NILAI ESTETIKA DALAM NOVEL MAHAMIMPI ANAK NEGERI ...

216
i NILAI ESTETIKA DALAM NOVEL MAHAMIMPI ANAK NEGERI KARYA SUYATNA PAMUNGKAS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA SKRIPSI Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Badri Riyanti NIM 112110010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2016

Transcript of NILAI ESTETIKA DALAM NOVEL MAHAMIMPI ANAK NEGERI ...

i

NILAI ESTETIKA DALAM NOVEL MAHAMIMPI ANAK NEGERI

KARYA SUYATNA PAMUNGKAS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA

DI KELAS XI SMA

SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Badri Riyanti

NIM 112110010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2016

ii

iii

iv

v

MOTO DAN PERSEMBAHAN

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah: 153)

PERSEMBAHAN Saya persembahkan karya ini kepada:

ayah Partowiyono, Ibu Suginah, Kakek Dulah Ikhsan (alm) dan Nenek Tuminah. Terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, dan untaian doa yang tiada henti untuk kebaikanku. Semoga karya ini menjadi salah satu wujud baktiku untuk membalas kebaikan kalian.

Karya ini juga saya hadiahkan untuk:

1. sahabat-sahabat saya Ahmad Jirjis, Aurora Noviana,

Tami Dewi Arumbi, dan Arum Nestiti yang selalu

memberikan semangat;

2. saudara-saudaraku, dan keluarga besar Bapak

Salim;

3. teman-teman seperjuangan PBSI A, Agustin

Hafiyyanti Pratama dan Fauzi Setiadi PBI, serta

teman-teman kos yang tidak dapat saya sebutkan

satu demi satu. Terima kasih untuk dukungannya

selama ini yang telah membuat hari-hari saya

menjadi lebih indah.

vi

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, akhirnya skripsi ini selesai disusun setelah melalui proses

yang cukup lama. Skripsi berjudul “Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya

Suyatna Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA” ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Muhammadiyah Purworejo.

Penulis menyadari selama penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih setulus-

tulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin kepada

penulis untuk mengikuti perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Purworejo;

2. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keguruan

Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;

3. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah mem-

berikan perhatian dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

4. Drs. Mohammad Fakhrudin, M. Hum. selaku pembimbing I dan Umi Faizah, M.

Pd. selaku pembimbing II yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan

memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah, serta mengoreksi

skripsi ini dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini;

vii

5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberikan bekal ilmu yang bermanfaat dan semua pihak yang telah memberikan

bantuan, motivasi dan semangat kepada penulis.

Penulis berdoa semoga Allah Swt. memberikan pahala, rahmat, dan karunia-

Nya kepada segenap dosen atas segala jasa dan bantuan yang telah diberikan. Semoga

skripsi ini bermanfaat.

viii

ABSTRAK

Riyanti, Badri. “Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA. ”Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. FKIP. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) unsur intrinsik novel Mahamimpi Anak Negeri (2) nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri, dan (3) skenario pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri di kelas XI SMA.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas. Dengan fokus unsur intrinsik berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, amanat, serta nilai estetika berupa keindahan moral, susila, akal, alami, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA. Sumber data adalah novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan teknik catat. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi. Hasil analisis data disajikan dengan teknik informal.

Hasil penelitian disimpulkan bahwa (1) unsur intrinsik novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yaitu (a) tema terdiri dari tema mayor dan tema minor. Tema mayor: kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup, sedangkan tema minor: cinta kasih, pendidikan, dan keimanan; (b) tokoh utama dalam novel ini adalah Elang, Tegar, Darwin, Waris, dan Senja. Tokoh tambahannya adalah Pak Sapon, Ibu Elang, Ayah Elang, Bu Supriatin, Pak Ahmad, Kardi, dan Warsih. Penggambaran tokoh dan penokohan dilakukan secara analitik dan dramatik; (c) alur yang digunakan adalah alur maju, meliputi tahap penyituasian, pemunculan konflik, peningkatan konflik, klimaks dan penyelesaian, sedangkan kaidah pengembangan plot terdiri dari tegangan, daya duga bayang, dan kejutan; (d) latar tempat ada yang dihadirkan secara utuh dan tidak utuh. Latar waktu yang digunakan adalah pagi, siang, sore, malam dan hari.Latar sosial meliputi seorang Ibu, polisi hutan, ustaz, guru, dan kompeni. Penggambaran latar memperhatikan fungsi metafora dan atmosfer; (e) majas yang digunakan personifikasi, metafora, hiperbola, simile dan ironi; (f) amanat dalam novel ini meliputi saling berbagi dengan sesama manusia (eksplisit), saling tolong-menolong jika ada yang membutuhkan pertolongan (eksplisit), dan optimistis untuk mewujudkan keinginan yang diharapkan (eksplisit), selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi segala macam cobaan (implisit), serta berusaha untuk selalu jujur dalam keadaan apa pun (implisit); (2) Nilai estetika dalam novel ini meliputi (a) keindahan moral, (b) keindahan susila, (c) keindahan akal, dan (d) keindahan alami; (3) Skenario pembelajaran sastra disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Langkah-langkah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika yang digunakan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi), dan kegiatan penutup dengan mewajibkan siswa membaca novel.

Kata Kunci: Unsur Intrinsik, Nilai Estetika, dan Skenario Pembelajaran

ix

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL .......................................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii PENGESAHAN .............................................................................................. iii PERNYATAAN ............................................................................................. iv MOTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v PRAKATA ..................................................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Batasan Masalah ...................................................................... 7 C. Penegasan Istilah ...................................................................... 8 D. Rumusan Masalah .................................................................... 8 E. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9 F. Kegunaan Penelitian ................................................................. 9 G. Sistematika Skripsi ................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 12 B. Kajian Teoretis ......................................................................... 13

1. Unsur Intrinsik ..................................................................... 14 a. Tema................................................................................... 14 b. Tokoh dan Penokohan...................................................... 16 c. Alur.................................................... ............................... 18 d. Latar................................................................................. .. 22 e. Gaya Bahasa dan Majas ................................................... 25 f. Amanat............................................................................... . 30

2. Pengertian Estetika dalam Karya Sastra. ............................... 31 3. Pembelajaran Sastra di SMA ............................................... 32

a. Pengertian Pembelajaran Sastra.......................................... 33 b. Tujuan Pembelajaran Sastra............................... ............... 34 c. Manfaat Pembelajaran Sastra............................................. 35 d. Materi Pembelajaran Sastra............................... ................ 35 e. Metode Pembelajaran Sastra.............................................. 36 f. Evaluasi ............................... ............................................. 42

x

BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian ....................................................................... 45 B. Fokus Penelitian ....................................................................... 45 C. Sumber Data ............................................................................ 45 D. Instrumen Penelitian ................................................................. 46 E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 46 F. Teknik Analisis Data ................................................................ 47 G. Teknik Penyajian Hasil Analisis ............................................... 48

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

A. Penyajian Data ......................................................................... 49 1. Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas .......................................................................... 49 2. Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas ............................................................ 55 3. Skenario pembelajaran Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi

Anak Negeri................................................... ........................ 57 B. Pembahasan Data ..................................................................... 60

1. Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas .......................................................................... 60

2. Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas ............................................................. 110 a. Keindahan Moral..................................... .......................... 110 b. Keindahan Susila ................................................................ 113 c. Keindahan Akal................................................................... 115 d. Keindahan Alami................................................................ 117

3. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas ........................ ............................ 122

BAB V PENUTUP A. Simpulan .......................................................................................... 136 B. Saran ................................................................................................ 139

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Data Tema Mayor dan Tema Minor............................... .................50 Tabel 2: Data Tokoh dan Penokohan... ........................................................ 51 Tabel 3: Data Alur dan Keindahan Alur ...................................................... 52 Tabel 4: Data Latar ..................................................................................... 53 Tabel 5: Data Majas .................................................................................... 54 Tabel 6: Data Amanat ................................................................................. 55 Tabel 7: Data Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri ............ 55 Tabel 8: Langkah-Langkah Pembelajaran.................................................. 124 Tabel 9: Contoh Pertanyaan Angket Pengukuran Ranah Afektif ................ 134

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kartu Pencatat Data Lampiran 2: Silabus Lampiran 3: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Lampiran 4: Cover Novel Lampiran 5: Sinopsis Novel Mahamimpi Anak Negeri Lampiran 6: Biografi Pengarang Lampiran 7: Kartu Bimbingan Skripsi

1

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terbagi ke dalam beberapa subbab, yaitu latar belakang masalah, batasan

masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta

sistematika skripsi.

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap

lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan medium

bahasa. Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra.

Berdasarkan yang diungkapkan Nurgiyantoro (2010: 272) bahasa dalam seni sastra

ini dapat disamakan dengan cat warna. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan

sarana yang mengandung nilai lebih untuk dijadikan sebuah karya. Sebagai salah

satu unsur terpenting tersebut, bahasa berperan sebagai sarana pengungkapan dan

penyampaian pesan dalam sastra. Manusia dan keindahan memang tidak dapat

dipisahkan sehingga kita perlu melestarikan bentuk dari keindahan yang telah

dituangkan dalam berbagai bentuk karya sastra.

Pada konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk

intelektual (seperti puisi atau novel) atau produk material (kerajinan). Sastra

berhubungan dengan estetika. Hakikat karya sastra ialah ciptaan yang disampaikan

secara komunikatif oleh pengarang dan mengandung maksud atau tujuan estetika.

Selain itu, karya sastra juga memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing

yang dapat membedakan antara karya sastra satu dengan yang lainnya.

2

Manfaat utama karya sastra adalah untuk memenuhi kebutuhan rohani. Dalam

novel Mahamimpi Anak Negeri berisi motivasi, pendidikan, agama, pengorbanan,

persahabatan, keluarga, cinta, kesetiaan, dan keteguhan hati para tokohnya.

Mengingat adanya hubungan yang tidak terpisahkan antara aspek rohani dengan

aspek jasmani, maka karya seni pun pada gilirannya juga berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan jasmani. Bagaimana karya seni berhasil untuk mengubah pribadi

seseorang tentu tidak dapat dilihat secara langsung. Banyak orang yang hidup dalam

keadaan berkecukupan secara jasmani, tetapi tetap merasa menderita. Oleh karena itu,

jiwanya tidak diisi oleh sesuatu yang indah yang telah disediakan Tuhan. Pengalaman

sehari-hari menunjukkan bahwa kehidupan manusia yang sesungguhnya adalah

keseimbangan antara keduanya Ratna (2011:18).

Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang

ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan

hanya cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan juga wujud dari

kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam

pikirannya.

Karya sastra merupakan hasil karya cipta manusia yang mengandung daya

imajinasi dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Wellek dan Warren

(1995:14) menyatakan bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti batu dan

tembaga untuk seni patung, cat lukisan, dan bunyi untuk seni musik sehingga

diperlukan bahasa sebagai media penyampaiannya. Sastra sebagai karya imajinatif,

memiliki acuan berupa dunia fiksi atau imajinasi.

3

Karya sastra memang tidak secara langsung mendidik pembacanya, tetapi

karya sastra menampilkan citra energetis yang secara langsung berpengaruh

terhadap kualitas emosional, yang kemudian berpengaruh terhadap kualitas lain,

misalnya pendidikan, pengajaran, etika, budi pekerti, dan sistem norma yang lain.

Dalam konteks itulah, mempelajari sastra suatu bangsa pada hakikatnya tidak berbeda

dengan usaha memahami kebudayaan bangsa yang bersangkutan (Sumardjo, 1986 :

225).

Nurhayati (2012: 1) berpendapat karya sastra diciptakan sepanjang sejarah

kehidupan manusia. Hal itu disebabkan manusia memerlukan karya sastra. Seorang

pemikir Romawi bernama Horatius mengemukakan istilah dulce et utile yang berarti

bahwa sastra memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi

pembacanya. Sastra menghibur karena menyajikan keindahan, memberikan makna

terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau memberikan

pelepasan ke dunia imajinasi.

Pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra bertujuan untuk dipahami,

dimanfaatkan, dan dinikmati oleh pembaca sekaligus memberikan hiburan. Karya

sastra berfungsi bukan hanya bermanfaat atau mendidik saja terhadap pembacanya,

melainkan juga dapat memberikan hiburan atau keindahan terhadap pembacanya

yakni nilai estetika berupa keindahan melibatkan sarana yang dimiliki berupa gaya

bahasa (Ratna, 2011:18). Gaya bahasa ialah pemanfaatan kekayaan bahasa,

pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri

bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan

perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Aspek estetika yang jauh lebih penting

4

ditimbulkan melalui keseimbangan antarunsur karya. Keseimbangan yang dimaksud

di sini bukan keseimbangan statis, melainkan keseimbangan yang dinamis. Dalam

karya sastra aspek-aspek keindahan dapat ditinjau dua segi yang berbeda, yaitu

segi bahasa dan segi keindahan itu sendiri. Dalam sastra, aspek bahasa adalah

yang paling menarik perhatian. Hal itu terjadi karena karya sastra berisi dimensi

kehidupan. Contohnya jenis karya sastra berupa novel.

Pada saat ini, perkembangan novel di Indonesia sedang mengalami kemajuan.

Hal ini ditunjukkan dengan munculnya beraneka macam novel-novel sastra yang

mengangkat cerita tidak jauh dari kehidupan masyarakat saat ini. Dalam penelitian

ini dibahas salah satu jenis sastra, yaitu novel. Novel merupakan karangan prosa

yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di

sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku Departemen

Pendidikan Nasional (2013: 969).

Novel merupakan salah satu bentuk dari karya sastra. Novel biasanya berisi

tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.

Novel juga mengandung nilai-nilai positif yang dapat dimanfaatkan pembaca setelah

membacanya. Akan tetapi, tidak jarang ada novel yang beredar mengandung

unsur-unsur negatif, seperti unsur seksualitas dan kekerasan.

Sebuah novel yang hadir di hadapan pembaca adalah sebuah totalitas. Novel

dibangun dari sejumlah unsur, dan setiap unsur saling berhubungan secara saling

menentukan, yang semua itu menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya

yang bermakna, hidup. Dengan kata lain, dalam keadaan terisolasi, terpisah dari

5

totalitasnya, unsur-unsur tersebut tidak ada artinya, tidak berfungsi Nurgiyantoro

(2010: 31).

Salah satu pengarang novel yang menarik perhatian pembaca dengan nilai-

nilai estetika yang terkandung dalam novelnya adalah Suyatna Pamungkas. Dia

pengarang produktif beberapa novel. Salah satunya berjudul Mahamimpi Anak

Negeri. Novel tersebut digunakan sebagai objek penelitian adalah nilai estetika.

Adapun alasan penulis memilih novel tersebut adalah: (1) novel Mahamimpi

Anak Negeri merupakan salah satu novel sangat inspiratif, di dalamnya terdapat

banyak aspek, sangat relevan untuk perkembangan akhlak dan pendidikan agama

pada remaja khususnya pelajar SMA. Selain itu, dari segi bahasa pun pengarang

menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga siswa tidak mengalami

kesulitan dalam mengikuti pembelajaran, (2) novel Mahamimpi Anak Negeri

mempunyai keunikan dari segi bentuknya, yaitu keindahan alur, tema, tokoh dan

penokohan, majas, dan latar. Novel tersebut berisi perjuangan dalam mempelajari

ajaran Islam. Selain itu, novel tersebut juga berisi motivasi, pendidikan, agama,

pengorbanan, persahabatan, keluarga, cinta, kesetiaan, dan keteguhan hati para

tokohnya. Keistimewaan novel ini terletak pada gaya pengarang yang seolah-olah

membawa pembaca masuk dalam alur cerita. Inilah makna yang terangkum dalam

novel karya Suyatna Pamungkas. Makna perjuangan terwakilkan oleh keempat

tokohnya yang disebut Empat Pawana yakni Elang, Darwin, Tegar dan Waris. Makna

cinta terwakilkan oleh ketiga tokohnya yakni Elang, Waris, dan Senja. Pengorbanan

juga terwakilkan oleh sosok Darwin, Tegar, dan Waris. Kesetiaan dan pengorbanan

6

terwakilkan oleh sosok Darwin dan Tegar, dan kesabaran serta keteguhan hati

terwakilkan oleh sosok Elang sekaligus Waris.

Hal-hal di atas yang menjadi latar belakang dalam melakukan penelitian

dengan judul ” Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA.” Pemilihan kelas XI

SMA sebagai subjek penelitian mengacu pada pendekatan berbasis kompetensi melalui

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yakni dengan cara melakukan analisis

terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi

kurikulum. Standar Kompetensi (SK) yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian

ini adalah “Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.”

Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan “Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan

ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.”

Pembelajaran sastra berdasarkan KTSP, mempunyai alokasi waktu 2 x 45

menit setiap kali pertemuan. Unsur intrinsik dan nilai estetika yang terkandung di

dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas sesuai dengan

kurikulum dan perkembangan peserta didik di kelas XI SMA semester I. Peneliti

mengangkat judul “Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI SMA” dengan

alasan sebagai berikut.

1. Suyatna Pamungkas adalah seorang pengarang yang produktif dengan karya-

karyanya yang menarik dan mendidik. Salah satu novel berjudul Mahamimpi

Anak Negeri. Dalam novel ini, pengarang menceritakan berbagai perjuangan

dalam mempelajari ajaran Islam. Selain itu, novel tersebut juga menceritakan

7

motivasi, pendidikan, agama, pengorbanan, persahabatan, keluarga, cinta,

kesetiaan, dan keteguhan hati para tokohnya.

2. Novel Mahamimpi Anak Negeri sangat layak untuk dibaca dan menarik untuk

bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA. Selain itu, novel Mahamimpi Anak

Negeri adalah novel penggugah jiwa, sangat banyak nilai moral, agama,

pendidikan, dan sosial yang memberikan interprestasi dan perspektif alternatif

terhadap apa yang terjadi. Novel juga dapat memberikan motivasi kepada

peserta didik untuk memiliki akidah dan akhlak yang baik, serta sebagai bahan

kajian tentang proses pendidikan karakter dan sosial di kehidupan masyarakat.

3. Sepengetahuan penulis belum ada penelitian tentang nilai estetika dalam novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang dilakukan oleh

mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo sebagai materi untuk

pembelajaran sastra.

B. Batasan Masalah

Untuk mencegah adanya kekaburan masalah dan mengarahkan penelitian ini

agar lebih intensif serta efisien dengan tujuan yang akan dicapai, diperlukan

pembatasan masalah. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah unsur

intrinsik, nilai estetika, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA dalam

novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

C. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian istilah yang digunakan dalam

judul penelitian ini, maka perlu ditegaskan kembali istilah-istilah dalam judul

tersebut. Berikut ini dipaparkan pengertian istilah-istilah yang ada di dalam judul.

8

1. Nilai Estetika

Nilai Estetika adalah aspek-aspek keindahan yang terkandung dalam sastra.

Pada umumnya, aspek-aspek keindahan sastra didominasi oleh gaya bahasa Ratna

(2011: 141).

2. Skenario Pembelajaran

Skenario pembelajaran adalah rancangan pembelajaran efektif dan bermakna

(menyenangkan), mengorganisasikan pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran

yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara

efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan (Mulyasa, 2013: 99).

Jadi, maksud judul penelitian “Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas dan Skenario Pembelajarannya di kelas XI

SMA” adalah penelitian terhadap unsur nilai estetika meliputi keindahan moral,

keindahan susila, keindahan akal, dan keindahan alami pada novel Mahamimpi

Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, dan proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar di kelas XI SMA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang peneliti rumuskan

dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana unsur intrinsik dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas?

2. Bagaimana nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas?

9

3. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika

dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas di kelas XI

SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan

untuk:

a. mendeskripsikan unsur intrinsik dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas;

b. mendeskripsikan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas;

c. mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika

dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas di kelas XI

SMA.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua macam kegunaan, yakni kegunaan secara teoretis

dan kegunaan secara praktis. Uraian kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kegunaan Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah

ilmu pengetahuan, terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia, khususnya

bagi pembaca dari pecinta sastra. Memberikan gambaran tentang nilai estetika

yang tersirat dalam keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal, keindahan

alami serta alur/plot, tokoh dan penokohan, latar/setting, majas dan amanat yang

digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

10

2. Kegunaan Praktis

a) bagi mahasiswa

Mahasiswa dapat berlatih menjadi peneliti, menambah pengetahuan di bidang

ilmu pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, serta membekali diri sebagai calon

pendidik.

b) bagi peserta didik

Penelitian ini diharapkan dapat mempermudah peserta didik dalam memahami

unsur intrinsik dan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas, serta dapat memberikan pelajaran mengenai nilai estetika

untuk diterapkan oleh siswa.

c) bagi pendidik/guru bahasa Indonesia

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru, khususnya

guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam memberikan materi dan pembelajaran

di SMA.

G. Sistematika Skripsi

Agar diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang skripsi tersebut, dikemukakan

sistematika pembahasan sebagai berikut.

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan

masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan

penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II berisi tinjauan teoretis yang terdiri dari tinjauan pustaka dan kajian

teoretis. Tinjauan pustaka yang digunakan penulis sebagai landasan sebelum

melaksanakan penelitian adalah skripsi karya Wahyu (2014), dan skripsi karya

11

Nuryadi (2012). Bab ini juga berisi kajian teoretis yang berisikan teori-teori dari

beberapa ahli yang dijadikan landasan sebelum melaksanakan penelitian seperti

pengertian tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/setting, majas, amanat yang

tergabung dalam unsur intrinsik, pengertian nilai estetika dalam karya sastra, dan

pembelajaran sastra di SMA.

Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian ini berisi subjek penelitian,

objek penelitian, fokus penelitian, sumber data, instrumen, teknik pengumpulan

data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.

Bab IV berisi penyajian data dan pembahasan data hasil penelitian. Dalam bab

ini diuraikan data penelitian dari novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas yang berisi nilai estetika.

Bab V berisi penutup. Pada bagian penutup ini penulis menyajikan secara

singkat tentang pembahasan dan penyajian data serta lampiran sinopsis novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

Bab ini terdiri atas tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka

berisi kajian penelitian terdahulu yang relevan dengan topik yang akan diteliti,

sedangkan kajian teoretis meliputi unsur intrinsik novel, nilai estetika dalam

novel, dan skenario pembelajaran di SMA.

A. Tinjauan Pustaka

Penelitian yang dilakukan dengan melalui pendekatan estetika sastra belum

banyak dilakukan oleh mahasiswa. Penulis memilih beberapa penelitian terdahulu

yang berhubungan dengan penelitian ini dengan tujuan mempermudah dalam

melakukan penelitian dan menentukan persamaan dan perbedaan antara penulis

terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis sekarang. Penelitian dengan

pendekatan estetika sastra di antarannya dilakukan oleh Wahyu dan Nuryadi. Penulis

menggunakan dua penelitian yang relevan sebagai pembanding, yaitu skripsi dari

Universitas Muhammadiyah Purworejo sebagai berikut.

Wahyu (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Etika dan Estetika

Tembang Macapat dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 .”

Penelitian yang dilakukan Wahyu bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai etika

dalam rubrik tembang macapat majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013, dan

mendeskripsikan unsur-unsur estetika dalam rubrik tembang macapat majalah Djaka

Lodang edisi Juni-Desember 2013.

Nuryadi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Etika dan Estetika Tembang

Campur Sari Album “Volume 1 dan Ngidam Sari” oleh Manthous. Penelitian yang

13

dilakukan Nuryadi bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai etika meliputi nilai etika

keselarasan sosial, dan nilai etika kebijaksanaan, sedangkan unsur-unsur estetika

meliputi bebasan, dasanama, kerata-basa, paribasan, pepindhan, purwakanthi guru

swara, purwakanthi guru sastra, purwakanthi lumaksita, kata arkhais, tembung garba,

tembung kosok-balen, tembung plutan, basa rinengga, tembung saroja, wangsalan

lamba, wangsalan padinan, parikan.

Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini, yaitu penelitian ini

mengkaji nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas, sedangkan Wahyu dan Nuryadi mengkaji nilai estetika dalam tembang

Jawa. Ada persamaan antara analisis Wahyu (2014) dan Nuryadi (2012) dengan

penelitian ini, yaitu sama-sama menganalisis nilai estetika dan meneliti stategi

pembelajaran yang digunakan pada proses belajar mengajar di kelas XI SMA.

Namun, terdapat pula perbedaannya, yaitu dalam hal sumber data penelitian.

Sumber data penelitian yang digunakan oleh Wahyu (2014) dan Nuryadi (2012)

adalah tembang Jawa, sedangkan sumber data penelitian yang digunakan penulis

adalah novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

B. Kajian Teoretis

Kajian teoretis dalam penelitian ini berisi uraian tentang unsur intrinsik, nilai

estetika dalam karya sastra, dan pembelajaran sastra di SMA. Penjelasan mengenai

kajian teoretis tersebut adalah sebagai berikut.

1. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.

Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra,

14

unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta

membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat

sebuah novel berwujud (Nurgiyantoro, 2005: 23).

Unsur-unsur intrinsik novel, antara lain sebagai berikut.

a. Tema

Dalam pengertiannya, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar

cerita. Istilah tema sering disamakan dengan topik, padahal kedua istilah tersebut

memiliki pengertian yang berbeda. Topik dalam suatu karya sastra adalah pokok

pembicaraan, sedangkan tema merupakan gagasan sentral, yakni sesuatu yang

hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi (Sayuti, 2000: 187).

Stanton (2012: 36) mengemukakan tema merupakan aspek cerita yang sejajar

dengan makna dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu

pengalaman begitu diingat. Tema cerita kadang-kadang dinyatakan secara eksplisit

oleh pengarangnya, baik melalui dialog, pemaparan, maupun judul karya sehingga

pembaca mudah untuk memahaminya (Nurhayati, 2012: 10). Sementara itu,

Sudjiman (1988: 50) mendefinisikan tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama

yang mendasar pada suatu karya sastra. Adanya tema membuat karya lebih penting

daripada sekadar bacaan hiburan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan

utama, ide pokok atau pikiran utama pada sebuah cerita atau karya sastra.

Nurgiyantoro (2010: 77-87) berpendapat bahwa ada beberapa macam tema yang

15

dapat digolongkan ke dalam beberapa sudut pandang, yaitu penggolongan dikotomis

penggolongan dari tingkat keutamaan yakni mayor dan minor.

Tema utama atau disebut juga tema mayor merupakan makna pokok cerita yang

menjadi dasar/gagasan umum karya sastra, sedangkan tema minor atau tema

tambahan bersifat mempertegas eksistensi makna utama (tema mayor). Tema cerita

dinyatakan secara eksplisit dan ada juga yang dinyatakan secara simbolik (Sudjiman,

1998: 50). Akan tetapi, tidak mudah untuk menentukan tema cerita karena lebih

sering tema itu implisit (tersirat).

Tema cerita kadang-kadang juga dinyatakan secara eksplisit oleh pengarangnya,

baik melalui dialog, pemaparan, maupun judul karya sehingga pembaca untuk

memahaminya. Dari membaca judulnya saja mudah pembaca dapat menebak

temanya. Meskipun demikian, harus disadari bahwa tidak semua judul menunjukkan

tema cerita. Oleh karena itu, untuk menggali tema cerita tidak selalu mudah karena

banyak pula yang bersifat tersirat, sehingga seseorang perlu membaca terlebih dahulu

seluruh cerita dengan tekun dan cermat (Nurhayati, 2012: 10).

Tema yang biasa misalnya cinta itu abadi. Ada juga yang tidak biasa, misalnya

cinta itu curang. Gagasan yang sama dapat menjadi tema atau pokok dalam berpuluh-

puluh cerita rekaan yang baik, yang sedang, maupun yang buruk. Baik buruk suatu

karya tidak ditentukan oleh temanya, tetapi yang lebih menentukan adalah

pengarangnya.

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema itu beragam-ragam

ditinjau dari segi corak maupun dari segi kedalamannya. Ada tema yang ringan, dan

ada gagasan sentral yang berat/besar. Cerita rekaan dalam majalah hiburan pada

16

umumnya bertema ringan, misalnya kegembiraan cinta berbalas. Penggarapan

temanya pun tidak mendalam.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam

suatu cerita. Beberapa pakar seperti Sudjiman (1988: 16-23), Abrams dan Jones

(dalam Nurgiyantoro, 2010: 165) mengungkapkan bahwa tokoh adalah pelaku

cerita, individu rekaan yang mempunyai karakter khusus dalam suatu karya sastra,

sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang

yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Nurgiyantoro (2010: 176-191) membedakan beberapa macam tokoh, antara

lain sebagai berikut.

1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama adalah tokoh yang paling sering muncul dalam cerita. Tokoh

utama paling banyak berperan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain

dalam cerita tersebut. Sebaliknya, tokoh tambahan adalah tokoh yang peranannya

lebih sedikit dibandingkan dengan tokoh utama, dan kehadirannya jika ada

keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau pun tidak langsung.

2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya

secara populer disebut tokoh hero, tokoh yang mewakili norma-norma ideal.

Sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang selalu menyebabkan terjadinya

konflik pada tokoh protagonis.

17

Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita tidak secara serta merta hadir kepada pembaca.

Diperlukan cara atau teknik yang memungkinkan penggambaran tokoh hadir di

hadapan pembaca. Cara atau teknik penggambaran tokoh, menurut Sudjiman (1988:

24-26) dengan menggunakan metode dramatik dan analitik. Metode dramatik adalah

metode yang watak tokohnya disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, lakuan,

tokoh, dari penampilan fisiknya, dan gambaran lingkungan atau tempat tokoh yang

disajikan pengarang. Metode analitik adalah metode yang menjelaskan secara

langsung watak dan tokoh.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan merupakan

unsur penting yang saling berkaitan dengan unsur yang lainnya sebagai pelaku untuk

menyampaikan sebuah cerita. Selain itu, tokoh dan penokohan menjadi pengemban

cerita untuk menyampaikan pesan dari pengarang kepada pembaca.

c. Alur

Dalam suatu karya sastra, fungsi alur merupakan unsur yang penting karena

tanpa adanya alur cerita sastra tidak akan berjalan. Stanton (2012: 8), dan Sudjiman

(1988: 30) mendeskripsikan alur adalah rangkaian peristiwa dalam satu cerita yang

terbentuk dengan hubungan sebab-akibat. Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005: 149-

150) dan Waluyo (1990: 10) membedakan tahapan alur (plot) menjadi lima bagian

sebagai berikut

1) Tahap Situation (penyituasian)

Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap

ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain

18

yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap

berikutnya.

2) Tahap Generating Circimtances (pemunculan konflik)

Tahap ini berisi masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut

terjadinya konflik mulai dimunculkan.

3) Tahap Rising Action (peningkatan konflik)

Tahap ini berisi konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin

berkembang.

4) Tahap Climax (klimaks)

Tahap ini berisi konflik atau pertentangan yang terjadi pada tokoh cerita

ketika mencapai titik puncak.

5) Tahap Denouement (penyelesaian)

Tahap ini merupakan tahap di mana konflik yang telah mencapai klimaks

diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan. Selesaian boleh jadi mengandung

penyelesaian masalah yang melegakan, boleh jadi mengandung penyelesaian masalah

yang menyedikan, boleh jadi juga pokok masalah tetap menggantung tanpa

pemecahan.

Pada tahap ini, alur memberikan jawaban rasa penasaran pembaca atas cerita

yang telah dibacanya. Konflik atau permasalah dalam cerita, akhirnya dapat

diselesaikan oleh tokoh utama. Pada tahap ini, pembaca juga dapat mengetahui akhir

dari cerita yang dibacanya, baik berakhir dengan kebahagiaan, maupun berakhir

dengan kesedihan.

19

Berdasarkan kriteria urutan waktu, Nurhayati (2012: 33) membedakan alur

menjadi tiga macam, antara lain sebagai berikut.

a) Alur Maju atau Progresif

Terjadi jika cerita dimulai dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa.

b) Alur Mundur, Regresif, atau Flash Back

Terjadi jika dalam cerita dimulai dari akhir cerita atau tengah cerita, kemudian

menuju awal cerita.

c) Alur Campuran

Gabungan antara alur maju dan alur mundur. Alur di dalam novel Mahamimpi

Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas mempunyai daya pikat yang cukup tinggi.

Alur yang digambarkan oleh pengarang dalam novel tersebut sangat runtut

sehingga ceritanya terasa hidup. Perjuangan tokoh utama dalam menghadapi

berbagai masalah dalam hidupnya membuat ia berusaha ikhlas dan bersabar.

Salah satunya, ia berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkan cita-citanya. Alur

telah membawa tokoh utama bertemu dengan orang-orang yang baik, yaitu para

tokoh yang lain. Pada akhirnya mereka dapat merasakan kebahagiaan yang

muncul dari Allah Swt.

Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2010: 130) berpendapat dalam usaha

pengembangan plot, pengarang juga memiliki kebebasan kreativitas. Namun, dalam

karya fiksi yang tergolong konvensional, kebebasan itu bukannya tanpa ”aturan.”

Ada semacam aturan, ketentuan, atau kaidah pengembangan plot (the laws of plot)

yang perlu dipertimbangkan. Kaidah-kaidah pemplotan yang dimaksud meliputi

masalah plausibilitas (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin

20

tahu/ daya duga bayang (suspense), dan kepaduan (unity). Di samping itu,

Sudjiman (1988: 33) juga menambahkan bahwa alur sebagai salah satu unsur

intrinsik yang mempunyai keindahan tersendiri terdapat beberapa faktor penting

lain, yakni (a) suspense atau tegangan, (b) floreshadowing atau daya duga bayang,

(c) plausibillity atau kebolehjadian, (d) kejutan, dan (e) kebetulan.

1. Plausibilitas

Plausibilitas mempunyai pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai

dengan logika cerita. Plot sebuah cerita haruslah memiliki sifat plausibel, dapat

dipercaya oleh pembaca. Adanya sifat dapat dipercaya itu juga merupakan hal

yang esensial dalam karya fiksi, khususnya yang konvensional.

2. Suspense

Sebuah cerita yang baik pasti memiliki kadar suspense yang tinggi dan terjaga.

Atau, lebih tepatnya, mampu membangkitkan suspense, membangkitkan rasa ingin

tahu di hati pembaca. Jika rasa ingin tahu pembaca mampu dibangkitkan dan terus

terjaga dalam sebuah cerita, dan hal itu berarti cerita tersebut menarik perhatiannya.

3. Surprise

Plot sebuah cerita yang menarik, di samping mampu membangkitkan

suspense/ rasa ingin tahu pembaca, juga mampu memberi surprise/ kejutan,

sesuatu yang bersifat mengejutkan. Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan

kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan

menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca.

Jadi, dalam karya sastra terdapat penyimpangan, pelanggaran, atau pertentangan

antara apa yang ditampilkan dalam cerita dengan apa yang “telah menjadi biasanya.”

21

Dengan kata lain, sesuatu yang telah mentradisi, yang telah mengkonvensi dalam

penulisan karya fiksi terdapat pelanggaran dalam penulisan karya fiksi itu.

4. Kesatupaduan

Plot sebuah karya fiksi, di samping memenuhi “kaidah-kaidah” di atas, terlebih

lagi memiliki unity/ kesatupaduan/ keutuhan. Kesatupaduan mempunyai pengertian

bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional,

kaitan, dan acuan, yang mengandung konflik, atau seluruh pengalaman kehidupan

satu dengan yang lain. Ada benang-benang merah yang menghubungkan berbagai

aspek cerita tersebut sehingga seluruhnya apat terasakan sebagai satu kesatuan

yang utuh dan padu.

d. Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, mempunyai

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Terkadang, dalam sebuah cerita ditemukan latar

yang banyak mempengaruhi penokohan dan kadang membentuk tema. Pada banyak

prosa khususnya novel, latar membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya

cuaca yang ada di lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh

cerita tersebut (Nurhayati, 2012: 17).

