Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5
-
Upload
edi-suryadi -
Category
Documents
-
view
530 -
download
19
Transcript of Yuke-buku Final-panggung Indonesia a5
1
2
Sebuah karya yang diangkat dari Disertasi kembali saya persembahkan mendampingi yang pertama: Bung Karno Sang Arsitek. Kali ini, bertajuk Bung Karno dalam ―Panggung Indonesia‖. Keduanya merupakan ‗setangkup karya‘ tentang penggal kehidupan Soekarno yang saling melengkapi, yang Pertama sebagai pengungkap jati diri Soekarno yang diliputi mentalite arsitek karena cenderung merancang apapun yang bersinggungan dengannya, dan yang ini mengungkap cara Soekarno menafsirkan sense of spatial - perasaan keruangan ‗Projek Mercusuar‘ sebagai Nation Pride era 1960-an.
Ucap kemuliaan bagi Cahaya di atas Cahaya Allah SWT yang telah
menghadirkan sosok-sosok inspiring, terutama sosok Soekarno, dan para guru-guru yang membawa pencerahan. Terimakasih kepada Promotor dan Kopromotor Prof. Gunawan Tjahjono, Prof. Mudji Sutrisno, dan Dr. Donny Gahral Adian. Juga kepada Prof. Yusuf Affendi dan Prof. Dr. Mohammad Danisworo. Jajaran Pengajar dan Penguji di program Doktor Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Keluarga Arsitek Soedarsono, Keluarga Empu Ageng Edhi Sunarso, Keluarga Arsitek F Silaban. Kepada Tim Mahasiswa Arsitek ITB Pemenang Ketiga Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua, Ibu Dotty Siti Utamini, Ir. Sjaiful Arifin, dan Ir. Noersjaidi M Koesoemo. Kepada Yayasan Bung Karno,. Sekretariat Negara RI, Pimpinan Istana Tampak Siring, Pimpinan Istana Hing Puri Bima Sakti, Pimpinan Tugu Nasional. Sejawat Tim Penasehat Gubernur untuk bidang Pemugaran, Bapak Han Awal serta sejawat di Universitas Trisakti. Tak lupa, untuk Ibunda Prof. Dr. Toeti Herati Roosseno yang telah mengirimkan buket indah dan pustaka Roosseno Manusia Beton, Ibunda Ratu Edi Sedyawati yang selalu menginspirasi.
Yang terkasih Kangmas Asikin Hasan, Kangmas Setyo Sudhiharto, Kangmas Mulyo Artono dan Ayunda Dhanie Saraswati serta Keluarga Besar Eyang Soerobo, dan Mbak Tipluk Suyati.
Buku karya ini terwujud atas kebaikan budi dari: Bapak Ir. Anton Suhardianto, MT Direktur Utama PT Perentjana Djaja Konsultan, Bapak Widarko dan Rajah Indrajana PT Wahanacipta Bangunwisma, Om Permadi, SH, Ir. Ummie PT Mutiara Wiyatadarma Consultant, Dr. Linda Tondobala PT Soilex Sulut Lestari, Dr. Tutut dari Undip, Mas Bundi Nugroho and partner, dan tentu sejumlah Pribadi Mulia yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Di sebuah ‗Rong Dialogis‘ di Jakarta, September 2013
3
H a l a m a n J u d u l 1 Ucapan Kesyukuran 2 Dari Sang Promotor 3 D a f t a r I s i 4 P R O L O G 5 BABAK PEMBUKA TELAAH PUSTAKA MENDAHULUI KARYA INI 18 BABAK 1 BUNG KARNO DAN ‗PROJEK MERCUSUAR‘ 55 BABAK 2 KARYA BUNG KARNO DI KAWASAN TUGU NASIONAL 87 BABAK 3 KARYA ―ARSITEKTUR PANGGUNG‖ 120 BABAK 4 BUNG KARNO dalam ―PANGGUNG INDONESIA‖ 199 BABAK 5 ―ARSITEKTUR PANGGUNG SOEKARNOESTIK‖ 255 GLOSARIUM 259 DAFTAR PUSTAKA 263 BIOGRAFI PENULIS 273
4
Naskah ini disajikan kembali sesuai yang dibacakan pada Sidang Terbuka Ujian Doktor Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Indonesia DOKTOR Yuke Ardhiati, Anda adalah Doktor pertama Program Doktor Arsitektur Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Anda juga adalah Doktor pertama dan, sangat mungkin, terakhir yang dibimbing saya selaku Promotor di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Namun anda adalah Doktor kedua di Universitas Indonesia yang telah berhasil dibimbing saya sebagai promotor di Kampus UI. Gelar doktor ini adalah yang kedua anda peroleh di Universitas Indonesia. Sungguh suatu catatan tersendiri baik dalam pengalaman hidup anda maupun dalam sejarah Departemen Arsitektur FTUI. Saya tahu betapa ulet anda selama menempuh pendidikan Doktoral di Departemen Arsitektur ini. Anda memiliki tekad yang sangat kuat dan keinginan belajar yang amat teruji. Meski anda telah mendapat gelar Doktor dari Fakultas Sastra, sekarang Fakultas Ilmu Budaya di UI, anda memerlukan gelar tertinggi di bidang Arsitektur demi karir di bidang pendidikan tinggi. Semangat demikian seakan seirama dengan tokoh yang anda angkat dalam disertasi. Sungguh suatu pencapaian kehidupan. Jerih upaya ini pantas anda petik di saat acara ini digelar. Bagaikan suatu pentas kehidupan, di sini panggung bersiap bagi anda! Dua hari yang lalu panggung Galeri Nasional mementaskan pameran Emerging Architecture 1.0 dengan tema Ruang Dari, Di, dan Ke. Saat ini anda mengalami ruang Di, sebelumnya anda masih bergelut di ruang Dari yang peristiwanya hanya anda yang tahu dengan pasti. Di, hanya sekejab, dan anda segera dari ruang Di menjelang ruang Ke. Tiada seorang pun akan tahu dengan pasti apa yang menjelang. Barangkali di sini pula Khora mendapatkan pemahaman lain. Saya yakin anda akan senantiasa melangkah dengan pasti menghadapi ruang dan waktu yang menjelang. Hamparan itu kini terbuka bagi anda. Di sini akan bermula suatu lembaran baru kehidupan. Pencapaian anda itu titik mula baru bagi kehidupan dunia akademik, bukan titik akhir. Terima kasih kepada anda yang mau dan berani memilih saya sebagai promotor. Itu berarti anda berani memasuki ruang yang senantiasa meragukan, diragukan, dan teragukan demi mencapai pengetahuan. Kini atribut itu telah menjadi bagian Dari, yang memasuki ruang dan waktu yang sudah berlalu. Hubungan akademik antara pembimbing dan yang dibimbing itu sesungguhnya tidak kenal derajat. Dalam kesetaraan ini pula hubungan kita berlanjut. Saya hanya dapat mengucapkan Selamat kepada anda untuk menjelang asa anda. Selamat Doktor Yuke Ardhiati!
Depok, 18 Desember 2012 Gunawan Tjahjono
Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia
5
Karya ini diangkat dari Disertasi di ranah arsitektur. Untuk memumpun pembaca secara luas, akan disinggung peristilahan terkait kearsitekturan, yaitu arsitektur, khora pesona,―Panggung Indonesia‖ sebagai konsep terintegrasi, sebagai pemutakhiran pengertian arsitektur yang selalu berproses Karya ini, saya harapkan mengisi kemandegan pemikiran dalam arsitektur,
meski masih teramat jauh untuk menyumbang sebagai pencerahan. Dan, agar
supaya karya berbasis disertasi ini diminati oleh masyarakat luas, perlu diawali
peristilahan kearsitekturan; arsitektur, khora pesona,―Panggung Indonesia‖ sebagai
konsep terintegrasi, sebagai upaya pemutakhiran pengertian arsitektur yang
selalu berproses sejak Empu Ageng Vitruvius hingga pakar kekinian yang
menganggap pentingnya makna dalam kehadiran arsitektur. Untuk perluasan
itu, saya merujuk pengertian arsitektur sebagai perpaduan rumusan dari budaya
Romawi dan Yunani, bahwa arsitektur itu sebagai pengetahuan membangun karya
arsitektur yang indah (secara fisik dan visual), yang dalam proses penciptaannya terkait
ruang-tempat-waktu-peristiwa yang bersinggungan makna terkait khora (dalam proses
penciptaan rancangannya). Khora bukanlah istilah baru, Plato menyebutnya saat ia
menggambarkan proses mengualitas dari ‗sesuatu‘ (Timaeaus Plato: 360 BC).
Khora/Chora, telah dibaca secara kritis dibingkai kesementaraan/dekonstruksi
oleh Derrida dalam On the Name (Derrida: 1995:89).
Berbasis itu, khora saya rujuk sebagai pengertian baru untuk
menyatakan proses memutu kehadiran karya arsitektur menjadi form/bentuk. Dus,
khora untuk menggambarkan representasi makna atas karya yang semula
‗Tiada‘ menjadi ‗Ada‘. Khora juga menggambarkan penyedia bagi yang hadir untuk
being terkait form. Khora menggambarkan ‗sesuatu‘ bukan yang fix menyerupai
‗objek‘/‘ruang‘ melainkan sesuatu yang representasi karya arsitektur, dan yang
diulik antara lain proses kehadiran maknawi objek arsitektur yang ditelusur
bersandar khora, sehingga memposisikan khora menyerupai metode
penggambaran ide form/bentuk arsitektur yang mendahului karya material.
6
Sebelumnya, telah digelar teori baru ―Arsitektur Panggung‖ teori arsitektur
non-material melalui disertasi yang teruji di hadapan publik akademisi. Sebagai
konsekuensinya teori ruang Space in Architecture (Van Ven:1978) yang dirujuki
sejak 1980-an memperoleh sandingan, melengkapi teori arsitektur fisik
material yang diajarkannya. Basis teori ―Arsitektur Panggung‖ merujuk
pengertian khora sebagai ide/konsep bentuk arsitektural dalam proses memutu – nya
yang memiliki sifat-sifat ‗menampung‘/mewadahi seperti halnya rahim Ibu.
Bentuk ‗menampung‘ sedemikian itu menyerupai esensi ―panggung‖ sebagai
ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung, yang
meninggalkan difference-jejak sesuai jaman sekaligus mitos serta moda
komunikasi sebagaimana uraian Mythtologies (Barthes:1957:109). Tersebab, jejak
yang sesuai jaman itulah menjadikan makna ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa
lalu kemungkinan berbeda di kekinian, maupun esok terkait lakon. Pergeseran
maknawi-nya tidak mengubah esensi ―panggung‖ yang menggelar kehadiran
lakon dan peristiwa secara langsung. Di keseharian ―panggung‖ memperoleh Dengan demikian pembahasan khora melalui karya ini, telah memperluas rumusan arsitektur sebagai pengetahuan perpaduan budaya Romawi dan Yunani, yaitu rumusan arsitektur planimetrik yang terkait makna.
kedudukan sentral penampilan lakon arahan Sutradara/Dalang berupa kehadiran
Aktor secara langsung. Kini, dimungkinkan terjadi tanpa memunculkan jati diri
Aktor ke atas ―panggung‖ melainkan ‗sesuatu‘ yang merepresentasi
kehadirannya, bahkan oleh ―teks‖ seperti Opera Tan Malaka (Mohamad: 2010).
Pementasan itu memperluas esensi ―panggung‖ yang merepresentasi spectre
Tan Malaka. Spectre , semacam ‗kehadiran kembali‘ sesuatu yang telah tiada
bagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk
pengetahuan yang telah ‗tumbang‘/‗kalah‘ namun ruh/semangatnya masih
bergentayangan seperti Marxism (Derrida:1994). Spectre dalam drama
memperjelas esensi ―panggung‖ pengungkap presence terkait absence ‗sesuatu‘
yang tak hadir/metafisika kehadiran (Of Grammatology : Derrida:1982:49).
7
Metafisika kehadiran menggambarkan dekonstruksi logosentrisme melalui cara
mengandaikan logos/kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di
permukaan. Makna ‗hadir‘ pada intertekstualitas tanda sebagai ―teks‖
terkait cara-cara metafor (Ricouer:1981:166). Dalam karya ini
intertektualitas tanda mewujud keserupaan esensi ―panggung‖ pada
jajaran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ era 1960-an, kehadirannya
menggambarkan spectre ke-Indonesia-an Soekarno, dalam kalimat metafor
―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya ―Arsitek Soekarno 1960-an sebagai
visualisasi moda komunikasi ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa-lalu yang
dimaknai di kekinian. Di dalamnya terdapat sesuatu yang bersifat
mengkualitas, yaitu khora pesona sebagai penunjuk sesuatu kualitas tertentu yang
dituju yang mempesona tentang Indonesia tergubah dalam karya arsitektur.
Kata pesona sebagai daya pikat, daya tarik, daya magnet, daya pukau, setara
kata artistik, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia.
Frase khora pesona mengandung pengertian sebagai proses memutu kehadiran karya
arsitektur yang diiringi laku yaitu sebuah kesungguhan yang dilakukan oleh aktor
pelakunya bagi mewujudnya daya pesona tentang Indonesia dalam karya ini oleh
―Arsitek‖ Soekarno. Khora pesona hadir sebagai ide arsitektural dari ‗Tiada‘ menjadi
‗Ada‘ melampaui kesungguhan eksplorasi keindahan Indonesia yang
direpresentasi oleh budaya Jawa Kuno melalui perwujudan Arsitektur Modern.
Khora pesona terbedakan dengan taksu - ‗kekuatan batin/spiritual‘ diri yang
memancarkan pesona, daya pukau, wibawa, dan karisma sekaligus dalam
budaya Bali (Sarad, ed. 40, Juli 2003:18). Taksu, diperoleh melalui pemurnian
diri, proses memutu bagi kecerlangan karyanya. Dalam Taksu-karisma penyatuan
gerak-raga berdasar keterampilan disatukan dengan ritual-spiritual pada Sang
Dewa Siwa Natha Raja. (Pangdjaja: 1998:iii).
8
Taksu dimohonkan kepada Dewa tertentu di bangunan suci-palinggih taksu
diiringi kesungguhan berlatih ketrampilan dan spiritual. Senafas taksu dikenal
laku – kesungguhan sikap dan laku dalam budaya Jawa untuk memperoleh
ilmu melalui cara-cara khas, antara lain pantang makanan tertentu (mutih),
tafakur (samadi), berendam (kungkum) diiringi permohonan ke Gusti Allah di
hening malam. Sementara itu khora pesona hanya diperoleh melalui edukasi
kearsitekturan atau pengalaman untuk mampu membuahkan karya menawan,
terlebih bila diiringi kepekaan akan rasa seni. Antara khora pesona dan taksu
dimungkinkan terjadi perpaduan yang terjadi ketika dalam diri Arsitek atau
Seniman melakukan taksu atau lelaku terpancar dalam karya nya, karena telah
ditanamkannya unsur-unsur daya pukau dalam proses artistik kreatif-nya,
sehingga dikatakan Arsitek/―Arsitek‖ yang mampu berkarya menawan
dimungkinkan dirinya telah melampaui taksu atau lelaku.
Mendahului karya ini, saya telah mengamati fenomena yang
menyerupai ‗pentas‘ karya arsitektur di beberapa Negara yang penting
peranannya sebagai pegungkap peradaban. Fenomena serupa itu juga
direpresentasi oleh karya arsitektur di Indonesia yang dinamai oleh media
mancanegara sebagai istilah sindiran kepada Soekarno. Sebutatan ‗Projek
Mercusuar‘ sebagai yang simbol nation pride gagasan Soekarno yang dilaksanakan
secara besar-besaran. Proyek yang ikonik sebagai karya Soekarno ini, didanai
oleh bantuan Negara-Negara Besar dan Negara yang tergabung sebagai NEFO
– New Emerging Forces yaitu; 1) Jakarta City Planning, 2) Gedung Pola, 3) Compleks
Stadion Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional,
7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, 10) Gedung ex
Conefo – Gedung DPR-MPRRI termasuk sejumlah patung realis dan monumen
skala kota yang bahkan didanai secara mandiri oleh Soekarno.
9
Sejauh ini warisan ‗Projek Mercusuar‘ mengandung misteri serta
konotasi yang kurang menguntungkan dari sisi Soekarno akibat peliputan
media mancanegara yang secara tidak proporsional menyudutkannya serta
menilainya tidak memihak kepada situasi masyarakat di masa itu. Terdorong
oleh adanya misteri kehadiran ‗Projek Mercusuar‘ itulah saya melakukan upaya
meneri interpretasi baru yang maknawi agar dipahami proses kehadirannya. Akan
tetapi, pengungkapannya memerlukan kecermatan, karena merekonstruksi
peristiwa sejarah. Selain memerlukan metode yang tepat, penelusurannya-pun
bukan hanya bersandar data fisik semata melainkan juga hal-hal yang selama ini
tersembunyi sebagai data metafisik berupa konsep dan gagasan bagi ide fisik
yang penelusurannya dilakukan melalui ketokohan Soekarno yang kini telah
menjadi mitos bagi Indonesia, termasuk hal-hal antagonis-nya serta peran
Arsitek, Ahli Konstruksi, Seniman dan Kontraktor yang terlibat di dalamnya.
‗Projek Mercusuar‘ kala itu dipandang sebagai peristiwa unik di
Kebayoran Baru-Thamrin di saat Jakarta relatif lapang. Jajaran bangunan
bertingkat tinggi melalui beragam form/bentuk itu menyerupai ‗pentas‘ yang
menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta serta meluas ke seluruh negeri.
Menilik keluasan peristiwanya, ‗Projek Mercusuar‘ dapat disejajarkan sebagai
events-cities (Tschumi:1999:13) setara karya Tschumi yang berskala metropolis di
Parc de la Villette Paris tahun 1992. Warisan ‗Projek Mercusuar‘ yang telah
tergelar melampaui 50 tahun itu, keunikan peristiwanya masih menjadi memori
kolektif masyarakat telah menggelitik pertanyaan: Bagaimanakah proses kehadiran
karya arsitektur ‘Projek Mercusuar‘ tersebut? ‗Projek Mercusuar‘ berlangsung
senarai perintah Soekarno untuk mempercantik Kota Jakarta sebagai Wajah
Muka Indonesia (Soekarno:1962), peristiwanya sekaligus sebagai penegasan
dirinya sebagai Penguasa (Soekarno, 1960) penggubah peradaban:.
10
...―Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖ atau De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖
Selain menganalisis objek dari sisi bentuk/form yang bermuatan
kultur-material dan/ kultur non-material, kini, terbuka jenis penelitian di
ranah arsitektur yang tidak difokuskan pada artefak semata, akan tetapi
sekaligus mengangkat persoalan makna karya arsitekturnya. Karya ini
mengungkap makna objek arsitektur melalui hal tersembunyi - hal metafisik
terkait proses kehadiran karya arsitektur, menjadi bagian dari studi Teori dan
Perancangan Arsitektur yang berbasis pada peristiwa sejarah. Agar mencapai
pengungkapan maknawi ditempuh tiga cara sekaligus: Pertama, pengalaman
visual terhadap ‗Apa‘ yang ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan
bentuk dan kualitas objek. Ketiga, mengungkap makna berdasar konsep khora
melalui sasaran pengamatan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ di koridor
Kebayoran Baru- Thamrin, Hotel Indonesia, Wisma Nusantara, Sarinah Department
Store, Tugu Nasional, Masjid Istiqlal, Planetarium, Gedung Pola, termasuk Jembatan
Semanggi dan Compleks Stadion Utama Asian Games serta ex. Gedung Conefo.
Karya yang bertujuan untuk ‗membongkar‘ makna kehadiran objek
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ini dilalui dengan penelusuran proses kehadiran
karya arsitektur terkait konsep khora sekaligus untuk memperkaya penerapan
metode penelitian Grounded Theory di ranah arsitektur, desain, dan seni
Pengungkapan peradaban yang diciptakannya Soekarno sepanjang 1926-1965
ditelusur melalui cara penulisan sejarah peristiwa diawali Soekarno Muda
sebagai insinyur-arsitek hingga menjelang akhir sebagai Presiden. Di akhir studi,
uraian kawasan Tugu Nasional sebagai representasi karya arsitektur ‗Projek
Mercusuar‘ akan memperkaya wacana space-knowlegde- power melalui kehadiran
karya arsitektur yang diakibatkan Penguasa yang sekaligus sebagai ―Arsitek‖.
11
Berdasar pengamatan intensionalism pada ‗Projek Mercusuar‘ di
Jakarta era 1960-an, terungkap pertanyaan penelitian: Bagaimana proses kehadiran
yang mengualitas menjadi form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap ruang
(mitos) dan waktu melalui fenomena arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang ‗Ada‘ di masa
lalu dalam konteks ‗Ada‘ di kekinian? Untuk menanggapinya telah diupayakan
menjawab dua pertanyaan yang mendasar: Apa yang dimaksud dengan ―Panggung
Indonesia‖ serta Bagaimana proses kehadirannya?. Untuk mengungkap maknawi
proses kehadiran karya arsitektur terkait form saya merujuk pernyataan Soekarno
sebagai Penguasa penggubah peradaban sebagai landasan teoritis: ―… Sesuatu
djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖. Jejak-jejak
kebudayaan/peradaban tinggalan Soekarno itu disebut absolute space (Lefebvre:
1991: 234) berupa level ruang alamiah (ruang absolut) yang memiliki makna
sosial (sosial space), yang tergubah sebagai ‗ruang politik‘ karya Soekarno demi
memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur berciri visual
geometris, spectaculer, geometric, phallic – megah, struktural dan menjulang.
Keunikan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ itu terletak pada unsur
keindahan khas Indonesia sebagai basis perwujudan karya Arsitektur Modern di
jamannya, sehingga memperlihatkan identitas, analogi serta oposisi sebagai
sebuah difference (Deleuze:1994:29). Pada jejak karya arsitektur ‗Projek
Mercusuar‘ terkandung semacam monad yang berupa terkecil dari jiwa seni,
yang berasal dari budaya Jawa Kuno. Monad adalah istilah Leibniz untuk
menggambarkan jiwa seni yang abadi yang tak teraga/abstrak yang terbedakan
dengan atom sebagai partikel terkecil molekul/benda teraga. Istilah monad itu
digunakannya saat meneliti seni Baroque 1660-1760. Kala itu, Leibniz
menemukan fluiditas materi, elastisitas bentuk serta semangat mekanis yang
bersifat keabadian jiwa seni melalui bentuk lentur draperi/lekukan kain.
12
Dengan tersingkapnya monad budaya Jawa Kuno yang terpatri dalam
karya Arsitektur Modern era 1960-an itu, maka tampaklah sifat keabadian-
immaterial principle of life dari jiwa seni Jawa Kuno itu yang merepresentasi
karakteristik keabadian dari proses memutu kehadiran arsitektur sebagai form
atau yang saya sebut sebagai Khora sebagai pemutakhiran istilah dari Plato pada
360 BC dan juga Derrida pada 1995.Buku ini tidak akan secara khusus
mendeskripsikan metodologi penelitian yang dirujuk, namun hanya disinggung
sebagai wacana untuk memudahkan pembacaan.Penerapan metode Grounded
Theory dan penerapannya dalam ranah arsitektur, desain dan seni akan saya
sajikan sebagai pustaka lain. Perlu diketahui, bahwa karya ini dipumpun oleh
metode Grounded Theory yang memiliki ciri intensif, terbuka, serta proses berulang
dalam pengumpulan data sehingga memungkinkan penghimpunan data mencapai
memoing yaitu pembentukan teori. Metode dengan cara demikian itu berpeluang
untuk mengungkap proses kehadiran karya arsitektur yang tidak dimiliki oleh jenis
strategi lainnya. Selain itu penerapan Grounded yang memungkinkan menempuh
metode yang sesuai situasi di ‗lapangan‘. Karya ini diperkarya oleh sepilihan
pustaka bertema arsitektur dan politik, serta pustaka terkait Soekarno ditelaah
untuk memastikan kebaharuan
Delueze telah memumpun pengertian adanya paranoid regime of sign
sebagai tanda kegilaan Penguasa seperti halnya yang dilakukan oleh
dalang/puppeteer terhadap boneka / wayang-nya (Deleuze: 2007:11) dalam karya
ini, adalah jejak tinggalan Soekarno yang tergubah atas keinginan Soekarno
melalui Arsitek, Seniman dan Kontraktor di lingkaran dekatnya berupa karya
arsitektur.Kehadiran arsitektur yang bagaikan ‗pentas‘ kekuasaan itu, dimengerti
setelah mengulas karya Lyes tentang kehadiran Colloseum di Roma (Lyes:1999).
13
Fenomena kekuasaan yang berdampak pada budaya material sebagai
Totalitarian Art yang bersandar kekhasan ideologi Penguasa dalam arsitektur di
empat Negara terkemuka era 1960-an yaitu Rusia, Jerman, Italia dan China
dipahami usai mengulas karya Golomstock, 1990, sementara itu fenomena
‗New Culture‘ di masa Hitler terungkap rinci usai menelaah karya Adam, 1995.
Dalam studi ini, fenomena karya arsitektur era Soekarno, saya pandang
memiliki nuansa totalitarian art, untuk memahami itu saya juga mengulas
Socialist Realism karya Lahusen, 1997 yang berupaya mengungkap doktrin
totalitarian art yang mengaungkan seni indah (beauty) dan menistakan seni yang
buruk (ugly) namun kemudian berdampak pada kemandegan seni. Di era
sejaman dengan Soekarno, Stalin di Soviet mengagungkan Gothic Stalinis
sebagai rujukan gaya Neo Klasik bagi karya arsitektur di negerinya, gaya serupa
juga dijunjung oleh Jerman sebagai simbol untuk mengagungkan Hitler.
Sementara itu, di Indonesia ungkapan keruangan Soekarno menampakkan
gaya Arsitektur Modern khas, karena basis perancangannya bersandar budaya
Jawa Kuno. Dengan Soekarno memberi kebaharuan gaya Arsitektur Modern yang
khas Indonesia melalui basis perancangan ataupu tampilan ornamen khas Jawa
Kuno seperti padma, wijayakusuma, lingga-yoni, relief ukir ke jasad Arsitektur
Modern - yang esensinya meniadakan ornamen.
Karya ini, didahului pembacaaan kritis karya akademisi terkait tema
arsitektur dan kekuasaan. Gotty Harjoko dan Jo Santoso, menggambarkan
dampak kekuasaan terhadap penciptaan ruang kota pada realitas masa yang
berbeda. Harjoko merujuk cara Chora (Harjoko:2003:10) memfokuskan kasus
pemukiman buruh rendahan era Soeharto yang mendorong terwujudnya ‗urban
kampung‘ sementara itu Jo Santoso mengungkap okthoton sebagai perubahan
bentuk tanpa meninggalkan maknawi akibat peran Dewa-Raja (Santoso:2008).
14
Keduanya berupaya menggambarkan kekuasaan yang mengabaikan wong cilik
dalam memperoleh ‗ruang‘ yang mengingatkan ideologis Marhaen sebagai
metafora wong cilik di era Soekarno. Karya lain yang bertema Soekarno terkait
pendirian Ibukota di Palangkarya telah pula diulas oleh Wijanarka, 2006 dan
upaya Soekarno membangun kekaguman dunia disajikan oleh Farabi, 2005.
Tentu saja, media televisi nasional yang menyorot peran Soekarno dan Arsitektur
menjadi rujukan, di antaranya Telaah: Dwi Tunggal Untuk Indonesia, (Astro
Awani TV: 2007), Riwajatmoe Doeloe: Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia (TV
One: 2008), Monumen Sang Pemimpin (MetroTV: 2009) dan tayangan Merah
Putih-Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana (TransTV:2011).
Dan sebagai karya yang berinduk pada disertasi, karya ini memerlukan
telaah karya akademi yang berbobot seimbang, yaitu disertasi satu dasa warsa
terakhir bertema Soekarno pada karya Abidin Kusno, Yuke Ardhiati, dan Eka
Permanasari. Tujuannya adalah membidik ceruk penelitian yang terlepas dari
karya ketiganya sebagai landasan penelitian, sekaligus mengungkapkan state of
the art atau kebaharuan penelitian sebagai hal utama dalam ranah ilmiah.
Sejumlah kata kunci pembeda: khora, proses kehadiran karya arsitektur, dan
―arsitektur panggung‖ menyatakan perbedaan terhadap ketiga karya disertasi
sebelumnya. Senarai karya yang bertema arsitektur dan kekuasan terkait Soekarno
sebagai ―Arsitek‖ ini memang belum ditemukan, juga cara penggarapan Grounded Theory
yang mempertautkan sejarah peristiwa dalam rentang yang panjang dan terintegrasi juga
merupakan sebuah kebaharuan gagasan. Adapun rentangnya di awali
Soekarno Muda hingga Presiden melalui penelusuran ide/konsep khora sebagai‘
sesuatu‘ non material mendahului kehadiran karya arsitektur, yaitu upaya
penggambaran proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form yang menyerupai
pagelaran lakon‖panggung‖ berupa keunikan-keunikan yang berbasis filsafati.
15
Karya arsitektur yang dimetaforakan bagaikan pentas ‖panggung‖ ini
memposisikan karya disertasi ―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya ―Arsitek‖
Soekarno 1960-an memenuhi karya yang mengusung kebaharuan. Pertama,
peran ―Arsitek‖ Penguasa Soekarno. Kedua, kelangkaaan penggarapan tema
Soekarno yang ter-integrasi peristiwa sejarah terkait ranah arsitektur. Ketiga,
karya disertasi Kusno, Ardhiati, dan Permanasari belum mengungkapkan
unsur makna dalam karya arsitektur. Keempat, terungkap pendorong kehadiran
arsitektur; hasrat, intervensi dan rasa seni yang melekat pada Soekarno.Kelima,
memumpun prosedur metode Grounded Theory terkait konsep ruang Khora .
Maknawi kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ sebagai tonggak
baru kemajuan di bidang perancangan di Indonesia yang mengusung konsep
sebagai yang ―ter‖: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi. Sekaligus, telah
mengubah cara memandang karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang semula ter-
fragmentasi menjadi sebuah karya utuh yaitu dalam bingkai ―Panggung Indonesia‖
gubahan Soekarno yang mengandung teori arsitektur non-material sebagai
―Arsitektur Panggung‖. Padanya, bagaikan ‗pentas‘ karya arsitektur sebagai lakon
dibingkai skenario Nation Pride. Visualisasi ―Arsitektur Panggung‖ sebagai form
dalam proses memutu itu memiliki lakon sebagai ruang ideal ke-Indonesia-an yang
ditanamkan Soekarno. Tersebab, aktornya berupa karya arsitektur, ia
memerlukan ‗ruang pementasan‘ dalam skala kota yaitu tergelarnya di koridor
Kebayoran Baru-Thamrin Jakarta. Uniknya, dalam pagelaran itu spectre Soekarno
menandakan diri secara transedental sebagai ―Arsitek‖. Bahkan, pengetahuan
kearsitekturan yang melingkupi ―Arsitek‖ Soekarno dalam perwujudan
Arsitektur Modern yang berbasis kosmologi Jawa Kuno itu menjadi ‗pembeda‘
terhadap kemegahan arsitektur Neo Klasik di era Hitler, Gothic Stalinis di
Soviet, ataupun di Cina era 1960-an.
16
Tema ke-Indonesia-an dalam ‗Projek Mercusuar‘ bersinggungan
dengan semangat Nasionalisme (Ben Anderson: 1999). Soekarno mem-visual-
kan ‗komunitas yang dibayangkan‘nya bagai pentas ―panggung‖ sebagai karya
generik/khas yang ―hanya dimiliki Bangsa Indonesia‖ atau Indonesia Banget!
Gagasan ruang ideal ke-Indonesia-an impian Soekarno itu, sejatinya terungkap
sejak risalah pledoi ―Indonesia Menggugat 1930‖ yang telah mampu
menggambarkan teritorial Indonesia, gagasannya itu bersepadan dengan
karakteristik ruang khora yang kemudian mengalami proses memutu usai
Indonesia Merdeka, dan lalu mewujud di segala lini termasuk karya arsitektur.
Dalam proses memutu itulah tergubah adanya ide ―Arsitektur Panggung‖ yang
direpresentasi bagaikan ‗drama‘ di kawasan Tugu Nasional yang menjadi
puncak dari ―Panggung Indonesia‖ ala Soekarno.
Karya ini disengaja diliputi sejumlah footnote untuk memudahkan
pembaca mencari rujukan sumbernya, terdiri atas PROLOG, sebagai intisari
karya, dan BABAK PEMBUKA, yang dilanjutkan BABAK 1: Bung Karno dan
‗Projek Mercusuar‘ sebuah rumusan ide arsitektur yang direpresentasi oleh
sepilihan karya arsitektur. BABAK 2 : Karya Bung Karno di Kawasan Tugu
Nasional merupakan pengalaman spasial di Kawasan Tugu Nasional yang
ditafsir secara hermeneutik-intepretatif BABAK 3: Karya Arsitektur Panggung
mengungkapkan teori baru berdasar pengamatan intensional di Kawasan Tugu
Nasional. BABAK 4, Bung Karno dalam ―Panggung Indonesia‖ mengungkap
praktek dekonstruksi Soekarno pada situs Kemaharajaan melalui perwujudan
karya Arsitektur Modern bersandar budaya Jawa Kuno. BABAK 5 sebuah
kesimpulan berupa persembahan teori baru ―Arsitektur Panggung‖, terakhir
BABAK 6: sebuah gagasan implementasi serta beberapa kemungkinan
penelitian lanjut.
17
BABAK PEMBUKA
Dengan memuliakan ranah ilmiah yang ingin mengedepankan state of
the art sebagai penunjuk kebaharuan pengetahuan terkait tema penelitian
ilmuwan lainnya, karya ini juga mencoba mencapai tataran itu. Penelusuran
pustaka dan karya terkait Arsitektur dan Kekuasaan, serta pustaka Soekarno
sebagai tema yang mempertajam pembahasan Bung Karno dan ‗Projek
Mercusuar‗ antara lain: Delueze1 mengamati berlangsungnya kekuasaan
sebagai paranoid regime of sign - tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan
Dalang/puppeteer terhadap boneka/wayang-nya. Wujudnya abstract line sebagai
akibat gerakan tangan sang ‗Penguasa‘ saat memainkan cerita, dalam konteks
ini berwujud karya arsitektur. Dalam Politics and the Architecture of Choice, Jones
menganggap perlunya Penguasa berpikir ‗arsitektural‘ dalam penyelenggarakan
kehidupan politik yang maknawi melalui rancangan perilaku adaptif yang
dinamai Human Cognitive Architecture2 yang mensyaratkan kepedulian Penguasa
akan masalah ruang dan lingkungan. Dalam karyanya, Paul Hirst
mengutarakan ‗globalisasi‘ sebagai bentuk lain kekuasaan berupa ‗perang‘
ekonomi yang terungkap dalam Space and Power: Architecture, Politics and War3.
1 Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.)Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007, h. 11-16. 2 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago: The University of Chicago Press. 2001, hal. 5. 3 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press. 2005, hal.21.
18
Pustaka inilah memumpun pemahaman makna kekuasaan di era
Soekarno di saat ia menggubah ‗tanda kegilaan‘ berupa ‗Projek Mercusuar‘
sebagai visualisasi Nation and Character Building‘ . Gagasan futuris Soekarno
ditujukan untuk memerangi segala bentuk eksploitasi terhadap bangsa lainnya.
Gagasan konstruktif yang bersesuaian ‗jiwa arsitek‘4 dalam kehidupan politik
telah memampukannya menggubah karya arsitektur. Sejatinya, dalam pledoi
Indonesia Menggugat5 di tahun 1930, Soekarno telah mengutarakan adanya gejala
imperialisme modern sebagai nafsu angkara murka untuk merajai ekonomi
negeri bangsa lain, pledoi itulah pendorong gagasan Nation and Character Building
dan To Built the World New saat Soekarno menjadi Presiden. Termasuk
penghapusan eksploitasi bangsa lain dengan memerangi imperialisme modern.
Tampaknya, pemikiran Hirst dengan Soekarno saling bersambut. Bila Hirst
menelaah tentang ‗perluasan kekuasaan‘, Soekarno menggagas cara menangkis
nafsu kekuasaan melalui ‗watak bangsa‘ dan menggagas ulang ‗tatatan dunia
yang ‗baru‘ melalui kesejajaran dalam berkebangsaan masyarakat internasional.
Lyes dalam Roman Architecture from Augustus to Hadrian6 mengulas
kehadiran Colosseum sebagai wadah atraksi keperkasaan Gladiator sekaligus
wadah persatuan bagi bangsa Romawi. Colosseum tergelar menyerupai pentas
amphitheater oval dengan undakan melingkar sebagai ruang penonton itu
menjadi ruang ideal untuk menyaksikan atraksi karena mengutamakan
kenyamanan visual bagi seluruh pengunjung.
4Soekarno. Amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1963 dalam Di bawah Bendera Revolusi II. Jakarta: Panitia Penerbit DBR. 1965, hal. 527. 5 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung (Cet ke-3), 1989, hal. 14 dan 28. 6 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum: an Analysis of the Inherent Political and Architectural Significance @C.J. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art, Archaelogy Anistoriton ISSN 1108-4081, hal.2.
19
Secara tidak disadari Soekarno tampak terinspirasi oleh konsep
Colosseum ketika menghadirkan Gelora Bung Karno di Jakarta. Bangunan
melingkar yang berselaras dengan Colosseum dinamai Temu Gelang sebagai dasar
gubahan ruang. Keduanya berbeda objek yang dipergelarkan yaitu adu
keperkasaan Gladiator pada Colosseum dan adu sportivitas Atlet pada Gelora
Bung Karno. Keduanya menunjukkan universalitas Penguasa di saat menggubah
bangunan publik, Colosseum ataupun Gelora Bung Karno menyerupai ‗pentas
pertunjukan‘ sekaligus fungsi politis sebagai wadah penghimpunan massa.
Karya Pavlovits bertajuk Politics, Architecture and Activism7
mendeskripsikan awal mula kehadiran ruang publik masa Yunani Kuno
merujuk konsepsi Hannah Arendt. Menurut Arendt peristiwa orasi/pidato
Sang Politisi/Penguasa mencipta ruang arsitektur yang dinyatakan ‗hadir‘
sebagai tindakan politis ―the releasing of processes‖8 sebuah proses tindakan yang
menunjukkan ‗ruang‘ sebagai ‗tanda politik‘. Karya arsitektur merupakan
‗jantung tindakan dan ucapan‘ yang berpotensi sebagai pentas politis. Pavlovits
mengingatkan awal mula kehadiran ruang publik di Indonesia yang terjadi saat
Soekarno didampingi Hatta mengucapkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada peristiwa itu, Soekarno telah
membuat ‗tanda politik‘. Peristiwanya menyerupai pentas pertunjukan di lokasi
yang kini menjadi situs cagar buudaya di serambi depan rumah tinggal
Soekarno yang telah dirobohkan senarai pembangunan Gedung Pola9.
7Pavlovits, Daniel. Politics, Architecture and Activism. L'école Nationale Supérieure d'Architecture de Paris La Villette. Nov 4th, 2010, hal.5. 8Arendt, Hannah. The Human Condition.Chicago & London:The University Press.1958, h. 323. 9 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola Pegangsaan Timur Djakarta, 16 Agustus 1961, hal. 2. Dalam pidatonya Soekarno menyatakan: …pengajunan tjangkul pertama daripada Pembangunan Semesta Berentjana tahapan-tahapan pertama didjalankan di bumi Pegangsaan Timur 56. Ada jang mengatakan bahwa
20
Dalam Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet10, Cope
mengungkap peran rancangan gedung parlemen yang lekat dengan
kepentingan nasional, tradisi, otoritas Negara sekaligus tanda keterkenangan
massa. Cope mempersandingkan konservasi The Reichstag yang hancur usai
Perang Dunia II di Berlin kemudian direhabilitasi menjadi Gedung Parlemen di
tahun 1999. Kenyataan itu membedakannya dengan kehadiran bangunan New
Parlement House Australia di Canberra yang dinilai sebagai refleksi sisi gelap
arsitektur karena tidak memiliki makna keterkenangan. Gedung yang kini
disebut Gedung DPRRI itu, digagas Soekarno sebagai political-venue bagi
Konferensi Conefo tahun 1966 namun urung. Di masa Soeharto gedung ex. Conefo
dialih-fungsikan menjadi Gedung DPRRI hingga kini. Bangunan megah yang
semula digagas sebagai simbol pemersatu kelompok NEFO itu sekalipun lekat
nilai keterkenangan, namun secara fungsional belumlah memadai sebagai
gedung parlemen, karena kehadiran gedung parlemen seharusnya mampu
menaungi kepentingan nasional dengan ketersediaan ‗ruang penerima publik‘.
Ketiadaan fasilitas utama itu menjadikan Gedung DPRRI berperan kurang optimal.
Totalitarian‘s art sebagai panduan ber-ekspresi seni yang senafas
dengan ideologi Negara, oleh Adams11 diungkap manifestasi stability, order,
tradition in art sebagai cara melawan inferioritas kompleks bangsa Jerman
melalui kemegahan gaya arsitektur Neoklasik, seperti The Braunes Haus,
Konigsplatz, Party Buildings: The Fuhrer and Adminstration Building of NSDAP.
bumi ini adalah keramat, dikatakanlah keramat oleh karena di tempat ini dibatjakan pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 10 Cope, Russell L. Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet. Parliament Journal No.37 Nov. 2001, hal.3. 11 Peter Adam. Art of The Third Reich. New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 209. Disebutkan maestro Paul Ludwig Troost, Albert Speer, Hermann Giesler, dan Fritz Todt yang menggubah karya bernuansa gaya Neoklasik bagi Adolf Hitler.
21
Nuansa serupa totalitarian‘s arts berimbas pada praktek Nation and Character
Building gagasan Soekarno, tetapi keterpaduan ekspresi seni dan ideologi
tidak mewujud sebagaimana di Jerman ataupun di Rusia, hal itu disebabkan
keberagaman etnik, agama serta sebaran wilayah kepulauan Indonesia.
Dalam Socialist Realism12, Lahusen membedakan seni indah dan
buruk. Patung Industrial Worker and Collective Farm Girl13 sebagai ungkapan
seni indah ala Rusia di World Expo 1937 di Paris. Doktrin Gothic Stalinis
bergaya seni formalis-geometris sedemikian harmonis namun monoton
yang membelenggu kreativitas. Mausoleum, arsitektur makam bagi
keabadian material jasad Vladimir Lenin, di Rusia14 terbedakan dengan cara
pengabadian terhadap Soekarno. Yang dipertunjukkan hanya melalui
immaterial energi suaranya di saat membacakan kembali Teks Proklamasi di
Tugu Nasional. Republik Rakyat China15 mengubah arsitektur tradisional
dan bangunan kolonial bersanding dengan bangunan pencakar langit. The
Oriental Pearl Radio & TV Tower setinggi 468 meter di Shanghai, karya
simbolis ‗percikan mutiara di atas piring giok‘ yang diangkat dari puisi
Dinasti Tang oleh arsitek Jiang Huan Chen, Lin Benlin dan Zhang Xiulin.
12 Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51-64-70. 13Periksa dokumentasi foto Soekarno sedang menunjuk gerakan tangan ke atas sebagai pengarah gesture patung Selamat Datang menyerupai gesture patung karya Vera Mukina di Moskow tahun 1937 dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang. Yogyakarta: PT Hasta Kreatifa Manunggal. 2010, hal. 162. 14 Youtube Mauseuleum _Vladimir Lenin_diunduh pada 19 Juli 2011_pukul 19.00 WIB. Menunjukkan suasana Mauseuleum Lenin. 15 Inspiring Expo. Incridible Shanghai. Shanghai World Expo Visitor‘s Guide. 2010, dan studi banding ke Shanghai Februari 2012.
22
Situasi di Shanghai itu menyerupai suasana kota Jakarta 1960-an di
awal kehadiran kawasan Tugu Nasional16. Kedua bangunan itu menggali
kekayaan budaya masa lampau oleh arsitek lokal sebagai penggubahnya. China
yang lekat dengan tradisi mengandalkan arsitek profesional dari negeri sendiri,
demikian juga Indonesia yang mengandalkan ―Arsitek Djempolan Pilihan
Presiden‖17 bagi rancangan Tugu Nasional. Perbedaannya, pada andil Soekarno
sejak proses perancangan melalui konsepsi bentuk tugu terinspirasi oleh
budaya Jawa Kuno sebagai basis rancangan. Tema Soekarno terkait sebagai
Arsitek dan ―Arsitek‖ tampaknya belum dieksplorasi, sekalipun tersirat dalam
Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams18 atau Bung Karno Putra Fajar19
demikian pula pledoi Indonesia Menggugat20, risalah Mentjapai Indonesia Merdeka,
Sarinah21 serta setangkup buku Di Bawah Bendera Revolusi22.
Dalam Bung Karno Sang Arsitek23, saya memumpun sepilihan pustaka
untuk memahami mentalite Soekarno. Giebels24 mengawali pengungkapan kisah
16 Monumen Nasional di masa Soekarno dipagari oleh tanaman bambu kuning. Periksa Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. Kini pemandangan seperti itu tidak tampak lagi karena dipagari oleh vegetasi yang menutupi Kawasan Tugu Nasional yang semula ruang terbuka kini menjadi lokasi yang semi tertutup. 17Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6. 18Cindy Adams. Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York: Indiana Polis, 1965, serta terjemahan oleh Abdul Bar Salim menjadi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia oleh penerbit Ketut Masagung Corp – PT Tema Baru, Jakarta, 2000, hal. 100 dan 165. Dituturkan Soekarno tanggal 16 Juli 1926 bersama Ir. Anwari membuka biro tekniknya yang pertama, yang kedua bersama Ir. Roosseno tahun 1932. 19 Solichin Salam. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1966, hal. 272. 20 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta: CV Haji Mas Agung (Cet ke-3). 1989. 21 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 189. 22 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965. 23
Ardhiati, Yuke. Komunitas Bambu, 2005 24 Lambert Giebels (Terj.) Soekarno, Biografi 1901 – 1950, Jakarta: Gramedia Group, 2001,
hal.x.151, dan 184.
