BAB II TINJAUAN PUSTAKA STUDIO 1 CIBITUNG KAB. SUKABUMI

29
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori Perencanaan Desa 2.1.1 Proses Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Desa Perencanaan tata ruang merupakan metode-metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa. Menurut Permen PU No. 16 tahun 2009 Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning (CEMAT), yang berbunyi: " Perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama." Di Indonesia konsep perencanaan tata ruang mempunyai kaitan erat dengan konsep pengembangan wilayah. Konsep pengembangan wilayah telah dikembangkan antara lain oleh Sutami pada era 1970-an, dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif akan mampu mempercepat terjadinya pengembangan wilayah, juga Poernomosidhi (era transisi) 22

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA STUDIO 1 CIBITUNG KAB. SUKABUMI

BAB 2KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori Perencanaan Desa2.1.1 Proses Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Desa

Perencanaan tata ruang merupakan metode-metode yang digunakan

oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas

dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari

semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan

regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai

tingkat internasional seperti Uni Eropa.

Menurut Permen PU No. 16 tahun 2009 Rencana tata ruang wilayah

(RTRW) kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah

kabupaten, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah

kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang

wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan

pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian

pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European

Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang

diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung

jawab atas Regional Planning (CEMAT), yang berbunyi: "Perencanaan tata

ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi,

sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah

ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai

pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan

regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama."

Di Indonesia konsep perencanaan tata ruang mempunyai kaitan erat

dengan konsep pengembangan wilayah. Konsep pengembangan wilayah telah

dikembangkan antara lain oleh Sutami pada era 1970-an, dengan gagasan

bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif akan mampu mempercepat

terjadinya pengembangan wilayah, juga Poernomosidhi (era transisi)

22

23

memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota yang hirarki prasarana

jalan melalui Orde Kota.

Selanjutnya Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep

Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU

No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada era 90-an, konsep pengembangan

wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI

dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan

perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium,

bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk

mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini undang-

undang Tata Ruang yang terbaru adalah UU No. 26 tahun 2007.

2.1.2 Elemen-Elemen Tata Ruang dan Pola Permukiman DesaUnsur permukiman terdiri dari unsur Wisma (tempat tinggal), karya

(tempat berkarya), suka (tempat rekreasi/bersantau/hiburan) dan penyempurna

(peribadatan, pendidikan, kesehatan dan utilitas umum) atau berintegrasi

didalam suatu lingkungan dan hubungan satu sama lain oleh unsure marga

(Jaringan Jalan) . Pola permukiman umumnya diartikan sebagai susunan sifat

persebaran permukiman dan sifat hubungan antara faktor – faktor yang

menentukan terjadinya sifat persebaran permukiman tersebut. Pola permukiman

penduduk desa merupakan salah satu aspek yang dapat menggambarkan

keterkaitan antara struktur fisik desa dengan pola kehidupan internal

masyarakatnya. Karakteristik permukiman penduduk desa secara umum ditandai

oleh permukiman yang cenderung berkelompok membentuk suatu

perkampungan. Ada 6 pola desa menurut Bintaro (dalam Daldjoeni 1998) yaitu:

1. Pola memanjang jalan

2. Pola memanjang sungai

3. Pola radial

4. Pola tersebar

5. Pola memanjang pantai

6. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api

Pola permukiman dipedesaan dibagi menjadi 3 menurut Johara antara lain:

1. Pola permukiman menyebar (disseminated rural settlement)

a. Farmstead : rumah petani terpencil yang dilengkapi gudang alat

mesin, penggilingan gandum, lumbung dan kandang ternak.

24

b. Homestead : rumah terpencil

c. Road site : bangunan terpencil ditepi jalan (restoran, pompa bensin,

motel, dan lain – lain)

Ciri – cirri dari pola permukiman ini adalah jarak antara permukiman

penduduk yang satu dengan yang lain relative jauh. Hal ini menyebabkan tipe

permukiman pola menyebar tidak kondusif lagi bagi perhubungan desa dan

dapat menggangu evolusi dari desa yang baru terbentuk menjadi komunitas

fungsional.

1. Pola permukiman terpusatPola permukiman terpusat, yakni pola permukiman yang rumahnya

mengelompok (agglomerated rural settlement), dan merupakan dusun (hamlet)

yang terdiri atas kurang dari 40 rumah dan kampung (village) yang terdiri atas 40

rumah atau lebih. Disekitar kampong dan dusun terdapat tanah pertanian,

perikanan, peternakan, pertambangan, kehutanan, dan tempat bekerja sehari –

hari. Pola permukiman ini terdapat didaerah pegunungan. Pada umumnya,

warganya masih satu kerabat. Pemusatan tempat tinggal tersebut didorong oleh

adanya rasa kegotong royongan. Jika jumlah penduduk bertambah, pemekaran

permukiman mengarah kesegala arah dan tanpa adanya rencana. Sementara

itu, pusat – pusat kegiatan penduduk dapat bergeser mengikuti pemekaran. Ciri

– cirri permukiman terpusat adalah :

a. Plot rumah saling berhubungan

b. Jarak rumah penduduk dengan lahan pertanian mereka agak jauh

c. Areal pertanian pribadi dapat tersebar luas.

2. Pola permukiman linierPermukiman penduduk didataran rendah umumnya membentuk pola

permukiman linier, dengan rentangan jalan raya yang menembus desa. Jika

terjadi pemekaran, tanah pertanian menjadi permukiman baru. Ada kalanya

pemekaran menuju kearah pedalaman. Untuk memudahkan transportasi

dibuatkan jalan baru mengelilingi desa, semacam ring road.

