kajian kerusakan tanah di kecamatan denpasar selatan dan ...

37
KAJIAN KERUSAKAN TANAH DI KECAMATAN DENPASAR SELATAN DAN TIMUR KOTA DENPASAR Oleh Tatiek Kusmawati PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Transcript of kajian kerusakan tanah di kecamatan denpasar selatan dan ...

KAJIAN KERUSAKAN TANAH

DI KECAMATAN DENPASAR SELATAN

DAN TIMUR KOTA DENPASAR

Oleh

Tatiek Kusmawati

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

i

KATA PENGANTAR

Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam, wilayah hidup, media

lingkungan, dan faktor produksi yang mendukung kehidupan manusia serta makhluk

hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestariannya. Kegiatan produksi yang

tidak terkendali dapat mengakibatkan menurunkan mutu dan fungsinya, pada

akhirnya dapat mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup

lainnya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 Tahun 2000 tentang

Pengendalian Kerusakan Tanah, Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang

Pembagjan Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi

dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, mengatur dengan jelas bahwa provinsi dan

kabupaten mempunyai mandat antara lain melakukan pengawasan atas

pengendalian kerusakan lahan/tanah dalam bentuk Pemetaan Status Kerusakan

Tanah. Secara bertahap Pemetaan Status Kerusakan Tanah dilakukan untuk wilayah

Kota Denpasar, pada saat ini dilakukan untuk Kecamatan Denpasar Timur dan

Selatan.

Atas selesainya penelitian ini kami bersama Tim peneliti mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi didalam

penyusunan laporan ini.

Denpasar, November 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v

DAFTAR PETA ................................................................................... vii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2. Permasalahan ........................................................................ 3

1.3. Tujuan................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4

2.1. Sifat-Sifat Dasar Tanah ............................................................ 4

2.2. Kerusakan Tanah ..................................................................... 6

BAB III. METODOLOGI .................................................................... 11

3.1. Tempat dan Waktu ................................................................. 11

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan ......................................................... 11

3.3. Bahan dan Alat ....................................................................... 11

3.4. Metodologi ............................................................................. 12

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 17

4.1. Kondisi Lahan Budidaya Pertanian Sawah .................................. 17

4.2. Kondisi Lahan Budidaya Pertanian ............................................. 18

4.3. Potensi Kerusakan Tanah ......................................................... 18

BAB V. . KESIMPULAN ................................................................... 30

6.1. Kesimpulan............................................................................. 30

6.2. Saran ..................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

iii

DAFTAR TABEL

3.1. Kriteria tingkat kerusakan lahan ..................................................... 13

3.2. Skor kerusakan tanah berdasarkan frekwensi relatif dari berbagai parameter

kerusakan tanah ........................................................................... 14

3.3. Tabulasi tata cara penilaian kerusakan tanah berdasarkan persentase frekwensi

relatif .......................................................................................... 15

4.1. Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan jenis tanah .............. 18

4.2. Luas dan potensi kerusakan masing-masing jenis tanah di Kecamatan Denpasar

Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur ....................................... 19

4.3. Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan kemiringan ............. 20

4.4. Luas dan potensi kerusakan masing-masing kelas lereng di

Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur ....... 20

4.5. Nilai Skor Status Kerusakan tanah berdasarkan Jumlah Curah Hujan tahunan

................................................................................................... 21

4.6. Luas dan potensi kerusakan masing-masing kelas hujan di Kecamatan

Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur .......................... 23

4.7. Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan jenis penggunaan lahannya

................................................................................................... 24

4.8. Luas dan potensi kerusakan masing-masing tipe penggunaan lahan di

Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur ......... 25

4.9. Luas masing-masing kelas potensi kerusakan tanah di Kecamatan

Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur ........................ 28

iv

DAFTAR GAMBAR

3.1. Diagram alir proses pembuatan peta kerja ........................................ 14

3.2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah ........................................... 16

4.1. Peta Jenis Tanah ............................................................................ 19

4.2. Peta Lereng ................................................................................... 22

4.3. Peta Curah Hujan ........................................................................... 23

4.4 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Timur 26

4.5 Peta Penggunaan Lahan yang memiliki kelas potensi kerusakan tanah

Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Timur 46 Peta 5.6. Peta Potensi

Kerusakan Tanah ............................................................................ 27

4.6. Peta Potensi Kerusakan Tanah ......................................................... 29

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam, wilayah hidup, media lingkungan, dan

faktor produksi termasuk produksi biomasa yang mendukung kehidupan manusia serta

makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestariannya. Di sisi lain, kegiatan

produksi Biomasa yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk

produksi biomasa, sehingga dapat menurunkan mutu dan fungsinya, pada akhirnya dapat

mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan kerak bumi yang terdiri dari

bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai

kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Disamping sebagai

ruang hidup, tanah memiliki fungsi produksi yaitu antara lain sebagai penghasil bahan

makanan, serat, kayu dan bahan obat-obatan, selain itu tanah juga berperan dalam menjaga

kelestarian sumberdaya air dan kelestarian lingkungan hidup secara umum.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 tahun 2000 telah menetapkan

kriteria baku kerusakan tanah, termasuk di dalamnya parameter-parameter yang harus

ditetapkan serta metodologi pengukurannya. Sedangkan tatacara pengukuran kriteria baku

kerusakan tanah telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

07 tahun 2006. Kedua produk perundangan ini menjadi acuan dalam penyusunan Peta Status

Kerusakan Tanah.

Permasalahan pada saat ini adalah belum tersedianya data-data kondisi dan status

kerusakan tanah baik luasan maupun penyebarannya di berbagai daerah. Oleh karena itu agar

pengawasan dan pengendalian kerusakan dapat berlangsung dengan baik, maka terlebih

dahulu harus dilakukan kegiatan inventarisasi data kondisi tanah dan kerusakannya yang

selanjutnya dituangkan dalam Peta Kondisi Tanah dan Peta Status Kerusakan Tanah.

Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Timur tergolong daerah perubahan kota

Denpasar yang memiliki kualitas daya dukung lingkungan yang cukup baik. Seluruh bagian

dari daerah Kecamatan Denpasar Selatan sebagian Denpasar Timur tergolong zona B1 dan

sebagian daerah di Kecamatan Denpasar Timur tergolong zone B2 yang menurut Peraturan

2

Presiden RI No 45 Tahun 2011 tentang RTRK Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan

Tabanan, dapat dikembangkan menjadi beragam peruntukan salah satunya untuk kawasan

pertanian.

Kawasan zona B1 adalah daerah dengan karakteristik sebagai kawasan yang memiliki

kualitas daya dukung lingkungan tinggi sedangkan zona B2 adalah daerah dengan

karakteristik sebagai kawasan yang memiliki kualitas daya dukung lingkungan sedang.

