BAB 2 - 08304241003.pdf - Lumbung Pustaka UNY

32
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN KEPENDIDIKAN 1. Hakekat Pembelajaran Biologi Pembelajaran menurut Sugihartono (2007 : 80) merupakan usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Sementara Hilman Faruq (2010 : 10) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar (Sugihartono, 2007 : 80). Lingkungan dalam hal ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Proses pembelajaran (proses belajar mengajar) biologi sebagai suatu sistem, pada prinsipnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponen- komponen : raw input (siswa), instrumental input (masukan instrumental), environment (lingkungan), dan output (hasil keluaran). Keempat komponen tersebut mewujudkan sistem pembelajaran biologi dengan prosesnya berada di pusatnya. Pada hakikatnya biologi didefinisikan terdiri dari tiga komponen, yaitu produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Produk ilmiah meliputi konsep- konsep biologi, fakta, teori, dan hukum-hukum yang terkandung di dalam ilmu biologi. Proses ilmiah adalah keterampilan yang harus dimiliki siswa sehingga dapat secara mandiri menemukan produk biologi. Keterampilan tersebut terdiri

Transcript of BAB 2 - 08304241003.pdf - Lumbung Pustaka UNY

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KAJIAN KEPENDIDIKAN

1. Hakekat Pembelajaran Biologi

Pembelajaran menurut Sugihartono (2007 : 80) merupakan usaha untuk

menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.

Sementara Hilman Faruq (2010 : 10) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah

suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,

fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai

tujuan pembelajaran.

Pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur

lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga

terjadi proses belajar (Sugihartono, 2007 : 80). Lingkungan dalam hal ini tidak

hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan,

laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.

Proses pembelajaran (proses belajar mengajar) biologi sebagai suatu sistem,

pada prinsipnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponen-

komponen : raw input (siswa), instrumental input (masukan instrumental),

environment (lingkungan), dan output (hasil keluaran). Keempat komponen

tersebut mewujudkan sistem pembelajaran biologi dengan prosesnya berada di

pusatnya.

Pada hakikatnya biologi didefinisikan terdiri dari tiga komponen, yaitu

produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Produk ilmiah meliputi konsep-

konsep biologi, fakta, teori, dan hukum-hukum yang terkandung di dalam ilmu

biologi. Proses ilmiah adalah keterampilan yang harus dimiliki siswa sehingga

dapat secara mandiri menemukan produk biologi. Keterampilan tersebut terdiri

9

dari dua yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu .

Sedangkan sikap ilmiah meliputi jujur, teliti, serta objektif (Hilman Faruq, 2010 :

4). Tujuan pembelajaran biologi adalah mengembangkan cara berpikir ilmiah

melalui penelitian dan percobaan, mengembangkan pengetahuan praktis dari

metode biologi untuk dapat memecahkan masalah-masalah kehidupan individu,

sosial serta merangsang studi lebih lanjut di bidang biologi dan bidang lain yang

berhubungan dengan biologi serta membangkitkan pengertian dan rasa kasih

sayang kepada makhluk hidup (Hilman Faruq, 2010 : 4-5).

Komponen masukan instrumental yang berupa kurikulum, guru, sumber

belajar, LKS, metode, sarana dan prasarana pembelajaran nampaknya sangat

berpengaruh terhadap proses pembelajaran biologi. Dalam teori modern, proses

pembelajaran tidak tergantung sekali pada keberadaan guru (pendidik) sebagai

pengelola proses pembelajaran. Hal ini didasarkan bahwa proses belajar pada

hakekatnya merupakan interaksi antara siswa dengan objek yang dipelajari.

Berdasarkan hal ini, maka peranan sumber belajar dan LKS tidak dapat

dikesampingkan dalam proses pembelajaran biologi. Khususnya pada peranan

sumber belajar biologi sebagai salah satu subkomponen masukan instrumental

dapat tersedia di sekolah dan di luar sekolah. Peranan sumber belajar yang

penggunaannya secara terencana dan terprogram sebagai bahan ajar, harus

dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Sumber belajar yang sudah dikemas menjadi

bahan ajar akan memudahkan interaksi siswa dengan objek belajar. Dengan

demikian, pencapaian tujuan pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh kemasan

sumber belajarnya yang sudah direncanakan dan diprogram.

10

2. Sumber Belajar

a. Pengertian sumber belajar

Salah satu dari banyak komponen dalam sistem pengajaran adalah

sumber belajar. Dalam pengertian yang sederhana, sumber belajar (learning

resources) adalah guru atau bahan pelajaran/bahan pengajaran baik buku-buku

bacaan atau semacamnya. Dalam desain pengajaran yang disusun guru

terdapat salah satu komponen pengajaran yang dirancang berupa sumber

belajar/pengajaran umumnya diisi dengan buku-buku rujukan. namun,

sebenarnya pengertian sumber belajar sesungguhnya tidak sesempit itu.

Bahwa segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan/aktivitas

pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, di luar diri siswa

(lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung

disebut sebagai sumber belajar (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991 : 152).

Lebih lanjut, Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi (1991 : 152), berpendapat

bahwa segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (siswa) dan yang

memungkinkan/memudahkan terjadinya proses belajar disebut sebagai sumber

belajar. Sumber belajar tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna

kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun secara

tidak langsung, sebagian atau secara keseluruhan (Nana Sudjana dan Ahmad

Rivai, 2007 : 76). Suhardi (2010 : 2) berpendapat bahwa sumber belajar

biologi adalah segala sesuatu baik benda maupun gejalanya yang dapat

dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan

masalah biologi tertentu.

11

b. Komponen sumber belajar

Komponen-komponen sumber belajar menurut Nana Sudjana dan

Ahmad Rivai (2007 : 82-83) yaitu :

1) Tujuan, misi, atau fungsi sumber belajar.

Setiap sumber belajar selalu mempunyai tujuan atau misi yang akan

dicapai. Tujuan setiap sumber belajar itu selalu ada baik secara eksplisist

maupun implisit. Tujuan sangat dipengaruhi oleh sifat dan bentuk-bentuk

sumber belajar itu sendiri.

2) Bentuk, format, atau keadaan fisik sumber belajar.

Wujud sumber belajar secara fisik satu dengan yang lain berbeda-beda.

Misalnya bila mempelajari dokumentasi tentu berbeda dengan

mengadakan wawancara kepada seseorang. Jadi, keadaan fisik sumber

belajar itu merupakan komponen penting. Penggunaan atau

pemanfaatannya dengan memperhitungkan segi waktu, pembiayaan, dan

sebagainya.

3) Pesan yang dibawa oleh sumber belajar.

Setiap sumber belajar selalu membawa pesan yang dapat dimanfaatkan

atau dipelajari oleh pemakainya. Komponen pesan merupakan informasi

yang sangat penting. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain yaitu isi

pesan harus sederhana, cukup jelas,lengkap,dan mudah disimak maknanya.

4) Tingkat kesulitan atau kompleksitas pemakaian sumber belajar.

Tingkat kompleksitas penggunaan sumber belajar berkaitan dengan

keadaan fisik dan pesan sumber belajar. Sejauh mana kompleksitasnya

perlu diketahui untuk menentukan apakah sumber belajar itu masih dapat

digunakan mengingat waktu dan biaya yang terbatas. Misalnya bila suatu

12

mata pelajaran sudah memadai disajikan dalam bentuk LKS, gambar-

gambar foto, atau dengan diktat tertentu, maka tidak perlu diputar film

yang isi pesannya relatif sama.

c. Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar

Pada prinsipnya sumber belajar dibedakan atas dua macam yaitu sumber

belajar yang siap digunakan dalam proses pembelajaran tanpa ada

penyederhanaan atau modifikasi (by utilization) serta sumber belajar yang

disederhanakan dan atau dimodifikasi (dikembangkan/by design). Sumber

belajar yang siap digunakan tanpa ada penyederhanaan dan modifikasi (by

utilization) misalnya pantai. Di pantai akan banyak ditemukan fenomena yang

dapat diangkat menjadi persoalan untuk dicari penyelesaiannya. Bila akan

digunakan hasilnya untuk kepentingan sumber belajar di sekolah dimana para

siswa tidak mengamati langsung pantai tersebut maka perlu adanya

penyerderhanaan atau modifikasi hasil penelitian tersebut. Artinya hasil

penelitian ini dikembangkan sebagai sumber belajar yang dimodifikasi dalam

bentuk bahan ajar . Suatu hasil penelitian jika akan diangkat sebagai sumber

belajar di SMA harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1) Identifikasi proses dan produk hasil penelitian.

Hasil penelitian biologi harus dikaji berdasarkan kurikulum pendidikan

biologi yang berlaku. Dari kajian ini dapat dilihat kejelasan potensi

ketersediaan objek dan permasalahan yang diangkat, kesesuaian dengan

tujuan pembelajaran, sasaran materi dan peruntukannya, informasi yang

akan diungkap, pedoman eksplorasi dan perolehan yang akan dicapai.

Apabila dari segi persyaratan telah dipenuhi, maka dilakukan pengkajian

proses dan produk hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan

13

biologi di SMA. Dari segi proses dapat dijabarkan langkah-langkah kerja

ilmiah sebagai berikut :

a) Identifikasi dan perumusan masalah

b) Perumusan tujuan penelitian

c) Perumusan hipotesis

d) Penyusunan prosedur penelitian

e) Pelaksanaan kegiatan

f) Pengumpulan dan analisis data

g) Pembahasan hasil penelitian

h) Penarikan simpulan

Selanjutnya dari segi produk penelitian, fakta hasil penelitian

digeneralisasikan menjadi konsep.

2) Seleksi dan modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber

belajar di SMA.

a) Prosedur kerja penelitian harus disesuaikan dengan kegiatan

pembelajaran khususnya kegiatan belajar yang dilakukan siswa

misalnya penyediaan objek dan pelaksanaan penelitian apakah di

laksanakan di laboratorium sekolah atau di lapangan.

b) Produk penelitian yang berupa fakta, konsep, dan prinsip disesuaikan

dengan konsep atau sub konsep GBPP Kurikulum Biologi yang sedang

berlaku di SMA.

3) Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar ke dalam organisasi

instruksional.

14

3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

a. Pengertian Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas

siswa dalam kegiatan pembelajaran biologi adalah penggunaan Lembar

Kegiatan Siswa (LKS) biologi. Ida Septi Ekosari (2009 : 2), mengungkapkan

bahwa LKS adalah lembar kerja yang berisikan informasi dari guru kepada

siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktivitas belajar, melalui praktek

atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Sementara Abdul Majid (2008 : 176) berpendapat bahwa LKS adalah

lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik.

Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk

menyelesaikan suatu tugas. Langkah-langkah yang diperintahkan dalam

lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapai. Tugas yang

ada sifatnya dapat teoritis misalnya tugas membaca artikel tertentu maupun

tugas yang bersifat praktek misalnya kerja lapangan atau di laboratorium.

b. Fungsi LKS

Menurut Endang Widjajanti (2008 : 1-2), LKS mempunyai beberapa

fungsi yaitu :

1) Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau

memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar

mengajar.

2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat

waktu penyajian suatu topik.

3) Dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas.

4) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar.

15

5) Dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi,

sistematis, dan mudah dipahami oleh siswa sehingga mudah menarik

perhatian siswa.

6) Dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan

motivasi belajar dan rasa ingin tahu.

7) Dapat mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau

klasikal karena siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan

belajarnya.

8) Dapat digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu seefektif

mungkin.

9) Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

c. Syarat-syarat penyusunan LKS

Keberadaan LKS memberi pengaruh yang cukup besar dalam proses

belajar mengajar, sehingga penyusunan LKS harus memenuhi berbagai

persyaratan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik (Hendro

Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis , 1992 : 41 ) :

1) Syarat-syarat didaktik

Syarat ini mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal

dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai.

LKS lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang

terpenting dalam LKS ada variasi stimulus dalam kegiatan siswa. LKS

diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi

sosial, emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami

siswa ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa. LKS yang

16

berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik yang dapat dijabarkan

sebagai berikut :

a) Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran.

b) Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep.

c) Memiliki variasi stimulus dalam kegiatan siswa sesuai dengan ciri

KTSP.

d) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional,

moral, dan estetika pada diri siswa

e) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi.

2) Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan

kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS. Syarat-

syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan

bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan,

yang pada hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh

pihak pengguna, yaitu peserta didik. Syarat-syarat konstruksi tersebut

yaitu :

a) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.

b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.

Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kalimat menjadi jelas

maksudnya, yaitu :

(1) Hindarkan kalimat kompleks.

(2) Hindarkan “kata-kata tak jelas” misalnya “mungkin”, “kira-kira”.

(3) Hindarkan kalimat negatif, apalagi kalimat negatif ganda.

(4) Menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat negatif.

17

c) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat

kemampuan anak. Apalagi konsep yang hendak dituju merupakan

sesuatu yang kompleks, dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang

lebih sederhana dulu.

d) Menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka. Pertanyaan dianjurkan

merupakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan

informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang

tak terbatas.

e) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan

keterbacaan siswa.

f) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada

siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS.

Memberikan bingkai dimana anak harus menuliskan jawaban atau

menggambar sesuai dengan yang diperintahkan. Hal ini dapat juga

memudahkan guru untuk memeriksa hasil kerja siswa.

g) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. Kalimat yang

panjang tidak menjamin kejelasan instruksi atau isi. Namun kalimat

yang terlalu pendek juga dapat mengundang pertanyaan.

h) Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. Gambar lebih

dekat pada sifat konkrit sedangkan kata-kata lebih dekat pada sifat

“formal” atau abstrak sehingga lebih sukar ditangkap oleh anak.

i) Dapat digunakan oleh anak-anak, baik yang lamban maupun yang

cepat.

j) Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi.

18

k) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. Misalnya,

kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota

kelompok, tanggal dan sebagainya.

3) Syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar

dan penampilannya dalam LKS.

a) Tulisan

(1) Gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau

romawi.

(2) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf

biasa yang diberi garis bawah.

(3) Gunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam

satu baris.

(4) Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan

jawaban siswa.

(5) Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya

gambar serasi.

b) Gambar

Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat

menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada

pengguna LKS.

c) Penampilan

Penampilan sangat penting dalam LKS. Anak pertama-tama akan

tertarik pada penampilan bukan pada isinya.

Dalam LKS juga dapat diberikan sejumlah pertanyaan dan tentunya

beberapa kegiatan atau persiapan yang harus dilakukan oleh siswa. Diharapkan

19

dengan penggunaan LKS dapat membantu pemahaman siswa dalam materi

biologi yang dipelajari, mengembangkan keterampilan proses serta membangun

sendiri struktur pengetahuannya dari data-data yang diperolehnya melalui

pengalaman dalam mengamati. Selain itu, siswa juga dimotivasi untuk lebih

kreatif dalam menemukan jawaban atas keingintahuannya dan meningkatkan

kemampuan berpikir, mengobservasi, menginterpretasi, dan mengkomunikasikan

kegiatan yang telah dilakukannya.

4. Pemanfaatan LKS Bagi Pengembangan Keterampilan Proses Sains Siswa

Salah satu manfaat LKS yang dikemukakan oleh Hendro Darmodjo dan

Jenny R.E. Kaligis (1992 : 40) adalah dapat digunakan untuk mengembangkan

keterampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat

peserta didik terhadap alam sekitarnya. Pengajaran dengan pendekatan

keterampilan proses merupakan wahana pengembangan keterampilan intelektual,

sosial, emosional, dan fisik siswa yang pada prinsipnya keterampilan tersebut

telah ada dalam diri mereka sendiri. Lebih lanjut, Mulyani Sumantri dan Johar

Mulyana (1999 : 113) menyimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses

memberikan pengertian yang tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan kepada

siswa. Siswa mengalami rangsangan ilmu pengetahuan secara langsung dalam

kegiatan belajarnya dan lebih mengerti fakta serta konsep ilmu pengetahuan. Hal

ini juga diperkuat oleh pendapat Subagyo dkk (2009 : 1) yang mengemukakan

bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses memungkinkan

siswa dapat menumbuhkan sikap ilmiah untuk mengembangkan keterampilan

yang mendasar sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat memahami

konsep yang dipelajarinya. Dengan demikian hasil belajar yang meliputi

pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai tuntutan kompetensi dalam

20

kurikulum yang dikembangkan saat ini dapat tercapai. Keterampilan proses

meliputi :

a. Mengobservasi.

Kegiatan mengobservasi lingkungan sekitar mengenai berbagai objek dan

fenomena alam dilakukan menggunakan panca indera yaitu penglihatan

(misalnya menentukan warna), pendengaran (misalnya mendengarkan kicauan

burung), perabaan (misalnya merasakan kasar halusnya suatu objek),

penciuman (misalnya membedakan bau bunga mawar dengan melati), dan

pengecap (misalnya membedakan rasa manis dengan asin). Melalui observasi

yang dilakukan baik yang sifatnya kualitatif (misalnya menentukan warna)

maupun yang sifatnya kuantitatif (misalnya mengukur lebar daun) akan

menghasilkan suatu data dan informasi. Data atau informasi ini selanjutnya

akan mendorong siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar selanjutnya

seperti menanyakan, memikirkan lebih lanjut, menafsirkan, menguraikan, dan

meneliti kembali. Dalam observasi tercakup beberapa kegiatan seperti

menghitung, mengukur, maupun mengklasifikasi.

1) Perhitungan.

Keterampilan menghitung biasanya dilatih dan dibina melalui pelajaran

matematika, namun dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam dapat pula

dikembangkan. Hasil perhitungan dapat dikomunikasikan dengan cara

membuat tabel, grafik, atau histogram.

2) Pengukuran.

Keterampilan mengukur sangat penting dalam kerja ilmiah. Dasar dari

pengukuran adalah pembanding. Pertama-tama membanding-bandingkan

21

satu benda dengan benda lain. Kemudian memberikan satuan pada benda

yang diukur berdasarkan patokan internasional yang berlaku.

3) Klasifikasi.

Dalam membuat klasifikasi perlu diperhatikan dasar klasifikasi misalnya

menurut suatu ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Selain itu

juga diperlukan kecermatan dalam mengamati objek-objek yang akan

diklasifikasikan sehingga dapat menentukan dasar pengklasifikasian

dengan tepat.

b. Pembuatan hipotesis.

Kemampuan membuat hipotesis adalah salah satu keterampilan yang sangat

mendasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan

untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Pemikiran-

pemikiran untuk membuat hipotesis dapat bersumber dari pengamatan,

eksperimen, demonstrasi, pengalaman sehari-hari ataupun membaca buku.

Perkiraan tersebut dapat saja keliru maka dalam kerja ilmiah, seorang ilmuwan

biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen.

c. Perencanaan penelitian.

Sebelum melakukan eksperimen, perlu adanya perencanaan eksperimen

karena tanpa rencana bisa terjasi pemborosan waktu, tenaga, dan biaya serta

hasilnya mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam merencanakan

perlu adanya penentuan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang akan

diteliti, faktor atau variabel yang perlu diperhatikan, kriteria keberhasilan,

langkah kerja, serta bagaimana mencatat dan mengolah data untuk menarik

simpulan.

22

d. Bereksperimen.

Kegiatan eksperimen merupakan kegiatan pengujian hipotesis. Bereksperimen

bagi siswa berarti mereka terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang

bersifat ilmiah dan kegiatan untuk memecahkan masalah.

e. Interpretasi data.

Data yang dikumpulkan melalui observasi, perhitungan, pengukuran,

eksperimen atau penelitian sederhana disajiakan dalam berbagai bentuk seperti

tabel, grafik, histogram, atau diagram. Data tersebut barulah dapat ditafsirkan

atau diinterpretasi.

f. Peramalan (prediksi).

Peramalan atau prediksi berdasarkan observasi, pengukuran, atau penelitian

yang memperlihatkan kecenderungan gelaja tertentu. Peramalan juga dapat

dilakukan berdasarkan pengetahuan, pengalaman atau data yang dikumpulkan.

Dengan kata lain keterampilan memprediksi adalah keterampilan untuk

memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan atau pola

yang berhubungan yang terdapat pada data yang diperoleh.

g. Simpulan sementara (inferensi).

Pertama-tama data dikumpulkan terlebih dahulu, lalu dibuat simpulan

sementara berdasarkan informasi yang dimiliki sampai suatu waktu tertentu.

Simpulan tersebut bukan merupakan simpulan akhir hanya merupakan

simpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat itu.

h. Komunikasi

Pengkomunikasian hasil penelitian dapat berupa paper, karangan ilmiah,

komunikasi lisan misalnya menceritakan pengalaman observasinya.

Keterampilan ini merupakan suatu kebutuhan yang hakiki bagi setiap siswa

23

untuk menyampaikan apa yang mereka ketahui kepada orang lain dalam

rangka pengembangan aktualisasi diri maupun pengembangan ilmu

pengetahuan.

Kegiatan pembelajaran berdasarkan pendekatan keterampilan proses

memiliki arti bahwa siswa diarahkan untuk menemukan konsep pengetahuan

melalui aktivitasnya sendiri ataupun dalam kerja kelompok. Penggunaan LKS

sebagai alat bantu pembelajaran sangat penting untuk mengarahkan siswa

berpikir. Sehingga dalam penyusunan LKS perlu dipertimbangkan struktur

kalimat yang baik yang menitikberatkan pada keaktifan siswa. Kalimat yang

mengaktifkan siswa untuk berpikir misalnya kalimat yang mengarahkan siswa

untuk mengamati, menghitung, mengukur, menggolongkan data, mencari

hubungan antara dua data, kalimat yang meminta siswa untuk membuat hipotesis,

kalimat yang mengarahkan siswa melakukan penelitian, kalimat yang meminta

siswa untuk menyimpulkan, menarik konsep, serta mengkomunikasikan proses

suatu kegiatan belajar. Selain itu apabila digunakan gambar juga harus

mengedepankan aspek keaktifan. Gambar yang mengaktifkan siswa adalah

gambar yang mengharapkan siswa menggunakan data atau melakukan kegiatan.

Sedangkan gambar yang hanya berfungsi sebagai materi pelajaran kurang dapat

mengaktifkan siswa. Adapun kriteria soal yang mengaktifkan siswa adalah

pertanyaan penggalian yaitu pertanyaan yang bertujuan untuk memahamkan pola

pikir yang telah dikuasai oleh siswa, jawabannya menuntut siswa untuk

menggunakan pengetahuan atau situasi baru, dan pertanyaan penyelesaian

masalah, jawabannya mengharapkan siswa untuk memecahkan suatu

permasalahan. Sedangkan soal yang kurang mengaktifkan siswa misalnya

pertanyaan faktual yaitu menanyakan apa yang diamati dan hubungan objek satu

24

dengan objek lain, jawaban pertanyaan langsung didapat oleh siswa dari teks atau

ringkasan materi, pertanyaan informatif yaitu menanyakan arti dari istilah atau

definisi.

B. KAJIAN KEILMUAN

1. Hibiscus tiliaceus L. (waru).

Pohon dapat mencapai tinggi mulai dari 5-15 m. Tumbuhan ini memiliki daun

yang bertangkai, berbentuk jantung lingkaran lebar atau bulat telur, tidak

berlekuk, bertulang daun menjari. Bunga berdiri sendiri atau 2-5 dalam tandan.

Daun mahkota berbentuk kipas dan berwarna kuning. Tabung benang sari

keseluruhan ditempati oleh kepala sari dan juga berwarna kuning. Selain itu

terdapat pula daun kelopak tambahan dengan 8-11 taju. Bakal buah beruang 5,

tiap ruang dibagi oleh 2 sekat semu, dengan banyak bakal biji. Buahnya berbentuk

bulat telur. Tumbuhan ini dapat tumbuh di pantai maupun rawa-rawa, dan

biasanya berfungsi sebagai peneduh.

2. Terminalia catappa L. (ketapang).

Pohon memiliki taju yang jelas bertingkat dengan tinggi dapat mencapai 10-35 m.

Daun berbentuk bulat telur terbalik oval dan sebagian besar terkumpul di ujung

ranting. Bunga berkelamin 2, bunga betina terletak di bagian lebih atas daripada

bunga jantan. Benang sari tersusun dalam 2 lingkaran, sementara putik sendiri

memiliki tankai yang sangat pendek. Buahnya termasuk buah batu bersegi.

Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah pantai dan tepi muara sungai serta kerap

ditanam untuk peneduh jalan.

25

3. Transpirasi.

a. Pengertian transpirasi

Transpirasi pada hakekatnya merupakan penguapan yang terjadi melalui

permukaan tumbuhan. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh bagian

tumbuhan itu mengadakan transpirasi. Peristiwa itu biasanya berhubungan

dengan kehilangan air dalam melalui stomata, kutikula, atau lentisel (Salisbury

& Ross, 1995 : 71). Namun, pada umumnya kehilangan air terbesar

berlangsung lewat stomata pada daun. Hal ini disebabkan karena luasnya

permukaan daun dan juga dikarenakan daun lebih banyak terpapar cahaya

matahari daripada bagian lain dari suatu tumbuhan (Dwidjoseputro, 1992 :

92). Pada sebagaian besar jenis tumbuhan, transpirasi kutikula hanya sebesar

10 % atau kurang dari jumlah air yang hilang melalui daun-daun. Oleh karena

itu, sebagian air yang hilang terjadi melalui stomata.

Sel-sel mesofil daun tidak tersusun rapat, tetapi diantara sel-sel

tersebut terdapat ruang-ruang udara yang dikelilingi oleh dinding-dinding sel

mesofil yang jenuh air. Air menguap dari dinding-dinding yang basah ini ke

ruang-ruang antar sel dan uap air kemudian berdifusi melalui stomata dari

ruang-ruang antar sel tersebut ke atmosfer di luar. Luas kontak antara sel-sel

mesofil dan udara dalam ruang-ruang antarsel sedemikian besar sehingga

dalam kondisi normal membuat ruang-ruang itu selalu jenuh uap air. Asalkan

stomata terbuka, difusi uap air ke atmosfer pasti terjadi kecuali bila atmosfer

itu sendiri sama-sama lembap.

b. Pengukuran laju transpirasi

Pengukuran laju transpirasi menurut Loveless (1991 : 161-163) dapat

dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :

26

1) Kertas kobalt klorida

Pada dasarnya cara ini adalah pengukuran uap air yang hilang ke udara

diganti dengan pengukuran uap air yang hilang ke dalam kertas kobalt

klorida. Kertas ini berwarna biru cerah bila kering tetapi berwarna biru

pucat dan kemudian berubah menjadi merah jambu bila menyerap air.

Sehelai kecil kertas biru cerah ditempelkan pada permukaan daun dan

ditutup dengan sebuah gelas preparat. Pada bagian bawah daun pada posisi

yang sama ditempelkan lagi sebuah gelas preparat lain dan kemudian

kedua gelas preparat tersebut dijepit. Waktu yang diperlukan untuk

mengubah warna biru cerah menjadi biru muda yang telah dibakukan

merupakan ukuran laju kehilangan air dari bagian daun yang ditutup

kertas. Kelemahan yang serius dari teknik ini adalah bahwa stomata yang

berada di bawah kertas mulai menutup dalam waktu beberapa menit segera

setelah terlindung kertas. Sekiranya percobaan dapat diselesaikan sebelu

stomata mulai menutup, masih terdapat kelemahan lain yaitu bahwa

permukaan daun di bawah kertas bertranspirasi ke udara yang kering

sekali, suatu kondisi yang jarang dijumpai di alam. Oleh karena itu,

penggunaan kertas kobalt klrida untuk menaksir laju transpirasi

sebenarnya dari daun tidak memberikan hasil yang baik.

2) Potometer

Alat ini mengukur pengambilan air oleh potongan pucuk dengan asumsi

bahwa bila air tersedia dengan bebas untuk tumbuhan, jumlah air yang

diambil sama dengan jumlah air yang dikeluarkan oleh transpirasi.

Sayangnya perilaku sepotong pucuk mungkin sekali sangat berbeda

dengan perilaku tumbuhan secara utuh, sehingga pengukuran dengan cara

27

ini mungkin tidak mencerminkan transpirasi dalam kondisi alami. Namun,

potometer bermanfaat untuk memperagakan pengaruh kondisi luar

terhadap transpirasi.

3) Pengumpulan uap air yang ditranspirasi.

Cara ini mengharuskan tumbuhan atau bagian tumbuhan harus dikurung

dalam sebuah bejana tembus cahaya sehingga uap air yang ditranspirasi

dapat dipisahkan. Bila digunakan tumbuhan dalam pot hendaknya

diusahakan agar tidak evaporasi dari pot dan tanah. Aliran udara disedot

secara sinambung melalui bejana tersebut dan kemudian dilewatkan ke

dalam tabung-tabung U yang sebelumnya sudah ditimbang dan berisi

penyerap air (misalnya fosfor pentaoksida atau kalsium klorida). Setelah

beberapa waktu tabung-tabung U ditimbang kembali. Dibuat pula sebuah

eksperimen kontrol tanpa tumbuhan dan ke dalam alat-alat itu, dialirkan

udara dengan volume sama untuk menentukan kandungan air dalam aliran

udara. Dari perubahan berat dua perangkat tabung-tabung U tersebut,

banyaknya uap air yang dilepas oleh tumbuhan selama eksperimen dapat

ditentukan.

Laju transpirasi yang ditentukan dari salah satu diantara cara di atas

dinyatakan sebagai jumlah air yang hilang per satuan tumbuhan per satuan

waktu, tetapi satuan sebenarnya yang dipilih bergantung kepada maksud

pengukuran. Jadi, satuan tumbuhan dapat berupa luas daun, permukaan daun

(yaitu luas daun dikalikan dua karena pada sehelai daun terdapat dua

permukaan), satuan tumbuhan, ataupun satuan tegalan atau hutan. Demikian

pula dengan satuan waktu dapat satu jam, satu hari, satu bulan bahkan satu

tahun.

28

c. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap transpirasi

Transpirasi sangat bermanfaat untuk membantu berlangsungnya

pengangkutan garam-garam mineral dari akar ke daun terutama lewat xylem

dan kecepatannya sangat dipengaruhi oleh kegiatan transpirasi. Proses

transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal meliputi besar kecilnya daun, tebal

tipisnya daun, berlapiskan lilin atau tidaknya daun, banyak sedikitnya rambut

pada permukaan daun, banyak sedikitnya stomata, serta bentuk dan lokasi

stomata (Dwidjoseputro, 1992 : 92). Sementara itu, terdapat pula faktor

eksternal diantaranya (Dahlia, 2001 : 75-76) :

1) Cahaya matahari.

Cahaya matahari menyebabkan membukanya stoma dan gelap

menyebabkan menutupnya stoma. Jadi, banyak cahaya matahari

mempergiat transpirasi, karena cahaya mengandung energi panas sehingga

temperatur naik. Kenaikan temperatur pada batas tertentu akan

menyebabkan melebarnya stomata sehingga memperbesar laju transpirasi.

2) Temperatur.

Kenaikan temperatur menambah tekanan uap di dalam dan di luar daun.

Namun, tekanan uap di dalam daun lebih tinggi daripada tekanan uap di

lingkungan karena di lingkungan ruangnya tidak terbatas. Akibat dari

perbedaan ini maka uap air mudah berdifusi dari dalam daun ke udara

bebas.

3) Angin.

Angin membawa pindah uap air yang tertimbun dekat stomata. Dengan

demikian, maka uap yang masih ada di dalam daun mendapat kesempatan

berdifusi keluar. Jadi, angin menambah lancarnya transpirasi.

29

4. Stomata.

a. Pengertian stomata

Stomata (tunggal : stoma), menurut Estiti Hidayat (1995 : 68),

merupakan celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel epidermis yang

khusus yakni sel penutup atau sel penjaga . Pada banyak tumbuhan, dapat

dibedakan adanya sel tetangga yang secara morfologi berbeda dengan sel

epidermis yang merupakan dua atau lebih sel yang membatasi sel penjaga.

Stoma bersama-sama sel tetangga bila ada disebut perlengkapan stomata atau

kompleks stomata (Fahn, 1995 : 268).

Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan di atas tanah tetapi

paling banyak ditemukan pada daun. Jumlah stomata beragam pada daun

tumbuhan yang sama dan juga pada daerah daun yang sama. Pada daun,

stomata ditemukan di kedua permukaan daun atau pada satu sisi saja, biasanya

pada permukaan bawah. Pada sebagian besar pohon Angiospermae dan semak

belukar daun-daunnya memiliki stomata terbatas pada permukaan bawah dan

karenanya disebut hipostomatous; pada beberapa tumbuhan air dengan daun

yang mengapung, memiliki stomata terbatas pada permukaan atas yang

disebut ephistomatous; serta pada sebagian besar tumbuhan herbaceae bisa

ditemukan pada kedua permukaan sehingga disebut amphistomatous.

(Wilkins, 1992 : 1)

b. Jenis-jenis stomata

Pada tumbuhan dikotil, dapat dibedakan 4 jenis stomata berdasarkan

susunan sel epidermis yang ada di samping sel penutup :

30

1) Jenis anomositik atau jenis Ranunculaceae.

Sel penutup dikelilingi oleh sejumlah sel yang tidak berbeda ukuran dan

bentuknya dari sel epidermis lainnya. Jenis ini umum terdapat pada

Ranunculaceae, Capparidaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae.

2) Jenis anisositik atau jenis Cruciferae.

Sel penutup dikelilingi tiga buah sel tetangga yang tidak sama besar. Jenis

ini umum terdapat pada Cruciferae, Nicotiana, Solanum.

3) Jenis parasitik atau jenis Rubiceae.

Setiap sel penutup diiringi sebuah sel tetangga atau lebih dengan sumbu

panjang sel tetangga itu sejajar sumbu sel penutup serta celah. Jenis ini

umum terdapat pada Rubiceae, Magnoliaceae, kebayakan spesies

Mimosaceae.

4) Jenis diasitik atau jenis Caryophyllaceae.

Setiap stoma dikelilingi dua sel tetangga. Dinding bersama dari kedua sel

tetangga itu tegak lurus terhadap sumbu melalui panjang sel penutup serta

celah. Jenis ini umum terdapat pada Caryophyllaceae dan Acanthaceae.

(Estiti Hidayat, 1995 : 69).

31

Gambar 1.Tipe Stomata pada Dikotil

Sementara Fahn (1995 : 278-280) mengemukakan tipe kompleks

stomata pada monokotil sebagai berikut :

1) Sel penjaga dikelilingi oleh 4-6 sel tetangga. Tipe ini umum pada spesies

dari Arecaceae, Commelinaceae, Musaceae, Strelitziaceae, Cannaceae, dan

Zingiberaceae.

2) Sel penjaga didampingi dua sel tetangga yang sejajar dengannya satu

setiap sisi. Tipe ini ditemukan pada banyak spesies dari Pontederiaceae,

Flagellariaceae, Butomales, Alimatales, Potamogetonales, Cyperales,

Xyridales, Juncales, Graminales.

3) Sel penjaga dikelilingi oleh 4-6 sel tetangga yang dua bentuknya bundar

lebih kecil dan terdapat di ujung sel penjaga. Tipe ini banyak ditemukan

pada banyak spesies dari Palmae, Pandanaceae, dan Cylantaceae.

32

4) Sel penjaga tidak bergabung dengan sel tambahan manapun. Tipe ini dapat

dilihat pada banyak spesies dari Liliales (kecuali Pontederiaceae),

Dioscorales, Amaryllidales, Iridales, Orchidales.

Gambar 2.Tipe Stomata pada Monokotil

5. Trikomata

a. Pengertian trikomata

Trikomata (tunggal : trikom) merupakan rambut bersel satu atau bersel

banyak yang terbentuk dari sel epidermis (Estiti Hidayat, 1995 : 73). Menurut

Siti Soetarmi Tjitrosomo (1995 : 24), trikomata adalah semua tambahan

uniseluler maupun multiseluler pada epidermis.

b. Jenis-jenis trikomata

1) Trikoma tanpa kelenjar

a) Rambut yang uniseluler sederhana atau multiseluler uniserat, yang

tidak memipih, umum dijumpai seperti pada Lauraceae, Moraceae,

Triticum, Hordeum, Pelargonium, dan Gossypium.

b) Rambut squmiform (bentuk sisik) yang multiseluler dan memipih. Tipe

ini dapat tidak bertangkai (duduk) yang disebut juga sisik, bertangkai

yang disebut perisai (peltata) pada Olea, dan seperti pohon atau

cabang pohon (dendrit).

1)

2)

. 3) 4)

33

c) Rambut multiseluler yang dapat berbentuk bintang (stelata) contohnya

pada Styrax dan berbentuk seperti tempat lilin bercabang pada

Platanus dan Verbacum.

d) Rambut kasar, trikoma kasar multiseriat, yang di pangkalnya terdiri

atas sedikitnya dua atau lebih deretan sel yang berdampingan

contohnya pada Portulaca oleraceae.

2) Trikoma berkelenjar

a) Trikoma sekresi garam dapat berbentuk rambut seperti gelembung

yang terdiri atas sel sekresi yang besar di ujung tangkai yang

menyempit terdiri atas satu atau kadang beberapa sel terdapat pada

Atriplex. Jenis ini juga dapat berbentuk kelenjar multiseluler terdiri

atas beberapa sel sekresi dan sel pengumpul di pangkal, termasuk

kelompok ini adalah kelenjar kapur pada Plumbago capensis dan

kelenjar garam pada Tamarix.

b) Trikoma sekresi nektar contohnya pada kelopak Abutilon, pada korola

Lonicera japonica dan Tropaeolum majus.

c) Trikoma sekresi terpentin dapat berbentuk rambut berkelenjar pada

kelenjar Labiatae yang menghasilkan minyak esensial serta berbentuk

rambut kusut berkelenjar yang terdiri atas tangkai dan kepala

multiserat pada Cleome.

d) Koleter yang merupakan trikoma penghasil bahan lengket pada

Syringa, Rosa, Aesculus, Alnus, dan Coffea.

e) Rambut sengat merupakan trikoma berkelenjar khusus yang terdiri atas

sel tunggal panjang yang pangkalnya melebar seperti kandung kemih

dan bagian atas menyempit seperti jarum pada Urtica.

34

Gambar 3. Jenis-jenis Trikomata (Sumber : Siti Soetarmi Tjitrosomo, 1995 : 287-290)

pada Gossypium pada Olea pada Verbascum pada Styrax

pada

Portulaca olearaceae pada Atriplex pada Tamarix

pada

Plumbago capensis pada Abutilon pada Urtica

35

6. Ekosistem pantai

Wilayah perairan pantai dalam peranannya sebagai sumber daya hayati

laut dapat diartikan sebagai wilayah perairan laut yang masih terjangkau oleh

pengaruh daratan. Sesuai dengan letaknya, wilayah ini merupakan pertemuan

antara pengaruh daratan dan samudra. Perubahan sifat lingkungan terjadi secara

cepat dalam waktu dan ruang sehingga untuk melakukan penelitian, sifat-sifat

lingkungan diperlukan ulangan waktu yang lebih (Kasijan Romimohtarto dan Sri

Juwana, 2009 : 319). Sementara menurut Ewusie (1990 : 289), wilayah ini

membentang mulai dari batas pasang tinggi sampai permulaan keadaan darat yang

normal. Terdapat 3 mintakat diantaranya mintakat perintis, mintakat pesisir utama,

dan mintakat belukar tak meranggas.

a. Mintakat perintis

Sisi arah ke laut pada semua pantai di daerah tropika sering ditumbuhi rumpun

spesies perintis yang terpisah-pisah dan masing-masing mungkin mempunyai

kerapatan yang agak rendah. Bagian tengah dari mintakat ini sering ditumbuhi

tumbuhan tahunan dengan tunas menjalar seperti Ipomoea pescaprae, I.

stolonifera, Canavalia rosea, Sporobolus virginicus, Alternanthera maritime,

dan Diodea maritime. Genus yang menonjol disini adalah Ipomoea dan

Canavalia. Tumbuhan ini tumbuh menjalar dan mengeluarkan geragih

panjang yang melintasi tumbuhan menjalar lainnya.

b. Mintakat pesisir utama

Mintakat ini paling terganggu oleh aktivitas manusia. Sedikit tumbuhan seperti

pada mintakat perintis dapat ditemukan di sini. Spesies tumbuhan paling

utama pada bagian tak terganggu di mintakat ini adalah tumbuhan setengah

36

perdu tahunan dan geofit tahunan. Kebanyakan tumbuhan ini tidak menjalar

dan tidak berakar rimpang seperti halnya spesies mintakat perintis.

c. Mintakat belukar tak meranggas

Mintakat ini merupakan mintakat terakhir yang menyambung ke daerah

pedalaman. Semakin menjauh dari lautan maka semakin banyak ditemukan

belukar dan pepohonan. Spesies Barringtonia sering mendominasi membentuk

komunitas Barringtonia yang rapat ataupun jarang mirip sabana. Seringkali

dalam komunitas ini terdapat tumbuhan lain misalnya Coccolaba,

Calophyllum, Terminalia catappa, Pandanus tectorium, Thespesia populnea,

Hippomane nancinella, Hibiscus tiliaceus, Sophora occidentalis, Eugenia

coronate, dan Phoenix reclinata. Minatakat ini juga sering terganggu oleh

manusia misalnya penebangan untuk memperoleh kayu bakar.

Pada ekosistem ini, sifat lingkungan yang paling mencolok adalah angin

yang kencang dengan hembusan garam dan kadar garam yang tinggi dalam tanah.

Angin yang bertiup dari laut merupakan ciri khas pantai. Angin akan

mempercepat laju transpirasi tumbuhan yang terkena angin tersebut. Sedangkan

kadar garam dalam tanah semakin tinggi bila dekat dengan laut. Hal ini jelas

berpengaruh terhadap permintakatan tumbuhan dimana tumbuhan yang lebih

tahan terhadap garam akan lebih dekat dengan laut sementara yang kurang tahan

akan menjauh dari laut.

7. Ekosistem pegunungan.

Ekosistem pegunungan di Indonesia merupakan kawasan yang memiliki

karakteristik yang khas, ditandai oleh ketinggian dari permukaan laut (dpl) yang

besar, memberikan suhu yang sejuk, lereng yang curam, dan curah hujan yang

relatif tinggi. Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin

37

tinggi suatu tempat maka semakin rendah suhu udaranya. Perubahan suhu ini

mengakibatkan perbedaan jenis tumbuhan pada wilayah pegunungan. Variasi

ketinggian banyak menentukan kondisi kehidupan pada daerah pegunungan. Suhu

turun sekitar 2 derajat Celcius pada setiap kenaikan 300 dpl, sehingga penyesuaian

bentuk-bentuk kehidupan menjadi semakin berat seiring bertambahnya ketinggian

tempat (Mohammad Hasan, 1988 : 18).

Lebih lanjut, Ewusie (1990 : 274) menjelaskan bahwa curah hujan lebih

lebat daripada daerah yang berada di bawahnya mengakibatkan sering terdapat

hutan yang lebih subur pada ketinggian yang rendah dan sedang. Hutan di

pegunungan memiliki karakteristik yaitu jumlah jenis tumbuhan berkurang dan

bentuk serta ukuran tumbuhan lebih kecil.

Semua tanaman berbunga di pegunungan cenderung menjadi kecil (untuk

menghindari angin) dan keras, berakar dalam (untuk mengokohkan tumbuhan

tersebut), dan berbunga rimbun (untuk memanfaatkan musim tumbuh yang

pendek). Banyak spesies lain yang berkembang secara bebas dengan cara yang

kira-kira sama.

8. Ekosistem daerah antara pantai dan gunung (dataran rendah).

Karakteristik daerah dataran rendah yaitu memiliki kemiringan 3- 15˚.

Daerah dataran rendah adalah daerah dengan tingkat endapan dan erosi yang kecil

sehingga pada daerah ini dapat ditemukan lahan potensial baik untuk pertanian,

permukiman, maupun pariwisata. Sehingga dalam daerah ini dapat ditemukan

ekosistem yang beranekaragam seperti ekosistem sawah, ekosistem danau,

ekosistem sungai ataupun ekosistem hutan Hutan di daerah dataran rendah

merupakan hutan yang terdapat di daerah yang tidak pernah tergenang air dengan

ketinggian ±700 m dpl. Hutan ini merupakan bagian yang terbesar dari kawasan

38

hutan di Indonesia. Dalam hutan dataran rendah tumbuh banyak sekali jenis

tumbuhan misalnya Tectona grandis, Dalbergia latifolia, Shore spp, Acacia

auricoliformis, Pterocarpus indicus, Anthocephalus cadamba, Santalum album

dan lain-lain. Di Provinsi Yogyakarta, ekosistem ini merupakan ekosistem yang

paling tinggi keanekaragamannya setelah ekosistem vulkan, dimana terdapat 178

jenis flora yang tumbuh. Terdapat beragam jenis tumbuhan yang berkembang

sebagai tanaman obat, bahan bangunan, maupun tumbuhan yang dapat dikonsumsi

buahnya.

39

C. KERANGKA BERPIKIR

Interaksi

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Daerah

gunung

Lingkungan sekitar menyediakan

objek biologi

Tumbuhan Hibiscus tiliaceus L dan

Terminalia catappa L di lingkungan

sekitar

Perbedaan habitat

Daerah

pantai

Perbandingan laju transpirasi

Sumber belajar biologi

Sumber belajar by design

dalam bentuk LKS

Siswa sebagai subjek

didik

Persyaratan sumber belajar:

1. Kejelasan potensi

2. Kesesuaian dengan tujuan

pembelajaran

3. Sasaran materi dan

peruntukannya

4. Informasi yang diungkap

5. Pedoman eksplorasi

6. Perolehan yang dicapai

Uji keterbacaan LKS

pada 15 orang siswa

Daerah antara

gunung dan

pantai

Perbedaan kondisi abiotik Perbedaan jumlah

stomata, trikomata,

dan luas permukaan

daun

Uji ANOVA dan

regresi ganda