BAB I terbaru 20 juni
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of BAB I terbaru 20 juni
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin cepatnya perputaran waktu dan
perkambangan pola fikir manusia mengakibatkan perilaku
dan kebiasaan manusia zaman sekarang selalu
menginginkan segala sesuatu yang serba instan, cepat,
praktis serta tidak banyak mengorbankan waktu, biaya,
serta tenaga sesuai dengan tuntutan ekonomi modern.
Dengan tingkat kebutuhan hidup manusia dan dengan pola
fikir yang selalu ingin praktis dan efisien, oleh
karenanya mereka menginginkan adanya suatu tempat
dengan konsep one stop shopping, yaitu suatu tempat yang
menyediakan berbagai macam kebutuhan dalam suatu
lokasi yang juga mengutamakan kenyamanan dalam
berbelanja.
Hal inilah yang menjadi salah satu acuan para
pelaku pasar untuk menarik minat konsumen untuk
2
berbelanja. Para produsen selalu berusaha untuk
mengembangkan usaha mereka menjadi sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh konsumen. Begitu halnya juga
dengan perusahaan ritel (pengecer berskala besar),
mereka berusaha mengembangkan perusahaan mereka
menjadi lebih baik dengan berusaha menciptakan
perusahaan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat yang mana dalam hal ini mereka berusaha
memenuhi keinginan konsumen.
Tingginya tingkat kebutuhan manusia membuat
perusahaan ritel mempunyai prospek yang bagus untuk
menghasilkan profit yang besar. Oleh karena tingginya
income yang ditawarkan sehingga membuat banyaknya
perusahaan ritel yang bermunculan seperti supermarket,
pasar swalayan dan pusat perbelanjaan modern (mall)
lainnya.
3
Menurut Kotler (2009) “perusahaan ritel
(supermarket dan pasar swalayan) adalah perusahaan
yang bergerak dibidang penjualan barang dan jasa
secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan
pribadi dan bukan bisnis”. Sedangkan menurut Utami
(2010) definisi ritel adalah semua kegiatan yang
terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara
langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan
pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Supermarket
merupakan bentuk pengecer toko (ritel) yang menawarkan
barang-barang untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan
produk makanan, minuman, produk kecantikan,
elektronik, produk perawatan dan rumah tangga.
Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan
dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan
berkembang seiring perkembangan perekonomian,
teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang membuat
masyarakat menuntut kenyamanan yang lebih dalam
4
berbelanja. Saat ini, jenis-jenis ritel modern di
Indonesia sangat banyak meliputi Pasar Modern, Pasar
Swalayan, Department Store, Boutique, Factory Outlet, Specialty Store,
Trade Centre, dan Mall/ Supermall/ Plaza (Marina,
2009:1).
Pasar Modern atau biasa juga disebut dengan Pasar
Swalayan merupakan sarana penjualan barang-barang
kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan
bahan pokok. Sedangkan Department Store merupakan sarana
penjualan berbagai macam kebutuhan sandang dan bukan
kebutuhan sembilan bahan pokok, yang disusun dalam
bagian yang terpisah-pisah dalam bentuk counter. Lalu
sarana penjualan yang hanya memperdagangkan satu
kelompok produk saja disebut dengan Specialty Store.
Pusat jual beli barang sandang, pangan, kebutuhan
sehari-hari, dan lain-lain secara grosiran dan eceran
yang didukung oleh sarana yang lengkap seperti
restoran/ food court disebut dengan Trade Centre. Mall/
5
Supermall/ Plaza merupakan sarana untuk melakukan
perdagangan, rekreasi, restoran dan sebagainya, yang
terdiri dari banyak oulet yang terletak dalam
bangunan/ ruang yang menyatu.
Supermarket menerapkan pelayanan swalayan (self service
retailing) dimana konsumen melakukan sendiri proses
menemukan, membandingkan, memilih barang yang
diinginkan serta membawa dan membayarnya dikasir.
Penawaran harga yang berbeda, produk yang lengkap
dengan mutu terjamin, pelayanan terbaik, promosi yang
menarik, suasana toko yang dirancang khusus, lokasi
yang strategis serta penawaran fasilitas penunjang
dijadikan strategi untuk menarik konsumen.
Suatu supermarket tidak hanya menghadapi supermarket
lainya dalam menarik konsumen tetapi juga minimarket,
warung-warung dan pengecer tradisional yang juga
berusaha memenuhi kebutuhan dasar konsumen, akan
barang-barang konsumsi harian atau convenience goods.
6
Untuk menghadapi persaingan tersebut supermarket
haruslah menerapkan strategi yang berbeda dan lebih
baik dibandingkan pesaing sehingga memberikan kepuasan
yang lebih tinggi bagi konsumen. Kepuasan konsumen
akan tercapai jika perusahaan mampu memahami apa yang
menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen yang
tercermin dalam perilaku pembelian dan pada akhirnya
akan menciptakan kepuasan konsumen.
Kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan
jasa berkembang secara terus menerus, serta
mempengaruhi perilaku mereka dalam belanja suatu
produk. Upaya perusahaan mengefektifkan strategi
pemasaran dilakukan melalui riset perilaku konsumen.
Hasil riset akan berguna untuk memperbaiki strategi
produk, harga dan program periklanan yang meyakinkan
pelanggan. Faktor yang memperngaruhi perilaku konsumen
terdiri atas dua faktor yang merupakan hal penting
yang perlu diriset oleh perusahaan dalam mendapat
7
informasi pelanggan, diantaranya yaitu faktor individu
sebagai akibat timbulnya emosi berbelanja ketika
konsumen berada di ruangan berbelanja, dan faktor
lingkungan yang berhubungan dengan keputusan
pembelian. Dalam hal ini adalah semua yang berhubungan
dengan karakter fisik ruangan belanja dan perilaku
sosial konsumen di dalamnya.
Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen belum
tentu direncanakan. Pada pembelian terencana adalah
perilaku pembelian di mana keputusan pembelian sudah
dipertimbangkan sebelum masuk ke pasar. Point of Purchase
Advertising Institute (POPAI) dalam Manik (2008) menyebutkan
bahwa sekitar 75 persen pembelian di supermarket
dilakukan secara tidak terencana. Salah satu jenis
pembelian tidak terencana yang sering mendapatkan
perhatian adalah pembelian impulsif (impulsive buying).
Hal ini disebabkan pembelian impulsif merupakan
sebuah fenomena dan kecendrungan perilaku berbelanja
8
meluas yang terjadi di dalam pasar dan menjadi poin
penting yang mendasari aktivitas pemasaran.
(Harmancioglu et al ) dalam Manik (2009) menyatakan,
pembelian tidak terencana merupakan seluruh pembelian
yang dibuat tanpa rencana terlebih dahulu, termasuk di
dalamnya adalah perilaku pembelian impulsif. Pembelian
impulsif merupakan perilaku yang kurang dewasa dan
tidak terkontrol, atau tidak rasional, beresiko dan
membahayakan.
Menurut (Rook dan Fisher) dalam firdaus (2010)
mendefinisikan impulse buying sebagai kecendrungan
konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-
tiba, dan otomatis. impulse buying merupakan sesuatu yang
alamiah dan merupakan reaksi yang cepat, dan terjadi
dimana saja dan kapan saja. Termasuk pada saat melihat
iklan di televisi atau billboard.
Namun istilah ini lebih sering di pakai di dunia
ritel, dan terjadi pada saat konsumen masuk ke toko
9
ritel dan ternyata membeli produk di ritel tersebut
tanpa merencanakan sebelumnya.
Pembelian impulsif (impulsive buying)
berkarakteristik pembuatan keputusan yang relatif
cepat dan merupakan sebuah bias subyektif yang
mendukung keinginan untuk memiliki dengan segera
(kacen dan lee, 2002). Pembelian impulsif timbul
ketika seorang konsumen mengalami dorongan yang
seketika, seringkali kuat dan teguh untuk membeli
sesuatu dengan segera. Kegiatan belanja pada awalnya
dilakukan oleh konsumen dimotivasi oleh motif yang
bersifat rasional, yakni berkaitan dengan manfaat yang
diberikan oleh produk tersebut. Nilai lain yang
mempengaruhi kegiatan belanja yang dilakukan oleh
konsumen adalah nilai yang bersifat emosional.
Konsumen juga akan memperhatikan aspek-aspek
kenikmatan dan kesenangan yang dapat diperolehnya
10
selain manfaat produk yang akan dinikmatinya dalam
kegiatan belanja yang dilakukannya.
Saat ini kebnyakan konsumen di Indonesia lebih
berorientasi yang mementingkan aspek kesenangan,
kenikmatan, dan hiburan saat berbelanja (Ma’ruf,
2006). Implikasi dari stimulus lingkungan belanja
terhadap perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa
jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang
mempengaruhi perilaku konsumen dalam bentuk emosi
berbelanja ketika berada diruangan toko yang
dihubungkan dengan karakteristik lingkungan konsumsi
fisik.
