Dela Adinda Novia Sari - Universitas Brawijaya

87
i

Transcript of Dela Adinda Novia Sari - Universitas Brawijaya

i

ii

iii

RIWAYAT HIDUP

Dela Adinda Novia Sari, dilahirkan di Malang pada tanggal

12 November 1996. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga

bersaudara dari pasangan Ayahanda Suhadi dan Ibunda Siti

Mariam. Penulis memiliki kakak pertama yang bernama Alfan

Hadi Permana serta kakak kedua yang bernama Dita Putri

Kurniasari. Penulis memulai pendidikan pada tahun 2002-

2008 di Sekolah Dasar Negeri Tlekung 02 Kota Batu. Pada

tahun 2008-2011, penulis melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu Sekolah

Menengah Pertama Negeri 01 Kota Batu. Pada tahun 2011-2014, penulis

melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu sekolah Menengah Atas Negeri 01 Kota

Batu. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan ke tahap yang lebih

tinggi yaitu Program Sarjana di Universitas Brawijaya Malang melalui jalur

SNMPTN di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Selama perkuliahan, penulis aktif

di beberapa organisasi kampus. Pada tahun pertama (2015), penulis aktif

sebagai Staf Muda Agritech Research and Study Club (ARSC) dan Staf Magang

Agritechno Bussines Centre (ABC). Pada tahun kedua (2016), penulis aktif

sebagai Sekretaris Umum dari Agritechno Bussines Centre (ABC) dan pada

tahun ketiga (2017) sebagai Bendahara I Unit Usaha Agritechno Bussines Centre

(ABC). Sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana, penulis menyusun Tugas

Akhir ini dengan judul “Optimasi Ekstraksi Xanton Dan Antosianin Dari Kulit

Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode Ultrasonic Bath Extraction

(Kajian Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan)”.

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Dela Adinda Novia Sari

NIM : 145100101111065

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Judul Tugas Akhir : Optimasi Ekstraksi Xanton Dan Antosianin Dari Kulit

Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode

Ultrasonic Bath Extraction (Kajian Konsentrasi Etanol dan

Perbandingan Pelarut:Bahan)

Menyatakan bahwa,

Tugas akhir dengan judul di atas merupakan karya dari penulis tersebut. Apabila

dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, saya bersedia dituntut sesuai

hukum yang berlaku.

Malang, 10 Oktober 2018

Pembuat pernyataan,

Dela Adinda N.S. NIM. 145100101111065

v

Have faith in your journey.

Everything had to happen exactly as it did to get you where

you’re going next!

-Mandy Hale-

ALHAMDULILLAH YA ALLAH...

TERIMAKASIH BANYAK ATAS NIKMAT DAN KARUNIAMU...

Segala puji dan syukur atas kelancaran dan hambatan selama

menyelesaikan tugas akhir ini.

Karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tua, kedua

kakak saya serta orang-orang tercinta di sekelilingku....

vi

DELA ADINDA NOVIA S.. 145100101111065. Optimasi Ekstraksi Xanton dan

Antosianin dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode

Ultrasonic Bath Extraction (Kajian Konsentrasi Etanol dan Perbandingan

Pelarut:Bahan). Pembimbing: Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP, M.P dan Jaya

Mahar Maligan, S.TP, M.P

RINGKASAN

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah eksotis Indonesia yang tersusun atas komponen kulit 70-75%, daging buah 10-15% dan biji 15-20%. Kulit manggis tersusun atas berbagai macam komponen bioaktif, diantaranya adalah antosianin, xanton, polifenol, tanin, dan senyawa asam fenolat. Xanton dan antosianin dikenal memiliki kemampuan antioksidan yang kuat. Xanton dan antosianin biasa diperoleh dari kulit manggis dengan melakukan proses ekstraksi secara konvensional, diantaranya adalah dengan cara maserasi, sokhletasi dan perkolasi. Ketiga metode tersebut memiliki kelemahan pada keefektifan waktu dan suhu. Oleh karena itu, diperlukan metode ekstraksi yang lebih cepat salah satunya dengan ultrasonic bath extraction. Ekstraksi dengan menggunakan metode ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu waktu yang dibutuhkan lebih cepat, tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur kimia, partikel dan senyawa yang terkandung di dalamnya, mempermudah transfer masa, distrupsi sel serta meningkatkan efek penetrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal konsentrasi etanoldan perbandingan pelarut:bahan yang sesuai pada proses ekstraksi kulit manggis terhadap kadar xanton dan total antosianin yang terbaik. Selain itu juga untuk mengetahui karakteristik (aktivitas antioksidan IC50) dari ekstrak kulit manggis hasil optimasi dengan menggunakan metode ultrasonic bath extraction. Penelitian ini menggunakan software Design Expert 7.1.5 dengan metode Response Surface Methodology dan rancangan Central Composite Design. Dua faktor yang digunakan yaitu konsentrasi etanol (70%, 80% dan 90%) dan perbandingan pelarut:bahan (10:1, 15:1 dan 20:1). Respon yang diamati yaitu kadar xanton dan total antosianin. Setelah diketahui kondisi optimum ekstraksi, selanjutnya dilakukan verifikasi dan dilakukan pengujian aktivitas antioksidan IC50. Hasil penelitian diperoleh bahwa kondisi optimum ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode ultrasonic bath extraction adalah dengan konsentrasi etanol 90% dan perbandingan pelarut:bahan (v/b) 14,84:1 mL/g yakni menghasilkan kadar xanton 3.41±0.02 mg/100g dan total antosianin 22.74±0.58 mg/100g. Persamaan yang didapatkan untuk kadar xanton yaitu Y1 = - 4,73371 + 0,086563X1 + 0,16159X2 -1,02500E-003X1X2 – 3,87875E-00 X1

2 - 2,61150E-003X2

2.. Semantara, persamaan untuk total antosianin yaitu Y1 = -167,00901 + 3,87352 X1 + 1,12998X2 + 0,010400X1X2 – 0,021715X1

2 - 0,055060X2

2. Nilai hasil aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit manggis hasil optimasi adalah 13,17 ppm yang berarti bahwa ekstrak kulit manggis memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.

Kata Kunci: antosianin, ekstrak kulit manggis, ultrasonic bath extraction, xanton

vii

DELA ADINDA NOVIA S.. 145100101111065. Optimization of Xanthone and

Anthocyanin Extraction from Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Rind

using Ultrasonic Bath Method (Study on Ethanol Concentration and Solvent

to Mangosteen Rind Ratio). Supervisor: Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP, M.P

and Jaya Mahar Maligan, S.TP, M.P

SUMMARY

Mangosteen is one of exotic fruit from Indonesia that consist of rind 70-75%, pulp 10-15% and seed 15-20%.Mangosteen rind contains bioactive compounds, such as anthocyanin, xanthone, polyphenol and phenolic acid. Xanthone and anthocyanin have highly antioxidant activity. Xanthone and anthocyanin ordinary obtained from mangosteen rind by doing conventional extraction such as maceration, soxhlet and percolation. These three method is having of the weakness to effectiveness of time and temperature. Therefor, one of potential methods to improve extraction process is ultrasonic bath extraction. Extraction by using this method has several excellence, which is more quickly, not cause significant changes in the chemical structure, particles and compound contained in it, simplify mass transfer, distrupsi cells and increasing the effect of penetration. The aim of the research was to know the optimal condition of the ethanol to water ratio and solvent to solid ratio on the process of extracting the mangosteen rind against the best xanthone levels and total anthocyanin. It’s also determine characteristics (antioxidant activity IC50) of the extracts that has optimize by using ultrasonic bath extraction. This research using Design Expert 7.1.5 software with Response Surface Methodology (RSM) and Central Composite Design (CCD). Factor that used in this method is ethanol concentration (70%, 80% and 90%) and solvent to solid ratio (10:1, 15:1 and 20:1). Response that observe was xanthone level and total anthocyanin. After finding out the optimum condition, then do verification and antioxidant activity IC50 testing. The optimum condition result of mangosteen rind extraction using ultrasonic bath extraction is ethanol concentratiom 90% and solvent to solid ratio (v/b) 14,84:1 mL/). The result is 0,341±0.02 mg/100g of xanthone level and 22.74±0.58 mg/100g of total anthocyanin. The equation for xanton level is Y1 = - 4,73371 + 0,086563X1 + 0,16159X2 -1,02500E-003X1X2 – 3,87875E-00 X1

2 - 2,61150E-003X2

2. While, the equation for total anthocyanin is Y1 = -167,00901 + 3,87352 X1 + 1,12998X2 + 0,010400X1X2 – 0,021715X1

2 - 0,055060X22.

Antioxidant activity (IC50) of mangosteen rind extract is 13,17 ppm, which means the extract have high antioxidant activity. Keywords:anthocyanin, mangosteen rind extract, ultrasonic bath extraction,

xanthone

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi

dengan judul “Optimasi Ekstraksi Xanton dan Antosianin dari Kulit Manggis

(Garcinia mangostana L.) dengan Metode Ultrasonic Bath Extraction (Kajian

Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan)”. Adapun maksud dari

penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat guna menyelesaikan

Program Studi Strata Satu (S1) pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, sehingga

dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit bantuan, petunjuk, saran-saran maupun

arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati dan rasa

hormat penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan, doa dan

motivasi yang membangun semangat penulis dalam menyelesaikan laporan

tugas akhir ini.

2. Kedua kakak tercinta yang selalu memberi support dalam bentuk moral

maupun materi secara nyata dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP, M.P dan Bapak Jaya Mahar Maligan, S.TP,

M.P selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,

ilmu dan pengetahuan selama proses penyusunan dan penyelesaian tugas

akhir.

4. Teman-teman khususnya Deayu, Tutus, Arum, Aca untuk dukungan,

masukan, kebersamaan dan dorongan dalam menyelesaikan tugas akhir.

5. Teman-teman Jurusan THP 2014 yang telah memberikan bantuan, dan

spiritnya kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Universitas

Brawijaya.

6. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

Penulis menyadari laporan tugas akhir ini jauh dari sempurna. Semoga

tugas akhir ini bermanfaat dan memberikan informasi bagi pembaca.

Malang, September 2018 Penulis

Dela Adinda N.S.

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iii

RINGKASAN ...................................................................................................... vi

SUMMARY ........................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan ......................................................................................................... 3

1.4 Manfaat ...................................................................................................... 3

II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4

2.1 Buah Manggis ............................................................................................. 4

2.1.1 Kulit Manggis ......................................................................................... 6

2.2 Xanton ........................................................................................................ 8

2.2.1 Aktivitas Antioksidan Xanton ......................................................... 11

2.2.2 Aktivitas Antikanker dari Xanton ................................................... 11

2.2.3 Aktivitas Antiinflamasi dari Xanton ................................................ 12

2.3 Antosianin ................................................................................................. 12

2.4 Antioksidan ............................................................................................... 14

2.4.1 Sumber Antioksidan ..................................................................... 15

2.4.2 Mekanisme kerja Antioksidan ....................................................... 16

2.4.3 Pengujian Aktivitas Antioksidan .................................................... 17

2.5 Ekstraksi ................................................................................................... 18

2.6 Metode Ekstraksi ...................................................................................... 19

2.7 Pelarut Pengekstrak ................................................................................. 21

2.7.1 Etanol ........................................................................................... 21

2.8 Ekstraksi Metode Ultrasonic-bath Extraction ............................................. 23

x

2.8.1 Gelombang Ultrasonik .................................................................. 23

2.8.2 Mekanisme Ultrasonic-bath Extraction .......................................... 25

2.8.3 Keunggulan Penggunaan Gelombang Ultrasonik ......................... 26

III METODE PENELITIAN ................................................................................. 28

3.1 Tempat dan Waktu ................................................................................... 28

3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................... 28

3.2.1 Alat ............................................................................................... 28

3.2.2 Bahan ........................................................................................... 28

3.3 Metode Penelitian ..................................................................................... 29

3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 30

3.4.1 Pembuatan Bubuk Kulit Manggis (Modifikasi Sholihah, 2016) ...... 30

3.4.2 Optimasi Ekstraksi Kulit Buah Manggis dengan Metode Ultrasonic-

bath (Modifikasi Sholihah, 2016) ................................................................. 32

3.5 Pengamatan dan Analisis ......................................................................... 34

3.5.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku ......................................... 34

3.6 Analisis Data ............................................................................................. 34

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 36

4.1 Karakteristik Kimia Bahan Baku ................................................................. 36

4.2 Proses Ekstraksi Ultrasonik Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn.) ........................................................................................................ 38

4.3 Hasil Optimasi Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan terhadap Kadar Xanton dan Total Antosianin............................................ 40

4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon Kadar Xanton ...................................... 42

4.5 Hasil Analisis Permukaan Respon Total Antosianin ................................... 51

4.6 Penentuan Titik Optimum Kadar Xanton dan Total Antosianin ................... 61

4.7 Verifikasi Hasil Optimum Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan terhadap Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin ....... 63

4.8 Analisis Aktivitas Antioksidan (IC50) Ekstrak Kulit Buah Manggis ............... 64

V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 67

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 67

5.2 Saran ......................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68

LAMPIRAN ........................................................................................................ 74

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi buah manggis per 100 gram ................................... 5 Tabel 2.2 Komposisi Kulit Manggis (Garcinia mangostana) ................................. 6 Tabel 2.3 Kandungan Kulit Buah Manggis ........................................................... 7 Tabel 2.4 Perubahan pH dan Warna Antosianin ................................................ 14 Tabel 2.5 Kategori Nilai IC50 ............................................................................. 17 Tabel 2.6 Karakteristik Etanol ............................................................................ 22 Tabel 3.1 Input numeric factors (Perbandingan pelarut:bahan dan konsentrasi

etanol) ............................................................................................. 29 Tabel 3.2 Input responses (Kadar Xanton dan Total Antosianin) ....................... 29 Tabel 3.3 Kombinasi Perlakuan ......................................................................... 30 Tabel 4.1 Analisis Kadar Air (bb) Kulit Buah Manggis ........................................ 36 Tabel 4.2 Hasil Analisis Karakteristik Kimia Kulit Manggis Segar dan Bubuk Kulit

Manggis ........................................................................................... 37 Tabel 4.4 Data Hasil Analisis Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin ........ 41 Tabel 4. 5 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat dari

Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) Respon Kadar Xanton ............................................................................................. 42

Tabel 4.6 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan (Lack of Fit) Respon Kadar Xanton ......................... 43

Tabel 4.7 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Kadar Xanton ..................................................................... 44

Tabel 4. 8 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada Respon Kadar Xanton Model Kuadratik ......................................................................................... 45

Tabel 4.9 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat dari Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) Respon Total Antosianin ........................................................................................ 52

Tabel 4.10 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan (Lack of Fit) Respon Total Antosianin...................... 53

Tabel 4.11 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Total Antosianin .................................................................. 54

Tabel 4.12 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada Respon Total Antosianin Model Kuadratik ......................................................................................... 55

Tabel 4.13 Kriteria Variabel dan Respon yang Diinginkan ................................. 62 Tabel 4.14 Solusi Titik Optimum Ekstraksi terhadap Kadar Xanton dan Total

Antosianin ........................................................................................ 62 Tabel 4.15 Point Prediction Hasil Optimum Konsentrasi Etanol dan Perbandingan

Pelarut:Bahan .................................................................................. 63 Tabel 4.16 Point Prediction Hasil Optimum Respon Kadar Xanton dan Total

Antosianin ........................................................................................ 63 Tabel 4.17 Hasil Verifikasi Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin dari

Ekstrak Kulit Manggis ...................................................................... 64 Tabel 4. 18 Hasil pengukuran IC50 ekstrak kulit buah manggis ......................... 65

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Manggis ........................................................................... 5 Gambar 2.2 Buah Manggis .................................................................................. 5 Gambar 2.3 Kulit Buah Manggis .......................................................................... 7 Gambar 2.4 Struktur kimia dari xanton ................................................................ 9 Gambar 2.5 Struktur kimia turunan xanton......................................................... 10 Gambar 2.6 Struktur molekul antosianin ............................................................ 12 Gambar 2.7 Struktur Kimia Etanol ..................................................................... 22 Gambar 2.8 Fenomena kavitasi ......................................................................... 24 Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Manggis ............................... 31 Gambar 3.2 Diagram Alir Ekstraksi Bubuk Kulit Manggis ................................... 33 Gambar 4.1 Grafik Kontur Plot Respon Kadar Xanton ....................................... 49 Gambar 4.2 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Kadar Xanton .......................... 49 Gambar 4.3 Kurva Normal Plot of Residual terhadap Respon Kadar Xanton ..... 50 Gambar 4.4 Kurva Normalitas Kadar Xanton dengan Kolmogrov-Smirnov ........ 51 Gambar 4.5 Grafik Kontur Plot Respon Total Antosianin ................................... 59 Gambar 4.6 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Total Antosianin ...................... 60 Gambar 4.7 Kurva Normal Plot of Residual terhadap Respon Total Antosianin . 60 Gambar 4.8 Kurva Normalitas Total Antosianin dengan Metode Kolmogrov-

Smirnov ......................................................................................... 61

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis ........................................................................... 74 Lampiran 2. Hasil Penelitian .............................................................................. 79 Lampiran 3. Hasil Analisis Data dengan RSM (Design Expert 7.1.5) ................. 81 Lampiran 4 Hasil Verifikasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak ...................... 91 Lampiran 5. Hasil Uji Paired T Bahan Baku ....................................................... 93 Lampiran 6. Hasil Paired T Verifikasi Data Titik Optimal .................................... 95 Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 96

i

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah tropis dari

famili Guttiferae dan seringkali dijuluki sebagai “The queen of fruit”. Buah ini

memiliki warna kulit ungu tua sampai merah keunguan dengan bagian daging

buah berwarna putih, lembut, juicy, rasa yang manis sedikit asam dan aroma

yang menyenangkan. Berdasarkan penelitian Iswari dan Sudaryono (2007),

komponen buah manggis yang paling terbesar adalah bagian kulitnya yakni 70-

75% (bagian kulit luar dan dalam), sedangkan daging buahnya 10-15% dan

bijinya 15-20%.

Bagian kulit manggis diketahui memiliki senyawa bioaktif yang cukup

besar, diantaranya adalah antosianin, xanton, polifenol, tanin, dan senyawa

asam fenolat. Antosianin merupakan salah satu golongan senyawa flavonoid

yang memiliki sifat antioksidan yang tinggi karena antosianin berperan sebagai

pendonor elektron serta memiliki kemampuan untuk mengikat ion logam (Rice et

al., 1997). Xanton diketahui memiliki potensi dalam menghambat proses

karsinogenesis dan memiliki kemampuan untuk menghambat molekul target sel

tumor seperti kinase, siklooksigenase, ribonukleotida reduktase dan DNA

polymerase (Shan et al., 2011). Selain itu, xanton diketahui juga memiliki

aktivitas antioksidan tinggi, antikanker, anti tumor, anti-aging serta anti infalamsi.

Untuk memperoleh senyawa bioaktif dari suatu bahan, diperlukan proses

ekstraksi.

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun

cair dengan menggunakan pelarut tertentu. Metode ekstraksi konvensional yang

biasa digunakan, diantaranya adalah maserasi, soxhletasi dan perkolasi. Salah

satu metode ekstraksi yang memiliki tingkat efisiensi tinggi adalah ekstraksi

dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Keuntungan utama ekstraksi

gelombang ultrasonik adalah efisiensi lebih besar, waktu operasi lebih singkat

dan biasanya laju perpindahan masa lebih cepat apabila dibandingkan dengan

ekstraksi konvensional (Garcia and Bridle, 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pada proses ekstraksi diantanya

adalah konsentrasi pelarut, suhu ekstraksi, perbandingan bahan:pelarut, ukuran

bahan, lama ekstraksi dan jenis pelarut (Gao and Mazza, 1996). Perbandingan

2

pelarut:bahan akan berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Semakin

besar perbandingan pelarut:bahan, maka rendemen akan semakin meningkat.

Hal ini disebabkan karena kontak antara matriks bahan dan pelarut akan

semakin besar ketika volume yang lebih besar digunakan, sehingga

memudahkan pelarut untuk melakukan penetrasi ke dalam matriks bahan dan

melarutkan senyawa target (Cheok et al., 2013).

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu etanol dengan

beberapa konsentrasi. Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol memiliki

sifat yang universal, dimana pelarut ini dapat melarutkan metabolit-metabolit

sekunder di dalam tumbuhan. Selain itu, pemilihan konsentrasi etanol juga

disesuaikan dengan sifat senyawa yang akan diekstrak. Xanton merupakan

metabolit sekunder yang memiliki sifat cenderung larut dalam lemak dan dapat

diekstraksi dengan menggunakan pelarut alkohol (Yoswathana, 2013).

