Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

255
1

Transcript of Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

Page 1: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

1

Page 2: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

2

Sebuah karya yang diangkat dari Disertasi kembali saya persembahkan mendampingi yang pertama: Bung Karno Sang Arsitek. Kali ini, bertajuk Bung Karno dalam ―Panggung Indonesia‖. Keduanya merupakan ‗setangkup karya‘ tentang penggal kehidupan Soekarno yang saling melengkapi, yang Pertama sebagai pengungkap jati diri Soekarno yang diliputi mentalite arsitek karena cenderung merancang apapun yang bersinggungan dengannya, dan yang ini mengungkap cara Soekarno menafsirkan sense of spatial - perasaan keruangan ‗Projek Mercusuar‘ sebagai Nation Pride era 1960-an.

Ucap kemuliaan bagi Cahaya di atas Cahaya Allah SWT yang telah

menghadirkan sosok-sosok inspiring, terutama sosok Soekarno, dan para guru-guru yang membawa pencerahan. Terimakasih kepada Promotor dan Kopromotor Prof. Gunawan Tjahjono, Prof. Mudji Sutrisno, dan Dr. Donny Gahral Adian. Juga kepada Prof. Yusuf Affendi dan Prof. Dr. Mohammad Danisworo. Jajaran Pengajar dan Penguji di program Doktor Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Keluarga Arsitek Soedarsono, Keluarga Empu Ageng Edhi Sunarso, Keluarga Arsitek F Silaban. Kepada Tim Mahasiswa Arsitek ITB Pemenang Ketiga Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua, Ibu Dotty Siti Utamini, Ir. Sjaiful Arifin, dan Ir. Noersjaidi M Koesoemo. Kepada Yayasan Bung Karno,. Sekretariat Negara RI, Pimpinan Istana Tampak Siring, Pimpinan Istana Hing Puri Bima Sakti, Pimpinan Tugu Nasional. Sejawat Tim Penasehat Gubernur untuk bidang Pemugaran, Bapak Han Awal serta sejawat di Universitas Trisakti. Tak lupa, untuk Ibunda Prof. Dr. Toeti Herati Roosseno yang telah mengirimkan buket indah dan pustaka Roosseno Manusia Beton, Ibunda Ratu Edi Sedyawati yang selalu menginspirasi.

Yang terkasih Kangmas Asikin Hasan, Kangmas Setyo Sudhiharto, Kangmas Mulyo Artono dan Ayunda Dhanie Saraswati serta Keluarga Besar Eyang Soerobo, dan Mbak Tipluk Suyati.

Buku karya ini terwujud atas kebaikan budi dari: Bapak Ir. Anton Suhardianto, MT Direktur Utama PT Perentjana Djaja Konsultan, Bapak Widarko dan Rajah Indrajana PT Wahanacipta Bangunwisma, Om Permadi, SH, Ir. Ummie PT Mutiara Wiyatadarma Consultant, Dr. Linda Tondobala PT Soilex Sulut Lestari, Dr. Tutut dari Undip, Mas Bundi Nugroho and partner, dan tentu sejumlah Pribadi Mulia yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Di sebuah ‗Rong Dialogis‘ di Jakarta, September 2013

Page 3: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

3

H a l a m a n J u d u l 1 Ucapan Kesyukuran 2 Dari Sang Promotor 3 D a f t a r I s i 4 P R O L O G 5 BABAK PEMBUKA TELAAH PUSTAKA MENDAHULUI KARYA INI 18 BABAK 1 BUNG KARNO DAN ‗PROJEK MERCUSUAR‘ 55 BABAK 2 KARYA BUNG KARNO DI KAWASAN TUGU NASIONAL 87 BABAK 3 KARYA ―ARSITEKTUR PANGGUNG‖ 120 BABAK 4 BUNG KARNO dalam ―PANGGUNG INDONESIA‖ 199 BABAK 5 ―ARSITEKTUR PANGGUNG SOEKARNOESTIK‖ 255 GLOSARIUM 259 DAFTAR PUSTAKA 263 BIOGRAFI PENULIS 273

Page 4: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

4

Naskah ini disajikan kembali sesuai yang dibacakan pada Sidang Terbuka Ujian Doktor Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Indonesia DOKTOR Yuke Ardhiati, Anda adalah Doktor pertama Program Doktor Arsitektur Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Anda juga adalah Doktor pertama dan, sangat mungkin, terakhir yang dibimbing saya selaku Promotor di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Namun anda adalah Doktor kedua di Universitas Indonesia yang telah berhasil dibimbing saya sebagai promotor di Kampus UI. Gelar doktor ini adalah yang kedua anda peroleh di Universitas Indonesia. Sungguh suatu catatan tersendiri baik dalam pengalaman hidup anda maupun dalam sejarah Departemen Arsitektur FTUI. Saya tahu betapa ulet anda selama menempuh pendidikan Doktoral di Departemen Arsitektur ini. Anda memiliki tekad yang sangat kuat dan keinginan belajar yang amat teruji. Meski anda telah mendapat gelar Doktor dari Fakultas Sastra, sekarang Fakultas Ilmu Budaya di UI, anda memerlukan gelar tertinggi di bidang Arsitektur demi karir di bidang pendidikan tinggi. Semangat demikian seakan seirama dengan tokoh yang anda angkat dalam disertasi. Sungguh suatu pencapaian kehidupan. Jerih upaya ini pantas anda petik di saat acara ini digelar. Bagaikan suatu pentas kehidupan, di sini panggung bersiap bagi anda! Dua hari yang lalu panggung Galeri Nasional mementaskan pameran Emerging Architecture 1.0 dengan tema Ruang Dari, Di, dan Ke. Saat ini anda mengalami ruang Di, sebelumnya anda masih bergelut di ruang Dari yang peristiwanya hanya anda yang tahu dengan pasti. Di, hanya sekejab, dan anda segera dari ruang Di menjelang ruang Ke. Tiada seorang pun akan tahu dengan pasti apa yang menjelang. Barangkali di sini pula Khora mendapatkan pemahaman lain. Saya yakin anda akan senantiasa melangkah dengan pasti menghadapi ruang dan waktu yang menjelang. Hamparan itu kini terbuka bagi anda. Di sini akan bermula suatu lembaran baru kehidupan. Pencapaian anda itu titik mula baru bagi kehidupan dunia akademik, bukan titik akhir. Terima kasih kepada anda yang mau dan berani memilih saya sebagai promotor. Itu berarti anda berani memasuki ruang yang senantiasa meragukan, diragukan, dan teragukan demi mencapai pengetahuan. Kini atribut itu telah menjadi bagian Dari, yang memasuki ruang dan waktu yang sudah berlalu. Hubungan akademik antara pembimbing dan yang dibimbing itu sesungguhnya tidak kenal derajat. Dalam kesetaraan ini pula hubungan kita berlanjut. Saya hanya dapat mengucapkan Selamat kepada anda untuk menjelang asa anda. Selamat Doktor Yuke Ardhiati!

Depok, 18 Desember 2012 Gunawan Tjahjono

Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia

Page 5: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

5

Karya ini diangkat dari Disertasi di ranah arsitektur. Untuk memumpun pembaca secara luas, akan disinggung peristilahan terkait kearsitekturan, yaitu arsitektur, khora pesona,―Panggung Indonesia‖ sebagai konsep terintegrasi, sebagai pemutakhiran pengertian arsitektur yang selalu berproses Karya ini, saya harapkan mengisi kemandegan pemikiran dalam arsitektur,

meski masih teramat jauh untuk menyumbang sebagai pencerahan. Dan, agar

supaya karya berbasis disertasi ini diminati oleh masyarakat luas, perlu diawali

peristilahan kearsitekturan; arsitektur, khora pesona,―Panggung Indonesia‖ sebagai

konsep terintegrasi, sebagai upaya pemutakhiran pengertian arsitektur yang

selalu berproses sejak Empu Ageng Vitruvius hingga pakar kekinian yang

menganggap pentingnya makna dalam kehadiran arsitektur. Untuk perluasan

itu, saya merujuk pengertian arsitektur sebagai perpaduan rumusan dari budaya

Romawi dan Yunani, bahwa arsitektur itu sebagai pengetahuan membangun karya

arsitektur yang indah (secara fisik dan visual), yang dalam proses penciptaannya terkait

ruang-tempat-waktu-peristiwa yang bersinggungan makna terkait khora (dalam proses

penciptaan rancangannya). Khora bukanlah istilah baru, Plato menyebutnya saat ia

menggambarkan proses mengualitas dari ‗sesuatu‘ (Timaeaus Plato: 360 BC).

Khora/Chora, telah dibaca secara kritis dibingkai kesementaraan/dekonstruksi

oleh Derrida dalam On the Name (Derrida: 1995:89).

Berbasis itu, khora saya rujuk sebagai pengertian baru untuk

menyatakan proses memutu kehadiran karya arsitektur menjadi form/bentuk. Dus,

khora untuk menggambarkan representasi makna atas karya yang semula

‗Tiada‘ menjadi ‗Ada‘. Khora juga menggambarkan penyedia bagi yang hadir untuk

being terkait form. Khora menggambarkan ‗sesuatu‘ bukan yang fix menyerupai

‗objek‘/‘ruang‘ melainkan sesuatu yang representasi karya arsitektur, dan yang

diulik antara lain proses kehadiran maknawi objek arsitektur yang ditelusur

bersandar khora, sehingga memposisikan khora menyerupai metode

penggambaran ide form/bentuk arsitektur yang mendahului karya material.

Page 6: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

6

Sebelumnya, telah digelar teori baru ―Arsitektur Panggung‖ teori arsitektur

non-material melalui disertasi yang teruji di hadapan publik akademisi. Sebagai

konsekuensinya teori ruang Space in Architecture (Van Ven:1978) yang dirujuki

sejak 1980-an memperoleh sandingan, melengkapi teori arsitektur fisik

material yang diajarkannya. Basis teori ―Arsitektur Panggung‖ merujuk

pengertian khora sebagai ide/konsep bentuk arsitektural dalam proses memutu – nya

yang memiliki sifat-sifat ‗menampung‘/mewadahi seperti halnya rahim Ibu.

Bentuk ‗menampung‘ sedemikian itu menyerupai esensi ―panggung‖ sebagai

ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung, yang

meninggalkan difference-jejak sesuai jaman sekaligus mitos serta moda

komunikasi sebagaimana uraian Mythtologies (Barthes:1957:109). Tersebab, jejak

yang sesuai jaman itulah menjadikan makna ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa

lalu kemungkinan berbeda di kekinian, maupun esok terkait lakon. Pergeseran

maknawi-nya tidak mengubah esensi ―panggung‖ yang menggelar kehadiran

lakon dan peristiwa secara langsung. Di keseharian ―panggung‖ memperoleh Dengan demikian pembahasan khora melalui karya ini, telah memperluas rumusan arsitektur sebagai pengetahuan perpaduan budaya Romawi dan Yunani, yaitu rumusan arsitektur planimetrik yang terkait makna.

kedudukan sentral penampilan lakon arahan Sutradara/Dalang berupa kehadiran

Aktor secara langsung. Kini, dimungkinkan terjadi tanpa memunculkan jati diri

Aktor ke atas ―panggung‖ melainkan ‗sesuatu‘ yang merepresentasi

kehadirannya, bahkan oleh ―teks‖ seperti Opera Tan Malaka (Mohamad: 2010).

Pementasan itu memperluas esensi ―panggung‖ yang merepresentasi spectre

Tan Malaka. Spectre , semacam ‗kehadiran kembali‘ sesuatu yang telah tiada

bagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk

pengetahuan yang telah ‗tumbang‘/‗kalah‘ namun ruh/semangatnya masih

bergentayangan seperti Marxism (Derrida:1994). Spectre dalam drama

memperjelas esensi ―panggung‖ pengungkap presence terkait absence ‗sesuatu‘

yang tak hadir/metafisika kehadiran (Of Grammatology : Derrida:1982:49).

Page 7: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

7

Metafisika kehadiran menggambarkan dekonstruksi logosentrisme melalui cara

mengandaikan logos/kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di

permukaan. Makna ‗hadir‘ pada intertekstualitas tanda sebagai ―teks‖

terkait cara-cara metafor (Ricouer:1981:166). Dalam karya ini

intertektualitas tanda mewujud keserupaan esensi ―panggung‖ pada

jajaran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ era 1960-an, kehadirannya

menggambarkan spectre ke-Indonesia-an Soekarno, dalam kalimat metafor

―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya ―Arsitek Soekarno 1960-an sebagai

visualisasi moda komunikasi ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa-lalu yang

dimaknai di kekinian. Di dalamnya terdapat sesuatu yang bersifat

mengkualitas, yaitu khora pesona sebagai penunjuk sesuatu kualitas tertentu yang

dituju yang mempesona tentang Indonesia tergubah dalam karya arsitektur.

Kata pesona sebagai daya pikat, daya tarik, daya magnet, daya pukau, setara

kata artistik, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia.

Frase khora pesona mengandung pengertian sebagai proses memutu kehadiran karya

arsitektur yang diiringi laku yaitu sebuah kesungguhan yang dilakukan oleh aktor

pelakunya bagi mewujudnya daya pesona tentang Indonesia dalam karya ini oleh

―Arsitek‖ Soekarno. Khora pesona hadir sebagai ide arsitektural dari ‗Tiada‘ menjadi

‗Ada‘ melampaui kesungguhan eksplorasi keindahan Indonesia yang

direpresentasi oleh budaya Jawa Kuno melalui perwujudan Arsitektur Modern.

Khora pesona terbedakan dengan taksu - ‗kekuatan batin/spiritual‘ diri yang

memancarkan pesona, daya pukau, wibawa, dan karisma sekaligus dalam

budaya Bali (Sarad, ed. 40, Juli 2003:18). Taksu, diperoleh melalui pemurnian

diri, proses memutu bagi kecerlangan karyanya. Dalam Taksu-karisma penyatuan

gerak-raga berdasar keterampilan disatukan dengan ritual-spiritual pada Sang

Dewa Siwa Natha Raja. (Pangdjaja: 1998:iii).

Page 8: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

8

Taksu dimohonkan kepada Dewa tertentu di bangunan suci-palinggih taksu

diiringi kesungguhan berlatih ketrampilan dan spiritual. Senafas taksu dikenal

laku – kesungguhan sikap dan laku dalam budaya Jawa untuk memperoleh

ilmu melalui cara-cara khas, antara lain pantang makanan tertentu (mutih),

tafakur (samadi), berendam (kungkum) diiringi permohonan ke Gusti Allah di

hening malam. Sementara itu khora pesona hanya diperoleh melalui edukasi

kearsitekturan atau pengalaman untuk mampu membuahkan karya menawan,

terlebih bila diiringi kepekaan akan rasa seni. Antara khora pesona dan taksu

dimungkinkan terjadi perpaduan yang terjadi ketika dalam diri Arsitek atau

Seniman melakukan taksu atau lelaku terpancar dalam karya nya, karena telah

ditanamkannya unsur-unsur daya pukau dalam proses artistik kreatif-nya,

sehingga dikatakan Arsitek/―Arsitek‖ yang mampu berkarya menawan

dimungkinkan dirinya telah melampaui taksu atau lelaku.

Mendahului karya ini, saya telah mengamati fenomena yang

menyerupai ‗pentas‘ karya arsitektur di beberapa Negara yang penting

peranannya sebagai pegungkap peradaban. Fenomena serupa itu juga

direpresentasi oleh karya arsitektur di Indonesia yang dinamai oleh media

mancanegara sebagai istilah sindiran kepada Soekarno. Sebutatan ‗Projek

Mercusuar‘ sebagai yang simbol nation pride gagasan Soekarno yang dilaksanakan

secara besar-besaran. Proyek yang ikonik sebagai karya Soekarno ini, didanai

oleh bantuan Negara-Negara Besar dan Negara yang tergabung sebagai NEFO

– New Emerging Forces yaitu; 1) Jakarta City Planning, 2) Gedung Pola, 3) Compleks

Stadion Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional,

7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, 10) Gedung ex

Conefo – Gedung DPR-MPRRI termasuk sejumlah patung realis dan monumen

skala kota yang bahkan didanai secara mandiri oleh Soekarno.

Page 9: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

9

Sejauh ini warisan ‗Projek Mercusuar‘ mengandung misteri serta

konotasi yang kurang menguntungkan dari sisi Soekarno akibat peliputan

media mancanegara yang secara tidak proporsional menyudutkannya serta

menilainya tidak memihak kepada situasi masyarakat di masa itu. Terdorong

oleh adanya misteri kehadiran ‗Projek Mercusuar‘ itulah saya melakukan upaya

meneri interpretasi baru yang maknawi agar dipahami proses kehadirannya. Akan

tetapi, pengungkapannya memerlukan kecermatan, karena merekonstruksi

peristiwa sejarah. Selain memerlukan metode yang tepat, penelusurannya-pun

bukan hanya bersandar data fisik semata melainkan juga hal-hal yang selama ini

tersembunyi sebagai data metafisik berupa konsep dan gagasan bagi ide fisik

yang penelusurannya dilakukan melalui ketokohan Soekarno yang kini telah

menjadi mitos bagi Indonesia, termasuk hal-hal antagonis-nya serta peran

Arsitek, Ahli Konstruksi, Seniman dan Kontraktor yang terlibat di dalamnya.

‗Projek Mercusuar‘ kala itu dipandang sebagai peristiwa unik di

Kebayoran Baru-Thamrin di saat Jakarta relatif lapang. Jajaran bangunan

bertingkat tinggi melalui beragam form/bentuk itu menyerupai ‗pentas‘ yang

menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta serta meluas ke seluruh negeri.

Menilik keluasan peristiwanya, ‗Projek Mercusuar‘ dapat disejajarkan sebagai

events-cities (Tschumi:1999:13) setara karya Tschumi yang berskala metropolis di

Parc de la Villette Paris tahun 1992. Warisan ‗Projek Mercusuar‘ yang telah

tergelar melampaui 50 tahun itu, keunikan peristiwanya masih menjadi memori

kolektif masyarakat telah menggelitik pertanyaan: Bagaimanakah proses kehadiran

karya arsitektur ‘Projek Mercusuar‘ tersebut? ‗Projek Mercusuar‘ berlangsung

senarai perintah Soekarno untuk mempercantik Kota Jakarta sebagai Wajah

Muka Indonesia (Soekarno:1962), peristiwanya sekaligus sebagai penegasan

dirinya sebagai Penguasa (Soekarno, 1960) penggubah peradaban:.

Page 10: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

10

...―Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖ atau De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖

Selain menganalisis objek dari sisi bentuk/form yang bermuatan

kultur-material dan/ kultur non-material, kini, terbuka jenis penelitian di

ranah arsitektur yang tidak difokuskan pada artefak semata, akan tetapi

sekaligus mengangkat persoalan makna karya arsitekturnya. Karya ini

mengungkap makna objek arsitektur melalui hal tersembunyi - hal metafisik

terkait proses kehadiran karya arsitektur, menjadi bagian dari studi Teori dan

Perancangan Arsitektur yang berbasis pada peristiwa sejarah. Agar mencapai

pengungkapan maknawi ditempuh tiga cara sekaligus: Pertama, pengalaman

visual terhadap ‗Apa‘ yang ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan

bentuk dan kualitas objek. Ketiga, mengungkap makna berdasar konsep khora

melalui sasaran pengamatan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ di koridor

Kebayoran Baru- Thamrin, Hotel Indonesia, Wisma Nusantara, Sarinah Department

Store, Tugu Nasional, Masjid Istiqlal, Planetarium, Gedung Pola, termasuk Jembatan

Semanggi dan Compleks Stadion Utama Asian Games serta ex. Gedung Conefo.

Karya yang bertujuan untuk ‗membongkar‘ makna kehadiran objek

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ini dilalui dengan penelusuran proses kehadiran

karya arsitektur terkait konsep khora sekaligus untuk memperkaya penerapan

metode penelitian Grounded Theory di ranah arsitektur, desain, dan seni

Pengungkapan peradaban yang diciptakannya Soekarno sepanjang 1926-1965

ditelusur melalui cara penulisan sejarah peristiwa diawali Soekarno Muda

sebagai insinyur-arsitek hingga menjelang akhir sebagai Presiden. Di akhir studi,

uraian kawasan Tugu Nasional sebagai representasi karya arsitektur ‗Projek

Mercusuar‘ akan memperkaya wacana space-knowlegde- power melalui kehadiran

karya arsitektur yang diakibatkan Penguasa yang sekaligus sebagai ―Arsitek‖.

Page 11: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

11

Berdasar pengamatan intensionalism pada ‗Projek Mercusuar‘ di

Jakarta era 1960-an, terungkap pertanyaan penelitian: Bagaimana proses kehadiran

yang mengualitas menjadi form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap ruang

(mitos) dan waktu melalui fenomena arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang ‗Ada‘ di masa

lalu dalam konteks ‗Ada‘ di kekinian? Untuk menanggapinya telah diupayakan

menjawab dua pertanyaan yang mendasar: Apa yang dimaksud dengan ―Panggung

Indonesia‖ serta Bagaimana proses kehadirannya?. Untuk mengungkap maknawi

proses kehadiran karya arsitektur terkait form saya merujuk pernyataan Soekarno

sebagai Penguasa penggubah peradaban sebagai landasan teoritis: ―… Sesuatu

djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖. Jejak-jejak

kebudayaan/peradaban tinggalan Soekarno itu disebut absolute space (Lefebvre:

1991: 234) berupa level ruang alamiah (ruang absolut) yang memiliki makna

sosial (sosial space), yang tergubah sebagai ‗ruang politik‘ karya Soekarno demi

memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur berciri visual

geometris, spectaculer, geometric, phallic – megah, struktural dan menjulang.

Keunikan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ itu terletak pada unsur

keindahan khas Indonesia sebagai basis perwujudan karya Arsitektur Modern di

jamannya, sehingga memperlihatkan identitas, analogi serta oposisi sebagai

sebuah difference (Deleuze:1994:29). Pada jejak karya arsitektur ‗Projek

Mercusuar‘ terkandung semacam monad yang berupa terkecil dari jiwa seni,

yang berasal dari budaya Jawa Kuno. Monad adalah istilah Leibniz untuk

menggambarkan jiwa seni yang abadi yang tak teraga/abstrak yang terbedakan

dengan atom sebagai partikel terkecil molekul/benda teraga. Istilah monad itu

digunakannya saat meneliti seni Baroque 1660-1760. Kala itu, Leibniz

menemukan fluiditas materi, elastisitas bentuk serta semangat mekanis yang

bersifat keabadian jiwa seni melalui bentuk lentur draperi/lekukan kain.

Page 12: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

12

Dengan tersingkapnya monad budaya Jawa Kuno yang terpatri dalam

karya Arsitektur Modern era 1960-an itu, maka tampaklah sifat keabadian-

immaterial principle of life dari jiwa seni Jawa Kuno itu yang merepresentasi

karakteristik keabadian dari proses memutu kehadiran arsitektur sebagai form

atau yang saya sebut sebagai Khora sebagai pemutakhiran istilah dari Plato pada

360 BC dan juga Derrida pada 1995.Buku ini tidak akan secara khusus

mendeskripsikan metodologi penelitian yang dirujuk, namun hanya disinggung

sebagai wacana untuk memudahkan pembacaan.Penerapan metode Grounded

Theory dan penerapannya dalam ranah arsitektur, desain dan seni akan saya

sajikan sebagai pustaka lain. Perlu diketahui, bahwa karya ini dipumpun oleh

metode Grounded Theory yang memiliki ciri intensif, terbuka, serta proses berulang

dalam pengumpulan data sehingga memungkinkan penghimpunan data mencapai

memoing yaitu pembentukan teori. Metode dengan cara demikian itu berpeluang

untuk mengungkap proses kehadiran karya arsitektur yang tidak dimiliki oleh jenis

strategi lainnya. Selain itu penerapan Grounded yang memungkinkan menempuh

metode yang sesuai situasi di ‗lapangan‘. Karya ini diperkarya oleh sepilihan

pustaka bertema arsitektur dan politik, serta pustaka terkait Soekarno ditelaah

untuk memastikan kebaharuan

Delueze telah memumpun pengertian adanya paranoid regime of sign

sebagai tanda kegilaan Penguasa seperti halnya yang dilakukan oleh

dalang/puppeteer terhadap boneka / wayang-nya (Deleuze: 2007:11) dalam karya

ini, adalah jejak tinggalan Soekarno yang tergubah atas keinginan Soekarno

melalui Arsitek, Seniman dan Kontraktor di lingkaran dekatnya berupa karya

arsitektur.Kehadiran arsitektur yang bagaikan ‗pentas‘ kekuasaan itu, dimengerti

setelah mengulas karya Lyes tentang kehadiran Colloseum di Roma (Lyes:1999).

Page 13: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

13

Fenomena kekuasaan yang berdampak pada budaya material sebagai

Totalitarian Art yang bersandar kekhasan ideologi Penguasa dalam arsitektur di

empat Negara terkemuka era 1960-an yaitu Rusia, Jerman, Italia dan China

dipahami usai mengulas karya Golomstock, 1990, sementara itu fenomena

‗New Culture‘ di masa Hitler terungkap rinci usai menelaah karya Adam, 1995.

Dalam studi ini, fenomena karya arsitektur era Soekarno, saya pandang

memiliki nuansa totalitarian art, untuk memahami itu saya juga mengulas

Socialist Realism karya Lahusen, 1997 yang berupaya mengungkap doktrin

totalitarian art yang mengaungkan seni indah (beauty) dan menistakan seni yang

buruk (ugly) namun kemudian berdampak pada kemandegan seni. Di era

sejaman dengan Soekarno, Stalin di Soviet mengagungkan Gothic Stalinis

sebagai rujukan gaya Neo Klasik bagi karya arsitektur di negerinya, gaya serupa

juga dijunjung oleh Jerman sebagai simbol untuk mengagungkan Hitler.

Sementara itu, di Indonesia ungkapan keruangan Soekarno menampakkan

gaya Arsitektur Modern khas, karena basis perancangannya bersandar budaya

Jawa Kuno. Dengan Soekarno memberi kebaharuan gaya Arsitektur Modern yang

khas Indonesia melalui basis perancangan ataupu tampilan ornamen khas Jawa

Kuno seperti padma, wijayakusuma, lingga-yoni, relief ukir ke jasad Arsitektur

Modern - yang esensinya meniadakan ornamen.

Karya ini, didahului pembacaaan kritis karya akademisi terkait tema

arsitektur dan kekuasaan. Gotty Harjoko dan Jo Santoso, menggambarkan

dampak kekuasaan terhadap penciptaan ruang kota pada realitas masa yang

berbeda. Harjoko merujuk cara Chora (Harjoko:2003:10) memfokuskan kasus

pemukiman buruh rendahan era Soeharto yang mendorong terwujudnya ‗urban

kampung‘ sementara itu Jo Santoso mengungkap okthoton sebagai perubahan

bentuk tanpa meninggalkan maknawi akibat peran Dewa-Raja (Santoso:2008).

Page 14: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

14

Keduanya berupaya menggambarkan kekuasaan yang mengabaikan wong cilik

dalam memperoleh ‗ruang‘ yang mengingatkan ideologis Marhaen sebagai

metafora wong cilik di era Soekarno. Karya lain yang bertema Soekarno terkait

pendirian Ibukota di Palangkarya telah pula diulas oleh Wijanarka, 2006 dan

upaya Soekarno membangun kekaguman dunia disajikan oleh Farabi, 2005.

Tentu saja, media televisi nasional yang menyorot peran Soekarno dan Arsitektur

menjadi rujukan, di antaranya Telaah: Dwi Tunggal Untuk Indonesia, (Astro

Awani TV: 2007), Riwajatmoe Doeloe: Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia (TV

One: 2008), Monumen Sang Pemimpin (MetroTV: 2009) dan tayangan Merah

Putih-Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana (TransTV:2011).

Dan sebagai karya yang berinduk pada disertasi, karya ini memerlukan

telaah karya akademi yang berbobot seimbang, yaitu disertasi satu dasa warsa

terakhir bertema Soekarno pada karya Abidin Kusno, Yuke Ardhiati, dan Eka

Permanasari. Tujuannya adalah membidik ceruk penelitian yang terlepas dari

karya ketiganya sebagai landasan penelitian, sekaligus mengungkapkan state of

the art atau kebaharuan penelitian sebagai hal utama dalam ranah ilmiah.

Sejumlah kata kunci pembeda: khora, proses kehadiran karya arsitektur, dan

―arsitektur panggung‖ menyatakan perbedaan terhadap ketiga karya disertasi

sebelumnya. Senarai karya yang bertema arsitektur dan kekuasan terkait Soekarno

sebagai ―Arsitek‖ ini memang belum ditemukan, juga cara penggarapan Grounded Theory

yang mempertautkan sejarah peristiwa dalam rentang yang panjang dan terintegrasi juga

merupakan sebuah kebaharuan gagasan. Adapun rentangnya di awali

Soekarno Muda hingga Presiden melalui penelusuran ide/konsep khora sebagai‘

sesuatu‘ non material mendahului kehadiran karya arsitektur, yaitu upaya

penggambaran proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form yang menyerupai

pagelaran lakon‖panggung‖ berupa keunikan-keunikan yang berbasis filsafati.

Page 15: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

15

Karya arsitektur yang dimetaforakan bagaikan pentas ‖panggung‖ ini

memposisikan karya disertasi ―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya ―Arsitek‖

Soekarno 1960-an memenuhi karya yang mengusung kebaharuan. Pertama,

peran ―Arsitek‖ Penguasa Soekarno. Kedua, kelangkaaan penggarapan tema

Soekarno yang ter-integrasi peristiwa sejarah terkait ranah arsitektur. Ketiga,

karya disertasi Kusno, Ardhiati, dan Permanasari belum mengungkapkan

unsur makna dalam karya arsitektur. Keempat, terungkap pendorong kehadiran

arsitektur; hasrat, intervensi dan rasa seni yang melekat pada Soekarno.Kelima,

memumpun prosedur metode Grounded Theory terkait konsep ruang Khora .

Maknawi kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ sebagai tonggak

baru kemajuan di bidang perancangan di Indonesia yang mengusung konsep

sebagai yang ―ter‖: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi. Sekaligus, telah

mengubah cara memandang karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang semula ter-

fragmentasi menjadi sebuah karya utuh yaitu dalam bingkai ―Panggung Indonesia‖

gubahan Soekarno yang mengandung teori arsitektur non-material sebagai

―Arsitektur Panggung‖. Padanya, bagaikan ‗pentas‘ karya arsitektur sebagai lakon

dibingkai skenario Nation Pride. Visualisasi ―Arsitektur Panggung‖ sebagai form

dalam proses memutu itu memiliki lakon sebagai ruang ideal ke-Indonesia-an yang

ditanamkan Soekarno. Tersebab, aktornya berupa karya arsitektur, ia

memerlukan ‗ruang pementasan‘ dalam skala kota yaitu tergelarnya di koridor

Kebayoran Baru-Thamrin Jakarta. Uniknya, dalam pagelaran itu spectre Soekarno

menandakan diri secara transedental sebagai ―Arsitek‖. Bahkan, pengetahuan

kearsitekturan yang melingkupi ―Arsitek‖ Soekarno dalam perwujudan

Arsitektur Modern yang berbasis kosmologi Jawa Kuno itu menjadi ‗pembeda‘

terhadap kemegahan arsitektur Neo Klasik di era Hitler, Gothic Stalinis di

Soviet, ataupun di Cina era 1960-an.

Page 16: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

16

Tema ke-Indonesia-an dalam ‗Projek Mercusuar‘ bersinggungan

dengan semangat Nasionalisme (Ben Anderson: 1999). Soekarno mem-visual-

kan ‗komunitas yang dibayangkan‘nya bagai pentas ―panggung‖ sebagai karya

generik/khas yang ―hanya dimiliki Bangsa Indonesia‖ atau Indonesia Banget!

Gagasan ruang ideal ke-Indonesia-an impian Soekarno itu, sejatinya terungkap

sejak risalah pledoi ―Indonesia Menggugat 1930‖ yang telah mampu

menggambarkan teritorial Indonesia, gagasannya itu bersepadan dengan

karakteristik ruang khora yang kemudian mengalami proses memutu usai

Indonesia Merdeka, dan lalu mewujud di segala lini termasuk karya arsitektur.

Dalam proses memutu itulah tergubah adanya ide ―Arsitektur Panggung‖ yang

direpresentasi bagaikan ‗drama‘ di kawasan Tugu Nasional yang menjadi

puncak dari ―Panggung Indonesia‖ ala Soekarno.

Karya ini disengaja diliputi sejumlah footnote untuk memudahkan

pembaca mencari rujukan sumbernya, terdiri atas PROLOG, sebagai intisari

karya, dan BABAK PEMBUKA, yang dilanjutkan BABAK 1: Bung Karno dan

‗Projek Mercusuar‘ sebuah rumusan ide arsitektur yang direpresentasi oleh

sepilihan karya arsitektur. BABAK 2 : Karya Bung Karno di Kawasan Tugu

Nasional merupakan pengalaman spasial di Kawasan Tugu Nasional yang

ditafsir secara hermeneutik-intepretatif BABAK 3: Karya Arsitektur Panggung

mengungkapkan teori baru berdasar pengamatan intensional di Kawasan Tugu

Nasional. BABAK 4, Bung Karno dalam ―Panggung Indonesia‖ mengungkap

praktek dekonstruksi Soekarno pada situs Kemaharajaan melalui perwujudan

karya Arsitektur Modern bersandar budaya Jawa Kuno. BABAK 5 sebuah

kesimpulan berupa persembahan teori baru ―Arsitektur Panggung‖, terakhir

BABAK 6: sebuah gagasan implementasi serta beberapa kemungkinan

penelitian lanjut.

Page 17: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

17

BABAK PEMBUKA

Dengan memuliakan ranah ilmiah yang ingin mengedepankan state of

the art sebagai penunjuk kebaharuan pengetahuan terkait tema penelitian

ilmuwan lainnya, karya ini juga mencoba mencapai tataran itu. Penelusuran

pustaka dan karya terkait Arsitektur dan Kekuasaan, serta pustaka Soekarno

sebagai tema yang mempertajam pembahasan Bung Karno dan ‗Projek

Mercusuar‗ antara lain: Delueze1 mengamati berlangsungnya kekuasaan

sebagai paranoid regime of sign - tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan

Dalang/puppeteer terhadap boneka/wayang-nya. Wujudnya abstract line sebagai

akibat gerakan tangan sang ‗Penguasa‘ saat memainkan cerita, dalam konteks

ini berwujud karya arsitektur. Dalam Politics and the Architecture of Choice, Jones

menganggap perlunya Penguasa berpikir ‗arsitektural‘ dalam penyelenggarakan

kehidupan politik yang maknawi melalui rancangan perilaku adaptif yang

dinamai Human Cognitive Architecture2 yang mensyaratkan kepedulian Penguasa

akan masalah ruang dan lingkungan. Dalam karyanya, Paul Hirst

mengutarakan ‗globalisasi‘ sebagai bentuk lain kekuasaan berupa ‗perang‘

ekonomi yang terungkap dalam Space and Power: Architecture, Politics and War3.

1 Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.)Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007, h. 11-16. 2 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago: The University of Chicago Press. 2001, hal. 5. 3 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press. 2005, hal.21.

Page 18: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

18

Pustaka inilah memumpun pemahaman makna kekuasaan di era

Soekarno di saat ia menggubah ‗tanda kegilaan‘ berupa ‗Projek Mercusuar‘

sebagai visualisasi Nation and Character Building‘ . Gagasan futuris Soekarno

ditujukan untuk memerangi segala bentuk eksploitasi terhadap bangsa lainnya.

Gagasan konstruktif yang bersesuaian ‗jiwa arsitek‘4 dalam kehidupan politik

telah memampukannya menggubah karya arsitektur. Sejatinya, dalam pledoi

Indonesia Menggugat5 di tahun 1930, Soekarno telah mengutarakan adanya gejala

imperialisme modern sebagai nafsu angkara murka untuk merajai ekonomi

negeri bangsa lain, pledoi itulah pendorong gagasan Nation and Character Building

dan To Built the World New saat Soekarno menjadi Presiden. Termasuk

penghapusan eksploitasi bangsa lain dengan memerangi imperialisme modern.

Tampaknya, pemikiran Hirst dengan Soekarno saling bersambut. Bila Hirst

menelaah tentang ‗perluasan kekuasaan‘, Soekarno menggagas cara menangkis

nafsu kekuasaan melalui ‗watak bangsa‘ dan menggagas ulang ‗tatatan dunia

yang ‗baru‘ melalui kesejajaran dalam berkebangsaan masyarakat internasional.

Lyes dalam Roman Architecture from Augustus to Hadrian6 mengulas

kehadiran Colosseum sebagai wadah atraksi keperkasaan Gladiator sekaligus

wadah persatuan bagi bangsa Romawi. Colosseum tergelar menyerupai pentas

amphitheater oval dengan undakan melingkar sebagai ruang penonton itu

menjadi ruang ideal untuk menyaksikan atraksi karena mengutamakan

kenyamanan visual bagi seluruh pengunjung.

4Soekarno. Amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1963 dalam Di bawah Bendera Revolusi II. Jakarta: Panitia Penerbit DBR. 1965, hal. 527. 5 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung (Cet ke-3), 1989, hal. 14 dan 28. 6 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum: an Analysis of the Inherent Political and Architectural Significance @C.J. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art, Archaelogy Anistoriton ISSN 1108-4081, hal.2.

Page 19: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

19

Secara tidak disadari Soekarno tampak terinspirasi oleh konsep

Colosseum ketika menghadirkan Gelora Bung Karno di Jakarta. Bangunan

melingkar yang berselaras dengan Colosseum dinamai Temu Gelang sebagai dasar

gubahan ruang. Keduanya berbeda objek yang dipergelarkan yaitu adu

keperkasaan Gladiator pada Colosseum dan adu sportivitas Atlet pada Gelora

Bung Karno. Keduanya menunjukkan universalitas Penguasa di saat menggubah

bangunan publik, Colosseum ataupun Gelora Bung Karno menyerupai ‗pentas

pertunjukan‘ sekaligus fungsi politis sebagai wadah penghimpunan massa.

Karya Pavlovits bertajuk Politics, Architecture and Activism7

mendeskripsikan awal mula kehadiran ruang publik masa Yunani Kuno

merujuk konsepsi Hannah Arendt. Menurut Arendt peristiwa orasi/pidato

Sang Politisi/Penguasa mencipta ruang arsitektur yang dinyatakan ‗hadir‘

sebagai tindakan politis ―the releasing of processes‖8 sebuah proses tindakan yang

menunjukkan ‗ruang‘ sebagai ‗tanda politik‘. Karya arsitektur merupakan

‗jantung tindakan dan ucapan‘ yang berpotensi sebagai pentas politis. Pavlovits

mengingatkan awal mula kehadiran ruang publik di Indonesia yang terjadi saat

Soekarno didampingi Hatta mengucapkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus

1945 di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada peristiwa itu, Soekarno telah

membuat ‗tanda politik‘. Peristiwanya menyerupai pentas pertunjukan di lokasi

yang kini menjadi situs cagar buudaya di serambi depan rumah tinggal

Soekarno yang telah dirobohkan senarai pembangunan Gedung Pola9.

7Pavlovits, Daniel. Politics, Architecture and Activism. L'école Nationale Supérieure d'Architecture de Paris La Villette. Nov 4th, 2010, hal.5. 8Arendt, Hannah. The Human Condition.Chicago & London:The University Press.1958, h. 323. 9 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola Pegangsaan Timur Djakarta, 16 Agustus 1961, hal. 2. Dalam pidatonya Soekarno menyatakan: …pengajunan tjangkul pertama daripada Pembangunan Semesta Berentjana tahapan-tahapan pertama didjalankan di bumi Pegangsaan Timur 56. Ada jang mengatakan bahwa

Page 20: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

20

Dalam Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet10, Cope

mengungkap peran rancangan gedung parlemen yang lekat dengan

kepentingan nasional, tradisi, otoritas Negara sekaligus tanda keterkenangan

massa. Cope mempersandingkan konservasi The Reichstag yang hancur usai

Perang Dunia II di Berlin kemudian direhabilitasi menjadi Gedung Parlemen di

tahun 1999. Kenyataan itu membedakannya dengan kehadiran bangunan New

Parlement House Australia di Canberra yang dinilai sebagai refleksi sisi gelap

arsitektur karena tidak memiliki makna keterkenangan. Gedung yang kini

disebut Gedung DPRRI itu, digagas Soekarno sebagai political-venue bagi

Konferensi Conefo tahun 1966 namun urung. Di masa Soeharto gedung ex. Conefo

dialih-fungsikan menjadi Gedung DPRRI hingga kini. Bangunan megah yang

semula digagas sebagai simbol pemersatu kelompok NEFO itu sekalipun lekat

nilai keterkenangan, namun secara fungsional belumlah memadai sebagai

gedung parlemen, karena kehadiran gedung parlemen seharusnya mampu

menaungi kepentingan nasional dengan ketersediaan ‗ruang penerima publik‘.

Ketiadaan fasilitas utama itu menjadikan Gedung DPRRI berperan kurang optimal.

Totalitarian‘s art sebagai panduan ber-ekspresi seni yang senafas

dengan ideologi Negara, oleh Adams11 diungkap manifestasi stability, order,

tradition in art sebagai cara melawan inferioritas kompleks bangsa Jerman

melalui kemegahan gaya arsitektur Neoklasik, seperti The Braunes Haus,

Konigsplatz, Party Buildings: The Fuhrer and Adminstration Building of NSDAP.

bumi ini adalah keramat, dikatakanlah keramat oleh karena di tempat ini dibatjakan pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 10 Cope, Russell L. Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet. Parliament Journal No.37 Nov. 2001, hal.3. 11 Peter Adam. Art of The Third Reich. New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 209. Disebutkan maestro Paul Ludwig Troost, Albert Speer, Hermann Giesler, dan Fritz Todt yang menggubah karya bernuansa gaya Neoklasik bagi Adolf Hitler.

Page 21: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

21

Nuansa serupa totalitarian‘s arts berimbas pada praktek Nation and Character

Building gagasan Soekarno, tetapi keterpaduan ekspresi seni dan ideologi

tidak mewujud sebagaimana di Jerman ataupun di Rusia, hal itu disebabkan

keberagaman etnik, agama serta sebaran wilayah kepulauan Indonesia.

Dalam Socialist Realism12, Lahusen membedakan seni indah dan

buruk. Patung Industrial Worker and Collective Farm Girl13 sebagai ungkapan

seni indah ala Rusia di World Expo 1937 di Paris. Doktrin Gothic Stalinis

bergaya seni formalis-geometris sedemikian harmonis namun monoton

yang membelenggu kreativitas. Mausoleum, arsitektur makam bagi

keabadian material jasad Vladimir Lenin, di Rusia14 terbedakan dengan cara

pengabadian terhadap Soekarno. Yang dipertunjukkan hanya melalui

immaterial energi suaranya di saat membacakan kembali Teks Proklamasi di

Tugu Nasional. Republik Rakyat China15 mengubah arsitektur tradisional

dan bangunan kolonial bersanding dengan bangunan pencakar langit. The

Oriental Pearl Radio & TV Tower setinggi 468 meter di Shanghai, karya

simbolis ‗percikan mutiara di atas piring giok‘ yang diangkat dari puisi

Dinasti Tang oleh arsitek Jiang Huan Chen, Lin Benlin dan Zhang Xiulin.

12 Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51-64-70. 13Periksa dokumentasi foto Soekarno sedang menunjuk gerakan tangan ke atas sebagai pengarah gesture patung Selamat Datang menyerupai gesture patung karya Vera Mukina di Moskow tahun 1937 dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang. Yogyakarta: PT Hasta Kreatifa Manunggal. 2010, hal. 162. 14 Youtube Mauseuleum _Vladimir Lenin_diunduh pada 19 Juli 2011_pukul 19.00 WIB. Menunjukkan suasana Mauseuleum Lenin. 15 Inspiring Expo. Incridible Shanghai. Shanghai World Expo Visitor‘s Guide. 2010, dan studi banding ke Shanghai Februari 2012.

Page 22: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

22

Situasi di Shanghai itu menyerupai suasana kota Jakarta 1960-an di

awal kehadiran kawasan Tugu Nasional16. Kedua bangunan itu menggali

kekayaan budaya masa lampau oleh arsitek lokal sebagai penggubahnya. China

yang lekat dengan tradisi mengandalkan arsitek profesional dari negeri sendiri,

demikian juga Indonesia yang mengandalkan ―Arsitek Djempolan Pilihan

Presiden‖17 bagi rancangan Tugu Nasional. Perbedaannya, pada andil Soekarno

sejak proses perancangan melalui konsepsi bentuk tugu terinspirasi oleh

budaya Jawa Kuno sebagai basis rancangan. Tema Soekarno terkait sebagai

Arsitek dan ―Arsitek‖ tampaknya belum dieksplorasi, sekalipun tersirat dalam

Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams18 atau Bung Karno Putra Fajar19

demikian pula pledoi Indonesia Menggugat20, risalah Mentjapai Indonesia Merdeka,

Sarinah21 serta setangkup buku Di Bawah Bendera Revolusi22.

Dalam Bung Karno Sang Arsitek23, saya memumpun sepilihan pustaka

untuk memahami mentalite Soekarno. Giebels24 mengawali pengungkapan kisah

16 Monumen Nasional di masa Soekarno dipagari oleh tanaman bambu kuning. Periksa Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. Kini pemandangan seperti itu tidak tampak lagi karena dipagari oleh vegetasi yang menutupi Kawasan Tugu Nasional yang semula ruang terbuka kini menjadi lokasi yang semi tertutup. 17Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6. 18Cindy Adams. Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York: Indiana Polis, 1965, serta terjemahan oleh Abdul Bar Salim menjadi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia oleh penerbit Ketut Masagung Corp – PT Tema Baru, Jakarta, 2000, hal. 100 dan 165. Dituturkan Soekarno tanggal 16 Juli 1926 bersama Ir. Anwari membuka biro tekniknya yang pertama, yang kedua bersama Ir. Roosseno tahun 1932. 19 Solichin Salam. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1966, hal. 272. 20 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta: CV Haji Mas Agung (Cet ke-3). 1989. 21 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 189. 22 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965. 23

Ardhiati, Yuke. Komunitas Bambu, 2005 24 Lambert Giebels (Terj.) Soekarno, Biografi 1901 – 1950, Jakarta: Gramedia Group, 2001,

hal.x.151, dan 184.

Page 23: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

23

Soekarno sebagai Arsitek praktisi yang memiliki hubungan baik dengan

Arsitek Wolff Schoemaker serta menghasilkan beberapa karya arsitektur

rumah tinggal di Bandung. Di dalam Bung Karno Dalam Kenangan dikisahkan

oleh Oey Tjeng Hien25 tentang ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur dan

furnitur, semasa pembuangan di Bengkulu Soekarno dan Oey sempat

mendirikan perusahaan mebel/furnitur yang dinamai ‗Mebel Soekamerindoe‘.

Sebuah karya Legge26 mengungkap gagasan pembentukan Demokrasi

Terpimpin hingga masa kejatuhan Soekarno. Sementara itu Dahm meneliti

ketokohan Soekarno27 sebagai sinkretisme Jawa dan menyebut Soekarno sebagai

manifestasi tokoh Ratu Adil. Kumpulan karya dari Nazaruddin Sjamsuddin28

mengetengahkan fragmen-fragmen Soekarno seputar nasionalisme,

internasionalisme, demokrasi, marhaenisme serta ekonomi. Penulis Solichin

Salam dalam Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah29 dan Bung Karno di Mata Bangsa

Indonesia mengungkapkan sportifitas Soekarno di saat bersilang pendapat

tentang arsitektur dengan Arsitek Silaban. Sebuah buku yang menggambaran

sisi humanis Soekarno ditemukan dalam sebuah buku utuh sebagai karya

Guntur Soekarno, Bapakku, Kawanku, Guruku30. Beberapa tokoh di sekitar

25 Oey Tjeng Hien.―Catatan Pengalaman Seorang Sahabat‖ dalam Solichin Salam.Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta:Pusaka, 1981, hal. 201. 26 John D Legge. Soekarno, Sebuah Biografi Politik. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1996,h.321. 27 Bernhard Dahm. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES, 1987, hal. xiii. 28 Nazaruddin Sjamsuddin (ed). Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1993. 29 Solichin Salam. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966, hal. 63-67. Solichin Salam. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka. 1981. Artikel Oei Tjeng Hien. ―Catatan Pengalaman Seorang Sahabat‖ pada hal. 201-235. 30 Guntur Soekarno. Bapakku, Kawanku, Guruku. Jakarta: PT Dela Rohita. 1977. Buku setebal 265 hal. ini mengungkapkan keseharian Soekarno sebagai sosok Ayah di mata Guntur putera pertamanya.

Page 24: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

24

Soekarno juga menorehkan karya, antara lain dokter pribadi dr. Soeharto31

yang mengungkapkan sisi spiritual Soekarno, Juru Bicara Kepresidenan Ganis

Harsono mencatat rinci seluruh kegiatan persiapan pembangunan Gedung

Conefo32. Sementara itu Ajudan Kepresidenan Mangil Martowidjojo dalam

Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-196733 mengungkap ketertarikan Soekarno

pada arsitektur dan seni lukis. Bambang Wijanarko dalam Sewindu Dekat Bung

Karno34 mengungkapkan kesukaan Soekarno mendengarkannya menembang

Jawa, Maulwi Saelan35 mengungkap sejumlah benda-benda yang ditinggalkan

Soekarno saat meninggalkan Istana, di antaranya buku-buku tentang Arsitektur

Modern. Sejarawan Onghokham36 menyimpulkan adanya kepribadian Gemini

dari Soekarno sebagai tipe kompleks namun mengalami kesepian di akhir

kekuasaannya. Dalam Bung Karno & Seni37, Soedarmadji Damais mengungkap

peran Soekarno dalam Seni Rupa melalui pameran bertema tata ruangan dan

tata bangunan/tata kota. Di tahun 1990 Huib Akihary38 menuliskan Soekarno

sebagai salah seorang Arsitek di Indonesia. Wiryomartono39 menyebutkan

Soekarno Aktor Pembangunan Kota di Indonesia. Peran Soekarno sebagai

31 R Soeharto. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung. 1984, hal.163. 32Ganis Harsono.Cakrawala Politik Era Soekarno. Jakarta: Yayasan Idayu. 1985, hal. 180. 33 Mangil Martowidjojo. Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967. Jakarta: Grasindo. 1999, hal. 27, 108, 141, 485. 34 Bambang Widjanarko. Sewindu Dekat Bung Karno. Jakarta: PT Gramedia. 1988, hal.53 -57. 35Maulwi Saelan.Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta‘66, Kesaksian Wakil Komanda Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Hakl Bangsa. 2001, hal. 343-394. Berupa lampiran benda-benda milik Soekarno. 36Onghokham.Soekarno: Mitos dan Realitas dalam Taufik Abdullah.Manusia Dala Kemelut Sejarah. Jakarta:LP3ES.1988, hal. 45 37 Soedarmadji JH Damais. Bung Karno & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Karno. 1979, hal. 35. 38 Huib Akihary. Architectuur & Stedebouw in Indonesie 1870-1970. Zutphen: De Walburg Pers.1990, hal.142. 39A Bagoes P Wiryomartono. Seni Bangunan Dan Seni Bina Kota di Indonesia, Kajian Mengenai Konsep, Struktur, dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-Buddha, Islam Hingga Sekarang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1995, hal. 159-170.

Page 25: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

25

Arsitek praktisi ditemukan dalam karya Haryoto Kunto40 yang mencatat

Soekarno menjadi arsitek magang di biro Arsitek Schoemaker. Menjelang

peringatan 100 tahun Soekarno, Widiastuti dalam Bung Karno dan Arsitektur41

mengungkap sejumlah karya Soekarno di Bandung. Ali Chanafiah sahabat

Soekarno semasa di Bengkulu42 mengungkapkan sedikitnya lima buah

rancangan karya arsitektur Soekarno, antara lain masjid jami‘ Bengkulu, rumah

Residen dan Demang yang sempat didokumentasikan di tahun 2001. Di

tahun 2007 arsitek Bambang Eryudhawan43 menyebutkan Soekarno sebagai

Bapak Arsitek Indonesia.

Catatan kelekatan Soekarno dan Seni Rupa melalui koleksi lukisan

maestro milik pribadi Soekarno yang dihimpun Dullah dan Lee Man Fong,

dan peran Soekarno sebagai pelukis diungkapkan oleh Djuli Djatiprambudi44

melalui sejumlah lukisan Soekarno yang ditinggalkannya di Ende. Dalam

catatan penyair Sitor Situmorang45 dalam tulisannya mengutarakan peran

Soekarno sebagai Arsitek sekaligus pencipta puisi. Melalui puisi Aku Melihat

Indonesia tampak kecintaan Soekarno pada Indonesia antara lain panorama

alam serta kanak-kakn. Kemampuan menuliskan skenario drama semasa

40 Haryoto Kunto (ed) Deddy H Pakpahan. Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997.Bandung: PT Aerowisata.1997, hal. 67-91. 41Indah Widiastuti, ―Bung Karno dan Arsitektur‖ dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 565-574. 42 Chanafiah, M Ali. Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press. 2003, hal. 45, dan periksa juga M. Ali. Bung Karno di Bengkulu dalam dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 910-919. 43 Eryudhawan Bambang. Sukarno Arsitek Indonesia dalam Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia (ed.). Tegang Bentang. Jakarta:Gramedia.2007, hal. 75-88. 44 Djuli Djatiprambudi. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar Utomo. 2001, hal. 37. 45 Sitor Situmorang, ―Bung Karno Suka Sesuatu yang Indah‖ dalam Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Ibid. hal.740 - 749.

Page 26: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

26

pembuangan di Ende ditemukan dalam Bung Karno: Ilham Dari Flores Untuk

Nusantara46. Dan semasa di Bengkulu dalam Bung Karno Maestro Monte Carlo

1938-194347.

Karya Wijanarka mengungkap gagasan Ibukota Negara di Papandut

Palangkaraya. Dalam Soekarno dan Desain Rencana Ibukota RI di Palangkaraya48

diutarakan peristiwa pemancangan tiang pertama tanggal 17 Juli 1957.

Sejarawan Farabi Fakih dalam Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah

Soekarno49 mengungkap cara-cara Soekarno membangun kekaguman dunia

melalui rancangan bangunan estetis sebagai bagian esensial dari pembangunan

watak bangsa. Ketokohan Soekarno juga mengilhami tayangan televisi swasta;

Astro Awani50 menayangkan Dwi Tunggal Untuk Indonesia mengungkap

ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur. Sementara itu stasiun TV One51

menayangkan Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia sebagai destinasi wisata.

Stasiun MetroTV52 dalam Monumen Sang Pemimpin mengungkap

Monumen karya Soekarno. Menyusul Komunitas Salihara53 dalam The Monument

mengungkap sisi artistik Soekarno dalam karya Edhi Sunarso.TransTV54

menayangkan Pencitraan Negara Lewat Busana, mengungkap busana khas jas dan

46 Lukas Batmomolin.et.al Bung Karno: Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Nusa Indah. 2001,

hal. 50. 47 Agus Setyanto. Bung Karno Maestro Monte Carlo.Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006, hal. 54-192. 48 Wijanarka. Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006, hal. 23. 49 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak. 2005, hal. 181 50 Astro Awani TV .Program Acara Telaah : Dwi Tunggal Untuk Indonesia, 2007. 51 TV One51 . Program Acara Riwajatmoe Doeloe :Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia. 2008. 52 MetroTV. Monumen Sang Pemimpin tayang Desember 2009 dan Juni 2010.Dapat di-download melalui Youtube MetroTV. 53 Asikin Hasan. Video Dokumenter : The Monument, 2010. 54 TransTV54. Program Acara Merah Putih – Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana, 2011.

Page 27: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

27

peci hitam Soekarno. Stasiun MetroTV55 menayangkan Indonesia Merangkul

Dunia menggambarkan perjalanan Soekarno di forum Internasional.

Sebagai sentral telaah telah saya kaji tiga karya disertasi satu dasa

warsa terakhir bertema Soekarno, yaitu karya Abidin Kusno dari Binghamton

(2000), Yuke Ardhiati dari Universitas Indonesia (2004), dan Eka Permanasari

dari Melbourne University (2007). Kusno56 dalam Behind the Postcolonial

Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia mendeskripsikan peran

Soekarno dan Soeharto sebagai aktor kunci kemunculan dan perkembangan

sosio-budaya terkait pembentukan arsitektur dan perkotaan sebagai akumulasi

pengetahuan masa kolonial berbasis kebangsaan. Ceruk yang terlepas adalah

makna dalam arsitektur dan arketipe keruangan warisan masa kolonial. Pada karya

Yuke Ardhiati, Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Sumbangan Soekarno

di Indonesia 1926-196557 mengungkap mentalite58: alam pikiran bawah sadar serta

perilaku otomatis berupa peran, norma, interaksi, dan makna yang mencuat

(emergent) melalui artifak peninggalannya.

Terungkap, pertama, budaya multikultur dan pendorong tindakan

Soekarno. Kedua, memetakan karya Soekarno dalam periodisasi. Ketiga,

mengungkap karya Soekarno secara semiotika. Keempat, mengungkap etik dan

estetik karya Soekarno.Kelima, menyimpulkan mentalite Soekarno. Adapun hal

yang terlepas adalah persoalan keruangan dan makna kehadiran arsitektur era

55 MetroTV. Indonesia Merangkul Dunia, 2011. Dapat di-download melalui Youtube MetroTV. 56 Kusno, Abidin, Behind the Postcolonial. Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia, 2000.History and Theory of Art and Architecture Graduate Program at The State of New York, Binghamton.2000, hal. x. 57 Yuke Ardhiati, Disertasi Doktor Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004. 58 Lloyd, Christopher.The Structure of History. London: Blackwell. 1993, hal. 89.

Page 28: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

28

Soekarno. Eka Permanasari59 dalam Constructing And Contesting the Nation: The

Use and Meaning of Soekarno‘s Monument‘s And Public Places in Jakarta

mengungkap makna nasionalisme pada monumen dan area publik era

Soekarno serta perlakuan pemerintah melalui pendekatan spasial. Ceruk yang

terlepas dari Permanasari adalah kedalaman filosofis perancangan, makna

dalam arsitektur, serta kurangnya memanfaatkan sumber data primer. Ceruk-

ceruk yang terlepas dari ketiga Disertasi akan dijadikan sebagai tumpuan

penelitian ini.Ceruk penelitian karya Abidin Kusno, antara lain; 1)

pengungkapan makna objek arsitektur postcolonial, 2) eksplorasi arketipe

keruangan, 3) eksplorasi ‗Apa‘ serta ‗Bagaimana‘ karya arsitektur di awal

kemerdekaan, 4) penyuguhan otensitas data. Sementara itu karya Yuke

Ardhiati, 1) pengungkapan persoalan keruangan yang diakibatkan Penguasa, 2)

pengungkapan makna dalam arsitektur, 3) perluasan penelitian ke ranah

arsitektur. Pada karya Eka Permanasari, antara lain; 1) perlunya eksplorasi

kedalaman filosofis perancangan, 2) perlunya pengungkapan unsur estetis

dalam arsitektur, 3) perlunya optimalisasi pemanfaatan narasumber. Dari

ketiga Disertasi di atas saya temukan perbedaan mendasar kata kunci yang saya

unggulkan.Pembahasan proses kehadiran karya Arsitektur, dan terminologi

―Arsitektur Panggung‖ tidak terdapat pada ketiganya. Berdasar telaah di atas

dipastikan penelitian yang berbasis data kesejarahan yang mengungkap

Soekarno dalam proses kehadiran arsitektur yang dipertautkan data kesejarahan

berdasar rentang waktu yang relatif panjang sejak Soekarno Muda hingga di

akhir jabatan sebagai Presiden belum dieksplorasi oleh Peneliti lain.

59 Permanasari, Eka.Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Soekarno‘s

Monument‘s And Public Places in Jakarta, 2007.

Page 29: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

29

Untuk memahami teori terkait ruang dan arsitektur, disinggung teori

ruang Van de Ven, Space in Architecture60, yang kini tergantikan oleh teori

ruang displacement-container Newton dan Teori Relavitas Ruang, space-time

continuum gagasan Einstain. Sebagai karya, Ven telah berjasa dalam

pengungkapan sejarah yang melatari gerakan The Modern Movement dan sekolah

desain Bauhaus61. Teori Ruang Planimetrik dirasa terlalu mengagungkan hal-hal

teknis yang didikte oleh produsen material, sehingga ranah arsitektur kurang

mampu menjadi media untuk mengekspresikan ide-ide maknawi yang

seharusnya terlahir sebagai gagasan sebagaimana pernah diperankan Bauhaus.

Pengungkapan makna kehadiran objek arsitektur menempuh tiga cara

sekaligus. Pertama, mengungkapkan pengalaman visual terhadap ‗Apa‘ yang

ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan bentuk dan kualitas objek

secara teraga – tangible. Ketiga, mengungkap pengamatan intangible – tak teraga

sebagai khora menyerupai proses memutu melalui intepretasi makna. Teori Ruang

Ven digunakan untuk memahami cara kedua yaitu ‗persepsi ruang‘ karya

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang juga menampilkan gaya Arsitektur Modern,

60 Cornelis Van de Ven. Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of the modern movement.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978, hal. 135. yang telah menjadi rujukan dalam pendidikan arsitektur termasuk di Indonesia sekitar tahun 1980-an bersandar budaya Romawi yang merumuskan ‗ruang‘ sebagai perluasan kata space. Berasal dari kata spatium yang dicetuskan oleh Aristoteles. Ven telah merumuskan ‗persepsi ruang‘ berbasis geometri-matematis dan konsep keindahan, antara lain; a) ruang planimetrik atau ruang dua dimensional, b) ruang perspektif satu titik atau tiga dimensional, c) ruang waktu ‘irasional‘ atau ruang empat dimensional, d) ruang imajiner seperti film bergerak. 61 Periksa Bagoes P Wiryomartono.Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern di Jerman dan Post Modernism. Yogyakarta:Universitas Atmajaya, 1993,h.47. Sekolah Desain Bauhaus memiliki arti khusus pembinaan arsitektur abad ke 20 didirikan Walter Gropius.

Page 30: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

30

sebagai pemandu mengalami keruangan secara dua dimensional, tiga

dimensional, penjelajahan waktu irasional serta ruang imajiner.

Pengertian arsitektur telah berproses sejak Vitruvius menuliskan De

Architectura atau The Ten Books of Architecture62 pada 33-14 SM, arsitektur sebagai

imitasi dari alam dan cara merancang bangunan yang bersandar tiga tonggak

ketergunaan, kekokohan dan ketercintaan/keindahan. Pengertiannya meluas

sebagai pengetahuan merancang lingkung bangun untuk menjamin kualitas

kehidupan manusia terkait cara membangunnya63 sekaligus wadah berkegiatan

yang bersifat resemblance berupa kemiripan, kesamaan, persamaan, keserupaan

yang mewujud visual. Akar kata arsitektur berkorelasi dengan tekhnē

menjelaskan kerajinan, ketrampilan dan kepekaan seni dalam arsitektur skala

ruang hingga skala kota. Budayawan Mangunwijaya memperkenalkan

wastuwidya sebagai pengganti istilah architektuur yang dinilai mengandung makna

dari sekadar tekhnē.

Arsitek Gunawan Tjahjono64 menambahkan unsur makna sebagai

sesuatu yang tercerap melalui penciptaan ruang-tempat-waktu-peristiwa

sebagai hal tersembunyi dalam proses memutu ‗menjadi‘ ruang/arsitektur

pengembannya disebut Arsitek. Kata ―Arsitek‖ dimahkotakan pada Aktor yang

berkecakapan teknis membangun serta kepekaan keindahan dalam

menghadirkan karya secara ‗poetic‘ sebagai karya konstruktif sekaligus inspiratif.

62 Vitruvius.Morris Hicky Morgan (terj.)The Ten Books of Architecture. New York: Dover, 1960, hal. 31. 63Webster‘s New Encyclopedic Dictionary mengartikan architecture sebagai seni dan pekerjaan merancang bangunan, metode/gaya bangunan.A Dictionary of Architecture merujuk John Raskin perlunya seni demi tergubahnya arsitektur yang berkesan indah. 64 Tjahjono, Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002, dan Tjahjono, Gunawan. Rajin dalam Hardiati, Endang Sri (ed). Pentas Ilmu di Ranah Budaya. 9 Windu Prof. Dr. Edi Sedyawati. Denpasar: Pustaka Larasan, 2010, hal. 528-539.

Page 31: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

31

Kata ‗poetic‘ terilhami oleh Poetics of Space65 karya Bachelard untuk

menggambarkan ruang inspirasi yang abadi dari tempat kelahirannya.

Bachelard juga mengilhami Antoniades penggubah Poetics of Architecture66

sebagai kesepadanan karya arsitektur dengan gubahan puisi karena telah

melampaui perenungan mendalam (contemplative), ketelitian tinggi (rigorous),

rohaniah (mentally), spiritual (spiritually) serta kemampuan sains (scientifically).

Sejumlah Pakar dan Maestro di bidang arsitektur perlu pendefinisian

arsitektur menurut pandangan pribadinya. Maestro Le Corbusier, pada

tahun 1923 mengatakan arsitektur sebagai ‗sesuatu‘ yang tiba-tiba menyentuh

hati dan mendorong rasa senang yang diperoleh melalui material konstruksi.

Louis Kahn menyatakan bahwa arsitektur sebenarnya itu tidak ada, yang ada

adalah karya arsitektur. Arsitektur itu ada di dalam pikiran seseorang yang

berkarya, yang menawarkan semangat bukan gaya, yang memahami teknik

bukan metode. Arsitektur adalah perwujudan yang terukur.

Raskin67 mewacanakan arsitektur dalam trio emosions; emotion intended,

emotion inherent, dan emotion evoked. Ia membedakan objek yang diamati adalah

arsitektur atau hanya sekedar bangunan. Emotional intended untuk mengamati

objek arsitektur untuk dapat dipahami Pengamat sesuai maksud kehadiran

objek. Cara memandang emotional inherent untuk memahami sejauh mana objek

arsitektur mampu menyampaikan pesan dan kesan tertentu dan pendekatan

emotional evoked melalui sejauh mana objek arsitektur mampu

merangsang/menggugah. Ketiganya memumpun makna kehadiran ruang dan

65Bachelard, Gaston. La poétique De l‘espace.Seminaire. 1954. ENSAM 2005/ 2006 Studio-S4, Chapitre 2. Periksa Gaston Bachelard (transl.) French by Maria Jolas. The Poetics of Space. Boston: Beacon Press, 1958, hal 8. 66 Antoniades, Anthony C. Poetics of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990, hal. 4. 67 Raskin, Eugene.Architecturally Speaking. New York: Bloch Publishing Company.1954, h.10

Page 32: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

32

bentuk dalam memahami fenomena komunikasi simbol-simbol yang ertangkap

manusia.Rasmussen68 memumpun cara memberi makna karya arsitektur bukan

melalui menjelaskan secara visual yang ditampakkannya melainkan juga dengan

mengalami keruangannya bersandar pada pengamatan keterpautan seni yang

menjadi struktur pembentuknya, karena arsitektur memasuki ranah sebagai

karya fine art. Melalui form nya sebuah karya akan tampak kedalaman

impresinya, demikian pula melalui proporsi dua ataupun tiga dimensionalnya.

