Zat Warna Alami Ekstrak Kulit Nangka
-
Upload
abdul-rohman-heryadi -
Category
Documents
-
view
765 -
download
3
Transcript of Zat Warna Alami Ekstrak Kulit Nangka
ABSTRAKTanaman nangka adalah salah satu tanaman daerah
tropis. Buahnya dapat dimanfaatkan sebagai makanan. Daun yang masih muda dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan kayunya dikenal kayu yang anti rayap.
Namun demikian, bagian dalam kayu nangka yang berwarna kuning belum dimanfaatkan. Adanya warna kuning diduga bagian tersebut mengandung pigmen warna yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami.
Penelitian ini ditekankan pada pencarian jenis zat warna yang terkandung di dalam kayu nangka. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap I bertujuan untuk mengekstrak kayu nangka bagian dalam dengan mengamati intensitas warna yang tampak pada setiap absorbansi maksimumnya, dilakukan pada bahan (kapas, nylon, rayon, poliester, poliakrilat) setelah dicelup dengan larutan hasil ekstraksi. Tahap II adalah karakterisasi pigmen, dilakukan terhadap bahan setelah dicelup dengan melakukan pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan pencucian.Hasil penelitian menunjukan bahwa pigmen warna yang terkandung di dalam kayu nangka bagian dalam dapat mencelup bahan tekstil, terutama nilon dengan hasil pengujian K/S paling tinggi dibanding bahan kapas, rayon, poliester atau polakrilat. Juga dengan hasil pengujian ketahanan uji gosok dan pencucian yang paling baik diantara bahan lainnya.
ABSTRACTJackfruit (Artocarpus heterophylus) is one of tropical
plants. Its usefuly for many purpose. Its having yellow coloured hearts of wood, which may be due to colour pigment content.
This research was focused on finding the kind of dyes which content inside the wood.
Two phases of laboratory were carried out, first was extracting the heart of wood, with observation to intensity of colour which appear at each maximum absorbance, its obesreve to dyed textile fabrics (cotton, nylon, rayon, polyester, polyacrylic) by extraction solution. Second was characterization of pigment, by doing endurance test to the textile dyed fabrics.
Results of these experiments showed that the heart of jackfruit wood due the color pigment which able to dyed the
1
textile fabrics, especially to nylon fabric which highest result of measuring K/S to the fabric than cotton, jute, polyester, or polyacrylic. And it has the best result of fastness testing to washing and scraping than other fabrics.
Pendahuluan
Latar Belakang
Dipilihnya kayu nangka dalam penelitian ini adalah,
karena adanya keterangan yang memberikan informasi bahwa,
kayu nangka bagian dalam, dapat mewarnai bahan tekstil
dengan warna kuning yang suram. Dari segi ekonomis, kayu
nangka dapat dijadikan pewarna bahan tekstil yang cukup
ekonomis, karena kayu nangka bagian dalam, pada kayu dengan
diameter ± 15 cm, belum dimanfaatkan untuk maksud tertentu,
oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan sebagai
pemanfaatan limbah.
Hipotesa
Menurut suatu literatur, kayu nangka mengandung tanin
pada partikel kayunya. Tepatnya pada bagian kulit, kayu bagian
dalam, dan akarnya. Senyawa ini merupakan senyawa polifenol
yang memiliki struktur komplek. Strukturnya yang juga
merupakan golongan flavoniod merupakan senyawa turunan
dari benzena. Diduga, senyawa ini merupakan pigmen kuinon.
Yaitu, senyawa berwarna dan mempunyai kromofor, yang terdiri
atas dua gugus karbonil yang berkonyugasi dengan dua ikatan
rangkap karbon-karbon.
2
Oleh karenanya, kemungkinan besar pigmen inilah
yang akan mewarnai serat, dan akan menghasilkan warna
coklat-kekuningan, atau warna kuning yang pudar (tidak
mengkilat). Juga dimungkinkan untuk mencelup wool, sutera,
kertas dan bahan dari kulit.
Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan ekstraksi
dan karakterisasi zat warna yang terkandung dalam kayu
nangka bagian dalam sebagai zat warna alam untuk mewarnai
bahan tekstil.
Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan dan
mengembangkan kayu nangka sebagai bahan pewarna alami
untuk bahan tektil, sehingga dapat memperkaya temuan zat
warna alam.