Kedua zona daerah tersebut berpotensi dikembangkan menjadi kawasan pemukiman, fasilitas

umum, industri perdagangan, industri wisata dan pusat pendidikan karena memiliki kualitas

pelayanan prasarana dan sarana sedang dan tinggi, serta bangunan gedung vertikal terbatas

dan horisontal dengan intensitas sedang dan tinggi. Kekuatan potensi lingkungan di kedua

kecamatan tersebut apabila penggunaannya tidak dikendalikan akan berpeluang

menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan terutama tanah, karena konflik kepentingan

dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Sherbinin (2002) menyatakan, bahwa pembangunan

infrastruktur seperti permukiman penduduk merupakan salah satu aktivitas manusia yang

menyebabkan kerusakan lahan dan Montgomeri (2007) menyatakan bahwa aktivitas

pertanian konvensional menyebabkan kerusakan lahan akibat erosi lebih besar dibandingkan

kemampuan alami lahan untuk memperbaiki kondisi tanah karena erosi geologi. Adapun

Pengertian, dalam pedoman teknis ini yang dimaksud dengan: 1). Kerusakan tanah untuk

produksi biomasa adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku

kerusakan tanah, 2). Biomasa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu: bunga, biji,

buah, daun, ranting, balang, dan akar, termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan

pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman. 3). Produksi biomasa adalah bentuk-bentuk

pemanfaatan sumberdaya tanah untuk menghasilkan biomasa.4). Areal kerja efektif adalah

kawasan budidaya yang dapat dijadikan sebagai pengembangan/produksi biomasa, yaitu

daerah pertanian, perkebunan, hutan tanaman. 5). Peta kondisi awal tanah adalah peta yang

berisi informasi awal tentang kondisi tanah yang disusun berdasarkan superimpose/overlay

atas beberapa peta tematik guna memperoleh gambaran areal yang berpotensi mengalami

kerusakan. 6). Verifikasi lapangan adalah kegiatan survey lapangan dalam rangka identifikasi

karakteristik tanah melalui pengamatan dan pengambilan contoh tanah untuk penentuan

kondisi dan status kerusakan tanah. 7). Peta kondisi tanah adalah peta yang berisi informasi

kondisi tanah setelah dilakukan verifikasi lapangan, haik berdasarkan data pengamatan

lapang maupun hasil analisis laboratorium. Peta ini menjadi bahan dalam penetapan status

kerusakan tanah. 8). Peta status kerusakan tanah adalah peta yang berisi informasi status

3

kerusakan tanah setelah dilakukan evaluasi lahan, yaitu membandingkan sifat-sifat kondisi

tanah dengan kriteria baku kerusakan tanah.

1.2. Permasalahan

Permasalahan utama sehubungan dengan kerusakan tanah di wilayah Kecamatan

Denpasar Selatan dan Denpasar Timur adalah tidak adanya peta status kerusakan tanah di

daerah tersebut. Pendataan dan pemetaan kerusakan tanah di Kecamatan Denpasar Selatan

dan Denpasar Timur dilakukan karena kedua wilayah tersebut memiliki potensi

pengembangan dan konflik kepentingan yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan

wilayah kecamatan lainnya di Kota Denpasar. Peta kerusakan tanah yang diperoleh

selanjutnya diperlukan untuk pedoman dalam melaksanakan Standard Pelayanan Minimal

sesuai dengan ketentuan Permen LH No 19 Tahun 2008 dengan batas akhir waktu pencapaian

pelayanan adalah tahun 2015.

1.3. Tujuan

Identifikasi dan pemetaan status kerusakan tanah di Kecamatan Denpasar Selatan dan

Denpasar Timur dilakukan untuk :

- mengetahui potensi kerusakan tanah

- mengetahui status kerusakan tanah yang terjadi sebagai bahan pengambilan keputusan

- mengidentifikasi parameter status kerusakan tanah sehingga dapat ditentukan pendekatan

pengelolaannya sesuai dengan permasalahannya

- mengambil tindakan pencegahan bagi tanah yang berstatus tidak rusak serta mengambil

tindakan penanggulangan dan pemulihan bagi tanah yang statusnya rusak memperoleh

peta potensi dan kerusakan tanah agar dapat dilakukan upaya pengendalian yang meliputi

pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kondisi tanah.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 menegaskan tanah sebagai salah satu

sumberdaya alam, wilayah hidup, media lingkungan, dan faktor produksi biomassa yang

mendukung kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara

kelestarian fungsinya. Meningkatnya kegiatan produksi biomassa yang memanfaatkan tanah

maupun sumberdaya alam lainnya yang tak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah

untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya

dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kerusakan

tanah dapat disebabkan oleh eksploitasi penggunaan tanah, penyalahgunaan lahan atau faktor

alami. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyebab kerusakan lahan yang terbesar di

Indonesia adalah penebangan hutan sebesar 63% dan sisanya oleh aktivitas pertanian sebesar

37% (ISRIC/UNEP, 1991 dan United Nations, 1994 dikutip FAO, 1996).

Kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat dasar tanah yang

melampaui kriteria baku kerusakan tanah. Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya

yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang dan akar, termasuk tanaman yang dihasilkan

oleh kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman. Produksi biomassa adalah bentuk-

bentuk pemanfaatan sumber daya tanah untuk menghasilkan biomassa.

Pengendalian kerusakan tanah adalah upaya pencegahan dan penanggulangan

kerusakantanah serta pemulihan kondisi tanah. Kondisi tanah adalah sifat dasar tanah di

tempat dan waktu tertentu yang menentukan mutu tanah. Sifat dasar tanah adalah sifat dasar

fisika, kimia dan biologi tanah. Status kerusakan tanah adalah kondisi tanah di tempat dan

waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi

biomassa. Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah ukuran batas

perubahan sifat dasar tanah yang dapat ditenggang, berkaitan dengan kegiatan produksi

biomassa.

2.1. Sifat-sifat Dasar Tanah

Jenis tanah muda seperti Entisol/Regosol sampai tanah tua seperti Ultisol/podsolik

merah kuning dan Oxisol/Latosol umumnya mempunyai kandungan unsur-unsur terbanyak

SiO2 diikuti oleh Fe2Os, AlaOs (dengan kandungan menengah), diikuti oleh MgO, CaO,

K2O, Na2O, P2Oo dan BO (kandungan rendah), sedangkan unsur logam-logam berat

berkadar sangat rendah . Komposisi unsur tanah ini terbentuk secara alami dan menyusun

fase padat tanah sebesar 50%, sedangkan 25% berupa fase cair dan sisanya 25% berupa fase

5

gas, gabungan dari tiga fase ini menjadikan sumberdaya tanah dapat berfungsi sebagai media

tumbuh tanaman maupun menjadi kompnen lingkungan yang sehat.

Proses-proses yang terjadi dalam tanah dapat menyebabkan perubahan karakteristik

tanah secara berangsur menuju kearah tertentu (mengikuti kurva kuadratik) . Pada umumnya

proses-proses yang terjadi dalam tanah berlangsung relative lambat, sehingga perubahan

sifat- sifat tanah secara nyata baru dapat teramati dalam waktu puluhan tahun, tanah bukanlah

sistem yang statis tapi tanah merupakan identitas alam yang berdimensi ruang dan waktu.

Tubuh tanah mengandung komponen-komponen hayati dan non hayati. sehingga tanah

beserta dinamika proses yang berlansung didalamnya dapat dipandang sebagai bio-

geoekosistem. Oleh karena itu tanah merupakan suatu sistem yang dinamis yang berinteraksi

antar komponen tanah. Tanah berfungsi melindungi kehidupan selaku sistem penyaring,

penyangga kimia (buffer), pengendap, pengalihragam (transformer) dan pengendali biologi.

Pada tanaman tanah berfungsi sebagai penyimpan cadangan unsur hara tanaman,

pengikat lengas dan air tanah, pengurai dan penangkap senyawa-senyawa beracun (sisa

herbisida, pestisida, fungisida dll), penyedia aerasi/ oksigen bagi aktivitas mikro organisme.

Sifat fisik dan kimia tanah sebagian besar ditentukan oleh unsur liat dan humus, yang

berfungsi sebagai pusat kegiatan tanah yang terjadi reaksi-reaksi kimia dan pertukaran ion,

dan selanjutnya dengan menarik ion-ion tertentu dan menahannya pada permukaan liat dan

humus, ion-ion tersebut tidak hilang tercuci. Ion tersebut lambat laun dibebaskan kembali dan

dapat diambil oleh tanaman, karena muatan permukaan, dan merupakan jembatan pengikat

antara butiran-butiran besar, dengan demikian menjamin adanya struktur granular yang

mantap yang sangat diperlukan oleh tanaman. Atas dasar bobot, koloid humus mempunyai

kapasitas menahan hara dan air yang lebih baik dari pada liat.

