BAB I dan II pal
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of BAB I dan II pal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air buangan merupakan air bekas pakai dari berbagai
aktifitas manusia, misalnya dari kegiatan rumah tangga,
industri dan lain-lain. Secara garis besar air buangan
sendiri terdiri dari 2 jenis yaitu air buangan
domestik dan air buangan non domestik. Air buangan
domestik berasal dari rumah tangga atau dari pemukiman,
bukan hanya air yang dipakai untuk menggelontor kotoran
dari WC saja, melainkan juga air dari urinoir, air bekas
mandi, air bekas untuk mencuci, baik dari cucian dari
kamar cuci pakaian maupun cucian-cucian dari aktifitas
dapur bahkan cucian-cucian dari wastafel. Sedangkan air
buangan non domestik berasal dari industri dimana air
digunakan untuk bermacam-macam proses industri, sehingga
air menjadi tercemar dengan kotoran-kotoran yang
komposisinya tergantung dari proses produksinya.
Pembuangan air buangan domestik dan non domestik
dari suatu daerah pemukiman atau industri saja belum
cukup, bila air buangan tersebut dibuang kebadan air
permukaan yang memiliki kapasitas pemurnian sendiri (self
purification) yang tidak memadai. Pencemaran air permukaan
(sungai-sungai, saluran-saluran) akibat pembuangan air
buangan secara terpusat (Off Site), Oleh karena itu diperlukan
suatu pengolahan yang memadai untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
Salah satu dampak yang disebabkan oleh air buangan
tersebut adalah penyakit menular yang umumnya disebut
penyakit usus seperti typhus, para-typhus, desentri, diare dan
lain-lain juga penyakit-penyakit cacing dapat tersebar
dalam lingkungan masyarakat, dampak-dampak diatas akan
terwujud apabila tindakan untuk menyehatkan lingkungan
tidak diselenggarakan dengan sebaik-baiknya.
Diantara penyakit-penyakit diatas, sebagian besar
disebabkan oleh pembuangan kotoran manusia yang kurang
sempurna. Cara yang baik untuk mengatasi air buangan
domestik tersebut adalah dengan jalan menyalurkan kedalam
suatu sistem saluran air buangan tertutup sehingga
kotoran dan air bekas yang tercemar tidak akan berkontak
dengan manusia atau mengotori fasilitas yang dibutuhkan
oleh manusia, khususnya air. Dan selanjutnya disalurkan
kedalam saluran atau tempat-tempat khusus seperti
IPAL/BPAB. Dimana dilakukan pengolahan terlebih dahulu
sehingga memenuhi persyaratan kualitas tertentu sebelum
dibuang ke tempat pembuangan akhir (badan air penerima).
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari tugas perencanaan penyaluran Air Limbah
Domestik dan Non Domestik ini adalah membandingkan sejauh
mana tingkat pemahaman secara teori dalam membuat sebuah
laporan simulasi penyusunan perencanaan penyaluran air
limbah dalam suatu wilayah
Sementara tujuan dari perencanaan penyaluran air
limbah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan
membuat suatu perencanaan sistem penyaluran air limbah
domestik yang didasari dengan perhitungan terperinci
untuk setiap unit pengolahan dan menuangkannya dalam
gambar teknik yang memenuhi kaidah-kaidah perencanaan.
I.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari perencanaan sistem penyaluran Air
Limbah Domestik dan Non Domestik ini adalah membuat
sebuah laporan perencanaan sistem penyaluran air limbah
domestik lengkap untuk suatu kota dengan periode
perencanaan 20 tahun, antara lain mencakup :
Proyeksi penduduk untuk periode perencanaan 20
tahun (dengan beberapa metode dan dasar
pemilihan metode yang digunakan).
Studi kebutuhan air bersih dan timbulan air
buangan suatu kota.
Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah
Domestik dan Non Domestik yang meliputi
penentuan jalur pipa Air Limbah Domestik dan Non
Domestik, dimensi pipa, bangunan-bangunan
penunjang dan penentuan konstruksi dan bahan
pipa air buangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Sumber Air Limbah
Air buangan (Waste Water) adalah air bekas yang
didalamnya terkandung padatan organik/anorganik baik dari
kegiatan domestik, industri, pertanian, infiltrasi/ inflow/run off
air hujan/limpasannya yang mungkin tercampur.
Jenis air buangan dapat dibedakan berdasarkan
sumbernya, apabila berrasal dari daerah pemukiman, maka
air buangan tersebut dapat disebut : Air Buangan Domestik
(Domestic Waste).
Suatu kota, pada umumnya tidak hanya untuk daerah
pemukiman saja, melainkan untuk berbagai macam penggunaan
lain, misalnya untuk kantor pemerintahan, fasilitas
sekolah, fasilitas balai pertemuan umum, fasilitas
rekreasi, balai pengobatan dan rumah sakit, fasilitas
perdagangan (komersial dan bisnis), industri, dan lain
sebagainya.
Dari daerah-daerah tersebut tentu akan dihasilkan
air buangan karena aktifitas yang dilakukannya. Dari
sekian banyak tempat-tempat dan daerah sumber penghasil
air buangan, dapat diklasifikasi menjadi 3 golongan yaitu
:
1. Daerah pemukiman.
2. Daerah komersial dan bisnis : hotel, perkantoran,
bioskop, pusat perbelanjaan, dan lain-lain.
3. Daeran industri.
Jadi sebenarnya dapat disimpulkan 2 macam air buangan:
1. Air buangan domestik
2. Air buangan industri
Pada dasarnya air buangan domestik dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu :
1) Grey water, yaitu air buangan yang tidak mengandung
tinja, seperti buangan yang berasal dari aktivitas
mandi, mencuci, dan sebagainya.
2) Black water, yaitu air buangan yang mengandung tinja.
Air buangan domestik ini harus diolah karena :
Dekomposisi materi organik yang dapat menghasilkan bau
dan gas.
Mikroorganisme patogen menyebabkan penyakit.
Nutrien menyebabkan stimulasi pertumbuhan tanaman air.
Materi toksik mengandung racun.
Sementara itu air limbah non domestik yang berasal
dari limbah industri seperti pabrik logam, tekstil,
kulit, pangan dll mengandung bahan pencemar yang dapat
berupa bahan beracun dan berbahaya seperti Alkalinitas,
klorida, logam berat, nitrogen, pH, phosphor, sulfur,
Hidrogen Sulfida, Gas Methan dll.
