07-MODUL Level-3-MODEL PEMBELAJARAN

205
PUSAT PENGEMBANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL EDISI 1 TAHUN 2011 PEN PE 1

Transcript of 07-MODUL Level-3-MODEL PEMBELAJARAN

PUSAT PENGEMBANGAN TENAGA KEPENDIDIKANBADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKANKEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALEDISI 1 TAHUN 2011

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN TINGKAT 3 UNTUK KEPALA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN

1

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

.............................................................1

KATA PENGANTAR...............................................I

DAFTAR ISI..................................................II

GAMBARAN UMUM BAHAN PEMBELAJARAN UTAMA (BPU).................V

PENJELASAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN..........................VI

KEGIATAN IN SERVICE LEARNING 1...............................1Pengantar...............................................................1Hasil yang diharapkan...................................................1Organisasi Pembelajaran.................................................1

TOPIK 1. ADAPTASI/MODIFIKASI MODEL PEMBELAJARAN..........................2

SUB-TOPIK 1.1.MODEL-MODEL PEMBELAJARAN....................................2Kegiatan 1.........................................Berpikir Reflektif

2Kegiatan 2. Studi Kasus.................................................2Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Pendekatan, Strategi, Metode, Taktik,Teknik, dan Model Pembelajaran..........................................3Kegiatan 4. Analisis dan Pembuatan RPP................................19

Sub-Topik 1.2........Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran................................34Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.........................................34Kegiatan 2. Berpikir Kritis tentang Cakupan dan Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran............................35Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Penggunaan TIK di Sekolah..............................................42Kegiatan 4. Studi Kasus tentang Penggunaan Media Cetak, Radio dan Televisi...............................................................45Kegiatan 5. Berpikir Kritis tentang Penggunaan Komputer dan Internet...46Kegiatan 6. Pemetaan Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran................51

Sub-Topik 1.3. ....Pemanfaatan Sumberdaya Sekolah Dan Masyarakat Sebagai Sumber Belajar...........................................................52Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.........................................52Kegiatan 2 Berpikir Kritis.............................................53Kegiatan 3. Studi Kasus................................................61

Sub Topik 1.4.................................PENGELOLAAN PEMBELAJARAN.63

ii

Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.........................................63Kegiatan 2. Berpikir Kritis............................................64Kegiatan 3. Studi Kasus................................................80

TOPIK 2. DISEMINASI MODEL PEMBELAJARAN...................................83

Sub-Topik .2.1. Model Dan Strategi Diseminasi............................83Kegiatan .1 Berpikir Reflektif.........................................83Kegiatan 2. Berpikir Kritis............................................84

Sub-Topik 2.2. Keterampilan Fasilitasi/Mentoring.........................97Kegiatan 1 Berpikir Reflektif..........................................97Kegiatan 2. Berpikir Kritis Keterampilan Fasilitasi/Mentoring..........98Kegiatan 3. Bekerja Mandiri...........................................109

Sub-Topik 2.3.Penulisan Bahan Diseminasi................................110Kegiatan 1............................................Curah Pendapat

110Kegiatan 2.........................................Berpikir Reflektif

111Kegiatan 3 ..........................................Bekerja Mandiri

116

Rencana Tindak Lanjut – PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN.................117

REFLEKSI PEMBELAJARAN IN SERVICE LEARNING 1.............................118

KESIMPULAN..............................................................120

KEGIATAN ON THE JOB LEARNING...........................121Pengantar.............................................................121Hasil yang diharapkan.................................................121Organisasi Pembelajaran...............................................121

Topik 1. Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran.........................122

Sub-Topik 1.1.Model Pembelajaran........................................122

Sub-Topik 1.2 Pemanfaatan TIK...........................................122

Sub-Topik 1.3. ....Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar..........................................................122

Sub - Topik 1.4. Pengelolaan Pembelajaran...............................124

TOPIK 2 . DESIMINASI MODEL PEMBELAJARAN.................................124

SUB-TOPIK : 2.3. Penulisan bahan desiminasi.............................124

REFLEKSI PEMBELAJARAN ON THE JOB LEARNING...............................126

KESIMPULAN..............................................................128

iii

KEGIATAN IN-SERVICE LEARNING 2.............................129Pengantar.............................................................129Hasil yang diharapkan.................................................129Organisasi Pembelajaran...............................................129

REFLEKSI KEGIATAN IN SERVICE LEARNING-2.................................131

KESIMPULAN..............................................................133

DAFTAR PUSTAKA.............................................134

Catatan:

Kegiatan direncanakan dengan menggunakan asumsi pembelajaran

secara mandiri. Jika memang harus dibuat dua versi (mandiri

dan terbimbimbing) maka setiap kegiatan dapat ditambahkan

dengan kata “diskusi kelompok untuk” di depan kata

“berpikir”.

Diskusi kelompok dapat dilaksanakan dengan berbagai macam

teknik dan taktik seperti yang dicontohkan pada Sub-Topik 1

Kegiatan 9.

Jika penggunaan video pada beberapa kegiatan tidak disetujui

maka tayangan tersebut akan diganti dengan narasi.

Artikel masih belum berbasis sumber ilmiah jadi masih perlu

disempurnakan.

iv

GAMBARAN UMUM BAHAN PEMBELAJARAN UTAMA (BPU)

Bahan Pembelajaran Utama (BPU) adalah salah satu bagian dari

serangkaian Unit Pembelajaran dalam membentuk Program

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Kepala Sekolah.

Program ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi kepala

sekolah di bidang-bidang utama dari tugas seorang kepala

sekolah. Secara keseluruhan, ada sebelas Unit Pembelajaran

Utama.

Setiap BPU terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah

tahap lokakarya dimana peserta bertatap muka dengan

fasilitator (In Service Learning 1 atau disingkat IN-1).

Disini para kepala sekolah peserta PKB datang untuk belajar

bersama melakukan kegiatan awal, dan diperkenalkan kepada

Bahan Pembelajaran Utama, dan diberi informasi-informasi

penting sehingga mereka siap untuk melakukan sendiri komponen

belajar di tempat kerja (On-The Job Learning atau disingkat

ON). Tahap ON adalah tahap belajar di tempat kerja. Pada

tahap On ini setiap kepala sekolah menerapkan apa yang mereka

sudah pelajari dari IN-1 dan melakukan kegiatan belajar

mandiri lebih lanjut. Pada tahap ini para kepala sekolah juga

melakukan pekerjaan-pekerjaan yang menunjukkan bahwa mereka

telah mencapai kompetensi yang diminta dan ini ditunjukkan

melalui tugas penilaian (Tugas Penilaian Utama) yang otentik,

dan berdasarkan pekerjaan, yang secara langsung terkait dengan

hasil Belajar BPU ini. Tahap terakhir adalah dimana peserta

(para kepala sekolah) datang dan bertemu lagi untuk bersama-

v

sama mengikuti tahap Inservice Learning-2 atau disingkat IN-

2, di mana mereka dapat melakukan beberapa pembelajaran lebih

lanjut, berbagi hasil latihan mereka, serta meninjau hasil

yang sudah mereka capai selama fase On-The-Job Learning dan

mendiskusikan isu-isu yang ada dengan para peserta lainnya..

vi

PENJELASAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN

Pengantar

Kualitas pembelajaran yang terjadi di sekolah merupakan pusat

perhatian dalam kegiatan pendidikan. Dalam rangka meningkatkan

kualitas pembelajaran di sekolah, seorang kepala sekolah harus

memiliki dimensi kompetensi manajerial terkait dengan

kemampuan mengelola: (2.4) Mengelola perubahan dan

pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar

yang efektif (2.5) Menciptakan budaya dan iklim

sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

peserta didik, (2.7) Mengelola sarana dan prasarana

sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal,

(2.8) Mengelola hubungan sekolah atau madrasah dan masyarakat

dalam rangka dukungan, ide, sumber belajar, dan pembiayaan

sekolah/madrasah, (2.10) Mengelola pengembangan kurikulum dan

kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan

nasional. (2.15) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi

bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah..

Keenam kompetensi tersebut penting dimiliki oleh seorang

kepala sekolah, agar seorang kepala sekolah dalam melaksanakan

tugas pokok dan fungsinya dapat memberdayakan semua komponen

sekolah, terutama dalam memberikan layanan pembelajaran secara

optimal untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar

peserta didik.

vii

Melalui topik yang akan dipelajari dalam bahan pembelajaran

utama ini, Saudara akan diajak untuk memahami lebih lanjut

tentang bagaimana Kepala Sekolah mampu mengembangkan

kompetensi manajerial yang dimiliki secara optimal dan

maksimal, sekaligus mampu meningkatkan kualitas kinerja

sekolah dimana Saudara bertugas dalam rangka pencapaian

kualitas pendidikan secara umum.

Kegiatan mempelajari bahan pembelajaran utama ini dapat

Saudara lakukan melalui kegiatan belajar mandiri, diskusi,

simulasi, brainstorming, studi kasus, penilaian kinerja,

problem solving, dan praktik. Kegiatan pembelajaran ini

dilaksanakan melalui program belajar mandiri dalam tiga

kegiatan utama yaitu In-service Learning 1 (IN-1), On the

Job Learning (ON) dan Inservice Learning 2 (IN-2). Pada tahap

IN-1, Saudara akan mendapatkan gambaran dan bekal pemahaman

yang cukup terkait dengan keenam kompetensi tersebut di atas.

Pada tahap ON Saudara mendapat kesempatan untuk melakukan

praktik langsung di sekolah tempat Saudara bertugas atau di

sekolah lain. Pada tahap IN-2 Saudara diharuskan memberikan

laporan proses dan hasil kegiatan selama ON, yang dapat

dijadikan sebagai dasar dalam mengevaluasi dan menyempurnakan

layanan pembelajaran di tempat Saudara bertugas.

Target Kompetensi

Menunjukkan keahlian dalam mendesiminasikan kemampuan

mengadaptasi/ memodifikasi model pembelajaran yang

viii

memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal

seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Hasil Yang Diharapkan

Setelah mempelajari Bahan Pembelajaran Utama ini, diharapkan

kepala sekolah telah mampu

1. Mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran yang

memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara

optimal seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

2. Mendesiminasikan kemampuan mengadaptasi/ memodifikasi model

pembelajaran.

Organisasi Pembelajaran (Kegiatan Pembelajaran/Lingkup

Pembelajaran)

Bahan pembelajaran utama ini dapat digunakan kepala sekolah

untuk mengikuti PKB sebagai acuan dalam mengembangkan model-

model pembelajaran yang memanfaatkan sumber daya sekolah dan

masyarakat seoptimal mungkin seiring dan sejalan dengan

kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Pada pembelajaran ini saudara diharapkan dapat meningkatkan

kompetensi dalam mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran

yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara

optimal seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

dan mampu mendesiminasikan kemampuan tersebut kepada para

pendidik dan tenaga kependidikan, maupun kepada para pihak

yang memerlukan layanan pengembangan model-model pembelajaran.

ix

Isi Bahan Pembelajaran

No Topik Fokus Topik In-1 On In-2

1Adaptasi/

Modifikasi

Model

Pembelajar

an

Model pembelajaran 6 30 1

Penggunaan teknologiinformasi dan komunikasiuntuk meningkatkan kualitasproses pembelajaran

7 30 1

Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar.

3 15 1

Pengorganisasi pembelajaran 3 30 1

2Desiminasi

Model

Pembelajar

an

Model dan Strategi Desiminasi

3

Keterampilan fasilitasi/mentoring

3

Penulisan bahan desiminasi 3 15 1

Strategi Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran In-1 ON In- 2Curah Pendapat

Berpikir reflektif √

Identifikasi √ √

Pendampingan/ mentoring

Tugas Mandiri √

Mengamati dan menganalisis

tayangan√

Rencana Tindak Lanjut √

Tagihan

x

Untuk membantu Saudara menguasai kompetensi

mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan

sumber daya sekolah dan masyarakat seiring dengan kemajuan

teknologi informasi dan komunikasi, Saudara harus

menyelesaikan seluruh tugas yang disiapkan pada kegiatan demi

kegiatan secara berurutan. Tugas yang harus Saudara kerjakan

seluruhnya sebanyak 2 topik. Di bawah ini adalah gambaran

tentang tugas-tugas yang harus Saudara lakukan. Secara lebih

rinci tugas-tugas ini akan dijelaskan pada kegiatan

pembelajaran masing-masing topik. Adapun tugas-tugas yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Hasil (Model) Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran

a. Rancangan model pembelajaran.

b. Rancangan model penggunaan ICT dalam pembelajaran

c. Rancangan model penggunaan sumber daya sekolah dan

masyarakat dalam pembelajaran

d. Rancangan pengelolaan pembelajaran

2. Model Deseminasi Adaptasi Model Pembelajaran

Refleksi Pembelajaran

Di dalam Bahan Pembelajaran Utama ini terdapat tiga tugas

refleksi (Refleksi Pembelajaran); yang dapat Saudara temukan

di akhir dari setiap tahap Bahan Pembelajaran Utama tersebut.

Saudara harus melengkapi tugas Refleksi Pembelajaran tersebut

di akhir In Service Learning 1 (IN-1), setelah menyelesaikan

kegiatan on the job learning (ON), dan setelah menyelesaikan

kegiatan in Service Learning 2 (IN-2).

xi

xii

KEGIATAN IN SERVICE LEARNING 1

Pengantar

Pada kegiatan in service learning 1 ini Saudara dapat menggali

berbagai pengetahuan dan wawasan tentang mendiseminasikan

kemampuan mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran,

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk

meningkatkan kualitas proses pembelajaran, pemanfaatan

sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar.

pengorganisasi pembelajaran.

Untuk membantu Saudara dalam memahami BPU Pengembangan Model

Pembelajaran dibagi ke dalam 2 topik dan 7 sub-topik di atas,

maka pada kegiatan IN-1 dikembangkan berbagai kegiatan

pembelajaran seperti berfikir reflektif, berpikir kritis,

studi kasus, diskusi, melihat tayangan video dll. Agar kegiatan

tersebut dapat dilaksanakan pastikan Saudara memahami semua

uraian kegiatan berikut ini:

Hasil yang diharapkan

Setelah mempelajari Bahan Pembelajaran Utama ini, diharapkan

kepala sekolah telah mampu mengadaptasi/memodifikasi model

pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan

masyarakat secara optimal seiring kemajuan teknologi informasi

dan komunikasi

Organisasi Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran pada BPU Pengembangan Model Pembelajaran

topik 1. Model Pembelajaran ini dirinci menjadi 4 sub-topik,

1

topik 2 terdiri dari 3 sub-topik. Pada setiap sub-topik

terdiri dari beberapa strategi kegiatan yang diharapkan

membantu Saudara dalam memahami materi pembelajaran secara

lebih efektif dan efisien.

2

TOPIK 1. ADAPTASI/MODIFIKASI MODEL PEMBELAJARAN

WAKTU : 19 Jam Pelajaran

SUB-TOPIK 1.1.MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

Waktu : 6 Jam Pelajaran

Kegiatan 1. Berpikir Reflektif

Durasi : 1 JP (45 menit)

Media : Kertas A4, pena, dan buku-buku referensi

tentang model pembelajaran

Deskripsi

Pada tahap awal dalam mempelajari Sub-Topik tentang Model-

Model Pembelajaran, Saudara sebaiknya menjawab beberapa

pertanyaan berikut ini:

1. Apa yang Saudara perlukan untuk dapat menjadi pemimpin

pembelajaran di sekolah yang sedang dipimpin?

2. Apakah kualitas pembelajaran di sekolah yang Saudara pimpin

masih dapat ditingkatkan kualitasnya? Bagaimana caranya?

Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menggunakan narasi,

tabel, grafik, maupun peta pikiran dalam kertas kosong yang

Saudara siapkan sebelumnya. Walaupun tidak ada

fasilitator/mentor yang akan mengevaluasi, namun ada baiknya

Saudara menjawab dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan

pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman maupun referensi

yang pernah diperoleh sebelumnya. Kesungguhan Saudara akan

mempermudah penyelesaian tugas-tugas pada kegiatan selanjutnya

sehubungan dengan fungsi refleksi sebagai landasan proses

pembelajaran untuk kepala sekolah dengan kompetensi level/

tingkat 3

3

Kegiatan 2. Studi Kasus

Durasi : 2 JP (90 menit)

Media : Video Model Pembelajaran

Deskripsi

Saudara diminta untuk memberi tanda pada model-model

pembelajaran yang seringkali Saudara lakukan jika sedang

mengajar.

Brainstorming Debates

Critiquing Field study

Discussion Inquiry

Guided practise Mentoring

Lecturing Problem-solving

Peer tutoring Conferencing

Role-playing Dialogue

Coaching Group work

Journaling Modelling

Questioning Think pair share

Berdasarkan pada jawaban secara individual, diskusikan

beberapa pertanyaan berikut ini:

1. Model apa yang paling umum digunakan?

2. Mengapa model tersebut yang paling umum digunakan?

3. Seberapa efektif model tersebut dapat digunakan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran.

Setelah diskusi selesai, Saudara akan melihat beberapa

tayangan pembelajaran. Amati tayangan tersebut untuk menjawab

pertanyaan berikut ini:

1. Apa pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model

pembelajaran yang digunakan oleh guru tersebut?

4

2. Berdasarkan pada pengalaman Saudara, apa perbedaan dengan

pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model

pembelajaran apa yang biasanya digunakan?

Jawaban pertanyaan tidak perlu dituliskan secara individual

melainkan cukup dengan melakukan brainstorming atau diskusi

dalam kelompok besar.

Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Pendekatan, Strategi,

Metode, Taktik, Teknik, dan Model Pembelajaran

Durasi : 1 JP (45 menit ()

Media : Kotak Informasi 1. Pendekatan Pembelajaran

Deskripsi

Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam

kotak di bawah ini.

Kotak Informasi 1. Pendekatan, Strategi, Metode, Taktik,

Teknik, dan Model Pembelajaran

Through the years, the number of approaches to instruction, and the specific

strategies within them, has greatly expanded as we have learned more about

how people learn and different learning styles. In this chapter, we address

some of the broader cat- egories of approaches to instruction, from the tra-

ditional use of direct (transmission/transference) instruction to guided

instruction and authentic (transformational) instruction and, finally, individu-

alized instruction (which may include a combina- tion of approaches).

Direct instruction has historically been the most preva- lent approach to

instruction within many schools. Direct instruction—the transference of ideas

and skills from teacher to student—is often exemplified by the lecture method.

Johann Freidrich Herbart (1776-1841) codified the method into five discrete

steps of instruction still used today: (1) preparation or motivation of students

5

for the information about to be transferred; (2) presentation or summary of

what this information to be transferred is; (3) association of thisnew information

to the knowledge assumed previously known by the students; (4) generalization of

ideas, rules, principles to be learned through this instruc- tion; and (5)

application of these ideas to specific in- stances (Ornstein and Hunkins 1998).

In a lecture or recitation, the teacher addresses a group of students with a

prepared script of informa- tion to be transferred. This is typically a passive form

of learning by the students. The teacher transmits the information and the

student receives it. Because of the lack of interaction between the teacher and

students, lectures are regarded as one of the more economical forms of teaching

and knowledge trans- fer. Lectures require only one teacher and can in- clude

an audience of students numbering several hundred. The onus is on the

students to absorb what the teacher is transmitting.

Direct instruction can also be an effective means of transferring great quantities

of information, which the students will process on their own at a later time. A

properly structured lecture can highlight the im- portant aspects of a topic and

help the students make the necessary connections to frame the topic within their

own schemas. It is important to note, however, that lectures are not typically

contextualized or per- sonalized, but are purposefully general in nature. They are

not designed for one specific audience other than that they may be tailored to a

certain level of understanding of the topic and may be framed within a series of

lectures related to one another. A lecture is designed to fit the instructor’s

perspective of ap- propriate structure and organization of ideas, not that of each

of the students. Within a lecture, there is little to no opportunity for

questioning of the teacher or for pauses to process certain concepts. The pace

and direction are controlled by the teacher.

The direct instruction approach also includes strategies that are less formal

than the lecture model. For instance, direct instruction is often used when

6

introducing new material and ideas to students. It may be utilized as a method

for one particular por- tion of a given lesson or unit. This is what many refer

to as the “teacher talk” part of a lesson. It is often declarative or procedural

in nature. The teacher, standing before the class, introduces a new idea by

telling the students about the idea and re- lated information, connecting it to

what they already know or have learned, helping them frame their ideas and

giving them instructions about how they will proceed with their learning. This

teacher talk or pre- sentation strategy differs from the traditional lec- ture

model in that the teacher is connecting the information transferred directly to

the experiences of the students. With traditional direct instruction, the teacher

is not expecting the students to create anything new other than to be adapting

their own schemas to this new information.

As an example of the presentation strategy, imagine a fifth grade social studies

lesson introducing the concept of global exploration. A teacher may intro- duce

the concept by talking to the students about different explorations they may

have been involved in personally—exploring a museum or their back- yards, for

example. They might then connect these new ideas to what was most recently

taught within this subject, possibly the study of “the old world.” The teacher

would then connect this idea of explor- ing to discovering new territories. The

class might then review various places throughout the world that have been

explored and by whom. With this type of instruction, the teacher determines

which explorers and explorations are important by including them in the talk.

This form of instruction can be personal- ized for the students in that it is

tailored to what they have been learning and their personal frames of reference,

but it is still essentially a teacher-centered strategy with little activity by the

students. This is a presentation of information to be transferred from teacher

to student.

A variation on this strategy is the teacher proceeding from the talking or telling

7

part of a lesson to a demonstration of the way something works. This, very

much like the master and apprentice model, is the teacher showing the students

how to do some- thing. In the context of school, it may be demon- strating an

experiment or showing how to add mixed numbers. The students watch the

demonstration and may participate in a question and answer session, but

they are not personally manipulating anything. They are experiencing the

“doing” vicariously. The learning is a transmission of procedures and knowl-

edge as opposed to students learning through their own firsthand experience

and involvement.

In both of these forms of direct instruction it is accepted that some form of

student independent prac- tice for reinforcement of the new information will be

included. This practice could include traditional means such as completing

worksheets or workbook pages, but may also include more authentic forms of

using the knowledge just acquired. The idea is to process the information that

was transmitted so that it can be replicated and recalled as necessary.

Direct instruction plays an important role in many classrooms, helping to

introduce new concepts and procedures and to broadcast information to a

group of students. It is geared for a whole group, not spe- cifically to individual

learners. It does not take into consideration those who may already know the

in- formation, or those who will not be able to learn in this manner. It is

expected that some will gain some reinforcement from the teaching and others

will need extra assistance. Some refer to this as “teaching to the middle.” In

addition, it is not designed to allow for the creative or critical thinking necessary

for con- ceptual change. For that, there are other approaches that will be

discussed later in this chapter.

While direct instruction is a teacher-centered approach, guided instruction asks

both the teacher and student to take an active role in the learning process. The

teacher is still for the most part in control of the teaching, while the student

8

participates as the teacher leads. With di- rect instruction students are asked to

process much of the learning on their own. In guided instruction the teacher

scaffolds the learning to the students’ levels, supporting and guiding them to higher

levels.

One dominant form of guided instruction is discussion—similar to the Socratic

dialogues. Rather than one student being the focus of the dialogic pro- cess, a

class or small group works its way through ideas. The teacher may present an

issue or concept for discussion and then systematically guide the stu- dents to

new views or concepts. As the students are guided, they adapt this new

information into their schemas of what they have previously understood.

Guided instruction can also be used with a small group or groups of students in

exploring new con- cepts. Again, the teacher is still dominant, but the students

may attempt various approaches to a task with the teacher helping them to

analyze why they are doing what they are doing and to recognize why that

approach may or may not be working. One ex- ample would be in an inquiry

science class where students are exploring the principles of bridge build- ing. The

teacher will set the stage with the materials, ask each student to think about

what they already know about the concepts, experiences, and knowl- edge they

may have of bridges, and then talk them through what is happening as they try

different ap- proaches. In this situation, the teacher guides the stu- dent by

establishing the experience and helping to provide direction and make analytical

connections— but it is the students who are making the choices within their

own exploration.

Guided instruction has become very popular in reading instruction. Recognizing

that students learning to develop the skills associated with reading do so at an

independent rate, teachers can help by guiding this process, tailoring it to the

students’ levels. They work with small groups of students on specific skills or con-

cepts, helping to scaffold their learning, supporting them by supplying them with

9

words they do not know, and selecting works that are within their skill range. The

support of the teacher and fellow students helps the students move ahead in

their skill attainment.

Like direct instruction, guided instruction involves some form of practice of the

acquired knowledge. This practice is often group practice, where students work

together through problems or ideas, discussing why certain strategies and

responses are appropriate. This guided group practice could then, as with

direct in- struction, be followed with independent practice.

Guided instruction can take multiple forms within the classroom. It can be small

group work, individu- alized work, or function as a whole class activity. The key is

that the teacher guides the learners to higher levels by acknowledging what

they already know, supporting their individual learning levels and styles, and

designing instruction to meet these demands. In that the instruction is still

dominated and controlled by the teacher, it is still considered to be teacher-

centered, but with much student participation and activity. Given that it is still

teacher-centered, the instruction may not reflect what is considered an

authentic approach to teaching. Authentic approaches to teaching are explored

in the next entry.

An overview of “authentic instruction” in education can be divided into three

categories: school organiza- tion to support authentic instruction, classroom

orga- nization and teaching methods to actualize authentic instruction, and

authentic assessment to ascertain what students learned from authentic

instruction.

Before detailing each of these three categories, it is important to first define key

terms—in this case, what exactly might be labeled “authentic” and “in-

authentic” in terms of instructing students.

Proponents of “authentic instruction” seek to make schools a place where

children learn more naturalis- tically, countering what some claim as the more

10

per- vasive school practice of students memorizing de-contextualized facts

and engaging in practices that are meaningless outside of school.

With younger children, this approach might include teachers providing students

with objects and other materials to manipulate, as well as facilitating the social

situations in which students interact with these materials and each other. This

approach would seek to encourage a young child’s natural curiosity and social

development. At the secondary level, au- thentic instruction might involve

students working on world- or work-related projects, applying knowl- edge and

skills towards a usable end. Such an ap- proach to instruction might spark or

sustain a student’s interest or intelligence, combine multiple disciplines, or

increase a student’s sense of self as a change agent outside of the school arena.

In defining authentic instruction, it is also important to note what

“inauthentic” instruction might look like. Proponents of authentic instruction

might make the claim that the way schools have been tradi- tionally organized

has been incompatible with real life. For example, schools have historically

divided curriculum into discrete subject areas, whereas out- side of school one

must apply knowledge from mul- tiple disciplines simultaneously. Teachers have

also traditionally measured what students have learned through tests; yet one

rarely takes a test once they leave school.

In summary, inauthentic instruction would organize learning around traditional

school goals—ascertaining content area facts and skills measured through exami-

nation. In contrast, proponents of authentic instruc- tion would organize schools

and classrooms around real-world tasks and the interests of students.

However, it is also important to note that within the larger authentic

instruction philosophy of teach- ers preparing students to exist more fully in the

real world, there are wide-ranging perspectives as to what the goals of authentic

instruction should be. Some approaches to authentic instruction focus more on

developing a sense of community, caring, and ethics; others on service learning

11

and community action; while still others are more explicitly geared toward

learning for the workplace.

There are a variety of ways that schools around the world have been organized

to support authentic instruc- tion at both the elementary and secondary levels.

One of the earliest iterations of authentic instruction in formalized schooling is

the “Montessori Method” developed by Maria Montessori, who opened her

first “Child House” school in Italy in 1907. Montessori schools are for

preschool and elementary school children, and operate under the as- sumption

that teachers should help students discover and develop their unique and

individual talents.

The Montessori philosophy claims that what chil- dren need to develop is the

ability to think and reason humanely rather than the capacity to memorize facts.

To this end, Montessori schools are structured to more authentically match the

world of a child’s developing imagination rather than false impositions from

the adult world. Someone observing a Montessori class- room might witness

children walking around freely, choosing objects to work with, and learning by

doing in the physical world. Teachers employ an integrated approach to the

curriculum, and call students together for “lessons” based on actual student need

rather than a preset bell schedule. In approaching Montessori in- struction,

teachers focus on individual children, and seek to motivate students to love

learning rather than achieve a grade. The overall school environment is set up

for focused discovery.

