01 COVER fanyx - Repository UNISBA

41
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Terdahulu Penelitian terdahulu adalah referensi yang berkaitan dengan penelitian. Penelitain terdahulu yang dijadikan sebagai acuan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu Penulis Judul Penlitian Tahun Metode Penelitian Hasil Kajian Sena Senjani Dramaturgi Kehidupan Seorang Model Asal Bandung di Deal Model Agency 2013 Kualitatif dengan pendekatan dramaturgi Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan dramaturgi dari Goffman yang membahas mengenai kehidupan seorang wanita yang berprofesi sebagai model. Peran yang dilakukan oleh objek ketika berada di panggung depan dan panggung belakang sangat bertolak belakang, semuanya ia lakukan karena tuntutan profesi dan kebutuhan finansial. Siti Hairun Nisa Presentasi Diri Presenter Olahraga Wanita Global TV 2008 Kualitatif dengan pendekatan dramaturgi Penelitian di sini mengenai dramaturgi seorang presenter olahraga wanita Global TV yang bernama Pia. Ada pengelolaan kesan yang ia lakukan ketika di wilayah depan yaitu ketika ia sedang On-Air atau siaran, ada simbol-simbol yang ia gunakan, mulai dari bahasa yang ia gunakan, make up, pakaian ia kenakan dll. Semuanya telah ada skenario, dan ia sudah mempersiapkan terlebih dahulu dengan sengaja agar mendapatkan kesan yang ia inginkan tumbuh pada penonton. Wilayah belakangnya yaitu ketika ia mempersiapkan diri sebelum siaran dan ketia ia di lingkungan kantor atau lingkungan kesehariannya. Anisa Hidayat Impression Management Dosen Dalam Perspektif Dramaturgi 2005 Kualitatif dengan pendekatan Daramturgi Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara dosen dan mahasiswa yang besar kemungkinan adanya kesalahan persepsi pada kedua belah pihak. Tindakan dalam pengelolaan kesan yang dilakukan oleh dosen karena adanya tujuan tertentu untuk membuat kelancaran proses dan terciptanya suasana belajar yang kondusif, akan tetapi tidak dapat diterima dengan mudah mengingat adanya kerangka prilaku yang terbentuk di masyarakat (social framework). Tidak mudah merubah suatu image yang berbeda dengan image yang sudah ada karena adanya social framework yang sudah terbentuk lama. repository.unisba.ac.id

Transcript of 01 COVER fanyx - Repository UNISBA

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah referensi yang berkaitan dengan penelitian.

Penelitain terdahulu yang dijadikan sebagai acuan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu

Penulis

Judul Penlitian Tahun

Metode Penelitian Hasil Kajian

Sena Senjani

Dramaturgi Kehidupan Seorang Model Asal Bandung di Deal Model Agency

2013 Kualitatif dengan pendekatan dramaturgi

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan dramaturgi dari Goffman yang membahas mengenai kehidupan seorang wanita yang berprofesi sebagai model. Peran yang dilakukan oleh objek ketika berada di panggung depan dan panggung belakang sangat bertolak belakang, semuanya ia lakukan karena tuntutan profesi dan kebutuhan finansial.

Siti Hairun Nisa

Presentasi Diri Presenter Olahraga Wanita Global TV

2008 Kualitatif dengan pendekatan dramaturgi

Penelitian di sini mengenai dramaturgi seorang presenter olahraga wanita Global TV yang bernama Pia. Ada pengelolaan kesan yang ia lakukan ketika di wilayah depan yaitu ketika ia sedang On-Air atau siaran, ada simbol-simbol yang ia gunakan, mulai dari bahasa yang ia gunakan, make up, pakaian ia kenakan dll. Semuanya telah ada skenario, dan ia sudah mempersiapkan terlebih dahulu dengan sengaja agar mendapatkan kesan yang ia inginkan tumbuh pada penonton. Wilayah belakangnya yaitu ketika ia mempersiapkan diri sebelum siaran dan ketia ia di lingkungan kantor atau lingkungan kesehariannya.

Anisa Hidayat

Impression Management Dosen Dalam Perspektif Dramaturgi

2005 Kualitatif dengan pendekatan Daramturgi

Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara dosen dan mahasiswa yang besar kemungkinan adanya kesalahan persepsi pada kedua belah pihak. Tindakan dalam pengelolaan kesan yang dilakukan oleh dosen karena adanya tujuan tertentu untuk membuat kelancaran proses dan terciptanya suasana belajar yang kondusif, akan tetapi tidak dapat diterima dengan mudah mengingat adanya kerangka prilaku yang terbentuk di masyarakat (social framework). Tidak mudah merubah suatu image yang berbeda dengan image yang sudah ada karena adanya social framework yang sudah terbentuk lama.

repository.unisba.ac.id

19

Peneliti mengambil referensi penelitian terdahulu yang sama-sama

menggunakan metode penelitian Kualitatif dengan perspektif pendekatan

Dramaturgi. Namun perbedaan penelitian terdahulu yang peneliti ambil dengan

penelitian yang peneliti teliti yaitu dari subjek penelitian terkait mengenai

fenomena yang sedang menjadi trend di Indonesia khususnya kota Bandung yaitu

selebriti di media sosial instragram.

2.2 Tinjauan Teoritis

2.2.1 Komunikasi

Hal yang paling mendasar dalam kehidupan adalah kodrat kita sebagai

manusia yang memiliki keharusan untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan

konsekuensi dari hubungan sosial (social relations) (Effendy, 2000: 3), seseorang

dapat melakukan hubungan sosial apabila terdapat dua orang yang saling

berhubungan sehingga nantinya akan menghasilkan interaksi sosial (social

interaction).

Secara umum komunikasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan

manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, namun secara etimologis

komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio, yang memiliki kata dasar

communis, yang berarti sama makna (Effendy, 2000: 4). Yang dimaksud dengan

hal tersebut adalah, seseorang dapat dikatakan melakukan komunikasi apabila

terdapat kesamaan makna di dalam suatu penyampaian pesan atau hal yang

dikomunikasikan.

repository.unisba.ac.id

20

Komunikasi secara terminologis berarti sebuah kegiatan penyampaian

pesan dari seorang komunikator kepada komunikan, sehingga sudah jelas

diketahui bahwa komunikasi akan melibatkan sejumlah orang, dalam hal ini gaya

berkomunikasi tersebut disebut dengan human communication (komunikasi

manusia). Komunikasi manusia juga dikenal dengan komunikasi kemasyarakatan,

hal ini terjadi karena hanya di masyarakatlah komunikasi dapat terjadi.

Masyarakat terbentuk setidaknya dua orang yang saling melakukan komunikasi

satu dengan yang lainnya (Effendy, 2000 : 4).

Menutut Everett M. Rogers mendefinisikan bahwa komunikasi adalah

proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu peneriman atau lebih,

dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Cangara, 1998 : 18). Lebih

jauh komunikasi didefinisikan oleh Deddy Mulyana sebagai proses berbagi makna

melalui perilaku verbal dan nonverbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi

jika melibatkan dua orang atau lebih (komunikasi interpersonal) (Mulyana,

2008 :3).

Komunikasi selain menjadi kodrat dari manusia, juga dikatakan sebagai

kegiatan yang harus dilakukan oleh seseorang agar orang tersebut mampu

mencapai tujuan yang diinginkannya. Ada banyak perspektif yang mampu dilihat

dalam menjawab pertanyaan “Apa fungsi dari komunikasi?” Salah satunya yaitu

perspektif kultural, individu akan mengetahui cara ia makan dan minum dengan

baik, berbicara sopan kepada orang yang lebih tua, setelah ia diwarisi pengetahuan

cara melakukan hal tersebut dari pendahulunya atau pihak intern dalam hal ini

adalah keluarga.

repository.unisba.ac.id

21

Alferd Korzybski menyatakan bahwa kemampuan manusia berkomunikasi

menjadikan mereka sebagai “pengikat waktu” (time-binder) Maksud dari pengikat

waktu adalah kemampuan manusia dalam mewarisi pengetahuan dari generasi ke

generasi dan dari budaya ke budaya (Mulyana 2014: 7). Sehingga nantinya

individu akan mampu memprediksi sesuatu yang akan terjadi di masa depan

dengan mempelajari sejarah atau warisan budaya yang telah diberikan oleh orang-

orang terdahulu melalui sebuah kebudayaan. Meski ramalan-ramalan tersebut

tidak sepenuhnya akan terjadi atau terbukti secara akurat, namun setidaknya

dengan budaya yang diwarisi kita mampu menyesuaikan atau sediktinya

mengetahui bagaimana lawan bicaramelakukan komunikasi sesuai dengan latar

belakang yang dimilikinya.

Jelas di sini peneliti memasukan teori komunikasi sebagai dasar penelitian

karena seperti yang diungkapkan oleh Paul Watzlawick “We Cannot not

communicatte” tentu saja objek penelitian yang peneliti teliti melakukan

komunikasi di dalam akun Instagramnya baik Bahasa verbal maupun bahasa

nonverbal.

