Light trap KKL alas purwo

30
STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA MALAM BERDASARKAN JAM BIOLOGISNYA DI KAWASAN HUTAN PANTAI TRIANGULASI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO BANYUWANGI LAPORAN KKL Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi yang dibina oleh Bapak Dr. Fatchur Rohman, M.Si.dan Bapak Dr. Hadi Suwono, M.Si. Oleh Kelompok 16 / Offering H: Annisa Ma’rifatul Jannah 130342615345 Bagus Paramajati 130342615305 Erni Widya Ningtiyas 1303426153 Hesti Nur Choirunnisa 1303426153 Ika Puji Rahayu 1302326153 Rizka Diah Fitri 1303426153 Silmy Aulia Rufiatin Nisa 130342615312 The Learning University

Transcript of Light trap KKL alas purwo

STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA MALAM BERDASARKAN JAM BIOLOGISNYA DI KAWASAN HUTAN PANTAI TRIANGULASI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO BANYUWANGI

LAPORAN KKLUntuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Ekologiyang dibina oleh Bapak Dr. Fatchur Rohman, M.Si.dan Bapak Dr.

Hadi Suwono, M.Si.

Oleh Kelompok 16 / Offering H:

Annisa Ma’rifatul Jannah 130342615345Bagus Paramajati 130342615305

Erni Widya Ningtiyas 1303426153Hesti Nur Choirunnisa 1303426153Ika Puji Rahayu 1302326153Rizka Diah Fitri 1303426153

Silmy Aulia Rufiatin Nisa 130342615312

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI BIOLOGIApril 2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Taman Nasional Alas Purwo merupakan suatu kawasan

pelestarian alam di Indonesia yang terletak di kecamatan

Tegaldelimo dan kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi.

Secara geografis terletak di ujung timur pulau jawa wilayah

pantai selatan antara 8o25’ - 8o47’ LS, 114o20’- 114o36’ BT.

Taman Nasional Alas Purwo ditetapkan sebagai Taman Nasional

sejak tahun 1993 dengan luas wilayah sekitar 43.420 ha yang

terdiri dari beberapa zonasi yaitu: zona inti (sanctuary

zone), seluas 17.200 ha, zona rimba (wilderness zone) seluas

24.767 ha, zona pemanfaatan intensive use zone)seluas 250 ha,

zona penyangga (buffer zone) seluas1.203 ha.Taman Nasional

Alas Purwo merupakan kawasan konservasi yang dikelola oleh

Balai Taman Nasional Alas Purwo. Ketetapan ini berdasarkan

surat keputusan menteri kehutanan No. 283/kpts-IU 1992 tanggal

26 februari 1999 (anonym, tanpa tahun).

Kawasan Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan hutan

tropic yang didalamnya terdapat terdapat vegetasi hutan yang

lengkap, yaitu hutan vegetasi pantai, hutan vegetasi rawa,

hutan vegetasi tanaman produktif, dan hutan bambu. Dilihat

dari fisiognomi vegetasinya, hutan mangrove maupun hutan

heterogen memiliki kanopi yang lebat hingga cahaya matahari

tidak sampai ke dasar hutan. Hal ini akan berpengaruh juga

terhadap hewan yang hidup didalamnya. Patrick dalam Irawan

(1999) menyatakan hal ini hampir sama bahwa di daerah yang

keanekaragaman spesiesnya tmbuh tinggi terdapat jumlah spesies

hewan yang tinggi pula. Hal ini disebabkan adanya interaksi

antara hewan dengan tumbuhan sebagai bagian dalam suatu

ekosistem yang ada.

Keanekaragaman hewan yang paling tinggi dimiliki oleh

serangga. Keanekargaman serangga dapat disebabkan oleh adanya

keanekaragaman Sumber Daya Alam seperti sumber makanan dan

topografi alam. Penelitian mengenai keanekaragaman serangga

dapat bermanfaat untuk proses pelestarian lingkungan. Oleh

karena itu, perlu diadakannya studi mengenai keanekaragaman

serangga, khususnya serangga malam di Hutan Pantai Taman

Nasional Alas Purwo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan

masalah antara lain bagaimanakah keanekaragaman spesies

serangga malam berdasarkan jam biologisnya di Hutan Pantai

Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk engetahui

keanekaragaman spesies serangga malam berdasarkan jam

biologisnya di Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas

Purwo

1.4 Batasan Penelitian

Sesuai dengan judul dan tujuan dari penelitian ini, maka

batasan penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Subyek penelitian adalah hewan serangga malam yang

terdapat di kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman

Nasional Alas Purwo

2. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini hanya

mengamati jenis/ spesies serangga malam, keanekaragaman,

kemerataan, dan kekayaan tiap-tiap spesies untuk masing-

masing waktu berbeda serta mengidentifikasi spesies

serangga malam yang terdapat di kawasan Hutan Pantai

Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo.

