BAB I PENDAHULUAN Salmonella

31
BAB I PENDAHULUAN Salmonella merupakan patogen zoonotic yang dapat menyerang vertebrata. Infeksi akibat Salmonella pada manusia dan hewan ternak menyebabkan penyakit yang bersifat asimptomatik hingga infeksi sistemik yang parah yang berakhir dengan mortalitas yang tinggi. Infeksi pada hewan secara ekonomi penting karena berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas. Bahkan jauh lebih penting terhadap kesehatan manusia, salmonellosis dapat tertular akibat kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang bersifat reservoir (Libby, et al. 2004). Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonelosis. Penyakit ini terus meningkat dengan semakin intensifikasinya produksi peternakan dan teknik laboratorium yang semakin canggih. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Gejala salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis. Selain gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga dapat menimbulkan gejala penyakit lainnya. Misalnya demam enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid, serta infeksi lokal (Poeloengan, 2014). 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN Salmonella

BAB I

PENDAHULUAN

Salmonella merupakan patogen zoonotic yang dapat

menyerang vertebrata. Infeksi akibat Salmonella pada

manusia dan hewan ternak menyebabkan penyakit yang

bersifat asimptomatik hingga infeksi sistemik yang parah

yang berakhir dengan mortalitas yang tinggi. Infeksi pada

hewan secara ekonomi penting karena berpengaruh terhadap

morbiditas dan mortalitas. Bahkan jauh lebih penting

terhadap kesehatan manusia, salmonellosis dapat tertular

akibat kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan

yang bersifat reservoir (Libby, et al. 2004).

Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut

salmonelosis. Penyakit ini terus meningkat dengan semakin

intensifikasinya produksi peternakan dan teknik

laboratorium yang semakin canggih. Bakteri dari genus

Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika

tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala

yang disebut salmonellosis. Gejala salmonellosis yang

paling sering terjadi adalah gastroenteritis. Selain

gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga dapat

menimbulkan gejala penyakit lainnya. Misalnya demam

enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid, serta

infeksi lokal (Poeloengan, 2014).

1

Penularan demam typhoid terjadi melalui mulut, kuman

S.typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan/minuman yang

tercemar ke dalam lambung, ke kelenjar limfoid usus kecil

kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Kuman dalam

peredaran darah yang pertama berlangsung singkat, terjadi

24-72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan

gejala tetapi telah mencapai organ-organ hati, kandung

empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Pada akhir masa

inkubasi 5 - 9 hari kuman kembali masuk ke aliran darah

(kedua kali) di mana terjadi pelepasan endoktoksin

menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam

typhoid. Masa inkubasi rata-rata 7 - 14 hari. Manifestasi

klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih

bervariasi. Demam adalah gejala yang paling konstan di

antara semua penampakan klinis.Salmonellosis merupakan

penyakit yang menular pada manusia (zoonosis).

Poeloengan (2014) menambahkan Salmonellosis adalah

salah satu penyakit zoonosis yang disebut foodborne diarrheal

disease dan terdapat di seluruh dunia. Disebut foodborne

diarrheal disease karena penyakit ini ditularkan oleh ternak

carrier yang sehat ke manusia melalui makanan yang

terkontaminasi Salmonella spp. dan menyebabkan enteritis, di

negara berkembang seperti Indonesia, dokter praktek dan

rumah sakit sering menerima pasien dengan diagnosa thypus

2

atau parathypus dengan insiden yang cukup tinggi

sepanjang tahun. Insidensi salmonellosis di negara-negara

berkembang yang menyerang manusia meningkat antara tahun

1980-1990an, sejalan dengan semakin intensifnya budidaya

ternak dan munculnya salmonella baru.

Bakteri ini merupakan  indikator keamanan pangan.

Artinya, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui

di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini

dalam air atau makanan dianggap membahayakan kesehatan. 

Oleh karena itu berbagai standar air minum maupun makanan

siap santap mensyaratkan harus bebas Samonella, artinya

dalam sampel air minum (100 ml) atau  sampel makanan (25

gram) tidak ditemukan adanya  Salmonella (Tarmudji,

2008).

Kejadian salmonellosis semakin meningkat dengan semakin

banyaknya warung-warung makanan yang tidak higienik.

Sumber penularan berupa keluaran (eksresi) hewan dan

manusia baik dari hewan ke manusia maupun sebaliknya.

