madrasah-based management on sit curriculum at khoiru

20
Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, VOL: 10/NO: 02 Agustus 2021 P-ISSN: 2614-4018 DOI: 10.30868/ei.v10i02.1254 E-ISSN: 2614-8846 657 MADRASAH-BASED MANAGEMENT ON SIT CURRICULUM AT KHOIRU UMMAH UNIT OF AL AMIN FOUNDATION IN CURUP MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH PADA KURIKULUM SIT DI UNIT KHOIRU UMMAH YAYASAN AL AMIN CURUP Hamengkubuwono Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup [email protected] ABSTRAK Sistem manajeman berbasis madrasah muncul sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pendidikan berbasis Islam di seluruh kalangan masyarakat. Penelitian ini dilakukan berbasis pada dua tujuan. Pertama adalah melakukan studi literatur untuk konsep manajemen berbasis Madrasah. Ketuda adalah melakukan studi fenomenologi untuk mengungkap bagaimana penerapan manajemen berbasis Madrasah dalam kurikulum di SMPIT Khoiru Ummah Rejang Lebong. Berlandaskan pada metode kualitatif, data yang dikumpulkan dari hasil studi literatur, wawancara, dan observasi dianalisa menggunakan model interaktif. Studi literatur menunjukkan bahwa dalam mengimplementasikan MBM semua komponen Madrasah harus meningkatkan kinerja dan profesionalisme kerja dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Madrasah. Selanjutnya, studi fenomenologi mengungkap bahwa dalam rangka mengimplementasikan manajemen berbasis Madrasah ke dalam kurikulum Islam terpadu, SMPIT Khoiru Ummah Rejang Lebong melibatkan semua unsur yang ada mulai dari kepala Madrasah, orang tua, masyarakat, pengelola sarana prasarana serta unsur terkait lainnya. Pelibatan semua pihak tersebut selanjutnya diarahkan agar berkontributsi dalam penataan konsep pembelajaran yang memadukan ilmu Islami dengan ilmu umum. SMPIT sudah menjalankan konsep manajemen berbasis madrasah dalam kurikulum Islam terpadu dari semua elemen pendidikan, baik dari perencaan, penataan materi ajar, pelaksanaan pembelajaran dan kegiatan sekolah, sampai pada evaluasi pembelajaran. Kata Kunci: Manajemen Berbasis Madrasah, Sekolah Islam Terpadu, Kurikulum Islam Terpadu, ABSTRACT The madrasah-based management system has emerged as an effort to meet the needs of Islamic-based education throughout society. This study was conducted resting upon two objectives. The first was to conduct a literature study on the concept of Madrasah-based management. The second was to carry out a phenomenological study to reveal the implementation of Madrasah-based management in the curriculum at SMPIT Khoiru Ummah of Rejang Lebong. Grounded in a qualitative method, the data collected from the results of literature reviews, interviews, and observations were analyzed using an interactive model. The literature study showed that in implementing MBM all Madrasah components must improve work performance and professionalism in an effort to improve the quality of education in Madrasahs. Furthermore, a phenomenological study revealed that in implementing Madrasah-based management into an integrated Islamic curriculum, SMPIT Khoiru Ummah of Rejang Lebong involved all existing elements starting from the head of the Madrasah, parents, society, infrastructure administrators, to other related parties. The

Transcript of madrasah-based management on sit curriculum at khoiru

Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, VOL: 10/NO: 02 Agustus 2021 P-ISSN: 2614-4018

DOI: 10.30868/ei.v10i02.1254 E-ISSN: 2614-8846

657

MADRASAH-BASED MANAGEMENT ON SIT CURRICULUM AT KHOIRU

UMMAH UNIT OF AL AMIN FOUNDATION IN CURUP

MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH PADA KURIKULUM SIT DI UNIT

KHOIRU UMMAH YAYASAN AL AMIN CURUP

Hamengkubuwono

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup

[email protected]

ABSTRAK

Sistem manajeman berbasis madrasah muncul sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

pendidikan berbasis Islam di seluruh kalangan masyarakat. Penelitian ini dilakukan berbasis

pada dua tujuan. Pertama adalah melakukan studi literatur untuk konsep manajemen berbasis

Madrasah. Ketuda adalah melakukan studi fenomenologi untuk mengungkap bagaimana

penerapan manajemen berbasis Madrasah dalam kurikulum di SMPIT Khoiru Ummah

Rejang Lebong. Berlandaskan pada metode kualitatif, data yang dikumpulkan dari hasil studi

literatur, wawancara, dan observasi dianalisa menggunakan model interaktif. Studi literatur

menunjukkan bahwa dalam mengimplementasikan MBM semua komponen Madrasah harus

meningkatkan kinerja dan profesionalisme kerja dalam upaya peningkatan mutu pendidikan

di Madrasah. Selanjutnya, studi fenomenologi mengungkap bahwa dalam rangka

mengimplementasikan manajemen berbasis Madrasah ke dalam kurikulum Islam terpadu,

SMPIT Khoiru Ummah Rejang Lebong melibatkan semua unsur yang ada mulai dari kepala

Madrasah, orang tua, masyarakat, pengelola sarana prasarana serta unsur terkait lainnya.

Pelibatan semua pihak tersebut selanjutnya diarahkan agar berkontributsi dalam penataan

konsep pembelajaran yang memadukan ilmu Islami dengan ilmu umum. SMPIT sudah

menjalankan konsep manajemen berbasis madrasah dalam kurikulum Islam terpadu dari

semua elemen pendidikan, baik dari perencaan, penataan materi ajar, pelaksanaan

pembelajaran dan kegiatan sekolah, sampai pada evaluasi pembelajaran.

Kata Kunci: Manajemen Berbasis Madrasah, Sekolah Islam Terpadu, Kurikulum Islam

Terpadu,

ABSTRACT

The madrasah-based management system has emerged as an effort to meet the needs of

Islamic-based education throughout society. This study was conducted resting upon two

objectives. The first was to conduct a literature study on the concept of Madrasah-based

management. The second was to carry out a phenomenological study to reveal the

implementation of Madrasah-based management in the curriculum at SMPIT Khoiru Ummah

of Rejang Lebong. Grounded in a qualitative method, the data collected from the results of

literature reviews, interviews, and observations were analyzed using an interactive model.

The literature study showed that in implementing MBM all Madrasah components must

improve work performance and professionalism in an effort to improve the quality of

education in Madrasahs. Furthermore, a phenomenological study revealed that in

implementing Madrasah-based management into an integrated Islamic curriculum, SMPIT

Khoiru Ummah of Rejang Lebong involved all existing elements starting from the head of the

Madrasah, parents, society, infrastructure administrators, to other related parties. The

658

involvement of all parties was then directed to contribute to structuring the learning concept

integrating Islamic knowledge with general sciences. This school already implemented the

concept of madrasah-based management in an integrated Islamic curriculum from all

elements of education, from planning, structuring teaching materials, implementing learning

and school activities, to evaluating learning outcomes.

Keywords: Madrasah-Based Management, Integrated Islamic Schools, Integrated Islamic

Curriculum,

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu

upaya untuk membentuk dan

meningkatkan kualitas sumber daya

manusia di tengah tantangan era

globalisasi, oleh karena itu masyarakat

menyadari bahwa pendidikan merupakan

hal yang sangat mendasar bagi setiap

orang (Liu & Yan, 2017; Pham & Duong,

2020; Tight, 2021). Kegiatan pendidikan

tidak bisa diabaikan, apalagi di era

persaingan yang semakin ketat dan sengit

sejak awal abad ini (Estrada Oliver et al.,

2020; Kislyakov, 2015; Tan et al., 2015).