2.2 Jaringan Sistem Penyaluran Air Limbah
Klasifikasi perencanaan jaringan penyaluran air
limbah untuk daerah yang akan direncanakan dapat
didasarkan pada keadaan dan kondisi eksisting daerah
tersebut, yang merupakan batasan serta parameter dalam
perencanaan teknis cara pengaliran air limbah dan
perhitungan lainnya, Ada beberapa sistem penyaluran air
buangan, yaitu:
1. Sistem Konvensional (Conventional Sewerage)
Sistem pengelolaan air limbah dengan perpipaan untuk
menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu lokasi
untuk selanjutnya diolah di lokasi tersebut. Sistem ini
diperuntukkan untuk daerah dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Disarankan untuk tipe perumahan dengan golongan
pendapatan menengah dan tinggi, dimana mereka
mampu membayar retribusi
b. Ketersediaan air bersih tidak menjadi faktor
yang menentukan
c. Tingkat kepadatan penduduk lebih dari 300
jiwa/Ha, permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat,
angka permeabilitas tanah terlalu tinggi > 4,2. 10-
3 L/m2/det atau terlalu rendah < 2,7.10-4 L/m2/det.
d. Kemiringan tanah lebih besar dari 2%.
2. Sistem Shallow Sewer
Sistem ini hampir menyerupai system sewerage yang
dipasang secara dangkal, dengan kemiringan yang lebih
landai dibandingkan dengan sistem sewerage konvensional.
Sistem ini mengandalkan air pembilas, sedangkan sistem
sewerage konvensional mengandalkan kecepatan untuk
membersihkan sendiri. Sistem ini diperuntukkan untuk
daerah dengan kriteria sebagai berikut:
a. Disarankan untuk tipe perumahan teratur dan
permanen dalam suatu lingkungan yang terbatas
b. Ketersediaan air bersih merupakan faktor yang
penting, disyaratkan telah terlayani oleh PDAM atau
dapat bersumber dari sumur/air tanah dengan debit
yang mencukupi
c. Tingkat kepadatan penduduk lebih dari 300
jiwa/Ha, sebab pada tingkat kepadatan seperti ini
tidak disarankan untuk pembangunan tangki septic
d. Fasilitas sanitasi setempat tidak merupakan
faktor yang berpengaruh, sebab Shallow Sewer
merupakan perpipaan yang menerima buangan langsung
dari WC berupa cairan dan padatan
e. Permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat,
angka permeabilitas tanah terlalu tinggi > 4,2. 10-
3 L/m2/det atau terlalu rendah < 2,7.10-4 L/m2/det
f. Dapat diterapkan pada berbagai kemiringan tanah
g. Muka air tanah kurang dari 2 m
3. Sistem Kombinasi
Pada sistem kombinasi dikenal juga dengan istilah
interceptor, dimana air buangan dan air hujan disalurkan
bersama-sama sehingga sampai ke tempat tertentu baik
melalui saluran terbuka atau tertutup, tetapi sebelum
mencapai lokasi instalasi antara air buangan dan air
hujan dipisahkan dengan bangunan regulator. air buangan
dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke
lokasi pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung
dialirkan ke badan air penerima.
Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya
ke pipa induk dan tidak akan mencemari badan air
penerima. Sistem kombinasi ini cocok diterapkan di daerah
yang dilalui sungai yang airnya tidak dimanfatkan lagi
oleh penduduk sekitar, dan di daerah yang diprogramkan
jangka panjang direncanakan akan diterapkan secara
konvensional, karena itu pada tahap awal dapat dibangun
saluran pipa sementara guna dimanfaatkan sebagai saluran
air hujan.
Faktor- faktor yang mempengaruhi SPAB, antara lain:
1. Daerah pelayanan;
2. Kuantitas air buangan;
3. Infiltrasi/inflow;
4. Fluktuasi Pengaliran.
5. Sistem Riol Dangkal (Shallow Sewer System)
6. Sistem roil dengan pembebanan pipa relatif dangkal
7. Luas dan unit pelayanan sistem roil maksimum sekitar
4 unit luas daerah pelayanan retikulasi.
8. Satu unit daerah retikulasi sama dengan 800 jumlah
rumah dengan ukuran riol 225 mm, jadi empat kali 800
sambungan rumah yang masuk ke BPAB.
9. Luas maksimum daerah pelayanan shallow sama dengan
empat kali 25 Ha adalah 100 Ha dengan kepadatan
rata-rata 160 jiwa/Ha.
2.3 Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah
Prinsip penyaluran air buangan adalah membuat suatu
sistem penyaluran yang mengalirkan air buangan dari
sumber ke Bangunan Pengolahan Air Limbah (BPAL) melalui
jarak yang paling pendek agar waktu penyaluran yang
dibutuhkan lebih singkat.
Untuk menentukan teknologi yang akan digunakan,
terlebih dahulu harus dilakukan analisis terhadap kondisi
umum, batasan-batasan yang ada, dan potensi yang dimiliki
oleh daerah pelayanan. Masalah yang ditimbulkan dari
keadaan ini adalah pengaturan penyediaan energi potensial
untuk mengalirkan air limbah secara gravitasi. Meskipun
sebenarnya dapat diatasi dengan penggunaan pompa, namun
hal itu akan menyebabkan biaya investasi menjadi sangat
mahal. Oleh karena itu teknologi yang akan diterapkan
harus efisien dalam penggunaan energi potensial secara
gravitasi.
2.3.1 Kuantitas dan Fluktuasi Air Limbah
Untuk menentukan kuantitas air buangan yang akan
dilayani di akhir tahun periode perencanaan, maka harus
diketahui terlebih dahulu kebutuhan air bersih. Standar
kebutuhan air yang digunakan untuk kebutuhan air domestik
adalah 150 L/org/hari, Setelah diketahui kebutuhan air
bersih ditentukan faktor air buangan, yaitu persentase
air buangan yang dihasilkan dari penggunaan air bersih.
Untuk rumah tangga, faktor air buangan ditetapkan 80%.
