aktifitas ekstrak buah mahkota dewa - perpustakaan ...

88
i AKTIFITAS EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans DAN Staphylococcus aureus PENYEBAB KARIES GIGI THE ACTIVITY OF PHALERIA FRUIT EXTRACT ( Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) ON THE GROWTH OF Streptococcus mutans AND Staphylococcus aureus CAUSING DENTAL CARIES ALFRIDA MONICA SALASA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Transcript of aktifitas ekstrak buah mahkota dewa - perpustakaan ...

i

AKTIFITAS EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA

(Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) TERHADAP

PERTUMBUHAN Streptococcus mutans DAN

Staphylococcus aureus PENYEBAB KARIES GIGI

THE ACTIVITY OF PHALERIA FRUIT EXTRACT (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) ON THE GROWTH OF

Streptococcus mutans AND Staphylococcus aureus CAUSING DENTAL CARIES

ALFRIDA MONICA SALASA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

ii

AKTIFITAS EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA

(Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) TERHADAP

PERTUMBUHAN Streptococcus mutans DAN

Staphylococcus aureus PENYEBAB KARIES GIGI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk mencapai Gelar Magister

Program Studi

Biomedik

Disusun dan diajukan oleh

ALFRIDA MONICA SALASA

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

TESIS

AKFITAS EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) TERHADAP PERTUMBUHAN

Streptococcus mutans DAN Staphylococcus aureus

PENYEBAB KARIES GIGI

Disusun dan diajukan oleh :

Nama : Alfrida Monica Salasa Nomor Pokok : P1506210016

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis

Pada tanggal 26 November 2012

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui, Komisi Penasihat

Menyetujui

Komisi Penasihat,

Prof. dr. Mochammad Hatta, PhD.,Sp.MK Prof. Dr. Gemini Alam, MS, Apt

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana

Biomedik, Universitas Hasanuddin,

Prof. dr. Rosdiana Natzir, PhD Prof. Dr. Ir. Mursalim

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Alfrida Monica Salasa

Nomor Pokok : P1506210016

Program Studi : Biomedik Mikrobiologi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan

atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 26 November 2012

Yang menyatakan,

Alfrida Monica Salasa

PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Kuasa atas berkat dan karuniaNyalah sehingga tesis dengan judul “

Aktifitas ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.)

terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus

penyebab karies gigi” ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat

untuk meraih derajad Magister Kesehatan pada program studi Biomedik

Mikrobiologi Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Perkenankanlah pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Mochammad Hatta, PhD,

Sp.MK dan Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt selaku Ketua dan anggota

penasehat yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi dari

awal hingga penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih juga

dihaturkan kepada Prof. Dr. dr. Asaad Maidin, M.Sc, Sp.MK; Prof. Dr.

Akhyar Ahmad, Ph.D dan Dr. dr. Burhanuddin Bahar, M.Si selaku penguji

atas bimbingan dan nasehat yang diberikan.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya dihaturkan kepada

Bapak Dr. Ir. Mursalim selaku direktur program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin, Prof. dr. Rosdiana Natsir, Ph.D selaku Ketua program studi

biomedik serta Prof. dr. Nasrum Massi, Ph.D selaku ketua konsentrasi

Mikrobiologi atas kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan

pendidikan magister program pascasarjana. Ucapan terimakasih juga

dihaturkan kepada Ketua jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar

beserta dengan staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melanjutkan pendidikan.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh staff

laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran terkhusus buat Bapak

Markus, staf laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi dan staf

laboratorium Biofarmaka Pusat Kegiatan penelitian terkhusus buat Kak

Beti, Asril dan Lukman atas bantuannya dalam menyelesaikan penelitian.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh teman-teman

Konsentrasi Mikrobiologi Angkatan 2010 terkhusus buat Kak St. Ratnah

dan Kak Dwi Rachmawaty atas bantuan, masukan, kebersamaan serta

kerjasama sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Tak lupa penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang

mendalam kepada suami saya Martinus Adi, ST; kedua orang tua Bapak

Bartho S. Bumbungan dan Ibu Veronica Banne beserta dengan kakak

saya Rely dan Rudi atas doa dan dukungan selama mengikuti pendidikan.

Dan kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian dan

penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu diucapkan

terimakasih pula.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan

manfaat bagi kita semua. Amin

Makassar, Nopember 2012

Alfrida Monica Salasa

ABSTRAK Alfrida Monica Salasa, Aktifitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria

macrocarpa [Scheff] Boerl) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus Penyebab Karies gigi (Dibimbing oleh Moch. Hatta, Gemini Alam)

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktifitas ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) yang dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococccus aureus penyebab karies gigi.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini dimulai dengan ekstraksi buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa[Scheff.] Boerl) dengan metode seduhan, dekokta, infus dan maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 50% dan etanol 96% dengan konsentrasi 10% dan 30 %. Ekstrak yang diperoleh kemudian dikeringkan dan dilanjutkan dengan uji aktifitas dengan metode disc difusion dengan mengukur diameter zona hambat serta densitometri.

Hasil penelitian ini memperlihat bahwa ekstrak maserasi dengan pelarut etanol 50 % memberikan aktifitas terbesar yaitu pada konsentrasi 10 % sebesar 11,67 mm untuk Streptococcus mutans dan 12,33 mm untuk Staphylococcus aureus sedangkan pada konsentrasi 30% sebesar 16,33 mm untuk Streptococcus mutans dan 15 mm untuk Staphylococcus aureus. Hasil ini didukung dengan hasil densitometri.

Kata kunci : Karies gigi, Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus,

Ekstrak buah mahkota dewa, uji aktifitas

ABSTRACT

ALFRIDA MONICA SALASA. The Activity of Phaleria Fruit Extract

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boer.) on the Growth of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus Causing Dental Caries ( Supervised by Moch. Hatta and Gemini Alam)

The aim of the research is to determine the activity of phaleria extract (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) that inhibite the growth of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus causing dental caries.

The research was an experiment study. It started with the extraction of Phaleria (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) with steeping, decocta, infusion, and maceration methods by using 50% ethanol and 96% ethanol with a concentration of 10% and 30%. The extract obtained was then dried and continued with activity test with disc diffusion method by measuring inhibiting zone diameter and densitometry.

The result of the research reveal that macerate extract with 50% ethanol gives the greatest activity in which at the concentration of 10%, it is 11,67 mm for Streptococcus mutans and 12,33 mm for Staphylococcus aureus while at the concentration 0f 30%, it is 16,33 mm for Streptococcus mutans and 15 mm for Staphylococcus aureus. The result is supported by the result of densitometry.

Key words : dental caries, Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus,

Phaleria Fruit Extract, activity test

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

HALAMAN PENGAJUAN ................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................................... iv

PRAKATA ......................................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................... vii

ABSTRACT ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ........................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 6

A. Karies Gigi......................................................................... 6

1. Defenisi ....................................................................... 6

2. Proses terjadinya karies gigi ....................................... 6

3. Faktor-faktor penyebab karies gigi .............................. 7

4. Klasifikasi karies gigi ................................................... 11

5. Pencegahan karies gigi .............................................. 12

B. Streptococcus mutans ...................................................... 13

1. Klasifikasi .................................................................... 14

2. Morfologi dan Identifikasi ............................................ 14

3. Uji diagnostik laboratorium .......................................... 16

C. Staphylococcus aureus .................................................... 18

1. Klasifikasi .................................................................... 19

2. Morfologi dan identifikasi ............................................ 20

3. Uji diagnostik laboratorium .......................................... 21

D. Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) ..... 23

1. Klasifikasi .................................................................... 24

2. Nama lain .................................................................... 24

3. Morfologi ..................................................................... 24

4. Kandungan kimia ........................................................ 25

5. Pemanfaatan .............................................................. 26

E. Metode ekstraksi .............................................................. 27

1. Infusa .......................................................................... 27

2. Decocta (rebusan) ...................................................... 28

3. Seduhan ..................................................................... 28

4. Maserasi ..................................................................... 28

F. Pengujian aktifitas tanaman ............................................. 29

1. Metode disc diffusion .................................................. 29

G. Densitometri ..................................................................... 31

H. Kerangka konseptual ....................................................... 33

I. Hipotesa ........................................................................... 36

J. Definisi dan istilah ............................................................ 36

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 38

A. Jenis penelitian ................................................................ 38

B. Waktu dan lokasi penelitian .............................................. 38

C. Variabel penelitian ............................................................ 38

D. Populasi dan sampel ........................................................ 39

E. Bahan dan alat penelitian ................................................. 39

F. Cara pengumpulan data ................................................... 40

G. Cara kerja ......................................................................... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 47

A. Hasil ................................................................................. 47

B. Pembahasan .................................................................... 54

BAB V. PENUTUP ............................................................................ 62

A. Kesimpulan ...................................................................... 62

B. Saran ............................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 63

LAMPIRAN ........................................................................................ 66

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Hasil uji pendahuluan masing-masing ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) . 48

2 Hasil uji aktifitas ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans ................................................. 49

3 Hasil uji aktifitas ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ............................................... 50

4 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak seduhan buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ................................. 51

5 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak seduhan buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ................................. 51

6 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak Dekokta buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ................................ 51

7 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak dekokta buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ................................ 52

8 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak infus buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ................................ 52

9 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak infus buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ................................ 52

10 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi (pelarut etanol 50%) buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ......... 53

11 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi (pelarut etanol 50%) buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ......... 53

12 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi (pelarut etanol 96%) buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ......... 53

13 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi (pelarut etanol 96%) buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ......... 54

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Karies gigi ............................................................................. 7 2 Skema yang menunjukkan karies gigi sebagai penyakit

multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat dan waktu .................................................... 8

3 Koloni Streptococcus mutans ............................................... 14

4 Koloni Staphylococcus aureus ............................................ 19

5 Tanaman Mahkota dewa ...................................................... 23

6 Tes difusi (Disc diffusion) ..................................................... 31

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Alur kerja .............................................................................. 66 2 Skema isolasi dan identifikasi Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus .............................................. 67

3 Skema pengujian Disc diffusion ........................................... 68

4 Gambar hasil pengamatan mikroskop Streptococcus mutans 69

5 Gambar hasil pengamatan mikroskop Staphylococcus aureus 70

6 Hasil uji disc diffusion ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) ........................................ 71

7 Profil KLT ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) dengan lampu UV 254 nm ................... 72

8 Profil KLT ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) dengan lampu UV 366 nm .................. 73

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu

email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang

ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai

dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan

kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi

bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke

jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri. Karies merupakan

masalah kesehatan yang umum yang terjadi di negara maju maupun

negara-negara berkembang pada semua kelompok usia khususnya pada

anak-anak sehingga memerlukan perhatian yang serius (Kidd EAM,

Joyston S, 1992; Pitauli, Hamada., 2008)

Karies dan penyakit pada periodonsium merupakan penyakit gigi

dengan prevalensi tinggi, bahkan di negara-negara maju sampai

mencapai 50%. Di Indonesia penyakit gigi dan mulut yang bersumber dari

karies gigi menjadi urutan tertinggi yaitu sebesar 45,68 %, dan termasuk

dalam 10 besar penyakit yang diderita oleh masyarakat (Sugito, 2000).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, indeks DMF-T

(Decayed Missing, Filled-Teeth) secara nasional sebesar 4,85. Ini berarti

bahwa rata-rata kerusakan gigi pada penduduk Indonesia lima gigi per

orang. Prevalensi karies aktif di Sulawesi Selatan sebesar 50,4%.