Ada lima unsur ekistik pembentuk pola permukiman, antara lain :

1. Nature (fisik alam), meliputi tanah/geologi, kelerengan, ketinggian, iklim

hidrologi/sumberdaya air, vegetasi/tanaman dan hewan

2. Man (manusia), meliputi kebutuhan ruang kegiatan manusia, sensasi dan

persepsi, kebutuhan emosional dan nilai – nilai moral.

25

3. Society, meliputi komposisi dan kepadatan penduduk, stratifikasi

masyarakat, bentuk – bentuk kebudayaan masyarakat, pertumbuhan

ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan kesejahteraan serta

hukum dan administrasi.

4. Shell, meliputi rumah, pelayanan masyarakat, pusat perdagangan dan

pasar, fasilitas rekreasi, masyarakat dan pusat kegiatan, sector industri,

dan pusat pergerakan.

5. Network, meliputi sistem jaringan air, sistem jaringan listrik, sistem

transportasi, sistem komunikasi, sistem pembuangan dan drainase, dan

bentuk fisik.

Secara kronologis kelima elemen ekistik tersebut membentuk lingkungan

permukiman. Nature (unsur alami) merupakan “wadah” manusia sebagai individu

(man) berada didalamnya dan membentuk kelompok – kelompok social yang

berfungsi sebagai suatu masyarakat (society). Kelompok social tersebut

membutuhkan perlindungan sebagai tempat untuk dapat melaksanakan

kehidupannya, maka mereka menciptakan shell. Shell berkembang menjadi

bertambah besar dan semakin kompleks, sehingga membutuhkan network untuk

menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut. Berdasarkan

pengertian terdiri dari “isi” (content) berupa manusia baik secara individual

maupun dalam masyarakat dan “wadah” (container) berupa lingkungan fisik

permukiman.

2.1.3 Elemen-Elemen Pembangunan PerdesaanDesa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan

hanya dikarenakan sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di desa,

tetapi desa memberikan sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas

nasional. Pembangunan desa adalah merupakan bagian dari rangkaian

pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya

pembangunan secara berkesinambungan yang melipu

ti seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan pembangunan desa yang terencana, maka

pemerintah desa dan seluruh elemen masyarakat harus terlibat dalam proses

perencanaan pembangunan. Bentuk perencanaan pembangunan, seperti

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa dan Rencana Kerja

26

Tahunan (RKT), merupakan beberapa contoh perencanaan pembangunan

tersebut.

Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,

mewajibkan kepada Pemerintah Desa untuk menyusun Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa

(RKP Desa).Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)

adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah

kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum

dan program, dengan memperhatikan RPJMD, program Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan

rencana kerja.Selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun

2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, pasal 2 (ayat 3) menyatakan

bahwa RPJMDes memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan

desa, dan program kerja desa.

RPJMDes sebagai suatu rencana pembangunan desa harus melibatkan

segenap komponen masyarakat desa didalam penyusunan, pelaksanaan dan

pengawasannya. Rencana pembangunan desa semestinya menerapkan prinsip-

prinsip :

a. Pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan

kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara;

b. Partisipatif, yaitu kikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif

dalam proses pembangunan;

c. Berpihak kepada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di

pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;

d. Terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat

dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa

e. Akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan

pembangunan dapat dipertanggung jawabkan dengan benar, baik pada

pemerintah di desa maupun pada masyarakat;

f. Selektif, yaitu semua potensi dan masalah terseleksi dengan baik untuk

mencapai hasil yang optimal;

27

g. Efisiensi dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai

dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang

tersedia;

h. Keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan

harus berjalan secara berkelanjutan;

i. Cermat, yaitu data yang diperoleh cukup objektif, teliti, dapat dipercaya,

dan menampung

j. Proses berulang, yaitu pengkajian terhadap sesuatu masalah/hal

dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik;

k. Penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan

penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber

informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan atau sumber

informasi utama dari masyarakat.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) adalah

merupakan dokumen.

2.2 Tinjauan Kebijakan Terkait dengan Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan

2.2.1 Undang-Undang 6 Tahun 2014 tentang DesaDesa adalah wilayah yang ditempati sejumlah penduduk dan merupakan

organisasi pemerintah yang terendah. Wilayah Desa terdiri dari atas beberapa

dusun,atau kampung. Dusun atau kampung terdiri atas beberapa RW (Rukun

Warga) dan RT (Rukun Tetangga).

Pada pasal 1 menjelaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdsarakan

prakarsa masyarakat, hak asal-usul atau hak tradisional yang diakui dalam

system Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal ini juga

menyebut di dalam Desa ada pemerintah desa, Badan Pemusyawaratan Desa,

Musyawarah Desa, Badan Usaha Milik Desa, Peraturan Desa.