Teori Pendekatan
Kandungan Kayu Nangka
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang
berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin
aromatik dengan satu atau dua penyulih hidroksil. Flavoniod
merupakan golongan fenol alam terbesar, tetapi fenol
monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan kuinon fenolik juga
terdapat dalam jumlah besar. Beberapa golongan bahan polimer
penting dalam tumbuhan – lignin, melanin, dan tanin – adalah
senyawa polifenol.
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan, khususnya pada
bagian kayu. Pada batasannya tanin dapat bereaksi dengan
proteina membentuk kopolimer yang mantap yang tidak larut
dalam air.1
1 Metode Fitokimia Penurunan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, J. B. Harborne, Hal 102
3
Tumbuhan nangka mengandung tanin, terutama pada
bagian akar dan kayu bagian dalam. Kayu nangka akan
menghasilkan warna coklat-kekuningan, atau warna kuning
yang pudar (tidak mengkilat). Dimungkinkan untuk mencelup
wool, sutera, kertas dan bahan dari kulit.2
Pigmen Kuinon
Warna pigmen kuinon alam beragam, mulai dari kuning
pucat, sampai ke hampir hitam. Walaupun mereka tersebar luas
dan strukturnya sangat beragam, sumbangannya terhadap
warna tumbuhan tinggi nisbi kecil. Jadi pigmen ini sering
terdapat pada kulit, galih atau akar.
Penyebarannya dalam tumbuhan tinggi telah diteliti
terutama karena antrakuinon tertentu. Kuinon adalah senyawa
berwarna dan mempunyai kromofor daras seperti kromofor
pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon.
Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi
empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan
kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya
terhodroksilasi menjadi senyawa fenol.3
Identifikasi Zat Warna
Zat Warna Asam
Zat warna asam mengandung asam-asam mineral / asam-
asam organikdan dibuat dalam bentuk garam-garam natrium
dari asam organik dengan gugus anion yang merupakan gugus
pembawa warna ( kromofor ) yang aktif. Struktur kimia zat
warna asam menyerupai zat warna direk merupakan senyawa
2 www.fao.org3 Metode Fitokimia Penurunan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, J. B. Harborne, Hal109
4
yang mengandung gugusan sulfonat atau karboksilat sebagai
gugus pelarut.
Zat warna asam dapat mencelup serat-serat binatang.
Poliamida dan poliakrilat berdasarkan ikatan elektrovalen /
ikatan ion.
Zat Warna Direk
Zat warna direk pada umumnya adalah senyawa azo yang
disulfonasi, zat warna ini disebut juga zat warna substantif,
karena mempunyai afinitas yang besar terhadap selulosa.
Beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang
berdasarkan ikatan hidrogen. Zat warna direk umunya
mempunyai ketahanan yang kurang baik terhadap pencucian
sedangkan ketahanan terhadap sinar cukup, tidak tahan
terhadap oksidasi dan rusak oleh zat pereduksi.
Zat Warna Bejana
Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu
dalam pencelupannya harus diubah menjadi bentuk leuko yang
larut.
Senyawa leuko tersebut memiliki substantivitas terhadap
selulosa sehingga dapat tercelup. Adanya oksidator atau oksigen
dari udara, bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut
akan teroksidasi kembali kebentuk semula yaitu pigmen zat
warna bejana.
Senyawa leuko zat warna bejana golongan indigoida larut dalam
alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon hanya larut
dalam alkali kuat dan hanya sedikit berubah warnanya dalam
larutan hipoklorit dan didalam larutan pereduksi warnanya
menjadi kuning.
5
Ikatan zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan
hydrogen dan ikatan sekundeeer seperti gaya-gaya van der
walls.
Pencelupan Serat Nilon
Nilon dapat dicelup dengan banyak zat warna dispersi, zat
warna asam, zat warna direk. Pencelupan nilon memerlukan zat
warna yang tingkat kerataannya baik. Zat warna dispersi
memiliki peranan yang baik untuk menutupi ketidak teraturan
pencelupan nilon ini. Tetapi untuk ketahanan luntur warna
dalam keadaan basah yang baik, zat warna asam lebih baik,
tetapi harus dengan aplikasi yang hati-hati untuk menjamin
kerataan pencelupan. Pencelupan nilon dengan zat warna asam
sering memperlihatkan ketahanan luntur warna dalam keadaan
basah yang lebih baik dibanding pencelupan pada wol, hal ini
disebabkan oleh karakter hidrofob pada nilon. Pencelupan nilon
dipengaruhi prosprosi gugus amino bebas yang terkandung
pada nilon.
