BAB II - Lumbung Pustaka UNY

51
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Fisika Belajar merupakan sebuah kebutuhan yang penting bagi manusia (Longworth, 2019). Perkembangan zaman akan melakukan seleksi alam agar manusia selalu memperbaiki diri agar mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dengan selalu belajar (Ramsden, 2003). Invidu yang belajar memiliki ciri- ciri: 1) adanya kemampuan baru atau perubahan; 2) perubahan tersebut bersifat tetap; 3) perubahan dilakukan dengan usaha; 4) perubahan tidak semata-mata karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan (Siregar & Hartini, 2011:5). Kegiatan belajar dilakukan setiap individu sepanjang hidupnya (Goldie, 2016), dengan kata lain bahwa belajar tidak memandang usia individu. Kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan baru juga disebut dengan belajar (Gasong, 2018). Proses belajar terjadi melalui pengalaman individu untuk menentukan sikap dan perbuatannya (Al-Emran, Elsherif, & Shaalan, 2016). Individu yang belajar menggunakan beberapa ranah yaitu: 1) ranah kognitif berupa pengetahuan, penalaran atau pikiran; 2) ranah efektif berupa kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosional, dan reaksi serta; 3) ranah psikomotorik berupa kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani (Sagala, 2013: 12). Individu yang merasa terdapat perubahan dari beberapa ranah tersebut berarti telah melakukan kegiatan belajar.

Transcript of BAB II - Lumbung Pustaka UNY

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Fisika

Belajar merupakan sebuah kebutuhan yang penting bagi manusia

(Longworth, 2019). Perkembangan zaman akan melakukan seleksi alam agar

manusia selalu memperbaiki diri agar mampu beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi dengan selalu belajar (Ramsden, 2003). Invidu yang belajar memiliki ciri-

ciri: 1) adanya kemampuan baru atau perubahan; 2) perubahan tersebut bersifat

tetap; 3) perubahan dilakukan dengan usaha; 4) perubahan tidak semata-mata

karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan (Siregar & Hartini, 2011:5). Kegiatan

belajar dilakukan setiap individu sepanjang hidupnya (Goldie, 2016), dengan kata

lain bahwa belajar tidak memandang usia individu. Kegiatan individu untuk

memperoleh pengetahuan baru juga disebut dengan belajar (Gasong, 2018).

Proses belajar terjadi melalui pengalaman individu untuk menentukan sikap

dan perbuatannya (Al-Emran, Elsherif, & Shaalan, 2016). Individu yang belajar

menggunakan beberapa ranah yaitu: 1) ranah kognitif berupa pengetahuan,

penalaran atau pikiran; 2) ranah efektif berupa kemampuan yang mengutamakan

perasaan, emosional, dan reaksi serta; 3) ranah psikomotorik berupa kemampuan

yang mengutamakan keterampilan jasmani (Sagala, 2013: 12). Individu yang

merasa terdapat perubahan dari beberapa ranah tersebut berarti telah melakukan

kegiatan belajar.

16

Kegiatan belajar dan mengajar sering disebut dengan pembelajaran.

Pembelajaran berdasarkan PP No. 32 Tahun 2013 adalah sebuah proses interaksi

antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun

meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur

yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Kadir, 2013).

Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan

proses berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat

meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala, 2013: 62).

Fisika merupakan suatu cabang sains yang tidak hanya membahas tentang

teori tetapi lebih dari itu yaitu ilmu eksperimental (Young & Freedman, 2002).

Menurut Koes (2003), fisika bukan hanya berisi fakta-fakta dan prinsip-prinsip saja

tetapi juga memiliki metode-metode tentang bagaimana memperoleh fakta dan

prinsip tersebut serta sikap sebagai seorang fisikawan. Jadi, fisika adalah ilmu

ekperimental, dimana fisikawan mengamati fenomena alam dan berusaha

menemukan pola dan prinsip yang menghubungkan fenomena-fenomena ini.

Pembelajaran fisika diartikan sebagai suatu proses untuk mengembangkan

kemampuan memahami konsep, prinsip, maupun hukum-hukum fisika sehingga

dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode yang

efektif dan efisien (Hamid, 2011:6). Dalam pembelajaran akan ada komunikasi

antara guru dengan siswa. Seperti yang dikemukakan Latuheru (1988:1) bahwa

segala sesuatu yang menyangkut pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik

17

(interaksi edukatif) yang tidak terjadi dengan sendirinya tetapi harus diciptakan

oleh guru dan siswa.

Chiappeta (2014) menyatakan bahwa sains pada hakekatnya merupakan

sebuah kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a

way of thinking), dan cara untuk penyelidikan (a way of investigating). Fisika

merupakan bagian dari sains, berarti hakekat fisika sama dengan hakekat IPA atau

sains, hakekat fisika adalah sebagai produk (a body of knowledge), sebagai sikap (a

way of thinking), dan sebagai proses (a way of investigating).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika berisi

tentang bagaimana memperoleh fakta, prinsip, konsep, ataupun hukum sehingga

dalam proses pembelajaran fisika harus mempertimbangkan pendekatan, model

pembelajaran, strategi, metode dan teknik mengajar yang efektif dan efisien.

2. E-Book Fisika Berbasis Local Wisdom

a. E-Book Fisika

Saat ini, buku elektronik bukan lagi hal baru di dunia pendidikan. Buku

elektronik di kalangan pendidikan dikenal dengan sebutan buku sekolah elektronik

(BSE). Electronic book (E-Book) adalah bentuk alih dari buku cetak ke dalam

bentuk elektronik. E-book termasuk ke dalam kategori media digital/media

elektronik.Menurut Kumar, Agarwal, Lijhara, dan Tapkir (2009:125) menyatakan:

“E-book can be defined as a text in digital form, a book converted into digital form, digital reading material, a book in a computer file format, an electronic file of words and images to be displayed on a desktop/notebook/dedicated portable device, or read on all types of computer, or formatted for display on e-book readers.”

18

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa e-book merupakan sebuah

perangkat portable dan sistem perangkat lunak yang dapat menampilkan informasi

berupa teks dalam jumlah besar kepada pengguna. E-book banyak disukai karena

mudah diakses, dikelola, digunakan, disimpan, dan berbiaya rendah (Henke,

2001:20).

E-book adalah sebuah inovasi baru di masa depan yang dapat dijadikan

alternatif untuk meringkas buku pembelajaran atau buku pedoman yang berukuran

tebal dalam versi cetak dan terkadang membuat seseorang merasa berat untuk

membawa ke mana-mana. Dari hasil penelitiannya Mawarni dan Muhtadi

(2017:86) bahwa media pembelajaran dalam bentuk digital dapat dijadikan sumber

belajar yang fleksibel untuk memfasilitasi kegiatan belajar mahasiswa yang dapat

diakses secara klasikal dan mandiri.

Kelebihan pengembangan e-book ini antara lain (Yusnimar, 2014: 43-44):

1) mudah dibawa karena berbentuk softcopy yang dapat digunakan pembaca dalam

alat elektronik portable; 2) tidak berat, e-book hanya perlu dimasukkan ke dalam

folder di dalam elektronik portable, jadi yang dibawa hanya perangkat digital

portable; 3) mudah digandakan, e-book mudah dicopy dengan gratis sehingga akan

menghemat biaya dan akan mendukung kebutuhan belajar; d) Hemat kertas, dalam

era global warming sekarang ini, artinya kita telah mendukung gerakan go green.

Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa e-book adalah sebuah

bentuk peralihan media cetak ke dalam versi elektronik dan dapat ditampilan pada

perangkat portable. Dalam mengembangkan e-book hendaknya perlu

19

mempertimbangkan format yang dihasilkan dengan tujuan memudahkan

penggunaan.

E-book fisika yang akan dikembangkan memanfaatkan perangkat android,

dimana ekstensi yang digunakan adalah apk. Format apk adalah format berkas

sebuah software yang dapat dipasang pada smartphone dengan sistem operasi

android. E-book fisika berisikan satu kompetensi dasar 3.7 Kelas X IPA semester

genap. E-book fisika sebagai salah satu bentuk modul elektronik memenuhi

sistematika penulisan modul. Sistematika penyusunan sebuah e-book dapat dilihat

pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Sistematika E-Book No. Komponen Sub Komponen 1. Halaman Depan Cover 2. Kata pengantar Kata pengantar 3. Daftar menu (isi) Daftar menu 4. Isi Pendahuluan

Materi Lembar Diskusi Peserta Didik Kuis

5. Daftar Referensi Daftar Referensi Sumber: Kemendiknas (2010:15)

Selain perlu memperhatikan sistematika, rambu-rambu atau petunjuk dalam

mendesain e-book juga diperlukan untuk membuat e-book menjadi lebih mudah

dibaca dan sesuai dengan cara siswa memproses informasi. Adapun petunjuk dalam

mendesain tampilan e-book antara lain sebagai berikut:

Tabel 2. Petunjuk Mendesain Tampilan E-book Karakteristik Deskripsi

Jenis dan ukuran font

- Minimal berukuran 12 pt - Gunakan satu jenis font saja yang mudah dibaca

Spasi dan rata paragraf

- Gunakan rata kiri-kanafn (justify)

20

Karakteristik Deskripsi Penggunaan ruang kosong

- Pastikan tersedia cukup ruang kosong dan perlu diberikan jarak antara akhir paragraf dengan sub bahasan baru

Poin dan penekanan - Gunakan bold untuk menandai informasi penting - Hindari penggunaan warna untuk menjelaskan

pengertian - Konsisten dalam penomoran (numbering)

Warna Kertas - Gunakan warna pastel agar mudah dibaca oleh mata

Proporsi gambar dan teks

- Jangan menuliskan banyak teks didalam sebuah diagram

- Penggunaan foto atau gambar harus jelas dari segi warna dan konstras

- Berikan penjelasan pada setiap gambar Sumber: Buthcer, Davies & Highton (2006: 142)

Sebuah media dikatakan efektif jika dapat: 1) menciptakan pengalaman

belajar yang bermakna (Baharun, 2016); 2) mampu memfasilitasi interaksi antara

siswa dan guru, siswa dan siswa, siswa dan lingkungan (Hanum, 2013); 3) mampu

mengubah suasana belajar siswa pasif menjadi aktif berdiskusi dan bereksplorasi

mencari informasi (Arsyad, 2006). Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan

multimedia juga mampu memberikan manfaat dan dampak pada proses

pembelajaran seperti yang diungkapkan Malik & Agarwal (2012: 468) bahwa

multimedia dapat memfasilitasi penguasaan-penguasaan keterampilan dasar

seseorang dengan cara latihan. Multimedia membantu dalam pemecahan masalah

dengan cara belajar dengan melakukan, memahami konsep abstrak, memberikan

akses yang lebih baik untuk para guru dan siswa, memfasilitasi pembelajaran

individual dan kooperatif, membantu dalam pengelolaan aktivitas kelas dan konten

pembelajaran serta mensimulasikan masalah kehidupan nyata (Malik & Agarwal,

2012: 468).

