FFD 2013 Program Book - Festival Film Dokumenter

92
9 - 1 4 D E S E M B E R

Transcript of FFD 2013 Program Book - Festival Film Dokumenter

9 - 1 4 D E S E M B E R

merekam yang tersisa

mencari yang tersembunyi

menemukan kearifan semesta

NOBONDNOBOUNDARIES

What’s Inside . . .

Festival Film Dokumenter 2013

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

Festival Film Dokumenter 2013

01 Daftar Isi.

02 Informasi Pemutaran

03 Pengantar Direktur Festival

04 Pengantar Manajer Festival

05 Kompetisi Film Dokumenter Indonesia

a. Pengantar Program Kompetisi

b. Pengantar Kategori Dokumenter Panjang

c. Film Finalis Kategori Dokumenter Panjang

d. Profil Juri Kategori Dokumenter Panjang

e. Pengantar Kompetisi Kategori Dokumenter Pendek

f. Film Finalis Kategori Dokumenter Pendek

g. Profil Juri Kategori Dokumenter Pendek

h. Pengantar Kompetisi Kategori Dokumenter Pelajar

i. F ilm Finalis Kategori Dokumenter Pelajar

j. P rofil Juri Kategori Dokumenter Pelajar

06 Pemutaran Film Dokumenter Internasional

a. Pengantar Program Pemutaran

b. Pengantar Perspektif

c. Film-film Perspektif

d. Pengantar Spektrum

e. Film-film Spektrum

f. Pengantar SEA Doc

g. Film-film SEA Doc

07 Program Kolaborasi DocumentaDocumenta!

08 Program Presentasia. History on Screen #2013 : Montase dan Ingatan

b. SAMA : Ruang, Peluang, dan Perlakuan

c. Lebih Dekat ke Horizon: Cerita dari Orang-orang Biasa

d. Erasmusindocs

e. Persian Untold Stories

09 Jadwal

10 Pengelola Festival

11 Ucapan Terimakasih

12 P artner

............................................................................................. 02

........................................................................... 04

................................................................ 06

................................................................ 08

............................................ 12

.......................... 13

......................... 14

............................ 18

.......... 20

......................... 21

............................. 25

........... 27

........................... 28

.............................. 32

.......................................... 35

.......................................................... 36

.............................................................. 38

........................................................... 50

.............................................................. 54

............................................................ 58

............................................................... 60

..................................... 64

............... 66

............................ 68

..... 71

................................................................... 76

........................................................ 81

................................................................................................ 82

.............................................................................. 84

............................................................................ 85

................................................................................................ 89

Festival Film Dokumenter 2013

04

-

Informasi Pemutaran

Peraturan Pemutaran 1. Semua film yang diputar dalam festival terbuka untuk umum dengan menggunakan

sistem tiket yang bersifat gratis atau tidak dipungut biaya.2. Pintu bioskop dibuka 15 menit sebelum jadwal putar hingga 10 menit setelah film

dimulai. Lebih dari itu penonton dilarang masuk.3. Penonton wajib mengaktifkan modus 'senyap' atau menonaktifkan semua alat

komunikasi yang dimiliki.4. Penonton dilarang untuk mengambil gambar melalui media apapun dalam ruang

pemutaran.5. Penonton dilarang untuk membawa makanan dan minuman ke dalam ruang pemutaran.

Kode Rating Film PG : Semua umur. Penonton berusia dibawah 15 tahun diharapkan ada pendamping

dari orang tua atau dewasa. 15+ : Untuk penonton berusia 15 tahun ke atas. Penonton berusia dibawah 15 tahun

wajib didampingi orang dewasa/orang tua21+ : Untuk penonton berusia 21 tahun ke atas. Wajib menunjukkan kartu identitas.

Pengaturan Tiket Elektronik 1. Tiket bisa diperoleh melalui dua jalur: a. Memesan langsung di tiap lokasi pemutaran Taman Budaya Yogyakarta (TBY) b. Memesan secara online.2. Tiket hanya berfungsi sebagai syarat masuk ruang pemutaran, tidak untuk menentukan

lokasi duduk.3. Penonton wajib mengonfirmasi dengan menunjukkan nama yang tertera saat

pemesanan tiket di pintu masuk. Panitia berhak membatalkan tiket penonton secara sepihak apabila hingga waktu pemutaran dimulai penonton belum menunjukkan nama untuk konfirmasi kehadiran.

4. Panitia menyediakan tiket (kuota terbatas) untuk pemesanan langsung di TBY. Penonton yang kehabisan tiket online bisa memesan secara langsung di lokasi pemutaran TBY.

Pemesanan tiket secara online1. Pemesanan tiket dimulai sejak dua hari sebelum pemutaran (film terkait) berlangsung.

Jadi harap cek kembali jadwal pemutaran film yang Anda ingin tonton.2. Buka laman http://www.ffd.or.id atau salin Qrcode di cover belakang katalog ini.3. Cari film yang ingin ditonton, lalu pilih 'register'.4. Isi informasi persyaratan yang diminta dengan benar (bila ada kolom untuk mengisi

sandi, dan Anda tidak ingin mendaftar akun eventbrite, kolom ini tidak perlu diisi), lalu pilih 'complete registration'. Selesai!

Festival Film Dokumenter 2013

05

Screening Information

Screening Rules1. All films screened at the festival are free of charges and opened for public. We use free e-

ticketing system.2. The gate will be opened 15 minutes before screening until 10 minutes after the film

started. Otherwise, the gate will be closed. 3. The audience must keep their communication devices in 'silent' mode or turn it off.4. The audience are prohibited to take pictures using any kind of camera inside the cinema.5. The audience are prohibited to bring any food and beverages into the cinema.

Film Rating CodePG : Parental Guidance suggested. 15+ :For audience above 15 years old. Audiences below 15 years old must be

accompanied by adult/parents.21+ : For audience above 21 years old. Showing legal identity card is required.

e-Tickets Arrangement1. Tickets can be booked through two ways: a. Direct booking at every screening venue (Taman Budaya) b. Online booking.2. Tickets only used as (a) requirement to enter the cinema, not to determine the seat

number.3. The audience must confirm their tickets at the cinema's gate by mentioning the names on

the booking tickets. The organizer has full rights to cancel all tickets if the audiences didn't confirm their attendances until the screening time begins.

4. Festival's organizer will provide extra tickets (limited) to all visitors which can be obtained at the screening venue.

Online tickets booking1. Ticket booking will be started in two days before screening (related film). So please check

the screening’s schedule before you book the tickets.2. Log on to http://www.ffd.or.id or scan the QR-code that you can find in the back cover.3. Find the films you want to watch, then click on 'register'.4. Fill all the required informations correctly (if there's any column to fill passwords but you

don't want to sign up eventbrite account, then you could ignore it), then choose 'complete registration'. Done!

Festival Film Dokumenter 2013

Festival Film Dokumenter dan Dokumenter Indonesia

06

Dokumenter adalah salah satu penanda awal sejarah sinema kita. Sekitar tahun 1911, orang Eropa mulai membuat film di Hindia Belanda. Mereka merekam keseharian di Hindia Belanda dengan maksud memperkenalkan kehidupan negeri ini kepada orang-orang di Belanda. Setelah itu, dokumenter bertumbuh dan berkembang seiring dengan kebutuhan penguasa. Di masa pendudukan Jepang, dokumenter menjadi alat propaganda yang efektif. Kondisi ini semakin dipertegas ketika Orde Baru berkuasa. Rezim ini aktif membuat propaganda, membatasi ekspresi pembuat film dan lembaga sensor memilah isu mana yang layak terbit dan mana yang tidak. Pengalaman sosial ini membuat penonton Indonesia trauma dengan dokumenter, atau setidaknya menjadi berjarak dengan dokumenter, sehingga dokumenter seolah berjalan di tepian sejarah sinema Indonesia. Pada bulan Desember tahun 2002, FFD digelar untuk pertama kali. Saat itu, FFD mencoba memberikan ruang alternatif bagi dokumenter, sebagai kritik atas terpinggirkannya dokumenter dalam sinema Indonesia. Perlahan tapi pasti, jumlah dokumenter yang diikutsertakan dalam Program Kompetisi Dokumenter Indonesia semakin meningkat. Peningkatan kuantitas ini belum diikuti dengan peningkatan kualitas dokumenter. Masih banyak dokumenter yang sebatas mengemas informasi dan berhenti pada perekaman faktualitas. Eksplorasi cari bertutur dalam merangkul penonton untuk memancing pembacaan yang lebih kritis belum banyak tergarap dengan baik, pada saat itu. Tahun ini, FFD menerima 95 dokumenter Indonesia. Jumlah ini mengindikasikan terjadinya peningkatan jumlah pembuat film baru dan mulai timbulnya kebutuhan untuk mengikutsertakan filmnya dalam festival film. Tentu saja ini adalah gejala yang baik. Penonton yang “traumatis” juga dapat membuktikan sendiri bagaimana dokumenter Indonesia saat ini melakukan perlawanan estetika dan gaya bercerita. Tahun ini kita akan bersama-sama membuktikan sejauh mana dokumenter Indonesia memberikan perlawan terhadap bentuk-bentuk yang sudah usang itu. Melihat estetika dan konten di dalam dokumenter Indonesia, FFD mengajak untuk tidak abai dengan sejarah pencapaian dokumenter Indonesia. Boleh jadi, dalam melihat pencapaian ini akan menciptakan pakem atau patron-patron dokumenter. Namun tentu saja pakem ini dapat disempurnakan atau dilawan untuk mencapai kualitas estetika baru dan penyampaian konten yang lebih baik. Kehadiran Festival Film Dokumenter yang diselenggarakan oleh Forum Film Dokumenter adalah sebuah upaya untuk menandai proses kesejarahan dokumenter Indonesia. Melalui festival ini, Forum Film Dokumenter ingin berkontribusi dalam memberikan deskripsi pencapaian film dokumenter Indonesia. Sehingga nantinya, setiap pencapaian dapat dijadikan acuan untuk disempurnakan atau dilawan kembali.

Franciscus ApriwanDirektur Festival

Pengantar Direktur Festival

Festival Film Dokumenter 2013

Festival Film Dokumenter and Indonesia Documentaries

07

Documentary is one of the starting points in our cinema history. Around 1911, the European started to make film in Indonesian archipelago. They recorded the daily activities with the purpose of introducing this country's life to the people in Netherland. After that, documentary has grown and evolved along with the needs of the rulers just like in the era of Japanese's colonization, where documentary had become an effective propaganda instrument. This condition was increasingly emphasized when the New Order (Orde Baru) was in charge. This regime was actively making propaganda, limiting the expression of the filmmaker and the censorship institution was sorting which issue was worth to be published and which issue was not. This social experience has made the Indonesian audience traumatized with documentaries, or at least be at a distance of documentary, so that documentary is like walking on the edge of Indonesia cinema history. On December 2002, Festival Film Dokumenter (FFD) was held for the first time. At that time, FFD was trying to give an alternative space for documentaries, as a critic on how the documentary is marginalized in Indonesia cinema. Slow but sure, the number of the documentary which included in Indonesia Documentary Competition Program (Program Kompetisi Dokumenter Indonesia) is increasing. Unfortunately, this enhancement weren't followed by its qualities. Lots of documentaries only just tells stories bluntly rather than developing the story telling methods itself. This year FFD were accepting 95 Indonesian documentaries. This number indicates two things. First, the increasing numbers of a new filmmaker. Second, an increases of willingness from filmmakers to entry their films to festival. These are a good start, and we hope it will continue. Meanwhile, together we will see how far documentarians push their limits against a various forms that may dogmatic. FFD invites all of us to emphasize the history of Indonesia documentaries achievement. Even so, by emphasizing it, there might be new standards in documentary. But absolutely this is a cycle. The standards will be create over and over for a better qualities. The presence of Festival Film Dokumenter which initiated by Forum Film Dokumenter is an effort to mark the process in the history of Indonesian documentaries by emphasizing Indonesia documentaries achievement. So that later, every achievement can be used as references to regain the new ones.

Franciscus ApriwanFestival Director

Preface

Festival Film Dokumenter 2013

Festival Film Dokumenter

08

“The human body has limitations. The human spirit is boundless”. - Dean Karnazes Tahun ini kami ingin merayakan film dokumenter sesuai dengan tema yang diambil untuk festival tahun ini, “No Bond No Boundaries” / “Tanpa Ikatan Tanpa Batasan”. Meski tema ini diambil untuk menunjukkan dan mempertanyakan ulang batasan dan ikatan yang selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari kita, tidak ada salahnya juga untuk mengartikan tema ini dengan harafiah. Pada tahun penyelenggaraan ke-12 ini FFD akan memperluas ikatan dan batasan yang selama ini menjadi kerangka festival. Selain dua program utama festival (Kompetisi Film Dokumenter Indonesia dan Pemutaran Film Dokumenter Internasional) akan hadir pula dua program pendamping yang akan menyemarakan festival tahun ini. Program kolaborasi Documenta Documenta! yang digagas tujuh komunitas (FFD, Etnohistori, Taring Padi, SURVIVE! garage, Envicture, Combine, dan Engage Media) beserta lima komunitas kolaborator lainnya akan menunjukkan bagaimana semangat manusia ini memang benar adanya tanpa batasan. Program ini akan menampilkan bagaimana gerakan sosial, media, dan seni diramu dalam eksebisi arsip dan dikemas secara interaktif. Program Presentasi tahun ini diramaikan oleh 5 lembaga maupun perorangan yang akan berbagi proses dan kepedulian di bidang yang beragam. kotak hitam forum, Engage Media, dan Kampung Halaman bersama ILO– akan mengajak kita melihat bagaimana video berperan dalam perkembangan isu. kotak hitam forum akan mempresentasikan hasil workshop anak-anak SMA yang mencoba melihat kembali sejarah. Engage Media akan membawa kita pada pengalaman kehidupan sehari-hari di kota-kota di Indonesia. Kampung Halaman bersama ILO akan berbagi pengalaman penyandang disabilitas dalam kehidupan mereka bermasyarakat.Komeil Soheili, pembuat film dan petualang asal Iran, akan hadir di festival untuk mengajak kita bertukar cerita tentang kehidupan sehari-harinya di Iran. Dalam Program Presentasi ini juga akan diisi dengan pemutaran film yang dipersembahkan oleh ErasmsusHuis dan juga film pemenang Erasmusindocs. Mengambil momentum Hari Internasional Penyandang Disabilitas, kami ingin menjadikan festival ini bisa diakses juga oleh para penyandang disabilitas. Akan ada beberapa tempat pemutaran dan sesi pemutaran yang bisa diakses oleh para penyandang disabilitas, lalu akan ada juga beberapa volunter yang membantu mereka dalam menghadiri sesi pemutaran tersebut. Hal ini merupakan langkah awal yang baru saja kami gagas, semoga di tahun-tahun berikutnya bisa menjadi lebih baik. Untuk itu pula pada tahun ini kami menggunakan sistem e-ticket dalam setiap sesi pemutaran di Taman Budaya Yogyakarta, sehingga kami bisa memetakan kebutuhan para penonton yang akan menghadiri festival.Ini dikarenakan kami ingin mengembalikan festival pada hakikatnya yang merupakan sebuah pesta rakyat. Selain itu, pada tahun ini kami juga ingin mengajak para penonton untuk berpartisipasi dalam program Kompetisi. Untuk pertama kalinya kami akan memberikan penghargaan “Film Favorit Pilihan Penonton”. Kami ingin memberi kesempatan penonton untuk menilai sejauh mana kualitas film dokumenter Indonesia saat ini. Kami berharap ruang pertemuan antara pembuat film dan penonton benar-benar terjadi di festival ini. Dengan segenap hati kami menyambut anda dalam festival film dokumenter tahun ini. Selamat menikmati!

Dhany Yunar

Festival Manager

Pengantar

Festival Film Dokumenter 2013

Festival Film Dokumenter

09

“The human body has limitations. The human spirit is boundless”. - Dean Karnazes This year we want to celebrate the existance of documentary filmsin a way, which matchedour festival's theme; “No Bond No Boundaries”. Even though, we choose this theme to show and asking the existance of bond and boundaries, which are always took part in our daily life, it is not a

thwrong thing to interpret this theme literally. In the implementation of the 12 episode this year, FFDwill expand the bond/ties and boundaries as the framework of the festival. Other than two of our main festival programs (Indonesia Documentary Film Competition and International Documentary Film Screening), there will be another two addition programs to adorn the festival this year. Collaboration program Documenta Documenta!which was initiated by seven communities (FFD, Etnohistori, Taring Padi, SURVIVE! garage, Envicture, Combine, and Engage Media) with another five collaborator communities, will show you how human spirit is really without boundaries. This program will show you how social movement, media, and art were combined in archive exhibitions and were packaged interactively. This year's Presentation Program enlivened by five institutions or individuals and they will share the process and their attention in various subjects. kotak hitam forum, Engage Media, and Kampung Halaman with ILO will invite us and show how video takes part in an issue development. kotak hitam forum will present their workshop of high school students trying to interpret the history with their way. Engage Media will bring us to the daily life-experience of cities in Indonesia.Kampung Halaman with ILO will share the experience of person with disabilities in their social life. Komeil Soheili, a filmmaker and traveler from Iran, will attend the festival and he will invite us to share his story about his daily life in Iran. This Presentation Program will also be filled with film screening presented by Erasmus Huis and Erasmusindocs. As we take the momentum of World Disabilities Day, we want to make this festival can be accessed also by person with disabilities. There will be some screening places and sessions that can be accessed for them, and volunteers that will help them to attend the screening session. This is our first step and idea,we hope in the next year we can make a better progress. This year we also use e-ticket system on every screening session in Taman Budaya Yogyakarta, so we can maping out the needs of the audience who attend the festival. We did this because we want to return the real meaning of festival as a public event. Other than that, we wants our audience to take part in Competition Program. For the first time we will gave “People Choice Award” based on the audience's votes. We'll gave the audiences first hand experience to appraising Indonesian documentary films. We hope this festival become a place, not just some event, where the filmmakers meet the audiences.And we wholeheartedly welcome you to this year's Festival Film Dokumenter. Enjoy!

Dhany Yunar

Festival Manager

Preface

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

Festival Film Dokumenter 2013

12

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

Kompetisi merupakan program utama dari Festival Film Dokumenter sejak pertama kali diadakan tahun 2002. Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan ruang apresiasi dan eksebisi bagi film dokumenter Indonesia. Melalui kompetisi ini FFD mencoba menilik sejauh mana film dokumenter Indonesia telah berkembang. Selama ini kami selalu mencari film yang mampu secara kritis menyajikan hal-hal yang ada di sekitar kita dan mengolahnya menjadi sebuah cerita yang nantinya diharapkan bisa tersampaikan dengan baik ke penonton. Eksplorasi dari segi gaya penceritaan juga menjadi sorotan kami di Kompetisi Film Dokumenter tahun ini. Beberapa film masuk sudah mulai mempresentasikan ide mereka dengan gaya yang berbeda dengan film dokumenter bergaya ekspositori yang lebih familiar dengan penonton Indonesia. Hal ini memberikan corak menarik bagi kompetisi tahun ini. Terdapat 95 film yang masuk ke Kompetisi Film Dokumenter Indonesia tahun ini. Ini merupakan jumlah film masuk tertinggi selama 11 tahun pelaksanaan festival. Metode pendaftaran film secara online yang mulai diterapkan tahun ini akan terus dikembangkan sehingga nantinya dapat meningkatkan keefektifitasan pendaftaran dan pendataan film.

The competition program has been become the heart of the festival since it was held in 2002. This program gives space to the Indonesian filmmaker to exhibit their works and also becomes the place where their works meet the audience. Throughout this competition we can also observe the development of Indonesian documentary from time to time. We are always encouraged to find films that can put the scenes around them in frame, and offer critical opinions to the audience. We gave special highlight to the style which chosen by the competitor-filmmakers this year. Some films have come out of the box and offer the audience a refreshing, because they will see documentaries which might not the same as what they usually seen before. Total of 95 films have been submitted to us. This is a milestone for us because that number is the biggest of the 11 years history of this festival. The internet-based submission, which set to active from this year, seems to give significant contribution to this milestone. Hopefully, this method will improve the efficiency both in film submitting and data collection.

INDONESIA DOCUMENTARY FILM COMPETITION

13

FEATURE LENGTH DOCUMENTARY

Festival Film Dokumenter 2013

Dari 18 film yang masuk, juri Madya telah memilih 5 finalis untuk kategori film dokumenter panjang. Film-film yang dipilih menjadi finalis adalah film-film yang mampu mengajak penonton untuk masuk dan ikut berpikir kritis menanggapi isu yang disajikan, tidak hanya diam dan terus menerima kucuran informasi yang terkesan mendikte. Film-film ini kembali mengingatkan kita akan hal yang mungkin sering terlupakan, yaitu history dan legacy. Film-film ini memotret Indonesia yang selalu berubah seiring dengan perkembangan jaman melalui film, televisi, hingga peristiwa besar seperti Pemilu dan Reformasi.

