Case: 1:20-cv-05132 Document #: 1 Filed: 08/31/20 Page 1 of ...
eksposisi efesus 5:1-20
-
Upload
stttrinity -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of eksposisi efesus 5:1-20
HIDUP DALAM TERANG
BAB I
Latar Belakang Surat Efesus
Surat Efesus adalah sebuah surat edaran umum yang harus
diedarkan sampai ke jemaat Efesus dan Kolose. Surat Efesus
ditulis sekitar tahun 60-61, di mana surat ini dibawa oleh
Tikhikus yang disertai oleh Onesimus (Ef. 6:21; Kol. 4:7-9).
Rasul Paulus didampingi oleh Aristarkhus pada waku ia menulis
surat ini, Aristarkhus pernah menjadi salah seorang utusan ke
Yerusalem (Kis. 20:4).
Surat Efesus ditulis ketika banyak gereja telah didirikan
dan setelah Rasul Paulus mempunyai kesempatan untuk
merenungkan hakikat dari organisasi yang baru terbentuk itu.
Pada surat Efesus kata “jemaat” berarti gereja yang universal
bukan suatu kelompok lokal. Surat ini tidak ditujukan untuk
mereka yang baru masuk dalam iman Kristen, tetapi kepada
mereka yang telah mencapai kematangan tertentu dalam
pengalaman rohani dan ingin meningkat kepada pengetahuan dan
kehidupan yang lebih penuh.1
1Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2009), 393-394
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hidup sebagai penurut-penurut Allah (ay. 1-7)
Pada bagian ini Rasul Paulus menegaskan apa yang telah
disampaikan sebelumnya, yakni yang merujuk pada pasal 4,
secara khusus pada ayat yang ke 17-32. Pada bagian yang
sebelumnya Rasul Paulus memaparkan tentang pentingnya
pemahaman akan manusia baru, di mana Rasul Paulus menggunakan
kata “mengenakan manusia baru.” Kata “mengenakan” dalam bahasa
yunani adalah ενδύσασθαι (aor. mid. inf. asal kata ενδύομαι
yang berarti to put on). Dengan demikian Rasul Paulus
memberikan pemahaman bahwa “manusia baru” itu harus dikenakan
oleh orang-orang yang telah mengenal Kristus (ay. 20-22).
Inilah yang pada akhirnya menjadi continuitas /berkelanjutan2
pada pasal 5, di mana pasal 5 dapat dikatakan sebagai rincian
atau penjelasan rinci bagaimana karakteristik orang yang
mengenakan “manusia baru.”
Berdasarkan hal tersebut di atas, Rasul Paulus memperjelas
kembali tentang pentingnya mengenakan “manusia baru,” sehingga
Ia mengatakan “sebab itu” jadilah penurut-penurut Allah. Kata
“sebab itu” dalam bahasa yunaninya adalah γίνεσθε ουν (pres.
mid. imp), di mana hal ini dapat berarti bahwa Rasul Paulus
memberikan perintah dalam artian untuk mewujudkan apa yang
telah disampaikan sebelumnya. Perintah tersebut adalah
perintah untuk menjadi penurut-penurut Allah, di mana kata
“penurut” dalam bahasa Yunaninya adalah μιμητής yang berarti
imitator/peniru.