Karies gigi (gigi berlubang) merupakan masalah utama dalam

penyakit gigi yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Penyebab

utama dari karies gigi adalah penumpukan plak gigi yang banyak

mengandung bakteri (Dirks DB, Helderman W.H., 1993). Bakteri yang

berperan penting dalam pembentukan plak adalah bakteri yang mampu

memfermentasikan polisakarida (karbohidrat) secara ekstraseluler yaitu

bakteri dari genus Streptococcus, Staphylococcus dan Lactobacillus

(Kleinberg, 2002, Brooks, G.F., dkk., 2005).

Salah satu cara pencegahan karies adalah mengusahakan agar

pembentukan plak pada permukaan gigi dapat dibatasi dengan cara

mencegah pembentukannya atau dengan pembersihan plak secara

mekanis dan kimia. Pembuangan plak secara mekanis dengan penyikatan

gigi secara teratur merupakan merupakan langkah awal untuk mengontrol

karies dan penyakit periodontal (Kidd EAM, Joyston S, 1992). Tindakan

pembuangan plak secara mekanis akan memberikan hasil yang jauh lebih

efektif jika dilengkapi dengan penggunaan bahan aktif yang mengandung

antibakteri (Da Silva et al, 2004). Cara kimiawi salah satunya dengan

mengkonsumsi makanan yang mengandung fitokemikal (Dirks D.B.,

Helderman W.H., 1993).

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan

keanekaragaman hayati di dunia. Salah satu tanaman yang banyak

digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional adalah Mahkota

Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl). Bagian tanaman yang

digunakan sebagai pengobatan adalah batang, daun dan kulit buah dan

buah namun yang paling umum digunakan adalah kulit dan daging buah.

Hal ini disebabkan buah mahkota dewa mengandung senyawa aktif yaitu

saponin, alkaloid, flavonoid, fenol, dan tanin (Yunanto K, 2008, Anonim,

2012).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui aktivitas

antimikroba tanaman Mahkota Dewa. Yunanto (2008) menunjukkan

bahwa infusum daun mahkota dewa memiliki kemampuan dalam

menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dengan daya hambat

terbesar pada konsentrasi 50%. Penelitian Suryani dan Stepriyani (2007)

mengemukakan bahwa infusum daun mahkota dewa memiliki daya

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dengan KHM 3,125 % dan

KBM 6,25. Penelitian oleh Aswal dan Beatrice juga menunjukkan bahwa

buah mahkota dewa memiliki daya antibakteri terhadap Enterococcus

faecalis dengan KBM pada konsentrasi 12,5% sedangkan penelitian

Siregar (2011) menunjukkan Ekstrak etanol 96 % buah mahkota dewa

memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans.

Berdasarkan acuan dari penelitian sebelumnya maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas buah

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) terhadap

pertumbuhan Streptococcus sp dan staphylococcus sp penyebab karies

gigi.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.]

Boerl) dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus penyebab karies gigi?

2. Apakah metode ekstraksi berpengaruh terhadap kemampuan ekstrak

buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) dalam

menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus penyebab karies gigi?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menentukan aktifitas dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa [scheff.] Boerl) terhadap pertumbuhan Streptococcus

mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

2. Untuk menentukan metode ekstraksi buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa [scheff.] Boerl) yang paling aktif dalam menghambat

pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus

penyebab karies gigi.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Sebagai upaya alternatif terhadap pemberantasan penyakit gigi dan

mulut di masa mendatang.

2. Merupakan bahan literatur yang dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan khususnya dibidang mikrobiologi.

3. Sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang berminat

dalam pengujian efektifitas bahan alam terhadap pertumbuhan

mikroorganisme penyebab karies gigi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KARIES GIGI

1. Defenisi

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yang

ditandai oleh rusaknya email, dentin dan sementum oleh aktivitas suatu

jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Proses

pembentukan karies diketahui sejak tahun 1960 ketika Fitzsgerald dan

Keyes melakukan percobaan pada binatang bebas kuman

memperlihatkan bahwa plak didominasi oleh bakteri Streptococcus

mutans dan Lactobacillus sp. sebagai bakteri penyebab karies ( Kidd

EAM, Joyston S, 1992, Pitauli, Hamada., 2008).

2. Proses terjadinya karies gigi

Proses terjadinya karies ditandai dengan demineralisasi jaringan

keras gigi yang diikuti dengan kerusakan bahan organiknya.

Demineralisasi terjadi ketika karbohidrat yang dikonsumsi difermentasi

oleh bakteri dalam plak sehingga menghasilkan asam laktat. Adanya

pembentukan asam akan menurunkan pH plak gigi di bawah nilai pH kritis

yaitu 5,2-5,5. Hal ini menimbulkan kerusakan email yang ditandai adanya

pelepasan ion kalsium dan fosfat serta meningkatkan daya larut kalsium

hidroksiapatit pada jaringan keras gigi. Ion hirogen dari asam laktat

sebagai hasil metabolime plak berdifusi ke dalam enamel dan

mengakibatkan enamel kehilangan mineral. Proses remineralisasi

bersamaan dengan proses demineralisasi. Pada proses remineralisasi,

mineral yang diperlukan berasal dari saliva dan pasta gigi yang

mengandung fluor. Pembentukan kavitas patogenik pada permukaan gigi

akan terjadi apabila proses demineralisasi lebih dominan daripada proses

remineralisasi (Pitauli, Hamada., 2008)

Gambar 1 : Karies gigi (http://www.kaskus.us/showthread.php?t=10859225)

3. Faktor – faktor penyebab karies gigi

Karies gigi disebabkan oleh faktor primer yang langsung

mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan yang berasal

dari saliva) dan faktor modifikasi yang secara tidak langsung

mempengaruhi biofilm. Selain peran mikroorganisme, terdapat beberapa

faktor lain yang menjadi penyebab terbentuknya karies, yaitu host atau

tuan rumah, substrat dan waktu yang saling mendukung satu sama lain.

Oleh karena itu, karies merupakan penyakit multifaktorial (Gambar 2)

(Pitauli, Hamada, 2008)

Gambar 2 : Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit

multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat dan waktu. (Pitauli, Hamada, 2008)

a. Host (tuan rumah).

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan

rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi),

struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi

posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah

menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain

itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah

melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan

jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97%

mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%.

Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan

mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan

kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak

enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan

enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies

daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu

mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah

mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis

kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Mungkin alasan ini menjadi

salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.

b. Faktor agen atau mikroorganisme.

Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan

terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas

kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks

yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak

dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme

dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram

positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus

mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus

salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian

yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita

karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg

plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab

utama karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan

asidurik (resisten terhadap asam).

c. Faktor substrat atau diet.

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak

karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme

yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi

metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang

diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang

menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa

cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang

dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit

atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk

menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam

terjadinya karies.

d. Faktor waktu.

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada

manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun.

Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu

kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.

4. Klasifikasi karies gigi

A. Berdasarkan stadium karies (dalamnya karies) (Tarigan, R., 1991)

a. Karies superficialis

Dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin

belum.

b. Karies media

Dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi

setengah dentin.

c. Karies profunda

Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan

kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

B. Berdasarkan keparahan atau kecepatan berkembangnya (Kidd, E. A.

M., Joyston, S., 1992, Pickard, H. M., dkk, 2002)

a. Karies ringan

Jika yang terkena karies adalah daerah yang memang sangat

rentan terhadap karies misalnya oklusal gigi molar permanen.

b. Karies moderat/sedang

Jika karies meliputi permukaan oklusal dan proksimal gigi

posterior.

c. Karies parah

Jika karies telah menyerang gigi anterior, suatu daerah yang

biasanya bebas karier.

5. Pencegahan karies gigi

Karies gigi adalah penyakit yang dapat dicegah. Sehubungan

dengan hal ini, pelayanan pencegahan difokuskan pada tahap awal,

sebelum timbulnya penyakit (pre-patogenesis) dan sesudah timbulnya

penyakit (patogenesis). Hugh Roadman Leavell dan E Guerney Clark

(Leavell dan Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia membuat

klasifikasi pelayanan pencegahan tersebut atas 3 yaitu pencegahan

primer, sekunder dan tersier (Pitauli, Hamada., 2008).

a. Pencegahan primer atau pelayanan untuk mencegah timbulnya

penyakit. Hal ini ditandai dengan upaya meningkatkan kesehatan

(health promotion) dan memberikan perlindungan khusus (spesific

protection). Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang

cara menyingkirkan plak yang efektif atau cara menyikat gigi dan

menggunakan benang gigi (flossing). Upaya perlindungan khusus

termasuk pelayanan yang diberikan untuk melindungi host dari

serangan penyakit dengan membangun penghalang untuk melawan

mikroorganisme. Aplikasi pit dan fisur silen merupakan upaya

perlindungankhusus untuk mencegah karies.

b. Pencegahan sekunder, untuk menghambat atau mencegah penyakit

agar tidak berkembang atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada

diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Sebagai contoh, melakukan

penambalan pada lesi karies yang kecil dapat mencegah kehilangan

struktur gigi yang luas.

c. Pencegahan tersier untuk mencegah kehilangan fungsi. Kegiatannya

meliputi pemberian pelayanan untuk membatasi ketidakmampuan

(cacat) dan rehabilitasi. Gigi tiruan dan implan termasuk dalam

kategori ini.

B. Streptococcus mutans

Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat,

yang mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai

selama pertumbuhannya. Bakteri ini tersebar dialam. Beberapa

diantaranya merupakan anggota flora normal pada manusia sedang

Streptococcus yang lain berhubungan dengan penyakit pada manusia

dapat berupa infeksi oleh Streptococcus dan sebagian lagi dapat

menimbulkan sensitasi akibat kuman tersebut. Streptococcus memiliki

berbagai macam kandungan bahan ekstraseluler dan enzim.