Sementara antosianin dapat diekstrak dengan pelarut agak polar dan jenis

pelarut yang digunakan mempunyai kesesuaian kelarutan dengan antosianin,

baik dari segi polaritasnya maupun tingkat kelarutannya dalam air atau dapat

bercampur dengan air dalam berbagai proporsi (Sari dkk., 2005). Dalam

penelitian ini, diharapkan proses ekstraksi dapat mengisolasi kedua komponen

tersebut secara bersamaan sehingga digunakan etanol gengan beberapa

konsentrasi. Penelitian yang dilakukan oleh Yoswathana (2013), menyebutkan

bahwa kondisi optimum proses ekstraksi xanton dari kulit buah manggis dengan

menggunakan teknik ultrasonik adalah pada suhu 33°C, amplitudo 75% dan

konsentrasi etanol 80% selama 60 menit dengan hasil xanton sebesar 0,1760

mg/g kulit manggis kering.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui kondisi optimum parameter yang mempengaruhi proses ekstraksi

xanton dan antosianin menggunakan metode ultrasonic bath. Salah satu metode

optimasi yang dapat digunakan adalah metode RSM (Response Surface

Methodology). Proses optimasi ekstraksi xanton dan antosianin dengan

menggunakan metode permukaan respons perlu dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan hasil yang optimal. Selanjutnya dilakukan validasi pada kondisi

optimum yang telah diperoleh. Faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu

perbandingan pelarut:bahan dengan batasan 10:1 v/b dan 20:1 v/b dan

konsentrasi etanol dengan batasan 70% dan 90%.

3

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, didapatkan perumusan

masalah pada penelitian ini yaitu:

1.2.1 Bagaimana kondisi optimal konsentrasi etanol dan perbandingan

pelarut:bahan yang sesuai pada ekstraksi kulit manggis dengan

metode ultrasonic bath extraction untuk menghasilkan kadar xanton

dan total antosianin yang terbaik?

1.2.2 Bagaimana aktivitas antioksidan IC50 ekstrak kulit manggis dari hasil

optimasi ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode

ultrasonic bath extraction?

1.3 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:

1.3.1 Mengetahui optimasi konsentrasi etanol dan perbandingan

pelarut:bahan yang sesuai pada proses ekstraksi kulit manggis

terhadap kadar xanton dan total antosianin yang terbaik

1.3.2 Mengetahui aktivitas antioksidan IC50 ekstrak kulit manggis dari hasil

optimasi ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode

ultrasonic bath extraction

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat:

1.4.1 Dijadikan referensi penggunaan konsentrasi etanol dan perbandingan

pelarut:bahan pada proses ekstraksi xanton dan antosianin dari kulit

manggis

1.4.2 Dijadikan dasar atau pelengkap informasi terhadap penelitian lainnya

1.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini yaitu:

1.5.1 Diduga proses ekstraksi kulit manggis dengan konsentrasi etanol dan

perbandingan pelarut:bahan menggunakan metode ultrasonic bath

extraction dapat menghasilkan kadar xanton dan total antosianin yang

optimal

1.5.2 Diduga proses ekstraksi kulit manggis dengan metode ultrasonic bath

extraction berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan IC50 ekstrak kulit

manggis.

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Manggis

Buah manggis merupakan tanaman buah yang berasal dari hutan tropis

teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia.

Menurut Winarno (2000), terdapat kurang lebih empat marga dari 4 suku buah-

buahan asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki

keanekaragaman jenis yang tinggi, salah satunya yaitu Clusiaceae (marga

Garcinia). Empat jenis komoditas dari keempat marga tersebut telah ditetapkan

sebagai “buah unggulan nasional”, masing-masing adalah buah mangga,

manggis, rambutan dan durian.

Taksonomi tanaman manggis dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(Prihatman, 2000):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Guttiferanales

Famili : Guttiferae

Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L.

Tanaman manggis memiliki adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis

tanah, akan tetapi untuk pertumbuhan yang baik tanaman manggis menghendaki

tanah dengan tekstur liat berpasir dan berstruktur. Tanaman yang memiliki

kekerabatan dengan kandis ini dapat mencapai ketinggian 25 m dengan

diameter batang mencapai 45 cm. Pohon manggis dapat tumbuh pada

ketinggian 0-600 mdpl, suhu udara rata-rata 20-30°C serta derajat keasaman

yang dikehendaki yaitu 5-7 (sedikit asam sampai netral). Curah hujan yang

sesuai untuk pertumbuhan manggis berkisar antara 1500-300 mm/tahun yang

merata sepanjang tahun (Mardiana, 2012).

Pohon manggis memiliki cabang yang teratur, berkulit coklat dan

bergetah. Buahnya memiliki bentuk yang khas yaitu berbentuk bulat dan

berjuring (bercupat) dengan warna merah keunguan ketika matang. Buah

5

manggis memiliki beberapa ruang atau segmen dengan satu biji pada setiap

segmennya, akan tetapi yang dapat menjadi biji sempurna hanya 1-3 biji. Setiap

biji diselubungi oleh selaput berwarna putih bersih, halus yang disertai rasa

segar. Secara organoleptik, rasa buah manggis cenderung seragam yaitu manis,

asam dan sedikit sepat (Mardiana, 2012). Bentuk tanaman dan buah manggis

dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2

Gambar 2.1 Tanaman Manggis (Mardiana, 2012)

Gambar 2. 2 Buah Manggis (Mardiana, 2012)

Buah manggis terdiri atas beberapa bagian, diantaranya adalah tangkai

atau mahkota, perikarp, daging buah dan biji. Komponen terbesar dalam buah

manggis adalah air, yaitu 83%. Komponen protein dan lemak yang terdapat

dalam buah manggis sangat sedikit, tidak mengandung vitamin A, namun

menganding vitamin B1 dan vitamin C. Kandungan nutrisi buah manggis dapat

dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi buah manggis per 100 gram

Kandungan Satuan Kadar

Kalori Kkal 63,00 Karbohidrat G 15,60

Lemak G 0,60 Protein G 0,60 Kalsium Mg 8,00

Vitamin C1 Mg 2,00 Vitamin B1 Mg 0,03

Fosfor Mg 12,00 Zat Besi Mg 0,80

6

Sumber: Hasyim dan Iswari (2012)

Secara tradisional, buah manggis digunakan sebagai obat sariawan,

tjwasir dan luka. Sementara batang pohonnya digunakan sebagai bahan

bangunan, kayu bakar dan kerajinan. Kulit manggis dapat dimanfaatkan sebagai

zat pewarna alami yang aman untuk makanan serta memiliki fungsi antioksidan,

antidiare dan antikaner (Prihatman, 2000).

2.1.1 Kulit Manggis

Buah manggis memiliki kulit yang tebal, permukaan licin dan keras.

Menurut Iswari (2005), komponen buah manggis yang terbesar adalah kulitnya,

yaitu 70-75%, sedangkan daging buahnya hanya 10-15% dan bijinya 15-20%.

Hasil penelitian Dewi dkk. (2011) menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji

skrining fitokimia, kulit buah manggis mengandung senyawa golongan alkaloid,

triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin dan polifenol. Komposisi kulit buah

manggis disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Komposisi Kulit Manggis (Garcinia mangostana) (Persen dalam Basis Kering)

Komponen Kadar (%)

Air Abu Protein Serat Kasar Lemak Karbohidrat

10,31 20,54 3,43

25,53 0,54

49,96

Sumber: Thahjani et al. (2014)

Sebagian besar kandungan kulit buah manggis adalah xanton, antosianin

dan tanin sehingga kulit manggis berwarna cokelat, merah dan ketika matang

berwarna lembayung tua. Pada kulit manggis terdapat getah, dimana semakin

tua umurnya maka getahnya akan semakin berkurang. Kulit buah manggis kaya

akan pektin, tanin, zat warna dan antibiotik xanton. Adanya kandungan tanin

menyebabkan rasa dari kulit manggis menjadi pahit (Verherj dan Coronel, 1997).

Kulit buah manggis potensial memiliki aktivitas antioksidan. Aktivitas

antioksidan ini diperoleh dari senyawa xanton, antosianin serta senyawa fenol

lainnnya (Weecharangsan et al., 2006). Xanton diketahui memiliki aktivitas

antioksidan yang cukup tinggi melebihi aktivitas antioksidan vitamin E dan

vitamin C (Jastrzebska et al., 2003). Hal ini didukung dengan pernyataan

Nurkarami dan Purnomo (2000) yang menyatakan bahwa kulit buah manggis

7

mempunyai daya reduksi sebanding dengan daya reduksi asam askorbat. Fenol

termasuk antioksidan primer yang dapat bereaksi dengan radikal bebas untuk

menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis yang lebih baik

(Prior, 2003). Gambar kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2. 3 Kulit Buah Manggis (Prior, 2003)

Perbedaan kondisi lingkungan tempat tumbuh dapat menyebabkan

perbedaan jenis dan jumlah dari metabolit sekunder yang terkandung dalam

tanaman. Selain lingkungan, genetik, metode budidaya, waktu pengumpulan

serta pengolahan pascapanen juga dapat menyebabkan perbedaan kandungan

metabolit sekunder (Rubiyanti dkk., 2005). Senyawa xanton merupakan metabilit

sekunder pada manggis yang memiliki aktivitas farmakologi paling berperan

(Chitra et al., 2010). Kandungan lain yang terdapat dalam kulit manggis dapat

dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 3 Kandungan Kulit Buah Manggis

Kandungan Referensi

Xanton, mangostin, garsinon, flavonoid dan tanin

Soedibyo, 1998

Mangostenol, mangostinon A, mangostinon B, trapezifolixanton, tovofilin B, α-mangostin, β-mangostin, garsinon B, mangostanol, flavonoid, epikatekin

Suksamsarn et al., 2003

Gartanin, δ- mangostin, garsinon E

Chairungsilerd et al., 1996

Katekin, potasium, kalsium, fosfor, besi, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6 dan vitamin C

Yatman, 2012

Sumber: Rubiyanti dkk (2005)

8

2.2 Xanton

Xanton merupakan metabolit sekunder yang berada dalam famili

tumbuhan tingkat tinggi, jamur dan lumut. Struktur xanton memiliki hubungan

dengan flavonoid dan memiliki perilaku kromatografik yang sama. Flavonoid

dapat ditemui di alam dan xanton hanya ditemui di beberapa famili tumbuhan.

Xanton dapat ditemui dalam famili Gentianaceae, Guttiferae, Moraceae,

Clusiaceae dan Polygalaceae. Xanton dapat ditemui sebagai senyawa

polyhydroxylated atau polymethyl tetapi kebanyakan adalah mono-, polymethyl

eter atau glikosida.

Jose et al. (2008), mengisolasi senyawa kimia yang memiliki efek

farmakologis dari C. ftGarcinia (mangostana) yaitu xanton. Beberapa tanaman,

tumbuhan paku dan spesies fungi yang memiliki kandungan xanton diantaranya

adalah Artocarpus, Anthocleista, Allanblackia, Andrographis, Aspergillus,

Bersama, Blackstonia, Calophyllum, Canscora, Centaurium, Chironia,

Cratoxylum, Comastoma, Garcinia, Cudrania, Eustoma, Emericella, Frasera,

Garcinia, Gentiana, Gentianella, Gentianopsis, Halenia, Hoppea, Hypericum,

Ixanthus, Lomatogonium, Mesua, Morinda, Macrocarpaea, Mangrove fungi,

Orphium, Peperomia, Pentadesma, Polygala, Penicillium, Phoma, Phomopsis,

Rheedia, Rhus, Securidaca, Symphonia, Schultesia, Swertia, Tripterospermum,

Vismia, Veratrilla, and Xylaria (Prior, 2003).

Senyawa ini umumnya ditemukan pada tumbuhan berwarna merah, ungu,

biru atau kuning. Inti xanton dikenal sebagai 9-xanthenone atau dibenzo-c-

pyrone. Xanton dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelompok yaitu oxygenated

xanton, xanton glycoside, prenylated xanthoe, xanthonolignoid dan

miscellaneous xanton. Xanton adalah golongan flovonoid yang diisolasi dari kulit

buah manggis dan memiliki peran medis. Senyawa xanton yang memiliki aktivitas

farmakologi paling berperan dalam manggis hanya dihasilkan oleh jenis Garcinia

(Chitra et al., 2010). Xanton memiliki struktur kimia yang unik yakni terdiri dari

tiga sistem aromatik (C6-C3-C6). Gugus isoprene, methoxyl dan hydroxyl terletak

di berbagai lokasi pada cincin A dan B sehingga menyebabkan xanton memiliki

susunan yang berbeda-beda. Xanton dapat di beberapa tanaman tingkat tinggi.

Kandungan xanton yang paling melimpah pada kulit buah manggis adalah α- dan

ϒ-mangostin (Prior, 2003).

9

Jenis xanton lain yang juga terdapat di dalam kulit buah manggis

diantaranya adalah β-mangostin, gartanin, 8-deoxygartanin, garcinones A, B, C,

D dan E, mangostinone, 9-hydroxycalabaxanton dan isomangostin. α-mangostin

adalah senyawa yang memiliki manfaat dalam menekan pembentukan senyawa

karsinogen pada kolon, antioksidan, antipoliferatif, proapoptotik, antiinflamasi,

antikarsinogenik dan antimikrobial. Selain senyawa α-mangostin, senyawa

xanton juga mengandung ϒ-mangostin yang memiliki manfaat dalam memberikan

perlindungan atau melakukan pencegahan terhadap serangan penyakit (Orozco

dan Failla, 2013). Struktur kimia xanton secara umum dapat dilihat pada Gambar

2.4 dan struktur kimia turunan dari xanton dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 4 Struktur kimia dari xanton (Machmudah, 2015)

10

Gambar 2.5 Struktur kimia turunan xanton (Negi et al., 2013)

11

2.2.1 Aktivitas Antioksidan Xanton

Xanton merupakan bagian dari flavonoid yaitu senyawa polifenol. Polifenol

tersebar di alam, mekanisme antioksidan senyawa folifenol berdasarkan atas

kemampuan mendonorkan atom hydrogen dan kemampuan melekat ion–ion

logam, lalu senyawa fenolik menstabilkan radikal secara resonasi, yang tidak

mudah berpartisipasi dalam reaksiradikallain (Muchtadi, 2011)

Xanton merupakan antioksidan kuat yang dibutuhkan untuk penyeimbang

pro-oxidant (radikal bebas) di dalam tubuh dan lingkungan. Sifat antioksidan

xanton melebihi vitamin E dan vitamin C yang selama ini terkenal sebagai

antioksidan tingkat tinggi. Dalam proses metabolisme, terjadi reaksi oksidasi dan

reduksi sehingga menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang bersifat

oksidator dengan oksigen yang reaktif. Radikal bebas ini akan mengoksidasi zat-

zat yang bermanfaat bagi tubuh sehingga menyebabkan sejumlah jaringan tubuh

menjadi rusak.

Senyawa xanton merupakan antioksidan tertinggi, nilainya mencapai

17.000 sampa 20.000 ORAC per 100 ons (sekitar 2.835 g kulit), lebih besar dari

wortel dan jeruk yang kadarnya hanya 300 ORAC dan 2.400 ORAC. ORAC yang

merupakan kependekan dari Oxygen Radical Absorbance Capasityadalah

kemampuan antioksidamenetralkanradikalbebas (Mardiana, 2011).

2.2.2 Aktivitas Antikanker dari Xanton

Penelitian mengenai obat kanker saat ini masih gencar untuk dilakukan,

salah satunya adalah pada kulit buah manggis. Ho et al. (2002) berhasil

mengisolasi senyawa xanton dan menguji efek sitotoksisitas pada cell line kanker

hati. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa garsinon E

memiliki aktivitas sitotoksisitas paling potensial.

Sementara pada tahun 2004, Matsumoto et al. menemukan bahwa α-

mangostin mampu mengaktivasi enzim apoptosis caspase-3 dan caspase-9. α-

mangostin diduga kuat memperantarai apoposis jalur mitokondria sehingga

menyebabkan perubahan mitokondria yaitu pembengakan sel, penurunan ATP

intraseluer, akumulasi senyawa oksigen (ROS) dan berkurangnya potensial

membran. Hal ini mengindikasikan bahwa target aksi α-mangostin adalah

mitokondria pada fase awal sehingga menyebabkan apoptosis pada sell line

leukimia manusia.

12

2.2.3 Aktivitas Antiinflamasi dari Xanton

Zat antiinflamasi merupakan zat yang dapat mencegah peradangan oleh sel

kanker atau tumor. Berdasarkan penelitian Nakatani (2002), pemberian 5 mg ϒ-

mangostin pada 5 ekor tikus mampu menghentikan inflamasi dengan

menghambat produksi enzim cyclooxigenase-2 (COX-2) penyebab inflamasi.

2.3 Antosianin

Antosianin merupakan pigmen yang tergolong senyawa flavonoid,

mengandung dua cincin benzena yang dihubungkan oleh tiga atom karbon dan

dirapatkan oleh satu atom oksigen sehingga terbentuk cincin di antara dua

benzena. Senyawa antosianin merupakan senyawa kation flavium, yang

tergolong ke dalam turunan benzopiran. Stuktur utama turunan benzopiran

ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6 ) yang dihubungkan

dengan tiga atom karbon dan satu atom O yang membentuk cincin. Antosianin

merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan warna biru, ungu, violet,

magenta dan kuning. Pigmen ini larut dalam air yang terdapat pada bunga, buah

dan daun tumbuhan (Moss, 2002).

Pigmen antosianin adalah pigmen yang bersifat larut air, terdapat dalam

bentuk aglikon sebagai antosianidin dan glikon sebagai gula yang diikat secara

glikosidik (seperti pada Gambar 2.6). Bersifat stabil pada pH asam, yaitu sekitar

1-4, dan menampakkan warna oranye, merah muda, merah, ungu hingga biru.

Gambar 2.6 Struktur molekul antosianin (Li, 2009)

Antosianin terdapat dalam vakuola sel bagian tanaman. Vakuola adalah

organel sitoplasmik yang berisikan air, serta dibatasi oleh membran yang identik

dengan membran tanaman (Kimbal, 1993). Secara kimia antosianin merupakan

turunan garam flavilum atau benziflavilum. Antosianin merupakan satuan gugus

glikosida yang terbentuk dari gugus aglikon dan glikon (Markakis, 1982).

Terdapat lima jenis gula yang ditemui pada molekul antosianin, yaitu: glukosa,

13

rhamnosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa. Sedangkan senyawa-senyawa

bentuk lainnya sangat jarang ditemui (Francis, 1985).

Pigmen ini mempunyai absorbansi maksimal pada kisaran panjang

gelombang 480-528 nm, dan menurut Henry (1996), antosianin ditampakkan

oleh panjang gelombang dari absorbsi maksimal spektrum pada 525 nm. Masing-

masing jenis antosianin memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang

tertentu. Dengan pelarut etanol, jenis pelargonidin berkisar antara 498-513 nm,

sianidin pada 514-523 nm, delfinidin 534 nm, dan malvidin 543 nm. Senyawa

antosianin ditemukan dalam ekstrak air tumbuhan, bahkan senyawa yang hanya

larut sedikit dalam air ini, kepolarannya memadai untuk diekstraksi oleh metanol,

etanol atau aseton, yang juga sering digunakan untuk ekstraksi flavonoid. Sifat

dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti: jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus hidroksi dan metoksi,

kopigmentasi, dan sebagainya (Markakis, 1982).

Warna antosianin berubah dengan berubahnya pH. Pada pH tinggi

antosianin akan berwarna biru, kemudian berwarna violet dan akhirnya berwarna

merah pada pH rendah (DeMan, 1997). Konsentrasi pigmen yang tinggi di dalam

jaringan akan menyebabkan warna merah, konsentrasi sedang menyebabkan

warna jingga hingga ungu, sedangkan konsentrasi rendah menyebabkan warna

biru (Winarno, 2002). Jumlah gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna

cendrung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang

dominan dibandingkan gugus hidroksi pada stuktur antosianidin, menyebabkan

warna cendrung merah dan relatif lebih stabil.

Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki

kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa. Dalam

media asam, antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam vakuola sel

dan berubah menjadi ungu dan biru jika media bertambah basa. Perubahan

warna karena perubahan kondisi lingkungan ini tergantung dari gugus yang

terikat pada stuktur dasar dari posisi ikatannya (Charley, 1970). Perubahan pH

mengakibatkan perubahan warna antosianin seperti ditunjukkan pada Tabel 2.3

Antosianin adalah pigmen penyumbang warna merah, merah muda, ungu

dan biru (Lewis et al., 1997), dapat diperoleh dari mahkota bunga yang berwarna

merah, pink, ungu dan biru, Pigmen antosianin yang umumnya diinginkan pada

beberapa produk pangan seperti sirup, sari buah, jelly, yoghurt (Saati dan Asmi

Abbas, 2003), tepung, susu, makanan bayi, aneka kue, cake dan lain-lain. Hasil

14

penelitian ekstraksi buah arbei menunjukkan bahwa penggunaan pelarut etanol

dan asam sitrat (90:10) menghasilkan pigmen antosianin yang lebih baik,

dibandingkan pelarut asam sitrat saja atau dengan aquades dan asam sitrat

serta terbukti efektif menyumbangkan warna kue bolu kukus (Mulyanto, 2006).

Tabel 2.4 Perubahan pH dan Warna Antosianin

Warna pH

Cherry red 1-2 Cerise 3 Plum 4

Royal purple 5 Blue purple 6

Blue 7 Blue green 8

Emerald green 9-10 Grass green 10-11 Lime green 12-13

Yellow 14

Sumber: Rein (2005)

Kulit buah manggis merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan

sebagai zat pewarna alami. Ketersediaan antosianin dari kulit manggis mencapai

51%, sementara biji angggur yang merupakan sumber antosianin di Eropa hanya

mencapai 36% (Wijaya dkk, 2009). Sumber pigmen antosianin dalam kulit buah

manggis, terkandung sejumlah substansi pigmen yaitu sianidin-3-soforida dan

sianidin-3-glukosida (Effendi, 1991).

Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50°C, mempunyai berat molekul

207,08 gram/mol dan rumus molekul C15H11O (Fennema, 1996). Dilihat dari

penampakannya, antosianin memiliki warna merah, ungu dan biru serta memiliki

panjang gelombang maksimum 515-545 nm. Secara kimia, antosianin

merupakan turunan garam flavilium atau benzilflavilium dan tersusun atas gugus

aglikon dan glikon (Castaneda-Ovando et al., 2009).

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menunda, memperlambat

atau menghambat syuatu reaksi oksidasi. Senyawa ini mampu melindungi sel

melawan kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas (Reactive Oxygen

Species), seperti singlet oksigen, superoksid, radikal peroksid dan radikal

hidroksil (Richa, 2009).

15

Fungsi paling efektif dari antioksidan dalam menghambat terjadinya

oksidasi adalah dengan menghentikan reaksi berantai dari radikal-radikal bebas

(primary antioxidant). Berdasarkan fungsinya, senyawa antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe antioksidan yaitu (Richa, 2009):

a. Primary antioxidants, yaitu senyawa-senyawa fenol yang mampu memutus

rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Tipe antioksidan ini

akan memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa

fenol sehingga terbentukk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan yang

termasuk kelompok ini yaitu BHA (butyl hidroksilanisol), BHT (butyl

hydrotoluen) dan tokoferol.

b. Oxygen Scavenger, yaitu senyawa yang berperan sebagai pengikat oksigen

sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Tipe antioksidan ini akan

bereaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah

oksigen akan berkurang. Senyawa antioksidan yang termasuk ke dalam

kelompok ini adalah vitamin C (asam askorbat), asam palminat, asam

eritrobat dan sulfit.

c. Secondary antioxidant, yaitu senyawa yang memiliki kemampuan untuk

mendekomposisi hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil. Tipe

antioksidan ini digunakan untuk menstabilkan poliolefin resin. Contohnya

yaitu asam tiodipropionat dan dilauril tiopropionat.

d. Antioxidative enzyme, yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya

radikal bebas. Contoh antioksidan tipe ini adalah glucose oksidase,

superoksidase dismutase (SOD), glutation peroksidase dan katalase.

e. Chelators sequestrants, yaitu senyawa yang mampu mengikat logam seperti

besi dan tembaga yang mempu mengkatalisa reaksi oksidasi lemak.

Senyawa yang termasuk ke dalam antioksidan tipe ini yaitu asam sitrat,

asam amino, ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid.

Senyawa antioksidan yang terdapat dalam kulit manggis salah satunya

adalah senyawa xanton yang merupakan senyawa organik turunan dari difenil-ϒ-

pyron. Senyawa ini merupakan senyawa alami yang dapat digolongkan dalam

senyawa jenis fenol atau polyphenolic.

2.4.1 Sumber Antioksidan

Menurut Trilaksani (2003), berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi

menjadi dua macam, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan

16

alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstrak bahan alami.

Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari :

a) Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen

makanan

b) Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses

pengolahan

c) Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

makanan sebagai bahan tambahan pangan

Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami banyak yang

berasal dari tumbuhan, senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah

senyawa fenolik atau polifenolik. Senyawa antioksidan alami polifenolik adalah

multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas,

pengkelat logam, dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Chanwitsitheesuk

et al., 2004).

Antioksidan alami umumnya mempunyai tingkat keamanan yang lebih baik

dan manfaatnya lebih luas di bidang makanan, kesehatan dan kosmetik.

Antioksidan alami dapat ditemukan pada sayur-sayuran, buah-buahan dan

tumbuhan berkayu, metabolit sekunder dalam tumbuhan yang berasala dari

golongan alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, stetoid/triterpenoid.

Antioksidan alami dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak

mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik

(Prakash, 2001).

Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintetis

reaksi kimia. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya

untuk makanan dan sering digunakan yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil

hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidroksi kuinon (TBHQ) dan tokoferol.

Mekanisme antioksidan konsentrasi rendah dari antioksidan TBHQ dan BHA

telah lama digunakan untuk mencegah oksidasi dari produk makanan sehingga

dapat menstabilkan produk tersebut (nutrisi, rasa, maupun warna). Akan tetapi

dalam konsentrasi yang tinggi TBHQ dapat menyebabkan kanker (Prakash,

2001).

2.4.2 Mekanisme kerja Antioksidan

Mekanisme kerja antioksidan ada 2 macam yaitu antioksidan primer dan

antioksidan sekunder. Antioksidan primer berfungsi sebagai pemberi atom

17

hidrogen pada radikal lipida (R* dan ROO*) atau mengubahnya ke bentuk yang

lebih stabil yaitu turunan radikal antioksidan (A*). Sedangkan antioksidan

sekunder berfungsi untuk memperlambat laju antioksidan dengan berbagai

mekanisme selain pemutusan rantai autooksidasi (Effendi, 2009).

2.4.3 Pengujian Aktivitas Antioksidan

Metode yang banyak digunakan untuk menguji efektivitas antioksidan

adalah metode uji DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Adanya aktivitas

antioksidan dapat diketahui dengan pengujian DPPH (2,2-diphenyl-1-

picrylhydrazyl) dimana pengujian tersebut bertujuan untuk mengamati kapasitas

suatu ekstrak dalam menangkap suatu radikal atau menghambat pembentukan

radikal (Antolovich et al., 2001). Hasil uji DPPH dinyatakan dalam IC50 yang

mana menunjukkan banyaknya antioksidan dalam mereduksi 50% DPPH.

Kategori nilai IC50 dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2. 5 Kategori Nilai IC50

Intensitas Nilai IC50

Sangat kuat < 50 ppm Kuat 50 – 100 ppm Sedang 101 – 150 ppm Lemah >150 ppm

Sumber: Deng et al. (2011)

DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga

dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan

membentuk DPPH tereduksi. Ada tiga tahap reaksi antara DPPH dengan zat

antioksidan, yang dapat dicontohkan dengan reaksi antara DPPH dengan

senyawa monofenolat (antioksidan). Tahap pertama meliputi delokalisasi satu

elektron pada gugus yang tersubstitusi dari senyawa tersebut, kemudian

memberikan atom hidrogen untuk mereduksi DPPH. Tahap berikutnya meliputi

dimerisasi antara dua radikal fenoksil, yang akan mentransfer radikal hidrogen

dan akan bereaksi kembali dengan radika DPPH. Tahap terakhir adalah

pembentukan kompleks antar radikal hidroksil dengan radikal DPPH (Prakasih,

2001).

18

2.5 Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair

(Ditjen POM, 2000). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian

tertentu dari bahan yang mengandung komponen aktif. Teknik ekstraksi yang

diterapkan pada suatu bahan berbeda-beda tergantung tekstur, kandungan

bahan dan jenis senyawa yang ingin didapatkan (Bernardini, 1983).

Proses pemisahan atau pengambilan komponen dari suatu bahan pada

dasarnya dapat dilakukan dengan penekanan atau pengempaan, pemanasan

dan menggunakan pelarut. Ekstraksi dengan pengempaan atau pemanasan

dikenal dengan cara mekanis. Ekstraksi cara mekanis hanya dapat dilakukan

untuk pemisahan komponen dalam sistem campuran padat-cair (Suyitno et al.,

1989).

Ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam

suatu pelarut organik, sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke

dalam pelarut. Proses perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan ke

pelarut dapat dijelaskan dengan teori difusi. Difusi merupakan pergerakan bahan

secara spontan dan tidak dapat kembali (irreversible) dari fase yang memiliki

konsentrasi lebih tinggi menuju ke fase dengan konsentrasi yang lebih rendah.

Perpindahan massa komponen bahan dari dalam padatan ke cairan terjadi

melalui dua tahapan pokok. Tahap pertama adalah difusi dari dalam padatan ke

permukaan padatan dan tahap kedua adalah perpindahan masa dari permukaan

padatan ke cairan.kedua proses tersebut berlangsung secara seri. Bila salah

satu proses berlangsung relatif lebih cepat, maka kecepatan ekstraksi ditentukan

oleh proses yang lambat, tetapi bila kedua proses berlangsung dengan

kecepatan yang tidak jauh berbeda maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh

kedua proses tersebut (Sediawan dan Prasetya, 1997).

Setiap komponen pembentuk bahan mempunyai perbadaan kelarutan

yang berbeda dan setiap zat pelarut sehingga untuk mendapatkan sebanyak

mungkin komponen tertentu, maka ekstraksi dilakukan dengan menggunakan

suatu zat pelarut yang secara selektif dapat melarutkan komponen tertentu

dalam bahan tersebut. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tertentu dapat

terjadi karena persamaan kepolaran. Polaritas menggambarkan distribusi ion

dalam molekul yang berpengaruh terhadap daya larut suatu bahan dalam

pelarut. Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan akan dapat larut pada

19

pelarut yang relatif sama kepolarannya, sehingga senyawa polar akan akan larut

dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam senyawa non polar

(Ucko, 1982).

2.6 Metode Ekstraksi

Xanton dan antosianin pada kulit manggis dapat diekstraksi dengan

berbagai macam metode. Adapun metode yang dapat digunakan adalah sebagai

berikut:

a. Sokhletasi

Sokhletasi merupakan salah satu metode ekstraksi dengan prinsip

pemanasan dan perendaman sampel yang menyebabkan terjadinya pemecahan

dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar

sel sehingga senyawa akan terlarut dalam pelarut (Departemen Kesehatan RI,

2006). Pada metode ini, sampel ditempatkan dalam sarung selulosa (atau

dengan kertas saring) dalam klonsong yang diletakkan di atas labu dan di bawah

kondensor. Selanjutnya, dimasukkan pelarut yang sesuai ke dalam labu dan

suhu penangas diatur. Keuntungan metode ini yaitu proses ekstraksi yang

kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak

membutuhkan banyak pelarut. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat

termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus

berada pada titik didih (Mukhriani, 2014).

Penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode

sokhletasi telah dilakukan oleh Yoswathana (2013), yaitu ekstraksi xanton

dengan menggunakan pelarut etanol 95% selama 0,5 jam, 1 jam dan 2 jam.

Ekstraksi xanton selama 2 jam memberikan hasil yang terbaik yaitu dengan

rendemen sampai dengan 0,12 mg/g sampel kering.

b. Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi paling sederhana dengan prinsip

perendaman sampel ke dalam pelarut sehingga pelarut akan menembus dinding

sel, masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan selanjutnya zat

aktif tersebut akan larut. Pada metode ini, sampel yang akan diekstrak

ditempatkan di dalam wadah bersama dengan pelarutnya. Selanjutnya, wadah

tersebut ditutup rapat dan dikocok berulang-ulang sehingga memungkinkan

pelarut untuk masuk ke seluruh permukaan sampel (Ansel, 2000). Proses

20

pengocokan ini dimaksudkan untuk mempercepat terjadinya kesetimbangan

bahan dalam pelarut sehingga proses ekstraksi akan terjadi lebih cepat

Penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode

maserasi sudah pernah dilakukan oleh Yoswathana (2013), yaitu ekstraksi

xanton dengan menggunakan etanol 95% selama 0,5 jam, 1 jam dan 2 jam.

Ekstraksi selama 2 jam memberikan hasil terbaik dengan rendemen xanton yang

dihasilkan 0,06 mg/g sampel kering.

c. Microwave Assisted Extraction (MAE)

MAE merupakan metode ekstraksi secara modern. Secara umum, MAE

merupakan teknik untuk mengekstraksi bahan-bahan terlarut di dalam bahan

tanaman dengan bantuan energi gelombang mikro. Teknologi tersebut cocok

bagi pengambilan senyawa yang bersifat termolabil karena memiliki kontrol

terhadap temperatur yang lebih baik dibandingkan proses pemanasan

konvensional. Selain kontrol suhu yang lebih baik, beberapa kelebihan lain MAE

yaitu waktu ekstraksi yang lebih singkat, konsumsi energi dan solven yang lebih

sedikit, yield yang lebih tinggi, akurasi dan presisi yang lebih tinggi, adanya

proses pengadukan sehingga meningkatkan fenomena transfer massa, dan

setting peralatan yang menggabungkan fitur sohklet (Purwanto, 2010).

Penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan

metode MAE sudah pernah dilakukan oleh Farida dkk. (2015), yaitu ekstraksi

antosianin dengan lama ekstraksi 5, 10 dan 15 menit dengan rasio bahan:pelarut

1:10, 1:20 dan 1:30. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan lama ekstraksi 10

menit dengan rasio bahan:pelarut 1:20 (b/v) dengan kadar antosianin 177,56

ppm.

d. Ultrasonic Assisted Extraction (UAE)

Metode ini merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan

menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, yaitu 20 kHz).

Wadah yang berisi sampel diletakkan di dalam wadah ultrasonic dan ultrasound.

Hal ini untuk memberikan tekanan mekanik pada sel sehingga menghasilkan

rongga. Kerusakan sel menyebabkan kelarutan senyawa dalam pelarut menjadi

meningkat, sehingga hasil ekstraksi juga meningkat (Mukhriani, 2014). Ultrasonik

bersifat mudah diaplikasikan. Metode ini hanya memerlukan waktu yang singkat,

sehingga lebih efisien (Rahmawati dan Putri, 2013).

21

Penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan metode ultrasonik

pernah dilakukan oleh Yoswathana (2013), dimana pada penelitian ini dilakukan

proses ekstraksi xanton dari kulit buah manggis dengan menggunakan teknik

ultrasonic. Pada penelitian ini digunakan tiga faktor yaitu suhu (33, 45 dan 55°C),

amplitudo (25, 50 dan 75%) dan pelarut ( 0, 50 dan 95% etanol) dengan waktu

ekstraksi 1 jam. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa kondisi

optimum untuk ekstraksi xanton adalah pada suhu 33°C, amplitudo 75% dan

konsentrasi etanol 80% dengan hasil xanton sebesar 0,1760 mg/g kulit manggis

kering.

Selain itu, penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan metode

ultrasonik juga pernah dilakukan oleh Zhao et al (2012), dimana pada penelitian

ini dilakukan proses optimasi ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan

metode ultrasonik. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa kondisi optimum

untuk ekstraksi kulit manggis adalah pada konsentrasi perbandingan bahan :

pelarut 17,1:1 (ml/g) selama 73,8 menit dan dihasilkan rendemen total xanton

sebesar 7,73%.

2.7 Pelarut Pengekstrak

Pada proses ekstraksi, penggunaan jenis pelarut sangat penting untuk

diperhatikan terutama pemilihan jenis pelarut serta faktor-faktor yang

mempengaruhi kecepatan reaksi difusi antara pelarut dengan zat terlarut. Faktor

difusi ditentukan oleh viskositas pelarut serta ukuran dan bentuk partikel zat

terlarut. Faktor difusi ini ditentukan oleh viskositas pelarut, ukuran dan bentuk

partikel zat terlarut. Kelarutan zat terlarut di dalam zat pelarut tergantung

kepolaran, interaksi dipol-dipol, ikatan hidrogen dan suhu (Neckers, 1977). Jenis

pelarut yang digunakan untuk mengekstrak harus dapat melarutkan komponen

yang diinginkan, mempunyai kelarutan yang besar, tidak menyebabkan

perubahan kimia pada komponen ekstrak dan titik didih kedua bahan tidak terlalu

dekat.

2.7.1 Etanol

Etanol merupakan suatu cairan yang mudah menguap, mudah terbakar

(flammable), tidak berwarna serta alkohol yang paling sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Etanol ini sering sekali digunakan sebagai pelarut dalam

22

proses ekstraksi. Karakteristik fisik etanol dipengaruhi oleh keberadaan gugus

hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Adanya gugus hidroksil dapat

berpengaruh pada ikatan H+ yang membuatnya memiliki sifat yang cair dan lebih

sulit menguap dari pada senyawa organik lain dengan masa molekul yang sama.

Adapun struktur kimia etanol ditunjukkan pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Struktur Kimia Etanol (Neckers, 1977)

Dalam penggunaannya, etanol dapat dicampurkan dengan air dan dengan

cairan organik lain termasuk cairan nonpolar seperti hidrokarbon alifatik. Etanol

memiliki konstanta dielektrik yang cukup tinggi yaitu 24,3 sehingga baik

digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi senyawa tertentu pada bahan

pangan. Adapun karakteristik dari etanol ditunjukkan pada Tabel 2.5

Tabel 2. 6 Karakteristik Etanol

Karakteristik Keterangan

Nama sistemik Etanol Nama lain Etil alkohol, hidroksietan Rumus kimia C2H6O Berat molekul 46,07 g/mol Kenampakan Tidak berwarna Densitas dan fase 0,789 g/cm

3, cair

Kelarutan dalam air Sangat larut Titik leleh -114,3°C (158,8 K) Titik didih 78,4°C (351,6 K) Keasaman (pKa) 15,99 (H

+ dari grup OH)

Viskositas 1200 cP pada 20°C Momen dipol 1,69 D (gas)

Sumber: Whitten et al. (1998)

Etanol merupakan senyawa alkohol dengan formula C2H5OH. Gugus

hidroksi pada lakohol memberikan sifat polar, sedangkan gugus alkil merupakan

gugus non-polar. Sifat dari alkohol sangat ditentukan oleh proporsi kedua gugus

tersebut. (Whitten et al., 1998). Ikatan yang ada pada etanol merupakan ikatan

hidrogen yaitu ikatan yang terjadi akibat gaya tarik antar molekul antara 2 muatan

listrik parsial dengan polaritasnya yang berlawanan.

Etanol bersifat toksik, tetapi tubuh akan mengaturnya dengan segera. Lebih

dari 90 % etanol akan diproses oleh liver. Di liver, enzim alkohol dehidrogenase

23

mengkonversi etanol menjadi asetaldehida yang masih bersifat toksik. Tetapi

asetaldehid akan dirusak oleh enzim aldehida dehidrogenase yang

megkonversinya menjadi ion asetat. Sedangkan menurut FDA, kadar residu

etanol sebagai pelarut dalam suatu ekstraksi adalah 50 ppm.

2.8 Ekstraksi Metode Ultrasonic-bath Extraction

2.8.1 Gelombang Ultrasonik

Gelombang merupakan getaran yang merambat. Gelombang terdapat

pada medium yang karena perubahan bentuk dapat menghasilkan gaya, dimana

gelombang tersebut dapat berjalan dan dapat memindahkan energi dari satu

tempat ke tempat yang lain tanpa mengakibatkan partikel medium berpindah

secara permanen (Kane dan Sternheim, 1991).

Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih

tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia (diatas 20 kHz).

Frekuensi merupakan ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang

waktu yang diberikan. Berdasarkan besar frekuensi dan aplikasinya, gelombang

ultrasonik dibagi menjadi dua defense yaitu (Mason, 1990):

1. Frekuensi tinggi atau diagnostic ultrasound (2-10 MHz)

2. Frekuensi rendah atau power ultrasound (20-100 kHz)

Gelombang ultrasonik yang dirambatkan pada cairan akan menimbulkan

suara yang disebut kavitasi akustik. Tekanan cairan akan meningkat saat

amplitude positif dirambatkan dan tekanan menurun paa saat amplitude negatif

disalurkan. Perubahan tekanan secara stimulan dengan frekuensi tinggi dari

tanduk getar ultrasonik direaksi lambat oleh cairan sehingga timbung gelembung

mikro (microbuble). Gelembung tersebut selanjutnya akan mengembang dan

mengempis tidak stabil dengan laju pengembangan lebih besar dari laju

pengempisan sehingga diameter gelembung membesar hingga akhirnya

terpecah (Susilo, 2007).