Infeksi Salmonella dari pangan asal hewan memiliki

peranan penting dalam kesehatan masyarakat dan khususnya

pada keamanan pangan sehingga produk pangan asal hewan

dipertimbangkan menjadi sumber utama pada infeksi

salmonella pada manusia. Oleh karena itu penulis ingin

3

mengupas sedikit informasi tentang salmonella dalam

kaitannya dengan kesehatan masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah

Bakteri Salmonella awalnya terisolasi pada tahun

1880 oleh Karl J. Erberth, S. typhi adalah patogen multi-

organ yang mendiami jaringan lympathic dari usus kecil,

hati, limpa, dan aliran darah manusia yang terinfeksi.

Tidak diketahui menginfeksi hewan dan paling sering

terjadi di negara berkembang dengan sistem sanitasi yang

buruk dan kurangnya antibiotik, menempatkan wisatawan ke

Asia, Amerika Latin, dan Afrika dalam kelompok risiko

tinggi. Dari 266 orang terinfeksi di Amerika Serikat pada

tahun 2002, sekitar 70% telah melakukan perjalanan

internasional dalam waktu 6 minggu setelah onset

penyakit. Barrow, et al. 2010 menambahkan S. typhi, S .

gallinarum, and S . abortusovis secara berurutan sangat erat

hubungannya dengan penyakit sistemik pada manusia, unggas

dan domba.

4

Tabel 1. Klasifikasi dari salmonellaKelompok Spesies KejadianKelompok A S. paratyphi Paratifoid pada manusiaKelompok B S. abortivoequina Abortus pada kuda

S. schottmuelleri Paratifoid pada manusiaS. typhimurium Gastroenteritis pada

manusiaBerbagai infeksi pada hewan

Kelompok C1 S. cholerasius Bakteri sekunder pada pes babi

Enteritis nekrotika pada babiKelompok C2 S. newport Infeksi pada ternak dan manusia

S. enteritidis Infeksi pada hewanGastroenteritis pada hewan

Kelompok D S. gallinarum Tifoid unggasS. pullorum Infeksi unggasS. typhi Demam tifoid pada

manusiaS. dublin Infeksi pada ternak

Kelompok E1 S. anatum Infeksi pada bebek

Di seluruh dunia, demam tifoid mempengaruhi sekitar

17 juta orang setiap tahun, menyebabkan hampir 600.000

kematian. Agen penyebab, Salmonella enterica typhi (disebut

sebagai Salmonella typhi), adalah parasit obligat yang tidak

memiliki reservoir alami dikenal di luar manusia. Sedikit

yang diketahui tentang sejarah munculnya S. typhi pada

manusia, namun diperkirakan telah menyebabkan kematian

5

tokoh-tokoh terkenal seperti penulis dan penyair Inggris

Rudyard Kipling, penemu pesawat, Wilbur Wright, dan

Kekaisaran Yunani Alexander Agung. Wabah yang paling awal

tercatat terjadi di Jamestown, VA dimana diperkirakan

bahwa 6.000 orang meninggal karena demam tipus pada abad

ke-17 awal. Penyakit ini jarang terjadi di Amerika

Serikat dan negara-negara maju, tetapi selalu menimbulkan

risiko munculnya penyakit.

Salmonella yang hanya menginfeksi manusia,

diantaranya S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi C. Kelompok ini

termasuk agen yang menyebabkan demam typhoid dan

paratyphoid, yang menjadi penyebab sebagian besar

serangan salmonella. Demam typhoid memiliki masa inkubasi

terpanjang, menghasilkan suhu badan yang tertinggi, dan

memiliki angka mortalitas yang tertinggi. S. typhi dapat

diisolasi dari darah dan kadang-kadang feses dan urin

penderita yang menderita demam enteric (Jay

2000).Salmonella terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang

hampir semuanya  diketahui bersifat patogen baik pada

manusia atau hewan (Tarmudji, 2008).

Karakteristik BiokimiaMenurut Cox (2000) genus Salmonella termasuk dalam

famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri Gram-negatif

6

berbentuk batang langsing (0.7 – 1.5 x 2-5 μm),

fakultatif anaerobik, oxidase negatif, dan katalase

positif. Sebagian besar strain motil dan memfermentasi

glukosa dengan membentuk gas dan asam. Menurut Dharmojono

(2001) salmonella umumnya terdapat sendirian (tunggal),

jarang membentuk rantai lebih dari dua sel. Dalam kultur

ekstrak agar (yeast extract agar), koloni bakteri terlihat

licin, mengkilat dan transparan. Samonella thypi hanya

membentuk sedikit  H2S dan tidak membentuk gas pada

fermentase glukosa. Pada agar SS, Endo, EMB dan MacConkey

koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna,

pada agar Wilson Blair koloni kuman berwarna hitam

berkilat logam akibat pembentukan H2S.