Sayangnya, dalam konteks perkembangan

pendidikan Madrasah seperti yang

diungkapkan Aisyah and Ali (2018), ada

tiga faktor yang menghambat peningkatan

mutu pendidikan. Faktor pertama adalah

metode analisis input-output yang

digunakan dalam kebijakan

penyelenggaraan pendidikan nasional

belum dilaksanakan sehingga seringkali

tidak ada input. Metode ini menganggap

bahwa institusi pendidikan adalah sentra

produksi. Institusi takan menghasilkan

output yang diinginkan jika semua input

yang dibutuhkan terpenuhi.

Faktor kedua adalah

penyelenggaraan pendidikan nasional yang

birokratis. Hal ini menjadikan madrasah

sebagai penyelenggara pendidikan yang

sangat mengandalkan pengambilan

keputusan birokrasi, dan proses

pengambilan keputusan birokrasi yang

sangat lama, dan terkadang kebijakan yang

dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi

Madrasah setempat. Madrasah terikat

dengan pola birokrasi, sehingga

kehilangan, keluwesan, kemandirian

motivasi, inisiatif dan kreativitas untuk

menyokong perkembangan lembaganya

sendiri, begitu juga dengan usaha

meningkatkan kualitas pendidikannya.

Faktor ketiga adalah partisipasi warga

sekolah, khususnya guru atau pendidik,

dan partisipasi masyarakat terutama orang

tua siswa yang kurang terlibat dalam

penyelenggaraan pendidikan. Partisipasi

pendidik dalam pengambilan keputusan

sering diabaikan.

Madrasah secara umum menghadapi

setidaknya empat masalah utama, yaitu:

659

Pertama, masalah identitas diri dalam

Islam masih belum jelas sehingga rencana

pengembangannya seringkali tidak jelas

dan kurang fokus (Bahri, 2019). Kedua,

perpaduan ilmu agama Islam dan ilmu

umum yang belum seimbang (Yusuf et al.,

2021). Ketiga, generasi muslim belum

mampu menguasai langkah-langkah ajaran

Islam secara kuantitas dan kualitas

(Priatmoko, 2018). Keempat, masih

kurangnya sumber daya internal yang ada

dan pemanfaatannya dalam pengembangan

Madrasah untuk di masa yang akan datang

(Maskur, 2017). Berdasarkan uraian

masalah-masalah ini, kita dapat memahami

bahwa meskipun pemerintah mungkin

telah melakukan banyak upaya untuk

meningkatkan kualitas pendidikan warga

negaranya, pendidikan yang dialami oleh

masyarakat Indonesia masih tergolong

kurang ideal dari segi manajemen. Di sisi

lain, berbagai indikator kualitas

pendidikan juga belum menunjukkan

peningkatan yang signifikan. Menurut

keputusan Menteri Agama 370 Tahun

1993, Madrasah itu diklasifikasikan

sebagai pendidikan menengah umum

(Widiatmoko, 2019). Dengan demikian,

kurikulumnya harus sesuai dengan

esensinya sebagai pendidikan menengah

umum. Selain itu, karena Madrasah ini

merupakan sekolah menengah pertama

dengan ciri-ciri keislaman, maka dalam

kurikulum juga menggambarkan ciri-ciri

tersebut. Oleh karena itu, tujuan Madrasah

ada dua, pertama memperluas ilmu dan

meningkatkan keterampilan siswa.

Dalam konteks otonomi daerah saat

ini sedang dikembangkan manajemen

berbasis Madrasah, yang artinya Islam

akan secara langsung mengkoordinasikan

dan menyesuaikan sumber daya dengan

partisipasi semua kelompok (stakeholders)

yang terkait dengan isu tersebut dalam

kerangka kebijakan pendidikan nasional

(Pasaribu, 2017; Yahya, 2017). Seiring

dengan isu otonomi daerah yang sedang

menjadi tren di semua bidang kehidupan di

daerah. Berdasarkan hasil observasi awal

yang dilakukan di Kabupaten Rejang

Lebong, ada sebuah sekolah menengah

pertama yang dikelola oleh yayasan Al

Amin Curup yang menerapkan manajemen

berbasis Madrasah. Sekolah ini Bernaha

SMPIT Khoiru Ummah. Berdasarkan

fenomena ini, penelitian ini dilakukan

untuk mengungkapkan dua hal, yaitu 1)

melakukan studi literatur untuk

mengungkap bagaimana konsep

manajemen berbasis Madrasah? Dan 2)

melakukan studi fenomenologi untuk

mengungkap bagaimana penerapan

manajemen berbasis Madrasah dalam

kurikulum di SMPIT Khoiru Ummah?

B. METODE

660

Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang bertujuan untuk

memahami fenomena yang dialami subjek

penelitian, seperti tindakan, perilaku,

persepsi, motivasi, dll, secara alami dan

menggunakan kata-kata dan deskripsi

kebahasaan secara alami dan konkret

dalam konteks tertentu (Ary et al., 2010;

Cohen et al., 2011; Creswell, 2007;

Fraenkel et al., 2012). Penelitian ini

dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama

adalah studi literatur terhadap konsep

manajemen berbasis Madrasah. Tahap

kedua adalah melakukan studi

fenomenologi yang berfokus pada

investigasi penerapan manajemen berbasis

Madrasah dalam kurikulum di SMPIT

Khoiru Ummah.

Tahap studi pustaka dilakukan

dengan mereview literature terkait dengan

manajemen berbasis madrasar baik dari

buku dan artikel-artikel ilmiah terkait.

Selanjutnya tahap studi fenomenologi

melibatkan beberapa orang informan

sebagai sumber data yang dipilih secara

purposif (Gall et al., 2003), yaitu Ketua

yayasan AL Amin Curup, kepala sekolah

SMPIT Khoiru Ummah Rejang Lebong,

Para guru (ustadz dan ustadzah, serta

beberapa perangkat akademis di sekolah

tersebut. Selanjutnya, mereka

diwawancara. Sebagai upaya triangulasi

data (Jakob, 2001; Yeasmin & Rahman,

2012), data juga diambil dari observasi

langsung ke SMPIT Khoiru Ummah

Rejang Lebong untuk mengungkap

implementasi kurikulum SIT berbasis

manajeman Madrasah.

Data dalam penelitian ini dianalisa

menggunakan model interaktif

sebagaimana yang disarankan oleh Miles

et al. (2014) yang prosesnya meliputi

empat elemen analisis, yaitu pengumpulan

data, pemadatan data, presentasi data, dan

penarikan simpulan. Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya, pengumpulan data

studi tahap satu dilakukan dengan

mereview literatur, dan pengumpulan data

studi tahap dua dilakukan dengan

menggunakan wawancara dan observasi.

Terkait dengan pemadatan data, data hasil

studi literatur dan data hasil wawancara

dan observasi dikelompokkan berdasarkan

tema-tema yang representatif agar

penyajian data bisa dilakukan dengan

ideal. Mengenai tahap presentasi data, data

disajikan menggunakan table, gambar,

cuplikan wawancara, gambaran hasil

observasi, dan interpretasi ilmiah dari

peneliti yang diikuti dengan diskusi data.

Di akhir, seluruh temuan disimpulkan

secara komprehensif dan representatif.

C. PEMBAHASAN

661

1. Konsep Manajemen berbasis

Madrasah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

mengatur bahwa sekolah Islam adalah

sekolah negeri yang bercirikan Islam

(Irawati & Susetyo, 2017). Madrasah

mulai tumbuh dan berkembang di

masyarakat puluhan tahun lalu. Lembaga

pendidikan ini berkembang sangat pesat

(Afida, 2018). Dalam periode 2016/2017,

jumlah Madrasah yang ditata secara

nasional sudah mencapai 49.337 unit, RA,

Raodatu Athfal (RA / BA / PA) berjumlah

27.999 unit, Madrasah ibtidaiyah / MI

(setingkat SD) berjumalh 24.560 unit,

pesantren tsanawiyah / MTs (tingkat

SMA) berjumlah 16.934 unit, dan

Madrasah aliyah / MA (tingkat SMA)

berjumlah 7.843 unit.

