BAB II TINJAUAN PUSTAKA STUDIO 1 CIBITUNG KAB. SUKABUMI
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA STUDIO 1 CIBITUNG KAB. SUKABUMI
BAB 2KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori Perencanaan Desa2.1.1 Proses Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Desa
Perencanaan tata ruang merupakan metode-metode yang digunakan
oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas
dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari
semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan
regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai
tingkat internasional seperti Uni Eropa.
Menurut Permen PU No. 16 tahun 2009 Rencana tata ruang wilayah
(RTRW) kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah
kabupaten, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah
kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang
wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European
Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang
diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung
jawab atas Regional Planning (CEMAT), yang berbunyi: "Perencanaan tata
ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi,
sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah
ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai
pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan
regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama."
Di Indonesia konsep perencanaan tata ruang mempunyai kaitan erat
dengan konsep pengembangan wilayah. Konsep pengembangan wilayah telah
dikembangkan antara lain oleh Sutami pada era 1970-an, dengan gagasan
bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif akan mampu mempercepat
terjadinya pengembangan wilayah, juga Poernomosidhi (era transisi)
22
23
memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota yang hirarki prasarana
jalan melalui Orde Kota.
Selanjutnya Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep
Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU
No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada era 90-an, konsep pengembangan
wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI
dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan
perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium,
bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk
mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini undang-
undang Tata Ruang yang terbaru adalah UU No. 26 tahun 2007.
2.1.2 Elemen-Elemen Tata Ruang dan Pola Permukiman DesaUnsur permukiman terdiri dari unsur Wisma (tempat tinggal), karya
(tempat berkarya), suka (tempat rekreasi/bersantau/hiburan) dan penyempurna
(peribadatan, pendidikan, kesehatan dan utilitas umum) atau berintegrasi
didalam suatu lingkungan dan hubungan satu sama lain oleh unsure marga
(Jaringan Jalan) . Pola permukiman umumnya diartikan sebagai susunan sifat
persebaran permukiman dan sifat hubungan antara faktor – faktor yang
menentukan terjadinya sifat persebaran permukiman tersebut. Pola permukiman
penduduk desa merupakan salah satu aspek yang dapat menggambarkan
keterkaitan antara struktur fisik desa dengan pola kehidupan internal
masyarakatnya. Karakteristik permukiman penduduk desa secara umum ditandai
oleh permukiman yang cenderung berkelompok membentuk suatu
perkampungan. Ada 6 pola desa menurut Bintaro (dalam Daldjoeni 1998) yaitu:
1. Pola memanjang jalan
2. Pola memanjang sungai
3. Pola radial
4. Pola tersebar
5. Pola memanjang pantai
6. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api
Pola permukiman dipedesaan dibagi menjadi 3 menurut Johara antara lain:
1. Pola permukiman menyebar (disseminated rural settlement)
a. Farmstead : rumah petani terpencil yang dilengkapi gudang alat
mesin, penggilingan gandum, lumbung dan kandang ternak.
24
b. Homestead : rumah terpencil
c. Road site : bangunan terpencil ditepi jalan (restoran, pompa bensin,
motel, dan lain – lain)
Ciri – cirri dari pola permukiman ini adalah jarak antara permukiman
penduduk yang satu dengan yang lain relative jauh. Hal ini menyebabkan tipe
permukiman pola menyebar tidak kondusif lagi bagi perhubungan desa dan
dapat menggangu evolusi dari desa yang baru terbentuk menjadi komunitas
fungsional.
1. Pola permukiman terpusatPola permukiman terpusat, yakni pola permukiman yang rumahnya
mengelompok (agglomerated rural settlement), dan merupakan dusun (hamlet)
yang terdiri atas kurang dari 40 rumah dan kampung (village) yang terdiri atas 40
rumah atau lebih. Disekitar kampong dan dusun terdapat tanah pertanian,
perikanan, peternakan, pertambangan, kehutanan, dan tempat bekerja sehari –
hari. Pola permukiman ini terdapat didaerah pegunungan. Pada umumnya,
warganya masih satu kerabat. Pemusatan tempat tinggal tersebut didorong oleh
adanya rasa kegotong royongan. Jika jumlah penduduk bertambah, pemekaran
permukiman mengarah kesegala arah dan tanpa adanya rencana. Sementara
itu, pusat – pusat kegiatan penduduk dapat bergeser mengikuti pemekaran. Ciri
– cirri permukiman terpusat adalah :
a. Plot rumah saling berhubungan
b. Jarak rumah penduduk dengan lahan pertanian mereka agak jauh
c. Areal pertanian pribadi dapat tersebar luas.
2. Pola permukiman linierPermukiman penduduk didataran rendah umumnya membentuk pola
permukiman linier, dengan rentangan jalan raya yang menembus desa. Jika
terjadi pemekaran, tanah pertanian menjadi permukiman baru. Ada kalanya
pemekaran menuju kearah pedalaman. Untuk memudahkan transportasi
dibuatkan jalan baru mengelilingi desa, semacam ring road.
Ada lima unsur ekistik pembentuk pola permukiman, antara lain :
1. Nature (fisik alam), meliputi tanah/geologi, kelerengan, ketinggian, iklim
hidrologi/sumberdaya air, vegetasi/tanaman dan hewan
2. Man (manusia), meliputi kebutuhan ruang kegiatan manusia, sensasi dan
persepsi, kebutuhan emosional dan nilai – nilai moral.
