Faktor yang mempengaruhi Hugo Chavez dalam menasionalisasi perusahaan minyak swasta di Venezuela

31
Nasionalisasi Perusahaan Minyak Swasta Venezuela sebagai bagian dari Gerakan Revolusi Bolivarian yang dijalankan oleh Hugo Chavez Oleh FADHIL AKBAR KURNIAWAN 1110852004 Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Transcript of Faktor yang mempengaruhi Hugo Chavez dalam menasionalisasi perusahaan minyak swasta di Venezuela

Nasionalisasi Perusahaan Minyak Swasta Venezuela

sebagai bagian dari Gerakan Revolusi Bolivarian yang

dijalankan oleh Hugo Chavez

Oleh

FADHIL AKBAR KURNIAWAN

1110852004

Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Andalas

Nasionalisasi Perusahaan Minyak Swasta di

Venezuela sebagai bagian dari Revolusi Gerakan

Bolivarian yang dijalankan Hugo Chavez

Latar Belakang

Jatuhnya rezim komunis pasca Cold War membawa perubahan yang

begitu signifikan terhadap tatanan sistem internasional. Uni

Soviet yang menjadi representasi dari negara super power dengan

ideologi komunis harus mengakui kedigdayaan Amerika Serikat yang

keluar sebagai pemenang dalam Cold War. Amerika Serikat mulai

meperluas pegaruhnya terhadap bekas bekas negeri komunis melalui

invasi dan operasi operasi intelijen rahasia. Kekuasaan Amerika

Serikat saat ini hampir mencapai 50% dari 500 (Multi national

Coorporation) dan bank bank terbesar di seluruh dunia dan juga

ratusan misi-misi militernya1. Namun, dominasi kekuasaan

imperialism Amerika Serikat mulai ditentang oleh beberapa negara,

seperti di Irak dan Afghanistan mulai bermunculan perlawanan oleh

gerakan rakyat terhadap invasi invasi yang dilakukan oleh Amerika

Serikat dengan terjadinya konflik konflik bersenjata. Saat ini,

gelombang perlawanan rakyat terhadap globalisasi neoliberal

diseluruh dunia mulai semakin meningkat.

Gelombang perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap hegemoni

AS juga terjadi di beberapa negara di kawasan Amerika Latin,

khususnya Venezuela. Dibawah kepemimpinan Hugo Chavez yang

belakangan menjadi sangat popular di kalangan rakyat jelata

Venezuela mulai terang-terangan menentang segala bentuk

imperialis yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Trry Lyn Karl

mengemukakan bahwa pada kasus Venezuela, minyak merupakan faktor

yang paling penting dalam menjelaskan pembentukan kondisi

struktural bagi kehancuran otoriterisme militer dan kelangsungan

suatu sistem yang demokratis2. Hal tersebut disebabkan minyak

merupakan komoditi vital yang secara universal paling dibutuhkan

dalam menjalankan mekanisme pasar.

1SERIAL, Perubahan Sejati Terbukti Bisa, Institut for Global of Justice, Jakarta 2006, hal 7

2Terry Lyn Karl, “Minyak dan Fakta Politik: Transisi Menuju Demokrasi di Venezuela”, dalam Guilermo

O’Donnell, et.Al, Jakarta :LP3ES, 1993,hal.300

Venezuela merupakan salah satu negara di kawasan Amerika

Latin dengan sumber kekayaan alam yang melimpah, terutama dalam

komoditi minyak bumi. Minyak bumi menjadi salah satu sumber

pendapatan devisa terbesar bagi Venezuela. Pada tahun 2003,

Venezuela menjadi negara pengekspor minyak bumi terbesar ke lima

di dunia dan terbesar ketiga bagi Amerika Serikat3. Selama dua

dekade pelaksanaan agenda neoliberalisme yang dilakukan oleh

Amerika Serikat di Venezuela berdampak terhadap semakin

terpuruknya perekonomian Venezuela. Hal tersebut berdampak

terhadap semakin meningkatnya pengangguran akibat dari banyaknya

perusahaan yang bangkrut dan melakukan PHK besar-besaran.

Hugo Chavez yang didukung oleh rakyat yang rata-rata berasal

dari golongan menengah ke bawah, menerapkan sebuah kebijakan

ekonomi yang anti terhadap neoliberalisme. Organisasi gerakan

rakyat yang menentang kebijakan kapitalisme di kawasan Amerika

Latin, khususnya di Venezuela disebut dengan Lingkaran Bolivarian.

Kebijakan yang diterapkan oleh Hugo Chavez diantaranya yaitu

dengan melakukan kontrol terhadap nilai tukar, prioritas ekonomi

yang berlandaskan terhadap nilai nilai keadilan4.

Chavez juga menerapkan kebijakan yang controversial yaitu

dengan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan minyak PDVSA

(Petroleos de Venezuela SA) yang merupakan salah satu asset

negara yang sebelumnya dikuasai oleh pemodal asing khususnya

Amerika Serikat. Venezuela menaikkan royalti terhadap setiap

barel minyak yang diekspor Venezuela dari 1% menjadi 17%, dan

juga pajak atas laba yang sebelumnya hanya 34% dinaikkan menjadi

50% serta mengajukan tagihan pajak yang belum dibayar kepada

perusahaan minyak asing. Keuntungan yang berlipat ganda dari

sektor migas tersebut dialokasikan untuk program-program

kesejahteraan sosial terhadap kaum miskin penduduk serta untuk

membangun infrastruktur seperti jalan raya dan juga rel kereta

api yang ada di Venezuela5.

Pada akhir Desember 2012, Hugo Chavez melakukan

nasionalisasi terhadap dua perusahaan minyak asing yang

beroperasi di Venezuela, yaitu ENI (Italia) dan TOTAL SA

(Perancis)6.

