07-MODUL Level-3-MODEL PEMBELAJARAN
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of 07-MODUL Level-3-MODEL PEMBELAJARAN
PUSAT PENGEMBANGAN TENAGA KEPENDIDIKANBADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKANKEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALEDISI 1 TAHUN 2011
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN TINGKAT 3 UNTUK KEPALA
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
1
DAFTAR ISI
.............................................................1
KATA PENGANTAR...............................................I
DAFTAR ISI..................................................II
GAMBARAN UMUM BAHAN PEMBELAJARAN UTAMA (BPU).................V
PENJELASAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN..........................VI
KEGIATAN IN SERVICE LEARNING 1...............................1Pengantar...............................................................1Hasil yang diharapkan...................................................1Organisasi Pembelajaran.................................................1
TOPIK 1. ADAPTASI/MODIFIKASI MODEL PEMBELAJARAN..........................2
SUB-TOPIK 1.1.MODEL-MODEL PEMBELAJARAN....................................2Kegiatan 1.........................................Berpikir Reflektif
2Kegiatan 2. Studi Kasus.................................................2Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Pendekatan, Strategi, Metode, Taktik,Teknik, dan Model Pembelajaran..........................................3Kegiatan 4. Analisis dan Pembuatan RPP................................19
Sub-Topik 1.2........Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran................................34Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.........................................34Kegiatan 2. Berpikir Kritis tentang Cakupan dan Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran............................35Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Penggunaan TIK di Sekolah..............................................42Kegiatan 4. Studi Kasus tentang Penggunaan Media Cetak, Radio dan Televisi...............................................................45Kegiatan 5. Berpikir Kritis tentang Penggunaan Komputer dan Internet...46Kegiatan 6. Pemetaan Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran................51
Sub-Topik 1.3. ....Pemanfaatan Sumberdaya Sekolah Dan Masyarakat Sebagai Sumber Belajar...........................................................52Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.........................................52Kegiatan 2 Berpikir Kritis.............................................53Kegiatan 3. Studi Kasus................................................61
Sub Topik 1.4.................................PENGELOLAAN PEMBELAJARAN.63
ii
Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.........................................63Kegiatan 2. Berpikir Kritis............................................64Kegiatan 3. Studi Kasus................................................80
TOPIK 2. DISEMINASI MODEL PEMBELAJARAN...................................83
Sub-Topik .2.1. Model Dan Strategi Diseminasi............................83Kegiatan .1 Berpikir Reflektif.........................................83Kegiatan 2. Berpikir Kritis............................................84
Sub-Topik 2.2. Keterampilan Fasilitasi/Mentoring.........................97Kegiatan 1 Berpikir Reflektif..........................................97Kegiatan 2. Berpikir Kritis Keterampilan Fasilitasi/Mentoring..........98Kegiatan 3. Bekerja Mandiri...........................................109
Sub-Topik 2.3.Penulisan Bahan Diseminasi................................110Kegiatan 1............................................Curah Pendapat
110Kegiatan 2.........................................Berpikir Reflektif
111Kegiatan 3 ..........................................Bekerja Mandiri
116
Rencana Tindak Lanjut – PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN.................117
REFLEKSI PEMBELAJARAN IN SERVICE LEARNING 1.............................118
KESIMPULAN..............................................................120
KEGIATAN ON THE JOB LEARNING...........................121Pengantar.............................................................121Hasil yang diharapkan.................................................121Organisasi Pembelajaran...............................................121
Topik 1. Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran.........................122
Sub-Topik 1.1.Model Pembelajaran........................................122
Sub-Topik 1.2 Pemanfaatan TIK...........................................122
Sub-Topik 1.3. ....Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar..........................................................122
Sub - Topik 1.4. Pengelolaan Pembelajaran...............................124
TOPIK 2 . DESIMINASI MODEL PEMBELAJARAN.................................124
SUB-TOPIK : 2.3. Penulisan bahan desiminasi.............................124
REFLEKSI PEMBELAJARAN ON THE JOB LEARNING...............................126
KESIMPULAN..............................................................128
iii
KEGIATAN IN-SERVICE LEARNING 2.............................129Pengantar.............................................................129Hasil yang diharapkan.................................................129Organisasi Pembelajaran...............................................129
REFLEKSI KEGIATAN IN SERVICE LEARNING-2.................................131
KESIMPULAN..............................................................133
DAFTAR PUSTAKA.............................................134
Catatan:
Kegiatan direncanakan dengan menggunakan asumsi pembelajaran
secara mandiri. Jika memang harus dibuat dua versi (mandiri
dan terbimbimbing) maka setiap kegiatan dapat ditambahkan
dengan kata “diskusi kelompok untuk” di depan kata
“berpikir”.
Diskusi kelompok dapat dilaksanakan dengan berbagai macam
teknik dan taktik seperti yang dicontohkan pada Sub-Topik 1
Kegiatan 9.
Jika penggunaan video pada beberapa kegiatan tidak disetujui
maka tayangan tersebut akan diganti dengan narasi.
Artikel masih belum berbasis sumber ilmiah jadi masih perlu
disempurnakan.
iv
GAMBARAN UMUM BAHAN PEMBELAJARAN UTAMA (BPU)
Bahan Pembelajaran Utama (BPU) adalah salah satu bagian dari
serangkaian Unit Pembelajaran dalam membentuk Program
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Kepala Sekolah.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi kepala
sekolah di bidang-bidang utama dari tugas seorang kepala
sekolah. Secara keseluruhan, ada sebelas Unit Pembelajaran
Utama.
Setiap BPU terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah
tahap lokakarya dimana peserta bertatap muka dengan
fasilitator (In Service Learning 1 atau disingkat IN-1).
Disini para kepala sekolah peserta PKB datang untuk belajar
bersama melakukan kegiatan awal, dan diperkenalkan kepada
Bahan Pembelajaran Utama, dan diberi informasi-informasi
penting sehingga mereka siap untuk melakukan sendiri komponen
belajar di tempat kerja (On-The Job Learning atau disingkat
ON). Tahap ON adalah tahap belajar di tempat kerja. Pada
tahap On ini setiap kepala sekolah menerapkan apa yang mereka
sudah pelajari dari IN-1 dan melakukan kegiatan belajar
mandiri lebih lanjut. Pada tahap ini para kepala sekolah juga
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang menunjukkan bahwa mereka
telah mencapai kompetensi yang diminta dan ini ditunjukkan
melalui tugas penilaian (Tugas Penilaian Utama) yang otentik,
dan berdasarkan pekerjaan, yang secara langsung terkait dengan
hasil Belajar BPU ini. Tahap terakhir adalah dimana peserta
(para kepala sekolah) datang dan bertemu lagi untuk bersama-
v
sama mengikuti tahap Inservice Learning-2 atau disingkat IN-
2, di mana mereka dapat melakukan beberapa pembelajaran lebih
lanjut, berbagi hasil latihan mereka, serta meninjau hasil
yang sudah mereka capai selama fase On-The-Job Learning dan
mendiskusikan isu-isu yang ada dengan para peserta lainnya..
vi
PENJELASAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN
Pengantar
Kualitas pembelajaran yang terjadi di sekolah merupakan pusat
perhatian dalam kegiatan pendidikan. Dalam rangka meningkatkan
kualitas pembelajaran di sekolah, seorang kepala sekolah harus
memiliki dimensi kompetensi manajerial terkait dengan
kemampuan mengelola: (2.4) Mengelola perubahan dan
pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar
yang efektif (2.5) Menciptakan budaya dan iklim
sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran
peserta didik, (2.7) Mengelola sarana dan prasarana
sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal,
(2.8) Mengelola hubungan sekolah atau madrasah dan masyarakat
dalam rangka dukungan, ide, sumber belajar, dan pembiayaan
sekolah/madrasah, (2.10) Mengelola pengembangan kurikulum dan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan
nasional. (2.15) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah..
Keenam kompetensi tersebut penting dimiliki oleh seorang
kepala sekolah, agar seorang kepala sekolah dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya dapat memberdayakan semua komponen
sekolah, terutama dalam memberikan layanan pembelajaran secara
optimal untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
peserta didik.
vii
Melalui topik yang akan dipelajari dalam bahan pembelajaran
utama ini, Saudara akan diajak untuk memahami lebih lanjut
tentang bagaimana Kepala Sekolah mampu mengembangkan
kompetensi manajerial yang dimiliki secara optimal dan
maksimal, sekaligus mampu meningkatkan kualitas kinerja
sekolah dimana Saudara bertugas dalam rangka pencapaian
kualitas pendidikan secara umum.
Kegiatan mempelajari bahan pembelajaran utama ini dapat
Saudara lakukan melalui kegiatan belajar mandiri, diskusi,
simulasi, brainstorming, studi kasus, penilaian kinerja,
problem solving, dan praktik. Kegiatan pembelajaran ini
dilaksanakan melalui program belajar mandiri dalam tiga
kegiatan utama yaitu In-service Learning 1 (IN-1), On the
Job Learning (ON) dan Inservice Learning 2 (IN-2). Pada tahap
IN-1, Saudara akan mendapatkan gambaran dan bekal pemahaman
yang cukup terkait dengan keenam kompetensi tersebut di atas.
Pada tahap ON Saudara mendapat kesempatan untuk melakukan
praktik langsung di sekolah tempat Saudara bertugas atau di
sekolah lain. Pada tahap IN-2 Saudara diharuskan memberikan
laporan proses dan hasil kegiatan selama ON, yang dapat
dijadikan sebagai dasar dalam mengevaluasi dan menyempurnakan
layanan pembelajaran di tempat Saudara bertugas.
Target Kompetensi
Menunjukkan keahlian dalam mendesiminasikan kemampuan
mengadaptasi/ memodifikasi model pembelajaran yang
viii
memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal
seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Hasil Yang Diharapkan
Setelah mempelajari Bahan Pembelajaran Utama ini, diharapkan
kepala sekolah telah mampu
1. Mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran yang
memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara
optimal seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
2. Mendesiminasikan kemampuan mengadaptasi/ memodifikasi model
pembelajaran.
Organisasi Pembelajaran (Kegiatan Pembelajaran/Lingkup
Pembelajaran)
Bahan pembelajaran utama ini dapat digunakan kepala sekolah
untuk mengikuti PKB sebagai acuan dalam mengembangkan model-
model pembelajaran yang memanfaatkan sumber daya sekolah dan
masyarakat seoptimal mungkin seiring dan sejalan dengan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Pada pembelajaran ini saudara diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi dalam mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran
yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara
optimal seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
dan mampu mendesiminasikan kemampuan tersebut kepada para
pendidik dan tenaga kependidikan, maupun kepada para pihak
yang memerlukan layanan pengembangan model-model pembelajaran.
ix
Isi Bahan Pembelajaran
No Topik Fokus Topik In-1 On In-2
1Adaptasi/
Modifikasi
Model
Pembelajar
an
Model pembelajaran 6 30 1
Penggunaan teknologiinformasi dan komunikasiuntuk meningkatkan kualitasproses pembelajaran
7 30 1
Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar.
3 15 1
Pengorganisasi pembelajaran 3 30 1
2Desiminasi
Model
Pembelajar
an
Model dan Strategi Desiminasi
3
Keterampilan fasilitasi/mentoring
3
Penulisan bahan desiminasi 3 15 1
Strategi Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran In-1 ON In- 2Curah Pendapat
Berpikir reflektif √
Identifikasi √ √
Pendampingan/ mentoring
Tugas Mandiri √
Mengamati dan menganalisis
tayangan√
Rencana Tindak Lanjut √
Tagihan
x
Untuk membantu Saudara menguasai kompetensi
mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan
sumber daya sekolah dan masyarakat seiring dengan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi, Saudara harus
menyelesaikan seluruh tugas yang disiapkan pada kegiatan demi
kegiatan secara berurutan. Tugas yang harus Saudara kerjakan
seluruhnya sebanyak 2 topik. Di bawah ini adalah gambaran
tentang tugas-tugas yang harus Saudara lakukan. Secara lebih
rinci tugas-tugas ini akan dijelaskan pada kegiatan
pembelajaran masing-masing topik. Adapun tugas-tugas yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Hasil (Model) Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran
a. Rancangan model pembelajaran.
b. Rancangan model penggunaan ICT dalam pembelajaran
c. Rancangan model penggunaan sumber daya sekolah dan
masyarakat dalam pembelajaran
d. Rancangan pengelolaan pembelajaran
2. Model Deseminasi Adaptasi Model Pembelajaran
Refleksi Pembelajaran
Di dalam Bahan Pembelajaran Utama ini terdapat tiga tugas
refleksi (Refleksi Pembelajaran); yang dapat Saudara temukan
di akhir dari setiap tahap Bahan Pembelajaran Utama tersebut.
Saudara harus melengkapi tugas Refleksi Pembelajaran tersebut
di akhir In Service Learning 1 (IN-1), setelah menyelesaikan
kegiatan on the job learning (ON), dan setelah menyelesaikan
kegiatan in Service Learning 2 (IN-2).
xi
KEGIATAN IN SERVICE LEARNING 1
Pengantar
Pada kegiatan in service learning 1 ini Saudara dapat menggali
berbagai pengetahuan dan wawasan tentang mendiseminasikan
kemampuan mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran,
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran, pemanfaatan
sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar.
pengorganisasi pembelajaran.
Untuk membantu Saudara dalam memahami BPU Pengembangan Model
Pembelajaran dibagi ke dalam 2 topik dan 7 sub-topik di atas,
maka pada kegiatan IN-1 dikembangkan berbagai kegiatan
pembelajaran seperti berfikir reflektif, berpikir kritis,
studi kasus, diskusi, melihat tayangan video dll. Agar kegiatan
tersebut dapat dilaksanakan pastikan Saudara memahami semua
uraian kegiatan berikut ini:
Hasil yang diharapkan
Setelah mempelajari Bahan Pembelajaran Utama ini, diharapkan
kepala sekolah telah mampu mengadaptasi/memodifikasi model
pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan
masyarakat secara optimal seiring kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi
Organisasi Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran pada BPU Pengembangan Model Pembelajaran
topik 1. Model Pembelajaran ini dirinci menjadi 4 sub-topik,
1
topik 2 terdiri dari 3 sub-topik. Pada setiap sub-topik
terdiri dari beberapa strategi kegiatan yang diharapkan
membantu Saudara dalam memahami materi pembelajaran secara
lebih efektif dan efisien.
2
TOPIK 1. ADAPTASI/MODIFIKASI MODEL PEMBELAJARAN
WAKTU : 19 Jam Pelajaran
SUB-TOPIK 1.1.MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Waktu : 6 Jam Pelajaran
Kegiatan 1. Berpikir Reflektif
Durasi : 1 JP (45 menit)
Media : Kertas A4, pena, dan buku-buku referensi
tentang model pembelajaran
Deskripsi
Pada tahap awal dalam mempelajari Sub-Topik tentang Model-
Model Pembelajaran, Saudara sebaiknya menjawab beberapa
pertanyaan berikut ini:
1. Apa yang Saudara perlukan untuk dapat menjadi pemimpin
pembelajaran di sekolah yang sedang dipimpin?
2. Apakah kualitas pembelajaran di sekolah yang Saudara pimpin
masih dapat ditingkatkan kualitasnya? Bagaimana caranya?
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menggunakan narasi,
tabel, grafik, maupun peta pikiran dalam kertas kosong yang
Saudara siapkan sebelumnya. Walaupun tidak ada
fasilitator/mentor yang akan mengevaluasi, namun ada baiknya
Saudara menjawab dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan
pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman maupun referensi
yang pernah diperoleh sebelumnya. Kesungguhan Saudara akan
mempermudah penyelesaian tugas-tugas pada kegiatan selanjutnya
sehubungan dengan fungsi refleksi sebagai landasan proses
pembelajaran untuk kepala sekolah dengan kompetensi level/
tingkat 3
3
Kegiatan 2. Studi Kasus
Durasi : 2 JP (90 menit)
Media : Video Model Pembelajaran
Deskripsi
Saudara diminta untuk memberi tanda pada model-model
pembelajaran yang seringkali Saudara lakukan jika sedang
mengajar.
Brainstorming Debates
Critiquing Field study
Discussion Inquiry
Guided practise Mentoring
Lecturing Problem-solving
Peer tutoring Conferencing
Role-playing Dialogue
Coaching Group work
Journaling Modelling
Questioning Think pair share
Berdasarkan pada jawaban secara individual, diskusikan
beberapa pertanyaan berikut ini:
1. Model apa yang paling umum digunakan?
2. Mengapa model tersebut yang paling umum digunakan?
3. Seberapa efektif model tersebut dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Setelah diskusi selesai, Saudara akan melihat beberapa
tayangan pembelajaran. Amati tayangan tersebut untuk menjawab
pertanyaan berikut ini:
1. Apa pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model
pembelajaran yang digunakan oleh guru tersebut?
4
2. Berdasarkan pada pengalaman Saudara, apa perbedaan dengan
pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model
pembelajaran apa yang biasanya digunakan?
Jawaban pertanyaan tidak perlu dituliskan secara individual
melainkan cukup dengan melakukan brainstorming atau diskusi
dalam kelompok besar.
Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Pendekatan, Strategi,
Metode, Taktik, Teknik, dan Model Pembelajaran
Durasi : 1 JP (45 menit ()
Media : Kotak Informasi 1. Pendekatan Pembelajaran
Deskripsi
Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam
kotak di bawah ini.
Kotak Informasi 1. Pendekatan, Strategi, Metode, Taktik,
Teknik, dan Model Pembelajaran
Through the years, the number of approaches to instruction, and the specific
strategies within them, has greatly expanded as we have learned more about
how people learn and different learning styles. In this chapter, we address
some of the broader cat- egories of approaches to instruction, from the tra-
ditional use of direct (transmission/transference) instruction to guided
instruction and authentic (transformational) instruction and, finally, individu-
alized instruction (which may include a combina- tion of approaches).
Direct instruction has historically been the most preva- lent approach to
instruction within many schools. Direct instruction—the transference of ideas
and skills from teacher to student—is often exemplified by the lecture method.
Johann Freidrich Herbart (1776-1841) codified the method into five discrete
steps of instruction still used today: (1) preparation or motivation of students
5
for the information about to be transferred; (2) presentation or summary of
what this information to be transferred is; (3) association of thisnew information
to the knowledge assumed previously known by the students; (4) generalization of
ideas, rules, principles to be learned through this instruc- tion; and (5)
application of these ideas to specific in- stances (Ornstein and Hunkins 1998).
In a lecture or recitation, the teacher addresses a group of students with a
prepared script of informa- tion to be transferred. This is typically a passive form
of learning by the students. The teacher transmits the information and the
student receives it. Because of the lack of interaction between the teacher and
students, lectures are regarded as one of the more economical forms of teaching
and knowledge trans- fer. Lectures require only one teacher and can in- clude
an audience of students numbering several hundred. The onus is on the
students to absorb what the teacher is transmitting.
Direct instruction can also be an effective means of transferring great quantities
of information, which the students will process on their own at a later time. A
properly structured lecture can highlight the im- portant aspects of a topic and
help the students make the necessary connections to frame the topic within their
own schemas. It is important to note, however, that lectures are not typically
contextualized or per- sonalized, but are purposefully general in nature. They are
not designed for one specific audience other than that they may be tailored to a
certain level of understanding of the topic and may be framed within a series of
lectures related to one another. A lecture is designed to fit the instructor’s
perspective of ap- propriate structure and organization of ideas, not that of each
of the students. Within a lecture, there is little to no opportunity for
questioning of the teacher or for pauses to process certain concepts. The pace
and direction are controlled by the teacher.
The direct instruction approach also includes strategies that are less formal
than the lecture model. For instance, direct instruction is often used when
6
introducing new material and ideas to students. It may be utilized as a method
for one particular por- tion of a given lesson or unit. This is what many refer
to as the “teacher talk” part of a lesson. It is often declarative or procedural
in nature. The teacher, standing before the class, introduces a new idea by
telling the students about the idea and re- lated information, connecting it to
what they already know or have learned, helping them frame their ideas and
giving them instructions about how they will proceed with their learning. This
teacher talk or pre- sentation strategy differs from the traditional lec- ture
model in that the teacher is connecting the information transferred directly to
the experiences of the students. With traditional direct instruction, the teacher
is not expecting the students to create anything new other than to be adapting
their own schemas to this new information.
As an example of the presentation strategy, imagine a fifth grade social studies
lesson introducing the concept of global exploration. A teacher may intro- duce
the concept by talking to the students about different explorations they may
have been involved in personally—exploring a museum or their back- yards, for
example. They might then connect these new ideas to what was most recently
taught within this subject, possibly the study of “the old world.” The teacher
would then connect this idea of explor- ing to discovering new territories. The
class might then review various places throughout the world that have been
explored and by whom. With this type of instruction, the teacher determines
which explorers and explorations are important by including them in the talk.
This form of instruction can be personal- ized for the students in that it is
tailored to what they have been learning and their personal frames of reference,
but it is still essentially a teacher-centered strategy with little activity by the
students. This is a presentation of information to be transferred from teacher
to student.
A variation on this strategy is the teacher proceeding from the talking or telling
7
part of a lesson to a demonstration of the way something works. This, very
much like the master and apprentice model, is the teacher showing the students
how to do some- thing. In the context of school, it may be demon- strating an
experiment or showing how to add mixed numbers. The students watch the
demonstration and may participate in a question and answer session, but
they are not personally manipulating anything. They are experiencing the
“doing” vicariously. The learning is a transmission of procedures and knowl-
edge as opposed to students learning through their own firsthand experience
and involvement.
In both of these forms of direct instruction it is accepted that some form of
student independent prac- tice for reinforcement of the new information will be
included. This practice could include traditional means such as completing
worksheets or workbook pages, but may also include more authentic forms of
using the knowledge just acquired. The idea is to process the information that
was transmitted so that it can be replicated and recalled as necessary.
Direct instruction plays an important role in many classrooms, helping to
introduce new concepts and procedures and to broadcast information to a
group of students. It is geared for a whole group, not spe- cifically to individual
learners. It does not take into consideration those who may already know the
in- formation, or those who will not be able to learn in this manner. It is
expected that some will gain some reinforcement from the teaching and others
will need extra assistance. Some refer to this as “teaching to the middle.” In
addition, it is not designed to allow for the creative or critical thinking necessary
for con- ceptual change. For that, there are other approaches that will be
discussed later in this chapter.
While direct instruction is a teacher-centered approach, guided instruction asks
both the teacher and student to take an active role in the learning process. The
teacher is still for the most part in control of the teaching, while the student
8
participates as the teacher leads. With di- rect instruction students are asked to
process much of the learning on their own. In guided instruction the teacher
scaffolds the learning to the students’ levels, supporting and guiding them to higher
levels.
One dominant form of guided instruction is discussion—similar to the Socratic
dialogues. Rather than one student being the focus of the dialogic pro- cess, a
class or small group works its way through ideas. The teacher may present an
issue or concept for discussion and then systematically guide the stu- dents to
new views or concepts. As the students are guided, they adapt this new
information into their schemas of what they have previously understood.
Guided instruction can also be used with a small group or groups of students in
exploring new con- cepts. Again, the teacher is still dominant, but the students
may attempt various approaches to a task with the teacher helping them to
analyze why they are doing what they are doing and to recognize why that
approach may or may not be working. One ex- ample would be in an inquiry
science class where students are exploring the principles of bridge build- ing. The
teacher will set the stage with the materials, ask each student to think about
what they already know about the concepts, experiences, and knowl- edge they
may have of bridges, and then talk them through what is happening as they try
different ap- proaches. In this situation, the teacher guides the stu- dent by
establishing the experience and helping to provide direction and make analytical
connections— but it is the students who are making the choices within their
own exploration.
Guided instruction has become very popular in reading instruction. Recognizing
that students learning to develop the skills associated with reading do so at an
independent rate, teachers can help by guiding this process, tailoring it to the
students’ levels. They work with small groups of students on specific skills or con-
cepts, helping to scaffold their learning, supporting them by supplying them with
9
words they do not know, and selecting works that are within their skill range. The
support of the teacher and fellow students helps the students move ahead in
their skill attainment.
Like direct instruction, guided instruction involves some form of practice of the
acquired knowledge. This practice is often group practice, where students work
together through problems or ideas, discussing why certain strategies and
responses are appropriate. This guided group practice could then, as with
direct in- struction, be followed with independent practice.
Guided instruction can take multiple forms within the classroom. It can be small
group work, individu- alized work, or function as a whole class activity. The key is
that the teacher guides the learners to higher levels by acknowledging what
they already know, supporting their individual learning levels and styles, and
designing instruction to meet these demands. In that the instruction is still
dominated and controlled by the teacher, it is still considered to be teacher-
centered, but with much student participation and activity. Given that it is still
teacher-centered, the instruction may not reflect what is considered an
authentic approach to teaching. Authentic approaches to teaching are explored
in the next entry.
An overview of “authentic instruction” in education can be divided into three
categories: school organiza- tion to support authentic instruction, classroom
orga- nization and teaching methods to actualize authentic instruction, and
authentic assessment to ascertain what students learned from authentic
instruction.
Before detailing each of these three categories, it is important to first define key
terms—in this case, what exactly might be labeled “authentic” and “in-
authentic” in terms of instructing students.
Proponents of “authentic instruction” seek to make schools a place where
children learn more naturalis- tically, countering what some claim as the more
10
per- vasive school practice of students memorizing de-contextualized facts
and engaging in practices that are meaningless outside of school.
With younger children, this approach might include teachers providing students
with objects and other materials to manipulate, as well as facilitating the social
situations in which students interact with these materials and each other. This
approach would seek to encourage a young child’s natural curiosity and social
development. At the secondary level, au- thentic instruction might involve
students working on world- or work-related projects, applying knowl- edge and
skills towards a usable end. Such an ap- proach to instruction might spark or
sustain a student’s interest or intelligence, combine multiple disciplines, or
increase a student’s sense of self as a change agent outside of the school arena.
In defining authentic instruction, it is also important to note what
“inauthentic” instruction might look like. Proponents of authentic instruction
might make the claim that the way schools have been tradi- tionally organized
has been incompatible with real life. For example, schools have historically
divided curriculum into discrete subject areas, whereas out- side of school one
must apply knowledge from mul- tiple disciplines simultaneously. Teachers have
also traditionally measured what students have learned through tests; yet one
rarely takes a test once they leave school.
In summary, inauthentic instruction would organize learning around traditional
school goals—ascertaining content area facts and skills measured through exami-
nation. In contrast, proponents of authentic instruc- tion would organize schools
and classrooms around real-world tasks and the interests of students.
However, it is also important to note that within the larger authentic
instruction philosophy of teach- ers preparing students to exist more fully in the
real world, there are wide-ranging perspectives as to what the goals of authentic
instruction should be. Some approaches to authentic instruction focus more on
developing a sense of community, caring, and ethics; others on service learning
11
and community action; while still others are more explicitly geared toward
learning for the workplace.
There are a variety of ways that schools around the world have been organized
to support authentic instruc- tion at both the elementary and secondary levels.
One of the earliest iterations of authentic instruction in formalized schooling is
the “Montessori Method” developed by Maria Montessori, who opened her
first “Child House” school in Italy in 1907. Montessori schools are for
preschool and elementary school children, and operate under the as- sumption
that teachers should help students discover and develop their unique and
individual talents.
The Montessori philosophy claims that what chil- dren need to develop is the
ability to think and reason humanely rather than the capacity to memorize facts.
To this end, Montessori schools are structured to more authentically match the
world of a child’s developing imagination rather than false impositions from
the adult world. Someone observing a Montessori class- room might witness
children walking around freely, choosing objects to work with, and learning by
doing in the physical world. Teachers employ an integrated approach to the
curriculum, and call students together for “lessons” based on actual student need
rather than a preset bell schedule. In approaching Montessori in- struction,
teachers focus on individual children, and seek to motivate students to love
learning rather than achieve a grade. The overall school environment is set up
for focused discovery.