Ketika gelembung mencapai volume yang tidak cukup lagi untuk menyerap

energi dan gelembung tersebut pecah, maka peristiwa tersebut disebut sebagai

kavitasi. Intensitas radiasi akustik yang merambat melalui medium dapat

menyebabkan berbagai efek dengan mekanisme sebagai berikut (Kuldikole,

2002).

24

a. Kavitasi

Kavitasi merupakan suatu peristiwa terekspansi dan terkompresinya

gelembung gas dalam cairan akibat adanya radiasi gelombang ultrasonik yang

menyebabkan tekanan cairan akan bertambah (yang mula-mula memiliki tekanan

statis) pada saat gelombang memiliki amplitude positif dan akan berkurang ketika

amplitude negatif (Kuldikole, 2000).

Akibat perubahan tekanan ini, maka gelembung gas atau uap yang

biasanya ada dalam cairan akan terkompresi pada saat tekanan cairan naik dan

akan terekspensi pada saat tekanan turun. Jadi selama ada gelombang

ultrasonik dalam cairan, maka jari-jari gelembung gas mencapai maksimum pada

saat kompresi. Jika amplitude tekanan gelombang ultrasonik cukup besar, maka

gelembung dapat pecah (shock waves) (Trisnobudi, 2006).

Perubahan tekanan positif dan negatif yang sangat besar dan dalam

frekuensi tinggi akan mengawali tumbuhnya gelembung mikro (microtubule).

Gelembung mikro akan mengembang dan mengempis dengan laju perubahan

diameter pengempisan sehingga gelembung mikto terus membesar hingga

akhirnya pecah. Gelembung tersebut bersifat tidak stabil dan serangkaian gejala

ini dapat terjadi pada konsentrasi energi yang besar. Kekacauan kavitasi tersebut

disebut kavitasi tidak kekal atau transient cavitation. Sisa gas dari gejala tersebut

bias menimbulkan reinisasi dari proses terbentuknya gelembung baru

(Trisnobudi, 2006).

Kavitasi dapat terjadi karena tekanan total pada gelombang bunyi

menurun sampai harga yang cukup rendah sehingga zat cair akan pecah.

Gelembung kavitasi dapat stabil dalam waktu yang lama. Gelembung kavitasi ini

berisi gas dan uap yang dihasilkan dengan baik pada intensitas yang rendah (1-3

W/m3). Fenomena terjadinya kavitasi dapat dilihat pada Gambar 2.8

Gambar 2. 8 Fenomena kavitasi (Trisnobudi, 2006)

25

b. Efek Struktural

Ketika fluida yang berada di medan suara berintensitas tinggi, dihasilkan

gejala dinamik dan tegangan geser pada struktur, terutama kekentalannya.

Perobekan sel terjadi karena adanya proses pengembangan dimana akan terjadi

gerakan yang sangat hebat didekat gelembung dan gerak yang lemah sejauh

beberapa diameter keadaanya. Bagian dinding sel yang dekat gelembung akan

mengalami perpindahan nisbi terhadap bagian dinding sel yang lain. Tegangan

geser yang dihasilkan dapat dengan mudah merobek dinding sel. Di dekat kaviti

yang menghilang juga terdapat dua jenis turbulensi yang mengaduk dengan

hebat. Dinding sel dapat pula dirusak oleh tegangan geser yang ditimbulkan oleh

turbulensi sehingga senyawa pada bagian dalam sel akan keluar (Ackerman et

al., 1998).

Gelombang suara yang merambat melalui fluida akan menyebabkan

terjadinya perpindahan energi yang ditimbulkan akibat adanya tubrukan elastik

antara molekul yang satu dengan yang lainnya. Hal ini akan meningkatkan

intensitas perpindahan energi yang menyebabkan energi gelombang menjadi

lemah saat melalui medium. Kuldikole (2002) menyebutkan bahwa ketika

gelombang merambat ke dalam medium cair akan menghasilkan tekanan bolak-

balik dan siklus ekspansi. Selain siklus ekspansi, gelombang ultrasonik dengan

intensitas tinggi menyebabkan timbulnya gelembung kecil dalam cairan. Jika

pada cairan diradiasikan gelombang ultrsonik, maka tekanan pada cairan akan

bertambah pada saat gelombang memiliki ampilitude positif dan akan berkurangg

pada saat amplitude negatif.

2.8.2 Mekanisme Ultrasonic-bath Extraction

Gelombang ultrasonik pada proses kimia akan kontak dengan medan

yang bersangkutan secara tidak langsung yakni melalui media perantara berupa

cairan. Gelombang bunyi yang dihasilkan oleh tenaga listrik (lewat transduser)

diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi

(cavitation). Perambatan gelombang ultrasonik pada ekstraksi menimbulkan dua

proses utama yaitu acoustic streaming dan fenomena kavitasi. Acoustic

streaming merupakan gelombang suara yang dipindahkan ke dalam cairan

sehingga terbentuk gerakan cairan yang searah dengan propagasi gelombang

(longitudinal). Acoustic streaming menyebabkan semakin tipisnya lapisan batas

antara cairan dan partikel sehingga dapat meningkatkan kemampuan penetrasi

26

pelarut seiring dengan meningkatnya difusibilitas dan solvensi senyawa aktif

dalam sel (Dolatowski et al, 2007).

Kavitasi adalah penguapan zat cair yang sedang mengalir hingga

membentuk gelembung-gelembung uap berenergi tinggi akibat kurangnya

tekanan pada cairan sampai dibawah titik jenuh uapnya. Pecahnya gelembung

kavitasi akan menghasilkan makro turbulensi yang menyebabkan kecepatan

tumbukan antarpartikel tinggi dan gangguan dalam mikro pori partikel biomassa

besar yang dapat menyebabkan kerusakan dinding sel. Hal ini menyebabkan

kandungan senyawa yang ada di dalam bahan menjadi bebas. Pada bagian

interface cairan-padatan, kavitasi menghasilkan aliran yang bergerak dengan

cepat melalui rongga di permukaan (Keil, 2007).

Gerakan tersebut mengakibatkan pengelupasan permukaan terluar dan

kerusakan partikel sehingga terbentuk permukaan baru atau pengecilan ukuran

partikel. Hal ini terjadi secara terus menerus dalam waktu yang cepat sehingga

meningkatkan difusi ekstrak. Intensitas penetrasi yang tinggi dapat meningkatkan

perpindahan massa pada jaringan serta memfasilitasi perpindahan senyawa aktif

dari sel ke pelarut (Golmahamadi, 2013).

Efek mekanik yang ditimbulkan oleh adanya proses kavitasi adalah

meningkatnya penetrasi dari cairan menuju dinding membran sel, mendukung

pelepasan komponen sel dan meningkatkan transfer massa (Keil, 2007). Kavitasi

ultrasonik menghasilkan daya patah yang akan memecah dinding sel secara

mekanis dan meningkatkan transfer material (Liu et al., 2010).

2.8.3 Keunggulan Penggunaan Gelombang Ultrasonik

Beberapa keunggulan pada penggunaan gelombang ultrasonik adalah

tidak membutuhkan penambahan bahan kimia dan bahan tambahan lain,

prosesnya cepat dan mudah sehingga efisien terhadap biaya , tidak

mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur kimia, partikel dan

senyawa yang terkandung di dalamnya, mempermudah transfer masa, distrupsi

sel serta meningkatkan efek penetrasi. Menurut penelitian Cameron dan Wang

(2006) tentang ekstraksi pati jagung menyebutkan bahwa rendemen pati jagung

yang didapatkan dari proses ultrasonik selama 2 menit adalah 55,2-67,8%

hampir setara dengan rendemen yang didapatkan dari pemanasan dengan air

selama 1 jam yaitu 53,4%.

27

Dengan menggunakan gelombang ultrasonik, proses ekstraksi dapat

berlangsung dengan lebih cepat. Hal ini disebabkan karena efek mekanik dari

gelombang ultrasonik dapat meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam sel bahan

serta meningkatkan transfer massa. Dinding sel bahan akan dipecah oleh

gelombang ultrasonik, sehingga kandungan yang ada di dalamnya akan lebih

mudah untuk keluar (Mason, 1999).

2.9 Response Surface Methodology (RSM)

Response surface methodology (RSM) merupakan sekumpulan teknik

matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan

dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon. Tujuan

dari metode ini yaitu untuk mengoptimalkan respon. Ide dasar metode ini adalah

memanfaatkan desain eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai

optimal dari suatu respon (Nuryanti dan Salimy, 2008). RSM tidak lain adalah

sebuah model regresi linier yang memodelkan hubungan antara variabel

explanatory dan variabel response (Hadiyat, 2012).

RSM memiliki dua tahapan utama dalam analisisnya. Pertama yaitu

pemodelan regresi first order, yang biasa dinyatakan dengan persamaan linear

polinominal dengan order satu. Langkah selanjutnya yaitu menaikkan derajat

polinominal persamaan yang didpatkan dari first order menjadi second order atau

derajat dua (Hadiyat, 2012). Tahap ini diisyaratkan untuk mengaproksimasi

respon karena adanya lengkungan (curvature) dalam permukaannya. Analisis

permukaan respon selanjutnya yaitu untuk pengepasan permukaan. Jika

pengepasan permukaan memiliki aproksimasi yang baik dari suatu fungsi respon,

maka analisis pengepasan permukaan akan ekuivalen dengan analisis sistem

yang aktual (Nuryanti dan Salimy, 2008). RSM dapat diaplikasikan pada berbagai

macam industri karena metode ini mampu menyajikan data yang cepat.

28

III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Jurusan

Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan

Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Brawijaya. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan

Febuari sampai dengan Juli 2018.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan untuk pembuatan bubuk kulit manggis yaitu pisau,

tray, cabinet dryer, ayakan 80 mesh, blender, kuas serta baskom plastik. Alat

yang digunakan untuk proses ekstraksi meliputi ultrasonic-bath extractor (Elma

450), neraca analitik (Mettler Toledo), rotary evaporator (IKA), corong kaca,

aluminium foil, desikator (Nuceite), refrigerator (Sharp SJ-P571NLV) dan

glassware (gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur). Alat yang digunakan

untuk analisis pada penelitian ini meliputi spektrofotometer (Simadzu), timbangan

analitik (Mettler Toledo), sentrifuge (Haettich), vortex (LW Scientific), glassware

(gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, pipet ukur, pipet volume, bulb,

spatula, corong kaca)

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan terbagi menjadi tiga yaitu bahan baku, bahan

ekstraksi, dan bahan analisis. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini

adalah buah manggis yang dibeli dari Istana Buah Malang. Bahan yang

digunakan dalam proses ekstraksi yaitu aquades dan etanol Pro-Analysis 96%

dan aquades. Sementara bahan yang digunakan untuk analisis adalah etanol

96%, DPPH, metanol, Folin Ciocalteau, Na2CO3, standar asam galat, sodium

karbonat 7,5%, alkohol 70% dan aquades.

29

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu Response Surface Methodology

(RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD) melalui software

Design Expert 7.1.5. Penelitian ini menggunakan 2 faktor. Tahap awal dalam

merancang penelitian ini yaitu memasukkan data berupa perancangan variabel

eksperimental (faktor) yaitu konsentrasi etanol dengan satuan % dan

perbandingan pelarut:bahan (v/b) dengan satuan ml/g

Selanjutnya, yaitu menentukan batas bawah dan batas atas pada kedua

faktor. Faktor pertama perbandingan pelarut:bahan dengan batas bawah 10:1

mL/g (-1 Level) dan batas atas 20:1 mL/g (+1 Level). Faktor kedua yaitu

konsentrasi etanol dengan batas bawah 70% (-1 Level) dan batas atas 90% (+1

Level). Input numeric factor dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Input numeric factors (konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan)

Nama Units -1 Level +1 Level -alpha +alpha

X1 Konsentrasi etanol(v/v) mL/mL 70 90 65,86 94,14

X2 Perbandingan Pelarut:Bahan (v/b)

mL/g 10 20 7,93 22,07

Tahapan berikutnya yaitu menentukan respon. Penelitian ini

menggunakan dua respon, yaitu respon pertama kadar xanton dan total

antosianin. Input responses dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Input responses (Kadar Xanton dan Total Antosianin)

Nama Units

Kadar Xanton ppm

Total Antosianin mg/100g

Software Design Expert 7.1.5 akan melakukan kombinasi sesuai dengan

jumlah kombinasi kedua faktor. Jumlah kombinasi yang didapatkan sebanyak 13

kombinasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.3

30

Tabel 3.3 Kombinasi Perlakuan

Std Run

Variabel Aktual Variabel Terkode

Variabel Respon

Konsentrasi Etanol (%)

PerbandinganPelarut:Bahan

(mL/g) X1 X2

Kadar Xanton

(mg/100g)

Total Antosianin (mg/100g)

1 12 70 10 -1,00 -1,00

2 4 90 10 1,00 -1,00

3 5 70 20 -1,00 1,00

4 8 90 20 1,00 1,00

5 7 65,86 15 -1,41 0,00

6 3 94,14 15 1,41 0,00

7 10 80 7,93 0,00 -1,41

8 2 80 22,07 0,00 1,41

9 6 80 15 0,00 0,00

10 13 80 15 0,00 0,00

11 1 80 15 0,00 0,00

12 9 80 15 0,00 0,00

13 11 80 15 0,00 0,00

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Berikut ini merupakan tahapan ekstraksi kulit buah manggis dengan

menggunakan metode ultrasonic bath extraction.

3.4.1 Pembuatan Bubuk Kulit Manggis (Modifikasi Sholihah, 2016)

Pembuatan bubuk kulit manggis yang merupakan bahan baku dalam

penelitian ini meliputi:

a. Kulit buah manggis dipisahkan dari daging buahnya

b. Kulit bagian luar dan bagian dalam dipisahkan, dimana kulit bagian luar

nantinya akan dibuang dan kulit bagian dalam yang digunakan sebagai

sampel. Bagian kulit bagian dalam disortasi dengan menghilangkan bagian

yang keras

31

c. Kulit bagian dalam dipotong menjadi bagian yang lebih tipis sehingga proses

pengeringan dapat dilakukan dengan optimal

d. Kulit bagian dalam dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer pada

suhu 55°C selama ±4 jam

e. Kulit manggis yang sudah kering selanjutnya dihaluskan dengan

menggunakan blender

f. Sampel bubuk kulit manggis selanjutnya diayak dengan menggunakan

ayakan 80 mesh sehingga dihasilkan ukuran sampel yang seragam

g. Bubuk kulit manggis yang lolos ayakan selanjutnya dipindahkan pada wadah

yang tertutup rapat dan ditambahkan silica gel untuk mempertahankan

kualitas bubuk yang dihasilkan.

Proses pembuatan bubuk kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Manggis (Modifikasi Sholihah, 2016)

Kulit Manggis

Pemisahan antara kulit bagian luar dan kulit bagian

dalam

Penghalusan dengan menggunakan blender

sampai halus

Pengayakan (80 mesh)

Bubuk Kulit Buah Manggis

Pengeringan dengan menggunakan cabinet dryer

pada suhu 55°C selama 4 jam

Parameter:

‒ Kadar air ‒ Total fenol ‒ Aktivitas antioksidan ‒ Total antosianin

Diris tipis

Parameter:

‒ Kadar air ‒ Total fenol ‒ Aktivitas antioksidan ‒ Total Antosianin

Kulit bagian luar

Kulit bagian dalam

32

3.4.2 Optimasi Ekstraksi Kulit Buah Manggis dengan Metode Ultrasonic-

bath (Modifikasi Sholihah, 2016)

Proses optimasi ekstraksi kulit buah manggis dengan metode ultrasonic bath

extraction meliputi:

a. Bubuk kulit manggis ditimbang 10 gram

b. Bubuk kulit manggis 10 gram ditambahkan pelarut etanol:air dengan sesuai

dengan perbandingan pelarut:bahan yang telah ditentukan oleh metode

Response Surface Methodology (RSM)

c. Sampel diekstrak dengan menggunakan metode ultrasonicbath dengan

frekuensi 37 kHz pada suhu 30˚C selama 60 menit

d. Selanjutnya sampel disaring dengan menggunakan kertas saring halus

dengan bantuan penyaring vakum sehingga diperoleh filtrat yang bebas

ampas

e. Filtrat diuapkan dengan vacum rotary evaporator suhu 40°C dengan tekanan

200mBar

f. Ekstrak dianalisis kadar xanton ddan total antosianinnya

g. Hasil analisis dioptimasi dengan metode RSM untuk mengetahui hasil

optimumnya berdasarkan perbandingan pelarut:bahan dan konsentrasi

etanol

h. Dilakukan verifikasi perlakuan yang menghasilkan kadar xanton dan total

antosianin yang optimum

i. Ekstrak dengan hasil optimum dianilisis kadar xanton, total antosianin dan

aktivitas antioksidannya

Proses optimasi ekstraksi kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 3.2

33

Gambar 3.2 Diagram Alir Ekstraksi Bubuk Kulit Manggis (Modifikasi Sholihah, 2016)

Bubuk Kulit Manggis

Ditimbang

Penyaringan dengan menggunakan kertas saring

halus

Filtrat

Ekstraksi dengan menggunakan metode ultrasonic

bath dengan frekuensi 37 kHz pada suhu 30°C

selama 60 menit

Penambahan pelarut sesuai dengan jumlah pada desain optimasi

Penuangan ke dalam erlenmeyer

Ampas

Ekstrak Kulit

Manggis

Pemekatan dengan menggunakan rotary evaporator

selama ±1,5 jam pada suhu 40°C

Parameter:

‒ Kadar xanton ‒ Kadar antosianin

Hasil analisis dioptimasi dengan RSM

Ekstrak kulit manggis

yang telah dioptimasi

Parameter:

- Aktivitas Antioksidan (IC50)

Diverifikasi hasil prediksi perlakuan ekstraksi yang

optimum

34

3.5 Pengamatan dan Analisis

3.5.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku

a. Analisis kimia pada kulit buah manggis dan bubuk kulit buah manggis

meliputi:

Kadar air metode Gravimetri/Oven (AOAC, 2005)

Total fenol yang dikalibrasi dengan kurva standar asam galat untuk

didapatkan total fenol dalam µg GAE/ml atau ppm GAE (Sharma, 2011)

Aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004; Pinela et. al., 2012)

Kadar xanton (Teixeira et al, 2004)

Total Antosianin (Lee et al., 2005)

3.5.2 Pengamatan dan Analisis Respon Optimasi

a. Analisis kimia pada ekstrak kulit manggis meliputi:

Kadar Xanton (Teixeira et al, 2004)

Total antosianin (Lee et al., 2005)

3.5.3 Pengamatan dan Analisis Ekstrak Kulit Manggis Hasil Optimasi

a. Analisis kimia pada ekstrak kulit manggis meliputi:

Aktivitas Antioksidan IC50 (Molyneux, 2004; Pinela et. al., 2012)

3.6 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan software Design Expert 7.1.5 dengan metode

Response Surface Methodology dan rancangan Central Composite Design dua

faktor yaitu konsentrasi etanol(70:30, 80:20 dan 90:10) dan perbandingan

pelarut:bahan (10:1, 15:1 san 20:1). Data yang diperoleh akan melalui tiga tahap

pemilihan model yaitu pemilihan berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model

(Sequential Model Sum of Squares) dengan nilai P kurang dari 5%, pemilihan

model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit) dengan nilai P

lebih dari 5% dan pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik

(Summary of Statistic) dengan nilai R2 mendekati 1,00 untuk mendapatkan titik

optimum. Ttik optimum diverifikasi dengan tingkat kesalahan kurang dari 5%.

Data anilisis bahan baku kulit manggis dan verifikasi ekstrak hasil optimasi akan

35

diuji dengan Uji T untuk melihat adanya perbedaan yang signifikan atau tidak

signifikan dengan pembanding. Uji ini menggunakan aplikasi Minitab 17.

37

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Kimia Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu kulit buah manggis

segar yang didapatkan dari buah manggis yang matang. Buah manggis segar ini

didapatkan dari Istana Buah, Kota Malang Jawa Timur. Kulit buah manggis segar

dipisahkan dari bagian yang keras dan selanjutnya diiris tipis untuk dikeringkan di

dalam cabinet dryer selama 4 jam pada suhu 50°C. Kulit buah manggis yang

sudah kering selanjutnya dihaluskan sehingga didapatkan serbuk kulit buah

manggis. Serbuk kulit buah manggis hasil pengeringan selanjutnya diayak

dengan ayakan 80 mesh untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran yang

seragam serta memiliki karakteristik warna merah kecoklatan dan berbau khas

simplisia kulit kering.