23
Soekarno sebagai Arsitek praktisi yang memiliki hubungan baik dengan
Arsitek Wolff Schoemaker serta menghasilkan beberapa karya arsitektur
rumah tinggal di Bandung. Di dalam Bung Karno Dalam Kenangan dikisahkan
oleh Oey Tjeng Hien25 tentang ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur dan
furnitur, semasa pembuangan di Bengkulu Soekarno dan Oey sempat
mendirikan perusahaan mebel/furnitur yang dinamai ‗Mebel Soekamerindoe‘.
Sebuah karya Legge26 mengungkap gagasan pembentukan Demokrasi
Terpimpin hingga masa kejatuhan Soekarno. Sementara itu Dahm meneliti
ketokohan Soekarno27 sebagai sinkretisme Jawa dan menyebut Soekarno sebagai
manifestasi tokoh Ratu Adil. Kumpulan karya dari Nazaruddin Sjamsuddin28
mengetengahkan fragmen-fragmen Soekarno seputar nasionalisme,
internasionalisme, demokrasi, marhaenisme serta ekonomi. Penulis Solichin
Salam dalam Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah29 dan Bung Karno di Mata Bangsa
Indonesia mengungkapkan sportifitas Soekarno di saat bersilang pendapat
tentang arsitektur dengan Arsitek Silaban. Sebuah buku yang menggambaran
sisi humanis Soekarno ditemukan dalam sebuah buku utuh sebagai karya
Guntur Soekarno, Bapakku, Kawanku, Guruku30. Beberapa tokoh di sekitar
25 Oey Tjeng Hien.―Catatan Pengalaman Seorang Sahabat‖ dalam Solichin Salam.Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta:Pusaka, 1981, hal. 201. 26 John D Legge. Soekarno, Sebuah Biografi Politik. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1996,h.321. 27 Bernhard Dahm. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES, 1987, hal. xiii. 28 Nazaruddin Sjamsuddin (ed). Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1993. 29 Solichin Salam. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966, hal. 63-67. Solichin Salam. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka. 1981. Artikel Oei Tjeng Hien. ―Catatan Pengalaman Seorang Sahabat‖ pada hal. 201-235. 30 Guntur Soekarno. Bapakku, Kawanku, Guruku. Jakarta: PT Dela Rohita. 1977. Buku setebal 265 hal. ini mengungkapkan keseharian Soekarno sebagai sosok Ayah di mata Guntur putera pertamanya.
24
Soekarno juga menorehkan karya, antara lain dokter pribadi dr. Soeharto31
yang mengungkapkan sisi spiritual Soekarno, Juru Bicara Kepresidenan Ganis
Harsono mencatat rinci seluruh kegiatan persiapan pembangunan Gedung
Conefo32. Sementara itu Ajudan Kepresidenan Mangil Martowidjojo dalam
Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-196733 mengungkap ketertarikan Soekarno
pada arsitektur dan seni lukis. Bambang Wijanarko dalam Sewindu Dekat Bung
Karno34 mengungkapkan kesukaan Soekarno mendengarkannya menembang
Jawa, Maulwi Saelan35 mengungkap sejumlah benda-benda yang ditinggalkan
Soekarno saat meninggalkan Istana, di antaranya buku-buku tentang Arsitektur
Modern. Sejarawan Onghokham36 menyimpulkan adanya kepribadian Gemini
dari Soekarno sebagai tipe kompleks namun mengalami kesepian di akhir
kekuasaannya. Dalam Bung Karno & Seni37, Soedarmadji Damais mengungkap
peran Soekarno dalam Seni Rupa melalui pameran bertema tata ruangan dan
tata bangunan/tata kota. Di tahun 1990 Huib Akihary38 menuliskan Soekarno
sebagai salah seorang Arsitek di Indonesia. Wiryomartono39 menyebutkan
Soekarno Aktor Pembangunan Kota di Indonesia. Peran Soekarno sebagai
31 R Soeharto. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung. 1984, hal.163. 32Ganis Harsono.Cakrawala Politik Era Soekarno. Jakarta: Yayasan Idayu. 1985, hal. 180. 33 Mangil Martowidjojo. Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967. Jakarta: Grasindo. 1999, hal. 27, 108, 141, 485. 34 Bambang Widjanarko. Sewindu Dekat Bung Karno. Jakarta: PT Gramedia. 1988, hal.53 -57. 35Maulwi Saelan.Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta‘66, Kesaksian Wakil Komanda Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Hakl Bangsa. 2001, hal. 343-394. Berupa lampiran benda-benda milik Soekarno. 36Onghokham.Soekarno: Mitos dan Realitas dalam Taufik Abdullah.Manusia Dala Kemelut Sejarah. Jakarta:LP3ES.1988, hal. 45 37 Soedarmadji JH Damais. Bung Karno & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Karno. 1979, hal. 35. 38 Huib Akihary. Architectuur & Stedebouw in Indonesie 1870-1970. Zutphen: De Walburg Pers.1990, hal.142. 39A Bagoes P Wiryomartono. Seni Bangunan Dan Seni Bina Kota di Indonesia, Kajian Mengenai Konsep, Struktur, dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-Buddha, Islam Hingga Sekarang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1995, hal. 159-170.
25
Arsitek praktisi ditemukan dalam karya Haryoto Kunto40 yang mencatat
Soekarno menjadi arsitek magang di biro Arsitek Schoemaker. Menjelang
peringatan 100 tahun Soekarno, Widiastuti dalam Bung Karno dan Arsitektur41
mengungkap sejumlah karya Soekarno di Bandung. Ali Chanafiah sahabat
Soekarno semasa di Bengkulu42 mengungkapkan sedikitnya lima buah
rancangan karya arsitektur Soekarno, antara lain masjid jami‘ Bengkulu, rumah
Residen dan Demang yang sempat didokumentasikan di tahun 2001. Di
tahun 2007 arsitek Bambang Eryudhawan43 menyebutkan Soekarno sebagai
Bapak Arsitek Indonesia.
Catatan kelekatan Soekarno dan Seni Rupa melalui koleksi lukisan
maestro milik pribadi Soekarno yang dihimpun Dullah dan Lee Man Fong,
dan peran Soekarno sebagai pelukis diungkapkan oleh Djuli Djatiprambudi44
melalui sejumlah lukisan Soekarno yang ditinggalkannya di Ende. Dalam
catatan penyair Sitor Situmorang45 dalam tulisannya mengutarakan peran
Soekarno sebagai Arsitek sekaligus pencipta puisi. Melalui puisi Aku Melihat
Indonesia tampak kecintaan Soekarno pada Indonesia antara lain panorama
alam serta kanak-kakn. Kemampuan menuliskan skenario drama semasa
40 Haryoto Kunto (ed) Deddy H Pakpahan. Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997.Bandung: PT Aerowisata.1997, hal. 67-91. 41Indah Widiastuti, ―Bung Karno dan Arsitektur‖ dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 565-574. 42 Chanafiah, M Ali. Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press. 2003, hal. 45, dan periksa juga M. Ali. Bung Karno di Bengkulu dalam dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 910-919. 43 Eryudhawan Bambang. Sukarno Arsitek Indonesia dalam Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia (ed.). Tegang Bentang. Jakarta:Gramedia.2007, hal. 75-88. 44 Djuli Djatiprambudi. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar Utomo. 2001, hal. 37. 45 Sitor Situmorang, ―Bung Karno Suka Sesuatu yang Indah‖ dalam Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Ibid. hal.740 - 749.
26
pembuangan di Ende ditemukan dalam Bung Karno: Ilham Dari Flores Untuk
Nusantara46. Dan semasa di Bengkulu dalam Bung Karno Maestro Monte Carlo
1938-194347.
Karya Wijanarka mengungkap gagasan Ibukota Negara di Papandut
Palangkaraya. Dalam Soekarno dan Desain Rencana Ibukota RI di Palangkaraya48
diutarakan peristiwa pemancangan tiang pertama tanggal 17 Juli 1957.
Sejarawan Farabi Fakih dalam Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah
Soekarno49 mengungkap cara-cara Soekarno membangun kekaguman dunia
melalui rancangan bangunan estetis sebagai bagian esensial dari pembangunan
watak bangsa. Ketokohan Soekarno juga mengilhami tayangan televisi swasta;
Astro Awani50 menayangkan Dwi Tunggal Untuk Indonesia mengungkap
ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur. Sementara itu stasiun TV One51
menayangkan Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia sebagai destinasi wisata.
Stasiun MetroTV52 dalam Monumen Sang Pemimpin mengungkap
Monumen karya Soekarno. Menyusul Komunitas Salihara53 dalam The Monument
mengungkap sisi artistik Soekarno dalam karya Edhi Sunarso.TransTV54
menayangkan Pencitraan Negara Lewat Busana, mengungkap busana khas jas dan
46 Lukas Batmomolin.et.al Bung Karno: Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Nusa Indah. 2001,
hal. 50. 47 Agus Setyanto. Bung Karno Maestro Monte Carlo.Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006, hal. 54-192. 48 Wijanarka. Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006, hal. 23. 49 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak. 2005, hal. 181 50 Astro Awani TV .Program Acara Telaah : Dwi Tunggal Untuk Indonesia, 2007. 51 TV One51 . Program Acara Riwajatmoe Doeloe :Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia. 2008. 52 MetroTV. Monumen Sang Pemimpin tayang Desember 2009 dan Juni 2010.Dapat di-download melalui Youtube MetroTV. 53 Asikin Hasan. Video Dokumenter : The Monument, 2010. 54 TransTV54. Program Acara Merah Putih – Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana, 2011.
27
peci hitam Soekarno. Stasiun MetroTV55 menayangkan Indonesia Merangkul
Dunia menggambarkan perjalanan Soekarno di forum Internasional.
Sebagai sentral telaah telah saya kaji tiga karya disertasi satu dasa
warsa terakhir bertema Soekarno, yaitu karya Abidin Kusno dari Binghamton
(2000), Yuke Ardhiati dari Universitas Indonesia (2004), dan Eka Permanasari
dari Melbourne University (2007). Kusno56 dalam Behind the Postcolonial
Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia mendeskripsikan peran
Soekarno dan Soeharto sebagai aktor kunci kemunculan dan perkembangan
sosio-budaya terkait pembentukan arsitektur dan perkotaan sebagai akumulasi
pengetahuan masa kolonial berbasis kebangsaan. Ceruk yang terlepas adalah
makna dalam arsitektur dan arketipe keruangan warisan masa kolonial. Pada karya
Yuke Ardhiati, Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Sumbangan Soekarno
di Indonesia 1926-196557 mengungkap mentalite58: alam pikiran bawah sadar serta
perilaku otomatis berupa peran, norma, interaksi, dan makna yang mencuat
(emergent) melalui artifak peninggalannya.
Terungkap, pertama, budaya multikultur dan pendorong tindakan
Soekarno. Kedua, memetakan karya Soekarno dalam periodisasi. Ketiga,
mengungkap karya Soekarno secara semiotika. Keempat, mengungkap etik dan
estetik karya Soekarno.Kelima, menyimpulkan mentalite Soekarno. Adapun hal
yang terlepas adalah persoalan keruangan dan makna kehadiran arsitektur era
55 MetroTV. Indonesia Merangkul Dunia, 2011. Dapat di-download melalui Youtube MetroTV. 56 Kusno, Abidin, Behind the Postcolonial. Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia, 2000.History and Theory of Art and Architecture Graduate Program at The State of New York, Binghamton.2000, hal. x. 57 Yuke Ardhiati, Disertasi Doktor Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004. 58 Lloyd, Christopher.The Structure of History. London: Blackwell. 1993, hal. 89.
28
Soekarno. Eka Permanasari59 dalam Constructing And Contesting the Nation: The
Use and Meaning of Soekarno‘s Monument‘s And Public Places in Jakarta
mengungkap makna nasionalisme pada monumen dan area publik era
Soekarno serta perlakuan pemerintah melalui pendekatan spasial. Ceruk yang
terlepas dari Permanasari adalah kedalaman filosofis perancangan, makna
dalam arsitektur, serta kurangnya memanfaatkan sumber data primer. Ceruk-
ceruk yang terlepas dari ketiga Disertasi akan dijadikan sebagai tumpuan
penelitian ini.Ceruk penelitian karya Abidin Kusno, antara lain; 1)
pengungkapan makna objek arsitektur postcolonial, 2) eksplorasi arketipe
keruangan, 3) eksplorasi ‗Apa‘ serta ‗Bagaimana‘ karya arsitektur di awal
kemerdekaan, 4) penyuguhan otensitas data. Sementara itu karya Yuke
Ardhiati, 1) pengungkapan persoalan keruangan yang diakibatkan Penguasa, 2)
pengungkapan makna dalam arsitektur, 3) perluasan penelitian ke ranah
arsitektur. Pada karya Eka Permanasari, antara lain; 1) perlunya eksplorasi
kedalaman filosofis perancangan, 2) perlunya pengungkapan unsur estetis
dalam arsitektur, 3) perlunya optimalisasi pemanfaatan narasumber. Dari
ketiga Disertasi di atas saya temukan perbedaan mendasar kata kunci yang saya
unggulkan.Pembahasan proses kehadiran karya Arsitektur, dan terminologi
―Arsitektur Panggung‖ tidak terdapat pada ketiganya. Berdasar telaah di atas
dipastikan penelitian yang berbasis data kesejarahan yang mengungkap
Soekarno dalam proses kehadiran arsitektur yang dipertautkan data kesejarahan
berdasar rentang waktu yang relatif panjang sejak Soekarno Muda hingga di
akhir jabatan sebagai Presiden belum dieksplorasi oleh Peneliti lain.
59 Permanasari, Eka.Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Soekarno‘s
Monument‘s And Public Places in Jakarta, 2007.
29
Untuk memahami teori terkait ruang dan arsitektur, disinggung teori
ruang Van de Ven, Space in Architecture60, yang kini tergantikan oleh teori
ruang displacement-container Newton dan Teori Relavitas Ruang, space-time
continuum gagasan Einstain. Sebagai karya, Ven telah berjasa dalam
pengungkapan sejarah yang melatari gerakan The Modern Movement dan sekolah
desain Bauhaus61. Teori Ruang Planimetrik dirasa terlalu mengagungkan hal-hal
teknis yang didikte oleh produsen material, sehingga ranah arsitektur kurang
mampu menjadi media untuk mengekspresikan ide-ide maknawi yang
seharusnya terlahir sebagai gagasan sebagaimana pernah diperankan Bauhaus.
Pengungkapan makna kehadiran objek arsitektur menempuh tiga cara
sekaligus. Pertama, mengungkapkan pengalaman visual terhadap ‗Apa‘ yang
ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan bentuk dan kualitas objek
secara teraga – tangible. Ketiga, mengungkap pengamatan intangible – tak teraga
sebagai khora menyerupai proses memutu melalui intepretasi makna. Teori Ruang
Ven digunakan untuk memahami cara kedua yaitu ‗persepsi ruang‘ karya
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang juga menampilkan gaya Arsitektur Modern,
60 Cornelis Van de Ven. Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of the modern movement.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978, hal. 135. yang telah menjadi rujukan dalam pendidikan arsitektur termasuk di Indonesia sekitar tahun 1980-an bersandar budaya Romawi yang merumuskan ‗ruang‘ sebagai perluasan kata space. Berasal dari kata spatium yang dicetuskan oleh Aristoteles. Ven telah merumuskan ‗persepsi ruang‘ berbasis geometri-matematis dan konsep keindahan, antara lain; a) ruang planimetrik atau ruang dua dimensional, b) ruang perspektif satu titik atau tiga dimensional, c) ruang waktu ‘irasional‘ atau ruang empat dimensional, d) ruang imajiner seperti film bergerak. 61 Periksa Bagoes P Wiryomartono.Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern di Jerman dan Post Modernism. Yogyakarta:Universitas Atmajaya, 1993,h.47. Sekolah Desain Bauhaus memiliki arti khusus pembinaan arsitektur abad ke 20 didirikan Walter Gropius.
30
sebagai pemandu mengalami keruangan secara dua dimensional, tiga
dimensional, penjelajahan waktu irasional serta ruang imajiner.
Pengertian arsitektur telah berproses sejak Vitruvius menuliskan De
Architectura atau The Ten Books of Architecture62 pada 33-14 SM, arsitektur sebagai
imitasi dari alam dan cara merancang bangunan yang bersandar tiga tonggak
ketergunaan, kekokohan dan ketercintaan/keindahan. Pengertiannya meluas
sebagai pengetahuan merancang lingkung bangun untuk menjamin kualitas
kehidupan manusia terkait cara membangunnya63 sekaligus wadah berkegiatan
yang bersifat resemblance berupa kemiripan, kesamaan, persamaan, keserupaan
yang mewujud visual. Akar kata arsitektur berkorelasi dengan tekhnē
menjelaskan kerajinan, ketrampilan dan kepekaan seni dalam arsitektur skala
ruang hingga skala kota. Budayawan Mangunwijaya memperkenalkan
wastuwidya sebagai pengganti istilah architektuur yang dinilai mengandung makna
dari sekadar tekhnē.
Arsitek Gunawan Tjahjono64 menambahkan unsur makna sebagai
sesuatu yang tercerap melalui penciptaan ruang-tempat-waktu-peristiwa
sebagai hal tersembunyi dalam proses memutu ‗menjadi‘ ruang/arsitektur
pengembannya disebut Arsitek. Kata ―Arsitek‖ dimahkotakan pada Aktor yang
berkecakapan teknis membangun serta kepekaan keindahan dalam
menghadirkan karya secara ‗poetic‘ sebagai karya konstruktif sekaligus inspiratif.
62 Vitruvius.Morris Hicky Morgan (terj.)The Ten Books of Architecture. New York: Dover, 1960, hal. 31. 63Webster‘s New Encyclopedic Dictionary mengartikan architecture sebagai seni dan pekerjaan merancang bangunan, metode/gaya bangunan.A Dictionary of Architecture merujuk John Raskin perlunya seni demi tergubahnya arsitektur yang berkesan indah. 64 Tjahjono, Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002, dan Tjahjono, Gunawan. Rajin dalam Hardiati, Endang Sri (ed). Pentas Ilmu di Ranah Budaya. 9 Windu Prof. Dr. Edi Sedyawati. Denpasar: Pustaka Larasan, 2010, hal. 528-539.
31
Kata ‗poetic‘ terilhami oleh Poetics of Space65 karya Bachelard untuk
menggambarkan ruang inspirasi yang abadi dari tempat kelahirannya.
Bachelard juga mengilhami Antoniades penggubah Poetics of Architecture66
sebagai kesepadanan karya arsitektur dengan gubahan puisi karena telah
melampaui perenungan mendalam (contemplative), ketelitian tinggi (rigorous),
rohaniah (mentally), spiritual (spiritually) serta kemampuan sains (scientifically).
Sejumlah Pakar dan Maestro di bidang arsitektur perlu pendefinisian
arsitektur menurut pandangan pribadinya. Maestro Le Corbusier, pada
tahun 1923 mengatakan arsitektur sebagai ‗sesuatu‘ yang tiba-tiba menyentuh
hati dan mendorong rasa senang yang diperoleh melalui material konstruksi.
Louis Kahn menyatakan bahwa arsitektur sebenarnya itu tidak ada, yang ada
adalah karya arsitektur. Arsitektur itu ada di dalam pikiran seseorang yang
berkarya, yang menawarkan semangat bukan gaya, yang memahami teknik
bukan metode. Arsitektur adalah perwujudan yang terukur.
Raskin67 mewacanakan arsitektur dalam trio emosions; emotion intended,
emotion inherent, dan emotion evoked. Ia membedakan objek yang diamati adalah
arsitektur atau hanya sekedar bangunan. Emotional intended untuk mengamati
objek arsitektur untuk dapat dipahami Pengamat sesuai maksud kehadiran
objek. Cara memandang emotional inherent untuk memahami sejauh mana objek
arsitektur mampu menyampaikan pesan dan kesan tertentu dan pendekatan
emotional evoked melalui sejauh mana objek arsitektur mampu
merangsang/menggugah. Ketiganya memumpun makna kehadiran ruang dan
65Bachelard, Gaston. La poétique De l‘espace.Seminaire. 1954. ENSAM 2005/ 2006 Studio-S4, Chapitre 2. Periksa Gaston Bachelard (transl.) French by Maria Jolas. The Poetics of Space. Boston: Beacon Press, 1958, hal 8. 66 Antoniades, Anthony C. Poetics of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990, hal. 4. 67 Raskin, Eugene.Architecturally Speaking. New York: Bloch Publishing Company.1954, h.10
32
bentuk dalam memahami fenomena komunikasi simbol-simbol yang ertangkap
manusia.Rasmussen68 memumpun cara memberi makna karya arsitektur bukan
melalui menjelaskan secara visual yang ditampakkannya melainkan juga dengan
mengalami keruangannya bersandar pada pengamatan keterpautan seni yang
menjadi struktur pembentuknya, karena arsitektur memasuki ranah sebagai
karya fine art. Melalui form nya sebuah karya akan tampak kedalaman
impresinya, demikian pula melalui proporsi dua ataupun tiga dimensionalnya.
Yi Fu Tuan mengutarakan keberhasilan arsitektur69 diperoleh saat karyanya
mampu mengartikulasikan pengalaman sebaik mungkin melalui bentuk-bentuk
yang peka terhadap suasana hati, perasaan, ritme kehidupan/kegunaan. Arsitek
Tadao Ando70 mengutarakan cara berpikir arsitektural sebagai logika abstrak
menandai eksplorasi yang meditatif sebagai kristalisasi atas kompleksitas dunia.
Di Indonesia, wastuwidyawan Mangunwijaya71 memandang karya
arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan guna dan citra yang
disebut vasthu. Yuswadi Saliya72 mengibaratkan arsitektur menyerupai expanding
universe dari alam raya secara terus-menerus yang batas-batasnya adalah
kreatifitas dan imajinasi manusia. Dalam the Architecture of Good Intentions73
Rowe, menggagas cara-cara re-trospeksi sebagai pandangan kritis dalam
memaknai karya Arsitektur Modern. Rowe mewacanakan pengamatan melalui
68 Rasmussen, Steen Eiler.Experiencing Architercture. Cambridge: The MIT Press.1962, hal. 9. 69Tuan, Fu Yi.Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of Minnessota.1977, hal. 100. 70 Ando, Tadao.Toward New Horisons in Architecture in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996, hal. 458. 71 Mangunwijaya, Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, h.332 dan 348. 72 Saliya, Yuswadi.Perjalanan Malam Hari. Bandung: LSAI-IAI Jawa Barat. 2003, hal. 200. 73 Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. London: Academy Editions.1994, hal. 6-7.
33
bingkai epistemology, eschatology, iconography, mechanism dan organism.
Pencerahan dalam arsitektur terjadi saat kemunculan karya arsitektur
kelompok postmodernism di tahun 1980-an saat Peter Einsenman, Frank Gehry,
Benard Tschumi, dan Zaha Hadid menggubah karya kontemporer yang dinilai
oleh Derrida sebagai karya dekonstruktivis. Peter Eisenman74 memandang
arsitektur sebagai proses menciptakan di masa lalu agar berkah di masa depan.
Frank Gehry berpendapat bahwa arsitektur merupakan upaya kecil dari
manusia yang berlatih untuk percaya pada potensinya dalam membuat
perbedaan yang mencerahkan melalui konteks indah. Melalui karya Event-Cities,
Tschumi75 menerapkan konsep Cities of Pleasure yaitu ‘keterkejutan‘ bagi
‘kesenangan‘ khayalak. Sementara itu Zaha Hadid mengutarakan artspace - a
sense artificial place for a walk berupa promenading yaitu karya yang dinikmati seraya
berhenti sejenak dengan tampilan menarik.
Pemikiran kritis Derrida, filsuf yang bukan arsitek mengandung nilai
gagasan yang mampu memumpun proses kehadiran arsitektur. Gagasan
Derrida L‘Mainténant Architecture76-arsitektur dalam konteks kekekinian, bukan
hanya membicarakan karya arsitektur akan tetapi juga tata cara menggubah
ruang menjadi tempat bagi ‗peristiwa‘ yang mengesankan. Karya arsitektur
sebagai trans-architecture muncul sebagai peristiwa memperluas perannya
kontemplatif bagi seni dan pengguna. Events – peristiwa menurut Derrida
tidaklah sesederhana pengertian lazimnya, melainkan events yang dekat
74 Eiseman, Peter. The End of the Beginning, the End od the End in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 211. 75 Prosesi pembakaran kembang api berlangsung di Paris 20 Juni 1992, Tschumi, Benard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press.1999, hal.11. 76 Derrida, Jacques. Architecture Where Desire Can Live dalam Neilleach (ed). Rethinking Architecture: a Reader in cultural theory. London: Routledge, 1997, hal. 324 – 330.
34
hubungannya dengan madness/La folie - kegilaan sesuatu yang megalomaniak.
Pengutaraan Derrida tentang arsitektur sebagai ‗peristiwa‘ menyenangkan,
menghibur selain sisi keindahannya menjadi semacam konsepsi atau
narasi/skenario yang mendahului fisiknya sebagai makna yang ditanamkan ke
dalam fisik arsitektur. Konsepsi itu merefleksi proses memutu menyerupai
karakteristik khora sebagai ‗sesuatu‘ yang dicerap sebagai ide bentuk
arsitektural. Rumusan arsitektur di atas menggiring pengertian arsitektur dalam
karya ini merujuk pengetahuan membangun karya bangunan yang indah serta bermakna
karena mengandung skenario artistik untuk menyenangkan pemirsanya yang dalam proses
memutu dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa yang selaras dengan konsep point
de folie – L‘Maintenance Architecture gagasan Derrida. Sekilas, pandangan Derrida
tidak dimungkinkan sebagai rujukan dalam mengungkap proses kehadiran
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ karena ruang-tempat-waktu serta peristiwanya
tidak sejaman, namun setelah menelisik konsep Cities of Pleasure - karya
arsitektur yang dipandang sebagai metafora kesenangan atau hiburan kota,
maka analogi Events-Cities dapat dirujuk.
Dalam proses memutu karya arsitektur ‘Projek Mercusuar‘ telah
menunjukkan diri sebagai karya a Place of Pleasure - tempat yang
menyenangkan/membanggakan. Penerapan konsep a Place of Pleasure
mengandung skenario artistik ‗peristiwa‘ yang bersifat la folie - kegilaan,
sehingga karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang merepresentasi L‘Mainténant
Architecture sebagai Arsitektur di kekinian. Selain spectre Sang Penggagas terjejak
padanya, juga mempertunjukan esensi ide arsitektur ‗menggelar‘ ber-proses
memutu yang selalu berubah di setiap ruang-waktu.
35
Wacana arsitektur yang bermakna memposisikan makna menjadi hal
yang penting, yaitu ‗sesuatu kualitas‘ yang tercerap melalui penciptaan ruang-
tempat-waktu-peristiwa merupakan hal yang tersembunyi, hal metafisik yang
terkandung dalam process memutu kehadiran karya arsitektur yang dinamai
khora77. Khora merupakan realitas ketiga dalam Timaeus karya Plato; pertama,
Fix sesuatu yang tidak berubah bentuk, tidak diciptakan/dihancurkan
dan tak terlihat indera. kedua, Being ‘menjadi Ada‘ sebagai bentuk
‗menyerupai‘, bergerak dan dipahami indera. Ketiga, Khora ‗sesuatu‘ yang
abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being,
tertangkap indera, seperti mimpi yang ada di suatu tempat atau ‗ruang‘.
Plato menggambarkan ‗FORM' sebagai bentuk yang ‗Ada‘ didalam pikiran
manusia dan bukan 'SHAPE' sebagai wujud objek ‗di luar sana‘.
Saat Plato78 menjelaskan ‗api‘ yang dipandang bukan dari warna atau
bentuknya melainkan kualitas yang dipancarkan sebagai rasa panas atau dingin.
Khora kemudian didekonstruksi oleh Derrida79 Khora reaches us, and as the name
and when a name comes, it immediately says more than the name: the other of the name and
quite simply the other, whose irruption the name announces. Khora sebagai si Nama/si
Lyan yang kehadirannya mendadak/meletup menggambarkan sosok unik-
alien, dissymetri-sesuatu yang tak berbentuk, triton genos - sejenis ras ketiga.
77Khora istilah Yunani.Periksa Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus.360 BC.Republished 2008 by Forgotten Books, hal. 60. Sebagai unsur dari Tiga Realitas gagasan Plato dari Yunani yang didekonstruksi oleh Jacques Derrida: On The Name, 1995, hal. 89. 78 Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus. 360 BC. Republished 2008 by Forgotten Books, hal. 60. Khora digunakan Plato dalam sebuah percakapan yang menjelaskan tentang ‗api‘. Pengertian ‗api‘ dipandang bukan dari warna yang ditampakkanya akan tetapi dari kualitas yang dipancarkannya sebagai rasa panas atau dingin. 79 Dalam risalah Jaques Derrida (ed) Dutoit, Thomas. On The Name. California: Stanford University Press,1995, hal.89, termuat karakteristik Khora sebagai hasil dekonstruksinya.
36
Derrida memandang khora memiliki karakteristik ‗ruang‘ dalam arti tempat,
lokasi, wilayah, area luas/country, disebut figures, form, perwujudan wadah,
wujud, representasi rahim ibu-perawat yang feminine, objek penerima isi
muatan-receptacle dan pembawa-tanda/jejak-imprint bearer. Khora dicerap
sebagai ide form/ bentuk arsitektural dalam proses memutu. Krell mengapresiasi
khora dalam Archeticture, Ecstacies of Space, Time, and The Human Body80
menyatakan feminitas khora sebagai upaya mengisi kemandegan teori
Arsitektur Barat yang hanya bersandar pada penguasaan teknis, teknologis dan
arsitektonis namun melewatkan unsur tic atau desain.
Selain dirujuki On the Name juga dikritisi. Jacques Derrida, Chanter81
mengkritisi feminine Chora sebagai nuansa ‗ketidakstabilan‘ yang mengubah hal
semiotik menuju simbolis. Penolakan terhadap Chora juga dialamatkan oleh
Peneliti Arsitektur ‗Nusantara‘, Prijotomo menolak cara platonic-chora untuk
mendiskusikan ‗rong‘82 dalam Arsitektur Jawa, juga Adiyanto83 yang
memandang chora pengutaraan Derrida bukanlah filsafat yang ‗mantap‘ karena
penuh ‗goncangan‘ dan ‗kerapuhan‘ yang menempatkannya di ranah
epistemologi. Sekalipun masih menjadi wacana yang diperdebatkan, karya ini
merujuk khora84 merujuk dekonstruksi Derrida bersandar naskah asli Timaeus.
80David Farrel Krell. Ecstacies of Space,Time and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997, hal. 12. 81 Chanter, Tina. Abjection, Death and Difficult Reasoning:The Impossibility of Naming Chora in Kristeva and Derrida.In Woodruff, Peter and Kujundzic, Dragan (ed).Khoraographies for Jacques Derrida, Tympanum 4, 2000, risalah nomor enam.. 82 Prijotomo, Josef (ed.all).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25 83 Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal.300. 84 Derrida secara khusus mendekonstruksi Khora merujuk naskah asli Timaeus Plato dengan tajuk On the Name dan mendeskripsikan rinci karakteristik Khora.
37
Dirujuki karena tafsirnya membuka wacana différance85 sebagai penangguhan makna
yang purna, sebuah kesementaraan yang justru memberi ‗ruang‘ kreatif kepada
Peneliti terutama bagi ranah arsitektur dan desain ingin mengungkapkan proses
memutu sebagai ungkapan kreativitasnya. Situasi kontroversial yang berasal dari
Peneliti arsitektur ‗nusantara‘ terhadap khora tidak menyurutkan khora sebagai
rujukan. Kontroversi itu bahkan meneguhkan khora/ chora sebagai kelenturan
dalam memaknai keilmuan, yang saya yakini menjadi peluang bagi kehadiran
khora dalam memperoleh tempat sebagai tema khas.
Kehadiran khora mengilhami pe-redifinisi-an kehadiran karya
arsitektur, salah satunya melalui karya Alberto Perez-Gomez. Dalam Chora:
The Space of Architectural Representation86, khora sebagai ‗ruang pengakuan‘-
space of recognition melalui panggung proscenium di masa Yunani Kuno.
Khora sebagai ‗ruang pengakuan‘ ditampakkan pada ide rancangan
amphitheater di Ruang Kemerdekaan di Tugu Nasional. ‗ruang pengakuan‘
terjadi di saat mendengarkan seksama rekaman suara pembacaan kembali
Teks Proklamasi oleh Soekarno. Pernyataan kemerdekaan Indonesia itu
membimbing pengakuan kewilayahan Ruang ke-Indonesia-an yang
dilengkapi atribut-atribut kemerdekaan seperti aksara proklamasi, peta
wilayah kepulauan Indonesia, Sang Saka Merah Putih serta lambang
Negara Garuda Pancasila.
85Istilah différance diciptakan Derrida melalui "Cogito et histoire de la folie" 1963. Différance diartikan penangguhan makna dan adanya perbedaan, espacement atau ‗jarak‘ menyangkut kekuatan yang membedakan unsur-unsur satu sama lain menyerupai oposisi biner. 86Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez, Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of Architecture.London Buffalo:McGill-Queen‘s University Press, 1994, hal. 15.
38
Sepilihan risalah serial Chora87 cenderung menggiring konsep
Khora/Chora melampaui ranah metafisik yang tidak dapat dijangkau rasionalitas
karena bersandar hal-hal yang gaib, kecuali Krell yang menganggap Khora
sebagai pemberi nafas feminine kehadiran karya arsitektur serta konsep ‗ruang
pengakuan‘merujuk Perez. Oleh karenanya, Khora saya rujuk dari Derrida yang
disederhanakan pengertiannya sebagai proses memutu kehadiran karya
arsitektur sebagai ‗penyedia bagi yang hadir untuk being‘ terkait form.
Pengungkapkan proses memutu kehadiran karya arsitektur ‗Projek
Mercusuar‘ di era Soekarno bersinggungan dengan kekuasan, akan dirujuk teori
arsitektur berpotensi menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban
termasuk karya arsitektur. Penelusurannya melalui jejak peradaban, jejak
keruangan, dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba –
arketipe. Teori Arketipe Keruangan - Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell88
memumpun pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa yang
sering kali didorong oleh alam tidak sadar – unconscious bahkan tidak jarang
ditemukan berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik. Lobell
terilhami oleh Jung. Dalam Approching Unconscious. Man and His Symbol, manusia
cenderung menciptakan simbol-simbol tertentu tanpa disadarinya, yang
menyiratkan ‗sesuatu‘ secara lebih jelas dari makna langsung yang mewakili
konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar.
87 Simak David Farrel Krell Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: New York Press. 1997, hal. 13. 88Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.
39
Terdiri dari beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal
masa lalu. Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang
tidak dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang
kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap. Arketipe keruangan akan
diterapkan sebagai penelusuran non material berupa pikiran impersonal tokoh
Soekarno sebagai metode menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang
telah wafat dan berjarak terhadap masa penelitian, sehingga ditelusur melalui
jejak karyanya. Cara ini masih dikatakan langka bagi penelitian arsitektural.
Lazimnya, pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui
wawancara atau tulisan oleh yang bersangkutan. Akibatnya, pengungkapannya
sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris89. Penguasa ingin
mengontrol yang diucapkan, atau dituliskan, bahkan membuang hal yang
dirasanya tidak perlu. Penelusuran merujuk Lobell menjadi terobosan karena
bersandar jejak yang dipertautkan dengan hal metafisik90 yang terlewatkan.
Spatial Archetype-Arketipe keruangan gagasan Lobell dan Sanberg, terilhami
oleh ingatan kolektif berupa citra kepurbaan yang timbul di permukaan
kesadaran ketika mewujud batas ruangnya.
Selain merujuk khora, cara memahami makna ‗Projek Mercusuar‘
Soekarno ini merujuk konsep Ruang Jawa dan Bali sebagai latar
memahami budaya multikultur yang terdapat dalam diri Soekarno yang
dipengaruhi adanya perbedaan budaya kedua orang tuanya, Raden
Soekeni Sang Ayah, Ningrat Jawa yang Islam, dan Ida Ayu Nyoman Rai
Sarimben, Sang Ibu dari kasta Brahmana dari Bali.
89 Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan mengabaikan tulisan. 90 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya.
40
Budaya multikultur meliputi diri Soekarno merujuk Ardhiati 91 berdampak
pada cara Soekarno merancang keruangan Kawasan Tugu Nasional.
Pengaruh budaya Jawa terpancar dari jejak ide rancangan bentuk yang
bersepadan konsep Pajupat Kalima Pancer berupa orientasi empat arah mata
angin pada rancangan Tugu Nasional. Pola-pola ruang mewujud empat
persegi/bujur sangkar ber-undak menyerupai bentuk candi Jawa.
Keruangannya mengisyaratkan makna spiritual Rumah Jawa, yang semakin ke
arah dalam semakin ‘menggelap‘ sebagai ungkapan hirarki kesakralan ruang
merujuk Tjahjono92. Ide keruangan di Tugu Nasional yang didasarkan pola
empat persegi sama sisi memperteguh konsep mandala93. Simbol esensi mutlak
mandala menyerupai lingkaran; lingkaran dalam bujur sangkar; bujur sangkar
dari lingkaran; pusat dengan arah ke segala ruang sekaligus lambang ruang,
waktu, keterbatasan, serta wujud yang berbatas.
Mandala diartikan sebagai hadirnya esensi dalam ruang dan waktu
eksistensi, hadir yang sempurna, suci dan mutlak dalam dunia manusia. Ide
pola keruangan menyerupai mandala di Tugu Nasional diartikan sebagai upaya-
upaya menghadirkan ‘ruang dan waktu‘ yang suci serta mutlak bagi manusia
Indonesia, sekaligus memberi perbedaan eksistensi jagad manusia, jagad semesta
dan jagad transendental Illahyah sebagai tatanan hirarkis keruangan di Tugu
91 Ardhiati, Yuke. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia 1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta: Universitas Indonesia, 2004, hal. 106. 92 Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimension of House Shapes in Kota Gede and surroundings Unpublished dissertation, University of California at Berkeley, 1988, hal. 104. 93 Sumardjo, Jacob. Arkeologi Budaya Indonesia. Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap artefak-artefak kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Qalam. 2002, hal. 195.
41
Nasional yang menyerupai ‘Ruang Jawa‘ merujuk pengutaraan Supriyadi94.
Bentukan ide ‘Ruang Jawa‘ termanifestasi pada gerbang Kala-Makara di Ruang
Kemerdekaan berupa sepasang gerbang megah yang membuka serta menutup
otomatis, disertai lantunan rekaman nyanyian Padamu Negeri. Di saat
lempengan logam penutup permukaan ‘menghilang‘ ke atas, terkuaklah kotak
kaca keemasan sebagai tempat Bendera Sang Saka Merah Putih.95
Suasana menyerupai pertunjukan itu mengungkap adanya dimensi ruang
sakral dan profan ‘Ruang Jawa‘ berupa tabir ‖panggung‖ yang dinamai pakeliran
pewayangan96. Dalam keadaan gerbang tertutup, suasana di sekeliling tercipta
‘ruang profan‘ karena tersaksikan kasat mata. Saat kedua sisinya menepi,
terkuaklah lempengan logam berhias padma membatasi ‘ruang‘ masa lampau
yang menggelar atribut-atribut peristiwa sakral 17 Agustus 1945, yaitu Sang
Saka dan Teks Proklamasi yang disuarakan. Senarai mengasah ‘mata batin‘ saat
berlangsungnya rekaman suara Soekarno membacakan kembali Teks Proklamasi
lokasi itu menjadi pusat pertunjukan. Karena berlokasi tepat sumbu bangunan,
situasi ini mengantar pemahaman ‘ruang sakral di tempat yang sakral‘ :
pernyataan merdeka yang sakral yang diucapkan tepat di catuspatha titik pusat
garis persilangan yang dimaknai oleh masyarakat Hindu sebagai titik
suci/sakral. Ruang pakeliran yang tercipta tepat di garis sumbu tegak/axis mundi
bangunan Tugu Nasional yang bertumpu di catuspatha menjadikan Tugu
94Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010. 95 Berdasar foto dokumentasi arsip pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh Keluarga kepada saya, terungkaplah misteri lokasi bendera Sang Saka Merah Putih adalah pada kotak kaca yang ditempatkan di balik pintu gerbang Kala-Makara di Ruang Kemerdekaan Tugu Nasional. 96Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010.
42
Nasional merefleksi bangunan suci. Jagad transendental Illahyah di Kawasan Tugu
Nasional bersepadan dengan kosmologi Jawa. Keruangan yang terjadi di
lokasi puncak tugu adalah keruangan yang berbatasan angkasa bebas sebagai
manifestasi ‘Ruang Manusia‘ yang melebur ke dalam ‘Ruang Illahyah‘ yaitu
manifestasi terjadinya awang-awung atau ruang tanpa orientasi sebagai tujuan akhir
cita-cita keberadaan manusia Jawa.Secara tidak disadari Soekarno menggubah
filsafat Manunggaling Kawula Gusti melalui ide penempatan Lidah Api.
Situasi itu berselaras konsep Arsitektur Jawa merujuk Adiyanto97.
Disimpulkan, Soekarno telah menggemakan ‘cita-cita bangsa Indonesia
menggapai langit‘ sebagai simbol tujuan akhir perjuangan bangsa Indonesia
melalui Api Kemerdekaan di lokasi puncak Tugu. Sebagai manusia Jawa,
Soekarno tidak terlepas dari Dualitas Jawa yaitu keberadaan penghuni jagad
yang saling melengkapi secara harmonis maupun paradoksal, termasuk
mempercayai ilmu kecocokan atau ngelmu gathuk (bhs. Jawa) berdasarkan
petungan sebagai penentu kedudukan seseorang dalam kosmos.Konsep petungan
di Tugu Nasional yang terungkap bukan merujuk petungan Jawa, melainkan
ukuran bangunan yang didasarkan angka-angka hari sakral 17-8-1945. Angka
17 sebagai ukuran ketinggian Cawan dari muka tanah, angka 8 sebagai ukuran
core bangunan, modul lebar ruang dan angka 45 sebagai lebar Cawan Tugu.
Gagasan Prijotomo yang mengeksplorasi orisinalitas ruang dalam Arsitektur
Jawa melalui rong, teritori serta ruang sebagai kehadiran yang menghadirkan
bayangan yang menaungi98 terwujud sebagai ‘ruang berteduh‘ di Tugu Nasional
97 Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa. Disertasi Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011, hal.4. 98Prijotomo, Josef (ed.all).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25. Rong yang artinya liang, lubang, atau kamar disanding dengan
43
yang membentuk liukan Cawan Tugu ukuran raksasa merupakan kesepadanan
Arsitektur Jawa dengan konsep khora. Penyandingan konsep rong dan konsep
khora ini disandarkan universalitas keilmuan ‗manca‘ dengan ‗nusantara‘ yang
terinspirasi wacana dari filsuf Islam Al-Farabi dan Ibn Sina penggagas Neo-
Platonic, Al-Kindi dan Al-Razi99. Universalitas keilmuan juga terungkap melalui
Serat Gumalaring Dumadi: Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni100 sebagai
kehadiran Sang Suksma Sajati (Sang Pencipta) yang mendahului asal-muasal
terjadinya bumi (bawana) dan sebelum terjadinya awung-awung.
Satuhune ing sadurunge ana apa-apa (sadurunge ana awang-uwung) iya ing sadurunge bawana iki dumadi, Pangeran wus jumeneng, mangkono uga ingsun : Suksma Sajati Iya ing kono mau kang sinebut kahananing Pangeran lan Ingsun lan iya kahananing alam sajati, iya Kadhatoning Pangeran lan Iingsun, Ingsun lan Pangeran lenggah aneng telenging urip, sadurunge Bawana mau dumadi. Pangeran kagungan karsaa nurunake Roh suci, iya woroting Pangeran, nanging karsa mau kandheg, sabab durung ana wadhahe lan panggonane, mula Pangeran banjur yasa Bawana, kang tinitahake dhingin, ya iku anasir patang prakara kang diarani : swasana, geni, banyu, lan bumi. Dumadining anasir patang prakara iki, sanadyan saka pangwasaning Pangeran, nanging uga mijil saka Pangeran, mula kena den upamakake diyan lan kukuse, upama Pangeran diyane, anasir kang dadi kukuse.
Diceriterakan, sebelum Bumi dicipta, Sang Pencipta – Sang Pangeran
ingin menurunkan Roh Suci, tertunda karena Bumi Bawana belum ada. Maka
diciptakanlah Bumi dari bahan dhingin, terdiri dari swasana, geni, banyu, lan bumi
(udara, api, air, tanah). Substasi Serat itu menunjuk kesepadanan realitas
sebagai ‘Ruang‘ melalui cara diskusi batiniah-jasmaniah. Prijotomo menolak cara platonic untuk mendiskusikan rong. 99Fakry, Majid. AHistory of Islamic Philosophy.New York:Columbia University Press, 1983, hal. 116. 100Sunarta. Gumalaring Dumadi:Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni. Surakarta: (Wet) setat seblan 1912 No.600), 1932, hal. 9.
44
gagasan Plato yang juga menyebutkan udara, api, air dan tanah sebagai unsur
pembentuk Bumi. Gagasan teritori juga terungkap melalui Serat Babad Donya101
mengungkapkan wilayah geografis kawasan pulau ‗Djawa‘ dan Benua Asia
Tanah Asia sebagai tanah terbesar di seluruh dunia tanah air para Nabi besar.
