Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab....
Transcript of Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab....
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
1
ANALISIS TINDAKAN PEDAGOGI GURU PENERIMA PROGAM
CLCC UNESCO PADA PEMBELAJARAN AKTIF KREATIF DAN
MENYENANGKAN (PAKEM) SAINS SD DAN MI
Yanti Herlanti
1
Burhanuddin Milama
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta2
Abstract The Creating Learning Communities for Children (CLCC) Program is a joint program
between the Government of Indonesia, UNESCO and UNICEF and is supporting the
improvement of primary education in a decentralized and democratic environment.
Programming aims to develop approaches that raise the quality of primary education
available to the children. It works mainly at local level and is focused on giving schools
and communities more responsibility for managing their own resources and helping them
to use these resources more effectively. The program consists of three components:
School Based Management (SBM), Community Participation (CP) and Active, Joyful and
Effective Learning (AJEL). In this paper we focus to AJEL. We will analyze pedagogy
steps of science teacher that teach their student with AJEL. Location of this research is
Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten, Indonesia. Two schools
involved in this research, with two teachers and 55 students. From the observation, we
found four indicators of AJEL that optimum implementation, and two indicators was not
optimum implementation, and one indicator was not implementation. From Verbal
Interaction Category Systems (VICS) Method was used to analyze pedagogy steps of
science teacher. From this analyzed, we knew the pedagogy steps of science teacher is
only Informing, so cognitively, students only got Intelligible. CLCC UNESCO program
add the positive value for science teacher, i.e. using process approach in informing of
pedagogy steps. CLCC programs have positive impact for Madrasha Ibtidaiah (MI),
although MI did not get directly program.
Keyswords: CLCC, AJEL, VICS, pedagogy steps, informing, eliciting, directing.
1 Dosen Prodi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Dosen Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarf Hidayatullah, Jakarta
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
2
435
420
427
32
36
41
38
45
48
1999
2003
2007
negara partisipan Peringkat skore
Upaya UNESCO dan UNICEF
dalam membantu pemerintah Indonesia
memperbaiki mutu pendidikan sekolah
dasar sudah dimulai sejak tahun 1999.
Program tersebut disebut Creating
Learning Communities for Children
(CLCC) atau lebih dikenal dengan
program MBS. Program ini bertujuan
memberdayakan stakeholders, guru,
kepala sekolah, komite sekolah,
pengawas, dan jajaran dinas. Program
ini menggarap tiga bidang yaitu
manajemen sekolah, peranserta
masyarakat, dan kegiatan belajar
mengajar yang bersipat aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan atau yang
dikenal dengan PAKEM
(Pembelajaran aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan).
Pada tahun 2004-2005 Proyek
CLCC Unesco mulai dirintis di Depag
dengan melibatkan 45 Madrasah
Ibtidaiyah (MI) di 3
Kabupaten/Propinsi. Ini berarti telah
ada 45 MI yang telah melaksanakan
PAKEM. Menurut Faisol, dampak
KBM-PAKEM pada 6.750 siswa
secara umum adalah kehadiran anak
(laki-laki/perempuan) mengalami
peningkatan, kurang angka mengulang
kelas, menurunnya angka putus
sekolah (DO), meningkatnya nilai
ujian murid, meningkatnya nilai ujian
murid, anak-anak senang belajar,
murid lebih percaya diri yang
dibuktikan dengan berani bertanya
dengan memakai bahasa sendiri,
berdiskusi dan sebagainya.
Diantara tiga program yang
diusung oleh CLCC Unesco dengan
program Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), maka penelitian ini
memfokuskan pada PAKEM bidang
studi IPA.
Bidang studi IPA menjadi
focus penelitian, karena perolehan
nilai siswa Indonesia umumnya masih
rendah. Berdasarkan Trends
International Mathematics and Science
Study (TIMSS) 2003 peringkat siswa
untuk bidang studi sains Indonesia ke
36 dari 45 negara partisipan, dengan
rata-rata nilai 420. Prestasi Indonesia
pun berada di bawah rata-rata
internasional (437). Bahkan prestasi
Indonesia berada jauh di bawah
Malaysia yang berada diperingkat 20
dengan skor 510. Prestasi sains siswa
Indonesia di TIMSS dari 1999 sampai
2007 terus merosot terlihat dari skor
dan peringkat yang diperolehnya (lihat
Gambar 1).
Gambar 1. Peringkat dan Skore
Siswa Kelas 8 di Indonesia Pada
Bidang Studi Sains di TIMSS
Bahkan jika dibandingkan
negara lain di wilayah Asia Tenggara,
nilai Indonesia cukup mengkawatirkan,
Indonesia ada diurutan 2 terbawah
untuk tahun 1999 dan 2003. Bahkan
Thailand yang menjadi partisipan
TIMSS di tahun 2007 mampu
mengalahkan Indonesia (lihat Gambar
2).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keberhasilan penerapan
PAKEM pada pembelajaran sains,
tindakan pedagogis guru IPA dalam
PAKEM di SD yang telah
mendapatkan program PAKEM CLCC
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
3
569
578
567
429
510
471 471
435
420
427
345
377
488
473
467
1999
2003
2007
Rata2 Dunia Philippines
Indonesia Thaliland
Malaysia Singapore
UNESCO secara langsung dan
imbasnya terhadap guru MI yang
mendapatkan program PAKEM CLCC
UNESCO secara tidak langsung.
Gambar 2. Prestasi Siswa Indonesia
Kelas 8 Pada Bidang Studi Sains
Dibandingkan dengan Negara
Partisipan di Asia Tenggara
Pustaka
Pada tahun 1999, UNESCO
dan UNICEF membantu memperbaiki
mutu pendidikan di Indonesia dengan
program Creating Learning
Communities for Children (CLCC).
Salah satu komponen program
peningkatan mutu pendidikan tersebut
adalah kegiatan belajar mengajar
(KBM), dengan memperkenalkan
KBM yang bersifat aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan atau yang
dikenal dengan PAKEM
(Pembelajaran aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan).
Selama kurun waktu 1999-2002
program CLCC UNESCO UNICEF
telah dilakukan di 124 SD/MI yang
berada di tujuh kabupaten di Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan,
dan Nusa Tenggara Timur.
