madrasah-based management on sit curriculum at khoiru
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of madrasah-based management on sit curriculum at khoiru
Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, VOL: 10/NO: 02 Agustus 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/ei.v10i02.1254 E-ISSN: 2614-8846
657
MADRASAH-BASED MANAGEMENT ON SIT CURRICULUM AT KHOIRU
UMMAH UNIT OF AL AMIN FOUNDATION IN CURUP
MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH PADA KURIKULUM SIT DI UNIT
KHOIRU UMMAH YAYASAN AL AMIN CURUP
Hamengkubuwono
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup
ABSTRAK
Sistem manajeman berbasis madrasah muncul sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
pendidikan berbasis Islam di seluruh kalangan masyarakat. Penelitian ini dilakukan berbasis
pada dua tujuan. Pertama adalah melakukan studi literatur untuk konsep manajemen berbasis
Madrasah. Ketuda adalah melakukan studi fenomenologi untuk mengungkap bagaimana
penerapan manajemen berbasis Madrasah dalam kurikulum di SMPIT Khoiru Ummah
Rejang Lebong. Berlandaskan pada metode kualitatif, data yang dikumpulkan dari hasil studi
literatur, wawancara, dan observasi dianalisa menggunakan model interaktif. Studi literatur
menunjukkan bahwa dalam mengimplementasikan MBM semua komponen Madrasah harus
meningkatkan kinerja dan profesionalisme kerja dalam upaya peningkatan mutu pendidikan
di Madrasah. Selanjutnya, studi fenomenologi mengungkap bahwa dalam rangka
mengimplementasikan manajemen berbasis Madrasah ke dalam kurikulum Islam terpadu,
SMPIT Khoiru Ummah Rejang Lebong melibatkan semua unsur yang ada mulai dari kepala
Madrasah, orang tua, masyarakat, pengelola sarana prasarana serta unsur terkait lainnya.
Pelibatan semua pihak tersebut selanjutnya diarahkan agar berkontributsi dalam penataan
konsep pembelajaran yang memadukan ilmu Islami dengan ilmu umum. SMPIT sudah
menjalankan konsep manajemen berbasis madrasah dalam kurikulum Islam terpadu dari
semua elemen pendidikan, baik dari perencaan, penataan materi ajar, pelaksanaan
pembelajaran dan kegiatan sekolah, sampai pada evaluasi pembelajaran.
Kata Kunci: Manajemen Berbasis Madrasah, Sekolah Islam Terpadu, Kurikulum Islam
Terpadu,
ABSTRACT
The madrasah-based management system has emerged as an effort to meet the needs of
Islamic-based education throughout society. This study was conducted resting upon two
objectives. The first was to conduct a literature study on the concept of Madrasah-based
management. The second was to carry out a phenomenological study to reveal the
implementation of Madrasah-based management in the curriculum at SMPIT Khoiru Ummah
of Rejang Lebong. Grounded in a qualitative method, the data collected from the results of
literature reviews, interviews, and observations were analyzed using an interactive model.
The literature study showed that in implementing MBM all Madrasah components must
improve work performance and professionalism in an effort to improve the quality of
education in Madrasahs. Furthermore, a phenomenological study revealed that in
implementing Madrasah-based management into an integrated Islamic curriculum, SMPIT
Khoiru Ummah of Rejang Lebong involved all existing elements starting from the head of the
Madrasah, parents, society, infrastructure administrators, to other related parties. The
658
involvement of all parties was then directed to contribute to structuring the learning concept
integrating Islamic knowledge with general sciences. This school already implemented the
concept of madrasah-based management in an integrated Islamic curriculum from all
elements of education, from planning, structuring teaching materials, implementing learning
and school activities, to evaluating learning outcomes.
Keywords: Madrasah-Based Management, Integrated Islamic Schools, Integrated Islamic
Curriculum,
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu
upaya untuk membentuk dan
meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di tengah tantangan era
globalisasi, oleh karena itu masyarakat
menyadari bahwa pendidikan merupakan
hal yang sangat mendasar bagi setiap
orang (Liu & Yan, 2017; Pham & Duong,
2020; Tight, 2021). Kegiatan pendidikan
tidak bisa diabaikan, apalagi di era
persaingan yang semakin ketat dan sengit
sejak awal abad ini (Estrada Oliver et al.,
2020; Kislyakov, 2015; Tan et al., 2015).
Sayangnya, dalam konteks perkembangan
pendidikan Madrasah seperti yang
diungkapkan Aisyah and Ali (2018), ada
tiga faktor yang menghambat peningkatan
mutu pendidikan. Faktor pertama adalah
metode analisis input-output yang
digunakan dalam kebijakan
penyelenggaraan pendidikan nasional
belum dilaksanakan sehingga seringkali
tidak ada input. Metode ini menganggap
bahwa institusi pendidikan adalah sentra
produksi. Institusi takan menghasilkan
output yang diinginkan jika semua input
yang dibutuhkan terpenuhi.
Faktor kedua adalah
penyelenggaraan pendidikan nasional yang
birokratis. Hal ini menjadikan madrasah
sebagai penyelenggara pendidikan yang
sangat mengandalkan pengambilan
keputusan birokrasi, dan proses
pengambilan keputusan birokrasi yang
sangat lama, dan terkadang kebijakan yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi
Madrasah setempat. Madrasah terikat
dengan pola birokrasi, sehingga
kehilangan, keluwesan, kemandirian
motivasi, inisiatif dan kreativitas untuk
menyokong perkembangan lembaganya
sendiri, begitu juga dengan usaha
meningkatkan kualitas pendidikannya.
Faktor ketiga adalah partisipasi warga
sekolah, khususnya guru atau pendidik,
dan partisipasi masyarakat terutama orang
tua siswa yang kurang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan. Partisipasi
pendidik dalam pengambilan keputusan
sering diabaikan.
Madrasah secara umum menghadapi
setidaknya empat masalah utama, yaitu:
659
Pertama, masalah identitas diri dalam
Islam masih belum jelas sehingga rencana
pengembangannya seringkali tidak jelas
dan kurang fokus (Bahri, 2019). Kedua,
perpaduan ilmu agama Islam dan ilmu
umum yang belum seimbang (Yusuf et al.,
2021). Ketiga, generasi muslim belum
mampu menguasai langkah-langkah ajaran
Islam secara kuantitas dan kualitas
(Priatmoko, 2018). Keempat, masih
kurangnya sumber daya internal yang ada
dan pemanfaatannya dalam pengembangan
Madrasah untuk di masa yang akan datang
(Maskur, 2017). Berdasarkan uraian
masalah-masalah ini, kita dapat memahami
bahwa meskipun pemerintah mungkin
telah melakukan banyak upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan warga
negaranya, pendidikan yang dialami oleh
masyarakat Indonesia masih tergolong
kurang ideal dari segi manajemen. Di sisi
lain, berbagai indikator kualitas
pendidikan juga belum menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Menurut
keputusan Menteri Agama 370 Tahun
1993, Madrasah itu diklasifikasikan
sebagai pendidikan menengah umum
(Widiatmoko, 2019). Dengan demikian,
kurikulumnya harus sesuai dengan
esensinya sebagai pendidikan menengah
umum. Selain itu, karena Madrasah ini
merupakan sekolah menengah pertama
dengan ciri-ciri keislaman, maka dalam
kurikulum juga menggambarkan ciri-ciri
tersebut. Oleh karena itu, tujuan Madrasah
ada dua, pertama memperluas ilmu dan
meningkatkan keterampilan siswa.
