EFEK VENTILASI
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of EFEK VENTILASI
EFEK VENTILASI
GEDE DILAJAYA ROBIN
dr. I Made Agus Kresna Sucandra,SpAn.KIC
BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2017
3
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
EFEK VENTILASI ............................................................................................ 4
Pola Napas .................................................................................................. 4
Respon Ventilasi Terhadap Karbondioksida ............................................... 5
Stimulasi Pembedahan ................................................................................ 7
Durasi Administrasi .................................................................................... 8
Mekanisme Depresi .................................................................................... 9
Manajemen Depresi Venntilasi ................................................................... 9
Respon Ventilasi Terhadap Hipoksemia ..................................................... 9
Resistensi dan Iritabilitas Jalan Napas ........................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
4
EFEK VENTILASI
Anestesi inhalasi memproduksi efek dose-dependent dan drugspecific pada a) pola
napas, b) respon ventilasi terhadap karbon dioksida, c) respon ventilasi terhadap
hipoksemia arterial dan d) resistensi jalan napas. Pao2 diperkirakan menurun
selama pemberian anestesi inhalasi pada ketidak tersediaan oksigen supplemental.
Penghambat obat vasokonstriksi hipoksia pulmoner sebagai mekanisme
penurunan oksigenasi masih belum dikonfirmasi selama proses ventilasi paru pada
pasien yang menghirup halothane dan isoflurane. Perubahan pada Pao2
intraoperatif dan insiden dari komplikasi postoperatif pulmoner tidak berbeda
pada pasien yang dianastesi dengan halothane, enflurane, atau isoflurane.
Pola Napas
Anestesi inhalasi, kecuali isoflurance, menyebabkan peningkatan
dosedependent dalam frekuensi pernapasan. Isoflurance meningkatkan frekuensi
pernapasan yang mirip dengan anestesi inhalasi lainnya hingga dosis 1 MAC.
Pada konsentrasi 1 MAC, isoflurane tidak menyebabkan peningkatan frekuensi
pernapasan lebih lanjut. Nitrous oxide meningkatkan frekuensi pernapasan lebih
banyak dibandingkan dengan anestesi inhalasi lainnya pada konsentrasi 1 MAC.
Efek dari anestesi inhalasi pada frekuensi pernapasan merefleksikan stimulasi
CNS. Anestesi Volatile menstimulasi saraf kemoreseptor pusat respirasi melalui
aktivasi reseptor THIK-1, dua celah saluran kalium yang berpengaruh
melatarbelakangi arus kalium. Aktifasi reseptor pulmonary stretch oleh anestesi
inhalasi tidak pernah didemonstrasikan. Pengecualian dapat berupa nitrous oxide
yang dalam konsentrasi anestesi 1 MAC dapat menstimulasi reseptor pulmonary
stretch.
Volume tidal yang menurun berhubungan dengan peningkatan anestesi pada
frekuensi pernapasan. Efek bersih dari perubahan ini adalah pola napas yang cepat
dan dangkal selama anestesi umum. Peningkatan frekuensi pernapasan tidak
cukup untuk mengimbangi penurunan volume tidal, menyebabkan penurunan
ventilasi per menit dan peningkatan Paco2. Ada bukti bahwa pada pasien yang
menggunakan isofluran menghasilkan penurunan ventilasi per menit yang lebih
5
besar daripada halotan (Gambar 1). Pola napas selama anestesi umum
dikarakteristikkan sebagai napas yang regular dan berirama yang kontras dengan
pola nafas dalam dan intemiten yang dipisahkan oleh interval yang bervariasi.1
Gambar 1. Ventilasi per menit (VE) dan konsentrasi karbon dioksida
endtidal (PETCO2), sebagaimana diukur pada sukarelawan yang
menghembuskan halotane atau isoflurane dalam oksigen secara
spontan pada konsentrasi 1,2 (rendah) dan 2,0 (tinggi) MAC. (* P<0,05
dibandingkan dengan halotan; +, P<0,05 dibandingkan dengan MAC
rendah).