Streptococcus termasuk dalam kelompok bakteri yang heterogen,

dan tidak ada satu sistem pun yang mampu mengklasifikasikannya. Ada

dua puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes (grup A),

Streptococcus agalactiae (grup B) dan jenis Enterococcus (grup D), dapat

dicirikan dengan pelbagai tampilannya yang bervariasi: dari karakteristik

koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah (hemolisis α,

hemolisis β, atau tanpa hemolisis), komposisi antigen pada substansi

dinding sel dan reaksi biokimia (Brooks et al, 2005).

Gambar 3: Streptococcus mutans

(http://www.vetmed.wisc.edu/pbs/courses/bact/labmanual/c2cells.html)

1. Klasifikasi (Capuccino,2001)

Kerajaan : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Famili : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus mutans

2. Morfologi dan identifikasi

a. Ciri-ciri Organisme.

Coccus tunggal mempunyai bentuk seperti bola atau bulat dan

tersusun seperti rantai. Coccus ini membelah diri dengan arah memanjang

pada sumbu dari rangkaian tersebut. Bagian dari rangkaian tadi seringkali

tampak diplococcus dan kadang-kadang terlihat seperti batang. Panjang

dari rangkaian ini sangat beragam dan disebabkan oleh faktor lingkungan.

Streptococcus merupakan bakteri gram positif, pada umur biakan tertentu

dan bila bakteri mati, mereka akan kehilangan sifat gram positif yang

dimiliki dan kemudian berubah menjadi gram negatif; hal ini dapat terjadi

setelah dilakukan inkubasi selama semalam.

Beberapa streptococcus memiliki kapsul berupa polisakarida yang

dapat dibedakan dengan pneumococcus. Sebagian besar dari grup A, B

dan C memiliki kapsul yang terdiri dari asam hyaluronat. Kapsul ini mudah

diamati pada saat perbenihan awal. Kapsul tersebut dapat menghalangi

proses fagositosis. Dinding sel pada streptococcus terdiri dari protein

(antigen M, T dan R), karbohidrat (kelompok spesifik) dan peptidoglikan.

Pili yang seperti rambut terdapat dalam kapsul pada streptococcus grup A.

Pili tersebut berisi sebagian dari protein M dan dilindungi oleh asam

lipoteichoic. Hal ini penting untuk perlekatan streptococcus pada sel

epithelial.

b. Kultur.

Kebanyakan Streptococcus dapat tumbuh dalam media yang padat

dan tampak sebagai koloni discoid. Biasanya berdiameter 1-2 mm. strain

yang menghasilkan bahan berupa kapsul seringkali berkembang ke arah

koloni mucoid.

c. Karakteristik pertumbuhan.

Pertumbuhan Streptococcus cenderung lambat pada media padat

atau pada media cair kecuali jika diperkaya dengan cairan darah atau

cairan jaringan. Kebutuhan akan makanan sangat beragam diantara jenis-

jenis yang berbeda. Bakteri yang patogen pada manusia adalah yang

paling sulit karena memerlukan berbagai faktor pertumbuhan.

Pertumbuhan dan proses hemolisis akan dibantu dengan inkubasi bakteri

pada suasana CO2 10%. Sebagian besar Streptococcus hemolitik patogen

tumbuh dengan baik pada suhu 37oC dan bersifat fakultatif anaerob.

3. Uji diagnostik laboratorium

a. Spesimen.

Spesimen diperoleh tergantung dari letak infeksi streptococcus.

Usapan tenggorokan, nanah atau darah diperlukan untuk kultur. Serum

diperlukan untuk penentuan antibodi.

b. Hapusan.

Hapusan dari nanah lebih sering menunjukkan coccus tunggal atau

berpasangan daripada rantai. Coccus kadangkala bersifat gram negatif

karena organisme tidak bertahan hidup dan kehilangan kemampuannya

untuk menyimpan bahan warna biru (crystal violet) dan yang seharusnya

gram positif. Jika hapusan dari nanah menunjukkan streptococci tetapi

kultur gagal tumbuh, hal tersebut dicurigai karena adanya organisme

anaorobik, karena streptococcus (viridians) selalu ada dan memiliki cirri

yang sama seperti streptococcus grup A pada saat hapusan diwarnai.

c. Kultur.

Spesimen yang dicurigai mengandung streptococci anaerob dikultur

pada cawan agar darah. Media anaerobik yang sesuai juga harus

diinokulasi. Inkubasi pada 10 persen CO2 kadang-kadang mempercepat

hemolisis. Irisan inokulum pada agar darah memiliki pengaruh yang sama,

karena oksigen tidak mudah berdifusi melalui medium ke organisme yang

menempel dan oksigen tidak mudah berdifusi melalui medium ke

organisme yang menempel dan oksigen inilah yang mengakibatkan

streptolisin O menjadi tidak aktif.

Kultur darah akan menumbuhkan streptococcus hemolitik grup A

(seperti pada sepsis) dalam beberapa jam atau beberapa hari.

Streptococcus hemolitik α tertentu dan enterococcus tumbuh dengan

lambat, sehingga kuktur darah pada kasus endokarditis yang dicurigai

tidak berubah menjadi positif dalam 1 minggu atau lebih.

Macam dan tingkatan dari hemolisis (dan penampakan koloni)

membantu penempatan mikroorganisme pada kelompoknya.

Streptococcus grup A dapat dengan cepat diidentifikasi oleh tes antibodi

fluresens, tes PYR, dan tes khusus untuk melihat keberadaan antigen

kelompok A khusus. Pengelompokkan serologis ditandai oleh tes presipitin

atau koagulasi yang seharusnya terbentuk ketika diperlukan untuk

klasifikasi dan untuk alas an epidemik. Streptococcus yang termasuk grup

A dimungkinkan untuk diidentifikasi dengan adanya hambatan

pertumbuhan oleh bacitracin, tetapi hanya bisa digunakan bila tes difinitif

tidak tersedia.

d. Tes deteksi antigen.

Beberapa peralatan komersial tersedia untuk deteksi cepat dari

antigen streptococcal kelompok A penyebab sakit kerongkongan.

Perangkat ini menggunakan enzim atau metode kimia untuk mengekstrak

antigen dari jaringan yang sakit tadi kemudian menggunakan EIA atau tes

aglutinasi untuk menunjukkan adanya antigen. Ada 60-90 persen yang

sensitif dan 98-99 persen yang spesifik ketika dibandingkan dengan

metode kultur. Tes perlengkapan lebih cepat dibandingkan metode kultur

e. Tes serologi.

Peningkatan titer antibodi dari antigen streptococcus grup A dapat

diperkirakan : seperti antibodi meliputi antistreptolisin O (ASO), terutama

pada penyakit respiratory, anti-D Nase dan antihyaluronidase, terutama

pada infeksi kulit; streptokinase, antibodi anti-M tipe spesifik; dan lainnya.

Dari semuanya Anti-ASO titer paling luas penggunaannya.

C. Staphylococcus sp

Staphylococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat

biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur.

Staphylococcus tumbuh dengan cepat pada beberapa tipe media dan

dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat

dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga

kuning gelap. Beberapa merupakan anggota flora normal pada kulit dan

selaput lendir manusia; yang lain ada yang menyebabkan supurasi dan

bahkan septikemia fatal. Staphylococcus yang patogen sering

menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai

enzim ekstraselular dan toksin. Genus Staphylococcus sedikitnya memiliki

30 spesies. Staphylococcus aureus bersifat koagulase positif yang

membedakannya dari spesies lain. Staphylococcus aureus merupakan

patogen utama pada manusia (Brooks et al., 2005)

Gambar 4 : koloni Staphylococcus aureus (http://www.vetmed.wisc.edu/pbs/courses/bact/labmanual/c1cells.html)

1. Klasifikasi (Capuccino, 2001)

Kingdom : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

2. Morfologi dan Identifikasi

a. Ciri khas organisme.

Staphylococcus adalah sel yang berbentuk bola dengan diameter

1 µm yang tersusun dalam kluster yang tidak teratur. Kokus tunggal,

berpasangan, tetrad dan berbentuk rantai juga tampak dalam biakan cair.

Staphylococcus bersifat non motil dan tidak membentuk spora.

b. Kultur.

Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media

bakteriologi dibawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan

cepat pada temperatur 37oC namum pembentukan pigmen yang terbaik

adalah pada temperatur kamar (20 – 35oC). koloni pada media yang padat

berbentuk bulat, lembut dan mengkilat. Staphylococcus aureus biasanya

membentuk koloni abu-abu hingga kuning emas. Berbagai macam tingkat

haemolisis dihasilkan oleh Staphylococcus aureus.

c. Karakteristik pertumbuhan.

Staphylococcus menghasilkan katalase, yang membedakannya

dengan Streptococcus. Staphylococcus memfermentasi karbohidrat,

menghasilkan asam laktat dan tidak menghasilkan gas. Aktifitas proteolitik

bervariasi dari satu galur ke galur yang lain.

3. Uji laboratorium diagnostik

a. Spesimen.

Usapan permukaan, pus, darah, aspirat trakea atau cairan spinal,

dipilih bergantung pada tempat infeksi.

b. Hapusan.

Stafilokokus yang khas dilihat pada apusan yang dicat dari pus atau

sputum, hapusan ini tidak bisa membedakan organisme saprofitik (S.

epidermidis) dari organisme patogen (S. aureus).

c. Biakan.

Spesimen yang ditanam pada lempeng agar darah menunjukkan

koloni yang khas dalam waktu 18 jam pada suhu 37oC tetapi hemolisis

dan produksi pigmen mungkin tidak terjadi sampai beberapa hari

kemudian, dan optimal pada suhu kamar. Staphylococcus aureus

memfermentasi manitol Spesimen yang dikontaminasi dengan flora

campuran dapat dibiakkan pada media yang mengandung NaCl 7,5%;

garam tersebut menghambat sebagian besar flora normal lainnya tapi

tidak menghambat Staphylococcus aureus.

d. Tes katalase.

Tetes larutan hidrogen peroksida ditempatkan pada gelas objek

dan sejumlah kecil bakteri yang tumbuh diletakkan dalam larutan tersebut,

pembentukan gelembung (pelepasan oksigen) menunjukkan bahwa tes

positif. Tes ini dapat dilakukan dengan cara menuangkan larutan hidrogen

peroksida pada biakan bakteri yang padat pada agar miring dan diamati

munculnya gelembung.

e. Tes koagulase.