Istilah manajemen berbasis

Madrasah adalah konsep yang awalnya

diadopsi dari manajemen berbasis sekolah

(Akbar, 2019; Kurnia, 2018). Istilah

tersebut muncul pertama kali di Amerika

Serikat ketika orang mulai meragukan

pentingnya pendidikan untuk kebutuhan

dan pertumbuhan komunitas lokal (Botha,

2007; Briggs & Wohlstetter, 2003;

Fitzpatrick, 2012). Manajemen berbasis

madrasah merupakan model manajemen

yang memungkinkan madrasah menjadi

lebih otonom dan mendorong pengambilan

keputusan partisipatif, artinya semua

peserta madrasah harus berpartisipasi atas

dasar kesepakatan bersama (Hakim, 2016).

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun

2003, pasal 51 ayat 1, isu sistem

pendidikan nasional meliputi: Manajemen

berbasis Islam adalah bentuk otonom dari

manajemen pendidikan di satuan

pendidikan. Komite sekolah, kepala

sekolah Islam dan guru membantu dalam

mengatur kegiatan pendidikan.

Penjelasan di atas dapat membuat

masyarakat paham bahwa metode

pengelolaan berbasis Madrasah sangat

membantu dalam penyelenggaraan

Madrasah dengan memberdayakan

pimpinan Madrasah dan meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam upaya

peningkatan kinerja Madrasah (termasuk

pendidik, staf dan siswa). MBM atau

manajemen berbasis Madrasah itu sendiri

merupakan upaya adaptif paradigma

pendidikan baru dari sentralisasi ke

desentralisasi (Arifin, 2020; Munajat,

2016). MBM dapat memberikan

kekuasaan kepada Madrasah. Sistem ini

bertujuan untuk mengembangkan sumber

daya yang ada di Madrasah untuk

Madrasah itu sendiri (Mufidah, 2017).

Selain itu, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa MBM merupakan proses

pengambilan keputusan formal yang

melibatkan berbagai komponen Islam,

662

dengan kewenangan yang lebih besar

(otonomi), sehingga ajaran Islam dapat

lebih mandiri ditanamkan dalam

pendidikan.

Rasa memiliki di antara civitas

Madrasah dapat ditingkatkan dengan

partisipasi aktif dalam pengambilan

keputusan. Misalnya, rasa memiliki,

kewajiban, dan komitmen civitas

Madrasah untuk meningkatkan standar

Madrasah telah meningkat. Manajemen

berbasis Madrasah diharapkan dapat

membuat Madrasah lebih mandiri dengan

memberdayakan kemampuan Madrasah

saat ini untuk meningkatkan partisipasi

aktif baik dari anggota Madrasah maupun

masyarakat (Ajefri, 2017). Manajemen

berbasis Madrasah yang efektif secara

teori memungkinkan Madrasah memiliki

kendali lebih besar dalam mengontrol dan

membuat keputusan pendidikan (Umam,

2019). Oleh karena itu, implementasi

MBM sangat diperlukan karena MBM

merupakan kerangka dasar untuk

menerapkan model Madrasah yang efisien

yang lebih menitikberatkan pada

peningkatan proses pendidikan guna

mencapai hasil pendidikan yang

berkualitas.

2. Tujuan Manajemen Berbasis

Madrasah

MBM bertujuan untuk membentuk

sistem pendidikan yang memberdayakan

demokrasi dan berorientasi pada

kemandirian, hak, dan akuntabilitas

Madrasah yang merupakan salah satu

konsep dan paradigma pendidikan terkini

di masa otonomi. Tujuan utama MBM

adalah menjadikan Madrasah lebih mandiri

dan terus meningkatkan efisiensinya,

terutama dalam hal output pendidikan,

melalui proses belajar mengajar yang

berkualitas (Pasaribu, 2017). Secara detil,

tujuan MBM adalah meningkatkan

efektivitas, kualitas, dan pemerataan

pendidikan dengan memaksimalkan

keserbagunaan modal yang ada,

melibatkan masyarakat dalam

pengambilan keputusan, dan

menyederhanakan birokrasi. Keterlibatan

orang tua, keserbagunaan dalam

pengelolaan Madrasah, dan peningkatan

profesionalisme guru adalah bagiaan dari

cara-cara untuk meningkatkan kualitas.

Pemerataan pendidikan terlihat dari

meningkatnya posisi aktif masyarakat,

terutama mereka yang mampu dan peduli,

sedangkan mereka yang kurang mampu

menjadi tanggung jawab pemerintah

(Aisyah & Ali, 2018).

Sedangkan menurut Kementerian

Pendidikan Nasional, pertama,

kemandirian dan inisiatif Madrasah dalam

mengelola dan memotivasi sumber daya

663

yang ada akan meningkatkan taraf

pendidikan. Kedua, dengan melibatkan

warga Madrasah dan masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan melalui

keputusan bersama, warga dan masyarakat

menjadi lebih terinformasi tentang nilai

pendidikan. Ketiga, tanggung jawab

Madrasah terhadap pendidikan harus

ditingkatkan. Keempat, meningkatkan

kompetensi sehat Madrasah dalam hal

standar pendidikan yang akan dicapai

(Anshori, 2017).

Selain keinginan untuk mencapai

tujuan tersebut di atas, alasan

diperkenalkannya MBM adalah sebagai

berikut: pertama, dengan memberikan

otonomi yang signifikan kepada Madrasah,

Madrasah memiliki inisiatif dan imajinasi

untuk meningkatkan efisiensi pendidikan.

Kedua, dengan memberikan Madrasah

lebih banyak keserbagunaan atau

keleluasaan dalam mengelola sumber

daya, Madrasah dapat lebih fleksibel dan

gesit dalam menyediakan dan

menggunakan sumber daya secara optimal

untuk meningkatkan kualitas Madrasah.

Ketiga, Madrasah mendapatkan

pemahaman yang lebih baik tentang

kekuatan, keterbatasan, peluang, dan

risikonya, memungkinkan staf Madrasah

memanfaatkan sebaik-baiknya sumber

daya yang tersedia untuk memajukan

organisasinya. Keempat, Madrasah lebih

sadar akan kebutuhan lembaganya,

terutama input pendidikan yang akan

dihasilkan dan digunakan dalam proses

pendidikan sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kebutuhan siswanya.

Kelima, pengambilan keputusan Madrasah

lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan

Madrasah karena Madrasah paling tahu

apa yang terbaik untuk Madrasah.

Keenam, ketika layanan pendidikan

dikelola oleh masyarakat sekitar, akan

lebih produktif dan andal. Ketujuh,

akuntabilitas dan demokrasi yang sehat

tercipta ketika warga Madrasah dan

masyarakat dilibatkan dalam pengambilan

keputusan. Ketujuh, akuntabilitas dan

demokrasi yang sehat terjalin ketika warga

Madrasah dan masyarakat aktif dalam

pengambilan keputusan. Kesembilan,

Madrasah akan bersaing dengan Madrasah

lain untuk meningkatkan kualitas

pendidikan melalui inisiatif kreatif dengan

bantuan orang tua, siswa, masyarakat, dan

pemerintah daerah. Kesepuluh, Madrasah

mampu beradaptasi dengan cepat terhadap

aspirasi masyarakat dan iklim yang

berubah dengan cepat (Aisyah & Ali,

2018; Bahri, 2019; Widiatmoko, 2019;

Yusuf et al., 2021).

