KEGAWATDARURATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN DALAM BEDAH MULUT
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of KEGAWATDARURATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN DALAM BEDAH MULUT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kegawatdaruratan adalah suatu kondisi yang mendesak
yang membutuhkan penanganan dengan segera untuk
mempertahankan hidup dan mengurangi resiko kematian dan
kecacatan. Kegawatdaruratan medis dapat dan memang
terjadi dalam praktek dokter gigi. Dokter gigi memiliki
tanggung jawab untuk mengenalinya dan memulai prosedur
pertama manajemen kegawatdaruratan dalam upaya untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas ketika kejadian
tersebut terjadi.1
Salah satu komplikasi yang paling umum dari semua
operasi adalah perdarahan pasca-operasi. Perdarahan
pasca-operasi dari ekstraksi gigi umumnya disebabkan
perdarahan dari pembuluh darah vena pada tulang pendukung
tetapi juga dapat disebabkan oleh pembuluh arteri.
1
Penyebab lain perdarahan pasca-operasi mungkin termasuk
kegagalan debridement semua jaringan granulasi dari
soket, laserasi jaringan lunak, dan vasodilatasi kembali
setelah penggunaan anastesi yang mengandung epinefrin.
Faktor pasien juga dapat berkontribusi untuk perdarahan
pasca-operasi yang berlebihan dan berkepanjangan. Pasien
yang mengkonsumsi obat seperti Coumadin, Aspirin, Plavix,
dan agen kemoterapi mungkin mengalami perdarahan yang
berkepanjangan.2
Pasien yang memiliki hipertensi yang tidak
terkontrol, penyakit liver, defisiensi platelet,
hemofilia, faktor defisiensi von Willebrand, atau
defisiensi vitamin K (akibat konsumsi antibiotik
berkepanjangan atau bedah gastrointestinal) juga dapat
menimbulkan risiko signifikan untuk perdarahan pasca-
operasi. Oleh karena itu, sangat penting dalam konsultasi
pra-operasi untuk mendapatkan riwayat kesehatan
2
menyeluruh dan mendapatkan konsultasi medis yang tepat
seperti yang ditunjukkan.2
Semua praktisi dokter gigi mempunyai tanggung jawab
untuk menangani kegawatdaruratan medis dalam praktek
kedokteran gigi. Tujuannya adalah untuk memberikan
perawatan pertama hingga bantuan medis yang lebih ahli
dapat diperoleh. Pada refarat ini akan dijelaskan macam-
macam kegawatdaruratan dalam bedah mulut yang behubungan
dengan perdarahan, serta bagaimana pencegahan dan
penanganan kegawatdarutan tersebut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENILAIAN RISIKO RIWAYAT MEDIS
Pertimbangan pertama praktisi kedokteran gigi pada
hakikatnya harus mencegah kedaruratan medis terjadi.3
Pengenalan pasien yang berisiko dan penanganan yang tepat
merupakan hal utama dalam mengurangi kemungkinan dari
peristiwa yang merugikan. Pengakuan dari pasien yang
mungkin pernah mengalamai kegawatdaruratan medis saat
melakukan perawatan gigi adalah kunci untuk memulai.1
Pusat dari hal tersebut adalah memahami dengan menyeluruh
riwayat medis pasien, termasuk riwayat obat. Pengetahuan
ini digunakan dalam perencanaan perawatan dengan cermat
sehingga penanganan pasien dapat mencegah sebagian besar
terjadinya kedaruratan medis.3
Pemeriksaan riwayat medis dan obat secara menyeluruh
wajib dan harus dilakukan oleh dokter gigi secara
4
pribadi. The Resuscitation Council merekomendasikan pengambilan
riwayat medis dan obat untuk mengidentifikasi pasien
dengan risiko tertentu sebagai langkah-langkah yang
diambil untuk mengurangi peluang masalah untuk timbul.
Saat pasien memiliki kondisi medis maka akan menimbulkan
pikiran terhadap masalah yang akan diantisipasi. 1,3
Kuesioner kesehatan lengkap pasien harus dikonfirmasi
oleh riwayat kesehatan gigi. Identifikasi pasien yang
berisiko akan memungkinkan modifikasi perencanaan
pengobatan dan dapat menyoroti pasien dengan pengobatan
yang mungkin lebih tepat dilakukan pada waktu tertentu
atau di pusat-pusat spesialis. Catatan medis dan obat
harus diperbarui setiap tahun, dan setiap perubahan
diperhatikan selama rencana perawatan berkelanjutan harus
kembali dinilai dan dicatat pada setiap kunjungan. 1,3
Beberapa daftar pertanyaan yang dapat ditinjau
kembali dengan pasien sepeerti:4
1. Apakah ada masalah mengenai riwayat perdarahan?
5
Dokter gigi harus bertanya apakah ada perdarahan
terus-menerus pada prosedur operasi sebelumnya atau
pada saat kecelakaan? Bagaimana dengan operasi pada
rongga mulut sebelumnya? Apakah perdarahan lalu lebih
dari 24 jam, atau apakah Anda memerlukan perhatian
khusus dari dokter gigi atau dokter?" Apakah mereka
mudah berdarah? Apakah mereka memiliki perdarahan
menstruasi berat? Apakah mereka pernah berdarah secara
spontan? Jika pasien menjawab positif terhadap semua
pertanyaan ini, maka mereka mungkin harus dirujuk ke
ahli bedah mulut dan maksilofasial untuk pengobatan
atau untuk skrining hematologi koagulasi.
2. Apakah pasien memar dengan mudah?
Jika jawaban untuk pertanyaan ini adalah positif dan
jika pasien tidak mengambil resep atau obat homeopati
yang mungkin bertanggung jawab untuk itu, maka
menunjukkan kebutuhan untuk tes waktu perdarahan.
Masalah ini bisa menjadi indikasi penyakit yang
6
melibatkan penurunan pembentukan platelet ataumungkin
meningkatnya kerentanan kapiler.