3. Pengamatan dilakukan pada rentang waktu yang berbeda,

yaitu setiap dua jam antara pukul 20.00- 02.00 WIB.

1.5 Definisi Operasional

1. Serangga (disebut pula Insecta) adalah kelompok utama dari

hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga

pasang); karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari

bahasa Yunani, berarti "berkaki enam") (anonym, 2010)

2. Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris:

biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup

semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat

dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu

mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme

serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk

kehidupan ini merupakan bagiannya (anonym, 2010)

3. Kemerataan adalah cacah individu masing-masing spesies

dalam unit komunitas (Dharmawan, dkk., 2005)

4. Kekayaan adalah jumlah spesies penyusun komunitas

(Dharmawan, dkk., 2005)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Taman Nasional Alas Purwo

Berdasarkan Administratif Pemerintahan, Taman Nasional

(TN) Alas Purwo terletak di Kecamatan Tegaldelimo dan

Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis

terletak di ujung timur Jawa wilayah pantai selatan antara

8o26’ 45 – 8o47’00 LS dan 114o20’16 – 114o36’00 BT. Taman

Nasional Alas Purwo memiliki luas wilayah sekitar 43.420 ha

yang terdiri dari beberapa zonasi yaitu: zona inti (sanctuary

zone), seluas 17.200 ha, zona rimba (wilderness zone) seluas

24.767 ha, zona pemanfaatan intensive use zone)seluas 250 ha,

serta zona penyangga (buffer zone) seluas1.203 ha. Taman

Nasional (TN) Alas Purwo memiliki rata-rata curah hujan 1000-

1500 mm per tahun dengan dengan temperature 22-13oC, dengan

kelembaban udara 40,85 %. Wilayah Taman Nasional Alas Purwo

sebelah barat menerima curah hujan lebih tinggi bila

dibandingkan dengan daerah timur.

Dalam keadaan biasa, musim di Taman Nasional (TN) Alas

Purwo pada bulan april sampai oktober adalah musim kemarau dan

bulan oktober sampai april adalah musim penghujan. Secara

umum, kawasan Taman Nasional (TN) Alas Purwo mempunyai ciri-

ciri topografi datar, bergelombang ringan sampai berat dengan

puncak tertinggi Gunung Lingga Manis (322 mdpl). Keadaan tanah

hampir keseluruhan merupakan jenis tanah liat berpasir dan

sebagian kecil berupa tanah lempeng. Sungai di kawasan Taman

Nasional (TN) Alas Purwo umumnya dangkal dan pendek. Sungai

yang mengalir sepanjang tahun hanya tercatat di bagian barat

Taman Nasional (TN) Alas Purwo yaitu Sungai Segoro Anakan dan

Sunglon Ombo (anonym, tanpa tahun).

2.2 Morfologi Serangga

Serangga tergolong dalam filum Arthropoda, sub filum

Mandibulata, kelas Insekta. Insekta memiliki eksoskeleton yang

berfungsi melindungi organ-organ dalam. Eksoskeleton berupa

kutikula yang terdiri atas zat khitin dan terbagi menjadi

segmen-segmen. Antara segmen yang satu dengan yang lain

terdapat sutura yaitu bagian yang lunak, dan yang berfungsi

untuk memudahkan pergerakan abdomen, sayap, kaki, antenna,

dll. Sayap segmen tersusun dari potongan-potongan terpisah

yang dikenal sebagai sklerit. Beberapa sklerit segmen khusus

tidak dapat dibedakan sehingga sutura tidak berfungsi lagi.

