyimpulkan tema tersebut. Masalah
dalam kutipan-kutipan di atas tergolong dalam tema nontradisional dan tema tingkat
divine/ketuhanan. Masalah di atas termasuk tema nontradisional karena masih jarang
diangkat dan biasanya masalah yang ada tidak sesuai dengan yang diharapkan
pembaca. Selain itu, masalah yang diangkat termasuk tema tingkat divine/ketuhanan
karena pengarang menjelaskan tentang manusia dengan Sang Pencipta, yaitu masalah
keyakinan.
b) Masalah Cinta Kasih
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas terdapat
masalah mengenai cinta kasih. Cerita diawali ketika Elang bertemu Senja di Gedung
Serbaguna. Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Ditempat inilah, untuk kali pertama aku terhipnotis pesona gadis manis kecil menawan. Kuingat benar saat gadis berkepang itu tersenyum kepadaku, dengan malu-malu aku menatapnya. Aih betapa hebat cinta pertama. Energi yang ditimbulkan mampu menjadi motor penggerak dalam menaklukkan segala tantangan. Dan di tempat inilah, di Gedung Serbaguna inilah semua rasa bermula” (S.P., 2013: 421).
Setelah peristiwa tersebut, tokoh Elang jatuh cinta pada Senja semenjak
pertama kali melihatnya. Namun, rasa cinta dan kagum Elang pada Senja bertepuk
sebelah tangan, sebab Senja lebih dulu dekat dengan Waris sahabatnya. Hal tersebut
dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Oh Tidak‼‼! Aku menggosok kedua bola mataku. Benarkah dia? Benarkah gadis itu Senja? Benarkah Waris akan memeluknya? Tidak bisa dicegah, aku pun terpelongo.
64
Duh Gusti ini mustahil”(S.P., 2013: 100).
Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan bagaimana perasaan Elang
pada Senja, Elang cemburu ketika melihat kemesraan antara Waris dan Senja.
Namun, hubungan Waris dan Senja tidak bertahan lama, mereka dipisahkan oleh
takdir. Waris pergi meninggalkan Bukit Bayur karena mengikuti program
transmigrasi dan memilih untuk menjaga keluarganya. Waris tidak hanya
meninggalkan Bukit Bayur tetapi juga meninggalkan kisah cintanya bersama senja.
Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Satu adikku tewas sebagaimana Ayah. Sehingga, mau tak mau aku harus membawa Ibu dan adikku ikut bertransmigrasi. Nenek juga akan kami ikutkan transmigrasi. Aku tak punya siapa-siapa, tak punya apa-apa lagi, Lang. Nenek, Ibu, dan adikku, itulah satu-satunya harta yang kumiliki” (S.P.,2013: 178). “Aku pasti kembali Senja‼‼ Ris……tunggu‼! Riss tungggg…guu‼!.
Dengan mata dan kepala sendiri, aku menyaksikan drama sepasang kekasih yang dipisahkan oleh takdir. Tak sekedip mata pun aku berhenti mengamati sepasang kekasih itu benar benar terpisah”(S.P, 2013: 192). Sementara itu, disaat perpisahan Waris dan Senja yang dipisahkan oleh takdir.
Elang merasa senang atas kepergian Waris bertransmigrasi, sebab ia bisa dekat
dengan Senja. Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Akan kujaga Senja baik-baik, Ris. Tapi, kau harus berjanji. Kau akan kembali ke tempat ini kelak! Sambil tersenyum, aku meremas kedua bahunya. Entah kenapa aku suka dengan keputusannya pergi bertransmigrasi. Tentu alasan paling logis adalah karena aku bisa dekat dengan Senja. Aku memang bukan dirinya, yang berhati begitu putih. Sering kali aku berpikir picik, mau senang, dan menang sendiri” (S.P., 2013: 181).
65
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa cinta segitiga terjadi
antara Elang, Senja, dan Waris. Mereka sama-sama membuktikan keseriusannya.
Namun, hanya ada satu yang berhasil merebut hati Senja. Pengarang dalam
menyampaikan tema cerita tersebut secara eksplisit. Pengarang menyampaikan
melalui pemaparan sehingga pembaca dengan mudah langsung dapat memahaminya.
c) Masalah Pendidikan
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas terdapat
masalah pendidikan. Dalam rangka mewujudkan cita-cita Elang dan sahabat-
sahabatnya yaitu untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas,
seperti yang terjadi pada tokoh Empat Pawana, keadaan yang tidak layak serta
minimnya sarana dan prasarana justru mereka lalui setiap hari demi bersekolah
dan demi mewujudkan cita-cita mereka yang luhur, bahkan tokoh Empat Pawana
tidak takut menetang maut demi mewujudkan impian dan cita-citanya. Hal ini
diketahui dalam kutipan berikut.
“Bayangkan saja, pagi benar kami harus berjalan jauh untuk sampai di sekolah. Menuruni bukit, menembus hutan pinus, melewati tebing-tebing, menyeberangi sungai, menembus rapatnya kebun tebu, mengitung petak sawah dan ladang, setiap hari dan setiap pagi, setiap sore dan setiap hari, setiap hari dan setiap malam, sepanjang tahun selalu begitu”(S.P., 2013: 10).
Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan minimnya sarana dan
prasarana yang dimiliki empat pawana, memaksa mereka harus berjalan puluhan kilo
demi sekolah dan demi pendidikan yang ingin mereka dapatkan. Hal tersebut mereka
jalani dengan sabar dan ikhlas. Pengarang juga mengambarkan keadaan masyarakat
Bukit Bayur yang masih tertinggal. Hal ini diketahui dalam kutipan berikut.
66
“Dalam pengalaman kolektif atau habitus dusun kami, masyarakat dusun kami sangat jauh dari peradaban”(S.P., 2013: 11).
Meskipun keadaan masyarakat yang tidak mendukung dan jauh dari
peradaban hal itu tidak menjadikan empat pawana menyerah begitu saja, justru
keadaan itu yang menguatkan tekad empat pawana untuk mendapatkan pendidikan
yang semestinya ia dapatkan. Alasan yang membuat mereka gigih berjuang demi
masa depan adalah tidak ingin disamakan dengan masyarakat Bukit Bayur yang
diseragamkan miskin dan buta huruf. Hal ini diketahui dalam kutipan berikut.
“Kami diseragamkan miskin dan kami pun diseragamkan buta huruf”(S.P., 2013: 57).
Keadaan masyarakat yang miskin dan tertinggal serta jauh dari harapan tidak
menjadikan Empat Pawana menyerah, justru mereka memiliki tekad yang kuat untuk
mengangkat masyarakat Bukit Bayur dari buta huruf dan kemiskinan. Dalam novel
Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menggambarkan dalam hal meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang berkualitas pemerintah juga memiliki peranan
yang pokok dalam hal itu, pemerintah wajib memberikan sarana dan prasarana yang
baik dalam terwujudnya pendidikan yang diharapkan. Hal ini diketahui dalam kutipan
berikut.
“Saat kelas dua kami sering berangkat siang hari. Menginggat ruang di sekolah kami harus bergantian dengan SD Satu Atap Sokawera. Kami pun belajar diruangan ini dengan ruang dan guru yang sama dari SD sampai SMP. Masuk sekolah siang kami harus rela pulang malam hari dan tentu saja orangtuaku mencak-mencak melihatku pulang malam hari, aku tidak boleh sekolah karena mereka pikir sekolah hanya menyita watu dan membuang waktu saja, mereka lebih suka anaknya menggembala domba, menyadap getah pinus dan menggarap sawah”(S.P., 2013: 64).
67
Dari kutipan di atas, cukup jelas diketahui bahwa pengarang menggambarkan
bahwa sarana yang diberikan pemerintah kurang memadai, karena tokoh empat
pawana harus bersekolah jauh dari desa mereka, bahkan harus bergantian ruang
dengan anak SMP.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita, sedangkan penokohan menunjuk
pada cara pengarang dalam menggambarkan sifat tokoh tersebut. Pada skripsi ini,
penulis tidak hanya memfokuskan pada tokoh utama, tetapi juga pada tokoh-tokoh
yang lain. Di bawah ini disajikan pembahasan data mengenai tokoh utama dan
penokohan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
1) Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam berbagai
peristiwadalam cerita. Jenis tokoh dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas sebagai berikut.
a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
terdiri dari beberapa orang, yaitu Elang, Tegar, Darwin, Waris, dan Senja. Hal ini
dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Aku dilema, aku menyikut lengan Waris agar dia memberikan suara. Dasar pendiam! Kalau tak ditabuh, tak bersuara. Waris mengeleng diliputi keraguan, lalu dengan setengah memekik ia memberikan jawaban. Aku masih sayang sama diriku sendiri Gar. Maaf, aku tak berani menembus hujan ini. Aku pilih berdiam di sini dan menunggu hujan reda. Kulihat Darwin tampak senang. Kini, dia mendapat satu suara. Tinggal aku” (S.P., 2013: 27).
68
Elang, Tegar, Darwin, dan Waris adalah tokoh yang sering muncul hampir
pada setiap bagian. Mereka memegang peranan penting dalam pembentukan alur
cerita. Mereka selalu ada dalam setiap permasalahan yang ada di dalam novel
tersebut. Selain Empat tokoh utama di atas pengarang juga memunculkan tokoh
Senja dalam cerita perjalanan Empat Pawana. Tokoh Senja menjadi salah satu
tokoh yang ikut berperan banyak dalam rangkaian cerita tersebut. Ia dimunculkan
sebagai bagian dari kisah-kisah romantika yang indah dalam novel Mahamimpi
Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas. Berikut merupakan kutipan yang
memunculkan tokoh Senja dalam cerita tersebut.
“Teman-teman perkenalkan, namaku Senja, aku pindahan dari Bandung. Rumahku di Wogen Legok, rumah Pamah Wijaya. Senja memulai sesi perkenalannya, kupasang indra mataku baik-baik dan tak kubiarkan satu informasi pun terlewatkan dari bocah bandung ini”(S.P., 2013:107).
Tokoh utama erat kaitannya dengan tokoh-tokoh lain/tokoh tambahan dalam
cerita tersebut. Tokoh tambahan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas yakni Pak Sapon, Ayah Elang, Ibu Elang, Ustaz Ahmad, Paman Wijaya,
Bu Guru Supriyatin, Kardi, dan Warsih. Berikut contoh kutipan dari salah satu tokoh
tambahan.
“Dan Pak Sapon tak berkedip memandangku, tatapan matanya bagai serigala lapar. Kurasai jantungku berdebar ketakutan. Apakah Empat Pawana juga dicurigai sebagai penjarah. Sehingga, pagi ini polisi hutan menyerang kami?”(S.P., 2013: 217).
Dalam kutipan di atas, digambarkan bahwa tokoh Pak Sapon, merupakan tokoh
yang sangat berpengaruh dengan tokoh utama. Tokoh-tokoh tersebut digambarkan
secara detail sehingga ikut dibahas lebih mendalam oleh penulis.
69
b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi oleh pembaca. Tokoh protagonis
dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yaitu Tegar.
Berikut contoh kutipan tokoh protagonis.
“Elang, kau harus lebih rajin belajar. Lebih semangat lagi. Supaya kau juga pintar, bisa mengikuti berbagai lomba di sekolah. Aku percaya, kalau kau sungguh-sungguh, Allah akan mempermudah jalanmu, kata Tegar dengan nada arif. Memang, berbeda dengan Darwin, Tegar selalu menasihatiku dengan cara yang sangat bijaksana” (S.P., 2013: 262).
Berbeda dengan tokoh protagonis, tokoh antagonis adalah tokoh yang selalu
menyebabkan konflik bagi tokoh protagonis. Tokoh antagonis dalam novel tersebut
adalah Pak Sapon. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Kuperingatkan kepada kalian, hei anak-anak kampung. Kalian jangan membuatku naik darah. Karena aku bisa membunuh kalian, nada bicaranya makin antagonis. Bertimbre berat, penuh penekanan. Mirip seorang diktator” (S.P., 2013: 218).
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan tokoh Pak Sapon
mempunyai pengaruh buruk terhadap salah satu tokoh utama yaitu Empat Pawana.
Berdasarkan kutipan tersebut penulis menyimpulkan tokoh Pak Sapon merupakan
tokoh antagonis.
2) Penokohan
Cara atau teknik penggambaran tokoh dalam novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas melalui dua metode, yaitu dramatik dan analitik. Cara
atau penggambaran pelukisan tokoh akan dibahas sebagai berikut.
a) Elang
70
Elang merupakan tokoh utama. Dia adalah sosok lelaki yang penakut. Berikut
contoh kutipannya.
“Aku masih sayang sama diriku sendiri, Gar. maaf, aku tak berani an ini. Aku pilih berdiam di sini dan menunggu ujan reda” (S.P., 2013: 27).
Secara dramatik pengarang menggambarkan sifat Elang yang penakut
melalui cakapan antartokoh, yaitu antara Elang dan Tegar. Selain sifat di atas,
Elang juga mempunyai sifat cemburuan. Elang secara tegas mengaku merasa
cemburu karena Senja dekat dengan Waris. Sifat Elang yang cemburuan dapat
diketahui dalam kutipan sebagai berikut.
“Melihat itu, aku makin jengkel. Aku tahu aku marah, sebal, cemburu. Tanpa sepengetahuanku, Waris telah mencuri start mendekati gadis manis itu.” (S.P., 2013: 102-103)
Pengarang menggambarkan tokoh Elang dengan menggunakan teknik
analitik. Elang digambarkan secara langsung dan jelas memiliki sifat cemburuan.
Selain cemburuan, Elang juga mempunyai sifat baik kepada siapa pun. Salah satunya,
ia memberikan bantuan kepada Senja. Sifat Elang yang baik dapat diketahui pada
kutipan berikut.
“Sepuluh menit kemudian, pekerjaan selesai. Aku mengusap telapak tangan, merasa bangga karena telah menolong gadis manis kota itu. Terima kasih, ya, “kata Senja kepadaku disertai seulas senyum” (S.P., 2013: 97).
Secara dramatik pengarang menggambarkan sifat baik Elang yang memberikan
bantuan melalui cakapan antartokoh. Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan
tokoh Elang dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
digambarkan dengan menggunakan teknik dramatik. Pengarang membiarkan tokoh
Elang untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang
71
dilakukan dan melalui peristiwa yang terjadi. Dari beberapa peristiwa, pembaca dapat
menyimpulkan bahwa tokoh Elang mempunyai sifat yang baik, cemburuan, dan
penakut.
b) Tegar
Tegar adalah pemuda asli Bukit Bayur. Ia sosok lelaki yang tampan dan
mempunyai sifat suka memberi nasihat. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai
berikut.
“Ketahuilah dan sadarilah bahwa pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan. Rencana Tuhan berada di atas segala-galanya. Kau tidak boleh terus-terusan menyalahkan takdir. Jangan sekali-k Tuhan. Tapi sebaliknya, saat terkena musibah, berusahalah mengikhlaskan semua,” jawab Tegar, ia mendekat kepadaku” (S.P., 2013: 392).
Dalam kutipan di atas, secara dramatik pengarang menggambarkan
bagaimana sifat tokoh Tegar. Secara dramatik, Tegar mempunyai sifat suka memberi
nasihat. Selain itu, Tegar juga merupakan pemuda yang sabar. Ia selalu berusaha
untuk menyelesaikan masalah dengan tenang. Sifat Tegar yang sabar dapat dilihat
dalam kutipan berikut.
“Jangan, Win! sergah Tegar. Jangan! Islam tidak mngajarkan kita melawan kekerasan dengan kekerasan selagi masih bisa ditempuh dengan jalan damai. Tegar memeluk bagian pinggang darwin, memegangnya erat, berusaha mencegah pembakaran pos polisi itu” (S.P., 2013: 252-253).
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, penulis
menyimpulkan bahwa tokoh Tegar digambarkan dengan teknik dramatik. Pengarang
memberikan gambaran dari cakapan antartokoh. Tegar mempunyai sifat suka
72
memberi nasihat. Ia selalu menasihati sahabat-sahabatnya. Selain itu, ia juga sabar
dalam menanggapi masalah.
c) Darwin
Darwin merupakan sahabat terdekat Elang. Ia adalah pemuda cerdas, tetapi keras
kepala. Sifat tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Minggir, Gar! Minggir! Biar aku bakar bangunan milik Perhutani Hutan ini! Aku sakit hati, aku sakit hati!! Darwin terus memberontak. Tangan kanannya berusaha melempar bambu berapi ke atap pos polisi. Tapi, sekuat Tegar berusaha menahan. Ia menangkis bambu itu agar terjatuh dari genggaman Darwin“(S.P., 2013: 253).
Bentuk sikap keras kepala Darwin dapat dilihat pada kutipan di atas.
Pengarang menggambarkan tokoh Darwin secara dramatik atau tidak secara langsung
diceritakan oleh pengarang, tetapi melalui cakapan dan lakuan antartokoh.
Selain keras kepala, Darwin juga mempunyai sikap tidak mudah menyerah dengan
keadaan. Ia berusaha untuk mendapatkan keinginannya. Hal tersebut dapat diketahui
melalui kutipan berikut.
“Aku juara lagi. Aku juara! Pekik Darwin. Dengarlah ini, Pak Sapon! Aku akan mengubah Bukit Bayur menjadi orang pintar, aku akan mengajari mereka membaca dan menulis. Kau tidak akan bisa mempermainkan nasib kami lagi” (S.P., 2013: 258).
Sikap Darwin dalam kutipan di atas, digambarkan secara dramatik.
Pengarang memaparkan secara tidak langsung bagaimana sifat Darwin yang tidak
mudah menyerah. Dalam kutipan lain, ditunjukkan bahwa Darwin juga mempunyai
sifat humoris. Darwin menggoda Senja dengan candaannya. Sikap humoris Darwin
tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
73
“Lagi, Darwin bikin ulah. Selayaknya bintang film kondang, anak ini memamerkan peran protagonis sedang merayu gadis idaman. Senja, terimalah cintaku ini. Aku berjanji akan menjagamu hingga akhir hayatku. Terimalah cintaku, Gadis. Berkata demikian, Darwin berlutut di depan Senja seraya memberikan bunga bakung yang disahutnya dari selokan kecil di tepi jalan. Kacamata dan model rambutnya masih belum berubah. Aku geli menahan tawa, demikian juga Senja. Namun demikian, Darwin tetap percaya diri luar biasa” (S.P., 2013: 316).
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa tokoh Darwin
digambarkan dengan teknik dramatik. Pengarang membiarkan tokoh Darwin untuk
menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan dan
melalui peristiwa yang terjadi. Dari beberapa peristiwa dapat disimpulkan bahwa
Darwin mempunyai sifat keras kepala, tidak mudah menyerah dan humoris.
d) Waris
Waris adalah pemuda pendiam dan mengalah. Ia merupakan lelaki yang tidak
banyak bicara. Namun, dibalik sikap pendiam dan mengalahnya, ia adalah lelaki yang
baik. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.
“Lalu pria menawan bernama Waris. Nama lengkapnya Waris Subekti. Waris yang tenang bagai Karimunjawa di tengah laut Jawa, selalu diam dan mengalah” (S.P., 2013: 40).
Pengarang menggambarkan sifat Waris sebagai lelaki yang pendiam dan
mengalah melalui teknik analitik. Sikap Waris secara langsung diceritakan oleh
pengarang. Akan tetapi, pengarang menggambarkannya dengan teknik cakapan.
Berdasarkan paparan tersebut, dapat diketahui bahwa Waris mempunyai sifat
pendiam dan mengalah.
74
e) Senja
Senja merupakan sosok perempuan cantik. Selain berparas cantik, ia memiliki
sifat suka memberi nasihat. Ketika Darwin, melakukan kesalahan Senja
menasihatinya. Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Ya Allah, Win! Kau ini seperti bukan santri saja! gugat Senja. Islam melarang kita menipu, mencuri, merampok apalagi korupsi. Bahkan, hukum Islam mengajarkan, barang siapa mencuri maka tangan boleh dipotong agar tidak ada orang yang berani mencuri. Sehingga, jika tidak takut akan hukuman akhirat, ia akan jera karena tangannya dipotong. Kamu keterlaluan Win. Bukankah, baik Bu Guru Supriatin ataupun Ustaz Ahmad tidak pernah mengajari kita mencuri?”(S.P., 2013: 341).
Kutipan di atas merupakan penggambaran watak Senja yang suka memberi
nasihat melalui teknik dramatik. Pengarang tidak menjelaskan secara jelas dan
langsung, tetapi menjelaskan melalui cakapan antartokoh.
Selain suka memberi nasihat, Senja juga mempunyai sifat peduli dan suka membantu.
Ia selalu membantu Empat Pawana dalam keadaan apapun. Sifat Senja tergambar
dalam kutipan berikut.
“Kini kutemukan cara-cara Senja begitu menawan, cantik. Aku percaya, inilah cantik yang sesungguhnya. Sebab fisik bisa sja rusak, bisa saja pudar, bisa mengeriput, bisa saja hilang. Akan tetapi, hati yang putih akan selamanya menjadi pelita yang menerangi jalan hidup” (S.P., 2013: 138).
Penggambaran tokoh pada kutipan di atas, dijelaskan oleh pengarang melalui
teknik analitik. Pengarang memberikan deskripsi, uraian, dan penjelasan secara
langsung. Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Senja mempunyai sifat suka
memberi nasihat, peduli dan suka menolong.
75
f) Pak Sapon
Pak Sapon adalah seorang polisi hutan. Ia menjadi tokoh antagonis yang
mempunyai watak kasar dan pemarah . Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan
berikut.
“Kuperingatkan kepada kalian, hei anak-anak kampung. Kalian jangan membuat naik darah, karena aku akan membunuh kalian, nada bicaranya makin antagonis. Bertimbre berat, penuh penekanan. Mirip seorang diktator”(S.P., 2013: 218).
Secara dramatik pengarang menggambarkan watak Pak Sapon yang kasar
dan pemarah. Watak tokoh Pak Sapon dihadirkan oleh pengarang secara tidak
langsung. Selain kasar dan pemarah, Pak Sapon juga merupakan sosok yang licik.
Sifat Pak Sapon yang licik dapat dilihat melalui kutipan berikut.
“Akulah anak dari negeri Bukit Bayur, yang akan memerangi kelicikan orang-orang pintar yang bisanya membodohi orang-orang bodoh! Aku akan melawanmu, Pak Sapon! pekik Darwin.” (S.P., 2013: 258-259).
Berdasarkan kutipan di atas, disimpulkan bahwa tokoh Pak Sapon digambarkan
dengan teknik analitik. Pengarang memberikan deskripsi, uraian, dan penjelasan
secara langsung. Pada novel mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas,
tokoh Pak Sapon mempunyai watak kasar dan pemarah. Selain itu, ia juga merupakan
sosok yang licik.
g) Ibu Elang
Ibu Elang adalah sosok seorang Ibu yang memiliki sifat peduli. Ketika Elang dan
sahabatnya melakukan kesalahan. Ibu menunjukan sifat kepeduliannya terhadap
mereka. Sifat tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut.
“Lihat kelakuanmu itu, kelakuanmu Empat Pawana.
76
Bikin repot orang sedusun saja! Untung, Tegar tidak masuk jurang atau mati kesamber gledek atau mati terseret arus sungai.coba kalau mati, kau bisa dimusuhi seumur hidup sama Paman Sampid”(S.P., 2013: 50).
Kutipan tersebut berisi sikap Ibu Elang yang sangat peduli terhadap
anaknya. Cara pengarang menggambarkan watak Ibu dengan menggunakan teknik
dramatik, yakni melalui percakapan tokoh.
Pada kutipan novel tersebut, pengarang menggambaran tokoh Ibu secara dramatik.
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas pengarang
membiarkan tokoh Ibu Elang untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui
berbagai aktivitas yang dilakukan dalam berbagai peristiwa yang terjadi.
h) Ayah Elang
Ayah Elang merupakan seorang ayah yang memiliki sifat keras kepala dan
pemarah. Sifat keras kepala dan pemarah tersebut dapat diketahui dalam kutipan
berikut.
