BAB II - Repository stikesmukla

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Demam Thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada gangguan pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2008). Demam Thypoid atau tifus abdominalis adalah pemyakit infesi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriyadi & Yiliani 2010). Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari dan gangguan pada saluran cerna. Demam Thypoid dikenal dengan nama tipes atau thypus oleh masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella Typhi dan hanya didapatkan pada manusia saja. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri (Papantungan & Rombot, 2016). Menurut Ranuh (2013) demam tifoid adalah penyakit infeksi yang lazim didapatkan di daerah tropis dan subtropis dan sangat erat kaitannya dengan sanitasi yang jelek di suatu masyarakat. Penularan penyakit ini lebih mudah terjadi di masyarakat yang padat seperti urbanisasi di negara yang sedang berkembang dimana sarana kebersihan lingkungan dan air minum bersih belum terpenuhi.

Transcript of BAB II - Repository stikesmukla

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam Thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus

dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada

gangguan pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran

(Rampengan, 2008). Demam Thypoid atau tifus abdominalis adalah

pemyakit infesi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan

gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran

(Suriyadi & Yiliani 2010).

Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari dan

gangguan pada saluran cerna. Demam Thypoid dikenal dengan nama tipes

atau thypus oleh masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella

Typhi dan hanya didapatkan pada manusia saja. Penularan penyakit ini

hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

oleh bakteri (Papantungan & Rombot, 2016).

Menurut Ranuh (2013) demam tifoid adalah penyakit infeksi yang

lazim didapatkan di daerah tropis dan subtropis dan sangat erat kaitannya

dengan sanitasi yang jelek di suatu masyarakat. Penularan penyakit ini

lebih mudah terjadi di masyarakat yang padat seperti urbanisasi di negara

yang sedang berkembang dimana sarana kebersihan lingkungan dan air

minum bersih belum terpenuhi.

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan

ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi

produksi panas. Demam merupakan perubahan berupa naiknya titik

pengaturan, sedangkan terjadi karena adanya beban yang berlebihan pada

mekanisme pengaturan suhu tubuh. Penyakit atau trauma pada

hipotalamus dapat mengganggu mekanisme kehilangan panas (Perry &

Potter, 2010)

B. Etiologi

Penyakit ini desebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa/Eber

Thella Typhosa yang merupakan kumam gram negatif, motil dan tidak

menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh

manusia maupun suhu yang lebih rendah, seta dapat mati pada suhu tubuh

70o

C ataun dengan antiseptic. Kuman Salmonella Thypi diketahui bahwa

hanya menyerang manusia. Salmonella typhosa mempunyai 3 macam

antigen yaitu :

a. Antigen O = ohne hauch = antigen somatik (tidak menyebar). Titer

antigen O sampai 1/80 pada awal penyakit berarti suspek demam

thypoid kecuali pasien yang telah mendapat vaksinasi dan jika Titer

antigen O diatas 1/160 berarti indikasi kuat terhadap demam thypoid.

b. Antigen H = hauch (menyebar), terdapat pada flagela dan bersifat

termolabil. Titer antigen H 1/40 berarti suspek terhadap demam thypoid

kecuali pada pasien yang divaksinasi jauh lebih tinggi.Titer antigen

diatas 1/80 memberi indikasi adanya demam thypoid.

c. Antigen V1 = kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman

dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.

Ketiga jenis antigen tesebut di dalam tubuh manusia disebut

agglutinin. Dari ketiga agglutinin tersebut hanya aglutin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar

pasien menderita thypoid (Rampengan, 2008)

Demam Thypoid adalah suatu penyakit infeksi siskemik bersifat akut

yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas

berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur

endothelial atau endokardinal dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke

dalam sel fagosit monoklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan

peyer’s pacth (IDAI, 2015).

Nirmala (2017) berpendapat penyakit demam thypoid merupakan

infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi,

sedangkan faktor yang menyebabkan adalah kebersihan lingkungan yang

kurang bersih, personal hygiene dan dekat dengan rumah pemotongan

hewan yang masih kurang bagus karena masih banyak lalat yang dijumpai

dan banyak dijumpai kotoran hewan yang berserakan dijalan yang

membawa penyakit.

Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan

Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.

Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan

mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang

dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita masih

mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam

ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier

sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang

menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal

(intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan

yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenis

intestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

Ranuh (2013) berpendapat penyakit demam tifoid mudah menyebar

melalui makanan dan minuman yang tercemar melalui lalat, dan serangga.

Sumber utamanya hanyalah manusia. Penularan terjadi melalui air atau

makanan yang tercemar kuman salmonella secara langsung maupun tidak

langsung yang erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan dan

perorangan. Demikian juga cara mencuci bahan makanan (segala macam

makanan) dengan air yang tercemar akan mempermudah penularan demam

tifoid apabila tidak dimasak dengan baik. Demikian juga apabila penyakit

demam tifoid tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan berbagai

komlpikasi.

Menurut Suratun & Lusianah (2010) etiologi dari demam tifoid

disebabkan oleh Salmonella typhi (S. Typhi), Paratyphi A, Paratyphi B,

and Paratyphi C. Salmonella typhi merupakan basil gram negatif, berflagel

dan tidak berspora, anaerob fakultatif masuk ke dalam

keluargaenterobacteriaceae, panjang 1-3 um dan lebar 0.5-0.7 um,

berbentuk batang single atau berpasangan. Salmonella hidup dengan baik

pada suhu 37°C dan dapat hidup pada air steilyang beku dan dingin, air

tanah, air laut dan debu selama berminggu-minggu, dapat hidup berbulan-

bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku. Parasit hanya pada

tubuh manusi. Dapat dimatikan pada suhu 60°C selama 15 menit. Hidup

subur pada medium yang mengandung garam empedu. S typhi memiliki 3

macam antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H

(flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan

berbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut.

C. Manifestasi klinis

a. Nyeri pada kepala, lemah dan lesu.

b. Demam tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu

pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh

meningkat pada sore dan malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada

minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, pada minggu ketiga suhu

berangsur angsur turun dan kembali normal.

c. Gangguan pada saluran cerna: halitosis, bibir kering, dan pecah-pecah,

lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual,

tidak napsu makan, hepatomegaly, splenomegali yang disertai nyeri

pada perabaan.

d. Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran.

e. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam

kapiler kulit.

f. Epitaksis: perdarahan pada hidung yang terjadi akibat sebab local atau

sebab umum atau kelainan siskemik(Suriyadi & Yuliani, 2010)

Menurut (Nugrahajati, 2012) gejala-gejala klinis dari demam thypoid

yaitu:

a. Demam lebih dari satu minggu, biasanya dema lebih dari seminggu,

demam terjadi pada malam hari, sedangkan siang hari terlihat segar.

Selama demam tinggi, penderita sering mengigau, ingatannya menurun,

dan sulit berfikir.

b. Tidak bisa buang air besar atau sembelit selama beberapa hari. Namun

bisa juga sebaliknya, yaitu diare. Intinya system pencernaan akan

sangat terganggu.

c. Lidah terasa pahit. Lidah bagian tengah berwarna putih susu dan

pinggirnya merah. Pada anak-anak, cenderung ingin makan makanan

yang asam atau pedas.

d. Sakit perut(nyeri), lemas, dan pusing akibat demam yang tinggi. Sakit

perut disebabkan oleh pembengkakan hati atau limpa.

e. Selalu ingin tidur. Jika duduk atau berdiri maka akan terasa mual lalu

muntah. Hal ini terjadi karena bakteri salmonella berkembang biak di

hati dan limpa. Disitu akan terjadi pembengkakan yang menekan

lambung sehingga terjadi rasa mual. Rasa mual yang berlebih akan

memicu makanan tidak bisa masuk secara sempurna dan akan keluar

lagi(muntah).

f. Hilangnya nafsu makan yang mengakibatkan badan lemas dan berat

badan turun.

g. Pingsan. Penderita umumnya lebih nyaman berbaring tanpa banyak

bergerak. Namun jika kondisi sudah parah, sering terjadi gangguan

kesadaran.

h. Otot terasa nyeri.

i. Batuk dan peradangan pada cabang tenggorokan.

j. Timbul bercak merah dadu di daerah dada dan perut.

