ZAKAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERBERDAYAAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/853/1/Indri...
Transcript of ZAKAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERBERDAYAAN …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/853/1/Indri...
1
ZAKAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERBERDAYAAN
EKONOMI MASYARAKAT
(Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di
Dusun Bringin)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Syari‟ah
Oleh:
INDRI KARTIKA
NIM 21411001
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015
2
3
4
5
MOTTO PENULIS
“Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu
kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah.
Sungguh Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. ” (Qs. al-Baqarah:110).
-----------------------------------------------------------------------------------------------
To help people, to help themselves (Menolong orang agar mampu menolong
dirinya sendiri)
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Man Jadda wa Jada
6
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua Orang tuaku Bapak Sumardiyono (Alm) dan Ibu Siti Mumfangati serta
nenekku tercinta, yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta
semangat kepadaku selama ini.
2. Kakakku Mochamad Razi, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat
dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.
3. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi
dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh
kesabaran.
4. Sahabat-sahabat seperjuanganku, dan Keluarga besar Lingkar Studi S1Hukum
Ekonomi Syariah 2011, yang selalu memberikan dorongan dan motivasi.
5. Almamater Tercinta Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang penulis banggakan.
7
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Segala puji kami panjatkan hanya untuk Allah SWT. Rasa syukur yang
tiada hingga kami haturkan kepada-Nya yang telah memberikan semua yang kami
butuhkan dalam hidup ini. Terima kasih untuk semua limpahan berkah, rezeki
rahmat, hidayat, kesehatan yang Engkau titipkan, dan kesempatan yang Engkau
berikan kepada kami untuk menyelesaikan Laporan Penelitian ini dengan judul:
ZAKAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBERDAYAAN
EKONOMI MASYARAKAT (Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok
Binaan Zakat di Dusun Bringin).
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat peneliti nantikan di hari pembalasan
nanti.
Laporan ini disusun untuk diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh
gelar sarjana Ilmu Syariah. Kami mengakui bahwa dalam menyusun Laporan
Penelitian ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya,
ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
8
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN
Salatiga, dan selaku Dosen Pembimbing yang selalu meberikan saran,
pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai
dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan
baik.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di
IAIN Salatiga.
5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
6. Bapak Haji Ahmad Mughni, S. H. selaku pengurus Amil Ainul Yaqin, dan
Bapak Susamto selaku pengurus KBZ yang telah berkenan memberikan izin
penelitian di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin serta memberikan informasi
berkaitan penulisan skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi Fakultas
Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan
ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan
apapun.
8. Sahabat-sahabatku tercinta Jannah, Suprihati, Munziroh, Dina, Tri Umi yang
selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
9
9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2011 di IAIN
Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan
di IAIN Salatiga.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada peneliti, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan
penelitian ini.
Harapan peneliti, semoga penelitian ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan umumnya bagi pembaca.
10
ABSTRAK
Kartika, Indri. 2015. Zakat dan Implikasinya terhadap Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di
Dusun Bringin). Penelitian. Fakutas Syariah. Jurusan S1 Hukum Ekonomi
Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Siti Zumrotun,
M.Ag.
Kata Kunci : Zakat, Pemberdayaan, Ekonomi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengelolaan
zakat di Dusun Bringin yang dilaksanakan oleh Amil Ainul Yaqin dan KBZ, yaitu
mengenai bagaimana upaya sosialisasi dan pentasharufan zakat, bagaimana
tingkat pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta bagaimana persepsi umat
Muslim Bringin terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Penelitian ini dilakukan di amil Ainul Yaqin dan KBZ dengan
mengambil lokasi di Dusun Bringin Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang. Sumber data yang penulis gunakan adalah data primer, yaitu data
diperoleh langsung dari pihak amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin, dan sumber
data sekunder, yaitu data ini diambil dari hasil penelitian kepustakaan yakni
dengan mempergunakan dan mengumpulkan buku-buku atau kitab-kitab bacaan
yang ada hubungannya atau ada relevansinya dengan pembahasan penelitian ini,
serta mempergunakan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini,
misalnya dengan melalui penelitian lapangan yang dilakukan secara langsung
terhadap obyek yang menjadi sampel penelitian.
Temuan yang diperoleh dari penulisan ini diantara lain: Pertama, amil
Ainul Yaqin sebagai penanggung jawab pengelolaan dana zakat di dusun Bringin
telah melakukan upaya dalam mensosialisasikan pembayaran zakat kepada
masyarakat dengan maksimal. Upaya ini menciptakan kondisi yang kondusif serta
dapat menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat yang
dilakukan secara teratur dan terus-menerus. Hal tersebut didasari dari peningkatan
dalam perolehan dana zakat tiap tahunnya. Kedua, tingkat pemberdayaan ekonomi
mustahiq di dusun Bringin cukup berkembang, namun masih terdapat faktor-
faktor yang menjadi kendala dan kekurangan, sehingga pemberdayaan ekonomi
masyarakat belum dapat berkembang pesat. Seperti, ketergantungan mustahiq
terhadap dana zakat, kelalaian yang disengaja oleh pedagang penerima bantuan
modal usaha KBZ, dengan menyalahgunakan penggunaan dana sehingga dana
zakat habis sia-sia. Ketiga, masyarakat Bringin terutama para muzakki dan
mustahiq menyatakan, bahwa pengelolaan zakat oleh amil memberikan hasil yang
positif. Amil Ainul Yaqin melaksanakan penerimaan dan pentasharufan zakat
dengan profesional, transparan, dan amanah. Dan juga berbagai upaya yang
dilakukan amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan pembayaran zakat, dapat
memberikan pemahaman bagi masyarakat mengenai pentingnya zakat.
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN....................................................
i
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................... iv
HALAMAN MOTO............................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................
v
vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ABSTRAK...........................................................................................................
vii
x
DAFTAR ISI....................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian........................................................... 1
B. Fokus Penelitian.......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian.........................................................................
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
E. Penegasan Istilah.........................................................................
F. Tinjauan Pustaka.........................................................................
7
7
8
9
G. Metode Penelitian........................................................................ 12
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................ 12
2. Kehadiran Peneliti................................................................ 14
3. Lokasi Penelitian.................................................................. 14
4. Sumber Data Penelitian......................................................... 15
12
5. Prosedur Pengumpulan Data................................................ 16
6. Analisis Data........................................................................ 17
7. Pengecekan Keabsahan Data................................................
8. Tahap-Tahap penelitian........................................................
18
20
H. Sistematika Penulisan................................................................ 21
BAB II
BAB III
BAB IV
ZAKAT DAN LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT.......................
A. Tinjauan Umum tentang Zakat.....................................................
B. Tinjauan Umum tentang Pendayagunaan Zakat..........................
C. Problematika Pengumpulan Zakat...............................................
D. Lembaga Pengelola Zakat............................................................
E. Kepercayaan Masyarakat terhadap Pengelola Dana Zakat..........
UPAYA AMIL AINUL YAQIN DALAM PEMBERDAYAAN
EKONOMI MASYARAKAT..........................................................
A. Gambaran Umum Tentang Amil Ainul Yaqin.............................
B. Gambaran Umum Tentang Kelompok Binaan Zakat (KBZ)
Bringin..........................................................................................
C. Upaya Amil Ainul Yaqin dalam Mensosialisasikan dan
Mentasharufkan Zakat..................................................................
ANALISIS UPAYA AMIL AINUL YAQIN DAN KBZ
BRINGIN DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
MASYARAKAT..............................................................................
A. Analisis Upaya Amil Ainul Yaqin dalam Mensosialisasikan
dan Mentasharufkan Zakat...........................................................
23
23
41
49
51
55
57
57
60
62
71
71
13
BAB V
B. Analisis Tingkat Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq di Amil
Ainul Yaqin dan KBZ Bringin.....................................................
C. Persepsi Umat Muslim Bringin Terhadap Pemberdayaan
Ekonomi Mustahiq di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin........
PENUTUP
74
79
A. Kesimpulan................................................................................. 81
B. Saran........................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 85
LAMPIRAN-LAMPIRAN
14
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh Amil Ainul Yaqin pada
tahun 2014...........................................................................................................
Tabel 2.2 Data peningkatan keuntungan sebagian pedagang binaan KBZ.........
66
68
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Islam dikenal adanya dana sosial yang bertujuan untuk
membantu kaum dhuafa. Salah satu sumber utama dana tersebut adalah zakat.
Zakat merupakan salah satu ibadah dalam Islam yang mempunyai dimensi
ganda, pertama dimensi hubungan antara hamba dengan Allah SWT (hablu
minallah), dan kedua dimensi hubungan antara manusia dengan manusia
lainnya (hablu minannas). Dimensi terakhir inilah yang sangat penting bagi
terciptanya masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Dengan zakat dapat
menjadi salah satu usaha untuk merealisasikan hal itu. Pola pendistribusian
kekayaan dari orang-orang kaya (muzakki) kepada orang-orang miskin sebagai
mustahiq menjadi satu metode efektif bagi pemerataan kekayaan.
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi
sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam
maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat yaitu untuk membantu
sesama umat Islam. Zakat sebagai rukun Islam yang ketiga merupakan suatu
ibadah pokok dan hukumnya wajib bagi yang mampu untuk menunaikannya.
Tujuan utama zakat adalah untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan
masyarakat, serta dengan mengeluarkan sebagian harta untuk zakat, dapat
membersihkan harta dan mensucikan jiwa pemiliknya. Sebagaimana dalam Q.S
at-Taubah ayat 103:
16
Apabila ditinjau dari perspektif ekonomi, zakat merupakan faktor
penting bagi perbaikan kondisi masyarakat khususnya perbaikan ekonomi.
Dengan adanya distribusi zakat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Zakat juga merupakan salah satu sumber keuangan yang berdasarkan asas
keadilan serta memiliki perpaduan antara kepentingan umum dan kepentingan
pemilik harta.
Dalam ajaran Islam zakat terbagi menjadi dua jenis yaitu zakat fitrah
dan zakat mal. Zakat fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang
dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan
bagi orang yang ditanggungnya, yang memiliki kelebihan makanan pokok
untuk sehari pada hari raya Idul Fitri. Sedangkan zakat mal adalah bagian harta
yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki sesuai
dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Dana zakat merupakan dana yang potensial untuk dikembangkan.
Apabila dilihat dari faktor produksi zakat, terdapat hubungan antara muzakki
(mereka yang berkewajiban mengeluarkan zakat) dan mustahiq (mereka yang
berhak menerima zakat), sehingga kehadiran muzakki sangat berpengaruh bagi
pertumbuhan zakat. Mayoritas masyarakat Indonesia adalah umat Islam, jika
separuh saja dari jumlah itu telah membayarkan zakatnya maka dapat
dibayangkan jumlah dana yang terkumpul.
17
Dana Zakat yang telah terkumpul dari muzakki harus segera
disalurkan oleh pengelola zakat kepada mustahiq. Sebagaimana spirit awal
pendayagunaan zakat adalah menyegerakan mengatasi problem kemiskinan.
Telah dicontohkan pula oleh Rasulullah, bahwa tatkala beliau mendapatkan
amanat zakat dari muzakki di pagi hari maka pada siang harinya harta zakat
tersebut sudah habis dibagikan kepada warga miskin.
Dalam pembagian zakat terdapat golongan mustahiq sebagai orang-
orang yang berhak menerima zakat. Golongan ini terbagi menjadi delapan
asnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab (program pembebasan budak),
gharim (orang-orang yang tengah dililit hutang), fi sabilillah (program
pembangunan agama), dan ibnu sabil (orang-orang yang melaksanakan
pembangunan agama). Pembagian ini didasarkan sebagaimana dalam Q.S at-
Taubah ayat 60:
Sesuai dengan perkembangan zaman, tidak selamanya zakat hanya
didistribusikan kepada mustahiq melalui pemberian konsumtif. Karena
pendistribusian zakat tidak hanya untuk menutupi kebutuhan konsumtif saja
melainkan dapat lebih berkembang. Esensi dari zakat sendiri adalah selain
untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya juga memenuhi segala kebutuhan
hidupnya termasuk pendidikan, tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Dari
18
sinilah timbul pola pemberian zakat yang tidak hanya bersifat konsumtif,
namun dapat pula bersifat produktif. Sifat distribusi zakat yang bersifat
produktif berarti memberikan zakat kepada mustahiq untuk dijadikan modal
usaha yang dapat menjadi mata pencaharian mereka, dengan usaha ini
diharapkan mereka akan mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri.
Dengan pendistribusian zakat produktif diharapkan untuk dapat
memaksimalkan peran zakat sebagai media untuk meningkatkan ekonomi umat
Islam, dan perubahan dari mustahiq menjadi muzakki. Pendistribusian zakat ini
disebut dengan pemberdayaan ekonomi umat. Agar pendistribusian zakat dapat
mencapai tujuannya, maka penanganan zakat harus dilakukan dengan baik
pula.
Pengelolaan zakat harus dilaksanakan dengan profesional, hal ini
harus diimplementasikan oleh lembaga khusus yang menangani tentang
pengelolaan zakat. Pengelola zakat ini bertugas untuk mengelola penerima dan
penyalur zakat, serta dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna.
Zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah,
kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, dan akuntabilitas sehingga dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.
Menurut hukum di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 perubahan dari Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Dalam undang-undang
tersebut pemerintah membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
sebagai pengelola dana zakat di Indonesia. Selain itu terdapat pula Lembaga
19
Amil Zakat (LAZ) yaitu pengelola dana yang dibentuk oleh masyarakat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa MUI Nomor 8
Tahun 2011 tentang Amil Zakat, yang berisi tentang definisi, kriteria, serta
tugas amil zakat. Dengan dibentuknya undang-undang dan telah dikuatkan
dengan fatwa MUI, diharapkan zakat dapat dikelola dengan baik dan dapat
mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat.
Di daerah Kabupaten Semarang telah dibentuk badan pengelola dana
zakat oleh pemerintah yaitu Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS)
Kabupaten Semarang yang mengelola dana zakat di daerah Kabupaten
Semarang. Berdasarkan undang-undang pengelolaan zakat BAZIS Kabupaten
memiliki kewajiban untuk membentuk BAZIS di Kecamatan, seperti BAZIS
Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Untuk membantu pengelolaannya
telah dibentuk pula kepanitiaan atau amil zakat pada setiap dusun di Bringin.
Amil Ainul Yaqin adalah pengelola zakat di dusun Bringin yang
dibentuk berdasarkan Surat Keputusan dari BAZIS Kecamatan Bringin
Kabupaten Semarang. Selain kepanitiaan ini di desa Bringin telah dibentuk
pula Kelompok Binaan Zakat (KBZ) yaitu organisasi yang khusus
menyalurkan dana zakat dalam bentuk produktif berupa bantuan modal usaha.
Sebagai pengelola dana zakat, Amil Ainul Yaqin dan KBZ memiliki
tugas yang berdampingan dalam pendayagunakan dana zakat yang berupaya
untuk mengembangkan potensi dan pemanfaatan dana zakat bagi kemaslahatan
dan pemberdayaan ekonomi umat. Dengan adanya Amil Ainul Yaqin, dapat
membantu umat Muslim Bringin yang ingin menyalurkan zakatnya dan
20
mendistribusikannya kepada mustahiq dengan pengelolaan yang baik dan
didasarkan pada prinsip syariat Islam.