Luasnya mencapai 880.000 mil persegi setara sebagai 40 kali luas pulau Jawa.
Pemaparan sastra ‗nusantara‘ itu meneguhkan karakteristik khora menyerupai
teritori/wilayah/Negarasebagai titik temu perbedaan cara pandang keilmuan
‗manca‘ dengan ‗nusantara‘. Gagasan teritori Jawa yang dieksplorasi Prijotomo
melalui mitos ‗kentut Semar‘ sebagai ungkapan energi yang maha dahsyat yang
mampu mengeluarkan ‗Gunung Mahameru‘ sebagai pengungkap jirim yaitu
ruang melalui wilayah bau sekaligus tempat bersepadan dengan konsep Khora.
Menggambarkan konsep teritori bersandarkan pada energi rekaman
suara Soekarno di Ruang Kemerdekaan melalui resonansi suara Soekarno di
saat membacakan kembali Teks Proklamasi sebagai gema ke segala arah
sekaligus menunjukkan teritori ke-Indonesia-an. Resonansi suara Soekarno
yang diperdengarkan itu bukan sebagai mitos semata, melainkan sebuah
‗metafisika kehadiran‘ dari spectre Soekarno.
Dalam kosmologi Bali102 dikenal mengagungkan keselarasan Bhuana
Agung dan Bhuana Alit berorientasi pada sembilan arah mata angin yang
dinamai Nawa Sanga103 yaitu delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya.
Dikenal catuspatha sebagai pusat perpotongan empat garis bersilangan.
Sementara itu konsep penataan ruang Tri Hita Karana merupakan a senses of
101 Ismangun, RM. Babad Donya. Surakarta: Yayasan Paheman Radya Pustaka.1915, hal. 93. 102 Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai
Tradisional.1986, hal. 11. 103Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
45
place yang mengandalkan arah mata angin menyerupai konsep kosmologi Jawa
Pajupat. Nawa Sanga104 mengandung sumbu ritual Timur-Barat dinamai surya-
sewana dan berorientasi ke arah terbit-terbenamnya matahari, dengan orientasi
Timur yang dinilai lebih utama. Sumbu natural spiritual Kaja-Kelod merujuk ke
arah gunung dan lautan, disebut nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekala-
niskala, suci-tidak suci. Ruang dikategorikan suci menempati Kaja-Utara
mengarah ke gunung; untuk pura, arah bersembahyang, arah tidur, sebaliknya,
profan-kurang sakral di Kelod-Selatan untuk posisi kandang, kuburan,
pembuangan dan sebagainya. Orientasi arsitektur Bali yang dinamai Nawa
Sanga yang disimbolkan padma bermahkota delapan dinamai105 Kompas orang
Bali. Pusat pancarannya berupa hasil perpotongan sumbu Kaja-Kelod dengan
Kangin-Kauh sebagai penempatan bangunan suci-pura desa berada di Timur
(Kaja-Kangin) mengarah ke gunung Agung, dan pura kematian-pura dalem dan
kuburan di Barat Daya mengarah ke laut (Kelod-Kauh) sedangkan permukiman
berada di antara Pura Desa dan Pura Dalem.
Dikenal istilah Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung terbentuk
akibat perpotongan sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh sebagai pedoman
penempatan bangunan suci pada keempat sudutnya. Pola Perempatan Agung
memiliki catuspatha106 berupa titik pertemuan dua pasangan dualistik celestial-
teresterial surgawi-manusia. Kangin-kauh sebagai dualisme celestial – surgawi,
104Nawasanga dipaparkan Julian Davison & Bruce Granquist dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore: Periplus.1999, hal. 5. Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4. 105Davison, Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore:Periplus.1999, hal. 5. Periksa juga Nawa Sanga dalam The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deity- Hindu in origin – and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for the proper orientation of building. 106 IGM Putra. Catuspatha, Konsep, Transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah. Vol 3 No.2 Agustus 2005, hal. 62-101.
46
dengan kangin-kelahiran dan kauh - kematian. Sedangkan arah Kaja-Kelod
merupakan dualisme celestial - surgawi. Kaja - dunia atas dan Kelod- dunia
bawah. Melalui pengamatan dari pesawat udara citra Nawa Sanga tersirat di
Kawasan Tugu Nasional berupa garis perpotongan empat jalan tegak lurus
Tugu Nasional dengan Jalan Silang Monas. Keserupaan dengan pancaran Nawa
Sanga itu apabila dipertautkan dengan simbol Eisman107 mengungkapkan
bahwa lokasi Tugu Nasional tepat berada di titik pusat catuspatha yang
digambarkan sebagai padma bermahkota delapan. Bersandar telaah konsep
Pajupat, Mandala, Ruang Jawa dan Nawa Sanga terhadap pola-pola rancangan
serta pola keruangan di Kawasan Tugu Nasional saya temukan adanya
semacam sensasi subliminal yaitu keserupaan rancangan yang beorientasi pada
budaya Jawa dan Bali sebagai ekspresi diri Soekarno di saat memvisualisasikan
gagasannya. Sikap memadu-padankan konsep ruang yang merepresentasi
budaya multikultur Jawa- Bali yang bernuansa ‗nusantara‘ itu saya pertautkan
dengan konsep khora yang berasal dari ‗manca‘ sebagai cara menelusuri proses
memutu kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ era Soekarno.
Pendorong Kehadiran Karya Arsitektur
Tiga dasa warsa sejak teori ruang Space in Architecture diterbitkan,
Pakar menganggap terjadi kemandegan dalam keilmuan arsitektur yang
mendorong eksplorasi terhadap hal-hal metafisik yang belum terwadahi oleh
teori Van de Ven, salah satunya menggali faktor-faktor pendorong kehadiran
arsitektur. Derrida mengutarakan wacana desire dan spatialisation sebagai
107 Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
47
pendorong kehadiran karya arsitektur108 yang haruslah hadir sebagai ‘tempat‘
yang dapat mengenali hasrat pengguna untuk berlangsungnya kehidupan.
Tschumi mengutarakan desire melalui The Pleasure of Space 109. Karya
arsitektur hanya terjadi di saat hasrat – desire terefleksi sehingga sebuah karya
bukanlah arsitektur apabila belum mampu menggelorakan ‗hasrat‘ yang
digerakkan oleh keinginan di bawah sadar. Sedangkan Tjahjono menggali lima
hal pendorong kehadiran arsitektur110 yang mewujud berkat hasrat-hasrat
manusia sebagai urutan akibat kesadaran atas keberadaan dirinya dalam suatu
lingkungan ; 1) hasrat mempertahankan hidup, 2) hasrat berhidup dengan
sesama, 3) berhidup damai dengan alam adikodrati, 4) hasrat pernyatakan diri,
dan 5) menurunkan citra diri serta mewariskannya. Senafas dengan Tjahjono,
Hays juga menggagas faktor pendorong kehadiran arsitektur.
Dalam Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde111 Hays
menyebutkan intervensi dan rasa seni selain hasrat sebagai pendorong kehadiran
arsitektur. Intervensi sebagai pendorong terwujudnya karya arsitektur
dirasakan perlu, karena dorongan hasrat semata tanpa intervensi berupa ‗campur
tangan‘ konstruktif bagi terwujudnya karya arsitektur megah dan monumental
merupakan kemustahilan, karena dalam berkarya yang sedemikian kompleks
intervensi dari Aktor/Penguasa dinilai mampu mengatasi permasalahan.
108Derrida, Jacques.As interviewed by Eva Meyer.Architecture Where Desire Can Live. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 144. 109Tschumi, Bernard. The Pleasure of Architecture. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995. New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 534. 110Gunawan Tjahjono. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002, hal. 3. 111 Michael Hays. Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press. 2010, hal. 1-20.
48
Sementara itu, adanya rasa seni dalam proses memutu karya arsitektur sebagai daya
pukau/pesona yang terpancar dari karya secara terintegrasi dalam rancangan.
Rasa seni sebagai upaya untuk menciptakan bentuk/form yang menyenangkan
yang dapat memuaskan kesadaran estetis manusia.
Salah satunya akibat apiknya komposisi elemen merujuk Adams112
yaitu berupa garis, bentuk, warna, cahaya, gelap yang tergubah dalam
komposisi yang disertai keseimbangan, keteraturan, dan proporsi, pola, irama.
Karya dikatakan mengandung rasa seni apabila mampu menghadirkan ‗momen
estetik‘ bagi pemirsanya. Seniman Edhi Sunarso mengutarakan momen estetik
sebagai ekspresi seninya yang mampu menggugah rasa keindahan pemirsanya.
Sementara itu Edi Sedyawati113 menguraikan sebagai tumbukan antara serapan
panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik,
sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan rasa ketertarikan,
keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan. Momen estetik dalam penelitian
merujuk kedua pengertian itu. Melalui rumusan ini, tidak semua objek dinilai
mampu untuk menghadirkan momen estetik. Berdasar pengutaraan Derrida,
Tschumi, Tjahjono dan Hays di atas, dipertautkan sebagai faktor-faktor
pendorong kehadiran karya arsitektur yang dinamai trilogi: hasrat, intervensi dan
rasa seni sebagai pengetahuan tersembunyi dalam diri Arsitek yang
memampukannya menggubah arsitektur yang ber-makna. Peran hasrat, intervensi
dan rasa seni sebagai unsur penting pada proses kehadiran karya arsitektur
sebagai ekspresi kekuasaan, seperti yang terjadi pada Pyramid 400 tahun
lampau, ataupun Taj Mahl/
112Adams, Laurie Scheider.The Methodologies of Art. New York: Harper Collins Publishers,Inc. 1996, hal. 17. 113Merujuk pengutaraan Budayawati Edi Sedyawati, 2008 dan Seniman Patung Edhi Sunarso, 2009 tentang rumusan ‗Momen Estetik‘
49
Babak ini memumpun situasi di saat Bung Karno menggelar apa yang
disebut ‗Projek Mercusuar‘. Kata ‗Projek Mercusuar‘ dalam karya ini ditujukan
sebagai demystify yaitu upaya memberi jarak atau distansiasi (Ricouer: 1983)
terhadap gagasan Soekarno untuk memperoleh sebuah makna baru. Sejumlah
karya arsitektur yang dimaksudkan sebagai ‗Projek Mercusuar‘ itu adalah
sepilihan bangunan megah gagasan Soekarno yang ditujukan untuk
membangkitkan kebanggaan Bangsa Indonesia agar dipandang setara dengan
mancanegara yang berlokasi di koridor jalan Thamrin-Sudirman yang
direpresentasi oleh: 1) Jakarta City Planning 2) Gedung Pola, 3) Complex Asian
Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara,
8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, dan 10) Gedung ex Conefo – gedung
DPR-RI serta sejumlah patung realis skala kota.
‗Projek Mercusuar‘ Soekarno termasuk pula pendirian sejumlah
bangunan fasilitas publik terutama di Jakarta, antara lain Pusat Perdagangan
Senen, Bank Bappindo, Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, serta sejumlah
bangunan hotel yang diprakarsai oleh Hotel Indonesia Group yang bukan
hanya di Jakarta melainkan juga di Samudera Beach di Pelabuhan Ratu,
Ambarukmo di Yogyakarta, dan Bali Beach di Sanur. Namun, perlu dipahami
adanya perbedaan antara bangunan yang ditampilkan sebagai karya arsitektur
yang megah sebagai ‗Projek Mercusuar‘ dengan karya arsitektur yang
mengandung ide ―arsitektur panggung‖.
50
Di saat menyaksikan Piramyd di Mesir, yang tampak adalah gubahan
batuan raksasa yang muncul di tengah gurun pasir114, pyramid semula diyakini
sebagai moda transportasi menuju keabadian bagi Sang Pharaoh, kini bergeser
menjadi ‗pertunjukan‘ bagi turis. Hal serupa tampak pada Sphinx, Istana
Hatshepsut, Temple di Karnak dan Luxor serta kuburan-Tomb Dinasti Ramses. Di
Saudi Arabia, arsitektur Ka‘ba di kawasan masjid Al Haram Makkah juga hadir
menyerupai ‗pertunjukan‘ jutaan muslim yang tawaf115. Ka‘ba sebagai pusat
orientasi tawaf umat Muslim itu bagaikan ‗pentas‘, demikian juga karya Antony
Gaudy Sangrada Familia di Barcelona116 yang dibingkai nuansa kekristusan
bergaya Art Nouveou dan seni mozaik. Ketiganya menunjukkan ‗kehadiran‘
karya arsitektur mercusuar, sekaligus mengandung keilmuan arsitektur non-
material, namun tidak serta merta entitasnya menunjukkan ide ‗arsitektur
panggung‘ bagi Sang Penguasa, karena ‗ide arsitektur panggung‘ mensyaratkan
ke-khas-an penampilannya dengan mengekspresikan Ideologis Sang Penguasa
sebagai ruh berupa skenario tertentu yang dileburkan ke fisik arsitekturnya.
Karya arsitektur mercusuar mancanegara yang mengandung Ideologis
Sang Penguasa terdapat pada karya arsitektur Gothic peninggalan Joseph Stalin di
Moskow, ataupun arsitektur Neo Klasik peninggalan Adolf Hitler di Jerman,
dan karya arsitektur pencakar langit di Shanghai pasca Mao Tse Dong117.
Ketiganya, menunjukkan adanya ‗ide arsitektur non material‘ menyerupai ‗ide‘
pentas pertunjukan bagi ideologi Sang Penguasa.
114Serangkaian kunjungan ke National Museumof Egypt, Piramyda dan Sphinx di Cairo.Istana Hapsepsut, Luxor and Karnak Temple dan Tomb of King Ramses, November 2010 sebelum kerusuhan politik dan lengsernya Husni Mubarok di Mesir. 115 Tawaf yaitu ibadah Muslim seraya mengelilingi Ka‘ba sebanyak 7 kali di Masjidil Al –Haram. Kini terjadi perluasan arsitektural masjid yang menambah suasana ibadah menyerupai ‗perayaan‘ berdasar pengamatan tahun 2001 dan 2009. 116Kunjungan ke Temple Sangrada Familia karya Antony Gaudy di kota Barcelona, 2000. 117 Pengalaman mengunjungi Kota Shanghai, Februari 2012.
51
Di Indonesia, kehadiran ide arsitektur menyerupai pentas ideologi
Sang Penguasa itu masih dapat disaksikan di sepanjang koridor Kebayoran Baru-
Thamrin Jakarta, meski sepilihan karya ekspresi ideologi Soekarno itu kini telah
bersanding dengan gedung-gedung pencakar langit. Dikenal sebagai ‗Proyek
Mercusuar‘ yang berpusat di Jembatan Semanggi yang membelah kota Jakarta ke
arah Timur-Barat dan berujung di Istana Merdeka dinamai Jl.Soedirman-
Thamrin. Ke arah Utara-Selatan dinamai Jl. S.Parman dan Jl. MT Haryono118.
Dari arah Jembatan Semanggi menuju Jl. Thamrin dijumpai patung Selamat
Datang yang berdiri di bundaran kolam, berhadapan dengan Hotel Indonesia.
Di seberang Hotel Indonesia berlokasi Wisma Nusantara, dan tak jauh
darinya berlokasi Sarinah Departement Store. Lokasi Tugu Nasional di Kawasan
Medan Merdeka berdekatan Masjid Istiqlal dan monumen Pembebasan Irian Barat.
Bangunan sejaman yang tidak berlokasi di koridor itu, adalah Planetarium di
Jl.Cikini Raya dan Gedung Pola di Jl. Proklamasi. Di koridor Jl. MT Haryono
berlokasi monumen Dirgantara. Di arah Jl. S Parman tergelar Complex Asian
Games dan ex. Conefo kini gedung DPR-MPRRI. Kemenarikan visual karya
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ terjadi saat situasi Kota Jakarta masih lapang119
bahkan dikenali sebagai ‗kampung besar yang becek‘120.
118Jakarta City Planning merupakan bagian dari Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Periksa Mochammad Said(ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera Jilid I&II. Surabaya: Pedarmilda, 1961, hal. 525. 119Pustaka pemandu fenomena Kota Jakarta 1960-an; 1)Firman Lubis: Jakarta 1960an. Kenangan Semasa Mahasiswa, 2) KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali.Demi Jakarta (1966-1977), 1993, 2) Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966, 3) Sadikin, Ali.Buku Catatan Gubernur Ali Sadikin, 1977, 4) Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I, 1981, 5) Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota.1995. 120Berdasar pada dokumentasi foto koleksi Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso ketika dirinya dan Keluarga Artja dipercaya Soekamo membuat diorama Museum Sejarah Nasional, patung Selamat Datang dan patung Pembebasan Irian Barat.
52
Kehadirannya menonjol di lingkungannya menyerupai pentas
pertunjukan yang aktornya berupa gubahan karya arsitektur. Berlangsung tahun
1960-an usai Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kebijakan politik Soekarno yang
bermuara pada pembangunan watak bangsa. Nation and Character Building
digaungkan melalui penggalian potensi keelokan Indonesia di segala hal.
Sehingga, kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ mengandung makna
penting pembentukan peradaban Indonesia, sebagai pembawa budaya
material, berupa bangunan sebagai Kebanggaan Nasional. Bila dipandang lebih
jauh, karya arsitektur megah itu juga mengandung ide-ide tertentu yang
bersepadan dengan karakteristik khora sebagai pembawa tanda/jejak dan
sehingga ide arsitektur divisualisasikan berperan sebagai wahana pertunjukan.
Di awal kehadirannya, karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘121
mengandung kritik sebagai sikap politik Soekarno ‗untuk mendapatkan nama‘
dan bergagah‘ yang divisualkan menyerupai pentas bagi ‗Apa‘ yang juga ingin
dihadirkan dibalik penampilan fisiknya termasuk merepresentasi diri Soekarno.
Kehadirannya bukan semata-mata ‗tontonan‘ – spectacle karena ―pentas-pentas‖
yang digelar bukan saja merepresentasi ‗kemajuan peradaban Bangsa‘122 namun
sekaligus pembawa tanda/jejak kebesaran Penguasa Soekarno.
121 Merujuk Tesaurus Alfabetis hal. 275, karya artinya buatan, kerja, nukilan, pekerjaan, penjelmaan, perwujudan, tindakan, tugas, ciptaan, gubahan, karangan, komposisi, kreasi, rekaan, seni, susunan. Mercusuar dalam Kamus Kontemporer BI sebagai menara di pantai, kiasan, sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan nama dan untuk bergagah, hal. 966. 122Karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ buah gagasan form Soekarno direalisasikan bukan atas kemampuan teknologi Bangsa Indonesia masa itu, melainkan didukung oleh teknokrat-teknokrat dari kelompok Negara maju. Jembatan Semanggi dibantu oleh Swiss, Gelora Bung Karno dibantu oleh teknisi Soviet, Hotel Indonesia dan Tugu Nasional oleh Jepang dan Italia. Jakarta-Bypass oleh Amerika. Keunggulan justru tampak pada beragam karya seni rupa Seniman yang dilekatkan pada bangunan itu.
53
Ironisnya di saat berlangsungnya pembangunan, Indonesia sedang
mengalami inflasi sebesar 650%123 sehingga pembiayaan proyek bertumpu
pada dana bantuan Negara-Negara Besar dan Negara Sahabat yang tergabung
sebagai NEFO-New Emerging Forces dan institusi swasta. Bila mempertautkan
kenyataan itu, ‗Projek Mercusuar‘ yang dinilai oleh media mancanegara
mengandung konotasi kurang menguntungkan Soekarno sebagai Penguasa di
masa itu dapatlah dimengerti. Situasinya berlangsung demikian menarik
perhatian karena megah dan besarnya lingkup pekerjaannya dan berlangsung
di saat Kota Jakarta masih lengang, sedang mengalami kemerosotan ekonomi,
serta dipicu oleh peliputan media mancanegara yang menyudutkan Soekarno
dengan tuduhan yang dinilai tidak memihak kepada situasi masyarakat saat itu.
Secara moral tindakan Soekarno ini sukar diterima pada masa itu, namun di
kekinian karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ justru menjadi penanda kemajuan
di bidang perancangan bangunan di Indonesia sebagai bangunan Arsitektur
Modern yang mengandung ornamen khas.
Sedikitnya 10 karya ―Projek Mercusuar‘: 1) Jakarta City-Planning dan
Jembatan Semanggi- Kebayoran Baru-Thamrin, 2) Gedung Pola, 3) Compleks Stadion
Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7)
Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, serta 10)
Gedung ex Conefo –DPR-RI serta sejumlah monumen skala kota. Beberapa
yang menojol: Tugu Nasional setinggi 142 m124, Wisma Nusantara berketinggian
29 lapis, Gelora Bung Karno sebagai stadion olah raga terbesar di Asia Tenggara.
123 Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hal. 565. 124 Ketinggian Tugu Nasional menurut gambar Arsitek Soedarsono setinggi 128,7 m. Pada saat pembangunan berlangsung Soekarno memerintahkan untuk ditambahkan 10 meter lagi sehingga menjadi 142 meter. Disayangkan pada penelitian ini kepastian ketinggian Monas belum dapat dipastikan.
54
Kehadiran pentas karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ tahun 1960-an
itu membedakan secara signifikan suasana kota Jakarta yang semula
menyerupai ‗kampung besar‘125. Pembangunan ekonomi dan fisik belum
terjadi karena kekosongan pemerintahan yang terjadi ketika Soekarno
memindahkan pusat pemerintahan ke Yogyakarta sebagai Ibukota Republik
Indonesia Serikat (1946-1949). Sekembalinya Soekarno tahun 1950 ke Jakarta
perhatiannya belum ditujukan pada kegiatan fisik, karena lebih
dikonsentrasikan untuk memantapkan situasi politik yang kurang kondusif
serta saling menjatuhkan antar partai sehingga terjadi krisis Kabinet126.
Bersandarkan pengamatan visual suasana arsitektur Kota Jakarta
1960-an melalui film dokumenter ANRI, tayangan televisi Jakarta Tempo
Doeloe127 serta sepilihan pustaka128 menampakkan suasana kota peninggalan
masa Kolonial di kawasan Weltevreden-Lapangan Banteng, Old Batavia-Kota Tua
dan Menteng. Embrio terbentuknya ide arsitektur menyerupai pentas di
Jakarta, berlangsung usai Soekarno membangun Kota Satelit Kebayoran Baru
tahun 1948 di Selatan Jakarta yang berkembang sebagai pusat pertumbuhan
berbagai gaya bangunan, gedung-gedung perkantoran serta perbankan. Gaya
arsitekturnya bernuansa Indonesia, terutama atap limasan sebagai
penyederhanaan bangunan tropis karya arsitek-arsitek Belanda sebelumnya.
Bangunan fasilitas umum mulai dibangun dengan lokasi yang tidak
125 Disarikan dari penuturan Alwi Shahab dan Dr. Rusdhy Husein di Jakarta, 2011. 126 Selama 1950-1959 pemerintah Indonesia pernah mengalami tujuh belas kali krisis Kabinet, sehingga memicu Soekarno mengambil kebijakan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai arah baru politik Indonesia melalui Demokrasi Terpimpin. 127 Sepilihan tayangan serial Jakarta TempoDoeloe dari TV One sepanjang 2010-2011. 128Disarikan dari Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1978, hal.136-138 dan Indonesian Heritage. Singapore.1998 tentang Seri Arsitektur. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.
55
terkonsentrasi di satu wilayah diantaranya; Bank Industri (1958), Gedung
Pembangunan Perumahan (1959), Bank Indonesia (1960-an) termasuk flat
tingkat empat milik Departemen Luar Negeri, Gedung Pos dan Telkom, PLN.
Nuansa arsitektur di masa itu telah mencirikan modernitas yang diimbangi
oleh penghematan-penghematan biaya rancangan maupun material untuk
menyelaraskan pertumbuhan perekonomian. Kota Jakarta belum
menggambarkan tata perkotaan yang terpadu dengan infrastruktur kota.
Perubahan signifikan terjadi usai Soekarno menerapkan sistim
Demokrasi Terpimpin sebagai hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959129, momentum baru
sistim politik Indonesia sebagai jalan keluar bagi kebuntuan persoalan politik.
Pada era itu Soekarno memperoleh kekuasaan penuh termasuk sistim Ekonomi
Terpimpin untuk menggiatkan pembangunan bidang ekonomi sebagai akibat
inflasi yang terjadi bersamaan kekacauan politik tahun 1959. Melalui Dewan
Perancang Nasional (kini Bappenas) ia berhasil disusun Rancangan Dasar
Pembangunan Nasional Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun 1961-1969130
sebagai dasar inilah Soekarno mengemban Projek Jakarta City Planning antara
lain; Museum Nasional dan Gallery Kesenian Nasional serta beberapa proyek
Tjadangan: Theater Nasional Djakarta, Konservatorium Nasional, Sirkus Nasional,
Tjagar Alam dan Taman Margasatwa, Perpustakaan Desa. Namun, sejumlah karya
arsitektur yang dipandang menyerupai ‗pentas pertunjukan‘ sebagai karya
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ justru tidak ditemukan dalam dokumen formal
129 Poesponegoro,Marwati Djoned & Notosusanto,Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka. 2008. hal. 419. 130Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961 -1969 memberi penelanan pada pembangunan fisik dan industrialisasi di Indonesia dengan konsep berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Proyek yang dimaksud meliputi, Pertama, Pola Berentjana 8 Tahun berupa 335 proyek yang di sebut ―A‖ dan Kedua, cara untuk mencari Pembiayaan disebut ―B‖ .
56
kecuali sejumlah projek Jakarta City Planning131. Proyek Gedung Pola, Complex
Stadion Utama Asian Games, Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal, Tugu Nasional, Wisma
Nusantara, Sarinah Departement Store, Planetarium, Gedung ex Conefo-gedung
DPR-RI diketahui melalui sejumlah Pidato Kenegaraan132. Dapat dikatakan,
‗Proyek Mercusuar‘ merupakan kebijakan politik Soekarno karena bukan
bersandar TAP MPRS. Setelah mencermati situasinya, dapatlah dimengerti bila
proyek tersebut dinamai ‗Projek Mercusuar‖ Soekarno sebagai ‗proyek politis
propaganda‘ dalam upaya menggapai kedudukan Indonesia sebagai Negara
terkemuka di antara Negara-Negara di Asia-Afrika yang mengalami sebagai
koloni Bangsa-Bangsa Eropa. Karena di masa pembangunannya Indonesia
sedang dililit permasalahan ekonomi, maka sumber pendanaannya bukan
bergantung pada dana Dalam Negeri melainkan bantuan Negara-negara
Besar dan Kelompok Negara Sahabat yaitu NEFO - New Emerging Forces serta
dukungan swasta.
Saat penelitian ini berlangsung, paras Kota Jakarta tidak dikenali
lagi sebagaimana tahun 1960-an. Usai Kenop November 1978133 dan Deregulasi
Perbankan - Pakto 88, Soeharto mengawal masuknya investor asing ke
Indonesia. Kota Jakarta menjadi sasaran pencarian lahan real estat. Di
lokasi-lokasi strategis di koridor Kebayoran Baru-Thamrin satu persatu
bangunan didirikan berupa perkantoran, hotel sampai apartemen. Bangunan
131 Dalam Pidato PJM Presiden Sukarno, pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur, Djakarta, 16 Agustus 1961 tidak disebutkan apa itu ‗Projek Mercusuar‘. 132Dimungkinkan masih terdapat sejumlah Proyek Mercusuar Soekarno selain yang disebutkan di atas.Nama-nama proyek itu disesuaikan dengan sejumlah pidato Soekarno yang dapat dihimpun dari ANRI pada saat penelitian berlangsung. 133Kebijakan ‗Kenop 15‘ di masa Soeharto merupakan kebijakan yang sangat populer tahun 1978. Sebagai keharusan pemerintah melakukan devaluasi ketika kondisi ekonomi mengalami keropos di bidang produksi, yang menunjukkan politik ekonomi belum menjadi konsepsi dan bagian integral dari politik anti-inflasi dan stabilitas moneter.
57
‗Projek Mercusuar‘ yang semula mendominasi perwajahan kota, kini hanya
tampak sebagai gubahan yang kurang menonjol. Bahkan sebagian perwajahan
Hotel Indonesia134 dan Gedung Departement Store Sarinah telah berubah. Sosok Gelora
Bung Karno semula dapat disaksikan dari arah Jembatan Semanggi kini tertutupi oleh
gubahan-gedung jangkung dan untuk menyaksikan Tugu Nasional kita harus
mendekat ke arah Kawasan Medan Merdeka. Sementara itu Projek Jakarta-
City Planning yang membebaskan radius 15 km dari Tugu Nasional tidak
terwujud135 karena jatuhnya pemerintahan Soekarno.
Sungguhpun situasinya demikian, kehadiran karya arsitektur ‗Projek
Mercusuar‘ layak dicatat, terutama keunikan serta memori keterkenangan
masyarakat Indonesia terhadapnya. Berdasar pengamatan visual terdapat
kekhasan: Pertama, sosok karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‗ memperlihatkan
bangunan modern dengan keunikan masing-masing. Kedua, memiliki lokasi di
sepanjang koridor utama Kota Jakarta. Ketiga, wujud visualnya dilingkupi
sentuhan rasa seni. Keempat, masing-masing bangunan memiliki esensi/fungsi
khas. Kelima, ia menampakkan sifat-sifat keabadian material. Keunikannya
mendorong mencermatinya lebih mendalam, terutama proses kehadiran yang
mengubah wajah kota Jakarta era 1960-an, dengan pertanyaan: Bagaimana
proses kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang mengkualitas sebagai form,
sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos)
melalui fenomena arsitektur yang ‗Ada‘ di masa-lalu dalam konteks kekinian.
134Sejak Hotel Indonesia dioperasikan sebagai Hotel Indonesia Kemnpinski tahun 2009 perwajahannya berubah secara signifikan.
135Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 memuat gambar berpola density ring yang menyatakan Tugu Nasional sebagai pusat perkembangan kota Jakarta ber-radius 15 km.
58
Pengamatan karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ditempuh di koridor
utama Kebayoran Baru-Thamrin, Kawasan Medan Merdeka, Jl. Cikini Raya – Jl.
Proklamasi serta Gelora Bung Karno dan ex. Conefo/Gedung DPR-RI untuk
mencerap apa yang ditampakkannya. Jejaknya menunjuk adanya absolute space136
yaitu ‗ruang politik‘ untuk memperteguh homogenitas sosial melalui arsitektur
yang berciri: spectaculer, geometric, phallic – megah, struktural dan menjulang yang
melekatkan keindahan khas Indonesia dalam konteks jaman.
Jejak-jejak karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ memperlihatkan
difference137 melalui identitas, analogi, oposisi, kemiripan, serta memperlihatkan
jejak seni yang khas, menyerupai apa yang disebut monad138, berupa jejak-jejak
seni kebudayaan Jawa Kuno sebagai basis perancangan Arsitektur Modern.
Monad, sebagai partikel terkecil jiwa seni yang bersifat abadi, berupa sesuatu
yang tak teraga, yang terbedakan dengan atom - partikel terkecil dari molekul
benda teraga. Monad diutarakan Leibniz pada seni Baroque139 berupa fluiditas
materi, elastisitas bentuk, dan semangat mekanis yang bersifat keabadian atau
―immaterial principle of life‖ yang juga menjadi karakteristik khora140.
136 Lefebvre, Henri (trasl.) Nicholson, Donald-Smith. The Production of Space. Victoria: Blackwell.1991, hal. 234. 137 Deleuze, Gilles. (Transl. Patton, Paul). Difference & Repetition. Paris: Columbia University Press, 1994, hal. 29. 138Leibniz, Gottfried Wilhem (transl) Latta, Robert. The Monadology.1898. Republished by Forgotten Books, 2008. The Monad of which I shall here speak is nothing but is a simple substance which enter in to compound by simples is meant without parts. 139Baroque merupakan gaya seni arsitektur abad 1660-1760 berkarakter memusat pada mahkota kubah, bangunan terbagi atas, gerbang, jalan, facade bangunan, ruang tengah dan relung. Periksa Stilhandbuch karya Ernest Rettelbusch 1914 - Pika Semarang, 1997. 140Sifat keabadian Khora dalam Timaues Plato: sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ‗ruang‘.
59
Projek Jakarta City Planning sebagai modalitas komunikasi Soekarno
untuk meneguhkan tanda kebanggaan bangsa agar setara Negara lain yang
telah mengalami kemajuan teknologi seperti Soviet dan Amerika, serta
mengungguli sesama Negara NEFO. Kehadirannya secara moral bangsa dapat
diterima, karena memfasilitasi seluruh aspek kehidupan. Tidak mengherankan
bila proyek Jakarta City Planning dilakukan Soekarno secara otoriter serta
berlebih-lebihan141. Henk Ngantung mencatat: semua gagasan-gagasan maupun
pembangunan-pembangunan yang berarti hanya terlaksana bila dicetuskan, direstui, atau
ditangani oleh Presiden Soekarno sendiri. Artinya, Soekarno berperan sebagai
―Arsitek‖ dalam proyek Jakarta City planning untuk mengawal Ibukota agar
indah dan cantik di saat menyambut Dasawarsa Asia-Afrika.
Untuk mencapai tujuannya, secara khusus Soekarno memberikan
memo ―Lima P‖ yaitu: perut, pakaian, perumahan, pergaulan, pengetahuan.
Ditambahkan pula peran ―pembudayaan‖ untuk mencapai kebahagiaan hidup
setelah terpenuhinya kebutuhan utama, berupa pola kota yang cantik serta
desa-desa yang menyegarkan jiwa. Pemikiran Soekarno kurang berselaras
dengan Teori Hierarchy of Needs142 Maslow yang bersandar hirarki kebutuhan
manusia mulai dari yang mendasar yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan dicintai, kebutuhan dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri
setelah tahap sebelumnya terpenuhi.
141 Henk Ngantung,Seniman yang dipercayai Soekarno sebagai Gubernur Kota Jakarta periode Agustus 1964-Juli 1965 menyampaikan memoairnya: Diantara Tekanan dan Kecurigaan dalam Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal.170-171. 142 Abraham H. Maslow. Toward a Psychology of Being, 2d ed. New York: D. Van Nostrad, 1968, hal.25.
60
Secara tegas Soekarno menyisipkan ‗kepuasan jiwa rakyat‘ melalui
keberhasilan city-planning. Dapat diartikan Soekarno telah memadukan tahap
keempat dan kelima teori Maslow sekaligus. Kebijakannya itu dinilai kurang
memihak kepentingan masyarakat kecil143. Kesungguhnan Soekarno
mempermegah Kota Jakarta agar setara kota Internasional: Djakarta is daarom
Djakarta, omdat wij er zijn. Jakarta ada karena kita! Jakarta sebagai Mercusuar144
menyingkap adanya hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno:
Saja sendiri jang pimpin, saja sendiri jang pimpin pembangunan-pembangunan di kanan-kiri djalan Thamrin. Dan nantipun kanan-kiri djalan Thamrin ke Kebajoran. Saja sendiri jang melukis Tugu Nasional, saja sendiri jang mem-projecteer djalan silang, saja sendiri jang mengadakan sajembara Mesdjid Istiqlal, saja sendiri jang mengadakan air mantjur Istiqlal jang 45 meter tingginja. Oleh karena Djakarta sekarang ini sebagai kukatakan, what Djakarta think, today, Asia Africa will thinking tomorrow….
Delapan poros jalur utama Kebayoran Baru-Thamrin tampak terilhami
oleh City Plan Brazilia145 karya Lucio Costa dan Oscar Niemeyer. Perpusat di
perempatan jalan melingkar menyerupai sebentuk daun dari arah Kebayoran
Baru menuju Istana Negara menyilang arah Cawang-Slipi-Grogol dinamai
Jembatan Semanggi, dengan ruas pejalan kaki serta membebaskan Kota Jakarta
dari becak.146 yang dinilai mengandung unsur penindasan manusia atas manusia.
143 Soekarno. Pidato Presiden pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal.8. Disarikan percakapan Soekarno dengan Nikita Kurchev tentang prioritas kebutuhan rakyat: Manusia itu bukan menjadi puas hanya karena barang materieel, karena roti, tetapi jiwa, apalagi jiwa bangsa memerlukan pula makanan, dan salah satu makanan untuk jiwa bangsa ialah monumen. 144 Soekarno.Amanat Presiden Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 145 Soekarno melakukan dua kali kunjungan ke Brasilia tahun 1956 dan 1961. Menyaksikan kota Rio de Jainero dari arah udara bersama arsitek Silaban. Periksa: Olly GS. ―Soekarno Sang Arsitek‖ dalam majalah Kartini 286 tahun 1985, hal. 124. 146 Gagasan pembebasan becak dari Kota Jakarta, Pidato PJM Presiden Sukarno Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Tanggal 22 Djuni 1962, h. 7
61
Di lingkar luar kota dibangun Djakarta-By pass147menghubungkan
Cililitan dengan Bogor148sebagai embrio hinterland kota Jakarta. Keunikan
Jembatan Semanggi terletak pada bentuk jembatan melingkar serta bebas kolom.
Arsiteknya, Soenarjo Sosro, dan perencanaan strukturnya oleh Sutami dan
AM Lutfi, sedangkan permasalahan konstruksinya dipecahkan bersama-sama
teknisi dari Swiss149. Kehadiran Jembatan Semanggi menjadi fenomenal, bahkan
untuk beberapa waktu di sepanjang pagarnya digelar beberapa kursi taman
menyerupai balkon sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta dari atas
Jembatan Semanggi. Kini, untuk menyaksikan jejak keruangan di koridor jalan
Kebayoran Baru-Thamrin sebagai produk Jakarta City Planning telah dipadati oleh
jajaran bangunan bertingkat, serta dipadati arus pengendara fenomena ‗ide
arsitektur‘ yang menyerupai pentas ―panggung‘ - catwalk- stage terasakan.
G E D U N G P O L A
Gedung Pola sebagai modalitas komunikasi untuk meneguhkan
kepercayaan masyarakat terhadap ide-ide Soekarno yang tertuang dalam
Jakarta City Planning. Perannya menyerupai pentas bagi Pola Pembangunan
Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Bangunan Gedung Pola
dirancang Arsitek Silaban sebagai ruang pamer dengan konsep ruang
terbuka150.
147 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Djalan Djakarta By Pass. Djakarta, 21 Oktober 1963. 148 Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal. 113.
149 Ketika perancangan Jembatan Semanggi berlangsung, Arsitek Han Awal memperoleh kesempatan merancang bagian pagarnya. wawancara, di Bintaro Jaya, 2012. 150 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur Djakarta,16 Agustus 1961.
62
Di sisi lain kehadiran Gedung Pola telah menyinggung situs Rumah
Proklamasi di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Tempat dibacakannya
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta.
Perintah pembongkaran terhadap Rumah Proklamasi oleh Soekarno akhirnya
terjadi dan berdampak kegalauan masyarakat151. Akibat kebijakan Soekarno
meniadakan Rumah Proklamasi demi kehadiran Gedung Pola, masyarakat tidak
lagi dapat menyaksikan seperti apakah Rumah Proklamasi kecuali melalui
dokumentasi yang sempat dilakukan sebelum seluruh bangunan rata dengan
tanah. Posisi Soekarno membacakan teks Proklamasi telah digantikan Tugu
Petir yang sebagai tengaran. Dialog kontroversial berkenaan Rumah Proklamasi
terjadi hingga kini. Antara lain Memoar Heng Ngantung dalam Karya Jaya152.
Ngantung sempat mendokumentasi serta membuat maket sebelum Rumah
Proklamasi dirata-tanahkan.
Dalam sebuah dialog antara Solichin Salam dengan Bung Karno yang
dituturkan ke dalam Bung Karno Putera Fajar153 terungkap gagasan Soekarno
dalam menengarai situs Rumah Proklamasi154:
Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, yang sekarang bekas gedung pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka gedung Pola inilah akan dipancangkan terbuat nantinya dari perunggu satu tugu 17 meter tingginya dan saya sudah minta pesan kepada Gubernur Sumarno dan Wakil Gubernur Heng Ngantung, supaya tugu ini bentuknya seperti hal pancangan. Katakanlah seperti, ya seperti hal yang akan dipancangkan, dipancangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita dibacakan.
151Walikota Sudiro mengaku telah menantang keras pembongkarannya karena dinilai sebagai bangunan bersejarah. Pembongkaran terlaksana pada masa Gubernur Dr. Sumarno dan Wakil Gubernur Heng Ngantung. 152 Ibid. hal.185-187. 153 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal. 279. 154 Soekarno.Pidato pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta pada tanggal 22 Djuni 1962.
63
Djangan dibikin tanda yang kriwil-kriwil, jangan dibikin tanda yang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal yang dipancangkan. Pancangan, disinilah dulu Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus ‘45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita dari pada generasi sekarang. Seribu tahun yang akan datang Insya Allah Subjanahu wata‘ala rakyat Indonesia dan rakyat seluruh dunia masih harus bisa melihat tempat dimana Proklamasi 17 Agustus dibaca. Disini Proklamasi 17 Agustus ‘45 itu dibaca.
Soekarno beranggapan sebuah tengaran yang bersifat keabadian
diwujudkan selugas mungkin menghindari ornamen. Pernyataan itu
menunjukkan intervensi dan rasa seni Soekarno. Rancangan Tugu Petir
penanda berdirinya Soekarno di saat pembacakan Teks Proklamasi 17 Agustus
1945 menyiratkan makna pentingnya kehadiran diri Soekarno sebagai
representasi Indonesia, sungguhpun kenyataannya peristiwa Proklamasi
melibatkan tokoh serta masyarakat Indonesia lainnya yang tampak pada foto
dokumentasi koleksi IPHOS karya fotografer Mendur. Tekad Soekarno
membongkar ex.Rumah Proklamasi dengan dalih keutamaan Gedung Pola sebagai
wadah monitoring pembangunan bangsa ke arah mendatang dinilai sebagai
diskontinuitasyaitu terputusnya peristiwa sejarah akibat peristiwa yang
mendahuluinya, oleh Foucault disebut ‗diferensi‘. Tindakan diskontinuitas
Soekarno sebagai penguasa yang kurang menghargai pentingnya tengaran fisik
bagi kelahiran Bangsa Indonesia di situs ex. Rumah Proklamasi dinilai sebagai
sikap inkonsistensi terhadap ajaran yang selalu digaungkannya yaitu Jasmerah –
Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Akan tetapi situasi di saat
pembongkaran Rumah Proklamasi pada tahun 1961, legitimasi Soekarno
sebagai Penguasa sedang mencapai puncaknya dan mengungkapkan adanya
trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa dalam kehadiran arsitektur.
64
Tidak jauh berbeda dengan Gedung Pola, kehadiran Gelora Bung Karno
juga merupakan gagasan Soekarno untuk meneguhkan kepercayaan
masyarakat atas ide-ide besar Soekarno melalui karya arsitektur. Ide besar itu
didorong oleh hasrat Soekarno untuk menjadi tuan rumah Pesta Olah Raga
Asian Games IV tahun 1962, yang kemudian mengharuskan Indonesia
menyiapkan venue olah raga dengan standar internasional155.
Semula, Soekarno memilih kawasan Dukuh Atas paralel koridor
ebayoran Baru-Thamrin dengan Bundaran Hotel Indonesia. Arsitek Silaban156
meminta Soekarno mempertimbangkan kembali penentuan lokasi tersebut
untuk mengantisipasi kemacetan jalan yang mungkin akan terjadi bila
ditempatkan di kawasan utama. Sedianya akan dipilih daerah Kemayoran
untuk memudahkan Atlet Tamu yang tiba di Bandara Kemayoran. Urung,
karena permasalahan tanah yang belum terselesaikan, maka diputuskan daerah
Senayan sebagai lokasi. Perancangan gelora diserahkan kepada Tim Arsitek
Rusia yang didampingi Arsitek Indonesia. Dalam pelaksanaannya sejumlah
wong cilik menjadi tenaga kasar ikut merajut berdirinya bangunan ini. Dibalik
kehadiran Gelora Bung Karno tersimpan hasrat, intervensi dan rasa seni
Soekarno yang mewarnainya.
155 Menteri Penerangan Maladi mengutarakan, hasrat Soekarno sebagai Tuan Rumah dirintis sejak Indonesia mengikuti Asian Games I di New Delhi tahun 1952. Kesempatan tersebut baru terlaksana setelah Asian Games ke III di Tokyo tahun 1958. Penetapannya Indonesia sebagai Tuan Rumah bagi Asian Games ke IV tahun 1962 ditanggapi Soekarno sebagai ‗momentum‘ merayakan Indonesia ke pentas dunia internasional, sungguhpun konsekuensinya sangat berat bagi Indonesia. 156 Pengutaraan Silaban dalam Salam, Solichin. Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta: Dela Rohita, 1979.hal/63.
65
Kesempatan emas menjadi Tuan Rumah Asian Games IV seiring
waktu dengan reputasi Soekarno sebagai Negarawan yang handal
berdiplomasi, serta memiliki hubungan baik dengan Negara-Negara besar yang
berkemampuan di bidang teknologi. Dengan demikian persiapan pengadaan
sport venues berupa multi-sport complex bukan merupakan hambatan bagi
Soekarno. Melalui diplomasinya dengan Anastas Mikoyan, Wakil Perdana
Menteri Uni Soviet pada masa Presiden Nikita Khushchev, diperoleh bantuan
tenaga teknik dan pendanaan untuk merealisasikan Gelora Bung Karno.
Akhirnya, arsitektur unik, indah serta megah terwujud sebagai stadion utama
Gelora Bung Karno yang mampu menampung 110.000 pengunjung.