Mekanisme pencelupan serat nilon adalah pembentukan
ikatan garam antara zat warna dengan gugus amino bebas di
dalam serat. Ikatan yang terjadi antara zat warna dengan serat
adalah ikatan elektrovalen (ionik). Karena, di dalam larutan,
gugus amino dan karboksilat pada nilon akan terionisasi. Bila
kedalamnya ditambahkan suatu asam, maka ion hidrogen asam
langsung berikatan dengan ion karboksilat pada nilon sehingga
terjadi gugus ion ammonium bebas yang memungkinkan
terbentuk ikatan ionik dengan zat warna.
Percobaan
6
A. Alat dan Bahan
Bahan : Kain kapas, Kain rayon, Kain polyester, Kain
poliakrilat, Kain nylon Ferro sulfat, Tawas, Garam
diazonium, Sabun batang, Kayu nangka, Air,
K2Cr2O7.
Alat : gelas piala 3000 ml, gelas piala 1000 ml, gelas
piala 600 ml, reaktor, pemanas, oven,
spectrofotometer, crockmeter, mesin HT/HP,
neraca analitik.
B. Prosedur
1. Penentuan Kadar Air dalam Kayu Nangka
1. Kayu nangka dipotong-potong menjadi serpihan-
serpihan
2. Kemudian ditimbang sebanyak ± 10 gram (berat ini
dianggap a gram)
3. Kayu nangka dikeringkan di dalam oven dengan
suhu 100oC, selama 5 jam
4. Kayu nangka ditimbang kembali (angka hasil
penimbangan, dianggap b gram
5. Hitung persentasenya, yang memenuhi persamaan :
2. Penentuan Kadar Zat Warna dalam Kayu Nangka
1. Kayu nangka ditimbang sebanyak ± 450 gram
7
2. Kayu nangka dididihkan di dalam air dengan
perbandingan jumlah berat kayu nangka dan air
sebanyak 1 : 10 (± 4,5 liter)
3. Pendidihan dilakukan sebanyak 3 kali, setiap air
menjadi bagian semula
4. Air (larutan filtrat) yang didapat digunakan sebagai
larutan pencelupan untuk berbagai jenis kain, dan
pembuatan zat warna
3. Pencelupan Berbagai Jenis Kain
1. Bahan (polyester, kapas, rayon, poliakrilat, dan
nylon) dicelup di dalam 250 ml larutan filtrat
2. Pencelupan dilakukan dengan sistem perendaman
(exhaust) dengan suhu proses 100oC selama 30
menit, menggunakan mesin HT dyeing
3. Setiap kain dibagi menjadi dua bagian. Bagian satu
dilanjutkan dengan pengerjaan dengan
menggunakan tawas, garam diazonium, Fero sulfat,
dan Kalium bikromat. Sedangkan, bagian lainnya
tidak dilakukan proses iring
4. Pengujian
1. Uji Ketuaan Warna
- Bahan diuji dengan spektrofotometer, untuk
diketahui nilai K/S nya.
2. Uji Ketahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
8
- Kain yang telah dicelup, dipotong dengan ukuran
5 X 15 cm, dengan panjang miring terhadap lusi
dan pakan
- Contoh uji tersebut dipasang pada Crockmeter,
gosokan dengan kain putih yang dipasang pada
jari penggosok dengan kondisi tertentu.
Penggosokan diulangi dengan menggunakan kain
putih basah.
- Penodaan pada kain putih dinilai dengan staining
scale
3. Uji Ketahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
- Kain yang telah dicelup, dipotong dengan ukuran
10 X 40 cm, lalu contoh uji tersebut digabungkan
dengan 1 helai kain pelapis polyester dan 1 helai
kain pelapis kapas dengan ukuran yang sama
dengan contoh uji. Penggabungan dilakukan
dengan manjahit salah satu sisi terpendek.
