BAB II - Lumbung Pustaka UNY
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB II - Lumbung Pustaka UNY
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Fisika
Belajar merupakan sebuah kebutuhan yang penting bagi manusia
(Longworth, 2019). Perkembangan zaman akan melakukan seleksi alam agar
manusia selalu memperbaiki diri agar mampu beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi dengan selalu belajar (Ramsden, 2003). Invidu yang belajar memiliki ciri-
ciri: 1) adanya kemampuan baru atau perubahan; 2) perubahan tersebut bersifat
tetap; 3) perubahan dilakukan dengan usaha; 4) perubahan tidak semata-mata
karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan (Siregar & Hartini, 2011:5). Kegiatan
belajar dilakukan setiap individu sepanjang hidupnya (Goldie, 2016), dengan kata
lain bahwa belajar tidak memandang usia individu. Kegiatan individu untuk
memperoleh pengetahuan baru juga disebut dengan belajar (Gasong, 2018).
Proses belajar terjadi melalui pengalaman individu untuk menentukan sikap
dan perbuatannya (Al-Emran, Elsherif, & Shaalan, 2016). Individu yang belajar
menggunakan beberapa ranah yaitu: 1) ranah kognitif berupa pengetahuan,
penalaran atau pikiran; 2) ranah efektif berupa kemampuan yang mengutamakan
perasaan, emosional, dan reaksi serta; 3) ranah psikomotorik berupa kemampuan
yang mengutamakan keterampilan jasmani (Sagala, 2013: 12). Individu yang
merasa terdapat perubahan dari beberapa ranah tersebut berarti telah melakukan
kegiatan belajar.
16
Kegiatan belajar dan mengajar sering disebut dengan pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan PP No. 32 Tahun 2013 adalah sebuah proses interaksi
antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur
yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Kadir, 2013).
Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
proses berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala, 2013: 62).
Fisika merupakan suatu cabang sains yang tidak hanya membahas tentang
teori tetapi lebih dari itu yaitu ilmu eksperimental (Young & Freedman, 2002).
Menurut Koes (2003), fisika bukan hanya berisi fakta-fakta dan prinsip-prinsip saja
tetapi juga memiliki metode-metode tentang bagaimana memperoleh fakta dan
prinsip tersebut serta sikap sebagai seorang fisikawan. Jadi, fisika adalah ilmu
ekperimental, dimana fisikawan mengamati fenomena alam dan berusaha
menemukan pola dan prinsip yang menghubungkan fenomena-fenomena ini.
Pembelajaran fisika diartikan sebagai suatu proses untuk mengembangkan
kemampuan memahami konsep, prinsip, maupun hukum-hukum fisika sehingga
dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode yang
efektif dan efisien (Hamid, 2011:6). Dalam pembelajaran akan ada komunikasi
antara guru dengan siswa. Seperti yang dikemukakan Latuheru (1988:1) bahwa
segala sesuatu yang menyangkut pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik
17
(interaksi edukatif) yang tidak terjadi dengan sendirinya tetapi harus diciptakan
oleh guru dan siswa.
Chiappeta (2014) menyatakan bahwa sains pada hakekatnya merupakan
sebuah kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a
way of thinking), dan cara untuk penyelidikan (a way of investigating). Fisika
merupakan bagian dari sains, berarti hakekat fisika sama dengan hakekat IPA atau
sains, hakekat fisika adalah sebagai produk (a body of knowledge), sebagai sikap (a
way of thinking), dan sebagai proses (a way of investigating).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika berisi
tentang bagaimana memperoleh fakta, prinsip, konsep, ataupun hukum sehingga
dalam proses pembelajaran fisika harus mempertimbangkan pendekatan, model
pembelajaran, strategi, metode dan teknik mengajar yang efektif dan efisien.
2. E-Book Fisika Berbasis Local Wisdom
a. E-Book Fisika
Saat ini, buku elektronik bukan lagi hal baru di dunia pendidikan. Buku
elektronik di kalangan pendidikan dikenal dengan sebutan buku sekolah elektronik
(BSE). Electronic book (E-Book) adalah bentuk alih dari buku cetak ke dalam
bentuk elektronik. E-book termasuk ke dalam kategori media digital/media
elektronik.Menurut Kumar, Agarwal, Lijhara, dan Tapkir (2009:125) menyatakan:
“E-book can be defined as a text in digital form, a book converted into digital form, digital reading material, a book in a computer file format, an electronic file of words and images to be displayed on a desktop/notebook/dedicated portable device, or read on all types of computer, or formatted for display on e-book readers.”
18
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa e-book merupakan sebuah
perangkat portable dan sistem perangkat lunak yang dapat menampilkan informasi
berupa teks dalam jumlah besar kepada pengguna. E-book banyak disukai karena
mudah diakses, dikelola, digunakan, disimpan, dan berbiaya rendah (Henke,
2001:20).
E-book adalah sebuah inovasi baru di masa depan yang dapat dijadikan
alternatif untuk meringkas buku pembelajaran atau buku pedoman yang berukuran
tebal dalam versi cetak dan terkadang membuat seseorang merasa berat untuk
membawa ke mana-mana. Dari hasil penelitiannya Mawarni dan Muhtadi
(2017:86) bahwa media pembelajaran dalam bentuk digital dapat dijadikan sumber
belajar yang fleksibel untuk memfasilitasi kegiatan belajar mahasiswa yang dapat
diakses secara klasikal dan mandiri.
Kelebihan pengembangan e-book ini antara lain (Yusnimar, 2014: 43-44):
1) mudah dibawa karena berbentuk softcopy yang dapat digunakan pembaca dalam
alat elektronik portable; 2) tidak berat, e-book hanya perlu dimasukkan ke dalam
folder di dalam elektronik portable, jadi yang dibawa hanya perangkat digital
portable; 3) mudah digandakan, e-book mudah dicopy dengan gratis sehingga akan
menghemat biaya dan akan mendukung kebutuhan belajar; d) Hemat kertas, dalam
era global warming sekarang ini, artinya kita telah mendukung gerakan go green.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa e-book adalah sebuah
bentuk peralihan media cetak ke dalam versi elektronik dan dapat ditampilan pada
perangkat portable. Dalam mengembangkan e-book hendaknya perlu
19
mempertimbangkan format yang dihasilkan dengan tujuan memudahkan
penggunaan.
E-book fisika yang akan dikembangkan memanfaatkan perangkat android,
dimana ekstensi yang digunakan adalah apk. Format apk adalah format berkas
sebuah software yang dapat dipasang pada smartphone dengan sistem operasi
android. E-book fisika berisikan satu kompetensi dasar 3.7 Kelas X IPA semester
genap. E-book fisika sebagai salah satu bentuk modul elektronik memenuhi
sistematika penulisan modul. Sistematika penyusunan sebuah e-book dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sistematika E-Book No. Komponen Sub Komponen 1. Halaman Depan Cover 2. Kata pengantar Kata pengantar 3. Daftar menu (isi) Daftar menu 4. Isi Pendahuluan
Materi Lembar Diskusi Peserta Didik Kuis
5. Daftar Referensi Daftar Referensi Sumber: Kemendiknas (2010:15)
Selain perlu memperhatikan sistematika, rambu-rambu atau petunjuk dalam
mendesain e-book juga diperlukan untuk membuat e-book menjadi lebih mudah
dibaca dan sesuai dengan cara siswa memproses informasi. Adapun petunjuk dalam
mendesain tampilan e-book antara lain sebagai berikut:
Tabel 2. Petunjuk Mendesain Tampilan E-book Karakteristik Deskripsi
Jenis dan ukuran font
- Minimal berukuran 12 pt - Gunakan satu jenis font saja yang mudah dibaca
Spasi dan rata paragraf
- Gunakan rata kiri-kanafn (justify)
20
Karakteristik Deskripsi Penggunaan ruang kosong
- Pastikan tersedia cukup ruang kosong dan perlu diberikan jarak antara akhir paragraf dengan sub bahasan baru
Poin dan penekanan - Gunakan bold untuk menandai informasi penting - Hindari penggunaan warna untuk menjelaskan
pengertian - Konsisten dalam penomoran (numbering)
Warna Kertas - Gunakan warna pastel agar mudah dibaca oleh mata
Proporsi gambar dan teks
- Jangan menuliskan banyak teks didalam sebuah diagram
- Penggunaan foto atau gambar harus jelas dari segi warna dan konstras
- Berikan penjelasan pada setiap gambar Sumber: Buthcer, Davies & Highton (2006: 142)
Sebuah media dikatakan efektif jika dapat: 1) menciptakan pengalaman
belajar yang bermakna (Baharun, 2016); 2) mampu memfasilitasi interaksi antara
siswa dan guru, siswa dan siswa, siswa dan lingkungan (Hanum, 2013); 3) mampu
mengubah suasana belajar siswa pasif menjadi aktif berdiskusi dan bereksplorasi
mencari informasi (Arsyad, 2006). Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan
multimedia juga mampu memberikan manfaat dan dampak pada proses
pembelajaran seperti yang diungkapkan Malik & Agarwal (2012: 468) bahwa
multimedia dapat memfasilitasi penguasaan-penguasaan keterampilan dasar
seseorang dengan cara latihan. Multimedia membantu dalam pemecahan masalah
dengan cara belajar dengan melakukan, memahami konsep abstrak, memberikan
akses yang lebih baik untuk para guru dan siswa, memfasilitasi pembelajaran
individual dan kooperatif, membantu dalam pengelolaan aktivitas kelas dan konten
pembelajaran serta mensimulasikan masalah kehidupan nyata (Malik & Agarwal,
2012: 468).
