Analisis faktor kesalahan sebagai unsur dolus dalam tindak ...
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TATARAN SINTAKSIS
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TATARAN SINTAKSIS
1
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TATARANSINTAKSIS
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Nilai
Mata Kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa pada Program StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Nusantara
PGRI Kediri
Disusun Oleh :
AMI YUNIARTI (13.1.01.07.0099)
LAILIYA ANISTA SARI (13.1.01.07.0070)
2
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIIRI
2014
3
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL DALAM ................................
DAFTAR ISI..........................................
KATA PENGANTAR .....................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................
B. Rumusan Masalah ..........................
C. Tujuan ..................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesalahan Berbahasa............
B. Penyebab Kesalahan Berbahasa..............
C. Analisis Kesalahan Berbahasa..............
D. Perbedaan Kesalahan Dan Kekeliruan........
E. Langkah-Langkah Dalam Menganalisis Kesalahan Dan
Kekeliruan ................................
F. Dasar Atau Acuan Untuk Melakukan Analisis Kesalahan
Berbahasa.................................
G. Kesalahan Berbahasa Pada Tataran Sintaksis
a. Pengertian Sintaksis ..................
b. Ruang Lingkup Sintaksis................
c. Bentuk Atau Pola Kesalahan Pada Tataran
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat atau sarana komunikasi yang
digunakan antar manusia. Bahasa dapat mengekspresikan
maksud dan tujuan seseorang. Dengan pengertian di atas
maka kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar
penduduk di dunia adalah dwibahasawan, maksudnya bahwa
sebagian manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa
atau lebih sebagai alat komunikasi.
Orang yang biasa menggunakan dua bahasa atau
lebih secara bergantian untuk tujuan yang berbeda
merupakan agen per gontak dua bahasa. Semakin besar
jumlah orang yang seperti ini, maka semakin intensif
pula kontak antara dua bahasa yang mereka gunakan.
Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang
manifestasinya menjelma di dalam penerapan kaidah
bahasa pertama (B1) di dalam penggunaan bahasa kedua
(B2). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi di dalam
pemakaian system B2, pada saat penggunaan B1. Salah
satu dampak negatif dari praktik penggunaan dua bahasa
secara bergantian adalah terjadinya kekacauan
5
pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah
interferensi (Khairul Matien : 2-3).
Sebagai seorang calon guru khususnya guru Bahasa
Indonesia sering kita menjumpai kesalahan-kesalahan
yang dilakukan oleh para siswa. Kesalahan-kesalahan
yang dibuat oleh para siswa tersebut ternyata dapat
dibagi kedalam 2 kategori yaitu kategori kesalahan
dalam bidang keterampilan yang meliputi menyimak,
membaca, menulis dan membaca, serta kesalahan dalam
bidang linguistik yang meliputi tata bentuk bunyi
(fonologi), tata bentuk kata (morfologi), tata bentuk
kalimat (sintaksis).
Pengertian dari Analisis Kesalahan Berbahasa itu
sendiri adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan,
mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara
sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si
terdidik atau siswa yang sedang belajar bahasa asing
atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan
prosedur-prosedur berdasarkan linguistik (Pateda, 1989
: 32).
Sementara Pateda (50-66) juga menjelaskan bahwa
analisis kesalahan berbahasa dibagi kedalam daerah-
daerah kesalahannya. Menurut pateda daerah kesalahan
berbahasa dibagi menjadi 4 antara lain : (1) Daerah
kesalahan fonologi, (2) Daerah kesalahan morfologi,
1
6
(3) Daerah kesalahan sintaksis, (4) Daerah kesalahan
semantis.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menganalisis
lebih spesifik atau mendetail lagi mengenai salah satu
daerah kesalahan berbahasa seperti yang diungkapkan
oleh pateda diatas. Salah satu daerah kesalahan yang
ingin kita analisis yaitu Daerah kesalahan Bidang
Sintaksis (Kalimat).
B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari kesalahan berbahasa?
B. Apa macam-macam kesalahan berbahasa?
C. Apa analisis kesalahan berbahasa?
D. Bagaimana analisis kesalahan berbahasa?
E. Bagaimana langkah-langkah dalam menganalisis
kesalahan berbahasa?
F. Apa dasar atau acuan untuk melakukan analisis
kesalahan berbahasa?
G. Bagaimana kesalahan berbahasa pada tataran
sintaksis?
H. Apa saja bentuk atau pola kesalahan pada tataran
sintaksis?
C. Tujuan
7
Untuk mengetahui apa pengertian dari kesalahan
berbahasa, mengetahui serta memahami macam-macam
kesalahan berbahasa, dan dapat menganalisis kesalahan
berbahasa. Di dalam menganalisis berbahasa juga perlu
adanya teori mengenai langkah-langkah dalam
menganalisis berbahasa, dasar atau acuan untuk
melakukan analisis berbahasa khusunya dalam
menganalisis berbahasa pada tataran sintaksis yang
menjadi tujuan dari rumusan masalah diatas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesalahan Berbahasa
Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language
Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan
berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang
tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk
tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program
dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang
tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang
menyimpang dari kaidah bahasa baku. Hal ini sesuai
dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa
yang pertama-tama harus dipikirkan sebelum mengadakan
pembahasan tentang berbagai pendekatan dan analisis
kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan
8
atau kesalahan. Sebagian besar guru bahasa Indonesia
menggunakan kriteria ragam bahasa baku sebagai standar
penyimpangan.
Pengertian kesalahan berbahasa dibahas juga oleh
S. Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing
Applied Linguistics. Dikemukakan oleh Corder bahwa yang
dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran
terhadap kode berbahasa.Pelanggaran ini bukan hanya
bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang
sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap
kode.Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan
kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan
oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan
penutur asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat
kesalahan berbahasa.