Berbeda dengan lainnya S. typhi tidak menggunakan

sitrat sebagai sumber karbon, tidak dapat melakukan

dekarboksilasi terhadap ornitin, dan tidak memfermentasi

rhamnosa. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5-

47oC, dengan suhu optimum 35-37oC. Beberapa sel tetap

dapat hidup selama penyimpanan beku. Salmonella dapat

tumbuh pada pH 4,1- 9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5. Nilai

pH minimum bervariasi bergantung kepada serotype, suhu

inkubasi, komposisi media, aw dan jumlah sel. Pada pH

dibawah 4 dan diatas 9 salmonella akan mati secara

perlahan (Supardi dan Sukamto, 1999). Bentuk salmonella

7

berupa rantai filament panjang ketika berada pada

temperatur ekstrim yaitu 4-8oC atau pada suhu 45oC dengan

kondisi pH 4.4 atau 9.4 (VELABO, 2013).

Gambar 1. Morfologi Salmonella.

Menurut Ray (2001) salmonella umumnya memfermentasi

dulcitol, tetapi tidak laktose, menggunakan sitrat

sebagai sumber karbon, menghasilkan hidrogen sulfida,

decarboxylate lysine dan ornithine, tidak menghasilkan

indol, dan negatif untuk urease. Merupakan bakteri

mesophylic, dapat dimatikan pada suhu dan waktu

pasteurisasi, sensitif pada pH rendah (≤ 4,5) dan tidak

berbiak pada Aw 0,94, khususnya jika dikombinasikan

dengan pH 5,5 atau kurang.

8

Salmonella tahan terhadap kondisi lingkungan, tetapi

sensitif terhadap proses pengeringan dan pembekuan.

Proses pembekuan walaupun menurunkan jumlah Salmonella,

tetapi tidak membunuh bakteri ini secara total.

Inaktivasinya dilakukan dengan pemasakan, dan suhu

pasteurisasi cukup untuk membunuhnya. Kontaminasi silang

bisa terjadi jika daging mentah atau air daging kontak

dengan makanan yang sudah dimasak atau makanan yang akan

dimakan mentah seperti lalap (Syamsir, 2010).

Klasifikasi Salmonella terbentuk berdasarkan dasar

epidemiologi, jenis inang, reaksi biokimia, dan struktur

antigen O, H, V ataupun K. Antigen yang paling umum

digunakan untuk Salmonella adalah antigen O dan H.

Antigen O, berasal dari bahasa Jerman (Ohne),

merupakan susunan senyawa lipopolisakarida (LPS). LPS

mempunyai tiga region. Region I merupakan antigen O-

spesifik atau antigen dinding sel. Antigen ini terdiri

dari unit-unit oligosakarida yang terdiri dari tiga

sampai empat monosakarida. Polimer ini biasanya berbeda

antara satu isolat dengan isolat lainnya, itulah sebabnya

antigen ini dapat digunakan untuk menentukan subgrup

secara serologis. Region II merupakan bagian yang melekat

pada antigen O, merupakan core polysaccharide yang konstan

pada genus tertentu. Region III adalah lipid A yang melekat

9

pada region II dengan ikatan dari 2-keto-3-deoksioktonat

(KDO). Lipid A ini memiliki unit dasar yang merupakan

disakarida yang menempel pada lima atau enam asam lemak.

Bisa dikatakan lipid A melekatkan LPS ke lapisan murein-

lipoprotein dinding sel (Dzen, 2003).

Antigen H merupakan antigen yang terdapat pada

flagela dari bakteri ini, yang disebut juga flagelin.

Antigen H adalah protein yang dapat dihilangkan dengan

pemanasan atau dengan menggunakan alkohol. Antibodi untuk

antigen ini terutamanya adalah IgG yang dapat memunculkan

reaksi aglutinasi. Antigen ini memiliki phase variation,

yaitu perubahan fase salam satu serotip tunggal. Saat

serotip mengekspresikan antigen H fase-1, antigen H fase-

2 sedang disintesis (Chart, 2002).

Antigen K berasal dari bahasa Jerman, kapsel. Antigen

K merupakan antigen kapsul polisakarida dari bakteri

enteric. Antigen ini mempunyai berbagai bentuk sesuai

genus dari bakterinya. Pada salmonella, antigen K dikenal

juga sebagai virulence antigen (antigen Vi).

Patogenesis

Habitat bakteri salmonella adalah di dalam alat

pencernaan manusia, hewan, dan bangsa burung. Oleh karena

itu cara penularannya adalah melalui mulut karena

10

makan/minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat

pencernaan penderita. Salmonella akan berkambang biak di

dalam alat pencernaan penderita, sehingga terjadi radang

usus (enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina

propria alat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi)

salmonella inilah yang menimbulkan diare, karena

salmonella menghasilkan racun yang disebut cytotoxin dan

enterotoxin (Dharmojono, 2001). Salmonella mungkin terdapat

pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu

menimbulkan perubahan-perubahan. Bahan pangan asal hewan

termasuk jenis makanan yang sering terkontaminasi.