2.2.2 Pesan

Peneliti memasukkan teori pesan karena pesan merupakan hal yang paling

utama dalam sebuah kegiatan komunikasi. Objek dalam penelitian yang peneliti

teliti memalukan sebuh komunikasi agar tercapainya maksud dan tujuan yang

diinginkan. Karena pesan merupakan komponen utama dalam komunikasi,

sehingga komunikasi tersebut memiliki sebuah tujuan, dan individu dapat

berkomunikasi untuk memenuhi kebutuhannya. Burke memiliki sebuah teori yang

repository.unisba.ac.id

22

ia namakan teori identifikasi. Isi dari teori identifikasi ini adalah, seseorang

(komunikator) akan memberikan pesan kepada orang lain (komunikan) sesuai

dengan minat yang dimilikinya melalui bahasa, baik itu bahasa verbal maupun

bahasa nonverbal.

Melalui teori identifikasinya, Burke membagi manusia kedalam dua konsep, yaitu tindakan (action) dan gerak (motion), Menurutnya, tindakan merupakan perilaku yang sukarela (voluntary) dan memiliki tujuan (purposeful), sedangkan gerak tidak bertujuam dan tidak bermakna, benda dan binatang memiliki gerak, namun hanya manusialah yang memiliki tindakan (Morrisan 2013, 112).

Burke juga memandang bahwa manusia adalah pencipta dan pengguna simbol, sehingga kita pada sampai hari ini, simbol-simbol tersebut mampu membantu kita dalam berkomunikasi. Lebih jauh simbol tersebut meliputi bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Menurutnya, bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk tindakan dan karena adanya kebutuhan sosial atau perbuatan (Morrisan 2013, 113).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manusia dapat

mempersatukan dengan manusia lain apabila adanya kesamaan penegertian

simbol di antara mereka, begitu pun sebaliknya.

Teori identifikasi milik Burke membagi tiga sumber identifikasi yang

saling tumpang tindih di antara manusia yaitu (Morrisan 2013, 114) :

1. Identifikasi material, merupakan identifikasi yang bersumber dari barang, kepemilikan dari benda, atau selera yang sama antara individu satu dengan yang lainnya.

2. Identifikasi idealistik, merupakan identifikasi yang berasal dari gagasan/ide, sikap, perasaan, dan nilai yang sama. Sebagai contoh beberapa orang menjadi anggota kelompok partai politik.

3. Identifikasi formal, merupakan identifikasi yang berasal dari peraturan-peraturan yang bersumber dari suatu organisasi atau suatu peristiwa di mana sejumlah orang turut serta di dalamnya.

repository.unisba.ac.id

23

Tentu saja dari setiap kegiatan komunikasi yang terjadi akan ada proses

penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikan. Seperti

yang dilakukan oleh Selebgram pada penelitian ini, setiap apa yang ia lakukan

memiliki pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak atau pengguna akun

Instagram lainya.

2.2.3 Komunikasi Verbal dan Nonverbal

2.2.3.1 Komunikasi Verbal

Melalui pengertian komunikasi yang baru saja kita bahas, disinggung

bahwa terdapat komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Kedua jenis

komunikasi ini tidak sesederhana yang kita kira, begitu banyak makna yang

berbeda dari setiap kata-kata atau simbol yang diucapkan atau ditunjukkan

seseorang saat kegiatan komunikasi berlangsung.

Hal ini diakrenakan ragam budaya yang ada di kehidupan manusia.

Contoh sederhana, arti kata “Enya” dalam bahasa Sunda adalah ada iya (setuju)

sedangkan dalam bahasa betawi berarti ibu. Contoh lain, mengacungkan jari

tengah dan telunjuk secara bersamaan secara umum bersifat peace (damai), namun

di Inggris sana arti dari simbol tersebut adalah sebuah penghinaan.

Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dilakukan seseorang

melalui tutur bahasa dan tulisan. Bahasa verbal merupakan sarana utama untuk

menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita (Mulyana, 2014: 261). Untuk itu

diperlukan kata-kata agar seluruh komponen tersebut dapat berjalan sebagaimana

mestinya. Namun yang perlu ditekankan perlu adanya kesamaan makna atas

repository.unisba.ac.id

24

setiap bahasa yang digunkan agar tidak terjadi kesalahpahaman anatara

komunikator dan komunikan.

Dalam akun Instagram terdapat kolom caption yang dapat diisi oleh setiap

penggunanya yang di mana ini adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang

nantinya akan diisi setiap kali pengguna Instagram akan mengupload foto sembari

menuahkan beberapa kata pendukung yang dapat mendeskripsikan secara jelas

penguploadan foto yang dilakukan.

2.2.3.2 Komunikasi Nonverbal

Berbeda dengan komunikasi nonverbal yang lebih mengarah kepada

simbol-simbol, sehingga komunikasi nonverbal merupakan komunikasi yang

bukan kata-kata. Komunikasi nonverbal lebih mengacu kepada bagaimana

seseorang mengatakan sesuatu. Untuk mengetahui bagaimana seseorang

mengatakan sesuatu, tentu kita dapat melihatnya dengan membaca setiap gerak-

gerik dari segala hal yang sedang disampaikan.

Sebagaimana fungsinya komunikasi nonverbal untuk menekankan sebuah

makna yang coba disampaikan oleh bahasa verbal, selain itu juga komunikasi

nonverbal mampu mengulangi perilaku verbal tanpa harus disampaikan melalui

kata-kata, dan juga komunikasi nonverbal mampu memperkenalkan status sosial

diri seseorang tanpa harus mengucapkan kepada lawan bicaranya.

Hal tersebut menggambarkan kategorisasi komunikasi nonverbal yang

dilakukan oleh selebgram yang terdiri dari pakaian yang dikenakan, pose atau

repository.unisba.ac.id

25

Bahasa tubuh yang dilakukan seperti gesture saat berdiri, posisi kaki, isyarat

tangan, ekspresi wajah, serta tatapan mata.

2.2.4 Komunikasi Interpersonal

Bentuk komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi) bukanlah hal

yang asing untuk semua orang, setiap harinya kita akan melakukan bentuk

komunikasi yang satu ini. Apabila dilihat secara etimologis, komunikasi

interpersonal memiliki kata turunan inter yang berarti antara dan person yang

berarti orang. “Komunikasi interpersonal secara umum terjadi di antara dua orang.

Seluruh proses komunikasi terjadi di antara beberapa orang di dalamnya secara

akrab” (Wood, 2013: 22).

Kategorisasi komunikasi interpersonal bukanlah suatu percakapan yang

hanya bersifat basa-basi saja, melainkan ada tujuan atau maksud dalam isi sebuah

pesan yang akan disampaikan. Di mana interaksi tersebut dibedakan melalui tiga

tingkatan menurut Martin Buber (dalam Wood, 2013: 22),

Tingkatan pertama yaitu komunikasi I-It, di mana interaksi yang terjadi dalam konteks ini adalah kita menganggap orang lain sebagai objek dalam memenuhi kebutuhan kita. Contoh, pelayan restauran, office boy, dan lain-lain. Tingkatan kedua adalah komunikasi I-you, di mana jenis ini merupakan komunikasi yang sangat sering atau lumrah terjadi pada kehidupan kita sehari-hari. Komunikasi ini pun terjadi dengan begitu sangat personal apabila dibandingkan dengan tingkatan pertama. Interaksi tersebut serupa dengan komunikasi di dunia maya dan forum internet, ketika orang-orang bertemu karena memiliki kesamaan hobi dan gagasan. Tingkatan yang ketiga adalah komunikasi I-Thou, di mana komunikasi ini jarang tejadi dalam interaksi sosial scoop besar, dikarenakan komunikator dan komunikan sama-sama menerima keutuhan dan kepribadian dari masing-masing. Artinya hubungan komunikasi jenis ini cenderung lebih personal dibandingkan kedua jenis sebelumnya.

repository.unisba.ac.id

26

Keakraban antara komunikator dan komunikan merupakan salah satu ciri

dari bentuk komunikasi ini. Ciri lain dari komunikasi interpersonal adalah

sistemis artinya komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh sistem, situasi, waktu,

masyarakat, budaya, latar belakang personal, dan sebagainya (Wood, 2013: 24).

Ciri berikutnya yatiu pengetahuan personal, melalui komunikasi interpersonal kita

mampu mengetahui informasi mengenai lawan bicara kita. Ciri yang paling

penting dalam komunikasi interpersonal adalah terciptanya makna, inti dari

komunikasi interpersonal adalah berbagi makna (Wood, 2013: 27). Melalui

percakapan yang intens akan menghasilkan sebuah pemaknaan dalam suatu

pembicaraan.

Pemaknaan ini memiliki dua tingkatan yang pertama adalah pemaknaan isi

(content meaning) yang berarti pada isi pesan sebenarnya, contoh “Kerjakan PR

nya!”, “Ambilkan minum di lemari es!”, sedangkan tingkatan kedua adalah

pemaknaan hubungan. Tingkatan pemaknaan hubungan berkaitan dengan

keakraban seorang komunikator dan komunikan.