3Mathew Riemer, Economic Welfare’s New Resistance, dalam www.yellowtime.org, 4Wahid, Solahudin, Bangkitnya Kekuatan Amerika Latin Melawan AS, “The Jakarta Post”, edisi :Jakarta, 15 Agustus 2006 5Swhartz, Nelson D. “Oil’s Mr. Big”, 3 Oktober, 2005. Hal. 55-60 6Michelle Billig, “The Venezuela Oli Crisis: How To Secure America’s Energy”, in Foreign Affairs, Vol. 83,No.5, August 27, 2004, hal. 4

Nasionalisasi terhadap lapangan minyak yang dikelola oleh

pihak asing tersebut dijalankan oleh Venezuela dengan menerapkan

sistem manajemen baru yang mengandung unsur politik didalamnya,

yaitu meliputi perjanjian politik antara negara dengan

perusahaan7.

Selain itu, Pemerintahan Hugo Chavez juga mengharuskan

beberapa puluh perusahaan asing yang beroperasi di Venezuela

untuk meninjau kembali atau memperbaharui kontraknya. Chavez

mengancam, apabila maskapai-maskapai asing tersebut tidak

menyetujui perubahan perubahan kontrak yang diusulkan oleh

pemerintah, maka maskapai maskapai tersebut lebih baik mencari

keuntungan di negara lain. Sumber-sumber energi di Venezuela

mulai dicengkram secara ketat oleh Pemerintahan Hugo Chavez, dan

juga mengancam para maskapai internasional yang melawan kontrol

pemerintah atas sumber-sumber minyak yang menjadi milik bangsa,

sehingga menyebabkan tidak satupun perusahaan asing yang memiliki

saham mayoritas.

Untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya tersebut,

Pemerintah Venezuela siap menghadapi berbagai konfrontasi dan

kecaman dari berbagai perusahaan-perusahaan asing yang tidak

menyetujui kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Venezuela.

Venezuela mengeluarkan ancaman terhadap perusahaan asing yang

terlibat dalam konfrontasi semacam itu agar mereka tidak

dilibatkan dalam proyek-proyek minyak yang akan dating di

Venezuela. Sehingga pada akhirnya perusahaan-perusahaan Amerika

Serikat seperti Exxon, Chevron, Conoco Philips), juga perusahaan

Eropa (British Petroleum dan Statoil), serta sekitar 20

perusahaan asing lainnya, secara sukarela menyetujui tawaran

pemerintah Venezuela tersebut8.

Orinoco Belt Project yang sebelumnya dikontrol oleh enam

perusahaan asing (Conoco Philips, Chevron dan Exxon Mobile dari

Amerikas Serikat bekerjasama dengan BP dari Inggris, Statoil dari

Norwegia dan Total dari Perancis), pengelolaanya kemudian

dialihkan kepada perusahaan minyak negara Venezuela yaitu PDVSA,

yang akan mengendalikan sekurang-kurangnya 60% dari proyek

tersebut, dan keuntungan atas proyek tersebut akan dikembalikan

ke Venezuela. Orinoco Belt Project ini merupakan sebuah program

yang bertujuan untuk membangun salah satu cadangan minyak

terbesar dunia ang berada di Venezuela9.

8Ngadidjo, “Kebijakan Nasionalisasi di Venezuela di Bawah Hugo Chavez”, dalamwww.itmiwordpress.com, edisi 7 November 2007

9James Ingham,”Nationalization Sweep Venezuela”, dalam www.bbcnews.co.us, edisi 15 Mei 2007

Langkah nasionalisasi yang dilakukan Chavez merupakan

upayanya dalam mengembalikan semua aset strategis negara yang

dijual melalui proyek privatisasi oleh rezim pemerintahan pro-

liberalisme sebelum Chavez. Pada masa pemerintahan sebelum

Chavez, Venezuela dikenal sebagai negara yang sangat kooperatif

dengan negara negara maju, khususnya dengan Amerika Serikat (AS).

Pada masa jabatan Carlos A. Perez sebagai presiden Venezuela,

hubungan dengan AS berjalan dengan baik dikarenakan Venezuela

masih bergantung dalam soal persenjataan bagi angkatan

bersenjatanya. Sampai jatuhnya pemerintahan Perez dikarenakan

kasus korupsi, maka ditunjuklah Ramon Velasquez sebagai presiden

sementara di Venezuela, ternyata ia juga menjalin hubungan baik

dengan AS terutama dalam pemberantasan jalur perdagangan

narkotika. Tidak berbeda dengan pendahulunya, Caldera Rodriguez

juga meningkatkan hubungan dengan AS, yang terlihat dengan adanya

berbagai pertemuan antara kedua negara untuk membahas upaya

peningkatan hubungan bilateral, khususnya dalam bidang ekonomi

dan perdagangan. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan

keadaan Venezuela pada pemerintahan Hugo Chavez.

Dalam menjalankan politik luar negerinya yang anti-

amerikanisme Presiden Hugo Chavez menggariskan politik luar

negeri dengan prinsip independensi Venezuela dan melawan campur

tangan Amerika Serikat dan turut berpartisipasi dalm pembentukan

dunia yang berdasar multipolar yaitu pendekatan dengan Eropa10.

Chavez menawarkan minyak pemanas murah kepada warga Eropa

berpenghasilan rendah untuk membantu mereka melewati musim

dingin. Chavez menyampaikan tawaran tersebut dalam pidato kepada

lebih dari seribu aktivis sayap-kiri di Wina. Dalam rangka

terciptanya dunia yang multipolar inilah Hugo Chavez mendorong

terbentuknya komunitas Amerika Latin dan menganjurkan perlawanan

terhadap neo-liberalisme. Dalam rangka ini pula Venezuela

memainkan peran aktif dalam proyek pembangunan sistem penyiaran

televise Amerika Latin yang diberi nama “Telesur” yang berpusat

di Caracas. Stasiun tersebut menjadi corong penting untuk gagasan

integrasi Amerika Latin yang dicita-citakan Hugo Chavez dengan

Bolivarianismenya11.