Yi Fu Tuan mengutarakan keberhasilan arsitektur69 diperoleh saat karyanya

mampu mengartikulasikan pengalaman sebaik mungkin melalui bentuk-bentuk

yang peka terhadap suasana hati, perasaan, ritme kehidupan/kegunaan. Arsitek

Tadao Ando70 mengutarakan cara berpikir arsitektural sebagai logika abstrak

menandai eksplorasi yang meditatif sebagai kristalisasi atas kompleksitas dunia.

Di Indonesia, wastuwidyawan Mangunwijaya71 memandang karya

arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan guna dan citra yang

disebut vasthu. Yuswadi Saliya72 mengibaratkan arsitektur menyerupai expanding

universe dari alam raya secara terus-menerus yang batas-batasnya adalah

kreatifitas dan imajinasi manusia. Dalam the Architecture of Good Intentions73

Rowe, menggagas cara-cara re-trospeksi sebagai pandangan kritis dalam

memaknai karya Arsitektur Modern. Rowe mewacanakan pengamatan melalui

68 Rasmussen, Steen Eiler.Experiencing Architercture. Cambridge: The MIT Press.1962, hal. 9. 69Tuan, Fu Yi.Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of Minnessota.1977, hal. 100. 70 Ando, Tadao.Toward New Horisons in Architecture in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996, hal. 458. 71 Mangunwijaya, Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, h.332 dan 348. 72 Saliya, Yuswadi.Perjalanan Malam Hari. Bandung: LSAI-IAI Jawa Barat. 2003, hal. 200. 73 Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. London: Academy Editions.1994, hal. 6-7.

Page 33: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

33

bingkai epistemology, eschatology, iconography, mechanism dan organism.

Pencerahan dalam arsitektur terjadi saat kemunculan karya arsitektur

kelompok postmodernism di tahun 1980-an saat Peter Einsenman, Frank Gehry,

Benard Tschumi, dan Zaha Hadid menggubah karya kontemporer yang dinilai

oleh Derrida sebagai karya dekonstruktivis. Peter Eisenman74 memandang

arsitektur sebagai proses menciptakan di masa lalu agar berkah di masa depan.

Frank Gehry berpendapat bahwa arsitektur merupakan upaya kecil dari

manusia yang berlatih untuk percaya pada potensinya dalam membuat

perbedaan yang mencerahkan melalui konteks indah. Melalui karya Event-Cities,

Tschumi75 menerapkan konsep Cities of Pleasure yaitu ‘keterkejutan‘ bagi

‘kesenangan‘ khayalak. Sementara itu Zaha Hadid mengutarakan artspace - a

sense artificial place for a walk berupa promenading yaitu karya yang dinikmati seraya

berhenti sejenak dengan tampilan menarik.

Pemikiran kritis Derrida, filsuf yang bukan arsitek mengandung nilai

gagasan yang mampu memumpun proses kehadiran arsitektur. Gagasan

Derrida L‘Mainténant Architecture76-arsitektur dalam konteks kekekinian, bukan

hanya membicarakan karya arsitektur akan tetapi juga tata cara menggubah

ruang menjadi tempat bagi ‗peristiwa‘ yang mengesankan. Karya arsitektur

sebagai trans-architecture muncul sebagai peristiwa memperluas perannya

kontemplatif bagi seni dan pengguna. Events – peristiwa menurut Derrida

tidaklah sesederhana pengertian lazimnya, melainkan events yang dekat

74 Eiseman, Peter. The End of the Beginning, the End od the End in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 211. 75 Prosesi pembakaran kembang api berlangsung di Paris 20 Juni 1992, Tschumi, Benard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press.1999, hal.11. 76 Derrida, Jacques. Architecture Where Desire Can Live dalam Neilleach (ed). Rethinking Architecture: a Reader in cultural theory. London: Routledge, 1997, hal. 324 – 330.

Page 34: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

34

hubungannya dengan madness/La folie - kegilaan sesuatu yang megalomaniak.

Pengutaraan Derrida tentang arsitektur sebagai ‗peristiwa‘ menyenangkan,

menghibur selain sisi keindahannya menjadi semacam konsepsi atau

narasi/skenario yang mendahului fisiknya sebagai makna yang ditanamkan ke

dalam fisik arsitektur. Konsepsi itu merefleksi proses memutu menyerupai

karakteristik khora sebagai ‗sesuatu‘ yang dicerap sebagai ide bentuk

arsitektural. Rumusan arsitektur di atas menggiring pengertian arsitektur dalam

karya ini merujuk pengetahuan membangun karya bangunan yang indah serta bermakna

karena mengandung skenario artistik untuk menyenangkan pemirsanya yang dalam proses

memutu dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa yang selaras dengan konsep point

de folie – L‘Maintenance Architecture gagasan Derrida. Sekilas, pandangan Derrida

tidak dimungkinkan sebagai rujukan dalam mengungkap proses kehadiran

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ karena ruang-tempat-waktu serta peristiwanya

tidak sejaman, namun setelah menelisik konsep Cities of Pleasure - karya

arsitektur yang dipandang sebagai metafora kesenangan atau hiburan kota,

maka analogi Events-Cities dapat dirujuk.

Dalam proses memutu karya arsitektur ‘Projek Mercusuar‘ telah

menunjukkan diri sebagai karya a Place of Pleasure - tempat yang

menyenangkan/membanggakan. Penerapan konsep a Place of Pleasure

mengandung skenario artistik ‗peristiwa‘ yang bersifat la folie - kegilaan,

sehingga karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang merepresentasi L‘Mainténant

Architecture sebagai Arsitektur di kekinian. Selain spectre Sang Penggagas terjejak

padanya, juga mempertunjukan esensi ide arsitektur ‗menggelar‘ ber-proses

memutu yang selalu berubah di setiap ruang-waktu.

Page 35: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

35

Wacana arsitektur yang bermakna memposisikan makna menjadi hal

yang penting, yaitu ‗sesuatu kualitas‘ yang tercerap melalui penciptaan ruang-

tempat-waktu-peristiwa merupakan hal yang tersembunyi, hal metafisik yang

terkandung dalam process memutu kehadiran karya arsitektur yang dinamai

khora77. Khora merupakan realitas ketiga dalam Timaeus karya Plato; pertama,

Fix sesuatu yang tidak berubah bentuk, tidak diciptakan/dihancurkan

dan tak terlihat indera. kedua, Being ‘menjadi Ada‘ sebagai bentuk

‗menyerupai‘, bergerak dan dipahami indera. Ketiga, Khora ‗sesuatu‘ yang

abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being,

tertangkap indera, seperti mimpi yang ada di suatu tempat atau ‗ruang‘.

Plato menggambarkan ‗FORM' sebagai bentuk yang ‗Ada‘ didalam pikiran

manusia dan bukan 'SHAPE' sebagai wujud objek ‗di luar sana‘.

Saat Plato78 menjelaskan ‗api‘ yang dipandang bukan dari warna atau

bentuknya melainkan kualitas yang dipancarkan sebagai rasa panas atau dingin.

Khora kemudian didekonstruksi oleh Derrida79 Khora reaches us, and as the name

and when a name comes, it immediately says more than the name: the other of the name and

quite simply the other, whose irruption the name announces. Khora sebagai si Nama/si

Lyan yang kehadirannya mendadak/meletup menggambarkan sosok unik-

alien, dissymetri-sesuatu yang tak berbentuk, triton genos - sejenis ras ketiga.

77Khora istilah Yunani.Periksa Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus.360 BC.Republished 2008 by Forgotten Books, hal. 60. Sebagai unsur dari Tiga Realitas gagasan Plato dari Yunani yang didekonstruksi oleh Jacques Derrida: On The Name, 1995, hal. 89. 78 Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus. 360 BC. Republished 2008 by Forgotten Books, hal. 60. Khora digunakan Plato dalam sebuah percakapan yang menjelaskan tentang ‗api‘. Pengertian ‗api‘ dipandang bukan dari warna yang ditampakkanya akan tetapi dari kualitas yang dipancarkannya sebagai rasa panas atau dingin. 79 Dalam risalah Jaques Derrida (ed) Dutoit, Thomas. On The Name. California: Stanford University Press,1995, hal.89, termuat karakteristik Khora sebagai hasil dekonstruksinya.

Page 36: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

36

Derrida memandang khora memiliki karakteristik ‗ruang‘ dalam arti tempat,

lokasi, wilayah, area luas/country, disebut figures, form, perwujudan wadah,

wujud, representasi rahim ibu-perawat yang feminine, objek penerima isi

muatan-receptacle dan pembawa-tanda/jejak-imprint bearer. Khora dicerap

sebagai ide form/ bentuk arsitektural dalam proses memutu. Krell mengapresiasi

khora dalam Archeticture, Ecstacies of Space, Time, and The Human Body80

menyatakan feminitas khora sebagai upaya mengisi kemandegan teori

Arsitektur Barat yang hanya bersandar pada penguasaan teknis, teknologis dan

arsitektonis namun melewatkan unsur tic atau desain.

Selain dirujuki On the Name juga dikritisi. Jacques Derrida, Chanter81

mengkritisi feminine Chora sebagai nuansa ‗ketidakstabilan‘ yang mengubah hal

semiotik menuju simbolis. Penolakan terhadap Chora juga dialamatkan oleh

Peneliti Arsitektur ‗Nusantara‘, Prijotomo menolak cara platonic-chora untuk

mendiskusikan ‗rong‘82 dalam Arsitektur Jawa, juga Adiyanto83 yang

memandang chora pengutaraan Derrida bukanlah filsafat yang ‗mantap‘ karena

penuh ‗goncangan‘ dan ‗kerapuhan‘ yang menempatkannya di ranah

epistemologi. Sekalipun masih menjadi wacana yang diperdebatkan, karya ini

merujuk khora84 merujuk dekonstruksi Derrida bersandar naskah asli Timaeus.

80David Farrel Krell. Ecstacies of Space,Time and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997, hal. 12. 81 Chanter, Tina. Abjection, Death and Difficult Reasoning:The Impossibility of Naming Chora in Kristeva and Derrida.In Woodruff, Peter and Kujundzic, Dragan (ed).Khoraographies for Jacques Derrida, Tympanum 4, 2000, risalah nomor enam.. 82 Prijotomo, Josef (ed.all).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25 83 Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal.300. 84 Derrida secara khusus mendekonstruksi Khora merujuk naskah asli Timaeus Plato dengan tajuk On the Name dan mendeskripsikan rinci karakteristik Khora.

Page 37: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

37

Dirujuki karena tafsirnya membuka wacana différance85 sebagai penangguhan makna

yang purna, sebuah kesementaraan yang justru memberi ‗ruang‘ kreatif kepada

Peneliti terutama bagi ranah arsitektur dan desain ingin mengungkapkan proses

memutu sebagai ungkapan kreativitasnya. Situasi kontroversial yang berasal dari

Peneliti arsitektur ‗nusantara‘ terhadap khora tidak menyurutkan khora sebagai

rujukan. Kontroversi itu bahkan meneguhkan khora/ chora sebagai kelenturan

dalam memaknai keilmuan, yang saya yakini menjadi peluang bagi kehadiran

khora dalam memperoleh tempat sebagai tema khas.

Kehadiran khora mengilhami pe-redifinisi-an kehadiran karya

arsitektur, salah satunya melalui karya Alberto Perez-Gomez. Dalam Chora:

The Space of Architectural Representation86, khora sebagai ‗ruang pengakuan‘-

space of recognition melalui panggung proscenium di masa Yunani Kuno.

Khora sebagai ‗ruang pengakuan‘ ditampakkan pada ide rancangan

amphitheater di Ruang Kemerdekaan di Tugu Nasional. ‗ruang pengakuan‘

terjadi di saat mendengarkan seksama rekaman suara pembacaan kembali

Teks Proklamasi oleh Soekarno. Pernyataan kemerdekaan Indonesia itu

membimbing pengakuan kewilayahan Ruang ke-Indonesia-an yang

dilengkapi atribut-atribut kemerdekaan seperti aksara proklamasi, peta

wilayah kepulauan Indonesia, Sang Saka Merah Putih serta lambang

Negara Garuda Pancasila.

85Istilah différance diciptakan Derrida melalui "Cogito et histoire de la folie" 1963. Différance diartikan penangguhan makna dan adanya perbedaan, espacement atau ‗jarak‘ menyangkut kekuatan yang membedakan unsur-unsur satu sama lain menyerupai oposisi biner. 86Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez, Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of Architecture.London Buffalo:McGill-Queen‘s University Press, 1994, hal. 15.

Page 38: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

38

Sepilihan risalah serial Chora87 cenderung menggiring konsep

Khora/Chora melampaui ranah metafisik yang tidak dapat dijangkau rasionalitas

karena bersandar hal-hal yang gaib, kecuali Krell yang menganggap Khora

sebagai pemberi nafas feminine kehadiran karya arsitektur serta konsep ‗ruang

pengakuan‘merujuk Perez. Oleh karenanya, Khora saya rujuk dari Derrida yang

disederhanakan pengertiannya sebagai proses memutu kehadiran karya

arsitektur sebagai ‗penyedia bagi yang hadir untuk being‘ terkait form.

Pengungkapkan proses memutu kehadiran karya arsitektur ‗Projek

Mercusuar‘ di era Soekarno bersinggungan dengan kekuasan, akan dirujuk teori

arsitektur berpotensi menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban

termasuk karya arsitektur. Penelusurannya melalui jejak peradaban, jejak

keruangan, dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba –

arketipe. Teori Arketipe Keruangan - Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell88

memumpun pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa yang

sering kali didorong oleh alam tidak sadar – unconscious bahkan tidak jarang

ditemukan berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik. Lobell

terilhami oleh Jung. Dalam Approching Unconscious. Man and His Symbol, manusia

cenderung menciptakan simbol-simbol tertentu tanpa disadarinya, yang

menyiratkan ‗sesuatu‘ secara lebih jelas dari makna langsung yang mewakili

konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar.

87 Simak David Farrel Krell Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: New York Press. 1997, hal. 13. 88Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.

Page 39: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

39

Terdiri dari beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal

masa lalu. Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang

tidak dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang

kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap. Arketipe keruangan akan

diterapkan sebagai penelusuran non material berupa pikiran impersonal tokoh

Soekarno sebagai metode menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang

telah wafat dan berjarak terhadap masa penelitian, sehingga ditelusur melalui

jejak karyanya. Cara ini masih dikatakan langka bagi penelitian arsitektural.

Lazimnya, pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui

wawancara atau tulisan oleh yang bersangkutan. Akibatnya, pengungkapannya

sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris89. Penguasa ingin

mengontrol yang diucapkan, atau dituliskan, bahkan membuang hal yang

dirasanya tidak perlu. Penelusuran merujuk Lobell menjadi terobosan karena

bersandar jejak yang dipertautkan dengan hal metafisik90 yang terlewatkan.

Spatial Archetype-Arketipe keruangan gagasan Lobell dan Sanberg, terilhami

oleh ingatan kolektif berupa citra kepurbaan yang timbul di permukaan

kesadaran ketika mewujud batas ruangnya.

Selain merujuk khora, cara memahami makna ‗Projek Mercusuar‘

Soekarno ini merujuk konsep Ruang Jawa dan Bali sebagai latar

memahami budaya multikultur yang terdapat dalam diri Soekarno yang

dipengaruhi adanya perbedaan budaya kedua orang tuanya, Raden

Soekeni Sang Ayah, Ningrat Jawa yang Islam, dan Ida Ayu Nyoman Rai

Sarimben, Sang Ibu dari kasta Brahmana dari Bali.

89 Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan mengabaikan tulisan. 90 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya.

Page 40: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

40

Budaya multikultur meliputi diri Soekarno merujuk Ardhiati 91 berdampak

pada cara Soekarno merancang keruangan Kawasan Tugu Nasional.

Pengaruh budaya Jawa terpancar dari jejak ide rancangan bentuk yang

bersepadan konsep Pajupat Kalima Pancer berupa orientasi empat arah mata

angin pada rancangan Tugu Nasional. Pola-pola ruang mewujud empat

persegi/bujur sangkar ber-undak menyerupai bentuk candi Jawa.

Keruangannya mengisyaratkan makna spiritual Rumah Jawa, yang semakin ke

arah dalam semakin ‘menggelap‘ sebagai ungkapan hirarki kesakralan ruang

merujuk Tjahjono92. Ide keruangan di Tugu Nasional yang didasarkan pola

empat persegi sama sisi memperteguh konsep mandala93. Simbol esensi mutlak

mandala menyerupai lingkaran; lingkaran dalam bujur sangkar; bujur sangkar

dari lingkaran; pusat dengan arah ke segala ruang sekaligus lambang ruang,

waktu, keterbatasan, serta wujud yang berbatas.

Mandala diartikan sebagai hadirnya esensi dalam ruang dan waktu

eksistensi, hadir yang sempurna, suci dan mutlak dalam dunia manusia. Ide

pola keruangan menyerupai mandala di Tugu Nasional diartikan sebagai upaya-

upaya menghadirkan ‘ruang dan waktu‘ yang suci serta mutlak bagi manusia

Indonesia, sekaligus memberi perbedaan eksistensi jagad manusia, jagad semesta

dan jagad transendental Illahyah sebagai tatanan hirarkis keruangan di Tugu

91 Ardhiati, Yuke. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia 1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta: Universitas Indonesia, 2004, hal. 106. 92 Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimension of House Shapes in Kota Gede and surroundings Unpublished dissertation, University of California at Berkeley, 1988, hal. 104. 93 Sumardjo, Jacob. Arkeologi Budaya Indonesia. Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap artefak-artefak kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Qalam. 2002, hal. 195.

Page 41: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

41

Nasional yang menyerupai ‘Ruang Jawa‘ merujuk pengutaraan Supriyadi94.

Bentukan ide ‘Ruang Jawa‘ termanifestasi pada gerbang Kala-Makara di Ruang

Kemerdekaan berupa sepasang gerbang megah yang membuka serta menutup

otomatis, disertai lantunan rekaman nyanyian Padamu Negeri. Di saat

lempengan logam penutup permukaan ‘menghilang‘ ke atas, terkuaklah kotak

kaca keemasan sebagai tempat Bendera Sang Saka Merah Putih.95

Suasana menyerupai pertunjukan itu mengungkap adanya dimensi ruang

sakral dan profan ‘Ruang Jawa‘ berupa tabir ‖panggung‖ yang dinamai pakeliran

pewayangan96. Dalam keadaan gerbang tertutup, suasana di sekeliling tercipta

‘ruang profan‘ karena tersaksikan kasat mata. Saat kedua sisinya menepi,

terkuaklah lempengan logam berhias padma membatasi ‘ruang‘ masa lampau

yang menggelar atribut-atribut peristiwa sakral 17 Agustus 1945, yaitu Sang

Saka dan Teks Proklamasi yang disuarakan. Senarai mengasah ‘mata batin‘ saat

berlangsungnya rekaman suara Soekarno membacakan kembali Teks Proklamasi

lokasi itu menjadi pusat pertunjukan. Karena berlokasi tepat sumbu bangunan,

situasi ini mengantar pemahaman ‘ruang sakral di tempat yang sakral‘ :

pernyataan merdeka yang sakral yang diucapkan tepat di catuspatha titik pusat

garis persilangan yang dimaknai oleh masyarakat Hindu sebagai titik

suci/sakral. Ruang pakeliran yang tercipta tepat di garis sumbu tegak/axis mundi

bangunan Tugu Nasional yang bertumpu di catuspatha menjadikan Tugu

94Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010. 95 Berdasar foto dokumentasi arsip pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh Keluarga kepada saya, terungkaplah misteri lokasi bendera Sang Saka Merah Putih adalah pada kotak kaca yang ditempatkan di balik pintu gerbang Kala-Makara di Ruang Kemerdekaan Tugu Nasional. 96Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010.

Page 42: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

42

Nasional merefleksi bangunan suci. Jagad transendental Illahyah di Kawasan Tugu

Nasional bersepadan dengan kosmologi Jawa. Keruangan yang terjadi di

lokasi puncak tugu adalah keruangan yang berbatasan angkasa bebas sebagai

manifestasi ‘Ruang Manusia‘ yang melebur ke dalam ‘Ruang Illahyah‘ yaitu

manifestasi terjadinya awang-awung atau ruang tanpa orientasi sebagai tujuan akhir

cita-cita keberadaan manusia Jawa.Secara tidak disadari Soekarno menggubah

filsafat Manunggaling Kawula Gusti melalui ide penempatan Lidah Api.

Situasi itu berselaras konsep Arsitektur Jawa merujuk Adiyanto97.

Disimpulkan, Soekarno telah menggemakan ‘cita-cita bangsa Indonesia

menggapai langit‘ sebagai simbol tujuan akhir perjuangan bangsa Indonesia

melalui Api Kemerdekaan di lokasi puncak Tugu. Sebagai manusia Jawa,

Soekarno tidak terlepas dari Dualitas Jawa yaitu keberadaan penghuni jagad

yang saling melengkapi secara harmonis maupun paradoksal, termasuk

mempercayai ilmu kecocokan atau ngelmu gathuk (bhs. Jawa) berdasarkan

petungan sebagai penentu kedudukan seseorang dalam kosmos.Konsep petungan

di Tugu Nasional yang terungkap bukan merujuk petungan Jawa, melainkan

ukuran bangunan yang didasarkan angka-angka hari sakral 17-8-1945. Angka

17 sebagai ukuran ketinggian Cawan dari muka tanah, angka 8 sebagai ukuran

core bangunan, modul lebar ruang dan angka 45 sebagai lebar Cawan Tugu.

Gagasan Prijotomo yang mengeksplorasi orisinalitas ruang dalam Arsitektur

Jawa melalui rong, teritori serta ruang sebagai kehadiran yang menghadirkan

bayangan yang menaungi98 terwujud sebagai ‘ruang berteduh‘ di Tugu Nasional

97 Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa. Disertasi Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011, hal.4. 98Prijotomo, Josef (ed.all).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25. Rong yang artinya liang, lubang, atau kamar disanding dengan

Page 43: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

43

yang membentuk liukan Cawan Tugu ukuran raksasa merupakan kesepadanan

Arsitektur Jawa dengan konsep khora. Penyandingan konsep rong dan konsep

khora ini disandarkan universalitas keilmuan ‗manca‘ dengan ‗nusantara‘ yang

terinspirasi wacana dari filsuf Islam Al-Farabi dan Ibn Sina penggagas Neo-

Platonic, Al-Kindi dan Al-Razi99. Universalitas keilmuan juga terungkap melalui

Serat Gumalaring Dumadi: Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni100 sebagai

kehadiran Sang Suksma Sajati (Sang Pencipta) yang mendahului asal-muasal

terjadinya bumi (bawana) dan sebelum terjadinya awung-awung.

Satuhune ing sadurunge ana apa-apa (sadurunge ana awang-uwung) iya ing sadurunge bawana iki dumadi, Pangeran wus jumeneng, mangkono uga ingsun : Suksma Sajati Iya ing kono mau kang sinebut kahananing Pangeran lan Ingsun lan iya kahananing alam sajati, iya Kadhatoning Pangeran lan Iingsun, Ingsun lan Pangeran lenggah aneng telenging urip, sadurunge Bawana mau dumadi. Pangeran kagungan karsaa nurunake Roh suci, iya woroting Pangeran, nanging karsa mau kandheg, sabab durung ana wadhahe lan panggonane, mula Pangeran banjur yasa Bawana, kang tinitahake dhingin, ya iku anasir patang prakara kang diarani : swasana, geni, banyu, lan bumi. Dumadining anasir patang prakara iki, sanadyan saka pangwasaning Pangeran, nanging uga mijil saka Pangeran, mula kena den upamakake diyan lan kukuse, upama Pangeran diyane, anasir kang dadi kukuse.

Diceriterakan, sebelum Bumi dicipta, Sang Pencipta – Sang Pangeran

ingin menurunkan Roh Suci, tertunda karena Bumi Bawana belum ada. Maka

diciptakanlah Bumi dari bahan dhingin, terdiri dari swasana, geni, banyu, lan bumi

(udara, api, air, tanah). Substasi Serat itu menunjuk kesepadanan realitas

sebagai ‘Ruang‘ melalui cara diskusi batiniah-jasmaniah. Prijotomo menolak cara platonic untuk mendiskusikan rong. 99Fakry, Majid. AHistory of Islamic Philosophy.New York:Columbia University Press, 1983, hal. 116. 100Sunarta. Gumalaring Dumadi:Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni. Surakarta: (Wet) setat seblan 1912 No.600), 1932, hal. 9.

Page 44: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

44

gagasan Plato yang juga menyebutkan udara, api, air dan tanah sebagai unsur

pembentuk Bumi. Gagasan teritori juga terungkap melalui Serat Babad Donya101

mengungkapkan wilayah geografis kawasan pulau ‗Djawa‘ dan Benua Asia

Tanah Asia sebagai tanah terbesar di seluruh dunia tanah air para Nabi besar.

Luasnya mencapai 880.000 mil persegi setara sebagai 40 kali luas pulau Jawa.

Pemaparan sastra ‗nusantara‘ itu meneguhkan karakteristik khora menyerupai

teritori/wilayah/Negarasebagai titik temu perbedaan cara pandang keilmuan

‗manca‘ dengan ‗nusantara‘. Gagasan teritori Jawa yang dieksplorasi Prijotomo

melalui mitos ‗kentut Semar‘ sebagai ungkapan energi yang maha dahsyat yang

mampu mengeluarkan ‗Gunung Mahameru‘ sebagai pengungkap jirim yaitu

ruang melalui wilayah bau sekaligus tempat bersepadan dengan konsep Khora.

Menggambarkan konsep teritori bersandarkan pada energi rekaman

suara Soekarno di Ruang Kemerdekaan melalui resonansi suara Soekarno di

saat membacakan kembali Teks Proklamasi sebagai gema ke segala arah

sekaligus menunjukkan teritori ke-Indonesia-an. Resonansi suara Soekarno

yang diperdengarkan itu bukan sebagai mitos semata, melainkan sebuah

‗metafisika kehadiran‘ dari spectre Soekarno.

Dalam kosmologi Bali102 dikenal mengagungkan keselarasan Bhuana

Agung dan Bhuana Alit berorientasi pada sembilan arah mata angin yang

dinamai Nawa Sanga103 yaitu delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya.

Dikenal catuspatha sebagai pusat perpotongan empat garis bersilangan.

Sementara itu konsep penataan ruang Tri Hita Karana merupakan a senses of

101 Ismangun, RM. Babad Donya. Surakarta: Yayasan Paheman Radya Pustaka.1915, hal. 93. 102 Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai

Tradisional.1986, hal. 11. 103Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.

Page 45: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

45

place yang mengandalkan arah mata angin menyerupai konsep kosmologi Jawa

Pajupat. Nawa Sanga104 mengandung sumbu ritual Timur-Barat dinamai surya-

sewana dan berorientasi ke arah terbit-terbenamnya matahari, dengan orientasi

Timur yang dinilai lebih utama. Sumbu natural spiritual Kaja-Kelod merujuk ke

arah gunung dan lautan, disebut nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekala-

niskala, suci-tidak suci. Ruang dikategorikan suci menempati Kaja-Utara

mengarah ke gunung; untuk pura, arah bersembahyang, arah tidur, sebaliknya,

profan-kurang sakral di Kelod-Selatan untuk posisi kandang, kuburan,

pembuangan dan sebagainya. Orientasi arsitektur Bali yang dinamai Nawa

Sanga yang disimbolkan padma bermahkota delapan dinamai105 Kompas orang

Bali. Pusat pancarannya berupa hasil perpotongan sumbu Kaja-Kelod dengan

Kangin-Kauh sebagai penempatan bangunan suci-pura desa berada di Timur

(Kaja-Kangin) mengarah ke gunung Agung, dan pura kematian-pura dalem dan

kuburan di Barat Daya mengarah ke laut (Kelod-Kauh) sedangkan permukiman

berada di antara Pura Desa dan Pura Dalem.

Dikenal istilah Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung terbentuk

akibat perpotongan sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh sebagai pedoman

penempatan bangunan suci pada keempat sudutnya. Pola Perempatan Agung

memiliki catuspatha106 berupa titik pertemuan dua pasangan dualistik celestial-

teresterial surgawi-manusia. Kangin-kauh sebagai dualisme celestial – surgawi,

104Nawasanga dipaparkan Julian Davison & Bruce Granquist dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore: Periplus.1999, hal. 5. Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4. 105Davison, Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore:Periplus.1999, hal. 5. Periksa juga Nawa Sanga dalam The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deity- Hindu in origin – and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for the proper orientation of building. 106 IGM Putra. Catuspatha, Konsep, Transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah. Vol 3 No.2 Agustus 2005, hal. 62-101.

Page 46: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

46

dengan kangin-kelahiran dan kauh - kematian. Sedangkan arah Kaja-Kelod

merupakan dualisme celestial - surgawi. Kaja - dunia atas dan Kelod- dunia

bawah. Melalui pengamatan dari pesawat udara citra Nawa Sanga tersirat di

Kawasan Tugu Nasional berupa garis perpotongan empat jalan tegak lurus

Tugu Nasional dengan Jalan Silang Monas. Keserupaan dengan pancaran Nawa

Sanga itu apabila dipertautkan dengan simbol Eisman107 mengungkapkan

bahwa lokasi Tugu Nasional tepat berada di titik pusat catuspatha yang

digambarkan sebagai padma bermahkota delapan. Bersandar telaah konsep

Pajupat, Mandala, Ruang Jawa dan Nawa Sanga terhadap pola-pola rancangan

serta pola keruangan di Kawasan Tugu Nasional saya temukan adanya

semacam sensasi subliminal yaitu keserupaan rancangan yang beorientasi pada

budaya Jawa dan Bali sebagai ekspresi diri Soekarno di saat memvisualisasikan

gagasannya. Sikap memadu-padankan konsep ruang yang merepresentasi

budaya multikultur Jawa- Bali yang bernuansa ‗nusantara‘ itu saya pertautkan

dengan konsep khora yang berasal dari ‗manca‘ sebagai cara menelusuri proses

memutu kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ era Soekarno.

Pendorong Kehadiran Karya Arsitektur

Tiga dasa warsa sejak teori ruang Space in Architecture diterbitkan,

Pakar menganggap terjadi kemandegan dalam keilmuan arsitektur yang

mendorong eksplorasi terhadap hal-hal metafisik yang belum terwadahi oleh

teori Van de Ven, salah satunya menggali faktor-faktor pendorong kehadiran

arsitektur. Derrida mengutarakan wacana desire dan spatialisation sebagai

107 Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.

Page 47: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

47

pendorong kehadiran karya arsitektur108 yang haruslah hadir sebagai ‘tempat‘

yang dapat mengenali hasrat pengguna untuk berlangsungnya kehidupan.

Tschumi mengutarakan desire melalui The Pleasure of Space 109. Karya

arsitektur hanya terjadi di saat hasrat – desire terefleksi sehingga sebuah karya

bukanlah arsitektur apabila belum mampu menggelorakan ‗hasrat‘ yang

digerakkan oleh keinginan di bawah sadar. Sedangkan Tjahjono menggali lima

hal pendorong kehadiran arsitektur110 yang mewujud berkat hasrat-hasrat

manusia sebagai urutan akibat kesadaran atas keberadaan dirinya dalam suatu

lingkungan ; 1) hasrat mempertahankan hidup, 2) hasrat berhidup dengan

sesama, 3) berhidup damai dengan alam adikodrati, 4) hasrat pernyatakan diri,

dan 5) menurunkan citra diri serta mewariskannya. Senafas dengan Tjahjono,

Hays juga menggagas faktor pendorong kehadiran arsitektur.

Dalam Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde111 Hays

menyebutkan intervensi dan rasa seni selain hasrat sebagai pendorong kehadiran

arsitektur. Intervensi sebagai pendorong terwujudnya karya arsitektur

dirasakan perlu, karena dorongan hasrat semata tanpa intervensi berupa ‗campur

tangan‘ konstruktif bagi terwujudnya karya arsitektur megah dan monumental

merupakan kemustahilan, karena dalam berkarya yang sedemikian kompleks

intervensi dari Aktor/Penguasa dinilai mampu mengatasi permasalahan.

108Derrida, Jacques.As interviewed by Eva Meyer.Architecture Where Desire Can Live. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 144. 109Tschumi, Bernard. The Pleasure of Architecture. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995. New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 534. 110Gunawan Tjahjono. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002, hal. 3. 111 Michael Hays. Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press. 2010, hal. 1-20.

Page 48: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

48

Sementara itu, adanya rasa seni dalam proses memutu karya arsitektur sebagai daya

pukau/pesona yang terpancar dari karya secara terintegrasi dalam rancangan.

Rasa seni sebagai upaya untuk menciptakan bentuk/form yang menyenangkan

yang dapat memuaskan kesadaran estetis manusia.

Salah satunya akibat apiknya komposisi elemen merujuk Adams112

yaitu berupa garis, bentuk, warna, cahaya, gelap yang tergubah dalam

komposisi yang disertai keseimbangan, keteraturan, dan proporsi, pola, irama.

Karya dikatakan mengandung rasa seni apabila mampu menghadirkan ‗momen

estetik‘ bagi pemirsanya. Seniman Edhi Sunarso mengutarakan momen estetik

sebagai ekspresi seninya yang mampu menggugah rasa keindahan pemirsanya.

Sementara itu Edi Sedyawati113 menguraikan sebagai tumbukan antara serapan

panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik,

sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan rasa ketertarikan,

keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan. Momen estetik dalam penelitian

merujuk kedua pengertian itu. Melalui rumusan ini, tidak semua objek dinilai

mampu untuk menghadirkan momen estetik. Berdasar pengutaraan Derrida,

Tschumi, Tjahjono dan Hays di atas, dipertautkan sebagai faktor-faktor

pendorong kehadiran karya arsitektur yang dinamai trilogi: hasrat, intervensi dan

rasa seni sebagai pengetahuan tersembunyi dalam diri Arsitek yang

memampukannya menggubah arsitektur yang ber-makna. Peran hasrat, intervensi

dan rasa seni sebagai unsur penting pada proses kehadiran karya arsitektur

sebagai ekspresi kekuasaan, seperti yang terjadi pada Pyramid 400 tahun

lampau, ataupun Taj Mahl/

112Adams, Laurie Scheider.The Methodologies of Art. New York: Harper Collins Publishers,Inc. 1996, hal. 17. 113Merujuk pengutaraan Budayawati Edi Sedyawati, 2008 dan Seniman Patung Edhi Sunarso, 2009 tentang rumusan ‗Momen Estetik‘

Page 49: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

49

Babak ini memumpun situasi di saat Bung Karno menggelar apa yang

disebut ‗Projek Mercusuar‘. Kata ‗Projek Mercusuar‘ dalam karya ini ditujukan

sebagai demystify yaitu upaya memberi jarak atau distansiasi (Ricouer: 1983)

terhadap gagasan Soekarno untuk memperoleh sebuah makna baru. Sejumlah

karya arsitektur yang dimaksudkan sebagai ‗Projek Mercusuar‘ itu adalah

sepilihan bangunan megah gagasan Soekarno yang ditujukan untuk

membangkitkan kebanggaan Bangsa Indonesia agar dipandang setara dengan

mancanegara yang berlokasi di koridor jalan Thamrin-Sudirman yang

direpresentasi oleh: 1) Jakarta City Planning 2) Gedung Pola, 3) Complex Asian

Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara,

8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, dan 10) Gedung ex Conefo – gedung

DPR-RI serta sejumlah patung realis skala kota.

‗Projek Mercusuar‘ Soekarno termasuk pula pendirian sejumlah

bangunan fasilitas publik terutama di Jakarta, antara lain Pusat Perdagangan

Senen, Bank Bappindo, Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, serta sejumlah

bangunan hotel yang diprakarsai oleh Hotel Indonesia Group yang bukan

hanya di Jakarta melainkan juga di Samudera Beach di Pelabuhan Ratu,

Ambarukmo di Yogyakarta, dan Bali Beach di Sanur. Namun, perlu dipahami

adanya perbedaan antara bangunan yang ditampilkan sebagai karya arsitektur

yang megah sebagai ‗Projek Mercusuar‘ dengan karya arsitektur yang

mengandung ide ―arsitektur panggung‖.

Page 50: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

50

Di saat menyaksikan Piramyd di Mesir, yang tampak adalah gubahan

batuan raksasa yang muncul di tengah gurun pasir114, pyramid semula diyakini

sebagai moda transportasi menuju keabadian bagi Sang Pharaoh, kini bergeser

menjadi ‗pertunjukan‘ bagi turis. Hal serupa tampak pada Sphinx, Istana

Hatshepsut, Temple di Karnak dan Luxor serta kuburan-Tomb Dinasti Ramses. Di

Saudi Arabia, arsitektur Ka‘ba di kawasan masjid Al Haram Makkah juga hadir

menyerupai ‗pertunjukan‘ jutaan muslim yang tawaf115. Ka‘ba sebagai pusat

orientasi tawaf umat Muslim itu bagaikan ‗pentas‘, demikian juga karya Antony

Gaudy Sangrada Familia di Barcelona116 yang dibingkai nuansa kekristusan

bergaya Art Nouveou dan seni mozaik. Ketiganya menunjukkan ‗kehadiran‘

karya arsitektur mercusuar, sekaligus mengandung keilmuan arsitektur non-

material, namun tidak serta merta entitasnya menunjukkan ide ‗arsitektur

panggung‘ bagi Sang Penguasa, karena ‗ide arsitektur panggung‘ mensyaratkan

ke-khas-an penampilannya dengan mengekspresikan Ideologis Sang Penguasa

sebagai ruh berupa skenario tertentu yang dileburkan ke fisik arsitekturnya.

Karya arsitektur mercusuar mancanegara yang mengandung Ideologis

Sang Penguasa terdapat pada karya arsitektur Gothic peninggalan Joseph Stalin di

Moskow, ataupun arsitektur Neo Klasik peninggalan Adolf Hitler di Jerman,

dan karya arsitektur pencakar langit di Shanghai pasca Mao Tse Dong117.

Ketiganya, menunjukkan adanya ‗ide arsitektur non material‘ menyerupai ‗ide‘

pentas pertunjukan bagi ideologi Sang Penguasa.

114Serangkaian kunjungan ke National Museumof Egypt, Piramyda dan Sphinx di Cairo.Istana Hapsepsut, Luxor and Karnak Temple dan Tomb of King Ramses, November 2010 sebelum kerusuhan politik dan lengsernya Husni Mubarok di Mesir. 115 Tawaf yaitu ibadah Muslim seraya mengelilingi Ka‘ba sebanyak 7 kali di Masjidil Al –Haram. Kini terjadi perluasan arsitektural masjid yang menambah suasana ibadah menyerupai ‗perayaan‘ berdasar pengamatan tahun 2001 dan 2009. 116Kunjungan ke Temple Sangrada Familia karya Antony Gaudy di kota Barcelona, 2000. 117 Pengalaman mengunjungi Kota Shanghai, Februari 2012.

Page 51: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

51

Di Indonesia, kehadiran ide arsitektur menyerupai pentas ideologi

Sang Penguasa itu masih dapat disaksikan di sepanjang koridor Kebayoran Baru-

Thamrin Jakarta, meski sepilihan karya ekspresi ideologi Soekarno itu kini telah

bersanding dengan gedung-gedung pencakar langit. Dikenal sebagai ‗Proyek

Mercusuar‘ yang berpusat di Jembatan Semanggi yang membelah kota Jakarta ke

arah Timur-Barat dan berujung di Istana Merdeka dinamai Jl.Soedirman-

Thamrin. Ke arah Utara-Selatan dinamai Jl. S.Parman dan Jl. MT Haryono118.

Dari arah Jembatan Semanggi menuju Jl. Thamrin dijumpai patung Selamat

Datang yang berdiri di bundaran kolam, berhadapan dengan Hotel Indonesia.

Di seberang Hotel Indonesia berlokasi Wisma Nusantara, dan tak jauh

darinya berlokasi Sarinah Departement Store. Lokasi Tugu Nasional di Kawasan

Medan Merdeka berdekatan Masjid Istiqlal dan monumen Pembebasan Irian Barat.

Bangunan sejaman yang tidak berlokasi di koridor itu, adalah Planetarium di

Jl.Cikini Raya dan Gedung Pola di Jl. Proklamasi. Di koridor Jl. MT Haryono

berlokasi monumen Dirgantara. Di arah Jl. S Parman tergelar Complex Asian

Games dan ex. Conefo kini gedung DPR-MPRRI. Kemenarikan visual karya

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ terjadi saat situasi Kota Jakarta masih lapang119

bahkan dikenali sebagai ‗kampung besar yang becek‘120.

118Jakarta City Planning merupakan bagian dari Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Periksa Mochammad Said(ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera Jilid I&II. Surabaya: Pedarmilda, 1961, hal. 525. 119Pustaka pemandu fenomena Kota Jakarta 1960-an; 1)Firman Lubis: Jakarta 1960an. Kenangan Semasa Mahasiswa, 2) KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali.Demi Jakarta (1966-1977), 1993, 2) Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966, 3) Sadikin, Ali.Buku Catatan Gubernur Ali Sadikin, 1977, 4) Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I, 1981, 5) Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota.1995. 120Berdasar pada dokumentasi foto koleksi Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso ketika dirinya dan Keluarga Artja dipercaya Soekamo membuat diorama Museum Sejarah Nasional, patung Selamat Datang dan patung Pembebasan Irian Barat.

Page 52: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

52

Kehadirannya menonjol di lingkungannya menyerupai pentas

pertunjukan yang aktornya berupa gubahan karya arsitektur. Berlangsung tahun

1960-an usai Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kebijakan politik Soekarno yang

bermuara pada pembangunan watak bangsa. Nation and Character Building

digaungkan melalui penggalian potensi keelokan Indonesia di segala hal.

Sehingga, kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ mengandung makna

penting pembentukan peradaban Indonesia, sebagai pembawa budaya

material, berupa bangunan sebagai Kebanggaan Nasional. Bila dipandang lebih

jauh, karya arsitektur megah itu juga mengandung ide-ide tertentu yang

bersepadan dengan karakteristik khora sebagai pembawa tanda/jejak dan

sehingga ide arsitektur divisualisasikan berperan sebagai wahana pertunjukan.

Di awal kehadirannya, karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘121

mengandung kritik sebagai sikap politik Soekarno ‗untuk mendapatkan nama‘

dan bergagah‘ yang divisualkan menyerupai pentas bagi ‗Apa‘ yang juga ingin

dihadirkan dibalik penampilan fisiknya termasuk merepresentasi diri Soekarno.

Kehadirannya bukan semata-mata ‗tontonan‘ – spectacle karena ―pentas-pentas‖

yang digelar bukan saja merepresentasi ‗kemajuan peradaban Bangsa‘122 namun

sekaligus pembawa tanda/jejak kebesaran Penguasa Soekarno.

121 Merujuk Tesaurus Alfabetis hal. 275, karya artinya buatan, kerja, nukilan, pekerjaan, penjelmaan, perwujudan, tindakan, tugas, ciptaan, gubahan, karangan, komposisi, kreasi, rekaan, seni, susunan. Mercusuar dalam Kamus Kontemporer BI sebagai menara di pantai, kiasan, sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan nama dan untuk bergagah, hal. 966. 122Karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ buah gagasan form Soekarno direalisasikan bukan atas kemampuan teknologi Bangsa Indonesia masa itu, melainkan didukung oleh teknokrat-teknokrat dari kelompok Negara maju. Jembatan Semanggi dibantu oleh Swiss, Gelora Bung Karno dibantu oleh teknisi Soviet, Hotel Indonesia dan Tugu Nasional oleh Jepang dan Italia. Jakarta-Bypass oleh Amerika. Keunggulan justru tampak pada beragam karya seni rupa Seniman yang dilekatkan pada bangunan itu.

Page 53: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

53

Ironisnya di saat berlangsungnya pembangunan, Indonesia sedang

mengalami inflasi sebesar 650%123 sehingga pembiayaan proyek bertumpu

pada dana bantuan Negara-Negara Besar dan Negara Sahabat yang tergabung

sebagai NEFO-New Emerging Forces dan institusi swasta. Bila mempertautkan

kenyataan itu, ‗Projek Mercusuar‘ yang dinilai oleh media mancanegara

mengandung konotasi kurang menguntungkan Soekarno sebagai Penguasa di

masa itu dapatlah dimengerti. Situasinya berlangsung demikian menarik

perhatian karena megah dan besarnya lingkup pekerjaannya dan berlangsung

di saat Kota Jakarta masih lengang, sedang mengalami kemerosotan ekonomi,

serta dipicu oleh peliputan media mancanegara yang menyudutkan Soekarno

dengan tuduhan yang dinilai tidak memihak kepada situasi masyarakat saat itu.

Secara moral tindakan Soekarno ini sukar diterima pada masa itu, namun di

kekinian karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ justru menjadi penanda kemajuan

di bidang perancangan bangunan di Indonesia sebagai bangunan Arsitektur

Modern yang mengandung ornamen khas.

Sedikitnya 10 karya ―Projek Mercusuar‘: 1) Jakarta City-Planning dan

Jembatan Semanggi- Kebayoran Baru-Thamrin, 2) Gedung Pola, 3) Compleks Stadion

Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7)

Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, serta 10)

Gedung ex Conefo –DPR-RI serta sejumlah monumen skala kota. Beberapa

yang menojol: Tugu Nasional setinggi 142 m124, Wisma Nusantara berketinggian

29 lapis, Gelora Bung Karno sebagai stadion olah raga terbesar di Asia Tenggara.

123 Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hal. 565. 124 Ketinggian Tugu Nasional menurut gambar Arsitek Soedarsono setinggi 128,7 m. Pada saat pembangunan berlangsung Soekarno memerintahkan untuk ditambahkan 10 meter lagi sehingga menjadi 142 meter. Disayangkan pada penelitian ini kepastian ketinggian Monas belum dapat dipastikan.

Page 54: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

54

Kehadiran pentas karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ tahun 1960-an

itu membedakan secara signifikan suasana kota Jakarta yang semula

menyerupai ‗kampung besar‘125. Pembangunan ekonomi dan fisik belum

terjadi karena kekosongan pemerintahan yang terjadi ketika Soekarno

memindahkan pusat pemerintahan ke Yogyakarta sebagai Ibukota Republik

Indonesia Serikat (1946-1949). Sekembalinya Soekarno tahun 1950 ke Jakarta

perhatiannya belum ditujukan pada kegiatan fisik, karena lebih

dikonsentrasikan untuk memantapkan situasi politik yang kurang kondusif

serta saling menjatuhkan antar partai sehingga terjadi krisis Kabinet126.

Bersandarkan pengamatan visual suasana arsitektur Kota Jakarta

1960-an melalui film dokumenter ANRI, tayangan televisi Jakarta Tempo

Doeloe127 serta sepilihan pustaka128 menampakkan suasana kota peninggalan

masa Kolonial di kawasan Weltevreden-Lapangan Banteng, Old Batavia-Kota Tua

dan Menteng. Embrio terbentuknya ide arsitektur menyerupai pentas di

Jakarta, berlangsung usai Soekarno membangun Kota Satelit Kebayoran Baru

tahun 1948 di Selatan Jakarta yang berkembang sebagai pusat pertumbuhan

berbagai gaya bangunan, gedung-gedung perkantoran serta perbankan. Gaya

arsitekturnya bernuansa Indonesia, terutama atap limasan sebagai

penyederhanaan bangunan tropis karya arsitek-arsitek Belanda sebelumnya.

Bangunan fasilitas umum mulai dibangun dengan lokasi yang tidak

125 Disarikan dari penuturan Alwi Shahab dan Dr. Rusdhy Husein di Jakarta, 2011. 126 Selama 1950-1959 pemerintah Indonesia pernah mengalami tujuh belas kali krisis Kabinet, sehingga memicu Soekarno mengambil kebijakan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai arah baru politik Indonesia melalui Demokrasi Terpimpin. 127 Sepilihan tayangan serial Jakarta TempoDoeloe dari TV One sepanjang 2010-2011. 128Disarikan dari Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1978, hal.136-138 dan Indonesian Heritage. Singapore.1998 tentang Seri Arsitektur. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.

Page 55: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

55

terkonsentrasi di satu wilayah diantaranya; Bank Industri (1958), Gedung

Pembangunan Perumahan (1959), Bank Indonesia (1960-an) termasuk flat

tingkat empat milik Departemen Luar Negeri, Gedung Pos dan Telkom, PLN.

Nuansa arsitektur di masa itu telah mencirikan modernitas yang diimbangi

oleh penghematan-penghematan biaya rancangan maupun material untuk

menyelaraskan pertumbuhan perekonomian. Kota Jakarta belum

menggambarkan tata perkotaan yang terpadu dengan infrastruktur kota.

Perubahan signifikan terjadi usai Soekarno menerapkan sistim

Demokrasi Terpimpin sebagai hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959129, momentum baru

sistim politik Indonesia sebagai jalan keluar bagi kebuntuan persoalan politik.

Pada era itu Soekarno memperoleh kekuasaan penuh termasuk sistim Ekonomi

Terpimpin untuk menggiatkan pembangunan bidang ekonomi sebagai akibat

inflasi yang terjadi bersamaan kekacauan politik tahun 1959. Melalui Dewan

Perancang Nasional (kini Bappenas) ia berhasil disusun Rancangan Dasar

Pembangunan Nasional Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun 1961-1969130

sebagai dasar inilah Soekarno mengemban Projek Jakarta City Planning antara

lain; Museum Nasional dan Gallery Kesenian Nasional serta beberapa proyek

Tjadangan: Theater Nasional Djakarta, Konservatorium Nasional, Sirkus Nasional,

Tjagar Alam dan Taman Margasatwa, Perpustakaan Desa. Namun, sejumlah karya

arsitektur yang dipandang menyerupai ‗pentas pertunjukan‘ sebagai karya

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ justru tidak ditemukan dalam dokumen formal

129 Poesponegoro,Marwati Djoned & Notosusanto,Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka. 2008. hal. 419. 130Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961 -1969 memberi penelanan pada pembangunan fisik dan industrialisasi di Indonesia dengan konsep berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Proyek yang dimaksud meliputi, Pertama, Pola Berentjana 8 Tahun berupa 335 proyek yang di sebut ―A‖ dan Kedua, cara untuk mencari Pembiayaan disebut ―B‖ .

Page 56: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

56

kecuali sejumlah projek Jakarta City Planning131. Proyek Gedung Pola, Complex

Stadion Utama Asian Games, Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal, Tugu Nasional, Wisma

Nusantara, Sarinah Departement Store, Planetarium, Gedung ex Conefo-gedung

DPR-RI diketahui melalui sejumlah Pidato Kenegaraan132. Dapat dikatakan,

‗Proyek Mercusuar‘ merupakan kebijakan politik Soekarno karena bukan

bersandar TAP MPRS. Setelah mencermati situasinya, dapatlah dimengerti bila

proyek tersebut dinamai ‗Projek Mercusuar‖ Soekarno sebagai ‗proyek politis

propaganda‘ dalam upaya menggapai kedudukan Indonesia sebagai Negara

terkemuka di antara Negara-Negara di Asia-Afrika yang mengalami sebagai

koloni Bangsa-Bangsa Eropa. Karena di masa pembangunannya Indonesia

sedang dililit permasalahan ekonomi, maka sumber pendanaannya bukan

bergantung pada dana Dalam Negeri melainkan bantuan Negara-negara

Besar dan Kelompok Negara Sahabat yaitu NEFO - New Emerging Forces serta

dukungan swasta.

Saat penelitian ini berlangsung, paras Kota Jakarta tidak dikenali

lagi sebagaimana tahun 1960-an. Usai Kenop November 1978133 dan Deregulasi

Perbankan - Pakto 88, Soeharto mengawal masuknya investor asing ke

Indonesia. Kota Jakarta menjadi sasaran pencarian lahan real estat. Di

lokasi-lokasi strategis di koridor Kebayoran Baru-Thamrin satu persatu

bangunan didirikan berupa perkantoran, hotel sampai apartemen. Bangunan

131 Dalam Pidato PJM Presiden Sukarno, pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur, Djakarta, 16 Agustus 1961 tidak disebutkan apa itu ‗Projek Mercusuar‘. 132Dimungkinkan masih terdapat sejumlah Proyek Mercusuar Soekarno selain yang disebutkan di atas.Nama-nama proyek itu disesuaikan dengan sejumlah pidato Soekarno yang dapat dihimpun dari ANRI pada saat penelitian berlangsung. 133Kebijakan ‗Kenop 15‘ di masa Soeharto merupakan kebijakan yang sangat populer tahun 1978. Sebagai keharusan pemerintah melakukan devaluasi ketika kondisi ekonomi mengalami keropos di bidang produksi, yang menunjukkan politik ekonomi belum menjadi konsepsi dan bagian integral dari politik anti-inflasi dan stabilitas moneter.

Page 57: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

57

‗Projek Mercusuar‘ yang semula mendominasi perwajahan kota, kini hanya

tampak sebagai gubahan yang kurang menonjol. Bahkan sebagian perwajahan

Hotel Indonesia134 dan Gedung Departement Store Sarinah telah berubah. Sosok Gelora

Bung Karno semula dapat disaksikan dari arah Jembatan Semanggi kini tertutupi oleh

gubahan-gedung jangkung dan untuk menyaksikan Tugu Nasional kita harus

mendekat ke arah Kawasan Medan Merdeka. Sementara itu Projek Jakarta-

City Planning yang membebaskan radius 15 km dari Tugu Nasional tidak

terwujud135 karena jatuhnya pemerintahan Soekarno.

Sungguhpun situasinya demikian, kehadiran karya arsitektur ‗Projek

Mercusuar‘ layak dicatat, terutama keunikan serta memori keterkenangan

masyarakat Indonesia terhadapnya. Berdasar pengamatan visual terdapat

kekhasan: Pertama, sosok karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‗ memperlihatkan

bangunan modern dengan keunikan masing-masing. Kedua, memiliki lokasi di

sepanjang koridor utama Kota Jakarta. Ketiga, wujud visualnya dilingkupi

sentuhan rasa seni. Keempat, masing-masing bangunan memiliki esensi/fungsi

khas. Kelima, ia menampakkan sifat-sifat keabadian material. Keunikannya

mendorong mencermatinya lebih mendalam, terutama proses kehadiran yang

mengubah wajah kota Jakarta era 1960-an, dengan pertanyaan: Bagaimana

proses kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang mengkualitas sebagai form,

sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos)

melalui fenomena arsitektur yang ‗Ada‘ di masa-lalu dalam konteks kekinian.

134Sejak Hotel Indonesia dioperasikan sebagai Hotel Indonesia Kemnpinski tahun 2009 perwajahannya berubah secara signifikan.

135Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 memuat gambar berpola density ring yang menyatakan Tugu Nasional sebagai pusat perkembangan kota Jakarta ber-radius 15 km.

Page 58: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

58

Pengamatan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ditempuh di koridor

utama Kebayoran Baru-Thamrin, Kawasan Medan Merdeka, Jl. Cikini Raya – Jl.

Proklamasi serta Gelora Bung Karno dan ex. Conefo/Gedung DPR-RI untuk

mencerap apa yang ditampakkannya. Jejaknya menunjuk adanya absolute space136

yaitu ‗ruang politik‘ untuk memperteguh homogenitas sosial melalui arsitektur

yang berciri: spectaculer, geometric, phallic – megah, struktural dan menjulang yang

melekatkan keindahan khas Indonesia dalam konteks jaman.

Jejak-jejak karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ memperlihatkan

difference137 melalui identitas, analogi, oposisi, kemiripan, serta memperlihatkan

jejak seni yang khas, menyerupai apa yang disebut monad138, berupa jejak-jejak

seni kebudayaan Jawa Kuno sebagai basis perancangan Arsitektur Modern.

Monad, sebagai partikel terkecil jiwa seni yang bersifat abadi, berupa sesuatu

yang tak teraga, yang terbedakan dengan atom - partikel terkecil dari molekul

benda teraga. Monad diutarakan Leibniz pada seni Baroque139 berupa fluiditas

materi, elastisitas bentuk, dan semangat mekanis yang bersifat keabadian atau

―immaterial principle of life‖ yang juga menjadi karakteristik khora140.

136 Lefebvre, Henri (trasl.) Nicholson, Donald-Smith. The Production of Space. Victoria: Blackwell.1991, hal. 234. 137 Deleuze, Gilles. (Transl. Patton, Paul). Difference & Repetition. Paris: Columbia University Press, 1994, hal. 29. 138Leibniz, Gottfried Wilhem (transl) Latta, Robert. The Monadology.1898. Republished by Forgotten Books, 2008. The Monad of which I shall here speak is nothing but is a simple substance which enter in to compound by simples is meant without parts. 139Baroque merupakan gaya seni arsitektur abad 1660-1760 berkarakter memusat pada mahkota kubah, bangunan terbagi atas, gerbang, jalan, facade bangunan, ruang tengah dan relung. Periksa Stilhandbuch karya Ernest Rettelbusch 1914 - Pika Semarang, 1997. 140Sifat keabadian Khora dalam Timaues Plato: sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ‗ruang‘.

Page 59: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

59

Projek Jakarta City Planning sebagai modalitas komunikasi Soekarno

untuk meneguhkan tanda kebanggaan bangsa agar setara Negara lain yang

telah mengalami kemajuan teknologi seperti Soviet dan Amerika, serta

mengungguli sesama Negara NEFO. Kehadirannya secara moral bangsa dapat

diterima, karena memfasilitasi seluruh aspek kehidupan. Tidak mengherankan

bila proyek Jakarta City Planning dilakukan Soekarno secara otoriter serta

berlebih-lebihan141. Henk Ngantung mencatat: semua gagasan-gagasan maupun

pembangunan-pembangunan yang berarti hanya terlaksana bila dicetuskan, direstui, atau

ditangani oleh Presiden Soekarno sendiri. Artinya, Soekarno berperan sebagai

―Arsitek‖ dalam proyek Jakarta City planning untuk mengawal Ibukota agar

indah dan cantik di saat menyambut Dasawarsa Asia-Afrika.

Untuk mencapai tujuannya, secara khusus Soekarno memberikan

memo ―Lima P‖ yaitu: perut, pakaian, perumahan, pergaulan, pengetahuan.

Ditambahkan pula peran ―pembudayaan‖ untuk mencapai kebahagiaan hidup

setelah terpenuhinya kebutuhan utama, berupa pola kota yang cantik serta

desa-desa yang menyegarkan jiwa. Pemikiran Soekarno kurang berselaras

dengan Teori Hierarchy of Needs142 Maslow yang bersandar hirarki kebutuhan

manusia mulai dari yang mendasar yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa

aman, kebutuhan dicintai, kebutuhan dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri

setelah tahap sebelumnya terpenuhi.

141 Henk Ngantung,Seniman yang dipercayai Soekarno sebagai Gubernur Kota Jakarta periode Agustus 1964-Juli 1965 menyampaikan memoairnya: Diantara Tekanan dan Kecurigaan dalam Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal.170-171. 142 Abraham H. Maslow. Toward a Psychology of Being, 2d ed. New York: D. Van Nostrad, 1968, hal.25.

Page 60: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

60

Secara tegas Soekarno menyisipkan ‗kepuasan jiwa rakyat‘ melalui

keberhasilan city-planning. Dapat diartikan Soekarno telah memadukan tahap

keempat dan kelima teori Maslow sekaligus. Kebijakannya itu dinilai kurang

memihak kepentingan masyarakat kecil143. Kesungguhnan Soekarno

mempermegah Kota Jakarta agar setara kota Internasional: Djakarta is daarom

Djakarta, omdat wij er zijn. Jakarta ada karena kita! Jakarta sebagai Mercusuar144

menyingkap adanya hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno:

Saja sendiri jang pimpin, saja sendiri jang pimpin pembangunan-pembangunan di kanan-kiri djalan Thamrin. Dan nantipun kanan-kiri djalan Thamrin ke Kebajoran. Saja sendiri jang melukis Tugu Nasional, saja sendiri jang mem-projecteer djalan silang, saja sendiri jang mengadakan sajembara Mesdjid Istiqlal, saja sendiri jang mengadakan air mantjur Istiqlal jang 45 meter tingginja. Oleh karena Djakarta sekarang ini sebagai kukatakan, what Djakarta think, today, Asia Africa will thinking tomorrow….

Delapan poros jalur utama Kebayoran Baru-Thamrin tampak terilhami

oleh City Plan Brazilia145 karya Lucio Costa dan Oscar Niemeyer. Perpusat di

perempatan jalan melingkar menyerupai sebentuk daun dari arah Kebayoran

Baru menuju Istana Negara menyilang arah Cawang-Slipi-Grogol dinamai

Jembatan Semanggi, dengan ruas pejalan kaki serta membebaskan Kota Jakarta

dari becak.146 yang dinilai mengandung unsur penindasan manusia atas manusia.

143 Soekarno. Pidato Presiden pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal.8. Disarikan percakapan Soekarno dengan Nikita Kurchev tentang prioritas kebutuhan rakyat: Manusia itu bukan menjadi puas hanya karena barang materieel, karena roti, tetapi jiwa, apalagi jiwa bangsa memerlukan pula makanan, dan salah satu makanan untuk jiwa bangsa ialah monumen. 144 Soekarno.Amanat Presiden Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 145 Soekarno melakukan dua kali kunjungan ke Brasilia tahun 1956 dan 1961. Menyaksikan kota Rio de Jainero dari arah udara bersama arsitek Silaban. Periksa: Olly GS. ―Soekarno Sang Arsitek‖ dalam majalah Kartini 286 tahun 1985, hal. 124. 146 Gagasan pembebasan becak dari Kota Jakarta, Pidato PJM Presiden Sukarno Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Tanggal 22 Djuni 1962, h. 7

Page 61: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

61

Di lingkar luar kota dibangun Djakarta-By pass147menghubungkan

Cililitan dengan Bogor148sebagai embrio hinterland kota Jakarta. Keunikan

Jembatan Semanggi terletak pada bentuk jembatan melingkar serta bebas kolom.

Arsiteknya, Soenarjo Sosro, dan perencanaan strukturnya oleh Sutami dan

AM Lutfi, sedangkan permasalahan konstruksinya dipecahkan bersama-sama

teknisi dari Swiss149. Kehadiran Jembatan Semanggi menjadi fenomenal, bahkan

untuk beberapa waktu di sepanjang pagarnya digelar beberapa kursi taman

menyerupai balkon sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta dari atas

Jembatan Semanggi. Kini, untuk menyaksikan jejak keruangan di koridor jalan

Kebayoran Baru-Thamrin sebagai produk Jakarta City Planning telah dipadati oleh

jajaran bangunan bertingkat, serta dipadati arus pengendara fenomena ‗ide

arsitektur‘ yang menyerupai pentas ―panggung‘ - catwalk- stage terasakan.

G E D U N G P O L A

Gedung Pola sebagai modalitas komunikasi untuk meneguhkan

kepercayaan masyarakat terhadap ide-ide Soekarno yang tertuang dalam

Jakarta City Planning. Perannya menyerupai pentas bagi Pola Pembangunan

Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Bangunan Gedung Pola

dirancang Arsitek Silaban sebagai ruang pamer dengan konsep ruang

terbuka150.

147 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Djalan Djakarta By Pass. Djakarta, 21 Oktober 1963. 148 Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal. 113.

149 Ketika perancangan Jembatan Semanggi berlangsung, Arsitek Han Awal memperoleh kesempatan merancang bagian pagarnya. wawancara, di Bintaro Jaya, 2012. 150 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur Djakarta,16 Agustus 1961.

Page 62: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

62

Di sisi lain kehadiran Gedung Pola telah menyinggung situs Rumah

Proklamasi di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Tempat dibacakannya

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta.

Perintah pembongkaran terhadap Rumah Proklamasi oleh Soekarno akhirnya

terjadi dan berdampak kegalauan masyarakat151. Akibat kebijakan Soekarno

meniadakan Rumah Proklamasi demi kehadiran Gedung Pola, masyarakat tidak

lagi dapat menyaksikan seperti apakah Rumah Proklamasi kecuali melalui

dokumentasi yang sempat dilakukan sebelum seluruh bangunan rata dengan

tanah. Posisi Soekarno membacakan teks Proklamasi telah digantikan Tugu

Petir yang sebagai tengaran. Dialog kontroversial berkenaan Rumah Proklamasi

terjadi hingga kini. Antara lain Memoar Heng Ngantung dalam Karya Jaya152.

Ngantung sempat mendokumentasi serta membuat maket sebelum Rumah

Proklamasi dirata-tanahkan.

Dalam sebuah dialog antara Solichin Salam dengan Bung Karno yang

dituturkan ke dalam Bung Karno Putera Fajar153 terungkap gagasan Soekarno

dalam menengarai situs Rumah Proklamasi154:

Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, yang sekarang bekas gedung pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka gedung Pola inilah akan dipancangkan terbuat nantinya dari perunggu satu tugu 17 meter tingginya dan saya sudah minta pesan kepada Gubernur Sumarno dan Wakil Gubernur Heng Ngantung, supaya tugu ini bentuknya seperti hal pancangan. Katakanlah seperti, ya seperti hal yang akan dipancangkan, dipancangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita dibacakan.

151Walikota Sudiro mengaku telah menantang keras pembongkarannya karena dinilai sebagai bangunan bersejarah. Pembongkaran terlaksana pada masa Gubernur Dr. Sumarno dan Wakil Gubernur Heng Ngantung. 152 Ibid. hal.185-187. 153 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal. 279. 154 Soekarno.Pidato pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta pada tanggal 22 Djuni 1962.

Page 63: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

63

Djangan dibikin tanda yang kriwil-kriwil, jangan dibikin tanda yang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal yang dipancangkan. Pancangan, disinilah dulu Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus ‘45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita dari pada generasi sekarang. Seribu tahun yang akan datang Insya Allah Subjanahu wata‘ala rakyat Indonesia dan rakyat seluruh dunia masih harus bisa melihat tempat dimana Proklamasi 17 Agustus dibaca. Disini Proklamasi 17 Agustus ‘45 itu dibaca.

Soekarno beranggapan sebuah tengaran yang bersifat keabadian

diwujudkan selugas mungkin menghindari ornamen. Pernyataan itu

menunjukkan intervensi dan rasa seni Soekarno. Rancangan Tugu Petir

penanda berdirinya Soekarno di saat pembacakan Teks Proklamasi 17 Agustus

1945 menyiratkan makna pentingnya kehadiran diri Soekarno sebagai

representasi Indonesia, sungguhpun kenyataannya peristiwa Proklamasi

melibatkan tokoh serta masyarakat Indonesia lainnya yang tampak pada foto

dokumentasi koleksi IPHOS karya fotografer Mendur. Tekad Soekarno

membongkar ex.Rumah Proklamasi dengan dalih keutamaan Gedung Pola sebagai

wadah monitoring pembangunan bangsa ke arah mendatang dinilai sebagai

diskontinuitasyaitu terputusnya peristiwa sejarah akibat peristiwa yang

mendahuluinya, oleh Foucault disebut ‗diferensi‘. Tindakan diskontinuitas

Soekarno sebagai penguasa yang kurang menghargai pentingnya tengaran fisik

bagi kelahiran Bangsa Indonesia di situs ex. Rumah Proklamasi dinilai sebagai

sikap inkonsistensi terhadap ajaran yang selalu digaungkannya yaitu Jasmerah –

Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Akan tetapi situasi di saat

pembongkaran Rumah Proklamasi pada tahun 1961, legitimasi Soekarno

sebagai Penguasa sedang mencapai puncaknya dan mengungkapkan adanya

trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa dalam kehadiran arsitektur.

