bab 1 pendahuluan - Politeknik Kelautan dan Perikanan Dumai

77

Transcript of bab 1 pendahuluan - Politeknik Kelautan dan Perikanan Dumai

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gurita memiliki peran ekologis penting baik sebagai predator maupun

mangsa dan tergolong komoditas perikanan ekonomis penting karena

mengandung gizi yang cukup tinggi dan menduduki urutan ke tiga di dalam dunia

perikanan setelah ikan dan udang (Toha, et al. 2015). Gurita merupakan salah

satu komoditi perikanan yang mudah sekali mengalami kemunduran mutu, dalam

waktu yang sangat singkat gurita akan menjadi busuk. Mengingat kondisi yang

demikian maka harus dilakukan upaya penanganan yang tepat agar tidak

mengalami kemunduran mutu. Berbagai cara pengawetan untuk mempertahankan

mutu produk telah banyak dilakukan, tetapi tidak mampu mempertahankan sifat –

sifat gurita yang alami. Salah satu cara mengawetkan gurita dapat dilakukan

dengan sistem pendinginan dan pembekuan.

PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries merupakan perusahaan

yang bergerak dalam bidang manufaktur pengolahan hasil laut. Bidang usaha ini

diklasifikasikan berdasarkan prosesnya terbagi atas dua, yaitu canning dan

frozen. Canning merupakan proses dimana bahan hasil laut diolah menjadi

makanan dalam kaleng sedangkan frozen merupakan proses pembekuan bahan

hasil laut yang tujuan akhirnya akan diekspor untuk diproses lebih lanjut. Bahan

hasil laut yang diolah pada perusahaan ini adalah cumi, sotong, gurita, kepah,

ikan tuna, kepiting, udang, dan buah (cocktail).

Masalah keamanan pangan masih merupakan masalah penting dalam

bidang pangan di Indonesia dan perlu mendapat perhatian khusus dalam

program pengawasan pangan. Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui

makanan di Indonesia sampai saat ini masih tinggi, walaupun prinsip - prinsip

pengendalian untuk berbagai penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui.

Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat

mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri pangan, dan tidak dapat

menjamin keamanan makanan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisionil

yang selama ini dilakukan dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi masalah

tersebut.

2

Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan

yang disebut Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis

Critical Control Point /HACCP) yang merupakan suatu tindakan preventif

yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk

mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan

pada saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan, menilai risiko - risiko

yang terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian akan

berdaya guna. Sehingga, prosedur pengendalian lebih diarahkan pada kegiatan

tertentu yang penting dalam menjamin keamanan makanan.

Melihat permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan Kerja Praktik Akhir

(KPA) mengenai identifikasi potensi bahaya pada pembekuan gurita (Octopus

Vulgaris) dengan penerapan CCP (Critical Control Point), CCP ditetapkan pada

setiap tahap proses mulai dari awal produksi suatu produk hingga produk siap

dipasarkan. Pada setiap tahap ditetapkan jumlah titik kritis (CPS) untuk bahaya

mirobiologis, kimia, maupun fisik. Beberapa produk pangan, formulasi makanan

mempengaruhi tingkat keamanannya, oleh karena itu Critical Control Point

(CCP) pada produk semacam ini diperlukan untuk mengontrol beberapa

parameter seperti pH, aktivitas air , dan adanya bahan tambahan pada produk.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA) ini adalah:

1. Untuk mengetahui alur proses pembekuan gurita (Octopus Vulgaris) di PT.

Medan Tropical Canning And Frozen Industries.

2. Untuk mengidentifikasi bahaya yang terdapat disetiap proses pembekuan

gurita (Octopus Vulgaris) dengan penerapan CCP (Critical Control Point di

PT. Medan Tropical Canning And Frozen Industries.

1.3 Manfaat

Secara umun manfaat praktik kerja akhir (KPA) ini adalah untuk

mendapatkan keterampilan dan pengetahuan mengenai pengolahan produk

pembekuan gurita. Secara khusus praktik ini dapat menambah wawasan penulis

mengenai kinerja usaha berskala besar di PT. Medan Tropical Canning And

Frozen Industries.

3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan morfologi gurita (Octopus Vulgaris)

a. Klasifikasi gurita (Octopus Vulgaris)

Octopus vulgaris dapat ditemukan di dunia luas di perairan tropical dan

perairan semitropical. Disana terdapat banyak spesies dan tinjauan taxonomi dari

variasi pada spesies ini. Terumbu karang di samudra sebagai habitat

utama.Georgio C. Megavin, 2010, Mengklasifikasikan Octopus Vulgaris sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Cephalopoda

Famili : Octopodidae

Genus : Octopus

Spesies : Octopus vulgaris

Gambar 1. Klasifikasi Gurita (Octopus Vulgaris)

Sumber: http://ragamorganisme.blogspot.com

b. Morfologi gurita (Octopus Vulgaris)

Gurita (Octopus vulgaris) adalah hewan moluska dari kelas Cephalopoda

(kaki hewan terletak di kepala). Gurita terdiri dari 289 spesies yang mencakup

sepertiga dari total spesies kelas Cephalopoda. Gurita dalam bahasa Inggris

disebut Octopus (Yunani: Ὀκτάπους, delapan kaki). Octopus vulgaris memiliki 8

lengan dengan alat penghisap berupa bulatan-bulatan cekung pada lengan yang

digunakan untuk bergerak di dasar laut dan menangkap mangsa. O. vulgaris tidak

memiliki cangkang sebagai pelindung dibagian luar, hanya paruh yang merupakan

4

bagian terkeras dari tubuh O. vulgaris yang digunakan sebagai rahang untuk

membunuh mangsa dan menggigitnya menjadi bagian-bagian kecil. Selubung

bagian perut tubuh O. vulgaris disebut mantel yang terbuat dari otot dan terlihat

seperti kantung. O. vulgaris memiliki tiga buah jantung yang terdiri dari dua buah

jantung untuk memompa darah ke dua buah insang dan sebuah jantung untuk

memompa darah ke seluruh bagian tubuh. O. vulgaris bernafas dengan menyedot

air ke dalam rongga mantel melalui kedua buah insang dan disemburkan keluar

melalui tabung siphon. O. vulgaris memiliki insang dengan pembagian yang

sangat halus, berasal dari pertumbuhan tubuh bagian luar atau bagian dalam yang

mengalami vaskulerisasi (Kunti Farikha, Dkk,2014).

Gurita mempunyai sistem saraf yang sangat kompleks dengan sebagian

saja yang terlokalisir di bagian otak. Dua pertiga dari sel saraf terdapat pada tali

saraf yang ada di kedelapan lengan gurita. Lengan gurita bisa melakukan berbagai

jenis gerakan refleks yang rumit, dipicu oleh 3 tahapan sistem saraf yang berbeda-

beda. Dua organ khusus yang disebut statocyst yang terhubung dengan otak

berfungsi sebagai alat pendeteksi posisi horizontal. Orientasi mata O.

vulgaris dijaga oleh gerak otonomik (refleks) sehingga bukaan pupil selalu

horizontal. O. vulgaris memiliki indera perasa yang luar biasa tajam. Alat hisap

pada lengan O. vulgaris dilengkap dengan kemoreseptor sehingga O. vulgaris bisa

merasakan benda yang disentuh. Lengan-lengan O.vulgaris memiliki sensor

tekanan untuk mendeteksi lengan mana saja yang sedang dijulurkan, tapi memiliki

kemampuan proprioseptif (perasaan posisi dan pergerakan badan) yang sangat

rendah. Sensor tekanan tidak cukup memberi informasi ke otak perihal posisi

badan dan lengan O. vulgaris. Sebagai akibatnya, O. vulgaris tidak memiliki

kemampuan mengenal benda secara tiga dimensi (stereognosis) dari benda yang

disentuhnya. O. vulgaris bisa merasakan variasi tekstur pada benda yang disentuh

tapi tidak bisa memadukan informasi untuk menerka bentuk benda yang sedang

disentuh (Kunti Farikha, Dkk,2014).

5

Gambar 2. Morfologi Gurita (Octopus Vulgaris) a. badan, b. mata, c.

selaput renang, d. kantong penghisap, e. lengan

Sumber: http://oseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana

c. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita

Sesuai dengan SNI 01-6941.1.2011, standar ini menetapkan jenis bahan

baku, bentuk bahan baku, asal bahan baku, mutu bahan baku, dan penyimpanan

bahan baku untuk gurita utuh segar. Jenis bahan baku yang digunakan adalah

gurita (o.vulgaris) berbentuk gurita utuh segar yang belum mengalami

penyiangan, berasal dari perairan yang tidak tercemar, bersih, bebas dari setiap

bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan,

bebas dri sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurungkan mutu serta tidak

membahayakan kesehatan, bahan baku disimpan dalam wadah yang baik untuk

mempertahankan suhu pusat bahan baku antara 0-5C, saniter dan higiene.

Pengaturan dalam standar ini ditujukan sebagai acuan untuk menghasilkan produk

gurita beku yang higienis, dan aman untuk dikomsumsi. SNI ini berlaku untuk

gurita beku dan tidak berlaku untuk prodak yang mengalami pengolahan yang

lebih lanjut.

Tabel 1. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (O. Vulgaris)

Jenis Uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik Angka 1-9 Minimal 7

b. Cemaran Mikroba

ALT (Angka

Lempeng Total)

Escherichia coli

Salmonella

Vibrio chorea*

Koloni/gram

APM/gram

Per 25 gram

Per 25 gram

Per 25 gram

Ekor

Maksimal 5,0 x 10

Maksimal < 3

Negatif

Negatif

Maksimal < 3

0

6

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Vibrio

parahaemoliticus*

Parasit

c. Cemaran Kimia*

Kadmium (Cd)

Merkuri (Hg)

Timbal (Pb)

mg/kg

mg/kg

mg/kg

Maksimal 1,0

Maksimal 0,5

Maksimal 1,0

d. Fisika

Suhu pusat

°C Maksimal -18

Catatan (*) Bila

Diperlukan

Sumber : SNI 01-6941.1.2011 (2011)

2.2 Pembekuan

a. Definisi Pembekuan

Pembekuan adalah suatu usaha untuk mengurangi kadar air produk bahan

pangan sampai serendah mungkin. Pada umumnya produk perikanan memiliki

kandungan air sekitar 70-80 % sehingga sangat cocok bagi kehidupan dan

perkembangan berbagai mikroorganisme yang dapat merusak dan menurunkan

mutu produk perikanan tersebut. Pengawetan dilakukan agar terjadi keseimbangan

antara tekanan uap air murni pada suhu yang sama. Keadaan yang demikian

biasanya disebut juga dengan Aw (Activityof water). Beberapa ahli

mengemukakan bahwa Aw merupakan kelembapan relatif (%RH) dimana bahan

makanan tidak akan kehilangan air (Kanna,2005).

Seperti halnya proses pendinginan, proses pembekuan juga bertujuan

mengawetkan sifat-sifat alami gurita dengan cara menghambat aktivitas bakteri

maupun aktivitas enzim. Selama proses pembekuan berlangsung, terjadi

pemindahan panas dari tubuh ikan yang didalam tubuh gurita yang bersuhu lebih

tinggi ke refrigerant yang bersuhu rendah. Dengan demikian kandungan air ini

terdapat didalam sel jaringan dan ruang antar sel (Afrianto dkk,2011).

b. Air Blast Freezer (ABF)

Air Blast Freezer (ABF) adalah sebuah lorong dengan udara dingin yang

disirkulasikan ke sekitar produk yang akan dibekukan dengan bantuan kipas angin

setelah udara tersebut melewati evaporator. Air Blast Freezer digunakan untuk

pembekuan produk perikanan yang sudah dikemas dan diletakan dalam pan-pan

tertutup. Pembekuan produk perikanan dengan air blast freezer tergantung

7

kecepatannya, makin cepat makin cepat dingin. Kelemahan pembekuan dengan

air blast freezer adalah terjadinya proses pengeringan pada produk perikanan

yang tidak dikemas. Namun pembekuan dengan air blast freezer juga

mengandung kelebihan yakni dapat digunakan untuk produk perikanan segala

ukuran dan jenis secara bersama. Untuk meningkatkan kapasitas dan efisien unit

pembekuan ini dilengkapi dengan alat otomatis, sehingga produk perikanan yang

sudah beku secara otomatis keluar dari freezer.

Penggunaan metode Air Blast Freezing yaitu dengan mengunakan udara

dingin dengan kisaran suhu -30 sampai -40 oC dengan laju aliran 1,5,0 m/detik.

Laju aliran udara yang tinggi dapat meningkatkan koefisien pindah panas. Mesin

Air Blast Freezer dengan sistem batch, alat ini dilengkapi dengan rak-rak untuk

meletakkan bahan yang akan dibekukan sedangkan sistem kontinyu, bahan atau

produk pangan yang akan dibekukan diletakkan dalam troli yang mempuyai rak

atau mengunakan konveyor. Troli dan ban berjalan tersebut dilewati pada

terowongan berinsulator, kemudian udara dihembuskan melewati tetorongan

tersebut baik secara vertical maupun horizontal. Teknik pedinginan Blast Frezer

bersifat ekonomis dan sangat fleksibel karena dapat membekukanproduk atau

bahan pangan dengan berbagai ukuran dan bentuk (Estiasih dan Ahmad 2009).

2.3 Bahan Penolong

1) Air

Air yang dipakai sebagai bahan penolong untuk kegiatan di unit

pengolahan memenuhi persyaratan kualitas air minum sesuai dengan ketentuan

tentang syarat untuk pengawasan kuaitas air minum (SNI 01-4104.3-2006).

2) Es

Es yang digunakan dibuat dari air yang memenuhi persyaratan sesuai SNI

7968: 2014, Es untuk penanganan ikan Bagian 1: Spesifikasi. Dalam

penggunaannya, es ditangani dan disimpan di tempat yang bersih agar terhindar

dari kontaminasi. Es yang dipakai harus memenuihi persyaratan sesuai sesuai

SNI 7968: 2014. Dalam penggunaannya, es harus ditangani dan disimpan di

tempat yang bersih agar terhindar dari kontaminasi. Penilaian mutu es terutama

didasarkan atas kemurnian dan kejernihannya.