3. Apakah ada riwayat masalah perdarahan dalam keluarga?
Jika kondisi ini diduga, pasien harus dirujuk ke ahli
hematologi atau pusat perawatan hemofilia. Pasien
mungkin memiliki tanda-tanda yang menunjukkan cacat
platelet, seperti mudah memar. Ini bisa bersifat
kuantitatif atau kualitatif, dalam kedua kasus mungkin
menunjukkan kebutuhan untuk transfusi trombosit.
Penggantian faktor mungkin diperlukan jika mereka
memiliki penyakit von Willebrand, hemofilia A atau B,
atau defisiensi faktor pembekuan lain.
4. Apakah pasien pernah memiliki riwayat disfungsi hati?
Bagaimana riwayat hepatitis, kanker hati atau jaundice?
Apakah ada riwayat konsumsi alkohol yang berlebihan
yang mungkin mempengaruhi kesehatan hati? Semua
7
faktor-faktor pembekuan darah kecuali Faktor XIII
diproduksi di hati.
5. Bagaimana tanda-tanda vital dasar pasien, terutama
tekanan darah?
Tekanan darah tinggi sistolik (lebih dari 180) dapat
menjadi penyebab perdarahan yang berlebihan selama
operasi. Dalam hal ini, mereka harus dirahut
hipertensinya dahulu oleh dokter mereka sebelum
melakukan prosedur bedah mulut.
6. Apa obat yang dikonsumsi oleh pasien?
Pertanyaan ini berkaitan dengan obat baik dengan atau
tanpa resep. Penggunaan obat adalah penyebab tak
tercatat paling umum dari perdarahan pada pasien bedah
mulut. Pasien mungkin tidak tahu apakah obat yang
diberikan memberikan kontribusi untuk peningkatan
perdarahan. Obat-obatan yang mempengaruhi perdarahan
atau mengganngu koagulasi antara lain aspirin, obat-
8
obat anti inflamasi, anti koagulan, obat anti kanker,
dan obat antiplatelet.
2.2 PERDARAHAN
2.2.1 Definisi perdarahan
Perdarahan pada umumnya menunjukkan ekstravasasi
darah akibat robeknya pembuluh darah. Perdarahan kapiler
dapat terjadi pada keadaan kongesti kronis. Robeknya
suatu arteri atau vena disebabkan oleh cedera vaskular,
yaitu trauma, aterosklerosis, atau erosi karena radang
atau neoplasia pada dinding pembuluh darah.5 Perdarahan
mungkin merupakan komplikasi yang paling ditakuti karena
oleh dokter maupun pasiennya dianggap mengancam
kehidupan.6
Perdarahan dibagi menjadi tiga macam, yaitu
perdarahan primer, reakisoner, dan sekunder. Perdarahan
primer terjadi akibat cedera pada suatu jaringan sebagai
9
akibat langsung dari rusaknya pembuluh darah. Perdarahan
reaksioner terjadi setelah operasi. Perdarahan reaksioner
ini terjadi ketika tekanan darah mengalami peningkatan
lokal yang membuka dengan paksa pembuluh darah yang
dilapisi oleh sesuatu yang natural ataupun artifisial.
Perdarahan reaksioner juga dapat terjadi akibat
tergesernya benang jahit atau pergeseran bekuan darah dan
mengakibatkan meningkatnya tekanan darah yang menyebabkan
terjadinya perdarahan. Perdarahan sekunder terjadi akibat
infeksi yang menghancurkan bekuan darah atau mengulserasi
dinding pembuluh darah. Karena perdarahan ini disebabkan
oleh infeksi, maka antibiotik perlu diberikan kepada
pasien.7
Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi perdarahan
arteri, vena, ataupun pada pembuluh kapiler. Perdarahan
arteri dapat dikenali dengan warna darah yang keluar
adalah merah cerah (mengandung banyak oksigen) dan
semburan darahnya bersamaan dengan detak jantung. Tekanan
10
yang menyebabkan darah menyembur juga menyebabkan tipe
perdarahan ini sulit dikontrol. Sebagaimana jumlah darah
yang beredar dalam tubuh turun begitu juga tekanan darah
pasien. Perdarahan vena darahnya berwarna merah gelap,
alirannya kontinyu, dan ritmenya sesuai dengan
pernapasan, bukan detak jantung. Karena tidak berada
dalam tekanan, maka perdarahan vena tidak menyembur dan
lebih mudah ditangani. Pada perdarahan kapiler darah
merembes dari luka terus namun perlahan-lahan.
Kemungkinan dapat menggumpal secara spontan.8
Pengetahuan mengenai anatomi merupakan jaminan
terbaik untuk menghadapi kejadian yang tidak diharapkan
yaitu perdarahan pada arteri atau vena. Regio-regio yang
berisiko tinggi adalah palatum dengan a. palatina mayor,
vestibulum bukal dengan molar bawah dengan a. fasialis,
margo anterior ramus mandibulae yang merupakan jalur
perjalanan dari a. buccalis dan region apikal molar
ketiga yang letaknya dekat dengan a. alveolaris inferior.