10Bangkitnya Sosialisme di Amerika Latin http://amerikalatin.blogspot.com/206/06/bangkitnya-sosialisme-di-amerika-latin.html

11Robert E. Qurik, Poros Setan: Kisah Empat Presiden Revolusioner, hal.191

Pada dasarnya modal yang dimiliki Venezuela dalam menentang

pengaruh As, dikarenakan Venezuela memiliki ccadangan minyak

terbesar di belahan bumi barat, Sikap keras Chavez menentang

kebijakan AS yang merugikan rakyat Venezuela didukung luas tidak

hanya dari rakyat Venezuela saja, bahkan beberapa negara kawasan

Amerika Latin lainnya seperti Kuba dan Bolivia.

Rumusan Masalah

Revolusi Bolivarian semakin bergema di dunia internasional

semenjak munculnya Hugo Chavez dengan kebijakan kebijakannya yang

menentang hegemoni Amerika Serikat di Venezuela, khususnya dalam

hal menasionalisasikan perusahaan perusahaan minyak swasta milik

Amerika Serikat. Dimana kebijakan politik yang diambil Hugo

Chavez dilandaskan terhadap upaya dalam mengembalikan hak-hak

ekonomi, politik, dan kebudayaan pada rakyat Venezuela. Dengan

merebut kembali aset-aset dan sumber daya ekonomi dari tangan

pemodal asing, yang selama ini digunakan untuk menumpuk kekayaan

dan kepentingannya sendiri. Hal ini menjadi sangat menarik bagi

penulis untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari Bolivarianism

yang dianut oleh Hugo Chavez dalam mengubah keadaan yang ada di

Venezuela.

Pertanyaan Penelitian

Apa pengaruh dari Revolusi Bolivarian terhadap kabijakan

Chavez untuk menasionalisasi Perusahaan Minyak Swasta di

Venezuela ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguak kebenaran

dan faktor yang mempengaruhi mengapa muncul tindakan Hugo Chavez

menasionalisasikan perusahaan minyak swasta di Venezuela dan

mengetahui andil dari Hugo Chavez atas kemajuan dari Venezuela

dengan gerakan Revolusi Bolivariannya.

Kajian Pustaka

Dalam Jurnal Ilmiah SERIAL (Solidaritas Rakyat Indonesia

untuk Alternatif Amerika Latin) yang bertemakan “Perubahan Sejati

Terbukti Bisa” Institute for Global Justice, tahun 2006, yang

menjelaskan mengenai perubahan kebijakan Amerika Latin khususnya

Venezuela yang melakukan perlawanan terhadap Amerika Serikat.

Selain itu, juga dijelaskan mengenai permasalahan internasional

mengenai kawasan Amerika Latin, dengan dipelopori oleh Kuba,

Venezuela dan Bolivia. Ketiga negara tersebut menjadi pusat

perhatian dunia dalam perjuangan bersama-sama menentang neo-

liberalisme, dan neo-kolonialisme yang dilakukan oleh Amerika

Serikat terhadap negara-negara berkembang yang mempunyai sumber

daya alam yang melimpah. Dominasi imperialisme Amerika Serikat

ini mulai ditentang dan dilawan oleh ebebrapa negara di dunia,

seperti Afghanistan dan Irak.

Gelombang perlawanan rakyat di dunia terhadap globalisasi

neoliberal mulai semakin meningkat sehingga menimbulkan konflik

konflik bersenjata. Di Amerika Latin saja terjadi beberapa

perlawanan yaitu di Venezuela pada tahun 2001-2001, di Argentina

tahun 2001, di Peru tahun 2002, di Bolivia tahun 2000, 2003, dan

2000, dan di Equador pada tahun 2000 dan 2005. Gelobang

perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap hegemoni AS juga

terjadi pada masa kepemimpinan Chavez yang sangat popular di

kalangan rakyat jelata Venezuela. Ia secara terang-terangan

menentang segala bentuk imperialis yang dilakukan oleh Amerika

Serikat. Sangat bertolak belakang dengan kepemimpinan sebelum

Chavez, yang dipimpin oleh Carlos Andrea Perez yang dikenal

sangat dekat dengan Amerika Serikat.

Pihak oposisi pemerintah Perez menyebut Perez sebagai

komperador atau sebutan bag seseorang yang menjadi kaki

tangan/mengikuti kebijakan orang lain. Segala kebijakan ternyata

tidak berpihak terhadap rakyat Venezuela, melainkan lebih tunduk

dalam segala desakan atau kebijakan dari pemerintah AS.

Tulisan selanjutnya, Steve Ellener dalam “Rethinking

Venezuelan Politics, Class, Conflict, and the Chavez Phenomenon,

Lynne Rienner Publisher”, yang membahas mengenai upaya yang

dilakukan oleh Hugo Chavez dalam melakukan nasionalisasi di

Venezuela. Chavez mengorganisir Pergerakan Bolivarian

Revolusioner (Revolutionary Bolivarian Movement-MBR 200).

Pemberontakan yang dipicu oleh peristiwa Caracazo 1989 yaitu

pemogokan rakyat melawan kenaikan harga BBM dan kebijakan

pendidikan yang merugikan rakyat yang hanya menjadi agenda

kebijakan dari neo-liberal. Gerakan ini mengalami kegagalan, yang

disebabkan pada saat itu rakyat belum terpimpin. Chavez pada saat

itu ditangkap, namun menjadi sosok yang popular di tengah tengah

rakyat. Gerakan tersebut menjadi salah satu investasi olitik bagi

perubahan untuk kedepannya, terutama dalam hal menyatukan massa

untuk bergerak. Selepas Chavez keluar dari penjara dan semakin

populer di kalangan masyarakat Venezuela, partainya yaitu

“Pergerakan untuk Republik ke Lima” (The Movement for a Fifth

Republic) memenangkan pemilu pada tahun 199912.