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian
kesalahan berbahasa yang telah disebutkan di atas,
dapatlah dikemukakan bahwa kesalahan berbahasa
Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan
berbagai unit kebahasaanyang meliputi kata, kalimat,
paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa
Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca
yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang
telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
3
9
B. Penyebab Kesalahan Berbahasa
Corder (1971) membedakan istilah salah (mistake),
selip (lapses), dan silap (errors). Salah (mistakes) adalah
penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutu
tidak mampu menentukan pilihan penggunaan ungkapan
yang tepat sesuai dengan situasi yang ada. Selip (lapses)
merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihny
pusat perhatian topic pembicaraan secara sesat.
Kelelahan tubuh bisa menimbulkaselip bahasa. Dengan
demikian selip bahasa terjadi secara tidak disengaja.
Silap (errors) merupakan penyimpangan bentuk lahir dari
struktur baku yang terjadi karena pemakai belum
menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. Faktor yang
mendorong timbulnya kesilapan adalah faktor kebahasaan
yang mengikuti pola-pola tertentu.
Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian
yang beragam.Untuk itu, pengertian kesalahan berbahasa
perlu diketahui lebih awal sebelum kita membahas
tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menggunakan
3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa:
(1) Lapses, (2) Errors, dan (3)Mistake.
Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam
wilayah kesalahan berbahasa.Ketiga istilah itu
10
memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang
kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:
1) Lapses
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu
sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai
dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan,
jelas kesalahan ini diistilahkan dengan “slip of the
tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis
kesalahan ini diistilahkan “slip of the pen”. Kesalahan
ini terjadi akibat ketidak sengajaan dan tidak
disadari oleh penuturnya.
2) Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa
(breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat
penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata
bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain,
sehingga itu berdampak pada kekurang sempurnaan
atau ketidak mampuan penutur. Hal tersebut
berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi
kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan
kaidah bahasa yang salah.
3) Mistake
11
Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur tidak tepat dalam memilih kata atau
ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan
ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak
tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar,
bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua
(B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang
tidak benar.
Selama bertahun-tahun pengajaran bahasa
selalu memandang bahwa penyimpangan berbahasa
seorang anak yang sedang berusaha menguasai
bahasa selalu dianggap sebagai kesalahan.
Anggapan demikian kurang memperhatikan aspek
psikologi pembelajar, karena setiap orang yang
ingin menguasai sesuatu yang baru pasti melalui
proses.
C. Analisis Kesalahan Berbahasa
Pengertian “analisis” dalam kaitannya dengan
kesalahan berbahasa adalah suatu teknik untuk
mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan
menginterpretasi secara sistematis kesalahan-kesalahan
yang dilakukan siswa di dalampembelajaran B2 (bahasa
asing) dengan menggunakan teori-teori danprosedur-
12
prosedur yang ada hubungannya dengan kebahasaan
(Crystaldalam Tarigan, 1990: 32). Menurut Corder dalam
Tarigan ( 2011: 152), analisis kesalahan berbahasa itu
merupakan suatu proses, maka ada prosedur yang harus
dituruti selaku pedoman kerja. Prosedur itu melalui
beberapa tahap, yaitu: (1) memilihkorpus bahasa, (2)
mengenali kesalahan dalam korpus, (3)
mengklasifikasikan kesalahan, (4) menjelaskan
kesalahan), dan (5) evaluasi kesalahan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pengertian analisis
kesalahan berbahasa adalah suatu proses kerja yang
digunakan oleh guru dan peneliti bahasa dengan
langkah-langkah pengumpulan data, pengidentifikasian
kesalahan yang terdapat di dalam data, penjelasan
kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu
berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian taraf
keseriusan kesalahan itu (Tarigan, 1990: 68).
Faktor kemungkinan kesalahan di dalam berbahasa
terjadi akibat kebiasaan berbahasa (language habit) yang
salah sehingga terjadi kesalahan berbahasa. Kebiasaan
ini terjadi secara spontan dan sukar dihilangkan,
kecuali lingkungan bahasanya diubah dengan cara
menghilangkan stimulus yang membangkitkan kebiasaan
itu (Borneo, 2008). Sebagai contoh kebiasaan
penggunaan kata “daripada” dan “yang mana” oleh
13
sebagianorang yang seharusnya berfungsi sebagai
pembanding, namun sering dimaksudkan sebagai pengganti
kata “dari” dan ”yang”.
Maksud dan tujuan daripada pertemuan ini adalah ….
Seharusnya
Maksud dan tujuan dari pertemuan ini adalah ….
Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Walikota Bandar
lampung yang mana telah sudi hadir di desa kami.
Seharusnya
Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Walikota Bandar
lampung yang telah sudi hadir di desa kami.
Saya telah menemukan beberapa kesalahan berbahasa
tataran sintaksis pada koran Tribun Pekanbaru, Rabu,
10 September 2014 EDISI 3.652 dari halaman 1-36 yaitu
sebagai berikut.
Kesalahan Dalam Bidang Frasa Pada Adanya Pengaruh
Bahasa Daerah
Bentuk Tidak Baku.
1. Katanya sudah gede, jadi makan sendiri aja.
14
2. Saya minta kepada anak-anak saya, adek-adek kita
jangan sampai terkontaminasi.
Analisis:
Dalam ragam baku, unsur-unsur yang dicetak miring
pada kalimat 1-2 di atas merupakan contoh pemakaian
frasa yang salah. Kesalahan itu disebabkan oleh adanya
pengaruh bahasa daerah.Perbaikan kalimat di atas
sebagai berikut.
Bentuk Baku:
15
1. Katanya sudah besar, jadi makan sendiri saja.
2. Saya minta kepada anak-anak saya, adik-adik kita
jangan sampai terkontaminasi.