Penetapan DesaPengaturan Perdesaan bertujuan untuk :

Melestarikan dan memajukan adat, tradisi dan budaya masyarakat desa

Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa

Memajukan perekonomian masyarakat desa

28

Penataan desa meliputi antara lain :

Dalam pembangunan kawasan perdesaan pada pasal 80 ayat 4 menjelaskan

prioritas pembangunan desa yaitu :

Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar

Pembangunan dan pemiliharaan infrastruktur dan lingkungan

berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya local yang tersedia

Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif

Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan

ekonomi

Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentaraman masyarakat desa

berdasarkan kebutuhan masyarakat desa setempat

2.2.2 Peraturan Pemerintah No.72/2005 tentang DesaPemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagai manadi maksu dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Desa dibentuk atas prakarsa

masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya

masyarakat setempat. Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memenuhi syarat :

Jumlah penduduk

Luas wilayah

Bagian wilayah kerja

Perangkat

Sarana dan prasarana pemerintahan

Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersanding atau

pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih atau pembentukan desa

diluar desa yang telah ada. Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak

lagi memnuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dihapus

atau digabung. Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan lain

yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintah desa dari ditetapkan dengan

peraturan desa. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi

kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintahan Desa bersama BPD dengan

29

memperhatikan saran dan pendapatan masyarakat setempat. Perubahan status

desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan

persyaratan :

Luas wilayah

Jumlah penduduk

Prasarana dan sarana pemerintahan

Potensi ekonomi

Kondisi sosial budaya masyarakat

Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan perangkatnya diisi dari

pegawai negeri sipil. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat istiadat desa

dan sosial budaya masyarakat setempat.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup :

Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa

Tugas pembentukan dari pemerintahan, pemerintahan provinsi, dan

pemerintahan kabupaten/kota

Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan

diserahkan kepada desa

2.2.3 Permendagri No.04/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan DesaPengelolaan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan,

pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan,

penghapusan, pemindah-tanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan,

pengawasan dan pengendalian. Kekayaan Desa adalah barang milik Desa yang

berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Tanah

Desa adalah barang milik desa berupa tanah bengkok, kuburan, dan titisara.

Pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa yang tidak dipergunakan

dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah

guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status Kekayaan Desa.

Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa oleh pihak lain

dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Desa bukan

30

pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah

pemanfa.atan Kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara

mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian

didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah

disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan.

dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun

serah guna adalah pemanfaatan Kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain

dengan cara mendirikan. bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan

setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak

lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

Jenis Kekayaan Desa sebagai berikut :

(1) Jenis kekayaan Desa terdiri atas

a. tanah Kas Desa;

b. pasar Desa;

c. pasar Hewan;

d. tambatan Perahu;

e. bangunan Desa;

f. pelelangan Ikan yang dikelola oleh Desa dan;

g. lain-lain kekayaan milik Desa.

(2) lain-lain kekayaan milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

antara lain :

a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa/Daerah;

b. barang yang berasal dari perolehan lainnya dan atau lembaga dari

pihak ketiga.

c. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

d. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari

perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan peraluran

perundangan yang berlaku.

e. hak Desa dari Dana Perimbangan, Pajak Daerah dan Retribusi

Daera/l;

f. hibah dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Kabupaten/Kota;

g. hibah dari pihak ke 3 (tiga) yang sah dan tidak mengikat; dan

h. hasil kerjasama desa.

31

Kekayaan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi milik

desa. Kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan

dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Pengelolaan kekayaan desa

dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan,

efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Pengelolaan kekayaan desa harus

berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa.

Pengelolaan kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada lio/at (1) harus

mendapatkan persetujuan BPD.

Kekayaan Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dimanfaatkan

sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan

dan pelayanan masyarakat Desa. Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 diperoleh melalui:

a. pembelian;

b. sumbangan;

c. bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain; dan

d. bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

2.2.4 Permendagri No. 05/2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan DesaLembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah

lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan

merupakan mitra Pemerintah Desa dan lurah dalam memberdayakan

masyarakat. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, untuk selanjutnya disingkat

LKMD atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, untuk selanjutnya disingkat

LPM adalah Lembaga atau wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat

sebagai mitra Pemerintah Desa dan Lurah dalam menampung dan mewujudkan

aspirasi serta kebutuhan masyarakat di bidang pembangunan. Karang Taruna

adalah Lembaga Kemasyarakatan yang merupakan wadah pengembangan

generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan rasa

tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda

di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak

dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang secara fungsional dibina dan

dikembangkan oleh Departemen Sosial.

32

Lembaga Adat adalah Lembaga Kemasyarakatan baik yang sengaja

dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam

sejarah masyarakat atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan

wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta

berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai

permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat

istiadat dan hukum adat yang berlaku.

Di desa dan di kelurahan dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan,

Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk

atas prakarsa masyarakat dan/atau alas prakarsa masyarakat yang difasilitasi

Pemerintah melalui musyawarah dan mufakat. Pembentukan Lembaga

Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam

Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Tugas Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;

melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan

mengembangkan pembangunan secara partisipatif;

menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong, dan

swadaya masyarakat; dan

menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka

pemberdayaan masyarakat

Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) mempunyai fungsi:

penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan.

Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat

dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada

masyarakat;

Penyusunan rencana, pelaksana, pengendali, pelestarian dan

pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;

Penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi serta

swadaya gotong royong masyarakat;

Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan

33

Pemberdayaan hak politik masyarakat

Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat

(1) ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui:

peningkatan pelayanan masyarakat;

peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;

pengembangan kemitraan;

pemberdayaan masyarakat; dan

pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

masyarakat setempat

Jenis Lembaga Kemasyarakatan terdiri dari:

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa atau Kelurahan

(LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan

Masyarakat Desa atau Kelurahan (LKMD/LKMK) atau sebutan nama lain;

Lembaga Adat;

Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan;

RT/RW;

Karang Taruna; dan

Lembaga Kemasyarakatan lainnya

2.2.5 Permendagri No. 12/2007 Tentang Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data Profil Desa dan KelurahanProfil Desa dan Kelurahan adalah gambaran menyeluruh tentang karakter

desa dan kelurahan yang meliputi data dasar keluarga, potensi sumber daya

alam, sumber daya manusia, kelembagaan, prasarana dan sarana serta

perkembangan kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa dan kelurahan.