Respon Ventilasi Terhadap Karbon Dioksida
Anestesi volatil menghasilkan depresi ventilasi yang dose-dependent yang
dikarakteristikkan dengan penurunan respon ventilasi terhadap karbon dioksida
dan peningkatan Paco2 (Gambar 2). Desflurane dan sevoflurane menekan
ventilasi, mengakibatkan penurunan ventilasi yang sangat besar, yang dapat
menyebabkan apnea pada konsentrasi antara 1.5 dan 2.0 MAC. Kedua jenis
anestesi volatil ini dapat meningkatkan Paco2 dan menurunkan respon ventilasi
terhadap karbon dioksida. Penurunan ventilasi yang diakibatkan oleh konsentrasi
anestesi mencapai
6
1.24 MAC desflurane memiliki efek penurunan yang sama dengan isoflurane.
Gambar 2. Anestesi inhalasi menghasilkan peningkatan drug-specific dan
dose-dependent pada Paco2.
Kehadiran penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dapat menonjolkan
besarnya peningkatan pada Paco2 yang dihasilkan oleh anestesi volatil. Nitrous
oxide tidak dapat meningkatkan Paco2, hal ini menunjukkan bahwa penggantian
anestesi ini untuk sebagian anestesi volatil akan menyebabkan kurangnya depresi
ventilasi. Memang, nitrous oxide yang dikombinasikan dengan anestesi volatil
akan menghasilkan lebih sedikit depresi ventilasi dan peningkatan pada Paco2
daripada konsentrasi MAC yang sama dengan obat volatil saja. Efek ventilasi
depressantsparing dari nitrous oxide dapat dideteksi dengan semua anestesi volatil
(Gambar
3).
Meskipun ada efek jinak nitrous oxide pada ventilasi, kemiringan kurva
respon karbon dioksida menurun sama besar dan bergeser ke kanan yang
disebabkan oleh konsentrasi anestesi dari semua anestesi inhalasi (Gambar 4-52)
.1 Konsentrasi Subanestetik (0,1 MAC) dari anestesi inhalasi, bagaimanapun juga,
tidak akan mengubah respons ventilasi terhadap karbon dioksida. Selain nitrous
oxide, stimulasi yang menyakitkan (insisi kulit bedah) dan durasi pemberian obat
mempengaruhi besarnya peningkatan Paco2 yang dihasilkan oleh anestesi volatil.1
7
Gambar 3. Konsentrasi troponin jantung pada empat kelompok pasien sebelum
operasi (baseline), saat kedatangan di unit perawatan intensif (T0), dan setelah 6 (T6), 12 (T12), 24 (T24), dan 48 (T48) jam. Rerata 6 SD. Kenaikan sementara
konsentrasi troponin I diamati pada semua kelompok. Peningkatan pada kelompok SEVO (sevoflurane) secara signifikan kurang dari pada kelompok
propofol.
Gambar 4. Semua anestesi inhalasi menghasilkan penurunan dosedependent
yang mirip pada respon ventilasi terhadap karbon dioksida
Stimulasi Pembedahan
Stimulasi bedah meningkatkan ventilasi per menit sekitar 40% karena
kenaikan volume tidal dan frekuensi pernapasan. Namun, Paco2 berkurang hanya
8
sekitar 10% (4 sampai 6 mmHg), meskipun terjadi peningkatan ventilasi per menit
yang lebih besar (Gambar 4 53). Alasan perbedaan ini diperkirakan merupakan
peningkatan produksi karbon dioksida akibat aktivasi dari sistem saraf simpatik
sebagai respons terhadap stimulasi bedah yang menyakitkan. Peningkatan
produksi karbon dioksida diperkirakan akan mengimbangi dampak peningkatan
ventilasi per menit pada Paco2.1
Gambar 5. Dampak stimulasi
pembedahan pada Paco2 dalam
kondisi istirahat (mmHg)
selama pemberian isofluran
atau halotan.