D. Perbedaan Kesalahan dan Kekeliruan
Tarigan (2011: 67) yang membedakan kesalahan
berbahasapada dua bagian, yakni “kesalahan” dan
“kekeliruan”. Kesalahan dankekeliruan sebagai dua kata
yang bersinonim, dua kata yang memiliki maknakurang
lebih sama. Istilah kesalahan (errors) dan kekeliruan
(mistakes) dalampengajaran bahasa dibedakan, yakni di
dalam penyimpangan dalam pemakaianbahasa. “Kekeliruan”
pada umumnya disebabkan oleh faktor “performansi”.
Keterbatasan di dalam mengingat sesuatu yang
menyebabkan kekeliruan dalam melafalkan bunyi bahasa,
kata, urutan kata, tekanan kata atau kalimat, dan
sebagainya. Kekeliruan ini bersifat acak, artinya
dapat terjadi pada setiap tataran linguistik.
Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki oleh para siswa
sendiribila yang bersangkutan lebih mawas diri, lebih
sadar atau memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya
sudah mengetahui sistem linguistik bahasa yang
Digunakannya, namun karena sesuatu hal dia lupa
akan sistem tersebut. Kelupaan ini biasanya tidak
lama, oleh karena itu kekeliruan itu sendiri tidak
16
bersifat lama. Sebaliknya, “kesalahan” disebabkan oleh
faktor ”kompetensi”. Dalam hal ini, siswa memang
belum memahami sistem linguistik bahasa yang
dipelajari ataudigunakannya.Kesalahan biasanya terjadi
secara konsisten, yang berarti kesalahan tersebut
dilakukan secara sistematis.
Kesalahan ini dapat berlangsung lama jika tidak
segera diperbaiki. Perbaikan biasanya dilakukan oleh
guru, misalnya melalui pengajaran remedial, latihan,
praktik, dan sebagainya. Sering dikatakan bahwa
kesalahan merupakan gambaran tentang pemahaman siswa
terhadap sistem bahasa yang sedang dipelajarinya. Bila
tahap pemahaman siswa terhadap sistem bahasa yang
sedang dipelajarinya ternyata kurang, maka kesalahan
sering terjadi. Kesalahan tersebut akan berkurang
apabila tahap pemahamannya semakin meningkat (Tarigan,
2011: 68).
Ditambahkan oleh Tarigan bahwa dasar
perbandingannya didasarkan pada enam sudut pandang,
yakni sumber, sifat, durasi, sistem linguistik, hasil,
dancara perbaikan. Sebagaimana digambarkan dalam tabel
perbedaan kesalahandan kekeliruan berikut ini.
Tabel perbedaan kesalahan dan kekeliruan.
Kategori Kesalahan Kekeliruan
17
Sudut Pandang1. Sumber
2. Sifat
3. Durasi
4. Sistem
Linguistik
5. Hasil
6. Perbaika
1. Kompetensi
2. Sistematis
3. Agak lama
4. Belum
dikuasai
5. Penyimpangan
6. Dibantu oleh
guru:
latihan,
pengajaran
remedial
1. Performansi
2. Tidak
sistematis
3. Sementara
4. Sudah
dikuasai
5. Penyimpangan
6. Siswa
sendiri:
pemusatan
perhatian
E. Langkah-langkah Dalam Menganalisis Kesalahan Berbahasa
Tarigan mengajukan langkah-langkah prosedur
tersebut yang merupakan modifikasi langkah-langkah
analisis kesalahan yang diajukan Ellis (1986) dan
Sidhar (1985). Langkah-langkah tersebut dijelaskan
sebagai berikut: (1) mengumpulkan data yang berupa
kesalahan-kesalahan berbahasa yang dibuat pembelajar,
(2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan;
tahap pengenalan dan pemilah-milahan kesalahan
berdasarkan kategori ketata bahasaan, (3) membuat
peringkat kesalahan yang berarti membuat urutan
kesalahan berdasarkan keseringan kesalahan-kesalahan
18
itu muncul, (4) menjelaskan kesalahan dengan
mendeskripsikan letak kesalahan, sebab-sebabnya dan
pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan
daerah atau butir kebahasaan yang rawan menyebabkan
kesalahan, dan (6) mengoreksi kesalahan berupa
pembetulan dan penghilangan kesalahan berupa
penyusunan bahan yang tepat dan penentuan strategi
pembelajaran yang serasi (Tarigan, 1988: 71-72).
F. Dasar atau Acuan Untuk Melakukan Analisis Kesalahan
Berbahasa
Dasar atau acuan yang kami menggunakan untuk
melakukan analisis kesalahan berbahasa yaitu:
1. KBBI.
2. EYD.
3. Kalimat baku tidak baku.
4.
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kamus
ekabahasa resmi bahasa Indonesia yang disusun oleh
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan
diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kamus Besar Bahasa
Indonesia menjadi acuan tertinggi bahasa Indonesia
yang baku, karena Kamus Besar Bahasa Indonesia
merupakan kamus bahasa Indonesia terlengkap dan yang
19
paling akurat yang pernah diterbitkan oleh penerbit
yang memiliki hak paten dari pemerintah Republik
Indonesia yang dinaungi oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Indonesia.
Berikut contoh analisis kesalahan berbahasa
berdasarkan acuan KBBI:
Pada umumnya kebanyakan orang mengucapkan
“saudara” menjadi “sodara”. Hal ini sering terjadi
pada suatu kegiatan seperti pada pembawa acara,
khotbah, talkshow dan lain-lain. Di dalam KBBI tidak
terdapat kata “sodara” melainkan “saudara” yang
berarti kawan, teman, sapaan pada teman yang diajak
bicara.
Contoh lainnya yaitu pada kata “Nopember”, di
dalam KBBI yang benar ialah “November” yang berarti
bulan ke-11.