Ketika mencermati bentuk Gelora Bung Karno tampak adanya
pengaruh hasil kunjungan Soekarno ke Moskow pada 1956. Beberapa stadion
olah raga berukuran raksasa seperti Pectakor dan Luzniki di Moskow baru
diresmikan. Di masa perancangannya, Soekarnopun ikut aktif dalam
menggagas ide form Gelora agar menyerupai atap Temu Gelang. Bentuk
bangunan olah raga oval dan unik yang menyerupai Colleseum di Roma itu
ditujukan agar menjamin kenyamanan seluruh penonton dan supporter ketika
mengikuti seluruh pertandingan karena semuanya terlindung oleh atap.
Intervensi Soekarno yang mewarnai terwujudnya gagasan atap temu gelang itu
tersirat pada kutipan ini157:
…Saya memerintahkan kepada arsitek-arsitek Uni Soviet, bikinkan atap temu gelang daripada mainstadium yang tidak ada di lain tempat di seluruh dunia. Bikin seperti itu. Meskipun mereka tetap berkata, yah tidak mungkin Pak. Tidak biasa, tidak lazim, tidak galib, kok ada stadion atapnya temu gelang, di mana-mana atapnya ya sebagian saja. Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang.
157 Ibid., hal. 36.
66
…Tidak lain dan tidak bukan oleh karena saya ingin Indonesia kita ini bisa tampil secara luar biasa. Kecuali praktis juga ada gunanya, supaya penonton terhindar dari teriknya matahari. Sehingga ikut mengangkat nama Indonesia. Dan sekarang ini terbukti benar saudara-saudara, di mana-mana model atap stadion temu gelang dikagumi oleh seluruh dunia. Bahwa Indonesia mempunyai satu-satunya main stadium yang atapnya temu gelang. Sehingga benar-benar memukau kepada siapa saja yang melihatnya…
Semula Gelora dirancang dengan struktur atap beton, namun akhirnya
diwujudkan dengan struktur baja untuk merealisasikan gagasan atap Temu
Gelang. Struktur temu gelang yang dimaksudkan pada Gelora ini adalah sistim
struktur yang dirancang mengikuti pola lintasan kegiatan atletik secara
menerus yang membentuk seperti oval-geometris menyerupai struktur gelang /
cincin yaitu perhiasan tangan wanita yang dibuat tanpa sambungan sehingga
bersifat struktural. Diadopsi Soekarno sebagai struktur bangunan yang dinamai
temu gelang yang bentuknya melingkar mengikuti lintasan olahraga. Selain itu,
Soekarno juga memasukkan unsur seni Jawa Kuno dengan memerintahkan
Seniman Sadali menggubah patung realis tokoh pewayangan Sri Rama
Memanah sebagai simbol kecermatan, ketangkasan sekaligus kejujuran.
Ketika Gelora yang berlantai lima berkapasitas 110.000 tempat duduk
menjadi kenyataan sebagai sport venues megah dengan atap Temu Gelang menuai
pujian dari berbagai kalangan pers, salah satunya The Asia Magazine158 terbitan
Hongkong : ―..its construction is a feat unequelled in the annual of sport history in Asia
and perhaps in the world …‖. Kehadiran Gelora Bung Karno telah menunjukkan
keberhasilan Soekarno mengusung ‗ide arsitektur panggung‘.
158 Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK dan Gramedia, 2003, hal. 47.
67
Usai perhelatan akbar itu Gelora Bung Karno yang berbentuk oval-
geometris itu berperan sebagai pemusatan massa untuk menyaksikan serta
mendengar pidato politik Soekarno pada acara-acara tertentu. Dengan
kapasitas 110.000 orang penonton Gelora Bung Karno menjadi sebuah pentas
pertunjukan raksasa dan memicu hasrat Soekarno menjadikan stadion utama
sebagai ajang penyelenggara Asian Games ‗model baru‘ yang dinamainya The
Games of The Emerging Forces atau Ganefo sebagai tandingan tidak langsung dari
Pesta Olah Raga Dunia Olimpiade. Dapat dikatakan bahwa kehadiran Gelora
Bung Karno bukan saja berperan sebagai wahana pertunjukan keolahragaan,
akan tetapi merupakan salah satu karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan
yang mewadahi ideologi politik Penguasanya, dalam hal ini Soekarno.
Hotel Indonesia merupakan Wajah Muka Indonesia diartikan sebagai
‗gerbang‘ untuk memahami Indonesia. Kehadirannya untuk memfasilitasi
seluruh aspek kehidupan yang juga diperkenalkan kepada pelajar Indonesia
melalui Ilmu Kewarganegaraan159 sebagai bangunan modern bertingkat 14
lantai pertama yang dimiliki Indonesia. Soekarno menunjuk Arsitek Abel dan
Windy Sorenson sambil mengutarakan keinginannya160 ― … Hotel Indonesia yang
tadi dikatakan oleh Presiden Hotel Indonesia Sdr. Iskandar Ishak untuk accelerate
kepariwisataan ke Indonesia. Sehingga dus sebenarnya jikalau saya membuka Hotel
Indonesia pada saat sekarang ini boleh saya katakan saya membuka Wajah Muka
Indonesia…
159 Informasi tentang Hotel Indonesia telah diberikan semasa peneliti di bangku Sekolah Dasar di Jawa Tengah tahun 1970-an. 160 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962.
68
Selama perancangan Soekarno memberikan intervensi, sehingga tak
jarang terjadi perdebatan antara Abel Sorenson dengan Soekarno, bahkan
sempat mengutarakan: ―Jangan lupa saya juga seorang Insinyur, jadi Hotel Indonesia
juga dibangun oleh seorang Presiden.‖161Hotel ini dibiayai oleh Dana Pampasan
Jepang162 yang mencakup konstruksi Hotel Indonesia Jakarta, Hotel Samudera Beach
di Pelabuhan Ratu, Hotel Ambarukmo Yogyakarta dan Hotel Bali Beach di
Denpasar. Rancangan kamar Hotel Indonesia memiliki teras penangkap view
Kota Jakarta dengan paras yang dilapisi tabir surya. Salah satu intervensi
Soekarno adalah rancangan ruang multifungsi berkapasitas 1.000 orang.
Bentuknya oval, berlatar ukiran kayu Persawahan di Bali sebagai satu-satunya
ballroom berbentuk oval di Indonesia. Ruangan megah ini menjadi embrio
pertunjukan para seniman masa itu, antara lain Bing Slamet, Teguh Karya,
Rima Melati, Titik Puspa dan lain-lainnya.
Untuk mengekspresikan ke-Indonesia-an, Soekarno memerintahkan
perupa Indonesia untuk mempercantik hotel ini, antara lain; Relief sepanjang
30 meter dari batu andesit karya Harijadi berjudul Pesta di Bali di sepanjang
dinding luar bangunan. Berseberangan dengan patung Dewi Sri karya Trubus.
Di paras depan bangunan kubah yang dinamai Ramayana terpajang semi relief
bertema Wanita Indonesia Melayang yang ditorehkan penuh warna oleh Soerono.
Di balik kubah itu seluruh dinding atasnya dipenuhi oleh seni mozaik yang
menggambarkan tarian Indonesia karya G Darta. Di salah dindingnya,
dilukiskan oleh Lee Man Fong Satwa dan Flora Indonesia.
161 Buku Temu Kangen Keluarga Besar Hotel Indonesia 1995. 162Nishihara, Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang,
Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.
69
Selain karya seni rupa, Soekarno juga mengadopsi nama pulau dan
tarian di Indonesia sebagai nama ruangan; Alor Room, Sumbawa Room, Lombok
Room, Barong Room, Pendet Room, dan Sangir Room. Dapat dikatakan ragam karya
seni di Hotel Indonesia menyerupai ‗Taman Sari Indonesia‘ berperan sebagai
etalase bagi karya perupa Indonesia. Selain mempercantik hotel, Soekarno juga
menggagas pembangunan patung Selamat Datang dan Air Mancur Heng
Ngantung di depan Hotel Indonesia sebagai tengaran Kota Jakarta. Kolam air itu
semula ditumbuhi padma merah berasal dari kolam Istana Bogor yang dinamai
Henk Ngantung Fountain.
Di atas kolam bundar itu berdiri setumpu monumen dengan patung
realis setinggi enam meter dari yang semula direncanakan sembilan meter,
menggambarkan sepasang pemuda dan pemudi melambaikan tangan seraya
membawa karangan bunga, dinamai patung Selamat Datang163. Patung ini
terwujud berkat intervensi, serta dialog terbuka dari Soekarno, yang bersedia
mendatangi bengkel kerja Edhi Sunarso di Yogyakarta sehingga akhirnya
monumen Selamat Datang dari bahan perunggu, menjadi kenyataan sebagai
karya patung modern yang pertama di Indonesia164. Dapat dikatakan bahwa
kehadiran Hotel Indonesia menunjukkan adanya ‗ide arsitektur‘ yang menyerupai
pentas yang pertunjukan ideologi ke-Indonesiaan gagasan Soekarno yang
dilekati dengan ornamen dan karya seni rupa165
163 Berdasar penuturan Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso di Yogyakarta 2001 dan 2010. 164Berdasar penelitian kurator seni patung Asikin Hasan, 2010 karya patung perunggu Selamat Datang merupakan seni patung modern pertama di Indonesia semula seniman Indonesia berkarya patung dengan cara tradisi pahat pada kayu dan batu 165 Semula pengoperasian Hotel Indonesia Group oleh BUMN – Badan Usaha Milik Negara, akan tetapi pada tahun 2009 diambil alih oleh operator hotel dari Amerika menjadi Hotel Indonesia Kempinski. Selain untuk fasilitas menginap, fasilitas café, restaurant, dan konferensi sangat variatif mulai dari menu maupun gaya pelayanannya, juga terdapat ruang Pameran Koleksi Heritage sebagai wadah koleksi karya seni di masa Soekarno yang pernah ditempatkan di satu ruang di Hotel Indonesia.
70
Karya arsitektur Masjid Istiqlal merupakan buah gagasan Soekarno 17
tahun sebelum dipancangkan166. Dirancang sebagai masjid Jami‘ terbesar
dengan konsep keabadian. Bangunan masjid ini terlaksana ketika teknologi
beton dan logam stainedless-steel dipercayai mampu mewujudkannya. Setelah
mengalami sayembara rancangan, yang dimenangkan oleh Arsitek Silaban,
pemeluk Kristiani yang taat, maka Taman Wijaya Kusuma atau ex.Wihelmina
Park taman untuk memuliakan Ratu Belanda didirikanlah masjid ini. Letaknya
berseberangan dengan gereja Katedral yang bergaya arsitektur Gothic. Istiqlal
digagas sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara, melebihi masjid di Istambul
dan di Cairo.
Keseluruhan fisik bangunan didominasi oleh batu pualam sebagai
pelapis dinding dan lantai. Seluruh kusen pintu, railing, bahkan plafon serta
sanitarinya terbuat dari bahan stainedless steel. Parasnya tidak mengandalkan
ornamen kecuali pada ruang imam / mihrab-nya. Struktur beton berupa pilar
persegi berjajar ritmis di seluruh paras bangunan, yang dilengkapi kubah
raksasa penanda ke-Islam-an serta minaret pengantar Azhan yang ditempatkan
di sudut bangunan. Kehadiran Masjid Istiqlal yang dirancang Arsitek beragama
Kristen yang taat dan berlokasi berseberangan dengan Gereja Katedral,
bagaikan sepasang pentas pertunjukan religi mengungkapkan simbol
kemerdekaan dalam beragama.
166 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961.
71
Tugu Nasional dihadirkan sebagai puncak modalitas arsitektur
gagasan Soekarno untuk melukiskan ‗jiwa baru Indonesia‘ yang dinamik di
abad modern. Kebuntuan rancangan terjadi dengan dua kali Sayembara Desain
Tugu Monas tahun 1955 dan 1960 ketika tak satupun karya peserta memenuhi
kriteria yang diberikan Soekarno. Sebagai jalan tengah Soekarno mengambil
ide dari pemenang Sayembara yang pertama dan kedua untuk dikembangkan
sebagai Proyek Final oleh Tim Arsitek Jempolan167. Keputusan Soekarno
tersebut sempat menuai kontroversi di kalangan Dewan Juri168.
Rancangan Tugu Nasional akhirnya didirikan di lahan bekas Lapangan
Ikada, yang dikenal sebagai Koniegsplain atau Champ de Mars di masa Kolonial.
Tugu Nasional dan Jalang Silang Monas169 merupakn karya bangunan pencakar
langit- highrise building pertama di Indonesia. Dengan ketinggian 142 meter itu
kehadirannya menyerupai pentas bagi perjalanan sejarah kebangsaan
Indonesia, antara lain dipertunjukkan melalui diorama, atribut-atribut
kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan, keelokan panorama Ibu Kota, serta
simbol cita-cita menggapai langit yaitu sosok Lidah Api Kemerdekaan. Lebih
jauh tentang proses memutu karya arsitektur Tugu Nasional dinarasikan pada bab
berikutnya.
167Soekarno.Pidato Upatjara Pemberian Hadiah Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Djakarta, 17 November 1960. 168 Ibid. 169 Soekarno,Pidato Pembukaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964.
72
Kehadiran Wisma Nusantara merupakan moda komunikasi arsitektural
di masa Soekarno. Dengan ketinggian 29 lapis bangunan ini menjadi wadah
fasilitas hubungan ekonomi dan kepariwisataan Internasional. Soekarno
mempercayakan rancangannya kepada Arsitek Ciputra170. Wisma Nusantara
akhirnya merupakan gedung pencakar langit yang pertama sebagai tengaran
koridor Thamrin-Sudirman sekaligus mewujudkan tanda kebesaran
Indonesia171:
… gedung ini akan diletakan atas lapisan tanah 8 meter di bawah permukaan bum yang kita sekarang berada di atasnya. Jadi semacam satu gedung yang ditanamkan 8 meter dalamnya di dalam tanah. Kemudian tingginya 29 tingkat. Hebat saudara-saudara, 29 tingkat! Memang Insya Allah, ―Wisma Nusantara‖ akan menjadi gedung yang tertinggi di seluruh Asia!
Di awal kehadirannya Wisma Nusantara berperan memberi kualitas
ruang bagi Bundaran Hotel Indonesia. Sumber pembiayaannya didanai oleh
Pampasan Perang pemerintah Jepang172 diproyeksikan menjadi bangunan
tertinggi di Asia. Akan tetapi, proyeksi itu meleset di usianya ke-48, karena di
sepanjang koridor Jl. MH Thamrin sejumlah pencakar langit didirikan, dan
menyandang peran sebagai pentas pertunjukan yang membanggakan
masyarakat Indonesia.
170 Wawancara Olly Ganjar S dengan RM Sudarsono dalam Soekarno Sang Arsitek majalah Kartini no.286, taun 1985, hal. 8,9,123,124. 171 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung ―Wisma Nusantara‖ di Djalan Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964. 172 Nishihara, Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang,
Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.
73
Gedung Sarinah berlokasi tak jauh dari Wisma Nusantara sebagai wadah
fasilitas komoditas Indonesia. Disayangkan, paras gedung kini telah mengalami
perubahan besar-besaran, sehingga tidak lagi dikenali rancangan awalnya.
Gagasan pendirian Sarinah dicetuskan Soekarno untuk memfasilitasi aktivitas
belanja, pameran komoditas khas Indonesia serta perkantoran modern dengan
escalator sebagai transportasi vertikal sebagai yang pertama173:
… department store yang akan didirikan ini menurut anggapan saya adalah salah satu alat perjoangan kita untuk merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat. Merealisasikan satu masyarakat yang adil dan makmur, satu masyarakat sosialis, satu masyarakat tanpa explotation de l‘homme par l‘homme. Dan sebagai tadi kukatakan masyarakat yang demikian itu tak mungkin tanpa distribusi aparat. Salah satu distribusi aparat ialah satu department store. Dan kecuali itu menurut anggapanku, menurut keyakinan dan menurut penyelidikanku di semua Negara yang ada department store, satu department store adalah saru price stabilisator, prij stabilisator.
Secara fisik Gedung Sarinah kurang mampu memberikan sensasi
artistik karena dirancangan sebagai Arsitektur Modern. Perannya sebagai
wadah yang mempertontonkan mata dagangan pilihan khas Indonesua mulai
dari kebutuhan sandang dan pangan barometer harga jual di pasar yang
menyerupai ‗etalase‘ bagi komoditas Indonesia. Bahkan, pada saat ini seluruh
façade bangunan telah berubah, karena ditutup oleh material keramik sehingga
façade aslinya sudah tidak lagi dikenali,
173Soekarno.Amanat PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung
Departement Store‘Sarinah‖ di Djalan Thamrin, Djakarta, 23 April 1963.
74
Gagasan modernitas Soekarno demi menghilangkan ketahyulan
Bangsa Indonesia174 ditandai oleh gedung Planetarium sebagai observatori
angkasa syang terbesar – superlativitas di dunia yang berkapasitas 500 orang
melebihi mancanegara di Asia. Tim Arsitek Pemenang Sayembara Planetarium
adalah arsitek dari PT Perentjana Djaja : Ir. Ciputra, Ir. Budi Brasali dan Ir.
Ismail Sofyan. Proses perancangan kubahnya memperoleh intervensi langsung
dari Soekarno175 dengan meminta arsitek untuk menghadapnya saat Soekarno
sedang berada di Paris untuk menentukan warna porselen penutup kubah agar
tampak kontras dengan warna langit. Bagian dalam kubahnya sebagai layar
penangkap audio-visual film angkasa sebagai imaji ‗garis langit‘:
…Planetarium jang akan kita dirikan di Djakarta ini di tempat ini, adalah Planetarium jang terbesar di seluruh dunia. Ajo, bangga apa tidak? Terbesar di seluruh dunia. Bukan sadja gubahnya terbesar, tadi dikatakan 23 meter garis besar dari pagar hitam itu sampai ke pot itu, sehingga di kubah itu bisa duduk orang, berapa Pak Marno, 400-500 orang? 500 orang. Dilain-lain tempat Cuma 300-an, saudara-saudara. Indonesia, bukan main Planetarium-nja sekali 500 orang bisa duduk di dalamnya. Lantas ada orang jang sambil memperlihatkan gerak-gerik bintang-bintang itu memberi keterangan lisan.
Planetarium yang berperan sebagai ruang yang mempertontonkan
suasana angkasa raya, gerak bintang serta tata surya menyerupai sebuah wadah
bagi pentas pertunjukan. Kehadirannya penting karena menjadi penanda
terbitnya babak baru dalam ilmu pengetahuan di Indonesia.
174 Soekarno. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta, 9 September 1964. 175 Wawancara dengan Ir. Ismail Sofyan tanggal 18 Februari 2011 di Jakarta.
75
Gedung Conefo buah gagasan Go Internasional Soekarno sebagai
manifestasi konsep Tata Dunia Baru diperuntukkan sebagai political venue bagi
Konferensi Conefo Agustus 1966 (urung terlaksana). Merujuk Arnold Toynbee,
terdapat Dua Blok Negara yang tunduk pada Declaration of Independence 1776
karya Thomas Jefferson dan Kelompok Manifesto Komunis tunduk pada Karl
Marx. Semula, Soekarno berpandangan perlunya Blok Negara berpendirian netral
yaitu Bangsa-Bangsa Asia-Afrika-Amerika Latin tergabung dalam Konferensi Asia-
Afrika di Bandung 1955. Namun, pada 1963 Soekarno menggagas Dua Blok
New Emerging Forces – NEFO dan Old Established Forces176:
…New Emerging Forces mentjoba menghantjurkan blok Old Established Forces seperti jang kita perbuat sekarang…Kita berdjuang untuk dunia baru dimana tiada explotation de l‘homme par l‘homme dan tanpa explotation de nation par nation, kita berdjuang untuk dunia baru tanpa kolonialisme, neokolonialisme imperialism. Kedua blok ini, hai kawan-kawan, kedua blok ini adalah kenjataan dari umat manusia sekarang, dan siapakah, siapakah jang berpihak pada The New Emerging Forces?
Gagasan venue itu disayembarakan di bulan November 1964
dimenangkan Arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo dengan menyajikan maket
lengkap berupa setangkup kubah Main Conference Building berasal dari filosofi
struktur sayap pesawat terbang. Terwujud atas dukungan konsultan struktur
Sutami. Rancangan ex.Conefo merupakan gubahan karya arsitektur sebagai
wadah ‗mempertunjukkan‘ kehebatan Indonesia di dunia Internasional,
sebagai ideologi poltik Soekarno, Sang Pemrakarsa kelompok NEFO.
176Soekarno. Pada Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Tanggal 19 April 1965
76
Berdasar pengamatan visual pada sepilihan karya arsitektur ‗Projek
Mercusuar‘ dapat disimpulkan adanya kesamaan peran yaitu; sebagai wadah
menggelar kegiatan, ajang, arena, gelanggang, sasana, ruang pamer serta ruang
pertunjukan. Peran itu disandang mengungkapkan peran arsitektur non-
material yang mewujud berupa jajaran karya yang menyerupai pentas
pertunjukan di sepanjang koridor Kebayoran Baru-Thamrin dengan Jembatan
Semanggi sebagai pusatnya. Menyerupai sebuah pentas - catwalk bagi tergelarnya
jajaran bangunan arsitektur ‗Projek Mercusuar‘. Kehadiran Gedung Pola
menyerupai ruang pamer pembangunan, sedangkan Gelora Bung Karno
menyerupai pagelaran keolahragaan. Peran Hotel Indonesia menyerupai etalase
bagi tergelarnya karya perupa Indonesia. Sementara itu Wisma Nusantara
berperan sebagai wadah pertunjukan modernitas, dan Gedung Sarinah
Departemen Store sebagai pagelaran komoditas Indonesia. Peran Masjid Istiqlal di
kawasan Gereja Katedral menyerupai wadah pagelaran lintas religi. Adapun
Tugu Nasional menyerupai pentas pertunjukan atribut kemerdekaan Indonesia.
Planetarium dihadirkan sebagai pertunjukan keunggulan ilmu pengetahuan di
bidang astronomi dan Gedung ex.Conefo sebagai wadah bersatunya Negara
NEFO membangun Tata Dunia Baru.
Kesepuluh karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ menunjukkan ‗ide
arsitektur panggung‘ yang kehadirannya didorong hasrat, intervensi dan rasa seni
Soekarno untuk memberi kebanggaan bangsa Indonesia. Rumusan karya
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ adalah metafora177 ruang pentas bagi gagasan
yang bersifat non-material yang dihadirkan pada gubahan fisik karya arsitektur.
177 Merujuk Tesaurus, metafora sebagai majas atau gaya bahasa ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis, melalui kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, sebagai keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
77
Pengalaman inderawi di Kawasan Tugu Nasional melalui pengalaman
keruangan secara fenomenologis merujuk ―Dasein‖ atau ―Ada‖ gagasan
Heidegger178. ―Dasein‖ sesuatu yang berada di dalam diri yang memiliki aktivitas
yang tidak pasif, dan melalui filsafat Ontologi, ‗keberadaan‘ dimungkinkan
adanya. Heidegger berpendapat bahwa fenomena ‗Apa‘ yang ‗Ada‘ dalam
pikiran menunjukkan dirinya menjadi entitas. Modifikasi dan turunannya tidak
sembarang menunjukkan diri, juga bukan ‗sesuatu‘ membiarkannya
menunjukkan diri. Sementara itu Hursell mengajukan satu prosedur yang
dinamai epoche, berupa penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi
memunculkan esensi. Tanpa penundaan asumsi naturalisme dan psikologisme
akan terjebak pada dikotomi. Husserl mengutarakan ―kita perlu kembali ke
benda-benda sendiri‖-zu den sachen selbst.
Prinsip demikian dikembangkan Tjahjono sebagai pengamatan
arsitektural, dengan cara memberi kesempatan objek-objek harus
berbicara.Fenomenologi179 merujuk Tjahjono dilakukan secara intensionalism
mengandalkan intuisi dan intelektualitas melalui tiga reduksi sekaligus. Pertama,
reduksi dari seluruh subyektivitas. Kedua, reduksi seluruh pengetahuan,dan
Ketiga, reduksi seluruh tradisi yang ada. Sebagai a way of looking at things
178 Heidegger, Martin. Being And Time.Copyright © 1962 by Harper & Row, Publishers, Incorporated, hal. 34-36. Makna ‗Ada‘ Martin Heidegger dikupas oleh Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal. 114. 179 Tjahjono, Gunawan. Metode Perancangan: Suatu Pengantar Untuk Arsitek dan Perancang. Jakarta: FT Arsitektur UI, 1999, hal. 15.
78
fenomenologi merujuk Brouwer180 merupakan gejala yang menampilkan diri
untuk dilukiskan melalui tesis intensionalism. Penulisan pengalaman
fenomenologis tidak hanya menggiring fakta yang dideskripsikan, tapi juga
memberi kesan langsung pada pembacanya agar seolah-olah mereka hadir
dalam fakta itu. Dengan demikian ukuran keberhasilan pengamatan
fenomenologis ditandai oleh deskripsi pengalaman secara komunikatif.
Untuk mencapai intensionalsm saya menempuh dua cara, Pertama,
mengamati keruangan Tugu Nasional melalui udara untuk memperoleh
pengalaman keruangan skala kota – makro. Cara demikian merupakan cara
untuk menangkap pengalaman keruangan dari segala arah yang
memungkinkan merujuk teori Phenomenology of Perception (Ponty: 1945)181.
Gagasan Ponty tentang penghadiran ke dunia melalui tubuh dengan tindak
motorik serta persepsi itu oleh Brower disebutkan posisi atas-bawah, kanan-
kiri, muka-belakang dari tubuh kita, termasuk tinggi-rendah posisi tubuh saat
pengamatan. Kedua, saya mengalami keruangan secara mikro dengan memasuki
Kawasan Tugu Nasional. Keduanya untuk mencapai rigorous, pengamatan
cermat bersandar kepekaan pancaindera terhadap objek yang tampil, melalui; 1)
ketajaman melihat, 2) ketajaman mengecap dengan lidah, 3) ketajaman
membaui, 4) ketajaman mendengar, 5) kepekaan meraba melalui kulit.
Senarai penelitian ini, saya melakukan perjalanan dari Jakarta menuju
Surabaya menumpang pesawat udara182 usai meletusnya gunung Merapi di
bulan November 2010.
180 Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal.10, 66 dan 186. 181 Adian, Donny Gahral.Pengantar Fenomenologi. Depok: Penerbit Koekoesan, 2010, hal.100. 182 Perjalanan pada pagi hari dari Jakarta menuju Surabaya menumpang pesawat Sriwijaya Air tanggal 5 November 2010.
79
Nampaknya rute penerbangan Jakarta-Surabaya dialihkan dari biasanya demi
menghindari awan putih tebal berarak yang dinamai wedhus gembel. Situasi tidak
terduga ini sangat menguntungkan, karena pesawat dari arah bandara
Soekarno-Hatta melintas di atas Tugu Nasional. Melalui jendela kabin
pengalaman keruangan menyaksikan Tugu Nasional dari udara saya alami.
Setelah situasi dinyatakan normal, rute yang sama tidak lagi melintasi Tugu
Nasional183, sehingga deskripsi memandang kawasan Tugu Nasional melalui
udara menjadi penting.Dengan mendekatkan kepala ke arah jendela kabin, dan
memandang dengan sedikit menunduk tampak segubahan bangunan dan
lanskap Kota Jakarta menyerupai ‗gambar‘ yang terbingkai oleh jendela kabin.
Semakin tinggi mengudara, gubahan itu menyerupai miniatur terparak184
berbagai ukuran, bentuk dan warna.
Saat pesawat mengangkasa ke arah Kota Surabaya, tampak bidang
berair berupa lautan dan daratan dalam suasana pagi hari. Di bidang berair itu
himpunan perahu dan kapal merapat di sisi-sisinya. Di ujungnya, terbentuk
daratan melengkung ke arah laut membentuk huruf U, barangkali itulah Teluk
Jakarta di Laut Jawa. Ketika melintasi bidang daratan, tampak garis-garis
kelabu menggambarkan ruas-ruas jalan dan permukiman padat. Pandangan
tertuju pada hamparan bidang berwarna hijau tua, bentuknya unik, empat sisi-
sisi yang tidak sama panjang185. Di tengahnya menjulang sosok tiang yang
bertumpu di landasan persegi empat.
183 Beberapa kali perjalanan ke luar kota Jakarta setelah November 2010, Tugu Nasional tidak dapat lagi disaksikan. 184 Sanento Yuliman, dalam Asikin Hasan, Dua Senirupa Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman, 2001, h.4, dalam hal kita tidak mengenali obyek yang digambarkan – ialah terparaknya (terbedakan dan terpisahkannya) sosok dari latar. Sosok ialah bagian gambar yang tampak ―pekat‖ atau ―padat‖ sedang latar ialah bagian selebihnya yang tampak meruang. 185 hamparan bidang berwarna hijau tua empat persegi yang bidang sisinya tidak sama panjang lazim disebut trapezium.
80
Di puncaknya ada sesuatu berkelok keemasan. Di keempat sudut
landasannya terbentuk persilangan, demikian juga empat sisi yang tegak lurus
terhadapnya. Membentuk delapan persilangan menyerupai simbol pancaran
matahari yang berpusat dari benda tegak itu.
Bila setiap persilangan itu ditarik garis imajiner, dari pandangan
tampak atas ke arah bidang lautan, maka garis pancarannya akan menyinggung
sebuah objek putih menyerupai Istana, barangkali Istana Kepresidenan. Saat
memandang serong ke atas, menyinggung benda empat sisi dengan setengah
bola di atasnya menyerupai kubah, barangkali Masjid Istiqlal. Saat melihat
serong kanan menyinggung benda berlajur-lajur menyerupai rel kereta api,
menunjukkan Stasiun Gambir. Pada serong bawah menyinggung objek-objek
menjulang menyerupai gedung berketinggian sedang. Pada serong kiri bawah,
menyinggung gubahan objek menjulang mencakar langit.
Pemandangan serupa dijumpai sebagai citra penginderaan jauh
terbitan Lapan186 dan peta Kota Jakarta187 yang menamainya Monumen
Nasional. Kemenarikan ‗gambar‘ Kawasan Tugu Nasional melalui bingkai
jendela kabin pesawat udara, menghadirkan panorama mengesankan sebagai
tanda - tetenger (bhs.Jawa) keberadaan Kota Jakarta. Kehadirannya menjadi
‗pemandangan terakhir‘ yang tersaksikan sebelum pesawat mengudara lebih
tinggi. Sangat disayangkan pengalaman memandangi Kawasan Tugu Nasional
saat pesawat udara mendarat ke Bandara Soekarno-Hatta belum dapat
dideskripsikan.
186Lapan, sebuah badan pemerintah yang bertugas menyiapkan citra penginderaan jauh melalui satelit. Periksahttp://www.nationsonline.org/oneworld/map/google_map_Jakarta.htm_20.20 WIB. 187 Periksa Holtorf, Gunther (ed). Street Atlas & Street Names Index Jakarta 2001-2003 Jabotabek. Jakarta: PT Djambatan,2001. Juga peta wisata Our Map is Bigger than Yours yang diterbitkan flymandala.com.
81
Barangkali, pengalaman serupa itu dapat disetarakan dengan
pengalaman bertandang menuju Kota Manado di Sulawesi Utara. Sesaat ketika
pesawat yang ditumpangi mulai menukik menuju Bandara Sam Ratulangi,
melalui jendela kabin tampak ‗gambar‘ sosok putih menjulang di antara
kawasan hijau. Makin mendekati Bandara, makin tampak jelas
menggambarkan sosok berambut tergerai dengan kedua belah tangan
terentang. Gesturnya seolah menyambut kehadiran tamu. Sosok tersebut
merepresentasi patung realis Yesus Kristus berskala kota yang didedikasikan
oleh Pengembang terkemuka sebagai tetenger kawasannya sekaligus
‗mempertunjukkan‘ bahwa, sebentar lagi akan menjumpai sebuah kota yang
penduduknya dominan memeluk Nasrani. Patung tetenger itu menyerupai
patung Yesus Kristus di Kota Rio de Jainero Brasilia. Mengapa Kawasan
Tugu Nasional tidak dilintasi pesawat udaraseperti halnya Kota Manado?
Pertanyaan tersebut terjawab oleh kenyataan bahwa Bandara Soekarno-Hatta
sejak 1 Januari 1984 menggantikan Bandara Kemayoran dan berjarak sekitar
60 km dari lokasi Tugu Nasional. Kemayoran merupakan bandara
internasional pertama di Indonesia yang beroperasi sejak 1 Januari 1910 untuk
memfasilitasi penerbangan Hindia Belanda KNILM - Koningkelije Nederlands
Indische Luchtvaart Maatschapij. Instansi yang dinasionalisasi sejak kemerdekaan
sebagai bandara penerima Tamu-Tamu Negara dan memungkinkan melintasi
Kawasan Tugu Nasional di saat mendarat menuju Kota Jakarta serta di saat
meninggalkannya. Dari pandangan melalui udara, Kawasan Tugu Nasional
seolah ‗dipertunjukkan‘ kepada khalayak melalui segala arah pandang, melalui
dimensi, keunikan bentuk trapesiumnya, tugu yang menjulang di pusatnya
serta delapan garis imajiner di persilangannya.
82
Kawasan Tugu Nasional yang luas serta unik itu menjadi suatu
pemandangan yang sangat kontras bila disandingkan dengan kepadatan
bangunan di sekitarnya. Hamparan hijau di Kawasan Tugu Nasional
mengundang kesan sebagai ‗ruang bernafas‘ sebagai ‗jeda‘ di tengah kepadatan
Kota Jakarta. Sementara itu, bangunan tunggal Tugu Nasional yang menjulang
di pusatnya menyerupai sosok ‗pemimpin‘ yang memancarkan aura-nya ke
delapan penjuru arah. Titik keemasan yang meliuk di tengah itu mengilhami
sosok yang bergerak yang memberi sensasi kemegahan dan kedinamisan.
Pengalaman visual melalui udara ini memperkaya kedalaman deskripsi
keruangan secara khas saat posisi tubuh tepat berada di atas objek, menyerupai
pandangan perspektif mata burung - bird‘s eye view188. Sikap pengamatan ini
memungkinkan saya memandangi gambar siteplan189 Tugu Nasional secara
lamgsung yang menjadi pengalaman tak tergantikan.
Cara memandang bird‘s eye view menjadikan Kawasan Tugu Nasional
sebagai ‗keterkenangan tentang kota Jakarta190. Di saat menyaksikannya
seolah-olah menyaksikan ‗adegan pentas‘ dari sebuah balkon gedung
pertunjukan. Objek yang berada di bawah tubuh tersaksikan seksama. Cara ini
mengilhami Arsitek untuk cermat berkarya, agar karyanya tersaksikan indah
dari sudut pandang (Rasmussen:1962: 9) sekaligus, menunjukkan berperannya
teori trio emosions yang mengilhami penting proses kreatif agar karya arsitektur
mampu menggugah emosi-emotion evoked (Raskin: 1954: 10) sebagaimana
tersaksikan pada Kawasan Tugu Nasional ini.
188 Bird‘s eye view adalagh teori cara memandang objek dalam posisi pengamat seolah-olah ‗terbang‘ menyerupai burung, dilakukan di posisi setidaknya 40 derajat terhadap objek. 189 Siteplan merupakan gambar sebuah kawasan yang disaksikan dengan posisi dari atas. 190 Pengalaman Trimatra hanya akan menjumpai sosok Kawasan Tugu Nasional melalui pandangan perspektif yaitu sejauh mata memandang. Secara Dwimatra hanya akan dijumpai seluruh tampak wajahnya secara dua dimensi atau secara frontal.
83
Tugu Nasional berlokasi di Kawasan Medan Merdeka Jakarta.
Awalnya dirancang empat akses utama Jalan Silang Monas sesuai gambar situasi
yang diterbitkan oleh Manajemen Monas 1994. Usai kebijakan Gubernur
Pemprov DKI Jakarta Sutijoso memagar keliling pada 28 September 2002191
mengubah Kawasan Monas menjadi ruang semi tertutup oleh empat buah
gerbang yang tidak setiap saat dibuka. Pencapaian menuju Tugu Nasional
melalui gerbang yang berdekatan Stasiun Gambir, yaitu gerbang Tenggara atau
Barat Daya di sebelah Parkir IRTI.
Pengalaman keruangan dialami setelah prosedural resmi yang diminta
Manajemen Monumen Nasional diikuti. Dengan mengandalkan gerak tubuh
dan sensasi inderawi terhadap aspek keruangan yang tampil seperti; sisi
mendatar, sisi tegak, sisi samping, sirkulasi, pencahayaan, kelembaban udara,
dimensi, warna serta wujud sesuai pembagian keruangan Kawasan Tugu
Nasional (Monas, 1994) meliputi; Taman Monas, Kolam Pendingin, Ruang
Mesin, Terowongan Bawah Tanah, Halaman Tugu, Museum Sejarah, Ruang
Tunggu, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Pelataran Puncak Tugu dan
Api Kemerdekaan. Pengamatan berlangsung beberapa kali untuk memperoleh
pengamatan keruangan di Kawasan Tugu Nasional, pengalaman itu saya
padatkan untuk mempersingkatnya, paparan detail akan diterbitkan sebagai
pustaka tentang cara pendekatan fenomenologis dalam arsitektur dan desain.
191 Liputan6.com, 2007, Jakarta: Massa Menentang Pemagaran Monas.
84
Untuk mencapai Ruang Tenang atau Ruang Kemerdekaan ditempuh
melalui dua tangga putar berlokasi dekat ruang elevator di sisi Utara dan sisi
Selatan Pelataran Tugu. Sebelum menapaki tangga, terpajang papan himbauan
untuk bersikap tenang di Ruang Kemerdekaan dan informasi jadwal waktu
pembacaan Teks Proklamasi yang dimulai dari pukul 09.00 sampai jam 15.00
WIB. Ketika mencapai Ruang Kemerdekaan, tergelar ruangan segi empat
seluruhnya dilapisi batu pualam. Dinding ruangan yang tampak miring ke arah
luar dan di tiap sudut dindingnya tampak juga melengkung ke arah luar
merupakan akibat bentuk piramida terbalik atau afgeknotte serta liukan Cawan
Tugu. Suasana demikian terbentuk dari sebelah dalam ruangan.
Suasana Ruang Kemerdekaan sangat temaram, hanya mengandalkan
pantulan cahaya dari bukaan di atas dinding serta sorotan sinar yang
ditembakkan ke arah dinding berwarna zamrut yang berada di tengah-tengah
ruangan luas itu. Dinding besar tegak sampai bidang atas ruangan. Bila
dipandang dari undak-undakan yang ditata seperti amphitheater192 itu, dinding
hijau megah itu menyerupai bangunan Ka‘bah yang berada di tengah-tengah
ruang terbuka Masjidil Al-Haram di Kota Mekkah. Suasana ruang yang
diciptakan terkesan lengang, temaram, mencekam menyerupai suasana di
sebuah ruangan sakral. Barangkali ia dirancang untuk mengkondisikan suasana
tertentu yang akan dipertunjukkan dalam ruangan ini. Mulai dari sisi Timur se
arah jarum jam, disorotkan sinar kekuningan ke arah dinding hijau zamrut itu,
menerangi pajangan tulisan berhuruf kapital:
192 amphitheater adalah ruang teater yang terletak di tempat udara terbuka yang digunakan untuk hiburan dan pertunjukan.
85
PROKLAMASI
KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA
HAL-HAL JANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN D.L.L DISELENGGARAKAN DENGAN TJARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO JANG SESINGKAT-SINGKATNJA
DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA
INDONESIA SOEKARNO HATTA
Tulisan Teks Proklamasi itu dari bahan keemasan berukuran besar. Di
depannya terdapat vitrin kotak berukuran besar yang diselimuti kain hitam.
Menurut informasi, merupakan kotak kaca antipeluru sebagai calon wadah
Sang Saka Merah Putih yang kini masih berada di Istana Merdeka Jakarta.193
Keberadaan vitrin tidak dibahas karena bukan merupakan fokus penelitian. Di
sisi Utara terpajang relief gambar kepulauan wilayah Indonesia, tanpa disertai
penjelasan. Relief itu terpajang berupa sebaran kepulauan yang bercitra pulau
Sumatera hingga Irian Barat.Kepulauan itu secara deyure menjadi wilayah
NKRI pada 17 Agustus 1950. Secara defacto Irian Barat menjadi pulau
terbungsu NKRI di akhir 1962, menyempurnakan wilayah kepulauan
Indonesia yang semula hanya terdiri atas delapan teritorial194yaitu; Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda
Kecil (Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta.
193 Berdasar informasi Manajemen Monumen Nasional, Maret 2011, Sang Saka Merah Putih sedianya dipindahkan ke Monumen Nasional urung karena masalah keamanan dan keselamatannya sebagai benda bersejarah yang dikibarkan 17 Agustus 1945. 194 Sujono, RP & Leirissa, RZ (ed) Edisi Pemutakhiran dari Notosusanto, Nugroho & Djoened Poesponegoro, Marwati (ed) SejarahNasional Indonesia VI-Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007, hal.160-161.
86
Di sisi Barat, tampak gerbang megah hijau tua berukir keemasan.
Kemegahannya memberi petunjuk sebagai tempat penting atau Agun.
Dikelilingi ornamen sulur-suluran yang sekilas tampak sama dan sebangun
menyerupai ‗cerminan‘ namun sebenarnya tidak simetri, disebut
‗keseimbangan khas Jawa‘. Ornamen itu mengingatkan ornamen di
Kerobongan195 nDalem Karaton Surakarta yang juga menampilkan sulur-suluran
tiada terputus dari tangkainya. Di tengahnya terdapat ukiran padma mekar
menyerupai relief dinding candi di Jawa Tengah196 dengan mahkota-mahkota
Wijayakusuma. Keduanya merupakan simbol bunga abadi yang disakralkan oleh
Dinasti Mataran di Karaton Surakarta yang disimpan di Kamar Pusaka197. Nama
Wijayakusuma juga dijumput oleh Soekarno sebagai nama jalan di sepanjang
Monumen Tugu Pahlawan198 yaitu titik nol pengembangan Kota Surabaya.
Di dalam gerbang megah dari perunggu itu, ditempatkan Kotak Kaca
Emas berisi salinan Teks Proklamasi. Sebuah lempengan logam bulat keemasan
berelief Padma melindungi Kotak Kaca itu. Gerbang akan terbuka serta tertutup
secara otomatis sebanyak tujuh kali sehari di tiap 60 menit. Dalam keadaan
tertutup, gerbang itu bagai sepasang pintu berornamen Wijayakusuma dan
Padma. Bersamaan dengan terkuaknya gerbang itu terdengar lah nyanyian
―Padamu Negeri‖ karya Kusbini: Padamu Negeri kami berjanji, Padamu Negeri kami
mengabdi, Padamu Negeri kami berbakti, Bagimu Negeri jiwa raga kami.
195 Kerobongan di Karaton Surakarta tertetak di tengah-tengah Joglo Paningrat sebagai lokasi sakral untuk memuliakan Dewi Sri. 196 Padma, atau bunga terata, lotus, tunjung, seroja merupakan bunga yang disakralkan oleh pemeluk agama Hindu-Budha. 197 Diceriterakan oleh GPH Eddy Wirabhumi, menantu Sri Susuhunan Paku Buwana XII, April 2011. 198 Monumen Tugu Pahlawan Surabaya diresmikan oleh Soekarno pada Hari Pahlawan 10 November 1952.
87
Secara perlahan-lahan kedua daun pintu Gerbang itu bergeser ke
samping. Di saat terbuka, tampaklah sebuah bidang seukuran dengannya,
seluruh bidangnya dipenuhi ornamen menyerupai sosok Kala-Makara199 dipadu
dengan ornamen mahkota bunga Padma sedang merekah. Kala-Makara
merupakan simbol raksasa pemangsa. Simbol Sang Waktu dalam mitos Jawa
Kuno yang ditemukan di gerbang Candi Kalasan Jawa Tengah. Seraya
mengiringi terkuaknya Gerbang megah itu, tampak sebuah lempengan bulat
keemasan berukiran Padma bergeser secara perlahan ke atas dan menghilang
dibalik ornamen Kala-Makara bersamaan dengan selesainya bait terakhir
nyanyian ―Padamu Negeri‖200. Tepat di bawah bidang Kala-Makara itu terdapat
ornamen artifak menyerupai ‗mulut raksasa‘ yang sedang menganga yang berisi
Kotak Kaca keemasan menyerupai kaca etalase dalam ukuran relatif kecil,
sebagai ruang penempatan salinan Teks Proklamasi. Rupanya, Gerbang Megah
Hijau adalah pelindung dari bidang Kala-Makara sebagai batas ruang yang
dikatakan ruang sakral karena menempati posisi yang terdalam yang sejatinya
ruang yang lebih gelap. Sakral akibat keberadaannya tepat di titik pusat
bangunan yang disebut axis-mundi. Kehadiran bidang Kala-Makara berperan
sebagai ‗pengantar‘ perbedaan waktu antara kekinian dan kelampauan.
Sesaat setelah seluruh permukaan Kotak Kaca keemasan itu terbuka,
terkuaklah salinan Teks Proklamasi. Seusai itu, terdengar suara laki-laki jenis
bariton membacakan Teks Proklamasi dengan cara perlahan serta jeda,
menyerupai seseorang sedang membaca puisi. Demikian caranya membacanya:
199Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981, hal.90. 200 Merujuk buku Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982,hal. 32 dinyatakan bahwa lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah ―Indonesia Raya‖. Menurut analisis memang lebih tepat lagu ini disbanding ―Padamu Negeri‖ karena lagu Kebangsaan lazim untuk mengiringi Upacara Bendera dan Pembacaan Teks Proklamasi.