American schools that have organized around simi- lar philosophies have been
greatly influenced by the writings of John Dewey and the “constructivist”
movement in education (1902; 1938). The constructivist philosophy directly
ties together ex- perience and education, positing that learning is a mental
construction where one builds on prior and current knowledge to develop new
knowledge. Dewey believed that “thinking is doing,” and many child-centered
12
schools throughout America are or- ganized so that children can work with
materials and inquire how things can be created in the world. This type of school
organization embodies the authentic ways that children might learn and do
outside of school. More recent theorists on learning, like Howard Gardner
(1983), have illustrated how this constructivist approach to learning is consistent
with brain research and the development of an individual’s multiple intelligences.
Some schools, such as The Key School in Indianapolis, Indiana, have organized
their entire curriculum around students discovering and developing their multiple
intelligences through pur- suing theme-based projects.
At the secondary level, in concert with efforts since the 1980s to break down large
comprehensive schools into smaller, themed schools, there has been a move- ment
to make learning more authentic. To this end, a variety of ways to reorganize
secondary schools has emerged. For example, some schools (like Cen- tral Park
East Secondary School [CPESS] of Sizer’s Coalition of Essential Schools in New York
[CES]) have reorganized time to support authentic instruc- tion. CPESS has
students engage in areas of learning for “blocks” of time rather than discrete
40–50 minute periods. The idea is that block scheduling allows for in-depth
inquiry and sustained efforts to- wards a goal, and thus, is more in line with how
one would operate in the world. This allows teachers to focus on students’
intellectual and social develop- ment, as well as on embedding “habits of mind”
in inquiry into subject matter. At CPESS, student learn- ing culminates in a Senior
Institute where students graduate high school via an elaborate portfolio pro-
cess. CES schools emphasize depth over coverage, theorizing that such attentive
inquiry is more authen- tic and lifelike.
A related structure that has emerged to assist secondary schools in making
learning more authentic involves students in community-related experiences
from brief “job shadows” to extended internships, apprenticeships, and service
learning. Under this model, used by schools such as The Met School in
13
Providence, Rhode Island, in-school experiences are combined with out-of-school
work and connections to the community. Within this type of school organi-
zation, students may be in school three days a week or less; and when they are
in school, you are apt to find them working independently or in one-on-one
consultation with an adult/teacher.
As previously stated, learning that is organized around authentic instruction may
not take place in traditional classroom settings, or may do so for only part of the
student’s educational experience. In instances where teachers and students
interact in more traditional classroom settings, there are a variety of ways that
teachers may approach instruction to make it more authentic.
One umbrella approach to authentic instruction is Project Based Learning (PBL).
Teachers using a PBL approach to instruction might teach thematically (e.g., a
science teacher might use the theme of “Connect- edness” for a particular unit).
During the unit, the teacher would mix direct instruction with student inquiry,
gradually moving from the former to the lat- ter. Using the example of the field of
science and the theme of Connectedness, students over time would choose a
question or area to investigate (e.g., How do city population shifts impact air
quality?). Stu- dents would then do more in-depth independent re- search into
their area of inquiry, using skills and scientific thinking emphasized and
modeled by the teacher. The project may culminate in different lev- els of
“authenticity”: (1) Students may present what they learned and concluded to
their peers; (2) Stu- dents may present what they learned and concluded to
government officials, environmentalists, or in some other public forum; and (3)
Students may use what they learned to try to impact environmental policy and
practice. Also, students might use multiple meth- ods in presenting what they
ultimately learned (or did), drawing from their multiple intelligences.
It also is possible to use a modified version of authentic instruction on a smaller
scale, for example, for individual lessons rather than whole units. A math teacher
14
might present the class with a real-world problem that can only be solved
through the use of algebra. Then, students may work individually or in groups to
solve the problem, applying the math skills they have learned. However, what
happens with the end product from that lesson impacts how authentic the
instruction is. If the students then hand in their materials to the teacher,
receive a grade, and move on to the next topic the next day, some would say
that this is more problem-based learning than au- thentic instruction. If,
however, students continue to use algebraic skills to explore real-world local or
glo- bal issues and solutions, then the instruction can be considered more
authentic.
Teachers using authentic instruction in the class- room might view their role as
more of a coach, fa- cilitator, or guide. The student is no longer learning the
material to impress the teacher; the teacher is helping the student inquire and
learn for particular purposes that have real-life applications. In actualiz- ing this
role, teachers might have individual confer- ences with students, develop
individual learning plans in consultation with parents, serve as a sounding board
for ideas, as an advisor, and as a general re- source. The teacher also might
become a liaison with the community, arranging internships and service- learning
opportunities.
One issue that arises for teachers using authentic instruction is assessment.
Once teachers move away from multiple-choice tests and summative essays to
inquiry projects set in “the real world,” questions of quality emerge. How do you
ensure that the students are learning? Issues of authentic assessment are dis-
cussed next.
In contrast with traditional measures of assessments (multiple-choice tests or
essay exams), authentic as- sessments in schools seek to model the way individu-
als might be assessed outside of school. Rather than taking a timed test, a
student being assessed authen- tically might have several weeks to explore a
15
topic, cull together what they learned, and present their work by a deadline.
The presentation could be in written form, in a mixed-media portfolio, or
through a multimedia exhibition, or some combination of all three.
Although these forms of exhibiting knowledge maybe more authentic than a
test, even within these modes of instruction teachers need to assess students.
Whether this is done by grades or through narra- tives, projects, and
presentations, there is still a need for some standard of judgment so that students,
teach- ers, and parents can know what constitutes good work, and so that
other institutions can know what an individual student has achieved.
One common way to lay out authentic assessment criteria for authentic tasks is
through the use of ru- brics. Through a rating system or scoring tool, ru-
brics communicate expected quality of work in different performance skills
related to a task. Ide- ally, what makes rubrics authentic is that they are
performance-based, as it is performance on tasks (rather than ability to take
tests—which is only one type of task) that students will more often be evalu-
ated on in their lives outside of school. When a teacher uses a rubric to
evaluate products of authen- tic instruction, expectations are clearly printed
for all to see (e.g., “Exceeds Expectations,” “Meets Ex- pectations,” “Approaches
Expectations,” “Is Not Yet Ready”). Levels of proficiency from the rubric as-
sessment may or may not be translated into a num- ber/letter grade,
depending on the requirements of the teacher’s school and state.
Though widely used, it is important to note that rubrics are not the only way
to assess learning from authentic instruction. For example, some schools and
teachers use narrative description of student work and progress, either in
combination with rubrics, or as the primary system of feedback and
assessment.
While different levels of authentic instruction are now widely practiced, there
are also challenges to the viability of this type of approach to teaching and
16
learning. One challenge comes from within teachers themselves, as teachers
who have not ex- perienced such teaching in their own schooling of- ten have
diffi culties manifesting authentic instruction philosophies, especially
without ongo- ing support. Moreover, schools (particularly second- ary schools)
have traditionally been organized around “control” of students, whereas
authentic instruction involves allowing students to control, to varying
degrees, the pacing, scope, and sequence of their learning.
On a wider political level, the recent rise of high- stakes testing has posed a great
threat to authentic instruction. The resurgence of the testing movement came in
response to the perception by some that pro- gressive pedagogies were failing to
serve students. Authentic instruction became a target for accusations of “feel-good
fluffiness” in schools, with no concrete or measurable learning taking place. In the
No Child Left Behind Act of 2001, test scores were the pri- mary suggested
measurement to determine whether a student, teacher, or school was failing.
As this chapter on instruction is being written, there is ambivalence and
confusion about authentic instruction. There has been some backlash to the
testing movement; yet many have embraced testing as a path to ascertain how
students across social strata are performing in schools. Teachers continue to
struggle to make learning relevant to their stu- dents, even as “the test” looms
and dictates much of the curriculum. As schools react to threats of loss of
funding, independence, or existence, for low per- formance on tests, authentic
instruction continues in enclaves. About half of charter schools and many
private schools are organized around authentic- based missions, sometimes
receiving waivers on tests that other schools must adhere to so that their stu-
dents and teachers can have more curricular choice and control.
As schools become increasingly market-driven, some argue that authentic
instruction is still avail- able where there is a demand through such avenues as
charter and private schools. Others, however, claim that the widespread
17
embracing of high-stakes testing by public schools has led to minimal levels of
rel- evant thinking, reading, and writing for most stu- dents (King and O’Brien
2002). As public school students’ real-life interests are decreasingly valued in
favor of a common set of standards, it is the more affluent students—through
guidance and money from prosperous parents—who are able to transcend the
basic school curriculum and experience “enriching real-life activities” in private
(King and O’Brien 2002,44–45). If this is true, it can be argued that authentic
instruction is becoming a commodity obtained mostly outside of public schooling
by those who know the most about it and are able to afford.
Individualized instruction can be characterized as a learning relationship that
is direct and customized. Teachers delivering individualized instruction would
work to become aware of a student’s strengths, needs, and interests, and then
would match curricular con- tent and instructional method to the individual
learner.
Instruction focused on the individual learner can occur in a variety of
educational settings. Within tra- ditional whole classrooms, a teacher might work
with a student and her parents to develop an individual plan for inquiry and
growth underneath an umbrella theme, topic, or sequence. Students with special
learn- ing needs might receive more official individualized learning via a process
commonly called an Individu- alized Education Program (IEP), sometimes receiv-
ing instruction in smaller classes or with the aid of a paraprofessional. Another
way instruction can be individualized is through tutoring, lessons, or appren-
ticeship, where the learner works one-on-one with a more knowledgeable person
to develop particular skills or habits of mind.
Although individualized instruction commonly includes the learner receiving
more personalized “face time” with a teacher, there are divergences in ap- proach.
For example, some individualized instruc- tion focuses on developing the
learner’s strengths, while others focus on ameliorating the learner’s weaknesses.
18
Influenced by the work of Harvard University’s Howard Gardner in the 1980s,
individualized instruc- tion focused upon developing a student’s strengths has been
bolstered by the concept of multiple intelligences (Gardner 1983). According to
Gardner’s original theory, there are seven categories in which an indi- vidual can
be intelligent (linguistic, spatial, musical, bodily-kinesthetic, logical-mathematical,
interper- sonal, and intrapersonal); Gardner later amended this theory to include
an eighth intelligence (naturalistic). Because traditional mass instruction has
focused pri- marily on the linguistic and logical-mathematical, some educators have
embraced Gardner’s theories as a way to break from the past and tailor
instruction to the many ways an individual can be intelligent. Thus, in
dividualized instruction guided by the concept of multiple intelligences often
involves a student learn- ing unfamiliar content and skills through his or her
strengths—which might include painting, composing, drama, and poetry. Within a
particular domain of learn- ing, the teacher serves as a bridge, drawing from the
individual’s innate intelligences to help the student learn new material.
As with programs attending to students’ individual intelligences and styles,
individualized programs have also been used for those who need enrichment.
These gifted and talented learners often outpace the rate of learning of their
peers and can also work on more advanced concepts. Many of these learners are
able to work independently, which is one reason individual programs are appealing
alternatives. The talented and gifted (or TAG) learners may work on independent
research efforts, read texts at a higher level, take on external projects, or simply
move ahead more quickly with class work. Programs like SRA’s (Science Re- search
Associates) reading program, initiated in the1960s, were geared to allow
accelerated students to progress independently at their own rate. Similar
programs were designed in math, where students self- checked their work and met
periodically with the teacher for more formal assessments and learning
conferences. These programs, and others designed by classroom teachers,
19
aimed to differentiate curricu- lum and instruction for TAG learners to ensure
that the more academically advanced were challenged and motivated to continue
learning at an accelerated pace.
Students who have been diagnosed with a learning disability may receive
individualized instruction through special education. When a student is certi-
fied to receive special education, an IEP is developed between school staff,
parents, and sometimes the stu- dent, at an in-person meeting. Frequently
included in the paperwork completed at these meetings are statements of
goals and objectives for student learn- ing, current performance in school, and
any accom- modations that might need to be made in order for the student to
improve current performance and meet future objectives. Until recently, IEPs
focused mainly on student weaknesses as a result of some disability; however,
more recently, student strengths have been included in the individual learning
plans.
The recent rise of electronic educational technolo- gies has created both
opportunities and dilemmas for individualized instruction. Computers and the
proliferation of educational software offer oppor- tunities for students to work
independently, with progress guided and monitored by computer pro- grams.
While some claim that such instructional soft- ware allows for learning to be
more self-directed and self-paced, others say that this hyper-individu- alization
removes human elements that are essential in the learning process:
imagination, identification, and personal relationships between teachers and
stu- dents (Smith 2003).
For a variety of reasons, there has been some discrepancy between the
exceptional promise of the use of technology in the classroom to enhance in-
struction and the reality of its use. How technology has been used as a tool in
support of learning has been limited and influenced by a number of histori- cal
factors.
20
In the 1960s and 1970s, technology in the classroom was divided into three
related patterns. In one, instruction related to technology focused on com-
puter literacy and learning to use computers. A sec- ond pattern focused on
computer programming, and in a third, students used computers for rote
learning focused on drill and practice sets. This third approach, influenced by
behavioral learning theory and called computer-assisted instruction,
encouraged students to work on specific practice sets or individual tutori- als in
areas such as vocabulary or math. For example, one computer application
designed to help students learn arithmetic at this time “offered learner feed-
back, lesson branching, and a system for tracking in- dividual student progress”
(Means 2000, 197).
From the 1980s through the late 1990s, technology assumed an increasingly
prominent role in in- struction, with its uses changing in the classroom.
Becoming more consistent with Vygotskian social learning theory, educators
began to view technol- ogy as a learning tool that students could use in
collaborative and interactive situations. Computer- enhanced instruction is a
term employed to describe these more collaborative uses of technology. As
Means states,
An important difference between these uses of technology and the computer-
assisted instruction model dominant in the ’80s is the nature of the
instructional activity: The activity is much more than the technology and is
initiated and orches- trated by a teacher, rather than by a software sys- tem.
(Means 2000, 193)
Many forms of computer-enhanced instruction combine uses of online
databases with production soft- ware and historical content. For example,
students may access primary-source documents, such as journals written by
members of the Oregon Trail, on a number of websites (for example, that of the
Smithsonian In- stitute). Once they have accessed these Internet docu- ments,
21
teachers might have students collaboratively study and become meaningfully
engaged in historical events or those in other content areas.
By 2000, a number of exciting Internet-based science projects had already
appeared. For example, through the Global Learning and Observations to
Benefit the Environment (GLOBE) program, students can become involved in real
scientific investigations. From the comfort of their own classroom, students can
work with real scientists and take readings of local atmospheric conditions as
well as measure soil and vegetation conditions.
At the turn of the millennium, however, due to economic disparity, not all of these
innovations have readily found their way into classrooms. The contrast between
technology-rich and technology-poor class- rooms where students do or do not
have access to technology has been described as the “digital divide.” As Barbara
Means states, “Only 39 percent of class- rooms in the poorest schools had an
Internet connec- tion in 1998, compared to 62 percent of classrooms in the
wealthiest schools” (National Center for Edu- cation Statistics 1999, as cited in
Means 2000, 195). The implications of the digital divide for instruction are
profound, given the central role that technology now plays in most aspects of
American society.
While individualized instruction has provided an al- ternative to traditional mass
instruction, organiza- tional conditions in schools sometimes make it a difficult
practice for teachers to actualize. One chal- lenge is the number of students a
teacher must account for—the more students a teacher has under her charge,
the more difficult it is to tailor instruc- tion to individual needs and strengths. A
related chal- lenge is time (individualized instruction requires flexible schedules
in tune with the pace of individual learners); however, schools are increasingly
mandated to cover more topics in less time and have all learn- ers reach the
same “standard.” Finally, whereas text- books and district curricula offer the
same material and pacing to all students in an efficient and eco- nomic way,
22
individualized instruction requires more on-site resources (i.e., libraries, books,
CD-ROMs, Internet access) for the many paths of learning an individual
student might follow. Thus, lack of re- sources often makes individualized
instruction an out- of-the-ordinary practice; the majority of schools offering
personalized instruction advertise it as some- thing special beyond the
educational mainstream.
Referensi
Farenga, S.J. & Ness, D. (ed). (2005). Encyclopedia of education and human
development: Volume 1, page 48-78. New York: M.E. Sharpe.
Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk
berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah
dituliskan pada kegiatan 1.1.1. Beberapa pertanyaan berikut
ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai pendekatan pembelajaran:
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara
berikan mengenai pendekatan, strategi, metode, taktik,
teknik, dan model pembelajaran?
2. Pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model apa
yang ideal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di
sekolah yang Saudara pimpin?
3. Apa manfaat dari pendekatan, strategi, metode, taktik,
teknik, dan model pembelajaran tersebut bagi sekolah
Saudara?
4. Apa resiko yang mungkin harus dihadapi jika pendekatan,
strategi, metode, taktik, teknik, dan model pembelajaran
tersebut tidak terwujud?
23
5. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin pembelajaran
untuk menjamin terwujudnya pendekatan, strategi, metode,
taktik, teknik, dan model pembelajaran yang ideal tersebut?
Kegiatan 4. Analisis dan Pembuatan RPP
Durasi : 2JP (90 menit ()
Media : Kotak Informasi 2. Contoh-contoh Langkah
Pembelajaran
Lembar Kerja 1.1.4.a. Analisis
Kertas kosong
Deskripsi
Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam
kotak di bawah ini.
Kotak Informasi 2. Contoh-contoh Langkah Pembelajaran
1. Examples Non Examples
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran
b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui
OHP
c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta
didik untuk memperhatikan/menganalisa gambar
d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil
diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil
diskusinya
f. Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru
mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
g. Kesimpulan
24
2. Picture And Picture
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Menyajikan materi sebagai pengantar
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan
berkaitan dengan materi
d. Guru menunjuk/memanggil peserta didik secara bergantian
memasang/ mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang
logis
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar
tersebut
f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan
konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
g. Kesimpulan/rangkuman
3. Numbered Heads Together
a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik
dalam setiap kelompok mendapat nomor
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui
jawabannya
d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan
nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk
nomor yang lain
f. Kesimpulan
4. Cooperative Script
a. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan
25
b. Guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk
dibaca dan membuat ringkasan
c. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama
berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan
sebagai pendengar
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin,
dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar :
Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang
kurang lengkap
Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi
lainnya
e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
f. Kesimpulan Peserta didik bersama-sama dengan Guru
g. Penutup
5. Kepala Bernomor Struktur
a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik
dalam setiap kelompok mendapat nomor
b. Penugasan diberikan kepada setiap peserta didik
berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya
: peserta didik nomor satu bertugas mencatat soal.
Peserta didik nomor dua mengerjakan soal dan peserta
didik nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan
seterusnya.
c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok.
Peserta didik disuruh keluar dari kelompoknya dan
26
bergabung bersama beberapa peserta didik bernomor sama
dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini peserta didik
dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau
mencocokkan hasil kerja sama mereka
d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
e. Kesimpulan
6. Student Teams-Achievement Divisions
a. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara
heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin,
suku, dll)
b. Guru menyajikan pelajaran
c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti
dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua
anggota dalam kelompok itu mengerti.
d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta
didik. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling
membantu
e. Memberi evaluasi
f. Kesimpulan
7. Jigsaw
a. Peserta didik dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari
bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru
(kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota
27
kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman
satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan
tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh- sungguh
f. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
g. Guru memberi evaluasi
h. Penutup
8. Problem Based Introduction
a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan
menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan.
Memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih.
b. Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
c. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan
masalah.
d. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka
berbagi tugas dengan temannya
e. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses
yang mereka gunakan
9. Artikulasi
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
c. Untuk mengetahui daya serap peserta didik, bentuklah
28
kelompok berpasangan dua orang
d. Menugaskan salah satu peserta didik dari pasangan itu
menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan
kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok
lainnya
e. Menugaskan peserta didik secara bergiliran/diacak
menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya.
Sampai sebagian peserta didik sudah menyampaikan hasil
wawancaranya
f. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya
belum dipahami peserta didik
g. Kesimpulan/penutup
10. Mind Mapping
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan
ditanggapi olehcpeserta didik dan sebaiknya permasalahan
yang mempunyai alternatif jawaban 3. Membentuk kelompok
yang anggotanya 2-3 orang
c. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif
jawaban hasilcdiskusi
d. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca
hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan
mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
e. Dari data-data di papan peserta didik diminta membuat
kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep
yang disediakan guru
11. Make – A Match
29
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang cocok untuk sesi review,
sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
kartu jawaban
b. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu
c. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu
yang dipegang
d. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai
kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
e. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin
f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta
didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
g. Demikian seterusnya
h. Kesimpulan/penutup
12. Thik Pair And Share
a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin
dicapai
b. Peserta didik diminta untuk berfikir tentang
materi/permasalahan yang disampaikan guru
c. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya
(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran
masing-masing
d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok
mengemukakan hasil diskusinya
e. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan
pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi
yang belum diungkapkan para peserta didik
30
f. Guru memberi kesimpulan
g. Penutup
13. Debate
a. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan
yang lainnya kontra
b. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan
didebatkan oleh kedua kelompok diatas
c. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu
anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian
ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya
sampai sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan
pendapatnya.
d. Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru
menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai
mendapatkan sejumlah ide diharapkan.
e. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
f. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak
peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu
pada topik yang ingin dicapai.
14. Role Playing
a. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
b. Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari
skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM
c. Guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5
orang
d. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin
dicapai
e. Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk
31
melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
f. Masing-masing peserta didik berada di kelompoknya sambil
mengamati skenario yang sedang diperagakan
g. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik
diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-
masing kelompok.
h. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
i. Guru memberikan kesimpulan secara umum
j. Evaluasi
k. Penutup
15. Group Investigation
a. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
b. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
c. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok
mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari
kelompok lain
d. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada
secara kooperatif yang bersifat penemuan
e. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok
menyampaikan hasil pembahasan kelompok
f. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi
kesimpulan
g. Evaluasi
h. Penutup
16. Talking Stick
a. Guru menyiapkan sebuah tongkat
b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,
kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
32
membaca dan mempelajari materi.
c. Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan
mempelajarinya, peserta didik menutup bukunya.
d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta
didik, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan peserta
didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya,
demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik
mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari
guru
e. Guru memberikan kesimpulan
f. Evaluasi
g. Penutup
17. Bertukar Pasangan
a. Setiap peserta didik mendapat satu pasangan (guru bisa
menunjuk pasangannya atau peserta didik memilih sendiri
pasangannya).
b. Guru memberikan tugas dan peserta didik mengerjakan tugas
dengan pasangannya.
c. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu
pasangan yang lain.
d. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian
pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari
kepastian jawaban mereka.
e. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan
kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
18. Snowball Throwing
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-
33
masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang
materi
c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya
masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang
disampaikan oleh guru kepada temannya
d. Kemudian masing-masing peserta didik diberikan satu
lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa
saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh
ketua kelompok
e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat
seperti bola dan dilempar dari satu peserta didik ke
peserta didik yang lain selama ± 15 menit
f. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan
diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola
tersebut secara bergantian
g. Evaluasi
h. Penutup
19. Student Facilitator And Explaining:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c. Memberikan kesempatan peserta didik untuk menjelaskan
kepada peserta didik lainnya misalnya melalui bagan/peta
konsep.
d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari peserta didik.
e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
f. Penutup
20. Course Review Horay
34
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c. Memberikan kesempatan peserta didik tanya jawab
d. Untuk menguji pemahaman, peserta didik disuruh membuat
kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak
diisi angka sesuai dengan selera masing-masing peserta
didik
e. Guru membaca soal secara acak dan peserta didik menulis
jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan
langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (√)
dan salan diisi tanda silang (x)
f. Peserta didik yang sudah mendapat tanda √ vertikal atau
horisontal, atau diagonal harus berteriak horay ... atau
yel-yel lainnya
g. Nilai peserta didik dihitung dari jawaban benar jumlah
horay yang diperoleh
h. Penutup
21. Demontsration
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan
disampaikan
c. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan
d. Menunjuk salah seorang peserta didik untuk
mendemontrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan.
e. Seluruh peserta didik memperhatikan demontrasi dan
menganalisanya.
f. Tiap peserta didik mengemukakan hasil analisanya dan juga
pengalaman peserta didik didemontrasikan.
35
g. Gurumembuatkesimpulan.
22. Explicit Instruction
a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
c. Membimbing pelatihan
d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
23. Cooperative Integrated Reading And Composition Kooperatif
Terpadu Membaca Dan Menulis
a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara
heterogen
b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik
pembelajaran
c. Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan
menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap
wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
e. Guru membuat kesimpulan bersama
f. Penutup
24. Inside-Outside-Circle (Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar)
a. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan
menghadap keluar
b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar
lingkaran pertama, menghadap ke dalam
c. Dua peserta didik yang berpasangan dari lingkaran kecil
dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini
bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang
bersamaan
36
d. Kemudian peserta didik berada di lingkaran kecil diam di
tempat, sementara peserta didik yang berada di lingkaran
besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
e. Sekarang giliran peserta didik berada di lingkaran besar
yang membagi informasi. Demikian seterusnya
25. Tebak Kata
a. Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau
kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah)
pada kartu yang ingin ditebak.
b. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau
istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan
ditempel pada dahi ataudiselipkan ditelinga
c. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau
materi ± 45 menit.
d. Guru menyuruh peserta didik berdiri berpasangan didepan
kelas
e. Seorang peserta didik diberi kartu yang berukuran 10x10
cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang peserta
didik yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5x2 cm
yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian
ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
f. Sementara peserta didik membawa kartu 10x10 cm membacakan
kata- kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya
menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10x10 cm. jawaban
tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di
dahi atau telinga.
g. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu)
maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada
37
waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan
kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
h. Dan seterusnya
26. Word Square
a. Buat kotak sesuai keperluan * Buat soal sesuai TPK
b. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin
dicapai.
c. Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh
d. Peserta didik menjawab soal kemudian mengarsir huruf
dalam kotak sesuai jawaban
e. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak
27. Scramble
a. Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai
b. Buat jawaban yang diacak hurufnya
c. Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin
dicapai
d. Membagikan lembar kerja sesuai contoh
28. Take And Give
a. Buat kartu ukuran ± 10x15 cm sejumlah peserta tiap kartu
berisi sub materi (yang berbeda dengan kartu yang
lainnya, materi sesuai dengan TPK
b. Siapkan kelas sebagaimana mestinya
c. Jelaskan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
d. Untuk memantapkan penguasaan peserta tiap peserta didik
diberi masing- masing satu kartu untuk dipelajari
(dihapal) lebih kurang 5 menit
e. Semua peserta didik disuruh berdiri dan mencari pasangan
38
untuk saling menginformasi. Tiap peserta didik harus
mencatat nama pasangannya pada kartu contoh.
f. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling
memberi dan menerima materi masing-masing (take and
give).
g. Untuk mengevaluasi keberhasilan berikan berikan peserta
didik pertanyaan yang tak sesuai dengan kartunya (kartu
orang lain).
h. Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan
i. Kesimpulan
29. Concept Sentence
a. Guru menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai
b. Guru menyajikan materi secukupnya
c. Guru membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang secara
heterogen
d. Guru menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang
disajikan
e. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan
menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat
30. Complete Sentence
a. Siapkan blangko isian berupa paragraf yang kalimatnya
belum lengkap
b. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
c. Guru menyampaikan materi secukupnya atau peserta didik
disuruh membacakan buku atau modul dengan waktu
secukupnya
d. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen
e. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang
39
kalimatnya belum lengkap (lihat contoh).
f. Peserta didik berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan
kunci jawaban yang tersedia.
g. Peserta didik berdiskusi secara berkelompok
h. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah
diperbaiki. Tiap peserta membaca sampai mengerti atau
hapal
i. Kesimpulan
31. Time Token Arends 1998
a. Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative
learning / CL)
b. Tiap peserta didik diberi kupon berbicara dengan waktu ±
30 detik. Tiap peserta didik diberi sejumlah nilai sesuai
waktu yang digunakan.
c. Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang peserta
didik diserahkan. Setiap bebicara satu kupon.
d. Peserta didik yang telah habis kuponnya tak boleh
32. Pair Check
a. Bekerja berpasangan, Guru membentuk tim berpasangan
berjumlah 2 (dua) peserta didik. Setiap pasangan
Mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu
melatih
b. Pelatih mengecek. Apabila patner benar pelatih memberi
kupon
c. Bertukar peran. Seluruh patner bertukar peran dan
mengurangi langkah 1 – 3
d. Pasangan mengecek, Seluruh pasangan tim kembali bersama
dan membandingkan jawaban
40
e. Penegasan guru. Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai
konsep
33. Keliling Kelompok
a. Salah satu peserta didik dalam masing-masing kelompok
menilai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya
mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
b. Peserta didik berikutnya juga ikut memberikan
kontribusinya
c. Demikian seterusnya giliran bicara bisa
34. Tari Bambu
a. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah peserta didik
terlalu banyak berdiri berjajar . Jika ada cukup ruang
mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain
adalah peserta didik berjajar di sela-sela deretan
bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan
kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.
b. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang
pertama
c. Dua peserta didik yang berpasangan dari kedua jajaran
berbagi sinformasi.
d. Kemudian satu atau dua peserta didik yang berdiri di
ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di
jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara
ini masing-masing peserta didik mendapat pasangan yang
baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus
sesuai dengan kebutuhan
35. Dua tinggal dua tamu (two stay two stray)
41
a. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah
4 (empat) orang
b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi
tamu kedua kelompok yang lain
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi ke tamu mereka
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri
dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka
Referensi
An Alphabetized Listing of Instructional Methods.
http://olc.spsd.sk.ca/de/pd/instr/alpha.html
Setelah membaca dan mencermati berbagai langkah di atas,
Saudara diminta untuk mengidentifikasi model, pendekatan,
strategi, metode, teknik, dan taktik yang digunakan. Sebagai
latihan, Saudara diminta memilih 1 dari berbagai contoh
langkah-langkah tersebut di atas untuk dianalisis dan
disimulasikan. Hasil analisis sebaiknya Saudara tuliskan dalam
Lembar kerja 1.1.1. Analisis pada halaman berikut ini.