Ejaan ialah keseluruhan system dan peraturan
penulisan bunyi bahasa untuk mencapai keseragaman.
Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan yang dihasilkan
dari penyempurnaan atas ejaan-ejaan sebelumnya.
Ejaan yang disempurnakan ( EYD ) mengatur:
Berikut contoh analisis kesalahan berbahasa
berdasarkan acuan EYD:
Penulisan huruf miring.
20
Padi ialah Oriza Sativa
Yang benar
Padi ialah Oriza Sativa
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan nama ilmiyah.
Istilah kalimat baku digunakan untuk menyebut
kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia,
baik dari sisi pemilihan kata, ejaan dan struktur
kalimat. Kalimat baku juga sering disamakan dengan
kalimat efektif karena kedua kalimat ini hampir sama.
Namun yang harus diketahui adalah kalimat baku sudah
pasti merupakan kalimat efektif sedangkan kalimat
efektif belum tentu baku.
Kalimat baku tidaklah sama dengan kata baku.
Namun di dalam kalimat baku pasti terkandung kata-
kata baku. Untuk membuat kalimat-kalimat baku kita
harus memperhatikan kata baku yang bisa dilihat di
dalam Kamus Besar Bahas Indonesia.
Sedangkan kalimat tidak baku adalah kalimat yang
tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Meskipun
kaliamat tersebut bisa dimengerti oleh pembacanya
apabila tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan
bukanlah kalimat baku.
21
Berikut contoh analisis kesalahan berbahasa
berdasarkan acuan Kalimat Baku dan Tidak Baku.
Kami telah menemukan beberapa kesalahan berbahasa
tataran sintaksis pada koran Tribun Pekanbaru, Rabu,
10 September 2014 EDISI 3.652 dari halaman 1, 8 dan
10 yaitu sebagai berikut.
1. Kesalahan Dalam Bidang Kalimat Pada Penggunaan
Istilah Asing
Bentuk Tidak Baku.
a. Penampilan seni Gabano di malam pembukaan Pekan
Sastra se-Sumatra di ballroom Hotel Pangeran,
Pekanbaru, Selasa (9/9) malam, mendapat aplaus
panjang dari ratusan peserta yang datang dari
berbagai daerah.
b. Atau Down Payment(DP) untuk Honda Brio mulai dari
Rp 20 juta.
22
c. Memang ada gladi resik, tapi blockingtime Cuma
beberapa menit
Analisis:
Kalimat di atas terdapat kesalahan dalam
bidang kalimat pada penggunaan istilah asing.
Kalimat-kalimat di atas belum tentu dapat
dipahami oleh orang yang berpendidikan rendah
karena pada kalimat-kalimat tersebut terdapat
istilah bahasa asing yang tidak dipahami. Akan
lain halnya jika istilah asing yang dicetak
miring pada masing-masing kalimat di atas
diganti dengan istilah dalam bahasa Indonesia
sehingga menjadi kalimat-kalimat berikut ini.
23
Bentuk Baku:
1. Penampilan seni Gabano di malam ppembukaan
Pekan Sastra se-Sumatra di ruangan Hotel
Pangeran, Pekanbaru, Selasa (9/9) malam,
mendapat tepuk tangan panjang dari ratusan
peserta yang datang dari berbagai daerah.
2. Atau uang muka (DP) untuk Honda Brio mulai
dari Rp 20 juta.
3. Memang ada gladi resik, tapi memblokir waktu
cuma beberapa menit.
G. Kesalahan Berbahasa Pada Tataran Sintaksis
a. Pengertian Sintaksis
Tarigan (1984) mengemukakan bahwa sintaksis
adalah salah satu cabang dari tata bahasa yang
membicarakan struktur kalimat, klausa, dan frasa.
Oleh Kridalaksana (1982 ) kalimat merupakan satuan
bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,
mempunyai pola intonasi final dan secara aktual dan
potensial terdiri dari klausa, misalnya saya makan
nasi. Sedang klausa adalah satuan bentuk linguistik
yang terdiri atas subjek dan predikat.Frasa adalah
satuan tatabahasa yang tidak melampaui batas fungsi
subjekatau predikat (Ramlan, 1978).Kaitannya dengan
hal tersebut, Tarigan dan Sulistyaningsih (1979) dan
Semi (1990) mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa
24
dalam bidang sintaksismeliputi: kesalahan frasa,
kesalahan klausa, dan kesalahan kalimat.
b. Ruang Lingkup Kesalahan Analisis Bahasa Pada Tataran
Sintaksis
a. Alat-alat sintaksis. Frasa, klausa, kalimat tidak
secara tiba-tiba muncul tanpa adanya sarana yang
menunjang terwujudnya satuan-satuan tersebut.
Perangkat-perangkat yang menjadi sarana
terwujudnya satuan-satuan disebut dengan alat
sintaksis. Ada tiga alat sintaksis, yaitu (1)
urutan, (2) bentuk kata, (3) intonasi.
1) Urutan, bahasa itu penuh aturan, pola, dan
keajekan. Dari beberapa kecenderungan yang
dapat diamati, dapat disimpulkan bahwa
kesetiaan terhadap aturan, pola, dan
keajekan itu ada maksudnya. Aturan itu ada
agar bahasa dapat tersaji secara nyawan,
berwujud, ringkas, tetapi pesannya dapat
dipahami dengan jelas (Poedjosoedarmo
1998:1). Di antara wujud aturan dalam bahasa
adalah adanya urutan (urutan kata).
Kenyataan ini dapat diamati dalam kalimat-
kalimat berikut:
Membacakan saya sebuah puisi Johar.
25
Seharusnya
Johar membacakan saya sebuah pusi.
