ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TATARAN SINTAKSIS

49
1 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TATARAN SINTAKSIS MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Nilai Mata Kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Nusantara PGRI Kediri Disusun Oleh : AMI YUNIARTI (13.1.01.07.0099) LAILIYA ANISTA SARI (13.1.01.07.0070)

Transcript of ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TATARAN SINTAKSIS

1

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TATARANSINTAKSIS

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Nilai

Mata Kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa pada Program StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Nusantara

PGRI Kediri

Disusun Oleh :

AMI YUNIARTI (13.1.01.07.0099)

LAILIYA ANISTA SARI (13.1.01.07.0070)

2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIIRI

2014

3

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL DALAM ................................

DAFTAR ISI..........................................

KATA PENGANTAR .....................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................

B. Rumusan Masalah ..........................

C. Tujuan ..................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesalahan Berbahasa............

B. Penyebab Kesalahan Berbahasa..............

C. Analisis Kesalahan Berbahasa..............

D. Perbedaan Kesalahan Dan Kekeliruan........

E. Langkah-Langkah Dalam Menganalisis Kesalahan Dan

Kekeliruan ................................

F. Dasar Atau Acuan Untuk Melakukan Analisis Kesalahan

Berbahasa.................................

G. Kesalahan Berbahasa Pada Tataran Sintaksis

a. Pengertian Sintaksis ..................

b. Ruang Lingkup Sintaksis................

c. Bentuk Atau Pola Kesalahan Pada Tataran

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat atau sarana komunikasi yang

digunakan antar manusia. Bahasa dapat mengekspresikan

maksud dan tujuan seseorang. Dengan pengertian di atas

maka kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar

penduduk di dunia adalah dwibahasawan, maksudnya bahwa

sebagian manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa

atau lebih sebagai alat komunikasi.

Orang yang biasa menggunakan dua bahasa atau

lebih secara bergantian untuk tujuan yang berbeda

merupakan agen per gontak dua bahasa. Semakin besar

jumlah orang yang seperti ini, maka semakin intensif

pula kontak antara dua bahasa yang mereka gunakan.

Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang

manifestasinya menjelma di dalam penerapan kaidah

bahasa pertama (B1) di dalam penggunaan bahasa kedua

(B2). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi di dalam

pemakaian system B2, pada saat penggunaan B1. Salah

satu dampak negatif dari praktik penggunaan dua bahasa

secara bergantian adalah terjadinya kekacauan

5

pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah

interferensi (Khairul Matien : 2-3).

Sebagai seorang calon guru khususnya guru Bahasa

Indonesia sering kita menjumpai kesalahan-kesalahan

yang dilakukan oleh para siswa. Kesalahan-kesalahan

yang dibuat oleh para siswa tersebut ternyata dapat

dibagi kedalam 2 kategori yaitu kategori kesalahan

dalam bidang keterampilan yang meliputi menyimak,

membaca, menulis dan membaca, serta kesalahan dalam

bidang linguistik yang meliputi tata bentuk bunyi

(fonologi), tata bentuk kata (morfologi), tata bentuk

kalimat (sintaksis).

Pengertian dari Analisis Kesalahan Berbahasa itu

sendiri adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan,

mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara

sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si

terdidik atau siswa yang sedang belajar bahasa asing

atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan

prosedur-prosedur berdasarkan linguistik (Pateda, 1989

: 32).

Sementara Pateda (50-66) juga menjelaskan bahwa

analisis kesalahan berbahasa dibagi kedalam daerah-

daerah kesalahannya. Menurut pateda daerah kesalahan

berbahasa dibagi menjadi 4 antara lain : (1) Daerah

kesalahan fonologi, (2) Daerah kesalahan morfologi,

1

6

(3) Daerah kesalahan sintaksis, (4) Daerah kesalahan

semantis.

Dalam makalah ini kami akan mencoba menganalisis

lebih spesifik atau mendetail lagi mengenai salah satu

daerah kesalahan berbahasa seperti yang diungkapkan

oleh pateda diatas. Salah satu daerah kesalahan yang

ingin kita analisis yaitu Daerah kesalahan Bidang

Sintaksis (Kalimat).

B. Rumusan Masalah

A. Apa pengertian dari kesalahan berbahasa?

B. Apa macam-macam kesalahan berbahasa?

C. Apa analisis kesalahan berbahasa?

D. Bagaimana analisis kesalahan berbahasa?

E. Bagaimana langkah-langkah dalam menganalisis

kesalahan berbahasa?

F. Apa dasar atau acuan untuk melakukan analisis

kesalahan berbahasa?

G. Bagaimana kesalahan berbahasa pada tataran

sintaksis?

H. Apa saja bentuk atau pola kesalahan pada tataran

sintaksis?

C. Tujuan

7

Untuk mengetahui apa pengertian dari kesalahan

berbahasa, mengetahui serta memahami macam-macam

kesalahan berbahasa, dan dapat menganalisis kesalahan

berbahasa. Di dalam menganalisis berbahasa juga perlu

adanya teori mengenai langkah-langkah dalam

menganalisis berbahasa, dasar atau acuan untuk

melakukan analisis berbahasa khusunya dalam

menganalisis berbahasa pada tataran sintaksis yang

menjadi tujuan dari rumusan masalah diatas.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesalahan Berbahasa

Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language

Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan

berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang

tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk

tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program

dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang

tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang

menyimpang dari kaidah bahasa baku. Hal ini sesuai

dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa

yang pertama-tama harus dipikirkan sebelum mengadakan

pembahasan tentang berbagai pendekatan dan analisis

kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan

8

atau kesalahan. Sebagian besar guru bahasa Indonesia

menggunakan kriteria ragam bahasa baku sebagai standar

penyimpangan.