8

Pada umumnya es dikatakan bagus jika padat, bening, dan kering (tidak

meleleh). Sebaliknya, es tidak bagus jika tidak padat, berwarna putih, rongga-

rongga yang berisi udara, atau kotoran lain. Dikatakan tidak baik karena sangat

cepat mencair. Air yang tidak murni menyebabkan es yang dihasilkan tidak baik

(Adawyah, 2007).

2.4 Operation Pre-Requisite Program (OPRP)

OPRP adalah tindakan pengendalian khusus yang didesain untuk memastikan

bahwa sistem dapat terkendali. Sebagai contoh perusahaan yang tidak memiliki

metal detector harus menjalankan fungsi pemeriksaan terkait dengan filter produk,

serta adanya aspek resiko kontaminasi yang masuk kedalam produk.

OPRP (Operation Pre-Requisite Program) Plant perusahaan akan

menjelaskan tentang pengendalian yang dirancang untuk mengendalikan bahaya

yang signifikan tersebut dan bagaimana monitoring serta tindakan verifikasinya.

Setelah tindakan verifikasi dilakukan maka hasil tetap direkam sehingga

tersimpan dengan baik (Eliza Erlinda, Benedictus Rahardjo,2018).

OPRP memastikan adanya sistem pemeriksaan kontaminan terhadap produk,

ini merupakan hal yang sangat penting bagi pelaku praktisi keamanan pangan

untuk itu juga memastikan OPRP terlaksana, namun, pengendalian terkait OPRP

itu sendiri memerlukan suatu sistem verifikasi yang ketat dan efektif.

2.5 Critical Control Point (CCP)

Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis (TKK) adalah suatu

titik tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan sehingga bahaya

keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi sampai tingkat yang

dapat diterima (Thaheer, 2008). Penetapan Critical Control Point (CCP)

dilakukan setelah melalui tahap analisis bahaya yaitu resiko ditandingkan

peluang kejadian yang menentukan apakah titik, tahap, atau prosedur tersebut

memiliki bahaya signifikan, tahap selanjutnya adalah menganalisis dengan

pohon keputusan untuk menentukan apakah bahaya signifikan tersebut titik kritis

atau bukan, karena jika bahaya tersebut signifikan perlu dilakukan tindakan

koreksi. Tindakan koreksi bisa berupa pencegahan maupun penolakan.

9

1) Identifikasi Bahaya (Hazard)

Tim HACCP harus mendaftar semua bahaya yang mungkin terjadi pada

setiap tahapan sesuai dengan ruang lingkupnya mulai dari produksi primer,

pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga konsumsi.Tim HACCP harus

mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi rencana HACCP yang bahaya

bersifat sehingga penghapusan atau pengurangan sampai tingkat yang dapat

diterima sangat penting untuk menghasilkan pangan yang aman (SNI CAC/RCP

1:2011). Menurut Thaheer (2005), analisa bahaya meliputi :

a. Pengelompokan bahaya keamanan pangan

Bahaya didalam konteks keamanan pangan menurut Thaheer (2005),

adalah perangkat biologis, kimia, dan fisik yang dapat menyebabkan pangan

menjadi tidak aman dikonsumsi manusia, Sebagai berikut:

Bahaya kimiawi, berasal dari scrombrotoxin (histamin), menyebabkan

keracunan, alergi, shelfish toxin: DSP, NSP, residu obat-obatan menyebabkan

keracunan, bahan-bahan kimia yang sengaja ditambahkan seperti bahan

pengawet (misanya nitrit), bahan pewarna, bahan penambahan nutrisi

(misanya niacin),bahan-bahan kimia yang tidak sengaja ditambahkan seperti

pertisida, fungisida, pupuk, antibiotik, pelumas, cat, bahan pembersih, air

raksa, dan lain- lain dapat menyebabkan keracunan (Darwanto dan Murniyati,

2004).

Tabel 2. Pengelompokan bahaya kimia

No Bahan-bahan kimia dalam produk pangan

1. Bahan-bahan kimia pembersih dari daerah persiapan makanan seperti deterjen

2. Peptisida-fungisida, insektisida, herbisida, rodentisida

3. Allergen

4. Nitrin, nitrat, dan senyawa N-nitroso

Sumber: Thaheer (2008)

Bahaya biologis berasal dari mikroorganisme yang bersifat patogen pada

produk ikan beku melaporkan penemuan Pseudomonas, sementara penemuan

sebelumnya mencatat adanya Vibrio cholerae, Aeromonas hydrophila,

Stapylococcus aureus, Salmonella spp, Listeria monocytogenes, E.coli,

10

Basillus spp, dan Shigela spp, melekat dengan berbagai peristiwa keracunan

pangan, terutama berhubungan dengan kebersihan pengolahan, virus, protozoa

atau parasit (Entamoeba histolytica, Ascaris lumbricoides) (Thaheer, 2005).

Tabel 3. Pengelompokan bahaya biologi

No Jenis biologis Contoh

1. Bakteri Salmonella spp, Clostridium perfingens,

Clostridium botulinum, dan lainnya 2. Fungi Aspergilus flavus, Fusarium spp, dan lainnya

3. Virus Hepatitis A, Rotavirus

4. Parasite, protozoa, dan

cacing

Protozoa, cacing pita, cacing pipih, dan lainnya

5. Algae (ganggang) Ganggang biru-hijau, dan lain-lain

6. Toksin kerang Cyanobacterial toxins dan lain-lain

Sumber: Thaheer (2008)

Bahaya fisik meliputi pecahan gelas, serpihan logam, pasir, batu, dan

serpihan plastik umumnya diperoleh dari lingkungan dan infrastruktur

pengolahan.Pengendalian terhadap rancangan dan pemeliharaan infrastruktur

dapat meminimisasi peluang terjadinya pencemaran fisik pada makanan

(Thaheer,2005).

Tabel 4. Pengelompokan bahaya fisik

Bahaya fisik Sumber

Gelas Bahan baku, wadah fittings lampu, peralatan

laboratorium, alat pengolahan.

Batu, ranting, daun Bahan baku (tanaman), lingkungan sekitar pengolahan

Makanan

Logam Bahan baku, alat kantor, wadah, peralatan pembersih.

Sumber: Thaheer (2008)

b. Penetapan tindakan pencegahan

Tindakan yang dapat menghilangkan bahaya atau menurunkan

bahaya sampai ke batas aman. Contoh tindakan pencegahan untuk mencegah

terjadinya kontaminasi mikroba dari pekerja adalah diterapkan prosedur standar

sanitasi pekerja (Hariyadi dan Dewanti, 2011).

11

c. Penentuan kategori resiko atau signifikasi bahaya

Berkaitan dengan resiko pangan, berdasarkan prinsip HACCP menurut

Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam Goulding dan Mansur (2010) di dalam

industry pangan terdapat 3 kategori risk yaitu :

1) High Risk (Produk Beresiko Tinggi) Produk jenis ini tidak boleh diproses

atau diproduksi dan semua penyimpangan harus dikoreksi dan diperbiki.

Produk harus ditahan peredarannya atau tidak dipasarkan dan di uji

keamanannya.

2) Medium Risk (Produk Beresiko Sedang) Produk jenis ini boleh diproses,

tetapi harus dikoreksi dan diperbaiki dalam waktu yang singkat (dalam

beberapa hari saja). Pemantaun khusus diperlukan sampai semua

penyimpangan dapat diatasi.

3) Low Risk (Produk beresiko rendah) Produk jenis ini boleh diproses, tetapi

harus dikoreksi dan diperbaiki. Pengawasan rutin harus dilakukan untuk

menjamin status resiko yang mungkin dapat berubah menjadi resiko

sedang atau tinggi.

Menurut Hariyadi dan Dewanti (2011), untuk menentukan resiko atau

peluang terjadinya bahaya, maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko.

Dari beberapa bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat

ditetapkan signifikasi bahaya. Signifikasi dapat diputuskan oleh tim dengan

mempertimbangkan peluang terjadinya dan keparahan (saverity) suatu bahaya.

2) Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP)

Menurut Thaheer (2005), beberapa pengendalian titik kendali kritis dapat

dilakukan menuju pencegahan bahaya yang sama. Aplikasi dari pohon

keputusan harus fleksibel, mengingat apakah operasi adalah untuk produksi,

penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Ini harus

digunakan untuk bimbingan ketika menentukan CCP. Titik kendali kritis itu

sendiri mudah diterapkan dengan penggunaan diagram pohon.

3) Penetapan batas kritis (critical limit)

Menurut Thaheer (2005), batasan kritis adalah suatu kondisi/keadaan yang

menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman. Batas kritis

juga merupakan satu atau lebih toleransi yang harus dipenuhi untuk menjamin

12

bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis,

kimia dan fisik.Batas kritis harus ditetapkan dan divalidasi untuk setiap titik

kendali kritis. Kriteria yang sering digunakan mencangkup pengukuran suhu,

waktu, tingkat kelembapan, pH, Aw dan keberadaan klorin, dan parameter-

parameter seperti kenampakan visual dan tekstur (SNI CAC/RCP 1:2011).

4) Penetapan prosedur pemantauan (monitoring)

Menurut SNI CAC/RCP 1:2011, pemantauan merupakan pengukuran atau

pengamatan terjadwal atas suatu CCP yang berhubungan dengan batas kritisnya.

Prosedur pemantauan harus mampu untuk mendeteksi hilangnya pengendalian

pada CCP.

Komponen yang terlibat dalam sistem monitoring berdasarkan kaidah

4W+1H Menurut Thaheer (2005), yaitu sebagai berikut:

1) What : Apa yang akan dimonitor, pengukuran atau observasi ?

2) Where : Dimana ( titik, tahap, prosedur) akan dilakukan monitoring?

3) Who : siapa yang akan melakukan monitoring?

4) How : bagaimana cara memonitornya, pengecekan dan/atau pengukuran?

5) When : kapan akan dilakukan monitoring/frekuensi pemantauan)?

5) Penetapan tindakan koreksi (corrective action)

Menurut Thaheer (2005), tindakan koreksi adalah tindakan yang harus

diambil atau diputuskan berdasarkan hasil monitoring terhadap CCP, yang

mengindikasikan bahwa CCP tidak terkendali.

Tujuan untuk menetapkan tindakan koreksi adalah untuk menjamin

eliminasi potensi bahaya, tindakan koreksi yang diambil harus merupakan atau

ada dalam perencanaan HACCP yang dibuat. Tindakan yang harus dilakukan

terhadap produk yang tidak sesuai adalah sebagai berikut:

(1) Tahan produk (hold).

(2) Determinasi apakah produk memiliki efek bahaya keamanan pangan, hal ini

dilakukan dengan bantuan evaluasi dari tenaga ahli berdasarkan pengujian

fisik, kimia dan mikrobiologi.

(3) Disposisikan produk melalui reproses menjadi produk baru atau diproses

menjadi produk lain yang sensitivitasnya berkurang serta memusnahkan jika

produk diketahui akan mengancam keselamatan dan kesehatan manusia.

13

6) Penetapan prosedur verifikasi

Verifikasi adalah upaya pengujian terhadap hasil suatu rancang bangun

untuk memastikan kesesuaiannya dengan semua tujuan dan kendala

(Thaheer,2005). Verifikasi sebaiknya dilakukan oleh seseorang selain yang

bertanggung jawab untuk melaksanakan pemantauan dan tindakan perbaikan.

Sesuai dengan SNI CAC/RAC 1:2011 contoh kegiatan verifikasi mencangkup :

(1) Tindakan rencana dan sistem HACCP serta rekamannya.

(2) Tinjauan penyimpangan dan disposisi produk.

(3) Konfirmasi bahwa CCP dalam kendali.

7) Penetapkan dokumentasi dan pemeliharaan rekaman

Menurut SNI CAC/RAC 1:2011 pemeliharaan rekaman yang efisien dan

akurat merupakan hal penting dalam penerapan HACCP. Prosedur HACCP

sebaiknya didokumentasikan.

Dokumentasi dan pemeliharaan rekaman sebaiknya sesuai dengan sifat

dan ukuran operasi dan cukup dapat membantu perusahaan untuk memverifikasi

bahwa pengendalian HACCP berjalan dan terpelihara. Contoh dokumentasi

meliputi analisa bahaya, penentuan CCP, penentuan batas kritis. Sedangkan

contoh rekaman adalah kegiatan pemantauan titik kendali kritis, penyimpangan

dan tindakan perbaikan yang terkait.

14

BAB 3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan Kerja Praktik Akhir ini akan dilaksanakan pada tanggal 1 Maret -

30 Juni 2021 di PT.Medan Tropical Canning And Frozen Industries Jl. KL Yos

Sudarso KM 10,5 Kawasan industri medan, JL. Pulau Kangean No.1, MABAR,

Kec.Medan Deli, Kota Medan, Sumatera Utara 20242.

Gambar 3. Peta wilayah PT. Medan

Tropical Canning And Industries

Sumber: Google maps

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dapat dalam Kerja Praktik Akhir

ini adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Alat yang digunakan

No Alat Fungsi

1. Jas lab Untuk melindungi produk dari

kontaminasi tubuh

2. Apron Untuk melindungi jas agar tidak basah

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

masker

Topi ninja

Sarung tangan

Boots

Fiber Box

Pisau

Keranjang

Meja proses

Mesin pembekuan (ABF)

Troli

Untuk melindungi kontaminasi dari

mulut

Untuk melindungi produk dari rambut

jatuh

Untuk melindungi produk dari

kontaminasi langsung pada kulit

Untuk melindungi kaki dari air produksi

Untuk penampungan bahan baku

Untuk penyiangan gurita

Untuk wadah penampungan gurita

Untuk mempermudah proses produksi

Untuk membekukan gurita

Untuk mempermudah memindahkan

barang Sumber : Google PT.Medan Tropical canning

15

Tabel 6. Bahan yang digunakan

No Bahan Uraian

1. Bahan Baku

(octopus vulgaris)

Bahan baku adalah bahan utama yang

digunakan dalam pembuatan produk

(dalam proses produksi) dan memiliki

persentase yang relatif besar

dibandingkan bahan-bahan lainnya.