Urutan juga berlaku bagi konstruksi
yang berupa frasa. Contohnya
konstruksi frasa-frasa berikut : alim-ulama,
suka duka, anak cucu, arif bijaksana yang
kesemuanya merupakan susunan kata yang tidak
bisa dibalik urutannya; misalnya menjadi
ulama alim, duka suka, cucu anak, dan
bijaksana arif.
2) Intonasi, adalah pola perubahan nada yang
dihasilkan pembicara pada waktu mengucapkan
ujaran atau bagian-bagiannya (Kridalaksana
1993:85). Intonasi dapat berupa tekanan,
nada, dan tempo (Chaer 1994: 253). Gejala
intonasi atau gejala prosodi mempunyai
hubungan yang erat dengan struktur kalimat
di samping dengan interelasi kalimat dalam
sebuah wacana (Halim 1984: 77). Intonasi,
yang dalam ejaan atau tulisan dinyatakan
secara tidak sempurna terutama dalam contoh
dengan tanda baca dan pemakaian huruf
kapital juga dapat menentukan modus sebuah
kalimat.Sebuah kalimat bisa bermodus
deklaratif, interogatif, imperative, atau
26
eksklamatif bergantung kepada intonasi yang
dialamatkan kepadanya.Misalnya :
a) Mas Wahid besok datang ke kampus.
b) Mas Wahid besok datang ke kampus?
c) Mas Wahid, besok datang ke kampus?
d) (Wah), Mas Wahid besok datang ke
kampus!
3) Bentuk Kata, dilihat dari bentuknya, dalam
bahasa Indonesia terdapat kata dasar dan
kata turunan. Contoh kata dasar ialah muat.
Kata turunannya antara lain dimuat dan
memuat. Dalam contoh berikut misalnya, jika
kata dimuat diubah menjadi memuat, tentu
makna kalimat tersebut menjadi berbeda
dengan kalimat asalnya, bahkan kalimat
tersebut menjadi tidak bermakna atau
berterima.
a) Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya
memuat di Suara Merdeka.
Seharusnya
b) Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya
dimuat di Suara Merdeka.
b. Satuan-Satuan Sintaksis
27
Pada awal pembahasan, dikatakan bahwa satuan-
satuan sintaksis adalah kata, frase, klausa,dan
kalimat.
1. Kata, sebagai satuan terkecil dalam sintaksis,kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis,penanda kategori sintaksis, dan perangkai frase,klausa, dan kalimat. misalnya:
Sayur-sayurSeharusnya
Sayur mayor
2. Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yangbersifat nonpredikatif atau lazim juga di sebutdengan gabungan kata yang mengisi salah satufungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer2003:222). Sama halnya dengan kata, frase jugaberperan sebagai pengisi fungsi sintaksis.Untuklebih memahami tentang frase, perhatikan contohberikut :
Haus sangat
Seharusnya
Sangat haus
3. Klausa adalah satuan sintaksis yang berupa
runtunan kata-kata yang berkontruksi predikatif
(Chaer: 1994). Artinya, di dalam konstruksi
tersebut, terdapat komponen kata atau frase yang
berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, dan
28
keterangan. Di dalam sebuah klausa, minimal harus
mengandung subjek dan predikat, sedangkan objek
dan keterangan bersifat fakultatif atau tidak
wajib ada. Untuk mempermudah pemahaman tentang
klausa perhatikan contoh konstruksi berikut ini.
Ima bunga melati menyiram setiap pagi
S P K
Seharusnya
Ima menyiram bunga melati setiap pagi
S P O
Ket
4. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang
merupakan kesatuan pikiran (widjono:1946).
Berikut contohnya:
Anak kecil di sekolah itu dan bermain
kelereng
Seharusnya
Anak kecil di sekolah itu bermain kelereng
29
c. Bentuk atau Pola Kesalahan Pada Tataran Sintaksis.
Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam
bidang sintaksis, diantara yaitu:
a. Khususnya segi frasa, antara lain sebagai
berikut:
1) Penggunaan kata depan tidak tepat: di masa itu
Beberapa frasa preposisional yang tidak tepat
karena mengunakan kata depan yang tidak sesuai.
Hal ini pengaruh dari bahasa sastra atau bahasa
media masa, misalnya sebagai berikut.
di masaseharus
nyapada masa itu
di waktu ituseharus
nya
pada waktu
itu
di malam
itu
seharus
nya
pada malam
itu
di hari ituseharus
nyapada hari itu
2) Penyusunan frasa yang salah struktur.
Sejumlah frasa kerja yang salah karena
strukturnya yang tidak tepat karena kata
keterangan atau modalitas terdapat sesudah kata
kerja.
Misalnya:
30
belajar
sudah
seharusn
yasudah belajar
minum
belum
seharusn
yabelum minum
makan
sudah
seharusn
yasudah makan
3) Penambahan yang dalam frasa benda (B+S).
Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata
sifat tidak diantarai kata penghubung yang.
Misalnya:
petani yang mudaseharus
nyapetanimuda
pedagang yang hebatseharus
nya
pedagang
hebat
Guru yangm
profesional
seharus
nya
guru
profesional
4) Penambahan kata dari atau tentang dalam Frasa Benda
(B+B).
Frasa benda yang berstruktur Kata benda + kata
benda tidak diantarai kata penghubung yang atau
dari, karena tanpa kata dari sudah menunjukkan asal.
Contoh:
31
gadis dari Bali seharus
nya
gadis Bali
pisang dari Ambon seharus
nya
pisang ambon
5) Penambahan kata kepunyaan dalam Frasa Benda
(B+K Pr).
Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata
pronomina tidak diantarai kata penghubung milik
atau kepunyaan, karena tanpa kata itu sudah
menunjukkan kepunyan posesif,
Misalnya:
motor milik Imran seharus
nya
motor Imran
golok milik Abdullah seharus
nya
golok abdullah
6) Penambahanan kata untuk dalam frasa Kerja (K pasif
+ K lain).