Plasma kelinci atau manusia yang ditambah sitrat dicairkan dalam

perbandingan 1 : 5 dicampur dengan volume yang sama dari biakan cair

atau dari koloni pada agar dan diinkubasi pada suhu 37o C. satu tabung

plasma dicampur dengan media cair yang steril dipakai sebagai kontrol.

Jika gumpalan terjadi dalam waktu 1-4 jam berarti tes positif. Stafilokokus

koagulase positif dianggap patogen bagi manusia .

f. Uji kepekaan.

Uji kepekaan mikrodilusi atau difusi cakram hendaknya dilakukan

secara rutin pada isolate stafilokokus dari infeksi yang secara klinis

bermakna. Resistensi terhadap penisilin G dapat diramalkan dengan uji β-

laktamase positif ; sekitar 90% S. aureus menghasilkan β-laktamase.

Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin serta metasilin) terjadi pada

sekitar 20% isolate S. aureus dan hampir 75% isolate S. epidermidis.

g. Uji serologis dan penentuan tipe.

Antibodi terhadap asam teikoat dapat dideteksi pada infeksi yang

lama dan dalam. Uji serologis ini sedikit bermanfaat dalam praktek. Pola

kepekaan terhadap antibiotik bermanfaat dalam melacak infeksi S. aureus

dan dalam menentukan jika bakterimia disebabkan oleh S. epidermidis

multiple, apakah disebabkan galur yang sama.

D. Mahkota Dewa

Gambar 5: Tanaman Mahkota Dewa ( www.promologi.com)

Tanaman buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.]

Boerl) merupakan salah satu tumbuhan obat Indonesia yang sudah

digunakan secara turun-temurun. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

berasal dari Papua. Sejak dahulu keraton Solo dan Yogyakarta

memeliharanya sebagai tanaman yang dianggap sebagai pusaka dewa

karena dianggap mampu mengobati berbagai penyakit.

1. Klasifikasi (Harmanto, 2003)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Thymelaeaceae

Genus : Phaleria

Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.

2. Nama lain

Simalakama (Melayu), Makuto Rojo, Makuto Ratu, Obat Dewa

(Jawa Tengah), Pau (Cina), Crown Of God (negara asing), Boh Anggota

Dewan (Harmanto, 2003)

3. Morfologi

Tumbuhan berbentuk pohon, berumur panjang (perenial),

tinggi 1 - 2,5 m. Akar tunggang. Batang berkayu, silindris, tegak, warna

cokelat, permukaan kasar, percabangan simpodial, arah cabang miring ke

atas. Daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun berhadapan (folia

oposita), warna hijau tua, bentuk jorong hingga lanset, panjang 7 - 10 cm,

lebar 2 - 2,5 cm, helaian daun tipis, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,

pertulangan menyirip (pinnate), permukaan licin, tidak pernah meluruh

Bunga tunggal, muncul di sepanjang batang dan ketiak daun, bertangkai

pendek, mahkota berbentuk tabung (tubulosus) - berwarna putih Buah

bulat, panjang 3 - 5 cm, buah muda berwarna hijau - setelah tua menjadi

merah, bentuk dengan biji bulat, keras - berwarna cokelat, Bagian daging

buah putih, berserat dan berair, sedangkan bagian biji, bentuknya bulat,

keras, berwarna cokelat, sangat toksik sehingga tidak dapat dimakan

(Harmanto, 2003) .

4. Kandungan kimia

Berdasarkan literatur dan hasil penelitian, diketahui bahwa zat

aktif yang terkandung di dalam daun dan kulit buah antara lain alkaloid,

terpenoid, saponin, dan senyawa resin. Pada daun pun diketahui

terkandung senyawa lignan (polifenol), sedangkan pada kulit buah

terkandung zat flavonoid (Harmanto, 2003). Dari penelitian Puslitbang

Farmasi dan Obat Tradisional Departemen Kesehatan, disimpulkan zat

dalam buah mahkota dewa meliputi alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan

polifenol.

Hasil identifikasi senyawa kimia dari buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa), diperoleh kandungan kimia yang terdiri dari asam lemak

(asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat), steroid (-

sitosterol, stigmasterol, sikloargentenol), benzofenon glikosida, dan

karbohidrat (glukosa, sukrosa) (Simanjuntak, 2008).

5. Pemanfaatan

Pemanfaatan buah mahkota dewa secara empiris sebagai

tanaman obat telah lama digunakan untuk mengatasi kanker dan tumor,

impotensi, haemorroid, diabetes mellitus, alergi, hipertensi dan jantung,

disentri, rematik, asam urat dan gangguan ginjal, stroke, migraine,

berbagai penyakit kulit, jerawat dan lain sebagainya. Bagian tanaman

yang digunakan sebagai bahan baku obat adalah batang, buah dan daun,

sedangkan bagian biji hanya digunakan sebagai obat luar atau untuk

penyakit kulit karena bersifat toksik. Bagian akar dan bunga mahkota

dewa jarang digunakan sebagai obat. Pemanfaatan buah mahkota dewa

untuk pengobatan biasanya tidak memisahkan daging buah dengan

kulitnya sehingga kulit tidak perlu dikupas terlebih dahulu. Bagian biji

harus dipisahkan atau dibuang (Dewanti et al., 2004)

Penelitian Harmanto tahun 2002 menyatakan buah mahkota

dewa tidak dikonsumsi secara langsung karena efek sampingnya cukup

serius seperti sariawan, bengkak, mati rasa pada lidah, kaku, demam

bahkan dapat menyebabkan pingsan. Oleh karena itu, sangat tidak

dianjurkan konsumsi buah mahkota dewa secara langsung, melainkan

harus direbus terlebih dahulu (Soekmanto et al, 2007)

E. METODE EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut

cair. Simplisia yang disari, mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat

yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain

(Dirjen POM, 1986).

1. Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi

simplisia nabati dengan air pada suhu 90O C selama 15 menit (Dirjen

POM, 1986; Dirjen POM, 2000). Pembuatan infus merupakan cara yang

paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan yang lunak

seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Khasiat

sediaan herbal umumnya karena kandungan minyak atsiri, yang akan

hilang apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infus (Dirjen

POM, 2000).

Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan

mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang

diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Dirjen

POM, 1986).

2. Decocta (rebusan)

Decocta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi

sediaan herbal dengan air pada suhu 90oC selama 30 menit. Dalam

perbedaannya terhadap infuse maka rebusan disari panas-panas (Voigt,

R., 1994).

Pembuatan: campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai

dalam panci dengan air secukupnya, panaskan diatas tangas air selama

30 menit terhitung mulai suhu mencapai 90oC sambil sekali-kali diaduk.

Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya

melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki (Depkes,

2000).

3. Seduhan

Seduhan merupakan suatu sediaan cair yang diperoleh dengan

menyari simplisia nabati dengan cara diseduh dengan air mendidih,

pembuatan sediaan seduhan seduhan untuk tujuan pengobatan banyak

dilakukan berdasarkan pengalaman seperti pada pembuatan infus.

Pembuatan : air mendidih dituangkan ke simplisia, diamkan selama

5-10 menit dan saring. Jumlah simplisia dan air dinyatakan dalam takaran

gram dan air dinyatakan dalam takaran gram dan air dalam takaran ml.

4. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau

pelarut lain. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dengan yoang di luar sel, maka larutan terpekat didesak ke luar. Peristiwa

tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan diluar sel dan didalam sel.

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara : 10 bagian

simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana,

kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan

selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk.

Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan

penyari secukupnya diaduk dan diserkai sehingga diperleh seluruh sari

sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dibiarkan ditempat sejuk, terlindung

dari cahaya selama 2 hari. Kemudian endapan dipisahkan (Dirjen POM,

1986).

F. PENGUJIAN EFEKTIVITAS TANAMAN

1. Metode disc diffusion

Metode difusi (disc diffusion) merupakan teknik yang umum dipakai

untuk menetapkan kerentanan mikroorganisme terhadap zat

kemoterapeutik. Metode ini sederhana, cepat dan praktis. Medium yang

dapat digunakan yaitu Mueller-Hinton Agar, Blood Agar, dan Nutrient

Agar. Tetapi menurut National Commitee for Clinical Laboratory Standars

(NCCLS) menyarankan menggunakan Mueller- Hinton Agar. Metode ini

telah didokumentasikan dengan baik dan zona hambatan standar baik

untuk inokulum yang peka maupun resisten telah ditentukan. Selain

dipengaruhi oleh faktor antara obat dan bakteri, metode ini dipengaruhi

pula oleh beberapa faktor fisika dan kimia seperti sifat medium,

kemampuan difusi, ukuran molekuler dan stabilitas obat (Brooks et al.,

2005).

Dalam pelaksanaan pengujian ini semua kondisi harus konstan,

dan hanya ukuran diameter zona inhibisinya saja yang bersifat variabel.

Kondisi yang harus konstan dari pengujian ini adalah medium agar yang

digunakan, jumlah mikroorganisme yang diinokulasikan, konsentrasi

antibiotik dan kondisi inkubasi (waktu, temperatur, dan keadaan udara).

Jumlah organisme yang akan diinokulasikan distandarisasi berdasarkan

standar McFarland 0,5.

Cakram kertas saring atau disk ditempatkan pada permukaan

medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada

permukaannya dan setelah itu diinkubasikan pada suhu 35-37oC pada

kondisi udara lingkungan selama 18-24 jam. Setelah inkubasi, diameter

zona hambatan di sekitar cakram menunjukkan kekuatan hambatan obat

terhadap bakteri uji.

Gambar 6 : Tes Difusi (Disc Diffussion) Sumber: http://accessscience.com/content/Clinical-pathology/141100

G. DENSITOMETRI

Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang

mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang

merupakan bercak pada KLT. Densitometri lebih dititikberatkan untuk

analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan

pemisahan terlebih dahulu dengan KLT.

Untuk evaluasi bercak hasil KLTsecara densitometri, bercak di-

scan-ning dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat

dipilih baik panjangnya maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur

dengan sensor cahaya (fotosensor). Perbedaan antara signal optik daerah

yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang mengandung bercak

dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi

yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama. Pengukuran

densitometri dapat dibuat dengan absorbansi atau dengan fluoresensi.

Kebanyakan pengukuran kromatogram lapis tipis dilakukan dengan

cara absorbansi. Kisaran Ultraviolet rendah (di bawah 190 nm sampai 300

nm) merupakan daerah yang paling berguna.