Karakteristik bahan baku pada penelitian ini berfungsi untuk mengetahui

kandungan kimia yang terdapat pada bahan baku yaitu kulit manggis segar dan

bubuk kulit manggis. yang digunakan sebagai pembanding hasil setelah

dilakukan proses ekstraksi. Parameter kimia yang digunakan untuk analisis

bahan baku ini meliputi analisis kadar air, kadar fenol, kadar flavonoid, aktivitas

antioksidan dan kadar antosianin.

Pengukuran kadar air bahan baku ini meliputi analisis kadar air awal kulit

buah manggis segar dan serbuk kulit buah manggis setelah pengeringan. Hasil

pengukuran kadar air buah manggis segar dan kulit buah manggis seperti

disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4. 1 Analisis Kadar Air (bb) Kulit Buah Manggis

Sampel Hasil Analisis Kadar Air (%)

Literatur Kadar Air (%)

Uji T

Kulit Buah Manggis Segar 79,56±0.93 62,05a 0,024

Serbuk Kulit Buah Manggis 10,03±0.63 10,31b

0,637

Keterangan: 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ± standar deviasi

aWijaya (2010)

bTjahjani dkk (2014)

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kadar air kulit manggis segar

sebesar 79,56%. Sedangkan menurut Wijaya (2010), kadar air kulit manggis

segar adalah 62,05%. Hasil Uji T (Lampiran 5.1) menunjukkan perbedaan yang

nyata (p<0,05) pada kadar air anilisis dengan literatur. Perbedaan ini dapat

38

disebabkan oleh perbedaan bahan baku dari segi tingkat kematangan, perlakuan

pendahuluan dan kondisi iklim.

Kulit manggis yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit manggis

yang masih segar dan baru saja dibuka sehingga masih memiliki tekstur yang

juicy dan kandungan airnya cukup tinggi. Sementara kulit manggis yang sudah

lama dibuka akan cenderung mengeras dan kandungan airnya rendah.

Selanjutnya kadar air serbuk kulit manggis yaitu yang telah dianalisis

sebesar 10,025%. Berdasarkan literatur, kadar air serbuk kulit manggis sebesar

10,31% (Wijaya, 2010). Hasil Uji T (Lampiran 5.1) menunjukkan tidak adanya

perbedaan yang nyata (p>0,05) pada kadar air anilisis dengan literatur. Menurut

Winarno (2004), kadar air yang baik adalah kurang dari 10%, karena pada

tingkat kadar air tersebut umur simpan sampel relatif lebih lama . kadar air dapat

mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan perubahan kimi

(kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis) dari suatu bahan. Selain

dilakukan pengujian kadar air, juga dilakukan uji fitokimia yang meliputi

penghitungan total fenol, flavonoid, aktivitas antioksidan dan total antosianin

Tabel 4.2 Hasil Analisis Karakteristik Kimia Kulit Manggis Segar dan Bubuk Kulit Manggis

Analisa Kulit Manggis Segar Bubuk Kulit Manggis

Analisa Literatur Uji T Analisa Literatur Uji T

Total fenol (mgGAE/g)

17,43±0,63 18,67a

0,22 22,38±0,55 39,62±0,13b

0,014

Aktivitas Antioksidan (%)

45,84±0,35 40,30b

0,03 50,14±1,04 - -

Kadar Xanton (mg/100g)

0,10±0,006 - - 0,15±0,019 - -

Total Antosianin (mg/100g)

18,76±0,46 - - 21,26±0,55 - -

Keterangan: Setiap hasil analisis merupakan rerata dari 2 ulangan±standar deviasi a Dyahnugra dan Widjanarko (2015)

b Chaovanalikit et al. (2012)

Berdasarkan hasil uji fitokimia, secara umum didapatkan bahwa secara

umum total fenol, aktivitas antioksidan, kadar xanton dan total antosianin bubuk

kulit manggis lebih besar dibandingkan kulit manggis segar. Total fenol pada kulit

buah manggis segar setelah dianalisis yaitu sebesar 17,43 mgGAE/g, sementara

menurut literatur total fenol kulit manggis segar sebesar 18,67 mgGAE/g

(Dyahnugra dan Widjanarko (2015). Hasil Uji T (Lampiran 5.2) pada parameter

total fenol kulit manggis segar menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata

(p>0,05) dengan literatur. Aktivitas Antioksidan pada kulit manggis segar setelah

39

dianalisis sebesar 45,84%, menurut literatur sebesar 40,30% (Chaovanalikit et

al., 2012). Hasil Uji T (Lampiran 5.3) pada parameter aktivitas antioksidan kulit

manggis segar menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan literatur.

Perbedaan ini bisa disebabkan karena perbedaan varietas manggis yang

digunakan serta perbedaan iklim. Sementara untuk kadar xanton dan total

antosianin pada kulit buah manggis segar secara berurutan yaitu 0,10 mg/100g

dan 18,76 mg/100g.

Pada sampel bubuk kulit manggis total fenol setelah dianalisis adalah

sebesar 22,38 mgGAE/g, menurut literatur sebesar 39,62 mgGAE/g

(Chaovanalikit et al., 2012). Hasil Uji T (Lampiran 5.2) pada parameter total fenol

bubuk kulit manggis menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan

literatur. Perbedaan ini bisa disebabkan karena adanya perbedaan bahan baku

yang digunakan. Sementara untuk aktivitas antioksidab, kadar xanton dan total

antosianin pada serbuk kulit manggis setelah dianalisis secara berurutan yaitu

50,14%, 1,50 ppm dan 21,26 mg/100g.

Kulit buah manggis yang sudah dikeringkan menjadi serbuk akan

mempermudah pelarut untuk kontak dengan sampel sehingga senyawa bioaktif

yang ada di dalamnya akan lebih mudah terekstrak. Hal ini sesuai dengan

literatur yang menyebutkan bahwa pengeringan jaringan tanaman bertujuan

untuk mempertahankan kandungan metabolit dalam tanaman sehingga proses

metabolisme terhenti, menurunkan aktivitas enzim yang dapat menguraikan

senyawa aktif serta untuk merusak sel-sel tanaman sehingga mempermudah

kerja pelarut (Mursito, 2002). Selain itu, peningkatan senyawa kadar senyawa

aktif setelah pengeringan dapat disebabkan karena menurunnya kadar air bahan

sehingga kadar senyawa dan padatan lain pada bahan meningkat.

4.2 Proses Ekstraksi Ultrasonik Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana

Linn.)

Bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi ini adalah kulit buah

manggis segar yang telah dikeringkan,dihaluskan serta diayak sehingga

didapatkan sampel kulit buah manggis dalam bentuk serbuk. Serbuk kulit buah

manggis ini selanjutnya diekstraksi dengan menggunakan metode Ultrasonic

Assisted Extraction (UAE).

Ekstraksi merupakan metode pemisahan dengan tujuan untuk menarik

komponen yang diinginkan dari suatu bahan. Sampel kulit manggis yang

diekstrak pada penelitian ini adalah dalam bentuk serbuk. Hal ini disebabkan

40

karena dalam semakin kecil ukuran partikel bahan maka kelarutan bahan dalam

pelarut akan semakin meningkat, sehingga diharapkan kadar senyawa bioaktif

yang terekstrak juga akan semakin banyak pula. Menurut Treybal (1981),

tanaman memiliki dinding sel yang akan menghambat laju difusi ekstraksi,

sehingga perlu dilakukan proses pengecilan ukuran sebelum dilakukan ekstraksi

untuk merusak dinding sel tersebuh agar pelarut lebih mudah terdifusi ke dalam

bahan.

Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi dengan bantuan

gelombang ultrasonik atau biasa disebut dengan Ultrasonic Assisted Extraction

(UAE). Dengan menggunakan gelombang ultrasonik, proses ekstraksi dapat

berlangsung dengan lebih cepat. Hal ini disebabkan karena efek mekanik dari

gelombang ultrasonik dapat meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam sel bahan

serta meningkatkan transfer massa. Dinding sel bahan akan dipecah oleh

gelombang ultrasonik, sehingga kandungan yang ada di dalamnya akan lebih

mudah untuk keluar (Mason, 1999).

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96% dan

aquades. Etanol merupakan salah satu turunan dari senyawa hidroksil dengan

rumus kimia C2H5OH (Hambali, 2008). Pemilihan pelarut yang digunakan pada

penelitian ini didasarkan pada kelarutan senyawa target yang ingin diekstrak,

interaksi antara pelarut dan matriks bahan serta penyerapan energi pelarut (Xiao

et al, 2012). Pada penelitian ini senyawa yang diekstrak adalah xanton dan

antosianin, dimana xanton merupakan senyawa golongan fenol yang dapat larut

dalam pelarut-pelarut organik salah satunya adalah etanol. Sementara antosianin

merupakan pigmen alami yang terdapat pada kulit manggis dan memiliki sifat

polar, sehingga untuk menjadikan pelarut memiliki sifat polar yang lebih besar

diperlukan adanya penambahan aquades.

Serbuk kulit manggis dieksrak dengan menggunakan Ultrasonic Assisted

Extraction (UAE) dengan konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan

sesuai dengan rancangan percobaan. Proses ekstraksi ini berlangsung selama

60 menit pada suhu 30°C. Hasil ekstrak yang didapatkan kemudian disaring

dengan menggunakan kertas saring halus untuk memisahkan antara filtrat dan

residu. Filtrat yang didapatkan selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan

vacum rotary evaporator kecepatan 50 rpm pada suhu 40°C. Penentuan titik

akhir proses pemekatan ekstrak adalah pada saat sudah tidak ada lagi pelarut

yang menetes. Ekstrak pekat yang didapatkan kemudian disimpan dalam wadah

41

dan diletakkan dalam lemari pendingin bersuhu 4°C sebelum dianalisa lebih

lanjut sehingga kandungan senyawa bioaktif di dalamnya lebih terjaga dan tidak

cepat mengalami kerusakan.

4.3 Hasil Optimasi Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan

terhadap Kadar Xanton dan Total Antosianin

Optimasi konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan pada

penelitian ini dilakukan menggunakan metode Response Surface Methodology

(RSM) dengan Desain Komposit Terpusat (Central Composite Design) pada

software Design Expert 7.1.5. Batas atas faktor konsentrasi etanol pada

penelitian ini yaitu 90% dengan titik tengah 80% dan batas bawah 70%.

Sementara untuk batas atas perbandingan pelarut:bahan yaitu 20:1 mL/g dengan

titik tengah 15:1 mL/g dan batas bawah 10:1 mL/g. Respon yang diteliti yaitu

kadar xanton (Y1) dan total antosianin (Y2).

Hasil analisis kadar xanton ditunjukkan dalam mg/100g dan berkisar antara

0,0914 mg/100g sampai dengan 0,3868 mg/100g. Sementara untuk hasil analisis

total antosianin ditunjukkan dalam mg/100 gram dan berkisar antara 9,529

mg/100 g sampai dengan 25,55 mg/100 g. Data hasil analisis respon kadar

xanton dan total antosianin dapat dilihat pada Tabel 4.4 untuk menemukan titik

optimum kadar xanton dan total antosianin dari ekstrak kulit manggis.

42

Tabel 4.3 Data Hasil Analisis Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin

Std Run

Variabel Aktual Variabel Terkode

Variabel Respon

Konsentrasi etanol (%)

Perbandingan Pelarut:Bahan

(mL/g) X1 X2

Kadar Xanton

(mg/100g)

Total Antosianin (mg/100g)

1 12 70 10 -1,00 -1,00

0,09±0,04 9,53±0,82

2 4 90 10 1,00 -1,00

0,37±0,01 21,76±0,42

3 5 70 20 -1,00 1,00

0,13±0,06 11,25±0,38

4 8 90 20 1,00 1,00

0,20±0,05 25,55±0,35

5 7 65,86 15 -1,41 0,00

0,12±0,02 10,64±0,13

6 3 94,14 15 1,41 0,00

0,39±0,03 23,29±0,39

7 10 80 7,93 0,00 -1,41

0,14±0,04 16,12±0,21

8 2 80 22,07 0,00 1,41

0,26±0,02 20,99±0,95

9 6 80 15 0,00 0,00

0,24±0,01 19,37±1,68

10 13 80 15 0,00 0,00

0,39±0,02 22,34±1,57

11 1 80 15 0,00 0,00

0,29±0,01 20,23±0,52

12 9 80 15 0,00 0,00

0,31±0,02 21,76±1,10

13 11 80 15 0,00 0,00

0,35±0,03 20,99±0,14

Keterangan: Setiap hasil analisis merupakan rerata dari 2 ulangan±standar deviasi

Pada Tabel 4.4 menunjukkan konsentrasi etanoldan perbandingan

pelarut:bahan pada proses ekstraksi kulit buah manggis dengan metode

Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) berpengaruh terhadap kadar xanton dan

total antosianin. Kadar xanton tertinggi didapatkan pada variabel konsentrasi

etanol 94,14% dan perbandingan pelarut:bahan 15:1 mL/g yaitu sebesar

0,39±0,03 mg/100g, sedangkan untuk kadar xanton terendah didapatkan pada

variabel konsentrasi etanol 70% dan perbandingan pelarut:bahan 10:1 mL/g yaitu

sebesar 0,09±0,04 mg/100g.

Pada respon total antosianin tertinggi didapatkan pada variabel

konsentrasi etanol 90% dan perbandingan pelarut:bahan 20:1 mL/g yaitu

sebesar 25,55±0,35 mg/100g, sedangkan total antosianin terendah didapatkan

pada variabel konsentrasi etanol 70% dan perbandingan pelarut:bahan 10:1 yaitu

sebesar 9,53±0,82 mg/100g. Data hasil analisis selanjutnya dimasukkan ke

dalam Design Expert 7.1.5, sehingga akan didapatkan hasil analisa ragam,

43

prediksi model persamaan yang diperoleh dan penentuan titik optimum pada

respon.

4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon Kadar Xanton

4.4.1 Evaluasi Model Respon Kadar Xanton

Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu berdasarkan jumlah

kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), berdasarkan

pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit) dan berdasarkan ringkasan model

statistik (Summary of Statistic). Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat

respon kadar xanton dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4. 4 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat dari Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) Respon Kadar Xanton

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F hitung p-value

(Prob>F) Keterangan

Mean 0,82 1 0,82 Linear 0,067 2 0,033 4.61 0.0381 2FI 0,011 1 0,011 1,52 0.2485 Quadratic 0,036 2 0,018 4,87 0,0473 Suggested Cubic 0,012 2 5,850E-003 2,05 0,2238 Aliased Residual 0,014 5 2,854E-003 Total 0,96 13 0,074

Pemilihan model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model

(Sequential Model Sum of Square) dimulai dengan model linear. Model linear

memiliki bentuk persamaan respon y = β0 +β1X1 + β2X2 mempunyai nilai p

sebesar 0,0381 (3,81%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan model

kurang dari 5% atau berarti bahwa model tersebut nyata (signifikan) terhadap

respon kadar xanton. Model selanjutnya yang diamati adalah 2FI (interaksi

antara 2 faktor) yang memiliki bentuk persamaan respon y = β0 +β1X1 + β2X2 +

β3X1X2. Model 2FI memiliki nilai p sebesar 0,2485 (24,85%) yang menunjukkan

bahwa peluang kesalahan dari model lebih dari 5% atau berarti bahwa pengaruh

2FI tidak nyata (tidak signifikan) terhadap respon kadar xanton.

Berikutnya adalah model kuadratik yang memiliki bentuk persamaan

respon y = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X12 + β4X2

2 + β5X1X2. Model kuadratik memiliki

nilai p sebesar 0.0473 (4.73%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan

model kurang dari 5% atau berarti bahwa model kuadratik memiliki pengaruh

nyata (signifikan) terhadap respon kadar xanton. Model kuadratik ini memiliki nilai

F (F-test) yang paling tinggi dan p-value kurang dari 5%. Menurut Montogomery

44

(2001) dalam Rahma dkk (2015), bahwa semakin tinggi nilai F atau semakin kecil

p-value (Prob>F) berarti semakin signifikan hubungannya dengan model yang

digunakan.

Model kubik memiliki nilai p sebesar 0.2238 (22.38%) yang menunjukkan

peluang kesalahan model lebih dari 5% dan dapat diartikan bahwa model kubik

memiliki pengaruh yang tidak nyata (tidak signifikan) terhadap respon kadar

xanton. Model kubik dinyatakan aliased (tidak disarankan) oleh program, diduga

model tersebut terlalu kompleks sehingga tidak mungkin digunakan. Berdasarkan

keempat model tersebut yang memiliki pengaruh nyata (signifikan) terhadap

respon kadar xanton adalah model linear dan model kuadratik. Namun yang lebih

disarankan untuk digunakan adalah model kuadratik karena memiliki peluang

kesalahan yang lebih kecil daripada model yang lain seperti linear, 2FI dan kubik

serta dinyatakan suggested oleh program (Montgomery, 2001).

Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit)

dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% atau p-value > 0,05. Nilai lack of fit

yang tidak signifikan menandakan nilai tersebut tidak berpengaruh terhadap pure

error. Nilai tersebut dianggap menunjukkan adanya kesesuain data respon

dengan model (Melati, 2012). Hasil pemilihan model berdasarkan ketidaktepatan

model dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.5 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan (Lack of Fit) Respon Kadar Xanton

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F hitung p-value

(Prob>F) Keterangan

Linear 0,060 6 9,980E-003 3,14 0,1441 2FI 0,049 5 9,875E-003 3,10 0,1476 Quadratic 0,013 3 4,413E-003 1.39 0,3683 Suggested Cubic 1,540E-003 1 1,540E-003 0,48 0,5249 Aliased Pure Error 0,013 4 3,182E-003

Penentuan model didasarkan pada nilai P lebih dari 5%. Tabel 4.6

menunjukkan hasil penelitian model berdasarkan ketidaktepatan model. Model

yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan

nilai P pada model kuadratik lebih besar daripada model yang lainnya yaitu

sebesar 36,83% (p-value 0,3683) yang berarti model kuadratik tidak signifikan

terhadap ketidaktepatan model. Model linear, 2FI, dan kubik juga memiliki nilai p

lebih dari 0,05, namun tidak dipilih karena nilai p pada Sequential Model Sum of

Squares (Tabel 4.5) dari ketiga model memiliki nilai p lebih dari 0,05.

45

Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of

statistic) didasari oleh nilai R2 tertinggi, serta nilai PRESS dan standar deviasi

terendah. Nilai standar deviasi menunjukkan tingkat keragaman data, semakin

rendah nilai standar deviasi maka data semakin seragam. Sedangkan semakin

kecil nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares) menunjukkan kemungkinan

kesalahan data semakin kecil (Santoso, 2008). Nilai R2 berkisar antara 0-1,

dimana semakin mendekati nilai 1 maka pengaruh variabel penduga terhadap

variabel tergantung semakin kuat (Nawari, 2010). Variabel penduga pada

penelitian ini yaitu konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan.

Sedangkan variabel tergantung yang dibahan pada sub-bab ini adalah kadar

xanton. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik dapat dilihat

pada Tabel 4.7

Tabel 4.6 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Kadar Xanton

Sumber Linear

Standar Deviasi

R-squared

Adjusted R-squared

Predicted R-squared

PRESS Keterangan

Linear 0,085 0,4798 0.3757 0.0970 0,13 2FI 0,083 0,5551 0,4067 -0,1590 0,16 Quadratic 0,061 0,8140 0,6811 0,1830 0,11 Suggested Cubic 0,053 0,8978 0,7547 0,1513 0,12 Aliased

Desain terbaik difokuskan pada nilai maksimal adjusted R2 dan predicted

R2 (Montgomery, 2016). Tabel 4.7 menunjukkan hasil penelitian model

berdasarkan ringkasan statistik dari urutan model. Model yang disarankan oleh

Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan nilai R2 , adjusted R2

dan predicted R2 maksimal, yaitu masing masing 0,8140, 0,6811 dan 0,1830.

Nilai R2 pada penelitian ini sebesar 0,8140 dimana hal ini menunjukkan bahwa

konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan berpengaruh terhadap

keragaman respon kadar xanton sebesar 81,40%, sedangkan sisanya 18,60%

dipengaruhi oleh faktor lain. Selain itu, pemilihan model juga didasarkan pada

nilai PRESS yang paling kecil. Nilai PRESS paling kecil terdapat pada model

kuadratik yaitu sebesar 0,11 dan standar deviasi sebesar 0,061.