88
Proklamasi, Kami bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia,
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain lain, diselenggarakan dengan cara seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, Jakarta, Tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus ampat puluh lima Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno - Hatta
Pembacaan Teks Proklamasi itu, merupakan rekaman suara Presiden
Soekarno201. Terdengar tidak seperti suara ketika beliau berpidato, yang
bersemangat dan menggelegar. Pembacaannya dilakukan penuh kehati-hatian,
dan pengucapannyapun tidak persis dengan naskah asli Teks Proklamasi,
perbedaannya terletak pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun.
Seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai cara yang lazim
dipergunakan di masa Jepang, namun Soekarno menyebutnya 17 Agustus
1945. Cara pembacaan itu menunjukkan ‗tanda penolakan‘ Soekarno atas
kelaziman menggunakan lafal yang diberlakukan Jepang. Peristiwanya menjadi
diskontinuitas yang menandai berakhirnya masa kependudukan Jepang menjadi masa
kemerdekaan melalui Bahasa melalui cara pengucapan yang tidak sama antara
naskah sebagai cara penangguhan makna gagasan Derrida.
Usai prosesi pembacaan Teks Proklamasi disimpulkan bahwa gerbang
Kala-Makara sebagai ‗pusat pertunjukan‘ menyerupai pakeliran dalam
pewayangan sebagai ―panggung‖ ‗menghadirkan kembali‘ peristiwa penting
detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
201 Rekaman suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6 tahun setelah Proklamasi. Awalnya usulan Mohammad Jusuf Ronodipuro untuk merekam ditolak Soekarno. Akhirnya Soekarno menghendaki rekaman membacakan naskah Proklamasi diperdengarkan setiap tanggal 17 Agustus termasuk di Ruang Kemerdekaan Tugu Nasional.
89
Di sisi Selatan, terpampang patung burung raksasa dari bahan logam.
Menggambarkan Garuda Pancasila yang berasal dari mitos Burung Djatayu dari
epos Ramayana. Tampil sedang mengepakkan seluruh sayap emasnya yang
berjumlah tujuh belas helai.Kepaknya berjajar ritmis dari yang terpendek
hingga terlebar menyerupai sosok sedang mengangkat kedua tangannya.
Kepalanya berjambul menolehkan separuh wajahnya ke arah kanan seraya
membusungkan dada ke depan. Paruhnya yang besar melengkung runcing
setengah terbuka memperlihatkan ujung lidahnya, seolah Garuda itu hendak
mengutarakan sesuatu. Sorot matanya hitam tajam dengan rongga mata yang
besar mengesankan sosok yang cermat memandang. Perisai berlatar merah-
putih menggantung di dadanya terlukis bintang keemasan berlatar hitam,
kepala Banteng hitam bertanduk mengarah ke atas di sebelah kanan atas. Di
kirinya Pohon Beringin berdaun rimbun berlatar putih. Di kanan bawahnya,
terlukis buah Padi dan Kapas keemasan berlatar putih, serta seuntai rantai
emas tanpa ujung. Kedua kaki dan ekornya diselimuti bulu keemasan menapak
terbuka, seraya kedua jari dengan kukunya yang runcing itu mencengkeram
kuat-kuat sehelai pita putih yang bertuliskan BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Sosok patung raksasa Burung Garuda Pancasila tampil mengesankan.
Mengukirkan citra keperkasaan dan keanggunannya berlatar dinding pualam
hijau zamrut. Sisi Selatan ini mementaskan sosok lambang kejayaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Burung Garuda berperisai butir-butir Pancasila.
Usai ke-empat sisi dinding itu terjelajahi, disimpulkan bahwa ruangan itu
dirancang untuk mempertunjukkan eksistensi Negara Indonesia dengan
memajang seluruh atribut-atribut menyertai peristiwa Proklamasi berupa
aksara naskah Proklamasi, peta kepulauan wilayah Indonesia, salinan Teks
Proklamasi dan Garuda Pancasila sebagai benda-benda pusaka.
90
Di akhir pengamatan tersisa sebuah pertanyaan: Dimanakah Sang Saka
Merah Putih dipertunjukan di Tugu Nasional ini? Karena dalam pengamatan ini
tidak dijumpai pusaka terpenting Republik Indonesia, yaitu Sang Saka Merah
Putih yang seharusnya di-Agung-kan sebagai pusaka di Ruang Kemerdekaan
sesuai kriteria utama Sayembara Perancangan Tugu Nasional 1960202 yaitu
memberikan ‗tempat yang Agung bagi Sang Saka agar dapat disaksikan
masyarakat setiap harinya. Kenyataannya, hingga penulisan Disertasi ini
berakhir, Sang Saka Merah Putih masih tersimpan di Istana Presiden di Jakarta.
Perjalanan menuju Pelataran Puncak Tugu diantarkan melalui sebuah
alat pengangkut vertikal yang disebut elevator atau lift yang berkapasitas
maksimal 10 orang. Ruang liftnya berupa rongga menerus dari bawah hingga
Pelataran Puncak Tugu tepat berada di tengah-tengah Badan Tugu.
Kabin lift dilapisi oleh lembaran logam mengkilap keperak-perakan
yang sudah usang. Lift di Tugu Nasional ini hanya memiliki satu nomor tujuan,
yaitu Pelataran Puncak Tugu. Satu-satunya moda transportasi vertikal di Tugu
Nasional sebagai alat pengangkut yang ‗tersibuk‘ karena animo pengunjung
untuk mencapai Pelataran Puncak Tugu mencapai 1.500 orang setiap harinya.
Sejak pengoperasiannya tahun 1975, lift sudah mengalami tiga kali penggantian
mesin karena bekerja sepanjang waktu kecuali hari Senin terakhir di tiap
bulannya. Memerlukan waktu kurang dari tiga menit kereta lift untuk mencapai
Pelataran Puncak Tugu.
202 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 4.
91
Ketika pintu lift terbuka, dijumpai teras mengelilingi empat sisinya.
Suasana yang semula gerah akibat perjalanan di Terowongan Bawah Tanah, turun-
naik tangga Museum Sejarah dan Ruang Kemerdekaan berubah menjadi sejuk
akibat aliran udara yang menerpa keempat sisi teras terbuka itu. Di sekeliling
teras itu dijumpai pembatas setinggi dada yang dilapisi pualam dengan
sebentuk logam bulat keperakan sebagai pengaman teras dengan bagian
luarnya yang berupa angkasa bebas. Di sekeliling pelataran puncak itu dibuat
teralis perlindung terhadap situasi yang membahayakan. Bagian bawah teras
seluruhnya dilapisi pualam, demikian juga sisi tegaknya bahkan sisi atas sebagai
langit-langit yang juga sebagai tempat tergelarnya sosok Lidah Api Kemerdekaan.
Lokasi Pelataran Puncak Tugu merupakan salah satu tempat yang tertinggi di
Jakarta di awal pembangunan Tugu Nasional tahun 1960-an. Ketinggian
Pelataran Tugu bukan lagi merupakan yang tertinggi di Jakarta.
Pemandangan melalui Pelataran Puncak jauh lebih jelas dibandingkan
menyaksikan melalui pesawat udara, karena bagian penting dari bangunan
dikenali. Situasi itu, bagaikan berwisata di angkasa menyaksikan panorama
Kota Jakarta yang nun jauh di bawah. Timbul rasa senang serta rasa beruntung
dapat menikmati panorama kota di Pelataran Puncak Tugu di saat lengang,
karena mendahului jadwal kunjungan. Leluasa mengamati dan
mendokumentasi meski kurang optimal karena hanya dapat menyaksikan
melalui salah satu sisinya dan harus mengitari seluruh sisi agar tercapai
panorama kota secara utuh. Hal itu disebabkan terhalangnya pandangan oleh
sosok Badan Tugu yang berfungsi sebagai rongga lift.
92
Pada Senin terakhir bulan Maret 2011 bertepatan kunjungan Tugu
Nasional diliburkan saya mengalami pengalaman luar biasa di lokasi Lidah Api
Kemerdekaan. Untuk mencapai lokasi itu harus melewati manhole yaitu lobang
seukuran tubuh manusia di langit-langit Pelataran Puncak Tugu. Ketika
sebagian tubuh melampaui manhole, tampak sebongkah benda besar berlekuk-
lekuk berwarna keemasan terhampar tepat di hadapan. Dia-lah sosok Lidah
Api Kemerdekaan yang selama ini hanya dapat disaksikan melalui foto-foto
dokumentasi. Pada hari itu, ‗kehadiran‘-nya dapat terasa secara inderawi.
Gerakan sosoknya tidak menyerupai gerak dinamis api yang sedang tertiup
angin ataupun ,menyerupai obor yang menjilat-jilat, namun menggambarkan
sosok meliuk yang menguncup menuju satu titik. Gerakan sosok Lidah Api
tampak luwes, menyerupai liukan sosok yang sedang menari. Tampil kontras
dengan warna langit biru di angkasa. Di ujungnya menyembul sumbu
menyerupai peralatan penangkal petir. Di antara liukan sosok Lidah Api
Kemerdekaan itu terbentuk beberapa celah yang ditutupi oleh bahan kaca. Sosok
keemasan yang meliuk-liuk itu ternyata berfungsi juga sebagai penutup
ruangan mesin lift. Sosok yang berkilau keemasan bila dipandang dari kejauhan
itu, dalam jarak dekat ternyata memiliki permukaan kasar, karena terbuat dari
beberapa logam perunggu yang dihubungkan oleh semacam baut paku besar.
Di sekelilingnya dijumpai empat sisi teras yang memungkinkan
menyaksikan panorama Kota Jakarta namun terhalang oleh sosok Lidah Api
yang berdiri di tengahnya. Pengalaman serupa ini menyerupai pengalaman di
puncak candi Borobudur di Jawa Tengah. Melalui keempat sisinya tersaksikan
panorama persawahan, sungai, gunung, dan pemukiman penduduk.
93
Tubuh harus melintasi arah jarum jam untuk menyaksikan panorama
kota karena terhalang adanya stupa203 sosok bangunan di pusat pelataran candi.
Di kedua lokasi itu, yaitu di lokasi Api Kemerdekaan dan puncak candi
Borobudur ditandai adanya sosok penghalang pandangan yang sekaligus
berperan sebagai orientasi. Saat mengalami pengalaman keruangan di ruang
tanpa batas itu, peran sosok Lidah Api dan stupa menjadi maknawi
membedakan material fisik arsitektural dengan angkasa biru.
Pengalaman keruangan di lokasi Lidah Api Kemerdekaan itu
menggugah keterharuan, bukan hanya dapat memandang secara dekat, bahkan
meraba permukaan Lidah Api-pun terlaksana. Sosok Lidah Api Kemerdekaan
ternyata tidak hanya berperan estetik-ornamentik semata, akan tetapi memiliki
peran menyelimuti ruang mesin lift yang menjadikan bagian teratas Tugu
Nasional tetap terpandang keindahannya bila dipandang dari berbagai sudut
pandang. Apabila dipandang seksama, struktur sosok Lidah Api menyerupai
sosok karya seni patung dalam ukuran gigantis. Berupa lempengan-lempengan
perunggu yang saling dilekatkan oleh baut, dan didirikan pada setumpunya,
yaitu Atap Pelataran Puncak Tugu. Dalam balutan warna keemasan dari bahan
goldpaper yang dibuat dari emas murni itu, sosok Lidah Api Kemerdekaan
menjadi pusat pertunjukan yang tergelar di ruang publik di Kota Jakarta.
Kehadirannya dimuliakan segenap masyarakat Indonesia. Sosoknya bersinar
dan berpendar karena seperangkat penerangan buatan yang menyorotnya,
sehingga lekukan-lekukan plastisnya tampil secara dramatis di malam hari.
203 Ditengah-tengah stupa terletak patung Sang Budha Gautama dengan sikap duduk lotus. Duduk bersila, telapak kaki di atas paha, telapak tangan menghadap ke atas, punggung dan leher tegak lurus, mata memandang puncak hidung, gigi-gigi atas dan bawah dipisahkan oleh ujung lidah di antaranya, sebagai padmasana dikutip dari prosa Jawa Kuno oleh Van Der Tuuk (1897-1912).
94
Usai mendeskripsikan pengalaman fenomenologis keruangan di
Kawasan Tugu Nasional, diakhiri pembahasan keterhubungan Pengalaman
Inderawi dengan Kode Aksial merujuk Grounded Theory, untuk meneguhkan
adanya hubungan langsung ―teks‖ yang dirangkum sebagai Data Koleksi –
Data Collection dengan Coding yang berpotensi sebagai Memoing, yaitu dasar-
dasar pembentukan Teori Baru. Rangkaian pengamatan fenomenologis di
Tugu Nasional dilanjutkan mengurai keterhubungan Pengalaman Indrawi
dengan Kode Aksial cara penerapan penelitian Grounded Theory Strauss204:
Keterhubungan konsep ruang Khora dalam penelitian Grounded Theory
dinarasikan sebagai berikut. Pertama, terdapat keterhubungan antara subtansi
pledoi Indonesia Menggugat yang mengungkap konsep teritori Indonesia dengan
relief keemasan wilayah kepulauan Indonesia di Ruang Kemerdekaan.Kedua,
keduabelas naskah tonil di Ende dan Bengkulu memampukan Soekarno
menggubah draibooken adegan diorama Museum Sejarah dan karya arsitektur
―panggung― Tugu Nasional.Ketiga. keterhubungan peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan pagelaran atribut kemerdekaan di
Tugu Nasional: Teks Proklamasi, Pembacaan kembali Teks Proklamasi,
Pengabadian Sang Saka Merah Putih termasuk Gerbang Kala-Makara dan Kotak
Kaca Emas, Lambang Garuda Pancasila, serta Peta Wilayah Kepulauan
Indonesia.
204 Groat, Linda. Phases of Research Coding. A. Strauss, Qualitative Analysis for Social Scientists. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002, hal. 181.
95
Keempat, keterhubungan antara pidato Soekarno di hadapan
pemenang sayembara Tugu Nasional Kedua 1960205, Pidato pelantikan panitia
Museum Sedjarah Tugu Nasional 1964 206, Pidato pembukaaan Jalan Silang
Monumen Nasional 1964207 dengan berdirinya Tugu Nasional, dan sosok
patung realis Pangeran Diponegoro sebagai ekspresi kesetaraan Internasional
dalam merancang Monumen yang berkorelasi dengan dokumen pribadi
Soedarsono208 Arsitek kepercayaan Soekarno yang ditugasinya.
Keenam, prosesi menuju Tugu Nasional dengan menyusuri
Terowongan Bawah Tanah dan menaiki sejumlah tangga Pelataran Tugu
merupakan rancangan khas yang bertujuan memberi ‗keterkejutan visual‘ dengan
memandang Cawan Tugu berskala raksasa usai mengalami kesesakan. Sampai
kini, belum ditemukan data metafisik hal itu, tetapi terbitnya SK Presiden
tahun 1995 yang menyatakan Master Plan di Kawasan Medan Merdeka. Ketujuh,
48 adegan-adegan diorama atau kotak pemandangan sebagai benda visual untuk
mempertunjukan kelampauan masa Indonesia purba hingga bersatunya
kepulauan Irian Barat kewilayah NKRI, berkorelasi erat dengan draibooken
yang disusun oleh Sejarawan dan Seniman209 pembuat diorama. Kedelapan,
Ruang Kemerdekaan terkait dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 sebagai ruang pertunjukan visual-auditif berupa amphiteather,
205Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 206 Pidato Presiden Sukarno Pada Pelantikan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional, Istana Merdeka, Djakarta, 3 Djanuari 1964. 207 Pidato Presiden Sukarno Pada Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964. 208 Memoar Arsitek RM Soedarsono. 209 Dihimpun empat buah jilid draibooken berisi adegan diorama Museum Sejarah Nasional era Soekarno sebagai pedoman Edhi Sunarso dan Keluarga Artja untuk memvisualkan ke dalam bentuk fisik diorama. Kemudian mengalami beberapa kali perubahan sejak pemerintahan Soeharto, sehingga tidak semua diorama merupakan warisan Soekarno.
96
Gerbang Kala-Makara dan atribut kemerdekaaan210. Kesembilan, atribut
kemerdekaan Indonesia Sang Saka Merah Putih terkait pidato Soekarno211 yang
mengutarakan keinginan adanya ‗ruang‘ bagi Sang Saka serta memoir Ajudan
Pribadi Bambang Wijanarko212 . Kesepuluh, pelataran Puncak Tugu merupakan
lokasi pertunjukan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, dan Api
Kemerdekaan yang ditambahkan Soekarno mempertunjukkan keelokan
estetis-fungsional karena mahkota Tugu sekaligus pelindung arsitektural213.
Pengalaman inderawi dan Kode Aksial berdasar Grounded berkorelasi
analisis komparatif yaitu : empat hal; cara yang relevan, fit-cocok-valid, dapat
dimodifikasi/dikendalikan sebagai kriteria pembentukan teori merujuk Glaser
dan Strauss dalam The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative
Research214. Disimpulkan bahwa, fenomena keruangan di Kawasan Tugu
Nasional berpotensi untuk menjawab Hipotesis Kerja yaitu hadirnya ―Arsitektur
Panggung‖ yang merepresentasi pen-Agung-an tanah air / ke-Indonesia-an
melalui pertunjukkan benda-benda keterkenangan, atribut Proklamasi
Kemerdekaan, serta nuansa kelampauan Bangsa Indonesia secara visual-auditif
sebagai area representasi ke-Indonesia-an yang digelar bagai pentas ―panggung‖
sekaligus merepresentasi sebagai ―Panggung Indonesia‖.
210 Sejumlah dokumentasi Gerbang Kala-Makara dan Kotak Kaca serta surat menyurat Arsitek Soedarsono dengan Konsultan estetik Profesor Lorenzo Ferri dari Studi d‘Arte Internationale - Roma sebagai konsultan patung Diponegoro. Sosok Api Kemerdekaan diawali sketsa, pembuatan model, pelaksanaannya oleh Tohnichi Trading Co Ltd Jepang berdasar rancangan Arsitek Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts. 211 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960. 212 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Gramedia.1988, hal.197. 213 Gambar prarencana Tugu Nasional yang disiapkan Arsitek Soedarsono dan diberi persetujuan acc.Soek oleh Soekarno Yang juga termuat dalam Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. 214 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. Ibid., hal. 237.
97
Bab ini akan mengungkapkan makna baru melalui hermeneutik-
interpretatif merujuk Ricouer dengan menganggap Pengalaman keruangan
dianggap ―teks‖ yang dimiliki Sang Perancang yaitu Soekarno. Dianalisis
keterhubungannya dengan―teks‖ lain yang kontekstual secara historis untuk
memperkaya intepretasi makna sebagai apropriasi. usai melewati distansiasi. Cara
sedemikian berpeluang menjadi informasi yang berpotensi sebagai episteme -
pengetahuan baru. Makna baru sebagai pengetahuan berdasar metode
penelitian Grounded menjadi struktur pembentuk teori, yaitu teori subtansif
yang berasal dari data yang disebut ―minor working hypotheses‖ atau Hipotesis
Kerja215, dalam penelitian ini: ―Panggung Indonesia‖ – suatu modalitas atau cara
mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai ‗karya arsitektur‘ Soekarno sebagai
‗komunikasi arsitektural‘ yang hadir bersamaan dengan peristiwa pergerakan bangsa
Indonesia [maupun Dunia] di masa itu.
Makna baru diungkap usai mempertautkan ―teks‖ di Kawasan Tugu
Nasional dengan ―teks‖ lain yang bersepadan karakteristik Khora sebagaimana
uraian Telaah Karya Terkait Tema Penelitian. Pertama, ia sesuatu yang abadi,
tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa
ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu
tempat atau ‗ruang‘. Kedua, ia menggambarkan sosok unik-alien, dissymetri,
triton genos.
215Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 32-33. .
98
Ketiga. bersepadan dengan ‗ruang‘ dalam arti tempat, lokasi,
wilayah, area yang luas/country. Keempat, ia menunjuk figures, form
perwujudan wadah, wujud, representasi ibu/metaphorical mother-perawat
yang feminine.Kelima, sebagai obyek penerima isi muatan-receptacle,
pembawa-tanda/jejak. Keenam, menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide
bentuk arsitektural yang selalu dalam proses memutu.
―Teks‖Kawasan Tugu Nasional yang karakteristik khora disandingkan
dengan teori gayut untuk menyingkap makna kehadiran arsitektur. Di antara
teori yang tersedia, Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell216 berpotensi
menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban termasuk karya
arsitektur, melalui tiga tahap penelusuran; jejak peradaban, jejak keruangan,
dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba – arketipe. Menurut
Lobell, pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa sering kali
didorong oleh alam tidak sadar – unconscious bahkan tidak jarang ditemukan
berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik yang disebut arketipe.
Gambaran simbolik itu berupa non fisik/metafisik yang terkandung
pada Kawasan Tugu Nasional selaras karakteristik Khora; sesuatu yang abadi,
tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa
ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu
tempat atau ‗ruang‘. Hasil pandangan dari kabin pesawat udara sebagaimana
diuraikan sebelumnya menggambarkan ‗citra‘ trapezium dengan sosok
menjulang di pusatnya diikuti oleh garis menyilang imajiner yang saling
berpotongan menyerupai gambar siteplan Kawasan Monas217 atau citra iconos.
216Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. 217 Monas. Monumen Nasional dengan Museum Sejarah Nasionalnya.Jakarta: Kantor Pengelola Monas. 1994, hal. 12.
99
Dalam Approching Unconscious: Man and His Symbol. Arketipe
menyiratkan sesuatu yang lebih jelas dan makna langsung yang mewakili
konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar. Terdiri dari
beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal masa lalu.
Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang tidak
dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang
kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap menyerupai khora.
Arketipe keruangan akan digunakan sebagai cara menelusuri pikiran impersonal
dari Soekarno dalam perannya sebagai Penguasa di saat Kawasan Tugu
Nasional digagas sebagai form. Metode ini merupakan satu-satunya cara untuk
menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang telah wafat serta berjarak
terhadap masa penelitian, melalui ‗jejak purba‘ dari karyanya.
Cara ini dikatakan langka bagi penelitian arsitektural, karena lazimnya,
pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui wawancara atau
tulisan oleh yang bersangkutan. Namun, sebagai akibatnya, pengungkapannya
sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris218. Penguasa ingin
mengontrol apa yang ingin diucapkan, atau dituliskan bahkan membuang hal
yang dirasanya tidak perlu. Cara penelusuran Lobell menjadi sebuah terobosan,
karena bersandar jejak purba yang dipertautkan dengan hal metafisik219 namun
seringkali terlewatkan. Enam Arketipe keruangan gagasan Lobell dan satu
gagasan Sandberg berupa citra alam bawah sadar yang timbul di permukaan
kesadaran manusia ketika bertindak mewujud batas ruangnya sebagai ‗jejak
purba‘ bersepadan dengan penelusuran metafisik atau melalui cara Khora.
218 Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan mengabaikan tulisan. 219 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya.
100
Terdapat tujuh tipe arketipe yang dimungkinkan terjadi fusi, namun
tetap dapat dikenali faktor yang dominan yaitu: Pertama, The Sensitive Chaos
menggambarkan ciri peradaban manusia berburu secara berpindah – nomaden
di masa Palaeolithic atau era Zaman Batu sebelum manusia mengenal sistim
pertanian, metalurgi, tembikar, ataupun tekstil. Egaliter dengan etos kerjasama
tanpa pembagian kerja, belum mengenal bahasa tulis, kaya akan tradisi lisan
dan ritual sakral seperti pada suku Aborigin di Australia, Eskimo, serta suku di
hutan Amazon. Berciri jiwa kepribadian yang menyatu Roh Agung, percaya
perdukunan, sihir, pemujaan roh-roh dan totem. Memahami dunia sebagai chaos
– ketidak beraturan peka dengan aktivitas psychoerotic seperti musik, tari, seni
ritual dengan kesadaran jiwa berubah-ubah. Simbol spiral berliku sebagai awal
peradaban manusia purba disebut World of the Great Spirit - dunia maha spirit.
Kedua, The Great Round digambarkan simbol Bundar Raya yang memuja
Ibu sebagai sumber kehidupan matrilineal. Masyarakatnya petani dengan desa
dan kota sebagai unit sosial di masa Neolitik dan Zaman Perunggu awal. Berciri
penemuan teknologi pertanian, tembikar, astronomi, irigasi. Membangun
secara permanen, menulis dan menampilkan arsitektur lumbung dan rumah.
Dicontohkan budaya Jomon di Jepang dan Cina, Lembah Indus,
Mesopotamia, Mesir Awal. Ketiga, the Four Quarters, dunianya para Hero,
simbolnya dunia empat persegi sebagai penggembala nomaden di masa
Perunggu Awal dengan inovasi teknologi alat perang. Memiliki pola patriarki,
memuliakan pahlawan – hero dan kedewataan sebagaimana bangsa Arya dari
India, Persia dengan mempercayai alam semesta sebagai singgasana Tuhan
dengan konsep ruang dunia empat penjuru dilambangkan suci dari profan.
101
Titik pusat atau pusar dunia sebagai acuan penataan lanskap,
memuliakan persimpangan jalan dan empat arah mata angin. Keempat, The
Pyramid simbolnya pyramid atau octahedron. Peradabannya disebut World of the
God-King sebagai dunia Dewa Raja yang mencerminkan stratifikasi sosial dan
konsep kekuasaan. Lapisan teratas adalah Raja dan terbawah adalah Rakyat
dengan struktur patriaki. Muncul jenis monument di ruang kota sebagai tanda
peringatan. Sebagai Era Classic atau Golden Age, peradaban tinggi Mesir Kuno,
Sumeria Peradaban, India di bawah Asoka dan Buddha dan dinasti Hindu,
Kebudayaaan Maya di Meso Amerika, Yunani Klasik, Abad Pertengahan dan
Renaisans Awal. Mempercayai inkarnasi dan axis mundi - poros bumi untuk
memahami tiga alam kehidupan langit-bumi-dunia bawah. Membedakan
tempat tinggal dan penguburan. Karya arsitektur merepresentasi gunung,
piramida, stupa sebagai struktur penting, sebagai kuil dan makam kerajaan.
Kelima, the Radiant Axes simbolnya sinar matahari sebagai simbol
kejayaan Penguasa yang memancar segala arah melalui kekuatan militer. Tidak
menyembah Dewa, tapi personifikasi pribadi Sang Penguasa dengan konsep
gigantisme dalam ritual Negara, seni, dan arsitektur, termasuk kebun raya dan
taman, istana harem. Jejak jiwa enflanted ego-ego yang dilambangkan Icarus yang
terbang menuju matahari. Keruangan meniru pancaran sinar matahari dalam
perencanaan kota sebagai jalan memancar dari istana.
Obelisk sebagai titik fokus sistem jalan memancar. Adanya patung
kolosal, mural bagi keagungan kaisar pada kerajaan Mesir Baru, Babilonia,
Asiria, Persia, Alexander Agung, Romawi, Aztec dan Inca, Louis XIV dan
Versailles, Spanyol, Portugis, Inggris serta dunia Islam. Keenam, The Grid
arketipe dunia rasional simbolnya grid orthogonal tanpa pusat dan batas pengikat.
Mengenal ekonomi produksi dan perdagangan skala internasional.
102
Terdapat di kekaisaran Romawi, China, dan Rusia, Eropa dan
Amerika pada Revolusi Industri, Jepang Kontemporer. Adanya ego anonimitas
tanpa tujuan, malaise dan hilangnya kontak spiritual. Keruangan grid ke segala
arah serta tidak memusat. Arsitektur dan perencanaan kota mencerminkan grid
pada tata jalan ortogonal, ruang bujursangkar, modular. Dicontohkan Agora,
pabrik di abad 19, pusat perdangan dunia. Ketujuh, The Network gagasan
Anders Sanberg, ditandai oleh jaringan komunikasi, antena dan ekonomi
global dengan perkotaan sebagai pusat dengan tumbuhnya masyarakat ilmiah.
Terjadi di Negara Barat akhir 1990-an hingga abad 21, dunia dalam gerak chaos,
sarat informasi namun membingungkan menyerupai gerak acak Brownian
dinamai World of the Infonaut.
Penelusuran akan mempertautkan unsur metafisik di Kawasan Tugu
Nasional dipertautkan arketipe Soekarno, Penguasa di era perancangan Tugu
Nasional220. Soekarno mempercayai adanya corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh masa transisi221 berasal dari kebudayaan periode sebelumnya,
memberi indikasi corak kebudayaan sebelum kemerdekaan yang akan
mempengaruhi rancangan Tugu Nasional, seperti masa Hindu, Budha, Islam
bahkan di masa Kolonial itu sendiri. Basis yang digunakan sebagai
pembahasan adalah ―teks‖ sebelum dan sesudah Soekarno berkuasa, Pertama,
berupa teks pidato, amanat, puisi, surat, memo, dan naskah sandiwara.
220Koentjoroningrat merumuskan tujuh unsur kebudayaan universal yang diurut berdasarkan tingkat kesukaran dan pengubahannya. antara lain; sistim religi dan upacara keagamaan, sistim dan organisasi sosial kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistim teknologi dan peralatansistem kesenian terbagi menjadi; a. Seni Rupa: seni bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis, seni rias, seni kerajinan, dan seni olah raga. 221Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.
103
Kedua, architecture as a text merujuk Eco222 yaitu memandang karya
arsitektur dipersamakan ―teks‘ berdasar semantiknya dengan menganalisis
makna yang terkandung disetarakan sebagai kata dan kalimat.Kedua ―teks‖
dipertautkan dalam memperkaya pembentukan makna baru – ultimate self –
responsibility. Penelusuran merujuk ―teks‖ hasil pengalaman inderawi saya di
saat melihat Kawasan Tugu Nasional dari pandangan udara dengan
mempertautkan pandangan kosmologi Jawa-Bali serta city planning
Kemaharajaan Perancis.
Citra delapan pancaran sinar di Kawasan Tugu Nasional
mengingatkan Nawa Sanga dan Pola Perempatan Agung di Bali223 sebagai
keselarasan Bhuana Agung - makro kosmos dan Bhuana Alit - mikro kosmos
yang berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga224 berupa delapan
pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Tri Hita Karana sebagai senses of place
yang mengandalkan arah mata angin. Sumbu ritual Timur-Barat dinamai surya-
sewana berorientasi ke arah terbit dan terbenamnya matahari dan orientasi
Timur dinilai lebih utama. Sumbu natural Kaja-Kelod merujuk arah gunung dan
laut disebut nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci.
Ruang dikategorikan suci menempati bagian Kaja-Utara mengarah ke
gunung: untuk pura, arah sembahyang, arah tidur. Sebaliknya profane-kurang
222 Eco, Umberto. Function and Sign: the Semiotics of Architecture in Neilleach (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal. 182. 223 Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai
Tradisional.1986, hal. 11. 224Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
104
sakral di Kelod-Selatan untuk posisi kandang, kuburan, pembuangan kotoran,
dan sebagainya. Nawa Sanga disimbolkan padma bermahkota delapan225 disebut
Kompas orang Bali. Nawa Sanga adalah pusat pancaran perpotongan sumbu Kaja-
Kelod dengan Kangin-Kauh sebagai pedoman peruntukan bangunan di Bali.
Dikenal Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung terbentuk akibat perpotongan
sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh sebagai penempatan bangunan suci di
sudutnya. Pola Perempatan Agung memiliki catuspatha226 sebagai titik pertemuan
pasangan dualistik surga-manusia dan kelahiran-kematian. Nawa Sanga di
Kawasan Tugu Nasional menunjukkan keluasan teritori yang dipancarkan oleh
titik pusatnya, yaitu lokasi Tugu Nasional yang tepat di catuspatha, berupa
orientasi ke Utara arah Kelod, yaitu Laut Teluk Jakarta serta mengarah ke Kaja
ke gunung Salak dan Gede Pangrango di Jawa Barat di Selatan Jakarta227.
Perpanjangan pancaran itu bila ditarik ke skala Kota Jakarta
menyinggung sejumlah arsitektur era Soekarno228. Di Utara lokasi Galangan
Kapal di Tanjung Priok229, di Timur Laut Bandara Internasional di
Kemayoran, Di Timur Tugu Pembebasan Irian Barat di Lapangan BantengDi
Tenggara, Patung Dirgantara di perempatan Pancoran Jakarta. Di Selatan,
Hotel Indonesia dan Patung Selamat Datang, di Barat Daya, Gelora Bung Karno di
225Davison, Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore:Periplus.1999, pg 5. Nawa Sanga, The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deity- Hindu in origin – and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for the proper orientation of building. 226 IGM Putra. Catuspatha, konsep, transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah.Vol 3 No.2 Agustus 2005, hal. 62 – 101. 227 Panorama Gunung Salak dan Gede Pangrango hanya dapat disaksikan di masa Kolonial ketika Kawasan Tugu Nasional sebagai Taman Raja atau Koningsplein di masa Hindia Belanda, merujuk catatan Clockener Brousson dalam Gedenkschriften van een oud-koloniaal - Batavia Awal Abad 20 Depok: Komunitas Bambu, 2003, hal.118. 228Rangkaian kegiatan permulaan proyek menyerupai Ritual Kenegaraan. 229Soekarno.Pidato Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan Kapal―Karya Putra‖ di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965.
105
Jl. Senayan, di arah Barat Universitas Trisakti230 di perempatan Jl. Kyai Tapa,
dan arah Barat Laut,Bandara Cengkareng231 diperbatasan Jakarta-Tangerang.
Bila kedelapan garis pancaran diperpanjang menjangkau wilayah kepulauan
Indonesia, menyinggung karya monumental Soekarno; arah Utara, sebuah
monumen Tugu di Menumbing Bangka232, arah Timur Laut, Tugu di
Bundaran Palangka Raya233, Arah Timur, Tugu Muda Jl. Simpang Lima
Semarang234, Arah Tenggara, Hotel Bali Beach di Sanur Bali235, rah Selatan,
Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu236. Di arah Barat Daya, Reaktor Atom
di Bandung237, arah Barat Tugu Makam Pahlawan Seguntang Palembang238.
Arah Barat Laut, masjid Jami‘ di Bengkulu239. Citra Nawa Sanga di Kawasan
Tugu Nasional tercipta oleh dorongan alam bawah sadar Soekarno akibat
pengaruh budaya Hindu dari Sang Ibu Idayu Sarimben, Brahmana dari Bali
Kosmologi Pajupat atau Keblat Papat Kalimo Pancer yang memuliakan
empat arah mata angin dan pusatnya merupakan orientasi spasial Karaton
230 Universitas Trisakti, sebuah institusi pendidikan tinggi swasta yang dinasionalisasi oleh Soekarno 19 Oktober tahun 1965 231Menurut Edhi Sunarso, Bandara Cengkareng merupakan gagasan Soekarno dan sudah dilakukan pembebasan lahannya. 232 Dok.Indah Widiastuti, ITB, 2001 dan National Geographic Traveler, edisi Juni, 2001. 233 Pengamatan langsung di Bundaran Besar Palangka Raya, 2001. Simak Wijanarka. Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006. 234 Pengamatan langsung di Tugu Muda Semarang, 2001, 2007, 2009. 235 Pengamatan langsung di Bali Beach Sanur, Bali 2001, 2009. 236 Pengamatan langsung di Samudera Beach, Pelabuhan Ratu Jawa Barat 2001. 237 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961. 238 Dokumen Pribadi RM Soedarsono. 239 Chanafiah, M Ali. Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press, 2003, hal. 45.
106
Dinasti Mataram di Surakarta dan Yogyakarta240. Karaton Surakarta meng-
Agung-kan gunung Lawu dan Semeru di Timur dan Barat, samudera Selatan
yang dikuasai lelembut Ratu Kidul dan Hutan Prang Wedono di Utara. Meyakini
Dualitas Jawa seperti siang-malam, benar-salah, pria-wanita sebagai paradoksal
linier dan paradoksal hirarkis; kawula-gusti, raja-rakyat, atas-bawah. Melakukan
sesembahan kepada Gusti Allah ditiap memulai hajat, memilih hari berdasar
primbon serta meyakini tiga hirarkis dunia; surgawi, bumi dan dunia bawah
dengan Utara-Selatan sebagai pedoman merancang. Penerapan konsep Pajupat
juga ditampakkan pada bangunan Tugu Nasional berupa empat pintu utama
yang mengarah Utara, ke Istana Jakarta, Stasiun Gambir di Timur, Kantor
Gubernur Jakarta di Selatan, dan kawasan jalan Jendral Sudirman di Barat serta
porosnya di Badan Tugu. Konsep Pajupat yang memuliakan arah Timur saat
terbit matahari merupakn titik orientasi penempatan atribut kemerdekaan di
Ruang Kemerdekaan241 di awali Aksara Teks Proklamasi. Sisi Utara relief
Wilayah Kepulauan, sisi Barat penyimpan salinan Teks Proklamasi dan patung
Garuda Pancasila di Selatan.
Citra Pajupat juga terkait padma242 dan wijayakusuma yang diyakini
Karaton Surakarta sebagai pusaka Raja mengilhami Soekarno yang memiliki
240 Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta. 2004, hal. 102-103. 241 Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28. 242Berdasar dokumentasi Istana Kepresidenan RI 2011 ditemukan sejumlah foto kunjungan Presiden Soekarno mendampingi PM India meninjau candi-candi di Jawa Tengah. Simak risalah Moehkardi. Sendratari Ramayana Prambanan. Segi Seni dan Sejarahnya. Prambanan: PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. 1994, hal.3. Pada 25 Agustus 1961 Soekarno meresmikan Panggung Terbuka Pagelaran Ballet Ramayana: ―Ballet Ramajana adalah satu pertjobaan (good afford) untuk membawa seni pentas Indonesia ke taraf yang lebih tinggi‖ Seusai restorasi pertama Candi Prambanan dilaksanakan.
107
kedekatan dengan keluarga Karaton Surakarta243 bahkan Soekarno244 dianggap
berperan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII.
Badan Tugu Nasional yang menjulang itu ‗menyerupai sumbu‘ bumi disebut
axis mundi atau poros penghubung tiga lapisan dunia dunia atas, dunia manusia
(tengah) dan dunia bawah. Dunia atas tempat Dewa-Dewa dan arwah nenek
moyang. Dunia tengah didiami manusia. Dunia bawah sebagai dunia orang mati.
Dunia bahkan diyakini ―lahir‖ melalui poros ini, kemudian dilambangkan
pohon, gunung, tiang, tangga. Beberapa mitologi menganggapnya sebagai
gerbang menuju sorga maupun ke dunia bawah. Melalui poros inilah Dewa-
Dewa turun ke bumi, sehingga manusiapun ingin agar tempat tinggalnya
berada di poros ini yang diwujudkan sebagai tiang utama rumah tradisional,
seperti soko guru pada rumah Joglo. Pada Tugu Nasional axis mundi menembus
tiga lapisan ruang, a) Ruang Bawah Tanah, b) Ruang Tengah, serta c) Ruang
puncak Tugu. Dunia bawah dipresentasi oleh Terowongan Bawah Tanah dan
Museum Sejarah yang singup (bhs. Jawa), lengang tanpa bukaan ‗menyerupai‘
ziarah ke makam kuno. Di balik strukturnya badan tugu berperan sebagai
poros lintasan elevator yang mondar-mandir menuju Pelataran Puncak atau
Dunia Atas, di lokasi Lidah Api yang menyerupai kahyangan. Di ketinggian
puncak itu dirasakan kebebasan, keterpukauan sekaligus ketakutan akibat jarak
yang terlampau tinggi di atas 100 m terhadap ltanah. Citra surgawi dihadirkan
243 Melalui dokumentasi tampak Soekarno diantara putri-putri Karaton. Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta.2004, hal. 353. 244 Setiadi, Bram dkk. Raja Di Alam Republik Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII. Jakarta: PT Bina Reka Pariwara, 2001, hal.84 Soekarno dianggap berperanan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII. Di saat melayat, Soekarno sempat meminta keluarga Karaton Kasunanan untuk mempertimbangkan suksesinya kepada KGPH Suryo Guritno, karena kecakapan yang dimilikinya.Setelah dinobatkan sebagai Paku Buwana XII, Sang Sunan sempat ditunjuknya sebagai Menteri Negara Sementara untuk memperkuat delegasi Indonesia di Konferensi Meja Bundar.
108
oleh Lidah Api Kemerdekaan 245 yang berkilau keemasan ke angkasa. Pola-pola
ruang yang diterapkan dalam Tugu Nasional mencitrakan konsep mandala
melalui bentuk bujur sangkar – empat persegi sama sisi menjadi form dengan
ukuran merujuk peristiwa sakral 17 – 8 – 1945. Angka 17 sebagai ketinggian di
atas permukaan tanah, angka 8 sebagai lebar bada Tugu, angka 45 sebagai
ukuran lebar Cawan Tugu. Bentuk-bentuk bujur sangkar di Kawasan Tugu
Nasional ini mengingatkan pada konsep mandala.
Menurut Snodgrass246, mandala merupakan diagram penempatan
para Dewa dan atau fungsi-fungsi tertentu yang membentuk lingkaran.
Mandala artinya lingkaran, memiliki tiga arti; 1) lingkaran, 2) Yang
melahirkan para Buddha, dan 3) Yang menyatukan. Mandala dipercaya
menyatukan fungsi-fungsi tertentu seperti samadi. Vajradhatu Mandala
sebaga llmu pengetahuan yang pembentukannya di awali bentuk lingkaran,
Garbhadhatu Mandala merupakan mandala prinsip (tubuh, batin dan ucapan)
yang diawali bentuk persegi empat.Citra pajupat, mandala, axis mundi serta
konsep tiga lapisan dunia pada bentuk Tugu Nasional diterapkan untuk
memberi sugesti kemuliaan khas Indonesia melalui budaya Jawa Kuno untuk
menimbulkan rasa kesatuan, keterharuan serta keindahan yang disebut momen
estetik247.
245Sosok Lidah Api Kemerdekaan terbentuk dari perunggu dilapisi emas murni seberat 32 kilogram.Bertepatan HUT 50 RI ditambahkan goldleaf 18 kg sehingga menjadi 50 kilogram. 246 Adrian Snodgrass. The Matrix and Diamond World Mandalas ShingonBuddhism. (New Delhi: Rakesh Goel,1988 ), hal.121. 247 Momen Estetik merujuk Edi Sedyawati: Tumbukan antara serapan panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik, sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan rasa ketertarikan, keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan‖. Merujuk Edhi Sunarso: ―Daya magnetis yang terdapat dalam karya seni yang memiliki nilai keindahan, dan berakibat ketertarikan oleh si pengamat‖.
109
Tugu Nasional berdiri tepat di catuspatha di pusat Pola Perempatan
Agung yang terbentuk oleh perpotongan empat ruas Jalan Silang Monas. Bila
lokasi bangunan suci di Bali terletak di salah satu sudutnya, maka Tugu
Nasional menempati pusat persilangan ganda di titik pusat tanda (X) dan tanda
(+). Tentang Jalan Silang Monas248 dan Koningsplein 1965249 merujuk Soekarno:
… Karena dulu Belanda punya Koning, itu lapangan lantas dinamakan Koningsplein. Ini nama Koningsplein jang kita tjoret, kita djadikan Lapangan Merdeka, dan kita dirikan ditengahnja itu Tugu Nasional, sebagai lambang kemerdekaan!
Sekitar 1930-an, Treub250 merancang tanda silang ex. Koningsplein saat
bertugas sebagai ahli botani. Keserupaan tanda silang (X) pada lokasi yang
sama tidak dapat dipersandingkan karena perbedaan tujuan. Soekarno
menandai ex. Koningsplein dengan tanda silang untuk mengubah makna secara
signifikan, sedangkan Trueb menunjuk konsep estetik. Simbol silang tegak (+)
dan silang miring (X) merupakan salib Yunani sebagai representasi pembagian
dunia ke empat unsur atau poin kardinal gabungan konsep ketuhanan, garis
vertikal, dunia, garis horizontal. Makna lain tanda silang (X) pada ―teks‖
diartikan sesuatu yang salah, atau harus dipertimbangkan untuk dihapus. Tanda salib
berdiri sendiri (X) menunjukkan suatu penolakan251. Tanda silang miring (X)
248 Ketika Sayembara Rancangan Tugu Nasional Kedua tahun 1960 dilaksanakan, Peserta Sayembara telah menerima gambar lokasi sebagai Term of Reference penentuan lokasi Tugu Nasional wajib ditempatkan di pusat Jalan Silang Monas. Seperti yang ditemukan pada dokumen pribadi Arsitek RM Soedarsono, dan penuturan Arsitek Noer Sajidi dan Saiful Arifin, Pemenang Ketiga Sayembara Tim Mahasiswa ITB Bandung, Maret 2011. 249 Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 250 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Cipta Loka Caraka. 2008. 251 Heuken SJ, A, Ibid.
110
oleh Derrida dinamai ‗under erasure‘ mengingatkan teori Ada dari Martin
Heidegger sebagai penundaan sementara-epoche dalam mengungkap Ada252 atau
―Being‖.Ada disetarakan kesementaraan agar dapat dibaca kembali.
―Keterbacaan‖ Ada yang disilang itu sebagai penyingkapan Ada yang otentik.
Tanda silang miring (X) torehan Soekarno di atas Lapangan Merdeka yang
dinamai Jalan Silang Monas mereduksi Ada atau Kehadiran sebelumnya.
Pengungkapan Ada mendahului Jalan Silang membentang kemungkinan dan
sejarah Ada merujuk teori Dekonstruksi Derrida253.
Jejak tidak pernah benar-benar Ada atau absen, tetapi terbuka
kemungkinan penyingkapan dan kebenaran Ada. Jejak purba Lapangan Merdeka
bermula dari Champ de Mars sebagai ekspresi Kemaharajaan Perancis254.