25
3. Society, meliputi komposisi dan kepadatan penduduk, stratifikasi
masyarakat, bentuk – bentuk kebudayaan masyarakat, pertumbuhan
ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan kesejahteraan serta
hukum dan administrasi.
4. Shell, meliputi rumah, pelayanan masyarakat, pusat perdagangan dan
pasar, fasilitas rekreasi, masyarakat dan pusat kegiatan, sector industri,
dan pusat pergerakan.
5. Network, meliputi sistem jaringan air, sistem jaringan listrik, sistem
transportasi, sistem komunikasi, sistem pembuangan dan drainase, dan
bentuk fisik.
Secara kronologis kelima elemen ekistik tersebut membentuk lingkungan
permukiman. Nature (unsur alami) merupakan “wadah” manusia sebagai individu
(man) berada didalamnya dan membentuk kelompok – kelompok social yang
berfungsi sebagai suatu masyarakat (society). Kelompok social tersebut
membutuhkan perlindungan sebagai tempat untuk dapat melaksanakan
kehidupannya, maka mereka menciptakan shell. Shell berkembang menjadi
bertambah besar dan semakin kompleks, sehingga membutuhkan network untuk
menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut. Berdasarkan
pengertian terdiri dari “isi” (content) berupa manusia baik secara individual
maupun dalam masyarakat dan “wadah” (container) berupa lingkungan fisik
permukiman.
2.1.3 Elemen-Elemen Pembangunan PerdesaanDesa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan
hanya dikarenakan sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di desa,
tetapi desa memberikan sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas
nasional. Pembangunan desa adalah merupakan bagian dari rangkaian
pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya
pembangunan secara berkesinambungan yang melipu
ti seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Untuk mewujudkan pembangunan desa yang terencana, maka
pemerintah desa dan seluruh elemen masyarakat harus terlibat dalam proses
perencanaan pembangunan. Bentuk perencanaan pembangunan, seperti
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa dan Rencana Kerja
26
Tahunan (RKT), merupakan beberapa contoh perencanaan pembangunan
tersebut.
Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,
mewajibkan kepada Pemerintah Desa untuk menyusun Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa
(RKP Desa).Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)
adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah
kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum
dan program, dengan memperhatikan RPJMD, program Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan
rencana kerja.Selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun
2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, pasal 2 (ayat 3) menyatakan
bahwa RPJMDes memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan
desa, dan program kerja desa.
RPJMDes sebagai suatu rencana pembangunan desa harus melibatkan
segenap komponen masyarakat desa didalam penyusunan, pelaksanaan dan
pengawasannya. Rencana pembangunan desa semestinya menerapkan prinsip-
prinsip :
a. Pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;
b. Partisipatif, yaitu kikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif
dalam proses pembangunan;
c. Berpihak kepada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di
pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;
d. Terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat
dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa
e. Akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan
pembangunan dapat dipertanggung jawabkan dengan benar, baik pada
pemerintah di desa maupun pada masyarakat;
f. Selektif, yaitu semua potensi dan masalah terseleksi dengan baik untuk
mencapai hasil yang optimal;
27
g. Efisiensi dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai
dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
tersedia;
h. Keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan
harus berjalan secara berkelanjutan;
i. Cermat, yaitu data yang diperoleh cukup objektif, teliti, dapat dipercaya,
dan menampung
j. Proses berulang, yaitu pengkajian terhadap sesuatu masalah/hal
dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik;
k. Penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan
penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber
informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan atau sumber
informasi utama dari masyarakat.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) adalah
merupakan dokumen.
2.2 Tinjauan Kebijakan Terkait dengan Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
2.2.1 Undang-Undang 6 Tahun 2014 tentang DesaDesa adalah wilayah yang ditempati sejumlah penduduk dan merupakan
organisasi pemerintah yang terendah. Wilayah Desa terdiri dari atas beberapa
dusun,atau kampung. Dusun atau kampung terdiri atas beberapa RW (Rukun
Warga) dan RT (Rukun Tetangga).
Pada pasal 1 menjelaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdsarakan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul atau hak tradisional yang diakui dalam
system Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal ini juga
menyebut di dalam Desa ada pemerintah desa, Badan Pemusyawaratan Desa,
Musyawarah Desa, Badan Usaha Milik Desa, Peraturan Desa.