21
E-book fisika yang dikembangkan memuat komponen multimedia berupa
teks, gambar, video, didalam setiap topik materi. Penambahan komponen
multimedia didalam e-book fisika diharapkan dapat membantu siswa dalam
memahami materi yang dipelajari.
b. Local Wisdom
1) Definisi Local Wisdom
Wagiran (2012) menyatakan bahwa kearifan lokal meliputi: kebijakan
setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau
kecerdasan setempat (local genious). Local wisdom suatu pandangan
tentang hidup. Local wisdom merupakan sebuah pola pikir dan tindakan
yang mendasari kegiatan manusia untuk membedakannya dari manusia lain
dan juga sebagai cara manusia beradaptasi dengan lingkungannya
(Budiharjo, 1997: 4)
Mukminan (2011) mengungkapkan perkembangan local wisdom sendiri
bersumber pada sumber daya alam, sumber daya manusianya, serta letak
geografis. Sumber daya alam yang dimaksud yaitu angin, air, dan udara
yang dapat digunakan untuk kepentingan manusia. Sumber daya manusia
yaitu manusia yang berpengetahuan dan dapat menjaga serta melestarikan
alam sekitar. Manusia yang mampu memanfaatkan kekayaan alam sekitar
secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Pendidikan formal berperan dalam menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas yang peka terhadap lingkungan, oleh karena itu dalam
pembelajaran perlu diintegrasikan dengan local wisdom. Pornpimon,
22
Wallapha, & Prayuth (2014) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi local wisdom pada pendidikan. Salah satunya pendidik,
pendidik yang memutuskan akan menerapkan kebudayaan dalam
pembelajaran atau tidak, karena adanya integrasi pada pembelajaran telah
diatur pada peraturan daerah. Pendidikan berbasis local wisdom diatur
dalam Peraturan daerah No. 5 tahun 2011. Peraturan tersebut menjelaskan
bahwa perlunya penanaman nilai-nilai budaya pada pendidikan. Dengan
memasukkan local wisdom pada pendidikan merupakan hal penting untuk
mengisi elemen budaya dan membuat budaya lebih kuat dan mampu
bertahan pada era globalisasi ini (Saputra, 2013).
Pembelajaran yang memadukan local wisdom didalamnya dapat
memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran dan juga memahami
kebudayaan yang dimiliki daerahnya. Ilmu fisika merupakan ilmu-ilmu
yang berada disekitar kita misalnya gerak, kalor, fluida, dan lain-lain. Ilmu
fisika akan lebih bermakna apabila terdapat kesinambungan antara materi
pelajaran dengan aktivitas kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat
tinggal peserta didik.
2) Permainan Tradisional Manatahan
Salah satu bentuk local wisdom yaitu melalui sebuah permainan
tradisional. Permainan tradisional merupakan permainan yang berasal dari
suatu daerah tertentu dan sangat khas yang berasal dari daerah tersebut
secara turun temurun. Permainan tradisional pada umumnya dimainkan oleh
anak-anak. Saat ini banyaknya anak-anak yang telah melupakan permainan
tradisional dan beralih pada permainan yang lebih modern, padahal
23
permainan tradisional penting untuk dilestarikan karena mengandung
norma dan nilai yang baik.
Masyarakat Jawa memiliki permainan tradisional salah satunya yaitu
permainan tradisional manatahan. Permainan ini dinamakan “manatahan”
karena mana tahan lama tumpukan genteng disusun tinggi seperti Menara.
Pada setiap daerah di Jawa memiliki nama yang berbeda pula, misalnya
bowling (karena permainan ini dimainkan seperti permainan bowling) dan
boi-boian karena dahulu para pemainnya lebih banyak anak laki-laki yang
dalam bahasa inggrisnya boy. Seiring berjalannya waktu, permainan ini
tidak hanya dimainkan oleh anak laki-laki saja, anak perempuan juga
menyenangi permainan ini.
Pada permainan manatahan terdiri dari beberapa kegiatan:
1) Menyusun batu genteng menjadi seperti menara (Gambar 1), pada
kegiatan ini para pemain memulai permainan dengan mula-mula
mencari batu pipih biasanya batu yang digunakan adalah batu genteng
dilanjutkan dengan menyusunnya hingga menjadi seperti tumpukan
menara batu.
Gambar 1. Menyusun Batu Genteng Seperti Menara
2) Merubuhkan susunan batu menggunakan bola dari si pelempar dan
24
susunan pecahan genteng dijaga oleh satu orang pemain dan pemain lain
bersiap siap untuk berlari agar tidak terkena lemparan bola dari penjaga
batu genteng, (Gambar 2).
Gambar 2. Bola yang Dilempar Kearah Tumpukan Genteng
3) Ketika susunan batu berhasil dirubuhkan oleh si pelempar bola, pemain
yang bertugas sebagai penjaga batu akan menyambut bola dan
melemparkan bola kepada salah satu pemain lain serta anggota pemain
lawan berusaha menghindari lemparan bola dari penjaga susunan batu.
4) Jika bola mengenai bagian tubuh dari salah satu pemain lain, maka
pemain tersebut kalah dan harus mengembalikan lemparan bola kepada
pemain lainnya agar dapat menang.
5) Permainan akan selesai ketika anggota pemain berhasil menyusun
kembali susunan batu yang telah dirubuhkan.
Berdasarkan beberapa kegiatan dalam permainan manatahan ini dapat
dijadikan media untuk menjelaskan konten fisika, berikut beberapa konten
fisika yang dapat dijelaskan menggunakan permainan manatahan dapat
dilihat pada Tabel 3. Dari beberapa konten fisika yang dapat disampaikan
pada permainan ini. Maka konten fisika terkait Hukum Newton dianggap
25
paling memenuhi untuk local wisdom manatahan. Berdasarkan Gambar 1
dari kegiatan yang dilakukan dalam permainan manatahan dapat ditinjau ke
dalam pembelajaran fisika seperti Hukum Newton mengenai kelembaman.
Tabel 3. Konten Fisika pada Permainan Manatahan Kegiatan Permainan Manatahan
Materi Fisika Gerak lurus
Hukum Newton Gerak
Momentum dan Impuls
Keseimbangan benda tegar
Pemain menyusun beberapa pecahan genteng membentuk seperti menara.
√ √
Masing-masing pemain melemparkan bola untuk menjatuhkan menara batu dengan bola.
√ √ √
Ketika para pemain melemparkan bola ke arah menara batu (Gambar 2),
kegiatan ini juga dapat ditinjau kedalam pembelajaran fisika yaitu Hukum
II Newton. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran fisika sangat dekat
dengan kehidupan sehari - hari (local wisdom) siswa.
3) Permainan Nekeran
Pada awalnya permainan nekeran menggunakan jirak (buah kemiri).
Berhubung pada saat ini sulit untuk mendapatkan buah kemiri maka sebagai
gantinya anak-anak menggunakan pecahan tembikar dibulatkan (gacuk).
Permainan ini biasanya dilakukan pada sore hari setelah tidak ada pekerjaan.
Bila saat liburan, permainan ini dapat dilakukan pada pagi, siang dan sore
hari asalkan tidak mengganggu pekerjaan mereka (Dharmamulya, 2005:
184).
26
Dalam perkembangannya permainan jirak kemudian menggunakan
kelereng atau neker, sehingga permainannya dinamakan nekeran.
Permainan nekeran dapat dimainkan oleh laki-laki atau perempuan.
Permainan ini juga dikenal baik di desa maupun di kota. Permainan nekeran
menggunakan sebuah gacuk andalan dan beberapa neker sasaran untuk
diletakkan di wok (dengan jarak tertentu diberi garis berbentuk lingkaran
atau lainnya).
Pada permainan ini terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya:
a) Tentukan jumlah neker yang akan diletakkan pada wok. Misalnya 3
neker untuk setiap orang. Para pemain berada dibelakang garis batas
yang telah dibuat.
Gambar 3. Neker yang berada di wok (Sumber: kaliandanews.com)
b) Setiap pemin melemparkan gacuknya. Apabila gacuk masuk ke
dalam lingkaran, dan berhenti di dalamnya, maka pemain di anggap
gugur.
c) Urutan bermain ditentukan dari yang gacuknya paling dekat dengan
wok.
27
d) Setiap pemain berhak menyelentik gacuknya kearah wok. Neker
yang berhasil dikeluarkan dari wok akan menjadi milik si
penyelentik.
Gambar 4. Pemain menyelentik gacuk (merahputih.com)
e) Yang mendapatkan neker paling banyaklah yang menjadi
pemenang.
Berdasarkan beberapa kegiatan dalam permainan nekeran ini dpat dijadikan
media untuk menjelaskan konten fisika. Tabel 4 menyajikan beberapa konten fisika
yang dapat dijelaskan menggunakan permainan nekeran.
Tabel 4. Konten Fisika pada Permainan Nekeran Kegiatan permainan nekeran Materi Fisika
Gerak lurus
Hukum Newton
Momentum dan Impuls
Pemain menyusun beberapa neker disekitar wok.
√
Masing-masing pemain melemparkan gacuk.
√ √
Pemain menyelentik gacuk untuk mendapatkan neker paling banyak.
√ √ √
4) Nilai-Nilai pada Permainan Tradisional
Permainan tradisional memiliki nilai budaya di dalamnya. Permainan
tradisional memberikan nilai positif dari suatu lingkungan tempat dimana
28
permainan itu berasal. Pada permainan manatahan terdapat nilai-nilai
positif yang terkandung di dalamnya.
Pada permainan tradisional akan memberikan nilai kesenangan. Nilai
kesenangan ini merupakan nilai yang paling umum dari setiap permainan
tradisional. Melalui permainan akan memberikan efek kebahagiaan pada
orang yang memainkannya. Selanjutnya nilai lain yang terkandung yaitu
nilai kebebasan. Para pemain tidak merasa tertekan saat permainan, keadaan
ini juga akan memberikan dampak bahagia. Kemudian nilai pertemanan dan
kebersamaan, karena permainan tradisional melibatkan lebih dari satu
pemain, sehingga tiap pemain akan saling mengerti pribadi masing-masing
teman, menghargai teman, dan belajar bersosialisasi dengan baik.