Karena adanya penghamburan sinar oleh partikel-partikel yang ada

di lempeng, maka suatu persamaan matematis yang sederhana dan

terdefinisi dengan baik yang menyatakan hubungan antara sinyal sinar

dan banyaknya (konsentrasi) senyawa dalam lapisan tipis tidak pernah

dijumpai. Sebagai akibatnya hubungan ini tidak bersifat linier. Meskipun

demikian, karena saat ini tersedia perangkat lunak {software) ataupun

integrator yang dapat menangani hubungan yang tidak linier, maka tidak

diperlukan untuk melinierkan hubungan antara konsentrasi dan respon

optis.

Untuk scanning dengan fluoresensi, intensitas sinar yang diukur

berbanding langsung dengan banyaknya analit (senyawa) yang

berfluoresensi. Pengukuran dengan fluoresensi lebih sensitif dibanding

dengan pengukuran absorbansi, dan fungsi-fungsi kalibrasi seringkali

linier pada kisaran konsentrasi yang agak luas. Karena alasan-alasan ini,

senyawa-senyawa yang bersifat fluoresensi secara inhiren selalu di-scan

dengan fluoresensi. Untuk senyawa-senyawa yang tidak berfluoresensi,

maka seseorang dapat memperlakukan senyawa tersebut dengan cara

mereaksikannya dengan reagen tertentu (jika reagen ada dan tersedia)

hingga dihasilkan senyawa yang berfluoresensi (Rohman, 2009).

H. KERANGKA KONSEPTUAL

Beberapa konsep hasil penelitian yang dapat mendukung kerangka

teori penelitian dapat dilihat secara berturut-turut di bawah ini :

1. Suwondo, S., ( 2007 ) melakukan skrining terhadap 30 jenis

tumbuhan obat dam memperoleh hasil bahwa terdapat 24 jenis

tumbuhan obat yang mempunyai aktifitas antibakteri terhadap

Streptococcus mutans bakteri spesifik penyebab karies gigi

2. Dewanti tri, et al (2004) menunjukkan bahwa buah mahkota dewa

terbukti memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri pada produk

kering dan produk olahan yang diolah dengan panas tinggi (instant)

dan panas rendah (effervescent). aktivitas antibakteri tertinggi pada

produk 50%, aktivitas tertinggi pada bakteri Staphylococus aureus

pada produk instant dan effervescent (18,3 mm) dan bakteri E.coli

pada produk instant (10 mm).

3. Yunanto K., (2008) menunjukkan bahwa infusum daun mahkota

dewa memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan

Streptococcus mutans dengan daya hambat terbesar pada

konsentrasi 50%.

4. Suryani L., Stepriyani S., (2007) mengemukakan bahwa infusum

daun mahkota dewa memiliki daya antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus dengan KHM 3,125% dan KBM 6,25% dan

tidak memiliki daya antibakteri terhadap Eschericia coli dengan KHM

lebih besar dari 25 %.

5. Aswal D, Beatrice L (2010) menunjukkan bahwa buah mahkota

dewa memiliki daya antibakteri terhadap Enterococcus faecalis

dengan KBM pada konsentrasi 12,5%

6. Siregar B, (2011) menunjukkan Ekstrak etanol 96 % buah mahkota

dewa memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans.

Untuk memudahkan pemahaman terhadap kerangka konseptual

tersebut maka dibuat bentuk skema sebagai berikut :

Skema Kerangka Konsep

Karies Gigi

Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl)

Streptococcus mutans

Staphylococcus aureus

Mengandung zat aktif :

alkaloid,flavonoid, saponin,

polifenol, tanin

Dinding sel terdiri dari

polisakarida, protein,

dan enzim

Struktur dan

komponen dinding sel

bakteri terganggu

Terjadi hambatan pertumbuhan

Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus

I. HIPOTESA

1. Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl)

memiliki aktifitas menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans

dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

2. Metode ekstraksi berpengaruh terhadap kemampuan ekstrak buah

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) dalam

menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus

aureus penyebab karies gigi.

J. DEFINISI DAN ISTILAH

1. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan

lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

2. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut yang dapat

larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

3. Seduhan merupakan suatu sediaan cair yang diperoleh dengan

menyari simplisia nabati dengan cara diseduh dengan air mendidih..

4. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia

nabati dengan air pada suhu 90O C selama 15 menit.

5. Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi

sediaan herbal dengan air pada suhu 90 OC selama 30 menit.

6. Maserasi merupakan cara penyarian dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam etanol 50% dan etanol 96% selama 5 hari sambil

berulang-ulang diaduk kemudian disaring.

7. Metode difusi (disc diffusion) merupakan teknik yang umum dipakai

untuk menetapkan kerentanan mikroorganisme terhadap zat

kemoterapeutik.

8. Ekstrak memiliki aktifitas jika ekstrak memperlihatkan zona hambatan

lebih besar dari kontrol negatif

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu menentukan

aktifitas ekstrak Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.)

terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab

karies gigi.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April – Oktober 2012.

2. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan

Imunologi Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas

Hasanuddin dan Laboratorium Biofarmaka PKP.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti adalah :

Hasil identifikasi Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp.

Hasil uji aktifitas Ekstrak Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

[Scheff] Boerl.) terhadap Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp.

penyebab karies gigi.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa [Scheff] Boerl.)

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa [Scheff] Boerl.) yang masak (berwarna merah maron)

E. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitan ini adalah Sampel

karies gigi yang terinfeksi Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp.,

Muehler Hinton Agar, Nutrient Agar, Blood Agar, Brain Heart Infusion

Broth, Plate Count Agar, Air Suling, Etanol 70%, pewarna Gram, Reagen

untuk tes Biokimia, Paper disc, Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

[Scheff] Boerl.), disc Vancomycin

2. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri,

tabung reaksi, mikropipet, gelas kimia, gelas ukur, labu erlenmeyer, botol

reagen, termometer, batang pengaduk, kain flanel, ose bulat, rak tabung,

tips untuk pipet, swab steril, panci Infus, bejana maserasi, jangka sorong,

timbangan analitik, bunsen, lampu spiritus, lumpang dan stamper, colony

counter, waterbath, autoclave, oven, biohazard (safety cabinet) dan

inkubator.

F. Cara Pengumpulan Data

Data yang diperoleh adalah hasil pengujian yaitu :

Hasil identifikasi Streptococcus mutans. dan Staphylococcus aureus

Hasil uji aktifitas ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

[Scheff] Boerl.) terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus

aureus penyebab karies gigi.

G. Cara Kerja

1. IsoIasi dan Identifikasi Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus. (Depkes RI, 2000)

Spesimen karies gigi diambil menggunakan swab steril dengan

cara dimasukkan ke dalam karies gigi, kemudian dimasukkan ke media

BHIB.

Spesimen diinokulasikan ke dalam media Blood Agar Plate dan

diinkubasi pada suhu 35 - 37o C selama 24- 48 jam. Koloni tersangka dari

Blood Agar Plate dilakukan pewarnaan Gram untuk menemukan bakteri

gram positif kokus bentuk rantai (Streptococcus sp.) dan gram positif

kokus berkelompok tidak teratur (Staphylococcus sp.).

Hasil bakteri gram positif kokus bentuk rantai dilanjutkan dengan uji

biokimia untuk menemukan bakteri gram positif kokus katalase negatif.

Bakteri yang termasuk golongan katalase negatif diamati sesuai dengan

tabel Connie Mohan dalam National Committee for Clinical Laboratory

Standart (NCCLS) untuk menemukan bakteri yang positif Streptococcus

sp. yaitu : hemolisis (α, β, γ hemolisis); katalase (-); nutrient broth +

NaCl 6,5% (tidak tumbuh); bile esculin (-).

Hasil bakteri gram positif kokus berkelompok tidak teratur

dilanjutkan dengan uji biokimia untuk menemukan bakteri gram positif

kokus katalase positif. Bakteri yang termasuk golongan katalase positif

diamati sesuai dengan tabel Connie Mohan dalam National Committee for

Clinical Laboratory Standart (NCCLS) untuk menemukan bakteri yang

positif Staphylococcus sp. yaitu : katalase (+); glukosa (+); sukrosa (+);

koagulase (-).

2. Pengolahan Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff]

Boerl.)

Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) yang

masak dicuci bersih kemudian dipotong tipis-tipis lalu dikeringkan dalam

oven pada suhu 40o - 60oC.

3. Pembuatan ekstrak Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

[Scheff] Boerl.) (Dirjen POM, 1986; Dirjen POM, 2000)

a. Infus

Sejumlah simplisia kering ditimbang lalu dimasukkan ke dalam

panci infus kemudian ditambahkan air suling lalu dipanaskan sampai suhu

90oC selama 15 menit. Didinginkan lalu diserkai menggunakan kain flanel.

Dibuat konsentrasi 10% dan 30%.

b. Decocta

Sejumlah simplisia ditimbang lalu dimasukkan ke dalam panci

kemudian ditambahkan air suling lalu dipanaskan sampai suhu 90oC

selama 30 menit. Didinginkan lalu diserkai menggunakan kain flanel.

Dibuat konsentrasi 10% dan 30%

c. Seduhan

Sejumlah simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam gelas kimia

lalu disiram dengan air mendidih hingga 100 ml dibiarkan selama 5 – 10

menit lalu di saring. Dibuat konsentrasi 10% dan 30%.

d. Maserasi

Sejumlah simplisia kering ditimbang, dimasukkan ke dalam bejana

maserasi lalu ditambahkan masing-masing etanol 50% dan etanol 96%

sampai seluruh simplisia dalam bejana terendam kemudian ditutup.

Disimpan bejana ditempat yang terlindung dari cahaya selama 5 hari

sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari disaring kemudian ampas

diperas. Ekstrak yang diperoleh disimpan ditempat sejuk dan terlindung

dari cahaya selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan. Ekstrak yang

diperoleh kemudian diuapkan hingga diperoleh ekstrak kering. Dibuat

konsentrasi 10% dan 30%.

4. Uji Pendahuluan (Ditjen POM, 1995)

a. Uji alkaloid

Reaksi pengendapan :

Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambah 1 ml HCl 2 N dan 9 ml

air, panaskan di atas tangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

Pindahkan masing-masing 3 tetes filtrat pada dua kaca arloji. Tambahkan

2 tetes Mayer LP pada kaca arloji pertama dan 2 tetes Bouchardat LP

pada kaca arloji kedua. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan,

maka serbuk tidak mengandung alkaloida.