Pengertian kesalahan berbahasa dibahas juga oleh

S. Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing

Applied Linguistics. Dikemukakan oleh Corder bahwa yang

dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran

terhadap kode berbahasa.Pelanggaran ini bukan hanya

bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang

sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap

kode.Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan

kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan

oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan

penutur asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat

kesalahan berbahasa.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian

kesalahan berbahasa yang telah disebutkan di atas,

dapatlah dikemukakan bahwa kesalahan berbahasa

Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan

berbagai unit kebahasaanyang meliputi kata, kalimat,

paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa

Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca

yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang

telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

3

9

B. Penyebab Kesalahan Berbahasa

Corder (1971) membedakan istilah salah (mistake),

selip (lapses), dan silap (errors). Salah (mistakes) adalah

penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutu

tidak mampu menentukan pilihan penggunaan ungkapan

yang tepat sesuai dengan situasi yang ada. Selip (lapses)

merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihny

pusat perhatian topic pembicaraan secara sesat.

Kelelahan tubuh bisa menimbulkaselip bahasa. Dengan

demikian selip bahasa terjadi secara tidak disengaja.

Silap (errors) merupakan penyimpangan bentuk lahir dari

struktur baku yang terjadi karena pemakai belum

menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. Faktor yang

mendorong timbulnya kesilapan adalah faktor kebahasaan

yang mengikuti pola-pola tertentu.

Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian

yang beragam.Untuk itu, pengertian kesalahan berbahasa

perlu diketahui lebih awal sebelum kita membahas

tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menggunakan

3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa:

(1) Lapses, (2) Errors, dan (3)Mistake.

Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam

wilayah kesalahan berbahasa.Ketiga istilah itu

10

memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang

kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:

1) Lapses

Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat

penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu

sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai

dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan,

jelas kesalahan ini diistilahkan dengan “slip of the

tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis

kesalahan ini diistilahkan “slip of the pen”. Kesalahan

ini terjadi akibat ketidak sengajaan dan tidak

disadari oleh penuturnya.

2) Error

Error adalah kesalahan berbahasa akibat

penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa

(breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat

penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata

bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain,

sehingga itu berdampak pada kekurang sempurnaan

atau ketidak mampuan penutur. Hal tersebut

berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi

kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan

kaidah bahasa yang salah.

3) Mistake

11

Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat

penutur tidak tepat dalam memilih kata atau

ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan

ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak

tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar,

bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua

(B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang

tidak benar.

Selama bertahun-tahun pengajaran bahasa

selalu memandang bahwa penyimpangan berbahasa

seorang anak yang sedang berusaha menguasai

bahasa selalu dianggap sebagai kesalahan.

Anggapan demikian kurang memperhatikan aspek

psikologi pembelajar, karena setiap orang yang

ingin menguasai sesuatu yang baru pasti melalui

proses.

C. Analisis Kesalahan Berbahasa

Pengertian “analisis” dalam kaitannya dengan

kesalahan berbahasa adalah suatu teknik untuk

mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan

menginterpretasi secara sistematis kesalahan-kesalahan

yang dilakukan siswa di dalampembelajaran B2 (bahasa

asing) dengan menggunakan teori-teori danprosedur-

12

prosedur yang ada hubungannya dengan kebahasaan

(Crystaldalam Tarigan, 1990: 32). Menurut Corder dalam

Tarigan ( 2011: 152), analisis kesalahan berbahasa itu

merupakan suatu proses, maka ada prosedur yang harus

dituruti selaku pedoman kerja. Prosedur itu melalui

beberapa tahap, yaitu: (1) memilihkorpus bahasa, (2)

mengenali kesalahan dalam korpus, (3)

mengklasifikasikan kesalahan, (4) menjelaskan

kesalahan), dan (5) evaluasi kesalahan. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa pengertian analisis

kesalahan berbahasa adalah suatu proses kerja yang

digunakan oleh guru dan peneliti bahasa dengan

langkah-langkah pengumpulan data, pengidentifikasian

kesalahan yang terdapat di dalam data, penjelasan

kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu

berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian taraf

keseriusan kesalahan itu (Tarigan, 1990: 68).

Faktor kemungkinan kesalahan di dalam berbahasa

terjadi akibat kebiasaan berbahasa (language habit) yang

salah sehingga terjadi kesalahan berbahasa. Kebiasaan

ini terjadi secara spontan dan sukar dihilangkan,

kecuali lingkungan bahasanya diubah dengan cara

menghilangkan stimulus yang membangkitkan kebiasaan

itu (Borneo, 2008). Sebagai contoh kebiasaan

penggunaan kata “daripada” dan “yang mana” oleh

13

sebagianorang yang seharusnya berfungsi sebagai

pembanding, namun sering dimaksudkan sebagai pengganti

kata “dari” dan ”yang”.

Maksud dan tujuan daripada pertemuan ini adalah ….

Seharusnya

Maksud dan tujuan dari pertemuan ini adalah ….

Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Walikota Bandar

lampung yang mana telah sudi hadir di desa kami.

Seharusnya

Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Walikota Bandar

lampung yang telah sudi hadir di desa kami.

Saya telah menemukan beberapa kesalahan berbahasa

tataran sintaksis pada koran Tribun Pekanbaru, Rabu,

10 September 2014 EDISI 3.652 dari halaman 1-36 yaitu

sebagai berikut.

Kesalahan Dalam Bidang Frasa Pada Adanya Pengaruh

Bahasa Daerah

Bentuk Tidak Baku.

1. Katanya sudah gede, jadi makan sendiri aja.

14

2. Saya minta kepada anak-anak saya, adek-adek kita

jangan sampai terkontaminasi.

Analisis:

Dalam ragam baku, unsur-unsur yang dicetak miring

pada kalimat 1-2 di atas merupakan contoh pemakaian

frasa yang salah. Kesalahan itu disebabkan oleh adanya

pengaruh bahasa daerah.Perbaikan kalimat di atas

sebagai berikut.