Awal gejala thypus sama dengan gejala flu, bedanya demam thypus

hanya muncul malam hari, tidak disertai batuk pilek, demam tidak kunjung

turun, disertai sakit kepala hebat, perut tidak enak, dan sembelit selama

beberapa hari. Pada parathypus(thypus ringan) penderita sesekali

mengalami buang-buang air, lidah tampak berselaput susu dengan bagian

pinggir merah terang, bibir kering, kondisi fisik sangat lemah, dan terlihat

kesakitan. Jika kondisi sudah sangat parah, maka akan timbuh gejala

penyakit kuning yang akan disebabkan oleh pembengkakan organ hati.

Komplikasi thypus biasanya terjadi pada minggu kedua penderita

mengalami demam. Gejalanya, suhu tubuh mendadak turun dan

beranggapan bahwa sakitnya sudah mulai sembuh, namun denyut nadi

meninggi, perut menjadi mulas melilit dan enderita tampak sangat

kesakitan.

C. Patofisiologi

Patofisiologi demam thypoid menurut padila (2013) yaitu, demam

thypoid timbul akibat dari bakteri salmonella thypi yang masuk kedalam

tubuh manusia melalui mulut. Bakteri ini dapat ditularkan melalui

berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu: food (makanan), fingers (jari

tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan

muntah pada penderita demam thypoid dapat menularkan kuman

Salmonella Thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan

melalui perantara lalat, dimana lalat hinggap di makanan yang akan

dikonsumsi oleh orang yang sehat. Jika orang tersebut kurang

memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan

yang tercemar kuman Salmonella Thypi masuk ke tubuh seseorang yang

sehat melalui mulut. Kuman akan masuk ke jaringan limpoid dan akan

berkambang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel

retikuloendotelial.

Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepas kuman ke dalam

sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk

limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan

gejala toksomia pada demam thypoid disebabkan oleh endotoksemia, akan

tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa

endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada demam

thypoid. Endotoksemia berperan pada demam thypoid karena membantu

proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena

Salmonella Thypi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan

zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Wijaya & Putri (2013) menyatakan bahwa patogenesis (tata cara

masuknya kuman thypoid ke dalam tubuh) pada penyakit thypoid dibagi

dua bagian yaitu:

a. Menembus dinding usus masuk kedalam darah kemudian dipatogenesis

oleh kuman RES (Reticulo Endothelial System) dalam hepar dan lien,

disitulah kuman berkembangbiak dan masuk kedalam darah lagi dan

menimbulkan infeksi di usus lagi.

b. Basil melalui tonsil secara lymphogen dan heamophogen masuk ke

dalam hepar dan lien kecil, basil mengeluarkan toksin, toksin inilah

yang menimbulkan gejala klinis.

D. PATHWAY

Bakteri salmonella thypi dan salmonella parathypi

Proses makan dan minum

Masuk ketubuh orang sehat melalui

mulut

Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung

Masuk kedalam lambung

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan darah perifer lengkap

Pemeriksaan dapat ditemukan leukopenia, dapat pula leukositosis

atau kadar leukosit normal untuk bayi/anak 9.000-12.000/mm3.

Leukosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan Uji Widal

Nyeri akut

Jaringan limfoid Kuman mati

Sebagian besar masuk kedalam usus halus

Proses peradangan

Pelepasan endotoksin Berkembang biak di usus halus Mual muntah

anoreksia

Ketidak seimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Menyerang vulli usus halus

Kuman masuk keperedaran darah

Mencapai sel-sel retikuloendotelial

Melepaskan kuman keperedaran darah

Masuk ke limpa, lambung, empedu

Minggu 1 akan

terjadi hiperplasi Minggu 2 terjadi

nekrosi

Minggu 2 terjadi

ulserasi perforasi

Minggu akan

terjadi hiperplasi

Hospitalisasi

Hipertermi

Nyeri akut Tahap penyembuhan dengan menimbul

kansikatrik

Nyeri otot

Intoleransi aktivitas

Cemas

Gambar 2.1 Pathway Demam Thypoid Fever menurut Wulandari & Erawati (2016)

Uji widal adalah pemeriksaan darah yang bertujuan untuk

mendapatkan zat anti kuman thypus. Widal positif jika titer O 1/200

atau lebih dan menunjukkan kenaikan yang progresif. Uji widal

dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri

salmonella thypi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya

aglutin dalam penderita Thypoid Fever. Akibat adanya infeksi oleh

salmonella thypy maka penderita membuat antibodi (aglitin).