Latar menurut Stanton (2007: 35), dan Sudjiman (1988: 44) adalah suatu

keadaan yang melingkupi suatu karya sastra, baik itu mempunyai pengertian

tempat, waktu maupun keadaan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut.

Selanjutnya, Nurgiyantoro (2010: 227-235) berpendapat bahwa unsur latar dapat

dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial.

22

1) Latar Tempat

Latar tempat mempunyai pengertian lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh

ketepatan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain

sehingga semuanya bersifat saling mengisi.

2) Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut

biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau

dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

3) Latar Sosial

Latar sosial mempunyai pengertian hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Latar sosial dalam cerita tidak berbeda jauh dengan keadaan sosial dalam kehidupan

nyata. Oleh karena itu, latar sosial dalam cerita akan lebih mudah dipahami

pembacanya jika pembaca berada pada lingkungan sosial sejenis dengan latar sosial

dalam cerita.

Fungsi latar menurut Waluyo (2011: 23) yaitu: (1) mempertegas watak pelaku;

(2) memberikan tekanan pada tema cerita; (3) memperjelas tema yang disampaikan;

(4) metafora bagi situasi psikis pelaku; (5) sebagai pemberi atmosfer (kesan); (6)

memperkuat posisi plot. Selain itu, Kenney (dalam Nurhayati, 2012: 17)

menyebutkan tiga fungsi latar sebagai berikut.

23

a) Sebagai setting yang mendasari waktu, tempat watak, pelaku, dan peristiwa yang

terjadi;

b) Sebagai atmosfer atau kreasi yang lebih memberikan kesan tidak hanya sekadar

memberi tekanan pada sesuatu, tetapi juga penggambaran dengan ilustrasi

tertentu.

c) Sebagai unsur yang dominan yang mendukung plot dan perwatakan. Dapat

dalam hal waktu dan tempat.

Latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi lain, yang lebih menyaran pada fungsi

latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu dalam cerita. Walaupun

menyaran pada pengertian dan fungsi yang berbeda, tetapi pada umumnya latar

tersebut saling berkaitan. Nurgiyantoro (2010: 241-243) dan Sayuti (2000: 132-137)

berpendapat, fungsi latar yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a) Latar sebagai Metaforik

Penggunaan istilah metafora menyaran pada suatu pembandingan yang mungkin

berupa sifat keadaan, suasana, atau pun sesuatu yang lain. Dalam kehidupan sehari-

hari, untuk mengekspresikan berbagai keperluan, manusia banyak mempergunakan

bentuk-bentuk metafora. Dalam hal ini, latar melukiskan sifat, keadaan, atau suasana

tertentu sekaligus berfungsi metaforik terhadap suasana internal tokoh. Dengan kata

lain, deskripsi latar lebih mencerminkan keadaan batin seorang tokoh.

b) Latar sebagai Atmosfer

Istilah atmosfer mengingatkan pada lapisan udara tempat kehidupan dunia

berlangsung. Manusia hidup karena menghirup udara atmosfer. Atmosfer dalam

cerita merupakan ”udara yang dihirup pembaca sewaktu memasuki dunia rekaan”,

24

berupa kondisi deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu,

misalnya suasana romantis, sedih, muram, maut, misteri, dan sebagainya. Suasana

tersebut dideskripsikan secara tidak langsung, tetapi sesuatu yang tersarankan.

Pembaca pada umumnya mampu menangkap pesan suasana yang ingin diciptakan

pengarang dengan kemampuan imajinasi dan kepekaan emosionalnya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat atau keadaan

mengenai waktu dan suasana di mana peristiwa dalam sebuah cerita terjadi. Latar

berhubungan erat dengan pelaku (tokoh) dalam cerita. Selain itu, latar juga berfungsi

sebagai metaforik dan atmosfer.

e. Gaya Bahasa dan Majas

Sayuti (2000: 173) mengemukakan gaya bahasa merupakan cara pengungkapan

seorang yang khas bagi seorang pengarang. Gaya seorang pengarang tidak sama

apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya karena pengarang tertentu

selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan

kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Selain itu,

Nurgiyantoro (2010: 276) mendefinisikan stile adalah cara pengucapan bahasa

dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang

akan dikemukakan (Abrams, 1981: 190-1).

Makna stile menurut Leech dan Short (dalam Nurgiyantoro, 2010: 276)

adalah suatu hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung sifat kontroversial,

mempunyai pengertian cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh

pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu, dan sebagainya. Sementara itu, Sugono

(2011: 174) juga menambahkan bahwa untuk mengekspresikan pengalaman dan

25

menghidupkan karangan, pengarang dapat menggunakan majas. Majas secara

salah kaprah, sering disebut gaya bahasa. Majas bukan gaya bahasa, melainkan

bagian gaya bahasa.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa tidak

sama dengan majas. Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan seorang yang

khas bagi seorang pengarang, sedangkan majas ialah bahasa yang maknanya

melampaui batas yang lazim.

Majas adalah bahasa kias yang dipergunakan untuk memperoleh efek tertentu

dari suatu benda atau hal yang dengan cara membandingkannya dengan benda

atau hal lain yang lebih umum. Perrine (dalam Waluyo, 1987: 83) menjelaskan

penggunaan majas dipandang lebih efektif untuk menyatakan maksud pengarang

karena

a. majas mampu memberi kesempatan imajinatif;

b. majas adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam novel sehingga

yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan novel lebih nikmat dibaca;

c. majas adalah cara menambah intensitas perasaan pengarang untuk novelnya

dan menyampaikan sikap pengarang;

d. majas adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan

dan cara menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang singkat.

Makna kias adalah makna kata atau kelompok kata yang bukan mengaju ke

makna yang sebenarnya, melainkan mengiaskan sesuatu. Pradopo (2010: 61)

mendeskripsikan makna kias dapat diartikan sebagai bahasa yang mengiaskan atau

mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih

26

menarik, dan hidup. Berdasarkan pendapat di atas, makna kias adalah bahasa kias

yang dipergunakan untuk memperoleh efek tertentu dari suatu benda atau hal dengan

cara membandingkannya dengan benda atau hal lain yang lebih umum.

Kiasan yang perlambangan itu merupakan bagian gaya dari gaya bahasa. Gaya

bahasa lebih luas dari hanya sebuah kiasan, perumpamaan, atau perlambangan.

Gaya bahasa merupakan upaya yang dilakukan seseorang menurut pilihannya untuk

menimbulkan efek tertentu bagi tuturannya terhadap pembaca atau pendengar.

Nurgiyantoro (2013: 400-404) berpendapat makna kias adalah semua bentuk

bahasa (baik kata, frasa, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya

(arti leksikal, konseptual, atau arti denotasi). Makna kias dibagi menjadi 9, yaitu:

a) Perbandingan (simile)

Perbandingan atau perumpamaan atau simile ialah bahasa kiasan yang

menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding

seperti: bagai, bagaikan, bak, seperti, semisal, dan lain sebagainya.

Perhatikan contoh di bawah ini.

“ Kau dan aku, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.

Dalam contoh di atas, majas simile mempunyai arti memperindah bunyi

penuturnya dengan membangkitkan suasana dengan membandingkan dengan sesuatu

yang berbeda.

b) Metafora

Metafora merupakan bahasa kiasan yang membandingkan sebuah benda

dengan benda lainnya karena adanya persamaan sifat, keadaan dan lain-lain antara

keduannya. Perhatikan contoh di bawah ini.

27

“Pemuda adalah bunga bangsa”

Dalam contoh di atas, majas metafora mempunyai fungsi memperindah bunyi

penuturnya dengan membangkitkan suasana dengan menyamakan dua hal yang

berbeda.

c) Personifikasi

Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mengungkapkan atau mengutarakan

sesuatu benda dengan membandingkannya dengan tingkah dan kebiasaaan manusia.

Perhatikan contoh di bawah ini.

“Wahai angin yang lalu, sampaikan salamku kepada kekasihku.”

Dalam contoh di atas, majas personifikasi mempunyai fungsi untuk menghidupkan

gambaran dari obyek yang dilukiskan dengan seperti manusia atau benda hidup.

d) Hiperbola

Hiperbola adalah suatu perbandingan atau perlambangan yang dilebih-lebihkan

atau dibesar-besarkan. Perhatikan contoh di bawah ini.

“Banjir darah terjadi di kampung seberang ketika kedua suku itu baku hantam.”

Dalam contoh di atas, majas hiperbola berfungsi untuk mengintensifkan makna

dengan melebih-lebihkan sesuatu.

e) Ironi

Ironi adalah sesuatu yang diucapkan mengandung arti kebalikannya atau

berlawanan. Perhatikan contoh di bawah ini.

“Sedap sekali masakanmu.” (yang dimaksudkan adalah masakan yang hambar)

28

Dalam contoh di atas, majas ironi berfungsi untuk membangkitkan suasana

dan kesan tertentu dengan melukiskan sebuah peristiwa dengan sindiran.

f) Perumpamaan Epos (epic simile)

Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang

dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat

pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frasa-frasa pembandingnya

lebih lanjut dalam kata-kata atau frasa-frasa yang berturut-turut. Kadang-kadang

lanjutan ini sangat panjang. Perbandingan epos ini ada bermacam-macam variasi.

Perhatikan contoh di bawah ini.

Rustam Effendi

DI TENGAH SUNYI Di tengah sunyi menderu rinduku, Seperti topan. Merenggut dahan, Mencabut akar, meranggutkan kembang kalbuku.

Dalam contoh di atas, majas perumpamaan epos berfungsi untuk memperindah

bunyi penuturnya dengan menggambarkan sesuatu dengan melanjutkan sifat-sifat

pembandingnya.

g) Metonimia

Metonimia mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain,

karena kata dan hal itu memiliki pertalian yan sangat dekat. Perhatikan contoh di

bawah ini.

“Ia naik HONDA ke sekolah.”

Dari contoh di atas, majas metonimia berfungsi untuk menghidupkan gambaran

dengan menggunakan sesuatu yang sangat dekat hubungan dengannya untuk

menggantikan objek tersebut.

29

h) Alegori

Alegori ialah memperlihatkan suatu perbandingan yang menyeluruh dari

berbagai peristiwa. Perhatikan contoh di bawah ini.

“Kudayung perahuku meninggalkan pantai, udara terang laut pun teduh, pulau harapan tampak di depan mata, di situ aku akan berlabuh.” (Dikiaskan kepada suatu usaha keras untuk mengejar cita-cita).

Dari contoh di atas, majas alegori berfungsi untuk memperindah bunyi

penuturnya. Jadi, dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa makna kias adalah

makna yang acuannya tidak sesuai dengan makna sebenarnya.

i) Sinekdoke

Sinekdoke ialah mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan

keseluruhannya (pars prototo) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan

sebagian (totum proparte). Perhatikan contoh di bawah ini.

“Setiap kepala dikenakan sumbangan seribu rupiah.”

Dari contoh di atas, majas sinekdoke berfungsi untuk mengintensifkan atau

mempertegas makna agar menarik perhatian.

f. Amanat

Dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajakan moral, atau

pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang; itulah yang disebut amanat (Sudjiman,

1988:57). Amanat dalam sebuah karya sastra dapat disampaikan, baik secara implisit

maupun eksplisit. Amanat yang diuraikan secara implisit yaitu jika jalan keluar atau

ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Amanat

yang diuraikan secara eksplisit yaitu jika pengarang pada tengah atau akhir cerita

menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya

secra langsung, dapat melalui dialog, pemaparan atau pun judul karya sehingga

30

pembaca dengan mudah langsung memahaminya. Dari beberapa pendapat di atas,

dapat disimpulkan bahwa amanat pada umumnya hampir sama, yaitu pesan moral

yang ingin disampaikan pengarag kepada pembaca.

2. Pengertian Estetika dalam Karya Sastra

Secara etimologis menurut Shipley (dalam Ratna, 2011: 3) estetika berasal dari

bahasa Yunani, yaitu: aistheta, yang juga diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dapat

ditanggapi dengan indra, tangapan indra). Pada umumnya aisthe dioposisikan

dengan noeta, akar kata noein, nous, yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan

pikiran. Dalam pengertian yang luas berarti kepekaan untuk menanggapi suatu

objek, kemampuan penyerapan indra, sebagai sensitivitas. Dalam bahasa Inggris

menjadi aesthetics atau esthetics (studi tentang keindahan). Orang yang sedang

menikmati keindahan disebut aesthete, sedangkan ahli keindahan disebut

aesthetician. Dalam bahasa Indonesia menjadi estetikus, estetis, dan estetika, yang

masing-masing berarti orang yang ahli dalam bidang keindahan, bersifat indah, dan

ilmu atau filsafat tentang keindahan, atau keindahan itu sendiri.

Ratna ( 2011: 2-3) menjelaskan estetika merupakan bagian filsafat (keindahan).

Keindahan adalah sentuhan rasa yang membuat pembaca mencucurkan air mata

tergantung kemampuan orang bermain estetika di dalamnya. Nilai estetis dalam wacana

sastra merupakan keharmonisan antara ide yang diceritakan dengan cara menceritakan.

Bahasa merupakan media yang digunakan untuk berekspresi. Melalui bahasa,

pengarang dengan mudah menyampaikan ide-ide yang dituangkan dalam karya sastra

sehingga para pembaca tidak mengalami kesuliatan untuk memahami isi dari karya

31

sastra tersebut, sedangkan nilai estetika dapat memberikan aspek keindahan pada

sebuah karya seni, termasuk karya sastra.

Tambajong (1981: 115-116) menambahkan bahwa keindahan memiliki

beberapa manfaat (a) keindahan moral menggambarkan keindahan baik buruknya

suatu perbuatan, sikap, akhlak, dan budi pekerti yang diterima oleh umum, (b)

keindahan susila merupakan keindahan yang lebih terikat pada pengertian sifat yang

dalam dari moral seperti sopan santun, budi bahasa, keadaban, dan lain-lain, (c)

keindahan akali merupakan keindahan daya pikir yang menciptakan seni pada

sebuah karya. Mutu karya sastra bergantung pada kualitas akalnya, (d) keindahan

alami merupakan sifat alam dan sumber segala keindahan yang diberikan Tuhan

Yang Maha Esa untuk dinikmati manusia.

Jadi, penulis menyimpulkan bahwa nilai estetika merupakan keharmonisan antara

ide yang diceritakan dengan cara menceritakan pengarang melalui media bahasa.

Melalui bahasa, pengarang mudah menyampaikan ide-ide yang dituangkan dalam

karya sastra sehingga pembaca tidak mengalami kesulitan untuk memahami isi dari

karya sastra tersebut, sedangkan nilai estetika dapat memberikan aspek keindahan dan

kenikmatan pada karya sastra.

3. Pembelajaran Sastra di SMA

Pembahasan pembelajaran sastra di SMA dalam analisis penulis dari pengertian

pembelajaran sastra, tujuan pembelajaran sastra, manfaat pembelajaran sastra, materi

pembelajaran sastra, metode pembelajaran sastra, dan evaluasi.

32

a. Pengertian Pembelajaran Sastra

Wellek dan Waren (dalam Nurhayati, 2012: 8) berpendapat sastra berkaitan erat

dengan studi sastra. Sastra merupakan kegiatan penciptaan karya sastra secara

kreatif, sedangkan studi sastra mempelajari hasil penciptaan karya tersebut. Oleh

karena itu, seorang penelaah sastra selayaknya dapat menerjemahkan pengalaman

sastranya dalam bahasa ilmiah yang jelas dan rasional. Penelaahan dapat dilakukan

dengan menganalisis karya sastra atau menginterpretasikannya. Dengan demikian,

studi sastra sebagai suatu ilmu dapat dijadikan alat bagi pembaca untuk memahami

karya sastra.

Dalam UU Bab 1 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar. Dalam pembelajaran terkandung lima konsep, yaitu interaksi, peserta

didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar.

Di sekolah kelas XI SMA terdapat pembelajaran sastra, yang secara khusus

membahas tentang novel. Kelebihan novel sebagai bahan pembelajaran sastra

yaitu cukup mudahnya karya tersebut dinikmati peserta didik sesuai dengan

tingkat kemampuannya masing-masing. Akan tetapi, tingkat kemampuan tiap

individu tidaklah sama. Hal ini tentu dapat menimbulkan masalah di dalam kelas.

Di pihak yang satu pendidik harus berusaha meningkatkan kemampuan

membaca para peserta didiknya yang masih rendah, di pihak yang lain guru tidak

ingin kemampuan membaca peserta didiknya yang telah maju terhalang. Oleh karena

itu, pendidik dituntut kreatif dalam memberikan pembelajaran dengan baik.

Pembelajaran sastra dengan bahan novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

33

Pamungkas, diharapkan dapat membantu peserta didik semakin mencintai sastra dan

mempunyai moral yang baik sesuai dengan ajaran agama.

b. Tujuan Pembelajaran Sastra

Tujuan dari pembelajaran sastra adalah agar peserta didik memiliki rasa peka

terhadap karya sastra yang berharga sehingga merasa terdorong dan tertarik untuk

membacanya. Dengan membaca karya sastra diharapkan mereka mempunyai

pengertian yang baik tentang manusia dan kemanusiaan, mengenai nilai, dan

mendapatkan ide-ide baru.

Setiap pembelajaran pasti memiliki tujuan. Rahmanto (1988: 16) mengemukakan

bahwa tujuan dari pembelajaran sastra, yaitu membantu keterampilan berbahasa,

meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang

pembentukan watak.

Tujuan pembelajaran sastra berdasarkan silabus Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran sastra

di SMA meliputi kemampuan dasar, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan

indikator. Kemampuan dasar berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap minimal

yang harus dikuasai peserta didik. Standar kompetensi dalam pembelajaran sastra

adalah memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan. Kompetensi

dasar dalam pembelajaran sastra disesuaikan berdasarkan silabus dengan menganalisis

unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/novel terjemahan.

c. Manfaat Pembelajaran Sastra

Rusyana (1984: 312-313) dan Rahmanto (1988: 16-25) menyatakan bahwa

pembelajaran sastra bermanfaat untuk

34

1) Melatih peserta didik supaya mampu menghayati nilai-nilai luhur, melihat dan

mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan simpatik.

2) Membantu ketrampilan berbahasa. Dalam berbahasa, ada 4 keterampilan dasar

yang harus dimiliki peserta didik yaitu: (i) menyimak (ii) berbicara (iii)

membaca (iv) menulis. Keterampilan tersebut sangat erat hubungannya dalam

pembelajaran sastra.

3) Pembelajaran sastra dapat meningkatkan pengetahuan budaya, karena sastra

merupakan cerminan dari kebudayaan yang ada di dalam masyarakat yang

sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia.

4) Pembelajaran sastra dapat mengembangkan cipta dan rasa peserta didik.

5) Pembelajaran sastra dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan

berbagai kualitas kepribadian peserta didik.

d. Materi Pembelajaran Sastra

Di dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya dapat memilih bahan

pengajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, pendidik

harus mampu memperhatikan pedoman dalam menentukan materi pembelajaran

sastra. Pembelajaran sastra harus sesuai dengan materi yang sudah disesuaikan

dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik agar lebih tertarik dan

mudah dalam menerima materi.

Materi pembelajaran erat kaitannya dengan sumber belajar. Sumber belajar

dapat berupa buku pelajaran baik yang wajib maupun buku penunjang, media

cetak, media elektronik, lingkungan sekitar, dan juga bisa berupa hasil karya dari

peserta didik.

35

e. Metode Pembelajaran Sastra

Metode merupakan cara yang digunakan seorang pendidik dalam menyampaikan

pelajaran untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

Seorang pendidik dapat memilih metode yang digunakan dalam proses belajar

mengajar dengan menyesuaikan materi pelajaran dan keadaan peserta didik.

Metode pembelajaran yang digunakan oleh pendidik sebaiknya lebih banyak

memberikan peluang bagi peserta didik untuk selalu aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Rusyana mengemukakan (1984: 314) metode yang dapat digunakan dalam

pembelajaran sastra di sekolah yaitu ceramah, diskusi, tanya jawab, dan pemberian

tugas.

1) Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk

menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok

persoalan serta masalah secara lisan. Biasanya pendidik menggunakan metode

ceramah bila memiliki tujuan agar peserta didik mendapatkan informasi tentang

suatu pokok atau persoalan tertentu.

Permana dan Sumantri (2001: 118-119) menyatakan metode ceramah

mempunyai kelebihan, yaitu:

a) murah dalam arti efesien dalam pemanfaatan waktu waktu dan menghemat

biaya;

b) mudah dalam arti dapat disesuaikan dengan keterbatasan peralatan dapat

disesuaikan dengan jadwal pendidik terhadap ketidak sediaan bahan tertulis;

36

c) meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan minat belajar

dari sumber lain;

d) memperoleh penguatan bagi pendidik dan peserta didik ;

e) menambah wawasan yang luas dari pada sumber lain karena guru menjelaskan

topik dengan mengkaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Selain itu, Permana dan Sumantri (2001: 119) juga menyatakan bahwa metode

ceramah juga mempunyai kelemahan, yaitu:

a) dapat menimbulkan kejenuhan kepada peserta didik;

b) materi ceramah terbatas pada apa yang diingat pendidik;

c) informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan zaman;

d) tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik.

Solusi untuk mengatasi kelemahan metode ceramah tersebut adalah sebagai

berikut.

a) Pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran harus memberikan variasi

sehingga peserta didik tidak jenuh;

b) Pendidik harus mempunyai wawasan yang luas mengenai materi yang

akan disampaikan;

c) Pendidik dalam menyampaikan materi memberikan contoh atau peragaan

sehingga mudah dipahami oleh peserta didik;

d) Setelah menyampaikan materi, pendidik memberikan pertanyaan kepada

peserta didik untuk mengetahui apakah materi yang telah disampaikan

dipahami oleh peserta didik.

37

2) Metode diskusi

Kegiatan pembelajaran sasatra memerlukan suatu hubungan antara peserta

didik yang ada dengan peserta didik yang lain. Oleh karena itu, diperlukan sebuah

metode diskusi. “Metode diskusi adalah siasat penyampaian bahan pengajaran

yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menembukan alternative

pemecahan atau topik bahasan yang bersifat problematis” (Permana dan Sumantri,

2001: 124)

Metode diskusi dapat mendorong peserta didik untuk aktif berpartisipasi dalam

mengemukakan pendapat peserta didik serta bertukar pikiran dengan peserta didik

lain dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Permana dan Sumantri (2001: 125) mengemukakan bahwa metode diskusi

mempunyai kelebihan, yaitu:

a) mendorong partisipasi peserta didik secara aktif;

b) menumbuhkan kemampuan berpikirkritis dan partisipan demokratis;

c) menimbulkan kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa baru dalam

pemecahan masalah;

d) melatih kestabilan emosi dengan mengharagi dan menerima pendapat orang

lain.

Metode diskusi menurut Permana dan Sumantri (2001: 125-126) juga mempunyai

kelemahan, yaitu:

a) sulit menemukan topik masalah yang sesuai dengan tingkat berpikir peserta

didik;

b) pembicaraan atau pembahasan sering meluas dan mengambang;

38

c) memerlukan waktu yang terbatas;

d) perbedaan pendapat dalam mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat

menimbulkan bentrok fisik.

Solusi untuk mengatasi kelemahan dalam metode diskusi di atas, yaitu sebagai

berikut.

a) Pendidik sebagai pembimbing harus mengusahakan seluruh peserta didik

ikut berpartisipasi dalam diskusi;

b) Pendidik harus dapat membatasi masalah yang akan didiskusikan sehingga

tidak sampai meluas;

c) Pendidik harus dapat mengatur jalannya diskusi sehingga waktu yang

digunakan untuk kegiatan diskusi sesuai dengan waktu yang akan telah

direncanakan;

d) Pendidik harus dapat menghindari perdebatan yang berlarut-larut jika ada

ketidakcocokkan.

3) Metode Tanya Jawab

Dalam kegiatan pembelajaran tanya jawab dijadikan sebagai salah satu metode

untuk memancing pengetahuan peserta didik terhadap materi yang akan diajarkan.

“Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam proses belajar mengajar

melalui interaksi dua arah atau “ two way traffics” dari pendidik ke peserta didik atau

pun sebaliknya.” (Permana dan Sumantri, 2001: 120)

Kelebihan metode tanya jawab menurut Permana dan Sumantri 2001: 122),

yaitu:

a) dapat menarik dan memusatkan perhatian peserta didik terhadap pelajaran;

39

b) lebih merangsang peserta didik untuk mendayagunakan pikir dan daya

nalarnya;

c) menumbuhkan keberanian dalam mengemukakan jawaban;

d) pembuka jalan bagi proses belajar yang lain.

Permana dan Sumantri (2001: 122) berpendapat metode tanya jawab juga

mempunyai kelemahan, yaitu:

a) pada kelas besar pertanyaan tidak dapat disebarkan kepada peserta didik;

b) peserta didik yang tidak aktif mempertahankan bahkan tidak terlibat secara

mental;

c) menimbulkan rasa gugup pada peserta didik yang tidak memilik keberanian

menjawab dan bertanya;

d) membuang waktu bila peserta didik tidak responsif terhadap pertanyaan.

Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan di atas adalah sebagai

berikut.

a) Pertanyaan hanya diberikan kepada peserta yang aktif dan kurang aktif;

b) Pertanyaan diberikan kepada peserta didik yang terlihat kurang aktif dalam

kegiatan pembelajaran;

c) Pendidik mengondisikan kelas sehingga peserta didik tidak merasa gugup

dalam menjawab pertanyaan;

d) Pendidik melempar pertanyaan kepada peserta didik lain jika ada peserta

didik yang tidak dapat menjawab.

40

4) Metode Pemberian Tugas

Untuk mengetahui pemahaman peserta didik dan melatih kemampuan peserta

didik, dalam kegiatan diperlukan pembelajaran diperlukan metode pemberian tugas.

“Metode pemberian tugas adalah suatu cara intensitas belajar mengajar yang

ditandai dengan adanya tugas dari pendidik untuk dikerjakan peserta didik di

sekolah atau pun di rumah secara perorangan atau kelompok.”(Permana dan

Sumantri, (2001: 130). Tugas yang diberikan dapat berupa membaca sebagian atau

seluruh cerita yang dibaca, khususnya mengenai materi pembelajaran yang akan

disampaikan.

Kelebihan dari metode pemberian tugas menurut Permana dan Sumantri (2001:

131), yaitu:

a) membuat peserta didik aktif belajar;

b) mengembangkan kemandirian peserta didik;

c) membina tanggung jawab dan disiplin peserta didik;

d) mengembangkan kreativitas peserta didik.

Permana dan Sumantri (2001: 131-132) mengemukakan metode pemberian

tugas mempunyai kelemahan, yaitu:

a) sulit mengontrol peserta didik apakah belajar sendiri atau dikenakan orang

lain;

b) sulit memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu peserta didik;

c) tugas yang banyak dan sering membuat peserta didik terbebani dan mengeluh.

Solusi untuk mengatasi kelemahan di atas, yaitu:

41

a) untuk mengatasi kelemahan masalah a dan b hendaknya tugas diberikan

tidak sama antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain;

b) guru tidak memberikan tugas terlalu sering.

f. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengetahui sejauh mana peserta didik

telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan pembelajaran.

Evaluasi dalam pembelajaran sastra ini ditujukan untuk mengetahui tingkat

perkembangan peserta didik dan diarahkan terhadap semua aspek pribadi peserta

didik, bukan hanya terhadap aspek penguasaan pengetahuan saja, melainkan juga

aspek keterampilan perlu mendapatkan penilaian.

Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran novel Mahamimpi Anak Negeri

secara tertulis dengan menggunakan tes esai. Tuckman (dalam Nurgiyantoro, 2009:

71) menyatakan bahwa tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut

jawaban peserta didik dalam bentuk uraian dengan mempergunakan bahasa sendiri.

Dalam tes bentuk esai peserta didik dituntut berpikir tentang dan mempergunakan

apa yang diketahui yang berkenaan dengan pertanyaan yang harus dijawab.

Tes bentuk esai memberi kebebasan kepada peserta didik untuk menyusun dan

mengemukakan jawabannya sendiri dalam lingkup yang secara relatif dibatasi.

Sebagai alat pengukur belajar peserta didik, tes bentuk esai mempunyai beberapa

kelebihan dan kelemahan, antara lain sebagai berikut.

Kelebihan tes esai antara lain

42

a. Tes esai tepat untuk menilai proses berpikir yang melibatkan aktivitas kognitif

tingkat tinggi, tidak semata-mata hanya mengingat dan memahami fakta atau

konsep saja;

b. Tes esai memaksa (baca: memberi kesempatan) peserta didik untuk mengemukakan

jawabannya ke dalam bahasa yang runtut sesuai dengan gayanya sendiri;

c. Tes esai memaksa peserta didik untuk mempergunakan pikirannnya sendiri, dan

kurang memberikan kesempatan untuk bersikap untung-untungan;

d. Tes bentuk esai mudah disusun, tidak banyak menghabiskan waktu.

Kelemahan tes bentuk esai antara lain.

a. Kadar validitas dan reliabilitas tes esai sangat rendah. Rendahnya kadar validitas

dan reliabilitas itu disebabkan (i) terbatasnya sampel bahan yang diteskan yang

mewakili seluruh bahan, (ii) jawaban yang diberikan peserta didik satu dengan

yang lain bervariasi, dan (iii) penilaian yang dilakukan sangat bersifat subjektif;

b. Akibat terbatasnya bahan yang diteskan, dapat terjadi hasil yang bersifat

kebetulan. Seorang peserta didik yang sebenarnya tergolong mampu, mungkin

mengalami kegagalan karena bahan yang diteskan kebetulan kurang dikuasai.

Sebaliknya, seorang peserta didik yang tergolong kurang mampu, mungkin

justru memperoleh hasil yang baik karena bahan yang diteskan kebetulan ia

banyak mempelajarinya;

c. Penilaian yang dilakukan terhadap jawaban peserta didik tidak mudah ditentukan

standarnya. Tiap butir tes esai tentunya tidak sama persis bobotnya sehingga skor

terhadapnya juga tidak sama. Disamping itu, adanya variasi jawaban peserta

43

didik menyulitkan kita untuk memberikan skor secara tepat dan memerlukan

pertimbangan-pertimbangan tertentu;

d. Waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa pekerjaan peserta didik relatif lama,

apalagi jika jumlah peserta didik cukup besar, sehingga dirasa tidak efisien.

Usaha mengurangi kelemahan tes esai antara lain

a. Bahan yang dipilih untuk diteskan hendaknya berupa bahan utama yang dapat

mewakili bahan lain yang tak diteskan. Hal ini mengingat bahwa tes bentuk

esai tidak mungkin berjumlah banyak sehingga dapat mewakili bahan secara

menyeluruh;

b. Pertanyaan hendaknya yang menuntut jawaban tertentu, artinya suatu jawaban

dapat dinilai lebih tepat daripada jawaban yang lain;

c. Sebelum dilakukan penilaian, hendaklah disusun terlebih dahulu kriteria tertentu

yang dijadikan pedoman.

Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 1-10 buah.

Soal-soal bentuk esai menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat menghubungkan

pengertian-pengertian yang telah dimiliki.

44

44

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis menguraikan objek penelitian, fokus penelitian, sumber

data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan

teknik penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian.

A. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai estetika novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang diterbitkan oleh PT Tiga

Serangkai Pustaka Mandiri di Solo. Cetakan pertama pada tahun 2013, dan

mempunyai 438 halaman.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian atau batasan masalah berisi pokok masalah yang masih

bersifat umum (Sugiyono, 2013: 286). Penulis memfokuskan penelitian ini pada

kajian unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh, dan penokohan, alur, latar, majas,

dan amanat, serta nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas yang meliputi keindahan moral, keindahan susila, keindahan

akal, keindahan alami, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA.

C. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang digunakan untuk memperoleh data

dalam penelitian (Arikunto, 2010: 172). Sumber data dalam penelitian ini adalah

novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang diterbitkan oleh

PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri di Solo. Cetakan pertama pada tahun 2013,

45

mempunyai 438 halaman. Data berupa narasi (tuturan pengarang) dan percakapan

para tokoh yang berhubungan dengan objek penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah

(Arikunto, 2010: 203). Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penulis sendiri selaku peneliti, dengan bantuan kartu pencatat data. Kartu

pencatat data dipergunakan untuk mencatat data yang berupa narasi pengarang dan

percakapan para tokoh cerita dari Mahamimpi Anak Negeri yang ada kaitannya

dengan pembahasan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono,

2013: 308). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh

penulis dengan metode observasi. Metode observasi adalah suatu usaha sadar

untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur

yang terstandar (Arikunto, 2010: 265). Penulis juga menggunakan teknik catat

untuk mencatat data-data penting yang ada di dalam novel sebagai data dalam

penelitian. Selain itu, penulis juga menggunakan teknik pustaka yaitu menggunakan

sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data.

46

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut.

1. Membaca novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas secara

kritis dan teliti

2. Mencatat data penting berupa narasi dan percakapan yang relevan dengan

unsur instrinsik serta nilai estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas

3. Mengelompokkan data berdasarkan unsur instrinsik dan nilai estetika pada

novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

4. Mencatat hasil identifikasi data ke dalam kertas pencatat data. Data-data

tersebut berupa kutipan-kutipan dari objek penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif. Deskripsi kualitatif

adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan

bukan angka-angka (Moelong, 2009: 11).

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis isi atau

content analiysis. Ismawati (2012: 65) memaparkan analisis isi adalah teknik

penelitian untuk mendeskripsikan sata secara objektif, sistematis, dan kuantitatif isi

komunikasi yang tampak. Dengan teknik ini, penulis membahas data mengkaji teks

novel untuk membedah dan memaparkan nilai estetika yang terkandung dalam

karya tersebut.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas adalah sebagai berikut.

47

1. Mengidentifikasi unsur instrinsik novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas.

2. Mengidentifikasi nilai estetika novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas, yaitu keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal, dan

keindahan alami.

3. Menganalisis unsur intrinsik dan nilai estetika novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas dengan teknik analisis isi.

4. Menyimpulkan hasil penelitian.

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk penyajian hasil analisis adalah menggunakan

metode informal. Metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan

kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Jadi, penulis menyajikan hasil penelitian

mengenai analisis unsur intrinsik, nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas dengan kata-kata biasa tanpa menggunakan

tanda dan lambang.

48

48

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

Di dalam bab ini disajikan dua hal paparan pokok, yakni (1) penyajian

data dan (2) pembahasan data. Penyajian data berisi data yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti, sedangkan pembahasan data berisi pembahasan terhadap

data tersebut.

A. Penyajian Data

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang penulis

teliti adalah (1) unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, latar,

majas, dan amanat, (2) nilai estetika yang meliputi keindahan moral, keindahan

susila, keindahan akal, dan keindahan alami, (3) dan skenario pembelajarannya di

kelas XI SMA. Sebelum penulis membahas data, terlebih dahulu penulis menyajikan

data.

1. Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas

Unsur intrinsik yang dianalisis dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan

amanat. Data hasil penelitian terhadap novel tersebut disajikan dalam bentuk tabel.