Untuk fasilitas kota faktor air buangan ditetapkan 75-90%
yang besarnya tergantung dari fungsi masing-masing
fasilitas kota.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kuantitas air
buangan dan menjadi pertimbangan dalam perhitungan yaitu:
Sumber air buangan
Besarnya pemakaian air minum
Besarnya curah hujan
Pola kebiasaan masyarakat dalam menggunakan air
perlu di perhatikan dalam merencanakan instalasi
pengolahan air limbah. Umumnya pemakaian maksimum terjadi
pagi dan sore hari dan saat minimum terjadi pada larut
malam. Besarnya fluktuasi aliran air limbah yang masuk ke
pipa bergantung pada jumlah populasi di suatu kawasan.
Besarnya fluktuasi terhadap aliran rata-rata adalah
sebagai berikut :
Untuk pelayanan < 10.000 jiwa Qmax/Qrata = 4 s/d 3,5
dan Qmin/Qrata = 0,2 s/d 0.35
Untuk pelayanan antara 10.000 jiwa s/d 100.000
Qmax/Qrata = 3,5 s/d 2 dan Qmin/Qrata = 0,35 s/d
0,55
Untuk pelayanan > 100.000 jiwa Qmax/Qrata = 2,0 s/d
1,5 dan Qmin/Qrata = 0,55 s/d 0,6
Rata-rata pemakaian air adalah sebesar 20
l/kapita/hari dan air limbah yang masuk ke jaringan
perpipaan adalah 80% dari konsumsi air tersebut atau
kira-kira 100 l/capita/hari. Kecepatan aliran maksimum
tergantung jenis pipa yang digunakan dan pada umumnya
berkisar antara 2-4 m/det. Kecepatan aliran minimum
diharapkan dapat menghindari terjadinya pengendapan dalam
pipa sehingga kecepatan aliran minimum harus lebih besar
dari 0,6 m/det.
2.3.2 Jenis Saluran
1. Saluran Tertutup
Saluran tertutup adalah saluran yang alirannya tidak
dipengaruhi oleh tekanan udara secara langsung kecuali
oleh tekanan hydraulic. Penggunaan pipa banyak digunakan
oleh umum, baik perusahaan-perusahaan sebagai
pendistribusian air minum, minyak maupun gas bumi.
Demikian juga dengan kebutuhan air pada rumah tangga,
penggunaan pipa ini paling banyak digunakan baik untuk
penyaluran air bersih maupun sanitasi. Karena pipa
merupakan sarana pendistribusian fluida yang murah,
memiliki berbagai ukuran dan bentuk penampang. Bentuk
penampang pipa dapat berupa lingkaran maupun kotak.
Sedangkan material pipa bermacam-macam pula , yaitu baja,
plastik, PVC, tembaga, kuningan, dan lain sebagainya.
2. Saluran Terbuka
Merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu
permukaan bebas. Pada saluran air terbuka ini jika ada
sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk
dibersihkan, namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi
kenyamanan.
2.3.3 Jenis dan Bentuk Pipa
Pemilihan bahan pipa harus betul-betul
dipertimbangkan mengingat air limbah banyak mengandung
bahan dapat yang mengganggu atau menurunkan kekutan pipa.
Demikian pula selama pengangkutan dan pemasangannya,
diperlukan kemudahan serta kekuatan fisik yang memadai.
Sehingga berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan pipa secara menyeluruh adalah :
a. Umur ekonomis
b. Pengalaman pipa sejenis yang telah diaplikasikan di
lapangan
c. Resistensi terhadap korosi (kimia) atau abrasi (fisik)
d. Koefisiensi kekasaran (hidrolik)
e. Kemudahan transpor dan handling
f. Kekuatan struktur
g. Biaya suplai, transpor dan pemasangan
h. Ketersediaan di lapangan
i. Ketahanan terhadap disolusi di dalam air
j. Kekedapan dinding
k.Kemudahan pemasangan sambungan
1. Pipa beton
a. Aplikasi
1. Pada pengaliran gravitasi (lebih umum) dan
bertekanan
2. Untuk pembuatan sifon
3. Untuk saluran drainase dengan diameter (300-3600) mm
akan lebih ekonomis mengingat durabilitasnya jauh
lebih baik dibandingkan dengan bahan saluran lainnya
4. Hindari aplikasi sebagai sanitary sewer dengan dimensi
kecil terutama bila ada air limbah industri atau
mengandung H2S berlebih. Untuk dimensi kecil hingga
diameter 45 mm, biasanya dipakai pipa dengan bahan
PVC atau lempung.
5. Pada sanitary trunk sewer, beton bertulang juga dipakai
dengan diameter lebih besar daripada diameter VPC
maksimal, dengan lining plastik atau epoksi (diproses
monolit di pabrik), atau pengecatan bitumas-tik atau
coal tar epoxy (dilakukan setelah instalasi di
lapangan).
b. Ukuran dan Panjang Pipa
1. Pipa pracetak dengan diameter di atas 600 mm harus
dipasang dengan tulangan, meskipun pada diameter
yang lebih kecil tetap dibuat beton bertulang
2. Untuk konstruksi beton bertulang/pracetak, diameter
dan panjang yang tersedia di lapangan
a. Diameter : [300-600-2700] mm
b. Panjang : - 1,8 m untuk pipa dengan diameter <
375 mm
- 3 m untuk pipa dengan diameter > 375
mm
c. Tersedia 5 kelas berdasarkan pada kekuatan
beban eksternal
3. Untuk konstruksi beton tidak bertulang (pracetak)
a. Diameter : (100-600) mm
b. Panjang : (1,2-7,3) m
c. Sambungan
1. Tongue dan groove (khusus beton bertulang)
a. Untuk diameter > 760 mm
b. Dengan menggunakan sambungan senyawa mastik
atau gasket karet yang membentuk seal kedap air
dengan plastik atau tar panas mastik, clay tile,
atau senyawa asphatik
2. Spigot dan soket dengan semen
a. Untuk diameter (305-760) mm
b. Ekonomis
c. Mudah pemasangannya
d. Aman dan memuaskan
3. Cincin karet fleksibel
d. Lining (Lapisan Dasar Pipa)
Penerapan lining dilakukan bila pipa yang bersangkutan
menyalurkan air limbah yang belum terolah dengan bahan
tahan korosi seperti:
1. Spesi semen alumina tinggi
- Tebal 12 mm untuk diameter ≤ 675 mm
- Tebal 20 mm untuk diameter (750-825) mm
2. PVC atau ekuivalen untuk diameter ≥ 900 mm
3. PVC sheet
4. Penambahan ketebalan dinding sebagai beton deking
e. Komponen Bahan
Komponen bahan pipa beton menggunakan agregat limestone
atau dolomite dengan semen tipe 5.