Jika dengan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna

putih atau kuning yang larut dalam methanol P dan dengan Bouchardat

LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada

kemungkinan terdapat alkaloida.

b. Uji glikosida

Masukkan 0,1 ml ekstrak methanol dalam tabung reaksi, uapkan di

atas tangas air. Pada sisa tambahkan 2 ml air dan 5 tetes alfa naftol LP.

Tambahkan hati-hati 2 ml H2SO4 P, terbentuk cincin berwarna ungu

(Reaksi Molisch)

c. Uji tannin

Ekstrak kental direaksikan dengan larutan Feri klorida, bila terjadi

warna biru tua/hitam kehijauan menunjukkan adanya senyawa tannin.

d. Saponin

Masukkan 0,5 gram serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi

tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat

selama 10 detik (jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, encerkan 1

ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air dan kocok kuat-kuat selama

10 detik ) : terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit,

setinggi 1 cm sampai 10 cm. pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih

tidak hilang.

5. Uji aktifitas buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff]

Boerl.) terhadap Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp.

penyebab karies gigi (Depkes RI, 2000; Lay, B.W., 2002)

a. Media dan reagen

Media yang digunakan adalah agar Mueller Hinton (dengan

ketebalan agar 4 mm). Reagen yang digunakan adalah larutan standar

NaCl fisiologis steril; larutan hipoklorit 2% dan standar kekeruhan Mc

Farland 0,5.

b. Prosedur pemeriksaan

1. Disc Diffusion

Inokulum disiapkan dengan menggunakan kapas lidi steril atau

sengkelit. Diambil 3-5 koloni Streptococcus mutans dan Staphylococcus

aureus hasil isolasi spesimen klinik dan disuspensikan ke dalam masing-

masing tabung berisi larutan NaCl fisiologis steril 5 ml, kemudian kapas lidi

bekas pakai dibuang dalam larutan hipoklorit 2 %. Hasil suspensi bakteri

dibandingkan dengan standar kekeruhan Mc Farland 0,5.

Kapas lidi dicelupkan ke dalam suspensi bakteri dan diputar

beberapa kali kemudian ditekan-tekan pada dinding tabung untuk

membuang kelebihan inokulum. Kapas lidi yang mengandung inokulum

dihapuskan secara merata pada permukaan agar Mueller Hinton,

kemudian cawan petri ditutup dan dibiarkan selama 3-5 menit.

Cakram kertas (paper disc) yang telah direndam dalam masing-

masing konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa (infuse, dekokta, perasan

dan seduhan) selama ± 10 menit diletakkan pada permukaan agar Mueller

Hinton dan sedikit ditekan agar melekat sempurna dan tidak bergeser.

Kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah itu diinkubasi pada suhu

35-37 0 C selama 16-20 jam dalam posisi cawan terbalik (Streptococcus

mutans). Untuk Staphylococcus aureus suhu inkubasi tidak boleh lebih

dari 35 0 C dan lama inkubasi adalah 24 jam.

Hasil diperoleh dengan mengukur zona hambatan yang terbentuk

pada agar. Semakin lebar/diameter zona hambatan yang terbentuk

semakin efektif sampel menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

2. Densitometri

Ekstrak yang diperoleh dari masing-masing metode ekstraksi

dikeringkan, kemudian masing-masing ekstrak kering ditimbang sehingga

diperoleh kadar 5 mg / mL. Masing-masing ekstrak dilarutkan dengan

etanol 96% kemudian disentrifuge lalu ditotolkan pada lempeng silika gel

yang telah diaktifkan sebanyak 10 µL. Selanjutnya lempeng silika gel

dielusi dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan eluen etil asetal :

asam asetat (96 : 4) sampai batas yang telah ditentukan. Lempeng silika

yang telah dielusi kemudian dikeringkan dalam oven dan setelah kering

kemudian noda yang ada dibaca pada TLC scanner dengan

menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktifitas dari sediaan

ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) yang

paling aktif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus penyebab karies gigi. Penentuan aktifitas

dilakukan dengan metode Disc Diffusion dengan mengukur diameter zona

hambatan dan dilanjutkan dengan melihat profil senyawa kimia yang

terkandung dalam ekstrak buah mahkota dewa dengan TLC- Scanner.

Sebelum pengujian aktifitas dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji

pendahuluan terhadap ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

[Scheff] Boerl.) untuk mengetahui kandungan kimia yang terkandung

dalam masing-masing ekstrak buah mahkota tersebut, dan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Uji Pendahuluan Masing-masing Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.

No Jenis uji

Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.

Seduhan Infus Dekokta Maserasi dengan

Etanol 50%

Maserasi dengan

Etanol 96%

1.

Alkaloid:

- Mayer

- Bauchardat

-

-

-

-

-

-

-

+

-

+

2. Tannin + + + + +

3. Fenol + + + + +

4. Saponin + + + + +

5. Glikosida + + + + +

Keterangan : + = ada

- = tidak ada

Hasil uji Disc Diffusion memperlihatkan diameter zona hambatan

yang beragam. Ekstrak seduhan buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa [Scheff] Boerl.) memiliki tidak memiliki aktifitas dalam

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Streptococcus

mutans baik konsentrasi 10 % maupun 30 %. Ekstrak yang paling aktif

dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan

Streptococcus mutans adalah ekstrak maserasi Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) dengan pelarut etanol 50% pada

konsentrasi 30 % yaitu untuk Streptococcus mutans adalah 16,33 mm dan

untuk Staphylococcus aureus adalah 15 mm (Tabel 2 dan 3).

Tabel 2. Hasil Uji Aktifitas Ekstrak Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans

N

o Metode Ekstraksi Konsentrasi

Zona Hambatan

(mm) Zona Hambatan

Rata-rata (mm) 1 2 3

1. Seduhan 10% 6 6 6 6

30% 6 6 6 6

2. Dekokta 10% 8,5 8,5 9 8.67

30% 12 11 10 11

3. Infus 10% 7 7 8 7.33

30% 10 11,5 9,5 10.33

4. Maserasi

Etanol 50%

10% 11 12 12 11,67

30% 15,5 16,5 17 16,33

5. Maserasi

Etanol 96%

10% 8 8 9 8,33

30% 13 12,5 11,5 12,33

6. Vancomycin 19 19 20 19,33

7. Kontrol Negatif

(Air Suling) 6 6 6 6

8. Kontrol Negatif

(Natrium CMC 1%) 6 6 6 6

Tabel 3: Hasil Uji Aktifitas Ekstrak Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus

No Metode Ekstraksi Konsentrasi

Zona Hambatan

(mm) Zona Hambatan

Rata-rata(mm) 1 2 3

1. Seduhan 10% 6 6 6 6

30% 6 6 6 6

2. Dekokta 10 % 8 9 9 8.33

30% 10,5 10,5 11 10,67

3. Infus 10% 8 8 7 7,67

30% 10 9,5 8,5 9,67

4. Maserasi

Etanol 50%

10% 13 12 13 12,33

30% 16 14 15 15

5. Maserasi

Etanol 96%

10% 8 9 9 8,67

30 % 11 13 13 12,33

6. Vancomycin 18 18 17 17,67

7. Kontrol negatif

(Air Suling) 6 6 6 6

8. Kontrol Negatif

(Natrium CMC 1%) 6 6 6 6

Untuk melihat profil senyawa kimia dari masing-masing ekstrak

dilakukan dengan metode densitometri, dimana tiap ekstrak dilarutkan

dengan etanol 96% kemudian disentrifuge lalu ditotolkan pada lempeng

silika gel sebanyak 10 µL. Selanjutnya lempeng dielusi dengan

menggunakan eluen Etil Asetat : Asam Asetat ( 96 : 4 ) lalu noda yang

tampak dibaca pada TLC Scanner dengan menggunakan lampu uv 245

nm dan 366 nm (Tabel 4 s/d 13)

Tabel 4. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Seduhan Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm.

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.25 270,2 200 0,24 150,5 200 0,25 521,5 220

B 0.51 307,3 292 0,51 245,8 293 0,51 435,5 291 0,52 343,4 295

G 0,36 150,6 200

Tabel 5. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Seduhan Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) Dengan menggunakan lampu UV 366 nm

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.51 605 297 0,51 611 301 0,51 531 295 0,52 607 303

Tabel 6. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Dekokta Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm.

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.24 233,1 378 0,24 441,5 374 0,24 472,5 378 0,24 341,8 379

B 0,52 1708 372 0,53 2042 370 0,52 1562 371 0,52 2309,2 373

D 0,59 178 283 0,58 124,3 282

E 0,41 162,5 217

G 0,33 198,2 267

Tabel 7. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Dekokta Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) Dengan menggunakan lampu UV 366 nm

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.52 2878,3 371 0,52 3376,9 374 0,51 2396,1 370 0,52 3119 372

B 0,24 395,6 388 0,24 484 391 0,24 434,9 392 0,24 480,2 391

D 0,41 95,7 214

Tabel 8. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Infus Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm.

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.24 230,4 371 0,24 515,4 378 0,23 288,8 388 0,23 478,7 376

B 0,52 1544 373 0,52 2315,5 376 0,51 2050 372 0,52 2608,8 374

E 0,43 197,3 289

Tabel 9. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Infus Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) Dengan menggunakan lampu UV 366 nm

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.51 2661 374 0,52 3605 376 0,51 3260,4 373 0,52 4138,3 375

B 0,23 367,2 393 0,23 556,9 391 0,23 473,3 392 0,23 595,2 392

Tabel 10. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Maserasi (Pelarut Etanol 50%) Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm.

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.23 140,9 370 0,23 287,8 289 0,23 427,8 379 0,23 388,8 380

B 0,51 1936 372 0,51 1917,1 372 0,52 2835 374 0,53 3409,4 375

C 0,27 191 274 0,3 235,2 276 0,29 240,9 274

D 0,58 200,1 284

Tabel 11. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Maserasi (Pelarut Etanol

50%) Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) Dengan menggunakan lampu UV 366 nm

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.51 3300,6 373 0,51 3237,7 372 0,52 4285,7 374 0,53 5306,6 377

B 0,23 338,7 390 0,23 476,5 387 0,23 743,4 392 0,2 818,8 387

E 0,32 169,7 280

Tabel 12. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Maserasi (Pelarut Etanol

96%) Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl) dengan menggunakan lampu UV 254 nm.