Dalam konteks otonomi daerah saat
ini sedang dikembangkan manajemen
berbasis Madrasah, yang artinya Islam
akan secara langsung mengkoordinasikan
dan menyesuaikan sumber daya dengan
partisipasi semua kelompok (stakeholders)
yang terkait dengan isu tersebut dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional
(Pasaribu, 2017; Yahya, 2017). Seiring
dengan isu otonomi daerah yang sedang
menjadi tren di semua bidang kehidupan di
daerah. Berdasarkan hasil observasi awal
yang dilakukan di Kabupaten Rejang
Lebong, ada sebuah sekolah menengah
pertama yang dikelola oleh yayasan Al
Amin Curup yang menerapkan manajemen
berbasis Madrasah. Sekolah ini Bernaha
SMPIT Khoiru Ummah. Berdasarkan
fenomena ini, penelitian ini dilakukan
untuk mengungkapkan dua hal, yaitu 1)
melakukan studi literatur untuk
mengungkap bagaimana konsep
manajemen berbasis Madrasah? Dan 2)
melakukan studi fenomenologi untuk
mengungkap bagaimana penerapan
manajemen berbasis Madrasah dalam
kurikulum di SMPIT Khoiru Ummah?
B. METODE
660
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bertujuan untuk
memahami fenomena yang dialami subjek
penelitian, seperti tindakan, perilaku,
persepsi, motivasi, dll, secara alami dan
menggunakan kata-kata dan deskripsi
kebahasaan secara alami dan konkret
dalam konteks tertentu (Ary et al., 2010;
Cohen et al., 2011; Creswell, 2007;
Fraenkel et al., 2012). Penelitian ini
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama
adalah studi literatur terhadap konsep
manajemen berbasis Madrasah. Tahap
kedua adalah melakukan studi
fenomenologi yang berfokus pada
investigasi penerapan manajemen berbasis
Madrasah dalam kurikulum di SMPIT
Khoiru Ummah.
Tahap studi pustaka dilakukan
dengan mereview literature terkait dengan
manajemen berbasis madrasar baik dari
buku dan artikel-artikel ilmiah terkait.
Selanjutnya tahap studi fenomenologi
melibatkan beberapa orang informan
sebagai sumber data yang dipilih secara
purposif (Gall et al., 2003), yaitu Ketua
yayasan AL Amin Curup, kepala sekolah
SMPIT Khoiru Ummah Rejang Lebong,
Para guru (ustadz dan ustadzah, serta
beberapa perangkat akademis di sekolah
tersebut. Selanjutnya, mereka
diwawancara. Sebagai upaya triangulasi
data (Jakob, 2001; Yeasmin & Rahman,
2012), data juga diambil dari observasi
langsung ke SMPIT Khoiru Ummah
Rejang Lebong untuk mengungkap
implementasi kurikulum SIT berbasis
manajeman Madrasah.
Data dalam penelitian ini dianalisa
menggunakan model interaktif
sebagaimana yang disarankan oleh Miles
et al. (2014) yang prosesnya meliputi
empat elemen analisis, yaitu pengumpulan
data, pemadatan data, presentasi data, dan
penarikan simpulan. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, pengumpulan data
studi tahap satu dilakukan dengan
mereview literatur, dan pengumpulan data
studi tahap dua dilakukan dengan
menggunakan wawancara dan observasi.
Terkait dengan pemadatan data, data hasil
studi literatur dan data hasil wawancara
dan observasi dikelompokkan berdasarkan
tema-tema yang representatif agar
penyajian data bisa dilakukan dengan
ideal. Mengenai tahap presentasi data, data
disajikan menggunakan table, gambar,
cuplikan wawancara, gambaran hasil
observasi, dan interpretasi ilmiah dari
peneliti yang diikuti dengan diskusi data.
Di akhir, seluruh temuan disimpulkan
secara komprehensif dan representatif.
C. PEMBAHASAN
661
1. Konsep Manajemen berbasis
Madrasah
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengatur bahwa sekolah Islam adalah
sekolah negeri yang bercirikan Islam
(Irawati & Susetyo, 2017). Madrasah
mulai tumbuh dan berkembang di
masyarakat puluhan tahun lalu. Lembaga
pendidikan ini berkembang sangat pesat
(Afida, 2018). Dalam periode 2016/2017,
jumlah Madrasah yang ditata secara
nasional sudah mencapai 49.337 unit, RA,
Raodatu Athfal (RA / BA / PA) berjumlah
27.999 unit, Madrasah ibtidaiyah / MI
(setingkat SD) berjumalh 24.560 unit,
pesantren tsanawiyah / MTs (tingkat
SMA) berjumlah 16.934 unit, dan
Madrasah aliyah / MA (tingkat SMA)
berjumlah 7.843 unit.
Istilah manajemen berbasis
Madrasah adalah konsep yang awalnya
diadopsi dari manajemen berbasis sekolah
(Akbar, 2019; Kurnia, 2018). Istilah
tersebut muncul pertama kali di Amerika
Serikat ketika orang mulai meragukan
pentingnya pendidikan untuk kebutuhan
dan pertumbuhan komunitas lokal (Botha,
2007; Briggs & Wohlstetter, 2003;
Fitzpatrick, 2012). Manajemen berbasis
madrasah merupakan model manajemen
yang memungkinkan madrasah menjadi
lebih otonom dan mendorong pengambilan
keputusan partisipatif, artinya semua
peserta madrasah harus berpartisipasi atas
dasar kesepakatan bersama (Hakim, 2016).
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun
2003, pasal 51 ayat 1, isu sistem
pendidikan nasional meliputi: Manajemen
berbasis Islam adalah bentuk otonom dari
manajemen pendidikan di satuan
pendidikan. Komite sekolah, kepala
sekolah Islam dan guru membantu dalam
mengatur kegiatan pendidikan.
Penjelasan di atas dapat membuat
masyarakat paham bahwa metode
pengelolaan berbasis Madrasah sangat
membantu dalam penyelenggaraan
Madrasah dengan memberdayakan
pimpinan Madrasah dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam upaya
peningkatan kinerja Madrasah (termasuk
pendidik, staf dan siswa). MBM atau
manajemen berbasis Madrasah itu sendiri
merupakan upaya adaptif paradigma
pendidikan baru dari sentralisasi ke
desentralisasi (Arifin, 2020; Munajat,
2016). MBM dapat memberikan
kekuasaan kepada Madrasah. Sistem ini
bertujuan untuk mengembangkan sumber
daya yang ada di Madrasah untuk
Madrasah itu sendiri (Mufidah, 2017).
Selain itu, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa MBM merupakan proses
pengambilan keputusan formal yang
melibatkan berbagai komponen Islam,
662
dengan kewenangan yang lebih besar
(otonomi), sehingga ajaran Islam dapat
lebih mandiri ditanamkan dalam
pendidikan.