Penetapan DesaPengaturan Perdesaan bertujuan untuk :
Melestarikan dan memajukan adat, tradisi dan budaya masyarakat desa
Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa
Memajukan perekonomian masyarakat desa
28
Penataan desa meliputi antara lain :
Dalam pembangunan kawasan perdesaan pada pasal 80 ayat 4 menjelaskan
prioritas pembangunan desa yaitu :
Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar
Pembangunan dan pemiliharaan infrastruktur dan lingkungan
berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya local yang tersedia
Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan
ekonomi
Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentaraman masyarakat desa
berdasarkan kebutuhan masyarakat desa setempat
2.2.2 Peraturan Pemerintah No.72/2005 tentang DesaPemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai manadi maksu dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Desa dibentuk atas prakarsa
masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi syarat :
Jumlah penduduk
Luas wilayah
Bagian wilayah kerja
Perangkat
Sarana dan prasarana pemerintahan
Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersanding atau
pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih atau pembentukan desa
diluar desa yang telah ada. Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak
lagi memnuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dihapus
atau digabung. Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan lain
yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintah desa dari ditetapkan dengan
peraturan desa. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi
kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintahan Desa bersama BPD dengan
29
memperhatikan saran dan pendapatan masyarakat setempat. Perubahan status
desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan
persyaratan :
Luas wilayah
Jumlah penduduk
Prasarana dan sarana pemerintahan
Potensi ekonomi
Kondisi sosial budaya masyarakat
Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan perangkatnya diisi dari
pegawai negeri sipil. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat istiadat desa
dan sosial budaya masyarakat setempat.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup :
Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa
Tugas pembentukan dari pemerintahan, pemerintahan provinsi, dan
pemerintahan kabupaten/kota
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada desa
2.2.3 Permendagri No.04/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan DesaPengelolaan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan,
pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan,
penghapusan, pemindah-tanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan,
pengawasan dan pengendalian. Kekayaan Desa adalah barang milik Desa yang
berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Tanah
Desa adalah barang milik desa berupa tanah bengkok, kuburan, dan titisara.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa yang tidak dipergunakan
dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah
guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status Kekayaan Desa.
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Desa bukan
30
pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah
pemanfa.atan Kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara
mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan.
dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun
serah guna adalah pemanfaatan Kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan. bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan
setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
Jenis Kekayaan Desa sebagai berikut :
(1) Jenis kekayaan Desa terdiri atas
a. tanah Kas Desa;
b. pasar Desa;
c. pasar Hewan;
d. tambatan Perahu;
e. bangunan Desa;
f. pelelangan Ikan yang dikelola oleh Desa dan;
g. lain-lain kekayaan milik Desa.
(2) lain-lain kekayaan milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain :
a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa/Daerah;
b. barang yang berasal dari perolehan lainnya dan atau lembaga dari
pihak ketiga.
c. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
d. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan peraluran
perundangan yang berlaku.
e. hak Desa dari Dana Perimbangan, Pajak Daerah dan Retribusi
Daera/l;
f. hibah dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota;
g. hibah dari pihak ke 3 (tiga) yang sah dan tidak mengikat; dan
h. hasil kerjasama desa.
31
Kekayaan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi milik
desa. Kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Pengelolaan kekayaan desa
dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan,
efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Pengelolaan kekayaan desa harus
berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa.
Pengelolaan kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada lio/at (1) harus
mendapatkan persetujuan BPD.
Kekayaan Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dimanfaatkan
sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan
dan pelayanan masyarakat Desa. Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 diperoleh melalui:
a. pembelian;
b. sumbangan;
c. bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain; dan
d. bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2.2.4 Permendagri No. 05/2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan DesaLembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan
merupakan mitra Pemerintah Desa dan lurah dalam memberdayakan
masyarakat. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, untuk selanjutnya disingkat
LKMD atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, untuk selanjutnya disingkat
LPM adalah Lembaga atau wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat
sebagai mitra Pemerintah Desa dan Lurah dalam menampung dan mewujudkan
aspirasi serta kebutuhan masyarakat di bidang pembangunan. Karang Taruna
adalah Lembaga Kemasyarakatan yang merupakan wadah pengembangan
generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan rasa
tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda
di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak
dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang secara fungsional dibina dan
dikembangkan oleh Departemen Sosial.
32
Lembaga Adat adalah Lembaga Kemasyarakatan baik yang sengaja
dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam
sejarah masyarakat atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan
wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta
berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai
permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat
istiadat dan hukum adat yang berlaku.
Di desa dan di kelurahan dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan,
Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk
atas prakarsa masyarakat dan/atau alas prakarsa masyarakat yang difasilitasi
Pemerintah melalui musyawarah dan mufakat. Pembentukan Lembaga
Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Tugas Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;
melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan
mengembangkan pembangunan secara partisipatif;
menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong, dan
swadaya masyarakat; dan
menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka
pemberdayaan masyarakat
Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) mempunyai fungsi:
penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan.
Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat;
Penyusunan rencana, pelaksana, pengendali, pelestarian dan
pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;
Penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi serta
swadaya gotong royong masyarakat;
Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan
33
Pemberdayaan hak politik masyarakat
Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1) ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui:
peningkatan pelayanan masyarakat;
peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;
pengembangan kemitraan;
pemberdayaan masyarakat; dan
pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat setempat
Jenis Lembaga Kemasyarakatan terdiri dari:
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa atau Kelurahan
(LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa atau Kelurahan (LKMD/LKMK) atau sebutan nama lain;
Lembaga Adat;
Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan;
RT/RW;
Karang Taruna; dan
Lembaga Kemasyarakatan lainnya
2.2.5 Permendagri No. 12/2007 Tentang Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data Profil Desa dan KelurahanProfil Desa dan Kelurahan adalah gambaran menyeluruh tentang karakter
desa dan kelurahan yang meliputi data dasar keluarga, potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, kelembagaan, prasarana dan sarana serta
perkembangan kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa dan kelurahan.
Penyusunan adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan dan publikasi data profil
desa dan kelurahan yang meliputi data dasar keluarga, data potensi desa dan
kelurahan serta tingkat perkembangan desa dan kelurahan. Pendayagunaan
adalah berbagai upaya memanfaatkan data dasar keluarga, data potensi desa
dan kelurahan serta tingkat perkembangan desa dan kelurahan dalam
system perencanaan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.