American schools that have organized around simi- lar philosophies have been

greatly influenced by the writings of John Dewey and the “constructivist”

movement in education (1902; 1938). The constructivist philosophy directly

ties together ex- perience and education, positing that learning is a mental

construction where one builds on prior and current knowledge to develop new

knowledge. Dewey believed that “thinking is doing,” and many child-centered

12

schools throughout America are or- ganized so that children can work with

materials and inquire how things can be created in the world. This type of school

organization embodies the authentic ways that children might learn and do

outside of school. More recent theorists on learning, like Howard Gardner

(1983), have illustrated how this constructivist approach to learning is consistent

with brain research and the development of an individual’s multiple intelligences.

Some schools, such as The Key School in Indianapolis, Indiana, have organized

their entire curriculum around students discovering and developing their multiple

intelligences through pur- suing theme-based projects.

At the secondary level, in concert with efforts since the 1980s to break down large

comprehensive schools into smaller, themed schools, there has been a move- ment

to make learning more authentic. To this end, a variety of ways to reorganize

secondary schools has emerged. For example, some schools (like Cen- tral Park

East Secondary School [CPESS] of Sizer’s Coalition of Essential Schools in New York

[CES]) have reorganized time to support authentic instruc- tion. CPESS has

students engage in areas of learning for “blocks” of time rather than discrete

40–50 minute periods. The idea is that block scheduling allows for in-depth

inquiry and sustained efforts to- wards a goal, and thus, is more in line with how

one would operate in the world. This allows teachers to focus on students’

intellectual and social develop- ment, as well as on embedding “habits of mind”

in inquiry into subject matter. At CPESS, student learn- ing culminates in a Senior

Institute where students graduate high school via an elaborate portfolio pro-

cess. CES schools emphasize depth over coverage, theorizing that such attentive

inquiry is more authen- tic and lifelike.

A related structure that has emerged to assist secondary schools in making

learning more authentic involves students in community-related experiences

from brief “job shadows” to extended internships, apprenticeships, and service

learning. Under this model, used by schools such as The Met School in

13

Providence, Rhode Island, in-school experiences are combined with out-of-school

work and connections to the community. Within this type of school organi-

zation, students may be in school three days a week or less; and when they are

in school, you are apt to find them working independently or in one-on-one

consultation with an adult/teacher.

As previously stated, learning that is organized around authentic instruction may

not take place in traditional classroom settings, or may do so for only part of the

student’s educational experience. In instances where teachers and students

interact in more traditional classroom settings, there are a variety of ways that

teachers may approach instruction to make it more authentic.

One umbrella approach to authentic instruction is Project Based Learning (PBL).

Teachers using a PBL approach to instruction might teach thematically (e.g., a

science teacher might use the theme of “Connect- edness” for a particular unit).

During the unit, the teacher would mix direct instruction with student inquiry,

gradually moving from the former to the lat- ter. Using the example of the field of

science and the theme of Connectedness, students over time would choose a

question or area to investigate (e.g., How do city population shifts impact air

quality?). Stu- dents would then do more in-depth independent re- search into

their area of inquiry, using skills and scientific thinking emphasized and

modeled by the teacher. The project may culminate in different lev- els of

“authenticity”: (1) Students may present what they learned and concluded to

their peers; (2) Stu- dents may present what they learned and concluded to

government officials, environmentalists, or in some other public forum; and (3)

Students may use what they learned to try to impact environmental policy and

practice. Also, students might use multiple meth- ods in presenting what they

ultimately learned (or did), drawing from their multiple intelligences.

It also is possible to use a modified version of authentic instruction on a smaller

scale, for example, for individual lessons rather than whole units. A math teacher

14

might present the class with a real-world problem that can only be solved

through the use of algebra. Then, students may work individually or in groups to

solve the problem, applying the math skills they have learned. However, what

happens with the end product from that lesson impacts how authentic the

instruction is. If the students then hand in their materials to the teacher,

receive a grade, and move on to the next topic the next day, some would say

that this is more problem-based learning than au- thentic instruction. If,

however, students continue to use algebraic skills to explore real-world local or

glo- bal issues and solutions, then the instruction can be considered more

authentic.

Teachers using authentic instruction in the class- room might view their role as

more of a coach, fa- cilitator, or guide. The student is no longer learning the

material to impress the teacher; the teacher is helping the student inquire and

learn for particular purposes that have real-life applications. In actualiz- ing this

role, teachers might have individual confer- ences with students, develop

individual learning plans in consultation with parents, serve as a sounding board

for ideas, as an advisor, and as a general re- source. The teacher also might

become a liaison with the community, arranging internships and service- learning

opportunities.

One issue that arises for teachers using authentic instruction is assessment.

Once teachers move away from multiple-choice tests and summative essays to

inquiry projects set in “the real world,” questions of quality emerge. How do you

ensure that the students are learning? Issues of authentic assessment are dis-

cussed next.

In contrast with traditional measures of assessments (multiple-choice tests or

essay exams), authentic as- sessments in schools seek to model the way individu-

als might be assessed outside of school. Rather than taking a timed test, a

student being assessed authen- tically might have several weeks to explore a

15

topic, cull together what they learned, and present their work by a deadline.

The presentation could be in written form, in a mixed-media portfolio, or

through a multimedia exhibition, or some combination of all three.

Although these forms of exhibiting knowledge maybe more authentic than a

test, even within these modes of instruction teachers need to assess students.

Whether this is done by grades or through narra- tives, projects, and

presentations, there is still a need for some standard of judgment so that students,

teach- ers, and parents can know what constitutes good work, and so that

other institutions can know what an individual student has achieved.

One common way to lay out authentic assessment criteria for authentic tasks is

through the use of ru- brics. Through a rating system or scoring tool, ru-

brics communicate expected quality of work in different performance skills

related to a task. Ide- ally, what makes rubrics authentic is that they are

performance-based, as it is performance on tasks (rather than ability to take

tests—which is only one type of task) that students will more often be evalu-

ated on in their lives outside of school. When a teacher uses a rubric to

evaluate products of authen- tic instruction, expectations are clearly printed

for all to see (e.g., “Exceeds Expectations,” “Meets Ex- pectations,” “Approaches

Expectations,” “Is Not Yet Ready”). Levels of proficiency from the rubric as-

sessment may or may not be translated into a num- ber/letter grade,

depending on the requirements of the teacher’s school and state.

Though widely used, it is important to note that rubrics are not the only way

to assess learning from authentic instruction. For example, some schools and

teachers use narrative description of student work and progress, either in

combination with rubrics, or as the primary system of feedback and

assessment.

While different levels of authentic instruction are now widely practiced, there

are also challenges to the viability of this type of approach to teaching and

16

learning. One challenge comes from within teachers themselves, as teachers

who have not ex- perienced such teaching in their own schooling of- ten have

diffi culties manifesting authentic instruction philosophies, especially

without ongo- ing support. Moreover, schools (particularly second- ary schools)

have traditionally been organized around “control” of students, whereas

authentic instruction involves allowing students to control, to varying

degrees, the pacing, scope, and sequence of their learning.

On a wider political level, the recent rise of high- stakes testing has posed a great

threat to authentic instruction. The resurgence of the testing movement came in

response to the perception by some that pro- gressive pedagogies were failing to

serve students. Authentic instruction became a target for accusations of “feel-good

fluffiness” in schools, with no concrete or measurable learning taking place. In the

No Child Left Behind Act of 2001, test scores were the pri- mary suggested

measurement to determine whether a student, teacher, or school was failing.

As this chapter on instruction is being written, there is ambivalence and

confusion about authentic instruction. There has been some backlash to the

testing movement; yet many have embraced testing as a path to ascertain how

students across social strata are performing in schools. Teachers continue to

struggle to make learning relevant to their stu- dents, even as “the test” looms

and dictates much of the curriculum. As schools react to threats of loss of

funding, independence, or existence, for low per- formance on tests, authentic

instruction continues in enclaves. About half of charter schools and many

private schools are organized around authentic- based missions, sometimes

receiving waivers on tests that other schools must adhere to so that their stu-

dents and teachers can have more curricular choice and control.

As schools become increasingly market-driven, some argue that authentic

instruction is still avail- able where there is a demand through such avenues as

charter and private schools. Others, however, claim that the widespread

17

embracing of high-stakes testing by public schools has led to minimal levels of

rel- evant thinking, reading, and writing for most stu- dents (King and O’Brien

2002). As public school students’ real-life interests are decreasingly valued in

favor of a common set of standards, it is the more affluent students—through

guidance and money from prosperous parents—who are able to transcend the

basic school curriculum and experience “enriching real-life activities” in private

(King and O’Brien 2002,44–45). If this is true, it can be argued that authentic

instruction is becoming a commodity obtained mostly outside of public schooling

by those who know the most about it and are able to afford.

Individualized instruction can be characterized as a learning relationship that

is direct and customized. Teachers delivering individualized instruction would

work to become aware of a student’s strengths, needs, and interests, and then

would match curricular con- tent and instructional method to the individual

learner.

Instruction focused on the individual learner can occur in a variety of

educational settings. Within tra- ditional whole classrooms, a teacher might work

with a student and her parents to develop an individual plan for inquiry and

growth underneath an umbrella theme, topic, or sequence. Students with special

learn- ing needs might receive more official individualized learning via a process

commonly called an Individu- alized Education Program (IEP), sometimes receiv-

ing instruction in smaller classes or with the aid of a paraprofessional. Another

way instruction can be individualized is through tutoring, lessons, or appren-

ticeship, where the learner works one-on-one with a more knowledgeable person

to develop particular skills or habits of mind.

Although individualized instruction commonly includes the learner receiving

more personalized “face time” with a teacher, there are divergences in ap- proach.

For example, some individualized instruc- tion focuses on developing the

learner’s strengths, while others focus on ameliorating the learner’s weaknesses.

18

Influenced by the work of Harvard University’s Howard Gardner in the 1980s,

individualized instruc- tion focused upon developing a student’s strengths has been

bolstered by the concept of multiple intelligences (Gardner 1983). According to

Gardner’s original theory, there are seven categories in which an indi- vidual can

be intelligent (linguistic, spatial, musical, bodily-kinesthetic, logical-mathematical,

interper- sonal, and intrapersonal); Gardner later amended this theory to include

an eighth intelligence (naturalistic). Because traditional mass instruction has

focused pri- marily on the linguistic and logical-mathematical, some educators have

embraced Gardner’s theories as a way to break from the past and tailor

instruction to the many ways an individual can be intelligent. Thus, in

dividualized instruction guided by the concept of multiple intelligences often

involves a student learn- ing unfamiliar content and skills through his or her

strengths—which might include painting, composing, drama, and poetry. Within a

particular domain of learn- ing, the teacher serves as a bridge, drawing from the

individual’s innate intelligences to help the student learn new material.

As with programs attending to students’ individual intelligences and styles,

individualized programs have also been used for those who need enrichment.

These gifted and talented learners often outpace the rate of learning of their

peers and can also work on more advanced concepts. Many of these learners are

able to work independently, which is one reason individual programs are appealing

alternatives. The talented and gifted (or TAG) learners may work on independent

research efforts, read texts at a higher level, take on external projects, or simply

move ahead more quickly with class work. Programs like SRA’s (Science Re- search

Associates) reading program, initiated in the1960s, were geared to allow

accelerated students to progress independently at their own rate. Similar

programs were designed in math, where students self- checked their work and met

periodically with the teacher for more formal assessments and learning

conferences. These programs, and others designed by classroom teachers,

19

aimed to differentiate curricu- lum and instruction for TAG learners to ensure

that the more academically advanced were challenged and motivated to continue

learning at an accelerated pace.

Students who have been diagnosed with a learning disability may receive

individualized instruction through special education. When a student is certi-

fied to receive special education, an IEP is developed between school staff,

parents, and sometimes the stu- dent, at an in-person meeting. Frequently

included in the paperwork completed at these meetings are statements of

goals and objectives for student learn- ing, current performance in school, and

any accom- modations that might need to be made in order for the student to

improve current performance and meet future objectives. Until recently, IEPs

focused mainly on student weaknesses as a result of some disability; however,

more recently, student strengths have been included in the individual learning

plans.

The recent rise of electronic educational technolo- gies has created both

opportunities and dilemmas for individualized instruction. Computers and the

proliferation of educational software offer oppor- tunities for students to work

independently, with progress guided and monitored by computer pro- grams.

While some claim that such instructional soft- ware allows for learning to be

more self-directed and self-paced, others say that this hyper-individu- alization

removes human elements that are essential in the learning process:

imagination, identification, and personal relationships between teachers and

stu- dents (Smith 2003).

For a variety of reasons, there has been some discrepancy between the

exceptional promise of the use of technology in the classroom to enhance in-

struction and the reality of its use. How technology has been used as a tool in

support of learning has been limited and influenced by a number of histori- cal

factors.

20

In the 1960s and 1970s, technology in the classroom was divided into three

related patterns. In one, instruction related to technology focused on com-

puter literacy and learning to use computers. A sec- ond pattern focused on

computer programming, and in a third, students used computers for rote

learning focused on drill and practice sets. This third approach, influenced by

behavioral learning theory and called computer-assisted instruction,

encouraged students to work on specific practice sets or individual tutori- als in

areas such as vocabulary or math. For example, one computer application

designed to help students learn arithmetic at this time “offered learner feed-

back, lesson branching, and a system for tracking in- dividual student progress”

(Means 2000, 197).

From the 1980s through the late 1990s, technology assumed an increasingly

prominent role in in- struction, with its uses changing in the classroom.

Becoming more consistent with Vygotskian social learning theory, educators

began to view technol- ogy as a learning tool that students could use in

collaborative and interactive situations. Computer- enhanced instruction is a

term employed to describe these more collaborative uses of technology. As

Means states,

An important difference between these uses of technology and the computer-

assisted instruction model dominant in the ’80s is the nature of the

instructional activity: The activity is much more than the technology and is

initiated and orches- trated by a teacher, rather than by a software sys- tem.

(Means 2000, 193)

Many forms of computer-enhanced instruction combine uses of online

databases with production soft- ware and historical content. For example,

students may access primary-source documents, such as journals written by

members of the Oregon Trail, on a number of websites (for example, that of the

Smithsonian In- stitute). Once they have accessed these Internet docu- ments,

21

teachers might have students collaboratively study and become meaningfully

engaged in historical events or those in other content areas.

By 2000, a number of exciting Internet-based science projects had already

appeared. For example, through the Global Learning and Observations to

Benefit the Environment (GLOBE) program, students can become involved in real

scientific investigations. From the comfort of their own classroom, students can

work with real scientists and take readings of local atmospheric conditions as

well as measure soil and vegetation conditions.

At the turn of the millennium, however, due to economic disparity, not all of these

innovations have readily found their way into classrooms. The contrast between

technology-rich and technology-poor class- rooms where students do or do not

have access to technology has been described as the “digital divide.” As Barbara

Means states, “Only 39 percent of class- rooms in the poorest schools had an

Internet connec- tion in 1998, compared to 62 percent of classrooms in the

wealthiest schools” (National Center for Edu- cation Statistics 1999, as cited in

Means 2000, 195). The implications of the digital divide for instruction are

profound, given the central role that technology now plays in most aspects of

American society.

While individualized instruction has provided an al- ternative to traditional mass

instruction, organiza- tional conditions in schools sometimes make it a difficult

practice for teachers to actualize. One chal- lenge is the number of students a

teacher must account for—the more students a teacher has under her charge,

the more difficult it is to tailor instruc- tion to individual needs and strengths. A

related chal- lenge is time (individualized instruction requires flexible schedules

in tune with the pace of individual learners); however, schools are increasingly

mandated to cover more topics in less time and have all learn- ers reach the

same “standard.” Finally, whereas text- books and district curricula offer the

same material and pacing to all students in an efficient and eco- nomic way,

22

individualized instruction requires more on-site resources (i.e., libraries, books,

CD-ROMs, Internet access) for the many paths of learning an individual

student might follow. Thus, lack of re- sources often makes individualized

instruction an out- of-the-ordinary practice; the majority of schools offering

personalized instruction advertise it as some- thing special beyond the

educational mainstream.

Referensi

Farenga, S.J. & Ness, D. (ed). (2005). Encyclopedia of education and human

development: Volume 1, page 48-78. New York: M.E. Sharpe.

Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk

berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah

dituliskan pada kegiatan 1.1.1. Beberapa pertanyaan berikut

ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai pendekatan pembelajaran:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara

berikan mengenai pendekatan, strategi, metode, taktik,

teknik, dan model pembelajaran?

2. Pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model apa

yang ideal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di

sekolah yang Saudara pimpin?

3. Apa manfaat dari pendekatan, strategi, metode, taktik,

teknik, dan model pembelajaran tersebut bagi sekolah

Saudara?

4. Apa resiko yang mungkin harus dihadapi jika pendekatan,

strategi, metode, taktik, teknik, dan model pembelajaran

tersebut tidak terwujud?

23

5. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin pembelajaran

untuk menjamin terwujudnya pendekatan, strategi, metode,

taktik, teknik, dan model pembelajaran yang ideal tersebut?

Kegiatan 4. Analisis dan Pembuatan RPP

Durasi : 2JP (90 menit ()

Media : Kotak Informasi 2. Contoh-contoh Langkah

Pembelajaran

Lembar Kerja 1.1.4.a. Analisis

Kertas kosong

Deskripsi

Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam

kotak di bawah ini.

Kotak Informasi 2. Contoh-contoh Langkah Pembelajaran

1. Examples Non Examples

a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan

pembelajaran

b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui

OHP

c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta

didik untuk memperhatikan/menganalisa gambar

d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil

diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas

e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil

diskusinya

f. Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru

mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai

g. Kesimpulan

24

2. Picture And Picture

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Menyajikan materi sebagai pengantar

c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan

berkaitan dengan materi

d. Guru menunjuk/memanggil peserta didik secara bergantian

memasang/ mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang

logis

e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar

tersebut

f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan

konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai

g. Kesimpulan/rangkuman

3. Numbered Heads Together

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik

dalam setiap kelompok mendapat nomor

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok

mengerjakannya

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan

tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui

jawabannya

d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan

nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka

e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk

nomor yang lain

f. Kesimpulan

4. Cooperative Script

a. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan

25

b. Guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk

dibaca dan membuat ringkasan

c. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama

berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan

sebagai pendengar

d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin,

dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.

Sementara pendengar :

Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang

kurang lengkap

Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan

menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi

lainnya

e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi

pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.

f. Kesimpulan Peserta didik bersama-sama dengan Guru

g. Penutup

5. Kepala Bernomor Struktur

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik

dalam setiap kelompok mendapat nomor

b. Penugasan diberikan kepada setiap peserta didik

berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya

: peserta didik nomor satu bertugas mencatat soal.

Peserta didik nomor dua mengerjakan soal dan peserta

didik nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan

seterusnya.

c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok.

Peserta didik disuruh keluar dari kelompoknya dan

26

bergabung bersama beberapa peserta didik bernomor sama

dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini peserta didik

dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau

mencocokkan hasil kerja sama mereka

d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain

e. Kesimpulan

6. Student Teams-Achievement Divisions

a. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara

heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin,

suku, dll)

b. Guru menyajikan pelajaran

c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh

anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti

dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua

anggota dalam kelompok itu mengerti.

d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta

didik. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling

membantu

e. Memberi evaluasi

f. Kesimpulan

7. Jigsaw

a. Peserta didik dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim

b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda

c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan

d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari

bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru

(kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka

e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota

27

kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman

satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan

tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh- sungguh

f. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi

g. Guru memberi evaluasi

h. Penutup

8. Problem Based Introduction

a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan

menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan.

Memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas

pemecahan masalah yang dipilih.

b. Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan

masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)

c. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi

yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan

pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan

masalah.

d. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan menyiapkan

karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka

berbagi tugas dengan temannya

e. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau

evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses

yang mereka gunakan

9. Artikulasi

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa

c. Untuk mengetahui daya serap peserta didik, bentuklah

28

kelompok berpasangan dua orang

d. Menugaskan salah satu peserta didik dari pasangan itu

menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan

pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan

kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok

lainnya

e. Menugaskan peserta didik secara bergiliran/diacak

menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya.

Sampai sebagian peserta didik sudah menyampaikan hasil

wawancaranya

f. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya

belum dipahami peserta didik

g. Kesimpulan/penutup

10. Mind Mapping

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan

ditanggapi olehcpeserta didik dan sebaiknya permasalahan

yang mempunyai alternatif jawaban 3. Membentuk kelompok

yang anggotanya 2-3 orang

c. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif

jawaban hasilcdiskusi

d. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca

hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan

mengelompokkan sesuai kebutuhan guru

e. Dari data-data di papan peserta didik diminta membuat

kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep

yang disediakan guru

11. Make – A Match

29

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa

konsep atau topik yang cocok untuk sesi review,

sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya

kartu jawaban

b. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu

c. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu

yang dipegang

d. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai

kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)

e. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya

sebelum batas waktu diberi poin

f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta

didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

g. Demikian seterusnya

h. Kesimpulan/penutup

12. Thik Pair And Share

a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin

dicapai

b. Peserta didik diminta untuk berfikir tentang

materi/permasalahan yang disampaikan guru

c. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya

(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran

masing-masing

d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok

mengemukakan hasil diskusinya

e. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan

pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi

yang belum diungkapkan para peserta didik

30

f. Guru memberi kesimpulan

g. Penutup

13. Debate

a. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan

yang lainnya kontra

b. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan

didebatkan oleh kedua kelompok diatas

c. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu

anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian

ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya

sampai sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan

pendapatnya.

d. Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru

menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai

mendapatkan sejumlah ide diharapkan.

e. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap

f. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak

peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu

pada topik yang ingin dicapai.

14. Role Playing

a. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan

b. Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari

skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM

c. Guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5

orang

d. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin

dicapai

e. Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk

31

melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan

f. Masing-masing peserta didik berada di kelompoknya sambil

mengamati skenario yang sedang diperagakan

g. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik

diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-

masing kelompok.

h. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya

i. Guru memberikan kesimpulan secara umum

j. Evaluasi

k. Penutup

15. Group Investigation

a. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen

b. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok

c. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok

mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari

kelompok lain

d. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada

secara kooperatif yang bersifat penemuan

e. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok

menyampaikan hasil pembahasan kelompok

f. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi

kesimpulan

g. Evaluasi

h. Penutup

16. Talking Stick

a. Guru menyiapkan sebuah tongkat

b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,

kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

32

membaca dan mempelajari materi.

c. Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan

mempelajarinya, peserta didik menutup bukunya.

d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta

didik, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan peserta

didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya,

demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik

mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari

guru

e. Guru memberikan kesimpulan

f. Evaluasi

g. Penutup

17. Bertukar Pasangan

a. Setiap peserta didik mendapat satu pasangan (guru bisa

menunjuk pasangannya atau peserta didik memilih sendiri

pasangannya).

b. Guru memberikan tugas dan peserta didik mengerjakan tugas

dengan pasangannya.

c. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu

pasangan yang lain.

d. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian

pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari

kepastian jawaban mereka.

e. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan

kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

18. Snowball Throwing

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan

b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-

33

masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang

materi

c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya

masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang

disampaikan oleh guru kepada temannya

d. Kemudian masing-masing peserta didik diberikan satu

lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa

saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh

ketua kelompok

e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat

seperti bola dan dilempar dari satu peserta didik ke

peserta didik yang lain selama ± 15 menit

f. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan

diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab

pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola

tersebut secara bergantian

g. Evaluasi

h. Penutup

19. Student Facilitator And Explaining:

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi

c. Memberikan kesempatan peserta didik untuk menjelaskan

kepada peserta didik lainnya misalnya melalui bagan/peta

konsep.

d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari peserta didik.

e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.

f. Penutup

20. Course Review Horay

34

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi

c. Memberikan kesempatan peserta didik tanya jawab

d. Untuk menguji pemahaman, peserta didik disuruh membuat

kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak

diisi angka sesuai dengan selera masing-masing peserta

didik

e. Guru membaca soal secara acak dan peserta didik menulis

jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan

langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (√)

dan salan diisi tanda silang (x)

f. Peserta didik yang sudah mendapat tanda √ vertikal atau

horisontal, atau diagonal harus berteriak horay ... atau

yel-yel lainnya

g. Nilai peserta didik dihitung dari jawaban benar jumlah

horay yang diperoleh

h. Penutup

21. Demontsration

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan

disampaikan

c. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan

d. Menunjuk salah seorang peserta didik untuk

mendemontrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan.

e. Seluruh peserta didik memperhatikan demontrasi dan

menganalisanya.

f. Tiap peserta didik mengemukakan hasil analisanya dan juga

pengalaman peserta didik didemontrasikan.

35

g. Gurumembuatkesimpulan.

22. Explicit Instruction

a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan

c. Membimbing pelatihan

d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

23. Cooperative Integrated Reading And Composition Kooperatif

Terpadu Membaca Dan Menulis

a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara

heterogen

b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik

pembelajaran

c. Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan

menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap

wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas

d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok

e. Guru membuat kesimpulan bersama

f. Penutup

24. Inside-Outside-Circle (Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar)

a. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan

menghadap keluar

b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar

lingkaran pertama, menghadap ke dalam

c. Dua peserta didik yang berpasangan dari lingkaran kecil

dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini

bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang

bersamaan

36

d. Kemudian peserta didik berada di lingkaran kecil diam di

tempat, sementara peserta didik yang berada di lingkaran

besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.

e. Sekarang giliran peserta didik berada di lingkaran besar

yang membagi informasi. Demikian seterusnya

25. Tebak Kata

a. Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau

kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah)

pada kartu yang ingin ditebak.

b. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau

istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan

ditempel pada dahi ataudiselipkan ditelinga

c. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau

materi ± 45 menit.

d. Guru menyuruh peserta didik berdiri berpasangan didepan

kelas

e. Seorang peserta didik diberi kartu yang berukuran 10x10

cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang peserta

didik yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5x2 cm

yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian

ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.

f. Sementara peserta didik membawa kartu 10x10 cm membacakan

kata- kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya

menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10x10 cm. jawaban

tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di

dahi atau telinga.

g. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu)

maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada

37

waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan

kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.

h. Dan seterusnya

26. Word Square

a. Buat kotak sesuai keperluan * Buat soal sesuai TPK

b. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin

dicapai.

c. Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh

d. Peserta didik menjawab soal kemudian mengarsir huruf

dalam kotak sesuai jawaban

e. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak

27. Scramble

a. Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang

ingin dicapai

b. Buat jawaban yang diacak hurufnya

c. Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin

dicapai

d. Membagikan lembar kerja sesuai contoh

28. Take And Give

a. Buat kartu ukuran ± 10x15 cm sejumlah peserta tiap kartu

berisi sub materi (yang berbeda dengan kartu yang

lainnya, materi sesuai dengan TPK

b. Siapkan kelas sebagaimana mestinya

c. Jelaskan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai

d. Untuk memantapkan penguasaan peserta tiap peserta didik

diberi masing- masing satu kartu untuk dipelajari

(dihapal) lebih kurang 5 menit

e. Semua peserta didik disuruh berdiri dan mencari pasangan

38

untuk saling menginformasi. Tiap peserta didik harus

mencatat nama pasangannya pada kartu contoh.

f. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling

memberi dan menerima materi masing-masing (take and

give).

g. Untuk mengevaluasi keberhasilan berikan berikan peserta

didik pertanyaan yang tak sesuai dengan kartunya (kartu

orang lain).

h. Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan

i. Kesimpulan

29. Concept Sentence

a. Guru menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai

b. Guru menyajikan materi secukupnya

c. Guru membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang secara

heterogen

d. Guru menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang

disajikan

e. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan

menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat

30. Complete Sentence

a. Siapkan blangko isian berupa paragraf yang kalimatnya

belum lengkap

b. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

c. Guru menyampaikan materi secukupnya atau peserta didik

disuruh membacakan buku atau modul dengan waktu

secukupnya

d. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen

e. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang

39

kalimatnya belum lengkap (lihat contoh).

f. Peserta didik berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan

kunci jawaban yang tersedia.

g. Peserta didik berdiskusi secara berkelompok

h. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah

diperbaiki. Tiap peserta membaca sampai mengerti atau

hapal

i. Kesimpulan

31. Time Token Arends 1998

a. Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative

learning / CL)

b. Tiap peserta didik diberi kupon berbicara dengan waktu ±

30 detik. Tiap peserta didik diberi sejumlah nilai sesuai

waktu yang digunakan.

c. Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang peserta

didik diserahkan. Setiap bebicara satu kupon.

d. Peserta didik yang telah habis kuponnya tak boleh

32. Pair Check

a. Bekerja berpasangan, Guru membentuk tim berpasangan

berjumlah 2 (dua) peserta didik. Setiap pasangan

Mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu

melatih

b. Pelatih mengecek. Apabila patner benar pelatih memberi

kupon

c. Bertukar peran. Seluruh patner bertukar peran dan

mengurangi langkah 1 – 3

d. Pasangan mengecek, Seluruh pasangan tim kembali bersama

dan membandingkan jawaban

40

e. Penegasan guru. Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai

konsep

33. Keliling Kelompok

a. Salah satu peserta didik dalam masing-masing kelompok

menilai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya

mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan

b. Peserta didik berikutnya juga ikut memberikan

kontribusinya

c. Demikian seterusnya giliran bicara bisa

34. Tari Bambu

a. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah peserta didik

terlalu banyak berdiri berjajar . Jika ada cukup ruang

mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain

adalah peserta didik berjajar di sela-sela deretan

bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan

kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.

b. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang

pertama

c. Dua peserta didik yang berpasangan dari kedua jajaran

berbagi sinformasi.

d. Kemudian satu atau dua peserta didik yang berdiri di

ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di

jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara

ini masing-masing peserta didik mendapat pasangan yang

baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus

sesuai dengan kebutuhan

35. Dua tinggal dua tamu (two stay two stray)

41

a. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah

4 (empat) orang

b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi

tamu kedua kelompok yang lain

c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan

hasil kerja dan informasi ke tamu mereka

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri

dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain

e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka

Referensi

An Alphabetized Listing of Instructional Methods.

http://olc.spsd.sk.ca/de/pd/instr/alpha.html

Setelah membaca dan mencermati berbagai langkah di atas,

Saudara diminta untuk mengidentifikasi model, pendekatan,

strategi, metode, teknik, dan taktik yang digunakan. Sebagai

latihan, Saudara diminta memilih 1 dari berbagai contoh

langkah-langkah tersebut di atas untuk dianalisis dan

disimulasikan. Hasil analisis sebaiknya Saudara tuliskan dalam

Lembar kerja 1.1.1. Analisis pada halaman berikut ini.