Bentuk Baku:

15

1. Katanya sudah besar, jadi makan sendiri saja.

2. Saya minta kepada anak-anak saya, adik-adik kita

jangan sampai terkontaminasi.

D. Perbedaan Kesalahan dan Kekeliruan

Tarigan (2011: 67) yang membedakan kesalahan

berbahasapada dua bagian, yakni “kesalahan” dan

“kekeliruan”. Kesalahan dankekeliruan sebagai dua kata

yang bersinonim, dua kata yang memiliki maknakurang

lebih sama. Istilah kesalahan (errors) dan kekeliruan

(mistakes) dalampengajaran bahasa dibedakan, yakni di

dalam penyimpangan dalam pemakaianbahasa. “Kekeliruan”

pada umumnya disebabkan oleh faktor “performansi”.

Keterbatasan di dalam mengingat sesuatu yang

menyebabkan kekeliruan dalam melafalkan bunyi bahasa,

kata, urutan kata, tekanan kata atau kalimat, dan

sebagainya. Kekeliruan ini bersifat acak, artinya

dapat terjadi pada setiap tataran linguistik.

Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki oleh para siswa

sendiribila yang bersangkutan lebih mawas diri, lebih

sadar atau memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya

sudah mengetahui sistem linguistik bahasa yang

Digunakannya, namun karena sesuatu hal dia lupa

akan sistem tersebut. Kelupaan ini biasanya tidak

lama, oleh karena itu kekeliruan itu sendiri tidak

16

bersifat lama. Sebaliknya, “kesalahan” disebabkan oleh

faktor ”kompetensi”. Dalam hal ini, siswa memang

belum memahami sistem linguistik bahasa yang

dipelajari ataudigunakannya.Kesalahan biasanya terjadi

secara konsisten, yang berarti kesalahan tersebut

dilakukan secara sistematis.

Kesalahan ini dapat berlangsung lama jika tidak

segera diperbaiki. Perbaikan biasanya dilakukan oleh

guru, misalnya melalui pengajaran remedial, latihan,

praktik, dan sebagainya. Sering dikatakan bahwa

kesalahan merupakan gambaran tentang pemahaman siswa

terhadap sistem bahasa yang sedang dipelajarinya. Bila

tahap pemahaman siswa terhadap sistem bahasa yang

sedang dipelajarinya ternyata kurang, maka kesalahan

sering terjadi. Kesalahan tersebut akan berkurang

apabila tahap pemahamannya semakin meningkat (Tarigan,

2011: 68).

Ditambahkan oleh Tarigan bahwa dasar

perbandingannya didasarkan pada enam sudut pandang,

yakni sumber, sifat, durasi, sistem linguistik, hasil,

dancara perbaikan. Sebagaimana digambarkan dalam tabel

perbedaan kesalahandan kekeliruan berikut ini.

Tabel perbedaan kesalahan dan kekeliruan.

Kategori Kesalahan Kekeliruan

17

Sudut Pandang1. Sumber

2. Sifat

3. Durasi

4. Sistem

Linguistik

5. Hasil

6. Perbaika

1. Kompetensi

2. Sistematis

3. Agak lama

4. Belum

dikuasai

5. Penyimpangan

6. Dibantu oleh

guru:

latihan,

pengajaran

remedial

1. Performansi

2. Tidak

sistematis

3. Sementara

4. Sudah

dikuasai

5. Penyimpangan

6. Siswa

sendiri:

pemusatan

perhatian

E. Langkah-langkah Dalam Menganalisis Kesalahan Berbahasa

Tarigan mengajukan langkah-langkah prosedur

tersebut yang merupakan modifikasi langkah-langkah

analisis kesalahan yang diajukan Ellis (1986) dan

Sidhar (1985). Langkah-langkah tersebut dijelaskan

sebagai berikut: (1) mengumpulkan data yang berupa

kesalahan-kesalahan berbahasa yang dibuat pembelajar,

(2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan;

tahap pengenalan dan pemilah-milahan kesalahan

berdasarkan kategori ketata bahasaan, (3) membuat

peringkat kesalahan yang berarti membuat urutan

kesalahan berdasarkan keseringan kesalahan-kesalahan

18

itu muncul, (4) menjelaskan kesalahan dengan

mendeskripsikan letak kesalahan, sebab-sebabnya dan

pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan

daerah atau butir kebahasaan yang rawan menyebabkan

kesalahan, dan (6) mengoreksi kesalahan berupa

pembetulan dan penghilangan kesalahan berupa

penyusunan bahan yang tepat dan penentuan strategi

pembelajaran yang serasi (Tarigan, 1988: 71-72).

F. Dasar atau Acuan Untuk Melakukan Analisis Kesalahan

Berbahasa

Dasar atau acuan yang kami menggunakan untuk

melakukan analisis kesalahan berbahasa yaitu:

1. KBBI.

2. EYD.

3. Kalimat baku tidak baku.

4.

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kamus

ekabahasa resmi bahasa Indonesia yang disusun oleh

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan

diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kamus Besar Bahasa

Indonesia menjadi acuan tertinggi bahasa Indonesia

yang baku, karena Kamus Besar Bahasa Indonesia

merupakan kamus bahasa Indonesia terlengkap dan yang

19

paling akurat yang pernah diterbitkan oleh penerbit

yang memiliki hak paten dari pemerintah Republik

Indonesia yang dinaungi oleh Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Indonesia.

Berikut contoh analisis kesalahan berbahasa

berdasarkan acuan KBBI:

Pada umumnya kebanyakan orang mengucapkan

“saudara” menjadi “sodara”. Hal ini sering terjadi

pada suatu kegiatan seperti pada pembawa acara,

khotbah, talkshow dan lain-lain. Di dalam KBBI tidak

terdapat kata “sodara” melainkan “saudara” yang

berarti kawan, teman, sapaan pada teman yang diajak

bicara.