Upaya yang dilakukan Amil Ainul Yaqin dan KBZ dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan mustahiq di Bringin. Dari itu, maka penulis ingin mengetahui
apakah upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh Amil Ainul Yaqin dan
KBZ telah maksimal dan sesuai dengan tujuan yaitu untuk kesejahteraan
masyarakat.
Dengan ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Lembaga
Pengelola Zakat Dusun Bringin dengan judul “Zakat dan Implikasinya
terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Studi Kasus Amil Ainul
Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin.”
B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ilmiah ini, penulis akan mencoba merumuskan
persoalan dalam bentuk beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah upaya Amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan dan
mentasharufkan zakat?
2. Bagaimanakah tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq oleh Amil Ainul
Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ)?
3. Bagaimana persepsi umat Muslim Bringin terhadap pemberdayaan ekonomi
masyarakat oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ)?
21
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ilmiah ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui upaya Amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan dan
mentasharufkan zakat.
2. Untuk mengetahui tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq oleh Amil
Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ).
3. Untuk mengetahui persepsi umat Muslim Bringin terhadap pemberdayaan
ekonomi masyarakat oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat
(KBZ).
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka diharapkan dapat
bermanfaat:
1. Bagi peneliti, manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan
dan pengetahuan tentang zakat serta implikasinya bagi pemberdayaan
ekonomi umat, dan pengelolaannya oleh lembaga pengelola zakat.
2. Bagi akademis, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi
sumber referensi dan acuan bagi kalangan akademisi dan instansi penelitian
di dalam penunjang penelitian selanjutnya yang mungkin cakupannya lebih
luas sebagai bahan perbandingan.
22
E. Penegasan Istilah
Peneliti sampaikan bahwa judul penelitian adalah Zakat dan
Implikasinya terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Studi kasus Amil
Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin). Untuk
menghindari kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian judul
penelitian ini sebagai berikut:
Zakat menurut hukum Islam, secara etimologi (asal kata) zakat dari
kata zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, suci, subur, dan baik. Dipahami
demikian, sebab zakat merupakan upaya mensucikan diri dari kotoran kikir dan
dosa, serta menyuburkan pahala melalui pengeluaran sedikit dari nilai harta
pribadi untuk kaum yang mengeluarkan (Suyitno, dkk, 2005:8).
Adapun pengertian zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat 2, zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Tujuan utama zakat adalah mensejahterakan masyarakat. Penelitian ini
mengacu pada upaya yang dilakukan pengelola zakat dalam mensosialisasikan
kewajiban zakat serta pentasharufan zakat, sehingga dapat mencapai tujuan
zakat. Penyaluran zakat tidak hanya dalam bentuk konsumtif melainkan juga
produktif yaitu dalam bentuk bantuan modal usaha. Dengan zakat diharapkan
dapat berguna untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang dalam hal ini
masyarakat di Dusun Bringin.
23
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari
penelitian yang ada. Karena penelitian yang penulis teliti ini mendiskripsikan
zakat dan implikasinya terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat ditinjau
dari Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin.
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan
bagi penelitian ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang
membahas tentang zakat diantaranya:
Pertama, skripsi dari Sigit Purnomo (Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Salatiga) dengan judul “Pengentasan Kemiskinan Melalui Zakat dan
Shadaqah Wajib (Studi pemikiran K. H. Mahfudz Ridwan tentang zakat).”
Skripsi ini memiliki fokus penelitian: bagaimana konsep pemikiran K H.
Mahfudz Ridwan tentang upaya pengentasan kemiskinan melalui zakat dan
shadaqah wajib, dan bagaimana pelaksanaan upaya pengentasan kemiskinan
melalui zakat dan shadaqah wajib yang dilaksanakan oleh Amil desa
Gedangan. Hasil dari skripsi ini, bahwa kemiskinan di Indonesia bukan semata-
mata dari Tuhan tetapi kemiskinan buatan atau terstruktur, seperti malasnya
bekerja, juga terkadang dari kebijakan pemerintah. Konsep K. H. Mahfudz
Ridwan dalam pengentasan kemiskinan yaitu dengan pemberdayaan zakat dan
shadaqah wajib.
Kedua, skripsi dari Arif Maslah (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga) dengan judul “Pengelolaan Zakat Secara Produktif Sebagai Upaya
Pengentasan Kemiskinan (Studi kasus pengelolaan pendistribusian zakat oleh
24
BAZIS di Tarukan, Candi, Bandungan, Semarang).” Skripsi ini memiliki fokus
penelitian: bagaimanakah sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh
BAZIS di Dusun Tarukan sebelum munculnya sistem pengelolaan
pendistribusian yang diwujudkan kambing, Seperti apakah sistem pengelolaan
distribusi zakat dalam wujud kambing di BAZIS Dusun Tarukan,
bagaimanakah dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian zakat berupa
kambing terhadap masyarakat Dusun Tarukan. Hasil dari skripsi ini, bahwa
sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan sebelum
dengan kambing, hasil pengumpulan zakat didistribusikan kepada mustahiq
zakat berwujud uang tunai dan beras. Hasil pengumpulan zakat yang
didistribusikan dengan kambing mulai tahun 2008, hal itu disebabkan karena
dua hal, yaitu zakat untuk pemerataan kekayaan dan kegelisahan BAZIS
karena kondisi para mustahiq dari tahun ke tahun tidak ada perkembangan.
Maka dengan kambing diharapkan dapat menjadi modal untuk
mengembangkan ekonomi.
Ketiga, skripsi dari Muhammad Fauzi (Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Salatiga) dengan judul “Pelaksanaan Zakat Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Studi kasus BAZIS
di desa Salamkanci, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang).” Skripsi
ini memiliki fokus penelitian: bagaimana pelaksanaan penyaluran zakat melalui
Badan Amil Zakat berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat di BAZIS desa Salamkanci, bagaimana pengaruh Undang-
Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Kabupaten
25
Magelang tahun 2012, faktor apa saja yang menjadi penghambat dan
pendukung penyaluran zakat melalui Badan Amil Zakat di desa Salamkanci
tahun 2012. Hasil dari skripsi ini, bahwa pelaksanaan penyaluran zakat BAZIS
di desa Salamkanci sudah sesuai dengan syariat Islam dan ketentuan undang-
undang. Namun, undang-undang belum memberikan pengaruh positif di
Kabupaten magelang. BAZIS Salamkanci tidak dengan mudah mewujudkan
tujuan undang-undang karena beberapa faktor salah satunya terbatasnya
pengetahuan masyarakat terhadap zakat, terdapat pula faktor pendukung yang
salah satunya BAZIS Salamkanci sudah mempunyai Peraturan Daerah (Perda)
sehingga sudah mempunyai landasan yang jelas.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain: Penelitian
pertama, lebih fokus pada konsep pemikiran K H. Mahfudz Ridwan tentang
upaya pengentasan kemiskinan melalui zakat dan shadaqah wajib, dan
pelaksanaannya oleh Amil desa Gedangan. Penelitian kedua, lebih fokus pada
sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS di Dusun Tarukan
sebelum munculnya sistem pengelolaan pendistribusian yang diwujudkan
kambing, sistem pengelolaan distribusi zakat dalam wujud kambing di BAZIS
Dusun Tarukan, serta dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian zakat
berupa kambing terhadap masyarakat Dusun Tarukan. Penelitian ketiga, lebih
fokus pada pelaksanaan penyaluran zakat melalui Badan Amil Zakat
berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di
BAZIS desa Salamkanci, pengaruh Undang-Undang tersebut di Kabupaten
26
Magelang tahun 2012, serta faktor penghambat dan pendukung penyaluran
zakat melalui Badan Amil Zakat di desa Salamkanci tahun 2012.
Sedangkan penelitian ini fokus pada bagaimanakah upaya Amil Ainul
Yaqin dalam mensosialisasikan dan mentasharufkan zakat, bagaimanakah
tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq oleh Amil Ainul Yaqin dan
Kelompok Binaan Zakat (KBZ), serta bagaimanakah persepsi umat Muslim
terhadap pemberdayaan ekonomi zakat oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok
Binaan Zakat (KBZ).
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan hukum
empiris, yaitu dengan mendekati masalah yang diteliti dengan sifat
hukum yang nyata atau fakta sosial sesuai dengan kenyataan hidup dalam
masyarakat. Penelitian hukum yang berparadigma sebagai fakta sosial
yang mana data hukumnya diekplorasi dari proses interaksi hukum
dimasyarakat (Utsman, 2014:2-3).
Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian hukum ini diambil dari
fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan
pemerintahan. Dalam meneliti, peneliti harus terjun di lapangan, dengan
berbagai alasan yaitu:
27
1) Karena adanya perbedaan antara teori dan fakta dalam suatu kasus
sehingga perlu pendekatan yang lebih mendalam.
2) Menyebabkan adanya hubungan peneliti dengan responden sehingga
informasi yang diperoleh lebih detail.
3) Metode ini fleksibel sehingga bisa menyesuaikan dengan masalah
yang sedang terjadi.
b. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan secara holistik. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan
dokumen. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya
penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan
berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti
(Moleong, 2008:6-11).
Dan pada penelitian ini penulis akan menggambarkan tentang
implikasi zakat terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh
pengelola dana zakat yaitu Amil Ainul Yaqin dan KBZ di Dusun
Bringin.
28
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data di
lapangan dengan menggunakan alat penelitian yang aktif dalam
mengumpulkan data-data di lapangan (Moleong, 2008:9). Selain peneliti,
yang dijadikan alat pengumpulan data adalah dokumen-dokumen yang
menunjang keabsahan hasil penelitian serta alat-alat bantu lain yang dapat
mendukung terlaksananya penelitian, seperti kamera dan alat perekam.
Peran peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipan,
dan dalam hal ini kehadiran peneliti di lokasi penelitian diketahui statusnya
sebagai peneliti oleh subyek yang diteliti atau informan. Oleh karena itu
kehadiran peneliti sangat menunjang keberhasilan suatu penelitian, alat
bantu memahami masalah yang ada, serta hubungan dengan informan
menjadi lebih dekat sehingga informasi yang didapat menjadi lebih jelas.
Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data yang mutlak.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu akan
dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi di Amil Ainul
Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ), tepatnya di dusun Bringin
Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.
Alasan peneliti memilih lokasi ini, dikarenakan peneliti ingin
mengetahui tentang zakat dan implikasinya terhadap pemberdayaan
ekonomi masyarakat. Amil Ainul Yaqin dan KBZ sebagai lembaga
pengelola dana zakat di dusun Bringin yang mengelola berbagai macam
29
zakat. Peneliti ingin mengetahui program pendayagunaan dana zakat untuk
pemberdayaan ekonomi umat yang dialokasikan kepada masyarakat Bringin
oleh lembaga amil zakat ini. Peneliti memasuki lokasi ini, dengan cara yaitu
sebagai mahasiswa dalam proses skripsi yang ingin mengetahui bagaimana
pemberdayaan ekonomi umat melalui zakat.
4. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto, 1997:107). Sumber data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang
yang diamati atau diwawancarai (Moleong, 2008:157). Atau sumber data
yang langsung didapatkan dari lapangan atau tempat penelitian. Sumber
data primer penelitian ini, penulis peroleh dari hasil wawancara langsung
dengan informan. Data primer diperoleh dari:
1) Informan, adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong,
2008:132). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah pihak
pengelola zakat Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat
(KBZ), mustahiq, serta masyarakat umum disekitar dusun Bringin.
2) Dokumen, meliputi buku arsip berkaitan dengan laporan dana zakat
Amil Ainul Yaqin yang berisi laporan penerimaan, pendistribusian
dan pendayagunaan dana zakat.
30
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari
berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya yang bertema sama.
Jadi sumber data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah dengan
telaah pustaka seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil penelitian
sebelumnya yang meneliti hal serupa. Serta tulisan-tulisan lain atau arsip
yang mendukung sumber penulisan dalam pembahasan ini.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Yaitu prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data
yang diperlukan. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah
sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan metode pengamatan dan pencatatan secara
jelas sistematis tentang fenomena-fenomena yang dijumpai dalam
penelitian di lapangan atau obyek yang diselidiki. Observasi dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara pemeran serta sebagai pengamat
yang sifatnya terbuka dan diketahui oleh umum (Moleong, 2008:177).
Dalam observasi ini, data yang ingin penulis peroleh secara
langsung bersumber dari Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat
(KBZ) untuk mengetahui proses pengelolaan zakat.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi,
31
perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai (Bungin,
2004:108).
Tujuan penulis mengunakan metode pengumpulan data ini
adalah untuk mendapatkan data yang kongkrit mengenai zakat dan
implikasinya terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam
penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dengan para pihak
Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ) yang
bersangkutan.
c. Dokumentasi
Setelah data terkumpul, peneliti ingin melampirkan data-data
perolehan dana zakat dari muzakki, pentasharufan kepada mustahiq, hasil
wawancara, dan pustaka lainnya, sehingga menjadi dokumentasi.
6. Analisis Data
Maksud dari analisis data adalah mengorganisasikan data. Karena
banyaknya jenis data yang diperoleh maka penulis perlu mengelompokan
data-data yang diperoleh. Mulai dari catatan lapangan, hasil wawancara,
hasil pengamatan, hasil diskusi serta telaah pustaka (Moleong, 2008:280).
Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan menganalisis
semua data dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu teknik
menggambarkan seluruh aspek penelitian yang ada, sehingga bisa
mendapatkan gambaran antara yang seharusnya dan senyatanya terjadi.
32
Dengan analisa data, peneliti dapat menemukan masalah-masalah
yang muncul dan mendapatkan informasi sesuai dengan tujuan penelitian.
Jadi dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan implikasi dana zakat
terhadap pemberdayaan ekonomi umat yang telah dilaksanakan oleh Amil
Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ) sebagai pengelola dana
zakat di dusun Bringin.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam pengecekan keabsahan ada empat kriteria yang digunakan
yaitu kepercayaan (credibility), keteralihan (transferbility), kebergantungan
(dependability) dan kepastian (confirmability) (Moleong, 2008:324).
Berikut penjelasan masing-masingnya:
a. Kepercayaan (credibility), merupakan uji kredibilitas data atau
kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif yang dilakukan
dengan beberapa cara yaitu:
1) Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang
pernah ditemui maupun yang baru.
2) Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian
data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan
sistematis.
3) Triangulasi berarti pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi ini ada beberapa cara
33
yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan
waktu.
4) Analisis kasus negatif, kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai
atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu.
5) Menggunakan bahan referensi yaitu adanya pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.
