BAB I terbaru 20 juni

92
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin cepatnya perputaran waktu dan perkambangan pola fikir manusia mengakibatkan perilaku dan kebiasaan manusia zaman sekarang selalu menginginkan segala sesuatu yang serba instan, cepat, praktis serta tidak banyak mengorbankan waktu, biaya, serta tenaga sesuai dengan tuntutan ekonomi modern. Dengan tingkat kebutuhan hidup manusia dan dengan pola fikir yang selalu ingin praktis dan efisien, oleh karenanya mereka menginginkan adanya suatu tempat dengan konsep one stop shopping, yaitu suatu tempat yang menyediakan berbagai macam kebutuhan dalam suatu lokasi yang juga mengutamakan kenyamanan dalam berbelanja. Hal inilah yang menjadi salah satu acuan para pelaku pasar untuk menarik minat konsumen untuk

Transcript of BAB I terbaru 20 juni

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semakin cepatnya perputaran waktu dan

perkambangan pola fikir manusia mengakibatkan perilaku

dan kebiasaan manusia zaman sekarang selalu

menginginkan segala sesuatu yang serba instan, cepat,

praktis serta tidak banyak mengorbankan waktu, biaya,

serta tenaga sesuai dengan tuntutan ekonomi modern.

Dengan tingkat kebutuhan hidup manusia dan dengan pola

fikir yang selalu ingin praktis dan efisien, oleh

karenanya mereka menginginkan adanya suatu tempat

dengan konsep one stop shopping, yaitu suatu tempat yang

menyediakan berbagai macam kebutuhan dalam suatu

lokasi yang juga mengutamakan kenyamanan dalam

berbelanja.

Hal inilah yang menjadi salah satu acuan para

pelaku pasar untuk menarik minat konsumen untuk

2

berbelanja. Para produsen selalu berusaha untuk

mengembangkan usaha mereka menjadi sesuai dengan apa

yang diharapkan oleh konsumen. Begitu halnya juga

dengan perusahaan ritel (pengecer berskala besar),

mereka berusaha mengembangkan perusahaan mereka

menjadi lebih baik dengan berusaha menciptakan

perusahaan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh

masyarakat yang mana dalam hal ini mereka berusaha

memenuhi keinginan konsumen.

Tingginya tingkat kebutuhan manusia membuat

perusahaan ritel mempunyai prospek yang bagus untuk

menghasilkan profit yang besar. Oleh karena tingginya

income yang ditawarkan sehingga membuat banyaknya

perusahaan ritel yang bermunculan seperti supermarket,

pasar swalayan dan pusat perbelanjaan modern (mall)

lainnya.

3

Menurut Kotler (2009) “perusahaan ritel

(supermarket dan pasar swalayan) adalah perusahaan

yang bergerak dibidang penjualan barang dan jasa

secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan

pribadi dan bukan bisnis”. Sedangkan menurut Utami

(2010) definisi ritel adalah semua kegiatan yang

terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara

langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan

pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Supermarket

merupakan bentuk pengecer toko (ritel) yang menawarkan

barang-barang untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan

produk makanan, minuman, produk kecantikan,

elektronik, produk perawatan dan rumah tangga.

Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan

dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan

berkembang seiring perkembangan perekonomian,

teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang membuat

masyarakat menuntut kenyamanan yang lebih dalam

4

berbelanja. Saat ini, jenis-jenis ritel modern di

Indonesia sangat banyak meliputi Pasar Modern, Pasar

Swalayan, Department Store, Boutique, Factory Outlet, Specialty Store,

Trade Centre, dan Mall/ Supermall/ Plaza (Marina,

2009:1).

Pasar Modern atau biasa juga disebut dengan Pasar

Swalayan merupakan sarana penjualan barang-barang

kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan

bahan pokok. Sedangkan Department Store merupakan sarana

penjualan berbagai macam kebutuhan sandang dan bukan

kebutuhan sembilan bahan pokok, yang disusun dalam

bagian yang terpisah-pisah dalam bentuk counter. Lalu

sarana penjualan yang hanya memperdagangkan satu

kelompok produk saja disebut dengan Specialty Store.

Pusat jual beli barang sandang, pangan, kebutuhan

sehari-hari, dan lain-lain secara grosiran dan eceran

yang didukung oleh sarana yang lengkap seperti

restoran/ food court disebut dengan Trade Centre. Mall/

5

Supermall/ Plaza merupakan sarana untuk melakukan

perdagangan, rekreasi, restoran dan sebagainya, yang

terdiri dari banyak oulet yang terletak dalam

bangunan/ ruang yang menyatu.

Supermarket menerapkan pelayanan swalayan (self service

retailing) dimana konsumen melakukan sendiri proses

menemukan, membandingkan, memilih barang yang

diinginkan serta membawa dan membayarnya dikasir.

Penawaran harga yang berbeda, produk yang lengkap

dengan mutu terjamin, pelayanan terbaik, promosi yang

menarik, suasana toko yang dirancang khusus, lokasi

yang strategis serta penawaran fasilitas penunjang

dijadikan strategi untuk menarik konsumen.

Suatu supermarket tidak hanya menghadapi supermarket

lainya dalam menarik konsumen tetapi juga minimarket,

warung-warung dan pengecer tradisional yang juga

berusaha memenuhi kebutuhan dasar konsumen, akan

barang-barang konsumsi harian atau convenience goods.

6

Untuk menghadapi persaingan tersebut supermarket

haruslah menerapkan strategi yang berbeda dan lebih

baik dibandingkan pesaing sehingga memberikan kepuasan

yang lebih tinggi bagi konsumen. Kepuasan konsumen

akan tercapai jika perusahaan mampu memahami apa yang

menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen yang

tercermin dalam perilaku pembelian dan pada akhirnya

akan menciptakan kepuasan konsumen.

Kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan

jasa berkembang secara terus menerus, serta

mempengaruhi perilaku mereka dalam belanja suatu

produk. Upaya perusahaan mengefektifkan strategi

pemasaran dilakukan melalui riset perilaku konsumen.

Hasil riset akan berguna untuk memperbaiki strategi

produk, harga dan program periklanan yang meyakinkan

pelanggan. Faktor yang memperngaruhi perilaku konsumen

terdiri atas dua faktor yang merupakan hal penting

yang perlu diriset oleh perusahaan dalam mendapat

7

informasi pelanggan, diantaranya yaitu faktor individu

sebagai akibat timbulnya emosi berbelanja ketika

konsumen berada di ruangan berbelanja, dan faktor

lingkungan yang berhubungan dengan keputusan

pembelian. Dalam hal ini adalah semua yang berhubungan

dengan karakter fisik ruangan belanja dan perilaku

sosial konsumen di dalamnya.

Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen belum

tentu direncanakan. Pada pembelian terencana adalah

perilaku pembelian di mana keputusan pembelian sudah

dipertimbangkan sebelum masuk ke pasar. Point of Purchase

Advertising Institute (POPAI) dalam Manik (2008) menyebutkan

bahwa sekitar 75 persen pembelian di supermarket

dilakukan secara tidak terencana. Salah satu jenis

pembelian tidak terencana yang sering mendapatkan

perhatian adalah pembelian impulsif (impulsive buying).

Hal ini disebabkan pembelian impulsif merupakan

sebuah fenomena dan kecendrungan perilaku berbelanja

8

meluas yang terjadi di dalam pasar dan menjadi poin

penting yang mendasari aktivitas pemasaran.

(Harmancioglu et al ) dalam Manik (2009) menyatakan,

pembelian tidak terencana merupakan seluruh pembelian

yang dibuat tanpa rencana terlebih dahulu, termasuk di

dalamnya adalah perilaku pembelian impulsif. Pembelian

impulsif merupakan perilaku yang kurang dewasa dan

tidak terkontrol, atau tidak rasional, beresiko dan

membahayakan.

Menurut (Rook dan Fisher) dalam firdaus (2010)

mendefinisikan impulse buying sebagai kecendrungan

konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-

tiba, dan otomatis. impulse buying merupakan sesuatu yang

alamiah dan merupakan reaksi yang cepat, dan terjadi

dimana saja dan kapan saja. Termasuk pada saat melihat

iklan di televisi atau billboard.

Namun istilah ini lebih sering di pakai di dunia

ritel, dan terjadi pada saat konsumen masuk ke toko

9

ritel dan ternyata membeli produk di ritel tersebut

tanpa merencanakan sebelumnya.

Pembelian impulsif (impulsive buying)

berkarakteristik pembuatan keputusan yang relatif

cepat dan merupakan sebuah bias subyektif yang

mendukung keinginan untuk memiliki dengan segera

(kacen dan lee, 2002). Pembelian impulsif timbul

ketika seorang konsumen mengalami dorongan yang

seketika, seringkali kuat dan teguh untuk membeli

sesuatu dengan segera. Kegiatan belanja pada awalnya

dilakukan oleh konsumen dimotivasi oleh motif yang

bersifat rasional, yakni berkaitan dengan manfaat yang

diberikan oleh produk tersebut. Nilai lain yang

mempengaruhi kegiatan belanja yang dilakukan oleh

konsumen adalah nilai yang bersifat emosional.

Konsumen juga akan memperhatikan aspek-aspek

kenikmatan dan kesenangan yang dapat diperolehnya

10

selain manfaat produk yang akan dinikmatinya dalam

kegiatan belanja yang dilakukannya.