From total 18 films that have been submitted, Madya juror has chosen 5 finalists for feature lenght documentary film. These films that were chosen to the final are films which are capable to invite the audience to think critically about some issues. These films will bring us to remember about things that are easily forgotten, history and legacy. These films are also captured Indonesia, as a country that easily changed through the evolution of film, television, and big events like General Election and Reformation.

KATEGORI DOKUMENTER PANJANG

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

Festival Film Dokumenter 2013

14

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

FILM FINALIS KATEGORI DOKUMENTER PANJANG

Kisah dan semangat di balik pembangunan Patung Selamat Datang (Bundaran HI), Monumen Pembebasan Irian Barat (Lapangan Banteng), dan Patung Dirgantara (Pancoran).

12 Des 2013 | SOC | 16.3014 Des 2013 | SOC | 13.00

Begini Lho, Ed!

SUTRADARA : Lasja F. Susatyo dan Alit Ambara DURASI : 41 Min PRODUKSI : Indonesia Berdikari dan Cangkir Kopi NEGARA : Indonesia | Yogyakarta dan JakartaKONTAK : [email protected] : PG

This is the story and enthusiasm behind the making of Selamat Datang Monument (Bundaran HI), West Irian L ibera t ion Monument (Lapangan Banteng), and the Statue of Dirgantara (Pancoran).

13 DES 2013 | SOC | 18.3014 DES 2013 | RS | 13.00

Anak Sabiran, Di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip)

SUTRADARA : Hafiz RancajaleDURASI : 160 Min PRODUKSI : Forum LentengNEGARA : Indonesia | Jakarta KONTAK : [email protected] : PG

This documentary is about an important figure who did great deeds in the history of Indonesian cinema, and also one of the most prominent persons in Indonesian cinema. Hajji Misbach Yusa Biran was a former film director who dedicated most of his lives to preserve materials regarding Indonesian cinema to record history. This film is much about his personal lives as an archivist as it is about him as the founding father of Sinematek Indonesia.

Anak Sabiran, Di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip) mencoba membaca gagasan pengarsipan filem yang ada di dalam pikiran Misbach Yusa Biran sebagai seorang tokoh yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk mengawetkan wacana dan memaknainya kembali sebagai sumber sejarah perfileman Indonesia yang disimpannya di Sinematek Indonesia.

Festival Film Dokumenter 2013

15

FEATURE - LENGTH DOCUMENTARY

INDONESIAN DOCUMENTARY FILM COMPETITION

Sebuah negara menjadi pusat perhatian demokrasi dunia pada tahun 2009. Indonesia, negara yang baru menapakkan kakinya dalam kehidupan berdemokrasi mendapatkan sebutan sebagai salah satu negara terbaik yang dapat menyelenggarakan pemilihan umum secara demokratis. Demam demokrasi dan "pilpres" terekam dalam setiap nafas bangsa ini. Kondisi ini juga semakin dihangatkan dengan pemberitaan media dan kampanye politik yang semakin agresif. Baru saja 10 tahun lalu, dunia menyaksikan kejatuhan Suharto yang dipicu oleh gerakan reformasi mahasiswa. Sekarang, bangsa ini menjadi saksi mata pertarungan 'orang-orang kuat' untuk memperebutkan tampuk kekuasaan yang juga melibatkan beberapa mantan Jendral dengan jejak rekam khusus dalam hal pelanggaran Hak Asasi Manusia. Persis seperti seorang anak kecil, bangsa ini belajar untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.

Presidential election in the Republic of Indonesia takes place in 2009. A country that is still learning how to apply a democratic life, yet declared as one of the countries that have the best democratic election processes. Euphoria takes place as people are being fed by political campaigns and media 's invo lvement in po l i t i cs . Indonesians who were just liberated around 10 years ago from the Suharto's tyranny by the student movements in 1998, have to witness a political battle among the haves and the powers which involve some of the army generals who should have been accountable for some human right abuses. Like a little child, the country is struggling to shape its future. Like little children, the people are learning to shape its future.

12 DES 2013 | SOC | 18.3013 DES 2013 | RS | 13.00

Children of A Nation

SUTRADARA : Sakti ParanteanDURASI : 77 Min PRODUKSI : Fictionary Films NEGARA : Indonesia | JakartaKONTAK : [email protected] : PG

Festival Film Dokumenter 2013

16

Evaluasi perjalanan reformasi, hasil reformasi sampai dengan tahun 2012, dengan cara mewawancarai mantan aktivis 1998, anggota masyarakat dan mahasiswa saat ini. Apakah reformasi gagal? Selain wawancara, film ini juga menampilkan footage terkait pergerakan pada masa Orde Baru yang dulu dilarang tayang di media massa. Misalnya Peristiwa Gejayan. Kalau film Tragedi Jakarta 1998 (Student Movement in Indonesia) didedikasikan bagi korban Tragedi Trisakti dan Tragedi Semanggi I maka film Setelah 15 Tahun.. didedikasikan untuk Moses Gatotkaca (korban Peristiwa Gejayan) dan Yun Hap (korban Tragedi Semanggi II).

11 DES 2013 | SOC | 18.3013 DES 2013 | RS | 20.30

Setelah 15 Tahun..

SUTRADARA : Tino Saroengallo DURASI : 93 MinPRODUKSI : Jakarta Media Syndication NEGARA : Indonesia | Jakarta, Jogja, MakassarKONTAK : [email protected] : 15+

Evaluation of how Reformation goes until 2012 by interviewing 1998 activists, common people and students. Did Reformation fai led? Besides interviews, the film also shows some footage that was forbidden during New Regime era i.e. Gejayan Incident in Jogjakarta. If the film Tragedi Jakarta 1998 (Student Movement in Indonesia) was dedicated to victims of Trisakti dan Semanggi I Tragedy, Setelah 15 Tahun...� is dedicated to Moses Gatotkaca (victim of Gejayan Incident) and Yun Hap (victim of Semanggi II Tragedy).

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

FILM FINALIS KATEGORI DOKUMENTER PANJANG

Festival Film Dokumenter 2013

17

Bercerita mengenai kisah 'di balik frekuensi' publik yang terjadi di Indonesia, film dokumenter ini mengajak publik untuk melihat apa yang kini tengah terjadi di dunia media di negara kita, khususnya be rkenaan dengan med ia yang menggunakan frekuensi publik sebagai sarananya: televisi. Luviana adalah seorang jurnalis yang telah bekerja 10 tahun di Metro TV, di-PHK- kan karena mempertanyakan sistem manajemen yang tak berpihak pada pekerja, dan mengkritisi newsroom. Sementara itu, Hari Suwandi dan Harto Wiyono adalah dua orang warga korban lumpur Lapindo yang berjalan kaki dari P o r o n g ( S i d o a r j o ) k e J a k a r t a . Menghabiskan waktu hampir satu bulan demi tekad untuk mencari keadilan bagi warga korban Lapindo yang pembayaran ganti ruginya oleh PT Menarak Lapindo Jaya belum lagi terlunasi.

The story behind the Indonesian television network, as seen through the two subjects, Luviana and Hari Suwandi. Luviana, who had been working for 10 years for Metro TV, was fired because questioning the board management and criticizing the newsroom. Hari Suwandi and Harto Wiyono, both the victim of Lapindo Mud-disaster went to seek justice by walking on feet to Jakarta. Their main goal is to settle the compensation dispute for the victim which hasn't yet paid by PT Menarak Lapindo Jaya.

10 DES 2013 | SOC | 19.0011 DES 2013 | RS | 13.00

Di Balik Frekuensi

SUTRADARA : Ucu AgustinDURASI : 144 Min PRODUKSI : Gambar Bergerak Production NEGARA : IndonesiaKONTAK : [email protected] : PG

FEATURE - LENGTH DOCUMENTARY

INDONESIAN DOCUMENTARY FILM COMPETITION

07

purus lectus ultrices risus, a condi -mentum risus mi et quam.

Festival Film Dokumenter 2013

18

Festival Film Dokumenter 2013

JUDGES PROFILE

He is one of the founders of Q! Film Festival since 2002. He had worked for Berlin Film Festival, Shanghai Film Festival, Puchon Fantastic Film Festival and Arte Festival. He used to be a part-time lecturer in London School of Public Relations, John who has been studied in University of Bologna DAMS also starts to work as a producer and film publisher. Parts of The Heart (Paul Agusta), Vakansi Yang Janggal Dan Penyakit Lainnya (Yosep Anggi Noen), What They Don't Talk About When They Talk About Love (Mouly Surya) are films which he was involved as a producer.

John Badalu adalah salah satu pendiri Q! Film Festival yang berdiri sejak tahun 2002. Dia bekerja untuk Berlin Film Festival, Shanghai Film Festival, Puchon Fantastic Film Festival and Arte Festival. John pernah kuliah di University of Bologna DAMS, dan sempat menjadi dosen paruh waktu di London School Of Public Relations. Kini, John mulai menjajaki pekerjaan sebagai produser and publisis film. Parts of The Heart (Paul Agusta), Vakansi Yang Janggal Dan Penyakit Lainnya (Yosep Anggi Noen), What They Don't Talk About When They Talk About Love (Mouly Surya) adalah film-film dimana dia terlibat sebagai co-produser.

John Badalu

PROFIL JURIKATEGORI DOKUMENTER PANJANG

He starts his career as a journalist for KOMPAS on 1985, he joined Journalistic Study of News Straits Time in Malaysia on 1990. Then he became an assistant director of Education and Culture in KOMPAS. He conducted Kompas Bureau, Central Java-Yogyakarta (2001) and Yogyakarta (2003). He became a Humanities Desk Head (2006), National Head Desk (2009). His works usually are about arts and culture. He had gained a journalistic awards in culture subject on 1998. Other than journalist, he also wrote and performed some of his drama scripts. Since 2011 he became an Executive Director of Bentara Budaya.

Hariadi Saptono memulai karir jurnalistiknya sebagai wartawan KOMPAS pada 1985. Sempat mengikuti Studi Jurnalistik News Straits Time di Malaysia pada tahun 1990. Pada 1993 ia menjabat sebagai wakil editor Pendidikan dan Kebudayaan KOMPAS. Mengepalai Biro Kompas, Jateng-DIY (2001) dan DIY (2003). Selanjutnya Hariadi Saptono menjabat sebagai Kepala Desk Humaniora (2006), Kepala Desk Nusantara (2009). Tulisan-tulisannya umumnya membahas seputar seni dan kebudayaan. Terbukti dari penghargaan jurnalistik di bidang kebudayaan yang diraihnya pada tahun 1998. Selain bergiat di bidang jurnalistik, Hariadi Saptono juga menulis dan mementaskan beberapa sejumlah naskah drama. Sejak 2011, ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif Bentara Budaya.

Hariadi Saptono

08

Festival Film Dokumenter 2013

JUDGES PROFILE

19

Festival Film Dokumenter 2013

PROFIL JURIKATEGORI DOKUMENTER PANJANG

He was born in Makassar, October 2nd 1970. Riri Riza has been graduated from Diploma Program of Film Directorial Jakarta Institute of Arts on 1993. He made a story with title KULDESAK which was played on the cinema 1998. His documentary film that he made on 1999 about Indonesia in change, Tuti's Story, was played on television in Hongkong, Vietnam, Inggris and Australia. Riri got a scholarship Chevening Awards on 2000 and had finished Master in Feature Films Screenwriting from Royal Holloway University of London on 2001. With Mira Lesmana as the producer in Miles Films, Riri then choose to keep focus on producing film and directed Petualangan Sherina (2000), Eliana Eliana (2002), GIE (2005), Untuk Rena (2005), 3 Hari Untuk Selamanya (2007). His amazing film Laskar Pelangi (2008) based on a famous novel written by Andrea Hirata has broke the record and successfully sold 4.7 millions ticket. Start to make a film in 2012, Atambua 39oCelsius had premiered in a competition session on Tokyo International Film Festival 2012. This year, he release his newest film, Sakola Rimba.

Lahir di Makassar 2 Oktober 1970. Riri Riza lulus dari program Diploma III Penyutradaraan Film Institut Kesenian Jakarta pada tahun 1993. Ia membuat film cerita secara gerilya berjudul KULDESAK yang diputar di bioskop di Indonesia pada tahun 1998. Sebuah film dokumenter yang dibuatnya pada tahun 1999 yang bercerita tentang Indonesia dalam perubahan, Tuti's Story, diputar di jaringan televisi Hongkong, Vietnam, Inggris dan Australia. Riri mendapat beasiswa Chevening Awards pada tahun 2000 dan menyelesaikan program Master in Feature Films Screenwriting dari Royal Holloway University of London pada tahun 2001. Bersama dengan produser Mira Lesmana di Miles Films, Riri kemudian memfokuskan diri pada produksi film cerita dengan menyutradarai Petualangan Sherina tahun 2000, Eliana Eliana (2002), GIE (2005), Untuk Rena (2005), 3 Hari Untuk Selamanya (2007). Film LASKAR PELANGI (2008) didasarkan pada novel laris ANDREA HIRATA memecahkan rekor penonton film di Indonesia, dengan menjual lebih dari 4,7 juta tiket bioskop.

Kembali membuat film di tahun 2012, ATAMBUA elsius diputar perdana 0

39 Cpada sesi kompetisi Tokyo International Film Festival 2012. Tahun ini, Riri Riza merilis film terbarunya, Sokola Rimba.

Riri Riza

Festival Film Dokumenter 2013

20

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

KATEGORI DOKUMENTER PENDEK

Film-film finalis untuk kategori dokumenter pendek ini mampu menghadirkan perspektif baru dalam merespon sebuah isu/masalah. Selain itu gaya penceritaan yang cukup berbeda juga ditawarkan oleh film-film finalis kategori dokumenter pendek. Subjek yang diangkat pun cukup beragam, mulai dari isu sehari-hari di dalam masyarakat sampai ke masalah yang sangat personal.

The finalist for this category are capable to give us a new perspective about how to respond an issue/problems. Other than that, the filmmakers who made their way to the final are also offered a different storytelling style. The subject are various, from daily issues in our society until personal problems.

Festival Film Dokumenter 2013

21

Sepasang kekasih akan segera menikah dalam beberapa minggu. Mereka memutuskan untuk membuat video pre- wedding. Seharusnya ini adalah film fiksi tentang mereka, tetapi kemudian berubah secara dramatis ketika mereka berbicara tentang pernikahan; aturan-aturannya serta tradisinya.

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 18.30

400WORDS

SUTRADARA : Ismail BasbethDURASI : 13 MinPRODUKSI : Bosan Berisik FilmsNEGARA : IndonesiaKONTAK : [email protected] |

www.bosanberisik.wordpress.comRATING : PG

A couple will be married in the next few weeks. They decide to make a pre wedding video. It should be a fiction film about them, but then its change dramatically when they talk about the wedding; its rules and traditions.

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 18.30

INTIONG (India-Tionghoa)

SUTRADARA : Gabriella DhillonDURASI : 7 Min PRODUKSI : W.O.T ProductionNEGARA : Indonesia | TangerangKONTAK : [email protected] : PG

INTIONG is a documentary about girl named Gabriella Dhillon, who is born from Indian father and Chinese mother. How she position herself in both culture and searching for her true identity in her conservative family?

INTONG adalah dokumenter yang bercerita tentang Gabriella Dhillon yang lahir dari ayah-ibu dengan latar belakang budaya yang sangat berbeda, ayahnya India dan ibunya Cina. Bagaimana Gabriella memposisikan dirinya diantara dua budaya yang berbeda? Bagaimana pencarian jati d i r inya d i dalam keluarga yang konservatif?

SHORT DOCUMENTARY

INDONESIA DOCUMENTARY FILM COMPETITION

Festival Film Dokumenter 2013

22

Bersekolah di sekolah inklusi membuat Salma (12 tahun) menemukan kesulitan untuk beradaptasi dengan teman sekelasnya yang berkebutuhan khusus. Tidak mudah baginya untuk menjalin hubungan pertemanan dengan anak-anak yang memiliki perbedaan secara mental dan fisik. Namun, setelah Salma mengenal lebih dalam teman-temannya, dia mulai menghargai arti perbedaan ini. Selain Salma menjadi makin dewasa menjalani kehidupannya.

Having studied at an inclusive junior high school make Salma (12 year-old) found it difficult to adapt to many of her schoolmates who have special needs. As a normal kid, it's not easy for her to make friend with others who are different, mentally or physically. However, after she knew deeper about her friends, she started to have respect for differences and built a friendship in diversity. Her friends help her to grow up and getting more mature in running her life.

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 18.30

Berteman Dengan Perbedaan

SUTRADARA : BudiyantoDURASI : 21 Min PRODUKSI : Eagle Institute IndonesiaNEGARA : Indonesia | YogyakartaKONTAK : [email protected] : PG

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 18.30

The Flaneurs #3

SUTRADARA : Aryo DanusiriDURASI : 4 MinPRODUKSI : -NEGARA : IndonesiaKONTAK : [email protected] : PG

The preaching is over. Yet, the people still linger around the stage.

D a k w a h s u d a h s e l e s a i . Kerumunan jemaah masih berkerumun di sekitaran panggung dakwah.

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

FILM FINALIS KATEGORI DOKUMENTER PENDEK

Festival Film Dokumenter 2013

23

Perbedaaan karakter tiga orang transgender dengan masalah mereka m a s i n g - m a s i n g b u k a n m e n j a d i penghalang untuk tetap menampilkan pertunjukan yang spektakuler di Oyot Godhong Cabaret Show Mirota Batik, karena apapun yang terjadi "The Show Must Go On..."

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 18.30

Show Must Go On

SUTRADARA : Diyah VerakandhiDURASI : 27 Min PRODUKSI :black coffe and cigarettes NEGARA : Indonesia| YogyakartaKONTAK : [email protected] : PG

Three transvestites, regular performer at Oyot Godhong Cabaret Show Mirota Batik, must keep their chin up in every show despite of their personality differences and problems regarding their identity. No matter what, the show must go on!

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 18.30

Merah Itu Berani

SUTRADARA : Mazda Radita RoromariDURASI : 12 Min PRODUKSI : SINEMAIN NEGARA : Indonesia | SoloKONTAK : [email protected] : PG

Four traffic lights near a university which violated by most riders bravely, while some other riders need courage to obey it.

Empat lampu lalu lintas di sebuah kawasan universitas yang berani dilanggar oleh sebagian pengendara, sementara sebag ian pengendara yang la in membutuhkan keberan ian un tuk menaatinya.

SHORT DOCUMENTARY

INDONESIA DOCUMENTARY FILM COMPETITION

Festival Film Dokumenter 2013

24

Lintang, penderita low vision, sebentar lagi akan lulus dari SLB tempat ia belajar selama 7 tahun. Dia akan meninggalkan sahabat-sahabatnya dan juga l ingkungan yang selama ini mendidiknya untuk siap menghadapi dunia luar.

Lintang had suffered a vision handicap, called low vision, which made him can only see things if it were close to his eyes. He went to a special school, and now he is about to graduate. He will leave all of his best friends behind, and get ready for the real world outside the school.

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 18.30

Farewell My School

SUTRADARA : Ucu AgustinDURASI : 13 Min PRODUKSI : Gambar Bergerak Production -

Kalyana Shira Foundation NEGARA : Indonesia | JakartaKONTAK : [email protected] : PG

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

FILM FINALIS KATEGORI DOKUMENTER PENDEK

Festival Film Dokumenter 2013

25

JUDGES PROFILE

A movie lover since he was child until now. He was born in Pasuruan, April 28th 1988 and has been graduated from Department of Communication Science in Gadjah Mada University on 2011. He is a member of filmindonesia.or.id while evolve cinemapoetica.com as a media to shares discouraged, sense and characters. He also active as a curator for Film Festival in Solo and ARKIPEL International Documentary & Experimental Film Festival, and was participated in Berlinale Talent Campus 2013 as a representation from Indonesia in film criticism area. He used to be a program officer from 2007-2010 on Kinoki, an alternative cinema in Yogyakarta.

Penonton film dari kecil sampai sekarang. Lahir di Pasuruan 28 April 1988 dan lulus dari Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2011. Sehari-hari berproses di Yayasan Konfiden sebagai anggota redaksi filmindonesia.or.id, sembari mengembangkan cinemapoetica.com sebagai media untuk berbagai asa, rasa, dan aksara. Juga aktif berkegiatan sebagai kurator untuk Festival Film Solo dan ARKIPEL International Documentary & Experimental Film Festival, dan sempat berpartisipasi dalam Berlinale Talent Campus 2013 sebagai perwakilan Indonesia untuk bidang kritik film. Sebelumnya, dari 2007 sampai 2010, rajin mondar-mandir di Kinoki, bioskop alternatif di Yogyakarta, sebagai pengurus program.