Sebagai berikut.

a. Tema

Tema merupakan salah satu unsur penting dalam gagasan sentral pengarang yang

mendasari penyusunan cerita dalam karya sastra sehingga dapat membangun cerita

yang mencakup permasalahan-permasalahan sekaligus sebagai unsur yang saling

terkait dengan unsur-unsur lainnya. Berdasarkan tingkat keutamaannya, tema terdiri

49

atas tema utama (tema mayor) dan tema tambahan (tema minor). Tema utama

merupakan makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar suatu karya

sastra yang dapat dilakukan dengan cara menentukan persoalan yang paling menonjol

dalam cerita, sedangkan tema tambahan merupakan makna yang hanya terdapat pada

bagian-bagian tertentu cerita atau dapat diidentifikasikan sebagai makna tambahan

yang bersifat mendukung dan memperjelas makna pokok cerita. Di bawah ini disajikan

data tema dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas pada

Tabel 1.

Tabel 1 Tema dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri

Karya Suyatna Pamungkas

No. Masalah Halaman Novel

1. a. Tema Mayor Kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup untuk mewujudkan cita-cita dan mengislamkan masyarakat Bukit Bayur.

57, 373, 388

b. Tema Minor Masalah keimanan 49, 56, 62, 63

Masalah cinta kasih 100, 178, 181, 192, 421

Masalah pendidikan 10, 11, 57, 64

b. Tokoh dan Penokohan

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas terdapat

beberapa tokoh yang merupakan tokoh utama dan tokoh tambahan. Cara yang

digunakan dalam menggambarkan tokoh dan penokohan adalah menggunakan teknik

50

dramatik dan analitik. Di bawah ini disajikan data tokoh dan penokohan dalam novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas pada Tabel 2.

Tabel 2 Tokoh dan Penokohan dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri

Karya Suryatna Pamungkas

No. Nama Tokoh Teknik Penokohan Halaman Novel

1. Tokoh Utama a. Elang

1) Penakut 2) Cemburuan 3) Baik

Secara dramatik

Secara anlitik Secara dramatik

27 102-103 97

b. Tegar 1) Suka memberi nasihat 2) Sabar

Secara dramatik Secara dramaik

392 252-253

c. Darwin 1) Keras kepala 2) Tidak mudah menyerah 3) Humoris

Secara dramatik Secara dramatik Secara dramatik

253 258 316

d. Waris 1) Pendiam dan mengalah

Secara analitik

40

e. Senja 1) Suka memberi nasihat 2) Peduli dan suka membantu

Secara dramatik Secara analitik

341 138

2. Tokoh Tambahan a. Ibu Elang

1) Peduli

Secara dramatik 50

b. Ayah Elang 1) Keras kepala dan pemarah

Secara dramatik

57-58

c. Pak Sapon (Polisi Hutan) 1) Kasar dan Pemarah 2) Licik

Secara dramatik Secara analitik

218 258-259

d. Paman Wijaya 1) Baik dan ramah

Secara dramatik

90

e. Pak Ahmad (Ustaz) 1) Baik

Secara dramatik

122

f. Bu Supriatin (Guru) 1) Peduli

Secara dramatik

108

51

g. Kardi 1) Baik

Secara dramatik

409

h. Warsih 1) Baik

Secara dramatik

410

c. Alur

Alur yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri adalah alur maju.

Di bawah ini disajikan data pengaluran dalam novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaluran dalam Novel Mahamipi Anak Negeri

Karya Suyatna Pamungkas

No. Alur Halaman Novel

1. Tahap Alur

Tahap Penyituasian (situation) 1, 5

Tahap Pemunculan Konflik (generating

circumtances)

17, 22

Tahap Peningkatan Konflik (rising action) 49, 58, 218, 251

Tahap Klimaks (climax) 286, 396

Tahap Penyelesaian (denoument) 418

2. Keindahan Alur

Tegangan (suspense) 188, 190, 251, 252,

340-341

Daya Duga Bayang (foreshadowing) 79, 125, 169, 406

Kejutan (surprise) 373, 403

d. Latar

Latar tempat utama dalam novel Mahamimpi Anak Negeri adalah Bukit Bayur,

dengan berbagai aktivitas di dalamnya. Akan tetapi, terdapat banyak latar tempat

52

yang mendasari jalannya cerita dalam novel tersebut. Di bawah ini disajikan data

pengaluran dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas pada

Tabel 4.

Tabel 4 Latar dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri

Karya Suyatna Pamungkas

No. Latar Halaman Novel

1. Latar Tempat a. Bukit Bayur 12 b. Hutan Pinus 16 c. Wogen Legok 17 d. Sekolah 103 e. Masjid 119 f. Bukit Warengan 174 g. Rumah Paman Wijaya 89 h. Kecamatan Cilongok 273 i. Purwokerto 313 j. Kebun 159 k. Pasar Sokaraja 341 l. SMA N Baturaden 397 m. Jakarta 407 2. Latar Waktu a) Pagi 1 b) Sore 6 c) Malam 49 d) Hari 135 3. Latar Sosial a) Seorang Ibu 50 b) Seorang Polisi Hutan 216 c) Seorang Ustaz 122 d) Seorang Guru 103 e) Seorang Kompeni 153

53

e. Majas

Majas ialah bahasa yang maknanya melampaui batas yang lazim. Pembicaraan

yang ditulis oleh pengarang harus menggunakan bahasa yang pantas untuk dibaca

oleh pembaca. Di bawah ini disajikan data majas dalam novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas pada Tabel 5.

Tabel 5 Majas dalam Novel Mahamipi Anak Negeri

Karya Suyatna Pamungkas

No. Majas Halaman Novel

1. a) perbandingan (simile) 96, 125, 376

b) metafora 24

c) personifikasi 37-38, 160, 289

d) hiperbola 103, 134, 393, 413

e) ironi 411, 154, 230

f. Amanat

Amanat merupakan pesan yang berhubungan dengan makna yang disampaikan

oleh pengarang dalam karya sastra baik secara implisit dan eksplisit. Amanat dapat

diangkat dari ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang yang

berhubungan dengan permasalahan yang terjadi di dalam karya sastra sebagai jalan

keluarnya. Di bawah ini disajikan data amanat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas pada Tabel 6.

54

Tabel 6

Amanat dalam Novel Mahamipi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas

No. Amanat Halaman Novel 1. Implisit

a) Selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi segala macam cobaan.

392

b) Berusahalah untuk selalu jujur dalam keadaan apapun.

340

2. Eksplisit a) Saling berbagi dan saling menolong sesama

manusia

90, 95-96, 312, 314

b) Optimistis untuk mewujudkan keinginan yang diharapkan

62, 258

2. Nilai Estetika Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

Nilai estetika yang dianalisis dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas meliputi (1) keindahan moral, (2) keindahan susila, (3) keindahan akal, (4)

dan keindahan alami. Berikut ini disajikan tabel data nilai estetika yang terdapat di

dalam novel tersebut.

Tabel 7 Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri

Karya Suyatna Pamungkas

No. Nilai Estetika Wujud Nilai Estetika Halaman Novel

1. Keindahan Moral a) Kasih sayang terhadap keluarga dengan saling melindungi diwujudkan oleh sikap Waris dan Darwin

178, 248-249

55

b) Keteguhan Darwin untuk mencintai tanah Indonesia yaitu Bukit Bayur

147

c) Sikap Elang yang bersedia mengantikan posisi Tegar untuk mencari Kyai Nasir

301

d) Keperdulian Tegar dan Darwin terhadap Elang yang kehilangan sosok ibu untuk

389, 391, 394

2. Keindahan Susila a) Sikap Paman Wijaya yang ramah terhadap anak-anak yang datang ke rumahnya untuk menonton televisi

90

b) Sikap Bu Guru Supriyatin yang peduli terhadap Senja yang telah menjadi anak yatim piatu

108

c) Tegar yang selalu memberikan nasihat kepada sahabat-sahabatnya yang sedang putus asa

390

3. Keindahan Akal a) Ayah dan Ibu bertanya tentang dunia dan akhirat kepada Elang

54

b) Tegar, Darwin, dan Elang bertanya kepada Ustaz Ahmad pembangun masjid di Bukit Bayur.

123-124

c) Darwin pandai merayu ketika meminta pertolongan kepada pak sopir untuk mengantarkan ke Purwokerto

305

4. Keindahan Alami a) Sungai Kaligencar di Bukit Bayur merupakan salah satu jalur transportasi yang digunakan menuju tempat mengaji

37

56

b) Pohon-pohon besar yang berada di hutan menunjukkan bahwa hutan di Bukit Bayur sangat terjaga kelestariannya

168

c) Pemanfaatan sumber daya alam, seperti hewan, buah-buahan yang dapat dikonsumsi, batang bambu sebagai bahan pembuatan masjid dan lain sebagainya

191-192, 195-201

3. Skenario Pembelajaran Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri

Karya Suyatna Pamungkas

Strategi pembelajaran sastra dengan materi nilai estetika pada novel Mahamimpi

Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dalam penelitian ini disesuaikan dengan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yakni sebagai berikut.

a. Standar Kompetensi

Membaca

7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.

b. Kompetensi Dasar

7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.

c. Indikator

Indikator dalam pembelajaran sastra ini, yaitu:

1) Menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas

2) Menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas

57

3) Menganalisis nilai estetika pada novel Mahamipi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas

d. Alokasi Waktu

Alokasi waktu yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini yaitu 4x45 menit (2x

pertemuan).

e. Tujuan Pembelajaran

1) Peserta didik mampu menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas.

2) Peserta didik mampu menganalisis unsur intrinsik dan nilai estetika pada

novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

3) Peserta didik mampu menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas.

f. Materi Pembelajaran

1) Unsur intrinsik berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan

amanat.

2) Nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

g. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran sastra novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas.

1) Ceramah

2) Tanya jawab

3) Diskusi

4) Penugasan

58

h. Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran sastra berupa nilai estetika dalam novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas sebagai berikut.

1) Kegiatan pendahuluan

2) Kegiatan Inti

a) Eksplorasi

b) Elaborasi

c) Konfirmasi

3) Kegiatan Penutup

i. Sumber belajar

Sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini yaitu:

1) Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

2) Buku lain tentang sastra yang relevan

j. Evaluasi

Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini yaitu:

1) Teknis tes (tes esai)

2) Teknik nontes (kuesioner)

B. Pembahasan Data

Di dalam pembahasan data ini, dikaji data yang terdapat pada bagian penyajian

data. Data yang dikaji oleh penulis adalah unsur intrinsik novel Mahamimpi Anak

Negeri, nilai estetika, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA.

59

1. Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas

Unsur intrinsik yang dibahas dalam novel ini meliputi (a) tema, (b) tokoh dan

penokohan, (c) alur, (d) latar, (e) majas, dan (f) amanat. Berikut pembahasannya.

a. Tema

Berdasarkan tingkat keutamaannya, tema terdiri atas tema utama (tema mayor)

dan tema tambahan (tema minor). Di bawah ini disajikan pembahasan data

mengenai tema dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

sebagai berikut.

1) Tema Mayor

Tema mayor adalah makna pokok yang menjadi dasar atau gagasan dasar suatu

karya sastra. Tema tersebut ditentukan dengan cara menentukan persoalan yang

paling menonjol dalam cerita. Tema mayor yang terdapat dalam novel ini yaitu:

a) Kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup untuk mewujudkan cita-

cita dan mengislamkan masyarakat Bukit Bayur

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, tokoh yang

diceritakan yaitu tokoh utama. Elang adalah seorang lelaki yang sabar dan tabah

dalam menerima segala macam cobaan dalam hidupnya. Peran Elang dalam novel

tersebut sebagai tokoh utama. Masalah yang paling menonjol yaitu ketika Elang

diberi cobaan oleh Allah Swt., atas kehilangan Senja. Kemudian ia juga diberi cobaan

atas meninggal Ibu kandungnya. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“ Tuhanku! Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin Senja hilang, mana mungkin Senja diculik, siapa yang menculik di kebun lengang begini” (S.P., 2013: 373).

60

Kutipan di atas berisi hilangnya Senja saat bermain petak umpet. Elang

memang mencintai Senja, tetapi ia belum merelakan dengan ikhlas atas kejadian itu.

Kesabaran Elang dalam menghadapi cobaan masih terus berlanjut. Kesabaran Elang

kembali diuji ketika ia kehilangan Ibu kandungnya untuk selamanya. Memang sulit

menerima bahwa ibu kandungnya telah meninggal dunia. Para sahabatnya pun

merasa kasihan terhadap Elang. Tegar dan Darwin tidak tahu bagaimana harus

menyampaikannya kepada Elang. Tegar memberitahu Elang kondisi ibu kandungnya.

Peristiwa tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Elang...., panggil Tegar lirih. Aku menoleh dan kutanggalkan senyumku untuknya. Sekali lagi kubilang, aku kelewat bahagia dengan kembalinya Tegar ke tubuh Empat Pawana. Ya, ada apa, Gar? tanyaku setelah sekian lama Tegar terbungkam. Pagi ini aku membawa kabar untuk. Bahwa...... Tegar menghentikan kalimatnya, lantas ia merangkul pundakku dengan perlahan. Aku mengerutkan dahi, merasa heran sendiri. Tidak biasa Tegar begini. Ibumu meninggal dunia, beberapa saat setelah kau pergi dari Bukit Bayur” (S.P., 2013: 388).

Setelah mendengar kabar dari Tegar, hal yang pertama dirasakan Elang

benar-benar terkejut. Ia mencoba sabar dan ikhlas menerima takdir dari Allah Swt.

Dalam hal lain, masalah hubungan dengan kedua orang tua. Semua orang tua Empat

Pawana melarang pergi mengaji dan sekolah. Hal tersebut tergambar di dalam

kutipan berikut.

“Mendengar keluhanku, Tegar dan Darwin saling pandang. Lantas tersengih bersama-sama. Sudah dikatakan tadi oleh Darwin, tidak orang tua dia, tidak orang tua Tegar, tidak orang tua Waris, semua sama saja. Semua melarang anak-anaknya sekolah dan mengaji” (S.P., 2013: 57).

61

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan sikap Elang dan

sahabatnya yang sabar dalam menghadapi cobaan dari para orang tua. Mereka yakin

bahwa Allah menolong hamba-Nya yang berusaha dan sabar.

Berdasarkan paparan peristiwa di atas, tema mayor dalam novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas disampaikan oleh pengarang secara

implisit/tersirat. Pembaca perlu membaca terlebih dahulu seluruh cerita dengan

tekun dan cermat sehingga baru dapat menyimpulkan tema tersebut. Masalah dalam

tema tersebut juga digolongkan ke dalam tema yang bersifat egoik. Pengarang

menggunakan tema ini karena manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk

individu mempunyai banyak permasalahan dan konflik yang terjadi dalam hidupnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tema mayor dalam novel tersebut adalah

kesabaran dalam menerima segala macam cobaan dalam hidup.

2) Tema Minor

Tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu

cerita atau dapat diidentifikasikan sebagai makna tambahan. Tema minor atau

masalah-masalah yang terdapat dalam novel ini antara lain:

a) Masalah Keimanan

Masalah keimanan yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas yaitu usaha Empat Pawana dalam mengajarkan Islam di Bukit

Bayur dianggap sebagai pemecah persatuan masyarakat. Cerita diawali ketika niat

baik Empat Pawana untuk mengislamkan masyarakat dianggap memberontak oleh

masyarakat Bukit Bayur. Hal ini dapat diketahui dalam kutipan berikut.

62

“Aku termenung disetiap penghujung malam, aku sedikit menyesal ternyata usaha Empat Pawana untuk mengislamkan Bukit Bayur dianggap pemecah persatuan masyarakat. Kami dianggap memberontak. Kami dimusuhi masyarakat sendiri apabila kami mendalilkan ayat Allah kepada mereka” (S.P., 2013: 49).

Elang yang berusaha keras akan niat baiknya malah dianggap sebagai

pemberontak oleh masyarakat begitu juga dengan sahabat-sahabatnya. Permasalahan

yang terjadi dari keimanan tidak hanya datang dari kalangan masyarakat saja, tetapi

juga dari keluarga mereka sendiri. Berikut kutipannya.

“Sebagai mana ibuku, orang-orang Bukit Bayur juga percaya ajaran mengiwa dan menengen. Mau bilang mereka agnostik rasanya tidak begitu tepat. Pasalnya semua orang Bukit Bayur menyatakan bahwa dirinya beragama Islam, sementara kita tahu orang orang agnostik mempercayai keberadaan Tuhan, tetapi enggan menjalankan atau memeluk agamanya”(S.P., 2013: 56).

“Kendati semua orang mengutuk rutinitas kami mengaji, tapi kami tak pernah patah semangat”(S.P., 2013: 63).

Dalam kutipan di atas, pengarang mengambarkan bahwa keadaan masyarakat

Bukit Bayur yang jauh dari agama Islam yang sebenarnya, mereka tidak mengetahui

ajaran agama Islam sesuai syariat Islam. Elang yang tidak pernah putus asa dalam

mengislamkan masyarakat Bukit Bayur. Elang ingin mengenalkan Islam yang

sesungguhnya dan mengucapkan syahadat karena Allah Swt. Hal ini diketahui dalam

kutipan berikut.

“Maka sejak hari itu, aku berkomitmen tinggi untuk menbangun peradaban baru di sini. Menyadarkan orang-orang Bukit Bayur tentang syariat Islam yang benar. Mengajari mereka membaca Alquran dan mengerjakan shalat. Dan secara perlahan menuntun lidah mereka mengucap: Asyhadu ‘alla illaha illallah wa asyhadu ‘anna muhammmaddar rasullulah”(S.P., 2013: 62).

63

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa pengarang dalam menyampaikan masalah

secara implisit/tersirat. Pembaca perlu membaca terlebih dahulu keseluruhan cerita

dengan cermat dan teliti sehingga baru dapat menyimpulkan tema tersebut. Masalah

dalam kutipan-kutipan di atas tergolong dalam tema nontradisional dan tema tingkat

divine/ketuhanan. Masalah di atas termasuk tema nontradisional karena masih jarang

diangkat dan biasanya masalah yang ada tidak sesuai dengan yang diharapkan

pembaca. Selain itu, masalah yang diangkat termasuk tema tingkat divine/ketuhanan

karena pengarang menjelaskan tentang manusia dengan Sang Pencipta, yaitu masalah

keyakinan.

b) Masalah Cinta Kasih

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas terdapat

masalah mengenai cinta kasih. Cerita diawali ketika Elang bertemu Senja di Gedung

Serbaguna. Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Ditempat inilah, untuk kali pertama aku terhipnotis pesona gadis manis kecil menawan. Kuingat benar saat gadis berkepang itu tersenyum kepadaku, dengan malu-malu aku menatapnya. Aih betapa hebat cinta pertama. Energi yang ditimbulkan mampu menjadi motor penggerak dalam menaklukkan segala tantangan. Dan di tempat inilah, di Gedung Serbaguna inilah semua rasa bermula” (S.P., 2013: 421).

Setelah peristiwa tersebut, tokoh Elang jatuh cinta pada Senja semenjak

pertama kali melihatnya. Namun, rasa cinta dan kagum Elang pada Senja bertepuk

sebelah tangan, sebab Senja lebih dulu dekat dengan Waris sahabatnya. Hal tersebut

dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Oh Tidak‼‼! Aku menggosok kedua bola mataku. Benarkah dia? Benarkah gadis itu Senja? Benarkah Waris akan memeluknya? Tidak bisa dicegah, aku pun terpelongo.

64

Duh Gusti ini mustahil”(S.P., 2013: 100).

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan bagaimana perasaan Elang

pada Senja, Elang cemburu ketika melihat kemesraan antara Waris dan Senja.

Namun, hubungan Waris dan Senja tidak bertahan lama, mereka dipisahkan oleh

takdir. Waris pergi meninggalkan Bukit Bayur karena mengikuti program

transmigrasi dan memilih untuk menjaga keluarganya. Waris tidak hanya

meninggalkan Bukit Bayur tetapi juga meninggalkan kisah cintanya bersama senja.

Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Satu adikku tewas sebagaimana Ayah. Sehingga, mau tak mau aku harus membawa Ibu dan adikku ikut bertransmigrasi. Nenek juga akan kami ikutkan transmigrasi. Aku tak punya siapa-siapa, tak punya apa-apa lagi, Lang. Nenek, Ibu, dan adikku, itulah satu-satunya harta yang kumiliki” (S.P.,2013: 178). “Aku pasti kembali Senja‼‼ Ris……tunggu‼! Riss tungggg…guu‼!.

Dengan mata dan kepala sendiri, aku menyaksikan drama sepasang kekasih yang dipisahkan oleh takdir. Tak sekedip mata pun aku berhenti mengamati sepasang kekasih itu benar benar terpisah”(S.P, 2013: 192). Sementara itu, disaat perpisahan Waris dan Senja yang dipisahkan oleh takdir.

Elang merasa senang atas kepergian Waris bertransmigrasi, sebab ia bisa dekat

dengan Senja. Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Akan kujaga Senja baik-baik, Ris. Tapi, kau harus berjanji. Kau akan kembali ke tempat ini kelak! Sambil tersenyum, aku meremas kedua bahunya. Entah kenapa aku suka dengan keputusannya pergi bertransmigrasi. Tentu alasan paling logis adalah karena aku bisa dekat dengan Senja. Aku memang bukan dirinya, yang berhati begitu putih. Sering kali aku berpikir picik, mau senang, dan menang sendiri” (S.P., 2013: 181).

65

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa cinta segitiga terjadi

antara Elang, Senja, dan Waris. Mereka sama-sama membuktikan keseriusannya.

Namun, hanya ada satu yang berhasil merebut hati Senja. Pengarang dalam

menyampaikan tema cerita tersebut secara eksplisit. Pengarang menyampaikan

melalui pemaparan sehingga pembaca dengan mudah langsung dapat memahaminya.

c) Masalah Pendidikan

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas terdapat

masalah pendidikan. Dalam rangka mewujudkan cita-cita Elang dan sahabat-

sahabatnya yaitu untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas,

seperti yang terjadi pada tokoh Empat Pawana, keadaan yang tidak layak serta

minimnya sarana dan prasarana justru mereka lalui setiap hari demi bersekolah

dan demi mewujudkan cita-cita mereka yang luhur, bahkan tokoh Empat Pawana

tidak takut menetang maut demi mewujudkan impian dan cita-citanya. Hal ini

diketahui dalam kutipan berikut.

“Bayangkan saja, pagi benar kami harus berjalan jauh untuk sampai di sekolah. Menuruni bukit, menembus hutan pinus, melewati tebing-tebing, menyeberangi sungai, menembus rapatnya kebun tebu, mengitung petak sawah dan ladang, setiap hari dan setiap pagi, setiap sore dan setiap hari, setiap hari dan setiap malam, sepanjang tahun selalu begitu”(S.P., 2013: 10).

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan minimnya sarana dan

prasarana yang dimiliki empat pawana, memaksa mereka harus berjalan puluhan kilo

demi sekolah dan demi pendidikan yang ingin mereka dapatkan. Hal tersebut mereka

jalani dengan sabar dan ikhlas. Pengarang juga mengambarkan keadaan masyarakat

Bukit Bayur yang masih tertinggal. Hal ini diketahui dalam kutipan berikut.

66

“Dalam pengalaman kolektif atau habitus dusun kami, masyarakat dusun kami sangat jauh dari peradaban”(S.P., 2013: 11).

Meskipun keadaan masyarakat yang tidak mendukung dan jauh dari

peradaban hal itu tidak menjadikan empat pawana menyerah begitu saja, justru

keadaan itu yang menguatkan tekad empat pawana untuk mendapatkan pendidikan

yang semestinya ia dapatkan. Alasan yang membuat mereka gigih berjuang demi

masa depan adalah tidak ingin disamakan dengan masyarakat Bukit Bayur yang

diseragamkan miskin dan buta huruf. Hal ini diketahui dalam kutipan berikut.

“Kami diseragamkan miskin dan kami pun diseragamkan buta huruf”(S.P., 2013: 57).

Keadaan masyarakat yang miskin dan tertinggal serta jauh dari harapan tidak

menjadikan Empat Pawana menyerah, justru mereka memiliki tekad yang kuat untuk

mengangkat masyarakat Bukit Bayur dari buta huruf dan kemiskinan. Dalam novel

Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menggambarkan dalam hal meningkatkan

kualitas sumber daya manusia yang berkualitas pemerintah juga memiliki peranan

yang pokok dalam hal itu, pemerintah wajib memberikan sarana dan prasarana yang

baik dalam terwujudnya pendidikan yang diharapkan. Hal ini diketahui dalam kutipan

berikut.

“Saat kelas dua kami sering berangkat siang hari. Menginggat ruang di sekolah kami harus bergantian dengan SD Satu Atap Sokawera. Kami pun belajar diruangan ini dengan ruang dan guru yang sama dari SD sampai SMP. Masuk sekolah siang kami harus rela pulang malam hari dan tentu saja orangtuaku mencak-mencak melihatku pulang malam hari, aku tidak boleh sekolah karena mereka pikir sekolah hanya menyita watu dan membuang waktu saja, mereka lebih suka anaknya menggembala domba, menyadap getah pinus dan menggarap sawah”(S.P., 2013: 64).

67

Dari kutipan di atas, cukup jelas diketahui bahwa pengarang menggambarkan

bahwa sarana yang diberikan pemerintah kurang memadai, karena tokoh empat

pawana harus bersekolah jauh dari desa mereka, bahkan harus bergantian ruang

dengan anak SMP.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita, sedangkan penokohan menunjuk

pada cara pengarang dalam menggambarkan sifat tokoh tersebut. Pada skripsi ini,

penulis tidak hanya memfokuskan pada tokoh utama, tetapi juga pada tokoh-tokoh

yang lain. Di bawah ini disajikan pembahasan data mengenai tokoh utama dan

penokohan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

1) Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam berbagai

peristiwadalam cerita. Jenis tokoh dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas sebagai berikut.

a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

terdiri dari beberapa orang, yaitu Elang, Tegar, Darwin, Waris, dan Senja. Hal ini

dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Aku dilema, aku menyikut lengan Waris agar dia memberikan suara. Dasar pendiam! Kalau tak ditabuh, tak bersuara. Waris mengeleng diliputi keraguan, lalu dengan setengah memekik ia memberikan jawaban. Aku masih sayang sama diriku sendiri Gar. Maaf, aku tak berani menembus hujan ini. Aku pilih berdiam di sini dan menunggu hujan reda. Kulihat Darwin tampak senang. Kini, dia mendapat satu suara. Tinggal aku” (S.P., 2013: 27).

68

Elang, Tegar, Darwin, dan Waris adalah tokoh yang sering muncul hampir

pada setiap bagian. Mereka memegang peranan penting dalam pembentukan alur

cerita. Mereka selalu ada dalam setiap permasalahan yang ada di dalam novel

tersebut. Selain Empat tokoh utama di atas pengarang juga memunculkan tokoh

Senja dalam cerita perjalanan Empat Pawana. Tokoh Senja menjadi salah satu

tokoh yang ikut berperan banyak dalam rangkaian cerita tersebut. Ia dimunculkan

sebagai bagian dari kisah-kisah romantika yang indah dalam novel Mahamimpi

Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas. Berikut merupakan kutipan yang

memunculkan tokoh Senja dalam cerita tersebut.

“Teman-teman perkenalkan, namaku Senja, aku pindahan dari Bandung. Rumahku di Wogen Legok, rumah Pamah Wijaya. Senja memulai sesi perkenalannya, kupasang indra mataku baik-baik dan tak kubiarkan satu informasi pun terlewatkan dari bocah bandung ini”(S.P., 2013:107).

Tokoh utama erat kaitannya dengan tokoh-tokoh lain/tokoh tambahan dalam

cerita tersebut. Tokoh tambahan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas yakni Pak Sapon, Ayah Elang, Ibu Elang, Ustaz Ahmad, Paman Wijaya,

Bu Guru Supriyatin, Kardi, dan Warsih. Berikut contoh kutipan dari salah satu tokoh

tambahan.

“Dan Pak Sapon tak berkedip memandangku, tatapan matanya bagai serigala lapar. Kurasai jantungku berdebar ketakutan. Apakah Empat Pawana juga dicurigai sebagai penjarah. Sehingga, pagi ini polisi hutan menyerang kami?”(S.P., 2013: 217).

Dalam kutipan di atas, digambarkan bahwa tokoh Pak Sapon, merupakan tokoh

yang sangat berpengaruh dengan tokoh utama. Tokoh-tokoh tersebut digambarkan

secara detail sehingga ikut dibahas lebih mendalam oleh penulis.

69

b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi oleh pembaca. Tokoh protagonis

dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yaitu Tegar.

Berikut contoh kutipan tokoh protagonis.

“Elang, kau harus lebih rajin belajar. Lebih semangat lagi. Supaya kau juga pintar, bisa mengikuti berbagai lomba di sekolah. Aku percaya, kalau kau sungguh-sungguh, Allah akan mempermudah jalanmu, kata Tegar dengan nada arif. Memang, berbeda dengan Darwin, Tegar selalu menasihatiku dengan cara yang sangat bijaksana” (S.P., 2013: 262).

Berbeda dengan tokoh protagonis, tokoh antagonis adalah tokoh yang selalu

menyebabkan konflik bagi tokoh protagonis. Tokoh antagonis dalam novel tersebut

adalah Pak Sapon. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Kuperingatkan kepada kalian, hei anak-anak kampung. Kalian jangan membuatku naik darah. Karena aku bisa membunuh kalian, nada bicaranya makin antagonis. Bertimbre berat, penuh penekanan. Mirip seorang diktator” (S.P., 2013: 218).

Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan tokoh Pak Sapon

mempunyai pengaruh buruk terhadap salah satu tokoh utama yaitu Empat Pawana.

Berdasarkan kutipan tersebut penulis menyimpulkan tokoh Pak Sapon merupakan

tokoh antagonis.

2) Penokohan

Cara atau teknik penggambaran tokoh dalam novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas melalui dua metode, yaitu dramatik dan analitik. Cara

atau penggambaran pelukisan tokoh akan dibahas sebagai berikut.

a) Elang

70

Elang merupakan tokoh utama. Dia adalah sosok lelaki yang penakut. Berikut

contoh kutipannya.

“Aku masih sayang sama diriku sendiri, Gar. maaf, aku tak berani an ini. Aku pilih berdiam di sini dan menunggu ujan reda” (S.P., 2013: 27).

Secara dramatik pengarang menggambarkan sifat Elang yang penakut

melalui cakapan antartokoh, yaitu antara Elang dan Tegar. Selain sifat di atas,

Elang juga mempunyai sifat cemburuan. Elang secara tegas mengaku merasa

cemburu karena Senja dekat dengan Waris. Sifat Elang yang cemburuan dapat

diketahui dalam kutipan sebagai berikut.

“Melihat itu, aku makin jengkel. Aku tahu aku marah, sebal, cemburu. Tanpa sepengetahuanku, Waris telah mencuri start mendekati gadis manis itu.” (S.P., 2013: 102-103)

Pengarang menggambarkan tokoh Elang dengan menggunakan teknik

analitik. Elang digambarkan secara langsung dan jelas memiliki sifat cemburuan.

Selain cemburuan, Elang juga mempunyai sifat baik kepada siapa pun. Salah satunya,

ia memberikan bantuan kepada Senja. Sifat Elang yang baik dapat diketahui pada

kutipan berikut.

“Sepuluh menit kemudian, pekerjaan selesai. Aku mengusap telapak tangan, merasa bangga karena telah menolong gadis manis kota itu. Terima kasih, ya, “kata Senja kepadaku disertai seulas senyum” (S.P., 2013: 97).

Secara dramatik pengarang menggambarkan sifat baik Elang yang memberikan

bantuan melalui cakapan antartokoh. Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan

tokoh Elang dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

digambarkan dengan menggunakan teknik dramatik. Pengarang membiarkan tokoh

Elang untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang

71

dilakukan dan melalui peristiwa yang terjadi. Dari beberapa peristiwa, pembaca dapat

menyimpulkan bahwa tokoh Elang mempunyai sifat yang baik, cemburuan, dan

penakut.

b) Tegar

Tegar adalah pemuda asli Bukit Bayur. Ia sosok lelaki yang tampan dan

mempunyai sifat suka memberi nasihat. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai

berikut.

“Ketahuilah dan sadarilah bahwa pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan. Rencana Tuhan berada di atas segala-galanya. Kau tidak boleh terus-terusan menyalahkan takdir. Jangan sekali-k Tuhan. Tapi sebaliknya, saat terkena musibah, berusahalah mengikhlaskan semua,” jawab Tegar, ia mendekat kepadaku” (S.P., 2013: 392).

Dalam kutipan di atas, secara dramatik pengarang menggambarkan

bagaimana sifat tokoh Tegar. Secara dramatik, Tegar mempunyai sifat suka memberi

nasihat. Selain itu, Tegar juga merupakan pemuda yang sabar. Ia selalu berusaha

untuk menyelesaikan masalah dengan tenang. Sifat Tegar yang sabar dapat dilihat

dalam kutipan berikut.

“Jangan, Win! sergah Tegar. Jangan! Islam tidak mngajarkan kita melawan kekerasan dengan kekerasan selagi masih bisa ditempuh dengan jalan damai. Tegar memeluk bagian pinggang darwin, memegangnya erat, berusaha mencegah pembakaran pos polisi itu” (S.P., 2013: 252-253).

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, penulis

menyimpulkan bahwa tokoh Tegar digambarkan dengan teknik dramatik. Pengarang

memberikan gambaran dari cakapan antartokoh. Tegar mempunyai sifat suka

72

memberi nasihat. Ia selalu menasihati sahabat-sahabatnya. Selain itu, ia juga sabar

dalam menanggapi masalah.

c) Darwin

Darwin merupakan sahabat terdekat Elang. Ia adalah pemuda cerdas, tetapi keras

kepala. Sifat tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Minggir, Gar! Minggir! Biar aku bakar bangunan milik Perhutani Hutan ini! Aku sakit hati, aku sakit hati!! Darwin terus memberontak. Tangan kanannya berusaha melempar bambu berapi ke atap pos polisi. Tapi, sekuat Tegar berusaha menahan. Ia menangkis bambu itu agar terjatuh dari genggaman Darwin“(S.P., 2013: 253).

Bentuk sikap keras kepala Darwin dapat dilihat pada kutipan di atas.

Pengarang menggambarkan tokoh Darwin secara dramatik atau tidak secara langsung

diceritakan oleh pengarang, tetapi melalui cakapan dan lakuan antartokoh.

Selain keras kepala, Darwin juga mempunyai sikap tidak mudah menyerah dengan

keadaan. Ia berusaha untuk mendapatkan keinginannya. Hal tersebut dapat diketahui

melalui kutipan berikut.

“Aku juara lagi. Aku juara! Pekik Darwin. Dengarlah ini, Pak Sapon! Aku akan mengubah Bukit Bayur menjadi orang pintar, aku akan mengajari mereka membaca dan menulis. Kau tidak akan bisa mempermainkan nasib kami lagi” (S.P., 2013: 258).

Sikap Darwin dalam kutipan di atas, digambarkan secara dramatik.