f. Kelebihan Pipa Beton
Beberapa pertimbangan pemilihan pipa beton :
1. Konstruksi : kuat
2. Dimensi : tersedia dalam variasi yang besar dan
dapat dipesan.
g. Kerugian/kelemahan pipa beton
Beberapa kelemahan aplikasi pipa beton (karena semen
dari bahan alkali) adalah korosi terhadap asam atau
H2S, kecuali bila diberi lining, pemeliharaan kecepatan
glontor, ventilasi yang memadai dan pembubuhan bahan
kimia.
h. Spesifikasi
Untuk pelaksanaan konstruksi dilapangan yang perlu
diminta atau diketahui adalah spesifikasinya, minimal
mencakup :
a. Diameter
b. Klas dan/atau kekuatan
c. Metode manufakturf
d. Metode sambungan
e. Lining
f. Komposisi bahan (macam agregat bila limestone)
i. Penyambungan Sambungan Rumah
Untuk pipa beton diameter besar dapat dilakukan
pelobangan, dengan memasukkan spigot dari sambungan
rumah sambil menutup sela-selanya dengan spesi beton
(mortar).
2. Pipa Cast iron
a. Aplikasi
1. Bangunan layang di atas tanah (perlintasan sungai,
jembatan dan sebagainya)
2. Stasiun pompa
3. Pengaliran (pembawa) lumpur
4. Pipa bertekanan
5. Situasi yang sulit (misal pondasi jelek)
6. Pipa yang diaplikasikan pada tanah yang bermasalah
dengan akar pepohonan
7. Tidak cocok bila diaplikasikan pada:
- daerah payau yang selalu ada aksi elektrolit.
- sambungan rumah karena biaya mahal
- daerah dengan tanah mengandung sulfat
8. Pipa yang akan dipasang pada kedalaman lebih dari
0,5 m mengingat bila menggunakan cara pemasangan
pipa dangkal cenderung akan menemukan banyak
gangguan.
b. Diameter dan Panjang Tersedia
1. Diameter : (2-48) inchi
2. Panjang : 3,6 m
c. Sambungan
1. Flanged dan spigot
2. Flanged dan soket
3. Tarred gasket dengan cauled lead
d. Sistem Pelapisan
Pelapisan semen dengan mantel aspal pada interior
pipa.
e. Spesifikasi
1. Diameter
2. Tebal
3. Klas atau strength
4. Tipe sambungan
5. Tipe lining
6. Tipe coating eksterior
3. Pipa asbes semen
a. Aplikasi
1. Sambungan rumah
2. Saluran gravitasi
3. Pipa bertekanan (terbatas)
b. Bahan baku
1. Semen
2. Silika dan
3. Fiber asbes
4. Hanya pipa semen asbes autoclaved dipakai untuk
saluran
c. Diameter dan Panjang Lapangan
1. Diameter (100-1050) mm, panjang 4 m
2. Diameter (250-525) mm, panjang 2 m
d. Tipe Sambungan
Lengan (coupling) dari asbes semen dengan cincin karet
fleksibel
e. Lining
Bahan lining pipa asbes berupa bitumen
f. Keuntungan
1. Ringan
2. Penanganan mudah
3. Sambungan kedap
4. Peletakan panjang hingga 4 m
5. Permukaan halus, dengan koefisien kekasaran n =
0,01 sehingga dapat dipasang lebih landai atau
diameter lebih kecil
6. Durabel (lebih tahan)
g. Kerugian
Tidak tahan terhadap korosi asam dan H2S
4. Vitrified Clay Pipe (VCP)
a. Aplikasi
1. Untuk pipa pengaliran gravitasi
2. Sebagai sambungan rumah (SR)
a. SR pipa standar
b. SR pipa dengan riser vertical
b. Aksesoris
1. T dan Y, sebagai penyambung sambungan rumah ke pipa
lateral (common sewer)
2.Penutup (stopper), sebagai penutup ujung bell, yang
diperkuat dengan spesi, sampai saatnya dilakukan
koneksi.
3.Saddle, dipakai bila dilakukan panyambungan pada
puncak sewer, atau bila akan dibuat koneksi secara
vertikal, atau common sewer yang dalam.
4.Slant, digunakan untuk membuat koneksi ke saluran
beton atau pasangan batu. Tentunya dibutuhkan spesi
beton untuk menutup sekitar sambungan agar tidak
bocor.
c. Diameter dan Panjang Lapangan
1.Diameter : - (100-1050) mm
- (100-375) mm
2. Panjang: - (0,6-1,5) m
3. Tersedia dalam bentuk standar dan ekstra kuat
d. Keuntungan
1.Tahan korosi asam dan basa
2.Tahan erosi dan gerusan
e. Kerugian
1.Kekuatan terbatas (perlu kehati-hatian pada saat
pengangkutan dan peletakan)
2.Dapat pecah
3.Pendek
4.Sambungan banyak, karena pendek
5.Potensi infiltrasi tinggi
6.Waktu pemasangan lebih lama daripada pipa PVC karena
ukuran pipa pendek
f. Sambungan
1.Sambungan karet fleksibel
2.Sambungan senyawa poured bituminous
3. Sambungan slip seal
g. Lining
Tidak perlu menggunakan lining
5. Pipa Plastik
a. Bahan
1.PVC (polyvinyl chloride)
2.PE (polyethylene)
b. Aplikasi
1.PVC: untuk sambungan rumah dan pipa cabang
2.PE: untuk daerah rawa atau persilangan di bawah air
c. Klasifikasi
1. Standar JIS K 6741-1984
(a). Klas D/VU dengan tekanan 5 kg/cm2
(b). Klas AW/VP dengan tekanan 10 kg/cm2
1. Standar SNI 0084-89-A/SII-0344-82
a. Seri S-8 dengan tekanan 12,5 kg/cm2
b. Seri S-10 dengan tekanan 10 kg/cm2
c. Seri S-12,5 dengan tekanan 8 kg/cm2
d. Seri S-16 dengan tekanan 6,25 kg/cm2
Pemilihan klas di atas tergantung pada beban pipa dan
tipe bedding dan dalam kondisi pengaliran secara grafitasi
atau dengan adanya pompa (tekanan)\
d. Diameter dan panjang lapangan
1.Diameter sampai dengan 300 mm
2.Panjang standar 6 m
e. Sambungan
1.Solvent (lem): untuk diameter kecil
2.Cincin karet: untuk diameter lebih besar
f. Keuntungan
1.Ringan
2.Sambungan kedap
3.Peletakan pipa panjang
4.Beberapa jenis pipa tahan korosi
g. Kerugian
1.Kekuatannya mudah terpengaruh sinar matahari dan
temperatur rendah
2.Ukuran tersedia terbatas
3.Perlu lateral support
2.3.4 Dimensi Pipa
Setelah didapatkan debit aliran puncak dalam setiap
sektor pelayanan kemudian dikalikan suatu faktor sehingga
didapatkan debit pada saat penuh, baru dilakukan
pendimensian pipa, yang pertama kali yang dilakukan dalam
pendimensian adalah menghitung kemiringan tanah, yang
dihitung dengan persamaan.