Kualitas bahan baku yang digunakan

sangat menentukan kualitas produk yang

akan dihasilkan. Bahan baku yang

digunakan pada pembekuan di PT.

Medan Tropical Canning & Frozen

Industries adalah Gurita (Octopus

vulgaris).

2. Bahan penolong Bahan penolong adalah bahan yang

digunakan untuk membantu proses

produksi, tetapi tidak terdapat dalam

produk akhir. Adapun bahan penolong

yang digunakan adalah air bersih dan Es.

3. Bahan tambahan Bahan tambahan merupakan bahan yang

tidak ikut dalam proses produksi, tetapi

ditambahkan ke produk pada saat atau

setelah proses produksi, untuk

meningkatkan citra produk kepada

konsumen, serta untuk melindungi produk

dalam transportasi.

Sumber : Google PT.Medan Tropical canning

16

3.3 Metode

Metode yang digunakan pada Kerja Praktik Akhir ini adalah

metode Pendekatan deskriptif. Dengan pengumpulan sumber data dan

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan berupa observasi,

wawancara, dan Partisipasi aktif.

Metode deskriptif yang dapat diartikan suatu metode dalam meneliti

status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang untuk

membuat diskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual, dan

akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena

yang diselidiki (Nazir, 2011).

3.3.1 Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan oleh

penulis yaitu sebagai berikut :

1. Data Primer. Hal ini karena data yang dikumpulkan oleh penulis

adalah data yang belum dilakukan pengolahan oleh

perusahaan dan data tersebut juga dikumpulkan oleh peneliti

secara langsung. Pengambilan data primer dalam praktek kerja

lapang ini dilakukan dengan tahap awal observasi dan

wawancara antara lain pihak Quality control Production, Quality

control document, dan R&D untuk mengetahui penerapan

penentuan titik kritis (CCP), serta permasalahan yang dihadapi

dalam penerapan penentuan titik kritis (CCP) yang dilakukan

dalam kegiatan pembekuan Gurita.

2. Data Sekunder. Hal ini karena data yang dikumpulkan oleh

penulis adalah data yang telah dilakukan pengolahan oleh

perusahaan dan data tersebut digunakan sebagai data pendukung

dalam penelitian ini. Data sekunder umumnya berupa bukti,

catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip

(data dokumenter) yang dipublikasikan maupun tidak

dipublikasikan.

17

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan pada Kerja Praktik

Akhir antara lain sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah pencatatan pola perilaku

subyek (orang), obyek (benda), atau kejadian yang sistematis tanpa

adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang

diteliti (Sangadji dan Sopiah, 2010). Observasi dalam Kerja praktik akhir

ini dilakukan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan identifikasi

potensi bahaya dengan penentuan titik kritis (CCP) di PT. Medan Tropical

Canning And Frozen Industries.

2. Wawancara

Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara

penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan

menggunakan panduan wawancara (Nazir, 2011). Wawancara dilakukan

dengan cara tanya jawab mengenai sejarah berdirinya PT. Medan Tropical

Canning And Frozen Industries, struktur organisasi, sarana dan prasarana,

tenaga kerja, proses pembekuan, proses penerapan penentuan titik kritis

(CCP), serta permasalahan yang dihadapi dalam penerapan penentuan titik

kritis (CCP) yang dilakukan dalam kegiatan pembekuan Gurita (O.

Vulgaris) di PT. Medan Tropical Canning And Frozen Industries.

3. Partisipasi aktif

Partisipasi aktif dilakukan dengan mengikuti secara langsung

beberapa kegiatan yang berhubungan tentang penerapan penentuan titik

kritis (CCP) di PT. Medan Tropical Canning And Frozen Industries.

Kegiatan tersebut diikuti secara langsung dari cara atau teknik berproduksi

yang baik dan benar untuk menghasilkan produk, harus memenuhi

persyaratan mutu dan keamanan pangan.

18

3.4 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang akan dilakukan untuk pengambilan data pada Kerja

Praktik Akhir ini dapat dilihat pada tabel berikut:

3.4.1 Prosedur pengambilan data

Tabel 7. Prosedur Kerja pengambilan data

No Langkah

pengambilan data

Data pengamatan

1. Deskripsi produk - Identifikasi nama produk

- Nama spesies dan Asal bahan baku

- Komposisi

- Masa kedaluarsa dan tanggal produksi

2. Analisa bahaya - Mengindentifikasi bahaya yang kemungkinan

besar (nyata) terjadi dan menimbulkan

bahaya

- Mengelompokkan bahaya yang ada dalam 3

kelompok bahaya

- Mencari penyebab bahaya itu muncul

- Peluang bahaya itu muncul

- Alasan timbulnya bahaya

- Tindakan pencegahan yang dilakukan

- Menetapkan resiko signifikan 3. Identifikasi Titik kritis

(CCP)

- Menganalisa setiap bahaya yang signifikan

dengan decision tree

- Menetapkan CCP dan not CCP. 4. Menentukan batas-

batas

kritis (critical limit)

- Menetapkan batas toleransi yang harus

dipenuhi untuk mengendalikan bahaya.

- Standar dan alasan menggunakan standar

tersebut

- Sumber informasi yang digunakan sebagai

pertimbangan penetapan batas kritis tersebut. 5. Monitoring CCP - Menentukan monitoring dari setiap CCP

- Apa, kapan dan dimana yang dimonitor

- Bagaimana dan Siapa yang memonitor

- Siapa yang melakukan monitoring 6. Tindakan koreksi - Tindakan-tindakan yang dilakukan saat terjadi

penyimpangan

- Prosedur tindakan koreksi

- Bagaimana pengelolaannya

- Identifikasi personil yang bertanggung jawab 7. Verifikasi - Tujuan verifikasi

- Metode verifikasi yang digunakan

- Frekuensi verifikasi

- Prosedur dan pengujian, pengambilan contoh

verifikasi 8. Dokumentasi - Cara penyusunan dokumen

- Telusur data dokumen

- Jenis dokumen

- Informasiyang mencangkup dokumentasi

19

3.4.2 Alir Proses pembekuan gurita ( Octopus Vulgaris)

Gambar 4. Diagram alir proses pembekuan gurita ( Octopus Vulgaris) Sumber: PT Medan Tropical canning

Penerimaan bahan baku

penampungan sementara

penyortiran

penimbangan I

pengopekan

penimbangan II

tumbling

pencucian

penyusunan (IQF)

pembekuan

metal detector

pengemasan

penyimpanan

pemuatan ekspor/stuffing

CCP

CCP

Air Es

Water of

cleaning

20

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Perusahaan

PT. Medan Canning & Frozen Industries (PT. MTC) didirikan pada tahun

1984 berdasarkan akte pendirian No. 153 tanggal 31 Januari 1984 dibuat oleh

Notaris Aniswar Yanis, S.H. di Medan dengan nama PT. Medan Canning

& Frozen Industries bergerak di bidang Usaha Industri Pengolahan Hasil

Perikanan untuk ekspor. Sebelumnya, pada tahun 1980-1984 pendiri aktif

melakukan ekspor daging kepiting mentah melalui pesawat udara ke Penang

Malaysia untuk bahan baku industri pengalengan Tropical Canning SDN-BHD

Bukit Martajam Penang Malaysia.

Pada tahun 1984 waktu pendirian PT. MTC, dengan modal kerja yang

sangat terbatas perusahaan hanya menyewa 4 lokal bangunan Standard Building

milik PT. KIM, dengan pemasangan mesin dan peralatan produksi pabrik

pengalengan secara sederhana dari barang-barang dan mesin-mesin peralatan

bekas pakai dari industri pengalengan Tropical Canning SDN-BHD Penang

Malaysia. Produksi percobaan bulan Juni 1985 dan produksi komersil bulan

Juli/Agustus 1985 dengan jumlah tenaga kerja 150 orang dan ekspor perdana hasil

produksi kepiting dalam kaleng (Canned Crabmeat) di bulan Oktober 1985 hanya

sebanyak 1 kontainer perbulan sampai dengan bulan Mei 1986 diekspor tanpa

merek ke Malaysia kemudian dari Malaysia diekspor ke Amerika Serikat dan

Kanada dengan merek Tropical Brand. Tahum 1987 dengan peningkatan ekspor

ke Amerika Serikat dan Kanada PT. MTC memperoleh sertifikat izin masuk

produk Canned Crabmeat ke Amerika Serikat dan Kanada berdasarkan sertifikasi

Food and Drug Administration (FDA) No. 08669.

Tahun 2000 diadakan perluasan pembangunan pabrik pembekuan udang

dan pabrik es batangan dengan kemudahan fasilitas pembebasan bea masuk

impor, perusahaan memasukkan mesin-mesin dan peralatan produksi yang

bermutu untuk industri pengolahan hasil perikanan ditempatkan di lokasi pabrik

baru di Kawasan Industri Medan areal tanah seluas 3,2 Ha, dengan jumlah tenaga

kerja sebanyak 1200 orang setiap hari dengan realisasi ekspor sebanyak 15-20

kontainer setiap bulan ke manca Negara.

21

Usaha strategi kedepan, perusahaan selalu melakukan kunjungan ke luar

negeri seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Belanda guna mengadakan

temu bisnis dan pendekatan yang akrab dengan buyer indentor di luar negeri dan

memperbanyak pembuatan iklan-iklan dan promosi didalam dan di luar negeri

serta mengundang buyer indentor untuk mengadakan kunjungan inspeksi secara

rutin di Unit Pengolahan Produksi PT. MTC dan dengan inspeksi tersebut

terjamin produk ekspor pesanan pembeli ke luar negeri.

4.1.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries merupakan perusahaan

yang bergerak dalam bidang manufaktur pengolahan hasil laut. Bidang usaha ini

diklasifikasikan berdasarkan prosesnya terbagi atas dua, yaitu canning dan frozen.

Canning merupakan proses dimana bahan hasil laut diolah menjadi makanan

dalam kaleng sedangkan frozen merupakan proses pembekuan bahan hasil laut

yang tujuan akhirnya akan diekspor untuk diproses lebih lanjut. Bahan hasil laut

yang diolah pada perusahaan ini adalah cumi, sotong, gurita, kepah, ikan tuna,

kepiting, udang, dan buah (cocktail).

PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries memasarkan produknya

ke luar dan dalam negeri dengan variasi brand yang ditampilkan seperti Vinisi

untuk dalam negeri, sedangkan untuk luar negeri seperti Creuettes, Thon, Crab

Meat, Gelsha, dan lain sebagainya. Perusahaan ini memasarkan produknya untuk

dalam negeri dengan menggunakan bantuan jasa distributor sedangkan untuk

produk luar negeri menggunakan agen besar.

4.1.3 Lokasi Perusahaan

PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries terletak di Kawasan

Industri Medan 1 (KIM 1) Jalan Yos Sudarso KM. 10,5 Medan, Sumatera Utara

dengan luas areal lahan seluas 3,2 Ha.

4.1.4 Daerah Pemasaran

PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries merupakan perusahaan

berskala internasional yang selalu menjaga kualitas produk yang akan

diekspornya. Adapun daerah pemasaran produk PT. Medan Tropical Canning &

Frozen Industries ke berbagai negara seperti Korea, Amerika, Italia, Spanyol,

Australia, Prancis, dan lain-lain.

22

Untuk daerah lokal, pabrik ini mencakup wilayah Sumatera dan Jawa.

Perusahaan ini menerapkan sistem produksi make to stock untuk memenuhi

permintaan konsumen. Produk makanan kaleng seperti cumi-cumi, sotong, kepah,

dan gurita lebih diutamakan sebagai produk ekspor ke luar negeri sedangkan

untuk produk seperti ikan tuna, kepiting, dan cocktail dijual dalam wilayah dalam

negeri.

4.1.5 Organisasi dan Manajemen

A. Struktur Organisasi Perusahaan

Organisasi merupakan sekumpulan orang yang mempunyai tujuan tertentu

dan di antara mereka dilakukan pembagian tugas untuk pencapaian tujuan

tersebut. Tujuan tersebut sering dituangkan dalam sebuah wadah yakni visi.

Orang-orang dalam suatu organisasi, seberapa besarpun organisasi itu, pasti

memiliki tujuan bersama yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai tidak

dapat dilakukan secara individual. Sehingga membentuklah organisasi.

Struktur organisasi suatu perusahaan memperlihatkan gambaran mengenai

pembagian tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian-

bagian dalam suatu organisasi dari urutan tertinggi menuju urutan yang paling

rendah. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas, maka akan terlihat adanya

pembagian pekerjaan secara tegas dan formal diantara bagian-bagian dalam

organisasi dan juga diperoleh gambaran yang jelas antara wewenang dan

tanggung jawab dalam mekanisme kerja suatu organisasi.

Bentuk struktur organisasi yang digunakan pada PT. Medan Tropical

Canning & Frozen Industries adalah bentuk lini dan fungsional dimana

merupakan campuran struktur organisasi lini dan struktur organisasi fungsional.

Pada struktur organisasi di PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries,

komisaris membawahi direktur utama dan direktur utama membawahi direktur

operasional. Direktur operasional membawahi beberapa departemen dan pimpinan

departemen tersebut membawahi pekerja. Struktur organisasi PT. Medan Tropical

Canning & Frozen Industries dapat dilihat pada Gambar.

23

Gambar 5. Struktur Organisasi pada PT. Medan Tropical Canning &Frozen

Industries

Sumber: PT Medan Tropical canning

B. Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja di PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries

digolongkan menjadi dua jenis yang terdiri dari:

1. Tenaga kerja tetap yaitu tenaga kerja yang mendapat upah/gaji tetap setiap

bulannya sesuai dengan jabatan dan pekerjannya.

2. Tenaga kerja tidak tetap (tenaga kerja borongan) yaitu tenaga kerja yang

upah/gajinya dibayar oleh kontraktor yang mempekerjakannya.

Jumlah dari seluruh tenaga kerja di PT. Medan Tropical Canning & Frozen

Industries mencapai 1200 orang. Untuk mengetahui rincian tenaga kerja tersebut

secara lebih lengkap, dapat dilihat pada Tabel.8.