Selanjutnya melalui dana hibah dari
pemerintahan selandia baru NZAID
dan pemerintahan Australia AUSAID,
dan beberapa lembaga donor lainnya,
terjadi perluasan program CLCC
menjadi 42 kabupaten/kota di 11
propinsi dengan jumlah sekolah 3.748
(Arie, 2008)
Pada program CLCC
UNESCO, menurut Sanders (2005)
PAKEM yang diterapkan pada
program ini dapat dilihat dari tujuh
ciri, yaitu:
1. Suasana kelas yang menyenangkan
2. Guru mudah didekati
3. Soal terbuka
4. Murid menemukan sendiri
5. Murid mengekspresikan diri sendiri
6. Pajangan hasil karya siswa
7. Kerja kelompok
PAKEM di Indonesia bukanlah
hal baru. Sebelumnya Indonesia
pernah dikenalkan dengan Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Learning (SAL). Baik PAKEM
maupun SAL memiliki filosofi yang
sama seperti ungkapan Piaget (1959),
yaitu seorang anak membangun secara
aktif pengetahuan melalui berbagai
jalur yakni membaca, mendengarkan,
bertanya, menelusuri, dan
melaksanakan eksperimen terhadap
lingkungannya. Filosofi ini kemudian
dikenal dengan konstruktivisme.
Hakekat konstruktivisme
adalah bagaimana pengajar dapat
mengaktifkan pengetahuan awal siswa,
mengelaborasi pengetahuan tersebut,
dan otak siswa pun akif
mengkonstruksi pengetahuan.
Pengaktifan otak (minds on) siswa
melalui tiga langkah kegiatan, yaitu:
1. Mengaktifkan pengetahuan lama
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
4
2. Mengelaborasi pengetahuan lama
menjadi baru
3. Mengkonstruksi pengetahuan baru
Tiga tahap kegiatan inilah yang
akan menghantarkan siswa tidak hanya
mengenal dan memahami, tetapi
mampu melaksanakan, menganalisis,
dan mengevaluasi. Melalui tiga hal
inilah lapisan tertinggi berpikir pada
siswa pun bisa dicapai. Tiga langkah
ini seiring dengan arahan guru dalam
informing, eliciting, dan directing dan
sejalan dengan apa yang diperoleh
siswa yaitu intelligible, plausible, dan
fruitfull.
Metode
Penelitian bersifat penelitian
kelas dengan jenis kualitatif.
Penelitian dilakukan di wilayah yang
telah mendapatkan program CLCC
Fase I, yaitu Kecamatan Labuan.
Subyek target pertama adalah
guru sains di SDN 3 Labuan, yang
merupakan guru inti pada program
CLCC UNESCO. Subyek target kedua
adalah guru yang mendapatkan imbas
dari program CLCC UNESCO, yaitu
guru sains di MI An Nidzomiyah.
Data dijaring melalui
pengamat-an, kuisioner, wawancara,
dan analisis dokumen. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data
adalah lembar observasi berupa daftar
check list, kuisioner berupa daftar isian
dan daftar check list, dan pedoman
wawancara. Selain itu untuk meng-
analisis tindakan pedagogi guru
digunakan lembar observasi Flanders
(1970).
Berbagai dokumen seperti
rencana pembelajaran guru, soal-soal
evaluasi yang disajikan guru dinilai
dan dianalisis. Pedoman penilai
berupa rubrik digunakan untuk menilai
dan menganalisis dokumen.
Hasil dan Pembahasan
Guru IPA di SDN 3 Labuan
adalah guru inti yang mendapatkan
telah mendapatkan pelatihan SEQIP
(Science Quality Improvement Project)
selama 223 jam. SEQIP adalah
program peningkan mutu pembelajaran
IPA yang digulirkan pemerintah
Indonesia bekerjasama dengan
pemerintahan Jerman pada tahun 1992-
2004. Selain itu karena posisinya
sebagai guru inti, maka guru IPA SDN
3 Labuan mendapatkan pelatihan
secara langsung dari CLCC UNESCO
UNICEF selama 150 jam.
Kualitas guru IPA dalam
perencanaan, pelaksaanaan dan
evaluasi kegiatan belajar mengajar
yang menggunakan paradigma
konstruktivisme (PAKEM), dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kualitas Guru IPA dalam
Kegiatan Belajar dan Mengajar
No Hal yang dinilai
Skor
guru
IPA
Skor
Maks
Yang
bisa
diraih
1.
Rencana
pembelajaran
(lesson plan) 4 4
2.
Penguasaan
terhadap teori-teori
pembelajaran
berbasis
konstruktivisme
80% 100%
3.
Soal evaluasi yang
disajikan/dibuat
guru 3 4
4.
Penilaian guru
terhadap kinerjanya
dalam menyiapkan,
melaksanakan, dan
mengevaluasi
pembelajaran yang
aktif, kreatif,
efektif, dan
menyenangkan.
9,3 10
5.
Penilaian siswa
terhadap kinerja
guru dalam
menyajikan
pembelajaran yang
aktif, kreatif,
efektif, dan
menyenangkan
2,9 3
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
5
Proporsi interaksi proses
belajar mengajar sains di dalam kelas
dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel
2 tampak bahwa pola interaksi yang
dominan adalah pola interaksi tanya-
jawab (dua arah).
Tabel 2. Proporsi Interaksi Siwa-
Guru pada Pembelajaran IPA yang
Menerapkan PAKEM Katagori
interaksi
Guru IPA
Jumlah Persen
1. Guru
mendominasi
32 8,8
2. Interaksi dua
arah: guru-
siswa
dan siswa-guru
293 80,4
3. Siswa
mendominasi
4 1,4
4. Lainnya 34 9,4
5. Jumlah
Interaksi
363 100
Proses Belajar Mengajar dan
Indikator PAKEM (Sanders, 2005)
Sanders mengemukakan tujuh
indikator keberhasilan PAKEM pada
program CLCC UNESCO. Penerapan
ketujuh hal tersebut pada proses belajar
mengajar sains di SDN 3 Labuan dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kualitas Penerapan
PAKEM berdasarkan Indikator
Sanders (2005) No Indikator O R B
1 Suasana kelas yang
menyenangkan V
2 Guru mudah didekati V
3 Murid menemukan
sendiri V
4 Murid mengekspresikan
diri sendiri V
5 Pajangan hasil karya
siswa V
6 Kerja kelompok V
7 Soal terbuka V Keterangan:
O = Optimal
R = Belum optimal
B = Belum tampak
1. Suasana kelas yang
menyenangkan dan guru mudah
didekati
Pada Tabel 1, tampak bahwa
rata-rata penilaian siswa terhadap guru
IPA dalam melaksanakan
pembelajaran yang aktif, efektif,
kreatif, dan menyenangkan mendekati
skor maksimal yaitu 2,9 (skor
maksimal 3).
Skor 2,9 bermakna bahwa siswa
menyenangi cara mengajar guru,
menurut siswa guru telah membuat
aneka kegiatan ketika mengajar, guru
pun sering membuat aneka alat peraga,
guru selalu memberi komentar yang
menyenangkan dan membangun
motivasi mereka, guru pun membuat
mereka bersemangat untuk belajar.