Salmonella di dalam tubuh host akan menginvasi

mukosa usus halus, berbiak di sel epitel dan menghasilkan

toxin yang akan menyebabkan reaksi radang dan akumulasi

cairan di dalam usus. Kemampuan salmonella untuk menginvasi

dan merusak sel berkaitan dengan diproduksinya thermostable

cytotoxic factor. Salmonella ada di dalam sel epitel akan

memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile enterotoxin

yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan

elektrolit (Ray, 2001).

11

Gambar 2. Skema Patogenesis Salmonellosis

Salah satu faktor virulensi yang dimiliki Salmonella

typhi adalah villi atau fimbriae. Fimbriae merupakan protein

polimer permukaan sel bakteri sebagai mediator penting

interaksi bakteri terhadap hospes dan survive pada

lingkungan, motilitas, kolonisasi serta invasi pada sel

hospes Kemampuan Salmonella typhi melewati masa transisi dari

respon dinamis hospes pada saat masuk ke dalam tubuh

manusia seperti hiperosmolaritas, pH rendah (acidic stress),

garam empedu, dan respon imun lainnya, merupakan bentuk

strategi bakteri untuk bertahan pada lingkungan hospes.

Peningkatan virulensi Salmonella typhi akan terjadi bila

12

berada pada kondisi lingkungan oksigen rendah,

osmolaritas tinggi dan pH rendah (Kundera dkk. 2012).

Gejala Klinis

Salmonellosis memperlihatkan tiga sindrom yang khusus

yaitu terjadinya septikemia, radang usus akut yang

kemudain menjadi radang usus kronik. Pada kejadian akut

penderita sangat depresif, demam (suhu badan antara 40,5-

41,5 0C), diare profuse, sering kali memperlihatkan aksi

merejan disertai mulas yang sangat hebat (tenesmus).

Feces berbau amis dan berlendir, bersifat fibrin

(fibrinous casts), kadang-kadang mengandung kelotokan

selaput membrane usus dan terdapat gumpalan-gumpalan

darah. Pada kuda, diare yang hebat cepat menyebabkan

dehidrasi dan kuda dapat mati dalam waktu 24-48 jam

kemudian (Dharmojono, 2001).

Salmonella typhi dapat menyebabkan demam dan gejala

tifoid yang akan berlangsung selama 3-4 minggu. Perforasi

sering terjadi pada minggu ke tiga atau keempat dari

penyakitnya. Penderita yang telah sembuh dari demam

tifoid, ternyata 2-5% diantaranya masih mengandung S. typhi

di dalam tubuhnya selama 1 tahun. Bahkan ada yang menetap

13

sepanjang umur manjadi carrier kronik. Pada carrier kronik S.

typhi umumnya berada dalam kantung empedu, jarang pada

saluran kemih. Biasanya akan dikeluarkan dari tubuh

melalui tinja dan air kemih (Supardi dan Sukamto, 1999).

Ada tiga komponen utama dari gejala demam tifoid.

Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), gangguan

saluran pencernaan dan gangguan susunan saraf

pusat/kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala

menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti

demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun,

sakit perut, diare atau sulit buang air beberapa hari,

sedangkan pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh

meningkat dan menetap. Suhu meningkat terutama sore dan

malam hari. Setelah minggu kedua maka gejala menjadi

lebih jelas demam yang tinggi terus-menerus, napas berbau

tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering

pecah-pecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih

kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan tremor, pembesaran

hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut

kembung. Anak nampak sakit berat, disertai gangguan

kesadaran dari yang ringan letak tidur pasif, tak acuh

(apatis) sampai berat (delier, koma). Demam tifoid yang

berat memberikan komplikasi perdarahan, kebocoran usus

(perforasi), infeksi selaput usus (peritonitis),

14

renjatan, bronkopnemoni dan kelainan di otak

(ensefalopati, meningitis).

Ciri-ciri Klinis Salmonellosis

1. Gastroenteritis yang disebabkan oleh salmonella

merupakan infeksi pada usus dan terjadi lebih dari

18 jam setelah bakteri patogen itu masuk ke dalam

host. Ciri-cirinya adalah demam, sakit kepala,

muntah, diare, sakit pada abdomen (abdominal pain) yang

terjadi selama 2 - 5 hari. Spesies yang paling

sering menyebabkan gastroenteritis ialah S.

typhimurium. Kehilangan cairan dan kehilangan

keseimbangan elektrolit merupakan bahaya bagi anak-

anak dan orang tua.