Tanah-tanah berstruktur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil mempunyai infiltrasi

yang tinggi, dan jika tanah tersebut dalam, maka erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir

halus yang mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjadi aliran

permukaan maka butir-butir halus akan mudah terangkut.

Tanah-tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh

butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat

oleh butir-butir liat, hal ini inenyebabkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang berat.

Akan tetapi jika tanah demikian ini mempunyai struktur yang mantap yaitu tidak mudah

6

terdispersi maka Infiltrasi masih cukup besar sehingga aliran permukaan dan erosi tidak

begitu berat. Lapisan teratas suatu penampang tanah biasanya mengandung banyak bahan

organik dan berwarna gelap, karena akumulasi bahan organik. Lapisan ini merupakan lapisan

utama disebut lapisan olah. Lapisan di bawah lapisan olah dikenal dengan lapisan bawah

yang juga dipengaruhi oleh kondisi iklim, tetapi tidak seintensif yang dialami lapisan olah

dan pada umumnya mengandung lebih sedikit bahan organik. Lapisan olah merupakan daerah

utama bagi pertumbuhan perakaran, dan mengandung banyak unsur hara serta air yang

dibutuhkan oleh tanaman.

2.2. Kerusakan Tanah

Kerusakan tanah dapat disebabkan oleh sifat alami tanah, dapat pula

disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan tanah tersebut

terganggu/rusak hingga tidak mampu lagi berfungsi. Kegiatan produksi biomassa

yang memanfaatkan tanah maupun sumberdaya alam lainnya dengan tidak terkendali dapat

mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga nienurunkan mutu

serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan

manusia dan makhluk hidup lainnya.

Kerusakan tanah dapat terjadi oleh : 1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari

daerah perakaran, 2) terkumpulnya garam didaerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya

atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tanaman, 3)

penjenuhan tanah oleh Oh- (waterlogging), dan 4) erosi.

Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan

berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman, dan biomassa

yang dihasilkan. Hilangnya secara berlebihan satu atau beberapa unsur hara dari daerah

perakaran menyebabkan merosotnya kesuburan tanah, sehingga tanah tidak mampu

menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman

yang normal, sehingga produktivitas tanah menjadi sangat rendah. Kerusakan bentuk ini

terjadi sebagai akibat perombakan bahan organik dan pelapukan mineral serta pencucian hara

yang berlangsung dengan cepat di bawah iklim tropis, panas dan lembab/basah, atau

terangkutnya hara dari dalam tanah melalui panen tanpa ada usaha untuk mengembalikannya.

Proses ini menyebabkan juga rusaknya struktur tanah. Pembakaran tumbuhan yang menutupi

tanah akan mempercepat proses pencucian dan pemiskinan, apalagi jika pembakaran terjadi

setiap tahun. Kerusakan bentuk ini terjadi segera setelah vegetasi seperti hutan, semak

7

belukar atau rumput ditebang atau ditebas dan dibersihkan untuk penanaman tanaman

semusim, atau pembakaran jerami di sawah setelah dilakukannya panen. Hal tersebut akan

ruengurangi kandungan bahan organik dalam tanah, karena bahan organik yang diambil dari

tanah tidak dikembalikan lagi ke dalam tanah berupa sisa tanaman, atau berupa bahan organik

lainnya ke dalam tanah.

Di daerah beriklim kering atau dekat pantai pada musim kemarau dapat terkumpul di

permukaan tanah gararn Natrium dalam jumlah yang cukup menghambat pertumbuhan atau

mematikan tanaman. Peristiwa ini disebut salinisasi. Kerusakan bentuk ini dapat hilang pada

musim hujan dengan tercucinya garam-garam tersebut. Kerusakan tanah dapat juga terjadi

oleh terungkapnya liat masarn ke daerah perakaran pada tanah-tanah rawa atau

terakumulasinya unsur-unsur tertentu seperti besi, aluminium, dan mangan dapat ditukar

dalam jumlah yang tidak dapat ditoleransi oleh tanaman. Kerusakan potensial atau kerusakan

maksimum akan timbul pada tanah yang keadaannya kritis, karena pengelolaan yang buruk,

misalnya erosi pada tanah gundul. Maka dapat dikatakan bahwa resiko kerusakan maksimum

adalah fungsi beberapa faktor alam yang relatif stabil, sama seperti bahaya dalam kasus erosi,

yaitu agresivitas iklim, erodibilitas tanah, kecuraman lereng, panjang lereng tidak bervegetasi

penutup tanah, pengelolaan yang buruk. Kriteria baku kerusakan tanah terdiri dari kiiteria

baku kerusakan tanah di lahan kering dan kriteria baku kerusakan tanah di lahan basah, dalam

laporan ini yang di bahas adalah kiiteria baku kerusakan tanah di lahan kering, adapun

parameter-parameternya adalah sebagai berikut:

a.Erosi

Erosi merupakan salah satu penyebab kerusakan lahan, erosi adalah peristiwa

pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain

oleh media alami (Sitanala Arsyad, 2010) sedangkan menurut Bemanakusumah

(1985) Erosi merupakan proses penghanyutan tanah oleh kekuatan air dan angin,

sebagai akibat tindakan manusia. Macam erosi dibedakan berdasarkan penyebabnya

dan berdasarkan proses kejadiannya. Berdasarkan penyebabnya adalah erosi yang

disebabkan air dan erosi yang disebabkan angin. Berdasarkan proses kejadiannya

terbagi dalam dua tipe erosi : 1).Erosi Geologis (Geological Erosion)- Erosi Normal

(Normal Erosion)-Erosi Alami merupakan proses pengangkutan tanah yang terjadi di

bawah keadaan vegetasi alami sehingga terjadi keseimbangan yang baik antara

pembentukan tanah dan erosi. Erosi alamiah tidak menimbulkan malapetaka bagi

kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan. 2). Erosi yang dipercepat

8

(accelerated erosion) adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan

tanah. sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu kesimbangan antara

proses pembentukan dan pengangkutan tanah. Volume penghanyutan tanah lebih

besar dibandingkan dengan pembentukan tanah, sehingga terjadi penipisan lapisan

tanah yang terus menerus, dan lama kelamaan lapisan olah tanah terangkut habis, dan

yang tinggal hanya lapisan dalam (sub soil) yang belum matang, bahkan bila erosi

yang sangat parah yang muncul ke permukaan bahan induk karena lapisan dalam (B-

horizons) pun terangkut habis. Erosi ini yang selanjutnya disebut erosi dan menjadi

perhatian konservasi tanah.

b. Ketebalan Solum

Solum tanah adalah lapisan - lapisan tanah yang menyusun dalam satu tubuh tanah.

Pada umumnya pada satu tubuh tanah tersusun dari beberapa solum. Diantaranya

akumulasi seresah (solum O), lapisan top soil (solum A), lapisan sub soil (solum B),

dan lapisan batuan induk (solum C). Ketebalan adalah jarak vertikal dari permukaan

tanah sampai ke lapisan yang membatasi keleluasaan perkembangan sistem perakaran.

