HUBUNGAN GERAKAN REVOLUSI BOLIVARIAN TERHADAP NASIONALISASI PERUSAHAAN MINYAK SWASTA DI VENEZUELA

52
HUBUNGAN GERAKAN REVOLUSI BOLIVARIAN TERHADAP NASIONALISASI PERUSAHAAN MINYAK SWASTA DI VENEZUELA Oleh FADHIL AKBAR KURNIAWAN 1110852004 Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Transcript of HUBUNGAN GERAKAN REVOLUSI BOLIVARIAN TERHADAP NASIONALISASI PERUSAHAAN MINYAK SWASTA DI VENEZUELA

HUBUNGAN GERAKAN REVOLUSI BOLIVARIAN TERHADAP

NASIONALISASI PERUSAHAAN MINYAK SWASTA DI VENEZUELA

Oleh

FADHIL AKBAR KURNIAWAN

1110852004

Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Andalas

Hubungan Revolusi Bolivarian Terhadap

Nasionalisasi Perusahaan Minyak di Venezuela

Latar Belakang

Jatuhnya rezim komunis pasca Cold War membawa perubahan yang

begitu signifikan terhadap tatanan sistem internasional. Uni

Soviet yang menjadi representasi dari negara super power dengan

ideologi komunis harus mengakui kedigdayaan Amerika Serikat yang

keluar sebagai pemenang dalam Cold War. Amerika Serikat mulai

meperluas pegaruhnya terhadap bekas bekas negeri komunis melalui

invasi dan operasi operasi intelijen rahasia. Kekuasaan Amerika

Serikat saat ini hampir mencapai 50% dari 500 (Multi national

Coorporation) dan bank bank terbesar di seluruh dunia dan juga

ratusan misi-misi militernya1. Namun, dominasi kekuasaan

imperialism Amerika Serikat mulai ditentang oleh beberapa negara,

seperti di Irak dan Afghanistan mulai bermunculan perlawanan oleh

gerakan rakyat terhadap invasi invasi yang dilakukan oleh Amerika

Serikat dengan terjadinya konflik konflik bersenjata. Saat ini,

gelombang perlawanan rakyat terhadap globalisasi neoliberal

diseluruh dunia mulai semakin meningkat.

Gelombang perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap hegemoni

AS juga terjadi di beberapa negara di kawasan Amerika Latin,

khususnya Venezuela. Dibawah kepemimpinan Hugo Chavez yang

belakangan menjadi sangat popular di kalangan rakyat jelata

Venezuela mulai terang-terangan menentang segala bentuk

imperialis yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Trry Lyn Karl

mengemukakan bahwa pada kasus Venezuela, minyak merupakan faktor

yang paling penting dalam menjelaskan pembentukan kondisi

struktural bagi kehancuran otoriterisme militer dan kelangsungan

suatu sistem yang demokratis2. Hal tersebut disebabkan minyak

merupakan komoditi vital yang secara universal paling dibutuhkan

dalam menjalankan mekanisme pasar.

1SERIAL, Perubahan Sejati Terbukti Bisa, Institut for Global of Justice, Jakarta 2006, hal 7

2Terry Lyn Karl, “Minyak dan Fakta Politik: Transisi Menuju Demokrasi di Venezuela”, dalam Guilermo

O’Donnell, et.Al, Jakarta :LP3ES, 1993,hal.300

Venezuela merupakan salah satu negara di kawasan Amerika

Latin dengan sumber kekayaan alam yang melimpah, terutama dalam

komoditi minyak bumi. Minyak bumi menjadi salah satu sumber

pendapatan devisa terbesar bagi Venezuela. Pada tahun 2003,

Venezuela menjadi negara pengekspor minyak bumi terbesar ke lima

di dunia dan terbesar ketiga bagi Amerika Serikat3. Selama dua

dekade pelaksanaan agenda neoliberalisme yang dilakukan oleh

Amerika Serikat di Venezuela berdampak terhadap semakin

terpuruknya perekonomian Venezuela. Hal tersebut berdampak

terhadap semakin meningkatnya pengangguran akibat dari banyaknya

perusahaan yang bangkrut dan melakukan PHK besar-besaran.

Hugo Chavez yang didukung oleh rakyat yang rata-rata berasal

dari golongan menengah ke bawah, menerapkan sebuah kebijakan

ekonomi yang anti terhadap neoliberalisme. Organisasi gerakan

rakyat yang menentang kebijakan kapitalisme di kawasan Amerika

Latin, khususnya di Venezuela disebut dengan Lingkaran Bolivarian.

Kebijakan yang diterapkan oleh Hugo Chavez diantaranya yaitu

dengan melakukan kontrol terhadap nilai tukar, prioritas ekonomi

yang berlandaskan terhadap nilai nilai keadilan4.

Chavez juga menerapkan kebijakan yang controversial yaitu

dengan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan minyak PDVSA

(Petroleos de Venezuela SA) yang merupakan salah satu asset

negara yang sebelumnya dikuasai oleh pemodal asing khususnya

Amerika Serikat. Venezuela menaikkan royalti terhadap setiap

barel minyak yang diekspor Venezuela dari 1% menjadi 17%, dan

juga pajak atas laba yang sebelumnya hanya 34% dinaikkan menjadi

50% serta mengajukan tagihan pajak yang belum dibayar kepada

perusahaan minyak asing. Keuntungan yang berlipat ganda dari

sektor migas tersebut dialokasikan untuk program-program

kesejahteraan sosial terhadap kaum miskin penduduk serta untuk

membangun infrastruktur seperti jalan raya dan juga rel kereta

api yang ada di Venezuela5.

Pada akhir Desember 2012, Hugo Chavez melakukan

nasionalisasi terhadap dua perusahaan minyak asing yang

beroperasi di Venezuela, yaitu ENI (Italia) dan TOTAL SA

(Perancis)6.

3Mathew Riemer, Economic Welfare’s New Resistance, dalam www.yellowtime.org, 4Wahid, Solahudin, Bangkitnya Kekuatan Amerika Latin Melawan AS, “The Jakarta Post”, edisi :Jakarta, 15 Agustus 2006 5Swhartz, Nelson D. “Oil’s Mr. Big”, 3 Oktober, 2005. Hal. 55-60

6Michelle Billig, “The Venezuela Oli Crisis: How To Secure America’s Energy”, in Foreign Affairs, Vol. 83,No.5, August 27, 2004, hal. 4

Nasionalisasi terhadap lapangan minyak yang dikelola oleh

pihak asing tersebut dijalankan oleh Venezuela dengan menerapkan

sistem manajemen baru yang mengandung unsur politik didalamnya,

yaitu meliputi perjanjian politik antara negara dengan

perusahaan7.

Selain itu, Pemerintahan Hugo Chavez juga mengharuskan

beberapa puluh perusahaan asing yang beroperasi di Venezuela

untuk meninjau kembali atau memperbaharui kontraknya. Chavez

mengancam, apabila maskapai-maskapai asing tersebut tidak

menyetujui perubahan perubahan kontrak yang diusulkan oleh

pemerintah, maka maskapai maskapai tersebut lebih baik mencari

keuntungan di negara lain. Sumber-sumber energi di Venezuela

mulai dicengkram secara ketat oleh Pemerintahan Hugo Chavez, dan

juga mengancam para maskapai internasional yang melawan kontrol

pemerintah atas sumber-sumber minyak yang menjadi milik bangsa,

sehingga menyebabkan tidak satupun perusahaan asing yang memiliki

saham mayoritas.

Untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya tersebut,

Pemerintah Venezuela siap menghadapi berbagai konfrontasi dan

kecaman dari berbagai perusahaan-perusahaan asing yang tidak

menyetujui kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Venezuela.

Venezuela mengeluarkan ancaman terhadap perusahaan asing yang

terlibat dalam konfrontasi semacam itu agar mereka tidak

dilibatkan dalam proyek-proyek minyak yang akan dating di

Venezuela. Sehingga pada akhirnya perusahaan-perusahaan Amerika

Serikat seperti Exxon, Chevron, Conoco Philips), juga perusahaan

Eropa (British Petroleum dan Statoil), serta sekitar 20

perusahaan asing lainnya, secara sukarela menyetujui tawaran

pemerintah Venezuela tersebut8.

Orinoco Belt Project yang sebelumnya dikontrol oleh enam

perusahaan asing (Conoco Philips, Chevron dan Exxon Mobile dari

Amerikas Serikat bekerjasama dengan BP dari Inggris, Statoil dari

Norwegia dan Total dari Perancis), pengelolaanya kemudian

dialihkan kepada perusahaan minyak negara Venezuela yaitu PDVSA,

yang akan mengendalikan sekurang-kurangnya 60% dari proyek

tersebut, dan keuntungan atas proyek tersebut akan dikembalikan

ke Venezuela. Orinoco Belt Project ini merupakan sebuah program

yang bertujuan untuk membangun salah satu cadangan minyak

terbesar dunia ang berada di Venezuela9.

8Ngadidjo, “Kebijakan Nasionalisasi di Venezuela di Bawah Hugo Chavez”, dalamwww.itmiwordpress.com, edisi 7 November 2007

9James Ingham,”Nationalization Sweep Venezuela”, dalam www.bbcnews.co.us, edisi 15 Mei 2007

Langkah nasionalisasi yang dilakukan Chavez merupakan

upayanya dalam mengembalikan semua aset strategis negara yang

dijual melalui proyek privatisasi oleh rezim pemerintahan pro-

liberalisme sebelum Chavez. Pada masa pemerintahan sebelum

Chavez, Venezuela dikenal sebagai negara yang sangat kooperatif

dengan negara negara maju, khususnya dengan Amerika Serikat (AS).

Pada masa jabatan Carlos A. Perez sebagai presiden Venezuela,

hubungan dengan AS berjalan dengan baik dikarenakan Venezuela

masih bergantung dalam soal persenjataan bagi angkatan

bersenjatanya. Sampai jatuhnya pemerintahan Perez dikarenakan

kasus korupsi, maka ditunjuklah Ramon Velasquez sebagai presiden

sementara di Venezuela, ternyata ia juga menjalin hubungan baik

dengan AS terutama dalam pemberantasan jalur perdagangan

narkotika. Tidak berbeda dengan pendahulunya, Caldera Rodriguez

juga meningkatkan hubungan dengan AS, yang terlihat dengan adanya

berbagai pertemuan antara kedua negara untuk membahas upaya

peningkatan hubungan bilateral, khususnya dalam bidang ekonomi

dan perdagangan. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan

keadaan Venezuela pada pemerintahan Hugo Chavez.