Saudara diharapkan dapat melanjutkan analisis secara mandiri
setelah kegiatan In-1 (tahap pertama) selesai dilaksanakan.
Selain melakukan analisis secara mandiri, Saudara juga akan
diminta untuk dapat melatih guru agar mahir dalam melaksanakan
berbagai langkah di atas.
LK.1.1.4.a. Analisis
42
Langkah
kegiatan
Pendekatan
Strategi
Metode
Teknik
Taktik
Setelah Saudara selesai menganalisis salah satu contoh,
silakan membuat RPP salah satu pelajaran yang
Saudara kuasai. Pembuatan RPP ini wajib menggunakan
hasil analisis sebagai acuan. Penulisan RPP dapat
Saudara lakukan pada kertas kosong yang telah
disediakan.
Walaupun tidak ada fasilitator/mentor yang akan mengevaluasi,
namun ada baiknya Saudara membuat RPP dengan
sungguh-sungguh dan sesuai dengan panduan yang
43
berlaku. Kesungguhan Saudara akan mempermudah
penyelesaian tugas-tugas pada kegiatan selanjutnya,
terutama yang terkait dengan pemanfaatan TIK dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran.
44
Sub-Topik 1.2. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi
Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran
Kegiatan 1. Berpikir Reflektif
Durasi : 1 JP
Media : Kertas A4, pena, dan buku-buku referensi
tentang pemanfaatan TIK
Deskripsi
Pada tahap awal dalam mempelajari Sub-Topik tentang Model-
Model Pembelajaran, Saudara sebaiknya menjawab beberapa
pertanyaan berikut ini:
1. Apa saja yang tercakup dalam terminologi “Teknologi
Informasi dan Komunikasi?”
2. Apa yang Saudara perlukan untuk dapat menjadi pemimpin
pembelajaran berbasis TIK di sekolah yang sedang dipimpin?
3. Apa yang Saudara ketahui tentang pemanfaatan TIK dalam
meningkatkan kualitas proses pembelajaran?
4. Berdasarkan pada pengalaman Saudara selama mengajar dan
memimpin guru-guru, pemanfataan TIK seperti apa yang
biasanya digunakan? Apa saja hambatan yang ditemui dalam
membangun sistem pembelajaran yang berbasis pada TIK?
5. Berdasarkan pada pengalaman Saudara dalam menggunakan TIK
tersebut, apa saja manfaat yang diperoleh?
6. Apakah kualitas pemanfataan TIK dalam pembelajaran di
sekolah yang Saudara pimpin masih dapat ditingkatkan
kualitasnya? Bagaimana caranya?
45
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menggunakan narasi,
tabel, grafik, maupun peta pikiran dalam kertas kosong yang
Saudara siapkan sebelumnya.
Walaupun tidak ada fasilitator/mentor yang akan mengevaluasi,
namun ada baiknya Saudara menjawab dengan sungguh-sungguh
dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh melalui
pengalaman maupun referensi yang pernah diperoleh sebelumnya.
Kesungguhan Saudara akan mempermudah penyelesaian tugas-tugas
pada kegiatan selanjutnya.
Kegiatan 2. Berpikir Kritis tentang Cakupan dan Manfaat
Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran
Durasi : 1 JP
Media : Kertas A4, pena, dan buku-buku referensi
tentang pemanfaatan TIK
Deskripsi
Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam
kotak di bawah ini.
Kotak Informasi 7. Cakupan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Farenga, S.J. & Ness, D. (ed). (2005). Encyclopedia of education and
human development: Volume 1, page 175-214. New York: M.E. Sharpe.
CAKUPAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Pada umumnya guru telah mengetahui pengertian TIK, namun
seringkali pengertian guru bermacam-macam. Mungkin di antara
mereka ada yang mengartikan bahwa TIK adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan komputer. Sebenarnya, komponen-komponen
46
TIK tersebut antara lain :
Pembelajaran yang mengintegrasikan TIK adalah suatu
pembelajaran yang aktifitasnya melibatkan pendayagunaan TIK
sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. TIK itu
sendiri tidak terbatas hanya pada komputer dan internet, tapi
segala jenis media informasi dan komunikasi lain seperti
radio, kaset audio, video dan lain-lain.
Bagaimanakah langkah dalam menyusun RPP yang mengintegrasikan
TIK?
Fryer (2001) menjelaskan dua pendekatan yang dapat dilakukan
guru dalam menyusun RPP yang mengintegrasikan TIK, yaitu: 1)
pendekatan topik (theme-centered approach); dan 2) pendekatan
software (software-centered approach). Dengan tidak mengurangi
ide Fryer, kedua pendekatan dapat kita analogikan denagn
dengan nama lain, yaitu pendekatan ”by design” untuk
pendekatan topik dan pendekatan ”by utilization” untuk
pendekatan software. Apa bedanya? Mari kita lihat satu
persatu.
47
Pendekatan Topik
Pada pendekatan ini, topik atau satuan pembelajaran dijadikan
sebagai acuan. Secara sederhana langkah yang dilakukan adalah:
1) menentukan topik; 2) menentukan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai; dan 3) menentukan aktifitas pembelajaran dengan
memanfaatkan TIK (seperti modul, LKS, program audio, VCD/DVD,
CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat
komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan
untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Contoh, Anda akan mengajarkan tentang topik penciptaan alam
semesta. Maka dengan mengacu pada KD dan indikator Anda akan
menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan dicapai oleh
siswa. Kemudian, berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut Anda
menentukan aktifitas pembelajaran yang terdiri dari kegiatan
awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Dalam menentukan
aktifitas untuk kegiatan awal, inti dan penutup tentunya Anda
juga harus menentukan aktifitas dan TIK (seperti modul, LKS,
program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di
internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous
lainnya) yang relevan.
Satu kelebihan utama pendekatan ini adalah pembelajaran
dirancang secara ideal. Oleh karena itu fasilitas TIK seperti
tercantum dalam RPP tersebut harus tersedia. Kelemahannya,
jika fasilitas TIK tidak menunjang, maka pembelajaran akan
menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, Fryer menyarankan
juga pendekatan yang kedua sebagai alternatif lain.
48
Pendekatan Software
Pendekatan ini menganut langkah yang sebaliknya. Kalau pada
pendekatan topik, topik dan tujuan pembelajaran yang dijadikan
sebagai patokan, maka pada pendekatan software, kondisi dan
kesiapan atau keberadaan fasilitas TIK-nya itulah yang
dijadikan sebagai patokan. Jadi, dalam pendekatan software,
kita berangkat dari apa yang kita miliki atau apa yang ada di
sekolah maupun lingkungan sekitar.
Dalam pendekatan ini, langkah pertama dimulai dengan
mengidentifikasi TIK (seperti buku, modul, LKS, program audio,
VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat
komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang ada atau
mungkin bisa dilakukan atau digunakan. Kemudian, dengan
kondisi TIK yang ada seperti tersebut, guru memilih topik-
topik apa yang bisa didukung oleh keberadaan TIK tersebut.
Kemudian guru merencanakan strategi pembelajaran yang relevan
untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator capaian hasil
belajar dari topik pelajaran tersebut.
Pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana kalau fasilitas dan
kemelekan teknologi informasi dan komunikasi yang tinggi
seperti computer dan internet tidak ada atau tidak memadai?”
Dalam bahasa Inggris, jawabannya adalah seperti ini,
“Technology is a tool. A Means to the end. Not the end in
itself (anonymous).”(Dryden and Voss, 1999) Jika
diterjemahkan secara bebas, maka artinya adalah seperti ini,
“TIK hanyalah sekedar alat. Sarana untuk mencapai tujuan.
Bukan tujuan itu sendiri.”
Artinya, kalau tidak ada teknologi yang lebih tinggi, maka
49
gunakanlah teknologi yang ada. Toh, tujuannya bukan pada
teknologinya itu sendiri, bukan? Tapi tujuan utamanya adalah
disamping membangun keterampilan melek TIK, juga membangun
keterampilan berpikir kritis, bekerja sama secara kolaboratif,
memecahkan masalah, dan berkomunikasi secara efektif. Jadi,
sejauh dapat mencapai tujuan tersebut, walapun dengan media
informasi dan komunikasi seadanya, kenapa tidak?
Penekanan utama dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang
mengintegrasikan TIK sebenanya adalah bukan pada kecanggihan
teknologi yang digunakan, tapi pada strategi pembelajaran yang
mendukung keterampilan-keterampilan abad 21 seperti dijelaskan
diatas melalui pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada
siswa (student-centered learning). Oleh karena itu ada
beberapa metode yang disarankan untuk membangun keterampilan
masyarakat abad 21 dengan memanfaatkan TIK sebagai
pendukungnya.
Beberapa metode tersebut adalah sebagai berikut:
Resources-based learning; memiliki karakteristik dimana
siswa diberikan/disediakan berbagai ragam dan jenis bahan
belajar baik cetak (buku, modul, LKS, dll) maupun non cetak
(CD/DVD, CD-ROM, bahan belajar online) atau sumber belajar
lain (orang, alat, dll) yang relevan untuk mencapai suatu
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudain siswa
diberikan tugas untuk melakukan aktifitas belajar tertentu
dimana semua sumber belajar yang mereka butuhkan telah
disediakan. Sebagai contoh, tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai adalah siswa dapat membandingkan beberapa teori
penciptaan alam semesta. Untuk dapat mencapai tujuan
50
pembelajaran tersebut, guru telah mengidentifikasi dan
menyiapkan berbagai bentuk dan jenis sumber belajar yang
berisi informasi tentang teori penciptaan alam semesta
berupa buku, VCD, CD-ROM, alamat situs di internet dan
mungkin seorang narasumber ahli astronomi yang diundang
khusus ke kelas. Kemudian siswa ditugaskan untuk mencari
minimal dua teori tentang penciptaan alam semesta secara
individu atau kelompok baik dari buku, VCD, maupun internet
sesuai dengan seleranya. Siswa juga diminta untuk
menganalisis perbedaan dari berbagai segi tentang teori-
teori tersebut dan membuat laporannya dalam MSWord yang
kemudian dikirim ke guru dan teman lainnya melalui e-mail.
Case/problem-based learning; memiliki karakteristik dimana
siswa diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk
dipecahkan. Dengan case-based learning solusi pemecahan
masalahnya sudah tertentu karena skenario sudah dibuat
dengan jelas. Tapi, dalam problem-based learning kemungkinan
solusi pemecahan masalahnya akan berbeda. Misal, dua orang
siswa diberikan satu permasalahan dengan pendekatan problem-
based learning. Maka solusi yang diberikan oleh siswa yang
satu dengan siswa yang lain mungkin berbeda.
Simulation-based learning; memiliki karakteristik dimana
siswa diminta untuk mengalami suatu peristiwa yang sedang
dipelajarinya. Sebagai contoh, siswa diharapkan dapat
membedakan perubahan percampuran warna-warna dasar. Maka,
melalui suatu software tertentu (misal virtual lab) siswa
dapat melakukan berbagai percampuran warna dan melihat
perubahan-perubahannya. Dan ia dapat mencatat laporannya
51
dalam bentuk tabel dengan menggunakan MSExcell atau MSWord.
Atau kalau perlu mempresentasikan hasilnya dengan
menggunakan MSPowerpoint.
Colaborative-based learning memiliki karakteristik dimana
siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, secara kolaboratif
melakukan tugas yang berbeda untuk menghasilkan satu tujuan
yang sama. Sebagai contoh, untuk mencapai tujuan
pembelajaran dimana siswa dapat membedakan beberapa teori
penciptaan alam semesta, siswa dibagi ke dalam tiga
kelompok. Masing-masing kelompok ditugas kan mencari satu
teori penciptaan alam semesta. Kemudian ketiga kelompok
tersebut berkumpul kembali untuk mendiskusikan perbedaan
teori tersebut dari berbagai segi dan membuat laporannya
secara kolektif. Salah seorang siswa dapat ditunjuk untuk
menyajikan hasilnya. (sumber diadaptasi dari:
http://www.microlessons .com).
MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Tantangan pendidikan abad 21, menurut PBB adalah membangun
masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society) yang
memiliki (1) keterampilan melek TIK dan media (ICT and media
literacy skills), (2) keterampilan berpikir kritis (critical thinking
skills), (3) keterampilan memecahkan masalah (problem-solving
skills), (4) keterampilan berkomunikasi efektif (effective
communication skills); dan (5) keterampilan bekerjasama secara
kolaboratif (collaborative skills). Keempat karakteristik
masyarakat abad 21 menurut PBB tersebut dapat dibangun
melalui pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran. Dalam
52
konteks pendidikan, sesungguhnya peran TIK adalah sebagai
“enabler” atau alat untuk memungkinkan terjadinya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien serta menyenangkan.
Jadi, TIK dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan,
bukan tujuan itu sendiri.
Jika Anda diberikan suatu pertanyaan, ”Apakah TIK di sekolah
telah dijadikan sebagai sarana untuk pembelajaran atau masih
dijadikan sebagai obyek yang dipelajari?” atau ”Apakah siswa
sudah belajar dengan TIK atau siswa masih belajar tentang
TIK?” Apa jawaban jujur Anda?
Pasti, Anda menjawab bahwa TIK di sekolah masih dijadikan
sebagai obyek yang dipelajari atau siswa masih diposisikan
sebagai orang yang sedang belajar TIK. Padahal, apa yang
seharusnya terjadi adalah sambil belajar tentang TIK (learning
about ICT), siswa juga belajar dengan menggunakan atau melalui
TIK (learning with and or through ICT). Ingat, yang dimaksud dengan
TIK tidak hanya komputer dan internet tapi segala jenis
media iformasi dan komunikasi lain seperti dibahas
sebelumnya.
Bila dilihat dari sisi peran TIK bagi guru, maka
pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran seharusnya
memungkinkan dirinya untuk:
menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih,
pengarah dan teman belajar.
dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar
kepada siswa untuk mengalami peristiwa belajar.
Jika, pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran hanya
bertujuan untuk mempermudah guru menyampaikan materi, dimana
53
ia berperan sebagai satu-satunya sumber informasi dan sumber
segala jawaban, maka lima keterampilan masyarakat abad 21 yang
dicanangkan PBB seperti dijelaskan di atas tidak akan
berhasil. (adaptasi dari Division of Higher Education, UNESCO, 2002).
Sementara itu, bila dilihat dari sisi peran TIK bagi siswa,
maka pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran harus
memungkinkan siswa:
menjadi partisipan aktif;
menghasilkan dan berbagi (sharing)
pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak
mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli.
belajar secara individu, sebagai mana halnya juga
kolaboratif dengan siswa lain.
Jika pemanfaatan TIK dalam pembelajaran masih membuat siswa
tetap pasif, mereproduksi pengetahuan (sekedar menghafal),
seperti guru mengajar dengan menggunakan slide presentasi
dimana yang masih dominan adalah dirinya, maka sia-sialah
teknologi tersebut diiintegrasikan dalam proses pembelajaran
yang kita lakukan.
Jadi, secara teoretis, integrasi TIK dalam pembelajaran yang
sesungguhnya harus memungkinkan terjadinya proses belajar
yang:
Aktif; memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya
proses belajar yang menarik dan bermakna.
Konstruktif; memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide
baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya
untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan
yang selama ini ada dalam benaknya.
54
Kolaboratif; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau
komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran
atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk
sesama anggota kelompoknya.
Antusiastik; memungkinkan siswa dapat secara aktif dan
antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dialogis; memungkinkan proses belajar secara inherent
merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa
memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut
baik di dalam maupun luar sekolah.
Kontekstual; memungkinkan situasi belajar diarahkan pada
proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan
”problem-based atau case-based learning”
Reflektif; memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah
ia pelajari serta merenungkan apa yang telah
dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu
sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al
(2001)).
Multisensory; memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan
untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio,
visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).
High order thinking skills training; memungkinkan untuk melatih
kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem
solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak
langsung juga meningkatkan ”ICT & media literacy” (Fryer,
2001).
Di sinilah letak perbedaan antara guru abad 21 dengan guru
55
tradisional. Kita sebagai guru abad 21 guru yang telah
menggeser paradigma pembelajaran dari pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher-centered learning) menuju
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning)
dimana ia lebih berperan sebagai desainer pembelajaran,
fasilitator, pelatih dan manajer pembelajaran. Bukan
sebagai pencekok informasi dan satu-satunya sumber belajar,
sang maha tahu. Oleh karena itu, guru harus mampu mendesain
pembelajaran atau menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) yang mencirikan paradgma baru pembelajaran seperti
dijelaskan di atas dengan mengintegrasikan TIK sebagai
sarananya.
Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk
berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah
dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut ini
dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai pendekatan pembelajaran:
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara
berikan mengenai cakupan teknologi informasi dan komunikasi?
2. Teknologi Informasi dan Komunikasi apa yang ideal untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah yang Saudara
pimpin?
3. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin pembelajaran
untuk menjamin terwujudnya penggunaan yang ideal tersebut?
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah
Saudara berikan mengenai manfaat teknologi informasi dan
komunikasi?
56
5. Apa manfaat dari penggunaan model TIK yang ideal bagi
sekolah Saudara?
6. Apa resiko yang mungkin harus dihadapi jika penggunaan
tersebut tidak terwujud?
7. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin
pembelajaran untuk menjamin terwujudnya penggunaan yang
ideal tersebut?
Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Faktor Pendukung dan
Penghambat Penggunaan TIK di Sekolah
Durasi : 1 JP (45 menit )
Media : Video Kesulitan Penggunaan TIK
Deskripsi
Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam
kotak di bawah ini.
Kotak Informasi 9. Pendukung dan Penghambat Pendayagunaan TIK
di Sekolah
PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENDAYAGUNAAN TIK DI SEKOLAH
Berdasarkan sejumlah survey yang telah dilakukan sebelumnya,
terdapat beberapa faktor yang sering menjadi keluhan para
guru, antara lain; tidak tersedianya peralatan, mahalnya akses
internet, kurangnya pengetahuan dan kemampuan menggunakan TIK
alias gaptek, kurangnya dukungan kebijakan, dll.
Sekurang-kurangnya ada lima faktor yang harus dipenuhi untuk
terjadinya optimalisasi pendayagunaan TIK di sekolah. Kelima
faktor tersebut adalah infratsruktur, SDM, konten, kebijakan,
57
dan budaya.
Guna mendukung optimalisasi pendayagunaan TIK untuk pendidkan,
sejumlah program dan kebijakan pemerintah telah diluncurkan,
antara lain:
1. Kebijakan:
a. Dibentuknya Dewan TIK Nasional yang diketuai oleh
Preseiden
b. TIK menjadi bagian penting dari rencana strategis
Departemen Pendidikan Nasional dalam mendukung tiga pilar
kebijakan pemerataan dan perluasan akses; peningkatan
kualitas dan daya saing; serta tata kelola dan pencitraan
publik
c. Segera dikeluarkan Permendiknas mengenai TIK untuk
Pendidikan.
2. Infrastruktur
a. Adanya bantuan Block Grant TIK untuk pendidikan
b. Tersedianya koneksi broadband jaringan pendidikan
nasional (Jardiknas)
3. Konten
a. Penyediaan bahan belajar berbasis TIK dan aktivitas
pembelajaran non konvensional seperti e-dukasi.net.
b. Stasiun televisi khusus yang berisi 100% pendidikan, TVE
c. Penyediaan pusat data dan informasi pendidikan, Padati
d. Sistem informasi manajemen, seperti SIM Keu, Sim Peg, SIM
Asest, NUPTK, Dapodik, dll.
4. SDM dan Budaya
a. Pelatihan untuk guru dan tenaga kependidikan lainnya
dalam pendayagunaan TIK
58
b. Sosialisasi
c. Lomba TIK
d. E-learning Award
Dalam blue print TIK untuk pendidikan, fungsi-fungsi TIK
digambar sebagai sebuah bangunan gedung. Terdiri dari pondasi,
tiang, dan atap, sebagaimana dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dijelaskan :
1. TIK sebagai gudang ilmu pengetahuan, dapat berupa referensi
berbagai ilmu pengetahuan yang tersedia dan dapat diakses
melalui fasilitas TIK.
2. TIK sebagai alat bantu pembelajaran; dapat berupa alat
bantu mengajar bagi guru, alat bantu belajar bagi siswa,
serta alat bantu interkasi antara guru dengan siswa.
3. TIK sebagai fasilitas pendidikan, TIK di sekolah dapat
KONTENDAN
KURIKULUM
PROSESBELAJARMENGAJAR
FASILITAS
DANSARANA
PRASARANA
SUMBERDAYAMANUSI
A
INFRASTRUKTUR DAN SUPRASTRUKTUR PENDIDIKAN
MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN LEMBAGA PENDIDIKAN
ADMINISTRASI LEMBAGA PENDIDIKAN
NILAI-NILAI BUDAYA DAN FILOSOFI PENDIDIKAN
IDEOLOGI
POLITIK
EKONOMI
SOSIAL
BUDAYAHANKAM
PERANAN TIK DI SEKOLAH MODEREN INDONESIA
VISI – MISI – TUJUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
ICT SEBAGAIFASILITASPENDIDIKAN
ICT SEBAGAISTANDAR
KOMPETENSI
ICT SEBAGAI
ALAT BANTUPEMBELAJAR
AN
ICT SEBAGAIGUDANG ILMU
PENGETAHUAN
ICT SEBAGAI PENUNJANG ADMINISTRASI PENDIDIKANICT SEBAGAI ALAT BANTU
MANAJEMEN SEKOLAHICT SEBAGAI INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN
1 2 3 4
56
7
WAHANATRANSFORMASIPENDIDIKAN
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
10
59
berupa pojok internet, perpustakaan digital, kelas virtual,
lab multimedia, papan elektronik, dll.
Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk
berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah
dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut ini
dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai pendekatan pembelajaran:
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah
Saudara berikan mengenai pendukung dan penghambat
pendayagunaan TIK di sekolah?
2. Bagaimana menguatkan pendukung pendayagunaan TIK di
sekolah?
3. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin
pembelajaran untuk menjamin minimalnya hambatan
pendayagunaan TIK di sekolah?
Kegiatan 4. Studi Kasus tentang Penggunaan Media Cetak, Radio
dan Televisi
Durasi : 1 JP (45 menit)
Media : Video penggunaan media cetak, radio dan
televisi
Deskripsi
Saudara akan melihat beberapa tayangan pembelajaran. Amati
tayangan tersebut untuk menjawab pertanyaan berikut ini:
60
1. Seperti apa pemanfaatan media cetak, radio, video, dan
televisi dalam model pembelajaran yang digunakan oleh guru
tersebut?
2. Berdasarkan pada pengalaman Saudara, apa perbedaan dengan
pemanfaatan TIK dalam model pembelajaran yang biasanya
digunakan?
3. Berdasarkan pada berbagai informasi sebelumnya, apakah
kualitas pembelajaran masih dapat ditingkatkan kualitasnya?
Bagaimana caranya
61
Kegiatan 5. Berpikir Kritis tentang Penggunaan Komputer dan
Internet
Durasi : 1 JP (45 menit)
Media : Video penggunaan komputer dan internet
Deskripsi
Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam
kotak di bawah ini.
Kotak Informasi 7. Internet
MENGENAL INTERNET
Internet adalah singkatan dari Interconnected Network.
Secara umum Internet adalah sebuah sistem komunikasi global
yang menghubungkan berbagai mesin komputer dan jaringan-
jaringan komputer di seluruh dunia. Mesin komputer tersebut
dapat berupa server, PC, handphone, PDA, dan lain-lain.
Secara sederhana internet dapat diilustrasikan seperti
tampak gambar berikut!
ISPISP
62
Gambar 1.1 Ilustrasi internet
- Komputer Workstation, komputer yang digunakan untuk
bekerja atau mengakses internet.
- HUB, sebuah perangkat yang berfungsi sebagai interface
antara uplink dan downlink, dan membagi uplink menjadi
beberapa bagian downlink.
- Komputer Server, sebuah mesin berupa komputer menjadi
penyimpan informasi dan pemberi informasi bagi komputer
yang meminta informasi Komputer Workstasion.
- Modem, perangkat yang berfungsi untuk menterjemahkan
sinyal analog menjadi sinyal digital dan sebaliknya.
- ISP (Internet Service Provider), penyedia jasa layanan
internet.
Bagaimana sebuah mesin komputer dapat terhubung ke internet?
Anda tentu masih ingat tentang jaringan komputer. Ya, sebuah
komputer dapat terhubung dengan komputer lain dalam sebuah
jaringan, yang disebut network. Jaringan komputer-jaringan
komputer juga dapat saling terhubung membentuk sebuah
jaringan yang kompleks yang disebut sebagai internet. Mereka
terhubung baik melalui kabel, saluran telepon, serat optik,
satelit, frekuensi saluran handphone, serta media apa saja
yang mungkin dialiri data.
Lalu bagaimana komputer Anda bisa terhubung ke internet?
Salah satu caranya adalah memanfaatkan layanan dari
perusahaan penyedia akses internet, yang disebut dengan ISP
(Internet Service Provider). Dengan adanya ISP, maka
63
komputer dapat berhubungan dan bertukar data dengan komputer
lain di seluruh dunia. Perhatikan ilustrasi gambar berikut!
Gambar 1.2 Ilustrasi hubungan internet
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana sebuah komputer dapat
berkomunikasi dengan komputer lain, tanpa berbenturan.
Seluruh jaringan komputer dalam internet menggunakan
standar protokol yang memungkinkan beragam jaringan
komputer dan komputer yang berbeda dapat berkomunikasi.