Saudara diharapkan dapat melanjutkan analisis secara mandiri

setelah kegiatan In-1 (tahap pertama) selesai dilaksanakan.

Selain melakukan analisis secara mandiri, Saudara juga akan

diminta untuk dapat melatih guru agar mahir dalam melaksanakan

berbagai langkah di atas.

LK.1.1.4.a. Analisis

42

Langkah

kegiatan

Pendekatan

Strategi

Metode

Teknik

Taktik

Setelah Saudara selesai menganalisis salah satu contoh,

silakan membuat RPP salah satu pelajaran yang

Saudara kuasai. Pembuatan RPP ini wajib menggunakan

hasil analisis sebagai acuan. Penulisan RPP dapat

Saudara lakukan pada kertas kosong yang telah

disediakan.

Walaupun tidak ada fasilitator/mentor yang akan mengevaluasi,

namun ada baiknya Saudara membuat RPP dengan

sungguh-sungguh dan sesuai dengan panduan yang

43

berlaku. Kesungguhan Saudara akan mempermudah

penyelesaian tugas-tugas pada kegiatan selanjutnya,

terutama yang terkait dengan pemanfaatan TIK dalam

meningkatkan kualitas pembelajaran.

44

Sub-Topik 1.2. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi

Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran

Kegiatan 1. Berpikir Reflektif

Durasi : 1 JP

Media : Kertas A4, pena, dan buku-buku referensi

tentang pemanfaatan TIK

Deskripsi

Pada tahap awal dalam mempelajari Sub-Topik tentang Model-

Model Pembelajaran, Saudara sebaiknya menjawab beberapa

pertanyaan berikut ini:

1. Apa saja yang tercakup dalam terminologi “Teknologi

Informasi dan Komunikasi?”

2. Apa yang Saudara perlukan untuk dapat menjadi pemimpin

pembelajaran berbasis TIK di sekolah yang sedang dipimpin?

3. Apa yang Saudara ketahui tentang pemanfaatan TIK dalam

meningkatkan kualitas proses pembelajaran?

4. Berdasarkan pada pengalaman Saudara selama mengajar dan

memimpin guru-guru, pemanfataan TIK seperti apa yang

biasanya digunakan? Apa saja hambatan yang ditemui dalam

membangun sistem pembelajaran yang berbasis pada TIK?

5. Berdasarkan pada pengalaman Saudara dalam menggunakan TIK

tersebut, apa saja manfaat yang diperoleh?

6. Apakah kualitas pemanfataan TIK dalam pembelajaran di

sekolah yang Saudara pimpin masih dapat ditingkatkan

kualitasnya? Bagaimana caranya?

45

Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menggunakan narasi,

tabel, grafik, maupun peta pikiran dalam kertas kosong yang

Saudara siapkan sebelumnya.

Walaupun tidak ada fasilitator/mentor yang akan mengevaluasi,

namun ada baiknya Saudara menjawab dengan sungguh-sungguh

dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh melalui

pengalaman maupun referensi yang pernah diperoleh sebelumnya.

Kesungguhan Saudara akan mempermudah penyelesaian tugas-tugas

pada kegiatan selanjutnya.

Kegiatan 2. Berpikir Kritis tentang Cakupan dan Manfaat

Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran

Durasi : 1 JP

Media : Kertas A4, pena, dan buku-buku referensi

tentang pemanfaatan TIK

Deskripsi

Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam

kotak di bawah ini.

Kotak Informasi 7. Cakupan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Farenga, S.J. & Ness, D. (ed). (2005). Encyclopedia of education and

human development: Volume 1, page 175-214. New York: M.E. Sharpe.

CAKUPAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Pada umumnya guru telah mengetahui pengertian TIK, namun

seringkali pengertian guru bermacam-macam. Mungkin di antara

mereka ada yang mengartikan bahwa TIK adalah segala sesuatu

yang berkaitan dengan komputer. Sebenarnya, komponen-komponen

46

TIK tersebut antara lain :

Pembelajaran yang mengintegrasikan TIK adalah suatu

pembelajaran yang aktifitasnya melibatkan pendayagunaan TIK

sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. TIK itu

sendiri tidak terbatas hanya pada komputer dan internet, tapi

segala jenis media informasi dan komunikasi lain seperti

radio, kaset audio, video dan lain-lain.

Bagaimanakah langkah dalam menyusun RPP yang mengintegrasikan

TIK?

Fryer (2001) menjelaskan dua pendekatan yang dapat dilakukan

guru dalam menyusun RPP yang mengintegrasikan TIK, yaitu: 1)

pendekatan topik (theme-centered approach); dan 2) pendekatan

software (software-centered approach). Dengan tidak mengurangi

ide Fryer, kedua pendekatan dapat kita analogikan denagn

dengan nama lain, yaitu pendekatan ”by design” untuk

pendekatan topik dan pendekatan ”by utilization” untuk

pendekatan software. Apa bedanya? Mari kita lihat satu

persatu.

47

Pendekatan Topik

Pada pendekatan ini, topik atau satuan pembelajaran dijadikan

sebagai acuan. Secara sederhana langkah yang dilakukan adalah:

1) menentukan topik; 2) menentukan tujuan pembelajaran yang

ingin dicapai; dan 3) menentukan aktifitas pembelajaran dengan

memanfaatkan TIK (seperti modul, LKS, program audio, VCD/DVD,

CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat

komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan

untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

Contoh, Anda akan mengajarkan tentang topik penciptaan alam

semesta. Maka dengan mengacu pada KD dan indikator Anda akan

menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan dicapai oleh

siswa. Kemudian, berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut Anda

menentukan aktifitas pembelajaran yang terdiri dari kegiatan

awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Dalam menentukan

aktifitas untuk kegiatan awal, inti dan penutup tentunya Anda

juga harus menentukan aktifitas dan TIK (seperti modul, LKS,

program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di

internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous

lainnya) yang relevan.

Satu kelebihan utama pendekatan ini adalah pembelajaran

dirancang secara ideal. Oleh karena itu fasilitas TIK seperti

tercantum dalam RPP tersebut harus tersedia. Kelemahannya,

jika fasilitas TIK tidak menunjang, maka pembelajaran akan

menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, Fryer menyarankan

juga pendekatan yang kedua sebagai alternatif lain.

48

Pendekatan Software

Pendekatan ini menganut langkah yang sebaliknya. Kalau pada

pendekatan topik, topik dan tujuan pembelajaran yang dijadikan

sebagai patokan, maka pada pendekatan software, kondisi dan

kesiapan atau keberadaan fasilitas TIK-nya itulah yang

dijadikan sebagai patokan. Jadi, dalam pendekatan software,

kita berangkat dari apa yang kita miliki atau apa yang ada di

sekolah maupun lingkungan sekitar.

Dalam pendekatan ini, langkah pertama dimulai dengan

mengidentifikasi TIK (seperti buku, modul, LKS, program audio,

VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat

komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang ada atau

mungkin bisa dilakukan atau digunakan. Kemudian, dengan

kondisi TIK yang ada seperti tersebut, guru memilih topik-

topik apa yang bisa didukung oleh keberadaan TIK tersebut.

Kemudian guru merencanakan strategi pembelajaran yang relevan

untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator capaian hasil

belajar dari topik pelajaran tersebut.

Pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana kalau fasilitas dan

kemelekan teknologi informasi dan komunikasi yang tinggi

seperti computer dan internet tidak ada atau tidak memadai?”

Dalam bahasa Inggris, jawabannya adalah seperti ini,

“Technology is a tool. A Means to the end. Not the end in

itself (anonymous).”(Dryden and Voss, 1999) Jika

diterjemahkan secara bebas, maka artinya adalah seperti ini,

“TIK hanyalah sekedar alat. Sarana untuk mencapai tujuan.

Bukan tujuan itu sendiri.”

Artinya, kalau tidak ada teknologi yang lebih tinggi, maka

49

gunakanlah teknologi yang ada. Toh, tujuannya bukan pada

teknologinya itu sendiri, bukan? Tapi tujuan utamanya adalah

disamping membangun keterampilan melek TIK, juga membangun

keterampilan berpikir kritis, bekerja sama secara kolaboratif,

memecahkan masalah, dan berkomunikasi secara efektif. Jadi,

sejauh dapat mencapai tujuan tersebut, walapun dengan media

informasi dan komunikasi seadanya, kenapa tidak?

Penekanan utama dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang

mengintegrasikan TIK sebenanya adalah bukan pada kecanggihan

teknologi yang digunakan, tapi pada strategi pembelajaran yang

mendukung keterampilan-keterampilan abad 21 seperti dijelaskan

diatas melalui pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada

siswa (student-centered learning). Oleh karena itu ada

beberapa metode yang disarankan untuk membangun keterampilan

masyarakat abad 21 dengan memanfaatkan TIK sebagai

pendukungnya.

Beberapa metode tersebut adalah sebagai berikut:

Resources-based learning; memiliki karakteristik dimana

siswa diberikan/disediakan berbagai ragam dan jenis bahan

belajar baik cetak (buku, modul, LKS, dll) maupun non cetak

(CD/DVD, CD-ROM, bahan belajar online) atau sumber belajar

lain (orang, alat, dll) yang relevan untuk mencapai suatu

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudain siswa

diberikan tugas untuk melakukan aktifitas belajar tertentu

dimana semua sumber belajar yang mereka butuhkan telah

disediakan. Sebagai contoh, tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai adalah siswa dapat membandingkan beberapa teori

penciptaan alam semesta. Untuk dapat mencapai tujuan

50

pembelajaran tersebut, guru telah mengidentifikasi dan

menyiapkan berbagai bentuk dan jenis sumber belajar yang

berisi informasi tentang teori penciptaan alam semesta

berupa buku, VCD, CD-ROM, alamat situs di internet dan

mungkin seorang narasumber ahli astronomi yang diundang

khusus ke kelas. Kemudian siswa ditugaskan untuk mencari

minimal dua teori tentang penciptaan alam semesta secara

individu atau kelompok baik dari buku, VCD, maupun internet

sesuai dengan seleranya. Siswa juga diminta untuk

menganalisis perbedaan dari berbagai segi tentang teori-

teori tersebut dan membuat laporannya dalam MSWord yang

kemudian dikirim ke guru dan teman lainnya melalui e-mail.

Case/problem-based learning; memiliki karakteristik dimana

siswa diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk

dipecahkan. Dengan case-based learning solusi pemecahan

masalahnya sudah tertentu karena skenario sudah dibuat

dengan jelas. Tapi, dalam problem-based learning kemungkinan

solusi pemecahan masalahnya akan berbeda. Misal, dua orang

siswa diberikan satu permasalahan dengan pendekatan problem-

based learning. Maka solusi yang diberikan oleh siswa yang

satu dengan siswa yang lain mungkin berbeda.

Simulation-based learning; memiliki karakteristik dimana

siswa diminta untuk mengalami suatu peristiwa yang sedang

dipelajarinya. Sebagai contoh, siswa diharapkan dapat

membedakan perubahan percampuran warna-warna dasar. Maka,

melalui suatu software tertentu (misal virtual lab) siswa

dapat melakukan berbagai percampuran warna dan melihat

perubahan-perubahannya. Dan ia dapat mencatat laporannya

51

dalam bentuk tabel dengan menggunakan MSExcell atau MSWord.

Atau kalau perlu mempresentasikan hasilnya dengan

menggunakan MSPowerpoint.

Colaborative-based learning memiliki karakteristik dimana

siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, secara kolaboratif

melakukan tugas yang berbeda untuk menghasilkan satu tujuan

yang sama. Sebagai contoh, untuk mencapai tujuan

pembelajaran dimana siswa dapat membedakan beberapa teori

penciptaan alam semesta, siswa dibagi ke dalam tiga

kelompok. Masing-masing kelompok ditugas kan mencari satu

teori penciptaan alam semesta. Kemudian ketiga kelompok

tersebut berkumpul kembali untuk mendiskusikan perbedaan

teori tersebut dari berbagai segi dan membuat laporannya

secara kolektif. Salah seorang siswa dapat ditunjuk untuk

menyajikan hasilnya. (sumber diadaptasi dari:

http://www.microlessons .com).

MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Tantangan pendidikan abad 21, menurut PBB adalah membangun

masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society) yang

memiliki (1) keterampilan melek TIK dan media (ICT and media

literacy skills), (2) keterampilan berpikir kritis (critical thinking

skills), (3) keterampilan memecahkan masalah (problem-solving

skills), (4) keterampilan berkomunikasi efektif (effective

communication skills); dan (5) keterampilan bekerjasama secara

kolaboratif (collaborative skills). Keempat karakteristik

masyarakat abad 21 menurut PBB tersebut dapat dibangun

melalui pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran. Dalam

52

konteks pendidikan, sesungguhnya peran TIK adalah sebagai

“enabler” atau alat untuk memungkinkan terjadinya proses

pembelajaran yang efektif dan efisien serta menyenangkan.

Jadi, TIK dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan,

bukan tujuan itu sendiri.

Jika Anda diberikan suatu pertanyaan, ”Apakah TIK di sekolah

telah dijadikan sebagai sarana untuk pembelajaran atau masih

dijadikan sebagai obyek yang dipelajari?” atau ”Apakah siswa

sudah belajar dengan TIK atau siswa masih belajar tentang

TIK?” Apa jawaban jujur Anda?

Pasti, Anda menjawab bahwa TIK di sekolah masih dijadikan

sebagai obyek yang dipelajari atau siswa masih diposisikan

sebagai orang yang sedang belajar TIK. Padahal, apa yang

seharusnya terjadi adalah sambil belajar tentang TIK (learning

about ICT), siswa juga belajar dengan menggunakan atau melalui

TIK (learning with and or through ICT). Ingat, yang dimaksud dengan

TIK tidak hanya komputer dan internet tapi segala jenis

media iformasi dan komunikasi lain seperti dibahas

sebelumnya.

Bila dilihat dari sisi peran TIK bagi guru, maka

pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran seharusnya

memungkinkan dirinya untuk:

menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih,

pengarah dan teman belajar.

dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar

kepada siswa untuk mengalami peristiwa belajar.

Jika, pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran hanya

bertujuan untuk mempermudah guru menyampaikan materi, dimana

53

ia berperan sebagai satu-satunya sumber informasi dan sumber

segala jawaban, maka lima keterampilan masyarakat abad 21 yang

dicanangkan PBB seperti dijelaskan di atas tidak akan

berhasil. (adaptasi dari Division of Higher Education, UNESCO, 2002).

Sementara itu, bila dilihat dari sisi peran TIK bagi siswa,

maka pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran harus

memungkinkan siswa:

menjadi partisipan aktif;

menghasilkan dan berbagi (sharing)

pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak

mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli.

belajar secara individu, sebagai mana halnya juga

kolaboratif dengan siswa lain.

Jika pemanfaatan TIK dalam pembelajaran masih membuat siswa

tetap pasif, mereproduksi pengetahuan (sekedar menghafal),

seperti guru mengajar dengan menggunakan slide presentasi

dimana yang masih dominan adalah dirinya, maka sia-sialah

teknologi tersebut diiintegrasikan dalam proses pembelajaran

yang kita lakukan.

Jadi, secara teoretis, integrasi TIK dalam pembelajaran yang

sesungguhnya harus memungkinkan terjadinya proses belajar

yang:

Aktif; memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya

proses belajar yang menarik dan bermakna.

Konstruktif; memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide

baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya

untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan

yang selama ini ada dalam benaknya.

54

Kolaboratif; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau

komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran

atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk

sesama anggota kelompoknya.

Antusiastik; memungkinkan siswa dapat secara aktif dan

antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Dialogis; memungkinkan proses belajar secara inherent

merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa

memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut

baik di dalam maupun luar sekolah.

Kontekstual; memungkinkan situasi belajar diarahkan pada

proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan

”problem-based atau case-based learning”

Reflektif; memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah

ia pelajari serta merenungkan apa yang telah

dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu

sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al

(2001)).

Multisensory; memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan

untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio,

visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).

High order thinking skills training; memungkinkan untuk melatih

kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem

solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak

langsung juga meningkatkan ”ICT & media literacy” (Fryer,

2001).

Di sinilah letak perbedaan antara guru abad 21 dengan guru

55

tradisional. Kita sebagai guru abad 21 guru yang telah

menggeser paradigma pembelajaran dari pembelajaran yang

berpusat pada guru (teacher-centered learning) menuju

pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning)

dimana ia lebih berperan sebagai desainer pembelajaran,

fasilitator, pelatih dan manajer pembelajaran. Bukan

sebagai pencekok informasi dan satu-satunya sumber belajar,

sang maha tahu. Oleh karena itu, guru harus mampu mendesain

pembelajaran atau menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) yang mencirikan paradgma baru pembelajaran seperti

dijelaskan di atas dengan mengintegrasikan TIK sebagai

sarananya.

Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk

berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah

dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut ini

dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai pendekatan pembelajaran:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara

berikan mengenai cakupan teknologi informasi dan komunikasi?

2. Teknologi Informasi dan Komunikasi apa yang ideal untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah yang Saudara

pimpin?

3. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin pembelajaran

untuk menjamin terwujudnya penggunaan yang ideal tersebut?

4. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah

Saudara berikan mengenai manfaat teknologi informasi dan

komunikasi?

56

5. Apa manfaat dari penggunaan model TIK yang ideal bagi

sekolah Saudara?

6. Apa resiko yang mungkin harus dihadapi jika penggunaan

tersebut tidak terwujud?

7. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin

pembelajaran untuk menjamin terwujudnya penggunaan yang

ideal tersebut?

Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Faktor Pendukung dan

Penghambat Penggunaan TIK di Sekolah

Durasi : 1 JP (45 menit )

Media : Video Kesulitan Penggunaan TIK

Deskripsi

Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam

kotak di bawah ini.

Kotak Informasi 9. Pendukung dan Penghambat Pendayagunaan TIK

di Sekolah

PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENDAYAGUNAAN TIK DI SEKOLAH

Berdasarkan sejumlah survey yang telah dilakukan sebelumnya,

terdapat beberapa faktor yang sering menjadi keluhan para

guru, antara lain; tidak tersedianya peralatan, mahalnya akses

internet, kurangnya pengetahuan dan kemampuan menggunakan TIK

alias gaptek, kurangnya dukungan kebijakan, dll.

Sekurang-kurangnya ada lima faktor yang harus dipenuhi untuk

terjadinya optimalisasi pendayagunaan TIK di sekolah. Kelima

faktor tersebut adalah infratsruktur, SDM, konten, kebijakan,

57

dan budaya.

Guna mendukung optimalisasi pendayagunaan TIK untuk pendidkan,

sejumlah program dan kebijakan pemerintah telah diluncurkan,

antara lain:

1. Kebijakan:

a. Dibentuknya Dewan TIK Nasional yang diketuai oleh

Preseiden

b. TIK menjadi bagian penting dari rencana strategis

Departemen Pendidikan Nasional dalam mendukung tiga pilar

kebijakan pemerataan dan perluasan akses; peningkatan

kualitas dan daya saing; serta tata kelola dan pencitraan

publik

c. Segera dikeluarkan Permendiknas mengenai TIK untuk

Pendidikan.

2. Infrastruktur

a. Adanya bantuan Block Grant TIK untuk pendidikan

b. Tersedianya koneksi broadband jaringan pendidikan

nasional (Jardiknas)

3. Konten

a. Penyediaan bahan belajar berbasis TIK dan aktivitas

pembelajaran non konvensional seperti e-dukasi.net.

b. Stasiun televisi khusus yang berisi 100% pendidikan, TVE

c. Penyediaan pusat data dan informasi pendidikan, Padati

d. Sistem informasi manajemen, seperti SIM Keu, Sim Peg, SIM

Asest, NUPTK, Dapodik, dll.

4. SDM dan Budaya

a. Pelatihan untuk guru dan tenaga kependidikan lainnya

dalam pendayagunaan TIK

58

b. Sosialisasi

c. Lomba TIK

d. E-learning Award

Dalam blue print TIK untuk pendidikan, fungsi-fungsi TIK

digambar sebagai sebuah bangunan gedung. Terdiri dari pondasi,

tiang, dan atap, sebagaimana dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Berdasarkan gambar tersebut, dapat dijelaskan :

1. TIK sebagai gudang ilmu pengetahuan, dapat berupa referensi

berbagai ilmu pengetahuan yang tersedia dan dapat diakses

melalui fasilitas TIK.

2. TIK sebagai alat bantu pembelajaran; dapat berupa alat

bantu mengajar bagi guru, alat bantu belajar bagi siswa,

serta alat bantu interkasi antara guru dengan siswa.

3. TIK sebagai fasilitas pendidikan, TIK di sekolah dapat

KONTENDAN

KURIKULUM

PROSESBELAJARMENGAJAR

FASILITAS

DANSARANA

PRASARANA

SUMBERDAYAMANUSI

A

INFRASTRUKTUR DAN SUPRASTRUKTUR PENDIDIKAN

MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN LEMBAGA PENDIDIKAN

ADMINISTRASI LEMBAGA PENDIDIKAN

NILAI-NILAI BUDAYA DAN FILOSOFI PENDIDIKAN

IDEOLOGI

POLITIK

EKONOMI

SOSIAL

BUDAYAHANKAM

PERANAN TIK DI SEKOLAH MODEREN INDONESIA

VISI – MISI – TUJUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

ICT SEBAGAIFASILITASPENDIDIKAN

ICT SEBAGAISTANDAR

KOMPETENSI

ICT SEBAGAI

ALAT BANTUPEMBELAJAR

AN

ICT SEBAGAIGUDANG ILMU

PENGETAHUAN

ICT SEBAGAI PENUNJANG ADMINISTRASI PENDIDIKANICT SEBAGAI ALAT BANTU

MANAJEMEN SEKOLAHICT SEBAGAI INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN

1 2 3 4

56

7

WAHANATRANSFORMASIPENDIDIKAN

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

10

59

berupa pojok internet, perpustakaan digital, kelas virtual,

lab multimedia, papan elektronik, dll.

Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk

berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah

dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut ini

dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai pendekatan pembelajaran:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah

Saudara berikan mengenai pendukung dan penghambat

pendayagunaan TIK di sekolah?

2. Bagaimana menguatkan pendukung pendayagunaan TIK di

sekolah?

3. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin

pembelajaran untuk menjamin minimalnya hambatan

pendayagunaan TIK di sekolah?

Kegiatan 4. Studi Kasus tentang Penggunaan Media Cetak, Radio

dan Televisi

Durasi : 1 JP (45 menit)

Media : Video penggunaan media cetak, radio dan

televisi

Deskripsi

Saudara akan melihat beberapa tayangan pembelajaran. Amati

tayangan tersebut untuk menjawab pertanyaan berikut ini:

60

1. Seperti apa pemanfaatan media cetak, radio, video, dan

televisi dalam model pembelajaran yang digunakan oleh guru

tersebut?

2. Berdasarkan pada pengalaman Saudara, apa perbedaan dengan

pemanfaatan TIK dalam model pembelajaran yang biasanya

digunakan?

3. Berdasarkan pada berbagai informasi sebelumnya, apakah

kualitas pembelajaran masih dapat ditingkatkan kualitasnya?

Bagaimana caranya

61

Kegiatan 5. Berpikir Kritis tentang Penggunaan Komputer dan

Internet

Durasi : 1 JP (45 menit)

Media : Video penggunaan komputer dan internet

Deskripsi

Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam

kotak di bawah ini.

Kotak Informasi 7. Internet

MENGENAL INTERNET

Internet adalah singkatan dari Interconnected Network.

Secara umum Internet adalah sebuah sistem komunikasi global

yang menghubungkan berbagai mesin komputer dan jaringan-

jaringan komputer di seluruh dunia. Mesin komputer tersebut

dapat berupa server, PC, handphone, PDA, dan lain-lain.

Secara sederhana internet dapat diilustrasikan seperti

tampak gambar berikut!

ISPISP

62

Gambar 1.1 Ilustrasi internet

- Komputer Workstation, komputer yang digunakan untuk

bekerja atau mengakses internet.

- HUB, sebuah perangkat yang berfungsi sebagai interface

antara uplink dan downlink, dan membagi uplink menjadi

beberapa bagian downlink.

- Komputer Server, sebuah mesin berupa komputer menjadi

penyimpan informasi dan pemberi informasi bagi komputer

yang meminta informasi Komputer Workstasion.

- Modem, perangkat yang berfungsi untuk menterjemahkan

sinyal analog menjadi sinyal digital dan sebaliknya.

- ISP (Internet Service Provider), penyedia jasa layanan

internet.

Bagaimana sebuah mesin komputer dapat terhubung ke internet?

Anda tentu masih ingat tentang jaringan komputer. Ya, sebuah

komputer dapat terhubung dengan komputer lain dalam sebuah

jaringan, yang disebut network. Jaringan komputer-jaringan

komputer juga dapat saling terhubung membentuk sebuah

jaringan yang kompleks yang disebut sebagai internet. Mereka

terhubung baik melalui kabel, saluran telepon, serat optik,

satelit, frekuensi saluran handphone, serta media apa saja

yang mungkin dialiri data.

Lalu bagaimana komputer Anda bisa terhubung ke internet?

Salah satu caranya adalah memanfaatkan layanan dari

perusahaan penyedia akses internet, yang disebut dengan ISP

(Internet Service Provider). Dengan adanya ISP, maka

63

komputer dapat berhubungan dan bertukar data dengan komputer

lain di seluruh dunia. Perhatikan ilustrasi gambar berikut!