Masing-masing dari mereka tidak perlu lagi memberi penjelasan secara

detil tentang hal-hal yang sudah biasa dilakukan, sebagai contoh dua orang

sahabat yang sudah lama berteman hendak bertemu di suatu tempat dengan

menyampaikan pesan “Saya tunggu di tempat biasa jam 4!” tentu sahabat yang

meneriman pesan tersebut sudah mengetahui tempatnya di mana, dan hal apa saja

yang akan dilakukan dalam pertemuan sore hari tersebut.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh objek penelitian disini

yaitu ketika Selebgram melakukan komunikasi dalam kehidupan sehari-harinya,

repository.unisba.ac.id

27

baik dengan orang tua, teman, atau lingkungan sekitarnya di luar akun media

sosialn Instagram yang mereka miliki.

2.2.5 Konsep Diri

Konsep diri muncul dalam komunikasi dan ia merupakan proses

multidimensi dari internalisasi dan tindakan menurut perspektif sosial (Wood,

2013: 44). Secara sederhana, konsep diri diartikan sebagai pandangan orang

sekitar terhadap individu, sehingga individu tersebut mampu mengenal dan

memahami dirinya sendiri. Konsep diri akan terjadi apabila seseorang

berkomunikasi dengan individu lainnya.

Terdapat beberapa penilaian dari dua kelompok orang yang nantinya akan

membentuk konsep diri seseorang, Goerge Herbert Mead (Wood, 2013: 45)

menyebutkan pada akhirnya akan hanya mengambil dua perspektif dari orang

terdekat dan dari orang lain pada umumnya. Orang terdekat meliputi keluarga inti

individu yaitu ayah, ibu, adik, kakak, dan sebagainya. Sedangkan orang lain pada

umumnya adalah mereka yang berkomunikasi dengan kita dan yang juga

memberikan opini mengenai diri kita melalui respon yang diberikan.

Konsep diri menyebutkan bahwa komunikator akan mampu memahami

dirinya sendiri sebagai individu dengan berbagai perbedaan yang ada, dan

bagaimana perbedaan itu dikonstruksikan atau dibentuk secara sosial, bukan

ditentukan oleh mekanisme biologi dan psikologi yang dialami individu

(Morissan, 2013: 74). Artinya, pengalaman yang dimiliki individu terhadap suatu

repository.unisba.ac.id

28

situasi akan mampu mengubah ide dan cara pandang orang tersebut sehingga pada

akhirnya akan membentuk rasa diri (sense of self) yang fleksibel.

Konsep diri seorang selebgram yang peneliti teliti ialah bagaimana ia akan

hanya membagi antara orang terdekat seperti ayah, ibu, adik, kakak, dan

sebagainya, dengan orang lain pada umumnya adalah mereka yang melalukan

komunikasi denganya yang juga memberikan opini mengenai diri melalui respon

yang diberikan.

2.3 Impression Management (pengelolaan kesan)

Dalam penelitian ini, yang menjadi tema utama adalah mengenai

impression management (pengelolaan kesan). Seperti yang kita ketahui bahwa

dalam berkehidupan sosial baik dilingkungan kerja, pergaulan bahkan dalam

lingkungan rumah sekalipun kita akan melakukan suatu pengelolaan kesan

terhadap lawan bicara untuk menghasilkan rerspons sesuai dengan yang

diinginkan. Dalam bab ini penulis menbahas mengenai impression management

yang dilakukan oleh Selebgram di media sosial instagram.

Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka

ingin menyajikan suatu gambaran diri yang diterima orang lain. Ia menyebut

upaya itu sebagai “pengelolaan kesan” (impression management), yakni teknik-

teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesa-kesan tertentu dalam situasi

tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Persentasi diri seperti yang ditunjukkan

oleh Goffman, bertujuan memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi

para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak

repository.unisba.ac.id

29

dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada (Mulyana, 2002: 112).

Dalam kaitan ini Goffman mengemukakan:

...informasi mengenai individu membantu untuk mendefinisikan situasi, memungkinkan orang-orang baru itu untuk mengetahui terlebih dahulu apa yang ia harapkan dari mereka dan apa yang mereka harapkan darinya. Berdasarkan pengetahuan ini, orang-orang tersebut akan mengetahui bagaimana cara terbaik bertindak untuk menghasilkan rerspons yang diinginkan darinya.... bila tidak mengenal individu, pengamat dapat memperhatikan gelagat dari perilaku dan penampilannya yang memungkinkan mereja menerapkan pengalaman mereka terdahulu dengan individu yang mirip dengan yang ada dihadapannya, atau lebih penting menerapkan stereotipe yang belum teruji terhadapnya... Marilah sekarang kita beralih dari orang-orang itu ke pandangan individu yang menampilkan dirinya dihadapan mereka, ia mungkin mengharapkan mereka untuk menghormatinya, atau untuk berpikir bahwa ia menghormati mereka, dan untuk mempersepsi bagaimana sebenarnya perasaannya terhadap mereka, atau untuk menjamin harmoni yang memadai sehingga interaksi dapat dijaga, atau untuk menipu, membuang, membingungkan, menyesatkan, menentang atau menghina mereka.... Pengendalian ini diperoleh terutama dengan mempengaruhi definisi situasi yang dirumuskan orang lain, dan ia dapat mempengaruhi definisi ini dengan mengekspresikan dirinya sedemikian rupa sehingga memberi mereka kesan tertentu yang mendorong mereka bertindak secara sukarela sesuai dengan rencananya sendiri. Jadi, ketika individu tampil dihadapkan orang lain, biasanya akan terdapat suatu alasan baginya untuk memobilisasikan aktivitasnya sehingga hal itu memberikan suatu kesan kepada orang lain sesuai dengan kepentingan individu tersebut. (Mulyana, 2002: 111).

Menurut Goffman kita “mengelola” informasi yang kita berikan kepada

orang lain. Kita mengendalikan pengaruh yang akan ditimbulkan busana kita,

penampilan kita, dan kebiasaan kita terhadap orang lain supaya orang lain

memandang kita sebagai orang yang ingin kita tunjukan. Kita sadar bahwa orang

lainpun berbuat hal yang sama terhadap diri kita, dan kita memperlakukannya

sesuai dengan citra dirinya yang kita bayangkan dalam benak kita. Jadi, kita

bukan hanya sebagai pelaku, tetapi juga sekaligus sebagai khalayak. Goffman

repository.unisba.ac.id

30

menyebut pelaku dan khalayak mencapai “konsensus kerja” mengenai definisi

atas satu sama lain dan situasi yang kemudian memandu interaksi mereka. Seperti

aktor panggung, aktor sosial membawakan peran, mengasumsikan karakter, dan

bermain melalui adegan-adegan ketika terlibat dalam interaksi dengan orang lain.

Goffman menunjukkan bahwa:

Drama kehidupan sosial sehari-hari dan produksi teater menggunakan teknik yang sama, aktor sosial, seperti aktor teater, bergantuk pada busana, make-up, pembawaan diri, pernak-pernik, dan alat dramatik lainnya untuk memproduksi pengalaman dan pemahaman realitas yang sama (dalam Mulyana, 2002: 112-113).

Aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu disebut sebagai

“pertunjukan” (performance), kita berusaha untuk menampilkan diri sebaik

mungkin agar tercipta suatu kesan yang terbaik seperti yang kita ingin tunjukkan,

walaupun terkadang terdapat hal-hal yang meleset dari perhitungan kita atau tidak

kita perhitungkan sebelumnya dan lebih mudah kita lakukan karena pertunjukan

itu tampak alami, apa pun itu pada dasarnya kita ingin meyakinkan orang lain

dengan apa yang kita pertunjukan, sehingga orang lain dapat menganggap kita

seperti yang kita tunjukkan.

Bila dalam interaksi dengan orang yang sudah lama kita kenal, harus memastikan identitas sosial yang ingin mereka sampaikan, suasana hati mereka, kesan mereka terhadap kita, terlebih lagi dalam interaksi dengan orang yang baru kita kenal. Oleh karena itu, kita membutuhkan banyak informasi mengenai orang yang baru kita kenal agar dapat memperlakukan mereka dengan baik dan nyaman. Meskipun demikian kita jarang saling bertanya untuk memperoleh informasi tersebut, melainkan bergantung pada penampilan, tatakrama, dan setting tempat kita bertemu untuk mendefinisikan situasi (Mulyana, 2002: 113).

repository.unisba.ac.id

31

2.3.1 Komponen Impression Management (Pengelolaan Kesan)

Dalam mengelola kesan kebanyakan atribut, milik dan aktifitas manusia

digunakan untuk presentasi diri. Menurut Goffman kehidupan sosial dalam

mengelola kesan dibagi menjadi front region (wilayah depan) dan back region

(wilayah belakang). Goffman membagi wilayah depan ini menjadi personal front

(front pribadi) dan setting (panggung). Personal front dibagi menjadi dua yaitu

appearance (penampilan) dan manner (tingkah laku).

A. Appeareance (penampilan)

1. Busana

Penampilan merupakan salah satu bentuk komunikasi dengan

menyampaikan informasi atau pesan melalui apa yang individu tersebut kenakan,

kemeja yng dikenakan, tatanan rambut, sepatu, riasan wajh dan hal-hal lain yang

dapat melengkapi penampilannya. Penampilan juga merupakan salah satu dari

bentuk komunikasi nonverbal. Nilai-nilai agama, lingkungan, cuaca, rasa nyaman,

dan tujuan pencitraan, semuanya mempengaruhi cara individu berdandan.

Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian

mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orng yang konservatif, religius, modern,

atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti juga rumah,

kendaraan, dan perhiasan digunakan untuk memproyeksikan cirea tertentu yang

diinginkan pemakainya. Pemakai busana itu mengharapkan bahwa kita

mempunyai citr terhadapnya sebagaimana yang diinginkannya. Mungkin ada juga

kebenaraan dalam bahasa latin uestis uirium reddit yang berarti “pakaian

menjadikan orang”. Sebagaimana disarankan William Thourlby yang dalam

repository.unisba.ac.id

32

bukunya You Are What You Wear: The Key to Business Success menekankan

pentingnya pakaian demi keberhasilan bisnis (Mulyana, 2002: 347).

2. Warna

Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu

Pengantar, selain dari pada busana yang kita kenakan warna juga dapat

menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin

keyakinan agama kita. Di Indonesia, warna merah muda adalah warna feminin

(konon juga romantis yang disukai orang yang jatuh cinta), sedangkan warna biru

adalah warna maskulin. Tidak sedikit wanita yang baru melahirkan membelikan

barang-barang berwarna merah muda untuk anak perempuan dan warna biru

untuk anak laki-laki. Warna hijau diasosiasikan dengan Islam dan muslim, bukan

karena warna hijau itu menyejukan mata, namun juga warna ini dipercayai

sebagai warna surga, seperti disebutkan Qur’an surat Ar-Rahman ayat 64: “Kedua

surga itu hijau tua warnanya”. Mungkin pula itu sebabnya mengapa banyak

mesjid berdinding dan berkarpet hijau (Mulyana, 2002: 376)

Tabel 2.2 Indikasi warna

SUASANA HATI WARNA Menggairahkan, merangsang Merah Aman, nyaman Biru Tertekan, terganggu, bingung Oranye Lembut, menenangkan Biru Melindungi, mempertahankan Merah, cokelat, biru, ungu, hitam Sangat sedih, patah hati, tidak bahagia, murung Hitam, cokelat Kalem, damai, tentram Biru, hijau Berwibawa, agung Ungu Menyenangkan, riang, gembira Kuning Menantang, melawan, memusuhi Merah, oranye, hitam Berkuasa, kuat, bagus sekali Hitam

(Diolah dari: Buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2002: 377)

repository.unisba.ac.id

33

Daftar wana di atas dan suasana hati yang diasosiasikannya versi Amerika,

tidak berlaku universal meskipun mirip dengan versi yang berlaku dalam budaya

lain. Di Cina, merah digunakan dalam acara gembira dan perayaan, sedangkan di

Jepang menandakan kemarahan dan bahaya. Biru untuk orang Indian Cherokee

menandakan kekalahan, sedangkan bagi orang Mesir menandakan kebajikan dan

kebenaran (Mulyana, 2002: 377).

Hingga derajat tertentu tampaknya ada hubungan antara wana yang

digunakan dengan kondisi fisiologis dan psikologis manusia, meskipun kita

memerlukan lebih banyak penelitian untuk membuktikan dugaan ini. Misalnya

bukti ilmiah menunjukkan bahwa gerakan pernapasan akan meningkat oleh

cahaya merah dan berkurang ketika dihadapkan pada cahaya biru yang lebih

menyejukan dan warna merah yang lebih aktif (Mulyana, 2002: 379).

3. Gaya Artifaktual (Artefak)

Artefak dalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia. Aspek

ini merupakan perluasan lebih jauh dari pakaian dan penampilan. Benda-benda

dan penampilan yang telah kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia dan dalam interaksi manusia, sering mengandung makna-makna tertentu.

Bidang studi mengenai hal ini disebut objektika (objectics). Rumah, mobil,

perabot rumah dan modelnya, patung, lukisan, kaligrafi, foto, buku yang dipajang,

dan benda-benda lainnya dalam lingkungan kita adalah pesan-pesan bersifat

nonverbal, sejauh dapat diberi makna.

repository.unisba.ac.id

34

B Manner (Tingkah Laku)

1. Bahasa tubuh

Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika, suatu istilah yang

diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell. Setiap

anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pendangan mata), tangan,

kepala, kaki, dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai

isyarat simbolik.

Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan. Isyarat tangan

atau “berbicara dengan tangan” termasuk yang disebut emblem, yang dipelajari

yang punya makna dalam suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan

yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda atau isyarat fisiknya berbeda,

namun maknanya sama. Dalam suatu studi yang melibatkan 40 budaya, Desmond

Morris dan rekan-rekannya mengumpulkan 20 isyarat tangan yang sama yang

mempunyai makna yang berbeda dalam setiap budaya, sementara seorang

spesialis Arab pernah mendaftar setidaknya 247 isyarat yang berlainan yang

digunakan orang Arab untuk melengkapi suatu pembicaraan (Mulyana, 2002:

318).

Dalam buku Komunikasi Antar Manusia, Joseph A. Devito, gerakan

isyarat tangan perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau

ungkapan. Emblim meliputi, misalnya isyarat untuk “oke”, “jangan ribut”,

“kemarilah” dan “saya ingin menumpang”. Emblim adalah pengganti untuk kata-

kata atau ungkapan tertentu yang kita pelajari dengan cara yang sama pada

repository.unisba.ac.id

35

dasarnya dengan kita mempelajari kata-kata, tanpa sadar dan sebagian besar

melalui proses peniruan (Devito, 1997: 187).

Tabel 2.3 Nama dan Fungsi Bahasa Nonverbal Nama dan Fungsi Contoh Emblim menerjemahkan langsung kata atau ungkapan

Isyarat “oke”, lambaikan tangan “kemarilah”, isyarat menumpang

Ilustrator menyertai dan secara harfiah “mengilustrasikan” pesan verbal

Gerakan tangan berputar bila menggambarkan lingkaran, kedua tangan bergerak menjauh ketika membicarakan sesuatu yang besar

Regulator memantau, memelihara, dan mengendalikan pembicaraan orang lain

Ekspresi wajah dan gerakan tangan yang menunjukkan “teruskanlah”, “agak lambat sedikit”, atau “kemudiian apalagi?”

Adaptor memuaskan kebutuhan Menggaruk-garuk kepala (Diolah dari: Buku Komunikasi Antar Manusia Devito, 1997: 181)

Untuk menunjuk diri sendiri “saya!” atau “saya?”, orang Indonesia

menunjuk dadanya dengan telapak tangannya atau telunjuknya, sedangkan orang

Jepang menunjuk hidungnya dengan telunjuk. Banyak orang dari berbagai bangsa

menggunakan tanda “V” (telunjuk jari tengah berdiri dan jari lainnya ditekuk)

sebagai tanda kemenangan atau perdamaian, termasuk di Indonesia. Isyarat “V”

tersebut mulai digunakan oleh Winston Churchill sebagai tanda kemenangan

(victory) pada masa Perang Dunia II, juga sebagai lawan dari tanda salut ala Naxi

Hitler, tetapi kini juga melambangkan perjuangan demi kedamaian. Penggunaan

isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke budaya (Mulyana,

2002: 318).

2. Postur Tubuh dan Posisi Kaki

Postur tubuh adalah yang secara tidak disadari oleh manusia selalu

menjadi perhatian utama dalam menilai seseorang. Manusia bagai diperbudak

oleh bentuk tubuh yang ideal. Kaum perempuan berlomba-lomba melakukan diet

repository.unisba.ac.id

36

yang tidak sehat demi mendapatkan tubuh layaknya Jenifer Lopez (penyanyi luar

negri yang memiliki tubuh indah), dan bahkan sampai rela menjalani bedah

plastik.

Postur tubuh memang mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian

dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau tempramen.

Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan William Sheldon misalnya menunjukkan

hubungan antara bentuk tubuh dan tempramen (Mulyana, 2002: 324). Dalam tabel

di bawah ini:

Tabel 2.4 Hubungan Bentuk Tubuh dan Tempramen

BENTUK TUBUH SIFAT ATAU TEMPRAMEN Gemuk Malas dan tenang Atletis Asertif dan percaya diri Kurus Introvert, menyenangi aktifitas mental dari pada fisik

(Diolah dari: Mulyana, 2002: 324)

Penghargaan terhadap tubuh yang dianggap “baik” itu terutama lebih

menonjol di kalangan wanita. Banyak wanita melakukan apa saja untuk memiliki

tubuh yang ramping, apah keadaan seperti itu dikatakan sebagai salah satu untuk

menunjukkan identitas diri, tetapi identitas apa, atau hanya untuk menyenangkan

kaum lelaki, atau apakah kaum wanita sudah merasa dirinya adalah makhluk

terjelek. Seperti yang diungkapkan oleh Ayu Utami dalam bukunya Si Parasit

Lajang, ”...Perempuan adalah makhluk terjelek di dunia, sebab ia selalu

membubuhkan topeng, pupur, dan gincu...” (Utami, 2004: 74).

Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara berbeda di tiap negara.

Seperti halnya orang di Asia, Afrika, Timur Tengah dan Amerika Latin yang

terbiasa duduk di atas lantai cenderung meliput salah satu atau kedua kaki mereka

repository.unisba.ac.id

37

ketika duduk di kursi, perilaku yang dianggap kurang sopan oleh orang barat yang

terbiasa duduk di kursi. Sebaliknya orang barat yang terbiasa duduk di kursi akan

merasa “tersiksa” ketika harus duduk di atas karpet seperti yang dilakukan oleh

orang Arab.