Dalam menjalankan politik luar negerinya yang anti-

amerikanisme Presiden Hugo Chavez menggariskan politik luar

negeri dengan prinsip independensi Venezuela dan melawan campur

tangan Amerika Serikat dan turut berpartisipasi dalm pembentukan

dunia yang berdasar multipolar yaitu pendekatan dengan Eropa10.

Chavez menawarkan minyak pemanas murah kepada warga Eropa

berpenghasilan rendah untuk membantu mereka melewati musim

dingin. Chavez menyampaikan tawaran tersebut dalam pidato kepada

lebih dari seribu aktivis sayap-kiri di Wina. Dalam rangka

terciptanya dunia yang multipolar inilah Hugo Chavez mendorong

terbentuknya komunitas Amerika Latin dan menganjurkan perlawanan

terhadap neo-liberalisme. Dalam rangka ini pula Venezuela

memainkan peran aktif dalam proyek pembangunan sistem penyiaran

televise Amerika Latin yang diberi nama “Telesur” yang berpusat

di Caracas. Stasiun tersebut menjadi corong penting untuk gagasan

integrasi Amerika Latin yang dicita-citakan Hugo Chavez dengan

Bolivarianismenya11.

10Bangkitnya Sosialisme di Amerika Latin http://amerikalatin.blogspot.com/206/06/bangkitnya-sosialisme-di-amerika-latin.html

11Robert E. Qurik, Poros Setan: Kisah Empat Presiden Revolusioner, hal.191

Pada dasarnya modal yang dimiliki Venezuela dalam menentang

pengaruh As, dikarenakan Venezuela memiliki ccadangan minyak

terbesar di belahan bumi barat, Sikap keras Chavez menentang

kebijakan AS yang merugikan rakyat Venezuela didukung luas tidak

hanya dari rakyat Venezuela saja, bahkan beberapa negara kawasan

Amerika Latin lainnya seperti Kuba dan Bolivia.

Rumusan Masalah

Revolusi Bolivarian semakin bergema di dunia internasional

semenjak munculnya Hugo Chavez dengan kebijakan kebijakannya yang

menentang hegemoni Amerika Serikat di Venezuela, khususnya dalam

hal menasionalisasikan perusahaan perusahaan minyak swasta milik

Amerika Serikat. Dimana kebijakan politik yang diambil Hugo

Chavez dilandaskan terhadap upaya dalam mengembalikan hak-hak

ekonomi, politik, dan kebudayaan pada rakyat Venezuela. Dengan

merebut kembali aset-aset dan sumber daya ekonomi dari tangan

pemodal asing, yang selama ini digunakan untuk menumpuk kekayaan

dan kepentingannya sendiri. Hal ini menjadi sangat menarik bagi

penulis untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari Bolivarianism

yang dianut oleh Hugo Chavez dalam mengubah keadaan yang ada di

Venezuela.

Pertanyaan Penelitian

Apa pengaruh dari Revolusi Bolivarian terhadap kebijakan

Chavez untuk menasionalisasi Perusahaan Minyak Swasta di

Venezuela ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguak kebenaran

dan faktor yang mempengaruhi mengapa muncul tindakan Hugo Chavez

menasionalisasikan perusahaan minyak swasta di Venezuela dan

mengetahui andil dari Hugo Chavez atas kemajuan dari Venezuela

dengan gerakan Revolusi Bolivariannya.

Kajian Pustaka

Dalam Jurnal Ilmiah SERIAL (Solidaritas Rakyat Indonesia

untuk Alternatif Amerika Latin) yang bertemakan “Perubahan Sejati

Terbukti Bisa” Institute for Global Justice, tahun 2006, yang

menjelaskan mengenai perubahan kebijakan Amerika Latin khususnya

Venezuela yang melakukan perlawanan terhadap Amerika Serikat.

Selain itu, juga dijelaskan mengenai permasalahan internasional

mengenai kawasan Amerika Latin, dengan dipelopori oleh Kuba,

Venezuela dan Bolivia. Ketiga negara tersebut menjadi pusat

perhatian dunia dalam perjuangan bersama-sama menentang neo-

liberalisme, dan neo-kolonialisme yang dilakukan oleh Amerika

Serikat terhadap negara-negara berkembang yang mempunyai sumber

daya alam yang melimpah. Dominasi imperialisme Amerika Serikat

ini mulai ditentang dan dilawan oleh ebebrapa negara di dunia,

seperti Afghanistan dan Irak.

Gelombang perlawanan rakyat di dunia terhadap globalisasi

neoliberal mulai semakin meningkat sehingga menimbulkan konflik

konflik bersenjata. Di Amerika Latin saja terjadi beberapa

perlawanan yaitu di Venezuela pada tahun 2001-2001, di Argentina

tahun 2001, di Peru tahun 2002, di Bolivia tahun 2000, 2003, dan

2000, dan di Equador pada tahun 2000 dan 2005. Gelobang

perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap hegemoni AS juga

terjadi pada masa kepemimpinan Chavez yang sangat popular di

kalangan rakyat jelata Venezuela. Ia secara terang-terangan

menentang segala bentuk imperialis yang dilakukan oleh Amerika

Serikat. Sangat bertolak belakang dengan kepemimpinan sebelum

Chavez, yang dipimpin oleh Carlos Andrea Perez yang dikenal

sangat dekat dengan Amerika Serikat.

Pihak oposisi pemerintah Perez menyebut Perez sebagai

komperador atau sebutan bag seseorang yang menjadi kaki

tangan/mengikuti kebijakan orang lain. Segala kebijakan ternyata

tidak berpihak terhadap rakyat Venezuela, melainkan lebih tunduk

dalam segala desakan atau kebijakan dari pemerintah AS.

Tulisan selanjutnya, Steve Ellener dalam “Rethinking

Venezuelan Politics, Class, Conflict, and the Chavez Phenomenon,

Lynne Rienner Publisher”, yang membahas mengenai upaya yang

dilakukan oleh Hugo Chavez dalam melakukan nasionalisasi di

Venezuela. Chavez mengorganisir Pergerakan Bolivarian

Revolusioner (Revolutionary Bolivarian Movement-MBR 200).

Pemberontakan yang dipicu oleh peristiwa Caracazo 1989 yaitu

pemogokan rakyat melawan kenaikan harga BBM dan kebijakan

pendidikan yang merugikan rakyat yang hanya menjadi agenda

kebijakan dari neo-liberal. Gerakan ini mengalami kegagalan, yang

disebabkan pada saat itu rakyat belum terpimpin. Chavez pada saat

itu ditangkap, namun menjadi sosok yang popular di tengah tengah

rakyat. Gerakan tersebut menjadi salah satu investasi olitik bagi

perubahan untuk kedepannya, terutama dalam hal menyatukan massa

untuk bergerak. Selepas Chavez keluar dari penjara dan semakin

populer di kalangan masyarakat Venezuela, partainya yaitu

“Pergerakan untuk Republik ke Lima” (The Movement for a Fifth

Republic) memenangkan pemilu pada tahun 199912.

Di Amerika Latin, rakyat selalu memahami satu prinsip, yaitu

“El pueblo unidohama serra fencido”, yang berarti rakyat bersatu

tidak dapat dikalahkan. Dengan semangat kerjasama, lingkaran

Bolivarian di bawah Chavez memberikan tempat bagi solidaritas

dalam hubungan antar manusia dan antar kelompok. Mereka membangun

kesatuan ekonomi baru, dibiayai oleh negara untuk menciptakan

pembangunan.

Tulisan selanjutnya, Harold Molineu dalam U.S Policy Toward

Latin America; From Regionalism to Globalism Westview Press, San

Fransisco 1990, yang menjelaskan kepentingan Amerika Serikat di

wilayah Amerika Latin. Wilayah Amerika Latin memiliki nilai-nilai

yang sangat strategis dan menguntungkan bagi Amerika Serikat.

Adapun beberapa poin yang dinilai di Amerika Latin, antara lain,

yaitu :

1. Letak geografis wilayah Amerika Latin

2. Pengaruh Amerika Latin bagi posisi Amerika Serikat di dunia

Internasional

3. Hasil-hasil sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh

negara-negara Amerika Latin

4. Ikatan tradisional dan keterikatan terhadap wilayah

5. Tingginya tingkat investasi dan perdagangan terhadap wilayah

ini

6. Nilai-nilai kemanusiaan

12Steve Ellener, Rethinking Venezuelan Politics, “Class, Conflict, and the Chavez

Phenomenon”, Lynne Rienner Publisher, 2005

Dari poin-poin tersebut dapat dilihat kepentingan Amerika

Serikat, yang terdiri atas:

1. Letak geografis wilayah Amerika Latin merupakan kepentingan

keamanan.

2. Pengaruh Amerika Latin bagi posisi Amerika Serikat di dunia

Internasional adalah kepentingan politik, dan

3. Sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh negara-negara

Amerika Latin merupakan kepentingan ekonomi.

Bagi negara yang memiliki pengaruh besar seperti Amerika

Serikat, wilayah Amerika Latin merupakan kawasan yang memiliki

nilai-nilai strategis dan menguntungkan. Hubungan Amerika Serikat

dan Amerika Latin telah terjalin sejak lama, hal ini terlihat

dari dukungan Amerika Serikat terhadap perjuangan kemerdekaan

Amerika Latin yang dilakukan oleh Simon Bolivar13.