Gambar 1.2 Ilustrasi hubungan internet

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana sebuah komputer dapat

berkomunikasi dengan komputer lain, tanpa berbenturan.

Seluruh jaringan komputer dalam internet menggunakan

standar protokol yang memungkinkan beragam jaringan

komputer dan komputer yang berbeda dapat berkomunikasi.

Protokol ini disebut sebagai TCP/IP (Transmission Control

Protokol/Internet Protokol). TCP/IP berguna sebagai cara

standar untuk mempaketkan dan mengalamatkan data komputer

(sinyal elektrik) sehingga data tersebut dapat dikirim ke

komputer lain dengan cepat tanpa hilang atau rusak.

BROWSING

Sekarang, Anda telah mengetahui bahwa ada berjuta informasi

yang dapat Anda peroleh dari internet. Nah, pertanyaan

selanjutnya, bagaimana Anda dapat memperoleh informasi-

informasi tersebut?

Html (Hypertext Markup Language)

Perlu Anda ketahui bahwa, semua informasi-informasi yang

tersebar internet diletakkan pada sebuah halaman website

64

(homepage). Dan Website disusun oleh suatu bahasa yang

disebut HTML (Hypertext Markup Language). Secara teknis,

perintah dasar yang dikirim ke komputer kita adalah

berbentuk teks biasa. Teks inilah yang kemudian diolah oleh

komputer menjadi halaman-halaman yang menarik seperti

dilihat di internet.

Browser

Browser merupakan software yang di install komputer client,

berfungsi untuk menerjemahkan tag-tag HTML menjadi halaman

web. Browser yang sering di gunakan biasanya Internet

Explorer, Netscape Navigator, Mozilla, Firefox, Arena, Lynx,

Mosaic dan masih banyak yang lainnya.

Browser dapat membalik dan membuka halaman web yang sedang

kita telusuri (browsing). Lewat Browser pula berbagai jenis

media didalam web dapat kita jalankan mulai dari teks,

gambar, animasi, suara bahkan video.

URL (Uniform Resource Locator)

Saudara pasti tahu, bahwa setiap orang pasti mempunyai

identitas. Ada identitas yang diwujudkan dalam bentuk KTP

(Kartu Tanda Penduduk) atau juga Surat Ijin Mengendarai

(SIM). Identitas-identitas tersebut untuk mengetahui asal

dari orang yang bersangkutan, nama jalannya, desa,

kelurahan, kecamatan hingga propinsinya. Demikian juga

halnya dengan paspor, saat ada orang berkunjung ke suatu

negara, maka orang lain akan mengenali dari negara mana

orang itu berasal. Demikian juga dengan URL, URL merupakan

sebuah mekanisme penamaan halaman web.

URL memiliki tiga bagian yaitu :

65

1. Protokol

Protokol yang digunakan pada www adalah http. Saudara

tentu masih ingat tentang pembahasan protokol.

2. Nama komputer tempat halaman berada (Alamat IP)

Setiap alamat website atau URL pada dasarnya adalah sebuah

IP Address. Misal alamat situs www.kompas.com mempunyai IP

Address 64.203.71.11, sedangkan www.yahoo.com dengan IP

Address 66.94.230.48. Antara nomor IP dengan nama situs

sebenarnya adalah dua nama yang sama, hanya saja alamat IP

dirasa lebih sulit diingat daripada mengingat nama. Untuk

itu di dunia internet tidak ada nama yang sama antara

halaman web satu dengan yang lainnya.

3. Nama untuk mengidentifikasi halaman tertentu atau nama

file pada halaman web tersebut.

Bagian ini berisi dokumen yang berisi salah satu halaman

dari keseluruhan isi web (www.kompas.com/file.html)

Setelah Saudara mengetahui URL, identitas dari sebuah web,

maka untuk mengetahui bagaimana bentuk rumahnya, Saudara

dapat mengunjunginya bagaimana isi dari halaman web. Alamat

sebuah web didalamnya ada sebuah halaman yang umum disebut

dengan homepage. Homepage merupakan istilah umum untuk

menyebut sebuah halaman web di internet yang mempunyai

sebuah alamat URL.

66

Gambar 1.11. Homepage www.e-dukasi.net

Sebuah halaman homepage didalamnya terdapat berbagai

informasi, baik yang bersifat hypertext maupun hyperlink.

Hypertext berupa teks yang mempunyai hubungan ke

halaman web yang sama atau halaman web lain, sedangkan

hyperlink dapat berupa teks, gambar atau tanda-tanda

lain yang diberi tanda khusus untuk terhubung ke bagian

atau halaman lain.

Gambar 1.12. Tampilan Hypertext dan Hyperlink

SEARCHING

Proses pencarian data dari dunia maya internet dengan

menggunakan mesin pencari (search engine) Ada bermacam

bentuk data file yang dapat Anda peroleh dari Internet,

67

diantaranya: .doc, .ppt, .pps, .rtf, .xls, .mdb, .txt, dsb.

Search Engine (Mesin Pencari)

Mesin pencari adalah program komputer (biasanya berbasis

web) yang dirancang untuk membantu seseorang menemukan file-

file yang disimpan dalam komputer, misalnya dalam sebuah

server umum di web (WWW) atau dalam komputer sendiri, kata

kunci atau keyword yang dimasukkan pengguna.

Berikut ini adalah berbagai alamat mesin pencari di yang

banyak dipakai di internet:

Google, alamat www.google.com

Yahoo, alamat www.yahoo.com

Lycos, alamat www.lycos.com

Altavista, alamat www.altavista.com

Webcrawler, alamat www.webcrawler.com

Nah, Anda dapat mencoba membuka setiap web mesin pencari

untuk mengetahui perbendaan tampilannya.

Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk

berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah

dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut ini

dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai pendekatan pembelajaran:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah

Saudara berikan mengenai penggunaan komputer dan internet?

2. Penggunaan seperti apa yang ideal untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran di sekolah yang Saudara pimpin?

68

3. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin pembelajaran

untuk menjamin terwujudnya penggunaan yang ideal tersebut?

Kegiatan 6. Pemetaan Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran

Durasi : 1 JP (45 menit )

Media : Pena

Deskripsi

Saudara diminta untuk mengidentifikasi TIK yang dapat

digunakan pada teknik-teknik yang telah disampaikan pada

kegiatan sebelumnya.

69

Sub-Topik 1.3. Pemanfaatan Sumberdaya Sekolah Dan

Masyarakat Sebagai Sumber Belajar

Waktu : 3 Jam Pelajaran

Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.

Durasi : ½ JP

Media : kertas, pena, buku-buku referensi tentang

sumber belajar

Diskripsi

Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk

menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan di bawah ini.

1. Apa yang Saudara ketahui tentang sumber belajar?

2. Berdasarkan pengalaman Saudara dan guru-guru di sekolah

saudara, sumber belajar apakah yang paling lazim

dipergunakan?

3. Berdasarkan pengamatan Saudara apakah sumber belajar yang

dipergunakan telah efektif dan efesien dalam mencapai tujuan

pembelajaran?

4. Aspek-aspek apakah yang dijadikan landasan pertimbangan

dalam pemilihan dan penggunaan sumber belajar di sekolah

Saudara.

5. Apa yang Saudara lakukan untuk menggerakkan warga sekolah

dalam mengoptimasikan pemanfaatan sumber belajar yang

tersedia dan lazim dipergunakan di sekolah Saudara?

Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun

daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-

70

pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama Saudara

mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian jawaban yang

dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi selama kegiatan

pelatihan berlangsung melalui berbagai kegiatan yang

berikutnya.

Lembar Kegiatan Berpikir Reflektif Sumber Belajar

Kegiatan 2 Berpikir Kritis

Durasi : 1 JP

Media : pena, kertas

Diskripsi :

Saudara dipersilahkan membaca informasi yang disampaikan dalam

bacaan di bawah ini.

SUMBER BELAJAR.

Hasil pengamatan yang dilaksanakan pada sejumlah sekolah

negeri dan swasta, menunjukkan bahwa secara umum pemanfaatan

sumber daya masih kurang dan pemanfaatan sumber belajar masih

bertumpu pada ‘sosok’ guru sebagai sumber belajar utamanya.

71

Pada sekolah yang berada di pedalaman keberadaan guru masih

dominan mengingat masih terbatasnya sumber belajar lain.

Sedangkan sekolah di perkotaan sudah memanfaatkan sumber

belajar media cetak terutama buku. Dan sekolah lainnya secara

maksimal telah memanfaatkan produk teknologi komunikasi

walaupun kuantitasnya masih terbatas.

Pengertian Sumber Belajar

Edgar Dale (1969) seorang ahli pendidikan mengemukakan sumber

belajar adalah, ‘ segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk

memfasilitasi belajar seseorang.’ Pendapat lain dikemukakan

oleh Association Educational Comunication and Tehnology AECT

(1977) yaitu berbagai atau semua sumber baik berupa data,

orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan peserta didik

dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi

sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan

belajar.

Sudjana (Suratno, 2008), menuliskan bahwa pengertian Sumber

Belajar bisa diartikan secara sempit dan secara luas.

Pengertian secara sempit diarahakan pada bahan-bahan cetak.

Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang bisa

dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan sumber belajar

dapat berupa sumber daya manusia (orang) dan sarana prasarana

72

yang dapat digunakan oleh peserta didik mempermudah dan

meningkatkan prestasi belajarnya.

Fungsi Sumber belajar

Sumber belajar memiliki fungsi untuk :

1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan

mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan

waktu secara lebih baik dan mengurangi beban guru dalam

menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina

dan mengembangkan gairah.

2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih

individual, dengan cara mengurangi kontrol guru yang kaku

dan tradisional; dan memberikan kesempatan bagi peserta

didik untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.

3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran

dengan cara perancangan program pembelajaran yang lebih

sistematis; dan pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi

oleh penelitian.

4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan meningkatkan

kemampuan sumber belajar; penyajian informasi dan bahan

secara lebih kongkrit.

5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu mengurangi

kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan

abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; memberikan

pengetahuan yang sifatnya langsung.

6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan

menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.

73

Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan

dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan

pencapaian hasil pembelajaran peserta didik

Jenis sumber belajar

Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar

yaitu:

1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by

design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang

atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional

untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat

formal.

2. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by

utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain

khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat

ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan

pembelajaran

Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat

berbentuk:

1. pesan seperti informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng,

hikayat, dan sebagainya;

2. orang seperti guru, instruktur, peserta didik, ahli, nara

sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan

sebagainya;

3. bahan seperti buku, transparansi, film, slides, gambar,

grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi,

arca, komik, dan sebagainya;

74

4. alat/ perlengkapan seperti perangkat keras, komputer,

radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator,

mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya;

5. pendekatan/ metode/ teknik seperti disikusi, seminar,

pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan,

percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya;

dan

6. lingkungan seperti ruang kelas, studio, perpustakaan, aula,

teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.

Macam-macam sumber belajar tersebut di atas memiliki

karakteritik tersendiri dari tidak sesuai untuk semua kondisi

dan situasi sekolah. Sehingga perlu dipertimbangkan macam

sumber daya yang paling sesuai dengan kondisi sekolah

sepanjang efektif untuk membantu ketercapai tujuan

pembelajara.

Kriteria pemilihan sumber belajar

Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan beberapa

aspek sebagai kriteria pemilihan antara lain :

1. Aspek efektivitas yaitu sejauh mana kemanfaatan sumber

belajar membanu ketercapaian tujuan pembelajaran. Sumber

belajar yang berupa sumber daya manusia perlu

dipertimbangkan penguasaan kompetensi dan kemampuan

berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. Sumber

belajar lain perlu dipertimbangkan terutama yang asli,

konkrit, mudah diamati secara jelas oleh peserta didik.

75

2. Aspek ekonomi atau secara langsung diartikan biaya, bahwa

dalam pemilihan sumber belajar bukan didasarkan atas biaya

yang mahal tetapi lebih pada keterjangkauan oleh pembiayaan

sekolah dan kebergunaan dalam meningkatkan efektivitas

pembelajaran.

3. Aspek kepraktisan yiatu sumber belajar tidak memerlukan

pengelolaan yang rumit, sulit dan langka serta dapat diakses

dengan mudah oleh sekolah, tersedia sarana pendukung yang

diperlukan untuk menggunakan sumber belajar tersebut.

4. Aspek lokasi yaitu apakah sumber belajar tersebut berada di

dekat dan tersedia di sekitar lingkungan sekolah sehingga

mampu terjangkau;

5. Aspek fleksibelitas yaitu sumber belajar dapat dimanfaatkan

untuk berbagai tujuan pembelajaran dan mendukung proses dan

pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan

minat belajar peserta didik, serta meningkatkan citra

sekolah secara umum.

Lingkungan sebagai sumber belajar

Lingkungan sekolah merupakan salah satu sumber belajar yang

amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga

dalam rangka proses pembelajaran peserta didik. Lingkungan

dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar.

Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar

terdiri dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik (alam).

Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu

sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat

76

digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan

dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam dan

partispasi dalam memlihara dan melestarikan alam. Pemanfaatan

lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan kegiatan

dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti survey,

karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan

belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa

yang disebut out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses

pembelajaran dengan menggunakan lingkungan alam terbuka. Di

samping itu pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan dengan cara

membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti menghadirkan nara

sumber untuk menyampaikan materi pembelajaran di dalam kelas.

Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan

efektif, maka perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi serta tindak lanjutnya.

Masih banyak orang beranggapan bahwa sumber belajar khususnya

media pembelajaran selalu terkait dengan teknologi tinggi,

elektronika, digital dan biaya mahal contohnya yang kita kenal

sebagai media pembelajaran adalah media cetak, transparansi,

audio, slide suara, video, multimedia interaktif, e-learning.

Namun sesungguhnya hal tersebut merupakan pemikiran yang

sempit dalam memaknai arti dari sebuah media pembelajaran.

Media pembelajaran terdiri dari berbagai macam jenis, dari

media pembelajaran yang sederhana dan murah hingga media

pembelajaran yang canggih dan mahal. Dari mulai rakitan pabrik

hingga buatan tangan para guru itu sendiri , bahkan ada pula

yang telah disediakan oleh alam dilingkungan sekitar kita yang

77

dapat langsung digunakan sebagai media pembelajaran. Atas

dasar pemahaman tersebut diatas maka diharapkan tidak ada lagi

argumentasi yang muncul sebagai dalih/alasan tidak menggunakan

berbagai sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran karena

biayanya mahal. Begitu banyaknya lingkungan disekitar kita

yang dapat digunakan sebagai media alat peraga tanpa perlu

biaya mahal. Beberapa benda di lingkungan kita dapat

dimanfaatkan sebagai sumber belajar, baik yang dimanfaatkan

secara ataupun yang dirancang terlebih dahulu dan dapat pula

dengan cara rekayasa media.

Sumber belajar yang diperlukan untuk mendukung terlaksananya

proses pembelajaran berkualitas harus direncanakan dan sedapat

mungkin tersedia dan dapat diakses oleh semua guru dalam

kegiatan pembelajaran. Perencanaan kebutuhan sumber belajar

dilakukan melalui tahapan analisis kebutuhan sumber belajar,

penetapan prioritas sumber belajar, pengembangan sumber

belajar.

Kegiatan ini dilakukan untuk mengkaji berbagai persoalan yang

terkait dengan perancangan sumber belajar di sekolah

berdasarkan tuntutan karakteristik setiap mata pelajaran dalam

kurikulum berbasis kompetensi, baik dari sisi kompetensi yang

harus dimiliki, maupun dari segi materi ataupun bahan yang

akan disampaikan kepada peserta didik. Disamping itu, analisis

kebutuhan didasarkan atas masukan-masukan atau saran dari para

pengelola dan pelaksana serta pemerhati pembelajaran.

78

Perencanaan kebutuhan sumber belajar dimulai dengan

mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus

diajarkan. Berdasarkan SK/KD tersebut dianalisis jenis dan

jumlah sumber belajar yang dibutuhkan. Kebutuhan sumber

belajar tersebut direncanakan ketersediaanya di sekolah atau

di masyarakat. Dalam menetapkan ketersediaan di sekolah atau

di masyarakat hendaknya memperhatikan ketersediaan anggaran

yang dimiliki sekolah dan tingkat ketersediaan dalam

masyarakat. Untuk dapat mengakses sumber belajar yang ada di

masyarakat sekolah perlu membuat jaringan kerjasama agar

sumber belajar tersebut dapat diakses dan dipergunakan untuk

meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.

Pengadaan Sumber Belajar

Dewasa ini banyak sumber belajar yang disediakan berbagai

pihak secara gratis (tidak berbayar) maupun berbayar dalam

bentuk “freeware” maupun “shareware”. Berdasarkan hasil

analisis kebutuhan sumber belajar di atas, sekolah dapat

menentukan atau memprioritaskan sumber-sumber belajar yang

dapat diakses yang secara bebas. Bilamana secara terpaksa

tidak ada sumber belajar yang tersedia secara bebas dan sumber

belajar tersebut sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran

maka sekolah perlu mempertimbangkan dan mengalokasikan

anggaran untuk pengadaan sumber belajar tersebut atau secara

mandiri sekolah membuat sumber-sumber belajar dengan

manfaatkan sebanyak mungkin sumber daya yang tersedia di

sekitar sekolah.

79

80

Rekayasa/modifikasi sumber-sumber belajar

Rekayasa atau modifikasi sumber belajar ini, dilakukan dengan

cara mengkaji dan meneliti berbagai masukan yang berasal dari

penetapan sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran.

Selanjutnya hasil kajian atau tinjauan ini, dapat dijadikan

bahan bagi kegiatan revisi pengggunaan sumber belajar. Hasil

revisi ini, kemudian menjadi rujukan untuk digunakan dalam

kegiatan belajar mengajar.

Prinsip-prinsip Rekayasa Sumber Belajar

Sumber belajar atau disebut juga media belajar banyak terdapat

di lingkungan sekitar, ada yang berupa benda-benda atau

peristiwa yang langsung dapat kita pergunakan sebagai sumber

belajar. Selain itu, ada pula benda-benda tertentu yang harus

kita buat terlebih dulu sebelum dapat kita pergunakan dalam

pembelajaran. Media yang perlu kita buat itu biasanya berupa

alat peraga sederhana dengan menggunakan bahan-bahan yang

terdapat di lingkungan kita. Jika kita harus membuat media

belajar semacam itu, maka ada beberapa prinsip pembuatan yang

perlu kita perhatikan, yaitu :

1. Media yang dibuat harus sesuai dengan tujuan dan fungsi

penggunaannya.

2. Dapat membantu memberikan pemahaman terhadap suatu konsep

tertentu, terutama konsep yang abstrak.

3. Dapat mendorong kreatifitas siswa, memberikan kesempatan

kepada siswa untuk bereksperimen dan bereksplorasi

(menemukan sendiri)

81

4. Media yang dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan,

tidak mengandung unsur yang membahayakan kesehatan dan

keselamatan peserta didik.

5. Usahakan memenuhi unsur kebenaran substansial dan

kemenarikan

6. Media belajar hendaknya mudah dipergunakan baik oleh guru

maupun siswa

7. Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat hendaknya dipilih

agar mudah diperoleh di lingkungan sekitar dengan biaya yang

relatif murah

8. Jenis media yang dibuat harus disesuaikan dengan tingkat

perkembangan peserta didik

82

Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Belajar

Dari pengalaman empiris nampak bahwa sumber belajar masih

terbatas dan belum dipandang sebagai faktor penting dalam

proses pembelajaran. Pihak yang terkait, kepala sekolah maupun

guru, biasanya berdalih karena minimnya anggaran di setiap

sekolah. Dengan dalih seperti itu apakah permasalahan

ketersediaan sumber belajar menjadi selesai, dan diperlukan

upaya untuk mengoptimalkan pengunaan berbagai sumber belajar

guna menunjang efektivitas proses pembelajaran. Sumber belajar

itu sesungguhnya tidak harus mahal, mewah atau berupa barang

yang sulit didapat. Akan tetapi lebih kepada sejauhmana

kreativitas dan kemauan para guru untuk memanfaatkan sumber

belajar yang ada, untuk berkreasi dan berinovasi dalam

mengembangkan sumber belajar yang dirancang.

Untuk optimalisasi penyediaan dan penggunaan sumber belajar

guru atau sekolah secara bersama-sama melalui kegiatan KKG,

MGMP, KKS, MKKS merencanakan dan mengembangkan sumber-sumber

belajar yang dapat diaplikasikan di daerah tersebut secara

bertahap.

Lingkungan di sekitar sekolah maupun di luar lingkungan

sekolah. betapapun kecil atau terpencil, suatu sekolah,

mempunyai beragam jenis sumber belajar yang sangat kaya dan

bermanfaat, yaitu masyarakat desa atau kota dapat dipergunakan

sebagai sumber dan alat bantu belajar-mengajar. Peristiwa alam

dan peristiwa yang terjadi di masyarakat cukup menarik

perhatian peserta didik. Ada peristiwa yang mungkin tidak

83

dapat dipastikan akan berulang kembali dalam jangka waktu

dekat. Jangan lewatkan peristiwa semacam itu untuk menjadi

sumber atau bahan yang dapat digunakan dalam poses belajar-

mengajar. Lingkungan fisik di sekitar sekolah. Bahan sisa yang

tidak terpakai dan barang bekas yang terbilang yang dapat

menimbulkan pencemaran lingkungan, namun kalau kita olah dapat

bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar-mengajar.

Akrabkan Peserta didik dengan lingkungan agar peserta didik

masuk ke sekolah membawa pengalaman sendiri-sendiri. Mereka

mengenal binatang, bahkan mungkin memeliharanya. Peserta didik

mengenal tumbuh-tumbuhan, bahkan sering menggunakannya sebagai

alat dalam bermain. Tiap hari mereka melihat orang berbelanja

di warung, bahkan mareka sendiri sering melakukannya. Karena

begitu banyak aspek-aspek di lingkungan sekolah yang dapat

dijadikan sumber belajar, maka sekolah harus mengidentifikasi,

menganalisis dan memilih sumber-sumber belajar yang paling

sesuai untuk mendukung proses pembelajaran.

Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk

berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah

dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut ini

dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai sumber belajar:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah

Saudara berikan mengenai penggunaan sumber belajar?

2. Bagaimana upaya yang Saudara lakukan untuk meningkatkan

penggunaan sumber belajar dalam pembelajaran di sekolah

yang Saudara?

84

Kegiatan 3. Studi Kasus

Durasi : 1½ JP

Media : video Pembelajaran Bahasa Inggris, Bahasa

Indonesia dan Ilmu Pengetahuan alam.

Saudara akan melihat tiga tayangan pembelajaran mata pelajaran

Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia serta Ilmu Pengetahuan

Alam. Fokus pengamatan Saudara terletak pada sumber belajar

yang dipergunakan dalam tayangan pembelajaran.

1. Berdasarkan hasil pengamatan yang Saudara lakukan tentukan

sumber belajar yang dipergunakan dalam pembelajaran tersebut

di atas.

2. Berdasarkan hasil pengamatan saudara sebutkan keunggulan dan

kekurangan dari sumber belajar tersebut ditinjau dari aspek

efektivitas, aspek ekonomi, aspek kepraktisan, aspek lokasi

dan aspek fleksibilitas.

3. Berdasarkan pengamatan Saudara dimanakah titik kelemahan

penggunaan sumber belajar dalam tayangan pembelajaran

tersebut.

4. Apakah saran-saran Saudara agar sumber belajar dipergunakan

secara fektif dalam pembelajaran

85

Tuliskan jawaban saudara dengan menggunakan formuir berikut

ini.

Aspek SumberBelajar

Tayangan Mata Pelajaran

BahasaIndonesia Bahasa Inggris

IlmuPengetahuan

AlamModel

PembelajaranJenis Sumber

BelajarAspek

EfektivitasAspek EkonomiAspek

KepraktisanAspek LokasiAspek

FleksibilitasKelemahan

penggunaan

Sumber BelajarSaran-saran

peningkatan

efektiviats

pengunaan

sumber belajar

86

Sub Topik 1.4. PENGELOLAAN PEMBELAJARAN.

Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.

Durasi : ½ JP

Mediq : Ketas dan pena, buku referensi terkait

pengelolaan pembelajaran.

Diskripsi :

Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk

menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan di bawah ini.

1. Apa yang Saudara ketahui tentang pengorganisasian

pembelajaran?

2. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan Saudara, model

pengorganisaian pembelajaran manakah yang paling lazim

dipergunakan?

3. Berdasarkan pengamatan Saudara apakah model pengorganisaian

pembelajaran yang dipergunakan apakah efektif dan efesien

dalam mencapai tujuan pembelajaran?

4. Apa yang Saudara lakukan untuk menggerakkan warga sekolah

dalam mengembangkan/memperbaiki model pengorganisasian

pembelajaran yang lazim dipergunakan di sekolah Saudara?

Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun

daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-

pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama

Saudara mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian

jawaban yang dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi

87

selama kegiatan pelatihan berlangsung melalui berbagai

kegiatan yang berikutnya.

Lembar Kegiatan 1.. Berpikir reflektif.

Kegiatan 2. Berpikir Kritis

Durasi : 1 ½ JP

Media : Kertas dan Pena

Diskripsi :

Saudara dipersilahkan membaca bahan bacan berikut ini terkait

dengan Pengorganisasian Pembelajaran

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses

belajar mengajar yang diselenggarakan efektif dan berguna

untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Karena pada

dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses

pendidikan secara keseluruhan, dan guru merupakan salah satu

faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses

88

pembelajaran. Oleh karena itu pendidik dan khususnya Kepala

Sekolah dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya,

dalam mengorgainasi atau mengelola pembelajaran dengan

menciptakan lingkungan belajar yang efektif, efisien dan

menyenangkan agar hasil belajar peserta didik berada pada

tingkat yang optimal.

Dalam kegiatan pembelajaran, seoran pendidik dapat memainkan

berbagai peran pengelola pembelajaran sebagai demonstrator,

pengelola kelas, mediator dan fasilitator/mentor dan sebagai

evaluator. Sebagai tenaga profesional, seorang pendidik

dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan

mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya

tujuan pengajaran.

Pengelolaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya untuk

mempertahankan ketertiban kelas, tetapi ngengertian

pengelolaan pembelajaran ini telah mengalamai perkembangan dan

diartikan proses seleksi dan menggunakan alat-alat yang tepat

terhadap problem dan situasi pengelolaan pembelajaran.

Pengelolaan pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan

oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar dengan maksud

agar dicapai kondisi yang optimal sehingga dapat terlaksana

kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan (Arikunto,

1986: 143).

Fungsi pengelolaan pembelajaran sangat mendasar sekali karena

kegiatan pendidik dalam mengelola pembelajaran meliputi

89

kegiatan mengelola tingkah laku peserta didik dalam kelas,

menciptakan iklim sosio emosional dan mengelola proses

kegiatan kelompok, sehingga keberhasilan pendidik dalam

menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar mengajar

berlangsung secara efektif.

Menurut berbagai sumber belajar tujuan pengelolaan

pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai

lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar yang

memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan

semaksimal mungkin.

2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi

terwujudnya interaksi belajar mengajar.

3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar

yang mendukung dan memungkinkan peserta didik belajar sesuai

dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual peserta

didik dalam kelas.

4. Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial,

ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.

5. Menciptakan suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana

disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan sikap

serta apresiasi pada peserta didik.

6. Memfasilitasi setiap anak di kelas dapat bekerja dengan

tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara

efektif dan efisien

Prinsip-Prinsip Pengelolaan pembelajaran

90

Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan pembelajaran

dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor internal dan faktor

eksternal peserta didik. Faktor internal peserta didik

berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku.

Kepribadian peserta didik denga ciri-ciri khasnya masing-

masing menyebabkan peserta didik berbeda dari peserta didik

lainnya sacara individual. Perbedaan sacara individual ini

dilihat dari segi aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual,

dan psikologis.

Faktor eksternal peserta didik terkait dengan masalah suasana

lingkungan belajar, penempatan peserta didik, pengelompokan

peserta didik, jumlah peserta didik, dan sebagainya. Masalah

jumlah peserta didik di kelas akan mewarnai dinamika kelas.

Semakin banyak jumlah peserta didik di kelas, misalnya dua

puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi

konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah peserta didik di

kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.

Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan

pembelajaran dapat dipergunakan prinsip-prinsip pengelolaan

pembelajaran sebagai berikut.

1. Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar

mengajar. Pendidik yang hangat dan akrab pada anak didik

selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada

aktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan

pengelolaan pembelajaran.

91

2. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan

yang santun, arif, ramah dan menantang akan meningkatkan

gairah peserta didik untuk belajar sehingga mengurangi

kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.

3. Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar

pendidik, pola interaksi antara pendidik dan anak didik akan

mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian

peserta didik. Kevariasian ini merupakan kunci untuk

tercapainya pengelolaan pembelajaran yang efektif dan

menghindari kejenuhan.

4. Keluwesan. Keluwesan tingkah laku pendidik untuk mengubah

strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya

gangguan peserta didik serta menciptakan iklim

belajarmengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat

mencegah munculnya gangguan seperti keributan peserta didik,

tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.

5. Penekanan pada hal-hal yang Positif. Pada dasarnya dalam

mengajar dan mendidik, pendidik harus menekankan pada hal-

hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada

hal-hal yang negative. Penekanan pada hal-hal yang positif

yaitu penekanan yang dilakukan pendidik terhadap tingkah

laku peserta didik yang positif daripada mengomeli tingkah

laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan

pemberian penguatan yang positif dan kesadaran pendidik

untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya

proses belajar mengajar.

6. Penanaman Disiplin Diri. Tujuan akhir dari pengelolaan

pembelajaran adalah anak didik dapat mengembangkan dislipin

92

diri sendiri dan pendidik sendiri hendaknya menjadi teladan

mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi,

pendidik harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak

didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.

MODEL PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

Terdapat berbagai model pengelolaan pembelajaran atau

pengelolaan kelas. Model- pengelolaan pembelajaran yang

dikembangkan dilandasi dengan argumentasi teoritis tertentu.

Antara satu model dan model lainnya terdapat beberapa

perbedaan pendekatan, strategi, metode, taktik dan sebagai,

tetapi yang perlu diingat bahwa semua model pengelolaan

pembelajaran bertujuan sama yaitu menjadikan proses

pembelajaran berjalan secara efektif dan memdorong terjadinya

proses belajar. Beberapa model pengelolaan pembelajaran yang

sering kita dengar seperti pembelajaran klasikal, pembelajaran

individual, pembelajaran tematik, pembelajaran terpadu,

pembelajaran kontektual, pembelajaran bermakna dsb.

Fokus perhatian yang dijadikan landasan penyusunan dan

pemilihan model-model pembelajar sangat beraga, sebagai misal

atas dasar kelompok peserta didik sehingga dikenal

pembelajaran klasikal dan pembelajaran individual. Model

pengelolaan pembelajaran lebih didasarkan pada tema

pembelajaran sehingga dalam tema tersebut peserta didik dapat

kesempatan belajar berbagai materi ajar yang terkait sehingga

kita mengenal model pmbelajaran tematik. Model pembelajaran

yang menekankan pada pengaturan waktu sehingga dikenal

93

pembelajaran sistem blok. Terdapat juga model pembelajaran

yang lebih didasarkan pada bagaimana aktivitas peserta didik

belajar sehingga muncul model pembelajaran model PAKEM dengan

segala variasinya.

Beragam model pembelajaran yang telah dikembangkan selama ini

masing-masing memiliki persyaratan-persyaratan tertentu agar

supaya proses pembelajaran yang terjadi efektif, dan masing-

masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu

pemilihan model pembelajaran yang dipergunakan bergantung

pertimbangan dan keputusan para pendidik.

Pendidik sebagai pengelola pembelajaran merupakan orang yang

mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan

kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang

akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan

subjek dan objek peserta didik, orang menentukan dan mengambil

keputusan dengan strategi yang akan digunakan dengan berbagai

kegiatan di kelas, dan pendidik pula yang akan menentukan

alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang

muncul; maka dengan tiga pendekatan-pendekatan yang

dikemukakan, akan sangat membantu pendidik dalam melaksanakan

tugas pekerjaannya.

Pendidik dalam melakukan tugas mengajar di suatu kelas, perlu

merencanakan dan menentukan pengelolaan pembelajaran yang

bagaimana yang perlu dilakukan dengan memperhatikan kondisi

kemampuan belajar peserta didik serta materi pelajaran yang

94

akan diajarkan di kelas tersebut, sarana prasarana yang

tersedia, serta sosial budaya peserta didik. Menyusun strategi

untuk mengantisipasi apabila hambatan dan tantangan muncul

agar proses belajar mengajar tetap dapat berjalan dan tujuan

pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.

Pengelolaan pembelajaran akan menjadi sederhana untuk

dilakukan apabila pendidik memiliki motivasi kerja yang

tinggi, dan pendidik mengetahui bahwa gaya kepemimpinan

situasional akan sangat bermanfaat bagi pendidik dalam

melakukan tugas mengajarnya. Dengan demikian pengelolaan

pembelajaran tidak dapat terlepas dari motivasi kerja

pendidik, karena dengan motivasi kerja pendidik ini akan

terlihat sejauhmana motif dan motivasi pendidik untuk

melakukan pengelolaan pembelajaran, sedangkan dengan gaya

kepemimpinan pendidik yang tepat yang digunakan dalam

pengelolaan pembelajaran akan mengoptimalkan dan memaksimalkan

keberhasilan pengelolaan pembelajaran tersebut.

Pengelolaan pembelajaran adalah proses mengelola dan

mengendalikan lingkungan kelas. Untuk memastikan bahwa antara

pendidik dan peserta didik dapat saling berhubungan secara

efektif dan produktif, tanpa gangguan atau perilaku

mengganggu, mereka menggunakan teknik tertentu. Indikator

manajemen pembelajaran digunakan untuk mengukur keberhasilan

guru dalam mengelola pembelajaran dan kegiatan mereka.

95

Salah satu indikator kesuksesan pengelolaan pembelajaran

adalah memastikan bahwa peserta didik aktif dan sibuk, bahkan

ketika pendidik sibuk atau terjebak dalam tugas-tugas lain

atau kegiatan. Sebagai contoh, dari waktu ke waktu, pendidik

mungkin perlu berkonsultasi dengan pendidik lain atau

administrator tentang hal-hal kelas, atau mereka mungkin harus

membantu peserta didik secara individu dengan masalah atau

isu. Ketika ini terjadi, kelas yang tersisa untuk perangkat

sendiri, jika tidak dikelola dengan baik, ini dapat

menyebabkan masalah bagi pendidik atau peserta didik lain.

Menyediakan kelas dengan kursus atau tugas selama periode ini

merupakan indikator keberhasilan manajemen kelas. Kelas yang

disimpan diduduki bahkan ketika perhatian penuh guru tidak

tersedia merupakan indikator bahwa guru kelas telah berhasil

dengan sukses.

Indikator lain pengelolaan pembelajaran adalah kemampuan

menyiapankan rencana pembelajaran cadangan. Pada saat rencana

pelajaran yang telah disiapkan tidak berhasil. Ketika ini

terjadi, kemampuan pendidik untuk memberikan peserta didik

dengan rencana pelajaran cadangan dan kegiatan merupakan

indikator kualitas pengelolaan pembelajaran, karena memperkuat

gagasan peserta didik bahwa kelas adalah lingkungan belajar.

Jika peserta didik dibiarkan tanpa fokus yang jelas dengan

tugas dan instruksi yang telah disiapkan, mereka tidak

tertarik dan kemungkinan akan meninggalkan kegiatan

pembelajaran.

96

Model Pengelelolaan Pembelajaran Klasikal

Pengajaran klasikal adalah model pengelolaan pembelajaran yang

biasa kita lihat sehari-hari. Istilah klasikal bisa diartikan

sebagai secara klasik yang menyatakan bahwa kondisi yang sudah

lama terjadi, bisa juga diartikan sebagai bersifat kelas. Jadi

pembelajaran klasikal berarti pembelajaran konvensional yang

biasa dilakukan di kelas selama ini, yaitu pembelajaran yang

memandang peserta didik berkemampuan tidak berbeda atau sama

sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersama, dengan cara

yang sama dalam satu kelas sekaligus. Pembelajaran klasikal

tidak berarti jelek, tergantung proses kegiatan yang

dilaksanakan, yaitu apakah semua peserta didik berartisipasi

secara aktif terlibat dalam pembelajaran, atau pasif tidak

terlibat, atau hanya mendengar dan mencatat, apakah

pembelajara efektif mencapai tujuan pembelajaran, apakah

pembelajaran menyenangkan bagi pendidik dan peserta didik.

Pada model pengelolaan pembelajaran ini pendidik mengajar

sejumlah peserta didik, biasanya antara 30-40 peserta didik di

dalam sebuah ruangan kelas. Dalam kondisi seperti ini, kondisi

belajar peserta didik secara individual baik menyangkut

kecepan belajar, kesulitan belajar dan minat belajar kurang

diperhatikan oleh pendidik. Pada umumnya cara pendidik dalam

menentukan kecepatan menyajikan materi pembelajaran dan

tingkat kesukaran materi pembelajaran bergantun pada informasi

kemampuan peserta didik secara umum. Pendidik tapak sangat

mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran.

Banyaknya materi yang akan diajarkan, urutan materi pelajaran,

97

kecepatan pendidik mengajar dan lain-lain sepenuhnya ada

ditangan pendidik.

Model pembelajaran klasikal konvensional biasanya menuntut

disiplin yang tinggi dari para peserta didik, dan pendidik

memiliki otoritas penuh di ruang kelas. Pembelajaran klasikal

cenderung digunakan oleh pendidik apabila dalam proses

pembelajarannya lebih banyak bentuk penyajian materi dari

pendidik. Penyajian lebih menekankan untuk menjelaskan sesuatu

materi yang belum diketahui atau dipahami peserta didik.

Metode yang digunakan cenderung metode ceramah dan tanya jawab

bervariasi.

Pembelajaran klasikal akan memberi kemudahan bagi pendidik

dalam mengorganisasi materi pelajaran, karena dalam pelajaran

klasikal secara umum materi pelajarannya akan seragam diserap

oleh peserta didik. Pembelajaran klasikal dapat digunakan

apabila materi pelajaran lebih bersifat informatif atau fakta.

Proses pembelajaran klasikal dapat membentuk kemampuan peserta

didik dalam menyimak atau mendengarkan, membentuk kemampuan

dalam mendengarkan dan kemampuan dalam bertanya.

Penyelenggaraan pendidikan sekolah di negara ini lebih

cenderung bersifat klasikal, bentuk pengajaran klasikal

berhasil menempatkan pendidik sebagai faktor dominan dan

menjadi sangat penting/kunci bagi peserta didik karena

pendidik sering menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh karena

itu, sangat bijaksana jika seorang pendidik memiliki perilaku

98

ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa dan tut wuri

handayani serta memiliki talenta yang memadai untuk

mengembangkan potensi peserta didiknya secara utuh. Pendidik

dituntut untuk dapat bekerja secara teratur, konsisten, dan

kreatif dalam menghadapi masalah yang terkait dengan tugasnya

terutama kemampuan melaksanakan program belajar mengajar yaitu

kemampuan menciptakan interaksi belajar mengajar sesuai dengan

situasi dan kondisi serta program yang telah ditentukan.

Seorang pendidikan dalam

Pembelajaran klasikal mempunyai kelemahan, diantaranya adalah

pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman peserta didik,

peserta didik menjadi penerima secara pasif, serta

pembelajaran bersifat abstrak dan teoritis. Pembelajaran

klasikal dapat diminimalisir jika didukung dengan buku teks

pelajaran yang relevan dan kontekstual serta penggunaan

sumber-sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta

didik serta mudah diakses oleh peserta didik.

Model Pengelolaan Pembelajaran Individual

Pembelajaran secara individual adalah kegiatan pembelajaran

yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan individu dalam

pengorganisasian pembelajaran yang menitik beratkan bantuan

dan bimbingan belajar kepada individual kelas secara khusus.

Secara umum perbedaan pembelajaran individual dan klasikal

yaitu :

a. Perhatian dan motivasi, perhatian mempunyai peranan di dalam

kegiatan belajar.

99

b. Keaktifan menurut psikologi anak adalah makhluk yang aktif

c. Keterlibatan langsung/ pengalaman belajar haruslah dilakukan

sendiri oleh peserta didik, belajar adalah mengalami sendiri

dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain.

d. Perbedaan individual peserta didik merupakan makhluk

individual yang unik yang mana masing-masing mempunyai

perbedaan yang khas.

Pengertian pembelajaran individual atau pembelajaran

perseorangan (Individual Instruction) merupakan suatu siasat

(strategi) untuk mengatur kegiatan belajar mengajar sedemikian

rupa sehingga setiap peserta didik memperoleh perhatian lebih

banyak daripada yang dapat diberikan dalam rangka pengelolaan

kegiatan belajar mengajar dalam kelompok peserta didik yang

besar.

Pembelajaran individual merupakan suatu cara pengaturan

program belajar dalam setiap mata pelajaran, disusun dalam

suatu cara tertentu yang disediakan bagi tiap peserta didik

agar dapat memacu kecepatan belajarnya dibawah bimbingan guru.

Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar

pembelajar yang memetik beratkan bantuan dan bimbingan belajar

kepada masing-masing individu. Bantuan dan bimbingan belajar

kepada individu juga ditemukan pada pembelajaran klasikal,

tetapi prinsipnya berbeda. Pada pembelajaran individual,

pembelajar memberi bantuan pada masing-masing pribadi. Ciri-

ciri yang menonjol pada pembelajaran individual dapat ditinjau

dari segi: tujuan pembelajaran, peserta didik sebagai subjek

100

yang belajar, pendidik sebagai fasilisator, program

pembelajaran, orientasi dan tekanan utama dalam pelaksanaan

pembelajaran.

Tujuan Pembelajaran Individual yang menonjol adalah pemberian

kesempatan dan keleluasaan peserta didik untuk belajar

berdasarkan kemampuan sendiri. Pengembangan kemampuan tiap

individu secara optimal, setiap individu memiliki paket

belajar sendiri-sendiri, yang sesuai dengan tujuan belajarnya

secara individual juga. Posisi Peserta didik dalam

pembelajaran Individual: Posisi peserta didik bersifat sentral

Keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri Kebebasan

menggunakan waktu belajar. Keleluasaan dalam mengontrol

kegiatan dsb.

Model Pengelolaan Pembelajaran Tematik

Pengelolaan pembelajaran tematik menitikberatkan tema sebagai

dasar perancangan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan tema

tertentu peserta didik dapat mengikuti kegiatan pembelajaran

klasikal atau individual. Pembelajaran tematik pada umumnya

sering dipergunakan dalam pembelajaran peserta didik yang

berada pada kelas awal sekolah dasar berada pada rentangan

usia dini. Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas

satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia

tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan

berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya mereka masih

melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir

holistik) dan memahami hubungan antara konsep secara

101

sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-

objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung.

Kondisi-kondisi tersebut ini menjadi landasan bagi

pengembangan pola dan strategi pembelajaran yang tepat, tidak

saja agar tujuan-tujuan pembelajaran dapat tercapai, melainkan

juga agar tujuan program pendidikan dapat terpenuhi, yaitu

meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak

mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti

pendidikan lebih lanjut. Pembelajaran tematik yang melibatkan

berbagai mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang

bermakna kepada peserta didik, merupakan model pembelajaan

inovatif yang dapat menjadi solusi bagi pembelajaran terpisah

yang selama ini digunakan di kelas-kelas awal sekolah dasar.

Salah satu dimensi penting dari pembelajaran tematik tersebut

adalah strategi pembelajarannya. Penetapan strategi

pembelajaran yang tepat dan optimal akan mendorong prakarsa

dan memudahkan belajar peserta didik. Titik awal upaya ini

diletakkan pada perbaikan proses. Oleh karena itu,

penyelidikan yang cermat tentang strategi pembelajaran tematik

menjadi penting dan mendesak di tengah kebingungan banyak

sekolah menemukan sosok utuh strategi pembelajaran tematik,

teristimewa melalui kajian empirik.

Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran terutama di SD

kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara

terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran,

dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan

102

kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya

mempelajari materi yang berhubungan dengan mata pelajaran itu.

Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat

segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik),

pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah

akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir

holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik

Sesuai dengan tahapan karakteristik perkembangan anak,

karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan belajar

bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD

sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Pembelajaan

tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk

mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman belajar bermakna kepada peserta didik.

Ciri pembelajaran tematik antara lain :

a. Berpusat pada anak

b. Memberikan pengalaman langsung pada anak

c. Pemisahan antara bidang studi/mata pelajaran dalam tidak

begitu jelas

d. Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi/mata pelajaran

dalam suatu proses pembelajaran

e. Bersifat luwes

f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan

kebutuhan anak

103

Dengan menggunakan pembelajaran tematik diharapkan akan

memberikan banyak keuntungan, di antaranya:

a Peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema

tertentu;

b Peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan

mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran

dalam tema yang sama;

c Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan

berkesan;

d Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan

mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi

peserta didik;

e Peserta didik mampu lebih merasakan manfaat dan makna

belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang

jelas;

f Peserta didik lebih bergairah belajar karena dapat

berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu

kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari

matapelajaran lain;

g Guru dapat menghemat waktu karena beberapa mata pelajaran

yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus

dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu

selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial,

pemantapan, atau pengayaan.

Pembelajaran dengan menggunakan tema berfungsi untuk

memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami dan mendalami

konsep materi yang tergabung dalam tema serta menambah

104

semangat karena materi yang dipelajari merupakan materi yang

nyata dan bermakna serta dikenal oleh anak.

Pemilihan dalam pembelajaran tema bertujuan agar supaya anak

dapat:

a Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik

tertentu

b Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai

kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama

c Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam

dan berkesan

d Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan

mengaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman

pribadi anak

e Lebih bergairah belajar, karena mereka dapat berkomunikasi

dalam situasi yang nyata seperti: bertanya, bercerita,

menulis, sekaligus mempelajari mata pelajaran yang lain

f Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang

disajikan dalam konteks tema yang jelas

g Pendidik dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang

disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan

diberikan dalam 2 atau 3 kali pertemuan bahkan lebih dan

atau pengayaan

h Budi pekerti dan moral anak dapat ditumbuhkan dengan

mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi

dan kondisi

105

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan

beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup

kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan

tema, pengembangan silabus dan penyusunan rencana pelaksanaan

pembelajaran.

Pemetaan Kompetensi Dasar. Kegiatan pemetaan ini dilakukan

untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua

standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari

berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang

dipilih. Kegiatan yang dilakukan dalam pemetaan kompetensi

antara lain melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi

dan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran ke dalam

indikator yang sesuai dengan karakteristik peserta didik,

sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, terukur dan/atau

dapat diamati

Dalam menetukan tema yang akan dipergunakan pada pembelajaran

tematik dapat dilakukan dengan pertama pertama, mempelajari

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam

masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan

tema yang sesuai. Atau kedua, menetapkan terlebih dahulu

tema-tema pengikat keterpaduan, untuk menentukan tema

tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta didik sehingga

sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan memperhatikan

lingkungan yang terdekat dengan peserta didik, tingkat

106

kesulitan materi pelajaran dan sebaiknya diurutkan dari yang

termudah menuju yang sulit, dari yang sederhana menuju yang

kompleks, dari yang konkret menuju ke yang abstrak. Tema yang

dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada

diri peserta didik dan ruang lingkup tema disesuaikan dengan

usia dan perkembangan peserta didik, termasuk minat,

kebutuhan, dan kemampuannya

Penetapan jaringan tema. Setelah tema ditemukan maka

dilanjutkan dengan pembuatan jaringan tema. Jaringan tema

yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema

pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan

antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata

pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan

alokasi waktu setiap tema

Penyusunan Rencana Pembelajaran. Untuk keperluan pelaksanaan

pembelajaran guru perlu menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran. Rencana pembelajaran ini merupakan realisasi

dari pengalaman belajar peserta didik yang telah ditetapkan

dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran

tematik meliputi

a. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan

dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam

pertemuan yang dialokasikan).

b. Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.

c. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari peserta

didik dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator.

107

d. Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret

yang harus dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan

materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai

kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang dalam

kegiatan pembukaan, inti dan penutup).

e. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian

kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam

kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar

yang harus dikuasai.

f. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang

akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar peserta

didik serta tindak lanjut hasil penilaian).

Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan yakni: menyenangkan

karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik;

mMemberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang

relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta

didik; hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan

dan bermakna; mengembangkan keterampilan berpikir peserta

didiksesuai dengan persoalan yang dihadapi; menumbuhkan

keterampilan sosial melalui kerja sama; mMemiliki sikap

toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain;

mMenyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan

persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik

Selain itu pembelajaran tematik juga memiliki beberapa

kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi

apabila dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya seorang guru

108

kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema

sehingga dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk

mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran. Di

samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan

metode yang inovatif maka pencapaian standar Kompetensi dan

kompetensi dasar tidak akan tercapai karena akan menjadi

sebuah narasi yang kering tanpa makna.

Beberapa sumber-sumber belajar yang dapat saudara akses

terkait dengan model pengelolaan pembelajaran tematik sebagai

berikut:

http://dyahjoag92.wordpress.com/

http://dyahjoag92.wordpress.com/unduh-materi-diklat/

http://lemlit.um.ac.id/2009/11/buku-pembelajaran-tematik-sd/

http:// www.p4tkipa.org/data/ pembelajaran terpadu.pdf

Pemilihan model pengelolaan pembelajaran

Setiap model pengeloaan pembelajaran memiliki persyaratan-

persyaratan tenrtentu untuk dapat diimplementasikan secara

sukses untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan

pembelajaran atau menguasai kompetensi yang diajarkan. Usia

peserta didik menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam

pemilihan model pengelolaan pembelajaran. Peserta didik yang

berusia belia terutama yang berada pada sekolah dasar kelas

satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia

tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan

berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat

perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu

109

keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara

konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung

kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara

langsung.

Setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan

dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan

kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif

yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam

pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam

lingkungannya. Pemahaman tentang objek. Anak usia sekolah

dasar berada pada tahapan operasi konkret., integratif dan

hirarkis. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak

dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar,

dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada

pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Integratif,

pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang

dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-

milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan

cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian

demi bagian. Hirarkis, pada tahapan usia sekolah dasar, cara

anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal

yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan

dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan

logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta

kedalaman materi .

Penerapan Azas Pembelajaran Indonesia

110

Kita mengenal ungkapan yang sering digunakan oleh masyarakat

tentang azas pendidikan, yakni ”Tut Wuri Handayani ”. Ajaran

kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara yang sangat populer di

kalangan masyarakat Indonesia adalah Tut Wuri Handayani. Di

dalam konsep ini terkandung tiga fungsi utama yakni, Ing

Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso,Tut Wuri Handayani.

Ing Ngarso Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan/dimuka,

Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti

teladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi

seorang harus mampu memberikan suri teladan. Ing Madyo Mangun

Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti

membangkitan atau menggugah dan Karsa diartikan sebagai bentuk

kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah sseorang

harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat,

memotivasi. Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan

motivasi dan menciptakan suasana yang lebih kondusif. Demikian

pula dengan kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya

mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan

dorongan moral atau dorongan semangat. Dorongan moral ini

sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang dipimpinnya.

Jika azas Tut Wuri Handayani ini di tempatkan di sekolah

maknanya akan tertuju hanya kepada fungsi yang harus

dijalankan oleh seorang pendidik. Yakni seorang yang berperan

sebagai pemimpin di dalam kelompok murid-muridnya. Maka fungsi

seorang pendidik yang harus dimainkanya adalah memberikan

contoh panutan atau teladan, artinya dia harus selalu bersikap

dan berpenampilan yang dapat dan seharusnya memang harus

111

dicontoh oleh anak muridnya. Berkata selalu sopan, datang dan

pulang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (kita

maksudkan berdisiplin yang baik). Senantiasa bersama murid

memberikan semangat dalam menuntut ilmu atau belajar. Sang

pendidik juga menjalankan fungsinya memberikan motivasi dan

dorongan moral kepada anak didik untuk terus maju dan berjuang

menuntut ilmu. Dengan kata lain berarti juga “Tut Wuri

Handayani” lebih kental bermakna sebagai ” metodologi

pendekatan ” dalam mendidik.

Azas pendidikan tertesut tentunya dapat diimplementasikan

dalam pengembangan model pengelolaan pembelajaran. Peran yang

harus dijalankan oleh pendidik dijiwai oleh azas penddikan.

Pendidik dapat berperan sebagai teladan atau model, ditengah

pendidik dapat berperan sebagai mentor, sedangkan dibelakang

seorang pendidik dapat berperan sebagai fasilitator. Berbagai

peran tadi apakah sebagai model, mentor atau fasilitator dapat

diterapkan dalam berbagai model pengelolaan pembelajaran.

Berdasarkan pada informasi tersebut di atas, Saudara diminta

untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang

telah dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut

ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai pengelolaan pembelajaran:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara

berikan mengenai pengelolaan pembelajaran?

112

2. Menurut pendapat Saudara model pengelolaan pembelajaran apa

yang sesuai dan ideal untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran di sekolah yang Saudara pimpin?

3. Apa manfaat dari model pengelolaan pembelajaran tersebut

bagi sekolah Saudara?

4. Apa resiko yang mungkin harus dihadapi jika model

pengelolaan pembelajaran tersebut tidak dapat diterapkan

secara efektif dan efisien?

5. Apa yang Saudara lakukan sebagai pemimpin pembelajaran untuk

menjamin terwujudnya pengelolaan pembelajaran yang ideal

tersebut?

Kegiatan 3. Studi Kasus

Durasi : 1 JP

Media : Video, pena dan kertas

Diskripsi :

Saudara akan melihat tayangan model pembelajaran mata

pelajaran bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Amati tayangan

model pembelajaran tersebut, catat kelebihan dan kekurangannya

dan rumuskan upaya untuk melakukan perbaikan dari model

perorganisasian pembelajaran yang dipergunakan.

1. Berdasarkan hasil pengamatan yang Saudara lakukan tentukan

model pengorganisasian pembelajaran apakah yang dipergunakan

dalam pembelajaran tersebut.

2. Berdasarkan hasil pengamatan saudara sebutkan keunggulan dan

kekurangan dari model pengorganisasi pembelajaran dalam

mencapai tujuan pembelajaran.

113

3. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman Saudara, apakah yang

anda sarankan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan

pembelajaran dalam tayangan tersebut.

Formulir. Studi Kasus Pengamatan Pengorganisasian

Pembelajaran

No

.

Aspek Bahasa Inggris Bahasa Indonesia

1 Jenis Model

Pembelajaran

2 Jenis Model

pengelolaan

pembelajaran

3 Keunggulan

4 Kelemahan

5 Saran

Peningkatan

efektivitas

pengelolaan

pembelajaran

114

115

TOPIK 2. DISEMINASI MODEL PEMBELAJARAN

WAKTU : 4 Jam Pelajaran

Sub-Topik .2.1. Model Dan Strategi Diseminasi

Kegiatan .1 Berpikir Reflektif

Durasi : ½ JP

Media : pena dan kertas

Diskripsi :

Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk

menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan di bawah ini.

1. Apa yang Saudara ketahui tentang diseminasi dan difusi

inovasi?

2. Berdasarkan pengalaman Saudara apa yang anda lakukan untuk

mendiseminasikan dan mendifusikan suatu inovasi model-model

pembelajaran?

3. Berdasarkan pengalaman Saudara hal apakah yang menyebabkan

proses diseminasi inovasi model pembelajaran berlangsung

efektif ataupun tidak efektif?

4. Apa yang Saudara lakukan untuk menggerakkan warga sekolah

dalam mengembangkan/memperbaiki model pengorganisasian

pembelajaran yang lazim dipergunakan di sekolah Saudara?

Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun

daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-

pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama Saudara

mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian jawaban yang

dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi selama kegiatan

116

pelatihan berlangsung melalui berbagai kegiatan yang

berikutnya.