Pada PP 150 tahun 2000 tingkat kekritisan parameter ketebalan solum adalah 20 cm,

hal ini didasarkan pada kebutuhan ruang minimal akar tanaman untuk berkembang

dan menguatkan batang tananaan.

c. Kebatuan Permukaan

Kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu dipermukaan tanah. Batu adalah

semua material kasar yang berukuran diameter > 2 mm. Kebatuan permukaan penting

untuk dikelola karena apabila persentase batu dipermukaan tanah tinggi maka

tanaman akan susah untuk berkembang, karena dalam perkembangannya tanaman

memerlukan ruang yang cukup baik dipermukaan maupun dibawah tanah.

d. Komposisi fraksi

Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari pasir kuarsatik (50 - 2000 mm)

dengan debu dan lempung (< 50 mm). Komposisi fraksi akan mempengaruhi

kesuburan fisik tanah, karena tanah tidak dapat menyimpan hara dan air bilamana

kandungan pasir kuarsanya > 80%.

e. Berat Isi

Berat isi tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan karena

berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya, seperti

retensi air (pF), ruang pori total (KPT), coefficient of linierextensibility (COLE), dan

9

kadar air tanah. Data sifat-sifat fisik tanah tersebut diperlukan dalam perhitungan

penambahan kebutuhan air, pupuk, kapur. dan pembentuk tanah pada satuan luas

tanah sampai kedalaman tertentu. Berat isi tanah juga erat kaitannya dengan tingkat

kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman menembus tanah. Berat isi/berat

volume atau lebih dikenal dengan Bulk Density adalah berat kering suatu volume

tanah per satuan volume termasuk pori-pori tanah. Pada suatu tanah yang memiliki

berat isi > 1,4 gr/cm3 maka kemungkinan akar tanaman untuk menembus tanah

tersebut akan sulit, sehingga akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Berat isi yang

terlalu tinggi juga akan mengganggu kapasitas infiltrasi air hujan, sehingga tanah akan

rentan terhadap erosi. selain itu berat isi yang terlalu tinggi akan memperkecil pori-

pori antar zarah tanah sehingga akan mengurangi kemainpuan tanah untuk mengikat

air dan hara.

f. Porositas Total

Porositas total adalah persentase ruang pori yang ada dalam tanah terhadap volume

tanah. Porositas tanah bergantung pada berat isi dan berat jenis tanah, sehingga

porositas suatu tanah akan sangat terpengaruh terhadap kenaikan berat isi tanah.

Porositas tanah juga mempengaruhi kemampuan tanah untuk meloloskan air serta

berpengaruh terhadap kemampuan tanah untuk menyimpan hara.

g. Derajat Pelulusan air

Derajat pelulusan air atau permeabilitas tanah adalah kecepatan air melewati tubuh

tanah secara vertikal. Derajat pelulusan air sangat dipengaruhi oleh berat isi dan

porositas suatu tanah, semakin rendah nilai berat isi tanah dan semakin besar nilai

porositas tanah maka derajat pelulusan air atau laju infiltrasinya akan semakin tinggi,

derajat pelulusan air juga dipengaruhi oleh komposisi fraksi penyusun butiran tanah.

h. pH ( Derajat kemasaman )

pH adalah derajat keasaman tanah yang dicerminkan oleh kosenterasi H+ dalam

tanah, pH sangat mempengaruhi ketersediaan atau tidaknya unsur hara, unsur

meracuni dalam tanah maupun aktivitas organisme tanah. pH tanah juga

mempengaruhi kejenuhan basa, kapasitas tukar anion niaupun kation dan mobilitas

unsur hara esensial dalam tanah.

10

i. Daya Hantar Listrik ( DHL)

Nilai daya hantar listrik adalah pendekatan kualitatif kadar ion yang ada dalam larutan

tanah, diluar komplek serapan tanah. Semakin besar kadar ionik larutan akan semakin

besar DHL nya. Pada lahan kering atau tanah mineral, nilai DHL cenderung kecil,

akan tetapi nilai ini akan meningkat apabila tanah/lahan mengalami banjir/tergenang.

Nilai DHL yang melebihi 4 µm akan mengakibatkan pembusukan akar karena terjadi

plasuiosis. Nilai DHL juga dapat terjadi apabila evaporasi total lebih tinggi dari

presipitasi, sehingga mengakibatkan terendapkannya ion Na+.

j. Redoks

Nilai redoks adalah suasana oksidasi - reduksi yang berkaitan dengan ketersediaan

atau tidak ketersediaan oksigen dalam tanah, jika nilai Eh < 200 mV berarti suasana

tanah reduktif (tanah dilahan kering). Reaksi reduksi akan menghasilkan warna kelabu

kebiruan, kehijauan atau kelabu (reduksi Ferro disertai dengan konsistensi lekat,

struktur pejal dan mampat). Reaksi oksidasi akan menghasilkan warna-warna kuning,

struktur pejal dan mampat dan merah karena terbentuknya besi oksidasi berbagai

tingkat hidratasi. Nilai redoks yang terlampau tinggi/rendah terkadang merupakan

sifat alami tanah, beberapa ordo (vertisol, mollisol) memiliki sifat tersebut.

11

BAB III

METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu

Kegiatan identifikasi dan pemetaan kerusakan tanah untuk produksi biomassa akan

dilakukan di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Timur Kota Denpasar.

Pelaksanaan penelitian adalah bulan Mei - Desember 2015.

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan meliputi (a) pengukuran dan pemetaan

potensi kerusakan tanah yang dilanjutkan dengan (b) pengukuran dan pemetaan status

kerusakan tanah untuk produksi biomassa; (c) identifikasi, parameter kerusakan tanah dan (d)

penanggulangan kerusakan tanah untuk produksi biomassa di Kecamatan Denpasar Selatan

dan Denpasar Timur. Pengukuran status kerusakan tanah dilakukan dengan :

(1) mengidentifikasi kondisi awal tanah melalui inventarisasi data primer dan sekunder yang

relevan untuk mengetahui areal yang berpotensi mengalami kerusakan

(2) pengamatan lapang dan analisis sifat-sifat kimia, biologi, dan fisika tanah sesuai dengan

kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa yang tercantum dalam Permen

LH Nomor 20 Tahun 2008.

(3) evaluasi status kerusakan tanah dengan membandingkan data hasil analisis sifat-sifat

tanah dengan kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa dalam Permen LH

Nomor 20 Tahun 2008.

3.3. Bahan dan Alat

Bahan, kegiatan ini memerlukan beberapa bahan yang akan digunakan dalam analisis

kimia, fisika dan biologi tanah serta dokumentasi data hasil kegiatan. Peralatan

pendukung yang diperlukan adalah beberapa peta tematik dari lokasi kegiatan, yaitu peta

curah hujan, peta topografi, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng.

Peralatan Lapang yang digunakan :

1) Alat-alat pengukur parameter- parameter kerusakan tanah sesuai Permen No. 07 tahun

2006

12

2) GPS. kompas, klinometer/abney level

3) Audio visual yang bisa digunakan untuk menyimpan data

4) Form isian data kondisi tanah

5) Kantong plastik (wadah contoh tanah)

6) ATK

3.4. Metodologi

Kegiatan ini akan dilakukan dengan metode survei, yaitu melalui pengamatan dan

pengambilan sampel tanah dan biomassa tanaman secara langsung di lapangan yang

dilanjutkan dengan analisis laboratorium. Pengamatan dan pengambilan sampel di lakukan di

lokasi yang telah ditentukan berdasarkan peta kerja. Sampel tanah yang diambil terdiri atas

dua jenis yaitu sampel tanah utuh dan sampel tanah terganggu. Masing-masing sampel tanah

dianalisis untuk menentukan beberapa karakteristik kimia, fisika dan biologi tanah.