Beberapa ahli seperti Abineno, mengatakan bahwa Rasul Paulus
memberikan nasihat yang bukan saja berupa suatu permintaan,
tetapi lebih daripada itu, nasihat itu adalah suatu perintah
untuk menjadi penurut-penurut Allah.2 Abineno menjelaskan bahwa
hal ini sama halnya dengan yang dituliskan Rasul Paulus pada 1
Kor. 4:14, 16, di mana Rasul Paulus menggambarkan hubungan
antara “anak” dan “menjadi penurut-penurut Allah.”3
2J. L. Ch. Abineno, Surat Efesus (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), 1703Ibid
3
Selanjutanya Rasul Paulus menegaskan bahwa menjadi penurut-
penurut Allah yang dimaksudkan adalah seperti anak-anak yang
kekasih. Dengan perkataan lain, kemungkinan ini menunjukkan
penegasan bahwa sebagai imitator/peniru, harus dimengerti
dalam kaidah sebagai anak-anak yang kekasih ibarat hubungan
orangtua dengan anaknya. Pada umumnya seorang anak akan
menunjukkan sikap/perilaku yang menirukan sikap/perilaku
orangtuanya. John Stott mengatakan: “Just as children copy
their parents, so we are to copy our Father God, as Jesus
himself told us to. We are also to follow Christ, to walk in
love as Christ loved us and give himself up for us.”4
Di pihak lain, misalnya Abineno, menegaskan bahwa Rasul
Paulus menasihati mereka untuk menjadi penurut-penurut Allah
bukanlah ia buat sebagai rasul terhadap manusia-manusia pada
umumnya, tetapi terhadap orang-orang yang dikasihi Allah di
dalam Kristus.5 Dengan perkataan lain, ini dimungkinkan karena
memang Rasul Paulus memaksudkan arahan atau perintah ini bagi
orang-orang yang telah mengenal dan berada di dalam Kristus
(merujuk pada pasal 4:20-22). Hal inilah yang kemudian
dijelaskan Rasul Paulus, yaitu dengan mengutarakan beberapa
4John Stott, The Message of Ephesians (England: IVP, 1989), 1915Op.cit, Abineno, hlm 171
4
karakteristik yang harus dimiliki dalam rangka menjadi
penurut-penurut Allah. Beberapa karakteristik tersebut adalah
sebagai berikut:
1.1 Hidup dalam kasih (ay. 2)
Pada bagian ini Rasul Paulus mengutarakan bahwa
karakteristik utama yang harus dimiliki sebagai imitator
dari Allah adalah hidup dalam kasih. Hidup dalam kasih yang
dimaksudkan Rasul Paulus adalah dengan meneladani Kristus
Yesus yang telah terlebih dahulu mengasihi, bahkan
menyerahkan diriNya sebagai persembahan dan korban yang
harum bagi Allah. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan
bahwa teladan Kristuslah yang menjadi ukuran bagi
terlaksananya hidup dalam kasih yang dimaksudkan Rasul
Paulus. Kata “hiduplah” dalam bahasa yunaninya adalah
περιπατειτε (pres. act. imp. dari kata περιπατέω yang
berarti to walk about). Dengan demikian hal ini mempertegas
maksud Rasul Paulus, di mana sesungguhnya ia mengarahakan
setiap imitator dari Allah untuk terus-menerus berjalan
dalam kasih. Dengan perkataan lain, dalam pemahaman bahwa
menjadi penurut-penurut Allah/imitator Allah diperintahkan
5
untuk tidak pernah berhenti/terlepas dari perwujudan kasih
itu sendiri.
Lebih jelas lagi Rasul Paulus memberikan gambaran
penyataan kasih yang luar biasa, yaitu Kristus Yesus yang
telah lebih dahulu mengasihi bahkan menyerahkan diriNya
sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah. Kata
“mengasihi” dalam bahasa yunaninya adalah ηγάπησεν (aor.
act. ind. dari kata αγαπάω yang berarti to love). Dengan
demikian, hal ini merupakan pernyataan yang merujuk pada
gambaran nyata akan apa yang pernah dilakukan Yesus pada
orang-orang yang dikasihiNya. Kasih tersebut dinyatakan
dengan menyerahka diriNya. Kata “menyerahkan” dalam bahasa
yunaninya adalah παρέδωκεν (aor. act. ind. dari kata
παραδίδωμι, yang berarti to deliver over), di mana ini
merupakan pernyataan akan bukti kasih Yesus.
Inilah yang menjadi dasar bagi Rasul Paulus memerintahkan
setiap orang yang dikasihi Yesus untuk hidup di dalam kasih.