Dalam situasi formal sering khalayak membentuk kesan mengenai orang

yang diajak berkomunikasi dari cara ia berdiri atau duduk. Posturnya memberi

isyarat halus mengenai kepribadiannya, namun isyarat ini dapat juga menyesatkan.

Banyak orang berpikir bahwa mereka mampu menilai orang lain dari

ketulusannya, keramahannya, rasa hormatnya pada khalayak, dan antusiasmenya

berdasarkan cara ia berdiri, duduk atau berjalan (Mulyana, 2002: 323).

Kaum pria dianggap lebih tinggi posisinya dari pada wanita, tidak

mengherankan pula bahwa pria lebih leluasa mengatur postur tubuhnya dari pada

wanita. Pria duduk bebas di ruang kantornya, misalnya dengan menyandarkan

badan sepenuhnya ke sandaran kursi, bersilang kaki, atau meletakkan kedua

kakinya di atas meja, dan sekaligus menaruh kedua tangannya di belakang kepala,

maka wanita yang berperilaku demikian akan tampak seperti wanita yang maco

(Mulyana, 2002: 329-330).

3. Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata

Masuk akal bila banyak orang menganggap perilaku nonverbal yang

paling banyak “berbicara” dalah ekspresi wajah. Menurut Albert ehrabian, andil

wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%, sementara vokal 30%, dan verbal hanya

7.67%. menurut Birdwhistell, perubahan sangat sedikit saja dapat menciptakan

perbedaan yang besar. Ia menemukan misalnya, bahwa terdapat 23 cara berbeda

repository.unisba.ac.id

38

dalam mengangkat alis yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda

(Mulyana, 2002: 330).

Kontak mata punya dua fungsi dalam komunikasi antarpribadi:

1. Fungsi pengatur, untuk memberi tahu orang lain apakah anda akan

melakukan hubungan dengan orang itu atau menghindarinya.

2. Fungsi ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana perasaan anda

terhadapnya.

Ekspresi wajah merupakan perilaku nonverbal utama yang

mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Sebagian pakar mengakui,

terdapat beberapa keadaan emosional yang di komunikasikan oleh ekspresi wajah

yang tampaknya dipahami secara universal: kebahagiaan, kesedihan, ketakutan,

keterkejutan, kemarahan, kejijian, dan niat. Ekspresi-ekspresi wajah tersebut

dianggap “murni” sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya malu, rasa

berdosa, bingung, puas) dianggap campuran yang umumnya lebih bergantung

pada interpretasi (Mulyana, 2002: 335).

Secara umum dapat dikatakan bahwa makna ekspresi wajah dan

pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya.

Ekspresi wajah boleh sama, namun maknanya mungkin berbeda. Bahkan seperti

pesan verbal, dalam budaya yang samapun ekspresi wajah yang sama dapat

berbeda makna dalam konteks komunikasi yang berbeda.

4. Parabahasa

Parabahasa atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara

selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi

repository.unisba.ac.id

39

atau rendah), intensitas (volume) suara, intonasi, dialek, suara terputus-putus,

suara yang gemetar, suitan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman,

desahan dan sebagainya.

Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita.

Suara terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu

cepat menandakan ketegangan, kemarahan dan ketakutan. Terkadang kita bosan

mendengarkan pembicaraan orang, bukan karena isi pembicaraannya, melainkan

karena cara penyampaiannya yang lamban dan monoton.

Mehrabian dan Ferris menyebutkan bahwa parabahasa adalah terpenting

setelah ekspresi wajah dalam menyapaikan perasaan atau emosi. Menurut formula

mereka, parabahasa mempunyai andil 38% dari keseluruhan impact pesan. Oleh

karena itu ekspresi wajah punya andil 55% dari keseluruhan impact pesan, lebih

dari 90% isi emosionalnya ditentukan secara nonverbal. Bahkan mehrabian dan

Ferris mengakui bahwa impact kata-kata terucap terhadap komponen pesan hanya

sekitar 7% (Mulyana, 2002: 342).

Penjelasan komponen impression management di atas mencangkup semua

yang dilakukan oleh seorang Selebgram karena selebgram yang ingin terlihat

selalu cantik, gaya hidup yang mewah dan juga selara yang high class

mempersiapkan komponen-komponen yang akan menunjang visi dan misinya di

dalam akun Instagramnya seperti ia memperhatikan busana yang dikenakan, pose

yang dilakukan dan juga latar belakang pengambilan foto yang menambah nilai

citra di depan khalayak.

repository.unisba.ac.id

40

2.4. Kesadaran-Diri

Komunikasi sudah lumrah dilakukan setiap manusia yang hidup di muka

bumi ini, segala bentuk komunikasi dilakukan setiap individu dalam rangka

memenuhi kebutuhannya, terlebih individu melakukan hal tersebut untuk dapat

mempertahankan kehidupannya. Namun, dari segala bentuk komunikasi yang ada,

kesadaran-diri merupakan hal terpenting yang harus dimiliki setiap individu agar

suatu komunikasi berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Kita semua ingin mengenal diri sendiri secara lebih baik, karena kita

mengendalikan pikiran dan perilaku kita sebagian besar sampai batas kita

memahami diri sendiri sebatas kita menyadari siapa kita (Devito, 1997: 57).

Untuk mengetahui kesadaran diri sendiri Jendela Johari (Johari Window) telah

menggambarkan beberapa bagian dari diri menjadi empat bagian.

Mengenal diri Tidak mengenal diri

Diketahui orang lain Tak diketahui Orang lain

Sumber: Joseph Luft. Group Process: And Introduction to Group Dynamic (Palo Alto, Calif.: Mayfield, 1970), hal.11 / Devito hal. 56.

Gambar 2.1

Jendela Johari (Johari Window)

Daerah Terbuka Daerah Buta

Daerah Tertutup Daerah Gelap

repository.unisba.ac.id

41

Daerah terbuka (open self) merupakan daerah yang dapat diketahui oleh

diri sendiri dan juga orang lain. Informasi mengenai nama, warna kulit, agama,

makanan kesukaan, film yang paling disukai, serta hal-hal lainnya dapat diketahui

dengan mudah oleh diri kita dan juga orang lain. Namun, semakin baik

komunikasi yang dilakukan, maka akan semakin banyak informasi yang akan

didapatkan dari individu satu (komunikator) kepada individu lainnya (komunikan),

begitu pun sebaliknya.

Sebagian orang cenderung mengungkapkan keinginan dan perasaan

mereka yang paling dalam. Lainnya lebih suka terdiam diri baik dalam hal yang

penting maupun tak penting. Tetapi, kebanyakan di antara kita, membuka diri

kepada orang-orang tertentu tentang hal-hal tertentu pada waktu tertentu (Devito,

1997: 57). Sehingga dominasi mengenai empat hal yang ada pada jendela johari

akan berbeda-beda dari satu individu dengan individu lainnya.

Daerah Buta (blind self) merupakan bagian tentang diri seseorang yang

diketahui oleh orang lain, namun tidak diketahui oleh diri individu tersebut.

Kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan secara tidak sadar merupakan salah

satu informasi yang termasuk pada bagian ini. Kita sering melakukan pertahanan

diri (self-defence) apabila kita meminta seseorang menilai diri kita, seolah-olah

apa yang dikatakan orang tersebut itu salah.

Komunikasi menuntut keterbukaan pihak-pihak yang terlibat. Bila ada daerah buta, komunikasi akan menjadi sulit. Tetapi, daerah seperti ini akan selalu ada pada diri kita masing-masing. Walaupun kita mungkin dapat menciutkan daerah ini, menghilangkannya sama sekali tidaklah mungkin (Devito, 1997: 58).

repository.unisba.ac.id

42

Daerah Gelap (Unknown Self) merupakan bagian di mana informasi sama

sekali tidak diketahui baik oleh individu itu sendiri atau orang lain yang ada di

sekitarnya. Cara untuk mendapatkan informasinya harus individu harus

melakukan ekspolorasi diri secara khusus, contohnya dengan cara dihipnotis,

melalui mimpi, atau cara yang paling dianggap mudah yaitu dengan cara

mengungkapkan rasa jujur kepada orang lain, orang tua, sahabat, anak-anak,

kekasih, dan orang terdekat lainnya.

Daerah Tertutup (Hidden Self) merupakan bagian di mana informasi

yang diketahui hanya untuk diri sendiri, tidak untuk orang lain. Rahasia yang

disimpan seseorang tentu sangat bersifat pribadi dan beberapa orang cenderung

diam akan hal tersebut, bisa jadi tentang masalah keluarga, seksualitas, dan hal-

hal pribadi lainnya, yang tidak mungkin diceritakan kepada semua orang.

Namun, ada juga yang secara terbuka (overdisclosers) menceritakan segala

bentuk rahasia yang umumnya orang simpan untuk dirinya sendiri, sehingga

tipikal orang ini tidak lagi memiliki rahasia yang ia simpan. Akan tetapi, apabila

kita cermati setiap orang sebenarnya membutuhkan teman berbagi akan rahasia

yang mungkin tadinya ia hanya akan simpan untuk dirinya sendiri. Karena pada

dasarnya, kita adalah orang-orang terbuka yang selektif (Devito, 1997: 59).