Lembar kegiatan 1, Berpikir Reflektif

Kegiatan 2. Berpikir Kritis

Durasi : 1 JP

Media : kertas dan pena

Diskripsi

Saiudara dipersilahkan membaca bahan bacan berikut ini terkait

dengan Diseminasi Model Pembelajaran

DISEMINASI MODEL PEMBELAJARAN

Kepala Sekolah sebagai pemimpin suatu organisasi, secara

langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam melakukan

diseminasi suatu inovasi kepada orang lain seperti guru dalam

sekolahnya, anggota MKKS atau KKS. Dalam diseminasi seorang

Kepala Sekolah tidak sekedar menjelaskan atau menularkan

inovasi kepada para pihak lain tetapi harus memastikan bahwa

inovasi tersebut diterapkan dalam pelaksanaan tugas secara

117

benar dan berhasil baik. untuk menjadikan pembelajaran

disekolah lebih meningkat mutunya.

Kegiatan menyebarluaskan suatu inovasi atau hal baru dan

memastikanya diterapkan dalam pelaksanaan tugas pokok sering

disebur sebagai kegiatan diseminasi atau difusi inovasi.

Antara Difusi dan Diseminasi sering dimaknai sama yaitu

membuat para pihak lain untuk mengikuti menerima atau

menerapkan suatu inovasi.

Teori Difusi Inovasi

Dalam kehidupan ini secara sadar atau tidak sadar setiap orang

terlibat dalam kegiatan difusi inovasi baik dalam skala yang

kecil maupun skala yang besar. Difusi diartikan sebagai proses

di mana suatu inovasi dikomunikasikan, diadopsi dan

dimanfaatkan oleh masyarakat tertentu. Melalui proses difusi

tersebut memungkinkan suatu inovasi diketahui oleh banyak

orang dan dikomunikasikan sehingga tersebar luas dan akhirnya

digunakan di masyarakat. Proses difusi biasanya terjadi karena

ada pihak-pihak yang menginginkannya, atau secara sengaja

merencanakan dan mengupayakannya.

Difusi merupakan proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan

melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap

anggota suatu sistem sosial. Dalam konteks persekolahan difusi

dapat dimaknai sebagai proses perubahan sosial dimana ide-ide

baru atau yang dianggap baru dikomunikasikan, diterapkan untuk

mencapai maksud tujuan tertentu. Melalui proses difusi

118

tersebut memungkinkan suatu inovasi diketahui oleh banyak

orang dan dikomunikasikan sehingga tersebar luas. Dalam proses

difusi terjadi interaksi antara empat elemen, yaitu inovasi,

komunkasi, waktu dan sistem sosial di mana suatu inovasi

diperkenalkan.

Inovasi merupakan suatu istilah yang telah dipakai secara

luas dalam berbagai bidang, baik pendidikan maupun bidan yang

lainnya. Secara sederhana inovasi diartikan sebagai suatu ide

atau objek yang dipersepsikan baru oleh seseorang. Menurut

Simamora (2003) inovasi adalah suatu ide, praktek, produk yang

dianggap baru oleh individu atau sekolompok individu yang

relevan. Sedangkan menurut Kotler (2003) inovasi adalah

barang, jasa dan ide yang diangap baru oleh seseorang. Dari

pengertian tersebut inovasi sekurang-kurang memiliki tiga

komponen yaitu ide atau gagasan, produk (barang atau jasa),

metode dan praktek.

Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi dari

suatu inovasi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi

yang akan diperkenalkan ke dalam model pembelajaran harus

mempunyai banyak kesesuaian terhadap kondisi fisik, sosial,

ekonomi dan budaya yang ada pada dunia persekolahan. Oleh

sebab itu inovasi model pembelajaran yang ditawarkan harus

yang tepat guna. Dalam konteks pembelajaran, inovasi mengacu

kepada pemanfaatan model pembelajaran canggih, baik perangkat

lunak (software) maupun perangkat keras (hardware) dalam

kegiatan pembelajaran. Tujuan utama penerapan baru ini adalah

119

untuk meningkatkan mutu pembelajaran, efektivitas, dan

efisiensi.

Strategi yang dipergunakan dalam memilih inovasi model

pembelajaran adalah menggunakan kriteria sebagai berikut:

1. Inovasi model pembelajaran harus dirasakan sebagai kebutuhan

oleh pendidik atau sekolah. Sudah sering inovasi pendidikan

yang ditawarkan hanya “menggaruk ditempat yang tidak gatal”,

karena inovasi tersebut lebih bersifat daftar keinginan dari

pihak luar. Inovasi model pembelajaran harus mampu membantu

pendidik dan sekolah mengatasi permasalahannya dalam

meningkatkan mutu pendidikan.

2. Inovasi model pembelajaran harus memberikan keuntungan

secara kongkrit kepada pendidik dan sekolah. Faktor tunggal

yang menentukan dalam menimbulkan semangat adalah adanya

keuntungan baik berupa keuntungan finansial, sosial. Inovasi

harus mampu menjawab permasalahan yang dihadapi pendidik dan

sekolah.

3. Inovasi model pembelajaran harus mempunyai keselarasan

dengan kemampuan teknologi yang telah dimiliki oleh pendidik

dan sekoah saat ini, pola yang berlaku, sistem sosial.

4. Inovasi model pembelajaran harus dapat mengatasi faktor-

faktor pembatas yang dimiliki oleh pendidik dan sekolah

dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Sebagai contoh

pendidik dan sekolah mempunyai faktor pembatas kurangnya

sumber belajar, maka inovasi model pembelajaran harus mampu

mengatasi keterbatasan sumber belajar tanpa menurunkan

kualitas pembelajaran.

120

5. Inovasi model pembelajaran harus mendayagunakan sumberdaya

yang sudah ada. Inovasi model pembelajaran yang

diperkenalkan kepada pendidikan harus menggunakan sumberdaya

yang sudah dimiliki oleh pendidik. Jika sumberdaya luar

diperlukan, harus dipastikan sumberdaya tersebut murah,

mudah diperoleh.

6. Inovasi model pembelajaran harus terjangkau oleh kemampuan

finansial pendidik atau sekolah. Beberapa kendala dalam

adopsi inovasi yang sering ditemukan di lapangan adalah

inovasi yang dirasakan terlalu mahal dilihat dari aspek

finansial pendidik ataupun sekolah.

7. Inovasi model pembelajaran harus sederhana tidak rumit dan

mudah dicoba. Semakin mudah inovasi untuk dapat dipraktekkan

makan akan semakin cepat proses adopsi yang dilakukan oleh

pendidik atau sekolah.

8. Inovasi model pembelajaran harus mudah diamati. Adakalanya

pendidik dan sekolah enggan mengadopsi inovasi model

pembelajaran karena tidak mudah menemukan perbedaan yang

nyata dengan praktek-praktek yang telah dilaksanakan selama

ini.

Elemen kedua dalam difusi adalah komunikasi yang ditekankan

dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal

balik), antar beberapa individu baik secara memusat

(konvergen) maupun memencar (divergen) yang berlangsung secara

spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan

pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi. Jadi difusi

dapat merupakan salah satu tipe komunikasi yakni komunikasi

121

yang mempunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah

hal yang baru (inovasi).

Komunikasi dalam difusi inovasi ini diartikan sebagai proses

pertukaran informasi antara anggota sistem sosial, sehingga

terjadi saling pengertian antara satu dengan yang lain. Difusi

adalah salah satu tipe komunikasi yang menggunakan hal yang

baru sebagai bahan informasi. Inti dari pengertian difusi

ialah terjadi komunikasi (pertukaran informasi) tentang

sesuatu hal yang baru (inovasi).

Proses komunikasi antar orang yang setara atau homophily akan

lebih terasa akrab dan lancar, gangguan komunikasi kecil

sehingga kemungkinan terjadinya pengaruh individu satu

terhadap yang lain lebih besar. Tetapi dalam kenyataannya apa

yang banyak dijumpai dalam proses difusi justru keadannya

berlawanan dengan homophily yaitu heterophily. Misalnya

seorang yang menjadi pembaharu harus berkomunikasi dengan

orang yang mempunyai banyak perbedaan dengan dirinya

(heterophily), berbeda tingkat kemampuannya, mungkin juga beda

tingkat pendidikan, bahasa, dan sebagainya, akibatnya

komunikasi berjalan kurang efektif sehingga proses difusi

tidak terjadi. Kesulitan dengan adanya perbedaan-perbedaan

antara individu yang berkomunikasi itu dapat diatasi jika ada

empati/ tenggang rasa dari agen pembaharu dapat memproyeksikan

dirinya (mengandaikan dirinya) sama dengan orang lain yang

diajak untuk mengalami pembaharuan. Dengan kata lain empati

ialah kemampuan untuk menyamakan dirinya dengan orang lain.

122

Heterophily yang memiliki kemampuan empati yang tinggi,

sebenarnya jika ditinjau dari psikologi sosial sudah merupakan

homophily.

Terdapat dua sistem difusi yaitu sistem difusi sentralisasi

dan sistem difusi desentralisasi. Dalam sistem difusi

sentralisasi, penentuan tentang berbagai hal seperti: kapan

dimulainya difusi inovasi, dengan saluran apa, siapa yang akan

menilai hasilnya, dan sebagainya, dilakukan oleh sekelompok

kecil orang tertentu atau pimpinan agen pembaharu. Sedangkan

dalam sistem difusi desentralisasi, penentuan itu dilakukan

oleh klien (warga masyarakat) bekerja sama dengan beberapa

orang yang telah menerima inovasi. Dalam pelaksanaan sistem

difusi desentralisasi yang secara ekstrim tidak perlu ada agen

pembaharu. Warga masyarakat itu sendiri yang bertanggungjawab

terjadinya difusi inovasi.

Waktu adalah elemen yang penting dalam proses difusi, karena

waktu merupakan aspek utama dalam proses komunikasi. Tetapi

banyak peneliti komunikasi yang kurang memperhatikan aspek

waktu, dengan bukti tidak menunjukkannya secara eksplisit

variabel waktu. Mungkin hal ini terjadi karena waktu tidak

secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian,

tetapi waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan.

Peranan dimensi waktu dalam proses difusi terdapat pada tiga

hal sebagai berikut: proses keputusan inovasi, kepekaaan

seseorang terhadap inovasi, dan kecepatan penerimaan inovasi.

123

Proses keputusan inovasi ialah proses sejak seseorang

mengetahui inovasi pertama kali sampai ia memutuskan untuk

menerima atau menolak inovasi. Ada 5 langkah dalam proses

keputusan inovasi yaitu pengetahuan tentang inovasi, bujukan

atau imbauan, penetapan atau keputusan, penerapan, dan

konfirmasi.

Kepekaan seseorang terhadap inovasi sangat beragam dan tidak

semua orang dalam suatu sistem sosial menerima inovasi dalam

waktu yang sama. Mereka menerima inovasi dari urutan waktu,

artinya ada yang dahulu dan ada yang kemudian. Orang yang

menerima inovasi lebih dahulu secara reletif lebih peka

terhadap inovasi daripada yang menerima inovasi lebih akhir.

Jadi kepekaan inovasi ditandai dengan lebih dahulunya

seseorang menerima inovasi dari yang lain dalam suatu sistem

sosial Berdasarkan kepekaan terhadap inovasi dapat

dikategorikan menjadi 5 kategori penerima inovasi yaitu:

inovator, pemula, mayoritas awal, mayoritas, terlambat

(tertinggal). Kecepatan penerimaan inovasi ialah kecepatan

relatif diterimanya inovasi. Kecepatan inovasi biasanya diukur

berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai

prosentase tertentu dari jumlah yang telah menerima inovasi.

Oleh karen itu pengukuran kecepatan inovasi cenderung diukur

dengan berdasarkan tinjauan penerimaan inovasi oleh

keseluruhan warga bukan penerimaan inovasi secara individual.

Elemen keempat dalam difusi adalah sistem sosial. ialah

hubungan interaksi antar individu atau orang dengan bekerja

sama untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu.

124

Anggota sistem sosial dapat individu, kelompok-kelompok

informal, organisasi, dan sub sistem yang lain. Semua anggota

sistem sosial bekerja sama untuk memecahkan masalah guna

mencapai tujuan bersama. Dengan demikian maka sistem sosial

merupakan ikatan bagi anggotanya dalam melakukan kegiatan

artinya anggota tentu saling pengertian dan hubungan timbal

balik. Jadi sistem sosial akan mempengaruhi proses difusi

inovasi, karena proses difusi inovasi terjadi

Macam Strategi Difusi Inovasi

Terdapat beberapa strategi difusi inovasi antara lain strategi

fasilitatif, strategi pendidikan, strategi bujukan dan

strategi paksanaan.

Strategi Fasilitatif. Pelaksanaan program perubahan sosial

dengan menggunakan strategi fasilitatif artinya untuk mencapai

tujuan perubahan sosial yang telah ditentukan, diutamakan

penyediaan fasilitas dengan maksud agar program perubahan

sosial akan berjalan dengan mudah dan lancar.

Strategi fasilitatif ini akan dapat dilaksanakan dengan tepat

jika diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Strategi fasilitatif dapat digunakan dengan tepat jika

sasaran perubahan mengenal masalah yang dihadapi serta

menyadari perlunya mencari target perubahan (tujuan), merasa

perlu adanya perubahan atau perbaikan, bersedia menerima

bantuan dari luar dirinya, Memiliki kemauan untuk

berpartisipasi dalam usaha merubah atau memperbaiki dirin

125

b. Sebaiknya strategi fasilitatif dilaksanakan dengan disertai

program menimbulkan kesadaran pada klien atas tersedianya

fasilitas atau tenaga bantuan yang diperlukan.

c. Strategi fasilitatif tepat juga digunakan sebagai kompensasi

motivasi yang rendah terhadap usaha perubahan sosial.

d. Menyediakan berbagai fasilitas akan sangat bermanfaat bagi

usaha perbaikan sosial jika klien menghendaki berbagai macam

kebutuhan untuk memenuhi tuntutan perubahan sesuai yang

diharapkan.

e. Penggunaan strategi fasilitatif dapat juga dengan cara

menciptakan peran yang baru dalam masyarakat jika ternyata

peran yang sudah ada di masyarakat tidak sesuai dengan

penggunaan sumber atau fasilitas yang diperlukan.

f. Usaha perubahan dengan menyediakan berbagai fasilitas akan

lebih lancar pelaksanaannya jika pusat kegiatan organisasi

pelaksana perubahan sosial, berada di lokasi tempat tinggal

sasaran (klien).

g. Strategi fasilitatif dengan menyediakan dana serta tenaga

akan sangat diperlukan jika klien tidak dapat melanjutkan

usaha perubahan sosial karena kekurangan sumber dana dan

tenaga.

h. Perbedaan sub bagian dalam klien akan menyebabkan perbedaan

fasilitas yang diperlukan untuk penekanan perubahan tertentu

pada waktu tertentu.

Strategi fasilitatif kurang efektif jika digunakan pada

kondisi sasaran perubahan yang sangat kurang untuk menentang

adanya perubahan sosial, perubahan diharapkan berjalan dengan

126

cepat, serta tidak sikap terbuka dari klien untuk menerima

perubahan

Strategi Pendidikan. Dalam strategi pendidikan Perubahan

sosial didefinisikan sebagai pendidikan atau pengajaran

kembali (re-education) Pendidikan juga dipakai sebagai

strategi untuk mencapai tujuan perubahan sosial. Dengan

menggunakan strategi pendidikan berarti untuk mengadakan

perubahan sosial dengan cara menyampaikan fakta dengan maksud

orang akan menggunakan fakta atau informasi itu untuk

menentukan tindakan yang akan dilakukan.

Dengan dasar pemikiran bahwa manusia akan mampu untuk

membedakan fakta serta memilihnya guna mengatur tingkah

lakunya apabila fakta itu ditunjukkan kepadanya. Dengan

strategi ini mungkin seseorang harus belajar lagi tentang

sesuatu yang dilupakan yang sebenarnya telah dipelajarinya

sebelum mempelajari tingkah laku atau sikap yang baru.

Strategi pendidikan akan dapat digunakan secara tepat dalam

kondisi dan situasi sebagai berikut:

a. apabila perubahan sosial yang diinginkan, tidak harus

terjadi dalam waktu yang singkat (tidak ingin segera cepat

berubah)

b. apabila sasaran perubahan (klien) belum memeiliki

keterampilan atau pengetahuan tertentu yang diperlukan untuk

melaksanakan program perubahan sosial.

127

c. apabila menurut perkiraan akan terjadi penolakan yang kuat

oleh klien terhadap perubahan yang diharapkan.

d. apabila dikehendaki perubahan yang sifatnya mendasar dari

pola tingkah laku yang sudah ada ke tingkah laku yang baru.

e. apabila alasan atau latar belakang perlunya perubahan telah

diketahui dan dimengerti atasa dasar sudut pandang klien

sendiri, serta diperlukan adanya kontrol dari klien.

Strategi pendidikan untuk melaksanakan program perubahan akan

efektif jika:

a. digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu

dikuasai untuk digunakan sebagai dasar tindakan selanjutnya

sesuai dengan tujuan perubahan sosial yang akan dicapai.

b. disertai dengan keterlibatan berbagai pihak misalnya dengan

adanya sumbangan dana, donatur, serta berbagai penunjang

yang lain.

c. digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak perubahan

atau kembali ke keadaan sebelumnya.

d. digunakan untuk menanamkan pengertian tentang hubungan

antara gejala dan masalah, menyadarkan adanya masalah dan

memantapkan bahwa masalah yang dihadapi dapat dipecahkan

dengan adanya perubahan.

Strategi pendidikan akan kurang efektif jika tidak tersedia

sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan,

digunakan dengan tanpa dilengkapi dengan strategi yang lain.

128

Strategi Bujukan. Program perubahan sosial dengan menggunakan

strategi bujukan, artinya untuk mencapai tujuan perubahan

sosial dengan cara membujuk (merayu) agar sasaran perubahan

(klien), mau mengikuti perubahan sosial yang direncanakan.

Sasaran perubahan diajak untuk mengikuti perubahan dengan cara

memberikan alasan, mendorong, atau mengajak untuk mengikuti

contoh yang diberikan. Strategi bujukan dapat berhasil

berdasarkan alasan yang rasional, pemberian fakta yang akurat,

tetapi mungkin juga justru dengan fakta yang salah sama sekali

(rayuan gombal). Tentu saja yang terakhir ini hasilnya tidak

akan tahan lama bahkan untuk selanjutnya akan merugikan.

Strategi bujukan biasa digunakan untuk kampanye atau reklame

pemasaran hasil perusahaan. Demikian pula sering terjadi dalam

komunikasi antar individu di masyarakat, walaupun kadang-

kadang tanpa disadari bahwa dia melakukan atau menggunakan

strategi bujukan.

Untuk berhasilnya penggunaan strategi bujukan perlu

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Strategi bujukan tepat digunakan bila klien (sasaran

perubahan) tidak berpartisipasi dalam proses perubahan

sosial, berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam

proses pengambilan, keputusan untuk menerima atau menolak

pperubahan sosial. diajak untuk mengalokasikan sumber

penunjang perubahan dari suatu , kegiatan atau program ke

kegiatan atau program yang lain

b. Strategi bujukan tepat digunakan jika masalah dianggap

kurang penting atau jika cara pemecahan masalah kurang

129

fektif, pelaksana program perubahan tidak memiliki alat

kontrol secara langsung terhadap klien, sebenarnya perubahan

sosial sangat bermanfaat tetapi menganggap, mengandung suatu

resiko yang dapat menimbulkan perpecahan, perubahan tidak

dapat dicobakan, sukar dimengerti, dan tidak dapat diamati

kemanfaatannya secara langsung, dimanfaatkan untuk melawan

penolakan terhadap perubahan pada saat awal diperkenalkannya

perubahan sosial yang diharapkan.

Strategi Paksaan. Pelaksanaan program perubahan sosial dengan

menggunakan strategi paksaan, artinya dengan cara memaksa

klien (sasaran perubahan) untuk mencapai tujuan perubahan. Apa

yang dipaksa merupakan bentuk dari hasil target yang

diharapkan. Kemampuan untuk melaksanakan paksaan tergantung

daripada hubungan kontrol antara pelaksana perubahan dengan

sasaran (klien). jadi ukuran hasilnya target perubahan

tergantung dari kepuasan pelaksanaan perubahan. Sedangkan

kekuatan paksaan artinya sejauh mana pelaksana perubahan dapat

memaksa klein tergantung dari tingkat ketergantungan klien

dengan pelaksana perubahan. Kekuatan paksaan juga dipengaruhi

berbagai faktor antara lain: ketatnya pengawasan yang

dilakukan pelaksana perubahan terhadap klien. Tersedianya

berbagai alternatif untuk mencapai tujuan perubahan, dan juga

tergantung tersedianya dana (biaya) untuk menunjang

pelaksanaan program, misalnya untuk memberi hadiah kepada

klien yang berhasil, atau menghukum yang tidak mau dipaksa.

130

Penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

a. strategi paksaan dapat digunakan apabila partisipasi klien

terhadap proses perubahan sosial rendah dan tidak mau

meningkatkan partisipasinya.

b. strategi paksaan juga tepat digunakan apabila klien tidak

merasa perlu untuk berubah atau tidak menyadari perlunya

perubahan sosial.

c. strategi paksaan tidak efektif jika klien tidak memiliki

sarana penunjang untuk mengusahakan perubahan dan pelaksana

perubahan juga tidak mampu mengadakannya.

d. strategi paksaan tepat digunakan jika perubahan sosial yang

dharapkan harus terwujud dalam waktu yang singkat. Artinya

tujuan perubahan harus segera tercapai.

e. strategi paksaan juga tepat dipakai untuk menghadapi usaha

penolakan terhadap perubahn sosial atau untuk cepat

mengadakan perubahan sosial sebelum usaha penolakan

terhadapnya bergerak.

f. strategi paksaan dapat digunakan jika klien sukar untuk mau

menerima perubahan sosial artinya sukar dipengaruhi

g. strategi paksaan dapat juga digunakan untuk menjamin

keamanan percobaan perubahan sosial yang telah direncanakan.

Dalam pelaksanaan program perubahan sosial sering juga dipakai

kombinasi antara berbagai macam strategi, disesuaikan dengan

tahap pelaksanaan program serta kondisi dan situasi klien pada

berlangsungnya proses pengambilan keputusan untuk menerima

atau menolak perubahan sosial.

131

Penghalang Dalam Difusi

Tidak semua proses difusi inovasi berjalan dengan lancar dan

diadopsi secara cepat dan dan tepat. Terdapat beberapa faktor

utama yang menjadi penghalang dalam difusi dan adopsi

teknologi pembelajaran, yaitu aspek penduduk termasuk adat

istiadat, resiko yang ditanggung, ketiadaan pengetahuan, dan

penerimaan pengguna. Faktor lainnya adalah aspek biaya yang

dikeluarkan dan aspek sarana prasarana.

Aspek Manusia dapat menjadi penghalang dalam mengembangkan

budaya baru dalam pembelajaran. Sebagai contoh pengunaan

teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, dimana

para pendidik yang senior menurunkan penggunaan teknologi

informasi dan komunikasi kepada pendidik yunior, sehingga

sebagai hasil tradisi ini, banyak pendidik senior tidak secara

teratur menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dan

bahkan boleh dikatakan, segan untuk menggunakan.

Perubahan sering kali menjadi satu penghalang, ketika itu

membuat ketidak-pastian. Dalam keadaan normal orang-orang

bersifat segan untuk mengubah dirinya jika berbagai hal sedang

bekerja dengan baik. Sebagai konsekwensi, gagasan-gagasan baru

sekitar bagaimana caranya berkembang dan melakukan pelatihan

tidak akan diterima hanya karena belum diujicobakan atau

kelihatannya terlalu penuh resiko.

132

Aspek Biaya. Biaya bisa menjadi penghalang terhadap penerimaan

inovasi bau. Bila biaya yang dikeluarkan lebih besar dari

hasil pemakaian inovasi baru atau manfaat teknologi menjadi

faktor penghambat dalam adopsi model pembelajaran.

Aspek sarana prasarana. Ketersediaan atau akses kepada

peralatan dan perangkat lunak dapat menjadi suatu faktor yang

besar di dalam mengadopsi teknologi baru. Kesediaan waktu

individu mungkin tidak mengizinkan mereka untuk menggunakan

teknologi baru kecuali jika itu adalah siap tersedia.

Solusi Menanggulangi Penghalang

Menanggulangi aspek orang atau individu. Keberadaan manajemen

dapat digunakan untuk mendapatkan dukungan dari pucuk pimpinan

organisasi dan bersifat penting dalam mengusahakan dukungan

yang strategis untuk difusi. Manajemen kebanyakan tertarik

akan perbaikan kinerja dan hemat biaya. Inovasi dapat

menyajikan informasi yang lengkap dan tepat dari sumber

internal dan eksternal di mana pentingnya teknologi yang baru,

seperti video interaktif, mudah digunakan dan tidak

menyulitkan. Pengalaman yang baik oleh kelompok-kelompok di

dalam organisasi itu dapat diperkenalkan kepada manajemen

untuk mendapatkan dukungan untuk difusi lebih lanjut.

Demonstrasi dapat efektif dalam membangkitkan minat pada semua

tingkat dari suatu organisasi. Prototipe-prototipe yang secara

rinci dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pengguna

akhir dapat efektif.

133

Menanggulangi aspek biaya. Seorang inovator model

pembelajaran, harus mampu memotong semua jalur yang dapat

menambah kebutuhan biaya, mampu memberikan bukti dengan

melakukan efisiensi dengan menggunakan teknologi pembelajaran.

Menanggulangi keterbatasan aspek sarana prasarana.

Penanggulangan sarana prasarana erat kaitannya dengan biaya,

bila bisa menanggulangi biaya dengan menabung dan dapat

meningkatkan infra struktur dengan lebih mudah akan dapat

menanggulangi infra struktur yang belum tersedia.

Penerapan Teori Difusi Dalam Diseminasi Model Pembelajaran

Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan,

diarahkan, dan dikelola. Jadi kalau difusi terjadi secara

spontan, maka diseminasi dengan perencanaan. Dalam pengertian

ini dapat juga direncanakan terjadinya difusi. Misalnya dalam

penyebaran inovasi model pembelajaran. Setelah diadakan

ujicoba ternyata dengan model pembelajaran tersebut

menyababkan proses belajar mengajar dapat berlangsung secara

efektif dan siswa aktif belajar. Maka hasil ujicoba tersebut

perlu didiseminasikan. Untuk menyebarluaskan cara baru

tersebut, dengan cara menatar beberapa guru dengan harapan

akan terjadi juga difusi inovasi antar guru di sekolah masing-

masisng. Terjadi saling tukar informasi dan akhirnya terjadi

kesamaan pendapat antara guru tentang inovasi tersebut.

Agar proses diseminasi model pembelajaran terjadi secara

efektif maka perlu menerapkan teori difusi dalam keseluruhan

kegiatan diseminasi. Dari elemen inovasi harus dipertimbangkan

134

bahwa inovasi model pembelajaran yang diperkenalkan

mempertimbangkan delapan kriteria pemilihan inovasi. Bilamana

inovasi model pembelajaran dapat menenuhi ke delapan kriteria

inovasi, maka model pembelajaran tersebut akan lebih cepat

diadopsi oleh pendidik atau sekolah. Selama inovasi model

pembelajaran tersebut tidak menunjukkan delapan kriteria

inovasi yang teridentifikasi oleh pendidik maka inovasi

tersebut akan dipersepsikan atau dimaknai bukan suatu inovasi.

Komunikasi merupakan elemen penting dalam diseminasi, model-

model pembelajaran yang dikembangkan ditingkat pusat,

kemungkinan sulit untuk dimengerti dan dipahami oleh beberapa

orang bukan karena alasan kecerdasan, melainkan karena alasan-

alasan komunikasi. Olehkarena itu bahan-bahan diseminasi harus

disesuai dengan tingkat komunikasi peserta diseminasi.

Strategi diseminasi yang dipergunakan untuk memungkikan

diseminasi inovasi berlangsung secara berkelanjutan adalah

strategi fasilitatif yang membutuhkan kesabaran dan minat yang

tinggi. Seringkali diseminasi model pembelajaran yang

dipergunakan adalah strategi paksaan, dimana tingkat

keberlanjutan inovasinya sangat bergantung pada seberapa kuat

dan berapa lama strategi paksaan dapat dijalankan. Tentu saja

penggunaan strategi tunggal ini kurang efektif maka perlu

dilakukan strategi gabungan.