11
Regio anterior mandibula juga merupakan sumber perdarahan
karena vaskularisasinya sangat melimpah. Keadaan patologi
kadang-kadang juga mengakibatkan risio perdarahan,
misalnya hemangioma dan malformasi arterovenous adalah
yang paling berbahaya. Secara umum, adanya lesi yang
tumbuh dengan cepat kemungkinan berbahaya karena
pertumbuhan tersebut memerlukan banyak suplai darah.6
2.2.2 Etiologi
Perdarahan pasca-operasi dari ekstraksi gigi umumnya
disebabkan perdarahan dari pembuluh darah vena pada
tulang pendukung tetapi juga dapat disebabkan oleh
pembuluh arteri. Penyebab lain perdarahan pasca-operasi
mungkin termasuk kegagalan debridement semua jaringan
granulasi dari soket, laserasi jaringan lunak, dan
vasodilatasi setelah penggunaan anastesi yang mengandung
epinefrin. Faktor pasien juga dapat berkontribusi untuk
perdarahan pasca-operasi yang berlebihan dan
12
berkepanjangan.2 Hal tersebut terjadi karena pasien tidak
mematuhi instruksi pasca operasi oleh pasien, tindakan
seperti penekanan soket dengan menggunakan lidah atau
kebiasaan pasien menghisap daerah bekas pencabutan, serta
berkumur secara berlebihan.6
Pasien yang mengkonsumsi obat seperti Coumadin,
Aspirin, Plavix, dan agen kemoterapi mungkin mengalami
perdarahan yang berkepanjangan. Pasien yang memiliki
hipertensi yang tidak terkontrol, penyakit liver,
defisiensi platelet, hemofilia, faktor defisiensi von
Willebrand, atau defisiensi vitamin K (akibat konsumsi
antibiotik berkepanjangan atau bedah gastrointestinal)
juga dapat menimbulkan risiko signifikan untuk perdarahan
pasca-operasi. Oleh karena itu, sangat penting dalam
konsultasi pra-operasi untuk mendapatkan riwayat
kesehatan menyeluruh dan mendapatkan konsultasi medis
yang tepat seperti yang ditunjukkan.2
13
2.2.3 Sumber utama perdarahan dalam rongga mulut 4
Ada empat sumber vaskular yang menyediakan darah ke
rongga mulut yang dapat menyebabkan perdarahan serius
jika terganggu selama prosedur bedah mulut yang kadang-
kadang mengancam jiwa. Ini adalah arteri lingual, fasial,
alveolaris inferior, dan arteri palatina mayor.
Cabang-cabang arteri lingual langsung dari karotid
eksternal. Obstruksi jalan napas bagian atas dari
perdarahan telah terjadi dari luka tusukan lidah, biopsi
dari lidah atau dasar mulut, dan perforasi implan keluar
korteks lingual mandibula.
Arteri fasial juga merupakan cabang langsung dari
karotid eksternal. A. fasial didampingi oleh vena Fasial
anterior, dan keduanya melintas pada lateral pipi ke
molar bawah. Sebuah sayatan panjang untuk pembebasan
vertikal lipatan mucobuccal, bukal pada gigi posterior
rahang bawah, bisa memotong salah satu dari pembuluh
darah ini dan menyebabkan perdarahan hebat.
14
Cabang-cabang arteri alveolaris inferior berasal dari
arteri maksilaris, yang merupakan cabang terbesar dari
dua cabang terminal dari karotid eksternal. Saat
menurun, a. alveolaris inferior terbagi menjadi arteri
mylohyoid sebelum memasuki foramen mandibula dan kanal
mandibula. Sebuah cabang mental yang muncul dari foramen
mental untuk menyuplai dagu dan bibir bawah. Arteri
mylohyoid melintasi sepanjang permukaan medial mandibula
dalam alur mylohyoid dan menyuplai otot dengan nama yang
sama. Kadang-kadang cabang lingual kecil dapat muncul
dari arteri alveolaris inferior dan turun dengan nervus
lingualis untuk menyplai mukosa dasar mulut.
Arteri alveolaris inferior biasanya di atas nervus
alveolaris inferior pada kanal mandibula di daerah molar.
Sebuah potongan dengan bur pada kanal kemungkinan akan
melukai arteri sebelum melukai saraf. Saraf akan terus
utuh setelah cedera seperti itu tapi masih bisa
15
mengakibatkan neuropati dari gangguan pasokan darah
saraf.
Arteri palatina mayor muncul dari foramen pada
palatum di atas molar kedua di mana aspek horizontal dan
vertikal dari palatum bertemu. Berbeda dengan yang muncul
dari pembuluh darah kanalis insisivus, arteri palatina
mayor yang signifikan dalam ukuran dan akan menghasilkan
semburan darah yang sulit dikontrol jika dipotong. Hal
ini dapat terjadi ketika menghilangkan sebuah torus
palatal atau memperoleh donor jaringan untuk gingiva atau
cangkok jaringan ikat. Hal ini juga dapat terjadi dengan
operasi periodontal, terutama jika ada kehilangan
alveolus dari penyakit periodontal dan sebagian besar
tulang palatal vertikal sakit menyebabkan arteri menjadi
lebih dekat daripada yang diantisipasi.
Sebuah perhitungan sebelumnya melaporkan bahwa arteri
ini adalah 1-2 mm dalam diameter lumen. Jika demikian,
dengan 0,2 mL per denyut pada 70 denyut per menit, akan
16
ada kemungkinan 14 mL darah untuk keluar dalam 60 detik.
Dalam 30 menit, ini bisa mewakili kehilangan darah
sekitar 420 ml.
2.2.4 Mekanisme pembekuan darah 9
Hemostatis dan koagulasi adalah serangkaian kompleks
reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui
pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat
cedera. Pembentukan diikuti dengan resolusi atau lisis
bekuan dan regenerasi endotel. Pada keadaan hemostatik,
hemostatis dan koagulasi melindungi individu dari
perdarahan massif akibat trauma. Pada keadaan abnormal,
dapat terjadi perdarahan yang mengancam jiwa atau
thrombosis yang menyumbat cabang-cabang pembuluh darah.
Pada saat cedera, ada tiga proses utama yang
menyebabkan hemostatis dan koagulasi: (1) vasokontriksi
sementara; (2) reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi,
reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit; serta (3)
17
aktivasi faktor-faktor pembekuan. Langkah-langkah awal
terjadi pada permukaan jaringan cedera yang terpajan, dan
reaksi-reaksi selanjutnya terjadi pada permukaan
fosfolipid trombosit yang yang mengalami agregasi.