3. Kultur

Kultur darah: bisa positif pada minggu pertama, kultur urin: bisa

positif pada akhir minggu kedua, kultur feses: bisa positif dari minggu

kedua hingga minggu ke tiga.

4. Anti Salmonella Thypi IgM (Imunoglobin)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi

akut salmonella thypi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan

4 terjadinya demam (Nurarif & Kusuma, 2015)

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit typhoid fever menurut Dewi & Meira (2016)

dibagi tiga yaitu :

1. Istirahat dan perawatan

Tirah baring atau perawatan professional bertujuan untuk

mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya

ditempat seperti makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan

buang air besar akan membantu dan mempercepat penyembuhan.

Perawatan demam thypoid perlu sekali dijaga kebersihan tempat

tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu

diawasi untuk mencegah dikubitus dan pneumonia ortostatik serta

hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

2. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses

penyembuhan penyakit typhoid fever karena makanan yang kurang

akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin

menurun dan proses penyembuhan akan menjadi lama, dimasa

lampau penderita typhoid diberi bubur, kemudian ditingkatkan

menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, perubahan diet

pasien tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.

Pemberian bubur diberikan untuk menghindari komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.

3. Pemberian antibiotic: antimikroba, antipiretik seperlunya, vitamin

B dan vitamin C

H. Komplikasi, Prognosis dan Pencegahan

1. Komplikasi

Ranuh (2013) berpendapat komplikasi yang dapat muncul

akibat demam tifoid yang tidak segera ditangani adalah dapat

terjadi perdarahan dan perforasi usus, yaitu sebanyak 0,5 – 3%

yang terjadi setelah minggu pertama sakit. Komplikasi tersebut

dapat ditengarai apabila suhu badan dan tekanan darah mendadak

turun dan kecepatan nadi meningkat. Perforasi dapat ditunjukkan

lokasinya dengan jelas, yaitu di daerah distal ileum disertai dengan

nyeri perut, muntah-muntah dan adanya gejala peritonitis yang

dapat berlanjut menjadi sepsis, komplikasi lain yaitu pneumonia

dan bronchitis. Komplikasi ini ditemukan sekitar 10% pada anak-

anak. Komplikasi lain yang lebih berat dengan akibat fatal adalah

apabila mengenai jantung (myocarditis) dengan arrhytmiasis, blok

sinoarterial, perubahan ST-T pada elektrokardiogram atau

cardiogenic shock. Prognosa tergantung dari pengobatan yang tepat

dan cepat.

Menurut Rampengan (2008) komplikasi typhoid fever dapat

dibagi atas dua bagian:

a. Komplikasi pada usus halus

1) Perdarahan

Perdarahan pada kasus thypoid ini lebih jarang terjadi pada

anak. Diagnosis dapat ditegakkan dengan: penurunan tekanan

darah, denyut nadi bertambah cepat dan kecil, kulit pucat

penurunan suhu tubuh, mengeluh nyeri perut, sangat iretebal,

darah tepi sering diikuti peningkatan hitung leukosit dalam

waktu singkat.

2) Perforasi usus

Perforasi usus ini sering terjadi pada minggu ketiga serta

lokasi yang paling sering dilaporkan ileum terminalis. Angka

kejadian bevariasi, yaitu antara 0,4-2,5%. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis pemeriksaan

radiologis.

3) Peritonitis

Peritonitis pada umumnya mempunyai tanda dan gejala

sering didapatkan, penderita mendadak kesakitan didaerah perut,

perut kembung, tekanan darah menurun, suara bising usus

melemah dan pekak hati berkurang.

b. Komplikasi diluar usus halus

1) Bronchitis dan bronkopnemonia

Bronkus terjadi pada akhir minggu pertama perjalanan

penyakit. Kasus demam tifoid yang berat, bila disertai

infeksi sekunder dapat terjadi bronkopnemonia. Angka

kejadian bervariasi 2,5-7 %.