Had worked in film industry including film festival; Jiffest (2001-2003), KidsFfest (2009-2010), Vfest (2009). He and Kalyana Shira Foundation working on Project Change! a masterclass documentary workshop with Perempuan as the main focus (2008 until now), arranged a film discussion and workshop, as a Judge Panel Producer on L.A Indiefest (2009-2011). Produced and directed documentary film Guru Rimba, Dimanapun Jadi Sekolah Di Bawah Bendera, Secret Player (2010) and co-founding Biru Terong Initiative (2011) which is an organization for film and education. As a judge for documentary film competition in Indonesia Film Festival (FFI) 2011 and a judge for documentary competition 21 Short Film Festival 2012.

Ia bekerja di beberapa festival film, seperti Jiffest (2001-2003), KidsFfest (2009-2010), dan Vfest (2009). Bersama Kalyana Shira Foundation ia mengerjakan Project Change! Sebuah workshop masterclass dokumenter dengan fokus Perempuan (2008-sekarang). Selain itu Vivian juga mengadakan diskusi dan workshop film, dan menjadi Juri Produser Panel L.A. Indiefest (2009-2011). Vivian sempat memproduksi dan menyutradarai film dokumenter Guru Rimba, dimanapun Jadi Sekolah di bawah bendera Secret Prayer (2010) dan co-founding Biru Terong Initiative (2011) yang merupakan gerakan untuk film dan pendidikan. Menjadi Juri kompetisi film dokumenter di FFI 2011 dan Juri kompetisi dokumenter 21 Short Film Festival 2012.

Vivian Idris

PROFIL JURIKATEGORI DOKUMENTER PENDEK

Adrian Jonathan Pasaribu

JUDGES PROFILE

26

Festival Film Dokumenter 2013

Ifa Isfansyah was born in Yogyakarta on 1979 and has been graduated from Department of Television on Indonesian Arts Institute Yogyakarta. On 2001, with his friends they decided to make a film community named Fourcolors Films and produced short films. On 2006, he got a scholarship from Asian Film Academy in Busan Int'l Film Festival to continue his directing study in In Kwon Taek College of Film & Performing Art, South Korea.

After finished his study, he started to work on his first movie with SBO Films and Mizan Productions with the title Garuda Di Dadaku and successfully made its way to box office. His second movie, Sang Penari, was named as “The Best Film” in Indonesia Film Festival 2011. On 2012 he released a musical fantasy film as the theme based on songs from A.T Mahmud (Indonesian composer of children's songs), Ambilkan Bulan. He had released Rumah dan Musim Hujan in International Film Festival Rotterdam and 9 Summers 10 Autumns as the next film in 2012. Now he is getting ready again to make a classic martial arts film with Mira Lesmana named Pendekar Tongkat Emas.

Ifa Isfansyah lahir di Jogjakarta pada tahun 1979 dan berhasil menyelesaikan studinya di Jurusan Televisi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Pada tahun 2001, bersama beberapa teman membuat komunitas film bernama Fourcolours Films dan mulai aktif memproduksi film-film pendek. Tahun 2006, Ifa mendapatkan beasiswa dari Asian Film Academy di Busan Int'l Film Festival untuk melanjutkan studi penyutradaraannya di Im Kwon Taek College of FIlm & Performing Art, Korea Selatan.

Setelah menyelesaikan studinya di Korea, ia mengerjakan film panjangnya yang pertama bersama SBO Films dan Mizan Productions dengan judul Garuda di Dadaku dan berhasil meraih box office dengan 1,4 juta penonton. Film panjang keduanya, Sang Penari, dinobatkan sebagai Film Terbaik pada Festival Film Indonesia 2011 sekaligus mengantarkannya meraih penghargaan sebagai Sutradara Terbaik Indonesia tahun 2011. Tahun 2012 kembali merilis film anak-anak dengan kemasan fantasi musikal dari lagu-lagu AT Mahmud, Ambilkan Bulan. Tahun 2012 merelease film Rumah dan Musim Hujan di International Film Festival Rotterdam dan 9 Summers 10 Autumns. Sekarang bersama Mira Lesmana sedang menyiapkan sebuah film silat klasik berjudul Pendekar Tongkat Emas.

Ifa Isfansyah

PROFIL JURIKATEGORI DOKUMENTER PENDEK

27

INDONESIA DOCUMENTARY FILM COMPETITION

STUDENT DOCUMENTARY KATEGORI DOKUMENTER PELAJAR

Film-film pelajar ini dipilih sebagai apresiasi kepada pembuat film yang masih duduk di bangku sekolah untuk mendorong semangat berkarya mereka. Kategori ini menyoroti bagaimana pelajar dengan daya kritisnya mampu mengangkat permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Para pelajar, di dalam film-film ini sudah mampu melihat hal yang sederhana dan dekat dengan mereka dan mempresentasikannya dalam film.

The selection process for this category is a little bit different than the other two categories. Based on the consideration of appreciation for the filmmaker whom are still in school. Not intend to disparage their qualities, but the highlight of this category is about how students with their critical minds are capable lifting the problems that exist around them. They can see such a simple thing that are close with them and about their way to represent that in film.

Festival Film Dokumenter 2013

Festival Film Dokumenter 2013

28

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

10 DES | SOC |15.3011 DES | AMP | 18.30

Kampung Tudung

SUTRADARA : Yuni Etifah DURASI : 15 Min PRODUKSI : -NEGARA : Indonesia | KebumenKONTAK : [email protected] : PG

S ince ancient t imes, the Grujugan village is known as village of the largest bamboo hat producer in Kebumen, so that the public, up to this time, call it the Bamboo Hat (Tudung) village.

Sejak jaman nenek moyang, Desa Grujugan dikenal sebagai pengrajin tudung (topi anyaman bambu) terbesar di Kebumen. Sehingga masyarakat hingga kini menyebutnya sebagai Kampung Tudung.

Sosok dan nama pahlawan nasional Usman Janatin kelahiran Purbalingga yang diabadikan menjadi tempat untuk kepentingan umum seperti TK, museum, dan taman kota. Namun, nama itu disalahgunakan oleh pengelola taman kota.

Figure and national hero name Usman Janatin birth Purbalingga enshrined into place for the public interest such as kindergartens, museums, and city parks. However, the name was misused by park managers.

10 DES | SOC | 15.3011 DES | AMP | 18.30

Usman Janatin

SUTRADARA : Doni Saputra DURASI : 15 Min PRODUKSI : Smega Movie NEGARA : Indonesia | PurbalinggaKONTAK : [email protected] : PG

FILM KOMPETISI KATEGORI DOKUMENTER PELAJAR

Festival Film Dokumenter 2013

29

COMPETITION PROGRAM

10 DES | SOC | 15.3011 DES | AMP | 18.30

Watu Bike

SUTRADARA : Agustinus SaputraDURASI : 5 Min PRODUKSI : In-Docs NEGARA : Indonesia | Labuan BajoKONTAK : [email protected] : PG

How is the life of miners? How is the process of rock mining until it'll be used as a building material?

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 20.30

Masih Ada Asa, Voice of Trisma

SUTRADARA : Arya ArtanaDURASI : 22 Min PRODUKSI : Madyapadma Journalistic ParkNEGARA : Indonesia | BaliKONTAK : [email protected] : PG

Voice Of Trisma is the one of community radio in Bali. Placed in SMA Negeri 3 Denpasar, VOT that filled by young people from Madyapadma to experience the quite dramatic ups and downs. This movie shows the magnitude of the struggle of young people to make their dream comes true.

Voice Of Trisma adalah salah satu radio komunitas di Bali. Bertempat di SMA Negeri 3 Denpasar, VOT yang diisi oleh sekumpulan anak muda dari Madyapadma mengalami jatuh bangun y a n g c u k u p d r a m a t i s . F i l m i n i menunjukkan besarnya perjuangan kaum muda untuk mewujudkan mimpi.

Bagaimana kehidupan para penambang batu? Bagaimana proses p e n a m b a n g a n b a t u m u l a i d a r i pemecahannya hingga penjualan dan dijadikan sebagai bahan bangunan?

STUDENT DOCUMENTARY

Festival Film Dokumenter 2013

30

FILM KOMPETISI KATEGORI DOKUMENTER PELAJAR

10 DES | SOC | 15.3011 DES | AMP | 18.30

Secarik Kisah Panyatan

SUTRADARA : Rizqi PangestuDURASI : 8 MinPRODUKSI : Pak Dirman Film NEGARA : Indonesia | PurbalinggaKONTAK : [email protected] : PG

Grumbul Panyatan Gunungwuled Village, District Apex being one of the areas in which virtual ly isolated Purbalingga. Access roads, electricity, clean water, health, and education are a chronic problem that affects about 40 heads of families. Many children whose ideals run aground as adults because of the mindset that schools are encouraged enough to program the Government.

11 DES 2013 | SOC | 15.3012 DES 2013| AMP | 20.30

Ksatria Sembrani

SUTRADARA : Hestian febriani DURASI : 25 Min PRODUKSI : Hi-clas NEGARA : Indonesia | Sorobayan, Bantul,

YogyakartaKONTAK : [email protected] : PG

A documentary that lifts the Javanese culture pioneered by children of Sorobayan village with the skills and creativity to develop and preserve their cultural heritage, Jathilan dance.

Ksatria Sembrani adalah sebuah film dokumenter yang mengangkat kebudayaan jawa yang di pelopori anak-anak desa Sorobayan. Anak-anak ini dengan terampil dan kreatif mencoba mengembangkan dan melestarikan kebudayaan dalam bentuk kesenian jathilan.

Grumbul Panyatan, Desa Gunungwuled, Kecamatan Rembang menjadi salah satu daerah di Kabupaten Purbalingga yang hampir terisolasi. Akses jalan, listrik, air bersih, kesehatan, dan pendidikan merupakan persoalan menahun yang dialami sekitar 40 kepala keluarga. Banyak anak-anak yang cita-citanya kandas saat dewasa karena pola pikir bahwa sekolah cukup sampai program yang dianjurkan Pemerintah.

KOMPETISI FILM DOKUMENTER INDONESIA

Festival Film Dokumenter 2013

31

COMPETITION PROGRAM

10 DES | SOC | 15.3011 DES | AMP | 18.30

Rumah Industri Rully

SUTRADARA : Lia Budi CahyaniDURASI : 9 Min PRODUKSI : Belum Bikin Production

(BeBiPro) & Sangkanparan NEGARA : Indonesia | KebumenKONTAK :

[email protected] : PG

This is a documentary about a home scale-industry which provides jobs for the people around it.

Dokumenter ini menceritakan tentang usaha rumahan yang menjadi lapangan pekerjaan masyarakat desa.

STUDENT DOCUMENTARY

32

Festival Film Dokumenter 2013

Kuntz Agus is a filmmaker who lives in Yogyakarta. He had joined Indonesian Documentary Community since 2003. He finished his short course film management and marketing at Deutsche Welle Akademie. One of his notable work is “Marni” a short movie with the theme of Petrus (the mysterious killer, a phenomenal in Indonesia in 1980's). He released his first feature film #republiktwitter in early 2012.

Kuntz Agus adalah pekerja film yang tinggal di Yogyakarta. Bergabung dengan Komunitas Dokumenter Indonesia sejak 2003. Kuntz menyelesaikan short course film management and marketing di Deutsche Welle Akademie. Salah satu karyanya adalah film pendek yang berjudul “Marni” yang mengambil tema tentang Penembakan Misterius (Petrus). Awal tahun 2012, Kuntz merilis film panjang pertamanya #republiktwitter.

JUDGES PROFILE

Agustinus Prih Adiartanto, people usually called him Agus Prih or Goesprih. He was born in Wonogiri, October 7th 1967. A lovable father with two daughters and wife. His undergraduate degree: Indonesian Language and Literature Education in Sanata Dharma University (1994), master degree: Instructional Leadership Loyola University Chicago (2009). He teaches in De Britto High School since 1995 until now. As an outstanding lecturer in Sanata Dharma University (2009-2013), 1996-2004 as a theater counselor in De Britto High School, 2003-2007 as a theater arts teacher in the language grade of De Britto High School. On July 2013 as a headmaster of De Britto High School, a philology and film lover. Used to be a speaker of multicultural short movie launching, “Cheng Cheng Po” (2007) by B.W Purbanegara (Popo) who gained an award in Konfiden Short Film Festival (2007) which also has been the greatest short film on FFI (Indonesia Film Festival) 2008.

Agustinus Prih Adiartanto, lebih sering dipanggil Agus Prih atau Goesprih. Ia lahir di Wonogiri, 7 Oktober 1967. Agus Prih merupakan ayah dari 2 orang putri. Pendidikan S-1: Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sanata Dharma (1994), S-2: Instructional Leadership Loyola University Chicago (2009). Mengajar di SMA De Britto sejak 1995-sampai sekarang. Sebagai dosen luar biasa di FKIP Universitas Sanata Dharma (2009-2013). 1996-2004 sebagai pembimbing teater de britto. 2003-2007 guru seni teater di kelas bahasa SMA Kolese De Britto. Per Juli 2013 ditugaskan sebagai Kepala SMA Kolese De Britto. Pencinta sastra dan film. Pernah menjadi salah satu pembicara dalam launching film pendek multikultur "Cheng Cheng Po" (2007) karya B.W. Purbanegara (Popo) yang mendapat penghargaan di Festival Film Pendek Konfiden (2007) dan film pendek terbaik dalam FFI 2008.

Ag. Prih Adiartanto

PROFIL JURIKATEGORI DOKUMENTER PELAJAR

Kuntz Agus Nugroho

JUDGES PROFILE

33

Festival Film Dokumenter 2013

PROFIL JURIKATEGORI DOKUMENTER PELAJAR

She was born in Jakarta. When she had been graduated from Department of Anthropology in University of Indonesia, she had worked as an event organizer for film event since 1999, lastly as a Festival Director “Europe On Screen” (2007-2011). She has been a fan of short film in Indonesia since 2003 and had joined Boemboe Organization and became a film programmer in Indonesia for some film festival. She has been a judge in Hamburg International Short Film Festival 2003, Human Rights Award in Rotterdam 2005, FFI (Indonesia Film Festival) 2005-2006 category short film, Tampere 2007, Youth New Wave Film Festival in Sri Lanka 2008, Yogyakarta Documentary Film Festival 2009-2010, Jogja-Netpac Asian Film Festival 2011, XXI Short Film Festival 2013 and some of short film competition. Now she works as a Project Assistant in DocNet Southeast Asia with Goethe-Institut Indonesien and as a Managing Director Documentary Film Festival “ChopShots” since 2012.

Lulu Ratna lahir di Jakarta. Ia lulus dari jurusan Antropologi, Universitas Indonesia dan bekerja sebagai pekerja lepas event organizer khusus acara film sejak 1999. Pada tahun 2007-2011 ia menjabat sebagai Direktur Festival "Europe On Screen". Lulu adalah penggiat film pendek Indonesia sejak tahun 2003 melalui Organisasi Boemboe dan menjadi programmer tamu film pendek Indonesia di beberapa festival film. Ia pernah menjadi juri festival film seperti Festival Film Pendek Internasional Hamburg 2003, Human Rights Award di Rotterdam 2005, FFI 2005-2006 kategori Film Pendek, Tampere 2007, Youth New Wave Film Festival Sri Lanka 2008, Festival Film Dokumenter Yogyakarta 2009-2010, Jogja-Netpac Asian Film Festival 2011, XXI Short Film Festival 2013 serta berbagai kompetisi film pendek tingkat kampus. Kini ia bekerja sebagai Project Assistant di DocNet Southeast Asia bersama Goethe-Institut Indonesien dan sebagai Managing Director Festival Film Dokumenter dua tahunan "ChopShots" sejak 2012.

Lulu Ratna

Festival Film Dokumenter 2013

INTERNATIONAL DOCUMENTARY FILM SCREENING

35

PENGANTAR

Program Pemutaran adalah ruang di mana film bertemu dengan penontonnya. Ini merupakan bagian dari rangkaian Festival Film Dokumenter (FFD) yang diselenggarakan oleh Forum Film Dokumenter (FFD), sebuah kelompok kerja kolektif yang bergerak pada bidang dokumenter untuk kepentingan edukasi demi terciptanya iklim dokumenter yang kondusif di Indonesia. Ruang pemutaran ini menjadi media pengembangan referensi dan pengayaan wacana bagi penonton maupun filmmaker Indonesia, menjadi cermin untuk melihat keadaan sosial di Indonesia dan sampai sejauh mana kualitas film dokumenter di Indonesia.

Screening program is a program where films meet the audience. It is part of the Festival Film Dokumenter event held by Forum Film Dokumenter (FFD), a collective practical group of documentary film that dedicates their works for educational purposes in order to manifest the conducive climate for documentary film in Indonesia. This program has been held since 2002 but always screens the films on the competition program only. However, since 2003, FFD began to screen international films up to this present time. This screening program becomes a media for the development of the film reference and the film discourse enhancement for the audience as well as the Indonesian filmmakers. It aims to be a reflective media to see the social justice in Indonesia and to measure the quality of Indonesian documentary films.

36

PERSPEKTIF

Festival Film Dokumenter 2013

PEMUTARAN FILM DOKUMENTER INTERNASIONAL

Dahulu, manusia meyakini ada batas dan ikatan yang kuat dan jelas. Secara umum, ikatan ini dibangun atas batas-batas kewilayahan, kekeluargaan, dan lebih jauh lagi, kesamaan nasib! Perkembangan media dan banyak teknologi baru menciptakan sebuah arus baru kebudayaan. Kini, ada batas-batas dan ikatan baru yang kemudian didefinisikan sebagai imaji sosial, berangkat dari pembayangan atas kesamaan-kesamaan.

Terdapat sebuah transformasi besar dan perubahan sosial yang terjadi akibat aliran investasi internasional, migrasi, akselerasi media, penyebaran sistem gagasan, dan perkembangan teknologi mutakhir. Beberapa indikasi ini dapat kita amati dengan jelas pada sistem bahasa, media masa, dan gaya hidup urban. Namun, lebih dari itu, kini banyak petani kecil yang terengah-engah karena aliran investasi besar yang mengancam tanah dan ladang produksinya, atau nelayan yang jauh dekatnya ia mampu melaut diperhitungkan dari harga minyak dunia.

Selain menciptakan interkoneksi, globalisasi membuat banyak homogenisasi dalam beberapa hal, namun juga diikuti dengan usaha-usaha untuk menciptakan heterogenisasi. Masyarakat kini mencoba mencari dan membayangkan kesamaan-kesamaan berikut perbedaanya, kemudian membentuk ikatan baru dengan menembus batas-batas yang sebelumnya telah terbentuk.

Melalui No Bond No Boundaries ini, Festival Film Dokumenter ingin menawarkan cermin untuk berefleksi, sejauh mana batas-batas dan ikatan dilebur, dan sejauh mana ikatan dan batas baru ini diciptakan. Pada program ini, FFD menawarkan film-film yang mencoba mengingatkan atau melupakan, hal-hal yang dibayangkan sebagai pembentuk identitas sosial.

Batas-batas geopolitik dan territorial akan disuguhkan dengan dramatis pada film Char…the No-Man's Island, 15 in Gaza, dan Boundary. Kemudian film Breaking the News yang berhasil menunjukkan penetrasi media di Timor Leste akan berada pada menu perspektif ini. Di dalam Working with Child Around, kita akan bersama-sama menyaksikan batas-batas formal perkantoran yang dicairkan untuk mengurangi tingkat stress seorang Ibu. Lalu, kita akan diajak untuk melintasi batas-batas antara hidup dan mati dalam I'm Breathing.

Selain isu di dalam film, No Bond No Boundaries, akan membawa kita pada eksplorasi bercerita yang mendobrak pakem-pakem dokumenter yang sudah mapan sebelumnya. Film “400 WORDS” karya Ismail Basbeth dan “Reality So?” karya Yosep Anggi Noen yang berjalan diantara fiksi dan dokumenter akan sama-sama kita perbincangkan dalam sesi “Dokumenter Hibrida”. Setelah sesi itu, kita akan melihat seorang Ibu yang mencoba bunuh diri, dalam “Mother”.