6) Mengadakan memberchek adalah proses pengecekan data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
b. Keteralihan (transferbility), merupakan validitas eksternal yang mana
seorang peneliti dalam menyusun laporannya harus memberikan uraian
yang rinci, jelas, sisitematis, dan dapat dipercaya.
c. Kebergantungan (dependability), yaitu kriteria yang dilakukan untuk
menjaga kehati-hatian dalam mengumpulkan dan mengambarkan data
sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan dilakukan
dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Untuk
menghindari hal itu bisa dilakukan pengecekan oleh pembimbing.
d. Kepastian (confirmability), hal ini hampir sama dengan dependability,
sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Kriteria ini
digunakan untuk mengecek data dan informasi serta gambaran hasil
penelitian. Setelah dilakukan pengecekan sebelumnya (Sugiyono,
2010:270-277).
34
8. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif jadi
tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:
a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian seperti pembuatan proposal penelitian, mengajukan
surat ijin penelitian, menetapkan fokus penelitian dan sebagainya yang
harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan, yaitu mengumpulkan data melalui
pengamatan tentang zakat dan segala yang berkaitan dengannya,
mengenai zakat sebagai pemberdayaan ekonomi umat dan melakukan
interview dengan para pihak dari Amil Ainul Yaqin dan Kelompok
Binaan Zakat (KBZ) dan pihak lainnya.
c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa cukup
maka tahap selanjutnya adalah menganalisis data-data tersebut dan
mengambarkan hasil penelitian sehingga bisa memberi arti pada objek
yang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan, yaitu apabila semua data telah terkumpul dan
telah dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka yang
dilakukan peneliti selanjutnya adalah menulis hasil penelitian tersebut
sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.
35
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian adalah, sebagai
berikut, pada bab pertama berisi pendahuluan, yang merupakan garis-garis
besar pembahasan isi pokok penelitian yang terdiri atas; latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian yang terdiri atas; pendekatan dan jenis penelitian,
kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, pengumpulan data, analisis
data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian, serta sistematika
penulisan.
Pada bab kedua berisi kajian pustaka, yang merupakan konsep atau
teori. Disini, akan dituliskan mengenai tinjauan umum tentang zakat, tinjauan
umum tentang pendayagunaan zakat, tinjauan umum tentang problematika
pengelola zakat, tinjauan umum tentang lembaga pengelola zakat dan
kepercayaan masyarakat terhadap pengelola zakat.
Pada bab ketiga berisi paparan data dan temuan penelitian, yang
berkaitan dengan bagaimana prakteknya di lapangan, dalam hal ini mengenai
gambaran umum tentang Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat
(KBZ), upaya Amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan dan mentasharufkan
zakat.
Pada bab keempat berisi pembahasan, bab ini merupakan inti dari
penulisan penelitian, dimana peneliti mengemukakan hasil penelitian dan
pembahasan, serta analisis tentang “Zakat dan Implikasinya terhadap
36
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat studi kasus Amil Ainul Yaqin dan
Kelompok Binaan Zakat di dusun Bringin.”
Dan pada bab kelima berisi penutup, yang merupakan bagian akhir
dari isi pokok penelitian, yang terdiri dari pembahasan yaitu pertama tentang
kesimpulan, dan saran.
37
BAB II
ZAKAT DAN LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT
A. Tinjauan Umum tentang Zakat
1. Pengertian Zakat
Menurut hukum Islam, secara etimologi (bahasa) zakat dari kata
zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, suci, subur, dan baik. Dipahami
demikian, sebab zakat merupakan upaya mensucikan diri dari kotoran kikir
dan dosa, serta menyuburkan pahala melalui pengeluaran sedikit dari nilai
harta pribadi untuk kaum yang mengeluarkan (Suyitno, dkk, 2005:8).
Sedangkan secara terminologis (istilah) di dalam fiqh, zakat adalah sebutan
atau nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah Swt. supaya
diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahiq) oleh orang-orang
yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki) (Khasanah, 2010:34).
Dari pengertian zakat menurut bahasa dan istilah tersebut
mengandung arti bahwa keduanya memiliki hubungan yang sangat nyata
dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi
berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (Hafidhuddin,
2002:7).
Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang lima telah mulai
diwajibkan pada tahun kedua Hijriah. Hukum zakat adalah fardhu‟ain atas
tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya (Rasjid, 2005:192). Selain
definisi zakat yang telah dikemukakan di atas, adapun pengertiannya dalam
istilah syara‟, terdapat beberapa pemahaman, diantaranya:
38
a. Menurut Qardhawi (1991:34), zakat adalah sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
b. Abdurrahman al-Jaziri berpendapat bahwa zakat adalah penyerahan
pemilikan tertentu kepada orang yang berhak menerimanya dengan
syarat-syarat tertentu pula.
c. Muhammad al-Jarjani dalam bukunya al-Ta’rifat mendefinisikan zakat
sebagai suatu kewajiban yang telah ditentukan Allah bagi orang-orang
Islam untuk mengeluarkan sejumlah harta yang dimiliki (Suyitno, dkk,
2005:9).
d. Al-Zuhayly (1995:83-84) mendefinisikan zakat dari sudut empat mazhab
yaitu:
1) Madhab Maaliki, Zakat adalah mengeluarkan sebagian yang tertentu
dari harta yang tertentu pula yang sudah mencapai nishab (batas
jumlah yang mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak
menerimanya, manakala kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai
haul (setahun), selain barang tambang dan pertanian.
2) Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat adalah menjadikan kadar
tertentu dari harta tertentu pula sebagai hak milik, yang sudah
ditentukan oleh pembuat syariat semata-mata karena Allah Swt.
3) Menurut Madzhab Syafi‟i zakat adalah nama untuk kadar yang
dikeluarkan dari harta atau benda dengan cara-cara tertentu.
39
4) Madzhab Hambali memberikan definisi zakat sebagai hak (kadar
tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta tertentu untuk
golongan yang tertentu dalam waktu tertentu pula.
e. PEMDA DKI dalam buku pedoman pengelolaan ZIS menulis bahwa
zakat adalah salah satu rukun Islam; yaitu kewajiban yang dibebankan
atas harta kekayaan tiap pribadi muslim wanita atau pria, bahkan anak-
anak yang aqil baligh (Suyitno, dkk, 2005:10).
Pengertian-pengertian zakat dalam istilah syara‟ tersebut kemudian
disimpulkan yaitu, bahwa zakat merupakan bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu yang Allah Swt. mewajibkan kepada pemiliknya, untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu
pula.
Adapun pengertian zakat menurut Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat 2, zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
2. Dasar Hukum Zakat
Terdapat pula yang menjadi ketentuan dasar hukum zakat, yaitu:
a. Ketentuan syar‟i:
1) Al-Qur‟an
Dasar hukum diwajibkannya zakat adalah sebagaimana dalam firman
Allah:
40
Q.S al-Baqarah ayat 110:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan kebaikan apa saja
yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-
apa yang kamu kerjakan.
Q.S at-Taubah ayat 103:
Ambilllah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Q.S al-Hajj ayat 41:
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan
yang mungkar dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
2) Hadist
Selain terdapat dalam al-Qur‟an, dasar hukum diwajibkannya zakat
juga terdapat dalam hadist Nabi, diantaranya:
41
a) Hadist riwayat Bukhari dan An-Nasa‟i, Ibnu Abbas ra.
Mengemukakan, Muhammad Rasulullah saw bersabda: Ajaklah
mereka bersaksi bahwa tiada Illah (Tuhan) selain Allah, dan
sesungguhnya aku (Muhammad) adalah Rasul-Nya. Jika mereka
mentaati hal itu, maka beritahukan kepada mereka, bahwa Allah
telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu setiap harinya.
Apabila mereka mentaati hal itu, maka beritahukan kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan kepada mereka untuk membayar zakat
pada harta mereka yang diambil dari harta-harta orang kaya di
antara mereka dan diserahkan kepada mereka orang-orang miskin
diantara mereka (HR Bukhari dan An-Nassa’i).
b) Hadist riwayat Bukhari Abu Ayyub ra. Menceritakan, ada
seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., Beritahukan kepadaku
amal apa yang bisa memasukkan aku ke surga?, Harta, Harta,
sabda Muhammad Rasulullah saw. Yang terpenting bagimu adalah
menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, Lalu mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
menyambung tali silaturahmi (HR Bukhari) (Hamid, 2002:31-32).
b. Ketentuan maslahat
Dari sisi ketentuan maslahat zakat dapat menjadi dasar
pengembangan aspek kebaktian dan sosial melalui investasi baitu al mal
umat Islam. Disamping sebagai upaya untuk merealisasikan nilai-nilai
taqwa dan keimanan, zakat merupakan ketentuan dasar memperkecil
jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Dengan demikian dapat
diketahui zakat merupakan suatu kewajiban (Suyitno, dkk, 2005:17-20).
3. Prinsip-Prinsip Zakat
Sebagai suatu kewajiban yang harus ditunaikan, zakat mempunyai
prinsip-prinsip dasar yaitu:
42
a. Prinsip keyakinan keagamaan.
Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar
zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu
manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang
bersangkutan belum menunaikan zakat, belum merasa sempurna
ibadahnya.
b. Prinsip pemerataan dan keahlian.
Prinsip pemerataan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat, yaitu
membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat
manusia.
c. Prinsip produktifitas dan kematangan.
Prinsip produktifitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang
wajar harus dibayarkan karena milik tertentu telah menghasilkan produk
tertentu. Hasil tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui jangka
waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil
tertentu.
d. Prinsip penalaran dan kebebasan.
Prinsip nalar dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dapat
dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang
merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk
kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang
dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa.
e. Prinsip etik dan kewajaran.
43
Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta
secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan.
Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang
membayarnya justru akan menderita (Djuanda dkk, 2006:14-15).
Selain prinsip-prinsip zakat yang telah dijelaskan, terdapat pula
aturan- aturan khusus yang mengatur zakat, diantaranya:
a. Zakat hanya dikenakan kepada harta yang mempunyai sifat secara
potensial dapat berkembang, baik secara riil berkembang atau tengah
disiapkan untuk berkembang, bahkan juga yang tidak dikembangkan,
ditimbun dalam simpanan.
b. Zakat dibayarkan dari harta yang terkena wajib zakat.
c. Zakat dipungut dari harta yang benar-benar menjadi milik dan berada di
tangan para wajib zakat.
d. Zakat yang tidak dibayarkan pada waktunya tetap menjadi tanggungan
para wajib zakat dan menyangkut semua harta yang terkena wajib zakat.
e. Zakat tetap merupakan kewajiban disamping pajak (Anshori, 2006:18-
19).
4. Rukun dan Syarat-Syarat Zakat
a. Orang-orang yang mengeluarkan zakat (Muzakki)
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, pada pasal 1 ayat (5) menyatakan bahwa muzakki
adalah seorang Muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan
zakat (Anshori, 2006:21).
44
Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa yang diwajibkan
berzakat adalah seorang muslim dewasa, berakal sehat, merdeka, serta
mempunyai harta atau kekayaan yang cukup nishab (sejumlah harta yang
telah cukup jumlahnya untuk dikeluarkan zakatnya) dan sudah memenuhi
haul (telah cukup waktu untuk mengeluarkan zakat yang biasanya
kekayaan itu telah dimilikinya dalam waktu satu tahun). Kekayaan yang
biasanya wajib dizakati karena sudah memenuhi haul antara lain emas,
perak, barang dagangan, ternak sapi; kerbau; kambing dan unta. Tetapi
ada juga kekayaan yang wajib dizakati tanpa menunggu jangka waktu
pemilikan satu tahun adalah semacam hasil bumi, begitu dihasilkan atau
panen maka dikeluarkanlah zakatnya (Khasanah, 2010:37).
b. Harta yang wajib dizakati (Objek Zakat)
Mengenai obyek zakat, seluruh jumhur ulama sependapat bahwa
yang menjadi obyek zakat adalah harta yang mempunyai nilai ekonomi
dan potensial untuk berkembang. Zakat merupakan jenis harta khusus
yang wajib diserahkan kepada lembaga amil zakat atau baitu al mal
setelah memenuhi nishab (masa tertentu), baik ada kebutuhan atau tidak
(Khasanah, 2010:37).
Sejalan dengan ketentuan ajaran Islam yang selalu menetapkan
standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya,
maka dalam penetapan harta yang menjadi obyek zakat terdapat beberapa
ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang Muslim tidak
memenuhi salah satu ketentuan, misalnya belum mencapai nishab maka
45
harta tersebut belum menjadi sumber atau objek yang wajib dikeluarkan
zakatnya (Hafidhuddin, 2007:18).
Adapun persyaratan harta yang menjadi sumber atau objek
zakat:
1) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal.
Artinya harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara
mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan wajib zakat, karena
Allah Swt. tidak akan menerimanya.
2) Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan,
seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, melalui pembelian
saham, atau ditabungkan, baik dilakukan sendiri maupun bersama
orang atau pihak lain.
3) Milik penuh, yaitu harta tersebut berada dibawah kontrol dan didalam
kekuasaan pemiliknya atau seperti menurut sebagian ulama bahwa
harta itu berada ditangan pemiliknya, di dalamnya tidak tersangkut
dengan hak orang lain, dan ia dapat menikmatinya.
4) Harta tersebut menurut jumhur ulama harus mencapai nishab yaitu
jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat.
Contohnya nishab zakat emas adalah 85 gram.
5) Sumber-sumber zakat tertentu, seperti perdagangan, peternakan, emas
dan perak, harus sudah berada atau dimiliki ataupun diusahakan oleh
muzakki dalam tenggang waktu satu tahun, disebut haul (Hafidhuddin,
2007:20-25)
46
c. Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq)
Zakat adalah penyerahan atau penunaian hak yang wajib yang
terdapat di dalam harta untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya, sebagaimana dalam Q.S at-Taubah ayat 60:
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Untuk menjelaskan kedelapan asnaf tersebut, Departemen
Agama telah menguraikannya, sebagai berikut:
1) Fakir; yang dimaksud fakir dalam persoalan zakat ialah orang yang
tidak mempunyai barang yang berharga, kekayaan dan usaha sehingga
dia sangat perlu ditolong keperluannya.
2) Miskin; yang dimaksud miskin dalam persoalan zakat ialah orang
yang mempunyai barang berharga atau pekerjaan yang dapat menutup
sebagian hajatnya akan tetapi tidak mencukupinya.
47
3) Amil; yang dimaksud amil adalah orang yang ditunjuk untuk
mengumpulkan zakat, menyimpannya, membaginya kepada yang
berhak dan mengerjakan pembukuannya.
4) Muallaf; yang dimaksud muallaf disini ada 4 macam yaitu:
a) Muallaf muslim ialah orang yang sudah masuk Islam tetapi niatnya
atau imannya masih lemah, maka diperkuat dengan memberi zakat.
b) Orang yang telah masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan ia
terkemuka di kalangan kaumnya, dia diberi zakat dengan harapan
kawan-kawannya akan tertarik masuk Islam.
c) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kaum kafir di
sampingnya.
d) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang
membangkang membayar zakat. Bagian ketiga dan keempat diberi
zakat sekiranya mereka perlukan, sedangkan golongan pertama dan
kedua maka akan diberi zakat tanpa syarat (Khasanah, 2010:41).
5) Riqab; riqab artinya mukatab ialah budak belian yang diberi
kebebasan usaha mengumpulkan kekayaan agar dapat menebus
dirinya untuk merdeka.