Adapun beberapa faktor-faktor fisik dalam
lingkungan berbelanja perusahaan retail yang bisa
mempengaruhi emosi perilaku berbelanja konsumen
seperti tata letak atau layout, pencahayaan, kelengkapan
harga, informasi harga, promosi diskon produk, alunan
musik, dan lain sebagainya.
11
Menurut Peter dan Olson (2003) lingkungan tediri
dari dua macam, yaitu Lingkungan makro dan lingkungan
mikro. Lingkungan mikro termasuk skala besar, faktor-
faktor lingkungan luar seperti iklim, kondisi ekonomi,
system politik, dan kondisi alam (tepi laut, gunung,
padang rumput luas). Faktor- faktor lingkungan makro
ini mempunyai pengaruh umum atas perilaku, seperti
ketika keadaan ekonomi mempengaruhi jumlah belanja
rumah tangga, mobil dan barang.
Lingkungan mikro berhubungan dengan aspek nyata
fisik dan sosial lingkungan seseorang, seperti lantai
kantor di toko, karyawan toko yang cerewet, cuaca
panas, atau anggota keluarga, rumah tangga. Faktor
skala kecil dapat berpengaruh langsung pada perilaku
spesifik konsumen, pendapat, perasaan. Seperti orang
lebih memilih tidak untuk berlama-lama dalam keadaan
kotor, di dalam toko yang ramai, konsumen harus
menunggu sampai sore untuk belanja selama cuaca panas,
12
dan merasa marah dalam antrian yang panjang dan lama
ketika ingin pulang.
Respon afektif lingkungan atas perilaku pembelian
dapat diuraikan oleh tiga variabel yang mana lebih
diidentikan dengan perilaku emosi belanja yaitu:
a. Pleasure yang mengacu pada tingkat dimana individu
merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia dan puas
yang berkaitan dengan situasi tersebut,
b. Arousal yang mana merupakan respon emosi berbelanja
konsumen pada tingkat dimana seseorang merasakan
siaga, digairahkan, atau situasi aktif,
c. Dominance merupakan respon emosi berbelanja konsumen
ditandai oleh perasaan yang dilontarkan saat
mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan
berbelanja atau lingkungan fisik toko.
Secara spesifik mengenai suasana sebuah
lingkungan retail dapat mengubah emosi belanja
konsumen semula. Lingkungan berbelanja dan suasana
13
hati dapat mempengaruhi keduanya, yaitu perilaku
pembelian dan evaluasi tempat belanja konsumen semula.
Lingkungan berbelanja dan suasana hati dapat
mempengaruhi pola perilaku pembelian secara tidak
terencana. Menurut Setiawan, dalam Ria Arifianti
(2009) Fenomena impulse buying tidak hanya terjadi di
Indonesia, tapi juga di Negara-negara lain. Namun
impulse buying di Indonesia cenderung lebih besar
dibandingkan dengan Negara-negara lain Asia Tenggara.
Di Negara seperti India, dimana keberadaan pasar
modern masih terbatas, pembelanja lebih berdisiplin
untuk berbelanja sesuai dengan rencana. Indeks rata-
ratanya mencapai 28% dibandingkan dengan Indonesia
yang hanya 15%. Namun Negara lain di wilaah Asia
Pasifik atau Asia Utara indikasi impulse shopping ini
jauh lebih tinggi.
Terjadinya impulse buying pada konsumen apabila,
pertama produk yang memiliki harga yang rendah, kedua
14
produk-produk yang memiliki mass marketing, sehingga
ketika berbelanja konsumen ingat bahwa produk tersebut
tersebar dan pernah diiklan kan di televisi. Ketiga
adalah produk-produk dalam ukuran kecil dan mudah
disimpan. Biasanya konsumen mengambil poduk ini karena
dianggap murah dan tidak terlalu membebani keranjang
belanjaan atau kereta belanjanya.
Terstimulusnya emosi konsumen ini biasanya
dikarenakan adanya indikator pemicu seperti diskon,
produk yang ditawarkan menarik (misalkan pada
kemasannya), atau karena tata layout dari lingkungan
tempat berbelanja. Pembelian tidak terencana dalam
sebuah perbelanjaan modern (ritel) seperti swalayan
dan supermarket merupakan salah satu faktor perhatian
para pemasar ritel atau produsen. Salah satu
perusahaan ritel yang memperhatikan peluang ini adalah
supermarket Ramayana Padang.
15
Supermarket Ramayana Padang merupakan bagian dari
PT. Ramayana Lestari Sentosa tbk. Supermarket Ramayana
Padang berada di jantung kota Padang tepatnya dijalan
Pemuda. Keberadaan supermarket Ramayan di kota Padang
terletak di Plaza Andalas dilantai satu, dua, tiga,
dan empat. Didalamnya terdapat berbagai macam
kebutuhan konsumen seperti pakaian, makanan, buah-
buahan, kebutuhan toiletris, produk kecantikan dan lain-
lain.
Sebagian dari produk yang ditawarkan di Supermarket
Ramayana Padang merupakan kategori produk impulsif.
Menurut Samuel (2005) produk impulsif adalah barang-
barang yang dibeli secara tidak terencana seperti
pakaian, makanan ringan atau cemilan, produk-produk
perawatan tubuh, ornamen-ornamen yang dekat dengan
diri sendiri serta penampilan. Untuk lebih menarik
pelanggan maka dikemas dan di tata dengan sedemikian
rupa mulai dari tata letak, pencahayaan, kelengkapan
16
produk, informasi harga, promosi produk berupa
potongan harga barang sampai dengan keberadaan pelayan
toko yang siap melayani pengunjung untuk memberikan
kenyamanan dan menciptakan kepuasan berbelanja bagi
konsumen.
Penataan arsitektur pada supermarket Ramayana
ditata dengan sedemikian rupa karena faktor-faktor
fisik seperti tataletak, pencahayaan, kelengkapan
produk, warna ruangan dan faktor-faktor lainnya dapat
mempengaruhi sikap konsumen. Faktor lingkungan
berbelanja ini dapat mempengaruhi perilaku emosi
berbelanja konsumen yang nantinya akan menimbulkan
pembelian tidak terencana.
Konsumen biasanya tertarik pada lingkungan fisik
yang ada didalam sebuah supermarket karena setiap
konsumen memiliki perangkat pengetahuan, arti dan
kepercayaan yang unik, lingkungan fungsional atau yang
dirasa untuk setiap konsumen akan berbeda satu sama
17
lain. Timbulnya keinginan berbelanja dari konsumen
sebagian besar terjadi ketika mereka berada didalam
suasana lingkungan berbelanja yang merupakan dampak
dari timbulnya emosi berbelanja pada saat itu.
Supermarket Ramayana adalah merupakan salah satu
supermarket terbesar di kota Padang dan lokasinya
terletak di pusat kota. Cukup dengan dua alasan ini
saja dapat membuat hampir semua masyarakat kota Padang
umumnya datang berkunjung untuk berbelanja atau hanya
sekedar “cuci mata” untuk menghabiskan waktu. Dengan
berkunjungnya masyarakat ke supermarket Ramayana Padang
ini dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda dari
setiap pengunjungnya dapat menciptakan munculnya emosi
untk berbelanja akibat adanya lingkungan berblanja.
Aspek emosi manusia yang cendrung mengutamakan
kinginan dari pada kebutuhan dan mereka lebih focus
kepada penciptaan self satisfy. Sehingga membuat mereka
lebih mudah untuk dipersuasi oleh lingkungan
18
berbelanja dan potensi untuk terciptanya pembelian
tidak terencana semakin besar. Terjadinya pembelian
tidak terencana pada konsumen ketika belanja lebih
banyak dikarenakan dorongan emosi belanja konsumen
yang spontanitas. Spontanitas dari perilaku emosi
belanja konsumen ini dikarenakan adanya faktor Pleasure
(Kesenangan), mengacu pada tingkat dimana individu
merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang
berkaitan dengan situasi tersebut.
Kesenangan diukur dengan penilaian reaksi lisan
ke lingkungan (menyenangkan sebagai lawan tidak
menyenangkan, puas sebagai lawan tidak puas, dan
santai sebagai lawan bosan). Arousal (Kegairahan),
mengacu pada tingkat dimana seseorang merasakan siaga,
digairahkan, atau situasi aktif. Kegairahan (arousal)
secara lisan dianggap sebagai laporan responden,
seperti pada saat dipengaruhi, ditentang, atau
diperlonggar (bergairah sebagai lawan tenang,
19
hirukpikuk sebagai lawan sepi). Dan Dominance
(kekuasaan), ditandai oleh perasaan yang direspon
konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh
lingkungan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
tertarik untuk membahas, mengkaji lebih jauh tentang
penelitian yang akan dilakukan ini dengan menganalisis
lebih lanjut dan menuangkannya ke dalam bentuk
proposal dengan judul “Pengaruh Respon Lingkungan
Berbelanja Terhadap Pembelian Tidak Terencana pada
Supermarket Ramayana Padang”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
diidentifikasi permasalahan yaitu keadaan yang
melibatkan faktor emosi dalam pengambilan keputusan.
konsumen dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan segera.
20
Emosi menjadi dasar dari pembelian yang dominan.