Pada model kubik, terlihat nilai R2 dan adjusted R2 lebih tinggi serta nilai

standar deviasi lebih rendah dibandingkan model kuadratik. Namun, model ini

dinyatakan aliased. Menurut Rahma dkk (2015), model dinyatakan aliased atau

tidak disarankan oleh program, dikarenakan model tersebut diduga terlalu

kompleks sehingga tidak mungkin digunakan. Selain itu, model kuadratik dipilih

46

karena pada penelitian kali ini menggunakan dua faktor, sedangkan model kubik

tidak dihiraukan karena tidak dapat digunakan apabila faktor penelitian kurang

dari tiga.

Berdasarkan ketiga metode evaluasi kualitas model, dapat disimpulkan

bahwa model kuadratik merupakan model yang tepat dipilih (suggested) oleh

Design Expert. Hal ini menunjukkan model kuadratik dapat menunjukkan

hubungan antara perbandingan konsentrasi etanoldan perbandingan

pelarut:bahan terhadap respon kadar xanton.

4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon

Analisis ragam (ANOVA) terhadap model mampu menjelaskan hubungan

antara variabel dan respon. Hasil analisis ragam (ANOVA) respon kadar xanton

dari ekstrak kulit buah manggis dapat ditinjau dari nilai p-value dan

ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 dan nilai lack of fit yang

tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon kadar xanton dapat dilihat pada

Tabel 4.8

Tabel 4. 7 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada Respon Kadar Xanton Model Kuadratik

Source Sum of Square

df Mean

Square F

Value p-value Prob>F

Statement

Model 0,11 5 0,023 6,13 0,0171 Signifikan A-Konsentrasi Etanol

0,067 1 0,067 17,97 0.0038 Signifikan

B-Perbandingan P:B

3,097E-004 1 3,097E-004 0,083 0,7810 Tidak Signifikan

AB 0,011 1 0,011 2,83 0,1363 Tidak Signifikan A

2 0,010 1 0,010 2,82 0,1369 Tidak Signifikan

B2

0,030 1 0,030 7,99 0,0255 Signifikan Residual 0,026 7 3,710E-003

Lack of Fit 0,013 3 4,413E-003 1.39 0,3683 Tidak Signifikan Pure Error 0,013 4 3,182E-003

Cor Total 0,14 12

Keterangan: Perbandingan P:B adalah perbandingan pelarut:bahan

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat terlihat bahwa variabel A (konsentrasi

etanol) memiliki nilai p sebesar 0,0038 yaitu kurang dari 0,05 (p-value < 0,05)

sementara nilai p pada variabel B (perbandingan pelarut:bahan) sebesar 0,7810

yang berarti lebih besar dari 0,05 (p-value > 0,05). Apabila nilai p-value kurang

dari 0,05, maka mengindikasikan bahwa model signifikan terhadap respon kadar

xanton.

47

Nilai interaksi antara konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan

(AB) pada grafik interaksi dua faktor (2FI) dengan persamaan y = β0 +β1X1 + β2X2

+ β3X1X2 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon kadar

xanton yang ditunjukkan dari nilai p sebesar 0,1363 (p-value > 0,05).

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa model 2FI tidak sesuai untuk

menunjukkan pola yang signifikan dari respon kadar xanton.

Variabel konsentrasi etanol (A2) dan perbandingan pelarut:bahan (B2)

pada grafik model kuadratik dengan persamaan y = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X12 +

β4X22 + β5X1X2 memberikan pengaruh yang berbeda. Hal ini dapat terlihat bahwa

variabel konsentrasi etanol kuadrat (A2) memiliki nilai p sebesar 0.1369 yaitu

lebih dari 0,05 (p-value > 0,05) yang berarti bahwa konsentrasi etanol kuadrat

(A2) tidak berpengaruh signifikan. Sementara nilai p pada variabel perbandingan

pelarut:bahan kuadrat (B2) sebesar 0.0255 yang berarti kurang dari 0,05 (p-value

< 0,05) dan menunjukkan bahwa variabel perbandingan pelarut:bahan kuadrat

(B2) memiliki pengaruh yang signifikan. Apabila nilai p-value kurang dari 0,05,

maka mengindikasikan bahwa model signifikan terhadap respon. Menurut Cai

dkk. (2007) apabila nilai p kurang dari 0,05 maka menunjukkan bahwa model

bersifat signifikan. Dengan demikian, model kuadratik sesuai untuk menunjukkan

respon kadar xanton secara signifikan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai p model,

faktor konsentrasi etanol (linier) dan perbandingan pelarut:bahan (kuadrat)

memiliki nilai kurang dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa model kuadratik, faktor

konsentrasi etanol (linier) dan perbandingan pelarut:bahan (kuadrat) memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap respon kadar xanton. Sementara

perbandingan pelarut:bahan (linear), interaksi kedua faktor dan konsentrasi

etanol(kuadrat) tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

Berdasarkan Tabel 4.8 kolom model ketidaktepatan (lack of fit)

menunjukkan model kuadratik memiliki nilai sebesar 0.3683 atau 36.83% yang

menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan). Hal ini menunjukkan

bahwa model sudah sesuai dengan seluruh rancangan. Menurut Shabbiri et al.

(2012), lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikankarena apabila dalam

kondisi signifikan maka model yang digunakan tidak cocok. Semakin besar nilai

lack of fit, maka semakin kecil kemungkinan error yang terjadi. Suatu model

dianggap tepat apabila pada uji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata

(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu

48

permasalahan dari suatu analisis yang dikaji jika ketidaktepatan dari model

bersifat nyata (significant) secara statistik (Gasperz, 1995).

Berdasarkan hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada respon kadar xanton

model kuadratik akan memberikan persamaan model yang diberikan oleh

program Design Expert 7.1.5. Berikut merupakan persamaan aktual dari model

yang terpilih terhadap respon kadar xanton yang dihasilkan.

Y1 = - 4,73371 + 0,086563X1 + 0,16159X2 -1,02500E-003X1X2 – 3,87875E-00 X12

-2,61150E-003X22

Keterangan: Y1 = Respon kadar xanton, X1= Konsentrasi etanol (%), X2= Perbandingan Pelarut:Bahan (v/b) (mL/g)

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai respon

kadar xanton yang akan didapatkan apabila konsentrasi etanol dan

perbandingan pelarut:bahan yang diperlukan berbeda atau sebaliknya. Dapat

terlihat bahwa berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan X12 dan X2

2 yang

bernilai negatif. Hal ini mendikasikan adanya titik stationer maksimum dari

permukaan respon (Budiandari dan Widjanarko, 2014). Koefisien X1 dan X2

menunjukkan besarnya kenaikan atau turunnya nilai Y, dimana jika koefisien X1

atau X2 bernilai positif akan meningkatkan nilai Y, sedangkan koefisien X1 atau

X2 bersifat negatif akan menurunkan nilai Y (Edwards and Cable, 2009).

Peningkatan respon kadar xanton dipengaruhi oleh konsentrasi etanol dan

perbandingan pelarut:bahan.

Persamaan aktual respon kadar xanton yang diberikan menunjukkan

bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol (linier) maka kadar xanton yang

diperoleh akan semakin meningkat pula. Xanton memiliki sifat yang lebih larut

dalam lemak serta memiliki polaritas lebih rendah daripada air (Yoswathana,

2013). Senyawa ini memiliki polaritas yang hampir sama dengan etanol.

Sehingga penggunaan konsentrasi etanol yang tinggi akan meningkatkan xanton

yang terekstrak. Sementara, semakin rendah konsentrasi etanol, maka akan

semakin banyak penambahan air serta pengotor lain yang terkandung

didalamnya. Menurut Yoswathana (2013), adanya air dalam etanol memiliki

pengaruh yang signifikan pada ekstraksi xanton. Air sebagai pelarut (tanpa

etanol) tidak efektif untuk digunakan dalam proses ekstraksi xanton. Hal ini

disebabkan karena perbedaan polaritas antara air dan xanton. Xanton memiliki

polaritas yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan air, sehingga xanton tidak

bisa larut dengan sempurna pada air. Etanol 50% memiliki sifat yang lebih efektif

49

dalam mengekstrak xanton apabila dibandingkan dengan air murni (tanpa

tambahan etanol). Adanya tambahan air pada suatu sistem pelarut memegang

peranan penting pada proses ekstraksi. Gelombang ultrasonik akan

memperbesar ukuran pori dari dinding sel sehingga proses difusi dan transfer

masa akan meningkat (Soares et al., 2006). Intensitas kavitasi ultrasonik dengan

menggunakan pelarut etanol yang dicampur dengan air juga akan meningkat, hal

ini disebabkan karena adanya peningkatan tegangan permukaan dan

menurunnya viskositas (Yoswathana, 2013).

Faaktor perbandingan pelarut:bahan kuadratik juga memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap kadar xanton, dimana semakin besar

perbandingan pelarut:bahan kuadratik dapat menurunkan kadar xanton. Hal ini

dikarenakan persamaan menunjukkan nilai koefisien X22 yang negatif.

Berdasarkan data yang didapatkan, respon maksimum terletak perbandingan

pelarut:bahan 15:1 (mL/g). Kadar xanton yang didapatkan yakni sebesar 0,39

mg/100g. Kemudian terjadi penurunan kadar xanton pada perbandingan

pelarut:bahan 20:1 (mL/g). Jaynudin (2014) menyatakan bahwa semakin banyak

pelarut akan memperbesar luas area kontak antara pelarut dengan padatan yang

terjadi sehingga akan mempercepat difusi pelarut ke dalam bahan maupun

sebaliknya. Hal ini sesuai dengan prinsip transfer masa dimana kekuatan transfer

masa mengikuti gradien konsentasi antara padatan dan pelarut. Rasio antara

pelarut:bahan yang tinggi dapat meningkatkan gradien konsentrasi yang

mengakibatkan peningkatan kecepatan difusi sehingga ekstraksi padatan oleh

pelarut akan semakin besar (Al-Farsi dan Chang, 2007). Akan tetapi,

perbandingan pelarut bahan yang terlalu tinggi juga dapat menurunkan jumlah

komponen yang terekstrak. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi

perbandingan pelarut:bahan, maka semakin banyak senyawa yang terekstrak

sampai larutan menjadi jenuh dan daya ekstraknya menurun sehingga

perbandingan pelarut:bahan tidak akan memberikan pengaruh yang nyata

(Ayuningtyas, 2010). Selain itu, penurunan kadar xanton yang terekstrak juga

dapat disebabkan karena semakin tinggi perbandingan pelarut:bahan, maka

akan semakin banyak senyawa-senyawa yang ikut terekstrak (pengotor) pada

bahan sehingga xanton yang terekstrak tidak akan maksimal (Chaovanalikit et

al., 2012).

Persamaan yang dihasilkan menunjukkan interaksi konsentrasi etanol

dan perbandingan pelarut:bahan meningkatkan nilai respon kadar xanton.

50

Namun, pada hasil ANOVA menunjukkan interaksi kedua faktor tidak

berpengaruh. Hal ini diguga terdapat interaksi pada kedua faktor, namun tidak

begitu terlihat. Penyebab interaksi kedua faktor bersifat tidak signifikan diduga

karena rentang konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan yang kurang

besar.

Hubungan antara faktor perbandingan perbandingan pelarut:bahan dan

konsentrasi etanol terhadap respon kadar xanton dapat digambarkan pada grafik

kontur plot (Gambar 4.1) dan grafik 3-D permukaan respon (Gambar 4.2).

Gambar 4.1 Grafik Kontur Plot Respon Kadar Xanton

Pada grafik kontur (Gambar 4.1), sumbu x menunjukkan faktor konsentrasi

etanoldan sumbu y menunjukkan faktor perbandingan pelarut:bahan. Warna

yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan nilai respon kadar xanton.

Warna biru menunjukkan nilai kadar xanton terendah dan warna merah

menunjukkan nilai kadar xantin tertinggi. Garis pada grafik kontur menunjukkan

kombinasi antar faktor dengan permukaan dari hubungan interaksi antar faktor

dapat dilihat lebih jelas pada grafik 3-D yang ditunjukkan pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Kadar Xanton

51

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa kurva berbentuk cekungan terbuka ke

bawah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kadar xanton tertinggi tidak tepat

berada di titik tengah, akan tetapi berada pada sekitar konsentrasi etanol paling

tinggi dan titik tengah perbandingan pelarut:bahan. Pada Gambar 4.2

menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan maka

akan menghasilkan kadar xanton yang tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya

persamaan polaritas antara etanol dengan xanton (Yoswathana, 2013). Semakin

besar perbandingan pelarut:bahan dapat menyebabkan penurunan kadar xanton,

hal ini disebabkan karena pelarut yang digunakan sudah mulai jenuh sehingga

daya ekstraknya menurun atau dapat juga disebabkan kareba semakin banyak

pengotor yang ikut terekstrak (Chaovanalikit et al., 2012).

4.4.3 Kurva Pengaruh Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan

terhadap Kadar Xanton

Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk

mengetahui model kuadratik dari respon kadar xanton tersebut signifikan.

Apabila titik residual rata-rata berada di sepanjang garis tengah, maka dapat

diasumsikan bahwa kenormalan model terpilih sudah tepat. Kurva normal plot of

residuals dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4. 3 Kurva Normal Plot of Residual terhadap Respon Kadar Xanton

Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa persebaran titik residual yang

terbentuk tidak semuanya tepat pada garis normal, namun dapat terlihat bahwa

52

persebarannya masih di sepanjang garis merah. Data yang berada mendekati

garis normal plot dapat dianggap bahwa data tersebut normal dan sebarannya

merata (Trihadita, 2016). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa data respon kadar xanton sudah memenuhi kenormalan model yang

berarti hasil aktual akan mendekati hasil yang dipresiksi oleh program. Untuk

memastikan normalitas data, dilakukan uji normalitas menggunakan software

Minitab 18 dengan metode Kolmogrov Smirnov. Kurva Probability Plot dari

respon kadar xanton dapat dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4. 4 Kurva Normalitas Kadar Xanton dengan Metode Kolmogrov-Smirnov

Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa mean atau nilai tengah data yaitu

0,2523 dengan standar deviasi sebesar 0,1082 dan P-value yang didapatkan

sebesar >0,150. Nilai P-value yang didapatkan lebih dari 5% (0,05) sehingga

dapat diasumsikan bahwa data telah terdistribusi normal atau telah mengikuti

distribusi normal.

4.5 Hasil Analisis Permukaan Respon Total Antosianin

4.5.1 Evaluasi Model Respon Total Antosianin

Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu berdasarkan jumlah

kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), berdasarkan

pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit) dan berdasarkan ringkasan model

53

statistik (Summary of Statistic). Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat

respon kadar xanton dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.8 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat dari Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) Respon Total Antosianin

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F hitung p-value

(Prob>F) Keterangan

Mean 4572,56 1 4572,56 Linear 265,77 2 132,89 22,68 0,0002 2FI 1,08 1 1,08 0,17 0,6904 Quadratic 41,26 2 20,63 8,89 0,0120 Suggested Cubic 9,54 2 4,77 3,56 0,1092 Aliased Residual 6,70 5 1,34 Total 4896,92 13 376,69

Pemilihan model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model

(Sequential Model Sum of Square) dimulai dengan model linear. Model linear

memiliki bentuk persamaan respon y = β0 +β1X1 + β2X2 mempunyai nilai p

sebesar 0.0002 (0.02%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan model

kurang dari 5% atau berarti bahwa model tersebut nyata (signifikan) terhadap

respon total antosianin. Model selanjutnya yang diamati adalah 2FI (interaksi

antara 2 faktor) yang memiliki bentuk persamaan respon y = β0 +β1X1 + β2X2 +

β3X1X2. Model 2FI memiliki nilai p sebesar 0.6904 (69,04%) yang menunjukkan

bahwa peluang kesalahan dari model lebih dari 5% atau berarti bahwa pengaruh

2FI tidak nyata (tidak signifikan) terhadap respon total antosianin.

Berikutnya adalah model kuadratik yang memiliki bentuk persamaan

respon y = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X12 + β4X2

2 + β5X1X2. Model kuadratik memiliki

nilai p sebesar 0.0120 (1.20%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan

model kurang dari 5% atau berarti bahwa model kuadratik memiliki pengaruh

nyata (signifikan) terhadap respon total antosianin. Model kuadratik ini memiliki

nilai F (F-test) yang paling tinggi dan p-value kurang dari 5%. Menurut

Montogomery (2001) dalam Rahma dkk (2015), bahwa semakin tinggi nilai F

atau semakin kecil p-value (Prob>F) berarti semakin signifikan hubungannya

dengan model yang digunakan.

Model kubik memiliki nilai p sebesar 0.1092 (10,92%) yang menunjukkan

peluang kesalahan model lebih dari 5% dan dapat diartikan bahwa model kubik

memiliki pengaruh yang tidak nyata (tidak signifikan) terhadap respon kadar

xanton. Model kubik dinyatakan aliased (tidak disarankan) oleh program, diduga

model tersebut terlalu kompleks sehingga tidak mungkin digunakan. Berdasarkan

54

keempat model tersebut yang memiliki pengaruh nyata (signifikan) terhadap

respon total antosianin adalah model linear dan model kuadratik. Namun yang

lebih disarankan untuk digunakan adalah model kuadratik karena memiliki

peluang kesalahan yang lebih kecil daripada model yang lain seperti linear, 2FI

dan kubik serta dinyatakan suggested oleh program (Montgomery, 2001).

Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit)

dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% atau p-value > 0,05. Nilai lack of fit

yang tidak signifikan menandakan nilai tersebut tidak berpengaruh terhadap pure

error. Nilai tersebut dianggap menunjukkan adanya kesesuain data respon

dengan model (Melati, 2012). Hasil pemilihan model berdasarkan ketidaktepatan

model dapat dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.9 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan (Lack of Fit) Respon Total Antosianin

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F hitung p-value

(Prob>F) Keterangan

Linear 52,98 6 8,83 6,30 0,0481 2FI 51,90 5 10,38 7,41 0,0376 Quadratic 10,64 3 3,55 2,53 0,1956 Suggested Cubic 1,10 1 1,10 0,78 0,4266 Aliased Pure Error 5,60 4 1,40

Penentuan model didasarkan pada nilai P lebih dari 5%. Tabel 4.10

menunjukkan hasil penelitian model berdasarkan ketidaktepatan model. Model

yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan

nilai P pada model kuadratik sebesar 19,56% (p-value 0.1956) yang berarti

model kuadratik tidak signifikan terhadap ketidaktepatan model. Model linear,

2FI, dan kubik juga memiliki nilai p lebih dari 0,05, namun tidak dipilih karena nilai

p pada Sequential Model Sum of Squares (Tabel 4.9) dari ketiga model memiliki

nilai p lebih dari 0,05.

Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of

statistic) didasari oleh nilai R2 tertinggi, serta niali PRESS dan standar deviasi

terendah. Nilai standar deviasi menunjukkan tingkat keragaman data, semakin

rendah nilai standar deviasi maka data semakin seragam. Sedangkan semakin

kecil nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares) menunjukkan kemungkinan

kesalahan data semakin kecil (Santoso, 2008). Nilai R2 berkisar antara 0-1,

dimana semakin mendekati nilai 1 maka pengaruh variabel penduga terhadap

variabel tergantung semakin kuat (Nawari, 2010). Variabel penduga pada

penelitian ini yaitu konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan.

55

Sedangkan variabel tergantung yang dibahan pada sub-bab ini adalah total

antosianin. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik dapat

dilihat pada Tabel 4.11

Tabel 4.10 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Total Antosianin

Sumber Linear

Standar Deviasi

R-squared

Adjusted R-squared

Predicted R-squared

PRESS Keterangan

Linear 2,43 0,8194 0,7833 0,6951 98,89 2FI 2,53 0,8227 0,7636 0,5274 153,30 Quadratic 1,52 0,9499 0,9142 0,7398 84,41 Suggested Cubic 1,16 0,9793 0,9504 0,7569 78,85 Aliased

Desain terbaik difokuskan pada nilai maksimal adjusted R2 dan predicted

R2 (Montgomery, 2016). Tabel 4.11 menunjukkan hasil penelitian model

berdasarkan ringkasan statistik dari urutan model. Model yang disarankan oleh

Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan nilai R2 , adjusted R2

dan predicted R2 maksimal, yaitu masing masing 0,9499, 0,9142 dan 0,7398.

Nilai R2 pada penelitian ini sebesar 0,9499 dimana hal ini menunjukkan bahwa

konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan berpengaruh terhadap

keragaman respon total antosianin sebesar 94,99%, sedangkan sisanya 5,01%

dipengaruhi oleh faktor lain. Selain itu, pemilihan model juga didasarkan pada

nilai PRESS yang paling kecil yaitu sebesar 84,41 dan standar deviasi sebesar

1,52.