Sebagai salah satu penerima zakat yang ditentukan dalam al-Qur‟an,
hamba sahaya saat ini sudah tidak ada. Namun, bukan berarti pos dana
untuk hamba sahaya sudah tidak ada. Dana ini dapat disalurkan untuk
membebaskan orang-orang yang tertindas atau tidak berdaya
menghadapi kekuatan sosial dan ekonomi yang menindasnya. Dapat
48
pula dimanfaatkan untuk mendanai upaya advokasi korban-korban
penggusuran bagi masyarakat kecil (Asnaini, 2008: 131).
Menurut Qardhawi (1991:592), arti perbudakan adalah meliputi
perbudakan perorangan dan perbudakan bangsa. Oleh karenanya
bagian riqab diperbolehkan untuk dipergunakan membebaskan
tawanan muslim. Dan tawanan muslim ini tidak hanya tawanan perang
bersenjata akan tetapi juga tawanan yang dilakukan oleh tuan-tuan
pada tenaga kerja Indonesia Dalam dan Luar Negeri, mereka yang
ditelantarkan tuannya, disiksa dan tidak diberi gaji. Ini lebih kejam
dari perbudakan di zaman jahiliyah.
6) Gharim; yang dimaksud gharim ada 3 macam, yaitu:
a) Orang yang meminjam guna menghindarkan fitnah atau
mendamaikan pertikaian atau permusuhan.
b) Orang yang meminjam guna keperluan diri sendiri atau
keluarganya untuk hajat yang mubah.
c) Orang yang meminjam karena tanggungan misalnya para pengurus
masjid, madrasah atau pesantren menanggung pinjaman guna
keperluan masjid, madrasah atau pesantren ini.
7) Sabilillah; yang dimaksud sabilillah ialah jalan yang dapat
menyampaikan sesuatu karena ridho Allah baik berupa ilmu maupun
amal.
8) Ibnu sabil; yang dimaksud ibnu sabil ialah orang yang mengadakan
perjalanan dari negara dimana dikeluarkan zakat atau melewati negara
49
itu. Akan diberi zakat jika memang menghendaki dan tidak bepergian
untuk maksiat. Bagian ini tidak setiap waktu ada, akan tetapi baiknya
disediakan sekadarnya (Khasanah, 2010:41-42).
5. Tujuan Zakat
Zakat merupakan ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya’
(hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) dan
rentang waktu setahun (haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan
keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah satu aset lembaga ekonomi Islam,
zakat merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya membangun
kesejahteraan umat. Karena itu al-Quran memberi rambu agar zakat yang
dihimpun disalurkan kepada mustahiq (orang yang benar-benar berhak
menerima zakat) (Rofiq, 2004:259).
Berikut akan dijelaskan secara rinci mengenai tujuan zakat. Yang
dimaksud dengan tujuan zakat dalam hubungan ini adalah sasaran
praktisnya, diantaranya:
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan
hidup serta penderitaan.
b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh mustahiq.
c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama muslim dan
manusia pada umumnya.
d. Menghilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta.
e. Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) dari hati orang-
orang miskin.
50
f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
dalam suatu masyarakat.
g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,
terutama pada mereka yang mempunyai harta.
h. Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
i. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial (Djuanda,
dkk, 2006:15-16).
6. Hikmah dan Manfaat Zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah
dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan
orang yang berzakat, penerimanya, harta yang dikeluarkan zakatnya,
maupun bagi masyarakat. Hikmah dan manfaat zakat dapat dilihat dari
beberapa sisi, yaitu:
a. Bagi para muzakki (orang yang memberi)
1) Membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil (tamak).
2) Menanamkan perasaan cinta kasih terhadap golongan yang lemah.
3) Mengembangkan rasa semangat kesetiakawanan dan kepedulian
sosial.
4) Membersihkan harta dari hak-hak (bagian kecil) para penerima zakat
(mustahiq) dan merupakan perintah Allah Swt.
5) Menumbuhkan kekayaan si pemilik, jika dalam memberikan zakat
dilandasi rasa tulus dan ikhlas.
51
6) Terhindar dari ancaman Allah dan siksaan yang amat pedih.
b. Bagi para mustahiq (penerima)
1) Menghilangkan perasaan sakit hati, iri hati, benci dan dendam
terhadap golongan kaya yang hidup serba cukup dan mewah yang
tidak peduli dengan masyarakat bawah.
2) Menimbulkan dan menambah rasa syukur serta simpati atas partisipasi
golongan kaya terhadap kaum dhuafa.
3) Menjadi modal kerja untuk berusaha mandiri dan berupaya
mengangkat hidup.
c. Bagi pemerintah
1) Menunjang keberhasilan pelaksanaan program pembangunan dalam
meningkatkan kesejahteraan umat Islam.
2) Memberikan solusi aktif meretas kecemburuan sosial di kalangan
masyarakat (Suyitno, dkk, 2005:21-23).
Kemudian hikmah dan manfaat zakat dapat disimpulkan, yaitu:
a. Untuk membersihkan atau menyucikan jiwa muzzakki (orang yang
mengeluarkan zakat) dari sifat-sifat tercela, seperti kikir, sangat
mementingkan diri sendiri (individualisme), dan sebagainya.
b. Untuk membersihkan harta bendanya dari kemungkinan bercampur
dengan harta benda yang tidak 100% halal.
52
c. Untuk mencegah berputarnya harta kekayaan berada di tangan orang-
orang kaya saja, demi mewujudkan pemerataan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.
d. Untuk meningkatkan kualitas hidup atau kesejahteraan hidup manusia
(Zuhdi, tt:241-242).
7. Macam-Macam Zakat
a. Zakat Fitrah
Adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan
Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang
ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari
pada hari raya Idul Fitri (Anshori, 2006:40). Zakat fitrah itu disyariatkan
pada bulan sya‟ban tahun kedua Hijriyah. Hikmahnya ialah untuk
menyucikan orang yang puasa dari perbuatan dan perkataan kosong serta
keji, dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Siapa yang
membayar zakat sebelum shalat, maka itu merupakan zakat yang
diterima, dan siapa yang membayarnya setelah shalat, maka itu menjadi
sedekah di antara bermacam sedekah (Sabiq, 1978:154).
1) Syarat-syarat wajib zakat fitrah diantaranya:
a) Islam
b) Lahir sebelum matahari terbenam pada hari penghabisan bulan
ramadhan. Sedangkan orang yang meninggal pada waktu ifthor,
tidak wajib mengeluarkan zakat ataupun orang yang lahir setelah
itu.
53
c) Mempunyai kelebihan harta keperluan makanan untuk dirinya
sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya (Rasjiq, 2005:208).
2) Waktu-waktu membayar zakat fitrah.
Waktu wajib membayar zakat fitrah pada asalnya adalah sewaktu
terbenam matahari pada malam hari raya Idul Fitri. Tetapi tidak ada
larangan apabila membayar sebelum waktu tersebut, asalkan masih
tetap dalam hitungan bulan ramadhan (Anshori, 2006:42).
Kemudian akan diterangkan beberapa waktu dan hukum membayar
fitrah pada waktu itu, sebagai berikut:
a) Waktu yang diperbolehkan yaitu dari awal Ramadhan sampai hari
penghabisan Ramadhan.
b) Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan
Ramadhan.
c) Waktu yang lebih baik (sunat), yaitu dibayar sesudah shalat subuh
sebelum pergi shalat hari raya.
d) Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah shalat hari raya,
tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya.
e) Waktu haram lebih telat lagi, yaitu dibayar sesudah terbenam
matahari pada hari raya (Rasjid, 2005:209-210).
b. Zakat Maal
Adalah bagian dari harta kekayaan seseorang juga (badan hukum) yang
wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu dalam jumlah
54
minimal tertentu (Anshori, 2006:46). Adapun unsur-unsur zakat sebagai
berikut:
1) Orang yang mengeluarkan zakat (muzakki).
2) Harta yang wajib dizakati meliputi emas dan perak, perdagangan dan
perusahaan, hasil pertanian dan perkebunan, hasil peternakan dan
perikanan, hasil pertambangan, hasil pendapatan dan jasa, dan rikaz
(barang temuan) (Anshori, 2006:21-23).
3) Penerima zakat (mustahiq).
Golongan orang yang menerima zakat yaitu delapan asnaf diantaranya
adalah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu
sabil (Anshori, 2006:24).
4) Amil
Adalah pengelola zakat yang diorganiasikan dalam suatu badan atau
lembaga. Amil memiliki kekuatan hukum secara formal untuk
mengelola zakat. Menurut Abdurrahman sebagaimana yang dikutip
oleh Anshori (2006:25) menyatakan bahwa dengan adanya amil, maka
pelaksanaan zakat memiliki beberapa ketentuan formal:
a) Menjamin kepastian hukum dan disiplin pembayaran zakat.
b) Menjaga perasaan rendah diri pada mustahiq zakat.
c) Untuk mencapai efisien dan efektifitas zakat.
d) Memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang Islami.
55
B. Tinjauan Umun tentang Pendayagunaan Zakat
1. Jenis Penyaluran Zakat
Pola penyaluran zakat kepada orang-orang yang berhak
menerimanya menggunakan dua cara yaitu:
a. Penyaluran zakat konsumtif
Penyaluran zakat dalam bentuk konsumtif yaitu zakat yang
disalurkan kepada mustahiq untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti
makan, tempat tinggal meneruskan perjalanan dan lain-lain. Fungsi ini
adalah asal dari fungsi zakat yaitu memberikan zakat untuk kebutuhan
sehari-hari (Hafidhuddin, 2002:133). Sebagaimana dalam Q.S Al-
Baqarah ayat 273:
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan
Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi, orang yang tidak
tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-
minta, kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak
meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik
yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui.
56
b. Penyaluran zakat produktif
Penyaluran zakat dalam bentuk produktif adalah zakat yang
diberikan kepada fakir miskin berupa modal usaha atau lainnya yang
digunakan untuk usaha produktif, hal ini akan meningkatkan taraf
hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan bisa menjadi muzakki
jika dapat menggunakan harta zakat tersebut untuk usahanya
(Hafidhuddin, 2002:133).
Penyaluran zakat dalam bentuk produktif ini didasarkan pada
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut, yang artinya:
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari
ayahnya: bahwa Rasulullah Saw. memberikan uang zakat kepada Umar
bin Al-Khatab yang bertindak sebagai amil zakat seraya bersabda:
Ambilah dahulu, setelah itu milikilah (berdayakanlah) dan sedekahkan
kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam
ini sedang engkau tidak membutuhkannya dan bukan engkau minta,
maka ambilah. Dan mana-mana yang tidak demikian maka janganlah
engkau turutkan nafsumu (Hadist Riwayat Muslim).
Menurut An-Najah, berikut beberapa pendapat ulama mengenai
zakat produktif: Pendapat pertama; mengatakan bahwa zakat produktif
hukumnya boleh. Dalil-dalil mereka sebagai berikut:
1) Zakat Produktif mengandung maslahat besar yang akan kembali
kepada para fakir dan miskin. Begitu juga kepada para pembayar
zakat, karena uang yang mereka bayarkan tetap utuh sedang labanya
akan terus mengalir kepada fakir dan miskin. Mereka membayar zakat
dengan jumlah tertentu yang terbatas dan dalam waktu terbatas, tetapi
57
walaupun begitu manfaatnya terus mengalir tanpa mengurangi harta
tersebut, dengan demikian pahala mereka terus mengalir seiring
dengan mengalirnya manfaatnya.
2) Mengqiyaskan kepada perintah untuk menginvestasikan harta anak
yatim.
3) Hadist-hadist yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wassalam mengumpulkan unta sedekah dan digemukkan. Ini
menunjukkan kebolehan menginvestasikan harta zakat.
Pendapat Kedua; mengatakan bahwa zakat produktif hukumnya
tidak boleh secara mutlak. Ini adalah pendapat Majma’ al-Fiqh al-Islamy
Rabithah al-Alam al-Islamy, pada pertemuannya yang ke-15, di Mekkah
pada tanggal 11 Rajab1419 / 31 Oktober 1998. Dalil-dalil mereka:
1) Firman Allah: ”Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari
memetiknya”. (Qs. al-An’am: 141). Ayat ini menunjukkan bahwa
zakat harus segera dibayarkan ketika panen. Ini menunjukkan larangan
mengundurkan pembayaran zakat kepada yang berhak, walaupun
dengan alasan diinvestasikan.
2) Perintah membayarkan zakat sifatnya segera tidak boleh diundur. Ini
berdasarkan kaidah ushul fiqh yang berbunyi: “Pada dasarnya
perintah itu menunjukkan pelaksanaannya harus segera.“
3) Hadist „Uqbah bin al-Harist radhiyallahu ‘anhu berkata:“Dari 'Uqbah
berkata, "Aku pernah shalat 'Ashar di belakang Nabi shallallahu
'alaihi wasallam di kota Madinah. Setelah salam, tiba-tiba beliau
berdiri dengan tergesa-gesa sambil melangkahi leher-leher orang
58
banyak menuju sebagian kamar isteri-isterinya. Orang-orang pun
merasa heran dengan ketergesa-gesaan beliau. Setelah itu beliau
keluar kembali menemui orang banyak, dan beliau lihat orang-orang
merasa heran. Maka beliau pun bersabda: "Aku teringat dengan
sebatang emas yang ada pada kami. Aku khawatir itu dapat
menggangguku, maka aku perintahkan untuk dibagi-bagikan." (HR.
Bukhori)
Hadist di atas menunjukkan bahwa zakat harus segera dibagikan
kepada yang berhak, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
tergesa-gesa pulang ke rumah untuk membagikan harta kepada yang
berhak, padahal beliau baru saja selesai sholat. Seandainya
pembayaran zakat boleh diundur-undur, tentunya tidak tergesa-gesa
seperti itu untuk membagikan zakat.
4) Uang zakat sebenarnya milik delapan golongan yang disebut Allah di
dalam al-Qur‟an, oleh karena itu jika ingin diinvestasikan, maka
dikembalikan kepada mereka, bukan kepada lembaga-lembaga zakat.
5) Di dalam investasi uang zakat terdapat ketidakjelasan pada hasilnya,
bisa untung atau rugi. Jika mendapat kerugian, maka akan merugikan
para fakir miskin dan golongan lain yang berhak mendapatkan zakat,
sehingga hak mereka menjadi hilang.
Pendapat Ketiga: Zakat Produktif dibolehkan setelah kebutuhan
pokok para fakir miskin dan golongan lain terpenuhi terlebih dahulu,
kemudian sisanya bisa dinvestasikan di dalam proyek-proyek yang
menguntungkan dengan hasil yang bisa segera bisa dinikmati golongan
yang berhak mendapatkan zakat.
59
Pendapat ini menggabungkan dua pendapat di atas. Satu sisi
tidak merugikan fakir miskin karena mereka tetap mendapatkan hak-hak
mereka sesegera mungkin untuk menutupi kebutuhan pokok mereka. Di
sisi lain, sisa harta tersebut diinvestasikan pada proyek-proyek yang
menguntungkan,sehingga manfaatnya kembali kepada mereka juga.