- Contoh uji dicuci dalam larutan pencucian
dengan sabun AATCC 4 g/l dengan kondisi
tertentu, dibilas dengan suhu 40oC, kemudian
dinetralkan dengan 0,2 g/l asam asetat glacial,
kemudian dibilas lagi dan dikeringkan
- Perubahan warna pada contoh uji, dinilai dengan
Standar skala abu-abu. Penodaan pada kain
pelapis dinilai dengan staining scale
4. Uji Identifikasi Jenis Zat Warna
1. Zat warna Bejana
9
Larutan hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan NaOH 10 % dan
Na2S. Lalu dipanaskan. Ke dalam tabung reaksi
tadi, dimasukkan kain kapas putih dan Na2CO3,
maka kapas tersebut akan terwarnai. Pada kapas
yang tercelup diteteskan NaOCl. Apabila zat
warna luntur, berarti zat warna yang mencelup
adalah belerang, apabila zat warna tidak luntur,
maka zat warna yang mencelup adalah zat warna
bejana.
2. Zat Warna Naftol
Zw naftol tidak larut dalam air. Zw dilarutkan
dalam kostik soda dan spirtus.
Pengujian :
Larutan hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan NaOH 10 % dan
beberapa tetes spirtus.
Dimasukkan kapas putih, sehingga kapas akan
terwarnai kuning.
Ditambahkan garam naftol, sehingga kapas
akan terwarnai.
Ditambahkan Fast dyeing salts, zw akan
menggumpal.
3. Zat Warna Asam dan Direk
Larutan hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan asam asetat
10% dan wol putih, lalu di panaskan selama 3
menit
10
Pada tabung reaksi berbeda, larutan hasil
ekstraksi dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
lalu ditambahkan NaCl dan kapas putih, lalu di
panaskan selama 3 menit.
Pewarnaan terhadap wol yang lebih tua dari
kapas menunjukan zat warna yang mencelup
adalah zat warna asam.
Hasil dan Diskusi
Hasil Percobaan
1. Penentuan Moisture Regain
MR =
= =16.17%
2. Pengekstraksian Bahan
Bahan sebanyak 450g, diekstraksi dalam medium air sebanyak
1500 ml, ekstraksi dilakukan tiga kali. Pada akhir ekstraksi,
didapat larutan filtrat sebanyak 3600 ml.
Pembuatan zat warna bubuk, dibuat dari 500 ml larutan filtrate.
Dihasilkan 0.4 gram zat warna bubuk.
3. Proses pencelupan kain menghasilkan perhitungan K/S pada
400 nm.
Tabel 1.
11
Data K/S Pada Kain Kapas Contoh Setelah Dicelup Dengan
Berbagai Kondisi Pengerjaan Iring
PengerjaanK/S
Contoh
K/S
Blanko K/S
Non Iring 1.2979 1.08680.211
1
FeSO4 0.7928 1.08680.294
0
Garam
diazonium1.1109 1.0868
0.024
1
Tawas 1.0219 1.08680.064
9
Kalium
bikromat0.613 1.0868
0.473
8
Tabel 2.
Data K/S Pada Kain Rayon Contoh Setelah Dicelup Dengan
Berbagai Kondisi Pengerjaan Iring
PengerjaanK/S
Contoh
K/S
Blanko K/S
Non Iring 1.2282 0.83770.390
5
FeSO4 0.7448 0.83770.092
9
Garam
diazonium1.0049 0.8377
0.167
2
Tawas 1.2555 0.8377 0.417
12
8
Kalium
bikromat0.6093 0.8377
0.228
4
Tabel 3.
Data K/S Pada Kain Nylon Contoh Setelah Dicelup Dengan
Berbagai Kondisi Pengerjaan Iring
PengerjaanK/S
Contoh
K/S
Blanko K/S
Non Iring 1.3652 0.47960.885
6
FeSO4 1.6963 0.47961.216
7
Garam
diazonium1.3808 0.4796
0.901
2
Tawas 1.3404 0.47960.860
8
Kalium
bikromat1.5576 0.4796 1.078
Tabel 4.
Data K/S Pada Kain Poliakrilat Contoh Putih Setelah Dicelup Dengan Berbagai
Kondisi Pengerjaan Iring
PengerjaanK/S
Contoh
K/S
Blanko K/S
Non Iring 1.2282 1.03330.194
9
FeSO4 1.6391 1.03330.605
8
Garam
diazonium1.2952 1.0333
0.261
9
Tawas 1.1447 1.0333 0.111
13
4
Kalium
bikromat1.1516 1.0333
0.118
3
Tabel 5.