Tabel 8. Jabatan dan Jumlah Tenaga Kerja PT. Medan Tropical Canning &

Frozen Industries

Jabatan Pria (Orang) Wanita (Orang) Jumlah (Orang)

Managing Director 1 1

Vice Managing Director 1 1

Secretary 1 1

Manager 9 3 12

Human Resources 15 15

Procurement 1 2 3

Workshop 20 20

Production 39 1021 1060

Financial & Accounting 4 2 6

24

Purchasing 10 3 13

Export & Import 10 4 14

Supervisor 20 15 35

Cleaning Service 7 4 11

Security 6 2 8

Total 143 1057 1200 Sumber: PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries

B. Jam Kerja

PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries menetapkan hari kerja

efektifnya dimulai dari hari senin sampai hari sabtu dengan jam kerja sebanyak

delapan jam per hari. Apabila seorang pekerja bekerja di luar dari jam kerja

tersebut, maka akan dihitung sebagai jam kerja lembur. Untuk keterangan lebih

rinci mengenai jam kerja di PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries

baik bagi tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja borongan dapat dilihat pada

Tabel.9.

Tabel 9. Jam Kerja pada PT. Medan Tropical Canning & Frozen

Industries

No. Waktu Keterangan

1 Pukul 08.00 – 12.00 WIB Kerja Aktif

2 Pukul 12.00 – 13.00 WIB Istirahat

3 Pukul 13.00 – 17.00 WIB Kerja Aktif

Sumber: PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries

C. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries hanya menetapkan

sistem pengupahan tenaga kerja tetap dengan pembayaran pada awal bulan. Besar

upah tenaga kerja ditentukan sesuai dengan jabatan, keahlian, dan prestasi

kerjanya. Dengan memenuhi peraturan dan ketentuan pemerintah, PT. Medan

Tropical Canning & Frozen Industries memberikan upah minimum sesuai dengan

batas UMR (Upah Minimum Regional).

Upah/gaji yang diterima oleh tenaga kerja di perusahaan ini terdiri dari

upah/gaji pokok, tunjangan jabatan, uang transport, uang makan, premi, dan

lainnya Upah lembur juga diberikan kepada pekerja yang bekerja di luar jam kerja

efektif. Selain tunjangan-tunjangan yang dijelaskan di atas, pekerja pada

perusahaan ini juga memperoleh tunjangan lain, yaitu:

25

1. Tunjangan Hari Raya (THR)

Yaitu tunjangan yang diberikan untuk menyambut hari raya berupa

tambahan satu bulan gaji bagi karyawan yang telah bekerja lebih dari satu

tahun di perusahaan ini.

2. Tunjangan selama sakit

Yaitu tunjangan yang diberikan kepada tenaga kerja yang menjalani

perawatan karena sakit dan tidak dapat bekerja. Tunjangan ini hanya diberikan

kepada pekerja yang telah bekerja lebih dari dua tahun di perusahaan ini.

3. Tunjangan insentif

Yaitu tunjangan berupa upah tambahan yang diberikan kepada pekerja

yang mempunyai prestasi baik dalam melakukan pekerjaannya. Tunjangan ini

diberikan untuk meningkatkan motivasi para pekerja.

Setiap tenaga kerja pada perusahaan ini juga mengikuti program :

1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

Yaitu suatu bentuk asuransi yang dibuat oleh pemerintah untuk

melindungi tenaga kerja

2. Cuti

PT.Medan Tropical Canning & Frozen Industries memberikan kesempatan

kepada pekerjanya untuk mengambil cuti selama 12 hari kerja setiap tahunnya.

Untuk kelancaran proses produksi, pihak perusahaan mengatur jadwal cuti dan

jumlah karyawan yang cuti. Jika kesempatan cuti tidak digunakan karyawan,

dapat diakumulasikan ke tahun berikutnya sehingga kesempatan cuti menjadi

lebih panjang.

4.1.6 Deskripsi produk

Deskripsi produk bertujuan untuk mengetahui komposisi utama produk,

karakteristik produk, pengemasan, struktur kimia/fisik, informasi keamanan, cara

penyimpanan, perlakuan pengolahan, petunjuk penggunaan dan metode distribusi

produk. Deskripsi produk termasuk bagian penting yang dapat membantu

konsumen mengetahui informasi tentang produk dan menghindari potensi bahaya

pada produk akhir. Potensi bahaya dapat dikendalikan dengan tindakan

pencegahan dalam keseluruhan proses (Oo, 2019). Adapaun diskripsi produk

26

gurita beku (O. Vulgaris) bentuk flower nomor PM/FR/QC/003 di PT Medan

Tropical Canning And Frozen Industries sebagai berikut:

Nama produk : Frozen Chepalopoda IQF type

(Gurita beku bentuk flower)

Nama spesies :Octopus Vulgaris

Asal B.Baku :Ditangkap diperairan sebelah timur Sumatra Utara dan

Aceh FAO 57.

Bagaimana bahan

baku diterima :Gurita utuh segar diterima dari suplayer lokal dan

kemudian diperiksa kesegaran dan suhunya bahan baku

disortir satu persatu dan segera diproses.

Alat tangkap : Seser dan pancing.

Produk akhir : - Chepalopodha Utuh Beku

- Chepalopoda Kupas beku

Bumbu : -Natural & Salt

Umur simpan : 2 tahun dalam kondisi beku -18ºC

Tahap Pengolahan :Penerimaan bahan baku, penampungan sementara,

penyortiran, penimbangan 1, pengopekan, penimbangan 2,

tumbling, pencucian, penyusunan, pembekuan, metal

detector, pengemasan, penyimpanan, pemuatan ekspor/

stuffing.

4.2 Proses pengolahan Gurita Beku (O.Vulgaris)

Bahan baku gurita (o.vulgaris) berasal dari aceh, yang kemudian diproses

menjadi gurita beku di PT. Medan Tropical Canning And Frozen Industries yang

meliputi beberapa rangkaian tahapan proses yang terdiri dari penerimaan bahan

baku sampai proses pemuatan ekspor.

Tahapan Persiapan bahan terdiri dari proses penerimaan bahan

baku,Penampungan sementara, penyortiran, Penimbangan I, Pengopekan,

Penimbangan II, Tumbling, Pencucian, penyusunan, pembekuan, metal detector,

pengemasan, penyimpanan, pemuatan ekspor/stuffing. Berikut ini merupakan

proses pengolahan Gurita beku di PT. Medan Tropical Canning And Frozen

Industries :

27

4.2.1 Penerimaan bahan baku

Bahan baku yang diterima di perusahaan adalah gurita jenis O. Cyeanea,

Vulgaris dan Giant dalam bentuk utuh segar dan beku.Bahan baku diterima di

unit pengolahan harus ditangani secara cermat, bersih dengan suhu 50 C dan

selanjutnya disortir menurut mutu dan ukuran dengan tujuan untuk memperoleh

mutu, jenis dan ukuran yang tepat dan sesuai dengan persyaratan serta mencegah

kontaminasi bakteri patogen dan parasit serta dekomposisi.

Proses penanganan bahan baku disesuaikan dengan kondisi bahan baku yang

diterima, untuk bahan baku beku mengalami proses penyimpanan dingin dan

untuk bahan baku beku mengalami proses thawing.

Untuk pengadaan bahan baku suplier mendatangkan bahan baku dari

Gudang nelayan .Bahan baku berupa gurita didatangkan dari daerah Aceh dengan

menggunakan truck dan mobil pick up. Bahan baku diangkut dengan

menggunakan fish box yang diberi es dan air dengan suhu 4oC, Sebelum diproses

dilakukan pengecekan kadar garam (1-3%) dan suhu bahan baku (tidak boleh

diatas 5ºc). Kemudian dilakukan pengecekan orlep:

- Aroma = segar

- Kenampakan = utuh

- warna = keabu- abuan

- Berlendir

- Tentakel kembang sempurna

4.2.2 Penampungan Sementara

Proses Penampungan sementara menggunakan chilbox dengan tujuan

mewadahi bahan baku yang di terima dari supllaier, selain itu juga pada tahapan

ini juga di tambahkan es dengan tujuan untuk menjaga rantai dingin bahan baku

sebelum dilakukan proses produksi.

4.2.3 Penyotiran

Gurita yang telah disimpan dipenampungan sementara kemudian

dibongkar dan ditiriskan, kemudan diangkut ke meja sortir untuk penyortiran

ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran ini adalah memperoleh Gurita dalam

bentuk atau kualitas yang baik dan ukuran yang seragam. Pemisahan ukuran pada

bahan baku akan menjaga mutu bahan baku tetap baik, dengan bahan baku

28

bermutu baik akan dapat dihasilkan produk pangan dengan mutu yang relatif

sama (Afrianto, 2011).

Penyortiran dilakukan dengan pemisahan grade (kelas) dan size (ukuran),

untuk membedakan standart kualitas dari masing masing produk untuk diproses

ketahap selanjutnya sebagai berikut:

a. Grade (kelas)

- Grade A = Bagus/ hampir sempurna (akan diproses untuk suplier

jepang)

- Grade B = Standart

- Grade C = Regnoli ( bahan yang sudah mengalami penurunan suhu

dan mutu akan diproses ulang dalam bentuk block)

b. Size (Ukuran)

- 100 -300 gram/pcs

- 300 -500 gram/pcs

- 500 -1000 gram/pcs

- 1000-1500 gram/pcs

- 1500-2000 gram/pcs

- 2000 up

4.2.4 Penimbangan I

Proses penimbangan I dilakukan diruang penerimaan bahan baku, Gurita

yang sudah dilakukan pemisahan ukuran dan kelas dikelompokan kedalam satu

wadah di letakan di atas timbangan dan dilakukan pencatatan berat gurita. Tujuan

penimbangan I untuk mendapatkan berat bahan baku gurita yang diterima.

Penimbangan dilakukan dengan keranjang plastik dengan kapasitas 35 kg per

keranjangnya. Kapasitas yang dimiliki oleh timbangan digital itu sendiri adalah 60

kg.

4.2.5 Pengopekan

Proses penyiangan menggunakan pisau stanles berukuran kecil

penyiangan dilakukan secara cepat, bersih dan hati-hati guna meminimalisir

kerusakan pada gurita, Pengopekan dilakukan dengan cara membuang mata, gigi,

isi perut dan cairan hitam dengan cepat, hati – hati dan mempertahankan rantai

dingin dengan tujuan untuk mendapatkan bahan baku Gurita yang bebas mata,

gigi, isi perut dan cairan hitam (sumi).

29

4.2.6 Penimbangan II

Penimbangan II adalah tahapan penimbangan dimana Gurita yang telah

disortasi kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan

kapasitas 6 kg. Gurita ditimbang dengan menggunakan basket, dimana setiap

basket berisi 4,5 kg Gurita. Pada proses ini bertujuan untuk mendapatkan berat

prodak setelah dilakukan proses pengopekan guna mengetahui rendemen.

4.2.7 Tumbling

Pada proses ini tumbling gurita bertujuan untuk menjadi flower, gurita

yang telah dibersihkan dimasukkan kedalam alat Tumbler, pada saat gurita

mengalami proses tumbling, yaitu gurita diputar untuk menghisap atau

mengurangi kadar air pada gurita menjadi 5-6 % sehingga gurita yang dihasilkan

akan menyusut dan memiliki kenampakan yang kenyal dan mudah dibentuk.

Lama putaran yang dilakukan bervariasi, dimulai dari 15-20 menit tergantung dari

kualitas gurita yang diolah. Semakin rendah kualitas gurita maka semakin lama

waktu perputaranyang dibutuhkan. Sebelum perputaran dilakukan diberikan

penambahan kadar garam sebanyak 3% dari berat bahan baku yang dimasukkan.

Kadar garam tidak boleh melebihi dari 5 %.

4.2.8 Pencucian

Pencucian gurita yang telah selesai ditumbling dicuci menggunakan air es,

kemudian disikat bersih guna menghilangkan kotoran yang terdapat pada tentakel

gurita. Pada tahap ini juga dilakukan pengawasan mutu berupa pengecekan suhu

pusat gurita dibawah 5ºc.

4.2.9 Penyusunan

Setelah dilakukan pencucian selanjutnya dilakukan penyusunan. Proses ini

dilakukan di ruang proses dengan menyusunnya di pan yang berukuran 32 x 10

cm yang tiap pannya berisi 4,5 kg gurita. Tetapi sebelum di tata dalam pan Gurita

untuk semua ukuran di masukkan kedalam polyback jenis polyetyline (PE) yang

berukuran 50 x 37 cm, dan diberi tali kode untuk membedakan buyer. Penyusunan

cukup dilakukan dengan penyusunan bentuk flower / IQF dengan menggunakan

piring stenlis dengan berbagai jenis ukuran. Perlakuan ini bertujuan agar produk

mudah dilepas dari pan dan mencegah produk agar tidak lengket dengan longpan

saat proses pengemasan dan produk tidak mudah tercecer.

30

4.2.10 Pembekuan

Gurita yang telah diproses dan disusun diatas rak selanjutnya akan

dibekukan. Metode yang dilakukan dipabrik ini ialah air blash freezer (ABF).

Media yang digunakan pada ABF ini adalah amonia cair.terdapat dua ABF yang

terdapat di PT medan tropical canning dan frozen industries, yaitu ABF A dan B.

Didalam ABF bahan diberikan hembusan udara dingin dengan suhu -38ºc selama

6-8 jamsehingga produk akan membeku.

Pada saat penyimpanan produk di ABF, dilakukan pengawasan mutu

berupa pengecekan suhu pusatproduk setiap 2 jam sekali serta suhu ruangannya

dengan menggunakan termometer dan temptale. Pada produk gurita jenis flower,

sebelum gurita dimasukkan kedalam ABF, mesin harus dihidupkan terlebih

dahulu selama 1 jam agar suhu ruangannya menjadi dingin sehingga saat produk

dimasukkan, air yang berada dalam tubuh gurita tidak keluar dan akan membeku

dengan cepat.