Data adalah sekumpulan keterangan kuantitatif dan/atau kualitatif yang
diperoleh secaralangsung dari sumbernya yang dapat memberikan gambaran
tentang potensi, perkembangan dan permasalahan tertentu. Pendataan adalah
34
kegiatan pengumpulan fakta dan informasi melalui pengisian daftarisian data
dasar keluarga, potensi desa dan kelurahan serta tingkat perkembangan
desadan kelurahan. Potensi Desa dan Kelurahan adalah keseluruhan sumber
daya yang dimiliki ataudigunakan oleh desa dan kelurahan baik sumber daya
manusia, sumber daya alam dankelembagaan maupun prasarana dan sarana
untuk mendukung percepatankesejahteraan masyarakat. Tingkat Perkembangan
Desa dan Kelurahan adalah status tertentu dari capaian hasil kegiatan
pembangunan yang dapat mencerminkan tingkat kemajuan
dan/ataukeberhasilan masyarakat, pemerintrahan desa dan kelurahan serta
pemerintahan daerah dalam melaksanakan pembangunan di desa dan
kelurahan. Profil desa dan kelurahan terdiri atas data dasar keluarga, potensi
desa dan kelurahan, dan tingkat perkembangan desa dan kelurahan. Data dasar
keluarga berisikan gambaran menyeluruh potensi dan perkembangan keluarga
yang meliputi:
potensi sumber daya manusia;
perkembangan kesehatan;
perkembangan pendidikan;
penguasaan aset ekonomi dan sosial keluarga;
partisipasi anggota keluarga dalam proses pemerintahan, pembangunan
dankemasyarakatan;
berbagai permasalahan kesejahteraan keluarga; dan
perkembangan keamanan dan ketertiban di lingkungannya
Data sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
potensi umum yang meliputi batas dan luas wilayah, iklim, jenis dan
kesuburan tanah,
orbitasi, bentangan wilayah dan letak;
pertanian;
perkebunan;
kehutanan;
peternakan;
perikanan;
bahan galian;
sumber daya air;
kualitas lingkungan ruang publik/taman; dan
35
wisata.
Data sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
jumlah;
usia;
pendidikan;
mata pencaharian pokok;
agama dan aliran kepercayaan;
kewarganegaraan;
etnis/suku bangsa;
cacat fisik dan mental; dan
tenaga kerja.
Data sumber daya kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
lembaga pemerintahan desa dan kelurahan;
lembaga kemasyarakatan desa dan kelurahan;
lembaga social kemasyarakatan;
organisasi profesi;
partai politik;
lembaga perekonomian;
lembaga pendidikan;
lembaga adat; dan
lembaga keamanan dan ketertiban.
Data prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
transportasi;
informasi dan komunikasi;
prasarana air bersih dan sanitasi;
prasarana dan kondisi irigasi;
prasarana dan sarana pemerintahan;
prasarana dan sarana lembaga kemasyarakatan;
prasarana peribadatan;
prasarana olah raga;
prasarana dan sarana kesehatan;
prasarana dan sarana pendidikan;
prasarana dan sarana energi dan penerangan;
prasarana dan sarana hiburan dan wisata; dan
36
prasarana dan sarana kebersihan
Tipologi desa dan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Tipologi desa dan kelurahan persawahan;
Tipologi desa dan kelurahan perladangan;
Tipologi desa dan kelurahan perkebunan;
Tipologi desa dan kelurahan peternakan;
Tipologi desa dan kelurahan nelayan;
Tipologi desa dan kelurahan pertambangan/galian;
Tipologi desa dan kelurahan kerajinan dan industri kecil;
Tipologi desa dan kelurahan industri sedang dan besar; dan
Tipologi desa dan kelurahan jasa dan perdagangan
2.2.6 Permendagri No. 37/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan DesaKeuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaran pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuknya kekayaan yang berhubung dengan hak dan
kewajiban desa tersebut. Pengelolaan Keuangan Desa adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran,
penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban dan pengawasaan
keuangan desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa. Pemegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan
pengelolaan keuangan desa. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa
yang selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh
Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. Bendahara
adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima,
menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan
mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBD.
Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel,
partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Kepala Desa
sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
37
Keuangan Desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan
desa yang dipisahkan. Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatas, mempunyai kewenangan:
menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes
menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa
menetapkan bendahara desa
menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
dan
menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa
Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu
oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Pelaksana Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) adalah Perangkat Desa, terdiri dari:
Sekretaris Desa; dan
Perangkat Desa lainny
Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, bertindak
selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung
jawab kepada Kepala Desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa) terdiri dari:
Pendapatan Desa;
Belanja Desa; dan
Pembiayaan Desa
Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa berdasarkan pada RKPDesa. Sekretaris Desa menyampaikan
rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Kepala Desa untuk
memperoleh persetujuan. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas kepada BPD untuk dibahas
bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian
rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling
lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya.
Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas, menitikberatkan
pada kesesuaian dengan RKPDesa. Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala ,Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Rancangan Peraturan
38
Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud ayat 2 diatas, ditetapkan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah APBD Kabupaten/ Kota ditetapkan.