Durasi Administrasi
Setelah sekitar 5 jam pemberian, peningkatan Paco2 dihasilkan oleh
pernapasan spontan anestesi volatil kurang dari yang ada selama pemberian
konsentrasi yang sama selama 1 jam (Tabel 4-8). Demikian juga, kemiringan dan
posisi kurva respon karbon dioksida kembali ke normal setelah sekitar 5 jam
pemberian anestesi volatil. Alasan untuk pemulihan yang nyata dari efek depresan
ventilasi yang diakibatkan anestesi volatil dengan waktu yang masih tidak
diketahui.1
Tabel 1. Bukti Recovery Efek Depresan Ventilasi Anestesi Volatile
Enflurane (mmHg) (mmHg)
1 MAC 61 46
2 MAC Apnea 67
Pco2 Arteri
Administrasi 1 jam Administrasi 5 jam
9
Mekanisme Depresi
Depresi ventilasi akibat anestesi yang ditunjukkan dengan kenaikan di Paco2
kemungkinan besar mencerminkan efek langsung depresan dari obat ini di pusat
ventilasi meduler. Mekanisme tambahan kemungkinan merupakan kemampuan
dari halothane dan kemungkinan anestesi inhalasi lainnya untuk secara selektif
mengganggu fungsi otot interkostal, yang berkontribusi pada hilangnya stabilisasi
dinding dada selama pernapasan spontan. Hilangnya stabilisasi dinding dada ini
dapat mengganggu ekspansi dada sebagai respons terhadap rangsangan kimia dari
ventilasi yang biasanya dihasilkan oleh peningkatan pada Paco2 atau hipoksemia
arteri. Selanjutnya, hilangnya stabilisasi dinding dada ini berarti terjadi penurunan
diafragma yang cenderung menyebabkan dada merosot (kolaps) ke dalam selama
inspirasi, yang akan berkontribusi pada penurunan volume paru-paru, terutama
FRC. Dengan demikian, kemungkinan depresi akibat halothane yang disebabkan
oleh ventilasi mempengaruhi efek obat baik sentral dan perifer. Depresi ventilasi
yang terkait dengan sevoflurane dapat diakibatkan dari kombinasi depresi sentral
neuron inspirasi meduler dan depresi fungsi diafragma dan kontraktilitas.1
Manajemen Depresi Ventilasi
Efek depresan ventilasi yang dapat diprediksi dari anestesi volatil paling
sering ditangani oleh institusi ventilasi mekanis (terkontrol) pada paru-paru
pasien. Dalam hal ini, efek depresan ventilasi yang melekat pada anestesi volatil
memudahkan inisiasi ventilasi terkontrol.1
Respon Ventilasi Terhadap Hipoksemia
Semua anestesi inhalasi, termasuk nitrous oxide, sangat menekan respons
ventilasi terhadap hipoksemia yang biasanya dimediasi oleh tubuh karotid.
Sebagai contoh, 0.1 MAC menghasilkan depresi 50% sampai 70%, dan 1.1 MAC
menghasilkan depresi 100% dari respons ini. Perbedaan ini terjadi dengan tidak
adanya depresi respons ventilasi yang signifikan terhadap karbon dioksida selama
pemberian 0,1 MAC anestesi volatil. Anestesi inhalasi juga mengurangi efek
sinergis dari hipoksemia arteri dan hiperkapnia pada stimulasi ventilasi.
