MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP

48
MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian dalam tugas terstruktur matakuliah Manajemen Keuangan Lanjutan KELOMPOK VI Charles Tinangon Poula I. Woran Feibiola B. Kaligis Marco Sambuaga Akuntansi

Transcript of MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP

MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

ANALISIS BREAK EVEN POINT

(BEP)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian dalam

tugas

terstruktur matakuliah Manajemen Keuangan Lanjutan

KELOMPOK VI

Charles Tinangon

Poula I. Woran

Feibiola B. Kaligis

Marco Sambuaga

Akuntansi

FakultasEkonomi

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

2014Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa karena atas campur tangan-Nyalah kami kelompok VI dapat

menyelesaikan makalah berjudulAnalisis Break Even Point

(BEP) denganbaik. Makalah Analisis Break Even Point

(BEP)ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para

mahasiswa mengenaiAnalisis Break Even Point (BEP)yang

merupakan bagian penting dari proses pembelajaran manajemen

keuangan. Oleh karena itu, pemahamannya oleh mahasiswa akan

sangat bermanfaat. Kami pun sangat mengharapkan lewat

makalah ini, sedikitnya dapat membantu para mahasiswa dalam

memahami Analisis Break Even Point (BEP).Dalam peyusunan

makalah ini sendiri, kami segenap kelompok VI mengucapkan

banyak terima kasih kepada beberapa pihak yang sudah

mendukung baik dalam hal materi maupun material, sehingga

penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Kami

pun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih

terdapat beberapa kekurangan serta

ketidaksempurnaan.Karenanya, kami sangat mengharapkan

Analisis Break Event Point Hal 1

kritik serta saran dari para pembaca guna penyempurnaan

makalah ini.

Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

..........................................................

1

Bab I Pendahuluan………………………………………………………………….….3

Bab II Pembahasan

A. Pengertian BEP………………………………………..…………………………5

B. Menentukan Break even point…………………………………………………..9

Analisis Break Event Point Hal 2

C. Efek Perubahan Berbagai Faktor

terhadap……………………………………..13

D. Menentukan BEP untuk lebih dari satu

produk………………………………..18

E. BEP Non Linier………………………………………………………………...22

F. BEP untuk perencanaan laba…………………………………………………...26

G. Manfaat Break Even Point…..……………………………….……………......30

Bab III Penutup...……………………………………………………………………..31

Daftar Pustaka………………………………………………………………….….…...32

BAB I

Analisis Break Event Point Hal 3

PENDAHULUAN

Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh

laba.Laba dalam suatu bisnis merupakan tujuan utama dan

pening dalam perusahaan.Keuntungan merupakan salah satu

ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam

mengoperasikan suatu perusahaan. Mengingat upaya meraih

laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus direncanakan

lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan

harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam

perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba.

Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut

bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis tersebut.

Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang

dapat mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan,

yakni :

Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi

suatu barang/jasa yang dicerminkan oleh harga pokok

penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost of

goods sold)

Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual

Harga jual barang bersangkutan

Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan

dipengaruhi oleh kegiatan unsur tesebut, sehingga pihak

manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan ketiga

hal tersebut.

Analisis Break Event Point Hal 4

Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang

yang diproduksi dapat dijual. Dalam rangka menentukan

penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang diproduksi habis

terjual seluruhnya.

Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba,

upaya pihak manajemen dapat melakukan penekanan terhadap

biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di lain pihak

volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat

yang paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis

terjual. Adapun penentuan harga jual ditetapkan dengan

meraih tingkat keuntungan per-unit yang memadai, sehingga

harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.

Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari

keuntungan tersebut harus didasarkan pada berapa jumlah

barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap

perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan

lebih dahulu tingkat produksi yang paling minimum agar

perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap awal

perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan

rugi atau minimal impas. Maksud dari impas adalah total

penghasilan (total revenue) perusahaan sama dengan total

biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).

Analisis Break Event Point Hal 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BREAK EVEN POINT

Analisis Break Event Point Hal 6

Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam

operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba

dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya).

(Munawir, 1986)

Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil

penjualan sama persis dengan total biaya produksi.

(Alwi, 1993)

Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)

Analisa break even adalah suatu analisa untuk

menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh

suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak

menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh

keuntungan. Dengan analisa break even ini juga akan

diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian

untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)

Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan

tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak

memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat

produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan

dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.

(Alwi, 1993)

Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk

menentukan hal-hal sebagai berikut:

Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus

dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami

Analisis Break Event Point Hal 7

kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti

juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.

Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang

harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah

direncanakan. Dapat diartikan bahwa tingkat

produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba

tersebut.

Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih

kecil dari BEP. Sehingga tingkat produksi pun

tidak kurang dari BEP.

Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok

dan besarnya hasil penjualan atau tingkat

produksi.

Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan

aspek produksi. Dari aspek ”marketing” (pemasaran) BEP

berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR)

sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam

posisi tidak untung maupun tidak rugi.

Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA

adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa

yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun

kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana

total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama

besarnya.

Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan,

sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan

Analisis Break Event Point Hal 8

secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena

harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas

BEP.

Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar

penentuan kebijakan penjualan dari kebijakan produksi,

sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik

impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan

kebijakan berproduksi dan upaya penjualan barang agar

minimal tidak rugi, bahkan harus untung. (Prawirasentono,

1997)

Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar

menetapkan pada tingkat penjualan dan produksi berapa unit

sehingga terjadi titik impas, di mana total penghasilan

sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.

Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk

mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel,

keuntungan dan volume kegiatan.Oleh karena analisa tersebut

mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume

kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut “Cost -

Profit - Volume analysis (C.P.V. analysis).Dalam

perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan

“profit-planning approach” yang mendasarkan path hubungan

antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue).

Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya

variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break-even

dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul

apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya

Analisis Break Event Point Hal 9

variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya

variabel secara totalitas akan berubah - ubah sesuai dengan

perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap

secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada

perubahan volume produksi.

Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-

asumsi dasar sebagai berikut:

a. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya

variabel dan golongan biaya tetap.

b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah

secara proporsionil dengan volume produksi/penjualan.

Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah

tetap sama.

c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah

meskipun ada perubahan volume produksi/penjualan. ini

berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah

karena adanya perubahan volume kegiatan.

d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang

dianalisa.

e. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk.

Apabila diproduksi lebih dan satu macam produk,

perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing

produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.

f. Kebijakan manajemen tentang operasi perusahaan tidak

berubah secara material (perubahan besar dalam jangka

pendek.

Analisis Break Event Point Hal 10

g. kebijakan persediaan barang tetap konstan atau tidak

ada persediaan sama sekali, baik persediaan awal

maupun persediaan akhir.

h. efisiensi dan produktivitas per karyawan tidak berubah

dalam jangka pendek.

Analisis break-even mempunyai beberapa batasan.Batasan

tersebut berupa asumsi yang mendasari model analisis

tersebut. Analisis itu akan berguna apabila beberapa asumsi

dasar dipenuhi. Asumsi – asumsi tersebut adalah:

Harga jual dan biaya variable per unit konstan. Asumsi

ini sering disebut dengan asumsi linieritas. Dalam praktik,

fungsi pendapatan dan biaya cenderung bersifat nonlinier

seperti tampak pada gambar.

Ket: Q1 = break-even point yang rendah

Q2 = profit maksimum

Q3 = break-even point yang tinggi

Komposisi biaya operasi, asumsi lain dari analisis

peluang pokok adalah bahwa biaya dapat diklasifikasikan ke

Analisis Break Event Point Hal 11

dalam biaya tetap dan biaya variable. Dalam kenyataannya

biaya tetap dan biaya variable saling tergantung satu sama

lain dalam range tertentu dan jangka waktu tertentu.

Produk ganda, analisis peluang pokok mengasumsikan

bahwa perusahaan memproduksi dan menjual produk tunggal

atau kombinasi produk yang konstan atas berbagai produk

yang dihasilkan. Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang

tidak dapat mempertahankan kombinasi produk untuk jangka

panjang, akibatnya alokasi biaya tetap kepada setiap jenis

produk menjadi sulit.

Ketidakpastian, asumsi dalam analisis adalah bahwa

biaya variable per unit, harga jual dan biaya tetap dapat

diketahui dengan pasti untuk setiap output. Dalam

kenyataannya factor – factor tersebut adalah penuh

ketidapastian (uncertainty). Selain itu, analisis peluang

pokok hanya relevan untuk perencanaan jangka pendek,

beberapa biaya seperti biaya penelitian dan pengembangan

baru akan dirasakan manfatnya dalam jangka panjang.

B. MENENTUKAN BREAK EVEN POINT

1. Menentukan BEP Secara Grafik

Untuk menentukan posisi BEP dalam grafik, maka perlu

digambar variable-variable yang ikut menentukan BEP seperti

biaya total (biaya tetap dan biaya variable) dan pendapatan

total. Pertama, kita menggambarkan grafik fungsi pendapatan

Analisis Break Event Point Hal 12

(TR). seperti dijelaskan dimuka bahwa grafik TR akan

dimulai dari titik origin (titik nol). kenapa dimulai dari

titik nol? Hal ini karena pada saat itu perusahaan belum

memperoleh pendapatan ketika produksi atau penjualannya

sama dengan nol. Grafik ini akan naik dari titik nol

tersebut ke kanan atas. Kedua, kita menggambar grafik biaya

tetap (FC). Grafik biaya tetap ini sejajar dengan sumbu

kuantitas dari kiri ke kanan. Mengapa sejajar dengan biaya

tetap? Hal ini karena grafik biaya tetap ini menunjukan

biaya yang tidak berubah walaupun produk yang dihasilkan

berubah. Ketiga, kita menggambar biaya total (TC). Grafik

biaya total ini dimulai dari titik potong antara grafik FC

dengan sumbu vertical (di mulai dari grafik FC) ke kanan

atas memotong grafik TR. Mengapa TC dimulai dari grafik FC?

Hal ini karena TC merupakan penjumlahan antara biaya tetap

dan biaya variable (VC). Ketika perusahaan belum

berproduksi maka biaya totalnya adalah sebesar biaya

tetapnya. Sedangkan VC merupakan biaya yang jumlahnya

tergantung pada volume produksi yang dihasilkan sehingga VC

ini memiliki karakteristik grafik seperti Grafik TR dimana

grafik ini dimulai dari nol. untuk lebih jelasnya kita

lihat Grafik BEP berikut ini :

R,C TR

TC

Analisis Break Event Point Hal 13

VC

--------------

FC

0 Qo Q (jumlah unit)

Gambar 17.1: Grafik Break Even Point

dimana:

R = Revenue (Penghasilan)

C = Cost (Biaya)

TR = Total Revenue (Total penghasilan)

TC = Total Cost (total biaya)

VC = Variabel Cost (biaya variable)

FC = Fixed Cost (biaya tetap)

BEP = Break Even Point (titik pulang pokok)

Qo = Kuantitas produk pada keadaan BEP (dalam unit)

R,Co = Penghasilan dan biaya pada keadaan BEP (dalam

rupiah)

2. Menentukan BEP Secara matematis

Untuk menentukan posisi BEP secara sistematis dapat

dicari formula (rumus) untuk mencari atau menentukan BEP

dalam unit dan BEP dalam rupiah. Kedua rumus BEP dalam unit

dan rupiah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Analisis Break Event Point Hal 14

BEP terjadi pada saat total pendapatan sama dengan total

biaya : TR = TC

TR = harga per unit dikalikan kuantitas = P x Q

TC = Biaya tetap ditambah biaya variable = FC + VC

VC = biaya variable per unit dikalihkan kuantitas

karena TR = TC

Maka : P/u . Q = FC + VC/u.Q

P/u . Q – VC/u .Q = FC

Q(P/u – VC/u) = FC

Sehingga:

dimana QBE adalah kuantitas pada keadaan BEP, atau BEP

dalam unit tercapai pada:

Adapun keadaan BEP dalam hal rupiah dapat dicari dengan

mengalikan kuantitas pada posisi BEP dengan harga jualnya.

keadaan BEP dalam rupiah juga dapat dicari dengan rumus

berikut:

Analisis Break Event Point Hal 15

QBE=FC

P /u–VC /u

BEP (Unit)= FCP /u–VC /u

pada keadaan QBE=FC

P−VC kedua ruas dikalikan dengan harga

per unit atau P

sehingga : PQBE=FC

P−VCxP

PQBE=FC

P/P−VC /PxP

PQBE=FC

1−VC/Patau FC

1−VC/S

dimana : PQBE adalah pendapatan pada keadaan BEP dan VC/P

(sering juga ditulis dengan VC/S) adalah rasio variable

terhadap harga penjualan. sehingga BEP dalam rupiah

tercapai pada:

Agar lebih dipahami tentang perhitungan analisis BEP baik

secara matematis maupun grafik, berikut ini akan diberikan

contoh sehingga memberikan ganbaran yang jelas:

Contoh 17.1

sebuah perusahaan sepeda menjual produk dengan harga

Rp.400.000,-. perusahaan tersebut memiliki biaya tetap

tahunan sebesar Rp. 800.000.000,- dan biaya variable

sebesar Rp. 200.000,- per unit berapapun volume dijual.

untuk mencari titik impas (BEP) kita lihat analisis

berikut:

Dari data diatas, maka BEP dalam unit adalah:

Analisis Break Event Point Hal 16

BEP (dalamrupiah )= FC1−VC /P

atau FC1−VC/S

BEP (unit) = FC/(P-V)

= 800.000.000/(400.000 – 200.000) unit = 4000

unit

sedangkan BEP dalam rupiah adalah:

BEP (rupiah) = QBE x P

= Rp.(4.000 x 400.000) = Rp. 1.600.000.000,-

atau: BEP (Rp) = FC : (1 – VC/P) = 800.000.000 : (1 –

200.000 : 400.000)

BEP (Rp) = 800.000.000 : 0,5 = Rp. 1.600.000.000

apabila keadaan BEP tersebut diatas digambarkan akan

terlihat sebagai berikut:

R, C (000.000)

Total Pendapatan (TR)

2,400 Biaya Total

Laba 2.000

Biaya Variabel

1.600 ------------------

800

RugiBiaya Tetap

0 4.000

Jumlah produksi (Q unit)

Analisis Break Event Point Hal 17

gambar 17.2 grafif Break Even Point

Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of

Safety”.Besarnya margin of safety dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

marginofsafety=penjualanyangdirencanakan−penjualanpadabreakeven

penjualanyangdirencanakan×100%

Margin of Safety merupakan angka yang menunjukkan

jarak antara penjualan yang direncanakan atau dibudgetkan

(budgeted Sales) dengan penjualan pada break-even. Dengan

demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan

batas jarak, di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui

batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian.

Dari contoh 22.1.besamya margin of safety dapat dihitung

sebagai berikut:

marginofsafety=Rp.1.000.000,00−Rp.500.000,00

Rp.1.000.000,00×100%=50%

Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau

jumlah penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang lebih

besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan)

perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya

penjualan hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum

mendenita kerugian.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya

margin of safety berarti makin cepatperusahaan menderita

kerugian dalam hal ada penurunan jumlah penjualan yang

nyata.Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat

Analisis Break Event Point Hal 18

menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan

dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua macam

istilah.Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan

istilah “margin of Safety” dan untuk batas penyimpangan

dalam angka yang relatif (dalam persentase dari sales)

digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk contoh

tersebut di atas besarnya “margin of safety’ adalab

Rp500.000,00 dan besarnya “margin of safety ratio” adalah

50%.

C. EFEK PERUBAHAN BERBAGAI MACAM FAKTOR TERHADAP BEP

- Efek Perubahan Harga Jual Per Unit dan Jumlah Biaya

Tetap terhadap BEP

Sebagaimana diuraikan di muka, dalam analisa BEP

digunakan asumsi antara lain bahwa harga jual per unit

tetap konstan. Sekarang bagaimana halnya kalau ada

perubahan hargajual per unit (P)?

Apabila P naik maka ini akan mempunyai efek yang

menguntungkan karena BEPnya akan turun. Dalam gambar BEP,

titik break-even-nya akan bergeser ke kiri, yang berarti

untuk tercapainya BEP cukup diperlukan jumlah produk yang

lebih kecil.

Dari contoh misalkan suatu perusahaan bekerja dengan biaya

tetap (FC) sebesar Rp. 400.000 per tahun. biaya variable

per unit sebesar Rp.60,-. sedangkan harga jual perunitnya

adalah Rp.100,- . kapasitasn normal perusahaan sebesar

15.000 unit per tahun. Pertanyaannya :

Analisis Break Event Point Hal 19

a. Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?

b. Apabila harga naik menjadi Rp. 160,- per unit berapa

BEP-nya?

c. apabila biaya tetap naik sebesar Rp.200.000 dan biaya

variable per unit turun menjadi Rp.50,- Berapa BEP-

nya?

d. Apabila unit yang diproduksi sebanyak 5000

unit,berapakah laba atau rugi perusahaan?

a. Biaya variable (VC) = 60Q

Total biaya (TC) = FC +VC = 400.000 +60Q

Total penghasilan (TR) = P x Q = 100 Q

BEP tercapai pada saat TR = TC

100 Q = 400.000 + 60Q

40Q = 400.000 → Q = Rp. 1.000.000

Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 10.000

unit atau pada saat penghasilan dan biaya mencapai

sebesar Rp. 1.000.000

Jika kita gunakan rumus BEP, maka akan dipeoleh:

BEP (unit)= FCP /u–VC /u

=400.000100−60

=10.000unit

BEP (rupiah)= FC1−VC/P

=400.0001−60/100

=Rp.1.000.000

b. Apabila Harga naik menjadi Rp. 160 per unit

BEP akan turun

Total penghasilan (TR) Menjadi TR = 160 Q1

Total biaya (TC) tetap yaitu menjadi TC = 400.000 + 60Q1

BEP : TR’ = TC’

Analisis Break Event Point Hal 20

160 Q1 = 400.000 + 60 Q1

160 Q1 = 400.000 Q1 = 4.000 unit

atau 4.000 x Rp.160 = Rp. 640.000

jika kita menggunkana rumus BEP adalah

Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 4000

unit, yang berarti turun dari nilai semula sebesar

10.000 unit jika kita menghitung BEP sebelum harga

naik, atau pada saat penghasilan / biaya mencapai

sebesar Rp.640.000.

c. Apabila Biaya tetap naik sebesar Rp 200.000 dan biaya

variable turun menjadi Rp. 50 Per unit

biaya tetap menjadi = Rp. 400.000 + Rp. 200.000 =

600.000

Biaya variable turun menjadi Rp. 50 per unit, maka

VC = 50 Q1

Total biaya (TC) menjadi TC’ = 600.000 + 50 Q1

Total penghasilan TR = 100 Q1

BEP tercapai pada saat TR’ = TC’

100 Q1 = 600.000 + 50 Q1

Analisis Break Event Point Hal 21

BEP (Unit)= FCP /u–VC /u

=400.000160−60

=4000unit

BEP (dalamrupiah )= FC1−VC /P

atau 400.0001−60 /160

=Rp.640.000

50 Q1 = 600.000 Q1 = 12.000 unit

atau 12.000 x Rp.100 = Rp. 1.200.000

Jika kita menggunakan Rumus BEP , maka akan

diperloleh:

Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 12.000

unit, yang berarti naik 2.000 unit dari semula sebesar

10.000 unit jika kita menghitung sebelum ada kenaikan biaya

tetap, atau pada penghasilan biaya mencapai sebesar

Rp.1.200.000

d. apabila Perusahaan memproduksi 5.000 unit, maka yang

terjadi:

Q = 5.000 unit

TR = 5.000 x Rp. 100,- = Rp.500.000

TC = 400.000 + (5.000 X 60) = Rp.700.000

Rugi = Rp. 200.000

jadi apabila perusahaan hanya menjual 5.000 unit, maka akan

menderita kerugian sebesar Rp.200.000,-

Analisis Break Event Point Hal 22

BEP (Unit)= FCP /u–VC /u

=400.000600−50

=12.000unit

BEP (dalamrupiah )= FC1−VC /P

atau 600.0001−50 /100

=Rp.1.200.000

Break even point,dapat diartikan sebagai suatu titik

atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak

memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata

lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan

nol.

Hal ini bisa terjadi, bila perusahaan di dalam

operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan

hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.

Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya variabel

dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita rugi.

Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan, bila penjualan

melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus

dikeluarkan.

Analisis break even, secara umum, dapat memberikan

informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara

volume penjualan, cost dan tingkat keuntungan yang akan

diperoleh pada level penjualan tertentu. Sehingga analisis

break even sering juga disebut dengan cost volume, profit

analysis.

Analisis break even, dapat membantu pimpinan dalam

mengambil keputusan antara lain mengenai:

1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar

perusahaan tidak mengalami kerugian.

2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh

keuntungan tertentu.

3. Seberapa jauhkah, berkurangnya penjualan agar

perusahaan tidak menderita rugi.

Analisis Break Event Point Hal 23

4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual,

biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang

akan diperoleh.

Analisis break even, bertitik tolak dan konsep

pemisahan biaya (direct costing system) yaitu variable cost

dan fixed cost.

Variable Cost

Variable cost merupakan jenis biaya yang selalu

berubah sesuai dengan prubahan volume penjualan.

Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara

total. Sehingga dalam pengertian ini, variable cost dapat

dihitung berdasarkan persentase tertentu dan penjualan.

Atau variable cost per unit dikalikan dengan penjualan

dalam unit. Secara grafis jenis biaya ini dapat digambarkan

sebagai berikut:

Fixed cost

Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap,

dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan

dihubungkan dengan waktu (function of time), sehingga jenis

biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh,

Analisis Break Event Point Hal 24

sewa (rent) merupakan biaya tetap.Berproduksi atau tidak

biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan, akan nampak

seperti berikut:

Semi variabel cost

Semi variable cost, merupakan jenis biaya yang

sebagian variable dan sebagian fixed yang kadang-kadang

disebut pula dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong

dalamjenis biaya ini misalnya, komisi bagi salesmen(s

alesmen’s commission). Biaya komisi, mungkin tetap dalam

range atau volume tertentu, dan akan naik pada level yang

lebih tinggi.

Bila digambarkan akan nampak seperti dalam gambar:

Analisis Break Event Point Hal 25

Khusus untuk Semi Variable Cost ini sering

membingungkan bagaimana menentukannya, karena jenis biaya

ini sebagian mengandung unsur biaya tetap yang tidak

terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi

mengandung biaya variabel yang terkait dengan turun naiknya

volume penjualan.

D. BREAK EVEN POINT UNTUK LEBIH DARI SATU MACAM PRODUK

Sesuai asumsi yang ada, analisis BEP digunakanbagi

perusahaan yang menjual satu macam produk saja. Apanila

perusahaan menjual 2 macam produk atau lebih, maka

komposisi atau perimbangan penjualannya (sales mix) rasio

kontribusi marjinnya harus tetap. Rasio kontribusi marjin

merupakan perimbangan antara kontribusi marjin dengan

penjualan. Sedangkan kontribusi marjin merupakan selisih

antara penjualan dengan biaya variable. dalam BEP

diperoleh:

BEP (dalamrupiah )= FC1−VC /P

Analisis Break Event Point Hal 26

1 – VC/S merupakan rasio kontribusi marjin. apabila dua

produk memiliki rasio kontribusi marjin yang berbeda, maka

perbedaan sales mix kedua produk tersebut akan merubah BEP.