Bagaimana dengan documenter interaktif? Feri Sirait dan teman-teman Documenta!Documenta! membuat penyajian data dengan teknik penceritaan yang melibatkan penonton secara aktif. Selain itu, Edwin yang sebelumnya menyutradari Post Card from the Zoo, kini akan mencoba menghadirkan 17000 Islands : an interactive experiment in documentary image making bersama dengan Thomas Østbye. Mereka akan hadir bersama kita dalam sesi “Dokumenter Interaktif: Sebuah Perkenalan”.

Selamat menikmati.

37

PERSPECTIVE

Festival Film Dokumenter 2013

Long time ago, human believed on the distinct yet powerful bond and boundary. Generally, this bond was built upon the regional boundaries, kinship and moreover, the similarity fate! The development of media and new technologies creates a new wave of culture. Nowadays, there are new bonds and boundaries which are later defined as social imagination, starting from the shadowing of similarities.

There is a major transformation and social change happened because of the international investment flows, migration, media acceleration, deployment of a system of ideas and development of cutting-edge technology. Some of these indications can be observed clearly on the language system, mass media and urban life style. On the other hand, now many poor farmers are panting because of the big investment flows which threatened their land and production land, or fisherman whose sails are depended on the world's oil price.

In addition of creating interconnection, globalization leads to a lot of homogenizations in some aspects, but it is also followed by efforts to create the heterogenization. Society is now trying to find and visualize the similarities and differences, then making new bond by penetrating some boundaries which previously had been formed.

Through No Bond No Boundaries, Festival Film Dokumenter (FFD) would like to offer a mirror to reflect, the extent to which the boundaries and bonds are melted, the extent to which the new boundaries and bonds are created. In this program, FFD offers films which are trying to remind or forget, the things which are envisioned as the framer of social identity.

Boundaries of geopolitics and territory will be presented with the dramatic movies Char…the No-Man's Island, 15 in Gaza and Boundary. Then Breaking the News which is successfully showing the penetration of media in Timor Leste (East Timor) will be on the menu of this perspective. In Working with Child Around, we will altogether witness the formal boundaries of the office which are melted to reduce the level of stress of a Mom. Next, we will be invited to cross the boundaries between life and death in I'm Breathing.

In addition to the issues in the film, No Bond No Boundaries will take us on an exploration of storytelling which breaks the established documentary formula. The film entitled “400 WORDS” by Ismail Basbeth and “Reality So?” by Yosep Anggi Noen which run between fiction and documentary will be discussed in the session of “Dokumenter Hibrida”. After the session, we will look at a Mother who tries to commit suicide in “Mother”.

How about the interactive documentary? Feri Sirait and his collaborative friends on Documenta!Documenta! make a data presentation with storytelling technique which actively involves the audiences. In addition, Edwin who previously directed Post Card from the Zoo, is now trying to present 17000 Islands: an interactive experiment in documentary image making along with Thomas Ø stbye. They will be with us in the session of “Dokumenter Interaktif: Sebuah Perkenalan”.

So, enjoy!

INTERNATIONAL DOCUMENTARY FILM SCREENING

PERSPEKTIF

Festival Film Dokumenter 2013

38

Nontawat Numbenchapol | 96' | 15+

Thailand | 2013

11 Des 2013 | 13:00 | SOC

Boundary

Filmmaker Nontawat Numbenchapol kebetuan bertemu prajurit muda Aod, yang baru saja menyelesaikan tugas militernya, dan miminta izin untuk menemaninya pulang. Desa Aod berada di perbatasan dengan Kamboja dekat kuil Hindu Prasat Preah Vihea, dimana kedua negara mengklaim sebagai pemilik kuil tersebut. Di sini, sebuah konflik keras terjadi. Sebuah pembicaraan antara Aod dan Nontawat Numbenchapol membentuk latar belakang dari gambaran yang sering kali melambat dan terdistorsi selama perjalanan mereka melalui pedesaan. Para penduduk dan tentara menceritakan pengalaman mereka. Jejak-jejak konflik militer terlihat. Rekaman ini membentuk sebuah pandangan dengan beragam sisi dari bagaimana peristiwa-peristiwa itu tunduk pada persepsi yang berbeda dan juga merupakan suatu refleksi unik dari kenyataan kehidupan politik di Thailand sekarang.

Berlin International Film Festival 2013 (World Premiere)

Salaya Doc, Thailand 2013 (Opening Film)

Milano Film Festival 2013 (Official Selection)

Yamagata International Documentary Film Festival, Japan 2013 (Competition)

International Documentary Film Festival Amsterdam (Official Selection)

Verzio International Human Rights Documentary Film Festival (Official Selection)

Luangprabang Film Festival (Official Selection)

Filmmaker Nontawat Numbenchapol came across young soldier Aod by chance, who had just completed his military service, and asked if he could accompany the soldier on his way home. Aod's village is on the border to Cambodia and near the Hindu temple of Prasat Preah Vihea, which both countries claim as their own. Here too, a violent conflict is smoldering. A conversation between Aod and Nontawat Numbenchapol forms the backdrop to the often slowed down and distorted images as they travel through the countryside. Residents and soldiers tell of their experiences. Traces of the military conflict are visible. The footage creates a multifaceted view of how events are subject to different perceptions and is a unique reflection of the political reality in present-day Thailand.

Festival Film Dokumenter 2013

39

PERSPECTIVE

Nicholas Hansen | 53' | 15+

Australia, Timor Leste | 2011

13 Des 2013 | 13:00 | SOC

Breaking The News

11 DES 2013 | 20.30 | SOC

Sebelas tahun sejak masyarakat Timor Timur sukses memberikan suara untuk kemerdekaan dari Indonesia, Breaking The News masuk ke belakang layar berita dan reportase peristiwa terkini untuk menentang mereka yang berpikir sebuah pers yang bebas secara otomatis akan muncul setelah kemerdekaan. Apa yang terjadi pada jurnalis-jurnalis lokal ketika reporter-reporter dari luar negeri pulang dengan selamat setelah memberitakan tiap krisis, kisah yang terjadi pada mereka yang tinggal? Jose Belo dan Rosa Garcia adalah dua jurnalis lokal yang terjerat dalam kekacauan politik negeri mereka, yang sering memposisikan diri dan keluarga mereka dalam bahaya dengan melaporkan korupsi dan ketidakadilan yang terjadi.

Los Pantalones Rotos adalah cerita tentang sebuah keluarga yang tidur bersama dalam ruangan kecil, berbagi kesunyian sebagai usaha mereka untuk menemukan ikatan. Terisolasi di pegunungan Sierra Maestra, Cuba, hiduplah Ariel (40 tahun) dan orangtuanya. Ketika Ariel berusaha untuk menemukan ikatan mela lu i musiknya, l i r ik lagu- lagunya mengungkap dalamnya luka kehidupannya.

Eleven years since the East Timorese successfully voted for independence from Indonesia, Breaking the News gets behind the scenes of news and current affairs reportage to challenge those who think a free press automatically comes with independence. What happens to the local journalists when the foreign reporters return safely home after covering each crisis, their stories in the can? Jose Belo and Rosa Garcia are two local journalists enmeshed in the political turmoil of their country, who regularly put themselves and their families at risk by reporting ongoing corruption and injustice.

Los Pantalones Rotos is the story of a family who sleep together in the same small room, yet share a silent existence as they struggle to find connection. Isolated in the mountains of the Sierra Maestra in Cuba live 40-year-old Ariel and his parents. While Ariel attempts to find connection through his music, the poetry of his songs reveal the deep pain of his existence.

Gabrielle V Brady | 15'

Australia | 2013 | English Subtitle

Los Pantalones Rotos (Broken Pants)

PERSPEKTIFE

Festival Film Dokumenter 2013

40

Sourav Sarangi | Blu-Ray | 88' | 15+

India / Italy | 2012 | English Subtitle

12 Des 2013 | 14:30 | SOC

CHAR... the No-Man's Island

Rubel, seorang anak penyelundup beras dari India ke Bangladesh berumur empat belas tahun. Tiap hari dia melintasi perbatasan internasional, sungai Ganga, yang mengkikis rumahnya di dataran India ketika dia berusia empat tahun. Bertahun-tahun kemudian sebuah pulau yang rapuh disebut Char muncul di tengah-tengah sungai besar tersebut. Keluarga Rubel dan banyak tuna wisma lainnya menetap di wilayah tandus ini dengan penjagaan dari tentara perbatasan. Dia bermimpi untuk kembali ke sekolahnya yang dulu di India tapi kenyataan memaksanya untuk menyelundupkan barang-barang ke Bangladesh. Dia berjuang ketika musim penghujan datang mengakibatkan banjir, sungainya meluap kembali. Senyum Rebel seolah berkata, “Char boleh saja musnah tapi kami tak akan musnah.”

Meet Rubel, fourteen-years-old boy smuggling rice from India to Bangladesh. Every day he crosses the international border, river Ganga, which eroded his home in mainland India when he was just four. Years later a fragile island called Char formed within the large river. Rubel's family and many homeless people settled in this barren field controlled by border army. He dreams of going his old school in India but reality forces him to smuggle stuff to Bangladesh. He fights on while monsoon clouds arrive inviting flood, the river swells up again. 'Char may disappear but we won't', smiles the boy.

Busan International Film Festival, South Korea, 2012 (competition)

Berlin International Film Festival, Forum, Germany, 2013

CHOPSHOTS, Jakarta, Indonesia, 2012 (competition)

Dubai International Film Festival, UAE, 2012 (competition)

Yamagata International Documentary Film Festival, Japan, 2013

Huub Ruijgrok & Arno van Beest | 57' | 15+

Netherlands | 2013 | English Subtitle

12 Des 2013 | 20:30 | AMP

Working Class Heroes

Sebuah dokumenter tentang serikat pekerja di Indonesia dan Columbia yang berjuang untuk keadilan di dua negara yang berkembang.

A documentary about trade unions in Indonesia and Columbia fight for justice in countries with emerging economies.

Festival Film Dokumenter 2013

41

PERSPECTIVE

Garry Fraser | 75' | 21+

UK | 2012

13 Des 2013 | 18:30 | SOC

Everybody's Child

Emma Davie, Morag McKinnon | 73' | PG

2012 | Minimal English Subtitle

11 Des 2013 | 20:30 | SOC

I Am Breathing

Ini adalah kisah pribadi dari sutradara debutan Garry Fraser, yang tumbuh di Muirhouse, Edinburgh (kota yang sama yang menjadi inspirasi novel dan film Trainspotting). Setelah menjalani kehidupan kriminal, kecanduan narkoba dan kemelaratan Garry berhasil memutar nasibnya melalui pembuatan film. Garry berhadapan dengan kerusakan yang terjadi karena kehidupan kriminal dan narkoba ketika dia bekerja untuk memastikan tiga anaknya mendapatkan sesuatu yang tidak pernah dia miliki; sebuah keluarga yang penuh kasih sayang dan suportif.

It's the personal story of first time director Garry Fraser, who grew in Muirhouse, Edinburgh (same town that inspi red Trainspotting). After leading a life affected by crime, drug addiction and poverty Garry managed to turn his life round through making films. Garry faces up to the damage done by his life of crime and drugs as he works to ensure his three children have something he never had; a loving, supportive family.

Sheffield Doc/Fest (Premiere)

British Academy Award (Best new talent)

Bergen International Film Festival (Official Selection)

DOK Leipzig (Official Selection)

CPH:DOX (Official Selection)

Edinburg International Film Festival 2013 (Official Selection)

Hot Docs 2013 (Official Selection)

RiverRun International Film Festival 2013 (Best Documentary)

True/False Film Festival 2013 (Official Selection)

International Documentary Film Festival Amsterdam 2012 (Competition)

I Am Breathing bercerita tentang sebuah ruang yang tipis antara hidup dan mati. Neil Platt merenungkan bulan-bulan terakhir di hidupnya. Dalam setahun, dia berubah dari seorang bapak muda yang sehat menjadi seorang yang lumpuh dari leher hingga kaki. Bersamaan dengan semakin lemah tubuhnya, perspektifnya pada kehidupan juga berubah.

I Am Breathing is about the thin space between life and death. Neil Platt ponders the last months of his life. Within a year, he goes from being a healthy young father to becoming completely paralyzed from the neck down. As his body gets weaker, his perspective on life changes.

Festival Film Dokumenter 2013

42

Marten Persiel | 90' | 21+

Dana Putra | Indonesia | 2013 | 122' | PG

Germany | 2012 | English Subtitle

10 Des 2013 | 20:30 | AMP

13 Des 2013 | 20:00 | AMP

This Ain't California

Siar, Daur Baur

Sebuah perjalanan “punk” dari tiga anak laki-laki, Nico, Dirk dan Dennis, serta gairah mereka yang tak tergoyahkan untuk skateboarding di bawah tekanan rezim Republik Demokrasi Jerman. Tumbuh di dalam rumah berdinding semen yang tak berjiwa, mereka melarikan diri dengan meluncur bebas di beton bangunan bawah tanah dengan papan luncur buatan sendiri. Saga tentang kisah hidup yang epik ini, mendokumentasikan persahabatan mereka dari tahun 70-an hingga musim panas terakhir mereka di tahun 1898.

Ketika jadwal panggung menjadikan para personilnya sebagai karyawan band, semua kesenangan rasanya bergeser menjadi rutinitas, apa jadinya jika band Efek Rumah Kaca mencetuskan inisiasi yang beragendakan rekreasi? Tersiar di sini proses Efek Rumah Kaca dalam merekrut personil baru untuk menempa ulang lagu-lagu mereka sendiri, cerita yang dinarasikan langsung oleh para personil Pandai Besi ini adalah sebuah proyek kolektif dalam mencipta.

Aura magis studio Lokananta yang legendaris direkayasa menggunakan tata cahaya untuk mengakomodir kegiatan rekreasi Pandai Besi dalam melakukan rekaman langsung 9 buah lagu untuk album “Daur, Baur”. Solo, Maret 2013

A punk odyssey of three boys, Nico, Dirk and Dennis, and their unwavering passion for skateboarding under the oppressive regime of the German Democratic Republic. Growing up inside soulless cement housing blocks, they escaped by free-boarding concrete catacombs on home-made skateboards. This epic coming-of-age saga, documenting their friendship from the 70s through to their last summer together in 1989.

The members of Efek Rumah Kaca have become some kind of employees; when performing schedule, which was fun at first, have become routines. At some points, they need recreational agenda to overcome this phase. They show us the process of recruiting new members to re-forge their own songs. These stories that narrated by the personnel of Pandai Besi is a creation of a collective projects. They live-recorded nine songs for the album, “Daur, Baur” and to accommodate these recreational agenda, they added lighting effects to the magical atmosphere of the legendary Lokananta Recording Studio.

Berlin International Film Festival 2012 (Won Dialogue en Perspective)

Nashville Film Festival 2012 (Won Special Jury Prize)

Warsaw International Film Festival 2012 (Competition)

PERSPEKTIF

Festival Film Dokumenter 2013

43

Wuna Wu | 58' | PG

Taiwan | 2013 | English Subtitle

13 Des 2013 | 14:30 | AMP

Working With Child Arround

Festivals Locarno 2012 (Critics' Week Award)

Zurich 2012, Reykjavik 2012

InternationalFilm FestivalRotterdam 2013 - IFFR

Planete Doc Warsaw 2013 (Millenium Award)

Documenta Madrid 2013 (Special Jury Prize)

Sheffield Doc Fest 2013

Black Nights Tallinn 2013

Sebuah perjalanan “punk” dari tiga anak laki-laki, Nico, Dirk dan Dennis, serta gairah mereka yang tak tergoyahkan untuk skateboarding di bawah tekanan rezim Republik Demokrasi Jerman. Tumbuh di dalam rumah berdinding semen yang tak berjiwa, mereka melarikan diri dengan meluncur bebas di beton bangunan bawah tanah dengan papan luncur buatan sendiri. Saga tentang kisah hidup yang epik ini, mendokumentasikan persahabatan mereka dari tahun 70-an hingga musim panas terakhir mereka di tahun 1898.

A punk odyssey of three boys, Nico, Dirk and Dennis, and their unwavering passion for skateboarding under the oppressive regime of the German Democratic Republic. Growing up inside soulless cement housing blocks, they escaped by free-boarding concrete catacombs on home-made skateboards. This epic coming-of-age saga, documenting their friendship from the 70s through to their last summer together in 1989.

Sebuah f i rma hukum dengan spesialisasi kasus-kasus multinasional, membiarkan karyawannya bekerja dengan anak-anak di sekitar mereka. Tak hanya mengurangi tekanan sang ibu, tapi hal ini juga mengubah hubungan antar pribadi di tempat kerja. Setiap orang memilik berbagai macam reaksi, seseorang merasa lelah, seseorang merasa senang, ketika mendapatkan biskuit sebagai hadiah yang terbuat dari ASI, seseorang merasa malu dan terpuaskan. “Working with Child Around” menembus batas dari hubungan kerja, jauh dari keluarga lebih dekat pada kolega.

A law firm specializing in multinational cases, let employees work with child around. Not only reducing the mother's pressure, but also change interpersonal relationships in the workplace. Everyone has different reaction, someone feel tired, someone feel happy, while get a biscuits as a gift made of breast milk, someone feel embarrassed and gratifying. “Working with child around” break the frame of work relationship, away from family closer to colleague.

David Sieveking | 88' | PG

Germany | 2012 | English Subtitle

14 Des 2013 | SOC | 15:30

Vergiss Mein Nicht

PERSPECTIVE

Festival Film Dokumenter 2013

44

Wesam Mousa and Rana Ayoub | 25' | PG

Palestina, Libanon | 2013

13 DES 2013 | RS | 16.30

15 in Gaza

Film ini menceritakan kisah Shoruq yang adalah pengungsi generasi ketiga tinggal di kota Deir El-Balah, Gaza. Dia akan segera berumur 15 tahun dan masih kesulitan untuk menyeimbangkan mimpi-mimpinya, tradisi-tradisi yang dipaksakan serta kondisi-kondisi sulit di masyarakatnya.

It tells the story of Shoruq who is a third generation refugee living in Deir El-Balah city, Gaza. She is about to turn 15 and is struggling to strike a balance between dreams, imposed traditions and the hard conditions of her society.

Lamees Abd Eljalil | 4' | PG

UK, Palestina | 2013 | English Subtitle

10 Des 2013 | 18:30 | AMP

10 Des 2013 | 18:30 | AMP

Ramallah Stories

Ibad

Sebuah dokumenter pendek yang dibuat ketika workshop dokumenter di Palestina, diselenggarakan oleh British Council dan the Young Palestinian Filmmakers Society.

Kisah tentang tiga gadis Palestina yang menukar setiap prospek pernikahan dini dengan sebuah kehidupan yang didominasi oleh laptop dan media sosial. Film ini membawa kita masuk ke dalam kehidupan rumah mereka yang memperlihatkan semua sinyal kemerdekaan tanpa mengolok-olok tradisi.

Short documentaries was made during a documentary workshop in Palestine, organised by the British Council & the Young Palestinian Filmmakers Society.

The story of three Palestian girls who swapped any immediate marriage prospects for a life dominated by laptops and social media. The film take us into their shared home life showing all signs of independence yet without poking fun at tradition.

PERSPEKTIF

Festival Film Dokumenter 2013

45

Pasangan tua yang mesra dari Armenia membuka sebuah toko pastry di Ramallah. Sang istri memperintahkan sang suami kesana kemari namun selalu dengan senyuman dan kata-kata yang manis. Sang kenari kuning mungkin berada di dalam sangkar, tapi kenari itu tetap bernyanyi.

A lovely old Armenian couple runs a pastry shop in Ramallah. She bosses him around but always with a smile and nice word. The yellow canary may be in cage, but it keeps singing.

Sebuah potret tentang seniman lokal yang menjadikan jalanan tua Ramallah sebagai studionya. Karya seninya menangkap keanekaragaman kotanya dan menggambarkan jiwa dan keunikan dari orang-orang yang lalu.

Kisah dari anak-anak muda Palestina yang menghabiskan seluruh masa kecilnya menjual hiasan-hiasan dari pecah belah di check point militer untuk membantu pemasukan keluarga mereka. Dihadapkan pada penindasan tentara Israel tiap harinya, mereka memimpikan sebuah masa depan.

The portrait of a local artist who turned one of Ramallah old streets into his studio. His art captures the diversity of his city and his drawings the soul and quirkiness of passers-by.

The story of young Palestinian boys spending most of their childhood selling bric-a-brac at military check points in order to supplement their family's income. Confronted by the daily repression of Israeli army they dream of a future.