Frasa kerja yang berstruktur kata kerja pasif
+ kata kerja aktif tidak diantarai kata seperti
untuk supaya makna yang ditunjuk tanpak jelas,
misalnya sebagaiberkut:
dididik untuk beraniseharus
nyadididik berani
32
dituduh untuk
membunuh
seharus
nya
dituduh
membunuh
7) Penghilangan kata yang dalam Frasa Benda
(Benda+yang+K pasif).
Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata
kerja pasif memerlukan kata yang untuk memperjelas
makna frase tersebut. Misalnya sebagai berikut.
taman kupeliharaseharus
nya
taman yang
kupelihara
baju kubersihkanseharus
nya
baju yang
kubersihkan
8) Penghilangan kata oleh dalam Frasa Kerja Pasif
(K pasif+oleh+B).
Frasa yang berstruktur dimulai dari kata kerja
fasif + kata benda seharusnya tidak dihilangkan
kata oleh atau perlu ada kata oleh diantaranya untuk
memperjelas makna pasif frase tersebut. Misalnya
sebagai berikut:
dinasihati kakakseharus
nyadinasihati oleh kakak
diminta ibuseharus
nyadiminta oleh ibu
33
9) Penghilangan kata yang dalam frasa Sifat (yang
+paling +sifat).
Dialah paling pintar di kampung ini . Kalimat tersebut
kurang tegas makna yang dimaksud karena tidak
menggunakan kata penghubung yang sesudah kata
Dialah. Oleh karena itu, kalimat tersebut
seharusnya menjadi Dialah yang paling pintar di kampung
ini. Jadi, frase sifat yang dimulai kata paling
seharusnya diawali kata yang, misalnya sebagai
berikut.
paling besarseharus
nyayang paling besar
sangat berwibawaseharus
nya
yang sangat
berwibawa
b. Kesalahan bidang klausa.
Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam
bidang sintaksis, khususnya segi klausa, antara lain
sebagai berikut:
1) Penambahan preposisi di antara kata kerja dan
objeknya dalam klausa aktif.
Dalam klausa aktif seharusnya antara kata
kerja dan objeknya tidak diantarai modalitas atau
kata keterangan tertentu. Hal ini agar supaya
tanpak hubungan yang erat antara predikat dan
34
objek dalam kalimat. Selain itu, agar makna
kalimat tersebut tidak menjadi agak kabur.
Misalnya:
Rakyat mencintai akan
pimpinan yang jujurseharusnya
Rakyat mencintai
pimpinan yang
jujur
Pemimpin itu
melindungi akan
rakyatnya
seharusnya
Pemimpim itu
melindungi
rakyatnya
2) Penambahan kata kerja bantu dalam klausa
ekuasional.
Dalam klausa ekuaional atau nominal, kata kerja
bantu adalah tidak perlu ada di antara subjek dan
predikat. Hal ini agar keterpaduan antara subjek
dan predikat terpadu secara erat. Selain itu, makna
kalimat tersebut nampak dengan jelas.
Misalnya:
Nenekku adalah dukun Seharusnya Nenekku dukun
Bapakku adalah guru
SDSeharusnya Bapakku guru SD
3) Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa
aktif.
35
Dalam klausa aktif, kata modalitas semestinya
tidak ada di antara subjek dan predikat. Hal ini
agar hubungan dan keterpaduan subjek dan predikat
tanpak secara jelas sekaligus memberikan efek makna
yang jelas.
Misalnya:
Saya akan membeli
rumah itu
Seharusn
ya
Saya membeli rumah
itu
Pak Kepala Desa selalu
mengunjungi
wilayahnya
Seharusn
ya
Pak Kepala Desa
mengunjungiwilayahn
ya.
4) Penghilangan kata oleh dalam klausa pasif.
Klausa fasif adalah klausa yang salah satu
ciri-cirinya adalah menggunakan kata oleh. Misalnya
buku Pendidikan Agama Islam itu dibaca oleh Andi Makkasau.
Namun demikian, biasa dijumpai penggunaan klausa
pasif tanpa ada kata oleh di dalamnya. Kluasa pasif
seperti itu seharusnya menggunakan kata oleh supaya
ciri-cirinya sebagai klausa pasif semakin jelas.
Misalnya:
Roman Tenggelamnya Kapal
Tanpomas dibaca Rina.
Seharusny
aRoman Tenggelamnya
Kapal Tanpo Mas dibaca
36
oleh Rina.
Buku ekonomi itu telah
dibaca Amir.
Seharusny
a
Buku ekonomi itu
telahdibaca oleh Amir.
5) Penghilangan kata kerja dalam klausa
intranstif.
Dalam situasi pembicaraan yang resmi, kadang-
kadang menggunakan klausa intransitif, yakni klausa
yang predikatnya dari kata kerja intransitif. Namun
kata kerja tersebut tidak masukkan dalam kalimat,
misalnya /ibu ke Makassar/. Klausa intranstif tersebut
tidak jelas predikatnya; klausa tersebut bukan
tergolong klausa yang benar. Olehnya itu, klausa
itu perlu diperbaiki menjadi ibu pergi ke Makassar.
Contoh lain adalah sebagai berikut.
Pak camat ke Maros
kemarin.
Seharus
nya
Pak Camat pergi ke
Maros kemarin.
Amin di kolam renang.Seharus
nya
Amin berenang di
kolam renang.
c. Kesalahan bidang kalimat
Kesalahan yang biasa terjadi dalam bidang
sintaksis, khususnya dari segi kalimat antara lain
sebagai berikut.
37
1) Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada
struktur bahasa daerah.
Berbahasa Indonesia dalam situasi resmi
kadang-kadang tidak disadari menerapkan struktur
bahasa daerah. Seperti (a) Amin pergi ke rumahnya
Rudy. (b) Buku ditulis oleh saya (c) Rumah itu dibuat oleh
saya. Kalimat (a), (b), dan (c) terpengaruh pada
struktur bahasa daerah. Oleh karena itu, kedua
kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi:
Amin pergi ke rumah Rudy.
Buku itu saya tulis.
Rumah itu saya buat.
2) Kalimat yang tidak bersubjek karena terdapat
preposisi di awal.
Ketika menulis atau berbicara dengan orang
lain pada situasi resmi, kadang-kadang
menggunakan kalimat yang tidak bersubjek karena
adanya kata penghubung seperti dalam, pada,
untuk,dan kepada diletakkan di awal kalimat. Dengan
demikian, kalimat tersebut menjadi tidak
bersubjek misalnya:
Dalampertemuan itu membahas berbagai persoalan.
Supaya kalimat itu menjadi bersubjek.
Seharusnya
Pertemuan itu membahas berbagai persoalan. atau
38
Dalam pertemuan itu dibahas berbagai persalan.
3) Penggunaan subjek yang berlebihan.
Biasa kita mendengar kalimat Ety membeli ikan
ketika Ety akan makan malam. Kalimat tersebut
menggunakan dua subjek yang sama.Semestinya
subjek kedua dihilangkan dan hal itu tidak
mempengaruhi makna kalimat. Dengan demikian,
kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi Ety
membeli ikan ketika akan makan malam. Contoh lain:
Ali menulis drama saat Ali telah membaca buku Rendra
tentang drama.
Seharusnya
Ali menulis drama setelah membaca buku Rendra
tentang drama.
4) Penggunan kata penghubung secara ganda pada
kalimat majemuk.
Dalam kalimat majemuk setara berlawanan
kadang-kadang ada yang menggunakan dua kata
penghubung sekaligus. Penggunaan kata penghubung
yang ganda dalam suatu kalimat perlu dihindari.
Semestinya hanya satu kata penghubung, misalnya
sebagai berikut.
Meskipun sedang sakit kepala, namun Alimuddin tetap
pergi sekolah.
39
Seharusnya
Meskipun sedang sakit kepala, Alimuddin tetap pergi ke
sekolah.
Walaupun sibuk sekali tetapi Rudi dan Indrawan selalu
hadir di acara sederhana ini.
Seharusnya
Walapun sibuk sekali, Rudi dan Indawan selalau hadir di
acara sederhana ini.
5) Penggunaan kalimat yang tidak logis.
Buku itu membahas peningkatan mutu pendidkan di
Sekolah Dasar. Kalimat tersebut tidak logis karena
tidak mungkin buku mempunyai kemampuan membahas
peningkatan mutu pendidikan SD.Oleh karena itu,
kalimat tersebut perlu diperbaiki menjadi Dalam
buku itu dibahas tentang peningkatan mutu pendidikan di
Sekolah Dasar. AtauDalam buku itu, pengarang membahas
peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
6) Pengunaan kata penghubung berpasangan secara
tidak tepat.
Kata penghubung berpasangan yang berfungsi
menafikkan suatu hal terdiri atas bukan
berpasangan melainkan untuk menafikkan ”benda”
dan kata penghubung bukan berpasangan tetapi untuk
menafikkan ”peristiwa atau kerja”. Kedua kata
40
penghubung berpasangan tersebut seharusnya
digunakan secara konsisten dalam berbahasa
Indonesia. Misalnya:
Bukan Pak Alimuddiin yang mengajarkan IPA tetapi Pak
Nurdin.
Sudirman tidak menulis buku tetapi menghitung angka.
Dengan demikian, kalimat yang menggunakan
bukan ..........tetapiatau tidak.....melainkan dapat
digolongkan bentuk yang tidak semestinya.
Contoh:
Mereka tidak menulis melainkan sedang melukis.
Seharusnya
Mereka tidak menulis tetapi sedang melukis.
Dia bukan perampok tetapi pengemis.
Seharusnya
Dia bukan perampok melainkan pengemis.
7) Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada
struktur bahasa asing.
Kata di mana, yang mana, dengan siapa, adalah
kata-kata yang lazim digunakan dalam membuat
kalimat tanya. Kata-kata tersebut bila digunakan
di tengah kalimat yang fungsinya bukan
menanyakan sesuatu merupakan pengaruh bahasa
41
asing. Dengan demikian, perlu dihindari
penggunaan di mana, yang mana, dengan siapa diganti
dengan kata bahasa Indonesia.
Misalnya sebagai berikut.
Rumah di mana dia bermalam dekat dari pasar.
Orang dengan siapa dia ajak bicara belum datang.
Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas yang
mana memberi contoh-contoh denga jelas pula.
Ketiga kalimat di atas seharusnya:
Rumah tempat dia bermalam dekat dari pasar.
Orang yang akan dia ajak bicara belum datang.
Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas karena
contoh-contohnya jelas pula.
8) Penggunaan kalimat yang tidak padu.
Kalimat yang digunakan kadang-kadang kurang
padu karena kesalahan struktur kata yang kurang
tepat sehingga maknanya agak kabur.
Misalnya:
Mereka menyatakan persetujuannya tentang keputusan
yang bijaksana itu
Yang menjadi sebab rusaknya hutan adalah
perladangan liar.
Kedua kalimat di atas seharusnya:
Mereka menyetujui keputusan yang bijaksana itu.
Penyebab rusaknya hutan adalah perladangan liar.
42
9) Penyusunan kalimat yang mubazir.
Kalimat yang mubazir biasanya disebabkan
penggunaan kata-kata yang berulang secara
berlebihan, penggunaan dua kata yang relatif
sama maknanya, misalnya sebagai berikut.
Dalam konsep pedidikan yang disusunnya banyak
terdapat berbagai kesalahan.
Mereka mencari nafkah demi untuk keluarganya.
Mahasiswa harus rajin belajar agar supaya lulus dengan
nilai yang sangat memuaskan.
Ketiga kalimat tersebut seharusnya:
Dalam konsep pendidikan yang disusunnya terdapat
banyak kesalahan.
Mereka mencari nafkah demi keluarganya.
Mahasiswa harusrajin belajar agar lulus dengan nilai
yang sangat memuaskan.
d. Data analisis kesalahan berbahasa tataran
sintaksis
“Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”
Membaca kalimat diatas pasti kita
mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat
tersebut berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu
ialah mencuri “.Poerwadarminta (1976:367) dalam
Pateda (1989: 60) menyatakan bahwa kata “ialah”
43
bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna
“ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat
diperbaiki menjadi:
“Kesalahan orang itu ialah mencuri”
“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”
“ Para sodara jamaah pengajian sekalian yang
kita hormati,….. Kita bersyukur kepada para
pelantara agama yang mana pada beliau-beliau
itu begitu gigih memperjuangkan agama….”
Kita lihat kesalahan yang sering kita
jumpai ini adalah kerancuan atau gejala
pleonasme dalam penjamakan. Kata /para/ yang
sudah menunjukkan lebih dari satu sering
digabungkan dengan kata /sekalian/ atau diulang
misalnya/para pengurus-pengurus,para bapak-
bapak/, dan sebagainya yang sudah sama-sama
bermakna banyak. Demikian pula akhiran asing /-
in/ pada kata hadirin, ini juga sudah
menandakan banyak. Kesalahan serupa sering kita
simak misalnya pada saat ada pertunjukkan
hiburan di lapangan, pembawa acara menyambut
penampilan penyanyi idola mereka dengan ucapan
“ Baiklah para hadirin sekalian, kita sambut
44
penyanyi kesayangan kita…..” Bentuk yang benar
adalah para hadir (tetapi kurang baik, kurang
lazim), sehingga bentuk yang baik dan benar
adalah cukup hadirin atau ditambah dengan kata
sifat yang berbahagia. Dalam pengajian bisa
menggunakan sapaan Hadirin yang berbahagia,
Bapak/Ibu sekalian, Bapak/ Ibu/ Saudara
sekalian yang saya hormati, Saudara-saudara
yang berbahagia, Para Saudara jamaah pengajian
yang berbahagia atau yang mengharap ridha
Allah, yang dimulyakan Allah, dan sebagainya.
Bentuk sapaan sodara dalam pengucapan memang
alih-alih menjadi bunyi /o/, padahal dalam
penulisan dan juga pelafalan yang tepat adalah
saudara (secara etimologi berasal dari bahasa
Sansekerta yakni /sa/ yang berarti satu dan
/udara/ yang berarti perut, jadi artinya adalah
satu perut atau berasal dari satu perut ibu
seperti kakak, adik. Lama-kelamaan kata itu
meluas penggunaanya. Demikian pula kata
/ibu/,/bapak/ yang dialamatkan hanya pada
lingkungan keluarga saja.
45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian dari Analisis Kesalahan Berbahasa itu
sendiri adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan,
mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara
sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si
terdidik atau siswa yang sedang belajar bahasa asing
atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan
prosedur-prosedur berdasarkan linguistik.
Kesalahan berbahasa bidang sintaksis meliputi
kesalahan frase,kesalahan klausa, dan kesalahan
kalimat. Kesalahan-kesalahan tersebut bersumber pada:
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran kata dan
frase, antara lain:
a. Pengunaan kata depan tidak tepat.
b. Penyusunan frasa yang salah struktur.
c. Penambahan yang dalam frasa benda (B+S).
46
d. Penambahan kata dari atau tentang dalam Frasa
Benda (B+B).
e. Penambahan kata kepunyaan dalam Frasa Benda (B+K
Pr).
f. Penambahana kata untuk dalam frasa Kerja (K pasif
+ K lain).
g. Penghilangan kata yang dalam Frasa Benda
(Benda+yang+K pasif).
h. Penghilangan kata oleh dalam Frasa Kerja Pasif (K
pasif+oleh+B).
i. Penghilangan kata yang dalam frasa Sifat (yang
+paling +sifat).
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran klausa, antara
lain:
a. Penambahan preposisi di antara kata kerja dan
objeknya dalam klausa aktif.
b. Penambahan kata kerja bantu dalam klausa
ekuasional.
c. Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa
aktif.
d. Penghilangan kata oleh dalam klausa pasif.
e. Penghilangan kata kerja dalam klausa intranstif.
Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran kalimat,
antara lain:
47
a. Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur
bahasa daerah.
b. Kalimat yang tidak bersubjek karena terdapat
preposisi di awal.
c. Penggunaan subjek yang berlebihan.
d. Penggunan kata penghubung secara ganda pada
kalimat majemuk.
e. Penggunaan kalimat yang tidak logis.
f. Pengunaan kata penghubung berpasangan secara
tidak tepat.
g. Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur
bahasa asing.
h. Penggunaan kalimat yang tidak padu.
i. Penyusunan kalimat yang mubazir.
29
48
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 1982. Tatabahasa Indonesia. EndeFlores: NusaIndah
Tarigan, Djago & Sulistyaningsih, L.S. 1979. AnalisisKesalahan Berbahasa.
Jakarta; DepdikbudSetyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia:
Teori dan Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran
Analisis Kesalahan Berbahasa(Bandung: Angkasa).
Dian Indihadi, Analisis Kesalahan Berbahasa (PDF), diakses padatanggal 1 April 2015.
Samsuri.1985.Analis Bahasa. Jakarta : Erlangga.(halaman22).
Wojowasito.1977.Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, BukanBahasa Ibu. (Bandung: Shinta Dharma. (halaman 42).