4.2.11 Pendeteksi logam

Gurita beku yang telah melewati tahap ABF kemudian akan dilewati pada

alat metal detector. Fungsi dari alat ini adalah untuk medeteksi kemungkinan

adanya cemaran logam pada produk yang telah dibekukan. Logam yang dideteksi

berpa alumunium, besi, dan stainless steel. Setiap bahan harus melewati metal

detector satu persatu. Jika ditemukan cemaran logam pada produk, maka alat akan

berbunyi dan produk segera dipisahkan dan ditolak.

Cara mengkalibrasikan alat ini ialah dengan menggunakan tiga buah metal

fragment standart atau chip yang masing masing logam Fe 1.5 mm, Sus 2.5 mm,

dan non Fe 2,0 mm yang dilewatkan pada metal detector. Apabila chip

dilewatkan, alat pendeteksinya berhenti, maka alat tersebut dalam keadaan bagus.

4.2.12 Pengemasan

Setelah gurita beku lolos dari deteksi metal detector, selanjutnya gurita

akan dikemas kedalam plastik polybag dan dimasukkan kedalam MC (Master

carton). Dalam 1 MC memuat ±15 kg gurita beku atau sesuai dengan permintaan

buyer. Pengepakan harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah produk akan

mencair. Produk beku yang dimasukkan kedalam polybag harus benar benar

ditiriskan airnya. Setelah itu MC juga diberikan label sebagai identitas produk

31

yang dikemas. Label tersebut berisi informasi mengenai jenis produk, asal negara,

approval number tanggal kadaluarsa dan nama perusahaan.

Kemudian MC yang berisi gurita ditutup dan direkatkan menggunakan

lakban. Setelah itu diikat dengan menggunakan strapping band. Proses strapping

band ini dilakukan dengan menggunakan strapping machine, yang merekat

langsung secara otomatis. Berat setiap MC yang sudah berisikan gurita akan dicek

kembali guna untuk mengecek kesesuaian isi dengan informasi yang tertera

dilabel.

4.2.13 Penyimpanan Beku

Gurita yang sudah dikemas biasanya perlu beberapa hari untuk dapat

dieksporoleh karena itu, gurita ini akan dimasukkan kepenyimpanan bekuterlebih

dahulu. Gurita akan disimpan kedalam cold storage denga suhu -18ºc sampai

gurita siap diekspor. cold storage akan mengalami take down (mati) otomatis jika

suhunya sudah mencapai suhu pusat. cold storage berfungsi sebagai tempat

penyimpanan barang baik berupa raw material maupun finished good (barang siap

ekspor) dengan mempertahankan suhu produk agar tetap beku.

4.2.14 Pemuatan Ekspor/ Stuffing

Pemuatan ekspor / stuffing dilakukan dengan cara memasukkan produk

dalam kemasan dan dimuat secara cepat, cermat, saniter dan higenis, kemudian

dimuat dalam alat transportasi yang terlindung dari penyebab atau menurunkan

mutu. Tujuannya untuk mendapatkan produk yang aman dikonsumsi dan terjaga

dari bahaya dan kerusakan.

4.3 Penentuan Operation Pre-Requisite Program (OPRP)

Pada tahap ini dilakukan pengelompokan bahaya pada tahap apa saja yang

termasuk kategori OPRP, produksi berdasarkan atau sesuai dengan hasil pada

tahap analisa bahaya tahap tahap yang termasuk kedalam OPRP ditetapkan

tindakan pengendalian dengan tujuan mencegah, menghilangkan atau mereduksi

bahaya keamanan produksi sampai dengan tingkat penerimaan yang ditetapkan.

Hasil dari pemantauan OPRP dapat dilihat pada Lampiran 1. Penentuan Operation

Pre-Requisite Program (OPRP).

Pemantauan dilakukan pada setiap OPRP menunjukkan implementasi

OPRP. Prosedur pemantauan berdasarkan kaidah 4W + 1H (How,What Where,

32

When, Who) Thaheer 2005. Tahap selanjutnya dilakukan tindakan korektif dan

koreksi dilakukan apabila OPRP tidak terkendali, dengan tujuan untuk menjamin

eliminasi potensi bahaya dan mengendalikan proses dalam pelaksanaannya

tindakan koreksi dibuat spesifik untuk pengendalian OPRP dengan menunjukkan

personil yang bertanggung jawab dalam penanganan OPRP dan menyimpan

catatan hasil pemantauan. OPRP terdapat pada proses pendeteksian logam dan

penyimpanan beku berikut ini :

Pendeteksian logam

OPRP pada pendeteksian logam dengan Hazard yang bahaya fisik

:Serpihan Logam (Fe, Sus, Non Fe). Tindakan pengendaliannya Serpihan logam

tidak boleh masuk selama penanganan, pemantauan yang dilakukan yaitu berupa

pertanyaan Apa : Produk Untuk pengujian Serpihan logam kapan : saat melewati

metal detector bagaimana: dengan mesin metal detecror siapa: karyawan

bagianpendetcsian, koreksi langsung yang dilakukan Bahan yang terdeteksi logam

akan segera dipisahkan, tindakan koreksi yang dilakukan Setiap produk harus

dilewatkan di mesin metal detector, pemeriksaan alat dilakukan dengan

melakukan kalibrasi, setiap 1 jam sekali sselama proses produksi.Dengan

tanggung jawab dibawah tangan Pesonil bagian pengemasan, dokumen form

semancam form pengecekan metal detector, verifikasinya Pengecekan form

dilakukan guna meminimalisir kesalahan membahayakan konsumen.

Penyimpanan beku

OPRP pada penyimpanan beku dengan Hazard bahaya fisik : bahan baku

kehilangan cairan, dengan titik pengendalian Pemantauan fluktuasi suhu yang

cukup tinggi, pemantauan yang dilakukan yaitu berupa Apa : pengecekan suhu

Kapan : 1 jam sekali Bagaimana : suhu dikontrol sesuai standar yaitu 38°C Siapa :

Petugas QC, koreksi langsung yang dilakukan bahan baku akan di defross,

tindakan koreksi yang dilakukan Tindakan pemantauan suhu dan menyimpan

bahan yang mencair, dilakukan oleh QC bagian penyimpanan, dokumentasi

berupa form Form penyimpanan bahan baku, verifikasi Pengecekan form

penyimpanan.

33

4.4 Identifikasi potensi bahaya dengan penerapan CCP ( Critical Control

Point)

Identifikasi potensi bahaya yang dilakukan di Perusahaan dilakukan

dengan menganalisa bahaya yang akan timbul pada setiap tahapan proses, adapun

analisa bahaya yang dilakukan diperusahaan dengan mengumpulkan informasi

mengenai bahaya yang terdiri dari jenis bahaya, penyebab timbulnya bahaya,

pengukuran resiko, signifikan bahaya dan tindakan pencegahan terhadap bahaya

Menurut FDA (2011).

Dalam menganalisa bahaya di PT Medan Tropical Canning And Frozen

Industries dideskripsikan menjadi dua bagian, yaitu potensi bahaya terkait dengan

proses, hasil dari analisa bahaya dapat dilihat pada lampiran 1. Analisa bahaya

berdasarkan pengamatan selama praktik di perusahaan, referensi dari FDA (2011),

dan SNI CAC/RCP 1:2011 adalah sebagai berikut:

4.4.1 Analisa Bahaya

Analisa bahaya dilakukan pada setiap tahapan proses produksi gurita beku.

Analisa bahaya dilakukan untuk mengetahui terlebih dahulu faktor penyebab

bahaya dan bahaya potensial yang ditimbulkan, kemudian mengkategorikan

bahaya tersebut apakah termasuk biologi, kimia atau fisik dan menetapkan resiko

atau signifikan bahaya yang teridentifikasi serta menetapkan tindakan

pencegahan. Bahaya fisik mencakup hama, kaca, logam, kayu, plastik, karet dan

lainnya. Bahaya kimia termasuk bahan kimia pertanian seperti pestisida, bahan

kimia pembersih dan sanitasi, cat, tinta, bahan pengawet, pewarna dan lain-lain.

Sedangkan bahaya biologis mencakup bakteri, virus, fungi dan parasit (Soman &

Raman, 2016). Analisis bahaya ini diterapkan agar munculnya bahaya keamanan

pangan dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi hingga batas aman yang

ditetapkan.

1.) Penerimaan Bahan Baku

Jenis potensi bahaya fisik pada tahap proses penerimaan bahan baku,

masuknya benda asing kedalam bahan baku selama penanganan dan

pengiriman, tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan medium sehingga

tidak termasuk bahaya signifikan karena bahaya fisik pada tahapan penerimaan

ini dapat bahaya dapat dikendalikan dengan GMP dengan melakukan proses

34

pengolahanyang baik dan pemeriksaan secara visual pada proses penerimaan

bahan baku.

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (e.coli,

Salmonella, V. Cholera) terjadinya pertumbuhan bakteri patogen yang

disebabkan oleh suhu bahan baku melampaui batas maximum, sehingga dapat

menyebabkan pertumbuhan bakteri potagenik, tingkat resiko peluang bahaya low

dan keparahan medium sehingga tidak termasuk bahaya signifikan karena pada

tahapan ini dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan memeriksa suhu dan

kesegaran bahan baku pada saat proses penerimaan bahan baku.

Jenis potensi bahaya kimia pada tahap ini Logam berat (Pb,Cd,Hg,As),

terjadi dikarenakan Kontaminasi asal bahan baku tingkat resiko peluang bahaya

Medium dan keparahan medium sehingga termasuk bahaya signifikan karena

dapat Berbahaya bagi kesehatan konsumen jika produk terkontaminasi logam

berat (Pb,Cd,Hg,As), pada tahap ini dapat dilakukan tindakan pencegahan

melakukan prosespemeriksaan secara visual pada proses penerimaan bahan baku.

2.) Penampungan sementara

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (e.coli,

Salmonella, V. Cholera) terjadinya pertumbuhan bakteri patogen

disebabkan oleh suhu yang melampaui batas serta Kontaminasi bakteri dari

peralatan serta peningkatan pertumbuhan bakteri, sehingga jika suhu bahan baku

melampaui batas. Suhu melampaui batas dapat menyebabkan dekomposisi bahan

baku dan pertumbuhan bakteri patogenik dan Bahaya ini dapat dikendalikan

dengan SSOP dan GMP tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan

medium sehingga tidak termasuk bahaya signifikan.

3.) Penyortiran

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (e.coli,

Salmonella, V. Cholera), dikarenakan suhu melampaui batas sehingga terjadi

peningkatan pertumbuhan bakteri, tingkat resiko peluang bahaya low dan

keparahan medium sehingga tidak termasuk bahaya signifikan karena bahaya

biologi pada tahapan ini dapat di lakukan pencegahan dengan Suhu dijaga 5ºc atau

dibawahnya, serta peningkatan pertumbuhan bakteri.

35

Jenis potensi bahaya fisik pada tahap ini terdapat kesalahan size / ukuran,

hal ini disebabkan oleh kesalahan oleh pekerja saat penyortiran, tingkat resiko

peluang bahaya low dan keparahan medium sehingga tidak termasuk bahaya

signifikan karena bahaya pada tahap ini dapat dikendalikan dengan GMP dan

dapat dilakukan tndakan pencegahan pada tahap selanjutnya bahan dapat

dieliminasi.

4.) Penimbangan I

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (e.coli,

Salmonella, V. Cholera), disebabkan karena Kontaminasi bakteri dari

peralatan sserta peningkatan pertumbuhan bakteri, tingkat resiko peluang

bahaya low dan keparahan medium sehingga tidak termasuk bahaya signifikan

karena bahaya biologi pada tahapan ini dapat dikendalikan dengan penerapan

SSOP dan pada tahap ini dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan cara

Pengendalian bahaya dengan memastikan kebersihan peralatan yang digunakan.

5.) Pengopekan

Jenis potensi bahaya biologi pada tahahap ini terdapatnya bakteri (e.coli,

Salmonella, V. Cholera), dikarenakan suhu melampaui batas ehingga terjadi

peningkatan pertumbuhan bakteri dan dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP.

tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan medium sehingga tidak

termasuk bahaya signifikan karena bahaya biologi pada tahapan ini dapat di

lakukan pecegahan Pengentrolan Kebersihan karyawan serta melakukan

penanganan dengan cepat oleh pekerja.

Jenis potensi bahaya fisik pada tahap ini, masih adanya benda yang tidak

diinginkan dalam produk karena penanganan oleh pekerja yang tidak memeadai

tingkat resiko peluang bahaya medium dan keparahan low sehingga tidak

termasuk bahaya signifikan karena bahaya fisik pada tahapan ini dapat di

lakukan pencegahan dengan GMP Pengawasan latihan personil dan kebersihan

karyawan.

6.) Penimbangan II

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (E.Coli,

Salmonella thyfosa,V. Cholera) kontaminasi bakteri patogen dari peralatan

tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan low sehingga termasuk bahaya

36

signifikan, Bahaya dapat dikendalikan dengan SSOP Kebersihan peralatan dan

pekerja selalu dikontrol.

Jenis potensi bahaya adanya bahan yang masih tidak bersih dikarenakan

kesalahan pekerja tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan medium

sehingga tidak termasuk bahaya signifikan karena dapat dikendalikan dengan

GMP dan SSOP, dan dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan cara

Pengawasan latihan personil dan kebersihan karyawan.

7.) Tumbling

Jenis potensi bahaya biologi pada tahapan ini terdapatnya bakteri (E.Coli,

Salmonella, V. Cholera) terjadinya pertumbuhan bakteri patogen dari kontaminasi

Alat pemutar tumbling yang kurang bersih resiko peluang bahaya low dan

keparahan medium sehingga tidak termasuk bahaya signifikan, karena bahaya

biologi pada tahapan ini dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP, hal ini dapat

dicegah dengan Kebersihan alat dan pekerja selalu dikontrol.

Jenis potensi bahaya kimia pada tahap ini terdapat kadar yang garam

tinggi, dikarenakan kesalahan takaran saat proses, resiko peluang bahaya low dan

keparahan medium sehingga tidak termasuk bahaya signifikan, karena bahaya

dapat dikendalikan dengan Penggunaan takaran sesuai ketentuan, hal ini dapat

dicegah dengan pengawasan pekerja selalu dikontrol.