10 Des 2013 | 18:30 | AMP

The Street Artist

Shireen Abu Hamda, Yaqoub Al-Tamimi | 3'

UK, Palestina | 2013 | PG | English Subtitle

Dialla Zidani | 3' | PG

UK, Palestina | 2013 | English Subtitle

10 Des 2013 | 18:30 | AMP

Check-Point Boy

Mahmoud Al-khawaja | 4' | PG

UK, Palestina | 2013 | English Subtitle

10 Des 2013 | 18:30 | AMP

How Delicious

PERSPECTIVE

Portret seorang stand-up komedian berumur tujuh tahun dari Indonesia, Fatih Unru, menunjukkan perbedaan antara besar dan kecil: seperti apapun si anak berakting sedewasa mungkin di panggung, dia tetaplah seorang anak kecil yang dalam proses belajar. Segala aktingnya mengangkat soal coklat, sesuatu yang sangat dekat dengan anak-anak. Tetapi takdir berkata lain, gigi manis Fatih alergi dengan makanan ini. Lalu ia berbuat apa yang biasa dilakukan oleh para komedian: mengubah kemalangannya menjadi materi stand-up. Tidak hanya kita menjadi lebih memahami sosok pemuda belia yang pandai bicara ini, tetapi kita juga bisa mengintip ke dalam dunia stand-up comedy di Jakarta yang kontemporer.

This portrait of seven-year-old stand-up comedian Fatih Unru from Indonesia shows the difference between big and small: however grown-up the boy may act onstage, he's still a little kid with a lot to learn. His act is all about chocolate, the sweet that every child longs for. But a cruel twist of fate means this is the one thing sweet-toothed Fatih is allergic to. So he does what every good comedian does: he turns his misfortune into material. Fatih is interviewed at home, in the intimacy of his room, and filmed in his daily life, at school and during his act. Not only do we get to know this well-spoken young man, but we also get a peek into the world of his adult stand-up counterparts in contemporary Jakarta.

Chairun Nissa | 13' | PG

Indonesia | 2013 | English Subtitle

13 Des 2013 | RS | 16.30 WIB

Chocolate Comedy

Festival Film Dokumenter 2013

46

PERSPEKTIF

Dokumenter Hibrida

Festival Film Dokumenter 2013

Rabu 11 Desember 2013 | 18.30 | Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta

Tantangan dokumenter adalah bagaimana menyajikan realitas. Kebutuhan untuk menyajikan kenyaataan ini membuat dokumenter memiliki kaidah-kaidah tertentu dalam menghadirkan kembali realita. Kritiknya cukup jelas, untuk membuat penciptaan karya tidak berlari terlalu jauh dari kadar kenyataan. Pada titik ini, pembuat film dihadapkan pada etika, sebelum dan setelah produksi. Minimnya upaya pembuat film dalam mengolah gaya bercerita bisa jadi adalah karena usaha pembuat film yang terjebak pada proses pemenuhan kaidah-kaidah tertentu. Banyak pembuat dokumenter Indonesia terjebak pada kebutuhan untuk memaparkan secara seimbang, mirip dengan metode jurnalistik, namun tidak memberikan wacana kritis tentang apa yang direkam kamera. Melalui program “Dokumenter Hibrida” ini, FFD ingin menghadirkan wacana baru dalam eksperimentasi struktur dan metode dokumenter. Dokumenter Hibrida memadukan kaidah dari disiplin yang berbeda. Dokumenter ini berpotensi sebagai pengganggu pakem dokumenter yang sudah mapan sebelumnya. Pertanyaannya kemudian adalah, sejauh mana dokumenter ini berkemampuan untuk merepresantasikan realitas?

Pembicara : Yosef Anggi Noen (Sutradara Reality So?) Ismail Basbeth (Sutradara 400 WORDS)Moderator : Franciscus Apriwan

Nb: Setelah sesi diskusi ini, akan dilanjutkan dengan pemutaran film Mother karya Vorakorn Ruetaivanichkul

47

Festival Film Dokumenter 2013

Wed, December 11th 2013 | 18.30 | Seminar Room Taman Budaya Yogyakarta

The challenge in documentary is how to serve reality. The need of serving reality makes documentary has a certain principle in presenting the reality again. The critic is pretty clear; to make the artistic creation would not be too far away from the reality proportion. At this point, the filmmaker is confronted by ethics, before and after production. The lack of effort from the filmmaker in processing the story telling style perhaps is because the effort from the filmmaker whose trapped in the process of fulfilling certain principles. Many Indonesian documenters are trapped in the need of showing their works in balance, similar to journalistic method, but they are not giving a critical discourse in what the camera has recorded. Through this “Dokumenter Hibrida” program, FFD wants to present a new discourse in the structural experiment and the documentary method. Dokumenter Hibrida is integrating the principles from different disciplines. This documentary is potentially disrupting the documentary formula which is already established. The next question is; how far this documentary is enabled in presenting the reality?

Speakers : Yosef Anggi Noen (Director of Reality So?) Ismail Basbeth (Director of 400 WORDS)Moderator : Franciscus Apriwan

Note: After this discussion, the session will be continued with the screening of a movie entitled Mother, a film by Vorakorn Ruetaivanichkul.

Hybrid Documentary

48

Festival Film Dokumenter 2013

Ismail Basbeth | 13' Bosan Berisik Films | Indonesia

400WORDS

Yosep Anggi Noen | 30' Limaenam Film | Indonesia

Reality, So?

Sebuah dokumenter LSM yang membosankan. Film menjadi kacau saat sekelompok kru televisi datang dan bermain-main dengan makna realitas di sebuah desa.

Sepasang kekasih akan segera menikah dalam beberapa minggu. Mereka memutuskan untuk membuat video pre wedding. Seharusnya ini adalah film fiksi tentang mereka, tetapi kemudian berubah secara dramatis ketika mereka berbicara tentang pernikahan; aturan-aturanya serta tradisinya

A couple will be married in the next few weeks. They decide to make a pre wedding video. It should be a fiction film about them, but then its change dramatically when they talk about the wedding; its rules and traditions.

A boring NGO documentary. The film become ruined when some TV crew came and toying around with the reality in a village.

10 DES 2013 | RS | 18.30

10 DES 2013 | RS | 18.30

49

HIBRIDA

Festival Film Dokumenter 2013

Vorakorn Ruetaivanichkul | 65' | Thailand

Mother

Mother adalah gabungan dari fiksi dan dokumenter. Ini adalah potret dari sebuah hubungan yang rumit, rapuh, menyakitkan dan nyata antara ibuku dan aku. Dulu, dia pernah mencoba bunuh diri. Aksinya gagal, namun dia cacat. Setelah insiden itu, keluargaku berubah untuk selamanya, dan film ini adalah usahaku untuk mempelajari dan memahami dia, diriku, dan keluargaku. Dalam konteks yang lebih luas, aku secara analogis menggambarkan bagaimana keluarga kelas menengah Thailand terpengaruh krisis ekonomi pada tahun 1997 (Krisis Tom Yam Kung) dan mempelajari gambaran keluarga dalam budaya Thailand melalui proses pembuatan film ini. Media Thailand selalu menampilkan keluarga Thailand dengan satu dimensi: yang baik dan yang buruk. Untuk memahami masyarakat, kita perlu fokus pada lembaga terkecil dari itu: keluarga. Apakah keluarga Thailand itu? Apa kerumitan-kerumitannya? Apa cara-cara yang ditempuh setiap anggota keluarga untuk berhubungan dengan dunia luar dan dalam? Bagaimana keluarga tersebut melalui perubahan radikal baik dari masyarakat Thai, takdir, dan bergelut di sekitar kenyataan dan fantasi dari gambaran sebuah keluarga.

The 31st Vancouver Film Festival, Canada, 2012The 56th BFI Lonfon Film Festival, Great Britain, 2012The 30th Torino International Film Festival, Italy, 2012 (In Competition)The 1st ChopShots Documentary Film Festival Southeast Asia, Indonesia, 2012

Mother is a hybrid of fiction and documentary. It is a portrait of the complicated, fragile, painful and realistic relationship between my mother and me. In the past, she once tried to commit suicide. Though the action was failed, she was disabled. Since the incident, my family has changed forever, and the film is my attempt to explore and understand her, myself and my family. To put it in a wider context, I analogically portrayed how Thai middle class family effect- ed by Asian financial crisis in 1997(Tom Yam Kung Crisis) and explored the representation of family in Thai culture through the process of making this film. Thai media always shows Thai family with one dimension : the good and the bad. To understand the society, we need to go to the smallest institution of it : family. What is Thai family? What is its complexities? What are the ways each member deal with the world outside and inside? How does the family go through the radical change both from Thai society and the destiny and they dances around the reality and the fantasy of the familial representation.

10 DES 2013 | RS | 20.30

50

HIBRIDA

tambahan Iwan

Festival Film Dokumenter 2013

Dokumenter Interaktif : Sebuah Perkenalan

Sabtu14 Desember 2013 | 18.00 WIB | Ruang Seminar

Baru-baru ini, para pembuat film dokumenter mencoba bereksperimentasi menggunakan berbagai media dan disiplin keilmuan untuk menciptakan cara bertutur yang baru. Teknologi digital yang berkembang begitu pesat direspon secara kreatif oleh para pembuat film untuk membuat terobosan-terobosan baru. Dokumenter Interaktif dan lintas media, adalah salah satu temuan terbaru dalam perkembangan dokumenter. Dokumenter bentuk ini memberikan kesempatan kepada penonton untuk ikut berpartisipasi dalam presentasi cerita. Edwin dan Thomas Østbye membuat sebuah projek dokumenter interaktif 17.000 Islands. Dokumenter Interaktif ini memberikan ruang partisipasi bagi penonton dan bahkan mengajak untuk bersama-sama menyusun interpertasi ulang atas ke-indonesia-an. Kita akan sama-sama berkenalan dengan cara bertutur ini bersama dengan Feri Sirait dalam Dokumenta! Dokumenta! Sebuah proyek eksibisi informasi menggunakan berbagai media.

Diskusi ini akan berfokus pada bagaimana membangun partisipasi penonton, perlintasan antar media, dan cara bercerita yang melibatkan penonton.

Pembicara : Ferry E. Sirait

Edwin

Moderator : Franciscus Apriwan

Dokumenter Interaktif

Interactive Documentary: An Introduction

Saturday December 14th 2013 / 6.00 PM / Ruang Seminar

Recently, the documentary filmmakers try experimenting using various media and disciplines to create a new way of speaking. The rapid development of digital technology is responded creatively by the filmmakers to create new breakthroughs. Interactive and cross-media documentary is one of the latest inventions in the development of documentary. This form of documentary provides an opportunity to the audiences to be participated in the presentation of the story. Edwin and Thomas Østbye create an interactive documentary project, 17.000 Islands. This Interactive Document provides space for audiences’ participation and even invites to arrange a re-interpretation of all the things about Indonesia. We will get acquainted with this way of speaking together with Feri Sirait in Dokumenta! Dokumenta!”, an exhibition project of information using various media.

The discussion will focus on how to build audience’s participation, crossing of media, and the way of storytelling which involves the audience.

Speaker : Ferry E. Sirait Edwin Moderaotor : Franciscus Apriwan

51

Interactive Documentary

Festival Film Dokumenter 2013

33

Festival Film Dokumenter 2013

52

SPEKTRUM

Program ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan referensi atas bentuk dan berbagai macam pendekatan dokumenter di dunia. Film – film yang tersaji dalam program ini tidak lagi mengacu pada sebuah tema, melainkan pada cara filmmaker dalam bercerita.Scottish Documentary Institute (SDI) merupakan sebuah pusat penelitian dokumenter di Edinburgh College of Art yang sangat concern terhadap keragaman pendekatan dokumenter. Mereka sangat tertarik pada cerita yang menantang dan sangat terbuka terhadap berbagai macam pendekatan kreatif dalam dokumenter seperti experimental ataupun animasi. Tahun 2013 terasa sangat istimewa bagi SDI. Peringatan 10 tahun mereka diperingati dengan eksistensi film-film produksi mereka di festival-festival film di dunia.Future My Love, sebuah dokumenter experimental tentang cinta dan kehilangan. Penghormatan kepada seorang pensiunan penambang mercury di Spanyol dalam Pablo's Winter. Last Sunday adalah pertanyaan tentang tradisi hari Sabat. The Registrars, an intimate insight into the busiest Register House in Scotland. Simply Complex menjabarkan DNA menggunakan stop-motion. Kompilasi film pendek Scotlandia untuk merayakan 10 tahun Bridging the Gap tersaji dalam Scotland: Short & Sweet.

This program is designed to fulfill the needs of reference over the form and various documentary approaches in the world. The films presented in this program are no longer refer to a certain theme, but on the filmmakers' way of storytelling. Scottish Documentary Institute (SDI) is a documentary research center at Edinburgh College of Art that really concerns on the diversity of documentary approaches. They are really interested in the challenging story and so opened to various creative approaches in documentary such as experimental and animation. 2013 is a very special year for SDI. Their 10 years-celebration is commemorated by the existence of their films in the film festivals all around the world. Future My Love, an experimental documentary about love and loss. An admiration to a retired mercury miner in Spain in Pablo's Winter. Last Sunday is a question about tradition in Sabbath day. The Registrars, an intimate insight into the busiest Register House in Scotland. Simply Complex describes DNA using stop-motion. Scotland: Short & Sweet, a compilation of Scotland short movies to celebrate 10 years of Bridging the Gap.

PEMUTARAN FILM DOKUMENTER INTERNASIONAL

Festival Film Dokumenter 2013

53

SPECTRUM

Maja Borg | 93'

15+ | 2012

11 Des 2013 | 18:30 | RS

Future My Love

Future My Love adalah sebuah kisah cinta unik yang menantang utopia personal dan kolektif kita, dalam pencarian kebebasan. Pada batas kehilangan cinta idealis dalam hidupnya, filmmaker Maja Borg membawa kita pada sebuah perjalanan puitis melalui keruntuhan finansial, menjelajahi sebuah perbedaan ekonomis radikal dan contoh sosial yang diungkapkan oleh seorang futurist berumur 95 tahun, Jacque Fresco. Seberapa banyak kebebasan yang siap kita berikan pada orang-orang yang kita cinta? Dan seberapa banyak tanggung jawab yang siap kita terima dari masyarakat?

Edinburgh International Film Festival 2012

CPH DOX 2012

Future My Love is a unique love story challenging our collective and personal utopias, in search of freedom. At the brink of losing the idealist love of her life, filmmaker Maja Borg takes us on a poetic road trip through the financial collapse, exploring a radically different economic and social model proposed by 95-year-old futurist Jacque Fresco. How much freedom are we prepared to give to the ones we love? And how much responsibility are we ready to take for our society?

Pablo menghabiskan sebagian besar harinya di depan TV, dikelilingi kepulan asap, dengan punggungnya menghadap ke desa yang telah dia tinggali melalui masa-masa yang lebih baik. Pablo mewakili generasi terakhir dari penambang merkuri Almadén, sebuah profesi tua yang memiliki sejarah selama 2000 tahun. Melalui sebuah gambaran langsung dari momen-momen keseharian hidupnya, Pablo's Winter menjelajahi kebusukan budaya pertambangan lokal, tapi di atas semua hal tersebut, memberikan penghormatan pada sang protagonis: para penambang dan keluarga mereka.

Pablo spends most of his day in front of the TV, surrounded by a cloud of smoke, with his back turned firmly towards a village that has lived through better times. Pablo represents the last generation of Almadén mercury miners, an age old profession with over 2000 years of history. Through a straightforward depiction of life's everyday moments, Pablo's Winter explores the decay of the local mining culture, but above all, pays homage to its real protagonists: the miners and their families.

Chico Pereira | 72'

2012 | PG | English Subtitle

12 Des 2013 | 20:30 | SOC

Pablo's Winter

DOKLeipzig 2012 (EU-OSHO Award & Special Mention 'Young Award')

IDFA 2012 (Student Competition)

Festival Film Dokumenter 2013

54

David R. Cairns | 29'

2013 | PG

13 Des 2013 | 15:00 | SEM

Last Sunday

Jane McAllister | 29'

PG | 2013

13 Des 2013 | 15:00 | SEM

The Registrars

Sebuah wawasan yang intim pada Kantor Pendaftaran Umum paling sibuk di Skotlandia. Hidup, mati dan cinta berhenti sejenak dan mengalir melalui aula-aula marmer dan berkas-berkas formulir yang tiada hentinya. Para staf yang berdedikasi sepanjang hari bertransisi dari kesedihan ke kebahagiaan ketika kisah-kisah orang tersebut beresonansi dengan kehidupan pribadi mereka.

Minggu di Kepulauan Lewis, 50 mil dari lepas pantai Skotlandia: Jutta dan RIller, berasal dari Berlin, pergi berenang. Keluarga Macleod berjalan-jalan bersama. Alasdair dan Chrissie pergi ke gereja. Apakah hari Sabat tradisional masih ada?

Sunday on the Isle of Lewis, 50 miles off the coast of Scotland: Jutta and Rille, originally from Berlin, are going for a swim. The Macleod family take a stroll together. Alasdair and Chrissie go to church. Does the traditional Sabbath still exist?

An intimate insight into the busiest Register House in Scotland. Life, death and love pause and flow through marbled halls and infinite paperwork. Dedicated staff transition from grief to joy throughout the day as the people's stories resonate with their own lives.

DOKLeipzig 2012 (EU-OSHO Award & Special Mention 'Young Award')

IDFA 2012 (Student Competition)

SPEKTRUM

Festival Film Dokumenter 2013

55

Cameron Duguid | 2013 | 9' | PG

13 Des 2013 | 15:00 | SEM

Simply Complex

Scootish : Short and Sweet

Sebuah wawasan stop-motion pada dunia moleku lar DNA dan genom. Kompleksitas genom bersama-sama dengan teknologi untuk memahaminya, apa yang sekarang cukup pada sebuah memory stick dahulu mungkin terlalu banyak untuk sebuah menara dari komputer. Proyek genom manusia membutuhkan 13 tahun dan 2.7 milyar US dolar , sekarang sebuah rangkaian genom yang utuh dapat diselesaikan hanya dalam 2 hari , dengan harga satu juta.

Dokumenter-dokumenter pendek Skotlandia dalam rangka merayakan hari jadi ke-10 dari Bridging the Gap, salah satu pemasok bakat-bakat baru dokumenter yang menonjol untuk sinema dan penyiaran di UK.

A stop-motion insight into the molecular world of DNA and the genome. The genome's complexity goes hand in hand with the technology to understand it, what can now fit on a memory stick would once have been too much for a tower of computers. The human genome project took 13 years and $2.7bn, now a full genome sequence can now be done in 2 days, for a millionth of the cost.

Scottish short documentaries to celebrate the 10th anniversary of Bridging the Gap, one of the leading documentary new talent initiatives for cinema and broadcast in the UK

SPECTRUM

East and Journey

Lindsay Goodall | 2013 | 10' | PG

13 Des 2013 | 18:30 | RS

Sebuah perjalanan melalui statistik harapan hidup Glasgow, ke daerah East End, dimana sebuah kota dikutuk dengan harapan hidup terendah di dunia. Sebuah pandangan menyentuh dan sensitif pada cara-cara dimana ketidaksetaraan sosial dimainkan pada kesehatan dan harapan hidup penduduk lokal.

A journey across Glasgow's life expectancy statistics, to the East End, where the city is blighted by some of the lowest life expectancies in the world. A touching and sensitive look at the ways in which social inequalities are played out in the health and life expectancies of local residents

Festival Film Dokumenter 2013

56

Felipe Bustos Sierra | 2013 | 13' | PG

Nae Pasaran

Valerie Mellon | 2013 | 15' | PG

Inorganica

Di sebuah kota kecil Skotlandia tahun 1974, pekerja pabrik menolak untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada mesin-mesin pesawat tempur sebagai sebuah aksi solidaritas menentang kekerasan kudeta militer di Chili. Empat tahun berselang mesin-mesin tersebut menghilang secara misterius di tengah malam. Empat puluh tahun kemudian mereka berkumpul kembali untuk melihat kembali pada apa yang diperoleh dan apa yang hilang.

Seorang ilmuwan Glasgow mencoba untuk menciptakan sebuah tipe yang benar-benar berbeda di sebuah lab. Hal ini berevolusi dari batu-batuan dan metal. Semua orang memberitahunya hal ini percuma. Tapi dia dengan tekun terus mencoba. Jika dia berhasil, dia akan menjawab salah satu pertanyaan paling besar: Dari mana kita berasal?

In a small Scottish town in 1974, factory workers refuse to carry out repairs on warplane engines in an act of solidarity against the violent military coup in Chile. Four years pass then the engines mysteriously disappear in the middle of the night. Forty years later they re-unite to look back on what was gained and what was lost.

A Glasgow scientist is trying to create a totally new type of life in the lab. It's evolving from rocks and metals. Everyone tells him it's impossible. But he's determined to try. If he succeeds, he'll also have answered one of life's biggest questions: Where did we come from?