Hal ini jugalah yang membuat Rasul Paulus melihat dan
meyakini bahwa Yesus adalah persembahan dan korban yang
harum bagi Allah (bdk. Kel. 29:18). William Barclay
mengatakan bahwa Rasul Paulus mengutip ungkapan yang sangat
6
terkenal “bau harum,” ungkapan ini tidak kurang dari
limapuluh kali disebutkan dalam PL, di mana Yesus dalam hal
ini dilihat sebagai korban yang sangat berkenan dan membawa
sukacita bagi Allah.6 Inilah gambaran yang dipakai Rasul
Paulus untuk menekankan bahwa hidup dalam kasih harus
sungguh-sungguh terus-menerus berjalan, agar pada akhirnya
bekenan kepada Allah di dalam Yesus Kristus.
1.2 Hidup dalam kekududusan (ay. 3-7)
Pada bagian ini Rasul Paulus kembali memaparkan bahwa
karakteristik kedua yang harus dimiliki sebagai penurut-
penurut/imitator Allah adalah hidup dalam kekudusan. Hidup
dalam kekudusan yang dimaksudkan Rasul Paulus adalah
mengarah atau merujuk kepada meninggalkan perilaku-perilaku
negatif, yang diantaranya adalah percabulan, kecemaran dan
keserakahan. Secara tegas Rasul Paulus mengatakan bahwa
perilaku-perilaku tersebut diperkatakan atau disebut saja
pun tidak bisa, sehingga ini menjadi perlu untuk
diperhatikan.
Dengan demikian, perlu diketahui bahwa penggunaan
kata/kalimat “disebut saja pun jangan” dalam bahasa6William Barclay, Surat-surat Galatia dan Efesus (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 241
7
yunaninya adalah μήδε ονομαζέσθω (pres. pass. imp, dari kata
ονομαζω yang berarti not even to be named). Dengan perkataan
lain, hal ini menunjukkan bahwa Rasul Paulus memerintahkan
setiap penurut-penurut Allah untuk sama sekali tidak
menyebutkan perilaku-perilaku yang negatif tersebut. Hal ini
juga dipertegas oleh Willian Barclay dengan mengatakan bahwa
Rasul Paulus mengingatkan hal-hal tertentu yang tidak layak
untuk dibicarakan, apalagi diperolok-olokkan.7 Di sisi lain
Peter O’brien mengatakan bahwa Rasul Paulus memberikan
peringatan baru terhadap perilaku yang sepenuhnya
bertentangan dengan gaya hidup Kristen.8 Peter juga
menambahkan bahwa peringatan tersebut merujuk kepada dosa
seksual yang sesungguhnya mendominasi.9
Dengan perkataan lain, hal ini menjelaskan bahwa
tantangan terbesar dalam kekudusan adalah dosa seksual, di
mana Rasul Paulus langsung merujuk pada percabulan. Paulus
menempatkan percabulan pada urutan pertama sebagai perilaku
yang harus dihindari, di mana ini bersesuaian dengan surat
Galatia 5:19 (daftar perbuatan daging). Hal ini memberikan
penegasan bahwa Rasul Paulus konsisten terhadap penekanan
7Ibid, hlm 2448Peter T. O’brien, Surat Efesus (Surabaya: Momentum, 2013), 4399Ibid
8
akan pentingnya hidup dalam kekudusan, sehingga perilaku-
perilaku tersebut bukan saja dilarang untuk dilakukan,
bahkan sama sekali tidak bisa disebutkan. Rasul Paulus
kemudian mengatakan bahwa hal yang juga harus dihindari
adalah rupa-rupa kecemaran. Kelihatannya rupa-rupa kecemaran
tidak jauh bedanya dengan percabulan, namun kemungkinan
rupa-rupa kecemaran yang dimaksudkan mengarah kepada
perbuatan-perbuatan cemar yang lain. Beberapa ahli seperti
John Stott mengatakan bahwa rupa-rupa kecemaran yang
dimaksudkan mencakup semua dosa seksual.
Di pihak lain, yaitu Peter O’brien mengatakan bahwa
ungkapan “rupa-rupa” yang dimaksudkan Rasul Paulus tidak
hanya menunjuk pada kecemaran seksual tetapi lebih dari itu
(4:19). Dengan demikian, hal yang sesungguhnya lebih dapat
diterima adalah pendapat Peter O’brien, di mana dapat
dimungkinkan bahwa Rasul Paulus memberikan maksud yang lebih
luas/spesifik tentang rupa-rupa kecemaran tersebut. Dengan
perkataan lain, bukan saja dosa seksual meskipun itu
termasuk di dalamnya.