Pada permainan manatahan juga memiliki nilai demokrasi, tiap pemain
memiliki kedudukan yang sama antar pemain, tidak peduli bagaimana status
sosial pemain, jika kalah maka harus berganti tugas. Nilai kepatuhan, pada
permainan manatahan terdapat beberapa peraturan yang telah disepakati
bersama, sehingga para pemain harus mengikuti aturan.
Permainan manatahan dan nekeran juga mengandung nilai kecermatan
dan ketelitian. Pada permainan manatahan, Ketika tim pelempar bola harus
menyelesaikan permainan dengan menyusunkan batu menjadi tumpukan
seperti menara tanpa merubuhkannya dan tidak diketahui oleh penjaga batu.
Sedangkan pada permainan nekeran, ketika pemain membidik neker yang
ditargetkan, apabila kurang cermat dan teliti dalam menganalisa jarak dan
29
seberapa cepat gacuk melaju maka kemungkinan mengenai neker sasaran
pun akan semakin berkurang.
Pada permainan nekeran mengandung nilai kejujuran. Ketika pemain
menyelentik gacuk yang jaraknya jauh dan pemain lain tidak terlalu
memperhatikan maka mereka akan berlatih jujur apakah neker tersebut
terkena atau meleseet. Nilai kesabaran juga terkandung pada permainan ini.
Ketika pemain tidak dapat mengatasi emosinya maka mereka akan sulit
untuk berkonsentrasi dan akibatnya slentikannya akan sering meleset.
Di samping itu, pada akhir permainan aka nada posisi yang sering kalah
dalam permainan. Pengelolaan emosi atau melatih kesabaran diperlukan
agar pemain tidak marah atau merasa kecewa dengan hasil usahanya. Ketika
setiap pemain terbiasa dalam bersabar atas apa yang dialami, maka akhirnya
anak tersebut akan tumbuh menjadi manusia yang mampu mengelola emosi
secara bijaksana.
Nilai-nilai yang terkandung pada perminan tradisional ini
keseluruhannya memberikan efek yang baik dan jika diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari juga akan memberikan efek positif.
3. Analisis Fisika pada Local Wisdom
Penelitian ini menngintegrasikan local wisdom berupa permainan
tradisional manatahan dan nekeran. Adapun penjelasan konsep fisika pada
kedua local wisdom tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
30
a) Massa
Massa meurpakan sifat suatu benda yang menjelaskan kuatnya daya
tahan benda untuk menolak terjadinya perubahan dalam kecepatannya
(Jewett & Serway, 2008: 173). Massa benda adalah sifat intrinsik dari benda
dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan tempat benda itu berada ataupun oleh
metode yang digunakan untuk mengukurnya. Massa dapat mempengaruhi
percepatan suatu benda. Percepatan berbanding terbalik dengan massa, jika
massa benda semakin besar maka percepatan yang dialami benda akan kecil
begitu sebaliknya.
𝑚1𝑚2
= 𝑎2𝑎1
(1)
Pada permainan manatahan saat pemain menyusun batu genteng
menjadi menara secara naluri akan meletakkan batu paling besar yang
dalam hal ini memiliki massa lebih besar dibandingkan yang lain untuk
diletakkan dibagian paling dasar. Hal ini dilakukan karena massa yang besar
cenderung sulit untuk bergerak, sehingga meletakkan batu yang lebih besar
di posisi paling bawah akan lebih mudah menahan batu lain yang akan
disusun diatasnya.
b) Gaya
Gaya merupakan tarikan atau dorong. Ketika seseorang mendorong
kursi untuk dipindahkan, orang tersebut melakukan gaya yaitu gaya otot.
Namun gaya sering kali di anggap ada gaya ketika adanya gerak pada suatu
benda. Padahal benda yang diam juga memiliki gaya hanya saja gaya
totalnya sama dengan nol. Gaya total sama dengan nol artinya benda
memiliki percepatan nol atau memiliki kecepatan tetap dengan kata lain
bahwa gaya tidak selalu membuat benda bergerak.
31
Gaya memiliki satuan Newton (N) atau sama besamya dengan
kg m/s2. Untuk kejadian pada permainan manatahan. Banyak sekali gaya
yang berperan disana, mulai dari pemain menyusunkan batu sampai pemain
melemparkan bila kearah tumpukan batu.
c) Hukum I Newton
Hukum I Newton disebut juga hukum inersia, dengan
mendefinisikan suatu kerangka acuan khusus yang disebut kerangka
inersia. Jika sebuah benda tidak berinteraksi dengan benda lainnya, maka
kerangka acuan benda memiliki percepatan nol. Kerangka acuan seperti
itu disebut dengan kerangka acuan inersia. Pada dasamya setiap benda
secara alamiah cenderung menolak untuk perubahan dalam geraknya.
Sifat benda yang cenderung mempertahankan keadaanya disebut dengan
inersia (kemalasan). Makin besar massa benda maka semakin besar
kelembaman benda tersebut (makin sukar untuk digerakan atau
diberhentikan).
Hukum pertama newton tentang gerak menyatakan bahwa
“Setiap benda akan terus berada dalam keadaan diam, atau terus bergerak
lurus dengan kecepatan konstan selama tidak ada gaya neto yang bekerja
padanya” (Giancoli, 2014: 94). Hukum ini disebut juga dengan hukum
kelembaman (law of inertia). Secara matematis dituliskan pada
persamaan (2).
∑𝐹 = 0 (2)
Pada permainan manatahan, kejadian hukum I Newton terjadi
32
ketika batu genteng tersusun seperti menara batu, menara batu akan tetap
diam pada posisinya selama tidak ada gaya luar yang mempengaruhinya.
Pada permainan nekeran, kejadian hukum I Newton juga terdapat ketika
neker diletakkan di wok, neker tersebut akan tetap diam selama tidak ada
gaya eksternal yang mengenainya.
d) Gaya normal dan Gaya berat
Gaya normal adalah gaya antara dua permukaan yang saling
bersentuhan dengan arah selalu tegak lurus terhadap bidang sentuh. Gaya
berat adalah besamya nilai gaya yang dipengaruhi oleh besamya nilai
percepatan gravitasi lokasi sekitar. Gaya normal disimbolkan dengan huruf
�⃑⃑� dan gaya berat disimbolkan dengan huruf �⃑⃑� .
Gambar 5. Tumpukan Batu dalam Kondisi Setimbang
Berdasarkan Gambar 5 gaya normal merupakan gaya yang titik
tangkapnya berasal dari tumpukan batu paling dasar dengan permukaan
bidang sentuh yang arahnya tegak lurus terhadap bidang sentuh. Kemudian
gaya berat pada Gambar 5 merupakan gaya yang titik tangkapnya dimulai
dari bagian pusat tumpukan batu ke arah bawah menuju pusat bumi.
Pada kasus seperti Gambar 5 tumpukan batu dianggap sebagai satu
sistem, keadaan diam dan setimbang, serta berada pada permukaan bidang
�⃑⃑�
�⃑⃑�
33
datar, sehingga komponen gaya yang bekerja sebagai berikut:
∑𝐹 𝑦 = 0 (3)
�⃑⃑� − �⃑⃑� = 0 (4)
�⃑⃑� = �⃑⃑� = 𝑚𝑔 (5)
Gambar 6. Tumpukan Batu Genteng Pada Bidang Miring
Selanjutnya Jika tumpukan batu genteng berada pada bidang miring
(Gambar 6), maka komponen gaya yang bekerja yaitu:
∑𝐹𝑦⃑⃑ ⃑ = 0
�⃑⃑� − 𝑤 cos 𝜃 = 0 (6)
�⃑⃑� = 𝑤 cos 𝜃 (7)
Jika ditinjau pada masing-masing batu genteng dalam tumpukan,
maka komponen gaya-gaya yang bekerja sebagai berikut. Untuk batu
genteng pertama (𝑚1) (lihat Gambar 7)
∑𝐹𝑦⃑⃑ ⃑ = 0
�⃑⃑� 21 − �⃑⃑� 1 = 0 (8)
�⃑⃑� 21 = �⃑⃑� 1 (9)
𝜃 𝜃
𝑤𝑦 = 𝑤 𝑐𝑜𝑠𝜃
𝑤𝑥 = 𝑤 sin𝜃
�⃑⃑�
�⃑⃑�
34
Gambar 7. Komponen Gaya Pada Batu Genteng Pertama
dengan 𝑁21 adalah gaya normal batu pertama terhadap bidang
sentuh batu kedua, berdasarkan persamaan (9) maka �⃑⃑� 21 = 𝑚1 𝑔 . Gaya 𝐹 12
(gaya aksi batu kedua terhadap batu pertama) adalah pasangan gaya aksi-
reaksi dari gaya normal �⃑⃑� 21, dimana besar nilai �⃑⃑� 21 sama dengan 𝐹 12,
hanya arahnya berlawanan.
Batu genteng kedua dengan massa 𝑚2 (Gambar 8), komponen gaya
yang bekerja, yaitu:
Gambar 8. Komponen Gaya Pada Batu Genteng Kedua
∑𝐹𝑦⃑⃑ ⃑ = 0
�⃑⃑� 32 − �⃑⃑� 21 − �⃑⃑� 2 = 0 (10)
�⃑⃑� 32 = (𝑚1 + 𝑚2) 𝑔 (11)
Sehingga persamaan (10) dapat dituliskan kembali
�⃑⃑� 2 = �⃑⃑� 32 − �⃑⃑� 21 (12)
𝑚1 𝑚2 𝑚3
�⃑⃑� 1
�⃑⃑� 21
𝐹 12
𝑚1 𝑚2 𝑚3
�⃑⃑� 2
�⃑⃑� 32
𝐹 12
𝐹 23
35
�⃑⃑� 2 = ((𝑚1 + 𝑚2)𝑔 ) − 𝑚1 𝑔 (13)
�⃑⃑� 2 = 𝑚2 𝑔 (14)
dimana 𝐹 12 = �⃑⃑� 21 = 𝑚1 𝑔 . 𝑁32 adalah gaya normal batu genteng
kedua yang disebabkan oleh gaya sentuh batu genteng ketiga. Gaya 𝐹 23
(gaya aksi batu ketiga terhadap batu kedua) adalah pasangan gaya aksi-
reaksi dari gaya normal �⃑⃑� 32, sehingga besar nilai �⃑⃑� 32 sama dengan 𝐹 23,
hanya arahnya berlawanan.
Selanjutnya, untuk batu genteng dengan massa 𝑚3 (Gambar 9),
komponen yang bekerja yaitu
Gambar 9. Komponen Gaya pada Batu genteng Ketiga
∑𝐹 𝑦 = 0
�⃑⃑� 𝑇3 − �⃑⃑� 32 − �⃑⃑� 3 = 0 (15)
dimana 𝐹 23 = �⃑⃑� 32 = (𝑚2 + 𝑚2) 𝑔 . dengan 𝑁𝑇3 merupakan gaya
normal batu ketiga yang disebabkan oleh bidang sentuh tanah. Gaya 𝐹 3𝑇
(gaya aksi batu tanah terhadap batu ketiga) adalah pasangan gaya aksi-
reaksi dari gaya normal �⃑⃑� 𝑇3, sehingga besar nilai �⃑⃑� 𝑇3 sama dengan 𝐹 3𝑇,
hanya arahnya berlawanan. 𝑁𝑇3 adalah gaya normal batu ketiga terhadap
𝐹 3𝑇
𝑚1 𝑚2 𝑚3
�⃑⃑� 3
�⃑⃑� 𝑇3
𝐹 23
36
tanah dengan persamaan 𝑁𝑇3 = (𝑚1 + 𝑚2 + 𝑚3) 𝑔. Sehingga persamaan
(15) dapat dituliskan kembali
�⃑⃑� 3 = �⃑⃑� 𝑇3 − �⃑⃑� 32
�⃑⃑� 3 = (𝑚1 + 𝑚2 + 𝑚3)𝑔 − (𝑚1 + 𝑚2)𝑔 (16)
�⃑⃑� 3 = 𝑚3 𝑔 (17)
Pada permainan nekeran juga berlaku Hukum I Newton pada neker
yang berada disekitar wok. Neker yang diam memiliki gaya berat dan gaya
normal yang sama besar.
Gambar 10. Komponen Gaya pada Neker
e) Hukum II Newton
Hukum II Newton menjelaskan bagaimana jika sebuah benda
dikenai gaya yang resultannya tidak sama dengan nol. Ketika sebuah benda
diberikan gaya yang kecil maka percepatan benda juga kecil, akan tetapi
ketika seseorang menambah gaya yang diberikan 2 kali lipat lebih besar,
maka percepatan benda akan bertambah sebesar 2 kali lipat. Maka dapat
disimpulkan bahwa percepatan yang dialami benda akan berbanding lurus
dengan gaya.
�⃑⃑�
�⃑⃑�
37
Hubungan besaran gaya, massa, dan percepatan dijelaskan dalam
Hukum II Newton. Hukum II Newton menjelaskan tentang hubungan gaya
dengan perubahan momentum, namun secara singkat Hukum II Newton
dapat juga dinyatakan dengan percepatan yang dihasilkan oleh resultan gaya
yang bekerja pada suatu benda berbanding lurus dengan resultan gaya,
searah dengan resultan gaya, dan berbanding terbalik dengan massa benda.
Secara matematis hukum II Newton dapat dituliskan sebagai berikut:
∑𝐹 = 𝑑�⃑�
𝑑𝑡 (18)
∑𝐹 = 𝑑(𝑚�⃑� )𝑑𝑡
(19)
∑𝐹 = 𝑚 𝑑�⃑� 𝑑𝑡
+ 𝑣 𝑑𝑚𝑑𝑡
(20)
∑𝐹 = 𝑚𝑎 + 0 (21)
∑𝐹 = 𝑚𝑎 (22)
Pada permainan manatahan terdiri dari tim pelempar bola ke
susunan batu genteng dan tim penjaga susunan batu genteng, ketika tim
pelempar melempar susunan batu genteng dengan bola kemudian bola
mengenai susunan batu genteng maka keadaan susunan menara batu
genteng yang awalnya setimbang menjadi tidak setimbang karena usikan
bola. Ketika bola diberikan gaya oleh si pelempar bola, maka bola yang
mula-mula diam akan bergerak dengan kecepatan tertentu menuju
tumpukan batu genteng, akibatnya susunan tumpukan batu genteng yang
awalnya pada keadaan setimbang menjadi terganggu karena usik yang
berasal dari bola pada waktu tertentu ∆𝑡, dimana hal tersebut hanya terjadi
38
pada saat bola masih berada ditangan si pelempar bola. Ketika bola telah
terlepas dari tangan si pelempar bola, maka gaya tidak lagi bekerja pada
bola.
Semakin besar gaya yang diberikan semakin besar pula perubahan
kecepatan bola. Semakin besar kecepatan bola maka semakin besar
kemampuan bola dapat merobohkan susunan batu genteng. Jika dengan
menfunakan massa nola yang sama dan gaya yang diberikan diperbesar
maka perubahan kecepatan bola semakin besar. Perubahan kecepatan bola
disebut juga dengan percepatan (𝑎 ). Lalu jika massa bola diperbesar dan
gaya yang diberikan harus semakin besar agar perubahan kecepatan bola
semakin besar.
Kemudian ketika bola melaju dengan kecepatan tertentu sampai
pada tumpukan batu genteng, dengan mengasumsikan bahwa bola bergerak
dengan lintasan lurus melalu aturan GLBB (gerak lurus berubah beraturan).
Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut.
𝑣𝑡2 = 𝑣0
2 + 2𝑎∆𝑥 (23)
∆𝑥 = 𝑣𝑜𝑡 + 12𝑎𝑡2 (24)
Pada permainan nekeran, saat memulai permainan, setiap pemain
melemparkan gacuk untuk menentukan urutan bermain. Pada saat
melempar bersamaa, sering terjadi mengenai neker yang sama. sehingga
neker tersebut dikenai lebih dari satu gaya. Maka resultan gaya yang bekerja
pada neker:
𝐹 𝑟𝑒𝑠𝑢𝑙𝑡𝑎𝑛 = 𝐹1⃑⃑ ⃑ + (−𝐹1⃑⃑ ⃑) (25)
39
Gambar 11. Diagram Gaya yang bekerja pada neker
Selanjutnya jika gaya yang bekerja pada neker membentuk sudut
seperti Gambar 12, maka resutltan gaya pada nekeri (𝐹 ) harus diuraikan
terlebih dahulu berdasarkan sumbu x dan sumbu y, sehingga:
Pada arah sumbu X yaitu 𝐹𝑥⃑⃑ ⃑ = 𝐹1⃑⃑ ⃑ cos 𝜃 − 𝐹2⃑⃑ ⃑
Pada arah sumbu Y yaitu 𝐹𝑦⃑⃑ ⃑ = 𝐹1⃑⃑ ⃑ sin𝜃
𝐹 = √ 𝐹𝑥⃑⃑ ⃑2+ 𝐹𝑦⃑⃑ ⃑
2 (26)
Gambar 12. Diagram gaya yang bekerja pada neker membentuk sudut
f) Hukum III Newton
Pada setiap interaksi antara dua benda, gaya yang bekerja tidak
mungkin terjadi secara tunggal, melainkan selalu berpasangan. Jika A
mengerjakan gaya pada B maka B juga akan mengerjakan gaya pada A sama
besar dan berlawanan arah. Gaya pertama sebagai aksi dan gaya kedua
sebagai reaksi. Kejadian ini disebut dengan hukum aksi reaksi atau Hukum
III Newton, sehingga konsep hukum III newton dideskripsikan “bilamana
sebuah benda mengerahkan gaya pada benda kedua, benda keduan ini akan
𝐹1⃑⃑ ⃑ 𝐹2⃑⃑⃑⃑
𝐹2⃑⃑⃑⃑ 𝐹1⃑⃑ ⃑ cos 𝜃
𝐹1⃑⃑ ⃑ sin 𝜃 𝐹1⃑⃑ ⃑
𝜃
40
mengerahkan gaya yang sama besarnya namun berlawanan arah pada benda
pertama” (Giancoli, 2014: 99).
Hukum ini terkadang dinyatakan kembali sebagai “untuk setiap aksi
selalu terdapat reaksi yang sama besarnya namun berlawanan arah”. Akan
tetapi, tidak berarti gaya aksi selalu lebih dahulu dibandingkan gaya reaksi.
Mereka terjadi secara bersamaan hanya saja memiliki arah yang
berlawanan. Ditinjau pada permainan nekeran (Gambar 13 & 14) maka gaya
aksi dan reaksi sebagai berikut:
Gambar 13. Gacuk yang bergerak kearah neker
Pada permainan nekeran gaya aksi yaitu gaya yang berasal dari
gacuk yang dislentik mengenai neker dan gaya reaksi berasal dari neker
yang bekerja pada gacuk. Artinya gaya aksi reaksi bekerja pada dua benda
yaitu gacuk dan neker.
Gambar 14. Gaya Aksi Reaksi pada Permainan Nekeran
Ketika gacuk mengenai neker bergerak kearah kanan maka neker
akan bekerja pada gacuk kearah kanan. Besar gaya yang diberikan oleh
gacuk akan sama besar dengam besarnya gaya yang diterima oleh neker.
𝐹 𝑎𝑘𝑠𝑖\\
𝐹 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
41
Semakin besar gaya yang diberikan sebuah benda maka akan semakin besar
pula gaya yang diterima benda yang dikenainya, semakin kecil gaya yang
diberikan sebuah benda maka akan semakin kecil pula gaya yang diterima
benda yang dikenainya. Sehingga dapat dituliskan bahwa ciri-ciri gaya aksi
reaksi adalah 1) memiliki besar yang sama; 2) arah yang berlawanan; 3)
bekerja pada benda yang berbeda. Hukum III Newton yang disebut juga
dengan gaya aksi-reaksi dapat ditulis dengan Persamaan 27.
𝐹 𝑎𝑘𝑠𝑖 = −𝐹 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 (27)
g) Hukum Kekekalan Momentum
Momentum merupakan sebagai ukuran kesukaran sesuatu benda di
gerakan maupun di berhentikan. Momentum suatu benda yang bergerak (�⃑⃑� )
didefinisikan sebagai suatu hasil kali antara massa (𝑚) dengan kecepatan
(𝑣 ). Dapat ditulis sebagai berikut:
�⃑� = 𝑚𝑣 (28)
Semakin besar massa dan kecepatan benda maka besar
momentumnya juga semakin besar.
Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa “jika tidak ada
gaya luar yang bekerja pada sistem, maka momentum total sesaat sebelum
sama dengan momentum total sesudah tumbukan”. Ketika menggunakan
persamaan ini, kita harus memperhatikan arah kecepatan tiap benda.
42
Gambar 15. Proses Tumbukan Dua Buah Bola
Dua buah bola pada Gambar 15 bergerak berlawanan arah saling
mendekati. Bola pertama massanya 𝑚1, bergerak dengan kecepatan 𝑣 1.
Sedangkan bola kedua massanya 𝑚2 bergerak dengan kecepatan 𝑣 2. Jika
kedua bola berada pada lintasan yang sama dan lurus, maka pada suatu saat
kedua bola akan bertabrakan. Dengan memperhatikan analaisis gaya
tumbukan bola pada Gambar 15 ternyata sesuai dengan pernyataan hukum
III Newton. Kedua bola akan saling menekan dengan gaya 𝐹 yang sama
besar, tetapi arahnya berlawanan. Akibat adanya gaya aksi dan reaksi dalam
selang waktu ∆𝑡 tersebut, kedua bola akan saling melepaskan diri dengan
kecepatan masing-masing sebesar 𝑣 1′ dan 𝑣 2′ . Impuls yang terjadi selama
interval waktu ∆𝑡 adalah 𝐹 1∆𝑡 = −𝐹 2∆𝑡. Dikatahui bahwa 𝐼 = 𝐹 ∆𝑡 = ∆𝑝.
Maka persamaannya menjadi seperti berikut.
∆𝑃1 = −∆𝑃2 (29)
𝑚1𝑣 1 − 𝑚1𝑣 1′ = −(𝑚2𝑣 2 − 𝑚2𝑣 2′ ) (30)
𝑚1𝑣 1 + 𝑚2𝑣 2 = 𝑚1𝑣 1′ + 𝑚2𝑣 2′ (31)
h) Tumbukan
Tumbukan atau lentingan bisa dikatakan sebagai pantulan, karena
terjadi pada dua benda yang saling bertubrukan dan memantul akibat dari
43
tubrukan tersebut. Tumbukan dikelompokkan berdasarkan nilai koefisien
(koefisien restitusi).
𝑒 = − (𝑣2′−𝑣1
′)𝑣2−𝑣1
(32)
dengan 0 ≤ 𝑒 ≥ 1
Jenis-jenis tumbukan berdasarkan nilai koefisien restitusi:
1) Tumbukan lenting sempurna (𝑒 = 1)
Pada lenting sempurna berlaku hukum kekekalan energi dan hukum
kekekalan momentum. Dengan persamaan berikut:
Gambar 16. Dua Bola yang Bergerak Saling Mendekat
(a) Kekekalan momentum
𝑚1𝑣 1 + 𝑚2𝑣 2 = 𝑚1𝑣 1′ + 𝑚2𝑣 2′
(b) Kekekalan energi kinetik
𝐸𝑘1 + 𝐸𝐾2 = 𝐸𝐾1′ + 𝐸𝐾2
′
(c) Nilai koefisien restitusi
1 = − (𝑣2′−𝑣1
′)𝑣2−𝑣1
2) Tumbukan lenting sebagaian (0 < 𝑒 > 1)
Pada lenting sebagian, pemantulan/tumbukan yang terjadi tidak sama
dengan pemantulan/tumbukan sebelumnya. Ini dapat dilihat dari
kecepatan bola yang berubah sebelum dan sesudah tumbukan. Jadi,
hukum kekekalan energi kinetic pada tumbukan lenting tidak
berlaku. Akan tetapi, hukum kekekalan energi mekanik tetap berlaku.
44
Hal ini disebabkan karena sebagian energi kinetic yang hlang terlah
berubah menjadi bentuk lainnya, seperti energi potensial, energi
panas, dan sebagainya.
3) Tumbukan tidak lenting sama sekali 𝑒 = 0
Tumbukan tidak lenting sama sekali terjadi apabila dua benda setelah
tumbukan menjadi satu dan bergerak bersama-sama.
Gambar 17. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali
(a) Kekekalan momentum
𝑚1𝑣 1 + 𝑚2𝑣 2 = (𝑚1 + 𝑚2)𝑣 ′
(b) Nilai koefisien restitusi
0 = − (𝑣2′−𝑣1
′)𝑣2−𝑣1
4. Model Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) pertama kali diimplementasikan di
McMaster University Kanda pada tahun 60-an (Barret, 2005:11). Delisle (1997)
mengemukakan bahwa PBL adalah pembelajaran yang menghadapkan peserta
didik pada situasi yang menuntun pada sebuah masalah untuk dipecahkan.
Savery (2006) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah mendoring
untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek, dan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi yang
layak. PBL merupakan pembelajaran yang student centered (Delisle, 1997).
45
Arends dan Kilcher (2010) menambahkan bahwa model PBL peserta didik
bekerja dalam kelompok kecil untuk berbagi tanggung jawab belajar.
Lingkungan belajar menjadi bersifat terbuka, aktif, dan bebas mengemukakan
pendapat. PBL dimulai dengan satu masalah, dengan ciri masalah bersifat
kompleks, kebenarannya multidimensi, dan berhubungan dengan dunia nyata
peserta didik (Savery, 2006; Savin-Baden, 2007).
Model PBL menurut Barret Cashman (2010:8) memiliki empat dimensi
yang saling terkait, yaitu:
1) Masalah yang menantang peserta didik disajikan pada awal pembelajaran.
2) Di dalam pembelajaran PBL, peserta didik dimasukkan ke dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4-8 peserta didik perkelompok. Tugas guru dalam
pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
3) Penilaian di dalam PBL bertujuan untuk memperoleh hasil belajar otentik
dari masing-masing peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.
4) PBL didukung oleh filsafat pendidikan tinggi yang berfokus kepada peserta
didik belajar bukan guru mengajar.
PBL adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan masalah
sebagai sebuah titik awal dari proses pembelajaran (Edström & Kolmos, 2014).
Biasanya masalah yang disajikan didasarkan pada masalah dalam kehidupan
nyata yang berfungsi penting sebagai dasar untuk proses pembelajaran, karena
akan menentukan arah proses pembelajaran yang menekankan pada perumusan
pertanyaan daripada jawaban sehingga memungkinkan mendorong motivasi
dan pemahaman peserta didik.
46
Model PBL dikembangkan dan dirancang agar dapat membantu peserta
didik untuk membangun pengetahuan yang luas dan dapat menerapkan
pengetahuan yang didapat dalam memecahkan masalah secara efektif. Hal itu
sesuai dengan yang dinyatakan oleh Tan (2009:9) bahwa model PBL
menampilkan masalah yang realistis dan mungkin saja dihadapi oleh peserta
didik pada masa depan. Sama halnya dengan pembalajarna lain, menurut Tan
(2004:8) PBL memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Masalah disajikan pada awal pembelajaran.
2) Masalah yang disajikan harus merupakan masalah yang dihadapi harus
sesuai dengan masalah yang ada dikehidupan sehari-hari atau jika ingin
menyajikan maslaah dalam simulasi maka masalah otentik yang mungkin
terjadi.
3) Masalah yang disajikan harus meliputi persperktif yang ada. Penggunaan
pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu adalah kunci dari berbagai
kurikulum yang menggunakan PBL. Dengan demikian, PBL mendorong
penggunaan berbagai ilmu pengetahuan sebagai solusi dalam memecahkan
masalah.
4) Masalah yang disajikan harus menantang pengetahuan, sikap dan
kompetensi yang dimiliki peserta didik sehingga mendorong peserta didik
untuk belajar dalam memperoleh hal yang baru.
5) Belajar mandiri adalah kunci dari pembelajaran PBL. Dengan demikian,
menganggap pemecahan masalah merupakan tanggung jawab untuk
akuisisi informasi dan pengetahuan.
47
6) Memanfaatkan berbagai sumber pengetahuan dan penggunaan serta
evaluasi sumber daya informasi adalah proses PBL yang penting.
7) Proses belajar dalam PBL adalah kolaboratif, komunikatif dan kooperatif.
Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dengan tingkat
tinggi, peseta didik berinteraksi dengan teman untuk belajar, mengajarkan
pengetahuan kepada teman, dan presentasi hasil diskusi mereka.
8) Pengembangan penyelidikan dan kemampuan memecahkan masalah adalah
sama penting dengan akuisisi pengetahuan dalam memcari solusi dari
masalah. Dalam PBL guru memfasilitasi dan melatih peserta didik melalui
pertanyaan dan pembinaan kognitif.
9) Penutupan dalam proses pembelajran PBL merupakan sintesis dan integrase
dalam proses belajar.
10) PBL juga diakhir dengan evaluasi dan review pengalaman pembelajaran dan
proses belajar.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa PBL dapat melatih peserta didik
untuk mengembangkan informasi pengetahuan dan penyelidikan peserta didik.
PBL juga melatih peserta didik untuk saling berinteraksi terhadap sesame,
mengajarkan pengetahuan kepada teman, dan dapat menyampaikan di depan
kelas hasil dari diskusi kelompok. Dengan demikian, PBL dapat melatih
kemampuan sosial peserta didik yaitu komunikasi dan hubungan interpersonal
peserta didik. Selain itu, PBL dapat meningkatkan beberapa keterampilan yang
sangat dibutuhkan peserta didik dalam menghadapi masalah yang ada. Adaun
keterampilan tersebut adalah keterampilan berpikir kritis (Herayanti & Habibi,
48
2017; Apriana & Anwar, 2017), keterampilan pemecahan masalah (Sumartini,
2016), keterampilan berpikir kreatif (Hasanah, Dermawan & Nanang, 2019)
dan keterampilan proses sains (Risnani & Subali, 2016).
Selain itu, model ini juga membentuk peserta didik agar menjadi
pembelajar yang mandiri dengan melatih mereka menentukan tujuan belajar,
proses belajar yang dikehendaki, dan mengevaluasinya (Choi, Lindquist, &
Song, 2014). Dengan pengalaman dan pemahaman yang diperoleh, peserta
didik menjadi lebih termotivasi dalam belajar, bekerja lebih keras, serta lebih
mahir dalam mencari informasi yang efektif dan efisiesn (Sulaiman, 2010;
Wenger, 2014). Pembelajaran yang demikian diduga dapat menghasilkan
pembelajaran yang bermakna untuk membiasakan peserta didik menjadi
pembelajar yang sepanjang hayat.
Adapun sintaks model pembelajaran PBL sebagai berikut:
Tabel 5. Sintaks Model PBL Menggunakan E-book Fisika Tahap Perilaku Guru
Persiapan Peserta didik dan guru sudah menyiapkan e-book fisika pada android yang dimiliki.
Tahap 1 Mengorientasikan masalah
- Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam penyelesaian masalah yang dipilihnya.
- Fenomena yang memunculkan masalah terdapat dalam e-book fisika pada menu LDPD (Lembar Diskusi Peserta Didik).
Tahap 2 Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
- Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut membentuk kelompok belajar.
Tahap 3 Membimbing penyelidikan
- Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalah.
- Informasi dapat ditemukan pada e-book fisika dan buku cetak fisika yang dimiliki siswa.
Tahap 4 - Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan/video/model
49
Tahap Perilaku Guru Mengembangkan dan menyajikan hasil
serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5 Mengevaluasi proses
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-preoses yang mereka gunakan.
Adaptasi dari Arends, 2008
5. Keterampilan Berpikir Kritis
Kenneth (2014:378) mendefinisikan berpikir kritis itu berbeda dengan
kecerdasan, karena keterampilan berpikir kritis itu dapat ditingkatkan kepada
semua orang. Lebih lanjut lagi Eggen dan Kauchak (2012: 83) mendeskripsikan
berpikir kritis sebagai kemampuan dan kecenderungan individu untuk membuat
keputusan dan menilainya berdasarkan bukti. Berpikir kritis menurut Ennis
(1996:46) adalah suatu bentuk pemikiran yang rasional, reflektif, dengan
menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercaya atau
dilakukan. Lebih dalam lagi Paul dan Elder (2008) mendeskripsikan berpikir kritis
adalah cara berpikir tentang subjek, konten, atau masalah apa pun, di mana individu
meningkatkan kualitas pemikirannya dengan cara menguasai struktur berpikir dan
memberikan pengetahuan standar terhadap mereka.
Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan yang harus dimiliki dalam
pembelajaran fisika, sehingga peserta didik bisa menjadi seorang problem solver
(De Cock, 2012; Masek & Yamin, 2011). Keterampilan berpikir kritis sangat
penting untuk berpartisipasi secara efektif didalam masyarakat demokrasi yang
menuntut adanya keterampilan berpikir (Kalelioğlu & Gülbahar, 2014).
Pengembangan keterampilan berpikir secara umum merupakan aspek yang harus
50
dimiliki oleh lulusan pendidikan perguruan tinggi (Douglas, 2012), sehingga
keterampilan berpikir kritis harus dilatih sejak dini.
Menurut Albergaria (2011) kritis atau mengkritisi adalah suatu kompetensi
yang bersifat umum yang harus dikembangkan oleh peserta didik. Pernyataan ini
diperkuat dengan pernyataan kemdikbud (2013) bahwa hal yang harus dimiliki oleh
siswa dalam dunia pendidikan saat ini adalah keterampilan berpikir secara kritis.
Salah satu upaya untuk membantu siswa berpikir kritis adalah dengan memasukkan
kebudayaan lokal dalam pembelajaran. Kebudayaan lokal yang digunakan dalam
pembelajaran sebagai sumber belajar, sumber belajar berupa kebudayaan lokal akan
mengasah keterampilan mereka dalam berpikir kritis. Hal ini dikarenakan
kebudayaan lokal merupakan hal yang dapat mereka lihat dan saksiskan dalam
kehidupan sehari-hari.
Berpikir kritis merupakan proses dari berburu asumsi, menemukan asumsi
apa yang kita dapatkan, dan mengecek seberapa besar asumsi itu berperan
(Brookfield, 2013). Secara konseptual keterampilan berpikir kritis dapat
meningkatkan motivasi dan juga hasil belajar siswa. Keterampilan berpikir kritis
memiliki banyak karakter yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
Menurut Tilaar (1998: 99-100) ada empat pertimbangan mengapa berpikir kritis
perlu dikembangkan, yaitu; a) mengembangkan berpikir kritis dalam dunia
pendidikan menjadikan peserta didik sebagai respect of person; b) berpikir kritis
merupakan tujuan yang ideal dalam pendidikan karena mempersiapkan
kedewasaaannya; c) keterampilan yang diharapkan dalam pemberian pelajaran
eksakta; d) snagat dibutuhkan dalam kehidupan demokratis.
51
Keterampilan berpikir kritis memiliki beberapa indikator. Siswa yang
memiliki keterampilan berpikir kritis mampu bernalar secara efektif, menggunakan
sistem pemikiran, dan membuat penilaian dimana tahapan ini adanya analisis yang
efektif, evaluasi, refleksi terhadap informasi dan mensintesis (Fadel, 2009:52).
Tabel 6 menjelaskan indikator dari beberapa ahli dan sintesis dari indikator
tersebut.
Tabel 6. Indikator Berpikir Kritis Chance (1986) Ennis (1993) Facione (2015) Rhodes (2010) Sintesis
Menganalisis fakta
Mengungkap fakta yang ada
Interpretasi: clarifying meaning through categorization and translation
Explanation of issues
Menganalisis fakta
Mencetuskan dan menata gagasan
Merumuskan pokok-pokok permasalahan
Analysis: identifying and examining ideas and argument
Student’s position (perspective, hypothesis)
Merumuskan pokok permasalahan
Mempertahankan pendapat
Memilih argument yang logis
Evaluation: assessing argumen
Selecting and using information to investigate a point of view or conclusion
Mempertahankan, memilih, klarifikasi serta mengevaluasi argumen yang logis
Menarik kesimpulan
Menarik kesimpulan
Inference: darwing conclusions
Conclusion and related outcomes
Membuat kesimpulan
Membuat perbandingan
Explanation: justifying results, argument or procedure
Influence of context and assumptions
Mengevaluasi argument
Self regulation: self assessment and reflection
Memecahkan masalah
52
Dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah suatu kemampuan kognitif
yang dibutuhkan untuk memahami teori secara utuh dan menelaah isu-isu yang
sedang berkembang sehingga bertujuan untuk mendukung perkembangan karakter
intelektual pada pemikiran yang bijak, individu dapat mengidentifikasi elemen
yang ada pada masalah yang dihadapi. Indikator pada keterampilan berpikir kritis
ini adalah menganalisis fakta, merumuskan pokok permasalahan, mempertahankan,
memilih, klarifikasi serta mengevaluasi argument yang logis serta membuat
kesimpulan.
6. Aspek Kooperatif
Mehta dan Kulsrestha (2014) menyatakan bahwa kooperatif merupakan
struktur interaksi yang memfasilitasi orang-orang untuk saling bekerja sama
mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan. Kooperatif merupakan praktik
pembelajaran dengan melibatkan peserta didik bekerja bersama di dalam kelompok
kecil untuk menyelesaikan tujuan bersama (Gillies, 2016). Suprijono (2013)
mendefnisikan bahwa kooperatif sebagai falsafah mengenai tanggung jawab
pribadi dan sikap menghormati sesama. Setiap peserta didik menjalankan perannya
masing-masing dan saling melengkapi. Kooperatif dapat meningkatkan interaksi
antara guru dan peserta didik sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar peserta
didik (Creighton & Szymkowiak, 2014). Selain itu, kooperatif merupakan
kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam menghadapi
tantangan abad 21.
Kooperatif di dalam kelas dapat ditumbuhkan dengan melaksanakan
pembelajaran yang dapat menstimulus kooperatif tersebut. Pembelajaran untuk
53
meningkatkan aspek kooperatif memiliki beberapa kegiatan yang harus dilakukan
guru, agar peserta didik dapat merasa nyaman dan tujuan peningkatan aspek
kooperatif dapat tercapai. Paolini (2015) menjelaskan bahwa guru harus
merangsang peserta didik melalui diskusi, pengalaman dan kegiatan berorientasi
pada tindakan, dan kerja kelompok. Pembelajaran aktif terjadi ketika guru
menghubungkan materi yang relevan dengan kehidupan nyata peserta didik. Topik
yang relevan dengan kehidupan peserta didik membuat peserta didik dapat ikut
serta dalam diskusi sesuai pengetahuan awal peserta didik.
Baines, Blatchfort, dan Kutnick (2008: 62) menyatakan prinsip dari aspek
kooperatif yaitu kerja kelompok yang efektif didasarkan pada hubungan yang baik
dan saling mendukung antara peserta didik dan guru, kelas harus diubah menjadi
tempat yang dapat untuk mendukung bekerja kelompok dengan mengatur perabotan
yang ada di dalam kelas, serta pembagian kelompok yang ideal dan heterogen.
Penerapan prinsip aspek kooperatif untuk mencapai tujuan dan meminimalisir
permasalahan yang ada. Tabel 7 menjelaskan indikator dari beberapa ahli dan
sintesis dari indikator tersebut.
Tabel 7. Indikator Aspek Kooperatif dari Beberapa Ahli Lundgren
(1994) Slavin (1996) Johnson dan Johnson (2008) Isjoni (2010) Sintesis
Memberlakukan kesepakatan bersama
Individual accuntability
Positive interdependence
Menerapkan kesepakatan
Positive interdependence
Berkontribusi Structuring group interactions
Individual accountability and Personal responsibility
Berbagai jenis kontribusi dihargai
Personal responsibility
Mengambil peran dan berbagi tugas
Promotive interaction
Membagi tugas dam menerima adanya perbedaan
Promotive interaction
54
Lundgren (1994) Slavin (1996) Johnson dan
Johnson (2008) Isjoni (2010) Sintesis
Fokus pada kelompok Appropriate use
of social skills
Tidak meninggalkan kelompok
Appropriate use of social skills
Mengerjakan tugas Group
processing Menyelesaikan tugas dengan baik
Group processing
Aktif berpartisipasi
Mengajak peserta didik untuk berkontribusi
Memancing anggota lain untuk berbicara,
Tepat waktu dalam mengumpulkan tugas
Menyelesaikan tugas tepat pada waktunya
Mengahrgai adanya perbedaan
Saling menghormati antar perbedaan individu, dan
Bertanggung jawab
Pada penelitian ini akan mengukur aspek kooperatif berdasarkan teori yang
dikemukaan oleh Johnson dan Johnson (2008). Berikut adalah pengertian pada
masing-masing elemen-elemen dasar aspek kooperatif:
1) Positive Interdependence
Setiap anggota kelompok saling ketergantungan positif dalam kelompoknya.
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan diri sendiri dan
keberhasilan anggota lain dalam satu kelompok. Masing-masing anggota kelompok
bertanggung jawab mempelajari materi yang ditugaskan dan memastikan semua
anggota kelompok mempelajari materi yang ditugaskan. Tanggung jawab ganda ini
disebut dengan istilah saling ketergantungan positif. Anggota kelompok dapat
saling mendorong dan berpartisipasi saling membantu untuk tujuan keberhasilan
55
bersama. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar
dengan saling ketergantungan antar anggota kelompok (Tran, 2013)
2) Personal Responsibility
Pencapaian kelompok merupakan tanggung jawab bersama, setiap anggota
kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompok.
Pertanggungjawaban individu dipertimbangkan sejauh mana pencapaian kelompok
bergantung pada pembelajaran individu semua anggota kelompok. (Tran, 2013)
3) Promotive Interaction
Interaksi promosi dapat didefinisikan sebagai upaya individu yang bersedia
untuk mendorong, memfasilitasi, dan menghasilkan sesuatu sehingga tujuan
kelompok tersebut dapat dicapai. Pada sebuah kelompok, setiap anggotanya
diharapkan saling berinteraksi. Interaksinya adalah upaya individu dalam
mempengaruhi antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama, bertindak
dengan cara yang dapat dipercaya oleh semua anggota kelompok, dan selalu
mempunyai motivasi tinggi dalam mengerjakan sesuatu (Johnson & Johnson,
2008).
4) Appropriate use of social skills
Penggunaan keterampilan bersosialisasi sangat dibutuhkan pada kegiatan
pembelajaran yang dibagi pada kelompok-kelompok kecil. Anggota kelompok
sebagai makhluk sosial harus saling menghormati dan saling membantu. Pada saat
diskusi kelompok berlangsung, anggota kelompok bergantian untuk saling
mendengarkan penuh perhatian, bernegosiasi, dan berdiskusi tanpa meninggalkan
rasa saling menghormati dan menghargai (Tran, 2013)
56
5) Group processing
Pengolahan kelompok dapat membantu memperbaiki kinerja dan efektivitas
anggota kelompok. Pengelolaan kelompok dapat berupa pembagian tugas untuk
setiap anggota kelompok. Pembagian tugas tersebut berfungsi agar setiap anggota
kelompok berkontribusi terhadap usaha bersama untuk mencapai tujuan kelompok
(Tran, 2013).
Ada dua jenis saling ketergantungan sosial (Johnson dan Johnson, 2009) yaitu
ketergantungan sosial positif dan ketergantungan sosial negatif. Ketergantungan
sosial positif yaitu ketika tindakan individu saling membantu mencapai tujuan
bersama dan ketergantungan sosial negatif yaitu ketika tindakan individu
menghalangi pencapaian tujuan masing-masing. Morgan (2012) menyatakan
bahwa hubungan positif dianggap berhasil jika terjalin kerjasama antar individu
untuk mencapai tujuan bersama. Pada pembelajaran yang menitikberatkan aspek
kooperatif diharapkan peserta dapat menerapkan ketergantungan sosial yang positif
dan menjauhi ketergantungan sosial yang negatif, agar keberhasilan kelompok
dapat diraih bersama.
Aspek-aspek tersebut disusun indikator yang akan dikembangkan pada
instrumen penilaian aspek kooperatif yang dijelaskan pada Tabel 8.
Tabel 8. Konstruksi Aspek Kooperatif Aspek Indikator
Positive Interdependence
- Menunjukkan sikap-sikap yang menggambarkan saling ketergantungan
- Saling membantu menjelaskan jika ada yang tidak paham, saling jujur, dan saling membagi informasi yang diperoleh.
- Peran masing-masing dalam suatu kelompok, antar anggota kelompok tersebut terutama dalam menyelesaikan tugas kelompok.
57
Aspek Indikator Personal Responsibility
- Bertanggung jawab atas tugas individu dan tugas kelompoknya
- Bertanggung jawab untuk saling bekerja sama tidak membiarkan anggota kelompok menyelesaikan tugas kelompok sendiri.
- Memberikan pendapat, saran, kritikan dalam diskusi Promotive Interaction
- Aktif bertanya, memberikan saran, dan memberikan kritik - Menjalin relasi antar anggota kelompok, antar anggota
kelompok, dan pendidik Appropriate use of social skills
- Peserta didik perhatiannya fokus pada kelompok - Mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan
umum - Mencari penyelesaian jika ada perbedaan pendapat - Dapat menerima dengan baik hasil kesepakatan. - Menyampaikan protes dengan baik-baik
Group processing
- Memanfaatkan waktu dengan baik, tidak banyak mengobrol topik di luar diskusi, dan selesai tepat waktu dalam mengerjakan tugas.
- Mendapatkan tugas masing-masing - Menyelesaikan tugas masing-masing
(Panlumlers & Wannapiroon, 2015: 2185)
Keberhasilan dari aspek kooperatif adalah terciptanya pembelajaran yang
efektif melalui interaksi antar peserta didik atau dengan lingkungannya (Tsay,
2010). Ahmad & Mahmood (2010) menyatakan bahwa pembelajaran dengan
menerapkan aspek kooperatif memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
saling berinteraksi dengan teman sekelas. Interaksi semacam itu berkembang dan
peserta didik akan merasakan kepedulian terhadap orang lain dan kerjasama.
Keuntungan pembelajaran yang menerapkan aspek kooperatif menurut
Jolliffe (2007:6) adalah prestasi, hubungan interpersonal, kesehatan psikologis, dan
ketrampilan sosial. Pendapat yang sejalan di sampaikan oleh Glasgow, Cheyne &
Yerrick (2010: 81) bahwa peserta didik yang terlibat dalam kelompok menunjukkan
prestasi akademis dan produktivitas yang lebih besar daripada peserta didik yang
bekerja sendiri. Hal tersebut dipertegas dengan sesuatu yang didapat dalam
58
pembelajaran yang menerapkan aspek kooperatif (Arends dan Kilcher, 2010: 306)
adalah mendapatkan informasi baru, mengembangkan ketrampilan sosial, dan
mengembangkan keterampilan kerja tim. Penelitian tentang pembelajaran
kooperatif menunjukkan bahwa pembelajaran dengan membagi kelompok kecil
yang heterogen dan bekerja. Bersama lebih santai, bersahabat, dan menerapkan
kooperatiftelah terbukti meningkatkan pemahaman dan menerima perbedaan antar
anggota, menambah kepercayaan diri, dan berkontribusi positif untuk kehidupan
nyata (Petty, 2014: 144). Pembelajaran dengan menerapkan aspek kooperatif di
dalamnya memiliki banyak keuntungan. Keuntungan tersebut tidak hanya
bermanfaat dalam pembelajaran, namun bermanfaat untuk kehidupan nyata.
Pembelajaran yang peserta didiknya belajar dan bekerja dalam sebuah
kelompok menekankan kemampuan kooperatif peserta didik untuk menyelesaikan
sebuah permasalahan atau untuk mencapai sebuah tujuan bersama. Guru bertindak
sebagai fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok
kearah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Peserta didik dituntut aktif dan
saling membatu satu sama lainnya dalam pembelajaran tersebut.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain:
1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari & Mundilarto (2016) yang
berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Aktif Tipe
Learning Tournament Berbasis Local Wisdom” menunjukkan bahwa
penggunaan perangkat pembelajaran fisika berbasis local wisdom yang
diintegrasikan dengan model physics active learning tournament mampu
59
meningkatkan pemahaman konsep dan nilai-nilai karakter peserta didik
SMA. Hal ini ditunjukkan dari hasil nilai gain yang diperoleh pada kelas
eksperimen yang menggunakan perangkat pembelajaran fisika berbasis
local wisdom termasuk dalam kategori tinggi untuk pemahaman konsep dan
kategori sedang untuk nilai karakter, sedangkan pada kelas kontrol termasuk
dalam kategori sedang untuk pemahaman konsep dan kategori rendah untuk
nilai karakter.