8.) Pencucian

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (E.Coli,

Salmonella, V. Cholera) terjadinya pertumbuhan bakteri patogen dari kontaminasi

penggunaan air yang tidak sesuai baik metode maupun persyaratan air tingkat

resiko peluang bahaya low dan keparahan low sehingga tidak termasuk bahaya

signifikan, karena bahaya biologi pada tahapan ini dapat di lakukan pencegahan

dengan GMP dan SSOP menggunakan air mengalir dan persyaratan air minum.

9.) Penyusunan (IQF)

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (E.Coli,

Salmonella, V. Cholera) pertumbuhan bakteri patogen yang disebabkan karena

kontaminasi dari penanganan yang buruk tingkat resiko peluang bahaya low dan

keparahan medium sehingga tidak termasuk bahaya signifikan karena bahaya

biologi pada tahapan ini dapat di lakukan pencegahan dengan SSOP menjaga

37

Kebersihan peralatan dan pekerja selalu dikontrol.

Jenis potensi bahaya fisik pada tahap ini dapat terjadi kesalahan

peletakkan kode dan penyusunan grade hal ini disebabkan oleh kurangnya

ketelitian pekerja tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan medium

sehingga tidak termasuk bahaya signifikan karena bahaya biologi pada tahapan ini

dapat di lakukan pencegahan.

10.) Pembekuan

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (E.coli,

salmonella thyfosa, vibrio cholera) Pertumbuhan bakteri pembusuk yang

dissebabkan akibat kontrol suhu yang tidak terjaga kebersihanya dan tidak

ditangani dengan baik tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan low

sehingga tidak termasuk bahaya signifikan pertumbuhan bakteri pembusuk

seiring dengan menurunya kontrol suhu selama pembekuan. Pada tahap ini dapat

dilakukan tindakan pencegahan dengan mengatur temperatur contack freezer

harus mencapai -18ºC atau lebih rendah.

Jenis potensi bahaya fisik pada tahapan ini terjadi kehilangan cairan pada

bahan dikarenakan suhu dan waktu yang tidak sesuai dengan ketentuan, tingkat

resiko peluang bahaya low dan keparahan medium sehingga tidak termasuk

bahaya signifikan karena dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP, tahap ini

dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan pengawasan pekerja selalu

dikontrol.

11.) Pendeteksi logam

Jenis potensi bahaya fisik pada tahap ini terdapatnya Serpihan Logam

(Pb,Cd,Hg,As), selama proses selama penanganan berlangsung tingkat resiko

peluang bahaya medium dan keparahan medium sehingga termasuk bahaya

signifikan Serpihan logam dapat masuk selama penanganan Setiap produk harus

dilewatkan di mesin metal detector, pemeriksaan alat dilakuakn dengan

melakukan kalibrasi, setiap 1 jam sekali sselama proses produksi.

12.) Pengemasan

Jenis potensi bahaya pada tahap ini terdapatnya bakteri (E.coli, salmonella

thyfosa, vibrio cholera) Pertumbuhan bakteri patogen yang disebabkan

kontaminasi dari pengemasan yang tidak dijaga kebersihanya dan tidak ditangani

38

dengan baik tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan medium sehingga

tidak termasuk bahaya signifikan bahaya dapat dikendalikan dengan SSOP

dengan melakukan Pemeriksaaan kebersihan bahan pengemas.

13.) Penyimpanan

Jenis potensi bahaya fisik pada tahap ini kehilangan cairan akibat fluktuasi

suhu yang cukup tinggi tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan low

sehingga tidak termasuk bahaya signifikan bahaya dapat dikendalikan dengan

GMP dilakukan pemantauan terhadap suhu tempat penyimpanan secara

periodik.

14.) Pemuatan ekspor / stuffing

Jenis potensi bahaya biologi pada tahap ini terdapatnya bakteri (E.coli,

salmonella thyposa) Pertumbuhan bakteri patogen yang berasal dari karyawan dan

box thermoking tingkat resiko peluang bahaya low dan keparahan medium

sehingga tidak termasuk bahaya signifikan bahaya dapat dikendalikan dengan

GMP dan SSOP, pada tahap ini dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan cara

Kontainer didinginkan dulu sampai suhu -18 derajat celius sebelum dimuat ekspor

dan kontainer dibuka tidak lebih dari 2 jam.

4.4.2 Penentuan Titik kendali Krisis (Critical Control Point)

Tujuan dari menentukan titik kritis adalah menentukan suatu kondisi dapat

biterima atau tidak sehingga harus ditetapkan secara spesifik. Menentukan titik

kritis harus disesuaikan dengan standar yang ditetapkan pihak konsumen baik

lokal maupun konsumen luar. Standar yang ditetapkan berupa batasan kritis fisik,

kimia dan biologi pada proses maupun produk akhir yang dikirim.

Setiap bahaya pada tahapan proses yang memiliki bahaya signifikan

diidentifikasi untuk menentukan apakah bahaya tersebut dapat dikatakan critical

conttrol point dengan menggunakan pohon keputusan (diccision tree).

Berdasarkan hasil identifikasi bahaya menggunakan pohon keputusan

(diccision tree) PT. Anugerah samudera hindia menetapkan 2 titik sebagai critical

control point (ccp), penerimaan bahan baku sebagai ccp 1 dan pendeteksian

logam sebagai ccp 2.

Penentuan suatu TKK dalam sistem HACCP dapat dipermudah

dengan penerapan pohon keputusan yang menujukkan suatu pendekatan

39

pemikiran yang logis. Penerapan pohon keputusan sebaiknya feksibel. adapun

penentuan ccp menggunakan disccision tree di perusahaan dapat di lihat pada

lampiran.

CCP 1. Penerimaan bahan baku

Bahaya potensial : Logam berat (Pb,Cd,Hg,As).

P1 : Apakah ada tindakan pengendalian yang

bersifat mencegah...?

Jawab : Ya, ada tindakan pencegahan untuk memastikan

bahaya fisik Keikut sertaan benda-benda asing pada

produk

P2 : Apakah tahapan dirancang khusus untuk

menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin

terjadi sampai tingkat yang dapat diterima...?

Jawab :Tidak , tahapan ini tidak dapat menghilangkan bahaya

oleh keikutsertaan benda asing pada produk, sehingga

dapat membahayakan kesehatan konsumen.

P3 :Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang

diidentifikasi terjadi melebihi tingkat yang dapat diterima

atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak

dapat diterima....?

Jawab : Ya, bahaya benda asing dan logam berat dapat meningkat

melebihi batas maksimal yang dapat ditetapkan oleh

perusahaan disebabkan karena penanganan yang kurang

bersih dari suplayer

P4 : Akankah langkah berikutnya menghilangkan bahaya yang

teridentifikasi atau mengurangi kemungkinan terjadinya

sampai tingkatan yang dapat di terima...?

Jawab : Tidak, pada tahapan berikutnya tidak dapat

menghilangkan bahaya logam berat.

Hasil dari identifikasi ccp 1 tahapan penerimaan bahan baku, pada

pertanyaan 1 hasil pertanyaan “Ya” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan

selanjunya, pada peryaataan 2 hasil pertanyaan “tidak” sehingga dianjutkan ke

40

pertanyaan ke 3 hasil pertanyaan “ya” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan 4 hasil

pertanyaan “tidak”, sehingga tahap pada penerimaan bahan baku dikatakan ccp I.

CCP 2. Metal detecting

Bahaya potensial : Serpihan Logam (Fe, Sus, Non Fe)

P1 : Apakah ada tindakan pengendalian yang

bersifat mencegah...?

Jawab : Ya, ada tindakan pencegahan untuk memastikan

bahaya fisik Keikut sertaan benda-benda asing pada

produk

P2 : ada tindakan pencegahan untuk memastikan bahaya

fisik Keikut sertaan benda-benda asing pada produk

Jawab : Ya, tahapan ini khusus dirancang untuk

menghilangkan bahaya fisik keikutsertaan benda asing

pada produk

Hasil dari identifikasi ccp 2 tahapan metal detecting, pada pertanyaan 1 hasil

pertanyaan “Ya” sehingga dilanjutkan ke pertanyaan selanjunya, pada

peryawataan 2 hasil pertanyaan “ya” sehingga pertanyaan berhenti dan pada

tahappan mesin metal detecting dinyatakan ccp 2

4.4.3 Penentuan batas Krisis

Dalam menetapkan batas kritis setiap CCP perusahaan mengacu pada

permintaan buyer yang dikombinasikan dengan peraturan negara indonesia serta

referensi dari regulasi FDA. Adapun batas kritis pada setiap critical control point

yang ditetapkan perusahaan sebagai berikut:

1. CCP 1. Penerimaaan bahan baku

Tahap proses : Penerimaan bahan baku

Bahaya potensial : Logam berat(Pb,Cd,Hg,As).

Batas kritis : Octopus: <0,5 ppm ,Cd max : <1,0 ppm, Pb max: <1,0

ppm, As max: <0,1 ppm

Referensi : FDA Dan SNI 01-6941.3-2002 Standar pengolahan gurita

beku.

41

Beradasarkan referensi yang terkait penetapan batas kritis yang digunakan

di PT. Medan Tropical Canning And Frozen Industries pada bahaya proses

penerimaan bahan baku sudah sesuai.

2. CCP 2. Pendeteksi logam

Tahap proses : Pendeteksi logam

Bahaya potensial : Serpihan Logam (Fe, Sus, Non Fe)

Batas kritis : Tidak boleh ada Serpihan logam yang terdeteksi Pada

produk saat melalui Metal detector yang ukuran metal

lebih dari standard: Standard Fe :1.5 mm Standard Sus:

2.5 mm Standard non Fe : 2.0 mm.

Referensi : FDA Dan SNI 01-6941.3-2002 Standar pengolahan gurita

beku.

Beradasarkan referensi yang digunakan di PT. Medan Tropical Canning

And Frozen Industries pada penetapan batas kritis CCP Metal detecting sudah

sesuai dengan standar regulasi FDA dan SNI.

4.4.4 Pemantauan batas kritis ccp

Pemantauan merupakan suatu tindakan yang terencana dan berurut dari

suatu observasi untuk mengetahui apakah batas kritis CCP pada setiap tahapan

proses melampaui yang ditetapkan.

Tujuan penegendalian CCP pada tahapan proses untuk

mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi pada suatu CCP, Menurut Winarno

(2012) monitoring dalam konsep HACCP adalah tindakan dari pengujian atau

observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP.

Kegiatan ini untuk menjamin bahwa batas kritis tidak terlampaui.

Pemantauan yang dilakukan di perusahaan menggunakan komponen yang

terlibat dalam monitoring berdasarkan kaidah 4W + 1H. (What) apa yang

dimonitoring, (who) siapa yang akan melakukan monitoring, (when dan where)

kapan dan dimana akan dilakukan monitoring, (how) bagaimana cara

memonitornya, hal ini juga sesuai dengan SNI CAC/ RCB 1:2011.Pemantauan

merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal atas suatu CCP yang

berhubungan dengan batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus mampu untuk

mendeteksi hilangnya pengendalian pada CCP. Adapun pengendalian yang

42

dilakukan di perusahaan sebagai berikut:

1.) CCP 1. Penerimaan bahan baku

Pemantauan pada CCP penerimaan bahan baku dengan bahaya kimia

logam berat dilakukan oleh Quality control dengan evaluasi secara sensorik, bau,

warna, kenampakan disetiap kedatangan perbasketnya.

2.) CCP 2. Pendeteksi logam/ Metal detector

Pemantauan pada CCP metal detecting dengan bahaya metal inclusion

dilakukan oleh Quality control menggunakan metal detector pada setiap produk

untuk pengujian serpihan logam semua produk harus melewati metal detector.

4.4.5 Penetapan tindakan koreksi

Penetapan tindakan koreksi yang dilakukan di perusahaan

berdasarkan hasil pemantauan terhadapap CCP ketika suatu penyimpangan

(deviasi) terjadi melampaui batas kritis maka tindakan koreksi harus dilakukan.

Tindakan koreksi bertujuan untuk melakukan koreksi, menghilangkan

penyebab penyimpanangan dan mengembalikan kontrol proses. Tindakan

perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP dalam sistem

HACCP agar dapat menangani penyimpangan bila terjadi (SNI CAC/RBB

1:201).

Tindakan-tindakan harus menjamin bahwa CCP telah berada di bawah

kendali, tindakan yang dilakukan harus mencakup disposisi yang tepat dari

produk yang terpengaruh prosedur tindakan koreksi yang dilakukan di

perusahaan di lakukan melalui beberapa tahapan. Adapun tindakan koreksi yang

dilakukan pada setiap ccp adalah sebagai berikut:

1.) CCP 1. Penerimaan bahan baku

Tindakan koreksi yang dilakukan pada tahap ini jika produk tidak sesuai

dengan permintaan awal, maka ditolak apabila tidak sesuai dengan standart

spesifikasi.

2.) CCP 2. Pendeteksi logam/ Metal detector

Tindakan koreksi yang dilakukan pada tahap ini Jika produk yang di

lewatkan pass / no metal maka produk di rilist, namun jika produk fail maka

dilakukan pengecekan ulang dengan mengubah posisi produk dan jika produk

masih fail maka produk di bongkar menjadi tiga bagian dan di lakukan

43

pengecekan ulang terhadap 3 bagian produk, setiap 1 jam sekali dilakukan

kalibrasi mesin metal detector menggunakan test pieces.

4.4.6 Verifikasi

Verifikasi yang dilakukan di perusahaan bertujuan untuk menentukan

efektif atau tidaknya suatu sistem menejemen penerapan HACCP, verifikasi yang

dilakukan di perusahaan terdiri dari verifikasi internal dan eksternal.

verifikasi internal yang dilakukan di perusahaan di lakukan Quality

control setiap hari dan setiap 3 bulan sekali untuk verifikasi eksternal

dilakukan oleh pihak BKIPM kota Medan setiap 3 bulan sekali.

Elemen verifikasi yang dilakukan di perusahaan terdiri dari validasi,

verifikasi ccp, Verifikasi sitem HACCP yang dilakukan dengan audit dan

pengujian, dan Verifikasi ekstenal yang dilakukan lembaga pemerintah Verifikasi

dan metode audit, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara

acak dan analisa dapat digunakan untuk menentukan sistem HACCP bekerja

secara benar (SNI CAC/RCB 1 : 2011).