Di Amerika Latin, rakyat selalu memahami satu prinsip, yaitu

“El pueblo unidohama serra fencido”, yang berarti rakyat bersatu

tidak dapat dikalahkan. Dengan semangat kerjasama, lingkaran

Bolivarian di bawah Chavez memberikan tempat bagi solidaritas

dalam hubungan antar manusia dan antar kelompok. Mereka membangun

kesatuan ekonomi baru, dibiayai oleh negara untuk menciptakan

pembangunan.

Tulisan selanjutnya, Harold Molineu dalam U.S Policy Toward

Latin America; From Regionalism to Globalism Westview Press, San

Fransisco 1990, yang menjelaskan kepentingan Amerika Serikat di

wilayah Amerika Latin. Wilayah Amerika Latin memiliki nilai-nilai

yang sangat strategis dan menguntungkan bagi Amerika Serikat.

Adapun beberapa poin yang dinilai di Amerika Latin, antara lain,

yaitu :

1. Letak geografis wilayah Amerika Latin

2. Pengaruh Amerika Latin bagi posisi Amerika Serikat di dunia

Internasional

3. Hasil-hasil sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh

negara-negara Amerika Latin

4. Ikatan tradisional dan keterikatan terhadap wilayah

5. Tingginya tingkat investasi dan perdagangan terhadap wilayah

ini

6. Nilai-nilai kemanusiaan

12Steve Ellener, Rethinking Venezuelan Politics, “Class, Conflict, and the Chavez

Phenomenon”, Lynne Rienner Publisher, 2005

Dari poin-poin tersebut dapat dilihat kepentingan Amerika

Serikat, yang terdiri atas:

1. Letak geografis wilayah Amerika Latin merupakan kepentingan

keamanan.

2. Pengaruh Amerika Latin bagi posisi Amerika Serikat di dunia

Internasional adalah kepentingan politik, dan

3. Sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh negara-negara

Amerika Latin merupakan kepentingan ekonomi.

Bagi negara yang memiliki pengaruh besar seperti Amerika

Serikat, wilayah Amerika Latin merupakan kawasan yang memiliki

nilai-nilai strategis dan menguntungkan. Hubungan Amerika Serikat

dan Amerika Latin telah terjalin sejak lama, hal ini terlihat

dari dukungan Amerika Serikat terhadap perjuangan kemerdekaan

Amerika Latin yang dilakukan oleh Simon Bolivar13.

Selanjutnya, Michelle Billig dalam bukunya “The Venezuelan

Crisis: How To Secure America’s Energy in foreign Affairs”,

August 27, 2004, yang menjelaskan bahwa nasionalisasi Perusahaan

Minyak Asing di Venezuela oleh Hugo Chavez. Pada tahun 2001

menasionalisasi PDVSA (Petroleos de Venezuela SA) yang awalnya

dikuasai oleh konglomerat swasta. Dengan nasionalisasi PDVSA

semakin mengukuhkan eksistensi Hugo Chavez dalam politik di

Amerika Latin khususnya dan di dunia umumnya. Hugo Chavez

melakukan tindakan yang sangat berani mengenai optimalisasi

potensi minyak yang dimiliki negara Venezuela. Keyakinan bahwa

Venezuela merupakan negara penghasil minyak terbesar kelima dunia

dan diperkuat dengan pendapat dari berbagai kalangan dalam

industry minyak, bahwa Venezuela akan melampaui Saudi Arabia,

mendorong Chavez untuk melakukan nasionalisasi terhadapa

perusahaan minyak asing yang beroperasi di Venezuela. Pada akhir

Desember 2002, Hugo Chavez melakukan nasionalisasi terhadap 2

lapangan minyak di Venezuela yang dikelola oleh investor asing,

yaitu : TOTAL SA (Perancis) dan ENI (Italia)14.

13Harold Molineu, U.S Policy Toward Latin America; From Regionalism to GlobalismWestview Press, San Fransisco. 1990 14Michelle Billing dalam bukunya “The Venezuelan Oil Crisis: How To Secure America’sEnergy in foreign Affairs”, Vol. 83 No.5, August 27, 2004

Kebijakan nasionalisasi yang dilakukan oleh Hugo Chavez

membawa dampak yang positif terhadap masyarakat Venezuela, dengan

pemberlakukan nasionalisasi pemerintah Venezuela dapat mengelola

sendiri sumber daya minyak yang dimilikinya demi kebutuhan

masyarakat. Dengan dana dari hasil nasionallisasi Chavez mampu

membangun sebuah gerakan ekonomi rakyat mandiri dengan 70.000

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dari jumlah semula yang hanya

sebanyak 762 BUMN ketika Chavez baru pertama kalinya naik menjadi

presiden Venezuela.

Selanjutnya, tulisan dari Jurnal Sosial Demokrasi yang

berjudul “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin: INDONESIA

BARU”, edisi Oktober – Desember 2008, Vol.4, No.1. Bangkitnya

kekuatan rakyat dan tampilnya para pemimpin berhaluan “kiri” dan

“kiri-tengah” di kawasan ini, kerap disebut para pengamat sebagai

jalan “sosialisme baru” Amerika latin. Dimana slogan yang

disampaikan Hugo Chavez yang mengemuka ketika masyarakat dunia

menyaksikan dinamika politik dan perubahan sosial berlangsung

intens di negara-negara kawasan Amerika Latin, yang berbunyi

“Bila kita hendak mengentaskan kemiskinan, kita harus berikan

kekuasaan, pengetahuan, tanah, kredit, teknologi, dan organisasi

pada si miskin” (Hugo Chavez, 2005)15.