2. Penelitian Cahyanti & Akhlis (2015) dengan judul “Pengembangan E-Book
Sebagai Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Materi
Mesin Atwood Untuk Siswa SMA N 1 Kradenan” menghasilkan bahwa
penggunaan e-book dalam pembelajaran inkuiri terbimbing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil
ketuntasan sebesar 81,82% siswa dan nilai rata-rata 75,30.
3. Penelitian yang dilakukan Anggraeni (2018) berjudul “Pengembangan
Instrumen Penilaian Keterampilan Kooperatif dan Hasil Belajar Kognitif
Peserta Didik SMA Pada Model Outdoor Learning Melalui Simulasi
Berbasis Local Wisdom” menyimpulkan penilaian keterampilan kooperatif
sebanyak 9 peserta didik pada kategori sangat baik, 62 peserta didik pada
kategori baik, 18 peserta didik pada kategori cukup, 4 peserta didik pada
kategori kurang dan 1 peserta didik pada kategori sangat kurang. Hal ini
menunjukkn bahwa 75,53% peserta didik pada kategori baik untuk
keterampilan kooperatif dengan menerapkan outdoor learning berbasis
local wisdom.
60
4. Penelitian yang dilakukan Rosida. dkk (2017) tentang “Efektivitas
penggunaan bahan ajar e-book interaktif dalam menumbuhkan
keterampilan berpikir kritis siswa” menghasilkan nilai gain untuk masing-
masing indikator berpikir kritis sebesar 0,35 (membuat pertanyaan), 0,38
(memberikan informasi), 0,42 (membuat dan mempertimbangkan induksi),
0,33 (mengidentifikasi induksi), dan 0,31 (memutuskan tindakan). Hal ini
menunjukkan terjadi proses tumbuhnya keterampilan berpikir kritis.
Selanjutnya, respon siswa terhadap e-book sebesar 88% menyatakan
menarik dan 82% menyatakan bermanfaat.
5. Penelitian Yogatama (2016) berjudul “Pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar aspek kognitif dan aspek
kooperatif peserta didik kelas X SMA Negeri 7 Yogyakarta. Penelitian ini
menyebutkan hasil bahwa aspek kooperatif dan hasil belajar kognitif peserta
didik lebih besar ketika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
6. Peneltian mengenai kearifan lokal juga dilakukan oleh Astuti (2016) dengan
judul pengembangan perangkat pembelajaran fisika aktif Tipe Information
Search Berbasis Kearifan Lokal DIY untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan nilai karakter siswa SMA. Penelitian ini menujukkan
hasil bahwa perangkat yang dikembangkan dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Perangkat yang
dikembangkan dapat digunakan untuk meningkatkan nilai karakter siswa.
7. Penelitian Herayanti & Habibi (2017) berjudul Model Pembelajaran
Berbasis Masalah Berbantuan Simulasi Komputer untuk Meningkatkan
61
Keterampilan Berpikir Kritis Calon Guru Fisika menghasilkan peningkatan
keterampilan berpikir kritis untuk setiap indikatornya. Hal ini dibuktikan
dengan peningkatan skor sebesar 40% pada kelas eksperimen sedangkan
pada kelas control peningkatan tertinggi sebesar 28%.
C. Kerangka Berpikir
E-book fisika berbasis local wisdom merupakan media pembelajaran yang
dibuat secara sistematis dalam bentuk multimedia dengan mengintegrasikan materi
fisika pada local wisdom permainan manatahan dan nekeran. Materi fisika yang
dikembangkan pada e-book fisika berkaitan dengan Hukum Newton tentang gerak
pada local wisdom. Produk e-book fisika berbasis local wisdom ini dikembangkan
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta didik.
Local wisdom dalam penelitian ini terkait dengan permainan tradisional
Jawa Tengah khususnya Klaten yaitu manatahan dan nekeran. Pemanfaatan local
wisdom dalam pembelajaran yaitu memberikan penjelasan penerapan fisika yang
lebih kontektsual, dengan demikian peserta didik dapat dengan mudah memahami
konsep fisika yang dipelajari.
Pada saat bermain permainan tradisional ada berbagai permasalahan yang
bisa dikaji dan dijelaskan. Pada saat bermain manatahan, diatur sedemikian rupa
agar bola mengenai susunan batu genteng. Begitu juga saat bermain nekeran,
dengan massa gacuk yang sama, bagaimana caranya agar gacuk tepat mengenai
neker sasaran. Peserta didik dapat menjelaskan permasalahan tersebut agar menjadi
pemenang pada setiap permainan. Modifikasi permasalahan pada permainan
manatahan dan nekeran ini diterapkan pada e-book fisika berbasis local wisdom
62
pada lembar diskusi peserta didik dengan sintaks pembelajaran model PBL. Hal
inilah yang menjadi peran khusus local wisdom untuk meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa dan aspek kooperatif peserta didik.
Pada fase mengorientasikan masalah, peserta didik diberikan permasalahan
yang mengacu pada permainan tradisional yang disesuaikan dengan materi yang
akan dipelajari. Pada fase ini diharapkan kemampuan menganalisis data dan
merumuskan permasalahan dapat tumbuh dan interaksi antar peserta didik berupa
rasa tanggung jawab dengan berdiskusi untuk merumuskan bersama pokok
permasalahan yang diberikan. Fase kedua dari sintaks PBL yaitu
mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Pada fase ini diharapkan
kemampuan memilih, mengklarifikasi dan mengevaluasi argumen dapat terlatih
serta aspek kooperatif berupa saling membantu antar anggota kelompok,
menyampaikan ide dan protes dengan cara yang baik juga menyelesaikan tugas
masing-masing agar selesai tepat waktu.
Pada fase ketiga, yaitu membimbing penyelidikan, guru membimbing
peserta didik untuk melakukan penyelidikan untuk menjawab permasalahan yang
diberikan sebelumnya. Pada fase ini dapat melatih kemampuan merumuskan pokok
permasalahan dan memilih/mengklarifikasi/mengevaluasi argumen dengan logis.
Aspek kooperatif yang dapat berkembang pada fase ini diantaranya ketergantungan
yang positif dan interaksi antar anggota kelompok, dan social skills. Terakhir, pada
fase menyajikan hasil dan mengevaluasi proses, kemampuan memilih/
mengklarifikasi/mengevaluasi argumen dengan logis serta kemampuan
menyimpulkan dapat meningkat. Sedangkan aspek kooperatif yang muncul pada
63
aspek ini hampir semua aspek. Sehingga, dapat dikatakan bahwa penggunaan e-
book fisika pada pembelajaran PBL dapat melatih dan meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta didik.
Pada proses pembelajaran, peserta didik dikelompokkan menjadi kelompok
kecil untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Observer akan menilai
aspek kooperatif peserta didik sesuai dengan indikator yang telah disusun.
Pembelajaran model PBL secara kelompok ini berguna untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta didik.
Diharapkan dengan adanya e-book fiska berbasis local wisdom, peserta
didik dapat melakukan pembelajaran secara mandiri (guru hanya sebagai
fasilitator). Selain itu dapat memfasilitasi semua indikator keterampilan berpikir
kritis dan aspek kooperatif sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis dan aspek kooperatif tersebut. E-book fiska berbasis local wisdom harus
memenuhi aspek kelayakan sebelum digunakan peserta didik. Hal ini penting agar
e-book fiska berbasis local wisdom benar-benar dapat meningkatkan meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif. Secara singkat, kerangka berpikir
dapat dijelaskan dalam Gambar 18.
64
Gambar 18. Alur Kerangka Berpikir
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, dapat dijabarkan
dalam beberapa pertanyaan penelitian. Penjabaran meliputi beberap hal sebagai
berikut.
1. a. Seberapa besar tingkat kelayakan e-book fisika berbasis local wisdom
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan aspek sikap kooperatif
peserta didik berdasarkan penilaian para ahli?
b. Seberapa besar tingkat kelayakan e-book fisika berbasis local wisdom untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta
didik berdasarkan respon siswa?
E-book Fisika berbasis local wisdom
Keunggulan: 1. Menarik minat peserta
didik 2. Praktis penggunaannya 3. Memudahkan peserta
didik memvisualisasikan konsep fisika yang abstrak sehingga kontekstual
4. Melatih keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif
Konten: 1. Perangkat pembelajaran
(untuk guru) 2. Local Wisdom manatahan
dan nekeran 3. Materi fisika 4. LDPD 5. Kuis 6. Penyajian secara
multimedia (audio-visual)
E-book fisika digunakan dalam
pembelajaran model PBL
Langkah-langkah model PBL x Mengorientasikan
masalah x Mengorganisasikan
peserta didik untuk belajar
x Membimbing penyelidikan
x Mengembangkan dan menyajikan hasil
x Mengevaluasi proses
Keterampilan Berpikir Kritis: 1. Menganalisis fakta 2. Merumuskan pokok
permasalahan 3. Mempertahankan,
memilih, klarifikasi serta mengevaluasi argumen yang logis
4. Menyimpulkan
Aspek Kooperatif: 1. Positive
Interdependence 2. Personal
Responsibility 3. Promotive
Interaction 4. Appropriate use of
social skills 5. Group processing
Memuat
Meningkatkan Meningkatkan
65
2. a. Apakah terdapat perbedaan skor pretest-posttest keterampilan berpikir
kritis dan aspek kooperatif pada setiap kelompok?
b. Apakah terdapat peningkatan keterampilan berpikir kritis dan aspek
kooperatif peserta didik setelah menggunakan e-book fisika berbasis local
wisdom pada setiap kelompok?
c. Seberapa besar tingkat efektivitas penerapan e-book fisika berbasis local
wisdom terhadap keterampilan berpikir kritis dan aspek kooperatif peserta
didik berdasarkan nilai Partial Eta Square?