Kepala pada dasarnya terdiri atas 6 segmen yang

berfusi.eksoskeleton kepala dikenal sebagai epicranium yang

terletak disebelah belakang, merupakan daerah diantara dan

dibelakang mata. Genea merupakan bagian yang terletak di kedua

sisi lateral kepala bagian depan. Sedangkan sklerit empat

persegi panjang yang terletak di bawah epicranium disebut

sebagai clypeus (Kastawi,2003). Pada kedua sisi kepala terdapat

mata majemuk. Mata majemuk dilindungi oleh bagian transparan

dari kutikula yaitu kornea, dimana terbagi menjadi sejumlah

besar potongan terbentuk segi enam yang disebut sebagai facet.

Selain mata majemuk serangga juga mempunyai mata sederhana

atau ocellus (ocelli). Selain mata juga terdapat sepasang antena

(Kastawi, 2003). Bagian-bagian mulut yang berfungsi untuk

menggigit yang sering disebut sebagai tipe penggigit disebut

tipe mandibularis, yang terdiri atas: (a) Bibir atas atau labrum

yang menggantung dibawah clypeus, (b) Lidah yang terletak

disebelah median dibelakang mulut berupa hypopharynx, (c) Dua

rahang lateral yang disebut mandibulla yang masing-masing

mempunyai gigi sebelah dalam untuk memotong makanan, Sepasang

maxillae dengan bagian-bagian yang mempunyai bagian yang

gilig, yang berfungsi sebagai alat sensoris dan disebut

sebagai palpus maxillaris, (e) Bibir bawah atau labium yuang

mempunyai palpus labialis yang pendek (Jasin, 1984).

Thorax terdiri atas 3 segmen yaitu

prothorax, mesothorax, dan metathorax. Tiap-tiap segmen

tertutup oleh eksoskeleton, di bagian dorsal disebut tergum,

disisi lateraldisebut pleura, dan dibagian ventral disebut

sternum (Kastawi, 2003). Masing-masing kaki terdiri atas

buku: (a) Buku pendek coxa, yang melekat pada tubuh, (b) Buku

kecil yang disebut trochanter yang bersenyawa dengan bagian,

(c) Buku paha atau femur, (d) Bukubulat kecilpanjang disebut

tibia, (e) Buku tarsus, yang terdiri atas tiga bagian,

proksimal pada bagian ventralnya mengandung 4 pasang bulu pada

bagian ventralis, sedang bagian distal merupakan bagian yang

lunak yang disebut pulvinalis yang berakhir dengan kuku kait

(Jasin, 1984). Abdomen terdiri dari atas kurang lebih 11 buku

dengan beberapa bagian terminal, misalnya genital. Alat

pencernaan terdiri atas bagian muka, bagian tengah, dan bagian

belakang. Mulut memiliki kelenjar ludah. Jantung berbentuk

gilig dan mempunyai anterior aorta tetapi tidak memiliki

pembuluh darah kapiler dan vena, coelom teredusir menjadi

haeocoel. Respirasi dengan system trachea yang berupa saluran

yang berdinding gelang kutikula dan bercabang-cabang sehingga

sampai pada semua bagian tubuh sebelah dalam. Dengan demikian

udara yang mengandung oksigen akan sampai pada bagian dalam

dan terjadilah proses pengambilan oksigen secara langsung.

Alat ekskresi terdiri atas dua atau lebih badan yang membentuk

tabung yang disebut dengan buluh malphigi. System saraf

terdiri atas ganglion-ganglion pada tiapruas. Seks terpisah

yakni ada individu jantan dan ada individu betina. Pembuahan

terjadi di dalam tubuh, ova banyak mengandung yolk dan pada

fase terakhir akan terbentuk cangkang (Jasin, 1984).

2.3 Habitat Serangga

Serangga dapat ditemukan pada hampir semua habitat baik

di lingkungan akuatik, semi akuatik, dan di atas atau di bawah

tanah (Borror, 1992). Oleh karena itu serangga dikatakan

bersifat kosmopolit. Aktivitas serangga sangat dipengaruhi

oleh intensitas cahaya matahari dan kemampuan dalam menyerap

intensitas cahaya matahari yang berbeda-beda. Beberapa

serangga membutuhkan cahaya yang sedikit, sehingga serangga

tersebut lebih aktif melakukan aktivitasnya pada malam hari

(nocturnal). Namun tidak jarang ada serangga yang membutuhkan

banyak dalam melakukan aktivitasnya sehingga lebih aktif pada

siang hari (diurnal). Hewan seringkali mengatur aktivitas

mereka untuk menghindari dehidrasi sehingga mereka bergerak ke

tempat terlindung atau cenderung aktif pada malam hari

(Soejtipto, 1993).

Farb 1980 dalam Irawan 1990 menyatakan bahwa ada tiga hal

yang menunjang suksesnya kehidupan serangga dalam habitatnya,

yaitu sebagai berikut.

a. Serangga mengalami metamorphosis sehingga pada tingkat

larva dan dewasa hidup di tempat yang berbeda dengan

makanan yang berbeda pula.

b. Ada beberapa ordo yang memiliki sayap depan menebal

menjadi penutup keras sehingg melindungi bagian tubuh

yang lunak.

c. Sebagian ordo memiliki mulut bertipe pengunyah sehingga

dapat memakan makanan yang keras.

2.4 Klasifikasi Serangga

Menurut E.L. Yordan dan P.S. Verma dalam Kastawi 1994,

serangga diklasifikasikan menjadi dua subklas, yaitu

Apterygota dan Pterygota. Dasar pengklasifikasian ini adalah

pada ada tidaknya sayap. Menurut Kastawi dalam Brawan 1999,

dua subclass tersebut ada 33 ordo dan 12 diantaranya ditemukan

di Indonesia, yaitu sebagai berikut.

Ordo Orthoptera

Hewan yang tergolong ordo ini memiliki ciri-ciri sebagai

berikut.

a. Memiliki ukuran tubuh 4-75 mm

b. mempunyai dia sayap, sayap depan panjang menyempit dan

sayap belakang meleba

c. Hewan tersebut memiliki tipe mulut penggigit dan

pengunyah.

d. Hewan jantan mempunyai alat penghasil suara yang terletak

di dada.

e. Contoh serangga yang tergolong dalam ordo ini adalah Blatella

gertnatica.

Ordo Dermaptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-

ciri sebagai berikut,

a. Tubuh pipih dan berukuran 4-30 mm

b. Bersifat hemimetabola

c. Mulut bertipe pengunyah

d. Tidak bersayap atau dengan 1-2 sayap (sayap depan kecil

seperti kulit, sayap belakang seperti selaput, dan melipat

di bawah depan bila sedang hinggap)

e. Hewan jantan mempunyai catut yang kokoh

f. Aktif pada malam hari (nocturnal)

g. Contoh spesies dalam ordo ini yaitu Farficula dan Anisolabis

maritime

Ordo Mecoptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini memiliki cirri-ciri

sebagai berikut,

a. Tubuh ramping dengan kuran 1-35 mm

b. Bersifat holometabola

c. Mulut bertipe pengunyah

d. Antenna dan kaki panjang dengan kepala memanjang

e. Tidak bersayap atau memiliki dua pasang sayap yang

panjang, sempit dan berupa membran

f. Mempunyai organ penjepit yang terletak di ujung posterior

abdomen dan organ tersebut menyerupai organ penyengat pada

kalajengking

g. Makanan berupa buah dan serangga yang mati

h. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah

Panorpa rufescens dan Hyloittacus picalis.

Ordo Plecoptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-

ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 6-10 mm

b. Sayap dua pasang, ada yang bersayap panjang dan ada yang

bersayap pendek

c. Antenna panjang, tubuh kunak dan bersifat liemimetabola

d. Mulut bertipe pengunyah (tetapi tidak berkembang pada

saat dewasa)

e. Nympha bersifat akuatik dan memiliki bekas insang

tracheal yang terletak di posterior setiap pasang kaki

f. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah

Allocapnia pygmae dan Cilloperla clio.

Ordo isoptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 6-13 mm

b. Sayap dua pasang (sayap depan dan belakang memiliki

bentuk dan ukuran yang sama)

c. Tipe mulut penggigit dan pengunyah yang memiliki cerci

dua ruas

d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah

Zootermopsis nevademis dan Termites.

Ordo Odonata

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-

ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 19-75 mm

b. Bersifat homometabola

c. Mulut pada hewan dewasa bersifat pengunyah

d. Memiliki dua pasang sayap berwujud membran

e. Antenna pendek, kaki dan abdomen panjang dan ramping

f. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah

Macromia magnified dan Dragonflies.

Ordo Hemiptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-

ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 1-66 mm

b. Antenna panjang, mulut bertipe penghisap yang muncul di

depan kepala

c. Parasit pada hewan vertebrata

d. Memiliki dua pasang sayap seperti membran

e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Gerris

remigis dan Mesove uiamusanti.

Ordo Trichoptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-

ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 9-22 mm

b. Sayap seperti selaput, berambut dan bersisik

c. Antenna panjang dan ramping

d. Tipe mulut penggigit

e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah

Macromemum cebratum.

Ordo Lepidhoptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 3-35 mm

b. Bersifat holometaboal

c. Tidak memiliki mandibula, mata besar, memiliki dua pasang

sayap yang seperti membran

d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah

Calpodes ethlius dan Pyrulis frinalis.

Ordo Coleoptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 0,5-125 mm

b. Sayap depan keras dan tebal menanduk, sedangkan sayap

belakang bersifat membranous

c. Tipe mulut penggigit

d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Adalia

bipimctat dan Hydrophillus teriangiilaris.

Ordo Hymenoptera

Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 5-40 mm

b. Sayap satu pasang seperti selaput

c. Bersifat holometabola

d. Mulut tipe pengunyah atau penghisap

e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah

Formica sp.

2.5 Keanekaragaman Jenis Serangga

Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik dari

tingkatan komunitas yang didasarkan pada organisasi

biologisnya. Keanekaragaman jenis ini dapat digunakan untuk

menyatakan struktur komunitas. Soegianto (1994) dalam

Purwahyuni (2001) menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan

mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu

disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang

sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun

oleh sedikit spesies yang domonan maka keanekaragaman jenisnya

rendah.

Hubungan keeratan antara serangkaian data kelimpahan

suatu jenis hasil observasi dengan keanekaragaman maksimum

yang mungkin dicapai (richness) dan jumlah spesies dapat

menentukan indeks keanekaragamannya. Indeks Shannon-Wiener

diperoleh dengan perhitungan spesies darimkedua aspek tersebut

dari distribusi individu diantara spesies. Odum (1993)

menyatakan bahwa fungsi Shannon atau indeks H’ menggabungkan

komponen keanekaragaman (variety) dan komponen kemerataan (eveness)

sebagai suatu indeks keanekaragaman secara keseluruhan (over all

indeks for diversity) (Soegiyanto 1994 dalam purwahyuni 2001).

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman

Faktor-faktor yang mempengaruhi keanekarangaman ada enam

dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.

Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Faktor waktu

Irawan (1999) menyebutkan bahwa waktu mempengaruhi

kematangan suatu komunitas selama perubahan waktu suatu

organisme akan berkembang dan mengalami proses keanekaragaman

menjadi lebih baik. Ditambahkan lagi bahwa keanekaragaman ini

merupakan produk evolusi. Di daerah tropis organisme

berkembang dan memiliki keanekaragaman lebih tinggi

dibandingkan dengan organisme di daerah kutub, dan komunitas

memiliki proses keanekaragaman sepanjang waktu sehingga

komunitas yang lebih tua memiliki lebih banyak spesies

daripada komunitas yang muda.

2. Faktor heterogenitas spasial (ruang)

Menurut Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) relief atau

topografi atau heterogenitas makrospasial memiliki efek yang

besar terhadap keanekaragaman spesies. Wilayah tropis

mempunyai kompleksitas lingkungan yang tinggi. Dalam hal ini

factor fisik, komunitas tumbuhan dan hewan sangat heterogen

dan sangat cepat mengalami proses keanekaragaman spesies. Di

area yang memiliki relief topografi yang tinggi terdapat

banyak habitat yang berbeda sehingga berisi banyak spesies.

3. Faktor kompetisi

Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) menjelaskan bahwa peran

kompetisi mempengaruhi kekayaan spesies yang digambarkan

melalui hubungan relung antar spesies. Factor ini sangat

penting dalam evolusi karena merupakan persyaratan habitat

untuk hewan dan tumbuhan menjadi lebih terbatas dan makanan

untuk hewan juga menjadi sedikit. Komunitas di daerah tropis

memiliki lebih banyak spesies karena memiliki relung yang

kecil dan overlap relung yang tinggi.

4. Faktor predasi

Predasi dan kompetisi sama-sama mempengaruhi

keanekaragaman spesies. Dalam komunitas yang kompleks dan

mendukung banyak spesies, interaksi yang dominan adalah

predasi, sedangkan dalam komunitas sederhana yang dominan

adalah kompetisi. Keberadaan predator dan parasit dapat

menekan populasi mangsa sampai pada tingkat yang sangat

rendah. Adanya pengurangan kompetisi memungkinkan bertambahnya

suatu spesies sehingga akan mendukung munculnya predator baru.

5. Faktor stabilitas lingkungan

Factor ini menunjukkan bahwa semakin stabil parameter

lingkungan maka spesies yang ada semakin banyak. Adanya

kombinasi factor stabilitas dengan waktu dapat mempengaruhi

keanekaragaman.

6. Faktor produktivitas

Menurut Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) stabilitas dari

produktivitas mempunyai pengaruh utama terhadap keanekaragaman

spesies dalam komunitas. Semakin besar produktivitasnya, maka

keanekaragamannya juga semakin besar. Namun tidak selalu benar

kalau semakin rendah produktivitasnya maka keanekaragamannya

juga semakin rendah.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitian

Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif

eksploratif. Keanekaragaman serangga malam di hutan pantai

Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo diperoleh dengan

menggunakan suatu metode jebakan Light Trap, yaitu

memanfaatkan sinar lampu dan mika untuk memancing serangga

malam.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan praktikum ini dilakukan pada tanggal 20 Maret

2015 tepatnya di hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas

Purwo. Pemasangan jebakan (lampu dan mika) dilaksanakan pada

pukul 20.00-02.00 WIB.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua jenis serangga malam

yang ada di hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas

Purwo. Sampel penelitian berupa serangga malam yang diperoleh

melalui jebakan light trap yang dipasang pada pukul 20.00 dan

diambil setiap dua jam sekali sampai pukul 02.00 WIB.

3.4 Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan sebagai berikut:

Set kain putih lightrap

Kabel roll

Lampu (dop) 25 watt

Botol film (plakon)

Kuas kecil

Vacum serangga

Mikroskop stereo

Bahan yang digunakan sebagai berikut.

Tali rafia

Larutan formalin atau alkohol

Amplop

Kertas label

3.5 Prosedur Kerja

Adapun cara kerja yang dilakukan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Memasang kabel, pitting dan lampu yang telah terhubung

arus listrik.

2. Memasang set kain putih lightrap menggunakan tali raffia

untuk diikatkan ke pohon (Pemasangan telah siap pada

pukul 18.00 WIB).

3. Mengamati dan mengambil serangga malam yang terjebak

light trap (menggunakan vacuum untuk serangga kecil, dan

menggunakan tangan untuk serangga yang besar atau yang

bersayap rapuh untuk dimasukkan ke dalam amplop) pada

pukul 20.00, 22.00, 00.00, dan 02.00 WIB.

4. Memindahkan specimen dari light trap yang telah berisi

serangga yang sudah terjebak ke dalam botol plakon yang

telah berisi air dan larutan formalin dengan menggunakan

kuas.

5. Memberikan label/ identitas pada botol plakon.

6. Melakukan pengamatan di laboratorium biologi menggunakan

mikroskop stereo dan kunci determinasi serangga

7. Melakukan kompilasi data serangga malam yang diperoleh

dengan semua kelompok.

8. Memasukkan data yang diperoleh ke dalam table data light-

trap.

3.6 Teknik Analisis dan Tabulasi

A. Teknik Tabulasi Data

Tabel Keanekaragaman dan Kemerataan Fauna Tanah di kawasan

hutan pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi

No TaksaWaktu pengambilan

20.00

22.00

00.00

02.00

1234DstTotal

B. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan cara sebagai

berikut: Indeks keanekaragaman pada masing-masing habitat

dihitung dengan cara:

a. Indeks keanekaragaman Shanon – Wiener

H'=−(∑PilnPi)

Keterangan:

Pi = n/N

H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever

ni : Nilai rata-rata masing-masing spesies

N : Jumlah total nilai rata-rata spesies dalam sampel

(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)

b. Selanjutnya menghitung nilai indeks kemerataan (Evennes)

dengan rumus:

E= H'lns

Keterangan:

E : Indeks kemerataan evennes

H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever

S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)

(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)

c. Selanjutnya dihitung nilai kekayaan dengan menggunakan

rumus indek Richness:

R=s−1lnN

Keterangan:

R : Indeks Richness

(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Pengamatan

No TaksaJumlah spesimen

20.00

22.00

00.00

02.00

1 Poecilogonalus costalis 32 Tibicen pruinosa (say) 13 Anopheles sp 1 34 Episvron quinquenotatus

(say) 1

5 Allocoris pulicaria (Germar) 1

6 Euconnus clavipes (say) 1 1

7 Scudderia furcata (Brunner) 1 2 1

8 Formica sp. 19 Agopustemon virescens 110 Adelphocoris rapidus 1

4.2 Analisis Data

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dilakukan

analisis mengenai indeks keanekaragaman (H’), kemerataan (E),

dan kekayaan (R), dari spesies serangga malam di Hutan Pantai

Taman Nasional Alas Purwo.

20.00 22.00 00.00 02.000

0.5

11.52

2.53

3.5

3.298680037 3.1753822882.644894405 2.444416557

INDEKS KEANEKARAGAMAN (H')

1 2 3 40

0.10.20.30.40.50.60.70.80.91

INDEKS KEMERATAAN (E)

1 2 3 4012345678910

INDEKS KEKAYAAN (R)

Keterangan:

sumbu y: 1= waktu pengambilan 20.00 WIB

sumbu y: 2= waktu pengambilan 22.00 WIB

sumbu y: 3= waktu pengambilan 24.00 WIB

sumbu y: 4= waktu pengambilan 02.00 WIB

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, diketahui

bahwa indeks keanekaragaman (H’) dan kekayaan (R) yang

tertinggi terdapat pada waktu pengambilan pukul 20.00 WIB.

Adapun indeks kemerataan (E) yang tertinggi terdapat pada

pukul 22.00 WIB. Spesies serangga yang paling banyak ditemukan

berasal dari ordo Diptera. Menurut Dharmawan (2005), indeks

keanekaragaman yang tinggi (H’) dipengaruhi oleh indeks

kemerataan (E) dan kekayaan spesies (R) yang tinggi pula.

Berdasarkan klasifikasi tingkat keanekaragaman oleh Lee et

al., (1978) dalam Arisandi (1999), yaitu: Sangat Tinggi H >

3,0; Tinggi jika H > 2,0; Sedang jika 1,6 < H < 2,0; Rendah

jika 1,0 < H < 1,5; Sangat rendah jika H < 1,0. Berdasarkan

klasifikasi tersebut, indeks keanekaragaman pada waktu

pengambilan pukul 20.00 WIB dapat dikategorikan sangat tinggi.

Faktor yang mempengaruhi keanekaragaman serangga antara

lain: 1) waktu, 2) heterogenitas spasial, 3) relung, dan 4)

tingkat stabilitas lingkungan dan ketersediaan sumber daya

alam. Waktu turut mempengaruhi keanekaragaman temporal yang

dijumpai karena setiap hewan memiliki siklus hidup yang

membuatnya tidak selalu dapat teramati sebagai serangga

dewasa. Selain itu, waktu juga memiliki peran dalam aktivitas

serangga setiap harinya. Serangga malam yang dijumpai memiliki

jam biologis pada malam hari untuk melakukan aktivitas

hidupnya seperti mencari makan dan tempat bersarang. Menurut

Odum (1993) serangga malam merupakan golongan hewan yang

menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk beraktifitas pada

malam hari. Sebagai hewan berdarah dingin (poikilotermik)

serangga memiliki mekanisme pertahanan diri terhadap suhu yang

rendah. Borror, dkk (1992) menjelaskan bahwa beberapa serangga

tahan hidup pada suhu-suhu yang rendah ini menyimpan etilen

glikol di dalam jaringan tubuh mereka untuk melindungi dari

pembekuan.

Faktor heterogenitas spasial mempengaruhi keanekaragaman

sebagai mana yang dijelaskan oleh Krebs (1985) dalam Widagdo (2002)

bahwa relief atau topografi atau heterogenitas makrospasial memiliki

efek yang besar terhadap keanekaragaman spesies. Wilayah tropis

mempunyai kompleksitas lingkungan yang tinggi. Dalam hal ini faktor

fisik, komunitas tumbuhan dan hewan sangat heterogen dan sangat

cepat mengalami proses keanekaragaman spesies. Di area yang memiliki

relief topografi yang tinggi mengandung banyak habitat yang berbeda

sehingga berisi banyak spesies. Berdasarkan pernyataan tersebut,

diketahui keanekaragaman topografi dapat meningkatkan keanekaragaman

komunitas dan dapat meningkatkan keanekarganman serangga yang

dijumpai.