Protokol ini disebut sebagai TCP/IP (Transmission Control
Protokol/Internet Protokol). TCP/IP berguna sebagai cara
standar untuk mempaketkan dan mengalamatkan data komputer
(sinyal elektrik) sehingga data tersebut dapat dikirim ke
komputer lain dengan cepat tanpa hilang atau rusak.
BROWSING
Sekarang, Anda telah mengetahui bahwa ada berjuta informasi
yang dapat Anda peroleh dari internet. Nah, pertanyaan
selanjutnya, bagaimana Anda dapat memperoleh informasi-
informasi tersebut?
Html (Hypertext Markup Language)
Perlu Anda ketahui bahwa, semua informasi-informasi yang
tersebar internet diletakkan pada sebuah halaman website
64
(homepage). Dan Website disusun oleh suatu bahasa yang
disebut HTML (Hypertext Markup Language). Secara teknis,
perintah dasar yang dikirim ke komputer kita adalah
berbentuk teks biasa. Teks inilah yang kemudian diolah oleh
komputer menjadi halaman-halaman yang menarik seperti
dilihat di internet.
Browser
Browser merupakan software yang di install komputer client,
berfungsi untuk menerjemahkan tag-tag HTML menjadi halaman
web. Browser yang sering di gunakan biasanya Internet
Explorer, Netscape Navigator, Mozilla, Firefox, Arena, Lynx,
Mosaic dan masih banyak yang lainnya.
Browser dapat membalik dan membuka halaman web yang sedang
kita telusuri (browsing). Lewat Browser pula berbagai jenis
media didalam web dapat kita jalankan mulai dari teks,
gambar, animasi, suara bahkan video.
URL (Uniform Resource Locator)
Saudara pasti tahu, bahwa setiap orang pasti mempunyai
identitas. Ada identitas yang diwujudkan dalam bentuk KTP
(Kartu Tanda Penduduk) atau juga Surat Ijin Mengendarai
(SIM). Identitas-identitas tersebut untuk mengetahui asal
dari orang yang bersangkutan, nama jalannya, desa,
kelurahan, kecamatan hingga propinsinya. Demikian juga
halnya dengan paspor, saat ada orang berkunjung ke suatu
negara, maka orang lain akan mengenali dari negara mana
orang itu berasal. Demikian juga dengan URL, URL merupakan
sebuah mekanisme penamaan halaman web.
URL memiliki tiga bagian yaitu :
65
1. Protokol
Protokol yang digunakan pada www adalah http. Saudara
tentu masih ingat tentang pembahasan protokol.
2. Nama komputer tempat halaman berada (Alamat IP)
Setiap alamat website atau URL pada dasarnya adalah sebuah
IP Address. Misal alamat situs www.kompas.com mempunyai IP
Address 64.203.71.11, sedangkan www.yahoo.com dengan IP
Address 66.94.230.48. Antara nomor IP dengan nama situs
sebenarnya adalah dua nama yang sama, hanya saja alamat IP
dirasa lebih sulit diingat daripada mengingat nama. Untuk
itu di dunia internet tidak ada nama yang sama antara
halaman web satu dengan yang lainnya.
3. Nama untuk mengidentifikasi halaman tertentu atau nama
file pada halaman web tersebut.
Bagian ini berisi dokumen yang berisi salah satu halaman
dari keseluruhan isi web (www.kompas.com/file.html)
Setelah Saudara mengetahui URL, identitas dari sebuah web,
maka untuk mengetahui bagaimana bentuk rumahnya, Saudara
dapat mengunjunginya bagaimana isi dari halaman web. Alamat
sebuah web didalamnya ada sebuah halaman yang umum disebut
dengan homepage. Homepage merupakan istilah umum untuk
menyebut sebuah halaman web di internet yang mempunyai
sebuah alamat URL.
66
Gambar 1.11. Homepage www.e-dukasi.net
Sebuah halaman homepage didalamnya terdapat berbagai
informasi, baik yang bersifat hypertext maupun hyperlink.
Hypertext berupa teks yang mempunyai hubungan ke
halaman web yang sama atau halaman web lain, sedangkan
hyperlink dapat berupa teks, gambar atau tanda-tanda
lain yang diberi tanda khusus untuk terhubung ke bagian
atau halaman lain.
Gambar 1.12. Tampilan Hypertext dan Hyperlink
SEARCHING
Proses pencarian data dari dunia maya internet dengan
menggunakan mesin pencari (search engine) Ada bermacam
bentuk data file yang dapat Anda peroleh dari Internet,
67
diantaranya: .doc, .ppt, .pps, .rtf, .xls, .mdb, .txt, dsb.
Search Engine (Mesin Pencari)
Mesin pencari adalah program komputer (biasanya berbasis
web) yang dirancang untuk membantu seseorang menemukan file-
file yang disimpan dalam komputer, misalnya dalam sebuah
server umum di web (WWW) atau dalam komputer sendiri, kata
kunci atau keyword yang dimasukkan pengguna.
Berikut ini adalah berbagai alamat mesin pencari di yang
banyak dipakai di internet:
Google, alamat www.google.com
Yahoo, alamat www.yahoo.com
Lycos, alamat www.lycos.com
Altavista, alamat www.altavista.com
Webcrawler, alamat www.webcrawler.com
Nah, Anda dapat mencoba membuka setiap web mesin pencari
untuk mengetahui perbendaan tampilannya.
Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk
berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah
dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut ini
dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai pendekatan pembelajaran:
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah
Saudara berikan mengenai penggunaan komputer dan internet?
2. Penggunaan seperti apa yang ideal untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran di sekolah yang Saudara pimpin?
68
3. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin pembelajaran
untuk menjamin terwujudnya penggunaan yang ideal tersebut?
Kegiatan 6. Pemetaan Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran
Durasi : 1 JP (45 menit )
Media : Pena
Deskripsi
Saudara diminta untuk mengidentifikasi TIK yang dapat
digunakan pada teknik-teknik yang telah disampaikan pada
kegiatan sebelumnya.
69
Sub-Topik 1.3. Pemanfaatan Sumberdaya Sekolah Dan
Masyarakat Sebagai Sumber Belajar
Waktu : 3 Jam Pelajaran
Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.
Durasi : ½ JP
Media : kertas, pena, buku-buku referensi tentang
sumber belajar
Diskripsi
Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk
menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini.
1. Apa yang Saudara ketahui tentang sumber belajar?
2. Berdasarkan pengalaman Saudara dan guru-guru di sekolah
saudara, sumber belajar apakah yang paling lazim
dipergunakan?
3. Berdasarkan pengamatan Saudara apakah sumber belajar yang
dipergunakan telah efektif dan efesien dalam mencapai tujuan
pembelajaran?
4. Aspek-aspek apakah yang dijadikan landasan pertimbangan
dalam pemilihan dan penggunaan sumber belajar di sekolah
Saudara.
5. Apa yang Saudara lakukan untuk menggerakkan warga sekolah
dalam mengoptimasikan pemanfaatan sumber belajar yang
tersedia dan lazim dipergunakan di sekolah Saudara?
Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun
daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-
70
pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama Saudara
mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian jawaban yang
dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi selama kegiatan
pelatihan berlangsung melalui berbagai kegiatan yang
berikutnya.
Lembar Kegiatan Berpikir Reflektif Sumber Belajar
Kegiatan 2 Berpikir Kritis
Durasi : 1 JP
Media : pena, kertas
Diskripsi :
Saudara dipersilahkan membaca informasi yang disampaikan dalam
bacaan di bawah ini.
SUMBER BELAJAR.
Hasil pengamatan yang dilaksanakan pada sejumlah sekolah
negeri dan swasta, menunjukkan bahwa secara umum pemanfaatan
sumber daya masih kurang dan pemanfaatan sumber belajar masih
bertumpu pada ‘sosok’ guru sebagai sumber belajar utamanya.
71
Pada sekolah yang berada di pedalaman keberadaan guru masih
dominan mengingat masih terbatasnya sumber belajar lain.
Sedangkan sekolah di perkotaan sudah memanfaatkan sumber
belajar media cetak terutama buku. Dan sekolah lainnya secara
maksimal telah memanfaatkan produk teknologi komunikasi
walaupun kuantitasnya masih terbatas.
Pengertian Sumber Belajar
Edgar Dale (1969) seorang ahli pendidikan mengemukakan sumber
belajar adalah, ‘ segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk
memfasilitasi belajar seseorang.’ Pendapat lain dikemukakan
oleh Association Educational Comunication and Tehnology AECT
(1977) yaitu berbagai atau semua sumber baik berupa data,
orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan peserta didik
dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi
sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan
belajar.
Sudjana (Suratno, 2008), menuliskan bahwa pengertian Sumber
Belajar bisa diartikan secara sempit dan secara luas.
Pengertian secara sempit diarahakan pada bahan-bahan cetak.
Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang bisa
dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan sumber belajar
dapat berupa sumber daya manusia (orang) dan sarana prasarana
72
yang dapat digunakan oleh peserta didik mempermudah dan
meningkatkan prestasi belajarnya.
Fungsi Sumber belajar
Sumber belajar memiliki fungsi untuk :
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan
mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan
waktu secara lebih baik dan mengurangi beban guru dalam
menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina
dan mengembangkan gairah.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih
individual, dengan cara mengurangi kontrol guru yang kaku
dan tradisional; dan memberikan kesempatan bagi peserta
didik untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran
dengan cara perancangan program pembelajaran yang lebih
sistematis; dan pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi
oleh penelitian.
4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan meningkatkan
kemampuan sumber belajar; penyajian informasi dan bahan
secara lebih kongkrit.
5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu mengurangi
kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan
abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; memberikan
pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan
menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.
73
Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan
dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan
pencapaian hasil pembelajaran peserta didik
Jenis sumber belajar
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar
yaitu:
1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by
design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang
atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional
untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat
formal.
2. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by
utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain
khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat
ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran
Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat
berbentuk:
1. pesan seperti informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng,
hikayat, dan sebagainya;
2. orang seperti guru, instruktur, peserta didik, ahli, nara
sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan
sebagainya;
3. bahan seperti buku, transparansi, film, slides, gambar,
grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi,
arca, komik, dan sebagainya;
74
4. alat/ perlengkapan seperti perangkat keras, komputer,
radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator,
mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya;
5. pendekatan/ metode/ teknik seperti disikusi, seminar,
pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan,
percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya;
dan
6. lingkungan seperti ruang kelas, studio, perpustakaan, aula,
teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
Macam-macam sumber belajar tersebut di atas memiliki
karakteritik tersendiri dari tidak sesuai untuk semua kondisi
dan situasi sekolah. Sehingga perlu dipertimbangkan macam
sumber daya yang paling sesuai dengan kondisi sekolah
sepanjang efektif untuk membantu ketercapai tujuan
pembelajara.
Kriteria pemilihan sumber belajar
Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan beberapa
aspek sebagai kriteria pemilihan antara lain :
1. Aspek efektivitas yaitu sejauh mana kemanfaatan sumber
belajar membanu ketercapaian tujuan pembelajaran. Sumber
belajar yang berupa sumber daya manusia perlu
dipertimbangkan penguasaan kompetensi dan kemampuan
berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. Sumber
belajar lain perlu dipertimbangkan terutama yang asli,
konkrit, mudah diamati secara jelas oleh peserta didik.
75
2. Aspek ekonomi atau secara langsung diartikan biaya, bahwa
dalam pemilihan sumber belajar bukan didasarkan atas biaya
yang mahal tetapi lebih pada keterjangkauan oleh pembiayaan
sekolah dan kebergunaan dalam meningkatkan efektivitas
pembelajaran.
3. Aspek kepraktisan yiatu sumber belajar tidak memerlukan
pengelolaan yang rumit, sulit dan langka serta dapat diakses
dengan mudah oleh sekolah, tersedia sarana pendukung yang
diperlukan untuk menggunakan sumber belajar tersebut.
4. Aspek lokasi yaitu apakah sumber belajar tersebut berada di
dekat dan tersedia di sekitar lingkungan sekolah sehingga
mampu terjangkau;
5. Aspek fleksibelitas yaitu sumber belajar dapat dimanfaatkan
untuk berbagai tujuan pembelajaran dan mendukung proses dan
pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan
minat belajar peserta didik, serta meningkatkan citra
sekolah secara umum.
Lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan sekolah merupakan salah satu sumber belajar yang
amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga
dalam rangka proses pembelajaran peserta didik. Lingkungan
dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar.
Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar
terdiri dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik (alam).
Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu
sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat
76
digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan
dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam dan
partispasi dalam memlihara dan melestarikan alam. Pemanfaatan
lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan kegiatan
dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti survey,
karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan
belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa
yang disebut out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses
pembelajaran dengan menggunakan lingkungan alam terbuka. Di
samping itu pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan dengan cara
membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti menghadirkan nara
sumber untuk menyampaikan materi pembelajaran di dalam kelas.
Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan
efektif, maka perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi serta tindak lanjutnya.
Masih banyak orang beranggapan bahwa sumber belajar khususnya
media pembelajaran selalu terkait dengan teknologi tinggi,
elektronika, digital dan biaya mahal contohnya yang kita kenal
sebagai media pembelajaran adalah media cetak, transparansi,
audio, slide suara, video, multimedia interaktif, e-learning.
Namun sesungguhnya hal tersebut merupakan pemikiran yang
sempit dalam memaknai arti dari sebuah media pembelajaran.
Media pembelajaran terdiri dari berbagai macam jenis, dari
media pembelajaran yang sederhana dan murah hingga media
pembelajaran yang canggih dan mahal. Dari mulai rakitan pabrik
hingga buatan tangan para guru itu sendiri , bahkan ada pula
yang telah disediakan oleh alam dilingkungan sekitar kita yang
77
dapat langsung digunakan sebagai media pembelajaran. Atas
dasar pemahaman tersebut diatas maka diharapkan tidak ada lagi
argumentasi yang muncul sebagai dalih/alasan tidak menggunakan
berbagai sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran karena
biayanya mahal. Begitu banyaknya lingkungan disekitar kita
yang dapat digunakan sebagai media alat peraga tanpa perlu
biaya mahal. Beberapa benda di lingkungan kita dapat
dimanfaatkan sebagai sumber belajar, baik yang dimanfaatkan
secara ataupun yang dirancang terlebih dahulu dan dapat pula
dengan cara rekayasa media.
Sumber belajar yang diperlukan untuk mendukung terlaksananya
proses pembelajaran berkualitas harus direncanakan dan sedapat
mungkin tersedia dan dapat diakses oleh semua guru dalam
kegiatan pembelajaran. Perencanaan kebutuhan sumber belajar
dilakukan melalui tahapan analisis kebutuhan sumber belajar,
penetapan prioritas sumber belajar, pengembangan sumber
belajar.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengkaji berbagai persoalan yang
terkait dengan perancangan sumber belajar di sekolah
berdasarkan tuntutan karakteristik setiap mata pelajaran dalam
kurikulum berbasis kompetensi, baik dari sisi kompetensi yang
harus dimiliki, maupun dari segi materi ataupun bahan yang
akan disampaikan kepada peserta didik. Disamping itu, analisis
kebutuhan didasarkan atas masukan-masukan atau saran dari para
pengelola dan pelaksana serta pemerhati pembelajaran.
78
Perencanaan kebutuhan sumber belajar dimulai dengan
mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
diajarkan. Berdasarkan SK/KD tersebut dianalisis jenis dan
jumlah sumber belajar yang dibutuhkan. Kebutuhan sumber
belajar tersebut direncanakan ketersediaanya di sekolah atau
di masyarakat. Dalam menetapkan ketersediaan di sekolah atau
di masyarakat hendaknya memperhatikan ketersediaan anggaran
yang dimiliki sekolah dan tingkat ketersediaan dalam
masyarakat. Untuk dapat mengakses sumber belajar yang ada di
masyarakat sekolah perlu membuat jaringan kerjasama agar
sumber belajar tersebut dapat diakses dan dipergunakan untuk
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
Pengadaan Sumber Belajar
Dewasa ini banyak sumber belajar yang disediakan berbagai
pihak secara gratis (tidak berbayar) maupun berbayar dalam
bentuk “freeware” maupun “shareware”. Berdasarkan hasil
analisis kebutuhan sumber belajar di atas, sekolah dapat
menentukan atau memprioritaskan sumber-sumber belajar yang
dapat diakses yang secara bebas. Bilamana secara terpaksa
tidak ada sumber belajar yang tersedia secara bebas dan sumber
belajar tersebut sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran
maka sekolah perlu mempertimbangkan dan mengalokasikan
anggaran untuk pengadaan sumber belajar tersebut atau secara
mandiri sekolah membuat sumber-sumber belajar dengan
manfaatkan sebanyak mungkin sumber daya yang tersedia di
sekitar sekolah.
79
Rekayasa/modifikasi sumber-sumber belajar
Rekayasa atau modifikasi sumber belajar ini, dilakukan dengan
cara mengkaji dan meneliti berbagai masukan yang berasal dari
penetapan sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran.
Selanjutnya hasil kajian atau tinjauan ini, dapat dijadikan
bahan bagi kegiatan revisi pengggunaan sumber belajar. Hasil
revisi ini, kemudian menjadi rujukan untuk digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar.
Prinsip-prinsip Rekayasa Sumber Belajar
Sumber belajar atau disebut juga media belajar banyak terdapat
di lingkungan sekitar, ada yang berupa benda-benda atau
peristiwa yang langsung dapat kita pergunakan sebagai sumber
belajar. Selain itu, ada pula benda-benda tertentu yang harus
kita buat terlebih dulu sebelum dapat kita pergunakan dalam
pembelajaran. Media yang perlu kita buat itu biasanya berupa
alat peraga sederhana dengan menggunakan bahan-bahan yang
terdapat di lingkungan kita. Jika kita harus membuat media
belajar semacam itu, maka ada beberapa prinsip pembuatan yang
perlu kita perhatikan, yaitu :
1. Media yang dibuat harus sesuai dengan tujuan dan fungsi
penggunaannya.
2. Dapat membantu memberikan pemahaman terhadap suatu konsep
tertentu, terutama konsep yang abstrak.
3. Dapat mendorong kreatifitas siswa, memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bereksperimen dan bereksplorasi
(menemukan sendiri)
81
4. Media yang dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan,
tidak mengandung unsur yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan peserta didik.
5. Usahakan memenuhi unsur kebenaran substansial dan
kemenarikan
6. Media belajar hendaknya mudah dipergunakan baik oleh guru
maupun siswa
7. Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat hendaknya dipilih
agar mudah diperoleh di lingkungan sekitar dengan biaya yang
relatif murah
8. Jenis media yang dibuat harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik
82
Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Belajar
Dari pengalaman empiris nampak bahwa sumber belajar masih
terbatas dan belum dipandang sebagai faktor penting dalam
proses pembelajaran. Pihak yang terkait, kepala sekolah maupun
guru, biasanya berdalih karena minimnya anggaran di setiap
sekolah. Dengan dalih seperti itu apakah permasalahan
ketersediaan sumber belajar menjadi selesai, dan diperlukan
upaya untuk mengoptimalkan pengunaan berbagai sumber belajar
guna menunjang efektivitas proses pembelajaran. Sumber belajar
itu sesungguhnya tidak harus mahal, mewah atau berupa barang
yang sulit didapat. Akan tetapi lebih kepada sejauhmana
kreativitas dan kemauan para guru untuk memanfaatkan sumber
belajar yang ada, untuk berkreasi dan berinovasi dalam
mengembangkan sumber belajar yang dirancang.
Untuk optimalisasi penyediaan dan penggunaan sumber belajar
guru atau sekolah secara bersama-sama melalui kegiatan KKG,
MGMP, KKS, MKKS merencanakan dan mengembangkan sumber-sumber
belajar yang dapat diaplikasikan di daerah tersebut secara
bertahap.
Lingkungan di sekitar sekolah maupun di luar lingkungan
sekolah. betapapun kecil atau terpencil, suatu sekolah,
mempunyai beragam jenis sumber belajar yang sangat kaya dan
bermanfaat, yaitu masyarakat desa atau kota dapat dipergunakan
sebagai sumber dan alat bantu belajar-mengajar. Peristiwa alam
dan peristiwa yang terjadi di masyarakat cukup menarik
perhatian peserta didik. Ada peristiwa yang mungkin tidak
83
dapat dipastikan akan berulang kembali dalam jangka waktu
dekat. Jangan lewatkan peristiwa semacam itu untuk menjadi
sumber atau bahan yang dapat digunakan dalam poses belajar-
mengajar. Lingkungan fisik di sekitar sekolah. Bahan sisa yang
tidak terpakai dan barang bekas yang terbilang yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan, namun kalau kita olah dapat
bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar-mengajar.
Akrabkan Peserta didik dengan lingkungan agar peserta didik
masuk ke sekolah membawa pengalaman sendiri-sendiri. Mereka
mengenal binatang, bahkan mungkin memeliharanya. Peserta didik
mengenal tumbuh-tumbuhan, bahkan sering menggunakannya sebagai
alat dalam bermain. Tiap hari mereka melihat orang berbelanja
di warung, bahkan mareka sendiri sering melakukannya. Karena
begitu banyak aspek-aspek di lingkungan sekolah yang dapat
dijadikan sumber belajar, maka sekolah harus mengidentifikasi,
menganalisis dan memilih sumber-sumber belajar yang paling
sesuai untuk mendukung proses pembelajaran.
Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk
berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah
dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut ini
dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai sumber belajar:
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah
Saudara berikan mengenai penggunaan sumber belajar?
2. Bagaimana upaya yang Saudara lakukan untuk meningkatkan
penggunaan sumber belajar dalam pembelajaran di sekolah
yang Saudara?
84
Kegiatan 3. Studi Kasus
Durasi : 1½ JP
Media : video Pembelajaran Bahasa Inggris, Bahasa
Indonesia dan Ilmu Pengetahuan alam.
Saudara akan melihat tiga tayangan pembelajaran mata pelajaran
Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia serta Ilmu Pengetahuan
Alam. Fokus pengamatan Saudara terletak pada sumber belajar
yang dipergunakan dalam tayangan pembelajaran.
1. Berdasarkan hasil pengamatan yang Saudara lakukan tentukan
sumber belajar yang dipergunakan dalam pembelajaran tersebut
di atas.
2. Berdasarkan hasil pengamatan saudara sebutkan keunggulan dan
kekurangan dari sumber belajar tersebut ditinjau dari aspek
efektivitas, aspek ekonomi, aspek kepraktisan, aspek lokasi
dan aspek fleksibilitas.
3. Berdasarkan pengamatan Saudara dimanakah titik kelemahan
penggunaan sumber belajar dalam tayangan pembelajaran
tersebut.
4. Apakah saran-saran Saudara agar sumber belajar dipergunakan
secara fektif dalam pembelajaran
85
Tuliskan jawaban saudara dengan menggunakan formuir berikut
ini.
Aspek SumberBelajar
Tayangan Mata Pelajaran
BahasaIndonesia Bahasa Inggris
IlmuPengetahuan
AlamModel
PembelajaranJenis Sumber
BelajarAspek
EfektivitasAspek EkonomiAspek
KepraktisanAspek LokasiAspek
FleksibilitasKelemahan
penggunaan
Sumber BelajarSaran-saran
peningkatan
efektiviats
pengunaan
sumber belajar
86
Sub Topik 1.4. PENGELOLAAN PEMBELAJARAN.
Kegiatan 1. Berpikir Reflektif.
Durasi : ½ JP
Mediq : Ketas dan pena, buku referensi terkait
pengelolaan pembelajaran.
Diskripsi :
Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk
menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini.
1. Apa yang Saudara ketahui tentang pengorganisasian
pembelajaran?
2. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan Saudara, model
pengorganisaian pembelajaran manakah yang paling lazim
dipergunakan?
3. Berdasarkan pengamatan Saudara apakah model pengorganisaian
pembelajaran yang dipergunakan apakah efektif dan efesien
dalam mencapai tujuan pembelajaran?
4. Apa yang Saudara lakukan untuk menggerakkan warga sekolah
dalam mengembangkan/memperbaiki model pengorganisasian
pembelajaran yang lazim dipergunakan di sekolah Saudara?
Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun
daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama
Saudara mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian
jawaban yang dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi
87
selama kegiatan pelatihan berlangsung melalui berbagai
kegiatan yang berikutnya.
Lembar Kegiatan 1.. Berpikir reflektif.
Kegiatan 2. Berpikir Kritis
Durasi : 1 ½ JP
Media : Kertas dan Pena
Diskripsi :
Saudara dipersilahkan membaca bahan bacan berikut ini terkait
dengan Pengorganisasian Pembelajaran
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses
belajar mengajar yang diselenggarakan efektif dan berguna
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Karena pada
dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan, dan guru merupakan salah satu
faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses
88
pembelajaran. Oleh karena itu pendidik dan khususnya Kepala
Sekolah dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya,
dalam mengorgainasi atau mengelola pembelajaran dengan
menciptakan lingkungan belajar yang efektif, efisien dan
menyenangkan agar hasil belajar peserta didik berada pada
tingkat yang optimal.
Dalam kegiatan pembelajaran, seoran pendidik dapat memainkan
berbagai peran pengelola pembelajaran sebagai demonstrator,
pengelola kelas, mediator dan fasilitator/mentor dan sebagai
evaluator. Sebagai tenaga profesional, seorang pendidik
dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan
mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya
tujuan pengajaran.
Pengelolaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya untuk
mempertahankan ketertiban kelas, tetapi ngengertian
pengelolaan pembelajaran ini telah mengalamai perkembangan dan
diartikan proses seleksi dan menggunakan alat-alat yang tepat
terhadap problem dan situasi pengelolaan pembelajaran.
Pengelolaan pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar dengan maksud
agar dicapai kondisi yang optimal sehingga dapat terlaksana
kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan (Arikunto,
1986: 143).
Fungsi pengelolaan pembelajaran sangat mendasar sekali karena
kegiatan pendidik dalam mengelola pembelajaran meliputi
89
kegiatan mengelola tingkah laku peserta didik dalam kelas,
menciptakan iklim sosio emosional dan mengelola proses
kegiatan kelompok, sehingga keberhasilan pendidik dalam
menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar mengajar
berlangsung secara efektif.
Menurut berbagai sumber belajar tujuan pengelolaan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai
lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar yang
memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
semaksimal mungkin.
2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi
terwujudnya interaksi belajar mengajar.
3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar
yang mendukung dan memungkinkan peserta didik belajar sesuai
dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual peserta
didik dalam kelas.
4. Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial,
ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.
5. Menciptakan suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana
disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan sikap
serta apresiasi pada peserta didik.
6. Memfasilitasi setiap anak di kelas dapat bekerja dengan
tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara
efektif dan efisien
Prinsip-Prinsip Pengelolaan pembelajaran
90
Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan pembelajaran
dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor internal dan faktor
eksternal peserta didik. Faktor internal peserta didik
berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku.
Kepribadian peserta didik denga ciri-ciri khasnya masing-
masing menyebabkan peserta didik berbeda dari peserta didik
lainnya sacara individual. Perbedaan sacara individual ini
dilihat dari segi aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual,
dan psikologis.
Faktor eksternal peserta didik terkait dengan masalah suasana
lingkungan belajar, penempatan peserta didik, pengelompokan
peserta didik, jumlah peserta didik, dan sebagainya. Masalah
jumlah peserta didik di kelas akan mewarnai dinamika kelas.
Semakin banyak jumlah peserta didik di kelas, misalnya dua
puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi
konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah peserta didik di
kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan
pembelajaran dapat dipergunakan prinsip-prinsip pengelolaan
pembelajaran sebagai berikut.
1. Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar
mengajar. Pendidik yang hangat dan akrab pada anak didik
selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada
aktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan
pengelolaan pembelajaran.