Hal lain yang disampaikan Rasul Paulus adalah mengenai
keserakahan yang juga harus dihindari. Keserakahan dalam hal
9
ini juga merupakan perilaku yang tidak bisa diabaikan,
karena pada dasarnya adalah hambatan bagi terlaksanaya
kekudusan. Beberapa ahli seperti Abineno melihat
“keserakahan” sama halnya dengan percabulan dan rupa-rupa
kecemaran, di mana ini menegaskan bahwa ketiga hal ini harus
di jauhi.10 Dengan demikian, Rasul Paulus mengatakan bahwa
memang itulah yang sepatutnya dihindari orang-orang kudus.
Kata “sepatutnya” dalam bahasa Yunani adalah πρέπει (pres.
act. ind. yang berarti to be fitting, to be suitable, to be
proper), di mana ini merupakan pernyataan akan hal yang
pantas diberlakukan bagi orang-orang kudus secara terus-
menerus (menjauhi perilaku-perilaku tersebut). Rasul Paulus
juga menyampaikan beberapa hal lain yang juga harus
dihindari, yaitu menyangkut perkataan yang kotor, kosong
atau sembrono, tetapi sebaliknya ia mengatakan ucapkanlah
syukur. Hal ini menjelaskan bahwa perkataan juga
mencerminkan kekudusan seseorang, di mana ada tiga hal
negatif yang tidak pantas dalam perkataan. Kata “tidak
pantas” dalam bahasa yunaninya adalah ουκ ανηκεν (impf. Act.
ind. dari kata ανήκει, yang berarti it is proper, it is
fitting). Dengan demikian, ini menegaskan bahwa perkataan-10Op. cit, Abineno, hlm 173
10
perkataan yang dimaksudkan tidak layak ada pada orang-orang
kudus. Namun demikian, Rasul Paulus menegaskan bahwa
perkataan yang seharusnya adalah perkataan yang
mencerminkan/menyatakan ucapan syukur.
Beberapa ahli seperti Abineno mengatakan bahwa bagi Rasul
Paulus (ucapan syukur) adalah suatu pengertian yang
fundamental, di mana ini bersesuaian dengan (Kol. 2:7) yang
mengarahkan mereka (penurut-penurut Allah) untuk mengucap
syukur dalam segala hal.11 Dengan demikian, hal ini
menjelaskan bahwa perkataan-perkataan yang harusnya
diperlihatkan oleh orang-orang kudus adalah perkataan yang
mencerminkan ucapan syukur, bukan sebaliknya. Rasul Paulus
mengutarakan alasan yang jelas mengapa hal-hal tersebut di
atas harus dihindarai, karena memang orang-orang yang
berbuat demikian tidak mendapat bagian dalam kerajaan
Kristus dan Allah (ay. 5). Kata “bagian” dalam bahasa
yunaninya adalah κληρονομία yang berarti warisan. John Stott
mengatakan bahwa pernyataan Rasul Paulus ini tidaklah
mengajarkan suatu pemikiran yang immoral, perkataan atau
tindakan yang tidak senonoh akan mengucilkan kita dari
surga. Namun demikian, Rasul Paulus memaksudkannya untuk11Op. cit, Abineno, hlm 175
11
orang yang menyerahkan diri kepada perbuatan jahat, tanpa
malu dan tanpa menyesalinya.12
Hal itulah yang membuat Rasul Paulus mengingatkan mereka
supaya jangan disesatkan oleh kata-kata yang hampa, karena
hal-hal itu mendatangkan murka Allah atas orang-orang
durhaka. Kata “disesatkan” dalam bahasa yunaninya adalah
απατάτω (pres. act. imp. dari kata απατάω yang berarti to
lead astray, to mislead, to deceive). Dengan demikian ini
berarti bahwa dalam mewujudkan kekudusan
penurut-penurut/imitator Allah diperintahakan agar tidak
turut dalam hal yang menyesatkan. Lebih dari itu Rasul
Paulus mengatakan agar jangan berkawan dengan orang yang
menyesatkan.