Saat ini kebnyakan konsumen di Indonesia lebih

berorientasi yang mementingkan aspek kesenangan,

kenikmatan, dan hiburan saat berbelanja (Ma’ruf,

2006). Implikasi dari stimulus lingkungan belanja

terhadap perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa

jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang

mempengaruhi perilaku konsumen dalam bentuk emosi

berbelanja ketika berada diruangan toko yang

dihubungkan dengan karakteristik lingkungan konsumsi

fisik.

Adapun beberapa faktor-faktor fisik dalam

lingkungan berbelanja perusahaan retail yang bisa

mempengaruhi emosi perilaku berbelanja konsumen

seperti tata letak atau layout, pencahayaan, kelengkapan

harga, informasi harga, promosi diskon produk, alunan

musik, dan lain sebagainya.

11

Menurut Peter dan Olson (2003) lingkungan tediri

dari dua macam, yaitu Lingkungan makro dan lingkungan

mikro. Lingkungan mikro termasuk skala besar, faktor-

faktor lingkungan luar seperti iklim, kondisi ekonomi,

system politik, dan kondisi alam (tepi laut, gunung,

padang rumput luas). Faktor- faktor lingkungan makro

ini mempunyai pengaruh umum atas perilaku, seperti

ketika keadaan ekonomi mempengaruhi jumlah belanja

rumah tangga, mobil dan barang.

Lingkungan mikro berhubungan dengan aspek nyata

fisik dan sosial lingkungan seseorang, seperti lantai

kantor di toko, karyawan toko yang cerewet, cuaca

panas, atau anggota keluarga, rumah tangga. Faktor

skala kecil dapat berpengaruh langsung pada perilaku

spesifik konsumen, pendapat, perasaan. Seperti orang

lebih memilih tidak untuk berlama-lama dalam keadaan

kotor, di dalam toko yang ramai, konsumen harus

menunggu sampai sore untuk belanja selama cuaca panas,

12

dan merasa marah dalam antrian yang panjang dan lama

ketika ingin pulang.

Respon afektif lingkungan atas perilaku pembelian

dapat diuraikan oleh tiga variabel yang mana lebih

diidentikan dengan perilaku emosi belanja yaitu:

a. Pleasure yang mengacu pada tingkat dimana individu

merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia dan puas

yang berkaitan dengan situasi tersebut,

b. Arousal yang mana merupakan respon emosi berbelanja

konsumen pada tingkat dimana seseorang merasakan

siaga, digairahkan, atau situasi aktif,

c. Dominance merupakan respon emosi berbelanja konsumen

ditandai oleh perasaan yang dilontarkan saat

mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan

berbelanja atau lingkungan fisik toko.

Secara spesifik mengenai suasana sebuah

lingkungan retail dapat mengubah emosi belanja

konsumen semula. Lingkungan berbelanja dan suasana

13

hati dapat mempengaruhi keduanya, yaitu perilaku

pembelian dan evaluasi tempat belanja konsumen semula.

Lingkungan berbelanja dan suasana hati dapat

mempengaruhi pola perilaku pembelian secara tidak

terencana. Menurut Setiawan, dalam Ria Arifianti

(2009) Fenomena impulse buying tidak hanya terjadi di

Indonesia, tapi juga di Negara-negara lain. Namun

impulse buying di Indonesia cenderung lebih besar

dibandingkan dengan Negara-negara lain Asia Tenggara.

Di Negara seperti India, dimana keberadaan pasar

modern masih terbatas, pembelanja lebih berdisiplin

untuk berbelanja sesuai dengan rencana. Indeks rata-

ratanya mencapai 28% dibandingkan dengan Indonesia

yang hanya 15%. Namun Negara lain di wilaah Asia

Pasifik atau Asia Utara indikasi impulse shopping ini

jauh lebih tinggi.

Terjadinya impulse buying pada konsumen apabila,

pertama produk yang memiliki harga yang rendah, kedua

14

produk-produk yang memiliki mass marketing, sehingga

ketika berbelanja konsumen ingat bahwa produk tersebut

tersebar dan pernah diiklan kan di televisi. Ketiga

adalah produk-produk dalam ukuran kecil dan mudah

disimpan. Biasanya konsumen mengambil poduk ini karena

dianggap murah dan tidak terlalu membebani keranjang

belanjaan atau kereta belanjanya.

Terstimulusnya emosi konsumen ini biasanya

dikarenakan adanya indikator pemicu seperti diskon,

produk yang ditawarkan menarik (misalkan pada

kemasannya), atau karena tata layout dari lingkungan

tempat berbelanja. Pembelian tidak terencana dalam

sebuah perbelanjaan modern (ritel) seperti swalayan

dan supermarket merupakan salah satu faktor perhatian

para pemasar ritel atau produsen. Salah satu

perusahaan ritel yang memperhatikan peluang ini adalah

supermarket Ramayana Padang.

15

Supermarket Ramayana Padang merupakan bagian dari

PT. Ramayana Lestari Sentosa tbk. Supermarket Ramayana

Padang berada di jantung kota Padang tepatnya dijalan

Pemuda. Keberadaan supermarket Ramayan di kota Padang

terletak di Plaza Andalas dilantai satu, dua, tiga,

dan empat. Didalamnya terdapat berbagai macam

kebutuhan konsumen seperti pakaian, makanan, buah-

buahan, kebutuhan toiletris, produk kecantikan dan lain-

lain.

Sebagian dari produk yang ditawarkan di Supermarket

Ramayana Padang merupakan kategori produk impulsif.

Menurut Samuel (2005) produk impulsif adalah barang-

barang yang dibeli secara tidak terencana seperti

pakaian, makanan ringan atau cemilan, produk-produk

perawatan tubuh, ornamen-ornamen yang dekat dengan

diri sendiri serta penampilan. Untuk lebih menarik

pelanggan maka dikemas dan di tata dengan sedemikian

rupa mulai dari tata letak, pencahayaan, kelengkapan

16

produk, informasi harga, promosi produk berupa

potongan harga barang sampai dengan keberadaan pelayan

toko yang siap melayani pengunjung untuk memberikan

kenyamanan dan menciptakan kepuasan berbelanja bagi

konsumen.

Penataan arsitektur pada supermarket Ramayana

ditata dengan sedemikian rupa karena faktor-faktor

fisik seperti tataletak, pencahayaan, kelengkapan

produk, warna ruangan dan faktor-faktor lainnya dapat

mempengaruhi sikap konsumen. Faktor lingkungan

berbelanja ini dapat mempengaruhi perilaku emosi

berbelanja konsumen yang nantinya akan menimbulkan

pembelian tidak terencana.

Konsumen biasanya tertarik pada lingkungan fisik

yang ada didalam sebuah supermarket karena setiap

konsumen memiliki perangkat pengetahuan, arti dan

kepercayaan yang unik, lingkungan fungsional atau yang

dirasa untuk setiap konsumen akan berbeda satu sama

17

lain. Timbulnya keinginan berbelanja dari konsumen

sebagian besar terjadi ketika mereka berada didalam

suasana lingkungan berbelanja yang merupakan dampak

dari timbulnya emosi berbelanja pada saat itu.

Supermarket Ramayana adalah merupakan salah satu

supermarket terbesar di kota Padang dan lokasinya

terletak di pusat kota. Cukup dengan dua alasan ini

saja dapat membuat hampir semua masyarakat kota Padang

umumnya datang berkunjung untuk berbelanja atau hanya

sekedar “cuci mata” untuk menghabiskan waktu. Dengan

berkunjungnya masyarakat ke supermarket Ramayana Padang

ini dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda dari

setiap pengunjungnya dapat menciptakan munculnya emosi

untk berbelanja akibat adanya lingkungan berblanja.

Aspek emosi manusia yang cendrung mengutamakan

kinginan dari pada kebutuhan dan mereka lebih focus

kepada penciptaan self satisfy. Sehingga membuat mereka

lebih mudah untuk dipersuasi oleh lingkungan

18

berbelanja dan potensi untuk terciptanya pembelian

tidak terencana semakin besar. Terjadinya pembelian

tidak terencana pada konsumen ketika belanja lebih

banyak dikarenakan dorongan emosi belanja konsumen

yang spontanitas. Spontanitas dari perilaku emosi

belanja konsumen ini dikarenakan adanya faktor Pleasure

(Kesenangan), mengacu pada tingkat dimana individu

merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang

berkaitan dengan situasi tersebut.

Kesenangan diukur dengan penilaian reaksi lisan

ke lingkungan (menyenangkan sebagai lawan tidak

menyenangkan, puas sebagai lawan tidak puas, dan

santai sebagai lawan bosan). Arousal (Kegairahan),

mengacu pada tingkat dimana seseorang merasakan siaga,

digairahkan, atau situasi aktif. Kegairahan (arousal)

secara lisan dianggap sebagai laporan responden,

seperti pada saat dipengaruhi, ditentang, atau

diperlonggar (bergairah sebagai lawan tenang,

19

hirukpikuk sebagai lawan sepi). Dan Dominance

(kekuasaan), ditandai oleh perasaan yang direspon

konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh

lingkungan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis

tertarik untuk membahas, mengkaji lebih jauh tentang

penelitian yang akan dilakukan ini dengan menganalisis

lebih lanjut dan menuangkannya ke dalam bentuk

proposal dengan judul “Pengaruh Respon Lingkungan

Berbelanja Terhadap Pembelian Tidak Terencana pada

Supermarket Ramayana Padang”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat

diidentifikasi permasalahan yaitu keadaan yang

melibatkan faktor emosi dalam pengambilan keputusan.

konsumen dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

dengan segera.