Suasana di kelas pun
menyenangkan bagi siswa dengan
sapaan guru yang khas untuk
membangkitkan semangat dan menjaga
konsentrasi siswa. Sapaan yang
senantiasa diungkapkan guru adalah,
“Apa kabar anak-anak?” maka siswa
akan menjawab, “sukses mulia”.
2. Murid menemukan sendiri
Pada Tabel 2 tampak bahwa guru
memberi kesempatan pada siswa untuk
menemukan sendiri, walaupun
porsinya sangat kecil yaitu 1,4%.
Contoh cuplikannya adalah sebagai
berikut:
Cuplikan transkip wacana untuk
cuplikan struktur makro mikro di atas
adalah
Guru : Bagaimana kalau tali ini
(rapia) dan nilon
diadukan? Mana yang
menang?
Siswa : Yang itu! (siswa menunjuk
tali nilon)
Meminta siswa untuk meyimpulkan
kekuatan antara tali rapia dan tali
nilon tanpa melalui percobaan
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
6
Guru : Ya, jelas saja. Karena tali
ini (tali kasur) dengan
yang ini (tali rapia)
menang ini (tali kasur),
dan ini (tali kasur) dengan
ini (tali nilon), menang ini
(tali nilon). Jadi kalau ini
(tali nilon) dengan ini (tali
tapia), tentu akan menang
tali ini (tali nilon).
Pada cuplikan transkip wacana,
terlihat bahwa guru kurang
memberikan kesempatan pada siswa
untuk mengemukakan alasan
(reasioning) dari jawaban yang telah
diberikan siswa. Guru terlalu cepat
memberikan kesimpulan, hal ini
tampak pada Tabel 2, proporsi terbesar
(80,4) interaksi dua arah, guru bertanya
langsung direspon siswa, atau siswa
bertanya langsung direspon guru. Hal
ini menunjukkan bahwa pembangun
pengetahuan lebih banyak dilakukan
oleh guru. Guru kurang memberi
kesempatan pada murid untuk
menemukan sendiri jawabannya.
3. Murid mengekspresikan diri
Hasil observasi menggunakan
Flander (1970) menunjukkan bahwa
jumlah kolom ekspresi siswa sangat
sedikit. Pada Tabel 5, tampak
proporsinya sebesar 1,4 %. Ini
menunjukkan guru kurang memberikan
kesempatan pada siswa untuk
mengekspresikan diri.
4. Panjangan hasil karya siswa
Panjangan hasil karya siswa
cukup memadai, dinding setiap kelas
termasuk kelas 5 yang sedang belajar
sains dipenuhi oleh kumpulan hasil
karya siswa, alat peraga/gambar pada
berbagai bidang studi, waktu
kedatangan siswa, sudut baca,
kumpulan tugas dalam bentuk
portofolio tiap siswa, dan kata/slogan
penyemangat bagi siswa. Kondisi
kelas penuh dengan pajangan dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kondisi Kelas di SDN 3
Labuan Penuh dengan Pajangan
5. Belajar berkelompok
Hasil analisis pedagogi guru pada
guru IPA melalui struktur makro dan
mikro, tampak bahwa guru memberi
kesempatan pada siswa untuk belajar
berkelompok (lihat Gambar 4).
Gambar 4. Cuplikan Tindakan
Pedagogi Guru dalam Belajar
Berkelompok
6. Soal terbuka
Guru memberikan soal latihan
bersumber dari buku sains terbitan
Ganeca Exact. Pada Tabel 1, yang
didasarkan pada nilai hasil portofolio
dari soal yang disajikan guru pada
siswa, nilainya 3 dengan kekurangan
terbesar pada point le-3 yaitu sifat soal
Menguji coba kembali kekuatan dari
bahan yang sama (koreksi terhadap 2.2)
Menjelaskan cara kerjanya bahwa tiap
kelompok mendapatkan tiga buah tali.
Setiap tali dibuat dalam pilin satu,
pilin dua dan pilin tiga kemudian
ditandingkan
Menjelaskan yang ditandingkan antara
pilin satu dengan pilin dua, pilin satu
dengan tiga, pilin dua dengan tiga
dicarai siap yang menang dan ditulis di
tabel
Guru membagikan kepada masing-
masing kelompok tiga tali rapia
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
7
yang low order thinking. Hasil
selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Keterbacaan soal, struktur bahasa
yang digunakan pada soal cukup
jelas dan sudah sesuai dengan
bahasa anak. Nilai yang didapat
guru adalah 4 dari skor maksimal
4.
2. Materi soal yang dibuat kontennya
sudah sesuai dengan pokok
bahasan yang diajarkan. Nilai
yang didapat guru adalah 4 dari
skor maksimal 4.
3. Sisi skill thinking, soal yang
dibuat guru masih monoton hanya
mengukur aspek ingat siswa.
Nilai yang didapat guru adalah 1
dari skor maksimal 4.
Akibat tidak terbiasanya siswa
mengerjakan soal bersifat terbuka
tampak dari rendahnya hasil tes untuk
soal-soal bersifat terbuka (high order
thinking). Nilai rata-rata yang
diperoleh siswa kelas 5 SDN 3
Labuan adalah 39, ini bermakna
penguasaan siswa terhadap soal
terbuka dibawah 50%. Keterampilan
berpikir yang diujikan pada soal yang
dikerjakan siswa meliputi ingatan dan
keterampilan berpikir yang bersifat
high order thinking. Keterampilan
berpikir yang diujikan berupa berupa
membaca chart, menarik kesimpulan,
dan eksterpolasi data. Untuk
keterampilan berpikir ini nilai rata-
rata yang diperoleh siswa sangat
rendah (lihat Gambar 5).
Analisis Tindakan Pedagogi Guru
Penerima Progam CLCC UNESCO
Fase I
Analisis tindakan pedagogi
guru didasarkan pada motif tindakan
guru dan motif yang diterima siswa
sesuai paradigma konstruktivisme.
Motif tindakan tergambar dalam pola
interaksi antara guru-siswa dan materi
subyek. Pola interaksi ini disebut
model trilogi Proses Belajar Mengajar
(PBM). Model trilogy PBM terlihat
pada Gambar 6.
Gambar 5. Nilai Rata-rata Siswa
Kelas 5 SDN 3 Labuan dalam
Menjawab Soal IPA
Gambar 6. Trilogi PBM: Hubungan
antara Materi Subyek, Pembelajar,
dan Pengajar (Siregar, 1999:13).