Pengambilan dan analisis sampel tanah dilakukan sesuai dengan prosedur dalam Permen LH

Nomor 6 tahun 2006. Pengambilan, identifikasi dan pengukuran biomassa tanaman

dilakukan berdasarkan Sutarto (2009), yaitu dengan pendekatan panen dekstruktif untuk

tanaman semusim dan allometrik untuk tanaman tahunan atau kehutanan.

Data karakteristik tanah kemudian dibandingkan dengan kriteria status dan potensi

kerusakan tanah berdasarkan Permen LH Nomor 20 Tahun 2008 (Tabel 3.1) serta dilakukan

analisis kesesuaian lahan aktual dan potensial. Hasil pengamatan lapang dan analisis

laboratorium selanjutnya diplotkan pada peta kerja dan dianalisis secara spasial dengan

menggunakan sistem informasi geografis sehingga diperoleh peta status kerusakan tanah dari

lokasi kegiatan.

Penyusunan Peta Kondisi Awal Tanah

Inti kegiatan dari tahap persiapan adalah penyusunan peta kondisi awal tanah dan

deliniasi sebaran tanah berpotensi rusak. Hasil pemetaan digunakan sebagai peta kerja untuk

verifikasi iapangan. Pada prinsipnya peta kondisi awal (peta kerja) menyajikan informasi

dugaan potensi kerusakan tanah berdasarkan analisis peta dan data-data sekunder. Peta

disusun berdasarkan peta-peta tematik utama serta data dan informasi iainnya yang

mendukung.

13

Tabel 3.1. Kriteria tingkat kerusakan lahan

Parameter Tingkat kerusakan

B BPAR AR ARPR R

Kelerengan (%) 0 – 8 8 – 15 15 – 25 25 – 45 > 45

Curah Hujan (mm/th) < 1500 1500–

2000

2000–

1500

2500-

2000 > 2500

Erosi/Sedimentasi

(ton/ha/th) (disesuaikan

ketebalan solum)

< 10 – 7,5 < 7,5 –

5,0

< 5,0 –

2,5

<2,5 –

1,25 > 1,25

Ketebalan Solum (cm) > 150 150 - 100 100 - 50 50 - 20 < 20

Kebatuan Permukaan

(%) < 10 10 – 20 20 – 30 30 – 40 > 40

Komposisi Fraksi Tanah:

Koloid (%)

Pasir (%)

> 33

< 20

< 33 – 28

> 20 – 40

< 28 – 23

> 40 – 60

< 23 – 18

> 60 – 80

< 18

> 80

Derajat Pelulusan Air

(cm/jam)

4,0

5,0

4,0 - 3,0

5,0 - 6,0

3,0 - 2,0

6,0 - 7,0

2,0 - 0,7

0,7 - 8,0

< 0,7

> 8,0

Berat Isi (g/cm3) < 0,8 > 0,8 –

1,0 > 1,0- 1,2

> 1,2 –

1,4

> 1,4

Porositas Total (%) 45 - 50

45 – 50

40 - 45

50 – 55

35 – 40

55 – 60

35- 30

65 – 70

< 30

> 70

pH (H2O) 1 : 2,5 6,0 – 5,5

6,0 – 6,5

5,5 – 5,0

6,5 – 7,0

5,0 – 4,5

7,0 – 7,5

4,5 – 4,0

7,5 – 8,0

< 4,0

> 8,0

Daya Hantar Listrik

(mS/cm) < 1,0

> 1,0 –

2,0

> 2,0 –

3,0

> 3,0 –

4,0

> 4,0

Redoks (mV) > 350 <350 –

300

<300 –

250

<250 –

200 < 200

Jumlah Mikroba (cfu/g) >108 < 108 -

106

< 106 -

104

< 104 -

102 < 102

Sumber: Permen LH Nomor 20 Tahun 2008

Peta kerja dibuat dengan metode overlay antara peta jenis tanah dengan peta lereng

dan penggunaan lahan. Proses overlay secara spasial dilakukan dengan menggunakan

perangkat GIS Arcview 3.3. Peta kerja selanjutnya digunakan untuk menentukan titik

pengamatan sebanyak 30 titik pengamatan. Proses pembuatan peta kerja serta peta status dan

potensi kerusakan lahan secara umum diuraikan pada Gambar 3.1.

Lokasi sampel ditentukan secara purposive sampling terhadap daerah yang

memproduksi biomassa secara langsung atau tidak langsung. Lokasi pengamatan dan

pengambilan sampel difokuskan pada kawasan budidaya, dengan harapan bahwa

keterwakilan sampel pada kawasan budidaya lebih besar karena produksi biomassa secara

langsung lebih difokuskan pada kawasan tersebut terutama untuk pengembangan pertanian

secara umum. Beberapa titik sampel juga diambil dari kawasan pemukiman dan fasilitas

14

umum (taman kota) yang merupakan daerah penyumbang biomassa secara tidak langsung

terhadap lingkungan tanah.

PETA CURAH HUJAN

PETA TOPOGRAFI

PETA JENIS TANAH

PETA KEMIRINGAN LERENG

PETA PENGGUNAAN LAHAN

HASIL PETA KERUSAKAN LAHAN

Gambar 3.1. Diagram alir proses pembuatan peta kerja

Data yang diambil dari lokasi kegiatan untuk menentukan kriteria tingkat kerusakan

tanah terdiri dari kelerengan, curah hujan, erosi/sedimentasi, ketebalan solum, kebatuan

permukaan, komposisi fraksi tanah, derajat pelulusan air, berat isi, porositas total, pH (H2O),

daya hantar listrik, redoks dan jumlah mikroba (Tabel 3.1). Kriteria-kriteria tersebut

merupakan kriteria baku standar minimal yang ditetapkan oleh Badan Lingkungan Hidup.

Kriteria-kriteria baku tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas

tanah untuk produksi biomassa (Tabel 3.2 dan 3.3).

Tabel 3.2. Skor kerusakan tanah berdasarkan frekwensi relatif

dari berbagai parameter kerusakan tanah.

Frekwensi Relatif

Tanah Rusak (%)

Skor Status Kerusakan Tanah

0 – 10 0 Tidak rusak

11 – 25 1 Rusak ringan

26 – 50 2 Rusak sedang

51 – 75 3 Rusak berat

76 – 100 4 Rusak sangat berat

OV

ERLA

Y/SU

PER

IMP

OSE

15

Tabel 3.3. Tabulasi tata cara penilaian kerusakan tanah berdasarkan

persentase frekwensi relatif

No Kriteria baku

kerusakan tanah

Frekwensi

relatif

kerusakan

tanah (%)

Skor frekwensi

relatif

1 Ketebalan Solum 40 2

2 Kebatuan Permukaan 20 1

3 Komposisi Fraksi kasar 20 1

4 Berat isi (BI) 10 0

5 Porositas Total 10 0

6 Drajat Pelulusan Air 20 1

7 pH (H2O) 1 : 2.5 0 0

8 Daya hantar listrik

(DHL)

0 0

9 Redoks 0 0

10 Jumlah Mikroba 30 2

Jumlah Skor 7

Keterangan : *Angka menunjukkan status kerusakan tanah tergolong

rusak ringan.