21

E-book fisika yang dikembangkan memuat komponen multimedia berupa

teks, gambar, video, didalam setiap topik materi. Penambahan komponen

multimedia didalam e-book fisika diharapkan dapat membantu siswa dalam

memahami materi yang dipelajari.

b. Local Wisdom

1) Definisi Local Wisdom

Wagiran (2012) menyatakan bahwa kearifan lokal meliputi: kebijakan

setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau

kecerdasan setempat (local genious). Local wisdom suatu pandangan

tentang hidup. Local wisdom merupakan sebuah pola pikir dan tindakan

yang mendasari kegiatan manusia untuk membedakannya dari manusia lain

dan juga sebagai cara manusia beradaptasi dengan lingkungannya

(Budiharjo, 1997: 4)

Mukminan (2011) mengungkapkan perkembangan local wisdom sendiri

bersumber pada sumber daya alam, sumber daya manusianya, serta letak

geografis. Sumber daya alam yang dimaksud yaitu angin, air, dan udara

yang dapat digunakan untuk kepentingan manusia. Sumber daya manusia

yaitu manusia yang berpengetahuan dan dapat menjaga serta melestarikan

alam sekitar. Manusia yang mampu memanfaatkan kekayaan alam sekitar

secara berkesinambungan dan berkelanjutan.

Pendidikan formal berperan dalam menghasilkan sumber daya manusia

yang berkualitas yang peka terhadap lingkungan, oleh karena itu dalam

pembelajaran perlu diintegrasikan dengan local wisdom. Pornpimon,

22

Wallapha, & Prayuth (2014) menyebutkan beberapa faktor yang

mempengaruhi local wisdom pada pendidikan. Salah satunya pendidik,

pendidik yang memutuskan akan menerapkan kebudayaan dalam

pembelajaran atau tidak, karena adanya integrasi pada pembelajaran telah

diatur pada peraturan daerah. Pendidikan berbasis local wisdom diatur

dalam Peraturan daerah No. 5 tahun 2011. Peraturan tersebut menjelaskan

bahwa perlunya penanaman nilai-nilai budaya pada pendidikan. Dengan

memasukkan local wisdom pada pendidikan merupakan hal penting untuk

mengisi elemen budaya dan membuat budaya lebih kuat dan mampu

bertahan pada era globalisasi ini (Saputra, 2013).

Pembelajaran yang memadukan local wisdom didalamnya dapat

memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran dan juga memahami

kebudayaan yang dimiliki daerahnya. Ilmu fisika merupakan ilmu-ilmu

yang berada disekitar kita misalnya gerak, kalor, fluida, dan lain-lain. Ilmu

fisika akan lebih bermakna apabila terdapat kesinambungan antara materi

pelajaran dengan aktivitas kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat

tinggal peserta didik.

2) Permainan Tradisional Manatahan

Salah satu bentuk local wisdom yaitu melalui sebuah permainan

tradisional. Permainan tradisional merupakan permainan yang berasal dari

suatu daerah tertentu dan sangat khas yang berasal dari daerah tersebut

secara turun temurun. Permainan tradisional pada umumnya dimainkan oleh

anak-anak. Saat ini banyaknya anak-anak yang telah melupakan permainan

tradisional dan beralih pada permainan yang lebih modern, padahal

23

permainan tradisional penting untuk dilestarikan karena mengandung

norma dan nilai yang baik.

Masyarakat Jawa memiliki permainan tradisional salah satunya yaitu

permainan tradisional manatahan. Permainan ini dinamakan “manatahan”

karena mana tahan lama tumpukan genteng disusun tinggi seperti Menara.

Pada setiap daerah di Jawa memiliki nama yang berbeda pula, misalnya

bowling (karena permainan ini dimainkan seperti permainan bowling) dan

boi-boian karena dahulu para pemainnya lebih banyak anak laki-laki yang

dalam bahasa inggrisnya boy. Seiring berjalannya waktu, permainan ini

tidak hanya dimainkan oleh anak laki-laki saja, anak perempuan juga

menyenangi permainan ini.

Pada permainan manatahan terdiri dari beberapa kegiatan:

1) Menyusun batu genteng menjadi seperti menara (Gambar 1), pada

kegiatan ini para pemain memulai permainan dengan mula-mula

mencari batu pipih biasanya batu yang digunakan adalah batu genteng

dilanjutkan dengan menyusunnya hingga menjadi seperti tumpukan

menara batu.

Gambar 1. Menyusun Batu Genteng Seperti Menara

2) Merubuhkan susunan batu menggunakan bola dari si pelempar dan

24

susunan pecahan genteng dijaga oleh satu orang pemain dan pemain lain

bersiap siap untuk berlari agar tidak terkena lemparan bola dari penjaga

batu genteng, (Gambar 2).

Gambar 2. Bola yang Dilempar Kearah Tumpukan Genteng

3) Ketika susunan batu berhasil dirubuhkan oleh si pelempar bola, pemain

yang bertugas sebagai penjaga batu akan menyambut bola dan

melemparkan bola kepada salah satu pemain lain serta anggota pemain

lawan berusaha menghindari lemparan bola dari penjaga susunan batu.

4) Jika bola mengenai bagian tubuh dari salah satu pemain lain, maka

pemain tersebut kalah dan harus mengembalikan lemparan bola kepada

pemain lainnya agar dapat menang.

5) Permainan akan selesai ketika anggota pemain berhasil menyusun

kembali susunan batu yang telah dirubuhkan.

Berdasarkan beberapa kegiatan dalam permainan manatahan ini dapat

dijadikan media untuk menjelaskan konten fisika, berikut beberapa konten

fisika yang dapat dijelaskan menggunakan permainan manatahan dapat

dilihat pada Tabel 3. Dari beberapa konten fisika yang dapat disampaikan

pada permainan ini. Maka konten fisika terkait Hukum Newton dianggap

25

paling memenuhi untuk local wisdom manatahan. Berdasarkan Gambar 1

dari kegiatan yang dilakukan dalam permainan manatahan dapat ditinjau ke

dalam pembelajaran fisika seperti Hukum Newton mengenai kelembaman.

Tabel 3. Konten Fisika pada Permainan Manatahan Kegiatan Permainan Manatahan

Materi Fisika Gerak lurus

Hukum Newton Gerak

Momentum dan Impuls

Keseimbangan benda tegar

Pemain menyusun beberapa pecahan genteng membentuk seperti menara.

√ √

Masing-masing pemain melemparkan bola untuk menjatuhkan menara batu dengan bola.

√ √ √

Ketika para pemain melemparkan bola ke arah menara batu (Gambar 2),

kegiatan ini juga dapat ditinjau kedalam pembelajaran fisika yaitu Hukum

II Newton. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran fisika sangat dekat

dengan kehidupan sehari - hari (local wisdom) siswa.

3) Permainan Nekeran

Pada awalnya permainan nekeran menggunakan jirak (buah kemiri).

Berhubung pada saat ini sulit untuk mendapatkan buah kemiri maka sebagai

gantinya anak-anak menggunakan pecahan tembikar dibulatkan (gacuk).

Permainan ini biasanya dilakukan pada sore hari setelah tidak ada pekerjaan.

Bila saat liburan, permainan ini dapat dilakukan pada pagi, siang dan sore

hari asalkan tidak mengganggu pekerjaan mereka (Dharmamulya, 2005:

184).

26

Dalam perkembangannya permainan jirak kemudian menggunakan

kelereng atau neker, sehingga permainannya dinamakan nekeran.

Permainan nekeran dapat dimainkan oleh laki-laki atau perempuan.

Permainan ini juga dikenal baik di desa maupun di kota. Permainan nekeran

menggunakan sebuah gacuk andalan dan beberapa neker sasaran untuk

diletakkan di wok (dengan jarak tertentu diberi garis berbentuk lingkaran

atau lainnya).

Pada permainan ini terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya:

a) Tentukan jumlah neker yang akan diletakkan pada wok. Misalnya 3

neker untuk setiap orang. Para pemain berada dibelakang garis batas

yang telah dibuat.

Gambar 3. Neker yang berada di wok (Sumber: kaliandanews.com)

b) Setiap pemin melemparkan gacuknya. Apabila gacuk masuk ke

dalam lingkaran, dan berhenti di dalamnya, maka pemain di anggap

gugur.

c) Urutan bermain ditentukan dari yang gacuknya paling dekat dengan

wok.

27

d) Setiap pemain berhak menyelentik gacuknya kearah wok. Neker

yang berhasil dikeluarkan dari wok akan menjadi milik si

penyelentik.

Gambar 4. Pemain menyelentik gacuk (merahputih.com)

e) Yang mendapatkan neker paling banyaklah yang menjadi

pemenang.

Berdasarkan beberapa kegiatan dalam permainan nekeran ini dpat dijadikan

media untuk menjelaskan konten fisika. Tabel 4 menyajikan beberapa konten fisika

yang dapat dijelaskan menggunakan permainan nekeran.

Tabel 4. Konten Fisika pada Permainan Nekeran Kegiatan permainan nekeran Materi Fisika

Gerak lurus

Hukum Newton

Momentum dan Impuls

Pemain menyusun beberapa neker disekitar wok.

Masing-masing pemain melemparkan gacuk.