2.2.7 Permendagri No.51/2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis MasyarakatRencana Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masayarakat
adalah hasil perencanaan pembangunan yang dilakukan bukan berdasarkan unit
administrative desa, melainkan atas dasar kesamaan fungsi kawasan
perdesaan.Pusat Pertumbuhan Terpadu Antar Desa yang selanjutnya disingkat
PPTAD adalah pusat pertumbuhan yang direncanakan dan difokuskan pada
desa atau beberapa desa yang memiliki potensi andalan dan unggulan sebagai
sentra pertumbuhan terpadu antar desa dan penggerak perkembangan ekonomi
desa sekitarnya.
Pola Tata Desa adalah tata penggunaan lahan atau ruang desa untuk
keperluan kegiatan ekonomi dan budidaya masyarakat, sarana dan prasarana
pemerintahan desa, dan pusat layanan sosial.Pemberdayaan Masayarakat
adalah upaya untuk meningkatkan keberdayaan komunitas perdesaan, sehingga
mampu menemukenali potensi-potensi yang ada dan mendayagunakannya
secara optimum untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama serta
berpartisipasi dalam pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan konservasi
Sumber Daya Alam.
Kader Pemberdayaan Masyarakat, selanjutnya disingkat KPM adalah
anggota masyarakat Desa dan Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan
dan kemampuan untuk menggerakan masyarakat berpartisipasi dalam
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif.Pembangunan
Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat PKPBM
adalah pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan atas prakarsa
masyarakat meliputi penataan ruang secara partisipatif, pengembangan pusat
pertumbuhan terpadu antar desa, dan penguatan kapasitas masyarakat,
kelembagaan dan kemitraan.
PKPBM dilakukan berdasarkan prinsip :
a. Adil;
b. Partisipatif;
c. Holistic;
d. Keseimbangan;
39
e. Keanekaragaman;
f. Keterkaitan ekologis;
g. Sinergis;
h. Keberpihakan ekonomi rakyat;
i. Transparan dan
j. Akuntabel
PKPBM dilakukan dengan memperhatikan :
a. Aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa di kawasan perdesaan;
b. Kewenangan desa;
c. Potensi desa;
d. Kelancaran investasi ke kawasan perdesaan;
e. Kelestarian lingkungan dan konservasi Sumber Daya Alam;
f. Keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum; dan
g. Kondisi sosial budaya dan ciri ekologi kawasan perdesaan
Penataan ruang partisipatif meliputi :
a. Perencanaan tata ruang;
b. Pemanfaatan ruang; dan
c. Pengendalian pemanfaatan ruang.
Penataan ruang partisipatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
atau bersama masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Desa. Penataan ruang
partisipatif dilakukan di :
a.Area baru atau lokasi baru;
b.Desa desa yang sudah ada; dan
c.Di luar desa
2.2.8 Permendagri No.66/2007 tentang Perencanaan Pembangunan DesaPembangunan partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan
pembangunan di desa bersama-sama secara musyawarah, mufakat, dan gotong
royong yang merupakan cara hidup masyarakat yang telah lama berakar budaya
di wilayah Indonesia. Perencanaan pembangunan desa disusun dalam periode 5
(lima) tahun. Perencanaan pembangunan 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan RPJM-Desa. RPJM-Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan
desa, dan program kerja desa. RPJM-Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40
2 ayat (2) dijabarkan dalam RKP-Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP-
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka ekonomi desa,
prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaannya baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu pada rencana kerja
pemerintah daerah.
Rencana pembangunan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Rencana pembangunan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:
a. pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;
b. partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif
dalam proses pembangunan;
c. berpihak pada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di
pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;
d. terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat
dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa;
e. akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan
pembangunan dapat dipertanggungjawabkan dengan benar, baik pada
pemerintah di desa maupun pada masyarakat;
f. selektif, yaitu semua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai
hasil yang optimal;
g. efisiensi dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai
dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang
tersedia;
h. keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan
harus berjalan secara berkelanjutan;
i. cermat, yaitu data yang diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat dipercaya,
dan menampung aspirasi masyarakat;
j. proses berulang, yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilakukan
secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik; dan
41
k. penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan
penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber
informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan
Kegiatan penyusunan RPJM-Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dilakukan berdasarkan:
a. masukan
b. proses
c. hasil dan dampak
Perencanaan pembangunan desa bersumber dari dana:
a. APBN
b. APBD Provinsi;
c. APBD Kabupaten/Kota;
d. APB-Desa dan Sumber lain yang sah dan tidak mengikat
RPJM-Desa dan RKP-Desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. RPJM-Desa dan RKP-Desa;
b. penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa; dan
c. pelaksanaan RPJM-Desa dan RKP-Desa
2.2.9 Permendagri No.67/2007 tentang Pendataan Program pembangunan Desa/KelurahanPendataan adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dan informasi
mengenai program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan
masyarakat. Program pembangunan adalah instrumen kebijakan pembangunan
yang berisi kegiatan yang dilaksanakan oleh desa/kelurahan. Pendataan
program pembangunan Desa/Kelurahan bertujuan untuk mengetahui potensi
sumber daya yang dimiliki Desa/Kelurahan dan kegiatan-kegiatan yang
menyeluruh, lengkap, dan akurat.Data program pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan
kabupaten/ kota untuk:
a. mensinergikan pelaksanaan pembangunan desa/kelurahan sesuai
dengan kebutuhan Desa/Kelurahan;
42
b. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan berupa
pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam mengelola program
pembangunan Desa/Kelurahan; dan
c. bahan kebijakan pengelolaan program pembangunan Desa/ Kelurahan
d. Pelaksanaan pendataan program pembangunan Desa/Kelurahan
dilakukan oleh Tim
Pelaksana Pendataan. Tim Pelaksana Pendataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Dinas/Badan/Kantor Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa dan perangkat daerah Kabupaten/Kota terkait. Tim
Pelaksana Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati/Walikota.