20

Emosi menjadi dasar dari pembelian yang dominan.

Hal ini mendorong konsumen bertindak karena daya tarik

atas sentimen atau gairah tertentu. Ini berati

terjadinya impulse buying yaitu suatu prilaku seseorang

yang tidak merencanakan seseuatu dalam belanja.

Konsumen yang melakukan impulse buying tidak berfikir

untuk membeli produk atau merek tertentu.

Konsumen langsung melakukan pembelian karena

ketertarikan pada merek atau produk saat itu.

Kecendrungan impulse buying merupakan trend perilaku

pembelian di Supermarket Ramayana Padang, keadaan ini

menjadi suatu kebiasaan yang sering terjadi di

masyarakat. Hal-hal lain yang bisa mempengaruhi

konsumen melakukan impulse buying adalah produk self-service.

Hal ini mendorong perubahan perilaku seseorang.

Tuntutan kebutuhan yang cepat mengakibatkan tingkat

perilaku Pleasure, yang mengacu pada tingkat dimana

individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia

21

yang berkaitan dengan situasi tersebut. Arousal, mengacu

pada tingkat di mana seseorang merasakan siaga,

digairahkan, atau situasi aktif. Secara lisan dianggap

seperti pada saat dirangsang, ditentang atau

diperlonggar. Dominance, ditandai oleh perasaan yang

direspon konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan

oleh lingkungan.

C. Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan

masalah yang akan diteliti. Maka penulis hanya akan

membahas Pengaruh Respon Lingkungan Berbelanja yang

bersifat pleasure (kesenangan), arousal (gairah), dominance

(kekuasaan) terhadap pembelian tidak terencana pada

Supermarket Ramayana Padang.

22

D. Perumusan Masalah

Adanya keterbatasan yang dimiliki penulis baik

dari segi waktu, tenaga, dana dan kemampuan serta

upaya penelitian ini lebih terarah, maka penulis perlu

membatasi masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengaruh perilaku masyarakat yang bersifat pleasure

terhadap pembelian yang tidak terencana di

Supermarket Ramayana Padang.

2. Pengaruh perilaku masyarakat yang bersifat aurosal

terhadap pembelian yang tidak terencana di Supermarket

Ramayana Padang.

3. Pengaruh perilaku masyarakat yang bersifat dominance

terhadap pembelian yang tidak terencana di

Supermarket Ramayana Padang

E. Tujuan Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini maka tujuan yang

ingin dicapai adalah:

23

1. Untuk menganalisis pengaruh dari konsumen yang

berperilaku pleasure terhadap pembelian tidak

terencana di Supermarket Ramayana Padang.

2. Untuk menganalisis pengaruh dari konsumen yang

berperilaku aurosal terhadap pembelian tidak terencana

di Supermarket Ramayana Padang.

3. Untuk menganalisis pengaruh dari konsumen yang

berperilaku dominance terhadap pembelian tidak

terencana di Supermarket Ramayana Padang.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis sendiri

Penelitian ini bertujuan untuk penyelesaian studi di

Universitas Negeri Padang, serta untuk mengetahui

penerapan teori yang diperoleh dibangku kuliah

dengan realita yang terjadi di lapangan.

24

2. Bagi ilmu pengetahuan

Bagi ilmu pengetahuan, sebagai salah satu

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang manajemen

pemasaran

3. Bagi Perusahaan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan retailer

atau menengah ataupun perusahan-perusahaan lainnya

guna mengembangkan perusahaan mereka menjadi lebih

baik.

25

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Pembelian Tidak Terencana (impulse buying)

1.1. Konsep Impulse Buying

Secara umum konsumen telah merencanakan apa

yang hendak dibeli. Pola belanja konsumen yang

lain yaitu pembelian tidak teencana, artinya

keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu

semuanya direncanakan. Oleh sebab itu keputusan

pembelian juga sering dilakukan karena pembelian

yang tidak direncanakan (impulse buying) sebagai

akibat adanya stimulus dari lingkungan

berbelanja.

26

Pembelian tidak terencana berarti kegiatan

untuk menghabiskan uang yang tidak terkontrol,

kebanyakan pada barang-barang yang tidak

diperlukan. Menurut Samuel (2005: 145) barang-

barang yang dibeli seacara tidak terencana

(produk impulsive) lebih banyak pada barang yang

diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari

barang itu tidak terlalu diperlukan oleh

konsumen. Produk implusive kebanyakan adalah

produk-produk baru, misalnya produk dengan harga

murah yang tidak terduga.

Berdasarkan beberapa pengertian pembelian

tidak terencana diatas dapat disimpulkan bahwa

menurut Engel, Blackwell, dan miniard (1994)

pembelian pembelian tidak terencana adalah suatu

tindakan pembelian yang cenderung membeli secara

spontan atau tiba-tiba tanpa direncanakan

27

terlebih dahulu yang didominasi oleh pertimbangan

emosional ketika berada di tempat berbelanja.

Kecendrungan pembelian tidak terencana dapat juga

didefinisikan sebagai perilaku tidak terkendali

(out of control) oleh konsumen.

Pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka

meningkatkan volume penjualan tersebut adalah

dengan memahami dan mengetahui pola perilaku

belanja konsumen. Pengetahuan tentang pola

perilaku belanja tersebut kemudian dapat

dimanfaatkan untuk menyusun tata letak toko

sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan

bagi konsumen dalam melakukan pembelian, dan

meningkatkan kemungkinan munculnya impulse buying.

Menurut Rook dan Fisher (dalam Marketing,

2007) impulse buying sebagai kecenderungan konsumen

untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba

dan otomatis. Dari definisi ini terlihat bahwa

28

impulse buying merupakan sesuatu yang alamiah dan

merupakan reaksi cepat. Impulse buying terjadi pada

saat konsumen masuk ke toko ritel dan ternyata

membeli produk ritel itu tanpa merencanakan

sebelumnya.

Menurut Mowen dan Minor definisi Pembelian

impulsif (Impulse Buying) (2001 : 65) adalah

tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki

masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang

terbentuk sebelum memasuki toko. Intinya

pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai

pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena

perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.

Dengan kata lain faktor emosi merupakan ”tanda

masuk” ke dalam lingkungan dari orang-orang yang

memiliki gairah yang sama atas segala sesuatu

barang.

29

Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk

(2007 : 511) impulse buying merupakan keputusan yang

emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat

menjadi sangat kuat dan kadangkala berlaku

sebagai dasar dari motif pembelian yang dominan.

Hal senada diungkapkan oleh Shoham dan

Brencic (2003) mengatakan bahwa impulse buying

berkaitan dengan prilaku untuk membeli

berdasarkan emosi. Emosi ini berkaitan dengan

pemecahan masalah pembelian yang terbatas atau

spontan. Mereka melakukan pembelian tanpa

berfikir panjang untuk apa kegunaan barang yang

mereka beli, yang penting mereka/pelanggan

terpuaskan. Artinya Emosi merupakan hal yang

utama digunakan sebagai suatu dasar pembelian

suatu produk.

Penjual menarik konsumen ketika indera

perasa mengirimkan pesan kepada otak konsumen.

30

Beberapa macam dari barang-barang konsumen adalah

pembelian tidak terencana, dan yang paling sering

adalah pakaian, kebutuhan badan, makanan ringan

atau cemilan, ornamen-ornamen yang dekat dengan

diri sendiri serta penampilan.

Setiap keputusan pembelian mempunyai motif

di baliknya. Motif pembelian dapat dipandang

sebagai kebutuhan yang timbul, rangsangan atau

gairah. Motif ini berlaku sebagai kekuatan yang

timbul yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan

yang timbul. Persepsi seseorang mempengaruhi atau

membentuk tingkah laku ini. Pemahaman akan motif

pembelian memberikan alasan pada penjual mengapa

pelanggan tersebut membeli.

Tingkah laku pembeli menunjukkan bahwa

orang-orang membuat keputusan pembelian

berdasarkan pada motif pembelian emosional dan

rasional. Impulse buying adalah adalah satu yang

31

mendorong calon pelanggan untuk bertindak karena

daya tarik atas sentimen atau gairah tertentu.

(Manning, Reece, 2001 : 159). Daya tarik disini

berkaitan dengan pemajangan barang yang menarik

sehingga seseorang berhasrat untuk melakukan

suatu pembelian.

Jumlah pembelian yang mengejutkan didorong

oleh motif pembelian emosional. Karena alasan

inilah perusahaan menggunakan daya tarik

emosional. Bahkan perusahaan teknologi kadang

kala mengandalkan daya tarik ini. Dalam dunia

yang penuh dengan produk yang serupa, faktor

emosional dapat memiliki pengaruh yang patut

diperhitungkan. Jika dua toko memiliki produk

yang serupa, maka pengaruh dari penjual toko

tersebut menjadi sangat penting. Penjual yang

mampu untuk berhubungan di tingkat pribadi

menjadi lebih unggul.