√ √

Pemain menyelentik gacuk untuk mendapatkan neker paling banyak.

√ √ √

4) Nilai-Nilai pada Permainan Tradisional

Permainan tradisional memiliki nilai budaya di dalamnya. Permainan

tradisional memberikan nilai positif dari suatu lingkungan tempat dimana

28

permainan itu berasal. Pada permainan manatahan terdapat nilai-nilai

positif yang terkandung di dalamnya.

Pada permainan tradisional akan memberikan nilai kesenangan. Nilai

kesenangan ini merupakan nilai yang paling umum dari setiap permainan

tradisional. Melalui permainan akan memberikan efek kebahagiaan pada

orang yang memainkannya. Selanjutnya nilai lain yang terkandung yaitu

nilai kebebasan. Para pemain tidak merasa tertekan saat permainan, keadaan

ini juga akan memberikan dampak bahagia. Kemudian nilai pertemanan dan

kebersamaan, karena permainan tradisional melibatkan lebih dari satu

pemain, sehingga tiap pemain akan saling mengerti pribadi masing-masing

teman, menghargai teman, dan belajar bersosialisasi dengan baik.

Pada permainan manatahan juga memiliki nilai demokrasi, tiap pemain

memiliki kedudukan yang sama antar pemain, tidak peduli bagaimana status

sosial pemain, jika kalah maka harus berganti tugas. Nilai kepatuhan, pada

permainan manatahan terdapat beberapa peraturan yang telah disepakati

bersama, sehingga para pemain harus mengikuti aturan.

Permainan manatahan dan nekeran juga mengandung nilai kecermatan

dan ketelitian. Pada permainan manatahan, Ketika tim pelempar bola harus

menyelesaikan permainan dengan menyusunkan batu menjadi tumpukan

seperti menara tanpa merubuhkannya dan tidak diketahui oleh penjaga batu.

Sedangkan pada permainan nekeran, ketika pemain membidik neker yang

ditargetkan, apabila kurang cermat dan teliti dalam menganalisa jarak dan

29

seberapa cepat gacuk melaju maka kemungkinan mengenai neker sasaran

pun akan semakin berkurang.

Pada permainan nekeran mengandung nilai kejujuran. Ketika pemain

menyelentik gacuk yang jaraknya jauh dan pemain lain tidak terlalu

memperhatikan maka mereka akan berlatih jujur apakah neker tersebut

terkena atau meleseet. Nilai kesabaran juga terkandung pada permainan ini.

Ketika pemain tidak dapat mengatasi emosinya maka mereka akan sulit

untuk berkonsentrasi dan akibatnya slentikannya akan sering meleset.

Di samping itu, pada akhir permainan aka nada posisi yang sering kalah

dalam permainan. Pengelolaan emosi atau melatih kesabaran diperlukan

agar pemain tidak marah atau merasa kecewa dengan hasil usahanya. Ketika

setiap pemain terbiasa dalam bersabar atas apa yang dialami, maka akhirnya

anak tersebut akan tumbuh menjadi manusia yang mampu mengelola emosi

secara bijaksana.

Nilai-nilai yang terkandung pada perminan tradisional ini

keseluruhannya memberikan efek yang baik dan jika diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari juga akan memberikan efek positif.

3. Analisis Fisika pada Local Wisdom

Penelitian ini menngintegrasikan local wisdom berupa permainan

tradisional manatahan dan nekeran. Adapun penjelasan konsep fisika pada

kedua local wisdom tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

30

a) Massa

Massa meurpakan sifat suatu benda yang menjelaskan kuatnya daya

tahan benda untuk menolak terjadinya perubahan dalam kecepatannya

(Jewett & Serway, 2008: 173). Massa benda adalah sifat intrinsik dari benda

dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan tempat benda itu berada ataupun oleh

metode yang digunakan untuk mengukurnya. Massa dapat mempengaruhi

percepatan suatu benda. Percepatan berbanding terbalik dengan massa, jika

massa benda semakin besar maka percepatan yang dialami benda akan kecil

begitu sebaliknya.

𝑚1𝑚2

= 𝑎2𝑎1

(1)

Pada permainan manatahan saat pemain menyusun batu genteng

menjadi menara secara naluri akan meletakkan batu paling besar yang

dalam hal ini memiliki massa lebih besar dibandingkan yang lain untuk

diletakkan dibagian paling dasar. Hal ini dilakukan karena massa yang besar

cenderung sulit untuk bergerak, sehingga meletakkan batu yang lebih besar

di posisi paling bawah akan lebih mudah menahan batu lain yang akan

disusun diatasnya.

b) Gaya

Gaya merupakan tarikan atau dorong. Ketika seseorang mendorong

kursi untuk dipindahkan, orang tersebut melakukan gaya yaitu gaya otot.

Namun gaya sering kali di anggap ada gaya ketika adanya gerak pada suatu

benda. Padahal benda yang diam juga memiliki gaya hanya saja gaya

totalnya sama dengan nol. Gaya total sama dengan nol artinya benda

memiliki percepatan nol atau memiliki kecepatan tetap dengan kata lain

bahwa gaya tidak selalu membuat benda bergerak.

31

Gaya memiliki satuan Newton (N) atau sama besamya dengan

kg m/s2. Untuk kejadian pada permainan manatahan. Banyak sekali gaya

yang berperan disana, mulai dari pemain menyusunkan batu sampai pemain

melemparkan bila kearah tumpukan batu.

c) Hukum I Newton

Hukum I Newton disebut juga hukum inersia, dengan

mendefinisikan suatu kerangka acuan khusus yang disebut kerangka

inersia. Jika sebuah benda tidak berinteraksi dengan benda lainnya, maka

kerangka acuan benda memiliki percepatan nol. Kerangka acuan seperti

itu disebut dengan kerangka acuan inersia. Pada dasamya setiap benda

secara alamiah cenderung menolak untuk perubahan dalam geraknya.

Sifat benda yang cenderung mempertahankan keadaanya disebut dengan

inersia (kemalasan). Makin besar massa benda maka semakin besar

kelembaman benda tersebut (makin sukar untuk digerakan atau

diberhentikan).

Hukum pertama newton tentang gerak menyatakan bahwa

“Setiap benda akan terus berada dalam keadaan diam, atau terus bergerak

lurus dengan kecepatan konstan selama tidak ada gaya neto yang bekerja

padanya” (Giancoli, 2014: 94). Hukum ini disebut juga dengan hukum

kelembaman (law of inertia). Secara matematis dituliskan pada

persamaan (2).

∑𝐹 = 0 (2)

Pada permainan manatahan, kejadian hukum I Newton terjadi

32

ketika batu genteng tersusun seperti menara batu, menara batu akan tetap

diam pada posisinya selama tidak ada gaya luar yang mempengaruhinya.

Pada permainan nekeran, kejadian hukum I Newton juga terdapat ketika

neker diletakkan di wok, neker tersebut akan tetap diam selama tidak ada

gaya eksternal yang mengenainya.

d) Gaya normal dan Gaya berat

Gaya normal adalah gaya antara dua permukaan yang saling

bersentuhan dengan arah selalu tegak lurus terhadap bidang sentuh. Gaya

berat adalah besamya nilai gaya yang dipengaruhi oleh besamya nilai

percepatan gravitasi lokasi sekitar. Gaya normal disimbolkan dengan huruf

�⃑⃑� dan gaya berat disimbolkan dengan huruf �⃑⃑� .

Gambar 5. Tumpukan Batu dalam Kondisi Setimbang

Berdasarkan Gambar 5 gaya normal merupakan gaya yang titik

tangkapnya berasal dari tumpukan batu paling dasar dengan permukaan

bidang sentuh yang arahnya tegak lurus terhadap bidang sentuh. Kemudian

gaya berat pada Gambar 5 merupakan gaya yang titik tangkapnya dimulai

dari bagian pusat tumpukan batu ke arah bawah menuju pusat bumi.

Pada kasus seperti Gambar 5 tumpukan batu dianggap sebagai satu

sistem, keadaan diam dan setimbang, serta berada pada permukaan bidang

�⃑⃑�

�⃑⃑�

33

datar, sehingga komponen gaya yang bekerja sebagai berikut:

∑𝐹 𝑦 = 0 (3)

�⃑⃑� − �⃑⃑� = 0 (4)

�⃑⃑� = �⃑⃑� = 𝑚𝑔 (5)

Gambar 6. Tumpukan Batu Genteng Pada Bidang Miring

Selanjutnya Jika tumpukan batu genteng berada pada bidang miring

(Gambar 6), maka komponen gaya yang bekerja yaitu:

∑𝐹𝑦⃑⃑ ⃑ = 0

�⃑⃑� − 𝑤 cos 𝜃 = 0 (6)

�⃑⃑� = 𝑤 cos 𝜃 (7)

Jika ditinjau pada masing-masing batu genteng dalam tumpukan,

maka komponen gaya-gaya yang bekerja sebagai berikut. Untuk batu

genteng pertama (𝑚1) (lihat Gambar 7)

∑𝐹𝑦⃑⃑ ⃑ = 0

�⃑⃑� 21 − �⃑⃑� 1 = 0 (8)

�⃑⃑� 21 = �⃑⃑� 1 (9)

𝜃 𝜃

𝑤𝑦 = 𝑤 𝑐𝑜𝑠𝜃

𝑤𝑥 = 𝑤 sin𝜃

�⃑⃑�

�⃑⃑�

34

Gambar 7. Komponen Gaya Pada Batu Genteng Pertama

dengan 𝑁21 adalah gaya normal batu pertama terhadap bidang

sentuh batu kedua, berdasarkan persamaan (9) maka �⃑⃑� 21 = 𝑚1 𝑔 . Gaya 𝐹 12

(gaya aksi batu kedua terhadap batu pertama) adalah pasangan gaya aksi-

reaksi dari gaya normal �⃑⃑� 21, dimana besar nilai �⃑⃑� 21 sama dengan 𝐹 12,

hanya arahnya berlawanan.