Tabel 2.1 Faktor-faktor pembekuan darah 6
Faktor Peranan pada pembekuan darah Tes
*I
II
II
I
IV
V
VI
I
VI
II
IX
Fibrinogen
Protrombin
Tromboplastin
Kalsium
Proaccelerin
Proconvertin
Faktor
antihemofilik
Komponen
plasma thrombo
plastin
Faktor Stuart-
Prekursor fibrin
Proensim, diaktifkan oleh
tromboplastin
Diperlukan untuk merubah
protrombin menjadi trombin
Diperlukan pada semua tahap
Diperlukan untuk pembentukan
tromboplastin
Diperlukan untuk merubah
protrombin menjadi trombin
Diperlukan untuk pembentukan
tromboplastin
Diperlukan untuk pembentukan
tromboplastin
PT
PT
PT
PT
PTT
PTT
PT
PTT
18
X
XI
XI
I
XI
II
Prower
Anteseden
tromboplastin
plasma
Faktor Hageman
Faktor
stabilisasi
fibrin
Diperlukan untuk pembentukan
tromboplastin
dan perubahan dari protrombin
menjadi thrombin
Diperlukan untuk pembentukan
tromboplastin
Mengawali proses pembekuan
darah in vitro
Merubah fibrin menjadi polimer
fibrin
PTT
PTT
*) PT: Waktu protrombin
PTT: Paruh waktru tromboplastin
Fase-fase Koagulasi
Koagulasi diawali dalam keadaan homeostatis dengan
adanya cedera vaskular. Vasokonstriksi merupakan respons
segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adanya adhesi
trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang
terpajan degan cedera. ADP dilepas oleh trombosit,
menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil trombin
19
(pembentukannya dijelaskan di bawah) juga merangsang
agregasi trombosit, dari membran trombosit, juga
mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara initerbentuklah
sumbatan trombosit, kemudian segera diperkuat oleh
protein filamentosa yang dikenal sebagai fibrin.
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X
menjadi Xa, seiring dengan terbentuknya bentuk aktif
suatu faktor. Faktor X dapat diaktivasi melalui dua
rangkaian reaksi. Rangkaian pertama memerlukan faltor
jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan
oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera. Karena
faktor jaringan tidak terdapat dalam darah, maka faktor
ini merupakan faktor ekstrinsik koagulasi, dengan
demikian disebut jalur ekstrinsik untuk rangkaian ini.
Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi faktor X
adalah jalur instrinsik, disebut demikian karena rangkaian ini
menggunakan faktor-faktor yang terdapat di dalam sistem
vascular plasma. Dalam rangkaian ini terjadi reaksi
20
“kaskade”, aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivsi
bentuk pengganti. Jalur instrinsik diawali dengan plasma
yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam
pembuluh darah yang rusak. Faktor jaringan tidak
diperlukan, tetapi trombosit yang melekat pada kolagen
sekali lagi berperan. Seperti yang ditunjukkan pada tabel
6, faktor-faktor XII, XI IX harus diaktivasi secara
berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum
faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat prakalikrein dan HMWK
juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium.
Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang
dinamakan jalur bersama. Seperti yang diperlihatkan oleh
gambar, aktivasi faktor X terjadi sebagai akibat reaksi
jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis
menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam
hemostatis.
Langkah berikutnya pada pembentukan fibrin
berlangsung jika faktor Xa, dibantu oleh fosfolipid dari
21
trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk
trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen
membentuk fibrin.Fibrin ini, yang awalnya merupakan jeli
yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan
mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat,
trombosit, dan memerangkap sel-sel darah. Untaian fibrin
kemudian memendek retraksi bekuan), mendejatkan tepi-tepi
dinding pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah
tersebut.
Gambar 2.1 Sistem koagulasi primer dan sekunder
22
2.3 Kegawardaruratan yang Berhubungan dengan Perdarahan
dan Penanganannya
a. Perdarahan primer yang berlanjut, perdarahan
reaksioner, dan perdarahan sekunder
Perdarahan primer yang berlanjut 7
Alasan utama dari perdarahan primer yang
panjang adalah adanya inflamasi dari soket gigi
yang diekstraksi atau dari dinding abses yang telah
diinsisi. Penyakit periodontal lebih sering
mengakibatkan hal tersebut dibandingkan dengan
infeksi periapikal akut. Setelah pencabutan gigi
dengan penyakit periodontal perdarahan yang
berlebihan dapat terjadi. Perdarahannya kadang
lambat tetapi tidak berhenti secara spontan.
Gumpalan besar mungkin terbentuk yang sangat mudah
terganggu oleh lidah, dengan perdarahan yang
terputus-putus. Saat abses diinsisi pada sulkus,
pus keluar dengan cepat secara menerus tanpa
23
tampak kecenderungan berhenti spontan. Pasien
hipertensi rentan mengalami perdarahan hebat dan
berkepanjangan dalam prosedur bedah mulut.
Penyebab lain dari perdarahan primer
berkepanjangan dari soket gigi adalah gangguan
koagulasi, dan gangguan koagulasi yang disebabkan
oleh obat antikougulan. Trombositopenia, seperti
contohnya pada leukemia.
Perdarahan reaksioner 7
Perdarahan reaksioner biasanya terjadi pada
perdarahan yang dimulai selama periode penyembuhan
awal setelah tindakan bedah; dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah pada penyembuhan dari
syok.
24
Dalam kedokteran gigi istilahnya dapat
diperluas untuk menutupi perdarahan lain yang
dimulai segera selama periode pasca perawatan.
Sebagai contoh, Hasil dari hiperemis lokal sebagai
efek dari vasokonstriktor pada hilangnya larutan
anastesi lokal. Hiperemis lokal cukup untuk
menyebabkan perdarahan baru karena dipicu oleh
aplikasi panas, dan vasodilatasi perifer yang
diproduksi oleh alkohol dapat memberikan efek yang
sama.
Sebagian pasien tidak dapat menahan godaan
menyentuh soket dengan lidah atau tangan maupun
gangguan lainnya yang dapat merusak klot yang masih
baru dan menyebabkan perdarahan lebih lanjut.