Contoh lainnya yaitu pada kata “Nopember”, di

dalam KBBI yang benar ialah “November” yang berarti

bulan ke-11.

Ejaan ialah keseluruhan system dan peraturan

penulisan bunyi bahasa untuk mencapai keseragaman.

Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan yang dihasilkan

dari penyempurnaan atas ejaan-ejaan sebelumnya.

Ejaan yang disempurnakan ( EYD ) mengatur:

Berikut contoh analisis kesalahan berbahasa

berdasarkan acuan EYD:

Penulisan huruf miring.

20

Padi ialah Oriza Sativa

Yang benar

Padi ialah Oriza Sativa

Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk

menuliskan nama ilmiyah.

Istilah kalimat baku digunakan untuk menyebut

kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia,

baik dari sisi pemilihan kata, ejaan dan struktur

kalimat. Kalimat baku juga sering disamakan dengan

kalimat efektif karena kedua kalimat ini hampir sama.

Namun yang harus diketahui adalah kalimat baku sudah

pasti merupakan kalimat efektif sedangkan kalimat

efektif belum tentu baku.

Kalimat baku tidaklah sama dengan kata baku.

Namun di dalam kalimat baku pasti terkandung kata-

kata baku. Untuk membuat kalimat-kalimat baku kita

harus memperhatikan kata baku yang bisa dilihat di

dalam Kamus Besar Bahas Indonesia.

Sedangkan kalimat tidak baku adalah kalimat yang

tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Meskipun

kaliamat tersebut bisa dimengerti oleh pembacanya

apabila tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan

bukanlah kalimat baku.

21

Berikut contoh analisis kesalahan berbahasa

berdasarkan acuan Kalimat Baku dan Tidak Baku.

Kami telah menemukan beberapa kesalahan berbahasa

tataran sintaksis pada koran Tribun Pekanbaru, Rabu,

10 September 2014 EDISI 3.652 dari halaman 1, 8 dan

10 yaitu sebagai berikut.

1. Kesalahan Dalam Bidang Kalimat Pada Penggunaan

Istilah Asing

Bentuk Tidak Baku.

a. Penampilan seni Gabano di malam pembukaan Pekan

Sastra se-Sumatra di ballroom Hotel Pangeran,

Pekanbaru, Selasa (9/9) malam, mendapat aplaus

panjang dari ratusan peserta yang datang dari

berbagai daerah.

b. Atau Down Payment(DP) untuk Honda Brio mulai dari

Rp 20 juta.

22

c. Memang ada gladi resik, tapi blockingtime Cuma

beberapa menit

Analisis:

Kalimat di atas terdapat kesalahan dalam

bidang kalimat pada penggunaan istilah asing.

Kalimat-kalimat di atas belum tentu dapat

dipahami oleh orang yang berpendidikan rendah

karena pada kalimat-kalimat tersebut terdapat

istilah bahasa asing yang tidak dipahami. Akan

lain halnya jika istilah asing yang dicetak

miring pada masing-masing kalimat di atas

diganti dengan istilah dalam bahasa Indonesia

sehingga menjadi kalimat-kalimat berikut ini.

23

Bentuk Baku:

1. Penampilan seni Gabano di malam ppembukaan

Pekan Sastra se-Sumatra di ruangan Hotel

Pangeran, Pekanbaru, Selasa (9/9) malam,

mendapat tepuk tangan panjang dari ratusan

peserta yang datang dari berbagai daerah.

2. Atau uang muka (DP) untuk Honda Brio mulai

dari Rp 20 juta.

3. Memang ada gladi resik, tapi memblokir waktu

cuma beberapa menit.

G. Kesalahan Berbahasa Pada Tataran Sintaksis

a. Pengertian Sintaksis

Tarigan (1984) mengemukakan bahwa sintaksis

adalah salah satu cabang dari tata bahasa yang

membicarakan struktur kalimat, klausa, dan frasa.

Oleh Kridalaksana (1982 ) kalimat merupakan satuan

bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,

mempunyai pola intonasi final dan secara aktual dan

potensial terdiri dari klausa, misalnya saya makan

nasi. Sedang klausa adalah satuan bentuk linguistik

yang terdiri atas subjek dan predikat.Frasa adalah

satuan tatabahasa yang tidak melampaui batas fungsi

subjekatau predikat (Ramlan, 1978).Kaitannya dengan

hal tersebut, Tarigan dan Sulistyaningsih (1979) dan

Semi (1990) mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa

24

dalam bidang sintaksismeliputi: kesalahan frasa,

kesalahan klausa, dan kesalahan kalimat.

b. Ruang Lingkup Kesalahan Analisis Bahasa Pada Tataran

Sintaksis

a. Alat-alat sintaksis. Frasa, klausa, kalimat tidak

secara tiba-tiba muncul tanpa adanya sarana yang

menunjang terwujudnya satuan-satuan tersebut.

Perangkat-perangkat yang menjadi sarana

terwujudnya satuan-satuan disebut dengan alat

sintaksis. Ada tiga alat sintaksis, yaitu (1)

urutan, (2) bentuk kata, (3) intonasi.

1) Urutan, bahasa itu penuh aturan, pola, dan

keajekan. Dari beberapa kecenderungan yang

dapat diamati, dapat disimpulkan bahwa

kesetiaan terhadap aturan, pola, dan

keajekan itu ada maksudnya. Aturan itu ada

agar bahasa dapat tersaji secara nyawan,

berwujud, ringkas, tetapi pesannya dapat

dipahami dengan jelas (Poedjosoedarmo

1998:1). Di antara wujud aturan dalam bahasa

adalah adanya urutan (urutan kata).

Kenyataan ini dapat diamati dalam kalimat-

kalimat berikut:

Membacakan saya sebuah puisi Johar.

25

Seharusnya

Johar membacakan saya sebuah pusi.