Data K/S Pada Kain Poliester Contoh Setelah Dicelup Dengan Berbagai
Kondisi Pengerjaan Iring
PengerjaanK/S
Contoh
K/S
Blanko K/S
Non Iring 0.4142 0.86260.448
4
FeSO4 0.5625 0.86260.300
1
Garam
diazonium0.6475 0.8626
0.215
1
Tawas 0.3842 0.86260.478
4
Kalium
bikromat0.3589 0.8626
0.503
7
14
Grafik Hubungan Proses Iring dengan K/S Pada Berbagai Kain
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Non Iring FeSO4 Garamdiazonium
Tawas Kalium bikromat
Pengerjaan iring
K/S
Kapas
Rayon
Nylon
Poliakrilat
Poliester
Grafik 1
4. Hasil Uji Identifiikasi Zat Warna
Tabel 6.
Beberapa Contoh Uji Identifikasi Zat Warna
Uji Zat Warna Asam dan Direk
Wol Kapas
Uji Zat Warna Bejana Uji Zat Warna Naftol
15
5. Hasil Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Gosokan dan
Pencucian
Tabel 6.
Data Skala Penodaan (Staining Scale)Pada Berbagai Jenis Kain
Setelah Dicelup dengan Beberapa Jenis Pengerjaan Iring Pada
Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Gosokan Kering
Jenis
Bahan
Non
Iring
Dengan Iring
Garam
Diazo
Tawas Kalium
Bikromat
Ferro
sulfat
Kapas 4/5 4/5 5 5 4/5
Rayon 4/5 4 4/5 5 5
Nylon 4/5 5 4/5 5 4/5
Poliakrila
t
4/5 4/5 4 4/5 4
Polyester 5 4 4/5 4/5 4/5
Tabel 7.
Data Skala Penodaan (Staining Scale)Pada Berbagai Jenis Kain
Setelah Dicelup dengan Beberapa Jenis Pengerjaan Iring Pada
Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Gosokan Basah
16
Ketahana
n Gosok
BasahJen
is Bahan
Non
Iring
Dengan Iring
Garam
Diazo
Tawas Kalium
Bikromat
Ferro
sulfat
Kapas 4/5 4 4/5 4/5 4
Rayon 5 4/5 5 5 4/5
Nylon 4/5 4/5 4/5 4/5 5
Poliakrila
t
4 4/5 4/5 5 4
Poliester 4/5 4 4/5 5 4/5
Tabel 8.
Data Skala Penodaan (Staining Scale) dan Skala Abu-abu Pada Berbagai Jenis
Kain Setelah Dicelup dengan Beberapa Jenis Pengerjaan Iring Pada Uji
Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian
Jenis
Bahan
Non
Iring
Iring
Garam
Diazo
Tawas Kalium
Bikromat
Ferro
sulfat
SC GS SC GS SC GS SC GS SC GS
Kapas 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1
Rayon 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1
Nylon 5 4/5 5 4/5 5 4/5 5 4/5 5 4/5
Poliakrila
t
5 1 5 1 5 1 5 1 5 1
Poliester 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1
Ket : SC = Staining Scale; GS = Grey Scale
Tabel 9.
17
Standar Penilai Penodaan Warna Pada Staining Scale dan Perubahan Warna Pada
Grey Scale
Nilai
Tahan
Luntur
Warna
Perbedaan Warna
(dalam satuan C. D.)
Toleransi Untuk Standar
Kerja
(dalam satuan C. D.)
Staining
ScaleGrey Scale
Staining
ScaleGrey Scale
5 0.0 0.0 0.0 0.0
4-5 2.0 0.8 ±0.3 ±0.2
4 4.0 1.5 ±0.3 ±0.2
3-4 5.6 2.1 ±0.4 ±0.2
3 8.0 3.0 ±0.5 ±0.2
2-3 11.3 4.2 ±0.7 ±0.3
2 16.0 6.0 ±1.0 ±0.5
1-2 22.6 8.5 ±1.5 ±0.7
1 32.0 12.0 ±2.0 ±1.0
Ket : C. D. = Colour Diference
Diskusi
Hasil pengujian Identifikasi zat warna yang dilakukan
terhadap flitrat hasil ekstraksi kayu nangka bagian dalam,
memperlihatkan kemungkinan pigmen warna yang terkandung
dalam kayu nangka, tergolong zat warna asam, karena hasil
pencelupan wol lebih tua dalam larutan filtrat dengan
penambahan asam asetat dibanding kapas dengan bantuan
NaCl.