2) Kolesistitis

Kolesistitis jarang terjadi pada anak dan biasanya

terjadi pada akhir minggu kedua dengan gejala dan tanda

klinis yang tidak khas. Angka kejadian pada anak berkisar

antara 0-2 %. Bila terjadi kolesistitis penderita cenderung

menjadi seorang karier.

3) Ensefalopati.

Ensefalopati merupakan komplikasi typhoid fever

dengan gejala dan tanda klinis sebagai berikut: kesadaran

menurun, kejang, muntah, demam tinggi dan pemeriksaan

cairan otak masih dalam batas normal. Angka kejadian yang

dilaporkan berkisar 0,3 - 9,1 %. Bila disertai kejang-kejang,

proknosis biasanya jelek dan bila sembuh sering ditakuti

oleh gejala sisa sesuai dengan lokasi terkena.

4) Meningitis

Meningitis disebabkan oleh salmonella typhosa atau

spesies salmonella lain yang lebih sering didapatkan pada

neonates ataupun bayi dibanding pada anak dengan gejala

klinis sering tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat.

Penyebabnya adalah Salmonella Havana dan Salmonella

oranerburg. Gejala klinisnya antara lain: bayi tidak mau

menetek, kejang, latergi, sianosis, panas, diare, kelainan

neurologis seperti opisthotonus, fontanella cembung, reflek

memegang menurun, reflex menghisap menurun.

5) Miokarditis

Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan

serta gambatan klinisnya tidak khas. Insidennya pada anak

umur 7 tahun keatas serta sering terjadi pada minggu kedua

dan ketiga.

2. Prognosis

Prognosis pada pasien demam thypoid tergantung ketepatan

terapi, usia, keadaan kesehatan pasien sebelumnya, dan ada

tidaknya komplikasi. Di negara maju dengan terapi antibiotik yang

adekuat, angka mortalitas kurang dari 1%. Di negara berkembang,

angka morbalitasnya lebih dari 10%, biasanya karena

keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya

komplikasi mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.

ser. Typhi kurang lebih 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi

karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan

meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh

pasien demam tifoid. Insidens penyakit truktus biliaris lebih tinggi

pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum. Karier

urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama

pada individu dengan skistosomiasis (IDAI, 2015).

1. Pencegahan

Pencegahan pada demam thypoid secara umum untuk

memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella Thypi, maka

setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan

minuman yang dikonsumsi. Salmonella thypi akan mati di dalam

air apabila dipanasi setinggi 57oC untuk beberapa menit atau

dengan proses iodinasi/klorinasi. Masak makanan sampai suhu

57oC beberapa menit dan merata juga agar kuman salmonella thypi

mati. Penurunan edemisitas suatu negara/daerah tergantung pada

baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan

sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi.

Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian thypoid

fever (IDAI, 2015).

Menurut pendapat (Nugrahajati, 2012) untuk mencegah

demam thypoid ini, kebersihan dan higienitas menjadi syarat

mutlak yang harus dipenuhi. Sebelum terlambat, alangkah baiknya

melakukan langkah-langkah pencegahan sebagai berikut:

a. Memperhatikan kebersihan makanan dan minuman yang

dikonsumsi sehari-hari.

b. Hindari jajanan yang kurang bersih.

c. Konsumsi makanan dan minuman yang sudah dikonsumsi.

d. Lindungi makanan dari lalat, kecoa, dan tikus.

e. Selalu cuci tangan dengan air mengalir dan sabunsetelah

beraktifitas (terutama setelah dari toilet)

f. Jangan membuang sampah sembarangan sehingga akan

mengundang lalat.

g. Jika dirumah banayak lalat basmi dengan tuntas.

h. Buat sanitasi dan toilet yang higienis.

i. Temukan dan awasi pembawa virus thypus.

j. Berikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat mengenai

bahaya thypus.

I. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Ardiansyah (2012) adalah sebagai berikut:

a. Identitas

b. Riwayat Sesehatan Sekarang

Tanyakan mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan

utama pasien, sehingga dapat ditegakan prioritas masalah

keperawatan yang dapat muncul.

c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau

penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit sistem

pencernaan, sehingga menyebabkan penyakit demam tifoid.

d. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan tanda-tanda vital

2) Konjungtiva anemis, kondisi lidah khas (selaput putih kotor,

ujung dan tepi lidah berwarna kemerahan), napas berbau tidak

sedap, bibir kering dan pecah-pecah, dan hidung-hidung terjadi

epistaksis.

3) Perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, dan

nyeri tekan.

4) Sirkulasi bradikardi dan gangguan kesadaran.

5) Terdapat bintik-bintik kemerahan pada kulit punggung dan

ekstremitas

e. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakan diagnosis penyakit demam tifoid, perlu

dilakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan

pemeriksaan sebagai berikut:

1) Darah tepi

a) Terdapat gambaran leucopenia

b) Limfositosis retalif

c) Emeosinofila pada permulaan sakit

d) Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.

Hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan

penyakit secara tepat.

2) Pemeriksaan Widal

Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila

titer lebih dari 1/80, 1/160 dan seterusnya, maka hal ini

menunjukan bahwa semakin kecil titrasi berarti semakin berat

penyakitnya.

2. Diagnosa Keperawatan

Herdman (2015) Diagnosa yang lazim muncul pada pasien anak

dengan demam thypoid adalah:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

Anak yang mengalami demam thypoid akan merasakan

nyeri pada perutnya karena gangguan pencernaan sehingga

bisa timbul masalah keperawatan nyeri akut.

b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Otak terjadi perubahan keseimbangan ion kalium dan

natrium sehingga banyak melepas muatan listrik yang

mengakibatkan proses terjadinya penyakit.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna

makanan

Anak yang mengalami penyakit pencernaan akan

mengalami ketidakseimbangan nutrisi karena tidak mampu

untuk mencerna makanan dengan baik.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas

Anak yang mengalami demam thypoid akan dianjurkan

untuk betres agar tidak terjadi komplikasi.

e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Anak yang mengalami kejang demam di rawat inap di

rumah sakit anak takut dengan prosedur medis seperti jarum

suntik, obat-obatan, takut dengan perawat sehingga anak

mengalami hospitalisasi maka timbul masalah keperwatan

ansietas.

3. Nursing Care Plan

Tabel 2.1. Diagnosa Keperawatan No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Nyeri akut b.d

proses peradangan

NOC

Pain control

Comfort level

Kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan

selama 3 x 24 jam

diharapkan pasien mampu

mengontrol nyeri dengan

kriteria hasil :

1. Mampu mengontrol nyeri

tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan.

2. Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan manajemen

nyeri.

3. Mampu menggali nyeri

(skala, intensitas,

frekuensi dan tanda nyeri.

4. Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

NIC

Pain manajement

1. Lakukan pengkajian nyeri

secarakomprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan

faktor presipitasi.

2. Observasi reaksi

nonverbal dari

ketidaknyamanan.

3. Kurangi factor presipitasi

nyeri.

4. Ajarkan teknik relaksasi

nafas dalam untuk

mengurangi nyeri.

5. Kolaborasi analgetik

untuk mengurangi nyeri

jika perlu.

1. Respon nyeri sangat

individual sehingga

penanganannya pun

berbeda untuk

masing-masing

individu.

2. Mengetahui tingkat

kenyamanan

3. Meningkatkan

kenyamanan.

4. Teknik non

farmakologi seperti

Tarik nafas dalam

untuk mengurangi

nyeri dari

meningkatkan

kenyamanan.

5. Untuk pemberian

obat anti nyeri secara

farmakologi dan

untuk mengurangi

nyeri.

2

Hipertermia b.d

proses penyakit

NOC

Thermoregulation

Kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam suhu/tempratur pada

pasien dalam batas normal

dengan kriteria hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang

normal

2. Nadi dan RR dalam

rentang normal

3. Tidak ada perubahan

warna kulit.