91
2. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan
yang santun, arif, ramah dan menantang akan meningkatkan
gairah peserta didik untuk belajar sehingga mengurangi
kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3. Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar
pendidik, pola interaksi antara pendidik dan anak didik akan
mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian
peserta didik. Kevariasian ini merupakan kunci untuk
tercapainya pengelolaan pembelajaran yang efektif dan
menghindari kejenuhan.
4. Keluwesan. Keluwesan tingkah laku pendidik untuk mengubah
strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya
gangguan peserta didik serta menciptakan iklim
belajarmengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat
mencegah munculnya gangguan seperti keributan peserta didik,
tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
5. Penekanan pada hal-hal yang Positif. Pada dasarnya dalam
mengajar dan mendidik, pendidik harus menekankan pada hal-
hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada
hal-hal yang negative. Penekanan pada hal-hal yang positif
yaitu penekanan yang dilakukan pendidik terhadap tingkah
laku peserta didik yang positif daripada mengomeli tingkah
laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian penguatan yang positif dan kesadaran pendidik
untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya
proses belajar mengajar.
6. Penanaman Disiplin Diri. Tujuan akhir dari pengelolaan
pembelajaran adalah anak didik dapat mengembangkan dislipin
92
diri sendiri dan pendidik sendiri hendaknya menjadi teladan
mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi,
pendidik harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak
didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.
MODEL PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
Terdapat berbagai model pengelolaan pembelajaran atau
pengelolaan kelas. Model- pengelolaan pembelajaran yang
dikembangkan dilandasi dengan argumentasi teoritis tertentu.
Antara satu model dan model lainnya terdapat beberapa
perbedaan pendekatan, strategi, metode, taktik dan sebagai,
tetapi yang perlu diingat bahwa semua model pengelolaan
pembelajaran bertujuan sama yaitu menjadikan proses
pembelajaran berjalan secara efektif dan memdorong terjadinya
proses belajar. Beberapa model pengelolaan pembelajaran yang
sering kita dengar seperti pembelajaran klasikal, pembelajaran
individual, pembelajaran tematik, pembelajaran terpadu,
pembelajaran kontektual, pembelajaran bermakna dsb.
Fokus perhatian yang dijadikan landasan penyusunan dan
pemilihan model-model pembelajar sangat beraga, sebagai misal
atas dasar kelompok peserta didik sehingga dikenal
pembelajaran klasikal dan pembelajaran individual. Model
pengelolaan pembelajaran lebih didasarkan pada tema
pembelajaran sehingga dalam tema tersebut peserta didik dapat
kesempatan belajar berbagai materi ajar yang terkait sehingga
kita mengenal model pmbelajaran tematik. Model pembelajaran
yang menekankan pada pengaturan waktu sehingga dikenal
93
pembelajaran sistem blok. Terdapat juga model pembelajaran
yang lebih didasarkan pada bagaimana aktivitas peserta didik
belajar sehingga muncul model pembelajaran model PAKEM dengan
segala variasinya.
Beragam model pembelajaran yang telah dikembangkan selama ini
masing-masing memiliki persyaratan-persyaratan tertentu agar
supaya proses pembelajaran yang terjadi efektif, dan masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu
pemilihan model pembelajaran yang dipergunakan bergantung
pertimbangan dan keputusan para pendidik.
Pendidik sebagai pengelola pembelajaran merupakan orang yang
mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang
akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan
subjek dan objek peserta didik, orang menentukan dan mengambil
keputusan dengan strategi yang akan digunakan dengan berbagai
kegiatan di kelas, dan pendidik pula yang akan menentukan
alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang
muncul; maka dengan tiga pendekatan-pendekatan yang
dikemukakan, akan sangat membantu pendidik dalam melaksanakan
tugas pekerjaannya.
Pendidik dalam melakukan tugas mengajar di suatu kelas, perlu
merencanakan dan menentukan pengelolaan pembelajaran yang
bagaimana yang perlu dilakukan dengan memperhatikan kondisi
kemampuan belajar peserta didik serta materi pelajaran yang
94
akan diajarkan di kelas tersebut, sarana prasarana yang
tersedia, serta sosial budaya peserta didik. Menyusun strategi
untuk mengantisipasi apabila hambatan dan tantangan muncul
agar proses belajar mengajar tetap dapat berjalan dan tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.
Pengelolaan pembelajaran akan menjadi sederhana untuk
dilakukan apabila pendidik memiliki motivasi kerja yang
tinggi, dan pendidik mengetahui bahwa gaya kepemimpinan
situasional akan sangat bermanfaat bagi pendidik dalam
melakukan tugas mengajarnya. Dengan demikian pengelolaan
pembelajaran tidak dapat terlepas dari motivasi kerja
pendidik, karena dengan motivasi kerja pendidik ini akan
terlihat sejauhmana motif dan motivasi pendidik untuk
melakukan pengelolaan pembelajaran, sedangkan dengan gaya
kepemimpinan pendidik yang tepat yang digunakan dalam
pengelolaan pembelajaran akan mengoptimalkan dan memaksimalkan
keberhasilan pengelolaan pembelajaran tersebut.
Pengelolaan pembelajaran adalah proses mengelola dan
mengendalikan lingkungan kelas. Untuk memastikan bahwa antara
pendidik dan peserta didik dapat saling berhubungan secara
efektif dan produktif, tanpa gangguan atau perilaku
mengganggu, mereka menggunakan teknik tertentu. Indikator
manajemen pembelajaran digunakan untuk mengukur keberhasilan
guru dalam mengelola pembelajaran dan kegiatan mereka.
95
Salah satu indikator kesuksesan pengelolaan pembelajaran
adalah memastikan bahwa peserta didik aktif dan sibuk, bahkan
ketika pendidik sibuk atau terjebak dalam tugas-tugas lain
atau kegiatan. Sebagai contoh, dari waktu ke waktu, pendidik
mungkin perlu berkonsultasi dengan pendidik lain atau
administrator tentang hal-hal kelas, atau mereka mungkin harus
membantu peserta didik secara individu dengan masalah atau
isu. Ketika ini terjadi, kelas yang tersisa untuk perangkat
sendiri, jika tidak dikelola dengan baik, ini dapat
menyebabkan masalah bagi pendidik atau peserta didik lain.
Menyediakan kelas dengan kursus atau tugas selama periode ini
merupakan indikator keberhasilan manajemen kelas. Kelas yang
disimpan diduduki bahkan ketika perhatian penuh guru tidak
tersedia merupakan indikator bahwa guru kelas telah berhasil
dengan sukses.
Indikator lain pengelolaan pembelajaran adalah kemampuan
menyiapankan rencana pembelajaran cadangan. Pada saat rencana
pelajaran yang telah disiapkan tidak berhasil. Ketika ini
terjadi, kemampuan pendidik untuk memberikan peserta didik
dengan rencana pelajaran cadangan dan kegiatan merupakan
indikator kualitas pengelolaan pembelajaran, karena memperkuat
gagasan peserta didik bahwa kelas adalah lingkungan belajar.
Jika peserta didik dibiarkan tanpa fokus yang jelas dengan
tugas dan instruksi yang telah disiapkan, mereka tidak
tertarik dan kemungkinan akan meninggalkan kegiatan
pembelajaran.
96
Model Pengelelolaan Pembelajaran Klasikal
Pengajaran klasikal adalah model pengelolaan pembelajaran yang
biasa kita lihat sehari-hari. Istilah klasikal bisa diartikan
sebagai secara klasik yang menyatakan bahwa kondisi yang sudah
lama terjadi, bisa juga diartikan sebagai bersifat kelas. Jadi
pembelajaran klasikal berarti pembelajaran konvensional yang
biasa dilakukan di kelas selama ini, yaitu pembelajaran yang
memandang peserta didik berkemampuan tidak berbeda atau sama
sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersama, dengan cara
yang sama dalam satu kelas sekaligus. Pembelajaran klasikal
tidak berarti jelek, tergantung proses kegiatan yang
dilaksanakan, yaitu apakah semua peserta didik berartisipasi
secara aktif terlibat dalam pembelajaran, atau pasif tidak
terlibat, atau hanya mendengar dan mencatat, apakah
pembelajara efektif mencapai tujuan pembelajaran, apakah
pembelajaran menyenangkan bagi pendidik dan peserta didik.
Pada model pengelolaan pembelajaran ini pendidik mengajar
sejumlah peserta didik, biasanya antara 30-40 peserta didik di
dalam sebuah ruangan kelas. Dalam kondisi seperti ini, kondisi
belajar peserta didik secara individual baik menyangkut
kecepan belajar, kesulitan belajar dan minat belajar kurang
diperhatikan oleh pendidik. Pada umumnya cara pendidik dalam
menentukan kecepatan menyajikan materi pembelajaran dan
tingkat kesukaran materi pembelajaran bergantun pada informasi
kemampuan peserta didik secara umum. Pendidik tapak sangat
mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran.
Banyaknya materi yang akan diajarkan, urutan materi pelajaran,
97
kecepatan pendidik mengajar dan lain-lain sepenuhnya ada
ditangan pendidik.
Model pembelajaran klasikal konvensional biasanya menuntut
disiplin yang tinggi dari para peserta didik, dan pendidik
memiliki otoritas penuh di ruang kelas. Pembelajaran klasikal
cenderung digunakan oleh pendidik apabila dalam proses
pembelajarannya lebih banyak bentuk penyajian materi dari
pendidik. Penyajian lebih menekankan untuk menjelaskan sesuatu
materi yang belum diketahui atau dipahami peserta didik.
Metode yang digunakan cenderung metode ceramah dan tanya jawab
bervariasi.
Pembelajaran klasikal akan memberi kemudahan bagi pendidik
dalam mengorganisasi materi pelajaran, karena dalam pelajaran
klasikal secara umum materi pelajarannya akan seragam diserap
oleh peserta didik. Pembelajaran klasikal dapat digunakan
apabila materi pelajaran lebih bersifat informatif atau fakta.
Proses pembelajaran klasikal dapat membentuk kemampuan peserta
didik dalam menyimak atau mendengarkan, membentuk kemampuan
dalam mendengarkan dan kemampuan dalam bertanya.
Penyelenggaraan pendidikan sekolah di negara ini lebih
cenderung bersifat klasikal, bentuk pengajaran klasikal
berhasil menempatkan pendidik sebagai faktor dominan dan
menjadi sangat penting/kunci bagi peserta didik karena
pendidik sering menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh karena
itu, sangat bijaksana jika seorang pendidik memiliki perilaku
98
ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa dan tut wuri
handayani serta memiliki talenta yang memadai untuk
mengembangkan potensi peserta didiknya secara utuh. Pendidik
dituntut untuk dapat bekerja secara teratur, konsisten, dan
kreatif dalam menghadapi masalah yang terkait dengan tugasnya
terutama kemampuan melaksanakan program belajar mengajar yaitu
kemampuan menciptakan interaksi belajar mengajar sesuai dengan
situasi dan kondisi serta program yang telah ditentukan.
Seorang pendidikan dalam
Pembelajaran klasikal mempunyai kelemahan, diantaranya adalah
pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman peserta didik,
peserta didik menjadi penerima secara pasif, serta
pembelajaran bersifat abstrak dan teoritis. Pembelajaran
klasikal dapat diminimalisir jika didukung dengan buku teks
pelajaran yang relevan dan kontekstual serta penggunaan
sumber-sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik serta mudah diakses oleh peserta didik.
Model Pengelolaan Pembelajaran Individual
Pembelajaran secara individual adalah kegiatan pembelajaran
yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan individu dalam
pengorganisasian pembelajaran yang menitik beratkan bantuan
dan bimbingan belajar kepada individual kelas secara khusus.
Secara umum perbedaan pembelajaran individual dan klasikal
yaitu :
a. Perhatian dan motivasi, perhatian mempunyai peranan di dalam
kegiatan belajar.
99
b. Keaktifan menurut psikologi anak adalah makhluk yang aktif
c. Keterlibatan langsung/ pengalaman belajar haruslah dilakukan
sendiri oleh peserta didik, belajar adalah mengalami sendiri
dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain.
d. Perbedaan individual peserta didik merupakan makhluk
individual yang unik yang mana masing-masing mempunyai
perbedaan yang khas.
Pengertian pembelajaran individual atau pembelajaran
perseorangan (Individual Instruction) merupakan suatu siasat
(strategi) untuk mengatur kegiatan belajar mengajar sedemikian
rupa sehingga setiap peserta didik memperoleh perhatian lebih
banyak daripada yang dapat diberikan dalam rangka pengelolaan
kegiatan belajar mengajar dalam kelompok peserta didik yang
besar.
Pembelajaran individual merupakan suatu cara pengaturan
program belajar dalam setiap mata pelajaran, disusun dalam
suatu cara tertentu yang disediakan bagi tiap peserta didik
agar dapat memacu kecepatan belajarnya dibawah bimbingan guru.
Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar
pembelajar yang memetik beratkan bantuan dan bimbingan belajar
kepada masing-masing individu. Bantuan dan bimbingan belajar
kepada individu juga ditemukan pada pembelajaran klasikal,
tetapi prinsipnya berbeda. Pada pembelajaran individual,
pembelajar memberi bantuan pada masing-masing pribadi. Ciri-
ciri yang menonjol pada pembelajaran individual dapat ditinjau
dari segi: tujuan pembelajaran, peserta didik sebagai subjek
100
yang belajar, pendidik sebagai fasilisator, program
pembelajaran, orientasi dan tekanan utama dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Tujuan Pembelajaran Individual yang menonjol adalah pemberian
kesempatan dan keleluasaan peserta didik untuk belajar
berdasarkan kemampuan sendiri. Pengembangan kemampuan tiap
individu secara optimal, setiap individu memiliki paket
belajar sendiri-sendiri, yang sesuai dengan tujuan belajarnya
secara individual juga. Posisi Peserta didik dalam
pembelajaran Individual: Posisi peserta didik bersifat sentral
Keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri Kebebasan
menggunakan waktu belajar. Keleluasaan dalam mengontrol
kegiatan dsb.
Model Pengelolaan Pembelajaran Tematik
Pengelolaan pembelajaran tematik menitikberatkan tema sebagai
dasar perancangan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan tema
tertentu peserta didik dapat mengikuti kegiatan pembelajaran
klasikal atau individual. Pembelajaran tematik pada umumnya
sering dipergunakan dalam pembelajaran peserta didik yang
berada pada kelas awal sekolah dasar berada pada rentangan
usia dini. Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas
satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia
tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan
berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya mereka masih
melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir
holistik) dan memahami hubungan antara konsep secara
101
sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-
objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Kondisi-kondisi tersebut ini menjadi landasan bagi
pengembangan pola dan strategi pembelajaran yang tepat, tidak
saja agar tujuan-tujuan pembelajaran dapat tercapai, melainkan
juga agar tujuan program pendidikan dapat terpenuhi, yaitu
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut. Pembelajaran tematik yang melibatkan
berbagai mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang
bermakna kepada peserta didik, merupakan model pembelajaan
inovatif yang dapat menjadi solusi bagi pembelajaran terpisah
yang selama ini digunakan di kelas-kelas awal sekolah dasar.
Salah satu dimensi penting dari pembelajaran tematik tersebut
adalah strategi pembelajarannya. Penetapan strategi
pembelajaran yang tepat dan optimal akan mendorong prakarsa
dan memudahkan belajar peserta didik. Titik awal upaya ini
diletakkan pada perbaikan proses. Oleh karena itu,
penyelidikan yang cermat tentang strategi pembelajaran tematik
menjadi penting dan mendesak di tengah kebingungan banyak
sekolah menemukan sosok utuh strategi pembelajaran tematik,
teristimewa melalui kajian empirik.
Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran terutama di SD
kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara
terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran,
dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan
102
kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya
mempelajari materi yang berhubungan dengan mata pelajaran itu.
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat
segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik),
pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah
akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir
holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik
Sesuai dengan tahapan karakteristik perkembangan anak,
karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan belajar
bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD
sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Pembelajaan
tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman belajar bermakna kepada peserta didik.
Ciri pembelajaran tematik antara lain :
a. Berpusat pada anak
b. Memberikan pengalaman langsung pada anak
c. Pemisahan antara bidang studi/mata pelajaran dalam tidak
begitu jelas
d. Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi/mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran
e. Bersifat luwes
f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak
103
Dengan menggunakan pembelajaran tematik diharapkan akan
memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
a Peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema
tertentu;
b Peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran
dalam tema yang sama;
c Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan
berkesan;
d Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan
mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi
peserta didik;
e Peserta didik mampu lebih merasakan manfaat dan makna
belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang
jelas;
f Peserta didik lebih bergairah belajar karena dapat
berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu
kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain;
g Guru dapat menghemat waktu karena beberapa mata pelajaran
yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus
dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial,
pemantapan, atau pengayaan.
Pembelajaran dengan menggunakan tema berfungsi untuk
memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami dan mendalami
konsep materi yang tergabung dalam tema serta menambah
104
semangat karena materi yang dipelajari merupakan materi yang
nyata dan bermakna serta dikenal oleh anak.
Pemilihan dalam pembelajaran tema bertujuan agar supaya anak
dapat:
a Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik
tertentu
b Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama
c Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam
dan berkesan
d Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan
mengaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman
pribadi anak
e Lebih bergairah belajar, karena mereka dapat berkomunikasi
dalam situasi yang nyata seperti: bertanya, bercerita,
menulis, sekaligus mempelajari mata pelajaran yang lain
f Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang
disajikan dalam konteks tema yang jelas
g Pendidik dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang
disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan
diberikan dalam 2 atau 3 kali pertemuan bahkan lebih dan
atau pengayaan
h Budi pekerti dan moral anak dapat ditumbuhkan dengan
mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi
dan kondisi
105
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan
beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup
kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan
tema, pengembangan silabus dan penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran.
Pemetaan Kompetensi Dasar. Kegiatan pemetaan ini dilakukan
untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua
standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari
berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang
dipilih. Kegiatan yang dilakukan dalam pemetaan kompetensi
antara lain melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi
dan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran ke dalam
indikator yang sesuai dengan karakteristik peserta didik,
sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, terukur dan/atau
dapat diamati
Dalam menetukan tema yang akan dipergunakan pada pembelajaran
tematik dapat dilakukan dengan pertama pertama, mempelajari
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam
masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan
tema yang sesuai. Atau kedua, menetapkan terlebih dahulu
tema-tema pengikat keterpaduan, untuk menentukan tema
tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta didik sehingga
sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan memperhatikan
lingkungan yang terdekat dengan peserta didik, tingkat
106
kesulitan materi pelajaran dan sebaiknya diurutkan dari yang
termudah menuju yang sulit, dari yang sederhana menuju yang
kompleks, dari yang konkret menuju ke yang abstrak. Tema yang
dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada
diri peserta didik dan ruang lingkup tema disesuaikan dengan
usia dan perkembangan peserta didik, termasuk minat,
kebutuhan, dan kemampuannya
Penetapan jaringan tema. Setelah tema ditemukan maka
dilanjutkan dengan pembuatan jaringan tema. Jaringan tema
yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema
pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan
antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata
pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan
alokasi waktu setiap tema
Penyusunan Rencana Pembelajaran. Untuk keperluan pelaksanaan
pembelajaran guru perlu menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran. Rencana pembelajaran ini merupakan realisasi
dari pengalaman belajar peserta didik yang telah ditetapkan
dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran
tematik meliputi
a. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan
dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam
pertemuan yang dialokasikan).
b. Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.
c. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari peserta
didik dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator.
107
d. Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret
yang harus dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan
materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai
kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang dalam
kegiatan pembukaan, inti dan penutup).
e. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian
kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar
yang harus dikuasai.
f. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang
akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar peserta
didik serta tindak lanjut hasil penilaian).
Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan yakni: menyenangkan
karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik;
mMemberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang
relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik; hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan
dan bermakna; mengembangkan keterampilan berpikir peserta
didiksesuai dengan persoalan yang dihadapi; menumbuhkan
keterampilan sosial melalui kerja sama; mMemiliki sikap
toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain;
mMenyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan
persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik
Selain itu pembelajaran tematik juga memiliki beberapa
kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi
apabila dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya seorang guru
108
kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema
sehingga dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk
mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran. Di
samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan
metode yang inovatif maka pencapaian standar Kompetensi dan
kompetensi dasar tidak akan tercapai karena akan menjadi
sebuah narasi yang kering tanpa makna.
Beberapa sumber-sumber belajar yang dapat saudara akses
terkait dengan model pengelolaan pembelajaran tematik sebagai
berikut:
http://dyahjoag92.wordpress.com/
http://dyahjoag92.wordpress.com/unduh-materi-diklat/
http://lemlit.um.ac.id/2009/11/buku-pembelajaran-tematik-sd/
http:// www.p4tkipa.org/data/ pembelajaran terpadu.pdf
Pemilihan model pengelolaan pembelajaran
Setiap model pengeloaan pembelajaran memiliki persyaratan-
persyaratan tenrtentu untuk dapat diimplementasikan secara
sukses untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran atau menguasai kompetensi yang diajarkan. Usia
peserta didik menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam
pemilihan model pengelolaan pembelajaran. Peserta didik yang
berusia belia terutama yang berada pada sekolah dasar kelas
satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia
tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan
berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat
perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu
109
keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara
konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung
kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara
langsung.
Setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan
dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan
kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif
yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam
pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam
lingkungannya. Pemahaman tentang objek. Anak usia sekolah
dasar berada pada tahapan operasi konkret., integratif dan
hirarkis. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak
dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar,
dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Integratif,
pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang
dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-
milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan
cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian
demi bagian. Hirarkis, pada tahapan usia sekolah dasar, cara
anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal
yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan
logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi .
Penerapan Azas Pembelajaran Indonesia
110
Kita mengenal ungkapan yang sering digunakan oleh masyarakat
tentang azas pendidikan, yakni ”Tut Wuri Handayani ”. Ajaran
kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara yang sangat populer di
kalangan masyarakat Indonesia adalah Tut Wuri Handayani. Di
dalam konsep ini terkandung tiga fungsi utama yakni, Ing
Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso,Tut Wuri Handayani.
Ing Ngarso Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan/dimuka,
Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti
teladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi
seorang harus mampu memberikan suri teladan. Ing Madyo Mangun
Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti
membangkitan atau menggugah dan Karsa diartikan sebagai bentuk
kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah sseorang
harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat,
memotivasi. Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan
motivasi dan menciptakan suasana yang lebih kondusif. Demikian
pula dengan kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya
mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan
dorongan moral atau dorongan semangat. Dorongan moral ini
sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang dipimpinnya.
Jika azas Tut Wuri Handayani ini di tempatkan di sekolah
maknanya akan tertuju hanya kepada fungsi yang harus
dijalankan oleh seorang pendidik. Yakni seorang yang berperan
sebagai pemimpin di dalam kelompok murid-muridnya. Maka fungsi
seorang pendidik yang harus dimainkanya adalah memberikan
contoh panutan atau teladan, artinya dia harus selalu bersikap
dan berpenampilan yang dapat dan seharusnya memang harus
111
dicontoh oleh anak muridnya. Berkata selalu sopan, datang dan
pulang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (kita
maksudkan berdisiplin yang baik). Senantiasa bersama murid
memberikan semangat dalam menuntut ilmu atau belajar. Sang
pendidik juga menjalankan fungsinya memberikan motivasi dan
dorongan moral kepada anak didik untuk terus maju dan berjuang
menuntut ilmu. Dengan kata lain berarti juga “Tut Wuri
Handayani” lebih kental bermakna sebagai ” metodologi
pendekatan ” dalam mendidik.
Azas pendidikan tertesut tentunya dapat diimplementasikan
dalam pengembangan model pengelolaan pembelajaran. Peran yang
harus dijalankan oleh pendidik dijiwai oleh azas penddikan.
Pendidik dapat berperan sebagai teladan atau model, ditengah
pendidik dapat berperan sebagai mentor, sedangkan dibelakang
seorang pendidik dapat berperan sebagai fasilitator. Berbagai
peran tadi apakah sebagai model, mentor atau fasilitator dapat
diterapkan dalam berbagai model pengelolaan pembelajaran.
Berdasarkan pada informasi tersebut di atas, Saudara diminta
untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang
telah dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut
ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai pengelolaan pembelajaran:
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara
berikan mengenai pengelolaan pembelajaran?
112
2. Menurut pendapat Saudara model pengelolaan pembelajaran apa
yang sesuai dan ideal untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di sekolah yang Saudara pimpin?
3. Apa manfaat dari model pengelolaan pembelajaran tersebut
bagi sekolah Saudara?
4. Apa resiko yang mungkin harus dihadapi jika model
pengelolaan pembelajaran tersebut tidak dapat diterapkan
secara efektif dan efisien?
5. Apa yang Saudara lakukan sebagai pemimpin pembelajaran untuk
menjamin terwujudnya pengelolaan pembelajaran yang ideal
tersebut?
Kegiatan 3. Studi Kasus
Durasi : 1 JP
Media : Video, pena dan kertas
Diskripsi :
Saudara akan melihat tayangan model pembelajaran mata
pelajaran bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Amati tayangan
model pembelajaran tersebut, catat kelebihan dan kekurangannya
dan rumuskan upaya untuk melakukan perbaikan dari model
perorganisasian pembelajaran yang dipergunakan.
1. Berdasarkan hasil pengamatan yang Saudara lakukan tentukan
model pengorganisasian pembelajaran apakah yang dipergunakan
dalam pembelajaran tersebut.
2. Berdasarkan hasil pengamatan saudara sebutkan keunggulan dan
kekurangan dari model pengorganisasi pembelajaran dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
113
3. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman Saudara, apakah yang
anda sarankan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan
pembelajaran dalam tayangan tersebut.
Formulir. Studi Kasus Pengamatan Pengorganisasian
Pembelajaran
No
.
Aspek Bahasa Inggris Bahasa Indonesia
1 Jenis Model
Pembelajaran
2 Jenis Model
pengelolaan
pembelajaran
3 Keunggulan
4 Kelemahan
5 Saran
Peningkatan
efektivitas
pengelolaan
pembelajaran
114
TOPIK 2. DISEMINASI MODEL PEMBELAJARAN
WAKTU : 4 Jam Pelajaran
Sub-Topik .2.1. Model Dan Strategi Diseminasi
Kegiatan .1 Berpikir Reflektif
Durasi : ½ JP
Media : pena dan kertas
Diskripsi :
Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk
menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini.
1. Apa yang Saudara ketahui tentang diseminasi dan difusi
inovasi?
2. Berdasarkan pengalaman Saudara apa yang anda lakukan untuk
mendiseminasikan dan mendifusikan suatu inovasi model-model
pembelajaran?
3. Berdasarkan pengalaman Saudara hal apakah yang menyebabkan
proses diseminasi inovasi model pembelajaran berlangsung
efektif ataupun tidak efektif?
4. Apa yang Saudara lakukan untuk menggerakkan warga sekolah
dalam mengembangkan/memperbaiki model pengorganisasian
pembelajaran yang lazim dipergunakan di sekolah Saudara?
Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun
daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama Saudara
mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian jawaban yang
dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi selama kegiatan
116
pelatihan berlangsung melalui berbagai kegiatan yang
berikutnya.
Lembar kegiatan 1, Berpikir Reflektif
Kegiatan 2. Berpikir Kritis
Durasi : 1 JP
Media : kertas dan pena
Diskripsi
Saiudara dipersilahkan membaca bahan bacan berikut ini terkait
dengan Diseminasi Model Pembelajaran
DISEMINASI MODEL PEMBELAJARAN
Kepala Sekolah sebagai pemimpin suatu organisasi, secara
langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam melakukan
diseminasi suatu inovasi kepada orang lain seperti guru dalam
sekolahnya, anggota MKKS atau KKS. Dalam diseminasi seorang
Kepala Sekolah tidak sekedar menjelaskan atau menularkan
inovasi kepada para pihak lain tetapi harus memastikan bahwa
inovasi tersebut diterapkan dalam pelaksanaan tugas secara
117
benar dan berhasil baik. untuk menjadikan pembelajaran
disekolah lebih meningkat mutunya.