Pada keputusan Majma al-Fiqh al-Islamy OKI, pada
pertemuannya yang ketiga di Amman Kerajaan Jordan, yang
diselenggarakan pada tanggal 8-13 shofar 1407 H / 11-16 Oktober 1986
M, No 15 ( 3/3 ) menyebutkan:
“Secara prinsip dibolehkan menginvestasikan uang zakat di dalam
proyek-proyek investasi yang berakhir kepada kepemilikan pada
orang-orang yang berhak mendapatkan zakat, atau proyek-proyek
ini di bawah lembaga resmi yang bertanggung jawab terhadap
pengumpulan zakat dan pembagiannya. Ini disyaratkan harus
terpenuhi terlebih dahulu kebutuhan yang mendesak dan segera
bagi golongan yang berhak mendapatkan zakat, begitu juga harus
ada jaminan yang cukup agar proyek-proyek tersebut tidak
mendapatkan kerugian. “
Keputusan tersebut dikuatkan pada an-Nadwah ats-Tsalitsah li Qadhaya
az-Zakat al-Mu’ashirah di Kuwait pada tahun 1992 M (An-Najah: 2013)
Adapun penetapan Departemen Agama yang dikutip oleh Ali
(1988:62-63) mengenai pemanfaatan zakat dapat digolongkan ke dalam
empat kategori, sebagai berikut:
1) Kategori pertama, adalah pendayagunaan zakat yang konsumtif
tradisional sifatnya. Dalam kategori ini zakat dibagikan kepada orang
60
yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang
bersangkutan, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang
diberikan kepada korban bencana alam.
2) Kategori kedua, adalah zakat konsumtif kreatif. Yang dimaksud
dengan ini adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari
barangnya semula seperti misalnya diwujudkan dalam bentuk alat-alat
sekolah beasiswa dan lain-lain.
3) Kategori ketiga, adalah zakat produktif tradisional. Yang dimaksud
dalam kategori ketiga ini adalah zakat yang diberikan dalam bentuk
barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alat-
alat pertukangan dan sebagainya. Pemberian zakat dalam bentuk ini
akan dapat mendorong orang menciptakan suatu usaha atau
memberikan suatu lapangan kerja baru bagi fakir-miskin.
4) Kategori keempat, adalah zakat produktik kreatif. Kedalam bentuk ini
dimasukkan semua pendayagunaan zakat yang diwujudkan dalam
bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik untuk membangun suatu
proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal
seseorang pedagang atau pengusaha kecil.
Pendayagunaan zakat dalam kategori ketiga dan keempat ini
perlu dikembangkan karena pendayagunaan zakat yang demikian
mendekati hakikat zakat, baik yang terkandung dalam fungsinya sebagai
61
ibadah maupun dalam kedudukannya sebagai dana masyarakat (Ali,
1988:63).
Mengenai pendayagunaan zakat telah diatur pula dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pada
pasal 27 yang intinya zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif
dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat,
hal ini dapat dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahiq telah terpenuhi.
2. Zakat sebagai Pemberdayaan Ekonomi Umat
Zakat merupakan jalinan persekutuan antara yang miskin dan yang
kaya. Melalui zakat, persekutuan tersebut diperbaharui setiap tahun secara
terus menerus. Zakat merupakan instrumen religius yang membantu
perseorangan dalam masyarakat untuk menolong penduduk miskin yang
tidak mampu menolong dirinya sendiri, agar kemiskinan dan kesengasaraan
hilang dari masyarakat (muslim).
Ditinjau dari sistem ekonomi Islam, zakat sebagai salah satu
instrumen fiskal untuk mencapai tujuan keadilan sosio ekonomi dan
distribusi kekayaan serta pendapatan, secara aklamasi dipandang sebagai
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari falsafah moral Islam dan didasarkan
pada komitmen yang pasti terhadap persaudaraan kemanusiaan (Khasanah,
2010:55).
Menurut Arifuzzaman (2008:57) yang dikutip dari buku Didin
Hafidhuddin, berjudul problematika zakat kontemporer, yang dimaksud
dengan pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus
62
untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat terkhusus
orang miskin, dalam meningkatkan taraf hidupnya. Sedangkan
pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama
mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan, dan kelompok-
kelompok lainnya didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya
secara mandiri. Dalam proses ini terdapat lembaga berperan sebagai
fasilitator yang mendampingi proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini
akan meningkatkan kesesuaian program pembangunan dengan kenyataan
dan memperkuat keberlanjutan program karena masyarakat mempunyai rasa
memiliki dan tanggung jawab.
Menurut Umar bin al-Khattab, zakat disyariatkan untuk merubah
mereka yang semula mustahiq (penerima zakat) menjadi muzakki
(pemberi/pembayar zakat). Sehingga dengan demikian, term pemberdayaan
menjadi lebih bermakna. Zakat tidak hanya sekedar dimaknai secara
tekstual, dan didistribusikan sebagai pemberian dalam bentuk konsumtif,
untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek. Akan tetapi perlu dilakukan
inovasi dan pembaharuan pemahaman dalam bentuk penalaran utamanya
tentang harta benda atau profesi yang hasilnya dikenakan beban zakat, dan
pendistribusiannya sebagian diberikan dalam bentuk dana untuk kegiatan
produktif. Dengan demikian diharapkan para mustahiq dapat memutar dana
tersebut, sehingga dapat menjamin kebutuhan sehari-hari dan
mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka
panjang (Rofiq, 2004:259-260).
63
Menurut Rofiq (2004:268), menyatakan bahwa:
“Pembagian zakat secara konsumtif boleh jadi masih diperlukan
namun tidak semua harta zakat yang dihimpun dari para aghniya’
dihabiskan. Artinya, ada sebagian lain yang mestinya lebih besar,
dikelola dan didistribusikan sebagai investasi, untuk memberikan
modal kepada para mustahiq, dan selanjutnya dengan investasi
tersebut, mereka dapat membuka usaha dan secara lambat laun mereka
akan memiliki kemampuan ekonomi yang memadai. Dengan
demikian, zakat sebagai pemberdayaan ekonomi umat dapat
direalisasikan dengan sungguh-sungguh.”
Zakat sebagai institusi ekonomi umat dapat dikelola dan
didistribusikan secara lebih baik. Tidak hanya diberikan dalam bentuk
konsumtif, tetapi dapat dikembangkan dalam bentuk pemberian inventasi
(produktif), sehingga dengan demikian misi utama zakat untuk mewujudkan
pemerataan dapat terwujud (Rofiq, 2004:270).
C. Problematika Pengumpulan Zakat
Dalam ekonomi modern zakat mempunyai dampak distribusional
untuk mengurangi gap pendapatan antara golongan kaya dan miskin. Zakat
juga menstimulasi tuntutan ekonomi kaum miskin dengan meningkatkan out
put dan lapangan pekerjaan. Jadi apabila zakat ditunaikan sesuai syariah,
kemiskinan dapat dihilangkan dengan mengurangi jumlah umat Muslim yang
miskin (Farkhani, 2008:154-155).
Namun, persoalan zakat adalah sesuatu yang tidak pernah habis
dibicarakan. Wacana tersebut terus bergulir mengikuti peradaban Islam.
64
Berikut wacana yang dikutip dari Ita Permata Sari (2014), mengenai beberapa
hal yang menjadi problematika zakat saat ini, yaitu:
1. Peran zakat sebagai salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan oleh
umatnya yang mampu hanya menjadi kesadaran personal. Semestinya zakat
menjadi sebuah gerakan kesadaran positif. Karena, zakat bukan hanya
sekedar kewajiban yang mengandung nilai teologis tetapi juga kewajiban
finansial yang mengandung nilai sosial yang tinggi.
2. Kurangnya pemahaman umat terhadap makna substansi zakat. Zakat hanya
sebagai suatu kewajiban agama untuk membersihkan harta milik dari
kekotoran. Pada akhirnya penyaluran zakat tanpa melihat sisi kemanfaatan
ke depan bagi yang berhak menerimanya. Tanpa melihat bahwa zakat
memiliki peran penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan
kekayaan serta berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumen.
3. Meningkatnya kesadaran dalam membayar zakat tidak disertai dengan
pengumpulan dan penyaluran yang terencana secara komprehensif
sebagaimana zakat mempunyai peran yang sangat penting dalam
menentukan ekonomi umat.
Selain persoalan di atas, adapun beberapa kelemahan pengumpulan
zakat, adalah:
1. Kurang tertibnya administrasi pemasukan dan pengeluaran zakat yang
menyebabkan tidak terdatanya potensi dana yang bisa dikembangkan.
2. Ada kemungkinan zakat tersebut tidak tersalurkan kepada mustahiq secara
maksimal.
65
3. Tidak adanya pengawasan terhadap proses pemasukan dan pengeluaran
zakat (Asnaini, 2008:137).
Maka cara untuk mewujudkan fungsi zakat dan perannya dalam
membangun perekonomian masyarakat adalah dengan memodernkan
pengelolaan zakat. Salah satunya dengan mengoptimalkan kinerja lembaga
pengelola zakat, untuk menjadi sebuah lembaga yang profesional dan
kompeten.
D. Tinjauan Umun tentang Lembaga Pengelola Zakat
Pemanfaatan zakat harta ini sangat tergantung pada pengelolaannya.
Apabila pengelolaannnya baik, manfaatnya akan dirasakan pula oleh
masyarakat. Perlu pula diatur mengenai perorganisasian zakat, agar
pelaksanaan zakat dapat dikoordinasikan dan diarahkan. Ini perlu untuk
memantapkan kepercayaan masyarakat dan wajib zakat. Peranan pemerintah
diperlukan dalam hal ini, di samping keikutsertaan pemimpin-pemimpin agama
(Ali, 1988:64).
Sebagaimana pada zaman pemerintahan Rasulullah saw., beliau
mengirim petugas-petugasnya untuk mengumpulkan zakat dan membagi-
bagikannya kepada para mustahiq. Khalifah Abu Bakar dan Umar juga
melakukan hal yang sama, tidak ada bedanya antara harta yang jelas seperti
hasil pertanian; buah-buahan; ternak; dan barang tambang, maupun yang
tersembunyi seperti barang-barang dagangan; emas-perak; dan harta karun
(Sabiq, 1978:135).
66
Berdirinya organisasi-organisasi pengelola zakat merupakan sebuah
harapan akan tertolongnya kesulitan hidup kaum dhuafa dan pada sisi lain akan
membantu mengurangi masalah kemiskinan. Dengan adanya organisasi ini,
kaum dhuafa dapat terbantu dan terbina sehingga mereka biasa memenuhi
tuntutan pokok hidupnya dan keluar dari kesulitan ekonomi dengan mendesak
para muzakki untuk memenuhi kewajiban zakat (Khasanah, 2010:73).
Berikut definisi pengelolaan zakat dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 (1), pengelolaan zakat adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dengan tujuan sebagaimana dalam
undang-undang ini pasal 3, yaitu:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat,
dan
2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan.
Untuk mewujudkannya maka pengelolaan zakat wajib memakai amil
sebagai pihak pengelola zakat. Adanya amil berarti adanya peraturan dan
undang-undang, tertib kerja dan syarat-syarat. Baik bagi amil sendiri ataupun
bagi orang-orang yang akan memperoleh zakat. Untuk menjadi amil hendaknya
terdiri dari unsur-unsur:
1. Umara’ (Penguasa setempat atau pemerintah).
2. Ulama’ (orang yang paham hukum zakat dan ahli administrasi ekonomi).
3. Aghniya’ (mewakili muzakki).
67
4. Fuqara’ (mewakili mustahiq) (Al Buny, 1981:180).
Sistem administrasi dan penyusunan personalia pengelola zakat harus
didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen yang sehat agar pelaksanaan zakat
dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Supaya organisasi yang mengurus zakat
dapat berkembang dengan baik, prinsip-prinsip pengorganisasian berikut perlu
dilaksanakan:
1. Penganggung jawab tertinggi seyogyanya pemerintah atau pejabat tertinggi
dalam strata pemerintahan setempat atau lingkungan tertentu. Unsur-unsur
masyarakat Islam perlu diikutsertakan, juga bertanggung jawab.
2. Pelaksananya adalah suatu lembaga tetap dengan pegawai yang bekerja
penuh secara profesional, dibiayai pada permulaan dengan subsidi
pemerintah, yang kemudian, secara berangsur-angsur oleh dana amal zakat
sendiri.
3. Kebijaksanaan harus dirumuskan secara jelas dan dipergunakan sebagai
dasar perencanaan dan pendayagunaan zakat, sumber dan sasaran
pemanfaatannya untuk suatu waktu tertentu.
4. Program pendayagunaan zakat harus terinci supaya lebih efektif dan
produktif bagi pengembangan masyarakat.
5. Usulan proyek penggunaan dana untuk pelaksanaan program yang
dilakukan oleh lembaga dan atau oleh organisasi masyarakat, harus
didasarkan pada studi kelayakan.
6. Mekanisme pengawasan dilakukan melalui peraturan-peraturan,
administrasi, baik ketatausahaan maupun pembukuan. Tiga bulan sekali atau
68
setiap penutupan tahun buku dibuat laporan kegiatan yang diumumkan
kepada masyarakat.
7. Pengembangan dasar-dasar hukum tentang zakat, pemahaman baru tentang
zakat, sumber zakat, masalah pengumpulan dan pendayagunaannya
dilakukan melalui penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian
lapangan.
8. Penyuluhan untuk menciptakan kondisi yang kondusif (mendorong dalam
menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat dilakukan
secara teratur dan terus-menerus (Ali, 1988:64-66).
Adapun yang menjadi tugas dari amil zakat, antara lain:
1. Pendaftaran dari para muzakki (orang yang diperkirakan telah dapat
menunaikan tugas zakatnya). Mencatat secara sistematis para pembayar
zakat, berhubungan erat dengan administrasi keuangan dan harta benda
lainnya. Terutama dengan nishab yang akan ditunaikan. Dengan mengetahui
berapa jumlah muzakki, akan mempermudah pemungutan dengan planing.
Jumlah zakat sudah dapat diperkirakan dan penyaluran pada sektor-sektor
produksi lebih terarah.
2. Pendaftaran para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat). Terutama
sekali fakir dan miskin. Ini pernah dilaksanakan pada zaman Khalifah kedua
Umar bin Khattab ra. Suatu daftar orang-orang miskin dapat diatur menurut
keadaan kadar zakat yang patut dikeluarkan. Daftar statistik yang tersusun
dapat diatur untuk mengetahui para masakin yang diberi bantuan dan
ditempatkan pada sektor produksi. Serta dapat diketahui grafik
69
berkurangnya dan bertambahnya orang yang menerima dan membayar
zakat. Terutama sekali untuk mengetahui perkembangan orang-orang yang
bekerja atas modal zakat.
3. Mengatur organisasi dan administrasi zakat, akan meliputi sistem
administrasi keuangan yang luas (Al Buny, 1981:179).
Dengan adanya pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, akan
memiliki beberapa keuntungan:
1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
2. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila
berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
3. Untuk mencapai efisien dan efektivitas serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu
tempat.
4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang Islami (Hafidhuddin, 2007:126).
