BAB 2 - 08304241003.pdf - Lumbung Pustaka UNY
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of BAB 2 - 08304241003.pdf - Lumbung Pustaka UNY
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN KEPENDIDIKAN
1. Hakekat Pembelajaran Biologi
Pembelajaran menurut Sugihartono (2007 : 80) merupakan usaha untuk
menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.
Sementara Hilman Faruq (2010 : 10) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah
suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga
terjadi proses belajar (Sugihartono, 2007 : 80). Lingkungan dalam hal ini tidak
hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan,
laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.
Proses pembelajaran (proses belajar mengajar) biologi sebagai suatu sistem,
pada prinsipnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponen-
komponen : raw input (siswa), instrumental input (masukan instrumental),
environment (lingkungan), dan output (hasil keluaran). Keempat komponen
tersebut mewujudkan sistem pembelajaran biologi dengan prosesnya berada di
pusatnya.
Pada hakikatnya biologi didefinisikan terdiri dari tiga komponen, yaitu
produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Produk ilmiah meliputi konsep-
konsep biologi, fakta, teori, dan hukum-hukum yang terkandung di dalam ilmu
biologi. Proses ilmiah adalah keterampilan yang harus dimiliki siswa sehingga
dapat secara mandiri menemukan produk biologi. Keterampilan tersebut terdiri
9
dari dua yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu .
Sedangkan sikap ilmiah meliputi jujur, teliti, serta objektif (Hilman Faruq, 2010 :
4). Tujuan pembelajaran biologi adalah mengembangkan cara berpikir ilmiah
melalui penelitian dan percobaan, mengembangkan pengetahuan praktis dari
metode biologi untuk dapat memecahkan masalah-masalah kehidupan individu,
sosial serta merangsang studi lebih lanjut di bidang biologi dan bidang lain yang
berhubungan dengan biologi serta membangkitkan pengertian dan rasa kasih
sayang kepada makhluk hidup (Hilman Faruq, 2010 : 4-5).
Komponen masukan instrumental yang berupa kurikulum, guru, sumber
belajar, LKS, metode, sarana dan prasarana pembelajaran nampaknya sangat
berpengaruh terhadap proses pembelajaran biologi. Dalam teori modern, proses
pembelajaran tidak tergantung sekali pada keberadaan guru (pendidik) sebagai
pengelola proses pembelajaran. Hal ini didasarkan bahwa proses belajar pada
hakekatnya merupakan interaksi antara siswa dengan objek yang dipelajari.
Berdasarkan hal ini, maka peranan sumber belajar dan LKS tidak dapat
dikesampingkan dalam proses pembelajaran biologi. Khususnya pada peranan
sumber belajar biologi sebagai salah satu subkomponen masukan instrumental
dapat tersedia di sekolah dan di luar sekolah. Peranan sumber belajar yang
penggunaannya secara terencana dan terprogram sebagai bahan ajar, harus
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Sumber belajar yang sudah dikemas menjadi
bahan ajar akan memudahkan interaksi siswa dengan objek belajar. Dengan
demikian, pencapaian tujuan pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh kemasan
sumber belajarnya yang sudah direncanakan dan diprogram.
10
2. Sumber Belajar
a. Pengertian sumber belajar
Salah satu dari banyak komponen dalam sistem pengajaran adalah
sumber belajar. Dalam pengertian yang sederhana, sumber belajar (learning
resources) adalah guru atau bahan pelajaran/bahan pengajaran baik buku-buku
bacaan atau semacamnya. Dalam desain pengajaran yang disusun guru
terdapat salah satu komponen pengajaran yang dirancang berupa sumber
belajar/pengajaran umumnya diisi dengan buku-buku rujukan. namun,
sebenarnya pengertian sumber belajar sesungguhnya tidak sesempit itu.
Bahwa segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan/aktivitas
pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, di luar diri siswa
(lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung
disebut sebagai sumber belajar (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991 : 152).
Lebih lanjut, Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi (1991 : 152), berpendapat
bahwa segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (siswa) dan yang
memungkinkan/memudahkan terjadinya proses belajar disebut sebagai sumber
belajar. Sumber belajar tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna
kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung, sebagian atau secara keseluruhan (Nana Sudjana dan Ahmad
Rivai, 2007 : 76). Suhardi (2010 : 2) berpendapat bahwa sumber belajar
biologi adalah segala sesuatu baik benda maupun gejalanya yang dapat
dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan
masalah biologi tertentu.
11
b. Komponen sumber belajar
Komponen-komponen sumber belajar menurut Nana Sudjana dan
Ahmad Rivai (2007 : 82-83) yaitu :
1) Tujuan, misi, atau fungsi sumber belajar.
Setiap sumber belajar selalu mempunyai tujuan atau misi yang akan
dicapai. Tujuan setiap sumber belajar itu selalu ada baik secara eksplisist
maupun implisit. Tujuan sangat dipengaruhi oleh sifat dan bentuk-bentuk
sumber belajar itu sendiri.
2) Bentuk, format, atau keadaan fisik sumber belajar.
Wujud sumber belajar secara fisik satu dengan yang lain berbeda-beda.
Misalnya bila mempelajari dokumentasi tentu berbeda dengan
mengadakan wawancara kepada seseorang. Jadi, keadaan fisik sumber
belajar itu merupakan komponen penting. Penggunaan atau
pemanfaatannya dengan memperhitungkan segi waktu, pembiayaan, dan
sebagainya.
3) Pesan yang dibawa oleh sumber belajar.
Setiap sumber belajar selalu membawa pesan yang dapat dimanfaatkan
atau dipelajari oleh pemakainya. Komponen pesan merupakan informasi
yang sangat penting. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain yaitu isi
pesan harus sederhana, cukup jelas,lengkap,dan mudah disimak maknanya.
4) Tingkat kesulitan atau kompleksitas pemakaian sumber belajar.
Tingkat kompleksitas penggunaan sumber belajar berkaitan dengan
keadaan fisik dan pesan sumber belajar. Sejauh mana kompleksitasnya
perlu diketahui untuk menentukan apakah sumber belajar itu masih dapat
digunakan mengingat waktu dan biaya yang terbatas. Misalnya bila suatu
12
mata pelajaran sudah memadai disajikan dalam bentuk LKS, gambar-
gambar foto, atau dengan diktat tertentu, maka tidak perlu diputar film
yang isi pesannya relatif sama.
c. Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar
Pada prinsipnya sumber belajar dibedakan atas dua macam yaitu sumber
belajar yang siap digunakan dalam proses pembelajaran tanpa ada
penyederhanaan atau modifikasi (by utilization) serta sumber belajar yang
disederhanakan dan atau dimodifikasi (dikembangkan/by design). Sumber
belajar yang siap digunakan tanpa ada penyederhanaan dan modifikasi (by
utilization) misalnya pantai. Di pantai akan banyak ditemukan fenomena yang
dapat diangkat menjadi persoalan untuk dicari penyelesaiannya. Bila akan
digunakan hasilnya untuk kepentingan sumber belajar di sekolah dimana para
siswa tidak mengamati langsung pantai tersebut maka perlu adanya
penyerderhanaan atau modifikasi hasil penelitian tersebut. Artinya hasil
penelitian ini dikembangkan sebagai sumber belajar yang dimodifikasi dalam
bentuk bahan ajar . Suatu hasil penelitian jika akan diangkat sebagai sumber
belajar di SMA harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1) Identifikasi proses dan produk hasil penelitian.
Hasil penelitian biologi harus dikaji berdasarkan kurikulum pendidikan
biologi yang berlaku. Dari kajian ini dapat dilihat kejelasan potensi
ketersediaan objek dan permasalahan yang diangkat, kesesuaian dengan
tujuan pembelajaran, sasaran materi dan peruntukannya, informasi yang
akan diungkap, pedoman eksplorasi dan perolehan yang akan dicapai.
Apabila dari segi persyaratan telah dipenuhi, maka dilakukan pengkajian
proses dan produk hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan
13
biologi di SMA. Dari segi proses dapat dijabarkan langkah-langkah kerja
ilmiah sebagai berikut :
a) Identifikasi dan perumusan masalah
b) Perumusan tujuan penelitian
c) Perumusan hipotesis
d) Penyusunan prosedur penelitian
e) Pelaksanaan kegiatan
f) Pengumpulan dan analisis data
g) Pembahasan hasil penelitian
h) Penarikan simpulan
Selanjutnya dari segi produk penelitian, fakta hasil penelitian
digeneralisasikan menjadi konsep.
2) Seleksi dan modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber
belajar di SMA.
a) Prosedur kerja penelitian harus disesuaikan dengan kegiatan
pembelajaran khususnya kegiatan belajar yang dilakukan siswa
misalnya penyediaan objek dan pelaksanaan penelitian apakah di
laksanakan di laboratorium sekolah atau di lapangan.
b) Produk penelitian yang berupa fakta, konsep, dan prinsip disesuaikan
dengan konsep atau sub konsep GBPP Kurikulum Biologi yang sedang
berlaku di SMA.
3) Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar ke dalam organisasi
instruksional.
14
3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
a. Pengertian Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas
siswa dalam kegiatan pembelajaran biologi adalah penggunaan Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) biologi. Ida Septi Ekosari (2009 : 2), mengungkapkan
bahwa LKS adalah lembar kerja yang berisikan informasi dari guru kepada
siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktivitas belajar, melalui praktek
atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sementara Abdul Majid (2008 : 176) berpendapat bahwa LKS adalah
lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik.
Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas. Langkah-langkah yang diperintahkan dalam
lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapai. Tugas yang
ada sifatnya dapat teoritis misalnya tugas membaca artikel tertentu maupun
tugas yang bersifat praktek misalnya kerja lapangan atau di laboratorium.
b. Fungsi LKS
Menurut Endang Widjajanti (2008 : 1-2), LKS mempunyai beberapa
fungsi yaitu :
1) Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau
memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar
mengajar.
2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat
waktu penyajian suatu topik.
3) Dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas.
4) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar.
15
5) Dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi,
sistematis, dan mudah dipahami oleh siswa sehingga mudah menarik
perhatian siswa.
6) Dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan
motivasi belajar dan rasa ingin tahu.
7) Dapat mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau
klasikal karena siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan
belajarnya.
8) Dapat digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu seefektif
mungkin.
9) Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
c. Syarat-syarat penyusunan LKS
Keberadaan LKS memberi pengaruh yang cukup besar dalam proses
belajar mengajar, sehingga penyusunan LKS harus memenuhi berbagai
persyaratan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik (Hendro
Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis , 1992 : 41 ) :
1) Syarat-syarat didaktik
Syarat ini mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal
dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai.
LKS lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang
terpenting dalam LKS ada variasi stimulus dalam kegiatan siswa. LKS
diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi
sosial, emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami
siswa ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa. LKS yang
16
berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik yang dapat dijabarkan
sebagai berikut :
a) Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran.
b) Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep.
c) Memiliki variasi stimulus dalam kegiatan siswa sesuai dengan ciri
KTSP.
d) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional,
moral, dan estetika pada diri siswa
e) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi.
2) Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan
kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS. Syarat-
syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan
bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan,
yang pada hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh
pihak pengguna, yaitu peserta didik. Syarat-syarat konstruksi tersebut
yaitu :
a) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.
b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kalimat menjadi jelas
maksudnya, yaitu :
(1) Hindarkan kalimat kompleks.
(2) Hindarkan “kata-kata tak jelas” misalnya “mungkin”, “kira-kira”.
(3) Hindarkan kalimat negatif, apalagi kalimat negatif ganda.
(4) Menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat negatif.
17
c) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat
kemampuan anak. Apalagi konsep yang hendak dituju merupakan
sesuatu yang kompleks, dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang
lebih sederhana dulu.
d) Menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka. Pertanyaan dianjurkan
merupakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan
informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang
tak terbatas.
e) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan
keterbacaan siswa.
f) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada
siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS.
Memberikan bingkai dimana anak harus menuliskan jawaban atau
menggambar sesuai dengan yang diperintahkan. Hal ini dapat juga
memudahkan guru untuk memeriksa hasil kerja siswa.
g) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. Kalimat yang
panjang tidak menjamin kejelasan instruksi atau isi. Namun kalimat
yang terlalu pendek juga dapat mengundang pertanyaan.
h) Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. Gambar lebih
dekat pada sifat konkrit sedangkan kata-kata lebih dekat pada sifat
“formal” atau abstrak sehingga lebih sukar ditangkap oleh anak.
i) Dapat digunakan oleh anak-anak, baik yang lamban maupun yang
cepat.
j) Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi.
18
k) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. Misalnya,
kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota
kelompok, tanggal dan sebagainya.
3) Syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar
dan penampilannya dalam LKS.
a) Tulisan
(1) Gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau
romawi.
(2) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf
biasa yang diberi garis bawah.
(3) Gunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam
satu baris.
(4) Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan
jawaban siswa.
(5) Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya
gambar serasi.
b) Gambar
Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat
menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada
pengguna LKS.
c) Penampilan
Penampilan sangat penting dalam LKS. Anak pertama-tama akan
tertarik pada penampilan bukan pada isinya.
Dalam LKS juga dapat diberikan sejumlah pertanyaan dan tentunya
beberapa kegiatan atau persiapan yang harus dilakukan oleh siswa. Diharapkan
19
dengan penggunaan LKS dapat membantu pemahaman siswa dalam materi
biologi yang dipelajari, mengembangkan keterampilan proses serta membangun
sendiri struktur pengetahuannya dari data-data yang diperolehnya melalui
pengalaman dalam mengamati. Selain itu, siswa juga dimotivasi untuk lebih
kreatif dalam menemukan jawaban atas keingintahuannya dan meningkatkan
kemampuan berpikir, mengobservasi, menginterpretasi, dan mengkomunikasikan
kegiatan yang telah dilakukannya.
4. Pemanfaatan LKS Bagi Pengembangan Keterampilan Proses Sains Siswa
Salah satu manfaat LKS yang dikemukakan oleh Hendro Darmodjo dan
Jenny R.E. Kaligis (1992 : 40) adalah dapat digunakan untuk mengembangkan
keterampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat
peserta didik terhadap alam sekitarnya. Pengajaran dengan pendekatan
keterampilan proses merupakan wahana pengembangan keterampilan intelektual,
sosial, emosional, dan fisik siswa yang pada prinsipnya keterampilan tersebut
telah ada dalam diri mereka sendiri. Lebih lanjut, Mulyani Sumantri dan Johar
Mulyana (1999 : 113) menyimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses
memberikan pengertian yang tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan kepada
siswa. Siswa mengalami rangsangan ilmu pengetahuan secara langsung dalam
kegiatan belajarnya dan lebih mengerti fakta serta konsep ilmu pengetahuan. Hal
ini juga diperkuat oleh pendapat Subagyo dkk (2009 : 1) yang mengemukakan
bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses memungkinkan
siswa dapat menumbuhkan sikap ilmiah untuk mengembangkan keterampilan
yang mendasar sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat memahami
konsep yang dipelajarinya. Dengan demikian hasil belajar yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai tuntutan kompetensi dalam
20
kurikulum yang dikembangkan saat ini dapat tercapai. Keterampilan proses
meliputi :
a. Mengobservasi.
Kegiatan mengobservasi lingkungan sekitar mengenai berbagai objek dan
fenomena alam dilakukan menggunakan panca indera yaitu penglihatan
(misalnya menentukan warna), pendengaran (misalnya mendengarkan kicauan
burung), perabaan (misalnya merasakan kasar halusnya suatu objek),
penciuman (misalnya membedakan bau bunga mawar dengan melati), dan
pengecap (misalnya membedakan rasa manis dengan asin). Melalui observasi
yang dilakukan baik yang sifatnya kualitatif (misalnya menentukan warna)
maupun yang sifatnya kuantitatif (misalnya mengukur lebar daun) akan
menghasilkan suatu data dan informasi. Data atau informasi ini selanjutnya
akan mendorong siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar selanjutnya
seperti menanyakan, memikirkan lebih lanjut, menafsirkan, menguraikan, dan
meneliti kembali. Dalam observasi tercakup beberapa kegiatan seperti
menghitung, mengukur, maupun mengklasifikasi.
1) Perhitungan.
Keterampilan menghitung biasanya dilatih dan dibina melalui pelajaran
matematika, namun dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam dapat pula
dikembangkan. Hasil perhitungan dapat dikomunikasikan dengan cara
membuat tabel, grafik, atau histogram.
2) Pengukuran.
Keterampilan mengukur sangat penting dalam kerja ilmiah. Dasar dari
pengukuran adalah pembanding. Pertama-tama membanding-bandingkan
21
satu benda dengan benda lain. Kemudian memberikan satuan pada benda
yang diukur berdasarkan patokan internasional yang berlaku.
3) Klasifikasi.
Dalam membuat klasifikasi perlu diperhatikan dasar klasifikasi misalnya
menurut suatu ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Selain itu
juga diperlukan kecermatan dalam mengamati objek-objek yang akan
diklasifikasikan sehingga dapat menentukan dasar pengklasifikasian
dengan tepat.
b. Pembuatan hipotesis.
Kemampuan membuat hipotesis adalah salah satu keterampilan yang sangat
mendasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan
untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Pemikiran-
pemikiran untuk membuat hipotesis dapat bersumber dari pengamatan,
eksperimen, demonstrasi, pengalaman sehari-hari ataupun membaca buku.
Perkiraan tersebut dapat saja keliru maka dalam kerja ilmiah, seorang ilmuwan
biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen.
c. Perencanaan penelitian.
Sebelum melakukan eksperimen, perlu adanya perencanaan eksperimen
karena tanpa rencana bisa terjasi pemborosan waktu, tenaga, dan biaya serta
hasilnya mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam merencanakan
perlu adanya penentuan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang akan
diteliti, faktor atau variabel yang perlu diperhatikan, kriteria keberhasilan,
langkah kerja, serta bagaimana mencatat dan mengolah data untuk menarik
simpulan.
22
d. Bereksperimen.
Kegiatan eksperimen merupakan kegiatan pengujian hipotesis. Bereksperimen
bagi siswa berarti mereka terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang
bersifat ilmiah dan kegiatan untuk memecahkan masalah.
e. Interpretasi data.
Data yang dikumpulkan melalui observasi, perhitungan, pengukuran,
eksperimen atau penelitian sederhana disajiakan dalam berbagai bentuk seperti
tabel, grafik, histogram, atau diagram. Data tersebut barulah dapat ditafsirkan
atau diinterpretasi.
f. Peramalan (prediksi).
Peramalan atau prediksi berdasarkan observasi, pengukuran, atau penelitian
yang memperlihatkan kecenderungan gelaja tertentu. Peramalan juga dapat
dilakukan berdasarkan pengetahuan, pengalaman atau data yang dikumpulkan.
Dengan kata lain keterampilan memprediksi adalah keterampilan untuk
memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan atau pola
yang berhubungan yang terdapat pada data yang diperoleh.
g. Simpulan sementara (inferensi).
Pertama-tama data dikumpulkan terlebih dahulu, lalu dibuat simpulan
sementara berdasarkan informasi yang dimiliki sampai suatu waktu tertentu.
Simpulan tersebut bukan merupakan simpulan akhir hanya merupakan
simpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat itu.
h. Komunikasi
Pengkomunikasian hasil penelitian dapat berupa paper, karangan ilmiah,
komunikasi lisan misalnya menceritakan pengalaman observasinya.
Keterampilan ini merupakan suatu kebutuhan yang hakiki bagi setiap siswa
23
untuk menyampaikan apa yang mereka ketahui kepada orang lain dalam
rangka pengembangan aktualisasi diri maupun pengembangan ilmu
pengetahuan.
Kegiatan pembelajaran berdasarkan pendekatan keterampilan proses
memiliki arti bahwa siswa diarahkan untuk menemukan konsep pengetahuan
melalui aktivitasnya sendiri ataupun dalam kerja kelompok. Penggunaan LKS
sebagai alat bantu pembelajaran sangat penting untuk mengarahkan siswa
berpikir. Sehingga dalam penyusunan LKS perlu dipertimbangkan struktur
kalimat yang baik yang menitikberatkan pada keaktifan siswa. Kalimat yang
mengaktifkan siswa untuk berpikir misalnya kalimat yang mengarahkan siswa
untuk mengamati, menghitung, mengukur, menggolongkan data, mencari
hubungan antara dua data, kalimat yang meminta siswa untuk membuat hipotesis,
kalimat yang mengarahkan siswa melakukan penelitian, kalimat yang meminta
siswa untuk menyimpulkan, menarik konsep, serta mengkomunikasikan proses
suatu kegiatan belajar. Selain itu apabila digunakan gambar juga harus
mengedepankan aspek keaktifan. Gambar yang mengaktifkan siswa adalah
gambar yang mengharapkan siswa menggunakan data atau melakukan kegiatan.
Sedangkan gambar yang hanya berfungsi sebagai materi pelajaran kurang dapat
mengaktifkan siswa. Adapun kriteria soal yang mengaktifkan siswa adalah
pertanyaan penggalian yaitu pertanyaan yang bertujuan untuk memahamkan pola
pikir yang telah dikuasai oleh siswa, jawabannya menuntut siswa untuk
menggunakan pengetahuan atau situasi baru, dan pertanyaan penyelesaian
masalah, jawabannya mengharapkan siswa untuk memecahkan suatu
permasalahan. Sedangkan soal yang kurang mengaktifkan siswa misalnya
pertanyaan faktual yaitu menanyakan apa yang diamati dan hubungan objek satu
24
dengan objek lain, jawaban pertanyaan langsung didapat oleh siswa dari teks atau
ringkasan materi, pertanyaan informatif yaitu menanyakan arti dari istilah atau
definisi.
B. KAJIAN KEILMUAN
1. Hibiscus tiliaceus L. (waru).
Pohon dapat mencapai tinggi mulai dari 5-15 m. Tumbuhan ini memiliki daun
yang bertangkai, berbentuk jantung lingkaran lebar atau bulat telur, tidak
berlekuk, bertulang daun menjari. Bunga berdiri sendiri atau 2-5 dalam tandan.
Daun mahkota berbentuk kipas dan berwarna kuning. Tabung benang sari
keseluruhan ditempati oleh kepala sari dan juga berwarna kuning. Selain itu
terdapat pula daun kelopak tambahan dengan 8-11 taju. Bakal buah beruang 5,
tiap ruang dibagi oleh 2 sekat semu, dengan banyak bakal biji. Buahnya berbentuk
bulat telur. Tumbuhan ini dapat tumbuh di pantai maupun rawa-rawa, dan
biasanya berfungsi sebagai peneduh.
2. Terminalia catappa L. (ketapang).
Pohon memiliki taju yang jelas bertingkat dengan tinggi dapat mencapai 10-35 m.
Daun berbentuk bulat telur terbalik oval dan sebagian besar terkumpul di ujung
ranting. Bunga berkelamin 2, bunga betina terletak di bagian lebih atas daripada
bunga jantan. Benang sari tersusun dalam 2 lingkaran, sementara putik sendiri
memiliki tankai yang sangat pendek. Buahnya termasuk buah batu bersegi.
Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah pantai dan tepi muara sungai serta kerap
ditanam untuk peneduh jalan.
25
3. Transpirasi.
a. Pengertian transpirasi
Transpirasi pada hakekatnya merupakan penguapan yang terjadi melalui
permukaan tumbuhan. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh bagian
tumbuhan itu mengadakan transpirasi. Peristiwa itu biasanya berhubungan
dengan kehilangan air dalam melalui stomata, kutikula, atau lentisel (Salisbury
& Ross, 1995 : 71). Namun, pada umumnya kehilangan air terbesar
berlangsung lewat stomata pada daun. Hal ini disebabkan karena luasnya
permukaan daun dan juga dikarenakan daun lebih banyak terpapar cahaya
matahari daripada bagian lain dari suatu tumbuhan (Dwidjoseputro, 1992 :
92). Pada sebagaian besar jenis tumbuhan, transpirasi kutikula hanya sebesar
10 % atau kurang dari jumlah air yang hilang melalui daun-daun. Oleh karena
itu, sebagian air yang hilang terjadi melalui stomata.
Sel-sel mesofil daun tidak tersusun rapat, tetapi diantara sel-sel
tersebut terdapat ruang-ruang udara yang dikelilingi oleh dinding-dinding sel
mesofil yang jenuh air. Air menguap dari dinding-dinding yang basah ini ke
ruang-ruang antar sel dan uap air kemudian berdifusi melalui stomata dari
ruang-ruang antar sel tersebut ke atmosfer di luar. Luas kontak antara sel-sel
mesofil dan udara dalam ruang-ruang antarsel sedemikian besar sehingga
dalam kondisi normal membuat ruang-ruang itu selalu jenuh uap air. Asalkan
stomata terbuka, difusi uap air ke atmosfer pasti terjadi kecuali bila atmosfer
itu sendiri sama-sama lembap.
b. Pengukuran laju transpirasi
Pengukuran laju transpirasi menurut Loveless (1991 : 161-163) dapat
dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :
26
1) Kertas kobalt klorida
Pada dasarnya cara ini adalah pengukuran uap air yang hilang ke udara
diganti dengan pengukuran uap air yang hilang ke dalam kertas kobalt
klorida. Kertas ini berwarna biru cerah bila kering tetapi berwarna biru
pucat dan kemudian berubah menjadi merah jambu bila menyerap air.
Sehelai kecil kertas biru cerah ditempelkan pada permukaan daun dan
ditutup dengan sebuah gelas preparat. Pada bagian bawah daun pada posisi
yang sama ditempelkan lagi sebuah gelas preparat lain dan kemudian
kedua gelas preparat tersebut dijepit. Waktu yang diperlukan untuk
mengubah warna biru cerah menjadi biru muda yang telah dibakukan
merupakan ukuran laju kehilangan air dari bagian daun yang ditutup
kertas. Kelemahan yang serius dari teknik ini adalah bahwa stomata yang
berada di bawah kertas mulai menutup dalam waktu beberapa menit segera
setelah terlindung kertas. Sekiranya percobaan dapat diselesaikan sebelu
stomata mulai menutup, masih terdapat kelemahan lain yaitu bahwa
permukaan daun di bawah kertas bertranspirasi ke udara yang kering
sekali, suatu kondisi yang jarang dijumpai di alam. Oleh karena itu,
penggunaan kertas kobalt klrida untuk menaksir laju transpirasi
sebenarnya dari daun tidak memberikan hasil yang baik.
2) Potometer
Alat ini mengukur pengambilan air oleh potongan pucuk dengan asumsi
bahwa bila air tersedia dengan bebas untuk tumbuhan, jumlah air yang
diambil sama dengan jumlah air yang dikeluarkan oleh transpirasi.
Sayangnya perilaku sepotong pucuk mungkin sekali sangat berbeda
dengan perilaku tumbuhan secara utuh, sehingga pengukuran dengan cara
27
ini mungkin tidak mencerminkan transpirasi dalam kondisi alami. Namun,
potometer bermanfaat untuk memperagakan pengaruh kondisi luar
terhadap transpirasi.
3) Pengumpulan uap air yang ditranspirasi.
Cara ini mengharuskan tumbuhan atau bagian tumbuhan harus dikurung
dalam sebuah bejana tembus cahaya sehingga uap air yang ditranspirasi
dapat dipisahkan. Bila digunakan tumbuhan dalam pot hendaknya
diusahakan agar tidak evaporasi dari pot dan tanah. Aliran udara disedot
secara sinambung melalui bejana tersebut dan kemudian dilewatkan ke
dalam tabung-tabung U yang sebelumnya sudah ditimbang dan berisi
penyerap air (misalnya fosfor pentaoksida atau kalsium klorida). Setelah
beberapa waktu tabung-tabung U ditimbang kembali. Dibuat pula sebuah
eksperimen kontrol tanpa tumbuhan dan ke dalam alat-alat itu, dialirkan
udara dengan volume sama untuk menentukan kandungan air dalam aliran
udara. Dari perubahan berat dua perangkat tabung-tabung U tersebut,
banyaknya uap air yang dilepas oleh tumbuhan selama eksperimen dapat
ditentukan.
Laju transpirasi yang ditentukan dari salah satu diantara cara di atas
dinyatakan sebagai jumlah air yang hilang per satuan tumbuhan per satuan
waktu, tetapi satuan sebenarnya yang dipilih bergantung kepada maksud
pengukuran. Jadi, satuan tumbuhan dapat berupa luas daun, permukaan daun
(yaitu luas daun dikalikan dua karena pada sehelai daun terdapat dua
permukaan), satuan tumbuhan, ataupun satuan tegalan atau hutan. Demikian
pula dengan satuan waktu dapat satu jam, satu hari, satu bulan bahkan satu
tahun.
28
c. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap transpirasi
Transpirasi sangat bermanfaat untuk membantu berlangsungnya
pengangkutan garam-garam mineral dari akar ke daun terutama lewat xylem
dan kecepatannya sangat dipengaruhi oleh kegiatan transpirasi. Proses
transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal meliputi besar kecilnya daun, tebal
tipisnya daun, berlapiskan lilin atau tidaknya daun, banyak sedikitnya rambut
pada permukaan daun, banyak sedikitnya stomata, serta bentuk dan lokasi
stomata (Dwidjoseputro, 1992 : 92). Sementara itu, terdapat pula faktor
eksternal diantaranya (Dahlia, 2001 : 75-76) :
1) Cahaya matahari.
Cahaya matahari menyebabkan membukanya stoma dan gelap
menyebabkan menutupnya stoma. Jadi, banyak cahaya matahari
mempergiat transpirasi, karena cahaya mengandung energi panas sehingga
temperatur naik. Kenaikan temperatur pada batas tertentu akan
menyebabkan melebarnya stomata sehingga memperbesar laju transpirasi.
2) Temperatur.
Kenaikan temperatur menambah tekanan uap di dalam dan di luar daun.
Namun, tekanan uap di dalam daun lebih tinggi daripada tekanan uap di
lingkungan karena di lingkungan ruangnya tidak terbatas. Akibat dari
perbedaan ini maka uap air mudah berdifusi dari dalam daun ke udara
bebas.
3) Angin.
Angin membawa pindah uap air yang tertimbun dekat stomata. Dengan
demikian, maka uap yang masih ada di dalam daun mendapat kesempatan
berdifusi keluar. Jadi, angin menambah lancarnya transpirasi.
29
4. Stomata.
a. Pengertian stomata
Stomata (tunggal : stoma), menurut Estiti Hidayat (1995 : 68),
merupakan celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel epidermis yang
khusus yakni sel penutup atau sel penjaga . Pada banyak tumbuhan, dapat
dibedakan adanya sel tetangga yang secara morfologi berbeda dengan sel
epidermis yang merupakan dua atau lebih sel yang membatasi sel penjaga.
Stoma bersama-sama sel tetangga bila ada disebut perlengkapan stomata atau
kompleks stomata (Fahn, 1995 : 268).
Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan di atas tanah tetapi
paling banyak ditemukan pada daun. Jumlah stomata beragam pada daun
tumbuhan yang sama dan juga pada daerah daun yang sama. Pada daun,
stomata ditemukan di kedua permukaan daun atau pada satu sisi saja, biasanya
pada permukaan bawah. Pada sebagian besar pohon Angiospermae dan semak
belukar daun-daunnya memiliki stomata terbatas pada permukaan bawah dan
karenanya disebut hipostomatous; pada beberapa tumbuhan air dengan daun
yang mengapung, memiliki stomata terbatas pada permukaan atas yang
disebut ephistomatous; serta pada sebagian besar tumbuhan herbaceae bisa
ditemukan pada kedua permukaan sehingga disebut amphistomatous.
(Wilkins, 1992 : 1)
b. Jenis-jenis stomata
Pada tumbuhan dikotil, dapat dibedakan 4 jenis stomata berdasarkan
susunan sel epidermis yang ada di samping sel penutup :
30
1) Jenis anomositik atau jenis Ranunculaceae.
Sel penutup dikelilingi oleh sejumlah sel yang tidak berbeda ukuran dan
bentuknya dari sel epidermis lainnya. Jenis ini umum terdapat pada
Ranunculaceae, Capparidaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae.
2) Jenis anisositik atau jenis Cruciferae.
Sel penutup dikelilingi tiga buah sel tetangga yang tidak sama besar. Jenis
ini umum terdapat pada Cruciferae, Nicotiana, Solanum.
3) Jenis parasitik atau jenis Rubiceae.
Setiap sel penutup diiringi sebuah sel tetangga atau lebih dengan sumbu
panjang sel tetangga itu sejajar sumbu sel penutup serta celah. Jenis ini
umum terdapat pada Rubiceae, Magnoliaceae, kebayakan spesies
Mimosaceae.
4) Jenis diasitik atau jenis Caryophyllaceae.
Setiap stoma dikelilingi dua sel tetangga. Dinding bersama dari kedua sel
tetangga itu tegak lurus terhadap sumbu melalui panjang sel penutup serta
celah. Jenis ini umum terdapat pada Caryophyllaceae dan Acanthaceae.
(Estiti Hidayat, 1995 : 69).
31
Gambar 1.Tipe Stomata pada Dikotil
Sementara Fahn (1995 : 278-280) mengemukakan tipe kompleks
stomata pada monokotil sebagai berikut :
1) Sel penjaga dikelilingi oleh 4-6 sel tetangga. Tipe ini umum pada spesies
dari Arecaceae, Commelinaceae, Musaceae, Strelitziaceae, Cannaceae, dan
Zingiberaceae.
2) Sel penjaga didampingi dua sel tetangga yang sejajar dengannya satu
setiap sisi. Tipe ini ditemukan pada banyak spesies dari Pontederiaceae,
Flagellariaceae, Butomales, Alimatales, Potamogetonales, Cyperales,
Xyridales, Juncales, Graminales.
3) Sel penjaga dikelilingi oleh 4-6 sel tetangga yang dua bentuknya bundar
lebih kecil dan terdapat di ujung sel penjaga. Tipe ini banyak ditemukan
pada banyak spesies dari Palmae, Pandanaceae, dan Cylantaceae.
32
4) Sel penjaga tidak bergabung dengan sel tambahan manapun. Tipe ini dapat
dilihat pada banyak spesies dari Liliales (kecuali Pontederiaceae),
Dioscorales, Amaryllidales, Iridales, Orchidales.
Gambar 2.Tipe Stomata pada Monokotil
5. Trikomata
a. Pengertian trikomata
Trikomata (tunggal : trikom) merupakan rambut bersel satu atau bersel
banyak yang terbentuk dari sel epidermis (Estiti Hidayat, 1995 : 73). Menurut
Siti Soetarmi Tjitrosomo (1995 : 24), trikomata adalah semua tambahan
uniseluler maupun multiseluler pada epidermis.
b. Jenis-jenis trikomata
1) Trikoma tanpa kelenjar
a) Rambut yang uniseluler sederhana atau multiseluler uniserat, yang
tidak memipih, umum dijumpai seperti pada Lauraceae, Moraceae,
Triticum, Hordeum, Pelargonium, dan Gossypium.
b) Rambut squmiform (bentuk sisik) yang multiseluler dan memipih. Tipe
ini dapat tidak bertangkai (duduk) yang disebut juga sisik, bertangkai
yang disebut perisai (peltata) pada Olea, dan seperti pohon atau
cabang pohon (dendrit).
1)
2)
. 3) 4)
33
c) Rambut multiseluler yang dapat berbentuk bintang (stelata) contohnya
pada Styrax dan berbentuk seperti tempat lilin bercabang pada
Platanus dan Verbacum.
d) Rambut kasar, trikoma kasar multiseriat, yang di pangkalnya terdiri
atas sedikitnya dua atau lebih deretan sel yang berdampingan
contohnya pada Portulaca oleraceae.
2) Trikoma berkelenjar
a) Trikoma sekresi garam dapat berbentuk rambut seperti gelembung
yang terdiri atas sel sekresi yang besar di ujung tangkai yang
menyempit terdiri atas satu atau kadang beberapa sel terdapat pada
Atriplex. Jenis ini juga dapat berbentuk kelenjar multiseluler terdiri
atas beberapa sel sekresi dan sel pengumpul di pangkal, termasuk
kelompok ini adalah kelenjar kapur pada Plumbago capensis dan
kelenjar garam pada Tamarix.
b) Trikoma sekresi nektar contohnya pada kelopak Abutilon, pada korola
Lonicera japonica dan Tropaeolum majus.
c) Trikoma sekresi terpentin dapat berbentuk rambut berkelenjar pada
kelenjar Labiatae yang menghasilkan minyak esensial serta berbentuk
rambut kusut berkelenjar yang terdiri atas tangkai dan kepala
multiserat pada Cleome.
d) Koleter yang merupakan trikoma penghasil bahan lengket pada
Syringa, Rosa, Aesculus, Alnus, dan Coffea.
e) Rambut sengat merupakan trikoma berkelenjar khusus yang terdiri atas
sel tunggal panjang yang pangkalnya melebar seperti kandung kemih
dan bagian atas menyempit seperti jarum pada Urtica.
34
Gambar 3. Jenis-jenis Trikomata (Sumber : Siti Soetarmi Tjitrosomo, 1995 : 287-290)
pada Gossypium pada Olea pada Verbascum pada Styrax
pada
Portulaca olearaceae pada Atriplex pada Tamarix
pada
Plumbago capensis pada Abutilon pada Urtica
35
6. Ekosistem pantai
Wilayah perairan pantai dalam peranannya sebagai sumber daya hayati
laut dapat diartikan sebagai wilayah perairan laut yang masih terjangkau oleh
pengaruh daratan. Sesuai dengan letaknya, wilayah ini merupakan pertemuan
antara pengaruh daratan dan samudra. Perubahan sifat lingkungan terjadi secara
cepat dalam waktu dan ruang sehingga untuk melakukan penelitian, sifat-sifat
lingkungan diperlukan ulangan waktu yang lebih (Kasijan Romimohtarto dan Sri
Juwana, 2009 : 319). Sementara menurut Ewusie (1990 : 289), wilayah ini
membentang mulai dari batas pasang tinggi sampai permulaan keadaan darat yang
normal. Terdapat 3 mintakat diantaranya mintakat perintis, mintakat pesisir utama,
dan mintakat belukar tak meranggas.
a. Mintakat perintis
Sisi arah ke laut pada semua pantai di daerah tropika sering ditumbuhi rumpun
spesies perintis yang terpisah-pisah dan masing-masing mungkin mempunyai
kerapatan yang agak rendah. Bagian tengah dari mintakat ini sering ditumbuhi
tumbuhan tahunan dengan tunas menjalar seperti Ipomoea pescaprae, I.
stolonifera, Canavalia rosea, Sporobolus virginicus, Alternanthera maritime,
dan Diodea maritime. Genus yang menonjol disini adalah Ipomoea dan
Canavalia. Tumbuhan ini tumbuh menjalar dan mengeluarkan geragih
panjang yang melintasi tumbuhan menjalar lainnya.
b. Mintakat pesisir utama
Mintakat ini paling terganggu oleh aktivitas manusia. Sedikit tumbuhan seperti
pada mintakat perintis dapat ditemukan di sini. Spesies tumbuhan paling
utama pada bagian tak terganggu di mintakat ini adalah tumbuhan setengah
36
perdu tahunan dan geofit tahunan. Kebanyakan tumbuhan ini tidak menjalar
dan tidak berakar rimpang seperti halnya spesies mintakat perintis.
c. Mintakat belukar tak meranggas
Mintakat ini merupakan mintakat terakhir yang menyambung ke daerah
pedalaman. Semakin menjauh dari lautan maka semakin banyak ditemukan
belukar dan pepohonan. Spesies Barringtonia sering mendominasi membentuk
komunitas Barringtonia yang rapat ataupun jarang mirip sabana. Seringkali
dalam komunitas ini terdapat tumbuhan lain misalnya Coccolaba,
Calophyllum, Terminalia catappa, Pandanus tectorium, Thespesia populnea,
Hippomane nancinella, Hibiscus tiliaceus, Sophora occidentalis, Eugenia
coronate, dan Phoenix reclinata. Minatakat ini juga sering terganggu oleh
manusia misalnya penebangan untuk memperoleh kayu bakar.
Pada ekosistem ini, sifat lingkungan yang paling mencolok adalah angin
yang kencang dengan hembusan garam dan kadar garam yang tinggi dalam tanah.
Angin yang bertiup dari laut merupakan ciri khas pantai. Angin akan
mempercepat laju transpirasi tumbuhan yang terkena angin tersebut. Sedangkan
kadar garam dalam tanah semakin tinggi bila dekat dengan laut. Hal ini jelas
berpengaruh terhadap permintakatan tumbuhan dimana tumbuhan yang lebih
tahan terhadap garam akan lebih dekat dengan laut sementara yang kurang tahan
akan menjauh dari laut.
7. Ekosistem pegunungan.
Ekosistem pegunungan di Indonesia merupakan kawasan yang memiliki
karakteristik yang khas, ditandai oleh ketinggian dari permukaan laut (dpl) yang
besar, memberikan suhu yang sejuk, lereng yang curam, dan curah hujan yang
relatif tinggi. Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin
37
tinggi suatu tempat maka semakin rendah suhu udaranya. Perubahan suhu ini
mengakibatkan perbedaan jenis tumbuhan pada wilayah pegunungan. Variasi
ketinggian banyak menentukan kondisi kehidupan pada daerah pegunungan. Suhu
turun sekitar 2 derajat Celcius pada setiap kenaikan 300 dpl, sehingga penyesuaian
bentuk-bentuk kehidupan menjadi semakin berat seiring bertambahnya ketinggian
tempat (Mohammad Hasan, 1988 : 18).
Lebih lanjut, Ewusie (1990 : 274) menjelaskan bahwa curah hujan lebih
lebat daripada daerah yang berada di bawahnya mengakibatkan sering terdapat
hutan yang lebih subur pada ketinggian yang rendah dan sedang. Hutan di
pegunungan memiliki karakteristik yaitu jumlah jenis tumbuhan berkurang dan
bentuk serta ukuran tumbuhan lebih kecil.
Semua tanaman berbunga di pegunungan cenderung menjadi kecil (untuk
menghindari angin) dan keras, berakar dalam (untuk mengokohkan tumbuhan
tersebut), dan berbunga rimbun (untuk memanfaatkan musim tumbuh yang
pendek). Banyak spesies lain yang berkembang secara bebas dengan cara yang
kira-kira sama.
8. Ekosistem daerah antara pantai dan gunung (dataran rendah).
Karakteristik daerah dataran rendah yaitu memiliki kemiringan 3- 15˚.
Daerah dataran rendah adalah daerah dengan tingkat endapan dan erosi yang kecil
sehingga pada daerah ini dapat ditemukan lahan potensial baik untuk pertanian,
permukiman, maupun pariwisata. Sehingga dalam daerah ini dapat ditemukan
ekosistem yang beranekaragam seperti ekosistem sawah, ekosistem danau,
ekosistem sungai ataupun ekosistem hutan Hutan di daerah dataran rendah
merupakan hutan yang terdapat di daerah yang tidak pernah tergenang air dengan
ketinggian ±700 m dpl. Hutan ini merupakan bagian yang terbesar dari kawasan
38
hutan di Indonesia. Dalam hutan dataran rendah tumbuh banyak sekali jenis
tumbuhan misalnya Tectona grandis, Dalbergia latifolia, Shore spp, Acacia
auricoliformis, Pterocarpus indicus, Anthocephalus cadamba, Santalum album
dan lain-lain. Di Provinsi Yogyakarta, ekosistem ini merupakan ekosistem yang
paling tinggi keanekaragamannya setelah ekosistem vulkan, dimana terdapat 178
jenis flora yang tumbuh. Terdapat beragam jenis tumbuhan yang berkembang
sebagai tanaman obat, bahan bangunan, maupun tumbuhan yang dapat dikonsumsi
buahnya.
39
C. KERANGKA BERPIKIR
Interaksi
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Daerah
gunung
Lingkungan sekitar menyediakan
objek biologi
Tumbuhan Hibiscus tiliaceus L dan
Terminalia catappa L di lingkungan
sekitar
Perbedaan habitat
Daerah
pantai
Perbandingan laju transpirasi
Sumber belajar biologi
Sumber belajar by design
dalam bentuk LKS
Siswa sebagai subjek
didik
Persyaratan sumber belajar:
1. Kejelasan potensi
2. Kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran
3. Sasaran materi dan
peruntukannya
4. Informasi yang diungkap
5. Pedoman eksplorasi
6. Perolehan yang dicapai
Uji keterbacaan LKS
pada 15 orang siswa
Daerah antara
gunung dan
pantai
Perbedaan kondisi abiotik Perbedaan jumlah
stomata, trikomata,
dan luas permukaan
daun
Uji ANOVA dan
regresi ganda