DOKLeipzig 2012 (EU-OSHO Award & Special Mention 'Young Award')

IDFA 2012 (Student Competition)

13 Des 2013 | 18:30 | RS

13 Des 2013 | 18:30 | RS

SPEKTRUM

Festival Film Dokumenter 2013

57

Genevieve Bicknell | 2013 | 9' | PG

13 Des 2013 | 18:30 | RS

Swallow

Sebuah film eksperimental tentang kekuatan makanan, kisah-kisah personal yang digabungkan dengan kamera video rumahan berukuran 8mm dan 16mm dan potongan-potongan High Def in i t ion , menc ipa takan sebuah penga laman mendalam dimana tema-tema tentang kenangan, keluarga, rasa sakit, dan keinginan mendidih. Dan sebagai sebuah cerita dari kekuatan terbuka, sentralitas makanan dalam hidup kita, hubungan dan indera kita ditunjukkan secara gamblang. Makanan tidak akan terlihat sama lagi.

Kerbau buffalo adalah sebuah simbol yang sangat kuat dari budaya Amerika, menjelajahi dataran-dataran dan imajinasi. Mereka secara jelas memberikan suatu kesan yang kekal pada Scott Shand, satu-satunya peternak kerbau komersil dari Skotlandia. Tapi sekarang masa depan dari gembalanya sedang dipertanyakan, jadi bisakah mimpi gilanya berkembang ketika dihadapkan pada kenyataan yang kejam?

A short experimental lm about the power of food, personal stories combine with 8mm and 16mm home movies and HD footage, creating a visceral experience in which themes of memory, family, love, pain and desire simmer. And as a narrative of power unfolds, the centrality of food to our lives, relationships and our sense of ourselves is laid bare. Food will never quite look the same again.

Buffalo are a powerful symbol of American culture, roaming through plains and imaginations. They certainly made a lifelong impression on Scott Shand, Scotland's only commercial buffalo farmer. But now the future of his herd is in question, so can his crazy dream flourish when faced with some harsh realities?

SPECTRUM

Buffalo Dreams

Maurice O'Brien | 2013 | 15' | PG

13 Des 2013 | 18:30 | RS

SEADOC

FOCUS ON : MYANMAR

Festival Film Dokumenter 2013

58

SOUTH EAST ASIA DOCUMENTARY

Tahun 2013 ini, FFD akan fokus pada Myanmar, sebagai respon atas mulai terbukanya sebuah negara yang tertutup selama beberapa dekade. Program SEA Docs hadir sebagai upaya untuk menunjukkan semangat sineas dokumenter dan jendela atas kondisi sosial di kawasan Asia Tenggara. Dalam Burma VJ (FFD 2009) kita bisa melihat bagaimana sulitnya merekam dengan kamera di Myanmar. Begitu pula dalam film Nargis-When Time Stopped Breathing (2009), film dokumenter panjang Myanmar pertama ini bercerita tentang korban badai Nargis yang terlambat mendapat bantuan karena junta militer melarang bantuan kemanusiaan asing. Masih ada ketakutan dari para korban ketika berbicara di depan kamera. Bagaimana dengan sekarang ketika keadaan sudah sedikit berubah? Kita akan melihat fase baru film dokumenter Myanmar. Cerita tentang kakek yang senang menghabiskan hari bersama cucunya, walaupun dia tahu itu akan segera berakhir dalam Sweety Pie. Insein Rhythm, tentang irama yang dirangkai dari Stasiun Insein, di sebelah penjara Insein yang terkenal. No. 62 Pasondan Street, tentang bangunan kolonial tua yang dikenal dengan Lokanal Gallery Building, tapi merupakan rumah bagi beberapa orang. My Granfsther's House, rumah yang dulunya adalah tempat berkumpul para arsitek gerakan kemerdekaan Myanmar. Cries and Whispers, tentang pasangan muda dengan bayinya dan batas fiksi dan dokumenter yang dikaburkan. Behind the Screen Seorang anak yang menjahit scene demi scene film untuk membedah pernikahan orang tuanya yang adalah ikon film tahun 1960an. Sebuah kolaborasi antar dalang dari Jerman, Perancis, Thailand, Myanmar, dan Kamboja dalam Puppets Beyond Borders. Program ini terselenggara berkat kerjasama dengan Yangon Film School dan Chopshot Docnet.

PEMUTARAN FILM DOKUMENTER INTERNASIONAL

Festival Film Dokumenter 2013

59

SEADOC

FOCUS ON : MYANMAR

SOUTH EAST ASIA DOCUMENTARY

In 2013, FFD will focus on Myanmar, as a respond to start opening a country which was closed for decades. SEA Docs program comes as an effort to show the spirit of documentary filmmakers and the window upon social condition in Southeast Asia region.

In Burma VJ (FFD 2009), we can see how difficult it is to record with a camera in Myanmar. Likewise in the film entitled Nargis-When Time Stopped Breathing (2009), this first feature-length documentary tells about the victims of Nargis cyclone who are late to get help because the military junta prohibits foreign aid. There still fear from the victims when speaking in front of the camera.

How about now when the situation is little bit changed? We will see a new phase of Myanmar's documentary films. A story about a grandfather who loves spending the day with his grandchild, although he knows it will soon be over in Sweety Pie. Insein Rhythm is about rhythms which are assembled from Insein station, besides a famous Insein prison. No. 62 Pasondan Street is about an old colonial building which is known as Lokanal Gallery Building, but in fact is a house for some people. My Granfsther's House, is a house which previously used as gathering place of Myanmar's independence movement architects. Cries and Whispers, about a young couple with their baby and the blurred boundaries between fiction and documentary. Behind the Screen, a child who sews scene by scene of a movie to dissect the marriage of his 1960s' movie icon parents. A collaboration between Germany, France, Thailand, Myanmar and Cambodia puppeteers in Puppets Beyond Borders.

This program is held in cooperation with Yangon Film School and Chopshot Docnet.

INTERNATIONAL DOCUMENTARY FILM SCREENING

SEADOC - Focus on Myanmar

Festival Film Dokumenter 2013

60

Kyaw Kyaw Oo, Maung Myint Aung |

Myanmar , Germany |2009 |90' | 15+ |

English Subtitle

13 Des 2013 | SOC | 16:00

Nargis - When Time Stopped Breathing

Pada Mei tahun 2008 sebuah topan bernama Nargis mengamuk selama berjam-jam di delta Ayeyarwaddy Myanmar, membunuh 140,000 orang. Dua filmmaker Burma tidak bisa berdiam diri dan merasa terpanggil untuk pergi ke delta tersebut untuk merekam kehancuran itu. Tujuh hari setelah badai itu, mereka berhasil menyaksikan dahsyatnya kerusakan yang terjadi. Mereka bertemu penduduk desa yang telah kehilangan semuanya, dan merekam kejadian-kejadian yang menyentuh hati mereka, seperti para korban selamat yang basah kuyup karena hujan, mencari kayu dan paku di dalam lumpur untuk membangun atap di atas kepala mereka. Kehidupan tetap berlangsung, entah bagaimana, pada keadaan yang sangat rapuh dan hal ini seakan membuat waktu terasa berhenti. Melaju melalui sebuah dunia yang muncul lebih surreal daripada kenyataan, hidup dan mati seakan berdampingan dan para korban selamat membicarakan korban-korban jiwa seakan mereka masih bersama-sama.

Visions du réel - International Filmfestival Switzerland 2010

CPH:DOX Copenhagen, Denmark 2010

IDFA Amsterdam, The Netherlands 2010

Chopshots Documentary Film Festival South East Asia 2012

In May 2008 a cyclone called Nargis raged for hours in Myanmars Ayeyarwaddy Delta, killing 140,000 people. Two Burmese filmmakers couldn't remain silent and felt compelled to go to the delta and record the devastation. Seven days after the storm, they made their way to scenes of utter devastation. They met villagers who had lost everything, and recorded scenes that touched them to the core, such as rain-drenched survivors searching for wood and nails in the mud in order to build a roof over their heads. Life was going on, somehow, in the most fragile of settings and yet it felt as if time had stood still. Moving through a world that appeared more surreal than real, life and death seemed to coexist and survivors talked about the dead as if they were still with them.

Sai Kong Kham | Myanmar | 2011 | 7'

PG| English Subtitle

14 Des 2013 | SOC | 14.00

Sweetie Pie

Seorang lelaki tua mengasuh cucu laki-lakinya. Sang kakek menyayangi si anak kecil dan membiarkannya berlarian kesana kemari. Tapi dari waktu ke waktu hal ini bisa berakhir dengan rasa sakit.

Vision du Réel Festival International de Cinèma, Nyon, Switzerland 2012

Sehsüchte International Student Film Festival, Potsdam, Germany 2012

Wathann Filmfest, Yangon, Myanmar 2011 (Best Documentary Award)

An old man babysits his grandson. Granddad adores the little boy and lets him romp all over the place. But from time to time this can be a pain in the end.

Soe Moe Aung | Myanmar | 2013 | 11'

PG | English Subtitle

14 Des 2013 | SOC | 14.00

Insein Rhythm

Festival Film Dokumenter 2013

61

Aung Nwai Htway | Myanmar | 2013 | 35'

PG | English Subtitle

11 Des 2013 | SEM | 20:30

Behind The Screen

SEADOC - Focus on Myanmar

Wathann Film Fest#2, Yangon, Myanmar 2012 (Best Documentary)

IDFA Amsterdam, The Netherlands 2013 (Official Selection)

Seorang anak membedah pernikahan orang tuanya-yang adalah ikon film Myanmar di tahun 1960an. Ternyata adegan-adegan menyentuh yang terjadi di layar perak itu merupakan sebuah refleksi yang cukup akurat dari kehidupan nyata mereka. Ketika kamera ganti menyorot foto-foto glamor dari masa kejayaan mereka, sang pembuat film menatap jauh, terpesona. Dia bergulat dengan kemahsyuran yang luar biasa dari kedua orang tuanya. Sekarang ket ika dia sedang merekonstruksi hubungan mereka, dia melihat rekaman-rekaman film tua itu melalui mata yang berbeda- seakan film itu mungkin membawa jawaban yang tidak bisa dia jawab setika kecil, ketika kedua orang tuanya berpisah.

Insein Rhythm adalah sebuah potret dari pemandangan, suara serta irama dari stasiun kereta Insein di Yangon yang diedit secara lucu – tidak jauh dari penjara Insein yang terkenal.

A son dissects his parents' marriage – they were film icons in 1960s Myanmar. It turns out the heartrending scenes they acted out on the silver screen are a pretty accurate reflection of their real lives. While the camera slides across the glamour photos from their heyday, the filmmaker looks on, entranced. He grapples with the incredible fame of his parents. Now that he is reconstructing their relationship, he sees the old film footage through different eyes – as if it might contain the answers he didn't get as a child, when his parents separated.

Insein Rhythm is a humorously edited portrait of the sights, sounds and rhythms of Yangon's Insein railway station – but a stone's throw from the country's infamous Insein prison.

Vision Du Réel International Film Festival, Nyon, Switzerland

SEADOC - Focus on Myanmar

Festival Film Dokumenter 2013

62

Cho Phyone | Myanmar | 2013 | 13'

PG | English Subtitle

Shunn Lei Swe Yee | Myanmar | 2013

14' | PG| English Subtitle

14 Des 2013 | SOC | 14.00

14 Des 2013 | SOC | 14.00

No. 62 Pasondan Street

My Grandfather's House

Dokumenter pendek ini membawa kita ke belakang muka bangunan yang runtuh dari salah satu bangunan-banguna besar zaman kolonial di Yangon – dikenal oleh banyak orang sebagai “Lokanat gallery building” karena galeri seni terkenal yang berada di lantai satu – adalah tempat bertemunya orang-orang yang menyebut tempat ini rumah.

Cucu Thakin Htein Win mengenang rumah kayu tua dimana dia dibesarkan – sebuah rumah dimana dulu merupakan sebuah tempat rapat bagi para pemimpin pergerakan kemerdekaan Burma, dimana kakeknya memainkan sebuah peran penting.

15th International Women's Film Festival, Seoul 2013

Wathann Film Fest#3, Yangon, Myanmar, 2013 (Competition)

Singapore Myanmar Film Festival, Seoul, Korea 2013

Myanmar Film Festival of Los Angeles, USA 2013

Singapore Indie DOC Festival, Singapore 2013

Wathann Film Fest#3, Yangon Myanmar 2013 (Competition)

This short documentary takes us behind the crumbling facade of one of Yangon's grand old colonial edifices – known to many as the 'Lokanat gallery building' on account of the famous art gallery on the first floor – to meet some of the people who call this place home.

Thakin Htein Win's granddaughter reminisces about the old wooden house where she grew up – a house which was once a meeting place for some of the architects of Burma's independence movement, in which her grandfather played a pivotal role.

Festival Film Dokumenter 2013

63

Thet Oo Maung | Myanmar | 2013 | 8'

PG| English Subtitle

14 Des 2013 | SOC | 14.00

Cries and Whisper

SEADOC - Focus on Myanmar

Pasangan dan bayi mereka yang baru lahir berada di sebuah apartemen tua di Yangon. Sebuah film yang dengan sengaja mengaburkan batasan-batasan antara dokumenter dan fiksi. A couple and their new baby in an old

Yangon apartment. A film that deliberately blurs the boundaries between documentary and fiction.

Hnin Ei Hlaing | Myanmar | 2013 | 39'

PG| English Subtitle

11 Des 2013 | SEM | 20:30

Puppets Beyond Borders

Di akhir 2011, dalang dari Jerman, Perancis, Thailand, Myanmar serta Kamboja bersama-sama di venue “Empty Space” Chiang Mai di Thailand utara untuk sebuah workshop dipimpin oleh sutradara Jerman Manuel Lutgenhorst. Grup ini diminta untuk menciptakan suatu karya kolaboratif baru untuk dipentaskan di Chiang Mai, Phnom Penh dan Yangon, menjelajah topik tentang 'rumah'. Difilmkan oleh kru dari Burma dan Kamboja, Puppets Beyond Borders mengikuti kelompok Asia dan Eropa ini ketika mereka mempersiapkan karya mereka dan menghadapi setiap kekayaan dan keragaman tradisi wayang masing-masing negara – dari pentas drama bayangan ke boneka sarung tangan hingga wayang golek – serta melihat pendekatan-pendekatan inovatif d a r i p a r a p e m a i n w a y a n g u n t u k menginterpretasikan seni mereka kepada penonton zaman sekarang.

At the end of 2011, puppeteers from Germany, France, Thailand, Myanmar and Cambodia came together at Chiang Mai venue 'Empty Space' in northern Thailand for a workshop led by German director Manuel Lutgenhorst. The groups were asked to create a new collaborative piece to be performed in Chiang Mai, Phnom Penh and Yangon, exploring the topic of 'home'. Filmed by a Burmese-Cambodian crew, Puppets Beyond Borders follows these Asian and European troupes as they prepare their pieces and encounter each other's rich and diverse puppetry traditions – from shadow play to glove puppets and marionettes – and takes a look at the players' innovative approaches to reinterpreting their art for today's audiences.

Festival Film Dokumenter 2013

64

Program Kolaborasi Documenta Documenta!

Proses produksi, distribusi dan eksibisi karya sebagai sebuah proses dengan medium yang berbeda, selalu menambah ruang arsip yang kian beragam. Piranti digital pun turut melahirkan varian medium dan media alternatif yang tidak lagi berbatas. Documenta Documenta! merupakan proyek kolaborasi pengumpulan proses pendokumentasian, yang dilakukan komunitas/lembaga/organisasi dengan berbagai medium yang dipilih. Dalam proyek ini selain mengeksplorasi transisi; gerakan, media dan seni, juga akan menyajikan ruang eksibisi arsip/dokumen lintas disiplin. Proyek ini digagas sebagai bagian dari respon tema besar Festival Film Dokumenter 2013; No Bond, No Boundaries, dengan mengambil tiga sudut yang akan di soroti; Media, Seni dan Gerakan.

Bentuk Ruang dan Konten;BibliotiqueEksibisi informasi dari pengumpulan proses pendokumentasian yang selama ini sudah dilakukan dengan beberapa medium yang berbeda. Penyediaan ruang atas informasi dalam respon ini berupa; Restorasi FilmMenu tonton beberapa dokumen film atau video yang bisa di akses oleh pengunjung, yang di sajikan secara terpisah dari menu program festival. Digital Story Telling | Web DocumentaryInteraksi atas konsumsi informasi dengan atau melalui dokumenter interaktif (web doc). Dalam perkembangannya, internet membuka kemungkinan bagi dokumenter untuk membuat produksi dengn narasi non-linear yang menggabungkan fotografi, teks, audio, video, animasi, drawing dan infographics.Instalasi KaryaTidak sekedar memajang, namun bagaimana membuat ketersampaian informasi dari medium lain yang berbeda, bahwasanya media tetap pada fungsinya dalam menyampaikan pesan. LiteratureMedia tekstual sebagai salah satu pembawa pesan dan informasi secara literal.Produk PanganPenyajian produk pangan dalam kerja kolaborasi ini merupakan bagian dari menginformasikan hasil produksi masyarakat Pati dalam pengelolaan area pegunungan Kendeng.

Eksebisi 13.00 – 21.00 10 – 14 Desember 2013 Lobi Societet, Taman Budaya Yogyakarta

Diskusi|Sosial Ekologi Dalam Cross MediaRuang interaksi publik yang akan membahas mengenai sosial ekologi dalam cross media. Sosial ekologi dengan konteks yang lebih luas dengan penyesuaian dan pengaruh dari keberadaan bentuk media yang semakin majemuk. Diskusi 15.00 – 18.00 13 Desember 2013 Amphitheater, Taman Budaya Yogyakarta

Launching Program Kolaborasi Documenta Documenta!18.00 – 19.0010 Desember 2013Loby Societet, Taman Budaya Yogyakarta

Diinisiasi oleh : Forum Film Dokumenter | ffd.or.id Etnohistori | etnohistori.org Taring Padi | taringpadi.co.id SURVIVE! Garage | facebook.com/pages/survivegarage Omah Kendeng | omahkendeng.org Envicture | envicture.net

Didukung oleh :Combine Resource Institution | www.combine.or.id

Festival Film Dokumenter 2013

65

Documenta Documenta! Collaboration Project

The process of production, distribution and exhibition of a work of art as a process with different mediums, always add the increasing diverse of archive spaces. Digital device also creates variant of medium and alternative media which are no longer bounded. “Documenta Documenta!” is a collaborative project of collecting documentary process, conducted by community/institution/organization with various chosen mediums. This project is not only aiming to explore the transition; movement, media and art, but also providing the exhibition space of crossed-disciplines archives/documents. This project is initiated as a response of the major theme of Festival Film Dokumenter 2013; No Bond No Boundaries, by taking three angles which will be highlighted; Media, Art and Movement.

The Form of Space and Content;BibliotiqueThe information exhibit from collecting documentary process so far has been done by several different mediums. The provision of space for information in this respond is in the form of;Film RestorationMenu of several film documents or video that can be accessed by the visitors, are presented separately from the festival program menu.Digital Story Telling/ Web DocumentaryA web documentary, interactive documentary or multimedia documentary is a documentary production that differs from the more traditional forms—video, audio, photographic—by applying a full complement of multimedia tools. The interactive multimedia capability of the Internet provides documentarians with a unique medium to create non-linear productions that combine photography, text, audio, video, animation and infographics.Works of art InstallationNot just displaying, but how to give information from another different medium, which means media remains on its function in conveying the message.LiteratureTextual media as one of the message and information carriers literally. Food ProductPresentation of food product in this collaborative work is a part of informing the product from people in Pati as their effort to manage the area of Kendeng Mountains.