Pengarang memaparkan secara tidak langsung bagaimana sifat Darwin yang tidak

mudah menyerah. Dalam kutipan lain, ditunjukkan bahwa Darwin juga mempunyai

sifat humoris. Darwin menggoda Senja dengan candaannya. Sikap humoris Darwin

tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

73

“Lagi, Darwin bikin ulah. Selayaknya bintang film kondang, anak ini memamerkan peran protagonis sedang merayu gadis idaman. Senja, terimalah cintaku ini. Aku berjanji akan menjagamu hingga akhir hayatku. Terimalah cintaku, Gadis. Berkata demikian, Darwin berlutut di depan Senja seraya memberikan bunga bakung yang disahutnya dari selokan kecil di tepi jalan. Kacamata dan model rambutnya masih belum berubah. Aku geli menahan tawa, demikian juga Senja. Namun demikian, Darwin tetap percaya diri luar biasa” (S.P., 2013: 316).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa tokoh Darwin

digambarkan dengan teknik dramatik. Pengarang membiarkan tokoh Darwin untuk

menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan dan

melalui peristiwa yang terjadi. Dari beberapa peristiwa dapat disimpulkan bahwa

Darwin mempunyai sifat keras kepala, tidak mudah menyerah dan humoris.

d) Waris

Waris adalah pemuda pendiam dan mengalah. Ia merupakan lelaki yang tidak

banyak bicara. Namun, dibalik sikap pendiam dan mengalahnya, ia adalah lelaki yang

baik. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.

“Lalu pria menawan bernama Waris. Nama lengkapnya Waris Subekti. Waris yang tenang bagai Karimunjawa di tengah laut Jawa, selalu diam dan mengalah” (S.P., 2013: 40).

Pengarang menggambarkan sifat Waris sebagai lelaki yang pendiam dan

mengalah melalui teknik analitik. Sikap Waris secara langsung diceritakan oleh

pengarang. Akan tetapi, pengarang menggambarkannya dengan teknik cakapan.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat diketahui bahwa Waris mempunyai sifat

pendiam dan mengalah.

74

e) Senja

Senja merupakan sosok perempuan cantik. Selain berparas cantik, ia memiliki

sifat suka memberi nasihat. Ketika Darwin, melakukan kesalahan Senja

menasihatinya. Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Ya Allah, Win! Kau ini seperti bukan santri saja! gugat Senja. Islam melarang kita menipu, mencuri, merampok apalagi korupsi. Bahkan, hukum Islam mengajarkan, barang siapa mencuri maka tangan boleh dipotong agar tidak ada orang yang berani mencuri. Sehingga, jika tidak takut akan hukuman akhirat, ia akan jera karena tangannya dipotong. Kamu keterlaluan Win. Bukankah, baik Bu Guru Supriatin ataupun Ustaz Ahmad tidak pernah mengajari kita mencuri?”(S.P., 2013: 341).

Kutipan di atas merupakan penggambaran watak Senja yang suka memberi

nasihat melalui teknik dramatik. Pengarang tidak menjelaskan secara jelas dan

langsung, tetapi menjelaskan melalui cakapan antartokoh.

Selain suka memberi nasihat, Senja juga mempunyai sifat peduli dan suka membantu.

Ia selalu membantu Empat Pawana dalam keadaan apapun. Sifat Senja tergambar

dalam kutipan berikut.

“Kini kutemukan cara-cara Senja begitu menawan, cantik. Aku percaya, inilah cantik yang sesungguhnya. Sebab fisik bisa sja rusak, bisa saja pudar, bisa mengeriput, bisa saja hilang. Akan tetapi, hati yang putih akan selamanya menjadi pelita yang menerangi jalan hidup” (S.P., 2013: 138).

Penggambaran tokoh pada kutipan di atas, dijelaskan oleh pengarang melalui

teknik analitik. Pengarang memberikan deskripsi, uraian, dan penjelasan secara

langsung. Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Senja mempunyai sifat suka

memberi nasihat, peduli dan suka menolong.

75

f) Pak Sapon

Pak Sapon adalah seorang polisi hutan. Ia menjadi tokoh antagonis yang

mempunyai watak kasar dan pemarah . Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan

berikut.

“Kuperingatkan kepada kalian, hei anak-anak kampung. Kalian jangan membuat naik darah, karena aku akan membunuh kalian, nada bicaranya makin antagonis. Bertimbre berat, penuh penekanan. Mirip seorang diktator”(S.P., 2013: 218).

Secara dramatik pengarang menggambarkan watak Pak Sapon yang kasar

dan pemarah. Watak tokoh Pak Sapon dihadirkan oleh pengarang secara tidak

langsung. Selain kasar dan pemarah, Pak Sapon juga merupakan sosok yang licik.

Sifat Pak Sapon yang licik dapat dilihat melalui kutipan berikut.

“Akulah anak dari negeri Bukit Bayur, yang akan memerangi kelicikan orang-orang pintar yang bisanya membodohi orang-orang bodoh! Aku akan melawanmu, Pak Sapon! pekik Darwin.” (S.P., 2013: 258-259).

Berdasarkan kutipan di atas, disimpulkan bahwa tokoh Pak Sapon digambarkan

dengan teknik analitik. Pengarang memberikan deskripsi, uraian, dan penjelasan

secara langsung. Pada novel mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas,

tokoh Pak Sapon mempunyai watak kasar dan pemarah. Selain itu, ia juga merupakan

sosok yang licik.

g) Ibu Elang

Ibu Elang adalah sosok seorang Ibu yang memiliki sifat peduli. Ketika Elang dan

sahabatnya melakukan kesalahan. Ibu menunjukan sifat kepeduliannya terhadap

mereka. Sifat tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut.

“Lihat kelakuanmu itu, kelakuanmu Empat Pawana.

76

Bikin repot orang sedusun saja! Untung, Tegar tidak masuk jurang atau mati kesamber gledek atau mati terseret arus sungai.coba kalau mati, kau bisa dimusuhi seumur hidup sama Paman Sampid”(S.P., 2013: 50).

Kutipan tersebut berisi sikap Ibu Elang yang sangat peduli terhadap

anaknya. Cara pengarang menggambarkan watak Ibu dengan menggunakan teknik

dramatik, yakni melalui percakapan tokoh.

Pada kutipan novel tersebut, pengarang menggambaran tokoh Ibu secara dramatik.

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas pengarang

membiarkan tokoh Ibu Elang untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui

berbagai aktivitas yang dilakukan dalam berbagai peristiwa yang terjadi.

h) Ayah Elang

Ayah Elang merupakan seorang ayah yang memiliki sifat keras kepala dan

pemarah. Sifat keras kepala dan pemarah tersebut dapat diketahui dalam kutipan

berikut.

“PRANKKG!! dihantamkanlah meja kayu di depanku oleh Ayah, semua gorengan berhamburan, tidak cangkirku, tidak cangkir Ayah tumpah airnya dan menggelinding di lantai tanah. Kudua tangan ibuku melompat cepat menekan dada, mulutnya mendesiskan sesuatu, lantas menelan ludah penuh kegetiran. Aku memundurkan letak kursiku. Dadaku terlunjak, hatiku getir, aliran darahku mengalir deras, pipi-pipiku panas, tapi kurasai telapak tanganku sedingin es balok. Anak kecil, tahu apa! Jangan melawan nasihat orang tua! keras, getas. Ayah menjatuhkan tatapan mata serigala ke anak mataku. Kurasai gigi-gigi orang ini gemeletuk, lalu lanjutnya, kau itu air kencingku. Jangan mengajari orang tua yang sudah lahir mendahuluimu. Sudah sepintar apa kau selama mengaji? Merasa sudah paling pintarkah kau. Hinga biasa menasihati orang tua? tidak ada aturan, tidak ada buku yang mengajari, seorang anak menasihati orang tua”(S.P., 2013: 57-58).

77

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa tokoh Ayah Elang

digambarkan dengan teknik dramatik. Pengarang memberikan gambaran secara tidak

langsung. Ayah Elang mempunyai sifat keras kepala dan pemarah.

i) Bu Supriyatin

Bu Supriyatin adalah seorang guru SD. Ia merupakan seorang guru yang sangat

peduli. Ia selalu peduli kepada murid-muridnya. Bahkan, ketika Senja bercerita

bahwa ia seorang anak yatim piatu, Bu Supriyatin memberikan rasa kepeduliannya.

Berikut contoh kutipannya.

“Senja mengangkat wajah, kemudian tersenyum. Pipi-pipinya basah. Terbaca sekali ia habis menitikkan air mata. Bu Guru Supriatin pun berdiri, mendekati Senja. Lantas sambil mengulas senyum, beliau merangkul dan meremas-remas pundak Senja” (S.P., 2013:108).

Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa tokoh Bu Guru Supriyatin

digambarkan dengan teknik dramatik. Pengarang membiarkan tokoh Bu Supriyatin

untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui dialog antartokoh, berbagai aktivitas

yang dilakukan, dan melalui peristiwa yang terjadi.

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, tokoh Bu

Supriyatin mempunyai sifat peduli. Bu Supriyatin memberikan rasa kepeduliannya

ketika Senja bercerita bahwa ia seorang anak yatim piatu.

j) Paman Wijaya

Paman Wijaya merupakan seorang juragan yang menjadi jembatan ekonomi

antara petani dengan pasar. Ia mempunyai sifat baik dan ramah. Kebaikan dan

keramahan Paman Wijaya tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

78

“Paman Wijaya tertawa kecil dan menyalami kami, menanyakan bagaimana kondisi cuaca dusun kami, selanjutnya mengajak kami masuk ke balai terbuka di samping rumah”(S.P., 2013: 90).

Pada kutipan data tersebut pengarang menjelaskan bahwa tokoh Paman Wijaya

digambarkan dengan teknik dramatik, yakni dengan teknik cakapan dan lakuan

tokoh. Paman Wijaya mempunyai sifat yang baik dan ramah. Kebaikan dan

keramahan membuat hubungan Empat Pawana dengan Paman Wijaya makin akrab.

k) Pak Ahmad

Pak Ahmad adalah seorang ustaz. Ia merupakan seseorang yang baik. Kebaikan

tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Saya akan bantu semampu saya. Mungkin setiap hari, seminggu, dua minggu, atau sebulan sekali, saya akan memberikan ceramah di sana. Kita harus melangkah dengan perlahan-lahan” (S.P., 2013: 122).

Pada kutipan tersebut pengarang menjelaskan bahwa tokoh Pak Ahmad

digambarkan secara dramatik, yakni dengan teknik cakapan dan lakuan tokoh. Pak

Ahmad mempunyai sifat yang baik. Kebaikannya ditunjukkan dengan cara

membantu Empat.

l) Kardi

Kardi adalah teman Empat Pawana sewaktu duduk dibangku sekolah dasar. Ia

merupakan seorang sahabat yang baik. Kebaikan Kardi ditunjukkan ketika Elang

kelaparan saat mendaftar pekerjaan dan tak sengaja bertemu dengannya. Hal tersebut

dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Kardi menyeretku ke tempat semacam gudang yang terletak di lantai dasar gedung ini. Aku di jamu bermacam-macam makanan” (S.P., 2013: 409).

79

Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa tokoh Kardi digambarkan dengan

teknik dramatik. Pengarang membiarkan tokoh Kardi untuk menunjukkan kediri-

annya sendiri melalui dialog antartokoh, berbagai aktivitas yang dilakukan, dan

melalui peristiwa yang terjadi.

m) Warsih

Warsih merupakan seorang perempuan cantik yang memiliki sifat baik. Sifat

baik tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Dengan malu-malu aku pun mengakui bahwa aku belum sarapan, bahkan belum terpikirka untuk makan siang. Dan, hal yang paling membuatku shock adalah saat Kardi membawa perempuan cantik yang aku kenal. Warsih! Ya, perempuan itu Warsih” (S.P., 2013: 409).

Pada kutipan tersebut pengarang menjelaskan bahwa tokoh Warsih digambarkan

dengan teknik dramatik, yakni dengan teknik cakapan dan lakuan tokoh. Warsih

mempunyai sifat yang baik. Kebaikannya ditunjukkan dengan cara memberikan

makanan kepada Elang.

c. Alur

Alur dalam novel Mahamimipi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas tergolong

ke dalam alur maju. Pada alur ini, penceritaan dimulai dari tahap penyituasian, tahap

pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian.

Berikut ini pembahasan tahap alur dalam novel tersebut.

1) Tahap penyituasian (situation)

Pada bagian pertama pengarang mulai menggambarkan keadaan desa Bukit

Bayur, saat desa Bukit Bayur sedang dilanda kekeringan dan musim kemarau

80

yang tidak kunjung berakhir. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan novel di bawah

ini.

“Matahari sore menerpa tubuhku dengan kemilau cahaya yang lembut, tak sesilau tiga jam sebelumnya. Dan angin yang nakal menerbangkan rambutku hingga belahannya tercecah-cecah di seputaran tengkang mata dan jidat. Menerabas wajah. Kelopak mataku mengatup menikmati hembusannya. Kuhela nafas panjang, kupenuhi rongga dadadku hingga gembung. Kapuk randu yang terbuai, jatuh bergulung-gulung. Disaksikan seekor derkuku yang diam menekur. Tiga bocah berebut menangkapnya. Bocah-bocah lain bersuka cita menembangkan mantra ganjil pemanggil angin” (S.P., 2013: 1).

Pengarang juga menggambarkan kondisi Bukit Bayur yang mengalami

musim kemarau. Musim kemarau mengakibatkan tanah kering, daun-daunan

kering, dan sumber air yang tidak ada. Berikut kutipannya.

“Sementara itu, wajah bumi telah sepenuhnya mengeras. Cokelat kelabu warnanya, terhampar luas sebagai lautan kematian dibawah tangkupan langit lazuardi sawah-sawah dan empang kering krontang dan tak setitik air pun bisa ditemukan disana. Daun-daun jati dan mahoni terlihat kering dan melepuh wajahnya lalu jatuh setiap sore luruh bersama terpaan angin. Burung-burung pipit diam merana memandang sawah yang dulunya menghasilkan biji padi yang gemuk, kini menjelma menjadi padang kering yang mendekati kepunahan” (S.P., 2013: 5).

Pada kutipan novel di atas, pengarang menggambarkan keadaan yang

memperihatikan di Bukit Bayur, kekeringan yang sedang melanda desa tersebut

membuat ladang persawahan terlihat gersang dan mengering, dedaunan yang hijau

kini terlihat mengering mendekati kepunahan.

2) Tahap pemunculan konflik (generating circumstances)

Pada tahap ini masalah-masalah yang menyulut terjadinya konflik mulai

dimunculkan. Tahap ini berkesesuaian dengan tahap awal. Empat Pawana adalah

81

anak yang menjunjung tinggi nilai pendidikan baik itu bidang akademis ataupun

pendidikan religius, mereka bertekad kuat meraih cita-citanya dan impianya demi

mengislamkan masyarakat Bukit Bayur dari kepercayaan Dinamisme dan Animisme.

Empat Pawana selalu menjalankan aktifitasnya setiap malam, mereka selalu pergi

mengaji kedesa Wogen Legok demi pengetahuan ilmu yang ingin mereka dapatkan.

Peristiwa tersebut dapat diketahui pada kutipan di bawah ini.

“Seperti malam ini, pulang mengaji dari Wogen Legok, kami terjebak hujan lebat. Hanya kami berempat, pendekar Empat Pawana. Obor kami perlahan redup dan akhirnya mati tersiram air hujan. Germuruh berkepanjangan terdengar sangat mencekam, selain kami tak ada satu orang pun yang melintas ditempat sepi ini” (S.P., 2013: 17).

Ketika musim kemarau datang dan membuat sungai Kaligencar meluap

menyebabkan terjadinya perdebatan antara Empat Pawana. Berikut contoh

kutipannya.

“Sekarang saja air sungai kaligencar sedang meluap, Gar‼ Pasti itu‼ Lebih baik kita menunggu hujan reda saja, jadi walaupun sungai meluap setidaknya kita bisa mendayung dengan tenang. Darwin tetap kukuh dengan pendapatnya, ia akan tetap menggu hujan reda” (S.P., 2013: 22).

3) Tahap peningkatan konflik (rising action)

Tahap ini memunculkan masalah yang sudah meningkat bahkan muncul masalah

baru. Pada bagian ini, pengarang menceritakan kegigihan dan tekad Empat Pawana

yang kuat untuk mengislamkan Bukit Bayur, berbagai usaha telah empat pawana

lakukan tapi semua itu tidaklah seperti yang mereka harapkan, mereka justru

dianggap sebagi pemberontak, pembangkang dan pemecah persatuan masyarakat.

Mereka dimusuhi bahkan Empat Pawana juga dilarang untuk pergi mengaji dan.

Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

82

“Aku termenung di setiap penghujung malam, aku sedikit menyesal ternyata usaha empat pawana mengIslamkan Bukit Bayur dianggap sebagai pemberontak dan pemecah persatuan masyarakat. Kami dimusuhi oleh masyarakat kami sendiri apalagi jika kami mendalilkan ayat-ayat Allah”(S.P., 2013: 49).

Masalah lain datang dari orangtua mereka yang melarang untuk pergi

mengaji. Peristiwa tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Mulai sekarang jangan mengaji lagi!!!! lanjut ayah sengak. Lebih baik membantu menyadap getah pinus. Selain mendapatkan uang kau juga menjadi anak yang patuh, tidak berani melunjak seperti sekarang ini!!!!! Sejak kapan kau brani begini…!!!!? ”(S.P., 2013: 58).

Sementara itu, hubungan Empat Pawana dengan polisi hutan menjadi

semakin buruk disebabkan masjid yang mereka bangun dibakar. Berikut contoh

kutipannya.

“Dan inilah peristiwa kedua yang mengiris hatiku. Sekali lagi kubilang, barangkali aku masih terlalu kecil untuk mengalami peristiwa yang memilukan seperti ini. Persis didepan mataku, kobaran api telah membakar habis masjid sederhana milik kami. Pak Sapon‼ suara Darwin melengking” (S.P., 2013: 251)

Peristiwa pembakaran masjid tersebut menimbulkan konflik antara Empat

Pawana dengan polisi hutan. Berikut kutipannya.

“Keparat kau,…….Pak Sapon!!!........ Kalian mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan hak kalian. Kalian semua bisa dihukum. Kamilah, kami inilah yang berhak mengurus Bukit Bayur. Kalau kalian nekat membangun masjid ini maka aku tak segan untuk membakarnya. Suara Pak Sapon mantab menggelegar”(S.P., 2013: 218).

Ketika polisi hutan membakar masjid hasil jerih payah Empat Pawan pun

merasa sedih. Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Bersamaan dengan itu kerangka masjid pun roboh, kobaran api terus melalap masjid sederhana milik kami. Hatiku sangat pedih dan perih, kuingat kembali ketika darin menarik bambu dan ku

83

ingat kembali ketika Tegar menancapkan tiang utama masjid. Kini Semua telah menjadi api”(S.P., 2013: 251).

Berdasarkan paparan di atas, penulis menyimpulkan permasalahan Empat

Pawana jelas tergambar, larangan dan tantangan yang ada kian dipertunjukan,

permasalah dalam menjalankan misi mengislamkan Bukit Bayur tidak hanya datang

dari masyarakat saja, bahkan permasalahan juga datang dari keluarga dan orang tua

empat pawana. Peristiwa ini mengantarkan ke tahap selanjutnya, yaitu tahap

klimaks.

4) Tahap klimaks (climax)

Tahap ini merupakan puncak konflik dalam cerita. Pada tahap ini, permasalahan

kian rumit dan belum menemukan jalan keluar, namun tekad empat pawana

mengIslamkan Bukit Bayur begitu kuat yang hingga detik ini belum membuahkan

hasil. Kendati demikian empat pawana tidak patah semangat sampai begitu saja

empat pawana meminta pendapat dan nasihat dari Ustaz Ahmad yang selama ini

menjadi guru ngaji bagi mereka dan merupakan motivator bagi empat pawana.

Ustaz Ahmad merekomendasikan mereka untuk menuntut ilmu pada Kyai Nasir

dan meninggalkan Bukit Bayur untuk sementara waktu demi meraih impian yang

ingin mereka wujudkan yaitu mengislamkan Bukit Bayur. Hal tersebut dapat

diketahui melalui kutipan berikut.

“Bergurulah kepada Kyai Nasir, beliau memiliki sekolah Islam dan pondok pesantren serta gemar mendirikan masjid. Belajar kesana dan kuasai ilmu Islam, mintalah Kyai Nasir untuk mendirikan masjid di Bukit Bayur, dan kelak kalian yang akan mengajar di Bukit Bayur. Dan aku rasa ini adalah pilihan yang tepat dan masuk akal untuk mengIslamkan orang-orang Bukit Bayur. Ustaz Ahmad menepuk pundak Tegar dan Darwin secara bergantian, seolah beliau sedang mempercayakan nasib agama Islam di Bukit Bayur kepada kedua bocah jenius itu. Air matakupun menetes menyadari

84

kekalahanku aku merasa tidak berguna dan ingin mati saja”(S.P., 2013: 286).

Ketika Elang ditunjuk untuk menggantikan Tegar dalam pencarian Kyai

Nasir oleh Ustaz Ahmad. Peristiwa tersebut dapat diketahui pada kutipan di

bawah ini.

“Aku berjanji tidak akan mengecewakan kalian berdua, Akan ber-janji menjadi putra terbaik Bukit Bayur. Akan kubawa dan kuperjuangkan kampung kita hingga ke Istana Presiden sekalipun. Berjanjilah akan kembali ke Bukit Bayur, Elang‼ Kita harus kembali setelah menjadi sarjana, sahut Tegar” (S.P., 2013: 396).

Dari kutipan di atas, usaha empat pawana untuk memperjuangkan desa Bukit

Bayur cukup jelas. Empat Pawana tidak segan meninggalkan kampung halamanya

demi menuntut ilmu, dan berjuang mengIslamkan masyarakat Bukit Bayur.

5) Selesaian (denoument)

Pada tahap selesaian, peristiwa mulai menurun tidak ada perubahan tanpa adanya

perjuangan, dan tidak ada perjuangan tanpa adanya cinta, tidak ada cinta tanpa

adanya kesamaan cita-cita dan tidak ada cita-cita tanpa adanya perasaan senasib.

Itulah prinsip yang senantiasa dipegang oleh tokoh Elang dalam memperjuangkan

cita-cita dan harapannya selama ini, hingga pada suatu ketika Elang kembali ke

desa Bukit Bayur dengan harapan yang telah ia wujudkan, Elang memenangkan

sidang gugatan sengketa lahan masyarakat Bukit Bayur dengan pihak perusahaan

hutan.

Dari situlah permasalahan-permasalahan yang ada selama ini mencapai titik

terang dan menemui jalan keluarnya, untuk memberikan perubahan pada

masyarakat Bukit Bayur dan mewujudkan cita-cita Empat Pawana selama ini. Hal

itu sesuai dengan kutipan di bawah ini.

85

“Sembilan bulan berlalu akhirnya PN Banyumas mengabulkan gugatanku, menunda keberangkatanku saat itulah aku mulai menemukan titik terang. Aku menunda keberangkatanku ke Jerman demi menghadiri kasus itu. Selepas menyelesaikan sengketa lahan dengan perusahaan hutan nanti, aku harus kembali ke Jerman melanjutkan studi S3”(S.P., 2013: 418).

Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa titik alur

mulai menurun setelah klimaks. Penyelesaian digambarkan oleh Elang yang pada

akhirnya dapat membebaskan tanah Bukit Bayur. Selain itu, Elang akhirnya menikah

dengan Senjadan kembali berkumpul dengan Empat Pawana.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahap selesaian,

bagian akhir atau penutup cerita mengandung penyelesaian masalah yang melegakan.

Dalam novel ini, pada bagian akhir diceritakan bahwa Elang benar-benar mau

menerima tantangan dari Senja. Kesungguhan dan ketulusan Elang membuat ia

berhasil mewujudkan semua keinginannya.

6) Unsur kemenarikan alur

Unsur kemenarikan/keindahan alur dalam novel Mahamimpi Anak Negeri tidak

terlepas dari adanya peristiwa yang menyebabkan tegangan (suspens), peristiwa yang

mengakibatkan daya duga bayang (foreshadowing), dan dari peristiwa yang

menimbulkan kejutan (surpise). Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas, unsur keindahan alur sebagai berikut.

a) Tegangan (suspens)

Tegangan merupakan peristiwa yang membangkitkan rasa ingin tahu pembaca.

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, berbagai macam

konflik dan tegangan yang dihadirkan menguras emosi pembaca. Tegangan dalam

86

novel ini terjadi ketika diawal cerita Waris pergi transmigrasi dan meninggalkan

Elang, Tegar, Darwin, Senja. Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Maka, ketika aku menyaksikan Waris menaiki bak truk dengan payah, memanjat, bergelantungan dibantu oleh uluran tangan ibunya. Aku ingin menangis sejadi-jadinya. Aku ingin berteriak, kurasai seluruh tubuhku lunglai. Anak-anak itu bahu-membahu agar waris bisa naik ke atas truk. Hatiku makin giris ketika menyaksikan Waris nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan, ibunya menjerit disertai tangisan, semua orang ketika menyaksikan Waris nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan, ibunya menjerit disertai tangisan, semua orang di dalam bak truk membuat menaikkan Waris. Inilah drama yang sesungguhnya. Inilah kenyataan yang harus di terima dengan hati yang lapang, ketika pertemuan dan perpisahan saling memeluk” (S.P., 2013: 188 ).

Ketika Waris mengikuti program transmigrasi, semua Empat Pawana

merasa kehilangan begitu pula dengan Senja. Seperti pada kutipan berikut.

“Senja !! Selamat tinggal , Senja... !!! pekik Waris. Truk terus melaju, sama sekali tak menghiraukan kehadiran dan teriakan Senja. Aku, Tegar, dan Darwin berhenti. Menunggu Senja. Waris !!! Dengan payah, Senja mengejar truk yang terus melaju. Berlari kencang. Selamat tinggal, Senja.....aku pasti kembali! (S.P., 2013: 190).

Kutipan peristiwa di atas, berisi ketegangan yang memilukan saat anggota

Empat Pawana harus berpisah dengan Waris, sebenarnya apa yang akan terjadi

pada Empat Pawana ketika Waris pergi. Pada kutipan lain juga ditunjukkan

tegangan, yakni ketika konflik dengan Pak Sapon, ketua kesatuan polisi hutan

yang tega membakar masjid bambu hasil jerih payah Empat Pawana. Hal tersebut

dapat diketahui dalam kutipan berikut.

87

“Dan inilah peristiwa kedua yang mengiris hatiku. Sekali lagi kubilang, barangkali aku masih terlalu kecil untuk mengalami peristiwa memilukan seperti ini. Persis di depan mataku, kobaran api telah membakar habis masjid sederhana milik kami. Pak Sapon! suara Darwin melengking. Keparat kau, Pak Sapon!!! Bersamaan dengan itu, kerangka masjid terakhirpun roboh. Kobaran api terus membara. Hatiku sangat pedih menyaksikannya. Kuingat kembali semangat Darwin menebang bambu itu. Kuingat kembali saat Tegar memacangkan tiang utama Masjid. Kini, semua menjadi api. Pak Sapon! Ini tanah kami. Ini tanah kami! Kami yang berhak atas tanah ini! Kami bebas menanam segala macam tanaman, sesuka kami. Kami bebas membangun apa saja. Temasuk membangun masjid. Apa saja, sesuka kami. Kamilah pewaris sah tanah ini, Pak Sapon! Lihat ini! Akan kubakar semua milik Perusahaan Hutan! Lihat ini Pak Sapon!”(S.P., 2013: 251-252).

Dalam permasalahan yang lain juga terdapat tegangan, yakni saat Elang,

Darwin, dan Senja melakukan perjalanan untuk menemukan Kyai Nasir untuk

memperdalam ilmu agama. Namun, segala kesulitan mereka alami saat mencari

Kyai Nasir. Berikut kutipannya.

“PRANKK!! Suara besi yang diempaskan ke lantai terdengar begitu nyaring, kami yang berada di dalam bak truk nyaris terlonjak. Ya Tuhan, ya Tuhan, Ya Tuhan. Maafkan aku bodoh! Ujar darwin kepadaku kemudian kepada senja, Maafkan aku Senja. Tadi, aku ketahuan mencuri makanan. Aku pikir kita tidak bisa bertahan lama dengan persediaan uang logam yang kita miliki sekarang. Makanya, aku nekat mencuri, eh tahunya malah jadi buronan. Aku menyesal, aku minta maaf” (S.P., 2013: 340-341).

Berdasarkan kutipan novel di atas, ditunjukkan tegangan bagi pembaca bagaimana

kelanjutan cerita tersebut. Pembaca penasaran apakah Elang, Darwin dan Senja dapat

menemukan Kyai Nasir. Berdasarkan paparan kutipan di atas, di dalam novel

88

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas banyak ditemukan konflik yang

dapat menimbulkan tegangan.

b) Daya duga bayang (foreshadowing)

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, daya duga

bayang (foreshadowing) sangat dekat dengan alam, daya kreativitas dan kepiawaian

pengarang mampu mengemas alam menjadi sesuatu yang menawan, suasana alam

Bukit Bayur diungkapkan melalui deskripsi yang jelas memberikan kesan mendalam

bagi pembaca.

Pada bagian ini, pengarang menceritakan keindahan alam di Bukit Bayur. Alam

yang masih asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang jernih.

Berikut kutipannya.

“Bukan hanya berdaun lebat dan rimbun, pohon bacang ini juga sudah berbuah, duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yang menjalar di tepian sawah. Aliran empang itu membelah sawah-sawah, berkelok memutari kaki bukit” (S.P., 2013: 125).

“Kawanan pipit terjun dari langit dan bersukacita mendapati lautan padi yang terhampar luas meskipun sebenarnya hanya diperlukan sejimpit biji padi untuk membuatnya kenyang” (S.P., 2013: 79).

“Dari balik rumpun bambu yang tidak kuketahui, terdengar suara burung sikatan menciat-ciat. Aku yakin ia terusik kehadiran kami, atau bisa jadi sarangnya tersembunyi di antara daun bambu yang kami tebang. Meranalah ia” (S.P., 2013: 196).

Dalam beberapa kutipan di atas, terbukti bahwa keindahan Bukit Bayur

masih sangat alami. Alam yang asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan

aliran air yang jernih. Keindahan tersebut menandakan Bukit Bayur adalah tempat

terpencil yang jauh dari keramaian kota. Dengan penggambaran kutipan tersebut

pembaca bisa membayangkan keindahan alam Bukit Bayur.

89

Dalam novel ini, pembaca juga dibuat penasaran dengan akhir cerita

seperti apa dan pembaca akan menduga-duga jalannya cerita berakhir happy

ending atau sad ending. Hal tersebut dapat diketahui pada kutipan di bawah ini.

“Dan inilah kisah paling memilukan selama menjadi seorang pencari kerja. Karena aku telah kehilangan ideology sebagai seorang idealis, tidak tanggung-tanggung bidang kerja yang memanggilku kali ini dari sektor marketing. Sungguh melenceng jauh dari disiplin ilmu yang kugeluti. Akan tetapi, sekali lagi kubilang, masa bodoh dengan ideology. Tuntutan hidup telah membuatku begini” ( S.P., 2013: 406).

Dari kutipan di atas, terbukti bahwa jalan cerita tidak mudah ditebak. Elang yang

telah menempuh pendidikan S1 tidak menjamin dirinya mudah diterima bekerja.

Berbagai kesulitan dihadapi oleh Elang. Kesulitan itu tidak membuat dirinya putus

asa, melainkan menambah semangat dalam dirinya. Dari kesulitan-kesulitan tersebut,

pembaca tidak dengan mudah menebak jalan cerita tersebut berakhir happy ending.

c) Kejutan (surpise)

Kejutan (surprise) yang dapat ditemukan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas. Dalam novel ini kejutan yang ditampilkan oleh

pengarang kepada pembaca adalah pada saat hilangnya Senja saat bermain petak

umpet pada malam hari di kandang sapi. Berikut kutipannya.

“Kembalilah, Senja.. teriakku. Tuhanku! Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin senja hilang, mana mungkin Senjadiculik, siapa yang menculik di kebun lengang begini. Ingin sekali kusalahkan Darwin. Dialah biang kerok semua ini, dialah yang mengajak kami bermain petak umpet. Senja!! Di mana kau, Senja” (S.P., 2013: 373).

Selanjutnya, pengarang tiba-tiba memunculkan Senja kembali dalam novel

tersebut bahwa Senja telah menempuh pendidikan S2 di Mesir. Hal ini dapat

diketahui melalui kutipan berikut.

90

“Setelah SMA, Senja mendapatkan beasiswa dari Kedutaan Besar Mesir untuk belajar di universitas Al-Azhar. Ia menjadi mahasiswi Fakultas Dirasat Islamiyah. Di kota Alexandria atau Iskandariyah, ia menghabiskan masa kuliah. Ia melanjutkan SMA di kota lain setelah peristiwa “hilang” saat bermain petak umpet bersama Empat Pawana” (S.P., 2013: 403).

Berdasarkan paparan peristiwa di atas, penulis menyimpulkan bahwa novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas menggunakan alur maju

walaupun pada penyituasian sudah dihadirkan konflik. Akan tetapi, konflik

tersebut sebagai awal situasi sebelum pemunculan konflik yang lain muncul.

d. Latar

Latar berkaitan dengan segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan

dengan ruang, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam karya sastra yang

membangun latar cerita. Unsur latar dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas dibagi ke dalam tiga bagian yakni latar tempat, latar waktu,

dan latar sosial.

Latar dalam novel tersebut ada yang dihadirkan secara utuh dan jelas, tetapi ada

juga yang dihadirkan secara tidak utuh dan tidak jelas. Penggambaran latar di dalam

cerita dilakukan dengan memperhatikan fungsi latar itu sendiri yakni metafora dan

atmosfer. Bagian latar dalam novel tersebut dipaparkan pada pembahasan di bawah

ini.

1) Latar tempat

Latar tempat yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas sebagai berikut.

91

a) Bukit Bayur

Ketika pengarang mengambarkan Bukit Bayur kepada pembaca. Berikut

contoh kutipannya.

“Cokelat kelabu warnanya. Musim penghujan nanti, jajaran bukit itu akan berubah menjadi permadani hijau yang di bentangkan di sepanjang garis cakrawala utara. Tepat di tengah-tengah itulah letak dusun kami, Bukit Bayur” (S.P., 2013: 11-12).

Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat

berupa Bukit Bayur dihadirkan secara utuh dan jelas oleh pengarang. Fungsi latar

dalam kutipan di atas berfungsi sebagai metaforik karena secara jelas latar dalam

kutipan tersebut menggambarkan keadaan dan suasana Bukit Bayur. “Cokelat

kelabu warnanya” menggambarkan musim kemarau, ditambah beberapa gambaran

yang menanti hujan turun di Bukit Bayur.

b) Hutan Pinus

Ketika Empat Pawana menunggu musim penghujan datang, tiba-tiba wajah

Elang kejatuhan air hujan kemudian Waris. Darwin dan Tegar pun segera berlari

menuju Hutan Pinus. Latar tersebut dapat diketahui dalam kutipan di bawah ini.

“Derapnya berlari bagai kuda quarter horse memacu langkah, berderap cepat memasuki hutan pinus. Menuju puncak altitude tertinggi” (S.P., 2013:16).

Dalam kutipan di atas, pengarang menghadirkan latar tempat hutan pinus tidak

dihadirkan secara utuh dan jelas. Latar tersebut tidak dijelaskan secara detail, hanya

disebutkan namanya saja

c) Wogen Legok

Ketika Empat Pawana pergi mengaji ke Wogen Legok. Akhirnya, terjebak hujan

di sana. Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

92

“Seperti malam ini, pulang mengaji dari Wogen Legok kami terjebak hujan lebat. Hanya kami berempat, pendekar Empat Pawana. Obor kami perlahan-lahan redup, lalu akhirnya mati tersiram air hujan” (S.P., 2013:17).