32

1.2. Tipe Pembelian Tidak Terencana (Impulsive

Buying)

Menurut Stern (dalam Marketing, 2007: 22)

pembelian tidak

terencana (impulsive buying) dapat digolongkan sebagai

berikut:

1) Pembelian tidak terencana murni (pure impulsive

buying)

Pembelian yang murni disebabkan oleh suatu pola

pembelian yang menyimpang dari pembelian

normal.

2) Pembelian tidak terencana karena pengalaman

masa lalu (reminder impulsive buying)

Pembelian ini terjadi ketika seorang pembeli

“diingatkan” oleh sebuah stimulus di alam toko

yang bersangkutan. Misalnya: produk itu

sendiri, bahan di tempat pembelian. Hal

33

tersebut membuat dia seolah-olah memerlukan dan

harus membeli produk itu.

3) Pembelian tidak terencana yang timbul karena

sugesti (suggestion impulsive buying)

Pembelian tidak terencana ini terjadi apabila

konsumen yang bersangkutan baru pertama sekali

melihat produk tersebut dimana kualitas,

fungsi, dan kegunaan produk tersebut sesuai

dengan apa yang diharapkannya.

4) Pembelian tidak terencana yang disebabkan

situasi tertentu (planned impulsive buying)

Pembelian tidak terencana ini terjadi pada saat

pusat perbelanjaan melakukan promosi, seperti

pemberian potongan harga (diskon) dan pemberian

kupon berhadiah (Stren dalam Winardi 1998:226-

227).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat

dikatakan bahwa impulse buying itu adalah suatu

34

kegiatan yang didasarkan pada emosi seseorang

yang timbul karena rasa ketertarikan pada

produk tertentu. Ini dilakukan secara cepat

tanpa berfikir panjang terlebih dahulu. Emosi

ini terlibat karena adanya tuntutan untuk

memenuhi kebutuhan hidup secara cepat. Dengan

kata lain seorang penjual harus melakukan

segala cara untuk menemukan emosi yang

mempengaruhi keputusan pembelian. Emosi

membantu menjelaskan ”mengapa” di balik

keputusan pembelian. Penjual yang mampu

mengenali dan memuaskan motif pembelian

emosional telah memberikan layanan yang

terpenting.

1.3. Karakteristik impulse buying

Menurut Rook dan Fisher (dalam Ismu 2010),

beberapa karakteristik impulse buying yaitu sebagai

berikut :

35

1. Spontanitas

Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi

konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai

respons terhadap stimulasi visual yang langsung

ditempat penjualan.

2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas

Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua

yang lain dan bertindak seketika.

3. Kegairahan dan stimulasi

Desakan mendadak untuk membeli sering disertai

emosi yang dicirikan sebagai

“menggairahkan”,”menggetarkan” atau “liar”.

4. Ketidakpedulian akan akibat

Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit

ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif

diabaikan.

36

1.4. Pengukuran Impulse Buying

Pengukuran Impulse Buying menurut Rook dan

Fisher (dalam Marketing, 2007) impulse buying

sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli

secara spontan, reflek, tiba-tiba dan otomatis.

Menurut Manning dan Reece (2001:159) impulse

buying menitikberatkan pada daya tarik atas

sentimen dan gairah membeli. Artinya berkaitan

dengan emosi seseorang. Daya tarik di sini

berkaitan dengan barang yang ditawarkan suatu

toko tertentu, sehingga mereka tertarik dan

mempunyai gairah untuk membelanjakannya.

1.5. Elemen Pembelian Tidak Terencana (Impulse Buying)

Loudon dan Bitta dalam Wathani (2009)

mengemukakan lima elemen penting yang membedakan

tingkah laku konsumen yang impulsif dan yang

tidak, yaitu:

37

1. Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang

tiba-tiba dan spontan untuk melakukan suatu

tindakan yang berbeda dengan tingkah laku

sebelumnya.

2. Dorongan tiba-tiba untuk melakukan suatu

pembelian menempatkan konsumen dalam keadaan

ketidakseimbangan secara psikologis, dimana

untuk sementara waktu ia merasa kehilangan

kendali.

3. Konsumen akan mengalami konflik psikologis dan

ia berusaha untuk menimbang antara pemuasan

kebutuhan langsung dan konsekuensi jangka

panjang dari pembelian.

2. Respons Lingkungan Berbelanja

Mehrabian dan Russell dalam Semuel (2005)

menyatakan bahwa respon afektif lingkungan atas

perilaku pembelian dapat diuraikan oleh 3 (tiga)

variabel yaitu:

38

1. Kesenangan (pleasure) mengacu pada tingkat dimana

individu merasakan baik, penuh kegembiraan,

bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut.

Kesenangan (pleasure) diukur dengan penilaian

reaksi lisan ke lingkungan (menyenangkan

sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai

lawan tidak puas, dan santai sebagai lawan

bosan).

2. Kegairahan (arousal) mengacu pada tingkat dimana

seseorang merasakan siaga, digairahkan, atau

situasi aktif. Kegairahan (arousal) secara lisan

dianggap sebagai laporan responden, seperti

pada saat dipengaruhi, ditentang, atau

diperlonggar (bergairah sebagai lawan tenang,

hirukpikuk sebagai lawan sepi).

3. Dominasi (dominance) ditandai dengan laporan

responden yang merasa dikendalikan sebagai

lawan mengendalikan, mempengaruhi sebagai lawan

39

dipengaruhi, terkendali sebagai lawan diawasi,

dan otonomi sebagai lawan dipandu.

Menurut Negara dalam Semuel (2005),

keputusan pembelian dapat didasari oleh faktor

individu konsumen yang cenderung berperilaku

afektif, yaitu kesenangan (pleasure) mengacu pada

tingkat dimana individu merasakan baik, penuh

kegembiraan, bahagia, atau puas dalam suatu situasi,

kegairahan. (arousal) mengacu pada tingkat dimana

individu merasakan tertarik, siaga atau aktif dalam

suatu situasi, dan dominasi (dominance) ditandai oleh

perasaan yang direspon konsumen saat mengendalikan

atau dikendalikan oleh lingkungan.

3. Lingkungan Berbelanja

Menurut Peter dan Olson (2003:3) “lingkungan

berbelanja adalah semua karakter fisik dan sosial

dari dunia eksternal konsumen, termasuk

didalamnya objek fisik (produk dan toko, hubungan

keruangan (lokasi ditoko dan produk ditoko).

40

Perilaku sosial yang lain (siapa yang berada

disekitar apa yang mereka lakukan)”. Adapun

beberapa faktor-faktor fisik dalam lingkungan

berbelanja perusahaan retail yang bisa mempengaruhi

emosi perilaku berbelanja konsumen seperti

tataletak atau layout, pencahayaan, kelengkapan

harga, informasi harga, alunan musik dan lain

sebagainya.

Lingkungan dibagi atas dua aspek dimensi yaitu:

a. Aspek lingkungan sosial, termasuk semua

interaksi sosial di antara dan disekitar orang

lain secara langsung.

b. Aspek lingkungan fisik termasuk semua yang

bukan manusia, yang dapat dibagi menjadi elemen

yang mempunyai ruang atau tidak mempunyai

ruang. Elemen yang mempunyai ruang meliputi

41

objek fisik dari semua jenis (termasuk produk

dan merek). Elemen yang tidak mempunyai ruang

meliputi faktor tidak nyata seperti temperatur,

kelembaban, penerangan, tingkat kebisingan, dan

waktu.

Menurut Vinci (2008) dalam bauran strategi

ini, bisnis eceran dipandang sebagai suatu

kombinasi dari beberapa faktor yang

mempengaruhinya, yaitu: lokasi toko, prosedur

operasional, barang dan jasa yang ditawarkan,

kebijaksanaan harga, suasana toko dan pelayanan

serta metode promosi yang digunakan.

Para ritel menggabungkan unsur-unsur bauran

ritel untuk menciptakan suatu metode dalam upaya

menarik pasar sasaran. Kombinasi dari bauran

ritel ini akan memproyeksikan citra toko yang

memengaruhi persepsi para konsumen. Dengan

menggunakan kesan-kesan atas toko ini, para

42

pembeli memposisikan toko yang satu terhadap yang

lain. Seorang manajemen ritel harus memastikan

penetapan dan memperbaiki posisi dasar tokonya

secara cepat tepat agar sesuai dengan harapan

konsumen ketika mereka memutuskan untuk

berkunjung dan berbelanja ditoko tersebut.

Unsur yang terkandung dalam 7P dalam bauran

pemasaran menurut Lupiyoadi (2001) adalah produk

(product), harga (price), promosi (promotion), tempat

(place), orang (people), proses (process), sarana dan

prasana (physical evidence).

1) Produk (product)

Produk merupakan hal yang paling penting

mendasar yang akan menjadi pertimbangan

preferensi bagi pelanggan. Produk secara umum

dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang

dihasilkan produsen untuk memenuhi kebutuhan

(needs) dan keinginan (wants) dari konsumen. Namun

43

secara lebih spesifik produk dapat didefinisikan

dalam berbagai macam arti dan teori.

Menurut Swastha (2003: 194), barang atau

produk adalah suatu sifat yang kompleks baik

dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk

bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan

pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer, yang

diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan

atau kebutuhannya.

Sedangkan menurut Tjiptono & Chandra. (2005),

didefinisikan bahwa produk merupakan segala

sesuatu yang dapat ditawarkan oleh produsen untuk

diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, disewa,

digunakan dan dikonsumsi pasar (baik pasar

konsumen maupun pasar industrial), sebagai alat

pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang

bersangkutan.

44

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa poduk merupakan segala sesuatu yang

dihasilkan dan ditawarkan oleh produsen kepada

konsumen atau pembeli untuk memenuhi kebutuhan

dan keinginan pasar (baik itu pasar konsumen

maupun pasar industrial).

2) Harga (price)

Harga didefinisikan oleh kotler (2009) adalah

sebagai jumlah uang yang dibebankan atas produk

atau jasa, atau sejumlah uang yang dibebankan

atas suatu produk atau jasa atau sejumlah dari

nilai yang ditukar konsumen atas manfaat karena

memiliki atau menggunakan produk atau jasa

tersebut. Dari pengertian diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa harga dari suatu produk terdiri

dari biaya memproduksi produk dan biaya

pengorbanan pengadaan segala sesuatu untuk

45

memberikan kepuasan pada konsumen dan sejumlah

uang bagi perusahaan.

3) Tempat (place)

Dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen untuk

mengembangkan dan memberikan pelayanan kepada

masyarakat, perusahaan selalu memberikan

kemudahan bagi konsumennya temasuk tempat atau

lokasi perusahaaan berada. Tempat juga mempunyai

peranan penting karena lingkungan dimana

perusahaan berada merupakan bagian dari nilai

yang dipersepsikan oleh konsumen.

Menurut Lupiyoadi (2001), pemilihan lokasi

pelayanan harus mempertimbangkan beberapa faktor

yaitu :

a. Kemudahan dijangkau atau dikunjungi (accessibility)

46

b. Mudah dilihat dan ditemukan (assibility

c. Tidak sering macet (traffic)

d. Tidak melanggar ketentuan dan peraturan yang

ada (regulation)

4) Promosi (promotion)

Pada hakekatnya promosi merupakan aktivitas

komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan agar

dapat mengarahkan calon pembeli untuk melakukan

pembelian terhadap produk yang diinginkan.

Promosi dapat diartikan sebagai komunikasi

informasi antara penjual dan calon pembeli atau

pihak pihak lain dalam saluran untuk mempengaruhi

sikap dan perilaku.

Komunikasi pemasaran adalah kegiatan yang

membantu dalam pengambilan keputusan dibidang

pemasaran serta mengarahkan pertukaran agar lebih

memuaskan dengan cara menyadarkan semua pihak

untuk lebih baik (kotler:2009)

47

5) Karyawan (people)

Perusahaan dapat memperoleh keungulan

kompetitif yang kuat dengan merekrut karyawan dan

melatih mereka lebih baik dari pada yang

dilakukan pesaingnya. Salah satu dimensi kepuasan

adalah personal, setiap personal yang berada

dalam perusahaan mempengaruhi pelanggan, baik

yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dan

kesadaran akan keinginan pelanggan.

6) Sarana dan prasarana (physical evidence)

Sarana dan prasarana lebih mengarah kepada

fasilitas tempat aktifitas transaksi antara

produsen dengan konsumen dilakukan. Menurut

lupioyadi (2001) sarana dan prasarana ini lebih

menekankan kepada efektifitas teknologi

informasi, seperti:

a. Kinerja, persoalan persepsi yang memperhatikan

ketersediaan dan kompetisi dari perusahaan.

48

b. Ketepatan waktu, bagaimana cepatnya peruahaan

merespon masalah, menjawab masalah, dan lain-

lain.

c. Sikap pelayanan, menunjukan tingkat kesopanan

staff, petunjuk mereka untuk memahami dan

empati terhadap perhatian konsumen.

d. Komunikasi, efektifitas dialog antara produsen

dengan konsumen.

e. Persepsi dan nilai tambah dari perusahaan

bagi konsumen.

7) Proses (process)

Proses dalam perusahaan mempengaruhi persepsi

pelanggan terhadap perusahan. Karena dengan

melakukan pemilihan proses yang tepat akan

menjadikan perusahaan sebagai kompetitor yang kuat

dalam pasar

4. Konsep Perilaku Konsumen

a) Pengertian Perilaku Konsumen

49

Sebagai saluran distribusi yang mengambil tempat

yang lebih dekat dengan konsumen retailer atau

pengecer mutlak harus mengetahui serta memahami

perilaku konsumen yang dihadapi secara langsung

dimana nantinya akan menjadikan sebuah retailer yang

siap dan lebih baik lagi dalam melayani dan

memenuhi kebutuhan konsumen.

Kotler (2009) mengemukakan bahwa perilaku

konsumen sebagai berikut:

“studi mengenai konsumen itu sendiri bagaimanaseseorang, kelompok, atau organisasi memilih, membeli,menggunakan serta mengatur barang dan jasa ataupengalaman untuk memuaskan kebutuhan mereka”.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen:

(1) Faktor Budaya

Kultur , adalah paling utama dalam pundamental

dari keinginan dan perilaku seseorang akan

50

mendapatkan nilai, persepsi dan perilaku

melalui keluarga dan lembaga-lembaga lainnya.

(a) Sub kultur, setiap kultur terdiri dari

atas sub-sub kultur yang lebih kecil yang

memberikan identifikasi dan sosialisai

anggotanya yang lebih spesifik, sub kultur

mencakup kebangsaan, agama, ras dan daerah

geografik. Sub kultur tersebut mampu

membentuk suatu segmen pasar dan para

pemasar memanfaatkan peluang ini dengan

merancang produk dan program yang

pemasaranya khusus dibuat untuk segmen

pasar tersebut.

(b) Kelas sosial, adalah kelompok-kelompok

yang relatif homogen dan bertahan lama

dalam masyarakat dan tersusun secara

hirarki dan keanggotaanya mempunyai nilai,

minat dan perilaku serupa.

51

(2) Faktor Sosial

(a) Kelompok Referensi

Kelompok referensi seseorang terdiri dari

seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh

langsung maupun tidak langsung terhadap

sikap atau perilaku seseorang.

1. Kelompok primer, yaitu kelompok yang

berinteraksi cukup berkesinambungan

seperti keluarga, teman, tetangga, teman

sejawat.

2. Kelompok sekunder, yaitu seseorang

berinteraksi secara lebih resmi tetapi

tidak regular yang termasuk didalamnya

kelompok keagaman, ikatan profesi, serikat

dagang.

(b) Keluarga

Anggota keluarga pembeli dapat menanamkan

suatu pengaruh yang kuat pada perilaku

52

pembelian. Pengaruh keluarga terhadap

seseorang dapat kita bedakan menjadi :

1. Keluarga orientasi, yang terdiri dari

orang tua. Dari orang tua, sesorang

memperoleh orientasi ke arah agama,

politik, ekonomi, dan suatu perasaan akan

ambisi pribadi, harga diri, cinta kasih.

2. Keluarga prokreasi, terdiri dari suami

istri dan anak-anak yang mempunyai suatu

pengaruh yang lebih langsung terhadap

perilaku sehari-hari.

(c)Peran dan status

Seseorang dapat berperan serta dalam banyak

kelompok, seperti keluarga dan dalam

perkumpulan organisasi posisi seseorang dalam

tiap kelompok dapat ditentukan dari segi

peran dan status seseorang yang dilakukan

terhadap orang-orang disekelilingnya tiap

53

peran membawa status yang mencerminkan

penghargaan umum yang diberikan masyarakat

sesuai dengan status tertentu.

(3) Faktor Pribadi

Karakteristik kepribadian seseorang juga

dapat mempengaruhi keputusan pembelian

seseorang yang termasuk didalamnya adalah :

umur, dan tingkat didalam daur hidup,

pekerjaan, tingkatan ekonomi, gaya hidup serta

kepribadian dan konsep pribadi.

1. Umur dan tahap di dalam siklus hidup

Konsumen membeli barang atau jaa sesuai

dengan umur dan tingkat pertumbuhan

seseorang yang mana keinginan akan suatu

produk juga berubah sesuai pertumbuhan

secara relatif.

2. Pekerjaan dan keadaan ekonomi

54

Pilhan akan suatu produk juga dipengaruhi

oleh pekerjaan dan keadaan ekonomi

seseorang baik untuk yang dibelanjakan,

tabungan, kemampuan meminjam, dan sikap

dalam memilih jumlah yang akan

dibelanjakan.

3. Gaya hidup

Masyarakat dengan kebudayaan kelas sosial

serta pendapatan yang sama bisa jadi

mempunyai gaya hidup yang berbeda. Ini

semua karena pola pikir tiap orang berbeda-

beda, gaya hidup biasa diekspresikan

seseorang melalui aktivitas serta

pengkonsumsian suatu produk.

4. Kepribadian

Kepribadian setiap orang berbeda-beda, yang

biasanya dijabarkan dengan beberapa sifat

seperti percaya diri, kekuasaan, rasa

55

hormat, kelemahan dan kemampuan

beradaptasi. Kepribadian ini bisa dijadikan

variabel yang berguna dalam menganalisis

perilaku konsumen untuk mengetahui suatu

hubungan yang kuat antara kepribadian

dengan pilihan produk tertentu.