Selanjutnya, Michelle Billig dalam bukunya “The Venezuelan

Crisis: How To Secure America’s Energy in foreign Affairs”,

August 27, 2004, yang menjelaskan bahwa nasionalisasi Perusahaan

Minyak Asing di Venezuela oleh Hugo Chavez. Pada tahun 2001

menasionalisasi PDVSA (Petroleos de Venezuela SA) yang awalnya

dikuasai oleh konglomerat swasta. Dengan nasionalisasi PDVSA

semakin mengukuhkan eksistensi Hugo Chavez dalam politik di

Amerika Latin khususnya dan di dunia umumnya. Hugo Chavez

melakukan tindakan yang sangat berani mengenai optimalisasi

potensi minyak yang dimiliki negara Venezuela. Keyakinan bahwa

Venezuela merupakan negara penghasil minyak terbesar kelima dunia

dan diperkuat dengan pendapat dari berbagai kalangan dalam

industry minyak, bahwa Venezuela akan melampaui Saudi Arabia,

mendorong Chavez untuk melakukan nasionalisasi terhadapa

perusahaan minyak asing yang beroperasi di Venezuela. Pada akhir

Desember 2002, Hugo Chavez melakukan nasionalisasi terhadap 2

lapangan minyak di Venezuela yang dikelola oleh investor asing,

yaitu : TOTAL SA (Perancis) dan ENI (Italia)14.

13Harold Molineu, U.S Policy Toward Latin America; From Regionalism to GlobalismWestview Press, San Fransisco. 1990 14Michelle Billing dalam bukunya “The Venezuelan Oil Crisis: How To Secure America’sEnergy in foreign Affairs”, Vol. 83 No.5, August 27, 2004

Kebijakan nasionalisasi yang dilakukan oleh Hugo Chavez

membawa dampak yang positif terhadap masyarakat Venezuela, dengan

pemberlakukan nasionalisasi pemerintah Venezuela dapat mengelola

sendiri sumber daya minyak yang dimilikinya demi kebutuhan

masyarakat. Dengan dana dari hasil nasionallisasi Chavez mampu

membangun sebuah gerakan ekonomi rakyat mandiri dengan 70.000

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dari jumlah semula yang hanya

sebanyak 762 BUMN ketika Chavez baru pertama kalinya naik menjadi

presiden Venezuela.

Selanjutnya, tulisan dari Jurnal Sosial Demokrasi yang

berjudul “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin: INDONESIA

BARU”, edisi Oktober – Desember 2008, Vol.4, No.1. Bangkitnya

kekuatan rakyat dan tampilnya para pemimpin berhaluan “kiri” dan

“kiri-tengah” di kawasan ini, kerap disebut para pengamat sebagai

jalan “sosialisme baru” Amerika latin. Dimana slogan yang

disampaikan Hugo Chavez yang mengemuka ketika masyarakat dunia

menyaksikan dinamika politik dan perubahan sosial berlangsung

intens di negara-negara kawasan Amerika Latin, yang berbunyi

“Bila kita hendak mengentaskan kemiskinan, kita harus berikan

kekuasaan, pengetahuan, tanah, kredit, teknologi, dan organisasi

pada si miskin” (Hugo Chavez, 2005)15.

Ted Sprague (2008), memaknai sosialisme abad ke 21 yang

dipopulerkan oleh Chavez tersebut sebagai versi baru sosialisme

yang telah terbebas dari distorsi Stalinisme. Perspektif lain

menyebutkan, sosialisme abad 21 yang tampil di kawasan Amerika

Latin adalah sosialisme demokratik, dimana perjuangan untuk

mencapai panggung politik kekuasaan negara dilakukan melalui

arena politik electoral, bukan melalui sebuah revolusi

proletariat seperti yang dianjurkan oleh Marx. Ada pula sebagian

pengamat yang menyatakan bahwa sosialisme abad 21 ala Amerika

Latin merupakan gerakan sosialisme genuine, yan bercirikan

tradisi penduduk asli Amerika Latin, bukan praktik sosialisme

yang diimpor dari Eropa, dank arena itu terbebas dari kecongkakan

ras kulit putih.

Terpilihnya beberapa politisi dan aktivis politik “kiri” di

berbagai negara di kawasan Amerika Latin yang mempromosikan

agenda anti-neoliberalisme sebagai presiden merupakan bukti nyata

kebangkitan sosialisme Amerika Latin. Mayoritas politisi dan

aktivis politik di negara-negara ini memenangkan suara dalam

mekanisme politik electoral, dengan perolehan suara rata-rata di

atas 40 persen. Maereka yang naik ke panggung kekuasaan negara-

negara di Amerika Latin, antara lain adalah Presiden Venezuela,

Hugo Chavez (1998), Presiden Brazil, Luis Ignacio “Lula” da Silva

(2001); Presiden Argentina Nestor Kirchner (2003, yang beberapa

waktu setelahnya digantikan isterinya, Christina Fernandez);

Presiden Uruguay, Tabarez Vasquez (2005); Evo Morales, Petani

koka miskin yang terpilih sebagai Presiden Bolivia (2006);

Michelle Bachelet, aktivis Partai Sosialis, menjadi Presiden

Chili (2006); tokoh revolusioner lama Nikaragua, Daniel Ortega,

yang kemballi ke panggung kekuasaan negara sebagai Presiden

Nikaragua (2006), Rafael Correra, ekonom dan doctor ekonomi

lulusan Amerika Serikat, yang terpilih sebagai Presiden Ekuador

(2007), dan Fernando Lugo, Presiden Paraguay (2008). Dan, dalam

gembong tersebut, terdapat tokoh “kiri” yang menjadi kuncen

Amerika Latin, presiden Kuba, Fidel Castro. Pemimpin revolusioner

Kuba yang telah lebih dari 30 tahun menghadapi berbagai

“serangan” AS terhadap diri dan pemerintahannya ini, kini secara

resmi telah digantikan oleh adiknya, Raul Castro15.

Para pemimpin Amerika Latin yang berhaluan “kiri” yang

terpilih melalui pemilu demokratis di masing-masing negaranya,

kini terus berjuang untuk memperkuat bangunan blok oposisi

terhadap Washington yang mempromosikan kebijakan “pasar bebas”.

Konsensus Washington yang berisi kebijakan pengetatan anggaran

publik, liberalisasi keuangan dan perdagangan, mendorong

investasi langsung asing, privatisasi BUMN, reformasi pajak,

disiplin fiscal, pengendalian deficit anggaran, dan seterusnya,

dianggap sebagai salah satu biang keladi dari kian terperosoknya

kehidupan ekonomi dan sosial negara-negara di kawasan Amerika

Latin ked alam kubangan kemiskinan, pengangguran, dan tumpukan

utang luar negeri. Ada 3 elemen utama dari “Kiri” Amerika Latin

yang bisa kita catat, yakni; (a) adanya komitmen yang kuat, baik

secara ideologis maupun politis, upaya untuk mempromosikan

egalitarianism; (b) ada keinginan yang besar untuk menjadikan

“negara” sebagai pengimbang kekuatan pasar; dan (c) penekanan

pada partisipasi rakyat (popular participation).

15Jurnal Sosial Demokrasi, “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin: Indonesia Baru”, edisi

Oktober – Desember 2008, Vol.4, No.1, hal 1

Kerangka Dasar Teori

Nasionalisasi

Dalam usaha peningkatan kesejahteraan, negara perlu

melakukan nasionalisasi ‘expropriation’, yang sudah tentu

menimbulkan pertanggung jawaban negara. Nasionalisasi merupakan

pengambilalihan perusahaan asing yang kemudian menjadi milik

nasional atau negara yang dikuasai oleh pemerintah untuk

penerapan kebijaksanaan ekonomi negara. Nasionalisasi merupakan

tindakan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap negara.

Nasionalisasi dulu sering dilakukan oleh negara negara komunis

yang dipelopori Uni Soviet, Negara negara Asia-Afrika dan negara

negara Eropa Barat. Hal ini dianggap sebagai syarat esensial

untuk pelaksanaan pembangunan dan dalam kepentingan ekonomi dan

kepentingan sosial Negara16.

Ada beberapa alasan mengapa nasionalisasi dilakukan, dikutip

dari buku Hukum dan Hubungan Internasional, oleh M. Burhan Tsani,

yaitu :

1. Nasionalisasi adalah untuk memenuhi dana Negara guna

melangsungkan aktifitas kesejahteraan sosial yang disebabkan

tidak adanya penghasilan negara yang memadai.

2. Kebijakan negara menghendaki dilakukan nasionalisasi.

3. Perusahaan asing dianggap hanya merupakan pengaliran devisa

kenegara asing, dan reatriasi keuntungan kenegaranya.

4. Kecurangan terhadap aktifitas bisnis dan menggunakan hal itu

sebagai pijakan. Negara penjajah dalam menguasai jajahan,

perusahaan asing, perusahaan multinasional.

5. Nasionalisme sebagai uapaya untuk menghasilkan pemerintahan

yang colonial, sebagai perusahaan asing merupakan wujud

terakhir kolonialisme.

Sebuah negara yang berdaulat mempunyai hak yang sah atas

pengambilan kebijakan nasionalisasi dan mempunyai hak inheren

alam penanganan harta maupun usaha yang ada di wilayahnya sesuai

dengan hukum yang berlaku. Jika tidak ada perjanjian

internasional atau jaminan pemerintah terhadap modal asing,

negara bebas menasionalisasi harta kekayaan asing

16M. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty,1990)halm.51

Manapun dengan pembayaran kompensasi. Dalam kasus ini, yang

paling berkenan dalam alasan nasionalisasi adalah kebijakan

negara yang menghendakinya. Negara bebas menasionalisasi sehingga

apaun alasannya, keputusan itu bisa dilaksanakan, baik oleh

pemimpin atau presiden, ataupun pemerintah.

Dependence Theory

Dalam konteks global, teori ini hendak menjelaskan mengenai

persoalan kemunduran dari negara-negara bekas jajahan yang berada

di Dunia Ketiga. Teori ini berbeda dengan teori imperialism yang

melihat hubungan antar negara kuat dan lemah dari segi perspektif

negara penjajah, sedangkan teori dependensi memandang persoalan

dari perspektif negara yang dijajah.

Teori dependensi melihat dengan adanya pembagian negara oleh

Wallerstein dalam “Worl System Theroy” yaitu core, semi phery

phery dan phery phery, terjadi sebuah eksploitasi oleh elite lit

negara phery phery yang menyebabkan negara negara tersebut

ketergantungan terhadap negara maju.