2.5 Pencitraan Diri

Citra adalah sesuatu yang tampak oleh indera, akan tetapi tidak memiliki

eksistensi substansial (Pilliang, 2004). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia citra diartikan sebagai gambaran, kesan yang dimiliki seseorang

repository.unisba.ac.id

43

terhadap pribadi. Dalam kaitannya secara lebih spesifik citra tidak bisa dilepaskan

dari keberadaan objek atau benda. Dalam pengertian keberadaan citra sangat

tergantung pada keberadaan objek atau benda (Pilliang, 2004 : 83). Blumer

mendefinisikan diri dalam pengertian yang sangat sederhana “apa saja yang

diketahui orang lain. Itu berarti hanya manusia yang dapat menjadikan

tindakannya sendiri sebagai objek. Ia bertindak terhadap dirinya dalam

tindakannya terhadap orang lain atas dasar pemikiran dia menjadi objek

bagidirinya sendiri “ (Ritzer dan Goodman, 2004:295).

Citraan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara atau

proses membentuk citra mental pribadi atau gambaran pribadi. A.B Susanto

mengartikan citra diri (self image) sebagai bagaimana seseorang memandang

dirinya sendiri. Atau sebagai bagaimana persepsi orang lain terhadap seseorang

atau diri kita. Dari situ akan terbentuk suatu cara atau perilaku tertentu , terutama

berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image atau kesan di mata orang lain

(Susanto, 2001:5).

Sebuah citra diri terbentuk melalui suatu proses komunikasi, salah satu

bentuknya adalah simbol-simbol. Seperti apa yang dikatakan oleh A.B Susanto

bahwa kepemilikan simbol diharapkan menimbulkan respek orang lain untuk

mendukung citra diri yang ingin ditampilkan. Tujuan dari pemakaian

simbolsimbol adalah memproyeksikan citra diri seseorang. Dan simbol-simbol

tersebut merupakan pernak-pernik dari pembentukan citra (Susanto, 2001:10).

repository.unisba.ac.id

44

Pada dasarnya seseorang membangun sebuah citra dirinya dimaksudkan

untuk mendapatkan perhatian ataupun penghargaan dari orang lain untuk itu

seseorang memperbanyak simbol-simbol pada dirinya. Jadi pencitraan diri

merupakan cara seseorang membentuk kesan dan gambaran mengenai dirinya dari

orang lain berdasarkan objek atau benda yang ia gunakan.

2.6 Dramaturgi

Menurut Erving Goffman seperti yang dikutip dalam Mulyana

“Dramaturgi adalah suatu pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian

pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama panggung” (Mulyana,

2008: 106).

Pengertian dramaturgi Goffman khususnya berintikan pandangan bahwa

ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia

harapkan tumbuh pada orang lain. Dalam pengantar bukunya, The Presentation of

Self in Everyday Life, Goffman menyatakan seperti yang dikutip dalam Mulyana

berikut:

Perspektif yang digunakan dalam laporan ini adalah perspektif pertunjukan teater; prinsip-prinsipnya bersifat dramaturgis. Saya akan membahas cara individu menampilkan dirinya sendiri dan aktivitasnya kepada orang lain, cara ia memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya dan segala hal yang mungkin atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang pertunjukannya di hadapan orang lain (Mulyana, 2008: 107).

Pandangan dramaturgi tentang kehidupan sosial, makna bukanlah warisan

budaya, sosialisasi atau perwujudan dari potensi psikologis dan biologis,

repository.unisba.ac.id

45

melainkan pencapaian problematik interaksi manusia dan penuh dengan

perubahan, kebaruan, dan kebingungan. Maka atas suatu simbol, penampilan atau

perilaku sepenuhnya bersifat serba mungkin, sementara dan situasional.

Maka fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan apa yang orang lakukan,

apa yang ingin mereka lakukan atau mengapa mereka lakukan, melainkan

bagaimana mereka melakukannya. Berdasarkan pandangan Kenneth Burke bahwa

dramaturgi menekankan dimensi ekspresif aktivitas manusia, yakni bahwa makna

kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam

interaksi dengan orang lain yang juga ekspresif. Oleh karena perilaku manusia

bersifat ekspresif inilah perilaku manusia bersifat dramatik (Mulyana, 2008: 107).

Seseorang biasanya tidak selalu memunculkan karakter dirinya yang

sebenarnya. Karena yang ia inginkan adalah orang lain menilai dirinya sesuai

dengan karakter yang ia tonjolkan, maka ia akan memainkan peran yang

diinginkannya. Karena begitu banyaknya peran yang dimainkan oleh seseorang,

tidak semua peran itu mereka lakukan dengan intensitas yang sama. Hal ini

disebut sebagai jarak peran.

Menurut Goffman, “Jarak peran yang merujuk kepada sejauh mana aktor

memisahkan diri mereka dari peran yang mereka pegang” (Mulyana, 2001: 118).

Jadi seseorang harus bisa memisahkan perannya antara peran yang satu dengan

peran yang lain.

Dramaturgi Selebgram tentu saja ada, dilihat dengan adanya persiapan

kompenen impression management yang merupakan jembatan untuk berada di

panggung depan. Sedangkan panggung belakang yang di miliki adalah kenyataan

repository.unisba.ac.id

46

sesuai dengan siapa ia sebenarnya. Namun dalam menampilkan diri di hadapan

khalayak tidak selalu berjalan mulus seperti apa yang diinginkan, melainkan

selalu saja akan adanya gangguan. Untuk itulah pendekatan dramaturgi juga

berkaitan dengan bagaimana cara mengatasi gangguan-gangguan tersebut.

Meskipun begitu, kesalahan-kesalahan dalam menampilkan citra diri mereka

dapat di antisipasi dengan baik.

2.6.1 Panggung (setting) Dramaturgi

Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini dilihat berdasarkan sebuah

pertunjukan teater yang dipertunjukan di atas sebuah panggung yang dimainkan

oleh aktor dengan berbagai peran-peran dengan menggunakan bahasa verbal

ataupun menggunakan atribut-atribut tertentu. Menurut Goffman, kehidupan

sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah

belakang” (back region).

Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka seperti sedang memainkan suatu peran di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sebaliknya, wilayah belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkan mempersiapkan perannya di wilayah depan (Mulyana, 2002: 114).

A. Panggung Depan

Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian: front pribadi

(personal front), dan setting, yaitu situasi fisik yang harus ada ketika aktor harus

melakukan pertunjukan. Tanpa setting, aktor biasanya tidak dapat melakukan

pertunjukan. Misalnya seorang dosen memerlukan kelas sebagai setting tempat ia

repository.unisba.ac.id

47

mempertunjukkan perannya sebagai dosen. Front pribadi terdiri dari alat-alat yang

dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa ke dalam setting. Misalnya,

seorang dosen diharapkan membawa buku-buku teks yang tebal ketika mengajar

di kelas dan membawa peralatan pada saat mengajar seperti laptop dan

proyektornya sebagai alat untuk presentasi. Personal front ini mencakup juga

bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor, misalnya berbicara sopan, pengucapan

istilah asing, intonasi, postur tubuh, ekspresi wajah, pakaian, penampakan usia,

ciri-ciri fisik, dan sebagainya (Mulyana, 2002: 114-115).

Tabel 2.5 Personal Front dan Setting dalam Panggung Depan

PERSONAL FRONT SETTING Appeareance (penampilan): pakaian, gaya rambut, riasan wajah, asesoris dll

Tempat orang mempertunjukan perannya. Contoh: seorang dokter mempertunjukan perannya di rumah sakit

Manner (tingkah laku): cara berbicara, cara berjalan, cara duduk, cara makan dll

(Diolah dari: Mulyana, 2002: 114-115)

B. Panggung belakang

Kontras dengan panggung depan, panggung belakang memungkinkan

pembicaraan dengan menggunakan kata-kata kasar atau tidak senonoh,

bersendawa, kentut, bersenandung, dan bersiul. Panggung belakang biasanya

berbatasan dengan panggung depan dan bersembunyi dari pandangan khalayak.

Hal ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan, dan oleh karena itu,

khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki panggung belakang, kecuali dalam

keadaan darurat. Suatu pertunjukan akan sulit dilakukan apabila aktor

membolehkan khalayak berada di panggung belakang (Mulyana, 2002: 115).

repository.unisba.ac.id

48

Goffman mengaui bahwa panggung depan cenderung mengandung anasir

struktural dalam arti bahwa panggung depan cenderung terlembagakan alias

mewakili kepentingan kelompok atau organisasi. Sering ketika aktor

melaksanakan perannya, peran tersebut telah ditetapkan lembaga tempat ia

bernaung. Goffman juga berpendapat bahwa dalam menyajikan diri mereka yang

diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di panggung depan, mereka merasa

harus menyembunyikan hal-hal tertentu pertunjukannya.

1. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi.

2. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang dibuat saat persiapan pertunjukan, juga langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kesalahan terebut.