Hal ini mendorong konsumen bertindak karena daya tarik
atas sentimen atau gairah tertentu. Ini berati
terjadinya impulse buying yaitu suatu prilaku seseorang
yang tidak merencanakan seseuatu dalam belanja.
Konsumen yang melakukan impulse buying tidak berfikir
untuk membeli produk atau merek tertentu.
Konsumen langsung melakukan pembelian karena
ketertarikan pada merek atau produk saat itu.
Kecendrungan impulse buying merupakan trend perilaku
pembelian di Supermarket Ramayana Padang, keadaan ini
menjadi suatu kebiasaan yang sering terjadi di
masyarakat. Hal-hal lain yang bisa mempengaruhi
konsumen melakukan impulse buying adalah produk self-service.
Hal ini mendorong perubahan perilaku seseorang.
Tuntutan kebutuhan yang cepat mengakibatkan tingkat
perilaku Pleasure, yang mengacu pada tingkat dimana
individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia
21
yang berkaitan dengan situasi tersebut. Arousal, mengacu
pada tingkat di mana seseorang merasakan siaga,
digairahkan, atau situasi aktif. Secara lisan dianggap
seperti pada saat dirangsang, ditentang atau
diperlonggar. Dominance, ditandai oleh perasaan yang
direspon konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan
oleh lingkungan.
C. Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan
masalah yang akan diteliti. Maka penulis hanya akan
membahas Pengaruh Respon Lingkungan Berbelanja yang
bersifat pleasure (kesenangan), arousal (gairah), dominance
(kekuasaan) terhadap pembelian tidak terencana pada
Supermarket Ramayana Padang.
22
D. Perumusan Masalah
Adanya keterbatasan yang dimiliki penulis baik
dari segi waktu, tenaga, dana dan kemampuan serta
upaya penelitian ini lebih terarah, maka penulis perlu
membatasi masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Pengaruh perilaku masyarakat yang bersifat pleasure
terhadap pembelian yang tidak terencana di
Supermarket Ramayana Padang.
2. Pengaruh perilaku masyarakat yang bersifat aurosal
terhadap pembelian yang tidak terencana di Supermarket
Ramayana Padang.
3. Pengaruh perilaku masyarakat yang bersifat dominance
terhadap pembelian yang tidak terencana di
Supermarket Ramayana Padang
E. Tujuan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini maka tujuan yang
ingin dicapai adalah:
23
1. Untuk menganalisis pengaruh dari konsumen yang
berperilaku pleasure terhadap pembelian tidak
terencana di Supermarket Ramayana Padang.
2. Untuk menganalisis pengaruh dari konsumen yang
berperilaku aurosal terhadap pembelian tidak terencana
di Supermarket Ramayana Padang.
3. Untuk menganalisis pengaruh dari konsumen yang
berperilaku dominance terhadap pembelian tidak
terencana di Supermarket Ramayana Padang.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis sendiri
Penelitian ini bertujuan untuk penyelesaian studi di
Universitas Negeri Padang, serta untuk mengetahui
penerapan teori yang diperoleh dibangku kuliah
dengan realita yang terjadi di lapangan.
24
2. Bagi ilmu pengetahuan
Bagi ilmu pengetahuan, sebagai salah satu
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang manajemen
pemasaran
3. Bagi Perusahaan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan retailer
atau menengah ataupun perusahan-perusahaan lainnya
guna mengembangkan perusahaan mereka menjadi lebih
baik.
25
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Pembelian Tidak Terencana (impulse buying)
1.1. Konsep Impulse Buying
Secara umum konsumen telah merencanakan apa
yang hendak dibeli. Pola belanja konsumen yang
lain yaitu pembelian tidak teencana, artinya
keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu
semuanya direncanakan. Oleh sebab itu keputusan
pembelian juga sering dilakukan karena pembelian
yang tidak direncanakan (impulse buying) sebagai
akibat adanya stimulus dari lingkungan
berbelanja.
26
Pembelian tidak terencana berarti kegiatan
untuk menghabiskan uang yang tidak terkontrol,
kebanyakan pada barang-barang yang tidak
diperlukan. Menurut Samuel (2005: 145) barang-
barang yang dibeli seacara tidak terencana
(produk impulsive) lebih banyak pada barang yang
diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari
barang itu tidak terlalu diperlukan oleh
konsumen. Produk implusive kebanyakan adalah
produk-produk baru, misalnya produk dengan harga
murah yang tidak terduga.
Berdasarkan beberapa pengertian pembelian
tidak terencana diatas dapat disimpulkan bahwa
menurut Engel, Blackwell, dan miniard (1994)
pembelian pembelian tidak terencana adalah suatu
tindakan pembelian yang cenderung membeli secara
spontan atau tiba-tiba tanpa direncanakan
27
terlebih dahulu yang didominasi oleh pertimbangan
emosional ketika berada di tempat berbelanja.
Kecendrungan pembelian tidak terencana dapat juga
didefinisikan sebagai perilaku tidak terkendali
(out of control) oleh konsumen.
Pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka
meningkatkan volume penjualan tersebut adalah
dengan memahami dan mengetahui pola perilaku
belanja konsumen. Pengetahuan tentang pola
perilaku belanja tersebut kemudian dapat
dimanfaatkan untuk menyusun tata letak toko
sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan
bagi konsumen dalam melakukan pembelian, dan
meningkatkan kemungkinan munculnya impulse buying.
Menurut Rook dan Fisher (dalam Marketing,
2007) impulse buying sebagai kecenderungan konsumen
untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba
dan otomatis. Dari definisi ini terlihat bahwa
28
impulse buying merupakan sesuatu yang alamiah dan
merupakan reaksi cepat. Impulse buying terjadi pada
saat konsumen masuk ke toko ritel dan ternyata
membeli produk ritel itu tanpa merencanakan
sebelumnya.
Menurut Mowen dan Minor definisi Pembelian
impulsif (Impulse Buying) (2001 : 65) adalah
tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki
masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang
terbentuk sebelum memasuki toko. Intinya
pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai
pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena
perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.
Dengan kata lain faktor emosi merupakan ”tanda
masuk” ke dalam lingkungan dari orang-orang yang
memiliki gairah yang sama atas segala sesuatu
barang.
29
Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk
(2007 : 511) impulse buying merupakan keputusan yang
emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat
menjadi sangat kuat dan kadangkala berlaku
sebagai dasar dari motif pembelian yang dominan.
Hal senada diungkapkan oleh Shoham dan
Brencic (2003) mengatakan bahwa impulse buying
berkaitan dengan prilaku untuk membeli
berdasarkan emosi. Emosi ini berkaitan dengan
pemecahan masalah pembelian yang terbatas atau
spontan. Mereka melakukan pembelian tanpa
berfikir panjang untuk apa kegunaan barang yang
mereka beli, yang penting mereka/pelanggan
terpuaskan. Artinya Emosi merupakan hal yang
utama digunakan sebagai suatu dasar pembelian
suatu produk.
Penjual menarik konsumen ketika indera
perasa mengirimkan pesan kepada otak konsumen.
30
Beberapa macam dari barang-barang konsumen adalah
pembelian tidak terencana, dan yang paling sering
adalah pakaian, kebutuhan badan, makanan ringan
atau cemilan, ornamen-ornamen yang dekat dengan
diri sendiri serta penampilan.
Setiap keputusan pembelian mempunyai motif
di baliknya. Motif pembelian dapat dipandang
sebagai kebutuhan yang timbul, rangsangan atau
gairah. Motif ini berlaku sebagai kekuatan yang
timbul yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan
yang timbul. Persepsi seseorang mempengaruhi atau
membentuk tingkah laku ini. Pemahaman akan motif
pembelian memberikan alasan pada penjual mengapa
pelanggan tersebut membeli.
Tingkah laku pembeli menunjukkan bahwa
orang-orang membuat keputusan pembelian
berdasarkan pada motif pembelian emosional dan
rasional. Impulse buying adalah adalah satu yang
31
mendorong calon pelanggan untuk bertindak karena
daya tarik atas sentimen atau gairah tertentu.
(Manning, Reece, 2001 : 159). Daya tarik disini
berkaitan dengan pemajangan barang yang menarik
sehingga seseorang berhasrat untuk melakukan
suatu pembelian.
Jumlah pembelian yang mengejutkan didorong
oleh motif pembelian emosional. Karena alasan
inilah perusahaan menggunakan daya tarik
emosional. Bahkan perusahaan teknologi kadang
kala mengandalkan daya tarik ini. Dalam dunia
yang penuh dengan produk yang serupa, faktor
emosional dapat memiliki pengaruh yang patut
diperhitungkan. Jika dua toko memiliki produk
yang serupa, maka pengaruh dari penjual toko
tersebut menjadi sangat penting. Penjual yang
mampu untuk berhubungan di tingkat pribadi
menjadi lebih unggul.
32
1.2. Tipe Pembelian Tidak Terencana (Impulsive
Buying)
Menurut Stern (dalam Marketing, 2007: 22)
pembelian tidak
terencana (impulsive buying) dapat digolongkan sebagai
berikut:
1) Pembelian tidak terencana murni (pure impulsive
buying)
Pembelian yang murni disebabkan oleh suatu pola
pembelian yang menyimpang dari pembelian
normal.