Namun demikian, beberapa ahli seperti Peter T. O’brien
mengatakan bahwa Rasul Paulus tidak sedang melarang semua
kontak atau hubungan dengan orangnya, tetapi lebih kepada
sifat buruknya.13 Dengan demikian Rasul Paulus tidak bersiakp
permisif dalam hal komproni terhadap kata-kata yang
menyesatkan, karena hal tersebut mendatangkan murka Allah.
12Op. cit, John Stott, hlm 19113Op. cit, Peter T. O’brien, hlm 447
12
2. Hidup sebagai anak-anak terang (ay. 8-14)
Pada bagian ini Rasul Paulus menegaskan dua kondisi yaitu
antara dahulu dan sekarang. Kondisi tersebut menjelaskan akan
keberadaan manusia yang berada atau dikuasai oleh kegelapan,
sehingga ia mengatakan “kamu dahulu adalah kegelapan.” Dengan
perkataan lain, bahwa nature atau keberadaan manusia dahulu
adalah nature kegelapan. Namun demikian, itu adalah kondisi
masa lalu (dahulu), sehingga Rasul Paulus kemudian menegaskan
bahwa keadaan sekarang adalah “terang di dalam Tuhan.”
Beberapa ahli seperti John Stott mengatakan: “Paul bases on
the past and present (the difference between what his readers
once were and now are.”14 Dengan demikian ini menunjukkan
kontras antara keberadaan dahulu dan sekarang, di mana terang
itu dihadirkan di dalam Tuhan (melaui Yesus Kristus).
Berdasarkan kondisi tersebut Rasul Paulus menegaskan bahwa
mereka harus hidup sebagai anak-anak terang. Kata “hiduplah”
sama dengan yang telah disampaikan Rasul Paulus pada ayat ke-2
(lih. hlm. 4), sehingga ini menunjukkan bahwa hidup dalam
terang yang dimaksudkan juga harus terjadi terus-menerus
(tanpa henti). Berdasarkan hal tersebut Rasul Paulus kembali
memaparkan tentang karakteristi/buah yang harus dihasilkan14Op. cit, John Stott, hlm. 199
13
oleh anak-anak terang. Beberapa buah/karakteristik tersebut
adalah sebagai berikut:
2.1 Buah terang (ay. 9-10)
Rasul Paulus menjelaskan bahwa buah yang harus dimiliki
oleh anak-anak terang adalah tiga hal utama yaitu kebaikan,
keadilan dan kebenaran. Dengan demikian, hal tersebut
menjadi penting untuk diperhatikan, sebab Rasul Paulus
menyatakan bahwa hanya ketiga hal itulah yang harusnya
dihasilkan oleh anak-anak terang. Kata “hanya” dalam bahasa
yunaninya adalah πάση yang memang berarti hanya, atau dapat
dikatakan tidak ada buah/hasil lain yang dihasilkan. Dengan
perkataan lain, secara sederhana dapat diibaratkan seperti
sebuah pohon, sebut saja pohon apel maka pohon itu akan
menghasilkan buah apel. Demikianlah halnya dengan anak-anak
terang akan menghasilkan buah terang (kebaikan, keadilan dan
kebenaran).
Beberapa ahli seperti Abineno mengatakan bahwa secara
harfiah bagian ini menjelaskan atau berbunyi “karena buah
terang ialah segala macam kebaikan dan keadilan dan
kebenaran.”15 Di sisi lain, Peter T. O’brien menambahkan15Op. cit, Abineno, hlm 182
14
bahwa ketiga hal yang dimaksudkan adalah karakteristik
supernatural, hasil aktivitas kreatif Allah. Dengan
demikian, hal ini menegaskan bahwa memang ketiga hal
tersebutlah yang harusnya dihasilkan anak-anak terang dalam
hal ini dapat dikatakan manusia baru (4:24). Pada akhirnya
Rasul Paulus menambahkan bahwa sebagai anak-anak terang
harus juga menguji apa yang berkenan kepada Tuhan. Kata
“menguji” dalam bahasa yunaninya adalah δοκιμάζοντες (pres.