Pada model kubik, terlihat nilai R2 dan adjusted R2 lebih tinggi serta nilai

standar deviasi lebih rendah dibandingkan model kuadratik. Namun, model ini

dinyatakan aliased. Menurut Rahma dkk (2015), model dinyatakan aliased atau

tidak disarankan oleh program, dikarenakan model tersebut diduga terlalu

kompleks sehingga tidak mungkin digunakan. Selain itu, model kuadratik dipilih

karena pada penelitian kali ini menggunakan dua faktor, sedangkan model kubik

tidak dihiraukan karena tidak dapat digunakan apabila faktor penelitian kurang

dari tiga.

4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon

Hasil analisis ragam (ANOVA) respon total antosianin dari ekstrak kulit

buah manggis dapat ditinjau dari nilai p-value dan ketidaktepatan (lack of fit)

dengan nilai p-value < 0,05 dan nilai lack of fit yang tidak signifikan. Hasil analisis

ANOVA respon total antosianin dapat dilihat pada Tabel 4.12

56

Tabel 4.11 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada Respon Total Antosianin Model Kuadratik

Source Sum of Square

Df Mean

Square F Value

p-value Prob>F

Statement

Model 308,11 5 61,62 26,56 0.0002 Signifikan A-Konsentrasi Etanol

246,53 1 246,53 106,24 <0.0001 Signifikan

B-Perbandingan P:B

19,24 1 19,24 8,29 0,0237 Signifikan

AB 1,08 1 1,08 0,47 0,5167 Tidak Signifikan A

2 32,80 1 32,80 14,14 0,0071 Signifikan

B2

13,18 1 13,18 5,68 0,0486 Signifikan Residual 16,24 7 2,32

Lack of Fit 10,64 3 3,55 2,53 0,1956 Tidak Signifikan Pure Error 5,60 4 1.40

Cor Total 324,36 12

Keterangan: Perbandingan P:B adalah perbandingan pelarut:bahan

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat terlihat bahwa variabel A (konsentrasi

etanol) memiliki nilai p <0.0001 yaitu kurang dari 0,05 (p-value < 0,05) sementara

nilai p pada variabel B (perbandingan pelarut:bahan) sebesar 0,0237 yang berarti

lebih kecil dari 0,05 (p-value < 0,05). Apabila nilai p-value kurang dari 0,05, maka

mengindikasikan bahwa model signifikan terhadap respon total antosianin.

Nilai interaksi antara konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan

(AB) pada grafik interaksi dua faktor (2FI) dengan persamaan y = β0 +β1X1 + β2X2

+ β3X1X2 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon kadar

xanton yang ditunjukkan dari nilai p sebesar 0,5167 (p-value > 0,05).

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa model 2FI tidak sesuai untuk

menunjukkan pola yang signifikan dari respon total antosianin.

Variabel konsentrasi etanol (A2) dan perbandingan pelarut:bahan (B2)

pada grafik model kuadratik dengan persamaan y = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X12 +

β4X22 + β5X1X2 memberikan pengaruh yang sama. Hal ini dapat terlihat bahwa

variabel konsentrasi etanol kuadrat (A2) memiliki nilai p sebesar 0.0071 yaitu

kurang dari 0,05 (p-value < 0,05) yang berarti bahwa konsentrasi etanol kuadrat

(A2) memiliki pengaruh yang signifikan. Sementara nilai p pada variabel

perbandingan pelarut:bahan kuadrat (B2) sebesar 0.0486 yang berarti kurang

dari 0,05 (p-value < 0,05) dan menunjukkan bahwa variabel perbandingan

pelarut:bahan kuadrat (B2) memberikan pengaruh yang signifikan. Apabila nilai p-

value kurang dari 0,05, maka mengindikasikan bahwa model signifikan terhadap

respon. Menurut Cai dkk. (2007) apabila nilai p kurang dari 0,05 maka

menunjukkan bahwa model bersifat signifikan. Dengan demikian, model

kuadratik sesuai untuk menunjukkan respon total antosianin secara signifikan.

57

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai p model,

faktor konsentrasi etanol (linear), perbandingan pelarut:bahan (linear),

konsentrasi etanol (kuadrat) dan perbandingan pelarut:bahan (kuadrat) memiliki

nilai kurang dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa model kuadratik, faktor

konsentrasi etanol (linear), perbandingan pelarut:bahan (linear), konsentrasi

etanol (kuadrat) dan perbandingan pelarut:bahan (kuadrat) memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap respon total antosianin. Sementara interaksi kedua

faktor tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

Berdasarkan Tabel 4.12 kolom model ketidaktepatan (lack of fit)

menunjukkan model kuadratik memiliki nilai sebesar 0.1956 atau 19,56% yang

menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan). Hal ini menunjukkan

bahwa model sudah sesuai dengan seluruh rancangan. Menurut Shabbiri et al.

(2012), lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikan karena apabila dalam

kondisi signifikan maka model yang digunakan tidak cocok. Semakin besar nilai

lack of fit, maka semakin kecil kemungkinan error yang terjadi. Suatu model

dianggap tepat apabila pada uji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata

(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu

permasalahan dari suatu analisis yang dikaji jika ketidaktepatan dari model

bersifat nyata (significant) secara statistik (Gasperz, 1995).

Berdasarkan hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada respon total antosianin

model kuadratik akan memberikan persamaan model yang diberikan oleh

program Design Expert 7.1.5. Berikut merupakan persamaan aktual dari model

yang terpilih terhadap respon total antosianin yang dihasilkan.

Y1 = -167,00901 + 3,87352 X1 + 1,12998X2 + 0,010400X1X2 – 0,021715X12 -

0,055060X22

Keterangan: Y1 = Respon total antosianin, X1= Konsentrasi etanol(%), X2= Perbandingan Pelarut:Bahan (v/b) (mL/g)

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai respon total

antosianin yang akan didapatkan apabila konsentrasi etanol dan perbandingan

pelarut:bahan yang diperlukan berbeda atau sebaliknya. Persamaan tersebut

menunjukkan bahwa X12 dan X2

2 yang bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan

adanya titik stationer maksimum dari permukaan respon (Budiandari dan

Widjanarko, 2014). Koefisien X1 dan X2 menunjukkan besarnya kenaikan atau

turunnya nilai Y, dimana jika koefisien X1 atau X2 bernilai positif akan

meningkatkan nilai Y, sedangkan koefisien X1 atau X2 bersifat negatif akan

58

menurunkan nilai Y (Edwards and Cable, 2009). Peningkatan respon total

antosianin dipengaruhi oleh konsentrasi etanol, perbandingan pelarut:bahan dan

interaksi antara kedua faktor.

Persamaan aktual respon total antosianin yang diberikan menunjukkan

bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol (linier) maka total antosianin yang

diperoleh akan semakin meningkat pula. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi

konsentrasi etanol yang digunakan, maka semakin banyak pula antosianin yang

terekstrak dari kulit manggis. Agustin dan Ismiyati (2015) menyebutkan bahwa

bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan maka akan semakin

besar kadar antosianin yang didapatkan, dimana dengan menggunakan pelarut

etanol 96% dapat menghasilkan kadar antosianin maksimum yaitu 48,260 mg/ 25

gram kelopak kembang sepatu. Hasil yang didapat pada masing-masing

konsentrasi juga tidak berbeda jauh dari satu titik ke titik lainnya. Hal ini dapat

disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi etanol maka akan semakin rendah

tingkat kepolaran pelarut yang digunakan yang pada akhirnya dapat

meningkatkan kemampuan pelarut dalam mengekstrak antosianin. Penelitian

yang telah lalu, yaitu pengambilan zat warna antosianin dari kulit rambutan

dilakukan pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut etanol pada berbagai

konsentrasi (70%-90%), dan hasil terbaik adalah pada konsentrasi etanol 95%

(Lydia dkk, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol,

maka semakin baik pula pelarut tersebut dalam mengekstraksi zat warna

antosianin.

Faktor perbandingan pelarut:bahan linear (X2) juga memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap total antosianin. Hal ini ditandai dengan bentuk kurva

yang linear dan menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan pelarut:bahan

maka total antosianin yang terekstrak akan semakin besar. Menurut Cheok et al

(2013), perbandingan pelarut:bahan akan berpengaruh terhadap rendemen yang

dihasilkan. Semakin besar perbandingan pelarut:bahan, maka rendemen akan

semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kontak antara matriks bahan dan

pelarut akan semakin besar ketika volume yang lebih besar digunakan, sehingga

memudahkan pelarut untuk melakukan penetrasi ke dalam matriks bahan dan

melarutkan senyawa target.

Pada faktor interaksi antar konsentrasi etanol (X12) membentuk kurva

kuadratik yang menunjukkan bahwa faktor konsentrasi etanol kuadratik

berpengaruh signifikan terhadap total antosianin. Gradasi warna yang terbentuk

59

akan membentuk warna garis cekung atau dapat diartikan bahwa semakin besar

konsentrasi etanol yang digunakan dalam proses ekstraksi dengan meggunakan

pelarut etanol akan mengalami titik puncak dalam pengambilan senyawa aktif

dimana pelarut akan mengeluarkan senyawa aktif yang berada di dalam bahan

serta yang memiliki sifat sama dengan pelarut yang digunakan. Selanjutnya pada

konsentrasi tertentu, total antosianin yang terekstrak akan semakin turun. Hal ini

disebabkan karena pada konsentrasi etanol yang tinggi, diduga sifat pelarut yang

digunakan memiliki polaritas yang yang terlalu rendah sehingga pada konsetrasi

yang terlalu tinggi jumlah antosianin yang terekstrak akan menurun (Ahda, 2014).

Goodwin dan Mercer (1972) di dalam Brouillard (1982), menyatakan

antosianin dalam sel tumbuhan terletak dalam vakuola (aquaeous solution),

sehingga kemungkinan besar antosianin bersifat polar. Kelarutan antosianin

yang lebih besar dalam etanol juga dapat dipengaruhi oleh terikatnya gula

dengan pigmen antosianin akibat adanya glikosilasi pada struktur antosianin

dapat meningkatkan stabilitas antosianin (Rein, 2005). Reaksi glikosilasi

memberikan kelarutan dan kestabilan terhadap pigmen antosianin. Beberapa

jenis gula yang dapat terglikosilasi misalnya jenis monosakarida hingga

disakarida. Glikosilasi struktur antosianidin dengan disakarida relatif lebih stabil

dibandingkan dengan monosakarida. Jumlah gugus gula yang terikat juga

mempengaruhi stabilitas warna antosianin (Garcia-Viguera dan Bridle, 1999).

Faktor interaksi antar perbandingan pelarut:bahan (X22) membentuk kurva

kuadratik yang menunjukkan bahwa perbandingan pelarut:bahan kuadratik

berpengaruh signifikan terhadap total antosianin. Gradasi warna yang terbentuk

akan membentuk warna garis cekung atau dapat diartikan bahwa semakin besar

perbandingan pelarut:bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi akan

mengalami titik puncak dalam pengambilan senyawa aktif dimana pelarut akan

mengeluarkan senyawa aktif yang berada di dalam bahan. Selanjutnya pada

perbandingan tertentu, total antosianin yang terekstrak akan semakin turun. Hal

ini terjadi karena ekstrak sudah berada pada titik jenuh larutan dan intensitas

proses kavitasi berkurang oleh karena itu tidak akan terjadi peningkatan hasil

ekstraksi dengan penambahan pelarut (Brennan, 2006). Penyebab lain adalah

energi dari gelombang ultrasonik diserap terlebih dahulu oleh pelarut sebelum

masuk ke dinding sel tanaman di dalam ekstrak sehingga energi gelombang

ultrasonik akan berkurang ketika masuk ke dalam dinding sel tanaman (Wang

dan Wang, 2004).

60

Persamaan yang dihasilkan menunjukkan interaksi konsentrasi etanol

dan perbandingan pelarut:bahan meningkatkan nilai respon total antosianin.

Namun, pada hasil ANOVA menunjukkan interaksi kedua faktor tidak

berpengaruh. Hal ini diguga terdapat interaksi pada kedua faktor, namun tidak

begitu terlihat. Penyebab interaksi kedua faktor bersifat tidak signifikan diduga

karena rentang konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan yang kurang

besar.

Hubungan antara faktor perbandingan pelarut:bahan dan konsentrasi

etanol terhadap respon kadar xanton dapat digambarkan pada grafik kontur plot

(Gambar 4.5) dan grafik 3-D permukaan respon (Gambar 4.6).

Gambar 4. 5 Grafik Kontur Plot Respon Total Antosianin

Pada grafik kontur (Gambar 4.5), sumbu x menunjukkan faktor

konsentrasi etanol dan sumbu y menunjukkan faktor perbandingan

pelarut:bahan. Warna yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan nilai

respon total antosianin. Warna biru menunjukkan nilai total antosianin terendah

dan warna merah menunjukkan nilai total antosianin tertinggi. Garis pada grafik

kontur menunjukkan kombinasi antar faktor dengan permukaan dari hubungan

interaksi antar faktor dapat dilihat lebih jelas pada grafik 3-D yang ditunjukkan

pada Gambar 4.6

61

Gambar 4. 6 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Total Antosianin

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa kurva berbentuk cekungan

terbuka ke bawah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai total antosianin tertinggi

tidak tepat berada di titik tengah, akan tetapi berada pada sekitar konsentrasi

etanol paling tinggi dan perbandingan pelarut:bahan tertinggi.

4.5.3 Kurva Pengaruh Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan

terhadap Total Antosianin

Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk

mengetahui model kuadratik dari respon kadar xanton tersebut signifikan.

Apabila titik residual rata-rata berada di sepanjang garis tengah, maka dapat

diasumsikan bahwa kenormalan model terpilih sudah tepat. Kurva normal plot of

residuals dapat dilihat pada Gambar 4.7

Gambar 4. 7 Kurva Normal Plot of Residual terhadap Respon Total Antosianin

62

Pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa persebaran titik residual yang

terbentuk tidak semuanya tepat pada garis normal, namun dapat terlihat bahwa

persebarannya masih di sepanjang garis merah. Data yang berada mendekati

garis normal plot dapat dianggap bahwa data tersebut normal dan sebarannya

merata (Trihadita, 2016). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa data respon total antosianin sudah memenuhi kenormalan model yang

berarti hasil aktual akan mendekati hasil yang dipresiksi oleh program. Untuk

memastikan normalitas data, dilakukan uji normalitas menggunakan software

Minitab 18 dengan metode Kolmogrov Smirnov. Kurva Probability Plot dari

respon kadar xanton dapat dilihat pada Gambar 4.8

Gambar 4. 8 Kurva Normalitas Total Antosianin dengan Metode Kolmogrov-Smirnov

Pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa mean atau nilai tengah data yaitu

18.91 dengan standar deviasi sebesar 5.021 dan P-value yang didapatkan

sebesar 0.062. Nilai P-value yang didapatkan lebih dari 5% (0,05) sehingga

dapat diasumsikan bahwa data telah terdistribusi normal atau telah mengikuti

distribusi normal.

4.6 Penentuan Titik Optimum Kadar Xanton dan Total Antosianin

Penentuan titik optimum pada faktor konsentrasi etanol dan perbandingan

pelarut:bahan terhadap respon kadar xanton dan total antosianin ditentukan

berdasarkan nilai variabel yang diinginkan. Pada Tabel 4.13, kriteria variabel

konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan yang dipilih yaitu in range.

Pada variabel kedua respon (kadar xanton dan total antosianin), kriteria yang

63

dipilih yaitu maximize, karena masing-masing respon diharapkan memiliki nilai

maksimum yang mendekati nilai batas atas setiap respon.

Tabel 4.12 Kriteria Variabel dan Respon yang Diinginkan

Nama Variabel

Tujuan Batas Bawah

Batas Atas

Bobot Atas

Bobot Bawah

Kepentingan

Konsentrasi Etanol

In range 70 90 1 1 3

Perbandingan Pelarut:Bahan

In range 10 20 1 1 3

Kadar Xanton Maximize 0,091 0,387 1 1 3 Total Antosianin

Maximize 10,53 25,55 1 1 3

Hasil optimasi yang diberikan program Design Expert terdapat 2 solusi

optimasi ekstraksi kulit manggis. Hasil solusi titik optimum yang disarankan dapat

dilihat pada Tabel 4.14

Tabel 4.13 Solusi Titik Optimum Ekstraksi terhadap Kadar Xanton dan Total Antosianin

Konsentrasi Etanol (%)

Perbandingan Pelarut:Bahan

(mL/g)

Respon 1 Kadar Xanton (ppm)

Respon 2 Total

Antosianin Desirability Keterangan

90,00 14,84 0,369062 24,2503 0,929 Selected 90,00 14,71 0,370058 24,1946 0,929

Berdasaekan Tabel 4.14 hasil data analisis menurut Design Expert 7.1.5

didapatkan solusi dengan respon kadar xanton dan total antosianin. Solusi dipilih

berdasarkan derajat ketepatan atau nilai desirability serta nilai respon yang

paling tinggi. Respon kadar xanton dan total antosianin tertinggi didapatkan pada

konsentrasi etanol 90% dan perbandingan pelarut:bahan 14,84 mL/g dengan

nilai desirability 0.929 atau tingkat ketepatan 92.3%. Nilai desirability merupakan

nilai fungsi tujuan optimasi yang menunjukkan kemampuan program untuk

memenuhi keinginan berdasarkan kriteria yang ditetapkan pada produk akhir.

Kisaran nilainya dari 0 dampai dengan 1.0. Semakin mendekati 1.0, maka

semakin tinggi nilai ketepatan optimasi (Raissi dan Farzani, 2009).

4.7 Verifikasi Hasil Optimum Konsentrasi Etanol dan Perbandingan

Pelarut:Bahan terhadap Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin

Verifikasi merupakan tahapan optimasi yang bertujuan untuk

menegaskan kondisi optimum antar faktor yaitu konsentrasi etanol dan

64

perbandingan pelarut:bahan terhadap kadar xanton dan total antosianin. Model

RSM dianggap memadai apabila nilai prediksi respon pada saat kondisi optimum

mendekati nilai verifikasi (Madamba, 2005). Verifikasi dilakukan pada model

sesuai prediksi kondisi optimum. Pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.16 didapatkan

hasil verifikasi yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5.

Tabel 4.14 Point Prediction Hasil Optimum Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan

Factor Name Level Low Level

High Level

Std. Dev Coding

X1 Konsentrasi

Etanol 90,00 70,00 90,00 0,000 Actual

X2 Perbandingan Pelarut:Bahan

14,84 10,00 20,00 0.000 Actual

Tabel 4.15 Point Prediction Hasil Optimum Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin

Response Prediction SE

Mean 95% CI

low 95% CI High

SE Pred

95% PI low

95% PI high

Kadar Xanton

(mg/100g) 0,369062 0,032 0,029 0,44 0,69 0,21 0,53

Total Antosianin (mg/100g)

24,2503 0,79 22,38 26,12 1,72 20,19 28,31

Tabel 4.15 dan Tabel 4.16 merupakan hasil optimum dari yang disarankan oleh

Design Expert 7.1.5, kemudian dilakukan penelitian yang sesuai dengan nilai

optimum yang didapatkan untuk membuktikan apakah hasil verifikasi sudah

sesuai dengan prediksi software. Hasil analisis verifikasi dapat dilihat pada Tabel

4.17

65

Tabel 4.16 Hasil Verifikasi Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin dari Ekstrak Kulit Manggis

Variabel Bebas Respon

Konsentrasi Etanol (%)

Perbandingan Pelarut:Bahan

(mL/g)

Kadar Xanton

(mg/100g)

Total Antosianin (mg/100 g)

Prediksi*

90,00 14,84 0,37 24,25 Verifikasi** 90,00 14,84 0,34±0,02 22,74±0,59 Hasil Uji T (P Value) 0,28 (NS) 0,17 (NS)

Keterangan : *Hasil prediksi Design Expert 7.1.5

**Hasil verifikasi penelitian aktual merupakan rerata dari 2 ulangan ±

standar deviasi

NS: Not Significant

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat terlihat bahwa hasil rerata verifikasi kadar

xanton dan total antosianin secara berurutan adalah 0,34mg/100g dan

22.74mg/100g. Sementara titik target yang disarankan untuk kadar xanton dan

antosianin secara berurutan adalah 0,37 mg/100g dan 24.25 mg/100g. Hasil

verifikasi dan prediksi dilakukan Uji T (Lampiran 6) dengan Minitab 17 untuk

menentukan kesesuaian hasil prediksi. Nilai p pada kedua respon lebih dari 0,05,

dimana artinya nilai prediksi dan nilai penelitian tidak berbeda nyata (not

significant). Hal ini mengindikasikan bahwa model sudah sesuai dan solusi

variabel bebas yang diberikan program dapat diterima.