4.4.7 Dokumentasi

Sistem dokumentasi perusahaan di lakukan dengan baik, semua dokumen

yang berhubungan dengan penerapan HACCP dalam bentuk hard copy dan soft

copy yang terpelihara, tertata, dan disimpan dengan baik sehingga informasi

dapat terdokumentasi dan mudah untuk dilakukan penelusuran kembali.

Dokumen yang ada diperusahaan terdiri dari panduan manual HACCP,

prosedur dokumen pendukung, instruksi kerja, dan form pemeriksaaa, masa

berlaku dokumen yang digunakan berumur 5 tahun setelah itu dokumen akan

dimusnakan.

Pemeliharaan rekaman yang efisien dan akurat merupakan hal penting

dalam penerapan sistem HACCP dokumentasi dan pemeliharaan rekaman

sebaiknya sesuai dengan sifat dan ukuran operasi dan cukup dapat membantu

perusahaan untuk memverifikasi bahwa pengendalian HACCP berjalan dan

terpelihara (SNI CAC/RCB 1: 2011).

44

4.5. Cara Penanganan Critical Control Point (CCP)

A. Cara Penanganan Penerimaan bahan baku

Pada proses penerimaan bahan baku dilakukan pencegahan dengan cara

bahan gurita segar (O.Vulgaris) yang datang diberikan beberapa prosedur awal

untuk pengecekan yaitu cek suhu, uji organoleptik dan uji laboratorium.

Pengecekan pada bahan baku bertujuan untuk menghindari adanya bahaya yang

terkandung dari bahan baku. Bahaya tersebut bisa berupa natural toxin, logam

berat ataupun mikroorganisme.

Pada saat bahan gurita segar (O.Vulgaris) datang dilakukan pengujian

organoleptik oleh quality control bagian penerimaan. Hasil uji organoleptik ikan

harus menunjukkan ikan masih dalam kondisi yang baik atau segar. Gurita dengan

kualitas baik adalah gurita Aroma = segar, Kenampakan = utuh, warna= keabu-

abuan, Berlendir, Tentakel kembang sempurna. Pernyataan ini didukung oleh

Badan Standarisasi Nasional (2002).

Bahan baku yang diterima dari supplier diambil sampel untuk dilakukan

uji laboratorium untuk mengetahui mutunya. Pengambilan sampel uji dilakukan

berbeda untuk setiap jenisnya. Apabila sampel uji berupa raw material, maka

produk diambil secara acak dari truk supplier yang datang oleh analis yang

bertugas mengambil sampel. Apabila sampel berupa produk finished good, maka

yang bertugas mengambil sampel adalah petugas quality control yang selanjutnya

diserahkan kepada analis.

PT. Medan Tropical Canning And Frozen Industries melaksanakan semua

uji mikrobiologi yang ditetapkan sebagai standar mutu oleh Badan Standardisasi

Nasional. Pengujian mikrobiologi yang dilaksanakan yaitu Total Plate

Count/Angka Lempeng Total, Coliform, E. coli, Salmonella sp., Staphylococcus

aureus, dan Listeria monocytogenes. Parameter mikrobiologi yang diuji adalah

Escherichia coli dan Salmonella sp. karena kedua bakteri tersebut telah

mewakili dua metode pengujian mikrobiologi, yaitu kuantitatif dan kualitatif.

Standar maksimum yang ditetapkan oleh BSN untuk masing-masing

mikroorganisme tersebut sesuai dengan SNI 7388:2009.

45

Tabel 10. Batas maksimum cemaran mikroba yang diuji di PT. MTC

I. Microbiological

test

Standart Metode uji

ALT(Angka lempeng

total)

E.Coli (MPN/g) ≤ 3 SNI 01-2332.1-2015

Salmonella / 25 g Negative SNI 012332.2

Vibrio cholerae/ 25 g Negative SNI 012332.4

II.Chimical

Examination

Standart Metode Uji Standart Metode Uji

Hg (mg/kg) Max 0.5 SNI 2354.6:2016

Cd (mg/kg) Max 1.0 SNI 2354.5:2011

Pb (mg/kg) Max 1.0 SNI 2354.5:2011

Color - Fresh creamy – white, no

heavy pink,pinkish < 3%

Fresh/normal Fresh Characteristic Texture Firm

Firm Even appearance

Foreign Material No Foreign Material Sumber: PT.Medan Tropical Canning

Proses penerimaan menentukan gurita yang diterima layak atau kurang

layak untuk diolah menjadi produk. Barang yang ditolak akan dikembalikan

kepada supplier yang bersangkutan. Selain dikembalikan PT. Medan Tropical

Canning juga melakukan pengecekan dan pembinaan pada supplier agar

dikemudian hari menjaga kualitas bahan baku yang dikirim. Pembinaan yang

diberikan mengenai cara penangkapan yang baik, cara menyimpan hasil

tangkapan, transportasi yang baik penggunakan bahan kimia berbahaya seperti

formalin, Klorin dan beberapa prosedur lain yang membantu meningkatkan

kualitas bahan baku.

B. Cara Penanganan Metal Detector

Pada proses metal detecting dilakukan untuk memastikan produk tidak

mengandung logam saat diekspor, dengan cara menanganinya dengan

menggunakan alat yang disebut dengan metal detector. Cara menggunakan alat

tersebut yaitu jika produk yang di lewatkan pass / no metal maka produk di

rilist, namun jika produk fail Maka dilakukan pengecekan ulang dengan

mengubah posisi produk dan jika produk masih fail maka produk di bongkar

menjadi tiga bagian dan di lakukan pengecekan ulang terhadap 3 bagian

produk, setiap 1 jam sekali dilakukan kalibrasi mesin metal detector

menggunakan test pieces.

46

Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu

logam berat tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup di

lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan. Sedimen yang berada di dasar

perairan merupakan habitat bagi biota bentik, dan juga menjadi salah satu daerah

perangkap bagi logam berat (Munandar et al., 2016; Husna et al., 2017) terutama

mengendap di dasar perairan membentuk senyawa komplek bersama bahan

organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi.

47

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan Kerja Praktik

Akhir (KPA) ini adalah sebagai berikut :

1. Proses produksi gurita beku (O.Vulgaris ) meliputi: Penerimaan bahan baku,

penampungan sementara, penyortiran, penimbangan 1, pengopekan,

penimbangan 2, tumbling, pencucian, penyusunan, pembekuan, metal

detecttor, pengemasan, penyimpanan, pemuatan ekspor/ stuffing.

2. Identifikasi Potensi bahaya di PT. Medan Tropical Canning & Frozen

Industri sudah diterapkan dengan baik,dengan menerapkan 7 prinsip Haccp

sebagai penunjang untuk mengidentifikasi potensi bahaya dengan analisa

bahaya, Identifikasi Titik kritis (CCP), menentukan batas-batas krisis,

monitoring ccp, tindakan koreksi, verifikasi dan dokumentasi. Sehingga dapat

diidentifikasi jenis bahaya dan tindakan pencegahan pada setiap tahapan

proses pembekuan gurita. Pada penerimaan bahan baku (Ccp 1) dan

Pendeteksian logam (Ccp 2).

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari pelaksanaan Kerja Praktik

Akhir (KPA) ini adalah sebagai berikut :

1. Pada pintu masuk ruang proses sebaiknya dipisahkan bagian antara pintu

masuk dan pintu keluar, agar tidak terjadi kontaminasi dari karyawan ke

produk.

2. Tetap menjaga sistem rantai dingin guna menjaga suhu pada tiap proses agar

tetap rendah dengan es agar mutu produk tidak menurun.

3. Lebih memperhatikan titik kritis pada setiap alur proses pembekuan

gurita (O.Vulgaris)

48

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan, Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto 2011. Pengawetan dan Penggolahan Ikan. Cetakan ke-17. Kanisius.

Yogyakarta.

Ahmadi, K. dan Estiasih, T. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara.

Jakarta.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. SNI 7968: 2014. ES untuk penanganan

ikan.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. SNI CAC / RCB 1: 2011. Rekomendasi

nasional kode praktis-Prinsip umum haigine pangan

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 01-6941.1.2011. Syarat Mutu

Bahan Baku Gurita. Badan Standarisasi Nasional : Jakarta.

Erlinda, E., Rahardjo, B. (2018). Perancangan HACCP di PT X dengan

mempertimbangkan peraturan pemerintah tentang peraturan pemerintah

tentang antibiotic growth promoters (AGP).Vol 6 2 juli 2018,pp, 293-

106

Hariyadi, P dan R. Dewanti. 2011. Petunjuk Sederhana Memproduksi Pangan

yang Aman. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Husna, J.A., Octavina C., Purnawan S. 2017. Kelimpahan Foraminifera Bentik

pada Sedimen di Perairan Pantai Lamreh, Aceh Besar. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2(1): 66-73.

Kanna, I. 2005. Seri Budaya BULLFROG: Pembenihan Dan

pembesaran.Kanisius. Yogyakarta.

Kunti Farikha, Dkk, 2014. Pengaruh Bentuk Dan Perbedaan Warna Umpan

Tiruan Terhadap Hasil Tangkapan Gurita Pada Alat Tangkap Pancing

Ulur di Perairan Baron, Gunung Kidul, Journal Of Fisheries Resources

Utilization And Tecnology, Volume 3, Nomor 3, H. 275-283.

Megavin, Georgio C. 2010, Ensiklopedia Dunia Hewan (Invetebrata), Jakarta:

Pt.Lentera Abadi.

Munandar, A. Ali A.A., Karina S. 2016. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di

Estuari Kuala Rigaih Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh Jaya.

49

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 1(3): 331-

336.

Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.

Kanisius. Yogyakarta.

Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.

Oo, K.S, Than, S.S, & Oo, T.H. (2019). A Model HACCP Plan for Fish

Seasoning Powder Production. American Journal of Food Science and

Technology. 7(6) : 200-204.

Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis

Dalam Penelitian. ANDI. Yogyakarta.

[SNI] Standar Nasional Indonesia 2014. Es untuk penanganan ikan. SNI No.

7968:2014. Badan Standarisasi Nasional.

Soman R. & Raman M. (2016). HACCP system -hazard analysis and risk

assessment, based on ISO 22000:2005 methodology. Food Control.

Thaheer, Hermawan.2008. system Manajemen HACCP (Hazard Analysis

Critical Control Point). Jakarta. Bumi Aksara. Toha, A.H.A., Jeni. Widodo, N. Hakim, L. dan Sumirto, S.B. 2015. Gurita

Octopus cyanea Raja Ampa. Kons. Biod Raja Ampat 4(8): 4-8.

https://id.wikipedia.org/wiki/Gurita. 2021.

50

LAMPIRAN

51

Lampiran 1. Penentuan Operation Pre-Requisite Program (OPRP)

OPRP Hazard Tindakan

pengendalian

pemantauan Koreksi

langsung

Tindakan koreksi Tanggung

jawab dan

wewenang

dokumen verifikasi

Pendeteksian logam

Fisik : Serpihan Logam (Fe, Sus, Non Fe).

Serpihan logam tidak boleh masuk

selama penanganan

Apa : Produk Untuk pengujian Serpihan logam kapan : saat

melewati metal detector bagaimana : dengan mesin metal detecror siapa: karyawan bagianpendetcsian

Bahan yang terdeteksi logam akan segera

dipisahkan

Setiap produk harus dilewatkan di mesin metal detector, pemeriksaan alat

dilakuakn dengan melakukan kalibrasi, setiap 1 jam sekali sselama proses produksi.

Pesonilbagian pengemasan

form pengecekan metal detector

Pengecekan form dilakukan guna meminimalisir

kesalahan membahayakan konsume

Penyimpanan beku

Fisik : bahan baku kehilangan cairan

Pemantauan fluktuasi suhu yang cukup tinggi

Apa : pengecekan suhu Kapan : 1 jam sekali

Bagaimana : suhu dikontrol sesuai standar yaitu 18°C Siapa : Petugas QC

bahan baku akan di defross

Tindakan pemantauan suhu dan menyimpan bahan yang mencair

QC bagian penyimpanan

Form penyimpanan bahan baku

Pengecekan form penyimanan

TINDAKAN PENGENDALIAN BAHAYA PROSES

52

Lampiran 2. Matrix pengujian resiko

High Risk (1000)

Low Saverty (10)

High Risk =10.000

High Risk (1000)

Medium Saverty (100)

S*r =100.000

High Risk (1000)

High Saverty (1000)

S*r =1,000.000

Medium Risk (100)

Low Saverty (10)

S*r = 1.000

Medium Risk (100)

Medium Saverty (100)

S*r = 10.000

Medium Risk (100)

High Saverty (1000)

S*r = 100.000

Low Risk (10)

Low Saverty (10)

S*r = 100

Low Risk (10)

Medium Saverty (100)

S*r = 1000

Low Risk (10)

High Saverty (1000)

S*r = 10.000

Ket : L (Low Risk) : resiko rendah

M (Medium Risk) : resiko sedang

H (High Risk ) : resiko tinggi

A L L Not signifikan

B L M Not signifikan

C L

M

M

H

H

H

M

H

M

H

Signifikan

Signifikan

Signifikan

Signifikan

Signifikan

High

Risk

Low

Risk

53

Lampiran 3 . Analisa Bahaya

No

Tahapan

Proses

Bahaya Potensial Penyebab Bahaya Resiko Signifikan

Alasan

Tindakan Pencegahan Peluang

L/M/H

Keparahan

L/M/H

Yes

No

1.

Penerimaan

Bahan Baku

Fisik Benda asing

atau kotoran

Masuknya benda asing

kedalam bahan baku selama

penanganan dan pengiriman

L M √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

GMP

melakukan proses

pengolahanyang baik dan

pemeriksaan secara visual

pada proses penerimaan

bahan baku

Biologis Dekomposisi dan

Pertumbuhan

bakteri

(E.Coli,

Salmonella

thyfosa,V.

Cholera)

Suhu melampaui batas L M √ Suhu melampaui batas

dapat menyebabkan

dekomposisi bahan

baku dan pertumbuhan

bakteri patogenik

Pemeriksaan suhu dan

kesegaran bahan baku

pada saat penerimaan

Kimia Logam berat

(Pb,Cd,H

g,As).