act. part. dari kata δοκιμάζω yang berarti to approve after
examination). Dengan demikian hal ini berarti bahwa diluar
ketiga hasil dari buah terang itu, harus terus-menerus
dilakukan pengujian, apakah hal tersebut berkenan kepada
Tuhan. Berdasarkan hal ini, bebarapa ahli seperti John Stott
mengatakan “certainly if they are to live consistently as
‘children of light,’ they will try learn (to test, discern
and approve) what is pleasing to the Lord.”16 Memang seperti
itulah yang seharusnya dilakukan oleh anak-anak terang.
2.2 Menelanjangi perbuatan-perbuatan gelap (ay. 11-14)
Pada bagian ini Rasul Paulus menjelaskan bahwa anak-anak
terang harus menelanjangi perbuatan-perbuatan gelap. Rasul16Op. cit, John Stott, hlm 200
15
Paulus menasihati mereka agar jangan turut mengambil bagian
dalam perbuatan-perbuatan gelap, sebab hal itu tidak
berbuahkan apa-apa. Kata “mengambil bagian” dalam bahasa
yunaninya adalah συγκοινωνειτε (pres. act. imp. dari kata
συγκοινωνέω yang berarti to join in fellowship, to have part
in a thing). Dengan demikian, Rasul Paulus memberikan
perintah untuk tidak bergabung/turut dalam perbuatan-
perbuatan gelap. Beberapa ahli seperti Peter T. O’brien
mengatakan bahwa hidup sebagai anak-anak terang juga berarti
keluar dari partisipasi dalam perbuatan-perbuatan kegelapan
yang tidak berbuahkan apa pun, karena gelap dan terang
sangat berbeda.17
Hal itulah yang membuat Rasul Paulus memerintahkan anak-
anak terang untuk menelanjangi perbuatan-perbuatan
kegelapan. Kata “menelanjangi” dalam bahasa yunaninya adalah
ελέγχετε (pres. act. imp. dari kata ελέγχω yang berarti to
bring to light, to expose, etc.). Dengan demikian, ini
mengarah kepada perintah untuk tidak menyembunyikan
kegelapan tersebut, tetapi sebaliknya membawa kepada terang,
sehingga kegelapan itu akan sirna. William Barclay
mengatakan, selama sesuatu perbuatan dilakukan sembunyi-17Op. cit, Peter, hlm. 452
16
sembunyi, kejahatan itu akan berjalan terus; tetapi jika
dibawa ke dalam terang maka perbuatan jahat itu akan musnah
secara alamiah.18
Rasul Paulus sendiri telah menegaskan bahwa segala
sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang menjadi nampak,
sebab semua yang nampak adalah terang. Dengan perkataan
lain, ini menegaskan bahwa dengan hadirnya terang maka
secara otomatis tidak ada lagi kegelapan. Namun demikian,
hal ini juga memberikan kemungkinan bahwa ketika terang
tidak dihadirkan maka kegelapanlah yang ada. Melalui hal
tersebut telihat bahwa begitu pentingnya “terang” itu, di
mana terang itu sendiri membuat segala sesuatunya nampak.