2. Septisemia oleh Salmonella menunjukkan ciri-ciri

demam, anoreksia dan anemia. Infeksi ini terjadi

dalam jangka waktu yang panjang. Lesi-lesi dapat

menyebabkan osteomielitis, pneumonia, abses

pulmonari, meningitis dan endokarditis. Spesies

utama yang menyebabkan septisemia ialah S. cholera-suis.

3. Demam enterik yang paling serius adalah demam

tifoid. Agen penyebabnya adalah S. typhi. Selain itu S.

paratyphi A dan B bisa menyebabkan demam enterik

tetapi tidak terlalu berbahaya dan resiko

15

kematiannya lebih rendah. Manusia merupakan hos

tunggal untuk S. typhi, ciri-cirinya antara lain lesu,

anoreksia, sakit kepala, kemudian diikuti oleh

demam. Pada waktu tersebut S. typhi sedang menembus

dinding usus dan masuk ke dalam saluran limfa.

Melalui saluran darah S. typhi menyebar ke bagian tubuh

lain. Insidensi kematian yaitu antara 2 - 10%; lebih

3% penderita demam tifoid menjadi carrier kronik.

Menurut Cox (2000) gejala salmonellosis pada manusia

dapat berupa sindrom gastroenteritis dan penyakit

sistemik. Sindrom sistemik dicirikan dengan masa inkubasi

yang panjang dengan gejalanya demam. Sedangkan sindrom

gastroenteritis muncul berkaitan dengan transmisi makanan

tercemar dan biasanya banyak terjadi di negara

berkembang, dengan masa inkubasi 8 – 72 jam Salmonellosis

pada manusia yang terkenal adalah demam tifoid dan demam

paratifoid yang disebabkan oleh masing-masing bakteri

S.typhi dan S. Paratyphi A dan B, yang umumnya ditularkan

melalui susu, telur dan air minum dan bahan makanan

lainnya yang tercemar oleh kaluaran hewan atau orang

penderita (animal and human carries). Keluaran ini

terutama adalah keluaran dari alat pencernaan berupa

feces.

16

Dalam menjaga kesehatan masyarakat oleh karenanya

perlu sekali dijalin kerjasama yang intensif antara

kesehatan masyarakat veteriner yang diawasi oleh dokter

hewan dan kesehatan masyarakat yang diawasi oleh dokter

atau ahli kesehatan

masyarakat.

Diagnosis

Diagnosis salmonellosis didasarkan pada gejala dan tanda

klinis berupa demam, diare hebat dehidrasi dan lain-lain,

kalau dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan

dan mengidentifikasi adanya bakteri salmonella.

Pemeriksaan bahan makanan yang diberikan, air minum dan

bahan lain di sekitarnya perlu menjadi sample untuk

mencari kemungkinan adanya bakteri salmonella. Isolasi

mikroba penyebab merupakan diagnosa terbaik.

Metode isolasi sebaiknya menggunakan cara penyuburan

dan dilakukan berulangkali, karena pengeluaran mikroba

hanya sedikit dan tidak terus menerus. S. cholerasuis

diisolasi tanpa dilakukan penyuburan dengan menggunakan

media nonselektif, karena kedua media tersebut bersifat

toksik bagi S. cholerasuis. Kultur yang dibuat dari sampel

feces sangat diperlukan dalam mengisolasi bakteri

salmonella. Membuat kultur dari sampel darah penderita

17

yang mengalami septikemia juga diperlukan. Berbagai uji

biokimia dapat dilakukan untuk identifikasi. (Dharmojono,

2001).

Uji serologis sebaiknya dilakukan pada seluruh

populasi atau sewaktu terjadi penyakit yang bersifat

akut. Respon antibodi lebih jelas pada hewan yang

menderita bakterimia atau septicemia. Metode ini

digunakan untuk mendeteksi adanya Salmonella dengan tes

aglutinasi, yakni reaksi dengan antibodi atau mendeteksi

titer antibodi penderita yang terinfeksi Salmonella. Tes

aglutinasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni tes

aglutinasi pada gelas objek dan tes aglutinasi dilusi

tabung yang disebut juga tes Widal (Dzen, 2003). Dalam

perkembangan PCR dalam mendeteksi S. typhi, Song telah

berhasil menggunakan gen flagellin (fliC-d) sebagai tanda

infeksi S. typhi (Zhou, 2010). Pemeriksaan ini mengungguli

kultur darah yang memakan banyak waktu, ataupun tes Widal

yang kurang sensitif dan spesifik.