Mekanisme interaksi dimulai
ketika pengajar sebagai narasumber
memulai proses belajar mengajar
dengan menginformasikan (informing),
mengembangkan (elicting), dan
mengarahkan (directing). Peran ini
sejalan dengan upaya memudahkan
pembelajar untuk mengakses materi
18.18
20.45
18.18
29.55
Membaca Chart
menarik kesimpulaninduksi
menarik kesimpulandeduksi
eksterpolasi data
pembelajar pengajar
Materi
subyek
1. Intelligible 2. Plausible
3. Fruitfull
1. Informing 2. Eliciting
3. Directing
1. Konten
2. Substansial
3. Sintaktikal
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
8
subyek agar dipahami sebagai
pengetahuan deklaratif (intelligible),
dipahami sebagai pengetahuan
prosedural (plausible), dan dipahami
sebagai keterampilan intelektual
(fruitfull) (Siregar, 1999a:15).
Analisis pada motif tindakan
guru, tampak bahwa guru IPA banyak
menggunakan pendekatan proses.
Motif tindakan guru IPA secara makro
dalam menyampaikan materi di kelas 5
SDN 3 Labuan dapat dilihat Pada
Gambar 7.
Pada Gambar 7 terlihat
tindakan pedagogi guru IPA dalam
menyampaikan materi sifat bahan
terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Informing, eliciting, dan directing
tentang daya serap bahan terhadap
air.
2. Informing eliciting, dan directing
tentang kekuatan bahan
3. Penguatan directing tentang sifat
bahan secara keseluruhan
Gambar 6. Struktur Makro
Tindakan Pedagogi Guru IPA Kelas
5 SDN 3 Labuan
Pada materi sifat bahan, seharusnya
siswa memperoleh pengetahuan
deklaratif (intelegible), prosedural
(plausible) dan fruitfull berupa:
1. Siswa mengetahui setiap bahan
mempunyai kemampuan menyerap
air dan kekuatan yang berbeda-
beda. (intelegible).
2. Siswa memahami prosedur cara
mengetahui daya serap berbagai
benda terhadap air dan kekuatan
benda. (plausible).
3. Siswa dapat memanfaatkan
pengetahuan dan prosedural yang
dipahaminya untuk diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari atau
masalah baru lainnya. (fruitfull).
Gambar 8. Cuplikan Tindakan
Pedagogi Guru dalam Informing
tentang Saya Serap Bahan terhadap
Air
Proses informing dan eliciting
dilakukan guru IPA dengan
pendekatan proses. Contoh dari
tindakan ini adalah, ketika guru
menyampaikan informasi daya serap
bahan dan kekuatan bahan, guru
SiFAT-SIFAT BAHAN
Daya serap bahan
terhadap air
Perbedaan antara tisue, koran, dan
plastik dalam kemampuannya
menyerap air
Menyimpulkan bahwa bahan
mempunyai sifat yang berbeda-beda
Kekuatan bahan
Kekuatan bahan dari bahan yang
berbeda
Kekuatan bahan dari bahan yang
sama
Latihan soal secara berkelompok
Menunjukkan air dalam gelas
dan menumpahkannya di atas
meja siswa
Menyuruh siswa melap air yang
tumpah di atas meja dengan
menggunakan plastik Menanyakan hasil kerja siswa
Menyuruh siswa melap air dengan
menggunakan kertas koran
Menanyakan hasil kerja siswa
Menyuruh siswa melap air dengan
menggunakan kertas tisue
Menanyakan hasil kerja siswa
Menanyakan ke siswa
mengapa dengan kertas tisue
menjadi kering
Meminta siswa menyimpulkan
perbedaan antara tisue, koran, dan
plastik dalam kemampuannya
menyerap air
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
9
menyajikan melalui serangkaian
demonstrasi. Guru pun meminta
bantuan pada siswa dalam
peragaannya. Cuplikan tindakan
pedagogi guru dapat dilihat pada
Gambar 8.
Pada saat informing kekuatan
bahan dengan cara demonstrasi, terjadi
ketidaksesuaian fakta dan teori.
Seharusnya tali yang berpilin tiga
dapat menang dari tali berpilin dua.
Tetapi faktanya tali berpilin dua yang
menang. Hal ini terlihat dari cuplikan
wacana guru mengajar di kelas seperti
di bawah ini:
Guru Nah, perhatikan. Ini ada dua jenis
tali yang sama. Tapi kelabangnya
berbeda. Yang satu kelabang dua
dan yang satu kelabang tiga.
Bapak, tanya lagi sekarang. Kalau
kita adu gesek lagi mana yang
lebih kuat?
Siswa : Ini (siswa menunjukkan kelabang
tiga)
Guru : Ya, silahkan maju! Kita hitung...
Siswa : Memperhatikan
Ternyata kelabang mana yang
kalah?
Siswa : Memperhatikan
Guru
: Ternyata yang kalah adalah
kelabang tiga... kelabang dua
yang menang.
Ketidakcocokan teori dan fakta
membuat guru berinisiatif untuk
melakukan percobaan ulang secara
kelompok. Dari percobaan kelompok
itu, akhirnya siswa mendapatkan
kesimpulan yang sesuai dengan teori.
Cuplikan tindakan pedagogi dalam
mengulang kembali percobaan dapat
dilihat pada Gambar 9.
Proses informing yang
dilakukan oleh guru pada daya serap
dan kekuatan bahan, menjadikan siswa
memahami pengetahuan yang disajikan
sebagai pengetahuan deklaratif
(intelegible).
Gambar 9. Cuplikan Tindakan
Pedagogi Guru dalam Informing
ulang tentang Kekuatan Bahan
Sesuai Jumlah Pilinan
Proses eliciting ditunjukkan
oleh guru lewat prosedur menguji daya
serap bahan dan prosedur menguji
kekuatan bahan. Hanya saja eliciting
yang dilakukan guru bersifat eliciting
semu. Artinya posisi guru sebenarnya
masih dalam ranah informing. Hal ini
terjadi karena siswa tidak diberi
kesempatan untuk menerapkan
pengetahuan prosedural-nya pada
kasus baru. Sehingga elicting yang
diberikan guru pada kasus ini hanya
ditangkap oleh siswa sebagai
pengetahuan deklaratif (intelegible).
Inilah yang disebut eliciting semu.
Seandainya pada materi daya
serap benda terhadap air, siswa diberi
Menguji coba kembali kekuatan dari
bahan yang sama (koreksi terhadap 2.2)
Menjelaskan cara kerjanya
bahwa tiap kelompok
mendapatkan tiga buah tali.