St = (E1-E2)/L
Keterangan: St : slope tanah
E1 : elevasi tanah hulu (m)
E2 : elevasi tanah hilir (m)
L : jarak (m)
Setelah kemiringan tanah diketahui, akan didapatkan
kemiringan saluran. Kemiringan saluran awal bisa
diperkirakan dengan menganggap pipa induk sebagai satu
pipa yang panjang. Kedalaman penanaman pipa di awal dan
di akhir ditentukan. Setelah itu dihitung kemiringannya
dengan persamaan diatas. Untuk menentukan kecepatan
aliran digunakan Nomogram Manning, dengan menggunakan
nilai kemiringan yang telah didapat. Jika kecepatan
aliran tidak memenuhi syarat maka perhitungan dimulai
lagi dengan cara menetapkan kecepatan yang memenuhi
syarat pengaliran terlebih dahulu. Di dalam metode ini
digunakan istilah kecepatan penuh sebagai media
perhitungan.
Perhitungan dimensi pipa secara detail dilakukan
setelah didapat kecepatan aliran yang memenuhi syarat.
Persamaan yang di gunakan untuk mendapatkan dimensi pipa
adalah sebagai berikut:
V = 1/n x R2/3 x S1/2
Keterangan: V : Kecepatan aliran (m/det)
Q : Debit aliran (m3/det)
n : Koefisien kekasaran
A : Luas penampang basah aliran
R : Jari-jari hidrolis aliran (m2)
S : Kemiringan saluran
D : Diameter pipa (m)
Jika kecepatan aliran air buangan diinginkan untuk
memenuhi persyaratan kecepatan swa bersih, maka persamaan
lain yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
D = 1.23 (Qpb) 0.4
Keterangan: D : Diameter Pipa (m)
Qpb : Debit puncak musim basah (m3/detik)
2.4 Bangunan pelengkap sistem penyaluran
Beberapa bangunan pelengkap yang dipergunakan dalam
sistem perpipaan air limbah diantaranya di bawah ini :
1. Manhole
2. Bangunan Penggelontor
3. Syphon
4. Terminal Clean out
5. Drop Manhole
6. Transition dan Junction
7. ventilasi udara
8. Tikungan/Bend
1. Manhole
Manhole adalah salah satu bangunan pelengkap sistem
penyaluran air buangan yang berfungsi sebagai tempat
memeriksa, memperbaiki, dan membersihkan saluran dari
kotoran yang mengendap dan benda-benda yang tersangkut
selama pengaliran, serta untuk mempertemukan beberapa
cabang saluran, baik dengan ketinggian sama maupun
berbeda.
A. Lokasi Manhole
a.Pada jalur saluran yang lurus, dengan jarak tertentu
tergantung diameter saluran, tapi perlu disesuaikan
juga terhadap panjang peralatan pembersih yang akan
dipakai.
b Pada setiap perubahan kemiringan saluran,
perubahan diameter, dan perubahan arah aliran,
baik vertikal maupun horizontal.
c. Pada lokasi sambungan, persilangan atau
percabangan (intersection) dengan pipa atau bangunan
lain
B. Klasifikasi Manhole
a. Manhole dangkal : kedalaman (0,75-0,9) m, dengan
cover kedap
b. Manhole normal : kedalaman 1,5 m, dengan cover
berat
c. Manhole dalam : kedalaman di atas 1,5 m, dengan
cover berat
Khusus Manhole dalam dapat diklasifikasikan lagi sesuai
dengan kedalaman, ketebalan dinding, keberadaan drop,
keberadaan pompa, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan.
C. Manhole khusus
a. Junction chamber
b. Drop Manhole
c. Flushing Manhole
d. Pumping Manhole
D. Eksentrisitas
a. Eksentrisitas Manhole pada suatu jalur sistem
perpipaan tergantung pada diameter salurannya
b. Untuk pipa dimensi besar (D>1,20 m), Manhole
diletakkan secara eksentrik agar memudahkan
operator turun ke dasar saluran.
c. Untuk pipa dimensi kecil [D (0,2-1,2) m],
Manhole diletakkan secara sentrik, langsung di
atas pipa.
E. Bentuk MH
Pada umumnya bentuk Manhole empat persegi panjang,
kubus atau bulat.
G. Dimensi MH
a. Dimensi horizontal harus cukup untuk melakukan
pemeriksaan dan pembersihan dengan masuk ke
dalam saluran. Dimensi vertikal bergantung pada
kedalamannya.
b. Lubang masuk (access shaft), minimal 50 cm x 50 cm
atau diameter 60cm
c. Dimensi minimal di sebelah bawah lubang masuk
dengan kriteria sebagai berikut:
i. Untuk kedalaman MH sampai 0,8 m, dimensi
yang digunakan 75cm x 75cm
ii. Untuk kedalaman MH (0,8-2,1) m, dimensi
yang digunakan 120cm x 90cm atau diameter
1,2 m
iii. Untuk kedalaman MH > 2,1 m, dimensi
yang digunkan 120cm x 90cm atau diameter 140
cm
2. Bangunan penggelontor
Bangunan penggelontor berfungsi untuk mencegah
pengendapan kotoran dalam saluran, mencegah pembusukkan
kotoran dalam saluran, dan menjaga kedalaman air pada
saluran. Penggelontoran diperlukan untuk penyaluran air
buangan dengan sistem konvensional, sementara penyaluran
air buangan dengan menggunakan sistem Small Bore Sewer
(SBS), tidak memerlukan penggelontoran, karena pipa
saluran hanya mengalirkan effluent cair dari air buangan
tidak berikut padatannya.