Rasa memiliki di antara civitas
Madrasah dapat ditingkatkan dengan
partisipasi aktif dalam pengambilan
keputusan. Misalnya, rasa memiliki,
kewajiban, dan komitmen civitas
Madrasah untuk meningkatkan standar
Madrasah telah meningkat. Manajemen
berbasis Madrasah diharapkan dapat
membuat Madrasah lebih mandiri dengan
memberdayakan kemampuan Madrasah
saat ini untuk meningkatkan partisipasi
aktif baik dari anggota Madrasah maupun
masyarakat (Ajefri, 2017). Manajemen
berbasis Madrasah yang efektif secara
teori memungkinkan Madrasah memiliki
kendali lebih besar dalam mengontrol dan
membuat keputusan pendidikan (Umam,
2019). Oleh karena itu, implementasi
MBM sangat diperlukan karena MBM
merupakan kerangka dasar untuk
menerapkan model Madrasah yang efisien
yang lebih menitikberatkan pada
peningkatan proses pendidikan guna
mencapai hasil pendidikan yang
berkualitas.
2. Tujuan Manajemen Berbasis
Madrasah
MBM bertujuan untuk membentuk
sistem pendidikan yang memberdayakan
demokrasi dan berorientasi pada
kemandirian, hak, dan akuntabilitas
Madrasah yang merupakan salah satu
konsep dan paradigma pendidikan terkini
di masa otonomi. Tujuan utama MBM
adalah menjadikan Madrasah lebih mandiri
dan terus meningkatkan efisiensinya,
terutama dalam hal output pendidikan,
melalui proses belajar mengajar yang
berkualitas (Pasaribu, 2017). Secara detil,
tujuan MBM adalah meningkatkan
efektivitas, kualitas, dan pemerataan
pendidikan dengan memaksimalkan
keserbagunaan modal yang ada,
melibatkan masyarakat dalam
pengambilan keputusan, dan
menyederhanakan birokrasi. Keterlibatan
orang tua, keserbagunaan dalam
pengelolaan Madrasah, dan peningkatan
profesionalisme guru adalah bagiaan dari
cara-cara untuk meningkatkan kualitas.
Pemerataan pendidikan terlihat dari
meningkatnya posisi aktif masyarakat,
terutama mereka yang mampu dan peduli,
sedangkan mereka yang kurang mampu
menjadi tanggung jawab pemerintah
(Aisyah & Ali, 2018).
Sedangkan menurut Kementerian
Pendidikan Nasional, pertama,
kemandirian dan inisiatif Madrasah dalam
mengelola dan memotivasi sumber daya
663
yang ada akan meningkatkan taraf
pendidikan. Kedua, dengan melibatkan
warga Madrasah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui
keputusan bersama, warga dan masyarakat
menjadi lebih terinformasi tentang nilai
pendidikan. Ketiga, tanggung jawab
Madrasah terhadap pendidikan harus
ditingkatkan. Keempat, meningkatkan
kompetensi sehat Madrasah dalam hal
standar pendidikan yang akan dicapai
(Anshori, 2017).
Selain keinginan untuk mencapai
tujuan tersebut di atas, alasan
diperkenalkannya MBM adalah sebagai
berikut: pertama, dengan memberikan
otonomi yang signifikan kepada Madrasah,
Madrasah memiliki inisiatif dan imajinasi
untuk meningkatkan efisiensi pendidikan.
Kedua, dengan memberikan Madrasah
lebih banyak keserbagunaan atau
keleluasaan dalam mengelola sumber
daya, Madrasah dapat lebih fleksibel dan
gesit dalam menyediakan dan
menggunakan sumber daya secara optimal
untuk meningkatkan kualitas Madrasah.
Ketiga, Madrasah mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang
kekuatan, keterbatasan, peluang, dan
risikonya, memungkinkan staf Madrasah
memanfaatkan sebaik-baiknya sumber
daya yang tersedia untuk memajukan
organisasinya. Keempat, Madrasah lebih
sadar akan kebutuhan lembaganya,
terutama input pendidikan yang akan
dihasilkan dan digunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswanya.
Kelima, pengambilan keputusan Madrasah
lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan
Madrasah karena Madrasah paling tahu
apa yang terbaik untuk Madrasah.
Keenam, ketika layanan pendidikan
dikelola oleh masyarakat sekitar, akan
lebih produktif dan andal. Ketujuh,
akuntabilitas dan demokrasi yang sehat
tercipta ketika warga Madrasah dan
masyarakat dilibatkan dalam pengambilan
keputusan. Ketujuh, akuntabilitas dan
demokrasi yang sehat terjalin ketika warga
Madrasah dan masyarakat aktif dalam
pengambilan keputusan. Kesembilan,
Madrasah akan bersaing dengan Madrasah
lain untuk meningkatkan kualitas
pendidikan melalui inisiatif kreatif dengan
bantuan orang tua, siswa, masyarakat, dan
pemerintah daerah. Kesepuluh, Madrasah
mampu beradaptasi dengan cepat terhadap
aspirasi masyarakat dan iklim yang
berubah dengan cepat (Aisyah & Ali,
2018; Bahri, 2019; Widiatmoko, 2019;
Yusuf et al., 2021).
Dengan demikian, Manajemen
Berbasis Madrasah yang diartikan sebagai
otonomi Madrasah dan pelibatan
masyarakat dapat disimpulkan sebagai
664
respon pemerintah terhadap fenomena
kemasyarakatan yang bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas, kualitas, dan
pemerataan pendidikan. Kemampuan
memanfaatkan modal, peran aktif
masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi
semuanya berkontribusi pada peningkatan
produktivitas. Partisipasi aktif orang tua di
Madrasah, keserbagunaan dalam
menangani Madrasah dan ruang kelas,
peningkatan profesionalisme guru dan
kepala Madrasah, dan penggunaan sistem
insentif dan disinsentif merupakan contoh
cara untuk meningkatkan kualitas.
Sementara itu, partisipasi masyarakat
mendorong pemerintah untuk lebih fokus
pada komunitas tertentu, sehingga terjadi
peningkatan pemerataan.
3. Manfaat Manajemen Berbasis
Madrasah (MBM)
Madrasah yang otonom dapat
mengontrol sumber dayanya dengan
merancang dan melaksanakan MBM
sesuai dengan budaya Madrasah, keadaan
dan kebutuhan, serta kebutuhan
masyarakat setempat (Munajat, 2016).
Mereka akan memiliki kebebasan untuk
mengelola sumber daya tersebut agar
memiliki nilai-nilai positif untuk
pertumbuhan dan peningkatan pendidikan
di masa depan. Banyak pemangku
kepentingan pendidikan, termasuk
birokrasi, kepala Madrasah, guru,
pesantren, dan pelaksana sistem, telah
menyadari pentingnya MBM (Pasaribu,
2017). Nilai-nilai yang baik diraih bagi
guru dan masyarakat, seperti
penghormatan guru, kepuasan kerja
meningkat dan dorongan semangat, dan
perasaan senang masyarakat, karena
keinginan mereka diakomodasi, sehingga
dukungan meningkat. Meskipun Madrasah
dan pelaksana sistem, seperti kepala
Madrasah, memiliki peluang bagus untuk
menunjukkan kepemimpinan mereka,
posisi kepala Madrasah stabil karena
mereka mendapat dukungan dari berbagai
pihak dan organisasi penyelenggara
pendidikan lebih berhasil dan efisien.