Dengan demikian, Manajemen

Berbasis Madrasah yang diartikan sebagai

otonomi Madrasah dan pelibatan

masyarakat dapat disimpulkan sebagai

664

respon pemerintah terhadap fenomena

kemasyarakatan yang bertujuan untuk

meningkatkan efektivitas, kualitas, dan

pemerataan pendidikan. Kemampuan

memanfaatkan modal, peran aktif

masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi

semuanya berkontribusi pada peningkatan

produktivitas. Partisipasi aktif orang tua di

Madrasah, keserbagunaan dalam

menangani Madrasah dan ruang kelas,

peningkatan profesionalisme guru dan

kepala Madrasah, dan penggunaan sistem

insentif dan disinsentif merupakan contoh

cara untuk meningkatkan kualitas.

Sementara itu, partisipasi masyarakat

mendorong pemerintah untuk lebih fokus

pada komunitas tertentu, sehingga terjadi

peningkatan pemerataan.

3. Manfaat Manajemen Berbasis

Madrasah (MBM)

Madrasah yang otonom dapat

mengontrol sumber dayanya dengan

merancang dan melaksanakan MBM

sesuai dengan budaya Madrasah, keadaan

dan kebutuhan, serta kebutuhan

masyarakat setempat (Munajat, 2016).

Mereka akan memiliki kebebasan untuk

mengelola sumber daya tersebut agar

memiliki nilai-nilai positif untuk

pertumbuhan dan peningkatan pendidikan

di masa depan. Banyak pemangku

kepentingan pendidikan, termasuk

birokrasi, kepala Madrasah, guru,

pesantren, dan pelaksana sistem, telah

menyadari pentingnya MBM (Pasaribu,

2017). Nilai-nilai yang baik diraih bagi

guru dan masyarakat, seperti

penghormatan guru, kepuasan kerja

meningkat dan dorongan semangat, dan

perasaan senang masyarakat, karena

keinginan mereka diakomodasi, sehingga

dukungan meningkat. Meskipun Madrasah

dan pelaksana sistem, seperti kepala

Madrasah, memiliki peluang bagus untuk

menunjukkan kepemimpinan mereka,

posisi kepala Madrasah stabil karena

mereka mendapat dukungan dari berbagai

pihak dan organisasi penyelenggara

pendidikan lebih berhasil dan efisien.

Keunggulan Manajemen Berbasis

Madrasah (MBM) antara lain: memberi

Madrasah banyak kemandirian dan

kendali, tetapi tetap dengan mengemban

tanggung jawab. Madrasah dapat lebih

meningkatkan kesejahteraan guru dengan

memberi mereka otonomi, yang memberi

mereka tanggung jawab atas pengelolaan

sumber daya dan pelaksanaan strategi

manajemen berbasis Madrasah (MBM)

yang disesuaikan dengan kondisi lokal.

Profesionalisme kepala Madrasah dalam

kapasitasnya sebagai pengelola dan

pemimpin Madrasah didukung oleh

kepandaiannya dalam mengelola sumber

daya dan melibatkan masyarakat dalam

partisipasi. Guru termotivasi untuk

665

berinovasi dengan melakukan eksperimen

di pengelolaan Madrasahnya ketika kepala

Madrasah diberi kesempatan untuk

menyusun kurikulum. Peningkatan

keterlibatan orang tua, misalnya, dapat

meningkatkan kinerja siswa dengan

memungkinkan orang tua untuk

mengawasi proses belajar anak mereka

(Arifin, 2020; Bahri, 2019; Pasaribu,

2017).

Lebih lanjut, Kementerian Agama

menjelaskan manfaat MBM bagi Madrasah

melalui Derjen Lembaga Agama Islam,

yaitu, pertama, Madrasah harus

memaksimalkan sumber daya yang

tersedia untuk memajukan Madrasah

dengan memetakan kekuatan,

keterbatasan, peluang, dan tantangan yang

mungkin akan mereka hadapi. Kedua,

Madrasah memiliki pemahaman yang lebih

baik tentang kebutuhan lembaganya,

terutama input dan output pendidikan yang

akan dihasilkan dan digunakan dalam

proses pendidikan sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kebutuhan siswa.

Ketiga, pengambilan keputusan partisipatif

akan memenuhi kebutuhan Madrasah

karena Madrasah mendapat informasi yang

baik tentang apa yang terbaik untuk

Madrasah. Keempat, jika masyarakat

dilibatkan dalam pemantauan layanan

pendidikan, maka lebih efisien dan andal.

Kelima, keterlibatan warga Madrasah

dalam pengambilan keputusan mendorong

keterbukaan dan demokrasi yang sehat.

Keenam, Madrasah bertanggung jawab

kepada pemerintah, orang tua, siswa, dan

masyarakat atas standar pendidikannya.

Ketujuh, Madrasah harus bersaing secara

setara untuk meningkatkan standar

pendidikan (Kristiawan & Asvio, 2018;

Muniroh & Muhyadi, 2017).

4. Karakteristik Manajemen Berbasis

Madrasah (MBM)

Berikut adalah indikator-indikator

yang menjadi ciri filosofi manajemen

berbasis Madrasah (MBM) dan dapat

dikontekstualisasikan dalam MBM

sehingga merepresentasikan peran dan

tanggung jawab masing-masing pihak:

Pertama dan terpenting, kawasan

Madrasah yang aman dan tertata dengan

baik. Kedua, Madrasah memiliki misi

untuk memenuhi dan tujuan efisiensi untuk

dicapai. Ketiga, Madrasah dipimpin oleh

individu yang kuat. Keempat, staf

Madrasah dijaga dengan standar

pencapaian yang tinggi. Kelima,

pertumbuhan pekerja Madrasah yang

berkelanjutan sejalan dengan tuntutan

ilmiah dan teknis. Keenam, ada peninjauan

terus menerus terhadap aspek akademik

dan administrasi yang berbeda, dengan

temuan yang digunakan untuk

pengembangan dan / atau peningkatan

kualitas. Ketujuh, adanya kontak dan

666

dorongan dari orang tua dan anggota

masyarakat lainnya. Di era desentralisasi

ini, MBM memiliki karakteristik yang

harus dipahami penyelenggara pendidikan.

Oleh karena itu, sejumlah karakteristik

MBM harus ada agar Madrasah lebih

efisien. Karakteristik MBM dapat dilihat,

misalnya, bagaimana organisasi Madrasah

dapat meningkatkan efisiensi, proses

belajar mengajar, pengelolaan sumber

daya, dan administrasi (Munajat, 2016;

Yahya, 2017).

5. Implementasi Manajemen Berbasis

Madrasah Pada Kurikulum SIT

(Sekolah Islam Terpadu)

a. Konsep Sekolah Islam Terpadu (SIT)

Sekolah Islam Terpadu (SIT) adalah

sekolah yang menerapkan prinsip

pendidikan berbasis Madrasah yang

berpatok pada ajaran Islam berdasarkan

Al-Qur'an dan Sunnah (Admin & Zaman,

2017). Definisi operasional SIT adalah

akumulasi dari proses peradaban,

transmisi, dan pertumbuhan ajaran Islam,

budaya, dan masyarakat dari generasi ke

generasi (Sholihah Widiati & Utami,

2015). Kata "terpadu" dalam SIT

merupakan amplifikasi (tauhid) Islam.

Argumennya adalah bahwa Islam itu

keseluruhan, lengkap, esensial dari pada

parsial, syumuliah daripada juz'iyah.