Pencegahan dan Pengobatan

Dilihat dari aspek kilinik pengobatan terhadap

penyakit salmonellosis mungkin dapat menyembuhkan, tetapi

apabila dilihat dari aspek bakteriologik, menghilangkan

bakteri yang ada dalam alat pencernaan merupakan sesuatu

18

yang sulit, karena bakteri sudah berada dalam sirkulasi

sistem empedu dan secara intermiten bakteri dapat

berpindah kedalam lumen alat pencernaan bersama empedu

tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan yang pernah

menderita salmonellosis masih berbahaya, karena dalam

fecesnya masih terdapat bakteri yang mungkin sekali

mencemari lingkungan dan dapat menginfeksi hewan dan

manusia, oleh karena itu masih harus tetap diwaspadai

bekas penderita salmonellosis sebagai sumber penularan

Tanggung jawab dalam mengimplementasikan ukuran

jaminan keamanan dalam rantai produksi makanan harus

menjadi tanggung jawab industri, organisasi dan

pemerintah. Pada industri pakan ternak selain bertanggung

jawab terhadap kualitas pakan yang dihasilkan juga harus

mampu menjamin bahwa pakan yang dihasilkannya bebas dari

salmonella. Pada kegiatan budidaya, program monitoring

yang intensif perlu diterapkan baik untuk breeder maupun

peternak. Di rumah potong,

pemeriksaan kesehatan secara visual dilakukan oleh

petugas kesehatan hewan, dan contoh dagingnya harus diuji

jika dicurigai terkena salmonellosis (Poeloengan, 2014).

Tindakan yang cepat diperlukan pada salmonellosis dalam

stadium septikemia, meskipun perlu diingat adanya

kontroversi penggunaan antimikroba pada kasus-kasus

19

salmonellosis alat pencernaan, karena antibiotik per-oral

akan merusak mikroflora usus. Disamping itu ada bakteri

salmonella yang menjadi resisten terhadap antibiotik yang

dipakai yang kemudian sangat berbahaya kalau menulari

manusia. Septikemia sebaiknya diatasi dengan antibiotik

spektrum luas yang diberikan per parental (Dharmojono,

2001).

Chloramphenicol adalah antibiotik pilihan yang tepat

untuk mengobati septicemia, tetapi telah menghasilkan

strain-strain yang resisten. Oleh itu uji kepekaan

antibiotik perlu dilakukan. Ampicillin dan trimethoprim

sulfamethoxazole kini digunakan. Untuk gastroenteritis,

yang paling penting dilakukan ialah penggantian cairan

dan elektrolit yang hilang.

20

BAB III

ASPEK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Bakteri salmonella ada di dalam alat pencernaan

penderita dan dapat dikeluarkan ketika penderita

menderita diare. Karena ituhewan penderita harus

diisolasi, tidak boleh digembalakan, karena akan berarti

membiarkan bakteri salmonella tersebar di padang

penggembalaan umum dan menulari hewan lainnya. Menurut

Dharmojono (2001) pemerintah selalu memberikan sertifikat

bebas salmonellosis kepada perusahaan-perusahaan penghasil

bibit ternak manapun, terutama ternak unggas. Pemerintah

juga berwenang memeriksa pabrik-pabrik makanan ternak,

yang juga harus bebas dari salmonella. Pedoman berikut

perlu diperhatikan dalam rangka pencegahan salmonellosis:

1. Hewan yang dicurigai sebagai pembawa (carrier)

perlu segera didiagnosis secara pasti (definitif).

Kalau positif perlu diksingkirkan (tetapi boleh

dipotong dan dikonsumsi dengan syarat ketat),

diasingkan (diisolasi) atau segara diobati sampai

tuntas. Untuk memeriksakan kesembuhan yang

21

benarbenar,mhewan harus dipeksa ulang beberapa kali

sebelum benar-benar dapat dibebaskan.

2. Pemberian antibiotik dalam makanan dan atau minuman

dapat dipertimbangkan dengan mengingat akan efek

buruknya seperti telah diutarakan terdahulu.

3. Lalu lintas hewan di daerah terjangkit salmonellosis

harus diawasi dengan ketat.

4. Sumber makan dan minum harus benar-benar bebas dari

kontaminasi keluaran (ekskresi) hewan tersangka.

5. Kandang dan peralatan harus dicuci bersih dan

didientifikasi.

6. Barang dan peralatan yang tercemar oleh keluaran

penderita jangan dipakai lagi dan harus dibakar.

7. Karyawan yang langsung memelihara ternak harus

diberi informasi dengan baik agar melakukan tindakan

kebersihan diri dan melindungi diri dengan pakaian

(sarung tangan, sepatu boot, masker dan lain-lain)

ketika di dalam kandang atau merawat penderita.