Batu genteng kedua dengan massa 𝑚2 (Gambar 8), komponen gaya

yang bekerja, yaitu:

Gambar 8. Komponen Gaya Pada Batu Genteng Kedua

∑𝐹𝑦⃑⃑ ⃑ = 0

�⃑⃑� 32 − �⃑⃑� 21 − �⃑⃑� 2 = 0 (10)

�⃑⃑� 32 = (𝑚1 + 𝑚2) 𝑔 (11)

Sehingga persamaan (10) dapat dituliskan kembali

�⃑⃑� 2 = �⃑⃑� 32 − �⃑⃑� 21 (12)

𝑚1 𝑚2 𝑚3

�⃑⃑� 1

�⃑⃑� 21

𝐹 12

𝑚1 𝑚2 𝑚3

�⃑⃑� 2

�⃑⃑� 32

𝐹 12

𝐹 23

35

�⃑⃑� 2 = ((𝑚1 + 𝑚2)𝑔 ) − 𝑚1 𝑔 (13)

�⃑⃑� 2 = 𝑚2 𝑔 (14)

dimana 𝐹 12 = �⃑⃑� 21 = 𝑚1 𝑔 . 𝑁32 adalah gaya normal batu genteng

kedua yang disebabkan oleh gaya sentuh batu genteng ketiga. Gaya 𝐹 23

(gaya aksi batu ketiga terhadap batu kedua) adalah pasangan gaya aksi-

reaksi dari gaya normal �⃑⃑� 32, sehingga besar nilai �⃑⃑� 32 sama dengan 𝐹 23,

hanya arahnya berlawanan.

Selanjutnya, untuk batu genteng dengan massa 𝑚3 (Gambar 9),

komponen yang bekerja yaitu

Gambar 9. Komponen Gaya pada Batu genteng Ketiga

∑𝐹 𝑦 = 0

�⃑⃑� 𝑇3 − �⃑⃑� 32 − �⃑⃑� 3 = 0 (15)

dimana 𝐹 23 = �⃑⃑� 32 = (𝑚2 + 𝑚2) 𝑔 . dengan 𝑁𝑇3 merupakan gaya

normal batu ketiga yang disebabkan oleh bidang sentuh tanah. Gaya 𝐹 3𝑇

(gaya aksi batu tanah terhadap batu ketiga) adalah pasangan gaya aksi-

reaksi dari gaya normal �⃑⃑� 𝑇3, sehingga besar nilai �⃑⃑� 𝑇3 sama dengan 𝐹 3𝑇,

hanya arahnya berlawanan. 𝑁𝑇3 adalah gaya normal batu ketiga terhadap

𝐹 3𝑇

𝑚1 𝑚2 𝑚3

�⃑⃑� 3

�⃑⃑� 𝑇3

𝐹 23

36

tanah dengan persamaan 𝑁𝑇3 = (𝑚1 + 𝑚2 + 𝑚3) 𝑔. Sehingga persamaan

(15) dapat dituliskan kembali

�⃑⃑� 3 = �⃑⃑� 𝑇3 − �⃑⃑� 32

�⃑⃑� 3 = (𝑚1 + 𝑚2 + 𝑚3)𝑔 − (𝑚1 + 𝑚2)𝑔 (16)

�⃑⃑� 3 = 𝑚3 𝑔 (17)

Pada permainan nekeran juga berlaku Hukum I Newton pada neker

yang berada disekitar wok. Neker yang diam memiliki gaya berat dan gaya

normal yang sama besar.

Gambar 10. Komponen Gaya pada Neker

e) Hukum II Newton

Hukum II Newton menjelaskan bagaimana jika sebuah benda

dikenai gaya yang resultannya tidak sama dengan nol. Ketika sebuah benda

diberikan gaya yang kecil maka percepatan benda juga kecil, akan tetapi

ketika seseorang menambah gaya yang diberikan 2 kali lipat lebih besar,

maka percepatan benda akan bertambah sebesar 2 kali lipat. Maka dapat

disimpulkan bahwa percepatan yang dialami benda akan berbanding lurus

dengan gaya.

�⃑⃑�

�⃑⃑�

37

Hubungan besaran gaya, massa, dan percepatan dijelaskan dalam

Hukum II Newton. Hukum II Newton menjelaskan tentang hubungan gaya

dengan perubahan momentum, namun secara singkat Hukum II Newton

dapat juga dinyatakan dengan percepatan yang dihasilkan oleh resultan gaya

yang bekerja pada suatu benda berbanding lurus dengan resultan gaya,

searah dengan resultan gaya, dan berbanding terbalik dengan massa benda.

Secara matematis hukum II Newton dapat dituliskan sebagai berikut:

∑𝐹 = 𝑑�⃑�

𝑑𝑡 (18)

∑𝐹 = 𝑑(𝑚�⃑� )𝑑𝑡

(19)

∑𝐹 = 𝑚 𝑑�⃑� 𝑑𝑡

+ 𝑣 𝑑𝑚𝑑𝑡

(20)

∑𝐹 = 𝑚𝑎 + 0 (21)

∑𝐹 = 𝑚𝑎 (22)

Pada permainan manatahan terdiri dari tim pelempar bola ke

susunan batu genteng dan tim penjaga susunan batu genteng, ketika tim

pelempar melempar susunan batu genteng dengan bola kemudian bola

mengenai susunan batu genteng maka keadaan susunan menara batu

genteng yang awalnya setimbang menjadi tidak setimbang karena usikan

bola. Ketika bola diberikan gaya oleh si pelempar bola, maka bola yang

mula-mula diam akan bergerak dengan kecepatan tertentu menuju

tumpukan batu genteng, akibatnya susunan tumpukan batu genteng yang

awalnya pada keadaan setimbang menjadi terganggu karena usik yang

berasal dari bola pada waktu tertentu ∆𝑡, dimana hal tersebut hanya terjadi

38

pada saat bola masih berada ditangan si pelempar bola. Ketika bola telah

terlepas dari tangan si pelempar bola, maka gaya tidak lagi bekerja pada

bola.

Semakin besar gaya yang diberikan semakin besar pula perubahan

kecepatan bola. Semakin besar kecepatan bola maka semakin besar

kemampuan bola dapat merobohkan susunan batu genteng. Jika dengan

menfunakan massa nola yang sama dan gaya yang diberikan diperbesar

maka perubahan kecepatan bola semakin besar. Perubahan kecepatan bola

disebut juga dengan percepatan (𝑎 ). Lalu jika massa bola diperbesar dan

gaya yang diberikan harus semakin besar agar perubahan kecepatan bola

semakin besar.

Kemudian ketika bola melaju dengan kecepatan tertentu sampai

pada tumpukan batu genteng, dengan mengasumsikan bahwa bola bergerak

dengan lintasan lurus melalu aturan GLBB (gerak lurus berubah beraturan).

Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut.

𝑣𝑡2 = 𝑣0

2 + 2𝑎∆𝑥 (23)

∆𝑥 = 𝑣𝑜𝑡 + 12𝑎𝑡2 (24)

Pada permainan nekeran, saat memulai permainan, setiap pemain

melemparkan gacuk untuk menentukan urutan bermain. Pada saat

melempar bersamaa, sering terjadi mengenai neker yang sama. sehingga

neker tersebut dikenai lebih dari satu gaya. Maka resultan gaya yang bekerja

pada neker:

𝐹 𝑟𝑒𝑠𝑢𝑙𝑡𝑎𝑛 = 𝐹1⃑⃑ ⃑ + (−𝐹1⃑⃑ ⃑) (25)

39

Gambar 11. Diagram Gaya yang bekerja pada neker

Selanjutnya jika gaya yang bekerja pada neker membentuk sudut

seperti Gambar 12, maka resutltan gaya pada nekeri (𝐹 ) harus diuraikan

terlebih dahulu berdasarkan sumbu x dan sumbu y, sehingga:

Pada arah sumbu X yaitu 𝐹𝑥⃑⃑ ⃑ = 𝐹1⃑⃑ ⃑ cos 𝜃 − 𝐹2⃑⃑ ⃑

Pada arah sumbu Y yaitu 𝐹𝑦⃑⃑ ⃑ = 𝐹1⃑⃑ ⃑ sin𝜃

𝐹 = √ 𝐹𝑥⃑⃑ ⃑2+ 𝐹𝑦⃑⃑ ⃑

2 (26)

Gambar 12. Diagram gaya yang bekerja pada neker membentuk sudut

f) Hukum III Newton

Pada setiap interaksi antara dua benda, gaya yang bekerja tidak

mungkin terjadi secara tunggal, melainkan selalu berpasangan. Jika A

mengerjakan gaya pada B maka B juga akan mengerjakan gaya pada A sama

besar dan berlawanan arah. Gaya pertama sebagai aksi dan gaya kedua

sebagai reaksi. Kejadian ini disebut dengan hukum aksi reaksi atau Hukum

III Newton, sehingga konsep hukum III newton dideskripsikan “bilamana

sebuah benda mengerahkan gaya pada benda kedua, benda keduan ini akan

𝐹1⃑⃑ ⃑ 𝐹2⃑⃑⃑⃑

𝐹2⃑⃑⃑⃑ 𝐹1⃑⃑ ⃑ cos 𝜃

𝐹1⃑⃑ ⃑ sin 𝜃 𝐹1⃑⃑ ⃑

𝜃

40

mengerahkan gaya yang sama besarnya namun berlawanan arah pada benda

pertama” (Giancoli, 2014: 99).

Hukum ini terkadang dinyatakan kembali sebagai “untuk setiap aksi

selalu terdapat reaksi yang sama besarnya namun berlawanan arah”. Akan

tetapi, tidak berarti gaya aksi selalu lebih dahulu dibandingkan gaya reaksi.

Mereka terjadi secara bersamaan hanya saja memiliki arah yang

berlawanan. Ditinjau pada permainan nekeran (Gambar 13 & 14) maka gaya

aksi dan reaksi sebagai berikut:

Gambar 13. Gacuk yang bergerak kearah neker

Pada permainan nekeran gaya aksi yaitu gaya yang berasal dari

gacuk yang dislentik mengenai neker dan gaya reaksi berasal dari neker

yang bekerja pada gacuk. Artinya gaya aksi reaksi bekerja pada dua benda

yaitu gacuk dan neker.