Penurunan yang diinduksi Sevoflurane dalam respons hipoksia tidak berbeda pada
pria dan wanita yang dimana dibandingkan dengan morfin yang menghasilkan
10
respons depresi ventilasi lebih tinggi terhadap hipoksia pada wanita. Sevoflurane
berguna selama operasi toraks karena dia adalah bronkodilator yang manjur,
kelarutan gas darahnya yang rendah memungkinkan penyesuaian kedalaman
anestesi yang cepat, dan efek pada vasokonstriksi paru hipoksia yang sangat
kecil.1
Resistensi dan Iritabilitas Jalan Napas
Faktor risiko terjadinya bronkospasme selama anestesi meliputi usia muda
(10 tahun), infeksi saluran pernapasan perioperatif, intubasi endotrakeal, dan
adanya PPOK. Meskipun demikian, isofluran dan sevofluran menghasilkan
bronkodilatasi pada pasien PPOK (Gambar 6). Sevoflurane menyebabkan
bronkodilatasi moderat yang tidak diamati pada pasien yang menerima desflurane
atau thiopental (Gambar 7). Bronkokonstriksi yang dihasilkan oleh desflurane
kemungkinan besar terjadi pada pasien yang merokok (Gambar 8). Pemberian
fentanil 1 mg / kg IV atau morfin 100 mg / kg IV sebelum induksi inhalasi dengan
desfluran dan nitrous oxide secara signifikan menurunkan iritabilitas jalan napas
yang terkait dengan desflurane. Setelah intubasi trakea pada pasien tanpa asma,
sevoflurane menurunkan resistensi jalan napas sama banyak atau lebih
dibandingkan isoflurane (Gambar 9). Sevoflurane dan desflurane telah diberikan
tanpa bukti terjadinya bronkospasme pada pasien asma bronkial. Penilaian respon
batuk terhadap stimulasi trakea oleh inflasi manset tabung endotrakeal adalah
ukuran reaktivitas jalan napas atas yang andal dan bermakna secara klinis. Pada 1
MAC, sevoflurane lebih unggul dari desflurane dalam menekan respons moderat
dan berat terhadap stimulus ini (Gambar 10). Namun, efek iritan desflurane
dianggap sebagai akibat stimulasi reseptor TRPA1 di jalan napas. Administrasi
desflurane, 1,8% sampai 5,4%, tidak menghasilkan sekresi, batuk, atau menahan
nafas pada manusia. Meskipun kurangnya efek iritasi sevofluran pada jalan napas,
ada bukti bahwa paparan sevoflurane pada absorben karbon dioksida kering,
terutama yang mengandung kalium hidroksida, yang dapat menyebabkan produksi
gas beracun dan jika menghirup produk ini akan menyebabkan iritasi jalan nafas
dan gangguan pertukaran gas. Iritasi jalan napas ini mungkin disebabkan oleh
formaldehid yang dihasilkan dalam konsentrasi isomolar dengan metanol.
Senyawa A bukanlah senyawa yang mengiritasi jalan napas. Dengan tidak adanya
11
bronkokonstriksi, efek bronkodilatasi dari anestesi volatil sulit ditunjukkan,
karena nada bronkomotor yang rendah dan hanya sedikit relaksasi tambahan yang
mungkin terjadi. Seperti anestesi inhalasi lainnya, nitrous oxide juga menurunkan
FRC; hal ini dapat disebabkan nitrous oxide yang juga mempengaruhi rigiditas
otot rangka.1
Gambar 6. Perubahan persentase (rerata 6 SD) pada resistansi sistem
pernapasan (Rmin, rs) setelah 5 dan 10 menit pemeliharaan anestesi dengan
thiopental (TPS), 1.1 MAC isoflurane (ISO) atau 1.1 MAC sevoflurane
(SEVO) diberikan pada pasien dengan penyakit penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK)
Gambar 7. Perubahan resistensi sistem pernapasan sebagai persentase dari
garis dasar thiopental dicatat setelah intubasi trakea tapi sebelum penambahan
sevofluran atau desfluran ke gas yang dihirup atau memulai infus thiopental.
Respon resistansi jalan nafas terhadap sevofluran berbeda signifikan dengan
desflurane dan thiopental. * P<0.05
12
Gambar 8. Resistensi sistem pernafasan selama 10 menit setelah thiopental
(baseline) berdasarkan status merokok saat ini. Pemberian desflurane kepada
pasien yang perokok dikaitkan dengan bronkokonstriksi yang signifikan
dibandingkan dengan orang yang bukan perokok yang menerima desflurane.
Gambar 9. Resistensi sistem pernapasan menurun dengan adanya 1,1 MAC
isoflurane, halotan, atau sevofluran, sedangkan tidak terjadi perubahan pada
pasien yang mendapat thiopental 0,25 mg / kg / menit ditambah 50% nitrous
oxide.
13
Gambar 10. Respon terhadap inflasi tabung trakea selama 1 anestesi MAC
dengan sevoflurane atau desfluran.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Flood P, Shafer S. Inhaled Anesthetics. S T O E LT I N G ’ S Pharmacology
and Physiology in Anesthetic Practice. Fifth. United States of America:
Wolters Kluwer Health; 2015. hal. 131–4.