Page 64: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

64

Tidak jauh berbeda dengan Gedung Pola, kehadiran Gelora Bung Karno

juga merupakan gagasan Soekarno untuk meneguhkan kepercayaan

masyarakat atas ide-ide besar Soekarno melalui karya arsitektur. Ide besar itu

didorong oleh hasrat Soekarno untuk menjadi tuan rumah Pesta Olah Raga

Asian Games IV tahun 1962, yang kemudian mengharuskan Indonesia

menyiapkan venue olah raga dengan standar internasional155.

Semula, Soekarno memilih kawasan Dukuh Atas paralel koridor

ebayoran Baru-Thamrin dengan Bundaran Hotel Indonesia. Arsitek Silaban156

meminta Soekarno mempertimbangkan kembali penentuan lokasi tersebut

untuk mengantisipasi kemacetan jalan yang mungkin akan terjadi bila

ditempatkan di kawasan utama. Sedianya akan dipilih daerah Kemayoran

untuk memudahkan Atlet Tamu yang tiba di Bandara Kemayoran. Urung,

karena permasalahan tanah yang belum terselesaikan, maka diputuskan daerah

Senayan sebagai lokasi. Perancangan gelora diserahkan kepada Tim Arsitek

Rusia yang didampingi Arsitek Indonesia. Dalam pelaksanaannya sejumlah

wong cilik menjadi tenaga kasar ikut merajut berdirinya bangunan ini. Dibalik

kehadiran Gelora Bung Karno tersimpan hasrat, intervensi dan rasa seni

Soekarno yang mewarnainya.

155 Menteri Penerangan Maladi mengutarakan, hasrat Soekarno sebagai Tuan Rumah dirintis sejak Indonesia mengikuti Asian Games I di New Delhi tahun 1952. Kesempatan tersebut baru terlaksana setelah Asian Games ke III di Tokyo tahun 1958. Penetapannya Indonesia sebagai Tuan Rumah bagi Asian Games ke IV tahun 1962 ditanggapi Soekarno sebagai ‗momentum‘ merayakan Indonesia ke pentas dunia internasional, sungguhpun konsekuensinya sangat berat bagi Indonesia. 156 Pengutaraan Silaban dalam Salam, Solichin. Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta: Dela Rohita, 1979.hal/63.

Page 65: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

65

Kesempatan emas menjadi Tuan Rumah Asian Games IV seiring

waktu dengan reputasi Soekarno sebagai Negarawan yang handal

berdiplomasi, serta memiliki hubungan baik dengan Negara-Negara besar yang

berkemampuan di bidang teknologi. Dengan demikian persiapan pengadaan

sport venues berupa multi-sport complex bukan merupakan hambatan bagi

Soekarno. Melalui diplomasinya dengan Anastas Mikoyan, Wakil Perdana

Menteri Uni Soviet pada masa Presiden Nikita Khushchev, diperoleh bantuan

tenaga teknik dan pendanaan untuk merealisasikan Gelora Bung Karno.

Akhirnya, arsitektur unik, indah serta megah terwujud sebagai stadion utama

Gelora Bung Karno yang mampu menampung 110.000 pengunjung.

Ketika mencermati bentuk Gelora Bung Karno tampak adanya

pengaruh hasil kunjungan Soekarno ke Moskow pada 1956. Beberapa stadion

olah raga berukuran raksasa seperti Pectakor dan Luzniki di Moskow baru

diresmikan. Di masa perancangannya, Soekarnopun ikut aktif dalam

menggagas ide form Gelora agar menyerupai atap Temu Gelang. Bentuk

bangunan olah raga oval dan unik yang menyerupai Colleseum di Roma itu

ditujukan agar menjamin kenyamanan seluruh penonton dan supporter ketika

mengikuti seluruh pertandingan karena semuanya terlindung oleh atap.

Intervensi Soekarno yang mewarnai terwujudnya gagasan atap temu gelang itu

tersirat pada kutipan ini157:

…Saya memerintahkan kepada arsitek-arsitek Uni Soviet, bikinkan atap temu gelang daripada mainstadium yang tidak ada di lain tempat di seluruh dunia. Bikin seperti itu. Meskipun mereka tetap berkata, yah tidak mungkin Pak. Tidak biasa, tidak lazim, tidak galib, kok ada stadion atapnya temu gelang, di mana-mana atapnya ya sebagian saja. Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang.

157 Ibid., hal. 36.

Page 66: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

66

…Tidak lain dan tidak bukan oleh karena saya ingin Indonesia kita ini bisa tampil secara luar biasa. Kecuali praktis juga ada gunanya, supaya penonton terhindar dari teriknya matahari. Sehingga ikut mengangkat nama Indonesia. Dan sekarang ini terbukti benar saudara-saudara, di mana-mana model atap stadion temu gelang dikagumi oleh seluruh dunia. Bahwa Indonesia mempunyai satu-satunya main stadium yang atapnya temu gelang. Sehingga benar-benar memukau kepada siapa saja yang melihatnya…

Semula Gelora dirancang dengan struktur atap beton, namun akhirnya

diwujudkan dengan struktur baja untuk merealisasikan gagasan atap Temu

Gelang. Struktur temu gelang yang dimaksudkan pada Gelora ini adalah sistim

struktur yang dirancang mengikuti pola lintasan kegiatan atletik secara

menerus yang membentuk seperti oval-geometris menyerupai struktur gelang /

cincin yaitu perhiasan tangan wanita yang dibuat tanpa sambungan sehingga

bersifat struktural. Diadopsi Soekarno sebagai struktur bangunan yang dinamai

temu gelang yang bentuknya melingkar mengikuti lintasan olahraga. Selain itu,

Soekarno juga memasukkan unsur seni Jawa Kuno dengan memerintahkan

Seniman Sadali menggubah patung realis tokoh pewayangan Sri Rama

Memanah sebagai simbol kecermatan, ketangkasan sekaligus kejujuran.

Ketika Gelora yang berlantai lima berkapasitas 110.000 tempat duduk

menjadi kenyataan sebagai sport venues megah dengan atap Temu Gelang menuai

pujian dari berbagai kalangan pers, salah satunya The Asia Magazine158 terbitan

Hongkong : ―..its construction is a feat unequelled in the annual of sport history in Asia

and perhaps in the world …‖. Kehadiran Gelora Bung Karno telah menunjukkan

keberhasilan Soekarno mengusung ‗ide arsitektur panggung‘.

158 Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK dan Gramedia, 2003, hal. 47.

Page 67: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

67

Usai perhelatan akbar itu Gelora Bung Karno yang berbentuk oval-

geometris itu berperan sebagai pemusatan massa untuk menyaksikan serta

mendengar pidato politik Soekarno pada acara-acara tertentu. Dengan

kapasitas 110.000 orang penonton Gelora Bung Karno menjadi sebuah pentas

pertunjukan raksasa dan memicu hasrat Soekarno menjadikan stadion utama

sebagai ajang penyelenggara Asian Games ‗model baru‘ yang dinamainya The

Games of The Emerging Forces atau Ganefo sebagai tandingan tidak langsung dari

Pesta Olah Raga Dunia Olimpiade. Dapat dikatakan bahwa kehadiran Gelora

Bung Karno bukan saja berperan sebagai wahana pertunjukan keolahragaan,

akan tetapi merupakan salah satu karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan

yang mewadahi ideologi politik Penguasanya, dalam hal ini Soekarno.

Hotel Indonesia merupakan Wajah Muka Indonesia diartikan sebagai

‗gerbang‘ untuk memahami Indonesia. Kehadirannya untuk memfasilitasi

seluruh aspek kehidupan yang juga diperkenalkan kepada pelajar Indonesia

melalui Ilmu Kewarganegaraan159 sebagai bangunan modern bertingkat 14

lantai pertama yang dimiliki Indonesia. Soekarno menunjuk Arsitek Abel dan

Windy Sorenson sambil mengutarakan keinginannya160 ― … Hotel Indonesia yang

tadi dikatakan oleh Presiden Hotel Indonesia Sdr. Iskandar Ishak untuk accelerate

kepariwisataan ke Indonesia. Sehingga dus sebenarnya jikalau saya membuka Hotel

Indonesia pada saat sekarang ini boleh saya katakan saya membuka Wajah Muka

Indonesia…

159 Informasi tentang Hotel Indonesia telah diberikan semasa peneliti di bangku Sekolah Dasar di Jawa Tengah tahun 1970-an. 160 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962.

Page 68: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

68

Selama perancangan Soekarno memberikan intervensi, sehingga tak

jarang terjadi perdebatan antara Abel Sorenson dengan Soekarno, bahkan

sempat mengutarakan: ―Jangan lupa saya juga seorang Insinyur, jadi Hotel Indonesia

juga dibangun oleh seorang Presiden.‖161Hotel ini dibiayai oleh Dana Pampasan

Jepang162 yang mencakup konstruksi Hotel Indonesia Jakarta, Hotel Samudera Beach

di Pelabuhan Ratu, Hotel Ambarukmo Yogyakarta dan Hotel Bali Beach di

Denpasar. Rancangan kamar Hotel Indonesia memiliki teras penangkap view

Kota Jakarta dengan paras yang dilapisi tabir surya. Salah satu intervensi

Soekarno adalah rancangan ruang multifungsi berkapasitas 1.000 orang.

Bentuknya oval, berlatar ukiran kayu Persawahan di Bali sebagai satu-satunya

ballroom berbentuk oval di Indonesia. Ruangan megah ini menjadi embrio

pertunjukan para seniman masa itu, antara lain Bing Slamet, Teguh Karya,

Rima Melati, Titik Puspa dan lain-lainnya.

Untuk mengekspresikan ke-Indonesia-an, Soekarno memerintahkan

perupa Indonesia untuk mempercantik hotel ini, antara lain; Relief sepanjang

30 meter dari batu andesit karya Harijadi berjudul Pesta di Bali di sepanjang

dinding luar bangunan. Berseberangan dengan patung Dewi Sri karya Trubus.

Di paras depan bangunan kubah yang dinamai Ramayana terpajang semi relief

bertema Wanita Indonesia Melayang yang ditorehkan penuh warna oleh Soerono.

Di balik kubah itu seluruh dinding atasnya dipenuhi oleh seni mozaik yang

menggambarkan tarian Indonesia karya G Darta. Di salah dindingnya,

dilukiskan oleh Lee Man Fong Satwa dan Flora Indonesia.

161 Buku Temu Kangen Keluarga Besar Hotel Indonesia 1995. 162Nishihara, Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang,

Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.

Page 69: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

69

Selain karya seni rupa, Soekarno juga mengadopsi nama pulau dan

tarian di Indonesia sebagai nama ruangan; Alor Room, Sumbawa Room, Lombok

Room, Barong Room, Pendet Room, dan Sangir Room. Dapat dikatakan ragam karya

seni di Hotel Indonesia menyerupai ‗Taman Sari Indonesia‘ berperan sebagai

etalase bagi karya perupa Indonesia. Selain mempercantik hotel, Soekarno juga

menggagas pembangunan patung Selamat Datang dan Air Mancur Heng

Ngantung di depan Hotel Indonesia sebagai tengaran Kota Jakarta. Kolam air itu

semula ditumbuhi padma merah berasal dari kolam Istana Bogor yang dinamai

Henk Ngantung Fountain.

Di atas kolam bundar itu berdiri setumpu monumen dengan patung

realis setinggi enam meter dari yang semula direncanakan sembilan meter,

menggambarkan sepasang pemuda dan pemudi melambaikan tangan seraya

membawa karangan bunga, dinamai patung Selamat Datang163. Patung ini

terwujud berkat intervensi, serta dialog terbuka dari Soekarno, yang bersedia

mendatangi bengkel kerja Edhi Sunarso di Yogyakarta sehingga akhirnya

monumen Selamat Datang dari bahan perunggu, menjadi kenyataan sebagai

karya patung modern yang pertama di Indonesia164. Dapat dikatakan bahwa

kehadiran Hotel Indonesia menunjukkan adanya ‗ide arsitektur‘ yang menyerupai

pentas yang pertunjukan ideologi ke-Indonesiaan gagasan Soekarno yang

dilekati dengan ornamen dan karya seni rupa165

163 Berdasar penuturan Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso di Yogyakarta 2001 dan 2010. 164Berdasar penelitian kurator seni patung Asikin Hasan, 2010 karya patung perunggu Selamat Datang merupakan seni patung modern pertama di Indonesia semula seniman Indonesia berkarya patung dengan cara tradisi pahat pada kayu dan batu 165 Semula pengoperasian Hotel Indonesia Group oleh BUMN – Badan Usaha Milik Negara, akan tetapi pada tahun 2009 diambil alih oleh operator hotel dari Amerika menjadi Hotel Indonesia Kempinski. Selain untuk fasilitas menginap, fasilitas café, restaurant, dan konferensi sangat variatif mulai dari menu maupun gaya pelayanannya, juga terdapat ruang Pameran Koleksi Heritage sebagai wadah koleksi karya seni di masa Soekarno yang pernah ditempatkan di satu ruang di Hotel Indonesia.

Page 70: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

70

Karya arsitektur Masjid Istiqlal merupakan buah gagasan Soekarno 17

tahun sebelum dipancangkan166. Dirancang sebagai masjid Jami‘ terbesar

dengan konsep keabadian. Bangunan masjid ini terlaksana ketika teknologi

beton dan logam stainedless-steel dipercayai mampu mewujudkannya. Setelah

mengalami sayembara rancangan, yang dimenangkan oleh Arsitek Silaban,

pemeluk Kristiani yang taat, maka Taman Wijaya Kusuma atau ex.Wihelmina

Park taman untuk memuliakan Ratu Belanda didirikanlah masjid ini. Letaknya

berseberangan dengan gereja Katedral yang bergaya arsitektur Gothic. Istiqlal

digagas sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara, melebihi masjid di Istambul

dan di Cairo.

Keseluruhan fisik bangunan didominasi oleh batu pualam sebagai

pelapis dinding dan lantai. Seluruh kusen pintu, railing, bahkan plafon serta

sanitarinya terbuat dari bahan stainedless steel. Parasnya tidak mengandalkan

ornamen kecuali pada ruang imam / mihrab-nya. Struktur beton berupa pilar

persegi berjajar ritmis di seluruh paras bangunan, yang dilengkapi kubah

raksasa penanda ke-Islam-an serta minaret pengantar Azhan yang ditempatkan

di sudut bangunan. Kehadiran Masjid Istiqlal yang dirancang Arsitek beragama

Kristen yang taat dan berlokasi berseberangan dengan Gereja Katedral,

bagaikan sepasang pentas pertunjukan religi mengungkapkan simbol

kemerdekaan dalam beragama.

166 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961.

Page 71: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

71

Tugu Nasional dihadirkan sebagai puncak modalitas arsitektur

gagasan Soekarno untuk melukiskan ‗jiwa baru Indonesia‘ yang dinamik di

abad modern. Kebuntuan rancangan terjadi dengan dua kali Sayembara Desain

Tugu Monas tahun 1955 dan 1960 ketika tak satupun karya peserta memenuhi

kriteria yang diberikan Soekarno. Sebagai jalan tengah Soekarno mengambil

ide dari pemenang Sayembara yang pertama dan kedua untuk dikembangkan

sebagai Proyek Final oleh Tim Arsitek Jempolan167. Keputusan Soekarno

tersebut sempat menuai kontroversi di kalangan Dewan Juri168.

Rancangan Tugu Nasional akhirnya didirikan di lahan bekas Lapangan

Ikada, yang dikenal sebagai Koniegsplain atau Champ de Mars di masa Kolonial.

Tugu Nasional dan Jalang Silang Monas169 merupakn karya bangunan pencakar

langit- highrise building pertama di Indonesia. Dengan ketinggian 142 meter itu

kehadirannya menyerupai pentas bagi perjalanan sejarah kebangsaan

Indonesia, antara lain dipertunjukkan melalui diorama, atribut-atribut

kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan, keelokan panorama Ibu Kota, serta

simbol cita-cita menggapai langit yaitu sosok Lidah Api Kemerdekaan. Lebih

jauh tentang proses memutu karya arsitektur Tugu Nasional dinarasikan pada bab

berikutnya.

167Soekarno.Pidato Upatjara Pemberian Hadiah Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Djakarta, 17 November 1960. 168 Ibid. 169 Soekarno,Pidato Pembukaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964.

Page 72: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

72

Kehadiran Wisma Nusantara merupakan moda komunikasi arsitektural

di masa Soekarno. Dengan ketinggian 29 lapis bangunan ini menjadi wadah

fasilitas hubungan ekonomi dan kepariwisataan Internasional. Soekarno

mempercayakan rancangannya kepada Arsitek Ciputra170. Wisma Nusantara

akhirnya merupakan gedung pencakar langit yang pertama sebagai tengaran

koridor Thamrin-Sudirman sekaligus mewujudkan tanda kebesaran

Indonesia171:

… gedung ini akan diletakan atas lapisan tanah 8 meter di bawah permukaan bum yang kita sekarang berada di atasnya. Jadi semacam satu gedung yang ditanamkan 8 meter dalamnya di dalam tanah. Kemudian tingginya 29 tingkat. Hebat saudara-saudara, 29 tingkat! Memang Insya Allah, ―Wisma Nusantara‖ akan menjadi gedung yang tertinggi di seluruh Asia!

Di awal kehadirannya Wisma Nusantara berperan memberi kualitas

ruang bagi Bundaran Hotel Indonesia. Sumber pembiayaannya didanai oleh

Pampasan Perang pemerintah Jepang172 diproyeksikan menjadi bangunan

tertinggi di Asia. Akan tetapi, proyeksi itu meleset di usianya ke-48, karena di

sepanjang koridor Jl. MH Thamrin sejumlah pencakar langit didirikan, dan

menyandang peran sebagai pentas pertunjukan yang membanggakan

masyarakat Indonesia.

170 Wawancara Olly Ganjar S dengan RM Sudarsono dalam Soekarno Sang Arsitek majalah Kartini no.286, taun 1985, hal. 8,9,123,124. 171 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung ―Wisma Nusantara‖ di Djalan Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964. 172 Nishihara, Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang,

Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.

Page 73: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

73

Gedung Sarinah berlokasi tak jauh dari Wisma Nusantara sebagai wadah

fasilitas komoditas Indonesia. Disayangkan, paras gedung kini telah mengalami

perubahan besar-besaran, sehingga tidak lagi dikenali rancangan awalnya.

Gagasan pendirian Sarinah dicetuskan Soekarno untuk memfasilitasi aktivitas

belanja, pameran komoditas khas Indonesia serta perkantoran modern dengan

escalator sebagai transportasi vertikal sebagai yang pertama173:

… department store yang akan didirikan ini menurut anggapan saya adalah salah satu alat perjoangan kita untuk merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat. Merealisasikan satu masyarakat yang adil dan makmur, satu masyarakat sosialis, satu masyarakat tanpa explotation de l‘homme par l‘homme. Dan sebagai tadi kukatakan masyarakat yang demikian itu tak mungkin tanpa distribusi aparat. Salah satu distribusi aparat ialah satu department store. Dan kecuali itu menurut anggapanku, menurut keyakinan dan menurut penyelidikanku di semua Negara yang ada department store, satu department store adalah saru price stabilisator, prij stabilisator.

Secara fisik Gedung Sarinah kurang mampu memberikan sensasi

artistik karena dirancangan sebagai Arsitektur Modern. Perannya sebagai

wadah yang mempertontonkan mata dagangan pilihan khas Indonesua mulai

dari kebutuhan sandang dan pangan barometer harga jual di pasar yang

menyerupai ‗etalase‘ bagi komoditas Indonesia. Bahkan, pada saat ini seluruh

façade bangunan telah berubah, karena ditutup oleh material keramik sehingga

façade aslinya sudah tidak lagi dikenali,

173Soekarno.Amanat PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung

Departement Store‘Sarinah‖ di Djalan Thamrin, Djakarta, 23 April 1963.

Page 74: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

74

Gagasan modernitas Soekarno demi menghilangkan ketahyulan

Bangsa Indonesia174 ditandai oleh gedung Planetarium sebagai observatori

angkasa syang terbesar – superlativitas di dunia yang berkapasitas 500 orang

melebihi mancanegara di Asia. Tim Arsitek Pemenang Sayembara Planetarium

adalah arsitek dari PT Perentjana Djaja : Ir. Ciputra, Ir. Budi Brasali dan Ir.

Ismail Sofyan. Proses perancangan kubahnya memperoleh intervensi langsung

dari Soekarno175 dengan meminta arsitek untuk menghadapnya saat Soekarno

sedang berada di Paris untuk menentukan warna porselen penutup kubah agar

tampak kontras dengan warna langit. Bagian dalam kubahnya sebagai layar

penangkap audio-visual film angkasa sebagai imaji ‗garis langit‘:

…Planetarium jang akan kita dirikan di Djakarta ini di tempat ini, adalah Planetarium jang terbesar di seluruh dunia. Ajo, bangga apa tidak? Terbesar di seluruh dunia. Bukan sadja gubahnya terbesar, tadi dikatakan 23 meter garis besar dari pagar hitam itu sampai ke pot itu, sehingga di kubah itu bisa duduk orang, berapa Pak Marno, 400-500 orang? 500 orang. Dilain-lain tempat Cuma 300-an, saudara-saudara. Indonesia, bukan main Planetarium-nja sekali 500 orang bisa duduk di dalamnya. Lantas ada orang jang sambil memperlihatkan gerak-gerik bintang-bintang itu memberi keterangan lisan.

Planetarium yang berperan sebagai ruang yang mempertontonkan

suasana angkasa raya, gerak bintang serta tata surya menyerupai sebuah wadah

bagi pentas pertunjukan. Kehadirannya penting karena menjadi penanda

terbitnya babak baru dalam ilmu pengetahuan di Indonesia.

174 Soekarno. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta, 9 September 1964. 175 Wawancara dengan Ir. Ismail Sofyan tanggal 18 Februari 2011 di Jakarta.

Page 75: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

75

Gedung Conefo buah gagasan Go Internasional Soekarno sebagai

manifestasi konsep Tata Dunia Baru diperuntukkan sebagai political venue bagi

Konferensi Conefo Agustus 1966 (urung terlaksana). Merujuk Arnold Toynbee,

terdapat Dua Blok Negara yang tunduk pada Declaration of Independence 1776

karya Thomas Jefferson dan Kelompok Manifesto Komunis tunduk pada Karl

Marx. Semula, Soekarno berpandangan perlunya Blok Negara berpendirian netral

yaitu Bangsa-Bangsa Asia-Afrika-Amerika Latin tergabung dalam Konferensi Asia-

Afrika di Bandung 1955. Namun, pada 1963 Soekarno menggagas Dua Blok

New Emerging Forces – NEFO dan Old Established Forces176:

…New Emerging Forces mentjoba menghantjurkan blok Old Established Forces seperti jang kita perbuat sekarang…Kita berdjuang untuk dunia baru dimana tiada explotation de l‘homme par l‘homme dan tanpa explotation de nation par nation, kita berdjuang untuk dunia baru tanpa kolonialisme, neokolonialisme imperialism. Kedua blok ini, hai kawan-kawan, kedua blok ini adalah kenjataan dari umat manusia sekarang, dan siapakah, siapakah jang berpihak pada The New Emerging Forces?

Gagasan venue itu disayembarakan di bulan November 1964

dimenangkan Arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo dengan menyajikan maket

lengkap berupa setangkup kubah Main Conference Building berasal dari filosofi

struktur sayap pesawat terbang. Terwujud atas dukungan konsultan struktur

Sutami. Rancangan ex.Conefo merupakan gubahan karya arsitektur sebagai

wadah ‗mempertunjukkan‘ kehebatan Indonesia di dunia Internasional,

sebagai ideologi poltik Soekarno, Sang Pemrakarsa kelompok NEFO.

176Soekarno. Pada Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Tanggal 19 April 1965

Page 76: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

76

Berdasar pengamatan visual pada sepilihan karya arsitektur ‗Projek

Mercusuar‘ dapat disimpulkan adanya kesamaan peran yaitu; sebagai wadah

menggelar kegiatan, ajang, arena, gelanggang, sasana, ruang pamer serta ruang

pertunjukan. Peran itu disandang mengungkapkan peran arsitektur non-

material yang mewujud berupa jajaran karya yang menyerupai pentas

pertunjukan di sepanjang koridor Kebayoran Baru-Thamrin dengan Jembatan

Semanggi sebagai pusatnya. Menyerupai sebuah pentas - catwalk bagi tergelarnya

jajaran bangunan arsitektur ‗Projek Mercusuar‘. Kehadiran Gedung Pola

menyerupai ruang pamer pembangunan, sedangkan Gelora Bung Karno

menyerupai pagelaran keolahragaan. Peran Hotel Indonesia menyerupai etalase

bagi tergelarnya karya perupa Indonesia. Sementara itu Wisma Nusantara

berperan sebagai wadah pertunjukan modernitas, dan Gedung Sarinah

Departemen Store sebagai pagelaran komoditas Indonesia. Peran Masjid Istiqlal di

kawasan Gereja Katedral menyerupai wadah pagelaran lintas religi. Adapun

Tugu Nasional menyerupai pentas pertunjukan atribut kemerdekaan Indonesia.

Planetarium dihadirkan sebagai pertunjukan keunggulan ilmu pengetahuan di

bidang astronomi dan Gedung ex.Conefo sebagai wadah bersatunya Negara

NEFO membangun Tata Dunia Baru.

Kesepuluh karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ menunjukkan ‗ide

arsitektur panggung‘ yang kehadirannya didorong hasrat, intervensi dan rasa seni

Soekarno untuk memberi kebanggaan bangsa Indonesia. Rumusan karya

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ adalah metafora177 ruang pentas bagi gagasan

yang bersifat non-material yang dihadirkan pada gubahan fisik karya arsitektur.

177 Merujuk Tesaurus, metafora sebagai majas atau gaya bahasa ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis, melalui kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, sebagai keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.

Page 77: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

77

Pengalaman inderawi di Kawasan Tugu Nasional melalui pengalaman

keruangan secara fenomenologis merujuk ―Dasein‖ atau ―Ada‖ gagasan

Heidegger178. ―Dasein‖ sesuatu yang berada di dalam diri yang memiliki aktivitas

yang tidak pasif, dan melalui filsafat Ontologi, ‗keberadaan‘ dimungkinkan

adanya. Heidegger berpendapat bahwa fenomena ‗Apa‘ yang ‗Ada‘ dalam

pikiran menunjukkan dirinya menjadi entitas. Modifikasi dan turunannya tidak

sembarang menunjukkan diri, juga bukan ‗sesuatu‘ membiarkannya

menunjukkan diri. Sementara itu Hursell mengajukan satu prosedur yang

dinamai epoche, berupa penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi

memunculkan esensi. Tanpa penundaan asumsi naturalisme dan psikologisme

akan terjebak pada dikotomi. Husserl mengutarakan ―kita perlu kembali ke

benda-benda sendiri‖-zu den sachen selbst.

Prinsip demikian dikembangkan Tjahjono sebagai pengamatan

arsitektural, dengan cara memberi kesempatan objek-objek harus

berbicara.Fenomenologi179 merujuk Tjahjono dilakukan secara intensionalism

mengandalkan intuisi dan intelektualitas melalui tiga reduksi sekaligus. Pertama,

reduksi dari seluruh subyektivitas. Kedua, reduksi seluruh pengetahuan,dan

Ketiga, reduksi seluruh tradisi yang ada. Sebagai a way of looking at things

178 Heidegger, Martin. Being And Time.Copyright © 1962 by Harper & Row, Publishers, Incorporated, hal. 34-36. Makna ‗Ada‘ Martin Heidegger dikupas oleh Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal. 114. 179 Tjahjono, Gunawan. Metode Perancangan: Suatu Pengantar Untuk Arsitek dan Perancang. Jakarta: FT Arsitektur UI, 1999, hal. 15.

Page 78: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

78

fenomenologi merujuk Brouwer180 merupakan gejala yang menampilkan diri

untuk dilukiskan melalui tesis intensionalism. Penulisan pengalaman

fenomenologis tidak hanya menggiring fakta yang dideskripsikan, tapi juga

memberi kesan langsung pada pembacanya agar seolah-olah mereka hadir

dalam fakta itu. Dengan demikian ukuran keberhasilan pengamatan

fenomenologis ditandai oleh deskripsi pengalaman secara komunikatif.

Untuk mencapai intensionalsm saya menempuh dua cara, Pertama,

mengamati keruangan Tugu Nasional melalui udara untuk memperoleh

pengalaman keruangan skala kota – makro. Cara demikian merupakan cara

untuk menangkap pengalaman keruangan dari segala arah yang

memungkinkan merujuk teori Phenomenology of Perception (Ponty: 1945)181.

Gagasan Ponty tentang penghadiran ke dunia melalui tubuh dengan tindak

motorik serta persepsi itu oleh Brower disebutkan posisi atas-bawah, kanan-

kiri, muka-belakang dari tubuh kita, termasuk tinggi-rendah posisi tubuh saat

pengamatan. Kedua, saya mengalami keruangan secara mikro dengan memasuki

Kawasan Tugu Nasional. Keduanya untuk mencapai rigorous, pengamatan

cermat bersandar kepekaan pancaindera terhadap objek yang tampil, melalui; 1)

ketajaman melihat, 2) ketajaman mengecap dengan lidah, 3) ketajaman

membaui, 4) ketajaman mendengar, 5) kepekaan meraba melalui kulit.

Senarai penelitian ini, saya melakukan perjalanan dari Jakarta menuju

Surabaya menumpang pesawat udara182 usai meletusnya gunung Merapi di

bulan November 2010.

180 Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal.10, 66 dan 186. 181 Adian, Donny Gahral.Pengantar Fenomenologi. Depok: Penerbit Koekoesan, 2010, hal.100. 182 Perjalanan pada pagi hari dari Jakarta menuju Surabaya menumpang pesawat Sriwijaya Air tanggal 5 November 2010.

Page 79: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

79

Nampaknya rute penerbangan Jakarta-Surabaya dialihkan dari biasanya demi

menghindari awan putih tebal berarak yang dinamai wedhus gembel. Situasi tidak

terduga ini sangat menguntungkan, karena pesawat dari arah bandara

Soekarno-Hatta melintas di atas Tugu Nasional. Melalui jendela kabin

pengalaman keruangan menyaksikan Tugu Nasional dari udara saya alami.

Setelah situasi dinyatakan normal, rute yang sama tidak lagi melintasi Tugu

Nasional183, sehingga deskripsi memandang kawasan Tugu Nasional melalui

udara menjadi penting.Dengan mendekatkan kepala ke arah jendela kabin, dan

memandang dengan sedikit menunduk tampak segubahan bangunan dan

lanskap Kota Jakarta menyerupai ‗gambar‘ yang terbingkai oleh jendela kabin.

Semakin tinggi mengudara, gubahan itu menyerupai miniatur terparak184

berbagai ukuran, bentuk dan warna.

Saat pesawat mengangkasa ke arah Kota Surabaya, tampak bidang

berair berupa lautan dan daratan dalam suasana pagi hari. Di bidang berair itu

himpunan perahu dan kapal merapat di sisi-sisinya. Di ujungnya, terbentuk

daratan melengkung ke arah laut membentuk huruf U, barangkali itulah Teluk

Jakarta di Laut Jawa. Ketika melintasi bidang daratan, tampak garis-garis

kelabu menggambarkan ruas-ruas jalan dan permukiman padat. Pandangan

tertuju pada hamparan bidang berwarna hijau tua, bentuknya unik, empat sisi-

sisi yang tidak sama panjang185. Di tengahnya menjulang sosok tiang yang

bertumpu di landasan persegi empat.

183 Beberapa kali perjalanan ke luar kota Jakarta setelah November 2010, Tugu Nasional tidak dapat lagi disaksikan. 184 Sanento Yuliman, dalam Asikin Hasan, Dua Senirupa Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman, 2001, h.4, dalam hal kita tidak mengenali obyek yang digambarkan – ialah terparaknya (terbedakan dan terpisahkannya) sosok dari latar. Sosok ialah bagian gambar yang tampak ―pekat‖ atau ―padat‖ sedang latar ialah bagian selebihnya yang tampak meruang. 185 hamparan bidang berwarna hijau tua empat persegi yang bidang sisinya tidak sama panjang lazim disebut trapezium.

Page 80: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

80

Di puncaknya ada sesuatu berkelok keemasan. Di keempat sudut

landasannya terbentuk persilangan, demikian juga empat sisi yang tegak lurus

terhadapnya. Membentuk delapan persilangan menyerupai simbol pancaran

matahari yang berpusat dari benda tegak itu.

Bila setiap persilangan itu ditarik garis imajiner, dari pandangan

tampak atas ke arah bidang lautan, maka garis pancarannya akan menyinggung

sebuah objek putih menyerupai Istana, barangkali Istana Kepresidenan. Saat

memandang serong ke atas, menyinggung benda empat sisi dengan setengah

bola di atasnya menyerupai kubah, barangkali Masjid Istiqlal. Saat melihat

serong kanan menyinggung benda berlajur-lajur menyerupai rel kereta api,

menunjukkan Stasiun Gambir. Pada serong bawah menyinggung objek-objek

menjulang menyerupai gedung berketinggian sedang. Pada serong kiri bawah,

menyinggung gubahan objek menjulang mencakar langit.

Pemandangan serupa dijumpai sebagai citra penginderaan jauh

terbitan Lapan186 dan peta Kota Jakarta187 yang menamainya Monumen

Nasional. Kemenarikan ‗gambar‘ Kawasan Tugu Nasional melalui bingkai

jendela kabin pesawat udara, menghadirkan panorama mengesankan sebagai

tanda - tetenger (bhs.Jawa) keberadaan Kota Jakarta. Kehadirannya menjadi

‗pemandangan terakhir‘ yang tersaksikan sebelum pesawat mengudara lebih

tinggi. Sangat disayangkan pengalaman memandangi Kawasan Tugu Nasional

saat pesawat udara mendarat ke Bandara Soekarno-Hatta belum dapat

dideskripsikan.

186Lapan, sebuah badan pemerintah yang bertugas menyiapkan citra penginderaan jauh melalui satelit. Periksahttp://www.nationsonline.org/oneworld/map/google_map_Jakarta.htm_20.20 WIB. 187 Periksa Holtorf, Gunther (ed). Street Atlas & Street Names Index Jakarta 2001-2003 Jabotabek. Jakarta: PT Djambatan,2001. Juga peta wisata Our Map is Bigger than Yours yang diterbitkan flymandala.com.

Page 81: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

81

Barangkali, pengalaman serupa itu dapat disetarakan dengan

pengalaman bertandang menuju Kota Manado di Sulawesi Utara. Sesaat ketika

pesawat yang ditumpangi mulai menukik menuju Bandara Sam Ratulangi,

melalui jendela kabin tampak ‗gambar‘ sosok putih menjulang di antara

kawasan hijau. Makin mendekati Bandara, makin tampak jelas

menggambarkan sosok berambut tergerai dengan kedua belah tangan

terentang. Gesturnya seolah menyambut kehadiran tamu. Sosok tersebut

merepresentasi patung realis Yesus Kristus berskala kota yang didedikasikan

oleh Pengembang terkemuka sebagai tetenger kawasannya sekaligus

‗mempertunjukkan‘ bahwa, sebentar lagi akan menjumpai sebuah kota yang

penduduknya dominan memeluk Nasrani. Patung tetenger itu menyerupai

patung Yesus Kristus di Kota Rio de Jainero Brasilia. Mengapa Kawasan

Tugu Nasional tidak dilintasi pesawat udaraseperti halnya Kota Manado?

Pertanyaan tersebut terjawab oleh kenyataan bahwa Bandara Soekarno-Hatta

sejak 1 Januari 1984 menggantikan Bandara Kemayoran dan berjarak sekitar

60 km dari lokasi Tugu Nasional. Kemayoran merupakan bandara

internasional pertama di Indonesia yang beroperasi sejak 1 Januari 1910 untuk

memfasilitasi penerbangan Hindia Belanda KNILM - Koningkelije Nederlands

Indische Luchtvaart Maatschapij. Instansi yang dinasionalisasi sejak kemerdekaan

sebagai bandara penerima Tamu-Tamu Negara dan memungkinkan melintasi

Kawasan Tugu Nasional di saat mendarat menuju Kota Jakarta serta di saat

meninggalkannya. Dari pandangan melalui udara, Kawasan Tugu Nasional

seolah ‗dipertunjukkan‘ kepada khalayak melalui segala arah pandang, melalui

dimensi, keunikan bentuk trapesiumnya, tugu yang menjulang di pusatnya

serta delapan garis imajiner di persilangannya.

Page 82: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

82

Kawasan Tugu Nasional yang luas serta unik itu menjadi suatu

pemandangan yang sangat kontras bila disandingkan dengan kepadatan

bangunan di sekitarnya. Hamparan hijau di Kawasan Tugu Nasional

mengundang kesan sebagai ‗ruang bernafas‘ sebagai ‗jeda‘ di tengah kepadatan

Kota Jakarta. Sementara itu, bangunan tunggal Tugu Nasional yang menjulang

di pusatnya menyerupai sosok ‗pemimpin‘ yang memancarkan aura-nya ke

delapan penjuru arah. Titik keemasan yang meliuk di tengah itu mengilhami

sosok yang bergerak yang memberi sensasi kemegahan dan kedinamisan.

Pengalaman visual melalui udara ini memperkaya kedalaman deskripsi

keruangan secara khas saat posisi tubuh tepat berada di atas objek, menyerupai

pandangan perspektif mata burung - bird‘s eye view188. Sikap pengamatan ini

memungkinkan saya memandangi gambar siteplan189 Tugu Nasional secara

lamgsung yang menjadi pengalaman tak tergantikan.

Cara memandang bird‘s eye view menjadikan Kawasan Tugu Nasional

sebagai ‗keterkenangan tentang kota Jakarta190. Di saat menyaksikannya

seolah-olah menyaksikan ‗adegan pentas‘ dari sebuah balkon gedung

pertunjukan. Objek yang berada di bawah tubuh tersaksikan seksama. Cara ini

mengilhami Arsitek untuk cermat berkarya, agar karyanya tersaksikan indah

dari sudut pandang (Rasmussen:1962: 9) sekaligus, menunjukkan berperannya

teori trio emosions yang mengilhami penting proses kreatif agar karya arsitektur

mampu menggugah emosi-emotion evoked (Raskin: 1954: 10) sebagaimana

tersaksikan pada Kawasan Tugu Nasional ini.

188 Bird‘s eye view adalagh teori cara memandang objek dalam posisi pengamat seolah-olah ‗terbang‘ menyerupai burung, dilakukan di posisi setidaknya 40 derajat terhadap objek. 189 Siteplan merupakan gambar sebuah kawasan yang disaksikan dengan posisi dari atas. 190 Pengalaman Trimatra hanya akan menjumpai sosok Kawasan Tugu Nasional melalui pandangan perspektif yaitu sejauh mata memandang. Secara Dwimatra hanya akan dijumpai seluruh tampak wajahnya secara dua dimensi atau secara frontal.

Page 83: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

83

Tugu Nasional berlokasi di Kawasan Medan Merdeka Jakarta.

Awalnya dirancang empat akses utama Jalan Silang Monas sesuai gambar situasi

yang diterbitkan oleh Manajemen Monas 1994. Usai kebijakan Gubernur

Pemprov DKI Jakarta Sutijoso memagar keliling pada 28 September 2002191

mengubah Kawasan Monas menjadi ruang semi tertutup oleh empat buah

gerbang yang tidak setiap saat dibuka. Pencapaian menuju Tugu Nasional

melalui gerbang yang berdekatan Stasiun Gambir, yaitu gerbang Tenggara atau

Barat Daya di sebelah Parkir IRTI.

Pengalaman keruangan dialami setelah prosedural resmi yang diminta

Manajemen Monumen Nasional diikuti. Dengan mengandalkan gerak tubuh

dan sensasi inderawi terhadap aspek keruangan yang tampil seperti; sisi

mendatar, sisi tegak, sisi samping, sirkulasi, pencahayaan, kelembaban udara,

dimensi, warna serta wujud sesuai pembagian keruangan Kawasan Tugu

Nasional (Monas, 1994) meliputi; Taman Monas, Kolam Pendingin, Ruang

Mesin, Terowongan Bawah Tanah, Halaman Tugu, Museum Sejarah, Ruang

Tunggu, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Pelataran Puncak Tugu dan

Api Kemerdekaan. Pengamatan berlangsung beberapa kali untuk memperoleh

pengamatan keruangan di Kawasan Tugu Nasional, pengalaman itu saya

padatkan untuk mempersingkatnya, paparan detail akan diterbitkan sebagai

pustaka tentang cara pendekatan fenomenologis dalam arsitektur dan desain.

191 Liputan6.com, 2007, Jakarta: Massa Menentang Pemagaran Monas.

Page 84: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

84

Untuk mencapai Ruang Tenang atau Ruang Kemerdekaan ditempuh

melalui dua tangga putar berlokasi dekat ruang elevator di sisi Utara dan sisi

Selatan Pelataran Tugu. Sebelum menapaki tangga, terpajang papan himbauan

untuk bersikap tenang di Ruang Kemerdekaan dan informasi jadwal waktu

pembacaan Teks Proklamasi yang dimulai dari pukul 09.00 sampai jam 15.00

WIB. Ketika mencapai Ruang Kemerdekaan, tergelar ruangan segi empat

seluruhnya dilapisi batu pualam. Dinding ruangan yang tampak miring ke arah

luar dan di tiap sudut dindingnya tampak juga melengkung ke arah luar

merupakan akibat bentuk piramida terbalik atau afgeknotte serta liukan Cawan

Tugu. Suasana demikian terbentuk dari sebelah dalam ruangan.

Suasana Ruang Kemerdekaan sangat temaram, hanya mengandalkan

pantulan cahaya dari bukaan di atas dinding serta sorotan sinar yang

ditembakkan ke arah dinding berwarna zamrut yang berada di tengah-tengah

ruangan luas itu. Dinding besar tegak sampai bidang atas ruangan. Bila

dipandang dari undak-undakan yang ditata seperti amphitheater192 itu, dinding

hijau megah itu menyerupai bangunan Ka‘bah yang berada di tengah-tengah

ruang terbuka Masjidil Al-Haram di Kota Mekkah. Suasana ruang yang

diciptakan terkesan lengang, temaram, mencekam menyerupai suasana di

sebuah ruangan sakral. Barangkali ia dirancang untuk mengkondisikan suasana

tertentu yang akan dipertunjukkan dalam ruangan ini. Mulai dari sisi Timur se

arah jarum jam, disorotkan sinar kekuningan ke arah dinding hijau zamrut itu,

menerangi pajangan tulisan berhuruf kapital:

192 amphitheater adalah ruang teater yang terletak di tempat udara terbuka yang digunakan untuk hiburan dan pertunjukan.

Page 85: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

85

PROKLAMASI

KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA

HAL-HAL JANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN D.L.L DISELENGGARAKAN DENGAN TJARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO JANG SESINGKAT-SINGKATNJA

DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA

INDONESIA SOEKARNO HATTA

Tulisan Teks Proklamasi itu dari bahan keemasan berukuran besar. Di

depannya terdapat vitrin kotak berukuran besar yang diselimuti kain hitam.

Menurut informasi, merupakan kotak kaca antipeluru sebagai calon wadah

Sang Saka Merah Putih yang kini masih berada di Istana Merdeka Jakarta.193

Keberadaan vitrin tidak dibahas karena bukan merupakan fokus penelitian. Di

sisi Utara terpajang relief gambar kepulauan wilayah Indonesia, tanpa disertai

penjelasan. Relief itu terpajang berupa sebaran kepulauan yang bercitra pulau

Sumatera hingga Irian Barat.Kepulauan itu secara deyure menjadi wilayah

NKRI pada 17 Agustus 1950. Secara defacto Irian Barat menjadi pulau

terbungsu NKRI di akhir 1962, menyempurnakan wilayah kepulauan

Indonesia yang semula hanya terdiri atas delapan teritorial194yaitu; Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda

Kecil (Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta.

193 Berdasar informasi Manajemen Monumen Nasional, Maret 2011, Sang Saka Merah Putih sedianya dipindahkan ke Monumen Nasional urung karena masalah keamanan dan keselamatannya sebagai benda bersejarah yang dikibarkan 17 Agustus 1945. 194 Sujono, RP & Leirissa, RZ (ed) Edisi Pemutakhiran dari Notosusanto, Nugroho & Djoened Poesponegoro, Marwati (ed) SejarahNasional Indonesia VI-Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007, hal.160-161.

Page 86: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

86

Di sisi Barat, tampak gerbang megah hijau tua berukir keemasan.

Kemegahannya memberi petunjuk sebagai tempat penting atau Agun.

Dikelilingi ornamen sulur-suluran yang sekilas tampak sama dan sebangun

menyerupai ‗cerminan‘ namun sebenarnya tidak simetri, disebut

‗keseimbangan khas Jawa‘. Ornamen itu mengingatkan ornamen di

Kerobongan195 nDalem Karaton Surakarta yang juga menampilkan sulur-suluran

tiada terputus dari tangkainya. Di tengahnya terdapat ukiran padma mekar

menyerupai relief dinding candi di Jawa Tengah196 dengan mahkota-mahkota

Wijayakusuma. Keduanya merupakan simbol bunga abadi yang disakralkan oleh

Dinasti Mataran di Karaton Surakarta yang disimpan di Kamar Pusaka197. Nama

Wijayakusuma juga dijumput oleh Soekarno sebagai nama jalan di sepanjang

Monumen Tugu Pahlawan198 yaitu titik nol pengembangan Kota Surabaya.

Di dalam gerbang megah dari perunggu itu, ditempatkan Kotak Kaca

Emas berisi salinan Teks Proklamasi. Sebuah lempengan logam bulat keemasan

berelief Padma melindungi Kotak Kaca itu. Gerbang akan terbuka serta tertutup

secara otomatis sebanyak tujuh kali sehari di tiap 60 menit. Dalam keadaan

tertutup, gerbang itu bagai sepasang pintu berornamen Wijayakusuma dan

Padma. Bersamaan dengan terkuaknya gerbang itu terdengar lah nyanyian

―Padamu Negeri‖ karya Kusbini: Padamu Negeri kami berjanji, Padamu Negeri kami

mengabdi, Padamu Negeri kami berbakti, Bagimu Negeri jiwa raga kami.

195 Kerobongan di Karaton Surakarta tertetak di tengah-tengah Joglo Paningrat sebagai lokasi sakral untuk memuliakan Dewi Sri. 196 Padma, atau bunga terata, lotus, tunjung, seroja merupakan bunga yang disakralkan oleh pemeluk agama Hindu-Budha. 197 Diceriterakan oleh GPH Eddy Wirabhumi, menantu Sri Susuhunan Paku Buwana XII, April 2011. 198 Monumen Tugu Pahlawan Surabaya diresmikan oleh Soekarno pada Hari Pahlawan 10 November 1952.

Page 87: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

87

Secara perlahan-lahan kedua daun pintu Gerbang itu bergeser ke

samping. Di saat terbuka, tampaklah sebuah bidang seukuran dengannya,

seluruh bidangnya dipenuhi ornamen menyerupai sosok Kala-Makara199 dipadu

dengan ornamen mahkota bunga Padma sedang merekah. Kala-Makara

merupakan simbol raksasa pemangsa. Simbol Sang Waktu dalam mitos Jawa

Kuno yang ditemukan di gerbang Candi Kalasan Jawa Tengah. Seraya

mengiringi terkuaknya Gerbang megah itu, tampak sebuah lempengan bulat

keemasan berukiran Padma bergeser secara perlahan ke atas dan menghilang

dibalik ornamen Kala-Makara bersamaan dengan selesainya bait terakhir

nyanyian ―Padamu Negeri‖200. Tepat di bawah bidang Kala-Makara itu terdapat

ornamen artifak menyerupai ‗mulut raksasa‘ yang sedang menganga yang berisi

Kotak Kaca keemasan menyerupai kaca etalase dalam ukuran relatif kecil,

sebagai ruang penempatan salinan Teks Proklamasi. Rupanya, Gerbang Megah

Hijau adalah pelindung dari bidang Kala-Makara sebagai batas ruang yang

dikatakan ruang sakral karena menempati posisi yang terdalam yang sejatinya

ruang yang lebih gelap. Sakral akibat keberadaannya tepat di titik pusat

bangunan yang disebut axis-mundi. Kehadiran bidang Kala-Makara berperan

sebagai ‗pengantar‘ perbedaan waktu antara kekinian dan kelampauan.

Sesaat setelah seluruh permukaan Kotak Kaca keemasan itu terbuka,

terkuaklah salinan Teks Proklamasi. Seusai itu, terdengar suara laki-laki jenis

bariton membacakan Teks Proklamasi dengan cara perlahan serta jeda,

menyerupai seseorang sedang membaca puisi. Demikian caranya membacanya:

199Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981, hal.90. 200 Merujuk buku Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982,hal. 32 dinyatakan bahwa lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah ―Indonesia Raya‖. Menurut analisis memang lebih tepat lagu ini disbanding ―Padamu Negeri‖ karena lagu Kebangsaan lazim untuk mengiringi Upacara Bendera dan Pembacaan Teks Proklamasi.

Page 88: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

88

Proklamasi, Kami bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia,

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain lain, diselenggarakan dengan cara seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, Jakarta, Tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus ampat puluh lima Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno - Hatta

Pembacaan Teks Proklamasi itu, merupakan rekaman suara Presiden

Soekarno201. Terdengar tidak seperti suara ketika beliau berpidato, yang

bersemangat dan menggelegar. Pembacaannya dilakukan penuh kehati-hatian,

dan pengucapannyapun tidak persis dengan naskah asli Teks Proklamasi,

perbedaannya terletak pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun.

Seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai cara yang lazim

dipergunakan di masa Jepang, namun Soekarno menyebutnya 17 Agustus

1945. Cara pembacaan itu menunjukkan ‗tanda penolakan‘ Soekarno atas

kelaziman menggunakan lafal yang diberlakukan Jepang. Peristiwanya menjadi

diskontinuitas yang menandai berakhirnya masa kependudukan Jepang menjadi masa

kemerdekaan melalui Bahasa melalui cara pengucapan yang tidak sama antara

naskah sebagai cara penangguhan makna gagasan Derrida.

Usai prosesi pembacaan Teks Proklamasi disimpulkan bahwa gerbang

Kala-Makara sebagai ‗pusat pertunjukan‘ menyerupai pakeliran dalam

pewayangan sebagai ―panggung‖ ‗menghadirkan kembali‘ peristiwa penting

detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

201 Rekaman suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6 tahun setelah Proklamasi. Awalnya usulan Mohammad Jusuf Ronodipuro untuk merekam ditolak Soekarno. Akhirnya Soekarno menghendaki rekaman membacakan naskah Proklamasi diperdengarkan setiap tanggal 17 Agustus termasuk di Ruang Kemerdekaan Tugu Nasional.

Page 89: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

89

Di sisi Selatan, terpampang patung burung raksasa dari bahan logam.

Menggambarkan Garuda Pancasila yang berasal dari mitos Burung Djatayu dari

epos Ramayana. Tampil sedang mengepakkan seluruh sayap emasnya yang

berjumlah tujuh belas helai.Kepaknya berjajar ritmis dari yang terpendek

hingga terlebar menyerupai sosok sedang mengangkat kedua tangannya.

Kepalanya berjambul menolehkan separuh wajahnya ke arah kanan seraya

membusungkan dada ke depan. Paruhnya yang besar melengkung runcing

setengah terbuka memperlihatkan ujung lidahnya, seolah Garuda itu hendak

mengutarakan sesuatu. Sorot matanya hitam tajam dengan rongga mata yang

besar mengesankan sosok yang cermat memandang. Perisai berlatar merah-

putih menggantung di dadanya terlukis bintang keemasan berlatar hitam,

kepala Banteng hitam bertanduk mengarah ke atas di sebelah kanan atas. Di

kirinya Pohon Beringin berdaun rimbun berlatar putih. Di kanan bawahnya,

terlukis buah Padi dan Kapas keemasan berlatar putih, serta seuntai rantai

emas tanpa ujung. Kedua kaki dan ekornya diselimuti bulu keemasan menapak

terbuka, seraya kedua jari dengan kukunya yang runcing itu mencengkeram

kuat-kuat sehelai pita putih yang bertuliskan BHINNEKA TUNGGAL IKA.

Sosok patung raksasa Burung Garuda Pancasila tampil mengesankan.

Mengukirkan citra keperkasaan dan keanggunannya berlatar dinding pualam

hijau zamrut. Sisi Selatan ini mementaskan sosok lambang kejayaan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, Burung Garuda berperisai butir-butir Pancasila.

Usai ke-empat sisi dinding itu terjelajahi, disimpulkan bahwa ruangan itu

dirancang untuk mempertunjukkan eksistensi Negara Indonesia dengan

memajang seluruh atribut-atribut menyertai peristiwa Proklamasi berupa

aksara naskah Proklamasi, peta kepulauan wilayah Indonesia, salinan Teks

Proklamasi dan Garuda Pancasila sebagai benda-benda pusaka.

Page 90: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

90

Di akhir pengamatan tersisa sebuah pertanyaan: Dimanakah Sang Saka

Merah Putih dipertunjukan di Tugu Nasional ini? Karena dalam pengamatan ini

tidak dijumpai pusaka terpenting Republik Indonesia, yaitu Sang Saka Merah

Putih yang seharusnya di-Agung-kan sebagai pusaka di Ruang Kemerdekaan

sesuai kriteria utama Sayembara Perancangan Tugu Nasional 1960202 yaitu

memberikan ‗tempat yang Agung bagi Sang Saka agar dapat disaksikan

masyarakat setiap harinya. Kenyataannya, hingga penulisan Disertasi ini

berakhir, Sang Saka Merah Putih masih tersimpan di Istana Presiden di Jakarta.

Perjalanan menuju Pelataran Puncak Tugu diantarkan melalui sebuah

alat pengangkut vertikal yang disebut elevator atau lift yang berkapasitas

maksimal 10 orang. Ruang liftnya berupa rongga menerus dari bawah hingga

Pelataran Puncak Tugu tepat berada di tengah-tengah Badan Tugu.

Kabin lift dilapisi oleh lembaran logam mengkilap keperak-perakan

yang sudah usang. Lift di Tugu Nasional ini hanya memiliki satu nomor tujuan,

yaitu Pelataran Puncak Tugu. Satu-satunya moda transportasi vertikal di Tugu

Nasional sebagai alat pengangkut yang ‗tersibuk‘ karena animo pengunjung

untuk mencapai Pelataran Puncak Tugu mencapai 1.500 orang setiap harinya.

Sejak pengoperasiannya tahun 1975, lift sudah mengalami tiga kali penggantian

mesin karena bekerja sepanjang waktu kecuali hari Senin terakhir di tiap

bulannya. Memerlukan waktu kurang dari tiga menit kereta lift untuk mencapai

Pelataran Puncak Tugu.

202 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 4.

Page 91: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

91

Ketika pintu lift terbuka, dijumpai teras mengelilingi empat sisinya.

Suasana yang semula gerah akibat perjalanan di Terowongan Bawah Tanah, turun-

naik tangga Museum Sejarah dan Ruang Kemerdekaan berubah menjadi sejuk

akibat aliran udara yang menerpa keempat sisi teras terbuka itu. Di sekeliling

teras itu dijumpai pembatas setinggi dada yang dilapisi pualam dengan

sebentuk logam bulat keperakan sebagai pengaman teras dengan bagian

luarnya yang berupa angkasa bebas. Di sekeliling pelataran puncak itu dibuat

teralis perlindung terhadap situasi yang membahayakan. Bagian bawah teras

seluruhnya dilapisi pualam, demikian juga sisi tegaknya bahkan sisi atas sebagai

langit-langit yang juga sebagai tempat tergelarnya sosok Lidah Api Kemerdekaan.

Lokasi Pelataran Puncak Tugu merupakan salah satu tempat yang tertinggi di

Jakarta di awal pembangunan Tugu Nasional tahun 1960-an. Ketinggian

Pelataran Tugu bukan lagi merupakan yang tertinggi di Jakarta.

Pemandangan melalui Pelataran Puncak jauh lebih jelas dibandingkan

menyaksikan melalui pesawat udara, karena bagian penting dari bangunan

dikenali. Situasi itu, bagaikan berwisata di angkasa menyaksikan panorama

Kota Jakarta yang nun jauh di bawah. Timbul rasa senang serta rasa beruntung

dapat menikmati panorama kota di Pelataran Puncak Tugu di saat lengang,

karena mendahului jadwal kunjungan. Leluasa mengamati dan

mendokumentasi meski kurang optimal karena hanya dapat menyaksikan

melalui salah satu sisinya dan harus mengitari seluruh sisi agar tercapai

panorama kota secara utuh. Hal itu disebabkan terhalangnya pandangan oleh

sosok Badan Tugu yang berfungsi sebagai rongga lift.

Page 92: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

92

Pada Senin terakhir bulan Maret 2011 bertepatan kunjungan Tugu

Nasional diliburkan saya mengalami pengalaman luar biasa di lokasi Lidah Api

Kemerdekaan. Untuk mencapai lokasi itu harus melewati manhole yaitu lobang

seukuran tubuh manusia di langit-langit Pelataran Puncak Tugu. Ketika

sebagian tubuh melampaui manhole, tampak sebongkah benda besar berlekuk-

lekuk berwarna keemasan terhampar tepat di hadapan. Dia-lah sosok Lidah

Api Kemerdekaan yang selama ini hanya dapat disaksikan melalui foto-foto

dokumentasi. Pada hari itu, ‗kehadiran‘-nya dapat terasa secara inderawi.

Gerakan sosoknya tidak menyerupai gerak dinamis api yang sedang tertiup

angin ataupun ,menyerupai obor yang menjilat-jilat, namun menggambarkan

sosok meliuk yang menguncup menuju satu titik. Gerakan sosok Lidah Api

tampak luwes, menyerupai liukan sosok yang sedang menari. Tampil kontras

dengan warna langit biru di angkasa. Di ujungnya menyembul sumbu

menyerupai peralatan penangkal petir. Di antara liukan sosok Lidah Api

Kemerdekaan itu terbentuk beberapa celah yang ditutupi oleh bahan kaca. Sosok

keemasan yang meliuk-liuk itu ternyata berfungsi juga sebagai penutup

ruangan mesin lift. Sosok yang berkilau keemasan bila dipandang dari kejauhan

itu, dalam jarak dekat ternyata memiliki permukaan kasar, karena terbuat dari

beberapa logam perunggu yang dihubungkan oleh semacam baut paku besar.

Di sekelilingnya dijumpai empat sisi teras yang memungkinkan

menyaksikan panorama Kota Jakarta namun terhalang oleh sosok Lidah Api

yang berdiri di tengahnya. Pengalaman serupa ini menyerupai pengalaman di

puncak candi Borobudur di Jawa Tengah. Melalui keempat sisinya tersaksikan

panorama persawahan, sungai, gunung, dan pemukiman penduduk.

Page 93: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

93

Tubuh harus melintasi arah jarum jam untuk menyaksikan panorama

kota karena terhalang adanya stupa203 sosok bangunan di pusat pelataran candi.

Di kedua lokasi itu, yaitu di lokasi Api Kemerdekaan dan puncak candi

Borobudur ditandai adanya sosok penghalang pandangan yang sekaligus

berperan sebagai orientasi. Saat mengalami pengalaman keruangan di ruang

tanpa batas itu, peran sosok Lidah Api dan stupa menjadi maknawi

membedakan material fisik arsitektural dengan angkasa biru.

Pengalaman keruangan di lokasi Lidah Api Kemerdekaan itu

menggugah keterharuan, bukan hanya dapat memandang secara dekat, bahkan

meraba permukaan Lidah Api-pun terlaksana. Sosok Lidah Api Kemerdekaan

ternyata tidak hanya berperan estetik-ornamentik semata, akan tetapi memiliki

peran menyelimuti ruang mesin lift yang menjadikan bagian teratas Tugu

Nasional tetap terpandang keindahannya bila dipandang dari berbagai sudut

pandang. Apabila dipandang seksama, struktur sosok Lidah Api menyerupai

sosok karya seni patung dalam ukuran gigantis. Berupa lempengan-lempengan

perunggu yang saling dilekatkan oleh baut, dan didirikan pada setumpunya,

yaitu Atap Pelataran Puncak Tugu. Dalam balutan warna keemasan dari bahan

goldpaper yang dibuat dari emas murni itu, sosok Lidah Api Kemerdekaan

menjadi pusat pertunjukan yang tergelar di ruang publik di Kota Jakarta.

Kehadirannya dimuliakan segenap masyarakat Indonesia. Sosoknya bersinar

dan berpendar karena seperangkat penerangan buatan yang menyorotnya,

sehingga lekukan-lekukan plastisnya tampil secara dramatis di malam hari.

203 Ditengah-tengah stupa terletak patung Sang Budha Gautama dengan sikap duduk lotus. Duduk bersila, telapak kaki di atas paha, telapak tangan menghadap ke atas, punggung dan leher tegak lurus, mata memandang puncak hidung, gigi-gigi atas dan bawah dipisahkan oleh ujung lidah di antaranya, sebagai padmasana dikutip dari prosa Jawa Kuno oleh Van Der Tuuk (1897-1912).

Page 94: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

94

Usai mendeskripsikan pengalaman fenomenologis keruangan di

Kawasan Tugu Nasional, diakhiri pembahasan keterhubungan Pengalaman

Inderawi dengan Kode Aksial merujuk Grounded Theory, untuk meneguhkan

adanya hubungan langsung ―teks‖ yang dirangkum sebagai Data Koleksi –

Data Collection dengan Coding yang berpotensi sebagai Memoing, yaitu dasar-

dasar pembentukan Teori Baru. Rangkaian pengamatan fenomenologis di

Tugu Nasional dilanjutkan mengurai keterhubungan Pengalaman Indrawi

dengan Kode Aksial cara penerapan penelitian Grounded Theory Strauss204:

Keterhubungan konsep ruang Khora dalam penelitian Grounded Theory

dinarasikan sebagai berikut. Pertama, terdapat keterhubungan antara subtansi

pledoi Indonesia Menggugat yang mengungkap konsep teritori Indonesia dengan

relief keemasan wilayah kepulauan Indonesia di Ruang Kemerdekaan.Kedua,

keduabelas naskah tonil di Ende dan Bengkulu memampukan Soekarno

menggubah draibooken adegan diorama Museum Sejarah dan karya arsitektur

―panggung― Tugu Nasional.Ketiga. keterhubungan peristiwa Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan pagelaran atribut kemerdekaan di

Tugu Nasional: Teks Proklamasi, Pembacaan kembali Teks Proklamasi,

Pengabadian Sang Saka Merah Putih termasuk Gerbang Kala-Makara dan Kotak

Kaca Emas, Lambang Garuda Pancasila, serta Peta Wilayah Kepulauan

Indonesia.

204 Groat, Linda. Phases of Research Coding. A. Strauss, Qualitative Analysis for Social Scientists. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002, hal. 181.

Page 95: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

95

Keempat, keterhubungan antara pidato Soekarno di hadapan

pemenang sayembara Tugu Nasional Kedua 1960205, Pidato pelantikan panitia

Museum Sedjarah Tugu Nasional 1964 206, Pidato pembukaaan Jalan Silang

Monumen Nasional 1964207 dengan berdirinya Tugu Nasional, dan sosok

patung realis Pangeran Diponegoro sebagai ekspresi kesetaraan Internasional

dalam merancang Monumen yang berkorelasi dengan dokumen pribadi

Soedarsono208 Arsitek kepercayaan Soekarno yang ditugasinya.

Keenam, prosesi menuju Tugu Nasional dengan menyusuri

Terowongan Bawah Tanah dan menaiki sejumlah tangga Pelataran Tugu

merupakan rancangan khas yang bertujuan memberi ‗keterkejutan visual‘ dengan

memandang Cawan Tugu berskala raksasa usai mengalami kesesakan. Sampai

kini, belum ditemukan data metafisik hal itu, tetapi terbitnya SK Presiden

tahun 1995 yang menyatakan Master Plan di Kawasan Medan Merdeka. Ketujuh,

48 adegan-adegan diorama atau kotak pemandangan sebagai benda visual untuk

mempertunjukan kelampauan masa Indonesia purba hingga bersatunya

kepulauan Irian Barat kewilayah NKRI, berkorelasi erat dengan draibooken

yang disusun oleh Sejarawan dan Seniman209 pembuat diorama. Kedelapan,

Ruang Kemerdekaan terkait dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17

Agustus 1945 sebagai ruang pertunjukan visual-auditif berupa amphiteather,

205Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 206 Pidato Presiden Sukarno Pada Pelantikan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional, Istana Merdeka, Djakarta, 3 Djanuari 1964. 207 Pidato Presiden Sukarno Pada Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964. 208 Memoar Arsitek RM Soedarsono. 209 Dihimpun empat buah jilid draibooken berisi adegan diorama Museum Sejarah Nasional era Soekarno sebagai pedoman Edhi Sunarso dan Keluarga Artja untuk memvisualkan ke dalam bentuk fisik diorama. Kemudian mengalami beberapa kali perubahan sejak pemerintahan Soeharto, sehingga tidak semua diorama merupakan warisan Soekarno.

Page 96: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

96

Gerbang Kala-Makara dan atribut kemerdekaaan210. Kesembilan, atribut

kemerdekaan Indonesia Sang Saka Merah Putih terkait pidato Soekarno211 yang

mengutarakan keinginan adanya ‗ruang‘ bagi Sang Saka serta memoir Ajudan

Pribadi Bambang Wijanarko212 . Kesepuluh, pelataran Puncak Tugu merupakan

lokasi pertunjukan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, dan Api

Kemerdekaan yang ditambahkan Soekarno mempertunjukkan keelokan

estetis-fungsional karena mahkota Tugu sekaligus pelindung arsitektural213.

Pengalaman inderawi dan Kode Aksial berdasar Grounded berkorelasi

analisis komparatif yaitu : empat hal; cara yang relevan, fit-cocok-valid, dapat

dimodifikasi/dikendalikan sebagai kriteria pembentukan teori merujuk Glaser

dan Strauss dalam The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative

Research214. Disimpulkan bahwa, fenomena keruangan di Kawasan Tugu

Nasional berpotensi untuk menjawab Hipotesis Kerja yaitu hadirnya ―Arsitektur

Panggung‖ yang merepresentasi pen-Agung-an tanah air / ke-Indonesia-an

melalui pertunjukkan benda-benda keterkenangan, atribut Proklamasi

Kemerdekaan, serta nuansa kelampauan Bangsa Indonesia secara visual-auditif

sebagai area representasi ke-Indonesia-an yang digelar bagai pentas ―panggung‖

sekaligus merepresentasi sebagai ―Panggung Indonesia‖.

210 Sejumlah dokumentasi Gerbang Kala-Makara dan Kotak Kaca serta surat menyurat Arsitek Soedarsono dengan Konsultan estetik Profesor Lorenzo Ferri dari Studi d‘Arte Internationale - Roma sebagai konsultan patung Diponegoro. Sosok Api Kemerdekaan diawali sketsa, pembuatan model, pelaksanaannya oleh Tohnichi Trading Co Ltd Jepang berdasar rancangan Arsitek Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts. 211 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960. 212 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Gramedia.1988, hal.197. 213 Gambar prarencana Tugu Nasional yang disiapkan Arsitek Soedarsono dan diberi persetujuan acc.Soek oleh Soekarno Yang juga termuat dalam Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. 214 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. Ibid., hal. 237.