Berkumur dengan berlebihan dengan penyegar mulut
selama 12 jam pertama setelah pencabutan gigi
adalah hal lain yang dapat mengganggu klot. Setelah
25
pendarahan dimulai, ketakutan meningkatkan tekanan
darah, dan ini menyebabkan perdarahan berlanjut.
Perdarahan sekunder 7
Perdarahan sekunder dari soket gigi relatif
jarang, tetapi sangat mungkin jika infeksi Vincent
terjadi setelah pencabutan. Mayoritas pasien dengan
perdarahan soket gigi tidak memiliki gangguan umum
pada mekanisme hemostatik, dan langkah-langkah
lokal yang diterapkan dengan benar biasanya
berhasil dalam menghentikan perdarahan.
Penanganan
Penanganan awal apabila terjadi perdarahan arteri
adalah dengan penekanan dengan jari atau kasa
steril.6 Sering dengan hanya melakukan penekanan
10-20 menit 7 atau pasien diisntruksikan menggigit
kasa selama 30 menit sampai 1 jam 6 sudah dapat
26
mengatasi perdarahan. Jika keluarnya darah sangat
deras misalnya terpotongnya arteri, maka diklem
dengan hemostat. Melakukan klem pada daerah
perdarahan di mulut sangat sulit dan melakukan
ligasi bahkan lebih sulit lagi. Untungnya hanya
dengan melakukan klem saja biasanya sudah cukup,
karena daerah luka cukup diinduksi untuk membuat
beku darah. Apabila tersedia, dapat digunakan
elektrokoagulasi dari pembuluh darah yang diklem
sehingga tidak perlu diikat. Alternatif yang lain
yang biasa digunakan hanya pada pembedahan adalah
menggunakan klip hemostatik pada pembuluh darah.
Sesudah mengontrol perdarahan intra-operatif, maka
dapat diputuskan untuk meneruskan atau menghentikan
prosedur. Faktor yang mempengaruhi keputusan ini
adalah kondisi fisik dan mental pasien (tanda-tanda
vital), perkiraan jumlah darah yang dikeluarkan dan
waktu yang digunakan untuk mengontrol perdarahan.6
27
Bila terjadi perdarahan ringan 12-24 jam setelah
pencabutan atau pembedahan gigi, hal tersebut masih
terhitung normal. Penekanan oklusal dengan
menggunakan kasa adalah jalan terbaik untuk
mengontrolnya dan dapat merangsang pembentukan
bekuan darah yang stabil. Apabila perdarahan cukup
banyak, lebih dari satu unit (450 ml) pada 24 jam
pertama pada pasien dewasa harus dilakukan tindakan
segera untuk mengontrol perdarahan. Periksalah
pasien sesegera mungkin, tenangkan pasien,
periksalah tanda-tanda vital (denyut nadi,
pernapasan, tekanan darah). Jika pasien syok,
misalnya diaforetik (berkeringat) dengan denyut
yang lemah dan cepat serta pernapasan yang dangkal
dan cepat disertai dengan turunnya tekanan darah
atau kondisi pasien sedang akan menuju syok, maka
diperlukan transportasi secepatnya menuju ke rumah
28
sakit yang mempunyai fasilitas yang memadai untuk
mengatasi hal tersebut.6
Jika pasien dalam kondisi yang memuaskan atau
stabil, perhatikan bagian yang mengalami
perdarahan. Suction dan penerangan yang baik
merupakan persyaratan yang utama. Apabila bagian
yang mengalami perdarahan sudah ditemukan, lakukan
anastesi lokal supaya perawatan tidak menyakitkan.
Bekuan darah yang ada dibersihkan dan bagian
tersebut dikeringkan dan diperiksa. Apabila
perdarahan berasal dari dinding tulang maka
alveolus diisi dengan sponge gelatin yang dapat
diabsorbsi (gel foam) atau sponge kolagen
mikrofibrilar (Helistat, Avitene) dipertahankan di
tempatnya dengan jahitan. Jika alveolus diisi
dengan kolagen mikrofibrilar tidak ditambahkan
trombin pada bagian tersebut. Meskipun demikian
sponge gelatin mungkin mengandung trombin bovine
29
topikal baik yang kering atau cairan (Thrombinar
atau Thrombostat 5000 US) unit standar dengan air
steril. Suntikan intravaskular dengan trombin
topikal tidak diperbolehkan karena akan
mengakibatkan thrombosis yang fatal. 6
Sesudah dilakukan pengisian dengan sponge
gelatin yang mengandung trombin topikal, sponge
bedah (2x2) dibasahi dengan trombin kemudian
diletakkan di atas daerah tersebut dan dilakukan
penekanan sekurang-kurangnya satu jam dengan pasien
tetap di kamar bedah. Daerah tersebut diperiksa
lagi sebelum pasien pulang. Apabila perdarahan
berasal dari jaringan lunak, biasanya tepian flap,
tekanlah dengan sponge bedah (2x2). Jika hal ini
gagal mungkin perlu dilakukan penjahitan,
pengikatan atau klem, atau kauter.6,7
Pada perdarahan sekunder, infeksinya harus
dirawat, biasanya dengan antibiotik sistemik.
30
Insisi yang dibuat untuk drainase abses yang terus
berdarah hampir selalu membutuhkan penjahitan.7
31
Gambar 2.2 Upaya-upaya yang dapat dilakukan untukmenghentikan perdarahan yang berlanjut. A.Penjahitan. B. Klem. C. Kauter
b. Hematoma
Hematoma adalah perdarahan setempat yang
membeku dan membentuk massa yang padat. Kadang-
32
B
C
kadang perdarahan sesudah pencabutan dengan tang
atau pencabutan gigi dengan pembedahan berlangsung
internal, yaitu meluas sepanjang dataran fasial
atau periosteum. Perdarahan bisa diatasi dengan
tampon (terbentuknya tekanan ekstravaskular lokal
dari tampon), pembekuan atau keduanya. Hematom
biasanya bermula sebagai pembengkakan rongga mulut
atau fasial atau keduanya, yang sering berwarna
merah atau ekhimotik. Dengan berjalannya waktu akan
berubah menjadi noda memar berwarna biru dan hitam.