Menjelaskan yang ditandingkan
antara pilin satu dengan pilin
dua, pilin satu dengan tiga,
pilin dua dengan tiga
Guru membagikan kepada masing-
masing kelompok tiga tali rapia
Menyuruh siswa untuk menuliskan hasil
percobaan ke dalam tabel masing-masing
Meminta perwakilan kelompok siswa
untuk menguji kekuatan kelabang tiap
kelabang
Menarik kesimpukan bahwa pada bahan
yang sama dan jenis yang sama tetapi
pilinannya berbeda yang paling kuat
adalah pilinan tiga
Setiap tali dibuat dalam
pilin satu, pilin dua dan pilin
tiga kemudian ditandingkan
Menyuruh siswa membuat tabel
untuk menuliskan pemenangnya
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
10
kesempatan untuk menguji daya serap
aneka kain terhadap air, maka siswa
akan memanfaatkan pengetahuan
proseduralnya untuk memperoleh
pengetahuan baru. Begitu pula
seandainya siswa diberikan tugas
untuk menguji kekuatan aneka benda
lainnya, maka siswa akan
menggunakan prosedur yang sudah
didapatkan untuk memperoleh
pengetahuan baru. Tetapi proses ini
tidak dilakukan guru, proses untuk
memastikan siswa memahami prosedur
(plausible).
Fakta yang terjadi, pada materi
daya serap benda terhadap air, guru
melakukan eliciting dengan meloncat
pada konsep baru. Tindakan eliciting
semu guru IPA Kelas 5 SDN 3 Labuan
dapat dilihat pada Gambar 10 (bertinta
hijau).
Gambar 10. Cuplikan Tindakan
Pedagogi Guru dalam Eliciting
tentang Daya Serap Bahan
Pada cuplikan tindakan
pedagogi guru di atas (Gambar 10),
terjadi loncatan-loncatan konsep dari
sifat bahan yang difokuskan pada
plastik, koran, dan tisue ke jenis-jenis
kain, serta loncatan konsep ke bahan
pembuat kertas. Pada tindakan
eliciting ini, pemaparan guru tidak
prosedural, sehingga siswa pun tidak
dapat menarik pengetahuan prosedural
(plausible). Karena tidak prosedural,
maka tindakan eliciting yang dilakukan
guru hanya ditanggap oleh siswa
sebatas intelegible. Siswa hanya
memperoleh informasi bahwa kertas
terbuat dari kulit pohon dan ada aneka
jenis kain.
Tindakan eliciting semu yang
dilakukan guru IPA pada materi
kekuatan bahan dapat dilihat pada
Gambar 11 (bertinta hijau).
Gambar 11. Cuplikan Tindakan
Pedagogi Guru dalam Eliciting
tentang Kekuatan Bahan
Pada gambar tampak bahwa
tindakan eliciting yang dilakukan guru
sangat singkat tidak menyentuh
procedural. Akhirnya siswa pun tidak
memperoleh pengetahuan procedural
(plausible) tetapi hanya intelegible.
Pada wacana yang diungkapkan guru
di bawah ini, memperjelas bahwa guru
hanya menyampaikan pengetahuan
Menarik kesimpukan bahwa pada
bahan yang sama dan jenis yang sama
tetapi pilinannya berbeda yang paling
kuat adalah pilinan tiga
Menjelaskan bahwa walaupun
pilinan sama dipengaruhi oleh
rapat dan tidaknya pilinan
tersebut
Menanyakan kembali mengapa pilinan
yang sama-sama tiga bisa ada yang
kalah
Menjelaskan penerapan hasil
percobaan siswa bahwa dalam rumah
tangga biasanya menggunakan pilinan
yang banyak dan kencang karena
pengaruhnya semakin kuat
Meminta siswa bertepuk tangan kepada
kelompok yang menjawab kulit pohon
Menanyakan kalau turun hujan supaya
badan tidak basah menggunakan bahan
apa? Plastik, koran atau tisue
Menyimpulkan bahwa bahan
mempunyai sifat yang berbeda-
beda
Meminta siswa memberikan contoh alat
rumah tangga yang terbuat dari plastik
Menunjukkan bahan plastik berupa
botol aqua
Menanyakan mengapa terbuat
dari plastik
Meminta siswa untuk
membanyangkan jika botol
aqua terbuat dari kertas Menanyakan kalau dirumah ibu mengepel
menggunakan kain apa
Menanyakan kertas terbuat dari apa
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
11
yang bersifat deklaratif bukan
procedural.
Guru : Pabrik tali membuat tali, ada pilin
enam, pilin delapan, pilin tujuh.
Ternyata hasil dari percobaan kalian.
Pilin satu jajal dengan pilin dua pilin
tiga ternyata kekuatannya segini.
Makanya tali-tali yang banyak beredar
untuk keperluan rumah tangga,
biasanya dibuat mulai ada pilin tiga.
Walaupun bahannya sama, tetap
pilinannya semakin kenceng ternyata
ada pengaruhnya semakin kuat.
Pada proses directing, guru
hanya menyampaikan secara singkat
penerapan konsep daya serap dan
kekuatan bahan. Cuplikan wacananya
adalah sebagai berikut:
Directing guru pada materi konsep
daya serap air terhadap bahan
Guru : Nah, kalau demikian supaya kalau kita
hujan-hujanan, kalau kita menggunakan
kertas tisue. Badan kita basah tidak?
Siswa : Basah!
Guru : Basah!
Kalau kita menggunakan koran, badan
kita basah tidak?
Siswa : Basah!
Guru : Kalau Bapak hujan-hujan ininya
(sambil mempertunjukkan plastik
diletakkan ke kepala) menggunakan
plastik bagaimana?
Siswa : Tidak!
Guru : Nah ternyata, antara bahan kemudian
ini mempunyai sifat yang berbeda.
Bisa dipahami?
Directing guru pada materi
kekuatan bahan dengan bahan yang
berbeda
Guru : Atau mana yang paling cocok
menarik timba, tali ini
(memperlihatkan rapia) atau tali ini
(memperlihatkan tali tambang
plastik)
Siswa : (Kiki menunjuk tali tambang platik)
Guru : Tentu saja tali ini (tambang plastik).
Nah untuk menarik benda yang kuat,
harus menggunakan tambang yang
kuat.
Directing guru pada materi
kekuatan bahan dengan bahan yang
sama
Guru : Nah, semakin lilitan kelabangnya
semakin rapat. Perhatikan, nah kalau
ini tali ada tiga, semakin tali semakin
kecil, ternyata lebih kuat, dari pada
begini, ini pilin tiga tetapi longgar-
longgar. Nih, bapak kasih contoh
dulu, supaya membuat tali kalau
nanti kamu pramuka, supaya lebih
kuat. Perhatikan. Ki ke depan, bantu
Bapak, Nah...ini supaya kuat pilinannya
harus rapat. Kalau kamu jarang, jarak
jauh...ini pilin tiga tetapi ada
rongganya, tetapi ini tidak...
Siswa : Tidak kuat
Guru : Ya, tidak kuat.