Gambar 14. Gaya Aksi Reaksi pada Permainan Nekeran

Ketika gacuk mengenai neker bergerak kearah kanan maka neker

akan bekerja pada gacuk kearah kanan. Besar gaya yang diberikan oleh

gacuk akan sama besar dengam besarnya gaya yang diterima oleh neker.

𝐹 𝑎𝑘𝑠𝑖\\

𝐹 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖

41

Semakin besar gaya yang diberikan sebuah benda maka akan semakin besar

pula gaya yang diterima benda yang dikenainya, semakin kecil gaya yang

diberikan sebuah benda maka akan semakin kecil pula gaya yang diterima

benda yang dikenainya. Sehingga dapat dituliskan bahwa ciri-ciri gaya aksi

reaksi adalah 1) memiliki besar yang sama; 2) arah yang berlawanan; 3)

bekerja pada benda yang berbeda. Hukum III Newton yang disebut juga

dengan gaya aksi-reaksi dapat ditulis dengan Persamaan 27.

𝐹 𝑎𝑘𝑠𝑖 = −𝐹 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 (27)

g) Hukum Kekekalan Momentum

Momentum merupakan sebagai ukuran kesukaran sesuatu benda di

gerakan maupun di berhentikan. Momentum suatu benda yang bergerak (�⃑⃑� )

didefinisikan sebagai suatu hasil kali antara massa (𝑚) dengan kecepatan

(𝑣 ). Dapat ditulis sebagai berikut:

�⃑� = 𝑚𝑣 (28)

Semakin besar massa dan kecepatan benda maka besar

momentumnya juga semakin besar.

Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa “jika tidak ada

gaya luar yang bekerja pada sistem, maka momentum total sesaat sebelum

sama dengan momentum total sesudah tumbukan”. Ketika menggunakan

persamaan ini, kita harus memperhatikan arah kecepatan tiap benda.

42

Gambar 15. Proses Tumbukan Dua Buah Bola

Dua buah bola pada Gambar 15 bergerak berlawanan arah saling

mendekati. Bola pertama massanya 𝑚1, bergerak dengan kecepatan 𝑣 1.

Sedangkan bola kedua massanya 𝑚2 bergerak dengan kecepatan 𝑣 2. Jika

kedua bola berada pada lintasan yang sama dan lurus, maka pada suatu saat

kedua bola akan bertabrakan. Dengan memperhatikan analaisis gaya

tumbukan bola pada Gambar 15 ternyata sesuai dengan pernyataan hukum

III Newton. Kedua bola akan saling menekan dengan gaya 𝐹 yang sama

besar, tetapi arahnya berlawanan. Akibat adanya gaya aksi dan reaksi dalam

selang waktu ∆𝑡 tersebut, kedua bola akan saling melepaskan diri dengan

kecepatan masing-masing sebesar 𝑣 1′ dan 𝑣 2′ . Impuls yang terjadi selama

interval waktu ∆𝑡 adalah 𝐹 1∆𝑡 = −𝐹 2∆𝑡. Dikatahui bahwa 𝐼 = 𝐹 ∆𝑡 = ∆𝑝.

Maka persamaannya menjadi seperti berikut.

∆𝑃1 = −∆𝑃2 (29)

𝑚1𝑣 1 − 𝑚1𝑣 1′ = −(𝑚2𝑣 2 − 𝑚2𝑣 2′ ) (30)

𝑚1𝑣 1 + 𝑚2𝑣 2 = 𝑚1𝑣 1′ + 𝑚2𝑣 2′ (31)

h) Tumbukan

Tumbukan atau lentingan bisa dikatakan sebagai pantulan, karena

terjadi pada dua benda yang saling bertubrukan dan memantul akibat dari

43

tubrukan tersebut. Tumbukan dikelompokkan berdasarkan nilai koefisien

(koefisien restitusi).

𝑒 = − (𝑣2′−𝑣1

′)𝑣2−𝑣1

(32)

dengan 0 ≤ 𝑒 ≥ 1

Jenis-jenis tumbukan berdasarkan nilai koefisien restitusi:

1) Tumbukan lenting sempurna (𝑒 = 1)

Pada lenting sempurna berlaku hukum kekekalan energi dan hukum

kekekalan momentum. Dengan persamaan berikut:

Gambar 16. Dua Bola yang Bergerak Saling Mendekat

(a) Kekekalan momentum

𝑚1𝑣 1 + 𝑚2𝑣 2 = 𝑚1𝑣 1′ + 𝑚2𝑣 2′

(b) Kekekalan energi kinetik

𝐸𝑘1 + 𝐸𝐾2 = 𝐸𝐾1′ + 𝐸𝐾2

(c) Nilai koefisien restitusi

1 = − (𝑣2′−𝑣1

′)𝑣2−𝑣1

2) Tumbukan lenting sebagaian (0 < 𝑒 > 1)

Pada lenting sebagian, pemantulan/tumbukan yang terjadi tidak sama

dengan pemantulan/tumbukan sebelumnya. Ini dapat dilihat dari

kecepatan bola yang berubah sebelum dan sesudah tumbukan. Jadi,

hukum kekekalan energi kinetic pada tumbukan lenting tidak

berlaku. Akan tetapi, hukum kekekalan energi mekanik tetap berlaku.

44

Hal ini disebabkan karena sebagian energi kinetic yang hlang terlah

berubah menjadi bentuk lainnya, seperti energi potensial, energi

panas, dan sebagainya.

3) Tumbukan tidak lenting sama sekali 𝑒 = 0

Tumbukan tidak lenting sama sekali terjadi apabila dua benda setelah

tumbukan menjadi satu dan bergerak bersama-sama.

Gambar 17. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali

(a) Kekekalan momentum

𝑚1𝑣 1 + 𝑚2𝑣 2 = (𝑚1 + 𝑚2)𝑣 ′

(b) Nilai koefisien restitusi

0 = − (𝑣2′−𝑣1

′)𝑣2−𝑣1

4. Model Problem Based Learning

Problem Based Learning (PBL) pertama kali diimplementasikan di

McMaster University Kanda pada tahun 60-an (Barret, 2005:11). Delisle (1997)

mengemukakan bahwa PBL adalah pembelajaran yang menghadapkan peserta

didik pada situasi yang menuntun pada sebuah masalah untuk dipecahkan.

Savery (2006) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah mendoring

untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek, dan

menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi yang

layak. PBL merupakan pembelajaran yang student centered (Delisle, 1997).

45

Arends dan Kilcher (2010) menambahkan bahwa model PBL peserta didik

bekerja dalam kelompok kecil untuk berbagi tanggung jawab belajar.

Lingkungan belajar menjadi bersifat terbuka, aktif, dan bebas mengemukakan

pendapat. PBL dimulai dengan satu masalah, dengan ciri masalah bersifat

kompleks, kebenarannya multidimensi, dan berhubungan dengan dunia nyata

peserta didik (Savery, 2006; Savin-Baden, 2007).

Model PBL menurut Barret Cashman (2010:8) memiliki empat dimensi

yang saling terkait, yaitu:

1) Masalah yang menantang peserta didik disajikan pada awal pembelajaran.

2) Di dalam pembelajaran PBL, peserta didik dimasukkan ke dalam kelompok

kecil yang terdiri dari 4-8 peserta didik perkelompok. Tugas guru dalam

pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

3) Penilaian di dalam PBL bertujuan untuk memperoleh hasil belajar otentik

dari masing-masing peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.

4) PBL didukung oleh filsafat pendidikan tinggi yang berfokus kepada peserta

didik belajar bukan guru mengajar.

PBL adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan masalah

sebagai sebuah titik awal dari proses pembelajaran (Edström & Kolmos, 2014).

Biasanya masalah yang disajikan didasarkan pada masalah dalam kehidupan

nyata yang berfungsi penting sebagai dasar untuk proses pembelajaran, karena

akan menentukan arah proses pembelajaran yang menekankan pada perumusan

pertanyaan daripada jawaban sehingga memungkinkan mendorong motivasi

dan pemahaman peserta didik.

46

Model PBL dikembangkan dan dirancang agar dapat membantu peserta

didik untuk membangun pengetahuan yang luas dan dapat menerapkan

pengetahuan yang didapat dalam memecahkan masalah secara efektif. Hal itu

sesuai dengan yang dinyatakan oleh Tan (2009:9) bahwa model PBL

menampilkan masalah yang realistis dan mungkin saja dihadapi oleh peserta

didik pada masa depan. Sama halnya dengan pembalajarna lain, menurut Tan

(2004:8) PBL memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Masalah disajikan pada awal pembelajaran.

2) Masalah yang disajikan harus merupakan masalah yang dihadapi harus

sesuai dengan masalah yang ada dikehidupan sehari-hari atau jika ingin

menyajikan maslaah dalam simulasi maka masalah otentik yang mungkin

terjadi.

3) Masalah yang disajikan harus meliputi persperktif yang ada. Penggunaan

pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu adalah kunci dari berbagai

kurikulum yang menggunakan PBL. Dengan demikian, PBL mendorong

penggunaan berbagai ilmu pengetahuan sebagai solusi dalam memecahkan

masalah.

4) Masalah yang disajikan harus menantang pengetahuan, sikap dan

kompetensi yang dimiliki peserta didik sehingga mendorong peserta didik

untuk belajar dalam memperoleh hal yang baru.

5) Belajar mandiri adalah kunci dari pembelajaran PBL. Dengan demikian,

menganggap pemecahan masalah merupakan tanggung jawab untuk

akuisisi informasi dan pengetahuan.

47

6) Memanfaatkan berbagai sumber pengetahuan dan penggunaan serta

evaluasi sumber daya informasi adalah proses PBL yang penting.

7) Proses belajar dalam PBL adalah kolaboratif, komunikatif dan kooperatif.

Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dengan tingkat

tinggi, peseta didik berinteraksi dengan teman untuk belajar, mengajarkan

pengetahuan kepada teman, dan presentasi hasil diskusi mereka.

8) Pengembangan penyelidikan dan kemampuan memecahkan masalah adalah

sama penting dengan akuisisi pengetahuan dalam memcari solusi dari

masalah. Dalam PBL guru memfasilitasi dan melatih peserta didik melalui

pertanyaan dan pembinaan kognitif.