4.8 Analisis Aktivitas Antioksidan (IC50) Ekstrak Kulit Buah Manggis

Pada prinsipnya metode penangkal radikal bebas merupakan pengukuran

penangkalan radikal bebas sintetik dalam pelarut organik polar seperti etanoll

pada suhu kamar oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan.

Proses penangkalan radikal bebas ini melalui mekanisme pengambilan atom

hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas sehingga radikal bebas

menangkap satu elektron dari antioksidan. Radikal bebas sintetik yang

digunakan adalah DPPH, senyawa ini bereaksi dengan senyawa antioksidan

melalui pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan untuk

mendapatkan pasangan elektron. Keberadaan sebuah antioksidan dimana dapat

menyumbangkan elektron kepada DPPH, menghasilkan warna kuning yang

merupakan ciri spesifik dari reaksi radikal DPPH (Pokorny et al., dalam Kiay et

al., 2011). Senyawa yang memiliki kemampuan penangkal radikal umumnya

merupakan pendonor atom hidrogen (H), sehingga atom H tersebut dapat

ditangkap oleh radikal DPPH untuk berubah menjadi bentuk netralnya.

66

Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan rumus persamaan regresi linear

yaitu y = ax±b, dengan nilai y adalah 50 dan x adalah IC50. Berdasarkan analisis

yang dilakukan, nilai IC50 dari ekstrak kulit buah manggis ini adalah 13,17±0,91

ppm. Suatu antioksidan dinyatakan memiliki aktivitas antioksidan kuat apabila

memiliki nilai IC50 kurang dari 100µg/mL, sementara itu aktivitas antioksidan

dengan kekuatan sedang memiliki nilai IC50 100-200 µg/mL dan lebih dari 200

µg/mL (Pribadi et al., 2008). Berdasarkan penggolongan tersebut secara umum

ekstrak kulit manggis memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.

Tabel 4. 17 Hasil pengukuran IC50 ekstrak kulit buah manggis

Sampel Hasil Analisa IC50

(ppm)

Hasil Literatur IC50

(ppm)

Uji T

(p-value)

Ekstrak Kulit Buah

Manggis 13,17±0,91 7.48* 0,07

Keterangan: * Tjahjani et al. (2014)

Berdasarkan tabel diatas, dapat terlihat bahwa nilai IC50 hasil analisis

ekstrak kulit buah manggis memiliki nilai 13,17±0,91 ppm sementara menurut

literatur adalah sebesar 7,48 ppm. Hasil Uji T (Lampiran 6.3) menunjukkan tidak

adanya perbedaan yang nyata (p>0,05) antara hasil analisis dengan literatur.

Penelitian yang dilakukan oleh Tjahjani et al. (2014) dilakukan dengan cara

pengambilan ekstrak kulit manggis dengan menggunakan metode maserasi dua

pelarut yaitu etanol dan campuran antara heksan dan air. Apabila dilihat dari

nilainya, terdapat perbedaan antara hasil analisa dengan literatur. Perbedaan

data tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah

umur buah, asal buah manggis itu sendiri, pelarut yang digunakan serta

preparasi bahan sebelum dilakukan proses ekstraksi (Suttirak dan

Manurakchinakorn, 2012).

Besarnya nilai IC50 bukan mewakili besarnya kandungan antioksidan pada

suatu bahan, akan tetapi menunjukkan tingkat kekuatan antioksidan. Nilai rerata

IC50 serbuk kulit manggis pada penelitian ini sudah memenuhi syarat mutu yang

ditetapkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

(2012) dengan nilai IC50 maksimal 44,49 ppm. Menurut Kurniawati et al. (2010),

kualitas buah manggis dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan pada kulitnya.

Contohnya pada buah dengan kulit burik akibat adanya serangan hama atau

kerusakan fisik membutuhkan peran antioksidan yang lebih besar sehingga

aktivitas antioksidannya berkurang.

67

Nilai IC50 suatu bahan juga dipengaruhi oleh perlakuan pendahuluan yang

diterapkan pada bahan. Salah satunya adalah adanya proses ekstraksi dengan

menggunakan ultrasonik. Ekstraksi dengan menggunakan gelombang ultrasonik

dapat menyebabkan adanya fenomena kavitasi. Fenomena kavitasi selain

memiliki efek secara fisik juga memiliki efek kimiawi pada proses ekstraksi.

Kavitasi dapat menghasilkan radikal yang sangat reaktif seperti H+ dan OH-

ketika sonikasi menggunakan medium air (Henglein, 1993). Efek kimia tersebut

dapat memberikan dampak yang positif atau negatif tergantung pada proses.

Pembentukan radikal OH- selama kavitasi dapat mempengaruhi kualitas

beberapa makanan. Ashokkumar et al. (2008) mengobservasi penurunan 20%

aktivitas antioksidan cyanidin-3-glucoside dari nilai awalnya pada proses sonikasi

selama 4 jam sebaliknya radikal tersebut juga dapat digunakan untuk

meningkatkan fungsi bahan makanan. Studi yang dilakukan Ashokkumar dan

Grieser (1999) menunjukkan bahwa proses sonikasi pada senyawa fenol

menyebabkan perubahan posisi hydroksilasi menjadi ortho-, meta- dan para-

sehingga dapat dikatakan pembentukan OH- akibat proses sonikasi dapat

meningkatkan sifat antioksidan dari senyawa tumbuhan seperti flavonoid.

67

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil optimasi proses ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan

metode ultrasonic bath extraction adalah dengan konsentrasi etanol 90% dan

perbandingan pelarut:bahan (v/b) 14,84 mL/g sebesar 0,34±0.02 mg/100g untuk

kadar xanton dan 22.74±0.58 mg/100g untuk total antosianin. Model yang dipilih

yaitu kuadratik untuk kedua respon. Persamaan yang didapatkan untuk kadar

xanton yaitu Y1 = - 4,73371 + 0,086563X1 + 0,16159X2 -1,02500E-003X1X2 –

3,87875E-00 X12 - 2,61150E-003X2

2.. Semantara, persamaan untuk total

antosianin yaitu Y1 = -167,00901 + 3,87352 X1 + 1,12998X2 + 0,010400X1X2 –

0,021715X12 - 0,055060X2

2.

Nilai hasil aktivitas antioksidan IC50 dari ekstrak kulit manggis hasil optimasi

adalah 13,17±0,91 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kulit manggis

memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena memiliki nilai IC50 kurang dari

100µg/mL.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini yaitu

1. Perlu dilakukan pengujian medical properties dari ekstrak kulit manggis hasil

optimasi

2. Perlu adanya aplikasi terhadap produk pangan sehingga dapat

meningkatkan nilai dari produk pangan itu sendiri

3. Sebaiknya digunakan alat ultrasonicbath yang lebih canggih sehingga

amplitudo yang digunakan bisa lebih jelas dan hasil yang didapatkan lebih

optimal

4. Perlu dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut selain etanol

68

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, D. dan Ismiyati. 2015. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Pada Proses Ekstraksi Antosianin Dari Bunga Kembang Sepatu. Jurnal Konversi 4(3)

Ahda, M. 2014. Ethanol Concentration Effect of Mangosten Pell Wxtract to Total Phenolic Content. Jurnal Eksakta 14 (2)

Al-Farsi, M. A. and Chang, Y. L. 2007. Optimization of Phenolics and Dietary Fibre Extraction from Date Seeds. Journal of Food Chemistry 108: 977-985

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis. Washington D.C: AOAC International

Ashokkumar M, Grieser F. 1999. Ultrasound assisted chemical process. Reviews in Chemical Engineering. 15: 41-83

Ashokkumar M, Sunartio D, Kentish S, Mawson R, Simons L, Vilkhu K, Versteeg C. 2008. Modification of food ingredients by ultrasound to improve functionality: A preliminary study on model system. Innov Food Sci Emerg. 9:155-160

Ayuningtyas, C. 2010. Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii Blum) (Kajian Perbandingan Pelarut Etanol dengan Bahan dan Lama Ekstraksi). Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya

Brouillard, R. 1982. Chemical Structure of Anthocyanins dalam Anthocyanins as Food Colors. New York: Academic Press

Budiandari, R. U., dan Widjanarko, S. B. Optimasi Proses Pembuatan Lempeng Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) sebagai Alternatif Pangan Masyarakat Pesisir. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(3): 10-18

Cai Y, Ng P. K. L., Choy S. 2007 Freshwater Shrimp of The Family Atyidae (Crustacea, Decapoda, Caridea) from Peninsular Malaysia and Singapore. Journal of Zoology 55: 277-309

Cameron Devon K. dan Wang Ya-Jane. 2006. Application of Protease and High-Intensity Ultrasound in Corn Starch Isolation from Degermed Corn Flour. Journal Cereal Chemistry 83(5)

Castaneda-Ovando A., Pacheco-Hernandez M.L. dan Galan Vidal C.A. 2009. Chemical studies of Anthocyanins: A review. Food Chemistry 113:859-871

Chaovanalikit A., Mingmuang, A., Kitbunluewit T., Choldumrongkool H., Sondee J., dan Chupratum S. 2012. Anthocyanin and Total Phenolics Content of Mangosteen and Effect of Processing on The Quality of Mangosteen Products. International Food Research Journal 19 (3): 1047-1053

69

Cheok, C. Y., Chin, N. L., Yusof, Y. A. dan Talib R. A. 2013. Optimization of Total Monomeric Anthocyanin (TMA) and Total Phenolic Content (TPC) Extraction of Mangosteen (Garcinia mangostana Linn.) hull. Journal Industrial Corps and Product. ISSN: 0926-6690

Chitra, S., Khritika M. V. dan Pavitra S. 2010. Introduction of Apoptosis by Xanthones from Garcinia mangostana in Human Breast and Laryngeal Carcinoma Cell Lines. Journal of Natural Product

Dawn, B. Marks, Allan D. Marks dan Colleen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis Cetakan 1. Jakarta: Penerbit EGC

Dewi, I. D. A. D. Y., Astuti, K. W., Warditiani, N.K.. 2011. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Udayana

Departemen Kesehatan RI. 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dolatowski, Z.J., Joana Stadnik dan Dariusz Stasiak. 2007. Application of Ultrasound in Food Technology. Issue 6 (3) 2007 pp. 88-99

Edwards,J.R. dan Cable, D. M. (2009). The Value of Value Congruence. Journal of Applied Psychology 94: 654-677

Farida, R. dan Fithri C. N. 2015. Ekstraksi Antosianin Limbah Kulit Manggis Metode Microwave Assisted Extraction (Lama Ekstraksi dan Rasio Bahan:Pelarut). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2)

Fennema. 1996. Food Chemistry 3th Edition. New York: Marcel Dekker, Inc

Gao, L. dan G. Mazza. 1996. Extraction of Anthocyanin Pigments from Purple Sunflower Hulls. Journal Food Science 61: 600-603

Garcia-Vieguera C., and Bridle, P., 1999. Influence of Structure on Colour Stability of Anthocyanins and Flavylium Salts with Ascorbic Acid. Journal Food Chemistry 64: 21-26

Golmohamadi G, Moller G, Powers J, Nindo C. 2013. Effect of ultrasonic frequency on antioxidant activity, total phenolic and anthocyanin content of red raspberry puree. Ultrason Sonochem 20:1316-1323

Hasyim A. dan K, Iswari. 2012. Manggis Kaya Antioksidan. Dilihat pada tanggal 3 Juni 2018. <http://hortikultura.litbang.deptan.go.id>

Hadiyat, A. 2012. Response-surface dan Taguchi : Sebuah Alternatif atau Kompetisi dalam Optimasi secara Praktis. Prosiding Seminar Nasional Industrialisasi Madura: 134-139

Henglein, A. 1993. Contributions to Various Aspects of Cavitation Chemistry. Journal Advances in Sonochem 3: 17-83

Ho, C. H. L., Cacace, J. E. and Mazza, G. 2008. Mass transfer during pressurized low polarity water extraction of lignans from flaxseed meal. Journal of Food Engineering 89: 64-71

70

Iswari, K. & Sudaryono, T. 2007. Empat Jenis Olahan Manggis, Si Ratu Buah Dunia dari Sumbar. Padang: BPTP

Jose, P. C. , N. Cárdenas-Rodríguez, M. Orozco-Ibarra, and J. M. Pérez-Rojas. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Journal Food and Chemical Toxicology 46 (10): 3227–3239

Jastrzebska, W, Librowski T, Czarnecki R, Marona A, dan Nowak G. 2003. Central Activity of New Xhantone Dervates with Chiral Center in Some Pharmacological Test in Mice. Poshs Jurnal of Pharmacology 55: 461-465

Keil, FJ. 2007. Modeling of process intensification Ultrasonic vs. Microwave extraction intensification of active principles from medicinal plants. AIDIC Conference Series. 9: 1-8

Kuldikole, J. 2002. Effect of Ultrasound, Temperature and Pressure Treatments on Enzym Activity and Quality Indicators of Fruit and Vegetables Juices. Disertasi. Berlin: University Berlin

Kurniawati, A., Poerwanto R, Sobir, Effendi D, Cahyana H. 2010. Evaluation of fruit characters, xanthones content and antioxidant properties of various qualities of mangosteens (Garcinia mangostana L.). J Agron Indonesia. 38 (3): 232 -7

Lydia, S. W., Simon B. W., dan Susanto T. 2001. Ekstraksi dan Karakterisasi Pigmen dari Kulit Buah Rambutan (Niphelium Lappaceum). Var. Binjai. Jurnal Biosain1(2): 42-53

Macmudah, S., Qifni Yasa’ Ash Shiddiqi, Achmad Dwitama Kharisma dan Widyastuti. 2015. Subcritical Water Extraction of Xanthone from Mangosteen (Garcinia mangostana Linn.) Pericarp. Journal of Advanced Chemical Engineering 5:117. doi:10.4172/2090-4568.1000117

Madamba, P. S. 2005. Determination of Optimum Intermittent Drying Condition for Rough Rice (Oryza sativa L.). Journal of Technology 38: 157-165

Mardiana, L. 2011. Ramuan dan Khasiat Kulit Manggis. Jakarta : Penebar Swadaya

Mason, T.J. 1990. Sonochemistry: The Use of Ultrasonic in Chemistry Volume 1. Cambridge (UK): Royal Society of Chemistry

Miryanti, A., Sapei L, Budiono K, Indra S. 2011. Ekstraksi antioksidan dari kulit manggis (Garcinia mangostana L.). Bandung: LPPM Universitas Katolik Parahyangan

Montgomery, D. C.. 1984. Design and Analysis Experiment 2nd Edition. New York: John Wiley and Sons Inc.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan 7(2)

71

Negi, J. S., V. K. Bisht. P. Singh, M. S. M. Rawat dan G. P. Joshi. Review Article: Naturally Occurring Xanthones: Chemistry and Biology. Journal of Applied Chemistry page 1-9

Nuryanti dan Salimy, D. H. 2008. Metode Permukaan Respon dan Aplikasinya pada Optimasi Eksperimen Kimia. Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 373-391

Orozco F.G., and Failla M.L. 2013. Biological Activities and Bioavailability of Mangosteen Xanthones. A Critical Review of the Current Evidence Nutrients 53163-3183

Pasaribu, Fidayani, Panal Sitorus dan Saiful Bahri. 2012 Uji Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah. Journal of Phar,aceutics and Pharmacology 1 (1): 1-8

Prihatman. 2000. Manggis (Garcinia mangostana L.). Jakarta: Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Prior, R.L. 2003. Fruits and Vegetables in The Prevention of Cellular Oxidative Damage. Journal Clinic Nutrient 78: 570S-578S

Purwanto, H. 2010. Pengembangan Microwave Assisted Extractor (MAE) pada Produksi Minyak Jahe dengan Kadar Zingiberene Tinggi. Jurnal Momentum 6(2): 9-16

Puspitasari, L., Swastini, D.A., Arisanti, C.I.A. 2012. Korespondensi: Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Bali: Universitas Udayana

Rahma, R. A., Widjanarko, S. B., Sunaryanto, R., dan Yunianta. 2015. Optimasi Media Fermentasi Aspergillus oryzae, Penghasil Anti Jamur Patogen Buah Kakao Phytophthora palmivora. Jurnal Agritech 35(3)

Rahmawati, A. dan Putri, W. D. R. 2013. Karakteristik Ekstrak Kulit Jeruk Bali Menggunakan Metode Ekstraksi Ultrasonik (Kajian Perbandingan Lama Blansing dan Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri 1(1): 26-35

Raissi, S. dan Farzani, R. E. 2009. Statistical Process Optimization Trough Multi-Response Surface Methodology. World Academy of Science, Enginering and Technology pp. 267-271

Rein, M. 2005. Copigmentation Reactions and Color Stability of Berry Anthocyanins. Disertasi. Helsinki: University of Helsinki

Rice, C. E., Nicholas M. dan George P. 1997. Antioxidant Properties of Phenolic Compounds. Journal of Pharmacology 2(4): 152-159

Rice, C.A., Miller N.J., Paganga G. 1997. Antioxidant properties of phenolic compounds: reviews. Trends in Plant Science 2(4):152-159

72

Rubiyanti, R., Yasmiwar S. dan Muchtaridi. 2005. Potensi Ekonomi dan Manfaat Kandungan Alfa Mangostin serta Gartanin dalam Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn). Jurnal Farmaka 15(1)

Sari, P., Fitriyah A., Mukhamad K., Unus, Mukhamad F., Triana L. 2005. Ekstraksi dan Stabilitas Antosianin dari Kulit Buah Duwet (Syzigium cumini). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XVI No. 2

Shabbiri K, Adnan A, Jamil S, Ahmad W et al. 2012. Medium Optimization of Protease Production by Brevibacteriuminens DSM 20158, Using Statistical Approach. Journal of Microbiology 43(3): 1051–61.

Shan, T., Q. Ma, K. Guo, J.Liu, W.Li, F Fang dan E. Wu. 2011. Xanthone from Mangosteen Extracts as Natural Chemopreventive Agents: Potential Anticancer Drugs. Journal of Pharmacology 11(8): 666-677

Sholihah, M. 2016. Ultrasonic Assisted Extraction Antioksidan dari Kulit Manggis. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Suttirak, W. dan Manurakchinakorn, S. 2012. Effect of Dipping Conditions on Colorant Properties of Mangosteen Peel Extract. Proceedings of the 4th Walailak Research Conference, page 246

Teixeira M., M. Pinto dan C. M. Barbosa. 2004. Validation of a spectrophotometric method for quantification of xanthone in biodegradable nanoparticles. Journal Pharmazie 59: 257–259

Tjahjani, S., Wahyu W., Khie K., Adrian S. dan Rita T. 2014. Antioxidant Properties of Garcinia mangostana L. (Mangosteen) Rind. Procedia Chemistry. Volume 13: 198-203

Trihaditia, R. 2016. Penentuan Nilai Optimasi dari Karatakteristik Organoleptik Aroma dan Rasa Produk Teh Rambut Jagung dengan Penambahan Jeruk Nipis dan Madu. Jurnal Agroscience 6(1)

Trisnobudi, Amoranto. 2006. Fenomena Gelombang. Catatan Kuliah. Bandung: Penerbit ITB

Verheij, E. W. M. dan R. E. Coronel. 1997. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara. Penerjemah: S. Danimihardja, H. Sutarno, N. W. Utami dan D. S. H. Hospen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Weecharangsan, W., dan P. Opanasopit. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Medical Principle Practice 15(4): 281-7

Wijaya, L. A. 2010. Kandungan Antioksidan Ekstrak Tepung Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) pada Berbagai Pelarut, Suhu, dan Waktu Ekstraksi. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Wijaya, L. A., Marcel P.S., Fenny S. 2009. Mikroenkapsulasi Antosianin sebagai Pewarna Makanan Alami Sumber Antioksidan berbasis

73

Limbah Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.). Bogor: Institut Pertanian Bogor

Yoswathana, N. dan M.N. Eshtiagi. 2015. Optimization of Subcritical Ethanol Extraction for Xanthone from Mangosteen Pericarp. International Journal of Chemical Engineering and Applications 6 (2)

Yoswathana,N. 2013. Accelerated Extraction of Xanthone from Mangosteen Pericarp Using Ultrasonic Technique. African Journal of Pharmacy and Pharmacology 7(6): 302-309

Zhao, Y., LI Zhe, Zhang Yan-Di. 2012. Optimization of Ultrasonic-Assisted Extraction of Total Xanthones from Mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Journal of Food Science 33(22): 17-21