Keunggulan Manajemen Berbasis
Madrasah (MBM) antara lain: memberi
Madrasah banyak kemandirian dan
kendali, tetapi tetap dengan mengemban
tanggung jawab. Madrasah dapat lebih
meningkatkan kesejahteraan guru dengan
memberi mereka otonomi, yang memberi
mereka tanggung jawab atas pengelolaan
sumber daya dan pelaksanaan strategi
manajemen berbasis Madrasah (MBM)
yang disesuaikan dengan kondisi lokal.
Profesionalisme kepala Madrasah dalam
kapasitasnya sebagai pengelola dan
pemimpin Madrasah didukung oleh
kepandaiannya dalam mengelola sumber
daya dan melibatkan masyarakat dalam
partisipasi. Guru termotivasi untuk
665
berinovasi dengan melakukan eksperimen
di pengelolaan Madrasahnya ketika kepala
Madrasah diberi kesempatan untuk
menyusun kurikulum. Peningkatan
keterlibatan orang tua, misalnya, dapat
meningkatkan kinerja siswa dengan
memungkinkan orang tua untuk
mengawasi proses belajar anak mereka
(Arifin, 2020; Bahri, 2019; Pasaribu,
2017).
Lebih lanjut, Kementerian Agama
menjelaskan manfaat MBM bagi Madrasah
melalui Derjen Lembaga Agama Islam,
yaitu, pertama, Madrasah harus
memaksimalkan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan Madrasah
dengan memetakan kekuatan,
keterbatasan, peluang, dan tantangan yang
mungkin akan mereka hadapi. Kedua,
Madrasah memiliki pemahaman yang lebih
baik tentang kebutuhan lembaganya,
terutama input dan output pendidikan yang
akan dihasilkan dan digunakan dalam
proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswa.
Ketiga, pengambilan keputusan partisipatif
akan memenuhi kebutuhan Madrasah
karena Madrasah mendapat informasi yang
baik tentang apa yang terbaik untuk
Madrasah. Keempat, jika masyarakat
dilibatkan dalam pemantauan layanan
pendidikan, maka lebih efisien dan andal.
Kelima, keterlibatan warga Madrasah
dalam pengambilan keputusan mendorong
keterbukaan dan demokrasi yang sehat.
Keenam, Madrasah bertanggung jawab
kepada pemerintah, orang tua, siswa, dan
masyarakat atas standar pendidikannya.
Ketujuh, Madrasah harus bersaing secara
setara untuk meningkatkan standar
pendidikan (Kristiawan & Asvio, 2018;
Muniroh & Muhyadi, 2017).
4. Karakteristik Manajemen Berbasis
Madrasah (MBM)
Berikut adalah indikator-indikator
yang menjadi ciri filosofi manajemen
berbasis Madrasah (MBM) dan dapat
dikontekstualisasikan dalam MBM
sehingga merepresentasikan peran dan
tanggung jawab masing-masing pihak:
Pertama dan terpenting, kawasan
Madrasah yang aman dan tertata dengan
baik. Kedua, Madrasah memiliki misi
untuk memenuhi dan tujuan efisiensi untuk
dicapai. Ketiga, Madrasah dipimpin oleh
individu yang kuat. Keempat, staf
Madrasah dijaga dengan standar
pencapaian yang tinggi. Kelima,
pertumbuhan pekerja Madrasah yang
berkelanjutan sejalan dengan tuntutan
ilmiah dan teknis. Keenam, ada peninjauan
terus menerus terhadap aspek akademik
dan administrasi yang berbeda, dengan
temuan yang digunakan untuk
pengembangan dan / atau peningkatan
kualitas. Ketujuh, adanya kontak dan
666
dorongan dari orang tua dan anggota
masyarakat lainnya. Di era desentralisasi
ini, MBM memiliki karakteristik yang
harus dipahami penyelenggara pendidikan.
Oleh karena itu, sejumlah karakteristik
MBM harus ada agar Madrasah lebih
efisien. Karakteristik MBM dapat dilihat,
misalnya, bagaimana organisasi Madrasah
dapat meningkatkan efisiensi, proses
belajar mengajar, pengelolaan sumber
daya, dan administrasi (Munajat, 2016;
Yahya, 2017).
5. Implementasi Manajemen Berbasis
Madrasah Pada Kurikulum SIT
(Sekolah Islam Terpadu)
a. Konsep Sekolah Islam Terpadu (SIT)
Sekolah Islam Terpadu (SIT) adalah
sekolah yang menerapkan prinsip
pendidikan berbasis Madrasah yang
berpatok pada ajaran Islam berdasarkan
Al-Qur'an dan Sunnah (Admin & Zaman,
2017). Definisi operasional SIT adalah
akumulasi dari proses peradaban,
transmisi, dan pertumbuhan ajaran Islam,
budaya, dan masyarakat dari generasi ke
generasi (Sholihah Widiati & Utami,
2015). Kata "terpadu" dalam SIT
merupakan amplifikasi (tauhid) Islam.
Argumennya adalah bahwa Islam itu
keseluruhan, lengkap, esensial dari pada
parsial, syumuliah daripada juz'iyah.
Sebagai "perlawanan" terhadap tafsir
sekuler, dikotomi, dan juz'iyah, inilah yang
menjadi spirit kunci dalam gerakan
dakwah di bidang pendidikan. SIT
digambarkan sebagai sekolah yang
menerapkan pendekatan implementasi
untuk menggabungkan pendidikan umum
dan pendidikan agama ke dalam satu
kurikulum. Semua mata pelajaran dan
praktik sekolah tidak dapat dipisahkan dari
konteks ajaran dan prinsip Islam. Tidak
ada perbedaan, tidak ada "sekularisasi" di
mana pelajaran dan semua diskursus bebas
dari keyakinan dan ajaran Islam, dan tidak
ada "sakralisasi" di mana Islam diajarkan
terlepas dari arti kebermanfaat kehidupan
di masa depan. Landasan, tuntunan, dan
ajaran Islam digunakan untuk membingkai
mata pelajaran umum seperti matematika,
sains, ilmu sosial, bahasa, kesehatan, dan
keterampilan (Warsah, 2020b; Warsah et
al., 2019).
Sementara itu, pendekatan
kontemporer yang menguntungkan bagi
agama dimasukkan ke dalam kurikulum.
Integrasi strategi pembelajaran juga
ditekankan dalam SIT untuk
memaksimalkan ranah kognitif, afektif,
dan konatif (Warsah, 2020a). Implikasi
dari penggabungan ini mengharuskan
terciptanya pendekatan proses
pembelajaran yang kaya dan beragam yang
menggabungkan berbagai media dan
perangkat pembelajaran (Warsah et al.,
2020). Metode pembelajaran berfokus
667
pada penggunaan dan metode yang
menyebabkan dan mendorong optimalisasi
pemberdayaan otak kiri dan otak kanan.