A. Aplikasi
Di setiap garis pipa di mana kecepatan pembersihan
(self-cleansing) tidak tercapai akibat kemiringan tanah/pipa
yang terlalu landai atau kurangnya kapasitas aliran. Hal
ini bisa dilihat pada tabel kalkulasi dimensi pipa.
B. Cara Penggelontoran
Dengan periode Waktu Tetap
1. Dipilih pada waktu keadaan debit aliran minimum
tiap harinya, di mana pada saat itu kedalaman
renang air limbah tidak cukup untuk membersihkan
tinja/endapan-endapan.
2. Air untuk penggelontoran dapat menggunakan air
sungai yang terdekat dengan persyaratan air yan
cukup bersih. Kebutuhan air untuk penggelontoran
dimasukkan kedalam perhitungan dimensi pipa.
3. Bila menggunakan tangki gelontor
Dioperasikan secara otomatis
Dilakukan pada saat tengah malam, di mana
bangunan penggelontor dengan peralatan syphon
diatur pada kran pengatur, tepat penuh mengisi
bak penggelontor sesuai jadwal waktu periodik
penggelontoran tiap harinya. Kapasitas tangki
minimal 1 m3 dan/atau 10 % dari kapasitas pipa
yang disuplai sesuai dengan kebutuhan,
3. Syphon
Syphon merupakan bangunan perlintasan aliran dengan
defleksi vertikal miring. Misalnya, bila saluran harus
melintasi sungai, jalan kereta api, jalan raya rendah,
saluran irigasi, lembah, dan sebagainya, dimana elevasi
dasarnya lebih rendah dari elevasi dasar saluran riol.
A. Aplikasi
Sebagai bangunan perlintasan, seperti pada sungai/kali,
jalan kereta, api, atau depressed highway.
B.Komponen Struktur
a. Inlet dan outlet (box)
Berfungsi sebagai pengendalian debit dan
fasilitas pembersihan pipa.
b. ( Depressed sewer (pipa syphon)
Berfungsi sebagai perangkap, sehingga
kecepatan pengaliran harus cukup tinggi,
di atas 1 m/detik pada saat debit rata-
rata
Terdiri dari minimal 3 unit (ruas) pipa
sifon dengan dimensi yang berbeda, minimal
150 mm. Pipa ke 1 didesain dengan Qmin,
pipa ke 2 didesain dengan (Qr-Qmin) dan
pipa ke 3 didesain dengan (Qp-Qr)
4. Terminal Clean Out
Cleanout adalah bangunan pelengkap saluran yang
biasanya diletakkan pada ujung awal saluran, pada jarak
150-200 ft dari Manhole. Jarak antar cleanout berkisar
250-300 ft. Cleanout berfungsi sebagai:
Tempat untuk memasukkan alat pembersih ujung
awal pipa servis/lateral.
Tempat memasukkan alat penerangan saat
dilakukan pemeriksaan.
Tempat pemasukkan air penggelontor sewaktu
diperlukan.
Menunjang kinerja Manhole dan bangunan
penggelontor.
Turut berperan dalam proses sirkulasi udara.
Ukuran pipa terminal cleanout sama dengan
diameter pipa air buangan namun untuk menghemat
biaya digunakan pipa tegak berdiameter 8”.
5. Drop Manhole
Drop Manhole adalah bangunan yang dipasang jika
elevasi permukaan air pada riol penerima lebih rendah dan
mempunyai perbedaan ketinggian lebih besar dari 0.6 meter
(2 ft) terhadap dasar riol pemasukkannya dalam satu
Manhole pertemuan. Sebelum sampai di riol pertemuan itu,
riol pemasukkannya harus dibelokkan terlebih dahulu
miring atau vertikal ke bawah di luar Manhole dengan
sambungan Y atau T.
Drop Manhole berfungsi untuk menghindari terjadinya
spalshing air buangan yang dapat merusak dasar Manhole
serta mengganggu operator. Selain itu drop Manhole pun
berfungsi untuk mengurangi pelepasan H2S yang terbentuk
dalam saluran.
Dua jenis drop Manhole yang sering digunakan:
a. Tipe Z (pipa drop 900)
b. Tipe Y (pipa drop 450)
6. Junction dan Transition
Junction adalah bangunan pelengkap yang berfungsi
untuk menyambungkan satu atau lebih saluran pada satu
titik temu dengan saluran induk. Junction ini dilengkapi
dengan Manhole agar memudahkan pemeliharaan, karena
penyumbatan akibat akumulasi lumpur sering terjadi.
Transition adalah bangunan pelengkap yang berfungsi
untuk menyambung saluran bila terjadi perubahan diameter
dan kemiringan. Transition juga dilengkapi dengan Manhole.
Junction dan transition dapat menyebabkan berkurangnya
energi aliran, untuk memperkecil kehilangan energi, maka
perlu dipenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
Kecepatan aliran dari setiap saluran yang bersatu
harus seragam
Dinding saluran dibuat selicin mungkin
Perubahan sudut aliran pada junction tiadak boleh
terlalu tajam. Sudut pertemuan antara saluran
yang masuk (saluran cabang) dan saluran yang
keluar (saluran utama) maksimum 450.
7. Ventilasi
Ventilasi adalah bangunan pelengkap sistem penyaluran air
buangan yang berfungsi:
Untuk mencegah terakumulasinya gas-gas yang
eksplosif dan juga gas-gas yang korosif.
Untuk mencegah terlepasnya gas-gas berbau yang
terkumpul pada saluran.
Untuk mencegah timbulnya H2S sebagai dekomposisi
zat-zat organik dalam saluran.
Untuk mencegah terjadinya tekanan di atas dan di
bawah tekanan atmosfer yang dapat menyebabkan
aliran balik pada water seal alat-alat palmbing.
8. Tikungan / Bend
Dalam pembuatan tikungan harus diperhatikan beberapa hal,
yaitu:
Dinding saluran harus selicin mungkin.
Bentuk saluran harus seragam, baik radius maupun
kemiringan saluran.
Untuk mempermudah pemeriksaan terhadap clogging,
perlu dibuat Manhole.