Tetapi apabila dua produk memiliki rasio kontribusi marjin

yang sama, maka perubahan sales mix tidak merubah BEP total

kedua produk tersebut. untuk lebih jelasnya diberikan

contoh sebagai berikut:

Contoh 17.3

Perusahaan “BHAKTI KARYA” menghasilkan dua macam produk A

dan B. Perusahaan memproduksi produk A sebanyak 10.000 unit

dengan harga Rp.10.000 per unit dan produk B sebanyak 5.000

dengan harga Rp.30.000 per unit. biaya variable produk A

dan B masing-masing sebesar 60% dari penjualan. sedangkan

biaya tetap Produk A sebesar Rp.20.000.000 dan produk B

sebesar Rp.30.000.000. Data laporan laba rugi untuk produk

A dan B tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel. 71.1 Perhitungan Laba Rugi produk A dan B

Keterangan Produk A Produk B TotalPenjualan: Rp.100.000.00

0

Rp.

150.000.000

Rp.

250.000.000Biaya

variable

Rp.

60.000.000

Rp.

90.000.000

Rp.

150.000.000Kontribusi Rp. Rp. Rp.

Analisis Break Event Point Hal 27

Marjin 40.000.000 60.000.000 100.000.000Biaya Tetap Rp.

20.000.000

Rp.

30.000.000

Rp.

50.000.000Laba operasi Rp.

20.000.000

Rp.

30.000.000

Rp.

50.000.000

Tabel diatas menunjukan bahwa perimbangan penjualan (sales

mix) produk A dan B adalah 1 : 1,5 yaitu perbandingan

antara Rp.100.000.000 : 150.000.000. Sedangkan perimbangan

produknya (Produk mix) adalah A : B = 2 : 1, yaitu 10.000

unit : 5.000 unit. Adapun BEP total, yaitu BEP produk A dan

B dapat dihitung sebagai berikut:

BEPtotaldalamrupiah=Biayatetaptotal

1−¿¿

BEPtotal=50.000.000

1−¿¿

BEPtotal=Rp.125.000.000

BEP total tercapai pada total penjualan produk A dan B sama

dengan total biayanya yakni sebesar Rp. 125.000.000. Pada

keadaan BEP total ini tiap-tiap produk tidak harus dalam

keadaan BEP. Mungkin saja pada saat terjadi BEP total,

suatu produk mengalami kerugian sedangkan produk lain

mengalami keuntungan Untuk contoh diatas, jumlah unit tiap-

Analisis Break Event Point Hal 28

tiap produk dalam keadaan BEP total dapat dihitung sebagai

berikut:

Perimbangan Penjualan (Sales mix) Produk A : B = 1 :1,5

atau 2 : 3

maka penjualan produk A = 2/5 x Rp. 125.000.000 = Rp.

50.000.000

atau dalam unit = Rp. 50.000.000 : Rp. 10.000 = 5.000 unit

Penjualan produk B = 3/5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 75.000.000

atau dalam unit = Rp. 75.000.000 : Rp. 30.000 = 2500 unit

Apakah pada perimbangan produk A sebesar 5.000 unit dan

produk B sebesar 2.500 unit tercapai pada BEP secara total,

kita buktikan dengan perhitungan berikut:

Tabel 17.2 Perhitungan BEP total dari produk A dan B

Keterangan Produk A

(5.000 unit)

Produk B

(2.500 unit)

Total

Penjualan: Rp.

50.000.000

Rp.

75.000.000

Rp.

125.000.000Biaya

variable

Rp.

30.000.000

Rp.

45.000.000

Rp.

75.000.000Kontribusi

Marjin

Rp.

20.000.000

Rp.

30.000.000

Rp .

50.000.000Biaya tetap Rp.

20.000.000

Rp.

30.000.000

Rp.

50.000.000Laba operasi Rp. 0 Rp. 0 Rp. 0

Analisis Break Event Point Hal 29

Selanjutnya Apakah BEP total produk A dan B berubah apabila

komposisi (perimbangan) penjualan atau sales mix kedua

produk tersebut berubah. Misalnya produk A bertambah 50%

sehingga menjadi 150% x 10.000 unit = 15.000 unit,

sedangkan jumlah produk B tetap. dengan perubahan sales mix

tersebut, maka perhitungan BEP total yang baru adalah:

Tabel 17.3 Perhitunngan laba rugi Produk A dan B setelah

perubahan sales mix

Keterangan Produk A

(15.000 unit)

Produk B

(5.000 unit)

Total

Penjualan: Rp.

150.000.000

Rp.

150.000.000

Rp.

300.000.000Biaya

variable

Rp.

90.000.000

Rp.

90.000.000

Rp.

180.000.000Kontribusi

Marjin

Rp.

60.000.000

Rp.

60.000.000

Rp .120.000.0

00Biaya tetap Rp.

20.000.000

Rp.

30.000.000

Rp.

50.000.000Laba operasi Rp.

40.000.000

Rp.

30.000.000

Rp.

70.000.000

Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 1 atau

150.000.0000 : 150.000.000

BEPtotaldalamrupiah=Biayatetaptotal

1−¿¿

BEPtotal=Rp.50.000.000

1−¿¿

BEPtotal=Rp.125.000.000

Analisis Break Event Point Hal 30

Bagaimana jika jumlah produk B yang naik sebesar 50%

sehingga menjadi 7.500 unit sedangkan produk A tetap?

bagaimana BEP total yang baru?

Seperti perhitungan diatas, maka kenaikan jumlah

produk B mengakibatkan BEP totalnya berubah yaitu:

Tabel 17.4: Perhitungan laba rugi Produk A dan B setelah

perubahan Sales mix

Keterangan Produk A

(10.000 unit)

Produk B

(7.500 unit)

Total

Penjualan: Rp.

100.000.000

Rp.

225.000.000

Rp.

325.000.000Biaya

variable

Rp.

60.000.000

Rp.

135.000.000

Rp.

195.000.000Kontribusi

Marjin

Rp.

40.000.000

Rp.