(4) Faktor Psikologi

1. Motivasi

Seseorang memiliki banyak kebutuhan dalam

jangka waktu tertentu. Beberapa kebutuhan itu

lebih bersifat biologis, hal ini timbul dari

rasa lapar, haus, dan ketidaknyamanan.

Kebutuhan lain yang bersifat psikis yang

timbul dengan perasaan kebutuhan akan harga

diri, pengakuan dan penghargaan. Ada beberapa

teori mengenai motivasi manusia yang

dikemukakan para ahli psikologi yang mana

telah memberikan implikasi yang berbeda

56

terhadap analisa konsumen dan strategi

pemasaran.

(a). Teori Freuds

Freuds, beranggapan bahwa kebanyakan orang

tidak menyadari tentang kebenaran

psikologis yang membentuk prilaku mereka

bahkan seseorang tidak pernah utuh memahami

motivasinya.

(b). Teori Maslow

Maslow, menjelaskan tentang kebutuhan

manusia yang tersusun secara menjenjang

mulai dari yang paling banyak menggerakan

sampai dengan yang paling sedikit

memberikan dorongan. Yang terdiri dari :

kebutuhan psikologis, rasa aman, kebutuhan

sosial, kebutuhan penghargaan, dan

kebutuhan aktualisasi diri.

57

(c). Teori Herzberg

Herzberg, mengembangkan teori dua faktor

yang membedakan fator-faktor kepuasan

ketiadaan dari penyebab ketidakpuasan

tidaklah cukup, pemuasan kebutuhan harus

secara aktif memotivasi pembelanjaan.

2. Persepsi dan tanggapan

Seseorang yang termotivasi akan bereaksi

sesuai dengan persepsi orang itu terhadap

situasi, akan tetapi tiap orang menangkap,

menyusun dan menafsirkan informasi tersebut

dengan caranya sendiri. Persepsi tersebut

diartikan sebagai proses dimana seseorang

(individu) memilih, merumuskan dan menafsirkan

masukan informasi untuk menciptakan suatu

gambaran yang berarti mengenai suatu hal.

melalui proses persepsi, orang dapat

memberikan persepsi yang berbeda terhadap

58

rangsangan yang sama, proses-proses itu adalah

: eksposure efektif, distorsi selektif, dan retensi selekti.

3. Pembelajaran

Belajar menggambarkan pembelian-pembelian

dalam perilaku individu yang timbul dari

pengalaman yang dipelajari sebagian besar

pelaku. Teoristis belajar menyatakan bahwa

pembelajaran seseorang dihasilkan melalui

dorongan, rangsangan, isyarat, tanggapan,

serta penguatan.

4. Kepercayaan dan sikap

Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif

yang dimiliki seseorang tentang sesuatu

kepercayaan. Ini mungkin didasaekan atas

pengetahuan dan emosi. Seseorang pemasar

sangat tertarik pada kepercayaan orang

mengenai poduk, kepercayaan juga dapat

membentuk citra terhadap suatu objek atau

59

gagasan. Sikap menempatkan seseorang kedalam

suatu pikran menyukai atau tidak, bergerak,

mendekati atau menjauh orang tidak harus

menginterprestasikan dan member reaksi

terhadap segala sesuatu dengan cara yang baru.

5. Stimulus Terhadap Objek

Sebelum membeli suatu produk yang diinginkan oleh

seorang individu tentu ada suatu rangsangan yang

mendorong rasa ketertarikan konsumen terhadap

suatu produk, yang didasarkan atas motivasi yang

terdapat dalam diri seseorang individu untuk

senantiasa memenuhi kebutuhan yang mereka

inginkan dengan berbagai produk/jasa pemuas

kebutuhan.

Menurut swastha (1998:187) ada beberapa

macam bentuk motivasi yang mendorong seseorang

untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk

yaitu:

60

a. Motif yang menimbulkan perilaku pembelian

terhadap kategori pemakai tertentu, maksudnya

adalah motif membeli suatu produk didasarkan

kepada kelas sosial yang dimiliki oleh seorang

calon pembeli.

b. Motif pembelian yang didasarkan atas kenyataan

yang ditunjukan oleh suatu produk terhadap

konsumen seperti mutu dan kualitas produk, daya

tahan, dan sebagainya.

c. Motif pembelian didasarkan atas kelas yang

dimiliki oleh merek produk yang dipilih,

seperti nama besar merek, dan kelas menggunakan

merek yang ditinjau dari berbagai aspek yang

pada umunya ditujukan untuk menggambarkan

tingkat pretise seseorang.

d. Motif yang berkaitan dengan perasaan atau emosi

individual seperti ungkapan kasih sayang

terhadap seseorang, kebanggaan, dan kenyamanan.

61

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Samuel Hatane

(2005) tentang Respon Lingkungan Berbelanja

sebagai Stimulus Terhadap Pembelian Tidak

Terencana di Carrefour Surabaya), bahwa variabel

lingkungan berbelanja yang mengakibatkan

timbulnya emosi berbelanja ketika berada

dilingkungan berbelanja seperti perilaku pleasure,

arousal, dominance yang mempengaruhi pembelian tidak

terencana mempunyai hubungan yang positif dan

berpengaruh signifikan terhadap respon lingkungan

berbelanja sebagai stimulus terhadap pembelian

tidak terencana pada Carrefour Surabaya.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Aan Sosyanti

(2009) berjudul “Respon Lingkungan Berbelanja

Sebagai Stimulus Terhadap Pembelian Tidak

Terencana di Supermarket Ramayana Padang ” (Studi

kasus : mahasiswa BungHatta Padang). Bahwa dalam

62

penelitiannya terhadap variabel lingkungan

berbelanja seperti perilaku pleasure, arousal,

dominance yang mempengaruhi pembelian tidak

terencana mempunyai hubungan positif dan

berpengaruh signifikan terhadap respon lingkungan

berbelanja sebagai stimulus terhadap pembelian

tidak tidak terencana pada supermarket Ramayana

Padang.

C. Kerangka Konseptual

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya

mengenai pembelian tidak terencana yaitu

pembelian yang cenderung membeli secara spontan

dan seketika tanpa direncanakan terlebih dahulu.

Serta kecendrungan konsumen untuk melakukan

pembelian yang tidak terefleksi, secara terburu-

buru dan didorong oleh aspek psikologis emosional

terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi

dari pemasar.

63

Variabel respon lingkungan berbelanja yang

terdiri dari pleasure, arousal, dan dominance memiliki

keterkaitan terhadap variabel pembelian tidak

terencana. dimana perilaku pleasure yang mengacu

kepada tingkat individu yang merasakan baik,

penuh kegembiraan bahagia dan adanya kepuasan

dalam suatu situasi di lingkungan berbelanja akan

menyebabkan terjadinya pembelian tidak terencana.

Perilaku arousal mengacu pada individu yang

merasakan tertarik siaga atau aktif serta adanya

kesediaan untuk berinteraksi dengan karyawan toko

dan berlama lama di lingkungan berbelanja juga

akan bisa menyebabkan timbulnya pembelian tidak

terencana.

Sedangkan perilaku dominance yang merupakan

perilaku emosi berbelanja yang dipengaruhi oleh

64

persuasi dari rangsangan lingkungan fisik toko

seperti adanya potongan harga (diskon) produk,

informasi harga yang akurat, suara musik didalam

toko juga bisa menimbulkan pembelian tidak

terencana.

Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian

teori diatas, lebih lanjut akan dirumuskan

kerangka konseptual yang dimaksudkan untuk

menjelaskan, mengungkapkan dan menunjukkan

prestasi keterkaitan antara variabel yang akan

diteliti:

PerilakuDominance (X3)

Perilaku

Arousal (X2)

Pembelian tidakterencana (Y)

Perilaku

Pleasure (X1)

65

Gambar 1 : kerangka konseptual

D. Hipotesis

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan

diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

a. Terdapat pengaruh perilaku pleasure (kesenangan)

terhadap pembelian tidak terencana di

Supermarket Ramayana Padang.

b. Terdapat pengaruh perilaku arousal (gairah),

terhadap pembelian tidak terencana di

Supermarket Ramayana Padang.

c. Terdapat pengaruh perilaku dominance

(kekuasaan) terhadap pembelian tidak terencana

di Supermarket Ramayana Padang.

66

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausatif. Di

mana penelitian ini menjelaskan dan menggambarkan

hubungan sebab akibat dari variabel bebas terhadap

variabel terikat yaitu, Pleasure (Kesenangan), Arousal

67

(gairah), Dominance (Kekuasaan) terhadap Pembelian Tidak

Terencana di Supermarket Ramayana Padang.

B.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Supermarket Ramayana

Padang. Waktu penelitian ini berlangsung pada bulan

juni 2013.

C.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian,

apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada

dalam wilayah penelitian (Arikunto, 2002:108). Dalam

penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh

konsumen yang berbelanja di Supermarket Ramayana Padang.