Kata “nampak” dalam bahasa yunaninya adalah φανερουται
(pres. pass. ind. dari kata φανερόω yang berarti dibuat
terlihat, menjadi jelas/nyata). Dengan demikian, terang
membuat segala sesuatunya menjadi jelas/terlihat. F.F Bruce
mengatakan “that all things are exposed when they are
revealed by the light.”19 Selanjutnya Rasul Paulus mengatakan
“bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara
orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” Kalimat
18Op. cit, William Barclay, hlm. 24819F. F. Bruce, The Epistle to the Collosians, to the Philemon, and to the Ephesians (Michigan: Wm. B. Eerdmans, 1984), 376
17
ini merupakan kutipan yang kemungkinan ditujukan kepada
anak-anak terang, di mana mereka diperintahkan untuk “bangun
dari tidur dan bangkit dari antara orang mati.” Kata
“bangunlah dan bangkitlah” menurut Abineno suatu nyanyian-
baptisan yang terkenal, hal itu terlihat dari cara Rasul
Paulus memakainya, di mana terdiri dari dua baris yang
mengandung nasihat.”20 Di pihak lain, hal ini juga dilihat
sebagai kutipan dari suatu nyanyia rohani yang dinyanyikan
pada hari paskah atau dalam upacara pembaptisan, yang
kemungkinan merupakan ringkasan dari PL (Yes. 60:1).”21
Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa menjadi anak-anak
terang adalah sama halnya bangun dari tidur dan bangkit dari
kematian, di mana Kristuslah cahaya/terangnya.
3. Hidup arif-bijaksana (ay. 15-20)
Pada bagian ini Rasul Paulus kembali mengajak setiap anak-
anak terang untuk memperhatikan cara hidup mereka. Rasul
Paulus menasihatkan mereka agar tidak hidup seperti orang
bebal, tetapi seperti orang arif. Dengan demikian, setiap
anak-anak terang harus sungguh-sungguh mampu memperhatikan
20Op. cit, Abineno, hlm. 18821Op. cit, John Stott, hlm. 195
18
bagaimana hidup arif yang sebenarnya. Kata “memperhatikan”
dalam bahasa yunani adalah βλέπετε (pres. act. inf. yang
berarti to watch, to give heed). Di sisi lain, kata ini
dipadankan dengan kata yang sama pada ay. 2 (lih. hlm. 4), di
mana ini bertujuan untuk menegaskan bahwa di dalam menjalani
kehidupan sebagai anak-anak terang harus sungguh-sungguh
memperhatikannya dengan arif/bijak. John Stott mengatakan “so
as Christians we must treat is as the serious thing it is.”
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk dapat hidup arif-
bijaksana adalah sebagai berikut:
3.1 Membeli waktu (ay. 16-17)
Rasul Paulus kemudian menjelaskan bahwa hal praktis utama
yang harus dimiliki orang arif adalah masalah penggunaan
waktu. Penggunaan waktu menjadi penentu apakah seseorang itu
arif atau sebaliknya. Dengan perkataan lain, hanya orang
ariflah yang mampu menggunakan waktunya dengan baik. Kata
“pergunakanlah” dalam bahasa yunani adalah εξαγοραζόμενοι
(pres. mid. part. dari kata εξαγοράζόμαι yang berarti to buy
up). Hal ini menggambarkan begitu berharganya waktu sehingga
harus “dibeli,” atau dapat dikatakan bahwa waktu itu harus
19
dibayar dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, bahkan
lebih. Waktu harus dibayar/dibeli, karena memang hari-hari
ini adalah jahat. F.F Bruce mengatakan “the statement that
the days are evil may imply that, whatever difficulties lie
in the way of Christian witness now, they will increase as
time goes on.”22 Di pihak lain, ini dilihat sebagi
kontinuitas apokaliptik PL dan Yahudi, di mana Rasul Paulus
membedakan dua zaman, “zaman sekarang” dan “zaman yang akan
datang,” yang adalah waktu keselamatan.”23 Dengan perkataan
lain, pembelian waktu yang dimaksudkan Raul Paulus adalah
dengan melihat waktu sebagai proses/waktu untuk memperoleh
keselamatan.
Berdasarkan hal tersebut Rasul Paulus menasihatkan lebih
tegas lagi agar mereka jangan menjadi bodoh, tetapi berusaha
mengerti kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan yang dimaksudkan
adalah merujuk kepada usaha untuk mengerti/memperoleh waktu
keselamatan itu sendiri. Kata “mengerti” dalam bahasa yunani
adalah συνίετε (pres. act. imp. dari kata συνίημι yang
berarti to understand). Dengan demikian, Rasul Paulus
memerintahkan mereka untuk terus-menerus berusaha mengerti
22Op. cit, F.F Bruce, hlm 37923Op. cit, Peter T. O’brien, hlm 468
20
kehendak Tuhan. Abineno mengatakan Rasul Paulus hendak
mengatakan kepada anggota-anggota jemaat, bahwa mereka harus
terus-menerus (dari saat ke saat atau dari waktu ke waktu)
berusaha untuk mengerti kehendak Allah.