Exebhition 1 – 9 PM December 10th – 14th 2013 The lobby of Societet, Taman Budaya Yogyakarta

Discussion/Social Ecology in Cross MediaPublic space of interaction which will discuss about social ecology in cross media. Social ecology in broader context with adjustment and influence from the presence of increasingly plural forms of media. Spaces of public interaction which will discuss the social ecology in cross media. Social ecology in a broader context is with an adjustment and influence from the presence of multiform in media.Discussion 3 – 6 pm December 13th 2013 Amphitheater, Taman Budaya Yogyakarta

Documenta Documenta! Collaboration Project Launching6 – 7 pmDecember 10th 2013The lobby of Societet, Taman Budaya Yogyakarta

Initiated by : Forum Film Dokumenter | ffd.or.id Etnohistori | etnohistori.org Taring Padi | taringpadi.co.id SURVIVE! Garage | facebook.com/pages/survivegarage Omah Kendeng | omahkendeng.org Envicture | envicture.net

Supported by :Combine Resource Institution | www.combine.or.id

Festival Film Dokumenter 2013

66

Program Presentasi

History on Screen merupakan sebuah program yang memfasilitasi ruang kreasi generasi muda dalam melakukan proses penelitian sejarah komunitas dengan menggunakan media audio-visual (video dokumenter), sebagai bagian dari proses belajar sejarah alternatif, serta memperluas jaringan dan apresiasi kerja kolektif. Program ini merupakan kerjasama kotakhitam forum dengan ketjilbergerak dan PUSdEP (Pusat Sejarah dan Etika Politik). kotakhitam forum berkomitmen untuk fokus pada identitas Indonesia dengan segala keragaman budayanya dan berperan sebagai tempat belajar bagi masyarakat kecil dengan memberikan kesempatan dan membangkitkan ide-ide kreatif yang mencerminkan aplikasi praktis dan berkelanjutan dalam komunitas mereka. Kotakhitam forum akan menerbitkan program-program audio-visual dan dokumentasi untuk memberikan alternatif budaya dan perspektif sejarah kepada masyarakat yang lebih luas untuk merangsang masyarakat umum menjadi pribadi yang kritis dan untuk mempertanyakan dinamika masalah sosial/kesenjangan di sekitar mereka.

History on Screen is a program which facilitates the creation space of young generation in the process of historical community research using audio-visual media (documentary video), as a part of the alternative processes in learning history, as well as to expand the network and apreciation of the collective work. This program is a cooperation between kotakhitam forum with ketjilbergerak and PUSdEP (Pusat Sejarah dan Etika Politik). kotakhitam forum is committed to focus on the Indonesian identity with all of its cultural diversity and act as a learning place of the marginal-class by providing opportunities and stimulating creative ideas that reflects practical and sustainable applications in their community. kotakhitam forum will publish audio-visual programs and documentations to provide alternative cultural and historical perspectives to the wider public to stimulate the common public to be personally critical and to question the dynamics of social problems/inequality around them.

kotakhitamforum.org

History on Screen #2013: Montase dan Ingatan

Rabu, 10 Desember 2013, 16.00 - 17.30Ruang Seminar, Taman Budaya Yogyakarta

Wednesday, December 10 2013, 4:00 - 5:30 pmRuang Seminar, Taman Budaya Yogyakarta

Festival Film Dokumenter 2013

SUTRADARA : Wijanarko IsmailDURASI : 7 menitPRODUKSI : kotakhitamNEGARA : Indonesia

Kata KotaKata Kota

67

Presentation Program

SUTRADARA : RenzaDURASI : 10 menitPRODUKSI : kotakhitamNEGARA : Indonesia

HOM PIM PAHOM PIM PA

Yogyakarta mulai berubah. Pembangunan hotel, perumahan, industri, perkantoran, mulai tak berpihak pada masyarakat. Kondisi tersebut membuat sekelompok anak muda melakukan sebuah aksi “Bocah Jogja Nagih Janji”. Aksi tersebut merupakan respon atas kegelisahan mereka terhadap berkurangnya ruang terbuka bermain yang ada.

Yogyakarta is starting to change. The constructions of hotel, housing, industy, office are not on the people side. This condition encourages a group of young people to do an action called “Bocah Jogja Nagih Janji”. The action is a response to their anxiety on how the open playground spaces are decreasing.

Hom Pim Pa bukan sekedar cara untuk mengawali sebuah dolanan (permainan). Tetapi juga bagian dari refleksi ingatan dan dinamika peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat.

Hom Pim Pa is not only just a way to start a dolanan (game), but also a part of the reflecting memory and the dynamic of events which are happened in the society.

Festival Film Dokumenter 2013

68

Program Presentasi

SAMA adalah program yang memberikan Ruang dan Peluang kepada penyandang disabilitas untuk menyuarakan persoalan dengan cara pandangnya melalui video berbasis komunitas (video diary). Melalui proses kreatif yang dilakukan secara mandiri, dan diharapkan dapat berkelanjutan ini, penyandang disabilitas dapat menyampaikan aspirasi mengenai ruang, peluang dan perlakuan yang adil kepada masyarakat, khususnya pengambil keputusan. Workshop SAMA melibatkan 20 peserta penyandang disabilitas penglihatan, pendengaran dan fisik untuk membuat video kampanyenya secara partisipatif.Dalam SAMA, peserta diajak untuk melakukan riset atas persoalan, menulis, penggambilan gambar hingga editing, difasilitasi oleh para mentor dan fasilitator dari berbagai latar belakang mulai periset, fasilitator komunitas hingga pekerja film. Lokakarya SAMA berlangsung selama bulan Oktober 2013 di Jakarta.SAMA pun menjadi refleksi pada Hari Penyandang Disabilitas Dunia, yang jatuh setiap tanggal 3 Desember.

Info SAMA:www.ilo.org/jakarta/The International Labour OrganizationILO adalah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja.

www.kampunghalaman.orgYayasan Kampung HalamanBerdiri pada April 2006, Kampung Halaman mendorong menguatnya peran remaja dan anak muda melalui program pendidikan, dengan menggunakan media berbasis komunitas. Kampung Halaman percaya bahwa remaja dan anak muda adalah anggota masyarakat terpenting dimanapun di dunia yang dapat menjamin terciptanya proses regenerasi di komunitas.

SAMA is a program that provides space and opportunity for persons with disabilities to express their problems from their point of view through community based video (video diary). Through an independent and sustainable creative process, persons with disabilities can express their aspirations for space, opportunity and fair treatment to the public, especially to decision makers. SAMA workshop involved 20 participants with vision, hearing and physical disabilities. The participants were required to create a participatory video campaign. In SAMA, 22 participants were invited to research their issues, writing, shooting, up to editing which were facilitated by mentors and facilitators from a variety of backgrounds ranging from researchers, community facilitators to film workers. SAMA workshop was held during October 2013, in Jakarta. SAMA is a reflection on World Disability Day, which falls every year on December 3rd.

Information on SAMAwww.ilo.org/jakarta/The International Labour OrganizationILO is an agency of the United Nations (UN) which continues to encourage the creation of opportunities for women and men to obtain decent and productive work in free, fair, safe and dignified way. The main aims of the ILO are to promote rights at work, encourage decent employment opportunities, enhance social protection and strengthen dialogue on work-related issues

www.kampunghalaman.orgYayasan Kampung HalamanFounded in April 2006, Kampung Halaman works to strengthen the role of adolescents and young people in their communities through educational progam with community-based media. Kampung Halaman believe that the teenager is the most important community members anywhere in the world, that can guarantee the creation of the regeneration process in the community.

SAMA: Ruang, Peluang, dan PerlakuanRabu, 11 Desember 2013, 9.00 - 12.00

STUDIO 3, EMPIRE XXIJl. Urip Sumoharjo, Yogyakarta

Festival Film Dokumenter 2013

69

Presentation Program

JOB (UN) FAIRJOB (UN) FAIR

Mana Akses KamiWhere’s Our Acces

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 1997, 1 persen dari 100 karyawan yang dimiliki oleh perusahaan negara maupun swasta haruslah penyandang disabilitas.Film ini adalah kisah pekerja disabilitas yang telah berhasil diserap oleh perusahaan, dan yang masih mencari lapangan kerja.Apakah perusahaan di Indonesia sudah memiliki kesadaran untuk memberi peluang pada penyandang disabilitas?

According to the Law of the Republic of Indonesia No. 14 of 1997, 1 per cent out of the 100 employees who work for the state or private companies must be persons with disabilities. This film is the story of disability workers who have been successfully employed by a company and persons with disabilities who are still looking for jobs. Do the companies in Indonesia have any awareness in terms of providing opportunities for persons with disabilities?

Penyandang disabilitas belum dapat menikmati fasilitas publik yang memadai hingga saat ini.Mereka berkumpul untuk membicarakan persoalan ini bersama. Bagaimana cara mereka menggunakan fasilitas umum? Apakah selama ini mereka dilibatkan dalam pembangunan fasilitas publik yang aksesibel?

Persons with disabilities have not been able to enjoy adequate public facilities up to this date. They gathered to discuss this issue. How do they use public facilities? Have they been involved in the construction of accessible public facilities?

2013, Indonesia, 17:17 Menit

Director : Tim Semangat Kerja (SEGER)Aris Yohannes, Abdul Rauf. HS, Fajar, Kezia Agata Oktavia, Lifiana, Laura Lesmana Wan Ling, Nila Krisnawati, Ramadhani Hadianti, Sartika, Sapto Kridayanto, Wijaya

Producer :ILO, Kampung Halaman

2013, Indonesia, 14:46 Menit

Director : Tim Fasilitas Umum Jakarta (FAUJA)Anindya Chiptasami, Anto, Jejen Juanda, Maria Theresia Lanina, Puti Irra Puspasari, Sri Puriyanti, Toto Sugiharto, Yudhi Hermawan

Producer : ILO, Kampung Halaman

Festival Film Dokumenter 2013

70

Program Presentasi

Selasa, 10 Desember 2013, 09.00-17.00, di LPPM Universitas Sanata Dharma Kampus 2, Jl. Affandi (Gejayan), Mrican-Yogyakarta. Pembahasan :

· Screen Reader untuk ponsel Nokia.· Android : Pengenalan Android, Android untuk Samsung, Tips dan trik Android.· Demo Andromax. · Menonton film dari gadget. · Memutar audio streaming menggunakan gadgets kesayangan

Pemateri : ITCFB (IT Center for The Blind)Workshop terbatas untuk 30 peserta tunanetra. GRATISFasilitas : sertifikat, makan siang dan penjemputan oleh volunteer di halte Trans Jogja Sanata Dharma dan sekitarnya.

Info dan pendaftaran : Mariana 087782231249Yusup 0816678183

Workshop ini merupakan kerjasama ITCFB, Yayasan Kampung Halaman, Jalan Remaja Youth Co op, Festival Film Dokumenter, LPPM USD (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sanata Dharma) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

Gadgets Workshop for Person with Visual Impairment

Tuesday, December 10th 2013, 09.00-17.00 at LPPM Sanata Dharma University, Campus 2. Affandi street, (Gejayan), Mrican-Yogyakarta. Discussion: · Screen Reader for Nokia cell phone · Android : About Android, Android for Samsung cell phone, Android Tips & tricks · Andromax demo · Watching film through our gadget. · Listening streaming audio through our lovely gadget.

Speaker : ITCFB ( IT Centre for The Blind)

Limited to 30 participants with visual Impairment. FREE Facilities: certificate, lunch and pick-up by the volunteer in the Sanata Dharma Trans Jogja Stop and surrounding areas.

Info & Registration : Mariana 087782231249 Yusup 0816678183

This workshop is a collaboration of ITCFB, Kampung Halaman Foundation, Youth Path Co op, FFD, LPPM Sanata Dharma University and International Labour Organization.

Workshop Accessible Gadgets untuk Tunanetra

Festival Film Dokumenter 2013

71

Presentation Program

Di Hari Hak Azasi Manusia ini, kami berupaya mengembalikan kuasa kepada orang kebanyakan. Melalui video karya orang-orang biasa dari berbagai latar belakang, yang menghadapi realita keseharian hidup, kami mempersembahkan suara-suara dari mereka yang selama ini tidak terdengar. Dalam Crossroads, pekerja-pekerja migran dari berbagai latar belakang dan kebangsaan berkumpul bersama menyampaikan cerita-cerita mereka menggunakan metafora-metafora dan simbol-simbol yang umum dan sederhana. Dalam Moviemento, anak-anak muda menggunakan video sebagai alat mempromosikan akuntabilitas. Sedangkan Papuan Voices, mempersembahkan video-video yang membuat kita menengok hambatan-hambatan sosial dan ekonomi yang menggelayuti pulau indah ini dan membuat kita melihat lebih dalam dari sekedar kekayaan mineral yang dikandungnya.

Tentang EngageMediaEngageMedia menggunakan teknologi video, internet dan 'free and open source software' untuk merangsang perubahan sosial dan lingkungan. Kami percaya bahwa media independen dan teknologi gratis yang terbuka adalah dasar kuat untuk membangun pergerakan demi melawan ketidakadilan sosial, sekaligus menyediakan solusi serta pemikiran lebih jauh terhadap isu-isu tersebut. Tujuan kami adalah menyediakan akses terhadap cara baru penyebaran video, membuat arsip online untuk karya-karya video yang diproduksi secara independen dengan menggunakan lisensi terbuka dan membuat jaringan yang terdiri dari pembuat video, pendidik dan organisasi-organisasi yang programnya berkaitan dengan screening video atau film independen.

"Near horizon: Stories of the Common People”This Human Rights Day, we are giving power back to the people. Through videos made by people on the ground who live the day to day reality in different circumstances, we present to you the voices of the unheard. In Crossroads, migrants workers from many background and nationalities gathered together to tell their stories using common metaphors and symbols. In Moviemento young people used video as a tool to connect with leaders in their community to promote accountability. In Papuan Voices, the videos presented will provide a peek into the social and economic obstacles enveloping this beautiful island, pieces that make you see more than the minerals in the island.

EngageMedia ProfileEngageMedia is a non-profit media, technology and culture organization. We use the power of video, the internet and free software technologies to create social and environmental change. We believe independent media and free and open technologies are fundamental to building the movements needed to challenge social injustice and environmental damage, as well as to provide and present solutions.EngageMedia works with independent filmmakers, video activists, technologists, and campaigners to generate wider audiences for their work, demystify new video distribution technologies, and create an online archive of independent video productions using open content licenses.

Alamat | Contact:Jl. Tebet Barat Dalam 2E/15Tebet, Jakarta SelatanIndonesia, 12180e-mail : [email protected] : engagemedia.org

Selasa, 10 Desember 2013Ruang Seminar, Taman Budaya Yogyakarta15.00 – 18.00

Tuesday, December 10, 2013Ruang Seminar, Taman Budaya Yogyakarta3:00 - 6:00 pm

Lebih Dekat Ke Horizon: Cerita dari Orang-orang Biasa

Festival Film Dokumenter 2013

72

Program Presentasi

Aksi anti kekerasan menolak FPI bersamaan dengan Hari Kasih Sayang (Valentine Day) di Bundaran Hotel Indonesia pada 14 Februari 2012, berakhir dengan penyerangan FPI terhadap massa aksi. Aksi kekerasan FPI seakan dibiarkan oleh pihak keamanan.

The non-violence action against FPI coincided with Valentine's Day at Bundaran Hotel Indonesia on February 14th 2012, ended up with the attack of FPI towards the action mass. The violence action of FPI seemed to be neglected by the authority.

Seragam Yang Tak Melindungi KeberagamanSutradara : Rikky Durasi : 04:18Lokasi : Jakarta

Sekelompok pemuda di Balikpapan, Kalimantan Timur berinisiatif menolak pembangunan super mall. Mereka menggelar aksi demo penolakan pembangunan mall tersebut, tapi seakan aksi mereka sia-sia saja. Padahal masyarakat di lingkungan sekitar mall, terganggu, mereka mengeluh limbah mall, dibuang sembarangan sehingga mengganggu aktifitas mereka. Kenyataannya pembangunan mall berlanjut.

A group of young men in Balikpapan, East Borneo initiated a protest against the construction of a super mall. They were protesting against the construction of the mall, but it seemed that their protest was just a waste whereas the community from the neighborhood around the mall felt upset. They complained because the waste of the mall which was dumped carelessly disturbed their activities. But in reality, the construction of the mall continued.

(MovieMento)Penolakan Super MallSutradara : Aldo & MegaDurasi : 05:01Lokasi : Balikpapan (Kalimantan Timur)

Amos Wainggai bersama 42 orang warga Papua menyeberang dengan perahu dari Merauke, Papua, menuju Australia untuk mencari suaka Politik di tahun 2006. Dia berusaha mencari keadilan di tanah airnya, dia kini (26/8/13) dalam perjalanan ke Papua Barat bersama kapal Freedom Flotilla yang berangkat dari pantai Australia.

Amos Wainggai along with other 42 people from Papua were crossing from Merauke, Papua to Australia by boat to find a political refuge in 2006. He tries to find justice in his own country, now (26/8/13) he is coming home to East Papua with a boat named Freedom Flotilla which sailed from Australia's coast.

(Papuan Voices 2)Amos CallingSutradara : FX MakingDurasi : 06:46Lokasi : Papua

Festival Film Dokumenter 2013

73

Presentation Program

Seorang pelestari budaya, Datuk Hanafiah, hidup dan beraktivitas secara mandiri di Balikpapan, Kalimantan Timur. Tak secuilpun dibantu Negara walau berjuta klaim dan janji pengelontoran dana bagi pengembangan budaya di kota minyak ini. Toh, Datuk tetap bersemangat. Baginya keterbatasan bukan rintangan untuk terus menyebarkan kehalusan dan cita rasa peradaban

A preserver of culture, Datuk Hanafiah, lives and works independently in Balikpapan, East Borneo. No helps were given by the government even though millions of claims and promises to give funds for developing the culture in this “oil city”. But Datuk keeps working enthusiastically. According to him, this limitation is not an obstacle to keep spreading the fine civilization's taste.

Cerita Datuk HanafiahSutradara : AjiDurasi : 04:18Lokasi : Balikpapan (Kalimantan Timur)

Sekelompok ibu dan para pengajar di kota Sorong Papua Barat bersama-sama mendirikan Taman Kanak-kanak (TK) gratis. TK ini diberi nama Bunga Papua..

A group of mothers and teachers in Sorong, East Papua got together establishing a free-charge kindergarten school. This kindergarten was named Bunga Papua.

Aku Anak PapuaSutradara : Enrico AditjondroDurasi : 06:03Lokasi : Papua

Remix suasana rapat PKI dalam film “Pengkhianatan G30S/PKI” karya Arifin C. Noer.

A remix of the meeting's atmosphere of PKI (Indonesian communist party) from the film “Penghianatan G30S/PKI” by Arifin C. Noer.

(Video Slam G 30S Remix)Rapat TersesatSutradara : Flux CupDurasi : 03:14Lokasi : Bandung

Festival Film Dokumenter 2013

74

Program Presentasi

Tahun 2008 menjadi momen penting bagi Maria Goretti (Eti). Ia bertemu tambatan hatinya, Syamsul seorang prajurit TNI yang bertugas di daerah tempat tinggalnya,di perbatasan RI dan Papua Nugini. Malang tak bisa ditolak,ketika eti tengah berbadan dua,Samsul harus kembali ke kampung halamannya.Tiga tahun berlalu, hingga sang putri kecil tumbuh besar, Samsul tak ada kabar. Selama tiga tahun pula Eti harus hidup dengan cerca dan pandangan orang sekitar yang memandang sebelah mata padanya dan buah hatinya. Sepucuk surat ia layangkan pada pujaan hatinya, untuk kedua kalinya. Ia berharap kali ini samsul membaca suratnya. “Eti akan terus tunggu Kakak Samsul.Terserah

A letter from a Papuan woman to an Indonesian soldier who was once based in her village on the Papua New Guinea-Indonesian border. Theirs was a controversial relationship but she begs him to return to meet their three-year-old daughter: “I will continue to wait for you, Samsul. I don't care what people say”.

(Papuan Voices)Surat Cinta kepada sang PradaLove letter to the SoldierSutradara : Wenda TokomonowirDurasi : 06:51Lokasi : Bupul,Merauke

Papua beralih seiring dengan semakin banyaknya pendatang, yang membawa beragam perubahan dalam kehidupan warga lokal. Diantaranya jumlah populasi penduduk beragama Islam yang terus meningkat dan memberi warna dalam keberagaman masyarakat Papua. Menjadi minoritas di tanah timur Indonesia,warga muslim di Papua beranggapan bahwa apa yang menjadi permasalahan di Papua adalah isu bersama.Ustadz Fadhal berharap agar tidak melihat permasalahan di Papua hanya milik warga Kristen. Isu yang dihadapi bukanlah persoalan agama melainkan soal kemanusiaan.

Ustad Adnan and Fadhal are part of a small minority of West Papuan Muslims. They argue that the problems in Papua don't just affect the predominantly Christian population. “Don't view the problems in Papua as Christian problems”, says Fadhal. “This is not a religious problem, this is a humanitarian problem”.

Papua CallingSutradara : FX Making,Yuliana LangowuyoDurasi : 05:24Lokasi : Jayapura

Festival Film Dokumenter 2013

75

Presentation Program

Ini adalah cerita Cupin, seorang buruh migran asal Indonesia yang bekerja di Malaysia. Ia telah ditipu perkara ijin kerjanya oleh agen tenaga kerja yang mengirimnya ke Malaysia. Kini dia hidup, bekerja dan tidur dalam ketakutan.