Page 97: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

97

Bab ini akan mengungkapkan makna baru melalui hermeneutik-

interpretatif merujuk Ricouer dengan menganggap Pengalaman keruangan

dianggap ―teks‖ yang dimiliki Sang Perancang yaitu Soekarno. Dianalisis

keterhubungannya dengan―teks‖ lain yang kontekstual secara historis untuk

memperkaya intepretasi makna sebagai apropriasi. usai melewati distansiasi. Cara

sedemikian berpeluang menjadi informasi yang berpotensi sebagai episteme -

pengetahuan baru. Makna baru sebagai pengetahuan berdasar metode

penelitian Grounded menjadi struktur pembentuk teori, yaitu teori subtansif

yang berasal dari data yang disebut ―minor working hypotheses‖ atau Hipotesis

Kerja215, dalam penelitian ini: ―Panggung Indonesia‖ – suatu modalitas atau cara

mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai ‗karya arsitektur‘ Soekarno sebagai

‗komunikasi arsitektural‘ yang hadir bersamaan dengan peristiwa pergerakan bangsa

Indonesia [maupun Dunia] di masa itu.

Makna baru diungkap usai mempertautkan ―teks‖ di Kawasan Tugu

Nasional dengan ―teks‖ lain yang bersepadan karakteristik Khora sebagaimana

uraian Telaah Karya Terkait Tema Penelitian. Pertama, ia sesuatu yang abadi,

tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa

ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu

tempat atau ‗ruang‘. Kedua, ia menggambarkan sosok unik-alien, dissymetri,

triton genos.

215Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 32-33. .

Page 98: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

98

Ketiga. bersepadan dengan ‗ruang‘ dalam arti tempat, lokasi,

wilayah, area yang luas/country. Keempat, ia menunjuk figures, form

perwujudan wadah, wujud, representasi ibu/metaphorical mother-perawat

yang feminine.Kelima, sebagai obyek penerima isi muatan-receptacle,

pembawa-tanda/jejak. Keenam, menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide

bentuk arsitektural yang selalu dalam proses memutu.

―Teks‖Kawasan Tugu Nasional yang karakteristik khora disandingkan

dengan teori gayut untuk menyingkap makna kehadiran arsitektur. Di antara

teori yang tersedia, Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell216 berpotensi

menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban termasuk karya

arsitektur, melalui tiga tahap penelusuran; jejak peradaban, jejak keruangan,

dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba – arketipe. Menurut

Lobell, pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa sering kali

didorong oleh alam tidak sadar – unconscious bahkan tidak jarang ditemukan

berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik yang disebut arketipe.

Gambaran simbolik itu berupa non fisik/metafisik yang terkandung

pada Kawasan Tugu Nasional selaras karakteristik Khora; sesuatu yang abadi,

tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa

ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu

tempat atau ‗ruang‘. Hasil pandangan dari kabin pesawat udara sebagaimana

diuraikan sebelumnya menggambarkan ‗citra‘ trapezium dengan sosok

menjulang di pusatnya diikuti oleh garis menyilang imajiner yang saling

berpotongan menyerupai gambar siteplan Kawasan Monas217 atau citra iconos.

216Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. 217 Monas. Monumen Nasional dengan Museum Sejarah Nasionalnya.Jakarta: Kantor Pengelola Monas. 1994, hal. 12.

Page 99: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

99

Dalam Approching Unconscious: Man and His Symbol. Arketipe

menyiratkan sesuatu yang lebih jelas dan makna langsung yang mewakili

konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar. Terdiri dari

beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal masa lalu.

Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang tidak

dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang

kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap menyerupai khora.

Arketipe keruangan akan digunakan sebagai cara menelusuri pikiran impersonal

dari Soekarno dalam perannya sebagai Penguasa di saat Kawasan Tugu

Nasional digagas sebagai form. Metode ini merupakan satu-satunya cara untuk

menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang telah wafat serta berjarak

terhadap masa penelitian, melalui ‗jejak purba‘ dari karyanya.

Cara ini dikatakan langka bagi penelitian arsitektural, karena lazimnya,

pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui wawancara atau

tulisan oleh yang bersangkutan. Namun, sebagai akibatnya, pengungkapannya

sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris218. Penguasa ingin

mengontrol apa yang ingin diucapkan, atau dituliskan bahkan membuang hal

yang dirasanya tidak perlu. Cara penelusuran Lobell menjadi sebuah terobosan,

karena bersandar jejak purba yang dipertautkan dengan hal metafisik219 namun

seringkali terlewatkan. Enam Arketipe keruangan gagasan Lobell dan satu

gagasan Sandberg berupa citra alam bawah sadar yang timbul di permukaan

kesadaran manusia ketika bertindak mewujud batas ruangnya sebagai ‗jejak

purba‘ bersepadan dengan penelusuran metafisik atau melalui cara Khora.

218 Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan mengabaikan tulisan. 219 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya.

Page 100: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

100

Terdapat tujuh tipe arketipe yang dimungkinkan terjadi fusi, namun

tetap dapat dikenali faktor yang dominan yaitu: Pertama, The Sensitive Chaos

menggambarkan ciri peradaban manusia berburu secara berpindah – nomaden

di masa Palaeolithic atau era Zaman Batu sebelum manusia mengenal sistim

pertanian, metalurgi, tembikar, ataupun tekstil. Egaliter dengan etos kerjasama

tanpa pembagian kerja, belum mengenal bahasa tulis, kaya akan tradisi lisan

dan ritual sakral seperti pada suku Aborigin di Australia, Eskimo, serta suku di

hutan Amazon. Berciri jiwa kepribadian yang menyatu Roh Agung, percaya

perdukunan, sihir, pemujaan roh-roh dan totem. Memahami dunia sebagai chaos

– ketidak beraturan peka dengan aktivitas psychoerotic seperti musik, tari, seni

ritual dengan kesadaran jiwa berubah-ubah. Simbol spiral berliku sebagai awal

peradaban manusia purba disebut World of the Great Spirit - dunia maha spirit.

Kedua, The Great Round digambarkan simbol Bundar Raya yang memuja

Ibu sebagai sumber kehidupan matrilineal. Masyarakatnya petani dengan desa

dan kota sebagai unit sosial di masa Neolitik dan Zaman Perunggu awal. Berciri

penemuan teknologi pertanian, tembikar, astronomi, irigasi. Membangun

secara permanen, menulis dan menampilkan arsitektur lumbung dan rumah.

Dicontohkan budaya Jomon di Jepang dan Cina, Lembah Indus,

Mesopotamia, Mesir Awal. Ketiga, the Four Quarters, dunianya para Hero,

simbolnya dunia empat persegi sebagai penggembala nomaden di masa

Perunggu Awal dengan inovasi teknologi alat perang. Memiliki pola patriarki,

memuliakan pahlawan – hero dan kedewataan sebagaimana bangsa Arya dari

India, Persia dengan mempercayai alam semesta sebagai singgasana Tuhan

dengan konsep ruang dunia empat penjuru dilambangkan suci dari profan.

Page 101: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

101

Titik pusat atau pusar dunia sebagai acuan penataan lanskap,

memuliakan persimpangan jalan dan empat arah mata angin. Keempat, The

Pyramid simbolnya pyramid atau octahedron. Peradabannya disebut World of the

God-King sebagai dunia Dewa Raja yang mencerminkan stratifikasi sosial dan

konsep kekuasaan. Lapisan teratas adalah Raja dan terbawah adalah Rakyat

dengan struktur patriaki. Muncul jenis monument di ruang kota sebagai tanda

peringatan. Sebagai Era Classic atau Golden Age, peradaban tinggi Mesir Kuno,

Sumeria Peradaban, India di bawah Asoka dan Buddha dan dinasti Hindu,

Kebudayaaan Maya di Meso Amerika, Yunani Klasik, Abad Pertengahan dan

Renaisans Awal. Mempercayai inkarnasi dan axis mundi - poros bumi untuk

memahami tiga alam kehidupan langit-bumi-dunia bawah. Membedakan

tempat tinggal dan penguburan. Karya arsitektur merepresentasi gunung,

piramida, stupa sebagai struktur penting, sebagai kuil dan makam kerajaan.

Kelima, the Radiant Axes simbolnya sinar matahari sebagai simbol

kejayaan Penguasa yang memancar segala arah melalui kekuatan militer. Tidak

menyembah Dewa, tapi personifikasi pribadi Sang Penguasa dengan konsep

gigantisme dalam ritual Negara, seni, dan arsitektur, termasuk kebun raya dan

taman, istana harem. Jejak jiwa enflanted ego-ego yang dilambangkan Icarus yang

terbang menuju matahari. Keruangan meniru pancaran sinar matahari dalam

perencanaan kota sebagai jalan memancar dari istana.

Obelisk sebagai titik fokus sistem jalan memancar. Adanya patung

kolosal, mural bagi keagungan kaisar pada kerajaan Mesir Baru, Babilonia,

Asiria, Persia, Alexander Agung, Romawi, Aztec dan Inca, Louis XIV dan

Versailles, Spanyol, Portugis, Inggris serta dunia Islam. Keenam, The Grid

arketipe dunia rasional simbolnya grid orthogonal tanpa pusat dan batas pengikat.

Mengenal ekonomi produksi dan perdagangan skala internasional.

Page 102: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

102

Terdapat di kekaisaran Romawi, China, dan Rusia, Eropa dan

Amerika pada Revolusi Industri, Jepang Kontemporer. Adanya ego anonimitas

tanpa tujuan, malaise dan hilangnya kontak spiritual. Keruangan grid ke segala

arah serta tidak memusat. Arsitektur dan perencanaan kota mencerminkan grid

pada tata jalan ortogonal, ruang bujursangkar, modular. Dicontohkan Agora,

pabrik di abad 19, pusat perdangan dunia. Ketujuh, The Network gagasan

Anders Sanberg, ditandai oleh jaringan komunikasi, antena dan ekonomi

global dengan perkotaan sebagai pusat dengan tumbuhnya masyarakat ilmiah.

Terjadi di Negara Barat akhir 1990-an hingga abad 21, dunia dalam gerak chaos,

sarat informasi namun membingungkan menyerupai gerak acak Brownian

dinamai World of the Infonaut.

Penelusuran akan mempertautkan unsur metafisik di Kawasan Tugu

Nasional dipertautkan arketipe Soekarno, Penguasa di era perancangan Tugu

Nasional220. Soekarno mempercayai adanya corak kebudayaan yang

dipengaruhi oleh masa transisi221 berasal dari kebudayaan periode sebelumnya,

memberi indikasi corak kebudayaan sebelum kemerdekaan yang akan

mempengaruhi rancangan Tugu Nasional, seperti masa Hindu, Budha, Islam

bahkan di masa Kolonial itu sendiri. Basis yang digunakan sebagai

pembahasan adalah ―teks‖ sebelum dan sesudah Soekarno berkuasa, Pertama,

berupa teks pidato, amanat, puisi, surat, memo, dan naskah sandiwara.

220Koentjoroningrat merumuskan tujuh unsur kebudayaan universal yang diurut berdasarkan tingkat kesukaran dan pengubahannya. antara lain; sistim religi dan upacara keagamaan, sistim dan organisasi sosial kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistim teknologi dan peralatansistem kesenian terbagi menjadi; a. Seni Rupa: seni bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis, seni rias, seni kerajinan, dan seni olah raga. 221Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.

Page 103: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

103

Kedua, architecture as a text merujuk Eco222 yaitu memandang karya

arsitektur dipersamakan ―teks‘ berdasar semantiknya dengan menganalisis

makna yang terkandung disetarakan sebagai kata dan kalimat.Kedua ―teks‖

dipertautkan dalam memperkaya pembentukan makna baru – ultimate self –

responsibility. Penelusuran merujuk ―teks‖ hasil pengalaman inderawi saya di

saat melihat Kawasan Tugu Nasional dari pandangan udara dengan

mempertautkan pandangan kosmologi Jawa-Bali serta city planning

Kemaharajaan Perancis.

Citra delapan pancaran sinar di Kawasan Tugu Nasional

mengingatkan Nawa Sanga dan Pola Perempatan Agung di Bali223 sebagai

keselarasan Bhuana Agung - makro kosmos dan Bhuana Alit - mikro kosmos

yang berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga224 berupa delapan

pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Tri Hita Karana sebagai senses of place

yang mengandalkan arah mata angin. Sumbu ritual Timur-Barat dinamai surya-

sewana berorientasi ke arah terbit dan terbenamnya matahari dan orientasi

Timur dinilai lebih utama. Sumbu natural Kaja-Kelod merujuk arah gunung dan

laut disebut nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci.

Ruang dikategorikan suci menempati bagian Kaja-Utara mengarah ke

gunung: untuk pura, arah sembahyang, arah tidur. Sebaliknya profane-kurang

222 Eco, Umberto. Function and Sign: the Semiotics of Architecture in Neilleach (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal. 182. 223 Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai

Tradisional.1986, hal. 11. 224Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.

Page 104: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

104

sakral di Kelod-Selatan untuk posisi kandang, kuburan, pembuangan kotoran,

dan sebagainya. Nawa Sanga disimbolkan padma bermahkota delapan225 disebut

Kompas orang Bali. Nawa Sanga adalah pusat pancaran perpotongan sumbu Kaja-

Kelod dengan Kangin-Kauh sebagai pedoman peruntukan bangunan di Bali.

Dikenal Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung terbentuk akibat perpotongan

sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh sebagai penempatan bangunan suci di

sudutnya. Pola Perempatan Agung memiliki catuspatha226 sebagai titik pertemuan

pasangan dualistik surga-manusia dan kelahiran-kematian. Nawa Sanga di

Kawasan Tugu Nasional menunjukkan keluasan teritori yang dipancarkan oleh

titik pusatnya, yaitu lokasi Tugu Nasional yang tepat di catuspatha, berupa

orientasi ke Utara arah Kelod, yaitu Laut Teluk Jakarta serta mengarah ke Kaja

ke gunung Salak dan Gede Pangrango di Jawa Barat di Selatan Jakarta227.

Perpanjangan pancaran itu bila ditarik ke skala Kota Jakarta

menyinggung sejumlah arsitektur era Soekarno228. Di Utara lokasi Galangan

Kapal di Tanjung Priok229, di Timur Laut Bandara Internasional di

Kemayoran, Di Timur Tugu Pembebasan Irian Barat di Lapangan BantengDi

Tenggara, Patung Dirgantara di perempatan Pancoran Jakarta. Di Selatan,

Hotel Indonesia dan Patung Selamat Datang, di Barat Daya, Gelora Bung Karno di

225Davison, Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore:Periplus.1999, pg 5. Nawa Sanga, The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deity- Hindu in origin – and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for the proper orientation of building. 226 IGM Putra. Catuspatha, konsep, transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah.Vol 3 No.2 Agustus 2005, hal. 62 – 101. 227 Panorama Gunung Salak dan Gede Pangrango hanya dapat disaksikan di masa Kolonial ketika Kawasan Tugu Nasional sebagai Taman Raja atau Koningsplein di masa Hindia Belanda, merujuk catatan Clockener Brousson dalam Gedenkschriften van een oud-koloniaal - Batavia Awal Abad 20 Depok: Komunitas Bambu, 2003, hal.118. 228Rangkaian kegiatan permulaan proyek menyerupai Ritual Kenegaraan. 229Soekarno.Pidato Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan Kapal―Karya Putra‖ di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965.

Page 105: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

105

Jl. Senayan, di arah Barat Universitas Trisakti230 di perempatan Jl. Kyai Tapa,

dan arah Barat Laut,Bandara Cengkareng231 diperbatasan Jakarta-Tangerang.

Bila kedelapan garis pancaran diperpanjang menjangkau wilayah kepulauan

Indonesia, menyinggung karya monumental Soekarno; arah Utara, sebuah

monumen Tugu di Menumbing Bangka232, arah Timur Laut, Tugu di

Bundaran Palangka Raya233, Arah Timur, Tugu Muda Jl. Simpang Lima

Semarang234, Arah Tenggara, Hotel Bali Beach di Sanur Bali235, rah Selatan,

Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu236. Di arah Barat Daya, Reaktor Atom

di Bandung237, arah Barat Tugu Makam Pahlawan Seguntang Palembang238.

Arah Barat Laut, masjid Jami‘ di Bengkulu239. Citra Nawa Sanga di Kawasan

Tugu Nasional tercipta oleh dorongan alam bawah sadar Soekarno akibat

pengaruh budaya Hindu dari Sang Ibu Idayu Sarimben, Brahmana dari Bali

Kosmologi Pajupat atau Keblat Papat Kalimo Pancer yang memuliakan

empat arah mata angin dan pusatnya merupakan orientasi spasial Karaton

230 Universitas Trisakti, sebuah institusi pendidikan tinggi swasta yang dinasionalisasi oleh Soekarno 19 Oktober tahun 1965 231Menurut Edhi Sunarso, Bandara Cengkareng merupakan gagasan Soekarno dan sudah dilakukan pembebasan lahannya. 232 Dok.Indah Widiastuti, ITB, 2001 dan National Geographic Traveler, edisi Juni, 2001. 233 Pengamatan langsung di Bundaran Besar Palangka Raya, 2001. Simak Wijanarka. Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006. 234 Pengamatan langsung di Tugu Muda Semarang, 2001, 2007, 2009. 235 Pengamatan langsung di Bali Beach Sanur, Bali 2001, 2009. 236 Pengamatan langsung di Samudera Beach, Pelabuhan Ratu Jawa Barat 2001. 237 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961. 238 Dokumen Pribadi RM Soedarsono. 239 Chanafiah, M Ali. Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press, 2003, hal. 45.

Page 106: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

106

Dinasti Mataram di Surakarta dan Yogyakarta240. Karaton Surakarta meng-

Agung-kan gunung Lawu dan Semeru di Timur dan Barat, samudera Selatan

yang dikuasai lelembut Ratu Kidul dan Hutan Prang Wedono di Utara. Meyakini

Dualitas Jawa seperti siang-malam, benar-salah, pria-wanita sebagai paradoksal

linier dan paradoksal hirarkis; kawula-gusti, raja-rakyat, atas-bawah. Melakukan

sesembahan kepada Gusti Allah ditiap memulai hajat, memilih hari berdasar

primbon serta meyakini tiga hirarkis dunia; surgawi, bumi dan dunia bawah

dengan Utara-Selatan sebagai pedoman merancang. Penerapan konsep Pajupat

juga ditampakkan pada bangunan Tugu Nasional berupa empat pintu utama

yang mengarah Utara, ke Istana Jakarta, Stasiun Gambir di Timur, Kantor

Gubernur Jakarta di Selatan, dan kawasan jalan Jendral Sudirman di Barat serta

porosnya di Badan Tugu. Konsep Pajupat yang memuliakan arah Timur saat

terbit matahari merupakn titik orientasi penempatan atribut kemerdekaan di

Ruang Kemerdekaan241 di awali Aksara Teks Proklamasi. Sisi Utara relief

Wilayah Kepulauan, sisi Barat penyimpan salinan Teks Proklamasi dan patung

Garuda Pancasila di Selatan.

Citra Pajupat juga terkait padma242 dan wijayakusuma yang diyakini

Karaton Surakarta sebagai pusaka Raja mengilhami Soekarno yang memiliki

240 Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta. 2004, hal. 102-103. 241 Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28. 242Berdasar dokumentasi Istana Kepresidenan RI 2011 ditemukan sejumlah foto kunjungan Presiden Soekarno mendampingi PM India meninjau candi-candi di Jawa Tengah. Simak risalah Moehkardi. Sendratari Ramayana Prambanan. Segi Seni dan Sejarahnya. Prambanan: PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. 1994, hal.3. Pada 25 Agustus 1961 Soekarno meresmikan Panggung Terbuka Pagelaran Ballet Ramayana: ―Ballet Ramajana adalah satu pertjobaan (good afford) untuk membawa seni pentas Indonesia ke taraf yang lebih tinggi‖ Seusai restorasi pertama Candi Prambanan dilaksanakan.

Page 107: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

107

kedekatan dengan keluarga Karaton Surakarta243 bahkan Soekarno244 dianggap

berperan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII.

Badan Tugu Nasional yang menjulang itu ‗menyerupai sumbu‘ bumi disebut

axis mundi atau poros penghubung tiga lapisan dunia dunia atas, dunia manusia

(tengah) dan dunia bawah. Dunia atas tempat Dewa-Dewa dan arwah nenek

moyang. Dunia tengah didiami manusia. Dunia bawah sebagai dunia orang mati.

Dunia bahkan diyakini ―lahir‖ melalui poros ini, kemudian dilambangkan

pohon, gunung, tiang, tangga. Beberapa mitologi menganggapnya sebagai

gerbang menuju sorga maupun ke dunia bawah. Melalui poros inilah Dewa-

Dewa turun ke bumi, sehingga manusiapun ingin agar tempat tinggalnya

berada di poros ini yang diwujudkan sebagai tiang utama rumah tradisional,

seperti soko guru pada rumah Joglo. Pada Tugu Nasional axis mundi menembus

tiga lapisan ruang, a) Ruang Bawah Tanah, b) Ruang Tengah, serta c) Ruang

puncak Tugu. Dunia bawah dipresentasi oleh Terowongan Bawah Tanah dan

Museum Sejarah yang singup (bhs. Jawa), lengang tanpa bukaan ‗menyerupai‘

ziarah ke makam kuno. Di balik strukturnya badan tugu berperan sebagai

poros lintasan elevator yang mondar-mandir menuju Pelataran Puncak atau

Dunia Atas, di lokasi Lidah Api yang menyerupai kahyangan. Di ketinggian

puncak itu dirasakan kebebasan, keterpukauan sekaligus ketakutan akibat jarak

yang terlampau tinggi di atas 100 m terhadap ltanah. Citra surgawi dihadirkan

243 Melalui dokumentasi tampak Soekarno diantara putri-putri Karaton. Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta.2004, hal. 353. 244 Setiadi, Bram dkk. Raja Di Alam Republik Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII. Jakarta: PT Bina Reka Pariwara, 2001, hal.84 Soekarno dianggap berperanan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII. Di saat melayat, Soekarno sempat meminta keluarga Karaton Kasunanan untuk mempertimbangkan suksesinya kepada KGPH Suryo Guritno, karena kecakapan yang dimilikinya.Setelah dinobatkan sebagai Paku Buwana XII, Sang Sunan sempat ditunjuknya sebagai Menteri Negara Sementara untuk memperkuat delegasi Indonesia di Konferensi Meja Bundar.

Page 108: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

108

oleh Lidah Api Kemerdekaan 245 yang berkilau keemasan ke angkasa. Pola-pola

ruang yang diterapkan dalam Tugu Nasional mencitrakan konsep mandala

melalui bentuk bujur sangkar – empat persegi sama sisi menjadi form dengan

ukuran merujuk peristiwa sakral 17 – 8 – 1945. Angka 17 sebagai ketinggian di

atas permukaan tanah, angka 8 sebagai lebar bada Tugu, angka 45 sebagai

ukuran lebar Cawan Tugu. Bentuk-bentuk bujur sangkar di Kawasan Tugu

Nasional ini mengingatkan pada konsep mandala.

Menurut Snodgrass246, mandala merupakan diagram penempatan

para Dewa dan atau fungsi-fungsi tertentu yang membentuk lingkaran.

Mandala artinya lingkaran, memiliki tiga arti; 1) lingkaran, 2) Yang

melahirkan para Buddha, dan 3) Yang menyatukan. Mandala dipercaya

menyatukan fungsi-fungsi tertentu seperti samadi. Vajradhatu Mandala

sebaga llmu pengetahuan yang pembentukannya di awali bentuk lingkaran,

Garbhadhatu Mandala merupakan mandala prinsip (tubuh, batin dan ucapan)

yang diawali bentuk persegi empat.Citra pajupat, mandala, axis mundi serta

konsep tiga lapisan dunia pada bentuk Tugu Nasional diterapkan untuk

memberi sugesti kemuliaan khas Indonesia melalui budaya Jawa Kuno untuk

menimbulkan rasa kesatuan, keterharuan serta keindahan yang disebut momen

estetik247.

245Sosok Lidah Api Kemerdekaan terbentuk dari perunggu dilapisi emas murni seberat 32 kilogram.Bertepatan HUT 50 RI ditambahkan goldleaf 18 kg sehingga menjadi 50 kilogram. 246 Adrian Snodgrass. The Matrix and Diamond World Mandalas ShingonBuddhism. (New Delhi: Rakesh Goel,1988 ), hal.121. 247 Momen Estetik merujuk Edi Sedyawati: Tumbukan antara serapan panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik, sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan rasa ketertarikan, keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan‖. Merujuk Edhi Sunarso: ―Daya magnetis yang terdapat dalam karya seni yang memiliki nilai keindahan, dan berakibat ketertarikan oleh si pengamat‖.

Page 109: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

109

Tugu Nasional berdiri tepat di catuspatha di pusat Pola Perempatan

Agung yang terbentuk oleh perpotongan empat ruas Jalan Silang Monas. Bila

lokasi bangunan suci di Bali terletak di salah satu sudutnya, maka Tugu

Nasional menempati pusat persilangan ganda di titik pusat tanda (X) dan tanda

(+). Tentang Jalan Silang Monas248 dan Koningsplein 1965249 merujuk Soekarno:

… Karena dulu Belanda punya Koning, itu lapangan lantas dinamakan Koningsplein. Ini nama Koningsplein jang kita tjoret, kita djadikan Lapangan Merdeka, dan kita dirikan ditengahnja itu Tugu Nasional, sebagai lambang kemerdekaan!

Sekitar 1930-an, Treub250 merancang tanda silang ex. Koningsplein saat

bertugas sebagai ahli botani. Keserupaan tanda silang (X) pada lokasi yang

sama tidak dapat dipersandingkan karena perbedaan tujuan. Soekarno

menandai ex. Koningsplein dengan tanda silang untuk mengubah makna secara

signifikan, sedangkan Trueb menunjuk konsep estetik. Simbol silang tegak (+)

dan silang miring (X) merupakan salib Yunani sebagai representasi pembagian

dunia ke empat unsur atau poin kardinal gabungan konsep ketuhanan, garis

vertikal, dunia, garis horizontal. Makna lain tanda silang (X) pada ―teks‖

diartikan sesuatu yang salah, atau harus dipertimbangkan untuk dihapus. Tanda salib

berdiri sendiri (X) menunjukkan suatu penolakan251. Tanda silang miring (X)

248 Ketika Sayembara Rancangan Tugu Nasional Kedua tahun 1960 dilaksanakan, Peserta Sayembara telah menerima gambar lokasi sebagai Term of Reference penentuan lokasi Tugu Nasional wajib ditempatkan di pusat Jalan Silang Monas. Seperti yang ditemukan pada dokumen pribadi Arsitek RM Soedarsono, dan penuturan Arsitek Noer Sajidi dan Saiful Arifin, Pemenang Ketiga Sayembara Tim Mahasiswa ITB Bandung, Maret 2011. 249 Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 250 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Cipta Loka Caraka. 2008. 251 Heuken SJ, A, Ibid.

Page 110: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

110

oleh Derrida dinamai ‗under erasure‘ mengingatkan teori Ada dari Martin

Heidegger sebagai penundaan sementara-epoche dalam mengungkap Ada252 atau

―Being‖.Ada disetarakan kesementaraan agar dapat dibaca kembali.

―Keterbacaan‖ Ada yang disilang itu sebagai penyingkapan Ada yang otentik.

Tanda silang miring (X) torehan Soekarno di atas Lapangan Merdeka yang

dinamai Jalan Silang Monas mereduksi Ada atau Kehadiran sebelumnya.

Pengungkapan Ada mendahului Jalan Silang membentang kemungkinan dan

sejarah Ada merujuk teori Dekonstruksi Derrida253.

Jejak tidak pernah benar-benar Ada atau absen, tetapi terbuka

kemungkinan penyingkapan dan kebenaran Ada. Jejak purba Lapangan Merdeka

bermula dari Champ de Mars sebagai ekspresi Kemaharajaan Perancis254.

Menjadi Koningsplein di masa kolonial, kemudian Ikada di masa Jepang. Simbol

silang ganda (X) dan (+) ditulis: Koningsplein (X) dan Ikada (+) artinya :

Koningsplein dan Ikada keduanya DIHAPUSKAN. Juga diartikan: Koningsplein

dan Ikada DITOLAK atau BUKAN LAGI Koningsplein dan Ikada. Makna

tanda silang ganda (X) dan (+) di Kawasan Tugu Nasional sebagai tindakan

unconscious Soekarno yang menunjukkan penolakan atas situs Kemaharajaan

Napoleon I (1769-1821) juga ex Koningsplein sekaligus ex. Fasisme Jepang.

Torehan silang ganda itu sebagai epoche Soekarno menyerupai tindakan

‗membebaskan‘ diri dari pengaruh kolonialisme di titik terpenting di

252 Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982, hal. xv. 253 Al-Fayyadl, Muhammad.Derrida. Yogyakarta: LKis, 2009, hal. 137. 254 Perlu diketahui bahwa Koningsplein awalnya dirancang sebagai Champ de Mars atas perintah Kaisar Napoleon melalui Herman Willem Daendelssebagai simbol Kemaharajaannya di Perancis yang wajib dipancarkan di negeri koloninya yaitu Hindia Belanda. Koningsplein merupakan kawasan terbuka yang terbesar sejak masa Hindia Belanda hingga saat ini.

Page 111: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

111

Indonesia. Ketika Soekarno memancangkan setumpu raksasa Tugu Nasional

di catuspatha pusat persilangan ganda (X) dan (+) Soekarno telah memberi

‗tanda baru‘ berupa tetenger raksasa menandai Jiwa Baru Indonesia melalui

penghapusan jejak, pemurnian, pensucian kawasan dan menjadikannya

Agung, karena menumpu dua kali catuspatha yaitu penorehan tanda silang

miring (X) dan tegak (+).Soekarno telah men-dekonstruksi kemapanan

Kemaharajaan di Champ de Mars, Koningsplein, Lapangan Ikada dan

menjadikannya Lapangan Merdeka sebagai simbol baru Ke-Maha-Indonesia-an

dengan tetenger Tugu Nasional di pusatnya. Penorehan tanda silang ganda di

kawasan yang menyerupai Jalan Silang Monas juga ditemukan di awal berdirinya

Tugu Pahlawan Sepuluh Nopember Surabaya 1951-1952255. Citra itu kini punah

tertutupi oleh bangunan namun dapat disaksikan melalui dokumentasi. Jejak

serupa berupa torehan silang ganda terdapat pada rancangan awal Gelora Bung

Karno sebagai stadium berstandar internasional terbesar di Asia Tenggara256.

Soekarno cenderung menandai lokasi bersejarah atau yang akan

menyejarah dengan tanda silang (X) dengan pancangan tiang raksasa atau

bangunan raksasa tepat di catuspatha ditemukan di, 1) Tugu Pahlawan Sepuluh

November Surabaya 1951-1952 di pusat persilangan, 2) Tugu Muda di pusat

simpang lima di Kota Semarang257 1952, 3) Tugu Alun-Alun Bunder di pusat

simpang lima di Malang 1953, 4) Tugu Bundaran Besar Palangkaraya 1957258 di

255 Sarodja.Sekilas Pelaksanaan Pembangunan Tugu Pahlawan 10 Nopember 1945 di Surabaya. Surabaya: 1952. 256Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek.: Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu. 2005, hal. 228. 257 Wawancara dengan Edhie Sunarso, pemenang sayembara Tugu Muda di tahun 1955 258 Tjilik Riwut. Kalimantan Membangun. Anonim, 1958.

Page 112: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

112

pusat simpang lima, 5) Tugu dan Patung Dirgantara 1962259 di pusat

perempatan jalan, 6) Tugu dan Patung Selamat Patung Datang di perempatan

bundaran Hotel Indonesia 1962. Tindakan menorehi tanda silang pada

kawasan bertumpunya tugu dan monumen menunjukkan tindakan unconscious-

nya Soekarno yang meninggalkan jejak peradaban Jawa Kuno yang bermakna

sakral karena kehadirannya selalu diawali oleh ritual ‗pensucian‘ di atas

kawasan yang dirancangnya.

Tinggalan berwujud tiang pancangan, tugu lilin, paku dudur atau

obelisk berukuran raksasa di catuspatha menunjukkan peng-Agung-an Soekarno

terhadap ‗sosok di pusat‘. Mengapa justru catuspatha di kawasan Jl. Pegangsaan

Timur No.56 Jakarta sebagai situs Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak

dipilih menjadi lokasi Tugu Nasional, dan justru Tugu Petir yang menjadi tetenger

posisi Soekarno saat membacakan naskah Proklamasi 17Agustus 1945?

Pada penelusuran dokumen Silaban ditemukan gambar Monumen

Proklamasi Kemerdekaan260 di ex. Jl. Pegangsaan. Meski urung dibangun,

dokumen itu sebagai bukti peng-Agung-an Soekarno terhadap ex. lokasi

Rumah Proklamasi. Namun ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 tidak berpotensi

sebagai Pola Perempatan Agung karena menempati kavling relatif kecil, sehingga

titik sakral pembacaaan Teks Proklamasi tidak ideal sebagai catuspatha yang

dapat didirikan sebuah tugu monumental, sekalipun kawasan itu telah

259 Wawancara dengan Edhie Sunarso Seniman pembuat Patung Selamat, Datang, Pembebasan Irian Barat dan Dirgantara, 2010. 260 Berdasar reproduksi Dok Pribadi Arsitek Silaban 2009.

Page 113: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

113

mengalami perluasan261 namun terkendala oleh perlintasan jalan kereta api

jurusan Cikini. Secara teknis permasalahan infrastruktur akan teratasi bila

Soekarno memang menghendakinya. Menurut pandangan saya keberadaan

Rumah Proklamasi262 yang bersejarah itu kurang memiliki karakteristik ruang

idealistik serta memiliki ganjalan psikologi diri Soekarno263.

Ganjalan itu mendorongnya memerintahkan pembongkarannya264 bersamaan

pemancangan Tugu Nasional dan Gedung Pola. Kepada Salam265 dituturkan

Soekarno tentang keutamaan sebuah tempat dan bukan gedungnya, karena

gedung Pegangsaan Timur hanya bertahan hingga 100 tahun. Tindakan

Soekarno membongkar Rumah Proklamasi itu menjadi misteri yang mengecam

Soekarno sebagai a historis sebagai inkonsistensi atas konsep Jasmerah – Jangan

sekali-sekali melupakan Sejarah266 yang digaungkannya.

Dipilihnya ex. Lapangan Ikada atau ex. Koningsplein sebagai lokasi Tugu

Nasional dan BUKAN di ex. Rumah Proklamasi merupakan tindakan

unconscious Soekarno yang cenderung dilingkupi oleh sifat kemegahan. Idealnya

peristiwa Proklamasi Kemerdekaan terselenggara di kawasan luas yang

dilaksanakan secara megah sehingga sebanyak-banyaknya masyarakat

261 Penuturan Arsitek Hendro Sumardjan (2009), putra Prof. Selo Sumardjan yang pernah bertetangga dengan Soekarno semasa kanak-kanaknya di ex. Jl. Pegangsaan Timur Jakarta. Menjelang 1960-an, pemukiman itu diratatanahkan tanpa penjelasan yang dapat dimengerti karena dilakukan malam hari dengan alat berat menyerupai bolduzer. 262Rumah di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta, dikenal sebagai Rumah Tinggal Soekarno sekaligus lokasi pembacaan Teks Proklamasi 1945 merupakan bangunan bergaya kolonial yang diberikan kepada Soekarno oleh Pemerintah Jepang 1943. 263Pembongkaran ex Rumah Proklamasi melahirkan berbagai spekulasi. Periksa Sudiro dan Heng Ngantung dalam Karya Jaya: 99 264 Spekulasi dibalik pembongkaran Rumah Proklamasi oleh Soekarno; a) ketidakinginan Soekarno dikultuskan melalui Rumah Proklamasi, b) lokasi peristiwa menceraikan Inggit, 1943, c) kenangan berdiam bersama Sutan Sjahir sebagai lawan politik- nya. 265 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal.279. 266 Jasmerah Soekarno– Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah salah satu judul pidato Soekarno tahun 1920-an.

Page 114: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

114

Indonesia menyaksikannya. Sebagai lokasi paling ideal di masa itu bahkan

hingga saat ini adalah ex. Lapangan Ikada yang menyerupai peristiwa 19

September 1945267 dan BUKAN secara kecil-kecilan atau bahkan secara

sembunyi-sembunyi dalam suasana penuh tekanan sebagaimana terjadi pada

tanggal 17 Agustus 1945 di ex. Rumah Proklamasi268.

Berdasar fakta sejarah, peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 terjadi

di luar idealisasi Soekarno, sekalipun persiapannya telah disusun oleh

BPUPKI-Badan Pekerja Untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa

Rengadengklok yang didalangi kaum muda sehari mendahului Proklamasi269

dengan dalih pengamanan terhadap Soekarno dan Hatta, menunjuk ketiadaan

kesempatan bagi Soekarno dalam mempersiapkan Proklamasi secara ideal.

Pembongkaran ex.Rumah Proklamasi menunjuk sikap penolakan Soekarno atas

perayaan Proklamasi yang ‗relatif sederhana‘ yang bertolak belakang dengan

ide kemegahan, kemudian dirayakannya kembali dengan ‗menghadirkan‘ Tugu

Nasional yang mempergelarkan kembali seluruh atribut kemerdekaan di ex.

Lapangan Ikada / ex. Koningsplein itu. Soekarno telah memperluas Ruang Ke-

Indonesia-an yang semula hanya terpancar di situs ex. Rumah Proklamasi secara

lebih megah di Kawasan Tugu Nasional.

267 Peristiwa Ikada 19 September 1945 sebagai pertemuan besar di Lapangan Ikada yang dihadiri oleh ratusan ribu masyarakat yang menginginkan Soekarno mendeklarasikan kembali Kemerdekaan Indonesia. Karena situasi yang kurang kondusif, Soekarno hanya berpidato sekitar 15 menit, dan meminta masyarakat Indonesia untuk segera meninggalkan Lapangan Ikada. 268 Rumah Proklamasi sejatinya hanya rumah pemberian pemerintah Jepang untuk ditinggali Soekarno selepas pembuangannya dari Bengkulu sebagaimana diceriterakan dalam Rohi, Peter.Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno.Kako Lami Angalai? Jakarta: PT Koran Indonesia Utama. 2004. 269 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta: Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988. hal. 47.

Page 115: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

115

Kecermatan Soekarno menentukan kawasan Tugu Nasional tidak

terlepas pengaruh city planning Hindia Belanda yang merancang Koningsplein di

pusat Kota Batavia sebagai Taman Raja yaitu lapangan luas dan indah bagi

Parade Militer untuk memuliakan Ratu Wihelmina di Hindia Belanda sebagai

perluasan Kemaharajaan Perancis. Daendels 1808-1811 menggubah konsep

Kemaharajaan Champ de Mars dan menjadi Koningsplein di masa Hindia Belanda.

Lapangan terbesar itu bertahan hingga kini merujuk Heuken270. Ketika

Daendels menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, digubahnya bangunan

The Empire Style di lingkungan sekitar Koningsplein yang kini menjadi Istana

Negara dan Merdeka sebagai tempat tinggalnya271. Usai Proklamasi

Kemerdekaan dan Soekarno menjadi Presiden, peninggalan Daendels itu

dijadikan Pusat Pemerintahan sekaligus tempat tinggalnya272:

Ketika memasuki Istana Merdeka gedung itu telah kosong sama sekali. Harta kekayaannya sudah diangkat habis. Dan Belanda tidak akan duduk lagi di sana. Setiap permadani, tikar sampai kepada barang yang kecil seperti keset penghapus kaki dimusnahkan. Perabot kursi meja dengan sengaja dibawa atau dirusakkan sehingga tidak dapat digunakan lagi. Lampu-lampu,engsel, kunci pintu diterjangkan. Kaca-kaca

dihempaskan. Beranda depan sudah koyak-serkah.

Bentuk trapezium unik pada ex.Koningsplein yang terjaga hingga masa

Soekarno, menunjukkan ‗penolakan‘ Soekarno terhadap warisan

270 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008. 271 Sekretariat Negara Republik Indonesia.Sejarah Istana Presiden Republik Indonesia Jakarta. Jakarta:Sekneg RI.1996, hal.. 6. 272 Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Cet 6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000, hal. 402.

Page 116: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

116

Kemaharajaan Perancis dengan memberi tanda silang ganda dan mengubahya

menjadi Lapangan Merdeka dengan Jalan Silang dan Tugu Nasional sebagai satu-

satunya bangunan di pusat persilangannya273. Ide City planning Kemaharajaan

Perancis di Kota Paris karya Arsitek Houtman mengilhami Soekarno.

Napoleon dengan membiarkan obelisk dari Luxor Mesir berdiri di pusat Kota

Paris. Soekarno menggubah Tugu Nasional di ex.Koningsplein dalam Pola

Perempatan Agung dan Jalan Silang Monas sebagai tindakan sakral penghapusan

jejak teritori Kemaharajaan menjadi teritori ke-Maha-Indonesia-an sebagai

bentuk enflanted ego Soekarno. Soekarno tidak segan-segan mengadopsi warisan

Kemaharajaan dengan men-dekonstruksi atau ‗membongkar kemapanan‘ dari

situs Kemaharajaan menjadi kawasan representative Indonesia. Disimpulkan

bahwa spirit Kemaharajaan telah menjadi tindakan unconsiuss Soekarno, yang seolah

menerima warisan Kemaharajaan namun segera ditorehinya dengan pancangan tugu

maupun arsitektur menyerupai nugal274 berupa tiang pancangan raksasa di Tugu

Nasional pada ex. Koningsplein, juga pada masjid Baiturrachim di Istana Jakarta,

paviliun Bayurini di Istana Bogor, dan gedung Bentoel di Istana Cipanas. Cara

menghapus territorial ex. Kemaharajaan dengan mengubahnya menjadi ‗satu

tanda kebesaran Indonesia‘ sebagai pengakuan atas konsep city planning

Kemaharajaan yang dinilai mampu menghadirkan Kemegahan universal.

Di saat tiang ditancapkan catuspatha ex. Koningsplein sebagai wilayah

yang ‗dikotori‘ kolonialisme selama ratusan tahun diberi ‗tanda kebaruan‘,

‗kemenangan‘, ‗penghapusan jejak‘, ‗pemurnian atau pensucian lokasi‘

sekaligus memberi makna kehadiran Tugu Nasional sebagai bangunan suci

273 Soekarno.Amanat Presiden pada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965, hal. 9. 274 Nugal menancapkan tiang kayu ke dalam tanah ketika mengawali bersawah dalam budaya Melayu.

Page 117: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

117

atau sakral. Tindakan serupa nugal sebagai ritual kepala suku di saat

menaklukkan lokasi. Setelah menancapkan tiang ke bumi, komunitasnya segera

mengelilingi dengan membentuk lingkaran besar sebagai teritorinya.

Ketika Soekarno memancangkan tiang di catuspatha ex.Koningsplein

merefleksi peran kepala suku yang meneguhkan teritori ke-Indonesia-an. Tugu

Nasional sebagai tanda perayaan superioritas Bangsa Indonesia di atas teritori

ex.Kemaharajaan dan Kolonialisme sebagai wilayah sebuah Negeri.

Penasbihan teritori ke-Indonesia-an berbeda dengan Napoleon saat merayakan

kemenangannya atas Mesir dengan mengusung obelisk terbesar dari Luxor

untuk ditanamkan di Ibukota Perancis. Obelisk Luxor yang dikenal sebagai

tengaran ekspansi Perancis, mengubah yang semula berpusat di Istana Versailles

yang sejatinya ex. gubug berburu di masa moyangnya. Soekarno juga

menancapkan serupa obelisk di catuspatha ex. Kemaharajaan, namun bukan

sebagai tindakan invasi territorial. Tugu Nasional yang dipancangkan di

catuspatha ex Kemaharajaan itu menjadi pusat peradaban Indonesia yang

diperankan Jakarta sebagai Ibukota Negara yang dipusatkan di titik Tugu

Nasional. Citra militeristik Soekarno ditampakkan Aubade Militer menyanyikan

lagu-lagu perjuangan mengiringi Upacara Kenegaraan disekeliling Tugu sesuai

permintaan Soekarno untuk memperteguh enflanted ego yang terpengaruh oleh

nuansa Kemaharajaan. Citra militeristik yang lekat dalam dirinya ditampakkan

oleh kemajuan di bidang militer, bahkan mempengaruhi penampilan

busananya sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik

Indonesia275.

275Sejarah Nasional Indonesia VI, 2007, hal. 226, tanggal 3 Juni 1947 Soekarno mensahkan berdiri TNI sebagai peleburan Tentara Republik Indonesia yang embrionya adalah BKR dengan barisan-barisan bersenjata lainnya. Pada 1960-an Indonesia kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara. Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, Indonesia mendapatkan

Page 118: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

118

Pada bulan Juli tahun 1965 Tugu Nasional telah berdiri termasuk

sosok Lidah Api Kemerdekaan276 sebagai persiapan Peringatan HUT

Kemerdekaan RI ke - 20 namun urung dan perayaan dipindahkan ke stadion

utama Gelora Bung Karno dikarenakan meletusnya peristiwa G30S/PKI.

Sejumlah ornamen yang kini terpajang di Tugu Nasional pada saat itu masih

dalam proses pengerjaan di Italia dan baru terselesaikan pada masa

pemerintahan Soeharto. Atribut Kemerdekaan Indonesia dapat disepadankan

perannya sebagai benda regalia, lambang, simbol, atau kelengkapan Negara/

Kekaisaran yang divisualkan berupa artifak bermakna, sebagaimana gaya

barock277 di masa Kemaharajaan.

Atribut kemerdekaan Indonesia yang digelar di Ruang Kemerdekaan,

antara lain; a) aksara Naskah Proklamasi, b) patung berlapis emas Garuda

Pancasila, c) sebentang peta relief keemasan Wilayah Kepulauan, d) sepasang

gerbang megah berornamen Padma- Wijayakusuma yang di dalamnya terdapat

Kotak Kaca keemasan bagi Sang Saka Merah Putih. Kehadiran atribut ini

menunjuk adanya spectre Soekarno, berupa peng-Agung-an warisan bersejarah

di saat Proklamasi 1945. Gaya ornamennya menyerupai ornamen di Karaton

bantuan besar-besaran bagi kekuatan armada laut dan udara militer senilai US$ 2.5 milyar, yang menjadikan kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.Persiksa Cindy Adams, 2000, hal. 466. 276Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta, Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Monumen Nasional. Team Studi Teknis Pendahuluan. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Tugu Nasional. Jakarta: Monumen Nasional. 1982, hal. 58. 277 Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan, di Istana Versailles di Perancis, dengan gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan.

Page 119: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

119

Dinasti Mataram yang memperoleh pengaruh dari Belanda sebagai koloni

Kemaharajaan.

Perlambang sifat-sifat Raja yang dinamai Kangjeng Kyai Upacara terbuat

dari emas sebagai pengiring Sultan dalam upacara kerajaan, terdiri atas; a)

banyak-angsa melambangkan kejujuran dan kewaspadaan, b) dhalang-kijang

melambangkan kecerdasan dan ketangkasan, c) sawung-ayam jantan lambang

kejantanan dan tanggungjawab d) galing-merak melambangkan keagungan dan

keindahan, e)hardawalika-naga melambangkan kekuatan, f) kutuk-kotak uang

melambangkan kedermawanan, g) kacu mas-kotak tempat saputangan

melambangkan kemurnian, (h) kandhil-lampu minyak melambangkan

pencerahan. Tiga serangkai, i) cepuri -tempat sirih pinang, j) wadhah ses-tempat

rokok, dan k) kecohan-tempat meludah melambangkan proses membuat

keputusan/kebijakan kerajaan. Atribut Kemerdekaan di Tugu Nasional

tampaknya berkorelasi dengan regalia Dinasti Mataram yang juga diilhami

konsep Kemaharajaan. Diawali dari sisi Timur278 mengikuti pola terbit dan

terbenamnya matahari, berlawanan dengan arah jarum jam: Naskah

Proklamasi di Timur, sebagai kelahiran fajar, cahaya sebagai ‗ruang‘ bagi

Aksara naskah Proklamasi yang diterakan di dinding:

P R O K L A M A S I

KAMI BANGSA INDONESIA MENJATAKAN DENGAN INI KEMERDEKAAN INDONESIA HAL-HAL MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN AKAN DI SELENGGARAKAN DENGAN TJARA SEKSAMA DAN DALAM TEMPO SE SINGKAT-SINGKATNJA

DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA

SOEKARNO - HATTA

278 Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28.

Page 120: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

120

Diterakan berdasar ‗konsep keterbacaan‘ agar memperoleh

pemahaman cepat menjadi dua baris kalimat maha penting Bangsa Indonesia

gubahan Soekarno-Hatta menyerupai karya sastra merujuk Zoermulder279 yang

strukturnya menyerupai Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji280.

Substansinya terpengaruh naskah The Declaration of Independence281karya Thomas

Jefferson yang ‗dipadatkan‘ yang memungkinkan dihafal oleh siapapun,

bahkan efektifitasnya melampaui selebaran the Declaration of Independence yang 4

Juli 1776 sebagai pernyataan Kemerdekaan Amerika dari jajahan Inggris itu.

Di sisi Utara dibentang peta Wilayah Kepulauan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, menunjuk territori yang melampaui wilayah awal

kemerdekaan yang semula mencakup delapan Propinsi; Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil

(Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta. Relief

itu mencakup kepulauan dari Sabang sampai Merauke, dari ujung pulau

Sumatera sampai ke Irian Barat yang secara deyure menjadi wilayah NKRI pada

17 Agustus 1950, namun defacto Irian Barat menjadi pulau terbungsu NKRI di

akhir 1962. Peta ikonik kewilayahan Indonesia dilekatkan kontras dengan

latarnya. Disayangkan, tidak tersedia informasi penjelas proses bersatunya

pulau Irian Barat sebagai NKRI yang telah melalui diplomasi panjang yang

disertai konflik Internasional. Peta itu mengingatkan teritori gagasan Edward

Twitchell Hall, 1966.

279Zoermulder,P.J.Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang.Jakarta: Penerbit Djembatan.1994, hal. 238. 280Dinding marmer di sekeliling makam penyair Raja Ali Haji di pulau penyengat ditorehkan Gurindam Dua Belas memudahkan penziarah mengetahui karya-karyanya. 281 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta: Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988, hal. 67.

Page 121: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

121

Dalam The Hidden Dimension sebagai pengembangan theory of proxemics,

adanya ruang pribadi-intimate space dengan ‗gelembung‘ ruang di sekitarnya.

Peta ikonik itu merepresentasi Ruang ke-Indonesia-an sekaligus batas teritori

wilayah Indonesia untuk mensugesti sebagai Bangsa yang Berdaulat.Di sisi

Barat terdapat sepasang pintu gerbang megah berornamen Padma dan

Wijayakusuma. Arah Barat sebagai tempat terbenamnya matahari, diartikan

sebagai ruang keabadian. Ornamen stilirisasi padma yang terukir pada gerbang

megah berbentuk Kala-Makara itu bersepadan dengan relief di Candi

Prambanan. Terbuka serta tertutup secara otomatis setiap 60 menit. Terdiri

dua lapis, dalam keadaan tertutup tampak ornamen Padma dan Wijayakusuma

dan bidang statis dipenuhi ornamen keemasan dan hanya terlihat ketika lapisan

pertama bergeser ke samping kiri dan kanannya. Tampak sebuah lempengan

bulat keemasan berukiran padma bersamaan diperdengarkan rekaman nyanyian

―Padamu Negeri‖ dan sebuah kotak kaca keemasan menyerupai etalase

penyimpan salinan Teks Proklamasi.

Usai nyanyian berakhir dan lempengan tak terlihat lagi, terdengar

rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi282. Suara yang

terdengar tidak menyerupai suara khas Soekarno ketika berpidato, yang

bersemangat dan menggelegar. Pembacaannya dilakukan dengan kehati-hatian,

menyerupai seseorang membaca puisi. Bahkan mengucapannya tidak persis

naskah asli Teks Proklamasi pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun,

seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai kelaziman di masa Jepang,

justru dibaca 17 Agustus 1945. Tindakan Soekarno menunjukkan penolakan

atas lafal yang diberlakukan Jepang, atau penolakan terhadap Fasisme Jepang.

282Rekaman suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6 tahun setelah Proklamasi 1945. Diusulkan oleh Mohammad Jusuf Ronodipuro. Diperdengarkan setiap 17 Agustus di RRI termasuk di Ruang Kemerdekaan.

Page 122: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

122

Merupakan diskontinuitas yang menandai berakhirnya Masa Kependudukan

Jepang menjadi Masa Kemerdekaan melalui Bahasa. Pengucapan yang berbeda

antara tulisan dan pengucapan bersesuaian dengan differance istilah Derrida

untuk menyatakan to différer artinya ‗menunda‘ dan sekaligus menyatakan

‗berbeda‘. Rancangan gerbang penyimpan salinan Teks Proklamasi

mengingatkan sosok Kala-Makara di gerbang candi Kalasan283 sebagai simbol

Sang Waktu mitos Jawa Kuno. Kehadirannya sebagai ‗batas perbedaan‘

tempat-ruang-waktu-peristiwa untuk menyatakan kelampauan dan kekinian.

Ketika gerbang membuka otomatis, terkuaklah salinan Teks Proklamasi serta

rekaman suara Soekarno membacakannya. Menunjuk 67 tahun lampau di

tempat-ruang-waktu dan peristiwa yang berlangsung di serambi depan rumah

Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta 17 Agustus 1945 pukul 10.00

WIB. Kesenjangan waktu saat menyaksikannya di hari itu tergantikan oleh

adanya rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi.

Gerbang Kala-Makara menandai ―peristiwa‖ kelampauan merujuk

Lynch dalam What Time Is This Place? 284: Time and Place-Timeplace is a continuum

of the mind, as fundamental as the spacetime that may be the ultimate reality of the material

world. Waktu dan tempat sebagai kontinum dari pikiran seperti ruang-waktu

sebagai realitas dunia material. Merujuk itu, maka Teks Proklamasi yang

dibacakan Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta 17 Agustus 1945 itu

telah ‗meruang‘ dan ―mewaktu‘ ke Tugu Nasional melalui gerbang Kala-

Makara. Dengan kata lain, momen historis 17 Agustus 1945 bersifat beyond

time and space limit.

283Sumintardja,Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung:Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1981 hal. 90. 284 Lynch, Kevin.What Time Is This Place? Cambridge: The MIT Press.1976, hal. 117.

Page 123: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

123

Situasi ini menjadi abadi sepanjang kehidupan Tugu Nasional

berlangsung. Keabadian inilah yang digagas Soekarno di awal Sayembara

Kedua Tugu Nasional285:

Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksara-aksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu itu…

Ornamen Kala-Makara, stilisasi Padma dan Wijayakusuma yang

menghiasi gerbang mengingatkan nuansa kemegahan Istana Versailles yang

mengimbas gaya arsitektur dan furniture nDalem Ageng Keraton Surakarta

Hadiningrat melalui Gubernur Jendral Daendels atas perintah Napoleon

Bonaparte286. Kemegahan Napoleon di Paris disimbolkan stilisasi kerang laut,

dan Karaton Surakarta dengan tema flora bersulur. ―Gerbang Kala-Makara‖ Tugu

Nasional dihiasi dengan flora klasik Indonesia. Padma, sebagai idealisasi

Soekarno ditemukan di gerbang Kala-Makaa, tetapi juga di Istana

Kepresidenan dan Istana Pribadi Hing Puri Bima Sakti berupa lukisan,

furniture, aksen dan ornamen bangunan, serta dekorasi interior287. Sebagai

ekspresi alam bawah sadar Soekarno yang lekat simbol Perkumpulan Teosofi

285 Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 5. 286 Atas perintah Napoleon Bonaparte, HW Daendels menyampaikan hadiah Orgel dan Kursi Berukir simbol Karaton Surakarta kepada Sunan Paku Buwono X sebagai penghormatan, atau sebagai legitimasi kekuasan Kekaisaran Perancis terhadap negeri jajahan Belanda, yang pada saat itu adalah adik tiri Sang Napoleon. 287 Yuke Ardhiati. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia

1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta:Universitas Indonesia, 2004.

Page 124: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

124

tinggalan Ayahandanya di Blitar sebagai Sanggar Loji Padma288. Keserupaan

keduanya dapat ditunjukkan pada kedua gambar berikut.Relief padma289 di

candi Jawa dan pura Bali dipercayai sebagai bunga pilihan Dewa sekaligus

melambangkannya, dikenal penggambarannya melalui bahasa relief yang

menunjuk simbol warna dan Dewa. Padma teratai merah mekar

menggambarkan Brahma tampil sedang mekar menyembul air. Teratai biru

yang tenggelam dalam air dinamai utpala melambangkan Wisnu. Kumuda teratai

putih yang mengapung di air sebagai Civa290. Ornamen Gerbang Kala-Makara

sebagai bunga mekar artinya padma melambangkan Brahma. Tindakan

mewujudkan padma dalam artifak mengingatkan kultus kedewataan yang

ditujukan masyarakat Bali kepada Soekarno yang menyebutnya Dewa Hujan

sebagai titisan Wisnu291. Simbol keabadian mitos Wijayakusuma292 berkhasiat

menghidupkan orang mati milik Sri Kresna dibuang bersamaan turun tahtanya

ke Laut Selatan. Sang Kembang berubah menjadi tiga bagian, wadah, badan dan

penutupnya menyerupai morfologi kerang laut. Usai dilepas menuju dasar

Samudera terjadilah gara-gara yaitu ombak yang bergulung-gulung mengiringi

sabda Sri Kresna dan lepasnya Sang Kembang.

288Lambang Sanggar Theosofi yang didirikan Ayahanda Soekarno bersama kedua rekannya.Di Perpustakaan Theosofi ini, Soekarno muda menghabiskan waktunya untuk membaca biografi orang-orang Besar di dunia. 289Bernet AJ Kempers. Ancient Indonesian Art. Amsterdam : CPJ Van Der Peet. 1959. 290 Moertjipto & Bambang Prasetyo. Mengenal Candi Siwa Prambanan dari Dekat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1994, hal. 78 291 Adams, Cindy. Ibid, hal. 5. 292 Ki Mardibudhi. Sedjarah Puspa Widjajakusuma.Madiun:TB Pustaka Djawi Guru-Budhi,1955 diceriterakan: Heh heh puspa Widjaja kusuma sira mugi tuwuha anen samodra, kinarja dadija pawitan ing wuri-wuri, tuwuha dadi tetelu, darapon dadya tetandaning para Nata ing Nuswa Djawi, manawa ana kang ngambil kembang ira pira antuke dadija tanda lawasing warsane anggone djumeneng nata. Artinya: Heh heh Bunga Wijayakusuma, semoga dikau tumbuh di samodera, tumbuhlah tiga diawal jadilah engkau saksi para Raja di Pulau Djawa yang berhasil mengambil bungamu dan menjadi tanda lamanya waktu mereka memegang tampuk kerajaannya.

Page 125: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

125

―Teks‖ itu menceriterakan keikhlasan Raja nan Arif yang turun tahta dengan

menyerahkan suksesi bukan kepada putera atau keturunannya, tapi kepada

siapapun yang tangguh melalui rintangan maha dahsyat untuk meraih

Wijayakusuma di dasar Samudera Selatan. ―Teks‖ Wijayakusuma juga mengawali

Dinasti Mataram yang diperoleh sebagai perkawinan sakralnya dengan Kanjeng

Ratu Kidul di Parang Tritis Yogyakarta293 dan mewaris kesemua keturunannya

sebagai Kekasih Abadi dan meng-Agung-kan Wijayakusuma sebagai Pusaka

Raja.294 Mitos Sang Ratu juga diutarakan sejarawan Denys Lombard dan Roy

E Jordaan dalam―The Mistery of Nyai Lara Kidul Goddness of the Southern Ocean295.

Sungguhpun, Soekarno menyampaikan keyakinannya atas Ratu Kidul melalui

cara menyangkal mitos Ratu Kidul 296 :

… Dan menurut dongeng terdjadilah demikian. Panembahan Senopati lantas mengawini Ratu Loro Kidul, Maha Putri daripada Lautan Selatan. Itu sekedar dongeng, sekedar satu mitos.Tetapi, bagi kita ini adalah satu simbolik saudara-saudara. Satu simbolik bahwa kita bangsa Indonesia tidak bisa mendjadi satu bangsa jang besar, tidak bisa mendirikan satu Negara jang besar dan kuat, djikalau kita tidak kawin pula dengan samudra, menguasai seluruh samudrea disekeliling kita ini.

Pada kenyataan beberapa tempat menunjuk peng-Agung-an Soekarno

terhadap Ratu Kidul dengan meminta Basuki Abdullah melukis model Sang

293Periksa Babad Tanah Jawi yang ditranslasi Sejarawan W.L Olthof. 294Pusaka Wijayayakusuma di-Agung-kan di Ruang Pusaka merujuk GPH Eddy Wirabumi Menantu Paku Buwana XII, 2011. 295 Lombard, Denys.Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian III: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1996. hal. 66-67 dan hal. 193. 296 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan Kapal ―Karya Putra‖ di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965, hal. 8.

Page 126: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

126

Ratu serta memanjangnya di kamar 308 Samudera Beach Hotel sebagai ruang

samadi, juga ruangan di Tenjoresmi serta kamar 325 dan cottage di Bali Beach.

Tindakan menyangkal mitos Ratu Kidul sekaligus memuliakannya

menunjukkan Dualitis Paradoksal Soekarno. Sebagai Penguasa Jawa yang secara

ex.offisio mewarisi mitos hierogami-perkawinan mitisnya dengan Sang Ratu Kidul,

sehingga di tiap situs Soekarno sekaligus ditengarai peng-Agung-an bagi Sang

Ratu.Termasuk rancangan gerbang Kala-Makara. Idealisasi Ratu Kidul tampak

melalui warna hijau yang tidak merujuk warna Karaton dan Istana manapun,

karena Karaton Surakarta dominan warna biru, Puri Mangkunegaran warna pare

anom297 dan Kasultanan Yogyakarta kuning gading serta Pakualaman kecoklatan

sedangkan Istana Krepresidenan dan Pribadinya didominasi warna putih.

Gerbang Kala-Makara di sebelah Barat diyakini sakral bagi masyarakat

termasuk di lingkungan Tugu Nasional. Di antaranya sering ‗membaui‘

kehadirannya melalui bau harum yang tercium di tiap Kamis selepas waktu

Magrib. Terlepas dari mitos itu, Padma dan Wijayakusuma yang bernama Latin

nelumbium speciosum dan pisonia silvestris merupakan pasangan ornamentik yang

memiliki warna alamiah merah pada Padma dan putih pada Wijayakusuma

merepresentasi warna sakral nan abadi Sang Saka Merah Putih. Sehingga ―teks‖

yang dipertautkan ini tampak adanya arketype mother gagasan Jung, sebagai

arketipe yang memuliakan sosok Ibu, wanita, atau Ratu. Ornamen Padma dan

Wijayakusuma di Tugu Nasional mengandung tiga idealisasi sekaligus; budaya

Jawa Kuno, Hindu-Budha dan Kemaharajaan. Perannya sebagai point of interest

297 Pare anom - warna hijau muda, warna Puri Mangkunegaran. Soekarno menjadi kerabat Mangkunegara dengan Perkawinan Sukmawati Sukarnaputri dengan Sudjiwo - Sri Mangkungara XI yang melahirkan GRM Paundra Karna Sukma Putra.

Page 127: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

127

―pentas‖ pertunjukan di Tugu Nasional298 yang berpuncak pada Pembacaan

kembali Teks Proklamasi oleh rekaman suara Soekarno yang telah digagas

sejak awal perancangan299 dan awal pembangunan fisik300 untuk mendampingi

Sang Saka yang sedianya disemayamkan menyerupai mausoluem.

Gerbang Kala-Makara dari material perunggu yang dilapisi bahan

keemasan menunjukkan seni kria benda-benda fungsional secara artistik301 yang

mencerminkan pemaduan teknologi mekanik dan sekuen artistik sebagai

pengantar menuju pertunjukan puncak. Gerakan otomatis perlahan-lahan itu

menyibak urutan demi urutan pertunjukan atribut Kemerdekaan. Gerakan

terbuka dan tertutupnya gerbang Kala-Makara dan memperdengarkan kembali

rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi merupakan terobosan

dalam karya arsitektur yang bersandar Analogi Dramaturgi yang menyerupai seni

pertunjukan. Peristiwa terdengarnya rekaman suara Soekarno membacakan

Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan bahkan merepresentasi metafisika

kehadiran ‗Ada‘ yang belum terpikirkan di jamannya. Melalui Tugu Nasional

Soekarno telah menggubah embrio seni pertunjukan melalui perpaduan

kebudayaan Jawa Kuno, Hindu-Budha, serta Kemaharajaan melalui bidang

ornamen keemasan berbentuk Padma dan Wijayakusuma dengan dirinya sebagai

Aktor tunggal sedang membacakan kembali Teks Proklamasi.

298 Lokasi pertunjukkan ke-Indonesia-an yang tidak dapat dikunjungi langsung khalayak yaitu Api Kemerdekaan. 299 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960. 300 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011. Ketika itu menjabat sebagai peneliti pengisian Diorama memperoleh informasi dari Soemardjo Sekretaris Komando Pelaksana Pembangunan Monumen Tugu Nasional, bahwa Soekarno menegaskan keinginannya untuk mengabadikan Bendera Pusaka dan mengulangi pengucapan naskah Proklamasi. 301 Yuke Ardhiati. Pengindustrian Seni Kria di Indonesia.Tesis Magister Institut Teknologi Bandung, 2001.

Page 128: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

128

Sosok patung burung Garuda Pancasila terdapat di Selatan, sebagai

lambang Negara yang tampil gagah dan terbesar pada masa itu dengan 17 helai

bulu sayap, 8 helai bulu ekor serta 45 helai bulu leher melambangkan tahun

kemerdekaan, 1945. Mengapit pita Bhinneka Tunggal Ika, artinya Berbeda - beda

tetapi satu jua. Simbol Garuda Pancasila secara duamatra dirancang oleh Sultan

Hamid II yang disempurnakan oleh Soekarno. Diangkat sebagai Lambang

Negara terinspirasi oleh Djatayu burung pembela kebenaran dalam epos

Ramayana, sebagai keturunan Garuda Sang kendaraan Dewa Wisnu. Perisai Sang

Garuda diberi bahasa rupa;1) Perisai melambangkan pertahanan

Bangsa Indonesia, 2) Warna merah dan putih melambangkan

Bendera Indonesia, 3) Garis hitam diagonal, artinya wilayah kedaulatan

Republik Indonesia yang dilalui Khatulistiwa, 4) Lambang-lambang sebagai

interpretasi Pancasila; a) Bintang, Ketuhanan Yang Maha Esa, b)

Rantai, Kemanusiaan Yang adil dan Beradab, c) Pohon Beringin, Persatuan

Indonesia, d) Kepala Banteng, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat

Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan, e) Padi dan Kapas, Keadilan

Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.Kelimanya merupakn visualisasi konsep

bernegara yang didasari lima butir mutiara yang digali jiwa yang bersumber-

sumber pada spirit lokal khas Nusantara sebagai perekat Bangsa, sebagai Maha

Karya tanpa Nama, menurut Soekarno di saat mengutarakan Pancasila302:

Aku tidak mentjipta Pantja Sila saudara-saudara, sebab sesuatu dasar Negara tjiptaan tidak akan tahan lama. Ini adalah satu adjaran jang dari mula-mulanja kupegang teguh. Djikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu Negara, dasar untuk sesuatu wadah – djangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, djangan

302 Soekarno. Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pantja-Sila? ? Amanat Presiden Soekarno dalam Kongres Rakjat Djawa Timur 24 September 1955 di Soerabaja. Jakarta: Kementrian Penerangan RI, 1955, hal.17.