2. Sampel

Menurut Umar (2009:78), sampel merupakan bagian

kecil dari suatu populasi. Agar sampel yang diambil

representatif atau mewakili populasi maka pengambilan

sampelnya harus tepat. Untuk menentukan besar ukuran

68

sampel adalah rumus Cochran oleh G. Cochran (1963:75)

dalam yulia (2008), sebagai berikut:

n=Z2pqe2

Dimana:

n = jumlah sampel

Z = nilai pada kurva normal (1-α) = 95%

p = proporsi estimasi dari kejadian pada populasi

(0,5)

q = 1-p ( 1-0,5 = 0,5 )

e = standar deviasi/ kelonggaran (10%)

maka jumlah sampel sebesar :

n = (1,96) 2 (0,5)(0,5)

(0,1)2

= 96,04 dibulatkan menjadi 100 orang. Untuk keperluan

penelitian ini maka jumlah sampel yang akan dijadikan

responden adalah 100 orang.

69

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling

adalah metode pengambilan sampel berdasarkan pada

kriteria tertentu yang ditetapkan oleh peneliti secara

objektif. Kriteria sampel adalah responden yang sudah

pernah berbelanja di Supermarket Ramayana Padang.

D.Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dan

dikumpulkan oleh peneliti, dalam hal ini peneliti

menyebarkan kuesioner untuk mendapatkan data dari

responden yang telah menjadi konsumen di Supermarket

Ramayana Padang.

2. Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak

langsung dari sumbernya. Dimana dalam hal ini peneliti

70

mendapatkan informasi dari staff atau bagian kantor di

Supermarket Ramayana Padang. Berupa dokumentasi mengenai

laporan pergerakan jumlah penjualan di Supermarket

Ramayana Padang.

E.Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Kuesioner

Yaitu metode yang digunakan untuk mendapatkan data

primer, dengan cara membuat suatu daftar pertanyaan

yang secara sistematis dengan tujuan mendapatkan data

yang diinginkan dan diedarkan kepada responden untuk

dijawab, yang diperlukan dalam penelitian yaitu

konsumen Supermarket Ramayana Padang.

2. Observasi

Dalam hal ini penulis melakukan tinjauan langsung di

Supermarket Ramayana Padang untuk mendapatkan data-

data.

71

F.Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel

dependent (terikat) dan tiga variabel independent

(bebas). Variabel dependent yaitu pembelian tidak

terencana (Y), dan variabel independent yaitu

keandalan Pleasure (Kesenangan), Arousal (Gairah), Dominance

(Kekuasaan) terhadap Terhadap Pembelian Tidak

Terencana di Supermarket Ramayana Padang.

2. Definisi Operasional

Adapun definisi dari variabel penelitian ini adalah :

a. Pembelian tidak terencana (impulsive buying) sebagai

variabel dependen adalah kecenderungan konsumen

melakukan pembelian secara spontan, didorong oleh

aspek psikologis emosional terhadap suatu produk, dan

terpengaruh dari persuasi pemasar.

b. Respon lingkungan berbelanja sebagai variabel

independen, yang terdiri dari:

72

1. Kesenangan (pleasure) sebagai X1 adalah faktor

dimana tingkat individu merasakan nyaman dan senang,

memiliki kepuasan tersendiri, dan dapat santai di

dalam situasi lingkungan berbelanja.

2. Kegairahan (arousal) sebagai X2 adalah faktor dimana

seseorang merasakan tertarik, lebih aktif atau

bersemangat, dan adanya rasa ingin tahu yang kuat

terhadap produk-produk yang ditawarkan di lingkungan

berbelanja.

3. Dominasi (dominance) sebagai X3 adalah faktor

dimana seseorang merasa dipengaruhi dan dipandu oleh

situasi lingkungan berbelanja.

Tabel 2

Definisi Operasional

No. Variabel DefenisiVariabel Indikator

Ukuran

Skala

1. Pleasure(X1)

ungkapan emosi konsumen terhadap

1. Adanya rasa nyaman disuatu

SkalaLiker

73

kondisi sebuah lingkungan belanja yang merujuk pada tingkatan dimana seorang individu merasabaik, ceria, bahagia atau terpuaskan dalam situasi tertentu

tempat2. Adanya rasa

gembira/senang

3. Adanya rasa puas saat berada dilingkunganberbelanja

t

2. Arousal(X2)

ungkapan emosional konsumen terhadap sebuahlingkungan belanja yang merujuk pada tingkat dimana seseorang merasa terdorong untukmenjadi bergairah, waspada atau aktif dalam situasi tersebut

1. Ketertarikandari pengaruh lingkungan berbelanja

2. Kesediaan berinteraksidengan karyawan toko

3. Lamanya berada di minimarket

SkalaLikert

3. Dominance (X3) tanda-tanda 1. Menumbuhkan Skala

74

yang diberikan oleh konsumen terhadap pengaruh dari kondisi dan keadaan lingkungan belanja

rasa percayanasabah

2. Menumbuhkan rasa aman dalam bertransaksi

Likert

4. Impulse buying

(Y)

suatu tindakan pembelian yang cenderung membeli secara spontan atau tiba-tiba tanpadirencanakan terlebihdahulu yang didominasioleh pertimbangan emosional ketika berada di tempat berbelanja.

1. Pembeliansecaraspontan,tiba-tibatanpadirencanakanterlebihdahulu.

2. Spontan membelanjakan uang ketika melihat produk-produk menarik di Yossie

SkalaLikert

G.Instrumen Penelitian

Instrumen adalah suatu alat untuk mengumpulkan data.

Instrumen penelitian ini dikembangkan dengan bantuan

75

kajian teori, definisi operasional, variabel bebas dan

variabel terikat yang selanjutnya dikembangkan dengan

penjabaran indikator indikator dan dapat diterapkan

dalam butir butir tes.

Instrumen untuk mengumpulkan data dalam penelitian

ini adalah berupa kuesioner yang disusun dengan

menggunakan skala Likert (bertingkat) dengan lima

alternatif jawaban dan masing-masing diberi skor. Teknik

pengukuran yang ditetapkan adalah berdasarkan rangking

atau peringkat dan atribut yang dinyatakan, dimana

responden hanya memilih satu dari lima alternatif yang

disediakan. Dimana penilaiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Bobot Penilaian Likert

No Respon TerhadapPernyataan

Bobot

1

2

3

SS

S

KS

= SangatSetuju

= Setuju

= Kurang

5

4

3

76

4

5

TS

STS

Setuju

= Tidak Setuju

= Sangat TidakSetuju

2

1

Setelah dikumpulkan lalu dilakukan uji instrumen

untuk memastikan bahwa instrumen yang digunakan merukan

alat ukur yang akurat dan dapat dipercaya. Untuk itu

digunakan dua macam pengujian yaitu uji validitas dan

uji reliabilitas.

1. Uji Validitas

Idris (2010:8) menyatakan “validitas menggambarkan

bahwa pertanyaan yang digunakan mampu untuk

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur (valid)”. Suatu

angket dikatakan valid jika pernyataan dalam angket

tersebut mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan

diukur dari angket itu. Jika butur-butir sudah valid

berarti butir-butir tersebut sudah dapat mengukur

pengaruh variabel terikat. Untuk mengukur uji validitas

77

ini digunakan aplikasi SPSS. Validitas pengukuran ini

dapat dilihat pada corrected item total correlation, yaitu

korelasi antara item bersangkutan dengan seluruh sisa

lainnya. Untuk mengetahui korelasi antara skor item

dengan skor total, instrumen digunakan rumus ProductMoment

(Idris,2010:8), yaitu:

r =

N (∑xy)−(∑ x ) (∑y )

√{Ν∑x2−(∑ x)2}{N∑ y2−(∑y )2 }

Keterangan:

r = Koefesien korelasi satu item dengan item

total

X∑ = Jumlah skor tiap item

X∑ 2 = Jumlah kuadrat skor item

Y∑ = Jumlah kuadrat skor seluruh item

XY∑ = Jumlah hasil kali skor x dan y

N = Jumlah responden

78

Untuk N = 30,r > 0,3660 menunjukan bahwa

instrumen penelitian valid dengan kriteria:

a. Jika r0 > rtabel : instrumen dikatakan valid

b. Jika r0 < rtabel : instrumen dikatkan tidak valid

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui validitas

dari instrumen penelitian, dilakukan uji coba penelitian

dengan menyebarkan kuesioner uji coba kepada 30 orang

responden. Untuk responden dengan jumlah 30 orang,

instrumen penelitiannya dikatakan valid jika nilai r>

0,3640 (Idris, 2010:8). Dari hasil uji validitas yang

dilakukan terdapat lima buah item pertanyaan yang

memiliki r< 0,3640 dari total 36 buah pernyataan. Hasil

uji validitas terhadap item-item pernyataan setelah

dilakukan uji coba penelitiannya.

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang

reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya,

apabila datanya benar-benar sesuai dengan

79

kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap akan

sama. Reliabilitas menunjukkan pada tingkat keandalan

(dapat dipercaya). Instrumen yang reliabel mengandung

arti bahwa instrumen tersebut harus baik sehingga

mampu mengungkap data yang bisa dipercaya.

Reliabilitas instrumen penelitian dapat dilihat dengan

mengukur nilai Cronbach’s Alpha. Suatu variabel dikatakan

reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,60

(Nunnally dalam Ghozali, 2005 :42)

H. Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan

analisis untuk memastikan bahwa instrument yang

digunakan dalam penelitian ini akurat dan dapat

dipercaya.