Ted Sprague (2008), memaknai sosialisme abad ke 21 yang

dipopulerkan oleh Chavez tersebut sebagai versi baru sosialisme

yang telah terbebas dari distorsi Stalinisme. Perspektif lain

menyebutkan, sosialisme abad 21 yang tampil di kawasan Amerika

Latin adalah sosialisme demokratik, dimana perjuangan untuk

mencapai panggung politik kekuasaan negara dilakukan melalui

arena politik electoral, bukan melalui sebuah revolusi

proletariat seperti yang dianjurkan oleh Marx. Ada pula sebagian

pengamat yang menyatakan bahwa sosialisme abad 21 ala Amerika

Latin merupakan gerakan sosialisme genuine, yan bercirikan

tradisi penduduk asli Amerika Latin, bukan praktik sosialisme

yang diimpor dari Eropa, dank arena itu terbebas dari kecongkakan

ras kulit putih.

Terpilihnya beberapa politisi dan aktivis politik “kiri” di

berbagai negara di kawasan Amerika Latin yang mempromosikan

agenda anti-neoliberalisme sebagai presiden merupakan bukti nyata

kebangkitan sosialisme Amerika Latin. Mayoritas politisi dan

aktivis politik di negara-negara ini memenangkan suara dalam

mekanisme politik electoral, dengan perolehan suara rata-rata di

atas 40 persen. Maereka yang naik ke panggung kekuasaan negara-

negara di Amerika Latin, antara lain adalah Presiden Venezuela,

Hugo Chavez (1998), Presiden Brazil, Luis Ignacio “Lula” da Silva

(2001); Presiden Argentina Nestor Kirchner (2003, yang beberapa

waktu setelahnya digantikan isterinya, Christina Fernandez);

Presiden Uruguay, Tabarez Vasquez (2005); Evo Morales, Petani

koka miskin yang terpilih sebagai Presiden Bolivia (2006);

Michelle Bachelet, aktivis Partai Sosialis, menjadi Presiden

Chili (2006); tokoh revolusioner lama Nikaragua, Daniel Ortega,

yang kemballi ke panggung kekuasaan negara sebagai Presiden

Nikaragua (2006), Rafael Correra, ekonom dan doctor ekonomi

lulusan Amerika Serikat, yang terpilih sebagai Presiden Ekuador

(2007), dan Fernando Lugo, Presiden Paraguay (2008). Dan, dalam

gembong tersebut, terdapat tokoh “kiri” yang menjadi kuncen

Amerika Latin, presiden Kuba, Fidel Castro. Pemimpin revolusioner

Kuba yang telah lebih dari 30 tahun menghadapi berbagai

“serangan” AS terhadap diri dan pemerintahannya ini, kini secara

resmi telah digantikan oleh adiknya, Raul Castro15.

Para pemimpin Amerika Latin yang berhaluan “kiri” yang

terpilih melalui pemilu demokratis di masing-masing negaranya,

kini terus berjuang untuk memperkuat bangunan blok oposisi

terhadap Washington yang mempromosikan kebijakan “pasar bebas”.

Konsensus Washington yang berisi kebijakan pengetatan anggaran

publik, liberalisasi keuangan dan perdagangan, mendorong

investasi langsung asing, privatisasi BUMN, reformasi pajak,

disiplin fiscal, pengendalian deficit anggaran, dan seterusnya,

dianggap sebagai salah satu biang keladi dari kian terperosoknya

kehidupan ekonomi dan sosial negara-negara di kawasan Amerika

Latin ked alam kubangan kemiskinan, pengangguran, dan tumpukan

utang luar negeri. Ada 3 elemen utama dari “Kiri” Amerika Latin

yang bisa kita catat, yakni; (a) adanya komitmen yang kuat, baik

secara ideologis maupun politis, upaya untuk mempromosikan

egalitarianism; (b) ada keinginan yang besar untuk menjadikan

“negara” sebagai pengimbang kekuatan pasar; dan (c) penekanan

pada partisipasi rakyat (popular participation).

15Jurnal Sosial Demokrasi, “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin: Indonesia Baru”, edisi

Oktober – Desember 2008, Vol.4, No.1, hal 1

Kerangka Dasar Teori

Nasionalisasi

Dalam usaha peningkatan kesejahteraan, negara perlu

melakukan nasionalisasi ‘expropriation’, yang sudah tentu

menimbulkan pertanggung jawaban negara. Nasionalisasi merupakan

pengambilalihan perusahaan asing yang kemudian menjadi milik

nasional atau negara yang dikuasai oleh pemerintah untuk

penerapan kebijaksanaan ekonomi negara. Nasionalisasi merupakan

tindakan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap negara.

Nasionalisasi dulu sering dilakukan oleh negara negara komunis

yang dipelopori Uni Soviet, Negara negara Asia-Afrika dan negara

negara Eropa Barat. Hal ini dianggap sebagai syarat esensial

untuk pelaksanaan pembangunan dan dalam kepentingan ekonomi dan

kepentingan sosial Negara16.

Ada beberapa alasan mengapa nasionalisasi dilakukan, dikutip

dari buku Hukum dan Hubungan Internasional, oleh M. Burhan Tsani,

yaitu :

1. Nasionalisasi adalah untuk memenuhi dana Negara guna

melangsungkan aktifitas kesejahteraan sosial yang disebabkan

tidak adanya penghasilan negara yang memadai.

2. Kebijakan negara menghendaki dilakukan nasionalisasi.

3. Perusahaan asing dianggap hanya merupakan pengaliran devisa

kenegara asing, dan reatriasi keuntungan kenegaranya.

4. Kecurangan terhadap aktifitas bisnis dan menggunakan hal itu

sebagai pijakan. Negara penjajah dalam menguasai jajahan,

perusahaan asing, perusahaan multinasional.

5. Nasionalisme sebagai uapaya untuk menghasilkan pemerintahan

yang colonial, sebagai perusahaan asing merupakan wujud

terakhir kolonialisme.

Sebuah negara yang berdaulat mempunyai hak yang sah atas

pengambilan kebijakan nasionalisasi dan mempunyai hak inheren

alam penanganan harta maupun usaha yang ada di wilayahnya sesuai

dengan hukum yang berlaku. Jika tidak ada perjanjian

internasional atau jaminan pemerintah terhadap modal asing,

negara bebas menasionalisasi harta kekayaan asing

16M. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty,1990)halm.51

Manapun dengan pembayaran kompensasi. Dalam kasus ini, yang

paling berkenan dalam alasan nasionalisasi adalah kebijakan

negara yang menghendakinya. Negara bebas menasionalisasi sehingga

apaun alasannya, keputusan itu bisa dilaksanakan, baik oleh

pemimpin atau presiden, ataupun pemerintah.

Dependence Theory

Dalam konteks global, teori ini hendak menjelaskan mengenai

persoalan kemunduran dari negara-negara bekas jajahan yang berada

di Dunia Ketiga. Teori ini berbeda dengan teori imperialism yang

melihat hubungan antar negara kuat dan lemah dari segi perspektif

negara penjajah, sedangkan teori dependensi memandang persoalan

dari perspektif negara yang dijajah.

Teori dependensi melihat dengan adanya pembagian negara oleh

Wallerstein dalam “Worl System Theroy” yaitu core, semi phery

phery dan phery phery, terjadi sebuah eksploitasi oleh elite lit

negara phery phery yang menyebabkan negara negara tersebut

ketergantungan terhadap negara maju.

Dependence theory mengajukan argument bahwa para penanam

modal asing hanya tertarik pada sektor-sektor ekonomi yang

dinamis di negara pinggiran. Teori ini juga menawarkan agar

negara negara pinggiran tersebut menjalankan strategi sendiri,

tanpa adanya campur tangan asing. Teori ini juga

menginterpretasikan fenomena pembangunan yang mengalami distorsi

yaitu, membandingkan pola perkembangan ini dengan suatu model

ekonomi yang tumbuh lambat tapi merata, berimbang, terintegrasi

dan homogen. Bukannya dalam bentuk kediktatoran, penetrasi asing

dalam bentuk investasi yang padat modal yang mengurangi kebutuhan

akan tenaga buruh dalam jumlah yang besar. Semakin besar jumlah

tenaga kerja yang menganggur, maka semakin besardesakan

merendahkan tingkat upah buruh, karena buruh yang menuntut

terlalu banyak akan mudah diganti.

Realisme

Penulis melihat permasalahan ini dari perspektif Realis,

dimana suatu negara seharusnya tidak bergantung terhadap negara

lain untuk dapat bertahan dalam lingkungan tatanan internasional

yang bersifat “anarchy”. Suatu negara memiliki kepentingan yang

sangat besar mengenai “power”, dimana hamper semua negara

mengarahkan untuk mengukuhkan posisinya dalam konteks

menyeimbangkan kekuatan dengan pihak lainnya. Menurut Thomas

Hobbes (1588-1679) dalam bukunya “Leviathan”, suatu negara

merupakan suatu instrument yang digunakan individu-individu untuk

mencapai sebuah keadaan yang aman. Negara memiliki kewajiban

untuk melindungi dan menyejahterakan individu-individu yang

berada dibawah naungannya.

Selain itu, Hobbes juga menjelaskan mengenai “Negara yang

Berdaulat” merupakan negara yang mampu menjaga wilayah

teritorrialnya beserta etnis didalamnya dari kekuasaan asing, dan

juga mampu untuk berdiri sendiri dengan memaksimalkan kemampuan

yang ada didalam negara tersebut.

Hal tersebutlah yang juga dilakukan oleh Hugo Chavez, untuk

mengembalikan ketimpangan posisi antara Venezuela dan Amerika

Serikat beserta negara maju yang berinvestasi di Venezuela. Hugo

Chavez mencoba menjadikan kemampuan sumber daya alam yang

melimpah di Venezuela khususnya minyak sebagai “kekuatan” untuk

dapat mencapai kepentingan nasional Venezuela agar mampu bertahan

dalam tatanan internasional.

Gerakan Revolusi Bolivarian yang dijalankan Hugo Chavez

Hugo Chavez merupakan seorang mantan ketnan colonel militer,

yang pergerakannya didasarkan pada filosofi dan ideology dari

Simon Bolivar. Simon Bolivar merupakan seorang pembebas besar di

Amerika Selatan, yang berusaha untuk menyatukan benua agar

menjadi kekuatan besar melawan kekuatan kapitalisme. Gerakan

Chavez berusaha untuk menerapkan ide-ide serupa dengan mendorong

unifikasi politik di kawasan Amerika Selatan melalui penciptaan

yang berdaulat dan blok ekonomi yang kuat. Konsep tersebut

diterima dengan baik oleh rakyat dikarenakan penderitaan rakyat

akibat dari sebuah agenda neoliberal yang telah melumpuhkan

ekonomi dan peningkatan kemiskinan secara drastic. Sehingga

konsep tersebut dinamakan Revolusi Bolivarian.

Dalam mengimplementasikan gerakan Revolusi Bolivarian,

Chavez dan para pendukungnya melakukan perubahan undang-undang

(konstitusi) Venezuela guna menjamin berjalannya revolusi di

Venezuela. Dibawah kepemimpinannya, Revolusi Bolivarian telah

melahirkan konstitusi baru yang menjadi landasan konstitusional

bagi kebijakan-kebijakan yang membawa perubahan structural di

Venezuela.

Konstitusi Venezuela disusun pada tahun 1999 oleh Majelis

Konstitusional yang dipilih melalui referendum rakyat. Konstitusi

1999 diadopsi pada bulan Desember 1999 yang menggantikan

konstitusi 1961. Konsekuensi pertama dari konstitusi 1999 adalah

perubahan nama resmi Venezuela menjadi “Republik Bolivarian

Venezuela”17. Perubahan signifikan terlihat dari upaya pemisahan

kekuasaan (separation power). Hal ini menggantikan tiga cabang

pemerintahan dalam bentuk republik lama, dimana Republik

Bolivarian Venezuela memiliki lima cabang pemerintahan, yaitu

cabang eksekutif (the Presidency), cabang legislatif

17Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book,

2007), hlm.105

(The National Assembly), cabang yudisial (the judiciary), cabang pemilihan

(electoral power), cabang kewarganegaraan (citizens’ power).

Chavez melakukan reformasi struktur pemerintahan melalui

Konstitusi 1999 dengan menambah lama masa jabatan presiden dari 4

tahun menjadi 6 tahun dan masa jabantan presiden paling lama dua

kali periode. Reformasi juga dilakukan pada Majelis Nasional yang

sebelumnya bersifat bikameral menjadi unicameral dengan

menghilangkan kekuatan lembaga legislative sebelumnya. Sehingga

Majelis Nasional yang baru mempunyai satu kamar (singe chamber)

dengan merubah susunan lama sebelumnya yang memiliki dua kekuatan

(bidang) kekuasaan legislatif antara Bidang Deputi (Chamber Of

Deputies) dan Senat. Selain itu, kekuasaan cabang-cabang

legislative dikurangi dan diberikan kepada presiden. Perubahan

konstitusi yang dilakukan Chavez memperlihatkan bahwa Chavez

ingin mempertahankan kekuasaannya dan menjamin berjalannya proses

Bolivarian di Venezuela.

Masyarakat Venezuela melihat kontradiksi yang timbul dari

imperialis yang menjadi sebab-sebab ketertindasan ekonomi,

ketidakadilan, yang membuat masyarakat memandang sistem ini penuh

dengan masalah, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa

neoliberalisme AS memang masih sangat berkuasa di dunia saat ini.

Penggunaan cara-cara perang (hard power) yang merupakan cara

Amerika Serikat dalam mencapai tujuannya menjadikan pemikiran

bagi banyak negara. Gelombang anti Amerikanisme ditandai dengan

berbagai macam gerakan yang dilakukan oleh para aktivis. Sentimen

anti Amerikanisme paling kuat salah satunya berasal dari Amerika

Latin, khususnya Venezuela.

Revolusi Venezuela ingin membuat perubahan positif, membuat

suatu (sistem) alternatif menjadi mustahil dan menggugat apa yang

dianggap oleh perspektif dominan sebagai akhir dari sejarah.

Seiring perlawanan terhadap neoliberalisme di banyak tempat di

dunia, perluasan alternative Venezuela telah menjadi sebuah isu

besar diantara gerakan sosial: suatu alternative yang

mengembalikan revolusi dan sosialisme ke dalam agenda perjuangan

rakyat18.

Revolusi Venezuela dilakukan melalui proses pemindahan

kekuasaan ke tangan rakyat (dengan demokrasi langsung dan

partisipatif) serta mendistribusi kepemilikan pribadi (baik

secara bertahap maupun simultan) yang membuka jalan bagi

sosialisme abad 21.

18Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book,

2007), hlm.158.

Sosialisme ini harus sanggup member jawaban kongkret bagi

kemajuan tenaga produktif yang telah dihancurkan oleh kapitalisme

di banyak negeri di dunia ketiga; meningkatkan produktivitas

rakyat yang selaras dengan keberlanjutan lingkungan,

memperjuangkan suatu demokrasu langsung yang partisipatif untuk

membangkitkan kesadaran rakyat atas kekuatannya sendiri untuk

mengatur negara dalam kehidupannya.

Proses revolusioner yang menempatkan Chavez di Venezuela

dengan konsep Sosialisme Abad 21 nya sebagai suatu pilihan

tandingan dari Bush di Washington dengan konsep

Neoliberalismenya,, bersamaan dengan kemajuan di Kuba, Bolivia,

dan Ekuador, yang telah menginspirasi banyak kekuatan demokratik

dan revolusioner di seluruh dunia yang harus dibela oleh kaum

kiri dan gerakan sosial di seluruh dunia.

Revolusi sosialis dalam pengertian kongkritnya berupa

sosialisasi kepemilikan pribadi, transformasi kesadaran dan

kebudayaan, serta peningkatan tenaga produktif, yang sedang

berkembang di Venezuela. Melalui apa yang disebut dengan

“revolusi damai”. Dimana proses tersebut terus berlanjut dan

membuat yang dianggap mustahil menjadi kenyataan. Momen-momen

penting dan menentukan dalam tahap revolusi adalah 13 April 2002

ketika mobilisasi jutaan rakyat miskin Venezuela berhasil

mengalahkan kudeta ooposisi sayap kanan serta keberhasilan

perjuangan melawan pemogokan para pemilk bisnis di akhir tahun

yang sam. Sejak saat itu, proses revolusioner semakin

ditingkatkan, meski beberpaa pendapat menganggapnya masih terlalu

lamban. Karena sosialisme tidak terjadi lewat dekrit atau

deklarasi walau Chavez sudah mendeklarasinya di akhir Desember

2005.

Hugo Chavez dan gerakannya, didukung oleh kepercayaan rakyat

Venezuela dan terpilih sebagai presiden Venezuela pada tahun

1988. Sosialisme merupakan jalan yang dipilih oleh Hugo Chavez

sebagai bentuk perlawanan terhadap imperialism. Sosialisme

tersebut untuk mengatasi adanya pertentangan antara dua kelas,

digantikan dengan hubungan kesetaraan. Saat ini, sosialisme

disebut bukan sebagai sosialisme yang sudah lama ada, melainkan

sosialisme abad 21 yang menekankan tentang demokratis dan

humanis. Salah satu sikap Hugo Chavez dalam melawan

neoliberalisme adalah kebijakan nasionalisasi perusahaan minyak

swasta di Venezuela, hal ini sangay didukung oleh rakyatnya

dimana para buruh di Venezuela sangat antusias akan kebijakan

tersebut.

Sosialisme abad 21 merujuk pada Revolusi Bolivarian pada

tingkat perkembangan dunia sekarang ini. Konsep baru presiden

Hugo Chavez diimplementasikan dengan menarik sejarah sosialisme

yang kaya teoritik dengan menganalisa pengalaman yang baik dan

buruk. Revolusi ini berdasarkan semangat solidaritas dan

kerjasama yang dianggap oleh Hugo Chavez sebagai pembangunan. Ini

membuka gerak solidaritas hubungan antar manusia dan kelompok.

Revolusi Bolivarian ini mengedepankan pembangunan kesatuan

ekonomi baru yang dibiayai negara yang berkelebihan dengan model

kapitalis19.

Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode

analisis deskriptif, yakni suatu bentuk penulisan dengan cara

memaparkan dan menjelaskan mengenai masalah yang diangkat secara

jelas. Tujuan analisis ini ialah untuk membuat deskriptif atau

gambaran secara sstematis, factual dan akurat, mengenai fakta-

fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki20.

Metode ini ditunjang dengan pengumpulan data melalui studi

kepustakaan, yaitu berupa buku-buku yang menyangkut dan

berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dalam penulisan

ini. Terdapat pula jurnal, tulisan, buku, dan media cetak

lainnya, baik yang terbit harian, mingguan, maupun bulanan.

Kemudian data juga diperoleh dari media internet.

Setelah tahap pencarian data, selanjutnya dilakukan

pengolahan data. Penulis menggunakan metode dedukasi, yaitu

dengan menguraikan masalah-masalah yang bersifat umum dan

kemudian dilanjutkan dengan menguraikan masalah yang bersifat

khusus. Berdasarkan data-data yang telah diseleksi sebelumnya,

penulis melakukan pengklasifikasian data, disesuaikan dengan tema

yang dibahas. Data-data tersebut digunakan untuk menjawab pokok

permaslaahan dengan menggunakan teori sebagai laat analisisnya,

sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu kesimpulan.

19 Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book,2007). 20 Moh. Nasir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, hal.63

Sistematika Penulisan

Penulisan proposal ini dimulai dengan Bab I yang berisikan

latar belakang, maslaah, rumusan masalah, kerangka dasar teori,

metode analisis dan sistematika penulisan.

Setelah itu, masuk ke Bab kedua yang berisi mengenai

gambaran umum Venezuela, yang dijelaskan dengan lengkap mengenai

data-data kondisi alam, profil Venezuela, ekonomi dan politik

Venezuela saat sebelum dan sesudah Hugo Chavez terpilih sebagai

presiden Venezuela pada tahun 1998. Ketergantungan dunia akan

minyak Venezuela dan Tinjauan Historis Venezuela dalam kondisi

kesengsaraan oleh imperialisme dan kapitalisme global sebagai

bentuk pejajahan dengan berbagai keuntungan.

Selanjutnya dilanjutkan pembahasan Bab Ketiga. Dalam Bab ini

penulis akan membahas mengenai Hugo Chavez dengan gerakan

Bolivariannya. Disini penulis ingin menjelaskan siapa Hugo Chavez

dengan menurut sejarah riwayat hidup Chavez, motivasi Chavez

sejak awal hingga menjadi presiden Venezuela.

Pada Bab Keempat akan membahsa mengenai lahirnya kebijakan

nasionalisasi perusahaan minyak swasta asing oleh presiden

Venezuela, Hugo Chavez. Disamping membahsa mengenai tujuan

kebijakan itu dibuat, juga akan dibahas mengenai sosialisme abad

21 yang diusung oleh Chavez yang sangat berhubungan dengan

lahirnya nasionalisasi perusahaan minyak swasta asing tersebut.

Setelah membahas Bab Keempat, maka penulis akan melanjutkan

pembahsannya dengan menyimpulkan seluruh rangkaian bahsan

sebelumnya (Bab I – IV), dimana bahsan ini akan terangkum dalam

Bab Kelima.

Daftar Pustaka

SERIAL, Perubahan Sejati Terbukti Bisa, Institut for Global of Justice, Jakarta 2006

Terry Lyn Karl, “Minyak dan Fakta Politik: Transisi Menuju Demokrasi di

Venezuela”, dalam Guilermo O’Donnell, et.Al, Jakarta :LP3ES, 1993

Mathew Riemer, Economic Welfare’s New Resistance, dalam

www.yellowtime.org,

Wahid, Solahudin, Bangkitnya Kekuatan Amerika Latin Melawan AS,

“The Jakarta Post”, edisi : Jakarta, 15 Agustus 2006

Swhartz, Nelson D. “Oil’s Mr. Big”, 3 Oktober, 2005.

Michelle Billig, “The Venezuela Oli Crisis: How To Secure America’s Energy”,

in Foreign Affairs, Vol. 83, No.5, August 27, 2004

Ngadidjo, “Kebijakan Nasionalisasi di Venezuela di Bawah Hugo Chavez”, dalamwww.itmiwordpress.com, edisi 7 November 2007

James Ingham,”Nationalization Sweep Venezuela”, dalam www.bbcnews.co.us,edisi 15 Mei 2007

Ellener, Rethinking Venezuelan Politics, “Class, Conflict, and

the Chavez Phenomenon”, Lynne Rienner Publisher, 2005

Jurnal Sosial Demokrasi, “Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin:

Indonesia Baru”, edisi Oktober – Desember 2008

Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik Radikal

(Yogyakarta: Resist Book, 2007), hlm.105, Vol.4, No.1

. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta:

Liberty,1990)