90.000.000

Rp .130.000.0

00Biaya tetap Rp.

20.000.000

Rp.

30.000.000

Rp.

50.000.000Laba operasi Rp.

20.000.000

Rp.

60.000.000

Rp.

80.000.000

Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 2,25 atau

100.000.000 : 225.000.000

BEPtotaldalamrupiah=Biayatetaptotal

1−¿¿

BEPtotal=Rp.50.000.000

1−¿¿

BEPtotal=Rp.125.000.000

Analisis Break Event Point Hal 31

dari perubahan salesmix yang pertama dan perubahan sales

mix yang kedua ternyata BEP total setelah perubahan tetap

sama dengan sebelum perubahan yaiti sebesar Rp.125.000.000.

Perubahan sales mix tersebut diatas tidak merubah BEP total

karena rasio kontribusi marjin kedua produk tersebut

ternyata sama yaitu sebesar 40% atau 0,4

Untuk membandingkan apakah penambahan produk A lebih

baik disbanding penambahan produk B atau sebaliknya, kita

lihat perhitungan sebagai berikut

Tabel 17.5 Perbandingan keadaan produk A dan B sebelum dan

setelah adanya perubahan sales mix

Keterangan Sebelum

perubahan

Produk A

bertambah

50%

Produk B

bertambah 50%

Sales mix A : B 1 : 1,5 1 : 1 1 : 2,25Laba operasi Rp.

50.000.000

Rp.

70.000.000

Rp.

80.000.000Presentase

perubahan laba

operasi

- 40% 60 %

Besarnya BEP Rp.

125.000.000

Rp.

125.000.000

Rp.

125.000.000

E. BEP NON LINIER

Analisis BEP yang telah kita bahas diatas terutama

digunakan untuk keadaan yang berubah secara linier.Pada

analisis BEP yang non linier, analisis BEP yang akan kita

Analisis Break Event Point Hal 32

bahas sekarang apabila fungsi pendapatan dan biayanya tidak

linier (non linier). pada keadaan non linier ini, maka

dalam grafik akan kita dapatkan keadaan BEP lebih dari satu

titik. pada dasarnya analisis biaya, volume dan laba (BEP)

baik menggunakan fungsi linier maupun non linier tidak

berbeda. perbedaan terjadi pada perilaku biaya dan

pendapatan itu sendiri sehingga mengakibatkan penggambaran

grafiknya berbeda.

sudah kita ketahui bahwa biaya produksi terdiri dari

biaya tetap (FC) dan biaya variable (VC). Biayatotal (TC)

merupakan penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya

variable. selain pengertian biaya tetap, biaya variable dan

biaya tota tersebu, kita kenal pula biaya yang lain yaitu

biaya rata-rata (average cost=AC) dan biaya marjinal atau

biaya tambahan (marjinal cost =MC) biaya rata-rata

merupakan hasil bagi antara biaya total dengan dengan

jumlah unit barang yang diproduksi. sedangkan biaya

marjinal merupakan tambahan biaya yang dikeluarkan

perusahaan untuk menghasilkan tambahan satu unit produk

barang yang dihasilkan.

Apabila volume produksi dihubungkan dengan biaya

produksi, maka volume produksi ini akan menentukan besarnya

jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat barang

tersebut. disamping biaya total dapat juga dapat juga

ditentukan biaya variable, biaya tetap, biaya rata-rata,

dan biaya marjinalnya. volume produksi biasanya diberi

notasi Q (Quantity). secara matemais, hubungan antara biaya

Analisis Break Event Point Hal 33

tersebut diatas dan volume produksi dapat dijelaskan

berikut:

Biaya total (TC)_ = VC +FC

Variabel Cost (VC) = f(Q)

Fixed cost (FC) = k (Konstanta).

sehingga TC = F(Q) + k

average cost (AC) = TC/ Q

Average Variabel cost (AFC) = VC / Q

average Fixed cost (AFC) = FC / Q

karena TC = VC + FC, maka AC = AVC + AFC

MarginalCost (MC)= TambahantotalbiayaTambahanunitproduksi

=∆TC∆ AQ

Disamping berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan,

volume produksi juga akan menentukan besarnya pendapatan

total. yang akan doterima oleh perusahaan. Pendapatan total

ini merupakan hasil kali antara jumlah barang yang dijual

(Q) dengan harga barang unitnya (price, P). Hal ini berarti

bahwa pendapatan total ini juga merupakan fungsi dari

jumlah barang yang dijual. dalam konsep pendapatan juga

dikenal pendapatan rata-rata (AR). selain itu juga dada

konspe pendapatan marjinal (marginal revenue (MR)).Secara

matematis konsep pendapatan tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Pendapatan total (TR) = f(Q) = P x Q

Pendapatan rata-rata (AR) = TR/Q

Analisis Break Event Point Hal 34

Pendapatanmarjinal(MR)TambahanPendapatantotalTambahanunitpenjualan

=∆TR∆Q

pada analisi BEP non linier,pendapatan maksimal dari

barang yang akan dijual akan tercapai pada titik puncak

fungsi pendapatan yang dimaksud. sedangkan laba maksimal

akan tercapai pada titik puncak fungsi labanya. untuk

memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini diberikan

contoh perhitungan:

Contoh 17.5

Perusahaan “BAHANA” menghadapi fungsi permintaan atas

produk yang dijualnya sebagai berikut : P = -4Q + 520, dan

fungsi biayanya adalah TC = Q2 + 200Q + 3500.

dari informasi tersebut ditanyakan:

a. BEP

b. Pendapatan (Total revenue) maksimal

c. keuntungan (laba) maksimal

jawab

a. BEP

TR = P x Q = (-4Q + 520) Q

TR = -4Q2 + 520 Q

TC = Q2 +20Q + 3.500.000

BEP tercapai pada TR = TC -4Q2 + 5.200Q = Q2

+20Q + 3.500

-5 Q2 + 500 Q – 3.500 = 0

-Q2 +1.000 -700 = 0

Analisis Break Event Point Hal 35

Q1,2=−b±√b2−4ac

2a

Q1,2=−100±√(100)2−4. (−1 ).(700)