16

Gambar 3.2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah

17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil kajian ini merupakan langkah awal dalam kegiatan rencana tentang

pengendalian kerusakan tanah untuk produksi bioinassa. Kriteria baku yang digunakan untuk

menentukan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa didasarkan pada parameter

kunci sifat dasar tanah, yang mencakup sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah. Sifat

dasar tanah menentukan kemampuan tanah dalam menyediakan air dan unsur hara yang

cukup bagi kehidupan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

4.1. Kondisi Lahan Budidaya Pertanian Sawah

Lahan yang digunakan sebagai media produksi biomassa berdasarkan ketentuan PP RI

No 150 tahun 2000 adalah sawah, tegalan/perkebunan dan hutan tanaman. Jenis lahan yang

tersedia untuk produksi biomassa di Kecamatan Denpasar Timur adalah sawah dan

tegalan/kebun, sedangkan di Kecamatan Denpasar Selatan adalah sawah, tegalan/perkebunan,

dan kawasan non produksi taman hutan raya (Tahura). Luas lahan sawah diKecamatan

Denpasar Timur adalah 694 ha dan di Denpasar Selatan adalah 896 ha, sedangkan luas lahan

tegalan di kedua kecamatan tersebut berturut-turut adalah 144 ha dan 183 ha (BPS, 2012).

Sebagian besar lahan sawah memperoleh air irigasi melalui jaringan irigasi atau subak.

Namun, karena keterbatasan debit air pada periode kemarau atau pertimbangan keuntungan

yang lebih tinggi, maka penanaman padi sawah tidak bisa berlangsung sepanjang tahun tetapi

diselingi oleh tanaman pangan lain atau hortikultura. Sebagian besar lahan sawah di

Kecamatan Denpasar Timur (unit lahan 9, 10, 12 A, 12 D, 13, 14, 27, dan 28) umumnya

ditanami padi pada 2 periode tanam dan 1 kali palawija. Lahan sawah di bagian utara

Kecamatan Denpasar Selatan (sekitar Jalan Sedap Malam) umumnya ditanami dengan 1 kali

padi sawah dan sisanya ditanami jagung manis atau bunga ratna tanpa adanya bera. Lahan di

bagian tenggara Kecamatan Denpasar Selatan umumnya ditanami padi sawah dalam 2

periode tanam dan 1 kali penanaman semangka atau melon. Lahan sawah di bagian selatan

Kecamatan Denpasar Selatan umumnya ditanami dengan padi sawah, sedangkan lahan di

bagian barat lebih didominasi oleh padi sawah atau hortikultura bunga teratai atau sayuran.

4.2. Kondisi Lahan Budidaya Pertanian

Lahan tegalan atau kebun yang terdapat di Kecamatan Denpasar Timur dan Selatan

tidak secara khusus digunakan untuk produksi biomassa (pangan) yang akan dikomersilkan.

18

Lahan tersebut umumnya ditumbuhi oleh beragam tanaman keras (misalnya kelapa) dan

perdu atau rerumputan. Panen yang disertai dengan pengambilan biomassa secara intensif

dari jenis penggunaan lahan ini relatif tidak pernah dilakukan dan intensifikasi pertanian juga

tidak diaplikasikan, sehingga kerusakan tanah karena aktivitas manusia diperkirakan sangat

rendah. Oleh karena itu, pembahasan kerusakan tanah aktual akan difokuskan pada lahan

sawah.

4.3. Potensi Kerusakan Tanah

a. Peta tanah

Berdasarkan sistem klasifikasi Soil Taxonomy, , tanah-tanah dikelompokan ke dalam

5 (lima) kelas potensi kerusakan tanah. Nilai rating potensi kerusakan tanah (Tabel 4.1)

diberikan terutama berdasarkan pendekatan nilai erodibilitas tanah.

Tabel 4.1. Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan jenis tanah

Tanah

Potensi

Kerusakan

Tanah

Simbol Rating Skor pembobotan

trating X bobot)

Vertisol, Tanah dengan

rejim kelembaban aquik Sangat ringan T1 1 2

Oxisol Ringan T2 2 4

Alfisol, Mollisol,

Ultisols Sedang T3 3 6

Inceptisols, Entisols,

histosols Tinggi T4 4 8

Spodosol Andisol Sangat tinggi T5 5 10 Keterangan: *Aquents, Aquepts, Aquults, Aquoxs, dsb. dengan pengecualian untuk Sulfaquept dan Sulfaquent

yang dinilai berpotensi kerusakan tinggi.

Berdasarkan peta jenis tanah skala semi detail yang di keluarkan oleh Puslittanak,

jenis-jenis tanah sistem klasifikasi Soil Taxonomy untuk Kecamatan Denpasar Timur dan

Selatan terbagi menjadi jenis tanah Entisol, Inceptisol, Mollisol dan Alfisol. Berdasarkan

tingkat potensi kerusakan tanahnya, ke empat jenis tanah tersebut memiliki tingkat potensi

kerusakan tanah yang sedang dan tinggi. Jenis tanah Entisol dan Inceptisol memiliki potensi

kerusakan tanah yang tinggi, sedangkan jenis tanah Mollisol dan Alfisol memiliki potensi

kerusaan tanah yang sedang. Berdasarkan lokasi administrasi, Kecamatan Denpasar Selatan

memiliki 2 jenis tanah yaitu Entisol dan Inceptisol yang masing-masing memiliki luas 717,25

ha dan 1.266,37 ha, sedangkan Kecamatan Denpasar Timur memiliki 3 jenis tanah yaitu

Inceptisol, Mollisol, dan Alfisol dengan luas masing-masing 1.111,08 ha, 37,74 ha dan 64,79

ha. Secara lengkap luas masing-masing jenis tanah serta keterangan potensi kerusakan tanah

19

pada kedua kecamatan disajikan pada Tabel 4.2 sedangkan gambar sebaran jenis tanahnya

ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Tabel 4.2. Luas dan potensi kerusakan masing-masing jenis tanah

di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur

Kecamatan Jenis Tanah Potensi

Kerusakan Luas (ha)

Denpasar Selatan Entisol, Inceptisol

Tinggi 1.983,62

Denpasar Timur

Mollisol, Alfisol Sedang 102,53

Inceptisol Tinggi 1.111,08

Gambar 4.1. Peta Jenis Tanah

20

b. Peta Kemiringan Lereng

Dalam kaitannya dengan kerusakan tanah, tingkat kemiringan lereng sangat

berpengaruh terhadap proses kerusakan tanah yang disebabkan oleh erosi tanah, jumlah air

permukaan dan kondisi fisik tanah. Dalam menduga potensi kerusakan berdasarkan kondisi

kelerengan lahan, tanah dikelompokan ke dalam 5 (lima) kelas potensi kerusakan tanah

seperti yang disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan kemiringan

Lereng (%) Potensi Kerusakan

Tanah Simbol Rating

Skor pembobotan

trating X bobot)

1 – 8 Sangat ringan L1 1 3

9 – 15 Ringan L2 2 6

16 – 25 Sedang L3 3 9

26 – 40 Tinggi L4 4 12

> 40 Sangat tinggi L5 5 15 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2009

berdasarkan peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dephut, maka kelas

lereng di lokasi studi adalah 4 (empat) kelas lereng yaitu 1-8%, 9-15%, 16-25%, dan 26-40% untuk

kecamatan Denpasar Selatan dan kelas lereng yaitu 1-8%, 9-15%, 16-25%, 26-40%, dan > 40 untuk

Denpasar Timur.