2) Pembelian tidak terencana karena pengalaman
masa lalu (reminder impulsive buying)
Pembelian ini terjadi ketika seorang pembeli
“diingatkan” oleh sebuah stimulus di alam toko
yang bersangkutan. Misalnya: produk itu
sendiri, bahan di tempat pembelian. Hal
33
tersebut membuat dia seolah-olah memerlukan dan
harus membeli produk itu.
3) Pembelian tidak terencana yang timbul karena
sugesti (suggestion impulsive buying)
Pembelian tidak terencana ini terjadi apabila
konsumen yang bersangkutan baru pertama sekali
melihat produk tersebut dimana kualitas,
fungsi, dan kegunaan produk tersebut sesuai
dengan apa yang diharapkannya.
4) Pembelian tidak terencana yang disebabkan
situasi tertentu (planned impulsive buying)
Pembelian tidak terencana ini terjadi pada saat
pusat perbelanjaan melakukan promosi, seperti
pemberian potongan harga (diskon) dan pemberian
kupon berhadiah (Stren dalam Winardi 1998:226-
227).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dikatakan bahwa impulse buying itu adalah suatu
34
kegiatan yang didasarkan pada emosi seseorang
yang timbul karena rasa ketertarikan pada
produk tertentu. Ini dilakukan secara cepat
tanpa berfikir panjang terlebih dahulu. Emosi
ini terlibat karena adanya tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan hidup secara cepat. Dengan
kata lain seorang penjual harus melakukan
segala cara untuk menemukan emosi yang
mempengaruhi keputusan pembelian. Emosi
membantu menjelaskan ”mengapa” di balik
keputusan pembelian. Penjual yang mampu
mengenali dan memuaskan motif pembelian
emosional telah memberikan layanan yang
terpenting.
1.3. Karakteristik impulse buying
Menurut Rook dan Fisher (dalam Ismu 2010),
beberapa karakteristik impulse buying yaitu sebagai
berikut :
35
1. Spontanitas
Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi
konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai
respons terhadap stimulasi visual yang langsung
ditempat penjualan.
2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas
Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua
yang lain dan bertindak seketika.
3. Kegairahan dan stimulasi
Desakan mendadak untuk membeli sering disertai
emosi yang dicirikan sebagai
“menggairahkan”,”menggetarkan” atau “liar”.
4. Ketidakpedulian akan akibat
Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit
ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif
diabaikan.
36
1.4. Pengukuran Impulse Buying
Pengukuran Impulse Buying menurut Rook dan
Fisher (dalam Marketing, 2007) impulse buying
sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli
secara spontan, reflek, tiba-tiba dan otomatis.
Menurut Manning dan Reece (2001:159) impulse
buying menitikberatkan pada daya tarik atas
sentimen dan gairah membeli. Artinya berkaitan
dengan emosi seseorang. Daya tarik di sini
berkaitan dengan barang yang ditawarkan suatu
toko tertentu, sehingga mereka tertarik dan
mempunyai gairah untuk membelanjakannya.
1.5. Elemen Pembelian Tidak Terencana (Impulse Buying)
Loudon dan Bitta dalam Wathani (2009)
mengemukakan lima elemen penting yang membedakan
tingkah laku konsumen yang impulsif dan yang
tidak, yaitu:
37
1. Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang
tiba-tiba dan spontan untuk melakukan suatu
tindakan yang berbeda dengan tingkah laku
sebelumnya.
2. Dorongan tiba-tiba untuk melakukan suatu
pembelian menempatkan konsumen dalam keadaan
ketidakseimbangan secara psikologis, dimana
untuk sementara waktu ia merasa kehilangan
kendali.
3. Konsumen akan mengalami konflik psikologis dan
ia berusaha untuk menimbang antara pemuasan
kebutuhan langsung dan konsekuensi jangka
panjang dari pembelian.
2. Respons Lingkungan Berbelanja
Mehrabian dan Russell dalam Semuel (2005)
menyatakan bahwa respon afektif lingkungan atas
perilaku pembelian dapat diuraikan oleh 3 (tiga)
variabel yaitu:
38
1. Kesenangan (pleasure) mengacu pada tingkat dimana
individu merasakan baik, penuh kegembiraan,
bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut.
Kesenangan (pleasure) diukur dengan penilaian
reaksi lisan ke lingkungan (menyenangkan
sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai
lawan tidak puas, dan santai sebagai lawan
bosan).
2. Kegairahan (arousal) mengacu pada tingkat dimana
seseorang merasakan siaga, digairahkan, atau
situasi aktif. Kegairahan (arousal) secara lisan
dianggap sebagai laporan responden, seperti
pada saat dipengaruhi, ditentang, atau
diperlonggar (bergairah sebagai lawan tenang,
hirukpikuk sebagai lawan sepi).
3. Dominasi (dominance) ditandai dengan laporan
responden yang merasa dikendalikan sebagai
lawan mengendalikan, mempengaruhi sebagai lawan
39
dipengaruhi, terkendali sebagai lawan diawasi,
dan otonomi sebagai lawan dipandu.
Menurut Negara dalam Semuel (2005),
keputusan pembelian dapat didasari oleh faktor
individu konsumen yang cenderung berperilaku
afektif, yaitu kesenangan (pleasure) mengacu pada
tingkat dimana individu merasakan baik, penuh
kegembiraan, bahagia, atau puas dalam suatu situasi,
kegairahan. (arousal) mengacu pada tingkat dimana
individu merasakan tertarik, siaga atau aktif dalam
suatu situasi, dan dominasi (dominance) ditandai oleh
perasaan yang direspon konsumen saat mengendalikan
atau dikendalikan oleh lingkungan.
3. Lingkungan Berbelanja
Menurut Peter dan Olson (2003:3) “lingkungan
berbelanja adalah semua karakter fisik dan sosial
dari dunia eksternal konsumen, termasuk
didalamnya objek fisik (produk dan toko, hubungan
keruangan (lokasi ditoko dan produk ditoko).
40
Perilaku sosial yang lain (siapa yang berada
disekitar apa yang mereka lakukan)”. Adapun
beberapa faktor-faktor fisik dalam lingkungan
berbelanja perusahaan retail yang bisa mempengaruhi
emosi perilaku berbelanja konsumen seperti
tataletak atau layout, pencahayaan, kelengkapan
harga, informasi harga, alunan musik dan lain
sebagainya.
Lingkungan dibagi atas dua aspek dimensi yaitu:
a. Aspek lingkungan sosial, termasuk semua
interaksi sosial di antara dan disekitar orang
lain secara langsung.
b. Aspek lingkungan fisik termasuk semua yang
bukan manusia, yang dapat dibagi menjadi elemen
yang mempunyai ruang atau tidak mempunyai
ruang. Elemen yang mempunyai ruang meliputi
41
objek fisik dari semua jenis (termasuk produk
dan merek). Elemen yang tidak mempunyai ruang
meliputi faktor tidak nyata seperti temperatur,
kelembaban, penerangan, tingkat kebisingan, dan
waktu.
Menurut Vinci (2008) dalam bauran strategi
ini, bisnis eceran dipandang sebagai suatu
kombinasi dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya, yaitu: lokasi toko, prosedur
operasional, barang dan jasa yang ditawarkan,
kebijaksanaan harga, suasana toko dan pelayanan
serta metode promosi yang digunakan.
Para ritel menggabungkan unsur-unsur bauran
ritel untuk menciptakan suatu metode dalam upaya
menarik pasar sasaran. Kombinasi dari bauran
ritel ini akan memproyeksikan citra toko yang
memengaruhi persepsi para konsumen. Dengan
menggunakan kesan-kesan atas toko ini, para
42
pembeli memposisikan toko yang satu terhadap yang
lain. Seorang manajemen ritel harus memastikan
penetapan dan memperbaiki posisi dasar tokonya
secara cepat tepat agar sesuai dengan harapan
konsumen ketika mereka memutuskan untuk
berkunjung dan berbelanja ditoko tersebut.
Unsur yang terkandung dalam 7P dalam bauran
pemasaran menurut Lupiyoadi (2001) adalah produk
(product), harga (price), promosi (promotion), tempat
(place), orang (people), proses (process), sarana dan
prasana (physical evidence).
1) Produk (product)
Produk merupakan hal yang paling penting
mendasar yang akan menjadi pertimbangan
preferensi bagi pelanggan. Produk secara umum
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
dihasilkan produsen untuk memenuhi kebutuhan
(needs) dan keinginan (wants) dari konsumen. Namun
43
secara lebih spesifik produk dapat didefinisikan
dalam berbagai macam arti dan teori.
Menurut Swastha (2003: 194), barang atau
produk adalah suatu sifat yang kompleks baik
dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk
bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan
pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer, yang
diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan
atau kebutuhannya.