Faktor relung mempengaruhi keanekaragaman dikarenakan setiap

makhluk hidup memiliki relungnya masing-masing. Adanya keterbatasan

Sumber Daya Alam (seperti makanan dan tempat bersarang) dapat

mengakibatkan tumpang tindih relung, sehingga terjadi kompetisi.

Menurut Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) menjelaskan bahwa peran

kompetisi mempengaruhi kekayaan spesies yang digambarkan melalui

hubungan relung antar spesies. Faktor ini sangat penting dalam

evolusi karena merupakan persyaratan habitat untuk hewan dan

tumbuhan menjadi lebih terbatas dan makanan untuk hewan juga menjadi

sedikit. Komunitas di daerah tropis memiliki lebih banyak spesies

karena memiliki relung yang kecil dan overlap relung yang tinggi.

Predasi dan kompetisi sama-sama mempengaruhi keanekaragaman spesies.

Dalam komunitas yang kompleks dan mendukung banyak spesies,

interaksi yang dominan adalah predasi, sedangkan dalam komunitas

sederhana yang dominan adalah kompetisi. Keberadaan predator dan

parasit dapat menekan populasi mangsa sampai pada tingkat yang

sangat rendah. Adanya pengurangan kompetisi memungkinkan

bertambahnya suatu spesies sehingga akan mendukung munculnya

predator baru. Serangga memiliki peran yang beraneka ragam dalam

suatu ekosistem, seperti sebagai polinator tumbuhan berbunga ataupun

predator bagi serangga lainnya.

Faktor stabilitas lingkungan dan ketersediaan Sumber Daya Alam

merupakan salah satu faktor yang paling berpangaruh terhadap

keanekaragaman. Stabilitas lingkungan menunjukkan tingkat kematangan

dari komunitas suatu daerah. Daerah yang memiliki Sumber Daya Alam

(SDA) yang beranekaragam, memiliki keanekaragaman yang tinggi.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa indeks keanekaragaman (H’) dan kekayaan (R)

yang tertinggi terdapat pada waktu pengambilan pukul 20.00

WIB. Adapun indeks kemerataan (E) yang tertinggi terdapat pada

pukul 22.00 WIB. Spesies serangga yang paling banyak ditemukan

berasal dari ordo Diptera. Keanekaragaman tersebut dipengaruhi

oleh berbagai faktor, antara lain: waktu, heterogenitas

spasial, relung, dan tingkat stabilitas lingkungan serta

ketersediaan sumber daya alam.

6.2 Saran

Pelaksanaan praktikum pengamatan serangga malam

menggunakan light trap sebaiknya dilakukan secara berkala

selama satu tahun. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh

data yang baik dan bisa menggambarkan keberadaan serangga yang

sangat dipengaruhi oleh siklus hidupnya. Selain itu, perlu

dilakukan pengamatan terhadap faktor abiotik yang mempengaruhi

keanekaragaman serangga tersebut.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2014. Keanekaragaman hayati. (Online).

http://id.wikipedia.org/wiki/ keanekaragaman hayati,

diakses tanggal 21 April 2014

Anonim. 2014. Serangga. (Online).

http://id.wikipedia.org/wiki/serangga, diakses tanggal 21

April 2014.

Arisandi, P. 1999. Studi Struktur Komunitas dan Keanekaragaman

Mangrove Berdasarkan Tipe Perubahan Garis Pantai di

Pantai Utara Jawa Timur. Skripsi. Surabaya: Universitas

Airlangga.

Borror, T., J. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam.

Terjemahan oleh Soetiyono P. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press

Dharmawan, A., Ibrohim, Tuwarita, H., Suwono, H., Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri.

Irawan, K.F. 1999. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Serangga Malam di

Hutan Pantai Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Skripsi

Tidak Diterbitkan. Malang: IKIP

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahyono.

Yogyakarta: UGM

Syafei, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB

Widagdo, K. 2002. Keanekaragaman Serangga Malam pada Berbagai

Ketinggian di Gunung Arjuna. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang:

UM