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.23 231,8 311 0,22 240 310 0,22 346,6 291

B 0,5 951,7 341 0,5 1318 340 0,5 1201 371 0,52 1734,2 370

C 0,28 408,9 310

F 0,64 119,5 284 0,64 154,2 284 0,65 97,8 286

G 0,3 308,1 307

Tabel 13. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Maserasi (Pelarut Etanol 96%) Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boer). Dengan menggunakan lampu UV 366 nm

No

Substa

nsi

Konsentrasi

10 % 30%

1 2 1 2

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

Rf

Luas

are

a

Pjg

gel

max

A 0.5 1939,8 350 0,5 2566,7 367 0,5 2305,7 371 0,51 3325,1 373

B 0,22 243,5 304 0,22 280,5 307 0,22 237,4 309 0,22 381,4 307

C 0,64 272,2 282

B. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) dengan berbagai metode ekstraksi.

Metode ekstraksi yang digunakan adalah seduhan, dekokta, infus dan

maserasi. Metode seduhan, dekokta dan infus menggunakan pelarut air

dimana metode ini paling sering digunakan di masyarakat dalam

mengolah obat tradisional sedangkan metode maserasi dengan

mengunakan pelarut etanol 50% dan etanol 96%. Masing-masing ekstrak

dibuat dengan konsentrasi 10 % dan 30 %, selanjutnya dilakukan

pengujian aktifitas masing - masing ekstrak terhadap pertumbuhan

Staphylococcus aureus dan Streptococcus aureus penyebab karies gigi.

Selain itu dilakukan juga metode densitometri untuk melihat profil

senyawa kimia yang terkandung dalam Buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa [Scheff] Boerl.) dengan menggunakan TLC-Scanner.

Sebelum dilakukan pengujian aktifitas, terlebih dahulu dilakukan

uji pendahuluan terhadap masing-masing ekstrak buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) sebagai skrining awal untuk

mengetahui kandungan senyawa kimia dalam masing-masing ekstrak

tersebut. Uji pendahuluan terhadap ekstrak buah mahkota dewa meliputi

uji alkaoid, uji tannin, uji saponin, dan uji glikosida. Dari hasil uji

pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak seduhan, dekokta, infus

mengandung senyawa kimia tannin, fenol, saponin dan glikosida

sedangkan ekstrak maserasi dengan pelarut etanol 50% dan pelarut

etanol 96% mengandung senyawa kimia alkaloid, tannin, fenol saponin

dan glikosida (tabel 1).

Berdasarkan hasil uji aktifitas dengan metode disc diffusion,

ekstrak yang diperoleh dari metode seduhan tidak memiliki aktifitas dalam

menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus

aureus baik pada konsetrasi 10% maupun 30%. Hal ini ditunjukkan

dengan tidak terbentuknya zona hambatan disekitar disc yang telah diberi

ekstrak seduhan. Untuk ekstrak yang diperoleh dari metode dekokta

memiliki aktifitas dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans

dan Staphylococcus aureus baik pada konsetrasi 10% maupun 30%, hal

ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambatan dengan diameter

8,67 mm (10%) dan 11 mm (30%) untuk Streptococcus mutans

sedangkan untuk Staphylococcus aureus 8,33 mm (10%) dan 10,67 mm

(30%). Untuk ekstrak yang diperoleh dari metode infus memiliki aktifitas

dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus baik pada konsetrasi 10% maupun 30%, hal ini

ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambatan dengan diameter

7,33 mm (10%) dan 10,33 mm (30%) untuk Streptococcus mutans

sedangkan untuk Staphylococcus aureus 7,67 mm (10%) dan 9,67 mm

(30%). Untuk ekstrak yang diperoleh dari metode maserasi dengan etanol

50% memiliki aktifitas dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus

mutans dan Staphylococcus aureus baik pada konsetrasi 10% maupun

30%, hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambatan dengan

diameter 11,67 mm (10%) dan 16,33 mm (30%) untuk Streptococcus

mutans sedangkan untuk Staphylococcus aureus 12,33 mm (10%) dan 15

mm (30%). Untuk ekstrak yang diperoleh dari metode maserasi dengan

etanol 96% memiliki aktifitas dalam menghambat pertumbuhan

Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus baik pada konsetrasi

10% maupun 30%, hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona

hambatan dengan diameter 8,33 mm (10%) dan 12,33 mm (30%) untuk

Streptococcus mutans sedangkan untuk Staphylococcus aureus 8,67 mm

(10%) dan 12,33 mm (30%). Dari hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak

yang diperoleh dengan maserasi dengan etanol 50 % memberikan

aktifitas terbesar dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans

dan Staphylococcus aureus (tabel 2 dan 3).

Selanjutnya ekstrak buah mahkota dewa yang diperoleh dilakukan

analisis TLC Scanner dengan menggunakan lampu UV 254 nm dan 366

nm. Hasil analisis TLC scanner dengan menggunakan lampu UV 254 nm

menunjukkan bahwa pada ekstrak seduhan konsentrasi 10% terdapat 3

substansi kimia yang diberi label A, B dan G sedangkan pada konsentrasi

30% terdapat 2 substansi kimia yang diberi label A dan B. Pada ekstrak

dekokta konsentrasi 10% terdapat 3 subtansi kimia yang diberi label A, B

dan D sedangkan pada konsentrasi 30% terdapat 5 substansi kimia yang

diberi label A, B, D, E dan G. Pada ekstrak Infus konsentrasi 10% terdapat

2 substansi kimia yang diberi label A dan B sedangkan pada konsentrasi

30% terdapat 3 substansi kimia yang diberi label A, B dan E. Pada ekstrak

maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% konsentrasi 10%

terdapat 4 substansi kimia yang diberi label A, B, C dan D sedangkan

pada konsentrasi 30% terdapat 3 substansi kimia yang diberi label A, B

dan C. Pada ekstrak maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%

konsentrasi 10% terdapat 6 substansi kimia yang diberi label A, B, C, F

dan G sedangkan pada konsentrasi 30% terdapat 3 substansi kimia yang

diberi label A, B dan F (Tabel 4, 6, 8, 10, 12).

Hasil analisis TLC scanner dengan menggunakan lampu UV 366

nm menunjukkan bahwa pada ekstrak seduhan konsentrasi 10% dan 30

% terdapat 1 substansi kimia yang diberi label A. Pada ekstrak dekokta

konsentrasi 10% terdapat 2 subtansi kimia yang diberi label A dan B

sedangkan pada konsentrasi 30% terdapat 3 substansi kimia yang diberi

label A, B dan D. Pada ekstrak Infus konsentrasi 10% dan 30% terdapat 2

substansi kimia yang diberi label A dan B. Pada ekstrak maserasi dengan

menggunakan pelarut etanol 50% konsentrasi 10% terdapat 3 substansi

kimia yang diberi label A, B dan E sedangkan pada konsentrasi 30%

terdapat 2 substansi kimia yang diberi label A dan B. Pada ekstrak

maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% konsentrasi 10%

terdapat 3 substansi kimia yang diberi label A, B dan C sedangkan pada

konsentrasi 30% terdapat 2 substansi kimia yang diberi label A dan B

(Tabel 5, 7, 9, 11, 13, ).

Dari hasil TLC scanner dengan menggunakan lampu UV 254 nm

menunjukkan bahwa ada 1 substansi kimia yaitu B yang terdapat pada

semua ekstrak buah mahkota dewa dimana luas area terbesar dari

substansi kimia tersebut ditunjukkan pada ekstrak maserasi dengan

menggunakan pelarut etanol 50% pada konsentrasi 30%. Sedangkan dari

hasil TLC scanner dengan menggunakan lampu UV 366 nm menunjukkan

ada 1 substansi kimia yaitu A yang terdapat pada semua ekstrak buah

mahkota dewa dimana luas area terbesar ditunjukkan pada ekstrak

maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 50% pada konsentrasi

30% (tabel 9 dan 10).

Dari masing-masing ekstrak yang telah diuji aktifitasnya, ekstrak

yang diperoleh dengan metode seduhan tidak memiliki aktifitas dalam

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus maupun

Streptococcus mutans baik pada konsentrasi 10 % maupun 30% (lampiran

5 gambar 5.1). Ekstrak yang diperoleh dengan metode infus, dekokta dan

maserasi dengan pelarut etanol 50% dan etanol 96 % memiliki aktifitas

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus maupun

Streptococcus mutans. Ekstrak yang diperoleh dari metode maserasi

dengan menggunakan pelarut etanol 50 % memiliki aktifitas terbesar yaitu

pada konsentrasi 30 gram/100 mL dengan diameter zona hambat untuk

Streptococcus mutans adalah 16,33 mm (Tabel 2) dan untuk

Staphylococcus aureus adalah 15 mm (Tabel 3). Hasil ini didukung

dengan hasil TLC Scanner dimana pada semua metode ekstraksi terdapat

2 substansi kimia yang sama yaitu A dan B, namun luas area masing-

masing substansi tersebut lebih besar pada ekstrak yang diperoleh

dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 50 %

dibandingkan dengan metode ekstraksi yang lain. Namun dari hasil

pengujian statistik dengan menggunakan uji T memperlihatkan hasil yang

tidak signifikan antara zona hambatan dengan metode maserasi hal ini

disebabkan karena jumlah data yang diuji tidak memenuhi syarat yaitu

sebanyak 30.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak Buah mahkota

dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) berpotensi sebagai obat

alternatif untuk pengobatan karies gigi yang disebabkan oleh

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Kemampuan ekstrak

Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) dalam

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Streptococcus

mutans disebabkan karena buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

[Scheff] Boerl.) mengandung senyawa aktif yang berkhasiat sebagai

antibakteri yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, fenol dan tanin (Puslitbang

Farmasi dan Obat Tradisional Departemen Kesehatan), hal ini didukung

oleh hasil uji pendahuluan yang menunjukkan bahwa ekstrak Buah

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) mengandung

senyawa aktif tersebut (tabel 1). Flavonoid berperan sebagai antibakteri

dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein

ekstraseluler yang mengganggu integritas membran bakteri. Alkaloid

berperan untuk mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel

bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan

menyebabkan kematian sel tersebut. Tanin dapat merusak membran sel

bakteri, mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga

mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya

permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga

pertumbuhannya terhambat bahkan mati. Selain itu tanin juga mempunyai

daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein.

Efektifitas Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff]

Boerl.) terhadap Streptococcus mutans telah dilakukan sebelumnya oleh

Beatrice Siregar (2011) dengan menggunakan ekstrak etanol 96% Buah

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) sedangkan dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa aktifitas ekstrak Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.) dengan Etanol 50% lebih besar

dibandingkan dengan menggunakan Etanol 96%.

Penelitian ini juga mencoba untuk melihat bentuk morfologi bakteri

Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus sebelum mendapatkan

perlakuan dengan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

[Scheff] Boerl.) maupun yang telah mendapatkan perlakuan namun

karena keterbatasan mikroskop yang digunakan sehingga peneliti tidak

dapat melihat adanya perbedaan bentuk morfologi dari streptococcus

mutans dan Staphylococcus aureus sebelum perlakuan dengan ekstrak

buah mahkota dewa maupun setelah perlakuan hanya saja yang terlihat

pada mikroskop adalah jumlah bakteri Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus sebelum perlakuan lebih banyak dibandingkan

dengan setelah perlakuan (Lampiran 4 dan 5).

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl)

memiliki aktifitas dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus

mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

2. Ekstrak yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan

Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus adalah ekstrak

yang diperoleh dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 50%

pada konsentrasi 30%.

B. SARAN

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan mengisolasi komponen kimia

dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.)

yang memiliki aktifitas antimikroba dan melihat bagian sel bakteri yang

dirusak oleh komponen kimia tersebut.

2. Dapat diteliti lebih lanjut dengan menggunakan variasi konsentrasi dan

lama kontak dari ekstrak maserasi dengan menggunakan pelarut

etanol 50% dan yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan

bakteri

DAFTAR PUSTAKA

Aswal D, Beatrice L. 2010. Daya Antibakteri Ekstrak Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) terhadap Enterococcus

faecalis (In vitro). Dentika Dental Journal, Vol. 15 No. 1: 32-36.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDA) 2007. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Brooks, G. F. Butel, J.S., Morse, S. E. 2005. Mikrobiologi kedokteran.

Buku 1.salemba medika. Jakarta

Capuccino, J.G., Natalie S. 2001. Microbiology, A Laboratory Manual.

Benyamin cummings. San Fransisco

Da Silva, D.D. 2004, Aggregation of plaque disclosing agent in a

dentifrice. J Appl Oral Sci

Dirjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia .

Dirjen POM. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia

Dirks, D.B., Helderman, W.H. Tanpa tahun. Ilmu Kedokteran Gigi

Pencegahan. Editor Suryo, S. 1993. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press

Dewanti T., Narsitoh S., Nur I. 2004. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri

Produk Kering, Instant dan Effervescent dari Buah mahkota dewa.

Online. (http://www.iptek.net.id/ind/pustaka_pangan/), diakses

tanggal 12 Februari 2012

Harmanto, N. 2003. Mahkota Dewa Obat Pusaka Para Dewa. Jakarta :

Agro Media Pusaka.

Kidd, E.A.M. Joyston, S. Tanpa tahun. Dasar-dasar karies: Penyakit dan

penanggulangannya.. Terjemahan oleh Narlan Sumawinata,

Safrida Faruk. 1992. Jakarta: EGC.

Kleinberg, I. 2002, A Mixed-Bacteria Ecological Approach to

Understanding The Role of The Oral Bacteria in Dental Caries

Causation: An Alternative to Streptococcus mutans and the

Specific-Plaque Hyphotesis. (Online)

(www.Crobm.iadrjournals.org, diakses 21 Februari 2012).

Laboratorium Kesehatan. 2000. Standard Operating Procedures (SOP) in

Microbiologi. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Lay, B. W. 2002. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT.RajaGrafindo

Persada. Jakarta

Lisdawati, V. 2004. Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.]

Boerl), Toksisitas, Efek Antioksidan dan Efek Antikanker

Berdasarkan Uji Penapisan Farmakologi.

http://www.mahkotadewa.com/blog/2004/07 tinjauan-ilmiah-dra-

vivi-Lisdawati-msi.apt, diakses tanggal 12 Februari 2012

Pickard, H. M., Kidd, E. A. M., Smith, B. G. N. Tanpa tahun. Manual

Konservasi Menurut Pickard. Edisi 6. Terjemahan Narlan

Sumawinata. 2002. Jakarta : Widya Medika.

Pintauli, S., Hamada, T. 2008. Menuju gigi dan mulut sehat: pencegahan

dan pemeliharaanya. Ed.I. Medan: USU Press.

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Fakultas Farmasi UGM.

Yogyakarta. Erlangga

Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Simanjuntak, P. 2008. Identifikasi Senyawa Kimia dalam Buah mahkota

dewa (Phaleria macrocarpa), Thymelaceae, Jurnal Ilmu

Kefarmasian Indonesia. vol. 6, No. 1.

Siregar, B. 2011. Daya Antibakteri Ekstrak Buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa [Scheff.] Boerl) Terhadap Pertumbuhan

Streptococcus mutans (in Vitro). Skripsi Tidak Diterbitkan.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Soekmanto, A. 2006. Pengaruh Ekstrak Butanol Buah mahkota dewa

(phaleria macrocarpa) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (mus

musculus). J Biodiversitas 2006; 7: 278.

Sugito S. F. 2000. Peranan Teh dalam Mencegah Terjadinya Karies Gigi.

Dalam Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Volume 7.

Edisi Khusus. Jakarta : FKG Universitas Indonesia.

Susanti, L. Tanpa Tahun. Khasiat Ekstrak Etanol Buah mahkota dewa

(Phaleria macrcarpa) Sebagai Antibakteri terhadap Pseudomonas

aeruginosae, Jurnal Kimia Dan Teknologi Volume 5 No. 2: 67-72.

Surakarta

Suwondo S. 2007. Skrining Tumbuhan Obat yang Mempunyai Aktifitas

Antibakteri Penyebab Karies Gigi dan Pembentuk Plak. Jurnal

Bahan Alam Indonesia. ISSN. Vol. 6. No.2.

Suryani, L., Stepriyani, S. 2007. Daya Antibakteri Daun Mahkota Dewa

(Phaleria macrocarpa) Terhadap Stapylococcus aureus dan

Eschericia coli. Mutiara Medika, Edisi Khusus vol 7 No.1 :23-24

(Abstrak).

Tarigan, R. 1991. Karies Gigi. Cetakan Kedua. Penerbit Hipokrates.

Jakarta.

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada

University Press

Yunanto, K. 2008. Uji Zona Hambat Infusum Daun Mahkota Dewa

(Phaleria papuana Warb. var. Wichannii) pada Pertumbuhan

Streptococcus mutans. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas

Jember Jawa Timur

LAMPIRAN 1

ALUR KERJA

Decocta Infusa Maserasi Seduhan

Analisis KLT Ekstrak

Penderita Karies

Gigi

Swab Karies Gigi

Identifikasi

Streptococcus mutans &

Staphylococcus aureus

Disc Diffusion

Hasil

Buah Mahkota Dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff] Boerl.)

LAMPIRAN 2

Skema Isolasi Dan Identifikasi

Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus

LAMPIRAN 3

Swab Karies Gigi

Media Brain Heart Infusion Broth

(BHIB)

Inokulasi 35 – 370C, 1 x 24 jam

Agar Darah 5%

Inokulasi 35 – 370C, 1 x 24 jam

Koloni Koloni

Pewarnaan Gram

Tes Biokimia

Staphylococcus aureus

Pewarnaan Gram

Tes Biokimia

Streptococcus mutans

LAMPIRAN 3

Skema Pengujian Disc Diffusion

Inokulum Bakteri

Streptococcus mutans/ Staphylococcus aureus

Suspensi Bakteri

Sesuaikan standar Mc Farland 0,5

Diukur diameter zona hambatan

Diusapkan pada permukaan Mueller Hinton Agar

Biarkan 5 menit

Kertas cakram mengandung Ekstrak buah mahkota dewa

diletakkan diatas permukaan agar

Didiamkan 15 menit lalu diinkubasi terbalik

selama 20 jam suhu 35 – 37oC

Inokulum Bakteri

Streptococcus mutans/ Staphylococcus aureus

Suspensi Bakteri

Sesuaikan standar Mc Farland 0,5

LAMPIRAN 4

Gambar Hasil Pengamatan Mikroskop

Streptococcus mutans

Keterangan : A : Streptococcus mutans sebelum penambahan Ekstrak buah mahkota

dewa B : Streptococcus mutans setelah penambahan Ekstrak buah mahkota

dewa

A B

LAMPIRAN 5

Gambar Hasil Pengamatan Mikroskop

Staphylococcus aureus

Keterangan : A : Staphylococcus aureus sebelum penambahan Ekstrak buah mahkota

dewa B : Staphylococcus aureus setelah penambahan Ekstrak buah mahkota

dewa

A B

LAMPIRAN 6

Gambar Hasil Pengujian Disc Diffusion

Keterangan:

1 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak seduhan buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.

2 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak Infus Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.)

3 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak Dekokta Buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.)

4 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak Maserasi dengan pelarut etanol

50% Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.)

5 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak Maserasi dengan pelarut etanol

96% Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.)

A : Ekstrak Konsentrasi 10%

B : Kontrol positif (Vancomycin 30 µg)

C : Kontrol negatif (Air suling dan Natrium CMC 1%)

D : Ekstrak Konsentrasi 30%

1 2 3 4 5

LAMPIRAN 7

Profil KLT Ekstrak Buah Mahkota Dewa ( Phaleria

macrocarpa [Scheff] Boerl. ) Dengan Lampu UV 254 nm

Keterangan :

Eluen : Etil Asetat : Asam Asetat ( 96 : 4 ) A : Ekstrak Seduhan Buah Mahkota Dewa 10% B : Ekstrak Seduhan Buah Mahkota Dewa 30% C : Ekstrak Dekokta Buah Mahkota Dewa 10% D : Ekstrak Dekokta Buah Mahkota Dewa 30% E : Ekstrak Infus Buah Mahkota Dewa 10% F : Ekstrak Infus Buah Mahkota Dewa 30% G : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Buah Mahkota

Dewa 10% H : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Buah Mahkota

Dewa 30% I : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 96% Buah Mahkota

Dewa 10% J : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Buah Mahkota

Dewa 30%

A B C D E F G H I J

LAMPIRAN 8

Profil KLT Ekstrak Buah Mahkota Dewa ( Phaleria

macrocarpa [Scheff] Boerl. ) Dengan Lampu UV 366 nm

Keterangan :

Eluen : Etil Asetat : Asam Asetat ( 96 : 4 ) A : Ekstrak Seduhan Buah Mahkota Dewa 10% B : Ekstrak Seduhan Buah Mahkota Dewa 30% C : Ekstrak Dekokta Buah Mahkota Dewa 10% D : Ekstrak Dekokta Buah Mahkota Dewa 30% E : Ekstrak Infus Buah Mahkota Dewa 10% F : Ekstrak Infus Buah Mahkota Dewa 30% G : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Buah Mahkota

Dewa 10% H : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Buah Mahkota

Dewa 30% I : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 96% Buah Mahkota

Dewa 10% J : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Buah Mahkota

Dewa 30%

A B C D E F G H I J