Penyusunan adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan dan publikasi data profil

desa dan kelurahan yang meliputi data dasar keluarga, data potensi desa dan

kelurahan serta tingkat perkembangan desa dan kelurahan. Pendayagunaan

adalah berbagai upaya memanfaatkan data dasar keluarga, data potensi desa

dan kelurahan serta tingkat perkembangan desa dan kelurahan dalam

system perencanaan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan,

pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.

Data adalah sekumpulan keterangan kuantitatif dan/atau kualitatif yang

diperoleh secaralangsung dari sumbernya yang dapat memberikan gambaran

tentang potensi, perkembangan dan permasalahan tertentu. Pendataan adalah

34

kegiatan pengumpulan fakta dan informasi melalui pengisian daftarisian data

dasar keluarga, potensi desa dan kelurahan serta tingkat perkembangan

desadan kelurahan. Potensi Desa dan Kelurahan adalah keseluruhan sumber

daya yang dimiliki ataudigunakan oleh desa dan kelurahan baik sumber daya

manusia, sumber daya alam dankelembagaan maupun prasarana dan sarana

untuk mendukung percepatankesejahteraan masyarakat. Tingkat Perkembangan

Desa dan Kelurahan adalah status tertentu dari capaian hasil kegiatan

pembangunan yang dapat mencerminkan tingkat kemajuan

dan/ataukeberhasilan masyarakat, pemerintrahan desa dan kelurahan serta

pemerintahan daerah dalam melaksanakan pembangunan di desa dan

kelurahan. Profil desa dan kelurahan terdiri atas data dasar keluarga, potensi

desa dan kelurahan, dan tingkat perkembangan desa dan kelurahan. Data dasar

keluarga berisikan gambaran menyeluruh potensi dan perkembangan keluarga

yang meliputi:

potensi sumber daya manusia;

perkembangan kesehatan;

perkembangan pendidikan;

penguasaan aset ekonomi dan sosial keluarga;

partisipasi anggota keluarga dalam proses pemerintahan, pembangunan

dankemasyarakatan;

berbagai permasalahan kesejahteraan keluarga; dan

perkembangan keamanan dan ketertiban di lingkungannya

Data sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

potensi umum yang meliputi batas dan luas wilayah, iklim, jenis dan

kesuburan tanah,

orbitasi, bentangan wilayah dan letak;

pertanian;

perkebunan;

kehutanan;

peternakan;

perikanan;

bahan galian;

sumber daya air;

kualitas lingkungan ruang publik/taman; dan

35

wisata.

Data sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

jumlah;

usia;

pendidikan;

mata pencaharian pokok;

agama dan aliran kepercayaan;

kewarganegaraan;

etnis/suku bangsa;

cacat fisik dan mental; dan

tenaga kerja.

Data sumber daya kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

lembaga pemerintahan desa dan kelurahan;

lembaga kemasyarakatan desa dan kelurahan;

lembaga social kemasyarakatan;

organisasi profesi;

partai politik;

lembaga perekonomian;

lembaga pendidikan;

lembaga adat; dan

lembaga keamanan dan ketertiban.

Data prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

transportasi;

informasi dan komunikasi;

prasarana air bersih dan sanitasi;

prasarana dan kondisi irigasi;

prasarana dan sarana pemerintahan;

prasarana dan sarana lembaga kemasyarakatan;

prasarana peribadatan;

prasarana olah raga;

prasarana dan sarana kesehatan;

prasarana dan sarana pendidikan;

prasarana dan sarana energi dan penerangan;

prasarana dan sarana hiburan dan wisata; dan

36

prasarana dan sarana kebersihan

Tipologi desa dan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

Tipologi desa dan kelurahan persawahan;

Tipologi desa dan kelurahan perladangan;

Tipologi desa dan kelurahan perkebunan;

Tipologi desa dan kelurahan peternakan;

Tipologi desa dan kelurahan nelayan;

Tipologi desa dan kelurahan pertambangan/galian;

Tipologi desa dan kelurahan kerajinan dan industri kecil;

Tipologi desa dan kelurahan industri sedang dan besar; dan

Tipologi desa dan kelurahan jasa dan perdagangan

2.2.6 Permendagri No. 37/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan DesaKeuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka

penyelenggaran pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk

didalamnya segala bentuknya kekayaan yang berhubung dengan hak dan

kewajiban desa tersebut. Pengelolaan Keuangan Desa adalah

keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran,

penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban dan pengawasaan

keuangan desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya

disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang

dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan

Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa. Pemegang

Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa yang karena

jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan

pengelolaan keuangan desa. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa

yang selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh

Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. Bendahara

adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima,

menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan

mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBD.

Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel,

partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Kepala Desa

sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan

37

Keuangan Desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan

desa yang dipisahkan. Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatas, mempunyai kewenangan:

menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes

menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa

menetapkan bendahara desa

menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;

dan

menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa

Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu

oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Pelaksana Teknis

Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) adalah Perangkat Desa, terdiri dari:

Sekretaris Desa; dan

Perangkat Desa lainny

Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, bertindak

selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung

jawab kepada Kepala Desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDesa) terdiri dari:

Pendapatan Desa;

Belanja Desa; dan

Pembiayaan Desa

Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa berdasarkan pada RKPDesa. Sekretaris Desa menyampaikan

rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Kepala Desa untuk

memperoleh persetujuan. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan

Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas kepada BPD untuk dibahas

bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian

rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling

lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya.

Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas, menitikberatkan

pada kesesuaian dengan RKPDesa. Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala ,Desa

sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat 3 (tiga) hari kerja

disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Rancangan Peraturan

38

Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud ayat 2 diatas, ditetapkan paling

lambat 1 (satu) bulan setelah APBD Kabupaten/ Kota ditetapkan.

2.2.7 Permendagri No.51/2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis MasyarakatRencana Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masayarakat

adalah hasil perencanaan pembangunan yang dilakukan bukan berdasarkan unit

administrative desa, melainkan atas dasar kesamaan fungsi kawasan

perdesaan.Pusat Pertumbuhan Terpadu Antar Desa yang selanjutnya disingkat

PPTAD adalah pusat pertumbuhan yang direncanakan dan difokuskan pada

desa atau beberapa desa yang memiliki potensi andalan dan unggulan sebagai

sentra pertumbuhan terpadu antar desa dan penggerak perkembangan ekonomi

desa sekitarnya.

Pola Tata Desa adalah tata penggunaan lahan atau ruang desa untuk

keperluan kegiatan ekonomi dan budidaya masyarakat, sarana dan prasarana

pemerintahan desa, dan pusat layanan sosial.Pemberdayaan Masayarakat

adalah upaya untuk meningkatkan keberdayaan komunitas perdesaan, sehingga

mampu menemukenali potensi-potensi yang ada dan mendayagunakannya

secara optimum untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama serta

berpartisipasi dalam pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan konservasi

Sumber Daya Alam.

Kader Pemberdayaan Masyarakat, selanjutnya disingkat KPM adalah

anggota masyarakat Desa dan Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan

dan kemampuan untuk menggerakan masyarakat berpartisipasi dalam

pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif.Pembangunan

Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat PKPBM

adalah pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan atas prakarsa

masyarakat meliputi penataan ruang secara partisipatif, pengembangan pusat

pertumbuhan terpadu antar desa, dan penguatan kapasitas masyarakat,

kelembagaan dan kemitraan.

PKPBM dilakukan berdasarkan prinsip :

a. Adil;

b. Partisipatif;

c. Holistic;

d. Keseimbangan;

39

e. Keanekaragaman;

f. Keterkaitan ekologis;

g. Sinergis;

h. Keberpihakan ekonomi rakyat;

i. Transparan dan

j. Akuntabel

PKPBM dilakukan dengan memperhatikan :

a. Aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa di kawasan perdesaan;

b. Kewenangan desa;

c. Potensi desa;

d. Kelancaran investasi ke kawasan perdesaan;

e. Kelestarian lingkungan dan konservasi Sumber Daya Alam;

f. Keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum; dan

g. Kondisi sosial budaya dan ciri ekologi kawasan perdesaan

Penataan ruang partisipatif meliputi :

a. Perencanaan tata ruang;

b. Pemanfaatan ruang; dan

c. Pengendalian pemanfaatan ruang.

Penataan ruang partisipatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

atau bersama masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Desa. Penataan ruang

partisipatif dilakukan di :

a.Area baru atau lokasi baru;

b.Desa desa yang sudah ada; dan

c.Di luar desa

2.2.8 Permendagri No.66/2007 tentang Perencanaan Pembangunan DesaPembangunan partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan

pembangunan di desa bersama-sama secara musyawarah, mufakat, dan gotong

royong yang merupakan cara hidup masyarakat yang telah lama berakar budaya

di wilayah Indonesia. Perencanaan pembangunan desa disusun dalam periode 5

(lima) tahun. Perencanaan pembangunan 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) merupakan RPJM-Desa. RPJM-Desa sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan

desa, dan program kerja desa. RPJM-Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal

40

2 ayat (2) dijabarkan dalam RKP-Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP-

Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka ekonomi desa,

prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaannya baik yang

dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun ditempuh dengan

mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu pada rencana kerja

pemerintah daerah.

Rencana pembangunan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Rencana pembangunan desa

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:

a. pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan

kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara;

b. partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif

dalam proses pembangunan;

c. berpihak pada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di

pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;

d. terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat

dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa;

e. akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan

pembangunan dapat dipertanggungjawabkan dengan benar, baik pada

pemerintah di desa maupun pada masyarakat;

f. selektif, yaitu semua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai

hasil yang optimal;

g. efisiensi dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai

dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang

tersedia;

h. keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan

harus berjalan secara berkelanjutan;

i. cermat, yaitu data yang diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat dipercaya,

dan menampung aspirasi masyarakat;

j. proses berulang, yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilakukan

secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik; dan

41

k. penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan

penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber

informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan

Kegiatan penyusunan RPJM-Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

dilakukan berdasarkan:

a. masukan

b. proses

c. hasil dan dampak

Perencanaan pembangunan desa bersumber dari dana:

a. APBN

b. APBD Provinsi;

c. APBD Kabupaten/Kota;

d. APB-Desa dan Sumber lain yang sah dan tidak mengikat

RPJM-Desa dan RKP-Desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. RPJM-Desa dan RKP-Desa;

b. penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa; dan

c. pelaksanaan RPJM-Desa dan RKP-Desa

2.2.9 Permendagri No.67/2007 tentang Pendataan Program pembangunan Desa/KelurahanPendataan adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dan informasi

mengenai program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan

masyarakat. Program pembangunan adalah instrumen kebijakan pembangunan

yang berisi kegiatan yang dilaksanakan oleh desa/kelurahan. Pendataan

program pembangunan Desa/Kelurahan bertujuan untuk mengetahui potensi

sumber daya yang dimiliki Desa/Kelurahan dan kegiatan-kegiatan yang

menyeluruh, lengkap, dan akurat.Data program pembangunan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan

kabupaten/ kota untuk:

a. mensinergikan pelaksanaan pembangunan desa/kelurahan sesuai

dengan kebutuhan Desa/Kelurahan;