Dalam kutipan di atas, pengarang memberikan gambaran tentang bagaimana

suasana di Wogen Legok. Penggambaran suasana terlihat lebih jelas dengan

adanya kata “seperti malam ini” menjadi alasan Empat Pawana untuk berada di

Wogen Legok.

d) Rumah Paman Wijaya

Rumah Paman Wijaya merupakan tempat yang biasa dikunjungi oleh anak-

anak untuk acara menonton televisi bersama. Hal tersebut dapat diketahui melalui

kutipan di bawah ini.

“Pagi masih lenggang ketika kami sampai di rumah Paman Wijaya. Tidak ada seorangpun di sini. Lenguhan sapi, kicau burung perkutut, dan embek kambing sempat menjadi bahan obrolan kami sambil menunggu acara menonton televisi dimulai” (S.P., 2013:89).

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menghadirkan latar tempat

rumah Paman Wijaya secara utuh dan jelas. Pengarang menjelaskan secara jelas

gambaran umum rumah Paman Wijaya bahwa di sana terdapat banyak hewan

peliharaan.

e) Sekolah

Ketika Bu Guru Supriyatin memasuki ruang kelas, semua murid-muridnya

dalam keadaan gaduh. Berikut kutipannya.

“Bu Guru Supriyatin memasuki ruang kelas, kami semua masih gaduh” (S.P., 2013:103).

93

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan tentang suasana bagaimana

suasana di ruang kelas. Penggambaran suasana terlihat lebih jelas dengan adanya kata

“gaduh”. Pada novel tersebut, fungsi latar yang digambarkan oleh pengarang

berfungsi sebagai atmosfer.

e) Masjid

Ketika Ustaz Ahmad selesai ceramah, santri-santri menyalaminya setelah itu

para santri keluar masjid. Peristiwa tersebut dapat diketahui pada kutipan berikut.

“Maka selesailah ceramah Ustaz Ahmad tentang pertempuran Qadisiya di bawah pimpinan Khalifah Umar Ibn Al-Khattab. Santri-santri menyalami Ustaz Ahmad penuh takdim. Setelahnya mereka berhamburan keluar dari masjid”(S.P., 2013:119).

Dari kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat berupa

Masjid dihadirkan secara utuh dan jelas oleh pengarang. Fungsi latar dalam kutipan di

atas berfungsi sebagai metaforik.

f) Bukit Warengan

Bukit Warengan merupakan tempat tinggal keluarga Waris. Bukit Warengan luluh

lantak karena bencana alam. Latar tersebut dapat diketahui pada kutipan di bawah ini.

“Tuhan, hari ini Bukit Warengan luluh lantak, gempa bumi dan tanah longsor menghabisi segalanya, rumah-rumah rata dengan tanah. Susah payah, warga menyelamatkan diri dan keluarganya. Beberapa dari mereka mati terkubur bersama harta benda dan rumah-rumah” (S.P., 2013:174).

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang dalam menghadirkan latar

tempat Bukit Warengan secara utuh dan jelas. Pengarang menjelaskan secara jelas

gambaran umum Bukit Warengan. Fungsi latar dalam kutipan di atas, berfungsi

sebagai metaforik karena jelas

94

g) Purwokerto

Untuk pertama kalinya Elang, Darwin, dan Senja menginjakan kaki di

Purwokerto. Latar berupa Purwokerto dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Ini Purwokerto, Dik‼! Jawabnya singkat. Purwokerto, wah hebat! aku kembali menginjakan kaki di kota ini. Benar ini Purwokerto, kota satria. Kota kelahiran Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia itu” (S.P., 2013: 313).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat yang

berupa Purwokerto dihadirkan secara utuh. Latar tersebut dijelaskan secara rinci.

Fungsi latar di atas, berfungsi sebagai metaforik.

h) Kebun

Pada saat Darwin mendapatkan piagam, tak henti-hentinya ia mengekspresikan

rasa kegembiraannya bersama Tegar dan Elang . Hal tersebut dapat diketahui melalui

kutipan berikut ini.

“Di kebun ini, di bawah pohon nangka yang rindang aku beristirahat. Setidaknya, dengan berteduh di bawah pohon rindang, kami akan mendapat asupan oksigen yang lebih dari cukup” (S.P., 2013: 259).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan latar tempat berupa kebun dihadirkan

secara utuh dan jelas. Pengarang dalam menggambarkan latar tempat kejadian

pada kutipan dijelaskan secara detail, tetapi pengarang menjelaskan keadaan

pohon yang rindang.

i) Pasar Sokaraja

Ketika Elang, Darwin, dan Senja lari dari orang-orang yang mengejarnya akibat

Darwin mencuri makanan. Latar berupa pasar Sokaraja dapat diketahui pada kutipan

di bawah ini.

95

“Akhirnya pasar Sokaraja telah jauh kami tinggalkan. Kami diangkut truk bermuatan seekor sapi menuju tempat yang entah kami tak tahu ke mana melaju” (S.P., 2013: 341).

Pengarang dalam menghadirkan latar tempat pasar Sokaraja tidak dihadirkan

secara utuh dan jelas. Pengarang dalam menggambarkan latar tersebut tidak

menjelaskan secara detail, hanya disebutkan latar tempatnya saja.

j) SMA N Baturaden

SMA N Baturaden merupakan sekolah Elang, Tegar, dan Darwin. Di sana mereka

belajar untuk mewujudkan cita-cita. Berikut contoh kutipannya.

“Setelah digembleng di SMAN 1 Baturaden, inilah hasilnya. Sikap Nasionalisme, prestasi akademis, dan kecerdasan rohaniku meningkat drastis” (S.P., 2013: 397).

Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat

yang berupa SMA N Baturaden tidak dihadirkan secara utuh dan jelas. Pada novel

tersebut, fungsi latar yang digambarkan oleh pengarang berfungsi sebagai metaforik.

Pengarang menjelaskan tidak secara jelas gambaran umum SMA N Baturaden.

k) Jakarta

Ketika Elang lulus dari kuliah, dia susah payah mencari pekerjaan tak terkecuali

Jakarta menjadi tempat beradu nasib. Latar berupa Jakarta dapat diketahui melalui

kutipan berikut ini.

“Sepanjang perjalanan aku menangis. Kutengok dadaku sendiri, siapa aku di kota metropolitan Jakarta ini? Dan setiap perempatan kota, menghadangku dengan kemacetan. Jakarta edan kau!” (S.P., 2013: 407).

Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat

yang berupa Jakarta dihadirkan secara utuh dan jelas. Pada novel tersebut, fungsi latar

yang digambarkan oleh pengarang berfungsi sebagai metaforik. Pengarang

96

menjelaskan secara jelas gambaran umum keadaan Jakarta yaitu penuh dengan

kemacetan.

2) Latar Waktu

Latar waktu yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas berfungsi sebagai pengedepanan secara difus. Latar waktu

tersebut menunjukkan cuaca tertentu. Berikut adalah pembahasannya.

a) Pagi

Pagi harinya, Elang kaget ketika dimarahi ayah ibu. Ayah ibu memarahi Elang

karena tidak mendengarkan larangan untuk tidak pergi mengaji. Hal tersebut dapat

dilihat dari kutipan berikut.

“Seperti pagi ini misalnya, ayah ibu mencak-mencak dan menjadikan mengaji sebagai kambing hitam. Bagi mereka, musibah yang dialami Tegar semalam semata-mata disebabkan oleh kengototan kami menjalani rutinitas mengaji”(S.P., 2013: 49).

Dari kutipan tersebut, penulis berpendapat bahwa pengarang dalam

menghadirkan latar waktu yang berupa pagi hari tidak dihadirkan secara utuh dan

jelas. Pengarang tidak menjelaskan secara detail bagaimana keadaan dan suasana

pada waktu pagi hari, tetapi hanya memaparkan keadaan Elang pada saat itu.

b) Sore

Ketika Elang bermain layang-layang di sore hari dengan cuaca yang cerah.

Selanjutnya, anak-anak Bukit Bayur menerbangkan layang-layang dengan bantuan

angin. Berikut kutipannya.

“Matahari sore menerpa tubuhku dengan cahaya yang kemilau dan lembut tak sesilau tiga jam sebelumnya. Dan angin yang nakal menerbang-nerbangkan rambutku hingga belahannya tercecah-cecah di seputar tengkang mata dan jidat” (S.P., 2013:1).

97

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menghadirkan latar waktu

sore hari dihadirkan secara utuh dan jelas. Pengarang menjelaskan gambaran di

waktu sore yang membuat pembaca seolah-olah berada dan ikut terlibat dalam

cerita. Dalam hal ini, pengarang mampu mengajak pembaca untuk memainkan

imajinasinya. Dijelaskan bagaimana keadaan dan suasana sore hari. Mulai dari

gambaran cahaya yang lembut, ditambah angin yang menerpa tubuh dan rambut

Elang.

c) Malam

Darwin mengajak berlayar malam hari mengikuti aliran sungai Kaligencar,

Elang langsung menolak ajakan Darwin, tetapi karena pertimbangan esok hari

libur, Tegar dan Waris menerima ajakan Darwin. Hal tersebut dapat dilihat pada

kutipan di bawah ini.

“Suatu malam saat purnama bulat sempurna, Darwin mengajakku pergi berlayar. Tentu saja aku menolak ide gila itu. Ia cetuskan ketika kami saling mendayung sauh sepulang mengaji. Darwin ngotot membelokkan perahu mengikuti ke mana arus mengalir, dan aku terpaksa mengalah karena suaraku menjadi suara minoritas. Dua temanku yang lain, Tegar dan Waris, menyetujui usulain Darwin dengan pertimbangan esok hari adalah hari libur” (S.P., 2013: 37).

Dalam kutipan novel di atas, pengarang dalam menghadirkan latar waktu yang

berupa malam hari dihadirkan secara utuh dan jelas. Latar tersebut dijelaskan

secara rinci. Dalam hal ini, pengarang mampu mengajak pembaca untuk

memainkan imajinasinya. Dijelaskan bagaimana keadaan dan suasana malam hari.

Mulai dari gambaran bulan pada kata “saat purnama bulat sempurna”.

98

d) Hari

Elang menceritakan perjalanan Empat Pawana untuk mengaji kepada Senja.

Senja salut dengan keberanian mereka untuk mengislamkan orang-orang Bukit

Bayur. Berikut kutipannya.

“Setiap hari, kami melewati jalan ini, Senja. Menyusuri jalan ini adalah tawa kami. Melintasi jalan ini adalah nyawa kami. Garansi bagi kami untuk menjadi manusia yang lebih baik. Kami mencintai dusun kami. Kami mencintai perjalanan kami!” (S.P., 2013: 135).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar waktu yang

berupa hari tidak dihadirkan secara utuh dan jelas. Pengarang tidak menjelaskan

secara lebih rinci mengenai hari tersebut, tetapi hanya menyebutkan latar waktunya

saja.

3) Latar Sosial

Latar sosial dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan. Selain itu, latar sosial

juga berhubungan dengan tingkatan ekonomi. Pembahasan latar sosial yang

terdapat dalam novel tersebut antara lain:

a) Seorang Ibu

Ibu adalah seorang perempuan Jawa yang masih memiliki sopan santun tinggi.

Sebagai orang Jawa, ia masih percaya dengan adat kesopanan. Apapun yang

dilakukannya, ibu selalu mendahulukan orang yang lebih tua. Hal tersebut terbukti

pada kutipan di bawah ini.

“Jangan sembrono, kata Ibu. Jangan mendahului yang lebih tua, ayah belum mengambil satu pun, berani-beraninya anak mengambil duluan. Sembrono itu namannya, Le” (S.P., 2013: 51).

99

Pada kutipan novel di atas, pengarang menggambarkan tokoh Ibu memiliki sopan

santun yang baik. Sopan santun Ibu membuat Elang mendengarkan perkataanya. Sifat

Ibu dalam kutipan di atas dihadirkan secara utuh dan jelas.

b) Seorang Guru

Guru adalah seorang perempuan yang memiliki kepedulian tinggi. Sebagai

seorang guru, ia sangat dicintai oleh murid-muridnya. Hal tersebut terbukti pada

kutipan di bawah ini.

“Selamat Pagi, anak-anak. Berujar demikian, Bu Guru Supriyatin duduk dikursinya. Kini, aku yakin beliau suda bisa tenang. Ia tersenyum mendengar beberapa anak emas menanyai soal-soal sepele namun cukup menjadi bukti betapa cintanya anak-anak ini kepada beliau” (S.P., 2103: 105).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar sosial seorang

Guru dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas digambarkan

secara tidak utuh oleh pengarang. Latar sosial tersebut tidak dijelaskan secara detail,

tetapi hanya disebutkan sebagai guru yang dicintai murid-muridnya.

c) Seorang Polisi Hutan

Pak Sapon adalah salah satu polisi hutan di Bukit Bayur. Ia bertugas untuk

mengamankan hutan dari para penjarah. Hal tersebut dapat diketahui pada kutipan

berikut.

“Sebentar, sebentar. Biar aku ceritakan sedikit siapa Pak Sapon. Tentu sebelumnya sudah tahu, Perusahaan Hutan mempunyai kesatuan polisi yang disebut polhut. Kepanjangan, polisi hutan. Kesatuan polisi hutan ini bertugas mengamankan hutan dari para penjarah” (S.P., 2013: 216).

100

Berdasarkan kutipan novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar sosial

seorang polisi hutan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas dihadirkan secara tidak utuh oleh pengarang. Latar sosial tersebut

tidak dijelaskan secara detail, tetapi hanya disebutkan bahwa Pak Sapon

merupakan salah satu polisi hutan yang melindungi hutan dari para penjarah.

d) Seorang Kompeni

Kepanikan Ruud Joey Suk terjadi saat ada program transmigrasi dari Pemerintah.

Ia akan kehilangan para pekerja penjarahan. Hal tersebut tergambar dalam kutipan di

bawah ini.

“Ruud Joey Suk adalah orang yang menentang transmigrasi. Pasalnya, orang ini merasa telah menemukan rekan yang tepat untuk melakukan penjarahan hutan. Jika transmigrasi benar-benar terjadi, ia akan kehilangan para pekerja penjarahan, yakni orang-orang Bukit Bayur” (S.P., 2013: 153).

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan latar sosial seorang

kompeni dalam novel Mahamimpi Anak Negeri dihadirkan secara utuh. Kompeni

digambarkan mempunyai sifat yang tidak baik.

e. Majas

Majas adalah bahasa kias yang dipergunakan untuk memperoleh efek tertentu

dari suatu benda atau hal yang dengan cara membandingkannya dengan benda

atau hal lain yang lebih umum. Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas, di dalamnya ada majas sebagai berikut.

101

a) Personifikasi

Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mengungkapkan atau

mengutarakan sesuatu benda dengan membandingkannya dengan tingkah dan

kebiasaaan manusia. Berikut kutipannya.

“Riak air sungai memantulkan sinar rembulan yang tersenyum di atas awan, bentuk wajah rembulan tampak pipih, memanjang pecah-pecah, dan terbelah akibat riak air yang bergoyang-goyang” (S.P., 2013: 37-38).

Dalam kutipan di atas, personifikasi mempunyai fungsi untuk

menghidupkan gambaran dari obyek yang dilukiskan dengan tingkah laku seperti

manusia. Pengarang menggambarkan dengan kata “sinar rembulan yang

tersenyum.” Selain “sinar rembulan yang tersenyum”, pengarang juga

menggambarkan majas personifikasi dengan yang lain. Berikut contoh pada

kutipannya.

“Petir mulai menggelegar. Hujan begitu deras, aku menembus kerapatannya dengan hati terluka. Bukit-bukit mulai mengigil. Sore pun membeku seiring terdengar tangisanku di bawah hujan” (S.P., 2013: 160).

Dalam kutipan di atas, personifikasi mempunyai fungsi untuk

menghidupkan gambaran dari obyek yang dilukiskan dengan tingkah laku seperti

manusia. Pengarang menggambarkan dengan kata “bukit-bukit mulai mengigil.”

Selanjutnya, pengarang menggambarkan dengan obyek yang lain. Majas tersebut

dapat diketahui melalui kutipan di bawah ini.

“Bulan pucat bersembunyi di balik tirai awan putih yang berarak-arak, tersesat seorang diri tanpa berteman bintang” (S.P., 2013: 289).

102

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan dengan kata “bulan pucat

bersembunyi.” Majas personifikasi mempunyai fungsi untuk menghidupkan

gambaran dari obyek yang dilukiskan dengan tingkah laku seperti manusia.

b) Perbandingan (simile)

Perbandingan atau perumpamaan atau simile ialah bahasa kiasan yang

menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding

seperti: bagai, laksana, bagaikan, bak, seperti, semisal, dan lain sebagainya. Hal

tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Ini serius, Senja anggun laksana kuncup mawar yang sedang memekarkan lembar-lembar kelopaknya” (S.P., 2013: 96).

Dalam kutipan di atas, majas simile berfungsi untuk menyamakan satu hal

dengan hal lain. Pengarang menggambarkan dengan kata “laksana.” Selain itu,

pengarang juga menggambarkan majas simile dengan kata yang lain. Hal tersebut

dapat diketahui dalam kutipan di bawah ini.

“Duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yan menjalar di tepian sawah” ( S.P., 2013: 125).

Dalam kutipan di atas, simile mempunyai fungsi untuk menyamakan satu hal

dengan hal lain. Pengarang menggambarkan dengan kata “seperti.” Selanjutnya,

pengarang menggambarkan dengan kata yang lain. Berikut contoh kutipannya.

“Kini, hampir setahun Senja menghilang bagai ditelan bumi. Ternyata tidak mudah melewati hari-hari tanpa orang yang disayangi”(S.P., 2013: 376).

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan dengan kata “bagai.” Majas

simile mempunyai fungsi untuk menyamakan satu hal dengan hal yang lain.

103

c) Metafora

Metafora merupakan bahasa kiasan yang membandingkan sebuah benda

dengan benda lainnya karena adanya persamaan sifat, keadaan dan lain-lain antara

keduannya dengan tidak menggunakan kata-kata pembanding seperti: bagai,

laksana, bagaikan, bak, seperti, semisal, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat

diketahui dalam kutipan berikut.

“Darwin dan Tegar adalah Kurawa dan Pandawa yang selalu meributkan kekuasaan” (S.P., 2013: 24).

Berdasarkan kutipan tersebut, majas metafora mempunyai fungsi memperindah

bunyi penuturnya dengan menyamakan dua hal yang berbeda.

d) Hiperbola

Hiperbola adalah suatu perbandingan atau perlambangan yang dilebih-lebihkan

atau dibesar-besarkan. Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas majas hiperbola dapat diketahui pada kutipan berikut.

“Kini percaya bukan, bahwa rasaku persis dengan seekor derkuku yang terhunjam peluruh ketapel? Jatuh gedebug, sakitnya!” (S.P., 2013: 103)

Selain itu, pengarang juga menggunakan majas hiperbola dengan frasa yang lain.

Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Tubuhku gemetar, sebentar lagi aku akan disalaminya. Tanganku dingin, beku seperti es balok. Ketika Senja menyalamiku” (S.P., 2013: 134).

Selanjutnya, pengarang menggunakan majas hiperbola dengan frasa yang lain.

Berikut kutipannya.

“Pernah suatu ketika jantungku nyaris copot. Pulang kuliah aku membaca pamflet acara bedah buku dengan moderator orang Indonesia” (S.P., 2013: 413)

104

Frasa terhujam peluruh ketapel bermakna rasa sakit yang mendalam seseorang

karena ada rasa cemburu yang dialami oleh Elang. Frasa tanganku dingin

bemakna grogi yang dirasakan Elang ketika bersalaman dengan Senja. Frasa

jantungku nyaris copot tergolong hiperbola karena menyatakan rasa penasaran

Elang apakah bisa bertemu dengan Tegar dan Waris. Fungsi hiperbola pada

kutipan di atas, untuk mengintensifkan atau mempertegas makna dengan melebih-

lebihkan.

e) Ironi

Ironi adalah sesuatu yang diucapkan mengandung arti kebalikannya atau

berlawanan. Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

majas ironi dapat diketahui melalui kutipan berikut.

“Sejak itu aku tak percaya ijazah, beupa indeks prestasi yang tertoreh di dalamnya. Semua tidak akan begini andai saja Tsai Lun tidak menemukan kertas. Selamnya, tidak ada hitam di atas putih. Kini semua orang berburu ijazah, bahkan sering kudengar terjadi kecurangan-kecurangan demi mendapatkan kertas keramat itu” (S.P., 2013: 411).

Selain itu, pengarang juga menggambarkan majas ironi pada percakapan

antartokoh. Berikut kutipannya.

“Aku tahu itu, Perusahaan Hutan memang keterlaluan tega menyewa tanah orang tua kami selama seratus tahun dengan harga yang tidak pantas. Padahla, sebagaimana kita tahu, Perusahaan Hutan adalah mitra Pemerintah. Ini arinya, melalui Perusahaan Hutan, pemerintah melakukan kebohongan besar-besaran kepada rakyatnya sendiri. Ironis sekali bukan? Timpalku, kalian masih ingin membela Perusahaan Hutan dan pemerintah?” (S.P., 2013: 154).

Di samping itu, pengarang menggunakan majas ironi dengan cakapan

antartokoh. Berikut contoh kutipannya.

“Inilah NKRI. Inilah negeri antah berantah di tempat praktik kehidupan manusia serigala tumbuh subur, homo homini lupus”(S.P., 2013: 230).

105

Fungsi ironi pada kutipan di atas adalah untuk memberikan sindirian. Pengarang

menggunakan kata-kata tersebut untuk melukiskan potret kehidupan yang ada di

Bukit Bayur.

f. Amanat

Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan pengarang kepada

pembacanya agar di akhir cerita pembaca dapat memetik hikmah di balik peristiwa

tersebut. Berikut ini pembahasan amanat yang ditemukan penulis dalam novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

1) Selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. dan tidak mudah menyerah dalam

menghadapi segala macam cobaan. Hal tersebut dapat diketahui melalui kutipan

berikut.

“Elang, kita ini mau sekolah, bukan mencari Kyai Nasir. Memang benar, hidupmu telah terombang-ambing lantaran mengikuti nasihat jihad dari Ustaz Ahmad, tetapi menurutku, kau tidak perlu menyesali semuanya. Berpisah dengan orang-orang yang dicintai adalah keharusan. Tidak kemarin maka hari ini. Tidak hari ini maka esok. Tidak esok maka suatu saat Ketahui dan sadarilah bahwa pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan. Rencana Tuhan berada di atas segala-galanya. Kau tidsk boleh terus-terusan menyalahkan takdir. Jangan sekali-kali menghardik Tuhan. Tapi sebaliknya, saat terkena musibah, berusahalah mengiklaskan semua,” jawab Tegar, ia mendekat kepadaku” (S.P., 2013: 392).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis berpendapat bahwa pengarang menyampaikan

amanat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri secara implisit. Pengarang

menyampaikan amanat tersebut dalam cakapan tokoh serta pemaparan. Amanat

tersebut dapat diketahui melalui tokoh Tegar. Tegar memberikan nasihat kepada

106

Elang sebagai seorang muslim, yaitu harus percaya kepada Allah Swt. memiliki

kesabaran ketika diberi cobaan hidup, tidak mudah putus asa ketika mewujudan cita-

cita, dan selalu bersikap jujur dan adil dalam kondisi apapun. Pengarang mengajak

pembaca untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim, yakni berprasangka

baik kepada Allah Swt. dan tidak mudah menyerah dalam kondisi apapun. Pembaca

perlu membaca terlebih dahulu keseluruhan cerita dengan tekun dan cermat sehingga

baru menyimpulkan amanat tersebut.

2) Berusahalah untuk selalu jujur dalam keadaan apapun. Peristiwa tersebut dapat

diketahui pada kutipan berikut.

“Tadi, aku ketahuan mencuri makanan. Aku pikir, kita tidak bisa bertahan lama dengan persediaan uang logam yang kita miliki sekarang. Makanya, aku nekat mencuri, eh tahunya malah jadi buron. Aku menyesal, aku minta maaf “Ya Allah, Win! Kau ini seperti bukan santri saja!” gugat Senja “Islam melarang kita menipu, mencuri, merampok apalagi korupsi. Bahkan, hukum Islam mengajarkan, barang siapa mencuri maka tangannya boleh dipotong agar tidak ada orang yang berani mencuri. Sehingga, jika tidak takut akan hukuman akhirat, ia akan jera karena tangannya dipotong. Kamu keterlaluan, Win. Bukaankah, baik Bu Guru Supriyatin ataupun Ustaz Ahmad tidak pernah mengajari kita mencuri?” lanjut Senja” (S.P., 2013: 341).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis berpendapat bahwa pengarang menyampaikan

amanat tersebut secara implisit. Pengarang menyiratkan amanat tersebut dalam

cakapan tokoh serta pemaparan. Diketahui bahwa Darwin berusaha untuk tidak

jujur atas kesalahan yang telah dilakukannya. Ia meminta maaf kepada Senja dan

Elang. Senja berharap Darwin tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dalam

kutipan di atas, pengarang menyampaikan amanat supaya kita senantiasa bersikap

jujur dalam keadaan apapun. Kejujuran merupakan faktor yang penting karena

dapat menenangkan hati dan pikiran kita. Pembaca perlu membaca terlebih dahulu

107

keseluruhan cerita dengan tekun dan cermat sehingga baru bisa menyimpulkan

amanat tersebut.

3) Saling berbagi dengan sesama manusia. Hal tersebut dapat diketahui melalui

kutipan berikut.

“Paman Wijaya tertawa kecil, menyalami kami, menanyakan kondisi cuaca dusun kami. Di balai terbuka ini tidak banyak perabot, hanya satu dua meja kayu untuk televisi, dua buah lincak menyandar dipilar tengah, dan satu lampu petromaks. Sebaliknya, balai terbuka ini lebih sering digunakan sebagai panggung terbuka tempat warga menonton televisi. Tidak terkecuali kami yang jauh jauh datang dari Bukit Bayur” (S.P., 2013: 90).

Kutipan di atas berisi amanat yang disampaikan oleh pengarang secara eksplisit

karena pengarang menjelaskan secara langsung sehingga pembaca dengan mudah

langsung memahaminya. Amanat tersebut dapat diketahui melalui tokoh Paman

Wijaya. Paman Wijaya saling berbagi kebahagiaan kepada orang-orang Bukit Bayur

yaitu memperbolehkan orang-orang menonton televisi di rumahnya. Pengarang

mengajak pembaca untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim, yakni untuk

saling berbagi dengan sesama manusia.

4) Saling menolong jika ada yang membutuhkan pertolongan. Berikut contoh

kutipannya.

“Saat kuangkat koper besar dari bak pikap, Senja yang berdiri tenang di dekat pintu mobil, menyenyumiku. Kita menolong orang mengangkut-angkut barang, jangan berharap mendapatkan simpati apalagi ulang, desis Darwin. Sepuluh menit kemudian, pekerjaan selesai. Aku mengusap telapak tangan, merasa bangga karena telah menolong gadis manis kota itu” (S.P., 2013: 95-96).

Dari kutipan tersebut, penulis berpendapat bahwa amanat dalam novel

Mahamimpi Anak Negeri dapat diketahui melalui tokoh Elang dan Darwin. Mereka

108

selalu membantu Senja dalam keadaan apapun. Mereka dengan ikhlas membantu

Senja yang membutuhkan pertolongan. Dalam hal ini, pengarang mengajak

pembaca untuk bersikap tolong-menolong kepada siapa saja yang membutuhkan

bantuan. Amanat tersebut disampaikan oleh pengarang secara eksplisit karena

pengarang menjelaskan secara langsung sehingga pembaca dengan mudah

langsung dapat memahaminya.

5) Optimistis untuk mewujudkan keinginan yang diharapkan. Berikut contoh

kutipannya.

“Maka sejak hari ini, aku berkomitmen tinggi untuk membangun peradaban baru di sini. Menyadarkan orang-orang Bukit Bayur tentang syariat Islam yang benar. Mengajari mereka membaca Alquran dan mengerjakan shalat. Dan, secara perlahan menuntun lidah mereka mengucap: Asyhadu ‘alla illaha illallah wa asyhadu ‘anna muhammaddar rasullulah” (S.P., 2013: 62). “Dengarlah ini, Pak Sapon! Aku akan mengubah orang-orang Bukit Bayur menjadi orang pintar, aku akan mengajari mereka membaca dan menulis. Kau tidak akan bisa mempermainkan nasib kami lagi” (S.P., 2013: 258).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis berpendapat bahwa amanat dalam novel

Mahamimpi Anak Negeri dapat diketahui melalui tokoh Elang dan Darwin. Mereka

selalu gigih berjuang dalam keadaan apapun. Mereka dengan ikhlas menerima

cobaan hidup. Dalam hal ini, pengarang mengajak pembaca untuk optimis dalam

mewujudkan cita-cita yang diinginkan. Amanat tersebut disampaikan oleh pengarang

secara eksplisit karena pengarang menjelaskan secara langsung sehingga pembaca

dengan mudah langsung dapat memahaminya.

Berdasarkan paparan peristiwa di atas, penulis menyimpulkan bahwa unsur

intrinsik dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dapat

109

terjalin sangat erat dan menyatu dengan nilai estetika yang ada di dalamnya. Tema,

tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan amanat.

2. Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna

Pamungkas

Nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

meliputi keindahan moral, keindahan susila, keindahan akal, dan keindahan alami.

Pembahasan mengenai nilai estetika dalam novel tersebut akan dibahas di bawah ini.

a. Keindahan Moral

Keindahan moral menggambarkan keindahan baik buruknya suatu perbuatan,

sikap, akhlak, dan budi pekerti yang diterima oleh umum. Berikut beberapa paparan

nilai moral yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas. Adapun keindahan moral yang terdapat dalam novel tersebut di antaranya

sebagai berikut.

1) Kasih Sayang Terhadap Keluarga dengan Saling Menyayangi dan

Melindungi Diwujudkan oleh Sikap Darwin dan Waris

Kasih sayang antarkeluarga merupakan salah satu sifat yang tercermin dalam

novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas melalui karakter para

tokoh sehingga menciptakan keindahan moral yang dapat dirasakan oleh

pembaca. Salah satu adegan yang menunjukkan rasa saling menyayangi dan

melindungi antarkeluaga ditunjukkan oleh tokoh Darwin dan Waris. Darwin dan

Waris adalah tokoh yang sangat menyayangi keluarganya. Peristiwa tersebut

dapat diketahui dalam kutipan berikut.

“Satu adikku tewas sebagaimana Ayah. Sehingga, mau tak mau aku harus membawa Ibu dan adikku ikut bertransmigrasi. Nenek juga akan kami ikut

110

sertakan transmigrasi. Aku tak punya siapa-siapa, tak punya apa-apa lagi, Lang. Nenek, ibu, dan adikku, itulah satu-satunya harta yang kumiliki saat ini” (S.P., 2013: 178).

Kutipan di atas merupakan sikap Waris yang menunjukkan rasa sayang

kepada keluarganya. Waris memberikan perhatian dengan cara sangat bijaksana

ketika terkena bencana alam, ia berusaha untuk menjaga keluarganya. Selain itu,

sikap kasih sayang pada tokoh Waris, pengarang juga menggambarkan dengan tokoh

Darwin juga memiliki sikap saling menyayangi. Berikut kutipan paparan tersebut.

“Aku takut itu kebakaran di Bukit Bayur, Gar. aku takut ibuku kenapa-kenapa. Ibuku sendirian di rumah, dan dia sedang sakit. Cepatlah sedikit! Ayo cepat! Ayo lari!” (S.P., 2013: 248).

Kutipan di atas merupakan salah satu keindahan moral yang dilakukan oleh

seorang Darwin. Ketika Darwin melihat kobaran api di Bukit Bayur, ia

mengkhawatirkan ibunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa sikap saling melindungi

dengan keluarga dan makluk ciptaan Tuhan lainnya sangat baik untuk dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari meskipun hanya sedikit.

2) Keteguhan Darwin untuk Mencintai Tanah Air Indonesia yaitu Bukit Bayur

Jiwa nasionalis merupakan salah satu wujud rasa cinta terhadap Tanah Air

Indonesia yang melekat dalam jiwa sebagai Warga Negara Indonesia. Sikap tersebut

dapat diwujudkan melalui penanaman, pengajaran dan pemahan kepada masyarakat

dan para generasi penerus sehingga menimbulkan rasa kebanggaan menjadi warga

Negara Indonesia dan rasa cinta yang tetap melekat terhadap Tanah Air Indonesia.

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, keteguhan tersebut

dilakukan oleh tokoh Darwin yang mempertahankan rasa nasionalis dan mengajarkan

kepada Elang. Berikut kutipan paparan tersebut.

111

“Inilah nasionalisme! Meskipun disakiti bangsa sendiri, kita harus tetap memberikan yang terbaik. Sejatinya bukan bangsa kita yang rusak, tetapi orang-orang di dalamnya yang rusak. Bukan lembaga pemerintahnya yang salah, tetapi orang-orang di dalamnya yang culas. Mereka tamak dan ingin menang sendiri. Kami ikhlas menggadaikan nasib kami kepada pemerintah, yang penting kami tidak mendukung penjarahan yang dilakukan Ruud Joey Suk. Itu sama saja menjadi pengkhianat bangsa. Inilah nasionalisme yang sesungguhnya” (S.P., 2013: 155).

Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan salah satu bentuk

keindahan moral lainnya yang tercermin melalui sikap Darwin. Meskipun pemerintah

tidak bersikap adil, ia tetap berusaha mempertahankan rasa cintanya terhadap Bangsa

Indonesia yaitu Bukit Bayur dan mengajarkan kepada Elang untuk mempunyai sikap

tersebut.

3) Sikap Elang yang Bersedia Menolong Tegar dan Mengantikannya untuk

Mencari Kyai Nasir

Tolong-menolong merupakan sikap yang dilakukan untuk membantu me-

ringankan beban sesama manusia dalam keadaan suka ataupun duka. Dalam novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, sikap tolong-menolong

diwujudkan melalui sikap para tokoh antara lain Elang, Darwin, Tegar, Waris, dan

Senja. Salah satunya pengarang menggambarkan pada tokoh Elang. Berikut contoh

kutipan salah satu tokoh tersebut.

“Tegar tidak ikut serta dalam pengembaraan mencari Kyai nasir, akulah penggantinya”(S.P., 2013: 301).

Dari kutipan di atas, Elang merupakan seorang anak yang baik. Ia selalu

menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Menolong seseorang

yang membutuhkan pertolongan membuat Elang merasa tenang.

112

4) Kepedulian Tegar dan Darwin Terhadap Elang yang Kehilangan Sosok

Seorang Ibu untuk Selamanya

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, nilai estetika

moral terdapat pada tokoh Darwin dan Tegar yang mengutarakan kepeduliannya

terhadap Elang atas kehilangan sosok seorang ibu untuk selamanya. Hal ini dapat

diketahui melalui kutipan berikut.

“Bersabarlah, kau masih punya kami. Empat Pawana bukan hanya sahabat, keluarga termsuk Waris. Hingga sekarang pun masih lekat di hati kita bahwa dia juga bagian dari keluarga kita, keluaraga Empat Pawana. Bersabarlah, Rasulullah juga diuji dengan kesedihan yang bertubi-tubi. Kau pasti kuat! hibur Darwin, ia mengusap rambutku. Betul kata Darwin, Elang. Hidup itu berulang dan berputar. Setelah mengalami kesedihan, kita akan mendapat kebahagiaan. Setelah tertawa bahagia, kita akan kembali diuji dengan kesediahan. Setelah sedih, kita akankembali tertawa. Begitu seterusnya, maka percayalah, selalu ada cahaya terang setelah semuanya gelap. Ambilah hikmah dari musibah hari ini, kata Tegar” (S.P., 2013: 389-390).

Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan salah satu bentuk

keindahan moral lainnya yang tercermin melalui sikap Darwin dan Tegar. Meskipun

Elang kehilangan seorang ibu untuk selamanya. Mereka akan selalu menjadi sebuah

keluarga yang saling melindungi, dan menyayangi.

b. Keindahan Susila

Keindahan susila merupakan keindahan yang lebih terikat pada pengertian sifat

yang dalam dari keindahan moral seperti sopan santun, budi bahasa, keadaban,

dan lain-lain. Berikut beberapa gambaran keindahan susila yang terdapat dalam

novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

113

1) Sikap Paman Wijaya yang Ramah Terhadap Anak-Anak yang Datang ke

Rumahnya untuk Menonton Televisi

Keramahan merupakan salah satu sifat keindahan yang mencerminkan

kebudayaan masyarakat Indonesia yang telah tertanam untuk bersosialisasi di

lingkungan sekitarnya. Hal tersebut terjadi dalam novel Mahamimpi Anak Negeri

pada tokoh Paman Wijaya ketika menyalami anak-anak di Bukit Bayur yang

datang ke rumahnya. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.

“Paman Wijaya tertawa kecil dan menyalami kami, menanyakan bagaimana kondisi cuaca dusun kami, selanjutnya mengajak kami masuk ke balai terbuka di samping rumah” (S.P., 2013:90).

Pengarang menampilkan salah satu bentuk keindahan susila melalui sikap

keramahtamahan dalam bersosialisasi yang tercermin dalam kehidupan sehari-

hari. Pengarang menggambarkan keramahan Paman Wijaya dalam percakapan

antartokoh. Paman Wijaya pada saat bertemu anak-anak menyambut dengan

ramah yaitu menyalami anak-anak.

2) Sikap Bu Supriyatin yang Peduli Terhadap Senja yang Menjadi Anak

Yatim Piatu

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, sikap peduli

tercermin dalam percakapan antartokoh Senja dan Bu Supriyatin. Bu Guru Supriyatin

menunjukan rasa kepeduliannya terhadap Senja yang menjadi anak yatim piatu. Hal

ini dalam dilihat melalui kutipan berikut.

“Senja mengangkat wajah, kemudian tersenyum. Pipi-pipinya basah, terbaca sekali ia habis menitikkan air mata. Bu Guru Supriyatin pun berdiri, mendekati Senja. Lantas, sambil mengulas senyum, beliau merangkul dengan meremas-remas pundak Senja” (S.P., 2013: 108)

114

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan sikap kepedulian kepada

sesama manusia. Pengarang menggambarkan pada tokoh Bu Guru Supriyati, ketika

Senja bercerita bahwa dirinya anak yatim piatu. Dari kutipan tersebut, merupakan

bentuk keindahan susila yang tercermin pada percakapan antartokoh.

3) Tegar yang Selalu Memberikan Nasihat Kepada Para Sahabatnya yang

sedang Putus Asa

Sebagai seorang sahabat, Tegar selalu ada untuk sahabatnya. Ketika Elang,

Darwin, dan Waris mendapatkan cobaan hidup. Ia berusaha memberikan motivasi

agar para sahabatnya tidak mudah menyerah dan putus asa. Hal ini dapat dilihat

melalui kutipan berikut.

“Jangan pernah menyalahkan Tuhan karena saat ditimpa musibah, Tuhan sedang menjadikanmu lebih kuat. Saat kau diberi kenikmatan, Tuhan sedang mengujimu dengan kenikmatan itu. Keputusan Tuhan berada di atas segalanya, hanya Dia yang tahu mana yang terbaik untuk makhlukNya, imbuh Tegar”(S.P., 2013: 390).

Dalam kutipan di atas, pengarang menggambarkan sikap Tegar kepada

sahabat-sahabatnya. Pengarang menggambarkan pada tokoh Tegar yang selalu

memberikan nasihat ketika Darwin, Elang, dan Waris mendapat cobaan hidup.

Dari kutipan tersebut, merupakan bentuk keindahan susila yang tercermin pada

percakapan antartokoh.

c. Keindahan Akal

Keindahan akal merupakan keindahan daya pikir yang menciptakan seni pada

sebuah karya. Berikut beberapa gambaran keindahan akal yang tercipta dalam

novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

115

1) Ayah dan Ibu Bertanya Kepada Elang tentang Dunia dan Akhirat

Elang adalah anak yang memiliki rasa keingintahuan yang besar. Ia selalu

bertanya kepada Tegar dan Darwin ketika ada suatu hal yang belum dimengertinya.

Ketika Ayah dan Ibunya bertanya tentang dunia dan akhirat, Elang dapat menjawab

pertanyaan tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.

“Kata Darwin, bekerjalah untuk dunia. Dan beribadahlah untuk akhirat. Kenapa Ayah hanya bekerja? Hanya memikirkan dunia, tetapi tidak memikirkan akhirat? Apa itu akhirat, Le? tanya ibuku Kata Tegar, akhirat itu kehidupan yang kekal, Bu. Saat kita lahir kita dikumandangkan azan. Ini ibarat hidup yang hanya akan berlangsung dari waktu azan ke ikamah. Jadi, hidup di dunia itu sangat singkat. Sementara, akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya. Di sana, semua menjadi kekal. Kita tinggal di sana tidak untuk sehari-dua, tetapi selama-lamanya” (S.P., 2013: 54).

Kutipan di atas merupakan salah satu bukti percakapan Elang dan kedua

orangtuanya. Kutipan tersebut menunjukkan keindahan akal yang disajikan oleh

pengarang untuk pembaca.

2) Tegar, Darwin, dan Elang Bertanya Kepada Ustaz Ahmad Mengenai

Pembangunan Masjid di Bukit Bayur

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas yang

merupakan salah satu sifat keindahan akal yaitu saat Empat Pawana memutuskan

untuk membangun sebuah masjid di Bukit Bayur. Mereka terlebih dahulu

menanyakan mengenai pembangunan masjid kepada Ustaz Ahmad. Hal ini dapat

dilihat melalui kutipan berikut.

“Di mana kita menyelenggarakan forum pengajian seperti itu, Pak Ustaz? Kami tidak punya masjid. Gardu ronda kami punya, tapi gardu itu biasa untuk bermain judi dan minum ciu.

116

Haram menyelenggarakan pengajian di sana, Pak Ustaz. Lagi pula, tidak mungkin juga mereka mengizinkan forum pengajian di sana, suara Tegar menyusul. Oleh karena itu, kami menginginkan ada satu masjid saja di tempat kami, Pak Ustaz” (S.P., 2013: 123-124)

Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan keindahan akal yang dimiliki

Empat Pawana. Tidak adanya masjid di Bukit Bayur membuat Tegar, Darwin, dan

Elang berpikir untuk membangun masjid sederhana. Masjid tersebut akan digunakan

untuk tempat ibadah dan pengajian. Harapan dari Empat Pawana adalah untuk

mengIslamkan Bukit Bayur sesuai syariat Islam yang sesungguhnya. Hal tersebut

menunjukkan bahwa keindahan akal seorang anak-anak yang memiliki kreativitas

tinggi dan menjadi contoh yang baik bagi pembaca.

3) Darwin Pandai Merayu Ketika Meminta Pertolongan Kepada Pak Sopir

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menggunakan kreativitasnya

untuk menunjukkan keindahan akal. Pengarang menggambarkan keindahan akal pada

tokoh Darwin. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Paman, aku dan teman-temanku ini numpang ke Purwokerto ya? Sambut Darwin sambil menepuk bahuku. Paman Sopir tersenyum sehingga kesan seram dari wajahnya pun mendadak sirna. Darwin mengenal Paman Sopir karena dia selalu diminta untuk mencarikan burung piaraan” (S.P., 2013: 305).

Kutipan tersebut, menggambarkan keindahan akal yang dimiliki Darwin. Hal

tersebut juga menunjukan kreativitas sederhana untuk bersikap kepada orang lain

ketika meminta pertolongan.

d. Keindahan Alami

Keindahan alami merupakan sifat alam dan sumber segala keindahan yang di-

berikan Allah Yang Maha Esa untuk dinikmati manusia. Indonesia merupakan negara

yang memiliki berjuta keindahan kekayaan sumber daya alam yang beragam dari

117

sabang sampai merauke. Gunung, lembah, sungai, lautan, daratan, hutan, dan lain-lain

sebagainya diciptakan oleh Allah Swt. sebagai tempat yang penting bagi makhluk

hidup, bukan hanya untuk manusia, melainkan untuk seluruh makhluk. Keindahan

tersebut merupakan daya tarik tersendiri bagi negara-negara lain yang tidak mereka

miliki di negaranya. Berikut beberapa keindahan alam yang terdapat dalm novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

1) Sungai Kaligencar di Bukit Bayur Merupakan Salah Satu Jalur Transportasi

yang Digunakan Menuju Tempat Mengaji

Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri, pengarang menggambarkan sebuah sungai.

Sungai merupakan keindahan alami yang digunakan sebagai jalur transportasi yang

digunakan Empat Pawana untuk pulang-pergi mengaji. Seperti yang dijelaskan dalam

Alquran surat An-Nahl ayat 15 tentang penciptaan sungai oleh Allah Swt. agar

bermanfaat untuk kehidupan makhluk ciptaan-Nya di bumi.

“Dan dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”(QS. An-Nahl: 15)

Ayat di atas, menjelaskan tentang tanda kebesaran Allah Swt. sebagai Maha

Pencipta seluruh alam. Allah Swt. telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam

seluruh makhluk hidup yang di dalamnya terdapat anugerah sungai-sungai di celah-

celahnya sebagai sumber kehidupan yang dapat bermanfaat dan gunung-gunung

yang kokoh menjulang untuk memisahkan dua lautan yang sangat luas. Sungguh

Maha Besar Allah Swt. menyediakan kenikmatan-kenikmatan bagi hamba-hamba

yang selalu bersyukur, tetapi kebanyakan dari mereka berpaling dan menyekutukan-

118

Nya. Keindahan alam dalam ayat di atas tentang penciptaan sungai dan manfaatnya.

Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.

“Suatu malam saat purnama bulat sempurna, Darwin mengajakku pergi berlayar. Tentu saja aku menolak ide gila itu. Ia cetuskan ketika kami saling mendayung sauh sepulang mengaji. Darwin ngotot membelokkan perahu mengikuti ke mana arus mengalir, dan aku terpaksa mengalah karena suaraku menjadi suara minoritas. Dua temanku yang lain, Tegar dan Waris, menyetujui usulain Darwin dengan pertimbangan esok hari adalah hari libur. Kami akan bermalam di perahu ini, mengikuti ke mana arus Sungai Kaligencar mengalir” (S.P., 2013: 37).

Kutipan tersebut merupakan penggambaran dari keindahan alami yang

ditampilkan oleh pengarang. Pengarang melukiskan sebuah sungai dan manfaatnya

yang dapat diketahui oleh pembaca.

2) Pohon-Pohon Besar Menunjukkan Hutan di Bukit Bayur Sangat Terjaga

Kelestariannya

Keindahan alami yang ditunjukkan oleh pengarang dalam novel Mahamimpi

Anak Negeri adalah keindahan hutan yang ada di Bukit Bayur. Keindahan tersebut

digunakan oleh pengarang sebagai salah satu latar para tokoh yang memiliki

kesesuaiannya dalam menjalin sebuah cerita. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan

berikut.

“Mataku seperti melihat seluruh permukaan bumi ketika langkahku sampai di punggung bukit. Pohon-pohon pinus menjulang tinggi-tinggi, mataku terhipnotis pemandangan menakjubkan di sepanjang lembah. Kabut tipis menyepuh daun-daun muda” (S.P., 2013: 168).

Kutipan di atas merupakan salah satu keindahan alami, pengarang

menggambarkan tokoh Elang yang takjub dengan hutan yang ada di Bukit Bayur.

Kekayaan alam yang ada di Bukit Bayur menunjukkan bahwa hutan di sana masih

terjaga kelestariannya.

119

Alquran merupakan petunjuk bagi manusia yang memuat perihal isi hutan yang

berupa buah-buahan, pepohonan, aneka ragam binatang, burung, dan sebagainya.

Allah berfirman tentang penciptaan keindahan alam di muka bumi dalam QS Fatir

ayat 27 dan 28 yang berbunyi:

“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat” (QS. Fatir: 27).

“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS. Fatir: 28) “[1258] yang dimaksud dengan ulama dalam ayat Ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.”

Beberapa ayat tersebut menjelaskan tanda kekuasaan Allah Swt. yang diciptakan-

Nya untuk makhluk di muka bumi berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik

agar selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Oleh karena itu, manusia

sangat tergantung pada hutan karena memiliki berbagai macam fungsi sebagai

sumber kehidupan. Selain itu, sungai juga merupakan salah satu keindahan yang

diciptakan oleh Allah Swt. untuk manusia di muka bumi.

120

3) Pemanfaatan Sumber Daya Alam, Seperti Hewan, Buah-Buahan yang

dapat Dikonsumsi, Batang Bambu sebagai Bahan Pembuatan untuk

Membangun Masjid dan Sebagainya.

Keindahan alam dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas terdapat pada pemanfaat sumber daya alam, seperti hewan, buah-

buahan dan tumbuh-tumbuhan yang dapat dikonsumsi. Beberapa sumber alam

tersebut salah satunya terbukti ketika Tegar, Elang, dan Darwin mencari umbi

gadung di hutan. Berikut kutipannya.

“Sejak kapan orang Bukit bayur dilarang menggali gadung di sini? Umbi gadung tumbuh secara liar. Tanaman ini milik siapa saja. Semua orang di sini berhak atas umbi gadung tanpa terkecuali.Sesungguhnya, Allah Swt itu menyayangi semua makhluk di bumi. Semua telah diberi jatah rezeki masing-masing. Jangankan manusia, binatang sesederhana protozoa pun diberi jatah rezeki. Subhanallah...,ujar Tegar penuh syukur”(S.P., 2013: 291-292).

Kutipan di atas menggambarkan ketika Empat Pawana memanfaatkan umbi

gadung dijadikan keripik untuk dikonsumsi dan dijual ke pasar. Selain umbi

gadung, bambu yang dapat bermanfaat bagi manusia, keindahan alam yang tercipta

atas kuasa Allah Swt, lainnya berasal dari sumber daya alam tumbuh-tumbuhan dan

buah-buahan. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.

“Aku girang tak alang kepalang melihat Darwin begitu semangat menarik sebatang bambu yang terjepit di antara kerapatan rumpun-rumpunnya. Gambar rancangan masjid pada kertas ukuran A3 diperlihatkan oleh Darwin persis di depan mataku. Rencananya, masjid sederhana ini akan dibangun di jalan utama dusun kami.seteah melewati kerapatan hutan pinus dan mencapai puncak, turun sedikit menuju punggung bukit, di situlah tersembunyi dusun kami.” (S.P., 2013: 195-201)

Pada pembahasan nilai estetika di atas, pengarang menggambarkan nilai estetika

dalam percakapan antartokoh. Berdasarkan pembahasan tersebut, penulis

121

menyimpulkan bahwa nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas terdiri dari: (1) keindahan moral; (2) keindahan susila; (3)

keindahan akal; dan (4) keindahan alami

3. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri

Karya Asma Nadia di Kelas XI SMA

Dalam pembelajaran sastra, guru tidak hanya mengajarkan teori-teori saja.

Pengalaman peserta didik dalam mengkaji dan mengapresiasi karya sastra (khususnya

sastra estetika) menimbulkan dampak positif dan berpengaruh terhadap kepekaan,

estetika, dan nalar peserta didik. Nilai-nilai positif dalam karya sastra seperti novel

Mahamimpi Anak Negeri misalnya perjuangan Elang, Darwin, Tegar, dan Waris

dalam menghadapi segala macam persoalan dalam hidup.

Dalam hal ini, penulis juga memperhatikan tingkat penguasaan bahasa siswa

sehingga dalam menyampaikan materi tidak mengalami kesulitan. Pada novel

Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, bahasa yang digunakan adalah

bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Inggris. Novel tersebut dapat diajarkan di

kelas XI SMA. Di bawah ini adalah pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika

dalam novel tersebut.

a. Standar Kompetensi

Membaca

7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.

b. Kompetensi Dasar

7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.

122

c. Indikator

1) Menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas

2) Menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas

3) Menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas

d. Alokasi Waktu

Alokasi waktu yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini yaitu 4x45 menit (2x

pertemuan).

e. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran sastra di kelas XI SMA ini adalah menumbuhkan kecintaan

terhadap karya sastra dan mengenal lebih jauh para sastrawan yang menciptakan

karya sastra. Tujuan pembelajaran sastra dengan membaca novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas diharapkan peserta didik dapat menghayati,

memahami dan mengambil nilai-nilai yang baik, khususnya nilai estetika dari novel

tersebut. Tujuan khusus pembelajaran sastra di kelas XI SMA yaitu:

1) Peserta didik mampu menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna pamungkas.

2) Peserta didik menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas.

3) Peserta didik mampu menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas.

123

f. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran disesuaikan dengan KTSP. Materi pembelajaran sastra ini

adalah unsur intrinsik dan nilai estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas. Pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika melalui

novel ini, diharapkan peserta didik dapat memperoleh nilai-nilai luhur dan budi

pekerti yang ada di dalam novel.

g. Metode

Dalam mengajarkan suatu karya sastra yang berupa novel, pendidik harus memilih

metode pembelajaran yang tepat. Pembelajaran nilai estetika novel Mahamimpi Anak

Negeri disajikan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan pemberian

tugas dengan tetap mengutamakan pada keaktifan peserta didik.

h. Langkah-langkah Pembelajaran

Di bawah ini disajikan tabel data langkah-langkah pembelajaran sastra dengan materi

nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas di kelas

XI SMA.

Tabel 8 Langkah-langkah Pembelajaran

1) Pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2x45 menit

Kegiatan Dekripsi kegiatan Waktu

Pendahuluan

a) Pendidik mengawali kegiatan belajar mengajar

dengan salam.

b) Pendidik mengondisikan kelas agar kondusif dan

memeriksa kehadiran peserta didik.

c) Pendidik menyampaikan kompetesi dasar dan

15 menit

124

indikator perencanaan yang harus dikuasai

peserta didik setelah pembelajaran berakhir.

Inti

Eksplorasi

1) Pendidik menunjuk salah satu peserta didikuntuk

menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas sebagai langkah

awal bahwa peserta didik sudah membaca novel

tersebut di rumah.

2) Pendidik menjelaskan materi tentang unsur intrinsik

dan nilai estetika.

Elaborasi

1) Pendidik membagi peserta didik satu kelas menjadi

beberapa kelompok.

2) Tiap kelompok diberi permasalahan tentang unsur

intrinsik yang terdapat dalam novel Mahamipi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas.

3) Pendidik secara aktif memantau jalannya diskusi

dan memberikan bantuan kepada peserta didik

apabila mereka mengalami kesulitan.

4) Setelah berdiskusi, setiap kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

Konfirmasi

1) Pendidik mengomentari presentasi setiap

60 menit

125

kelompok dalam menyampaikan hasil diskusinya.

2) Kelompok lain diminta untuk menanggapi

presentasi dan memberikan masukan pada

kelompok yang ditunjuk, serta diberi kesempatan

untuk bertanya.

Penutup

1) Peserta didik bersama pendidik menyimpulkan

pembelajaran.

2) Pendidik melakukan refleksi terhadap kegiatan

yang sudah dilakukan.

3) Pendidik memberikan tugas kepada peserta didik

untuk dikerjakan di rumah agar menuliskan hasil

diskusi kelompok tentang unsur intrinsik dan

dikumpulkan pada pertemuan mendatang.

4) Peserta didik menerima informasi dari pendidik

mengenai materi pembelajaran yang akan

dilaksanakan pada pertemuan berikutnya yaitu

melanjutkan diskusi mengenai unsur estetika.

5) Pendidik mengakhiri kegiatan belajar mengajar

dengan kalimat yang tepat dan salam.

15 menit

126

2) Pertemuan kedua dengan alokasi waktu 2x45 menit

Kegiatan Dekripsi kegiatan Waktu

Pendahuluan

1) Pendidik mengawali kegiatan belajar mengajar

dengan salam.

2) Pendidik mengkondisikan kelas agar kondusif

dan memeriksa kehadiran peserta didik.

3) Pendidik menanyakan hasil tugas dari rumah

mengenai hasil diskusi tentang unsur intrinsik

pada pertemuan sebelumnya.

15 menit

Inti

Eksplorasi

1) Peserta didik dan pendidik bertanya jawab

tentang kegiatan diskusi pada pertemuan

sebelumnya.

2) Pendidik menginformasikan materi yang akan

dibahas yaitu melanjutkan diskusi mengenai nilai

estetika dalam novel Mahamimpi Anak Negeri

karya Suyatna Pamungkas.

Elaborasi

1) Pendidik menyuruh peserta didik untuk

berkelompok sesuai kegiatan sebelumnya.

2) Tiap kelompok diberi permasalahan tentang nilai

estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi

Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

60 menit

127

3) Pendidik secara aktif memantau jalannya

diskusi dan memberikan bantuan kepada peserta

didik apabila mereka mengalami kesulitan.

4) Setelah berdiskusi, setiap kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya di depan

kelas.

Konfirmasi

1) Pendidik mengomentari presentasi setiap

kelompok dalam menyampaikan hasil diskusinya.

2) Kelompok lain diminta untuk menanggapi

presentasi dan memberikan masukan pada

kelompok yang ditunjuk, serta diberi kesempatan

untuk bertanya.

Penutup

1) Peserta didik dan Pendidik merangkum dan

menyimpulkan hasil pembelajaran unsur

intrinsik dan nilai estetika yang terdapat dalam

novel.

2) Pendidik melakukan refleksi terhadap kegiatan

yang sudah dilakukan yakni mengenai nilai

estetika. Peserta didik diharapkan dapat

mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3) Peserta didik menerima informasi dari pendidik

mengenai materi pembelajaran yang akan

15 menit

128

dilaksanakan pada pertemuan berikutnya.

4) Peserta didik mengakhiri kegiatan belajar

mengajar dengan kalimat yang tepat dan salam.

i. Sumber belajar

Sumber belajar yang dipakai dalam pembelajaran sastra ini adalah sumber

belajar yang ada kaitannya dengan sastra. Sumber belajar yang digunakan yaitu

novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas. Selain itu, para peserta

didik juga disarankan mempunyai buku pelengkap seperti buku paket (buku

pelajaran) yang selalu dipakai oleh sekolahan, buku teori sastra, dan sumber

belajar yang lain.

j. Evaluasi

Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran nilai estetika novel Mahamipi

Anak Negeri secara tertulis dengan menggunakan teknik tes (tes esai) dan teknik

nontes (angket/kuesioner). Tes esai sering digunakan dalam proses evaluasi pada

peserta didik SMA. Evaluasi dengan tes esai dapat meningkatkan kreativitas daya

pikir peserta didik karena dalam tes esai peserta didik dituntut untuk menguraikan

jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pendidik.

Contoh soal bentuk tes esai:

1) Bacalah novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dan tulis

sinopsisnya!

2) Sebutkan contoh nilai estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas?

129

3) Bagaimana nilai etika/ amanat yang disampaikan dalam novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas menggurui atau tidak menggurui?

Contoh jawaban bentuk tes esai:

1) Sinopsis novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

Novel ini menceritakan kehidupan anak-anak yang peduli dengan lingkungan

sosial, mereka membentuk kelompok persahabatan yang diberi nama Empat

Pawana. Menurut bahasa melayu klasik pawana artinya angin. Angin memberikan

filosofi selalu bergerak, mereka bertekad seperti angin yang selalu bergerak

melakukan perubahan yang lebih baik, khususnya untuk kehidupan masyarakat

Bukit Bayur yang jauh dari peradaban dan kehidupan religiusitas. Empat Pawana

hidup di lingkungan yang beragama Islam. Namun, tingkah laku masyarakatnya

masih percaya animisme, dinamisme yang dengan jelas bertentangan dengan syariat

Islam yang hakiki, tergeraklah hati mereka untuk mendobrak kebiasaan lama

masyarakat Bukit Bayur yang menyimpang dari ajaran Islam.

Empat Pawana menjunjung tinggi pendidikan sekolah dan pendidikan agama,

mereka sadar betul pentingnya sekolah dan mengaji. Sekolah menjadikan manusia

berilmu pengetahuan, bertindak rasionalis dan realistis, mengaji menjadikan

manusia yang paham agama membuat manusia tidak buta kenikmatan duniawi.

Pendidikan menentukan kualitas suatu bangsa, agama menentukan moralitas

manusianya, mereka anak-anak yang haus ilmu, berbeda dengan anak-anak lain

yang seusia mereka. Namun, ironis sekali cita-cita mereka yang luhur tidak

mendapat dukungan dari masyarakat, bahkan orang tua mereka sendiri,

menggangap bahwa tidak penting bersekolah dan mengaji.

130

Bukan hanya pertentangan yang datang dari orang tua dan masyarakat,

melainkan juga medan terjal, selalu menyapa mereka saat pergi sekolah dan

mengaji. Setiap hari menuruni bukit, menyebrangi sungai, menyusuri jalan panjang

yang jauh untuk sampai ke tempat menimba ilmu, belum lagi jika berjumpa dengan

cuaca buruk. Walaupun demikian, tidak menyurutkan langkah mereka untuk

menuntut ilmu bekal menyadarkan masyarakat Bukit Bayur, mendirikan masjid

guna menyadarkan masyarakat melalui tausiyah para ustaz, mengajarkan

masyarakat Alquran, mengajak ke ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin.

2) Nilai estetika yang terkandung dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas meliputi: (a) Tegangan/suspense; (b) daya duga bayang/

foreshadowing; dan (c) kejutan/ surprise.

a) Tegangan/suspense

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, berbagai

macam konflik dan ketegangan yang dihadirkan menguras emosi pembaca, di

antaranya ketegangan memilukan saat anggota Empat Pawana harus berpisah

dengan Waris, anggota Empat Pawana berkurang satu, Waris pergi transmigrasi

mengikuti program Pemerintah. Selanjutnya, konflik dengan Pak Sapon, ketua

kesatuan polisi hutan, yang dengan tega membakar masjid bambu hasil dari jerih

payah Elang dan kawan-kawan, mereka dianggap tidak memiliki izin resmi

mendirikan bangunan di atas tanah Pemerintah. Ketegangan atas usaha perjalanan

mereka mencari Haji Nasir guna memperdalam ilmu agama segala kesulitan mereka

dapati. Berlanjut, ketegangan saat Elang kehilangan ibunya untuk selama-lamanya.

Jadi, Setiap bab novel ini memiliki sensasi luar biasa.

131

b) Daya duga bayang/ foreshadowing

Novel ini sangat dekat dengan alam, daya kreativitas dan kepiawaian pengarang

mampu mengemas alam menjadi sesuatu yang menawan, suasana alam Bukit Bayur

diungkapkan melalui deskripsi yang jelas memberikan kesan mendalam bagi

pembaca.

Pada bagian ini, diceritakan keindahan alam di Bukit Bayur. Alam yang masih

asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang jernih. Berikut

cuplikan alam Bukit Bayur:

“Bukan hanya berdaun lebat dan rimbun, pohon bacang ini juga sudah berbuah, duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yang menjalar di tepian sawah. Aliran empang itu membelah sawah-sawah, berkelok memutari kaki bukit” (S.P., 2013: 125). “Kawanan pipit terjun dari langit dan bersukacita mendapati lautan padi yang terhampar luas meskipun sebenarnya hanya diperlukan sejimpit biji padi untuk membuatnya kenyang” (S.P., 2013: 79). “Dari balik rumpun bambu yang tidak kuketahui, terdengar suara burung sikatan menciat-ciat. Aku yakin ia terusik kehadiran kami, atau bisa jadi sarangnya tersembunyi di antara daun bambu yang kami tebang. Meranalah ia” (S.P., 2013: 196). Dalam kutipan di atas, terbukti bahwa keindahan Bukit Bayur masih sangat

alami. Alam yang asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang

jernih. Keindahan tersebut menandakan Bukit Bayur adalah tempat terpencil yang

jauh dari keramaian kota. Dengan penggambaran kutipan tersebut pembaca bisa

membayangkan keindahan alam Bukit Bayur

Dalam novel ini, pembaca juga dibuat penasaran dengan akhir cerita seperti

apa dan pembaca akan menduga-duga jalannya cerita berakhir happy ending atau

sad ending. Hal ini terlihat dari kutipan di bawah ini:

132

“ Dan inilah kisah paling memilukan selama menjadi seorang pencari kerja. Karena aku telah kehilangan ideology sebagai seorang idealis, tidak tanggung-tanggung bidang kerja yang memanggilku kali ini dari sektor marketing.Sungguh melenceng jauh dari disiplin ilmu yang kugeluti.Akan tetapi sekali lagi kubilang, masa bodoh dengan ideology. Tuntutan hidup telah membuatku begini” ( S.P., 2013: 406). Dari kutipan di atas, terbukti bahwa jalan cerita tidak mudah ditebak. Elang yang

telah menempuh pendidikan S1 tidak menjamin dirinya diterima bekerja. Berbagai

kesulitan dihadapi oleh Elang. Kesulitan itu tidak membuat dirinya putus asa,

melainkan menambah semangat dalam dirinya. Dari kesulitan-kesulitan tersebut,

pembaca tidak dengan mudah menebak jalan cerita tersebut berakhir happy ending.

c) Kejutan/ surprise.

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, peristiwa yang

tak terduga pada novel yang fungsinya hanya untuk memperlancar jalannya cerita

(alur/plot). Dalam novel ini kejutan yang ditampilkan oleh pengarang kepada

pembaca adalah pada saat hilangnya Senja saat bermain petak umpet pada malam

hari di kandang sapi. Selanjutnya tiba-tiba Senja diceritakan kembali dalam novel

ini telah menempuh pendidikan S2 di Mesir.

d) Nilai etika/amanat yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas tidak menggurui.

Nilai etika/amanat yang terkandung pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas tidak menggurui artinya penyampaian amanat (nilai-nilai yang

tidak menggurui dengan keadaan kenyataan). Amanat adalah pesan moral yang

ingin disampaikan penulis kepada pembaca novel. Dalam novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas ini mempunyai pesan kepada pembaca untuk

tidak putus asa/ pantang menyerah. Hal ini dibuktikan pada kutipan di bawah ini:

133

“Jadilah anak negeri yang kuat, jangan pernah menyerah pada keadaan apalagi sampai bermental pesimistis. Berfikirlah dengan sederhana tapi matang. Orang cerdas selalu menyederhanakan sesuatu yang rumit, sementara orang bodoh sering kali membuat keadaan yang mudah menjadi rumit. Ikhlaslah melakoni pengembaraan ini, berjuanglah demi Bukit Bayur!”(S.P., 2013: 304).

Pada kutipan di atas, terbukti amanat yang ingin disampaikan adalah untuk

tidak tidak putus asa dan pantang menyerah. Apapun keinginan dan cita-cita kita

harus diimbangi dengan usaha keras untuk mencapainya.

Contoh soal bentuk nontes (kuesioner):

Tabel 9 Contoh Pertanyaan Angket Pengukuran Ranah Afektif

untuk Sikap dan Minat terhadap Kesastraan

No Pertanyaan STS TS R S SS

1 Saya senang pada pembelajaran kesastraan

2 Saya akan bertanya jika kurang memahami penjelasan pendidik

3 Saya merasa rugi jika tidak mengikuti pembelajaran kesastraan

4 Saya menyediakan waktu untuk belajar kesastraan

5 Saya berusaha mendapatkan buku-buku karya sastra

6 Saya senang membeli buku-buku karya sastra

7 Saya senang membaca berbagai karya sastra

8 Saya selalu mempunyai waktu untuk membaca berbagai karya sastra

9 Saya sering berusaha memahami isi bacaan karya sastra

10 Saya merasa ada manfaat yang besar dari bacaan karya sastra

134

Keterangan

STS : sangat tidak setuju

TS : tidak setuju

R : ragu-ragu

S : setuju

SS : sangat setuju

135

136

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan berisi jawaban padat atas masalah

yang diteliti, sedangkan saran berisi masukan penulis yang berkaitan dengan hasil

penelitian.

A. Simpulan

Berdasarkan uraian pada analisis dan pembahasan data penelitian, penulis

menyimpulkan sebagai berikut.

1. Unsur intrinsik dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

sebagai berikut.

a. Tema dalam novel Mahamimpi Anak Negeri terdiri (1) tema yang terbagi

menjadi dua, yaitu (a) tema mayor: kesabaran dalam menerima cobaan hidup

untuk mewujudkan cita-cita dan mengislamkan masyarakat Bukit Bayur, (b)

tema minornya meliputi keimanan, cinta kasih, dan pendidikan. Cara

pengarang menggambarkan tema dalam cerita yakni secara implisit dan

eksplisit.

b. Tokoh utama dalam novel Mahamimpi Anak Negeri adalah Elang, Tegar,

Darwin, Waris, dan Senja, sedangkan tokoh tambahannya adalah Pak Sapon,

Ayah Elang, Ibu Elang, Bu Supriyatin, Paman Wijaya, Pak Ahmad, Kardi,

dan Warsih. Penggambaran tokoh dan penokohan dilakukan secara dramatik

dan analitik.

c. Alur dalam novel Mahamimpi Anak Negeri adalah alur maju karena pengarang

menceritakan kejadiannya mulai dari penyituasian, pemunculan konflik,

137

peningkatan konflik, klimaks, dan penyelesaian. Alur cerita tersebut menarik

karena ada tegangan (suspense), daya duga bayang (foreshadowing), dan

kejutan (surpise). Hal tersebut menjadikan pembaca dapat menikmati

keindahan, dan mampu membuat emosi pembaca untuk ikut larut dalam alur

cerita.

d. Latar cerita dalam novel Mahamimpi Anak Negeri meliputi latar tempat, waktu,

dan keadaan sosial. Secara garis besar latar tempat berada di Bukit Bayur. Latar

waktu dalam novel ini melukiskan waktu pagi, sore, malam dan hari,

sedangkan latar sosialnya meliputi seorang ibu, polisi hutan, ustaz, guru, dan

kompeni. Penggambaran latar di dalam cerita dilakukan pengarang dengan

memperhatikan fungsi latar itu sendiri, yakni sebagai metafora dan atmosfer.

Berdasarkan fungsi latar tersebut, pengarang mampu memberikan nilai

keindahan pada setiap penggambaran latar di dalam novel.

e. Majas yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri yaitu simile,

personifikasi, hiperbola, metafora, dan ironi. Majas tersebut berfungsi dengan

baik.

f. Amanat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri yang disampaikan secara

eksplisit, adalah saling berbagi dengan sesama manusia, saling menolong jika

ada yang membutuhkan pertolongan, dan optimis untuk mewujudkan

keinginan yang diharapkan, sedangkan yang disampaikan secara implisit adalah

mengajak pembaca untuk selalu sabar dan ikhlas karena Allah Swt. dan tidak

mudah menyerah dalam menghadapi segala macam cobaan serta berusaha

untuk selalu jujur dalam keadaan apapun. Tema, tokoh dan penokohan, alur,

138

latar, majas, dan amanat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri dapat terjalin

sangat erat dan menyatu.

2. Nilai Estetika yang terdapat di dalam novel Mahamimpi Anak Negeri terdiri atas

(1) keindahan moral; (2) keindahan susila; (3) keindahan akal; dan (4) keindahan

alami.