Page 129: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

129

karang sendiri. Selamilah se-dalam-dalamnja lautan dari pada Sedjarah. Gali sedalam-dalamnja bumi dari pada sedjarah! Aku melihat masjarakat Indonesia, sedjarah rakjat Indonesia. Dan aku menggali lima mutiara jang terbenam didalamnja, jang tadinja lima mutiara itu tjemerlang, tetapi oleh karena pendjadjahan asing jang 350 tahun lamanja, terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia ini.

Idealisasi Soekarno tentang watak khas Bangsa Indonesia melalui

butir-butir Pancasila dianggap penting untuk disertakan dalam Lambang

Negara. Merupakan realitas yang melampaui regalia Dinasti Mataram yang

hanya melambangkan sifat wajib Sang Raja melalui simbol sembilan ragam

satwa unggas. Sekalipun Dinasti Mataram juga mengenal Hasta Brata sebagai

Delapan Keutamaan laku/ watak merujuk sifat alam303 yang terkandung dalam

Serat Aji Pamasa karya Rangga Warsita; 1) Watak Matahari, sebagai pemberi

daya hidup Bangsanya, 2) Watak Bulan, yang menerangi kegelapan, 3)Watak

Bintang, menjadi petunjuk arah bagi bangsanya, 4) Watak Angin, memberi

kelapangan, 5) Watak Mendung, tindakannya harus memberi manfaat, 6) Watak

Api, bertindak tegas, dan adil, 7) Watak Samudra, mempunyai pandangan yang

luas. 8) Watak Bumi, memberi anugerah kepadapun yang telah berjasa.

Apabila gesture Garuda Pancasila dipersandingkan ikon serupa yaitu

Elang Rajawali Aquila yang dimiliki oleh Roma sebagai gubahan Julius Caesar

menunjukkan perbedaan. Elang Aquila sebagai simbol legiun, tampil bagai

sosok statik sedang mengepakkan sayap yang menoleh ke kanan, menunjukkan

sikap burung yang sedang ‗beristirahat‘.. Berlainan pula dengan sosok Elang

Swastika di masa Hitler di Jerman, sosok elang yang sedang menoleh ke kiri304.

303 Ki Ageng Subagyo DW dalam Udhar_http://susub.blogspot.com/2009/01/ajaran-hasta-brata-dalam-serat-aji.html_1Oktober 2011. 304 Pustaka yang memperlihatkan keberadaan burung Elang di lokasi strategis di Jerman: Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc.1995, hal. 27, 28, 87, 94,132, 133, 188, 210, 235, 245, 246, 249, 258, 264, 269, 274.

Page 130: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

130

Juga berlainan dengan sosok kejantanan Elang Negara Amerika. Garuda

Pancasila tampil bagaikan ‗sedang terbang‘ dengan keelokan sayapnya seraya

menoleh ke kanan dengan paruhnya terbuka seolah sedang berkata-kata.Kedua

kakinya mencengkeram sehelai pita berisi slogan persatuan bangsa Bhinneka

Tunggal Ika. Garuda Pancasila tampil ‗lebih hidup‘. Bukan saja menggambarkan

keperkasaan, ketangkasan, ketangguhan satwa akan tetapi juga perannya

sebagai pengikat keberagaman. Idealisasi Soekarno tentang Elang Rajawali305

telah melampaui regalia Dinasti Mataram karena hanya mempertunjukkan

keutamaan sifat Sang Penguasa, sementara itu sosok Garuda berperisai

Pancasila itu ditujukan sebagai sifat yang wajib dimiliki setiap insan Indonesia,

termasuk Penguasanya. Kehadiran ikon Garuda Pancasila dengan gesture dinamis

itu mengandung dua makna sekaligus, sebagai Lambang Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan jiwa ideal Bangsa melalui butir-butir Pancasila. Garuda

Pancasila bagai setangkup Jiwa dan Raga sosok Bangsa Indonesia yang tidak

dipertunjukkan mancanegara lainnya. Lambang Garuda Pancasila, ikon wilayah

kepulauan, ikon padma dan wijayakusuma menjadi karya seni logam kuningan

yang terbesar di masanya sekalipun terwujud sebagai kolaborasi dengan

seniman Italia, termasuk aksara Naskah Proklamasi, dan gerbang Kala Makara

serta Lidah Api Kemerdekaan306.

305 Soekarno mendeskripsikan keinginan penyimpanan Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi di TUgu Nasional, 27 Juni 1960. 306 Tugu Nasional.Laporan Pembanguan 1961-1978.Jakarta: Pelaksana Pembina Tugu Nasional.1997, hal. 56.

Page 131: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

131

Ketika keempat sisi Ruang Kemerdekaan terlintasi, ada atribut yang tidak

tampak: Sang Saka Merah Putih. Dimanakah dia? Bukankah Soekarno telah

mengamanahkannya untuk ditempatkan di Tugu Nasional 307 sesuai kutipan :

Hendaknya Bendera Pusaka ini disimpan didalam Tugu Nasional. Didalam satu almari jang terbuat dari perunggu pula, dibelakang katja jang tebal sehingga tiap hari bisa dilihat oleh semua orang seperti misalnja di Moskow orang setiap hari bisa melihat djenazah dari Lenin dan Stalin, atau dikota Sofia orang bisa melihat djenazah dari Georgi Dimitrov. Buka kita harus memberhalakan Bendera Pusaka ini, tidak, tetapi pantaslah Bendera Pusaka ini kita muliakan dan kita beri tempat sedemikian rupa sehingga benar-benar menjadi satu kenangan bagi seluruh rakjat Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 buat pertama kali mengibarkan bendera inilah sebagai tanda kemerdekaan.

Ketidakhadiran Sang Saka Merah Putih di Ruang Kemerdekaan

dikarenakan oleh tertundanya pelaksanaan pemindahannya dari Istana Jakarta.

Sedianya Pemprov DKI Jakarta melaksanakannya 20 Mei 2007308 dan urung

terlaksana hingga kini. Mengapa Sang Saka ‗baru akan dilaksanakan‘ setelah 32

tahun Tugu Nasional dibuka untuk umum? Pertanyaan itu terjawab saat ditemukan

gambar denah Ruang Kemerdekaan sebagai arsip Dinas Tata Bangunan

Departemen PU, serta memoar dan foto dokumentasi pribadi Arsitek

Soedarsono tentang perubahan penempatan atribut kemerdekaan.Melalui

307 Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 4. 308Pada sisi Utara di Ruang Kemerdekaan terdapat sebuah vitrin – kaca pajang yang dipersiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta sejak 2007 sebagai tempat Sang Saka Merah Putih. Akan tetapi karena sesuatu hal, rencana tersebut belum terlaksana hingga penelitian ini berlangsung.

Page 132: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

132

denah itu, terlihat penggantian peran bidang di sisi Barat yang sedianya bagi

Sang Saka digantikan untuk salinan Teks Proklamasi309:

Isi di dalam Ruang Tenang sebagai wadah penyimpanan benda bersejarah seperti atribut-atribut yang mengawali Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada dinding Badan Tugu bersegi empat digambarkan mulai dari bagian Timur dengan artinya: maka dibuatlah satuan-satuan aksara dari bahan yang tahan berabad-abad dipasang pada dinding pertama sebelah Timur. Sembolik arah dari mana matahari mulai bersinar. Sambil duduk di – amphitheater dengan hening membaca naskah Proklamasi di dinding, dibawalah kita merenung sejenak peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus1945 dengan segala pengorbanannya. Kemudian dinding sebelah Utara memperlihatkan wilayah Republik Indonesia yang diproklamasikan. Di bagian Barat dibuatlah tempat yang terhormat untuk menyimpan Bendera Pusaka Sang Merah Putih sampai akhir jaman. Di bagian Selatan dipasanglah lambang Negara Republik Indonesia dengan falsafah Pancasila dalam bentuk Garuda Bhinneka Tunggal Ika.

Di sisi Barat, terlihat rongga hampa udara yang menyatu dengan

struktur Badan Tugu sebagai penyimpan Kotak Kaca yang kini mewadahi

salinan Teks Proklamasi. Mengapa demikian? Merujuk memoir Bambang

Widjanarko310, menjelang 17 Agustus 1967 dirinya didatangi Kolonel

Tjokropranolo asisten senior Presiden Soeharto, memintanya membujuk

Soekarno agar menyerahkan Bendera Pusaka untuk Pengibaran Bendera

Pusaka 17 Agustus 1967. Bambang311 berhasil membujuk Soekarno dengan

menghadirkan Panglima ABRI untuk mendampinginya menuju Jakarta.

309Pengutaraan Arsitek Soedarsono dalam Salam, Solichin. Tugu Nasional dan Soedarsono.Jakarta: Kuningmas.1989, hal. 28. 310 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: PT Gramedia.1988, hal. 197. 311 Ibid., hal. 198.

Page 133: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

133

Seraya mengutarakan rencana pembangunan Kota Jakarta, Soekarno

mengarahkan ke Tugu Nasional dan menunjuk suatu bilik : ―Disinilah Bendera

Pusaka aku simpan. Terimalah dan kibarkanlah pada tanggal 17 Agustus nanti.‖

Ternyata Sang Saka hanya sekali dikibarkan di masa Soeharto yaitu 17 Agustus

1967312, digantikan duplikatnya dari sutera alam Indonesia313. Dalam Bapakku,

Kawanku, Guruku314 menangkap romantisme Soekarno terhadap Sang Saka::

Ketika Bapak hendak membuka kotak bendera, suasana kurasakan menjadi hening sekali dan wajah Bapak tampak berubah kemerah-merahan menahan emosi dengan mata yang berkaca-kaca. Mula-mula kain kuning penutup kotak yang diangkat, dan diletakkannya di samping kotak; dari ujung korsi panjang akupun menggeser dudukku mendekati Bapak karena ingin melihat bendera pusaka Republik Indonesia dari dekat sebelum ia mengangkasa pada tanggal 17 Agustus. Sambil mengucapkan Bismillahirrachmanir rachim,..Bapak kemudian memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya dan membukanya. Ketika kotak sudah dibuka terlihatlah sebuah bendera merah putih yang sudah tua terlipat rapih di dalam kotak dengan warna yang sudah luntur. ..

Diceriterakan pula oleh Guntur tentang cara Soekarno menyimpan Sang Saka:

Bendera pusaka sejak zaman Yogya selalu disimpan oleh Bapak di dalam sebuah kotak kayu berukiran dengan ukuran kurang lebih 30 x 40 cm; dan diletakkan di lemari pakaiannya bagian sebelah kiri di sudut paling atas atau kadang-kadang juga diletakkan di dalam lemari benda-benda pusaka hadiah-hadiah dari pelbagai kalangan yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Bapak, bila kita menghadap ke tempat tidur itu. Di atasnya ditutupi dengan kain kuning emas warna kepresidenan.

312 Intisari edisi Agustus 1988 ―Suka Duka Mempersiapkan Duplikat Bendera Pusaka‖. 313 Kompas. ―Sang Saka Pusaka Tak Dikibarkan‖ tanggal 12 Agustus 1968. 314 Soekarno, Guntur. Bapakku, Kawanku, Guruku314 .Jakarta:PT Dela Rohita, 1977, hal. 106.

Page 134: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

134

Pengutaraan Guntur tentang cara Soekarno memuliakan Sang Saka

menunjukkan kecintaan dan penghormatan kepada Sang Saka menyerupai

cara-cara memperlakukan azimat. Terlebih di saat Soekarno diperintahkan

untuk segera meninggalkan Istana Bogor sebelum 16 Agustus 1967. Tidak

tercatat benda-benda berharga yang menyertainya, kecuali Sang Saka yang

digulung di dalam kertas koran. Merujuk Maulwi Saelan315 dalam Dari Revolusi

‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa:

Bung Karno meninggalkan Istana sebelum 16 Agustus 1967, keluar hanya dengan memakai celana piyama warna krem dan kaos oblong cap cabe. Baju pijamanya disampirkan di pundak, memakai sandal cap Bata yang sudah using, Tangan kanannya memegang kertas Koran yang digulung agak besar, isinya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.

Peng-Agung-an Soekarno kepada Sang Saka tidaklah keliru. Di saat

dirinya tidak lagi menjadi Penguasa, Sang Saka sebagai aura kepemimpinanya

dan menjadikannya sebagai Pusaka yang dikultuskan. Peng-Agung-an dan

pengkultusan Sang Saka juga ditunjukkan pada peristiwa Agresi Militer 1948

ketika dirinya harus meninggalkan Yogyakarta menuju pembuangan Bangka.

Kepada Moetahar316 Soekarno memerintah pengamanan Sang Saka :

Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan berdoa. Di sekeliling kami bom berjatuhan. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung-jawabnya sungguh berat. Akhirnya ia memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu. Bagian yang putih disembunyikan di dalam bajunya. Bagian yang merah di dalam tas pakaian.

315Saelan, Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001, hal. 239. 316 Adams, Cindy. Ibid., hal. 389.

Page 135: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

135

Ketiadaan Sang Saka di Tugu Nasional yang digantikan Teks

Proklamasi menjadi sebanyak tiga tempat; a) Di sisi Timur, tulisan Teks

Proklamasi, b) Di sisi Barat, salinan Teks Proklamasi dan rekaman suara

Soekarno membacakan Teks Proklamasi dianggap berlebih-lebihan karena

ketiganya merupakan ―teks‖ setema. Tampak bagaikan peng-Abadi-an diri

terhadap pemilik nama Soekarno-Hatta. Sang Saka yang telah melekat sebagai

‗aura kekuasaan‘ Soekarno ingin dimuliakannya di Tugu Nasional. Penguasa

berikutnya, Soeharto besar kemungkinan berkeberatan bila kultus Sang Saka

yang melekat pada Soekarno dipertunjukkan pada khalayak karena akan

mengkhawatirkan eksistensinya. Sehingga pemindahan Sang Saka di Tugu

Nasional ‗ditangguhkan‘ sebagai upaya meniadakan Suryo Kembar atau

Dualisme Kepemimpinan dalam Negara. Urungnya pemindahan Sang Saka

menunjukkan ketidaktaatan Soeharto terhadap gagasan awal Soekarno. Situasi

itu justru memperkokoh ‗ruang keterkenangan‘ khalayak terhadap Soekarno.

Tindakan itu, justru memperkuat adanya spectre Soekarno sebagai

‗metafisik kehadiran‘. Ketiadaan Sang Saka di Ruang Kemerdekaan, dan

penggantian nyanyian pengiringnya ―Indonesia Raya‖317 dengan lagu ―Padamu

Negeri‖ menjadikan Tugu Nasional kurang ideal. Apalagi ketidakhadiran

Bendera dalam suatu Negara yang secara filosofis merepresentasi lambang

kedaulatan Negara. Situasi ini, merupkan sebuah pengingkaran terhadap

rancangan awal Tugu Nasional sebagai penyimpanan Sang Saka. Keusangan

Sang Saka bukanlah argumentasi, bahkan keusangan itu justru menggugah

romantisme karena kandungan peristiwa penting yang menyertainya.

317 Periksa. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982, hal. 32 Lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah ―Indonesia Raya‖.

Page 136: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

136

Namun, bilamana kelak Sang Saka benar-benar disemayamkan di Tugu

Nasional terlebih dahulu harus dilalui sebuah kajian serius untuk menengarai

keasliannya, yaitu dengan mencermati ‗jejak‘ akibat peristiwa Yogyakarta 1948

di saat penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar , ketika diperintahkan oleh

Soekarno. Moetahar telah memisahkan dan menyatukan kembali kedua helai

Sang Saka demi keamanan kedaulatan Negara318. Jejak yang berupa sobekan

sebesar 12 x 42 centimeter pada ujung putih, dan 15 x 47 centimeter pada

ujung merah, serta luka akibat lipatan dan warna memudar di sekitarnya.

Romantisme penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar sempat menjadi

tayangan video dokumenter yang mengharukan yang tampil sebagai tema social

marketing PT. Bank Mandiri menjelang 17 Agustus 2011. Mengapa Sang Saka

penting untuk dihadirkan di Tugu Nasional? Karena sejatinya Tugu Nasional

dan Sang Saka merupakan kesatuan Raga dan Jiwa Negara Republik Indonesia.

Selain kesesuaian pancaran imajiner di Kawasan Tugu Nasional

dengan Nawa Sanga tergambarkan pada Rencana Induk Kota Jakarta 1965 –

1985319. Sebuah lingkaran imajiner konsentris radius 15 kilometer dari Tugu

Nasional, berperan sebagai pusat pengembangan kota sejak dikukuhkan

sebagai Ibukota Negara sejak 22 Juni 1964. Peran Soekarno dalam Jakarta City

Planning terjadi sejak 1957 ketika Rencana Kota Jakarta masih berupa Out Line

Plan. ―Teks‖ Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 dengan karakter Density Ring

sebagai pola kawasan memiliki keunggulan serta kelemahan.

318 Adams, Cindy. Ibid., hal. 389. 319 Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota. Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995.

Page 137: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

137

Keunggulan terletak pada terwujudnya peradaban yang memusat,

memberikan tempat penting pada ‗Apa‘ di pusat. Dimuliakan melalui ‗jarak‘

sebagai ‗pengantar skala‘ untuk menampilkannya sebagai pusat orientasi.

Kelemahannya pada ketidakseimbangan kepadatan bangunan akibat jarak yang

tidak sama antar ring terhadap titik sentralnya, yaitu jarak R1, R2, R3 dan

seterusnya yang hanya mempertimbangkan idealistik namun mengabaikan

efisiensi. Density Rings ditujukan mengeskspresikan aspek kemegahan dan

sentralistik Penguasa selaras sikap politik sentralistik Soekarno. Penasbihan

Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara dan Pusat Pemerintahan menjadi bukti

sikap tersebut320 menunjuk peran Tugu Nasional sebagai representasi

karakteristi Khora refeleksi ibu-perawat yang feminine sebagai ‗metaphoric mother‘.

Sejak Proklamasi 1945, Indonesia belum memiliki Ibukota Negara secara

definitif. Terpicu oleh desakan para Duta Besar Negara lain yang

menginginkan lokasi berdirinya Gedung Kedutaan Besar sebagai

perwakilannya di Indonesia, Soekarno kemudian menjajaki berbagai usulan

kota sebagai Ibukota Negara.

Antara lain; Kota Malang, lokasi di dekat Danau Toba, Palangka

Raya, Magelang, Bandung dan Bogor321 kemudian Jakarta diputuskan sebagai

Ibukota Negara karena dinilai oleh Soekarno memiliki keutamaan peran

sebagai tempat penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Berbagai

peristiwa bersejarah berlangsung di Jakarta, sejak Kebangkitan Nasional, Budi

Utomo pada 1908, Sumpah Pemuda 1928, serta Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia 1945.

320Proses penentuan Ibukota sangat panjang yang berujung pada 22 Juni 1964 pada Hari Ulang Tahun Jakarta ke-435. 321Simak Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di

gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.

Page 138: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

138

Penentuan Jakarta sebagai Ibukota bukan alasan historis semata,

tetapi dikarenakan jejak keruangan tinggalan Kemaharajaan yang pantas

sebagai ‗perayaaan‘ terhapusnya kolonialisme oleh Soekarno, meski terjadi

beberapa kali pemindahan Ibukota sekitar 1945-1950 dari Jakarta ke

Yogyakarta, Bukittinggi sebelum dipindahkan lagi ke Jakarta. Kota

Palangkaraya dijajaki sebagai Ibukota Negara sempat ditengarai pemancangan

tiang di tengah Pahandut 1957. Pada masa Soeharto-pun wacana pemindahan

Ibukota ke Jonggol terjadi. Isu pemindahan Ibukota merupakan kelaziman

sejak Dinasti Mataram, masa Kolonial, dan di alam Republik.

Penyebab wacana pemindahan Ibukota Negara ke luar wilayah

Jakarta dipicu oleh beberapa faktor; 1) Kota Jakarta yang rawan banjir, 2) Kota

Jakarta sesak kemacetan jalan, 3) Arus urbanisasi, 4) Kota Jakarta mengalami

inefisiensi akibat pemusatan pusat pemerintahan dan bisnis. Andai saja pola

density ring ditaati dengan membebaskan radius 15 kilometer dari Tugu

Nasional, inefisiensi dimungkinkan akan tertanggulangi. Wacana sejumlah

alternatif Ibukota Negara, tampaknya tidak mampu mengalahkan eksistensi

Kota Jakarta. Dikarenakan kompleksitas kesejarahan yang terkandung di

dalamnya, sekaligus infrastruktur yang telah dimilikinya menjadikan Jakarta

yang tidak mampu diungguli oleh Kota manapun di Indonesia. Ke-Agung-an

Jakarta sebagai Ibukota Negara hanya akan terjadi melalui cara merevitalisasi

Jejak Peradabannya dengan kesungguhan dan kearifan melampaui apa yang

telah dilakukan Soekarno. Keperpihakan Soekarno terhadap Kota Jakarta

sebagai Ibukota Negara menunjukkan sifat Khora yang bersepadan sebagai

‗ruang‘ dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas/country.

Page 139: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

139

Rancangan Tugu Nasional melewati proses kreatif setelah Soekaro

melakukan perjalanan keliling mancanegara. Menyaksikan piramid di Mesir,

obelisk di Washington DC, patung Liberty di Amerika, Menara Eifel di Paris,

Lomonosov di Moskow, Patung Yesus Kristus di Rio de Jainero. Perjalanan

Soekarno ke beberapa kota mancanegara telah memperkaya khasanah

Soekarno dalam menggagas ide form monumen yang skala gigantis. Bahkan

penentuan ketinggian Tugu Nasional-pun didahului dengan memastikan

terlebih dahulu ketinggian Patung Liberty di Amerika Serikat322 yang ditujukan

agar sosok Tugu Nasional dapat disaksikan dalam jarak 20-30 kilometer

jauhnya323, sehingga membutuhkan keleluasaan bagi jarak pandang ideal

terhadap Tugu Nasional agar menjadi karya yang―ter‖: tertinggi dan terbesar

sebagai ekspresi hasrat kesetaraan internasional. Di saat perancangan Tugu

Nasional berlangsung, di Rusia sedang marak oleh gaya seni advand-garde

sebagai karya seniman kiri - left artists yang menentang totalitarianism. Merujuk

Igor Golomstock dalam Totalitarian Art324 sebagai gaya seni yang mengabdi

ideologi Sang Penguasa, dan berperan sebagai alat perjuangan di masa Socialist

Realism325 yang dirintis Joseph Stalin. Doktrin bernegara sekaligus pengatur

laku berkesenian itu diunduh dari Theory of Reflection Marxist .

322 Dokumen Surat Kawat dari Kedutaan Besar Amerika kepada Soekarno yang menyebutkan ketinggian patung Liberty. 323 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962. 324Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and The People‘s Republic of China. London: Collins Harvill, 1990, page xiii. Simak juga Benjamin, Andrew. Art, Mimesis and The Advant-Garde: Aspect of a philosophy of difference. London and New York: Routledge. 1991. 325Socialist Realism berkembang sebagai basis ideologi komunisme yang mengangkat utopia Marxist. Berkembang pesat terutama di Rusia. Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism

Page 140: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

140

Hanya ada penilaian sastra dan gaya seni yang disebut seni indah

(beautiful) dan seni buruk (ugly)326. Menurut aliran Sosialisme-Realis, keindahan

tidak hanya dalam ukuran, dalam kehidupan dan keragaman, tetapi juga pada

kesatuannya. Setiap pikiran kreatif memancarkan ronanya dan penciptaan

memiliki suara sendiri, Tanah Air (Soviet) akan berdiri sebagai musik yang

terkatakan indah, semua suara berbaur bersama secara harmonis, disertai

gerakan invisiable tidak satu barispun dan tidak satu warnapun akan mengusik

mata. Hal itu terjadi adanya desain tunggal yang indah yang membimbing

insan Soviet dalam merancang. Jejak gaya seni Sosialisme-Realis tampak

mengilhami Soekarno berkat kedekatannya dengan Perdana Menteri Nikita

Khrushchev dan Wakilnya Anastas Mikoyan Penguasa Soviet masa itu.

Sejumlah kunjungan ke Moskow Soekarno327 memberi kesempatan

kepada Soekarno menikmati secara langsung karya seni lukis dan seni patung

di Museum Seni Lukis Tretyakovskaya, Museum L' Hermitage, pagelaran Sirkus

dan Ballet dan Mausoleum Lenin dan Stalin, serta stadion Pachtakor dan Stadion

Central Lenin atau Luzhniki yang berkapasitas 78.360 kursi yang menyerupai

rancangan Stadion Gelora Bung Karno tahun 1958. Pemerintah Rusia

menghadiahkan Soekarno lukisan karya pelukis Rusia Makowski ―Upacara

Perkawinan Rusia‖ dan ―Pesta Dewa Anggur keduanya dipajang di Istana Bogor.

Gaya patung realis Pekerja dan Wanita Kolkhoz tampak mengilhami Soekarno

saat menyiapkan patung Selamat Datang. Sepasang patung karya Vera Mukina328

memiliki kesamaan gesture dengan patung Selamat Datang karya Edhi Sunarso.

and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51. 326 Ibid., hal. 70. 327Buku laporan Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow : Penerbit Seni Lukis Negeri. 1956. 328 Patung ini sempat dipajang di International Exposition di Paris 1937.

Page 141: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

141

Keduanya tampil sebagai sepasang generasi muda. Patung Pekerja dan

Wanita Kolkhoz tampil mengangkat tangan memegang alat palu dan arit,

sedangkan patung Selamat Datang sedang mengangkat setangkai bunga. Patung

di Moskow menggunakan titanium dengan sosok idealistik Yunani. Karya

Edhi Sunarso dari logam perunggu dengan sosok gaya dan wajah ndeso –wajah

tipikal khas desa justru mewakili ke-Indonesia-an. Kebaruan teknologi logam

serta besarnya dimensi patung yang diminta Soekarno sempat menciutkan hati

Edhi Sunarso, tapi Soekarno telah melapangkan jalan baginya mengawali

peradaban baru seni patung realis berbahan logam dengan skala gigantis.

Setelah patung Selamat Datang, seniman Edhi Sunarso menggubah Patung

Pembebasan Irian Barat329 dan Patung Dirgantara.Pengaruh Sosialisme Realis di

Soviet berupa pengabadian Sang Pemimpin melalui Mauseleum - arsitektur

makam tampak mengilhami Soekarno sebagai cara-cara dalam mengabadikan

artifak Sang Saka Merah Putih330 di Tugu Nasional. Bahkan hingga saat

penelitian ini usai belum terlaksana.

Jejak gaya seni di Tugu Nasional lainnya berupa seni lukis gaya mooi

indie - Hindia Elok sebagai latar panorama diorama di Museum Sejarah

Nasional. Diorama merupakan kemajuan di bidang seni rupa tri-dimensional

sebagai kolaborasi seniman dan sejarawan. Karya seni kria, berupa seni ukir

seni ukir di atas kayu serta di atas logam perunggu di Tugu Nasional

menunjukkan keberagaman gaya seni sebagai idealisasi keelokan karya khas

Indonesia, yang juga merambah sebagai ornamen Hotel Indonesia Group: Hotel

Indonesia, Samudera Beach, Ambarukmo di Yogyakarta dan Bali Beach di Bali. Satu

ciri Sosialisme Realis ditujukan pengkultusan Sang Penguasa.

329 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peresmian ‗Monument Irian Barat‖ di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus 1963. 330 Soekarno, 27 Djuni, 1960, hal. 4.

Page 142: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

142

Karya serupa itu disaksikan melalui empat buah relief batu andesit

karya Harijadi Sumodidjojo: 1) Pesta Pura di Bali di dinding Hotel Indonesia

seluas 68 meter persegi, dengan tulisan: Dipersembahkan kepada PJM Presiden

Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi Dr. Ir. Soekarno dan seluruh bangsa Indonesia jang

tertjinta331 .2) Ombak Sepanjang Pantai di Hotel Samudera Beach332 3) Untung Rugi

di Lereng Merapi di Hotel Ambarukmo Palace Yogyakarta333 dengan tulisan:

Dipersembahkan Kepada Bung Karno Seniman Adiluhung jang Menjediakan Lapangan

Luas Lebar bagi Seniman Pedjoang untuk Mentjurahkan Bhaktinya. 4) Indonesia yang

Akan Datang di Hotel Bali Beach334 melukiskan Soekarno di pusat relief

sepanjang + 30 meter.

Relief modern diawali tahun 1957 sebagai relief beton di Bandara

Kemayoran oleh tiga seniman; 1) Manusia di Indonesia oleh S Sudjojono, 2) Flora

dan Fauna Indonesia oleh Harijadi, 3) Legenda Sangkuriang oleh Surono335 dan

sejumlah karya seni Realisme Sosialis di Hotel Indonesia-Kempinski ; 1) Patung

perunggu Dewi Sri karya Trubus, 2) Lukisan semi-relief warna Wanita-wanita

Indonesia Terbang ke Angkasa karya Surono 2) Lukisan realis Satwa Indonesia

karya Lee Man Fong, 3) Lukisan mozaik Penari Tradisional Indonesia karya G

Dharta 4) Relief kayu bertema persawahan di Ball Room Hotel

Indonesia.Keberagaman gaya seni kria untuk mempercantik bangunan

menyerupai Taman Sari bersesuaian ideologi politik Soekarno yang sedang

mengalami ketegangan akibat beragaman ideologi yang ingin dipadukan;

Nasakom-Nasionalisne-Agama-Komunis sedang digencarkannya.

331 Pengamatan langsung di Hotel Indonesia-Kempinski Jakarta, 2010. 332 Pengamatan langsung di Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, 2001. 333 Pengamatan langsung di Hotel Ambarukmo Palacedi Yogyakarta, 2010. 334 Pengamatan langsung di Hotel Bali Beach, 2009. 335 Dok.Pribadi Santu Wirono Harijadi, Jakarta 2004. Simak Harijadi & Mural Batavia dalam Tempo 10 April 2011 hal. 61-66.

Page 143: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

143

Tindakan Soekarno menyerupai eklektisme336 dalam pandangan

postmodernism yang memadukan ragam seni kria tradisi ke dalam Arsitektur

Modern. Kreativitas Soekarno dalam mengapresiasi Arsitektur Modern yang

sejatinya mengabaikan ornamen, justru dirayakan oleh Soekarno dengan

keragaman seni kria tradisi itu menjadi berkah manakala setiap karya seni yang

tergubah telah menyejarah, dan menjadi masterpiece karena setiap karya adalah

satu-satunya yang diperuntukkan bagi Penguasa. Keberanian Soekarno

menampilkan seni kria bersanding dengan Arsitektur Modern, bukan

inkonsintesi terhadap mashab, justru sebagai tindakan meneguhkan lokalitas ke-

Indonesia-an yang belum terpikirkan masa itu. Termasuk gagasan IPTEK yang

bersandar rasionalitas dan riset yang direprsentasi oleh Reaktor Nuklir337,

Herbarium338, Planetarium339, Pabrik Listrik Tenaga Uap340 serta pendirian

Kampus-Kampus. Soekarno menyadari situasi yang kurang kondusif disaat

mengawali kemajuan IPTEK. Soekarno menghapus nuansa tradisi yang

membelenggu masyarakat Indonesia341:

…Djanganlah lagi mengadakan kontes-kontes perkutut, adu suara perkutut; sebab akibat mental kepada kita djahat sekali. Bahwa rakjat berdjiwa perkutut-isme. Ja dengan rasa ajem meteti burung perkutut sambil minum – kata orang Jogja- teh nasgitel, ja panas ja legi, ja kentel, Djiwa jang demikian

336 Gaya eklektisme dikenal sebagai pencampuran beberapa unsur gaya yang menonjol pada berbagai aliran. 337 Soekarno.Pidato pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961. 338Soekarno.Pidato Presiden. Pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Herbarium di Bogor, pada Tanggal 19 Agustus 1963. 339 Soekarno. Amanat pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9 September 1964. 340 Soekarno. Amanat Presiden. Pemancangan Tiang Pertama Pabrik Listrik Tenaga Uap di Tandjung Priuk, Djakarta, 23 Agustus 1965 341 Soekarno.Pidato Presiden. Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961.

Page 144: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

144

itu tidak baik bagi bangsa Indonesia jang sekarang ini sedang revolusi. Apalagi revolusi Pantjamuka jang dahsjat dan hebat ini Sehingga sebenarnja tempat ini berisikan satu paradox; pernah dipakai untuk penjabungan burung perkutut, tetapi sekarang djuga menjadi satu tempat Indonesia terbang ke muka; di dalam ―atomic age‖

Planetarium342 didirikan guna menghilangkan ketahyulan yang masih

menyelimuti bangsa melalui edukasi ilmu pengetahuan tentang angkasa.

Senarai itu bangunan ibadah mengiringi berdirinya Tugu Nasional, Masjid

Baiturrachim343 sebagai penanda suatu jaman yang berbasis kerohanian.

Peresmian mesdjid Baiturrachim ini pada hakekatnja suatu permulaan daripada

satu djaman, djaman jang baru. Masjid Istiqlal merupakan karya Arsitek Kristiani

yang taat Federick Silaban setelah memenangkan:344

―Dulu-dulunya adalah sebuah masjid. VOC menghancurkan masjid itu untuk didirikan sebuah benteng. Itu sebabnya di mukanya didirikan sebuah Katedral. Nah, bekas benteng VOC itu kini saya gempur untuk saya dirikan Masjid Istiqlal. Asal masjid kembali ke masjid. Paling besar, paling megah, paling kampiun di seluruh Asia Tenggara!.

Tindakan Soekarno itu menunjukkan proses memutu kehadiran arsitektur

yang semula ‗Ada‘ menjadi ‗Tiada‘ ataupun sebaliknya, menyerupai dekonstruksi dalam

arsitektur. Selain masjid, dibangun gereja di Jl. Melawai yang dipercayakan

kepada Bambang Wijanarko345. Soekarno itu menunjukkan harmoni lintas

342 Soekarno. Amanat. Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9 September 1964. 343 Soekarno.Amanat Presiden. Upatjara Pembukaan Mesjid Baiturrachim Halaman Istana Merdeka Djakarta, 3 September 1960. 344 Berdasar dialog Soekarno dengan Menteri Agama Syaifudin Zuhri dalam Surat Kabar Merdeka 19 April 1979. 345 Widjanarko, Bambang. Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit Gramedia.1988, h. 53.

Page 145: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

145

religi, termasuk melestarikan perkumpulan kebatinan yang inti ajarannya samadi

dan tafakur dan bukan klenik346 merefleksi Dualitis Jawa.

Simbol rays pada psike Soekarno ditandai oleh daya pesona bagi

kehadiran sejumlah wanita dalam kehidupan Soekarno yang mendorong

terciptanya karya arsitektur347. Sedikitnya sembilan orang isteri Soekarno yang

tidak satupun dari etnis sejenis348. Rancangan karya yang hadir akibat

pancaran pesona ini antara lain bagi rumah di Jl. Sriwijaya 26 Jakarta349 bagi

Fatmawati, sebuah paviliun Bayurini di lingkungan Istana Bogor bagi Hartini

sebelum memiliki rumah Srihana-Srihani di Jl. A Yani Bogor350, dan sebuah

rumah bagi Hariyatie351 di Slipi, kini menjadi Mall Taman Anggrek, rumah bagi

Dewi Soekarno di Wisma Yaso yang bernuansa Jepang sekarang Museum

Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta352.

346 Soekarno.Pidato Presiden. Kongres Kebathinan di Gedung Pemuda Djakarta, 17 Juli 1958. 347 Dinasti Mataram di Karaton Surakarta memiliki sejumlah garwa selir Raja disetarakan harem yang disantuni di kawasan Keputren yang dilengkapi taman indah, kolam air, kamar pribadi, dapur, perabot indah serta pasar yang penjualnya wanita berbusana Jawa. Di Kota Alexandria Mesir masih terjejak Istana Montazah sebagai Istana Harem di pinggir pantai, kunjungan 2010. 348 Nama-nama Isteri Soekarno 1) Siti Oetari dari Jawa Timur, 2) Inggit Garnasih seorang Sunda, 3) Fatmawati dari Sumatera, 4) Hartini dari Salatiga, 5) Haryatie dari Sidoarjo, 6) Kartini Manoppo dari Ambon, 7) Ratna Sari Dewi dari Jepang, 8) Yurike Sanger dari Manado dan 9) Heldy Djafar dari Bandung. 349Menurut Fatmawati dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno. Jakarta:Yayasan Bung Karno.2008, rumah Jl.Sriwijaya dibangunnya secara diam-diam dengan biaya dari Ayahnya, Soekarno mengakui tidak pernah menceraikan Fatmawati sekalipun dirinya memilih keluar dari Istana dan tinggal di Jl. Sriwijaya sejak Soekarno memutuskan menikahi Hartini. 350 Berdasar peninjauan lokasi ke Jl Ahyani Bogor 2001, serta penuturan Keluarga Hartini. 351Hariyatie.The Hidden Story.Hari-hari Bersama Bung Karno 1963-1967.Jakarta:PT GramediaWidiasarana Indonesia. 2001, hal. 33. 352 Berdasar peninjauan lokasi ke ex. Wisma Yaso sekarang Museum Satria Mandala tahun 2001, dan 2009.

Page 146: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

146

PEMBAWA TANDA ‘JEJAK’ METAPHORIC MOTHER

Soekarno tampaknya menyadari artinya ‗suksesi‘ bagi terwujudnya

Jakarta City Planning. Terungkap melalui sikap Soekarno sebagai sosok

Penguasa yang memiliki sifat ‗Methaporic Mother‘ untuk memilih Gubernur bagi

Ibukota Negara sebagai sosok penerus ‗gagasan‘ ide form arsitekturalnya.Bukan

berasal dari keturunannya, bahkan bukan di lingkungan pemerintahan

menyerupai Sri Kresna ketika hendak melepas Tahta dan Wijayakusuma.

Sebelum Soekarno benar-benar memudar kekuasaannya, di tengah kerisauan

masyarakat tepatnya 28 April 1966 Soekarno melantik Ali Sadikin, Perwira

KKO yang dinilainya kopig – keras kepala sebagai Gubernur Jakarta Raya

dengan sebentuk harapan353 :

Cita-citaku mengenai kota Jakarta sekarang akan saya supplant –tanamkan kepadamu, supplant sebagian daripada aku punya kalbu ini seperti saya iris, saya masukkan ke dalam kalbumu, Ali Sadikin. Itu bukan pekerjaan yang gampang memenuhi cita-cita yang besar, bukan pekerjaan gampang. Tetapi Insya Allah SWT. Doe je best agar engkau dalam memegang kegubernuran Jakarta Raya ini benar-benar juga sekian tahun lagi masih orang mengingat, die heft Ali Sadikin gedaan, inilah perbuatan Ali Sadikin. Bismillah, mulailah engkau punya pekerjaan.

Ali Sadikin sebagai Gubernur Djakarta Raya berlangsung sejak 1966-

1977354. Kehadirannya dapat dipandang sebagai Penerus Tahta Soekarno bagi

berlangsungnya gagasan Jakarta City Planning. Sebelum akhir kekuasaannya

353 Soekarno. Amanat PJM Presiden Sukarno Pada Pelantikan/Penyumpahan Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin Menjadi Gubernur /Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Istana Negara, Jakarta, 28 April 1966 dalam Messias.Revolusi Belum Selesai Jilid 2. Semarang: Messias.2003, hal. 114 - 122. 354 Simak KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali. Demi Jakarta (1966-1977). Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan.1993.

Page 147: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

147

Soekarno telah memindahkah sebentuk impian tentang Ibukota Negara kepada

Ali Sadikin. Sejak itu, Ali Sadikin mengemban impian Soekarno sesuatu yang

abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being,

bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di

suatu tempat atau ‗ruang‘ dalam hal yang bertautan dengan Kota Jakarta.

Disisi lain pepatah ―Power tends to corrupt, and absolute power corrupts

absolutely. Great men are almost always bad men dari Lord Acton agaknya terbukti.

Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup

secara mutlak. Di saat kekuasaan mutlak dimiliki Soekarno dengan sejumlah

gelar kehormatan: Sang Pembangun Agung, Panglima Besar Revolusi, serta 26 gelar

Doctor Honoris Causa sampai ditetapkannya sebagai Presiden Seumur Hidup oleh

MPRS justru memicu kejatuhannya usai peristiwa G30S PKI Oktober 1965.

Soekarno menuai kegetiran dengan perintah untuk segera keluar dari Istana

Bogor menuju rumah penahanannya ke Istana Pribadinya di Batu Tulis Bogor

dan Wisma Yaso di Jakarta355.

Keserupaan dengan konsep Khora sebagai sejumlah tindakan Sang

Penguasa sebagai penyedia posisi yang hadir untuk being menjadi rancangan

bertautan dengan budaya padu-padan sebagai refleksi budaya Jawa yang mudah

berasimilasi, berupa ide form arsitektur yang ilakukan Soekarno dengan

sepenuh cinta356 menyerupai teori tic dari Krell. Bahkan cenderung me-mulia-

355Simak Ramadhan. KH Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya: Otobiografi. Jakarta:1988. 356Tic dari kata archeticture dikatakan oleh David Farrel Krell sebagai cinta yang menjiwai desain dalam Archeticture.Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997, hal. 13.

Page 148: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

148

kan dan meng-agung-kannya.Tindakan Soekarno menyerupai ‗perayaan‘ atas

terwujudnya impian memiliki Negeri yang Merdeka dari Pemuda Soekarno

sebelum menjadi Penguasa melalui teks Indonesia Menggugat dan Mentjapai

Indonesia Merdeka357. Ketika Indonesia benar-benar merdeka, impian ke-

Indonesia-an mewujud manakala Soekarno dikukuhkan sebagai Sang

Penguasa. Ditiupkannya ruh ke-Indonesia-an sebagai idealisme dalam

―teks‖ berupa kata, kalimat, jargon, metaphor, mitos, simbol, sketsa,

‗gambar angan-angan‘358 dan Arsitektur, sehingga form Tugu Nasional

bukan sebagai representasi Kawasan Medan Merdeka melainkan

merepresentasi Ruang Ke-Indonesia-an dalam arti wilayah yang luas

sebagai Negara. Ketiadaan sifat fixed pada khora yang menggayut pada

idealisasi Soekarno disebabkan adanya unlimited semiosis gagasan Umberto

Eco dan Jacques Derrida, yaitu terbukanya keragaman penafsiran yang

tidak pernah purna, mustahil mencapai canon359atau penafsiran tunggal.

Tugu Nasional akan terus menerus dimaknai oleh siapapun, yang

berselaras dengan gagasan Karl Proper tentang demarkasi yang

berpeluang lahirnya kebaruan dalam ilmu pengetahuan melalui Falsifiability

360.

357 Soekamo."Mentjapai Indonesia Merdeka" ditulis Maret 1933 dalam Soekarno. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, 1965, hal. 286. 358 Asikin Hasan (ed). Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam. 2001, hal. 3. 359 Canon merupakan penafsiran tunggal yang diperoleh melalui proses pemaknaan tanda atau semiosis yang tidak pernah tuntas untuk memperoleh kesepakatan pemaknaan dibidang seni. 360 Falsifiability atau refutability adalah kemungkinan logis bahwa suatu pernyataan dapat bertentangan dengan pengamatan atau hasil dari suatu eksperimen fisik. Sesuatu yang "falsifikasi" tidak berarti itu adalah palsu, melainkan, melalui pengamatan atau percobaan untuk mengatasi konflik itu. Dipopulerkan oleh Karl Popper .

Page 149: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

149

Citra Ruang Jawa juga terdapat pada lengkungan Cawan Tugu

serupa vinyet atau bayangan ruang bagi orang yang menyusup ke dalamnya

menyerupai sedang bernaung/berteduh di bawah pohon besar yang rindang

menunjukkan sifat Khora sebagai perluasan ‘ruang‘ yang menyerupai rong

merujuk Prijotomo. Juga tindakan Sokarno dalam peran sebagai penyedia

posisi yang hadir untuk being. Sejumlah tindakan Soekarno menyerupai

sikap mother - a nurse. Berupa besarnya kepeduliaan dalam mewujudkan

Tugu Nasional sejak awal perancangan, baku mutu, harapan keabadian

hingga keterlibatannya dalam pelaksanaan yang melampaui kelaziman

seorang Presiden. Sifat Khora sebagai metaphoric mother telah mengiringi

diri Soekarno dalam terwujudnya keruangan Tugu Nasional sebagai

representasi ‗ruang‘ yang luas, yaitu Ruang Negara. Merujuk Alexander361

kata kunci atomistic dan fit untuk menggambarkan peran arsitektur sebagai

susunan atom-atom di alam semesta, yang melalui perakitan menjadi konstelasi

yang tersusun sehingga memiliki kepantasan sebagai karya arsiektur, layak

diberikan kepada Kawasan Tugu Nasional362 karena mengandung unsur

ruang-skala-bentuk serta mampu menanggapi lingkungannya363.

Heuken364 yang telah mendokumentasikan sejumlah gambar kawasan

selama kurun waktu 1750-2007 mengidentifikasi tiadanya perubahan yang

berarti pada ex. Champ de Mars yang kini Lapangan Medan Merdeka itu kecuali

Tugu Nasional yang didirikan Soekarno setelah ditorehinya tanda silang ganda

di titik pusatnya. Ruang terhamparnya Tugu Nasional tidak terlepas dari pola

361 Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press.1964, hal. 15. 362 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 222. 363 Ibid., hal. 194-204. 364 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008, hal. 29.

Page 150: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

150

keruangan yang memiliki konsep mandala dan axis mundi sebagaimana

rancangan bangunan suci kebudayaan Jawa Kuno. Titik pusat-axis mundi

representasi gunung suci Mahameru/ Mandara/Kailasa dan puncak Kutagara

sebagai kota para Dewa digubah dalam pola bujur sangkar pada Cawan, dan

Tugu dan mahkotanya sebagai sumbu tegak bersesuaian konsep percandian365.

Adanya ornamen padma-wijaya kusuma, kala-makara, empat pintu utama, ruang

berundak serta pola ‗the center‘ meneguhkan kesesuaian itu. Karya arsitektur

Tugu Nasional merupakan retrospeksi Soekarno atas spirit modernitas pada

era 1960-an. ‗Modernitas Soekarno‘ mengandung emotional evoked berupa

monad- jiwa terinti dari budaya Jawa Kuno sehingga menjadikan arsitektur Tugu

Nasional sebagai genre baru yang memperkaya khasanah Arsitektur Modern

khas Indonesia 1960-an. Ungkapan retrospektif itu dibingkai oleh epistemology,

eschatology, iconography, mechanism dan organism merujuk pengutaraaan Rowe366.

Modernitas yang berwujud rancangan highrise building, pilihan material, serta

cara pembangunannya, yang terintegrasi rancangan bentuk /form serta pola

keruangan merujuk konsep percandian Jawa Kuno menyebabkan tidak

ditemukannya konsep ini dalam Bahasa Pola-Pattern Languange367.

365 Acharya, Prasanna Kumar. Indian Architecture According to Manasara-Silpasastra. London: Oxford University Press, 1927dan A Dictionary of Hindu Architecture. London: Oxford University Press, 1927 serta Architecture of Manasara Translated From Original Sanskrit. London: Oxford University Press, 1933, hal. 410 dan 475 yaitu tentang The Doorway dan The Central Theatre. 366Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. LondonAcademy Editions.1994, hal. 6-7. 367 Alexander,Christopher. A Pattern Languange:Towns-Buildings – Construction.New York:Oxford University Press,1997, hal. xviii. Memumpun pola-pola yang lazim diikuti bersandar 253 pola dasar untuk mengetahui pola-pola yang diikuti dalam perancangan bangunan, terutama di Barat.

Page 151: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

151

Dapatlah dimengerti mengapa dimensi Tugu Nasional melampaui

ukuran bangunan rata-rata di lingkungannya pada masa kehadirannya368.

Ukurannya menyerupai sosok raksasa menjulang angkasa sekitar 142 meter369

dengan lebar Cawan sekitar 80 meter di tiap sisinya sehingga Tugu Nasional

dikatakan memiliki skala gigantis dan menjadi tertinggi dan terbesar di

kawasannya. Pada jarak satu kilometer darinya sosoknya dapat tersaksikan.

Menyembul di antara vegetasi di sekelilingnya, yang tampaknya kurang

memperoleh perhatian khusus karena telah menutupi sosok Tugu Nasional

sebagai satu-satunya artifak yang harus menonjol di antara ruang terbuka

dalam konsep kekosongan itu.

Skala benda-benda di Tugu Nasional, merepresentasi sifat yang

artinya ‗paling‘ atau ‗ter‘; terbesar, tertinggi, terindah, termegah, termulia,

terabadi tampak pada ukuran badan Tugu dan Cawan, patung Garuda Pancasila,

ukuran Gerbang Kala-Makara, ornamen Padma dan Wijayakusuma, peta

kepulauan Indonesia, serta Lidah Api. Gagasan merancang yang ‗ter‘

merefleksi hasrat Soekarno: ―Seluruh rakyat Indonesia jiwanya, hatinya, rohnya,

kalbunya, harus menjulang ke langit laksana Tugu Nasional sekarang ini. Bahkan

sepuluh kali, seratus kali, seribu kali tingginya Tugu Nasional‖. Ketinggian Tugu

Nasional berubah-ubah sesuai keinginan Soekarno. Menurut sketsa tangan

368 Saat pembangunan Tugu Nasional satu-satunya highrise building di Indonesia. Pasca deregulasi perbankan 1988, Kota Jakarta menjadi impian Pengembang terutama jalur Kebayoran-Thamrin, sehingga ketinggian Tugu Nasional bukan tertinggi saat ini. 369 Suatu hari ketuka pembangunan Tugu Nasional berlangsung, Soekarno merasa perlu ketinggian Tugu ditambahkan 10 meter lagi. Sehingga ketinggian Tugu Nasioanl yang semula 132 m menjadi 142 m. Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997.

Page 152: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

152

Arsitek Soedarsono tertera, 1) tinggi Cawan Tugu dari muka tanah adalah 17

meter, 2) Badan Tugu dari Cawan 110 meter, 3) Api Kemerdekaan 17 meter, 4)

Lebar Podium 80 meter, 5) Lebar Cawan 45 meter, 6) Dasar Tugu 8 meter dan

diujungnya mengecil menjadi 5 meter. Semula rancangan awal ketinggian Tugu

Nasional dari muka tanah 128, 70 meter, berubah menjadi 132 meter dan

terakhir 142 meter untuk memperoleh kualitas yang ―ter‖ melalui standar

antropometrik370 proporsi dan dimensi merujuk ukuran fisiologis manusia.

Aspek proksemik terjadi di Terowongan Bawah Tanah berupa jarak

di saat melangkahi setiap undakan tangga. Dan di Ruang Kemerdekaan berupa

jarak pandang dari amphiteather ke arah dinding pusat. Ruang pribadi

ditampakkan pada Museum Sejarah, disaksikan bila posisi tubuh berhadapan

secara frontal dengan arah mata memandang sedikit ke bawah pada kotak

kaca. Kedudukan ini tidak tergantikan melalui cara lain untuk menyimak

adegan demi adegan diorama.

Di Ruang Kemerdekaan, hanya dengan sikap tenang menyerupai

ruang pribadi, suasana kontemplatif dapat terjadi untuk memfokuskan

pemahaman atribut kemerdekaan yang terdapat di keempat dindingnya.

Antropomorfis sebagai tindakan pemberian sifat-sifat manusia pada benda-

benda, untuk memberi spitit kehidupan. Sosok benda yang seperti di beri ruh

terdapat pada sosok patung Pahlawan Diponegoro yang merepresentasi sosok

kepahlawan Indonesia. Hal serupa juga terlihat pada Diorama yang

merepresentasi peristiwa penting menuju NKRI

370 Lang, Jon. Creating Architectural Theory. The Role of Behavioral Sciences in Environmental Design. New York: Van Nostrand Reinhold Company.1987, hal. 14 dan Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 85.

Page 153: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

153

Aspek teritori gagasan Hall ditampakkan sejak awal mencapai

Kawasan Tugu Nasional, mulai dari menapaki Jalan Silang, dan digiring

mengikuti pola jalan yang terbentuk, sehingga merasa sedang berada di

kawasan Tugu Nasional, disebut Hall sebagai Jarak Publik. Di saat berada di

Pelataran Puncak Tugu yang jarak vertikal lebih tinggi dari halaman

sekelilingnya, merasakan sedang berada di angkasa sambil menyaksikan

panorama Kota Jakarta. Ketika mencapai lokasi Lidah Api, terasa ketunggalan

karena tak ada yang selain sosok Lidah Api yang terletak di tengah. Aspek

Kesesakan dirasakan di terowongan bawah tanah, dan ruang lift yang relative

sempit. Kesesakan juga terjadi di saat tubuh melewati manhole menuju lokasi

Api Kemerdekaan. Aspek identitas (identity), sebagai pelukisan identitas

ditampakkan pada seluruh adegan diorama Museum Sejarah Nasional yang

dilukiskan dalam tata letak dan panorama alam khas Indonesia, dan

penghadiran atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan merepresentasi ke-

Indonesiaan sekalipun belum sempurna karena ketiadaan Sang Saka Merah

Putih yang tidak disadari oleh pengunjung.

Citra menjulang Badan Tugu Nasional menunjukkan keserupaan

dengan obelisk sejenis tugu di masa Herodotus di Mesir warisan purbakala

berupa sosok ramping bersisi empat dengan mahkota kemuncak berbentuk

piramida dari batu-monolit dicontohkan obelisk asli yang dibawa oleh Napoleon

dari Luxor Mesir371 sedangkan obelisk-modern dibangun dari konstruksi batu

371 Menyaksikan obelisk di Luxor Mesir 2010.

Page 154: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

154

yang memiliki ruangan di dalamnya seperti The Washington Monument di

Washington DC.

Sosok Tugu Nasional menyerupai setumpu obelisk modern dengan

afgeknotte -piramidal terbalik. Citra obelisk tampak pada badan tegaknya dengan

mahkota Lidah Api yang meliuk plastis sebagai unsur pembeda dengan obelisk

lainnya. Kehadiran Lidah Api memberi sensasi bentuk unik pada Tugu

Nasional. Sehingga dapat dikatakan sebuah inovasi dalam gubahan obelisk,

yaitu perwujudan sosok triton genos. Setumpu Tugu dan Cawan mengingatkan

obelisk dari Mesir dan afgeknotte di National Historic and Artistic Heritage Institute

karya Oscar Niemeyer di Brazilia. Merujuk Mangunwijaya372 penampilan

arsitektur yang dianalogikan dengan karakter pewayangan, sosok tunggal Tugu

Nasional bersesuaian karakter Sri Kresna yang sedang bertapa, sendirian dalam

kesenyapan.

Semula Soekarno menggagas bentuk Tugu Nasional brsepadan

dengan tradisi ke-Indonesia-an berupa lingga-verering tiang cagak, namun urung

karena yang mewujud adalah bentuk yang sebaliknya, yaitu sosok yang

menyerupai obelisk dan afgeknotte semula ditolaknya. Tindakan Soekarno yang

menerima bentuk yang semula ditolaknya dikatakan sebagai inkonsistensi

terhadap gagasannya sendiri373 atau justru sikap terbuka terhadap sebuah

proses kreatif. Dalam pandangan artistik, sosok obelisk justru memiliki sifat

plastis-dinamis dibandingkan sosok tiang cagak. Demikian juga afgeknotte yang

memiliki sifat ‗menaungi‘ di bawahnya. Alam bawah sadar Soekarno

372Mangunwijaya, Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 302. 373Soekarno. Pidato Presiden. Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960.

Page 155: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

155

terpengaruh oleh kunjungannya ke Mesir dan Mexico. Kedekatannya dengan

Presiden Gamal Abdul Nasser sehingga nama Soekarno diabadikan sebagai

nama buah Mangga Soekarno serta nama jalan Jl. Achmed Soekarno di Cairo

Mesir. Kekagumanannya pada diorama Museum Sejarah di Mexico mengilhami

pembuatan diorama di Museum Sejarah Nasional. Sehingga tampaklah peran

Tugu Nasional sebagai perwujudan sosok Triton Genos, bukanlah yang ini, atau

yang itu, tetapi ‗yang lain‘ yaitu ‗kualitas‘ yang diembannya.

Ketika mencermati tanda-tanda khas yang terdapat di Kawasan

maupun di keruangan Tugu Nasional, mengingatkan kesan ‗pembawa tanda

jejak‘ berupa torehan tanda silang ganda sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya. Penorehan tanda silang serupa itu semestinya dihindari Soekarno

dengan melakukan memilih ‗tanda lain‘ yang bersifat netral . Penorehan tanda

silang pada Kawasan Tugu Nasional merupakan sebuah keberanian Soekarno

di tengah dominasi masyarakat Muslim yang saat itu, menggambarkan sikap

keterbukaan Sang Penguasa terhadap hal-hal diluar dirinya. Sikap demikian itu

merefleksi budaya multikultur yang dijiwai Soekarno yang dibesarkan oleh

keberagaman budaya oleh Ayah-Bunda yang berasal dari Jawa-Bali serta

lingkungan yang beragam semasa mudanya. Sebagai apresiasi umat Kristiani

terhadap keeleganan Tugu Nasional, dipertunjukkan oleh Sri Paus Pemimpin

Umat Katholik di saat berkunjung ke Indonesia374 tahun 1970. Beliau

374 Vatikan mengakui kemerdekaan Indonesia dan membuka misi diplomatiknya pada 1947. Soekarno tiga kali mengunjungi Vatikan bertemu Paus Pius XII, 1956, bertemu Paus Johannes XXIII, 1959 dan bertemu Paus Paulus VI, 1964. Paus Paulus VI mengunjungi Indonesia pada 1970, dan Paus Johanes Paulus II pada 1989. Diceriterakan oleh narasumber R.P.B. Moertedjo Nitiadiningrat, SH, 2010.

Page 156: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

156

memandangi Tugu Nasional dalam jarak dekat yang tercatat oleh media dari

komunitas Katholik, Sri Paus mengatakan: Hanya Pemimpin Bangsa yang Besar

yang mampu merancang tugu sebesar Tugu Nasional.

Setelah dicermati ide bentuk Tugu Nasional menyerupai pola

percandian yang terdiri dari alas, badan dan mahkota. Cawan sebagai alasnya,

Tugu sebagai badan dan Lidah Api sebagai mahkotanya. Orientasi Pajupat

ditandai oleh empat orientasi mata angin dan gubahan bentuk dasar bujur

sangkar berundak-undak.Keserupaan antara ide bentuk Tugu Nasional

dengan percandian sebagai proses alamiah dalam kebudayaan. Percandian

mengalami puncak peradaban sebelum masuknya Kolonial, yang terbawa-

bawa ke dalam rancangan Tugu Nasional. Soekarno375mengibaratkan

percandian itu sebagai monumen tridimensional yang surut oleh karena penjajahan

kolonial, dan mengajak kembali menjadi bangsa jang tiga-dimensionil,

Mendirikan Tugu Nasional, jangan tugu jang hanja tinggi 10 meter, 20 meter.

Bikinlah Tugu itu 100 meter lebih! 376:

Di saat memandang dinding tinggi berlapis pualam hijau tua di

tengah-tengah Ruang Kemerdekaan itu mengingatkan Ka‘bah, bangunan kubus

di pusat ruangan terbuka Masjid Al Haram di Mekah yang Ka‘bah sebagai

orientasi Muslim beribadah sholat itu terbuat dari batuan besar berwarna

kebiru-biruan setinggi 15 meter377 dengan gerbang Al Burk378.

375 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961, hal. 3. 376 Ibid., hal. 4. 377 Gayo, Iwan. Buku Pintar Haji & Umroh. Jakarta: Pustaka Warga Negara.2000, hal. 171. Periksa juga Laporan The Extension and Construction of Haram Sharif adanya perubahan ukuran Ka‘bah dari waktu ke waktu, 11 meter merupakan ketinggian terakhir. Simak pula buku Antara Mekkah & Madinah. Jakarta: Penerbit Erlangga.2009, hal. 171. 378 Pintu Al-Burk bersebelahan dengan Multazam lokasi paling sakral dalam memohon. Hanya Raja dan Kepala Negara saja yang diperkenankan memasuki ruangan dalam Ka‘bah

Page 157: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

157

Di tengah dinding Ruang Kemerdekaan juga terdapat gerbang megah

sebagai penyimpan atribut kemerdekaan yang cara melintasi ruangan itu

merujuk arah Timur yang menyerupai cara cara ber-tawaf379. Tampaknya alam

bawah sadar Soekarno dalam menggubah ide bentuk artetipe terilhami cara-

cara memuliakan Ruang Kemerdekaan sebagai ruang sakral yang

mempertontonkan atribut Kemerdekaan. Apabila pandangan geometric-

planimetrik Tugu Nasional dipadatkan menjadi siluet/bayangan hitam

menyerupai bunga Padma yang kuncup. Keserupaan antara siluet Tugu

Nasional dengan padma disebut ikonik380. Keserupaannya sebagai pengagungan

kelaki-lakian dengan setangkai siluet Padma disebabkan oleh citra Nawa Sanga

pada Kawasan Tugu Nasional yang berdiri di catuspatha sebagai Padma sehingga

menampakkan diri sebagai siluet adalah Sang Padma sebagai gambaran yang

telah terparak menjiwai Soekarno Muda di Blitar dan Surabaya381. Kecocokan

pada siluet Tugu Nasional dan Sang Padma bukanlah suatu kebetulan belaka

bila merujuki budaya Jawa. Dikenal ilmu gathuk-entuk sebagai cara perolehan

ketepatan atau kecocokan yang ditemukan secara mendadak, tiba-tiba,

kebetulan, menyerupai loncatan berpikir setelah berproses memfokuskan

sebagai penyimpanan benda-benda pusaka. Tawaf - mengelilingi Ka‘bah disaat melaksanakan Umrah dan Haji378 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Ka‘bah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Ka‘bah. 379Tawaf - mengelilingi Ka‘bah disaat melaksanakan Umrah dan Haji379 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Ka‘bah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Ka‘bah. 380 Lechte, John (transl.). 50 Filsuf Kontemporer. Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2001, hal. 229. Simak pula Noth, Winfried. Handbook of Semiotics. Indiana : University Press, 1990, hal. 435 dan 447. 381 Simbol padma sebagai lambang theosofi Loji Padma yang diyakini oleh Ayahnya, dan memiliki perpustakaan terbaik di kotanya yang sering dikunjungi Soekarno Muda. Di awal menjabat Presiden, Soekarno menggubah artifak dengan unsur padma sebagai ornamennya. Periksa Bung Karno Sang Arsitek karya Yuke Ardhiati, 2005.

Page 158: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

158

perhatian pada yang dituju. Dibalik itu terdapat misteri yang sulit dipecahkan

secara ilmiah, disetarakan intuisi -intuition382.

Konsep Tugu Nasional sebagai Pengagungan kelaki-lakian383 yang

divisualisasikan oleh Arsitek Soedarsono digubah secara konsultatif kepada

Soekarno hingga memperoleh acc Soek sebagai tanda persetujuan. Ketika sketsa

RM Soedarsono384 dan sketsa Tim Pemenang Ketiga 1960385 disandingkan

serta dipertalikan dengan kontroversi pribadi Arsitek Silaban terkandung

dalam diary-nya386 maupun pidato Soekarno387.Disimpulkan bahwa rancangan

Tugu Nasional merupakan pengembangan rancangan karya Tim Arsitek ITB

Bandung. Oleh Sjaiful Arifin, diutarakan bahwa rancangannya berwujud obelisk

segi empat dengan afgeknotte pada Cawan, terilhami karya Oscar Niermier yang

menjadi idola arsitek masa itu. Tim A merancang obelisk bersudut lima tanpa

Cawan afgeknotte. Hal ini semula bertentangan dengan idealisasi Soekarno yang

terilhami lingga vivere sebagai peng-Agung-an Kelaki-lakian yang menggapai bintang

382 Davies,Robby (ed).Intuition: The Inside Story. Interdisiplinary Perspectives.New York: Routledge, 1997, hal. xi 383 Pidato Presiden.Pertemuan dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional di Istana Negara Djakarta 27 Djuni 1960. 384 Sejumlah Dokumen Pribadi Arsitek RM Soedarsono berupa sketsa, surat, memoir, foto, yang dipinjamkan oleh Keluarganya selama masa penelitian 2010-2011. 385 Berdasar sketsa Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi, 2011. Mewakili Tim Arsitek dari Mahasiswa ITB Bandung menunjukkan kesamaan spirit dengan gubahan Tugu Nasional yang sekarang ini berdiri. 386Sejumlah copy dokumen pribadi Arsitek F Silaban berupa diary dan foto karya yang dipinjamkan oleh Keluarga F Silaban dan MAan selama masa penelitian 2010-2011. 387Soekarno.Pidato Presiden.Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.

Page 159: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

159

dilangit388. Ide Linggam dan Yoni389 oleh Soedarsono diperhalus menjadi konsep

alu dan lumpang sepasang penumbuk padi di Jawa. Akibat penghalusan itu

sosok alu- lumpang bahkan tidak dikenali lagi.

Pembubuhan tanda acc Soek di atas usulan Soedarsono berdasar

pengembangan sketsa Tim Arsitek Mahasiswa ITB, menunjukkan tindakan

akomodatif Soekarno terhadap generasi muda sekaligus inkonsistensi atas

idealisasi awal konsep lingga-levering berupa tiang cagak. Diterimanya konsep

obelisk dan afgeknotte oleh Soekarno karena universalitas yang dimiliki kedua

artifak itu sebagai tengaran peradaban di Mancanegara.

Dalam proses memutu perancangan Soekarno menambahkan

rancangan yang mengubah signifikan, berupa liukan plastis pada afgeknotte dan

mahkota sekaligus penutup ruang mesin lift yang dinamai Lidah Api

Kemerdekaan. Idealisme Pengagungan Kelaki-lakian memperoleh kristalisasi

melalui penggalian universalitas obelisk dan liukan pada badan cawan yanng

berupa piramida terbalik/ afgeknotte dan sosok Lidah Api sebagai mahkota tugu

sehingga mengubah kelaziman form sebuah obelisk dan afgeknotte sebagai

dekonstruksi Soekarno yatas kemapanan berdasar dorongan hasrat untuk

tampil beda yang disebut difference sebagai pencarian identitas yang diiringi

kreativitas dan inovasi rancangan.

388Soekarno. Pidato Presiden.Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara, 27 Djuni 1960. 389 Linggam dan Yoni sebagai simbol kesuburan dalam budaya Jawa Kuno distilirisasi dari bentuk alat reproduksi pria dan wanita. Relief linggam – yoni dapat disaksikan di sekitar Candi Sukuh Jawa Tengah.

Page 160: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

160

Kehadiran Lidah Api merupakan artifak tambahan, karena tidak

termasuk dalam Term of Reference Sayembara Tugu Nasional 1960, karena

merupakan keinginan Soekarno yang saat itu sempat ditentang oleh peserta

sayembara390 karena dianggap kurang sesuai dengan visualisasi ‗cita-cita

menggapai bintang di langit.‘ Adanya Lidah Api seolah-olah menyumbat Tugu

Nasional yang menjulang ke angkasa dan bercitra modern itu. Akan tetapi

Lidah Api - dian nan tak kunjung padam tetap dilaksanakan sebagai sikap otoriter

dan keteguhan Soekarno sebagai Sang Penguasa.

Visualisasi Lidah Api yang menguncup ke atas merupakan solusi

estetik bagi ketidaksempurnaan paras atas tugu. Memberi ciri ke-Indonesia-an

menyerupai ‗peci‘ penutup kepala pria Indonesia. Disayankan gerak dinamis

sosok Lidah Api kurang menunjukkan gerak dinamis obor, sehingga

menyerupai sosok patung realis di puncak atas sebuah Arsitektur Modern.