2.(−1)

Q1,2=−100±√10.000❑−2.800

2.(−1)→Q1,2=

−100±√7.200−2

Q1,2=−100±84,85

−2

Q1,2=−100+84,85

−2=7,58

Q1,2=−100−84,85

−2=92,43

Untuk Q1 = 7,58

TR = -4Q + 520Q = -4Q (7,58)2 +520 (7,58)

TR = -229,83 +3, 941,6

TR = 3.711,77 = Rp 3.712 (dibulatkan)

P = -4Q +520

P = -4Q (7,58) +520 → P = 489,68 → Sebagai P1 490

(dibulatkan)

Untuk Q2 = 92,43

TR = -4Q + 520Q = -4Q (92,43)2 +520 (92,43)

TR = -34.173,22 + 48.063,6

TR = 13.890,38 = Rp. 13.890,- (dibulatkan)

P = -4Q + 520

P = -4 (92,43) + 520 → P = -369,72+ 520

P = 150,28 → sebagai P2 = 150 (dibulatkan)

Analisis Break Event Point Hal 36

Jadi BEP terjadi pada saat

BEP1 → Q1= 7,28 dan P1= 489,68

BEP2→ Q2 = 92,43 dan P1 = 150, 28

b. Pendapatan maksimal

pendapatan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi

pendapatan yaitu Q = -b/2a

TR = 520Q -4Q2

Q = -b/2a = -520/2(-4) = -520/ (-8)= 65 unit

P = 520 – 4Q = 520 – 4 (65) = 520 -260 = Rp. 260

TR = 520Q – 4Q2

TR= 520 (65) – 4 (65)2

TR = 33.800 – 16.900 = Rp. 16.900

Jadi pendapatan maksimalnya adalah Rp.16.900 yang

tercatat pada saat Q =65 unit dan harganya P = Rp.260

c. Keuntungan (Laba) maksimal

Keuntungan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi

keuntungan (fungsi laba)

Laba (π) = TR – TC

π = 520Q -4Q2 – (Q2 – 20Q + 3500)

π = -5Q2 + 500Q – 3500

Laba (π) maksimal tercapai pada Q = -b/2a

π = -500Q/2. (5) = -500/(-10) = 50 unit

Pada Q = 50 unit

maka laba (π) = -5 (50)2 + 500 (50) – 3500

π = -12.500 + 25.000 -3.500

π = Rp. 9.500

Analisis Break Event Point Hal 37

Jadi laba maksimal tercapai pada saat jumlah barang

yang dijual sebanyak 50 unit dengan laba yang

diperoleh sebesar Rp. 9.000,-

d. Gambar grafiknya adalah sebagai berikut:

TR, TC (000)

16 TC = Q2 + 20Q + 3.500

14 → BEP 2 (92,43; 13.890

C

4

→ BEP1 (7,58; 3.712) TR = -4Q2 + 520Q

unit 0 10 50 65 92 Q1 Q3 Q4 Q2

Keterangan :

Q1 dan Q2 = jumlah produksi pada keadaan BEP

B – C = Laba maksimal

BEP1 = BEP pertama pada titik (7,83; 3.712)

BEP2 = BEP kedua pada titik (92,43; 13.890)

A = Titik puncak fungsi pendapatan (pendapatan maksimal)

Q3 = Jumlah produksi pada laba maksimal (50 unit)

Q4 = Jumlah produksi pada pendapatan maksimal (65 unit)

Analisis Break Event Point Hal 38

F. BEP UNTUK PERENCANAAN LABA

Analisis Break Even Point (BEP) sangat bermanfaat untuk

merencanakan laba perusahaan. Dengan mengetahui besarnya

BEP maka kita dapat menentukan berapa jumlah minimal produk

yang harus dijual (budget sales) dan harga jualnya (sales

price) apabila kita menginginkan laba tertentu. Dengan

mengetahui Budget sales tersebut kita juga dapat mengetahui

besarnya margin of safety yang harus dipertahankan oleh

perusahaan. Margin of safety (MOS) merupakan presentase

batas penurunan penjualan sampai dengan keadaan BEP.Margin

of safety ini juga merupakan batas resiko penurunan

penjualan hingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan

tidak menderita kerugian. untuk lebih jelasnya diberikan

contoh sebagai berikut:

Contoh 17.6:

Pada tahun 2001 perusahaan “ANDIKA” dalam operasinya

mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp. 10.000.000 per tahun.

Biaya variable per unit sebesar Rp. 2.000,- Sedangkan harga

jual per unitnya adalah Rp.6.000,-. Dari informasi tersebut

ditanyakan:

a. Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?

b. Berapakah penjualan yang harus dipakai yang harus

dicapai bila perusahaan “ANDIKA” menginginkan laba Rp.

2.000.000 pada tahun 2002?

c. Berapakah penjualan yang harus dipakai yang harus

dicapai bila perusahaan “ANDIKA” menginginkan laba

sebesar 20% dari penjualan pada tahun 2003?

Analisis Break Event Point Hal 39

d. Berapa batas penurunan penjualan (MOS) perusahaan

tahun 2002 dan tahun 2003?

e. Berapa penjualan yang dicapai perusahaan apabila

perusahaan terpaksa harus menutup pabriknya?

f. Gambarlah grafik untuk keadaan Point a dan e di atas?

Untuk meyelesaikan soal diatas, maka dilakukan

perhitungan sebagai berikut:

a. Break even point

BEP(unit)=BiayaTetap

Harga−Biayavariabel=

10.000.0006.000−2.000

BEP (unit) = 2.500 unit

BEP (Rp) = 2.500 x Rp. 6.000 = Rp. 15.000.000,-

b. Penjulan direncanakan (budget sales) bila ingin laba

Rp. 2.000.000

Penjualan= BiayaTetap+LabaHarga−BiayaVariabel

=10.000.000+2.000.0006.000−2.000

Penjualan (dalam unit) = 3.000 unit

Penjualan (dalam rupiah) = 3.000 x Rp.6.000 = Rp.