Pada contoh wacana directing
yang dilakukan guru terlihat bahwa
guru memberikan berbagai kesimpulan
lagi dan tidak memberikan kesempatan
pada siswa untuk melakukan
eksplorasi. Ini menunjukkan bahwa
directing yang dilakukan oleh guru
hanya ditangkap oleh siswa sebagai
pengetahuan deklaratif. Sehingga
dierecting yang dilakukan guru
sesungguhnya semu. Directing semu,
karena guru tidak melakukan directing
tetapi hanya informing saja.
Penguatan directing dilakukan
guru dengan memberikan berbagai
latihan soal. Soal diambil dari buku
paket, dan soal yang dijawab siswa pun
tidak berkaitan dengan konsep yang
sedang dijelaskan (diinformasikan)
guru. Berikut ini cuplikan transkip
wacana yang menggambarkan soal-
soal yang dikerjakan siswa: Siswa : Pakaian yang digunakan oleh
orang yang tinggal di daerah
panas, terbuat dari bahan...
Siswa : kapas!
Guru : Sebentar, Bapak tanya
mengapa harus terbuat dari
kapas?
Siswa : Karena dingin
Guru : Ya, karena dingin atau mudah
menyerap...?
Siswa : Air!
Guru : Ya, air. Lebih tepat mudah
menyerap...?
Siswa : Udara
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
12
Guru : Ya, tepatnya panas.
Silahkan lanjutkan lagi!
Siswa : Diantara jenis-jenis bahan di
bawah ini yang tidak tembus
air adalah?
Siswa : Plastik!!!
Guru : Ini karena sifat plastik?
Siswa : Tidak tembus air
Guru : Ya, tidak tebus air. Silahkan
lanjut!
Siswa : Baju petugas pemadam
kebakaran terbuat dari?
Siswa : Asbes!!
Guru : Mengapa baju pemadam
kebakaran terbuat dari asbes?
Siswa : Karena tahan panas.
Guru : Ya, tahan panas. Asbes itu
terbuat dari serat asbes dan
sipatnya tahan dibakar atau
tahan panas. Kalau
menggunakan asbes tahan api.
Teu teurak dibeuleum.
Silahkan lanjut!
Siswa : Sifat bahan yang dimiliki oleh
besi, baja, dan kayu adalah....
Siswa : Keras
Guru : Baja, bersifat keras. Baja
cocoknya untuk apa?
Siswa : Membangun rumah.
Guru : Membangun rumah. Terus?
Siswa : Membangun benteng
Guru : Kalau ini sungai. Untuk
melewatinya harus ada apa?
Siswa : Jembatan
Guru : Ya, jembatan. Biasanya jembatan
terbuat dari baja, karena sifatnya yang
kuat. Lanjut!
Siswa : Salah satu sifat dari bahan katun
adalah...
Guru : Ya, salah satu sifat bahan katun?
Siswa : Tidak tembus air
Guru : Yang tidak tembus air tadi bahan dari
apa?
Siswa : Plastik!
Guru : Ya, plastik!
Nah, kalau katun?
Siswa : Menyerap air
Guru : Ya, bisa menyerap air atau menyerap
panas. Nah perhatikan, baju kalian
yang dipakai ini adalah terbuat dari...
Siswa : Katun
Guru : Dari katun, ya.
Berdasarkan cuplikan di atas,
tampak bahwa proses directing yang
dilakukan oleh guru, diterima oleh
siswa sebagai pengetahuan deklaratif
juga. Karena apa yang ditanyakan
pada soal-soal latihan yang dikerjakan
siswa tidak berkaitan dengan
pengetahuan deklaratif yang diperoleh
siswa. Maka proses penguatan
directing pun hanyalah semu, siswa
pun hanya sampai di tahap intelegible.
Ini berarti pada pembelajaran
IPA Kelas 5 SDN 3 Labuan, siswa
tidak mencapai tahap fruitfull. Adapun
motif tindakan yang dilakukan oleh
guru sebenarnya melulu di tahap
informing, sehingga siswa pun hanya
mendapatkan pengetahuan yang
bersifat deklaratif (intelegible).
Imbas penerapan PAKEM IPA di
SD terhadap MI.
Hal positif yang diperoleh oleh
guru IPA SDN 3 Labuan yang
mendapatkan program CLCC
UNESCO Fase I dari sisi PAKEM
adalah:
1. Guru bersifat ramah anak, karena
menyajikan suasana yang
menyenangkan di kelas dan guru
mudah didekati.
2. Suasana kelas yang gembira dengan
yel yel dan pajangan kelas
3. Suasana belajar di kelas secara
berkelompok
4. Tindakan pedagogi pada tahap
informing menggunakan pendekatan
proses.
Guru IPA di MI An
Nidzomiyah tidak secara langsung
mendapatkan pelatihan dari CLCC
UNESCO UNICEF. Guru IPA di MI
mendapatkan tranfer pengetahuan dan
keterampilan dalam pembelajaran
matematika melalui kegiatan kelompok
kerja guru (KKG) di gugus rintisan
MBS.
KKG gugus rintisan MBS
beranggotakan sekolah-sekolah yang
mendapat program CLCC UNESCO
UNICEF Fase I di Kecematan Labuan.
Dari 32 SD dan 2 MI yang ada di
Kecamatan Labuan. Enam buah SD
dan dua MI termasuk dalam KKG
gugus rintisan MBS. Kegiatan KKG
diadakan secara rutin (dua minggu
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
13
sekali). Pada kegiatan KKG, guru-
guru inti yang telah mendapatkan
pelatihan dari CLCC UNESCO
UNICEF secara langsung, akan
mentransfer pengetahuan dan
keterampilannya pada guru-guru dalam
kegiatan KKG rutin.
Pada kegiatan KKG pula, para
guru dimonitoring oleh fasilitator
program CLCC membuat rencana
pembelajaran bersama. Untuk SD
monitoring fasilitator CLCC dilakukan
secara mendalam, karena fasilitator
CLCC adalah para pengawas di UPTD
Dinas Pendidikan Kecamatan. Adapun
monitoring ke MI tidak sedalam seperti
ke SD, karena wewenang monitoring
di MI berada di bawah pengawas dari
Mapenda Depag setempat.
Hal positif yang tampak di
SDN 3 Labuan juga tampak di MI An
Nidzomiyah:
1. Guru ramah anak
Hasil kuisioner terhadap siswa MI
tampak bahwa rata-rata penilaian
adalah 2,9 (skor maksimal 3). Skor
2,9 bermakna bahwa siswa
menyenangi cara mengajar guru, guru
telah membuat aneka kegiatan ketika
mengajar, guru pun sering membuat
aneka alat peraga, guru selalu memberi
komentar yang menyenangkan dan
membangun motivasi mereka, guru
pun membuat mereka bersemangat
untuk belajar.