Menjadi Koningsplein di masa kolonial, kemudian Ikada di masa Jepang. Simbol
silang ganda (X) dan (+) ditulis: Koningsplein (X) dan Ikada (+) artinya :
Koningsplein dan Ikada keduanya DIHAPUSKAN. Juga diartikan: Koningsplein
dan Ikada DITOLAK atau BUKAN LAGI Koningsplein dan Ikada. Makna
tanda silang ganda (X) dan (+) di Kawasan Tugu Nasional sebagai tindakan
unconscious Soekarno yang menunjukkan penolakan atas situs Kemaharajaan
Napoleon I (1769-1821) juga ex Koningsplein sekaligus ex. Fasisme Jepang.
Torehan silang ganda itu sebagai epoche Soekarno menyerupai tindakan
‗membebaskan‘ diri dari pengaruh kolonialisme di titik terpenting di
252 Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982, hal. xv. 253 Al-Fayyadl, Muhammad.Derrida. Yogyakarta: LKis, 2009, hal. 137. 254 Perlu diketahui bahwa Koningsplein awalnya dirancang sebagai Champ de Mars atas perintah Kaisar Napoleon melalui Herman Willem Daendelssebagai simbol Kemaharajaannya di Perancis yang wajib dipancarkan di negeri koloninya yaitu Hindia Belanda. Koningsplein merupakan kawasan terbuka yang terbesar sejak masa Hindia Belanda hingga saat ini.
111
Indonesia. Ketika Soekarno memancangkan setumpu raksasa Tugu Nasional
di catuspatha pusat persilangan ganda (X) dan (+) Soekarno telah memberi
‗tanda baru‘ berupa tetenger raksasa menandai Jiwa Baru Indonesia melalui
penghapusan jejak, pemurnian, pensucian kawasan dan menjadikannya
Agung, karena menumpu dua kali catuspatha yaitu penorehan tanda silang
miring (X) dan tegak (+).Soekarno telah men-dekonstruksi kemapanan
Kemaharajaan di Champ de Mars, Koningsplein, Lapangan Ikada dan
menjadikannya Lapangan Merdeka sebagai simbol baru Ke-Maha-Indonesia-an
dengan tetenger Tugu Nasional di pusatnya. Penorehan tanda silang ganda di
kawasan yang menyerupai Jalan Silang Monas juga ditemukan di awal berdirinya
Tugu Pahlawan Sepuluh Nopember Surabaya 1951-1952255. Citra itu kini punah
tertutupi oleh bangunan namun dapat disaksikan melalui dokumentasi. Jejak
serupa berupa torehan silang ganda terdapat pada rancangan awal Gelora Bung
Karno sebagai stadium berstandar internasional terbesar di Asia Tenggara256.
Soekarno cenderung menandai lokasi bersejarah atau yang akan
menyejarah dengan tanda silang (X) dengan pancangan tiang raksasa atau
bangunan raksasa tepat di catuspatha ditemukan di, 1) Tugu Pahlawan Sepuluh
November Surabaya 1951-1952 di pusat persilangan, 2) Tugu Muda di pusat
simpang lima di Kota Semarang257 1952, 3) Tugu Alun-Alun Bunder di pusat
simpang lima di Malang 1953, 4) Tugu Bundaran Besar Palangkaraya 1957258 di
255 Sarodja.Sekilas Pelaksanaan Pembangunan Tugu Pahlawan 10 Nopember 1945 di Surabaya. Surabaya: 1952. 256Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek.: Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu. 2005, hal. 228. 257 Wawancara dengan Edhie Sunarso, pemenang sayembara Tugu Muda di tahun 1955 258 Tjilik Riwut. Kalimantan Membangun. Anonim, 1958.
112
pusat simpang lima, 5) Tugu dan Patung Dirgantara 1962259 di pusat
perempatan jalan, 6) Tugu dan Patung Selamat Patung Datang di perempatan
bundaran Hotel Indonesia 1962. Tindakan menorehi tanda silang pada
kawasan bertumpunya tugu dan monumen menunjukkan tindakan unconscious-
nya Soekarno yang meninggalkan jejak peradaban Jawa Kuno yang bermakna
sakral karena kehadirannya selalu diawali oleh ritual ‗pensucian‘ di atas
kawasan yang dirancangnya.
Tinggalan berwujud tiang pancangan, tugu lilin, paku dudur atau
obelisk berukuran raksasa di catuspatha menunjukkan peng-Agung-an Soekarno
terhadap ‗sosok di pusat‘. Mengapa justru catuspatha di kawasan Jl. Pegangsaan
Timur No.56 Jakarta sebagai situs Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak
dipilih menjadi lokasi Tugu Nasional, dan justru Tugu Petir yang menjadi tetenger
posisi Soekarno saat membacakan naskah Proklamasi 17Agustus 1945?
Pada penelusuran dokumen Silaban ditemukan gambar Monumen
Proklamasi Kemerdekaan260 di ex. Jl. Pegangsaan. Meski urung dibangun,
dokumen itu sebagai bukti peng-Agung-an Soekarno terhadap ex. lokasi
Rumah Proklamasi. Namun ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 tidak berpotensi
sebagai Pola Perempatan Agung karena menempati kavling relatif kecil, sehingga
titik sakral pembacaaan Teks Proklamasi tidak ideal sebagai catuspatha yang
dapat didirikan sebuah tugu monumental, sekalipun kawasan itu telah
259 Wawancara dengan Edhie Sunarso Seniman pembuat Patung Selamat, Datang, Pembebasan Irian Barat dan Dirgantara, 2010. 260 Berdasar reproduksi Dok Pribadi Arsitek Silaban 2009.
113
mengalami perluasan261 namun terkendala oleh perlintasan jalan kereta api
jurusan Cikini. Secara teknis permasalahan infrastruktur akan teratasi bila
Soekarno memang menghendakinya. Menurut pandangan saya keberadaan
Rumah Proklamasi262 yang bersejarah itu kurang memiliki karakteristik ruang
idealistik serta memiliki ganjalan psikologi diri Soekarno263.
Ganjalan itu mendorongnya memerintahkan pembongkarannya264 bersamaan
pemancangan Tugu Nasional dan Gedung Pola. Kepada Salam265 dituturkan
Soekarno tentang keutamaan sebuah tempat dan bukan gedungnya, karena
gedung Pegangsaan Timur hanya bertahan hingga 100 tahun. Tindakan
Soekarno membongkar Rumah Proklamasi itu menjadi misteri yang mengecam
Soekarno sebagai a historis sebagai inkonsistensi atas konsep Jasmerah – Jangan
sekali-sekali melupakan Sejarah266 yang digaungkannya.
Dipilihnya ex. Lapangan Ikada atau ex. Koningsplein sebagai lokasi Tugu
Nasional dan BUKAN di ex. Rumah Proklamasi merupakan tindakan
unconscious Soekarno yang cenderung dilingkupi oleh sifat kemegahan. Idealnya
peristiwa Proklamasi Kemerdekaan terselenggara di kawasan luas yang
dilaksanakan secara megah sehingga sebanyak-banyaknya masyarakat
261 Penuturan Arsitek Hendro Sumardjan (2009), putra Prof. Selo Sumardjan yang pernah bertetangga dengan Soekarno semasa kanak-kanaknya di ex. Jl. Pegangsaan Timur Jakarta. Menjelang 1960-an, pemukiman itu diratatanahkan tanpa penjelasan yang dapat dimengerti karena dilakukan malam hari dengan alat berat menyerupai bolduzer. 262Rumah di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta, dikenal sebagai Rumah Tinggal Soekarno sekaligus lokasi pembacaan Teks Proklamasi 1945 merupakan bangunan bergaya kolonial yang diberikan kepada Soekarno oleh Pemerintah Jepang 1943. 263Pembongkaran ex Rumah Proklamasi melahirkan berbagai spekulasi. Periksa Sudiro dan Heng Ngantung dalam Karya Jaya: 99 264 Spekulasi dibalik pembongkaran Rumah Proklamasi oleh Soekarno; a) ketidakinginan Soekarno dikultuskan melalui Rumah Proklamasi, b) lokasi peristiwa menceraikan Inggit, 1943, c) kenangan berdiam bersama Sutan Sjahir sebagai lawan politik- nya. 265 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal.279. 266 Jasmerah Soekarno– Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah salah satu judul pidato Soekarno tahun 1920-an.
114
Indonesia menyaksikannya. Sebagai lokasi paling ideal di masa itu bahkan
hingga saat ini adalah ex. Lapangan Ikada yang menyerupai peristiwa 19
September 1945267 dan BUKAN secara kecil-kecilan atau bahkan secara
sembunyi-sembunyi dalam suasana penuh tekanan sebagaimana terjadi pada
tanggal 17 Agustus 1945 di ex. Rumah Proklamasi268.
Berdasar fakta sejarah, peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 terjadi
di luar idealisasi Soekarno, sekalipun persiapannya telah disusun oleh
BPUPKI-Badan Pekerja Untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa
Rengadengklok yang didalangi kaum muda sehari mendahului Proklamasi269
dengan dalih pengamanan terhadap Soekarno dan Hatta, menunjuk ketiadaan
kesempatan bagi Soekarno dalam mempersiapkan Proklamasi secara ideal.
Pembongkaran ex.Rumah Proklamasi menunjuk sikap penolakan Soekarno atas
perayaan Proklamasi yang ‗relatif sederhana‘ yang bertolak belakang dengan
ide kemegahan, kemudian dirayakannya kembali dengan ‗menghadirkan‘ Tugu
Nasional yang mempergelarkan kembali seluruh atribut kemerdekaan di ex.
Lapangan Ikada / ex. Koningsplein itu. Soekarno telah memperluas Ruang Ke-
Indonesia-an yang semula hanya terpancar di situs ex. Rumah Proklamasi secara
lebih megah di Kawasan Tugu Nasional.
267 Peristiwa Ikada 19 September 1945 sebagai pertemuan besar di Lapangan Ikada yang dihadiri oleh ratusan ribu masyarakat yang menginginkan Soekarno mendeklarasikan kembali Kemerdekaan Indonesia. Karena situasi yang kurang kondusif, Soekarno hanya berpidato sekitar 15 menit, dan meminta masyarakat Indonesia untuk segera meninggalkan Lapangan Ikada. 268 Rumah Proklamasi sejatinya hanya rumah pemberian pemerintah Jepang untuk ditinggali Soekarno selepas pembuangannya dari Bengkulu sebagaimana diceriterakan dalam Rohi, Peter.Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno.Kako Lami Angalai? Jakarta: PT Koran Indonesia Utama. 2004. 269 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta: Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988. hal. 47.
115
Kecermatan Soekarno menentukan kawasan Tugu Nasional tidak
terlepas pengaruh city planning Hindia Belanda yang merancang Koningsplein di
pusat Kota Batavia sebagai Taman Raja yaitu lapangan luas dan indah bagi
Parade Militer untuk memuliakan Ratu Wihelmina di Hindia Belanda sebagai
perluasan Kemaharajaan Perancis. Daendels 1808-1811 menggubah konsep
Kemaharajaan Champ de Mars dan menjadi Koningsplein di masa Hindia Belanda.
Lapangan terbesar itu bertahan hingga kini merujuk Heuken270. Ketika
Daendels menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, digubahnya bangunan
The Empire Style di lingkungan sekitar Koningsplein yang kini menjadi Istana
Negara dan Merdeka sebagai tempat tinggalnya271. Usai Proklamasi
Kemerdekaan dan Soekarno menjadi Presiden, peninggalan Daendels itu
dijadikan Pusat Pemerintahan sekaligus tempat tinggalnya272:
Ketika memasuki Istana Merdeka gedung itu telah kosong sama sekali. Harta kekayaannya sudah diangkat habis. Dan Belanda tidak akan duduk lagi di sana. Setiap permadani, tikar sampai kepada barang yang kecil seperti keset penghapus kaki dimusnahkan. Perabot kursi meja dengan sengaja dibawa atau dirusakkan sehingga tidak dapat digunakan lagi. Lampu-lampu,engsel, kunci pintu diterjangkan. Kaca-kaca
dihempaskan. Beranda depan sudah koyak-serkah.
Bentuk trapezium unik pada ex.Koningsplein yang terjaga hingga masa
Soekarno, menunjukkan ‗penolakan‘ Soekarno terhadap warisan
270 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008. 271 Sekretariat Negara Republik Indonesia.Sejarah Istana Presiden Republik Indonesia Jakarta. Jakarta:Sekneg RI.1996, hal.. 6. 272 Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Cet 6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000, hal. 402.
116
Kemaharajaan Perancis dengan memberi tanda silang ganda dan mengubahya
menjadi Lapangan Merdeka dengan Jalan Silang dan Tugu Nasional sebagai satu-
satunya bangunan di pusat persilangannya273. Ide City planning Kemaharajaan
Perancis di Kota Paris karya Arsitek Houtman mengilhami Soekarno.
Napoleon dengan membiarkan obelisk dari Luxor Mesir berdiri di pusat Kota
Paris. Soekarno menggubah Tugu Nasional di ex.Koningsplein dalam Pola
Perempatan Agung dan Jalan Silang Monas sebagai tindakan sakral penghapusan
jejak teritori Kemaharajaan menjadi teritori ke-Maha-Indonesia-an sebagai
bentuk enflanted ego Soekarno. Soekarno tidak segan-segan mengadopsi warisan
Kemaharajaan dengan men-dekonstruksi atau ‗membongkar kemapanan‘ dari
situs Kemaharajaan menjadi kawasan representative Indonesia. Disimpulkan
bahwa spirit Kemaharajaan telah menjadi tindakan unconsiuss Soekarno, yang seolah
menerima warisan Kemaharajaan namun segera ditorehinya dengan pancangan tugu
maupun arsitektur menyerupai nugal274 berupa tiang pancangan raksasa di Tugu
Nasional pada ex. Koningsplein, juga pada masjid Baiturrachim di Istana Jakarta,
paviliun Bayurini di Istana Bogor, dan gedung Bentoel di Istana Cipanas. Cara
menghapus territorial ex. Kemaharajaan dengan mengubahnya menjadi ‗satu
tanda kebesaran Indonesia‘ sebagai pengakuan atas konsep city planning
Kemaharajaan yang dinilai mampu menghadirkan Kemegahan universal.
Di saat tiang ditancapkan catuspatha ex. Koningsplein sebagai wilayah
yang ‗dikotori‘ kolonialisme selama ratusan tahun diberi ‗tanda kebaruan‘,
‗kemenangan‘, ‗penghapusan jejak‘, ‗pemurnian atau pensucian lokasi‘
sekaligus memberi makna kehadiran Tugu Nasional sebagai bangunan suci
273 Soekarno.Amanat Presiden pada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965, hal. 9. 274 Nugal menancapkan tiang kayu ke dalam tanah ketika mengawali bersawah dalam budaya Melayu.
117
atau sakral. Tindakan serupa nugal sebagai ritual kepala suku di saat
menaklukkan lokasi. Setelah menancapkan tiang ke bumi, komunitasnya segera
mengelilingi dengan membentuk lingkaran besar sebagai teritorinya.
Ketika Soekarno memancangkan tiang di catuspatha ex.Koningsplein
merefleksi peran kepala suku yang meneguhkan teritori ke-Indonesia-an. Tugu
Nasional sebagai tanda perayaan superioritas Bangsa Indonesia di atas teritori
ex.Kemaharajaan dan Kolonialisme sebagai wilayah sebuah Negeri.
Penasbihan teritori ke-Indonesia-an berbeda dengan Napoleon saat merayakan
kemenangannya atas Mesir dengan mengusung obelisk terbesar dari Luxor
untuk ditanamkan di Ibukota Perancis. Obelisk Luxor yang dikenal sebagai
tengaran ekspansi Perancis, mengubah yang semula berpusat di Istana Versailles
yang sejatinya ex. gubug berburu di masa moyangnya. Soekarno juga
menancapkan serupa obelisk di catuspatha ex. Kemaharajaan, namun bukan
sebagai tindakan invasi territorial. Tugu Nasional yang dipancangkan di
catuspatha ex Kemaharajaan itu menjadi pusat peradaban Indonesia yang
diperankan Jakarta sebagai Ibukota Negara yang dipusatkan di titik Tugu
Nasional. Citra militeristik Soekarno ditampakkan Aubade Militer menyanyikan
lagu-lagu perjuangan mengiringi Upacara Kenegaraan disekeliling Tugu sesuai
permintaan Soekarno untuk memperteguh enflanted ego yang terpengaruh oleh
nuansa Kemaharajaan. Citra militeristik yang lekat dalam dirinya ditampakkan
oleh kemajuan di bidang militer, bahkan mempengaruhi penampilan
busananya sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik
Indonesia275.
275Sejarah Nasional Indonesia VI, 2007, hal. 226, tanggal 3 Juni 1947 Soekarno mensahkan berdiri TNI sebagai peleburan Tentara Republik Indonesia yang embrionya adalah BKR dengan barisan-barisan bersenjata lainnya. Pada 1960-an Indonesia kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara. Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, Indonesia mendapatkan
118
Pada bulan Juli tahun 1965 Tugu Nasional telah berdiri termasuk
sosok Lidah Api Kemerdekaan276 sebagai persiapan Peringatan HUT
Kemerdekaan RI ke - 20 namun urung dan perayaan dipindahkan ke stadion
utama Gelora Bung Karno dikarenakan meletusnya peristiwa G30S/PKI.
Sejumlah ornamen yang kini terpajang di Tugu Nasional pada saat itu masih
dalam proses pengerjaan di Italia dan baru terselesaikan pada masa
pemerintahan Soeharto. Atribut Kemerdekaan Indonesia dapat disepadankan
perannya sebagai benda regalia, lambang, simbol, atau kelengkapan Negara/
Kekaisaran yang divisualkan berupa artifak bermakna, sebagaimana gaya
barock277 di masa Kemaharajaan.
Atribut kemerdekaan Indonesia yang digelar di Ruang Kemerdekaan,
antara lain; a) aksara Naskah Proklamasi, b) patung berlapis emas Garuda
Pancasila, c) sebentang peta relief keemasan Wilayah Kepulauan, d) sepasang
gerbang megah berornamen Padma- Wijayakusuma yang di dalamnya terdapat
Kotak Kaca keemasan bagi Sang Saka Merah Putih. Kehadiran atribut ini
menunjuk adanya spectre Soekarno, berupa peng-Agung-an warisan bersejarah
di saat Proklamasi 1945. Gaya ornamennya menyerupai ornamen di Karaton
bantuan besar-besaran bagi kekuatan armada laut dan udara militer senilai US$ 2.5 milyar, yang menjadikan kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.Persiksa Cindy Adams, 2000, hal. 466. 276Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta, Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Monumen Nasional. Team Studi Teknis Pendahuluan. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Tugu Nasional. Jakarta: Monumen Nasional. 1982, hal. 58. 277 Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan, di Istana Versailles di Perancis, dengan gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan.
119
Dinasti Mataram yang memperoleh pengaruh dari Belanda sebagai koloni
Kemaharajaan.
Perlambang sifat-sifat Raja yang dinamai Kangjeng Kyai Upacara terbuat
dari emas sebagai pengiring Sultan dalam upacara kerajaan, terdiri atas; a)
banyak-angsa melambangkan kejujuran dan kewaspadaan, b) dhalang-kijang
melambangkan kecerdasan dan ketangkasan, c) sawung-ayam jantan lambang
kejantanan dan tanggungjawab d) galing-merak melambangkan keagungan dan
keindahan, e)hardawalika-naga melambangkan kekuatan, f) kutuk-kotak uang
melambangkan kedermawanan, g) kacu mas-kotak tempat saputangan
melambangkan kemurnian, (h) kandhil-lampu minyak melambangkan
pencerahan. Tiga serangkai, i) cepuri -tempat sirih pinang, j) wadhah ses-tempat
rokok, dan k) kecohan-tempat meludah melambangkan proses membuat
keputusan/kebijakan kerajaan. Atribut Kemerdekaan di Tugu Nasional
tampaknya berkorelasi dengan regalia Dinasti Mataram yang juga diilhami
konsep Kemaharajaan. Diawali dari sisi Timur278 mengikuti pola terbit dan
terbenamnya matahari, berlawanan dengan arah jarum jam: Naskah
Proklamasi di Timur, sebagai kelahiran fajar, cahaya sebagai ‗ruang‘ bagi
Aksara naskah Proklamasi yang diterakan di dinding:
P R O K L A M A S I
KAMI BANGSA INDONESIA MENJATAKAN DENGAN INI KEMERDEKAAN INDONESIA HAL-HAL MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN AKAN DI SELENGGARAKAN DENGAN TJARA SEKSAMA DAN DALAM TEMPO SE SINGKAT-SINGKATNJA
DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA
SOEKARNO - HATTA
278 Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28.
120
Diterakan berdasar ‗konsep keterbacaan‘ agar memperoleh
pemahaman cepat menjadi dua baris kalimat maha penting Bangsa Indonesia
gubahan Soekarno-Hatta menyerupai karya sastra merujuk Zoermulder279 yang
strukturnya menyerupai Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji280.
Substansinya terpengaruh naskah The Declaration of Independence281karya Thomas
Jefferson yang ‗dipadatkan‘ yang memungkinkan dihafal oleh siapapun,
bahkan efektifitasnya melampaui selebaran the Declaration of Independence yang 4
Juli 1776 sebagai pernyataan Kemerdekaan Amerika dari jajahan Inggris itu.
Di sisi Utara dibentang peta Wilayah Kepulauan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menunjuk territori yang melampaui wilayah awal
kemerdekaan yang semula mencakup delapan Propinsi; Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil
(Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta. Relief
itu mencakup kepulauan dari Sabang sampai Merauke, dari ujung pulau
Sumatera sampai ke Irian Barat yang secara deyure menjadi wilayah NKRI pada
17 Agustus 1950, namun defacto Irian Barat menjadi pulau terbungsu NKRI di
akhir 1962. Peta ikonik kewilayahan Indonesia dilekatkan kontras dengan
latarnya. Disayangkan, tidak tersedia informasi penjelas proses bersatunya
pulau Irian Barat sebagai NKRI yang telah melalui diplomasi panjang yang
disertai konflik Internasional. Peta itu mengingatkan teritori gagasan Edward
Twitchell Hall, 1966.
279Zoermulder,P.J.Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang.Jakarta: Penerbit Djembatan.1994, hal. 238. 280Dinding marmer di sekeliling makam penyair Raja Ali Haji di pulau penyengat ditorehkan Gurindam Dua Belas memudahkan penziarah mengetahui karya-karyanya. 281 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta: Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988, hal. 67.
121
Dalam The Hidden Dimension sebagai pengembangan theory of proxemics,
adanya ruang pribadi-intimate space dengan ‗gelembung‘ ruang di sekitarnya.
Peta ikonik itu merepresentasi Ruang ke-Indonesia-an sekaligus batas teritori
wilayah Indonesia untuk mensugesti sebagai Bangsa yang Berdaulat.Di sisi
Barat terdapat sepasang pintu gerbang megah berornamen Padma dan
Wijayakusuma. Arah Barat sebagai tempat terbenamnya matahari, diartikan
sebagai ruang keabadian. Ornamen stilirisasi padma yang terukir pada gerbang
megah berbentuk Kala-Makara itu bersepadan dengan relief di Candi
Prambanan. Terbuka serta tertutup secara otomatis setiap 60 menit. Terdiri
dua lapis, dalam keadaan tertutup tampak ornamen Padma dan Wijayakusuma
dan bidang statis dipenuhi ornamen keemasan dan hanya terlihat ketika lapisan
pertama bergeser ke samping kiri dan kanannya. Tampak sebuah lempengan
bulat keemasan berukiran padma bersamaan diperdengarkan rekaman nyanyian
―Padamu Negeri‖ dan sebuah kotak kaca keemasan menyerupai etalase
penyimpan salinan Teks Proklamasi.
Usai nyanyian berakhir dan lempengan tak terlihat lagi, terdengar
rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi282. Suara yang
terdengar tidak menyerupai suara khas Soekarno ketika berpidato, yang
bersemangat dan menggelegar. Pembacaannya dilakukan dengan kehati-hatian,
menyerupai seseorang membaca puisi. Bahkan mengucapannya tidak persis
naskah asli Teks Proklamasi pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun,
seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai kelaziman di masa Jepang,
justru dibaca 17 Agustus 1945. Tindakan Soekarno menunjukkan penolakan
atas lafal yang diberlakukan Jepang, atau penolakan terhadap Fasisme Jepang.
282Rekaman suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6 tahun setelah Proklamasi 1945. Diusulkan oleh Mohammad Jusuf Ronodipuro. Diperdengarkan setiap 17 Agustus di RRI termasuk di Ruang Kemerdekaan.
122
Merupakan diskontinuitas yang menandai berakhirnya Masa Kependudukan
Jepang menjadi Masa Kemerdekaan melalui Bahasa. Pengucapan yang berbeda
antara tulisan dan pengucapan bersesuaian dengan differance istilah Derrida
untuk menyatakan to différer artinya ‗menunda‘ dan sekaligus menyatakan
‗berbeda‘. Rancangan gerbang penyimpan salinan Teks Proklamasi
mengingatkan sosok Kala-Makara di gerbang candi Kalasan283 sebagai simbol
Sang Waktu mitos Jawa Kuno. Kehadirannya sebagai ‗batas perbedaan‘
tempat-ruang-waktu-peristiwa untuk menyatakan kelampauan dan kekinian.
Ketika gerbang membuka otomatis, terkuaklah salinan Teks Proklamasi serta
rekaman suara Soekarno membacakannya. Menunjuk 67 tahun lampau di
tempat-ruang-waktu dan peristiwa yang berlangsung di serambi depan rumah
Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta 17 Agustus 1945 pukul 10.00
WIB. Kesenjangan waktu saat menyaksikannya di hari itu tergantikan oleh
adanya rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi.
Gerbang Kala-Makara menandai ―peristiwa‖ kelampauan merujuk
Lynch dalam What Time Is This Place? 284: Time and Place-Timeplace is a continuum
of the mind, as fundamental as the spacetime that may be the ultimate reality of the material
world. Waktu dan tempat sebagai kontinum dari pikiran seperti ruang-waktu
sebagai realitas dunia material. Merujuk itu, maka Teks Proklamasi yang
dibacakan Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta 17 Agustus 1945 itu
telah ‗meruang‘ dan ―mewaktu‘ ke Tugu Nasional melalui gerbang Kala-
Makara. Dengan kata lain, momen historis 17 Agustus 1945 bersifat beyond
time and space limit.
283Sumintardja,Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung:Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1981 hal. 90. 284 Lynch, Kevin.What Time Is This Place? Cambridge: The MIT Press.1976, hal. 117.
123
Situasi ini menjadi abadi sepanjang kehidupan Tugu Nasional
berlangsung. Keabadian inilah yang digagas Soekarno di awal Sayembara
Kedua Tugu Nasional285:
Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksara-aksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu itu…
Ornamen Kala-Makara, stilisasi Padma dan Wijayakusuma yang
menghiasi gerbang mengingatkan nuansa kemegahan Istana Versailles yang
mengimbas gaya arsitektur dan furniture nDalem Ageng Keraton Surakarta
Hadiningrat melalui Gubernur Jendral Daendels atas perintah Napoleon
Bonaparte286. Kemegahan Napoleon di Paris disimbolkan stilisasi kerang laut,
dan Karaton Surakarta dengan tema flora bersulur. ―Gerbang Kala-Makara‖ Tugu
Nasional dihiasi dengan flora klasik Indonesia. Padma, sebagai idealisasi
Soekarno ditemukan di gerbang Kala-Makaa, tetapi juga di Istana
Kepresidenan dan Istana Pribadi Hing Puri Bima Sakti berupa lukisan,
furniture, aksen dan ornamen bangunan, serta dekorasi interior287. Sebagai
ekspresi alam bawah sadar Soekarno yang lekat simbol Perkumpulan Teosofi
285 Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 5. 286 Atas perintah Napoleon Bonaparte, HW Daendels menyampaikan hadiah Orgel dan Kursi Berukir simbol Karaton Surakarta kepada Sunan Paku Buwono X sebagai penghormatan, atau sebagai legitimasi kekuasan Kekaisaran Perancis terhadap negeri jajahan Belanda, yang pada saat itu adalah adik tiri Sang Napoleon. 287 Yuke Ardhiati. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia
1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta:Universitas Indonesia, 2004.
124
tinggalan Ayahandanya di Blitar sebagai Sanggar Loji Padma288. Keserupaan
keduanya dapat ditunjukkan pada kedua gambar berikut.Relief padma289 di
candi Jawa dan pura Bali dipercayai sebagai bunga pilihan Dewa sekaligus
melambangkannya, dikenal penggambarannya melalui bahasa relief yang
menunjuk simbol warna dan Dewa. Padma teratai merah mekar
menggambarkan Brahma tampil sedang mekar menyembul air. Teratai biru
yang tenggelam dalam air dinamai utpala melambangkan Wisnu. Kumuda teratai
putih yang mengapung di air sebagai Civa290. Ornamen Gerbang Kala-Makara
sebagai bunga mekar artinya padma melambangkan Brahma. Tindakan
mewujudkan padma dalam artifak mengingatkan kultus kedewataan yang
ditujukan masyarakat Bali kepada Soekarno yang menyebutnya Dewa Hujan
sebagai titisan Wisnu291. Simbol keabadian mitos Wijayakusuma292 berkhasiat
menghidupkan orang mati milik Sri Kresna dibuang bersamaan turun tahtanya
ke Laut Selatan. Sang Kembang berubah menjadi tiga bagian, wadah, badan dan
penutupnya menyerupai morfologi kerang laut. Usai dilepas menuju dasar
Samudera terjadilah gara-gara yaitu ombak yang bergulung-gulung mengiringi
sabda Sri Kresna dan lepasnya Sang Kembang.
288Lambang Sanggar Theosofi yang didirikan Ayahanda Soekarno bersama kedua rekannya.Di Perpustakaan Theosofi ini, Soekarno muda menghabiskan waktunya untuk membaca biografi orang-orang Besar di dunia. 289Bernet AJ Kempers. Ancient Indonesian Art. Amsterdam : CPJ Van Der Peet. 1959. 290 Moertjipto & Bambang Prasetyo. Mengenal Candi Siwa Prambanan dari Dekat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1994, hal. 78 291 Adams, Cindy. Ibid, hal. 5. 292 Ki Mardibudhi. Sedjarah Puspa Widjajakusuma.Madiun:TB Pustaka Djawi Guru-Budhi,1955 diceriterakan: Heh heh puspa Widjaja kusuma sira mugi tuwuha anen samodra, kinarja dadija pawitan ing wuri-wuri, tuwuha dadi tetelu, darapon dadya tetandaning para Nata ing Nuswa Djawi, manawa ana kang ngambil kembang ira pira antuke dadija tanda lawasing warsane anggone djumeneng nata. Artinya: Heh heh Bunga Wijayakusuma, semoga dikau tumbuh di samodera, tumbuhlah tiga diawal jadilah engkau saksi para Raja di Pulau Djawa yang berhasil mengambil bungamu dan menjadi tanda lamanya waktu mereka memegang tampuk kerajaannya.
125
―Teks‖ itu menceriterakan keikhlasan Raja nan Arif yang turun tahta dengan
menyerahkan suksesi bukan kepada putera atau keturunannya, tapi kepada
siapapun yang tangguh melalui rintangan maha dahsyat untuk meraih
Wijayakusuma di dasar Samudera Selatan. ―Teks‖ Wijayakusuma juga mengawali
Dinasti Mataram yang diperoleh sebagai perkawinan sakralnya dengan Kanjeng
Ratu Kidul di Parang Tritis Yogyakarta293 dan mewaris kesemua keturunannya
sebagai Kekasih Abadi dan meng-Agung-kan Wijayakusuma sebagai Pusaka
Raja.294 Mitos Sang Ratu juga diutarakan sejarawan Denys Lombard dan Roy
E Jordaan dalam―The Mistery of Nyai Lara Kidul Goddness of the Southern Ocean295.
Sungguhpun, Soekarno menyampaikan keyakinannya atas Ratu Kidul melalui
cara menyangkal mitos Ratu Kidul 296 :
… Dan menurut dongeng terdjadilah demikian. Panembahan Senopati lantas mengawini Ratu Loro Kidul, Maha Putri daripada Lautan Selatan. Itu sekedar dongeng, sekedar satu mitos.Tetapi, bagi kita ini adalah satu simbolik saudara-saudara. Satu simbolik bahwa kita bangsa Indonesia tidak bisa mendjadi satu bangsa jang besar, tidak bisa mendirikan satu Negara jang besar dan kuat, djikalau kita tidak kawin pula dengan samudra, menguasai seluruh samudrea disekeliling kita ini.
Pada kenyataan beberapa tempat menunjuk peng-Agung-an Soekarno
terhadap Ratu Kidul dengan meminta Basuki Abdullah melukis model Sang
293Periksa Babad Tanah Jawi yang ditranslasi Sejarawan W.L Olthof. 294Pusaka Wijayayakusuma di-Agung-kan di Ruang Pusaka merujuk GPH Eddy Wirabumi Menantu Paku Buwana XII, 2011. 295 Lombard, Denys.Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian III: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1996. hal. 66-67 dan hal. 193. 296 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan Kapal ―Karya Putra‖ di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965, hal. 8.
126
Ratu serta memanjangnya di kamar 308 Samudera Beach Hotel sebagai ruang
samadi, juga ruangan di Tenjoresmi serta kamar 325 dan cottage di Bali Beach.
Tindakan menyangkal mitos Ratu Kidul sekaligus memuliakannya
menunjukkan Dualitis Paradoksal Soekarno. Sebagai Penguasa Jawa yang secara
ex.offisio mewarisi mitos hierogami-perkawinan mitisnya dengan Sang Ratu Kidul,
sehingga di tiap situs Soekarno sekaligus ditengarai peng-Agung-an bagi Sang
Ratu.Termasuk rancangan gerbang Kala-Makara. Idealisasi Ratu Kidul tampak
melalui warna hijau yang tidak merujuk warna Karaton dan Istana manapun,
karena Karaton Surakarta dominan warna biru, Puri Mangkunegaran warna pare
anom297 dan Kasultanan Yogyakarta kuning gading serta Pakualaman kecoklatan
sedangkan Istana Krepresidenan dan Pribadinya didominasi warna putih.
Gerbang Kala-Makara di sebelah Barat diyakini sakral bagi masyarakat
termasuk di lingkungan Tugu Nasional. Di antaranya sering ‗membaui‘
kehadirannya melalui bau harum yang tercium di tiap Kamis selepas waktu
Magrib. Terlepas dari mitos itu, Padma dan Wijayakusuma yang bernama Latin
nelumbium speciosum dan pisonia silvestris merupakan pasangan ornamentik yang
memiliki warna alamiah merah pada Padma dan putih pada Wijayakusuma
merepresentasi warna sakral nan abadi Sang Saka Merah Putih. Sehingga ―teks‖
yang dipertautkan ini tampak adanya arketype mother gagasan Jung, sebagai
arketipe yang memuliakan sosok Ibu, wanita, atau Ratu. Ornamen Padma dan
Wijayakusuma di Tugu Nasional mengandung tiga idealisasi sekaligus; budaya
Jawa Kuno, Hindu-Budha dan Kemaharajaan. Perannya sebagai point of interest
297 Pare anom - warna hijau muda, warna Puri Mangkunegaran. Soekarno menjadi kerabat Mangkunegara dengan Perkawinan Sukmawati Sukarnaputri dengan Sudjiwo - Sri Mangkungara XI yang melahirkan GRM Paundra Karna Sukma Putra.
127
―pentas‖ pertunjukan di Tugu Nasional298 yang berpuncak pada Pembacaan
kembali Teks Proklamasi oleh rekaman suara Soekarno yang telah digagas
sejak awal perancangan299 dan awal pembangunan fisik300 untuk mendampingi
Sang Saka yang sedianya disemayamkan menyerupai mausoluem.
Gerbang Kala-Makara dari material perunggu yang dilapisi bahan
keemasan menunjukkan seni kria benda-benda fungsional secara artistik301 yang
mencerminkan pemaduan teknologi mekanik dan sekuen artistik sebagai
pengantar menuju pertunjukan puncak. Gerakan otomatis perlahan-lahan itu
menyibak urutan demi urutan pertunjukan atribut Kemerdekaan. Gerakan
terbuka dan tertutupnya gerbang Kala-Makara dan memperdengarkan kembali
rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi merupakan terobosan
dalam karya arsitektur yang bersandar Analogi Dramaturgi yang menyerupai seni
pertunjukan. Peristiwa terdengarnya rekaman suara Soekarno membacakan
Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan bahkan merepresentasi metafisika
kehadiran ‗Ada‘ yang belum terpikirkan di jamannya. Melalui Tugu Nasional
Soekarno telah menggubah embrio seni pertunjukan melalui perpaduan
kebudayaan Jawa Kuno, Hindu-Budha, serta Kemaharajaan melalui bidang
ornamen keemasan berbentuk Padma dan Wijayakusuma dengan dirinya sebagai
Aktor tunggal sedang membacakan kembali Teks Proklamasi.
298 Lokasi pertunjukkan ke-Indonesia-an yang tidak dapat dikunjungi langsung khalayak yaitu Api Kemerdekaan. 299 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960. 300 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011. Ketika itu menjabat sebagai peneliti pengisian Diorama memperoleh informasi dari Soemardjo Sekretaris Komando Pelaksana Pembangunan Monumen Tugu Nasional, bahwa Soekarno menegaskan keinginannya untuk mengabadikan Bendera Pusaka dan mengulangi pengucapan naskah Proklamasi. 301 Yuke Ardhiati. Pengindustrian Seni Kria di Indonesia.Tesis Magister Institut Teknologi Bandung, 2001.
128
Sosok patung burung Garuda Pancasila terdapat di Selatan, sebagai
lambang Negara yang tampil gagah dan terbesar pada masa itu dengan 17 helai
bulu sayap, 8 helai bulu ekor serta 45 helai bulu leher melambangkan tahun
kemerdekaan, 1945. Mengapit pita Bhinneka Tunggal Ika, artinya Berbeda - beda
tetapi satu jua. Simbol Garuda Pancasila secara duamatra dirancang oleh Sultan
Hamid II yang disempurnakan oleh Soekarno. Diangkat sebagai Lambang
Negara terinspirasi oleh Djatayu burung pembela kebenaran dalam epos
Ramayana, sebagai keturunan Garuda Sang kendaraan Dewa Wisnu. Perisai Sang
Garuda diberi bahasa rupa;1) Perisai melambangkan pertahanan
Bangsa Indonesia, 2) Warna merah dan putih melambangkan
Bendera Indonesia, 3) Garis hitam diagonal, artinya wilayah kedaulatan
Republik Indonesia yang dilalui Khatulistiwa, 4) Lambang-lambang sebagai
interpretasi Pancasila; a) Bintang, Ketuhanan Yang Maha Esa, b)
Rantai, Kemanusiaan Yang adil dan Beradab, c) Pohon Beringin, Persatuan
Indonesia, d) Kepala Banteng, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan, e) Padi dan Kapas, Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.Kelimanya merupakn visualisasi konsep
bernegara yang didasari lima butir mutiara yang digali jiwa yang bersumber-
sumber pada spirit lokal khas Nusantara sebagai perekat Bangsa, sebagai Maha
Karya tanpa Nama, menurut Soekarno di saat mengutarakan Pancasila302:
Aku tidak mentjipta Pantja Sila saudara-saudara, sebab sesuatu dasar Negara tjiptaan tidak akan tahan lama. Ini adalah satu adjaran jang dari mula-mulanja kupegang teguh. Djikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu Negara, dasar untuk sesuatu wadah – djangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, djangan
302 Soekarno. Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pantja-Sila? ? Amanat Presiden Soekarno dalam Kongres Rakjat Djawa Timur 24 September 1955 di Soerabaja. Jakarta: Kementrian Penerangan RI, 1955, hal.17.
129
karang sendiri. Selamilah se-dalam-dalamnja lautan dari pada Sedjarah. Gali sedalam-dalamnja bumi dari pada sedjarah! Aku melihat masjarakat Indonesia, sedjarah rakjat Indonesia. Dan aku menggali lima mutiara jang terbenam didalamnja, jang tadinja lima mutiara itu tjemerlang, tetapi oleh karena pendjadjahan asing jang 350 tahun lamanja, terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia ini.
Idealisasi Soekarno tentang watak khas Bangsa Indonesia melalui
butir-butir Pancasila dianggap penting untuk disertakan dalam Lambang
Negara. Merupakan realitas yang melampaui regalia Dinasti Mataram yang
hanya melambangkan sifat wajib Sang Raja melalui simbol sembilan ragam
satwa unggas. Sekalipun Dinasti Mataram juga mengenal Hasta Brata sebagai
Delapan Keutamaan laku/ watak merujuk sifat alam303 yang terkandung dalam
Serat Aji Pamasa karya Rangga Warsita; 1) Watak Matahari, sebagai pemberi
daya hidup Bangsanya, 2) Watak Bulan, yang menerangi kegelapan, 3)Watak
Bintang, menjadi petunjuk arah bagi bangsanya, 4) Watak Angin, memberi
kelapangan, 5) Watak Mendung, tindakannya harus memberi manfaat, 6) Watak
Api, bertindak tegas, dan adil, 7) Watak Samudra, mempunyai pandangan yang
luas. 8) Watak Bumi, memberi anugerah kepadapun yang telah berjasa.
Apabila gesture Garuda Pancasila dipersandingkan ikon serupa yaitu
Elang Rajawali Aquila yang dimiliki oleh Roma sebagai gubahan Julius Caesar
menunjukkan perbedaan. Elang Aquila sebagai simbol legiun, tampil bagai
sosok statik sedang mengepakkan sayap yang menoleh ke kanan, menunjukkan
sikap burung yang sedang ‗beristirahat‘.. Berlainan pula dengan sosok Elang
Swastika di masa Hitler di Jerman, sosok elang yang sedang menoleh ke kiri304.
303 Ki Ageng Subagyo DW dalam Udhar_http://susub.blogspot.com/2009/01/ajaran-hasta-brata-dalam-serat-aji.html_1Oktober 2011. 304 Pustaka yang memperlihatkan keberadaan burung Elang di lokasi strategis di Jerman: Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc.1995, hal. 27, 28, 87, 94,132, 133, 188, 210, 235, 245, 246, 249, 258, 264, 269, 274.
130
Juga berlainan dengan sosok kejantanan Elang Negara Amerika. Garuda
Pancasila tampil bagaikan ‗sedang terbang‘ dengan keelokan sayapnya seraya
menoleh ke kanan dengan paruhnya terbuka seolah sedang berkata-kata.Kedua
kakinya mencengkeram sehelai pita berisi slogan persatuan bangsa Bhinneka
Tunggal Ika. Garuda Pancasila tampil ‗lebih hidup‘. Bukan saja menggambarkan
keperkasaan, ketangkasan, ketangguhan satwa akan tetapi juga perannya
sebagai pengikat keberagaman. Idealisasi Soekarno tentang Elang Rajawali305
telah melampaui regalia Dinasti Mataram karena hanya mempertunjukkan
keutamaan sifat Sang Penguasa, sementara itu sosok Garuda berperisai
Pancasila itu ditujukan sebagai sifat yang wajib dimiliki setiap insan Indonesia,
termasuk Penguasanya. Kehadiran ikon Garuda Pancasila dengan gesture dinamis
itu mengandung dua makna sekaligus, sebagai Lambang Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan jiwa ideal Bangsa melalui butir-butir Pancasila. Garuda
Pancasila bagai setangkup Jiwa dan Raga sosok Bangsa Indonesia yang tidak
dipertunjukkan mancanegara lainnya. Lambang Garuda Pancasila, ikon wilayah
kepulauan, ikon padma dan wijayakusuma menjadi karya seni logam kuningan
yang terbesar di masanya sekalipun terwujud sebagai kolaborasi dengan
seniman Italia, termasuk aksara Naskah Proklamasi, dan gerbang Kala Makara
serta Lidah Api Kemerdekaan306.
305 Soekarno mendeskripsikan keinginan penyimpanan Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi di TUgu Nasional, 27 Juni 1960. 306 Tugu Nasional.Laporan Pembanguan 1961-1978.Jakarta: Pelaksana Pembina Tugu Nasional.1997, hal. 56.
131
Ketika keempat sisi Ruang Kemerdekaan terlintasi, ada atribut yang tidak
tampak: Sang Saka Merah Putih. Dimanakah dia? Bukankah Soekarno telah
mengamanahkannya untuk ditempatkan di Tugu Nasional 307 sesuai kutipan :
Hendaknya Bendera Pusaka ini disimpan didalam Tugu Nasional. Didalam satu almari jang terbuat dari perunggu pula, dibelakang katja jang tebal sehingga tiap hari bisa dilihat oleh semua orang seperti misalnja di Moskow orang setiap hari bisa melihat djenazah dari Lenin dan Stalin, atau dikota Sofia orang bisa melihat djenazah dari Georgi Dimitrov. Buka kita harus memberhalakan Bendera Pusaka ini, tidak, tetapi pantaslah Bendera Pusaka ini kita muliakan dan kita beri tempat sedemikian rupa sehingga benar-benar menjadi satu kenangan bagi seluruh rakjat Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 buat pertama kali mengibarkan bendera inilah sebagai tanda kemerdekaan.
Ketidakhadiran Sang Saka Merah Putih di Ruang Kemerdekaan
dikarenakan oleh tertundanya pelaksanaan pemindahannya dari Istana Jakarta.
Sedianya Pemprov DKI Jakarta melaksanakannya 20 Mei 2007308 dan urung
terlaksana hingga kini. Mengapa Sang Saka ‗baru akan dilaksanakan‘ setelah 32
tahun Tugu Nasional dibuka untuk umum? Pertanyaan itu terjawab saat ditemukan
gambar denah Ruang Kemerdekaan sebagai arsip Dinas Tata Bangunan
Departemen PU, serta memoar dan foto dokumentasi pribadi Arsitek
Soedarsono tentang perubahan penempatan atribut kemerdekaan.Melalui
307 Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 4. 308Pada sisi Utara di Ruang Kemerdekaan terdapat sebuah vitrin – kaca pajang yang dipersiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta sejak 2007 sebagai tempat Sang Saka Merah Putih. Akan tetapi karena sesuatu hal, rencana tersebut belum terlaksana hingga penelitian ini berlangsung.