9) Penutupan dalam proses pembelajran PBL merupakan sintesis dan integrase

dalam proses belajar.

10) PBL juga diakhir dengan evaluasi dan review pengalaman pembelajaran dan

proses belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa PBL dapat melatih peserta didik

untuk mengembangkan informasi pengetahuan dan penyelidikan peserta didik.

PBL juga melatih peserta didik untuk saling berinteraksi terhadap sesame,

mengajarkan pengetahuan kepada teman, dan dapat menyampaikan di depan

kelas hasil dari diskusi kelompok. Dengan demikian, PBL dapat melatih

kemampuan sosial peserta didik yaitu komunikasi dan hubungan interpersonal

peserta didik. Selain itu, PBL dapat meningkatkan beberapa keterampilan yang

sangat dibutuhkan peserta didik dalam menghadapi masalah yang ada. Adaun

keterampilan tersebut adalah keterampilan berpikir kritis (Herayanti & Habibi,

48

2017; Apriana & Anwar, 2017), keterampilan pemecahan masalah (Sumartini,

2016), keterampilan berpikir kreatif (Hasanah, Dermawan & Nanang, 2019)

dan keterampilan proses sains (Risnani & Subali, 2016).

Selain itu, model ini juga membentuk peserta didik agar menjadi

pembelajar yang mandiri dengan melatih mereka menentukan tujuan belajar,

proses belajar yang dikehendaki, dan mengevaluasinya (Choi, Lindquist, &

Song, 2014). Dengan pengalaman dan pemahaman yang diperoleh, peserta

didik menjadi lebih termotivasi dalam belajar, bekerja lebih keras, serta lebih

mahir dalam mencari informasi yang efektif dan efisiesn (Sulaiman, 2010;

Wenger, 2014). Pembelajaran yang demikian diduga dapat menghasilkan

pembelajaran yang bermakna untuk membiasakan peserta didik menjadi

pembelajar yang sepanjang hayat.

Adapun sintaks model pembelajaran PBL sebagai berikut:

Tabel 5. Sintaks Model PBL Menggunakan E-book Fisika Tahap Perilaku Guru

Persiapan Peserta didik dan guru sudah menyiapkan e-book fisika pada android yang dimiliki.

Tahap 1 Mengorientasikan masalah

- Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam penyelesaian masalah yang dipilihnya.

- Fenomena yang memunculkan masalah terdapat dalam e-book fisika pada menu LDPD (Lembar Diskusi Peserta Didik).

Tahap 2 Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar

- Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut membentuk kelompok belajar.

Tahap 3 Membimbing penyelidikan

- Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalah.

- Informasi dapat ditemukan pada e-book fisika dan buku cetak fisika yang dimiliki siswa.

Tahap 4 - Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan/video/model

49

Tahap Perilaku Guru Mengembangkan dan menyajikan hasil

serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap 5 Mengevaluasi proses

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-preoses yang mereka gunakan.

Adaptasi dari Arends, 2008

5. Keterampilan Berpikir Kritis

Kenneth (2014:378) mendefinisikan berpikir kritis itu berbeda dengan

kecerdasan, karena keterampilan berpikir kritis itu dapat ditingkatkan kepada

semua orang. Lebih lanjut lagi Eggen dan Kauchak (2012: 83) mendeskripsikan

berpikir kritis sebagai kemampuan dan kecenderungan individu untuk membuat

keputusan dan menilainya berdasarkan bukti. Berpikir kritis menurut Ennis

(1996:46) adalah suatu bentuk pemikiran yang rasional, reflektif, dengan

menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercaya atau

dilakukan. Lebih dalam lagi Paul dan Elder (2008) mendeskripsikan berpikir kritis

adalah cara berpikir tentang subjek, konten, atau masalah apa pun, di mana individu

meningkatkan kualitas pemikirannya dengan cara menguasai struktur berpikir dan

memberikan pengetahuan standar terhadap mereka.

Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan yang harus dimiliki dalam

pembelajaran fisika, sehingga peserta didik bisa menjadi seorang problem solver

(De Cock, 2012; Masek & Yamin, 2011). Keterampilan berpikir kritis sangat

penting untuk berpartisipasi secara efektif didalam masyarakat demokrasi yang

menuntut adanya keterampilan berpikir (Kalelioğlu & Gülbahar, 2014).

Pengembangan keterampilan berpikir secara umum merupakan aspek yang harus

50

dimiliki oleh lulusan pendidikan perguruan tinggi (Douglas, 2012), sehingga

keterampilan berpikir kritis harus dilatih sejak dini.

Menurut Albergaria (2011) kritis atau mengkritisi adalah suatu kompetensi

yang bersifat umum yang harus dikembangkan oleh peserta didik. Pernyataan ini

diperkuat dengan pernyataan kemdikbud (2013) bahwa hal yang harus dimiliki oleh

siswa dalam dunia pendidikan saat ini adalah keterampilan berpikir secara kritis.

Salah satu upaya untuk membantu siswa berpikir kritis adalah dengan memasukkan

kebudayaan lokal dalam pembelajaran. Kebudayaan lokal yang digunakan dalam

pembelajaran sebagai sumber belajar, sumber belajar berupa kebudayaan lokal akan

mengasah keterampilan mereka dalam berpikir kritis. Hal ini dikarenakan

kebudayaan lokal merupakan hal yang dapat mereka lihat dan saksiskan dalam

kehidupan sehari-hari.

Berpikir kritis merupakan proses dari berburu asumsi, menemukan asumsi

apa yang kita dapatkan, dan mengecek seberapa besar asumsi itu berperan

(Brookfield, 2013). Secara konseptual keterampilan berpikir kritis dapat

meningkatkan motivasi dan juga hasil belajar siswa. Keterampilan berpikir kritis

memiliki banyak karakter yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

Menurut Tilaar (1998: 99-100) ada empat pertimbangan mengapa berpikir kritis

perlu dikembangkan, yaitu; a) mengembangkan berpikir kritis dalam dunia

pendidikan menjadikan peserta didik sebagai respect of person; b) berpikir kritis

merupakan tujuan yang ideal dalam pendidikan karena mempersiapkan

kedewasaaannya; c) keterampilan yang diharapkan dalam pemberian pelajaran

eksakta; d) snagat dibutuhkan dalam kehidupan demokratis.

51

Keterampilan berpikir kritis memiliki beberapa indikator. Siswa yang

memiliki keterampilan berpikir kritis mampu bernalar secara efektif, menggunakan

sistem pemikiran, dan membuat penilaian dimana tahapan ini adanya analisis yang

efektif, evaluasi, refleksi terhadap informasi dan mensintesis (Fadel, 2009:52).

Tabel 6 menjelaskan indikator dari beberapa ahli dan sintesis dari indikator

tersebut.

Tabel 6. Indikator Berpikir Kritis Chance (1986) Ennis (1993) Facione (2015) Rhodes (2010) Sintesis

Menganalisis fakta

Mengungkap fakta yang ada

Interpretasi: clarifying meaning through categorization and translation

Explanation of issues

Menganalisis fakta

Mencetuskan dan menata gagasan

Merumuskan pokok-pokok permasalahan

Analysis: identifying and examining ideas and argument

Student’s position (perspective, hypothesis)

Merumuskan pokok permasalahan

Mempertahankan pendapat

Memilih argument yang logis

Evaluation: assessing argumen

Selecting and using information to investigate a point of view or conclusion

Mempertahankan, memilih, klarifikasi serta mengevaluasi argumen yang logis

Menarik kesimpulan

Menarik kesimpulan

Inference: darwing conclusions

Conclusion and related outcomes

Membuat kesimpulan

Membuat perbandingan

Explanation: justifying results, argument or procedure

Influence of context and assumptions

Mengevaluasi argument

Self regulation: self assessment and reflection

Memecahkan masalah

52

Dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah suatu kemampuan kognitif

yang dibutuhkan untuk memahami teori secara utuh dan menelaah isu-isu yang

sedang berkembang sehingga bertujuan untuk mendukung perkembangan karakter

intelektual pada pemikiran yang bijak, individu dapat mengidentifikasi elemen

yang ada pada masalah yang dihadapi. Indikator pada keterampilan berpikir kritis

ini adalah menganalisis fakta, merumuskan pokok permasalahan, mempertahankan,

memilih, klarifikasi serta mengevaluasi argument yang logis serta membuat

kesimpulan.

6. Aspek Kooperatif

Mehta dan Kulsrestha (2014) menyatakan bahwa kooperatif merupakan

struktur interaksi yang memfasilitasi orang-orang untuk saling bekerja sama

mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan. Kooperatif merupakan praktik

pembelajaran dengan melibatkan peserta didik bekerja bersama di dalam kelompok

kecil untuk menyelesaikan tujuan bersama (Gillies, 2016). Suprijono (2013)

mendefnisikan bahwa kooperatif sebagai falsafah mengenai tanggung jawab

pribadi dan sikap menghormati sesama. Setiap peserta didik menjalankan perannya

masing-masing dan saling melengkapi. Kooperatif dapat meningkatkan interaksi

antara guru dan peserta didik sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar peserta

didik (Creighton & Szymkowiak, 2014). Selain itu, kooperatif merupakan

kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam menghadapi

tantangan abad 21.

Kooperatif di dalam kelas dapat ditumbuhkan dengan melaksanakan

pembelajaran yang dapat menstimulus kooperatif tersebut. Pembelajaran untuk

53

meningkatkan aspek kooperatif memiliki beberapa kegiatan yang harus dilakukan

guru, agar peserta didik dapat merasa nyaman dan tujuan peningkatan aspek

kooperatif dapat tercapai. Paolini (2015) menjelaskan bahwa guru harus

merangsang peserta didik melalui diskusi, pengalaman dan kegiatan berorientasi

pada tindakan, dan kerja kelompok. Pembelajaran aktif terjadi ketika guru

menghubungkan materi yang relevan dengan kehidupan nyata peserta didik. Topik

yang relevan dengan kehidupan peserta didik membuat peserta didik dapat ikut

serta dalam diskusi sesuai pengetahuan awal peserta didik.