2. Suasana kelas gembira dengan
yel-yel
Guru di MI An Nidzomiyah
pun memberikan beberapa “ice
breaking” untuk menyegarkan dan
membuat suasana lebih rileks dan
menyenangkan. Salah satu yang
ditampilkan saat itu adalah memulai
senam COCONUT sebelum
pembelajaran di mulai.
Walaupun tidak selengkap dan
isinya seramai SDN 3 Labuan, tetapi
MI Nidzomiyah pun memasang aneka
pajangan kelas untuk membuat kelas
lebih meriah dan konduksif untuk
belajar.
Gambar 12. Suasana Kelas di MI An
Nidzomiyan dengan Pajangan
Kelasnya
3. Suasana belajar di kelas secara
berkelompok
Pada struktur makro dan mikro
hasil analisis pedagogi guru, tampak
bahwa MI An Nidzomiyah pun
melaksanakan pembelajaran kelompok.
Siswa diberi kesempatan untuk
berkelompok, seperti cuplikan struktur
makro dan mikro berikut ini
4. Tindakan pedagogi guru
(informing) menggunakan
pendekatan proses
Pada Gambar 13 tampak bahwa
guru IPA di MI pun seperti guru IPA
SD melakukan informing dengan
menggunakan pendekatan proses,
berupa pengamatan (observasi).
Tindakan pedagogi yang dilakukan
oleh guru pada Gambar 13 dapat
diringkas sebagai berikut:
1. Informing dengan pendekatan
proses tentang warna daun pada
tumbuhan hijau (nomor 2 & 2.1).
2. Informing tentang proses
Secara berkelompok membagi kelas
menjadi dua kelompok yaitu kelompok
Malik dan Ridwan
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
14
fotosintesis pada tumbuhan (nomor
3)
3. Informing dengan pendekatan
proses (nomor 4, 4.1, 4.2, 4,3),
eliciting (nomor 4.4 dan 4.5), dan
directing (nomor 4.5.1) tentang cara
tumbuhan menyimpan makanan
Pada tahap informing dengan
pendekatan proses (4.2) guru hanya
memperlihatkan satu tanaman saja
yang ada di sekitar sekolah, yaitu
singkong. Pada proses eliciting (4.4.)
siswa bisa menyebutkan wortel, talas,
dan ubi sebagai tanaman yang juga
menyimpan cadangan makananya di
akar. Begitu pula ketika directing
(4.5.1) siswa sudah mampu dapat
menyebutkan tempat menyimpan
cadangan makanan pada aneka
tanaman yang menyimpan tanpa
mengamatinya secara langsung dan
mampu membedakan aneka tumbuhan
sesuai dengan tempat menyimpan
cadangan makanannya.
Tindakan pedagogis yang
dilakukan oleh guru IPA MI pun
memberikan kesempatan yang cukup
banyak bagi siswa untuk beraktifitas
(44%) dari total semua tindakan
pedagogis yang dilakukan Guru IPA
MI (lihat Gambar 14).
Gambar 14. Proporsi Aktifitas Guru
dan Siswa pada Pembelajaran IPA
di MI
41%
44%
15%
Penjelasan dan instruksi guru
Aktifitas siswa mengamati
Aktifitas review
Tumbuhan Hijau
1.Guru menjelasan topik
yang akan dipelajari
siswa
1.1.Guru menyuruh siswa
membawa sebuah tanaman
dalam pot kecil di luar
2.Guru menjelaskan daun pada
tanaman ada yang berwarna hijau
dan bukan hijau
2.1Guru menngajak siswa
mengamati warna daun pada
tanaman yang ada di sekitar
sekolah 3.Guru menjelaskan proses
fotosintesis pada tanaman
4.Guru menjelaskan cara tanaman
menyimpan cadangan makanan
4.1.Guru mengajak siswa
memperhatikan tanaman di sekitar
sekolah yang menyimpan cadangan
makanan di buah
4.3.Guru menjelaskan contoh tanaman
yang menyimpan cadangan makanan di
batang dengan memperlihatkan
tanaman tebu yang dibawanya
4.2.Guru mengajak siswa
memperhatikan tanaman di sekitar
sekolah yang menyimpan cadangan
makanan di akar
4.4.Guru meminta siswa yang ditunjuk
mereview kembali cara tanaman
menyimpan cadangan makannya
4.5.1.Siswa keluar kelas untuk
mengerjakan LKS dengan cara
mengamati langsung tanaman yang
ada di sekitarnya
4.5.Guru menjelaskan cara mengisi LKS
dengan melihat langsung tanaman yang
ada di sekitar sekolah
5.Guru meriview ulang pelajaran yang telah
dipelajari dengan Tanya jawab pada semua
siswa
Gambar 15. Tindakan Pedagogi Guru
IPA MI pada Pembelajaran Sains Kls 5
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
15
Imbas penerapan PAKEM terhadap
Hasil Belajar Siswa MI An
Nidzomiyah
Berdasarkan data hasil ujian
akhir sekolah/nasional selama tiga
tahun terakhir, rata-rata nilai IPA siswa
MI An Nidzomiyah dan SDN Labuan
di atas standar kelulusan yang
ditetapkan pemerintah yaitu 5,2.
Gambar rata-rata nilai ujian siswa MI
dan SD selama tiga tahun terakhir
dapat dilihat pada Gambar 13.
Berdasarkan nilai ujian akhir
siswa, rata-rata nilai ujian siswa
mengalami peningkatan, dari sebelum
program CLCC UNESCO UNICEF
(2005). Rata-rata peningkatan nilai MI
lebih tinggi (0,99) dari pada SD (0,23).
Ini berarti, walaupun hanya menerima
imbas dari program CLCC UNESCO,
dari sisi kualitas siswa, MI An
Nidzamiyah lebih baik dari SDN 3
Labuan.
Gambar 13. Rata-rata Nilai Ujian
Akhir Sekolah/Nasional SDN 3
Labuan dan MI An Nidzomiyah
selama Tiga Tahun Terakhir
Walaupun kemampuan siswa
MI dalam menyelesaikan soal-soal
berpikir tingkat tinggi masih rendah
(kemampuan dibawah 50%). Tetapi
hasil tesnya lebih baik daripada pada
skor siswa SDN 3 Labuan. Hanya saja
perbedaan diantara keduanya secara
statistik tidaklah signifikan (F=0,861,
Sig.= 0.357).
Perbandingan antara
kemampuan siswa MI dan SD dalam
menyelesaikan soal-soal berpikir
tingkat tinggi dapat dilihat pada
Gambar 14.