132
denah itu, terlihat penggantian peran bidang di sisi Barat yang sedianya bagi
Sang Saka digantikan untuk salinan Teks Proklamasi309:
Isi di dalam Ruang Tenang sebagai wadah penyimpanan benda bersejarah seperti atribut-atribut yang mengawali Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada dinding Badan Tugu bersegi empat digambarkan mulai dari bagian Timur dengan artinya: maka dibuatlah satuan-satuan aksara dari bahan yang tahan berabad-abad dipasang pada dinding pertama sebelah Timur. Sembolik arah dari mana matahari mulai bersinar. Sambil duduk di – amphitheater dengan hening membaca naskah Proklamasi di dinding, dibawalah kita merenung sejenak peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus1945 dengan segala pengorbanannya. Kemudian dinding sebelah Utara memperlihatkan wilayah Republik Indonesia yang diproklamasikan. Di bagian Barat dibuatlah tempat yang terhormat untuk menyimpan Bendera Pusaka Sang Merah Putih sampai akhir jaman. Di bagian Selatan dipasanglah lambang Negara Republik Indonesia dengan falsafah Pancasila dalam bentuk Garuda Bhinneka Tunggal Ika.
Di sisi Barat, terlihat rongga hampa udara yang menyatu dengan
struktur Badan Tugu sebagai penyimpan Kotak Kaca yang kini mewadahi
salinan Teks Proklamasi. Mengapa demikian? Merujuk memoir Bambang
Widjanarko310, menjelang 17 Agustus 1967 dirinya didatangi Kolonel
Tjokropranolo asisten senior Presiden Soeharto, memintanya membujuk
Soekarno agar menyerahkan Bendera Pusaka untuk Pengibaran Bendera
Pusaka 17 Agustus 1967. Bambang311 berhasil membujuk Soekarno dengan
menghadirkan Panglima ABRI untuk mendampinginya menuju Jakarta.
309Pengutaraan Arsitek Soedarsono dalam Salam, Solichin. Tugu Nasional dan Soedarsono.Jakarta: Kuningmas.1989, hal. 28. 310 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: PT Gramedia.1988, hal. 197. 311 Ibid., hal. 198.
133
Seraya mengutarakan rencana pembangunan Kota Jakarta, Soekarno
mengarahkan ke Tugu Nasional dan menunjuk suatu bilik : ―Disinilah Bendera
Pusaka aku simpan. Terimalah dan kibarkanlah pada tanggal 17 Agustus nanti.‖
Ternyata Sang Saka hanya sekali dikibarkan di masa Soeharto yaitu 17 Agustus
1967312, digantikan duplikatnya dari sutera alam Indonesia313. Dalam Bapakku,
Kawanku, Guruku314 menangkap romantisme Soekarno terhadap Sang Saka::
Ketika Bapak hendak membuka kotak bendera, suasana kurasakan menjadi hening sekali dan wajah Bapak tampak berubah kemerah-merahan menahan emosi dengan mata yang berkaca-kaca. Mula-mula kain kuning penutup kotak yang diangkat, dan diletakkannya di samping kotak; dari ujung korsi panjang akupun menggeser dudukku mendekati Bapak karena ingin melihat bendera pusaka Republik Indonesia dari dekat sebelum ia mengangkasa pada tanggal 17 Agustus. Sambil mengucapkan Bismillahirrachmanir rachim,..Bapak kemudian memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya dan membukanya. Ketika kotak sudah dibuka terlihatlah sebuah bendera merah putih yang sudah tua terlipat rapih di dalam kotak dengan warna yang sudah luntur. ..
Diceriterakan pula oleh Guntur tentang cara Soekarno menyimpan Sang Saka:
Bendera pusaka sejak zaman Yogya selalu disimpan oleh Bapak di dalam sebuah kotak kayu berukiran dengan ukuran kurang lebih 30 x 40 cm; dan diletakkan di lemari pakaiannya bagian sebelah kiri di sudut paling atas atau kadang-kadang juga diletakkan di dalam lemari benda-benda pusaka hadiah-hadiah dari pelbagai kalangan yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Bapak, bila kita menghadap ke tempat tidur itu. Di atasnya ditutupi dengan kain kuning emas warna kepresidenan.
312 Intisari edisi Agustus 1988 ―Suka Duka Mempersiapkan Duplikat Bendera Pusaka‖. 313 Kompas. ―Sang Saka Pusaka Tak Dikibarkan‖ tanggal 12 Agustus 1968. 314 Soekarno, Guntur. Bapakku, Kawanku, Guruku314 .Jakarta:PT Dela Rohita, 1977, hal. 106.
134
Pengutaraan Guntur tentang cara Soekarno memuliakan Sang Saka
menunjukkan kecintaan dan penghormatan kepada Sang Saka menyerupai
cara-cara memperlakukan azimat. Terlebih di saat Soekarno diperintahkan
untuk segera meninggalkan Istana Bogor sebelum 16 Agustus 1967. Tidak
tercatat benda-benda berharga yang menyertainya, kecuali Sang Saka yang
digulung di dalam kertas koran. Merujuk Maulwi Saelan315 dalam Dari Revolusi
‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa:
Bung Karno meninggalkan Istana sebelum 16 Agustus 1967, keluar hanya dengan memakai celana piyama warna krem dan kaos oblong cap cabe. Baju pijamanya disampirkan di pundak, memakai sandal cap Bata yang sudah using, Tangan kanannya memegang kertas Koran yang digulung agak besar, isinya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
Peng-Agung-an Soekarno kepada Sang Saka tidaklah keliru. Di saat
dirinya tidak lagi menjadi Penguasa, Sang Saka sebagai aura kepemimpinanya
dan menjadikannya sebagai Pusaka yang dikultuskan. Peng-Agung-an dan
pengkultusan Sang Saka juga ditunjukkan pada peristiwa Agresi Militer 1948
ketika dirinya harus meninggalkan Yogyakarta menuju pembuangan Bangka.
Kepada Moetahar316 Soekarno memerintah pengamanan Sang Saka :
Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan berdoa. Di sekeliling kami bom berjatuhan. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung-jawabnya sungguh berat. Akhirnya ia memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu. Bagian yang putih disembunyikan di dalam bajunya. Bagian yang merah di dalam tas pakaian.
315Saelan, Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001, hal. 239. 316 Adams, Cindy. Ibid., hal. 389.
135
Ketiadaan Sang Saka di Tugu Nasional yang digantikan Teks
Proklamasi menjadi sebanyak tiga tempat; a) Di sisi Timur, tulisan Teks
Proklamasi, b) Di sisi Barat, salinan Teks Proklamasi dan rekaman suara
Soekarno membacakan Teks Proklamasi dianggap berlebih-lebihan karena
ketiganya merupakan ―teks‖ setema. Tampak bagaikan peng-Abadi-an diri
terhadap pemilik nama Soekarno-Hatta. Sang Saka yang telah melekat sebagai
‗aura kekuasaan‘ Soekarno ingin dimuliakannya di Tugu Nasional. Penguasa
berikutnya, Soeharto besar kemungkinan berkeberatan bila kultus Sang Saka
yang melekat pada Soekarno dipertunjukkan pada khalayak karena akan
mengkhawatirkan eksistensinya. Sehingga pemindahan Sang Saka di Tugu
Nasional ‗ditangguhkan‘ sebagai upaya meniadakan Suryo Kembar atau
Dualisme Kepemimpinan dalam Negara. Urungnya pemindahan Sang Saka
menunjukkan ketidaktaatan Soeharto terhadap gagasan awal Soekarno. Situasi
itu justru memperkokoh ‗ruang keterkenangan‘ khalayak terhadap Soekarno.
Tindakan itu, justru memperkuat adanya spectre Soekarno sebagai
‗metafisik kehadiran‘. Ketiadaan Sang Saka di Ruang Kemerdekaan, dan
penggantian nyanyian pengiringnya ―Indonesia Raya‖317 dengan lagu ―Padamu
Negeri‖ menjadikan Tugu Nasional kurang ideal. Apalagi ketidakhadiran
Bendera dalam suatu Negara yang secara filosofis merepresentasi lambang
kedaulatan Negara. Situasi ini, merupkan sebuah pengingkaran terhadap
rancangan awal Tugu Nasional sebagai penyimpanan Sang Saka. Keusangan
Sang Saka bukanlah argumentasi, bahkan keusangan itu justru menggugah
romantisme karena kandungan peristiwa penting yang menyertainya.
317 Periksa. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982, hal. 32 Lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah ―Indonesia Raya‖.
136
Namun, bilamana kelak Sang Saka benar-benar disemayamkan di Tugu
Nasional terlebih dahulu harus dilalui sebuah kajian serius untuk menengarai
keasliannya, yaitu dengan mencermati ‗jejak‘ akibat peristiwa Yogyakarta 1948
di saat penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar , ketika diperintahkan oleh
Soekarno. Moetahar telah memisahkan dan menyatukan kembali kedua helai
Sang Saka demi keamanan kedaulatan Negara318. Jejak yang berupa sobekan
sebesar 12 x 42 centimeter pada ujung putih, dan 15 x 47 centimeter pada
ujung merah, serta luka akibat lipatan dan warna memudar di sekitarnya.
Romantisme penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar sempat menjadi
tayangan video dokumenter yang mengharukan yang tampil sebagai tema social
marketing PT. Bank Mandiri menjelang 17 Agustus 2011. Mengapa Sang Saka
penting untuk dihadirkan di Tugu Nasional? Karena sejatinya Tugu Nasional
dan Sang Saka merupakan kesatuan Raga dan Jiwa Negara Republik Indonesia.
Selain kesesuaian pancaran imajiner di Kawasan Tugu Nasional
dengan Nawa Sanga tergambarkan pada Rencana Induk Kota Jakarta 1965 –
1985319. Sebuah lingkaran imajiner konsentris radius 15 kilometer dari Tugu
Nasional, berperan sebagai pusat pengembangan kota sejak dikukuhkan
sebagai Ibukota Negara sejak 22 Juni 1964. Peran Soekarno dalam Jakarta City
Planning terjadi sejak 1957 ketika Rencana Kota Jakarta masih berupa Out Line
Plan. ―Teks‖ Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 dengan karakter Density Ring
sebagai pola kawasan memiliki keunggulan serta kelemahan.
318 Adams, Cindy. Ibid., hal. 389. 319 Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota. Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995.
137
Keunggulan terletak pada terwujudnya peradaban yang memusat,
memberikan tempat penting pada ‗Apa‘ di pusat. Dimuliakan melalui ‗jarak‘
sebagai ‗pengantar skala‘ untuk menampilkannya sebagai pusat orientasi.
Kelemahannya pada ketidakseimbangan kepadatan bangunan akibat jarak yang
tidak sama antar ring terhadap titik sentralnya, yaitu jarak R1, R2, R3 dan
seterusnya yang hanya mempertimbangkan idealistik namun mengabaikan
efisiensi. Density Rings ditujukan mengeskspresikan aspek kemegahan dan
sentralistik Penguasa selaras sikap politik sentralistik Soekarno. Penasbihan
Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara dan Pusat Pemerintahan menjadi bukti
sikap tersebut320 menunjuk peran Tugu Nasional sebagai representasi
karakteristi Khora refeleksi ibu-perawat yang feminine sebagai ‗metaphoric mother‘.
Sejak Proklamasi 1945, Indonesia belum memiliki Ibukota Negara secara
definitif. Terpicu oleh desakan para Duta Besar Negara lain yang
menginginkan lokasi berdirinya Gedung Kedutaan Besar sebagai
perwakilannya di Indonesia, Soekarno kemudian menjajaki berbagai usulan
kota sebagai Ibukota Negara.
Antara lain; Kota Malang, lokasi di dekat Danau Toba, Palangka
Raya, Magelang, Bandung dan Bogor321 kemudian Jakarta diputuskan sebagai
Ibukota Negara karena dinilai oleh Soekarno memiliki keutamaan peran
sebagai tempat penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Berbagai
peristiwa bersejarah berlangsung di Jakarta, sejak Kebangkitan Nasional, Budi
Utomo pada 1908, Sumpah Pemuda 1928, serta Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia 1945.
320Proses penentuan Ibukota sangat panjang yang berujung pada 22 Juni 1964 pada Hari Ulang Tahun Jakarta ke-435. 321Simak Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di
gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.
138
Penentuan Jakarta sebagai Ibukota bukan alasan historis semata,
tetapi dikarenakan jejak keruangan tinggalan Kemaharajaan yang pantas
sebagai ‗perayaaan‘ terhapusnya kolonialisme oleh Soekarno, meski terjadi
beberapa kali pemindahan Ibukota sekitar 1945-1950 dari Jakarta ke
Yogyakarta, Bukittinggi sebelum dipindahkan lagi ke Jakarta. Kota
Palangkaraya dijajaki sebagai Ibukota Negara sempat ditengarai pemancangan
tiang di tengah Pahandut 1957. Pada masa Soeharto-pun wacana pemindahan
Ibukota ke Jonggol terjadi. Isu pemindahan Ibukota merupakan kelaziman
sejak Dinasti Mataram, masa Kolonial, dan di alam Republik.
Penyebab wacana pemindahan Ibukota Negara ke luar wilayah
Jakarta dipicu oleh beberapa faktor; 1) Kota Jakarta yang rawan banjir, 2) Kota
Jakarta sesak kemacetan jalan, 3) Arus urbanisasi, 4) Kota Jakarta mengalami
inefisiensi akibat pemusatan pusat pemerintahan dan bisnis. Andai saja pola
density ring ditaati dengan membebaskan radius 15 kilometer dari Tugu
Nasional, inefisiensi dimungkinkan akan tertanggulangi. Wacana sejumlah
alternatif Ibukota Negara, tampaknya tidak mampu mengalahkan eksistensi
Kota Jakarta. Dikarenakan kompleksitas kesejarahan yang terkandung di
dalamnya, sekaligus infrastruktur yang telah dimilikinya menjadikan Jakarta
yang tidak mampu diungguli oleh Kota manapun di Indonesia. Ke-Agung-an
Jakarta sebagai Ibukota Negara hanya akan terjadi melalui cara merevitalisasi
Jejak Peradabannya dengan kesungguhan dan kearifan melampaui apa yang
telah dilakukan Soekarno. Keperpihakan Soekarno terhadap Kota Jakarta
sebagai Ibukota Negara menunjukkan sifat Khora yang bersepadan sebagai
‗ruang‘ dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas/country.
139
Rancangan Tugu Nasional melewati proses kreatif setelah Soekaro
melakukan perjalanan keliling mancanegara. Menyaksikan piramid di Mesir,
obelisk di Washington DC, patung Liberty di Amerika, Menara Eifel di Paris,
Lomonosov di Moskow, Patung Yesus Kristus di Rio de Jainero. Perjalanan
Soekarno ke beberapa kota mancanegara telah memperkaya khasanah
Soekarno dalam menggagas ide form monumen yang skala gigantis. Bahkan
penentuan ketinggian Tugu Nasional-pun didahului dengan memastikan
terlebih dahulu ketinggian Patung Liberty di Amerika Serikat322 yang ditujukan
agar sosok Tugu Nasional dapat disaksikan dalam jarak 20-30 kilometer
jauhnya323, sehingga membutuhkan keleluasaan bagi jarak pandang ideal
terhadap Tugu Nasional agar menjadi karya yang―ter‖: tertinggi dan terbesar
sebagai ekspresi hasrat kesetaraan internasional. Di saat perancangan Tugu
Nasional berlangsung, di Rusia sedang marak oleh gaya seni advand-garde
sebagai karya seniman kiri - left artists yang menentang totalitarianism. Merujuk
Igor Golomstock dalam Totalitarian Art324 sebagai gaya seni yang mengabdi
ideologi Sang Penguasa, dan berperan sebagai alat perjuangan di masa Socialist
Realism325 yang dirintis Joseph Stalin. Doktrin bernegara sekaligus pengatur
laku berkesenian itu diunduh dari Theory of Reflection Marxist .
322 Dokumen Surat Kawat dari Kedutaan Besar Amerika kepada Soekarno yang menyebutkan ketinggian patung Liberty. 323 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962. 324Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and The People‘s Republic of China. London: Collins Harvill, 1990, page xiii. Simak juga Benjamin, Andrew. Art, Mimesis and The Advant-Garde: Aspect of a philosophy of difference. London and New York: Routledge. 1991. 325Socialist Realism berkembang sebagai basis ideologi komunisme yang mengangkat utopia Marxist. Berkembang pesat terutama di Rusia. Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism
140
Hanya ada penilaian sastra dan gaya seni yang disebut seni indah
(beautiful) dan seni buruk (ugly)326. Menurut aliran Sosialisme-Realis, keindahan
tidak hanya dalam ukuran, dalam kehidupan dan keragaman, tetapi juga pada
kesatuannya. Setiap pikiran kreatif memancarkan ronanya dan penciptaan
memiliki suara sendiri, Tanah Air (Soviet) akan berdiri sebagai musik yang
terkatakan indah, semua suara berbaur bersama secara harmonis, disertai
gerakan invisiable tidak satu barispun dan tidak satu warnapun akan mengusik
mata. Hal itu terjadi adanya desain tunggal yang indah yang membimbing
insan Soviet dalam merancang. Jejak gaya seni Sosialisme-Realis tampak
mengilhami Soekarno berkat kedekatannya dengan Perdana Menteri Nikita
Khrushchev dan Wakilnya Anastas Mikoyan Penguasa Soviet masa itu.
Sejumlah kunjungan ke Moskow Soekarno327 memberi kesempatan
kepada Soekarno menikmati secara langsung karya seni lukis dan seni patung
di Museum Seni Lukis Tretyakovskaya, Museum L' Hermitage, pagelaran Sirkus
dan Ballet dan Mausoleum Lenin dan Stalin, serta stadion Pachtakor dan Stadion
Central Lenin atau Luzhniki yang berkapasitas 78.360 kursi yang menyerupai
rancangan Stadion Gelora Bung Karno tahun 1958. Pemerintah Rusia
menghadiahkan Soekarno lukisan karya pelukis Rusia Makowski ―Upacara
Perkawinan Rusia‖ dan ―Pesta Dewa Anggur keduanya dipajang di Istana Bogor.
Gaya patung realis Pekerja dan Wanita Kolkhoz tampak mengilhami Soekarno
saat menyiapkan patung Selamat Datang. Sepasang patung karya Vera Mukina328
memiliki kesamaan gesture dengan patung Selamat Datang karya Edhi Sunarso.
and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51. 326 Ibid., hal. 70. 327Buku laporan Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow : Penerbit Seni Lukis Negeri. 1956. 328 Patung ini sempat dipajang di International Exposition di Paris 1937.
141
Keduanya tampil sebagai sepasang generasi muda. Patung Pekerja dan
Wanita Kolkhoz tampil mengangkat tangan memegang alat palu dan arit,
sedangkan patung Selamat Datang sedang mengangkat setangkai bunga. Patung
di Moskow menggunakan titanium dengan sosok idealistik Yunani. Karya
Edhi Sunarso dari logam perunggu dengan sosok gaya dan wajah ndeso –wajah
tipikal khas desa justru mewakili ke-Indonesia-an. Kebaruan teknologi logam
serta besarnya dimensi patung yang diminta Soekarno sempat menciutkan hati
Edhi Sunarso, tapi Soekarno telah melapangkan jalan baginya mengawali
peradaban baru seni patung realis berbahan logam dengan skala gigantis.
Setelah patung Selamat Datang, seniman Edhi Sunarso menggubah Patung
Pembebasan Irian Barat329 dan Patung Dirgantara.Pengaruh Sosialisme Realis di
Soviet berupa pengabadian Sang Pemimpin melalui Mauseleum - arsitektur
makam tampak mengilhami Soekarno sebagai cara-cara dalam mengabadikan
artifak Sang Saka Merah Putih330 di Tugu Nasional. Bahkan hingga saat
penelitian ini usai belum terlaksana.
Jejak gaya seni di Tugu Nasional lainnya berupa seni lukis gaya mooi
indie - Hindia Elok sebagai latar panorama diorama di Museum Sejarah
Nasional. Diorama merupakan kemajuan di bidang seni rupa tri-dimensional
sebagai kolaborasi seniman dan sejarawan. Karya seni kria, berupa seni ukir
seni ukir di atas kayu serta di atas logam perunggu di Tugu Nasional
menunjukkan keberagaman gaya seni sebagai idealisasi keelokan karya khas
Indonesia, yang juga merambah sebagai ornamen Hotel Indonesia Group: Hotel
Indonesia, Samudera Beach, Ambarukmo di Yogyakarta dan Bali Beach di Bali. Satu
ciri Sosialisme Realis ditujukan pengkultusan Sang Penguasa.
329 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peresmian ‗Monument Irian Barat‖ di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus 1963. 330 Soekarno, 27 Djuni, 1960, hal. 4.
142
Karya serupa itu disaksikan melalui empat buah relief batu andesit
karya Harijadi Sumodidjojo: 1) Pesta Pura di Bali di dinding Hotel Indonesia
seluas 68 meter persegi, dengan tulisan: Dipersembahkan kepada PJM Presiden
Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi Dr. Ir. Soekarno dan seluruh bangsa Indonesia jang
tertjinta331 .2) Ombak Sepanjang Pantai di Hotel Samudera Beach332 3) Untung Rugi
di Lereng Merapi di Hotel Ambarukmo Palace Yogyakarta333 dengan tulisan:
Dipersembahkan Kepada Bung Karno Seniman Adiluhung jang Menjediakan Lapangan
Luas Lebar bagi Seniman Pedjoang untuk Mentjurahkan Bhaktinya. 4) Indonesia yang
Akan Datang di Hotel Bali Beach334 melukiskan Soekarno di pusat relief
sepanjang + 30 meter.
Relief modern diawali tahun 1957 sebagai relief beton di Bandara
Kemayoran oleh tiga seniman; 1) Manusia di Indonesia oleh S Sudjojono, 2) Flora
dan Fauna Indonesia oleh Harijadi, 3) Legenda Sangkuriang oleh Surono335 dan
sejumlah karya seni Realisme Sosialis di Hotel Indonesia-Kempinski ; 1) Patung
perunggu Dewi Sri karya Trubus, 2) Lukisan semi-relief warna Wanita-wanita
Indonesia Terbang ke Angkasa karya Surono 2) Lukisan realis Satwa Indonesia
karya Lee Man Fong, 3) Lukisan mozaik Penari Tradisional Indonesia karya G
Dharta 4) Relief kayu bertema persawahan di Ball Room Hotel
Indonesia.Keberagaman gaya seni kria untuk mempercantik bangunan
menyerupai Taman Sari bersesuaian ideologi politik Soekarno yang sedang
mengalami ketegangan akibat beragaman ideologi yang ingin dipadukan;
Nasakom-Nasionalisne-Agama-Komunis sedang digencarkannya.
331 Pengamatan langsung di Hotel Indonesia-Kempinski Jakarta, 2010. 332 Pengamatan langsung di Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, 2001. 333 Pengamatan langsung di Hotel Ambarukmo Palacedi Yogyakarta, 2010. 334 Pengamatan langsung di Hotel Bali Beach, 2009. 335 Dok.Pribadi Santu Wirono Harijadi, Jakarta 2004. Simak Harijadi & Mural Batavia dalam Tempo 10 April 2011 hal. 61-66.
143
Tindakan Soekarno menyerupai eklektisme336 dalam pandangan
postmodernism yang memadukan ragam seni kria tradisi ke dalam Arsitektur
Modern. Kreativitas Soekarno dalam mengapresiasi Arsitektur Modern yang
sejatinya mengabaikan ornamen, justru dirayakan oleh Soekarno dengan
keragaman seni kria tradisi itu menjadi berkah manakala setiap karya seni yang
tergubah telah menyejarah, dan menjadi masterpiece karena setiap karya adalah
satu-satunya yang diperuntukkan bagi Penguasa. Keberanian Soekarno
menampilkan seni kria bersanding dengan Arsitektur Modern, bukan
inkonsintesi terhadap mashab, justru sebagai tindakan meneguhkan lokalitas ke-
Indonesia-an yang belum terpikirkan masa itu. Termasuk gagasan IPTEK yang
bersandar rasionalitas dan riset yang direprsentasi oleh Reaktor Nuklir337,
Herbarium338, Planetarium339, Pabrik Listrik Tenaga Uap340 serta pendirian
Kampus-Kampus. Soekarno menyadari situasi yang kurang kondusif disaat
mengawali kemajuan IPTEK. Soekarno menghapus nuansa tradisi yang
membelenggu masyarakat Indonesia341:
…Djanganlah lagi mengadakan kontes-kontes perkutut, adu suara perkutut; sebab akibat mental kepada kita djahat sekali. Bahwa rakjat berdjiwa perkutut-isme. Ja dengan rasa ajem meteti burung perkutut sambil minum – kata orang Jogja- teh nasgitel, ja panas ja legi, ja kentel, Djiwa jang demikian
336 Gaya eklektisme dikenal sebagai pencampuran beberapa unsur gaya yang menonjol pada berbagai aliran. 337 Soekarno.Pidato pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961. 338Soekarno.Pidato Presiden. Pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Herbarium di Bogor, pada Tanggal 19 Agustus 1963. 339 Soekarno. Amanat pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9 September 1964. 340 Soekarno. Amanat Presiden. Pemancangan Tiang Pertama Pabrik Listrik Tenaga Uap di Tandjung Priuk, Djakarta, 23 Agustus 1965 341 Soekarno.Pidato Presiden. Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961.
144
itu tidak baik bagi bangsa Indonesia jang sekarang ini sedang revolusi. Apalagi revolusi Pantjamuka jang dahsjat dan hebat ini Sehingga sebenarnja tempat ini berisikan satu paradox; pernah dipakai untuk penjabungan burung perkutut, tetapi sekarang djuga menjadi satu tempat Indonesia terbang ke muka; di dalam ―atomic age‖
Planetarium342 didirikan guna menghilangkan ketahyulan yang masih
menyelimuti bangsa melalui edukasi ilmu pengetahuan tentang angkasa.
Senarai itu bangunan ibadah mengiringi berdirinya Tugu Nasional, Masjid
Baiturrachim343 sebagai penanda suatu jaman yang berbasis kerohanian.
Peresmian mesdjid Baiturrachim ini pada hakekatnja suatu permulaan daripada
satu djaman, djaman jang baru. Masjid Istiqlal merupakan karya Arsitek Kristiani
yang taat Federick Silaban setelah memenangkan:344
―Dulu-dulunya adalah sebuah masjid. VOC menghancurkan masjid itu untuk didirikan sebuah benteng. Itu sebabnya di mukanya didirikan sebuah Katedral. Nah, bekas benteng VOC itu kini saya gempur untuk saya dirikan Masjid Istiqlal. Asal masjid kembali ke masjid. Paling besar, paling megah, paling kampiun di seluruh Asia Tenggara!.
Tindakan Soekarno itu menunjukkan proses memutu kehadiran arsitektur
yang semula ‗Ada‘ menjadi ‗Tiada‘ ataupun sebaliknya, menyerupai dekonstruksi dalam
arsitektur. Selain masjid, dibangun gereja di Jl. Melawai yang dipercayakan
kepada Bambang Wijanarko345. Soekarno itu menunjukkan harmoni lintas
342 Soekarno. Amanat. Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9 September 1964. 343 Soekarno.Amanat Presiden. Upatjara Pembukaan Mesjid Baiturrachim Halaman Istana Merdeka Djakarta, 3 September 1960. 344 Berdasar dialog Soekarno dengan Menteri Agama Syaifudin Zuhri dalam Surat Kabar Merdeka 19 April 1979. 345 Widjanarko, Bambang. Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit Gramedia.1988, h. 53.
145
religi, termasuk melestarikan perkumpulan kebatinan yang inti ajarannya samadi
dan tafakur dan bukan klenik346 merefleksi Dualitis Jawa.
Simbol rays pada psike Soekarno ditandai oleh daya pesona bagi
kehadiran sejumlah wanita dalam kehidupan Soekarno yang mendorong
terciptanya karya arsitektur347. Sedikitnya sembilan orang isteri Soekarno yang
tidak satupun dari etnis sejenis348. Rancangan karya yang hadir akibat
pancaran pesona ini antara lain bagi rumah di Jl. Sriwijaya 26 Jakarta349 bagi
Fatmawati, sebuah paviliun Bayurini di lingkungan Istana Bogor bagi Hartini
sebelum memiliki rumah Srihana-Srihani di Jl. A Yani Bogor350, dan sebuah
rumah bagi Hariyatie351 di Slipi, kini menjadi Mall Taman Anggrek, rumah bagi
Dewi Soekarno di Wisma Yaso yang bernuansa Jepang sekarang Museum
Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta352.
346 Soekarno.Pidato Presiden. Kongres Kebathinan di Gedung Pemuda Djakarta, 17 Juli 1958. 347 Dinasti Mataram di Karaton Surakarta memiliki sejumlah garwa selir Raja disetarakan harem yang disantuni di kawasan Keputren yang dilengkapi taman indah, kolam air, kamar pribadi, dapur, perabot indah serta pasar yang penjualnya wanita berbusana Jawa. Di Kota Alexandria Mesir masih terjejak Istana Montazah sebagai Istana Harem di pinggir pantai, kunjungan 2010. 348 Nama-nama Isteri Soekarno 1) Siti Oetari dari Jawa Timur, 2) Inggit Garnasih seorang Sunda, 3) Fatmawati dari Sumatera, 4) Hartini dari Salatiga, 5) Haryatie dari Sidoarjo, 6) Kartini Manoppo dari Ambon, 7) Ratna Sari Dewi dari Jepang, 8) Yurike Sanger dari Manado dan 9) Heldy Djafar dari Bandung. 349Menurut Fatmawati dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno. Jakarta:Yayasan Bung Karno.2008, rumah Jl.Sriwijaya dibangunnya secara diam-diam dengan biaya dari Ayahnya, Soekarno mengakui tidak pernah menceraikan Fatmawati sekalipun dirinya memilih keluar dari Istana dan tinggal di Jl. Sriwijaya sejak Soekarno memutuskan menikahi Hartini. 350 Berdasar peninjauan lokasi ke Jl Ahyani Bogor 2001, serta penuturan Keluarga Hartini. 351Hariyatie.The Hidden Story.Hari-hari Bersama Bung Karno 1963-1967.Jakarta:PT GramediaWidiasarana Indonesia. 2001, hal. 33. 352 Berdasar peninjauan lokasi ke ex. Wisma Yaso sekarang Museum Satria Mandala tahun 2001, dan 2009.
146
PEMBAWA TANDA ‘JEJAK’ METAPHORIC MOTHER
Soekarno tampaknya menyadari artinya ‗suksesi‘ bagi terwujudnya
Jakarta City Planning. Terungkap melalui sikap Soekarno sebagai sosok
Penguasa yang memiliki sifat ‗Methaporic Mother‘ untuk memilih Gubernur bagi
Ibukota Negara sebagai sosok penerus ‗gagasan‘ ide form arsitekturalnya.Bukan
berasal dari keturunannya, bahkan bukan di lingkungan pemerintahan
menyerupai Sri Kresna ketika hendak melepas Tahta dan Wijayakusuma.
Sebelum Soekarno benar-benar memudar kekuasaannya, di tengah kerisauan
masyarakat tepatnya 28 April 1966 Soekarno melantik Ali Sadikin, Perwira
KKO yang dinilainya kopig – keras kepala sebagai Gubernur Jakarta Raya
dengan sebentuk harapan353 :
Cita-citaku mengenai kota Jakarta sekarang akan saya supplant –tanamkan kepadamu, supplant sebagian daripada aku punya kalbu ini seperti saya iris, saya masukkan ke dalam kalbumu, Ali Sadikin. Itu bukan pekerjaan yang gampang memenuhi cita-cita yang besar, bukan pekerjaan gampang. Tetapi Insya Allah SWT. Doe je best agar engkau dalam memegang kegubernuran Jakarta Raya ini benar-benar juga sekian tahun lagi masih orang mengingat, die heft Ali Sadikin gedaan, inilah perbuatan Ali Sadikin. Bismillah, mulailah engkau punya pekerjaan.
Ali Sadikin sebagai Gubernur Djakarta Raya berlangsung sejak 1966-
1977354. Kehadirannya dapat dipandang sebagai Penerus Tahta Soekarno bagi
berlangsungnya gagasan Jakarta City Planning. Sebelum akhir kekuasaannya
353 Soekarno. Amanat PJM Presiden Sukarno Pada Pelantikan/Penyumpahan Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin Menjadi Gubernur /Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Istana Negara, Jakarta, 28 April 1966 dalam Messias.Revolusi Belum Selesai Jilid 2. Semarang: Messias.2003, hal. 114 - 122. 354 Simak KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali. Demi Jakarta (1966-1977). Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.1993.
147
Soekarno telah memindahkah sebentuk impian tentang Ibukota Negara kepada
Ali Sadikin. Sejak itu, Ali Sadikin mengemban impian Soekarno sesuatu yang
abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being,
bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di
suatu tempat atau ‗ruang‘ dalam hal yang bertautan dengan Kota Jakarta.
Disisi lain pepatah ―Power tends to corrupt, and absolute power corrupts
absolutely. Great men are almost always bad men dari Lord Acton agaknya terbukti.
Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup
secara mutlak. Di saat kekuasaan mutlak dimiliki Soekarno dengan sejumlah
gelar kehormatan: Sang Pembangun Agung, Panglima Besar Revolusi, serta 26 gelar
Doctor Honoris Causa sampai ditetapkannya sebagai Presiden Seumur Hidup oleh
MPRS justru memicu kejatuhannya usai peristiwa G30S PKI Oktober 1965.
Soekarno menuai kegetiran dengan perintah untuk segera keluar dari Istana
Bogor menuju rumah penahanannya ke Istana Pribadinya di Batu Tulis Bogor
dan Wisma Yaso di Jakarta355.
Keserupaan dengan konsep Khora sebagai sejumlah tindakan Sang
Penguasa sebagai penyedia posisi yang hadir untuk being menjadi rancangan
bertautan dengan budaya padu-padan sebagai refleksi budaya Jawa yang mudah
berasimilasi, berupa ide form arsitektur yang ilakukan Soekarno dengan
sepenuh cinta356 menyerupai teori tic dari Krell. Bahkan cenderung me-mulia-
355Simak Ramadhan. KH Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya: Otobiografi. Jakarta:1988. 356Tic dari kata archeticture dikatakan oleh David Farrel Krell sebagai cinta yang menjiwai desain dalam Archeticture.Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997, hal. 13.
148
kan dan meng-agung-kannya.Tindakan Soekarno menyerupai ‗perayaan‘ atas
terwujudnya impian memiliki Negeri yang Merdeka dari Pemuda Soekarno
sebelum menjadi Penguasa melalui teks Indonesia Menggugat dan Mentjapai
Indonesia Merdeka357. Ketika Indonesia benar-benar merdeka, impian ke-
Indonesia-an mewujud manakala Soekarno dikukuhkan sebagai Sang
Penguasa. Ditiupkannya ruh ke-Indonesia-an sebagai idealisme dalam
―teks‖ berupa kata, kalimat, jargon, metaphor, mitos, simbol, sketsa,
‗gambar angan-angan‘358 dan Arsitektur, sehingga form Tugu Nasional
bukan sebagai representasi Kawasan Medan Merdeka melainkan
merepresentasi Ruang Ke-Indonesia-an dalam arti wilayah yang luas
sebagai Negara. Ketiadaan sifat fixed pada khora yang menggayut pada
idealisasi Soekarno disebabkan adanya unlimited semiosis gagasan Umberto
Eco dan Jacques Derrida, yaitu terbukanya keragaman penafsiran yang
tidak pernah purna, mustahil mencapai canon359atau penafsiran tunggal.
Tugu Nasional akan terus menerus dimaknai oleh siapapun, yang
berselaras dengan gagasan Karl Proper tentang demarkasi yang
berpeluang lahirnya kebaruan dalam ilmu pengetahuan melalui Falsifiability
360.
357 Soekamo."Mentjapai Indonesia Merdeka" ditulis Maret 1933 dalam Soekarno. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, 1965, hal. 286. 358 Asikin Hasan (ed). Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam. 2001, hal. 3. 359 Canon merupakan penafsiran tunggal yang diperoleh melalui proses pemaknaan tanda atau semiosis yang tidak pernah tuntas untuk memperoleh kesepakatan pemaknaan dibidang seni. 360 Falsifiability atau refutability adalah kemungkinan logis bahwa suatu pernyataan dapat bertentangan dengan pengamatan atau hasil dari suatu eksperimen fisik. Sesuatu yang "falsifikasi" tidak berarti itu adalah palsu, melainkan, melalui pengamatan atau percobaan untuk mengatasi konflik itu. Dipopulerkan oleh Karl Popper .
149
Citra Ruang Jawa juga terdapat pada lengkungan Cawan Tugu
serupa vinyet atau bayangan ruang bagi orang yang menyusup ke dalamnya
menyerupai sedang bernaung/berteduh di bawah pohon besar yang rindang
menunjukkan sifat Khora sebagai perluasan ‘ruang‘ yang menyerupai rong
merujuk Prijotomo. Juga tindakan Sokarno dalam peran sebagai penyedia
posisi yang hadir untuk being. Sejumlah tindakan Soekarno menyerupai
sikap mother - a nurse. Berupa besarnya kepeduliaan dalam mewujudkan
Tugu Nasional sejak awal perancangan, baku mutu, harapan keabadian
hingga keterlibatannya dalam pelaksanaan yang melampaui kelaziman
seorang Presiden. Sifat Khora sebagai metaphoric mother telah mengiringi
diri Soekarno dalam terwujudnya keruangan Tugu Nasional sebagai
representasi ‗ruang‘ yang luas, yaitu Ruang Negara. Merujuk Alexander361
kata kunci atomistic dan fit untuk menggambarkan peran arsitektur sebagai
susunan atom-atom di alam semesta, yang melalui perakitan menjadi konstelasi
yang tersusun sehingga memiliki kepantasan sebagai karya arsiektur, layak
diberikan kepada Kawasan Tugu Nasional362 karena mengandung unsur
ruang-skala-bentuk serta mampu menanggapi lingkungannya363.
Heuken364 yang telah mendokumentasikan sejumlah gambar kawasan
selama kurun waktu 1750-2007 mengidentifikasi tiadanya perubahan yang
berarti pada ex. Champ de Mars yang kini Lapangan Medan Merdeka itu kecuali
Tugu Nasional yang didirikan Soekarno setelah ditorehinya tanda silang ganda
di titik pusatnya. Ruang terhamparnya Tugu Nasional tidak terlepas dari pola
361 Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press.1964, hal. 15. 362 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 222. 363 Ibid., hal. 194-204. 364 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008, hal. 29.
150
keruangan yang memiliki konsep mandala dan axis mundi sebagaimana
rancangan bangunan suci kebudayaan Jawa Kuno. Titik pusat-axis mundi
representasi gunung suci Mahameru/ Mandara/Kailasa dan puncak Kutagara
sebagai kota para Dewa digubah dalam pola bujur sangkar pada Cawan, dan
Tugu dan mahkotanya sebagai sumbu tegak bersesuaian konsep percandian365.
Adanya ornamen padma-wijaya kusuma, kala-makara, empat pintu utama, ruang
berundak serta pola ‗the center‘ meneguhkan kesesuaian itu. Karya arsitektur
Tugu Nasional merupakan retrospeksi Soekarno atas spirit modernitas pada
era 1960-an. ‗Modernitas Soekarno‘ mengandung emotional evoked berupa
monad- jiwa terinti dari budaya Jawa Kuno sehingga menjadikan arsitektur Tugu
Nasional sebagai genre baru yang memperkaya khasanah Arsitektur Modern
khas Indonesia 1960-an. Ungkapan retrospektif itu dibingkai oleh epistemology,
eschatology, iconography, mechanism dan organism merujuk pengutaraaan Rowe366.
Modernitas yang berwujud rancangan highrise building, pilihan material, serta
cara pembangunannya, yang terintegrasi rancangan bentuk /form serta pola
keruangan merujuk konsep percandian Jawa Kuno menyebabkan tidak
ditemukannya konsep ini dalam Bahasa Pola-Pattern Languange367.
365 Acharya, Prasanna Kumar. Indian Architecture According to Manasara-Silpasastra. London: Oxford University Press, 1927dan A Dictionary of Hindu Architecture. London: Oxford University Press, 1927 serta Architecture of Manasara Translated From Original Sanskrit. London: Oxford University Press, 1933, hal. 410 dan 475 yaitu tentang The Doorway dan The Central Theatre. 366Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. LondonAcademy Editions.1994, hal. 6-7. 367 Alexander,Christopher. A Pattern Languange:Towns-Buildings – Construction.New York:Oxford University Press,1997, hal. xviii. Memumpun pola-pola yang lazim diikuti bersandar 253 pola dasar untuk mengetahui pola-pola yang diikuti dalam perancangan bangunan, terutama di Barat.
151
Dapatlah dimengerti mengapa dimensi Tugu Nasional melampaui
ukuran bangunan rata-rata di lingkungannya pada masa kehadirannya368.
Ukurannya menyerupai sosok raksasa menjulang angkasa sekitar 142 meter369
dengan lebar Cawan sekitar 80 meter di tiap sisinya sehingga Tugu Nasional
dikatakan memiliki skala gigantis dan menjadi tertinggi dan terbesar di
kawasannya. Pada jarak satu kilometer darinya sosoknya dapat tersaksikan.
Menyembul di antara vegetasi di sekelilingnya, yang tampaknya kurang
memperoleh perhatian khusus karena telah menutupi sosok Tugu Nasional
sebagai satu-satunya artifak yang harus menonjol di antara ruang terbuka
dalam konsep kekosongan itu.
Skala benda-benda di Tugu Nasional, merepresentasi sifat yang
artinya ‗paling‘ atau ‗ter‘; terbesar, tertinggi, terindah, termegah, termulia,
terabadi tampak pada ukuran badan Tugu dan Cawan, patung Garuda Pancasila,
ukuran Gerbang Kala-Makara, ornamen Padma dan Wijayakusuma, peta
kepulauan Indonesia, serta Lidah Api. Gagasan merancang yang ‗ter‘
merefleksi hasrat Soekarno: ―Seluruh rakyat Indonesia jiwanya, hatinya, rohnya,
kalbunya, harus menjulang ke langit laksana Tugu Nasional sekarang ini. Bahkan
sepuluh kali, seratus kali, seribu kali tingginya Tugu Nasional‖. Ketinggian Tugu
Nasional berubah-ubah sesuai keinginan Soekarno. Menurut sketsa tangan
368 Saat pembangunan Tugu Nasional satu-satunya highrise building di Indonesia. Pasca deregulasi perbankan 1988, Kota Jakarta menjadi impian Pengembang terutama jalur Kebayoran-Thamrin, sehingga ketinggian Tugu Nasional bukan tertinggi saat ini. 369 Suatu hari ketuka pembangunan Tugu Nasional berlangsung, Soekarno merasa perlu ketinggian Tugu ditambahkan 10 meter lagi. Sehingga ketinggian Tugu Nasioanl yang semula 132 m menjadi 142 m. Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997.
152
Arsitek Soedarsono tertera, 1) tinggi Cawan Tugu dari muka tanah adalah 17
meter, 2) Badan Tugu dari Cawan 110 meter, 3) Api Kemerdekaan 17 meter, 4)
Lebar Podium 80 meter, 5) Lebar Cawan 45 meter, 6) Dasar Tugu 8 meter dan
diujungnya mengecil menjadi 5 meter. Semula rancangan awal ketinggian Tugu
Nasional dari muka tanah 128, 70 meter, berubah menjadi 132 meter dan
terakhir 142 meter untuk memperoleh kualitas yang ―ter‖ melalui standar
antropometrik370 proporsi dan dimensi merujuk ukuran fisiologis manusia.
Aspek proksemik terjadi di Terowongan Bawah Tanah berupa jarak
di saat melangkahi setiap undakan tangga. Dan di Ruang Kemerdekaan berupa
jarak pandang dari amphiteather ke arah dinding pusat. Ruang pribadi
ditampakkan pada Museum Sejarah, disaksikan bila posisi tubuh berhadapan
secara frontal dengan arah mata memandang sedikit ke bawah pada kotak
kaca. Kedudukan ini tidak tergantikan melalui cara lain untuk menyimak
adegan demi adegan diorama.
Di Ruang Kemerdekaan, hanya dengan sikap tenang menyerupai
ruang pribadi, suasana kontemplatif dapat terjadi untuk memfokuskan
pemahaman atribut kemerdekaan yang terdapat di keempat dindingnya.
Antropomorfis sebagai tindakan pemberian sifat-sifat manusia pada benda-
benda, untuk memberi spitit kehidupan. Sosok benda yang seperti di beri ruh
terdapat pada sosok patung Pahlawan Diponegoro yang merepresentasi sosok
kepahlawan Indonesia. Hal serupa juga terlihat pada Diorama yang
merepresentasi peristiwa penting menuju NKRI
370 Lang, Jon. Creating Architectural Theory. The Role of Behavioral Sciences in Environmental Design. New York: Van Nostrand Reinhold Company.1987, hal. 14 dan Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 85.