E. Kepercayaan Masyarakat terhadap Pengelola Dana Zakat
Dikutip dari laporan BAZNAS, potensi dana zakat di Indonesia
mencapai Rp 217 Triliun, namun pengumpulan zakat belum mencapai angka
tersebut. Pada tahun 2014 lalu, pengumpulan zakat hanya mencapai 3,2 triliun
masih jauh dari potensi yang sebenarnya. Kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga pengelola zakat masih kurang. Hal tersebut menjadi salah satu sebab
potensi dana zakat yang belum maksimal. Sebagian besar muzakki menyatakan
70
bahwa pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat belum optimal, karena
tidak menghasilkan wujud yang nyata. Sehingga muzakki memberikan
zakatnya secara perorangan tanpa melalui lembaga pengelola zakat.
Konteks inilah yang menjadi tantangan bagi pengelola zakat untuk
menimbulkan kepercayaan muzakki agar membayarkan zakatnya melalui
lembaga pengelola zakat. Maka dari itu, pengelola zakat harus
mengoptimalkan pengelolaan zakat dengan baik. Dengan itu, dapat
mengembalikan kepercayaan muzakki terhadap lembaga pengelola zakat.
Dengan muzakki menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola
zakat, diharapkan dapat meningkatkan potensi dana zakat. Satu sisi untuk
mengoptimalkan kepuasan muzakki, sisi lain kemaslahatan mustahiq dapat
tercapai tanpa kesenjangan (Asnaini, 2008:137).
71
BAB III
UPAYA AMIL AINUL YAQIN DALAM PEMBERDAYAAN
EKONOMI MASYARAKAT
A. Gambaran Umum Tentang Amil Ainul Yaqin
1. Sejarah Amil Ainul Yaqin
Amil Ainul Yaqin adalah salah satu lembaga amil zakat yang
konsentrasi pada bidang pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah, serta
bertanggung jawab terhadap upaya penyalurannya. Kepanitiaan ini sudah
didirikan sejak tahun 80-an, dan belum pernah berhenti hingga sekarang.
Amil Ainul Yaqin melaksanakan kegiatannya berdasarkan pengetahuan para
ulama di dusun Bringin.
Kemudian pada tahun 2008 didirikanlah Badan Amil Zakat Infaq
dan Shadaqah (BAZIS) di Kabupaten Semarang. BAZIS Kabupaten
Semarang lahir sebagai implementasi Peraturan Daerah Nomor 04 tahun
2008 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah. Perda ini disusun
sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Disamping amanah undang-undang yang ditindaklanjuti
dengan Perda zakat di Kabupaten Semarang.
Berdasarkan undang-undang pengelolaan zakat BAZIS Kabupaten
memiliki kewajiban untuk membentuk BAZIS Kecamatan sebagai
pengelola zakat untuk wilayah kecamatan, seperti BAZIS Kecamatan
72
Bringin Kabupaten Semarang. Lembaga-lembaga pengelola dana zakat ini
melaksanakan tugasnya berdasarkan peraturan yang berlaku.
Setelah BAZIS Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang didirikan,
maka amil Ainul Yaqin tidak bergerak sendiri melainkan juga menjadi
tanggung jawab BAZIS Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Dan saat
ini, amil Ainul Yaqin merupakan pengelola dana zakat yang dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan pelaksana BAZIS Kecamatan
Bringin Nomor 008/BAZIS/Kec.Bringin/VII/2014, tentang Panitia Zakat
Fitrah Masjid Ainul Yaqin, Krajan Bringin periode 2014-2017 (hasil
wawancara dengan bapak Haji Ahmad Mugni, pada tanggal 24 Februari
2015).
2. Tugas dan Wewenang Amil Ainul Yaqin
Tugas dan wewenang amil Ainul Yaqin sebagai pengelola dana
zakat di dusun Bringin, sebagai berikut:
a. Mendata muzakki, munfiq, mutashoddiq dan mustahiq di wilayahnya.
b. Mengumpulkan, mencatat, dan mentasharufkan zakat fitrah baik yang
berupa beras maupun uang; zakat maal; infaq; dan shadaqah.
c. Melaporkan hasil pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah kepada
UPZIS dan BAZIS Kecamatan.
3. Struktur Amil Ainul Yaqin
Struktur amil Ainul Yaqin yang telah dibentuk pada rapat takmir
masjid Ainul Yaqin desa Bringin tanggal 25 Juli 2014, yaitu:
Susunan amil Ainul Yaqin
73
Pelindung : Kepala Dusun Bringin
Penasehat : K.H. Abdul Hamid Nawawi
Ketua : H. Ma‟ruf
Drs. H. Munasir, MM.
Sektretaris : H. Ahmad Mughni, S.H.
H. Rifa‟i, S.Ag.
Endardiyono, S.Pd.
Bendahara : H. Muhamad Nizar, S.H.
Susamto
H. Badrun
Perlengkapan : Jurnadi
Jumhadi
Abdul Halim
Asrip
Anggota : Drs. H. Damroji M.Pd.
H. Zaeni
H. Muri
H. Sunaryo
Semua Petugas Pos
Konsumsi : Hj. Siti Zumrotun
Petugas Pos
Pos I : Mustain, Iwan, Yanto, Fathan
Pos II : Yudi, Mahbub, Erwin
74
Pos III : Fain, Kasrin, Pardi, Taufik, Priyanto
Pos IV : Darmadi, Proyo, Suwarno, Pristiyanto
Pos V : Dimyati, M. Sahidin, Sutomo, Caeri
Pos VI : Mustain, Suwanto, Imam, H Karwanto
Pos VII : Shohifudin, Agus
Amil Ainul Yaqin sebagai pengelola zakat di dusun Bringin tidak
bergerak sendiri. Selain Kepanitiaan ini telah dibentuk pula Kelompok
Binaan Zakat (KBZ) di desa Bringin. KBZ adalah organisasi yang khusus
menyalurkan dana zakat dalam bentuk produktif yaitu berupa bantuan
modal usaha.
B. Gambaran Umum Tentang KBZ Bringin
1. Sejarah KBZ Bringin
Amil Ainul Yaqin tidak melaksanakan pengelolaan zakat sendiri,
bekerja sama pula dengan organisasi pengelola zakat lain yang disebut KBZ
Bringin. Kelompok Binaan Zakat (KBZ) merupakan suatu kelompok yang
dibentuk untuk melakukan pembinaan zakat terhadap penerima dana zakat
dalam bentuk bantuan modal usaha, sehingga tidak habis begitu saja, namun
dapat benar-benar meningkatkan usahanya.
Adapun yang menjadi latar belakang dibentuknya KBZ, yaitu dari
hasil peninjauan BAZIS pusat Jakarta terhadap pengelolaan zakat di daerah
Bringin yang dinyatakan baik dan selalu meningkat pada tiap tahunnya.
Sehingga BAZIS pusat ingin membentuk suatu kelompok binaan zakat
75
khusus mengelola dana zakat yang disalurkan dalam bentuk produktif yaitu
berupa bantuan modal usaha. Tujuan dibentuknya KBZ adalah untuk
mengembangkan dana zakat sehingga tidak habis begitu saja, serta untuk
pemberdayaan ekonomi umat.
KBZ Bringin dibentuk pada tahun 2012 berdasarkan SK dari
Kantor Urusan Agama Kabupaten Semarang. Calon pengurus KBZ harus
mengikuti workshop tentang KBZ yang diadakan oleh BAZIS pusat di
Semarang. Sehingga para pengurus KBZ mengetahui dengan jelas
kewajiban yang harus dilaksanakannya. Dengan adanya KBZ Bringin,
diharapkan pedagang menengah dapat mengembangkan usahanya lebih baik
(hasil wawancara dengan bapak Susamto, pada tanggal 25 Mei 2015).
2. Tugas dan Wewenang KBZ Bringin
Tugas dan wewenang KBZ Bringin sebagai pengelola dana zakat
produktif, diantaranya:
a. Mendata mustahiq penerima bantuan modal usaha di wilayahnya.
b. Mencatat pembayaran dana bergulir secara tertib.
c. Memantau perkembangan pedagang penerima bantuan modal usaha
KBZ.
3. Struktur KBZ Bringin
Struktur KBZ Bringin yang telah dibentuk pada rapat takmir masjid
Ainul Yaqin desa Bringin tanggal 25 Juli 2014, yaitu:
Susunan Amil Ainul Yaqin
Pelindung : Kepala Dusun Bringin
76
Penasehat : K.H. Abdul Hamid Nawawi
Ketua : H. Ma‟ruf
Drs. H. Munasir, MM.
Sektretaris : H. Ahmad Mughni, S.H.
H. Rifa‟i, S.Ag.
Bendahara : Susamto
H. Muhamad Nizar, S.H.
Sie. Pengumpulan : Yudi Kasta Irwan, Amin Ahsin
H. Damraji, H. Mahmud Mauri
Sie. Penyaluran : H. Badrun, H. Ahmad Zaini
H. Usman Sunaryo, Habib Imam Muslim
C. Upaya Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin dalam Mensosialisasikan dan
Mentasharufkan Zakat
1. Upaya Amil Ainul Yaqin dalam Mensosialisasikan Pembayaran Zakat
Sebelumnya telah dibahas berkenaan dengan gambaran umum
tentang amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin. Pembahasan berikutnya
mengenai gambaran umum tentang upaya amil Ainul Yaqin dan KBZ
Bringin dalam mensosialisasikan dan mentasharufkan zakat.
Zakat hukumnya wajib, sehingga barang siapa yang hartanya telah
sampai pada nishabnya hendaklah mengeluarkan sebagian untuk diberikan
kepada orang yang membutuhkan. Dalam hal ini, tidak sedikit orang yang
belum mengetahui akan kewajiban zakat.
77
Amil Ainul Yaqin sebagai pengelola dana zakat di dusun Bringin
selalu melakukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada muzakki
mengenai kewajiban menunaikan zakat. Berbagai upaya yang dilakukan
Amil dalam mensosialisasikan pembayaran zakat, sebagai berikut:
a. Sarasehan mengenai zakat ke desa.
Amil mengadakan sarasehan ke desa mengenai dasar-dasar zakat.
Dengan adanya program ini diharapkan masyarakat mengetahui definisi
zakat, syarat dan rukunnya, batasan-batasan dalam mengeluarkan zakat,
serta hukuman bagi orang yang wajib berzakat namun lalai, tujuannya
agar masyarakat desa paham betul mengenai zakat.
b. Penyuluhan tentang kewajiban zakat melalui pengajian.
Amil Ainul Yaqin telah sering melaksanakan penyuluhan tentang
kewajiban zakat melalui pengajian. Melalui penyuluhan ini menyerukan
kepada para muzakki mengenai kewajiban menunaikan zakat. Serta
menghimbau kepada muzakki di dusun Bringin untuk membayarkan
zakatnya melalui amil. Karena melalui amil pembagian serta penyaluran
zakat tersebut lebih efektif. Selain itu amil akan mengelola zakat
berdasarkan ketetuan syariat Islam, dan pembagiannya kepada mustahiq
lebih merata. Apabila muzakki memberikan zakat secara perorangan
dirasa kurang efektif dan dikhawatirkan adanya kecemburuan dari
mustahiq yang lain.
78
Adapun yang menjadi faktor penghambat amil Ainul Yaqin dalam
pelaksanaan zakat di Dusun Bringin, yaitu mengenai kepercayaan muzakki
pada amil zakat. Karena awal mula pengumpulan zakat di Bringin sebelum
adanya amil zakat dijalankan oleh seorang Kyai, namun kenyataannya
pembagian zakat tidak seperti yang diharapkan. Dana zakat yang terkumpul
tidak diketahui wujud hasilnya. Hal inilah yang menjadikan kurangnya
kepercayaan muzakki di dusun Bringin terhadap pengelola dana zakat.
Amil Ainul Yaqin sebagai pengelola dana zakat selalu melakukan
upaya untuk mengembalikan kepercayaan para muzakki sehingga
membayarkan zakatnya melalui Amil. Amil melaksanakan pengelolaan
zakat secara optimal, dan dengan penyalurannya yang transparan. Dana
zakat didistribusikan kepada mustahiq delapan asnaf dengan prosentase
yang telah disesuaikan. Sehingga dana zakat tersebut dapat mewujudkan
hasil yang baik yaitu untuk membantu kesejahteraan masyarakat.
Upaya yang telah dilakukan Amil Ainul Yaqin dalam
mensosialisasikan pembayaran zakat serta berusaha untuk mengoptimalkan
pengelolaannya, menunjukkan hasil yang baik. Dari data Amil Ainul Yaqin,
jumlah muzakki meningkat pada setiap tahunnya. Dari awalnya hanya
beberapa orang, tahun 2014 lalu terdapat 27 muzakki yang menyalurkan
zakat maal melalui amil. Dana zakat yang dikeluarkan muzakki bermacam
jumlahnya dari 500 ribu rupiah hingga 10 juta rupiah. Adapun muzakki yang
rutin mengeluarkan zakatnya kepada amil Ainul Yaqin, seperti Toko Zam-
79
Zam (hasil wawancara dengan bapak Haji Ahmad Mugni, pada tanggal 24
Februari 2015).
Rekapitulasi data Amil Ainul Yaqin tahun 2014, dana zakat yang
terkumpul sebagai berikut:
a. Zakat Fitrah :
1) Beras : dari 337 orang : 1.011 liter
2) Uang : dari 991 orang : Rp 19.820.000,-
b. Shadaqah :
1) Beras : 2 orang : 4 liter
2) Uang : Rp 1.050.000,-
c. Zakat Maal : dari 27 orang : Rp 113.775.000
Jadi, jumlah penerimaan dana zakat seluruhnya 134.645.000 rupiah, dan
1.015 liter beras.
2. Upaya Amil Ainul Yaqin dusun Bringin dalam Mentasharufkan Zakat
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa upaya amil Ainul Yaqin dalam
mensosialisasikan pembayaran zakat cukup berhasil. Amil dapat
membuktikan kepada masyarakat bahwa pengelolaan zakat memberikan
perkembangan ekonomi bagi para mustahiq. Selanjutkan akan dipaparkan
mengenai upaya amil dan KBZ Bringin dalam mentasharufkan zakat.
Amil Ainul Yaqin melaksanakan kegiatannya minimal sekali dalam
tiap tahunnya, yaitu kegiatan mengawal zakat fitrah. Namun, apabila dilain
waktu terdapat muzakki yang mengeluarkan zakatnya, maka amil segera
80
bergerak sebagai penerima, dan mentasharufkan kepada yang berhak
menerimanya. Adapun jenis zakat yang sudah masuk pada amil Ainul Yaqin
selain zakat fitrah, terdapat zakat tijarah, zakat hasil tani, dan zakat profesi
(pedagang).