Dependence theory mengajukan argument bahwa para penanam

modal asing hanya tertarik pada sektor-sektor ekonomi yang

dinamis di negara pinggiran. Teori ini juga menawarkan agar

negara negara pinggiran tersebut menjalankan strategi sendiri,

tanpa adanya campur tangan asing. Teori ini juga

menginterpretasikan fenomena pembangunan yang mengalami distorsi

yaitu, membandingkan pola perkembangan ini dengan suatu model

ekonomi yang tumbuh lambat tapi merata, berimbang, terintegrasi

dan homogen. Bukannya dalam bentuk kediktatoran, penetrasi asing

dalam bentuk investasi yang padat modal yang mengurangi kebutuhan

akan tenaga buruh dalam jumlah yang besar. Semakin besar jumlah

tenaga kerja yang menganggur, maka semakin besardesakan

merendahkan tingkat upah buruh, karena buruh yang menuntut

terlalu banyak akan mudah diganti.

Neo Gramscian

Robert Cox dan Stephen Gill yang merupakan penganut Neo-

Gramscian menjelaskan mengenai dua bentuk hegemoni menurut

Gramsci, yaitu Dominasi dan Intelektual. Dominasi menggunakan

kekuatan secara fisik, sedangkan Intelektual dengan membangun

kesadaran. Konsep intelektual menurut Gramsci sendiri yaitu

“Semua manusia adalah intelektual tetapi tdak semua manusia di

masyarakat memiliki fungsi intelektual”.

Gramsci membagi fungsi sosial intelektual kedalam dua

kelompok, yaitu :

1. Tradisional Intelektual

Merupakan orang-orang yang hanya berada pada role mereka

sendiri dalam masyarakat. Orang-orang tersebut menerima begitu

saja nilai-nilai yang telah ada dan menjalankan sistem yang telah

ada.

2. Organic Intelektual

Bagi Gramsci, Intelektual Organik merupakan para intelektual

yang tidak hanya sekedar menjelaskan kehidupan sosial dari luar

berdasarkan kaidah kaidah saintifik, namun juga memakai bahsa

kebudayaan untuk mengekspresikan perasaan dan pengalaman real

yang tidak bisa diekspresikan masyarakat sendiri. Intelektual

Organik adalah mereka yang mampu merasakan emosi, semangat, dan

apa yang dirasakan kaum buruh, memihak kepada mereka dan

mengungkapkan apa yang dialami dan kecenderungan-kecenderungan

objektif masyarakat.

Menurut Gramsci, perubahan sosial bukanlah semata mata upaya

menyangkut masalah kekuatan ekonomi dan fisik, tapi juga

melibatkan perebutan wilayah kebudayaan dan ideology. Suatu upaya

masyarakat bawah untuk mebebaskan diri mereka dari budaya kaum

borjuis dan untuk membangun nilai budaya mereka sendiri bersama

sama dengan kaum tertindas dan lapisan intelektual yang berpihak.

Dalam upaya upaya perubahan sosial, sangat diperlukan

penyusunan dan pengorganisasian suatu lapisan intelektual yang

mengekspresikan pengalaman aktual masyarakat dengan keyakinan dan

bahasa terpelajar. Artinya, kaum intelektual organik ini

menghadirkan suara suara kepentingan masyarakat bawah dengan

bahasa budaya tinggi, sehingga pandangan dunia, nilai-nilai, dan

kepercayaan kelas bawah meluas ke seluruh masyarakat dan menjadi

bahwasa universal. Pandangan Neo Gramsci menilai bahwasanya

perubahan dapat dilakukan dengan menggunakan ide dan pikiran.

Hal tersebut dapat terlihat dari apa yang dilakukan Hugo

Chavez yang menggunakan ide ide Bolivarianism yang dicetuskan

oleh Simon Bolivar. Sehingga Chavez mulai merepresentasikan

kepentingan masyarakat kelas bawah Venezuela dengan membentuk

Lingkaran Bolivarian yang membuat tidak ada lagi kelas yang

dimarginalkan.

Gerakan Revolusi Bolivarian yang dijalankan Hugo Chavez

Hugo Chavez merupakan seorang mantan ketnan colonel militer,

yang pergerakannya didasarkan pada filosofi dan ideology dari

Simon Bolivar. Simon Bolivar merupakan seorang pembebas besar di

Amerika Selatan, yang berusaha untuk menyatukan benua agar

menjadi kekuatan besar melawan kekuatan kapitalisme. Gerakan

Chavez berusaha untuk menerapkan ide-ide serupa dengan mendorong

unifikasi politik di kawasan Amerika Selatan melalui penciptaan

yang berdaulat dan blok ekonomi yang kuat. Konsep tersebut

diterima dengan baik oleh rakyat dikarenakan penderitaan rakyat

akibat dari sebuah agenda neoliberal yang telah melumpuhkan

ekonomi dan peningkatan kemiskinan secara drastic. Sehingga

konsep tersebut dinamakan Revolusi Bolivarian.

Dalam mengimplementasikan gerakan Revolusi Bolivarian,

Chavez dan para pendukungnya melakukan perubahan undang-undang

(konstitusi) Venezuela guna menjamin berjalannya revolusi di

Venezuela. Dibawah kepemimpinannya, Revolusi Bolivarian telah

melahirkan konstitusi baru yang menjadi landasan konstitusional

bagi kebijakan-kebijakan yang membawa perubahan structural di

Venezuela.

Konstitusi Venezuela disusun pada tahun 1999 oleh Majelis

Konstitusional yang dipilih melalui referendum rakyat. Konstitusi

1999 diadopsi pada bulan Desember 1999 yang menggantikan

konstitusi 1961. Konsekuensi pertama dari konstitusi 1999 adalah

perubahan nama resmi Venezuela menjadi “Republik Bolivarian

Venezuela”17. Perubahan signifikan terlihat dari upaya pemisahan

kekuasaan (separation power). Hal ini menggantikan tiga cabang

pemerintahan dalam bentuk republik lama, dimana Republik

Bolivarian Venezuela memiliki lima cabang pemerintahan, yaitu

cabang eksekutif (the Presidency), cabang legislatif

17Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book,

2007), hlm.105

(The National Assembly), cabang yudisial (the judiciary), cabang pemilihan

(electoral power), cabang kewarganegaraan (citizens’ power).

Chavez melakukan reformasi struktur pemerintahan melalui

Konstitusi 1999 dengan menambah lama masa jabatan presiden dari 4

tahun menjadi 6 tahun dan masa jabantan presiden paling lama dua

kali periode. Reformasi juga dilakukan pada Majelis Nasional yang

sebelumnya bersifat bikameral menjadi unicameral dengan

menghilangkan kekuatan lembaga legislative sebelumnya. Sehingga

Majelis Nasional yang baru mempunyai satu kamar (singe chamber)

dengan merubah susunan lama sebelumnya yang memiliki dua kekuatan

(bidang) kekuasaan legislatif antara Bidang Deputi (Chamber Of

Deputies) dan Senat. Selain itu, kekuasaan cabang-cabang

legislative dikurangi dan diberikan kepada presiden. Perubahan

konstitusi yang dilakukan Chavez memperlihatkan bahwa Chavez

ingin mempertahankan kekuasaannya dan menjamin berjalannya proses

Bolivarian di Venezuela.

Masyarakat Venezuela melihat kontradiksi yang timbul dari

imperialis yang menjadi sebab-sebab ketertindasan ekonomi,

ketidakadilan, yang membuat masyarakat memandang sistem ini penuh

dengan masalah, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa

neoliberalisme AS memang masih sangat berkuasa di dunia saat ini.

Penggunaan cara-cara perang (hard power) yang merupakan cara

Amerika Serikat dalam mencapai tujuannya menjadikan pemikiran

bagi banyak negara. Gelombang anti Amerikanisme ditandai dengan

berbagai macam gerakan yang dilakukan oleh para aktivis. Sentimen

anti Amerikanisme paling kuat salah satunya berasal dari Amerika

Latin, khususnya Venezuela.

Revolusi Venezuela ingin membuat perubahan positif, membuat

suatu (sistem) alternatif menjadi mustahil dan menggugat apa yang

dianggap oleh perspektif dominan sebagai akhir dari sejarah.

Seiring perlawanan terhadap neoliberalisme di banyak tempat di

dunia, perluasan alternative Venezuela telah menjadi sebuah isu

besar diantara gerakan sosial: suatu alternative yang

mengembalikan revolusi dan sosialisme ke dalam agenda perjuangan

rakyat18.

Revolusi Venezuela dilakukan melalui proses pemindahan

kekuasaan ke tangan rakyat (dengan demokrasi langsung dan

partisipatif) serta mendistribusi kepemilikan pribadi (baik

secara bertahap maupun simultan) yang membuka jalan bagi

sosialisme abad 21.

18Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book,

2007), hlm.158.

Sosialisme ini harus sanggup member jawaban kongkret bagi

kemajuan tenaga produktif yang telah dihancurkan oleh kapitalisme

di banyak negeri di dunia ketiga; meningkatkan produktivitas

rakyat yang selaras dengan keberlanjutan lingkungan,

memperjuangkan suatu demokrasu langsung yang partisipatif untuk

membangkitkan kesadaran rakyat atas kekuatannya sendiri untuk

mengatur negara dalam kehidupannya.

Proses revolusioner yang menempatkan Chavez di Venezuela

dengan konsep Sosialisme Abad 21 nya sebagai suatu pilihan

tandingan dari Bush di Washington dengan konsep

Neoliberalismenya,, bersamaan dengan kemajuan di Kuba, Bolivia,

dan Ekuador, yang telah menginspirasi banyak kekuatan demokratik

dan revolusioner di seluruh dunia yang harus dibela oleh kaum

kiri dan gerakan sosial di seluruh dunia.

Revolusi sosialis dalam pengertian kongkritnya berupa

sosialisasi kepemilikan pribadi, transformasi kesadaran dan

kebudayaan, serta peningkatan tenaga produktif, yang sedang

berkembang di Venezuela. Melalui apa yang disebut dengan

“revolusi damai”. Dimana proses tersebut terus berlanjut dan

membuat yang dianggap mustahil menjadi kenyataan. Momen-momen

penting dan menentukan dalam tahap revolusi adalah 13 April 2002

ketika mobilisasi jutaan rakyat miskin Venezuela berhasil

mengalahkan kudeta ooposisi sayap kanan serta keberhasilan

perjuangan melawan pemogokan para pemilk bisnis di akhir tahun

yang sam. Sejak saat itu, proses revolusioner semakin

ditingkatkan, meski beberpaa pendapat menganggapnya masih terlalu

lamban. Karena sosialisme tidak terjadi lewat dekrit atau

deklarasi walau Chavez sudah mendeklarasinya di akhir Desember

2005.

Hugo Chavez dan gerakannya, didukung oleh kepercayaan rakyat

Venezuela dan terpilih sebagai presiden Venezuela pada tahun

1988. Sosialisme merupakan jalan yang dipilih oleh Hugo Chavez

sebagai bentuk perlawanan terhadap imperialism. Sosialisme

tersebut untuk mengatasi adanya pertentangan antara dua kelas,

digantikan dengan hubungan kesetaraan. Saat ini, sosialisme

disebut bukan sebagai sosialisme yang sudah lama ada, melainkan

sosialisme abad 21 yang menekankan tentang demokratis dan

humanis. Salah satu sikap Hugo Chavez dalam melawan

neoliberalisme adalah kebijakan nasionalisasi perusahaan minyak

swasta di Venezuela, hal ini sangay didukung oleh rakyatnya

dimana para buruh di Venezuela sangat antusias akan kebijakan

tersebut.

Sosialisme abad 21 merujuk pada Revolusi Bolivarian pada

tingkat perkembangan dunia sekarang ini. Konsep baru presiden

Hugo Chavez diimplementasikan dengan menarik sejarah sosialisme

yang kaya teoritik dengan menganalisa pengalaman yang baik dan

buruk. Revolusi ini berdasarkan semangat solidaritas dan

kerjasama yang dianggap oleh Hugo Chavez sebagai pembangunan. Ini

membuka gerak solidaritas hubungan antar manusia dan kelompok.

Revolusi Bolivarian ini mengedepankan pembangunan kesatuan

ekonomi baru yang dibiayai negara yang berkelebihan dengan model

kapitalis19.

Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode

analisis deskriptif, yakni suatu bentuk penulisan dengan cara

memaparkan dan menjelaskan mengenai masalah yang diangkat secara

jelas. Tujuan analisis ini ialah untuk membuat deskriptif atau

gambaran secara sstematis, factual dan akurat, mengenai fakta-

fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki20.

Metode ini ditunjang dengan pengumpulan data melalui studi

kepustakaan, yaitu berupa buku-buku yang menyangkut dan

berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dalam penulisan

ini. Terdapat pula jurnal, tulisan, buku, dan media cetak

lainnya, baik yang terbit harian, mingguan, maupun bulanan.

Kemudian data juga diperoleh dari media internet.

Setelah tahap pencarian data, selanjutnya dilakukan

pengolahan data. Penulis menggunakan metode dedukasi, yaitu

dengan menguraikan masalah-masalah yang bersifat umum dan

kemudian dilanjutkan dengan menguraikan masalah yang bersifat

khusus. Berdasarkan data-data yang telah diseleksi sebelumnya,

penulis melakukan pengklasifikasian data, disesuaikan dengan tema

yang dibahas. Data-data tersebut digunakan untuk menjawab pokok

permaslaahan dengan menggunakan teori sebagai laat analisisnya,

sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu kesimpulan.

19 Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book,2007). 20 Moh. Nasir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, hal.63

Sistematika Penulisan

Penulisan proposal ini dimulai dengan Bab I yang berisikan

latar belakang, maslaah, rumusan masalah, kerangka dasar teori,

metode analisis dan sistematika penulisan.

Setelah itu, masuk ke Bab kedua yang berisi mengenai

gambaran umum Venezuela, yang dijelaskan dengan lengkap mengenai

data-data kondisi alam, profil Venezuela, ekonomi dan politik

Venezuela saat sebelum dan sesudah Hugo Chavez terpilih sebagai

presiden Venezuela pada tahun 1998. Ketergantungan dunia akan

minyak Venezuela dan Tinjauan Historis Venezuela dalam kondisi

kesengsaraan oleh imperialisme dan kapitalisme global sebagai

bentuk pejajahan dengan berbagai keuntungan.

Selanjutnya dilanjutkan pembahasan Bab Ketiga. Dalam Bab ini

penulis akan membahas mengenai Hugo Chavez dengan gerakan

Bolivariannya. Disini penulis ingin menjelaskan siapa Hugo Chavez

dengan menurut sejarah riwayat hidup Chavez, motivasi Chavez

sejak awal hingga menjadi presiden Venezuela.

Pada Bab Keempat akan membahsa mengenai lahirnya kebijakan

nasionalisasi perusahaan minyak swasta asing oleh presiden

Venezuela, Hugo Chavez. Disamping membahsa mengenai tujuan

kebijakan itu dibuat, juga akan dibahas mengenai sosialisme abad

21 yang diusung oleh Chavez yang sangat berhubungan dengan

lahirnya nasionalisasi perusahaan minyak swasta asing tersebut.

Setelah membahas Bab Keempat, maka penulis akan melanjutkan

pembahsannya dengan menyimpulkan seluruh rangkaian bahsan

sebelumnya (Bab I – IV), dimana bahsan ini akan terangkum dalam

Bab Kelima.

Daftar Pustaka

SERIAL, Perubahan Sejati Terbukti Bisa, Institut for Global of Justice, Jakarta 2006

Terry Lyn Karl, “Minyak dan Fakta Politik: Transisi Menuju Demokrasi di

Venezuela”, dalam Guilermo O’Donnell, et.Al, Jakarta :LP3ES, 1993

Mathew Riemer, Economic Welfare’s New Resistance, dalam

www.yellowtime.org,

Wahid, Solahudin, Bangkitnya Kekuatan Amerika Latin Melawan AS,

“The Jakarta Post”, edisi : Jakarta, 15 Agustus 2006

Swhartz, Nelson D. “Oil’s Mr. Big”, 3 Oktober, 2005.

Michelle Billig, “The Venezuela Oli Crisis: How To Secure America’s Energy”,

in Foreign Affairs, Vol. 83, No.5, August 27, 2004

Ngadidjo, “Kebijakan Nasionalisasi di Venezuela di Bawah Hugo Chavez”, dalamwww.itmiwordpress.com, edisi 7 November 2007

James Ingham,”Nationalization Sweep Venezuela”, dalam www.bbcnews.co.us,edisi 15 Mei 2007

Ellener, Rethinking Venezuelan Politics, “Class, Conflict, and

the Chavez Phenomenon”, Lynne Rienner Publisher, 2005

Jurnal Sosial Demokrasi, “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin:

Indonesia Baru”, edisi Oktober – Desember 2008

Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal

(Yogyakarta: Resist Book, 2007), hlm.105, Vol.4, No.1

. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta:

Liberty,1990)

BAB II

KONDISI PEREKONOMIAN DAN POLITIK SEBELUM DAN SESUDAH HUGO CHAVEZ

MENJABAT SEBAGAI PRESIDEN VENEZUELA

Venezuela, selaku salah satu negara di Amerika Latin, yang

pada awalnya merupakan negara yang mampu menopang perekonomian

sendiri tanpa bantuan kekuatan luar. Hal ini tidak terlepas dari

begitu besarnya cadangan minyak bumi yang dalam kuantitas besar

mendominasi perekonmian di Venezuela. Pemerintah Venezuela

menyadari betapa besarnya potensi sumber daya ala mini. Upaya

untuk memaksimalkan keuntungan atas bisnis minyak bumi kemudian

ditempuh di tahun 1971 dengan mengeluarkan ketentuan mengenai

pajak sebesar 70% bagi perusahaan-perusahaan minyak bumi dan

Undang-Undang Reversi Hidrocarbon (Hydrocarbon Reversion Law).

Periode yang penting dalam pembangunan ekonomi di Venezuela

dtandai dengan kenaikan harga minyak di pasar dunia berkat

desakan negara-negara pengeksor minyak bumi. Kenaikan harga

tersebut berlangsung dalam dua tahap. Semula negara-negara Arab

menaikkan harga minyak mentah dari US$3 menjadi US$ 5 per barel

di pertengahan Oktober 1973 sebagai reaksi terhadap konflik

Israel-Mesir (ditambah Suriah). Hanya dalam hitungan tiga bulan

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) berhasil

melipatgandakan harga hingga mencapai angka sekitar US$ 12 per

barel. Lonjakan kenaikan harga minyak di pasar internasional ini

membuat Venezuela mendapatkan keuntungan yang besar hingga mampu

melakukan peningkatan gaji, kontrol atas harga-harga barang,

melakukan subsidi impor, dan memutihkan utang rakyat di bidang

pertanian sebesar $350 juta.21

Dalam upaya untuk mempercepat nasionalisasi industri minyak,

Pemerintah Venezuela pada tahun 1976 membentuk PDVSA (Petroleos

De Venezuela) selakua BUMN di bidang pertambangan minyak dan gas

bumi. Secara formal perusahaan minyak negara ini berfungsi untuk

mengumpulkan penerimaan minyak, mengkoordinasi kontrak kerja dan

bagi hasil dan mengalokasikan konsensi-konsensi pengeboran. PDVSA

juga menjadi mesin penggerak dan penyandang dana untuk proyek-

proyek pembangunan raksasa yang berkenaan dengan strategi

industrialisasi terpadu.

21Soyomukti, Nurani, 2007, Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal, hal.78,

Yogyakarta: Resist Book.

Namun bagi institusi militer, para perwira, para figure

politik, dan penjabat PDVSA, perusahaan ini bisa menjadi sumber

kekayaan dan basis financial. PDVSA juga menjadi sumber utama

kontrak-kontrak pembangunan bagi para kapitalis swasta yang

memungkinkan para penjabat untuk mengontrol perusahaan ini

sekaligus menguasai patronase yang bernilai tinggi.

Dalam perkembangan selanjutnya, industri minyak menjadi

bidang investasi yang besar, disamping merupakan sektor produksi

untuk ekspor yang terbesar. Perusahaan-perusahaan asing tersebut

menyediakan modal dan teknologi, sedangkan perusahaan minyak

enagra PDVSA menyediakan lading-ladang konsesi yang sedang

ditambang. Pemerintah mengikat para kontraktor asing melalui

Kontrak Production Sharing. KPS ini merupakan kontrak yang telah

dibakukan sehingga salah satu pihak tidak memiliki kekuatan tawar

menawar. Dalam pelaksanaannya pemerintah (diwakili PDVSA) tinggal

menyodorkan isi kontrak tersebut kepada badan usaha maupun badan

usaha tetap. Pemerintah mulai memanfaatkan sumber dana yang

melimpah tersebut dengan berekspansi mendirikan banyak BUMN

disertai dengan suntika dana besar-besaran ke BUMN-BUMN tersebut

untuk melakukan industrialisasi dengan investasi pada bidang-

bidang strategis. Pemerintah sangat yakin bahwasanya negara

merupakan agen penting pembangunan yang mampu menyusun suatu

rencana nasional dalam mencapai tujuan-tujuan khusus, seperti

industrialisasi, pertumbuhan produksi, distribusi ekonomi, dan

sebagainya. Langkah ini sesungguhnya merupakan kelanjutan dari

tahun 1960-an saat pemerintah mulai mendorong industrilisasi atas

hamper seluruh barang yang digunakan di Venezuela untuk mencegah

ketergantungan ekonomi atas minyak. Beberpaa industry yang

didirikan meliputi: pengolahan makanan, tekstil, baja, bahan

kimia, kayu, barang logam jadi, dan perakitan kendaraan bermotor.

Pemerintah juga menyadari bahwa cadangan minyak akan habis bila

dieksplotasi tanpa kendali. Sehingga, pemerintah berupaya

menurunkan tingkat produksi minyak dari sekitar 3.200.000 barel

perhari pada tahun 1972 menjadi 2.200.000 barel per hari pada

tahun 1980.22

22Soyomukti, Nurani, 2007, Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal, hal.73-74,

Yogyakarta: Resist Book

Dalam upaya untuk mendapatkan pengaruh di tingkat regional,

Venezuela mulai memberikan bantuan pinjaman internasonal bagi

impor minyak negara-negara Amerika Latin melalui Venezuelan

Investment Fund (VIF). Venezuela juga menghutangkan uang melalui

Inter-American Development Bank (IADB). Langkah ini mampu menempatkan

Venezuela sebagai pemimpin negara-negara Amerika Latin, dan

memberikan dukungan bagi independensi AMerika Latin dari hegemoni

Amerika Serikat. Hal ini bersamaan dengan ketegangan yang

berkaitan dengan embargo minyak OPEC, krisis di Terusan Panama,

dan juga keterlibatan Amerika Serikat dalam menggulingkan

Presiden Chili Salvador Allende.

PERUBAHAN POLITIK DAN KRISIS EKONOMI MELANDA VENEZUELA

Perubahan politik di Venezuela mulai dirasakan ketika

pendapatan minyak mulai menurun pada tahun 1976 dan akhirnya

merosot hingga pada tahun 1978. Berkurangnya pendapatan minyak

bumi yang notabene merupakan ladang pendapatan terbesar dan

paling diandalkan oleh Venezuela di tengah pengeluaran yang

ceroboh, inkompetensi, capital flight, dan korupsi yang terjadi di

neagara tersebut menempatkan Venezuela sebagai negara yang

penghutang. Kebijakan Presiden Carlos Andre Perez dalam masa

jabatan selam lima tahun dinilai telah menghabiskan banyak dana

dan memperburuk keadaan yang terjadi di negara itu. Hal ini

membuat kekuasaannya jatuh dan digantikan oleh Luis Herrera

Campins.

Presiden Luis Herrera Campins pada awal jabatannya berusaha

untuk mengambil kembali momentum harga minyak yang kembali

membaik pada tahun 1980. Ia berusaha untuk meningkatkan kontrol

atas minyak dan menaikkan gaji atas pegawai. Sebagai pemerintahan

yang baru, pemerintahannya tidak bisa menghindari pengeluaran

yang besar yang sama seperti yang dialami oleh pemerintahan

sebelumnya. Hal ini mengakibatkan tingkat inflasi tetap tinggi.

Namun, sejak tahun 1979 hingga tahun 1982, Venezuela mengalami

deficit sebesar $ 8 milyar. Selain itu, kinerja ekonomi makro

ditandai dengan penurunan GDP dari rata-rata 6,1% selama 4 tahun

terakhir menjadi 1,2% antara tahun 1979 dan 1983, serta angka

pengangguran kurang lebih 20% pada tahun 1980.23

23Soyomukti, Nurani, 2007, Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal, hal.79, Yogyakarta:

Resist Book

Harga minyak kembali turun pada tahun 1981 dan membuat

keadaan di Venezuela kembali memburuk sehingga membuat Venezuela

memiliki hutang sebesar $3 milyar menjelang tahun 1983.

Pemerintah mengalokasikan milyaran dollar cadangannya di PDVSA

untuk membayar hutang-hutang negara. Tindakan ini direspon oleh

serikat pekerja (CTV) dengan melakukan berbagai macam tindakan

pemogokan sepanjang pertengahan tahun 1980-an. Situasi ini

membuat perekonomian Venezuela pada tahun 1983 berada dalam

keadaan kacau dan menyebabkan kemiskinan rakyat menjadi semakin

berlanjut. Presiden Carlos Andres Peres yang terpilih kembali

pada tahun 1989 berusaha untuk mempertahankan legitimasi

kekuasaannya mealui pencapaian prestasi di bidang ekonomi.

Pengekangan politik secara ketat sebagai metode untuk mengamankan

pemabangunan ekonomi telah diberlakukan. Namun, apabila kinerja

sistem perekonomian terus memburuk, kekangan tersebut bisa dengan

mudah lepas dan terurai menjadi ancaman atas stabilitas

kekuasaan. Berbagai permaslahan ekonomi tersebut sangat membatasi

ruang gerak pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai agen

pembangunan. Untuk mempertahankan legitimasi dan stabilitas yang

telah dicapainya, pemerintah harus mengkaji ulang kembali

berbagai kebijakan ekonomi yang telah diterapkan serta mencari

jalan keluar baru untuk mengatasi berbagai permasalahan yang

menghadang.

Carlos Andres Perez harus mewarisi krisis yang ditinggalkan

oleh masa pemerintahan Luis Herrera Campins. Hal ini membuat ia

meminta pertolongan bantuan keuangan serta sara strategi kepada

International Monetary Fund (IMF). Untuk memenuhi permintaan

pemerintahan Venezuela, IMF mensyaratkan perubahan yang

fundamental dalam hubungan antara negara dan pasar. Persyaratan

ini disebut sebagai IMF conditionality yang dituangkan kedalam Letter

OF Intent (LoI), berupa program-program yang disepakati oleh kedua

belah pihak (pemerintah Venezuela dengan IMF) untuk melakukan

perubahan ekonomi secara fundamental. Hal ini membuat Presiden

Perez mengumumkan restrukturisasi ekonomi dengan resep neoliberal

sebagai dasar kerangka perekonmian baru Venezuela. Ia

mengeluarkan berbagai kebijakan suku bungan mengambnag, kenaikan

pajak di sektor pelayanan public, kenaikan upah hanya sebesar 5%,

penghapusan tarif impor secara progresif, pengurangan 4% dalam

defisit anggaran dan pendapatan negara, pelemahan buruh melalui

sistem ikatan kerja yang lebih fleksibel, pencabutan subsidi

pupuk, dan privatisasi BUMN. Dekrit eksekutif mengijinkan

perusahaan asing untuk membayarkan 100% keuntungan mereka ke

negara asal. Akibat kebijakan-kebijakan neoliberal ini, inflasi

mencapai 80,7%, upah riil menurun hingga 40%, penggaguran

mencapai 14%, angka kemiskinan meningkat dari 43,9% pada tahun

1988 menjadi 66,5% pada tahun 1989, dan jumlah penduduk yang

hidup dibawah garis kemiskinan meningkat hingga 84%. Dalam waktu

tiga tahun pada masa kekuasaan Perez, sekitar 600 ribu penduduk

pindah ke kota-kota dan mengakibatkan jumlah tenaga kerja

pertanian meorsot sampai 90%.24

Krisis ekonomi ini kemudian berkembang menjadi krisis

politik berupa tumbuhnya ketidakpercayaan masyarakat kepada

pemerintahan. Masyarakat yang tidak sabar mulai melancarkan

demonstrasi memprotes paket kebijakan neoliberalisme. Dipicu oleh

ketidakpuasan atas kenaikan harga gas, mereka turun ke jalan

menuntut agar Presiden Carlos Andres Prez batal melaksanakan

“paket kebijakan” pasar bebas yang dipaksakan oleh IMF (dalam

bentuknya yang sudah dikenal seperti pencabutan subsidi, PHK

missal, privatisasi BUMN, dan secara umum mereduksi peran neagra

dalam perekonomian). Protes tersebut direspon secara represif

oleh militer pemerintah, sehingga terjadilah peristiwa

“Pembantaian Caracazo”. Laporan resmi menyebutkan 276 warga sipil

tewas. Namun berdasarkan temuan kanjutan atas kuburan-kuburan

missal, Mahkamah HAM Inter-Amerika memperkirakan jumlah korban

sesungguhnya bisa melebihi 3.000 jiwa. Peristiwa tersebut pada

tahun 1992 menggerakkan Hugo Rafael Chavez Frias melalui barisan

Bolivarian Revolution bentukannya untuk melancarkan pemberontakan

atas pemerintahan Perez. Meski pemberontakan tersebut gagal,

namunkejadian ini justru meningkatkan popularitas Chavez.

Selanjutnya, Presiden Rafael Caldera yang menggantikan

Carlos Andres Perez pada tahun 1994 memberikan pengampunan pada

Chavez dan para militer yang melakukan pemberontakan. Ia pun

berusaha mengutuk korupsi dan kebijakan neoliberalisme yang

terjadi pada masa pemerintahan Carlos Andre Perez. Namun

diakibatkan lemahnya posisi tawar di tengah hantaman krisis yang

sangat parah membuat pemerintahan Rafael Caldera untuk melakukan

perubahan kebijakan sesuai dengan rekomendasi dari IMF. Pada

bulan Juli 1996, Presiden Caldera menegosiasikan persetujuan

penyesuaian structural dengan IMF sehingga menyebabkan

diterimanya kembali program-program neoliberal yang sebelumnya

pernah ia kritik. Kebijakan ini mengakibatkan inflasi sebesar

103% pada tahun 1996 dan meningkatnya utang luar negeri sebesar

$26,5 milyar.

24Soyomukti, Nurani, 2007, Hugo Chavez Vs Amerika Serikat, hal.55, Yogyakarta: Garasi

Di awal 70-an dan di akhir 90-an Venezuela mengalami

penurunan pendapatan perkapita dan peningkatan ketidaksetaraan

paling tinggi di AMerika Latin. Angka kemiskinan mencapai 33% di

tahuhn 1975 dan meningkat tajam 70% di akhir 1995, sementara

penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan meningkat dari 15%

menjadi 45%. Upah minimum merosot hingga 40% di tahun 1980

layaknya upah tahun 1950-an. Orang-orang yang bekerja di bidang

sector ekonomi informal meningkat dari 34,5% di tahun 1985

menjadi 50% di tahun 1999, parallel dengan penurunan keanggotaan

serikat buruh dari 26,4% di tahun 1988 menjadi 13,5% di tahun

1995. Tuntutan atas perubahan kebijakan semakin lantang

disuarakan seiring dengan pelaksanaan pemilihan umum pada tahun

1998. Pemilu diikuti MVR (Movimiento Quinta Republica) selaku partai

olitik bentukan Chavez yang bersaing dengan partai AD (Accion

Democratica) dan Partai COPEI (Comite de Organizacion Politica Electoral

Independente). Hasilnya, Hugo Chavez memenangkan pemilu dengan

suara 56% mengalahkan Henrique Salas Romer yang didukung AD dan

COPEI serta Irene Saez dari calon independen. Kemenangan kelomok

Chavez ini menandai dimulainya perubahan radikal Venezuela yang

semakin menjauhi dunia Barat.

Tampilnya Hugo Chavez menandai perlawanan atas

neoliberalisme di kawasan Amerika Latin. Serangkaian langkah

perubahan kebijakan secara radikal kemudian ditempuh dalam rangka

meraih kontrol atas sumber daya ekonomi dalam negeri sekaligus

untuk memutus ketergantungan atas negara-negara imperialis.

Beberapa kebijakan yang diambil Chavez untuk menyelamatkan

perekonomian Venezuela, yaitu :

1. Sektor Ekonomi

Hugo Chavez mengumumkan serangkaian tindakan yang bertujuan

merangsang pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan Undang-Undang

Reformasi Kepemilikan Tanah yang menetapkan bagaimana pemerintah

bisa mengambil alih lahan-lahan tidur, tananh milik swasta, serta

mengeluarkan Undang-undang Hidrokarbon yang menjajikan royalty

fleksibel bagi perusahaan-perusahaan swasta yang mengoperasikan

tambang minyak milik pemerintah. Chavez juga mengumumkan akan

mengambil langkah-langkah ekonomi drastic antara lain berupa

pematokan mata uang Venezuela pada dolla AS serta kontrol harga

dan penjualan mata uang asing untuk membantu perekonomian, yang

terpukul oleh pemogokan nasional selama 63 hari. Selain itu,

dalam sebuah pidatonya yang disiarkan di televise ke seluruh

negeri, Chaves juga mengumumkan bahwa Venezuela telah

meningkatkan produksi minyak mentahnya menjadi 1,9 juta per

barrel sehari, dan berangsur-angsur naik menuju produksi

normalnya sebelum pemogokan yang besarnya 2,8 juta barrel setiap

hari.

2. Reformasi Sistem Keuangan Negara

Sejak tahun 1999, pemerintah Bolivarian telah memikirkan

untuk mengonsolidasikan sistem keuangan negara secara strategis

dalam rangka menguatkan kedaulatan ekonominya. Merunut terhadap

dekrit No.411, sebuah Undang-Undang yang mengatur Sistem Keuangan

Negara pada 25 Oktober 1999, telah dikeluarkan. Instrumen

tersebut dimaksudkan untuk mendukung integrasi sistem perbankan

negara dalam sebuah sistem yang unik, koheren, dan efisien. BCV

akan mengambil bagian dalam sistem tersebut, dipadukan dengan

Bank Industrial Venezuela (BIV), Banfoandes, Bandes, Bank

Pertanian Venezuela (BAV), Bank Keuangan, Bank Rakyat Berdaulat

dan Bank Perempuan.

3. Mendirikan Dana Pembangunan Nasional (FONDEN)

Salah satu langkah penting strategis menuju kedaulatan

ekonomi adalah pendirian Dana Pemabngunan Nasional (FONDEN),

ddirikan pada bulan September 2005, yang berfungsi sebagai

surplus minyak yang sejak dulu, merupakan basis penting begi

penentuan cadangan mata uang asing negeri ini. Institusi tersebut

antara lain mensponsori pertanian, kesehatan, infrastruktur,

pendidikan tinggi dan proyek perumahan, yang merupakan sebagian

dari cara bagaimana investasi sosial dapat diwujudkan. Bersama

dengan transfer cadangan surplus devisa, mekanisme tersebut

menyebabkan Venezuela tidak mengemis jalan keluar pada institusi

semacam IMF.

4. Mendirikan BUMN

Pada Februari 2006, Chavez meluncurkan 12 perusahaan baru

milik negara untuk mendorong industi baru yang akan menggantikan

sebagian besar produk yang diimpor Venezuela. BUMN tersebut

diberi nama Coniba yang berarti Perusahaan Nasional Industri-

Industri Dasar. Dana investasi yang dikeluarkan sebesar $3,5

milyar yang berasal dari Dana Pembangunan Nasional (FONDEN) milik

negara. Perusahaan-perusahaan ini disebut sebagai Perusahaan

Produksi Nasional, yang berarti industry yang tidak eksploitatif

atau berorientasi pada perolehan keuntungan semata.24

24Syamsul Ma’arif, Neososialisme Kebijakan Ekonomi Politik (Pengalaman Venezuela Di Bawah Hugo

Chavez)

BAB III

REVOLUSI BOLIVARIAN YANG DILAKUKAN HUGO CHAVEZ

Nasionalisasi sumber daya energy minyak di Venezuela pada

kepimimpinan Hugo Chavez merupakan hasil kemenangan suatu

pemerintahan yang memegang penuh ideology nasionalis, dimana

perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bersama yang terangkum

dalam kepentingan nasional merupakan suatu yang mutlak untuk

dilakukan. Pemerintah Venezuela bersama dengan rakyatnya

mengabadikan kesetiaan tertingginya hanya pada negara dan hal

itulah yang mendorong pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan

nasionalis terhadap perusahaan minyak asing yang beroperasi di

negara penghasil minyak terbesar kelima di dunia tersebut. Jika

kita membhasa mengenai nasionalisasi yang terjadi pada rezim Hugo

Chavez, maka terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

hal tersebut, namun penulis membatasi pembahasan pada Revolusi

Bolivarian yang dilakukan oleh Hugo Chavez dan pengaruhnya

terhadap penagambilan kebijakan yang diambil oleh Chavez.

Revolusi Bolivarian

Perang bangsa Venezuela terhaap neo-imperialisme dan neo-

kolonialisme yang dating dari Barat dikonstruksikan dalam

Revolusi Bolivarian. Hal tersebut menunjukkan pada suatu gerakan

sosial sekaligus proses politik yang berskala massive.

a. Latar belakang terbentuknya Lingkaran Bolivarian

Ide pembentukan Lingkaran Bolivarian secara eksplisit

didasarkan pada warisan revolusioner Venezuela, yang dimulai

dengan kemenangan Simon Bolivar dalam perang kemerdekaan melawan

Spanyol. Tugas Lingkaran ini adalah untuk meningkatkan kesadaran

warga negara dalam mengembangkan semua bentuk organisasi

partisipatoris dalam komunitas, kemudian merealisasikan proyek

tersebut menjadi perhatian dari komunitas, yaitu dalam bidang

kesehatan, pendidikan, budaya, pelayanan public, lingkungan,

sumber daya alam serta warisan budaya.25

25Walden Bello, “Revolusi dan Kontra Revolusi di Venezuela”, dalam www.focusweb.org

Pada tahun 1999, melalui referendum rakyat, Majelis

Konstituante didirikan dan hal tersebut menandai dimulainya era

baru bagi Venezuela, yaitu Republik Kelima.26 Dalam pembukaan

konstitusi Republik Bolivarian Venezuela menyatakan bahwa tujuan

konstitusi merupakan membangun demokrasi partisipatoris yang

dicapai melalui perwakilan terpilih, pemilihan rakyat melalui

referendum, dan mobilisasi rakyat.27 Demokrasi kerakyatan

tersebut atau yang disebut sebagai demokrasi partisipatoris ini,

awalnya dibangun dengan melibatkan oragnisasi-organisasi yang

dididik untuk mengabdikan waktu dalam mebnagun organisasi dan

perkumpulan massa yang berkesadaran politik, mendiskusikan

kepentingan rakyat, tuntutan-tuntutan untuk mengatasi masalah

dalam komunitas dan mendorong perjuangannya secara politik.28

Perjuangan politik adalah perjuangan yang didasari oleh

adanya kesadaran bahwa nasib rakyat diakibatkan oleh kebijakan

dan tindakan politik yang menguasai aset-aset produksi dan sumber

daya ekonomi yang digunakan bukan untuk kepentingan rakyat,

melainkan utuk kepentingan pribadi. Perjuangan ini bertujuan

untuk merebut kekuasaan dan menggunakannya untuk perjuangan

kepentingan ekonomi rakyat. Lingkaran Bolivarian diluncurkan

dalam aksi massa yang dihadiri 500.000 massa di Caracas pada

tanggal 17 Desember 2001.29 Lingkaran Bolivarian ini sebelumnya

merupakan sebuah organisasi pembangunan gerakan rakyat untuk

menentang kebijakan-kebijakan neo-liberalisme di Amerika Latin

secara umum dan khususnya di Venezuela. Lingkaran Bolivarian

adalah organ dar demokrasi partisipatoris, dimana rakyat bisa

juga dilibatkan dalam proyek-proyek sosial, yang dibiayai oleh

pemerintah, dan mendiskusikan bagaimana mepertahankan capaian-

cpaian yang diperkenalkan oleh gerakan revolusi di bawah

kepemimpinan Hugo Chavez. Nama Lingkaran ini mulai muncul pada

tahun 2000.

Rakyat memiliki inisiatif untuk membentuk kelompok-kelompok

belajar mengenai konstitusi dan sejarah Venezuela, kemudian

meneruskan aktivitasnya dengan melakukan proyek-proyek

pengembangan komunitas lokal.

26”Bolivarian Circles of Venezuela Frontline Defense for National DemocraticRevolution”, dalam www.fightbacknews.org 27Ibid 28America Vera Zavala, “Participatory Democracy in Venezuela”, dalam www.zmag.org 29Nurani Soyomukti, Op.Cit., hal. 159

Sehingga muncul kelompok-kelompok lainnya di berbagai wilayah

yang mulai memperluas isu-isu, seperti kesehatan dan pendidikan.

Akhirnya kelompok-kelompok tersebut bersatu dan mengungkapkan

keinginannya untuk berpartisipasi secara langsung dalam pembuatan

kebijakan yang berpengaruh pada komunitas mereka. Menyadari

semangat rakyat tersebut, Hugo Chavez mendukung usulan para

aktivis untuk membentuk suatu organisasi massa yang digunakan

sebagai mekanisme bagi partisipasi kelompok komunitas tersebut,

dalam apa yang disebut dengan Lingkaran Bolivarian.30

Di tahun 2003, tercatat 2,2 juta rakyat secara formal

terdaftar sebagai anggota Lingkaran Bolivarian, yang mana dalam

tiap-tiap lingkaran terdiri dari 7 hingga 10 orang yang memiliki

status yang sama. Fungsi utama dari tiap-tiap lingkaran tersebut

adalah keterlibatan komunitas sesuai dengan kebutuhan dari letak

khusus mereka dan partisipasinya terwujud dalam berbagai bentuk,

misalnya memperbaiki infrastruktur di lingkungannya, meningkatkan

kegiatan-kegiatan budaya, ataupun terlibat dalam program-program

yang dicanangkan secara nasional. LIngkaran Bolivarian juga

mengorganisasikan dirinya ke dalam “Rumah Bolivarian” atau

Bolivarian Houses atau Casas Bolivarianas.31 Struktur baru

tersebut mencoba untuk menyatukan kegiatan lingkaran dengan

berbagai macam organisasi sipil lainnya, agar mampu menjawab isu-

isu, baik regional, nasional maupun internasional.

b. Hubungan Lingkaran Bolivarian dan Hugo Chavez

Banyak anggapan yang melihat bahwa Lingkaran Bolivarian

justru merupakan alat politik dari Hugo Chavez. Padahal yang

terjadi di Venezuela, yaitu dengan berdirinya lingkaran-lingkaran

ini ditingkat rakyat bawah, bukanlah pada tingkat kepemimpinan

individual. Setiap komunitas tersebut bekerja untuk proyeknya

masing-masing dan berusaha membangun masa depan mereka sendiri.

Meskipun Hugo Chavez merupakan pemimpin bagi semua komunitas,

namun bukan berarti anggota komunitas harus bergantung

kepadanya.32 Rakyat menerima Chavez memimpin Venezuela, sebagai

orang yang membuka ruang politik dan memberikan hakhak ekonomi

kepada semua orang, serta mengekspresikan keinginannya melalui

demokrasi partisipatori yang menjadi ciri khas Venezuela.

30Cristiano Kerrilla, “Venezuela: Bolivarian Circles Organize the poor”, dalam Green

Left Weekly

31Casas Bolivarianas digambarkan sebagai ruang masyarakat untuk bersatu sebagaimana

dalam konstitusi

32”Bolivarian Circles of Venezuela Frontline for National Democratic Revolution”

Lingkaran Bolivarian merupakan suatu lembaga independen yang

otonom dan tidak menerima bantuan langsung dari pemerintah.

Lingkaran ini mengembangkan inisiatifnya sendiri, sehingga tidak

ada seorang pun yang mengintervensi mereka untuk melakukan ini

maupun itu.33 Lingkaran ini tidak bersifat eksplisit mendukung

Chavez tetapi yang lebih utama adalah mendukung ide Bolivarian

Amerika Latin dan pemberdayaan masayarakat. Dengan demikian,

revolusi Bolivarian di Venezuela bukanlah Hugo Chavez itu sendiri

melainkan ia menjadi sarana bagi suara rakyat Venezuela yang

menghendaki adanya perubahan di Venezuela. Chavez menggunakan

Bolivarianisme sebagai alat untuk mengkonsolidasikan kekuatan,

menasionalisasi industri minyak dan memanfaatkan pemerintahan

yang dipimpinnya untuk mengubah beragam aspek kehidupan rakyat

Venezuela, agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.

c. Revolusi Bolivarian di Venezuela

Dalam partisipasi politik, rakyat Venezuela menjadi lebih

politis dan aktif daripada rakyat negara lain di Amerika Latin.

Dengan presentasi tinggi, seperti: mendiskusikan politik secara

regular (47%, rata-rata 26%), mencoba meyakinkan orang lain dalam

persoalan politik (32%, rata-rata 16%), terlibat dalam

demonstrasi (26%, rata-rata 12%), dan aktif di dalam partai

politik (25%, rata-rata 19%).34 Hal itu tidak akan terjadi tanpa

adanya semangat rakyat yang bangkit karena revolusi politik, yang

mana telah membuat orang menyadari bahwa berpartisipasi dalam

politik merupakan sesuatu yang menguntungkan, dan hal tersebut

hanya dapat dilakukan apabila terdapat upaya mengorganisisr

rakyat ke dalam suatu wadah tertentu, salah satunya Lingkaran

Bolivarian.

Lingkaran Bolivarian berperan penting dalam membangun

kembali proses konstitusional di Venezuela. Lingkaran Bolivarian

juga mengorganisir para buruh dan kelompok masyarakat untuk

mempertahankan instalasi dan koneksi atas minyak. Lingkaran ini

mengintegrasikan antara gerakan buruh dan sektro rakyat lainnya,

menjadikan gerakan lain (petani, kaum miskin kota, mahasiswa, dan

sebagainya) menyatu dengan gerakan buruh, banyak juga para

pekerja di perusahaan minyak negara (PDVSA) yang menjadi anggota

dari Lingkaran Bolivarian.35

33Kari Lyndersen, “Bolivarian Circles Spread”, dalam www.americas.org

34Zely Ariane, “Demokrasi Tertinggi di Venezuela: Survey, Penghormatan Demokrasi di

Venezuela”, dalam www.solidarityforvenezuela.blogspot.com

35Nurani Soyomukti, O.cit, hal. 168

Salah satu tujuan utama Lingkaran Bolivarian adalah untuk

mepertahankan proses revolusioner guna membentuk masayarakat yang

berkeadilan sosial, dengan keadilan ekonomi, dengan jaminan

partisipasi politik yang riil bagi semua orang. Partisipasi

poltik tidak hanya berkaitan dengan pemilihan umum, namun secara

langsung rakyat juga dapat menyusun gambarannya tentang

pembangunan, member usulan dan tindakan bagi proyek-proyek

kebijakan dan pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan

hidup tanpa perantara atau orang lain yang mewakili.36 Kesadaran

politik yang meluas di tingkat rakyat merupakan pendorong bagi

mereka untuk terlibat aktif di dalam melaksanakan kebijakan-

kebijakan dan proyek sosial yang dijalankan oleh negara.

Lingkaran Bolivarian di Venezuela juga menggerakkan

aktivisme sosial dan politik secara meluas, guna membantu

penduduk Venezuela yang tidak bisa menggunakan hak suaranya dalam

proses pemilihan atau penentuan suara politik. Lingkaran

Bolivarian lainnya mefokuskan usaha dan pekerjaannya untuk

mengupayakan makanan bagi penduduk yang kelaparan, member

pelayanan kesehatan, mengamankan sumber-sumber bagi usaha kecil,

meyediakan pendidikan bagi penduduk miskin.37

Dengan adanya Lingkaran Bolivarian, rakyat Venezuela menyatu

ke dalam suatu kesatuan dan bersama-sama berusaha untuk

memperbaiki kesejahteraan bangsa Amerika Latin, khususnya bangsa

Venezuela Revolusi Bolivarian merupakan wujud dari kekuatan

Lingkaran Bolivarian, yang merupakan pondasi utama revolusi di

tingkatan masyrakat bawah. Lingkaran ini dapat diartika sebagai

lingkaran yang berisikan kerja-kerja pengorganisiran,

strukturisasi keresahan rakyat kelas bawah, dan pendidikan

politik mengenai apa hak-hak warga negara dalam kehidupan dimana

setiap orang berhak untuk hidup. Peran lingkungan Bolivarian

disini adalah menjaga dan mendinamiskan kesadaran dan

keterlibatan politik massa dari bawah. Melalui Revolusi

Bolivarian ini, Chavez memberdayakan sumber kekayaan negaranya

untuk mengembangkan program-program yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa Venezuela.

36 “Bolivarian Circles of Venezuela Frontline Defense for National Democratic

Revolution”, Ibid.

37 Alvaro Sanches, “Bolivarian Circles: a Grassroots Movement” dalam

www.venezuelaanalysis.com

Hal tersebut dilaksanakannya dengan cara nasionalisasi.

Kebijakan ini merupakan salah satu bentuk dari proteksi yang

dilakukan pemerintah untuk mengintervensi pasar, demi melindungi

perekonomian domestik dari pengaruh asing. Tujuan utama kebijakan

yang diambil pemerintahan Chavez adalah negara bermaksud untuk

mengatur sektor-sektor yang menguasai hajat orang banyak, agar

tercapai kepentingan dan kemakmuran bagi selurh rakyat Venezuela

yang diupayakan pemerintahan Chavez melalui jalan nasionalisasi

ekonomi terhadap aspek-aspek kepentingan public yang dominan,

salah satunya yaitu sumber daya minyak.38

38Michael Parenti, “Good Things Happening in Venezuela”, dalam www.thirdworldtraveler.com