Kegiatan menyebarluaskan suatu inovasi atau hal baru dan
memastikanya diterapkan dalam pelaksanaan tugas pokok sering
disebur sebagai kegiatan diseminasi atau difusi inovasi.
Antara Difusi dan Diseminasi sering dimaknai sama yaitu
membuat para pihak lain untuk mengikuti menerima atau
menerapkan suatu inovasi.
Teori Difusi Inovasi
Dalam kehidupan ini secara sadar atau tidak sadar setiap orang
terlibat dalam kegiatan difusi inovasi baik dalam skala yang
kecil maupun skala yang besar. Difusi diartikan sebagai proses
di mana suatu inovasi dikomunikasikan, diadopsi dan
dimanfaatkan oleh masyarakat tertentu. Melalui proses difusi
tersebut memungkinkan suatu inovasi diketahui oleh banyak
orang dan dikomunikasikan sehingga tersebar luas dan akhirnya
digunakan di masyarakat. Proses difusi biasanya terjadi karena
ada pihak-pihak yang menginginkannya, atau secara sengaja
merencanakan dan mengupayakannya.
Difusi merupakan proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan
melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap
anggota suatu sistem sosial. Dalam konteks persekolahan difusi
dapat dimaknai sebagai proses perubahan sosial dimana ide-ide
baru atau yang dianggap baru dikomunikasikan, diterapkan untuk
mencapai maksud tujuan tertentu. Melalui proses difusi
118
tersebut memungkinkan suatu inovasi diketahui oleh banyak
orang dan dikomunikasikan sehingga tersebar luas. Dalam proses
difusi terjadi interaksi antara empat elemen, yaitu inovasi,
komunkasi, waktu dan sistem sosial di mana suatu inovasi
diperkenalkan.
Inovasi merupakan suatu istilah yang telah dipakai secara
luas dalam berbagai bidang, baik pendidikan maupun bidan yang
lainnya. Secara sederhana inovasi diartikan sebagai suatu ide
atau objek yang dipersepsikan baru oleh seseorang. Menurut
Simamora (2003) inovasi adalah suatu ide, praktek, produk yang
dianggap baru oleh individu atau sekolompok individu yang
relevan. Sedangkan menurut Kotler (2003) inovasi adalah
barang, jasa dan ide yang diangap baru oleh seseorang. Dari
pengertian tersebut inovasi sekurang-kurang memiliki tiga
komponen yaitu ide atau gagasan, produk (barang atau jasa),
metode dan praktek.
Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi dari
suatu inovasi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi
yang akan diperkenalkan ke dalam model pembelajaran harus
mempunyai banyak kesesuaian terhadap kondisi fisik, sosial,
ekonomi dan budaya yang ada pada dunia persekolahan. Oleh
sebab itu inovasi model pembelajaran yang ditawarkan harus
yang tepat guna. Dalam konteks pembelajaran, inovasi mengacu
kepada pemanfaatan model pembelajaran canggih, baik perangkat
lunak (software) maupun perangkat keras (hardware) dalam
kegiatan pembelajaran. Tujuan utama penerapan baru ini adalah
119
untuk meningkatkan mutu pembelajaran, efektivitas, dan
efisiensi.
Strategi yang dipergunakan dalam memilih inovasi model
pembelajaran adalah menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Inovasi model pembelajaran harus dirasakan sebagai kebutuhan
oleh pendidik atau sekolah. Sudah sering inovasi pendidikan
yang ditawarkan hanya “menggaruk ditempat yang tidak gatal”,
karena inovasi tersebut lebih bersifat daftar keinginan dari
pihak luar. Inovasi model pembelajaran harus mampu membantu
pendidik dan sekolah mengatasi permasalahannya dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
2. Inovasi model pembelajaran harus memberikan keuntungan
secara kongkrit kepada pendidik dan sekolah. Faktor tunggal
yang menentukan dalam menimbulkan semangat adalah adanya
keuntungan baik berupa keuntungan finansial, sosial. Inovasi
harus mampu menjawab permasalahan yang dihadapi pendidik dan
sekolah.
3. Inovasi model pembelajaran harus mempunyai keselarasan
dengan kemampuan teknologi yang telah dimiliki oleh pendidik
dan sekoah saat ini, pola yang berlaku, sistem sosial.
4. Inovasi model pembelajaran harus dapat mengatasi faktor-
faktor pembatas yang dimiliki oleh pendidik dan sekolah
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Sebagai contoh
pendidik dan sekolah mempunyai faktor pembatas kurangnya
sumber belajar, maka inovasi model pembelajaran harus mampu
mengatasi keterbatasan sumber belajar tanpa menurunkan
kualitas pembelajaran.
120
5. Inovasi model pembelajaran harus mendayagunakan sumberdaya
yang sudah ada. Inovasi model pembelajaran yang
diperkenalkan kepada pendidikan harus menggunakan sumberdaya
yang sudah dimiliki oleh pendidik. Jika sumberdaya luar
diperlukan, harus dipastikan sumberdaya tersebut murah,
mudah diperoleh.
6. Inovasi model pembelajaran harus terjangkau oleh kemampuan
finansial pendidik atau sekolah. Beberapa kendala dalam
adopsi inovasi yang sering ditemukan di lapangan adalah
inovasi yang dirasakan terlalu mahal dilihat dari aspek
finansial pendidik ataupun sekolah.
7. Inovasi model pembelajaran harus sederhana tidak rumit dan
mudah dicoba. Semakin mudah inovasi untuk dapat dipraktekkan
makan akan semakin cepat proses adopsi yang dilakukan oleh
pendidik atau sekolah.
8. Inovasi model pembelajaran harus mudah diamati. Adakalanya
pendidik dan sekolah enggan mengadopsi inovasi model
pembelajaran karena tidak mudah menemukan perbedaan yang
nyata dengan praktek-praktek yang telah dilaksanakan selama
ini.
Elemen kedua dalam difusi adalah komunikasi yang ditekankan
dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal
balik), antar beberapa individu baik secara memusat
(konvergen) maupun memencar (divergen) yang berlangsung secara
spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan
pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi. Jadi difusi
dapat merupakan salah satu tipe komunikasi yakni komunikasi
121
yang mempunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah
hal yang baru (inovasi).
Komunikasi dalam difusi inovasi ini diartikan sebagai proses
pertukaran informasi antara anggota sistem sosial, sehingga
terjadi saling pengertian antara satu dengan yang lain. Difusi
adalah salah satu tipe komunikasi yang menggunakan hal yang
baru sebagai bahan informasi. Inti dari pengertian difusi
ialah terjadi komunikasi (pertukaran informasi) tentang
sesuatu hal yang baru (inovasi).
Proses komunikasi antar orang yang setara atau homophily akan
lebih terasa akrab dan lancar, gangguan komunikasi kecil
sehingga kemungkinan terjadinya pengaruh individu satu
terhadap yang lain lebih besar. Tetapi dalam kenyataannya apa
yang banyak dijumpai dalam proses difusi justru keadannya
berlawanan dengan homophily yaitu heterophily. Misalnya
seorang yang menjadi pembaharu harus berkomunikasi dengan
orang yang mempunyai banyak perbedaan dengan dirinya
(heterophily), berbeda tingkat kemampuannya, mungkin juga beda
tingkat pendidikan, bahasa, dan sebagainya, akibatnya
komunikasi berjalan kurang efektif sehingga proses difusi
tidak terjadi. Kesulitan dengan adanya perbedaan-perbedaan
antara individu yang berkomunikasi itu dapat diatasi jika ada
empati/ tenggang rasa dari agen pembaharu dapat memproyeksikan
dirinya (mengandaikan dirinya) sama dengan orang lain yang
diajak untuk mengalami pembaharuan. Dengan kata lain empati
ialah kemampuan untuk menyamakan dirinya dengan orang lain.
122
Heterophily yang memiliki kemampuan empati yang tinggi,
sebenarnya jika ditinjau dari psikologi sosial sudah merupakan
homophily.
Terdapat dua sistem difusi yaitu sistem difusi sentralisasi
dan sistem difusi desentralisasi. Dalam sistem difusi
sentralisasi, penentuan tentang berbagai hal seperti: kapan
dimulainya difusi inovasi, dengan saluran apa, siapa yang akan
menilai hasilnya, dan sebagainya, dilakukan oleh sekelompok
kecil orang tertentu atau pimpinan agen pembaharu. Sedangkan
dalam sistem difusi desentralisasi, penentuan itu dilakukan
oleh klien (warga masyarakat) bekerja sama dengan beberapa
orang yang telah menerima inovasi. Dalam pelaksanaan sistem
difusi desentralisasi yang secara ekstrim tidak perlu ada agen
pembaharu. Warga masyarakat itu sendiri yang bertanggungjawab
terjadinya difusi inovasi.
Waktu adalah elemen yang penting dalam proses difusi, karena
waktu merupakan aspek utama dalam proses komunikasi. Tetapi
banyak peneliti komunikasi yang kurang memperhatikan aspek
waktu, dengan bukti tidak menunjukkannya secara eksplisit
variabel waktu. Mungkin hal ini terjadi karena waktu tidak
secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian,
tetapi waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan.
Peranan dimensi waktu dalam proses difusi terdapat pada tiga
hal sebagai berikut: proses keputusan inovasi, kepekaaan
seseorang terhadap inovasi, dan kecepatan penerimaan inovasi.
123
Proses keputusan inovasi ialah proses sejak seseorang
mengetahui inovasi pertama kali sampai ia memutuskan untuk
menerima atau menolak inovasi. Ada 5 langkah dalam proses
keputusan inovasi yaitu pengetahuan tentang inovasi, bujukan
atau imbauan, penetapan atau keputusan, penerapan, dan
konfirmasi.
Kepekaan seseorang terhadap inovasi sangat beragam dan tidak
semua orang dalam suatu sistem sosial menerima inovasi dalam
waktu yang sama. Mereka menerima inovasi dari urutan waktu,
artinya ada yang dahulu dan ada yang kemudian. Orang yang
menerima inovasi lebih dahulu secara reletif lebih peka
terhadap inovasi daripada yang menerima inovasi lebih akhir.
Jadi kepekaan inovasi ditandai dengan lebih dahulunya
seseorang menerima inovasi dari yang lain dalam suatu sistem
sosial Berdasarkan kepekaan terhadap inovasi dapat
dikategorikan menjadi 5 kategori penerima inovasi yaitu:
inovator, pemula, mayoritas awal, mayoritas, terlambat
(tertinggal). Kecepatan penerimaan inovasi ialah kecepatan
relatif diterimanya inovasi. Kecepatan inovasi biasanya diukur
berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai
prosentase tertentu dari jumlah yang telah menerima inovasi.
Oleh karen itu pengukuran kecepatan inovasi cenderung diukur
dengan berdasarkan tinjauan penerimaan inovasi oleh
keseluruhan warga bukan penerimaan inovasi secara individual.
Elemen keempat dalam difusi adalah sistem sosial. ialah
hubungan interaksi antar individu atau orang dengan bekerja
sama untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu.
124
Anggota sistem sosial dapat individu, kelompok-kelompok
informal, organisasi, dan sub sistem yang lain. Semua anggota
sistem sosial bekerja sama untuk memecahkan masalah guna
mencapai tujuan bersama. Dengan demikian maka sistem sosial
merupakan ikatan bagi anggotanya dalam melakukan kegiatan
artinya anggota tentu saling pengertian dan hubungan timbal
balik. Jadi sistem sosial akan mempengaruhi proses difusi
inovasi, karena proses difusi inovasi terjadi
Macam Strategi Difusi Inovasi
Terdapat beberapa strategi difusi inovasi antara lain strategi
fasilitatif, strategi pendidikan, strategi bujukan dan
strategi paksanaan.
Strategi Fasilitatif. Pelaksanaan program perubahan sosial
dengan menggunakan strategi fasilitatif artinya untuk mencapai
tujuan perubahan sosial yang telah ditentukan, diutamakan
penyediaan fasilitas dengan maksud agar program perubahan
sosial akan berjalan dengan mudah dan lancar.
Strategi fasilitatif ini akan dapat dilaksanakan dengan tepat
jika diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Strategi fasilitatif dapat digunakan dengan tepat jika
sasaran perubahan mengenal masalah yang dihadapi serta
menyadari perlunya mencari target perubahan (tujuan), merasa
perlu adanya perubahan atau perbaikan, bersedia menerima
bantuan dari luar dirinya, Memiliki kemauan untuk
berpartisipasi dalam usaha merubah atau memperbaiki dirin
125
b. Sebaiknya strategi fasilitatif dilaksanakan dengan disertai
program menimbulkan kesadaran pada klien atas tersedianya
fasilitas atau tenaga bantuan yang diperlukan.
c. Strategi fasilitatif tepat juga digunakan sebagai kompensasi
motivasi yang rendah terhadap usaha perubahan sosial.
d. Menyediakan berbagai fasilitas akan sangat bermanfaat bagi
usaha perbaikan sosial jika klien menghendaki berbagai macam
kebutuhan untuk memenuhi tuntutan perubahan sesuai yang
diharapkan.
e. Penggunaan strategi fasilitatif dapat juga dengan cara
menciptakan peran yang baru dalam masyarakat jika ternyata
peran yang sudah ada di masyarakat tidak sesuai dengan
penggunaan sumber atau fasilitas yang diperlukan.
f. Usaha perubahan dengan menyediakan berbagai fasilitas akan
lebih lancar pelaksanaannya jika pusat kegiatan organisasi
pelaksana perubahan sosial, berada di lokasi tempat tinggal
sasaran (klien).
g. Strategi fasilitatif dengan menyediakan dana serta tenaga
akan sangat diperlukan jika klien tidak dapat melanjutkan
usaha perubahan sosial karena kekurangan sumber dana dan
tenaga.
h. Perbedaan sub bagian dalam klien akan menyebabkan perbedaan
fasilitas yang diperlukan untuk penekanan perubahan tertentu
pada waktu tertentu.
Strategi fasilitatif kurang efektif jika digunakan pada
kondisi sasaran perubahan yang sangat kurang untuk menentang
adanya perubahan sosial, perubahan diharapkan berjalan dengan
126
cepat, serta tidak sikap terbuka dari klien untuk menerima
perubahan
Strategi Pendidikan. Dalam strategi pendidikan Perubahan
sosial didefinisikan sebagai pendidikan atau pengajaran
kembali (re-education) Pendidikan juga dipakai sebagai
strategi untuk mencapai tujuan perubahan sosial. Dengan
menggunakan strategi pendidikan berarti untuk mengadakan
perubahan sosial dengan cara menyampaikan fakta dengan maksud
orang akan menggunakan fakta atau informasi itu untuk
menentukan tindakan yang akan dilakukan.
Dengan dasar pemikiran bahwa manusia akan mampu untuk
membedakan fakta serta memilihnya guna mengatur tingkah
lakunya apabila fakta itu ditunjukkan kepadanya. Dengan
strategi ini mungkin seseorang harus belajar lagi tentang
sesuatu yang dilupakan yang sebenarnya telah dipelajarinya
sebelum mempelajari tingkah laku atau sikap yang baru.
Strategi pendidikan akan dapat digunakan secara tepat dalam
kondisi dan situasi sebagai berikut:
a. apabila perubahan sosial yang diinginkan, tidak harus
terjadi dalam waktu yang singkat (tidak ingin segera cepat
berubah)
b. apabila sasaran perubahan (klien) belum memeiliki
keterampilan atau pengetahuan tertentu yang diperlukan untuk
melaksanakan program perubahan sosial.
127
c. apabila menurut perkiraan akan terjadi penolakan yang kuat
oleh klien terhadap perubahan yang diharapkan.
d. apabila dikehendaki perubahan yang sifatnya mendasar dari
pola tingkah laku yang sudah ada ke tingkah laku yang baru.
e. apabila alasan atau latar belakang perlunya perubahan telah
diketahui dan dimengerti atasa dasar sudut pandang klien
sendiri, serta diperlukan adanya kontrol dari klien.
Strategi pendidikan untuk melaksanakan program perubahan akan
efektif jika:
a. digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu
dikuasai untuk digunakan sebagai dasar tindakan selanjutnya
sesuai dengan tujuan perubahan sosial yang akan dicapai.
b. disertai dengan keterlibatan berbagai pihak misalnya dengan
adanya sumbangan dana, donatur, serta berbagai penunjang
yang lain.
c. digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak perubahan
atau kembali ke keadaan sebelumnya.
d. digunakan untuk menanamkan pengertian tentang hubungan
antara gejala dan masalah, menyadarkan adanya masalah dan
memantapkan bahwa masalah yang dihadapi dapat dipecahkan
dengan adanya perubahan.
Strategi pendidikan akan kurang efektif jika tidak tersedia
sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan,
digunakan dengan tanpa dilengkapi dengan strategi yang lain.
128
Strategi Bujukan. Program perubahan sosial dengan menggunakan
strategi bujukan, artinya untuk mencapai tujuan perubahan
sosial dengan cara membujuk (merayu) agar sasaran perubahan
(klien), mau mengikuti perubahan sosial yang direncanakan.
Sasaran perubahan diajak untuk mengikuti perubahan dengan cara
memberikan alasan, mendorong, atau mengajak untuk mengikuti
contoh yang diberikan. Strategi bujukan dapat berhasil
berdasarkan alasan yang rasional, pemberian fakta yang akurat,
tetapi mungkin juga justru dengan fakta yang salah sama sekali
(rayuan gombal). Tentu saja yang terakhir ini hasilnya tidak
akan tahan lama bahkan untuk selanjutnya akan merugikan.
Strategi bujukan biasa digunakan untuk kampanye atau reklame
pemasaran hasil perusahaan. Demikian pula sering terjadi dalam
komunikasi antar individu di masyarakat, walaupun kadang-
kadang tanpa disadari bahwa dia melakukan atau menggunakan
strategi bujukan.
Untuk berhasilnya penggunaan strategi bujukan perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Strategi bujukan tepat digunakan bila klien (sasaran
perubahan) tidak berpartisipasi dalam proses perubahan
sosial, berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam
proses pengambilan, keputusan untuk menerima atau menolak
pperubahan sosial. diajak untuk mengalokasikan sumber
penunjang perubahan dari suatu , kegiatan atau program ke
kegiatan atau program yang lain
b. Strategi bujukan tepat digunakan jika masalah dianggap
kurang penting atau jika cara pemecahan masalah kurang
129
fektif, pelaksana program perubahan tidak memiliki alat
kontrol secara langsung terhadap klien, sebenarnya perubahan
sosial sangat bermanfaat tetapi menganggap, mengandung suatu
resiko yang dapat menimbulkan perpecahan, perubahan tidak
dapat dicobakan, sukar dimengerti, dan tidak dapat diamati
kemanfaatannya secara langsung, dimanfaatkan untuk melawan
penolakan terhadap perubahan pada saat awal diperkenalkannya
perubahan sosial yang diharapkan.
Strategi Paksaan. Pelaksanaan program perubahan sosial dengan
menggunakan strategi paksaan, artinya dengan cara memaksa
klien (sasaran perubahan) untuk mencapai tujuan perubahan. Apa
yang dipaksa merupakan bentuk dari hasil target yang
diharapkan. Kemampuan untuk melaksanakan paksaan tergantung
daripada hubungan kontrol antara pelaksana perubahan dengan
sasaran (klien). jadi ukuran hasilnya target perubahan
tergantung dari kepuasan pelaksanaan perubahan. Sedangkan
kekuatan paksaan artinya sejauh mana pelaksana perubahan dapat
memaksa klein tergantung dari tingkat ketergantungan klien
dengan pelaksana perubahan. Kekuatan paksaan juga dipengaruhi
berbagai faktor antara lain: ketatnya pengawasan yang
dilakukan pelaksana perubahan terhadap klien. Tersedianya
berbagai alternatif untuk mencapai tujuan perubahan, dan juga
tergantung tersedianya dana (biaya) untuk menunjang
pelaksanaan program, misalnya untuk memberi hadiah kepada
klien yang berhasil, atau menghukum yang tidak mau dipaksa.
130
Penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a. strategi paksaan dapat digunakan apabila partisipasi klien
terhadap proses perubahan sosial rendah dan tidak mau
meningkatkan partisipasinya.
b. strategi paksaan juga tepat digunakan apabila klien tidak
merasa perlu untuk berubah atau tidak menyadari perlunya
perubahan sosial.
c. strategi paksaan tidak efektif jika klien tidak memiliki
sarana penunjang untuk mengusahakan perubahan dan pelaksana
perubahan juga tidak mampu mengadakannya.
d. strategi paksaan tepat digunakan jika perubahan sosial yang
dharapkan harus terwujud dalam waktu yang singkat. Artinya
tujuan perubahan harus segera tercapai.
e. strategi paksaan juga tepat dipakai untuk menghadapi usaha
penolakan terhadap perubahn sosial atau untuk cepat
mengadakan perubahan sosial sebelum usaha penolakan
terhadapnya bergerak.
f. strategi paksaan dapat digunakan jika klien sukar untuk mau
menerima perubahan sosial artinya sukar dipengaruhi
g. strategi paksaan dapat juga digunakan untuk menjamin
keamanan percobaan perubahan sosial yang telah direncanakan.
Dalam pelaksanaan program perubahan sosial sering juga dipakai
kombinasi antara berbagai macam strategi, disesuaikan dengan
tahap pelaksanaan program serta kondisi dan situasi klien pada
berlangsungnya proses pengambilan keputusan untuk menerima
atau menolak perubahan sosial.
131
Penghalang Dalam Difusi
Tidak semua proses difusi inovasi berjalan dengan lancar dan
diadopsi secara cepat dan dan tepat. Terdapat beberapa faktor
utama yang menjadi penghalang dalam difusi dan adopsi
teknologi pembelajaran, yaitu aspek penduduk termasuk adat
istiadat, resiko yang ditanggung, ketiadaan pengetahuan, dan
penerimaan pengguna. Faktor lainnya adalah aspek biaya yang
dikeluarkan dan aspek sarana prasarana.
Aspek Manusia dapat menjadi penghalang dalam mengembangkan
budaya baru dalam pembelajaran. Sebagai contoh pengunaan
teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, dimana
para pendidik yang senior menurunkan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi kepada pendidik yunior, sehingga
sebagai hasil tradisi ini, banyak pendidik senior tidak secara
teratur menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dan
bahkan boleh dikatakan, segan untuk menggunakan.
Perubahan sering kali menjadi satu penghalang, ketika itu
membuat ketidak-pastian. Dalam keadaan normal orang-orang
bersifat segan untuk mengubah dirinya jika berbagai hal sedang
bekerja dengan baik. Sebagai konsekwensi, gagasan-gagasan baru
sekitar bagaimana caranya berkembang dan melakukan pelatihan
tidak akan diterima hanya karena belum diujicobakan atau
kelihatannya terlalu penuh resiko.
132
Aspek Biaya. Biaya bisa menjadi penghalang terhadap penerimaan
inovasi bau. Bila biaya yang dikeluarkan lebih besar dari
hasil pemakaian inovasi baru atau manfaat teknologi menjadi
faktor penghambat dalam adopsi model pembelajaran.
Aspek sarana prasarana. Ketersediaan atau akses kepada
peralatan dan perangkat lunak dapat menjadi suatu faktor yang
besar di dalam mengadopsi teknologi baru. Kesediaan waktu
individu mungkin tidak mengizinkan mereka untuk menggunakan
teknologi baru kecuali jika itu adalah siap tersedia.
Solusi Menanggulangi Penghalang
Menanggulangi aspek orang atau individu. Keberadaan manajemen
dapat digunakan untuk mendapatkan dukungan dari pucuk pimpinan
organisasi dan bersifat penting dalam mengusahakan dukungan
yang strategis untuk difusi. Manajemen kebanyakan tertarik
akan perbaikan kinerja dan hemat biaya. Inovasi dapat
menyajikan informasi yang lengkap dan tepat dari sumber
internal dan eksternal di mana pentingnya teknologi yang baru,
seperti video interaktif, mudah digunakan dan tidak
menyulitkan. Pengalaman yang baik oleh kelompok-kelompok di
dalam organisasi itu dapat diperkenalkan kepada manajemen
untuk mendapatkan dukungan untuk difusi lebih lanjut.
Demonstrasi dapat efektif dalam membangkitkan minat pada semua
tingkat dari suatu organisasi. Prototipe-prototipe yang secara
rinci dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pengguna
akhir dapat efektif.
133
Menanggulangi aspek biaya. Seorang inovator model
pembelajaran, harus mampu memotong semua jalur yang dapat
menambah kebutuhan biaya, mampu memberikan bukti dengan
melakukan efisiensi dengan menggunakan teknologi pembelajaran.
Menanggulangi keterbatasan aspek sarana prasarana.
Penanggulangan sarana prasarana erat kaitannya dengan biaya,
bila bisa menanggulangi biaya dengan menabung dan dapat
meningkatkan infra struktur dengan lebih mudah akan dapat
menanggulangi infra struktur yang belum tersedia.
Penerapan Teori Difusi Dalam Diseminasi Model Pembelajaran
Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan,
diarahkan, dan dikelola. Jadi kalau difusi terjadi secara
spontan, maka diseminasi dengan perencanaan. Dalam pengertian
ini dapat juga direncanakan terjadinya difusi. Misalnya dalam
penyebaran inovasi model pembelajaran. Setelah diadakan
ujicoba ternyata dengan model pembelajaran tersebut
menyababkan proses belajar mengajar dapat berlangsung secara
efektif dan siswa aktif belajar. Maka hasil ujicoba tersebut
perlu didiseminasikan. Untuk menyebarluaskan cara baru
tersebut, dengan cara menatar beberapa guru dengan harapan
akan terjadi juga difusi inovasi antar guru di sekolah masing-
masisng. Terjadi saling tukar informasi dan akhirnya terjadi
kesamaan pendapat antara guru tentang inovasi tersebut.
Agar proses diseminasi model pembelajaran terjadi secara
efektif maka perlu menerapkan teori difusi dalam keseluruhan
kegiatan diseminasi. Dari elemen inovasi harus dipertimbangkan
134
bahwa inovasi model pembelajaran yang diperkenalkan
mempertimbangkan delapan kriteria pemilihan inovasi. Bilamana
inovasi model pembelajaran dapat menenuhi ke delapan kriteria
inovasi, maka model pembelajaran tersebut akan lebih cepat
diadopsi oleh pendidik atau sekolah. Selama inovasi model
pembelajaran tersebut tidak menunjukkan delapan kriteria
inovasi yang teridentifikasi oleh pendidik maka inovasi
tersebut akan dipersepsikan atau dimaknai bukan suatu inovasi.
Komunikasi merupakan elemen penting dalam diseminasi, model-
model pembelajaran yang dikembangkan ditingkat pusat,
kemungkinan sulit untuk dimengerti dan dipahami oleh beberapa
orang bukan karena alasan kecerdasan, melainkan karena alasan-
alasan komunikasi. Olehkarena itu bahan-bahan diseminasi harus
disesuai dengan tingkat komunikasi peserta diseminasi.
Strategi diseminasi yang dipergunakan untuk memungkikan
diseminasi inovasi berlangsung secara berkelanjutan adalah
strategi fasilitatif yang membutuhkan kesabaran dan minat yang
tinggi. Seringkali diseminasi model pembelajaran yang
dipergunakan adalah strategi paksaan, dimana tingkat
keberlanjutan inovasinya sangat bergantung pada seberapa kuat
dan berapa lama strategi paksaan dapat dijalankan. Tentu saja
penggunaan strategi tunggal ini kurang efektif maka perlu
dilakukan strategi gabungan.