Untuk meminimalisir kehilangan energi akibat
belokan, maka perlu dihindari radius lengkung
belokan yang sangat pendek. Batas bentuk radius
lengkungan dari pusat adalah lebih besar dari 3
kali diameter saluran.
Dihindari adanya perubahan penampang melintang
saluran.
2.5 Aspek Hidrolika
Analisa pada aspek hidrolika ini meliputi analisa
profil muka air sungai, profil muka air rencana, debit
banjir pada muara Kali Silandak. Perencanaan penampang
melintang diperlukan untuk mendapatkan penampang yang
ideal dan efisien dalam penggunaan lahan serta dapat
mengalirkan debit air agar tidak sampai meluap ke daerah
yang akan dikeringkan. Perhitungan dimensi penampang
menggunakan rumus berikut:
a. Rumus manning
Kecepatan aliran
V = 1n x R23 x i
12 m/dt
b. Perhitungan debit air
Q = A x V
R = AP
V = 1n x R23 x i
12
dimana :
Q = Debit aliran ( m3/dtk )
P = Keliling penampang basah ( m )
A = Luas penampang basah ( m2 )
R = Jari – jari hidrolis ( m )
I = Kemiringan saluran
n = Kekasaran Manning
2.5.1 Evaluasi Penampang Eksisting
Untuk mengevaluasi penampang eksisting digunakan
metode Passing Capacity, yaitu menghitung debit banjir
rencana dengan memperhatikan keadaan sungai juga tinggi
muka air dan menggunakan data penampang sungai yang ada.
Rumus yang digunakan yaitu:
a. Penampang tunggal
Q = A x V
R = AP
V = 1n x R23 x i
12
Gambar 2.1 Saluran Penampang Tunggal
b. Penampang Ganda
A1 = A3 = 12H2x (B1 + mH2)
Gambar 2.2 Saluran Penampang Ganda
dimana:
V = kecepatan rencana (m/dtk)
N = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
I = kemiringan saluran
A = luas penampang basah (m2)
P = keliling basah (m)
2.5.2 Muka Air Rencana
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung
profil muka air rencana, antara lain:
a. Metode Tahapan Langsung (Direct Step Method)
Metode tahapan langsung adalah cara yang mudah dan simpel
untuk menghitung profil muka air pada aliran tidak
permanen.
dimana:
z = Ketinggian dasar saluran dari garis referensi (m)
h = Kedalaman air dari dasar saluran (m)
V = Kecepatan rata – rata (m/dtk)
g = Percepatan gravitasi (m/dtk2)
hf = Kehilangan energi karena gesekan dasar saluran
Gambar 2.1 Definisi Untuk Perhitungan Profil Muka Air
Dengan Metode Tahapan Langsung
Dari gambar 2.1 didapat:
atau
dimana:
(Manning)
(Chezy)
Prosedur perhitungannya dimulai dengan kedalaman yang
diketahui, h1, yang diperoleh dari hubungan kedalaman
debit (discharge rating curve). Ambil (asumsikan) kedalaman
berikutnya h2, baik di hulu atau di hilirnya tergantung
pada jenis aliran subkritis atau superkritis, dan hitung
jarak Δx antara kedua kedalaman tersebut dengan
persamaan. Disarankan untuk mengambil harga h2 sedekat
mungkin dengan h1, sehingga harga Δx yang diperoleh tidak
terlalu jauh untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
b. Metode Tahapan Standar (Standard Step Method)
Metode ini dikembangkan dari persamaan energi total
dari aliran pada saluran terbuka. Dari persamaan
tersebut, selanjutnya dapat dituliskan persamaan sebagai
berikut:
Cara perhitungannya dimulai dengan mengetahui tinggi
energi total di titik kontrol E1, dimana kedalaman air,
h1, dan ketinggian dasar saluran dari titik referensi z1
diketahui. Selanjutnya tentukan jarak dari titik kontrol
ke hulu atau ke hilir (tergantung letak titik kontrol)
sepanjang Δx. Parameter sebelah kanan yang dapat langsung
dihitung adalah z2 = z1 + Δz, dimana Δz adalah perkalian
antara kemiringan dasar saluran dan selisih jarak kedua
titik yang akan dihitung (Δz = SoΔx).
2.5.3 Kekasaran Dasar
Berdasarkan rumus diatas diketahui bahwa kapasitas
penampang dipengaruhi oleh kekasaran penampang. Hal ini
dapat dilihat dari koefisien bentuk kekasaran penampang
yang telah ditetapkan oleh Manning seperti terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.1 Koefisien Kekasaran Manning
2.5.4 Permodelan dengan HEC-RAS
Progam HEC RAS merupakan paket program dari ASCE
(American Society of Civil Engineers). Paket program ini memakai
cara langkah standar sebagai dasar perhitungannya. Secara
umum HEC-RAS dapat dipakai untuk menghitung aliran
steady, berubah perlahan dengan penampang saluran
prismatik atau non-prismatik, baik untuk aliran sub-
kritis maupun super-kritis, dan aliran non-steady.
Paket program ini untuk menghitung profil muka air
di sepanjang ruas sungai. Data masukan untuk program ini
adalah data cross-section di sepanjang sungai, profil
memanjang sungai, parameter hidrolika sungai (kekasaran
dasar dan tebing sungai), parameter bangunan sungai,
debit aliran (debit rencana), dan tinggi muka air di
muara.
2.6 Bangunan Pengolahan Pertama (Pre-Treatment)
1. Screening
Screening biasanya merupakan tahap awal proses
pengolahan air limbah. Proses ini bertujuan untuk
memisahkan potongan-potongan kayu, plastik, dan
sebagainya. “Screen” terdiri dari atas batangan-
batangan besi yang berbentuk lurus atau melengkung dan
biasanya dipasang dengan tingkat kemiringan 750–
900 terhadap horizontal.
Efektifitas proses tergantung pada jarak antarbar.
Pada Screen halus jarak antar bar berkisar antara 5 mm –
15 mm, medium Screen 15 mm – 50 mm, dan Screen kasar lebih
dari 50 mm.
Pembersihan Screen dapat dilakukan secara manual
(menggunakan garpu tangan) atau dengan menggunakan alat
pembersih mekanis yang dilengkapi dengan motor elektrik.