Pada bedah mulut mayor, insidens hematom berkurang
dengan adanya hemostatis yang memadai pada waktu
operasi, pemasangan drain atau suction pasca bedah
atau keduanya, penggunaan pembalut tekanan fasial
atau oral.6
33
Gambar 2.3 Hematoma yang terjadi pada pasien
setelah pencabutan gigi
Keadaan awal hematom merupakan kandidat
aspirasi atau evakuasi, tetapi jarang terjadi. Cara
mengatasinya sering meliputi memberikan penjelasan
kepada pasien mengenai kejadian tersebut, dan
menunggu resolusi yang memerlukan waktu beberapa
hari.6 Sementara itu, bisa dilakukan kompres dengan
air dingin untuk stimulasi vasokonstriksi.10 Kadang-
kadang, khususnya bila melibatkan pasien yang
menderita penyakit tertentu, terapi antibiotik
propilaktik merupakan indikasi, karena hematom
mudah terinfeksi (beku darah septik). Infeksi
seperti ini kadang-kadang mengakibatkan
terkelupasnya flap mukoperiosteum, namun tidak
sering gangguan suplai darah yang merupakan faktor
34
etiologi utamanya.6 Bila hematoma terbentuk pada
spasium yang lebih dalam, maka perlu dilakukan
tindakan bedah di rumah sakit.10,11
c. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau
bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan
cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat
dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat
kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).12
Syok hipovolemik biasanya berhubungan dengan
kekurangan volume lebih dari 15%. Kerurangan dari
volume darah dapat terjadi internal atau eksternal.
Kehilangan internal dapat dikaitkan dengan
perdarahan gastointestinal, atau perdarahan
internal sekunder terhadap trauma. Kehilangan
35
eksternal yang berhubungan dengan kehilangan darah
(paling umum), dalam kasus trauma dan gangguan
perdarahan; kehilangan plasma, dalam kasus luka
bakar; cairan tubuh, dalam kasus keringat
berlebihan, muntah, dan diare.
Patofisiologi syok hipovolemik adalah bahwa
ketika volume intravaskular berkurang, aliran balik
vena berkurang, penurunan curah jantung, dan
tekanan darah menurun. Hasil akhirnya adalah
perfusi jaringan yang buruk yang dapat menyebabkan
kegagalan organ.8
Kemungkinan besar yang dapat mengancam nyawa
pada syok hipovolemik berasal dari penurunan volume
darah intravaskular, yang menyebabkan penurunan
cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan.
Kemudian jaringan yang anoksia mendorong perubahan
metabolisme dalam sel berubah dari aerob menjadi
36
anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat
yang menyebabkan asidosis metabolik.12
Syok hipovolemik berkembang dalam tiga tahapan,
yaitu:5
Tahap awal nonprogresif
Selama tahapan ini mekanisme kompensasi refleks
akan diaktifkan dan perfusi organ vital
dipertahankan. Efeknya adalah takikardi,
vasokontriksi perifer, dan pemeliharaan cairan
ginjal. Pembuluh darah jantung dan otak kurang
sesnsitif terhadap respon sinpatis tersebut
sehingga akan mempertahankan diameter pembuluh
darah, aliran darah, dan pengiriman oksigen yang
relatif normal ke setiap organ vitalnya.
Tahap progresif
Ditandai oleh hipoperfusi jaringan dan awal
manifestasi dari memburuknya ketidakseimbangan
sirkulasi dan metabolik. Pada keadaan kekurangan
37
oksigen yang menetap, respirasi aerobik intrasel
digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai
dengan produksi asam laktat yang berlebihan yang
memperburuk curah jantung.
Tahap ireversibel
Muncul setelah jejas sel dan jaringan yang berat
sehingga walaupun gangguan hemodinamikanya telah
diperbaiki, kebocoran enzim lisosom semakin
memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi
miokard akan memburuk yang sebagiannya disebabkan
oleh sintesis nitrit oksida. Jika usus iskemik
memungkinkan masuknya flora usus ke dalam
pembuluh darah, dapat pula muncul syok
endotoksik. Pada tahap ini, pasien mempunyai
ginjal yang sama sekali tidak berfungsi akibat
nekrosis tubular akut, dan meskipun dilakukan
upaya hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi
hampir secara pasti menimbulkan kematian.