Kontaminasi asal bahan baku M M √ Berbahaya bagi

kesehatan

konsumen jika

produk

terkontaminasi

logam berat

(Pb,Cd,Hg,As)

.

melakukan

prosespemeriksaan secara

visual pada proses

penerimaan bahan baku.

54

Penanganan Bahan Baku Segar

2.

Penampungan

sementara

Biologis Pertumbuhan

bakteri

(E.Coli,

Salmonella

thyfosa,V.

Cholera)

-Suhu melampaui batas L M √ -Suhu melampaui

batas dapat

menyebabkan

dekomposisi bahan

baku dan

pertumbuhan bakteri

patogenik

-

-Kontaminasi bakteri dari

peralatan serta peningkatan

pertumbuhan bakteri

- Bahaya dapat

dikendalikan dengan

SSOP dan GMP

3.

Penyortiran

Biologi Pertumbuhan

bakteri

(E.Coli,

Salmonella

thyfosa,V.

Cholera)

Suhu melampaui batas L M √ Suhu dijaga 5ºc atau

dibawahnya

Kimia Tidak ada Tidak ada L M √ Tahapan berikutnya dapat

dieliminasi

55

fisik Kesalahan size Kesalahan pekerja bahaya dapat

dikendalikan dengan

GMP

4.

Penimbanga n

I

Biologi E.Coli,

Salmonella,

V. Cholera

Kontaminasi bakteri dari

peralatan sserta peningkatan

pertumbuhan bakteri

L M √ Bahaya dapat

dikendalikan

dengan SSOP

Pengendalian bahaya

di lakukan dengan

memastikan kebersihan

peralatan yang digunakan

5.

Pengopekan

Biologi E.Coli,

Salmonella,

V. Cholera

(pertumbuha

n bakteri)

Suhu melampaui batas

L M √ Suhu dijaga 5ºc atau

dibawahnya

Dapat dikendalikan

dengan GMP DAN

SSOP

Pengentrolan

Kebersihan karyawan

serta melakukan

penanganan dengan cepat

oleh pekerja terlatih, fisik Tidak bersih Kesalahan pekerja L M √ Dapat dikendalikan

dengan penerapan

GMP

Pengawasan

latihan

personil

dan kebersihan

karyawan 6.

Penimbangan II

Biologi Pertumbuhan

bakteri

(E.Coli,

Salmonella

thyfosa,V.

Cholera)

Kontaminasi peralatan yang

kurang bersih

L M √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

GMP dan SSOP

Pekerja selalu

dikontrol

56

fisik Berat kurang Timbangan tidak sesuai L L √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

SSOP dan GMP

Pengawasan

pekerja

selalu

dikontrol

kimia Tidak ada Tidak ada L M √

7.

tumbling

Biologi Pertumbuhan

bakteri(E.Coli,

Salmonella

thyfosa,V.

Cholera)

Alat pemutar tumbling yang

kurang bersih

L M √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

SSOP dan GMP

Kebersihan

alat dan

pekerja selalu

dikontrol

kimia Kadar garam

tinggi

Kesalahan takaran L M √ Penggunaan takaran

sesuai ketentuan.

Pengawasan

pekerja

selalu

dikontrol

8.

pencucian

Biologi Pertubuhan

bakteri (E.Coli,

Salmonella

thyfosa,V.

Cholera)

Penggunaan air tidak sesuai

metode maupun persyaratan

L L √ -Bahaya dapat

dikendalikan dengan

SSOP dan GMP

Menggunakan

air mengalir

dan

persyaratan air

minum

57

9.

Penyusunan

(IQF)

Biologi Pertubuhan

bakteri

(E.Coli,Salmon

ella thyfosa,V.

Cholera)

Kontaminasi penanganan yang

buruk

L M √ -Bahaya dapat

dikendalikan dengan

SSOP dan GMP

Kebersihan

peralatan

dan pekerja

selalu

dikontrol fisik -kesalahan

grade

- kesalahan

kode

Kesalahan pekerja L M √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

GMP

10.

Pembekuan

biologi Pertumbuhan

bakteri(E.Coli,

Salmonella

thyfosa,V.

Cholera)

Pertumbuhan bakteri

pembusuk yang dissebabkan

oleh kontrol suhu yang tidak

terjaga kebersihanya dan tidak

ditangani dengan baik

L M √ Pertumbuhan bakteri

pembusuk seiring

dengan menurunya

kontrol suhu

selama pembekuan

Temperatur

contack

ffeezer harus

mencapai

-18ºC atau

lebih rendah Fisik Kehilangan

cairan

Waktu dan suhu tidak sesuai

L M √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

GMP dan SSOP

Pengawasan

pekerja

selalu

dikontrol

11.

Metal detector

fisik Serpihan

Logam

(Fe, Sus,

Non Fe).

Masuk nya serpihan logam

selama proses selama

penanganan berlangsung

M M √ Serpihan logam

dapat masuk

selama penanganan

Setiap produk harus

dilewatkan di mesin metal

detector, pemeriksaan alat

dilakuakn dengan

melakukan kalibrasi,

setiap 1 jam sekali

sselama proses produksi

58

12.

pengemasan

Biologi Pertumbuha

n bakteri

(E.Coli,Salmon

ella thyfosa,V.

Cholera)

Pertumbuhan bakteri

patogen yang disebabkan

kontaminasi dari pengemasan

yang tidak dijaga dan

ditangani denga baik

L M √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

GMP dan SSOP

Pemeriksaaan

kebersihan bahan

pengemas

13.

penyimpanan

fisik Kehilangan

cairan

fluktuasi suhu yang cukup

tinggi

L M √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

GMP dan SSOP

Dilakukan pemantauan

terhadap suhu tempat

penyimpanan secara

periodik

14.

Pemuatan ekspor

/ stuffing

Biologi Pertumbuha

n bakteri

(E.Coli,Salmon

ella thyfosa,V.

Cholera)

Pertumbuhan bakteri yang

berasal dari karyawan dan

box thermoking

L M √ Bahaya dapat

dikendalikan dengan

GMP dan SSOP

Kontainer didinginkan

dulu sampai suhu -18

derajat celius sebelum

dimuat ekspor dan

kontainer dibuka tidak

lebih dari 2 jam

59

Lampiran 4. Penentuan CCP

No Tahapan

Proses Bahaya

Potensial P1

Apakah ada

tindakan

pengendalian

yang bersifat

mencegah Jika

ya: lanjutkan P2

Jika tidak:

bukan

CCP/stop

P2

Apakah tahapan

dirancang khusus

untuk

menghilangkan

atau mengurangi

bahaya

yang mungkin

terjadi sampai

tingkat yang dapat

diterima

Jika ya: CCP

Jika tidak : lanjut P3

P3

Dapatkah

kontaminasi dengan

bahaya yang

diidentifikasi terjadi

melebihi tingkatan

yang dapat diterima

atau dapatkah ini

meningkat sampai

tingkatan yang tidak

dapat diterima

Jika ya: lanjut P4

Jika tidak: stop/CCP

P4

Akankah langkah

berikutnyamenghilan

gk an bahaya yang

teridentifikasi atau

mengurangi

kemungkinan

terjadinya sampai

tingkatan yang dapat

di terima

Jika ya: bukan

CCP Jika tidak:

CCP

CCP/

Not

CCP

1. Penerimaan bahan baku

- Foreign matter (rumput,

batu, plastik,

kayu).

-Microrganisme (parasit, e coli,

salmonella, vibrio

-Logam berat(Pb,Cd,

Hg,As).

Yes No Yes No CCP 1

2 Pendeteksi logam (metal detector)

- Serpihan Logam

(Fe, Sus, Non Fe).

Yes Yes - - CCp 2

60

Lampiran 5. Monitoring CCP

CCP Bahaya

potensial

Batas

kritis

Monitoring Tindakan koreksi Verifikasi Dokumentasi

Apa Kapan Bagaimana Siapa

1 Penerima

an bahan

baku

Kimia Logam

berat(Pb,Cd,

Hg,As).

Octopus:

-Hg max : <0,5 ppm

-Cd max :

<1,0 ppm

-Pb max:

<1,0 ppm

As max:

<0,1 ppm

a. Bau

b. Warna

c.Tekstur

Setiap

kedatangan

perbasket

Evaluasi

secara sensorik

QC

Personil

Ditolak apabila

tidak sesuai dengan spesifikasi

Pemeriksaan

laporan harian

oleh QA

Form

penerimaan

bahan baku

2 Pendeteksi logam (metal

detector)

Serpihan logam

tIdak boleh ada

Serpihan logam

yang terdeteksi

Pada produk saat melalui

Metal detector

yang ukuran

metal lebih

dari standard:

Standard

Fe : 1.5 mm

Standard

Sus:2.5 mm

Standard

non Fe : 2.0 mm

Produk

untuk

pengujian

serpihan logam

Semua

produk harus

dicek melalui

metal

detector

Melalui

metal

detector

QC

Personi

l

Jika produk yang di lewatkan

pass/ no metal maka produk di

rilist, namun jika produk

fail Maka dilakukan pengecekan

ulang dengan mengubah posisi

produk dan jika produk masih

fail maka produk di bongkar

menjadi tiga bagian dan di

lakukan pengecekan ulang

terhadap 3 bagian produk, setiap

1 jam sekali dilakukan kalibrasi

mesin metal detector

menggjnakan test pieces.

.

-Ulasan harian

pemantauan -Mengembalikan

standar sensivitas

metal detector -kaiibrasi harian

dan tahunan metal

detector -Program pelatihan

Laporan

metal

detecting

61

Lampiran 6. Wawancara kepada narasumber

No Pertanyaan Hasil Wawancara

1. Apakah nama perusahaannya? PT. Medan Tropical Canning And Frozen Industries

2. Dimanakah alamat perusahaan ini?

a. Kantor b. Pabrik

a. Jl. KL Yos Sudarso KM 10,5 Kawasan industri medan,

JL. Pulau Kangean No.1, MABAR, Kec.Medan Deli, Kota

Medan, Sumatera Utara 20242.

b.Jl. KL Yos Sudarso KM 10,5 Kawasan industri medan,

JL. Pulau Kangean No.1, MABAR, Kec.Medan Deli, Kota

Medan, Sumatera Utara 20242.

3. Kapan berdirinya perusahaan ini? 1984

4. Produk apa saja yang ada di perusahaan ini? Pengalengan, Tuna masak beku dan pembekuan gurita.

5. Kemanakah tujuan pemasarannya? Asia dan Eropa

6. Apa nama merk produk di perusahaan ini? Vinisi dan Giant Octopus

7. Produk apa yang menjadi produk inti di UPI ini? Giant Octopus

8. Berapakah kapasitas produksi di perusahaan? 3 ton

9. Berapakah jumlah karyawan di ruang produksi? 30

10. Bagaimanakah struktur organisasi di perusahaan

ini?

Manager direktur, Vice Managing Director, Secretary,

Manager, Human Resources, Procurement, Workshop,

Supervisor, , QC, Financial & Accounting, karyawan.

11. Kapan pembagian jam kerja karyawan ruang

produksi?

Mulai hari Senin hingga Sabtu

Senin s/d jumat : 08: 00 s/d 16.00 pm

Sabtu : 08.00 s/d 14.00 pm

12. Fasilitas apa saja yang ada di perusahaan? Sarana : meja stainless steel, bak stainless, lampu pest control,

lampu, keranjang, timbangan, pisau, mesin bowl cutter,

mesin slicer, mesin pencentak, mesin steamer, mein

coding, mestal detector, mesin freezer, Air blash t freezer

Prasarana : ruang proses dari penerimaan bahan baku hingga stuffing,

loker, toilet,

ruang QC dan Supervisor, pos satpam, mushola

13. Bagaimanakah proses pembuatan produk di

perusahaan ini?

Penerimaan bahan baku, penampungan sementara,

penyortiran, penimbangan 1, pengopekan, penimbangan 2,

tumbling, pencucian, penyusunan, pembekuan, metal

detecttor, pengemasan, penyimpanan, pemuatan ekspor/

stuffing.

14. Apakah identifikasi potensi bahaya sudah

diterapkan sesuai dengan sistem alur proses?

Sudah, disetiap tahapan proses sudah dilakukan analisa

bahaya, guna mengidentifikasi potensi bahaya yang terjadi.

15. Apakah form setiap tahapan proses sudah menjawab

adanya potensi bahaya?

Sudah, dengan pengisian form analisa baya dan monitoring

ccp

62

16. Apakah dengan adanya analisa resiko bahaya

mempermudah dalam pengawasan terjadinya ccp?

Ya, analisa resiko bahaya dapat mempermudah

pengawasan karena termonitoring dengan baik

17. Siapakah yang menentukan potensi bahaya terjadi

ditahapan proses?

QC

18. Pada proses apa telah terjadinya bahaya yang tidak

dapat terkendali?

Penerimaan bahan baku dan metal detector

19 Apakah operator menggunakan langkah

pengendalian prevertif untuk bahaya?

Ya, dengan adanya tindakan preventif maka dapat

mencegah terjadinya potensi terjadinya bahaya

20. Mengapa ccp perlu ditentukan? Untuk mengendalikan bahaya yang kemungkinan dapat

terjadi pada setiap rantai proses pengolahan.

21. Apakah tindakan pencegahan potensi bahaya ini

dapat menghindari resiko terjadinya kontaminasi?

Ya,dengan adanya tindakan pencegahan, maka resiko

teradinya kontaminasi dapat dihindari.

22. Kendala apa yang terjadi saat munculnya bahaya ? Kendala yang terjadi saat Pengidentifikasian yang dilakukan terhadap potensi bahaya, guna pencegahan

timbulnya bahaya adalah kurangnya tingkat kesadaran para

karyawan dan minimnya pengetahuan terhadap pentingnya menerapkan HACCP di industry perikanan.

63

Lampiran 7. Sertifikat Pengolahan PT.MTC

Sertifikat HALAL

64

Sertifikat BRC

65

Sertifikat HACCP

66

Lampiran 8. Processing Plant Lay Out