42

b. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan berupa

pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam mengelola program

pembangunan Desa/Kelurahan; dan

c. bahan kebijakan pengelolaan program pembangunan Desa/ Kelurahan

d. Pelaksanaan pendataan program pembangunan Desa/Kelurahan

dilakukan oleh Tim

Pelaksana Pendataan. Tim Pelaksana Pendataan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Dinas/Badan/Kantor Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa dan perangkat daerah Kabupaten/Kota terkait. Tim

Pelaksana Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

Keputusan Bupati/Walikota.

Tim Pelaksana Pendataan dalam melaksanakan pendataan program

pembangunan Desa/Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

disampaikan kepada Bupati/Walikota. Pendataan rencana program

pembangunan Desa/Kelurahan berupa:

a. peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan;

b. pengembangan lembaga ekonomi perdesaan;

c. peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa;

d. peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa;

e.peningkatan peran perempuan di perdesaan; dan

f. program lainnya yang dilaksanakan desa/kelurahan

Pendataan rencana program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a berupa:

a. pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan;

b. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dan masyarakat;

c. penyelenggaraan diseminasi bagi masyarakat desa; dan

d. kegiatan lainnya

Pendataan rencana program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b berupa:

a. pelatihan ketrampilan usaha budi daya tanaman;

b. pelatihan ketrampilan manajemen badan usaha milik desa;

c. pelatihan ketrampilan usaha industri kerajinan;

d. pelatihan ketrampilan usaha pertanian dan peternakan;

e. fasilitasi permodalan bagi usaha mikro kecil dan menengah di perdesaan;

43

f. fasilitasi kemitraan swasta dan usaha mikro kecil dan menengah di

perdesaan;

g. monitoring, evaluasi dan pelaporan;dan

h. kegiatan lainnya

2.3 Tinjauan Agropolitan2.3.1 Definisi Konsep Agropolitan

Indonesia disebut negara agraris, karena kurang lebih 75% penduduknya

hidup di pedesaan dan sebagian besar (54%) menggantungkan hidup dari sektor

pertanian. sektor pertanian telah menggerakkan perekonomian nasional

sehingga pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis. salah satu

konsep pembangunan pertanian yang dikaji adalah konsep pembangunan

kawasan agrolitan. sebelum membahas lebih jauh tentang kawasan agropolitan.

terlebih dahulu kita bahas asal kata dan pengertian dari

agropolitan. agropolitan berasal dari dua kata, yaitu agro berarti pertanian dan

politan yaitu kota, sehingga pengertian agropolitan adalah kota pertanian yang

tumbuh dan berkembang, mampu melayani, mendorong, menarik, menghela

kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. agribisnis

adalah berbagai jenis kegiatan yang berkait dengan pertanian dari hulu hingga

ke hilir, termasuk kegiatan penunjangnya sedangkan agropolitan adalah

kawasan dimana kegiatan agribisnis tersebut berkembang. kawasan agropolitan

merupakan kota pertanian mandiri, yang mencukupi sendiri semua kebutuhan

agribisnis dalam kawasan yang bersangkutan pada skala terbatas.

Kehidupan masyarakatnya seperti di kota, meskipun terbatas dan dalam

lingkungan agribisnis dengan kehidupan ekonomi yang bergairah. pada kawasan

tersebut terdapat komoditas unggulan, yang dikembangkan dalam berbagai

sentra kegiatan produksi, pengolahan, distribusi, dan usaha agribisnis, serta

usaha penunjang lainnya, sehingga mendorong kawasan tersebut berkembang

menjadi kawasan agropolitan. Pengembangan kawasan agropolitan sebaiknya

berbasis pada peningkatan daya saing produk agribisnis unggulan yang

dikembangkan dalam kegiatan agribisnis. perlu komitmen kuat pemerintah

daerah untuk membangun fasilitas pendukung guna mempercepat

berkembangnya kawasan agropolitan. pengembangan kawasan agropolitan

sangat perlu bagi negara agraris seperti indonesia, guna mewujudkan

kesejahteraan rakyat, mengatasi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.

44

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi yang

tepat dalam pembangunan perdesaan tanpa melupakan pembangunan

perkotaan. melalui pengembangan kawasan agropolitan, diharapkan terjadi

interaksi yang kuat antara pusat kawasan dengan wilayah produksi pertanian.

melalui pendekatan sistem kawasan agropolitan, produk pertanian akan diolah

terlebih dahulu di pusat kawasan sebelum dijual ke pasar (ekspor), sehingga nilai

tambah tetap berada di kawasan agropolitan.

Pada konsep agropolitan, strategi pengembangan harus menciptakan

perekonomian perdesaan yang mandiri dan hubungan yang minimal pada

ekonomi metropolis. Strategi ini mengharuskan setiap daerah memiliki otonomi

dan sumber daya yang cukup untuk merencanakan dan melaksanakan

pembangunannya sendiri.