Sebagai "perlawanan" terhadap tafsir

sekuler, dikotomi, dan juz'iyah, inilah yang

menjadi spirit kunci dalam gerakan

dakwah di bidang pendidikan. SIT

digambarkan sebagai sekolah yang

menerapkan pendekatan implementasi

untuk menggabungkan pendidikan umum

dan pendidikan agama ke dalam satu

kurikulum. Semua mata pelajaran dan

praktik sekolah tidak dapat dipisahkan dari

konteks ajaran dan prinsip Islam. Tidak

ada perbedaan, tidak ada "sekularisasi" di

mana pelajaran dan semua diskursus bebas

dari keyakinan dan ajaran Islam, dan tidak

ada "sakralisasi" di mana Islam diajarkan

terlepas dari arti kebermanfaat kehidupan

di masa depan. Landasan, tuntunan, dan

ajaran Islam digunakan untuk membingkai

mata pelajaran umum seperti matematika,

sains, ilmu sosial, bahasa, kesehatan, dan

keterampilan (Warsah, 2020b; Warsah et

al., 2019).

Sementara itu, pendekatan

kontemporer yang menguntungkan bagi

agama dimasukkan ke dalam kurikulum.

Integrasi strategi pembelajaran juga

ditekankan dalam SIT untuk

memaksimalkan ranah kognitif, afektif,

dan konatif (Warsah, 2020a). Implikasi

dari penggabungan ini mengharuskan

terciptanya pendekatan proses

pembelajaran yang kaya dan beragam yang

menggabungkan berbagai media dan

perangkat pembelajaran (Warsah et al.,

2020). Metode pembelajaran berfokus

667

pada penggunaan dan metode yang

menyebabkan dan mendorong optimalisasi

pemberdayaan otak kiri dan otak kanan.

Dengan pemikiran tersebut, pembelajaran

di SIT harus difokuskan pada (a)

pemecahan masalah, yang mengajarkan

siswa untuk berpikir secara objektif,

sistematis, logis, dan (b) imajinasi, yang

mengajarkan siswa untuk berpikir secara

asli, dengan cara yang ideal, dan secara

memicu perkembangan imajinatif berfikir.

Pendidikan aqliyah, spiritual, dan teologi

juga dipadukan di Madrasah Terpadu

(Nasution & Pasaribu, 2020). Artinya SIT

bercita-cita untuk mendidik peserta didik

menjadi anak yang berkembang secara

intelektual dan intelektual, meningkatkan

taraf keimanan dan ketaqwaan kepada

Allah SWT, mengedepankan nilai-nilai

luhur, dan memiliki kesehatan, kebugaran,

dan keterampilan yang baik, serta terlibat

aktif dalam kehidupan sehari-hari.

lingkungan belajar, yang meliputi sekolah,

rumah, dan budaya.

b. Implementasi Kurikulum Jaringan

Sekolah Islam Terpadu (JSIT)

Kurikulum terpadu merupakan

bagian dari model konsep kurikulum

terintegrasi. Kurikulum terpadu merupakan

kerangka kurikulum yang lebih dari

sekedar jadwal atau hanya merupakan

penataan materi pelajaran, tetapi telah

berkembang menjadi model konsep

kurikulum lengkap dengan desain yang

lengkap. Pengembangan kurikulum

terpadu merupakan reorganisasi dari

kurikulum yang ada. Berdasarkan

wawancara dengan kepala sekolah di

SMPIT Khoiru Ummah, kepala sekolah

Ustad Bayu Fajri menjelaskan:

"Kurikulum yang diperkenalkan di sekolah

ini merupakan perpaduan antara kurikulum

Diknas, Kemenag, dan JSIT yang kita

gabungkan menjadi satu kesatuan sehingga

konsep pembelajarannya berbasis SIT

(Sekolah Ilam Terpadu)" (Wawancara,

Januari, 2021)

Data wawancara di atas juga

didukung oleh haslil observasi, di mana

peneliti menemukan bahwa kurikulum

Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT)

dijalankan dan dipahami oleh semua pihak,

termasuk kepala sekolah, wakil kepala

sekolah yang bertanggung jawab atas

kurikulum, dewan guru, guru, orang tua

siswa dan siswa di SMPIT Khoiru

Ummah. Ini mengacu pada visi dan misi

SMPIT Khoiru Ummah sendiri. Di SMPIT

Khoiru Ummah Rejang Lebong,

kurikulum Jaringan Sekolah Islam Terpadu

(JSIT) digunakan pada semua mata

pelajaran, termasuk yang bersumber dari

Dinas Pendidikan, Kementerian Agama,

dan materi setempat.

Jika pendidik dapat

mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke

668

dalam setiap mata pelajaran, kurikulum

JSIT akan efektif. Kurikulum Jaringan

Sekolah Islam Terpadu (JSIT) dirancang

untuk memasukkan nilai-nilai Islam ke

dalam semua mata pelajaran yang

diajarkan kepada siswa. Degan demikian,

untuk mencapai tujuan pendidikan,

seorang pendidik harus memiliki

pengalaman dan pemahaman yang luas

tentang metode pengajaran. Berdasarkan

hasil yang diperoleh dari narasumber dan

observasi yang dilakukan, diketahui bahwa

pengelolaan pendidikan karakter dalam

setting SIT memiliki banyak tahapan

persiapan, diantaranya sebagai berikut:

1) Sosialisasi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter disosialisasikan

untuk menyamakan harapan dan

menumbuhkan minat bersama yang dalam

di antara semua anggota sistem sekolah

komunitas (pendidik dan staf pendidikan

serta pemangku kepentingan).

Mensosialisasikan gagasan pendidikan

karakter sedemikian rupa sehingga

diterapkan sesuai dengan strategi dan

sesuai dengan persepsi dan komitmen

bersama. Tujuan dari sosialisasi

pendidikan karakter adalah untuk

menyamakan harapan dan mendorong

keterlibatan yang kuat di antara pendidik

dan siswa di komunitas SIT. Menurut hasil

wawancara dengan salah satu guru SDIT

Khoiru Ummah Surmani S.Pd. I tentang

pendidikan karakter, jenis pendidikan

karakter yang telah dilaksanakan adalah

sebagai berikut:

“Beberapa kegiatan dilaksanakan di

Sekolah Menengah Pertama Islam

Terpadu Khoiru Ummah (SMPIT)

untuk mewujudkan visi dan tujuan

kami yaitu mewujudkan generasi

Alquran dengan prestasi yang

optimal, seperti peringatan hari

muharram, peringatan hari qurban,

peringatan maulid Nabi Muhammad

SAW, dan keharusan memakai

kerudung untuk pelajar perempuan

maupun para ustazah, diharapkan

memakainya baik di sekolah maupun

di rumah dengan agar anak memiliki

karakter yang religius, namun ada

sebagian anak perempuan yang

masih belum memakai jilbab di

rumah. Siswa terbiasa dengan hal-

hal baik dari hal terkecil khususnya

bagi santri agar paham bahwa

perintah menutup aurat adalah

perintah Allah SWT, seperti yang

disebutkan dalam Al-Qur'an Surat

An-Nuur.” (Wawancara, Januari,

2021)

Hal ini sejalan dengan apa yang

dikatakan oleh Ustazah Demis, ketua

Yayasan Al Amin Curup:

“Penyusunan kurikulum Islam

terpadu di Khoiru Ummah

memasukkan unsur-unsur

pembentukan karakter guna

membentuk generasi berkarakter

Islam. Program pendidikan karakter

Khoiru Ummah tercatat masuk ke

dalam kurikulum JSIT. Agama,

kedisiplinan, kewajiban, integritas,

dan budi pekerti menjadi nilai-nilai

yang diutamakan dan menjadi

perhatian utama bagi unit Khoiru

Ummah. Dalam pengembangan

kurikulum juga memperhatikan

empat aspek yaitu pengembangan

669

teologis, psikologis, sosial budaya,

dan iptek” (Wawancara, Januari,

2021)

2) Penyusunan Kurikulum

Dengan dukungan narasumber ahli

pendidikan dan pembelajaran dari

Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan

Universitas Bengkulu (UNIB), Dinas

Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi

Bengkulu, dan Kementerian Pendidikan

Agama Rejang Lebong, dalam merancang

kurikulum Islam terpadu memperhatikan

faktor-faktor berikut: Iman dan taqwa,

serta akhlak yang luhur, berkonsentrasi

pada kemampuan, pertumbuhan,

kebutuhan, dan minat siswa, serta

lingkungan belajarnya beragam dan

terintegrasi; kepekaan terhadap kemajuan

ilmiah, teknis, dan kreatif; relevansi

dengan kebutuhan hidup; pendidikan

formal dan berkelanjutan; belajar

sepanjang hayat; dan kombinasi

kepentingan nasional dan daerah.

JSIT telah menetapkan proses

terstruktur yang menarik keunikan JSIT,

selain mengacu pada peraturan pemerintah

terkait. Prosedur standar ini didasarkan

pada prinsip pembelajaran SIT melayani,

internalisasi, dan menerapkan. Dalam

setiap bidang studi, melayani berarti

memiliki tafsir terhadap keyakinan agama,

kecerdasan, dan keterampilan melalui

dimensi nalar, rasio / logika , dan

kinestetik. Internalisasi mengacu pada

menumbuhkan rasa cinta dan kebutuhan

akan nilai-nilai yang baik melalui

komponen mental, roh, atau jiwa.

Menerapkan berarti penerapan prinsip-

prinsip kebaikan memerlukan keterlibatan

dalam hal ibadah dan praktik kehidupan

nyata, serta upaya menyebarkan kebaikan.

Standar proses dalam Kurikulum Jaringan

Islam Terpadu digambarkan pada diagram

di bawah ini.

Gambar 1. Standar Proses Kurikulum JSIT

670

Sedangkan ruang lingkup kurikulum

Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT)

dalam standar proses pembelajaran

meliputi: 1) Perencanaan Pembelajaran

terdiri dari analisis kurikulum, Silabus, dan

RPP. 2) Proses Pembelajaran terdiri dari

kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan

akhir. 3) Pengelolaan kelas terdiri dari

lingkungan kelas, budaya kelas dan

konsekuensi logis, komunikasi guru dan

peserta didik. 4) Penilaian pembelajaran.

5) Perangkat pembelajaran terdiri dari

media pembelajaran (dapat berupa desain

utilities), modul, worksheet, buku teks

pembelajaran, dan sebagainya. 6)

Pembelajaran berbasis TIK. 7) JSIT

menggunakan pendekatan pembelajaran

terpadu.

3) Penerapan Kurikulum JSIT dalam

Pembentukan Karakter Religius

Siswa

Unit Yayasan Khoiru Ummah

menggunakan pendekatan pengajaran

terintegrasi (integrated learning) untuk

mengaplikasikan kurikulum JSIT dalam

pengembangan karakter religius. Metode

ini menggabungkan semua aspek yang

akan membantu pencapaian tujuan dan

membekali siswa dengan kemampuan

dasar yang lengkap dan terperinci.

Pertama, Nilai dan Pesan, dalam arti setiap

aspek pendidikan dipandang dan dikemas

sesuai dengan ajaran Islam. Penyampaian

mata pelajaran umum (ilmu alam, ilmu

sosial, dan keterampilan) berlandaskan

nilai-nilai keislaman. Kedua, pendidikan

harus memaksimalkan pengetahuan, sikap,

dan keterampilan dalam setiap kegiatan

mengajar. Artinya, kegiatan belajar

mengajar tidak hanya fokus pada

perolehan ilmu, tetapi juga pada

pengembangan sikap yang dilandasi nilai-

nilai pendidikan karakter, khususnya

karakter religius. Ketiga, penyelenggaraan

pendidikan mencakup tanggung jawab

orang tua dan masyarakat. Menurut

SMPIT Khoiru Ummah, keterlibatan ini

berupa kesinambungan pola asuh kepada

siswa agar dapat membantu mereka

mencapai tujuan pendidikannya.

Berdasarkan data observasi,

implementasi kurikulum JSIT dalam

pengembangan karakter religius siswa di

SMPIT Khoiru Umah adalah sebagai

berikut:

a) Integrasi melalui pembelajaran

Dengan merancang silabus dan RPP

berdasarkan kompetensi yang ada sesuai

dengan prinsip yang akan diterapkan,

integrasi mata pelajaran yang ada dapat

tercapai. Pendidikan agama dan umum

digabungkan di SMPIT Khoiru Ummah.

Pengenalan nilai, pemahaman tentang

pentingnya nilai, dan menginternalisasi

671

nilai ke dalam tindakan sehari-hari siswa

melalui proses pembelajaran merupakan

bagian dari pendidikan karakter melalui

mata pelajaran. Pada dasarnya,

pengalaman belajar disusun untuk

membantu siswa menginternalisasi asas

dan menindakinya, selain menguasai

isinya.

Pendidikan karakter dilaksanakan di

SMPIT Khoiru Ummah dengan mata

pelajaran dalam proses pembelajaran yang

berlangsung langsung di kelas, serta

penanaman nilai-nilai dasar keislaman

pada siswa yang dibentuk oleh seluruh

aspek suasana sekolah. Alhasil, santri akan

dibekali dengan basis keislaman yang kuat,

khususnya di bidang Aqidah, Akhlaq, dan

Alquran. Nilai-nilai pendidikan karakter

telah dimasukkan ke dalam mata pelajaran

di SIT Khoiru Ummah, khususnya

pengelolaan nilai-nilai agama, disiplin, dan

tanggung jawab. Pendidikan Agama Islam,

Bahasa Indonesia, Matematika, TIK,

Bahasa Inggris, Sains, Ilmu Sosial, Seni,

Bahasa Arab, Pendidikan Jasmsni, dan

PKN adalah beberapa mata pelajaran yang

diajarkan di SMPIT Khoiru Ummah.

Setiap konten disampaikan dalam

pembelajaran, dan nilai-nilai agama dan

moral selalu diekspresikan. Nilai Karakter

religius ditanamkan pada diri siswa dalam

materi yang disampaikan tertuang dalam

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

b) Penyusunan dan intergrasi dalam

mata pelajaran muatan lokal, yaitu

antara lain mata pelajaran Bahasa

Arab

Integrasi pendidikan karakter,

termasuk keimanan, ke dalam mata

pelajaran bahasa Arab menyiratkan dan

menanamkan pentingnya pendidikan

karakter dalam mata pelajaran materi

lokal.

c) Pengembangan Diri (Kebiasaan)

Tugas pengembangan diri bukanlah

topik terpisah yang membutuhkan

perhatian guru. Pengembangan diri

berupaya memberikan kesempatan kepada

siswa untuk tumbuh dan mengekspresikan

diri berdasarkan kebutuhan, keterampilan,

dan minat individu, serta kondisi sekolah.

Praktik peningkatan diri dilakukan dengan

cara-cara berikut:

1) Kegiatan Terprogram

Kegiatan ini dilaksanakan secara

reguler, di luar mata pelajaran ataupun

muatan lokal. Berbentuk kegiatan ekstra

kurikuler. Jenis kegiatannya antara lain:

672

Tabel 1. bentuk kegiatan ekstrakurikuler

Jenis Kegiatan Waktu

Pramuka SIT Hari sabtu

Putsal Hari sabtu

Nasyid Hari sabtu

English Club Hari sabtu

Sastra Hari sabtu

Melukis/kaligrafi Hari sabtu

Sains clup Hari sabtu

Matematika clup Hari sabtu

Karate / pencaksilat Hari sabtu

Paskibra Hari sabtu

Bakti social Hari jum‟at

Bina Pribadi Islam (BPI) Hari jum‟at

OSIS Hari sabtu

PMR Hari sabtu

Memanah (Ekskul Wajib) Hari sabtu

Berenang (Ekskul Wajib) Hari ahad

Dari beberapa kegiatan

ekstrakurikuler diatas saat diwawancari

yang disampaiakan oleh salah satu guru

yaitu Ustzah Sartika bidang kesiswaan

SMK IT Khoiru Ummah mengatakan

bahwa.

“Ya, memang ada beberapa kegiatan

ekstra di sekolah kita ini bertujuan

untuk mengembangkan minat dan

bakat siswa sesuai dengan

potensinya masing-masing. Dalam

kegiatan ekstra tersebut juga

diselipkan pembiasaan-pembiasaan

yang bertujuan untuk membentuk

karakter religius siswa. Dalam

perencanaan kegiatan ekstrakurikuler

ini awalnya saat pembentukan kita

juga sudah berkoordinasi dengan

kepala sekolah dan elemen-elemen

sekolah. Setiap peserta didik wajib

memilih sekurang-kurangnya satu

dari kegiatan di atas. Setiap

pelaksanaan kegiatan

ektrakurikulerpun guru harus

memberikan keteladanan yang baik

terhadap siswa misalnya, memberi

salam saat memulai kegiatan,

berjabat tangan dengan sejenis

berdoa sebelum dan sesudah

kegiatan, mengedepankan 5 S

(Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan

Santun) dan tidak henti-hentinya

selalu mengingatkan untuk sholat

fardu tepat waktu dan laki-laki untuk

senantiasa berjama‟ah dimasjid”

(Wawancara, Januari, 2021)

2) Kegiatan Spontan

Kegiatan spontan merupakan

kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja,

dimana saja tanpa dibatasi ruang. Kegiatan

ini bertujuan untuk memberikan

pendidikan pada saat itu juga, terutama

dalam disiplin dan sopan santun. Jenis

kegiatannya antara lain: a) membiasakan

memberi salam, b) membiasakan

melaksanakan ibadah tepat waktu dan

berjamaah, c) membiasakan membuang

673

sampah pada tempatnya, d) operasi semut

(mengambil sampah) secara spontan, e)

membiasakan menegur/mengatasi silang

pendapat/pertengkaran/hal-hal yang jelek,

f) membiasakan hemat energy, g)

membiasakan budaya antri, dan h)

membiasakan memelihara kelestarian

lingkungan

3) Kegiatan Keteladan

Kegiatan keteladanan adalah

kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja

dan dimana saja yang lebih mengutamakan

pemberian contoh dari guru, kepala

sekolah dan pengelola pendidikan lainnya

kepada peserta didik. Kegiatan ini

bertujuan memberi contoh/keteladan

tentang kebiasaan perilaku yang baik.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil studi ini yang

dilakukan di SMPIT Khoiru Ummah

Rejang Lebong, dalam rangka

mengimplementasikan manajemen

berbasis Madrasah secara efektif dan

efesien dalam kurikulum Islam terpadu,

maka SMPIT Khoiru Ummah Rejang

Lebong melibatkan semua unsur yang ada

mulai dari kepala Madrasah, orang tua,

masyarakat, sarana prasarana serta unsur

terkait lainnya. Pelibatan semua pihak

tersebut selanjutnya berkontributsi dalam

penataan konsep pembelajaran yang

memadukan ilmu Islami dengan ilmu

umum. SMPIT sudah menjalan konsep

manajemen berbasis madrasalah dalam

kurikulum Islam terpadu dari semua

elemen pembelajaran, baik dari perencaan,

penataa materi ajar, pelaksanaan

pembelajaran dan kegiatan sekolah,

sampai pada evaluasi pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Admin, A., & Zaman, B. (2017).

Pembinaan Karakter Siswa Melalui

Pelaksanaan Shalat Sunnah Dhuha di

Sekolah Dasar Islam Terpadu Nur

Hidayah Surakarta. TAMADDUN,

18(2), 1.

https://doi.org/10.30587/tamaddun.v

0i0.88

Afida, A. N. (2018). Sistem pengawasan

komisi VIII dewan perwakilan rakyat

Republik Indonesia (DPR-RI) pada

pembiayaan pendidikan Madrasah

Negeri.

Aisyah, & Ali, M. (2018). Pendidikan

Karakter: Konsep dan

implementasinya. Prenada Media.

Ajefri, F. (2017). Efektifitas

Kepemimpinan dalam Manajemen

Berbasis Madrasah. Al-Idarah :

Jurnal Kependidikan Islam, 7(2),

99–119.

https://doi.org/10.24042/ALIDARA

H.V7I2.2265

Akbar, M. A. (2019). Konsep Manajemen

Berbasis Sekolah dan

Implementasinya. PAEDAGOG,

2(1).

http://jurnal.staitapaktuan.ac.id/index

.php/paedagog/article/view/101

Anshori, I. (2017). Penguatan Pendidikan

Karakter di Madrasah. Halaqa:

Islamic Education Journal, 1(2), 11.

https://doi.org/10.21070/halaqa.v1i2.

1243

Arifin, Z. (2020). Paradigma Studi

Manajemen Berbasis Madrasah dan

Guru Profesional. Muróbbî: Jurnal

674

Ilmu Pendidikan, 4(1), 121–150.

http://jurnal.iaibafa.ac.id/index.php/

murobbi/article/view/305

Ary, D., Jacobs, L. C., Sorensen, C. K.,

Walker, D. A., & Razavieh, A.

(2010). Introduction to research in

education. In Measurement (8th ed.,

Vol. 4, Issue 43). Wadsworth,

Cengage Learning.

https://doi.org/10.1017/CBO978110

7415324.004

Bahri, S. (2019). Pendidikan Madrasah

Berbasis 4.0 dalam Bingkai

Manajemen Mutu. Edugama: Jurnal

Kependidikan Dan Sosial

Keagamaan, 5(1), 115–154.

https://doi.org/10.32923/edugama.v5

i1.962

Botha, R. (Nico). (2007). School-based

management: stakeholder

participation and the impact of

stakeholder values. Africa Education

Review, 4(1), 28–41.

https://doi.org/10.1080/18146620701

412126

Briggs, K. L., & Wohlstetter, P. (2003).

Key elements of a successful school-

based management strategy. School

Effectiveness and School

Improvement, 14(3), 351–372.

https://doi.org/10.1076/sesi.14.3.351.

15840

Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K.

(2011). Research Methods in

Education. In Research methods in

education. Routledge.

https://doi.org/10.1111/j.1467-

8527.2007.00388_4.x

Creswell, J. W. (2007). Qualitative inquiry

& research design: Choosing among

five approaches (2nd ed.). SAGE

publications, Inc.

Estrada Oliver, L., Rodriguez, L., &

Pagan, A. (2020). Tales from PE:

Using Project-Based Learning to

Develop 21st-Century Skills in

PETE Programs. Strategies, 33(4),

45–48.

https://doi.org/10.1080/08924562.20

20.1764305

Fitzpatrick, K. R. (2012). School-based

management and arts education:

Lessons from chicago. Arts

Education Policy Review, 113(3),

106–111.

https://doi.org/10.1080/10632913.20

12.687340

Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H.

H. (2012). How to design and

evaluate research in education.

McGraw-Hill Companies, Inc.

https://doi.org/10.1017/CBO978110

7415324.004

Gall, M. D., Gall, J. P., & Borg, W. R.