Tim Pelaksana Pendataan dalam melaksanakan pendataan program
pembangunan Desa/Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
disampaikan kepada Bupati/Walikota. Pendataan rencana program
pembangunan Desa/Kelurahan berupa:
a. peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan;
b. pengembangan lembaga ekonomi perdesaan;
c. peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa;
d. peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa;
e.peningkatan peran perempuan di perdesaan; dan
f. program lainnya yang dilaksanakan desa/kelurahan
Pendataan rencana program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a berupa:
a. pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan;
b. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dan masyarakat;
c. penyelenggaraan diseminasi bagi masyarakat desa; dan
d. kegiatan lainnya
Pendataan rencana program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b berupa:
a. pelatihan ketrampilan usaha budi daya tanaman;
b. pelatihan ketrampilan manajemen badan usaha milik desa;
c. pelatihan ketrampilan usaha industri kerajinan;
d. pelatihan ketrampilan usaha pertanian dan peternakan;
e. fasilitasi permodalan bagi usaha mikro kecil dan menengah di perdesaan;
43
f. fasilitasi kemitraan swasta dan usaha mikro kecil dan menengah di
perdesaan;
g. monitoring, evaluasi dan pelaporan;dan
h. kegiatan lainnya
2.3 Tinjauan Agropolitan2.3.1 Definisi Konsep Agropolitan
Indonesia disebut negara agraris, karena kurang lebih 75% penduduknya
hidup di pedesaan dan sebagian besar (54%) menggantungkan hidup dari sektor
pertanian. sektor pertanian telah menggerakkan perekonomian nasional
sehingga pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis. salah satu
konsep pembangunan pertanian yang dikaji adalah konsep pembangunan
kawasan agrolitan. sebelum membahas lebih jauh tentang kawasan agropolitan.
terlebih dahulu kita bahas asal kata dan pengertian dari
agropolitan. agropolitan berasal dari dua kata, yaitu agro berarti pertanian dan
politan yaitu kota, sehingga pengertian agropolitan adalah kota pertanian yang
tumbuh dan berkembang, mampu melayani, mendorong, menarik, menghela
kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. agribisnis
adalah berbagai jenis kegiatan yang berkait dengan pertanian dari hulu hingga
ke hilir, termasuk kegiatan penunjangnya sedangkan agropolitan adalah
kawasan dimana kegiatan agribisnis tersebut berkembang. kawasan agropolitan
merupakan kota pertanian mandiri, yang mencukupi sendiri semua kebutuhan
agribisnis dalam kawasan yang bersangkutan pada skala terbatas.
Kehidupan masyarakatnya seperti di kota, meskipun terbatas dan dalam
lingkungan agribisnis dengan kehidupan ekonomi yang bergairah. pada kawasan
tersebut terdapat komoditas unggulan, yang dikembangkan dalam berbagai
sentra kegiatan produksi, pengolahan, distribusi, dan usaha agribisnis, serta
usaha penunjang lainnya, sehingga mendorong kawasan tersebut berkembang
menjadi kawasan agropolitan. Pengembangan kawasan agropolitan sebaiknya
berbasis pada peningkatan daya saing produk agribisnis unggulan yang
dikembangkan dalam kegiatan agribisnis. perlu komitmen kuat pemerintah
daerah untuk membangun fasilitas pendukung guna mempercepat
berkembangnya kawasan agropolitan. pengembangan kawasan agropolitan
sangat perlu bagi negara agraris seperti indonesia, guna mewujudkan
kesejahteraan rakyat, mengatasi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.
44
Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi yang
tepat dalam pembangunan perdesaan tanpa melupakan pembangunan
perkotaan. melalui pengembangan kawasan agropolitan, diharapkan terjadi
interaksi yang kuat antara pusat kawasan dengan wilayah produksi pertanian.
melalui pendekatan sistem kawasan agropolitan, produk pertanian akan diolah
terlebih dahulu di pusat kawasan sebelum dijual ke pasar (ekspor), sehingga nilai
tambah tetap berada di kawasan agropolitan.
Pada konsep agropolitan, strategi pengembangan harus menciptakan
perekonomian perdesaan yang mandiri dan hubungan yang minimal pada
ekonomi metropolis. Strategi ini mengharuskan setiap daerah memiliki otonomi
dan sumber daya yang cukup untuk merencanakan dan melaksanakan
pembangunannya sendiri.
Kunci keberhasilan pengembangan agropolitan adalah dengan
memposisikan wilayah ini dalam suatu unit pemerintahan yang mempunyai
otonomi sendiri dan mampu merencanakan pemanfaatan sumber daya yang
dimiliki. Pemerintah pusat lebih berperan untuk mendorong melalui dukungan
material, keuangan, dan sumber daya teknis terhadap inisiatif pembangunan
yang berasal dari daerah.