3. Aktor mungkin merasa perlu menunjukkan produk akhir dan menyembunyikan fakta bahwa ia mulai salah arah.

4. Aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan untuk membuat produk akhir itu dari khalayak. Kerja kotor itu mungkin meliputi tugas-tugas yang secara fisik kotor, semi legal, kejam dan menghinakan.

5. Dalam melakukan pertunjukan tertentu, aktor mungkin harus mengabaikan standar lain, akhir aktor mungkin perlu menyembunyikan hinaan, pelecehan, atau perundingan yang dibuat sehingga pertunjukan dapat berlangsung (Mulyana, 2002: 116).

Aspek lain dalam dramaturgi di panggung depan adalah bahwa aktor

sering berusaha menyampaikan kesan bahwa mereka punya hubungan khusus atau

jarak sosial lebih dekat dengan khalayak daripada jarak sosial yang sebenarnya.

Goffman menyatakan bahwa orang tidak selamanya ingin menunjukkan peran

formalnya dalam panggung depan.

Orang mungkin memainkan suatu peran, meskipun ia enggan akan peran

tersebur, atau menunjukkan keengganannya untuk memainkannya padahal ia

senang bukan kepalang akan peran tersebut. seorang dosen berpakaian jeans

repository.unisba.ac.id

49

duduk di antara mahasiswa, dengan tutur bahasa seperti layaknya anak muda,

meskipun mungkin saja ada mahasiswa yang tidak menyukai penampilnya

tersebut. Menurut Goffman ketika orang melakukan hal semacam itu mereka tidak

bermaksud membebaskan diri sama sekali dari peran sosial atau identitas mereka

yang formal itu, namun karena peran sosial, dan identitas lain yang

menguntungkan mereka (dalam Mulyana, 2002: 117-118).

Setiap budaya mengkonsepsikan pola komunikasi diadik (dua orang) yang

berlainan. Secara garis besar orang barat senang berbicara berhadapan, sedangkan

orang Timur senang berbicara berdampingan atau membentuk siku-siku. Bagi

orang Timur, orang Cina khususnya, berbicara berhadapan mengesankan tidak

nyaman dan konfrontatif. Dalam banyak budaya Timur, pengaturan tempat duduk

mencerminkan perbedaan status dan peran. Di jepang orang yang paling dihormati

duduk di salah satu kepala meja berbentuk empat persegi panjang, pejabat

berikutnya di kanan dan kiri posisi senior ini, dan posisi terendah duduk dekat

pintu dan ujung meja yang berlawanan dengan tempat duduk orang paling

berkuasa (Mulyana, 2002: 361).

2.7 Media sosial

2.7.1 Pengertian Media Sosial

Media sosial adalah fase perubahan di mana bagaimana orang menemukan,

membaca dan membagi-bagikan berita, informasi dan konten kepada orang lain.

Media sosial adalah perpaduan sosiologi dan teknologi yang mengubah monolog

(one to many) menjadi dialog (many to many) dan demokrasi informasi yang

repository.unisba.ac.id

50

mengubah orang-orang dari pembaca konten menjadi penerbit konten. Media

sosial telah menjadi sangat populer karena memberikan kesempatan orang-orang

untuk terhubung dunia online dalam bentuk hubungan personal, politik dan

kegiatan bisnis.

Severin dan Tankard (2005), dalam bukunya tentang Teori Komunikasi,

menjelaskan tentang teori komunikasi dunia maya, di mana yang dimaksud oleh

Severin dan Tankard sebagai dunia maya adalah cybercommunity itu. Walaupun

unsur-unsur dunia maya tidak dijelaskan secara detail oleh keduanya dalam buku

tersebut, sebagaimana konsep teori cybercommunity dalam buku ini, namun

keduanya mengajukan beberapa bagian penting dalam teori komunikasi dunia

maya, yaitu:

1. Konsep dasar komunikasi digital, seperti dunia maya (cyberspace), virtual reality (VR) komuniaksi maya (virtual communities), chat rooms, multi-usher domain (MUD), interaktivitas, hypertext, dan multimedia.

2. Ruang dan wilayah teori komunikasi dunia maya, seperti penentuan agenda (agenda-setting), manfaat dan gratifikasi, pembauran inovasi, kesenjangan pengetahuan, kredibilitas media, dan gagasan McLuhan tentang media baru (new media).

3. Riset-riset baru pada komunikasi cyber, yaitu mediamorfosis, riset tentang hypertext, riset multimedia, riset desain antarmuka (komunikasi dua-arah), riset eros digital atau cinta online, riset tentang kecanduan internet, serta riset tentang pemakaian internet dan depresi.

Larry D. Rosen juga mengatakan bahwa penelitian baru menemukan

pengaruh positif terkait dengan jejaring sosial, termasuk di dalamnya adalah:

1. Remaja yang menghabiskan banyak waktu di Facebook dapat menunjukkan rasa "empati virtual" yang lebih baik kepada teman-teman online mereka.

2. Remaja dewasa introvert melalui media jejaring sosial online terbantu untuk belajar bagaimana bersosialisasi di balik lindungan berbagai macam layar monitor, mulai dari smartphone layar dua inci hingga laptop berlayar 17-inchi.

repository.unisba.ac.id

51

3. Jejaring sosial dapat menjadi alat untuk mengajar dan cara yang menarik yang dapat melibatkan para siswa-siswa muda.

2.7.2 Media Baru

Berkaca pada beberapa tahun yang lalu, media yang kita tahu atau bahkan

yang kita gunakan hanyalah media yang bersifat satu arah, seperti televisi, radio,

dan lainnya. Seperti yang sudah disinggung dalam pembahasan sebelumnya,

karakteristik media tersebut masuk kedalam kategori yang sudah kuno. Untuk itu,

hadirlah sebuah media telematik yang mecakup atau melibatkan beberapa unit

yang pada bagian tengahnya terdapat unit layar gambar yang dihubungkan dengan

jaringan komputer (McQuail, 2001: 16).

Fitur yang membedakan dengan media lama yaitu, media baru mampu

menggabungkan beberapa sistem teknologi melalui kabel atau satelit, sistem

penyimpanan dan pencarian informasi dan gambar. Yang juga memiliki ciri

bahwa media baru tidak lagi memerlukan gatekeeper untuk mencari dan memilih

informasi, sehingga informasi yang akan didapat bersifat bebas.

Efek yang akan dihasilkan dari penggunaan media baru ini tentu sedikit

banyaknya akan merubah cara seseorang melakukan bentuk komunikasi

interpersonal (komunikasi antarpribadi), dengan penggunaan media baru

seseorang bisa jadi hanya berdiam di rumah saja untuk dapat melakukan segala

hal tanpa harus berpergian ke sana kemari—dan hal tersebut telah terbukti di era

masa kini. Namun, penerapan kemajuan teknologi dapat pula mengintensifkan

selektivitas khalayak komunikasi massa (Tubbs & Moss: 228).

repository.unisba.ac.id

52

Selain terdapatnya perubahan dalam cara melakukan komunikasi

antarpribadi, kemunculan teknologi baru yang kini dapat menjadi opsi bagi

khalayak komunikasi massa, media baru menuntut agar penggunanya mampu

melek teknologi, sehingga nantinya akan dengan mudah menggunakan media

tersebut. Meski, akan terdapat jurang pemisah antara generasi baru dan generasi

lama dalam menggunakan media yang satu ini, perlulah diingat bahwa

sesungguhnya seiring dengan perkembangan zaman akan membawa kita kepada

sebuah perubahan yang telah diramalkan sebelumnya.

2.7.3 Cyber Community

Teknologi telah membawa sekaligus mengubah cara berkomunikasi

manusia pada tingkatan yang jauh berbeda dari zaman sebelumnya, kalau dahulu

kita hanya bisa mengirim surat kepada kerabat yang jauh di sana lalu menunggu

kabarnya minimal satu minggu setelah kita mengirim surat, kini kita dengan

begitu singkat mengetahui kabar saudara kita dengan hanya menunggu beberapa

detik sembari duduk di depan komputer, atau berbaring di kasur sambil

memegang telepon genggam yang kita miliki.

Perubahan-perubahan tersebutlah yang telah dirasakan oleh kebanyakan

manusia masa kini, di mana ada internet disitu kita mampu berkomunikasi dengan

orang terjauh yang pernah kita kenal. Yang membedakan cara berkomunikasi

masyarakat nyata dengan masyarakat maya (cyber community) sebenarnya hanya

terletak pada banyak dan sedikitnya usaha yang diberikan dalam sebuah interaksi.

Masyarakat nyata harus bersusah payah untuk berpenampilan baik sebelum

repository.unisba.ac.id

53

akhirnya mereka berinteraksi dengan orang lain, sedangkan masyarakat maya

hanya cukup duduk lalu berinteraksi melalui ponsel pintar atau komputer yang

terhubung internet.

Tidak pernah ada yang membayangkan sebelumnya kalau cara

berkomunikasi manusia bisa secangging masa sekarang, dipastikan bahwa

konstruksi masyarakat pada umumnya berkembang dari sistem intra dan antar

jaringan yang berkembang menggunakan sistem sarang laba-laba sehingga

membentuk sebuah jaringan masyarakat yang besar (Bungin, 2013: 165). Seperti

yang dijelaskan sebelumnya bahwa netter (pengguna internet) pun sebenarnya

membangun sebuah relasi agar bisa berkomunikasi dengan netter lainnya di dunia

maya.

Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Komuniaksi

mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat nyata dan masyarakat maya tidak

memiliki perbedaan yang begitu jauh, masing-masing dari mereka dibentuk

karena interaksi yang lama sudah dibangun sampai akhirnya memiliki simbol-

simbol tertentu, bahasa-bahasa tertentu, hingga akhirnya memiliki aturan-aturan

normatif yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Contoh sederhana

yang dapat dengan mudah ditemukan salah satunya adalah website yang memiliki

forum pembicaraan suatu topik tertentu.

Tidak hanya itu, tujuan komunikasinya pun ada yang bersifat asosiati dan

disasosiatif. Komunikasi asosiatif yang terjadi dalam masyarakat maya biasanya

berupa kerjasama yang dilakukan antara seorang netter dengan netter lainnya

dalam rangka membuat suatu proyek bersama yang saling menguntungkan, lebih

repository.unisba.ac.id

54

jauh kerjasama ini akan menghasilkan sebuah akomodasi informasi dan

pertukaran kebudayaan dalam skala global yang akan memengaruhi perilaku dan

interaksi mereka masing-masing.

Berbeda halnya dengan komunikasi disasoiatif yang biasanya “berperang”

untuk mendapatkan sesuatu, misalnya sponsorship untuk kepentingan website dari

netter. Sehingga mengharuskan dirinya berkompetisi dengan netter lainnya yang

juga menginginkan hal tersebut. Sebagaimana kehidupan di masyarakat nyata,

masyarakat maya pun memiliki orang-orang atau kelompok yang memiliki

perbedaan mengenai visi dan misi, serta kebutuhan, yang membuat masyarakat

maya harus berkompetisi untuk memenuhi kebutuhannya.

2.7.4 Media Sosial Instagram

Instagram merupakan salah satu media sosial yang sedang digandrungi

oleh hampir semua orang, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Seperti yang

sudah penulis bahas di bab sebelumnya, menurut kompas.com jumlah pengguna

Instagram semakin banyak meskipun usianya belum sampai lima tahun, tapi

media sosial berbagi foto itu sudah memiliki 400 juta orang pengguna aktif. Para

anggota baru Instagram sebagian besar berasal dari Eropa dan Asia. Lebih spesifik

lagi kebanyakan anggota barunya berasal dari Indonesia, Jepang serta Brazil. Hal

ini tentu menjadi tolak ukur bagaimana antusiasime masyarakat Indonesia

terhadap media sosial Instagram. Angka itupun cukup menjelaskan bahwa warga

Indonesia ternyata juga aktif dalam jejaring media sosial Instagram

repository.unisba.ac.id

55

Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto (photo-sharing) berbasis

iPhone dan Android, yang memungkinkan penggunanya mengambil foto,

menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial.

Lebih jauh Kaan Akkanat (2015) menuliskan

Instagram is defined as a fun and quirky way to share your life with friends through a series of pictures in its official website. In its essence, the application allows its users to filter ( for further beautification) the photos taken with a mobile phone and provides a quick sharing experience by smoothly connecting the user with other social media platforms like Twitter and Facebook….. It is a unique medium where the image becomes a communicative act as a part of the whole social networking experience. Interestingly, this hybrid act occurs with the simplicity in communication (chiefly nonverbal) and action (its smooth sharing features) (Akkanat, 2015).

Instagram didefinisikan sebagai suatu cara yang menyenangkan dan unik

untuk membagi kehidupan anda kepada teman-teman melalusi gambar-gambar

berseri di situs resminya. Secara garis besar, apliaksi ini megizinkan para

penggunanya untuk memberikan filter (efek foto untuk keindahan) gambar-

gambar yang diambil dengan menggunakan telepon genggam dan Instagram pula

menyediakan pengalaman membagujan yang cepat dengan menghubungkan para

penggunanya dengan platform media sosial lainnya seperti Twitter dan Facebook.

Instagram merupakan media yang unik, di mana gambar-gambar yang ada menjadi suatu aksi yang komunikatif sebagai suatu bagian dari pengalaman jejaring media sosial. Menariknya, tindakan kombinasi ini menjadikan adanya kesederhanaan dalam berkomunikasi (terutama komunikasi nonverbal) dan tindakan (dengan fitur berbagi yang terkesan mudah) (Akkanat, 2015).

repository.unisba.ac.id

56

2.7.5 Komunikasi dalam Instagram

Kemunculan Instagram telah mengubah cara seseorang untuk

berkomunikasi tatap muka, setelah kehadiran yang cukup fenomenal dari e-mail,

facebook, twitter, kini Instagram bisa jadi merajai tingkat penggunaan media

sosial, sebagai media sosial yang digemari oleh setiap cyber-community. Aspek

yang lebih menekankan kepada visualisasi, serta kemudahannya untuk membagi

gambar kepada khalayak, menjadi daya tarik sendiri dari media sosial satu ini.

Berbeda dengan media sosial lainnya, Instagram mengizinkan

penggunanya untuk membagi fotonya secara pribadi (privately sharing) kepada

publik atau bisa juga dibagikan kepada followers. This functional anonymity is an

important feature of Instagram and it customizes the scopes for interaction

(Akkanat, 2015). Fungsi anonimitas ini menjadi fitur penting dalam Instagram dan

fitur tersebut memodifikasi kesempatan untuk berinteraksi. Artinya, membagikan

foto secara pribadi (seperti layankanya direct message) menjadikan fitur

Instagram terkesan lebih intim dari satu pengguna ke pengguna lainnya.

Selain itu, Instagram menitikberatkan segala sesuatunya pada konten yang

ada pada akun pemilik Instagram, Nick DeNardis mengatakan The Instagram

community re-enforced our existing notion that content is king. The photos we

posted with a deeper meaning got more of a reaction (Akkanat, 2015). Komunitas

Instagram menitikberatkan kepercayaan eksistensi bahwa konten adalah segalanya.

Foto yang kita posting dengan makna yang lebih dalam mendapatkan rekasi yang

lebih.

repository.unisba.ac.id

57

Sehingga kini tak sedikit orang-orang yang menjadi Selebgram karena

konten fotonya yang rapih dan digemari oleh orang kebanyakan. Selain itu, tak

jarang pula Selebrgram ini mendapatkan endorsement dari beberapa merek atau

brand terkenal dikarenkan makna foto yang dibagikan kepada followersnya

mendapatkan reaksi yang yang lebih menjadikan foto tersebut banyak disukai

sehingga menjadi trending topic.

2.7.6 Endorsement

Seleberiti, atlit, bahkan legendaris yang kini sudah tiada mampu menjadi

pendukung (endorser) dari sebuah brand (merek). Hal ini dikarenakan konsumen

mudah mengidentikasi diri dengan para bintang tersebut, seringkali dengan

memandang mereka sebagai pahlawan atas prestasi, kepribadian, dan daya tarik

fisik mereka.

Para pengiklan dan biro-biro periklanan bersedia membayar harga yang tinggi kepada kaum selebriti yang disukai dan dihormati oleh khalayak yang menjadi sasaran yang diharapkan akan mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap produk yang didukung (Shimp, 2003: 460).

Istilah endorsement bukanlah istilah asing dalam dunia periklanan,

endorsement yang berarti dukungan merupakan hal yang bisa didapatkan oleh

mereka yang berpengaruh dalam suatu media promosi. Instagram misalnya, yang

kini dijadikan sebuah sarana media promosi dengan tujuan untuk menaikkan suatu

brand. Dengan memberikan produk serta tarif tertentu agar dapat beriklan dalam

akun seseorang, lalu kemudian diunggah oleh pemilik akun Instagram (endors) di

situlah proses endorsement berlangsung.

repository.unisba.ac.id

58

Hal utama yang harus diperhatikan dalam proses kegiatan endorsement

adalah pentingnya kecocokan selebriti dengan produk yang hendak didukung. Hal

ini dikarenakan seorang endorser adalah brand image (citra merek) dari produk

yang akan diiklankan, apabila salah memilih selebriti, bisa jadi pesan produk yang

akan dijual tidak akan sampai kepada khalayak.

2.7.7 Ilustrator dan Ilustrasi

Ilustrator merupakan seniman yang berprofesi khusus di bidang seni rupa

yakni umumnya sebagai pencipta atau penyedia gambar ilustrasi demi

memperjelas maksud suatu tulisan tertentu atau demi membuat terlihat menarik

tampilannya. Termasuk di dalamnya buku, novel majalah, koran, iklan, juga pula

poster. Tiap ilustrator terkadang memiliki gaya berbeda dari sudut pandang

penggambaran yang dihasilkan dalam karyanya, juga berbeda beda pula dari alat

yang dipakainya, mulai dari dengan pensil, pulpen, spidol, sampai perangkat

komputer, atau bisa pula dengan mengkombinasikan sebagian alat itu bahkan juga

semuanya.

Ilustrasi adalah hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik drawing,

lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan hubungan

subjek dengan tulisan yang dimaksud daripada bentuk. Tujuan ilustrasi adalah

untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi

tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan tersebut lebih mudah

dicerna.

repository.unisba.ac.id