Pada Gambar 14 tampak
bahwa, pada tiga hal yaitu:
kemampuan membaca diagram,
menarik kesimpulan secara induksi,
dan melakukan eksterpolasi data pada
siswa MI An Nidzomiyah lebih baik
dibandingkan siswa di SDN 3 Labuan.
Hasil pada Gambar 14 pun
membuktikan bahwa penerapan
PAKEM di MI An Nidzomiyah dari
sisi kualitas hasil belajar siswa telah
berimbas dengan baik.
Gambar 14. Perbandingan Nilai
Rata-rata Siswa Kelas 5 MI An
Nidzomiyah dan SDN 3 Labuan
dalam Menjawab Soal IPA Berfikir
Tingkat Tinggi
6.03
7.13
6.9
6.8
6.9
7.15
2005
2006
2007
IPA-SD IPA-MI
35.29
23.53
5.88
64.71
18.18
20.45
18.18
29.55
Membaca Chart
menarik kesimpulaninduksi
menarik kesimpulandeduksi
eksterpolasi data
SDN 3 Labuan MI An Nidzomiyah
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
16
Kesimpulan
Ada empat indikator program
CLCC UNESCO, yang sudah terlihat
di SDN 3 Labuan secara optimal
pelaksanaannya, yaitu: penyajian
suasana kelas yang menyenangkan,
kerja kelompok, guru mudah didekati,
dan kelas penuh dengan pajangan hasil
karya siswa. Adapun dua indicator,
yaitu murid menemukan sendiri dan
murid mengekspresikan diri sendiri
sudah muncul indikasinya, tetapi
belum optimal. Satu indikator yang
belum tampak sama sekali adalah
penyajian soal pada siswa dengan tipe
terbuka.
MI An Nidzomiyah hanya
mendapatkan imbas dari program
CLCC UNESCO, tetapi dari berbagai
sisi termasuk indikator penerapan
PAKEM, kualitas MI tidak berbeda
terlalu jauh dengan SD. Bahkan dalam
beberapa hal lebih unggul daripada
SDN 3 Labuan. Misalnya dalam
kemampuan siswa memahami soal-
soal berjenis high order thingking, dan
urutan tindakan pedagogi guru.
Tindakan guru IPA yang telah
mendapatkan pelatihan PAKEM,
pengajarannya lebih menekankan pada
pendekatan proses dan menggunakan
alat peraga sebagai alat bantu untuk
mempermudah siswa memahami
konsep.
Tindakan pedagogi guru IPA
MI sudah terlaksanakan secara runut
mulai informing,eliciting dan directing.
Sehingga secara kognitif, siswa akan
mengalami intelegible, plausible, dan
fruitfull.
Rekomendasi
Pada penelitan ini, tampak
bahwa bagi guru IPA tidak mudah
menyajikan materi dengan pendekatan
proses dan PAKEM tanpa kehilangan
kerunutan menyampaikan konsepnya.
Akibat kehilangan runutan konsep,
maka siswa hanya sampai pada
intelligible. Ini berarti siswa hanya
memahami konsep sains sebagai
pengetahuan deklaratif yang mudah
dilupakan. Oleh karena itu disarankan
untuk lebih memahamkan guru IPA
dalam melakukan tindakan informing,
eliciting, dan directing yang berbasis
proses dan PAKEM, sehingga tercapai
intelligible, plausible, dan fruitfull
pada siswa.
Selain itu perlu pula
memahamkan guru IPA dalam
menyajikan beraneka ragam soal yang
bersifat terbuka, sehingga siswa di
Indonesia terbiasa dengan soal-soal
high order thinking. Soal-soal seperti
itu dapat mengasah berbagai skill
thinking siswa.
Salah satu alternatif yang bisa
digunakan oleh Kelompok Kerja Guru
(KKG) Kecamatan Labuan, untuk
lebih memahamkan kerunutan tindakan
pedagogi guru dan juga menyiapkan
teaching material yang berbasis minds
on dan hands on adalah mempekaya
kegiatan KKG dengan Lesson Study
dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
secara Kolaboratif.
Lesson studi dapat menjadi
wadah sharing, correcting, and
learning community bagi para guru.
Adapun PTK dapat meningkatkan
kompetansi dan kemampuan guru
dalam memperbaiki pembelajarannya
di kelas.
Analisis Tindakan Pedagogi Guru Penerima Program CLCC UNESCO pada PAKEM Sains SD dan MI di Kab. Pandeglang. Edusains 2 (1), Juni 2009. 67-90. ISSN 1979-7281
17
Daftar Pustaka
Arief, MF. (2008). Membumikan
CLCC melalui Bindiklat.
Tersedia on line di
http://www.penapendidikan.co
m/membumikan-clcc-melalui-
bindiklat Dahar, R.W. (1996). Teori-teori
Belajar. Jakarta: Erlangga.
Diknas. (2007). Kurikulum Tingkat
Satuan Pembelajaran. Tersedia on line di
http://www.diknas.go.id.
[Akses tanggal 24 Mei 2008]
Faisol, Muslim. Upaya Pemberdayaan
MI melalui Manajemen
Berbasis Madrasah, Peran
Serta Masyarakat dan PAKEM
(Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan)
Program Rintisan Departemen
Agama RI DEPAG – UNESCO
di Tiga Propinsi di Indonesia
2004 – 2005.
MBE Project. (2003). Summary of
Findings. Tersedia on line di
http://mbeproject.net. [Akses
tanggal 24 Mei 2008]
TIMSS. Dec 2004. Results achieved
by Québec students on the
2003 Mathematics and
Science Tests. Ministère de
l’Éducation, Gouvernement du
Québec. ISBN: 2-550-43613-X
Sander, M.F. (2005). Inclusion and the
Removal of Barriers to
Learning,
Participation and Development
Inclusive and Child Friendly
Schools Emerging in Asia.
Paper on International
Symposium Bukittinggi [West
Sumatra], Indonesia, 26th to
29th September 2005. Tersedia
on line di http://www.idp-
europe.org
Siregar, N. (1999a). Pedagogi Materi-
Subyek: Dasar-dasar
Pengembangan PBM (Bahan
Kuliah Pedagogi Materi
Subyek). Materi kuliah PPS
UPI. Bandung: tidak
diterbitkan.
_________. (1999b). Pedagogi Materi
subyek: Memapankan
Pengetahuan Praktis Mengajar.
Makalah Lokakarya MGMP
Kimia Propinsi Jawa Barat,
Sanggar IPA SMUN 8 Bandung.
__________. (2000). PBM sebagai
Wacana Membangun
Pengetahuan: Acuan Lapangan
untuk Pengembangan
Kurikulum. Makalah pada
penataran guru di UPI Bandung.