Baines, Blatchfort, dan Kutnick (2008: 62) menyatakan prinsip dari aspek

kooperatif yaitu kerja kelompok yang efektif didasarkan pada hubungan yang baik

dan saling mendukung antara peserta didik dan guru, kelas harus diubah menjadi

tempat yang dapat untuk mendukung bekerja kelompok dengan mengatur perabotan

yang ada di dalam kelas, serta pembagian kelompok yang ideal dan heterogen.

Penerapan prinsip aspek kooperatif untuk mencapai tujuan dan meminimalisir

permasalahan yang ada. Tabel 7 menjelaskan indikator dari beberapa ahli dan

sintesis dari indikator tersebut.

Tabel 7. Indikator Aspek Kooperatif dari Beberapa Ahli Lundgren

(1994) Slavin (1996) Johnson dan Johnson (2008) Isjoni (2010) Sintesis

Memberlakukan kesepakatan bersama

Individual accuntability

Positive interdependence

Menerapkan kesepakatan

Positive interdependence

Berkontribusi Structuring group interactions

Individual accountability and Personal responsibility

Berbagai jenis kontribusi dihargai

Personal responsibility

Mengambil peran dan berbagi tugas

Promotive interaction

Membagi tugas dam menerima adanya perbedaan

Promotive interaction

54

Lundgren (1994) Slavin (1996) Johnson dan

Johnson (2008) Isjoni (2010) Sintesis

Fokus pada kelompok Appropriate use

of social skills

Tidak meninggalkan kelompok

Appropriate use of social skills

Mengerjakan tugas Group

processing Menyelesaikan tugas dengan baik

Group processing

Aktif berpartisipasi

Mengajak peserta didik untuk berkontribusi

Memancing anggota lain untuk berbicara,

Tepat waktu dalam mengumpulkan tugas

Menyelesaikan tugas tepat pada waktunya

Mengahrgai adanya perbedaan

Saling menghormati antar perbedaan individu, dan

Bertanggung jawab

Pada penelitian ini akan mengukur aspek kooperatif berdasarkan teori yang

dikemukaan oleh Johnson dan Johnson (2008). Berikut adalah pengertian pada

masing-masing elemen-elemen dasar aspek kooperatif:

1) Positive Interdependence

Setiap anggota kelompok saling ketergantungan positif dalam kelompoknya.

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan diri sendiri dan

keberhasilan anggota lain dalam satu kelompok. Masing-masing anggota kelompok

bertanggung jawab mempelajari materi yang ditugaskan dan memastikan semua

anggota kelompok mempelajari materi yang ditugaskan. Tanggung jawab ganda ini

disebut dengan istilah saling ketergantungan positif. Anggota kelompok dapat

saling mendorong dan berpartisipasi saling membantu untuk tujuan keberhasilan

55

bersama. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar

dengan saling ketergantungan antar anggota kelompok (Tran, 2013)

2) Personal Responsibility

Pencapaian kelompok merupakan tanggung jawab bersama, setiap anggota

kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompok.

Pertanggungjawaban individu dipertimbangkan sejauh mana pencapaian kelompok

bergantung pada pembelajaran individu semua anggota kelompok. (Tran, 2013)

3) Promotive Interaction

Interaksi promosi dapat didefinisikan sebagai upaya individu yang bersedia

untuk mendorong, memfasilitasi, dan menghasilkan sesuatu sehingga tujuan

kelompok tersebut dapat dicapai. Pada sebuah kelompok, setiap anggotanya

diharapkan saling berinteraksi. Interaksinya adalah upaya individu dalam

mempengaruhi antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama, bertindak

dengan cara yang dapat dipercaya oleh semua anggota kelompok, dan selalu

mempunyai motivasi tinggi dalam mengerjakan sesuatu (Johnson & Johnson,

2008).

4) Appropriate use of social skills

Penggunaan keterampilan bersosialisasi sangat dibutuhkan pada kegiatan

pembelajaran yang dibagi pada kelompok-kelompok kecil. Anggota kelompok

sebagai makhluk sosial harus saling menghormati dan saling membantu. Pada saat

diskusi kelompok berlangsung, anggota kelompok bergantian untuk saling

mendengarkan penuh perhatian, bernegosiasi, dan berdiskusi tanpa meninggalkan

rasa saling menghormati dan menghargai (Tran, 2013)

56

5) Group processing

Pengolahan kelompok dapat membantu memperbaiki kinerja dan efektivitas

anggota kelompok. Pengelolaan kelompok dapat berupa pembagian tugas untuk

setiap anggota kelompok. Pembagian tugas tersebut berfungsi agar setiap anggota

kelompok berkontribusi terhadap usaha bersama untuk mencapai tujuan kelompok

(Tran, 2013).

Ada dua jenis saling ketergantungan sosial (Johnson dan Johnson, 2009) yaitu

ketergantungan sosial positif dan ketergantungan sosial negatif. Ketergantungan

sosial positif yaitu ketika tindakan individu saling membantu mencapai tujuan

bersama dan ketergantungan sosial negatif yaitu ketika tindakan individu

menghalangi pencapaian tujuan masing-masing. Morgan (2012) menyatakan

bahwa hubungan positif dianggap berhasil jika terjalin kerjasama antar individu

untuk mencapai tujuan bersama. Pada pembelajaran yang menitikberatkan aspek

kooperatif diharapkan peserta dapat menerapkan ketergantungan sosial yang positif

dan menjauhi ketergantungan sosial yang negatif, agar keberhasilan kelompok

dapat diraih bersama.

Aspek-aspek tersebut disusun indikator yang akan dikembangkan pada

instrumen penilaian aspek kooperatif yang dijelaskan pada Tabel 8.

Tabel 8. Konstruksi Aspek Kooperatif Aspek Indikator

Positive Interdependence

- Menunjukkan sikap-sikap yang menggambarkan saling ketergantungan

- Saling membantu menjelaskan jika ada yang tidak paham, saling jujur, dan saling membagi informasi yang diperoleh.

- Peran masing-masing dalam suatu kelompok, antar anggota kelompok tersebut terutama dalam menyelesaikan tugas kelompok.

57

Aspek Indikator Personal Responsibility

- Bertanggung jawab atas tugas individu dan tugas kelompoknya

- Bertanggung jawab untuk saling bekerja sama tidak membiarkan anggota kelompok menyelesaikan tugas kelompok sendiri.

- Memberikan pendapat, saran, kritikan dalam diskusi Promotive Interaction

- Aktif bertanya, memberikan saran, dan memberikan kritik - Menjalin relasi antar anggota kelompok, antar anggota

kelompok, dan pendidik Appropriate use of social skills

- Peserta didik perhatiannya fokus pada kelompok - Mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan

umum - Mencari penyelesaian jika ada perbedaan pendapat - Dapat menerima dengan baik hasil kesepakatan. - Menyampaikan protes dengan baik-baik

Group processing

- Memanfaatkan waktu dengan baik, tidak banyak mengobrol topik di luar diskusi, dan selesai tepat waktu dalam mengerjakan tugas.

- Mendapatkan tugas masing-masing - Menyelesaikan tugas masing-masing

(Panlumlers & Wannapiroon, 2015: 2185)

Keberhasilan dari aspek kooperatif adalah terciptanya pembelajaran yang

efektif melalui interaksi antar peserta didik atau dengan lingkungannya (Tsay,

2010). Ahmad & Mahmood (2010) menyatakan bahwa pembelajaran dengan

menerapkan aspek kooperatif memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

saling berinteraksi dengan teman sekelas. Interaksi semacam itu berkembang dan

peserta didik akan merasakan kepedulian terhadap orang lain dan kerjasama.

Keuntungan pembelajaran yang menerapkan aspek kooperatif menurut

Jolliffe (2007:6) adalah prestasi, hubungan interpersonal, kesehatan psikologis, dan

ketrampilan sosial. Pendapat yang sejalan di sampaikan oleh Glasgow, Cheyne &

Yerrick (2010: 81) bahwa peserta didik yang terlibat dalam kelompok menunjukkan

prestasi akademis dan produktivitas yang lebih besar daripada peserta didik yang

bekerja sendiri. Hal tersebut dipertegas dengan sesuatu yang didapat dalam

58

pembelajaran yang menerapkan aspek kooperatif (Arends dan Kilcher, 2010: 306)

adalah mendapatkan informasi baru, mengembangkan ketrampilan sosial, dan

mengembangkan keterampilan kerja tim. Penelitian tentang pembelajaran

kooperatif menunjukkan bahwa pembelajaran dengan membagi kelompok kecil

yang heterogen dan bekerja. Bersama lebih santai, bersahabat, dan menerapkan

kooperatiftelah terbukti meningkatkan pemahaman dan menerima perbedaan antar

anggota, menambah kepercayaan diri, dan berkontribusi positif untuk kehidupan

nyata (Petty, 2014: 144). Pembelajaran dengan menerapkan aspek kooperatif di

dalamnya memiliki banyak keuntungan. Keuntungan tersebut tidak hanya

bermanfaat dalam pembelajaran, namun bermanfaat untuk kehidupan nyata.

Pembelajaran yang peserta didiknya belajar dan bekerja dalam sebuah

kelompok menekankan kemampuan kooperatif peserta didik untuk menyelesaikan

sebuah permasalahan atau untuk mencapai sebuah tujuan bersama. Guru bertindak

sebagai fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok

kearah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Peserta didik dituntut aktif dan

saling membatu satu sama lainnya dalam pembelajaran tersebut.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain:

1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari & Mundilarto (2016) yang

berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Aktif Tipe

Learning Tournament Berbasis Local Wisdom” menunjukkan bahwa

penggunaan perangkat pembelajaran fisika berbasis local wisdom yang

diintegrasikan dengan model physics active learning tournament mampu

59

meningkatkan pemahaman konsep dan nilai-nilai karakter peserta didik

SMA. Hal ini ditunjukkan dari hasil nilai gain yang diperoleh pada kelas

eksperimen yang menggunakan perangkat pembelajaran fisika berbasis

local wisdom termasuk dalam kategori tinggi untuk pemahaman konsep dan

kategori sedang untuk nilai karakter, sedangkan pada kelas kontrol termasuk

dalam kategori sedang untuk pemahaman konsep dan kategori rendah untuk

nilai karakter.