Berdasarkan pada informasi tersebut di atas, Saudara diminta
untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang
135
telah dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut
ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai diseminasi model pembelajaran:
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara
berikan mengenai pengelolaan pembelajaran?
2. Menurut pendapat Saudara model desiminasi apa yang paling
sesuai dan ideal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di
sekolah yang Saudara pimpin?
3. Apa manfaat dari diseminasi model pengelolaan pembelajaran
tersebut bagi sekolah Saudara?
4. Apa resiko yang mungkin harus dihadapi jika model diseminasi
tersebut tidak dapat diterapkan secara efektif dan efisien?
5. Apa yang Saudara lakukan sebagai pemimpin pembelajaran untuk
menjamin terwujudnya proses diseminasi model pembelajaran
secara berkelanjutan?
Sub-Topik 2.2. Keterampilan Fasilitasi/Mentoring
Kegiatan 1 Berpikir Reflektif
Durasi : ½ JP
Media : kertas dan pena serta bahan referensi
Diskrpsi :
Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk
menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini.
136
1. Berdasarkan pengalaman Saudara apa yang anda lakukan untuk
mendiseminasikan dan mendifusikan suatu inovasi model-model
pembelajaran?
2. Berdasarkan pengalaman Saudara, kompetensi apakah yang harus
dimiliki oleh seseorang yang bertindak sebagai fasilitator
atau mentor.
3. Berdasarkan pengalaman Saudara hal-hal apakah yang harus
dilakukan oleh seseorang sebagai fasilitator atau mentor
dalam difusi model pembelajaran.
4. Apa yang Saudara lakukan untuk menggerakkan warga sekolah
dalam mengadopsi model pengorganisasian pembelajaran yang
relatif baru untuk dapat dipergunakan di sekolah Saudara?
Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun
daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama Saudara
mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian jawaban yang
dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi selama kegiatan
pelatihan berlangsung melalui berbagai kegiatan yang
berikutnya.
Lembar .1. Berpikir reflektif
137
Kegiatan 2. Berpikir Kritis Keterampilan Fasilitasi/Mentoring
Durasi : 1 ½ JP
Media : Kertas, pena
Diskripsi :
Saudara dipersilahkan bahan bacan berikut ini terkait dengan
Ketrampilan Fasilitasi/ Mentoring
KETRAMPILAN FASILITASI/MENTORING
Kepala Sekolah sebagai pemimpin suatu organisasi sekolah,
sekaligus sebagai anggota MKKS secara langsung ataupun tidak
langsung terlibat dalam melakukan diseminasi inovasi
pembelajaran kepada sesama rekan guru dalam sekolah yang saya
atau sesama kepala sekolah dalam kelompok kerja kepala
sekolah. Dalam kegiatan diseminasi inovasi pembelajaran
seorang kepala sekolah dapat berperan sebagai peserta mupun
sebagai mentor atau fasilitator yang bertugas untuk melakukan
pendampingan dan memastikan diseminasi inovasi pembelajaran
memberikan hasil yang baik.
Berdasarkan pengalaman empiris beberapa diseminasi inovasi
pembelajaran yang telah dilakukan kurang berhasil dan pada
umumnya diterapkan dalam jangka waktu yang singkat sehingga
perubahan-perubahan dalam inovasi pembelajaran tidak dapat
berlangsung secara berkesinambungan. Untuk dapat memastikan
perubahan dalam inovasi pembelajaran berkesinambungan
138
diperlukan seorang pendamping yang memfasilitasi dan
memberikan layanan lainnya yang mudah diakses oleh pendidik
ketika menghadapi masalah-masalah dalam implementasi inovasi
model pembelajaran. Fasilitator atau mentor ini terjangkau
oleh pendidik ditinjau dari segi waktu, jarak maupun
pembiayaan, salah satu pihak yang berpotensi untuk menjadi
pendamping/ fasilitator atau mentor adalah kepala sekolah.
Konsep fasitator/mentoring pertama kali diperkenalkan pada
jaman Yunani, dan dimaknai sebagai kegiatan pembelajaran yang
berupaya membantu seseorang untuk bertanggungjawab atas
perkembangan mereka sendiri, untuk mengembangkan potensi guna
mencapai hasil yang diharapkan. Dalam kegiatan
fasilitasi/mentoring kegiatan pembelajaran merupakan inti
utama dan lebih dari sekedar serangkaian aktivtas atau
kompetensi. Melalui kegiatan pembelajaran ini seseorang mentee
atau peserta pembelajaran berkembang dan berubah menjadi
seperti mentornya. Melalui hubungan dalam kegiatan
pembelajaran ini kemampuan potensial para mentee
diidentifikasi, disadari dan dikembangkan.
Prinsip Kunci Fasilitasi/Mentoring
Fasilitasi/mentoring yang efektif dilandasi oleh beberapa
prinsip yang diturunkan dari pengalaman empiris yaitu:
1. Hubungan pembelajaran merupakan jantung perubahan. Prinsip
utama adalah pembelajaran dan perubahan terjadi melalui
hubungan pembelajaran antara mentor dan mentee.
Fasilitasi/mentoring lebih dari sekedar interaksi antara dua
139
pihak, tetapi lebih dalam dimana fasilitator/mentor dan
mentee saling berbagi pengetahuan, tata nilai, sikap,
ketrampilan dan pengalaman. Dialog yang terjadi dirancan
untuk saling berbagi perspektif, mendengar, memahami,
membuka terhadap gagasan baru, berbagi tanggung akan pada
pembelajaran dan perubahan.
2. Konteks fasilitasi/mentoring adalah pekerjaan.
Fasiltator/Mentor dan mentee keduanya memiliki atau
berkebutuhan yang untuk memperbaiki kinerja.
Fasilitator/Mentor yang efektif menghargai mentee secara
keseluruhan dalam konteks pekerjaaanya. Fokus
fasilitasi/mentoring terletak pada pengalaman mentee,
problema yang dihadapi, peluang yang dimiliki untuk
berkembang. Hasil mentoring yang baik diperoleh ketika fokus
diutamakan pada pengembangan kekuatan dan sumberdaya
daripada melakukan remediasi terhadap kelemahan saat ini.
Fasilitaor/mentor yang memahami dengan baik ruang lingkup
dan konteks kerja dapat memfasilitasi eksplorasi isu dan
menyadari bahwa kesempatan dan sumber daya di tempat kerja
berbeda dari orang ke orang.
3. Mentee menetapkan agenda kegiatan fasilitasi/mentoring.
Fokus perhatian dalam kegiatan fasilitasi/mentoring terletak
pada bagaimana mentee menetapkan agenda kegiatan
fasilitasi/mentoring. Agenda kegiatan fasilitasi dapat
memotivasi, menantang dan memberdayakan mentee. Dalam semua
kasus, titik awal dari mentor yang efektif adalah bekerja
dengan mentee untuk membantu mereka mengetahui apa yang
140
mereka inginkan. Dalam kasus tertentu fasilitator/mentor
harus mampu mengkreasi kebutuhan mentee.
4. Fasilitaor/Mentor memfasilitasi kegiatan pembelajaran.
Mentor adalah seorang fasilitator, bukan instruktur. Mereka
mendukung dan menantang mentee untuk belajar dan berkembang.
Mentee belajar dengan memperoleh kesadaran baru, wawasan,
keterampilan, ide dan pengetahuan. Pengembangan
mengintegrasikan pembelajaran mereka ke dalam cara mereka.
Hal ini lebih penting bahwa fasilitator mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk membantu mentee memiliki jawaban
yang benar. Pertanyaan yang baik memprovokasi perspektif
baru dan perubahan mentee. Fasilitator yang efektif
menemukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
dan karakter mentee. Mereka membantu mentee untuk
menjelaskan bagaimana mereka belajar dengan baik, dan
bagaimana untuk membuat pembinaan atau pendampingan.
Akhirnya, fasilitator yang efektif memahami pentingnya apa
terjadi. Mereka tahu bahwa pembinaan dan mentoring harus
menjadi katalis untuk pembelajaran dan tindakan, bukan
pengganti.
5. Hasil fasilitasi/mentoring adalah perubahan.
Fasilitasi/Mentoring adalah perubahan. Mentee mencapai
sesuatu yang mereka perlukan, yang membuat perubahan
perbedaan positif dalam hidup atau karir mereka. Arti
penting perubahan harus dinilai dalam kaitannya dengan
agenda dan tujuan mentee.
6. Perubahan adalah kerja keras. Perubahan menimbulkan
resistensi, penolakan, hal itu merupakan reaksi normal
141
ketika menghadapi masalah yang sulit. Perlawanan dapat
dilihat sebagai tanda bahwa fasilitasi atau mentoring berada
di trek dan menyentuh isu-isu penting bagi mentee. Mentor
yang efektif bekerja dengan perlawanan mentee. Mereka
menggunakan perlawanan untuk membantu mentee untuk
memperjelas nilai-nilai dan tujuan mereka, dan untuk
mengeksplorasi aspek-aspek yang akan membantu atau
menghalangi mereka dalam membuat perubahan.
7. Kerangka Kerja Fasiltasi/mentoring memberi arah. Perjalanan
fasiltasi atau mentoring adalah tentang berubah dalam
hubungannya dengan agenda mentee. Kerangka kerja
fasilitasi/mentoring menyediakan peta untuk perjalanan,
untuk mentee dan fasilitator atau mentor. Pembinaan atau
kerangka mentoring harus digunakan dengan sentuhan ringan,
atau bahkan disisihkan, jika akan mengganggu pelaksanaan
fasilitasi, kerangka kerja seharusnya tidak digunakan untuk
membatasi atau membatasi eksplorasi dari keseluruhan
fasilitasi/mentoring.
8. Pelatih efektif atau mentor menggunakan keterampilan untuk
mendorong mentee mengembangkan wawasan dan melepaskan
potensi mereka. Pelatih efektif atau mentor yang kompeten,
dengan menggunakan keterampilan secara terpadu dalam
hubungan belajar, bukan hanya menerapkan satu set
kompetensi. Keterampilan berkomunikasi pelatih atau mentor
dalam meyakinkan dan menghargai mentee dan penggunaan yang
bijaksana dalam memastikan keseimbangan dukungan dan
tantangan, refleksi dan aksi. Fasilitator efektif atau
mentor memiliki alat dan teknik yang mereka tawarkan dengan
142
tepat terhadap mentee untuk mendukung pembelajaran dan
perkembangan mereka.
9. Kualitas fasilitator/mentor menegaskan, mengaktifkan dan
mempertahankan mentee. Gaya khas, kepribadian dan nilai-
nilai dari fasilitator/mentor dihargai oleh mentee.
Perpaduan unik dari sikap, pengetahuan nilai-nilai, dan
pengalaman dapat dibagi sebagai 'diri'. Apalagi bila
perpaduan antara fasilitator/mentor dan mentee benar-benar
bekerja, ada rasa hubungan yang mendalam. Paradoks dari
hubungan ini adalah bahwa hal itu tidak nyata dan namun,
sangat besar pengaruhnya dan efektif dalam meningkatkan
keyakinan diri, harapan, keberanian dan tindakan mentee.
Fasilitator/mentor yang efektif tidak hanya pintar, tapi
juga bijaksana. Mereka memiliki kebijaksanaan untuk membuat
penilaian pada apa yang mereka lihat, dengar, dan pengalaman
dalam hubungan belajar. Mereka berkomunikasi merawat,
menghargai, menghormati dan empati. Mereka membuat model
suatu cara berada yang baik manusiawi dan profesional. Ini
tidak sengaja 'diajarkan' tapi sering 'tertangkap'. Belajar
tidak hanya dari fasilitator/mentor, tetapi juga dengan dan
melalui mereka.
10. Etika meningkatkan pembinaan dan mentoring. Mentee sadar
jika prinsip-prinsip etika menginformasikan dan membimbing
serta mengarahkan kegiatan fasilitasi. Prinsip-prinsip
tersebut dapat meliputi: menghormati otonomi mentee;
kesetiaan kepada janji yang dibuat; bertindak dalam cara
yang bermanfaat bagi mentee, tidak merugikan, dan bertindak
adil. Ketika prinsip-prinsip ini dijalankan akan ada
143
keterbukaan dan transparansi dalam hubungan
fasilitasi/mentoring.
Karakter Fasilitator/Mentor
Setiap fasilitator/mentor akan membawa karakternya sendiri
yang bersifat unik. Namun, karakteristik tertentu akan membuat
fasilitator jauh lebih efektif dan kelompok lebih sukses.
Fasilitator/mentor yang efektif membentuk hubungan saling
percaya dengan kelompok-kelompok mempercayai fasilitator untuk
mendorong lingkungan yang nyaman sementara fasilitator
mempercayai kelompok untuk terlibat dalam pembelajaran
bermakna. Selain itu, fasilitator harus memiliki keterampilan
interpersonal yang kuat dan memiliki kemampuan untuk membangun
hubungan dengan orang dengan cepat. Fasilitator atau mentor
yang terbuka dan peka terhadap perasaan orang lain dan dapat
membuat orang lain merasa nyaman. Fasilitator yang efektif
cenderung hati-hati dan cermat mengamati kelompok untuk
mendiagnosa seberapa baik kelompok bekerja bersama-sama.
Berdasarkan hasil pengamatan, fasilitator membuat penyesuaian
dan menerapkan strategi yang berbeda untuk meningkatkan
hubungan kerja kelompok (Eller, 2004). Namun, fasilitator
menghindari kontrol yang kaku dan memungkinkan orang lain
untuk memikul tanggung jawab untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Keterampilan dalam menanggapi komentar negatif
kemarahan dan membantu fasilitator dalam membimbing kelompok
melalui proses mencapai hasil yang diinginkan. Fasilitator
yang efektif biasanya mendengarkan secara aktif setiap
peserta, tetapi tetap netral dan nondefensive. Sementara
144
membimbing kelompok melalui perspektif yang berbeda dan
membantu mereka terlibat dalam dialog konstruktif, fasilitator
tidak memaksakan kehendak-Nya atau memajukan agenda sendiri.
Secara praktis, kepribadian fasilitator yang berhasil
berkaitan dengan sifat-sifat fasilitator sebagai berikut :
1. Memiliki rasa hurnor yang akan digunakan untuk menghangatkan
komunikasi
2. Memakai bahasa yang mudah dimengerti
3. Menghadapi peserta dengan cara yang luwes supaya suasana
menjadi hangat dan akrab
4. Memberikan waktu secukupnya untuk berfikir dan menjawab
5. Mengungkapkan perasaannya sendiri untuk memancing peserta
lebih terbuka.
6. Memperhatikan apa yang dirasakan dalam tubuhnya sendiri
7. Memperhatikan pesan-pesan nonverbal para peserta yang
dungkapkan dalam bahasa tubuh.
8. Selalu berpikiran positif terhadap seluruh peserta.
145
Kompetensi Fasilitator/Mentor
Kompetensi yang harus dimiliki oleh fasilitator atau mentor
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kemampuan manajerial dan
kemampuan interpersonal. Kemampuan manajerial meliputi :
perencanaan, persetujuan, rekaman, penataan sesi, manajemen
waktu, penjadwalan, mengevaluasi, menilai, laporkan menulis,
menjaga batas, perencanaan aksi, memprioritaskan,
memfasilitasi
Sedangkan kemampuan interpersonal meliputi antara lain
negosiasi dan mempengaruhi, mendengarkan , memberikan umpan
balik yang konstruktif, intervensi-preskriptif, informatif,
konfrontatif, katarsis, katalitik mendukung mempertanyakan,
memotivasi dan mendorong kesadaran sendiri , merefleksikan
dsb
Beberapa sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi
fasilitator/mentor yang efektif antara lain :
1. Keterbukaan: kemampuan untuk mengundang dialog, menerima
umpan balik, dan siap untuk menguji nilai-nilai termasuk
opini, serta kesiapan untuk merubahnya, jika perlu.
2. Sensitif/empati: kemampuan mengambil pesan implisit; untuk
melihat masalah melalui sudut pandang mata peserta; untuk
memahami perasaan, ide-ide dan nilai-nilai mereka; untuk
fokus pada peran daripada sekedar hanya pada kepribadian
atau kompetensi.
146
3. Keterampilan komunikasi dasar: kemampuan menyimak dan
mengamati secara aktif, bertanya, menguji, menciptakan
dialog, mengungkapkan dengan cara lain, memberi umpan balik,
4. Mendiagnosis: kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan
memilih cara dan waktu intervensi yang tepat
5. Mendukung dan mendorong peserta: kemampuan untuk memberikan
dukungan, apreasiasi dan kepedulian baik secara verbal
maupun non-verbal.
6. Menantang: kemampuan untuk berlawanan, untuk tidak setuju,
untuk menghentikan satu proses tanpa bersikap kasar
7. Mengelola konflik; kemampuan untuk menyelesaikan konflik
melalui negosiasi dan mediasi.
8. Memodelkan: kemampuan untuk menyertakan diri sebagai model
dalam kelompok, menanggapi dengan spontan, tanpa menjadi
idealis, bersikap sebagai pakar.
Tanggung Jawab Fasilitator/Mentor
Fasilitator memenuhi tugas mereka dengan:
1. Memberikan iklim pertemuan aman tapi merangsang
2. Memberikan pandangan global kelompok dan proses-prosesnya
3. Melayani kelompok dengan cara apa pun diperlukan untuk
membantu itu sukses di bidang tugas
4. Bertindak sebagai pelatih kelompok; menetapkan kondisi bagi
kelompok untuk melihat masalah, merancang solusi sendiri,
dan melaksanakan rencana telah dirancang; menjaga trek
kelompok positif dan pada
5. Mengambil di kelompok energi dan emosi dan rechanneling ini
untuk membantu kelompok tetap produktif
147
6. Pelacakan percakapan; membawa kelompok kembali ke fokus
ketika piatu percakapan terlalu jauh dari topik
7. Memberikan informasi yang dibutuhkan kelompok untuk
menyelesaikan penugasan.
8. Mendorong peserta untuk berbagi pengetahuan dengan orang
lain luar sesi
Menghadapi Orang dan Situasi Sulit
Dalam kegiatan fasilitasi/mentoring inovasi pembelajaran,
ditemukan pihak-pihak atau situasi yang menyulitkan terjadinya
difusi inovasi pembelajaran. Beberapa teknik yang dapat
dipergunakan oleh fasilitator/mentor dalam menghadapi situasi
tersebut antara lain:
1. Tempatkan informasi kontroversial pada, bagan proyek
handout, atau ke layar. Ini mengambil fokus jauh dari Anda
atau pembicara sebagai sumber informasi.
2. Gunakan teknik refleksi dan gerak tubuh ketika argumen
mendapatkan dipanaskan. Menyatakan kembali apa yang orang
katakan dengan nada tenang, netral, atau menggunakan gerakan
tangan untuk menunjukkan niat Anda. Jika perlu, beristirahat
dan memberi peserta kesempatan untuk menenangkan diri.
3. Libatkan peserta dalam membangun aturan dasar untuk
behavior.Remind orang aturan ini jika mereka mengganggu,
menggunakan serangan pribadi, atau mempromosikan negatif.
4. Jika kelompok tampaknya tidak tertarik dalam tugas, mencoba
melanggar pertemuan menjadi bagian-bagian atau terlibat
peserta dalam percakapan tentang bagaimana menyelesaikan
tugas. Jika peserta tunggal tampaknya terlepas, menggunakan
148
teknik kedekatan, kontak mata, dan mempertanyakan untuk
membawa dia ke pertemuan.
5. Ketika berhadapan dengan orang yang sulit dan situasi,
penting ingat bahwa itu bukan refleksi pribadi fasilitator.
Namun, tanggung jawab fasilitator untuk mengidentifikasi
sulit orang dan situasi dan mengambil peran aktif dalam
menyelesaikan mengeluarkan dengan cepat dan diam-diam
mungkin.
Strategi Fasilitasi/Mentoring
Beberpa strategi atau teknik yang dipergunakan dalam melakukan
fasilitasi atau mentoring antara lain :
1. Membentuk Kelompok. Ketika pembentukan kelompok gunakan
metode yang menyenangkan dan menarik yang memungkinkan
peserta untuk memilih kelompok mereka sendiri (dan teman-
teman mereka), mendorong mereka untuk membentuk kelompok
berdasarkan warna, angka, atau huruf. Tergantung pada berapa
banyak peserta dan berapa banyak kelompok yang dibutuhkan.
Beberapa contoh meliputi: mendistribusikan bermain kartu dan
mengatur kelompok dengan nomor atau gugatan; mengorganisir
kelompok-kelompok oleh artikel pakaian (misalnya semua orang
dengan mantel, semua mereka dengan celana panjang hitam),
memiliki garis peserta di urutan pengalaman profesional-
paling yunior sampai paling senior, telah mengatur diri
peserta berdasarkan tempat lahir-yang paling dekat dengan
yang paling jauh dari tempat pertemuan.
2. Brainstorming. Curah Pendapat dimaksudkan untuk mendapatkan
banyak ide-ide mengalir dan menempatkan mereka di luar sana
149
untuk dipertimbangkan. Setelah semua ide telah habis bila
kelompok mulai meneliti gagasan-gagasan dan mempelajari
manfaat masing-masing. Sebagai fasilitator sangat penting
bahwa Anda tetap netral selama sesi brainstorming. Berhati-
hatilah untuk tidak menghakimi ide melalui bahasa verbal
atau nonverbal. Beberapa kegiatan brainstorming yang
meliputi: web, brainstorm kelompok kecil, tambahkan lima,
round robin, jigsaw, daftar, popcorn. Berikut ini adalah
contoh dari kegiatan brainstorming. Kegiatan curah pendapat
bekerja sangat baik jika Anda memiliki beberapa topik yang
perlu dicakup dalam waktu yang relatif singkat. Menulis satu
topik pada selembar kertas grafik dan pasang di dinding.
Ulangi untuk setiap topik yang Anda butuhkan untuk menutupi.
Sediakan tempat yang cukup di sekitar kertas setiap orang
untuk berkumpul. Minta peserta untuk berdiri di depan grafik
dan ketika Anda mengatakan demikian mereka akan
brainstorming ide-ide sebanyak mungkin pada topik. Ketika
Anda memanggil waktu, mereka akan berhenti, pindah
persneling, dan pindah ke grafik di sebelah ulangi proses.
Setelah semua orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi
pada setiap topik, mengumpulkan kelompok besar kembali
bersama-sama dan menganalisis hasilnya.
3. Diskusi. Pergunakan berbagai metode diskusi selama sesi.
Peserta dapat mendiskusikan berpasangan, kelompok kecil,
atau kelompok besar. Pastikan setiap orang memiliki
kesempatan untuk didengar selama diskusi. Beberapa kegiatan
diskusi meliputi: wawancara, think-pair-share pemutus es,,
dialog, akuarium, pertanyaan / jawaban sesi, presentasi
150
panel, kelompok fokus, dan refleksi kelompok. Berikut ini
adalah contoh dari kegiatan diskusi. Teknik wawancara dapat
membantu memperdalam pemahaman peserta dari topik. Mengatur
peserta menjadi berpasangan. Dalam sebuah diskusi tentang
topik ini, pewawancara aktif mendengarkan diwawancarai,
mengomentari dan mengajukan pertanyaan yang tepat. Kemudian
para peserta berganti peran. Para mitra kemudian bergabung
dengan kemitraan lain untuk membentuk kelompok empat. Para
anggota memperkenalkan satu sama lain dan menggambarkan apa
yang mereka diperoleh dari pasangannya. Setelah semua orang
telah berbagi, berempat menentukan ide utama yang dihasilkan
oleh diskusi. Akhirnya, mengundang perwakilan dari berempat
masing-masing untuk berbagi ide dengan seluruh kelompok.
4. Pemeriksaan Pekerjaan. Mendorong peserta untuk memeriksa
praktek-praktek profesional, dan bukti lain kemajuan. Selama
pemeriksaan pekerjaan, peserta benar-benar memeriksa dan
menganalisis kerja, data, atau bukti sebagai langkah dalam
proses pencapaian hasil yang diinginkan. Ketika memeriksa
pekerjaan rekan atau mahasiswa, sangat penting untuk menjaga
kesopanan profesional. Tentukan aturan-aturan dasar untuk
memeriksa karya peserta dan jelas mengartikulasikan mereka
untuk grup. Lingkungan harus tetap aman dan terbuka untuk
berbagi, tetapi analisis yang jujur masih merupakan kunci
untuk kemajuan. Beberapa cara untuk memeriksa kontribusi:
membuat jurnal dan berbagi dengan kelompok; membawa contoh-
contoh pekerjaan siswa atau orang dewasa; menunjukkan contoh
video dari situasi yang sebenarnya; memberikan data konkret
untuk analisis; menunjukkan praktek profesional; menampilkan
151
portofolio profesional, memeriksa rencana pelajaran; catatan
studi sekolah; atau berbagi studi kasus.
5. Interaksi Profesional. Menyediakan kesempatan bagi mentee
untuk berinteraksi dengan para profesional lainnya di bidang
mereka. Interaksi formal dan informal dapat meningkatkan
kesadaran praktek profesional, menyediakan sistem dukungan
profesional, dan membantu memajukan prestasi siswa. Ada
banyak cara untuk mendorong interaksi profesional:
pengamatan kolega, korespondensi pribadi (e-mail, surat
tradisional, panggilan konferensi), pelatihan peer,
jaringan, membentuk kemitraan, kelompok belajar, pelajaran
demonstrasi, pertemuan informal, atau journal interaktif.
Berikut ini adalah contoh kegiatan untuk mendorong interaksi
profesional.
Langkah- Langkah Fasilitasi/mentoring
Adapun langkah- langkah utama dalam fasilitasi:
1. Tetapkan secara jelas maksud dan tujuanpertemuan, apa
keluaran utama yang harus dihasilkan dan proses yang
diperlukan. Untuk ini dapat disiapkan Kerangka Acuan (Terms
of Reference) pertemuan
2. Gunakan teknis visualisasi dan moderasi yang efektif untuk
mengorganisasikan pendapat, prakarsa atau gagasan secara
partisipatif
3. Berusaha mendengar semua kontribusi pemikiran peserta dan
mencoba mensarikan/menyimpulkan atau mengorganisasikan
pendapat dan gagasan yang dikemukakan.
152
4. Siapkan ’logical structure’ diskusi untuk memastikan fokus
pembahasan dan terdapatnya hasil yang nyata dari pertemuan.
5. Ciptakan suasana yang menyenangkan dan informal untuk
mendorong terwujudnya interaksi yang bebas di antara peserta
pertemuan
6. Usahakan agar setiap partisipan berbicara dan memberikan
kontribusi dengan memberikan apresiasi atas apa yang
dikemukakan dan dukungan emosional
7. Ciptakan dialog yang positif dan konstruktif
8. Konsolidasikan hasil pembahasan ke arah pencapaian
kesepakatan (konsensus)
9. Ciptakan kondisi kondusif untuk terdapatnya komitmen pada
akhir pertemuan untuk menindaklanjuti atau
mengimplementasikan hasil pertemuan. Partisipan perlu
mengetahui secara jelas apa tindakan selanjutnya yang akan
dilakukan. Untuk itu perlu disusun Naskah Kesepakatan yang
ditandatangani seluruh partisipan. Selain itu, fasilitator
perlu memastikan adanya pencatatan nama, alamat, dan kontak
partisipan agar memudahkan pada saat akan dilakukan tindak
lanjut atau implementasi hasil pertemuan.
Berdasarkan pada informasi tersebut di atas, Saudara diminta
untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang
telah dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut
ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai pengelolaan pembelajaran:
153
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara
berikan mengenai pengelolaan pembelajaran?
2. Apa yang Saudara lakukan sebagai pemimpin pembelajaran dalam
meberikan fasilitasi atau pendampingan untuk menjamin
terwujudnya pengelolaan pembelajaran yang ideal tersebut?