Secara umum, kelas lereng 1-8% memiliki luas yang paling tinggi di lokasi studi yaitu

mencapai 7.571,14 ha atau 98,77% dari luas wilayah studi. Kelas lereng 1-8% memiliki potensi

kerusakan tanah yang sangat ringan. Kelas lereng 9-15% dan 16-25% masing masing memiliki luas

Tabel 4.4. Luas dan potensi kerusakan masing-masing kelas lereng di Kecamatan

Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur

Kecamatan Lereng (%) Rating Potensi Kerusakan

Tanah Luas (ha)

Kecamatan Denpasar

Selatan

1 - 8 % 1 Sangat Ringan 4.860,44

9 - 15 % 2 Ringan 3,32

16 - 25 % 3 Sedang 0,35

26 - 40 % 4 Tinggi 0,12

Kecamatan Denpasar

Timur

0 - 8 % 1 Sangat Ringan 2.710,70

8 - 15 % 2 Ringan 65,49

15 - 25 % 3 Sedang 19,01

25 - 40 % 4 Tinggi 5,52

> 40 % 5 Sangat Tinggi 0,17

21

68,81 ha (0,90%) dan 19,36 ha (0,25%), kedua kelas lereng tersebut masing-masing memiliki

potensi kerusakan tanah ringan dan sedang. Kelas lereng yang memiliki potensi kerusakan tanah

tinggi yaitu lahan dengan kemiringan 26-40% dan >40% masing-masing memiliki luas 5,64 ha

(0,07%) dan 0,17 ha atau 0,002% dari total luas wilayah studi. Kondisi umum tersebut mengikuti

kondisi pada masing-masing kecamatan di Denpasar Selatan dan Denpasar Timur. Secara lengkap

luas masing-masing kelas lereng serta keterangan potensi kerusakan tanah pada kedua kecamatan

disajikan pada Tabel 4.4

c. Peta curah hujan

Curah hujan adalah salah satu agen utama dari kerusakan melalui proses erosi. Butiran-butiran

hujan yang memiliki energi kinetik dapat melepaskan ikatan-ikatan antar partikel tanah sehingga

tanah menjadi terurai dan mudah tererosi. Hujan juga memiliki dampak positif untuk memperbaiki

tingkat kerusakan melalui kemampuannya menyediakan air sehingga tanah menjadi lebih subur.

Untuk sebab itu, ketersediaan data melalui peta curah hujan sangat diperlukan untuk penilaian potensi

kerusakan tanah. Pengelompokan curah hujan didasarkan pada curah hujan tahunan dalam Atlas

Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia yang disusun oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Bogor. Kelas curah hujan tahunan dalam kaitannya dengan potensi kerusakan tanah disajikan dalam

Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Nilai Skor Status Kerusakan tanah berdasarkan Jumlah Curah Hujan tahunan.

CH (mm) Potensi Kerusakan Tanah Simbol Rating Skor pembobotan trating X

bobot)

< 100 Sangat rendah H1 1 3

1000 – 2000 rendah H2 2 6

2000 – 3000 sedang H3 3 9

3000 – 4000 tinggi H4 4 12

> 4000 sangat tinggi H5 5 15

Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2009

Berdasarkan hasil analisis Sistem Informasi Geografi (SIG/GIS) terhadap data hujan

di sekitar lokasi studi (Stasiun hujan Sanglah, Tuban, dan Sumerta), diperoleh rata-rata curah

hujan tahunan di kedua kecamatan tersebut adalah 1.959,14 mm/tahun. Curah hujan tertinggi

terjadi di bagian tenggara Kecamatan Denpasar Selatan, dan curah hujan terendah terjadi di

bagian Selatan kecamatan Denpasar Timur. Curah hujan tertinggi mencapai jumlah 2.010

mm/tahun dan yang terendah mencapai jumlah hujan 1.875 mm/tahun.

Berdasarkan kelas potensi kerusakan tanah maka di Kecamatan Denpasar Selatan dan

Kecamatan Denpasar Denpasar Timur memiliki potensi kerusakan yang rendah dan sedang.

Berdasarkan wilayah administrasinya, Kecamatan Denpasar Selatan dan Timur masing-

22

masing memiliki potensi kerusakan tanah yang rendah hingga sedang. Secara lengkap luas

masing-masing kelas hujan serta keterangan potensi kerusakan tanah pada kedua

Gambar 4.2.

Peta Lereng

23

kecamatan disajikan pada Tabel 4.6 sedangkan gambar sebaran hujan ditunjukkan

pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3.

Peta Curah Hujan

Tabel 4.6.

Luas dan potensi kerusakan masing-masing kelas hujan

di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur

Kecamatan Potensi Kerusakan

Tanah Rating

Curah Hujan

(mm/thn) Luas (ha)

Denpasar Selatan Sedang 3 > 2.000 35,92

Rendah 2 < 2.000 4.827,42

Denpasar Timur Rendah 2 < 2.000 1.172,76

24

d. Peta penggunaan lahan

Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan penggunaan lahan didekati

berdasarkan koefisien tanaman (faktor C). Dengan pendekatan tersebut, jenis

penggunaan lahan untuk daerah pertanian maupun vegetasi alami) dikelompokan ke

dalam 5 kelas potensi kerusakan tanah (Tabel 4.7).

Tabel 4.7.

Penilaian potensi kerusakan tanah

berdasarkan jenis penggunaan lahannya

Penggunaan Lahan Potensi

Kerusakan Tanah Simbol Rating

Skor pembobotan

(rating X bobot)

Hutan alam

Sawah

Alang-alang murni subur

sangat rendah T1 1 2

Kebun campuran

Semak belukar

Padang rumput

rendah T2 2 4

Hutan produksi

Perladangan sedang T3 3 6

Tegalan

(tanaman semusim) tinggi T4 4 8

Tanah terbuka sangat tinggi T5 5 10 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2009)

Berdasarkan interpretasi terhadap citra ALOS/AVNIR-2 tahun 2008 oleh Pusat

Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH UNUD, 2009), wilayah Kecamatan Denpasar Timur

dan Kecamatan Denpasar Selatan di dominasi oleh tipe penggunaan lahan pemukiman yang

mencakup lebih dari 40% dari total wilayah untuk masing-masing kecamatan. Sawah irigasi

merupakan tipe penggunaan lahan terluas kedua yaitu masing-masing masih menyisakan

lahan sawah > 25% dari total wilayah untuk masing-masing kecamatan. Tipe penggunaan

lahan

pemukiman di Kecamatan Denpasar Selatan adalah seluas 2.058,72 ha atau 42,98%

dari luas wilayah, sedangkan di Kecamatan Denpasar Timur tipe penggunaan lahan

pemukiman telah mencapai luasan sebesar 1.423,96 ha atau 51,38% dari total luas wilayah

kecamatan. Adapun lahan sawah yang juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau memiliki

luas untuk masing-masing kecamatan adalah 1.087,86 ha untuk Kecamatan Denpasar Timur

dan 1.254,64 ha untuk Kecamatan Denpasar Selatan. Tipe-tipe penggunaan lahan yang lain

cukup kecil dimana hanya berada di bawah 10% dari total masing-masing wilayah

25

kecamatan. Secara lengkap luas masing-masing tipe penggunaan lahan serta keterangan

potensi kerusakan tanah pada kedua kecamatan disajikan pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.4.

Tabel 4.8. Luas dan potensi kerusakan masing-masing tipe penggunaan lahan di

Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur

Kecamatan Penggunaan Lahan

Potensi

Kerusakan

Tanah

Luas

(ha)

Denpasar Selatan

Tubuh Air - 164,66

Bangunan - 24,84

Kebun/Perkebunan Rendah 201,12

Mangrove Sangat Rendah 529,17

Pasir - 54,23

Pemukiman - 2.058,72

Rumput Rendah 195,67

Sawah Irigasi Sangat Rendah 1.254,64

Semak Rendah 4,28

Tambak - 53,36

Tanah Kosong Tinggi 317,06

Tegalan/Ladang

Tinggi

6,84

Denpasar Timur

Tubuh Air - 5,37

Bangunan - 22,60

Kebun/Perkebunan Rendah 169,78

Pasir - 2,37

Pemukiman - 1.423,96

Rumput Rendah 28,41

Sawah Irigasi Sangat Rendah 1.087,86

Tegalan/Ladang Tinggi 58,55

Dalam penentuan kelas potensi kerusakan tanah, jenis penggunana lahan yang

digunakan hanya yang dapat ditanami dengan tanaman termasuk didalamnya adalah hutan

mangrove, dimana jenis penggunaan lahan permukiman, tubuh air dan bangunan tidak

dimasukan dalam kelas penyebab tanah menjadi rusak. Berdasarkan kondisi tersebut, luas

lahan di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur yang dimasukan

dalam analisis penentuan kelas potensi kerusakan tanah hanya seluas 3.197,23 ha. Adapun

peta penggunaan lahan yang memiliki kelas potensi kerusakan tanah dikedua kecamatan

lokasi penelitian ditunjukan pada Gambar 4.4 dan 4.5.