Pencelupan bahan dengan larutan filtrat tanpa pengerjaan
iring, menghasilkan warna kuning kemerahan pada nilon,
sedangkan bahan lainnya ternodai dengan warna yang sangat
muda. Hal ini dibuktikan dengan nilai K/S yang disajikan
18
dengan grafik hubungan antara K/S dengan jenis pengerjaan
iring (grafik 1), nilai K/S nilon adalah nilai ketuaan warna yang
paling tinggi dibanding dengan bahan lain yang dicelup dengan
larutan filtrat yang sama dengan kondisi pencelupan yang sama.
Hal ini sesuai dengan sifat zat warna asam yang mempunyai
afinitas terhadap serat nilon.
Hasil pencelupan bahan nilon, menunjukan hasil yang
tercelup paling tua adalah pencelupan dengan pengerjaan iring
garam diazonium, hal tersebut diakibatkan karena sifat garam
diazoinum yang dapat memperpanjang resonansi pada struktur
pigmen warna yang terkandung dalam ekstraksi kayu nangka,
sehingga warna menjadi lebih bangkit. Sedangkan proses
pengerjaan iring lainnya bekerja untuk memperbesar molekul
zat warna.
Pengujian ketahanan luntur warna bahan terhadap
gosokan kering lebih baik daripada terhadap gosokan basah.
Hal ini dibuktikan dengan data yang disajikan tabel 6 dan 7.
Namun demikian, semua nilai ketahan luntur warna pada smua
bahan relatif baik yaitu berkisar 4/5 dan 5 atau dengan
perbedaan warna terhadap bahan sebelum digosok sebesar 0.8
C. D. dan 0.0 C.D. artinya setelah digosok baik kering maupun
basak, bahan cenderung tidak berubah warnanya. Hal ini sesuai
dengan sifat zat warna asam yang memiliki ketahanan luntur
warna yang baik dalam keadaan basah sekalipun.
Hasil pengujian ketahanan luntur warna bahan terhadap
pencucian menunjukan bahwa kain nilon memiliki ketahan
luntur warna yang paling baik terhadap pencucian. Hal ini
dibuktikan dengan data yang disajikan tabel8, yaitu dengan
skala perubahan warna bahan sebesar 4/5 dan skala penodaan
19
sebesar 5, artinya hanya sedikit zat arna yang terlunturkan oleh
larutan pencuci dan dari zat warna yang luntur tersbut tidak
ada yang menodai kain pelapis uji ketahanan pencucian.
Sedangkan hasil uji bahan lain menunjukan bahwa pada bahan
selain nilon zat warna yang mewarnai bahan semuanya luntur
tetapi tidak menodai kain pelapis atau dengan nilai skala
perubahan warna sebesar 1 dan skala penodaan sebesar 5. Hal
ini sesuai dengan sifat zat warna asam yang dapat berikatan
dengan serat nilon dan memiliki ketahanan luntur warna yang
baik dalam keadaan basah sekalipun.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. memiliki Moiture regain sebesar 16.17%
2. Ekstraksi kandungan zat warna dalam kayu nangka bagian
dalam, mempunyai konsentrasi 0.8 g/l.
3. Pada uji identifikasi, dapat mencelup wol dalam suasana
asam dan tidak mencelup kapas dengan penambahan NaCl
4. Pigmen kayu nangka bagian dalam yang diekstrak dengan air
memiliki karakteristik sebagai berikut
a. Dapat mencelup nilon dengan warna paling tua dibanding
bahan lain
b. Memiliki warna yang paling tua apabila dikerjakan dengan
proses iring garam diazonium pada bahan nilon
c. Memiliki ketahanan luntur warna terhadap gosokan yang
paling baik pada bahan nilon dibanding bahan lain
20
d. Memiliki ketahanan luntur warna terhadap pencucian
yang paling baik pada bahan nilon dibanding bahan lain
5. Dari semua data yang diperoleh setelah penelitian, pigmen
warna yang terkandung di dalam kayu nangka bagian dalam
termasuk golongan zat warna asam.
Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai struktur
pigmen warna yang terkandung di dalam kayu nangka
bagian dalam
DAFTAR PUSTAKA
J. B. Harborne, Metode Fitokomia Penuruna Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan, 1984, Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
R. L. M. Allen, Colour Chemistry
Wibowo Moerdoko, S. Teks., dkk., Evaluasi Tekstil Bagian
Fisika, 1973. Institut Teknologi Tekstil. Bandung.
21
22
23