38
Tabel 2.2 Indikasi parameter pada pemeriksaan/ pengkajiandalam mengestimasi kehilangan volume cairan
39
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik
adalah (1) memulihkan volume intravaskular untuk
membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah
pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2)
meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki
penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat
mungkin.12
Jika pasien sedang mengalami hemoragik, upaya
dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Mencakup
pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau
mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan
perdarahan internal. 12
Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum
besar dipasang untuk membuat akses intra vena guna
pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian
secara simultan terapi cairan dan komponen darah
jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan
40
Natrium klorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran
6 %).12
Pemberian posisi trendelenberg yang
dimodifikasi dengan meninggikan tungkai pasien,
sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus
horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya,
untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi
oleh gaya gravitasi. 12
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi
dehidarasi jika penyebab yang mendasari adalah
dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada
pasien dengan dehidrasi sekunder terhadap
hiperglikemia, desmopresin (DDVP) untuk diabetes
insipidus, preparat anti diare untuk diare dan anti
emetic untuk muntah-muntah. 12
Military anti syok trousersn (MAST) adalah
pakaian yang dirancang untuk memperbaiki perdarahan
internal dan hipovolemia dengan memberikan tekanan
41
balik disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini
menciptakan tahanan perifer artifisial dan membantu
menahan perfusi koroner. 12
Penatalaksanaan pra rumah sakit pada pasien
dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat
kejadian atau di rumah. Tim yang menangani pasien
sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah
cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit
sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang
sesuai. Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri
dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin
jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan
memaksimalkan sirkulasi. Dalam penanganan syok
hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat
mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac
output, dan memperburuk status/keadaan syok. 12
Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting,
kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak
42
pada pasien dengan syok hipovolemik. Penanganan
yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa
keterlambatan transportasi. Beberapa prosedur,
seperti memulai pemberian infus atau fiksasi
ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien sudah
dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat
pemindahan pasien sebaiknya ditunda. Keuntungan
pemberian cairan intravena segera pada tempat
kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan
resusitasi cairan harus dimulai dan dilanjutkan
dalam perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan. 12
d. Penyakit kelainan hemostatis dan koagulasi
Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap
tingkat mekanisme hemostatik. Pasien dengan kelainan
pada sistem vaskular biasanya datang dengan
perdarahan kulit, dan sering mengenai membran
mukosa. 9
43
Kelainan herediter ditemukan pada masa bayi dan
anak (walaupun hemofilia mungkin didiagnosis pertama
kali pada umur 50 tahun atau lebih). Biasanaya
terdapat riwayat perdarahan karena trauma, operasi
atau pencabutan gigi terdahulu. Riwayat kelainan
perdarahan positif di dalam keluarga mengesankan
cacat hemostatik turunan. Anamnesis seksama biasanya
membantu memutuskan apakah kelainan perdarahan
tersebut congenital atau akuisita.13
Perdarahan yang disebabkan kelainan vaskular,
trombositopenia tau disfungsi trombosit mulai dalam
beberapa detik setelah luka dan berlanjut selama
berjam-jam. Segera setelah berhenti perdarahan
jarang berulang. Perdarahan pascatrauma pada cacat
pembekuan dapat tertunda,kadang-kadang setelah
beberapa jam, dan berulang selama empat atau lima
hari berikutnya.13
44
Diagnosis tepat dari suatu kelainan perdarahan
umum bergantung pada tes laboratorium yang mencakup
waktu perdarahan, hitung trombosit, waktu
protrombin, waktu pembekuan, dan bila ada
kecurigaan, pengujian faktor pembekuan dan tes
fungsi trombosit.13
Kelainan vaskular tampil dengan mudah memar dan
perdarahan spontan, sedangkan kelainan yang
mendasari bisa di dalam pembuluh darah sendiri atau
pada jharingan ikat yang menopangnya. 13
Trombositopenia
Konsentrasi trombosit dalam darah terlalu
rendah. Biasanya darah mengandung sekitar 150.000
sampai 350.000 per mm3 trombosit. Namun, ketika
jumlah ini menurun dibawah 50.000, bisa ada
perdarahan abnormal, dengan terjadinya peristiwa
perdarahan spontan jika jumlah trombosit turun di
45
bawah 10.000. Tanda-tandanya termasuk perdarahan
gingiva, epistaksis (hidung berdarah), ecchymosis,
darah dalam tinja atau urin, atau periode menstruasi
yang luar biasa berat. Bedah mulut atau trauma juga
dapat menyebabkan perdarahan yang sulit untuk
dikontrol. Ada beberapa alasan utama mengapa
kekurangan trombosit terjadi: 4
1. Sumsum tulang tidak cukup memproduksi trombosit
(konsumsi alkohol berat, gangguan sumsum tulang,
kekurangan vitamin, anemia aplastik, obat-obatan
atau infeksi tertentu, dan sebagainya).
2. Trombosit yang diencerkan (darah utama atau
penggantian cairan, operasi bypass jantung, dan
sebagainya).
3. Penggunaan atau penghancuran trombosit meningkat.
(Infeksi virus seperti Epstein-Barr [EB] atau
human immunodeficiency virus [HIV], obat-obatan
seperti heparin, obat oral diabetes, antibiotik
46
mengandung sulfa, quinidine dan rifampisin, lupus
sistemik, beberapa jenis kanker, septicemia, dan
sebagainya).
4. Peningkatan penggunaan trombosit. Pasien dengan
disseminated intravascular coagulation (LPS) akan memiliki
trombositopenia, sebagaimana penyakit kelainan
koagulasi lainnya.
Pengobatan trombositopenia diarahkan pada
penyebab yang mendasari (misalnya ITP mungkin
menanggapi terapi steroid atau splenektomi). Selama
operasi, jika pasien secara aktif perdarahan dengan
jumlah trombosit yang rendah, transfusi platelet
dapat memberikan solusi sementara. Namun, transfusi
ini rentan terhadap nasib yang sama seperti
trombosit endogen pasien (misalnya konsumsi yang
cepat).14
Hemofilia
47
Hal ini ditandai dengan penurunan jumlah faktor
pembekuan VIII atau IX. Klasik hemofilia (A)
membentuk sekitar 80 persen dari kasus dan merupakan
defisiensi faktor VIII. Hemofilia B (penyakit Natal)
adalah kekurangan faktor pembekuan IX. Keduanya
diwariskan melalui ibu tetapi hampir selalu
mempengaruhi anak-anak laki-laki. Tingkat keparahan
gejala tergantung pada bagaimana kelainan gen
mempengaruhi aktivitas faktor VIII dan IX. Kondisi
pembekuan seorang pasien mungkin melibatkan salah
satu dari berikut (sesuai dengan jumlah faktor
pembekuan sekarang):4
1% dari normal: pendarahan parah dan / atau
kekambuhan perdarahan spontan.
1-5% dari normal: hemofilia moderat - pembedahan
atau cedera bisa menyebabkan perdarahan yang
signifikan atau tidak terkontrol dari bahkan
trauma minor.
48
5-25% dari normal: hemofilia ringan - masih
berbahaya.
Lebih dari 25% dari normal: Mungkin tidak
didiagnosis. Masih berpotensi berbahaya.