“PRANKKG!! dihantamkanlah meja kayu di depanku oleh Ayah, semua gorengan berhamburan, tidak cangkirku, tidak cangkir Ayah tumpah airnya dan menggelinding di lantai tanah. Kudua tangan ibuku melompat cepat menekan dada, mulutnya mendesiskan sesuatu, lantas menelan ludah penuh kegetiran. Aku memundurkan letak kursiku. Dadaku terlunjak, hatiku getir, aliran darahku mengalir deras, pipi-pipiku panas, tapi kurasai telapak tanganku sedingin es balok. Anak kecil, tahu apa! Jangan melawan nasihat orang tua! keras, getas. Ayah menjatuhkan tatapan mata serigala ke anak mataku. Kurasai gigi-gigi orang ini gemeletuk, lalu lanjutnya, kau itu air kencingku. Jangan mengajari orang tua yang sudah lahir mendahuluimu. Sudah sepintar apa kau selama mengaji? Merasa sudah paling pintarkah kau. Hinga biasa menasihati orang tua? tidak ada aturan, tidak ada buku yang mengajari, seorang anak menasihati orang tua”(S.P., 2013: 57-58).
77
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa tokoh Ayah Elang
digambarkan dengan teknik dramatik. Pengarang memberikan gambaran secara tidak
langsung. Ayah Elang mempunyai sifat keras kepala dan pemarah.
i) Bu Supriyatin
Bu Supriyatin adalah seorang guru SD. Ia merupakan seorang guru yang sangat
peduli. Ia selalu peduli kepada murid-muridnya. Bahkan, ketika Senja bercerita
bahwa ia seorang anak yatim piatu, Bu Supriyatin memberikan rasa kepeduliannya.
Berikut contoh kutipannya.
“Senja mengangkat wajah, kemudian tersenyum. Pipi-pipinya basah. Terbaca sekali ia habis menitikkan air mata. Bu Guru Supriatin pun berdiri, mendekati Senja. Lantas sambil mengulas senyum, beliau merangkul dan meremas-remas pundak Senja” (S.P., 2013:108).
Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa tokoh Bu Guru Supriyatin
digambarkan dengan teknik dramatik. Pengarang membiarkan tokoh Bu Supriyatin
untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui dialog antartokoh, berbagai aktivitas
yang dilakukan, dan melalui peristiwa yang terjadi.
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, tokoh Bu
Supriyatin mempunyai sifat peduli. Bu Supriyatin memberikan rasa kepeduliannya
ketika Senja bercerita bahwa ia seorang anak yatim piatu.
j) Paman Wijaya
Paman Wijaya merupakan seorang juragan yang menjadi jembatan ekonomi
antara petani dengan pasar. Ia mempunyai sifat baik dan ramah. Kebaikan dan
keramahan Paman Wijaya tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
78
“Paman Wijaya tertawa kecil dan menyalami kami, menanyakan bagaimana kondisi cuaca dusun kami, selanjutnya mengajak kami masuk ke balai terbuka di samping rumah”(S.P., 2013: 90).
Pada kutipan data tersebut pengarang menjelaskan bahwa tokoh Paman Wijaya
digambarkan dengan teknik dramatik, yakni dengan teknik cakapan dan lakuan
tokoh. Paman Wijaya mempunyai sifat yang baik dan ramah. Kebaikan dan
keramahan membuat hubungan Empat Pawana dengan Paman Wijaya makin akrab.
k) Pak Ahmad
Pak Ahmad adalah seorang ustaz. Ia merupakan seseorang yang baik. Kebaikan
tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Saya akan bantu semampu saya. Mungkin setiap hari, seminggu, dua minggu, atau sebulan sekali, saya akan memberikan ceramah di sana. Kita harus melangkah dengan perlahan-lahan” (S.P., 2013: 122).
Pada kutipan tersebut pengarang menjelaskan bahwa tokoh Pak Ahmad
digambarkan secara dramatik, yakni dengan teknik cakapan dan lakuan tokoh. Pak
Ahmad mempunyai sifat yang baik. Kebaikannya ditunjukkan dengan cara
membantu Empat.
l) Kardi
Kardi adalah teman Empat Pawana sewaktu duduk dibangku sekolah dasar. Ia
merupakan seorang sahabat yang baik. Kebaikan Kardi ditunjukkan ketika Elang
kelaparan saat mendaftar pekerjaan dan tak sengaja bertemu dengannya. Hal tersebut
dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Kardi menyeretku ke tempat semacam gudang yang terletak di lantai dasar gedung ini. Aku di jamu bermacam-macam makanan” (S.P., 2013: 409).
79
Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa tokoh Kardi digambarkan dengan
teknik dramatik. Pengarang membiarkan tokoh Kardi untuk menunjukkan kediri-
annya sendiri melalui dialog antartokoh, berbagai aktivitas yang dilakukan, dan
melalui peristiwa yang terjadi.
m) Warsih
Warsih merupakan seorang perempuan cantik yang memiliki sifat baik. Sifat
baik tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Dengan malu-malu aku pun mengakui bahwa aku belum sarapan, bahkan belum terpikirka untuk makan siang. Dan, hal yang paling membuatku shock adalah saat Kardi membawa perempuan cantik yang aku kenal. Warsih! Ya, perempuan itu Warsih” (S.P., 2013: 409).
Pada kutipan tersebut pengarang menjelaskan bahwa tokoh Warsih digambarkan
dengan teknik dramatik, yakni dengan teknik cakapan dan lakuan tokoh. Warsih
mempunyai sifat yang baik. Kebaikannya ditunjukkan dengan cara memberikan
makanan kepada Elang.
c. Alur
Alur dalam novel Mahamimipi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas tergolong
ke dalam alur maju. Pada alur ini, penceritaan dimulai dari tahap penyituasian, tahap
pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian.
Berikut ini pembahasan tahap alur dalam novel tersebut.
1) Tahap penyituasian (situation)
Pada bagian pertama pengarang mulai menggambarkan keadaan desa Bukit
Bayur, saat desa Bukit Bayur sedang dilanda kekeringan dan musim kemarau
80
yang tidak kunjung berakhir. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan novel di bawah
ini.
“Matahari sore menerpa tubuhku dengan kemilau cahaya yang lembut, tak sesilau tiga jam sebelumnya. Dan angin yang nakal menerbangkan rambutku hingga belahannya tercecah-cecah di seputaran tengkang mata dan jidat. Menerabas wajah. Kelopak mataku mengatup menikmati hembusannya. Kuhela nafas panjang, kupenuhi rongga dadadku hingga gembung. Kapuk randu yang terbuai, jatuh bergulung-gulung. Disaksikan seekor derkuku yang diam menekur. Tiga bocah berebut menangkapnya. Bocah-bocah lain bersuka cita menembangkan mantra ganjil pemanggil angin” (S.P., 2013: 1).
Pengarang juga menggambarkan kondisi Bukit Bayur yang mengalami
musim kemarau. Musim kemarau mengakibatkan tanah kering, daun-daunan
kering, dan sumber air yang tidak ada. Berikut kutipannya.
“Sementara itu, wajah bumi telah sepenuhnya mengeras. Cokelat kelabu warnanya, terhampar luas sebagai lautan kematian dibawah tangkupan langit lazuardi sawah-sawah dan empang kering krontang dan tak setitik air pun bisa ditemukan disana. Daun-daun jati dan mahoni terlihat kering dan melepuh wajahnya lalu jatuh setiap sore luruh bersama terpaan angin. Burung-burung pipit diam merana memandang sawah yang dulunya menghasilkan biji padi yang gemuk, kini menjelma menjadi padang kering yang mendekati kepunahan” (S.P., 2013: 5).
Pada kutipan novel di atas, pengarang menggambarkan keadaan yang
memperihatikan di Bukit Bayur, kekeringan yang sedang melanda desa tersebut
membuat ladang persawahan terlihat gersang dan mengering, dedaunan yang hijau
kini terlihat mengering mendekati kepunahan.
2) Tahap pemunculan konflik (generating circumstances)
Pada tahap ini masalah-masalah yang menyulut terjadinya konflik mulai
dimunculkan. Tahap ini berkesesuaian dengan tahap awal. Empat Pawana adalah
81
anak yang menjunjung tinggi nilai pendidikan baik itu bidang akademis ataupun
pendidikan religius, mereka bertekad kuat meraih cita-citanya dan impianya demi
mengislamkan masyarakat Bukit Bayur dari kepercayaan Dinamisme dan Animisme.
Empat Pawana selalu menjalankan aktifitasnya setiap malam, mereka selalu pergi
mengaji kedesa Wogen Legok demi pengetahuan ilmu yang ingin mereka dapatkan.
Peristiwa tersebut dapat diketahui pada kutipan di bawah ini.
“Seperti malam ini, pulang mengaji dari Wogen Legok, kami terjebak hujan lebat. Hanya kami berempat, pendekar Empat Pawana. Obor kami perlahan redup dan akhirnya mati tersiram air hujan. Germuruh berkepanjangan terdengar sangat mencekam, selain kami tak ada satu orang pun yang melintas ditempat sepi ini” (S.P., 2013: 17).
Ketika musim kemarau datang dan membuat sungai Kaligencar meluap
menyebabkan terjadinya perdebatan antara Empat Pawana. Berikut contoh
kutipannya.
“Sekarang saja air sungai kaligencar sedang meluap, Gar‼ Pasti itu‼ Lebih baik kita menunggu hujan reda saja, jadi walaupun sungai meluap setidaknya kita bisa mendayung dengan tenang. Darwin tetap kukuh dengan pendapatnya, ia akan tetap menggu hujan reda” (S.P., 2013: 22).
3) Tahap peningkatan konflik (rising action)
Tahap ini memunculkan masalah yang sudah meningkat bahkan muncul masalah
baru. Pada bagian ini, pengarang menceritakan kegigihan dan tekad Empat Pawana
yang kuat untuk mengislamkan Bukit Bayur, berbagai usaha telah empat pawana
lakukan tapi semua itu tidaklah seperti yang mereka harapkan, mereka justru
dianggap sebagi pemberontak, pembangkang dan pemecah persatuan masyarakat.
Mereka dimusuhi bahkan Empat Pawana juga dilarang untuk pergi mengaji dan.
Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
82
“Aku termenung di setiap penghujung malam, aku sedikit menyesal ternyata usaha empat pawana mengIslamkan Bukit Bayur dianggap sebagai pemberontak dan pemecah persatuan masyarakat. Kami dimusuhi oleh masyarakat kami sendiri apalagi jika kami mendalilkan ayat-ayat Allah”(S.P., 2013: 49).
Masalah lain datang dari orangtua mereka yang melarang untuk pergi
mengaji. Peristiwa tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Mulai sekarang jangan mengaji lagi!!!! lanjut ayah sengak. Lebih baik membantu menyadap getah pinus. Selain mendapatkan uang kau juga menjadi anak yang patuh, tidak berani melunjak seperti sekarang ini!!!!! Sejak kapan kau brani begini…!!!!? ”(S.P., 2013: 58).
Sementara itu, hubungan Empat Pawana dengan polisi hutan menjadi
semakin buruk disebabkan masjid yang mereka bangun dibakar. Berikut contoh
kutipannya.
“Dan inilah peristiwa kedua yang mengiris hatiku. Sekali lagi kubilang, barangkali aku masih terlalu kecil untuk mengalami peristiwa yang memilukan seperti ini. Persis didepan mataku, kobaran api telah membakar habis masjid sederhana milik kami. Pak Sapon‼ suara Darwin melengking” (S.P., 2013: 251)
Peristiwa pembakaran masjid tersebut menimbulkan konflik antara Empat
Pawana dengan polisi hutan. Berikut kutipannya.
“Keparat kau,…….Pak Sapon!!!........ Kalian mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan hak kalian. Kalian semua bisa dihukum. Kamilah, kami inilah yang berhak mengurus Bukit Bayur. Kalau kalian nekat membangun masjid ini maka aku tak segan untuk membakarnya. Suara Pak Sapon mantab menggelegar”(S.P., 2013: 218).
Ketika polisi hutan membakar masjid hasil jerih payah Empat Pawan pun
merasa sedih. Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Bersamaan dengan itu kerangka masjid pun roboh, kobaran api terus melalap masjid sederhana milik kami. Hatiku sangat pedih dan perih, kuingat kembali ketika darin menarik bambu dan ku
83
ingat kembali ketika Tegar menancapkan tiang utama masjid. Kini Semua telah menjadi api”(S.P., 2013: 251).
Berdasarkan paparan di atas, penulis menyimpulkan permasalahan Empat
Pawana jelas tergambar, larangan dan tantangan yang ada kian dipertunjukan,
permasalah dalam menjalankan misi mengislamkan Bukit Bayur tidak hanya datang
dari masyarakat saja, bahkan permasalahan juga datang dari keluarga dan orang tua
empat pawana. Peristiwa ini mengantarkan ke tahap selanjutnya, yaitu tahap
klimaks.
4) Tahap klimaks (climax)
Tahap ini merupakan puncak konflik dalam cerita. Pada tahap ini, permasalahan
kian rumit dan belum menemukan jalan keluar, namun tekad empat pawana
mengIslamkan Bukit Bayur begitu kuat yang hingga detik ini belum membuahkan
hasil. Kendati demikian empat pawana tidak patah semangat sampai begitu saja
empat pawana meminta pendapat dan nasihat dari Ustaz Ahmad yang selama ini
menjadi guru ngaji bagi mereka dan merupakan motivator bagi empat pawana.
Ustaz Ahmad merekomendasikan mereka untuk menuntut ilmu pada Kyai Nasir
dan meninggalkan Bukit Bayur untuk sementara waktu demi meraih impian yang
ingin mereka wujudkan yaitu mengislamkan Bukit Bayur. Hal tersebut dapat
diketahui melalui kutipan berikut.
“Bergurulah kepada Kyai Nasir, beliau memiliki sekolah Islam dan pondok pesantren serta gemar mendirikan masjid. Belajar kesana dan kuasai ilmu Islam, mintalah Kyai Nasir untuk mendirikan masjid di Bukit Bayur, dan kelak kalian yang akan mengajar di Bukit Bayur. Dan aku rasa ini adalah pilihan yang tepat dan masuk akal untuk mengIslamkan orang-orang Bukit Bayur. Ustaz Ahmad menepuk pundak Tegar dan Darwin secara bergantian, seolah beliau sedang mempercayakan nasib agama Islam di Bukit Bayur kepada kedua bocah jenius itu. Air matakupun menetes menyadari
84
kekalahanku aku merasa tidak berguna dan ingin mati saja”(S.P., 2013: 286).
Ketika Elang ditunjuk untuk menggantikan Tegar dalam pencarian Kyai
Nasir oleh Ustaz Ahmad. Peristiwa tersebut dapat diketahui pada kutipan di
bawah ini.
“Aku berjanji tidak akan mengecewakan kalian berdua, Akan ber-janji menjadi putra terbaik Bukit Bayur. Akan kubawa dan kuperjuangkan kampung kita hingga ke Istana Presiden sekalipun. Berjanjilah akan kembali ke Bukit Bayur, Elang‼ Kita harus kembali setelah menjadi sarjana, sahut Tegar” (S.P., 2013: 396).
Dari kutipan di atas, usaha empat pawana untuk memperjuangkan desa Bukit
Bayur cukup jelas. Empat Pawana tidak segan meninggalkan kampung halamanya
demi menuntut ilmu, dan berjuang mengIslamkan masyarakat Bukit Bayur.
5) Selesaian (denoument)
Pada tahap selesaian, peristiwa mulai menurun tidak ada perubahan tanpa adanya
perjuangan, dan tidak ada perjuangan tanpa adanya cinta, tidak ada cinta tanpa
adanya kesamaan cita-cita dan tidak ada cita-cita tanpa adanya perasaan senasib.
Itulah prinsip yang senantiasa dipegang oleh tokoh Elang dalam memperjuangkan
cita-cita dan harapannya selama ini, hingga pada suatu ketika Elang kembali ke
desa Bukit Bayur dengan harapan yang telah ia wujudkan, Elang memenangkan
sidang gugatan sengketa lahan masyarakat Bukit Bayur dengan pihak perusahaan
hutan.
Dari situlah permasalahan-permasalahan yang ada selama ini mencapai titik
terang dan menemui jalan keluarnya, untuk memberikan perubahan pada
masyarakat Bukit Bayur dan mewujudkan cita-cita Empat Pawana selama ini. Hal
itu sesuai dengan kutipan di bawah ini.
85
“Sembilan bulan berlalu akhirnya PN Banyumas mengabulkan gugatanku, menunda keberangkatanku saat itulah aku mulai menemukan titik terang. Aku menunda keberangkatanku ke Jerman demi menghadiri kasus itu. Selepas menyelesaikan sengketa lahan dengan perusahaan hutan nanti, aku harus kembali ke Jerman melanjutkan studi S3”(S.P., 2013: 418).
Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa titik alur
mulai menurun setelah klimaks. Penyelesaian digambarkan oleh Elang yang pada
akhirnya dapat membebaskan tanah Bukit Bayur. Selain itu, Elang akhirnya menikah
dengan Senjadan kembali berkumpul dengan Empat Pawana.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahap selesaian,
bagian akhir atau penutup cerita mengandung penyelesaian masalah yang melegakan.
Dalam novel ini, pada bagian akhir diceritakan bahwa Elang benar-benar mau
menerima tantangan dari Senja. Kesungguhan dan ketulusan Elang membuat ia
berhasil mewujudkan semua keinginannya.
6) Unsur kemenarikan alur
Unsur kemenarikan/keindahan alur dalam novel Mahamimpi Anak Negeri tidak
terlepas dari adanya peristiwa yang menyebabkan tegangan (suspens), peristiwa yang
mengakibatkan daya duga bayang (foreshadowing), dan dari peristiwa yang
menimbulkan kejutan (surpise). Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas, unsur keindahan alur sebagai berikut.
a) Tegangan (suspens)
Tegangan merupakan peristiwa yang membangkitkan rasa ingin tahu pembaca.
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, berbagai macam
konflik dan tegangan yang dihadirkan menguras emosi pembaca. Tegangan dalam
86
novel ini terjadi ketika diawal cerita Waris pergi transmigrasi dan meninggalkan
Elang, Tegar, Darwin, Senja. Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Maka, ketika aku menyaksikan Waris menaiki bak truk dengan payah, memanjat, bergelantungan dibantu oleh uluran tangan ibunya. Aku ingin menangis sejadi-jadinya. Aku ingin berteriak, kurasai seluruh tubuhku lunglai. Anak-anak itu bahu-membahu agar waris bisa naik ke atas truk. Hatiku makin giris ketika menyaksikan Waris nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan, ibunya menjerit disertai tangisan, semua orang ketika menyaksikan Waris nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan, ibunya menjerit disertai tangisan, semua orang di dalam bak truk membuat menaikkan Waris. Inilah drama yang sesungguhnya. Inilah kenyataan yang harus di terima dengan hati yang lapang, ketika pertemuan dan perpisahan saling memeluk” (S.P., 2013: 188 ).
Ketika Waris mengikuti program transmigrasi, semua Empat Pawana
merasa kehilangan begitu pula dengan Senja. Seperti pada kutipan berikut.
“Senja !! Selamat tinggal , Senja... !!! pekik Waris. Truk terus melaju, sama sekali tak menghiraukan kehadiran dan teriakan Senja. Aku, Tegar, dan Darwin berhenti. Menunggu Senja. Waris !!! Dengan payah, Senja mengejar truk yang terus melaju. Berlari kencang. Selamat tinggal, Senja.....aku pasti kembali! (S.P., 2013: 190).
Kutipan peristiwa di atas, berisi ketegangan yang memilukan saat anggota
Empat Pawana harus berpisah dengan Waris, sebenarnya apa yang akan terjadi
pada Empat Pawana ketika Waris pergi. Pada kutipan lain juga ditunjukkan
tegangan, yakni ketika konflik dengan Pak Sapon, ketua kesatuan polisi hutan
yang tega membakar masjid bambu hasil jerih payah Empat Pawana. Hal tersebut
dapat diketahui dalam kutipan berikut.
87
“Dan inilah peristiwa kedua yang mengiris hatiku. Sekali lagi kubilang, barangkali aku masih terlalu kecil untuk mengalami peristiwa memilukan seperti ini. Persis di depan mataku, kobaran api telah membakar habis masjid sederhana milik kami. Pak Sapon! suara Darwin melengking. Keparat kau, Pak Sapon!!! Bersamaan dengan itu, kerangka masjid terakhirpun roboh. Kobaran api terus membara. Hatiku sangat pedih menyaksikannya. Kuingat kembali semangat Darwin menebang bambu itu. Kuingat kembali saat Tegar memacangkan tiang utama Masjid. Kini, semua menjadi api. Pak Sapon! Ini tanah kami. Ini tanah kami! Kami yang berhak atas tanah ini! Kami bebas menanam segala macam tanaman, sesuka kami. Kami bebas membangun apa saja. Temasuk membangun masjid. Apa saja, sesuka kami. Kamilah pewaris sah tanah ini, Pak Sapon! Lihat ini! Akan kubakar semua milik Perusahaan Hutan! Lihat ini Pak Sapon!”(S.P., 2013: 251-252).
Dalam permasalahan yang lain juga terdapat tegangan, yakni saat Elang,
Darwin, dan Senja melakukan perjalanan untuk menemukan Kyai Nasir untuk
memperdalam ilmu agama. Namun, segala kesulitan mereka alami saat mencari
Kyai Nasir. Berikut kutipannya.
“PRANKK!! Suara besi yang diempaskan ke lantai terdengar begitu nyaring, kami yang berada di dalam bak truk nyaris terlonjak. Ya Tuhan, ya Tuhan, Ya Tuhan. Maafkan aku bodoh! Ujar darwin kepadaku kemudian kepada senja, Maafkan aku Senja. Tadi, aku ketahuan mencuri makanan. Aku pikir kita tidak bisa bertahan lama dengan persediaan uang logam yang kita miliki sekarang. Makanya, aku nekat mencuri, eh tahunya malah jadi buronan. Aku menyesal, aku minta maaf” (S.P., 2013: 340-341).
Berdasarkan kutipan novel di atas, ditunjukkan tegangan bagi pembaca bagaimana
kelanjutan cerita tersebut. Pembaca penasaran apakah Elang, Darwin dan Senja dapat
menemukan Kyai Nasir. Berdasarkan paparan kutipan di atas, di dalam novel
88
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas banyak ditemukan konflik yang
dapat menimbulkan tegangan.
b) Daya duga bayang (foreshadowing)
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, daya duga
bayang (foreshadowing) sangat dekat dengan alam, daya kreativitas dan kepiawaian
pengarang mampu mengemas alam menjadi sesuatu yang menawan, suasana alam
Bukit Bayur diungkapkan melalui deskripsi yang jelas memberikan kesan mendalam
bagi pembaca.
Pada bagian ini, pengarang menceritakan keindahan alam di Bukit Bayur. Alam
yang masih asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang jernih.
Berikut kutipannya.
“Bukan hanya berdaun lebat dan rimbun, pohon bacang ini juga sudah berbuah, duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yang menjalar di tepian sawah. Aliran empang itu membelah sawah-sawah, berkelok memutari kaki bukit” (S.P., 2013: 125).
“Kawanan pipit terjun dari langit dan bersukacita mendapati lautan padi yang terhampar luas meskipun sebenarnya hanya diperlukan sejimpit biji padi untuk membuatnya kenyang” (S.P., 2013: 79).
“Dari balik rumpun bambu yang tidak kuketahui, terdengar suara burung sikatan menciat-ciat. Aku yakin ia terusik kehadiran kami, atau bisa jadi sarangnya tersembunyi di antara daun bambu yang kami tebang. Meranalah ia” (S.P., 2013: 196).
Dalam beberapa kutipan di atas, terbukti bahwa keindahan Bukit Bayur
masih sangat alami. Alam yang asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan
aliran air yang jernih. Keindahan tersebut menandakan Bukit Bayur adalah tempat
terpencil yang jauh dari keramaian kota. Dengan penggambaran kutipan tersebut
pembaca bisa membayangkan keindahan alam Bukit Bayur.
89
Dalam novel ini, pembaca juga dibuat penasaran dengan akhir cerita
seperti apa dan pembaca akan menduga-duga jalannya cerita berakhir happy
ending atau sad ending. Hal tersebut dapat diketahui pada kutipan di bawah ini.
“Dan inilah kisah paling memilukan selama menjadi seorang pencari kerja. Karena aku telah kehilangan ideology sebagai seorang idealis, tidak tanggung-tanggung bidang kerja yang memanggilku kali ini dari sektor marketing. Sungguh melenceng jauh dari disiplin ilmu yang kugeluti. Akan tetapi, sekali lagi kubilang, masa bodoh dengan ideology. Tuntutan hidup telah membuatku begini” ( S.P., 2013: 406).