Urutan juga berlaku bagi konstruksi

yang berupa frasa. Contohnya

konstruksi frasa-frasa berikut : alim-ulama,

suka duka, anak cucu, arif bijaksana yang

kesemuanya merupakan susunan kata yang tidak

bisa dibalik urutannya; misalnya menjadi

ulama alim, duka suka, cucu anak, dan

bijaksana arif.

2) Intonasi, adalah pola perubahan nada yang

dihasilkan pembicara pada waktu mengucapkan

ujaran atau bagian-bagiannya (Kridalaksana

1993:85). Intonasi dapat berupa tekanan,

nada, dan tempo (Chaer 1994: 253). Gejala

intonasi atau gejala prosodi mempunyai

hubungan yang erat dengan struktur kalimat

di samping dengan interelasi kalimat dalam

sebuah wacana (Halim 1984: 77). Intonasi,

yang dalam ejaan atau tulisan dinyatakan

secara tidak sempurna terutama dalam contoh

dengan tanda baca dan pemakaian huruf

kapital juga dapat menentukan modus sebuah

kalimat.Sebuah kalimat bisa bermodus

deklaratif, interogatif, imperative, atau

26

eksklamatif bergantung kepada intonasi yang

dialamatkan kepadanya.Misalnya :

a) Mas Wahid besok datang ke kampus.

b) Mas Wahid besok datang ke kampus?

c) Mas Wahid, besok datang ke kampus?

d) (Wah), Mas Wahid besok datang ke

kampus!

3) Bentuk Kata, dilihat dari bentuknya, dalam

bahasa Indonesia terdapat kata dasar dan

kata turunan. Contoh kata dasar ialah muat.

Kata turunannya antara lain dimuat dan

memuat. Dalam contoh berikut misalnya, jika

kata dimuat diubah menjadi memuat, tentu

makna kalimat tersebut menjadi berbeda

dengan kalimat asalnya, bahkan kalimat

tersebut menjadi tidak bermakna atau

berterima.

a) Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya

memuat di Suara Merdeka.

Seharusnya

b) Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya

dimuat di Suara Merdeka.

b. Satuan-Satuan Sintaksis

27

Pada awal pembahasan, dikatakan bahwa satuan-

satuan sintaksis adalah kata, frase, klausa,dan

kalimat.

1. Kata, sebagai satuan terkecil dalam sintaksis,kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis,penanda kategori sintaksis, dan perangkai frase,klausa, dan kalimat. misalnya:

Sayur-sayurSeharusnya

Sayur mayor

2. Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yangbersifat nonpredikatif atau lazim juga di sebutdengan gabungan kata yang mengisi salah satufungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer2003:222). Sama halnya dengan kata, frase jugaberperan sebagai pengisi fungsi sintaksis.Untuklebih memahami tentang frase, perhatikan contohberikut :

Haus sangat

Seharusnya

Sangat haus

3. Klausa adalah satuan sintaksis yang berupa

runtunan kata-kata yang berkontruksi predikatif

(Chaer: 1994). Artinya, di dalam konstruksi

tersebut, terdapat komponen kata atau frase yang

berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, dan

28

keterangan. Di dalam sebuah klausa, minimal harus

mengandung subjek dan predikat, sedangkan objek

dan keterangan bersifat fakultatif atau tidak

wajib ada. Untuk mempermudah pemahaman tentang

klausa perhatikan contoh konstruksi berikut ini.

Ima bunga melati menyiram setiap pagi

S P K

Seharusnya

Ima menyiram bunga melati setiap pagi

S P O

Ket

4. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang

merupakan kesatuan pikiran (widjono:1946).

Berikut contohnya:

Anak kecil di sekolah itu dan bermain

kelereng

Seharusnya

Anak kecil di sekolah itu bermain kelereng

29

c. Bentuk atau Pola Kesalahan Pada Tataran Sintaksis.

Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam

bidang sintaksis, diantara yaitu:

a. Khususnya segi frasa, antara lain sebagai

berikut:

1) Penggunaan kata depan tidak tepat: di masa itu

Beberapa frasa preposisional yang tidak tepat

karena mengunakan kata depan yang tidak sesuai.

Hal ini pengaruh dari bahasa sastra atau bahasa

media masa, misalnya sebagai berikut.

di masaseharus

nyapada masa itu

di waktu ituseharus

nya

pada waktu

itu

di malam

itu

seharus

nya

pada malam

itu

di hari ituseharus

nyapada hari itu

2) Penyusunan frasa yang salah struktur.

Sejumlah frasa kerja yang salah karena

strukturnya yang tidak tepat karena kata

keterangan atau modalitas terdapat sesudah kata

kerja.

Misalnya:

30

belajar

sudah

seharusn

yasudah belajar

minum

belum

seharusn

yabelum minum

makan

sudah

seharusn

yasudah makan

3) Penambahan yang dalam frasa benda (B+S).

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata

sifat tidak diantarai kata penghubung yang.

Misalnya:

petani yang mudaseharus

nyapetanimuda

pedagang yang hebatseharus

nya

pedagang

hebat

Guru yangm

profesional

seharus

nya

guru

profesional

4) Penambahan kata dari atau tentang dalam Frasa Benda

(B+B).

Frasa benda yang berstruktur Kata benda + kata

benda tidak diantarai kata penghubung yang atau

dari, karena tanpa kata dari sudah menunjukkan asal.

Contoh:

31

gadis dari Bali seharus

nya

gadis Bali

pisang dari Ambon seharus

nya

pisang ambon

5) Penambahan kata kepunyaan dalam Frasa Benda

(B+K Pr).

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata

pronomina tidak diantarai kata penghubung milik

atau kepunyaan, karena tanpa kata itu sudah

menunjukkan kepunyan posesif,

Misalnya:

motor milik Imran seharus

nya

motor Imran

golok milik Abdullah seharus

nya

golok abdullah

6) Penambahanan kata untuk dalam frasa Kerja (K pasif

+ K lain).

Frasa kerja yang berstruktur kata kerja pasif

+ kata kerja aktif tidak diantarai kata seperti

untuk supaya makna yang ditunjuk tanpak jelas,

misalnya sebagaiberkut:

dididik untuk beraniseharus

nyadididik berani

32

dituduh untuk

membunuh

seharus

nya

dituduh

membunuh

7) Penghilangan kata yang dalam Frasa Benda

(Benda+yang+K pasif).

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata

kerja pasif memerlukan kata yang untuk memperjelas

makna frase tersebut. Misalnya sebagai berikut.

taman kupeliharaseharus

nya

taman yang

kupelihara

baju kubersihkanseharus

nya

baju yang

kubersihkan

8) Penghilangan kata oleh dalam Frasa Kerja Pasif

(K pasif+oleh+B).

Frasa yang berstruktur dimulai dari kata kerja

fasif + kata benda seharusnya tidak dihilangkan

kata oleh atau perlu ada kata oleh diantaranya untuk

memperjelas makna pasif frase tersebut. Misalnya

sebagai berikut:

dinasihati kakakseharus

nyadinasihati oleh kakak

diminta ibuseharus

nyadiminta oleh ibu

33

9) Penghilangan kata yang dalam frasa Sifat (yang

+paling +sifat).

Dialah paling pintar di kampung ini . Kalimat tersebut

kurang tegas makna yang dimaksud karena tidak

menggunakan kata penghubung yang sesudah kata

Dialah. Oleh karena itu, kalimat tersebut

seharusnya menjadi Dialah yang paling pintar di kampung

ini. Jadi, frase sifat yang dimulai kata paling

seharusnya diawali kata yang, misalnya sebagai

berikut.

paling besarseharus

nyayang paling besar

sangat berwibawaseharus

nya

yang sangat

berwibawa

b. Kesalahan bidang klausa.

Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam

bidang sintaksis, khususnya segi klausa, antara lain

sebagai berikut:

1) Penambahan preposisi di antara kata kerja dan

objeknya dalam klausa aktif.

Dalam klausa aktif seharusnya antara kata

kerja dan objeknya tidak diantarai modalitas atau

kata keterangan tertentu. Hal ini agar supaya

tanpak hubungan yang erat antara predikat dan

34

objek dalam kalimat. Selain itu, agar makna

kalimat tersebut tidak menjadi agak kabur.

Misalnya:

Rakyat mencintai akan

pimpinan yang jujurseharusnya

Rakyat mencintai

pimpinan yang

jujur

Pemimpin itu

melindungi akan

rakyatnya

seharusnya

Pemimpim itu

melindungi

rakyatnya

2) Penambahan kata kerja bantu dalam klausa

ekuasional.

Dalam klausa ekuaional atau nominal, kata kerja

bantu adalah tidak perlu ada di antara subjek dan

predikat. Hal ini agar keterpaduan antara subjek

dan predikat terpadu secara erat. Selain itu, makna

kalimat tersebut nampak dengan jelas.

Misalnya:

Nenekku adalah dukun Seharusnya Nenekku dukun

Bapakku adalah guru

SDSeharusnya Bapakku guru SD

3) Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa

aktif.

35

Dalam klausa aktif, kata modalitas semestinya

tidak ada di antara subjek dan predikat. Hal ini

agar hubungan dan keterpaduan subjek dan predikat

tanpak secara jelas sekaligus memberikan efek makna

yang jelas.

Misalnya:

Saya akan membeli

rumah itu

Seharusn

ya

Saya membeli rumah

itu

Pak Kepala Desa selalu

mengunjungi

wilayahnya

Seharusn

ya

Pak Kepala Desa

mengunjungiwilayahn

ya.

4) Penghilangan kata oleh dalam klausa pasif.

Klausa fasif adalah klausa yang salah satu

ciri-cirinya adalah menggunakan kata oleh. Misalnya

buku Pendidikan Agama Islam itu dibaca oleh Andi Makkasau.

Namun demikian, biasa dijumpai penggunaan klausa

pasif tanpa ada kata oleh di dalamnya. Kluasa pasif

seperti itu seharusnya menggunakan kata oleh supaya

ciri-cirinya sebagai klausa pasif semakin jelas.

Misalnya:

Roman Tenggelamnya Kapal

Tanpomas dibaca Rina.

Seharusny

aRoman Tenggelamnya

Kapal Tanpo Mas dibaca

36

oleh Rina.

Buku ekonomi itu telah

dibaca Amir.

Seharusny

a

Buku ekonomi itu

telahdibaca oleh Amir.

5) Penghilangan kata kerja dalam klausa

intranstif.

Dalam situasi pembicaraan yang resmi, kadang-

kadang menggunakan klausa intransitif, yakni klausa

yang predikatnya dari kata kerja intransitif. Namun

kata kerja tersebut tidak masukkan dalam kalimat,

misalnya /ibu ke Makassar/. Klausa intranstif tersebut

tidak jelas predikatnya; klausa tersebut bukan

tergolong klausa yang benar. Olehnya itu, klausa

itu perlu diperbaiki menjadi ibu pergi ke Makassar.

Contoh lain adalah sebagai berikut.

Pak camat ke Maros

kemarin.

Seharus

nya

Pak Camat pergi ke

Maros kemarin.

Amin di kolam renang.Seharus

nya

Amin berenang di

kolam renang.

c. Kesalahan bidang kalimat

Kesalahan yang biasa terjadi dalam bidang

sintaksis, khususnya dari segi kalimat antara lain

sebagai berikut.

37

1) Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada

struktur bahasa daerah.

Berbahasa Indonesia dalam situasi resmi

kadang-kadang tidak disadari menerapkan struktur

bahasa daerah. Seperti (a) Amin pergi ke rumahnya

Rudy. (b) Buku ditulis oleh saya (c) Rumah itu dibuat oleh

saya. Kalimat (a), (b), dan (c) terpengaruh pada

struktur bahasa daerah. Oleh karena itu, kedua

kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi:

Amin pergi ke rumah Rudy.

Buku itu saya tulis.

Rumah itu saya buat.

2) Kalimat yang tidak bersubjek karena terdapat

preposisi di awal.

Ketika menulis atau berbicara dengan orang

lain pada situasi resmi, kadang-kadang

menggunakan kalimat yang tidak bersubjek karena

adanya kata penghubung seperti dalam, pada,

untuk,dan kepada diletakkan di awal kalimat. Dengan

demikian, kalimat tersebut menjadi tidak

bersubjek misalnya:

Dalampertemuan itu membahas berbagai persoalan.

Supaya kalimat itu menjadi bersubjek.

Seharusnya

Pertemuan itu membahas berbagai persoalan. atau

38

Dalam pertemuan itu dibahas berbagai persalan.

3) Penggunaan subjek yang berlebihan.

Biasa kita mendengar kalimat Ety membeli ikan

ketika Ety akan makan malam. Kalimat tersebut

menggunakan dua subjek yang sama.Semestinya

subjek kedua dihilangkan dan hal itu tidak

mempengaruhi makna kalimat. Dengan demikian,

kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi Ety

membeli ikan ketika akan makan malam. Contoh lain:

Ali menulis drama saat Ali telah membaca buku Rendra

tentang drama.

Seharusnya

Ali menulis drama setelah membaca buku Rendra

tentang drama.

4) Penggunan kata penghubung secara ganda pada

kalimat majemuk.

Dalam kalimat majemuk setara berlawanan

kadang-kadang ada yang menggunakan dua kata

penghubung sekaligus. Penggunaan kata penghubung

yang ganda dalam suatu kalimat perlu dihindari.

Semestinya hanya satu kata penghubung, misalnya

sebagai berikut.

Meskipun sedang sakit kepala, namun Alimuddin tetap

pergi sekolah.

39

Seharusnya

Meskipun sedang sakit kepala, Alimuddin tetap pergi ke

sekolah.

Walaupun sibuk sekali tetapi Rudi dan Indrawan selalu

hadir di acara sederhana ini.

Seharusnya

Walapun sibuk sekali, Rudi dan Indawan selalau hadir di

acara sederhana ini.

5) Penggunaan kalimat yang tidak logis.

Buku itu membahas peningkatan mutu pendidkan di

Sekolah Dasar. Kalimat tersebut tidak logis karena

tidak mungkin buku mempunyai kemampuan membahas

peningkatan mutu pendidikan SD.Oleh karena itu,

kalimat tersebut perlu diperbaiki menjadi Dalam

buku itu dibahas tentang peningkatan mutu pendidikan di

Sekolah Dasar. AtauDalam buku itu, pengarang membahas

peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.

6) Pengunaan kata penghubung berpasangan secara

tidak tepat.

Kata penghubung berpasangan yang berfungsi

menafikkan suatu hal terdiri atas bukan

berpasangan melainkan untuk menafikkan ”benda”

dan kata penghubung bukan berpasangan tetapi untuk

menafikkan ”peristiwa atau kerja”. Kedua kata

40

penghubung berpasangan tersebut seharusnya

digunakan secara konsisten dalam berbahasa

Indonesia. Misalnya:

Bukan Pak Alimuddiin yang mengajarkan IPA tetapi Pak

Nurdin.

Sudirman tidak menulis buku tetapi menghitung angka.

Dengan demikian, kalimat yang menggunakan

bukan ..........tetapiatau tidak.....melainkan dapat

digolongkan bentuk yang tidak semestinya.

Contoh:

Mereka tidak menulis melainkan sedang melukis.

Seharusnya

Mereka tidak menulis tetapi sedang melukis.

Dia bukan perampok tetapi pengemis.

Seharusnya

Dia bukan perampok melainkan pengemis.

7) Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada

struktur bahasa asing.

Kata di mana, yang mana, dengan siapa, adalah

kata-kata yang lazim digunakan dalam membuat

kalimat tanya. Kata-kata tersebut bila digunakan

di tengah kalimat yang fungsinya bukan

menanyakan sesuatu merupakan pengaruh bahasa

41

asing. Dengan demikian, perlu dihindari

penggunaan di mana, yang mana, dengan siapa diganti

dengan kata bahasa Indonesia.

Misalnya sebagai berikut.

Rumah di mana dia bermalam dekat dari pasar.

Orang dengan siapa dia ajak bicara belum datang.

Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas yang

mana memberi contoh-contoh denga jelas pula.

Ketiga kalimat di atas seharusnya:

Rumah tempat dia bermalam dekat dari pasar.

Orang yang akan dia ajak bicara belum datang.

Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas karena

contoh-contohnya jelas pula.

8) Penggunaan kalimat yang tidak padu.

Kalimat yang digunakan kadang-kadang kurang

padu karena kesalahan struktur kata yang kurang

tepat sehingga maknanya agak kabur.

Misalnya:

Mereka menyatakan persetujuannya tentang keputusan

yang bijaksana itu

Yang menjadi sebab rusaknya hutan adalah

perladangan liar.

Kedua kalimat di atas seharusnya:

Mereka menyetujui keputusan yang bijaksana itu.

Penyebab rusaknya hutan adalah perladangan liar.

42

9) Penyusunan kalimat yang mubazir.

Kalimat yang mubazir biasanya disebabkan

penggunaan kata-kata yang berulang secara

berlebihan, penggunaan dua kata yang relatif

sama maknanya, misalnya sebagai berikut.

Dalam konsep pedidikan yang disusunnya banyak

terdapat berbagai kesalahan.

Mereka mencari nafkah demi untuk keluarganya.

Mahasiswa harus rajin belajar agar supaya lulus dengan

nilai yang sangat memuaskan.

Ketiga kalimat tersebut seharusnya:

Dalam konsep pendidikan yang disusunnya terdapat

banyak kesalahan.

Mereka mencari nafkah demi keluarganya.

Mahasiswa harusrajin belajar agar lulus dengan nilai

yang sangat memuaskan.

d. Data analisis kesalahan berbahasa tataran

sintaksis

“Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”

Membaca kalimat diatas pasti kita

mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat

tersebut berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu

ialah mencuri “.Poerwadarminta (1976:367) dalam

Pateda (1989: 60) menyatakan bahwa kata “ialah”

43

bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna

“ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat

diperbaiki menjadi:

“Kesalahan orang itu ialah mencuri”

“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”

“ Para sodara jamaah pengajian sekalian yang

kita hormati,….. Kita bersyukur kepada para

pelantara agama yang mana pada beliau-beliau

itu begitu gigih memperjuangkan agama….”

Kita lihat kesalahan yang sering kita

jumpai ini adalah kerancuan atau gejala

pleonasme dalam penjamakan. Kata /para/ yang

sudah menunjukkan lebih dari satu sering

digabungkan dengan kata /sekalian/ atau diulang

misalnya/para pengurus-pengurus,para bapak-

bapak/, dan sebagainya yang sudah sama-sama

bermakna banyak. Demikian pula akhiran asing /-

in/ pada kata hadirin, ini juga sudah

menandakan banyak. Kesalahan serupa sering kita

simak misalnya pada saat ada pertunjukkan

hiburan di lapangan, pembawa acara menyambut

penampilan penyanyi idola mereka dengan ucapan

“ Baiklah para hadirin sekalian, kita sambut

44

penyanyi kesayangan kita…..” Bentuk yang benar

adalah para hadir (tetapi kurang baik, kurang

lazim), sehingga bentuk yang baik dan benar

adalah cukup hadirin atau ditambah dengan kata

sifat yang berbahagia. Dalam pengajian bisa

menggunakan sapaan Hadirin yang berbahagia,

Bapak/Ibu sekalian, Bapak/ Ibu/ Saudara

sekalian yang saya hormati, Saudara-saudara

yang berbahagia, Para Saudara jamaah pengajian

yang berbahagia atau yang mengharap ridha

Allah, yang dimulyakan Allah, dan sebagainya.

Bentuk sapaan sodara dalam pengucapan memang

alih-alih menjadi bunyi /o/, padahal dalam

penulisan dan juga pelafalan yang tepat adalah

saudara (secara etimologi berasal dari bahasa

Sansekerta yakni /sa/ yang berarti satu dan

/udara/ yang berarti perut, jadi artinya adalah

satu perut atau berasal dari satu perut ibu

seperti kakak, adik. Lama-kelamaan kata itu

meluas penggunaanya. Demikian pula kata

/ibu/,/bapak/ yang dialamatkan hanya pada

lingkungan keluarga saja.

45

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian dari Analisis Kesalahan Berbahasa itu

sendiri adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan,

mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara

sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si

terdidik atau siswa yang sedang belajar bahasa asing

atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan

prosedur-prosedur berdasarkan linguistik.

Kesalahan berbahasa bidang sintaksis meliputi

kesalahan frase,kesalahan klausa, dan kesalahan

kalimat. Kesalahan-kesalahan tersebut bersumber pada:

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran kata dan

frase, antara lain:

a. Pengunaan kata depan tidak tepat.

b. Penyusunan frasa yang salah struktur.

c. Penambahan yang dalam frasa benda (B+S).

46

d. Penambahan kata dari atau tentang dalam Frasa

Benda (B+B).

e. Penambahan kata kepunyaan dalam Frasa Benda (B+K

Pr).

f. Penambahana kata untuk dalam frasa Kerja (K pasif

+ K lain).

g. Penghilangan kata yang dalam Frasa Benda

(Benda+yang+K pasif).

h. Penghilangan kata oleh dalam Frasa Kerja Pasif (K

pasif+oleh+B).

i. Penghilangan kata yang dalam frasa Sifat (yang

+paling +sifat).

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran klausa, antara

lain:

a. Penambahan preposisi di antara kata kerja dan

objeknya dalam klausa aktif.

b. Penambahan kata kerja bantu dalam klausa

ekuasional.

c. Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa

aktif.

d. Penghilangan kata oleh dalam klausa pasif.

e. Penghilangan kata kerja dalam klausa intranstif.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran kalimat,

antara lain:

47

a. Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur

bahasa daerah.

b. Kalimat yang tidak bersubjek karena terdapat

preposisi di awal.

c. Penggunaan subjek yang berlebihan.

d. Penggunan kata penghubung secara ganda pada

kalimat majemuk.

e. Penggunaan kalimat yang tidak logis.

f. Pengunaan kata penghubung berpasangan secara

tidak tepat.

g. Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur

bahasa asing.

h. Penggunaan kalimat yang tidak padu.

i. Penyusunan kalimat yang mubazir.

29

48

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1982. Tatabahasa Indonesia. EndeFlores: NusaIndah

Tarigan, Djago & Sulistyaningsih, L.S. 1979. AnalisisKesalahan Berbahasa.

Jakarta; DepdikbudSetyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia:

Teori dan    Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran

Analisis Kesalahan Berbahasa(Bandung: Angkasa).

Dian Indihadi, Analisis Kesalahan Berbahasa (PDF), diakses padatanggal 1 April 2015.

Samsuri.1985.Analis Bahasa. Jakarta : Erlangga.(halaman22).

Wojowasito.1977.Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, BukanBahasa Ibu. (Bandung: Shinta Dharma. (halaman 42).

49

Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia:Teori dan Praktik. Cetakan Kedua. Surakarta: YumaPustaka.