NIC

Fever treatment

1. Monitor suhu sesering

mungkin

2. Monitor IWL

3. Memberikan cairan IV

sesuai yang dianjurkan

4. Monitor intake dan output

5. Kolaborasi pemberian

cairan intravena

6. Kompres pasien pada lipat

paha dan aksila

1. Untuk meyakinkan

perbandingan data

yang akurat.

2. Untuk mengetahui

perkembangan

pasien.

3. Menghindari

hilangnnya natrium

klorida dank alum

yang berlebihan.

4. Meningkatkan

kenyamanan,

menurunkan

tempratur suhu tubuh

5. Untuk membantu

menurunkan demam.

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

3 Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

b.d

ketidakmampuan

untuk mencerna

makanan

NOC

Status nutrisi : masukan

makana dan cairan

Kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam kebutuhan nutrisi pasien

dapat terpenuhi dengan

kriteria hasil :

1. Adanya peningkatan berat

badan sesuai dengan

tujuan

2. Berat badab ideal dengan

tinggi badan

3. Mampu mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi

4. Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi

5. Tidak terjadi penurunan

berat badan yang berarti.

NIC

Nutrition manajement

1. Monitor jumlah nutrisi

dan kandungan kalori,

Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan pasien

2. Beri diit lunak atau

makanan yang sudah

terpilih.

3. Berikan informasi tentang

kebutuhan nutrisi

4. Anjurkan pasien untuk

meningkatkan intake Fe

1. Untuk mengetahui

jumlah nutrisi dan

kalori yang masuk

pada tubuh pasien

2. Untuk

mempermudah

pemberian nutrisi

pada pasien.

3. Untuk meningkatkan

nafsu makan pasien.

4. Untuk pertumbuhan

dan menjaga

kesehatan tubuh.

4 Resiko kekurangan

volume cairan b.d

masukan tidak

adekuat

NOC

Fluid balance

Hydration

Nutritional status : food and

fluid intake

Kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam keseimbangan cairan

pasien terpenuhi dengan

kriteria hasil :

1. Mempertahankan urine

output sesuai dengan usia

dan BB, BJ urine normal,

HT normal.

2. Tidak ada tanda-tanda

dehirasi

3. TTV dalam batas normal

NIC

Fluid management

1. Pertahankan intake dan

output

2. Monitor status hidrasi

(kelembapan membrane

mukosa,nadi adekuat,

tekanan darah ortostatik)

3. Ukur tanda-tanda vital

4. Catat masukan makanan

dan cairan

5. Kolaborasi pemberian

cairan intravena

6. Motivasi untuk

meningkatkan mukosa

oral

1. Untuk mengetahui

intake kalori harian

pasien

2. Untuk mengetahui

status status hidrasi

pasien.

3. Untuk memenuhi

kebutuhan kebutuhan

cairan yang tidak

terpenuhi melalui

oral.

4. Untuk mengetahui

intake dan output

pasien.

5 Ansietas b.d

ancaman pada

status terkini

hospitalisasi

1. Anxiety self-control

2. Anxiety level

3. Coping

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24

jam kecemasan pasien

teratasi dengan kriteria hasil:

1. Pasien mampu

mengidentifikasi dan

mengungkapkan gejala

cemas

2. Mengidentifikasi,

mengungkapkan dan

menunjukkan tehnik

untuk mengontrol

Anxiety reduction

1. Gunakan

pendekatan yang

menenangkan

2. Jauhkan peralatan

perawatan dari

pandangan pasien

3. Ciptakan atmosfer

rasa nyaman untuk

meningkatkan

kepercayaan

4. Berikan aktivitas

pengganti yang

bertujuan untuk

mengurangi

1. Untuk membina

hubungan saling

percaya

2. Untuk

menghilangkan

pandangan pasien

dari peralatan

perawatan yang

menakutkan

3. Untuk menciptakan

suasana yang

nyaman

4. Untuk mengurangi

rasa cemas pasien

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

cemas.

3. Vital sign dalam batas

normal

4. Postur tubuh, ekspresi

wajah, Bahasa tubuh dan

tingkat aktifitas

menunjukkan

berkurangnya

kecemasan.

tekanan

5. Berikan objek yang

menunjukkan rasa

nyaman.

5. Untuk mengurangi

rasa cemas pasien