26

Gambar 4.4.

Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Denpasar Selatan

dan Denpasar Timur

27

Gambar 4.5.

Peta Penggunaan Lahan yang memiliki kelas potensi kerusakan tanah

Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Timur

e. Peta Potensi Kerusakan Tanah

Hasil pemetaan digunakan sebagai peta kerja untuk verifikasi iapangan. Pada

prinsipnya peta kondisi awal (peta kerja) menyajikan informasi dugaan potensi kerusakan

tanah berdasarkan analisis peta dan data-data sekunder. Peta disusun berdasarkan peta-peta

tematik utama serta data dan informasi iainnya yang mendukung. Peta kerja dibuat dengan

metode overlay antara peta jenis tanah dengan peta lereng dan penggunaan lahan. Proses

overlay secara spasial dilakukan dengan menggunakan perangkat GIS Arcview 3.3.

Hasil analisis menunjukan bahwa potensi kerusakan tanah di Kecamatan Denpasar

Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur hanya memiliki dua kelas yaitu berpotensi rendah

28

dan berpotensi sedang. Tanah yang memiliki potensi kerusakan rendah memiliki luas paling

tinggi yaitu mencapai 1.769,55 ha atau 96,69% daru luas wilayah penelitian. Sedangkan

tanah yang memiliki potensi kerusakan sedang hanya seluas 60,64 ha atau 3,31% dari luas

Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Selatan.

Berdasarkan letak administrasinya, Kecamatan Selatan memiliki tanah yang

berpotensi kerusakan sedang lebih luas bila dibandingkan dengan Kecamatan Denpasar

Timur. Tanah yang berpotensi kerusakan sedang di Kecamatan Denpasar Selatan memiliki

luasan sebesar 57,12 ha sedangkan di Kecamatan Denpasar Timur hanya seluas 3,53 ha.

Secara lengkap luas masing-masing kelas potensi kerusakan tanah pada kedua kecamatan

disajikan pada Tabel 4.9 sedangkan gambar sebaran masing-masing kelas potensi kerusakan

tanah ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Tabel 4.9. Luas masing-masing kelas potensi kerusakan tanah di Kecamatan Denpasar

Selatan dan Kecamatan Denpasar Timur

Kecamatan Potensi Kerusakan

Tanah Kisaran Skor Luas (ha)

Denpasar Selatan

Rendah 17 - 24 1.337,49

Sedang 25 - 32 39,00

Denpasar Timur

Rendah 17 - 24 1.172,76

Sedang 25 - 32 5,61

Peta sebaran kelas potensi kerusakan tanah di Kecamatan Denpasar Selatan dan

Kecamatan Denpasar Timur memperlihatkan bahwa tanah yang berpotensi kerusakan sedang

hanya mencapai 60,64 ha atau 3,31% dari luas wilayah studi. Penyebab umum adanya potensi

kerusakan tanah yang rendah disebabkan oleh kondosi penggunaan lahan dan kondisi lereng

yang curam. Jenis penggunaan lahan tegalan banyak mempengaruhi potensi kerusakan tanah

di Kecamatan Timur (Padang Sambian Kaja). Sedang di Kecamatan Denpasar Selatan selain

disebab oleh tipe penggunaan lahan tegalan (Ubung Kaja), juga disebab kondisi lereng yang

curam atau memiliki lereng melebihi 25% seperti yang terjadi di Desa Peguyangan Kangin,

Peguyangan Kaja dan Tonja.

29

Gambar 4.6. Peta Potensi Kerusakan Tanah

30

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1). Secara umum sawah irigasi di Kecamatan Denpasar Selatandan Timur mempunyai

pembatas berupa berkurangnya air irigasi dan berkurangnya fungsi saluran irigasi.

2). Secara umum Kecamatan Denpasar Selatan dan Timur mempunyai potensi

kerusakan tanah pada tingkat rendah sampai sedang.

3). Kondisi fisik lahan daerah penelitian relative hampir seragam, baik kondisi tanah,

air, fisik tanah, kimia tanah dan biologi tanah.

4). Status Kerusakan tanah di Kecamatan Denpasar Selatan dan Timur secara umum

tergolong rusak ringan sampai rusak sedang. Kerusakan tanah yang terjadi dengan

parameter permeabilitas tanah, DHL dan porositas tanah.

5.2. Saran

1). Dilakukan pemantauan kerusakan tanah dan langkah pemulihan kerusakan tanah

sesuai dengan parameternya untuk wilayah Kecamatan Denpasar Timur dan Selatan

2). Dilakukan perbaikan saluran irigasi maupun pengerugan/normalisasi sungai

31

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E., and R.D. Susanto. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions

Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. International

Journal of Climatology, 23: 1435–1452

As-syakur, A.R., T. Tanaka, T. Osawa, M.S. Mahendra. 2013. Indonesian rainfall variability

observation using TRMM multi-satellite data. International Journal of Remote

Sensing, 34: 7723–7738.

BPS Denpasar Barat. 2012. Kecamatan Denpasar Barat Dalam Angka 2012. Badan Pusat

Statistik Kota Denpasar. Denpasar

BPS Denpasar Utara. 2012. Kecamatan Denpasar Utara Dalam Angka 2012. Badan Pusat

Statistik Kota Denpasar.

FAO. 1996. Population Change-Natural Resources-Environment Linkages In East and

Southeast Asia. Prepared by the Population Information Network (POPIN) of the

United Nations Population Division, Department for Economic and Social

Information and Policy Analysis. FAO Population Programme Service, Rome.

IPCC, 2003. Good Practice Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry.

Intergovernmental Panel on Climate Change National Greenhouse Gas Inventories

Programme. HTwww.ipcc-nggip.iges.or.jp/lulucf/gpglulucf_unedit.htmlTH

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2006 tentang Tata Cara

Pengukuran Kerusakan Tanah Baku untuk Produksi Biomassa

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah

Kabupaten/Kota.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis

Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Derah Provinsi dan Daerah

Kabupaten/Kota

Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk

Produksi Biomassa.

PPLH UNUD. 2009. Daya Dukung Lingkungan Daerah Bali. Pusat Penelitian Lingkungan

Hidup Universitas Udayana. Denpasar.

Sherbinin, 2002. Guide to Land-Use and Land-Cover Change (LUCC). Center for

International Earth Science Informa-tion Network (CIESIN) Columbia University

Palisades, NY, USA. Acollaborative effort of SEDAC and the IGBP/IHDP LUCC

Project.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa : Sebuah pengantar untuk studi karbon dan

perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Dipublikasikan

oleh : Wetlands International Indonesia Programme. Pp. : 365.

Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. ITB Press. Bandung.

32

Wahyunto, M.Z. Abidin, A. Priyono, dan Sunaryo. 2001. Studi Perubahan Penggunaan

Lahan Di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah.

Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Balai Penelitian Tanah.

Bogor.