8. Apabila ada vaksin dapat dipertimbangkan. Vaksin

inaktif terhadap salmonellosis biasanya tidak efektif.

Vaksin aktif komersial atau vaksin dari tipe

avirulen telah dibuat.

9. Upayakan disekitar peternakan tidak ada faktor-

faktor pembuat stress terhadap hewan, misalnya lalu

22

lalang orang yang tidak berkepentingan, kendaraan

anak bermain dan sebagainya.

BAB IV

TINDAKAN PENCEGAHAN

23

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan

hidup manusia, sehingga setiap orang perlu dijamin dalam

memperoleh pangan yang bermutu dan aman. Bahan pangan

yang tidak diproduksi dengan cara yang baik dan benar

dapat menjadi sumber mikroorganisme dan kontaminan kimia

yang dapat berbahaya dan menyebabkan penyakit kepada

manusia. Terjadinya kasus-kasus keracunan pangan

seharusnya tidak perlu terjadi apabila produk pangan

diolah dengan prosedur pengolahan yang benar (Badan

Ketahanan Pangan, 2007).

Keberadaan kontaminan mikroba Eschericia Colli,

Salmonella sp. dan Listeria sp. pada daging sangat

dimungkinkan karena sifat fisikokimia daging seperti

water activity (aw), pH dan zat gizi mendukung

pertumbuhan mikroba tersebut. Keberadaan mikroba patogen

dan pembusuk tersebut dapat menyebabkan penyakit dan

bahkan kematian. Begitu banyak kesempatan bagi mikroba

untuk mengontaminasi makanan pada saat makanan itu dibuat

dan dipersiapkan. Mikroba-mikroba (pathogen dan non

pathogen) bawaan makanan juga terdapat di hewan yang

sehat (biasanya bersemayam di dalam saluran pencernaan).

Daging dan karkas unggas dapat terkontaminasi saat

penyembelihan melalui kontak dengan isi perut saluran

24

pencernaan tadi, walau dalam jumlah kecil. Dengan cara

yang sama, daging/telur dapat terkontaminasi pada saat

dicuci atau  disirami dengan air yang terkontaminasi oleh

pupuk kandang atau air dari saluran pembuangan limbah

peternakan unggas

Jumlah kasus terbesar disebabkan suhu penyimpanan

dan pengolahan yang tidak tepat. Sehingga faktor–faktor

tersebut yang (Syamsir, 2010).harus dikendalikan untuk menekan

cemaran. Selain itu higiene personal dan sanitasi

peralatan juga perlu untuk diperhatikan. Mencuci tangan

dengan sabun sesudah dari toilet, mencegah tangan agar

tidak memegang mulut, hidung, atau rambut pada saat

bekerja/memasak, menutup mulut/hidung pada saat

batuk/bersin dengan tisu dan kemudian mencuci tangan

segera dengan sabun.

Beberapa tindakan pencegahan yang cukup sederhana

ternyata dapat mengurangi resiko timbulnya penyakit

bawaan makanan (foodborne diseases) antara lain:

Masaklah daging ternak, daging unggas dan telur

secara keseluruhan hingga matang. Dengan menggunakan

Termometer dapat digunakan untuk mengukur suhu dalam

daging adalah satu cara yang baik untuk memastikan

bahwa proses pemasakan daging telah membunuh

25

bakteri. Sebagai contoh, Daging sapi harus dimasak

hingga temperatur dalam dagingnya mencapai 160oF.

Telur harus dimasak hingga bagian kuningnya

mengeras.

Pisahkan.  Hindari proses saling mencemar antara

satu jenis makanan dengan lainnya. Hindari

pencemaran silang dengan cara mencuci tangan,

peralatan dan alas potong (telenan) segera setelah

terjadi kontak dengan daging merah ataupun daging

unggas. Sebelum menyentuh jenis makanan lainnya,

letakkan daging yang telah dimasak pada wadah yang

bersih. Hindari meletakkan daging masak di tempat

yang sebelumnya digunakan untuk menampung daging

ketika masih mentah.

Dinginkan. Segera masukkan makanan sisanya ke dalam

lemari pendingin. Bakteri dapat tumbuh cepat pada

suhu ruangan. Masukkan makanan ke dalam lemari

pendingin jika mereka belum akan dimakan selama 4

jam ke depan. Makanan dalam porsi besar dapat lebih

cepat dingin jika sebelumnya telah dipotong-potong

ke dalam porsi yang lebih kecil dan diletakkan pada

wadah-wadah terpisah sebelum dimasukkan kedalam

lemari pendingin.