2. Penelitian Cahyanti & Akhlis (2015) dengan judul “Pengembangan E-Book

Sebagai Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Materi

Mesin Atwood Untuk Siswa SMA N 1 Kradenan” menghasilkan bahwa

penggunaan e-book dalam pembelajaran inkuiri terbimbing dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil

ketuntasan sebesar 81,82% siswa dan nilai rata-rata 75,30.

3. Penelitian yang dilakukan Anggraeni (2018) berjudul “Pengembangan

Instrumen Penilaian Keterampilan Kooperatif dan Hasil Belajar Kognitif

Peserta Didik SMA Pada Model Outdoor Learning Melalui Simulasi

Berbasis Local Wisdom” menyimpulkan penilaian keterampilan kooperatif

sebanyak 9 peserta didik pada kategori sangat baik, 62 peserta didik pada

kategori baik, 18 peserta didik pada kategori cukup, 4 peserta didik pada

kategori kurang dan 1 peserta didik pada kategori sangat kurang. Hal ini

menunjukkn bahwa 75,53% peserta didik pada kategori baik untuk

keterampilan kooperatif dengan menerapkan outdoor learning berbasis

local wisdom.

60

4. Penelitian yang dilakukan Rosida. dkk (2017) tentang “Efektivitas

penggunaan bahan ajar e-book interaktif dalam menumbuhkan

keterampilan berpikir kritis siswa” menghasilkan nilai gain untuk masing-

masing indikator berpikir kritis sebesar 0,35 (membuat pertanyaan), 0,38

(memberikan informasi), 0,42 (membuat dan mempertimbangkan induksi),

0,33 (mengidentifikasi induksi), dan 0,31 (memutuskan tindakan). Hal ini

menunjukkan terjadi proses tumbuhnya keterampilan berpikir kritis.

Selanjutnya, respon siswa terhadap e-book sebesar 88% menyatakan

menarik dan 82% menyatakan bermanfaat.

5. Penelitian Yogatama (2016) berjudul “Pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar aspek kognitif dan aspek

kooperatif peserta didik kelas X SMA Negeri 7 Yogyakarta. Penelitian ini

menyebutkan hasil bahwa aspek kooperatif dan hasil belajar kognitif peserta

didik lebih besar ketika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

6. Peneltian mengenai kearifan lokal juga dilakukan oleh Astuti (2016) dengan

judul pengembangan perangkat pembelajaran fisika aktif Tipe Information

Search Berbasis Kearifan Lokal DIY untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kritis dan nilai karakter siswa SMA. Penelitian ini menujukkan

hasil bahwa perangkat yang dikembangkan dapat digunakan untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Perangkat yang

dikembangkan dapat digunakan untuk meningkatkan nilai karakter siswa.

7. Penelitian Herayanti & Habibi (2017) berjudul Model Pembelajaran

Berbasis Masalah Berbantuan Simulasi Komputer untuk Meningkatkan

61

Keterampilan Berpikir Kritis Calon Guru Fisika menghasilkan peningkatan

keterampilan berpikir kritis untuk setiap indikatornya. Hal ini dibuktikan

dengan peningkatan skor sebesar 40% pada kelas eksperimen sedangkan

pada kelas control peningkatan tertinggi sebesar 28%.

C. Kerangka Berpikir

E-book fisika berbasis local wisdom merupakan media pembelajaran yang

dibuat secara sistematis dalam bentuk multimedia dengan mengintegrasikan materi

fisika pada local wisdom permainan manatahan dan nekeran. Materi fisika yang

dikembangkan pada e-book fisika berkaitan dengan Hukum Newton tentang gerak

pada local wisdom. Produk e-book fisika berbasis local wisdom ini dikembangkan

untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta didik.

Local wisdom dalam penelitian ini terkait dengan permainan tradisional

Jawa Tengah khususnya Klaten yaitu manatahan dan nekeran. Pemanfaatan local

wisdom dalam pembelajaran yaitu memberikan penjelasan penerapan fisika yang

lebih kontektsual, dengan demikian peserta didik dapat dengan mudah memahami

konsep fisika yang dipelajari.

Pada saat bermain permainan tradisional ada berbagai permasalahan yang

bisa dikaji dan dijelaskan. Pada saat bermain manatahan, diatur sedemikian rupa

agar bola mengenai susunan batu genteng. Begitu juga saat bermain nekeran,

dengan massa gacuk yang sama, bagaimana caranya agar gacuk tepat mengenai

neker sasaran. Peserta didik dapat menjelaskan permasalahan tersebut agar menjadi

pemenang pada setiap permainan. Modifikasi permasalahan pada permainan

manatahan dan nekeran ini diterapkan pada e-book fisika berbasis local wisdom

62

pada lembar diskusi peserta didik dengan sintaks pembelajaran model PBL. Hal

inilah yang menjadi peran khusus local wisdom untuk meningkatkan keterampilan

berpikir kritis siswa dan aspek kooperatif peserta didik.

Pada fase mengorientasikan masalah, peserta didik diberikan permasalahan

yang mengacu pada permainan tradisional yang disesuaikan dengan materi yang

akan dipelajari. Pada fase ini diharapkan kemampuan menganalisis data dan

merumuskan permasalahan dapat tumbuh dan interaksi antar peserta didik berupa

rasa tanggung jawab dengan berdiskusi untuk merumuskan bersama pokok

permasalahan yang diberikan. Fase kedua dari sintaks PBL yaitu

mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Pada fase ini diharapkan

kemampuan memilih, mengklarifikasi dan mengevaluasi argumen dapat terlatih

serta aspek kooperatif berupa saling membantu antar anggota kelompok,

menyampaikan ide dan protes dengan cara yang baik juga menyelesaikan tugas

masing-masing agar selesai tepat waktu.

Pada fase ketiga, yaitu membimbing penyelidikan, guru membimbing

peserta didik untuk melakukan penyelidikan untuk menjawab permasalahan yang

diberikan sebelumnya. Pada fase ini dapat melatih kemampuan merumuskan pokok

permasalahan dan memilih/mengklarifikasi/mengevaluasi argumen dengan logis.

Aspek kooperatif yang dapat berkembang pada fase ini diantaranya ketergantungan

yang positif dan interaksi antar anggota kelompok, dan social skills. Terakhir, pada

fase menyajikan hasil dan mengevaluasi proses, kemampuan memilih/

mengklarifikasi/mengevaluasi argumen dengan logis serta kemampuan

menyimpulkan dapat meningkat. Sedangkan aspek kooperatif yang muncul pada

63

aspek ini hampir semua aspek. Sehingga, dapat dikatakan bahwa penggunaan e-

book fisika pada pembelajaran PBL dapat melatih dan meningkatkan keterampilan

berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta didik.

Pada proses pembelajaran, peserta didik dikelompokkan menjadi kelompok

kecil untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Observer akan menilai

aspek kooperatif peserta didik sesuai dengan indikator yang telah disusun.

Pembelajaran model PBL secara kelompok ini berguna untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta didik.

Diharapkan dengan adanya e-book fiska berbasis local wisdom, peserta

didik dapat melakukan pembelajaran secara mandiri (guru hanya sebagai

fasilitator). Selain itu dapat memfasilitasi semua indikator keterampilan berpikir

kritis dan aspek kooperatif sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir

kritis dan aspek kooperatif tersebut. E-book fiska berbasis local wisdom harus

memenuhi aspek kelayakan sebelum digunakan peserta didik. Hal ini penting agar

e-book fiska berbasis local wisdom benar-benar dapat meningkatkan meningkatkan

keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif. Secara singkat, kerangka berpikir

dapat dijelaskan dalam Gambar 18.

64

Gambar 18. Alur Kerangka Berpikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, dapat dijabarkan

dalam beberapa pertanyaan penelitian. Penjabaran meliputi beberap hal sebagai

berikut.

1. a. Seberapa besar tingkat kelayakan e-book fisika berbasis local wisdom

untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan aspek sikap kooperatif

peserta didik berdasarkan penilaian para ahli?

b. Seberapa besar tingkat kelayakan e-book fisika berbasis local wisdom untuk

meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta

didik berdasarkan respon siswa?

E-book Fisika berbasis local wisdom

Keunggulan: 1. Menarik minat peserta

didik 2. Praktis penggunaannya 3. Memudahkan peserta

didik memvisualisasikan konsep fisika yang abstrak sehingga kontekstual

4. Melatih keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif

Konten: 1. Perangkat pembelajaran

(untuk guru) 2. Local Wisdom manatahan

dan nekeran 3. Materi fisika 4. LDPD 5. Kuis 6. Penyajian secara

multimedia (audio-visual)

E-book fisika digunakan dalam

pembelajaran model PBL

Langkah-langkah model PBL x Mengorientasikan

masalah x Mengorganisasikan

peserta didik untuk belajar

x Membimbing penyelidikan

x Mengembangkan dan menyajikan hasil

x Mengevaluasi proses

Keterampilan Berpikir Kritis: 1. Menganalisis fakta 2. Merumuskan pokok

permasalahan 3. Mempertahankan,

memilih, klarifikasi serta mengevaluasi argumen yang logis

4. Menyimpulkan

Aspek Kooperatif: 1. Positive

Interdependence 2. Personal

Responsibility 3. Promotive

Interaction 4. Appropriate use of

social skills 5. Group processing

Memuat

Meningkatkan Meningkatkan

65

2. a. Apakah terdapat perbedaan skor pretest-posttest keterampilan berpikir

kritis dan aspek kooperatif pada setiap kelompok?

b. Apakah terdapat peningkatan keterampilan berpikir kritis dan aspek

kooperatif peserta didik setelah menggunakan e-book fisika berbasis local

wisdom pada setiap kelompok?

c. Seberapa besar tingkat efektivitas penerapan e-book fisika berbasis local

wisdom terhadap keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta

didik berdasarkan nilai Partial Eta Square?