Dalam upaya pentasharufan dana zakat, amil Ainul Yaqin membagi
dan menyalurkan dana dalam dua bentuk penyaluran zakat yaitu konsumtif
dan produktif. Penyaluran zakat dalam bentuk konsumtif merupakan
penyaluran zakat paling utama, yaitu yang diberikan kepada mustahiq sesuai
dalam 8 asnaf, berdasarkan Q.S at-Taubah ayat 60 yaitu fakir, miskin, amil,
muallaf, riqab, gharim, fisabilillah, dan ibnu sabil. Sedangkan penyaluran
zakat dalam bentuk produktif, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh
Bapak Haji Ahmad Mugni:
“Produktif berarti bukan konsumtif, bentuk konsumtif begitu zakat
kemudian didistribusikan habis di makan, sedangkan zakat produktif
ini merupakan suatu permodalan.”
Penyaluran dana zakat dalam bentuk produktif dilaksanakan setelah
kebutuhan konsumtifnya terpenuhi.
Adapun rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh amil Ainul
Yaqin pada tahun 2014, sebagai berikut:
Uraian Mustahiq Jumlah Keterangan
Fakir Miskin 470 orang Rp 28.200.000,- @ 3 liter beras dan
Rp 60.000,-
KBZ Rp 15.000.000,-
81
Usaha Ekonomi
Lemah dan Miskin
80 orang Rp 16.000.000,- @ Rp 200.000,-
Subsidi Siswa
Miskin
Rp 7.000.000,-
Amil meliputi ATK 47 orang Rp 3.290.000 @ 70.000,-
Sabilillah,
Pengajian, TPQ
Rp 31.750.000,-
Ghorim Rp 26.750.000,-
Ibnu Sabil Rp 300.000,-
Tabel: 2.1 Rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh Amil Ainul Yaqin
pada tahun 2014.
Setelah melihat rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh Amil
Ainul Yaqin, telah dipaparkan adanya dana yang dialokasikan pula untuk
Kelompok Binaan Zakat (KBZ), berikut penjelasannya. KBZ Bringin
sebagai pengelola zakat yang khusus dibidang produktif melaksanakan
kegiatannya secara rutin. Awal berjalannya KBZ yaitu, mendapatkan dana
dari BAZIS pusat sebesar 20 juta dan dari amil Ainul Yaqin sebesar 10 juta,
maka modal awal KBZ terdapat dana sebesar 30 juta. Dan kemudian
disalurkan dalam bentuk modal besar, yang ditujukan bagi pedagang
menengah. Pedagang menengah maksudnya pedagang yang telah memiliki
usaha dan masih kekurangan modal, serta memiliki kemampuan untuk
mengembangkannya.
82
KBZ mempunyai sistem binaan yang disebut bantuan modal dana
bergulir. Bentuk sistem binaan KBZ yaitu memberikan bantuan modal
sebesar 3000.000 rupiah untuk tiap orangnya, dengan pembayaran 15 kali.
Untuk setiap bulan para pedagang ini memiliki kewajiban untuk membayar
sebesar 200.000 rupiah, ditambah membayar shadaqah sebesar 5 ribu rupiah
seperti aturan yang telah disepakati. Awalnya yang menerima bantuan
modal hanya 10 orang, dan saat ini pedagang menengah yang menerima
bantuan modal ini sudah mencapai 30-40 orang, dan akan terus bertambah
apabila dana zakat yang terkumpul juga meningkat. Selain itu, adapun
keringanan bagi pedagang yang belum dapat membayar pada bulan ini,
maka diberi waktu untuk membayar rangkap pada bulan berikutnya, untuk
hal ini tetap disurvei supaya mengetahui sebabnya, dan sifatnya untuk
pembinaan. Dengan tujuan utamaya adalah untuk mengurangi rentenir
dipasar.
Berikut data peningkatan keuntungan sebagian pedagang binaan
KBZ:
No Nama Jenis
Usaha
Laba
Sebelum
Laba
Sesudah
Kenaikan
Laba
1 Maryuni Kelontong 500.000,- 800.000,- 300.000,-
2 Suratni Warung
Makan
2.000.000,- 3.000.000,- 1.000.000,-
3 Budi Prasetyo Sosis 400.000,- 1.200.000,- 800.000,-
4 Wiji Prihantoro Tahu 500.000,- 1.000.000,- 500.000,-
83
Campur
5 Santoso Cilok 800.000,- 1.000.000,- 200.000,-
Tabel: 2.2 Data peningkatan keuntungan sebagian pedagang binaan KBZ.
Suatu program pasti tidak lepas dari resiko, adapun resiko yang
dihadapi dari sistem bantuan modal dana bergulir ini yaitu seperti pedagang
yang lalai dari kewajibannya untuk membayar. Kemudian pengurus KBZ
akan mengkaji terlebih dahulu sebab kelalaiannya. Apabila diketahui karena
sakit atau hal lain yang menjadikan pedagang ini tidak memungkinkan
untuk membayar, maka dapat dimaklumkan. Namun, apabila diketahui
sebabnya karena hal yang tidak baik atau disalah gunakan, maka pedagang
tersebut akan ditegur oleh pengurus KBZ dan dihentikan dari penerima
bantuan modal, kemudian dana akan dialihkan kepada pedagang lainnya.
Selain itu, terdapat pula kendala pelaksanaannya yaitu pengurus KBZ belum
dapat melakukan pembinaan secara langsung kepada pedagang karena
kurangnya tenaga, tetapi tidak juga melepas begitu saja dan tetap ada
pemantauan (hasil wawancara dengan bapak Susamto, pada tanggal 25 Mei
2015).
Menurut wawancara dengan bapak Haji Ahmad Mugni, pada
tanggal 24 Februari 2015, menyatakan bahwa dalam pentasharufan zakat
bentuk produktif terdapat kriteria mustahiq yang menjadi sasaran bantuan
modal ini. Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin melakukan penyeleksian
data-data dari RT di wilayah bringin. Dengan melihat dari jenis usaha
84
dagangnya dan perkiraan modalnya, kemudian dari data tersebut akan
diadakan musyawarah yang menentukan pedagang kriteria menengah dan
kecil. Untuk pedagang kecil mendapatkan bantuan modal usaha dari amil
sebesar 200.000 rupiah tiap orangnya yang bersifat lepas, sedangkan
pedagang menengah diarahkan pada KBZ. Pendataan dari pihak RT ini
bertujuan untuk mengantisipasi dari kecemburuan, apabila hanya Amil yang
melakukan penyeleksian.
85
BAB IV
ANALISIS UPAYA AMIL AINUL YAQIN DAN KBZ BRINGIN DALAM
PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
A. Analisis Upaya Amil Ainul Yaqin dusun Bringin dalam Mensosialisasikan
dan Mentasharufkan Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Zakat juga
merupakan salah satu kewajiban yang ada di dalamnya. Maka jelas bahwa
zakat adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bagi setiap umat muslim
yang telah mampu untuk menunaikannya.
Dalam pelaksanaan zakat telah terbentuk organisasi zakat sebagai
pengelola dana zakat. Organisasi zakat dibentuk atas ketentuan undang-undang
dan peraturan pelaksanaannya. Organisasi zakat ini dibentuk dari pusat
pemerintahan sampai ke daerah pedesaan, dengan tugasnya dari pemungutan
hingga penyaluran dana zakat. Organisasi ini bekerja untuk menentukan garis-
garis besar bagi pedoman pelaksanaan zakat tersebut (Al Buny, 1974:159).
Dengan adanya organisasi pengelola zakat, maka diharapkan muzakki
membayarkan zakatnya melalui organisasi zakat. Sebagaimana yang dilakukan
oleh amil Ainul Yaqin sebagai pengelola dana zakat di dusun Bringin yang
selalu melakukan upaya untuk dalam mensosialisasikan kewajiban pembayaran
zakat.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh amil Ainul Yaqin dalam
mensosialisasikan pembayaran zakat sudah maksimal. Upaya ini menciptakan
kondisi yang kondusif serta dapat menarik partisipasi masyarakat untuk
86
menunaikan ibadah zakat yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus. Hal
tersebut didasari dari peningkatan dalam perolehan dana zakat tiap tahunnya.
Kesadaran masyarakat untuk membayar zakat meningkat, mengingat muzakki
membayarkan zakat pada kesempatan yang ada tidak hanya saat zakat fitrah.
Dapat dilihat dari data penerimaan zakat amil Ainul Yaqin pada tahun
2014, jumlah muzakki meningkat dari tahun sebelumnya. Dari awalnya hanya
beberapa orang, tahun 2014 lalu muzakki yang mengeluarkan zakat maal
berjumlah 27 orang, dengan bermacam jumlahnya dari 500 ribu rupiah hingga
10 juta rupiah sesuai dengan nishab pendapatannya.
Dana zakat yang sudah terkumpul akan didistribusikan kepada
mustahiq. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Qardawi (1991:670-672)
mengenai sasaran pembagian zakat yaitu:
1. Zakat mestilah dibagikan pada semua mustahiq, apabila harta zakat itu
banyak dan semua sasaran itu ada, maka pembagiannya sama atau hampir
sama atau tergantung kebutuhannya.
2. Diperbolehkan memberikan semua zakat, tertuju pada sasaran tertentu saja,
untuk mewujudkan kemaslahatan yang sesuai dengan syara‟.
3. Hendaknya golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama yang harus
menerima zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka, merupakan
tujuan utama dari zakat.
4. Hendaknya mengambil pendapat Imam Syafi‟i dalam menentukan batas
yang paling tinggi mengenai bagian dana zakat yang diberikan kepada amil
87
zakat sebagai pengelola dana zakat, yaitu 1/8 dari harta zakat dan tidak
diperbolehkan lebih dari demikian.
5. Apabila harta zakat itu sedikit, seperti harta perorangan yang tidak begitu
besar, maka dalam keadaan demikian itu diberikan pada satu sasaran saja,
sebagaimana dikemukakan oleh An-Nakha‟i dan Abu Tsaur, bahkan
diberikan pada satu individu sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu
Hanifah.
Amil Ainul Yaqin telah berusaha semaksimal mungkin untuk
membagi zakat secara efektif dan adil, untuk menghindari diskriminasi antar
mustahiq. Pembagian dana zakat juga telah disesuaikan menurut skala prioritas
yang ada pada dusun Bringin, yaitu diuatamakan untuk warga fakir dan miskin.
Dalam upaya pentasharufan zakat amil Ainul Yaqin membagi dan
menyalurkan dana dalam dua bentuk penyaluran zakat yaitu konsumtif dan
produktif. Setelah dibagikan dalam bentuk konsumtif kepada mustahiq,
kemudian dibagikan dalam bentuk produktif berupa bantuan modal usaha.
Pedagang yang mendapatkan bantuan modal ini termasuk dalam asnaf miskin
yang memiliki usaha kecil. Dengan diberikannya bantuan modal diharapkan
dapat mengembangkan usahanya. Pada tahun 2014, dan zakat yang
dialokasikan untuk menambah bantuan modal ini sebesar 16.000.000 rupiah,
yang dibagikan kepada 80 pedagang kecil, dan tiap orangnya mendapat
200.000 rupiah. Jadi, amil Ainul Yaqin tidak hanya mendistribusikan zakat
dalam bentuk konsumtif, tetapi juga dalam bentuk produktif. Sehingga terdapat
dana yang dibagikan bersifat langsung habis, dan dana untuk dikembangkan.
88
Selain itu, terdapat pula bagian dana zakat yang dialokasikan kepada
KBZ, guna memberikan tambahan bantuan modal usaha kepada pedagang
menengah. Awalnya yang menerima bantuan modal hanya 10 orang, dan saat
ini pedagang yang menerima bantuan modal sudah mencapai 30-40 orang, dan
akan terus bertambah apabila dana zakat yang terkumpul juga meningkat. Pada
tahun 2014, sebagian dana yang terkumpul di amil Ainul Yaqin juga
dialokasikan kepada KBZ sebesar 15.000.000 rupiah. KBZ memberikan dana
tersebut kepada 5 orang pedagang, yang setiapnya mendapat 3.000.000 rupiah.
B. Analisis Tingkat Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq di Amil Ainul Yaqin
dan KBZ Bringin
Amil sebagai pengelola dana zakat memiliki tugas yang berhubungan
dengan pengaturan soal zakat. Mulai dari pendataan orang-orang yang wajib
zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya, juga besar harta yang wajib
dizakati. Kemudian pendataan mengenai mustahiq zakat meliputi jumlah
mustahiq, kebutuhan, serta besar biaya yang dapat mencukupi. Dan juga hal-
hal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh
para ahli dan dan petugas serta para pembantunya (Qardawi, 1991:546).
Dengan pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh amil secara
optimal, maka diharapkan dapat mencapai tujuan dari pemberian zakat kepada
yang membutuhkan. Tujuan utama zakat yaitu untuk membantu kesejahteraan
masyarakat yang kebutuhan hidupnya kurang mencukupi. Apabila zakat
diberikan kepada sasaran penerima zakat yaitu mustahiq delapan asnaf secara
89
tepat, maka manfaat zakat akan tercapai. Sebagaimana pendayagunaan zakat
yang dilaksanakan oleh amil Ainul Yaqin di dusun Bringin.
Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin telah berusaha melaksanakan
pengelolaan zakat secara maksimal. Sehingga tingkat pemberdayaan ekonomi
mustahiq di dusun Bringin cukup berkembang. Dana zakat yang diberikan
kepada masyarakat di dusun Bringin dapat membantu untuk mencukupi
kebutuhan harian. Selain itu, beberapa pedagang yang mendapatkan dana zakat
berupa tambahan modal usaha, dapat meningkatkan keuntungan dagang
daripada sebelumnya. Adapun pedagang yang telah berubah statusnya menjadi
muzakki, sehingga tahun berikutnya sudah berkewajiban untuk mengeluarkan
zakatnya. Namun masih terdapat kendala dan kekurangan yang dihadapi dalam
pemberdayaan ekonomi mustahiq di dusun Bringin.
Berikut penjabarannya, mengenai penyaluran zakat konsumtif oleh
amil Ainul Yaqin sudah sesuai, karena pembagiannya berdasarkan mustahiq
delapan asnaf. Amil mendistribusikan dana zakat yang terkumpul secara
transparan, sehingga dapat terlihat wujudnya. Dana zakat yang dialokasikan
dalam bentuk ini lebih banyak diberikan untuk kategori fakir dan miskin,
seperti yang telah dipaparkan diatas pada rekapitulasi pentasharufan zakat oleh
amil Ainul Yaqin.
Sedangkan penyaluran dana zakat dalam bentuk produktif oleh amil
Ainul Yaqin dirasa masih kurang efektif, walaupun sifatnya lepas. Pedagang
yang mendapatkan bantuan modal ini hanya sebagian kecil yang menunjukkan
peningkatan, bahkan dapat dikatakan jarang. Tujuan utama pemberian zakat
90
produktif adalah untuk membantu dan dapat menambah modal para pedagang
supaya lebih berkembang, dan usahanya lebih maju. Namun, senyatanya
beberapa pedagang menggunakan dana tersebut untuk hal lain seperti
membayar hutang, atau habis untuk kebutuhan harian, sehingga tidak
mewujudkan perkembangan pada usahanya. Hal tersebut juga menyebabkan
ketergantungan mustahiq pada penyaluran dana zakat produktif ini. Padahal
yang dimaksud dengan produktif adalah dana tersebut dapat berkembang dan
tidak habis begitu saja.