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini bersifat uraian atau penjelasan

dengan menggunakan tabel. Data dikelompokkan dan

dianalisis berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner

80

yang diperoleh dari tanggapan responden dengan

menggunakan tabulasi data. Analisis deskriptif

dilakukan untuk melihat kecendrungan penyebaran data

secara umum pada setiap variabel. Analisis deskriptif

dilakukan untuk mengolah data yang diperoleh dari

responden. Proses ini terdiri atas :

a. Verifikasi Data

Yaitu memeriksa kembali kuesioner yang telah

diisi oleh responden untuk memastikan apakah semua

pernyataan sudah dijawab dengan lengkap oleh

responden.

b. Menghitung Nilai Jawaban Responden

Hasil jawaban responden yang perlu di hitung

atau dikalkulasikan yaitu sebagai berikut :

1) Persentase dari karakteristik responden

2) Distribudi frekuensi jawaban responden atas

pertanyaan yang di ajukan. Rumus yang digunakan

yaitu sebagai berikut :

81

P = frekuensi (f )

jumlah responden (N) x 100%

Keterangan :

P = Persentase yang diperoleh

F = Frekuensi jawaban responden

N = Jumlah sampel/responden

100% = Angka tetap persentase

3) Skor rata-rata total item pertanyaan, digunakan

rumus sebagai berikut :

X = (5xfi )+(4xfi)+(3xfi)+(2xfi)+(1xfi)

n

Keterangan :

X = Skor rata-rata total item

Fi = Frekuensi

n = Jumlah responden

5 = Nilai untuk jawaban sangat setuju

4 = Nilai untuk jawaban setuju

3 = Nilai untuk jawaban netral

82

2 = Nilai untuk jawaban tidak setuju

1 = Nilai untuk jawaban sangat setuju

4) Menghitung nilai Tingkat Capaian Responden (TCR)

masing-masing kategori dari deskriptif variabel.

Rumus yang digunakan yaitu :

TCR = Rsn

× 100

Keterangan

TCR = Tingkat Capaian Responden

Rs = Rata-rata skor jawaban responden

n = Nilai skor jawaban

Nilai presentase dimasukan kedalam kriteria

(Arikunto,2006:244) sebagai berikut:

a. interval jawaban responden 81-100% kategaori

jawaban tinggi.

b. Interval jawaban responden 61-80% kategori

jawaban sedang.

83

c. Interval jawaban responden 41-60% kategori

jawaban agak rendah.

d. Interval jawaban responden 21-40% kategori

jawaban rendah.

e. Interval jawaban responden < 40% kategori

jawaban sangat rendah.

Analisis induktif

a. Uji Asumsi Klasik

Dalam menggunakan teknik analisis regresi, ada 3

uji asumsi klasik yang harus dilakukan yaitu: uji

normalitas, uji heterokedastisitas, uji

multikolinearitas, dan uji linearitas.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian tentang

kenormalan distribusi data (Idris, 2010:72).

Digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data

variabel independent dan data variabel dependent

adalah normal. Model regresi yang baik adalah

84

mempunyai distribusi data normal atau mendekati

normal. Normal atau tidaknya distribusi sebuah

data dapat dilihat dengan menggunakan Uji One

Sample Kolmogorov-Smirnov. Distribusi data dikatakan

normal jika nilai signifikansi > 0,05

2) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji

apakah model regresiditemukan adanya korelasi

antar variabel bebas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi di antara

variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau

tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi

dapat dilakukan dengan melihat nilai Variance

Inflation Factor atau VIF dan nilai Tolerance.

Model regresi dikatakan bebas dari

85

multikolinearitas jika nilai VIF kurang dari 10

dan nilai Tolerance lebih dari 0,1.

3) Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji

apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan

variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual

satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik

adalah homokedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas. Ada atau tidaknya gejala

heteroskedastisitas pada sebuah persamaan regresi

dapat dilihat dengan menggunakan uji sctterplot

yaitu dengan melihat penyebaran dari varians

residual.

86

b. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis ini digunakan untuk menganalisis

hubungan dan pengaruh antara Variabel Terikat

terhadap dua / lebih Variabel Bebas. Adapun rumus

regresi linear berganda yang dipakai adalah sebagai

berikut :

Y=a + b1X1+ b2X2+ b3X3 + e ....................

(Umar, 2009:126)

Keterangan:

Y = pembelian tidak terencana

a = Konstanta

b1,b2,b3,.... = Koefisien Regresi Parsial

X1 = Pleasure

X2 = Arousal

X3 = Dominance

e = epsilon (variabel-variabel independen lain yang

tidak di ukur dalam penelitian yang

87

mempunyai pengaruh terhadap variabel

independen)

c. Uji Hipotesis

Untuk mengetahui pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen dilakukan uji :

1) Uji F (F-test)

Uji F untuk melihat pengaruh variabel bebas

secara bersama-sama terhadap variabel terikat.

Fhitung= R² /k1−R²̸S n−k−1

Di mana :

k = Jumlah Variabel Independen

n = Banyaknya Sampel

R2 = Koefisien

Determinasi/regresi.

Kaidah keputusannya adalah :

88

Jika tingkat signifikansinya < 0,05

maka Ha diterima dan H0 ditolak.

Jika tingkat signifikansinya > 0,05

maka H0 diterima dan Ha ditolak.

2) Uji t (t test)

Uji t dilakukan untuk menguji apakah secara

terpisah variabel independen mampu menjelaskan

variabel dependen secara baik, dengan rumus:

thitung= bSb

Dimana:

b = parameter estimasi dari

masing masing variabel

Sb = standar error

Taraf Pengujian:

a. Jika th¿ ¿≤ ttab maka Ho diterima dan Ha

ditolak

89

b. Jika th¿ ¿ ≥ ttab maka Ha diterima dan Ho

ditolak

dimana taraf pengujiannya α = 0,05 (95%)

90

DAFTAR PUSTAKA

Bob Foster. 2008. Manajemen Ritel. Bandung : Alfabeta.

Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi SPSS. Badan PenerbitUniversitas Diponegoro

Griffin, Jill. 2005. Customer Loyalty : Menumbuhkan danMempertahankan Kesetiaan Pelanggan, Jakarta: Erlangga

Husein Umar. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.Edisi Kedua. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Idris. 2010. Aplikasi Model Analisis Data Kuantitatif dengan ProgramSPSS. Padang: Program Magister Manajemen UNP.

J. Peter, Paul dan Jerry C. Olson. 2003. Consumer Behavior(Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran). Jakarta:Erlangga.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. ManajemenPemsaran. Edisi 13. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta:Salemba Empat

Ma’ruf, H. 2006. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT.GramediaPusaka Utama.

Semarang.

91

Mowen, John C & Minor, Michael. 2002. Perilaku Konsumen jilid II(Edisi bahasa Indonesa). Jakarta: Erlangga

Miniard, Engel, Blackwell, (1994) . consumen behavior

Point of Purchase Advertising Institute (POPAI) dalam Manik Yistiani(2008)

Purba, Whitetop, 2008, Analisis Pengaruh Respons LingkunganBerbelanja Terhadap Pembelian Tidak Terencana (Impulsive Buying) padaHypermart Sun Plaza Medan, Skripsi Fakultas EkonomiUniversitas Sumatera Utara (USU), Medan.

Rangkuti Freddy. 2005. Riset Pemasaran. Jakarta: PT. SUN.

Riduwan. (2009). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung:Alfabeta

Rook, D.W. and Fisher, R.J. dalam Marketing, impulsivebuying behavior, Journsl of Consumer Research,Vol. 22, No.3, pp .2007

Samuel H. 2005. Respon Lingkungan Berbelanja Sebagai StimulusTerhadap Pembelian Tidak Terencana di Carrefour Surabaya.“Online”. Jurnal Manajemen da Kewirausahaan, Vol. 7 No.2. www.puslit.petra.ac.id. 14 April 2013.

Setiawan,Y. B. dan Ria Arifianti 2010: Fenomena impulsebuying di Indonesia. “Online”. Jurnal: Karakter KonsumenIndonesia bag 2.

Sciffman. G. Leon & Leslie Lazar kanuk. 2004. PrilakuKonsumen. EdisiKetujuh. Alih Bahasa. ZulkifliKasip. Jakarta : PT.Indeks

54

92

Sosyanti, Aan. 2009. Respon Lingkungan Berbelanja Sebagai StimulusTerhadap Pembelian Tidak Terencana di Supermarket RamayanaPadang. Padang. Skripsi Program S1. Universitas BungHatta. (Tidak Dipublikasikan).

Swastha, Basu dan Irawan. 2002. Manajemen Pemasaran Modern.Yogyakarta. Liberty

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktek. Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Stern, dalam Marketing, 2007

Umar, Husein. 2009. Manajemen Riset Pemasaran dan PerilakuKonsumen. Jakarta: Gramedia Pusaka.

Utami, C. W. 2010. Manajemen Ritel : Strategi dan ImplementasiOperasional Bisnis Ritel Moderen di Indonesia. Jakarta:SalembaEmpat.

Vinci, Maharani. 2008. Manajemen Bisnis Eceran. Bandung:Sinar Baru Algensindo

Yistiani, Manik .jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, danKewirausahaan Vol. 6, No .2 Agustus 2012