Berdasarkan pada informasi tersebut di atas, Saudara diminta

untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang

135

telah dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut

ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai diseminasi model pembelajaran:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara

berikan mengenai pengelolaan pembelajaran?

2. Menurut pendapat Saudara model desiminasi apa yang paling

sesuai dan ideal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di

sekolah yang Saudara pimpin?

3. Apa manfaat dari diseminasi model pengelolaan pembelajaran

tersebut bagi sekolah Saudara?

4. Apa resiko yang mungkin harus dihadapi jika model diseminasi

tersebut tidak dapat diterapkan secara efektif dan efisien?

5. Apa yang Saudara lakukan sebagai pemimpin pembelajaran untuk

menjamin terwujudnya proses diseminasi model pembelajaran

secara berkelanjutan?

Sub-Topik 2.2. Keterampilan Fasilitasi/Mentoring

Kegiatan 1 Berpikir Reflektif

Durasi : ½ JP

Media : kertas dan pena serta bahan referensi

Diskrpsi :

Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk

menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan di bawah ini.

136

1. Berdasarkan pengalaman Saudara apa yang anda lakukan untuk

mendiseminasikan dan mendifusikan suatu inovasi model-model

pembelajaran?

2. Berdasarkan pengalaman Saudara, kompetensi apakah yang harus

dimiliki oleh seseorang yang bertindak sebagai fasilitator

atau mentor.

3. Berdasarkan pengalaman Saudara hal-hal apakah yang harus

dilakukan oleh seseorang sebagai fasilitator atau mentor

dalam difusi model pembelajaran.

4. Apa yang Saudara lakukan untuk menggerakkan warga sekolah

dalam mengadopsi model pengorganisasian pembelajaran yang

relatif baru untuk dapat dipergunakan di sekolah Saudara?

Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun

daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-

pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama Saudara

mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian jawaban yang

dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi selama kegiatan

pelatihan berlangsung melalui berbagai kegiatan yang

berikutnya.

Lembar .1. Berpikir reflektif

137

Kegiatan 2. Berpikir Kritis Keterampilan Fasilitasi/Mentoring

Durasi : 1 ½ JP

Media : Kertas, pena

Diskripsi :

Saudara dipersilahkan bahan bacan berikut ini terkait dengan

Ketrampilan Fasilitasi/ Mentoring

KETRAMPILAN FASILITASI/MENTORING

Kepala Sekolah sebagai pemimpin suatu organisasi sekolah,

sekaligus sebagai anggota MKKS secara langsung ataupun tidak

langsung terlibat dalam melakukan diseminasi inovasi

pembelajaran kepada sesama rekan guru dalam sekolah yang saya

atau sesama kepala sekolah dalam kelompok kerja kepala

sekolah. Dalam kegiatan diseminasi inovasi pembelajaran

seorang kepala sekolah dapat berperan sebagai peserta mupun

sebagai mentor atau fasilitator yang bertugas untuk melakukan

pendampingan dan memastikan diseminasi inovasi pembelajaran

memberikan hasil yang baik.

Berdasarkan pengalaman empiris beberapa diseminasi inovasi

pembelajaran yang telah dilakukan kurang berhasil dan pada

umumnya diterapkan dalam jangka waktu yang singkat sehingga

perubahan-perubahan dalam inovasi pembelajaran tidak dapat

berlangsung secara berkesinambungan. Untuk dapat memastikan

perubahan dalam inovasi pembelajaran berkesinambungan

138

diperlukan seorang pendamping yang memfasilitasi dan

memberikan layanan lainnya yang mudah diakses oleh pendidik

ketika menghadapi masalah-masalah dalam implementasi inovasi

model pembelajaran. Fasilitator atau mentor ini terjangkau

oleh pendidik ditinjau dari segi waktu, jarak maupun

pembiayaan, salah satu pihak yang berpotensi untuk menjadi

pendamping/ fasilitator atau mentor adalah kepala sekolah.

Konsep fasitator/mentoring pertama kali diperkenalkan pada

jaman Yunani, dan dimaknai sebagai kegiatan pembelajaran yang

berupaya membantu seseorang untuk bertanggungjawab atas

perkembangan mereka sendiri, untuk mengembangkan potensi guna

mencapai hasil yang diharapkan. Dalam kegiatan

fasilitasi/mentoring kegiatan pembelajaran merupakan inti

utama dan lebih dari sekedar serangkaian aktivtas atau

kompetensi. Melalui kegiatan pembelajaran ini seseorang mentee

atau peserta pembelajaran berkembang dan berubah menjadi

seperti mentornya. Melalui hubungan dalam kegiatan

pembelajaran ini kemampuan potensial para mentee

diidentifikasi, disadari dan dikembangkan.

Prinsip Kunci Fasilitasi/Mentoring

Fasilitasi/mentoring yang efektif dilandasi oleh beberapa

prinsip yang diturunkan dari pengalaman empiris yaitu:

1. Hubungan pembelajaran merupakan jantung perubahan. Prinsip

utama adalah pembelajaran dan perubahan terjadi melalui

hubungan pembelajaran antara mentor dan mentee.

Fasilitasi/mentoring lebih dari sekedar interaksi antara dua

139

pihak, tetapi lebih dalam dimana fasilitator/mentor dan

mentee saling berbagi pengetahuan, tata nilai, sikap,

ketrampilan dan pengalaman. Dialog yang terjadi dirancan

untuk saling berbagi perspektif, mendengar, memahami,

membuka terhadap gagasan baru, berbagi tanggung akan pada

pembelajaran dan perubahan.

2. Konteks fasilitasi/mentoring adalah pekerjaan.

Fasiltator/Mentor dan mentee keduanya memiliki atau

berkebutuhan yang untuk memperbaiki kinerja.

Fasilitator/Mentor yang efektif menghargai mentee secara

keseluruhan dalam konteks pekerjaaanya. Fokus

fasilitasi/mentoring terletak pada pengalaman mentee,

problema yang dihadapi, peluang yang dimiliki untuk

berkembang. Hasil mentoring yang baik diperoleh ketika fokus

diutamakan pada pengembangan kekuatan dan sumberdaya

daripada melakukan remediasi terhadap kelemahan saat ini.

Fasilitaor/mentor yang memahami dengan baik ruang lingkup

dan konteks kerja dapat memfasilitasi eksplorasi isu dan

menyadari bahwa kesempatan dan sumber daya di tempat kerja

berbeda dari orang ke orang.

3. Mentee menetapkan agenda kegiatan fasilitasi/mentoring.

Fokus perhatian dalam kegiatan fasilitasi/mentoring terletak

pada bagaimana mentee menetapkan agenda kegiatan

fasilitasi/mentoring. Agenda kegiatan fasilitasi dapat

memotivasi, menantang dan memberdayakan mentee. Dalam semua

kasus, titik awal dari mentor yang efektif adalah bekerja

dengan mentee untuk membantu mereka mengetahui apa yang

140

mereka inginkan. Dalam kasus tertentu fasilitator/mentor

harus mampu mengkreasi kebutuhan mentee.

4. Fasilitaor/Mentor memfasilitasi kegiatan pembelajaran.

Mentor adalah seorang fasilitator, bukan instruktur. Mereka

mendukung dan menantang mentee untuk belajar dan berkembang.

Mentee belajar dengan memperoleh kesadaran baru, wawasan,

keterampilan, ide dan pengetahuan. Pengembangan

mengintegrasikan pembelajaran mereka ke dalam cara mereka.

Hal ini lebih penting bahwa fasilitator mengajukan

pertanyaan-pertanyaan untuk membantu mentee memiliki jawaban

yang benar. Pertanyaan yang baik memprovokasi perspektif

baru dan perubahan mentee. Fasilitator yang efektif

menemukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan

dan karakter mentee. Mereka membantu mentee untuk

menjelaskan bagaimana mereka belajar dengan baik, dan

bagaimana untuk membuat pembinaan atau pendampingan.

Akhirnya, fasilitator yang efektif memahami pentingnya apa

terjadi. Mereka tahu bahwa pembinaan dan mentoring harus

menjadi katalis untuk pembelajaran dan tindakan, bukan

pengganti.

5. Hasil fasilitasi/mentoring adalah perubahan.

Fasilitasi/Mentoring adalah perubahan. Mentee mencapai

sesuatu yang mereka perlukan, yang membuat perubahan

perbedaan positif dalam hidup atau karir mereka. Arti

penting perubahan harus dinilai dalam kaitannya dengan

agenda dan tujuan mentee.

6. Perubahan adalah kerja keras. Perubahan menimbulkan

resistensi, penolakan, hal itu merupakan reaksi normal

141

ketika menghadapi masalah yang sulit. Perlawanan dapat

dilihat sebagai tanda bahwa fasilitasi atau mentoring berada

di trek dan menyentuh isu-isu penting bagi mentee. Mentor

yang efektif bekerja dengan perlawanan mentee. Mereka

menggunakan perlawanan untuk membantu mentee untuk

memperjelas nilai-nilai dan tujuan mereka, dan untuk

mengeksplorasi aspek-aspek yang akan membantu atau

menghalangi mereka dalam membuat perubahan.

7. Kerangka Kerja Fasiltasi/mentoring memberi arah. Perjalanan

fasiltasi atau mentoring adalah tentang berubah dalam

hubungannya dengan agenda mentee. Kerangka kerja

fasilitasi/mentoring menyediakan peta untuk perjalanan,

untuk mentee dan fasilitator atau mentor. Pembinaan atau

kerangka mentoring harus digunakan dengan sentuhan ringan,

atau bahkan disisihkan, jika akan mengganggu pelaksanaan

fasilitasi, kerangka kerja seharusnya tidak digunakan untuk

membatasi atau membatasi eksplorasi dari keseluruhan

fasilitasi/mentoring.

8. Pelatih efektif atau mentor menggunakan keterampilan untuk

mendorong mentee mengembangkan wawasan dan melepaskan

potensi mereka. Pelatih efektif atau mentor yang kompeten,

dengan menggunakan keterampilan secara terpadu dalam

hubungan belajar, bukan hanya menerapkan satu set

kompetensi. Keterampilan berkomunikasi pelatih atau mentor

dalam meyakinkan dan menghargai mentee dan penggunaan yang

bijaksana dalam memastikan keseimbangan dukungan dan

tantangan, refleksi dan aksi. Fasilitator efektif atau

mentor memiliki alat dan teknik yang mereka tawarkan dengan

142

tepat terhadap mentee untuk mendukung pembelajaran dan

perkembangan mereka.

9. Kualitas fasilitator/mentor menegaskan, mengaktifkan dan

mempertahankan mentee. Gaya khas, kepribadian dan nilai-

nilai dari fasilitator/mentor dihargai oleh mentee.

Perpaduan unik dari sikap, pengetahuan nilai-nilai, dan

pengalaman dapat dibagi sebagai 'diri'. Apalagi bila

perpaduan antara fasilitator/mentor dan mentee benar-benar

bekerja, ada rasa hubungan yang mendalam. Paradoks dari

hubungan ini adalah bahwa hal itu tidak nyata dan namun,

sangat besar pengaruhnya dan efektif dalam meningkatkan

keyakinan diri, harapan, keberanian dan tindakan mentee.

Fasilitator/mentor yang efektif tidak hanya pintar, tapi

juga bijaksana. Mereka memiliki kebijaksanaan untuk membuat

penilaian pada apa yang mereka lihat, dengar, dan pengalaman

dalam hubungan belajar. Mereka berkomunikasi merawat,

menghargai, menghormati dan empati. Mereka membuat model

suatu cara berada yang baik manusiawi dan profesional. Ini

tidak sengaja 'diajarkan' tapi sering 'tertangkap'. Belajar

tidak hanya dari fasilitator/mentor, tetapi juga dengan dan

melalui mereka.

10. Etika meningkatkan pembinaan dan mentoring. Mentee sadar

jika prinsip-prinsip etika menginformasikan dan membimbing

serta mengarahkan kegiatan fasilitasi. Prinsip-prinsip

tersebut dapat meliputi: menghormati otonomi mentee;

kesetiaan kepada janji yang dibuat; bertindak dalam cara

yang bermanfaat bagi mentee, tidak merugikan, dan bertindak

adil. Ketika prinsip-prinsip ini dijalankan akan ada

143

keterbukaan dan transparansi dalam hubungan

fasilitasi/mentoring.

Karakter Fasilitator/Mentor

Setiap fasilitator/mentor akan membawa karakternya sendiri

yang bersifat unik. Namun, karakteristik tertentu akan membuat

fasilitator jauh lebih efektif dan kelompok lebih sukses.

Fasilitator/mentor yang efektif membentuk hubungan saling

percaya dengan kelompok-kelompok mempercayai fasilitator untuk

mendorong lingkungan yang nyaman sementara fasilitator

mempercayai kelompok untuk terlibat dalam pembelajaran

bermakna. Selain itu, fasilitator harus memiliki keterampilan

interpersonal yang kuat dan memiliki kemampuan untuk membangun

hubungan dengan orang dengan cepat. Fasilitator atau mentor

yang terbuka dan peka terhadap perasaan orang lain dan dapat

membuat orang lain merasa nyaman. Fasilitator yang efektif

cenderung hati-hati dan cermat mengamati kelompok untuk

mendiagnosa seberapa baik kelompok bekerja bersama-sama.

Berdasarkan hasil pengamatan, fasilitator membuat penyesuaian

dan menerapkan strategi yang berbeda untuk meningkatkan

hubungan kerja kelompok (Eller, 2004). Namun, fasilitator

menghindari kontrol yang kaku dan memungkinkan orang lain

untuk memikul tanggung jawab untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Keterampilan dalam menanggapi komentar negatif

kemarahan dan membantu fasilitator dalam membimbing kelompok

melalui proses mencapai hasil yang diinginkan. Fasilitator

yang efektif biasanya mendengarkan secara aktif setiap

peserta, tetapi tetap netral dan nondefensive. Sementara

144

membimbing kelompok melalui perspektif yang berbeda dan

membantu mereka terlibat dalam dialog konstruktif, fasilitator

tidak memaksakan kehendak-Nya atau memajukan agenda sendiri.

Secara praktis, kepribadian fasilitator yang berhasil

berkaitan dengan sifat-sifat fasilitator sebagai berikut :

1. Memiliki rasa hurnor yang akan digunakan untuk menghangatkan

komunikasi

2. Memakai bahasa yang mudah dimengerti

3. Menghadapi peserta dengan cara yang luwes supaya suasana

menjadi hangat dan akrab

4. Memberikan waktu secukupnya untuk berfikir dan menjawab

5. Mengungkapkan perasaannya sendiri untuk memancing peserta

lebih terbuka.

6. Memperhatikan apa yang dirasakan dalam tubuhnya sendiri

7. Memperhatikan pesan-pesan nonverbal para peserta yang

dungkapkan dalam bahasa tubuh.

8. Selalu berpikiran positif terhadap seluruh peserta.

145

Kompetensi Fasilitator/Mentor

Kompetensi yang harus dimiliki oleh fasilitator atau mentor

dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kemampuan manajerial dan

kemampuan interpersonal. Kemampuan manajerial meliputi :

perencanaan, persetujuan, rekaman, penataan sesi, manajemen

waktu, penjadwalan, mengevaluasi, menilai, laporkan menulis,

menjaga batas, perencanaan aksi, memprioritaskan,

memfasilitasi

Sedangkan kemampuan interpersonal meliputi antara lain

negosiasi dan mempengaruhi, mendengarkan , memberikan umpan

balik yang konstruktif, intervensi-preskriptif, informatif,

konfrontatif, katarsis, katalitik mendukung mempertanyakan,

memotivasi dan mendorong kesadaran sendiri , merefleksikan

dsb

Beberapa sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi

fasilitator/mentor yang efektif antara lain :

1. Keterbukaan: kemampuan untuk mengundang dialog, menerima

umpan balik, dan siap untuk menguji nilai-nilai termasuk

opini, serta kesiapan untuk merubahnya, jika perlu.

2. Sensitif/empati: kemampuan mengambil pesan implisit; untuk

melihat masalah melalui sudut pandang mata peserta; untuk

memahami perasaan, ide-ide dan nilai-nilai mereka; untuk

fokus pada peran daripada sekedar hanya pada kepribadian

atau kompetensi.

146

3. Keterampilan komunikasi dasar: kemampuan menyimak dan

mengamati secara aktif, bertanya, menguji, menciptakan

dialog, mengungkapkan dengan cara lain, memberi umpan balik,

4. Mendiagnosis: kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan

memilih cara dan waktu intervensi yang tepat

5. Mendukung dan mendorong peserta: kemampuan untuk memberikan

dukungan, apreasiasi dan kepedulian baik secara verbal

maupun non-verbal.

6. Menantang: kemampuan untuk berlawanan, untuk tidak setuju,

untuk menghentikan satu proses tanpa bersikap kasar

7. Mengelola konflik; kemampuan untuk menyelesaikan konflik

melalui negosiasi dan mediasi.

8. Memodelkan: kemampuan untuk menyertakan diri sebagai model

dalam kelompok, menanggapi dengan spontan, tanpa menjadi

idealis, bersikap sebagai pakar.

Tanggung Jawab Fasilitator/Mentor

Fasilitator memenuhi tugas mereka dengan:

1. Memberikan iklim pertemuan aman tapi merangsang

2. Memberikan pandangan global kelompok dan proses-prosesnya

3. Melayani kelompok dengan cara apa pun diperlukan untuk

membantu itu sukses di bidang tugas

4. Bertindak sebagai pelatih kelompok; menetapkan kondisi bagi

kelompok untuk melihat masalah, merancang solusi sendiri,

dan melaksanakan rencana telah dirancang; menjaga trek

kelompok positif dan pada

5. Mengambil di kelompok energi dan emosi dan rechanneling ini

untuk membantu kelompok tetap produktif

147

6. Pelacakan percakapan; membawa kelompok kembali ke fokus

ketika piatu percakapan terlalu jauh dari topik

7. Memberikan informasi yang dibutuhkan kelompok untuk

menyelesaikan penugasan.

8. Mendorong peserta untuk berbagi pengetahuan dengan orang

lain luar sesi

Menghadapi Orang dan Situasi Sulit

Dalam kegiatan fasilitasi/mentoring inovasi pembelajaran,

ditemukan pihak-pihak atau situasi yang menyulitkan terjadinya

difusi inovasi pembelajaran. Beberapa teknik yang dapat

dipergunakan oleh fasilitator/mentor dalam menghadapi situasi

tersebut antara lain:

1. Tempatkan informasi kontroversial pada, bagan proyek

handout, atau ke layar. Ini mengambil fokus jauh dari Anda

atau pembicara sebagai sumber informasi.

2. Gunakan teknik refleksi dan gerak tubuh ketika argumen

mendapatkan dipanaskan. Menyatakan kembali apa yang orang

katakan dengan nada tenang, netral, atau menggunakan gerakan

tangan untuk menunjukkan niat Anda. Jika perlu, beristirahat

dan memberi peserta kesempatan untuk menenangkan diri.

3. Libatkan peserta dalam membangun aturan dasar untuk

behavior.Remind orang aturan ini jika mereka mengganggu,

menggunakan serangan pribadi, atau mempromosikan negatif.

4. Jika kelompok tampaknya tidak tertarik dalam tugas, mencoba

melanggar pertemuan menjadi bagian-bagian atau terlibat

peserta dalam percakapan tentang bagaimana menyelesaikan

tugas. Jika peserta tunggal tampaknya terlepas, menggunakan

148

teknik kedekatan, kontak mata, dan mempertanyakan untuk

membawa dia ke pertemuan.

5. Ketika berhadapan dengan orang yang sulit dan situasi,

penting ingat bahwa itu bukan refleksi pribadi fasilitator.

Namun, tanggung jawab fasilitator untuk mengidentifikasi

sulit orang dan situasi dan mengambil peran aktif dalam

menyelesaikan mengeluarkan dengan cepat dan diam-diam

mungkin.

Strategi Fasilitasi/Mentoring

Beberpa strategi atau teknik yang dipergunakan dalam melakukan

fasilitasi atau mentoring antara lain :

1. Membentuk Kelompok. Ketika pembentukan kelompok gunakan

metode yang menyenangkan dan menarik yang memungkinkan

peserta untuk memilih kelompok mereka sendiri (dan teman-

teman mereka), mendorong mereka untuk membentuk kelompok

berdasarkan warna, angka, atau huruf. Tergantung pada berapa

banyak peserta dan berapa banyak kelompok yang dibutuhkan.

Beberapa contoh meliputi: mendistribusikan bermain kartu dan

mengatur kelompok dengan nomor atau gugatan; mengorganisir

kelompok-kelompok oleh artikel pakaian (misalnya semua orang

dengan mantel, semua mereka dengan celana panjang hitam),

memiliki garis peserta di urutan pengalaman profesional-

paling yunior sampai paling senior, telah mengatur diri

peserta berdasarkan tempat lahir-yang paling dekat dengan

yang paling jauh dari tempat pertemuan.

2. Brainstorming. Curah Pendapat dimaksudkan untuk mendapatkan

banyak ide-ide mengalir dan menempatkan mereka di luar sana

149

untuk dipertimbangkan. Setelah semua ide telah habis bila

kelompok mulai meneliti gagasan-gagasan dan mempelajari

manfaat masing-masing. Sebagai fasilitator sangat penting

bahwa Anda tetap netral selama sesi brainstorming. Berhati-

hatilah untuk tidak menghakimi ide melalui bahasa verbal

atau nonverbal. Beberapa kegiatan brainstorming yang

meliputi: web, brainstorm kelompok kecil, tambahkan lima,

round robin, jigsaw, daftar, popcorn. Berikut ini adalah

contoh dari kegiatan brainstorming. Kegiatan curah pendapat

bekerja sangat baik jika Anda memiliki beberapa topik yang

perlu dicakup dalam waktu yang relatif singkat. Menulis satu

topik pada selembar kertas grafik dan pasang di dinding.

Ulangi untuk setiap topik yang Anda butuhkan untuk menutupi.

Sediakan tempat yang cukup di sekitar kertas setiap orang

untuk berkumpul. Minta peserta untuk berdiri di depan grafik

dan ketika Anda mengatakan demikian mereka akan

brainstorming ide-ide sebanyak mungkin pada topik. Ketika

Anda memanggil waktu, mereka akan berhenti, pindah

persneling, dan pindah ke grafik di sebelah ulangi proses.

Setelah semua orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi

pada setiap topik, mengumpulkan kelompok besar kembali

bersama-sama dan menganalisis hasilnya.

3. Diskusi. Pergunakan berbagai metode diskusi selama sesi.

Peserta dapat mendiskusikan berpasangan, kelompok kecil,

atau kelompok besar. Pastikan setiap orang memiliki

kesempatan untuk didengar selama diskusi. Beberapa kegiatan

diskusi meliputi: wawancara, think-pair-share pemutus es,,

dialog, akuarium, pertanyaan / jawaban sesi, presentasi

150

panel, kelompok fokus, dan refleksi kelompok. Berikut ini

adalah contoh dari kegiatan diskusi. Teknik wawancara dapat

membantu memperdalam pemahaman peserta dari topik. Mengatur

peserta menjadi berpasangan. Dalam sebuah diskusi tentang

topik ini, pewawancara aktif mendengarkan diwawancarai,

mengomentari dan mengajukan pertanyaan yang tepat. Kemudian

para peserta berganti peran. Para mitra kemudian bergabung

dengan kemitraan lain untuk membentuk kelompok empat. Para

anggota memperkenalkan satu sama lain dan menggambarkan apa

yang mereka diperoleh dari pasangannya. Setelah semua orang

telah berbagi, berempat menentukan ide utama yang dihasilkan

oleh diskusi. Akhirnya, mengundang perwakilan dari berempat

masing-masing untuk berbagi ide dengan seluruh kelompok.

4. Pemeriksaan Pekerjaan. Mendorong peserta untuk memeriksa

praktek-praktek profesional, dan bukti lain kemajuan. Selama

pemeriksaan pekerjaan, peserta benar-benar memeriksa dan

menganalisis kerja, data, atau bukti sebagai langkah dalam

proses pencapaian hasil yang diinginkan. Ketika memeriksa

pekerjaan rekan atau mahasiswa, sangat penting untuk menjaga

kesopanan profesional. Tentukan aturan-aturan dasar untuk

memeriksa karya peserta dan jelas mengartikulasikan mereka

untuk grup. Lingkungan harus tetap aman dan terbuka untuk

berbagi, tetapi analisis yang jujur masih merupakan kunci

untuk kemajuan. Beberapa cara untuk memeriksa kontribusi:

membuat jurnal dan berbagi dengan kelompok; membawa contoh-

contoh pekerjaan siswa atau orang dewasa; menunjukkan contoh

video dari situasi yang sebenarnya; memberikan data konkret

untuk analisis; menunjukkan praktek profesional; menampilkan

151

portofolio profesional, memeriksa rencana pelajaran; catatan

studi sekolah; atau berbagi studi kasus.

5. Interaksi Profesional. Menyediakan kesempatan bagi mentee

untuk berinteraksi dengan para profesional lainnya di bidang

mereka. Interaksi formal dan informal dapat meningkatkan

kesadaran praktek profesional, menyediakan sistem dukungan

profesional, dan membantu memajukan prestasi siswa. Ada

banyak cara untuk mendorong interaksi profesional:

pengamatan kolega, korespondensi pribadi (e-mail, surat

tradisional, panggilan konferensi), pelatihan peer,

jaringan, membentuk kemitraan, kelompok belajar, pelajaran

demonstrasi, pertemuan informal, atau journal interaktif.

Berikut ini adalah contoh kegiatan untuk mendorong interaksi

profesional.

Langkah- Langkah Fasilitasi/mentoring

Adapun langkah- langkah utama dalam fasilitasi:

1. Tetapkan secara jelas maksud dan tujuanpertemuan, apa

keluaran utama yang harus dihasilkan dan proses yang

diperlukan. Untuk ini dapat disiapkan Kerangka Acuan (Terms

of Reference) pertemuan

2. Gunakan teknis visualisasi dan moderasi yang efektif untuk

mengorganisasikan pendapat, prakarsa atau gagasan secara

partisipatif

3. Berusaha mendengar semua kontribusi pemikiran peserta dan

mencoba mensarikan/menyimpulkan atau mengorganisasikan

pendapat dan gagasan yang dikemukakan.

152

4. Siapkan ’logical structure’ diskusi untuk memastikan fokus

pembahasan dan terdapatnya hasil yang nyata dari pertemuan.

5. Ciptakan suasana yang menyenangkan dan informal untuk

mendorong terwujudnya interaksi yang bebas di antara peserta

pertemuan

6. Usahakan agar setiap partisipan berbicara dan memberikan

kontribusi dengan memberikan apresiasi atas apa yang

dikemukakan dan dukungan emosional

7. Ciptakan dialog yang positif dan konstruktif

8. Konsolidasikan hasil pembahasan ke arah pencapaian

kesepakatan (konsensus)

9. Ciptakan kondisi kondusif untuk terdapatnya komitmen pada

akhir pertemuan untuk menindaklanjuti atau

mengimplementasikan hasil pertemuan. Partisipan perlu

mengetahui secara jelas apa tindakan selanjutnya yang akan

dilakukan. Untuk itu perlu disusun Naskah Kesepakatan yang

ditandatangani seluruh partisipan. Selain itu, fasilitator

perlu memastikan adanya pencatatan nama, alamat, dan kontak

partisipan agar memudahkan pada saat akan dilakukan tindak

lanjut atau implementasi hasil pertemuan.

Berdasarkan pada informasi tersebut di atas, Saudara diminta

untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang

telah dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut

ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai pengelolaan pembelajaran:

153

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara

berikan mengenai pengelolaan pembelajaran?

2. Apa yang Saudara lakukan sebagai pemimpin pembelajaran dalam

meberikan fasilitasi atau pendampingan untuk menjamin

terwujudnya pengelolaan pembelajaran yang ideal tersebut?