This is a story of Cupin, a migrant worker from Indonesia who works in Malaysia. She has been conned by the labor agency which sent her to Malaysia about her working permit. Now she has to live, work and sleep in fear.

(Crosroads)Cupin Cerita, Ayam Pun DengarCupin's Tale, Even the Chicken Is ListeningSutradara : Muhammad MundirDurasi : 05:01

Kuala Lumpur, MalaysiaSinopsis : Ini adalah video animasi pada Program Pengesahan Pekerja Asing 6P di Malaysia. Dengan program ini pekerja asing akan dilegalkan atau terancam dideportasi tanpa hukuman. Akan tetapi sesungguhnya program tersebut membawa masalah baru, seperti kisah pekerja dalam video ini.

This is an animated video on the legalization of Foreign Worker Program 6P in Malaysia. By this program, the foreign worker will be legalized or deported without penalty. But the program is actually bringing a new problem, like the story of the worker in this video.

TerabaiForsakenSutradara : KarmadiDurasi : 04:34Lokasi : Kuala Lumpur, Malaysia

Video ini menyoroti pengalaman seorang buruh migran perempuan Indonesia yang perlu bernegosiasi soal kekerasan seksual untuk bisa bertahan hidup di Malaysia. Para wanita sangat rentan terkena kekerasan seksual ketika mereka tak memiliki dokumen kerja. Kondisi ini sering dimanfaatkan oknum kepolisian Malaysia untuk melakukan eksploitasi buruh migran perempuan.

This video highlights the experience of a female migrant worker from Indonesia who needs to negotiate about the sexual abuse to survive in Malaysia. Women are very easy to be an object of sexual abuse when they do not have a legal working document. This circumstance is frequently used by the Malaysian police department to exploit those female migrant workers.

Perangkap GenderThe Gender TrapSutradara : Muhammad MundirDurasi : 08:20Lokasi : Kuala Lumpur, Malaysia

76

Program Presentasi

Another Colour TVYovista Ahtajida & Dyantini Adeline

Indonesia | 2013 | 9'12 Des 2013 | SOC | 13:00

Erasmusindocs @ FFDPemenang Kompetisi Erasmusindocs @ FFD

Another Colour TV adalah sebuah cerita tentang interaksi dalam keluarga yang terjadi di depan televisi, dan bagaimana televisi menjadi objek penting untuk menghindari persoalan nyata kehidupan. Film ini menangkap situasi nyata terkait ekonomi dan budaya dalam keluarga di pinggir kota di mana televisi adalah teman. Ibu-ibu menangkap 'nilai-nilai' dari televisi namun anggota keluarga menolak itu karena nilai-nilai lain yang mereka tangkap dari luar.

Another Colour TV is a documentary film that showed a family interaction that happend in front of their television, and how television becomes a major way to escape from a reality that they are facing. This film captured a real situation of economical and cultural condition in a suburban family of Indonesia as her one and only friend in home. This situation makes a Mom put in a values according to what she saw in television to her family. But, the other family members that have a lot of different source of values from

Orang Gila Juga ManusiaBudiyanto

Indonesia | 2013 | 26'12 Des 2013 | SOC | 13:00

Setelah sembuh dari penyakit gangguan kejiwaan, Budi tidak lagi dapat menahan rindunya terhadap anak-anak dan istrinya. Meski demikian, dia ragu apakah keluarganya akan menerimanya. Di sisi lain, Eva, seorang perempuan yang juga mengalami hal yang sama. Dia ingin lebih mengenal putrinya yang lahir di panti rehabilitasi di mana Eva dirawat.

Having been recovered from his mental illness, Budi can no longer bear his longing for his children and wife. But he wondered whether his family would accept him or not. In other hand, Eva, a woman who suffer from mental illness, has desire to get to know her daughter, that born in mental illness foundation.

Festival Film Dokumenter 2013

77

Presentation Program

Ksatria Sembrani, kebudayaan jawa yang di pelopori oleh anak-anak yang terinspirasi dari jathilan, yang berada di Desa Sorobayan, Bantul, Yogyakarta. Anak-anak tersebut mempunyai keterampilan dan kreatifitas mereka untuk memunculkan ide dan mengembangkan serta melestarikan kebudayaan dalam bentuk kesenian. Kelompok ksatria sembrani ini tidak ada campur tangan orang tua.

Sembrani knight, a Javanese original culture now pioneered by the children inspired from 'jathilan' (riding horse) dance. They live and perform in Sorobayan village, Bantul ,Yogyakarta. These skillful children have come with their very creativity to preserve and develop the art. There is no parental interference in the work.

Ksatria SembraniHestian Febriani

Indonesia | 2013 | 25'12 Des 2013 | SOC | 13:00

Festival Film Dokumenter 2013

Erasmusindocs International @ FFD

Bagi Anneke, yang dibawa ke Amerika Serikat ketika ia berusia lima tahun, masa lalunya selalu menjadi misteri besar. Enam puluh tahun kemudian, Cora, yang dulu mengantarnya, dan Fred, saudaranya di masa perang, mengetuk pintunya. Konfrontasi yang penuh dengan masa lalu dan tabu ini menjadi tak terelakkan.

For war baby Anneke, who was brought to the United States when she was five years old, her past has always been a big mystery. When 65 years later Anneke's courier Cora and her "war brother" Fred knock on her door, the confrontation with this past, filled with taboos, becomes inevitable.

The BabyDeborah van Dam

The Netherlands | 85' | 2012 11 Des 2013 | AMP | 20:30

78

Program Presentasi

Festival Film Dokumenter 2013

S u t r a d a r a p e m e n a n g p e n g h a r g a a n internasional, Kim Longinotto, kembali dengan dokumenter terbarunya, SALMA, kisah luar biasa tentang seorang perempuan yang menjadi aktifis legendaris, politikus dan penyair.

Internationally-acclaimed, multiple award winning filmmaker Kim Longinotto, returns with her new documentary, SALMA-the extraordinary story of a woman who becomes the legendary activist, politician, poet, Salma.

SalmaKim Longinotto

(UK/India) | 91' | 201310 Des 2013 | SOC | 13:30

Why Poverty Documentary

Di Afghanistan, seorang gadis muda sedang menggembala domba. Mengapa ia tidak berada di sekolah?

In Afghanistan a young girl is herding sheep. Why isn't she at school?

Afghan GirlLouis Elsass

(South Africa) | 1' | 201210 Des 2013 | AMP | 18:30

79

Presentation Program

Festival Film Dokumenter 2013

Foto Birhan Woldu disiarkan ke seluruh dunia selama Live Aid. Itu adalah foto mengerikan dari seorang anak yang sekarat akibat kelaparan. Foto mengejutkan itu menimbulkan berbagai aksi. Namun bertahun-tahun kemudian...

Birhan's Woldu's picture was beamed round the world during Live Aid . It was a horrifying image of a child starving to death shock the audience to action. But against all odds…

Birhan's StoryBosse Lindquist

(Sweden) | 5' | 201310 Des 2013 | AMP | 18:30

Berjuang untuk bertahan hidup di tengah batasan-batasan dalam memancing di sebuah pulau karang Malaysia Timur, Indanina, gadis Gipsi Laut yang tabah, melihat dunianya yang penuh warna dalam bahaya. Satu-satunya jalan: pindah ke kota dengan keluarganya.

Struggling to survive with increasing fishing restrictions on a paradisiacal coral island of Eastern Malaysia, Indanina, a determined Sea Gypsy girl, sees her colorful, innocent world endangered. Her only rescue: move to town with her family.

Sea GypsiesElena Zervopoulou

(Italy) | 5' | 201210 Des 2013 | AMP | 18:30

80

Program Presentasi

Festival Film Dokumenter 2013

Sebuah keluarga telah menyumbang untuk seorang anak di Uganda selama tiga tahun. Sang ayah dan putri kecilnya terbang dari Inggris ke Uganda untuk melihat apakah sumbangannya itu membuat perbedaan: bagi mereka atau sang anak.

A family has been supporting a child in Uganda via a charity for three years. The father and small daughter travel from UK to Uganda to see if charity makes any difference: to them or to the child.

Finding JosephineTomas Sheridan

(South Africa) | 10' | 201210 Des 2013 | AMP | 18:30

Dari Live Aid hinga Make Poverty History, para selebriti dipimpin oleh Bob Geldof dan Bono, telah menjadi aktivis meretas kemiskinan. Namun apakah konser dan kampanye mereka benar-benar mengangkat jutaan orang dari kemiskinan?

From Live Aid to Make Poverty History celebrities, lead by Bob Geldof and Bono, have become activists against poverty. But have their concerts and campaigns really lifted millions out of poverty?

Give Us the MoneyBosse Lindquist

(Sweden) | 58' | 201210 Des 2013 | AMP | 18:30

Festival Film Dokumenter 2013

81

Presentation Program

Program ini tidak berhubungan dengan partai politik apapun dan tidak mencari keuntungan.Program ini diinisiasi oleh Komeil Soheili, pelajar dan pembuat film dokumenter dari Iran. Lulus dari program master dalam bidang Ilmu Budaya dan Media, Universitas Tehran pada tahun 2010. Sejak itu terlibat dalam pembuatan beberapa film dokumenter sebagai sutradara, asisten sutradara, peneliti, dan penulis plot. Pada bulan Mei 2013, meninggalkan Iran untuk keliling dunia dan menjalankan program ini.

"Persia - Untold Stories" is an independent project which began in May 2013. The aim is to explore aspects of every day social life in Iran which may be unfamiliar to non-Iranian people. To live in a friendlier world, first we need to have a brighter idea about each other. We want to share our own stories, as an Iranian who live and grow up in Iran, and traveling with Iranian passport. We would like to talk face to face with people who are interested in our goal, to find new friends and to learn about different cultures as we are sharing our own stories of Iran, as we live in.

This project is non-profit and is not affiliated with any political parties.This project was founded by Komeil Soheili, an Iranian scholar and documentary filmmaker. He graduated in MA in Cultural Studies and Media from University of Tehran in 2010. Since then he worked in several documentaries as a director, assistant director, researcher and plot writer. In May 2013 he left Iran for a travel around the world, where he has started his non-profit project “Persia Untold Stories”.https://www.facebook.com/kamysoso

Persia - Untold Stories by Komeil Soheili

“Persia – Untold Stories” merupakan sebuah proyek independen yang dimulai pada bulan Mei 2013. Dengan semangat untuk mengeksplorasi lebih jauh dalam kehidupan sehari-hari di Iran, yang mungkin sangat asing bagi masyarakat di luar Iran. Untuk hidup di dunia yang lebih baik, kita harus memiliki pandangan yang lebih baik atas diri kita dan orang lain. Kami ingin berbagi cerita-cerita kami, sebagai orang Iran yang telah tinggal dan berkembang di Iran, dan berpergian menggunakan pasport Iran. Kami ingin berjumpa dengan orang yang memiliki semangat yang sama dengan kami, ber teman dan belajar mengenai berbagai macam budaya, seperti yang kami lakukan dengan cerita kami hidup di Iran.

Selasa, 10 Desember 2013, 13.00 - 14.30Ruang Seminar, Taman Budaya Yogyakarta

Tuesday, December 10, 2013, 1:00 - 2:30 pmRuang Seminar, Taman Budaya Yogyakarta

13:0

014:0

015:0

016:0

017:0

018:0

019:0

020:0

021:0

022:0

0T

HE

AT

ER

MONDAY 9

13:0

014:0

015:0

016:0

017:0

018:0

019:0

020:0

021:0

022:0

0T

HE

AT

ER

TUESDAY 10

SO

CIE

TE

TM

ILIT

AIR

E

RU

AN

G S

EM

INA

R

AM

PH

ITH

EA

TR

E

LP

PM

SA

NA

TA

D

HA

RM

A

Pre

senta

si |

Pers

ia U

nto

ld S

tories

Salm

aK

om

pila

si F

inalis

Kate

gori

PE

LA

JAR

La

un

chin

g P

rog

ram

K

ola

bo

rasi

FF

D -

D

ocu

me

nta

Do

cum

en

ta!

Di B

alik

Fre

kuensi

Pre

senta

si | Lebih

Deka

t ke

Horizo

n:

Cerita

dari O

rang-O

rang B

iasa

Dis

kusi

| D

oku

mente

r H

ibrida

(400W

OR

DS

; R

ealit

y, S

o?)

Moth

er

This

Ain

’t C

alif

orn

iaW

hy P

overt

yD

ocum

enta

ries

Work

shop G

adget untu

kT

una N

etr

a09:0

0

SO

CIE

TE

TM

ILIT

AIR

EO

PE

NIN

G

13:0

014:0

015:0

016:0

017:0

018:0

019:0

020:0

021:0

022:0

0T

HE

AT

ER

WEDNESDAY 11

SO

CIE

TE

TM

ILIT

AIR

E

RU

AN

G S

EM

INA

R

AM

PH

ITH

EA

TR

E

XX

I E

MP

IRE

Boundaries

Kom

pila

si F

inalis

Kate

gori

PE

ND

EK

Bro

ken P

ants

; I A

m B

reath

ing

Behin

d the S

creen;

Puppet B

eyo

nd B

ord

ers

Futu

re M

y L

ove

Pre

senta

si |

His

tory

on S

creen #

2013

Monta

se d

an Ingata

nD

i Balik

Fre

kuensi

Pre

senta

si |

SA

MA

-Ruang,

Pelu

ang, dan P

erlaku

an

Kom

pila

si F

inalis

Kate

gori

PE

LA

JAR

The B

aby

09:0

0

Sete

lah 1

5 T

ahun

FESTIVAL SCHEDULE

13:0

014:0

015:0

016:0

017:0

018:0

019:0

020:0

021:0

022:0

0T

HE

AT

ER

13:0

014:0

015:0

016:0

017:0

018:0

019:0

020:0

021:0

022:0

0T

HE

AT

ER

13:0

014:0

015:0

016:0

017:0

018:0

019:0

020:0

021:0

022:0

0T

HE

AT

ER

THURSDAY 12 FRIDAY 13 SATURDAY 14S

OC

IET

ET

MIL

ITA

IRE

RU

AN

G S

EM

INA

R

AM

PH

ITH

EA

TR

E

SO

CIE

TE

TM

ILIT

AIR

E

RU

AN

G S

EM

INA

R

AM

PH

ITH

EA

TR

E

SO

CIE

TE

TM

ILIT

AIR

E

RU

AN

G S

EM

INA

R

AM

PH

ITH

EA

TR

E

Kom

pila

si P

em

enang

Kom

petis

i E

rasm

usi

ndocs

CH

AR

...the N

o-

Man’s

Isl

and

Begin

i Lho, E

d!

Child

ren o

f N

ation

Pablo

’s W

inte

r

Kom

pila

si F

inalis

Kate

gori

PE

ND

EK

Work

ing C

lass H

ero

Sete

lah 1

5 T

ahun

Bre

aki

ng the

New

sW

ork

ing W

ith

Child

Aro

und

Narg

is -

When T

ime

Sto

pped B

reath

ing

Anak S

abiran, D

i B

alik

Cahaya G

em

erlap

(Sang A

rsip

)

Scottis

h : S

hort

&

Sw

eet

Choco

late

Com

edy;

15 in

Gaza

;R

am

alla

h S

tory

Last

Sunday,

The R

egis

tras,

Sim

ply

Com

ple

xC

hild

ren o

f N

atio

n

Dis

kusi

| S

osi

al E

kolo

gi d

ala

m

Lin

tas

Media

Eve

rybody’

s C

hild

Sia

r, D

aur

Baur

Sosi

alis

asi

Vid

eo

Part

isip

asi

Kom

unita

s K

reatif

Anak

Sabiran, D

i Balik

Cahaya

G

em

erlap (

Sang A

rsip

)D

isku

si | D

oku

mente

rIn

tera

ktif

Verg

iss M

ein

Nic

ht

Begin

i Lho,

Ed!

Sw

eetie

Pai,

Inse

in R

hyt

hm

,N

o.6

2 P

aso

ndan S

treet, M

y G

ranfs

ther's

House

, C

ries

and W

his

pers

CO

MP

ET

ITIO

NP

ER

SP

EC

TIV

ES

PE

CT

RU

MS

EA

DO

CS

ER

AS

MU

SIN

DO

CS

DIS

KU

SI

PR

ES

EN

TA

SI

CL

OS

ING

84

VOLUNTEERPengelola Festival | Festival Organizer

Board of Advisor

Forum Film Dokumenter

N. Nuranto

D.S. Nugraheni

Greg Arya

Alia Damaihati

Kurnia Yudha

Festival Director

Franciscus Apriwan

Festival Manager

Dhany Yunar

Assistant to Festival Manager

Her Raditya Mahendra Putra

Film Programmer

Krisna E. Putranto

Franciscus Apriwan

Finance

Indriana Setyorini

Competition Coordinator

Henricus Pria

Screening Coordinator

Aditya Murti

Volunteer Coordinator

Stephanus Novi

R&D Coordinator

Saila RezcanCompetition TeamAyu Diah Cempaka

Muhammad RohmaniSanti AprianiPublicistAzizah LaurensiaAgnes Gita CahyandariMerchandiseAdriana Kartika

Dressing TeamFuad S. NurdiansyahNooplekLiaisons OfficerBagus ArwantoAssumpta HangganararasDriverMuhammad Razan BahriPhoto DocumentationCatarina Chandra CinityaBimo Haryo YudhantoReporterBernadeta Diana Suci R.Meita EstiningsihTranslatorYashinta DifaEka Ndaru HidayatAmelia PutriEnumeratorTaufiq Nur RachmanRr. Vegasari Adya RatnaRakhmat Aji PrihantamaGloria Setyvani Putri K.CateringYosefin SwastikiranaAndy Caesar ShidqiRunnerMichael A. ChandraMuhammad Daniel F.R.Mustafa Najih Fuadi

Special EventAndreas PradityaHospitalityYashinta DifaVisual DesignerTimoteus Anggawan KusnoEdythia Indrasswary NabellaDeni YudhistiraWebmasterDeden BangkitVenueMateus Finaldo SetaFront deskEzra ArgaputraRafidha DeviyaniClara Stella AnugerahFellicia Ajining PutriFelicia Ratnasari Rambu NDesy KurniawatiFlorentina Tanti OktaviarinaClaudius Barly SadhewaShiddiq SugionoAdrianus Sendy BudimanUsherAgung Sumringah ArwandiLaksamana Shanahan MYulita Purnama SariScreening OperatorArcadius WidhiatmokoPelamonia StefanoTheodorus Edwin HermawanWanda Andreas WSixtina Kristi WardaniFaisal Mahardika

Festival Film Dokumenter 2013

85

BIG THANKS

Aperture FestivalBakpia PiaCitranetChopshot Documentary Film FestivalCLC PurbalinggaCombine Resource InstitutionDreamlight StudioEgois CafeEngage MediaErasmus HuisEtnohistoriFrog HouseGoethe Institute JakartaInfo JogjaKota Untuk ManusiaKotak HitamNeedle N’BiotchNobodycorpsNOKn Pamityang2anSapdaScottish Documentary InstituteSisir TanahSurvive GarageTaman Budaya YogyakartaTaringPadiTembi Rumah BudayaYangon Film SchoolYayasan Kampung HalamanWildside

A. DananjayaAde TanesiaPanjaitanAdrian Jonathan PasaribuAg. Prih AdiartantoAgata JagodzinskaAimara RequesAlit AmbaraArif Ahmad YaniAyatulloh R.K.Anas Nashih LutfiB.W. PurbanegaraBayu WidodoBob WardhanaBenidictus HaryantoCarolina Astri MangunsumartoCory RogersCicilia MaharaniDeniYudistiraDian Herdiany

Dian WidowatiDonsaron KovitvanitchaEdwinEka Ndaru HidayatEko HarsoselantoFajar HarisantosoFarabi FakihFayme ChenFerry SiraitFinlay PretsellFitri DKGarry FraserGataMahardikaGalatia Puspa SaniGundhiAndityaHariadi SaptonoIdha SaraswatiIfa IsfansyahIsmail BasbethJamaluddin LatifJohn BadaluKomeil SoheiliKristi HardjoseputroKuntz Agus NugrohoLindsay MerrisonLulu RatnaMailan ThaiMaudy E. RichirMeitaEstiningsihMohammad AfandiMokh.SobirinNicholas HansenNontawat NumbenchapolNovi Andri HanabiNurul Saadah AndrianiPascale RamondaPatar SimatupangPeter GenturPrima RusdiRagil AyuRiri RizaSourav SarangiTh. Y. KuswardhaniThomas OstbyeTina WalindaTia EsterTri GiovaniVaradilla Daood

Veronica RetnaningsihVivian IdrisWuna WuY.B. ArsaYosef Anggi Noen