3. Skenario pembelajaran novel di kelas XI SMA dengan materi unsur intrinsik dan

nilai estetika dalam novel Mahamimpin Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kegiatan

pembelajaran diawali dengan pendahuluan meliputi: guru mengawali kegiatan

belajar mengajar dengan salam. Guru menyampaikan kompetensi dasar dan

indikator perencanaan yang harus dikuasai oleh siswa setelah pembelajaran

berakhir; kegiatan inti dalam pembelajaran unsur intrinsik dan nilai estetika dalam

novel tersebut meliputi: (a) eksplorasi. Guru menunjuk salah satu siswa untuk

menceritakan kembali isi novel tersebut sebagai langkah awal bahwa siswa sudah

membaca novel tersebut di rumah. Guru menjelaskan materi unsur intrinsik dan

nilai estetika; (b) elaborasi. Guru membagi siswa satu kelas menjadi beberapa

kelompok. Tiap kelompok diberi permasalahan tentang unsur intrinsik dan nilai

estetika yang terdapat dalam novel tersebut; (c) konfirmasi. Setelah berdiskusi,

setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Kelompok

lain diminta untuk menanggapi dan memberi masukan; kegiatan penutup meliputi:

merefleksi, yaitu guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. Guru

menyuruh siswa untuk menyimpulkan hasil dari diskusi mengenai unsur intrinsik

139

dan nilai estetika serta mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya,

guru melakukan penilaian atas pembelajaran.

B. Saran

Saran tersebut berisi usulan yang bermanfaat bagi pendidik, bagi peserta didik,

dan bagi peneliti selanjutnya.

1. Bagi pendidik, khususnya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia hendaknya

memperhatikan materi yang akan diajarkan pada siswa dan mampu memilih

metode yang tepat/sesuai dalam menerapkan pembelajaran sastra khususnya novel

di SMA. Dengan demikian, guru dapat mempertimbangkan karya sastra yang

sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan

dapat menambah kelengkapan materi pembelajaran.

2. Bagi peserta didik diharapkan dapat dijadikan sebagai renungan, acuan, dan

pedoman perilaku, sikap, dan tindakan menuju ke arah yang lebih baik di dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang

serupa supaya dalam melakukan penelitian dapat lebih kritis lagi

140

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang

Press. Bayu Aji, Wahyu. 2014. “Analisis Etika dan Estetika Tembang Macapat dalam Djaka

Lodang Edisi Juni-Desember 2013”. Purworejo: UMP Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan Praktik. Surakarta:

Cakrawala Media. Ismawati, Esti. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuma

Pustaka. Moelong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT

Remaja Rosdakarya. Mulyasa. 2013. Pengembangan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:

Posdakarya. Nasional, Departemen Pendidikan ed.4. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Keempat. Jakarta: Balai Pustaka. Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.

Yogyakarta: BPFE. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. Nurhayati. 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yogyakarta: Media Perkasa. Nuryadi. 2012. “Etika dan Estetika Tembang Campur Sari Album “Volume 1 dan

Ngidam Sari” oleh Manthous”. Purworejo: UMP Pamungkas, Suyatna. 2013. Mahamimpi Anak Negeri. Solo: Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra Pegangan Guru Pengajar Sastra.

Yogyakarta: Kanisius.

141

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roestiyah, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV

Diponogoro. Sayuti. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media. SISDIKNAS. 2011. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Offset. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta

Wacana University Press. Sudjiman, Panuti.1988. Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Pustaka Jaya. Sugono, Dedy. 2005. Buku Praktik Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta. Tambajong, Japi. 1981. Dasar-Dasar Dramaturgi. Bandung: Pustaka Prima Waluyo, Herman J. 2011.Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press. Wellek dan Warren. 1990. Teori Kesustraan. Terjemhan Melani Budianta. Jakarta:

Gramaedia.

142

LAMPIRAN

Lampiran 1:

KARTU PENCATAT DATA Data Unsur Intrinsik Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas

Tema No Data Halaman Novel Deskripsi Data

1. Tema Mayor

a) Kesabaran dalam menerima segala macam cobaan hidup untuk mewujudkan cita-cita mengislamkan masyarakat Bukit Bayur

1 373 “ Tuhanku! Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin Senja hilang, mana mungkin Senja diculik, siapa yang menculik di kebun lengang begini.”

2 388 “Elang...., panggil Tegar lirih.

Aku menoleh dan kutanggalkan senyumku untuknya. Sekali lagi kubilang, aku kelewat bahagia dengan kembalinya Tegar ke tubuh Empat Pawana.

Ya, ada apa, Gar? tanyaku setelah sekian lama Tegar terbungkam.

Pagi ini aku membawa kabar untuk. Bahwa......

Tegar menghentikan kalimatnya, lantas ia merangkul pundakku dengan perlahan. Aku mengerutkan dahi,

merasa heran sendiri. Tidak biasa Tegar begini.

Ibumu meninggal dunia, beberapa saat setelah kau pergi dari Bukit Bayur.”

3 57 “Mendengar keluhanku, Tegar dan Darwin saling pandang. Lantas tersengih bersama-sama. Sudah dikatakan tadi oleh Darwin, tidak orang tua dia, tidak orang tua Tegar, tidak orang tua Waris, semua sama saja. Semua melarang anak-anaknya sekolah dan mengaji.”

2. Tema Minor

a) Masalah keimanan 4 49 “Aku termenung disetiap penghujung malam, aku sedikit menyesal ternyata usaha Empat Pawana untuk mengislamkan Bukit Bayur dianggap pemecah persatuan masyarakat.

Kami dianggap memberontak. Kami dimusuhi masyarakat sendiri apabila kami mendalilkan ayat Allah kepada mereka.”

5 56 “Sebagai mana ibuku, orang-orang Bukit Bayur juga percaya ajaran mengiwa dan menengen. Mau bilang mereka agnostik rasanya tidak begitu tepat. Pasalnya semua orang Bukit Bayur menyatakan bahwa dirinya

beragama Islam, sementara kita tahu orang orang agnostik mempercayai keberadaan Tuhan, tetapi enggan menjalankan atau memeluk agamanya.”

6 63 “Kendati semua orang mengutuk rutinitas kami mengaji, tapi kami tak pernah patah semangat.”

7 62 “Maka sejak hari itu, aku berkomitmen tinggi untuk menbangun peradaban baru di sini. Menyadarkan orang-orang Bukit Bayur tentang syariat Islam yang benar.

Mengajari mereka membaca Alquran dan mengerjakan shalat.

Dan secara perlahan menuntun lidah mereka mengucap: Asyhadu ‘alla illaha illallah wa asyhadu ‘anna muhammmaddar rasullulah.”

b) Masalah cinta kasih

8 421 “Ditempat inilah, untuk kali pertama aku terhipnotis pesona gadis manis kecil menawan. Kuingat benar saat gadis berkepang itu tersenyum kepadaku, dengan malu-malu aku menatapnya. Aih betapa hebat cinta pertama. Energi yang ditimbulkan mampu menjadi motor penggerak dalam menaklukkan segala tantangan. Dan di tempat inilah, di Gedung Serbaguna inilah semua rasa bermula.”

9 100 “Oh Tidak‼‼! Aku menggosok kedua bola mataku. Benarkah dia? Benarkah gadis itu Senja? Benarkah Waris akan memeluknya? Tidak bisa dicegah, akupun terpelongo.

Duh Gusti ini mustahil.”

10 178 “Satu adikku tewas sebagaimana Ayah. Sehingga, mau tak mau aku harus membawa Ibu dan adikku ikut bertransmigrasi. Nenek juga akan kami ikutkan transmigrasi. Aku tak punya siapa-siapa, tak punya apa-apa lagi, Lang. Nenek, Ibu, dan adikku, itulah satu-satunya harta yang kumiliki.”

11 192 “Aku pasti kembali Senja‼‼

Ris……tunggu‼! Riss tungggg…guu‼!.

Dengan mata dan kepala sendiri, aku menyaksikan drama sepasang kekasih yang dipisahkan oleh takdir.

Tak sekedip matapun aku berhenti mengamati sepasang kekasih itu benar benar terpisah.”

12 181 “Akan kujaga Senja baik-baik, Ris.

Tapi, kau harus berjanji.

Kau akan kembali ke tempat ini kelak!

Sambil tersenyum, aku meremas kedua bahunya.

Entah kenapa aku suka dengan keputusannya pergi bertransmigrasi. Tentu alasan paling logis adalah karena aku bisa dekat dengan Senja. Aku memang bukan dirinya, yang berhati begitu putih.

Sering kali aku berpikir picik, mau senang, dan menang sendiri.”

c) Masalah pendidikan 13 10 “Bayangkan saja, pagi benar kami harus berjalan jauh untuk sampai di sekolah.

Menuruni bukit, menembus hutan pinus, melewati tebing-tebing, menyeberangi sungai, menembus rapatnya kebun tebu, mengitung petak sawah dan ladang, setiap hari dan setiap pagi, setiap sore dan setiap hari, setiap hari dan setiap malam, sepanjang tahun selalu begitu”

14 11 “Dalam pengalaman kolektif atau habitus dusun kami, masyarakat dusun kami sangat jauh dari peradaban”

15 57 “Kami diseragamkan miskin dan kami pun

diseragamkan buta huruf.”

16 64 “Saat kelas dua kami sering berangkat siang hari. Menginggat ruang di sekolah kami harus bergantian dengan SD Satu Atap Sokawera. Kamipun belajar diruangan ini dengan ruang dan guru yang sama dari SD sampai SMP.

Masuk sekolah siang kami harus rela pulang malam hari dan tentu saja orangtuaku mencak-mencak melihatku pulang malam hari, aku tidak boleh sekolah karena mereka pikir sekolah hanya menyita watu dan membuang waktu saja, mereka lebih suka anaknya menggembala domba, menyadap getah pinus dan menggarap sawah.

Tokoh dan Penokohan No

Data Halaman

Novel Deskripsi Data

1. Tokoh Utama

a) Elang

1) Penakut 1 27 “Aku masih sayang sama diriku sendiri, Gar. maaf, aku tak berani menembus hujan ini. Aku pilih berdiam di sini dan menunggu ujan reda.”

2) Cemburuan 2 102-103 “Melihat itu, aku makin jengkel. Aku tahu aku marah, sebal, cemburu. Tanpa sepengetahuanku, Waris telah mencuri start mendekati gadis manis itu.”

3) Baik 3 97 “Sepuluh menit kemudian, pekerjaan selesai.

Aku mengusap telapak tangan, merasa bangga karena telah menolong gadis manis kota itu.

Terima kasih, ya, “kata Senja kepadaku disertai seulas senyum.”

b) Tegar

1) Suka memberi nasihat 4 392 “Ketahuilah dan sadarilah bahwa pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan.

Rencana Tuhan berada di atas segala-galanya.

Kau tidak boleh terus-terusan menyalahkan takdir. Jangan sekali-kali menghardik Tuhan. Tapi sebaliknya, saat terkena musibah, berusahalah mengikhlaskan semua,” jawab Tegar, ia mendekat kepadaku.”

2) Sabar 5 252-253 “Jangan, Win! sergah Tegar.

Jangan! Islam tidak mngajarkan kita melawan kekerasan dengan kekerasan selagi masih bisa ditempuh dengan jalan damai. Tegar memeluk bagian pinggang darwin, memegangnya erat, berusaha mencegah pembakaran pos polisi itu.”

c) Darwin

1) Keras kepala

6 253 “Minggir, Gar! Minggir!

Biar aku bakar bangunan milik Perhutani Hutan ini! Aku sakit hati, aku sakit hati!!

Darwin terus memberontak.

Tangan kanannya berusaha melempar bambu berapi ke atap pos polisi. Tapi, sekuat Tegar berusaha menahan.

Ia menangkis bambu itu agar terjatuh dari genggaman Darwin.“

2) Tidak mudah menyerah

7 258 “Aku juara lagi. Aku juara! Pekik Darwin.

Dengarlah ini, Pak Sapon! Aku akan mengubah Bukit Bayur menjadi orang pintar, aku akan mengajari mereka membaca dan menulis. Kau tidak akan bisa mempermainkan nasib kami lagi.”

3) Humoris 8 316 “Lagi, Darwin bikin ulah.

Selayaknya bintang film kondang, anak ini memamerkan peran protagonis sedang merayu gadis idaman.

Senja, terimalah cintaku ini.

Aku berjanji akan menjagamu hingga akhir hayatku. Terimalah cintaku, Gadis.

Berkata demikian, Darwin berlutut di depan Senja seraya memberikan bunga bakung yang disahutnya dari selokan kecil di tepi jalan. Kacamata dan model rambutnya masih belum berubah.

Aku geli menahan tawa, demikian juga Senja. Namun demikian, Darwin tetap percaya diri luar biasa.”

d) Waris

1) Pendiam dan mengalah

9 40 “Lalu pria menawan bernama Waris. Nama lengkapnya Waris Subekti. Waris yang tenang bagaiKarimunjawa

ditengah laut Jawa, selalu diam dan mengalah.”

e) Senja

1) Suka memberi nasihat

10 341 “Ya Allah, Win! Kau ini seperti bukan santri saja! gugat Senja.

Islam melarang kita menipu, mencuri, merampok apalagi korupsi. Bahkan, hukum Islam mengajarkan, barang siapa mencuri maka tangan boleh dipotong agar tidak ada orang yang berani mencuri. Sehingga, jika tidak takut akan hukuman akhirat, ia akan jera karena tangannya dipotong.

Kamu keterlaluan Win. Bukankah, baik Bu Guru Supriatin ataupun Ustaz Ahmad tidak pernah mengajari kita mencuri?.”

2) Peduli dan suka membantu

11 138 “Kini kutemukan cara-cara Senja begitu menawan, cantik. Aku percaya, inilah cantik yang sesungguhnya. Sebab fisik bisa sja rusak, bisa saja pudar, bisa mengeriput, bisa saja hilang. Akan tetapi, hati yang putih akan selamanya menjadi pelita yang menerangi jalan hidup.”

2. Tokoh Tambahan

a) Pak Sapon

1) Kasar dan pemarah 12 218 “Kuperingatkan kepada kalian, hei anak-anak kampung.

Kalian jangan membuat naik darah, karena aku akan membunuh kalian, nada bicaranya makin antagonis. Bertimbre berat, penuh penekanan. Mirip seorang diktator.

2) Licik 13 258-259 “Akulah anak dari negeri Bukit Bayur, yang akan memerangi kelicikan orang-orang pintar yang bisanya membodohi orang-orang bodoh! Aku akan melawanmu, Pak Sapon! pekik Darwin

b) Ibu Elang 1) Peduli

14

50

“Lihat kelakuanmu itu, kelakuanmu Empat Pawana.

Bikin repot orang sedusun saja! Untung, Tegar tidak masuk jurang atau mati kesamber gledek atau mati terseret arus sungai.coba kalau mati, kau bisa dimusuhi seumur hidup sama Paman Sampid.”

c) Ayah Elang 1) Keras kepala dan

pemarah

15

57-58

“PRANKKG!! dihantamkanlah meja kayu di depanku oleh Ayah, semua gorengan berhamburan, tidak cangkirku, tidak cangkir Ayah tumpah airnya dan menggelinding di lantai tanah.

Kudua tangan ibuku melompat cepat menekan dada, mulutnya mendesiskan sesuatu, lantas menelan ludah penuh kegetiran.

Aku memundurkan letak kursiku. Dadaku terlunjak, hatiku getir, aliran darahku mengalir deras, pipi-pipiku panas, tapi kurasai telapak tanganku sedingin es balok.

Anak kecil, tahu apa! Jangan melawan nasihat orang tua! keras, getas. Ayah menjatuhkan tatapan mata serigala ke anak mataku. Kurasai gigi-gigi orang ini gemeletuk, lalu lanjutnya, kau itu air kencingku. Jangan mengajari orang tua yang sudah lahir mendahuluimu.

Sudah sepintar apa kau selama mengaji? Merasa sudah paling pintarkah kau.

Hinga biasa menasihati orang tua? tidak ada aturan, tidak ada buku yang mengajari, seorang anak menasihati orang tua.”

d) Bu Supriyatin 1) Peduli

16

108

“Senja mengangkat wajah, kemudian tersenyum.

Pipi-pipinya basah. Terbaca sekali ia habis menitikkan air mata.

Bu Guru Supriatin pun berdiri, mendekati Senja.

Lantas sambil mengulas senyum, beliau merangkul dan meremas-remas pundak Senja.”

e) Paman Wijaya 1) Baik dan ramah

17 90 “Paman Wijaya tertawa kecil dan menyalami kami, menanyakan bagaimana kondisi cuaca dusun kami, selanjutnya mengajak kami masuk ke balai terbuka di samping rumah. ”

f) Pak Ahmad 1) Baik

18 122 “Saya akan bantu semampu saya. Mungkin setiap hari, semingu, dua minggu, atau sebulan sekali, saya akan memberikan ceramah

di sana. Kita harus melangkah dengan perlahan-lahan.”

g) Kardi 1) Baik

19 409 “Kardi menyeretku ke tempat semacam gudang yang terletak di lantai dasar gedung ini. Aku di jamu bermacam-macam makanan.”

h) Warsih 1) Baik

20 409 “Dengan malu-malu aku pun mengakui bahwa aku belum sarapan, bahkan belum terpikirka untuk makan siang. Dan, hal yang paling membuatku shock adalah saat Kardi membawa perempuan cantik yang aku kenal. Warsih! Ya, perempuan itu Warsih.”

Alur (Plot) No Data

Halaman Novel

Deskripsi Data

Tahapan Alur

1. Tahap Penyituasian (situation)

1 1 “Matahari sore menerpa tubuhku dengan kemilau cahaya yang lembut, tak sesilau tiga jam sebelumnya.

Dan angin yang nakal menerbangkan rambutku hingga belahannya tercecah-cecah di seputaran tengkang mata dan jidat. Menerabas wajah. Kelopak mataku mengatup menikmati hembusannya. Kuhela nafas panjang, kupenuhi rongga dadadku hingga gembung.

Kapuk randu yang terbuai, jatuh bergulung-gulung.

Disaksikan seekor derkuku yang diam menekur. Tiga bocah berebut menangkapnya. Bocah-bocah lain bersuka cita menembangkan mantra ganjil pemanggil angin.”

2

5 “Sementara itu, wajah bumi telah sepenuhnya mengeras.Cokelat kelabu warnanya, terhampar luas sebagai lautan kematian dibawah tangkupan langit lazuardi sawah-sawah dan empang kering krontang dan tak setitik air pun bisa ditemukan disana. Daun-daun jati dan mahoni terlihat kering dan melepuh wajahnya lalu jatuh setiap sore luruh bersama

terpaan angin. Burung-burung pipit diam merana memandang sawah yang dulunya menghasilkan biji padi yang gemuk, kini menjelma menjadi padang kering yang mendekati kepunahan

2. Tahap Pemunculan Konflik (gererating circumtances)

3

17

“Seperti malam ini, pulang mengaji dari Wogen Legok, kami terjebak hujan lebat. Hanya kami berempat, pendekar Empat Pawana. Obor kami perlahan redup dan akhirnya mati tersiram air hujan. Germuruh berkepanjangan terdengar sangat mencekam, selain kami tak ada satu orang pun yang melintas ditempat sepi ini.”

4 22 “Sekarang saja air sungai kaligencar sedang meluap, Gar‼Pasti itu‼ Lebih baik kita menunggu hujan reda saja, jadi walaupun sungai meluap setidaknya kita bisa mendayung dengan tenang. Darwin tetap kukuh dengan pendapatnya, ia akan tetap menggu hujan reda.”

3. Peningkatan Konflik (rising action)

5 103 “Aku termenung di setiap penghujung malam, aku sedikit menyesal ternyata usaha empat pawana mengIslamkan Bukit Bayur dianggap sebagai pemberontak dan pemecah persatuan masyarakat. Kami dimusuhi oleh masyarakat kami sendiri apalagi jika kami mendalilkan ayat-ayat Allah”

6 58 “Mulai sekarang jangan mengaji lagi!!!! lanjut ayah sengak. Lebih baik membantu menyadap getah pinus. Selain mendapatkan uang kau juga menjadi anak yang patuh, tidak

berani melunjak seperti sekarang ini!!!!! Sejak kapan kau brani begini…!!!!!? ”

7 251 “Dan inilah peristiwa kedua yang mengiris hatiku. Sekali lagi kubilang, barangkali aku masih terlalu kecil untuk mengalami peristiwa yang memilukan seperti ini. Persis didepan mataku, kobaran api telah membakar habis masjid sederhana milik kami.

Pak saponnnnn‼ suara Darwin melengking.”

8 218 Keparat kau,…….Pak Sapon!!!........

“Kalian mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan hak kalian. Kalian semua bisa dihukum. Kailah, kami inilah yang berhak mengurus Bukit Bayur. Kalau kalian nekat membangun masjid ini maka aku tak segan untuk membakarnya. Suara pak sapon muntab menggelegar”

9 251 “Bersamaan dengan itu kerangka masjidpun roboh, kobaran api terus melalap masjid sederhana milik kami. Hatiku sangat pedih dan perih, kuingat kembali ketika darin menarik bambu dan ku ingat kembali ketika tegar menancapkan tiang utama masjid. Kini Semua telah menjadi api”

4. Tahap Klimaks (Climax)

10 286 “Bergurulah kepada Kyai Nasir, beliau memiliki sekolah Islam dan pondok pesantren serta gemar mendirikan masjid. Belajar kesana dan kuasai ilmu Islam, mintalah Kyai Nasir

untuk mendirikan masjid di Bukit Bayur, dan kelak kalian yang akan mengajar di Bukit Bayur. Dan aku rasa ini adalah pilihan yang tepat dan masuk akal untuk mengIslamkan orang-orang Bukit Bayur. Ustaz Ahmad menepuk pundak Tegar dan Darwin secara bergantian, seolah beliau sedang mempercayakan nasib agama Islam di Bukit Bayur kepada kedua bocah jenius itu. Air matakupun menetes menyadari kekalahanku aku merasa tidak berguna dan ingin mati saja.”

11 396 “Aku berjanji tidak akan mengecewakan kalian berdua, Akan berjanji menjadi putra terbaik Bukit Bayur. Akan kubawa dan kuperjuangkan kampung kita hingga ke Istana Presiden sekalipun. Berjanjilah akan kembali ke Bukit Bayur, Elang‼ Kita harus kembali setelah menjadi sarjana, sahut Tegar”

5. Tahap Penyelesaian (denaunement)

12

418

“Sembilan bulan berlalu akhirnya PN Banyumas mengabulkan gugatanku, menunda keberangkatanku saat itulah aku mulai menemukan titik terang. Aku menunda keberangkatanku ke Jerman demi menghadiri kasus itu. Selepas menyelesaikan sengketa lahan dengan perusahaan hutan nanti, aku harus kembali ke Jerman melanjutkan studi S3.”

Kaidah Pengembangan Plot

1. Tegangan (suspense) 13

188

“Maka, ketika aku menyaksikan Waris menaiki bak truk dengan payah, memanjat, bergelantungan dibantu oleh uluran tangan ibunya.

Aku ingin menangis sejadi-jadinya.

Aku ingin berteriak, kurasai seluruh tubuhku lunglai. Anak-anak itu bahu-membahu agar waris bisa naik ke atas truk.

Hatiku makin giris ketika menyaksikan Waris nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan, ibunya menjerit disertai tangisan, semua orang ketika menyaksikan Waris nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan, ibunya menjerit disertai tangisan, semua orang di dalam bak truk membuat menaikkan Waris.

Inilah drama yang sesungguhnya. Inilah kenyataan yang harus di terima dengan hati yang lapang, ketika pertemuan dan perpisahan saling memeluk

14 190 “Senja !!

Selamat tinggal , Senja... !!! pekik Waris.

Truk terus melaju, sama sekali tak menghiraukan kehadiran dan teriakan Senja. Aku, Tegar, dan Darwin berhenti. Menunggu Senja.

Waris !!!

Dengan payah, Senja mengejar truk yang terus melaju. Berlari kencang. Selamat tinggal, Senja.....aku pasti kembali!

15 251-252 “Dan inilah peristiwa kedua yang mengiris hatiku.

Sekali lagi kubilang, barangkali aku masih terlalu kecil untuk mengalami peristiwa memilukan seperti ini.

Persis di depan mataku, kobaran api telah membakar habis masjid sederhana milik kami.

Pak Sapon! suara Darwin melengking.

Keparat kau, Pak Sapon!!!

Bersamaan dengan itu, kerangka masjid terakhirpun roboh.

Kobaran api terus membara. Hatiku sangat pedih menyaksikannya. Kuingat kembali semangat Darwin menebang bambu itu. Kuingat kembali saat Tegar memacangkan tiang utama Masjid. Kini, semua menjadi api.

Pak Sapon! Ini tanah kami. Ini tanah kami! Kami yang berhak atas tanah ini! Kami bebas menanam segala macam tanaman, sesuka kami. Kami bebas membangun apa saja. Temasuk membangun masjid. Apa

saja, sesuka kami. Kamilah pewaris sah tanah ini, Pak Sapon!

Lihat ini! Akan kubakar semua milik Perusahaan Hutan! Lihat ini Pak Sapon!.

16 340-341 “PRANKK!!

Suara besi yang diempaskan ke lantai terdengar begitu nyaring, kami yang berada di dalam bak truk nyaris terlonjak. Ya Tuhan, ya Tuhan, Ya Tuhan.

Maafkan aku bodoh! Ujar darwin kepadaku kemudian kepada senja, Maafkan aku Senja.

Tadi, aku ketahuan mencuri makanan.

Aku pikir kita tidak bisa bertahan lama dengan persediaan uang logam yang kita miliki sekarang. Makanya, aku nekat mencuri, eh tahunya malah jadi buronan. Aku menyesal, aku minta maaf.”

2. Daya Duga Bayang (foreshadowing)

17

125

“Bukan hanya berdaun lebat dan rimbun, pohon bacang ini juga sudah berbuah, duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yang menjalar di tepian sawah. Aliran empang itu membelah sawah-sawah, berkelok memutari kaki bukit.”

18 79 “Kawanan pipit terjun dari langit dan bersukacita mendapati lautan padi yang terhampar luas meskipun sebenarnya hanya diperlukan sejimpit biji padi untuk membuatnya kenyang.”

19 196 “Dari balik rumpun bambu yang tidak kuketahui, terdengar suara burung sikatan menciat-ciat. Aku yakin ia terusik kehadiran kami, atau bisa jadi sarangnya tersembunyi di antara daun bambu yang kami tebang. Meranalah ia.”

20 406 “Dan inilah kisah paling memilukan selama menjadi seorang pencari kerja. Karena aku telah kehilangan ideology sebagai seorang idealis, tidak tanggung-tanggung bidang kerja yang memanggilku kali ini dari sektor marketing.

Sungguh melenceng jauh dari disiplin ilmu yang kugeluti. Akan tetapi, sekali lagi kubilang, masa bodoh dengan ideology. Tuntutan hidup telah membuatku begini.”

3. Kejutan (surprise) 21

373

“Kembalilah, Senja.. teriakku.

Tuhanku! Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin senja hilang, mana mungkin Senjadiculik, siapa yang menculik di kebun lengang begini. Ingin sekali kusalahkan Darwin. Dialah biang kerok semua ini, dialah yang mengajak kami bermain petak umpet.

Senja!! Dimana kau, Senja. “

22 403 “Setelah SMA, Senja mendapatkan beasiswa dari Kedutaan Besar Mesir untuk belajar di universitas Al-Azhar. Ia menjadi

mahasiswi Fakultas Dirasat Islamiyah. Di kota Alexandria atau Iskandariyah, ia menghabiskan masa kuliah. Ia melanjutkan SMA di kota lain setelah peristiwa “hilang” saat bermain petak umpet bersama Empat Pawana.”

Latar (Setting) No Data

Halaman Novel

Deskripsi Data

1. Latar Tempat

a. Bukit Bayur 1 11-12 “Cokelat kelabu warnanya. Musim penghujan nanti, jajaran bukit itu akan berubah menjadi permadani hijau yang di bentangkan di sepanjang garis cakrawala utara. Tepat di tengah-tengah itulah letak dusun kami, Bukit Bayur .”

b. Hutan Pinus

2 16 “Derapnya berlari bagai kuda quarter horse memacu langkah, berderap cepat memasuki hutan pinus. Menuju puncak altitude tertinggi”

c. Wogen Legok 3 17 “Seperti malam ini, pulang mengaji dari Wogen Legok kami terjebak hujan lebat.

Hanya kami berempat, pendekar Empat Pawana.

Obor kami perlahan-lahan redup, lalu akhirnya mati tersiram air hujan.”

d. Rumah Paman Wijaya

4 89 “Pagi masih lenggang ketika kami sampai di rumah Paman Wijaya. Tidak ada seorangpun di sini. Lenguhan sapi, kicau burung perkutut, dan embek kambing sempat menjadi bahan obrolan kami sambil menunggu acara menonton televisi

dimulai.”

e. Sekolah 5 103 “Bu Guru Supriyatin memasuki ruang kelas, kami semua masih gaduh.”

f. Masjid

6 119 “Maka selesailah ceramah Ustaz Ahmad tentang pertempuran Qadisiya di bawah pimpinan Khalifah Umar Ibn Al-Khattab. Santri-santri menyalami Ustaz Ahmad penuh takdim. Setelahnya mereka berhamburan keluar dari masjid”

g. Bukit Warengan

7 174 “Tuhan, hari ini Bukit Warengan luluh lantak, gempa bumi dan tanah longsor menghabisi segalanya, rumah-rumah rata dengan tanah. Susah payah, warga menyelamatkan diri dan keluarganya. Beberapa dari mereka mati terkubur bersama harta benda dan rumah-rumah.”

h. Purwokerto

8 313 “Ini Purwokerto, Dik‼! Jawabnya singkat.

Purwokerto, wah hebat! aku kembali menginjakan kaki di kota ini. Benar ini Purwokerto, kota satria.

Kota kelahiran Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia itu.”

i. Kebun 9 259 “Di kebun ini, di bawah pohon nangka yang rindang aku beristirahat. Setidaknya, dengan berteduh di bawah pohon rindang, kami akan mendapat asupan oksigen yang lebih dari cukup.”

j. Pasar Sokaraja

10 341 “Akhirnya pasar Sokaraja telah jauh kami tinggalkan. Kami diangkut truk bermuatan seekor sapi menuju tempat yang entah kami tak tahu ke mana melaju.”

k. SMA N Baturaden 11 397 “Setelah digembleng di SMAN 1 Baturaden, inilah hasilnya.

Sikap Nasionalisme, prestasi akademis, dan kecerdasan rohaniku meningkat drastis.”

l. Jakarta 12 407 “Sepanjang perjalanan aku menangis.

Kutengok dadaku sendiri, siapa aku di kota metropolitan Jakarta ini?

Dan setiap perempatan kota, menghadangku dengan kemacetan.

Jakarta edan kau!”

2. Latar Waktu

a. Pagi 13 49 “Seperti pagi ini misalnya, ayah ibu mencak-mencak dan menjadikan mengaji sebagai kambing hitam. Bagi mereka, musibah yang dialami Tegar semalam semata-mata disebabkan

oleh kengototan kami menjalani rutinitas mengaji.”

b. Sore

14 1 “Matahari sore menerpa tubuhku dengan cahaya yang kemilau dan lembut tak sesilau tiga jam sebelumnya. Dan angin yang nakal menerbang-nerbangkan rambutku hingga belahannya tercecah-cecah di seputar tengkang mata dan jidat.”

c. Malam

15 37 “Suatu malam saat purnama bulat sempurna, Darwin mengajakku pergi berlayar.

Tentu saja aku menolak ide gila itu. Ia cetuskan ketika kami saling mendayung sauh sepulang mengaji.

Darwin ngotot membelokkan perahu mengikuti ke mana arus mengalir, dan aku terpaksa mengalah karena suaraku menjadi suara minoritas. Dua temanku yang lain, Tegar dan Waris, menyetujui usulain Darwin dengan pertimbangan esok hari adalah hari libur

d. Hari

16 135 “Setiap hari, kami melewati jalan ini, Senja. Menyusuri jalan ini adalah tawa kami. Melintasi jalan ini adalah nyawa kami. Garansi bagi kami untuk menjadi manusia yang lebih baik. Kami mencintai dusun kami. Kami mencintai perjalanan kami!”

3. Latar Sosial

a. Seorang Ibu

17 51 “Jangan sembrono, kata Ibu. Jangan mendahului yang lebih tua, ayah belum mengambil satu pun, berani-beraninya anak mengambil duluan. Sembrono itu namannya, Le.”

b. Seorang Guru

18 105 “Selamat Pagi, anak-anak. Berujar demikian, Bu Guru Supriyatin duduk dikursinya. Kini, aku yakin beliau suda bisa tenang. Ia tersenyum mendengar beberapa anak emas menanyai soal-soal sepele namun cukup menjadi bukti betapa cintanya anak-anak ini kepada beliau.“

c. Seorang Polisi

Hutan

19 216 “Sebentar, sebentar. Biar aku ceritakan sedikit siapa Pak Sapon.

Tentu sebelumnya sudah tahu, Perusahaan Hutan mempunyai kesatuan polisi yang disebut polhut. Kepanjangan, polisi hutan.

Kesatuan polisi hutan ini bertugas mengamankan hutan dari para penjarah.”

d. Seorang Kompeni 20 153 “Ruud Joey Suk adalah orang yang menentang transmigrasi. Pasalnya, orang ini merasa telah menemukan rekan yang tepat untuk melakukan penjarahan hutan. Jika transmigrasi benar-benar terjadi, ia akan kehilangan para pekerja penjarahan, yakni orang-orang Bukit Bayur.”

Majas No Data

Halaman Novel

Deskripsi Data

1. Personifikasi 1

37-38

“Riak air sungai memantulkan sinar rembulan yang tersenyum di atas awan, bentuk wajah rembulan tampak pipih, memanjang pecah-pecah, dan terbelah akibat riak air yang bergoyang-goyang.”

2 160 “Petir mulai menggelegar. Hujan begitu deras, aku menembus kerapatannya dengan hati terluka. Bukit-bukit mulai mengigil. Sore pun membeku seiring terdengar tangisanku di bawah hujan.”

3 289 “Bulan pucat bersembunyi di balik tirai awan putih yang berarak-arak, tersesat seorang diri tanpa berteman bintang.”

2. Simile 4 96 “Ini serius, Senja anggun laksana kuncup mawar yang sedang memekarkan lembar-lembar kelopaknya.”

5 125 “Duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yan menjalar di tepian sawah.”

6 376 “Kini, hampir setahun Senja menghilang bagai ditelan bumi. Ternyata tidak mudah melewati hari-hari tanpa orang yang disayangi.”

3. Metafora 7 24 “Darwin dan Tegar adalah Kurawa dan Pandawa yang selalu meributkan kekuasaan.”

4. Hiperbola 8 103 “Kini percaya bukan, bahwa rasaku persis dengan seekor derkuku

yang terhunjam peluruh ketapel? Jatuh gedebug, sakitnya!”

9 134 “Tubuhku gemetar, sebentar lagi aku akan disalaminya. Tanganku dingin, beku seperti es balok. Ketika Senja menyalamiku.”

10 413 “Pernah suatu ketika jantungku nyaris copot. Pulang kuliah aku membaca pamflet acara bedah buku dengan moderator orang Indonesia.”

5. Ironi 11

411

“Sejak itu aku tak percaya ijazah, beupa indeks prestasi yang tertoreh di dalamnya. Semua tidak akan begini andai saja Tsai Lun tidak menemukan kertas. Selamnya, tidak ada hitam di atas putih.