Kegiatan 3. Bekerja Mandiri

Durasi : 1 JP

Media : Kertas dan pena

Diskripsi :

Saudara dipersilahkan membaca kasus berikut ini :

STUDI KASUS

Saudara seorang Kepala Sekolah yang diberikan tugas sebagai

Fasilitator atau Mentor bagi sesama rekan Kepala Sekolah

dalam kelompok kerja kepala sekolah. Sebagai gambaran anggota

kelompok kerja kepala sekolah tersebut berjumlah 25, dan

sebagian besar sekolah mereka tidak dilengkapi dengan

jaringan listrik dan tidak tersambung jaringan telepon PTSN.

Topik utama yang harus didiseminasikan adalah model-model

pembelajaran yang menggunaan teknologi informasi dan

komunikasi.

1. Susunlah program diseminasi secara runtut dan sistem

pendukungnya agar para mentee yang berstatus kepala

sekolah ini mau dan mampu mengadopsi dan mengunakan model

pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi.

154

2. Upaya apakah yang Saudara lakukan untuk menghadapi

pesimisme/rasa menolak untuk menerima dan menerapkan

inovasi tersebut.

3. Lakukan analisis siapakah pihak yang dominan memberikan

pengaruh positif agar upaya diseminasi inovasi tersebut

berjalan dengan baik dan cepat.

Lembar Jawaban Kegiatan .3.

Sub-Topik 2.3.Penulisan Bahan Diseminasi

Waktu :3 Jam Pelajaran

Kegiatan 1. Curah Pendapat

Durasi : ½ JP

Media : Kertas dan pena

Diskripsi :

Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk

menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan di bawah ini.

1. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan Saudara dalam

mengikuti kegiatan diseminasi atau sosialisasi suatu

155

kebijakan pembelajaran apakah menurut Saudara materi-materi

yang disosialisasi sesuai dengan kebutuhan saudara.?

2. Bagimana komentar Saudara tentang diseminasi yang sudah

sering dilaksanakan ditempat Saudara, aspek-aspek manakah

yang belum terlaksana dengan baik dan aspek manakah yang

telah berjalan dengan baik.

3. Apakah sumber belajar yang digunakan dalam diseminasi sesuai

dengan harapan saudara, mudah dipahami, mudah digunakan?

4. Apa yang mungkin Saudara sarankan untuk memperbaiki kegiatan

diseminasi agar kegagalan di masa lalu kita hindarkan dan

kita dapat melakukan perbaikian secara berkelanjutan

Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun

daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-

pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama Saudara

mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian jawaban yang

dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi selama kegiatan

pelatihan berlangsung melalui berbagai kegiatan yang

berikutnya.

Lembar Kegiatan .1. Berpikir Repflektif

Kegiatan 2. Berpikir Reflektif

156

Durasi : 1 JP

Media : kertas dan pena

Diskripsi :

Saudara dipersilahkan membaca bahan bacaan berikut ini.

PENULISAN BAHAN DISEMINASI

Sebagaimana diuaraiakan dalam topik sebelumnya bahwa

diseminasi adalah suatu difusi inovasi yang direncanakan.

Strategi yang dipergunakan dalam diseminasi beragam baik

berupa paksaan, bujukan, fasilitasi, pendidikan. Kepala

Sekolah sebegai seorang yang melakukan diseminasi model

pembelajaran maka merancang program diseminasi dan bahan-bahan

yang dipergunakan dalam diseminasi. Salah satu strategi

deminasi yang paling moderat adalah strategi diseminasi

melalui pendidikan atau lebih dikenal dengan sebutan

pendidikan dan pelatihan. Proses penyelenggaraan diseminasi

melalaui pendidikan dan pelatihan secara umum dikelompokan

pada kegiatan pradilat, pelaksanaan diklat dan pasca diklat.

KEGIATAN PRA-DIKLAT

Analisis Kebutuhan Diklat

Analisis kebutuhan diklat adalah suatu proses yang sistimatis

dalam mengidentifikasi ketimpangan antara sasaran dengan

keadaan nyata atau diskrepansi antara kinerja standard dan

kinerja nyata yang penyelesaiannya melalui diklat. Selain itu,

analisis kebutuhan diklat merupakan analisis yang dilaksanakan

secara sistimatis dan digunakan perancangan kegiatan

diseminasi.

157

Analisis kebutuhan diklat bertujuan untuk mengetahui secara

akurat kebutuhan diklat ditinjau dari sudut pandang calon

peserta diklat, dan dipergunakan sebagai dasar penyusunan

program diklat, bahan diklat, pedoman pelaksanaan diklat dsb.

Suatu analisa kebutuhan diklat harus mencakup sekurang-

kurangnya tiga karakteristik sebagai berikut :

a. Data harus menyajikan kondisi aktual responden dan orang-

orang terkait, baik itu mencakup kondisi saat ini maupun

kondisi yang akan datang,

b. Tidak ada kebutuhan yang bersifat final dan lengkap. Kita

harus menyadari bahwa pernyataan tentang kebutuhan diklat

bersifat tentatif / sementara,

c. Ketimpangan seharusnya diidentifikasi dari produk dan

proses. Bisa terjadinya produk yang baik tetapi proses untuk

menghasilkan produk tersebut tidak efisien atau sebaliknya

prosesnya efektif sesauai dengan target atau harapan.

Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pendekatan analisis

kebutuhan diklat dalam pencarian data yaitu rapid rural

apraisal (RRA) dan participatory rural apraisal (PRA), DIF

analisis. Pada metode RRA kegiatan untuk mengumpulkan data /

informasi oleh orang luar (peneliti, petugas lembaga,

birokrat) yang kemudian membawanya keluar dan menganalisa

sendiri. Pada metode PRA kegiatan penggalian informasi dengan

cara partisipatif (orang luar hanya sebagai pemandu,

perantara, fasilitator) yang mendorong pendidik untuk

158

melakukan kegiatan menggali informasi dan masalah serta

melakukan kegiatan oleh analisa oleh mereka sendiri. Sedangkan

pada metode DIF Analisis kegiatan analisis kebutuhan diklat

didasarkan pada job analisa (analisa jabatan) yang diikuti

dengan mencari tingkat kesulitan (Difficulties), tingkat

kepentingan (Important) dan tingkat keseringan (Frequency).

Berdasarkan tingkat tersebut dicari manakah dari analisa

jabatan tersebut yang paling DIF.

Penyusunan Panduan Diklat

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diklat dirumuskan program

atau pandunan yang memnuat aspek akademis dan aspek

administratif antara lain:

a. Tujuan dan sasaran diklat;

b. Persyaratan peserta;

c. Daftar mata diklat dan silabi yang berisi deskripsi, tujuan

pembelajaran, kompetensi dasar, indikator keberhasilan,

materi pokok dan sub materi pokok, metode pengajaran dan

waktu diklat;

d. Keseluruhan rancang bangun pembelajaran mata diklat/GBPP/

rencana pembelajaran

e. Tenaga kediklatan;

f. Metode, sarana dan prasarana;

g. Waktu pelaksanaan dan jadwal;

h. Evaluasi.

Penyusunan dan penyempurnaan kurikulum diklat. Sebelum dimulai

pelaksanaan diklat selalu dilakukan pengkajian baik materi

159

maupun metodologi diklat. Hal ini dimaksudkan agar supaya

kurikulum diklat senantiasa mampu mengkomodir tuntutan

kebutuhan peningkatan kemampuan pegawai yang diperlukan dalam

melaksanakan tugas sehari-hari sehingga materi dalam kurikulum

sesuai dengan kebutuhan

Penentuan jadwal dan kualifikasi tenaga pengajar. Setelah

materi kurikulum diklat disempurnakan, maka ditentukan tenaga

pengajar yang sesuai dan menguasai secara akademis maupun

penguasaan dalam metodologi pengajaran secara androgogis dan

akhirnya dituangkan dalam bentuk jadwal pelajaran.

Penentuan peserta diklat. Persyaratan calon peserta berbeda-

beda, hal ini dimaksudkan agar supaya peserta diklat tersebut

sesuai dengan bidang tugas yang diembannya. Untuk calon

peserta diklat dilakukan seleksi administratif, bahkan pada

beberapa diklat tertentu dilakukan tes akademis

Persiapan sarana dan prasarana diklat Tahap berikutnya adalah

mempersiapkan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan

perlengkapan peserta diklat, ruang kuliah, pembiayaan, bahan

pembelajaran, instrumen evaluasi diklat, alat bantu

pembelajaran. Kelengkapan sarana pendukung proses pembelajaran

akan sangat berpengaruh terhadap evaluasinya, dan hal-hal lain

yang berkaitan dengan tata tertib selama diklat pelaksanaan

diklat.

Tahap Pelaksanaan Diklat

160

Didalam pelaksanaanya Diklat ada 4 hal penting yang perlu

mendapat perhatian yaitu: Pelaksanaan proses pembelajaran,

Sistem Penilaian, Kriteria Kelulusan, dan pemberian predikat

penilaian, serta pengembalian peserta diklat ke unit yang

mengirimkannya.

1. Pelaksanaan proses pembelajaran. Pelaksanaan proses

pembelajaran melalui pendekatan androgogis dengan metode

ceramah, diskusi, simulasi, diskusi kelompok, seminar dan

Praktek kerja lapangan. Selama diklat berlangsung semua

peserta diklat diharuskan mengikuti dan berperan aktif dalam

setiap kegiatan proses pembelajaran. Selama proses

pembelajaran dipandu oleh Fasilitator (Widyaiswara dan

Pengajar dari berbagai instansi) untuk memberikan masukan

sekaligus melatih peserta diklat supaya materi pembelajaran

dapat dikuasai secara optimal. Untuk mendukung proses

pembelajaran disediakan modul, bank kasus/soal yang telah

disusun.

2. Sistim Penilaian.Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan

setiap akhir materi pembelajaran (Formatif Test) maupun

setiap akhir diklat (Sumatif Test) Diklat diseminasi

diterapkan "Mastery Learning" dalam arti diklat dilaksanakan

dengan sistem pengajaran bagi orang dewasa sehingga

diharapkan seluruh peserta dapat lulus, sebab dalam diklat

tersebut diberikan tugas membaca, tugas kelompok dan tugas

lainnya agar yang bersangkutan bila kurang menguasai materi,

didorong agar mampu menguasai materi tersebut.

3. Penilaian terhadap pengajar. Untuk menilai kemampuan tenaga

pengajar dalam penguasaan materi maupun metodologi

161

pembelajaran maka diadakan penilaian oleh peserta diklat dan

penyelenggara dengan menggunakan format penilaian yang telah

standar. Hasil penilaian tenaga pengajar tersebut digunakan

sebagai bahan masukan untuk program berikutnya tentang

kredibilitas masing-masing pengajar.

4. Penilaian terhadap proses penyelenggaraan diklat.

Penyelenggara diklat dinilai oleh peserta diklat yang

meliputi aspek : pelayanan administrasi, kenyamanan ruang

belajar, kelengkapan alat bantu pembelajaran, pelayanan

konsumsi, kejelasan informasi (hubungan antara peserta,

pengajar dan penyelenggara). Hasil evaluasi tersebut sebagai

masukan untuk perbaikan penyelenggaraan diklat di masa

mendatang.

Tahap Pasca Diklat

a. Hasil monitoring dan evaluasi diklat

b. Pelaporan penyelenggaraan diklat

c. Evaluasi dampak dan manfaat diklat

Berdasarkan pada informasi tersebut di atas, Saudara diminta

untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang

telah dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut

ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis

mengenai pengelolaan pembelajaran:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara

berikan mengenai pengelolaan pembelajaran?

162

2. Apa yang Saudara lakukan sebagai pemimpin pembelajaran untuk

menjamin proses diseminasi model pembelajaran yang ideal

tersebut?

Kegiatan 3 Bekerja Mandiri

Durasi : 1 JP

Media : kertas dan pena

Diskripsi :

Saudara sebagai kepala sekolah diberikan tugas untuk melakukan

diseminasi model pembelajaran melalaui pendidikan dan

pelatihan (diklat) kepada sesama rekan kepala sekolah dalam

satu kabupaten. Lakukanlah analisis kebutuhan diklat dan

tuangkan hasil analisis kebutuhan diklat tersebut menjadi

panduan diklat.

Saudara dapat menggunakan salah satu metode dalam melakukan

analisis kebutuhan diklat apakah metode RRA, RPA atau DIF.

Panduan diklat yang saudara susun memuat sekurang-kurangnya

aspek/unsur :

a. Tujuan dan sasaran diklat;

b. Persyaratan peserta;

c. Daftar mata diklat dan silabi yang berisi deskripsi, tujuan

pembelajaran, kompetensi dasar, indikator keberhasilan,

materi pokok dan sub materi pokok, metode pengajaran dan

waktu diklat;

163

d. Keseluruhan rancang bangun pembelajaran mata diklat/GBPP/

rencana pembelajaran

e. Tenaga kediklatan;

f. Metode, sarana dan prasarana;

g. Waktu pelaksanaan dan jadwal;

h. Evaluasi.

Susunlah bahan tayang untuk salah satu mata pembelajaran hasil

inovasi model pembelajaran yang tercantum dalam panduan yang

telah Saudara susun. Petunjuk penyusunan bahan ajar dalam

bentuk bahan tayang dapat anda pelajari dari sumber-sumber

belajar lain yang tersedia.

164

Rencana Tindak Lanjut – PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN

Susunlah rencana tindak lanjut pengembangan model pembelajaran yang akan Saudara laksanakanselama kegiatan On the jobs learning

Topik KegiatanMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Ke

t1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 51. Rekayasa

Model Pembelajaran

Model pembelajaranPenggunaan teknologi informasi dankomunikasi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaranPemanfaatan sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar.Pengorganisasi

165

pembelajaran2. Desiminasi

model Pembelajaran

Penulisan bahan desiminasi

166

REFLEKSI PEMBELAJARAN IN SERVICE LEARNING 1

1. Apa yang Saudara pelajari dari kegiatan In-1?

2. Apa hal baru yang bisa Saudara lakukan di tempat Saudara

bekerja?

3. Apa masalah yang Saudara hadapi selama melakukan

pembelajaran In-1?

167

168

4. Apa masalah yang Saudara hadapi dalam melaksanakan hasil

pembelajaran di tempat Saudara bekerja?

5. Bagaimana Saudara akan mengatasi masalah tersebut?

6. Apa yang akan Saudara lakukan selanjutnya agar hasil

pembelajaran dapat dilaksanakan di tempat Saudara bekerja

169

170

KESIMPULAN

Setelah menyelesaikan kegiatan IN-1 , diharapkan Saudara

lebih memahami dan memiliki kemampuan yang tinggi dan mampu

menunjukkan keahlian dalam mengadaptasi/memodifikasi model

pembelajaran dan mendesiminasikan kemampuan mengadaptasi/

memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya

sekolah dan masyarakat secara optimal seiring kemajuan

teknologi informasi dan komunikasi kepada sesama rekan guru

atau sesama rekan kepala sekolah.

171

KEGIATAN ON THE JOB LEARNING

Pengantar

Pda kegiatan on the job learning (ON) Saudara mengaplikasikan

berbagai pengetahuan dan wawasan tentang model pembelajaran,

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk

meningkatkan kualitas proses pembelajaran, pemanfaatan

sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar.

pengorganisasi pembelajaran serta diseminasi model

pembelajaran. Kegiatan ON ini Saudara diharapkan secara

bersama-sama dengan rekan guru dalam satu sekolah atau sesama

kepala sekolah dalam kelompok kerja sekolah.

Hasil yang diharapkan

Setelah mempelajari Bahan Pembelajaran Utama ini, diharapkan

kepala sekolah telah mampu mengadaptasi/memodifikasi model

pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan

masyarakat secara optimal seiring kemajuan teknologi informasi

dan komunikasi serta mediseminasikan modifikasi model

pembelajaran.

Selain dalam bentuk kemampuan, maka diharapkan Saudara

menghasilkan 4 rancangan model pembelajaran dan program

diseminasi (sub-topik 2.3) Rancangan model pembelajaran

meliputi rancangan terkait dengan model pembelajaran (sub-

topik 1.1); pemanfaatan TIK dalam pembelajaran (sub-topik

1.2); pemanfaatan sumber belajar dalam pembelajaran (sub-topik

172

1.3) ; rancangan pengelolaan pembelajaran tematik (sub-topik

1.4)

Organisasi Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran pada kegiatan ON terdiri dari 2 topik

yaitu Model Pembelajaran dan Diseminasi Model Pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran pada topik 1. Model Pembelajaran ini

dirinci menjadi 4 sub-topik. Pada setiap sub-topik terdiri

dari beberapa strategi kegiatan yang diharapkan membantu

Saudara dalam memahami materi pembelajaran secara lebih

efektif dan efisien. Sedangkan kegiatan pembelajaran pada

topik 2 terdiri dari satu kegiatan yaitu menyusun program dan

bahan diseminasi model pembelajaran.

Hasil setiap kegiatan selama On the job learning merupakan

portopolio yang akan Saudara laporkan dan presentasikan dalam

kegiatan IN-2.

Topik 1. Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran

WAKTU : 105 Jam Pelajaran

Sub-Topik 1.1.Model Pembelajaran

Susunlah satu rancangan model pembelajaran yang mencakup

penggunaan beberapa strategi pembelajaran . Rancangan model

pembelajaran tersebut harus memanfaatkan TIK dan menggunakan

sumber daya sekolah dan masyarakat secara optimal.

173

Sub-Topik 1.2 Pemanfaatan TIK

Susunlah satu rancangan model pembelajaran yang mencakup

beberapa strategi . Model pembelajaran tersebut harus

memanfaatkan TIK

Sub-Topik 1.3. Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan

masyarakat sebagai sumber belajar

1. Lakukan pengamatan dan studi dokumen terhadap kegiatan

pembelajaran yang ada di sekolah Saudara.pada semester yang

sedang berjalan. Catatlah jenis sumber belajar yang

dipergunakan dalam pembelajaran, asal sumber belajar, dan

efektivitas penggunaan sumber belajar. Saudara dapat

menggunakan tabel berikut ini atau model yang lainnya.

No. SK/KD

Jenis SumberBelajar yangdipergunakan

Asal SumberBelajar Keter

anganSekolah

Masyarakat

2. Lakukan analisis terhadap sumber belajar yang dipergunakan

dalam kegiatan pembelajaran pada semester yang berjalan

(hasil kegiatan 1), apakah sumber belajar tersebut efektif

mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran, secara ekonomis

apakah terjangkau oleh sumber pembiayaan sekolah, secara

teknis apakah praktis dan tersedia sarana pendukung dalam

penggunaannya, aspek lokasi apakah dekat dan terjangkau oleh

sekolah, apakah sumber belajar tersebut memilki

fleksibilitas.

174

No. SK/KD

JenisSumberBelajar

AspekEfektivita

s

Ekonomi

Kepraktisa

n

Lokasi

Fleksibelitas

3. Berdasarkan hasil analisis penggunaan sumber belajar,

lakukan saran-saran alternatif untuk meningkatkan

efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber belajar. Akan

lebih baik bilamana saran alternatif penggunaan sumber

belajar tersebut merupakan hasil kajian penelitian tindakan

kelas.

No. SK/KD

JenisSumberBelajaryang

dipergunakan

Saran Peningkatan PengunaanSumber Belajar

4. Lakukan identifikasi sumber-sumber belajar yang ada di

sekolah saudara dan ada di masyarakat disekitar sekolah

saudara yang mampu saudara akses/gunakan atau saudara

jangkau untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Disarankan

saudara mengidentifikasi untuk mata pelajaran yang kuasai

atau yang saudara ajarkan.

No.

Jenis SumberBelajar

Lokasi SumberBelajar

Dipergunakandalam

175

pembelajaranSK/KDSekolah Masyaraka

t

5. Susunlah satu model rencana pelaksanaan pembelajaran untuk

satu standar kompetensi/kompetensi dasar pada mata pelajaran

yang anda kuasai atau saudara ampu. Rencana pelaksanaan

pembelajaran tersebut sesuai dengan kerangka rencana

pelaksanaan pembelajaran yang dianjurkan dalam standar

proses. Rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut harus

memuat secara jelas penggunaan sumber-sumber belajar yang

telah saudara identifikasi pada kegiatan sebelumnya.

Disarankan Saudara untuk lebih banyak memanfaatkan sumber-

sumber belajar yang telah tersedia, dan kurangi untuk

mendesain sumber-sumber belajar.

6. Terapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah saudara

susun tersebut dan amati kegiatan pembelajaran yang

berlangsung.

Sub - Topik 1.4. Pengelolaan Pembelajaran

Terdapat berbagai model pembelajaran, salh satu model tersebut

adalah model pembelajaran tematik.

1. Amati tayangan pembelajaran tematik, catat hal-hal yang

penting.

176

2. Lakukan telaah terhadap rancangan model pembelajaran tematik

dengan jusl Perangkat Pembelajaran Tematik Kelas 3 SD Tema

Norma Masyarakat dan Tema Rumahku disusun oleh Dra. Dyah

Sriwilujeng, M.Pd dan DR. Ari Pujiastuti, M.Pd) yang dapat

Saudara akses pada http://www.dyahjoag.wordpress.com

3. Susunlah suatu rancangan model pengelolaan pembelajaran

tematik yang menguraikan secara rinci dengan menggunakan

model pengelolaan pembelajaran tematik. Model pengelolaan

pembelajaran tersebut dilengkapi dengan analisis pemilihan,

pemetaan kompetensi dasar, analisis jejaring tema,

penyusunan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran.

TOPIK 2 . DESIMINASI MODEL PEMBELAJARAN

Waktu ; 15Jam pelajaran

SUB-TOPIK : 2.3. Penulisan bahan desiminasi

1. Lakukan analisis kebutuhan diseminasi Model Pembelajaran

dari pendidik ataupun sekolah Saudara atau di sekolah-

sekolah kelompok kerja kepala sekolah. Analisis kebutuhan

diseminasi tersebut dapat mengunakan metode DIF dengan

menanyakan tingkat kesulitan, tingkat kepentingan atau

kebermanfaatan dan tingkat keseringan/frekuensi pengunaan

dari topik model pembelajaran.

2. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diseminasi susunlah

Rancangan Program diseminasi atau program diklat yang memuat

sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:

a. Tujuan dan sasaran diklat;

b. Persyaratan peserta;

177

c. Daftar mata diklat dan silabi yang berisi deskripsi,

tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, indikator

keberhasilan, materi pokok dan sub materi pokok, metode

pengajaran dan waktu diklat;

d. Keseluruhan rancang bangun pembelajaran mata diklat/GBPP/

rencana pembelajaran

e. Tenaga kediklatan;

f. Metode, sarana dan prasarana;

g. Waktu pelaksanaan dan jadwal;

h. Evaluasi.

Program diklat tersebut dilampiri dengan :

a. Model Rancangan model-model pembelajaran (hasil kegiatan

topik 1.1)

b. Model Rancangan model penggunaan TIK dalam pembelajaran

(hasil kegiatan topik 1.2)

c. Model Rancangan model penggunaan sumber daya sekolah dan

masyarakat dalam pembelajaran (hasil kegiatan topik 1.3)

a. Model Rancangan Pengelolaan Pembelajaran (hasil kegiatan

1.4)

178

REFLEKSI PEMBELAJARAN ON THE JOB LEARNING

1. Apa yang Saudara pelajari dari kegiatan On the Job Learning?

2. Apa hal baru, yang bisa Saudara lakukan di tempat Saudara

bekerja?

3. Apa masalah yang Saudara hadapi selama melakukan

pembelajaran On the Job Learning?

179

180

4. Apa masalah yang Saudara hadapi dalam melaksanakan hasil

pembelajaran di tempat Saudara bekerja?

5. Bagaimana Saudara akan mengatasi masalah tersebut?

6. Apa yang akan Saudara lakukan selanjutnya agar hasil

pembelajaran On the

Job Learning bisa dilaksanakan di tempat Saudara bekerja

181

182

KESIMPULAN

Setelah menyelesaikan kegiatan ON , diharapkan Saudara lebih

memahami dan memiliki kemampuan yang tinggi dan mampu

menunjukkan keahlian dalam mengadaptasi/memodifikasi model

pembelajaran dan mendesiminasikan kemampuan mengadaptasi/

memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya

sekolah dan masyarakat secara optimal seiring kemajuan

teknologi informasi dan komunikasi kepada sesama rekan guru

atau sesama rekan kepala sekolah. Pengalaman pada kegiatan ON

merupakan implementasi langsung hasil kegiatan IN 1 sesuai

dengan tugas nyata di sekolah.

183

KEGIATAN IN-SERVICE LEARNING 2

Waktu : 5 Jam Pelajaran

Pengantar.

Kegiatan IN-2 merupakan kegiatan akhir dari rangkaian IN-1 dan

On. Pada kegiatan ini Saudara harus melaporkan kegiatan yang

Saudara lakukan selama On dan menyelesaikan tagihan-tagihan

yang ada. Selanjutnya Saudara diminta mempresentasikan laporan

yang Saudara susun. Selain itu Saudara juga dapat melakukan

refleksi terhadap kegiatan In – On – In yang telah Saudara

laksanakan.

Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dalam kegiatan IN 2 ini, diharapkan

kepala sekolah telah menghasilkan rancangan

adaptasi/memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan

sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal seiring

kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dan rancangan

desiminasi adaptasi/ memodifikasi model pembelajaran.

Organisasi Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran pada IN 2 pada hakekatnya adalah

presentasi laporan hasil kegiatan ON. Hasil kegiatan On Topik

1 terdiri dari 4 dokumen, Topik 2 terdiri dari satu dokumen.

Hasil gabunan dari kegiatan topik 1 dan topik 2 merupakan

tagihan.

Topik 1. Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran

Sub-topik 1.1. Model Pembelajaran

184

Sub-topik 1.2. Penggunaan teknologi informasi dan

komunikasi untuk meningkatkan kualitas proses

pembelajaran

Sub-topik 1.3 Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan

masyarakat sebagai sumber belajar.

Sub-topik 1.4. Pengelolaan Pembelajaran

Topik 2. Diseminasi Adaptasi /Modifikasi Model Pembelajaran

Sub-topik 2.3. Penyusunan Bahan Desimenasi

185

Presentasi dan diskusi

Saudara telah mengimplementasikan lima topik dalam

pembelajaran ini di kegiatan On the Job Learning. Laporkan hasil

implementasi lima topik tersebut di In service 2 dalam bentuk:

1. Dokumen hasil kegiatan On the Job Learning yang terdiri dari

:

a. Rancangan model pembelajaran

b. Rancangan pemanfaatan TIK

c. Rancangan pemanfaatan sumber belajar

d. Rancangan pengelolaan pembelajaran

e. Program dan bahan diseminasi pengembangan model

pembelajaran.

2. Powerpoint presentation yang berisi tentang ringkasan

pelaksanaan, temuan, perbaikan selama On the Job Learning,

kendala, hikmah yang bisa diambil, dan Rencana Tindak

Lanjut.

Setelah saudara presentasi, berilah kesempatan kepada peserta

In Service 2 untuk mengajukan pertanyaan. Saudara juga bisa

mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka untuk mendapat

masukan dan alternatif solusi dari kendala dan hambatan yang

saudara hadapi selama On the Job Learning.

186

REFLEKSI KEGIATAN IN SERVICE LEARNING-2

1. Apa yang telah Saudara pelajari dari kegiatan In – 2 ini?

2. Apa hal baru, yang bisa Saudara lakukan di tempat Saudara

bekerja?

3. Apa masalah yang Saudara hadapi selama melakukan

pembelajaran In-2?

187

188

4. Apa masalah yang Saudara hadapi dalam melaksanakan

kegiatan pembelajaran di tempat Saudara bekerja?

5. Bagaimana Saudara akan mengatasi masalah tersebut?

189

190

6. Apa yang akan Saudara lakukan selanjutnya agar hasil

pembelajaran In-2 bisa dilaksana- kan di tempat Saudara

bekerja

KESIMPULAN

Setelah menyelesaikan kegiatan IN-2 , diharapkan Saudara

lebih memahami dan memiliki kemampuan yang tinggi dan mampu

menunjukkan keahlian dalam mendesiminasikan kemampuan

mengadaptasi/ memodifikasi model pembelajaran yang

memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal

seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

191

DAFTAR PUSTAKA

192