Apabila pasien yang menderita hemofilia
tersebut memerlukan tindakan bedah harus dirujuk ke
spesialis bedah mulut. Penatalaksanaan pasien
hemofilia klasik (hemofilia A) tergantung pada
kemampuan dalam menguji faktor VIII dan
memberikannya dalam bentuk kriopresipitat dan selain
itu, kemampuan memblok fibrinolisis dengan asam
epsilon-aminokaproik. Asam tranexamic (Cyklopron)
yang sekarang tersedia dalam bentuk tablet dan
larutan intravena, 10 kali lebih poten daripada asam
epsilon-aminocaproik in vitro. Hal ini dibuktikan oleh
FOA untuk pemakaian dalam jangka waktu yang singkat
(2-8 hari) sebelum dan sesudah pencabutan gigi pada
pasien hemofilia dan dianggap sebagai obat cadangan
49
karena ditujukan untuk pasien yang mempunyai
penyakit langka. Hemofilia B diatasi dengan
pemberian konsetrat faktor IX sebelum pembedahan. 6
Penyakit von Willebrand
Penyakit ini ditandai oleh perdarahan panjang
serta waktu pembekuan yang memanjang. Di samping
kadar faktor VIII yang rendah, terdapat juga cacat
fungsi trombosit. Nyata bahwa produksi faktor VIII
yang bertanggung jawab terhadap fungsi trombosit
yang abnormal. 13
Banyak orang dengan penyakit ini tidak
memerlukan pengobatan pra operasi. Namun, jika ada
pertanyaan dari perdarahan yang berlebihan dalam
sejarah pasien atau dalam sejarah medis keluarga,
konsultasi dari hematologis harus diperoleh. 4,14
Pasien mungkin memerlukan Desmopressin pra operasi
(DDAVP)4 atau penyakit yang ditemukan pada kedua
50
jenis kelamin ini menyebabkan kecenderungan
perdarahan ringan dan diobati dengan infus
konsentrat faktor VIII.13 Dokter gigi mungkin
disarankan menggunakan langkah-langkah lokal selama
operasi yaitu mempertahankan jumlah trombosit
20.000-60.000 per ml. 4,6
51
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebelum melakukan perawatan bedah mulut, anamnesis
yang lengkap dan menyeluruh mengenai riwayat medis,
riwayat perawatan gigi sebelumnya, dan riwayat obat
sangat diperlukan untuk skrining pasien dengan
risiko tertentu. Hal tersebut meminimalkan risiko
terjadinya kegawatdaruratan dalam praktik kedokteran
gigi
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi yang
paling sering terjadi dan paling ditakuti oleh
pasien dan dokter gigi karena dianggap mengancam
kehidupan.
Kegawatdaruratan yang berhubungan dengan berdarahan
dalam perawatan bedah mulut adalah perdarahan pimer
yang terus berlanjut, perdarahan reaksioner,
52
perdarahan sekunder, hematoma, syok hipovolemik, dan
perawatan pada pasien dengan penyakit kelainan
koagulasi darah seperti trombositopenia, hemofilia A
dan hemofilia B, serta penyakit von Willebrand.
3.2 Saran
Sebaiknya dokter gigi menanyakan dan memperhatikan
keseluruhan riwayat medis, riwayat dental, dan obat-
obat yang dikonsusmsi oleh pasien sebagai langkah
pencegahan terjdinya kegawatdaruratan dalam praktik
kedokteran gigi.
Sebaiknya sebagai dokter gigi harus memiliki
pengetahuan yang komprehensif baik mengenai anatomi
umum, anatomi gigi, patologi penyakit, penyakit-
penyakit sistemik, dan mampu menganamnesis dengan
baik sehingga riwayat kesehatan pasien diketahui
secara menyeluruh sehingga pasien dapat ditangani
secara holistik.
53
Apabila dokter gigi merasa tidak mampu atau khawatir
untuk menindaki pasien dengan riwayat kesehatan
khusus, sebaiknya dirujuk ke dokter gigi spesialis.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Wilson MH, McArdle NS, Fitzpatrick JJ, Stassen LFA.
Medical emergencies in dental practice. Journal of
the Irish Dental Association 2009; 55 (3): 134 – 5
2. Le BT, Woo I. Management of complications of dental
extraction. A peer reviewed publication. p. 2-3
[online] Available at:
www.ineedce.com/courses/1457/pdf/managmnt_comp_xtract
ion.pdf. Accessed on December 2, 2013.
3. Lawrence H. Risk assessment for medical emergencies
in dental practice, 2010.p.1. Available at:
http://www.dentalprotection.org/adx/aspx/adxGetMedia.
aspx?DocID=5f268611-078d-4e21-8aba-d0ce230152fb.
Accessed on December 4, 2013.
4. Koerner KR. Manual of minor oral surgery for the
general dentist. Iowa: Blackwell Munksgaard,
2006.p.277-9, 281-4
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi.
Vol.I. Alih bahasa: Awal Prasetyo. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2007.p.90, 110-1
6. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih
bahasa: Purwanto dan Basoeseno. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1996.p.36, 83-5, 93-4, 112
55
7. Seward GR. Emergency dentistry for general
practitioner – bleeding tooth sockets and trauma.
British Medical Journal, 1966:629-30.
8. Nel L. Bleeding and shock. Educational Subcommittee –
Paramedic Association of Manitoba. 2010.p8, 12, 18-9
9. Price SA, Wilson ML. Patofisiologi – konsep klinis
proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2005.p.292-5, 298
10. Patton LL. Bleeding and clotting disorders. p.471.
Available at:
http://web.squ.edu.om/med-Lib/MED_CD/E_CDs/oral
%20medicine/docs/ch17.pdf. Accessed on December 5,
2013
11. Moghadam HG, Caminiti MF. Life-threatening hemorrhage
after extraction of third molars: case report and
management protocol. J Can Dent Assoc 2002;
68(11):670-4
12. Dewi E, Rahayu S. Kegawatdaruratan syok hipovolemik.
Berita Ilmu Keperawatan, 2010;2(2):93-6
13. Bayley TJ. Leinster SJ. Ilmu penyakit dalam untuk
profesi kedokteran gigi. Alih bahasa: Iyan Darmawan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1991.P.198-208
56