Menurut Friedmann dan Douglass (1976) menyebutkan bahwa kondisi
yang diperlukan untuk keberhasilan pengembangan agropolitan atau strategi
untuk menafsirkan ide pembangunan perdesaan dipercepat dari konsep
agropolitan adalah sebagai berikut:
1. mengubah daerah perdesaan dengan cara memperkenalkan gaya hidup
kota (urbanism) yang telah disesuaikan pada lingkungan perdesaan
tertentu. Ini berarti bahwa tidak lagi mendorong perpindahan penduduk
desa ke kota, dengan menanam modal di daerah perdesaan dan dengan
demikian merubah tempat pemukiman yang sekarang ini untuk dijadikan
suatu bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang.
Atau dengan kata lain mentransformasikan fasilitas-fasilitas perkotaan ke
pedesaan;
2. memperluas hubungan sosial pedesaan sampai ke luar batas-batas
daerahnya, sehingga terbentuk ruang sosio ekonomi, dan politik yang
lebih luas, atau agropolitan distrik (agropolitan district dapat disesuaikan
untuk dipakai sebagai dasar satuan tempat pemukiman untuk kota-kota
45
besar atau pusat kota-kota tertentu yang berada di sekitarnya dan yang
selalu berkembang);
3. memperkecil keretakan sosial (social dislocation) dalam proses
pembangunan, memelihara kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman,
dan memberikan kepuasan pribadi dalam sosial dalam membangun suatu
masyarakat baru;
4. menstabilkan pendapatan antara masyarakat desa dengan kota melalui
penambahan kesempatan kerja yang produktif dan khususnya
mendukung kegiatan pertanian dengan kegiatan non pertanian di dalam
lingkungan masyarakat yang sama;
5. memanfaatkan tenaga kerja secara efektif dan mengarahkan pada usaha
pengembangan sumber-sumber daya alam secara luas di tiap agropolitan
district, termasuk peningkatan hasil pertanian, proyek-proyek untuk
memelihara dan mengendalikan air, pekerjaan umum di pedesaan,
memperluas pemberian jasa-jasa untuk pedesaan dan industri yang
berkaitan dengan pertanian;
6. merangkai agropolitan districts menjadi jaringan regional dengan cara
membangun dan memperbaiki sarana hubungan agropolitan districts dan
yang ke kota-kota besar, dan menempatkan pada daerah (regional) jasa-
jasa tertentu dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang dapat
menbutuhkan tenaga kerja yang lebih besar daripada yang terdapat
dalam satu district;
7. menyusun suatu pemerintahan dan perencanaan yang sesuai dengan
lingkungannya yang dapat mengendalikan pemberian prioritas-prioritas
pembangunan dan pelaksanaannya pada penduduk daerahnya, yang
berupa pemberian wewenang kepada agropolitan district untuk
mengambil keputusan sendiri agar mereka dapat menggunakan
kesempatan lingkungan yang ada (dengan menyadari batas-batas
lingkungan yang ada), menyalurkan pengetahuan dan kepandaian
perorangan dari penduduk setempat pada ilmu pengetahuan abstrak
teoritis dari para ahli-ahli dan orang yang berkecimpung dalam
pembangunan agropolitan dan memupuk rasa persatuan dari penduduk
setempat dengan bagian masyarakat yang lebih besar;
46
Untuk menyediakan sumber-sumber keuangan untuk membangun
agropolitan dengan cara: 1) menanam kembali bagian terbesar dari tabungan
setempat pada tiap-tiap district, 2) menerapkan sistem bekerja sebagai pengganti
pajak bagi semua anggota masyarakat yang telah dewasa, 3) mengalihkan dana
pembangunan dari pusat-pusat kota dan kawasan industri khusus untuk
pembangunan agropolitan, dan 4) memperbaiki nilai tukar barang-barang yang
merugikan antara petani dan penduduk kota agar lebih menguntungkan petani.
Petani atau masyarakat desa tidak perlu pergi ke kota untuk
mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan
masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan
kebutuhan sosial budaya dan kehidupan sehari-hari. Pusat pelayanan diberikan
pada tingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani, baik
pelayanan mengenai teknik budidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan
informasi pasar.
Besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan
meningkatkan factor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran.
Faktor-faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat
agropolitan. Jadi, peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi
pertanian disekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani.
Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan
pemasaran anatara lain berupa input produksi (bibit, pupuk, obat-obatan dan lain
sebagainya), sarana penunjang (lembaga, perbankan, koperasi, listrik dan lain
sebagainya) serta pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi dan
lain sebagainya).
Kota agropolitan dapat merupakan kota menengah atau kota kecil atau
kota kecamatan atau kota perdesaan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-
desa hinterland dan atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi
yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga
pembangunan sektor secara luas seperti usaha pertanian (on farm danoff farm),
industri kecil, kepariwisataan, jasa pelayanan dan lain-lain.
Kawasan agropolitan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh
pendapatan dari kegiatan pertanian (agribisnis)
47
Sebagian besar kegiatan dikawasan tersebut didominasi oleh kegiatan
pertanian atau agribisnis, termasuk didalamnya usaha industri
(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk
perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu
(sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan
Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland/daerah-daerah
sekitarnya di kawasan agropolitan bersifat interdependensi/timbal balik
yang harmonis dan saling membutuhkan dimana kawasan pertanian
mengembangkan usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan
sarana pertanian, model, teknologi, informasi pengolahan hasil dan
penampungan (pemasaran) hasil produksi/produk pertanian.
Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana
kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh
berbeda dengan di kota.
Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan agropolitan
bila dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk
mengembangkan komoditi pertanian yang dapat dipasarkan atau telah
mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan), serta
berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha dari komoditi
unggulannya.
Memiliki berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang memadai untuk
mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis, yaitu:
o Pasar, baik pasar untuk hasil-hasil pertanian, pasar sarana
pertanian, alat dan mesin pertanian, maupun pasar jasa
pelayanan termasuk pasar lelang, gudang tempat penyimpanan
dan prosesing hasil pertanian sebelum dipasarkan;
o Lembaga keuangan sebagai sumber modal untuk kegiatan
agribisnis;
o Memiliki kelembagaan petani yang dinamis dan terbuka terhadap
perkembangan teknologi,
o Balai penyuluhan pertanian yang berfungsi sebagai klinik
konsultasi agribisnis;
48
o Percobaan/pengkajian teknologi agribisnis untuk mengembangkan
teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah kawasan
agropolitan;
o Jaringan jalan yang memadai dan aksesbilitas dengan daerah
lainnya serta sarana irigasi yang kesemuanya untuk mendukung
usaha pertanian yang efesien;
o Memiliki sarana dan prsarana kesejahteraan sosial yang memadai
seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi dan lain-lain;
o Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumber daya alam,
kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota
dan desa terjamin.
Menurut Badrudin (1999) untuk mengurangi efek polarisasi maka konsep
agropolitan disarankan memerlukan suatu pola pertumbuhan yang spesifik yaitu:
dirancang untuk daerah pertumbuhan yang mempunyai luas relatif sempit
untuk ukuran Indonesia yaitu pada sekitar kecamatan;
adanya kemandirian dalam penyusunan dan penetapan perencanaan
pembangunan di wilayah tersebut;
terdapat pembagian yang jelas antara tenaga kerja sektor pertanian dan
non pertanian;
terdapat sumber daya di wilayah tersebut yang dapat dikembangkan
untuk kegiatan sektor industri;
ketersediaan teknologi lokal serta kemungkinan pemanfaatannya.
Kendala yang ditemui dalam pengembangan konsep ini diantaranya
adalah tidak meratanya potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah,
akibatnya ada daerah yang berkembang lebih pesat dibanding daerah
sekitarnya, sehingga kota yang kurang beruntung tersebut akan berperan
sebagai daerah pendukung. Kondisi tersebut membawa konsekuensi adanya
perbedaan peran dan fungsi dari kota.
Menurut Wibisono, et.al. (1993) bahwa potensi yang dimiliki oleh suatu
kota akan berkait erat dengan fungsi dari kota tersebut. Apakah kota akan
menjadi pusat petumbuhan wilayah ataukah hanya sebagai hinterland. Kota akan
menjadi pusat pertumbuhan disebabkan dua macam proses yang dialaminya.
Proses formal, peran suatu kota sebagai pusat pertumbuhan akibat dari
struktur adminitrasi wilayah.
49
Proses alamiah, munculnya kota tersebut menjadi pusat pertumbuhan
karena pelayanan komersial yang telah diberikannya, hubungan ini dengan
pertimbangan efisiensi ekonomi. Kota yang mempunyai efisiensi ekonomi yang
lebih baik akan berkembang menjai pusat pertumbuhan wilayah.
2.3.2 Syarat Lokalitas AgropolitanPembangunan agropolitan merupakan wilayah terpadu melalui
pembangunan sektor pertanian primer dalam arti luas (pertanian, perkebunan,
peternakan, dan perikanan, kehutanan) pemasaran dan sektor jasa penunjang
dalam satu kelompok pembangunan. Pengembangan agropolitan bukanlah
membangun kota-kota baru di wilayah pertanian, melainkan menjadikan kota di
wilayah pertanian pedesaan secara keseluruhan. Pengembangan agropolitan
juga bukan menggantikan budaya agraris dengan budaya industri, melainkan
memodernisasikan budaya agraris menjadi budaya industri.
Syarat-syarat dari lokalitas agropolitan adalah sebagai berikut:
a) Suatu hamparan lahan pertanian (satu desa atau beberapa desa dalam
bentuk klutser) dengan luas 1000–1500 Ha, memiliki kesamaan
agroekosistem dengan jenis komoditas unggulan tertentu yang sudah
berkembang atau yang akan dikembangkan.
b) Memiliki usahatani individu, teorganisir dalam kelompok-kelompok
tanaman sehamparan.
c) Memiliki usaha kelompok/koperasi yang bergerak dalam pengadaan bibit
pupuk, dan mesin pertanian, usaha grading dan standarisasi, serta usaha
packaging dan sortasi.
d) Memiliki sistem kelembagaan dan organisasi kerjasama sehamparan
dalam sistem pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta sistem
manajemen mutu.
e) Memiliki kelembagaan dan sistem penyuluhan agribisnis.
f) Memiliki lembaga keuangan mikro, dan atau jaringan ke perbankan.
g) Memiliki sumber teknologi dan jaringan informasi pasar.
h) Memiliki jalan antar usahatani dan jalan penghubung ke daerah lain,
irigasi, teknologi pengairan dan transportasi pedesaan. (Tim Teknis
Agropolitan DTBBSU, 2005).