26

Bersihkan. Cucilah daging atau produk ternak dengan

air bersih atau dengan air ledeng yang mengalir

untuk membersihkan kotoran.  Bakteri dapat tumbuh

subur pada permukaan potongan daging.  Berhati-

hatilah saat mengiris daging pada papan potong

(talenan) agar tidak tercemar. Hindari kebiasaan

membiarkan potongan daging dalam suhu ruang untuk

waktu yang lama. Diri kita sendiri jangan menjadi

sumber pencemar! Cuci tangan dengan sabun dan air

sebelum menyiapkan makanan. Jika anda sedang

menderita diare, jangan siapkan makanan untuk orang

lain.

Jumlah dan jenis mikroba yang mencemari daging

ditentukan oleh tingkat pengendalian higienis yang

dilaksanakan selama penanganan diawali saat penyembelihan

ternak dan pembersihan karkas hingga sampai ke konsumen.

Saat ini, kualitas mikrobiologi daging telah menjadi

salah satu perhatian masyarakat dalam hal keamanan

pangan. Daging yang sehat seharusnya tidak mengandung

mikroba patogen, kalaupun mengandung mikroba non patogen

maka jumlahnya harus sedikit. Jika kandungan bakteri

daging melebihi 106 bakteri/g maka daging tersebut

dianggap berkualitas rendah. Batas jumlah mikroba daging

27

selama dilayukan tidak boleh lebih dari 105 bakteri/cm2

daging (Syamsir, 2010).

BAB V

KESIMPULAN

Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella menjadi

masalah kesehatan yang serius di berbagai negara karena

selain bersifat zoonosis juga yang paling membahayakan

penyakit ini bersifat karier dan pada penderita yang

28

parah dapat menyebabkan kematian. Pentingnya sanitasi dan

higenitas pangan serta lingkungan menjadi faktor utama

dalam pencegahan penyakit ini.

Demam tifoid telah memainkan peran penting dalam

sejarah. Patogen ini tumbuh subur di masyarakat

berkembang atau daerah di mana bencana telah mengganggu

sanitasi. Meskipun kejadian di Amerika Serikat adalah

sangat rendah, wabah dan epidemi yang besar masih tetap

dimungkinkan karena perjalanan di seluruh dunia dan

operator ketidaktahuan penyakit. Pengembangan pengobatan

antibiotik dan vaksin beberapa telah menyajikan

kemungkinan pemberantasan di seluruh dunia. Sampai hal

ini tercapai, namun, S. typhi dan demam tifoid

karakteristiknya akan tetap menjadi ancaman bagi epidemi

di masa depan.

29

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan (2013). Pedoman PelaksanaanPenanganan Keamanan Pangan Segar Tahun 2013. PusatPenganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Barrow, P.A., et al.(2010). Salmonella. DalamPathogenesis of Bacterial Infection in Animals.Fourth Edition. Edited by Gyles C.L. et al. Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons Inc, Publication.

Cox, J., (2000). Salmonella (Introduction). DalamEncyclopedia of Food Microbiology, Vol. 3. ROBINSON,R.K., C.A. BATT and P.D. PATEL (Editors). AcademicPress, San Diego.

Hariyadi, P. (2008). Isu Terkini Terkait Dengan KeamananPangan. Makalah disampaikan pada Pra-WidyakaryaNasional Pangan dan Gizi IX, 2008, Pokja Mutu danKeamanan Pangan. Jakarta, Hotel Bumi Karsa Bidakara.Senin 9 Juni 2008.

Jay, J.M., (2000). Modern Food Microbiology, 6th. Ed.Aspen Publisher, Inc., Maryland.

Kundera, I.N. dkk. (2012). Ekspresi Protein AdhF36 padaPerubahan Osmolaritas serta Ph Lingkungan HidupSalmonella typhi secara In Vitro. Jurnal KedokteranHewan. Vol. 6 No. 1 Maret 2012. ISSN: 1978-225X.

Libby S.J., et al. (2004). Salmonella. Dalam Pathogenesisof Bacterial Infection in Animals. Third Edition.

30

Edited by Gyles C.L. et al. Wiley-Blackwell. A JohnWiley & Sons Inc, Publication.

Poeloengan, M. dkk. (2014). Bahaya Salmonella TerhadapKesehatan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis.Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

Ray, B. (2001). Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed.CRC Press, Boca Raton.

Supardi, I., dan Sukamto. (1999). MikrobiologidalamPengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Bandung.

Syamsir E. (2011). Keamanan Mikrobiologi Produk OlahanPangan. Artikel dalam Kulinologi Indonesia No. 5, Ed.Mei 2010.

Tarmudji, (2008). Apakah Salmonellosis itu? Balai BesarPenelitian Veteriner Bogor. (diunduh 12 Maret 2014).

31