Kegiatan 3. Bekerja Mandiri
Durasi : 1 JP
Media : Kertas dan pena
Diskripsi :
Saudara dipersilahkan membaca kasus berikut ini :
STUDI KASUS
Saudara seorang Kepala Sekolah yang diberikan tugas sebagai
Fasilitator atau Mentor bagi sesama rekan Kepala Sekolah
dalam kelompok kerja kepala sekolah. Sebagai gambaran anggota
kelompok kerja kepala sekolah tersebut berjumlah 25, dan
sebagian besar sekolah mereka tidak dilengkapi dengan
jaringan listrik dan tidak tersambung jaringan telepon PTSN.
Topik utama yang harus didiseminasikan adalah model-model
pembelajaran yang menggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.
1. Susunlah program diseminasi secara runtut dan sistem
pendukungnya agar para mentee yang berstatus kepala
sekolah ini mau dan mampu mengadopsi dan mengunakan model
pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.
154
2. Upaya apakah yang Saudara lakukan untuk menghadapi
pesimisme/rasa menolak untuk menerima dan menerapkan
inovasi tersebut.
3. Lakukan analisis siapakah pihak yang dominan memberikan
pengaruh positif agar upaya diseminasi inovasi tersebut
berjalan dengan baik dan cepat.
Lembar Jawaban Kegiatan .3.
Sub-Topik 2.3.Penulisan Bahan Diseminasi
Waktu :3 Jam Pelajaran
Kegiatan 1. Curah Pendapat
Durasi : ½ JP
Media : Kertas dan pena
Diskripsi :
Sebelum melakukan kegiatan lanjutan, Saudara diminta untuk
menuliskan gagasan pribadi yang dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini.
1. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan Saudara dalam
mengikuti kegiatan diseminasi atau sosialisasi suatu
155
kebijakan pembelajaran apakah menurut Saudara materi-materi
yang disosialisasi sesuai dengan kebutuhan saudara.?
2. Bagimana komentar Saudara tentang diseminasi yang sudah
sering dilaksanakan ditempat Saudara, aspek-aspek manakah
yang belum terlaksana dengan baik dan aspek manakah yang
telah berjalan dengan baik.
3. Apakah sumber belajar yang digunakan dalam diseminasi sesuai
dengan harapan saudara, mudah dipahami, mudah digunakan?
4. Apa yang mungkin Saudara sarankan untuk memperbaiki kegiatan
diseminasi agar kegagalan di masa lalu kita hindarkan dan
kita dapat melakukan perbaikian secara berkelanjutan
Saudara dapat menggunakan bentuk narasi, peta pikiran, maupun
daftar kata-kata yang terlintas saat membaca pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Semua jawaban adalah benar selama Saudara
mencurahkan gagasan secara pribadi. Kesesuaian jawaban yang
dituliskan akan Saudara tinjau secara pribadi selama kegiatan
pelatihan berlangsung melalui berbagai kegiatan yang
berikutnya.
Lembar Kegiatan .1. Berpikir Repflektif
Kegiatan 2. Berpikir Reflektif
156
Durasi : 1 JP
Media : kertas dan pena
Diskripsi :
Saudara dipersilahkan membaca bahan bacaan berikut ini.
PENULISAN BAHAN DISEMINASI
Sebagaimana diuaraiakan dalam topik sebelumnya bahwa
diseminasi adalah suatu difusi inovasi yang direncanakan.
Strategi yang dipergunakan dalam diseminasi beragam baik
berupa paksaan, bujukan, fasilitasi, pendidikan. Kepala
Sekolah sebegai seorang yang melakukan diseminasi model
pembelajaran maka merancang program diseminasi dan bahan-bahan
yang dipergunakan dalam diseminasi. Salah satu strategi
deminasi yang paling moderat adalah strategi diseminasi
melalui pendidikan atau lebih dikenal dengan sebutan
pendidikan dan pelatihan. Proses penyelenggaraan diseminasi
melalaui pendidikan dan pelatihan secara umum dikelompokan
pada kegiatan pradilat, pelaksanaan diklat dan pasca diklat.
KEGIATAN PRA-DIKLAT
Analisis Kebutuhan Diklat
Analisis kebutuhan diklat adalah suatu proses yang sistimatis
dalam mengidentifikasi ketimpangan antara sasaran dengan
keadaan nyata atau diskrepansi antara kinerja standard dan
kinerja nyata yang penyelesaiannya melalui diklat. Selain itu,
analisis kebutuhan diklat merupakan analisis yang dilaksanakan
secara sistimatis dan digunakan perancangan kegiatan
diseminasi.
157
Analisis kebutuhan diklat bertujuan untuk mengetahui secara
akurat kebutuhan diklat ditinjau dari sudut pandang calon
peserta diklat, dan dipergunakan sebagai dasar penyusunan
program diklat, bahan diklat, pedoman pelaksanaan diklat dsb.
Suatu analisa kebutuhan diklat harus mencakup sekurang-
kurangnya tiga karakteristik sebagai berikut :
a. Data harus menyajikan kondisi aktual responden dan orang-
orang terkait, baik itu mencakup kondisi saat ini maupun
kondisi yang akan datang,
b. Tidak ada kebutuhan yang bersifat final dan lengkap. Kita
harus menyadari bahwa pernyataan tentang kebutuhan diklat
bersifat tentatif / sementara,
c. Ketimpangan seharusnya diidentifikasi dari produk dan
proses. Bisa terjadinya produk yang baik tetapi proses untuk
menghasilkan produk tersebut tidak efisien atau sebaliknya
prosesnya efektif sesauai dengan target atau harapan.
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pendekatan analisis
kebutuhan diklat dalam pencarian data yaitu rapid rural
apraisal (RRA) dan participatory rural apraisal (PRA), DIF
analisis. Pada metode RRA kegiatan untuk mengumpulkan data /
informasi oleh orang luar (peneliti, petugas lembaga,
birokrat) yang kemudian membawanya keluar dan menganalisa
sendiri. Pada metode PRA kegiatan penggalian informasi dengan
cara partisipatif (orang luar hanya sebagai pemandu,
perantara, fasilitator) yang mendorong pendidik untuk
158
melakukan kegiatan menggali informasi dan masalah serta
melakukan kegiatan oleh analisa oleh mereka sendiri. Sedangkan
pada metode DIF Analisis kegiatan analisis kebutuhan diklat
didasarkan pada job analisa (analisa jabatan) yang diikuti
dengan mencari tingkat kesulitan (Difficulties), tingkat
kepentingan (Important) dan tingkat keseringan (Frequency).
Berdasarkan tingkat tersebut dicari manakah dari analisa
jabatan tersebut yang paling DIF.
Penyusunan Panduan Diklat
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diklat dirumuskan program
atau pandunan yang memnuat aspek akademis dan aspek
administratif antara lain:
a. Tujuan dan sasaran diklat;
b. Persyaratan peserta;
c. Daftar mata diklat dan silabi yang berisi deskripsi, tujuan
pembelajaran, kompetensi dasar, indikator keberhasilan,
materi pokok dan sub materi pokok, metode pengajaran dan
waktu diklat;
d. Keseluruhan rancang bangun pembelajaran mata diklat/GBPP/
rencana pembelajaran
e. Tenaga kediklatan;
f. Metode, sarana dan prasarana;
g. Waktu pelaksanaan dan jadwal;
h. Evaluasi.
Penyusunan dan penyempurnaan kurikulum diklat. Sebelum dimulai
pelaksanaan diklat selalu dilakukan pengkajian baik materi
159
maupun metodologi diklat. Hal ini dimaksudkan agar supaya
kurikulum diklat senantiasa mampu mengkomodir tuntutan
kebutuhan peningkatan kemampuan pegawai yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas sehari-hari sehingga materi dalam kurikulum
sesuai dengan kebutuhan
Penentuan jadwal dan kualifikasi tenaga pengajar. Setelah
materi kurikulum diklat disempurnakan, maka ditentukan tenaga
pengajar yang sesuai dan menguasai secara akademis maupun
penguasaan dalam metodologi pengajaran secara androgogis dan
akhirnya dituangkan dalam bentuk jadwal pelajaran.
Penentuan peserta diklat. Persyaratan calon peserta berbeda-
beda, hal ini dimaksudkan agar supaya peserta diklat tersebut
sesuai dengan bidang tugas yang diembannya. Untuk calon
peserta diklat dilakukan seleksi administratif, bahkan pada
beberapa diklat tertentu dilakukan tes akademis
Persiapan sarana dan prasarana diklat Tahap berikutnya adalah
mempersiapkan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan
perlengkapan peserta diklat, ruang kuliah, pembiayaan, bahan
pembelajaran, instrumen evaluasi diklat, alat bantu
pembelajaran. Kelengkapan sarana pendukung proses pembelajaran
akan sangat berpengaruh terhadap evaluasinya, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan tata tertib selama diklat pelaksanaan
diklat.
Tahap Pelaksanaan Diklat
160
Didalam pelaksanaanya Diklat ada 4 hal penting yang perlu
mendapat perhatian yaitu: Pelaksanaan proses pembelajaran,
Sistem Penilaian, Kriteria Kelulusan, dan pemberian predikat
penilaian, serta pengembalian peserta diklat ke unit yang
mengirimkannya.
1. Pelaksanaan proses pembelajaran. Pelaksanaan proses
pembelajaran melalui pendekatan androgogis dengan metode
ceramah, diskusi, simulasi, diskusi kelompok, seminar dan
Praktek kerja lapangan. Selama diklat berlangsung semua
peserta diklat diharuskan mengikuti dan berperan aktif dalam
setiap kegiatan proses pembelajaran. Selama proses
pembelajaran dipandu oleh Fasilitator (Widyaiswara dan
Pengajar dari berbagai instansi) untuk memberikan masukan
sekaligus melatih peserta diklat supaya materi pembelajaran
dapat dikuasai secara optimal. Untuk mendukung proses
pembelajaran disediakan modul, bank kasus/soal yang telah
disusun.
2. Sistim Penilaian.Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan
setiap akhir materi pembelajaran (Formatif Test) maupun
setiap akhir diklat (Sumatif Test) Diklat diseminasi
diterapkan "Mastery Learning" dalam arti diklat dilaksanakan
dengan sistem pengajaran bagi orang dewasa sehingga
diharapkan seluruh peserta dapat lulus, sebab dalam diklat
tersebut diberikan tugas membaca, tugas kelompok dan tugas
lainnya agar yang bersangkutan bila kurang menguasai materi,
didorong agar mampu menguasai materi tersebut.
3. Penilaian terhadap pengajar. Untuk menilai kemampuan tenaga
pengajar dalam penguasaan materi maupun metodologi
161
pembelajaran maka diadakan penilaian oleh peserta diklat dan
penyelenggara dengan menggunakan format penilaian yang telah
standar. Hasil penilaian tenaga pengajar tersebut digunakan
sebagai bahan masukan untuk program berikutnya tentang
kredibilitas masing-masing pengajar.
4. Penilaian terhadap proses penyelenggaraan diklat.
Penyelenggara diklat dinilai oleh peserta diklat yang
meliputi aspek : pelayanan administrasi, kenyamanan ruang
belajar, kelengkapan alat bantu pembelajaran, pelayanan
konsumsi, kejelasan informasi (hubungan antara peserta,
pengajar dan penyelenggara). Hasil evaluasi tersebut sebagai
masukan untuk perbaikan penyelenggaraan diklat di masa
mendatang.
Tahap Pasca Diklat
a. Hasil monitoring dan evaluasi diklat
b. Pelaporan penyelenggaraan diklat
c. Evaluasi dampak dan manfaat diklat
Berdasarkan pada informasi tersebut di atas, Saudara diminta
untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang
telah dituliskan pada kegiatan 1. Beberapa pertanyaan berikut
ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis
mengenai pengelolaan pembelajaran:
1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara
berikan mengenai pengelolaan pembelajaran?
162
2. Apa yang Saudara lakukan sebagai pemimpin pembelajaran untuk
menjamin proses diseminasi model pembelajaran yang ideal
tersebut?
Kegiatan 3 Bekerja Mandiri
Durasi : 1 JP
Media : kertas dan pena
Diskripsi :
Saudara sebagai kepala sekolah diberikan tugas untuk melakukan
diseminasi model pembelajaran melalaui pendidikan dan
pelatihan (diklat) kepada sesama rekan kepala sekolah dalam
satu kabupaten. Lakukanlah analisis kebutuhan diklat dan
tuangkan hasil analisis kebutuhan diklat tersebut menjadi
panduan diklat.
Saudara dapat menggunakan salah satu metode dalam melakukan
analisis kebutuhan diklat apakah metode RRA, RPA atau DIF.
Panduan diklat yang saudara susun memuat sekurang-kurangnya
aspek/unsur :
a. Tujuan dan sasaran diklat;
b. Persyaratan peserta;
c. Daftar mata diklat dan silabi yang berisi deskripsi, tujuan
pembelajaran, kompetensi dasar, indikator keberhasilan,
materi pokok dan sub materi pokok, metode pengajaran dan
waktu diklat;
163
d. Keseluruhan rancang bangun pembelajaran mata diklat/GBPP/
rencana pembelajaran
e. Tenaga kediklatan;
f. Metode, sarana dan prasarana;
g. Waktu pelaksanaan dan jadwal;
h. Evaluasi.
Susunlah bahan tayang untuk salah satu mata pembelajaran hasil
inovasi model pembelajaran yang tercantum dalam panduan yang
telah Saudara susun. Petunjuk penyusunan bahan ajar dalam
bentuk bahan tayang dapat anda pelajari dari sumber-sumber
belajar lain yang tersedia.
164
Rencana Tindak Lanjut – PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
Susunlah rencana tindak lanjut pengembangan model pembelajaran yang akan Saudara laksanakanselama kegiatan On the jobs learning
Topik KegiatanMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Ke
t1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 51. Rekayasa
Model Pembelajaran
Model pembelajaranPenggunaan teknologi informasi dankomunikasi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaranPemanfaatan sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar.Pengorganisasi
165
REFLEKSI PEMBELAJARAN IN SERVICE LEARNING 1
1. Apa yang Saudara pelajari dari kegiatan In-1?
2. Apa hal baru yang bisa Saudara lakukan di tempat Saudara
bekerja?
3. Apa masalah yang Saudara hadapi selama melakukan
pembelajaran In-1?
167
4. Apa masalah yang Saudara hadapi dalam melaksanakan hasil
pembelajaran di tempat Saudara bekerja?
5. Bagaimana Saudara akan mengatasi masalah tersebut?
6. Apa yang akan Saudara lakukan selanjutnya agar hasil
pembelajaran dapat dilaksanakan di tempat Saudara bekerja
169
KESIMPULAN
Setelah menyelesaikan kegiatan IN-1 , diharapkan Saudara
lebih memahami dan memiliki kemampuan yang tinggi dan mampu
menunjukkan keahlian dalam mengadaptasi/memodifikasi model
pembelajaran dan mendesiminasikan kemampuan mengadaptasi/
memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya
sekolah dan masyarakat secara optimal seiring kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi kepada sesama rekan guru
atau sesama rekan kepala sekolah.
171
KEGIATAN ON THE JOB LEARNING
Pengantar
Pda kegiatan on the job learning (ON) Saudara mengaplikasikan
berbagai pengetahuan dan wawasan tentang model pembelajaran,
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran, pemanfaatan
sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar.
pengorganisasi pembelajaran serta diseminasi model
pembelajaran. Kegiatan ON ini Saudara diharapkan secara
bersama-sama dengan rekan guru dalam satu sekolah atau sesama
kepala sekolah dalam kelompok kerja sekolah.
Hasil yang diharapkan
Setelah mempelajari Bahan Pembelajaran Utama ini, diharapkan
kepala sekolah telah mampu mengadaptasi/memodifikasi model
pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan
masyarakat secara optimal seiring kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi serta mediseminasikan modifikasi model
pembelajaran.
Selain dalam bentuk kemampuan, maka diharapkan Saudara
menghasilkan 4 rancangan model pembelajaran dan program
diseminasi (sub-topik 2.3) Rancangan model pembelajaran
meliputi rancangan terkait dengan model pembelajaran (sub-
topik 1.1); pemanfaatan TIK dalam pembelajaran (sub-topik
1.2); pemanfaatan sumber belajar dalam pembelajaran (sub-topik
172
1.3) ; rancangan pengelolaan pembelajaran tematik (sub-topik
1.4)
Organisasi Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran pada kegiatan ON terdiri dari 2 topik
yaitu Model Pembelajaran dan Diseminasi Model Pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran pada topik 1. Model Pembelajaran ini
dirinci menjadi 4 sub-topik. Pada setiap sub-topik terdiri
dari beberapa strategi kegiatan yang diharapkan membantu
Saudara dalam memahami materi pembelajaran secara lebih
efektif dan efisien. Sedangkan kegiatan pembelajaran pada
topik 2 terdiri dari satu kegiatan yaitu menyusun program dan
bahan diseminasi model pembelajaran.
Hasil setiap kegiatan selama On the job learning merupakan
portopolio yang akan Saudara laporkan dan presentasikan dalam
kegiatan IN-2.
Topik 1. Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran
WAKTU : 105 Jam Pelajaran
Sub-Topik 1.1.Model Pembelajaran
Susunlah satu rancangan model pembelajaran yang mencakup
penggunaan beberapa strategi pembelajaran . Rancangan model
pembelajaran tersebut harus memanfaatkan TIK dan menggunakan
sumber daya sekolah dan masyarakat secara optimal.
173
Sub-Topik 1.2 Pemanfaatan TIK
Susunlah satu rancangan model pembelajaran yang mencakup
beberapa strategi . Model pembelajaran tersebut harus
memanfaatkan TIK
Sub-Topik 1.3. Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan
masyarakat sebagai sumber belajar
1. Lakukan pengamatan dan studi dokumen terhadap kegiatan
pembelajaran yang ada di sekolah Saudara.pada semester yang
sedang berjalan. Catatlah jenis sumber belajar yang
dipergunakan dalam pembelajaran, asal sumber belajar, dan
efektivitas penggunaan sumber belajar. Saudara dapat
menggunakan tabel berikut ini atau model yang lainnya.
No. SK/KD
Jenis SumberBelajar yangdipergunakan
Asal SumberBelajar Keter
anganSekolah
Masyarakat
2. Lakukan analisis terhadap sumber belajar yang dipergunakan
dalam kegiatan pembelajaran pada semester yang berjalan
(hasil kegiatan 1), apakah sumber belajar tersebut efektif
mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran, secara ekonomis
apakah terjangkau oleh sumber pembiayaan sekolah, secara
teknis apakah praktis dan tersedia sarana pendukung dalam
penggunaannya, aspek lokasi apakah dekat dan terjangkau oleh
sekolah, apakah sumber belajar tersebut memilki
fleksibilitas.
174
No. SK/KD
JenisSumberBelajar
AspekEfektivita
s
Ekonomi
Kepraktisa
n
Lokasi
Fleksibelitas
3. Berdasarkan hasil analisis penggunaan sumber belajar,
lakukan saran-saran alternatif untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber belajar. Akan
lebih baik bilamana saran alternatif penggunaan sumber
belajar tersebut merupakan hasil kajian penelitian tindakan
kelas.
No. SK/KD
JenisSumberBelajaryang
dipergunakan
Saran Peningkatan PengunaanSumber Belajar
4. Lakukan identifikasi sumber-sumber belajar yang ada di
sekolah saudara dan ada di masyarakat disekitar sekolah
saudara yang mampu saudara akses/gunakan atau saudara
jangkau untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Disarankan
saudara mengidentifikasi untuk mata pelajaran yang kuasai
atau yang saudara ajarkan.
No.
Jenis SumberBelajar
Lokasi SumberBelajar
Dipergunakandalam
175
pembelajaranSK/KDSekolah Masyaraka
t
5. Susunlah satu model rencana pelaksanaan pembelajaran untuk
satu standar kompetensi/kompetensi dasar pada mata pelajaran
yang anda kuasai atau saudara ampu. Rencana pelaksanaan
pembelajaran tersebut sesuai dengan kerangka rencana
pelaksanaan pembelajaran yang dianjurkan dalam standar
proses. Rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut harus
memuat secara jelas penggunaan sumber-sumber belajar yang
telah saudara identifikasi pada kegiatan sebelumnya.
Disarankan Saudara untuk lebih banyak memanfaatkan sumber-
sumber belajar yang telah tersedia, dan kurangi untuk
mendesain sumber-sumber belajar.
6. Terapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah saudara
susun tersebut dan amati kegiatan pembelajaran yang
berlangsung.
Sub - Topik 1.4. Pengelolaan Pembelajaran
Terdapat berbagai model pembelajaran, salh satu model tersebut
adalah model pembelajaran tematik.
1. Amati tayangan pembelajaran tematik, catat hal-hal yang
penting.
176
2. Lakukan telaah terhadap rancangan model pembelajaran tematik
dengan jusl Perangkat Pembelajaran Tematik Kelas 3 SD Tema
Norma Masyarakat dan Tema Rumahku disusun oleh Dra. Dyah
Sriwilujeng, M.Pd dan DR. Ari Pujiastuti, M.Pd) yang dapat
Saudara akses pada http://www.dyahjoag.wordpress.com
3. Susunlah suatu rancangan model pengelolaan pembelajaran
tematik yang menguraikan secara rinci dengan menggunakan
model pengelolaan pembelajaran tematik. Model pengelolaan
pembelajaran tersebut dilengkapi dengan analisis pemilihan,
pemetaan kompetensi dasar, analisis jejaring tema,
penyusunan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran.
TOPIK 2 . DESIMINASI MODEL PEMBELAJARAN
Waktu ; 15Jam pelajaran
SUB-TOPIK : 2.3. Penulisan bahan desiminasi
1. Lakukan analisis kebutuhan diseminasi Model Pembelajaran
dari pendidik ataupun sekolah Saudara atau di sekolah-
sekolah kelompok kerja kepala sekolah. Analisis kebutuhan
diseminasi tersebut dapat mengunakan metode DIF dengan
menanyakan tingkat kesulitan, tingkat kepentingan atau
kebermanfaatan dan tingkat keseringan/frekuensi pengunaan
dari topik model pembelajaran.
2. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diseminasi susunlah
Rancangan Program diseminasi atau program diklat yang memuat
sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
a. Tujuan dan sasaran diklat;
b. Persyaratan peserta;
177
c. Daftar mata diklat dan silabi yang berisi deskripsi,
tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, indikator
keberhasilan, materi pokok dan sub materi pokok, metode
pengajaran dan waktu diklat;
d. Keseluruhan rancang bangun pembelajaran mata diklat/GBPP/
rencana pembelajaran
e. Tenaga kediklatan;
f. Metode, sarana dan prasarana;
g. Waktu pelaksanaan dan jadwal;
h. Evaluasi.
Program diklat tersebut dilampiri dengan :
a. Model Rancangan model-model pembelajaran (hasil kegiatan
topik 1.1)
b. Model Rancangan model penggunaan TIK dalam pembelajaran
(hasil kegiatan topik 1.2)
c. Model Rancangan model penggunaan sumber daya sekolah dan
masyarakat dalam pembelajaran (hasil kegiatan topik 1.3)
a. Model Rancangan Pengelolaan Pembelajaran (hasil kegiatan
1.4)
178
REFLEKSI PEMBELAJARAN ON THE JOB LEARNING
1. Apa yang Saudara pelajari dari kegiatan On the Job Learning?
2. Apa hal baru, yang bisa Saudara lakukan di tempat Saudara
bekerja?
3. Apa masalah yang Saudara hadapi selama melakukan
pembelajaran On the Job Learning?
179
4. Apa masalah yang Saudara hadapi dalam melaksanakan hasil
pembelajaran di tempat Saudara bekerja?
5. Bagaimana Saudara akan mengatasi masalah tersebut?
6. Apa yang akan Saudara lakukan selanjutnya agar hasil
pembelajaran On the
Job Learning bisa dilaksanakan di tempat Saudara bekerja
181
KESIMPULAN
Setelah menyelesaikan kegiatan ON , diharapkan Saudara lebih
memahami dan memiliki kemampuan yang tinggi dan mampu
menunjukkan keahlian dalam mengadaptasi/memodifikasi model
pembelajaran dan mendesiminasikan kemampuan mengadaptasi/
memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya
sekolah dan masyarakat secara optimal seiring kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi kepada sesama rekan guru
atau sesama rekan kepala sekolah. Pengalaman pada kegiatan ON
merupakan implementasi langsung hasil kegiatan IN 1 sesuai
dengan tugas nyata di sekolah.
183
KEGIATAN IN-SERVICE LEARNING 2
Waktu : 5 Jam Pelajaran
Pengantar.
Kegiatan IN-2 merupakan kegiatan akhir dari rangkaian IN-1 dan
On. Pada kegiatan ini Saudara harus melaporkan kegiatan yang
Saudara lakukan selama On dan menyelesaikan tagihan-tagihan
yang ada. Selanjutnya Saudara diminta mempresentasikan laporan
yang Saudara susun. Selain itu Saudara juga dapat melakukan
refleksi terhadap kegiatan In – On – In yang telah Saudara
laksanakan.
Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dalam kegiatan IN 2 ini, diharapkan
kepala sekolah telah menghasilkan rancangan
adaptasi/memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan
sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal seiring
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dan rancangan
desiminasi adaptasi/ memodifikasi model pembelajaran.
Organisasi Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran pada IN 2 pada hakekatnya adalah
presentasi laporan hasil kegiatan ON. Hasil kegiatan On Topik
1 terdiri dari 4 dokumen, Topik 2 terdiri dari satu dokumen.
Hasil gabunan dari kegiatan topik 1 dan topik 2 merupakan
tagihan.
Topik 1. Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran
Sub-topik 1.1. Model Pembelajaran
184
Sub-topik 1.2. Penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran
Sub-topik 1.3 Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan
masyarakat sebagai sumber belajar.
Sub-topik 1.4. Pengelolaan Pembelajaran
Topik 2. Diseminasi Adaptasi /Modifikasi Model Pembelajaran
Sub-topik 2.3. Penyusunan Bahan Desimenasi
185
Presentasi dan diskusi
Saudara telah mengimplementasikan lima topik dalam
pembelajaran ini di kegiatan On the Job Learning. Laporkan hasil
implementasi lima topik tersebut di In service 2 dalam bentuk:
1. Dokumen hasil kegiatan On the Job Learning yang terdiri dari
:
a. Rancangan model pembelajaran
b. Rancangan pemanfaatan TIK
c. Rancangan pemanfaatan sumber belajar
d. Rancangan pengelolaan pembelajaran
e. Program dan bahan diseminasi pengembangan model
pembelajaran.
2. Powerpoint presentation yang berisi tentang ringkasan
pelaksanaan, temuan, perbaikan selama On the Job Learning,
kendala, hikmah yang bisa diambil, dan Rencana Tindak
Lanjut.
Setelah saudara presentasi, berilah kesempatan kepada peserta
In Service 2 untuk mengajukan pertanyaan. Saudara juga bisa
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka untuk mendapat
masukan dan alternatif solusi dari kendala dan hambatan yang
saudara hadapi selama On the Job Learning.
186
REFLEKSI KEGIATAN IN SERVICE LEARNING-2
1. Apa yang telah Saudara pelajari dari kegiatan In – 2 ini?
2. Apa hal baru, yang bisa Saudara lakukan di tempat Saudara
bekerja?
3. Apa masalah yang Saudara hadapi selama melakukan
pembelajaran In-2?
187
4. Apa masalah yang Saudara hadapi dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran di tempat Saudara bekerja?
5. Bagaimana Saudara akan mengatasi masalah tersebut?
189
6. Apa yang akan Saudara lakukan selanjutnya agar hasil
pembelajaran In-2 bisa dilaksana- kan di tempat Saudara
bekerja
KESIMPULAN
Setelah menyelesaikan kegiatan IN-2 , diharapkan Saudara
lebih memahami dan memiliki kemampuan yang tinggi dan mampu
menunjukkan keahlian dalam mendesiminasikan kemampuan
mengadaptasi/ memodifikasi model pembelajaran yang
memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal
seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
191