Dari kutipan di atas, terbukti bahwa jalan cerita tidak mudah ditebak. Elang yang
telah menempuh pendidikan S1 tidak menjamin dirinya mudah diterima bekerja.
Berbagai kesulitan dihadapi oleh Elang. Kesulitan itu tidak membuat dirinya putus
asa, melainkan menambah semangat dalam dirinya. Dari kesulitan-kesulitan tersebut,
pembaca tidak dengan mudah menebak jalan cerita tersebut berakhir happy ending.
c) Kejutan (surpise)
Kejutan (surprise) yang dapat ditemukan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas. Dalam novel ini kejutan yang ditampilkan oleh
pengarang kepada pembaca adalah pada saat hilangnya Senja saat bermain petak
umpet pada malam hari di kandang sapi. Berikut kutipannya.
“Kembalilah, Senja.. teriakku. Tuhanku! Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin senja hilang, mana mungkin Senjadiculik, siapa yang menculik di kebun lengang begini. Ingin sekali kusalahkan Darwin. Dialah biang kerok semua ini, dialah yang mengajak kami bermain petak umpet. Senja!! Di mana kau, Senja” (S.P., 2013: 373).
Selanjutnya, pengarang tiba-tiba memunculkan Senja kembali dalam novel
tersebut bahwa Senja telah menempuh pendidikan S2 di Mesir. Hal ini dapat
diketahui melalui kutipan berikut.
90
“Setelah SMA, Senja mendapatkan beasiswa dari Kedutaan Besar Mesir untuk belajar di universitas Al-Azhar. Ia menjadi mahasiswi Fakultas Dirasat Islamiyah. Di kota Alexandria atau Iskandariyah, ia menghabiskan masa kuliah. Ia melanjutkan SMA di kota lain setelah peristiwa “hilang” saat bermain petak umpet bersama Empat Pawana” (S.P., 2013: 403).
Berdasarkan paparan peristiwa di atas, penulis menyimpulkan bahwa novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas menggunakan alur maju
walaupun pada penyituasian sudah dihadirkan konflik. Akan tetapi, konflik
tersebut sebagai awal situasi sebelum pemunculan konflik yang lain muncul.
d. Latar
Latar berkaitan dengan segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan
dengan ruang, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam karya sastra yang
membangun latar cerita. Unsur latar dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas dibagi ke dalam tiga bagian yakni latar tempat, latar waktu,
dan latar sosial.
Latar dalam novel tersebut ada yang dihadirkan secara utuh dan jelas, tetapi ada
juga yang dihadirkan secara tidak utuh dan tidak jelas. Penggambaran latar di dalam
cerita dilakukan dengan memperhatikan fungsi latar itu sendiri yakni metafora dan
atmosfer. Bagian latar dalam novel tersebut dipaparkan pada pembahasan di bawah
ini.
1) Latar tempat
Latar tempat yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas sebagai berikut.
91
a) Bukit Bayur
Ketika pengarang mengambarkan Bukit Bayur kepada pembaca. Berikut
contoh kutipannya.
“Cokelat kelabu warnanya. Musim penghujan nanti, jajaran bukit itu akan berubah menjadi permadani hijau yang di bentangkan di sepanjang garis cakrawala utara. Tepat di tengah-tengah itulah letak dusun kami, Bukit Bayur” (S.P., 2013: 11-12).
Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat
berupa Bukit Bayur dihadirkan secara utuh dan jelas oleh pengarang. Fungsi latar
dalam kutipan di atas berfungsi sebagai metaforik karena secara jelas latar dalam
kutipan tersebut menggambarkan keadaan dan suasana Bukit Bayur. “Cokelat
kelabu warnanya” menggambarkan musim kemarau, ditambah beberapa gambaran
yang menanti hujan turun di Bukit Bayur.
b) Hutan Pinus
Ketika Empat Pawana menunggu musim penghujan datang, tiba-tiba wajah
Elang kejatuhan air hujan kemudian Waris. Darwin dan Tegar pun segera berlari
menuju Hutan Pinus. Latar tersebut dapat diketahui dalam kutipan di bawah ini.
“Derapnya berlari bagai kuda quarter horse memacu langkah, berderap cepat memasuki hutan pinus. Menuju puncak altitude tertinggi” (S.P., 2013:16).
Dalam kutipan di atas, pengarang menghadirkan latar tempat hutan pinus tidak
dihadirkan secara utuh dan jelas. Latar tersebut tidak dijelaskan secara detail, hanya
disebutkan namanya saja
c) Wogen Legok
Ketika Empat Pawana pergi mengaji ke Wogen Legok. Akhirnya, terjebak hujan
di sana. Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
92
“Seperti malam ini, pulang mengaji dari Wogen Legok kami terjebak hujan lebat. Hanya kami berempat, pendekar Empat Pawana. Obor kami perlahan-lahan redup, lalu akhirnya mati tersiram air hujan” (S.P., 2013:17).
Dalam kutipan di atas, pengarang memberikan gambaran tentang bagaimana
suasana di Wogen Legok. Penggambaran suasana terlihat lebih jelas dengan
adanya kata “seperti malam ini” menjadi alasan Empat Pawana untuk berada di
Wogen Legok.
d) Rumah Paman Wijaya
Rumah Paman Wijaya merupakan tempat yang biasa dikunjungi oleh anak-
anak untuk acara menonton televisi bersama. Hal tersebut dapat diketahui melalui
kutipan di bawah ini.
“Pagi masih lenggang ketika kami sampai di rumah Paman Wijaya. Tidak ada seorangpun di sini. Lenguhan sapi, kicau burung perkutut, dan embek kambing sempat menjadi bahan obrolan kami sambil menunggu acara menonton televisi dimulai” (S.P., 2013:89).
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menghadirkan latar tempat
rumah Paman Wijaya secara utuh dan jelas. Pengarang menjelaskan secara jelas
gambaran umum rumah Paman Wijaya bahwa di sana terdapat banyak hewan
peliharaan.
e) Sekolah
Ketika Bu Guru Supriyatin memasuki ruang kelas, semua murid-muridnya
dalam keadaan gaduh. Berikut kutipannya.
“Bu Guru Supriyatin memasuki ruang kelas, kami semua masih gaduh” (S.P., 2013:103).
93
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan tentang suasana bagaimana
suasana di ruang kelas. Penggambaran suasana terlihat lebih jelas dengan adanya kata
“gaduh”. Pada novel tersebut, fungsi latar yang digambarkan oleh pengarang
berfungsi sebagai atmosfer.
e) Masjid
Ketika Ustaz Ahmad selesai ceramah, santri-santri menyalaminya setelah itu
para santri keluar masjid. Peristiwa tersebut dapat diketahui pada kutipan berikut.
“Maka selesailah ceramah Ustaz Ahmad tentang pertempuran Qadisiya di bawah pimpinan Khalifah Umar Ibn Al-Khattab. Santri-santri menyalami Ustaz Ahmad penuh takdim. Setelahnya mereka berhamburan keluar dari masjid”(S.P., 2013:119).
Dari kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat berupa
Masjid dihadirkan secara utuh dan jelas oleh pengarang. Fungsi latar dalam kutipan di
atas berfungsi sebagai metaforik.
f) Bukit Warengan
Bukit Warengan merupakan tempat tinggal keluarga Waris. Bukit Warengan luluh
lantak karena bencana alam. Latar tersebut dapat diketahui pada kutipan di bawah ini.
“Tuhan, hari ini Bukit Warengan luluh lantak, gempa bumi dan tanah longsor menghabisi segalanya, rumah-rumah rata dengan tanah. Susah payah, warga menyelamatkan diri dan keluarganya. Beberapa dari mereka mati terkubur bersama harta benda dan rumah-rumah” (S.P., 2013:174).
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang dalam menghadirkan latar
tempat Bukit Warengan secara utuh dan jelas. Pengarang menjelaskan secara jelas
gambaran umum Bukit Warengan. Fungsi latar dalam kutipan di atas, berfungsi
sebagai metaforik karena jelas
94
g) Purwokerto
Untuk pertama kalinya Elang, Darwin, dan Senja menginjakan kaki di
Purwokerto. Latar berupa Purwokerto dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Ini Purwokerto, Dik‼! Jawabnya singkat. Purwokerto, wah hebat! aku kembali menginjakan kaki di kota ini. Benar ini Purwokerto, kota satria. Kota kelahiran Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia itu” (S.P., 2013: 313).
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat yang
berupa Purwokerto dihadirkan secara utuh. Latar tersebut dijelaskan secara rinci.
Fungsi latar di atas, berfungsi sebagai metaforik.
h) Kebun
Pada saat Darwin mendapatkan piagam, tak henti-hentinya ia mengekspresikan
rasa kegembiraannya bersama Tegar dan Elang . Hal tersebut dapat diketahui melalui
kutipan berikut ini.
“Di kebun ini, di bawah pohon nangka yang rindang aku beristirahat. Setidaknya, dengan berteduh di bawah pohon rindang, kami akan mendapat asupan oksigen yang lebih dari cukup” (S.P., 2013: 259).
Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan latar tempat berupa kebun dihadirkan
secara utuh dan jelas. Pengarang dalam menggambarkan latar tempat kejadian
pada kutipan dijelaskan secara detail, tetapi pengarang menjelaskan keadaan
pohon yang rindang.
i) Pasar Sokaraja
Ketika Elang, Darwin, dan Senja lari dari orang-orang yang mengejarnya akibat
Darwin mencuri makanan. Latar berupa pasar Sokaraja dapat diketahui pada kutipan
di bawah ini.
95
“Akhirnya pasar Sokaraja telah jauh kami tinggalkan. Kami diangkut truk bermuatan seekor sapi menuju tempat yang entah kami tak tahu ke mana melaju” (S.P., 2013: 341).
Pengarang dalam menghadirkan latar tempat pasar Sokaraja tidak dihadirkan
secara utuh dan jelas. Pengarang dalam menggambarkan latar tersebut tidak
menjelaskan secara detail, hanya disebutkan latar tempatnya saja.
j) SMA N Baturaden
SMA N Baturaden merupakan sekolah Elang, Tegar, dan Darwin. Di sana mereka
belajar untuk mewujudkan cita-cita. Berikut contoh kutipannya.
“Setelah digembleng di SMAN 1 Baturaden, inilah hasilnya. Sikap Nasionalisme, prestasi akademis, dan kecerdasan rohaniku meningkat drastis” (S.P., 2013: 397).
Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat
yang berupa SMA N Baturaden tidak dihadirkan secara utuh dan jelas. Pada novel
tersebut, fungsi latar yang digambarkan oleh pengarang berfungsi sebagai metaforik.
Pengarang menjelaskan tidak secara jelas gambaran umum SMA N Baturaden.
k) Jakarta
Ketika Elang lulus dari kuliah, dia susah payah mencari pekerjaan tak terkecuali
Jakarta menjadi tempat beradu nasib. Latar berupa Jakarta dapat diketahui melalui
kutipan berikut ini.
“Sepanjang perjalanan aku menangis. Kutengok dadaku sendiri, siapa aku di kota metropolitan Jakarta ini? Dan setiap perempatan kota, menghadangku dengan kemacetan. Jakarta edan kau!” (S.P., 2013: 407).
Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat
yang berupa Jakarta dihadirkan secara utuh dan jelas. Pada novel tersebut, fungsi latar
yang digambarkan oleh pengarang berfungsi sebagai metaforik. Pengarang
96
menjelaskan secara jelas gambaran umum keadaan Jakarta yaitu penuh dengan
kemacetan.
2) Latar Waktu
Latar waktu yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas berfungsi sebagai pengedepanan secara difus. Latar waktu
tersebut menunjukkan cuaca tertentu. Berikut adalah pembahasannya.
a) Pagi
Pagi harinya, Elang kaget ketika dimarahi ayah ibu. Ayah ibu memarahi Elang
karena tidak mendengarkan larangan untuk tidak pergi mengaji. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan berikut.
“Seperti pagi ini misalnya, ayah ibu mencak-mencak dan menjadikan mengaji sebagai kambing hitam. Bagi mereka, musibah yang dialami Tegar semalam semata-mata disebabkan oleh kengototan kami menjalani rutinitas mengaji”(S.P., 2013: 49).
Dari kutipan tersebut, penulis berpendapat bahwa pengarang dalam
menghadirkan latar waktu yang berupa pagi hari tidak dihadirkan secara utuh dan
jelas. Pengarang tidak menjelaskan secara detail bagaimana keadaan dan suasana
pada waktu pagi hari, tetapi hanya memaparkan keadaan Elang pada saat itu.
b) Sore
Ketika Elang bermain layang-layang di sore hari dengan cuaca yang cerah.
Selanjutnya, anak-anak Bukit Bayur menerbangkan layang-layang dengan bantuan
angin. Berikut kutipannya.
“Matahari sore menerpa tubuhku dengan cahaya yang kemilau dan lembut tak sesilau tiga jam sebelumnya. Dan angin yang nakal menerbang-nerbangkan rambutku hingga belahannya tercecah-cecah di seputar tengkang mata dan jidat” (S.P., 2013:1).
97
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menghadirkan latar waktu
sore hari dihadirkan secara utuh dan jelas. Pengarang menjelaskan gambaran di
waktu sore yang membuat pembaca seolah-olah berada dan ikut terlibat dalam
cerita. Dalam hal ini, pengarang mampu mengajak pembaca untuk memainkan
imajinasinya. Dijelaskan bagaimana keadaan dan suasana sore hari. Mulai dari
gambaran cahaya yang lembut, ditambah angin yang menerpa tubuh dan rambut
Elang.
c) Malam
Darwin mengajak berlayar malam hari mengikuti aliran sungai Kaligencar,
Elang langsung menolak ajakan Darwin, tetapi karena pertimbangan esok hari
libur, Tegar dan Waris menerima ajakan Darwin. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan di bawah ini.
“Suatu malam saat purnama bulat sempurna, Darwin mengajakku pergi berlayar. Tentu saja aku menolak ide gila itu. Ia cetuskan ketika kami saling mendayung sauh sepulang mengaji. Darwin ngotot membelokkan perahu mengikuti ke mana arus mengalir, dan aku terpaksa mengalah karena suaraku menjadi suara minoritas. Dua temanku yang lain, Tegar dan Waris, menyetujui usulain Darwin dengan pertimbangan esok hari adalah hari libur” (S.P., 2013: 37).
Dalam kutipan novel di atas, pengarang dalam menghadirkan latar waktu yang
berupa malam hari dihadirkan secara utuh dan jelas. Latar tersebut dijelaskan
secara rinci. Dalam hal ini, pengarang mampu mengajak pembaca untuk
memainkan imajinasinya. Dijelaskan bagaimana keadaan dan suasana malam hari.
Mulai dari gambaran bulan pada kata “saat purnama bulat sempurna”.
98
d) Hari
Elang menceritakan perjalanan Empat Pawana untuk mengaji kepada Senja.
Senja salut dengan keberanian mereka untuk mengislamkan orang-orang Bukit
Bayur. Berikut kutipannya.
“Setiap hari, kami melewati jalan ini, Senja. Menyusuri jalan ini adalah tawa kami. Melintasi jalan ini adalah nyawa kami. Garansi bagi kami untuk menjadi manusia yang lebih baik. Kami mencintai dusun kami. Kami mencintai perjalanan kami!” (S.P., 2013: 135).
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar waktu yang
berupa hari tidak dihadirkan secara utuh dan jelas. Pengarang tidak menjelaskan
secara lebih rinci mengenai hari tersebut, tetapi hanya menyebutkan latar waktunya
saja.
3) Latar Sosial
Latar sosial dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan. Selain itu, latar sosial
juga berhubungan dengan tingkatan ekonomi. Pembahasan latar sosial yang
terdapat dalam novel tersebut antara lain:
a) Seorang Ibu
Ibu adalah seorang perempuan Jawa yang masih memiliki sopan santun tinggi.
Sebagai orang Jawa, ia masih percaya dengan adat kesopanan. Apapun yang
dilakukannya, ibu selalu mendahulukan orang yang lebih tua. Hal tersebut terbukti
pada kutipan di bawah ini.
“Jangan sembrono, kata Ibu. Jangan mendahului yang lebih tua, ayah belum mengambil satu pun, berani-beraninya anak mengambil duluan. Sembrono itu namannya, Le” (S.P., 2013: 51).
99
Pada kutipan novel di atas, pengarang menggambarkan tokoh Ibu memiliki sopan
santun yang baik. Sopan santun Ibu membuat Elang mendengarkan perkataanya. Sifat
Ibu dalam kutipan di atas dihadirkan secara utuh dan jelas.
b) Seorang Guru
Guru adalah seorang perempuan yang memiliki kepedulian tinggi. Sebagai
seorang guru, ia sangat dicintai oleh murid-muridnya. Hal tersebut terbukti pada
kutipan di bawah ini.
“Selamat Pagi, anak-anak. Berujar demikian, Bu Guru Supriyatin duduk dikursinya. Kini, aku yakin beliau suda bisa tenang. Ia tersenyum mendengar beberapa anak emas menanyai soal-soal sepele namun cukup menjadi bukti betapa cintanya anak-anak ini kepada beliau” (S.P., 2103: 105).
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar sosial seorang
Guru dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas digambarkan
secara tidak utuh oleh pengarang. Latar sosial tersebut tidak dijelaskan secara detail,
tetapi hanya disebutkan sebagai guru yang dicintai murid-muridnya.
c) Seorang Polisi Hutan
Pak Sapon adalah salah satu polisi hutan di Bukit Bayur. Ia bertugas untuk
mengamankan hutan dari para penjarah. Hal tersebut dapat diketahui pada kutipan
berikut.
“Sebentar, sebentar. Biar aku ceritakan sedikit siapa Pak Sapon. Tentu sebelumnya sudah tahu, Perusahaan Hutan mempunyai kesatuan polisi yang disebut polhut. Kepanjangan, polisi hutan. Kesatuan polisi hutan ini bertugas mengamankan hutan dari para penjarah” (S.P., 2013: 216).
100
Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar sosial
seorang polisi hutan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas dihadirkan secara tidak utuh oleh pengarang. Latar sosial tersebut
tidak dijelaskan secara detail, tetapi hanya disebutkan bahwa Pak Sapon
merupakan salah satu polisi hutan yang melindungi hutan dari para penjarah.
d) Seorang Kompeni
Kepanikan Ruud Joey Suk terjadi saat ada program transmigrasi dari Pemerintah.
Ia akan kehilangan para pekerja penjarahan. Hal tersebut tergambar dalam kutipan di
bawah ini.
“Ruud Joey Suk adalah orang yang menentang transmigrasi. Pasalnya, orang ini merasa telah menemukan rekan yang tepat untuk melakukan penjarahan hutan. Jika transmigrasi benar-benar terjadi, ia akan kehilangan para pekerja penjarahan, yakni orang-orang Bukit Bayur” (S.P., 2013: 153).
Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan latar sosial seorang
kompeni dalam novel Mahamimpi Anak Negeri dihadirkan secara utuh. Kompeni
digambarkan mempunyai sifat yang tidak baik.
e. Majas
Majas adalah bahasa kias yang dipergunakan untuk memperoleh efek tertentu
dari suatu benda atau hal yang dengan cara membandingkannya dengan benda
atau hal lain yang lebih umum. Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas, di dalamnya ada majas sebagai berikut.
101
a) Personifikasi
Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mengungkapkan atau
mengutarakan sesuatu benda dengan membandingkannya dengan tingkah dan
kebiasaaan manusia. Berikut kutipannya.
“Riak air sungai memantulkan sinar rembulan yang tersenyum di atas awan, bentuk wajah rembulan tampak pipih, memanjang pecah-pecah, dan terbelah akibat riak air yang bergoyang-goyang” (S.P., 2013: 37-38).
Dalam kutipan di atas, personifikasi mempunyai fungsi untuk
menghidupkan gambaran dari obyek yang dilukiskan dengan tingkah laku seperti
manusia. Pengarang menggambarkan dengan kata “sinar rembulan yang
tersenyum.” Selain “sinar rembulan yang tersenyum”, pengarang juga
menggambarkan majas personifikasi dengan yang lain. Berikut contoh pada
kutipannya.
“Petir mulai menggelegar. Hujan begitu deras, aku menembus kerapatannya dengan hati terluka. Bukit-bukit mulai mengigil. Sore pun membeku seiring terdengar tangisanku di bawah hujan” (S.P., 2013: 160).
Dalam kutipan di atas, personifikasi mempunyai fungsi untuk
menghidupkan gambaran dari obyek yang dilukiskan dengan tingkah laku seperti
manusia. Pengarang menggambarkan dengan kata “bukit-bukit mulai mengigil.”
Selanjutnya, pengarang menggambarkan dengan obyek yang lain. Majas tersebut
dapat diketahui melalui kutipan di bawah ini.
“Bulan pucat bersembunyi di balik tirai awan putih yang berarak-arak, tersesat seorang diri tanpa berteman bintang” (S.P., 2013: 289).
102
Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan dengan kata “bulan pucat
bersembunyi.” Majas personifikasi mempunyai fungsi untuk menghidupkan
gambaran dari obyek yang dilukiskan dengan tingkah laku seperti manusia.
b) Perbandingan (simile)
Perbandingan atau perumpamaan atau simile ialah bahasa kiasan yang
menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding
seperti: bagai, laksana, bagaikan, bak, seperti, semisal, dan lain sebagainya. Hal
tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Ini serius, Senja anggun laksana kuncup mawar yang sedang memekarkan lembar-lembar kelopaknya” (S.P., 2013: 96).
Dalam kutipan di atas, majas simile berfungsi untuk menyamakan satu hal
dengan hal lain. Pengarang menggambarkan dengan kata “laksana.” Selain itu,
pengarang juga menggambarkan majas simile dengan kata yang lain. Hal tersebut
dapat diketahui dalam kutipan di bawah ini.
“Duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yan menjalar di tepian sawah” ( S.P., 2013: 125).
Dalam kutipan di atas, simile mempunyai fungsi untuk menyamakan satu hal
dengan hal lain. Pengarang menggambarkan dengan kata “seperti.” Selanjutnya,
pengarang menggambarkan dengan kata yang lain. Berikut contoh kutipannya.
“Kini, hampir setahun Senja menghilang bagai ditelan bumi. Ternyata tidak mudah melewati hari-hari tanpa orang yang disayangi”(S.P., 2013: 376).
Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan dengan kata “bagai.” Majas
simile mempunyai fungsi untuk menyamakan satu hal dengan hal yang lain.
103
c) Metafora
Metafora merupakan bahasa kiasan yang membandingkan sebuah benda
dengan benda lainnya karena adanya persamaan sifat, keadaan dan lain-lain antara
keduannya dengan tidak menggunakan kata-kata pembanding seperti: bagai,
laksana, bagaikan, bak, seperti, semisal, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat
diketahui dalam kutipan berikut.
“Darwin dan Tegar adalah Kurawa dan Pandawa yang selalu meributkan kekuasaan” (S.P., 2013: 24).
Berdasarkan kutipan tersebut, majas metafora mempunyai fungsi memperindah
bunyi penuturnya dengan menyamakan dua hal yang berbeda.
d) Hiperbola
Hiperbola adalah suatu perbandingan atau perlambangan yang dilebih-lebihkan
atau dibesar-besarkan. Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas majas hiperbola dapat diketahui pada kutipan berikut.
“Kini percaya bukan, bahwa rasaku persis dengan seekor derkuku yang terhunjam peluruh ketapel? Jatuh gedebug, sakitnya!” (S.P., 2013: 103)
Selain itu, pengarang juga menggunakan majas hiperbola dengan frasa yang lain.
Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Tubuhku gemetar, sebentar lagi aku akan disalaminya. Tanganku dingin, beku seperti es balok. Ketika Senja menyalamiku” (S.P., 2013: 134).
Selanjutnya, pengarang menggunakan majas hiperbola dengan frasa yang lain.
Berikut kutipannya.
“Pernah suatu ketika jantungku nyaris copot. Pulang kuliah aku membaca pamflet acara bedah buku dengan moderator orang Indonesia” (S.P., 2013: 413)
104
Frasa terhujam peluruh ketapel bermakna rasa sakit yang mendalam seseorang
karena ada rasa cemburu yang dialami oleh Elang. Frasa tanganku dingin
bemakna grogi yang dirasakan Elang ketika bersalaman dengan Senja. Frasa
jantungku nyaris copot tergolong hiperbola karena menyatakan rasa penasaran
Elang apakah bisa bertemu dengan Tegar dan Waris. Fungsi hiperbola pada
kutipan di atas, untuk mengintensifkan atau mempertegas makna dengan melebih-
lebihkan.
e) Ironi
Ironi adalah sesuatu yang diucapkan mengandung arti kebalikannya atau
berlawanan. Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
majas ironi dapat diketahui melalui kutipan berikut.
“Sejak itu aku tak percaya ijazah, beupa indeks prestasi yang tertoreh di dalamnya. Semua tidak akan begini andai saja Tsai Lun tidak menemukan kertas. Selamnya, tidak ada hitam di atas putih. Kini semua orang berburu ijazah, bahkan sering kudengar terjadi kecurangan-kecurangan demi mendapatkan kertas keramat itu” (S.P., 2013: 411).
Selain itu, pengarang juga menggambarkan majas ironi pada percakapan
antartokoh. Berikut kutipannya.
“Aku tahu itu, Perusahaan Hutan memang keterlaluan tega menyewa tanah orang tua kami selama seratus tahun dengan harga yang tidak pantas. Padahla, sebagaimana kita tahu, Perusahaan Hutan adalah mitra Pemerintah. Ini arinya, melalui Perusahaan Hutan, pemerintah melakukan kebohongan besar-besaran kepada rakyatnya sendiri. Ironis sekali bukan? Timpalku, kalian masih ingin membela Perusahaan Hutan dan pemerintah?” (S.P., 2013: 154).
Di samping itu, pengarang menggunakan majas ironi dengan cakapan
antartokoh. Berikut contoh kutipannya.
“Inilah NKRI. Inilah negeri antah berantah di tempat praktik kehidupan manusia serigala tumbuh subur, homo homini lupus”(S.P., 2013: 230).
105
Fungsi ironi pada kutipan di atas adalah untuk memberikan sindirian. Pengarang
menggunakan kata-kata tersebut untuk melukiskan potret kehidupan yang ada di
Bukit Bayur.
f. Amanat
Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembacanya agar di akhir cerita pembaca dapat memetik hikmah di balik peristiwa
tersebut. Berikut ini pembahasan amanat yang ditemukan penulis dalam novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
1) Selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. dan tidak mudah menyerah dalam
menghadapi segala macam cobaan. Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan
berikut.
“Elang, kita ini mau sekolah, bukan mencari Kyai Nasir. Memang benar, hidupmu telah terombang-ambing lantaran mengikuti nasihat jihad dari Ustaz Ahmad, tetapi menurutku, kau tidak perlu menyesali semuanya. Berpisah dengan orang-orang yang dicintai adalah keharusan. Tidak kemarin maka hari ini. Tidak hari ini maka esok. Tidak esok maka suatu saat Ketahui dan sadarilah bahwa pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan. Rencana Tuhan berada di atas segala-galanya. Kau tidsk boleh terus-terusan menyalahkan takdir. Jangan sekali-kali menghardik Tuhan. Tapi sebaliknya, saat terkena musibah, berusahalah mengiklaskan semua,” jawab Tegar, ia mendekat kepadaku” (S.P., 2013: 392).
Berdasarkan kutipan di atas, penulis berpendapat bahwa pengarang menyampaikan
amanat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri secara implisit. Pengarang
menyampaikan amanat tersebut dalam cakapan tokoh serta pemaparan. Amanat
tersebut dapat diketahui melalui tokoh Tegar. Tegar memberikan nasihat kepada
106
Elang sebagai seorang muslim, yaitu harus percaya kepada Allah Swt. memiliki
kesabaran ketika diberi cobaan hidup, tidak mudah putus asa ketika mewujudan cita-
cita, dan selalu bersikap jujur dan adil dalam kondisi apapun. Pengarang mengajak
pembaca untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim, yakni berprasangka
baik kepada Allah Swt. dan tidak mudah menyerah dalam kondisi apapun. Pembaca
perlu membaca terlebih dahulu keseluruhan cerita dengan tekun dan cermat sehingga
baru menyimpulkan amanat tersebut.
2) Berusahalah untuk selalu jujur dalam keadaan apapun. Peristiwa tersebut dapat
diketahui pada kutipan berikut.
“Tadi, aku ketahuan mencuri makanan. Aku pikir, kita tidak bisa bertahan lama dengan persediaan uang logam yang kita miliki sekarang. Makanya, aku nekat mencuri, eh tahunya malah jadi buron. Aku menyesal, aku minta maaf “Ya Allah, Win! Kau ini seperti bukan santri saja!” gugat Senja “Islam melarang kita menipu, mencuri, merampok apalagi korupsi. Bahkan, hukum Islam mengajarkan, barang siapa mencuri maka tangannya boleh dipotong agar tidak ada orang yang berani mencuri. Sehingga, jika tidak takut akan hukuman akhirat, ia akan jera karena tangannya dipotong. Kamu keterlaluan, Win. Bukaankah, baik Bu Guru Supriyatin ataupun Ustaz Ahmad tidak pernah mengajari kita mencuri?” lanjut Senja” (S.P., 2013: 341).
Berdasarkan kutipan di atas, penulis berpendapat bahwa pengarang menyampaikan
amanat tersebut secara implisit. Pengarang menyiratkan amanat tersebut dalam
cakapan tokoh serta pemaparan. Diketahui bahwa Darwin berusaha untuk tidak
jujur atas kesalahan yang telah dilakukannya. Ia meminta maaf kepada Senja dan
Elang. Senja berharap Darwin tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dalam
kutipan di atas, pengarang menyampaikan amanat supaya kita senantiasa bersikap
jujur dalam keadaan apapun. Kejujuran merupakan faktor yang penting karena
dapat menenangkan hati dan pikiran kita. Pembaca perlu membaca terlebih dahulu
107
keseluruhan cerita dengan tekun dan cermat sehingga baru bisa menyimpulkan
amanat tersebut.
3) Saling berbagi dengan sesama manusia. Hal tersebut dapat diketahui melalui
kutipan berikut.
“Paman Wijaya tertawa kecil, menyalami kami, menanyakan kondisi cuaca dusun kami. Di balai terbuka ini tidak banyak perabot, hanya satu dua meja kayu untuk televisi, dua buah lincak menyandar dipilar tengah, dan satu lampu petromaks. Sebaliknya, balai terbuka ini lebih sering digunakan sebagai panggung terbuka tempat warga menonton televisi. Tidak terkecuali kami yang jauh jauh datang dari Bukit Bayur” (S.P., 2013: 90).
Kutipan di atas berisi amanat yang disampaikan oleh pengarang secara eksplisit
karena pengarang menjelaskan secara langsung sehingga pembaca dengan mudah
langsung memahaminya. Amanat tersebut dapat diketahui melalui tokoh Paman
Wijaya. Paman Wijaya saling berbagi kebahagiaan kepada orang-orang Bukit Bayur
yaitu memperbolehkan orang-orang menonton televisi di rumahnya. Pengarang
mengajak pembaca untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim, yakni untuk
saling berbagi dengan sesama manusia.
4) Saling menolong jika ada yang membutuhkan pertolongan. Berikut contoh
kutipannya.
“Saat kuangkat koper besar dari bak pikap, Senja yang berdiri tenang di dekat pintu mobil, menyenyumiku. Kita menolong orang mengangkut-angkut barang, jangan berharap mendapatkan simpati apalagi ulang, desis Darwin. Sepuluh menit kemudian, pekerjaan selesai. Aku mengusap telapak tangan, merasa bangga karena telah menolong gadis manis kota itu” (S.P., 2013: 95-96).
Dari kutipan tersebut, penulis berpendapat bahwa amanat dalam novel
Mahamimpi Anak Negeri dapat diketahui melalui tokoh Elang dan Darwin. Mereka
108
selalu membantu Senja dalam keadaan apapun. Mereka dengan ikhlas membantu
Senja yang membutuhkan pertolongan. Dalam hal ini, pengarang mengajak
pembaca untuk bersikap tolong-menolong kepada siapa saja yang membutuhkan
bantuan. Amanat tersebut disampaikan oleh pengarang secara eksplisit karena
pengarang menjelaskan secara langsung sehingga pembaca dengan mudah
langsung dapat memahaminya.
5) Optimistis untuk mewujudkan keinginan yang diharapkan. Berikut contoh
kutipannya.
“Maka sejak hari ini, aku berkomitmen tinggi untuk membangun peradaban baru di sini. Menyadarkan orang-orang Bukit Bayur tentang syariat Islam yang benar. Mengajari mereka membaca Alquran dan mengerjakan shalat. Dan, secara perlahan menuntun lidah mereka mengucap: Asyhadu ‘alla illaha illallah wa asyhadu ‘anna muhammaddar rasullulah” (S.P., 2013: 62). “Dengarlah ini, Pak Sapon! Aku akan mengubah orang-orang Bukit Bayur menjadi orang pintar, aku akan mengajari mereka membaca dan menulis. Kau tidak akan bisa mempermainkan nasib kami lagi” (S.P., 2013: 258).
Berdasarkan kutipan di atas, penulis berpendapat bahwa amanat dalam novel
Mahamimpi Anak Negeri dapat diketahui melalui tokoh Elang dan Darwin. Mereka
selalu gigih berjuang dalam keadaan apapun. Mereka dengan ikhlas menerima
cobaan hidup. Dalam hal ini, pengarang mengajak pembaca untuk optimis dalam
mewujudkan cita-cita yang diinginkan. Amanat tersebut disampaikan oleh pengarang
secara eksplisit karena pengarang menjelaskan secara langsung sehingga pembaca
dengan mudah langsung dapat memahaminya.
Berdasarkan paparan peristiwa di atas, penulis menyimpulkan bahwa unsur
intrinsik dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dapat
109
terjalin sangat erat dan menyatu dengan nilai estetika yang ada di dalamnya. Tema,
tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan amanat.
2. Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna
Pamungkas
Nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
meliputi keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal, dan keindahan alami.
Pembahasan mengenai nilai estetika dalam novel tersebut akan dibahas di bawah ini.
a. Keindahan Moral
Keindahan moral menggambarkan keindahan baik buruknya suatu perbuatan,
sikap, akhlak, dan budi pekerti yang diterima oleh umum. Berikut beberapa paparan
nilai moral yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas. Adapun keindahan moral yang terdapat dalam novel tersebut di antaranya
sebagai berikut.
1) Kasih Sayang Terhadap Keluarga dengan Saling Menyayangi dan
Melindungi Diwujudkan oleh Sikap Darwin dan Waris
Kasih sayang antarkeluarga merupakan salah satu sifat yang tercermin dalam
novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas melalui karakter para
tokoh sehingga menciptakan keindahan moral yang dapat dirasakan oleh
pembaca. Salah satu adegan yang menunjukkan rasa saling menyayangi dan
melindungi antarkeluaga ditunjukkan oleh tokoh Darwin dan Waris. Darwin dan
Waris adalah tokoh yang sangat menyayangi keluarganya. Peristiwa tersebut
dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“Satu adikku tewas sebagaimana Ayah. Sehingga, mau tak mau aku harus membawa Ibu dan adikku ikut bertransmigrasi. Nenek juga akan kami ikut
110
sertakan transmigrasi. Aku tak punya siapa-siapa, tak punya apa-apa lagi, Lang. Nenek, ibu, dan adikku, itulah satu-satunya harta yang kumiliki saat ini” (S.P., 2013: 178).
Kutipan di atas merupakan sikap Waris yang menunjukkan rasa sayang
kepada keluarganya. Waris memberikan perhatian dengan cara sangat bijaksana
ketika terkena bencana alam, ia berusaha untuk menjaga keluarganya. Selain itu,
sikap kasih sayang pada tokoh Waris, pengarang juga menggambarkan dengan tokoh
Darwin juga memiliki sikap saling menyayangi. Berikut kutipan paparan tersebut.
“Aku takut itu kebakaran di Bukit Bayur, Gar. aku takut ibuku kenapa-kenapa. Ibuku sendirian di rumah, dan dia sedang sakit. Cepatlah sedikit! Ayo cepat! Ayo lari!” (S.P., 2013: 248).
Kutipan di atas merupakan salah satu keindahan moral yang dilakukan oleh
seorang Darwin. Ketika Darwin melihat kobaran api di Bukit Bayur, ia
mengkhawatirkan ibunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa sikap saling melindungi
dengan keluarga dan makluk ciptaan Tuhan lainnya sangat baik untuk dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari meskipun hanya sedikit.
2) Keteguhan Darwin untuk Mencintai Tanah Air Indonesia yaitu Bukit Bayur
Jiwa nasionalis merupakan salah satu wujud rasa cinta terhadap Tanah Air
Indonesia yang melekat dalam jiwa sebagai Warga Negara Indonesia. Sikap tersebut
dapat diwujudkan melalui penanaman, pengajaran dan pemahan kepada masyarakat
dan para generasi penerus sehingga menimbulkan rasa kebanggaan menjadi warga
Negara Indonesia dan rasa cinta yang tetap melekat terhadap Tanah Air Indonesia.
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, keteguhan tersebut
dilakukan oleh tokoh Darwin yang mempertahankan rasa nasionalis dan mengajarkan
kepada Elang. Berikut kutipan paparan tersebut.
111
“Inilah nasionalisme! Meskipun disakiti bangsa sendiri, kita harus tetap memberikan yang terbaik. Sejatinya bukan bangsa kita yang rusak, tetapi orang-orang di dalamnya yang rusak. Bukan lembaga pemerintahnya yang salah, tetapi orang-orang di dalamnya yang culas. Mereka tamak dan ingin menang sendiri. Kami ikhlas menggadaikan nasib kami kepada pemerintah, yang penting kami tidak mendukung penjarahan yang dilakukan Ruud Joey Suk. Itu sama saja menjadi pengkhianat bangsa. Inilah nasionalisme yang sesungguhnya” (S.P., 2013: 155).
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan salah satu bentuk
keindahan moral lainnya yang tercermin melalui sikap Darwin. Meskipun pemerintah
tidak bersikap adil, ia tetap berusaha mempertahankan rasa cintanya terhadap Bangsa
Indonesia yaitu Bukit Bayur dan mengajarkan kepada Elang untuk mempunyai sikap
tersebut.
3) Sikap Elang yang Bersedia Menolong Tegar dan Mengantikannya untuk
Mencari Kyai Nasir
Tolong-menolong merupakan sikap yang dilakukan untuk membantu me-
ringankan beban sesama manusia dalam keadaan suka ataupun duka. Dalam novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, sikap tolong-menolong
diwujudkan melalui sikap para tokoh antara lain Elang, Darwin, Tegar, Waris, dan
Senja. Salah satunya pengarang menggambarkan pada tokoh Elang. Berikut contoh
kutipan salah satu tokoh tersebut.
“Tegar tidak ikut serta dalam pengembaraan mencari Kyai nasir, akulah penggantinya”(S.P., 2013: 301).
Dari kutipan di atas, Elang merupakan seorang anak yang baik. Ia selalu
menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Menolong seseorang
yang membutuhkan pertolongan membuat Elang merasa tenang.
112
4) Kepedulian Tegar dan Darwin Terhadap Elang yang Kehilangan Sosok
Seorang Ibu untuk Selamanya
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, nilai estetika
moral terdapat pada tokoh Darwin dan Tegar yang mengutarakan kepeduliannya
terhadap Elang atas kehilangan sosok seorang ibu untuk selamanya. Hal ini dapat
diketahui melalui kutipan berikut.
“Bersabarlah, kau masih punya kami. Empat Pawana bukan hanya sahabat, keluarga termsuk Waris. Hingga sekarang pun masih lekat di hati kita bahwa dia juga bagian dari keluarga kita, keluaraga Empat Pawana. Bersabarlah, Rasulullah juga diuji dengan kesedihan yang bertubi-tubi. Kau pasti kuat! hibur Darwin, ia mengusap rambutku. Betul kata Darwin, Elang. Hidup itu berulang dan berputar. Setelah mengalami kesedihan, kita akan mendapat kebahagiaan. Setelah tertawa bahagia, kita akan kembali diuji dengan kesediahan. Setelah sedih, kita akankembali tertawa. Begitu seterusnya, maka percayalah, selalu ada cahaya terang setelah semuanya gelap. Ambilah hikmah dari musibah hari ini, kata Tegar” (S.P., 2013: 389-390).
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan salah satu bentuk
keindahan moral lainnya yang tercermin melalui sikap Darwin dan Tegar. Meskipun
Elang kehilangan seorang ibu untuk selamanya. Mereka akan selalu menjadi sebuah
keluarga yang saling melindungi, dan menyayangi.
b. Keindahan Susila
Keindahan susila merupakan keindahan yang lebih terikat pada pengertian sifat
yang dalam dari keindahan moral seperti sopan santun, budi bahasa, keadaban,
dan lain-lain. Berikut beberapa gambaran keindahan susila yang terdapat dalam
novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
113
1) Sikap Paman Wijaya yang Ramah Terhadap Anak-Anak yang Datang ke
Rumahnya untuk Menonton Televisi
Keramahan merupakan salah satu sifat keindahan yang mencerminkan
kebudayaan masyarakat Indonesia yang telah tertanam untuk bersosialisasi di
lingkungan sekitarnya. Hal tersebut terjadi dalam novel Mahamimpi Anak Negeri
pada tokoh Paman Wijaya ketika menyalami anak-anak di Bukit Bayur yang
datang ke rumahnya. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.
“Paman Wijaya tertawa kecil dan menyalami kami, menanyakan bagaimana kondisi cuaca dusun kami, selanjutnya mengajak kami masuk ke balai terbuka di samping rumah” (S.P., 2013:90).
Pengarang menampilkan salah satu bentuk keindahan susila melalui sikap
keramahtamahan dalam bersosialisasi yang tercermin dalam kehidupan sehari-
hari. Pengarang menggambarkan keramahan Paman Wijaya dalam percakapan
antartokoh. Paman Wijaya pada saat bertemu anak-anak menyambut dengan
ramah yaitu menyalami anak-anak.
2) Sikap Bu Supriyatin yang Peduli Terhadap Senja yang Menjadi Anak
Yatim Piatu
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, sikap peduli
tercermin dalam percakapan antartokoh Senja dan Bu Supriyatin. Bu Guru Supriyatin
menunjukan rasa kepeduliannya terhadap Senja yang menjadi anak yatim piatu. Hal
ini dalam dilihat melalui kutipan berikut.
“Senja mengangkat wajah, kemudian tersenyum. Pipi-pipinya basah, terbaca sekali ia habis menitikkan air mata. Bu Guru Supriyatin pun berdiri, mendekati Senja. Lantas, sambil mengulas senyum, beliau merangkul dengan meremas-remas pundak Senja” (S.P., 2013: 108)
114
Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan sikap kepedulian kepada
sesama manusia. Pengarang menggambarkan pada tokoh Bu Guru Supriyati, ketika
Senja bercerita bahwa dirinya anak yatim piatu. Dari kutipan tersebut, merupakan
bentuk keindahan susila yang tercermin pada percakapan antartokoh.
3) Tegar yang Selalu Memberikan Nasihat Kepada Para Sahabatnya yang
sedang Putus Asa
Sebagai seorang sahabat, Tegar selalu ada untuk sahabatnya. Ketika Elang,
Darwin, dan Waris mendapatkan cobaan hidup. Ia berusaha memberikan motivasi
agar para sahabatnya tidak mudah menyerah dan putus asa. Hal ini dapat dilihat
melalui kutipan berikut.
“Jangan pernah menyalahkan Tuhan karena saat ditimpa musibah, Tuhan sedang menjadikanmu lebih kuat. Saat kau diberi kenikmatan, Tuhan sedang mengujimu dengan kenikmatan itu. Keputusan Tuhan berada di atas segalanya, hanya Dia yang tahu mana yang terbaik untuk makhlukNya, imbuh Tegar”(S.P., 2013: 390).
Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan sikap Tegar kepada
sahabat-sahabatnya. Pengarang menggambarkan pada tokoh Tegar yang selalu
memberikan nasihat ketika Darwin, Elang, dan Waris mendapat cobaan hidup.
Dari kutipan tersebut, merupakan bentuk keindahan susila yang tercermin pada
percakapan antartokoh.
c. Keindahan Akal
Keindahan akal merupakan keindahan daya pikir yang menciptakan seni pada
sebuah karya. Berikut beberapa gambaran keindahan akal yang tercipta dalam
novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
115
1) Ayah dan Ibu Bertanya Kepada Elang tentang Dunia dan Akhirat
Elang adalah anak yang memiliki rasa keingintahuan yang besar. Ia selalu
bertanya kepada Tegar dan Darwin ketika ada suatu hal yang belum dimengertinya.
Ketika Ayah dan Ibunya bertanya tentang dunia dan akhirat, Elang dapat menjawab
pertanyaan tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.
“Kata Darwin, bekerjalah untuk dunia. Dan beribadahlah untuk akhirat. Kenapa Ayah hanya bekerja? Hanya memikirkan dunia, tetapi tidak memikirkan akhirat? Apa itu akhirat, Le? tanya ibuku Kata Tegar, akhirat itu kehidupan yang kekal, Bu. Saat kita lahir kita dikumandangkan azan. Ini ibarat hidup yang hanya akan berlangsung dari waktu azan ke ikamah. Jadi, hidup di dunia itu sangat singkat. Sementara, akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya. Di sana, semua menjadi kekal. Kita tinggal di sana tidak untuk sehari-dua, tetapi selama-lamanya” (S.P., 2013: 54).
Kutipan di atas merupakan salah satu bukti percakapan Elang dan kedua
orangtuanya. Kutipan tersebut menunjukkan keindahan akal yang disajikan oleh
pengarang untuk pembaca.
2) Tegar, Darwin, dan Elang Bertanya Kepada Ustaz Ahmad Mengenai
Pembangunan Masjid di Bukit Bayur
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang
merupakan salah satu sifat keindahan akal yaitu saat Empat Pawana memutuskan
untuk membangun sebuah masjid di Bukit Bayur. Mereka terlebih dahulu
menanyakan mengenai pembangunan masjid kepada Ustaz Ahmad. Hal ini dapat
dilihat melalui kutipan berikut.
“Di mana kita menyelenggarakan forum pengajian seperti itu, Pak Ustaz? Kami tidak punya masjid. Gardu ronda kami punya, tapi gardu itu biasa untuk bermain judi dan minum ciu.
116
Haram menyelenggarakan pengajian di sana, Pak Ustaz. Lagi pula, tidak mungkin juga mereka mengizinkan forum pengajian di sana, suara Tegar menyusul. Oleh karena itu, kami menginginkan ada satu masjid saja di tempat kami, Pak Ustaz” (S.P., 2013: 123-124)
Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan keindahan akal yang dimiliki
Empat Pawana. Tidak adanya masjid di Bukit Bayur membuat Tegar, Darwin, dan
Elang berpikir untuk membangun masjid sederhana. Masjid tersebut akan digunakan
untuk tempat ibadah dan pengajian. Harapan dari Empat Pawana adalah untuk
mengIslamkan Bukit Bayur sesuai syariat Islam yang sesungguhnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa keindahan akal seorang anak-anak yang memiliki kreativitas
tinggi dan menjadi contoh yang baik bagi pembaca.
3) Darwin Pandai Merayu Ketika Meminta Pertolongan Kepada Pak Sopir
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menggunakan kreativitasnya
untuk menunjukkan keindahan akal. Pengarang menggambarkan keindahan akal pada
tokoh Darwin. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Paman, aku dan teman-temanku ini numpang ke Purwokerto ya? Sambut Darwin sambil menepuk bahuku. Paman Sopir tersenyum sehingga kesan seram dari wajahnya pun mendadak sirna. Darwin mengenal Paman Sopir karena dia selalu diminta untuk mencarikan burung piaraan” (S.P., 2013: 305).
Kutipan tersebut, menggambarkan keindahan akal yang dimiliki Darwin. Hal
tersebut juga menunjukan kreativitas sederhana untuk bersikap kepada orang lain
ketika meminta pertolongan.
d. Keindahan Alami
Keindahan alami merupakan sifat alam dan sumber segala keindahan yang di-
berikan Allah Yang Maha Esa untuk dinikmati manusia. Indonesia merupakan negara
yang memiliki berjuta keindahan kekayaan sumber daya alam yang beragam dari
117
sabang sampai merauke. Gunung, lembah, sungai, lautan, daratan, hutan, dan lain-lain
sebagainya diciptakan oleh Allah Swt. sebagai tempat yang penting bagi makhluk
hidup, bukan hanya untuk manusia, melainkan untuk seluruh makhluk. Keindahan
tersebut merupakan daya tarik tersendiri bagi negara-negara lain yang tidak mereka
miliki di negaranya. Berikut beberapa keindahan alam yang terdapat dalm novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
1) Sungai Kaligencar di Bukit Bayur Merupakan Salah Satu Jalur Transportasi
yang Digunakan Menuju Tempat Mengaji
Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menggambarkan sebuah sungai.
Sungai merupakan keindahan alami yang digunakan sebagai jalur transportasi yang
digunakan Empat Pawana untuk pulang-pergi mengaji. Seperti yang dijelaskan dalam
Alquran surat An-Nahl ayat 15 tentang penciptaan sungai oleh Allah Swt. agar
bermanfaat untuk kehidupan makhluk ciptaan-Nya di bumi.
“Dan dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”(QS. An-Nahl: 15)
Ayat di atas, menjelaskan tentang tanda kebesaran Allah Swt. sebagai Maha
Pencipta seluruh alam. Allah Swt. telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam
seluruh makhluk hidup yang di dalamnya terdapat anugerah sungai-sungai di celah-
celahnya sebagai sumber kehidupan yang dapat bermanfaat dan gunung-gunung
yang kokoh menjulang untuk memisahkan dua lautan yang sangat luas. Sungguh
Maha Besar Allah Swt. menyediakan kenikmatan-kenikmatan bagi hamba-hamba
yang selalu bersyukur, tetapi kebanyakan dari mereka berpaling dan menyekutukan-
118
Nya. Keindahan alam dalam ayat di atas tentang penciptaan sungai dan manfaatnya.
Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.
“Suatu malam saat purnama bulat sempurna, Darwin mengajakku pergi berlayar. Tentu saja aku menolak ide gila itu. Ia cetuskan ketika kami saling mendayung sauh sepulang mengaji. Darwin ngotot membelokkan perahu mengikuti ke mana arus mengalir, dan aku terpaksa mengalah karena suaraku menjadi suara minoritas. Dua temanku yang lain, Tegar dan Waris, menyetujui usulain Darwin dengan pertimbangan esok hari adalah hari libur. Kami akan bermalam di perahu ini, mengikuti ke mana arus Sungai Kaligencar mengalir” (S.P., 2013: 37).
Kutipan tersebut merupakan penggambaran dari keindahan alami yang
ditampilkan oleh pengarang. Pengarang melukiskan sebuah sungai dan manfaatnya
yang dapat diketahui oleh pembaca.
2) Pohon-Pohon Besar Menunjukkan Hutan di Bukit Bayur Sangat Terjaga
Kelestariannya
Keindahan alami yang ditunjukkan oleh pengarang dalam novel Mahamimpi
Anak Negeri adalah keindahan hutan yang ada di Bukit Bayur. Keindahan tersebut
digunakan oleh pengarang sebagai salah satu latar para tokoh yang memiliki
kesesuaiannya dalam menjalin sebuah cerita. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan
berikut.
“Mataku seperti melihat seluruh permukaan bumi ketika langkahku sampai di punggung bukit. Pohon-pohon pinus menjulang tinggi-tinggi, mataku terhipnotis pemandangan menakjubkan di sepanjang lembah. Kabut tipis menyepuh daun-daun muda” (S.P., 2013: 168).
Kutipan di atas merupakan salah satu keindahan alami, pengarang
menggambarkan tokoh Elang yang takjub dengan hutan yang ada di Bukit Bayur.
Kekayaan alam yang ada di Bukit Bayur menunjukkan bahwa hutan di sana masih
terjaga kelestariannya.
119
Alquran merupakan petunjuk bagi manusia yang memuat perihal isi hutan yang
berupa buah-buahan, pepohonan, aneka ragam binatang, burung, dan sebagainya.
Allah berfirman tentang penciptaan keindahan alam di muka bumi dalam QS Fatir
ayat 27 dan 28 yang berbunyi:
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat” (QS. Fatir: 27).
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS. Fatir: 28) “[1258] yang dimaksud dengan ulama dalam ayat Ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.”
Beberapa ayat tersebut menjelaskan tanda kekuasaan Allah Swt. yang diciptakan-
Nya untuk makhluk di muka bumi berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik
agar selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Oleh karena itu, manusia
sangat tergantung pada hutan karena memiliki berbagai macam fungsi sebagai
sumber kehidupan. Selain itu, sungai juga merupakan salah satu keindahan yang
diciptakan oleh Allah Swt. untuk manusia di muka bumi.
120
3) Pemanfaatan Sumber Daya Alam, Seperti Hewan, Buah-Buahan yang
dapat Dikonsumsi, Batang Bambu sebagai Bahan Pembuatan untuk
Membangun Masjid dan Sebagainya.
Keindahan alam dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas terdapat pada pemanfaat sumber daya alam, seperti hewan, buah-
buahan dan tumbuh-tumbuhan yang dapat dikonsumsi. Beberapa sumber alam
tersebut salah satunya terbukti ketika Tegar, Elang, dan Darwin mencari umbi
gadung di hutan. Berikut kutipannya.
“Sejak kapan orang Bukit bayur dilarang menggali gadung di sini? Umbi gadung tumbuh secara liar. Tanaman ini milik siapa saja. Semua orang di sini berhak atas umbi gadung tanpa terkecuali.Sesungguhnya, Allah Swt itu menyayangi semua makhluk di bumi. Semua telah diberi jatah rezeki masing-masing. Jangankan manusia, binatang sesederhana protozoa pun diberi jatah rezeki. Subhanallah...,ujar Tegar penuh syukur”(S.P., 2013: 291-292).
Kutipan di atas menggambarkan ketika Empat Pawana memanfaatkan umbi
gadung dijadikan keripik untuk dikonsumsi dan dijual ke pasar. Selain umbi
gadung, bambu yang dapat bermanfaat bagi manusia, keindahan alam yang tercipta
atas kuasa Allah Swt, lainnya berasal dari sumber daya alam tumbuh-tumbuhan dan
buah-buahan. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.
“Aku girang tak alang kepalang melihat Darwin begitu semangat menarik sebatang bambu yang terjepit di antara kerapatan rumpun-rumpunnya. Gambar rancangan masjid pada kertas ukuran A3 diperlihatkan oleh Darwin persis di depan mataku. Rencananya, masjid sederhana ini akan dibangun di jalan utama dusun kami.seteah melewati kerapatan hutan pinus dan mencapai puncak, turun sedikit menuju punggung bukit, di situlah tersembunyi dusun kami.” (S.P., 2013: 195-201)
Pada pembahasan nilai estetika di atas, pengarang menggambarkan nilai estetika
dalam percakapan antartokoh. Berdasarkan pembahasan tersebut, penulis
121
menyimpulkan bahwa nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas terdiri dari: (1) keindahan moral; (2) keindahan susila; (3)
keindahan akal; dan (4) keindahan alami
3. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri
Karya Asma Nadia di Kelas XI SMA
Dalam pembelajaran sastra, guru tidak hanya mengajarkan teori-teori saja.
Pengalaman peserta didik dalam mengkaji dan mengapresiasi karya sastra (khususnya
sastra estetika) menimbulkan dampak positif dan berpengaruh terhadap kepekaan,
estetika, dan nalar peserta didik. Nilai-nilai positif dalam karya sastra seperti novel
Mahamimpi Anak Negeri misalnya perjuangan Elang, Darwin, Tegar, dan Waris
dalam menghadapi segala macam persoalan dalam hidup.
Dalam hal ini, penulis juga memperhatikan tingkat penguasaan bahasa siswa
sehingga dalam menyampaikan materi tidak mengalami kesulitan. Pada novel
Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, bahasa yang digunakan adalah
bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Inggris. Novel tersebut dapat diajarkan di
kelas XI SMA. Di bawah ini adalah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika
dalam novel tersebut.
a. Standar Kompetensi
Membaca
7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.
b. Kompetensi Dasar
7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
122
c. Indikator
1) Menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas
2) Menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas
3) Menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas
d. Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini yaitu 4x45 menit (2x
pertemuan).
e. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran sastra di kelas XI SMA ini adalah menumbuhkan kecintaan
terhadap karya sastra dan mengenal lebih jauh para sastrawan yang menciptakan
karya sastra. Tujuan pembelajaran sastra dengan membaca novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas diharapkan peserta didik dapat menghayati,
memahami dan mengambil nilai-nilai yang baik, khususnya nilai estetika dari novel
tersebut. Tujuan khusus pembelajaran sastra di kelas XI SMA yaitu:
1) Peserta didik mampu menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna pamungkas.
2) Peserta didik menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas.
3) Peserta didik mampu menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas.
123
f. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran disesuaikan dengan KTSP. Materi pembelajaran sastra ini
adalah unsur intrinsik dan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas. Pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika melalui
novel ini, diharapkan peserta didik dapat memperoleh nilai-nilai luhur dan budi
pekerti yang ada di dalam novel.
g. Metode
Dalam mengajarkan suatu karya sastra yang berupa novel, pendidik harus memilih
metode pembelajaran yang tepat. Pembelajaran nilai estetika novel Mahamimpi Anak
Negeri disajikan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan pemberian
tugas dengan tetap mengutamakan pada keaktifan peserta didik.
h. Langkah-langkah Pembelajaran
Di bawah ini disajikan tabel data langkah-langkah pembelajaran sastra dengan materi
nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas di kelas
XI SMA.
Tabel 8 Langkah-langkah Pembelajaran
1) Pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2x45 menit
Kegiatan Dekripsi kegiatan Waktu
Pendahuluan
a) Pendidik mengawali kegiatan belajar mengajar
dengan salam.
b) Pendidik mengondisikan kelas agar kondusif dan
memeriksa kehadiran peserta didik.
c) Pendidik menyampaikan kompetesi dasar dan
15 menit
124
indikator perencanaan yang harus dikuasai
peserta didik setelah pembelajaran berakhir.
Inti
Eksplorasi
1) Pendidik menunjuk salah satu peserta didikuntuk
menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas sebagai langkah
awal bahwa peserta didik sudah membaca novel
tersebut di rumah.
2) Pendidik menjelaskan materi tentang unsur intrinsik
dan nilai estetika.
Elaborasi
1) Pendidik membagi peserta didik satu kelas menjadi
beberapa kelompok.
2) Tiap kelompok diberi permasalahan tentang unsur
intrinsik yang terdapat dalam novel Mahamipi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas.
3) Pendidik secara aktif memantau jalannya diskusi
dan memberikan bantuan kepada peserta didik
apabila mereka mengalami kesulitan.
4) Setelah berdiskusi, setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
Konfirmasi
1) Pendidik mengomentari presentasi setiap
60 menit
125
kelompok dalam menyampaikan hasil diskusinya.
2) Kelompok lain diminta untuk menanggapi
presentasi dan memberikan masukan pada
kelompok yang ditunjuk, serta diberi kesempatan
untuk bertanya.
Penutup
1) Peserta didik bersama pendidik menyimpulkan
pembelajaran.
2) Pendidik melakukan refleksi terhadap kegiatan
yang sudah dilakukan.
3) Pendidik memberikan tugas kepada peserta didik
untuk dikerjakan di rumah agar menuliskan hasil
diskusi kelompok tentang unsur intrinsik dan
dikumpulkan pada pertemuan mendatang.
4) Peserta didik menerima informasi dari pendidik
mengenai materi pembelajaran yang akan
dilaksanakan pada pertemuan berikutnya yaitu
melanjutkan diskusi mengenai unsur estetika.
5) Pendidik mengakhiri kegiatan belajar mengajar
dengan kalimat yang tepat dan salam.
15 menit
126
2) Pertemuan kedua dengan alokasi waktu 2x45 menit
Kegiatan Dekripsi kegiatan Waktu
Pendahuluan
1) Pendidik mengawali kegiatan belajar mengajar
dengan salam.
2) Pendidik mengkondisikan kelas agar kondusif
dan memeriksa kehadiran peserta didik.
3) Pendidik menanyakan hasil tugas dari rumah
mengenai hasil diskusi tentang unsur intrinsik
pada pertemuan sebelumnya.
15 menit
Inti
Eksplorasi
1) Peserta didik dan pendidik bertanya jawab
tentang kegiatan diskusi pada pertemuan
sebelumnya.
2) Pendidik menginformasikan materi yang akan
dibahas yaitu melanjutkan diskusi mengenai nilai
estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri
karya Suyatna Pamungkas.
Elaborasi
1) Pendidik menyuruh peserta didik untuk
berkelompok sesuai kegiatan sebelumnya.
2) Tiap kelompok diberi permasalahan tentang nilai
estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi
Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
60 menit
127
3) Pendidik secara aktif memantau jalannya
diskusi dan memberikan bantuan kepada peserta
didik apabila mereka mengalami kesulitan.
4) Setelah berdiskusi, setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya di depan
kelas.
Konfirmasi
1) Pendidik mengomentari presentasi setiap
kelompok dalam menyampaikan hasil diskusinya.
2) Kelompok lain diminta untuk menanggapi
presentasi dan memberikan masukan pada
kelompok yang ditunjuk, serta diberi kesempatan
untuk bertanya.
Penutup
1) Peserta didik dan Pendidik merangkum dan
menyimpulkan hasil pembelajaran unsur
intrinsik dan nilai estetika yang terdapat dalam
novel.
2) Pendidik melakukan refleksi terhadap kegiatan
yang sudah dilakukan yakni mengenai nilai
estetika. Peserta didik diharapkan dapat
mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3) Peserta didik menerima informasi dari pendidik
mengenai materi pembelajaran yang akan
15 menit
128
dilaksanakan pada pertemuan berikutnya.
4) Peserta didik mengakhiri kegiatan belajar
mengajar dengan kalimat yang tepat dan salam.
i. Sumber belajar
Sumber belajar yang dipakai dalam pembelajaran sastra ini adalah sumber
belajar yang ada kaitannya dengan sastra. Sumber belajar yang digunakan yaitu
novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas. Selain itu, para peserta
didik juga disarankan mempunyai buku pelengkap seperti buku paket (buku
pelajaran) yang selalu dipakai oleh sekolahan, buku teori sastra, dan sumber
belajar yang lain.
j. Evaluasi
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran nilai estetika novel Mahamipi
Anak Negeri secara tertulis dengan menggunakan teknik tes (tes esai) dan teknik
nontes (angket/kuesioner). Tes esai sering digunakan dalam proses evaluasi pada
peserta didik SMA. Evaluasi dengan tes esai dapat meningkatkan kreativitas daya
pikir peserta didik karena dalam tes esai peserta didik dituntut untuk menguraikan
jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pendidik.
Contoh soal bentuk tes esai:
1) Bacalah novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dan tulis
sinopsisnya!
2) Sebutkan contoh nilai estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas?
129
3) Bagaimana nilai etika/ amanat yang disampaikan dalam novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas menggurui atau tidak menggurui?
Contoh jawaban bentuk tes esai:
1) Sinopsis novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
Novel ini menceritakan kehidupan anak-anak yang peduli dengan lingkungan
sosial, mereka membentuk kelompok persahabatan yang diberi nama Empat
Pawana. Menurut bahasa melayu klasik pawana artinya angin. Angin memberikan
filosofi selalu bergerak, mereka bertekad seperti angin yang selalu bergerak
melakukan perubahan yang lebih baik, khususnya untuk kehidupan masyarakat
Bukit Bayur yang jauh dari peradaban dan kehidupan religiusitas. Empat Pawana
hidup di lingkungan yang beragama Islam. Namun, tingkah laku masyarakatnya
masih percaya animisme, dinamisme yang dengan jelas bertentangan dengan syariat
Islam yang hakiki, tergeraklah hati mereka untuk mendobrak kebiasaan lama
masyarakat Bukit Bayur yang menyimpang dari ajaran Islam.
Empat Pawana menjunjung tinggi pendidikan sekolah dan pendidikan agama,
mereka sadar betul pentingnya sekolah dan mengaji. Sekolah menjadikan manusia
berilmu pengetahuan, bertindak rasionalis dan realistis, mengaji menjadikan
manusia yang paham agama membuat manusia tidak buta kenikmatan duniawi.
Pendidikan menentukan kualitas suatu bangsa, agama menentukan moralitas
manusianya, mereka anak-anak yang haus ilmu, berbeda dengan anak-anak lain
yang seusia mereka. Namun, ironis sekali cita-cita mereka yang luhur tidak
mendapat dukungan dari masyarakat, bahkan orang tua mereka sendiri,
menggangap bahwa tidak penting bersekolah dan mengaji.
130
Bukan hanya pertentangan yang datang dari orang tua dan masyarakat,
melainkan juga medan terjal, selalu menyapa mereka saat pergi sekolah dan
mengaji. Setiap hari menuruni bukit, menyebrangi sungai, menyusuri jalan panjang
yang jauh untuk sampai ke tempat menimba ilmu, belum lagi jika berjumpa dengan
cuaca buruk. Walaupun demikian, tidak menyurutkan langkah mereka untuk
menuntut ilmu bekal menyadarkan masyarakat Bukit Bayur, mendirikan masjid
guna menyadarkan masyarakat melalui tausiyah para ustaz, mengajarkan
masyarakat Alquran, mengajak ke ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin.
2) Nilai estetika yang terkandung dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas meliputi: (a) Tegangan/suspense; (b) daya duga bayang/
foreshadowing; dan (c) kejutan/ surprise.
a) Tegangan/suspense
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, berbagai
macam konflik dan ketegangan yang dihadirkan menguras emosi pembaca, di
antaranya ketegangan memilukan saat anggota Empat Pawana harus berpisah
dengan Waris, anggota Empat Pawana berkurang satu, Waris pergi transmigrasi
mengikuti program Pemerintah. Selanjutnya, konflik dengan Pak Sapon, ketua
kesatuan polisi hutan, yang dengan tega membakar masjid bambu hasil dari jerih
payah Elang dan kawan-kawan, mereka dianggap tidak memiliki izin resmi
mendirikan bangunan di atas tanah Pemerintah. Ketegangan atas usaha perjalanan
mereka mencari Haji Nasir guna memperdalam ilmu agama segala kesulitan mereka
dapati. Berlanjut, ketegangan saat Elang kehilangan ibunya untuk selama-lamanya.
Jadi, Setiap bab novel ini memiliki sensasi luar biasa.
131
b) Daya duga bayang/ foreshadowing
Novel ini sangat dekat dengan alam, daya kreativitas dan kepiawaian pengarang
mampu mengemas alam menjadi sesuatu yang menawan, suasana alam Bukit Bayur
diungkapkan melalui deskripsi yang jelas memberikan kesan mendalam bagi
pembaca.
Pada bagian ini, diceritakan keindahan alam di Bukit Bayur. Alam yang masih
asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang jernih. Berikut
cuplikan alam Bukit Bayur:
“Bukan hanya berdaun lebat dan rimbun, pohon bacang ini juga sudah berbuah, duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yang menjalar di tepian sawah. Aliran empang itu membelah sawah-sawah, berkelok memutari kaki bukit” (S.P., 2013: 125). “Kawanan pipit terjun dari langit dan bersukacita mendapati lautan padi yang terhampar luas meskipun sebenarnya hanya diperlukan sejimpit biji padi untuk membuatnya kenyang” (S.P., 2013: 79). “Dari balik rumpun bambu yang tidak kuketahui, terdengar suara burung sikatan menciat-ciat. Aku yakin ia terusik kehadiran kami, atau bisa jadi sarangnya tersembunyi di antara daun bambu yang kami tebang. Meranalah ia” (S.P., 2013: 196). Dalam kutipan di atas, terbukti bahwa keindahan Bukit Bayur masih sangat
alami. Alam yang asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang
jernih. Keindahan tersebut menandakan Bukit Bayur adalah tempat terpencil yang
jauh dari keramaian kota. Dengan penggambaran kutipan tersebut pembaca bisa
membayangkan keindahan alam Bukit Bayur
Dalam novel ini, pembaca juga dibuat penasaran dengan akhir cerita seperti
apa dan pembaca akan menduga-duga jalannya cerita berakhir happy ending atau
sad ending. Hal ini terlihat dari kutipan di bawah ini:
132
“ Dan inilah kisah paling memilukan selama menjadi seorang pencari kerja. Karena aku telah kehilangan ideology sebagai seorang idealis, tidak tanggung-tanggung bidang kerja yang memanggilku kali ini dari sektor marketing.Sungguh melenceng jauh dari disiplin ilmu yang kugeluti.Akan tetapi sekali lagi kubilang, masa bodoh dengan ideology. Tuntutan hidup telah membuatku begini” ( S.P., 2013: 406). Dari kutipan di atas, terbukti bahwa jalan cerita tidak mudah ditebak. Elang yang
telah menempuh pendidikan S1 tidak menjamin dirinya diterima bekerja. Berbagai
kesulitan dihadapi oleh Elang. Kesulitan itu tidak membuat dirinya putus asa,
melainkan menambah semangat dalam dirinya. Dari kesulitan-kesulitan tersebut,
pembaca tidak dengan mudah menebak jalan cerita tersebut berakhir happy ending.
c) Kejutan/ surprise.
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, peristiwa yang
tak terduga pada novel yang fungsinya hanya untuk memperlancar jalannya cerita
(alur/plot). Dalam novel ini kejutan yang ditampilkan oleh pengarang kepada
pembaca adalah pada saat hilangnya Senja saat bermain petak umpet pada malam
hari di kandang sapi. Selanjutnya tiba-tiba Senja diceritakan kembali dalam novel
ini telah menempuh pendidikan S2 di Mesir.
d) Nilai etika/amanat yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas tidak menggurui.
Nilai etika/amanat yang terkandung pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas tidak menggurui artinya penyampaian amanat (nilai-nilai yang
tidak menggurui dengan keadaan kenyataan). Amanat adalah pesan moral yang
ingin disampaikan penulis kepada pembaca novel. Dalam novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas ini mempunyai pesan kepada pembaca untuk
tidak putus asa/ pantang menyerah. Hal ini dibuktikan pada kutipan di bawah ini:
133
“Jadilah anak negeri yang kuat, jangan pernah menyerah pada keadaan apalagi sampai bermental pesimistis. Berfikirlah dengan sederhana tapi matang. Orang cerdas selalu menyederhanakan sesuatu yang rumit, sementara orang bodoh sering kali membuat keadaan yang mudah menjadi rumit. Ikhlaslah melakoni pengembaraan ini, berjuanglah demi Bukit Bayur!”(S.P., 2013: 304).
Pada kutipan di atas, terbukti amanat yang ingin disampaikan adalah untuk
tidak tidak putus asa dan pantang menyerah. Apapun keinginan dan cita-cita kita
harus diimbangi dengan usaha keras untuk mencapainya.
Contoh soal bentuk nontes (kuesioner):
Tabel 9 Contoh Pertanyaan Angket Pengukuran Ranah Afektif
untuk Sikap dan Minat terhadap Kesastraan
No Pertanyaan STS TS R S SS
1 Saya senang pada pembelajaran kesastraan
2 Saya akan bertanya jika kurang memahami penjelasan pendidik
3 Saya merasa rugi jika tidak mengikuti pembelajaran kesastraan
4 Saya menyediakan waktu untuk belajar kesastraan
5 Saya berusaha mendapatkan buku-buku karya sastra
6 Saya senang membeli buku-buku karya sastra
7 Saya senang membaca berbagai karya sastra
8 Saya selalu mempunyai waktu untuk membaca berbagai karya sastra
9 Saya sering berusaha memahami isi bacaan karya sastra
10 Saya merasa ada manfaat yang besar dari bacaan karya sastra
134
Keterangan
STS : sangat tidak setuju
TS : tidak setuju
R : ragu-ragu
S : setuju
SS : sangat setuju
136
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan berisi jawaban padat atas masalah
yang diteliti, sedangkan saran berisi masukan penulis yang berkaitan dengan hasil
penelitian.
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada analisis dan pembahasan data penelitian, penulis
menyimpulkan sebagai berikut.
1. Unsur intrinsik dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
sebagai berikut.
a. Tema dalam novel Mahamimpi Anak Negeri terdiri (1) tema yang terbagi
menjadi dua, yaitu (a) tema mayor: kesabaran dalam menerima cobaan hidup
untuk mewujudkan cita-cita dan mengislamkan masyarakat Bukit Bayur, (b)
tema minornya meliputi keimanan, cinta kasih, dan pendidikan. Cara
pengarang menggambarkan tema dalam cerita yakni secara implisit dan
eksplisit.
b. Tokoh utama dalam novel Mahamimpi Anak Negeri adalah Elang, Tegar,
Darwin, Waris, dan Senja, sedangkan tokoh tambahannya adalah Pak Sapon,
Ayah Elang, Ibu Elang, Bu Supriyatin, Paman Wijaya, Pak Ahmad, Kardi,
dan Warsih. Penggambaran tokoh dan penokohan dilakukan secara dramatik
dan analitik.
c. Alur dalam novel Mahamimpi Anak Negeri adalah alur maju karena pengarang
menceritakan kejadiannya mulai dari penyituasian, pemunculan konflik,
137
peningkatan konflik, klimaks, dan penyelesaian. Alur cerita tersebut menarik
karena ada tegangan (suspense), daya duga bayang (foreshadowing), dan
kejutan (surpise). Hal tersebut menjadikan pembaca dapat menikmati
keindahan, dan mampu membuat emosi pembaca untuk ikut larut dalam alur
cerita.
d. Latar cerita dalam novel Mahamimpi Anak Negeri meliputi latar tempat, waktu,
dan keadaan sosial. Secara garis besar latar tempat berada di Bukit Bayur. Latar
waktu dalam novel ini melukiskan waktu pagi, sore, malam dan hari,
sedangkan latar sosialnya meliputi seorang ibu, polisi hutan, ustaz, guru, dan
kompeni. Penggambaran latar di dalam cerita dilakukan pengarang dengan
memperhatikan fungsi latar itu sendiri, yakni sebagai metafora dan atmosfer.
Berdasarkan fungsi latar tersebut, pengarang mampu memberikan nilai
keindahan pada setiap penggambaran latar di dalam novel.
e. Majas yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri yaitu simile,
personifikasi, hiperbola, metafora, dan ironi. Majas tersebut berfungsi dengan
baik.
f. Amanat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri yang disampaikan secara
eksplisit, adalah saling berbagi dengan sesama manusia, saling menolong jika
ada yang membutuhkan pertolongan, dan optimis untuk mewujudkan
keinginan yang diharapkan, sedangkan yang disampaikan secara implisit adalah
mengajak pembaca untuk selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. dan tidak
mudah menyerah dalam menghadapi segala macam cobaan serta berusaha
untuk selalu jujur dalam keadaan apapun. Tema, tokoh dan penokohan, alur,
138
latar, majas, dan amanat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri dapat terjalin
sangat erat dan menyatu.
2. Nilai Estetika yang terdapat di dalam novel Mahamimpi Anak Negeri terdiri atas
(1) keindahan moral; (2) keindahan susila; (3) keindahan akal; dan (4) keindahan
alami.
3. Skenario pembelajaran novel di kelas XI SMA dengan materi unsur intrinsik dan
nilai estetika dalam novel Mahamimpin Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kegiatan
pembelajaran diawali dengan pendahuluan meliputi: guru mengawali kegiatan
belajar mengajar dengan salam. Guru menyampaikan kompetensi dasar dan
indikator perencanaan yang harus dikuasai oleh siswa setelah pembelajaran
berakhir; kegiatan inti dalam pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika dalam
novel tersebut meliputi: (a) eksplorasi. Guru menunjuk salah satu siswa untuk
menceritakan kembali isi novel tersebut sebagai langkah awal bahwa siswa sudah
membaca novel tersebut di rumah. Guru menjelaskan materi unsur intrinsik dan
nilai estetika; (b) elaborasi. Guru membagi siswa satu kelas menjadi beberapa
kelompok. Tiap kelompok diberi permasalahan tentang unsur intrinsik dan nilai
estetika yang terdapat dalam novel tersebut; (c) konfirmasi. Setelah berdiskusi,
setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Kelompok
lain diminta untuk menanggapi dan memberi masukan; kegiatan penutup meliputi:
merefleksi, yaitu guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. Guru
menyuruh siswa untuk menyimpulkan hasil dari diskusi mengenai unsur intrinsik
139
dan nilai estetika serta mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya,
guru melakukan penilaian atas pembelajaran.
B. Saran
Saran tersebut berisi usulan yang bermanfaat bagi pendidik, bagi peserta didik,
dan bagi peneliti selanjutnya.
1. Bagi pendidik, khususnya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia hendaknya
memperhatikan materi yang akan diajarkan pada siswa dan mampu memilih
metode yang tepat/sesuai dalam menerapkan pembelajaran sastra khususnya novel
di SMA. Dengan demikian, guru dapat mempertimbangkan karya sastra yang
sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat menambah kelengkapan materi pembelajaran.
2. Bagi peserta didik diharapkan dapat dijadikan sebagai renungan, acuan, dan
pedoman perilaku, sikap, dan tindakan menuju ke arah yang lebih baik di dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang
serupa supaya dalam melakukan penelitian dapat lebih kritis lagi
140
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang
Press. Bayu Aji, Wahyu. 2014. “Analisis Etika dan Estetika Tembang Macapat dalam Djaka
Lodang Edisi Juni-Desember 2013”. Purworejo: UMP Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan Praktik. Surakarta:
Cakrawala Media. Ismawati, Esti. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuma
Pustaka. Moelong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Mulyasa. 2013. Pengembangan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:
Posdakarya. Nasional, Departemen Pendidikan ed.4. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Balai Pustaka. Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Nurhayati. 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yogyakarta: Media Perkasa. Nuryadi. 2012. “Etika dan Estetika Tembang Campur Sari Album “Volume 1 dan
Ngidam Sari” oleh Manthous”. Purworejo: UMP Pamungkas, Suyatna. 2013. Mahamimpi Anak Negeri. Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra Pegangan Guru Pengajar Sastra.
Yogyakarta: Kanisius.
141
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roestiyah, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV
Diponogoro. Sayuti. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media. SISDIKNAS. 2011. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press. Sudjiman, Panuti.1988. Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Pustaka Jaya. Sugono, Dedy. 2005. Buku Praktik Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. Tambajong, Japi. 1981. Dasar-Dasar Dramaturgi. Bandung: Pustaka Prima Waluyo, Herman J. 2011.Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press. Wellek dan Warren. 1990. Teori Kesustraan. Terjemhan Melani Budianta. Jakarta:
Gramaedia.
Lampiran 1:
KARTU PENCATAT DATA Data Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas
Tema No Data Halaman Novel Deskripsi Data
1. Tema Mayor
a) Kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup untuk mewujudkan cita-cita mengislamkan masyarakat Bukit Bayur
1 373 “ Tuhanku! Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin Senja hilang, mana mungkin Senja diculik, siapa yang menculik di kebun lengang begini.”
2 388 “Elang...., panggil Tegar lirih.
Aku menoleh dan kutanggalkan senyumku untuknya. Sekali lagi kubilang, aku kelewat bahagia dengan kembalinya Tegar ke tubuh Empat Pawana.
Ya, ada apa, Gar? tanyaku setelah sekian lama Tegar terbungkam.
Pagi ini aku membawa kabar untuk. Bahwa......
Tegar menghentikan kalimatnya, lantas ia merangkul pundakku dengan perlahan. Aku mengerutkan dahi,
merasa heran sendiri. Tidak biasa Tegar begini.
Ibumu meninggal dunia, beberapa saat setelah kau pergi dari Bukit Bayur.”
3 57 “Mendengar keluhanku, Tegar dan Darwin saling pandang. Lantas tersengih bersama-sama. Sudah dikatakan tadi oleh Darwin, tidak orang tua dia, tidak orang tua Tegar, tidak orang tua Waris, semua sama saja. Semua melarang anak-anaknya sekolah dan mengaji.”
2. Tema Minor
a) Masalah keimanan 4 49 “Aku termenung disetiap penghujung malam, aku sedikit menyesal ternyata usaha Empat Pawana untuk mengislamkan Bukit Bayur dianggap pemecah persatuan masyarakat.
Kami dianggap memberontak. Kami dimusuhi masyarakat sendiri apabila kami mendalilkan ayat Allah kepada mereka.”
5 56 “Sebagai mana ibuku, orang-orang Bukit Bayur juga percaya ajaran mengiwa dan menengen. Mau bilang mereka agnostik rasanya tidak begitu tepat. Pasalnya semua orang Bukit Bayur menyatakan bahwa dirinya
beragama Islam, sementara kita tahu orang orang agnostik mempercayai keberadaan Tuhan, tetapi enggan menjalankan atau memeluk agamanya.”
6 63 “Kendati semua orang mengutuk rutinitas kami mengaji, tapi kami tak pernah patah semangat.”
7 62 “Maka sejak hari itu, aku berkomitmen tinggi untuk menbangun peradaban baru di sini. Menyadarkan orang-orang Bukit Bayur tentang syariat Islam yang benar.
Mengajari mereka membaca Alquran dan mengerjakan shalat.
Dan secara perlahan menuntun lidah mereka mengucap: Asyhadu ‘alla illaha illallah wa asyhadu ‘anna muhammmaddar rasullulah.”
b) Masalah cinta kasih
8 421 “Ditempat inilah, untuk kali pertama aku terhipnotis pesona gadis manis kecil menawan. Kuingat benar saat gadis berkepang itu tersenyum kepadaku, dengan malu-malu aku menatapnya. Aih betapa hebat cinta pertama. Energi yang ditimbulkan mampu menjadi motor penggerak dalam menaklukkan segala tantangan. Dan di tempat inilah, di Gedung Serbaguna inilah semua rasa bermula.”
9 100 “Oh Tidak‼‼! Aku menggosok kedua bola mataku. Benarkah dia? Benarkah gadis itu Senja? Benarkah Waris akan memeluknya? Tidak bisa dicegah, akupun terpelongo.
Duh Gusti ini mustahil.”
10 178 “Satu adikku tewas sebagaimana Ayah. Sehingga, mau tak mau aku harus membawa Ibu dan adikku ikut bertransmigrasi. Nenek juga akan kami ikutkan transmigrasi. Aku tak punya siapa-siapa, tak punya apa-apa lagi, Lang. Nenek, Ibu, dan adikku, itulah satu-satunya harta yang kumiliki.”
11 192 “Aku pasti kembali Senja‼‼
Ris……tunggu‼! Riss tungggg…guu‼!.
Dengan mata dan kepala sendiri, aku menyaksikan drama sepasang kekasih yang dipisahkan oleh takdir.
Tak sekedip matapun aku berhenti mengamati sepasang kekasih itu benar benar terpisah.”
12 181 “Akan kujaga Senja baik-baik, Ris.
Tapi, kau harus berjanji.
Kau akan kembali ke tempat ini kelak!
Sambil tersenyum, aku meremas kedua bahunya.
Entah kenapa aku suka dengan keputusannya pergi bertransmigrasi. Tentu alasan paling logis adalah karena aku bisa dekat dengan Senja. Aku memang bukan dirinya, yang berhati begitu putih.
Sering kali aku berpikir picik, mau senang, dan menang sendiri.”
c) Masalah pendidikan 13 10 “Bayangkan saja, pagi benar kami harus berjalan jauh untuk sampai di sekolah.
Menuruni bukit, menembus hutan pinus, melewati tebing-tebing, menyeberangi sungai, menembus rapatnya kebun tebu, mengitung petak sawah dan ladang, setiap hari dan setiap pagi, setiap sore dan setiap hari, setiap hari dan setiap malam, sepanjang tahun selalu begitu”
14 11 “Dalam pengalaman kolektif atau habitus dusun kami, masyarakat dusun kami sangat jauh dari peradaban”
15 57 “Kami diseragamkan miskin dan kami pun
diseragamkan buta huruf.”
16 64 “Saat kelas dua kami sering berangkat siang hari. Menginggat ruang di sekolah kami harus bergantian dengan SD Satu Atap Sokawera. Kamipun belajar diruangan ini dengan ruang dan guru yang sama dari SD sampai SMP.
Masuk sekolah siang kami harus rela pulang malam hari dan tentu saja orangtuaku mencak-mencak melihatku pulang malam hari, aku tidak boleh sekolah karena mereka pikir sekolah hanya menyita watu dan membuang waktu saja, mereka lebih suka anaknya menggembala domba, menyadap getah pinus dan menggarap sawah.
Tokoh dan Penokohan No
Data Halaman
Novel Deskripsi Data
1. Tokoh Utama
a) Elang
1) Penakut 1 27 “Aku masih sayang sama diriku sendiri, Gar. maaf, aku tak berani menembus hujan ini. Aku pilih berdiam di sini dan menunggu ujan reda.”
2) Cemburuan 2 102-103 “Melihat itu, aku makin jengkel. Aku tahu aku marah, sebal, cemburu. Tanpa sepengetahuanku, Waris telah mencuri start mendekati gadis manis itu.”
3) Baik 3 97 “Sepuluh menit kemudian, pekerjaan selesai.
Aku mengusap telapak tangan, merasa bangga karena telah menolong gadis manis kota itu.
Terima kasih, ya, “kata Senja kepadaku disertai seulas senyum.”
b) Tegar
1) Suka memberi nasihat 4 392 “Ketahuilah dan sadarilah bahwa pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan.
Rencana Tuhan berada di atas segala-galanya.
Kau tidak boleh terus-terusan menyalahkan takdir. Jangan sekali-kali menghardik Tuhan. Tapi sebaliknya, saat terkena musibah, berusahalah mengikhlaskan semua,” jawab Tegar, ia mendekat kepadaku.”
2) Sabar 5 252-253 “Jangan, Win! sergah Tegar.
Jangan! Islam tidak mngajarkan kita melawan kekerasan dengan kekerasan selagi masih bisa ditempuh dengan jalan damai. Tegar memeluk bagian pinggang darwin, memegangnya erat, berusaha mencegah pembakaran pos polisi itu.”
c) Darwin
1) Keras kepala
6 253 “Minggir, Gar! Minggir!
Biar aku bakar bangunan milik Perhutani Hutan ini! Aku sakit hati, aku sakit hati!!
Darwin terus memberontak.
Tangan kanannya berusaha melempar bambu berapi ke atap pos polisi. Tapi, sekuat Tegar berusaha menahan.
Ia menangkis bambu itu agar terjatuh dari genggaman Darwin.“
2) Tidak mudah menyerah
7 258 “Aku juara lagi. Aku juara! Pekik Darwin.
Dengarlah ini, Pak Sapon! Aku akan mengubah Bukit Bayur menjadi orang pintar, aku akan mengajari mereka membaca dan menulis. Kau tidak akan bisa mempermainkan nasib kami lagi.”
3) Humoris 8 316 “Lagi, Darwin bikin ulah.
Selayaknya bintang film kondang, anak ini memamerkan peran protagonis sedang merayu gadis idaman.
Senja, terimalah cintaku ini.
Aku berjanji akan menjagamu hingga akhir hayatku. Terimalah cintaku, Gadis.
Berkata demikian, Darwin berlutut di depan Senja seraya memberikan bunga bakung yang disahutnya dari selokan kecil di tepi jalan. Kacamata dan model rambutnya masih belum berubah.
Aku geli menahan tawa, demikian juga Senja. Namun demikian, Darwin tetap percaya diri luar biasa.”
d) Waris
1) Pendiam dan mengalah
9 40 “Lalu pria menawan bernama Waris. Nama lengkapnya Waris Subekti. Waris yang tenang bagaiKarimunjawa
ditengah laut Jawa, selalu diam dan mengalah.”
e) Senja
1) Suka memberi nasihat
10 341 “Ya Allah, Win! Kau ini seperti bukan santri saja! gugat Senja.
Islam melarang kita menipu, mencuri, merampok apalagi korupsi. Bahkan, hukum Islam mengajarkan, barang siapa mencuri maka tangan boleh dipotong agar tidak ada orang yang berani mencuri. Sehingga, jika tidak takut akan hukuman akhirat, ia akan jera karena tangannya dipotong.
Kamu keterlaluan Win. Bukankah, baik Bu Guru Supriatin ataupun Ustaz Ahmad tidak pernah mengajari kita mencuri?.”
2) Peduli dan suka membantu
11 138 “Kini kutemukan cara-cara Senja begitu menawan, cantik. Aku percaya, inilah cantik yang sesungguhnya. Sebab fisik bisa sja rusak, bisa saja pudar, bisa mengeriput, bisa saja hilang. Akan tetapi, hati yang putih akan selamanya menjadi pelita yang menerangi jalan hidup.”
2. Tokoh Tambahan
a) Pak Sapon
1) Kasar dan pemarah 12 218 “Kuperingatkan kepada kalian, hei anak-anak kampung.
Kalian jangan membuat naik darah, karena aku akan membunuh kalian, nada bicaranya makin antagonis. Bertimbre berat, penuh penekanan. Mirip seorang diktator.
2) Licik 13 258-259 “Akulah anak dari negeri Bukit Bayur, yang akan memerangi kelicikan orang-orang pintar yang bisanya membodohi orang-orang bodoh! Aku akan melawanmu, Pak Sapon! pekik Darwin
b) Ibu Elang 1) Peduli
14
50
“Lihat kelakuanmu itu, kelakuanmu Empat Pawana.
Bikin repot orang sedusun saja! Untung, Tegar tidak masuk jurang atau mati kesamber gledek atau mati terseret arus sungai.coba kalau mati, kau bisa dimusuhi seumur hidup sama Paman Sampid.”
c) Ayah Elang 1) Keras kepala dan
pemarah
15
57-58
“PRANKKG!! dihantamkanlah meja kayu di depanku oleh Ayah, semua gorengan berhamburan, tidak cangkirku, tidak cangkir Ayah tumpah airnya dan menggelinding di lantai tanah.
Kudua tangan ibuku melompat cepat menekan dada, mulutnya mendesiskan sesuatu, lantas menelan ludah penuh kegetiran.
Aku memundurkan letak kursiku. Dadaku terlunjak, hatiku getir, aliran darahku mengalir deras, pipi-pipiku panas, tapi kurasai telapak tanganku sedingin es balok.
Anak kecil, tahu apa! Jangan melawan nasihat orang tua! keras, getas. Ayah menjatuhkan tatapan mata serigala ke anak mataku. Kurasai gigi-gigi orang ini gemeletuk, lalu lanjutnya, kau itu air kencingku. Jangan mengajari orang tua yang sudah lahir mendahuluimu.
Sudah sepintar apa kau selama mengaji? Merasa sudah paling pintarkah kau.
Hinga biasa menasihati orang tua? tidak ada aturan, tidak ada buku yang mengajari, seorang anak menasihati orang tua.”
d) Bu Supriyatin 1) Peduli
16
108
“Senja mengangkat wajah, kemudian tersenyum.
Pipi-pipinya basah. Terbaca sekali ia habis menitikkan air mata.
Bu Guru Supriatin pun berdiri, mendekati Senja.
Lantas sambil mengulas senyum, beliau merangkul dan meremas-remas pundak Senja.”
e) Paman Wijaya 1) Baik dan ramah
17 90 “Paman Wijaya tertawa kecil dan menyalami kami, menanyakan bagaimana kondisi cuaca dusun kami, selanjutnya mengajak kami masuk ke balai terbuka di samping rumah. ”
f) Pak Ahmad 1) Baik
18 122 “Saya akan bantu semampu saya. Mungkin setiap hari, semingu, dua minggu, atau sebulan sekali, saya akan memberikan ceramah
di sana. Kita harus melangkah dengan perlahan-lahan.”
g) Kardi 1) Baik
19 409 “Kardi menyeretku ke tempat semacam gudang yang terletak di lantai dasar gedung ini. Aku di jamu bermacam-macam makanan.”
h) Warsih 1) Baik
20 409 “Dengan malu-malu aku pun mengakui bahwa aku belum sarapan, bahkan belum terpikirka untuk makan siang. Dan, hal yang paling membuatku shock adalah saat Kardi membawa perempuan cantik yang aku kenal. Warsih! Ya, perempuan itu Warsih.”
Alur (Plot) No Data
Halaman Novel
Deskripsi Data
Tahapan Alur
1. Tahap Penyituasian (situation)
1 1 “Matahari sore menerpa tubuhku dengan kemilau cahaya yang lembut, tak sesilau tiga jam sebelumnya.
Dan angin yang nakal menerbangkan rambutku hingga belahannya tercecah-cecah di seputaran tengkang mata dan jidat. Menerabas wajah. Kelopak mataku mengatup menikmati hembusannya. Kuhela nafas panjang, kupenuhi rongga dadadku hingga gembung.
Kapuk randu yang terbuai, jatuh bergulung-gulung.
Disaksikan seekor derkuku yang diam menekur. Tiga bocah berebut menangkapnya. Bocah-bocah lain bersuka cita menembangkan mantra ganjil pemanggil angin.”
2
5 “Sementara itu, wajah bumi telah sepenuhnya mengeras.Cokelat kelabu warnanya, terhampar luas sebagai lautan kematian dibawah tangkupan langit lazuardi sawah-sawah dan empang kering krontang dan tak setitik air pun bisa ditemukan disana. Daun-daun jati dan mahoni terlihat kering dan melepuh wajahnya lalu jatuh setiap sore luruh bersama
terpaan angin. Burung-burung pipit diam merana memandang sawah yang dulunya menghasilkan biji padi yang gemuk, kini menjelma menjadi padang kering yang mendekati kepunahan
2. Tahap Pemunculan Konflik (gererating circumtances)
3
17
“Seperti malam ini, pulang mengaji dari Wogen Legok, kami terjebak hujan lebat. Hanya kami berempat, pendekar Empat Pawana. Obor kami perlahan redup dan akhirnya mati tersiram air hujan. Germuruh berkepanjangan terdengar sangat mencekam, selain kami tak ada satu orang pun yang melintas ditempat sepi ini.”
4 22 “Sekarang saja air sungai kaligencar sedang meluap, Gar‼Pasti itu‼ Lebih baik kita menunggu hujan reda saja, jadi walaupun sungai meluap setidaknya kita bisa mendayung dengan tenang. Darwin tetap kukuh dengan pendapatnya, ia akan tetap menggu hujan reda.”
3. Peningkatan Konflik (rising action)
5 103 “Aku termenung di setiap penghujung malam, aku sedikit menyesal ternyata usaha empat pawana mengIslamkan Bukit Bayur dianggap sebagai pemberontak dan pemecah persatuan masyarakat. Kami dimusuhi oleh masyarakat kami sendiri apalagi jika kami mendalilkan ayat-ayat Allah”
6 58 “Mulai sekarang jangan mengaji lagi!!!! lanjut ayah sengak. Lebih baik membantu menyadap getah pinus. Selain mendapatkan uang kau juga menjadi anak yang patuh, tidak
berani melunjak seperti sekarang ini!!!!! Sejak kapan kau brani begini…!!!!!? ”
7 251 “Dan inilah peristiwa kedua yang mengiris hatiku. Sekali lagi kubilang, barangkali aku masih terlalu kecil untuk mengalami peristiwa yang memilukan seperti ini. Persis didepan mataku, kobaran api telah membakar habis masjid sederhana milik kami.
Pak saponnnnn‼ suara Darwin melengking.”
8 218 Keparat kau,…….Pak Sapon!!!........
“Kalian mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan hak kalian. Kalian semua bisa dihukum. Kailah, kami inilah yang berhak mengurus Bukit Bayur. Kalau kalian nekat membangun masjid ini maka aku tak segan untuk membakarnya. Suara pak sapon muntab menggelegar”
9 251 “Bersamaan dengan itu kerangka masjidpun roboh, kobaran api terus melalap masjid sederhana milik kami. Hatiku sangat pedih dan perih, kuingat kembali ketika darin menarik bambu dan ku ingat kembali ketika tegar menancapkan tiang utama masjid. Kini Semua telah menjadi api”
4. Tahap Klimaks (Climax)
10 286 “Bergurulah kepada Kyai Nasir, beliau memiliki sekolah Islam dan pondok pesantren serta gemar mendirikan masjid. Belajar kesana dan kuasai ilmu Islam, mintalah Kyai Nasir
untuk mendirikan masjid di Bukit Bayur, dan kelak kalian yang akan mengajar di Bukit Bayur. Dan aku rasa ini adalah pilihan yang tepat dan masuk akal untuk mengIslamkan orang-orang Bukit Bayur. Ustaz Ahmad menepuk pundak Tegar dan Darwin secara bergantian, seolah beliau sedang mempercayakan nasib agama Islam di Bukit Bayur kepada kedua bocah jenius itu. Air matakupun menetes menyadari kekalahanku aku merasa tidak berguna dan ingin mati saja.”
11 396 “Aku berjanji tidak akan mengecewakan kalian berdua, Akan berjanji menjadi putra terbaik Bukit Bayur. Akan kubawa dan kuperjuangkan kampung kita hingga ke Istana Presiden sekalipun. Berjanjilah akan kembali ke Bukit Bayur, Elang‼ Kita harus kembali setelah menjadi sarjana, sahut Tegar”
5. Tahap Penyelesaian (denaunement)
12
418
“Sembilan bulan berlalu akhirnya PN Banyumas mengabulkan gugatanku, menunda keberangkatanku saat itulah aku mulai menemukan titik terang. Aku menunda keberangkatanku ke Jerman demi menghadiri kasus itu. Selepas menyelesaikan sengketa lahan dengan perusahaan hutan nanti, aku harus kembali ke Jerman melanjutkan studi S3.”
Kaidah Pengembangan Plot
1. Tegangan (suspense) 13
188
“Maka, ketika aku menyaksikan Waris menaiki bak truk dengan payah, memanjat, bergelantungan dibantu oleh uluran tangan ibunya.
Aku ingin menangis sejadi-jadinya.
Aku ingin berteriak, kurasai seluruh tubuhku lunglai. Anak-anak itu bahu-membahu agar waris bisa naik ke atas truk.
Hatiku makin giris ketika menyaksikan Waris nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan, ibunya menjerit disertai tangisan, semua orang ketika menyaksikan Waris nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan, ibunya menjerit disertai tangisan, semua orang di dalam bak truk membuat menaikkan Waris.
Inilah drama yang sesungguhnya. Inilah kenyataan yang harus di terima dengan hati yang lapang, ketika pertemuan dan perpisahan saling memeluk
14 190 “Senja !!
Selamat tinggal , Senja... !!! pekik Waris.
Truk terus melaju, sama sekali tak menghiraukan kehadiran dan teriakan Senja. Aku, Tegar, dan Darwin berhenti. Menunggu Senja.
Waris !!!
Dengan payah, Senja mengejar truk yang terus melaju. Berlari kencang. Selamat tinggal, Senja.....aku pasti kembali!
15 251-252 “Dan inilah peristiwa kedua yang mengiris hatiku.
Sekali lagi kubilang, barangkali aku masih terlalu kecil untuk mengalami peristiwa memilukan seperti ini.
Persis di depan mataku, kobaran api telah membakar habis masjid sederhana milik kami.
Pak Sapon! suara Darwin melengking.
Keparat kau, Pak Sapon!!!
Bersamaan dengan itu, kerangka masjid terakhirpun roboh.
Kobaran api terus membara. Hatiku sangat pedih menyaksikannya. Kuingat kembali semangat Darwin menebang bambu itu. Kuingat kembali saat Tegar memacangkan tiang utama Masjid. Kini, semua menjadi api.
Pak Sapon! Ini tanah kami. Ini tanah kami! Kami yang berhak atas tanah ini! Kami bebas menanam segala macam tanaman, sesuka kami. Kami bebas membangun apa saja. Temasuk membangun masjid. Apa
saja, sesuka kami. Kamilah pewaris sah tanah ini, Pak Sapon!
Lihat ini! Akan kubakar semua milik Perusahaan Hutan! Lihat ini Pak Sapon!.
16 340-341 “PRANKK!!
Suara besi yang diempaskan ke lantai terdengar begitu nyaring, kami yang berada di dalam bak truk nyaris terlonjak. Ya Tuhan, ya Tuhan, Ya Tuhan.
Maafkan aku bodoh! Ujar darwin kepadaku kemudian kepada senja, Maafkan aku Senja.
Tadi, aku ketahuan mencuri makanan.
Aku pikir kita tidak bisa bertahan lama dengan persediaan uang logam yang kita miliki sekarang. Makanya, aku nekat mencuri, eh tahunya malah jadi buronan. Aku menyesal, aku minta maaf.”
2. Daya Duga Bayang (foreshadowing)
17
125
“Bukan hanya berdaun lebat dan rimbun, pohon bacang ini juga sudah berbuah, duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yang menjalar di tepian sawah. Aliran empang itu membelah sawah-sawah, berkelok memutari kaki bukit.”
18 79 “Kawanan pipit terjun dari langit dan bersukacita mendapati lautan padi yang terhampar luas meskipun sebenarnya hanya diperlukan sejimpit biji padi untuk membuatnya kenyang.”
19 196 “Dari balik rumpun bambu yang tidak kuketahui, terdengar suara burung sikatan menciat-ciat. Aku yakin ia terusik kehadiran kami, atau bisa jadi sarangnya tersembunyi di antara daun bambu yang kami tebang. Meranalah ia.”
20 406 “Dan inilah kisah paling memilukan selama menjadi seorang pencari kerja. Karena aku telah kehilangan ideology sebagai seorang idealis, tidak tanggung-tanggung bidang kerja yang memanggilku kali ini dari sektor marketing.
Sungguh melenceng jauh dari disiplin ilmu yang kugeluti. Akan tetapi, sekali lagi kubilang, masa bodoh dengan ideology. Tuntutan hidup telah membuatku begini.”
3. Kejutan (surprise) 21
373
“Kembalilah, Senja.. teriakku.
Tuhanku! Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin senja hilang, mana mungkin Senjadiculik, siapa yang menculik di kebun lengang begini. Ingin sekali kusalahkan Darwin. Dialah biang kerok semua ini, dialah yang mengajak kami bermain petak umpet.
Senja!! Dimana kau, Senja. “
22 403 “Setelah SMA, Senja mendapatkan beasiswa dari Kedutaan Besar Mesir untuk belajar di universitas Al-Azhar. Ia menjadi
mahasiswi Fakultas Dirasat Islamiyah. Di kota Alexandria atau Iskandariyah, ia menghabiskan masa kuliah. Ia melanjutkan SMA di kota lain setelah peristiwa “hilang” saat bermain petak umpet bersama Empat Pawana.”
Latar (Setting) No Data
Halaman Novel
Deskripsi Data
1. Latar Tempat
a. Bukit Bayur 1 11-12 “Cokelat kelabu warnanya. Musim penghujan nanti, jajaran bukit itu akan berubah menjadi permadani hijau yang di bentangkan di sepanjang garis cakrawala utara. Tepat di tengah-tengah itulah letak dusun kami, Bukit Bayur .”
b. Hutan Pinus
2 16 “Derapnya berlari bagai kuda quarter horse memacu langkah, berderap cepat memasuki hutan pinus. Menuju puncak altitude tertinggi”
c. Wogen Legok 3 17 “Seperti malam ini, pulang mengaji dari Wogen Legok kami terjebak hujan lebat.
Hanya kami berempat, pendekar Empat Pawana.
Obor kami perlahan-lahan redup, lalu akhirnya mati tersiram air hujan.”
d. Rumah Paman Wijaya
4 89 “Pagi masih lenggang ketika kami sampai di rumah Paman Wijaya. Tidak ada seorangpun di sini. Lenguhan sapi, kicau burung perkutut, dan embek kambing sempat menjadi bahan obrolan kami sambil menunggu acara menonton televisi
dimulai.”
e. Sekolah 5 103 “Bu Guru Supriyatin memasuki ruang kelas, kami semua masih gaduh.”
f. Masjid
6 119 “Maka selesailah ceramah Ustaz Ahmad tentang pertempuran Qadisiya di bawah pimpinan Khalifah Umar Ibn Al-Khattab. Santri-santri menyalami Ustaz Ahmad penuh takdim. Setelahnya mereka berhamburan keluar dari masjid”
g. Bukit Warengan
7 174 “Tuhan, hari ini Bukit Warengan luluh lantak, gempa bumi dan tanah longsor menghabisi segalanya, rumah-rumah rata dengan tanah. Susah payah, warga menyelamatkan diri dan keluarganya. Beberapa dari mereka mati terkubur bersama harta benda dan rumah-rumah.”
h. Purwokerto
8 313 “Ini Purwokerto, Dik‼! Jawabnya singkat.
Purwokerto, wah hebat! aku kembali menginjakan kaki di kota ini. Benar ini Purwokerto, kota satria.
Kota kelahiran Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia itu.”
i. Kebun 9 259 “Di kebun ini, di bawah pohon nangka yang rindang aku beristirahat. Setidaknya, dengan berteduh di bawah pohon rindang, kami akan mendapat asupan oksigen yang lebih dari cukup.”
j. Pasar Sokaraja
10 341 “Akhirnya pasar Sokaraja telah jauh kami tinggalkan. Kami diangkut truk bermuatan seekor sapi menuju tempat yang entah kami tak tahu ke mana melaju.”
k. SMA N Baturaden 11 397 “Setelah digembleng di SMAN 1 Baturaden, inilah hasilnya.
Sikap Nasionalisme, prestasi akademis, dan kecerdasan rohaniku meningkat drastis.”
l. Jakarta 12 407 “Sepanjang perjalanan aku menangis.
Kutengok dadaku sendiri, siapa aku di kota metropolitan Jakarta ini?
Dan setiap perempatan kota, menghadangku dengan kemacetan.
Jakarta edan kau!”
2. Latar Waktu
a. Pagi 13 49 “Seperti pagi ini misalnya, ayah ibu mencak-mencak dan menjadikan mengaji sebagai kambing hitam. Bagi mereka, musibah yang dialami Tegar semalam semata-mata disebabkan
oleh kengototan kami menjalani rutinitas mengaji.”
b. Sore
14 1 “Matahari sore menerpa tubuhku dengan cahaya yang kemilau dan lembut tak sesilau tiga jam sebelumnya. Dan angin yang nakal menerbang-nerbangkan rambutku hingga belahannya tercecah-cecah di seputar tengkang mata dan jidat.”
c. Malam
15 37 “Suatu malam saat purnama bulat sempurna, Darwin mengajakku pergi berlayar.
Tentu saja aku menolak ide gila itu. Ia cetuskan ketika kami saling mendayung sauh sepulang mengaji.
Darwin ngotot membelokkan perahu mengikuti ke mana arus mengalir, dan aku terpaksa mengalah karena suaraku menjadi suara minoritas. Dua temanku yang lain, Tegar dan Waris, menyetujui usulain Darwin dengan pertimbangan esok hari adalah hari libur
d. Hari
16 135 “Setiap hari, kami melewati jalan ini, Senja. Menyusuri jalan ini adalah tawa kami. Melintasi jalan ini adalah nyawa kami. Garansi bagi kami untuk menjadi manusia yang lebih baik. Kami mencintai dusun kami. Kami mencintai perjalanan kami!”
3. Latar Sosial
a. Seorang Ibu
17 51 “Jangan sembrono, kata Ibu. Jangan mendahului yang lebih tua, ayah belum mengambil satu pun, berani-beraninya anak mengambil duluan. Sembrono itu namannya, Le.”
b. Seorang Guru
18 105 “Selamat Pagi, anak-anak. Berujar demikian, Bu Guru Supriyatin duduk dikursinya. Kini, aku yakin beliau suda bisa tenang. Ia tersenyum mendengar beberapa anak emas menanyai soal-soal sepele namun cukup menjadi bukti betapa cintanya anak-anak ini kepada beliau.“
c. Seorang Polisi
Hutan
19 216 “Sebentar, sebentar. Biar aku ceritakan sedikit siapa Pak Sapon.
Tentu sebelumnya sudah tahu, Perusahaan Hutan mempunyai kesatuan polisi yang disebut polhut. Kepanjangan, polisi hutan.
Kesatuan polisi hutan ini bertugas mengamankan hutan dari para penjarah.”
d. Seorang Kompeni 20 153 “Ruud Joey Suk adalah orang yang menentang transmigrasi. Pasalnya, orang ini merasa telah menemukan rekan yang tepat untuk melakukan penjarahan hutan. Jika transmigrasi benar-benar terjadi, ia akan kehilangan para pekerja penjarahan, yakni orang-orang Bukit Bayur.”
Majas No Data
Halaman Novel
Deskripsi Data
1. Personifikasi 1
37-38
“Riak air sungai memantulkan sinar rembulan yang tersenyum di atas awan, bentuk wajah rembulan tampak pipih, memanjang pecah-pecah, dan terbelah akibat riak air yang bergoyang-goyang.”
2 160 “Petir mulai menggelegar. Hujan begitu deras, aku menembus kerapatannya dengan hati terluka. Bukit-bukit mulai mengigil. Sore pun membeku seiring terdengar tangisanku di bawah hujan.”
3 289 “Bulan pucat bersembunyi di balik tirai awan putih yang berarak-arak, tersesat seorang diri tanpa berteman bintang.”
2. Simile 4 96 “Ini serius, Senja anggun laksana kuncup mawar yang sedang memekarkan lembar-lembar kelopaknya.”
5 125 “Duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yan menjalar di tepian sawah.”
6 376 “Kini, hampir setahun Senja menghilang bagai ditelan bumi. Ternyata tidak mudah melewati hari-hari tanpa orang yang disayangi.”
3. Metafora 7 24 “Darwin dan Tegar adalah Kurawa dan Pandawa yang selalu meributkan kekuasaan.”
4. Hiperbola 8 103 “Kini percaya bukan, bahwa rasaku persis dengan seekor derkuku
yang terhunjam peluruh ketapel? Jatuh gedebug, sakitnya!”
9 134 “Tubuhku gemetar, sebentar lagi aku akan disalaminya. Tanganku dingin, beku seperti es balok. Ketika Senja menyalamiku.”
10 413 “Pernah suatu ketika jantungku nyaris copot. Pulang kuliah aku membaca pamflet acara bedah buku dengan moderator orang Indonesia.”
5. Ironi 11
411
“Sejak itu aku tak percaya ijazah, beupa indeks prestasi yang tertoreh di dalamnya. Semua tidak akan begini andai saja Tsai Lun tidak menemukan kertas. Selamnya, tidak ada hitam di atas putih.
Kini semua orang berburu ijazah, bahkan sering kudengar terjadi kecurangan-kecurangan demi mendapatkan kertas keramat itu.”
12 154 “Aku tahu itu, Perusahaan Hutan memang keterlaluan tega menyewa tanah orang tua kami selama seratus tahun dengan harga yang tidak pantas. Padahla, sebagaimana kita tahu, Perusahaan Hutan adalah mitra Pemerintah. Ini arinya, melalui Perusahaan Hutan, pemerintah melakukan kebohongan besar-besaran kepada rakyatnya sendiri. Ironis sekali bukan? Timpalku, kalian masih ingin membela Perusahaan Hutan dan pemerintah?”
13 230 “Inilah NKRI. Inilah negeri antah berantah di tempat praktik kehidupan manusia serigala tumbuh subur, homo homini lupus.”
Amanat No Data
Halaman Novel
Deskripsi Data
Secara Eksplisit
a. Saling berbagi dengan
sesama manusia.
1 90 “Paman Wijaya tertawa kecil, menyalami kami, menanyakan kondisi cuaca dusun kami. Di balai terbuka ini tidak banyak perabot, hanya satu dua meja kayu untuk televisi, dua buah lincak menyandar dipilar tengah, dan satu lampu petromaks. Sebaliknya, balai terbuka ini lebih sering digunakan sebagai panggung terbuka tempat warga menonton televisi. Tidak terkecuali kami yang jauh jauh datang dari Bukit Bayur.”
b. Saling tolong
menolong jika ada
yang membutuhkan
pertolongan
2 95-96 “Saat kuangkat koper besar dari bak pikap, Senja yang berdiri tenang di dekat pintu mobil, menyenyumiku.
Kita menolong orang mengangkut-angkut barang, jangan berharap mendapatkan simpati apalagi ulang, desis Darwin.
Sepuluh menit kemudian, pekerjaan selesai. Aku mengusap telapak tangan, merasa bangga karena telah menolong gadis manis kota itu.”
c. Optimistis untuk
mewujudkan
keinginan yang
diharapkan
3
62
“Maka sejak hari ini, aku berkomitmen tinggi untuk membangun peradaban baru di sini. Menyadarkan orang-orang Bukit Bayur tentang syariat Islam yang benar. Mengajari mereka membaca Alquran dan mengerjakan shalat. Dan, secara perlahan menuntun lidah mereka mengucap: Asyhadu ‘alla illaha illallah wa asyhadu ‘anna muhammaddar rasullulah.”
4 258 “Dengarlah ini , Pak Sapon! Aku akan mengubah orang-orang Bukit Bayur menjadi orang pintar, aku akan mengajari mereka membaca dan menulis. Kau tidak akan bisa mempermainkan nasib kami lagi.”
Secara Implisit
a. Selalu sabar dan
ikhlas karena Allah
Swt. dan tidak mudah
menyerah dalam
menghadapi segala
macam cobaan.
5 392 “Elang, kita ini mau sekolah, bukan mencari Kyai Nasir.
Memang benar, hidupmu telah terombang-ambing lantaran mengikuti nasihat jihad dari Ustaz Ahmad, tetapi menurutku, kau tidak perlu menyesali semuanya.
Berpisah dengan orang-orang yang dicintai adalah keharusan. Tidak kemarin maka hari ini. Tidak hari ini maka esok. Tidak esok maka suatu saat
Ketahui dan sadarilah bahwa pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan.
Rencana Tuhan berada di atas segala-galanya.
Kau tidsk boleh terus-terusan menyalahkan takdir.
Jangan sekali-kali menghardik Tuhan. Tapi sebaliknya, saat terkena musibah, berusahalah mengiklaskan semua,” jawab Tegar, ia mendekat kepadaku.”
b. Berusahalah untuk
selalu jujur dalam
keadaan apapun
6 341 “Tadi, aku ketahuan mencuri makanan. Aku pikir, kita tidak bisa bertahan lama dengan persediaan uang logam yang kita miliki sekarang. Makanya, aku nekat mencuri, eh tahunya malah jadi buron. Aku menyesal, aku minta maaf
“Ya Allah, Win! Kau ini seperti bukan santri saja!” gugat Senja
“Islam melarang kita menipu, mencuri, merampok apalagi korupsi. Bahkan, hukum Islam mengajarkan, barang siapa mencuri maka tangannya boleh dipotong agar tidak ada orang yang berani mencuri. Sehingga, jika tidak takut akan hukuman akhirat, ia akan jera karena tangannya dipotong. Kamu keterlaluan, Win. Bukaankah, baik Bu Guru Supriyatin ataupun Ustaz Ahmad tidak pernah mengajari kita mencuri?” lanjut Senja”
Data Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas
Tahap Eksistensi No
Data Halaman
Novel Deskripsi Data
a. Keindahan Moral
1. Kasih sayang antar keluarga, saling menyayangi, berbagi dan melindungi diwujudkan oleh sikap Darwin dan Waris
1
178 “Satu adikku tewas sebagaimana Ayah. Sehingga, mau tak mau aku harus membawa Ibu dan adikku ikut bertransmigrasi. Nenek juga akan kami ikut sertakan transmigrasi. Aku tak punya siapa-siapa, tak punya apa-apa lagi, lang. Nenek, ibu, dan adikku, itulah satu-satunya harta yang kumiliki saat ini.”
2 248 “Aku takut itu kebakaran di Bukit Bayur, Gar. aku takut ibuku kenapa-kenapa. Ibuku sendirian di rumah, dan dia sedang sakit. Cepatlah sedikit! Ayo cepat! Ayo lari!.”
2. Keteguhan Darwin untuk mencintai tanah air Indonesia yaitu Bukit Bayur
3 155 “Inilah nasionalisme! Meskipun disakiti bangsa sendiri, kita harus tetap memberikan yang terbaik. Sejatinya bukan bangsa kita yang rusak, tetapi orang-orang di dalamnya yang rusak. Bukan lembaga pemerintahnya yang salah, tetapi orang-orang di dalamnya yang culas. Mereka tamak dan ingin menang sendiri. Kami ikhlas menggadaikan nasib kami kepada pemerintah, yang penting kami tidak mendukung penjarahan yang dilakukan Ruud Joey Suk. Itu sama saja menjadi pengkhianat bangsa. Inilah nasionalisme yang sesungguhnya.”
3. Sikap Elang yang bersedia menolong Tegar dan mengantikannya untuk mencari Kyai Nasir
4 301 “Tegar tidak ikut serta dalam pengembaraan mencari Kyai nasir, akulah penggantinya.”
4. Kepedulian Tegar dan Darwin terhadap Elang yang kehilangan sosok seorang ibu untuk selamanya
5 389-390 “Bersabarlah, kau masih punya kami. Empat Pawana bukan hanya sahabat, keluarga termsuk Waris. Hingga sekarang pun masih lekat di hati kita bahwa dia juga bagian dari keluarga kita, keluaraga Empat Pawana. Bersabarlah, Rasulullah juga diuji dengan kesedihan yang bertubi-tubi. Kau pasti kuat! hibur Darwin, ia mengusap rambutku.
Betul kata Darwin, Elang. Hidup itu berulang dan berputar. Setelah mengalami kesedihan, kita akan mendapat kebahagiaan. Setelah tertawa bahagia, kita akan kembali diuji dengan kesediahan. Setelah sedih, kita akankembali tertawa. Begitu seterusnya, maka percayalah, selalu ada cahaya terang setelah semuanya gelap. Ambilah hikmah dari musibah hari ini, kata Tegar.”
b. Keindahan Susila
1. Sikap Paman Wijaya yang ramah terhadap anak-anak yang datang ke rumahnya untuk menonton televisi
6 90 “Paman Wijaya tertawa kecil dan menyalami kami, menanyakan bagaimana kondisi cuaca dusun kami, selanjutnya mengajak kami masuk ke balai terbuka di samping rumah. ”
2. Sikap Bu Supriyatin yang peduli terhadap Senja yang menjadi anak yatim piatu
7
108
“Senja mengangkat wajah, kemudian tersenyum. Pipi-pipinya basah, terbaca sekali ia habis menitikkan air mata. Bu Guru Supriyatin pun berdiri, mendekati Senja. Lantas, sambil mengulas senyum, beliau merangkul dengan meremas-remas pundak Senja.”
3. Tegar yang selalu memberikan nasihat kepada para sahabatnya yang sedang putus asa.
8 390 “Jangan pernah menyalahkan Tuhan karena saat ditimpa musibah, Tuhan sedang menjadikanmu lebih kuat.
Saat kau diberi kenikmatan, Tuhan sedang mengujimu dengan kenikmatan itu. Keputusan Tuhan berada di atas segalanya, hanya Dia yang tahu mana yang terbaik untuk makhlukNya, imb9h Tegar.”
c. Keindahan Akal
1. Ayah dan Ibu bertanya kepada Elang tentang dunia dan akhirat
9 54 “Kata Darwin, bekerjalah untuk dunia. Dan beribadahlah untu akhirat. Kenapa Ayah hanya bekerja?
Hanya memikirkan dunia, tetapi tidak memikirkan akhirat?
Apa itu akhirat, Le? tanya ibuku
Kata Tegar, akhirat itu kehidupan yang kekal, Bu.
Saat kita lahir kita dikumandangkan azan. Ini ibarat hidup yang hanya akan berlangsung dari waktu azan ke ikamah. Jadi, hidup di dunia itu sangat singkat. Sementara, akhirat adalah kehidupan yang
sesungguhnya. Di sana, semua menjadi kekal. Kita tinggal di sana tidak untuk sehari-dua, tetapi selama-lamanya.”
2. Tegar, Darwin, dan Elang bertanya kepada Ustaz Ahmad mengenai pembangunan masjid di Bukit Bayur
10
123-124 “Di mana kita menyelenggarakan forum pengajian seperti itu, Pak Ustaz? Kami tidak punya masjid. Gardu ronda kami punya, tapi gardu itu biasa untuk bermain judi dan minum ciu.
Haram menyelenggarakan pengajian di sana, Pak Ustaz. Lagi pula, tidak mungkin juga mereka mengizinkan forum pengajian di sana, suara Tegar menyusul. Oleh karena itu, kami menginginkan ada satu masjid saja di tempat kami, Pak Ustaz.”
3. Darwin pandai merayu ketika meminta pertolongan kepada Pak Sopir
11 305 “Paman, aku dan teman-temanku ini numpang ke Purwokerto ya? Sambut Darwin sambil menepuk bahuku.
Paman Sopir tersenyum sehingga kesan seram dari wajahnya pun mendadak sirna. Darwin mengenal Paman Sopir karena dia selalu diminta untuk mencarikan burung piaraan.”
d. Keindahan Alami
1. Sungai Kaligencar di Bukit Bayur merupakan salah satu jalur transportasi yang digunakan menuju tempat
12 37 “Suatu malam saat purnama bulat sempurna, Darwin mengajakku pergi berlayar.
Tentu saja aku menolak ide gila itu. Ia cetuskan ketika kami saling mendayung sauh sepulang mengaji.
mengaji
Darwin ngotot membelokkan perahu mengikuti ke mana arus mengalir, dan aku terpaksa mengalah karena suaraku menjadi suara minoritas. Dua temanku yang lain, Tegar dan Waris, menyetujui usulain Darwin dengan pertimbangan esok hari adalah hari libur. Kami akan bermalam di perahu ini, mengikuti ke mana arus Sungai Kaligencar mengalir.”
2. Pohon-pohon besar menunjukkan hutan di Bukit Bayur sangat terjaga kelestariannya
13 168 “Mataku seperti melihat seluruh permukaan bumi ketika langkahku sampai di punggung bukit. Pohon-pohon pinus menjulang tinggi-tinggi, mataku terhipnotis pemandangan menakjubkan di sepanjang lembah. Kabut tipis menyepuh daun-daun muda.”
3. Pemanfaatan sumber daya alam, seperti hewan, buah-buahan yang dapat dikonsumsi, batang bambu sebagai bahan
14 291-292 “Sejak kapan orang Bukit bayur dilarang menggali gadung di sini? Umbi gadung tumbuh secara liar. Tanaman ini milik siapa saja. Semua orang di sini berhak atas umbi gadung tanpa terkecuali.Sesungguhnya, Allah Swt itu menyayangi semua makhluk di bumi.
Semua telah diberi jatah rezeki masing-masing. Jangankan manusia, binatang sesederhana protozoa pun diberi jatah rezeki. Subhanallah...,ujar Tegar penuh syukur.”
Lampiran 2:
SILABUS Nama Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas Semester : XI / 1
Standar Kompetensi : 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahan
Aspek : Kemampuan Bersastra –Membaca
Kompetensi Dasar
Materi Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Aloksiwaktu
Sumber Belajar/Bahan/Alat
7.2 menganalisis unsur–unsure intrinsic dan ekstrinsik novel Indonesia/terje-mahan
Novel Indonesia dan novel terjemahan
Unsur–unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan amanat)
Unsur ekstrinsik dalam novel terjemahan (nilai budaya, sosial, moral, dll)
Membaca novel Indonesia dan novel terjemahan
Menganalisis unsur–unsur ekstrinsik dan intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan amanat) novel Indonesia dan terjemahan
Membandingkan unsur ekstrinsik dan intrinsik novel terjemahan dengan novel Indonesia
Menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan amanat) novel Indonesia
Menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik novel terjemahan
Membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel terjemahan dengan novel Indonesia
Jenis tagihan:
Tugas individu Tugas kelompok
Bentuk Instrumen:
Uraian bebas Angket
4 x 45 Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
Buku paket wajib dari sekolah
Buku tentang sastra yang relevan
Lampiran 3:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Tingkat Sekolah : SMA
Mata Sekolah : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XI/I
Alokasi Waktu : 4 x 45 (2x pertemuan)
A. Standar Kompetensi
Membaca
7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.
B. Kompetensi Dasar
7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
C. Indikator
1) Menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamugkas.
2) Menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
3) Menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
D. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran sastra di kelas XI SMA ini adalah menumbuhkan kecintaan
terhadap karya sastra dan mengenal lebih jauh para sastrawan yang menciptakan karya
sastra. Tujuan pembelajaran sastra dengan membaca novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas diharapkan siswa dapat menghayati, memahami dan mengambil
nilai-nilai yang baik, khususnya nilai estetika dari novel tersebut. Tujuan khusus
pembelajaran sastra di kelas XI SMA yaitu:
1) Siswa mampu menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas.
2) Siswa mampu menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas.
3) Siswa mampu menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas.
E. Materi Pembelajaran
Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dapat digunakan sebagai
bahan pembelajaran. Materi pembelajaran di kelas XI SMA berdasarkan kompetensi dasar
dan indikator yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
menganalisis unsur intrinsik yang berupa tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, majas,
amanat, serta nilai estetika yang berupa keindahan moral, keindahan susila, keindahan
akal, dan keindahan alami pada novel tersebut.
F. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas antara lain:
1) Ceramah
2) Diskusi
3) Pemberian tugas
4) Tanya jawab
G. Langkah-langkah Pembelajaran
3) Pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2x45 menit
Kegiatan Deskripsi kegiatan Waktu
Pendahuluan a. Guru mengawali kegiatan belajar mengajar
dengan salam. 15 menit
a) Guru mengondisikan kelas agar kondusif dan
memeriksa kehadiran siswa.
b) Guru menyampaikan kompetesi dasar dan
indikator perencanaan yang harus dikuasai siswa
setelah pembelajaran berakhir.
Inti
Eksplorasi
1) Guru menunjuk salah satu siswa untuk
menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak
Negeri karya Suyatna Pamungkas sebagai langkah
awal bahwa siswa sudah membaca novel tersebut
di rumah.
2) Guru menjelaskan materi tentang unsur intrinsik dan
nilai estetika.
Elaborasi
5) Guru membagi siswa satu kelas menjadi beberapa
kelompok.
6) Tiap kelompok diberi permasalahan tentang unsur
intrinsik yang terdapat dalam novel Mahamimpi
Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
7) Guru secara aktif memantau jalannya diskusi dan
memberikan bantuan kepada siswa apabila
mereka mengalami kesulitan.
8) Setelah berdiskusi, setiap kelompok
60 menit
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
Konfirmasi
1) Guru mengomentari presentasi setiap kelompok
dalam menyampaikan hasil diskusinya.
2) Kelompok lain diminta untuk menanggapi
presentasi dan memberikan masukan pada
kelompok yang ditunjuk, serta diberi kesempatan
untuk bertanya pada kelompok tersebut.
3) Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
bertanya apabila belum memahami tentang materi
yang telah diajarkan.
Penutup
1) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.
2) Guru melakukan refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilakukan.
3) Guru memberikan tugas pada siswa untuk
dikerjakan di rumah agar menyimpulkan hasil
diskusi kelompok tentang unsur intrinsik. Tugas
tersebut dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya.
4) Siswa menerima informasi dari guru mengenai
materi pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
pertemuan berikutnya yaitu melanjutkan diskusi
15 menit
mengenai unsur estetika.
5) Guru mengakhiri kegiatan belajar mengajar
dengan kalimat yang tepat dan salam.
4) Pertemuan kedua dengan alokasi waktu 2x45 menit
Kegiatan Deskripsi kegiatan Waktu
Pendahuluan
1) Guru mengawali kegiatan belajar mengajar
dengan salam.
2) Guru mengondisikan kelas agar kondusif dan
memeriksa kehadiran siswa.
3) Guru menanyakan hasil tugas dari rumah
mengenai hasil diskusi tentang unsur intrinsik
pada pertemuan sebelumnya.
15 menit
Inti
Eksplorasi
1) Siswa dan guru bertanya jawab tentang
kegiatan diskusi pada pertemuan sebelumnya.
2) Guru menginformasikan materi yang akan dibahas
yaitu melanjutkan diskusi mengenai nilai estetika
dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas.
Elaborasi
1) Guru menyuruh siswa untuk berkelompok
60 menit
sesuai kegiatan sebelumnya.
2) Tiap kelompok diberi permasalahan tentang nilai
estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi
Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
3) Guru secara aktif memantau jalannya diskusi
dan memberikan bantuan kepada siswa apabila
mereka mengalami kesulitan.
4) Setelah berdiskusi, setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya di depan
kelas.
Konfirmasi
1) Guru mengomentari presentasi setiap kelompok
dalam menyampaikan hasil diskusinya.
2) Kelompok lain diminta untuk menanggapi
presentasi dan memberikan masukan pada
kelompok yang ditunjuk, serta diberi kesempatan
untuk bertanya pada kelompok tersebut.
3) Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
bertanya apabila belum memahami tentang materi
yang telah diajarkan.
Penutup 1) Siswa dan guru merangkum dan
menyimpulkan hasil pembelajaran unsur 15 menit
intrinsik dan nilai estetika yang terdapat dalam
novel.
2) Guru melakukan refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilakukan yakni mengenai nilai estetika.
Siswa diharapkan dapat mengaitkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Siswa menerima informasi dari guru mengenai
materi pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
pertemuan berikutnya.
4) Guru mengakhiri kegiatan belajar mengajar
dengan kalimat yang tepat dan salam.
H. Sumber Belajar
1) Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas
2) Buku wajib atau buku paket Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelas XI SMA
3) Buku lain tentang sastra yang relevan
Evaluasi
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran nilai estetika novel Mahamimpi Anak Negeri
secara tertulis dengan menggunakan teknik tes (tes esai) dan teknik nontes (angket/kuesioner).
Tes esai sering digunakan dalam proses evaluasi pada siswa SMA. Evaluasi dengan tes esai
dapat meningkatkan kreativitas daya pikir siswa karena dalam tes esai siswa dituntut untuk
menguraikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Contoh soal bentuk tes esai:
1) Bacalah novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dan tulis sinopsisnya!
2) Sebutkan contoh nilai estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas?
3) Bagaimana nilai etika/ amanat yang disampaikan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya
Suyatna Pamungkas menggurui atau tidak menggurui?
Contoh jawaban bentuk tes esai:
3) Sinopsis novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.
Novel ini menceritakan kehidupan anak-anak yang peduli dengan lingkungan sosial, mereka
membentuk kelompok persahabatan yang diberi nama Empat Pawana. Menurut bahasa melayu
klasik pawana artinya angin. Angin memberikan filosofi selalu bergerak, mereka bertekad
seperti angin yang selalu bergerak melakukan perubahan yang lebih baik, khususnya untuk
kehidupan masyarakat Bukit Bayur yang jauh dari peradaban dan kehidupan religiusitas. Empat
Pawana hidup di lingkungan yang beragama Islam. Namun, tingkah laku masyarakatnya masih
percaya animisme, dinamisme yang dengan jelas bertentangan dengan syariat Islam yang
hakiki, tergeraklah hati mereka untuk mendobrak kebiasaan lama masyarakat Bukit Bayur yang
menyimpang dari ajaran Islam.
Empat Pawana menjunjung tinggi pendidikan sekolah dan pendidikan agama, mereka sadar
betul pentingnya sekolah dan mengaji. Sekolah menjadikan manusia berilmu pengetahuan,
bertindak rasionalis dan realistis, mengaji menjadikan manusia yang paham agama membuat
manusia tidak buta kenikmatan duniawi. Pendidikan menentukan kualitas suatu bangsa, agama
menentukan moralitas manusianya, mereka anak-anak yang haus ilmu, berbeda dengan anak-
anak lain yang seusia mereka. Namun, ironis sekali cita-cita mereka yang luhur tidak mendapat
dukungan dari masyarakat, bahkan orang tua mereka sendiri, menggangap bahwa tidak penting
bersekolah dan mengaji.
Bukan hanya pertentangan yang datang dari orang tua dan masyarakat, melainkan juga
medan terjal, selalu menyapa mereka saat pergi sekolah dan mengaji. Setiap hari menuruni
bukit, menyebrangi sungai, menyusuri jalan panjang yang jauh untuk sampai ke tempat
menimba ilmu, belum lagi jika berjumpa dengan cuaca buruk. Walaupun demikian, tidak
menyurutkan langkah mereka untuk menuntut ilmu bekal menyadarkan masyarakat Bukit
Bayur, mendirikan masjid guna menyadarkan masyarakat melalui tausiyah para ustad,
mengajarkan masyarakat Alquran, mengajak ke ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin.
4) Nilai estetika yang terkandung dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas terdapat pada alur meliputi: (a) Tegangan/suspense; (b) daya duga baying/
foreshadowing; dan (c) kejutan/ surprise.
e) Tegangan/suspense
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, berbagai macam konflik
dan ketegangan yang dihadirkan menguras emosi pembaca, di antaranya ketegangan
memilukan saat anggota Empat Pawana harus berpisah dengan Waris, anggota Empat Pawana
berkurang satu, Waris pergi transmigrasi mengikuti program Pemerintah. Selanjutnya, konflik
dengan Pak Sapon, ketua kesatuan polisi hutan, yang dengan tega membakar masjid bambu
hasil dari jerih payah Elang dan kawan-kawan, mereka dianggap tidak memiliki izin resmi
mendirikan bangunan di atas tanah Pemerintah. Ketegangan atas usaha perjalanan mereka
mencari Haji Nasir guna memperdalam ilmu agama segala kesulitan mereka dapatkan.
Berlanjut, ketegangan saat Elang kehilangan ibunya untuk selama-lamanya. Jadi, Setiap bab
novel ini memiliki sensasi luar biasa.
f) Daya duga bayang/ foreshadowing
Novel ini sangat dekat dengan alam, daya kreativitas dan kepiawaian pengarang mampu
mengemas alam menjadi sesuatu yang menawan, suasana alam Bukit Bayur diungkapkan
melalui deskripsi yang jelas memberikan kesan mendalam bagi pembaca.
Pada bagian ini, diceritakan keindahan alam di Bukit Bayur. Alam yang masih asri penuh
dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang jernih. Berikut cuplikan alam Bukit
Bayur:
“Bukan hanya berdaun lebat dan rimbun, pohon bacang ini juga sudah berbuah, duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yang menjalar di tepian sawah. Aliran empang itu membelah sawah-sawah, berkelok memutari kaki bukit.” (S.P., 2013: 125) “Kawanan pipit terjun dari langit dan bersukacita mendapati lautan padi yang terhampar luas meskipun sebenarnya hanya diperlukan sejimpit biji padi untuk membuatnya kenyang.” (S.P., 2013: 79) “Dari balik rumpun bambu yang tidak kuketahui, terdengar suara burung sikatan menciat-ciat. Aku yakin ia terusik kehadiran kami, atau bisa jadi sarangnya tersembunyi di antara daun bambu yang kami tebang. Meranalah ia.” (S.P., 2013:196)
Dalam kutipan di atas, terbukti bahwa keindahan Bukit Bayur masih sangat alami. Alam
yang asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang jernih. Keindahan
tersebut menandakan Bukit Bayur adalah tempat terpencil yang jauh dari keramaian kota.
Dengan penggambaran kutipan tersebut pembaca bisa membayangkan keindahan alam Bukit
Bayur
Dalam novel ini, pembaca juga dibuat penasaran dengan akhir cerita seperti apa dan
pembaca akan menduga-duga jalannya cerita berakhir happy ending atau sad ending. Hal ini
terlihat dari kutipan di bawah ini:
“ Dan inilah kisah paling memilukan selama menjadi seorang pencari kerja. Karena aku telah kehilangan ideology sebagai seorang idealis, tidak tanggung-tanggung bidang kerja yang memanggilku kali ini dari sektor marketing.Sungguh melenceng jauh dari disiplin ilmu yang kugeluti.Akan tetapi sekali lagi kubilang, masa bodoh dengan ideology. Tuntutan hidup telah membuatku begini.“( S.P., 2013: 406)
Dari kutipan di atas, terbukti bahwa jalan cerita tidak mudah ditebak. Elang yang telah
menempuh pendidikan S1 tidak menjamin dirinya diterima bekerja. Berbagai kesulitan dihadapi
oleh Elang. Kesulitan itu tidak membuat dirinya putus asa, melainkan menambah semangat
dalam dirinya. Dari kesulitan-kesulitan tersebut, pembaca tidak dengan mudah menebak jalan
cerita tersebut berakhir happy ending.
g) Kejutan
Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, peristiwa yang tak terduga
pada novel yang fungsinya hanya untuk memperlancar jalannya cerita (alur/plot). Dalam novel
ini kejutan yang ditampilkan oleh pengarang kepada pembaca adalah pada saat hilangnya Senja
saat bermain petak umpet pada malam hari di kandang sapi. Selanjutnya tiba-tiba Senja
diceritakan kembali dalam novel ini telah menempuh pendidikan S2 di Mesir.
h) Nilai etika/amanat yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas tidak menggurui.
Nilai etika/amanat yang terkandung pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna
Pamungkas tidak menggurui artinya penyampaian amanat (nilai-nilai yang tidak menggurui
dengan keadaan kenyataan). Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis
kepada pembaca novel. Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas ini
mempunyai pesan kepada pembaca untuk tidak putus asa/ pantang menyerah. Hal ini dibuktikan
pada kutipan di bawah ini:
“ Jadilah anak negeri yang kuat, jangan pernah menyerah pada keadaan apalagi sampai bermental pesimistis. Berfikirlah dengan sederhana tapi matang. Orang cerdas selalu menyederhanakan sesuatu yang rumit, sementara orang bodoh sering kali membuat keadaan yang mudah menjadi rumit. Ikhlaslah melakoni pengembaraan ini, berjuanglah demi Bukit Bayur!.”(S.P., 2013: 304)
Pada kutipan di atas, terbukti amanat yang ingin disampaikan adalah untuk tidak tidak putus
asa dan pantang menyerah. Apapun keinginan dan cita-cita kita harus diimbangi dengan usaha
keras untuk mencapainya.
Contoh soal bentuk nontes (kuesioner):
Contoh Pertanyaan Angket Pengukuran Ranah Afektif
untuk Sikap dan Minat terhadap Kesastraan
No Pertanyaan STS TS R S SS
1 Saya senang pada pembelajaran kesastraan
2 Saya akan bertanya jika kurang memahami penjelasan guru
3 Saya merasa rugi jika tidak mengikuti pembelajaran kesastraan
4 Saya menyediakan waktu untuk belajar kesastraan
5 Saya berusaha mendapatkan buku-buku karya sastra
6 Saya senang membeli buku-buku karya sastra
7 Saya senang membaca berbagai karya sastra
8 Saya selalu mempunyai waktu untuk membaca berbagai karya sastra
9 Saya sering berusaha memahami isi bacaan karya sastra
10 Saya merasa ada manfaat yang besar dari bacaan karya sastra
Keterangan
STS : sangat tidak setuju
TS : tidak setuju
R : ragu-ragu
S : setuju
SS : sangat setuju
Lampiran 5:
SINOPSIS
Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas menceritakan
kehidupan anak-anak yang peduli dengan lingkungan sosial, mereka membentuk
kelompok persahabatan yang diberi nama Empat Pawana. Menurut bahasa melayu
klasik pawana artinya angin. Angin memberikan filosofi selalu bergerak, mereka
bertekad seperti angin yang selalu bergerak melakukan perubahan yang lebih baik,
khususnya untuk kehidupan masyarakat Bukit Bayur yang jauh dari peradaban
dan kehidupan religiusitas. Empat Pawana hidup dilingkungan yang beragama
Islam. Namun, tingkah laku masyarakatnya masih percaya animisme, dinamisme
yang dengan jelas bertentangan dengan syariat Islam yang hakiki, tergeraklah hati
mereka untuk mendobrak kebiasaan lama masyarakat Bukit Bayur yang
menyimpang dari ajaran Islam.
Empat Pawana menjunjung tinggi pendidikan sekolah dan pendidikan agama,
mereka sadar betul pentingnya sekolah dan mengaji.Sekolah menjadikan manusia
berilmu pengetahuan, bertindak rasionalis dan realistis, mengaji menjadikan manusia
yang paham agama membuat manusia tidak buta kenikmatan duniawi. Pendidikan
menentukan kualitas suatu bangsa, agama menentukan moralitas manusianya, mereka
anak-anak yang haus ilmu, berbeda dengan anak-anak lain yang seusia mereka.
Namun, ironis sekali cita-cita mereka yang luhur tidak mendapat dukungan dari
masyarakat, bahkan orangtua mereka sendiri, menggangap bahwa tidak penting
bersekolah dan mengaji.
Bukananya pertentangan yang dating dari orangtua dan masyarakat,
melainkan juga medan terjal, selalu menyapa mereka saat pergi sekolah dan
mengaji. Setiap hari menuruni bukit, menyebrangi sungai, menyusuri jalan panjang
yang jauh untuk sampai ketempat menimba ilmu, belum lagi jika berjumpa dengan
cuaca buruk. Walaupun demikian, tidak menyurutkan langkah mereka untuk
menuntuti lmu bekal menyadarkan masyarakat Bukit Bayur, mendirikan masjid
guna menyadarkan masyarakat melalui tausiyah para ustaz, mengajarkan
masyarakat Alquran, mengajak keajaran Islam yang rahmatanlil’alamin.
Berbagai macam konflik dan ketegangan yang dihadirkan menguras emosi
pembaca, di antaranya ketegangan memilukan saat anggota Empat Pawana harus
berpisah dengan Waris, anggota Empat Pawana berkurang satu, Waris pergi
transmigrasi mengikuti program pemerintah. Selanjutnya, konflik dengan Pak Sapon,
ketua kesatuan polisi hutan, yang dengan tega membakar masjid bamboo hasil dari
jerih payah Elang dan kawan-kawan, mereka dianggap tidak memiliki izin resmi
mendirikan bangunan di atas tanah Pemerintah. Novel ini sangat dekat dengan alam,
daya kreativitas dan kepiawaian pengarang mampu mengemas alam menjadi sesuatu
yang menawan, suasana alam Bukit Bayur diungkapkan melalui deskripsi yang jelas
memberikan kesan mendalam bagi pembaca.
Bekal pengetahuan pengarang yang luas, menampilkan segala fakta-fakta,
secara kreatif menyuguhkan pengetahuan factual dan intelektual sebagai amunisi
kuat pendukung setiap cerita. Hal ini menarik untuk menambah pengetahuan
pembaca, karena di dalam novel diungkap tetanga ajaran Zoroaster tentang dua
kekuatan, diceritakan juga tentang penemuan televisi, dan peristiwa Mei 1998
serta peristiwa fakta lainnya.
Kesimpulan dari novel ini adalah segala kesuksesan bias diraih dengan
cara terus berusaha dan berjuang meraihnya, tidak pantang menyerah, tekun dan
mimpi. Mimpi adalah modal awal segala kesuksesan. Jangan pernah takut
bermimpi, dan berusaha disertai dengan doa untuk terus mewujudkannya.
Begitulah mimpi Empat Pawana yang hausilmu, dengan segala keterbatasan untuk
tetap bersekolah dan mengaji tidak menghalangi mereka untuk menang. Mimpi
dan tekad kuat serta saling mendukung satu sama lain mampu menuntun mereka
menuntut ilmu hingga perguran tinggi, mimpi mereka membangun masjid dan
sarana pendidikan bagi masyarakat Bukit Bayur akhirnya terwujud.
Terkadang memang keberuntungan mengalahkan orang pintar. Bahwa
segala kehidupan manusia ada yang mengaturnya, begitu juga yang dialami tokoh
Elang yang mampu mengepakkan sayap lebih tinggi mendapatkan pendidikan
hingga luar negeri disbanding tokoh Darwin, Tegar, dan Waris yang secara
akademik mereka lebih pintar darinya.
LAMPIRAN 6
BIOGRAFI PENGARANG
Suyatna Pamungkas, lahir di Banyumas pada tanggal 10 Desember 1986.
Masa sekolah dari SD hingga SMA ia habiskan di kota kelahirannya. Keterkaitan
terhadap dunia sastra (cerpen, novel, atau puisi) muncul pada saat ia duduk di
bangku SD. Bakat tersebut ia salurkan dengan mengirim puisi, cerpen, dan
dongeng kebeberapa media serta mengikuti beberapa lomba kepenulisan.
Saat duduk di bangku SMA ia makin intens dalam menulis dan me-
ngirimkan karyanya keberbagai media cetak, seperti Aneka Yess, Kawanku,
Kerendan Beken, Gradasi, kedaulatan Rakyat, Republika, Pikiran Rakyat, Group
JawaPos, danlain-lain. Dunia sastra mendorongnya untuk hijrah kekota Semarang
dan menuntut ilmu sastra. Iater catat sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Bahasa
Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Diponegoro, angkatan 2005.
Pertengahan 2009 ia di rekrut oleh sebuah production house di Jakarta
sebagai asisten scriptwriter dalam penulisan scenario sebuah sinetron stripping.
Kini ia banyak menghabiskan waktunya untuk menulis, karyanya yang telah terbit
antara lain novel Mahamimpi Anak Negeri, Big Hug Big Smile (Sabil), Pemuda
Republik, Kota Ibukota, dan Sunset In Istambu l(Proses terbit).