Kunci keberhasilan pengembangan agropolitan adalah dengan

memposisikan wilayah ini dalam suatu unit pemerintahan yang mempunyai

otonomi sendiri dan mampu merencanakan pemanfaatan sumber daya yang

dimiliki. Pemerintah pusat lebih berperan untuk mendorong melalui dukungan

material, keuangan, dan sumber daya teknis terhadap inisiatif pembangunan

yang berasal dari daerah.

Menurut Friedmann dan Douglass (1976) menyebutkan bahwa kondisi

yang diperlukan untuk keberhasilan pengembangan agropolitan atau strategi

untuk menafsirkan ide pembangunan perdesaan dipercepat dari konsep

agropolitan adalah sebagai berikut:

1. mengubah daerah perdesaan dengan cara memperkenalkan gaya hidup

kota (urbanism) yang telah disesuaikan pada lingkungan perdesaan

tertentu. Ini berarti bahwa tidak lagi mendorong perpindahan penduduk

desa ke kota, dengan menanam modal di daerah perdesaan dan dengan

demikian merubah tempat pemukiman yang sekarang ini untuk dijadikan

suatu bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang.

Atau dengan kata lain mentransformasikan fasilitas-fasilitas perkotaan ke

pedesaan;

2. memperluas hubungan sosial pedesaan sampai ke luar batas-batas

daerahnya, sehingga terbentuk ruang sosio ekonomi, dan politik yang

lebih luas, atau agropolitan distrik (agropolitan district dapat disesuaikan

untuk dipakai sebagai dasar satuan tempat pemukiman untuk kota-kota

45

besar atau pusat kota-kota tertentu yang berada di sekitarnya dan yang

selalu berkembang);

3. memperkecil keretakan sosial (social dislocation) dalam proses

pembangunan, memelihara kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman,

dan memberikan kepuasan pribadi dalam sosial dalam membangun suatu

masyarakat baru;

4. menstabilkan pendapatan antara masyarakat desa dengan kota melalui

penambahan kesempatan kerja yang produktif dan khususnya

mendukung kegiatan pertanian dengan kegiatan non pertanian di dalam

lingkungan masyarakat yang sama;

5. memanfaatkan tenaga kerja secara efektif dan mengarahkan pada usaha

pengembangan sumber-sumber daya alam secara luas di tiap agropolitan

district, termasuk peningkatan hasil pertanian, proyek-proyek untuk

memelihara dan mengendalikan air, pekerjaan umum di pedesaan,

memperluas pemberian jasa-jasa untuk pedesaan dan industri yang

berkaitan dengan pertanian;

6. merangkai agropolitan districts menjadi jaringan regional dengan cara

membangun dan memperbaiki sarana hubungan agropolitan districts dan

yang ke kota-kota besar, dan menempatkan pada daerah (regional) jasa-

jasa tertentu dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang dapat

menbutuhkan tenaga kerja yang lebih besar daripada yang terdapat

dalam satu district;

7. menyusun suatu pemerintahan dan perencanaan yang sesuai dengan

lingkungannya yang dapat mengendalikan pemberian prioritas-prioritas

pembangunan dan pelaksanaannya pada penduduk daerahnya, yang

berupa pemberian wewenang kepada agropolitan district untuk

mengambil keputusan sendiri agar mereka dapat menggunakan

kesempatan lingkungan yang ada (dengan menyadari batas-batas

lingkungan yang ada), menyalurkan pengetahuan dan kepandaian

perorangan dari penduduk setempat pada ilmu pengetahuan abstrak

teoritis dari para ahli-ahli dan orang yang berkecimpung dalam

pembangunan agropolitan dan memupuk rasa persatuan dari penduduk

setempat dengan bagian masyarakat yang lebih besar;

46

Untuk menyediakan sumber-sumber keuangan untuk membangun

agropolitan dengan cara: 1) menanam kembali bagian terbesar dari tabungan

setempat pada tiap-tiap district, 2) menerapkan sistem bekerja sebagai pengganti

pajak bagi semua anggota masyarakat yang telah dewasa, 3) mengalihkan dana

pembangunan dari pusat-pusat kota dan kawasan industri khusus untuk

pembangunan agropolitan, dan 4) memperbaiki nilai tukar barang-barang yang

merugikan antara petani dan penduduk kota agar lebih menguntungkan petani.

Petani atau masyarakat desa tidak perlu pergi ke kota untuk

mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan

masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan

kebutuhan sosial budaya dan kehidupan sehari-hari. Pusat pelayanan diberikan

pada tingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani, baik

pelayanan mengenai teknik budidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan

informasi pasar.

Besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan

meningkatkan factor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran.

Faktor-faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat

agropolitan. Jadi, peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi

pertanian disekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani.

Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan

pemasaran anatara lain berupa input produksi (bibit, pupuk, obat-obatan dan lain

sebagainya), sarana penunjang (lembaga, perbankan, koperasi, listrik dan lain

sebagainya) serta pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi dan

lain sebagainya).

Kota agropolitan dapat merupakan kota menengah atau kota kecil atau

kota kecamatan atau kota perdesaan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-

desa hinterland dan atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi

yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga

pembangunan sektor secara luas seperti usaha pertanian (on farm danoff farm),

industri kecil, kepariwisataan, jasa pelayanan dan lain-lain.

Kawasan agropolitan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh

pendapatan dari kegiatan pertanian (agribisnis)

47

Sebagian besar kegiatan dikawasan tersebut didominasi oleh kegiatan

pertanian atau agribisnis, termasuk didalamnya usaha industri

(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk

perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu

(sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan

Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland/daerah-daerah

sekitarnya di kawasan agropolitan bersifat interdependensi/timbal balik

yang harmonis dan saling membutuhkan dimana kawasan pertanian

mengembangkan usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan

sarana pertanian, model, teknologi, informasi pengolahan hasil dan

penampungan (pemasaran) hasil produksi/produk pertanian.

Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana

kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh

berbeda dengan di kota.

Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan agropolitan

bila dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk

mengembangkan komoditi pertanian yang dapat dipasarkan atau telah

mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan), serta

berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha dari komoditi

unggulannya.

Memiliki berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang memadai untuk

mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis, yaitu:

o Pasar, baik pasar untuk hasil-hasil pertanian, pasar sarana

pertanian, alat dan mesin pertanian, maupun pasar jasa

pelayanan termasuk pasar lelang, gudang tempat penyimpanan

dan prosesing hasil pertanian sebelum dipasarkan;

o Lembaga keuangan sebagai sumber modal untuk kegiatan

agribisnis;

o Memiliki kelembagaan petani yang dinamis dan terbuka terhadap

perkembangan teknologi,

o Balai penyuluhan pertanian yang berfungsi sebagai klinik

konsultasi agribisnis;

48

o Percobaan/pengkajian teknologi agribisnis untuk mengembangkan

teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah kawasan

agropolitan;

o Jaringan jalan yang memadai dan aksesbilitas dengan daerah

lainnya serta sarana irigasi yang kesemuanya untuk mendukung

usaha pertanian yang efesien;

o Memiliki sarana dan prsarana kesejahteraan sosial yang memadai

seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi dan lain-lain;

o Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumber daya alam,

kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota

dan desa terjamin.

Menurut Badrudin (1999) untuk mengurangi efek polarisasi maka konsep

agropolitan disarankan memerlukan suatu pola pertumbuhan yang spesifik yaitu:

dirancang untuk daerah pertumbuhan yang mempunyai luas relatif sempit

untuk ukuran Indonesia yaitu pada sekitar kecamatan;

adanya kemandirian dalam penyusunan dan penetapan perencanaan

pembangunan di wilayah tersebut;

terdapat pembagian yang jelas antara tenaga kerja sektor pertanian dan

non pertanian;

terdapat sumber daya di wilayah tersebut yang dapat dikembangkan

untuk kegiatan sektor industri;

ketersediaan teknologi lokal serta kemungkinan pemanfaatannya.

Kendala yang ditemui dalam pengembangan konsep ini diantaranya

adalah tidak meratanya potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah,

akibatnya ada daerah yang berkembang lebih pesat dibanding daerah

sekitarnya, sehingga kota yang kurang beruntung tersebut akan berperan

sebagai daerah pendukung. Kondisi tersebut membawa konsekuensi adanya

perbedaan peran dan fungsi dari kota.

Menurut Wibisono, et.al. (1993) bahwa potensi yang dimiliki oleh suatu

kota akan berkait erat dengan fungsi dari kota tersebut. Apakah kota akan

menjadi pusat petumbuhan wilayah ataukah hanya sebagai hinterland. Kota akan

menjadi pusat pertumbuhan disebabkan dua macam proses yang dialaminya.

Proses formal, peran suatu kota sebagai pusat pertumbuhan akibat dari

struktur adminitrasi wilayah.

49

Proses alamiah, munculnya kota tersebut menjadi pusat pertumbuhan

karena pelayanan komersial yang telah diberikannya, hubungan ini dengan

pertimbangan efisiensi ekonomi. Kota yang mempunyai efisiensi ekonomi yang

lebih baik akan berkembang menjai pusat pertumbuhan wilayah.

2.3.2 Syarat Lokalitas AgropolitanPembangunan agropolitan merupakan wilayah terpadu melalui

pembangunan sektor pertanian primer dalam arti luas (pertanian, perkebunan,

peternakan, dan perikanan, kehutanan) pemasaran dan sektor jasa penunjang

dalam satu kelompok pembangunan. Pengembangan agropolitan bukanlah

membangun kota-kota baru di wilayah pertanian, melainkan menjadikan kota di

wilayah pertanian pedesaan secara keseluruhan. Pengembangan agropolitan

juga bukan menggantikan budaya agraris dengan budaya industri, melainkan

memodernisasikan budaya agraris menjadi budaya industri.

Syarat-syarat dari lokalitas agropolitan adalah sebagai berikut:

a) Suatu hamparan lahan pertanian (satu desa atau beberapa desa dalam

bentuk klutser) dengan luas 1000–1500 Ha, memiliki kesamaan

agroekosistem dengan jenis komoditas unggulan tertentu yang sudah

berkembang atau yang akan dikembangkan.

b) Memiliki usahatani individu, teorganisir dalam kelompok-kelompok

tanaman sehamparan.

c) Memiliki usaha kelompok/koperasi yang bergerak dalam pengadaan bibit

pupuk, dan mesin pertanian, usaha grading dan standarisasi, serta usaha

packaging dan sortasi.

d) Memiliki sistem kelembagaan dan organisasi kerjasama sehamparan

dalam sistem pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta sistem

manajemen mutu.

e) Memiliki kelembagaan dan sistem penyuluhan agribisnis.

f) Memiliki lembaga keuangan mikro, dan atau jaringan ke perbankan.

g) Memiliki sumber teknologi dan jaringan informasi pasar.

h) Memiliki jalan antar usahatani dan jalan penghubung ke daerah lain,

irigasi, teknologi pengairan dan transportasi pedesaan. (Tim Teknis

Agropolitan DTBBSU, 2005).

50