Lidah Api sebagai sosok yang semula belum terpikirkan oleh Soekarno di awal

sayembara, tampil sebagai rancangan ‗dadakan‘ Soekarno dikatakan sebagai

kristalisasi ke-Agung-an Tugu Nasional. Sosok Lidah Api yang menyerupai

karya seni patung di atas landasan telah berperan ganda sebagai mahkota

bercita rasa seni dengan keempat sisinya yang berbeda menyerupai seni

patung, sekaligus pelindung arsitektural ruang mesin lift. Keabadian Sang

Mahkota kini sedang mengalami ujian jaman diusianya ke 50 tahun. Sosoknya

perunggu dilapisi emas 22 karat itu sudah menampakkan penurunan kualitas.

390 Seperti yang diceriterakan oleh Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi K, Tim Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional Kedua 1960, 2011.

Page 161: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

161

Merujuk penelitian Soediono391 terdapat faktor inheren dari bahan

utamanya sebagai logam campuran tembaga (Cu), timah putih (Sn), dan timah

hitam (Pb) yang beroksidasi secara berbeda. Timah putih (Sn) dan hitam (Pb)

yang mengalami korosi lebih dahulu akan menyerang permukaan Lidah Api

terutama profil cekungan yang tampias oleh air hujan. Faktor eksteren yang

berasal dari luar Lidah Api berupa getaran mesin lift dan kehadiran

pengunjung yang melebihi batas menyebabkan perenggangan pada sambungan

pembentuk Lidah Api sehingga dimasuki air hujan.

Selain itu terdapat faktor fisis; debu, kotoran, sinar matahari, angin,

air hujan dan kelembaban udara yang tinggi yang merusak lapisan pelindung

dan penipisan lapisan-emas permukaan Lidah Api menyebabkannya kusam.

Adanya Faktor Chemis; berupa gas-gas pencemar yang terdapat dalam udara

dan aerosol seperti CO, SO2, NOx dan H2S dan jenis asam seperti HCL,

H2CO3, HNO3 dan H SO4 jika bereaksi dengan permukaan Lidah Api yang

telah terkelupas lapisan emasnya, membentuk basil korosi. Termasuk adanya

Vandalisme berupa coret-coretan menggunakan alat yang tajam menyebabkan

tergoresnya lapisan emas yang mempercepat proses korosi. Tidak dilupakan

adanya Faktor Lingkungan Udara berupa Pollutan Bahan Pencemar Udara

berupa gas, aerosol, air hujan, sinar matahari, dan aliran udara –angin. Berdasar

data di atas, tampaklah bahwa peran Lidah Api menyerupai karya seni patung

logam yang bertumpu di atas bangunan puncak arsitektur modern

memerlukan perlakuan khusus. Selama ini Lidah Api Kemerdekaan mengandung

peran sebagai figures, form – sebuah perwujudan kebanggaan, sebagai wadah

yang merepresentasi Ibu-perawat yang feminine sekaligus obyek penerima

391 Soediono dan Arfian.Faktor Interen dan Ektern sebagai Penyebab Kerusakan Lidah Api Monas dalam Amerta No.14 1993/1994 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, hal. 26

Page 162: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

162

isi muatan-receptacle, pembawa-tanda/jejak-imprint bearer merepresentasi

semangat keabadian sebagai manifestasi dian nan tak pernah padam.

Mitologi Yunani-Romawi memiliki karakteristik museum yang

direpresentasi oleh kehadiran sembilan muse392yaitu Dewi-Dewi mitologi yang

‗dihadirkan‘ secara simbolis untuk menginspirasi penciptaan rasa seni yaitu: a)

Calliope dengan puisi epik, b) Clio dalam lambang scrolls, c) Erato dengan lyre

dan puisi cinta, d)Euterpe dengan elegy dengan alat music sejenis flute, e)

Melpomene dengan topeng tragedi, f) Polyhymnia dengan hymne dan veil, g)

Terpsichore dengan tarian dan lyre, h) Thalia dengan topeng comic, dan i) Urania

dengan bola bumi dan kompas. Simbol serupa muse tidak ditemukan di Tugu

Nasional, akan tetapi melalui kesepadanan jiwa keruangannya. Nuanasa Dewi

Calliope dan Clio hadir melalui epic Teks Proklamasi. Hymne Padamu Negeri

merepresentasi spirit Dewi Polyhymnia dan Euterpe. Aura Dewi Melpomene dan

Thalia hadir dalam spirit diorama. Dewi Urania dalam relief wilayah kepulauan,

dan Terpsichore dalam liukan Lidah Api.Idealnya, untuk menghadirkan ke-

Indonesia-an, unsur khas tradisi Indonesia seperti tembang, kidung, seruling,

gendang yang layak diunggulkan untuk mengisi dimensi keempat dari Tugu

Nasional ini. Ketiadaannya menunujukkan tiada lagi intervensi serta kurangnya

kepekaan di saat mengisi jiwa Tugu Nasional paska Soekarno wafat.

392 Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom: Penguin Books, 1972, hal. 31.

Simak Hardjapamekas.Sekelumit Mitologi Yunani,Dewa-Dewi dan Para Pahlawan Yunani. Bandung: Mandar Maju, 2007 dan Wikipedia, the free encyclopedia_muse_19 September 2011 menyebutkan ada tujuh atau sembilan Dewi.

Page 163: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

163

Jejak Dramaturgis di Kawasan Tugu Nasional ditampakkan melalui

sekuen arus pengunjung melalui tanda-tanda visual berselaras dengan drama of

juxtaposition Cullen393 dan Rossi: Arsitektur sebagai panggung teater. Dampak

emosional dinamai serial vision, berupa gerak, cahaya dan tekstur dengan cara

mengarahkan, keragaman pemandangan, mengantisipasi perbedaan audiens,

salah satunya berupa ‗keterkejutan‘ ketika mencapai Puncak Tugu. Jejak

Dramaturgis pada Tugu Nasional digubah melalui keragaman suasana dan

visual berdasar skenario narasi-storytelling tentang ke-Indonesia394untuk

memberi atmosfir yang menyenangkan seraya memahami pesan Kebesaran

Indonesia, seperti yang tersaji pada diorama di MuseumSejarah Nasional.

Ketika ‗teks‖ draaiboeken395 sebagai panduan pembuatan diorama

dipersandingkan dengan scenario sandiwara tonil karya Soekarno396.

393 Ibid., hal. 102-103 394 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 337-351. 395Draaiboeken yaitu buku paduan Laporan Lengkap, Lukisan Sedjarah Visuil Museum Sedjarah Tugu Nasional yang diterbitkan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional tanggal 1 Agustus 1964, berupa 40 adegan sejarah lengkap dengan diskripsi dan historiografi seri A, B1,B2 dan C. Kemudian pada tahun 1970 diterbitkan buku Usul Tambahan Adegan sebanyak 48 adegan seperti yang kini tersaji di Museum Sejarah saat ini, di luar 3 kotak diorama yang berada di tengah hall. 396 Sedikitnya tujuh naskah dari Ende, 1) Rahasia Gelimutu, 2) Rendo, 3) Julagubi, 4) Dokter Syaitan, 5) Aero Dinamit, 6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, 7) Anak Haram Djadah. Dan lima karya di Bengkulu berjudul; (1) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (2) Chungking-Djakarta, (3) Koetkoetbi, (4) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (5) Hantoe Goenoeng Boengkoek.

Page 164: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

164

Berdasar tiga analisis peradaban radiant axes397 dapat terungkap jejak

kepribadian Penguasa sebagai alam tak sadar yang tertelusuri melalui ide bentuk

arketipe yang ditinggalkannya. Gagasan Kristeva398 yang mengupas teori

represi dalam pengasingan yang merefleksi Soekarno di masa pembuangan,

dan untuk mengungkapkan hasrat luar biasa dari Soekarno merujuk teori

Jacques Lacan399. Adapun korelasi karakteristik dramaturgis dalam jejak

arsitektur Tugu Nasional dengan Soekarno sebagai aktor sentralnya ditelusur

melalui Teori Representasi Diri gagasan Erving Goffman.

Di antara arketipe kepribadian Jung, Persona memiliki kesesuaian

dengan yang apa ditunjukkan Soekarno sebagai Sang Penguasa. Persona

mewakili citra publik, berdekatan dengan kata Latin masker. Persona adalah

topeng yang ditempatkan sebelum pemiliknya menunjukkan diri ke dunia

luar.Upaya-upaya yang dilakukannya berupa pengelolaan kesan baik agar dapat

diterima masyarakat. Unsur menonjol Persona berupa enflanted ego400 sebagai

ekspansi kepribadian yang melampaui batas yang melahirkan rasa kebanggaan

diri yang berlebih-lebihan untuk mengimbangi perasaan rendah diri, yang juga

terdapat dalam diri Sang Penguasa seperti Jenghis Khan, Napoleon Bonaparte,

dan Adolf Hitler.Soekarno Muda mengagumi Jenghis Khan401 sebagai manusia

hebat dan belum tertandingi di dunia, dan tokoh Napoleon dinilai Soekarno

lebih jenial dibandingkan sosok Hitler sebagai Penjiplak ulung dari Sang Khan.

Bahkan konsep―Mein Kampf‖ dinilai menjiplak Khan yang hadir terlebih

397Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989. 398 Kristeva, Julia. Revolution in Poetic Language, 1941. New York: Columbia University Press. 1984. 399 Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst:University of Massachusetts Press.1991, h. 108. 400 Ibid. 401 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965, hal. 605.

Page 165: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

165

dahulu. Kecaman Soekarno juga ditujukan kepada sepak terjang Hitler melalui

risalah Djerman Versus Rusia Rusia Versus Djerman! dan Batu Udjian Sedjarah402.

Hal menonjol dalam Enflanted Ego Soekarno adalah dalam melakukan invansi.

Jenghis Khan dan Napoleon meluaskan ruang jelajahnya melalui

invansi fisik teritorial, sedangkan Soekarno melalui kekuatan diplomasinya

melalui Prakarsa Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955, mengusulkan The New

Emerging Forces bahkan mengusulkan Pancasila sebagai dasar Piagam

Perserikatan Bangsa-Bangsa403.Akan tetapi dibalik kecaman Soekarno terhadap

Hitler sebagai Sang Penjiplak Ulung secara tidak disadari oleh Soekarno dirinya

sendiri bahkan menyerupai cara berbusana dan atribut kemiliteran serta gaya

orasinya. Bila Istana Versailles didirikan oleh Napoleon yang diawali dari

pondok berburunya di Versailles sebagai pusat teritorinya, termasuk Hindia

Belanda, maka Soekarno menggubah kebesaran Indonesia dengan cara

menarik lingkaran ke arah luar dari pusat catuspatha di kawasan sisa

Kemaharajaan untuk dipancarkan ke seluruh dunia.

Enflanted ego dalam diri Soekaro telah mendorongnya untuk

merancang keruangan yang bersifat ‗ter‘: terbaik, terbesar, tertinggi, termegah,

terindah, terkemuka, terkenang, sekaligus ter-abadi melalui ‗Projek

Mercusuar‘. Bahkan, menjelang kejatuhannya politiknya tahun 1966, sikap

serupa masih tersurat. Di hadapan Sidang DPR-GR404 Soekarno

menyampaikan keinginannya membangun gedung Parlemen termegah di

negeri ini.

402 Ibid., hal. 515-530. 403 Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta:Grasindo.2001,hal. 223. 404 Soekarno.Pidato Presiden Soekarno Pada Pembukaan Sidang DPR-GR Tahun 1966-1967 di Gedung DPR-GR Senayan Jakarta, 16 Agustus 1966.

Page 166: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

166

Stempel pribadi Soekarno sebagai manusia megalomania digencarkan

oleh media mancanegara di saat berlangsungnya gaung Nation Building dalam

menggubah karya arsitektur megah dan besar-besaran sebagai sikap berlebih-

lebihan. Meski sangat geram, akan tetapi hasrat mewujudkan obsesi kebesaran

demikian kuat, menjadikan Soekarno mampu mengendalikan diri agar Proyek

Mercusuar terwujud.Hasrat luar biasa itu menjadikan idealisme menjadi

kenyataan menyerupai katarsis bagi Soekarno. Menyerupai sebuah ‗perayaan‘

sebagai pemuasan diri dari selubung kelam yang pernah melingkupi kehidupan

di masa lalunya, bersesuaian dengan pengutaraannya kepada Adams405.

Megalomania yang melingkupi Soekarno untuk memberi Kebesaran Bangsa,

sekaligus untuk menyelimuti keterhinaannya sebagai bumiputera yang dipenjara

dan dibuang ke tempat terpencil di masa Hindia Belanda, dialihkannya dengan

membaca di perpustakaan Theosofi di Surabaya406:

Megalomania merujuk Jung407 ditampakkan oleh mimpi-mimpi

seseorang yang beramah-tamah dengan tokoh-tokoh Agung dalam sejarah

seperti Napoleon dan Iskandar Agung. Sebagai fantasi yang ditimbulkan oleh

rendah diri kompleks yang berlangsung pula dalam diri Soekarno secara unik.

Rasa rendah diri sebagai bumiputera diimbanginya dengan membaca pustaka

‗orang-orang besar‘. Cara Soekarno merepresi rasa rendah diri mengantarnya

sebagai politikus yang disegani dan bahkan menjadi Presiden. Ketika legitimasi

sebagai Presiden dimilikinya, puja-puji dan kecintaan rakyat kepadanya

memperbesar hasratnya menggapai kebesaran secara berlebih-lebihan

menyandingi kemasyuran Napoleon dan Jenghis Khan.

405 Adams, Cindy.2000, hal. 50. 406 Ibid. hal. 53. 407 Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan

Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989, hal. 91-92.

Page 167: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

167

Memuliakan kosmos terutama matahari telah menjadi kelaziman di

belahan bumi Timur. Di Mesir disebut Dewa Ra, atau Dewa Matahari di

Jepang. Masyarakat Indonesia di masa perjuangan juga menyanyikan lagu di

Timur Matahari sebagai ekspresi pengagungan kosmos. Terbitnya matahari oleh

masyarakat Timur dinantikan dengan suka cita sebagai sebuah harapan

kehidupan yang baru.Jejak peradaban Radiant Axes juga memancarkan daya

pesona yang dimiliki Soekarno sejak masa remajanya. Kelahirannya yang

berada di ambang fajar matahari terbit menjadikannya disebut Putera Sang

Fajar408. Sejumlah karikatur selalu menempatkan ‗simbol matahari‘ sebagai

latarnya antara lain; Hung Hung Hung409, Djenderal Van Heutze, Keamanan

Oemoem, dan Selamanya Ketakutan. Secara jenaka Soekarno mengeritik

pemerintah Kolonial.

Arah Timur sebagai orientasi di Ruang Kemerdekaan menandai ruang

terpenting di Tugu Nasional, ditunjukkan oleh kehadiran aksara Teks

Proklamasi dalam ukuran gigantis. Penasbihan Timur sebagai arah yang utama

untuk melintasi ruang penting itu tidak terlepas dari pengagungan terhadap

kosmos. Pancaran sinar matahari serta arah Timur yang mengilhami orientasi

keruangan Soekarno lekat dengan kosmologi Jawa yang menyebut : wetan

sebagai simbol harapan dan kemerdekaan. Pancaran sinar matahari yang

disebut symbol rays itu ternyata merepresentasi daya pesona pribadi Soekarno

yang memancar ke segala arah kelak di saat dirinya sebagai Sang Penguasa.

408 Adams, 2000, hal. 24. 409 Karikatur-karikatur dibuat sekitar 1932-1933 disaat Soekarno berusia 20-an. sumber DBR Jilid I, 1965.

Page 168: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

168

Dorongan alam bawah sadar arketipe Persona yang mengandung

enflanted ego dan narsisme yang berpuncak pada megalomania yang menikmati

puja-pujian itu secara tidak disadari juga mengandung hasrat untuk dikenang,

yang cenderung kearah cara-cara keabadian. Jejak keabadian dalam diri

Soekarno ditampakkan dengan teramat jelas pada Tugu Nasional di awal

rancangannya. Pengutaraan keinginan agar Tugu Nasional dapat tersaksikan

1000 tahun lagi dari tahun 1960 saat itu, merefleksi hasrat keabadian

Soekarno.Terlebih disaat mengamanahkan rekaman suara dirinya mengulang

pembacaan Teks Proklamasi untuk diperdengarkan di Ruang Kemerdekaan.

Realitas kehidupan merujuk pandangan Dunia Jawa menyerupai

siklus metu-manten- mati atau lahir -tumbuh - mati dimaknai dengan ritual

tertentu agar memperoleh keselarasan hidup. Mempercayai kesementaraan

hidup di dunia, dan keabadian melalui cara manunggaling Kawula-Gusti dengan

memelihara kosmos. Arsitektur sebagai mimesis kosmos juga mengalami siklus

lahir-tumbuh-mati. Tugu Nasional yang didahului proses memutu juga menyandang

konsep keabadian 1.000 tahun dari Sang Penguasa yang ditegaskan sejak awal

Sayembara Kedua Tugu Nasional 1960410. Terdapat dua konsep keabadian

yaitu melalui materialnya, dan Kedua melalui immaterial, yaitu energi suara

Soekarno dan pengabadian jiwa Proklamasi melalui atribut kemerdekaan.411:

Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksara-aksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu itu…

410 Soekarno, 27 Juni 1960, hal.5. 411 Ibid.

Page 169: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

169

Keabadian fase pertama Tugu Nasional telah terlampaui yaitu di saat

genap 50 tahun sejak pemancangan tahun 1960 merujuk SNI-03-1726-2002412

yang mengatakan minimal usia bangunan itu setara dengan 10% periode ulang

Gempa Rencana yaitu 500 tahun. Disimpulkan bahwa arsitektur Tugu

Nasional dirancang menyerupai karakteristik Khora sebagai sesuatu yang abadi.

Dalam karya ini diungkap konsep teritori melalui frase suara Soekarno

di saat Teks Proklamasi dibacakan tepat pada 17 Agustus 1945 adalah gaung

suara Pemuda Soekarno yang memproklamasikan Indonesia dengan wilayah

sejumlah delapan provinsi. Ketika di Ruang Kemerdekaan diperdengarkan

kembali suara Soekarno dengan redaksional yang sama, yang terjadi bukan lagi

dibacakan oleh Pemuda Soekarno melainkan Paduka Jang Mulia Presiden Republik

Indonesia atau Sabda Pandhito Ratu menandai teritori ke-Indonesia-an melalui energi

suara. Siapapun Anak Bangsa yang mendengarkannya dipastikan mengakui

lingkup Indonesia dari Sabang Sampai Merauke.

Merujuk Moore413, teritori dan teritorialitas menunjukkan perilaku

seseorang yang ingin berbuat menurut kehendak menyatakan ciri, memiliki

dan bertahan, yang memiliki lima ciri; memuat daerah ruang, dikuasai, dimiliki,

memuaskan beberapa kebutuhan, ditandai secara konkrit atau simbolik; dan

orang akan mempertahankannya atau setidak-tidaknya merasa tidak senang

bila teritori mereka dilanggar dengan cara apapun oleh pengacau. Ini

menunjukkan kelaziman menyatakan teritori secara fisik. Rekaman suara

Soekarno menunjukkan state of the art dalam pengukuhan teritori berupa suara

langsung Sang Penguasa, melampaui pencapaian yang diperoleh susastra Jawa.

412 Standar Perencanaan Tahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726 -2002. 413 Moore, Gary T. Pengkajian Lingkungan-Perilaku dalam Snyder, James C. & Catanese, Anthony J (ed). Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 88.

Page 170: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

170

Resonansi suara Soekarno menggambarkan keluasan teritori

Indonesia tanpa menunjukkan hal fisik menyerupai Khora merujuk gagasan

Gomez sebagai ruang pengakuan -space of recognition414, telah menandai adanya

metafisika kehadiran - presence Sang Penguasa sebagai pesan kosmik

‗pernyataan yang sakral di tempat yang sakral‘ yaitu di catuspatha ex. Champ de

Mars.Suara Proklamasi itu beresonansi ke seluruh ex. teritori Kemaharajaan

yang berabad-abad mengungkung Bangsa ini dengan kata: Merdeka !.

Merujuk Memory of The World415: Documentary heritage reflects the diversity of

languages, peoples and cultures. Warisan dokumenter yang mencerminkan

keragaman bahasa, masyarakat dan budaya sangat rentan, karena setiap hari,

bagian tak tergantikan dari memori ini menghilang untuk selamanya.

Oleh karena itu rekaman suara Soekarno merupakan warisan MOW-Memory of

the World merujuk Sedyawati416. Suara pembacaan Teks Proklamasi menjadi

warisan intangible ―ingatan bangsa‖ yang bermakna sebagai ―ingatan umat

manusia‖ menandai berakhirnya kolonialisme di Indonesia yang

dikumandangkan ke seluruh dunia. Ketika suara Sokarno membacakan

kembali Teks Proklamasi diperdengarkan, menjadi metafora kehadirannya di

Tugu Nasional di kekinian dan menjadi ―teks‘ metaphoric the presence of figure yaitu

ontologi kehadiran yang mengandung ke-Abadi-an yang dileburkan Soekarno

ke tubuh Tugu Nasional melalui material fisiknya sehingga suara Soekarno

menyatu dengan Tugu Nasional. Maka kehadiran Soekarno secara metafisik

414 Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez,

Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of Architecture.London Buffalo:McGill-Queen‘s University Press, 1994, hal. 8.

415 Memory of The World merupakan salah satu program Unesco untuk pelestarian. 416 Sedyawati, Edi & Purwa, Bambang Kaswanti.Kajian Subtansi Warisan Dokumenter: Budaya dalam Lokakarya MOW-Indonesia ―Revitalisasi intangible documentary heritage‖, 14-15 September 2096 di Arsip Nasional RI.

Page 171: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

171

menjadi abadi sepanjang usia Tugu Nasional. Suara Soekarno merepresentasi

logosentrisme gagasan Ludwig Klages sebagai tradisi filsafat Barat yang

mengutamakan logo, kata atau tindakan berbicara. Diasumsikan obyek asli

yang tereduksi, karena itu kehadiran di dunia ini selalu dimediasi.

Tindakan Soekarno yang menginginkan pengucapan kembali Teks

Proklamasi melalui rekaman suaranya di RRI itu, melampaui cara-cara peng-

Abadi-an diri melalui materiil yang dilakukan oleh Penguasa Radiant Axes

sebelumnya seperti Faraoh di Mesir dan Lenin di Mauseleumnya dengan

membalsem diri. Soekarno melakukan keabadian immaterial melalui energi

‗suara‘ sebagai Ruang Keabadian yang dramatik namun sederhana,

memudahkan insan Indonesia mengenali Sabda-nya, melalui Teks Proklamasi

yang dilantunkannya secara puitis.

Teori presentasi-diri417 sebagai embrio teori interaksi simbolik disebut

sebagai pendekatan Dramaturgis merujuk gagasan Goffman yang berfokus

bagaimana ‗mereka‘ melakukannya. Dramaturgis yang berakar dari teori tentang

tindakan dari Weber418 menganggap tindakan bermakna sosial berdasarkan

makna subyektifnya sejauh diberikan individu atau individu-individu. Tindakan

itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorientasikan

melalui penampilannya419 melalui pengelolaan kesan- impression management

untuk menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Hal

sedemikian juga menyertai diri Soekarno, terutama pada ritual kenegaraan;

417 Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu

Sosial lainnya.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 107. 418 Ibid., hal. 61. 419 Ibid., hal. 112.

Page 172: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

172

Upacara HUT Kemerdekaan yang laras dengan dramaturgis420 . Cara-cara

Soekarno saat melakukan ritual kenegaraan bersesuaian pendekatan di atas,

mulai dari cara berbusana, atribut, cara berpidato, dan tata ruang yang

dipersiapkan seksama untuk menyertai ―diri‖nya sebagai Aktor Sentralnya.

Sejumlah Tugu menyerupai tiang cagak raksasa yang terbangun di

masa Soekarno menampakkan kemiripan rancangan. Menunjukkan sense, atau

rasa yang laras dengan style atau affinity yaitu kesamaan unsur ruang, massa

bangunan, bidang, dan sistim yang khas421. Keserupaan itu dilakukan

menyerupai pola tindakan yang tidak dapat dijelaskan secara rasional atau

logika, karena berkenaan dengan ‗rasa‘ dalam proses arstistik-kreatif. Sense

hanya dapat dijelaskan melalui filsafati sebagai inti pengalaman inderawi yang

berhubungan psike merujuk Freud sebagai ketidaksadaran adalah kondisi

prasadar sebagai lapisan antara pikiran sadar dan bawah sadar mengandung

makna untuk ditafsirkan.

Orang yang ‗tertindas‘ memiliki kenangan menyakitkan di alam

pikiran bawah sadar, direpresikannya ke dalam simbol-simbol menjadi bentuk

tertentu yang berkaitan dengan hasrat seksual yang terkandung di alam bawah

sadarnya. Artifak serupa tiang cagak yang menjadi sense Soekarno bila merujuk

Freud422 berkaitan dengan hasrat seksual karena sebagai simbol phallus alat

reproduksi laki-laki. Rancangan tugu, tiang, cagak, paku dudur, atau obelisk

420 Periksa lebih lanjut Irving Goffman dalam Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan tahun 1959. 421 IAI Jawa Barat.Sikap dan Pemikiran Suhartono Susilo. Arsitek & Pendidik. Bandung: Badan Sinfar IAI-Jabar. 1998, hal.56. 422 Berry, Ruth (Terj.) Freud. Seri Siapa Dia? Jakarta: Penerbit Erlangga.2001, hal. 41.

Page 173: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

173

menyerupai phallus sebagai representasi ketidaksadaran dorongan seksual yang

direpresi. Hal demikian berbeda dengan arti seruan Soekarno423 untuk

menggubah Tugu sebagai Peng-Agung-an Kelaki-lakian untuk menggapai bintang di

langit:

… adalah pengagungan kelaki-lakian, lingga-verering. Pengagungan kelaki-lakian, bahkan manusia itu di dalam bahasa sebagian daripada bahasa Indonesia, dinamakan tiang. Tiang Djawi, tiang Sunda; tiang = tjagak. Nah, Tugu mempunyai begrip pula Saudara-saudara, pengertian mendjulang ke langit dan pada asalnja adalah pengagungan kelaki-lakian. Linggam atau Lingga-verering, ini mengenai mistik kita di zaman dahulu, tetapi di dalam zaman kita sekarang inipun, mengenai penglukisan daripada revolusi Indonesia itu, sebagai tadi saja katakan, adalah laksana satu ―greep naar de sterren‖ hendak memegang bintang mendjulang mentjapai bintang di langit.

Sehimpunan rancangan serupa phallus itu bukan sekedar sublimasi

libido Soekarno belaka, tetapi juga pengungkapan Soekarno atas sikap heriok

kelaki-lakian sebagai ungkapan budaya patriakal yang dominan di Indonesia.

Tugu bernuansa phallus yang ditancapkan di catuspatha ke dasar bumi

melambangkan kewilayahan yang dikuasainya. Mengingatkan sikap Kepala Suku

primitive di saat mempertunjukkan penguasaan atas sebuah wilayah. Soekarno

diibaratkan Kepala Suku yang menancapkan simbol teritorialitasnya demi

menjangkau cita-cita yang lebih tinggi.

Dengan menempatkan melalui cara demikian, ternyata mampu

menghadirkan karya Arsitektur yang memancarkan kemegahan dan

keagungan. Dibalik tindakan mempertunjukkan kemegahan itu Soekarno

sekaligus menutupi keterhinaan sebagai Bangsa yang baru lepas dari

penjajahan yang tertinggal jauh dari peradaban melalui cara menorehi tanda

423Soekarno.27 Djuni 1960.

Page 174: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

174

silang ganda (X) dan (+) di situs ex. Kemaharajaan untuk memulai Kebesaran

Indonesia dengan pemurnian lokasi.

Jejak Peng-Agung-an Kelaki-Lakian oleh Soekarno, sekaligus

mengungkap Pe-Mulia-an terhadap kaum wanitanya, menyerupai selip lidah

dalam ―teks‖. Tugu yang semula sebagai pengagungan kelaki-lakian yang

diartikan memberi ‗ruang‘ yang lebih istimewa kepada kaum lelaki. ‗Teks‖ itu

bertolak dari konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan seperti

harapannya melalui Sarinah424 yang ditulisnya tahun 1947 sebagai seruan bagi

kemajuan perempuan di Indonesia. Pengagungan kelaki-lakian dipertautkan

dengan kecenderungan Dualitis Jawa yaitu adanya ‗ruang‘ untuk memuliakan

eksistensi wanita Indonesia bukan melalui performa Tugu yang teraga, tetapi

melalui citra keindahan ornamentik yang tergambarkan di dalam Tugu

Nasional, berupa simbol dan warna keemasan dari Padma, Wijayakusuma, serta

gerak gemulai sosok Api Kemerdekaan. Pengagungan kelaki-lakian sebagai

simbol kekokohan yang melindungi kehalusan jiwa kewanitaan di dalam Tugu

Nasional.Dapat disimpulkan bahwa, seluruh ekspresi yang ditampilkan di

Kawasan Tugu Nasional, yang di awali oleh penorehan silang ganda dan

pemancangan sosok tugu di catuspatha ex. Kawasan itu menggambarkan

idealisasi kemegahan gagasan Soekarno bagi Indonesia yang tidak terlepas dari

hasrat dramaturgisnya yang disajikan dalam bagan sekuen Arsitektur Drama.

Pengalaman indrawi yang dipertautkan keterhubungannya dengan

―teks‖ secara historikal, menunjukkan adanya kemunculan karya arsitektur

yang memiliki esensi mempergelarkan sebagai perluasan arti origin kata

424 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: Toko Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 249.

Page 175: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

175

―panggung‖425 disebut calculus of meaning426. Kehadiran arsitektur yang dinamai

―Arsitektur Panggung‖ ini memiliki karakteristik khora sebagai wadah

pembawa tanda/jejak – imprint bearer berupa ideologi Sang Penguasa.

Kehadiran ―Arsitektur Panggung‖ sebagai konsep khora dengan karya-karya

arsitektur yang bersifat konkret-individual terbedakan oleh material kultur-nya.

―Arsitektur Panggung‖ merupakan ruh dari skenario ideologis yang

ditanamkan Penguasa sebelum kehadiran karya arsitektur secara mewujud. Oleh

karena ideologi yang ditanamkan Soekarno pada Tugu Nasional adalah ruang

ideal ke-Indonesia-an, maka ―Arsitektur Panggung‖ yang hadir diberi sebutan

―Panggung Indonesia‖.

425 Arti ―panggung‖ telah diutarakan dalam terminologi, dari akar kata gung artinya gedhe-besar diberi awalan pa terjadi nasalisasi menjadi pa- agung-an atau panggonan sing agung –―panggung‖ -tempat yang agung. Merujuk kamus ―panggung‖ artinya pagelaran, pentas, platform, stand, teater dan tempat terbuka yang ditinggikan, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang dan sasana. 426 Calculus of meaning sebagai perluasan 'origin' dari makna merujuk etymology. Biasanya ada makna asal, namun kemudian muncul konotasi baru yang hadir i derivasi-derivasi untuk konteks tertentu yang semakin 'banyak' dan lazimnya agak 'menyimpang' dari makna asal.

Page 176: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

176

Khora sebagai proses kehadiran arsitektur non-material merupakan

perluasan ranah arsitektur berdasar adanya ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai

ideologi Penguasa yang ditanamkan sejak proses kehadiran karya arsitektur.

Dalam kualitasnya sebagai form mewujud sebagai analogi ―arsitektur drama‖.

BAB ini akan mengungkap proses kehadiran Tugu Nasional yang didorong

oleh trilogi: hasrat, intervensi dan rasa seni sebagai pendorong visualisasi

arsitektur merujuk pengutaraan Gunawan Tjahjono, Michael Hays, dan

Bernard Tschumi.Ditegaskan oleh Tjahjono, visualisasi tersebut didorong oleh

hasrat pernyatakan citra diri untuk mewariskannya. Ketiga gagasan pakar

Arsitektur dihimpun berdasar hal-hal metafisik seperti gagasan, konsep, sketsa,

memoar Soekarno sebagai Penguasa termasuk aktor pendukungnya; Arsitek,

Ahli Struktur dan Seniman yang terlibat. Trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni

Soekarno yang menyertai proses kehadiran Tugu Nasional ditampakkan oleh,

a) hasrat yang besar dalam proses rancangan sehingga terjadi dua kali

sayembara, b) perubahan-perubahan rancangan sejak proses perancangan

bahkan pada pelaksanaan pembangunan, c) adanya rasa seni yang dilekatkan

dalam rancangan Tugu Nasional sekalipun mengundang kontroversi. Trilogi

hasrat, intervensi dan rasa seni itu mencerminkan pernyataan Soekarno: ―De cultuur

van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖ - kebudajaan daripada

sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa427.

427 Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu

Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.

Page 177: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

177

Pengutaraan Soekarno mempertunjukkan sikapnya sebagai

‖Pemimpin Besar Revolusi‖428 yang memiliki legitimasi dalam penciptaan

kebudayaan Indonesia, sekaligus menunjukkan karakteristik Khora sebagai

representasi Ibu-Perawat yang feminine. Menunjukkan dominasi ‗sebagai

penyedia tempat bagi sesuatu yang hadir untuk being‘ sekaligus menunjukkan

sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural yang selalu dalam proses

‗mengada‘, mengkualitas, memutu. Karakteristik Khora yang melingkupi ide

―Arsitektur Panggung‖ membuat perbedaan karena adanya kehadiran spectre Sang

Penguasa yang tidak ditemukan pada karya-karya arsitektural lazimnya. Dalam

konteks ini spectre Soekarno hadir secara transedental.

―Arsitektur Panggung‖ dengan kehadiran spectre Penguasa juga terjadi

pada Hitler ketika menggaungkan ideologi NSDAP; stability, order, tradition in

art429 serta menyebutnya Führer dalam perannya sebagai Vorsitzender - Ketua

dari NSDAP. Hal serupa juga ditunjukkan Joseph Stalin dengan ideologi

Realisme Sosialist ketika menggaungkan gaya Gothic Stalinis. Dalam sebutannya

―Sang Pemimpin Besar Revolusi‖ peran Soekarno demikian menonjol dalam

proses kehadiran ―Arsitektur Mercusuar‖ terutama pada Tugu Nasional.

Bahkan peran Soekarno telah melampaui tugas-tugas kenegaraan, karena telah

memerankan diri selayaknya ―Arsitek‖ dengan bekal penguasaan teknis,

teknologi serta rasa seni yang dimilikinya. Dapat dikatakan trilogi hasrat,

intervensi dan rasa seni yang melingkupi Soekarno telah berperan sentral dalam

proses kehadiran karya arsitektur Tugu Nasional.

428Sebutan ―Pemimpin Besar Revolusi‖ oleh Soekarno kepada dirinya sendiri, terjadi setelah Dekrit Presiden 5Juli 1959. Segera sesudah itu, kata ‖Revolusi‖ (ditulis dengan ‖R‖) berkembang jadi kata yang sakti: ia bisa menggetarkan, ia bisa menggugah, ia menghalalkan atau membabat apa saja yang dikehendaki sang penafsir. Sang penafsir tentu saja sang ‖Pemimpin Besar Revolusi‖, dan itu adalah Bung Karno. Dituliskan oleh Goenawan Mohamad 5 Juli 2006. 429 Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 91.

Page 178: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

178

Menilik kesejarahannya perancangan Tugu Nasional mengalami dua

kali sayembara yaitu tahun 1955 dan 1960. Sayembara tahun 1956 hanya

menghasilkan satu pemenang Kedua, yaitu Arsitek Silaban, dan Sayembara

tahun 1960 menghasilkan dua regu Pemenang Ketiga yang terdiri atas

mahasiswa-mahasiswa arsitektur dari ITB Bandung. Karya keduanya tidak

serta merta menjadi rancangan yang siap untuk dibangun, karena Soekarno

belum memberi persetujuan, sampai akhirnya Soekarno mengambil sikap

kompromi desain karena tidak ingin memperoleh kegagalan yang akan

berdampak tertundanya kehadiran Tugu Nasional. Proses yang berlangsung

menyerupai Khora, sebagai proses becoming ‗menjadi‘ yang mendahului

rancangan Tugu Nasional. Sejumlah ―teks‖ dipertautkan serta dimaknai secara

hermeneutik-interpretatif untuk merajut pengungkapan proses kehadiran Tugu

Nasional. Frase yang menunjukkan keinginan Soekarno sebagaimana

pengutaraan Tjahjono, bahwa ‗arsitektur hadir berkat dorongan hasrat

menurunkan citra diri‘ ditemukan sebagai pidato Soekarno di awal Sayembara

Kedua Rancangan Tugu Nasional 1960430:

―…Kita harus pula mempunjai tanda pula daripada kebesaran bangsa Indonesia, tanda pula, lambang pula daripada tekad bangsa Indonesia untuk – dalam peribahasa overdrachtelijk – bangsa jang ingin mendjulang, menangkap, nggajuk bintang di langit.

Pernyataan di atas menunjukkan pentingnya kehadiran Tugu Nasional

sebagai Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia, maka sayembara yang keduapun

430 Soekarno, 27 Djuni 1960, hal.9.

Page 179: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

179

digelar pada 10 Mei 1960 – 15 Oktober 1960431 sebagai jalan mengatasi

kebuntuan pada sayembara pertama 17 Februari 1955-Mei 1956.

Apakah yang melatari sayembara tersebut dan mengapa harus

dilakukan sayembara ulangan? Untuk mendeskripsikan situasi di saat

sayembara berlangsung akan didahului oleh proses artistik atau proses becoming

mewujudkan ‗gambar angan-angan‘ menjadi gambar perancangan yang

bersesuaian dengan metode kajian Khora. Melalui sejumlah dokumen pribadi

Arsitek Soedarsono432, Diary Arsitek Silaban, Memoar Pemenang Ketiga

Sayembara Tugu Nasional Kedua, Memoar dan Dokumen Seniman Edhi

Sunarso menjadi data kunci pengungkapan proses kehadiran Tugu Nasional.

Karir Soekarno sebagai Negarawan internasional dilalui usai

lawatannya ke berbagai mancanegara. Diawali ke Amerika Serikat433 yang

dilanjutkan ke Moskow434 pada 1956, seusai Sayembara Pertama Rancangan

Tugu Nasional 1955 yang dimenangkan Arsitek Silaban sebagai Pemenang

Kedua, dikarenakan panitia tidak menemukan rancangan unggulan. Soekarno

menyadari kegagalan tidak diperolehnya rancangan Tugu Nasional sesuai

ideliasasinya. Ketika berkesempatan melakukan muhibah selama 48 hari ke

mancanegara, Soekarno mengamati sedikitnya dua puluh kota yang memiliki

431 Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari Tugu Nasional dan juga Tertera pada label maket Tugu Nasional karya F Silaban untuk Sayembara Rancangan Tugu Nasional yang pertama. 432 Sejumlah dokumen pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh ahli warisnya memperkaya penelitian ini. 433 Soekarno, Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan Eropa. Djakarta: Rafica, 1956. 434 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow : Penerbit

Seni Lukis Negeri. 1956.

Page 180: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

180

monumen megah yang mengesankannya antara lain di; Moskow, Sofia, New

Delhi, Rangoon, Mekah, Tien An Men, Bukares, Warsawa, Swerdlov,

Tasjkent, Washington, Mesir, Mexico, Angkara, Rabat, Marroko, Budapest,

Argentina, Rio de Janeiro. Sejumlah Tugu dan Monumen yang disaksikannya

menunjukkan universalitas form berupa tiang menjulang, skala besar, material

logam, serta dapat dipandang dari jarak jauh serta menggambarkan dinamika

modern. Pencerapan Soekarno tentang kehadiran tugu, disampaikan

dihadapan peserta Sayembara Kedua:435

Saja, saudara-saudara, telah melihat dunia; boleh dikatakan ¾ daripada permukaan bumi ini sudah saja lihat, sudah ―handjajah desa hamilang kori‖di negeri asing, tinggal beberapa jang belum saja kundjungi dan Insja Allah SWT nanti lain kali Insja Allah akan saja kundjungi pula. Di tiap-tiap Negara saja melihat bahwa ada monumennja, ada bangunannja jang menggambarkan djiwa daripada rakjatnja itu. Di Negara apapun, bahkan kadang-kadang saja menemui monumen-monumen jang dari djaman purbakala, seperti tatkala saja di India, di New Dhelhi, dekat New Delhi itu di sana ada tiang, tugu Acoka terbuat daripada perunggu Saudara-saudara, bukan terbuat dari kaju.

Penelusuran trilogi hasrat, intervensi dan rasa Soekarno proses kehadiran

Tugu Nasional sekaligus menyingkap aktor penggagas sekaligus konsepsi awal

dilaksanakannya sayembara rancangan Tugu Nasional yang sejauh ini

pengungkapannya kurang memadai. Ketiadaan Term of Reference sayembara

435 Disebutkan oleh Soekarno nama-nama kota di Mancanegara yang dikunjunginya. Simak Soekarno, 27 Djuni 1960, hal. 9.

Page 181: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

181

tergantikan oleh adanya risalah Claire Holt dalam Melacak Jejak Perkembangan

Seni di Indonesia436 serta sejumlah dokumen pribadi Arsitek F Silaban437:

Rencana-rencana untuk sayembara desain dari Monumen Nasional (Tugu Nasional) di Jakarta diumumkan pada tahun 1955 oleh sebuah panitia yang dipimpin oleh Presiden. Spesifikasinya adalah, bahwa Monumen itu harus 64 meter tinggi untuk memperingati tahun 1945 (19+45=64), ketika Indonesia diproklamasikan. Banyak kelompok serta perorangan menyerahkan rencana tahun berikutnya, tetapi tak ada yang memenangkan persetujuan akhir dari juri. Setelah beberapa putaran lagi, sebuah rencana yang disetujui bersama ditetapkan.Pembangunan dimulai tahun 1961 dan mungkin diselesaikan pada tahun 1967 (buku aslinya dicetak tahun 1967)

Catatan Holt menunjukkan gairah masyarakat dalam mengikuti

sayembara untuk menanggapi ajakan Soekarno melalui Tim yang diketuai oleh

Sarwoko438. Kehadiran Sarwoko bahkan dikatakan sebagai pencetus ide. Atribut

pencetus ide tidak sebanding dengan penggagas dalam terminologi arsitektur.

Penggagas ide dalam arsitektur, memiliki sejumlah persyaratan pada Sang

Aktor yang disertai kemampuan teknis untuk mengupayakan sesuatu yang

dicetuskannya terwujud. Dituntut kristalisasi pemikiran runut yang tertuang

sebagai Konsep Perancangan. Sedangkan tidak demikian pengertian pencetus ide

yang dimaksud secara umum, yang seolah-olah dapat terjadi pada pribadi

manapun. Pencetus ide merupakan wacana di bawah tingkatan penggagas. Lebih

tepat dikatakan sebagai aspirasi Sarwoko yang tanggap akan kegandrungan

436 Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia) Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000, hal. 309. 437 Disalin di kediaman Jl. Salak Bogor atas ijin dari MAan sebagai pemegang otoritas dokumen warisan Arsitek F Silaban. 438 Sarwoko, saudara kandung Mr. Sartono, tim pembela Soekarno di pengadilan Kolonial tahun 1930 di Bandung. Oleh Sudiro dinyatakan Sarwoko adalah ‗pencetus gagasan‘ Tugu. Pendapat tersebut masih menjadi kontroversi hingga kini.

Page 182: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

182

Soekarno439 dalam pendirian tugu dan monumen sebelum sayembara pertama

berlangsung. Aspirasi Sarwoko telah diapresiasi Soekarno dengan

menunjuknya sebagai Ketua Panitia Sayembara Tugu Nasional Pertama.

Ketika mengalami kebuntuan yang mendorong lahirnya Sayembara Kedua

menunjukkan gagasan Sang Penguasa yang lebih berperan.

Pernyataan Sudiro440 tentang peran Sarwoko sebagai pencetus ide

tugu yang disetarakan penggagas, bukan artinya meniadakan peran Soekarno.

Pernyataan itu menyerupai demystify441 terhadap sikap politik sentralistik

Soekarno untuk menunjukkan perasaan kurang nyamannya atas proses becoming

Tugu Nasional yang demikian panjang serta penuh kontroversi. Untuk itu

akan dipetakan proses kehadiran Tugu Nasional ini untuk menjawab siapakah

sebenarnya Sang Penggagas dan ―Arsitek‖.

Terhimpun sebanyak 51 karya, namun tak satupun dianggap layak

sebagai pemenang oleh Soekarno. Bahkan karya Frederich Silaban hanya

menduduki sebagai Pemenang Kedua. Merujuk dokumen pribadi Arsitek

Silaban442 disaksikan sebuah rancangan di catuspatha yang terbentuk oleh tanda

silang ganda (X) dan (+). Tugunya menjulang dengan paras menghadap Istana

Negara berupa lima pilar ritmis yang diakhiri oleh ornamen patung Garuda

439 Sebelum sayembara pertama Tugu Nasional digelar 1955, sedikitnya telah didirikan Tugu Pahlawan Surabaya 1951 dan Tugu Muda di Semarang 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953 dan Tugu Seguntang di Palembang 1954. 440 Sudiro. ―Kala itu….‖ Dalam Karya Jaya, oleh Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977,hal..103. 441demistify adalah upaya untuk menghapus sesuatu atau untuk menerangkan atau mengklarifikasi sesuatu. 442 Dokumentasi Karya Tugu Nasional dari F Silaban yangdireproduksi atas ijin dari mAan, di Jl Salak Bogor.

Page 183: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

183

Pancasila pada puncak tugu. Rancangan itu berlokasi di pusat bundaran besar

dengan delapan jalan utama menyerupai rancangan Kota Ideal443 dengan pola

circle, polygon, trivium maupun polyvium menyerupai rancangan the City of Truth

kaya Bartolommeo Delbene pada 1609444. Pusat bundaran memencar lima

buah jalan dengan fasade bangunan bermahkota patung burung mengingatkan

ornamen Elang Swastika Hakenkreuz di Pavilion Jerman pada International

Exposition di Paris 1937.

Kesungguhan rancangan monumental bernafas modernitas Barat dari

Arsitek Silaban tampaknya mengabaikan nuansa ke-Indonesia-an serta

kedinamisan yang menjadi obsesi Soekarno. Kehadiran ornamentik patung

Garuda Pancasila sebagai mahkota bangunan tinggi tampaknya kurang

mempertimbangkan konsep ‗keterbacaan visual‘ agar keindahannya dapat

direpresentasi dari semua arah pandang. Berdasar jejak kepribadian Penguasa

pada pembahasan sebelumnya, rancangan Silaban dinilai kurang memenuhi

rasa seni Soekarno yang mengingini adanya unsur pesona ke-Indonesia-an,

serta sifat plastis-dinamis bagi Tugu Nasional. Berkat kesungguhannya, Arsitek

Silaban akhirnya diangkat sebagai Tim Juri Sayembara Kedua tahun 1960,

situasi itu menjadikan dirinya tak lagi diperkenankan mengikuti Sayembara.

Ketika Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua 1960 digelar

diketuai langsung oleh Soekarno445. Diikuti oleh sejumlah arsitek dan seniman.

Claire Holt kembali memberikan gambaran karya yang disajikan oleh peserta

443 Kostof, Spiro. The City as Diagram dalam The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History. London:Thames and Hudson. 1991,page 159. Rancangan klasik pusat kota merujuk hal serupa dijumpai di Piazza Del Popolo Roma sebagai konsep trivium. Bertolaknya tiga jalan ke atau dari suatu titik. Kota Berlin juga memperlihatkan circle dan trivium dinamai Rondell Plaza. Juga Washington DC dengan sumbu Mall of Washinton DC. Konsep trivium bertolak dari gedung Capitol ke White House, Lincoln Memorial dan Jefferson Memorial. 444 Ibid, hal.163. 445 Soekarno, 27 Djuni 1960.

Page 184: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

184

melalui Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia446. Dicatatnya pelukis

Hendra mengikuti kedua sayembara, namun tidak memperoleh kemenangan:

Pada tahun 1956 Hendra terlibat sangat intensif dalam merancang sebuah versi kedua dari Monumen Nasional, karena rencana pertamanya gagal dalam kompetisi. Rencana dasarnya, bagian-bagian silang, serta model tanah liat menunjukkan sebuah pilar mengerucut yang tinggi dan berat yang melonjong menuju ke sebuah menara dan dihias dengan motif-motif yang menyala yang berhiasan banyak. Tugu itu tampil dari tengah-tengah sebuah dasar besar yang dibentuk seperti garis bentuk burung yang mengembang dari burung Garuda…. Ornamentasi dari pagarlangkan, serambi-serambi yang bertiang, serta sayap-sayap berundak mengumandangkan candi Jawa-Hindu, tetapi daripada makara pada akhir dari pegangan pada tangga, terdapatlah siput-siput yang anggun – menurut Hendra lambang-lambang dari kemelaratan.

Kesungguhan Hendra terhadap kedua sayembara itu, nampaknya

karya Hendra kurang mengenai sasaran ego Kemahabesaran yang melingkupi

kepribadian Soekarno melalui karyanya yang penuh simbol dan ornamen

namun mengabaikan keeleganan bangunan modern. Hendra dikenal sebagai

pimpinan Pelukis Rakyat di Yogyakarta bersama Sudjojono. Karya-karyanya

lekat terhadap keseharian alam lingkungan Yogyakarta yang dekat percandian,

sehingga karya Hendra lebih tepat dikatakan karya seni ekspresif dibandingkan

sebagai karya arsitektur.

446Holt, Claire. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia(Terj). Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000 hal. 309-335-336.

Page 185: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

185

Sebuah diary - catatan harian Arsitek Silaban tanggal 30 Oktober

1960447 digambarkannya suasana rapat Tim Juri Sayembara Tugu Nasional

antara lain; Soekarno, Ir. Roosseno, PM Djuanda dan Silaban yang

memutuskan rancangan nomor 80 dan 81 akan memperoleh hadiah Ketiga

senilai Rp.5.000,- dan nomor 103 sebagai Pemenang Keempat memperoleh

Rp. 2.500,-. Rancangan 80 dan 81 adalah karya Tim Mahasiswa Arsitek dari

ITB dan peserta nomor 103 belum diketahui identitasnya. Selanjutnya,

Roosseno mengusulkan 3 atau 4 orang Arsitek terkemuka diberi opdracht

merancang bersama-sama - geza‘menlijk Tugu Nasional dimulai oleh Presiden

sendiri. Usulan itu tidak disetujui oleh Silaban, menurutnya dalam praktek

tidak mungkin berhasil kerjasama seperti itu. Kutipannya sbb448:

Bila Pemerintah / Presiden belum dapat memberi opdracht kepada satu orang arsitek, maka itu adalah suatu pertanda bahwa Indonesia belum memiliki seorang arsitek jang demikian besarnya dan sajapun berpendapat bahwa Indonesia belum mempunjai arsitek jang sanggup merencanakan Tugu nasional + Monumen Nasional jang kita idam-idamkan semua.

Dalam diari itu Silaban sempat mengusulkan kepada Presiden

Soekarno sebuah sketsa Tugu Nasional yang menggambarkan obelisk

sederhana yang menjulang setinggi 350 meter dan berlokasi di luar Kawasan

Lapangan Merdeka ditengah anlostrada - empat jalan simpang. Adanya

perbedaan antara sketsa Arsitek Silaban dalam diari-nya dengan wujud Tugu

Nasional, membuktikan bahwa bukan gagasan Silaban yang dikembangkan

447 Diary Arsitek Silaban, tanggal 30 Oktober 1960. 448 Ibid, tanggal 7 November 1960.

Page 186: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

186

sebagai rancangan final Tugu Nasional. Hal tersebut bersesuaian dengan

pernyataan Arsitek Silaban melalui Riwayat Hidup Singkatnya yang tidak

menyebutkan dirinya sebagai Arsitek Tugu Nasional. Diari tinggalan Silaban

tersebut, selain mengungkap kekecewaannya terhadap keputusan final

Soekarno yang menginginkan adanya kompromi desain, juga merefleksi

sindiran halus atas pelaksanaan kedua sayembara Tugu Nasional. Di salah satu

diari-nya, Silaban menuliskan bahwa karya arsitektur yang besar seperti Taj

Mahal, Pyramid dan Cheops, St Pieter, Balai Kota Stocholm dan sebagainya ‗tidak

pernah terjadi‘ sebagai karya Sayembara ataupun Tim Arsitek, melainkan

berdasar karya Seorang Arsitek saja yang diberi kepecayaan oleh seorang

Baginda. Apabila pemerintah/Presiden di Indonesia belum bisa memberi

opdrafh kepada seorang Arsitek untuk merancang Tugu Monas, maka

sebenarnya Indonesia belum mampu memiliki rancangan Tugu Nasional yang

diidam-idamkan semua orang. Berdasar diari tersebut, dapat disimpulkan

bahwa keputusan Soekarno dalam melaksanakan hasrat untuk menghadirkan

karya Arsitektur, dapat saja terbelenggu oleh sikap nonkooperatif Arsitek yang

unggul seperti Silaban, yang menginginkan suatu cara penunjukkan langsung.

Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Soekarno, dengan trilogi hasrat,

intervensi dan rasa seni yang melekat dalam diri pribadinya sekaligus seorang

Penguasa, rancangan Tugu Nasional yang hampir tertunda sejak sayembara

tahun 1955, pada akhirnya tahun 1961 dapat dilaksanakan. Soekarno

mengakhiri perbedaan pendapat itu dan meminta Dewan Juri segera

mengumumkan pemenang sayembara. Media Lembaran Minggu 1960449 meliput

Pemenang-Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional sebagai pemenang ketiga

449 Lembaran Minggu. Pemenang-Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional. 27 Nopember 1960.

Page 187: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

187

diantara tujuh rancangan yang terpilih yang berasal dari 136 gambar yang

diterima panita. Sebagai Pemenang Ketiga adalah dua regu mahasiswa

arsitektur mewakili Lembaga Penjelidikan dan Affiliasi & Industri ITB

Bandung, bernomor 80 dan 81. Tim pertama bermotto ‗Berjuang Berdasarkan

Pancasila‘ terdiri atas, Susantiah (22 tahun), Wahjuningsih (23 tahun), Ardi

Pardiman (23 tahun), Bambang Setiarso (24 tahun), Robby Sularto (22 tahun),

Sudarmadi (22 tahun), dan Sjaiful Arifin (23 tahun). Tim bermotto ‗Melati‘

terdiri atas Siti Utamini (23 tahun), Alibasah Samhudi (23 tahun), Bondan

Hermani Slamet (24 tahun), Noer Sajidi (23 tahun ), Purnomo Hadi (23

tahun), Tato Slamet (23 tahun ) dan Tjan Poo Gwan (21 tahun).

Media Lembaran Minggu juga memaparkan: persyaratan ketinggian tugu

antara 64 sampai dengan 70 meter, penyimpanan Bendera Pusaka serta plat yang akan

bertuliskan Teks Proklamasi dengan tinta emas murni serta lokasi tugu di atas tanah

seluas 1 kilometer persegi di Lapangan Merdeka. Menurut Sjaiful Arifin dan Noer

Sjaidi450 di awal sayembara gambar situasi Lapangan Merdeka berupa trapezium

dengan titik pusat berbentuk bujur sangkar sebagai lokasi tapak Tugu Nasional

dengan orientasi di Utara patung pahlawan, yang kelak dipilih sosok Pangeran

Diponegoro. Namun dalam ketentuan sayembara itu, belum disebutkan

ketentuan adanya rancangan Api Kemerdekaan.

Dua regu dari Jurusan Arsitektur ITB menampilkan rancangan

setema dengan perbedaan wujud dan dasar tugu. Tim ‗Berjuang Berdasarkan

Pancasila‘ merancang tugu berlandaskan segiempat asimetri menyerupai kapal

laut, sebagai symbol bangunan yang mampu menahan bahtera, sedangkan

Tim ‗Melati‖ merancang tugu bersudut segi lima yang menjulang ke angkasa

450 Sjaiful Arifin dan Noersjaidi keduanya mewakili dua regu berbeda sebagai Pemenang Ketiga Tim Mahasiswa ITB.

Page 188: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

188

langsung di atas landasannya. Soekarno tampak terkesan oleh karya rancangan

tugu di atas landasan asimetri menyerupai afgeknotte itu. Sungguhpun kedua

sayembara tidak ditemukan rancangan yang sesuai hasrat Sang Penguasa,

namun tersurat keinginan Soekarno mengadopsi karya rancangan pemenang

kedua dan ketiga dari kedua sayembara yang digelar451:

Tetapi apakah yang dipakai? Apakah hadiah ke-3? Apakah hadiah jang ke-2 atau jang ke-3 dari sajembara jang Pertama? Dalam tekad daripada Panitia MonumenNasional jalah bahwa akan ditundjuk sekarang ini beberapa djempolan pencipta Indonesia jang diminta untuk mengadakan satu projek jang finaal dengan mempergunakan segala hasil daripada sajembara ke-1 dan ke-2 sehingga sajembara ke-1 dan ke-2 itu tidak terbuang akan manfaatnja. Dari kedua sajembara ini akan diambil manfaat, bahan untuk pentjipta-pentjipta jang nantinja akan ditundjuk. Maksud kami ialah tidak untuk menunjuk banjak sekali pencipta tetapi mengambil beberapa djempolan saja daripada pentjipta-pentjipta kita. Mereka ini kita tugaskan untuk membuat projek daripada tugu dengan entourage monumen nasional seluruhnja dengan mempergunakan bahan-bahan jang saudara-saudara peserta telah berikan kepada kam didalam sajembara ke-1 dan ke-2.

Soekarno tampaknya mengharapkan karya kedua pemenang

sayembara menjadi bagian dari proses ‗becoming‘ Tugu Nasional, sekalipun

keputusan tersebut telah ditentang sebelumnya oleh Arsitek Silaban. Perihal

ketidaksetujuan Silaban, Soekarno mengutarakan452:

Saudara Silaban sebagai anggota juri – sana duduknja—beliau sebetulnja tidak setuju kalau tugas membuat projek finaal itu diserahkan kepada beberapa orang. Sebagai tadi saja katakana, kami akan menunjuk beberapa orang djempolan, gembong-gembong pentjipta untuk bersama-sama mentjiptakan monument nasional atau tugu nasional secara finaal. Sdr. Silaban sebetulnja tidak mufakat. Sedjarah, kata sdr. Silaban, belum pernah menunjukkan bahwa sesuatu monumen atau sesuatu keindahan kota atau sesuatu

451 Soekarno.Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional,Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6. 452Soekarno.Pidato Presiden, 17 November 1960, hal. 9.

Page 189: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

189

apapun jang hebat adalah hasil dari pada tjiptaan beberapa orang. Selalu hasil tjiptaan satu orang, kata Silaban. Kota Parisjs kenapa hebat‖ Tjiptaan satu orang, namanya Houtman. Betul!!! Piramida, Sang Pharao tidak menyuruh satu panitia bikin satu piramida, tidak. Pharao menjuruh kepada satu orang: …Buatlah tempat aku bersemajam berabad-abad, sampai kepada berpuluh-puluh abad, buatlah aku satu hal jang abadi….Perintah kepada satu orang dan satu orang ini mentjipta, menggerakkan dia punja genialiteit, menggerakkan dia punya daja tjipta, terjadilah piramida jang sehebat-hebatnja jang kemudian, ja, banjak jang meniru

Pada permulaan tahun 1961, Arsitek Silaban dan Arsitek Soedarsono mendapat perintah lisan dari Ketua Umum Panitia Monas, Ketua Juri (Ir. Soekarno) pada saat itu Presiden RI untuk bersama-sama dengan beliau membuat pra-rentjana design Tugu Nasional. Dengan understanding antara Arsitek Silaban dan Arsitek Soedarsono, maka disepakati (sendiri2) membuat ide pra rentjana dalam waktu singkat, kemudian diadjukan kepada beliau untuk menentukan pilihan dan tindakan selanjutnja. Beberapa hari kemudian setelah prarentjana diserahkan, design dari Arsitek Soedarsono dipilihnja untuk selanjdjutnja supaja dibuat rencana pelaksanaan (vender uitwerken).

Arsitek Soedarsono453 mengutarakan proses desain Tugu Nasional

mengambil dasar pemikiran untuk memenuhi apa yang dinamakan Nasional

dengan mengangkat beberapa unsur peristiwa Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia sebagai wujud Revolusi Nasional dan mengangkat angka keramat

17, 8, 45, Hari Proklamasi sebagai dimensi ukuran dan bentuk arsitekturnya.

Rancangan Tugu Nasional yang dipilih oleh Soekarno adalah usulan

Soedarsono setelah berkonsultansi dengan ahli struktur Roosseno454.

453 Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari Tugu Nasional. 454 Periksa surat- menyurat Roosseno dan Soetami kepada Soedarsono sehubungan rencana struktur Tugu Nasional.

Page 190: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

190

Pembangunannya melibatkan kontraktor Jepang PT Tohnichi Trading Co Ltd

sebagai perubahan rencana semula yang sedianya akan dilaksanakan oleh

Tenaga Ahli Indonesia455. Kenyataan tersebut menyakitkan hati teknisi dan

seniman Indonesia yang ingin menyumbangkan ketrampilannya dalam proses

kehadiran highrise building Indonesia yang pertama. Perubahan rencana dari

Soekarno disebabkan oleh adanya kompromi bersamaan diserahkannya Dana

Pampasan Perang Jepang yang disertai lobi-lobi kerjasama di bidang konstruksi456.

Adapun pelaksanaan fisik pembangunan Tugu Nasional tidak akan disinggung

secara rinci, karena pembahasan ditujukan untuk pengungkapan hal metafisik.

Sejumlah dokumen yang tersedia dapat dicermati457.

Seusai pengumuman pemenang sayembara Tugu Nasional, Soekarno

memerintahkan dibentuknya Tim Arsitek Djempolan pilihan Presiden458. Gagasan

itu mengundak reaksi ketidaksetujuan Arsitek Silaban, namun kekecewaannya

tidak disampaikan secara langsung melainkan dinyatakannya dalam diari459.

455 Lihat Sudiro ―Kala itu….‖ Dalam Karya Jaya, 1977,hal.103 dan kliping harian tanpa nama dan tanggal bertajuk Dari Tugu Nasional ke Monumen Nasional. Siapakah pentjipta Ideenja yang ditulis oleh: Pak Diro. 456Nishihara, Masashi (Terj.) Dean Praty R. Sukarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang, Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, hal 152-154. Menunjukkan adanya peran nona Nemoto Naoko yang kemudian dinamai Ratna Sari ketika dinikahi oleh Soekarno. Nemoto Naoko diperkenalkan oleh Kubo Masao pemilik Kobayashi. PT Tohnichi Trading Co Ltd merupakan milik Kubo yang hanya memiliki satu perwakilan dagang di Jakarta. 457 Periksa Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Tugu Nasional. Laporan Pembangunan 1961-1978. Jakarta: Pembina Tugu Nasional, 1997. 458Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 459 Diari Arsitek F Silaban 17 Desember 1960.

Page 191: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

191

Dikritisinya karya Pemenang Ketiga mengambil ide afgeknotte - piramida

terpotong menyerupai karya Oscar Niermeyer maestro dari Brazilia untuk

National Museum di Mexico.

Atas perintah Soekarno, Arsitek Silaban dan Soedarsono diberi

mandat untuk mengembangkan ide berdasar rancangan Tim Pemenang Ketiga

yaitu sebentuk Tugu di atas landasan afgeknotte. Untuk memastikan rancangan

Tugu Nasional didasarkan dokumen Arsitek Soedarsono aaukah Arsitek

Silaban, melalui wawancara intensif dengan Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi460

dapat disimpulkan salah satu rancangan dari kedua tim itu menjadi landasan

ide perwujudan Tugu Nasional yang kini berdiri, yaitu rancangan tugu di atas

dasar segiempat asimetri menjulang ke angkasa. Sehingga yang dikatakan

sebagai Arsitek Djempolan pilihan Presiden adalah Arsitek Silaban dan

Soedarsono. Seperti apakah karya usulan Arsitek Djempolan pilihan Presiden itu?

Pertanyaan ini untuk diungkapkan untuk mengetahui peran tokoh yang telah

Menyejarah agar dapat meneladani sekaligus mengkritisi karyanya sehingga

masyarakat awam tidak lagi bias oleh nama yang disebut sebagai Arsitek Tugu

Nasional : Fedrick Silabankah? Arsitek Soedarsonokah? Ataukah Soekarno?

Melalui dokumen pribadi Arsitek Silaban, ditemukan rancangan Tugu

Nasional yang menunjukkan ciri modernitas. Tampak upayanya menolak

kehadiran afgeknotte sebagaimana diinginkan Soekarno untuk merujuk karya

Pemenang Ketiga, regu dari Mahasiswa ITB. Sebagai penggantinya,

digubahnya landasan tugu menyerupai podium yang penuh dengan pilar ritmis.

460 Sketsa tangan Sjaiful Arifin, 2011: Tugu Nasional ala regu ‗Berjuang Berdasarkan Pancasila‘.

Page 192: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

192

Sosok tugu dirancang sedemikian langsing mengangkasa. Karena proporsinya

yang sedemikian, dalam sketsa tersebut tampak menyerupai sebuah benda

yang runcing serta tajam. Rancangan Silaban tampaknya meninggalkan aspek

simbolis dan ornamentik, sehingga terkesan beku tanpa emosi.

Dalam dokumen pribadinya, ditemukan rancangan Arsitek

Soedarsono yang tampak taat azas terhadap keinginan Soekarno untuk

mengadopsi gagasan dari Pemenang Ketiga.

Sosok tugu tampil dengan afgeknotte sebagai landasan dan puncak tugu

diakhirinya dengan liukan keris yaitu sejenis pusaka dari kebudayaan Jawa kuno

yang terdiri atas lekukan – luk. Sosok Tugu diilhami oleh rancangan alu –

lumpang yaitu alat penumbuk padi yang ditancapkan pada dasarnya yang

disebut lumpang yang digelar di atas tanah yang ditinggikan yang disebut

dhampar atau sitinggil. Rancangannya menyerupai setangkup artifak penting

dalam tradisi kehidupan manusia Indonesia yang diwujudkan oleh Arsitek

Soedarsono merujuk angka sakral Bangsa Indonesia 17, 8,19, 45 sebagai

dimensi arsitekturalnya.

L

Ketika tampak kesesuaian antara Tugu Nasional yang kini terbangun

dengan rancangan Arsitek Soedarsono, timbul pertanyaan: Mengapa Soekarno

memilih usulan Arsitek Soedarsono dan bukan karya Silaban sebagai rancangan final

Tugu Nasional? Pengungkapannya terjawab ketika menelusuri sejumlah sketsa

tangan Arsitek Soedarsono sebagai proses kreatif perancangan Tugu Nasional

Page 193: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

193

menampakkan adanya kesamaan art feeling – rasa seni antara Soekarno dan

Arsitek Soedarsono. Bahasa simbol yang diwujudkan pada karya arsitektur

bersesuaian dengan jiwa simbolistik dari Soekarno.

Tiang pertama Tugu Nasional resmi dipancangkan di tengah-tengah

Lapangan Merdeka pada 17 Agustus 1961461 menandai awal kehadiran

monumen yang kini menjadi Bangunan Bersejarah merujuk UU BCB 1993

dan 2010 yang ditasbihkan tahun 1993 melalui SK No.475 Kepala Daerah

Khusus Ibukota Jakarta462.Sosok Tugu Nasional bersepadan dengan signifikasi

gagasan Snyder dan Catanese (Budihardjo, 1997) yang mengandung; a)

Kelangkaan-scarcities, 2)Kesejarahan-historicities, c) Estetika-aesthetic, d)

Superlativitas-superlativity, e) Kejamakan-plurality dan f) Kuantitas pengaruh-

quantity influences dan tiga kriteria tambahan dari James Sample Kerr, yaitu, g)

Nilai sosial budaya, h) Nilai komersial, dan i) Nilai ilmiah.

Dalam proses kehadiran Tugu Nasiona ampak adanya trilogi hasrat,

intervensi, rasa seni dari Soekarno yang mendorong visualisasi karya Arsitektur

Tugu Nasional akan dideskripsikan cara-cara Soekarno dalam proses

kehadiran Tugu Nasional pada era 1960-an itu. Menggubah tugu dan

monumen rupanya telah menjadi obsesi Soekarno. Sebelum gagasan Tugu

Nasional tahun 1955 tergubah: Tugu Muda di Semarang 1951, Tugu Pahlawan di

Surabaya 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953 dan Tugu Seguntang di

461 Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17th August, 1961. Dilaksanakan beberapa waktu setelah pekerjaan pondasi berlangsung. 462 Periksa Pemerintah DKI Jakarta. Himpunan Peraturan Permuseuman Pemerintah DKI Jakarta. Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran. 1999, hal.218.

Page 194: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

194

kawasan Makam Pahlawan di Palembang 1954463. Senerai penelitian ini ada

dua buah tugu di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pertama menyerupai

obelisk yaitu tugu persegi empat berujung piramid dari bahan beton dinamai

Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia"464 yang diresmikan pada 17

Agustus 1946 oleh Perdana Menteri Sjahrir dan tertera pahatan ―Atas Oesaha

Wanita Djakarta‖. Tugu tersebut oleh Soekarno disebut Tugu Linggarjati.

Penyebutannya sempat menjadi perdebatan, karena peristiwa Linggarjati baru

terjadi tiga bulan setelah tugu tersebut diresmikan. Soekarno bahkan

mengamanahkan agar tugu itu dibongkar karena akan rancu dengan Tugu

Kemerdekaan465 yang digagasnya sebagai penanda 17 Agustus 1945.

…Saudara membuat tugu nasional, kerdjakanlah, djangan jang sama dengan tugu jang di Pegangsaan Timur. Itupun bukan tugu kemerdekaan Saudara-saudara, jang di Pegangsaan Timur bukan Tugu Proklamasi, itu Tugu Linggardjati jang mestinja dibongkar.

Sebuah artikel Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rosihan

Anwar466, menginformasikan :

Rombongan gadis itu bisa lolos menerobos lingkaran serdadu-serdadu Sekutu. Mereka amat bersemangat menghadiri upacara peresmian Tugu Kemerdekaan yang dilakukan PM Sjahrir. Masa itu, Sjahrir disapa akrab dengan panggilan Bung Kecil. Tugu itu bisa didirikan atas inisiatif sekumpulan kaum perempuan yang secara menantang memberi kesaksian atas keberadaan Republik Indonesia yang diproklamasikan satu tahun lalu. Kini Tugu itu, bersama rumah kediaman Presiden dan Perdana Menteri, tempat proklamasi kemerdekaan diumumkan Soekarno-Hatta, telah digusur atas "petunjuk" Presiden Soekarno. Sepotong sejarah

telah hilang.

463 Peresmian Tugu Pahlawan Seguntang di Palembang oleh Soekarno 10 November 1954. 464 Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rushdy Hoesein.

465 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 7.

466 Sumber KOMPAS - Rabu, 16 Agustus 2006.

Page 195: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

195

Tugu yang disebut Tugu Linggarjati tampaknya kurang mampu

menunjukkan sebagai karya unik serta membanggakan, karena menyerupai

pengulangan rancangan yang terdapat di Wisma Ranggam sebagai pembuangan

Soekarno dan Sjahrir di Bangka. Kedua adalah Tugu Petir sebentuk tugu

berbahan beton bulat menjulang berujung ‗sosok petir‘ dari logam. Soekarno

menamai Tugu Proklamasi467 sebagai tengaran situs di saat dirinya membacakan

Teks Proklamasi. Kedua tugu tersebut berlokasi di atas kawasan Rumah

Proklamasi yang telah diratatanahkan. Gagasan Tugu setinggi 17 meter yang

dipancangkan di bekas rumah Pegangsaan Timur 56 itu menurut Soekarno468:

Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, jang sekarang bekas Gedung Pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka Gedung Pola inilah akan dipantjangkan terbuat nantinja dari perunggu satu tugu 17 meter tingginja … Katakanlah seperti, ja seperti hal jang akan dipantjangkan, dipantjangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita di batjakan. Djangan dibikin tanda jang kriwil-kriwil, djangan dibikin tanda jang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal jang dipantjangkan. Pantjangan, di sinilah dulu Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus ‘45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita dari pada generasi sekarang…. Seribu tahun jang akan datang Insya Allah Subjanahu wata‘ala.

Kini, Tugu Kemerdekaan bagai Tugu Petir setinggi 17 meter itu menjadi

tengaran yang kurang berhasil di ex. Rumah Proklamasi yang berlokasi

berdekatan dengan patung Soekarno-Hatta itu oleh khalayak sering

disalahtafsirkan sebagai logo Perusahaan Listrik Negara.Seiring penelusuran

Tugu Petir ditemukan sejumlah dokumen rancangan Arsitek Silaban yang

467 Soekarno.Pidato Presiden Pada Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961. 468 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.

Page 196: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

196

bertajuk Monumen Proklamasi Kemerdekaan berlokasi di Jl. Pegangsaan Timur.

Sebagai petunjuk adanya wacana tugu di kawasan Rumah Proklamasi sebagai

gagasan Soekarno.

Ketika mencermati rancangan Tugu Petir ataupun gambar rancangan

Monumen Proklamasi Kemerdekaan karya Arsitek Silaban yang akan didirikan di

ex. Rumah Proklamasi (Taman Proklamasi) tampaknya kurang mampu

menunjukkan kebesaran dan kemegahan sebagai tetenger - tanda keterkenangan

Bangsa Indonesia. Skala tugu yang relatif pendek ketinggiannya, keluasan

tapak serta lokasinya yang kurang memadai serta kurang strategi. Rancangan

tugu peringatan seharusnya memiliki keunikan universal agar menjadi karya

yang mengandung keterkenangan.Dapatlah dimengerti bila akhirnya Soekarno

menetapkan Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia gagasannya itu di lokasi yang

‗ter‘ di kawasan ex. Hindia Belanda.

Kehadiran Tugu Nasional, tidak terlepas dari hasrat menghadirkan Tanda

Kebesaran Bangsa sekaligus perwujudan ‗hasrat menjadi‘ diri Soekarno

merujuk psikoanalisis-struktural Lacan. Subjectivity Soekarno sebagai perluasan

identifikasi diri ‗Diri Soekarno‘ ketika merepresentasi ke-Indonesia-an yaitu

tindakan menyatukan diri dengan subject yang lebih besar, yaitu Tanah Air-nya.

Di saat gelegak hasrat Soekarno mengemuka, rancangan Tugu Nasional

menjadi curahan gagasannya untuk mewadahi ‘cermin‘ imajiner kemasyuran

Kemaharajaan dan Penguasa Terkemuka lainnya melalui citraan ‘khas

Soekarnoistik‘. Sosok arsitektur ‘khas Soekarnoistik‘ merepresentasi Dualitis

Paradoksal Jawa Kuno yang menjelma sebagai Tugu Nasional469 bukan

469 Sebagai catatan Soekarno merencanakan untuk meresmikan Museum Sejarah di Tugu Nasional pada 17 Agustus 1966469 sekaligus peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 21 tahun 1965 digelar di depan Tugu Nasional. Sebagai persiapannya seluruh bangunan Tugu dan Lidah Api serta patung Pangeran Diponegoro sudah selesai

Page 197: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

197

merupakan akhir dari ide arsitektural Soekarno, karena hasrat dan impian

Soekarno tentang ke-Indonesia-an mengandung sifat keabadian Khora. Dalam

proses perancangan Tugu Nasional terjadi perubahan akibat rasa seni

Soekarno yang menonjol diantaranya penambahan Api Kemerdekaan di Puncak

Tugu, yang semula belum terpikirkan, dan penambahan ketinggian Tugu di

saat konstruksi tugu telah mulai meninggi serta merta Soekarno menginginkan

adanya penambahan ketinggian 10 meter470 dari setinggi 128, 7 m menjadi 132

m, dan akhirnya pada pelaksanaan diperintahkan Soekarno untuk ditambahkan

10 meter , menjadi 142 m.

Sketsa pribadi Arsitek Soedarsono menggambarkan tugu menjulang

sebagai perwujudan kepribadian Indonesia yang menggali konsep artefak Jawa

Kuno stilisasi alat reproduksi laki-laki-perempuan: linggam-yoni, alat penumbuk

padi lumpang-alu, energi positip-negatip sebagai manifestasi Dualitas Paradoksal.

Rancangan Tugu ditegakkan diatas pelataran yang ditinggikan disebut

sitihinggil sebagai dhampar (bhs. Jawa) yaitu tempat kedudukan bagi yang di-

Mulia-kan bagi Tugu Nasional. Menjelang rancangan final Tugu Nasional,

Soekarno memerintahkan penambahan ‗sosok api yang berkesan dinamik‘

pengerjaannya. Namun, karena situasi negara yang tidak memungkinkan peristiwa tersebut urung dan dipindahkan ke Gelora Bung Karno. Pada HUT Republik Indonesia ke 21 Soekarno telah menyiapkan pidato yang bersesuaian dengan jiwa mengangkasa dari Tugu Nasional dengan Lidah Api Kemerdekaan yang bertajuk: Tjapailah Bintang-Bintang Di Langit. 470 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55.

Page 198: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

198

untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional471. Rencana tersebut menuai

kontroversi dari para seniman. Penambahan sosok api di atas Tugu Nasional

yang menjulang bebas ke angkasa itu, seolah-olah ‗menyumbat‘ jiwa kebebasan

dari Tugu. Akan tetapi, sosok api berukuran raksasa dilapisi emas itu tetap

dihadirkan. Dinamai Api Kemerdekaan sebagai manifestasi gelora jiwa Bangsa

Indonesia menyerupai ‗dian nan tak kunjung padam‘. Dian adalah nyala api (bhs.

Jawa). Sketsa Api Kemerdekaan goresan Soedarsono memperlihatkan gestalt

terinspirasi oleh luk – lekukan Keris Pusaka sebagai upaya mewujudkan

kepribadian Indonesia dalam rancangan Tugu Nasional.

Gambar penampang Api Kemerdekaan memperlihatkan ruang terbuka

sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta, namun mengalami

perubahan akibat perluasan bidang landasan Api Kemerdekaan. Sehingga area di

bawahnya, yaitu ruang terbuka di Puncak Tugu menjadi terlindungi karena

berfungsi sebagai ‗atap‘. Sosok Api Kemerdekaan sekaligus menjadi penutup

ruang mesin lift. Dengan kata lain, sosok Api Kemerdekaan memiliki beberapa

peran sekaligus. Pertama, peran simbolik jiwa Bangsa Indonesia yang bergelora

laksana api yang sedang berkobar, Kedua, peran fungsional sebagai selubung

ruang lift, dan Ketiga, sebagai unsur estetik di Tugu Nasional.

Sosok Api Kemerdekaan mengandung estetika yang khas menyerupai

sosok seni patung, karena memiliki metoda pelaksanaan yang berbeda dengan

bangunan yang taat azas terhadap gambar bestek472. Kehadiran Api Kemerdekaan

diawali sketsa, pembuatan model, dan pelaksanaannya oleh seniman dari yang

menuntut keleluasaan improvisasi demi tujuan estetik. Api Kemerdekaan

471 Pemahaman perihal ‗sosok api‘ untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional diperoleh dari wawancara dengan Arsitek Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi, tim mahasiswa arsitek ITB Pemenang III Sayembara Tugu Nasional Kedua. 472 Bestek adalah blueprint gambar arsitektur untuk memandu cara berdirinya bangunan bagi pelaksana / kontraktor.

Page 199: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

199

dikerjakan oleh Tohnichi Trading Co Ltd dari Jepang berdasar rancangan Arsitek

Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka

dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts473. Di masa pembangunan Tugu

Nasional seniman Indonesia belum memiliki pengalaman dalam pembuatan

patung dari logam, diutarakan oleh Mpu Ageng Edhie Sunarso474.

Berdasar informasi yang diterima selama ini475 sosok Lidah Api

Kemerdekaan terbuat dari perunggu seberat 14, 5 ton berdiameter dasar + 6

meter dengan tinggi 14 meter terdiri atas 77 bagian yang kemudian

disambungkan dan diperkuat oleh baut. Bagian luar Lidah Api ini dilapisi emas

seberat + 32 kg yang ditambahkan 17, 845 kg setara 18 kg pada tahun 1995476.

Sejumlah surat rekomendasi dari Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka

pada 1969 kepada Arsitek Soedarsono mengatakan tidak demikian. Karena

ranah yang dibahas adalah proses kehadiran Tugu Nasional, sedangkan data

yang ditemukan kurang kegayutannya maka tidak akan diuraikan dan menjadi

studi penelitian lanjut. Bila memandang sosok Lidah Api Kemerdekaan secara

tiga dimensional menyerupai sosok stupa di candi Borobudur dalam keadaan

sedang bergerak, meliuk, terpuntir. Namun bila disaksikan sebagai gambar dua

dimensi tampak menyerupai gunungan wayang sebagai simbol kehidupan dengan

bentuk menguncup di bagian atas. Di kekinian sosok Lidah Api Kemerdekaan

473 Arsip Surat menyurat Arsitek Soedarsono dan Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka. 474 Menurut Edhi Sunarso, Yogya, 2010. Dirinyalah yang pertama membuat patung logam Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia tahun 1962 dari perunggu, kepada Soekarno diutarakan: :―…Jangankan membuat 9 meter patung dari perunggu, bahkan 10 centimeter-pun saya belum pernah…‖ 475 Informasi yang beredar di masyarakat dalam pustaka, internet, brosur panduan di Tugu Nasional. 476 Berdasar bahan Wawancara Wagub Bidang Kesra untuk TVRI tanggal 24 Juni 1993 dan sejumlah dokumen dari Konsultan pada tahun 1993.

Page 200: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

200

dinilai memiliki gestalt menyerupai liukan seorang penari, bahkan sering

dikatakan menyerupai sebentuk ice cream yang meliuk plastis. Penafsiran

beragam seperti ini bukanlah sebuah keniscayaan, karena setiap penafsiran

pada era postmodernitas ini ditafsir oleh Derrida sebagai kesementaraan.

Rancangan karya seni patung perunggu Pahlawan Diponegoro,

ditempatkan di Utara Tugu Nasional sesuai permintaan Soekarno477 yang

dibuat oleh seniman pemahat Italia Prof. Cobertaldo sebagai hadiah dari

Konsul Jenderal Honorair Dr. Mario Pitto. Pengerjaannya memakan waktu

setahun di Arthena. Memiliki dimensi ketinggian 5 meter di atas setumpu

beton berukuran 7 meter x 5 meter. Sosok patung terbuat dari perunggu.

Ketika mencermati dokumen proses kehadiran sosok api, ditemukan

juga rancangan ‗gerbang kala-makara‘. Arfifak serupa kala-makara dijumpai pada

relief percandian sebagai simbol raksasa Sang pemakan kala yang artinya

waktu. Gerbang Kala-Makara menurut pengamatan menyerupai ‗gerbang

waktu‘ sebagai stilisasi kala-makara yang telah dibahas diawal BAB ini.

‗Gerbang Waktu‘ tersebut memiliki kandungan estetika seni kria478

yang kehadirannya diawali dari pembuatan sketsa rancangan, pembuatan

model, dan pelaksanaannya dikerjakan oleh seniman- kriawan secara manual.

477 Lihat kliping harian yang menyatakan bahwa lokasi penempatan Patung Pahlawan Diponegoro itu ditentukan oleh Presiden Soekarno. 478 Seni Kria merupakan bagian budaya masyarakat yang berinduk pada bidang seni rupa yang berujud arifak tiga dimensi yangdibuat secara manual dengan sentuhan artistic merujuk

Page 201: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

201

Rancangan gerbang itu berornamen Padma-Wijaya Kusuma secara estetik dapat

membuka menutup secara otomatis. Ketika menguak berisi sebuah rongga

kecil penyimpan kotak kaca berlapiskan emas yang sedianya sebagai wadah

Sang Saka Merah Putih. Ornamen yang melingkupi berupa ukiran Kala-Makara.

Pada saat mengalami keruangan di Ruang Kemerdekaan terdengar

rekaman suara Soekarno pengulang Pembacaan Teks Proklamasi. Penayangan

ini merujuk berbagai sumber merupakan perintah Soekarno yang disampaikan

secara langsung oleh di hadapan sidang Komando Pelaksana Pembangunan

Museum Sejarah Tugu Nasional merujuk pengutaraan Soemardjo sebagai

Sekretaris Kopel PMSTN kepada tim sejarawan479, bahwa ―Presiden Soekarno

menginginkan diperdengarkan kembali suara pembacaan teks Proklamasi.

Perintah tersebut memang tidak disebutkan di awal Sayembara Perancangan

Tugu Nasional Pertama maupun Kedua, sehingga kenyataan ini masih

memerlukan penelusuran lebih mendalam serta verifikasi terhadap sumber

sejarah serta saksi sejarah.Keunikan yang terdengar pada rekaman suara

Soekarno membacakan Teks Proklamasi bagaikan Aktor yang tengah

membacakan puisi dengan jeda serta intonasi yang khas. Suara inilah yang

akhirnya menjadi puncak pertunjukkan di Ruang Kemerdekaan ini

merepresentasi rasa seni pertunjukan Soekarno yang terasah sejak dirinya

Yuke Ardhiati.Pengindustrian Karya Seni Kria di Indonesia. Tesis Magister Program Studi Pembangunan ITB 2001, hal. 8. 479 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011sebagai saksi sejarah yang menjadi Tim Sejarawan UI yang diperbantukan dalam pelaksanaan Museum Sejarah Nasional di Tugu Nasional.

Page 202: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

202

menuliskan skenario sandiwara tonil sekaligus menjadi sutradara

pertunjukannya di masa pembuangan Ende dan Bengkulu, Soekarno telah

meleburkan rasa seninya ke dalam proses kehadiran Tugu Nasional.

Rasa seni Soekarno dalam perwujudan arsitektur Tugu Nasional

berupa liukan pada Cawan Tugu yang membedakannya dengan afgeknotte karya

Oscar Niemeyer di Mexico. Ketika itu Arsitek Silaban sempat menentang

keserupaan afgeknotte usulan Regu Arsitek ITB yang dinilai meniru karya

tersebut. Liukan plastis pada Cawan Tugu yang berukuran raksasa itu bahkan

mencipta ‗sebuah nauangan berteduh‘ bagi ruangan terbuka di bawahnya.

Sehingga melindunginya dari cuaca serta terpaan sinar matahari langsung,

menyerupai ruang untuk ngendhon (bhs. Jawa) yaitu sikap berdiam diri di suatu

tempat untuk sementara. Dapat juga diartikan sebagai masanggrah, makuwon

atau dhedhepok. Rasa seni Soekarno pada liukan Cawan Tugu memberi nuansa

fungsional selain tujuan bertujuan estetis pemberi perbedaan dengan afgeknotte

sebagai tindakan dekonstruksi.

Di keempat sudut luar Cawan Tugu Monas tampak sebuah bidang

persegi sebagai atap pintu menuju pelataran Cawan. Sedianya diinginkan oleh

Soekarno ditempatkan empat buah kelompok patung bertema revolusi480 yang

akan dipersiapkan oleh seniman Edhi Sunarso. Ketika belum menampakkan

hasil, Soekarno memerintahkan adanya variasi penggantinya berupa nyala api

480 Memoar Arsitek Soedarsono tentang Design Kelompok Patung Revolusi.

Page 203: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

203

gas yang tidak pernah padam yang instalasinya disulut menembus basement.

Akan tetapi beresiko adanya masalah teknis karena posisi sudut terluar ini

sangat riskan terhadap masalah hujan serta mengkhawatirkan unsur kekuatan

struktur beton di basement oleh karenanya rencana ini ditangguhkan.

Sebagai gantinya akan ditempatkan empat perwatakan hewan sebagai

simbolik negara seperti halnya Naga dari Tiongkok, Gajah Putih dari

Muangthai, Kangguru dari Australia, Singa dari Singapura, Leo dari Negeri

Belanda, Anjing yang menyusui anaknya dari Italia. Pilihan jatuh pada

‗Banteng‘ sebagai Raja Rimba yang menurut Soekarno merupakan Simbol

Negara Indonesia, yang terinspirasi oleh lukisan ‗pertarungan Banteng dengan

Singa Besar karya Raden Saleh. Di ke-empat sudut luar Cawan Tugu Monas

sempat dibuat maket ukuran sebenarnya serta sempat diwacanakan sebagai

pameran di Gedung Pola. Gagasan adanya ‗Banteng‘ menuai protes dari para

partai politik di Tanah Air yang menganggap simbol ‗Banteng‘ memihak partai

tertentu. Selain itu dikarenakan adanya kesulitan teknis serta pertimbangan

estetik yang disampaikan oleh Profesor Lorenzo Ferri dari Studi d‘Arte

Internationale - Roma sebagai konsultan patung. Mpu Ageng Seni Patung Edhi

Sunarso menunjukkan beberapa maket dengan gesture Banteng yang telah di

Acc Soek pada tahun 1966. Keempat gerakan ‗Banteng‘ di atas dinilai Profesor

Lorenzo Ferri sulit dilaksanakan dan memakan waktu setidaknya lima tahun.

Disamping itu, keempatnya sulit untuk dapat dinikmati dari semua arah

pandang karena letaknya yang berada di Cawan Tugu. Hingga saat ini wacana

pembuatan empat patung itu masih tertunda.

Ketika terjadi kebuntuan Soekarno menggagas adanya diorama

bertema Revolusi sebagai penggantinya, yaitu 1) Zaman Keemasan, 2) Zaman

Penjajah, 3) Zaman Revolusi Fisik, dan 4) Zaman Pembangunan. Maket ke-

Page 204: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

204

empatnya sempat dibuat dari bahan gips. Akan tetapi, setelah dievaluasi ke-

empat diorama di sudut luar Cawan ini dinilai tidak mampu menyumbang

keseimbangan estetis pada Tugu Monas secara keseluruhan, karena ekspresi

keempat diorama tersebut memang tampil secara ekspresi yang tidak seragam,

sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Hingga kini Cawan Tugu Monas

tidak menampilkan artefak apapun. Rasa seni yang berkenaan ide form

Soekarno ditampakkan pada rancangan yang telah memperoleh persetujuan

darinya berupa acc Soek. Untuk mencapai persetujuan itu kepuasan visual

Soekarno yang ditampakkan oleh sesuatu keunikan Bahkan tidak segan-segan

Soekarno ikut serta menorehkan gagasannya ke dalam rancangan, bahkan

mengutarakan ide-ide arsitektural berbagai karya mancanegara sebagai sumber

inspirasi. Tampak kesan bahwa Soekarno menghindari desain ornamentik yang

rumit, selera keindahannya ditampakkan melalui gesture ekspresif yang

memancar dari struktur desain yang fungsional. Kepeduliannya terhadap citra

dan guna sekaligus mengingatkan kepada pernyataan Romomangun Wijaya

tentang Vastu, yaitu Arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan

guna dan citra.Selain, dorongan hasrat dan rasa seni, sikap Soekarno juga

menunjukkan intervensi-nya dalam proses kehadiran Tugu Nasional.

Usai rancangan final Tugu Nasional disetujui di 1961, Soekarno

menginginkan adanya perubahan ketinggian tugu dari ketinggian awal, yaitu

penambahan ketinggian yang semula 128,7 meter dari rencana Soedarsono,

dengan memerintahkan Staf Kedutaan Indonesia di Amerika untuk

menginformasikan ketinggian Monumen Washington DC di Amerika481 .

Ktinggian 555 feet 5 inchies atau sekitar 182 m yang menumpu di atas luasan

481 Surat kawat dari Sekretariat Negara tertanggal 13 Februari 1961.

Page 205: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

205

dasar 55 square feet serta kedalamannya 36 fet 10 inchies. Ketinggian Tugu

Nasional telah diubah menjadi 132 meter. Hal tersebut itu berrakibat pada

pelaksanaan pekerjaan karena penambahan ketinggian bangunan jua otomatis

yang bertambah beban mati yang dipikul oleh struktur bangunan.

Sekalipun demikian intervensi yang dilakukan Soekarno yang terkait

erat form arsitektural tugu tetap dilaksanakan. Dorongan hasrat, rasa seni dan

intervensi yang dilakukan Soekarno terutama bagi proses kehadiran arsitektur

Tugu Nasional tampak mendominasi bahkan telah memposisikan Soekarno

sebagai seorang ―Arsitek‖ yaitu Aktor yang memiliki kecakapan teknis

membangun serta kepekaan akan keindahan dalam menghadirkan karya

arsitektur secara ‗poetic‘ yaitu karya yang konstruktif serta inspiratif,

sebagaimana telah dilakukan oleh Soekarno

Pada masa pembangunan Tugu Nasional berlangsung, peran

Soekarno tampak sangat dominan, baik semasa proses kehadiran Tugu

Nasional, beberapa perubahan rancangan diperintahkan langsung oleh

Soekarno. Pertama, adanya penambahan Api Kemerdekaan di Puncak Tugu.

Mahkota bagi Tugu semula belum terpikirkan, dan Kedua adanya perintah

penambahan ketinggian Tugu di saat pembesian telah berlangsung. Ketika

konstruksi Tugu telah mulai meninggi, serta merta Soekarno menginstruksikan

penambahan ketinggian 10 meter482 dari ketinggian Tugu dari setinggi 132

meter, ketinggiannya kini mencapai 142 m.

482 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55.

Page 206: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

206

Proses memutu terwujudnya rancangan Tugu Nasional juga telah melahirkan

sejumlah kontroversi termasuk di lingkungan terdekatnya, yang tidak

disampaikan secara langsung. Salah satunya Arsitek Silaban melalui catatan

hariannya483, mengungkapkan kekecewaan terhadap Soekarno karena usulan

Tugu Nasional rancangannya yang tidak diakomodir, Soekarno justru memilih

rancangan Arsitek Soedarsono. Diakui ataupun tidak, sayembara rancangan

Tugu Nasional telah menginspirasi sejumlah Arsitek dan Seniman untuk

berperan serta menggubahkan karyanya. Tugu Nasional menjadi obsesi

berkarya secara prestisius. Terutama bagi Arsitek yang telah berjuang sebagai

peserta Sayembara.

Keberpihakan Soekarno kepada karya usulan Soedarsono sempat

menyebabkan ketegangan diantara keduanya. Peristiwa tersebut diceriterakan

kembali oleh Anton Soedarsono484 putera Arsitek Soedarsono sebagai saksi

mata kedatangan Arsitek Silaban ke rumahnya di Bogor. Sekalipun yang

tampak berperan sebagai Arsitek dalam masa perancangan Tugu Nasional

adalah Soedarsono. Akan tetapi, jauh dilubuk hati arsitek yang bersahaja

kehidupannya ini menyimpan sebuah beban tak tertangguhkan hingga

menjelang wafatnya. Kepada puteranya, dan juga melalui memoarnya,

Soedarsono menginginkan adanya sebuah pengakuan kepada khalayak, bahwa

Arsitek Tugu Nasional adalah Dr. Ir. Soekarno, Sang Penguasa yang telah

memimpikan kehadiran ruang ke-Indonesia-an sebagai Kebanggaan Nasional

itu. Dirinya, hanya arsitek eksekutif semata, yang memvisualkan apa yang

diinginkan oleh Soekarno. Sikap ini menunjukkan penghormatan Soedarsono

483 Diungkapkan berdasar catatan harian F Silaban tertanggal 29 Oktober 1960 di rumah tinggalnya jl. Salak Bogor. terdokumentasi atas ijin wakil MAan Ir. Cung Setiadi, 2010. 484 Wawancara dengan Anton Soedarsono di Jakarta 2010.

Page 207: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

207

kepada Soekarno yang berperan melampaui tugas seorang Presiden. Atensi

yang berlebihan terhadap rancangan Tugu Nasional hingga pelaksanaannya,

menggubah dirinya untuk menempatkan Soekarno dalam posisi sebagai

Arsitek Tugu Nasional. Terungkap dalam memoarnya berikut ini.

Pemaparan memoir arsitek Soedarsono, belum dapat dipastikan

mampu menjawab pertanyaan: Siapakah sebenarnya Arsitek Tugu Nasional?

Karena dalam terminologi yang lebih luas pengertian Arsitek sebagai

penggubah peradaban Tugu Nasional ditunjukkan oleh peran sentral

Soekarno, akan tetapi dalam pelaksanaannya, peran arsitek Soedarsono sebagai

visualisasi ide-ide Soekarno membuka tafsir yang terbuka sebagaimana difference

sebagai ungkapan kementaraan oleh Derrida. Akan tetapi, ketika dipertautkan

kehadiran Khora sebagai ‗kehadiran Arsitektur Non Material yang dilakukan

oleh Soekarno sebagai kesinambungan perjuangannya sejak menuliskan pledoi

Indonesia Menggugat dan berproses sedemikian intensifnya sehingga mewujud

sebagai rancangan arsitektural, maka pengertian peranan Soekarno dalam

proses memutu kehadiran Tugu Nasional adalah peran seorang ―Arsitek‖ yang

sebenarnya.Bentuk intervensi oleh Soekarno dalam proses kehhasutgadiran

karya arsitektur bukan hanya dialami oleh Arsitek Soedarsono pada proyek

Tugu Nasional, tetapi juga oleh Arsitek Silaban pada proyek arsitektur gedung

Bank Indonesia. Dalam sebuah diari Silaban yang lain, tertanggal 28 Maret

1964 di Bogor. Dituliskannya dalam bahasa Belanda uraian dialognya dengan

seorang Menteri yang diutus Presiden Soekarno untuk membicarakan

perubahan rancangan gedung Bank Indonesia. Silaban menganggap Soekarno

telah mengintervensi kerja Arsitek. Kutipannya485

485 Kutipan catatan harian F Silaban yang telah ditranslasi dari Bahasa Belanda oleh Achmad Sunjayadi, 2010.

Page 208: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

208

Menteri : Kun je niet iets anders versiering. Altijd die bosch kolommen en plat bovendien. Apakah kamu tidak bisa menghiasinya dengan sesuatu yang lain, lagipula selalu dengan ikatan pilar-pilar dan teras/pipih. Silaban : Het is niet bijaksana van de Pemimpin ook om architect te spelen. De pemimpin kan wel zeggen: ‗ik vind dit niet mooi‘ en dan kan de architect een ander ontwerp maken. Totdat de Pemimpin het wel mooi vindt. Rechthoekige kolommen zijn goedkoper dan ronde en wat de diepte van de kolommen hetzelfde...wel...dit is zo gekozen omdat het een afstand schept Tusschen de warme lucht buiten en de koele lucht binnen het gebouw. Adalah sesuatu yang tidak bijaksana dari seorang Pemimpin yang ikut-ikutan berperan sebagai arsitek. Pemimpin bisa saja berkata: ‗Menurut saya ini tidak bagus‘, maka sang arsitek dapat membuat rancangan yang lain sampai sang Pemimpin berpendapat itu bagus. Pilar-pilar bersudut lebih murah daripada yang bulat dan struktur dalam pilar-pilar itu pun sama. Begitulah....akhirnya ini yang dipilih karena menghasilkan jarak antara udara panas di luar dan udara sejuk dalam bangunan.

Kutipan diari Silaban menunjukkan intervensi Soekarno yang

menyerupai sikap otoriter Penguasa terhadap ranah yang dianggap bukan

menjadi wilayah kerja seorang Pemimpin. Akan tetapi bila dipandang dari sisi

ideologi politik Nation and Character Building yang sedang digaungkan

Soekarno, intervensi yang dilakukannya justru menunjukkan sikap

kenegarawanan, berupa kesediaannya meleburkan diri ke dalam kancah

rancangan karya sekaligus di masa pembangunannya. Peristiwa intervensi

tersebut menunjukkan adanya kesatuan Jiwa dan Raga yang merepresentasi sikap

politik Soekarno. Proses memutu kehadiran Tugu Nasional telah melampaui

proses-proses kelazimannya sebagai Mandataris MPRS yang seharusnya lebih

Page 209: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

209

memprioritaskan pelaksanaan Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun

Pertama 1961-1969486 dibandingkan Tugu Nasional

Mengapa Soekarno melakukan skenario di luar Proyek Mandataris

MPRS 1961, sementara itu perumusan Proyek Mandataris MPRS tahun 1961

juga telah menguras perhatian Soekarno bersama Depernas- Dewan

Perancang Nasional. Ternyata ketika dicermati Projek Mandataris MPRS

berskala Nasional yang bersifat fungsional. Tidak satupun projek yang mampu

mengespresikan ‗kebebasan‘ berkarya arsitektural sebagaimana dapat dilakukan

Soekarno terhadap Tugu Nasional. Himpunan projek fisik mandataris MPRS,

seperti Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional,

Taman Kebudayaan, akhirnya terlaksana dengan hanya menempati ex. Bangunan

peninggalan Kolonial dan bukan karya Arsitektur bangunan baru yang dirancang

khas, yang terlaksana di masa Soeharto setelah Soekarno wafat.

Sejumlah projek cadangan seperti Theater Nasional sebagai usulan

Arsitek Silaban487, proyek Konservatorium dan Sirkus Nasional hanya menjadi

wacana. Adapun yang terlaksana adalah proyek Cagar Alam dan Taman

Margasatwa sebagai perluasan dari Kebun Raya Bogor. Dorongan hasrat

Soekarno untuk merayakan sesegera mungkin terwujudnya ruang ke-

Indonesia-an sebagai Nation Pride tidak terelakkan, sehingga hasrat, intervensi

dan knowlegde yang melingkupi Soekarno memampukannya untuk

menggulirkan kehadiran karya arsitektur Tugu Nasional. Keberpihakan

Soekarno terhadap ‗Projek Mercusuar‘ dibanding projek Mandataris MPRS

tergambarkan oleh dialog Soekarno ketika dipertanyakan alasan mengapa

486Periksa kumpulan amanat Presiden Soekarno yang dihimpun Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961. 487 Dok Pribadi Arsitek Silaban disalin pada 2010.

Page 210: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

210

pembangunan Tugu Nasional yang berlangsung bersamaan dengan projek

Masjid Istiqlal. Perhatian tercurah kepada Tugu Nasional lebih besar bila

dibandingkan dengan Masjid Istiqlal. Kepada Menteri Agama K.H. Syaifudin

Zuhri dari Kabinet Dwikora menuturkannya kepada Maulwi Saelan488.

Soekarno memprioritaskan Tugu Nasional dibanding Masjid Istiqlal karena489:

Saya dahulukan dan sesegerakan menyelesaikan pembangunan Tugu Nasional dari pada pembangunan masjid ISTIQLAL, karena saya yakin kalau saya tidak ada (maksudnya meninggal) pembangunan masjid tetap akan diteruskan oleh rakyat sampai jadi, sedangkan pembangunan Tugu Nasional barangkali tidak dilanjutkan.

Pernyataan Soekarno mengandung kekhawatiran bila tanpa intervensi

darinya proyek Tugu Nasional terancam terhenti. Hal itu menunjukkan

kesadaran Soekarno atas perkembangan situasi politik yang kian deras

mengritiknya sebagai Penguasa yang kurang peka terhadap kebutuhan

masyarakat banyak. Namun, memprioritaskan keberlangsungan Tugu Nasional

adalah tindakan politis Soekarno yang membuktikan kesungguhannya

sekalipun ditengah badai kontroversi, sebagai sebuah tekad yang menunjukkan

Arsitektur Tugu Nasional sebagai ekspresi kesatuan Jiwa dan Raga Soekarno

488Saelan, Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.

Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001. 489 Surat Kabar Merdeka 19 April 1979. .

Page 211: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

211

Ritual pemancangan Tugu Nasional dilaksanakan pada 17 Agustus

1961490 sebagai penanda kehadiran peradaban highrise building di Indonesia.

Pelaksaannya dilakukan sehari setelah pameran Pembangunan Semesta Beretjana

Delapan Tahun Pertama sebagai proyek Mandataris MPRS yang digaungkan

Soekarno491 di Gedung Pola Jakarta. Dikatakan kedua proyek besar itu

dihadirkan sejaman. Menilik substansi pola Pembangunan Pembangunan Semesta

Beretjana Delapan Tahun Pertama492 ternyata ‗tidak tercantum‘ nama proyek Tugu

Nasional di dalamnya. Hanya termuat sejumlah proyek bangunan antara lain;

Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional, Taman

Kebudayaan,dan sejumlah proyek cadangannya, yaitu; Theater Nasional,

Konservatorium Nasional, Sirkus Nasional, Cagar Alam dan Taman

Margasatwa, dan Perpustakaan Desa493.

Demikian pula ketika menelisik Laporan Pembangunan Tugu

Nasional494 ditemukan ketidakterhubungan antara Proyek Tugu Nasional dan

Proyek Mandataris MPRS 1961. Hal tersebut diperlihatkan pada kutipan:

Dalam pelaksanaan pekerjaan proyek pembangunan Tugu Nasional. Masa pelaksanaan dibagi melalui tiga tahap sebagai berikut: Tahap pertama, pada masa 1961 sampai dengan tahun 1965, yaitu pelaksanaan pekerjaan di bawah pengawasan Panitia Monumen

490 Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For

The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17th August, 1961. 491 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur, Djakarta 16 Agustus 1961. 492 Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961. 493 Ibid, hal.562-565. 494Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana.Cet. Kedua. 1997, hal. 31.

Page 212: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

212

Nasional, biaya yang didapat adalah sumbangan masyarakat. Tahap kedua, pada masa 1966-1968 yaitu pelaksanaan pekerjaan masih di bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional, sedangkan biayanya didapat adalah Pemerintah Pusat Sekretariat Negara RI.

Ketika kedua dokumen tersebut dipertautkan mengundang sebuah

pertanyaan: Benarkah Tugu Nasional merupakan Proyek Mandataris MPRS?

Pertanyaan tersebut sulit untuk dikatakan demikian, karena ‗tidak terdapat‘

nama proyek Tugu Nasional sebagai substasi proyek Mandataris MPRS 1961.

Terlebih ketika dalam pertanggungjawaban akhir Soekarno melalui

Nawaksara sebagai pertanggungjawaban formal Soekarno kepada MPRS,

pelaksanaan proyek tersebut tidak disinggung. Demikian juga media massa

yang kritis tidak menyinggungnya. Dengan demikian disimpulkan bahwa Tugu

Nasional merupakan proyek ‗di luar skenario‘ Mandataris MPRS dan

menyerupai scenario dadakan Soekarno. Mandat MPRS 1961 tertuang rinci dan

formal, menyerupai skenario tahapan pembangunan di Indonesia, mulai dari

jenis proyek hingga cara pencarian beaya untuk membiayainya. Namun dalam

waktu yang hampir bersamaan, Soekarno juga menggelorakan ‗Projek

Mercusuar‘. Projek megah yang tidak ditemukan adanya konsep perencanaan

dalam Tata Kenegaraan. Dalam dokumen resmi Pembangunan Semesta Berencana

Delapan Tahun Pertama 1961-1969 tidak ditemukan nama proyek yang disebut

‗Projek Mercusuar‘ bahkan projek Tugu Nasional.

Situasi menjadi pelik karena bertumpang tindih sejumlah proyek fisik

yang tidak direncanakan terlebih dahulu sumber pendanaannya. Terutama bagi

Proyek Mercusuar Soekarno yang menjadi isu perbincangan sehingga

menimbulkan suasana ketegangan. Sumber pendanaan ‗Projek Mercusuar‘

diperoleh dari berbagai sumber serta bantuan dari berbagai pihak antara lain;

Gelora Bung Karno dibiayai atas pinjaman dari Sowjet Uni, Hotel Indonesia didanai

Page 213: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

213

dari Dana Pampasan Perang Jepang, Planetarium dari dibiayai oleh GKBI-

Gabungan Koperasi Batik Indonesia, sedangkan Tugu Nasional didanai oleh

penggalangan dana dari pihak swasta serta Pungutan Sumbangan Wajib495

yang diberlakukan oleh Menteri Perdagangan Dalam Negeri.

Terhitung sejak 15 Juli 1965 dilakukan potongan sebesar Rp.50,-

untuk Golongan A klas I, Rp.35, untuk B klas I dan Rp. 40,- dan Rp.30,-.

Untuk Golongan C klas I dan II sebesar Rp.30,- dan Rp.25,-. Peristiwa

terselenggaranya Tugu Nasional tak terelekkan terjadinya kontroversi terhadap

pelaksanaannya sekalipun upaya-upaya penggalangan dana dilakukan Soekarno

dengan mengundang pengusaha-pengusaha untuk berkonstribusi agar

menjamin terwujudnya Kemegahan Kota Jakarta, salah satunya membentuk

Panitia Keindahan Kota Jakarta496. Ketika timbul pertanyaan : Bagaimanakah

Tugu Nasional terselenggara di masa Soekarno? Untuk menjawabnya perlu

direfleksikan kembali benang merah proses memutu Tugu Nasional sebagai

perwujudan impian Soekarno sejak masa perjuangan yaitu sebelum

Proklamasi. Berdasar data yang himpun dan dikategorisasi sebagai periode

Sebelum Proklamasi dan Setelah Proklamasi pada BAB III, dapat disimpulkan

bahwa rancangan Tugu Nasional terselenggara sebagai pertautan kemampuan

arsitektural Soekarno sebelum dan sesudah Proklamasi.Buah karya arsitektur

sepanjang peristiwa bersejarah terkait Soekarno menunjukkan akumulasi

kemampuan Soekarno selama periode Sebelum dan Setelah Proklamasi, yang

berupa kemampuan diri sebagai insinyur-arsitek, politisi, peracang gaya busana

pribadi, orator ulung, penulis, pembuat skenario sandiwara tonil, kartunis,

495 Dikutip dari Kompas tanggal 10 Juli 1965 hal. 2. 496 Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965.

Page 214: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

214

pelukis realis. Peran Soekarno sebagai politisi dalam persiapan Kemerdekaan

sejak dalam perancangan naskah Proklamasi hingga Proklamator

memperteguh eksistensinya ketika dirinya menjadi Presiden. Dengan legitimasi

yang dimilikinya Soekarno menggaungkan ideologi Nation and Character Building

yang terwujud sebagai kebudayaan/peradaban Indonesia modern di semua

lini; bahasa, busana, tari daerah, sendratari-seni drama dan tari, serta sejumlah

lukisan, patung realis, interior dan arsitektur.

Menurut pandangan saya, proses memutu kehadiran arsitektur Tugu

Nasional telah melampaui berbagai kesulitan sejak masa perancangan hingga

pelaksanaan fisiknya, tetapi kehadirannya yang mewujud fisik itu tidak terlepas

dari peran sentral Soekarno sebagai Presiden melalui dorongan trilogi hasrat,

intervensi dan rasa seni yang melingkupi dirinya. Dalam trilogi itu terkandung

pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi sekaligus Penguasa yang

menunjukkan adanya kekuasaan yang mendorong penciptaan keruangan

berdasarkan pengetahuan kearsitekturan yang dimiliki, sehingga laras dengan

wacana space-power-knowledge gagasan Michel Foucault497 sekaligus merefleksi

karya arsitektur berbasis point de folie-Maintenant l‘Architecture gagasan Derrida498.

Realitas diri Soekarno dalam proses memutu kehadiran Tugu Nasional

telah melampaui wacana space-power-knowledge dan konsep point de folie, karena

isu terselenggaranya karya arsitektur di Tugu Nasional bukan hanya

diakibatkan oleh adanya power sebagai pengetahuan kearsitekturan semata, juga

menunjukkan perluasan pengertahuan berupa, karya seni yang saling

melingkupi sebagai ruh ―Arsitek‖ Soekarno. Pengungkapan adanya kesatuan

497 Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books. 1984. 498Derrida,Jacques.Point de folie-maintenant l'architecture//www.jacquesderrida.com.ar/Point de folie_maintenant l'architecture_Source 27Avril 2009.

Page 215: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

215

Raga dan Jiwa Soekarno sebagi Penguasa sekaligu ―Arsitek‖ dalam proses

kehadiran Tugu Nasional telah memperkaya wacana space-power-knowlegde yaitu

oleh adanya temuan khas yaitu, peran ―Arsitek‖ Penguasa yang memperluas

cakupan waca Foucault itu menjadi space-power-knowledge-actor-art. Sekaligus

memperkaya filsafat kegilaan dalam arsitektur point de folie - Maintenant

l‘Architecture menjadi Point de folie l'homme et de l'art sebagai titik kegilaan pada

manusia dan seni. Oleh karena trilogi hasrat hasrat, intervensi dan rasa seni yang

melingkupi diri Soekarno dijiwai oleh idealistik ke-Indonesia-an, maka proses

kehadiran karya arsitektur sebagai khora dalam dinamai Khora Ke-Indonesia-an.

Untuk membentuk teori arsitektur berdasar Grounded Theory, atau

memoing berdasar Grounded, akan diuraikan empat unsur penting yang perlu

terkait teori yaitu; 1) pengertian dan fungsi teori, 2) bentuk dan formulasi teori,

3) teori subtantif dan teori formal, serta 4) unsur-unsur suatu teori. Tata cara

pembentukan teori tidak akan disinggung, namun akan digubah dalam pustaka

metode Grounded Theory untuk ranah Arsitektur dan Desain499

Dalam konteks peradaban karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘

menunjukkan tonggak baru kemajuan Indonesia dibidang perancangan sebagai

yang ―ter‖: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi di Asia Tenggara.

Usai Dekrit Presiden 1959500Soekarno mengalami puncak keragaman ideologis

yang mengantar kelahiran Demokrasi Terpimpin buah pemikiran tentang

499 Senarai pustaka ini terbit, buku penerapan metode Grounded Theory untuk ranah

Arsitektur dan Desain dirancang untuk terbit mendampinginya. 500 Soekarno. ―Amanat Presiden Soekarno pada Sidang Pleno Pertama Dewan Perantjang Nasional, 28 Agustus 1959‖ dalam Mochamad Said (ed). Ibid, hal. 1879.

Page 216: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

216

demokrasi khas Indonesia melalui politik, ekonomi, dan budaya dalam bingkai

Nation and Character Building501 yang disusul oleh gagasan Membangun Tata Dunia

Baru sebagai perluasan keberhasilan Konferensi Asia-Afrika 1955502.Selanjutnya

Soekarno digayuti oleh gagasan ideologi Nasakom (Nasionalis-Agama-

Komunis)503.

Dapat dikatakan di sepanjang era 1960-an benak Soekarno yang

digayuti oleh keragaman ideologis yang mendorong hasrat Soekarno untuk

me-manggung-kannya melalui ―panggung tak teraga‖ salah satunya melalui

moda komunikasi berupa karya arsitektur. Keragaman ideologis Soekarno itu

yang memerlukan ―panggung‖ memperoleh tempatnya, ditandai oleh

kehadiran bangunan pencakar langit yang divisualkan sebagai arsitektur Tugu

Nasional setinggi 142 m, Wisma Nusantara dengan 29 lapis lantainya, Planetarium

sebagai observatorium terbesar, serta stadion Gelora Bung Karno dan Masjid

Istiqlal sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.

Visualisasi karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ merepresentasi

Indonesia modern sebagai ―Arsitektur Panggung‖ berupa pementasan lakon-

lakon tentang Indonesia untuk memvisualkan gagasan-gagasan ideologis dalam

benak Soekarno dengan latar di Ibukota Negara. Cara-cara Soekanro me-

manggung-kan ideologi juga ditampakkan oleh Stalin saat menggubah

―panggung‖ Gothic Stalinist demi menghapus kemegahan Tsar di Rusia. Juga

cara Hitler melalui ―panggung‖ kemegahan Neoklasik untuk melawan inferior

kompleks bangsa Jerman usai kekalahannya di Perang Dunia Kedua.

501 Konsep Nation Building dalam Amanat Pemimpin Besar Revolusi, Bogor 15 Juli 1963. 502Soekarno.―Pidato Peringatan Dasawarsa Konferensi Asia- Afrika, Jakarta 18 April 1965‖ dalam Iman Toto K Rahardja. et.al. Ibid. hal. 366. 503 Embrio Nasakom telah dirumuskan Soekarno tahun 1926 dengan tiga hal Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, sebagai konsep persatuan melalu cara gotong-royong (bekerja bersama-sama) bagi Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme.

Page 217: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

217

Dalam pagelaran ―panggung‖ drama yang sebenarnya, terdapat tema

sebagai ‗sesuatu‘ yang menjiwai pementasan drama, lazim disebut lakon dalam

pagelaran wayang. Tokoh lakon drama diperankan oleh sosok seniman yang

disebut Aktor. Kehadirannya mewakili ide-ide utama yang tertuang dalam

skenario yang disiapkan Penulis Lakon. Peran ‗tokoh‘ dalam ―Arsitektur

Panggung‖ bukan diperankan oleh sosok seniman, melainkan sosok karya

material arsitektur yang merepresentasi ide-ide yang dituangkan oleh skenario

yang dipersiapkan sebelumnya. Ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai moda

komunikasi untuk memvisualkan keragaman ideologi menunjukkan adanya

peran sentral Penguasa sebagai perancang skenario sekaligus Dalang bagi

‗tokoh‘ yang digelarnya yaitu gubahan karya arsitektur.

Berdasarkan kegayutan dan sebab-akibat secara terstruktur, muncul

Teori Subtantif / Hipotesis Kerja: ‗Panggung Indonesia‘ – suatu modalitas atau cara

mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai ‗karya arsitektur‘ Soekarno sebagai

‗komunikasi arsitektural‘ yang hadir bersamaan dengan longue durée sejarah pergerakan

bangsa Indonesia [maupun Dunia] di masa itu. Berdasar pemaparan itu tampak

adanya pola-pola tertentu berupa ‗komunikasi arsitektural‘ yang selalu

membingkai ‗karya arsitektur‘ Soekarno yang tercitra melalui sepilihan karya

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu

Nasional.Pola-pola tersebut menyerupai benang merah peristiwa perjuangan

Pemuda Soekarno yaitu Soekarno Muda di masa kolonial yang diawali oleh pledoi

Indonesia Menggugat sebagai pentas Soekarno yang pertama, disusul oleh

sejumlah pentas sandiwara tonil selama di pembuangan Ende dan Bengkulu,

orasi politik Soekarno, seni pertunjukan sendratari, dan naskah draibooken

adegan diorama Museum Sejarah Kebangsaan, dan mengerucut sebagai karya

Page 218: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

218

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ sebagai teori: ―Panggung Indonesia‖ merupakan

sarana komunikasi arsitektural Soekarno dalam mencapai tujuan ke-Indonesia-an yang

digubah berdasar peristiwa kesejarahan sebagai ekspresi perjuangan Bangsa Indonesia dan

bagian dari Sejarah Dunia pada masa itu. Akumulasi keragaman pengetahuan tacit

Soekarno memampukan dirinya menggubah ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai

pengetahuan di wilayah Arsitektur. nSekalipun telah diperoleh teori melalui

komparatif merujuk Glaser dan Strauss504 akan disajikan diskusi teoritis untuk

memperkaya serta menjamin keluwesan ‗teori sebagai sebuah proses memutu‘.

Diskusi teoritis dipilih berdasar kegayutan tema ―panggung‖ disepadankan

dengan filsafat ―Kegilaan dalam Arsitektur‖ yaitu Point de Folie – Maintenant

L‘Architecture gagasan Derrida505:

… D'une part, cela n'arrive pas à un nous constitué, à une subjectivité humaine dont l'essence serait arrêtée et qui se verraitensuite affectée par l'histoire de cette chose nommée architecture. Nous ne nous apparaissons à nous-mêmes qu'à partir d'une expérience de l'espacement déjà marquée d'architecture. Ce qui arrive par l'architecture construit et instruit ce nous. Celui-ci se trouve engagé par l'architecture avant d'en être le sujet: maître et possesseur. D'autre part, l'imminence de ce qui nous arrive maintenant n'annonce pas seulement un événement architectural: plutôt une écriture de l'espace, un mode d'espacement qui fait sa place à l'événement. Si l'œuvre de Tschumi décrit bien une architecture de l'événement, ce n'est pas seulement pour construire des lieux dans lesquels il doit se passer quelque chose, ni seulement pour que la construction elle-même y fasse, comme on dit, événement. Là n'est pas l'essentiel. La dimension événementielle se voit comprise dans la structure même du dispositif architectural: séquence, sérialité ouverte, narrativité, cinématique, dramaturgie,chorégraphie.

Derrida mengutarakan bahwa subjektivitas manusia ditangkap oleh

‗ruang‘ yang dipengaruhi sejarah yang disebut ‗Arsitektur‘. Apa yang terjadi

dalam ‗Arsitektur‘ dan apa yang dibangun telah melibatkan subjek yaitu

504 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 35. 505 Derrida,Jacques. Point de folie — Maintenant L'architecture. 27 Avril 2009.

Page 219: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

219

Arsitek Master dan Pemilik. Apa yang terjadi pada ―Arsitektur Sekarang‘

(kontemporer) tidak hanya mengadvertensi atau men-jargon-kan istilah

Architecture of Events - Peristiwa Arsitektur, bukan pula hanya menggubah

ruang atau taman sebagai ‗peristiwa‘, melainkan menyerupai apa yang

dilakukan Tschumi dalam Architecture of Events di Parc de la Villette di Paris.

Tschumi tidak hanya menggubah ‗ruang‘ bagi tergelarnya ‗sesuatu yang terjadi‘

sebagai peristiwa, kehadiran Architecture of Events dapat diukur melalui struktur

arsitektural yaitu; urutan, serialiti, narasi, dramaturgi, sinematik, dan koreografi.

Architecture of Events merujuk Derrida, ditafsirkan Damais sebagai Narrative

Environtment yaitu visualisasi bangunan yang ‗bertutur‘ sehingga diperlukan

serangkaian persiapan untuk menghadirkannya.

Teori ―Arsitektur Panggung‖ sebagai wilayah Arsitektur yang bersifat

Non Material tergubah terpayungi oleh dasar filsafati ―kegilaan dalam arsitektur‖

berupa ide ―Arsitektur Panggung‖506 sebagai skenario layaknya pagelaran Lakon

dalam drama/wayang yang mengandung unsur-unsur pelaku/tokoh,

dialog/percakapan, kelengkapan /latar, kostum, aksesoris serta keterangan

lakon. Untuk mempersandingkan antara ―Arsitektur Panggung‖ dengan struktur

naskah drama berdasar urutan peristiwa yang mempertautkan ruang sbb:

Babak, yaitu rangkuman peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan

waktu-tempat-peristiwa. Setiap Babak terbagi atas adegan-adegan yang disusun

berdasarkan latar/setting khas. Untuk membedakan antar babak ditandai

dengan dekorasi tertentu. Dikenal pula unsur Adegan yaitu formasi/posisi

506 Analogi Dramaturgi berasal dari istilah teater yang dipopulerkan oleh Aristoteles sekitar tahun 350 SM. Dalam Poetics, Aristoteles menjabarkan penampilan/drama-drama yang berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi berdasar karya drama klasik Yunani, berupa outline yang memiliki enam unsur penentu kualitas drama, yaitu; Plot, Characters, Diction, Thought, Spectacle, Melody Outline of Aristotle's Theory of Tragedy in the Poetics.

Page 220: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

220

pemain di atas pentas yang batasnya ditentukan oleh datang dan perginya

lakon di atas pentas, termasuk Dialog berupa percakapan antar tokoh sebagai

struktur drama.Sebelum dipentaskan, diperlukan Petunjuk Lakon sebagai

panduan bagi tim pementasan; sutradara, pemeran, penata seni, berkenaan

dengan suasana, peristiwa, atau perbuatan tokoh dan unsur-unsur cerita

lainnya. Ketika dipentaskan, Prolog akan mengawali pertunjukkan drama.

Prolog berperan sebagai pengantar cerita yang akan disajikan, diakhiri Epilog,

sebagai bagian akhir naskah drama yang berisi kesimpulan cerita, nasihat,

pesan moral/etika. Tema/lakon sebagai unsur terpenting drama yaitu ‘sesuatu‘

yang disampaikan yang menjiwai seluruh bagian drama tercitra pada babak,

adegan, dialog, tokoh, bahasa. Selanjutnya Penokohan yang memiliki sifat dan

kedudukan beragam sebagai pengemban dalam pengembangan alur cerita.

Alur atau Plot sebagai rangkaian peristiwa yang dihubungkan berdasar sebab -

akibat sebagai pengungkap gagasan, membimbing, dan mengarahkan perhatian

penonton. Tak kalah penting adalah bahasa untuk menggerakkan tokoh dan

mencipta suasana. Bahasa yang diucapkan tokoh-tokohnya, memumpun

memahami waktu, tempat, keadaan, serta masalah. Termasuk mengenali latar

belakang tokoh. Selain Dialog, dikenal Solilokui (monolog/senandika) sebagai

ungkapan pikiran tokoh melalui percakapan pada diri sendiri. Juga dikenal

Aside sebagai bahasa tokoh yang beranggapan bahwa tokoh lain tidak

mendengarnya.

Persandingan karakteristik Drama dengan Ide ―Arsitektur Panggung‖

menunjuk adanya gambaran analitik dan peka sebagai persyaratan proses

Pembentukan Teori Baru. Tampak adanya pola-pola tertentu pada karya-karya

arsitektural Soekarno yang direpresentasi sedikitnya oleh sepuluh karya

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang kehadirannya bukan saja sebagai budaya

Page 221: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

221

material yang teraga, akan tetapi juga menunjukkan Arsitektur Non

Material/Tak Teraga yang memiliki peran sebagai sebuah ide form arsitektur

layaknya pentas ―panggung‖. Pola-pola serupa sebagai generalisasi teori yang

ditemukan berdasar grounded pada Soekarno sebagai Penguasa, yaitu

terdapatnya kemampuan menggubah karya arsitektural sebagai ‗komunikasi

arsitektural‘ untuk mencapai tujuan-tujuan politisnya.

Di saat berlangsungnya kekuasaan Soekarno meninggalkan jejak

paranoid regime of sign-tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan

Dalang/puppeteer terhadap bonekanya507. Abstract line yang terbentuk dalam

konteks ini adalah Kawasan Tugu Nasional. Untuk mengungkapkan ekspresi

kegilaan dalam ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai satu moda komunikasi akan

digambarkan kesepadanannya dengan unsur-unsur pertunjukan drama sejak

pengunjung berada di gerbang kawasan, yang dikelompokkan sebagai Prolog di

saat pengamat memandang keseluruhan sosok Tugu Nasional. Dirinya harus

berdiri setidaknya pada jarak tertentu sekitar 230 meter terhadap Tugu

Nasional. Prolog berfungsi sebagai pengantar ‗pementasan drama‘ yang akan

disajikan oleh Tugu Nasional. Pengagungan pasangan Laki-Laki-Perempuan

melalui simbol Lingga-Yoni berupa Tugu Obelisk dan Cawan Afgeknotte.

Sebagai Babak 1 berupa pengungkapan peng-Agung-an ke-laki-lakian

direpresentasi oleh sosok patung realis Pangeran Diponegoro, yang berkorelasi

dengan ―teks‖ Sayembara Perancangan Tugu Nasional ke 2 tanggal 27 Juni

1960. Dilanjutkan oleh jeda berupa Transisi 1 dengan menuruni tangga menuju

Terowongan Bawah Tanah, yang berkorelasi dengan ―teks‖ semasa kegelapan

507 Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press. 2007, hal. 11-16.

Page 222: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

222

menjadi Bumiputera. Babak 2, berlangsung di ruang Terowongan Bawah Tanah

sebagai manifestasi adegan Masa Kegelapan dan Penjajahan Kolonial,

berkorelasi dengan ―teks‖ Indonesia Menggugat.

Dilanjutkan Transisi 2 berupa ‗kejutan‘ melihat benda gigantik Cawan

Tugu dari arah Terowongan. Babak 3 berupa adegan ‗drama bisu‘ yang

direpresentasi oleh 48 diorama di Museum Sejarah Kebangsaan yang

berkorelasi dengan sejumlah naskah sandiwara tonil di Ende dan Bengkulu,

serta empat jilid draibooken yang dipersiapkan Sejarawan dan Seniman tahun

1964508. Diteruskan Transisi 3, menaiki tangga menuju Ruang Kemerdekaan.

Berkorelasi dengan ―teks‖ ―Lahirnya Pancasila‖ dan ―Menuju Indonesia Merdeka‖.

Adegan dilanjutkan Babak 4, merupakan puncak adegan drama yang

mengungkpakan peristiwa sakral Proklamasi serta Atribut Kemerdekaan 17

Agustus 1945. Adegan dilanjutkan Transisi 4, menapaki tangga / elevator

menuju Babak 5, yaitu modernitas Bangsa Indonesia yang dinamis ke arah

kemajuan. Lokasi atas – ke angkasa, ke langit sebagai simbol cita-cita yang

tinggi. Pada Babak 6, digiring menyaksikan panorama Ibukota Negara dari

pandangan atas, dan sebagai babak terakhir, Babak 7 merasakan pengalaman

berada di kaki langit di lokasi Api Kemerdekaan yang berbatasan angkasa bebas.

Sebagai Epilog, menuruni Tugu Nasional dengan keterkenangan, sebuah

katarsis tentang ‗Indonesia‘.

Prosesi keruangan di Kawasan Tugu Nasional yang dapat

disepadankan dengan unsur-unsur pertunjukkan drama, menunjuk adanya

kesepadanan struktural yang membingkai bentuk dan isi dari teori ―Arsitektur

Panggung‖ sebagai ungkapan gagasan ―Arsitek‖ Soekarno di kawasan Tugu

508 Draibooken diorama dikenal sebagai Lukisan Sejarah Visual Museum Sejarah Tugu Nasional yang dihimpun tahun 1964.

Page 223: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

223

Nasional sebagai maknawi yang ‗baru‘ yang berpotensi radikal karena telah

melampaui proses distansiasi dan apropriasi. Kemampuan menggubah ide

―Arsitektur Panggung‖ pada Soekarno berselaras dengan ciri enflanted ego

Penguasa sebagai kepribadian yang melampaui batas sebagaimana

digambarkan dalam peradaban Radiant Axes509. Soekarno digambarkan sebagai

subyektivitas diri yang meluas pada ideolog politiknya. Soekarno digambarkan

menikmati pujian sebagai tokoh sentral yang laras dengan pesona pribadinya

termasuk gaya busana serta orasinya sebagai ‗cara mencari nama dan bergagah‘

melalui ide ―Arsitektur Panggung‖ denag melekatkan gagasan pesona ke-

Indonesia-an melalui idiom-idiom Arsitektur Modern.

Representasi diri Soekarno sebagai pribadi luluh menjadi identity

extended yaitu perluasan identifikasi510 diri melalui internalisasi. Semula,

Soekarno yang adalah sosok pribadi yanag berubah menjadi ‗diri Soekarno‘

sebagai representasi ke-Indonesia-an dengan menyandang peran ‗Sang

Pemimpin Besar Revolusi‘ atau sebutan ―Aku‖ atau ―Bapak‖. Proses demikian

menurut Kristeva511 adalah subjectivity as a process gejala membalut diri dengan

kemegahan akibat rasa keterhinaan yang pernah dialami. Peredaman masa lalu

kelam bagi Soekarno mengalami keterasingan selama kurun waktu yang

panjang di usia mudanya. Tindakan tersebut sebagai ekspresi prosesi ego pasca

Fase Ketiga di saat seseorang yang telah memiliki ‗bayangan‘ utuh pada ‗cermin‘

sebagai identity extended yang berdekatan dengan gejala narsisme512 merujuk

509 Periksa artikel Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. 510Identifikasi adalah proses individu menginternalisasi atribut orang lain dan mentransformasikan lewat imajinasi tak sadar. 511 Mansfield, Nick. Subjectivity. Theories of the Self From Freud to Haraway. New York: New York University Press. 2000, hal. 79. 512Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst : University of Massachusetts Press.1991. Lacan, Pertama, fase pra-Oedipal, di masa bayi yang belum mengenali batasn ego atau dirinya

Page 224: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

224

psikoanalisis - struktural gagasan Jacques Lacan. Subyektivitas pada Soekarno

‗merupakan sebuah keberkahan‘. Rasa keterhinaan semasa pembuangan di

Ende dan Bengkulu mendorongnya untuk menggubah sejumlah risalah yang

bertema impian kebebasan, Salah satunya menjadi naskah drama tonil yang

dipentaskan dan menjadi karya katarsis. Semasa kependudukan Jepang,

Soekarno dihadapkan keharusan menjadi pemimpin ―prajurit pekerja‘ atau

romusha513 untuk mengorganisir massa bekerja fisik. Kepahitan hidup yang

tertuang sebagai gagasan karya fisik dan orasi sebagai kemampuan alamiah

Soekarno semasa menjadi insinyur-arsitek telah memampukan dirinya di saat

menjadi seorang Penguasa. Pengetahuan kearsitekturan yang dimilikinya, telah

lebur dan saling menguatkan kepekaan artistiknya sehingga memampukan

dirinya berperan menjadi ―Arsitek‖ sebagai ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai

proses kehadiran yang disebut Khora.

Ide ―Arsitektur Panggung‖ merupakan ranah Arsitektur Non-

Material yang menggambarkan pengetahuan tentang penghadiran karya fisik

arsitektur secara khas, yaitu memberi ruh bagi kehadirannya dengan cara

melekatkan sejumlah keunggulan yang dimiliki Indonesia di masa lampau yaitu

masa sebelum terjamah dan terhinakan oleh penjajahan Kolonial dengan cara

melekatkannya sebagai bagian dari karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang

tampil sebagai Arsitektur Modern. Cara-cara mempersandingkan karya

Arsitektur Material dengan Non Material yang menyerupai ide ―Arsitektur

kecuali sosok Sang Ibu. Fase kedua, Fase Cermin atau tatanan imajiner, sebagai tahap preverbal yang logikanya bersifat visual. Prosesi ego yang telah mengalami fase ketiga, yaitu seseorang yang telah memiliki ‗bayangan‘ utuh pada ‗cermin‘ sebagai identity extended / berdekatan dengan gejala Narsisme. 513Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia. Buku VI. Masa Jepang dan Masa Republik Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka,2008, hal.62-63.

Page 225: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

225

Panggung‖ menjadikan karya ―Arsitektur Mercusuar‖ menjadi buah karya

Soekarnoistik, yaitu karya khas yang bersepadan dengan jejak enflanted ego diri

Soekarno. Sebagai cara khas ―Arsitek‖ Soekarno menggubah karya arsitektur

usai terlepas dari belenggu kolonialme. Dalam penelitian ini, ide ―Arsitektur

Panggung‖ yang tercitra sebagai gagasan ke-Indonesia-an dinamai Khora Pesona

Karya ―Arsitek‖ Soekarno. Sebutan ―Arsitek‖ tepat untuk dimahkotakan

kepada Soekarno, sekaligus menyudahi perdebatan yang tidak berujung selama

ini tentang peran Soekarno dalam proses kehadiran ―Arsitektur Mercusuar‘

melalui terkuaknya Arsitektur Non Materal mendampingi Arsitektur Material.

Dalam penelitian Grounded sebagai pilihan metode penelitian

Kualitatif tidak dikenal adanya Pengujian Teori, maka teori yang dihasilkan

bukan untuk diuji akan tetapi mutu dari teori yang dihasilkannya dapat

diperteguh melalui cara mempersandingkannya dengan realitas serupa di

mancanegara era sejaman untuk mengetahui kesamaan-kesamaan ataupun

perbedaan-perbedaan untuk menunjukan keunikan teori yang ditemukan.

Pembentukan teori arsitektur bersandar Grounded berbasis data kesejarahan

ini diharapkan menghadirkan kesegaran teori dari belahan Bumi Timur.

Teori ―Arsitektur Panggung‖ akan didiskusikan secara teoritis dengan

wacana Non West merujuk Zhu514 yang telah menyusun secara periodikal

arsitektural di China 1930-2000-an melalui cara longue durée. Jianfe Zhu

514 Jianfe Zhu. Opening The Concept of Critical Architecture: The Case of Modern China and The Issue of The State In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal. 106.

Page 226: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

226

menyusun tiga kategorisasi sebagai respon atas kritik Einsenman tentang

ketiadaan kritik arsitektur yang mengemuka sebagai tradisi di Asia.

Zhu mewacanakan konsep keterhubungan antara Timur, Barat,

Utara dan Selatan sebagai wacana ter-integrasi. Berdasar penelitiannya, Zhu

mengungkapkan kritik arsitektur di China secara kronologis, diawali 1930-

an sebagai Periode Republik mengungkapkan ekspresi arsitektur bergaya

native terilhami oleh Istana Beijing sebagai ambisi arsitek-arsitek China

pasca studi di mancanegara untuk menunjukkan gaya khas China bagi

Ibukota Nanjing. Ketika berlangsung Mao Sosialis tahun 1950-1980-an

kiblat Design Institutes meninggalkan jejak dua gaya, Nasional China dengan

Beaux-Arts atau Neo-klasik di Beijing dan gaya Arsitektur Modernis bagi

rancangan fasilitas umum lainnya. Pasca-Maois tahun 1990- 2000-an

dikategorikan Semi-Autonomous Studios yang menampakkan kebebasan gaya

Arsitektur Garda Depan ditandai arsitektur yang berorientasi ekonomis.

Keterhubungan antara Timur dan Barat, Utara dan Selatan sebagai

wacana terintegrasi terjawab oleh karya ini, dan yang mengemuka pada

keduanya adalah cara penulisan longue durée yang mempertalikan tiga tempo

zaman historis merujuk The Mediterranean515 karya Braudel. Dalam karya ini

terbagi menjadi, a) Ruang Geografis Sejarah Dunia, b) Ruang Sejarah

Negara di masa Kolonial, dan c) Peristiwa Politik di masa pemerintahan

Soekarno merefleksi pengaruh Kolonial yang mengisi ruang Nusantara.

Lim516, menempatkan Soekarno sebagai politikus modernis dari Negara

515 Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity Press 1990, p. 42 516 Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012, hal. 19

Page 227: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

227

Dunia Ketiga-Third World Politicians disetarakan dengan Jawaharlal Nehru,

Tunku Abdul Rahman, Norodom Sihanouk dan Juscelino Kubitschek.

Disayangkan Lim tidak menunjukkan keunggulan-keunggulan

yang telah dieksplorasi Soekarno sebagai politikus modernis dalam upayanya

meneguhkan gaya arsitektur khas ke-Indonesia-an.Bahkan risalah Abidin

Kusno517 pun hanya menyebut Soekarno sebagai Bapak Arsitektur Indonesia.

Peran modernist direpresentasi oleh forum komunikasi kelompok ATAP

era 1950-an terdiri atas Han Awal, Liem Bianpoen, Soewondo Bismo

Sutedjo, Mustafa Pamuntjak, dan Suyudi Wiryoatodjo yang menggelar

diskusi berbasis isu identitas, nation-building dan krisis perumahan di

Indonesia, disusul oleh AMI 1980an, dan Jong Arsitek pada 2010.

Temuan teori dari karya ini akan dipersandingkan dengan realitas

arsitektur sebagai ekspresi Penguasa di India sebagai era sejaman dengan

Soekarno saat Perdana Menteri Jawaharlal Nehru menginginkan

terwujudnya New India. Nehru meminta Arsitek Le Corbusier dan Pierre

Jeanneret518 untuk mempersiapkan rancangannya menggubah Chandigarh

sebagai Ibukota New India pada 1951. Le Corbusier menuangkan gagasan

pribadinya ke dalam perancangan Chandigarh Project yang semula

dipersiapkan Albert Mayer. Bersama Maxwell Fry, Jane Draw, dan Pierre

Jeanneret, Le Corbusier menggubah Capitol Complex Chandigarh dengan

Arsitektur Modern yang bersandar organic architecture. Neehru dan Corbusier

memiliki hubungan baik berkat kesamaan minatnya pada drama, mitos dan

517 Kusno Abidin. (Re-) Searching Modernism: Indonesia After Decolonization In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal.82. 518 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 12.

Page 228: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

228

‗kemenangan‘ sehingga rancangan Corbusier diwarnai oleh filsafat Hindu

serta kultur masyarakat India519 yang memperteguh gubahan Chandigarh

sebagai Ibukota yang indah serta dikenang masyarakat sebagai ―Arsitektur

Panggung‖. Perolehan karya gemilang dari Corbusier di India, tidak terlepas

dari persahabatan yang dibinanya bersama Nehru selama bertahun-tahun520

sehingga Nehru memahami karakteristik Sang Maestro yang ingin

menuangkan gagasan cemerlangnya secara otonom. Dapat dikatakan dalam

perancangan Chandigarh, Corbusier diberi kebebasan penuh oleh Nehru,

yang diakui sendiri oleh Corbusier sebagai hal yang tidak diperolehnya

ketika merancang di Negara lainnya521.

Selama di India Corbusier memperoleh kepercayaan di beberapa

kota seperti Chandigarh, Nangal, Taiwara, Pandoh, Sundernagar, Slapper

dan Ahmedabad. Karya Corbusier di India menjadi karya yang

membanggakan masyarakat India, bahkan menurut penilain arsitek

maestro lainnya termasuk Oscar Niermeyer. Karya Corbusier digubah

bersandar filsafat Hindhu yang menyelaraskan hubungan mikrokosmos

dan makrokosmos. Satu hal yang penting, tergubahnya karya arsitektur

Corbusier yang membanggakan disebabkan diperolehnya kebebasan penuh

dirinya sebagai Arsitek untuk berkarya yang diperolehnya dari Nehru,

sehingga hal-hal idealistik Arsitek murni dapat terungkap tanpa adanya

intervensi dari Penguasa. Peran Corbusier di India yang memperoleh

519 Ibid, hal. 21. 520 Corbusier, Le (Trasl.) Palmes, James. Creation is a Patient Search. New York: Frederick A Preager, 1960, hal. 140. 521 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 87.

Page 229: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

229

kebebasan mutlak berkarya arsitektur yang diperolehnya dari Penguasa

Nehru sebagai Penguasa membedakan dengan situasi serupa di Indonesia

di masa Soekarno. Di saat Soekarno menggelar projek Jakarta City Planning,

dirinya tidak segan-segan memerankan diri sebagai ―Arsitek‖ dengan

memberi intervensi serta memasukkan rasa seninya selama berlangsungnya

proyek. Situasi itu mengakibatkan Arsitek serta Seniman yang dipercayakan

membantunya merasakan dirinya hanya sebagai visualizer gagasan Soekarno

semata, karena nyata-nyata gagasan serta intervensi Soekarno lebih

mendominasi pekerjaan arsitektur dan karya seni sebagaimana diutarakan

oleh Soedarsono522, Silaban523 dan Seniman patung Edhi Sunarso524.

Ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai Arsitektur Non Material

barangkali terjadi hanya di Indonesia. Peristiwanya berlangsung di saat

Soekarno berkesempatan menggubah impian kemegahan Indonesia

melalui beautifikasi Ibukota Jakarta. Dirinya tidak menyerahkan

idealistiknya kepada Arsitek Negeri sendiri ataupun mancanegara,

melainkan memerankan diri sebagai ―Arsitek‖ untuk mengekspresikan

gagasan arsitektural yang ada dibenaknya. Bersandarkan pengetahuan tacit

kearsitekturan yang dimiliki dan didukung oleh Arsitek dan Seniman dan

Konstruktor yang dipercayainya Soekarno mensintesakan

522 Berdasar pengakuan Arsitek Soedarsono, tulisan Olly G.S dalam ‖Soekarno Sang Arsitek‖ dalam majalah Kartini No.286 tahun 1985, hal. 8,9,123 dan 124 bahwa dirinya hanyalah visualizer Soekarno, termasuk rancangan Tugu Nasional. 523 Berdasar diary arsitek Silaban yang terhimpun sejak tahun 1960-1964 yang mengandung makna adanya perasaan kurang nyamannya Silaban atas intervensi yang dilakukan Soekarno kepadanya dalam proyek arsitektur yang dipercayakan kepadanya. 524 Edhi Sunarso dalam wawancara di Yogyakarta tahun 2001, mengutarakan bahwa seluruh patung realis yang digubahnya adalah karya Soekarno, karena dirinya hanyalah visualizer atas gagasan Soekarno yang dipercayakan kepadanya. Soekarno sendiri yang memiliki arahan ukuran, gaya, ekspresi serta material yang diinginkan termasuk penempatan patung.

Page 230: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

230

kenegarawanannya dengan ideologisnya ke dalam gubahan karya

Arsitektur. Keberadaan Arsitek Negeri sendiri seperti Silaban, Soedarsono

serta Arsitek Yunior lainnya, serta Konstruktor dan Seniman di lingkungan

Soekarno tidak menyurutkan hasrat Soekarno untuk meminta Arsitek

Mancanegara ikut serta dalam mewujudkan gagasannya seperti

perancangan stadion utama Gelora Bung Karn. Soekarno meminta Arsitek

dari Moskow untuk terlibat, demikian juga perancangan Hotel Indonesia

dengan mengajak Arsitek Abel Sorenson. Namun, Soekarno tidak

sepenuhnya memberi kebebasan kepada Arsitek-Arsitek Mancanegara yang

telah dipilihnya. Soekarno telah mengambil peran sentral dalam

perwujudan seluruh gagasan idealistik kearsitekturan yang hendak

divisualisasikan. Sikap sentralistik Soekarno juga ditampakkan pada Arsitek

Negeri sendiri, antara lain pada perancangan Gedung Pola oleh Silaban,

Wisma Nusantara oleh Ciputra, Planetarium oleh Ismail Sofyan, dan Tugu

Nasional oleh Soedarsono, serta gubahan patung realis karya Edhi Sunarso.

Tindakan meleburkan peran kenegarawan sekaligus peran

―Arsitek‖ yoleh Soekarno dilalui dengan memasuki ranah kearsitekturan

secara intens dan mengintervensi kerja Arsitek yang telah dipercayainya,

sehingga membedakan Soekarno dengan Penguasa lainnya. Soekarno

membuktikan bahwa gelegak hasrat, intervensi serta rasa seni yang

dimilikinya sebagai kesungguhannya untuk memanggungkan ruang ideal

ke-Indonesia-an. Sikap campur tangan Soekarno berupa intervensi serta

memasukkan rasa seninya ke dalam rancangan telah memberikan warna

bagi karya arsitektur yang mewujud. Ruh ke-Indonesia-an yang ditanamkan

Soekarno berupa unsur-unsur keelokan Indonesia memperoleh

Page 231: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

231

kesempatan untuk digelar. Oleh karena karya yang mewujud mengandung

karakteristik serta ornamen estetis yang khas selayaknya ―panggung‖ maka

karya tersebut memiliki kekhasan, sebagai ―Arsitektur Panggung‖ yang

Soekarnoestik. Trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Soekarno mewarnai

karya arsitektur yang tergubah. Kemenarikan kehadiran sebagai ―Arsitektur

Panggung‖yang Soekarnoestik terwujud bukan saja pada fisik arsitekturalnya

semata, namun lebih jauh yaitu spectre Soekarno yang masih menggayuti

benak masyarakat Indonesia, sehingga kehadiran ―Arsitektur Panggung‖

terkait Soekarno masih akan dibicarakan.

Teori arsitektur yang hadir bersandar gagasan Soekarno sebagai

sosok Penguasa yang berlatar kepahitan di masa lampau bahkan hingga

wafatnya, menunjukkan sebagai teori eksklusif di ranah arsitektur, namun

saya berkeyakinan bahwa teori ini akan berperan kunci sebagai daya pesona

baru di ranah arsitektur untuk merebut posisi dalam keterhubungan Barat

dan Timur. Diskusi teoritis yang mempertautkan di atas diharapkan selaras

dengan harapan Zhu, serta memetakan peran penting Soekarno sebagai

politikus modernis dari Negara Dunia Ketiga. Lebih jauh kehadiran ide

―Arsitektur Panggung‖ yang terbentuk dari penelitian ini memperkaya

khasanah arsitektur sebagai keunggulan Timur yang direprentasi oleh

Indonesia, serta mereposisi peran Soekarno, bukan saja politikus modernis

melainkan juga sebagai ―Arsitek‖ yang mewarnai gaya Arsitektur Modern

sebagai perwujudan unsur-unsur budaya Jawa Kuno sebagai cara Soekarno

mendekonstruksi situasi kearsitekturan di masanya. Yang dimaksud sebagai

―Panggung Indonesia‖di masa Soekarno tidak terbatas oleh karya

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ akan tetapi meluas dalam beberapa konsep,

Page 232: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

232

antara lain Jakarta sebagai Wajah Muka Indonesia untuk menyatakan sebagai

‗pintu gerbang‘ untuk memahami Indonesia, juga karya seni rupa sebagai

perwujudan karya arsitektur. Termasuk pula pagelaran sendratari

bernuansa Indonesia di ‗ruang tertentu‘ seperti Ramayana di Candi

Prambanan dan juga gubahan patung realis skala kota.

Louis Kahn pernah mengatakan arsitektur itu tak teraga525 yang

mampu dinyatakan adalah kualitas yang membentuknya. Tersebab oleh

ketiadaannya, maka yang ada adalah ‗karya arsitektur‘. Arsitektur itu ada

dalam pikiran seseorang yang berkarya arsitektur bagaikan

mempersembahan ‗jiwa‘ dari arsitektur. Jiwa yang dipahami bukan sebagai

gaya, pengetahuan teknik, serta bukan sebuah metode…‖ Kahn

menekankan sifat tak teraga berupa ‗jiwa‘ pada karya arsitektur, sementara

itu ide ―Arsitektur Panggung‖ mengandung ‗Jiwa‘ pada ideologi

Penguasa.Pengutaraan ‗jiwa dalam karya arsitektur‘ divisualkan oleh

Arsiteknya melalui karya yang dihadirkannya, sehingga Pengamat

memperoleh pemahaman sebagai penjelasan Sang Arsitek. Pada ide

―Arsitektur Panggung‖ kehadirannya secara langsung dicermati oleh

Pengamatnya melalui data metafisik sekaligus spectre Sang ―Arsitek‖.

Apabila dipersandingkan, perbedaan keduanya terdapat dalam cara

interpretasinya. ‗Jiwa dalam arsitektur‘ oleh Khan melalui penuturan

langsung/tak langsung dari Sang Arsitek menyangkut ide-ide dalam

benaknya. Situasi tersebut mendorong adanya bias, karena terdapat

kecenderungan logocentrisme Sang Arsitek yaitu menganggap tuturannya

525 Khan, Louis.Writings, Lectures, Interviews. New York : Rizzoli International Publications, 1991.

Page 233: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

233

sebagai ‗sesuatu‘ yang mutlak serta kecenderungan menutupi hal-hal yang

tidak ingin disingkap, sementara itu pada Arsitektur Non Material

pengungkapan adalah proses memutu penelusuran yang berupa konsep, diary,

memoar, serta simbol-simbol yang mendahului terwujudnya karya

arsitektur secara fisik, sehingga pengamat berpeluang mengkritisi nalar

ilmiah sebelum mempenafsirkan.

Kehadiran teori Arsitektur Non Material /Tak Teraga berdasar

penelitian Grounded Theory ini merupakan perluasaan esensi ―panggung‖

dari makna aslinya, yaitu sebagai pentas pertunjukan secara langsung

direpresentasi oleh karya arsitektur. Kehadiran teori ini menjadi pengetahuan

baru di ranah arsitektur sebagai suatu cara mengungkapkan makna

kehadiran karya arsitektur. Karena peran khasnya itu, maka Teori Arsitektur

Non Material akan menempati posisi tertentu di ranah arsitektur, yaitu

sebagai sandingan dari Teori Arsitektur Material yang bersandar pada hal-hal

fisik. Teori Arsitektur Fisik Material, merupakan pengetahuan untuk

mengejawantahan secara material, sedangkan Teori Arsitektur Non

Material merupakan pengetahuan yang mewujud melalui ide/gagasan.

Keduanya merupakan pasangan yang membentuk Teori Arsitektur secara

utuh. Posisi Teori Arsitektur Non Material di antara Teori Arsitektur

digambarkan bersandingan dalam membentuk teori arsitektur secara

utuh.Kehadiran Teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga sekaligus telah

menjawab persoalan penelitian ini yaitu: Bagaimana proses kehadirannya yang

mengkualitas sebagai form yang berperan menjadi moda komunikasi yang

berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena arsitektur

‗Projek Mercusuar‘ yang ‗Ada‘ di masa-lalu dalam konteks kekinian. Di

Page 234: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

234

masa Soekarno kehadiran ―Arsitektur Panggung‖ berperan sebagai ide form

bagi wadah mempertunjukkan peran sentral Soekarno sebagai Penguasa

melalui merepresentasi ideologi, hasrat, intervensi dan rasa seninya. Di

kekinian, kehadirannya berubah menjadi Arsitektur Non Material sebagai

―Panggung Indonesia‖ yang mengandung spectre Soekarno. Temuan ide

―Arsitektur Panggung‖ yang terkandung dalam karya arsitektur ‗Projek

Mercusuar‘ era Soekarno sebagai cara memberikan perbedaan cara

pandang atas karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang ter-fragmentasi oleh

ruang-waktu-peristiwa.Kehadiran teori ―Arsitektur Panggung‖ menegaskan

adanya skenario khas yang membingkai kehadiran ide ―Arsitektur

Panggung‖ sebagai kesatuan utuh dalam ideologi Nation and Character

Building. Peranan ide ―Arsitektur Panggung‖ adalah menjadi ruang wadah

bagi ideologi ke-Indonesiaan yang divisualkan Soekarno melalui

perwujudan Arsitektur Modern yang berbasiskan unsur-unsur budaya khas

Jawa Kuno. Ide ―Arsitektur Panggung‖ pada akhirnya dapat pula diturunkan

sebagai sebuah teori untuk mendeskripsikan hal-hal yang berkenaan

dengan ideologi tertentu yang ditanamkan oleh ―Arsitek‖ Penguasa di saat

menggubah karya arsitektur sebagai visualisasinya.

Page 235: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

235

Terbentuknya ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai teori Arsitektur Non

Material telah menjawab persoalan penelitian: Bagaimana proses kehadirannya yang

mengkualitas sebagai form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda di setiap waktu

dan ruang (mitos) melalui fenomena karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘. Sekaligus telah

memetakan Apa yang dimaksud ―Panggung Indonesia‖ serta Bagaimana proses

kehadirannya? ―Panggung Indonesia‖ adalah sebuah metafora atas ruh/skenario ideologis

yang ditanamkan Soekarno dalam proses memutu, yaitu sebelum karya arsitektur

mewujud berupa pelekatan ornamentik unsur Jawa Kuno sebagai representasi ke-Indonesia-

an ke dalam karya Arsitektur Modern. Sedangkan, proses kehadiran ―Panggung

Indonesia‖ mewujud yang didorong oleh trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno

sebagai Penguasa yang berperan sebagai ―Arsitek‖ sebagai karya mengandung ide

―Arsitektur Panggung‖ yang Soekarnoestik yang ditandai sebagai ‗Tanda

Kebesaran Bangsa Indonesia‘ sekaligus perwujudan ‗hasrat menjadi‘ atau subjectivity

Soekarno sebagai perluasan identifikasi ‗Diri Soekarno‘ ketika merepresentasi ke-

Indonesia-an berupa tindakan ―menyatukan diri dengan subjek‖ yang lebih besar, yaitu

Tanah Air-nya.

Usai mendeskripsikan temuan ―Arsitektur Panggung‖ sebagai Teori

Arsitektur Non Material, terjawablah persoalan penelitian, sampailah pada

Kesimpulan Akhir, yaitu:Pertama, pengamatan fenomenologi dalam bingkai

Grounded Theory telah mengantar terungkapkannya teori ‖Arsitektur Panggung‖

sebagai perwujudan ekspresi kekuasaan, yang memperluas teori arsitektur yang

Page 236: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

236

semula menyandarkan diri pada Arsitektur Material yang teraga yaitu teori

arsitektur planimetrik gagasan Van de Ven. Kedua, ranah arsitektur dapat

ditelusuri sebagai Arsitektur Non Material/Tak Teraga melalui penelusuran

proses memutu kehadiran arsitektur sebagai Khora melalui rangkaian penelitian

Grounded Theory terkait Khora tentang Soekarno berbasis peristiwa kesejarahan

dan pengamatan secara instensionalism pada fenomena karya arsitektur Tugu

Nasional.Ketiga, kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ditentukan oleh

faktor pendorong berupa trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa yang

meleburkan diri sebagai ―Arsitek‖.

Keempat, karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ digubah dengan

mengeksplorasi pesona kelampauan Indonesia yang direpresentasi budaya

Jawa Kuno sebagai dasar perwujudan Arsitektur Modern sehingga menjadi

karya arsitektur yang menggugah sensasi estetik. Kelima, kekhasan form

arsitektural serta maknawi yang melingkupinya menjadikan kehadiran karya

arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ masih dirasakan sekalipun melampaui setengah

abad, disebabkan adanya ―Arsitektur Panggung‖ yang menjadikannya bak

pentas ideologis Penguasa sekaligus spectre Soekarno. Keenam, ―Panggung‖

sebagai kata metafora telah mengalami perluasan makna yang disebut calculus of

semantic karena melampaui origin kata ―panggung‖ merujuk etimology bahasa

Jawa. Kata ―panggung‖ artinya jejeraning wayang – tempat Dalang memainkan

tokoh wayang. Dari akar kata gung artinya gedhe-besar menjadi pa- agung-an atau

panggonan sing agung yaitu tempat yang agung atau ―panggung‖.

Ketujuh, ide ―Arsitektur Panggung‖ mengandung karakteristik Khora

untuk menyatakan‗sesuatu‘ yang abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia

posisi yang hadir untuk being. Adalah ‗sesuatu‘ seperti mimpi dan harus

ada di suatu tempat, khora berselaras sebagai ide tentang ‗ruang‘. Ide

Page 237: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

237

―Arsitektur Panggung‖ menggambarkan sosok unik yang bersifat

dissymetri- tak berbentuk, triton genos yang artinya the other - bukan yang ini dan

bukan yang itu, tetapi sebagai Khora, serta bersepadanan sebagai ‗ruang‘ dalam

arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas, atau Negara.

Kedelapan, ―Arsitektur Panggung‖ mengandung karakteristik Khora

menunjuk sesuatu yang disebut figure dan form, sebagai perwujudan wadah

yang merepresentasi sifat Ibu-Perawat yang memelihara, serta menyatakan

objek penerima isi muatan-receptacle, sebagai pembawa-tanda/jejak-imprint

bearer. Karakteristik itu menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk

arsitektural yang selalu dalam proses memutu.Kesembilan, penelitian Grounded

Theory yang mengandalkan intelektualitas serta kepekaan inderawi yang

diterangi oleh hermeneutika - intepretatif gagasan Ricouer telah menghadirkan

Teori Arsitektur Non Material/Arsitektur Tak Teraga sebagai fenomena

arsitektural yang selama ini terabaikan. Melalui penelitian Grounded telah

ditemukan Teori Formal secara meyakinkan, karena teori yang terbentuk

bersandar data dan analisis yang telah mengalami distansiasi dan apropriasi

menjadi sebentuk makna baru yang radikal yang dipertautkan secara intertekstual

dalam merajut makna baru yang lebih maknawi. Kesepuluh, teori formal yang

terbentuk merupakan hasil integrasi atas makna-makna baru yang radikal

menjadi embrio ide ―Arsitektur Panggung‖ yang dinamai ―Panggung Indonesia‖:

Khora Pesona Karya ―Arsitek‖ Soekarno. Basis ide ―Arsitektur Panggung‖ sekaligus

merepresentasi perilaku dramaturgi yang melingkupi Soekarno Muda hingga

menjadi Sang Penguasa, sehingga teori Arsitektur Non Material ini memiliki

kekhasan sebagai teori yang bersifat generik yaitu teori ―Arsitektur Panggung yang

Soekarnoestik― Ekspresi ―Arsitektur Panggung‖ mewujud berdasar akumulasi

jiwa-seni, jiwa-arsitek, ideologi yang melingkupi diri Soekarno menjadi teori

Page 238: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

238

yang eksklusif/khas sehingga tidak dimungkinkan diterapkan di setiap Aktor

Penguasa kecuali yang bersepadan dengan gejolak jiwa Soekarno.

Sungguhpun temuan teori ini sangat khas, akan tetapi strategis

peranannya karena bermanfaat sebagai gambaran awal peradaban modern di

bidang perancangan bangunan pencakar langit di Indonesia sebagai karya

arsitektur khas yang hanya dimiliki oleh Indonesia dan tidak akan ditemukan

pada karya arsitektur sejaman di mancanegara dikarenakan Soekarno

tidak/bukan meneruskan keagungan karya arsitektur yang berorientasi pada

gaya arsitektur yang telah berjaya sebelumnya seperti arsitektur klasik Barat,

arsitektur Kolonial, bahkan arsitektur vernakular Nusantara sekalipun,

melainkan menggali secara esensial keindahan serta keunggulan hal-hal yang

bernuansa mitos dari flora-fauna di masa kejayaan Jawa Kuno yang telah

terkubur sebagai misteri.

Cara demikian menjadikan karya yang ditampilkan memiliki

keterikatan emosional antara fisik arsitektural dengan kehadiran ―Arsitektur

Panggung‖ yang tergubah berselaras dengan pengutaraan Soekarno sebagai

Penggubah peradaban: ―..sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas

jang berkuasa‖ Jejak-jejak gubahan ruang politik Soekarno dalam memperteguh

homogenitas sosial melalui arsitektur yang berciri visual : spectaculer, geometric,

phallic– megah, struktural dan menjulang. Karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘

digubah bersandarkan pesona kelampauan Indonesia dalam konteks jamannya

telah memperlihatkan differensiasi atau perbedaan khas yang mengandung monad

sebagai partikel terkecil dari jiwa peradaban Jawa Kuno yang mencirikan

keabadian immaterial yang mengandung unsur fluiditas materi, elastisitas

bentuk, semangat mekanistis.Implikasi Teori Arsitektur Non Material dari

―Arsitektur Panggung‖ yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu Nasional ini

Page 239: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

239

memiliki peluang untuk diterapkan sebagai rujukan dalam perancangan

arsitektur diperuntukkan bagi perancangan bangunan yang memiliki

karakteristik serupa, antara lain perancangan arsitektur monumental dengan cara

menggubah konten/ isi pesona ke-Indonesia-an sebagai tema/lakon. Akan

tetapi kehadiran teori ―Arsitektur Panggung‖ berbasis Kawasan Tugu Nasional

bukan ditujukan untuk membuat karya pengulangan, karena kehadiran Tugu

Nasional dirancang sebagai satu-satunya di Indonesia, penanda sentral ke-Maha

Indonesia-an gubahan Soekarno.

Kehadiran teori Arsitektur Non Material ini akan menjadi panduan

kegiatan di Kawasan Tugu Nasional, antara lain; a) sebagai wacana awal

konservasi terpadu agar terselenggara keberlangsungan ikatan sakral,

emosional serta kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, b) sebagai panduan

dalam mempertahankan struktur dan keaslian arsitektural Kawasan Tugu

Nasional, c) sebagai inspirasi untuk mempersiapkan konsep manajemen

Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian integral Pemerintah Pusat karena

merupakan tetenger Kebesaran Bangsa Indonesia yang bersifat nasional, d)

sebagai pendorong penyelenggaraan ―panggung‖ bagi Sang Saka Merah

sebagai atribut kemerdekaan sesuai rancangan awalnya, yaitu di dalam Kotak

Emas di dalam gerbang Kala-Makara dengan mencari jalan keluar berkenaan

masalah keamanan, e) Disegerakannya konservasi rekaman suara Soekarno di

Ruang Kemerdekaan yang telah mengalami keausan, f) Mendorong sesegera

mungkin konservasi sosok Lidah Api Kemerdekaan yang telah mengalami

kelayuhan/degradasi baik struktur maupun pelapisan emasnya.

Ide ―Arsitektur Panggung‖ diharapkan dapat mengilhami konsep

perancangan bangunan Monumen dan Museum di Indonesia dengan merujuki

kekuatan tema serta urutan demi urutan keruangan untuk menciptakan efek

Page 240: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

240

dramatis keruangan. Tema ke-Indonesia-an yang berpuncak pada rekaman

suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan telah

menhadirkan energi suara yang bersifat immaterial memperkarya konsep

keabadian arsitektur yang selama ini merujuk pada keabadian fisik material.

kehadiran Disertasi serta Buku Lampiran ―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona

Karya‖ Arsitek‖ Soekarno diharapkan dapat menjadi basis penelitian grounded

dalam ranah penelitian arsitektur di masa mendatang.

Sadar atas pada keterbatasan untuk mengungkapkan beragam

persoalan potensial selama penelitian ini, maka perlu kiranya saya

menyarankan adanya beberapa kemungkinan penelitian lanjut. Dalam upaya

untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama arsitektur, penelitian

secara multidisiplin dan interdisiplin perlu segera dilakukan mengingat

keberadaan Tugu Nasional sebagai ―Arsitektur Panggung‖ telah mengalami

kelayuhan akibat degradasi baik secara fisik maupun pemaknaan ruangnya

akibat pergeseran ruang dan waktu. Bentuk penelitian dapat difokuskan pada

penelitian Arsitektur Material yang dilaksanakan secara menyeluruuh untuk

mengkonservasi fisik, yaitu sosok luar dan Kawasan Cawan dan Tugu, seluruh

atribut kemerdekaan, seluruh diorama, serta sosok Lidah Api Kemerdekaan

sebagai penelitian intesif untuk menjaga keutuhan struktur dan arsitekturalnya.

Demi memicu proses kreatif pada penelitian kekayaan Arsitektur

Nusantara, cara-cara yang telah dilalui dalam pembentukan teori Arsitektur Non

Material di Kawasan Tugu Nasional ini dapat menjadi rujukan, sebagai

kekuatan baru dalam meneliti Grounded Theory terkait Khora sebagai pertautan

lintas keilmuan dari Belahan Bumi Barat dan Timur yang hal-hal berbasis

metafisik. Pengungkapan konsep Khora untuk menelusuri data mefisik di

Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian Arsitektur Nusantara bukan hanya akan

Page 241: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

241

meneguhkan perolehan peradaban Indonesia di masa lampau sebagai refleksi

kekinian, akan tetapi juga akan ‗menjadi basis baru‘ kekuatan khas Timur.

Terungkapnya ide ‖Arsitektur Panggung‖ sebagai perwujudan ekspresi

kekuasaan sebagi pengetahuan tentang arsitektur yang bersifat non material

telah memperluas teori arsitektur yang semula menyandarkan ide arsitektur

material (Van de Ven, 1978). Ranah arsitektur kini dapat ditelusuri melalui

teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga yang penelusuran laras dengan

karakteristik khora sebagai proses memutu.

Proses memutu kehadiran arsitektur Tugu Nasional tidak terlepas dari peran

sentral Penguasa Soekarno dan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang

melingkupinya, sebagai pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi

sekaligus Penguasa. Menunjuk adanya power-kekuasaan sebagai pendorong

penciptaan space-keruangan berdasar knowledge kearsitekturan dan rasa seni

Soekarno, telah memperkaya wacana space-power-knowledge gagasan Michel

Foucault sekaligus memperkaya wacana hasrat kegilaan - Point de folie-Maintenant

l‘Architecture gagasan Jacques Derrida dengan kemunculan subjectivity seorang

Aktor Penguasa yang berperan sebagai ―Arsitek‖

Page 242: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

242

A Arsitektur, merupakan sintesa atas rumusan yang berasal dari budaya Romawi dan Yunani, yaitu menggambarkan pengetahuan membangun karya arsitektur yang indah serta bermakna dalam proses penciptaannya yang dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa, untuk mengungkapkan proses kehadiran fenomena karya arsitektur yang bersinggungan dengan makna yang akan berpautan dengan Khora. Arsitektur Non-Material, merupakan pengetahuan arsitektur yang menelisik cara-cara menggubah kandungan karya arsitektur fisik yang berupa ideologi Penguasa untuk diekspresikan secara poetic yaitu konstruktif dan inspiratif sehingga mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya. ―Arsitektur Panggung‖, merupakan ide arsitektur yang mem-visualkan ideologi Penguasa ke dalam karya fisik arsitektural. Artistik, kata sifat yang yang menunjuk pada sesuatu yang bagus, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia. Architectural Research Methods, merujuk Linda Groat, 2002 sebagai metode penelitian di ranah arsitektur, antara lain: a) Interpretive-Historical Research, b) Qualitative Research, c) Correlasional Research, d) Experimental and Quasi-Experimental Research, e) Simulation and Modeling Research, f) Logical Argumentation, g) Case Studies and Combined Strategies. Abstract space dan Absolute Space merujuk The Production of Space (Lefebvre: 1991: 234) berupa ruang yang terbentuk oleh Penguasa yang memiliki makna sosial (sosial space). Tampil sebagai ‗ruang politik‘ Penguasa dalam memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur yang berciri visual geometris, spectaculer, geometric, phallic - megah, struktural dan menjulang. B Batik Indonesia, merupakan karya batik sebagai gagasan Soekarno untuk mewujudkan satu bentuk karya Batik yang bukan bersandar pada salah satu etnik Indonesia. Gagasan itu dibebankan kepada pembatik muda Go Tik Swan ketika dirinya menjadi mahasiswa Sastra UI dan bekerja menyiapkan Soekarno di Istana. Pengembaraan Go Tik Swan untuk mewujudkan gagasan Soekarno telah membawanya ke jenjang kemasyhuran. Batik Indonesia digubah oleh Go Tik Swan sebagai perpaduan antara motif batik berorientasi Karaton Surakarta yang cenderung bermotif simbolik dan berwarna alamiah sogan (warna kecoklatan), menjadi multicolour sebagai ekspresi kekayaan warna batik di Nusantara. Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan. Istana Versailles di Perancis merupakan salah satu contohnya. Dalam perkembangannya desain rancangannnya dikenal sebagai gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan.

Page 243: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

243

Berdikari, konsep ber-negara yang dideklarasikan Soekarno sebagai implementasi konsep Nation and Character Building di segala ini termasuk lagu, musik, busana, nama pribadi, dan lain sebagainya untuk tidak merujuk ke ‗Barat‘. C Coding merujuk ke proses analitis di mana data dalam penelitian kuantitatif sebagai hasil kuesioner atau dalam kualitatif berupa transkrip wawancara dikategorikan. Dalam Grounded Theory, dikenal Axial Code, Selective Code D Différance (bhs. Perancis) adalah istilah rekaan Derridan untuk menyatakan tindakan menangguhkan makna yang purna (Derrida:2004) E eklektik merupakan gaya perpaduan dalam rancangan termasuk arsitektur. Perpaduan yang berpeluang menemukan kebaharuan gaya arsitektur secara khas. Gaya eklektik Soekarno berupa paduan gaya Arsitektur Modern yang dilekati ornamentik Jawa Kuno sebagai kebaharuan gaya arsitektur. G Grounded Theory merupakan satu di antara tiga pilihan strategi pada penelitian Qualitative Research a) Grounded Theory, b) Ethnography dan c) Interpretivism yang diutarakan Linda Groat merujuk pada penggagasnya, yaitu; Barney G Glaser, Anselm Strauss dan Corbin. Semula metode ini digunakan untuk memandu penelitian di ranah sosiologi. Keutamaan strategi penelitian Grounded terletak pada cara pengumpulan data secara induktif dan peluang untuk membangun sebuah teori. H Hipotesis Kerja yang dideskripsikan sebagai proposisi yang dikenal dalam metode penelitian Grounded Theory.Berperan sebagai teori subtansif yang berasal serta terkait data. Himpunan hipotesis kerja bila diintegrasikan dengan baik berpeluang menjadi sebuah konstruksi dalam pembentukan teori baru. I Indonesia menunjuk nama Negara berasal dari kata Indus artinya konstelasi bintang dan nesos bahasa Yunani artinya pulau - nusa - tanah air. Memiliki batas wilayah kekuasaan politik, militer, ekonomi, sosial budaya, dan sistem pemerintahan, serta cita-cita dan tujuan bersama yang dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meliputi 17.504 pulau menyebar di lima kepulauan besar: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Barat disebut Kepulauan Indonesia sebagai wilayah territorial (Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho: 2007). Pemakaian nama Indonesia dicatat oleh J.Th. Petrus Blumberger, 1931 sebagai penggantian nama pergerakan dari Nederlandsch-Indie menjadi Indonesia mendampingi istilah Nusantara sebagai nama biro pers di Netherland yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai Indonesische Persbureau pada1913. Secara resmi kata Indonesia resmi mendapat arti politik kenegaraan setelah Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Page 244: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

244

K Khora merujuk Derrida, 1995 sebagai konsep ruang/ide arsitektural yang dicerap yang selalu dalam proses becoming ‗mengada‘, ‗mengualitas‘, ‗memutu‘ menggambarkan representasi karya arsitektur yang semula ‗Tiada‘ menjadi ‗Ada‘. Proses becoming yang demikian bersepadan dengan karakteristik Khora sebagai ‗penyedia bagi yang hadir untuk being terkait ‗form‘. Menggambarkan sesuatu bukan yang fix, menyerupai ‗obyek‘/‘ruang‘ berupa representasi karya arsitektur. Khora berasal dari bahas Yunani sebagai ungkapan Plato yang dituliskan ke dalam Timaeus untuk menyatakan sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indera, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ‗ruang‘. Kebudayaan merujuk Soekarno, ―…Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan daripada suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖ dalam bahasa asingnja:―De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖ (Soekarno:1960). L Lifeworld (bhs. Inggris) atau Lebenswelt (bhs. Jerman) diartikan sebagai kehidupan, dapat dipahami yang diberikan alam semesta, sebuah dunia. Longue Durée merupakan cara menuliskan sejarah peristiwa jangka panjang merujuk Annales School yang dipelopori oleh Fernand Braudel tahun 1958. M Mercusuar adalah menara sebagai sumber cahaya untuk membantu navigasi kapal laut. Diadopsi sebagai kata metafor untuk menyatakan keinginan memperoleh nama dan untuk bergagah. Muncul istilah ―Arsitektur Mercusuar‖ di masa Soekarno sebagai sindiran pada sikap Soekarno untuk memperoleh nama dan bergagah melalui karya arsitektur yang megah. Metafisik, sesuatu non-material yang di luar hal fisik seperti hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya. Hal-hal metafisik bersinggungan dengan proses kehadiran karya arsitektur.

Metafora sebagai suatu majas atau gaya bahasa untuk mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis, melalui pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tertulis. Menggelar Indonesia merupakan tajuk dari film documenter penari-penari misi kesenian Indonesia ke mancanegara di masa Soekarno. Monad yaitu partikel terkecil dari jiwa seni, ditemukan oleh Leibniz, 1898 sebagai jiwa seni yang abadi bersifat abstrak /tak teraga yang dibedakan dengan atom, yaitu partikel terkecil dari molekul/benda teraga. Monad ditemukan oleh Leibniz di saat meneliti seni Baroque sekitar 1660-1760. Menunjukkan adanya fluiditas materi, elastisitas bentuk dan semangat mekanis yang bersifat keabadian pada jiwa seni melalui bentuk-bentuk lentur dari draperi.

Page 245: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

245

Monumen Nasional atau dikenal sebagai Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 142 meter yang didirikan menengarai jiwa Baru Bangsa Indonesia. Pembanguan dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah Presiden Soekarno, dan dibuka untuk umum tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai Lidah Api yang dilapisi lembaran emas. N Nation and Character Building merupakan konsep pembangunan watak bangsa Indonesia berbasis Berdikari - Berdiri di atas kaki sendiri, merupakan ideologi politik rekaan Soekarno Nawa Sanga kosmologi Bali yang memuliakan keselarasan Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos) berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga dengan delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Keselarasan Konsep penataan ruang di Bali dikenal sebagai Tri Hita Karana merupakan a sense of place yang mengandalkan arah mata angin. Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaannya yang sah. NEFO – New Emerging Forces merupakan gagasan Soekarno dalam mengelompokkan Negara-Negara yang pernah senasib mengalami sebagai Negara Koloni bangsa Eropa, antara lain Negara-Negara anggota Konferensi Asia-Afrika di Bandung. New Culture sebutan bagi karya seni di Jerman di masa kekuasaan Adolf Hitler yang berbasis National Sosialis disertai sejumlah dokumentasi patung realis, karya arsitektur, situs Hitler, arsitektur vernakular yang dinamai Art of The Third Reic P Paranoid regime of sign sebagai tanda kegilaan yang dilakukan Penguasa seperti yang dilakukan Dalang / puppeteer terhadap bonekanya merujuk Deleuze, 2007 Panggung merujuk bahasa Jawa: jejeraning wayang tempat Dalang memainkan tokoh wayang. Berakar kata gung -gedhe-besar. Terjadi nasalisasi setelah diberi awalan pa menjadi pa-agung-an atau panggonan sing agung - tempat yang agung atau ―panggung‖. Sebagai ‗ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung‘ yang meninggalkan difference - jejak sesuai jamannya, sehingga makna ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa lalu kemungkinan berbeda di kekinian maupun esok terkait lakon yang dipertautkan. Pergeseran itu tidak merubah esensi ―panggung‖ sebagai ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa Panggung juga berarti pentas, platform, stan, teater, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang, sasana. Pembentukan teori/memoing merupakan proses akhir dari seluruh rangkaian penelitian Grounded Theory setelah melampaui empat tahap. Pertama, membandingkan dengan teori yang gayut - comparing incidents applicable to each category. Kedua, mengintegrasikan hasil analisis-integrating categories and their properties. Ketiga, membatasi teori-delimiting the theory, dan Keempat, menuliskan teori - writing theory.

Page 246: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

246

Pledoi Indonesia Menggugat merupakan naskah pembelaan Soekarno pada tahun 1930 di Bandung. Naskah pledoi tersebut menyerupai sebuah naskah akademik yang merujuk beragam pustaka. Melalui pledoi tersebut Soekarno divonis bebas. Dalam penelitian ini, pledoi Indonesia Menggugat merupakan ―Panggung Indonesia‖ yang pertama bagi Soekarno. Poetic yaitu sifat konstruktif dan inspiratif dalam menggubah karya sehingga mampu mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya. Performance arts diterjemahkan sebagai seni pertunjukan, antara lain teater, musik, dan tari, yang berbeda dengan seni rupa. Dalam seni pertunjukan tubuh , wajah , suara, tampil sebagai media. Sedangkan seni rupa menggunakan bahan-bahan seperti; tanah liat , logam atau cat yang dapat dibentuk atau diubah menjadi obyek seni . Istilah "seni pertunjukan" pertama kali muncul dalam bahasa Inggris pada tahun 1711. Presence, adalah kehadiran langsung. Dalam presence sekaligus terdapat absence, yaitu sesuatu yang tidak hadir sebagai metafisika kehadiran merujuk Of Grammatology (Derrida:1982:49). Metafisika kehadiran merupakan dekonstruksi logosentrisme, sistem metafisik yang mengandaikan adanya logos atau kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di permukaan atau di dunia fenomena. Suatu makna tidak pernah ‗hadir‘ kecuali dalam intertekstualitas tanda. Proyek Mercusuar, kehadiran karya ‗Arsitektur Mercusuar‘ dipandang sebagai peristiwa unik yang dibangun sekitar 1960-an di koridor Kebayoran Baru-Thamrin di saat kota Jakarta masih relatif lapang. Jajaran bangunan modern bertingkat tinggi dengan beragam bentuk unik itu menyerupai sebuah ‗pentas‘ yang menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta yang meluas ke seluruh negeri Penelitian Kuantitatif sebagai metode untuk mem-verifikasi suatu ‗hipotesis‘ secara hypothetico-deductive yaitu menganalisis persoalan melalui taksonomi, klasifikasi, parameter, variabel serta pencarian hubungan kausal-efek. Menekankan proses empirik dalam mem-justifikasi tesis serta proposisi dengan alat sebagai instrumen proses pencarian dan pembuktiannya.Penelitian Kualitatif/Interpretif digunakan untuk mengungkap fenomena diibaratkan sebagai puncak gunung es bagi ‗persoalan‘ sosial-kultural, termasuk arsitektur untuk mendapatkan pengetahuan dari tangan pertama- firsthand knowledge dan Peneliti sebagai instrumennya. S Space-power-knowledge wacana Michel Foucault untuk menyatakan adanya ruang yang tercipta akibat kekuasaan dan pengetahuan yang melingkupinya. Dalam ranah arsitektur, dimaknai sebagai karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan. Spatial Archetype diterjemahkan sebagai arketipe keruangan, terdiri atas enam tipe gagasan yang dikembangkan oleh Mimi Lobell. Teori ini diilhami oleh teori archetype oleh Carl Gustav Jung, yang menenggarai adanya ingatan kolektif berupa citra kepurbaan dalam alam bawah sadar manusia.

Page 247: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

247

S o e k a r n o Seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia sebagai Presiden Pertama. Dalam penelitian ini penulisan namanya tetap menggunakan ejaan S o e k a r n o (yang dibaca: Sukarno) berdasar fakta sejarah. Dalam otobiografi Cindy Adams: 2000: 38) mengutarakan:

Waktu di sekolah tanda-tanganku dieja Soekarno – menurut ejaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka aku menginstruksikan supaya segala ejaan ―OE‖ kembali ke ―U‖.Ejaan dari perkataan Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengubah tanda-tangan sudah berumur 50 tahun, jadi kalau aku sendiri menulis tanda-tanganku, aku masih menulis S-O-E.

Soekarno lahir di Surabaya hari Kamis Pon pada 6 Juni 1901 dengan nama Koesno. Bergelar ingeneuer dari TH-Bandoeng kini ITB Bandung pada 1926. Sempat berprofesi sebagai Arsitek sekaligus Politisi yang mengalami resiko sebagai orang buangan. Mewariskan sejumlah karya berupa teks pidato, naskah sandiwara tonil, jargon, sketsa, karikatur, lukisan, puisi, buku, karya arsitektur dan furnitur. Ketika menjadi Presiden menggubah karya ‗Arsitektur Mercusuar‘, misi seni pertunjukan tari ‗Menggelar Indonesia‘ ke mancanegara (Lindsay: 2010) bahkan terciptanya ‗Batik Indonesia‘ (yang bernuansa Nation and Character Building. Gelegak hasrat dalam mewujudkannya menunjukkan peran ―Arsitek‖ sekaligus Dalang yang divisualkan berupa urutan keruangan selayaknya pertunjukan drama, sehingga dikatakan ―Arsitektur Panggung‖. Dimetaforakan ―Panggung Indonesia‖di Tugu Nasional sebagai ‗presence‘ dari Soekarno melalui rekaman suaranya membacakan Teks Proklamasi sebagai metafisika kehadiran, merepresentasi teritori ke-Indonesia-an dan keabadian ruang immaterial. Spectre merujuk Derrida, semacam ‗kehadiran kembali‘ sesuatu yang telah tiada sebagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk pengetahuan yang telah ‗tumbang‘ atau ‗kalah‘ namun ruh/semangatnya masih bergentayangan seperti Marxism T Teori formal adalah teori yang disusun secara konsepsual dalam suatu ilmu pengetahuan tertentu. Teori formal diperoleh melalui perbandingan beragam kasus subtantif. Teori Formal merupakan teori hasil dari penelitian Grounded Theory. Pembentukannya diperoleh berdasar himpunan intepretasi/ kesimpulan yang telah melalui analisis komparatif, melalui kriteria; metode, relevansi, kecocokan-fit (valid), serta dapat dimodifikasi/ dikendalikan. Sementara itu Teori subtansif sebagai teori yang dikembangkan untuk keperluan subtantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, disebut hipotesis kerja. Teori subtantif diperoleh melalui perbandingan antar kelompok Kedua teori itu diperoleh berdasarkan data penelitian. Peranan teori subtantif membantu reformulasi teori yang sudah ada sebagai penghubung strategis dalam memformulasikan dan menyusun teori formal atas dasar data. TH-Bandung singkatan Technische Hogeschool (TH) sekarang ITB Bandung didirikan dan diresmikan oleh pemerintah Belanda pada 3 Juli 1920, dan meluluskan sarjana untuk pertama kali pada 1 Juli 1924. Pada 3 Juli 1926 lulusan pertama insinyur Indonesia, satu diantaranya Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama.

Page 248: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

248

Adams, Cindy. Sukarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York: Indiana Polis, 1965

Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Cet 6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000

Adam, Peter. Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc. 1995 Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa.

Disertasi.Program Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press, 1964

Alexander, Christopher. A Pattern Languange: Towns-Buildings – Construction. New York: Oxford University Press, 1997

Alexander, Christopher. The Timeless Way of Building.New York: Oxford University Press, 1999

Anderson, Benedict. Imagined communities: Reflection on the Origin and Spread of Nationalism.London: Verso, 1991

Antoniades, Anthony C. Poetic of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990 Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek : Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota,

Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu, 2005

Bachelard, Gaston (transl.) French by Maria Jolas. The Poetics of Space. Boston: Beacon Press.1958

Banks, Marcus. Visual Methods in Social Research.London: Sage Publication, 2006 Barilli, Renato (transl.) Pinkus, Karen E. A Course on Aestethics. Minneapolis London :

University of Minnesota Press. 1993 Barliana, M Syaom dan Cahyani, Diah. Arsitektur, Kekuasaan & Nasionalitas. Bandung:

Metatekstur, 2011 Batmomolin, Lukas (ed). Bung Karno. Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Flores: Penerbit

Nusa Indah, 2001 Bochenski, J.M.The Methods of ContemporaryThought. New York: Harper Torchbooks, 1968 Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity

Press 1990, Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli:

Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000 Creswell, John. Research Design. Qualitative & Quantitative Approaches. Sage Publications, Inc,

1994 Damais, Soedarmadji JH (ed). Bung Kamo & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Kamo, 1979 Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan

Eropa. Djakarta: Rafica, 1956 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni. Deleuze, Gilles. (Transl.) Lester, Mark & Stivale, Charles. The Logic of Sense. New York:

Columbia University Press. 1990

Page 249: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

249

Deleuze, Gilles. (Transl.).Patton, Paul. Difference And Repetition. New York : Columbia University Press.1994

Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007

Deleuze, Gilles.(Ed)Holland, Eugene-Smith Daniel-Stivale, Charles.Image and Text. London: Continuu.2009

Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982

Derrida, Jacques. From Spectres of Marx. What is Ideology? In Specters of Marx, the state of the debt, the Work of Mourning, & the New International, translated by Peggy Kamuf, Routledge. 1994.

Derrida, Jacques.On The Name. California: Stanford University Press,1995 Derrida, Jacques (transl). Dekonstruksi Spiritual: Merayakan Ragam Wajah Spiritual.

Yogyakarta: Jalasutra, 2002 Derrida, Jacques.(transl.) Bass, Allan. Writing and Difference.London and New York:

Routledge.2004 Derrida,Jacques. Point de folie — maintenant l'architecture, 27 Avril 2009 Djatiprambudi, Djuli. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar

Utomo, 2001 Dufrenne, Mikel. (transl. By) Casey, Edwards, Anderson, Albert, Domingo, Willis and

Jacobson, Leon.The Phenomenology of Aesthetic Experience. Evanston:Northwestern University Press. 1973

Dufrenne, Mikel (et. Al). Aesthetics and The Scienes of Art Today. Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapre:

Periplus.1990 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak.2005 Foucault, Michel (transl) Smith, AM Sheridan. Archaelogy of Knowlegde. London and New

York: Routledge, 2002 Foucault, Michel (transl) Sheridan, Alan.Dicipline and Punish. The Birth of the Prison. New

York: Penguin Books. 1975 Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books.

1984 Freud, Sigmund. Jokes and Their Relation to the unconsious.New York: Penguin Books.1976 Gasche. Rodolphe. Inventions of Diffrence On Jacques Derrida. Cambridge: Harvard University

Press Giebels, Lambert. Soekarno Biografi 1901– 1950. Jakarta: PT Grasindo, 2001 Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom:Penguin Books, 1972 Geertz, Clifford. Negara Teater, Kerajaan-Kerajaan di Bali abad Kesembilan Belas. Yogyakarta :

Yayasan Bentang Budaya, 2000 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for

Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010 Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and

The People‘s Republic of China. London: Collins Harvill, 1990 Goffman, Erving. Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday Anchor Books.

1959

Page 250: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

250

Gray, Carole & Prairi, Ian. ‘Artistic‘ Research Prosedure: Research at the Edge of Chaos? Scotland: The Robert Gordon University, 1995

Groat, Linda & Wang, David. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002

Hasan, Asikin (ed).Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam. 2001

Hays, Michael (ed).Architecture Theory Since 1968. Cambridge: MIT Press.2000 Hays, Michael.Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press.2010 Harjoko, Triatno Yudo. Urban Kampung. Its Genesis and Transformation into Metropolis, with

particular reference to Penggilingan in Jakarta.Canberra: VDM Verlag Dr. Muller Aktiengesellshaft.2003

Harrison, Charles and Wood, Paul (ed). Art in Theory 1900-1990. An Anthology of Changing Ideas.Ofxord UK & Cambridge USA: Blackwell.1993

Harsono, Ganis. Cakrawala Politik Era Sukarno.Jakarta:Yayasan Idayu, 1985 Heidegger, Martin,"Building Dwelling Thinking" as it appeared in Poetry, Language, Thought trans.

Alfred Hofstadter. New York: Harper and Row, 1971 Heidegger, Martin ,(Transl. McNeill, William). The Concept of Time. Massachussetts : Blackell

Publishers Ltd. 1992 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press.2005 Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (Terj). Bandung: Masyarakat Seni

Pertunjukan Indonesia.2000 Ikatan Arsitek Indonesia. Gedung MPR/DPR- RI, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarrta:

Badan Sinfar IAI, 1995 ITB Bandung. Peringatan 100 Tahun Bung Karno. Seminar dan Pameran Revitalisasi Tata Nilai

Kebangsaan Yang Dirintis Bung Karno, Aula Barat dan Timur ITB, 1-3 Juni 2001 Jakarta Metropolitian City Government. Jakarta Insight 50 Years of City Planning and

Development. Jakarta: Pemda DKI. 1995 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago:

The University of Chicago Press.2001 Jung, Carl Gustav.(Transl.) Hull, RFC. Four Archetypes: Mother, Rebirth, Spirit, Trickster.

London: Routledge.1972 Krell, David Farrel. Archeticture. Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State

University of New York Press. 1997 Kusno, Abidin. Behind the Postcolonial: Architecture, urban space and political cultures in

Indonesia.New York: Rouledge, 2000 Kostof, Spiro. The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History.

London:Thames and Hudson. 1991 Lacan, Jacques. (Transl.) Sheridan, Alan.Écrits.London and New York: Routledge .1989 Lahusen, Thomas Lahusen and Dobrenko, Evgeny (ed). Socialist Realism Without Shores.

London: Duke University Press.1997 Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997 Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture &

Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012 Lincourt, Michel. In Search of Elegance.Towards an Architecture of Satisfaction. London: McGill-

Queen‘s University Press. 1999

Page 251: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

251

Lobell, Mimi. Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.

Locke Karen. Grounded Theory in Management Research. London: Sage Publication, 2007 Lubis, Firman. Jakarta 1960-an. Kenangan Semasa Mahasiswa. Jakarta: Masup Jakarta.2008 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum an Analysis of the Inherent

Political and [email protected]. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art, Archaelogy Anistoriton

Messias dan ANRI. Revolusi Belum Selesai.Kumpulan Pidato Presiden Soekarno.30 September 1965 – Pelengkap Nawasara Jilid 1 dan 2. Semarang: Messias. 2003

Michalski, Sergiusz.Public Monument. London: Reaktion Books Ltd. 1998 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963.

Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 Moleong, Lexy K.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010. Morgan, Morris Hycky.Vitruvius.The Ten Books on Architecture. New York: Dover

Publications Inc.1914 Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997 Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural

Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996 Nietzsche, Friedrich.(Transl.) Kaufmann,Walter and Hollingdale, R.J. The Will to Power.

New York: Vintage Books Edition. September 1968 Philpott, Simon. Rethinking Indonesia. Postcolonial Theory, Authoritarianism and Identity.New

York: ST Martin‘s Press LLC.2000 Permanasari, Eka. Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Sukarno‘s

Monument‘s And Public Places in Jakarta. Dissertation of Architecture Department of Melbourne University of Melbourne, 2007

Perez, Alberto-Gomez, and Parcell Stephen (ed).Chora1,2,3: Intervals in The Philosophy of Architecture.London: Mc Gill Queen‘s University Press,1994

Pevsner, Nikolaus.A History of Building Types. London: Princeton University Press. 1976 Plato (Transl). The Republic Of Plato: Second Edition. United States of America : BasicBooks

A Division of Harper Collins Publisher. 1991 Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK

dan Gramedia, 2003 Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno.

Jakarta:Grasindo.2001 Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota.

Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995 Ricouer, Paul. Thompson, John B (ed). Paul Ricouer Hermeneutics and the human sciences. Essays

on language, action and interpretation. Cambridge: Cambridge University Press.1983 Rose, Gillian.Visual Methodologies. An introduction to the Intepretation of Visual Materials.

London:SAGE Publications Ltd, 2006 Sadikin, Ali. Buku Catatan Gubernur H Ali Sadikin. Jakarta: Pemda DKI Jakarta, 1977 Saelan, Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.

Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001 Salam, Solichin. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966 Salam, Solichin.Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta:Dela Rohita, 1979 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981

Page 252: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

252

Salam, Solichin. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka, 1981 Salam, Solichin. Roosseno Manusia Beton. Jakarta: Kuning Mas, 1987 Salam, Solichin. Tugu Monas dan Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989 Saleh (ed). Mahabarata. Djakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1958 Santoso, Jo. Arsitektur-Kota Jawa. Kosmos, Kultur & Kuasa. Jakarta: Centropolis-Magister

Teknik Perencanaan Univ Tarumanagara, 2008 Setiadi, Bram(ed). Raja Di Alam Republik. Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII.

Jakarta:PT Bina Reka Pariwara, 2001 Setiyanto, Agus. Bung Karno, Maestro Monte Carlo.Kumpulan Naskah Drama Bung Karno Selama

Pengasingan di Bengkulu. Yogyakarta: Ombak, 2006 Strathern, Paul.(Terj). Socrates, Plato, Aristoteles in 90 Minutes. Jakarta: Erlangga. 1996 Sutrisno, FX Mudji. Estetika. Filsafat Keindahan.Yogyakarta: Kanisius. 1993 Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga

Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial

Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung, 1989 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama dan Kedua. Jakarta: Penerbit DBR, 1965 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko

Gunung Agung Tbk, 2001 Soekarno. Salinan 7 Naskah-Naskah Tonil Soekarno di Ende: 1) Rahasia Gelimutu, (2) Rendo, (3)

Julagubi, (4) Dokter Syaitan, (5) Aero Dinamit, (6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, (7) Anak Haram Djadah , (8) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (9) Chungking-Djakarta, (10) Koetkoetbi, (11) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (12) Hantoe Goenoeng Boengkoek.

Strauss, Anselm L. Qualitative Analysis For Social Scientists. Cambridge: Cambridge University Press. 1987

Strauss, Anselm L. Basics of Qualitative Research. Grounded Theory Procedurs and Techniques. California: Sage Publications.1990

Soeharto R. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung, 1984 Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian

Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010

Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimensions of House Shapes in Kota Gede and Surroundings. Dissertation of University of California at Berkeley, 1983

Tjahjono,Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002

Tschumi, Bernard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press. 1999 Tuan, Fu Yi. Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of

Minnessota.1977 Vitruvius. (Transl.) Morgan, Morris Hicky. The Ten Books of Architecture. New York: Dover,

1960 Ven, Cornelis Van de.Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of

the modern movements.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit PT Gramedia.1988

Page 253: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

253

Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pantjang Pertama Untuk Stadion Utama Asian Games, Senajan, Kebajoran Baru, Djakarta 8 Februari 1960

Soekarno. Pidato Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960

Soekarno.Pidato Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960

Soekarno.Pidato Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961

Soekarno.Pidato Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961

Soekarno, Address by H.E.President at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square,Djakarta,17thAug 1961

Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961 Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Gedung PMI di Djalan Kramat Raja, Djakarta 29

Djanuari 1962 Soekarno.Pidato Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada

Tanggal 22 Djuni 1962 Soekarno.Message By President At The Opening of The Main Stadium in Senajan, Djakarta, July,21

st, 1962 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962 Soekarno.Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Departement Store‘Sarinah‖ di Djalan Thamrin,

Djakarta, 23 April 1963 Soekarno.Addres by HE President at The Opening of The Preparatory Conference of The Games of The

New Emerging Forces (GANEFO) in Hotel Indonesia, Djakarta, 27 April 1963 Soekarno.Pidato Peresmian ‗Monument Irian Barat‖ di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus

1963 Soekarno.Amanat Peresmian ―Patung Pahlawan‖ di Prapatan Menteng, Djakarta, 24 Djuni 1964 Soekarno.Pidato Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung ―Wisma Nusantara‖ di Djalan

Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964 Soekarno. Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9

September 1964 Soekarno. Pidato Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta,

16 Agustus 1964 Soekarno.Amanat Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965 Soekarno.Amanat Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Pada Tanggal 19 April 1965 Soekarno. Amanat Peletakan Batu Pertama Gedung Veteran di Djalan Gatot Subroto, Djakarta 9

Djuni 1965

Page 254: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

254

Yuke Ardhiati, Semarang 19 Juni 1963. Arsitek Profesional IAI, Peneliti dan Pengajar Tetap di Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti. Memperoleh gelar Insinyur-Arsitek dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,1987 dan Magister Teknik dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Kebijakan di ITB Bandung, 2001. Doktor Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004 dengan Disertasi: Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926 - 1965. Sebuah Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Tahun 2013, memperoleh gelar Doktor Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan tajuk ‖Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya Soekarno 1960-an. Pengurus Pusat MSI – Masyarakat Sejarawan Indonesia dan anggota Tim Penasehat Gubernur Pemprov DKI Jakarta, yang bergiat dalam konservasi bangunan cagar budaya. Email: [email protected], mobile: 0811800075

2003 Suara Anak Bangsa:Menyongsong Fajar Tanah Air. Penerbit ITB 2003 Arsitektur,Interior, Kria Dan Konstruksi Sosial Teknologi ANT – Actor Network of Technology. HUT Ikatan Arsitek Indonesia ke- 44 2005 Sistim Ekonomi Pada Demokrasi Terpimpin untuk Buku 60 Tahun NKRI Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi. Departemen Kominfo RI 2005 Bung Karno Sang Arsitek, Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria,Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Depok: Komunitas Bambu 2005 Novel Serial Ukel Konde Selebriti Marginal. Rajagrafindo Pers, Jakarta 2007 Demokrasi Terpimpin. Sejarah Nasional Indonesia Edisi Revisi. Balai Pustaka 2010 Life Diorama Sukarno dalam Karya Edhi Sunarso di Jakarta dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang, Yogyakarta: Hasta Kreatifa Manunggal 2010 Momen Estetik 9 Windu Edi Sedyawati. Denpasar: Widya Dharma 2010 Khora: Momen Estetik dalam Peradaban. ‗Jeda‘ antara Arsitek dan Arkeolog. Denpasar: Pustaka Larasan 2012 Indonesia Dalam Arus Serajah. Tim Penulis. Jakarta: Raja Grafindo

2013 ―Khora as a New Method in Art And Architecture Field‖ .International Journal of Philosophy and Social Sciences (IJPSS) on September 2013 ―Arsitektur Panggung‖ jurnal ―Panggung‖ ISTI Bandung 2012 ―The National Monument in Indonesia‖ : The Visual Art in Sacred Space. nternational Journal of Literature and Art Studies in the issue no.9 2012 ―Kajian Artistik Lidah Api Kemerdekaan di Tugu Nasional‖. Jurnal Kalpataru

Page 255: Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5

255

2005 Soekarno Roles in the Architecture Growth in Indonesia At the Early Independence to the Beginning of the New Order Era, Seminar International Universitas Trisakti, Jakarta, 5 Desember 2005

2006 Soekarno‗s Nation and Character Building And It‘s Roles in Architecture in Indonesia, International Conference. Nation, City, Place:Re-thinking Nationalism, Melbourne, Australia,14-16 July 2006

2006 Solo City Beautifying Concept: ‗The City as Art Performances‘, International Seminar & Workshop on Urban Culture, Arte-Polis: Creative Culture and the Making of Place,Bandung 21-23 July 2006

2007 Menguak Sejarah Sebuah Bangsa Besar Melalui Diorama Kajian Teknik – Estetik Diorama Monumen Nasional.Seminar Penyempurnaan Diorama Monumen Nasional, Istana Bogor, 22-23 Maret 2007

2007 City Beautification Concept Case Study:‗A Small Beautiful Market as a Collaboration between Architects and Artist in Bantul Yogyakarta, International Seminar 20Th UII Yogyakarta in 9 June, 2007

2009 Indonesian Women‘s Architect: Dreaming, Reality or Taboo? Case of Study : Artifact, Novel and Intellectual Degree International Symposium On Cultural Studies Master and Doctoral Progam, Cultural Studies Udayana University―Exploring Cultural Studies, Implementing Emancipations‖ Denpasar, 27-28 Agustus 2009

2009 Mandala Concept in The Muslim And Javanese Vis a Vis, NURI International Conference, Architecture Departement of Faculty of Technolgy of Diponegoro University, Semarang

2010 Soekarno's Architectural Style:Reflecting the Sustainability of Civilization through Exploring The Mother's of Nature, Doctoral Student Internatonal Conference APRU-11, Depok, July, 2010

2010 Monumen Puitik dalam ―Panggung Indonesia‖ Diskusi Seni Patung, Monumen, Ruang Publik dalam Pameran Tunggal Seni Patung &

Peluncuran Buku Edhi Sunarso 14-29 Agustus 2010 di Jakarta 2012 Smart Living with Arts in Salihara‘s. Artepolis 4 ITB Bandung, 2012 2012 A Pair of Indonesian Artifacts as History Witness :

―Rumah Proklamasi‖ And ―Tugu Nasional‖. International Asian Historian – IAHA 22 at Solo City, Central Java.

2012 City As An 'Outdoor Museum': Jakarta Main Road‘ In The 1988s At International Seminar On Place Making And Identity (Placid): Rethinking Urban, 26-27 September 2012, Jakarta 2012 ‗Cantik‗ as ―Architecture Stage‖ in Islamic Contemporary. Sub Theme: Architecture, Art

And Culture on Symphora - SIMPOSIUM NUSANTARA-9, 11 & 12 December 2012, UTM- Perak, Malaysia

2012 ―Learning From Javanese Ancestor‖. Sub Theme: Culture on iNTA 2012 4th International Network for Tropical Architecture Conference, School of Design and Environment National University of Singapore