Seperti misalnya pedagang bensin eceran, sebelum mendapat bantuan
ini labanya 25% dan habis untuk kebutuhan harian. Dengan diberinya bantuan
modal dana zakat 200.000 diharapkan agar dapat menambah modalnya semisal
3 drum bensin lebih banyak dari biasanya, namun pada kenyataannya belum
berhasil (hasil wawancara dengan Haji Ahmad Mugni, pada tanggal 24
Februari 2015).
Lain halnya dengan KBZ, sebagai suatu kelompok yang dibentuk
untuk melakukan pembinaan zakat terhadap penerima dana zakat dalam bentuk
modal atau penambahan modal usaha, sehingga tidak habis begitu saja, namun
dapat benar-benar meningkatkan usahanya. Penyaluran bantuan modal yang
dilakukan oleh KBZ Bringin terus mengalami kemajuan. Dengan adanya
bantuan modal ini dapat menambah pendapatan sebagian besar pedagang,
walaupun masih terdapat resiko dan kendala.
Menurut wawancara dengan Maryuni seorang pedagang warung
makanan kecil, bahwa selain dapat menambah modalnya juga menambah
91
pendapatannya. Dari keuntungan awal sebelum mendapat bantuan modal
sebesar 500 ribu rupiah, dan keuntungan sesudah mendapat dana ini bertambah
menjadi 800 ribu rupiah, maka keuntungannya bertambah sebanyak 15% .
Menurut peneliti, dana bantuan modal dari KBZ lebih efektif apabila
dibandingkan dana bantuan modal dari amil, walaupun sifatnya dana bergulir.
Karena pedagang yang mendapatkan bantuan modal ini sebagian besar
menunjukan perkembangan, bahkan terdapat pedagang yang sudah mampu
menjadi muzakki. Selain itu bantuan modal dari KBZ ini juga mengajarkan
para pedagang untuk menabung tanpa bunga, serta dapat melatih pedagang
untuk mengelola usahanya dengan baik. Selain itu program ini dapat
menyerukan kepada para pedagang untuk dapat bersedekah sedikit demi
sedikit, dan kemudian diharapkan para pedagang ini dapat menjadi muzakki
kelak. Adapun manfaat utama dari program ini yaitu dapat menjauhkan para
pedagang dari rentenir yang hanya memanfaatkan para pedagang lemah ini
seperti yang diutarakan oleh Suratni pedagang warung makan dari hasil
wawancara tanggal 19 Mei 2015.
Walaupun pengelolaan zakat oleh amil Ainul Yaqin dan KBZ sudah
baik, namun pemberdayaan ekonomi mustahiq belum optimal seluruhnya.
Karena terdapat beberapa faktor-faktor yang menjadi penghambat, sebagai
berikut:
1. Ketergantungan dan harapan mustahiq terhadap dana zakat.
Menurut wawancara dengan Ahmad Mugni pada tanggal 24 Februari 2015,
meski jumlah dana zakat yang ditasharufkan kepada mustahiq mengalami
92
peningkatan pada tiap tahunnya, namun ketergantungan dan harapan dari
mustahiq bahwa pada saat yang lain dia akan mendapatkan bagian lagi dari
dana zakat masih ada. Sehingga tidak sedikit mustahiq yang lebih
mengandalkan dana zakat tanpa keinginan untuk lebih berkembang.
2. Kelalaian yang disengaja oleh pedagang.
Adapun hambatan dari KBZ, menurut wawancara dengan Susamto pada
tanggal 25 Mei 2015, yaitu adanya pedagang binaan KBZ yang lalai dari
kewajibannya membayar, dan tidak memanfaatkan bantuan modal tersebut
dengan baik. Sehingga bantuan modal yang sudah diberikan habis sia-sia.
Disamping faktor penghambat yang telah dikemukakan diatas, adapun
beberapa faktor pendukung amil Ainul Yaqin dan KBZ dalam melaksanakan
pengelolaan zakat, antara lain:
1. Niat kerja dengan ikhlas, tanpa mengharap imbalan.
Pengelola zakat harus memiliki niat yang ikhlas dalam melaksanakan
kegiatannya. Karena pembagian zakat merupakan suatu pekerjaan sosial dan
tidak untuk mengharap imbalan. Sehingga apabila setiap pengelola zakat
memiliki sifat yang demikian maka pengelolaannya akan otomatis baik, dan
sesuai dengan syariat Islam.
2. Semangat untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat serta mengurangi
rentenir.
Salah satu tujuan zakat adalah untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat,
maka dengan dana zakat harus diberikan kepada yang benar-benar kepada
93
yang membutuhkan. Selain itu, dengan zakat juga sangat membantu
mengurangi rentenir yang hanya memanfaatkan para pedagang di pasar.
3. Kepercayaan muzakki kepada amil sebagai pengelola zakat.
Muzakki sebagai penyalur zakat dan amil sebagai pengelola zakat memiliki
hubungan yang saling berkaitan. Amil harus melaksanakan kegiatannya
berdasarkan prinsip pengelola zakat yaitu profesional, transparan, amanah,
dan akuntabel. Sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan muzakki untuk
menyalurkan zakatnya melalui amil.
Kepercayaan muzakki kepada amil zakat menjadi faktor utama dari
peningkatan zakat. Dari pengelolaan zakat yang baik menjadikan muzakki tidak
ragu untuk menyalurkan zakatnya melalui amil zakat. Selain lebih efektif, juga
menghindarkan kecemburuan diantara mustahiq. Hal ini merupakan hasil dari
upaya amil dalam mensosialisasikan pembayaran zakat yang sudah maksimal.
C. Persepsi Umat Muslim Bringin Terhadap Pemberdayaan Ekonomi
Mustahiq di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin
Setelah mengetahui tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq di amil
Ainul Yaqin dan KBZ Bringin, selanjutnya akan dipaparkan mengenai persepsi
umat Muslim Bringin terhadap pemberdayaan ekonomi mustahiq di amil Ainul
Yaqin dan KBZ Bringin.
Masyarakat Bringin terutama para muzakki dan mustahiq menyatakan,
bahwa pengelolaan zakat oleh amil memberikan hasil yang positif. Berbagai
upaya yang dilakukan amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan pembayaran
94
zakat dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat mengenai pentingnya
zakat. Amil dapat membuktikan kepada para muzakki dari pengelolaan zakat
yang lebih efektif, rapi, serta transparan dikuatkan pula dengan laporan tahunan
yang dapat menimbulkan kepercayaan muzakki terhadap lembaga pengelola
zakat, dan kemudian menyalurkan zakatnya melalui amil ini.
Menurut wawancara dengan Budi Prasetyo pedagang sosis keliling
pada tanggal 25 Mei 2015, menyatakan bahwa pengelolaan dana zakat
produktif oleh pengurus KBZ sangat positif. Selain pentasharufannya merata,
sistem pendataannya juga rutin sehingga dapat menambah keyakinan dan
semangat untuk terus mengembangkan usahanya.
Menurut wawancara dengan Susamto bendahara KBZ pada tanggal 25
Mei 2015, menyatakan bahwa tidak sedikit pedagang yang menerima dana
bantuan modal ini telah berubah menjadi muzakki. Maka, tidak heran jika dana
zakat yang terkumpul meningkat pada tiap tahunnya dan pemberdayaan
ekonomi masyarakat di dusun Bringin menjadi meningkat pula.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis yang ada di bab empat dapat disimpulkan yaitu
sebagai berikut:
1. Amil Ainul Yaqin sebagai penanggung jawab pengelolaan dana zakat di
dusun Bringin telah melakukan upaya dalam mensosialisasikan pembayaran
zakat kepada masyarakat dengan maksimal. Upaya tersebut meliputi
penyuluhan tentang kewajiban zakat melalui pengajian dan juga sarasehan
mengenai zakat ke desa. Upaya ini menciptakan kondisi yang kondusif serta
dapat menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat yang
dilakukan secara teratur dan terus-menerus. Hal tersebut didasari dari
peningkatan dalam perolehan dana zakat tiap tahunnya. Kesadaran
masyarakat untuk membayar zakat meningkat, mengingat pula muzakki
membayarkan zakat pada kesempatan yang ada, tidak hanya saat zakat
fitrah. Sedangkan pentasharufan zakat, amil Ainul Yaqin telah berusaha adil
dalam menyalurkan dana zakat kepada mustahiq dari delapan asnaf meliputi
fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, ibnu sabil serta fi sabilillah.
Pembagian zakat juga telah disesuaikan menurut skala prioritas yang ada
pada dusun Bringin, yaitu diutamakan bagi warga fakir dan miskin. Dalam
pembagiannya amil berusaha semaksimal mungkin untuk membagi zakat
secara efektif dan adil, untuk menghindari diskriminasi antar mustahiq.
96
2. Tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq di dusun Bringin cukup
berkembang. Dana zakat yang diberikan kepada masyarakat di dusun
Bringin dapat membantu untuk mencukupi kebutuhan harian. Selain itu,
beberapa pedagang yang mendapatkan dana zakat berupa tambahan modal
usaha, dapat meningkatkan keuntungan dagang daripada sebelumnya. Dari
hasil wawancara, adapun pedagang yang telah berubah statusnya menjadi
muzakki, sehingga tahun berikutnya sudah berkewajiban untuk
mengeluarkan zakatnya. Namun masih terdapat faktor-faktor yang menjadi
kendala dan kekurangan, sehingga pemberdayaan ekonomi masyarakat
belum dapat berkembang pesat. Faktor-faktor tersebut yaitu:
a. Faktor penghambat pengelolaan zakat di amil Ainul Yaqin:
1) Ketergantungan mustahiq terhadap dana zakat, hal tersebut
menimbulkan tidak sedikit mustahiq yang lebih mengandalkan dana
zakat tanpa keinginan untuk lebih berkembang.
2) Penyaluran dana zakat dalam bentuk produktif masih kurang efektif,
walaupun sifatnya lepas. Pedagang yang mendapatkan bantuan modal
ini hanya sebagian kecil yang menunjukkan perkembangan, bahkan
dapat dikatakan jarang. Karena beberapa pedagang menggunakan
dana tersebut untuk hal lain seperti membayar hutang, atau habis
untuk kebutuhan harian. Sedangkan yang dimaksud dengan produktif
adalah dana tersebut dapat dikembangkan dan tidak habis begitu saja.
b. Faktor penghambat pengelolaan zakat produktif di Kelompok Binaan
Zakat (KBZ) Bringin:
97
1) Sasaran terhadap pedagang yang menerima dana bantuan modal
terkadang kurang tepat, karena pedagang tersebut tidak menggunakan
dana sebagaimana mestinya.
2) Kelalaian yang disengaja oleh pedagang penerima bantuan modal
usaha KBZ, dengan menyalahgunakan penggunaan dana sehingga
dana zakat habis sia-sia.
3. Masyarakat Bringin terutama para muzakki dan mustahiq menyatakan,
bahwa pengelolaan zakat oleh amil memberikan hasil yang positif. Berbagai
upaya yang dilakukan amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan
pembayaran zakat, dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat
mengenai pentingnya zakat. Amil juga membuktikan kepada para muzakki
dari pengelolaan zakat yang lebih efektif, rapi, serta transparan deikuatkan
pula dengan laporan tahunan sehingga menimbulkan kepercayaan muzakki
terhadap lembaga pengelola zakat, dan kemudian menyalurkan zakatnya
melalui amil ini.
B. Saran
Dari kesimpulan diatas, penulis memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi Pengelola Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ)
a. Amil Ainul Yaqin untuk mensosialisasikan penggunaan dana zakat,
sehingga dana tersebut tidak disalahgunakan, serta dapat lebih
dikembangkan oleh para mustahiq.
98
b. KBZ agar lebih kompeten dalam pemilihan pedagang yang menerima
bantuan modal sehingga bantuan modal tersebut dapat diberikan kepada
pedagang yang tepat, serta baik pengelolaan usahanya. Dan juga
memberikan sosialisasi lebih mengenai sistem penggunaan bantuan
modal KBZ, sehingga dana tersebut tidak disalahgunakan.
c. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam perumusan
kebijaksanaan khususnya yang berhubungan dengan zakat.
2. Bagi Mustahiq dan Muzakki Dusun Bringin
a. Mustahiq sebagai penerima zakat supaya mengelola dana zakat yang
telah diberikan kepadanya dengan baik, dan untuk pedagang yang
menerima dana zakat dalam bentuk bantuan modal agar dapat
menggunakan dananya untuk mengembangkan usahanya. Sehingga
diharapkan kelak mustahiq dapat menjadi muzakki.
b. Muzakki sebagai yang wajib berzakat agar selalu menunaikan zakat
sesuai dengan nishab hartanya, dan supaya bersedia untuk menyalurkan
zakat melalui amil yang ada, sehingga pentasharufan zakat kepada yang
berhak menerimanya lebih merata.
99
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Al Buny, Djamal‟uddin Ahmad. 1974. Problematika Harta dan Zakat. Jakarta:
PT. Bina Ilmu
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta:
UIP
Al Zuhayly, Wahbah (Ed). 1995. Zakat, Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya
Anshori, Abdul Ghofur. 2006. Hukum dan Pemberdayaan Zakat. Yogyakarta:
Pilar Media
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta
Bungin Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Departemen Agama RI. tt. al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Media Insani
Publishing
Djuanda, dkk. 2006. Pelaporan Zakat Pengurangan Pajak Penghasilan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani
Hamid, Syamsul Rijal. 2002. Seputar Masalah Zakat dan Puasa. Jakarta: Penebar
Salam
Khasanah, Umrotul. 2010. Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan
Ekonomi Umat. Malang: UIN-Maliki Press
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya
Qardawi, Yusuf (diterjemahkan oleh Harun Salman, dkk). 1991. Hukum Zakat,
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan
Qur’an dan Hadist. Jakarta: Litera AntarNusa
Rasjid, Sulaiman. 2005. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Rofiq, Ahmad. 2004. Fiqh Konstektual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial.
Semarang: Pustaka Pelajar Offset
Sabiq, Sayid. 1978. Fikih sunnah. Bandung: Pt. Al Maarif
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suyitno, dkk. 2005. Anatomi Fiqh Zakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Utsman, Sabian. 2014. Metodologi Penelitian Hukum Progresif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Zuhdi, Masjfuk. tt. Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung
100
Jurnal:
An-Najah, Ahmad Zain. 2013. “Hukum Zakat Produktif”.
(http://ahmadzain.com/2013/06/hukum-zakat-produktif, diakses 26
Juni 2013).
Arifuzzaman, Siti Napsiyah. 2008. “Membangun Kesejahteraan Umat Melalui
Zakat, Infaq, dan Sadaqah”. Dialog, 66(1):51-59
Asnaini. 2008. “Maksimalisasi Fungsi Zakat dengan Sistem Tiga Arah”. Ijtihad,
2(1): 121-139
Farkhani. 2008. “Zakat (Pajak Agama) untuk Kesejahteraan Umat”. Ijtihad,
2(2):141-157
Sari, Ita Permata. 2014. “Masalah dan Solusi Zakat di Indonesia”.
(http://yomata.blogspot.com/2014/12/masalah-dan-solusi-zakat-di-
indonesia, diakses 26 Desember 2014).
Perundang-undangan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat