eksposisi efesus 5:1-20

25
HIDUP DALAM TERANG BAB I Latar Belakang Surat Efesus Surat Efesus adalah sebuah surat edaran umum yang harus diedarkan sampai ke jemaat Efesus dan Kolose. Surat Efesus ditulis sekitar tahun 60-61, di mana surat ini dibawa oleh Tikhikus yang disertai oleh Onesimus (Ef. 6:21; Kol. 4:7-9). Rasul Paulus didampingi oleh Aristarkhus pada waku ia menulis surat ini, Aristarkhus pernah menjadi salah seorang utusan ke Yerusalem (Kis. 20:4). Surat Efesus ditulis ketika banyak gereja telah didirikan dan setelah Rasul Paulus mempunyai kesempatan untuk merenungkan hakikat dari organisasi yang baru terbentuk itu. Pada surat Efesus kata “jemaat” berarti gereja yang universal bukan suatu kelompok lokal. Surat ini tidak ditujukan untuk mereka yang baru masuk dalam iman Kristen, tetapi kepada mereka yang telah mencapai kematangan tertentu dalam pengalaman rohani dan ingin meningkat kepada pengetahuan dan kehidupan yang lebih penuh. 1 1 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2009), 393-394 1

Transcript of eksposisi efesus 5:1-20

HIDUP DALAM TERANG

BAB I

Latar Belakang Surat Efesus

Surat Efesus adalah sebuah surat edaran umum yang harus

diedarkan sampai ke jemaat Efesus dan Kolose. Surat Efesus

ditulis sekitar tahun 60-61, di mana surat ini dibawa oleh

Tikhikus yang disertai oleh Onesimus (Ef. 6:21; Kol. 4:7-9).

Rasul Paulus didampingi oleh Aristarkhus pada waku ia menulis

surat ini, Aristarkhus pernah menjadi salah seorang utusan ke

Yerusalem (Kis. 20:4).

Surat Efesus ditulis ketika banyak gereja telah didirikan

dan setelah Rasul Paulus mempunyai kesempatan untuk

merenungkan hakikat dari organisasi yang baru terbentuk itu.

Pada surat Efesus kata “jemaat” berarti gereja yang universal

bukan suatu kelompok lokal. Surat ini tidak ditujukan untuk

mereka yang baru masuk dalam iman Kristen, tetapi kepada

mereka yang telah mencapai kematangan tertentu dalam

pengalaman rohani dan ingin meningkat kepada pengetahuan dan

kehidupan yang lebih penuh.1

1Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2009), 393-394

1

BAB II

PEMBAHASAN

1. Hidup sebagai penurut-penurut Allah (ay. 1-7)

Pada bagian ini Rasul Paulus menegaskan apa yang telah

disampaikan sebelumnya, yakni yang merujuk pada pasal 4,

secara khusus pada ayat yang ke 17-32. Pada bagian yang

sebelumnya Rasul Paulus memaparkan tentang pentingnya

pemahaman akan manusia baru, di mana Rasul Paulus menggunakan

kata “mengenakan manusia baru.” Kata “mengenakan” dalam bahasa

yunani adalah ενδύσασθαι (aor. mid. inf. asal kata ενδύομαι

yang berarti to put on). Dengan demikian Rasul Paulus

memberikan pemahaman bahwa “manusia baru” itu harus dikenakan

oleh orang-orang yang telah mengenal Kristus (ay. 20-22).

Inilah yang pada akhirnya menjadi continuitas /berkelanjutan2

pada pasal 5, di mana pasal 5 dapat dikatakan sebagai rincian

atau penjelasan rinci bagaimana karakteristik orang yang

mengenakan “manusia baru.”

Berdasarkan hal tersebut di atas, Rasul Paulus memperjelas

kembali tentang pentingnya mengenakan “manusia baru,” sehingga

Ia mengatakan “sebab itu” jadilah penurut-penurut Allah. Kata

“sebab itu” dalam bahasa yunaninya adalah γίνεσθε ουν (pres.

mid. imp), di mana hal ini dapat berarti bahwa Rasul Paulus

memberikan perintah dalam artian untuk mewujudkan apa yang

telah disampaikan sebelumnya. Perintah tersebut adalah

perintah untuk menjadi penurut-penurut Allah, di mana kata

“penurut” dalam bahasa Yunaninya adalah μιμητής yang berarti

imitator/peniru.

Beberapa ahli seperti Abineno, mengatakan bahwa Rasul Paulus

memberikan nasihat yang bukan saja berupa suatu permintaan,

tetapi lebih daripada itu, nasihat itu adalah suatu perintah

untuk menjadi penurut-penurut Allah.2 Abineno menjelaskan bahwa

hal ini sama halnya dengan yang dituliskan Rasul Paulus pada 1

Kor. 4:14, 16, di mana Rasul Paulus menggambarkan hubungan

antara “anak” dan “menjadi penurut-penurut Allah.”3

2J. L. Ch. Abineno, Surat Efesus (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), 1703Ibid

3

Selanjutanya Rasul Paulus menegaskan bahwa menjadi penurut-

penurut Allah yang dimaksudkan adalah seperti anak-anak yang

kekasih. Dengan perkataan lain, kemungkinan ini menunjukkan

penegasan bahwa sebagai imitator/peniru, harus dimengerti

dalam kaidah sebagai anak-anak yang kekasih ibarat hubungan

orangtua dengan anaknya. Pada umumnya seorang anak akan

menunjukkan sikap/perilaku yang menirukan sikap/perilaku

orangtuanya. John Stott mengatakan: “Just as children copy

their parents, so we are to copy our Father God, as Jesus

himself told us to. We are also to follow Christ, to walk in

love as Christ loved us and give himself up for us.”4

Di pihak lain, misalnya Abineno, menegaskan bahwa Rasul

Paulus menasihati mereka untuk menjadi penurut-penurut Allah

bukanlah ia buat sebagai rasul terhadap manusia-manusia pada

umumnya, tetapi terhadap orang-orang yang dikasihi Allah di

dalam Kristus.5 Dengan perkataan lain, ini dimungkinkan karena

memang Rasul Paulus memaksudkan arahan atau perintah ini bagi

orang-orang yang telah mengenal dan berada di dalam Kristus

(merujuk pada pasal 4:20-22). Hal inilah yang kemudian

dijelaskan Rasul Paulus, yaitu dengan mengutarakan beberapa

4John Stott, The Message of Ephesians (England: IVP, 1989), 1915Op.cit, Abineno, hlm 171

4

karakteristik yang harus dimiliki dalam rangka menjadi

penurut-penurut Allah. Beberapa karakteristik tersebut adalah

sebagai berikut:

1.1 Hidup dalam kasih (ay. 2)

Pada bagian ini Rasul Paulus mengutarakan bahwa

karakteristik utama yang harus dimiliki sebagai imitator

dari Allah adalah hidup dalam kasih. Hidup dalam kasih yang

dimaksudkan Rasul Paulus adalah dengan meneladani Kristus

Yesus yang telah terlebih dahulu mengasihi, bahkan

menyerahkan diriNya sebagai persembahan dan korban yang

harum bagi Allah. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan

bahwa teladan Kristuslah yang menjadi ukuran bagi

terlaksananya hidup dalam kasih yang dimaksudkan Rasul

Paulus. Kata “hiduplah” dalam bahasa yunaninya adalah

περιπατειτε (pres. act. imp. dari kata περιπατέω yang

berarti to walk about). Dengan demikian hal ini mempertegas

maksud Rasul Paulus, di mana sesungguhnya ia mengarahakan

setiap imitator dari Allah untuk terus-menerus berjalan

dalam kasih. Dengan perkataan lain, dalam pemahaman bahwa

menjadi penurut-penurut Allah/imitator Allah diperintahkan

5

untuk tidak pernah berhenti/terlepas dari perwujudan kasih

itu sendiri.

Lebih jelas lagi Rasul Paulus memberikan gambaran

penyataan kasih yang luar biasa, yaitu Kristus Yesus yang

telah lebih dahulu mengasihi bahkan menyerahkan diriNya

sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah. Kata

“mengasihi” dalam bahasa yunaninya adalah ηγάπησεν (aor.

act. ind. dari kata αγαπάω yang berarti to love). Dengan

demikian, hal ini merupakan pernyataan yang merujuk pada

gambaran nyata akan apa yang pernah dilakukan Yesus pada

orang-orang yang dikasihiNya. Kasih tersebut dinyatakan

dengan menyerahka diriNya. Kata “menyerahkan” dalam bahasa

yunaninya adalah παρέδωκεν (aor. act. ind. dari kata

παραδίδωμι, yang berarti to deliver over), di mana ini

merupakan pernyataan akan bukti kasih Yesus.

Inilah yang menjadi dasar bagi Rasul Paulus memerintahkan

setiap orang yang dikasihi Yesus untuk hidup di dalam kasih.

Hal ini jugalah yang membuat Rasul Paulus melihat dan

meyakini bahwa Yesus adalah persembahan dan korban yang

harum bagi Allah (bdk. Kel. 29:18). William Barclay

mengatakan bahwa Rasul Paulus mengutip ungkapan yang sangat

6

terkenal “bau harum,” ungkapan ini tidak kurang dari

limapuluh kali disebutkan dalam PL, di mana Yesus dalam hal

ini dilihat sebagai korban yang sangat berkenan dan membawa

sukacita bagi Allah.6 Inilah gambaran yang dipakai Rasul

Paulus untuk menekankan bahwa hidup dalam kasih harus

sungguh-sungguh terus-menerus berjalan, agar pada akhirnya

bekenan kepada Allah di dalam Yesus Kristus.

1.2 Hidup dalam kekududusan (ay. 3-7)

Pada bagian ini Rasul Paulus kembali memaparkan bahwa

karakteristik kedua yang harus dimiliki sebagai penurut-

penurut/imitator Allah adalah hidup dalam kekudusan. Hidup

dalam kekudusan yang dimaksudkan Rasul Paulus adalah

mengarah atau merujuk kepada meninggalkan perilaku-perilaku

negatif, yang diantaranya adalah percabulan, kecemaran dan

keserakahan. Secara tegas Rasul Paulus mengatakan bahwa

perilaku-perilaku tersebut diperkatakan atau disebut saja

pun tidak bisa, sehingga ini menjadi perlu untuk

diperhatikan.

Dengan demikian, perlu diketahui bahwa penggunaan

kata/kalimat “disebut saja pun jangan” dalam bahasa6William Barclay, Surat-surat Galatia dan Efesus (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 241

7

yunaninya adalah μήδε ονομαζέσθω (pres. pass. imp, dari kata

ονομαζω yang berarti not even to be named). Dengan perkataan

lain, hal ini menunjukkan bahwa Rasul Paulus memerintahkan

setiap penurut-penurut Allah untuk sama sekali tidak

menyebutkan perilaku-perilaku yang negatif tersebut. Hal ini

juga dipertegas oleh Willian Barclay dengan mengatakan bahwa

Rasul Paulus mengingatkan hal-hal tertentu yang tidak layak

untuk dibicarakan, apalagi diperolok-olokkan.7 Di sisi lain

Peter O’brien mengatakan bahwa Rasul Paulus memberikan

peringatan baru terhadap perilaku yang sepenuhnya

bertentangan dengan gaya hidup Kristen.8 Peter juga

menambahkan bahwa peringatan tersebut merujuk kepada dosa

seksual yang sesungguhnya mendominasi.9

Dengan perkataan lain, hal ini menjelaskan bahwa

tantangan terbesar dalam kekudusan adalah dosa seksual, di

mana Rasul Paulus langsung merujuk pada percabulan. Paulus

menempatkan percabulan pada urutan pertama sebagai perilaku

yang harus dihindari, di mana ini bersesuaian dengan surat

Galatia 5:19 (daftar perbuatan daging). Hal ini memberikan

penegasan bahwa Rasul Paulus konsisten terhadap penekanan

7Ibid, hlm 2448Peter T. O’brien, Surat Efesus (Surabaya: Momentum, 2013), 4399Ibid

8

akan pentingnya hidup dalam kekudusan, sehingga perilaku-

perilaku tersebut bukan saja dilarang untuk dilakukan,

bahkan sama sekali tidak bisa disebutkan. Rasul Paulus

kemudian mengatakan bahwa hal yang juga harus dihindari

adalah rupa-rupa kecemaran. Kelihatannya rupa-rupa kecemaran

tidak jauh bedanya dengan percabulan, namun kemungkinan

rupa-rupa kecemaran yang dimaksudkan mengarah kepada

perbuatan-perbuatan cemar yang lain. Beberapa ahli seperti

John Stott mengatakan bahwa rupa-rupa kecemaran yang

dimaksudkan mencakup semua dosa seksual.

Di pihak lain, yaitu Peter O’brien mengatakan bahwa

ungkapan “rupa-rupa” yang dimaksudkan Rasul Paulus tidak

hanya menunjuk pada kecemaran seksual tetapi lebih dari itu

(4:19). Dengan demikian, hal yang sesungguhnya lebih dapat

diterima adalah pendapat Peter O’brien, di mana dapat

dimungkinkan bahwa Rasul Paulus memberikan maksud yang lebih

luas/spesifik tentang rupa-rupa kecemaran tersebut. Dengan

perkataan lain, bukan saja dosa seksual meskipun itu

termasuk di dalamnya.

Hal lain yang disampaikan Rasul Paulus adalah mengenai

keserakahan yang juga harus dihindari. Keserakahan dalam hal

9

ini juga merupakan perilaku yang tidak bisa diabaikan,

karena pada dasarnya adalah hambatan bagi terlaksanaya

kekudusan. Beberapa ahli seperti Abineno melihat

“keserakahan” sama halnya dengan percabulan dan rupa-rupa

kecemaran, di mana ini menegaskan bahwa ketiga hal ini harus

di jauhi.10 Dengan demikian, Rasul Paulus mengatakan bahwa

memang itulah yang sepatutnya dihindari orang-orang kudus.

Kata “sepatutnya” dalam bahasa Yunani adalah πρέπει (pres.

act. ind. yang berarti to be fitting, to be suitable, to be

proper), di mana ini merupakan pernyataan akan hal yang

pantas diberlakukan bagi orang-orang kudus secara terus-

menerus (menjauhi perilaku-perilaku tersebut). Rasul Paulus

juga menyampaikan beberapa hal lain yang juga harus

dihindari, yaitu menyangkut perkataan yang kotor, kosong

atau sembrono, tetapi sebaliknya ia mengatakan ucapkanlah

syukur. Hal ini menjelaskan bahwa perkataan juga

mencerminkan kekudusan seseorang, di mana ada tiga hal

negatif yang tidak pantas dalam perkataan. Kata “tidak

pantas” dalam bahasa yunaninya adalah ουκ ανηκεν (impf. Act.

ind. dari kata ανήκει, yang berarti it is proper, it is

fitting). Dengan demikian, ini menegaskan bahwa perkataan-10Op. cit, Abineno, hlm 173

10

perkataan yang dimaksudkan tidak layak ada pada orang-orang

kudus. Namun demikian, Rasul Paulus menegaskan bahwa

perkataan yang seharusnya adalah perkataan yang

mencerminkan/menyatakan ucapan syukur.

Beberapa ahli seperti Abineno mengatakan bahwa bagi Rasul

Paulus (ucapan syukur) adalah suatu pengertian yang

fundamental, di mana ini bersesuaian dengan (Kol. 2:7) yang

mengarahkan mereka (penurut-penurut Allah) untuk mengucap

syukur dalam segala hal.11 Dengan demikian, hal ini

menjelaskan bahwa perkataan-perkataan yang harusnya

diperlihatkan oleh orang-orang kudus adalah perkataan yang

mencerminkan ucapan syukur, bukan sebaliknya. Rasul Paulus

mengutarakan alasan yang jelas mengapa hal-hal tersebut di

atas harus dihindarai, karena memang orang-orang yang

berbuat demikian tidak mendapat bagian dalam kerajaan

Kristus dan Allah (ay. 5). Kata “bagian” dalam bahasa

yunaninya adalah κληρονομία yang berarti warisan. John Stott

mengatakan bahwa pernyataan Rasul Paulus ini tidaklah

mengajarkan suatu pemikiran yang immoral, perkataan atau

tindakan yang tidak senonoh akan mengucilkan kita dari

surga. Namun demikian, Rasul Paulus memaksudkannya untuk11Op. cit, Abineno, hlm 175

11

orang yang menyerahkan diri kepada perbuatan jahat, tanpa

malu dan tanpa menyesalinya.12

Hal itulah yang membuat Rasul Paulus mengingatkan mereka

supaya jangan disesatkan oleh kata-kata yang hampa, karena

hal-hal itu mendatangkan murka Allah atas orang-orang

durhaka. Kata “disesatkan” dalam bahasa yunaninya adalah

απατάτω (pres. act. imp. dari kata απατάω yang berarti to

lead astray, to mislead, to deceive). Dengan demikian ini

berarti bahwa dalam mewujudkan kekudusan

penurut-penurut/imitator Allah diperintahakan agar tidak

turut dalam hal yang menyesatkan. Lebih dari itu Rasul

Paulus mengatakan agar jangan berkawan dengan orang yang

menyesatkan.

Namun demikian, beberapa ahli seperti Peter T. O’brien

mengatakan bahwa Rasul Paulus tidak sedang melarang semua

kontak atau hubungan dengan orangnya, tetapi lebih kepada

sifat buruknya.13 Dengan demikian Rasul Paulus tidak bersiakp

permisif dalam hal komproni terhadap kata-kata yang

menyesatkan, karena hal tersebut mendatangkan murka Allah.

12Op. cit, John Stott, hlm 19113Op. cit, Peter T. O’brien, hlm 447

12

2. Hidup sebagai anak-anak terang (ay. 8-14)

Pada bagian ini Rasul Paulus menegaskan dua kondisi yaitu

antara dahulu dan sekarang. Kondisi tersebut menjelaskan akan

keberadaan manusia yang berada atau dikuasai oleh kegelapan,

sehingga ia mengatakan “kamu dahulu adalah kegelapan.” Dengan

perkataan lain, bahwa nature atau keberadaan manusia dahulu

adalah nature kegelapan. Namun demikian, itu adalah kondisi

masa lalu (dahulu), sehingga Rasul Paulus kemudian menegaskan

bahwa keadaan sekarang adalah “terang di dalam Tuhan.”

Beberapa ahli seperti John Stott mengatakan: “Paul bases on

the past and present (the difference between what his readers

once were and now are.”14 Dengan demikian ini menunjukkan

kontras antara keberadaan dahulu dan sekarang, di mana terang

itu dihadirkan di dalam Tuhan (melaui Yesus Kristus).

Berdasarkan kondisi tersebut Rasul Paulus menegaskan bahwa

mereka harus hidup sebagai anak-anak terang. Kata “hiduplah”

sama dengan yang telah disampaikan Rasul Paulus pada ayat ke-2

(lih. hlm. 4), sehingga ini menunjukkan bahwa hidup dalam

terang yang dimaksudkan juga harus terjadi terus-menerus

(tanpa henti). Berdasarkan hal tersebut Rasul Paulus kembali

memaparkan tentang karakteristi/buah yang harus dihasilkan14Op. cit, John Stott, hlm. 199

13

oleh anak-anak terang. Beberapa buah/karakteristik tersebut

adalah sebagai berikut:

2.1 Buah terang (ay. 9-10)

Rasul Paulus menjelaskan bahwa buah yang harus dimiliki

oleh anak-anak terang adalah tiga hal utama yaitu kebaikan,

keadilan dan kebenaran. Dengan demikian, hal tersebut

menjadi penting untuk diperhatikan, sebab Rasul Paulus

menyatakan bahwa hanya ketiga hal itulah yang harusnya

dihasilkan oleh anak-anak terang. Kata “hanya” dalam bahasa

yunaninya adalah πάση yang memang berarti hanya, atau dapat

dikatakan tidak ada buah/hasil lain yang dihasilkan. Dengan

perkataan lain, secara sederhana dapat diibaratkan seperti

sebuah pohon, sebut saja pohon apel maka pohon itu akan

menghasilkan buah apel. Demikianlah halnya dengan anak-anak

terang akan menghasilkan buah terang (kebaikan, keadilan dan

kebenaran).

Beberapa ahli seperti Abineno mengatakan bahwa secara

harfiah bagian ini menjelaskan atau berbunyi “karena buah

terang ialah segala macam kebaikan dan keadilan dan

kebenaran.”15 Di sisi lain, Peter T. O’brien menambahkan15Op. cit, Abineno, hlm 182

14

bahwa ketiga hal yang dimaksudkan adalah karakteristik

supernatural, hasil aktivitas kreatif Allah. Dengan

demikian, hal ini menegaskan bahwa memang ketiga hal

tersebutlah yang harusnya dihasilkan anak-anak terang dalam

hal ini dapat dikatakan manusia baru (4:24). Pada akhirnya

Rasul Paulus menambahkan bahwa sebagai anak-anak terang

harus juga menguji apa yang berkenan kepada Tuhan. Kata

“menguji” dalam bahasa yunaninya adalah δοκιμάζοντες (pres.

act. part. dari kata δοκιμάζω yang berarti to approve after

examination). Dengan demikian hal ini berarti bahwa diluar

ketiga hasil dari buah terang itu, harus terus-menerus

dilakukan pengujian, apakah hal tersebut berkenan kepada

Tuhan. Berdasarkan hal ini, bebarapa ahli seperti John Stott

mengatakan “certainly if they are to live consistently as

‘children of light,’ they will try learn (to test, discern

and approve) what is pleasing to the Lord.”16 Memang seperti

itulah yang seharusnya dilakukan oleh anak-anak terang.

2.2 Menelanjangi perbuatan-perbuatan gelap (ay. 11-14)

Pada bagian ini Rasul Paulus menjelaskan bahwa anak-anak

terang harus menelanjangi perbuatan-perbuatan gelap. Rasul16Op. cit, John Stott, hlm 200

15

Paulus menasihati mereka agar jangan turut mengambil bagian

dalam perbuatan-perbuatan gelap, sebab hal itu tidak

berbuahkan apa-apa. Kata “mengambil bagian” dalam bahasa

yunaninya adalah συγκοινωνειτε (pres. act. imp. dari kata

συγκοινωνέω yang berarti to join in fellowship, to have part

in a thing). Dengan demikian, Rasul Paulus memberikan

perintah untuk tidak bergabung/turut dalam perbuatan-

perbuatan gelap. Beberapa ahli seperti Peter T. O’brien

mengatakan bahwa hidup sebagai anak-anak terang juga berarti

keluar dari partisipasi dalam perbuatan-perbuatan kegelapan

yang tidak berbuahkan apa pun, karena gelap dan terang

sangat berbeda.17

Hal itulah yang membuat Rasul Paulus memerintahkan anak-

anak terang untuk menelanjangi perbuatan-perbuatan

kegelapan. Kata “menelanjangi” dalam bahasa yunaninya adalah

ελέγχετε (pres. act. imp. dari kata ελέγχω yang berarti to

bring to light, to expose, etc.). Dengan demikian, ini

mengarah kepada perintah untuk tidak menyembunyikan

kegelapan tersebut, tetapi sebaliknya membawa kepada terang,

sehingga kegelapan itu akan sirna. William Barclay

mengatakan, selama sesuatu perbuatan dilakukan sembunyi-17Op. cit, Peter, hlm. 452

16

sembunyi, kejahatan itu akan berjalan terus; tetapi jika

dibawa ke dalam terang maka perbuatan jahat itu akan musnah

secara alamiah.18

Rasul Paulus sendiri telah menegaskan bahwa segala

sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang menjadi nampak,

sebab semua yang nampak adalah terang. Dengan perkataan

lain, ini menegaskan bahwa dengan hadirnya terang maka

secara otomatis tidak ada lagi kegelapan. Namun demikian,

hal ini juga memberikan kemungkinan bahwa ketika terang

tidak dihadirkan maka kegelapanlah yang ada. Melalui hal

tersebut telihat bahwa begitu pentingnya “terang” itu, di

mana terang itu sendiri membuat segala sesuatunya nampak.

Kata “nampak” dalam bahasa yunaninya adalah φανερουται

(pres. pass. ind. dari kata φανερόω yang berarti dibuat

terlihat, menjadi jelas/nyata). Dengan demikian, terang

membuat segala sesuatunya menjadi jelas/terlihat. F.F Bruce

mengatakan “that all things are exposed when they are

revealed by the light.”19 Selanjutnya Rasul Paulus mengatakan

“bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara

orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” Kalimat

18Op. cit, William Barclay, hlm. 24819F. F. Bruce, The Epistle to the Collosians, to the Philemon, and to the Ephesians (Michigan: Wm. B. Eerdmans, 1984), 376

17

ini merupakan kutipan yang kemungkinan ditujukan kepada

anak-anak terang, di mana mereka diperintahkan untuk “bangun

dari tidur dan bangkit dari antara orang mati.” Kata

“bangunlah dan bangkitlah” menurut Abineno suatu nyanyian-

baptisan yang terkenal, hal itu terlihat dari cara Rasul

Paulus memakainya, di mana terdiri dari dua baris yang

mengandung nasihat.”20 Di pihak lain, hal ini juga dilihat

sebagai kutipan dari suatu nyanyia rohani yang dinyanyikan

pada hari paskah atau dalam upacara pembaptisan, yang

kemungkinan merupakan ringkasan dari PL (Yes. 60:1).”21

Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa menjadi anak-anak

terang adalah sama halnya bangun dari tidur dan bangkit dari

kematian, di mana Kristuslah cahaya/terangnya.

3. Hidup arif-bijaksana (ay. 15-20)

Pada bagian ini Rasul Paulus kembali mengajak setiap anak-

anak terang untuk memperhatikan cara hidup mereka. Rasul

Paulus menasihatkan mereka agar tidak hidup seperti orang

bebal, tetapi seperti orang arif. Dengan demikian, setiap

anak-anak terang harus sungguh-sungguh mampu memperhatikan

20Op. cit, Abineno, hlm. 18821Op. cit, John Stott, hlm. 195

18

bagaimana hidup arif yang sebenarnya. Kata “memperhatikan”

dalam bahasa yunani adalah βλέπετε (pres. act. inf. yang

berarti to watch, to give heed). Di sisi lain, kata ini

dipadankan dengan kata yang sama pada ay. 2 (lih. hlm. 4), di

mana ini bertujuan untuk menegaskan bahwa di dalam menjalani

kehidupan sebagai anak-anak terang harus sungguh-sungguh

memperhatikannya dengan arif/bijak. John Stott mengatakan “so

as Christians we must treat is as the serious thing it is.”

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk dapat hidup arif-

bijaksana adalah sebagai berikut:

3.1 Membeli waktu (ay. 16-17)

Rasul Paulus kemudian menjelaskan bahwa hal praktis utama

yang harus dimiliki orang arif adalah masalah penggunaan

waktu. Penggunaan waktu menjadi penentu apakah seseorang itu

arif atau sebaliknya. Dengan perkataan lain, hanya orang

ariflah yang mampu menggunakan waktunya dengan baik. Kata

“pergunakanlah” dalam bahasa yunani adalah εξαγοραζόμενοι

(pres. mid. part. dari kata εξαγοράζόμαι yang berarti to buy

up). Hal ini menggambarkan begitu berharganya waktu sehingga

harus “dibeli,” atau dapat dikatakan bahwa waktu itu harus

19

dibayar dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, bahkan

lebih. Waktu harus dibayar/dibeli, karena memang hari-hari

ini adalah jahat. F.F Bruce mengatakan “the statement that

the days are evil may imply that, whatever difficulties lie

in the way of Christian witness now, they will increase as

time goes on.”22 Di pihak lain, ini dilihat sebagi

kontinuitas apokaliptik PL dan Yahudi, di mana Rasul Paulus

membedakan dua zaman, “zaman sekarang” dan “zaman yang akan

datang,” yang adalah waktu keselamatan.”23 Dengan perkataan

lain, pembelian waktu yang dimaksudkan Raul Paulus adalah

dengan melihat waktu sebagai proses/waktu untuk memperoleh

keselamatan.

Berdasarkan hal tersebut Rasul Paulus menasihatkan lebih

tegas lagi agar mereka jangan menjadi bodoh, tetapi berusaha

mengerti kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan yang dimaksudkan

adalah merujuk kepada usaha untuk mengerti/memperoleh waktu

keselamatan itu sendiri. Kata “mengerti” dalam bahasa yunani

adalah συνίετε (pres. act. imp. dari kata συνίημι yang

berarti to understand). Dengan demikian, Rasul Paulus

memerintahkan mereka untuk terus-menerus berusaha mengerti

22Op. cit, F.F Bruce, hlm 37923Op. cit, Peter T. O’brien, hlm 468

20

kehendak Tuhan. Abineno mengatakan Rasul Paulus hendak

mengatakan kepada anggota-anggota jemaat, bahwa mereka harus

terus-menerus (dari saat ke saat atau dari waktu ke waktu)

berusaha untuk mengerti kehendak Allah.

3.2 Hidup dipenuhi Roh (ay. 18-20)

Pada bagian akhir ini Rasul Paulus menyimpulkan bahwa

anak-anak terang harus hidup oleh Roh. Rasul Paulus

menasihatkan mereka untuk tidak mabuk oleh anggur, karena

pada dasarnya anggur menimbulkan hawa nafsu. Kata “mabuk”

dalam bahasa yunani adalah μεθύσκεσθε (pres. mid. imp. dari

kata μεθύσκομαι yang berarti to get drunk, to be drunk).

Dengan demikian, ini merupakan perintah secara kontinuitas

agar setiap anak-anak terang tidak dimabukkan oleh anggur,

melainkan harus dipenuhi oleh Roh. Abineno mengatakan penuh

dengan Roh yang dimaksudkan adalah “penuh dalam Roh” karena

Roh adalah kuasa, sehingga mereka diisi dengan Roh atau

dikuasai Roh itu sendiri.24

Setelah kehidupan anak-anak terang itu dikuasi oleh Roh,

maka Rasul Paulus memerintahkan mereka untuk berkata-kata

dalam mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani dengan24Op. cit, Abineno, hlm. 195

21

ucapan syukur atas segala sesuatu dalam nama Tuhan Yesus

Kristus. Dengan perkataan lain, ini menggambarkan sebuah

persekutuan diantara anak-anak terang yang dipenuhi oleh Roh

itu sendiri. Istilah yang digunakan Rasul Paulus dalam

perintah tersebut dalam bahasa yunani adalah λαλουντες,

ψάλλοντες, ευχαριστουντες yang keseluruhannya adalah dalam

bentuk (pres. act. part).

Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa anak-anak terang

yang hidupnya dikuasai oleh Roh harus terus-menerus berada

dalam persekutuan kepada Tuhan yang dilakukan dengan segenap

hati. John Stott mengatakan bahwa imbauan ini ditujukan

kepada Tuhan, bukan untuk sesama manusia, di mana ungkapan

“dengan segenap hati” merujuk kepada ketulusan. Dengan

perkataan lain, bukan persoalan persekutuan lahiriah

terhadap sesama, tetapi persekutuan pribadi (batin) kepada

Tuhan.

Hal inilah yang menjadi tujuan akhir dari seluruh

kehidupan anak-anak terang yang dikuasai oleh Roh, di mana

mereka selalu berada dalam persekutuan kepada Tuhan dengan

ucapan syukur atas segala sesuatu dalam nama Tuhan Yesus

Kristus kepada Allah Bapa. Kata “segala sesuatu” dalam

22

bahasa yunani adalah πάντοτε, di mana ini berarti always

(selalu dalam suasana bersyukur), ucapan syukur tersebut

adalah dalam nama Tuhan Yesus Kristus kepada Allah Bapa.

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa

Rasul Paulus memaparkan beberapa hal akan karakteristik yang

harus dimiliki anak-anak terang untuk dapat hidup dalam

terang. karakteristik anak-anak terang yang dimaksudkan adalah

hidup sebagai penurut-penurut Allah yang tercermin melalui

hidup di dalam kasih dan hidup dalam kekududusan. Anak-anak

terang juga harus menghasilkan buah terang dan menelanjangi

perbuatan-perbuatan kegelapan. Dengan demikian, anak-anak

terang juga harua hidup arif-bijaksana dan dipenuhi atau

dikuasai oleh Roh.

23

DAFTAR PUSTAKA

Tenney, Merrill C.

2009. Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas.

Abineno, J. L. Ch.

2009. Surat Efesus. Jakarta: Gunung Mulia.

Stott, John.

1989. The Message of Ephesians. England: IVP.

Barclay, William.24

2011. Surat-surat Galatia dan Efesus. Jakarta: Gunung Mulia.

O’brien, Peter T.

2013. Surat Efesus. Surabaya: Momentum.

Bruce, F. F.

1984. The Epistle to the Collosians, to the Philemon, and to the Ephesians.

Michigan: Wm. B. Eerdmans.

25