Bar Screen mekanik otomatis sering kali dilindungi dengan
pre-Screening, yang dipasang pada jarak 100 mm dari sistem
by pass untuk mengatasi kemungkinan tidak beroperasinya
Screen utama. Macam-macam Screening yaitu:
Bar Screen dengan Pembersihan Manual
Curved Screen
Straight Screen Otomatis
Basket Screen
Screening Press
Compact Screen dengan Kombinasi Screening Press
2.Bak Pengumpul
Setelah melalui barScreen, air limbah kemudian mengalir
ke bak penampung (sump well). Dari bak penampung air limbah
dipompa dengan srew pump menuju mechanical bar Screen.
3.Grit Chamber
Grit chamber bertujuan untuk menghilangkan kerikil,
pasir, dan partikel-partikel lain yang dapat mengendap
didalam saluran dan pipa-pipa serta untuk melindungi
pompa-pompa dan peralatan lain dari penyumbatan, abrasi,
dan overloading. Grit removal digunakan untuk mengambil
padatan-padatan yang memiliki ukuran partikel lebih kecil
dari 0,2 mm. Macam-macam grit yaitu:
- Grit Removal Sederhana
- Circular Grit Removal
- Aerated Grit Chamber
4.Equalisasi
Equalisasi laju air digunakan untuk menangani variasi
laju alir dan memperbaiki performance proses-proses
selanjutnya. Disamping itu, equilasasi juga bermanfaat
untuk mengurangi ukuran dan biaya. Pada dasarnya
equilisasi dibuat untuk meredam fluktuasi air limbah
sehingga dapat masuk kedalam air IPAL secara konstan.
Secara ringkas, hal-hal penting dalam proses equilisasi
adalah sebagai berikut.
b.Lokasi equilisasi tergantung pada jenis pengolahan
dan karakteristik air limbah, biasanya sebelum bak
pengendapan awal dan aerasi
c.Dalam pelaksanaan equilisasi dibutuhkan pengadukan
untuk mencegah pengendapan dan aerasi untuk
menghilangkan bau
d.Equlisasi biasanya dilaksanakan bersamaan dengan
netralisasi.
e.Dasar – dasar perencanaan Equlisasi:
- Energy pengadukan sebesar 5 – 10 watt/m3;
- Alat pengadukan meliputi shaft vertical atau
horizontal mixer, submerged mixer, jet mixer, dan
surface aerator atau blower;
- Pemilihan material: baja beton, GRP (Glass
Reinforced Plastic), batukali atau geomembrane.
- Dapat dilengkapi penutup ataupun tanpa penutup
- Level bervariasi atau konstan dan
- Otomatisasi atau system control (pHIR, TIR,
LIRC).
2.7 Bangunan Pengolahan Kedua (Biologis)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses
pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan
mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan
organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah
bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang
umum digunakan yaitu metode penyaringan dengan tetesan
(trickling filter), metode lumpur aktif (activated
sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds /
lagoons) .
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk
mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu
lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau
plastik, dengan dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair
kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan
merembes melewati media tersebut. Selama proses
perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah
akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes
sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke
suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki
pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami
proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat
tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan
yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah
lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke
lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan
selanjutnya jika masih diperlukan
b. Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif,
limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan didalamnya
limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri
aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki
tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian
gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat
mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah.
Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan
untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang
mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi.
Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah
melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau
diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
c. Metode Treatment ponds/ Lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan
merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung
relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan
dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan
kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen
tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk
proses penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah.
Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama
proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami
proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan
terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat
disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih
lanjut.
2.8 Bangunan Pengolahan Ketiga (BP II)
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan
primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu dalam
limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau
masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya
pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang
tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang
tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses
pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat
anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam-
garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan
lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi
berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode
pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode
saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter,
microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon
aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-
balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada
fasilitas pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya
yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier
cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
2.9 Bangunan Secara Kimia
Pada fase ini merupakan alternatif lain dari proses
biologis, proses yang utama adalah: koagulasi kimiawi,
adsorbsi dengan karbon dan penyaringan (Filtrasi).
Pengendapan bahan padat dan fosfat yang tersuspensi
bersama-sama pada saluran sedimentasi setelah ditambahkan
bahan kimia seperti alumunium, ferri chloride aatu
kapur.
Carbon pada fase ini memerankan 2 fungsi yaitu
adsorbsi bahan organik terlarut dan filtrasi bahan padat.
Pengolahan Fisico Kimiawi biasanya digunakan untuk limbah
cair yang mengandung senyawa – senyawa toksik atau
senyawa – senyawa non biodegradable yang tidak dapat diatasi
dengan proses biologi. Untuk memperjelas proses kerja
fisik kimiawi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Waste Water
Floculation +SedimentationChemicals
2.10 Bangunan Pengolahan Lumpur
Proses pengolahan limbah cair industri menghasilkan
lumpur dari bahan padat tersuspensi dalam effluent,
biomass yang dihasilkan pada proses biologis dan
presipitat yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia.
Beberapa cara penanganan lumpur bertujuan untuk
mengurangi volume, menurunkan mikroorganisme phatogen,
menurunkan kandungan air, membentuk lempengan lumpur
lembab, membentuk lempengan lumpur kering, mengurangi bau
dan penggunaan / pembuangan lumpur padat untuk penutupan
lahan.
Penganan Lumpur dengan atau pemanasan akan
mempercepat proses penanganan kadar air. Proses kerja
dalam pembuangan lumpur dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Packed-bedFiltration
Carbon Adsorbtion
CarbonRegeneratin
Chlorination
Sludge
Chemical
Gambar 2.10 Skema Proses Kerja Pembuangan Lumpur
Pengolahan Lanjut
Dari setiap tahap pengolahan air limbah, maka
hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan
pengolahan secara khusus, agar lumpur tersebut dapat
dimanfaatkan kembali. Pengolahaan lumpur yang masih
sedikit mengandung bahan nitrogen dan mempermudah proses
pengangkutan, maka diperlukan beberapa tahap pengolahan
antara lain :
Proses pemekatan
Proses penstabilan
Proses pengaturan
Proses pengurangan air
Proses pengeringan
Proses pembuangan
Waste
Slud
Gravity
Thick
Anaerobic
Digeste
VacuumFiltration
Landfill or
Incener