18.000.000,-

c. Penjualan yang direncanakan (budget sales) tahun 2003

bila ingin laba 20%:

misalkan penjualan yang direncanakan = Rp. X

X=BiayaTetap+0,2X

1−¿¿

X=10.000.000+0,2X

1−1 /3

Analisis Break Event Point Hal 40

0,6667 X = 10.000.000 + 0,2 X → 0,4,667 X = 10.000.000

X = Rp. 21.427.041 atau = Rp. 21.427.041 / 6.000 =

3.571,17 unit

Jadi, agar perusahaan dapat memperoleh laba sebesar

20% maka harus memperoleh laba penjualan sebesar RP.

21.427.041 atau 3.571 unit (dibulatkan).

Buktinya:

Penjualan = Rp 21.427.041

Biaya variable : 3.571 x Rp 2.000 = Rp

7.142.340 (-)

Kontribusi marjin = Rp

14.284.701

Biaya tetap = Rp

10.000.000 (-)

Laba = Rp 4.284.701

Laba (%) = (4.284.701 : 21.427.041) x 100% = 20%

d. Batas penurunan penjualan (MOS) tahun 2002 dan 2003?

Marginofsafety=Penjualanyangdirencanakan−PenjualanBEP

Penjualanyangdirencanakanx100%

Marginofsafetytahun2002=18.000.000−15.000.00018.000.000

x100%=16,67%

Marginofsafetytahun2003=21.427.041−15.000.00021.427.041

x100%=22,99%atau30%

Margin of safety tahun 2002 sebesar 16,67% artinya batas

penurunan penjualan tahun 2002 maksimal sebesar 16,67%.

Apabila penurunan penjualan melebihi 16,67% maka perusahaan

Analisis Break Event Point Hal 41

akan menderita kerugian. sebaliknya apabila penurunan

penjualan kurang dari 16,67% perusahaan masih mendapat

untung.

Demikian pula Margin of safety tahun 2003 sebesar 30%

artinya batas penurunan penjualan tahun 2003 maksimal

sebesar 30%. Apabila penurunan penjualan melebihi 30% maka

perusahaan akan menderita kerugian. sebaliknya apabila

penurunan penjualan kurang dari 30% perusahaan masih

mendapat untung.

e. Penjualan yang dicapai perusahaan sampai perusahaan

terpaksa harus menutup pebriknya?

Apabila hasil penjualan perusahaan hanya dapat menutup

biaya tetap tunai saja,maka perusahaan sebaiknya ditutup

saja. Keadaan ini disebut titik tutup pabrik (shut down

point). Pada keadaan tutup pabrik ini besarnya kontribusi

marjin yang diperoleh hanya dapat untuk menutup biaya

variable dan biaya tetap tunai yang ditanggung. Biaya tetap

tunai misalnya biaya asuransi, biaya gaji, biaya sewa dan

biaya promosi. Sedangkan biay tetap yang tidak tunai

misalnya biaya depresiasi. Padahal biaya tetap (baik tetap

tunai maupun ridak tunai) merupakan biaya yang besarnya

tidak terpengaruh oleh besarnya jumlah produk yang dijual.

Hal ini berarti berapapun penambahan jumlah produk yang

dijual tidak menambah keuntungan atau penambahan jumlah

penjualan akan sama dengan tambahan biaya variabelnya.

sehingga penambahan penjualan tidak menambah keutungan.

Jika perusahaan mengalami hal demikian, maka perusahaan

Analisis Break Event Point Hal 42

ditutup saja. untuk itu diasumsikan biaya tetap tunai

sebesar 60% dari total biaya tetapnya yaitu sebesar 60% x

RP.10.000.000 = Rp 6.000.000, maka titik tutup pabriknya

diformulasikn sebagai berikut:

Titiktutuppabrik=Biayatetaptunai

rasiokontribusimarjin=

6.000.0001−(2.000:6.000)

Titik tutup pabrik = 6.000.000 : 0,6667 = Rp 8.999.550

atau pada produksi sebanyak Rp 8.999.550 : Rp 6.000 /

unit = 1.500 unit

f. Gambar grafik untuk keadaan (a) dan (e) adalah sebagai

berikut:

TR ,TC = (Rp 000) TR

TC

15.000

BEP

10.000 Biaya

tetap total

8.999

Analisis Break Event Point Hal 43

Titik tutup pabrik

6.000 Biaya

tetap tunai

Q (unit

0 1.500 2.500 3000

G. MANFAAT BREAK-EVEN POINT

Menentukan Margin Of Safety

Margin of Savety erat hubungannya dengan analisis break-

even, yaitu untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya

penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

Mengatasi Masalah Sales Mix

Masalah sales mix menjadi penting untuk mengetahui jenis

produksi mana yang perlu didorong, untuk memperoleh profit

yang lebih tinggi.

Anggapan terhadap BEP dalam hubungannya dengan sales mix

adalah, BEP akan tetap sama selama sales mix juga tetap.

BAB III

PENUTUP

Analisis Break Event Point Hal 44

Kesimpulan

Analisis titik impas atau analisis pulang pokok

atau dikenal dengan nama analisis Break Even Point (BEP)

merupakan salah satu analisis keuangan yang sangat penting

dalam perencanaan keuangan perusahaan.

Analisis titik impas sering disebut analisis

perencanaan laba (profit planning).Analisis ini biasanya

lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin

mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi

produk baru tersebut tentu berkaitan dengan masalah biaya

yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan harga jual serta

jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke

konsumen.

Analisis BEP digunakan untuk mengetahui pada titik

berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau

perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak laba dan tidak

rugi, atau laba sama dengan nol.

Analisis Break Event Point Hal 45

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Drs. Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam

Pembelanjaan. Andi Offset. Yogyakarta

Munawir, Drs. S. 1979. Analisis Laporan keuangan. Liberty.

Yogyakarta.

Analisis Break Event Point Hal 46

Analisis Break Event Point Hal 47