Sedangkan menurut Tjiptono & Chandra. (2005),
didefinisikan bahwa produk merupakan segala
sesuatu yang dapat ditawarkan oleh produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, disewa,
digunakan dan dikonsumsi pasar (baik pasar
konsumen maupun pasar industrial), sebagai alat
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang
bersangkutan.
44
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa poduk merupakan segala sesuatu yang
dihasilkan dan ditawarkan oleh produsen kepada
konsumen atau pembeli untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan pasar (baik itu pasar konsumen
maupun pasar industrial).
2) Harga (price)
Harga didefinisikan oleh kotler (2009) adalah
sebagai jumlah uang yang dibebankan atas produk
atau jasa, atau sejumlah uang yang dibebankan
atas suatu produk atau jasa atau sejumlah dari
nilai yang ditukar konsumen atas manfaat karena
memiliki atau menggunakan produk atau jasa
tersebut. Dari pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa harga dari suatu produk terdiri
dari biaya memproduksi produk dan biaya
pengorbanan pengadaan segala sesuatu untuk
45
memberikan kepuasan pada konsumen dan sejumlah
uang bagi perusahaan.
3) Tempat (place)
Dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen untuk
mengembangkan dan memberikan pelayanan kepada
masyarakat, perusahaan selalu memberikan
kemudahan bagi konsumennya temasuk tempat atau
lokasi perusahaaan berada. Tempat juga mempunyai
peranan penting karena lingkungan dimana
perusahaan berada merupakan bagian dari nilai
yang dipersepsikan oleh konsumen.
Menurut Lupiyoadi (2001), pemilihan lokasi
pelayanan harus mempertimbangkan beberapa faktor
yaitu :
a. Kemudahan dijangkau atau dikunjungi (accessibility)
46
b. Mudah dilihat dan ditemukan (assibility
c. Tidak sering macet (traffic)
d. Tidak melanggar ketentuan dan peraturan yang
ada (regulation)
4) Promosi (promotion)
Pada hakekatnya promosi merupakan aktivitas
komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan agar
dapat mengarahkan calon pembeli untuk melakukan
pembelian terhadap produk yang diinginkan.
Promosi dapat diartikan sebagai komunikasi
informasi antara penjual dan calon pembeli atau
pihak pihak lain dalam saluran untuk mempengaruhi
sikap dan perilaku.
Komunikasi pemasaran adalah kegiatan yang
membantu dalam pengambilan keputusan dibidang
pemasaran serta mengarahkan pertukaran agar lebih
memuaskan dengan cara menyadarkan semua pihak
untuk lebih baik (kotler:2009)
47
5) Karyawan (people)
Perusahaan dapat memperoleh keungulan
kompetitif yang kuat dengan merekrut karyawan dan
melatih mereka lebih baik dari pada yang
dilakukan pesaingnya. Salah satu dimensi kepuasan
adalah personal, setiap personal yang berada
dalam perusahaan mempengaruhi pelanggan, baik
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dan
kesadaran akan keinginan pelanggan.
6) Sarana dan prasarana (physical evidence)
Sarana dan prasarana lebih mengarah kepada
fasilitas tempat aktifitas transaksi antara
produsen dengan konsumen dilakukan. Menurut
lupioyadi (2001) sarana dan prasarana ini lebih
menekankan kepada efektifitas teknologi
informasi, seperti:
a. Kinerja, persoalan persepsi yang memperhatikan
ketersediaan dan kompetisi dari perusahaan.
48
b. Ketepatan waktu, bagaimana cepatnya peruahaan
merespon masalah, menjawab masalah, dan lain-
lain.
c. Sikap pelayanan, menunjukan tingkat kesopanan
staff, petunjuk mereka untuk memahami dan
empati terhadap perhatian konsumen.
d. Komunikasi, efektifitas dialog antara produsen
dengan konsumen.
e. Persepsi dan nilai tambah dari perusahaan
bagi konsumen.
7) Proses (process)
Proses dalam perusahaan mempengaruhi persepsi
pelanggan terhadap perusahan. Karena dengan
melakukan pemilihan proses yang tepat akan
menjadikan perusahaan sebagai kompetitor yang kuat
dalam pasar
4. Konsep Perilaku Konsumen
a) Pengertian Perilaku Konsumen
49
Sebagai saluran distribusi yang mengambil tempat
yang lebih dekat dengan konsumen retailer atau
pengecer mutlak harus mengetahui serta memahami
perilaku konsumen yang dihadapi secara langsung
dimana nantinya akan menjadikan sebuah retailer yang
siap dan lebih baik lagi dalam melayani dan
memenuhi kebutuhan konsumen.
Kotler (2009) mengemukakan bahwa perilaku
konsumen sebagai berikut:
“studi mengenai konsumen itu sendiri bagaimanaseseorang, kelompok, atau organisasi memilih, membeli,menggunakan serta mengatur barang dan jasa ataupengalaman untuk memuaskan kebutuhan mereka”.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen:
(1) Faktor Budaya
Kultur , adalah paling utama dalam pundamental
dari keinginan dan perilaku seseorang akan
50
mendapatkan nilai, persepsi dan perilaku
melalui keluarga dan lembaga-lembaga lainnya.
(a) Sub kultur, setiap kultur terdiri dari
atas sub-sub kultur yang lebih kecil yang
memberikan identifikasi dan sosialisai
anggotanya yang lebih spesifik, sub kultur
mencakup kebangsaan, agama, ras dan daerah
geografik. Sub kultur tersebut mampu
membentuk suatu segmen pasar dan para
pemasar memanfaatkan peluang ini dengan
merancang produk dan program yang
pemasaranya khusus dibuat untuk segmen
pasar tersebut.
(b) Kelas sosial, adalah kelompok-kelompok
yang relatif homogen dan bertahan lama
dalam masyarakat dan tersusun secara
hirarki dan keanggotaanya mempunyai nilai,
minat dan perilaku serupa.
51
(2) Faktor Sosial
(a) Kelompok Referensi
Kelompok referensi seseorang terdiri dari
seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap
sikap atau perilaku seseorang.
1. Kelompok primer, yaitu kelompok yang
berinteraksi cukup berkesinambungan
seperti keluarga, teman, tetangga, teman
sejawat.
2. Kelompok sekunder, yaitu seseorang
berinteraksi secara lebih resmi tetapi
tidak regular yang termasuk didalamnya
kelompok keagaman, ikatan profesi, serikat
dagang.
(b) Keluarga
Anggota keluarga pembeli dapat menanamkan
suatu pengaruh yang kuat pada perilaku
52
pembelian. Pengaruh keluarga terhadap
seseorang dapat kita bedakan menjadi :
1. Keluarga orientasi, yang terdiri dari
orang tua. Dari orang tua, sesorang
memperoleh orientasi ke arah agama,
politik, ekonomi, dan suatu perasaan akan
ambisi pribadi, harga diri, cinta kasih.
2. Keluarga prokreasi, terdiri dari suami
istri dan anak-anak yang mempunyai suatu
pengaruh yang lebih langsung terhadap
perilaku sehari-hari.
(c)Peran dan status
Seseorang dapat berperan serta dalam banyak
kelompok, seperti keluarga dan dalam
perkumpulan organisasi posisi seseorang dalam
tiap kelompok dapat ditentukan dari segi
peran dan status seseorang yang dilakukan
terhadap orang-orang disekelilingnya tiap
53
peran membawa status yang mencerminkan
penghargaan umum yang diberikan masyarakat
sesuai dengan status tertentu.
(3) Faktor Pribadi
Karakteristik kepribadian seseorang juga
dapat mempengaruhi keputusan pembelian
seseorang yang termasuk didalamnya adalah :
umur, dan tingkat didalam daur hidup,
pekerjaan, tingkatan ekonomi, gaya hidup serta
kepribadian dan konsep pribadi.
1. Umur dan tahap di dalam siklus hidup
Konsumen membeli barang atau jaa sesuai
dengan umur dan tingkat pertumbuhan
seseorang yang mana keinginan akan suatu
produk juga berubah sesuai pertumbuhan
secara relatif.
2. Pekerjaan dan keadaan ekonomi
54
Pilhan akan suatu produk juga dipengaruhi
oleh pekerjaan dan keadaan ekonomi
seseorang baik untuk yang dibelanjakan,
tabungan, kemampuan meminjam, dan sikap
dalam memilih jumlah yang akan
dibelanjakan.
3. Gaya hidup
Masyarakat dengan kebudayaan kelas sosial
serta pendapatan yang sama bisa jadi
mempunyai gaya hidup yang berbeda. Ini
semua karena pola pikir tiap orang berbeda-
beda, gaya hidup biasa diekspresikan
seseorang melalui aktivitas serta
pengkonsumsian suatu produk.
4. Kepribadian
Kepribadian setiap orang berbeda-beda, yang
biasanya dijabarkan dengan beberapa sifat
seperti percaya diri, kekuasaan, rasa
55
hormat, kelemahan dan kemampuan
beradaptasi. Kepribadian ini bisa dijadikan
variabel yang berguna dalam menganalisis
perilaku konsumen untuk mengetahui suatu
hubungan yang kuat antara kepribadian
dengan pilihan produk tertentu.