3.2 Hidup dipenuhi Roh (ay. 18-20)
Pada bagian akhir ini Rasul Paulus menyimpulkan bahwa
anak-anak terang harus hidup oleh Roh. Rasul Paulus
menasihatkan mereka untuk tidak mabuk oleh anggur, karena
pada dasarnya anggur menimbulkan hawa nafsu. Kata “mabuk”
dalam bahasa yunani adalah μεθύσκεσθε (pres. mid. imp. dari
kata μεθύσκομαι yang berarti to get drunk, to be drunk).
Dengan demikian, ini merupakan perintah secara kontinuitas
agar setiap anak-anak terang tidak dimabukkan oleh anggur,
melainkan harus dipenuhi oleh Roh. Abineno mengatakan penuh
dengan Roh yang dimaksudkan adalah “penuh dalam Roh” karena
Roh adalah kuasa, sehingga mereka diisi dengan Roh atau
dikuasai Roh itu sendiri.24
Setelah kehidupan anak-anak terang itu dikuasi oleh Roh,
maka Rasul Paulus memerintahkan mereka untuk berkata-kata
dalam mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani dengan24Op. cit, Abineno, hlm. 195
21
ucapan syukur atas segala sesuatu dalam nama Tuhan Yesus
Kristus. Dengan perkataan lain, ini menggambarkan sebuah
persekutuan diantara anak-anak terang yang dipenuhi oleh Roh
itu sendiri. Istilah yang digunakan Rasul Paulus dalam
perintah tersebut dalam bahasa yunani adalah λαλουντες,
ψάλλοντες, ευχαριστουντες yang keseluruhannya adalah dalam
bentuk (pres. act. part).
Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa anak-anak terang
yang hidupnya dikuasai oleh Roh harus terus-menerus berada
dalam persekutuan kepada Tuhan yang dilakukan dengan segenap
hati. John Stott mengatakan bahwa imbauan ini ditujukan
kepada Tuhan, bukan untuk sesama manusia, di mana ungkapan
“dengan segenap hati” merujuk kepada ketulusan. Dengan
perkataan lain, bukan persoalan persekutuan lahiriah
terhadap sesama, tetapi persekutuan pribadi (batin) kepada
Tuhan.
Hal inilah yang menjadi tujuan akhir dari seluruh
kehidupan anak-anak terang yang dikuasai oleh Roh, di mana
mereka selalu berada dalam persekutuan kepada Tuhan dengan
ucapan syukur atas segala sesuatu dalam nama Tuhan Yesus
Kristus kepada Allah Bapa. Kata “segala sesuatu” dalam
22
bahasa yunani adalah πάντοτε, di mana ini berarti always
(selalu dalam suasana bersyukur), ucapan syukur tersebut
adalah dalam nama Tuhan Yesus Kristus kepada Allah Bapa.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
Rasul Paulus memaparkan beberapa hal akan karakteristik yang
harus dimiliki anak-anak terang untuk dapat hidup dalam
terang. karakteristik anak-anak terang yang dimaksudkan adalah
hidup sebagai penurut-penurut Allah yang tercermin melalui
hidup di dalam kasih dan hidup dalam kekududusan. Anak-anak
terang juga harus menghasilkan buah terang dan menelanjangi
perbuatan-perbuatan kegelapan. Dengan demikian, anak-anak
terang juga harua hidup arif-bijaksana dan dipenuhi atau
dikuasai oleh Roh.
23
DAFTAR PUSTAKA
Tenney, Merrill C.
2009. Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas.
Abineno, J. L. Ch.
2009. Surat Efesus. Jakarta: Gunung Mulia.
Stott, John.
1989. The Message of Ephesians. England: IVP.
Barclay, William.24