Kini semua orang berburu ijazah, bahkan sering kudengar terjadi kecurangan-kecurangan demi mendapatkan kertas keramat itu.”

12 154 “Aku tahu itu, Perusahaan Hutan memang keterlaluan tega menyewa tanah orang tua kami selama seratus tahun dengan harga yang tidak pantas. Padahla, sebagaimana kita tahu, Perusahaan Hutan adalah mitra Pemerintah. Ini arinya, melalui Perusahaan Hutan, pemerintah melakukan kebohongan besar-besaran kepada rakyatnya sendiri. Ironis sekali bukan? Timpalku, kalian masih ingin membela Perusahaan Hutan dan pemerintah?”

13 230 “Inilah NKRI. Inilah negeri antah berantah di tempat praktik kehidupan manusia serigala tumbuh subur, homo homini lupus.”

Amanat No Data

Halaman Novel

Deskripsi Data

Secara Eksplisit

a. Saling berbagi dengan

sesama manusia.

1 90 “Paman Wijaya tertawa kecil, menyalami kami, menanyakan kondisi cuaca dusun kami. Di balai terbuka ini tidak banyak perabot, hanya satu dua meja kayu untuk televisi, dua buah lincak menyandar dipilar tengah, dan satu lampu petromaks. Sebaliknya, balai terbuka ini lebih sering digunakan sebagai panggung terbuka tempat warga menonton televisi. Tidak terkecuali kami yang jauh jauh datang dari Bukit Bayur.”

b. Saling tolong

menolong jika ada

yang membutuhkan

pertolongan

2 95-96 “Saat kuangkat koper besar dari bak pikap, Senja yang berdiri tenang di dekat pintu mobil, menyenyumiku.

Kita menolong orang mengangkut-angkut barang, jangan berharap mendapatkan simpati apalagi ulang, desis Darwin.

Sepuluh menit kemudian, pekerjaan selesai. Aku mengusap telapak tangan, merasa bangga karena telah menolong gadis manis kota itu.”

c. Optimistis untuk

mewujudkan

keinginan yang

diharapkan

3

62

“Maka sejak hari ini, aku berkomitmen tinggi untuk membangun peradaban baru di sini. Menyadarkan orang-orang Bukit Bayur tentang syariat Islam yang benar. Mengajari mereka membaca Alquran dan mengerjakan shalat. Dan, secara perlahan menuntun lidah mereka mengucap: Asyhadu ‘alla illaha illallah wa asyhadu ‘anna muhammaddar rasullulah.”

4 258 “Dengarlah ini , Pak Sapon! Aku akan mengubah orang-orang Bukit Bayur menjadi orang pintar, aku akan mengajari mereka membaca dan menulis. Kau tidak akan bisa mempermainkan nasib kami lagi.”

Secara Implisit

a. Selalu sabar dan

ikhlas karena Allah

Swt. dan tidak mudah

menyerah dalam

menghadapi segala

macam cobaan.

5 392 “Elang, kita ini mau sekolah, bukan mencari Kyai Nasir.

Memang benar, hidupmu telah terombang-ambing lantaran mengikuti nasihat jihad dari Ustaz Ahmad, tetapi menurutku, kau tidak perlu menyesali semuanya.

Berpisah dengan orang-orang yang dicintai adalah keharusan. Tidak kemarin maka hari ini. Tidak hari ini maka esok. Tidak esok maka suatu saat

Ketahui dan sadarilah bahwa pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan.

Rencana Tuhan berada di atas segala-galanya.

Kau tidsk boleh terus-terusan menyalahkan takdir.

Jangan sekali-kali menghardik Tuhan. Tapi sebaliknya, saat terkena musibah, berusahalah mengiklaskan semua,” jawab Tegar, ia mendekat kepadaku.”

b. Berusahalah untuk

selalu jujur dalam

keadaan apapun

6 341 “Tadi, aku ketahuan mencuri makanan. Aku pikir, kita tidak bisa bertahan lama dengan persediaan uang logam yang kita miliki sekarang. Makanya, aku nekat mencuri, eh tahunya malah jadi buron. Aku menyesal, aku minta maaf

“Ya Allah, Win! Kau ini seperti bukan santri saja!” gugat Senja

“Islam melarang kita menipu, mencuri, merampok apalagi korupsi. Bahkan, hukum Islam mengajarkan, barang siapa mencuri maka tangannya boleh dipotong agar tidak ada orang yang berani mencuri. Sehingga, jika tidak takut akan hukuman akhirat, ia akan jera karena tangannya dipotong. Kamu keterlaluan, Win. Bukaankah, baik Bu Guru Supriyatin ataupun Ustaz Ahmad tidak pernah mengajari kita mencuri?” lanjut Senja”

Data Nilai Estetika dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas

Tahap Eksistensi No

Data Halaman

Novel Deskripsi Data

a. Keindahan Moral

1. Kasih sayang antar keluarga, saling menyayangi, berbagi dan melindungi diwujudkan oleh sikap Darwin dan Waris

1

178 “Satu adikku tewas sebagaimana Ayah. Sehingga, mau tak mau aku harus membawa Ibu dan adikku ikut bertransmigrasi. Nenek juga akan kami ikut sertakan transmigrasi. Aku tak punya siapa-siapa, tak punya apa-apa lagi, lang. Nenek, ibu, dan adikku, itulah satu-satunya harta yang kumiliki saat ini.”

2 248 “Aku takut itu kebakaran di Bukit Bayur, Gar. aku takut ibuku kenapa-kenapa. Ibuku sendirian di rumah, dan dia sedang sakit. Cepatlah sedikit! Ayo cepat! Ayo lari!.”

2. Keteguhan Darwin untuk mencintai tanah air Indonesia yaitu Bukit Bayur

3 155 “Inilah nasionalisme! Meskipun disakiti bangsa sendiri, kita harus tetap memberikan yang terbaik. Sejatinya bukan bangsa kita yang rusak, tetapi orang-orang di dalamnya yang rusak. Bukan lembaga pemerintahnya yang salah, tetapi orang-orang di dalamnya yang culas. Mereka tamak dan ingin menang sendiri. Kami ikhlas menggadaikan nasib kami kepada pemerintah, yang penting kami tidak mendukung penjarahan yang dilakukan Ruud Joey Suk. Itu sama saja menjadi pengkhianat bangsa. Inilah nasionalisme yang sesungguhnya.”

3. Sikap Elang yang bersedia menolong Tegar dan mengantikannya untuk mencari Kyai Nasir

4 301 “Tegar tidak ikut serta dalam pengembaraan mencari Kyai nasir, akulah penggantinya.”

4. Kepedulian Tegar dan Darwin terhadap Elang yang kehilangan sosok seorang ibu untuk selamanya

5 389-390 “Bersabarlah, kau masih punya kami. Empat Pawana bukan hanya sahabat, keluarga termsuk Waris. Hingga sekarang pun masih lekat di hati kita bahwa dia juga bagian dari keluarga kita, keluaraga Empat Pawana. Bersabarlah, Rasulullah juga diuji dengan kesedihan yang bertubi-tubi. Kau pasti kuat! hibur Darwin, ia mengusap rambutku.

Betul kata Darwin, Elang. Hidup itu berulang dan berputar. Setelah mengalami kesedihan, kita akan mendapat kebahagiaan. Setelah tertawa bahagia, kita akan kembali diuji dengan kesediahan. Setelah sedih, kita akankembali tertawa. Begitu seterusnya, maka percayalah, selalu ada cahaya terang setelah semuanya gelap. Ambilah hikmah dari musibah hari ini, kata Tegar.”

b. Keindahan Susila

1. Sikap Paman Wijaya yang ramah terhadap anak-anak yang datang ke rumahnya untuk menonton televisi

6 90 “Paman Wijaya tertawa kecil dan menyalami kami, menanyakan bagaimana kondisi cuaca dusun kami, selanjutnya mengajak kami masuk ke balai terbuka di samping rumah. ”

2. Sikap Bu Supriyatin yang peduli terhadap Senja yang menjadi anak yatim piatu

7

108

“Senja mengangkat wajah, kemudian tersenyum. Pipi-pipinya basah, terbaca sekali ia habis menitikkan air mata. Bu Guru Supriyatin pun berdiri, mendekati Senja. Lantas, sambil mengulas senyum, beliau merangkul dengan meremas-remas pundak Senja.”

3. Tegar yang selalu memberikan nasihat kepada para sahabatnya yang sedang putus asa.

8 390 “Jangan pernah menyalahkan Tuhan karena saat ditimpa musibah, Tuhan sedang menjadikanmu lebih kuat.

Saat kau diberi kenikmatan, Tuhan sedang mengujimu dengan kenikmatan itu. Keputusan Tuhan berada di atas segalanya, hanya Dia yang tahu mana yang terbaik untuk makhlukNya, imb9h Tegar.”

c. Keindahan Akal

1. Ayah dan Ibu bertanya kepada Elang tentang dunia dan akhirat

9 54 “Kata Darwin, bekerjalah untuk dunia. Dan beribadahlah untu akhirat. Kenapa Ayah hanya bekerja?

Hanya memikirkan dunia, tetapi tidak memikirkan akhirat?

Apa itu akhirat, Le? tanya ibuku

Kata Tegar, akhirat itu kehidupan yang kekal, Bu.

Saat kita lahir kita dikumandangkan azan. Ini ibarat hidup yang hanya akan berlangsung dari waktu azan ke ikamah. Jadi, hidup di dunia itu sangat singkat. Sementara, akhirat adalah kehidupan yang

sesungguhnya. Di sana, semua menjadi kekal. Kita tinggal di sana tidak untuk sehari-dua, tetapi selama-lamanya.”

2. Tegar, Darwin, dan Elang bertanya kepada Ustaz Ahmad mengenai pembangunan masjid di Bukit Bayur

10

123-124 “Di mana kita menyelenggarakan forum pengajian seperti itu, Pak Ustaz? Kami tidak punya masjid. Gardu ronda kami punya, tapi gardu itu biasa untuk bermain judi dan minum ciu.

Haram menyelenggarakan pengajian di sana, Pak Ustaz. Lagi pula, tidak mungkin juga mereka mengizinkan forum pengajian di sana, suara Tegar menyusul. Oleh karena itu, kami menginginkan ada satu masjid saja di tempat kami, Pak Ustaz.”

3. Darwin pandai merayu ketika meminta pertolongan kepada Pak Sopir

11 305 “Paman, aku dan teman-temanku ini numpang ke Purwokerto ya? Sambut Darwin sambil menepuk bahuku.

Paman Sopir tersenyum sehingga kesan seram dari wajahnya pun mendadak sirna. Darwin mengenal Paman Sopir karena dia selalu diminta untuk mencarikan burung piaraan.”

d. Keindahan Alami

1. Sungai Kaligencar di Bukit Bayur merupakan salah satu jalur transportasi yang digunakan menuju tempat

12 37 “Suatu malam saat purnama bulat sempurna, Darwin mengajakku pergi berlayar.

Tentu saja aku menolak ide gila itu. Ia cetuskan ketika kami saling mendayung sauh sepulang mengaji.

mengaji

Darwin ngotot membelokkan perahu mengikuti ke mana arus mengalir, dan aku terpaksa mengalah karena suaraku menjadi suara minoritas. Dua temanku yang lain, Tegar dan Waris, menyetujui usulain Darwin dengan pertimbangan esok hari adalah hari libur. Kami akan bermalam di perahu ini, mengikuti ke mana arus Sungai Kaligencar mengalir.”

2. Pohon-pohon besar menunjukkan hutan di Bukit Bayur sangat terjaga kelestariannya

13 168 “Mataku seperti melihat seluruh permukaan bumi ketika langkahku sampai di punggung bukit. Pohon-pohon pinus menjulang tinggi-tinggi, mataku terhipnotis pemandangan menakjubkan di sepanjang lembah. Kabut tipis menyepuh daun-daun muda.”

3. Pemanfaatan sumber daya alam, seperti hewan, buah-buahan yang dapat dikonsumsi, batang bambu sebagai bahan

14 291-292 “Sejak kapan orang Bukit bayur dilarang menggali gadung di sini? Umbi gadung tumbuh secara liar. Tanaman ini milik siapa saja. Semua orang di sini berhak atas umbi gadung tanpa terkecuali.Sesungguhnya, Allah Swt itu menyayangi semua makhluk di bumi.

Semua telah diberi jatah rezeki masing-masing. Jangankan manusia, binatang sesederhana protozoa pun diberi jatah rezeki. Subhanallah...,ujar Tegar penuh syukur.”

Lampiran 2:

SILABUS Nama Sekolah : SMA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia

Kelas Semester : XI / 1

Standar Kompetensi : 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahan

Aspek : Kemampuan Bersastra –Membaca

Kompetensi Dasar

Materi Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Aloksiwaktu

Sumber Belajar/Bahan/Alat

7.2 menganalisis unsur–unsure intrinsic dan ekstrinsik novel Indonesia/terje-mahan

Novel Indonesia dan novel terjemahan

Unsur–unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan amanat)

Unsur ekstrinsik dalam novel terjemahan (nilai budaya, sosial, moral, dll)

Membaca novel Indonesia dan novel terjemahan

Menganalisis unsur–unsur ekstrinsik dan intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan amanat) novel Indonesia dan terjemahan

Membandingkan unsur ekstrinsik dan intrinsik novel terjemahan dengan novel Indonesia

Menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, majas, dan amanat) novel Indonesia

Menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik novel terjemahan

Membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel terjemahan dengan novel Indonesia

Jenis tagihan:

Tugas individu Tugas kelompok

Bentuk Instrumen:

Uraian bebas Angket

4 x 45 Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

Buku paket wajib dari sekolah

Buku tentang sastra yang relevan

Lampiran 3:

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Tingkat Sekolah : SMA

Mata Sekolah : Bahasa dan Sastra Indonesia

Kelas/Semester : XI/I

Alokasi Waktu : 4 x 45 (2x pertemuan)

A. Standar Kompetensi

Membaca

7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.

B. Kompetensi Dasar

7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.

C. Indikator

1) Menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamugkas.

2) Menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

3) Menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

D. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran sastra di kelas XI SMA ini adalah menumbuhkan kecintaan

terhadap karya sastra dan mengenal lebih jauh para sastrawan yang menciptakan karya

sastra. Tujuan pembelajaran sastra dengan membaca novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas diharapkan siswa dapat menghayati, memahami dan mengambil

nilai-nilai yang baik, khususnya nilai estetika dari novel tersebut. Tujuan khusus

pembelajaran sastra di kelas XI SMA yaitu:

1) Siswa mampu menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas.

2) Siswa mampu menganalisis unsur intrinsik pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas.

3) Siswa mampu menganalisis nilai estetika pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas.

E. Materi Pembelajaran

Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dapat digunakan sebagai

bahan pembelajaran. Materi pembelajaran di kelas XI SMA berdasarkan kompetensi dasar

dan indikator yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah

menganalisis unsur intrinsik yang berupa tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, majas,

amanat, serta nilai estetika yang berupa keindahan moral, keindahan susila, keindahan

akal, dan keindahan alami pada novel tersebut.

F. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran yang digunakan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas antara lain:

1) Ceramah

2) Diskusi

3) Pemberian tugas

4) Tanya jawab

G. Langkah-langkah Pembelajaran

3) Pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2x45 menit

Kegiatan Deskripsi kegiatan Waktu

Pendahuluan a. Guru mengawali kegiatan belajar mengajar

dengan salam. 15 menit

a) Guru mengondisikan kelas agar kondusif dan

memeriksa kehadiran siswa.

b) Guru menyampaikan kompetesi dasar dan

indikator perencanaan yang harus dikuasai siswa

setelah pembelajaran berakhir.

Inti

Eksplorasi

1) Guru menunjuk salah satu siswa untuk

menceritakan kembali isi novel Mahamimpi Anak

Negeri karya Suyatna Pamungkas sebagai langkah

awal bahwa siswa sudah membaca novel tersebut

di rumah.

2) Guru menjelaskan materi tentang unsur intrinsik dan

nilai estetika.

Elaborasi

5) Guru membagi siswa satu kelas menjadi beberapa

kelompok.

6) Tiap kelompok diberi permasalahan tentang unsur

intrinsik yang terdapat dalam novel Mahamimpi

Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

7) Guru secara aktif memantau jalannya diskusi dan

memberikan bantuan kepada siswa apabila

mereka mengalami kesulitan.

8) Setelah berdiskusi, setiap kelompok

60 menit

mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

Konfirmasi

1) Guru mengomentari presentasi setiap kelompok

dalam menyampaikan hasil diskusinya.

2) Kelompok lain diminta untuk menanggapi

presentasi dan memberikan masukan pada

kelompok yang ditunjuk, serta diberi kesempatan

untuk bertanya pada kelompok tersebut.

3) Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk

bertanya apabila belum memahami tentang materi

yang telah diajarkan.

Penutup

1) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.

2) Guru melakukan refleksi terhadap kegiatan yang

sudah dilakukan.

3) Guru memberikan tugas pada siswa untuk

dikerjakan di rumah agar menyimpulkan hasil

diskusi kelompok tentang unsur intrinsik. Tugas

tersebut dikumpulkan pada pertemuan

berikutnya.

4) Siswa menerima informasi dari guru mengenai

materi pembelajaran yang akan dilaksanakan pada

pertemuan berikutnya yaitu melanjutkan diskusi

15 menit

mengenai unsur estetika.

5) Guru mengakhiri kegiatan belajar mengajar

dengan kalimat yang tepat dan salam.

4) Pertemuan kedua dengan alokasi waktu 2x45 menit

Kegiatan Deskripsi kegiatan Waktu

Pendahuluan

1) Guru mengawali kegiatan belajar mengajar

dengan salam.

2) Guru mengondisikan kelas agar kondusif dan

memeriksa kehadiran siswa.

3) Guru menanyakan hasil tugas dari rumah

mengenai hasil diskusi tentang unsur intrinsik

pada pertemuan sebelumnya.

15 menit

Inti

Eksplorasi

1) Siswa dan guru bertanya jawab tentang

kegiatan diskusi pada pertemuan sebelumnya.

2) Guru menginformasikan materi yang akan dibahas

yaitu melanjutkan diskusi mengenai nilai estetika

dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas.

Elaborasi

1) Guru menyuruh siswa untuk berkelompok

60 menit

sesuai kegiatan sebelumnya.

2) Tiap kelompok diberi permasalahan tentang nilai

estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi

Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

3) Guru secara aktif memantau jalannya diskusi

dan memberikan bantuan kepada siswa apabila

mereka mengalami kesulitan.

4) Setelah berdiskusi, setiap kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya di depan

kelas.

Konfirmasi

1) Guru mengomentari presentasi setiap kelompok

dalam menyampaikan hasil diskusinya.

2) Kelompok lain diminta untuk menanggapi

presentasi dan memberikan masukan pada

kelompok yang ditunjuk, serta diberi kesempatan

untuk bertanya pada kelompok tersebut.

3) Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk

bertanya apabila belum memahami tentang materi

yang telah diajarkan.

Penutup 1) Siswa dan guru merangkum dan

menyimpulkan hasil pembelajaran unsur 15 menit

intrinsik dan nilai estetika yang terdapat dalam

novel.

2) Guru melakukan refleksi terhadap kegiatan yang

sudah dilakukan yakni mengenai nilai estetika.

Siswa diharapkan dapat mengaitkannya dalam

kehidupan sehari-hari.

3) Siswa menerima informasi dari guru mengenai

materi pembelajaran yang akan dilaksanakan pada

pertemuan berikutnya.

4) Guru mengakhiri kegiatan belajar mengajar

dengan kalimat yang tepat dan salam.

H. Sumber Belajar

1) Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

2) Buku wajib atau buku paket Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelas XI SMA

3) Buku lain tentang sastra yang relevan

Evaluasi

Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran nilai estetika novel Mahamimpi Anak Negeri

secara tertulis dengan menggunakan teknik tes (tes esai) dan teknik nontes (angket/kuesioner).

Tes esai sering digunakan dalam proses evaluasi pada siswa SMA. Evaluasi dengan tes esai

dapat meningkatkan kreativitas daya pikir siswa karena dalam tes esai siswa dituntut untuk

menguraikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Contoh soal bentuk tes esai:

1) Bacalah novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas dan tulis sinopsisnya!

2) Sebutkan contoh nilai estetika yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas?

3) Bagaimana nilai etika/ amanat yang disampaikan dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya

Suyatna Pamungkas menggurui atau tidak menggurui?

Contoh jawaban bentuk tes esai:

3) Sinopsis novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas.

Novel ini menceritakan kehidupan anak-anak yang peduli dengan lingkungan sosial, mereka

membentuk kelompok persahabatan yang diberi nama Empat Pawana. Menurut bahasa melayu

klasik pawana artinya angin. Angin memberikan filosofi selalu bergerak, mereka bertekad

seperti angin yang selalu bergerak melakukan perubahan yang lebih baik, khususnya untuk

kehidupan masyarakat Bukit Bayur yang jauh dari peradaban dan kehidupan religiusitas. Empat

Pawana hidup di lingkungan yang beragama Islam. Namun, tingkah laku masyarakatnya masih

percaya animisme, dinamisme yang dengan jelas bertentangan dengan syariat Islam yang

hakiki, tergeraklah hati mereka untuk mendobrak kebiasaan lama masyarakat Bukit Bayur yang

menyimpang dari ajaran Islam.

Empat Pawana menjunjung tinggi pendidikan sekolah dan pendidikan agama, mereka sadar

betul pentingnya sekolah dan mengaji. Sekolah menjadikan manusia berilmu pengetahuan,

bertindak rasionalis dan realistis, mengaji menjadikan manusia yang paham agama membuat

manusia tidak buta kenikmatan duniawi. Pendidikan menentukan kualitas suatu bangsa, agama

menentukan moralitas manusianya, mereka anak-anak yang haus ilmu, berbeda dengan anak-

anak lain yang seusia mereka. Namun, ironis sekali cita-cita mereka yang luhur tidak mendapat

dukungan dari masyarakat, bahkan orang tua mereka sendiri, menggangap bahwa tidak penting

bersekolah dan mengaji.

Bukan hanya pertentangan yang datang dari orang tua dan masyarakat, melainkan juga

medan terjal, selalu menyapa mereka saat pergi sekolah dan mengaji. Setiap hari menuruni

bukit, menyebrangi sungai, menyusuri jalan panjang yang jauh untuk sampai ke tempat

menimba ilmu, belum lagi jika berjumpa dengan cuaca buruk. Walaupun demikian, tidak

menyurutkan langkah mereka untuk menuntut ilmu bekal menyadarkan masyarakat Bukit

Bayur, mendirikan masjid guna menyadarkan masyarakat melalui tausiyah para ustad,

mengajarkan masyarakat Alquran, mengajak ke ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin.

4) Nilai estetika yang terkandung dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas terdapat pada alur meliputi: (a) Tegangan/suspense; (b) daya duga baying/

foreshadowing; dan (c) kejutan/ surprise.

e) Tegangan/suspense

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, berbagai macam konflik

dan ketegangan yang dihadirkan menguras emosi pembaca, di antaranya ketegangan

memilukan saat anggota Empat Pawana harus berpisah dengan Waris, anggota Empat Pawana

berkurang satu, Waris pergi transmigrasi mengikuti program Pemerintah. Selanjutnya, konflik

dengan Pak Sapon, ketua kesatuan polisi hutan, yang dengan tega membakar masjid bambu

hasil dari jerih payah Elang dan kawan-kawan, mereka dianggap tidak memiliki izin resmi

mendirikan bangunan di atas tanah Pemerintah. Ketegangan atas usaha perjalanan mereka

mencari Haji Nasir guna memperdalam ilmu agama segala kesulitan mereka dapatkan.

Berlanjut, ketegangan saat Elang kehilangan ibunya untuk selama-lamanya. Jadi, Setiap bab

novel ini memiliki sensasi luar biasa.

f) Daya duga bayang/ foreshadowing

Novel ini sangat dekat dengan alam, daya kreativitas dan kepiawaian pengarang mampu

mengemas alam menjadi sesuatu yang menawan, suasana alam Bukit Bayur diungkapkan

melalui deskripsi yang jelas memberikan kesan mendalam bagi pembaca.

Pada bagian ini, diceritakan keindahan alam di Bukit Bayur. Alam yang masih asri penuh

dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang jernih. Berikut cuplikan alam Bukit

Bayur:

“Bukan hanya berdaun lebat dan rimbun, pohon bacang ini juga sudah berbuah, duduk di atas dahan, hatiku seperti tenggelam ke dasar empang yang menjalar di tepian sawah. Aliran empang itu membelah sawah-sawah, berkelok memutari kaki bukit.” (S.P., 2013: 125) “Kawanan pipit terjun dari langit dan bersukacita mendapati lautan padi yang terhampar luas meskipun sebenarnya hanya diperlukan sejimpit biji padi untuk membuatnya kenyang.” (S.P., 2013: 79) “Dari balik rumpun bambu yang tidak kuketahui, terdengar suara burung sikatan menciat-ciat. Aku yakin ia terusik kehadiran kami, atau bisa jadi sarangnya tersembunyi di antara daun bambu yang kami tebang. Meranalah ia.” (S.P., 2013:196)

Dalam kutipan di atas, terbukti bahwa keindahan Bukit Bayur masih sangat alami. Alam

yang asri penuh dengan pepohonan, hewan-hewan, dan aliran air yang jernih. Keindahan

tersebut menandakan Bukit Bayur adalah tempat terpencil yang jauh dari keramaian kota.

Dengan penggambaran kutipan tersebut pembaca bisa membayangkan keindahan alam Bukit

Bayur

Dalam novel ini, pembaca juga dibuat penasaran dengan akhir cerita seperti apa dan

pembaca akan menduga-duga jalannya cerita berakhir happy ending atau sad ending. Hal ini

terlihat dari kutipan di bawah ini:

“ Dan inilah kisah paling memilukan selama menjadi seorang pencari kerja. Karena aku telah kehilangan ideology sebagai seorang idealis, tidak tanggung-tanggung bidang kerja yang memanggilku kali ini dari sektor marketing.Sungguh melenceng jauh dari disiplin ilmu yang kugeluti.Akan tetapi sekali lagi kubilang, masa bodoh dengan ideology. Tuntutan hidup telah membuatku begini.“( S.P., 2013: 406)

Dari kutipan di atas, terbukti bahwa jalan cerita tidak mudah ditebak. Elang yang telah

menempuh pendidikan S1 tidak menjamin dirinya diterima bekerja. Berbagai kesulitan dihadapi

oleh Elang. Kesulitan itu tidak membuat dirinya putus asa, melainkan menambah semangat

dalam dirinya. Dari kesulitan-kesulitan tersebut, pembaca tidak dengan mudah menebak jalan

cerita tersebut berakhir happy ending.

g) Kejutan

Pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas, peristiwa yang tak terduga

pada novel yang fungsinya hanya untuk memperlancar jalannya cerita (alur/plot). Dalam novel

ini kejutan yang ditampilkan oleh pengarang kepada pembaca adalah pada saat hilangnya Senja

saat bermain petak umpet pada malam hari di kandang sapi. Selanjutnya tiba-tiba Senja

diceritakan kembali dalam novel ini telah menempuh pendidikan S2 di Mesir.

h) Nilai etika/amanat yang terdapat dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas tidak menggurui.

Nilai etika/amanat yang terkandung pada novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna

Pamungkas tidak menggurui artinya penyampaian amanat (nilai-nilai yang tidak menggurui

dengan keadaan kenyataan). Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis

kepada pembaca novel. Dalam novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas ini

mempunyai pesan kepada pembaca untuk tidak putus asa/ pantang menyerah. Hal ini dibuktikan

pada kutipan di bawah ini:

“ Jadilah anak negeri yang kuat, jangan pernah menyerah pada keadaan apalagi sampai bermental pesimistis. Berfikirlah dengan sederhana tapi matang. Orang cerdas selalu menyederhanakan sesuatu yang rumit, sementara orang bodoh sering kali membuat keadaan yang mudah menjadi rumit. Ikhlaslah melakoni pengembaraan ini, berjuanglah demi Bukit Bayur!.”(S.P., 2013: 304)

Pada kutipan di atas, terbukti amanat yang ingin disampaikan adalah untuk tidak tidak putus

asa dan pantang menyerah. Apapun keinginan dan cita-cita kita harus diimbangi dengan usaha

keras untuk mencapainya.

Contoh soal bentuk nontes (kuesioner):

Contoh Pertanyaan Angket Pengukuran Ranah Afektif

untuk Sikap dan Minat terhadap Kesastraan

No Pertanyaan STS TS R S SS

1 Saya senang pada pembelajaran kesastraan

2 Saya akan bertanya jika kurang memahami penjelasan guru

3 Saya merasa rugi jika tidak mengikuti pembelajaran kesastraan

4 Saya menyediakan waktu untuk belajar kesastraan

5 Saya berusaha mendapatkan buku-buku karya sastra

6 Saya senang membeli buku-buku karya sastra

7 Saya senang membaca berbagai karya sastra

8 Saya selalu mempunyai waktu untuk membaca berbagai karya sastra

9 Saya sering berusaha memahami isi bacaan karya sastra

10 Saya merasa ada manfaat yang besar dari bacaan karya sastra

Keterangan

STS : sangat tidak setuju

TS : tidak setuju

R : ragu-ragu

S : setuju

SS : sangat setuju

Lampiran 4:

Cover Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas

Lampiran 5:

SINOPSIS

Novel Mahamimpi Anak Negeri karya Suyatna Pamungkas menceritakan

kehidupan anak-anak yang peduli dengan lingkungan sosial, mereka membentuk

kelompok persahabatan yang diberi nama Empat Pawana. Menurut bahasa melayu

klasik pawana artinya angin. Angin memberikan filosofi selalu bergerak, mereka

bertekad seperti angin yang selalu bergerak melakukan perubahan yang lebih baik,

khususnya untuk kehidupan masyarakat Bukit Bayur yang jauh dari peradaban

dan kehidupan religiusitas. Empat Pawana hidup dilingkungan yang beragama

Islam. Namun, tingkah laku masyarakatnya masih percaya animisme, dinamisme

yang dengan jelas bertentangan dengan syariat Islam yang hakiki, tergeraklah hati

mereka untuk mendobrak kebiasaan lama masyarakat Bukit Bayur yang

menyimpang dari ajaran Islam.

Empat Pawana menjunjung tinggi pendidikan sekolah dan pendidikan agama,

mereka sadar betul pentingnya sekolah dan mengaji.Sekolah menjadikan manusia

berilmu pengetahuan, bertindak rasionalis dan realistis, mengaji menjadikan manusia

yang paham agama membuat manusia tidak buta kenikmatan duniawi. Pendidikan

menentukan kualitas suatu bangsa, agama menentukan moralitas manusianya, mereka

anak-anak yang haus ilmu, berbeda dengan anak-anak lain yang seusia mereka.

Namun, ironis sekali cita-cita mereka yang luhur tidak mendapat dukungan dari

masyarakat, bahkan orangtua mereka sendiri, menggangap bahwa tidak penting

bersekolah dan mengaji.

Bukananya pertentangan yang dating dari orangtua dan masyarakat,

melainkan juga medan terjal, selalu menyapa mereka saat pergi sekolah dan

mengaji. Setiap hari menuruni bukit, menyebrangi sungai, menyusuri jalan panjang

yang jauh untuk sampai ketempat menimba ilmu, belum lagi jika berjumpa dengan

cuaca buruk. Walaupun demikian, tidak menyurutkan langkah mereka untuk

menuntuti lmu bekal menyadarkan masyarakat Bukit Bayur, mendirikan masjid

guna menyadarkan masyarakat melalui tausiyah para ustaz, mengajarkan

masyarakat Alquran, mengajak keajaran Islam yang rahmatanlil’alamin.

Berbagai macam konflik dan ketegangan yang dihadirkan menguras emosi

pembaca, di antaranya ketegangan memilukan saat anggota Empat Pawana harus

berpisah dengan Waris, anggota Empat Pawana berkurang satu, Waris pergi

transmigrasi mengikuti program pemerintah. Selanjutnya, konflik dengan Pak Sapon,

ketua kesatuan polisi hutan, yang dengan tega membakar masjid bamboo hasil dari

jerih payah Elang dan kawan-kawan, mereka dianggap tidak memiliki izin resmi

mendirikan bangunan di atas tanah Pemerintah. Novel ini sangat dekat dengan alam,

daya kreativitas dan kepiawaian pengarang mampu mengemas alam menjadi sesuatu

yang menawan, suasana alam Bukit Bayur diungkapkan melalui deskripsi yang jelas

memberikan kesan mendalam bagi pembaca.

Bekal pengetahuan pengarang yang luas, menampilkan segala fakta-fakta,

secara kreatif menyuguhkan pengetahuan factual dan intelektual sebagai amunisi

kuat pendukung setiap cerita. Hal ini menarik untuk menambah pengetahuan

pembaca, karena di dalam novel diungkap tetanga ajaran Zoroaster tentang dua

kekuatan, diceritakan juga tentang penemuan televisi, dan peristiwa Mei 1998

serta peristiwa fakta lainnya.

Kesimpulan dari novel ini adalah segala kesuksesan bias diraih dengan

cara terus berusaha dan berjuang meraihnya, tidak pantang menyerah, tekun dan

mimpi. Mimpi adalah modal awal segala kesuksesan. Jangan pernah takut

bermimpi, dan berusaha disertai dengan doa untuk terus mewujudkannya.

Begitulah mimpi Empat Pawana yang hausilmu, dengan segala keterbatasan untuk

tetap bersekolah dan mengaji tidak menghalangi mereka untuk menang. Mimpi

dan tekad kuat serta saling mendukung satu sama lain mampu menuntun mereka

menuntut ilmu hingga perguran tinggi, mimpi mereka membangun masjid dan

sarana pendidikan bagi masyarakat Bukit Bayur akhirnya terwujud.

Terkadang memang keberuntungan mengalahkan orang pintar. Bahwa

segala kehidupan manusia ada yang mengaturnya, begitu juga yang dialami tokoh

Elang yang mampu mengepakkan sayap lebih tinggi mendapatkan pendidikan

hingga luar negeri disbanding tokoh Darwin, Tegar, dan Waris yang secara

akademik mereka lebih pintar darinya.

LAMPIRAN 6

BIOGRAFI PENGARANG

Suyatna Pamungkas, lahir di Banyumas pada tanggal 10 Desember 1986.

Masa sekolah dari SD hingga SMA ia habiskan di kota kelahirannya. Keterkaitan

terhadap dunia sastra (cerpen, novel, atau puisi) muncul pada saat ia duduk di

bangku SD. Bakat tersebut ia salurkan dengan mengirim puisi, cerpen, dan

dongeng kebeberapa media serta mengikuti beberapa lomba kepenulisan.

Saat duduk di bangku SMA ia makin intens dalam menulis dan me-

ngirimkan karyanya keberbagai media cetak, seperti Aneka Yess, Kawanku,

Kerendan Beken, Gradasi, kedaulatan Rakyat, Republika, Pikiran Rakyat, Group

JawaPos, danlain-lain. Dunia sastra mendorongnya untuk hijrah kekota Semarang

dan menuntut ilmu sastra. Iater catat sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Bahasa

Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Diponegoro, angkatan 2005.

Pertengahan 2009 ia di rekrut oleh sebuah production house di Jakarta

sebagai asisten scriptwriter dalam penulisan scenario sebuah sinetron stripping.

Kini ia banyak menghabiskan waktunya untuk menulis, karyanya yang telah terbit

antara lain novel Mahamimpi Anak Negeri, Big Hug Big Smile (Sabil), Pemuda

Republik, Kota Ibukota, dan Sunset In Istambu l(Proses terbit).