Dengan pemikiran tersebut, pembelajaran
di SIT harus difokuskan pada (a)
pemecahan masalah, yang mengajarkan
siswa untuk berpikir secara objektif,
sistematis, logis, dan (b) imajinasi, yang
mengajarkan siswa untuk berpikir secara
asli, dengan cara yang ideal, dan secara
memicu perkembangan imajinatif berfikir.
Pendidikan aqliyah, spiritual, dan teologi
juga dipadukan di Madrasah Terpadu
(Nasution & Pasaribu, 2020). Artinya SIT
bercita-cita untuk mendidik peserta didik
menjadi anak yang berkembang secara
intelektual dan intelektual, meningkatkan
taraf keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT, mengedepankan nilai-nilai
luhur, dan memiliki kesehatan, kebugaran,
dan keterampilan yang baik, serta terlibat
aktif dalam kehidupan sehari-hari.
lingkungan belajar, yang meliputi sekolah,
rumah, dan budaya.
b. Implementasi Kurikulum Jaringan
Sekolah Islam Terpadu (JSIT)
Kurikulum terpadu merupakan
bagian dari model konsep kurikulum
terintegrasi. Kurikulum terpadu merupakan
kerangka kurikulum yang lebih dari
sekedar jadwal atau hanya merupakan
penataan materi pelajaran, tetapi telah
berkembang menjadi model konsep
kurikulum lengkap dengan desain yang
lengkap. Pengembangan kurikulum
terpadu merupakan reorganisasi dari
kurikulum yang ada. Berdasarkan
wawancara dengan kepala sekolah di
SMPIT Khoiru Ummah, kepala sekolah
Ustad Bayu Fajri menjelaskan:
"Kurikulum yang diperkenalkan di sekolah
ini merupakan perpaduan antara kurikulum
Diknas, Kemenag, dan JSIT yang kita
gabungkan menjadi satu kesatuan sehingga
konsep pembelajarannya berbasis SIT
(Sekolah Ilam Terpadu)" (Wawancara,
Januari, 2021)
Data wawancara di atas juga
didukung oleh haslil observasi, di mana
peneliti menemukan bahwa kurikulum
Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT)
dijalankan dan dipahami oleh semua pihak,
termasuk kepala sekolah, wakil kepala
sekolah yang bertanggung jawab atas
kurikulum, dewan guru, guru, orang tua
siswa dan siswa di SMPIT Khoiru
Ummah. Ini mengacu pada visi dan misi
SMPIT Khoiru Ummah sendiri. Di SMPIT
Khoiru Ummah Rejang Lebong,
kurikulum Jaringan Sekolah Islam Terpadu
(JSIT) digunakan pada semua mata
pelajaran, termasuk yang bersumber dari
Dinas Pendidikan, Kementerian Agama,
dan materi setempat.
Jika pendidik dapat
mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke
668
dalam setiap mata pelajaran, kurikulum
JSIT akan efektif. Kurikulum Jaringan
Sekolah Islam Terpadu (JSIT) dirancang
untuk memasukkan nilai-nilai Islam ke
dalam semua mata pelajaran yang
diajarkan kepada siswa. Degan demikian,
untuk mencapai tujuan pendidikan,
seorang pendidik harus memiliki
pengalaman dan pemahaman yang luas
tentang metode pengajaran. Berdasarkan
hasil yang diperoleh dari narasumber dan
observasi yang dilakukan, diketahui bahwa
pengelolaan pendidikan karakter dalam
setting SIT memiliki banyak tahapan
persiapan, diantaranya sebagai berikut:
1) Sosialisasi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter disosialisasikan
untuk menyamakan harapan dan
menumbuhkan minat bersama yang dalam
di antara semua anggota sistem sekolah
komunitas (pendidik dan staf pendidikan
serta pemangku kepentingan).
Mensosialisasikan gagasan pendidikan
karakter sedemikian rupa sehingga
diterapkan sesuai dengan strategi dan
sesuai dengan persepsi dan komitmen
bersama. Tujuan dari sosialisasi
pendidikan karakter adalah untuk
menyamakan harapan dan mendorong
keterlibatan yang kuat di antara pendidik
dan siswa di komunitas SIT. Menurut hasil
wawancara dengan salah satu guru SDIT
Khoiru Ummah Surmani S.Pd. I tentang
pendidikan karakter, jenis pendidikan
karakter yang telah dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
“Beberapa kegiatan dilaksanakan di
Sekolah Menengah Pertama Islam
Terpadu Khoiru Ummah (SMPIT)
untuk mewujudkan visi dan tujuan
kami yaitu mewujudkan generasi
Alquran dengan prestasi yang
optimal, seperti peringatan hari
muharram, peringatan hari qurban,
peringatan maulid Nabi Muhammad
SAW, dan keharusan memakai
kerudung untuk pelajar perempuan
maupun para ustazah, diharapkan
memakainya baik di sekolah maupun
di rumah dengan agar anak memiliki
karakter yang religius, namun ada
sebagian anak perempuan yang
masih belum memakai jilbab di
rumah. Siswa terbiasa dengan hal-
hal baik dari hal terkecil khususnya
bagi santri agar paham bahwa
perintah menutup aurat adalah
perintah Allah SWT, seperti yang
disebutkan dalam Al-Qur'an Surat
An-Nuur.” (Wawancara, Januari,
2021)
Hal ini sejalan dengan apa yang
dikatakan oleh Ustazah Demis, ketua
Yayasan Al Amin Curup:
“Penyusunan kurikulum Islam
terpadu di Khoiru Ummah
memasukkan unsur-unsur
pembentukan karakter guna
membentuk generasi berkarakter
Islam. Program pendidikan karakter
Khoiru Ummah tercatat masuk ke
dalam kurikulum JSIT. Agama,
kedisiplinan, kewajiban, integritas,
dan budi pekerti menjadi nilai-nilai
yang diutamakan dan menjadi
perhatian utama bagi unit Khoiru
Ummah. Dalam pengembangan
kurikulum juga memperhatikan
empat aspek yaitu pengembangan
669
teologis, psikologis, sosial budaya,
dan iptek” (Wawancara, Januari,
2021)
2) Penyusunan Kurikulum
Dengan dukungan narasumber ahli
pendidikan dan pembelajaran dari
Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan
Universitas Bengkulu (UNIB), Dinas
Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi
Bengkulu, dan Kementerian Pendidikan
Agama Rejang Lebong, dalam merancang
kurikulum Islam terpadu memperhatikan
faktor-faktor berikut: Iman dan taqwa,
serta akhlak yang luhur, berkonsentrasi
pada kemampuan, pertumbuhan,
kebutuhan, dan minat siswa, serta
lingkungan belajarnya beragam dan
terintegrasi; kepekaan terhadap kemajuan
ilmiah, teknis, dan kreatif; relevansi
dengan kebutuhan hidup; pendidikan
formal dan berkelanjutan; belajar
sepanjang hayat; dan kombinasi
kepentingan nasional dan daerah.
JSIT telah menetapkan proses
terstruktur yang menarik keunikan JSIT,
selain mengacu pada peraturan pemerintah
terkait. Prosedur standar ini didasarkan
pada prinsip pembelajaran SIT melayani,
internalisasi, dan menerapkan. Dalam
setiap bidang studi, melayani berarti
memiliki tafsir terhadap keyakinan agama,
kecerdasan, dan keterampilan melalui
dimensi nalar, rasio / logika , dan
kinestetik. Internalisasi mengacu pada
menumbuhkan rasa cinta dan kebutuhan
akan nilai-nilai yang baik melalui
komponen mental, roh, atau jiwa.
Menerapkan berarti penerapan prinsip-
prinsip kebaikan memerlukan keterlibatan
dalam hal ibadah dan praktik kehidupan
nyata, serta upaya menyebarkan kebaikan.
Standar proses dalam Kurikulum Jaringan
Islam Terpadu digambarkan pada diagram
di bawah ini.
Gambar 1. Standar Proses Kurikulum JSIT
670
Sedangkan ruang lingkup kurikulum
Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT)
dalam standar proses pembelajaran
meliputi: 1) Perencanaan Pembelajaran
terdiri dari analisis kurikulum, Silabus, dan
RPP. 2) Proses Pembelajaran terdiri dari
kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan
akhir. 3) Pengelolaan kelas terdiri dari
lingkungan kelas, budaya kelas dan
konsekuensi logis, komunikasi guru dan
peserta didik. 4) Penilaian pembelajaran.
5) Perangkat pembelajaran terdiri dari
media pembelajaran (dapat berupa desain
utilities), modul, worksheet, buku teks
pembelajaran, dan sebagainya. 6)
Pembelajaran berbasis TIK. 7) JSIT
menggunakan pendekatan pembelajaran
terpadu.
3) Penerapan Kurikulum JSIT dalam
Pembentukan Karakter Religius
Siswa
Unit Yayasan Khoiru Ummah
menggunakan pendekatan pengajaran
terintegrasi (integrated learning) untuk
mengaplikasikan kurikulum JSIT dalam
pengembangan karakter religius. Metode
ini menggabungkan semua aspek yang
akan membantu pencapaian tujuan dan
membekali siswa dengan kemampuan
dasar yang lengkap dan terperinci.
Pertama, Nilai dan Pesan, dalam arti setiap
aspek pendidikan dipandang dan dikemas
sesuai dengan ajaran Islam. Penyampaian
mata pelajaran umum (ilmu alam, ilmu
sosial, dan keterampilan) berlandaskan
nilai-nilai keislaman. Kedua, pendidikan
harus memaksimalkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan dalam setiap kegiatan
mengajar. Artinya, kegiatan belajar
mengajar tidak hanya fokus pada
perolehan ilmu, tetapi juga pada
pengembangan sikap yang dilandasi nilai-
nilai pendidikan karakter, khususnya
karakter religius. Ketiga, penyelenggaraan
pendidikan mencakup tanggung jawab
orang tua dan masyarakat. Menurut
SMPIT Khoiru Ummah, keterlibatan ini
berupa kesinambungan pola asuh kepada
siswa agar dapat membantu mereka
mencapai tujuan pendidikannya.
Berdasarkan data observasi,
implementasi kurikulum JSIT dalam
pengembangan karakter religius siswa di
SMPIT Khoiru Umah adalah sebagai
berikut:
a) Integrasi melalui pembelajaran
Dengan merancang silabus dan RPP
berdasarkan kompetensi yang ada sesuai
dengan prinsip yang akan diterapkan,
integrasi mata pelajaran yang ada dapat
tercapai. Pendidikan agama dan umum
digabungkan di SMPIT Khoiru Ummah.
Pengenalan nilai, pemahaman tentang
pentingnya nilai, dan menginternalisasi
671
nilai ke dalam tindakan sehari-hari siswa
melalui proses pembelajaran merupakan
bagian dari pendidikan karakter melalui
mata pelajaran. Pada dasarnya,
pengalaman belajar disusun untuk
membantu siswa menginternalisasi asas
dan menindakinya, selain menguasai
isinya.
Pendidikan karakter dilaksanakan di
SMPIT Khoiru Ummah dengan mata
pelajaran dalam proses pembelajaran yang
berlangsung langsung di kelas, serta
penanaman nilai-nilai dasar keislaman
pada siswa yang dibentuk oleh seluruh
aspek suasana sekolah. Alhasil, santri akan
dibekali dengan basis keislaman yang kuat,
khususnya di bidang Aqidah, Akhlaq, dan
Alquran. Nilai-nilai pendidikan karakter
telah dimasukkan ke dalam mata pelajaran
di SIT Khoiru Ummah, khususnya
pengelolaan nilai-nilai agama, disiplin, dan
tanggung jawab. Pendidikan Agama Islam,
Bahasa Indonesia, Matematika, TIK,
Bahasa Inggris, Sains, Ilmu Sosial, Seni,
Bahasa Arab, Pendidikan Jasmsni, dan
PKN adalah beberapa mata pelajaran yang
diajarkan di SMPIT Khoiru Ummah.
Setiap konten disampaikan dalam
pembelajaran, dan nilai-nilai agama dan
moral selalu diekspresikan. Nilai Karakter
religius ditanamkan pada diri siswa dalam
materi yang disampaikan tertuang dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
b) Penyusunan dan intergrasi dalam
mata pelajaran muatan lokal, yaitu
antara lain mata pelajaran Bahasa
Arab
Integrasi pendidikan karakter,
termasuk keimanan, ke dalam mata
pelajaran bahasa Arab menyiratkan dan
menanamkan pentingnya pendidikan
karakter dalam mata pelajaran materi
lokal.
c) Pengembangan Diri (Kebiasaan)
Tugas pengembangan diri bukanlah
topik terpisah yang membutuhkan
perhatian guru. Pengembangan diri
berupaya memberikan kesempatan kepada
siswa untuk tumbuh dan mengekspresikan
diri berdasarkan kebutuhan, keterampilan,
dan minat individu, serta kondisi sekolah.
Praktik peningkatan diri dilakukan dengan
cara-cara berikut:
1) Kegiatan Terprogram
Kegiatan ini dilaksanakan secara
reguler, di luar mata pelajaran ataupun
muatan lokal. Berbentuk kegiatan ekstra
kurikuler. Jenis kegiatannya antara lain:
672
Tabel 1. bentuk kegiatan ekstrakurikuler
Jenis Kegiatan Waktu
Pramuka SIT Hari sabtu
Putsal Hari sabtu
Nasyid Hari sabtu
English Club Hari sabtu
Sastra Hari sabtu
Melukis/kaligrafi Hari sabtu
Sains clup Hari sabtu
Matematika clup Hari sabtu
Karate / pencaksilat Hari sabtu
Paskibra Hari sabtu
Bakti social Hari jum‟at
Bina Pribadi Islam (BPI) Hari jum‟at
OSIS Hari sabtu
PMR Hari sabtu
Memanah (Ekskul Wajib) Hari sabtu
Berenang (Ekskul Wajib) Hari ahad
Dari beberapa kegiatan
ekstrakurikuler diatas saat diwawancari
yang disampaiakan oleh salah satu guru
yaitu Ustzah Sartika bidang kesiswaan
SMK IT Khoiru Ummah mengatakan
bahwa.
“Ya, memang ada beberapa kegiatan
ekstra di sekolah kita ini bertujuan
untuk mengembangkan minat dan
bakat siswa sesuai dengan
potensinya masing-masing. Dalam
kegiatan ekstra tersebut juga
diselipkan pembiasaan-pembiasaan
yang bertujuan untuk membentuk
karakter religius siswa. Dalam
perencanaan kegiatan ekstrakurikuler
ini awalnya saat pembentukan kita
juga sudah berkoordinasi dengan
kepala sekolah dan elemen-elemen
sekolah. Setiap peserta didik wajib
memilih sekurang-kurangnya satu
dari kegiatan di atas. Setiap
pelaksanaan kegiatan
ektrakurikulerpun guru harus
memberikan keteladanan yang baik
terhadap siswa misalnya, memberi
salam saat memulai kegiatan,
berjabat tangan dengan sejenis
berdoa sebelum dan sesudah
kegiatan, mengedepankan 5 S
(Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan
Santun) dan tidak henti-hentinya
selalu mengingatkan untuk sholat
fardu tepat waktu dan laki-laki untuk
senantiasa berjama‟ah dimasjid”
(Wawancara, Januari, 2021)
2) Kegiatan Spontan
Kegiatan spontan merupakan
kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja,
dimana saja tanpa dibatasi ruang. Kegiatan
ini bertujuan untuk memberikan
pendidikan pada saat itu juga, terutama
dalam disiplin dan sopan santun. Jenis
kegiatannya antara lain: a) membiasakan
memberi salam, b) membiasakan
melaksanakan ibadah tepat waktu dan
berjamaah, c) membiasakan membuang
673
sampah pada tempatnya, d) operasi semut
(mengambil sampah) secara spontan, e)
membiasakan menegur/mengatasi silang
pendapat/pertengkaran/hal-hal yang jelek,
f) membiasakan hemat energy, g)
membiasakan budaya antri, dan h)
membiasakan memelihara kelestarian
lingkungan
3) Kegiatan Keteladan
Kegiatan keteladanan adalah
kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja
dan dimana saja yang lebih mengutamakan
pemberian contoh dari guru, kepala
sekolah dan pengelola pendidikan lainnya
kepada peserta didik. Kegiatan ini
bertujuan memberi contoh/keteladan
tentang kebiasaan perilaku yang baik.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi ini yang
dilakukan di SMPIT Khoiru Ummah
Rejang Lebong, dalam rangka
mengimplementasikan manajemen
berbasis Madrasah secara efektif dan
efesien dalam kurikulum Islam terpadu,
maka SMPIT Khoiru Ummah Rejang
Lebong melibatkan semua unsur yang ada
mulai dari kepala Madrasah, orang tua,
masyarakat, sarana prasarana serta unsur
terkait lainnya. Pelibatan semua pihak
tersebut selanjutnya berkontributsi dalam
penataan konsep pembelajaran yang
memadukan ilmu Islami dengan ilmu
umum. SMPIT sudah menjalan konsep
manajemen berbasis madrasalah dalam
kurikulum Islam terpadu dari semua
elemen pembelajaran, baik dari perencaan,
penataa materi ajar, pelaksanaan
pembelajaran dan kegiatan sekolah,
sampai pada evaluasi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, A., & Zaman, B. (2017).
Pembinaan Karakter Siswa Melalui
Pelaksanaan Shalat Sunnah Dhuha di
Sekolah Dasar Islam Terpadu Nur
Hidayah Surakarta. TAMADDUN,
18(2), 1.
https://doi.org/10.30587/tamaddun.v
0i0.88
Afida, A. N. (2018). Sistem pengawasan
komisi VIII dewan perwakilan rakyat
Republik Indonesia (DPR-RI) pada
pembiayaan pendidikan Madrasah
Negeri.
Aisyah, & Ali, M. (2018). Pendidikan
Karakter: Konsep dan
implementasinya. Prenada Media.
Ajefri, F. (2017). Efektifitas
Kepemimpinan dalam Manajemen
Berbasis Madrasah. Al-Idarah :
Jurnal Kependidikan Islam, 7(2),
99–119.
https://doi.org/10.24042/ALIDARA
H.V7I2.2265
Akbar, M. A. (2019). Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah dan
Implementasinya. PAEDAGOG,
2(1).
http://jurnal.staitapaktuan.ac.id/index
.php/paedagog/article/view/101
Anshori, I. (2017). Penguatan Pendidikan
Karakter di Madrasah. Halaqa:
Islamic Education Journal, 1(2), 11.
https://doi.org/10.21070/halaqa.v1i2.
1243
Arifin, Z. (2020). Paradigma Studi
Manajemen Berbasis Madrasah dan
Guru Profesional. Muróbbî: Jurnal
674
Ilmu Pendidikan, 4(1), 121–150.
http://jurnal.iaibafa.ac.id/index.php/
murobbi/article/view/305
Ary, D., Jacobs, L. C., Sorensen, C. K.,
Walker, D. A., & Razavieh, A.
(2010). Introduction to research in
education. In Measurement (8th ed.,
Vol. 4, Issue 43). Wadsworth,
Cengage Learning.
https://doi.org/10.1017/CBO978110
7415324.004
Bahri, S. (2019). Pendidikan Madrasah
Berbasis 4.0 dalam Bingkai
Manajemen Mutu. Edugama: Jurnal
Kependidikan Dan Sosial
Keagamaan, 5(1), 115–154.
https://doi.org/10.32923/edugama.v5
i1.962
Botha, R. (Nico). (2007). School-based
management: stakeholder
participation and the impact of
stakeholder values. Africa Education
Review, 4(1), 28–41.
https://doi.org/10.1080/18146620701
412126
Briggs, K. L., & Wohlstetter, P. (2003).
Key elements of a successful school-
based management strategy. School
Effectiveness and School
Improvement, 14(3), 351–372.
https://doi.org/10.1076/sesi.14.3.351.
15840
Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K.
(2011). Research Methods in
Education. In Research methods in
education. Routledge.
https://doi.org/10.1111/j.1467-
8527.2007.00388_4.x
Creswell, J. W. (2007). Qualitative inquiry
& research design: Choosing among
five approaches (2nd ed.). SAGE
publications, Inc.
Estrada Oliver, L., Rodriguez, L., &
Pagan, A. (2020). Tales from PE:
Using Project-Based Learning to
Develop 21st-Century Skills in
PETE Programs. Strategies, 33(4),
45–48.
https://doi.org/10.1080/08924562.20
20.1764305
Fitzpatrick, K. R. (2012). School-based
management and arts education:
Lessons from chicago. Arts
Education Policy Review, 113(3),
106–111.
https://doi.org/10.1080/10632913.20
12.687340
Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H.
H. (2012). How to design and
evaluate research in education.
McGraw-Hill Companies, Inc.
https://doi.org/10.1017/CBO978110
7415324.004
Gall, M. D., Gall, J. P., & Borg, W. R.
(2003). Educational research: An
introduction (7th ed.). Allyn and
Bacon.
Hakim, M. N. (2016). Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah Dalam
Mewujudkan Sekolah Islam
Unggulan. Nidhomul Haq : Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, 1(2),
104–114.
https://doi.org/10.31538/NDH.V1I2.
7
Irawati, E., & Susetyo, W. (2017).
Implementasi Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Di
Blitar. Jurnal Supremasi, 7(1), 3.
https://doi.org/10.35457/supremasi.v
7i1.374
Jakob, A. (2001). Möglichkeiten und
grenzen der triangulation
quantitativer und qualitativer daten
am beispiel der ( re- ) konstruktion
einer typologie
erwerbsbiographischer
sicherheitskonzepte. Forum:
Qualitative Sozial Forschung, 2(1),
1–29.
Kislyakov, P. A. (2015). Retro-Innovation
of 21st Century Education as a
Resource for Ensuring National
Security. Russian Education and
Society, 57(11), 979–990.
https://doi.org/10.1080/10609393.20
15.1187010
675
Kristiawan, M., & Asvio, N. (2018).
Pengelolaan Administrasi Madrasah
Tsanawiyah Negeri Dalam
Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Madrasah. Kelola: Jurnal
Manajemen Pendidikan, 5(1), 86–95.
https://doi.org/10.24246/j.jk.2018.v5
.i1.p86-95
Kurnia, R. (2018). Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) dan
Implementasinya. FITRA, 2(2).
http://jurnal.staitapaktuan.ac.id/index
.php/fitra/article/view/33
Liu, C., & Yan, F. (2017). Research
Trends on Higher Education
Internationalization in Mainland
China: From the Perspective of
Literature Review. The
Anthropologist, 29(2–3), 138–149.
https://doi.org/10.1080/09720073.20
17.1359948
Maskur, M. (2017). Eksistensi dan Esensi
Pendidikan Madrasah Di Indonesia.
TERAMPIL: Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran Dasar, 4(1), 101–119.
https://doi.org/10.24042/TERAMPIL
.V4I1.1807
Miles, M. B., Huberman, A. M., &
Saldana, J. (2014). Qualitative data
analysis: A methods sourcebook.
SAGE Publications, Inc.
Mufidah, N. (2017). Peran Manajer Kepala
MIN Jejeran Bantul dalam
Implementasi Manajemen Berbasis
Madrasah. MANAGERIA: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, 2(1),
45–62.
https://doi.org/10.14421/manageria.2
017.21.03
Munajat, N. (2016). Kebijakan Manajemen
Berbasis Madrasah dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan Islam.
Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan
Dasar Islam, 8(2).
https://doi.org/10.14421/AL-
BIDAYAH.V8I2.74
Muniroh, J., & Muhyadi, M. (2017).
Manajemen pendidik dan tenaga
kependidikan di Madrasah Aliyah
Negeri Kota Yogyakarta. Jurnal
Akuntabilitas Manajemen
Pendidikan, 5(2), 161.
https://doi.org/10.21831/amp.v5i2.80
50
Nasution, S. N., & Pasaribu, S. E. (2020).
Pengaruh Pengawasan, Motivasi dan
Disiplin Terhadap Kinerja Guru pada
Yayasan Pendidikan Islam Terpadu
Kuntum Bumi Rantauprapat.
Maneggio: Jurnal Ilmiah Magister
Manajemen, 3(1), 75–91.
https://doi.org/10.30596/maneggio.v
3i1.4741
Pasaribu, A. (2017). Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah Dalam
Pencapaian Tujuan Pendidikan
Nasional Di Madrasah. EduTech:
Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu
Sosial, 3(1).
https://doi.org/10.30596/EDUTECH.
V3I1.984
Pham, L., & Duong, B. H. (2020).
Education, globalization, and
citizenship: reflections of
Vietnamese local school teachers
and overseas-educated academics.
Discourse.
https://doi.org/10.1080/01596306.20
20.1836746
Priatmoko, S. (2018). Memperkuat
Eksistensi Pendidikan Islam Di Era
4.0. TA’LIM : Jurnal Studi
Pendidikan Islam, 1(2), 221–239.
https://doi.org/10.29062/TA’LIM.V1
I2.948
Sholihah Widiati, I., & Utami, E. (2015).
Perencanaan Strategis Sistem
Informasi Untuk Meningkatkan
Keunggulan Kompetitif Sekolah
Islam Terpadu. Citec Journal, 2(4),
329–340.
https://citec.amikom.ac.id/main/inde
x.php/citec/article/view/59
Tan, C., Chua, C. S. K., & Goh, O. (2015).
Rethinking the Framework for 21st-
Century Education: Toward a
Communitarian Conception.
Educational Forum, 79(3), 307–320.
676
https://doi.org/10.1080/00131725.20
15.1037511
Tight, M. (2021). Globalization and
internationalization as frameworks
for higher education research.
Research Papers in Education,
36(1), 52–74.
https://doi.org/10.1080/02671522.20
19.1633560
Umam, M. K. (2019). Komite Madrasah
dalam Konteks Manajemen Mutu
Terpadu Pendidikan Islam. Al-
Hikmah: Jurnal Kependidikan Dan
Syariah, 7(1), 39–56.
http://jurnal.staiba.ac.id/index.php/A
l-Hikmah/article/view/87
Warsah, I. (2020a). Forgiveness Viewed
from Positive Psychology and Islam.
Islamic Guidance and Counseling
Journal, 3(2), 2614–1566.
https://doi.org/10.25217/igcj.v3i2.87
8
Warsah, I. (2020b). Religious Educators:
A Psychological Study of Qur’anic
Verses regarding al-Rahmah. Al
Quds, 4(2), 275–298.
https://doi.org/10.29240/alquds.v4i2.
1762
Warsah, I., Imron, I., Siswanto, S., &
Sendi, O. A. M. (2020). Strategi
Implementatif KKNI dalam
Pembelajaran Pendidikan Islam di
IAIN Curup. Jurnal Tarbiyatuna,
11(1), 77–90.
https://doi.org/10.31603/tarbiyatuna.
v11i1.3442
Warsah, I., Masduki, Y., Daheri, M., &
Morganna, R. (2019). Muslim
minority in Yogyakarta: Between
social relationship and religious
motivation. Qudus International
Journal of Islamic Studies, 7(2), 1–
32.
https://doi.org/10.21043/qijis.v7i2.68
73
Widiatmoko, B. (2019). Guru dan Kualitas
Pendidikan: Sebuah Tinjauan. In
SIASAT (Vol. 4, Issue 1).
https://doi.org/10.33258/SIASAT.V4
I1.42
Yahya, M. D. (2017). Posisi Madrasah
dalam Sistem Pendidikan Nasional
di Era Otonomi Daerah. Khazanah:
Jurnal Studi Islam Dan Humaniora,
12(1).
https://doi.org/10.18592/khazanah.v
12i1.303
Yeasmin, S., & Rahman, K. F. (2012).
“Triangulation” research method as
the tool of social science research.
BUP Journal, 1(1), 154–163.
Yusuf, M., Sapada, A. O., Basri, A., &
Akbar, A. (2021). Peran Madrasah
Dalam Inplementasi Ilmu-Ilmu
Islam. OSF Preprints.
https://doi.org/10.31219/OSF.IO/89P
UC