(4) Faktor Psikologi
1. Motivasi
Seseorang memiliki banyak kebutuhan dalam
jangka waktu tertentu. Beberapa kebutuhan itu
lebih bersifat biologis, hal ini timbul dari
rasa lapar, haus, dan ketidaknyamanan.
Kebutuhan lain yang bersifat psikis yang
timbul dengan perasaan kebutuhan akan harga
diri, pengakuan dan penghargaan. Ada beberapa
teori mengenai motivasi manusia yang
dikemukakan para ahli psikologi yang mana
telah memberikan implikasi yang berbeda
56
terhadap analisa konsumen dan strategi
pemasaran.
(a). Teori Freuds
Freuds, beranggapan bahwa kebanyakan orang
tidak menyadari tentang kebenaran
psikologis yang membentuk prilaku mereka
bahkan seseorang tidak pernah utuh memahami
motivasinya.
(b). Teori Maslow
Maslow, menjelaskan tentang kebutuhan
manusia yang tersusun secara menjenjang
mulai dari yang paling banyak menggerakan
sampai dengan yang paling sedikit
memberikan dorongan. Yang terdiri dari :
kebutuhan psikologis, rasa aman, kebutuhan
sosial, kebutuhan penghargaan, dan
kebutuhan aktualisasi diri.
57
(c). Teori Herzberg
Herzberg, mengembangkan teori dua faktor
yang membedakan fator-faktor kepuasan
ketiadaan dari penyebab ketidakpuasan
tidaklah cukup, pemuasan kebutuhan harus
secara aktif memotivasi pembelanjaan.
2. Persepsi dan tanggapan
Seseorang yang termotivasi akan bereaksi
sesuai dengan persepsi orang itu terhadap
situasi, akan tetapi tiap orang menangkap,
menyusun dan menafsirkan informasi tersebut
dengan caranya sendiri. Persepsi tersebut
diartikan sebagai proses dimana seseorang
(individu) memilih, merumuskan dan menafsirkan
masukan informasi untuk menciptakan suatu
gambaran yang berarti mengenai suatu hal.
melalui proses persepsi, orang dapat
memberikan persepsi yang berbeda terhadap
58
rangsangan yang sama, proses-proses itu adalah
: eksposure efektif, distorsi selektif, dan retensi selekti.
3. Pembelajaran
Belajar menggambarkan pembelian-pembelian
dalam perilaku individu yang timbul dari
pengalaman yang dipelajari sebagian besar
pelaku. Teoristis belajar menyatakan bahwa
pembelajaran seseorang dihasilkan melalui
dorongan, rangsangan, isyarat, tanggapan,
serta penguatan.
4. Kepercayaan dan sikap
Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif
yang dimiliki seseorang tentang sesuatu
kepercayaan. Ini mungkin didasaekan atas
pengetahuan dan emosi. Seseorang pemasar
sangat tertarik pada kepercayaan orang
mengenai poduk, kepercayaan juga dapat
membentuk citra terhadap suatu objek atau
59
gagasan. Sikap menempatkan seseorang kedalam
suatu pikran menyukai atau tidak, bergerak,
mendekati atau menjauh orang tidak harus
menginterprestasikan dan member reaksi
terhadap segala sesuatu dengan cara yang baru.
5. Stimulus Terhadap Objek
Sebelum membeli suatu produk yang diinginkan oleh
seorang individu tentu ada suatu rangsangan yang
mendorong rasa ketertarikan konsumen terhadap
suatu produk, yang didasarkan atas motivasi yang
terdapat dalam diri seseorang individu untuk
senantiasa memenuhi kebutuhan yang mereka
inginkan dengan berbagai produk/jasa pemuas
kebutuhan.
Menurut swastha (1998:187) ada beberapa
macam bentuk motivasi yang mendorong seseorang
untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk
yaitu:
60
a. Motif yang menimbulkan perilaku pembelian
terhadap kategori pemakai tertentu, maksudnya
adalah motif membeli suatu produk didasarkan
kepada kelas sosial yang dimiliki oleh seorang
calon pembeli.
b. Motif pembelian yang didasarkan atas kenyataan
yang ditunjukan oleh suatu produk terhadap
konsumen seperti mutu dan kualitas produk, daya
tahan, dan sebagainya.
c. Motif pembelian didasarkan atas kelas yang
dimiliki oleh merek produk yang dipilih,
seperti nama besar merek, dan kelas menggunakan
merek yang ditinjau dari berbagai aspek yang
pada umunya ditujukan untuk menggambarkan
tingkat pretise seseorang.
d. Motif yang berkaitan dengan perasaan atau emosi
individual seperti ungkapan kasih sayang
terhadap seseorang, kebanggaan, dan kenyamanan.
61
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Samuel Hatane
(2005) tentang Respon Lingkungan Berbelanja
sebagai Stimulus Terhadap Pembelian Tidak
Terencana di Carrefour Surabaya), bahwa variabel
lingkungan berbelanja yang mengakibatkan
timbulnya emosi berbelanja ketika berada
dilingkungan berbelanja seperti perilaku pleasure,
arousal, dominance yang mempengaruhi pembelian tidak
terencana mempunyai hubungan yang positif dan
berpengaruh signifikan terhadap respon lingkungan
berbelanja sebagai stimulus terhadap pembelian
tidak terencana pada Carrefour Surabaya.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Aan Sosyanti
(2009) berjudul “Respon Lingkungan Berbelanja
Sebagai Stimulus Terhadap Pembelian Tidak
Terencana di Supermarket Ramayana Padang ” (Studi
kasus : mahasiswa BungHatta Padang). Bahwa dalam
62
penelitiannya terhadap variabel lingkungan
berbelanja seperti perilaku pleasure, arousal,
dominance yang mempengaruhi pembelian tidak
terencana mempunyai hubungan positif dan
berpengaruh signifikan terhadap respon lingkungan
berbelanja sebagai stimulus terhadap pembelian
tidak tidak terencana pada supermarket Ramayana
Padang.
C. Kerangka Konseptual
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya
mengenai pembelian tidak terencana yaitu
pembelian yang cenderung membeli secara spontan
dan seketika tanpa direncanakan terlebih dahulu.
Serta kecendrungan konsumen untuk melakukan
pembelian yang tidak terefleksi, secara terburu-
buru dan didorong oleh aspek psikologis emosional
terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi
dari pemasar.
63
Variabel respon lingkungan berbelanja yang
terdiri dari pleasure, arousal, dan dominance memiliki
keterkaitan terhadap variabel pembelian tidak
terencana. dimana perilaku pleasure yang mengacu
kepada tingkat individu yang merasakan baik,
penuh kegembiraan bahagia dan adanya kepuasan
dalam suatu situasi di lingkungan berbelanja akan
menyebabkan terjadinya pembelian tidak terencana.
Perilaku arousal mengacu pada individu yang
merasakan tertarik siaga atau aktif serta adanya
kesediaan untuk berinteraksi dengan karyawan toko
dan berlama lama di lingkungan berbelanja juga
akan bisa menyebabkan timbulnya pembelian tidak
terencana.
Sedangkan perilaku dominance yang merupakan
perilaku emosi berbelanja yang dipengaruhi oleh
64
persuasi dari rangsangan lingkungan fisik toko
seperti adanya potongan harga (diskon) produk,
informasi harga yang akurat, suara musik didalam
toko juga bisa menimbulkan pembelian tidak
terencana.
Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian
teori diatas, lebih lanjut akan dirumuskan
kerangka konseptual yang dimaksudkan untuk
menjelaskan, mengungkapkan dan menunjukkan
prestasi keterkaitan antara variabel yang akan
diteliti:
PerilakuDominance (X3)
Perilaku
Arousal (X2)
Pembelian tidakterencana (Y)
Perilaku
Pleasure (X1)
65
Gambar 1 : kerangka konseptual
D. Hipotesis
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan
diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
a. Terdapat pengaruh perilaku pleasure (kesenangan)
terhadap pembelian tidak terencana di
Supermarket Ramayana Padang.
b. Terdapat pengaruh perilaku arousal (gairah),
terhadap pembelian tidak terencana di
Supermarket Ramayana Padang.
c. Terdapat pengaruh perilaku dominance
(kekuasaan) terhadap pembelian tidak terencana
di Supermarket Ramayana Padang.
66
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausatif. Di
mana penelitian ini menjelaskan dan menggambarkan
hubungan sebab akibat dari variabel bebas terhadap
variabel terikat yaitu, Pleasure (Kesenangan), Arousal
67
(gairah), Dominance (Kekuasaan) terhadap Pembelian Tidak
Terencana di Supermarket Ramayana Padang.
B.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Supermarket Ramayana
Padang. Waktu penelitian ini berlangsung pada bulan
juni 2013.
C.Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian,
apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada
dalam wilayah penelitian (Arikunto, 2002:108). Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh
konsumen yang berbelanja di Supermarket Ramayana Padang.
2. Sampel
Menurut Umar (2009:78), sampel merupakan bagian
kecil dari suatu populasi. Agar sampel yang diambil
representatif atau mewakili populasi maka pengambilan
sampelnya harus tepat. Untuk menentukan besar ukuran
68
sampel adalah rumus Cochran oleh G. Cochran (1963:75)
dalam yulia (2008), sebagai berikut:
n=Z2pqe2
Dimana:
n = jumlah sampel
Z = nilai pada kurva normal (1-α) = 95%
p = proporsi estimasi dari kejadian pada populasi
(0,5)
q = 1-p ( 1-0,5 = 0,5 )
e = standar deviasi/ kelonggaran (10%)
maka jumlah sampel sebesar :
n = (1,96) 2 (0,5)(0,5)
(0,1)2
= 96,04 dibulatkan menjadi 100 orang. Untuk keperluan
penelitian ini maka jumlah sampel yang akan dijadikan
responden adalah 100 orang.
69
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling
adalah metode pengambilan sampel berdasarkan pada
kriteria tertentu yang ditetapkan oleh peneliti secara
objektif. Kriteria sampel adalah responden yang sudah
pernah berbelanja di Supermarket Ramayana Padang.
D.Jenis Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dan
dikumpulkan oleh peneliti, dalam hal ini peneliti
menyebarkan kuesioner untuk mendapatkan data dari
responden yang telah menjadi konsumen di Supermarket
Ramayana Padang.
2. Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak
langsung dari sumbernya. Dimana dalam hal ini peneliti
70
mendapatkan informasi dari staff atau bagian kantor di
Supermarket Ramayana Padang. Berupa dokumentasi mengenai
laporan pergerakan jumlah penjualan di Supermarket
Ramayana Padang.
E.Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Kuesioner
Yaitu metode yang digunakan untuk mendapatkan data
primer, dengan cara membuat suatu daftar pertanyaan
yang secara sistematis dengan tujuan mendapatkan data
yang diinginkan dan diedarkan kepada responden untuk
dijawab, yang diperlukan dalam penelitian yaitu
konsumen Supermarket Ramayana Padang.
2. Observasi
Dalam hal ini penulis melakukan tinjauan langsung di
Supermarket Ramayana Padang untuk mendapatkan data-
data.
71
F.Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel
dependent (terikat) dan tiga variabel independent
(bebas). Variabel dependent yaitu pembelian tidak
terencana (Y), dan variabel independent yaitu
keandalan Pleasure (Kesenangan), Arousal (Gairah), Dominance
(Kekuasaan) terhadap Terhadap Pembelian Tidak
Terencana di Supermarket Ramayana Padang.
2. Definisi Operasional
Adapun definisi dari variabel penelitian ini adalah :
a. Pembelian tidak terencana (impulsive buying) sebagai
variabel dependen adalah kecenderungan konsumen
melakukan pembelian secara spontan, didorong oleh
aspek psikologis emosional terhadap suatu produk, dan
terpengaruh dari persuasi pemasar.
b. Respon lingkungan berbelanja sebagai variabel
independen, yang terdiri dari:
72
1. Kesenangan (pleasure) sebagai X1 adalah faktor
dimana tingkat individu merasakan nyaman dan senang,
memiliki kepuasan tersendiri, dan dapat santai di
dalam situasi lingkungan berbelanja.
2. Kegairahan (arousal) sebagai X2 adalah faktor dimana
seseorang merasakan tertarik, lebih aktif atau
bersemangat, dan adanya rasa ingin tahu yang kuat
terhadap produk-produk yang ditawarkan di lingkungan
berbelanja.
3. Dominasi (dominance) sebagai X3 adalah faktor
dimana seseorang merasa dipengaruhi dan dipandu oleh
situasi lingkungan berbelanja.
Tabel 2
Definisi Operasional
No. Variabel DefenisiVariabel Indikator
Ukuran
Skala
1. Pleasure(X1)
ungkapan emosi konsumen terhadap
1. Adanya rasa nyaman disuatu
SkalaLiker
73
kondisi sebuah lingkungan belanja yang merujuk pada tingkatan dimana seorang individu merasabaik, ceria, bahagia atau terpuaskan dalam situasi tertentu
tempat2. Adanya rasa
gembira/senang
3. Adanya rasa puas saat berada dilingkunganberbelanja
t
2. Arousal(X2)
ungkapan emosional konsumen terhadap sebuahlingkungan belanja yang merujuk pada tingkat dimana seseorang merasa terdorong untukmenjadi bergairah, waspada atau aktif dalam situasi tersebut
1. Ketertarikandari pengaruh lingkungan berbelanja
2. Kesediaan berinteraksidengan karyawan toko
3. Lamanya berada di minimarket
SkalaLikert
3. Dominance (X3) tanda-tanda 1. Menumbuhkan Skala
74
yang diberikan oleh konsumen terhadap pengaruh dari kondisi dan keadaan lingkungan belanja
rasa percayanasabah
2. Menumbuhkan rasa aman dalam bertransaksi
Likert
4. Impulse buying
(Y)
suatu tindakan pembelian yang cenderung membeli secara spontan atau tiba-tiba tanpadirencanakan terlebihdahulu yang didominasioleh pertimbangan emosional ketika berada di tempat berbelanja.
1. Pembeliansecaraspontan,tiba-tibatanpadirencanakanterlebihdahulu.
2. Spontan membelanjakan uang ketika melihat produk-produk menarik di Yossie
SkalaLikert
G.Instrumen Penelitian
Instrumen adalah suatu alat untuk mengumpulkan data.
Instrumen penelitian ini dikembangkan dengan bantuan
75
kajian teori, definisi operasional, variabel bebas dan
variabel terikat yang selanjutnya dikembangkan dengan
penjabaran indikator indikator dan dapat diterapkan
dalam butir butir tes.
Instrumen untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini adalah berupa kuesioner yang disusun dengan
menggunakan skala Likert (bertingkat) dengan lima
alternatif jawaban dan masing-masing diberi skor. Teknik
pengukuran yang ditetapkan adalah berdasarkan rangking
atau peringkat dan atribut yang dinyatakan, dimana
responden hanya memilih satu dari lima alternatif yang
disediakan. Dimana penilaiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Bobot Penilaian Likert
No Respon TerhadapPernyataan
Bobot
1
2
3
SS
S
KS
= SangatSetuju
= Setuju
= Kurang
5
4
3
76
4
5
TS
STS
Setuju
= Tidak Setuju
= Sangat TidakSetuju
2
1
Setelah dikumpulkan lalu dilakukan uji instrumen
untuk memastikan bahwa instrumen yang digunakan merukan
alat ukur yang akurat dan dapat dipercaya. Untuk itu
digunakan dua macam pengujian yaitu uji validitas dan
uji reliabilitas.
1. Uji Validitas
Idris (2010:8) menyatakan “validitas menggambarkan
bahwa pertanyaan yang digunakan mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur (valid)”. Suatu
angket dikatakan valid jika pernyataan dalam angket
tersebut mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur dari angket itu. Jika butur-butir sudah valid
berarti butir-butir tersebut sudah dapat mengukur
pengaruh variabel terikat. Untuk mengukur uji validitas
77
ini digunakan aplikasi SPSS. Validitas pengukuran ini
dapat dilihat pada corrected item total correlation, yaitu
korelasi antara item bersangkutan dengan seluruh sisa
lainnya. Untuk mengetahui korelasi antara skor item
dengan skor total, instrumen digunakan rumus ProductMoment
(Idris,2010:8), yaitu:
r =
N (∑xy)−(∑ x ) (∑y )
√{Ν∑x2−(∑ x)2}{N∑ y2−(∑y )2 }
Keterangan:
r = Koefesien korelasi satu item dengan item
total
X∑ = Jumlah skor tiap item
X∑ 2 = Jumlah kuadrat skor item
Y∑ = Jumlah kuadrat skor seluruh item
XY∑ = Jumlah hasil kali skor x dan y
N = Jumlah responden
78
Untuk N = 30,r > 0,3660 menunjukan bahwa
instrumen penelitian valid dengan kriteria:
a. Jika r0 > rtabel : instrumen dikatakan valid
b. Jika r0 < rtabel : instrumen dikatkan tidak valid
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui validitas
dari instrumen penelitian, dilakukan uji coba penelitian
dengan menyebarkan kuesioner uji coba kepada 30 orang
responden. Untuk responden dengan jumlah 30 orang,
instrumen penelitiannya dikatakan valid jika nilai r>
0,3640 (Idris, 2010:8). Dari hasil uji validitas yang
dilakukan terdapat lima buah item pertanyaan yang
memiliki r< 0,3640 dari total 36 buah pernyataan. Hasil
uji validitas terhadap item-item pernyataan setelah
dilakukan uji coba penelitiannya.
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang
reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya,
apabila datanya benar-benar sesuai dengan
79
kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap akan
sama. Reliabilitas menunjukkan pada tingkat keandalan
(dapat dipercaya). Instrumen yang reliabel mengandung
arti bahwa instrumen tersebut harus baik sehingga
mampu mengungkap data yang bisa dipercaya.
Reliabilitas instrumen penelitian dapat dilihat dengan
mengukur nilai Cronbach’s Alpha. Suatu variabel dikatakan
reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,60
(Nunnally dalam Ghozali, 2005 :42)
H. Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan
analisis untuk memastikan bahwa instrument yang
digunakan dalam penelitian ini akurat dan dapat
dipercaya.
1. Analisis Deskriptif
Analisis ini bersifat uraian atau penjelasan
dengan menggunakan tabel. Data dikelompokkan dan
dianalisis berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner
80
yang diperoleh dari tanggapan responden dengan
menggunakan tabulasi data. Analisis deskriptif
dilakukan untuk melihat kecendrungan penyebaran data
secara umum pada setiap variabel. Analisis deskriptif
dilakukan untuk mengolah data yang diperoleh dari
responden. Proses ini terdiri atas :
a. Verifikasi Data
Yaitu memeriksa kembali kuesioner yang telah
diisi oleh responden untuk memastikan apakah semua
pernyataan sudah dijawab dengan lengkap oleh
responden.
b. Menghitung Nilai Jawaban Responden
Hasil jawaban responden yang perlu di hitung
atau dikalkulasikan yaitu sebagai berikut :
1) Persentase dari karakteristik responden
2) Distribudi frekuensi jawaban responden atas
pertanyaan yang di ajukan. Rumus yang digunakan
yaitu sebagai berikut :
81
P = frekuensi (f )
jumlah responden (N) x 100%
Keterangan :
P = Persentase yang diperoleh
F = Frekuensi jawaban responden
N = Jumlah sampel/responden
100% = Angka tetap persentase
3) Skor rata-rata total item pertanyaan, digunakan
rumus sebagai berikut :
X = (5xfi )+(4xfi)+(3xfi)+(2xfi)+(1xfi)
n
Keterangan :
X = Skor rata-rata total item
Fi = Frekuensi
n = Jumlah responden
5 = Nilai untuk jawaban sangat setuju
4 = Nilai untuk jawaban setuju
3 = Nilai untuk jawaban netral
82
2 = Nilai untuk jawaban tidak setuju
1 = Nilai untuk jawaban sangat setuju
4) Menghitung nilai Tingkat Capaian Responden (TCR)
masing-masing kategori dari deskriptif variabel.
Rumus yang digunakan yaitu :
TCR = Rsn
× 100
Keterangan
TCR = Tingkat Capaian Responden
Rs = Rata-rata skor jawaban responden
n = Nilai skor jawaban
Nilai presentase dimasukan kedalam kriteria
(Arikunto,2006:244) sebagai berikut:
a. interval jawaban responden 81-100% kategaori
jawaban tinggi.
b. Interval jawaban responden 61-80% kategori
jawaban sedang.
83
c. Interval jawaban responden 41-60% kategori
jawaban agak rendah.
d. Interval jawaban responden 21-40% kategori
jawaban rendah.
e. Interval jawaban responden < 40% kategori
jawaban sangat rendah.
Analisis induktif
a. Uji Asumsi Klasik
Dalam menggunakan teknik analisis regresi, ada 3
uji asumsi klasik yang harus dilakukan yaitu: uji
normalitas, uji heterokedastisitas, uji
multikolinearitas, dan uji linearitas.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian tentang
kenormalan distribusi data (Idris, 2010:72).
Digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data
variabel independent dan data variabel dependent
adalah normal. Model regresi yang baik adalah
84
mempunyai distribusi data normal atau mendekati
normal. Normal atau tidaknya distribusi sebuah
data dapat dilihat dengan menggunakan Uji One
Sample Kolmogorov-Smirnov. Distribusi data dikatakan
normal jika nilai signifikansi > 0,05
2) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah model regresiditemukan adanya korelasi
antar variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi
dapat dilakukan dengan melihat nilai Variance
Inflation Factor atau VIF dan nilai Tolerance.
Model regresi dikatakan bebas dari
85
multikolinearitas jika nilai VIF kurang dari 10
dan nilai Tolerance lebih dari 0,1.
3) Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah homokedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Ada atau tidaknya gejala
heteroskedastisitas pada sebuah persamaan regresi
dapat dilihat dengan menggunakan uji sctterplot
yaitu dengan melihat penyebaran dari varians
residual.
86
b. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis ini digunakan untuk menganalisis
hubungan dan pengaruh antara Variabel Terikat
terhadap dua / lebih Variabel Bebas. Adapun rumus
regresi linear berganda yang dipakai adalah sebagai
berikut :
Y=a + b1X1+ b2X2+ b3X3 + e ....................
(Umar, 2009:126)
Keterangan:
Y = pembelian tidak terencana
a = Konstanta
b1,b2,b3,.... = Koefisien Regresi Parsial
X1 = Pleasure
X2 = Arousal
X3 = Dominance
e = epsilon (variabel-variabel independen lain yang
tidak di ukur dalam penelitian yang
87
mempunyai pengaruh terhadap variabel
independen)
c. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen dilakukan uji :
1) Uji F (F-test)
Uji F untuk melihat pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama terhadap variabel terikat.
Fhitung= R² /k1−R²̸S n−k−1
Di mana :
k = Jumlah Variabel Independen
n = Banyaknya Sampel
R2 = Koefisien
Determinasi/regresi.
Kaidah keputusannya adalah :
88
Jika tingkat signifikansinya < 0,05
maka Ha diterima dan H0 ditolak.
Jika tingkat signifikansinya > 0,05
maka H0 diterima dan Ha ditolak.
2) Uji t (t test)
Uji t dilakukan untuk menguji apakah secara
terpisah variabel independen mampu menjelaskan
variabel dependen secara baik, dengan rumus:
thitung= bSb
Dimana:
b = parameter estimasi dari
masing masing variabel
Sb = standar error
Taraf Pengujian:
a. Jika th¿ ¿≤ ttab maka Ho diterima dan Ha
ditolak
90
DAFTAR PUSTAKA
Bob Foster. 2008. Manajemen Ritel. Bandung : Alfabeta.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi SPSS. Badan PenerbitUniversitas Diponegoro
Griffin, Jill. 2005. Customer Loyalty : Menumbuhkan danMempertahankan Kesetiaan Pelanggan, Jakarta: Erlangga
Husein Umar. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.Edisi Kedua. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Idris. 2010. Aplikasi Model Analisis Data Kuantitatif dengan ProgramSPSS. Padang: Program Magister Manajemen UNP.
J. Peter, Paul dan Jerry C. Olson. 2003. Consumer Behavior(Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran). Jakarta:Erlangga.
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. ManajemenPemsaran. Edisi 13. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta:Salemba Empat
Ma’ruf, H. 2006. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT.GramediaPusaka Utama.
Semarang.
91
Mowen, John C & Minor, Michael. 2002. Perilaku Konsumen jilid II(Edisi bahasa Indonesa). Jakarta: Erlangga
Miniard, Engel, Blackwell, (1994) . consumen behavior
Point of Purchase Advertising Institute (POPAI) dalam Manik Yistiani(2008)
Purba, Whitetop, 2008, Analisis Pengaruh Respons LingkunganBerbelanja Terhadap Pembelian Tidak Terencana (Impulsive Buying) padaHypermart Sun Plaza Medan, Skripsi Fakultas EkonomiUniversitas Sumatera Utara (USU), Medan.
Rangkuti Freddy. 2005. Riset Pemasaran. Jakarta: PT. SUN.
Riduwan. (2009). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung:Alfabeta
Rook, D.W. and Fisher, R.J. dalam Marketing, impulsivebuying behavior, Journsl of Consumer Research,Vol. 22, No.3, pp .2007
Samuel H. 2005. Respon Lingkungan Berbelanja Sebagai StimulusTerhadap Pembelian Tidak Terencana di Carrefour Surabaya.“Online”. Jurnal Manajemen da Kewirausahaan, Vol. 7 No.2. www.puslit.petra.ac.id. 14 April 2013.
Setiawan,Y. B. dan Ria Arifianti 2010: Fenomena impulsebuying di Indonesia. “Online”. Jurnal: Karakter KonsumenIndonesia bag 2.
Sciffman. G. Leon & Leslie Lazar kanuk. 2004. PrilakuKonsumen. EdisiKetujuh. Alih Bahasa. ZulkifliKasip. Jakarta : PT.Indeks
54
92
Sosyanti, Aan. 2009. Respon Lingkungan Berbelanja Sebagai StimulusTerhadap Pembelian Tidak Terencana di Supermarket RamayanaPadang. Padang. Skripsi Program S1. Universitas BungHatta. (Tidak Dipublikasikan).
Swastha, Basu dan Irawan. 2002. Manajemen Pemasaran Modern.Yogyakarta. Liberty
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktek. Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Stern, dalam Marketing, 2007
Umar, Husein. 2009. Manajemen Riset Pemasaran dan PerilakuKonsumen. Jakarta: Gramedia Pusaka.
Utami, C. W. 2010. Manajemen Ritel : Strategi dan ImplementasiOperasional Bisnis Ritel Moderen di Indonesia. Jakarta:SalembaEmpat.
Vinci, Maharani. 2008. Manajemen Bisnis Eceran. Bandung:Sinar Baru Algensindo
Yistiani, Manik .jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, danKewirausahaan Vol. 6, No .2 Agustus 2012