(2003). Educational research: An

introduction (7th ed.). Allyn and

Bacon.

Hakim, M. N. (2016). Implementasi

Manajemen Berbasis Sekolah Dalam

Mewujudkan Sekolah Islam

Unggulan. Nidhomul Haq : Jurnal

Manajemen Pendidikan Islam, 1(2),

104–114.

https://doi.org/10.31538/NDH.V1I2.

7

Irawati, E., & Susetyo, W. (2017).

Implementasi Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional Di

Blitar. Jurnal Supremasi, 7(1), 3.

https://doi.org/10.35457/supremasi.v

7i1.374

Jakob, A. (2001). Möglichkeiten und

grenzen der triangulation

quantitativer und qualitativer daten

am beispiel der ( re- ) konstruktion

einer typologie

erwerbsbiographischer

sicherheitskonzepte. Forum:

Qualitative Sozial Forschung, 2(1),

1–29.

Kislyakov, P. A. (2015). Retro-Innovation

of 21st Century Education as a

Resource for Ensuring National

Security. Russian Education and

Society, 57(11), 979–990.

https://doi.org/10.1080/10609393.20

15.1187010

675

Kristiawan, M., & Asvio, N. (2018).

Pengelolaan Administrasi Madrasah

Tsanawiyah Negeri Dalam

Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Madrasah. Kelola: Jurnal

Manajemen Pendidikan, 5(1), 86–95.

https://doi.org/10.24246/j.jk.2018.v5

.i1.p86-95

Kurnia, R. (2018). Konsep Manajemen

Berbasis Sekolah (MBS) dan

Implementasinya. FITRA, 2(2).

http://jurnal.staitapaktuan.ac.id/index

.php/fitra/article/view/33

Liu, C., & Yan, F. (2017). Research

Trends on Higher Education

Internationalization in Mainland

China: From the Perspective of

Literature Review. The

Anthropologist, 29(2–3), 138–149.

https://doi.org/10.1080/09720073.20

17.1359948

Maskur, M. (2017). Eksistensi dan Esensi

Pendidikan Madrasah Di Indonesia.

TERAMPIL: Jurnal Pendidikan Dan

Pembelajaran Dasar, 4(1), 101–119.

https://doi.org/10.24042/TERAMPIL

.V4I1.1807

Miles, M. B., Huberman, A. M., &

Saldana, J. (2014). Qualitative data

analysis: A methods sourcebook.

SAGE Publications, Inc.

Mufidah, N. (2017). Peran Manajer Kepala

MIN Jejeran Bantul dalam

Implementasi Manajemen Berbasis

Madrasah. MANAGERIA: Jurnal

Manajemen Pendidikan Islam, 2(1),

45–62.

https://doi.org/10.14421/manageria.2

017.21.03

Munajat, N. (2016). Kebijakan Manajemen

Berbasis Madrasah dalam

Peningkatan Mutu Pendidikan Islam.

Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan

Dasar Islam, 8(2).

https://doi.org/10.14421/AL-

BIDAYAH.V8I2.74

Muniroh, J., & Muhyadi, M. (2017).

Manajemen pendidik dan tenaga

kependidikan di Madrasah Aliyah

Negeri Kota Yogyakarta. Jurnal

Akuntabilitas Manajemen

Pendidikan, 5(2), 161.

https://doi.org/10.21831/amp.v5i2.80

50

Nasution, S. N., & Pasaribu, S. E. (2020).

Pengaruh Pengawasan, Motivasi dan

Disiplin Terhadap Kinerja Guru pada

Yayasan Pendidikan Islam Terpadu

Kuntum Bumi Rantauprapat.

Maneggio: Jurnal Ilmiah Magister

Manajemen, 3(1), 75–91.

https://doi.org/10.30596/maneggio.v

3i1.4741

Pasaribu, A. (2017). Implementasi

Manajemen Berbasis Sekolah Dalam

Pencapaian Tujuan Pendidikan

Nasional Di Madrasah. EduTech:

Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu

Sosial, 3(1).

https://doi.org/10.30596/EDUTECH.

V3I1.984

Pham, L., & Duong, B. H. (2020).

Education, globalization, and

citizenship: reflections of

Vietnamese local school teachers

and overseas-educated academics.

Discourse.

https://doi.org/10.1080/01596306.20

20.1836746

Priatmoko, S. (2018). Memperkuat

Eksistensi Pendidikan Islam Di Era

4.0. TA’LIM : Jurnal Studi

Pendidikan Islam, 1(2), 221–239.

https://doi.org/10.29062/TA’LIM.V1

I2.948

Sholihah Widiati, I., & Utami, E. (2015).

Perencanaan Strategis Sistem

Informasi Untuk Meningkatkan

Keunggulan Kompetitif Sekolah

Islam Terpadu. Citec Journal, 2(4),

329–340.

https://citec.amikom.ac.id/main/inde

x.php/citec/article/view/59

Tan, C., Chua, C. S. K., & Goh, O. (2015).

Rethinking the Framework for 21st-

Century Education: Toward a

Communitarian Conception.

Educational Forum, 79(3), 307–320.

676

https://doi.org/10.1080/00131725.20

15.1037511

Tight, M. (2021). Globalization and

internationalization as frameworks

for higher education research.

Research Papers in Education,

36(1), 52–74.

https://doi.org/10.1080/02671522.20

19.1633560

Umam, M. K. (2019). Komite Madrasah

dalam Konteks Manajemen Mutu

Terpadu Pendidikan Islam. Al-

Hikmah: Jurnal Kependidikan Dan

Syariah, 7(1), 39–56.

http://jurnal.staiba.ac.id/index.php/A

l-Hikmah/article/view/87

Warsah, I. (2020a). Forgiveness Viewed

from Positive Psychology and Islam.

Islamic Guidance and Counseling

Journal, 3(2), 2614–1566.

https://doi.org/10.25217/igcj.v3i2.87

8

Warsah, I. (2020b). Religious Educators:

A Psychological Study of Qur’anic

Verses regarding al-Rahmah. Al

Quds, 4(2), 275–298.

https://doi.org/10.29240/alquds.v4i2.

1762

Warsah, I., Imron, I., Siswanto, S., &

Sendi, O. A. M. (2020). Strategi

Implementatif KKNI dalam

Pembelajaran Pendidikan Islam di

IAIN Curup. Jurnal Tarbiyatuna,

11(1), 77–90.

https://doi.org/10.31603/tarbiyatuna.

v11i1.3442

Warsah, I., Masduki, Y., Daheri, M., &

Morganna, R. (2019). Muslim

minority in Yogyakarta: Between

social relationship and religious

motivation. Qudus International

Journal of Islamic Studies, 7(2), 1–

32.

https://doi.org/10.21043/qijis.v7i2.68

73

Widiatmoko, B. (2019). Guru dan Kualitas

Pendidikan: Sebuah Tinjauan. In

SIASAT (Vol. 4, Issue 1).

https://doi.org/10.33258/SIASAT.V4

I1.42

Yahya, M. D. (2017). Posisi Madrasah

dalam Sistem Pendidikan Nasional

di Era Otonomi Daerah. Khazanah:

Jurnal Studi Islam Dan Humaniora,

12(1).

https://doi.org/10.18592/khazanah.v

12i1.303

Yeasmin, S., & Rahman, K. F. (2012).

“Triangulation” research method as

the tool of social science research.

BUP Journal, 1(1), 154–163.

Yusuf, M., Sapada, A. O., Basri, A., &

Akbar, A. (2021). Peran Madrasah

Dalam Inplementasi Ilmu-Ilmu

Islam. OSF Preprints.

https://doi.org/10.31219/OSF.IO/89P

UC