153
Aspek teritori gagasan Hall ditampakkan sejak awal mencapai
Kawasan Tugu Nasional, mulai dari menapaki Jalan Silang, dan digiring
mengikuti pola jalan yang terbentuk, sehingga merasa sedang berada di
kawasan Tugu Nasional, disebut Hall sebagai Jarak Publik. Di saat berada di
Pelataran Puncak Tugu yang jarak vertikal lebih tinggi dari halaman
sekelilingnya, merasakan sedang berada di angkasa sambil menyaksikan
panorama Kota Jakarta. Ketika mencapai lokasi Lidah Api, terasa ketunggalan
karena tak ada yang selain sosok Lidah Api yang terletak di tengah. Aspek
Kesesakan dirasakan di terowongan bawah tanah, dan ruang lift yang relative
sempit. Kesesakan juga terjadi di saat tubuh melewati manhole menuju lokasi
Api Kemerdekaan. Aspek identitas (identity), sebagai pelukisan identitas
ditampakkan pada seluruh adegan diorama Museum Sejarah Nasional yang
dilukiskan dalam tata letak dan panorama alam khas Indonesia, dan
penghadiran atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan merepresentasi ke-
Indonesiaan sekalipun belum sempurna karena ketiadaan Sang Saka Merah
Putih yang tidak disadari oleh pengunjung.
Citra menjulang Badan Tugu Nasional menunjukkan keserupaan
dengan obelisk sejenis tugu di masa Herodotus di Mesir warisan purbakala
berupa sosok ramping bersisi empat dengan mahkota kemuncak berbentuk
piramida dari batu-monolit dicontohkan obelisk asli yang dibawa oleh Napoleon
dari Luxor Mesir371 sedangkan obelisk-modern dibangun dari konstruksi batu
371 Menyaksikan obelisk di Luxor Mesir 2010.
154
yang memiliki ruangan di dalamnya seperti The Washington Monument di
Washington DC.
Sosok Tugu Nasional menyerupai setumpu obelisk modern dengan
afgeknotte -piramidal terbalik. Citra obelisk tampak pada badan tegaknya dengan
mahkota Lidah Api yang meliuk plastis sebagai unsur pembeda dengan obelisk
lainnya. Kehadiran Lidah Api memberi sensasi bentuk unik pada Tugu
Nasional. Sehingga dapat dikatakan sebuah inovasi dalam gubahan obelisk,
yaitu perwujudan sosok triton genos. Setumpu Tugu dan Cawan mengingatkan
obelisk dari Mesir dan afgeknotte di National Historic and Artistic Heritage Institute
karya Oscar Niemeyer di Brazilia. Merujuk Mangunwijaya372 penampilan
arsitektur yang dianalogikan dengan karakter pewayangan, sosok tunggal Tugu
Nasional bersesuaian karakter Sri Kresna yang sedang bertapa, sendirian dalam
kesenyapan.
Semula Soekarno menggagas bentuk Tugu Nasional brsepadan
dengan tradisi ke-Indonesia-an berupa lingga-verering tiang cagak, namun urung
karena yang mewujud adalah bentuk yang sebaliknya, yaitu sosok yang
menyerupai obelisk dan afgeknotte semula ditolaknya. Tindakan Soekarno yang
menerima bentuk yang semula ditolaknya dikatakan sebagai inkonsistensi
terhadap gagasannya sendiri373 atau justru sikap terbuka terhadap sebuah
proses kreatif. Dalam pandangan artistik, sosok obelisk justru memiliki sifat
plastis-dinamis dibandingkan sosok tiang cagak. Demikian juga afgeknotte yang
memiliki sifat ‗menaungi‘ di bawahnya. Alam bawah sadar Soekarno
372Mangunwijaya, Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 302. 373Soekarno. Pidato Presiden. Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960.
155
terpengaruh oleh kunjungannya ke Mesir dan Mexico. Kedekatannya dengan
Presiden Gamal Abdul Nasser sehingga nama Soekarno diabadikan sebagai
nama buah Mangga Soekarno serta nama jalan Jl. Achmed Soekarno di Cairo
Mesir. Kekagumanannya pada diorama Museum Sejarah di Mexico mengilhami
pembuatan diorama di Museum Sejarah Nasional. Sehingga tampaklah peran
Tugu Nasional sebagai perwujudan sosok Triton Genos, bukanlah yang ini, atau
yang itu, tetapi ‗yang lain‘ yaitu ‗kualitas‘ yang diembannya.
Ketika mencermati tanda-tanda khas yang terdapat di Kawasan
maupun di keruangan Tugu Nasional, mengingatkan kesan ‗pembawa tanda
jejak‘ berupa torehan tanda silang ganda sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya. Penorehan tanda silang serupa itu semestinya dihindari Soekarno
dengan melakukan memilih ‗tanda lain‘ yang bersifat netral . Penorehan tanda
silang pada Kawasan Tugu Nasional merupakan sebuah keberanian Soekarno
di tengah dominasi masyarakat Muslim yang saat itu, menggambarkan sikap
keterbukaan Sang Penguasa terhadap hal-hal diluar dirinya. Sikap demikian itu
merefleksi budaya multikultur yang dijiwai Soekarno yang dibesarkan oleh
keberagaman budaya oleh Ayah-Bunda yang berasal dari Jawa-Bali serta
lingkungan yang beragam semasa mudanya. Sebagai apresiasi umat Kristiani
terhadap keeleganan Tugu Nasional, dipertunjukkan oleh Sri Paus Pemimpin
Umat Katholik di saat berkunjung ke Indonesia374 tahun 1970. Beliau
374 Vatikan mengakui kemerdekaan Indonesia dan membuka misi diplomatiknya pada 1947. Soekarno tiga kali mengunjungi Vatikan bertemu Paus Pius XII, 1956, bertemu Paus Johannes XXIII, 1959 dan bertemu Paus Paulus VI, 1964. Paus Paulus VI mengunjungi Indonesia pada 1970, dan Paus Johanes Paulus II pada 1989. Diceriterakan oleh narasumber R.P.B. Moertedjo Nitiadiningrat, SH, 2010.
156
memandangi Tugu Nasional dalam jarak dekat yang tercatat oleh media dari
komunitas Katholik, Sri Paus mengatakan: Hanya Pemimpin Bangsa yang Besar
yang mampu merancang tugu sebesar Tugu Nasional.
Setelah dicermati ide bentuk Tugu Nasional menyerupai pola
percandian yang terdiri dari alas, badan dan mahkota. Cawan sebagai alasnya,
Tugu sebagai badan dan Lidah Api sebagai mahkotanya. Orientasi Pajupat
ditandai oleh empat orientasi mata angin dan gubahan bentuk dasar bujur
sangkar berundak-undak.Keserupaan antara ide bentuk Tugu Nasional
dengan percandian sebagai proses alamiah dalam kebudayaan. Percandian
mengalami puncak peradaban sebelum masuknya Kolonial, yang terbawa-
bawa ke dalam rancangan Tugu Nasional. Soekarno375mengibaratkan
percandian itu sebagai monumen tridimensional yang surut oleh karena penjajahan
kolonial, dan mengajak kembali menjadi bangsa jang tiga-dimensionil,
Mendirikan Tugu Nasional, jangan tugu jang hanja tinggi 10 meter, 20 meter.
Bikinlah Tugu itu 100 meter lebih! 376:
Di saat memandang dinding tinggi berlapis pualam hijau tua di
tengah-tengah Ruang Kemerdekaan itu mengingatkan Ka‘bah, bangunan kubus
di pusat ruangan terbuka Masjid Al Haram di Mekah yang Ka‘bah sebagai
orientasi Muslim beribadah sholat itu terbuat dari batuan besar berwarna
kebiru-biruan setinggi 15 meter377 dengan gerbang Al Burk378.
375 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961, hal. 3. 376 Ibid., hal. 4. 377 Gayo, Iwan. Buku Pintar Haji & Umroh. Jakarta: Pustaka Warga Negara.2000, hal. 171. Periksa juga Laporan The Extension and Construction of Haram Sharif adanya perubahan ukuran Ka‘bah dari waktu ke waktu, 11 meter merupakan ketinggian terakhir. Simak pula buku Antara Mekkah & Madinah. Jakarta: Penerbit Erlangga.2009, hal. 171. 378 Pintu Al-Burk bersebelahan dengan Multazam lokasi paling sakral dalam memohon. Hanya Raja dan Kepala Negara saja yang diperkenankan memasuki ruangan dalam Ka‘bah
157
Di tengah dinding Ruang Kemerdekaan juga terdapat gerbang megah
sebagai penyimpan atribut kemerdekaan yang cara melintasi ruangan itu
merujuk arah Timur yang menyerupai cara cara ber-tawaf379. Tampaknya alam
bawah sadar Soekarno dalam menggubah ide bentuk artetipe terilhami cara-
cara memuliakan Ruang Kemerdekaan sebagai ruang sakral yang
mempertontonkan atribut Kemerdekaan. Apabila pandangan geometric-
planimetrik Tugu Nasional dipadatkan menjadi siluet/bayangan hitam
menyerupai bunga Padma yang kuncup. Keserupaan antara siluet Tugu
Nasional dengan padma disebut ikonik380. Keserupaannya sebagai pengagungan
kelaki-lakian dengan setangkai siluet Padma disebabkan oleh citra Nawa Sanga
pada Kawasan Tugu Nasional yang berdiri di catuspatha sebagai Padma sehingga
menampakkan diri sebagai siluet adalah Sang Padma sebagai gambaran yang
telah terparak menjiwai Soekarno Muda di Blitar dan Surabaya381. Kecocokan
pada siluet Tugu Nasional dan Sang Padma bukanlah suatu kebetulan belaka
bila merujuki budaya Jawa. Dikenal ilmu gathuk-entuk sebagai cara perolehan
ketepatan atau kecocokan yang ditemukan secara mendadak, tiba-tiba,
kebetulan, menyerupai loncatan berpikir setelah berproses memfokuskan
sebagai penyimpanan benda-benda pusaka. Tawaf - mengelilingi Ka‘bah disaat melaksanakan Umrah dan Haji378 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Ka‘bah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Ka‘bah. 379Tawaf - mengelilingi Ka‘bah disaat melaksanakan Umrah dan Haji379 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Ka‘bah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Ka‘bah. 380 Lechte, John (transl.). 50 Filsuf Kontemporer. Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2001, hal. 229. Simak pula Noth, Winfried. Handbook of Semiotics. Indiana : University Press, 1990, hal. 435 dan 447. 381 Simbol padma sebagai lambang theosofi Loji Padma yang diyakini oleh Ayahnya, dan memiliki perpustakaan terbaik di kotanya yang sering dikunjungi Soekarno Muda. Di awal menjabat Presiden, Soekarno menggubah artifak dengan unsur padma sebagai ornamennya. Periksa Bung Karno Sang Arsitek karya Yuke Ardhiati, 2005.
158
perhatian pada yang dituju. Dibalik itu terdapat misteri yang sulit dipecahkan
secara ilmiah, disetarakan intuisi -intuition382.
Konsep Tugu Nasional sebagai Pengagungan kelaki-lakian383 yang
divisualisasikan oleh Arsitek Soedarsono digubah secara konsultatif kepada
Soekarno hingga memperoleh acc Soek sebagai tanda persetujuan. Ketika sketsa
RM Soedarsono384 dan sketsa Tim Pemenang Ketiga 1960385 disandingkan
serta dipertalikan dengan kontroversi pribadi Arsitek Silaban terkandung
dalam diary-nya386 maupun pidato Soekarno387.Disimpulkan bahwa rancangan
Tugu Nasional merupakan pengembangan rancangan karya Tim Arsitek ITB
Bandung. Oleh Sjaiful Arifin, diutarakan bahwa rancangannya berwujud obelisk
segi empat dengan afgeknotte pada Cawan, terilhami karya Oscar Niermier yang
menjadi idola arsitek masa itu. Tim A merancang obelisk bersudut lima tanpa
Cawan afgeknotte. Hal ini semula bertentangan dengan idealisasi Soekarno yang
terilhami lingga vivere sebagai peng-Agung-an Kelaki-lakian yang menggapai bintang
382 Davies,Robby (ed).Intuition: The Inside Story. Interdisiplinary Perspectives.New York: Routledge, 1997, hal. xi 383 Pidato Presiden.Pertemuan dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional di Istana Negara Djakarta 27 Djuni 1960. 384 Sejumlah Dokumen Pribadi Arsitek RM Soedarsono berupa sketsa, surat, memoir, foto, yang dipinjamkan oleh Keluarganya selama masa penelitian 2010-2011. 385 Berdasar sketsa Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi, 2011. Mewakili Tim Arsitek dari Mahasiswa ITB Bandung menunjukkan kesamaan spirit dengan gubahan Tugu Nasional yang sekarang ini berdiri. 386Sejumlah copy dokumen pribadi Arsitek F Silaban berupa diary dan foto karya yang dipinjamkan oleh Keluarga F Silaban dan MAan selama masa penelitian 2010-2011. 387Soekarno.Pidato Presiden.Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.
159
dilangit388. Ide Linggam dan Yoni389 oleh Soedarsono diperhalus menjadi konsep
alu dan lumpang sepasang penumbuk padi di Jawa. Akibat penghalusan itu
sosok alu- lumpang bahkan tidak dikenali lagi.
Pembubuhan tanda acc Soek di atas usulan Soedarsono berdasar
pengembangan sketsa Tim Arsitek Mahasiswa ITB, menunjukkan tindakan
akomodatif Soekarno terhadap generasi muda sekaligus inkonsistensi atas
idealisasi awal konsep lingga-levering berupa tiang cagak. Diterimanya konsep
obelisk dan afgeknotte oleh Soekarno karena universalitas yang dimiliki kedua
artifak itu sebagai tengaran peradaban di Mancanegara.
Dalam proses memutu perancangan Soekarno menambahkan
rancangan yang mengubah signifikan, berupa liukan plastis pada afgeknotte dan
mahkota sekaligus penutup ruang mesin lift yang dinamai Lidah Api
Kemerdekaan. Idealisme Pengagungan Kelaki-lakian memperoleh kristalisasi
melalui penggalian universalitas obelisk dan liukan pada badan cawan yanng
berupa piramida terbalik/ afgeknotte dan sosok Lidah Api sebagai mahkota tugu
sehingga mengubah kelaziman form sebuah obelisk dan afgeknotte sebagai
dekonstruksi Soekarno yatas kemapanan berdasar dorongan hasrat untuk
tampil beda yang disebut difference sebagai pencarian identitas yang diiringi
kreativitas dan inovasi rancangan.
388Soekarno. Pidato Presiden.Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara, 27 Djuni 1960. 389 Linggam dan Yoni sebagai simbol kesuburan dalam budaya Jawa Kuno distilirisasi dari bentuk alat reproduksi pria dan wanita. Relief linggam – yoni dapat disaksikan di sekitar Candi Sukuh Jawa Tengah.
160
Kehadiran Lidah Api merupakan artifak tambahan, karena tidak
termasuk dalam Term of Reference Sayembara Tugu Nasional 1960, karena
merupakan keinginan Soekarno yang saat itu sempat ditentang oleh peserta
sayembara390 karena dianggap kurang sesuai dengan visualisasi ‗cita-cita
menggapai bintang di langit.‘ Adanya Lidah Api seolah-olah menyumbat Tugu
Nasional yang menjulang ke angkasa dan bercitra modern itu. Akan tetapi
Lidah Api - dian nan tak kunjung padam tetap dilaksanakan sebagai sikap otoriter
dan keteguhan Soekarno sebagai Sang Penguasa.
Visualisasi Lidah Api yang menguncup ke atas merupakan solusi
estetik bagi ketidaksempurnaan paras atas tugu. Memberi ciri ke-Indonesia-an
menyerupai ‗peci‘ penutup kepala pria Indonesia. Disayankan gerak dinamis
sosok Lidah Api kurang menunjukkan gerak dinamis obor, sehingga
menyerupai sosok patung realis di puncak atas sebuah Arsitektur Modern.
Lidah Api sebagai sosok yang semula belum terpikirkan oleh Soekarno di awal
sayembara, tampil sebagai rancangan ‗dadakan‘ Soekarno dikatakan sebagai
kristalisasi ke-Agung-an Tugu Nasional. Sosok Lidah Api yang menyerupai
karya seni patung di atas landasan telah berperan ganda sebagai mahkota
bercita rasa seni dengan keempat sisinya yang berbeda menyerupai seni
patung, sekaligus pelindung arsitektural ruang mesin lift. Keabadian Sang
Mahkota kini sedang mengalami ujian jaman diusianya ke 50 tahun. Sosoknya
perunggu dilapisi emas 22 karat itu sudah menampakkan penurunan kualitas.
390 Seperti yang diceriterakan oleh Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi K, Tim Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional Kedua 1960, 2011.
161
Merujuk penelitian Soediono391 terdapat faktor inheren dari bahan
utamanya sebagai logam campuran tembaga (Cu), timah putih (Sn), dan timah
hitam (Pb) yang beroksidasi secara berbeda. Timah putih (Sn) dan hitam (Pb)
yang mengalami korosi lebih dahulu akan menyerang permukaan Lidah Api
terutama profil cekungan yang tampias oleh air hujan. Faktor eksteren yang
berasal dari luar Lidah Api berupa getaran mesin lift dan kehadiran
pengunjung yang melebihi batas menyebabkan perenggangan pada sambungan
pembentuk Lidah Api sehingga dimasuki air hujan.
Selain itu terdapat faktor fisis; debu, kotoran, sinar matahari, angin,
air hujan dan kelembaban udara yang tinggi yang merusak lapisan pelindung
dan penipisan lapisan-emas permukaan Lidah Api menyebabkannya kusam.
Adanya Faktor Chemis; berupa gas-gas pencemar yang terdapat dalam udara
dan aerosol seperti CO, SO2, NOx dan H2S dan jenis asam seperti HCL,
H2CO3, HNO3 dan H SO4 jika bereaksi dengan permukaan Lidah Api yang
telah terkelupas lapisan emasnya, membentuk basil korosi. Termasuk adanya
Vandalisme berupa coret-coretan menggunakan alat yang tajam menyebabkan
tergoresnya lapisan emas yang mempercepat proses korosi. Tidak dilupakan
adanya Faktor Lingkungan Udara berupa Pollutan Bahan Pencemar Udara
berupa gas, aerosol, air hujan, sinar matahari, dan aliran udara –angin. Berdasar
data di atas, tampaklah bahwa peran Lidah Api menyerupai karya seni patung
logam yang bertumpu di atas bangunan puncak arsitektur modern
memerlukan perlakuan khusus. Selama ini Lidah Api Kemerdekaan mengandung
peran sebagai figures, form – sebuah perwujudan kebanggaan, sebagai wadah
yang merepresentasi Ibu-perawat yang feminine sekaligus obyek penerima
391 Soediono dan Arfian.Faktor Interen dan Ektern sebagai Penyebab Kerusakan Lidah Api Monas dalam Amerta No.14 1993/1994 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, hal. 26
162
isi muatan-receptacle, pembawa-tanda/jejak-imprint bearer merepresentasi
semangat keabadian sebagai manifestasi dian nan tak pernah padam.
Mitologi Yunani-Romawi memiliki karakteristik museum yang
direpresentasi oleh kehadiran sembilan muse392yaitu Dewi-Dewi mitologi yang
‗dihadirkan‘ secara simbolis untuk menginspirasi penciptaan rasa seni yaitu: a)
Calliope dengan puisi epik, b) Clio dalam lambang scrolls, c) Erato dengan lyre
dan puisi cinta, d)Euterpe dengan elegy dengan alat music sejenis flute, e)
Melpomene dengan topeng tragedi, f) Polyhymnia dengan hymne dan veil, g)
Terpsichore dengan tarian dan lyre, h) Thalia dengan topeng comic, dan i) Urania
dengan bola bumi dan kompas. Simbol serupa muse tidak ditemukan di Tugu
Nasional, akan tetapi melalui kesepadanan jiwa keruangannya. Nuanasa Dewi
Calliope dan Clio hadir melalui epic Teks Proklamasi. Hymne Padamu Negeri
merepresentasi spirit Dewi Polyhymnia dan Euterpe. Aura Dewi Melpomene dan
Thalia hadir dalam spirit diorama. Dewi Urania dalam relief wilayah kepulauan,
dan Terpsichore dalam liukan Lidah Api.Idealnya, untuk menghadirkan ke-
Indonesia-an, unsur khas tradisi Indonesia seperti tembang, kidung, seruling,
gendang yang layak diunggulkan untuk mengisi dimensi keempat dari Tugu
Nasional ini. Ketiadaannya menunujukkan tiada lagi intervensi serta kurangnya
kepekaan di saat mengisi jiwa Tugu Nasional paska Soekarno wafat.
392 Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom: Penguin Books, 1972, hal. 31.
Simak Hardjapamekas.Sekelumit Mitologi Yunani,Dewa-Dewi dan Para Pahlawan Yunani. Bandung: Mandar Maju, 2007 dan Wikipedia, the free encyclopedia_muse_19 September 2011 menyebutkan ada tujuh atau sembilan Dewi.
163
Jejak Dramaturgis di Kawasan Tugu Nasional ditampakkan melalui
sekuen arus pengunjung melalui tanda-tanda visual berselaras dengan drama of
juxtaposition Cullen393 dan Rossi: Arsitektur sebagai panggung teater. Dampak
emosional dinamai serial vision, berupa gerak, cahaya dan tekstur dengan cara
mengarahkan, keragaman pemandangan, mengantisipasi perbedaan audiens,
salah satunya berupa ‗keterkejutan‘ ketika mencapai Puncak Tugu. Jejak
Dramaturgis pada Tugu Nasional digubah melalui keragaman suasana dan
visual berdasar skenario narasi-storytelling tentang ke-Indonesia394untuk
memberi atmosfir yang menyenangkan seraya memahami pesan Kebesaran
Indonesia, seperti yang tersaji pada diorama di MuseumSejarah Nasional.
Ketika ‗teks‖ draaiboeken395 sebagai panduan pembuatan diorama
dipersandingkan dengan scenario sandiwara tonil karya Soekarno396.
393 Ibid., hal. 102-103 394 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 337-351. 395Draaiboeken yaitu buku paduan Laporan Lengkap, Lukisan Sedjarah Visuil Museum Sedjarah Tugu Nasional yang diterbitkan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional tanggal 1 Agustus 1964, berupa 40 adegan sejarah lengkap dengan diskripsi dan historiografi seri A, B1,B2 dan C. Kemudian pada tahun 1970 diterbitkan buku Usul Tambahan Adegan sebanyak 48 adegan seperti yang kini tersaji di Museum Sejarah saat ini, di luar 3 kotak diorama yang berada di tengah hall. 396 Sedikitnya tujuh naskah dari Ende, 1) Rahasia Gelimutu, 2) Rendo, 3) Julagubi, 4) Dokter Syaitan, 5) Aero Dinamit, 6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, 7) Anak Haram Djadah. Dan lima karya di Bengkulu berjudul; (1) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (2) Chungking-Djakarta, (3) Koetkoetbi, (4) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (5) Hantoe Goenoeng Boengkoek.
164
Berdasar tiga analisis peradaban radiant axes397 dapat terungkap jejak
kepribadian Penguasa sebagai alam tak sadar yang tertelusuri melalui ide bentuk
arketipe yang ditinggalkannya. Gagasan Kristeva398 yang mengupas teori
represi dalam pengasingan yang merefleksi Soekarno di masa pembuangan,
dan untuk mengungkapkan hasrat luar biasa dari Soekarno merujuk teori
Jacques Lacan399. Adapun korelasi karakteristik dramaturgis dalam jejak
arsitektur Tugu Nasional dengan Soekarno sebagai aktor sentralnya ditelusur
melalui Teori Representasi Diri gagasan Erving Goffman.
Di antara arketipe kepribadian Jung, Persona memiliki kesesuaian
dengan yang apa ditunjukkan Soekarno sebagai Sang Penguasa. Persona
mewakili citra publik, berdekatan dengan kata Latin masker. Persona adalah
topeng yang ditempatkan sebelum pemiliknya menunjukkan diri ke dunia
luar.Upaya-upaya yang dilakukannya berupa pengelolaan kesan baik agar dapat
diterima masyarakat. Unsur menonjol Persona berupa enflanted ego400 sebagai
ekspansi kepribadian yang melampaui batas yang melahirkan rasa kebanggaan
diri yang berlebih-lebihan untuk mengimbangi perasaan rendah diri, yang juga
terdapat dalam diri Sang Penguasa seperti Jenghis Khan, Napoleon Bonaparte,
dan Adolf Hitler.Soekarno Muda mengagumi Jenghis Khan401 sebagai manusia
hebat dan belum tertandingi di dunia, dan tokoh Napoleon dinilai Soekarno
lebih jenial dibandingkan sosok Hitler sebagai Penjiplak ulung dari Sang Khan.
Bahkan konsep―Mein Kampf‖ dinilai menjiplak Khan yang hadir terlebih
397Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989. 398 Kristeva, Julia. Revolution in Poetic Language, 1941. New York: Columbia University Press. 1984. 399 Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst:University of Massachusetts Press.1991, h. 108. 400 Ibid. 401 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965, hal. 605.
165
dahulu. Kecaman Soekarno juga ditujukan kepada sepak terjang Hitler melalui
risalah Djerman Versus Rusia Rusia Versus Djerman! dan Batu Udjian Sedjarah402.
Hal menonjol dalam Enflanted Ego Soekarno adalah dalam melakukan invansi.
Jenghis Khan dan Napoleon meluaskan ruang jelajahnya melalui
invansi fisik teritorial, sedangkan Soekarno melalui kekuatan diplomasinya
melalui Prakarsa Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955, mengusulkan The New
Emerging Forces bahkan mengusulkan Pancasila sebagai dasar Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa403.Akan tetapi dibalik kecaman Soekarno terhadap
Hitler sebagai Sang Penjiplak Ulung secara tidak disadari oleh Soekarno dirinya
sendiri bahkan menyerupai cara berbusana dan atribut kemiliteran serta gaya
orasinya. Bila Istana Versailles didirikan oleh Napoleon yang diawali dari
pondok berburunya di Versailles sebagai pusat teritorinya, termasuk Hindia
Belanda, maka Soekarno menggubah kebesaran Indonesia dengan cara
menarik lingkaran ke arah luar dari pusat catuspatha di kawasan sisa
Kemaharajaan untuk dipancarkan ke seluruh dunia.
Enflanted ego dalam diri Soekaro telah mendorongnya untuk
merancang keruangan yang bersifat ‗ter‘: terbaik, terbesar, tertinggi, termegah,
terindah, terkemuka, terkenang, sekaligus ter-abadi melalui ‗Projek
Mercusuar‘. Bahkan, menjelang kejatuhannya politiknya tahun 1966, sikap
serupa masih tersurat. Di hadapan Sidang DPR-GR404 Soekarno
menyampaikan keinginannya membangun gedung Parlemen termegah di
negeri ini.
402 Ibid., hal. 515-530. 403 Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta:Grasindo.2001,hal. 223. 404 Soekarno.Pidato Presiden Soekarno Pada Pembukaan Sidang DPR-GR Tahun 1966-1967 di Gedung DPR-GR Senayan Jakarta, 16 Agustus 1966.
166
Stempel pribadi Soekarno sebagai manusia megalomania digencarkan
oleh media mancanegara di saat berlangsungnya gaung Nation Building dalam
menggubah karya arsitektur megah dan besar-besaran sebagai sikap berlebih-
lebihan. Meski sangat geram, akan tetapi hasrat mewujudkan obsesi kebesaran
demikian kuat, menjadikan Soekarno mampu mengendalikan diri agar Proyek
Mercusuar terwujud.Hasrat luar biasa itu menjadikan idealisme menjadi
kenyataan menyerupai katarsis bagi Soekarno. Menyerupai sebuah ‗perayaan‘
sebagai pemuasan diri dari selubung kelam yang pernah melingkupi kehidupan
di masa lalunya, bersesuaian dengan pengutaraannya kepada Adams405.
Megalomania yang melingkupi Soekarno untuk memberi Kebesaran Bangsa,
sekaligus untuk menyelimuti keterhinaannya sebagai bumiputera yang dipenjara
dan dibuang ke tempat terpencil di masa Hindia Belanda, dialihkannya dengan
membaca di perpustakaan Theosofi di Surabaya406:
Megalomania merujuk Jung407 ditampakkan oleh mimpi-mimpi
seseorang yang beramah-tamah dengan tokoh-tokoh Agung dalam sejarah
seperti Napoleon dan Iskandar Agung. Sebagai fantasi yang ditimbulkan oleh
rendah diri kompleks yang berlangsung pula dalam diri Soekarno secara unik.
Rasa rendah diri sebagai bumiputera diimbanginya dengan membaca pustaka
‗orang-orang besar‘. Cara Soekarno merepresi rasa rendah diri mengantarnya
sebagai politikus yang disegani dan bahkan menjadi Presiden. Ketika legitimasi
sebagai Presiden dimilikinya, puja-puji dan kecintaan rakyat kepadanya
memperbesar hasratnya menggapai kebesaran secara berlebih-lebihan
menyandingi kemasyuran Napoleon dan Jenghis Khan.
405 Adams, Cindy.2000, hal. 50. 406 Ibid. hal. 53. 407 Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan
Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989, hal. 91-92.
167
Memuliakan kosmos terutama matahari telah menjadi kelaziman di
belahan bumi Timur. Di Mesir disebut Dewa Ra, atau Dewa Matahari di
Jepang. Masyarakat Indonesia di masa perjuangan juga menyanyikan lagu di
Timur Matahari sebagai ekspresi pengagungan kosmos. Terbitnya matahari oleh
masyarakat Timur dinantikan dengan suka cita sebagai sebuah harapan
kehidupan yang baru.Jejak peradaban Radiant Axes juga memancarkan daya
pesona yang dimiliki Soekarno sejak masa remajanya. Kelahirannya yang
berada di ambang fajar matahari terbit menjadikannya disebut Putera Sang
Fajar408. Sejumlah karikatur selalu menempatkan ‗simbol matahari‘ sebagai
latarnya antara lain; Hung Hung Hung409, Djenderal Van Heutze, Keamanan
Oemoem, dan Selamanya Ketakutan. Secara jenaka Soekarno mengeritik
pemerintah Kolonial.
Arah Timur sebagai orientasi di Ruang Kemerdekaan menandai ruang
terpenting di Tugu Nasional, ditunjukkan oleh kehadiran aksara Teks
Proklamasi dalam ukuran gigantis. Penasbihan Timur sebagai arah yang utama
untuk melintasi ruang penting itu tidak terlepas dari pengagungan terhadap
kosmos. Pancaran sinar matahari serta arah Timur yang mengilhami orientasi
keruangan Soekarno lekat dengan kosmologi Jawa yang menyebut : wetan
sebagai simbol harapan dan kemerdekaan. Pancaran sinar matahari yang
disebut symbol rays itu ternyata merepresentasi daya pesona pribadi Soekarno
yang memancar ke segala arah kelak di saat dirinya sebagai Sang Penguasa.
408 Adams, 2000, hal. 24. 409 Karikatur-karikatur dibuat sekitar 1932-1933 disaat Soekarno berusia 20-an. sumber DBR Jilid I, 1965.
168
Dorongan alam bawah sadar arketipe Persona yang mengandung
enflanted ego dan narsisme yang berpuncak pada megalomania yang menikmati
puja-pujian itu secara tidak disadari juga mengandung hasrat untuk dikenang,
yang cenderung kearah cara-cara keabadian. Jejak keabadian dalam diri
Soekarno ditampakkan dengan teramat jelas pada Tugu Nasional di awal
rancangannya. Pengutaraan keinginan agar Tugu Nasional dapat tersaksikan
1000 tahun lagi dari tahun 1960 saat itu, merefleksi hasrat keabadian
Soekarno.Terlebih disaat mengamanahkan rekaman suara dirinya mengulang
pembacaan Teks Proklamasi untuk diperdengarkan di Ruang Kemerdekaan.
Realitas kehidupan merujuk pandangan Dunia Jawa menyerupai
siklus metu-manten- mati atau lahir -tumbuh - mati dimaknai dengan ritual
tertentu agar memperoleh keselarasan hidup. Mempercayai kesementaraan
hidup di dunia, dan keabadian melalui cara manunggaling Kawula-Gusti dengan
memelihara kosmos. Arsitektur sebagai mimesis kosmos juga mengalami siklus
lahir-tumbuh-mati. Tugu Nasional yang didahului proses memutu juga menyandang
konsep keabadian 1.000 tahun dari Sang Penguasa yang ditegaskan sejak awal
Sayembara Kedua Tugu Nasional 1960410. Terdapat dua konsep keabadian
yaitu melalui materialnya, dan Kedua melalui immaterial, yaitu energi suara
Soekarno dan pengabadian jiwa Proklamasi melalui atribut kemerdekaan.411:
Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksara-aksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu itu…
410 Soekarno, 27 Juni 1960, hal.5. 411 Ibid.
169
Keabadian fase pertama Tugu Nasional telah terlampaui yaitu di saat
genap 50 tahun sejak pemancangan tahun 1960 merujuk SNI-03-1726-2002412
yang mengatakan minimal usia bangunan itu setara dengan 10% periode ulang
Gempa Rencana yaitu 500 tahun. Disimpulkan bahwa arsitektur Tugu
Nasional dirancang menyerupai karakteristik Khora sebagai sesuatu yang abadi.
Dalam karya ini diungkap konsep teritori melalui frase suara Soekarno
di saat Teks Proklamasi dibacakan tepat pada 17 Agustus 1945 adalah gaung
suara Pemuda Soekarno yang memproklamasikan Indonesia dengan wilayah
sejumlah delapan provinsi. Ketika di Ruang Kemerdekaan diperdengarkan
kembali suara Soekarno dengan redaksional yang sama, yang terjadi bukan lagi
dibacakan oleh Pemuda Soekarno melainkan Paduka Jang Mulia Presiden Republik
Indonesia atau Sabda Pandhito Ratu menandai teritori ke-Indonesia-an melalui energi
suara. Siapapun Anak Bangsa yang mendengarkannya dipastikan mengakui
lingkup Indonesia dari Sabang Sampai Merauke.
Merujuk Moore413, teritori dan teritorialitas menunjukkan perilaku
seseorang yang ingin berbuat menurut kehendak menyatakan ciri, memiliki
dan bertahan, yang memiliki lima ciri; memuat daerah ruang, dikuasai, dimiliki,
memuaskan beberapa kebutuhan, ditandai secara konkrit atau simbolik; dan
orang akan mempertahankannya atau setidak-tidaknya merasa tidak senang
bila teritori mereka dilanggar dengan cara apapun oleh pengacau. Ini
menunjukkan kelaziman menyatakan teritori secara fisik. Rekaman suara
Soekarno menunjukkan state of the art dalam pengukuhan teritori berupa suara
langsung Sang Penguasa, melampaui pencapaian yang diperoleh susastra Jawa.
412 Standar Perencanaan Tahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726 -2002. 413 Moore, Gary T. Pengkajian Lingkungan-Perilaku dalam Snyder, James C. & Catanese, Anthony J (ed). Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 88.
170
Resonansi suara Soekarno menggambarkan keluasan teritori
Indonesia tanpa menunjukkan hal fisik menyerupai Khora merujuk gagasan
Gomez sebagai ruang pengakuan -space of recognition414, telah menandai adanya
metafisika kehadiran - presence Sang Penguasa sebagai pesan kosmik
‗pernyataan yang sakral di tempat yang sakral‘ yaitu di catuspatha ex. Champ de
Mars.Suara Proklamasi itu beresonansi ke seluruh ex. teritori Kemaharajaan
yang berabad-abad mengungkung Bangsa ini dengan kata: Merdeka !.
Merujuk Memory of The World415: Documentary heritage reflects the diversity of
languages, peoples and cultures. Warisan dokumenter yang mencerminkan
keragaman bahasa, masyarakat dan budaya sangat rentan, karena setiap hari,
bagian tak tergantikan dari memori ini menghilang untuk selamanya.
Oleh karena itu rekaman suara Soekarno merupakan warisan MOW-Memory of
the World merujuk Sedyawati416. Suara pembacaan Teks Proklamasi menjadi
warisan intangible ―ingatan bangsa‖ yang bermakna sebagai ―ingatan umat
manusia‖ menandai berakhirnya kolonialisme di Indonesia yang
dikumandangkan ke seluruh dunia. Ketika suara Sokarno membacakan
kembali Teks Proklamasi diperdengarkan, menjadi metafora kehadirannya di
Tugu Nasional di kekinian dan menjadi ―teks‘ metaphoric the presence of figure yaitu
ontologi kehadiran yang mengandung ke-Abadi-an yang dileburkan Soekarno
ke tubuh Tugu Nasional melalui material fisiknya sehingga suara Soekarno
menyatu dengan Tugu Nasional. Maka kehadiran Soekarno secara metafisik
414 Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez,
Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of Architecture.London Buffalo:McGill-Queen‘s University Press, 1994, hal. 8.
415 Memory of The World merupakan salah satu program Unesco untuk pelestarian. 416 Sedyawati, Edi & Purwa, Bambang Kaswanti.Kajian Subtansi Warisan Dokumenter: Budaya dalam Lokakarya MOW-Indonesia ―Revitalisasi intangible documentary heritage‖, 14-15 September 2096 di Arsip Nasional RI.
171
menjadi abadi sepanjang usia Tugu Nasional. Suara Soekarno merepresentasi
logosentrisme gagasan Ludwig Klages sebagai tradisi filsafat Barat yang
mengutamakan logo, kata atau tindakan berbicara. Diasumsikan obyek asli
yang tereduksi, karena itu kehadiran di dunia ini selalu dimediasi.
Tindakan Soekarno yang menginginkan pengucapan kembali Teks
Proklamasi melalui rekaman suaranya di RRI itu, melampaui cara-cara peng-
Abadi-an diri melalui materiil yang dilakukan oleh Penguasa Radiant Axes
sebelumnya seperti Faraoh di Mesir dan Lenin di Mauseleumnya dengan
membalsem diri. Soekarno melakukan keabadian immaterial melalui energi
‗suara‘ sebagai Ruang Keabadian yang dramatik namun sederhana,
memudahkan insan Indonesia mengenali Sabda-nya, melalui Teks Proklamasi
yang dilantunkannya secara puitis.
Teori presentasi-diri417 sebagai embrio teori interaksi simbolik disebut
sebagai pendekatan Dramaturgis merujuk gagasan Goffman yang berfokus
bagaimana ‗mereka‘ melakukannya. Dramaturgis yang berakar dari teori tentang
tindakan dari Weber418 menganggap tindakan bermakna sosial berdasarkan
makna subyektifnya sejauh diberikan individu atau individu-individu. Tindakan
itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorientasikan
melalui penampilannya419 melalui pengelolaan kesan- impression management
untuk menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Hal
sedemikian juga menyertai diri Soekarno, terutama pada ritual kenegaraan;
417 Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial lainnya.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 107. 418 Ibid., hal. 61. 419 Ibid., hal. 112.
172
Upacara HUT Kemerdekaan yang laras dengan dramaturgis420 . Cara-cara
Soekarno saat melakukan ritual kenegaraan bersesuaian pendekatan di atas,
mulai dari cara berbusana, atribut, cara berpidato, dan tata ruang yang
dipersiapkan seksama untuk menyertai ―diri‖nya sebagai Aktor Sentralnya.
Sejumlah Tugu menyerupai tiang cagak raksasa yang terbangun di
masa Soekarno menampakkan kemiripan rancangan. Menunjukkan sense, atau
rasa yang laras dengan style atau affinity yaitu kesamaan unsur ruang, massa
bangunan, bidang, dan sistim yang khas421. Keserupaan itu dilakukan
menyerupai pola tindakan yang tidak dapat dijelaskan secara rasional atau
logika, karena berkenaan dengan ‗rasa‘ dalam proses arstistik-kreatif. Sense
hanya dapat dijelaskan melalui filsafati sebagai inti pengalaman inderawi yang
berhubungan psike merujuk Freud sebagai ketidaksadaran adalah kondisi
prasadar sebagai lapisan antara pikiran sadar dan bawah sadar mengandung
makna untuk ditafsirkan.
Orang yang ‗tertindas‘ memiliki kenangan menyakitkan di alam
pikiran bawah sadar, direpresikannya ke dalam simbol-simbol menjadi bentuk
tertentu yang berkaitan dengan hasrat seksual yang terkandung di alam bawah
sadarnya. Artifak serupa tiang cagak yang menjadi sense Soekarno bila merujuk
Freud422 berkaitan dengan hasrat seksual karena sebagai simbol phallus alat
reproduksi laki-laki. Rancangan tugu, tiang, cagak, paku dudur, atau obelisk
420 Periksa lebih lanjut Irving Goffman dalam Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan tahun 1959. 421 IAI Jawa Barat.Sikap dan Pemikiran Suhartono Susilo. Arsitek & Pendidik. Bandung: Badan Sinfar IAI-Jabar. 1998, hal.56. 422 Berry, Ruth (Terj.) Freud. Seri Siapa Dia? Jakarta: Penerbit Erlangga.2001, hal. 41.
173
menyerupai phallus sebagai representasi ketidaksadaran dorongan seksual yang
direpresi. Hal demikian berbeda dengan arti seruan Soekarno423 untuk
menggubah Tugu sebagai Peng-Agung-an Kelaki-lakian untuk menggapai bintang di
langit:
… adalah pengagungan kelaki-lakian, lingga-verering. Pengagungan kelaki-lakian, bahkan manusia itu di dalam bahasa sebagian daripada bahasa Indonesia, dinamakan tiang. Tiang Djawi, tiang Sunda; tiang = tjagak. Nah, Tugu mempunyai begrip pula Saudara-saudara, pengertian mendjulang ke langit dan pada asalnja adalah pengagungan kelaki-lakian. Linggam atau Lingga-verering, ini mengenai mistik kita di zaman dahulu, tetapi di dalam zaman kita sekarang inipun, mengenai penglukisan daripada revolusi Indonesia itu, sebagai tadi saja katakan, adalah laksana satu ―greep naar de sterren‖ hendak memegang bintang mendjulang mentjapai bintang di langit.
Sehimpunan rancangan serupa phallus itu bukan sekedar sublimasi
libido Soekarno belaka, tetapi juga pengungkapan Soekarno atas sikap heriok
kelaki-lakian sebagai ungkapan budaya patriakal yang dominan di Indonesia.
Tugu bernuansa phallus yang ditancapkan di catuspatha ke dasar bumi
melambangkan kewilayahan yang dikuasainya. Mengingatkan sikap Kepala Suku
primitive di saat mempertunjukkan penguasaan atas sebuah wilayah. Soekarno
diibaratkan Kepala Suku yang menancapkan simbol teritorialitasnya demi
menjangkau cita-cita yang lebih tinggi.
Dengan menempatkan melalui cara demikian, ternyata mampu
menghadirkan karya Arsitektur yang memancarkan kemegahan dan
keagungan. Dibalik tindakan mempertunjukkan kemegahan itu Soekarno
sekaligus menutupi keterhinaan sebagai Bangsa yang baru lepas dari
penjajahan yang tertinggal jauh dari peradaban melalui cara menorehi tanda
423Soekarno.27 Djuni 1960.
174
silang ganda (X) dan (+) di situs ex. Kemaharajaan untuk memulai Kebesaran
Indonesia dengan pemurnian lokasi.
Jejak Peng-Agung-an Kelaki-Lakian oleh Soekarno, sekaligus
mengungkap Pe-Mulia-an terhadap kaum wanitanya, menyerupai selip lidah
dalam ―teks‖. Tugu yang semula sebagai pengagungan kelaki-lakian yang
diartikan memberi ‗ruang‘ yang lebih istimewa kepada kaum lelaki. ‗Teks‖ itu
bertolak dari konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan seperti
harapannya melalui Sarinah424 yang ditulisnya tahun 1947 sebagai seruan bagi
kemajuan perempuan di Indonesia. Pengagungan kelaki-lakian dipertautkan
dengan kecenderungan Dualitis Jawa yaitu adanya ‗ruang‘ untuk memuliakan
eksistensi wanita Indonesia bukan melalui performa Tugu yang teraga, tetapi
melalui citra keindahan ornamentik yang tergambarkan di dalam Tugu
Nasional, berupa simbol dan warna keemasan dari Padma, Wijayakusuma, serta
gerak gemulai sosok Api Kemerdekaan. Pengagungan kelaki-lakian sebagai
simbol kekokohan yang melindungi kehalusan jiwa kewanitaan di dalam Tugu
Nasional.Dapat disimpulkan bahwa, seluruh ekspresi yang ditampilkan di
Kawasan Tugu Nasional, yang di awali oleh penorehan silang ganda dan
pemancangan sosok tugu di catuspatha ex. Kawasan itu menggambarkan
idealisasi kemegahan gagasan Soekarno bagi Indonesia yang tidak terlepas dari
hasrat dramaturgisnya yang disajikan dalam bagan sekuen Arsitektur Drama.
Pengalaman indrawi yang dipertautkan keterhubungannya dengan
―teks‖ secara historikal, menunjukkan adanya kemunculan karya arsitektur
yang memiliki esensi mempergelarkan sebagai perluasan arti origin kata
424 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: Toko Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 249.
175
―panggung‖425 disebut calculus of meaning426. Kehadiran arsitektur yang dinamai
―Arsitektur Panggung‖ ini memiliki karakteristik khora sebagai wadah
pembawa tanda/jejak – imprint bearer berupa ideologi Sang Penguasa.
Kehadiran ―Arsitektur Panggung‖ sebagai konsep khora dengan karya-karya
arsitektur yang bersifat konkret-individual terbedakan oleh material kultur-nya.
―Arsitektur Panggung‖ merupakan ruh dari skenario ideologis yang
ditanamkan Penguasa sebelum kehadiran karya arsitektur secara mewujud. Oleh
karena ideologi yang ditanamkan Soekarno pada Tugu Nasional adalah ruang
ideal ke-Indonesia-an, maka ―Arsitektur Panggung‖ yang hadir diberi sebutan
―Panggung Indonesia‖.
425 Arti ―panggung‖ telah diutarakan dalam terminologi, dari akar kata gung artinya gedhe-besar diberi awalan pa terjadi nasalisasi menjadi pa- agung-an atau panggonan sing agung –―panggung‖ -tempat yang agung. Merujuk kamus ―panggung‖ artinya pagelaran, pentas, platform, stand, teater dan tempat terbuka yang ditinggikan, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang dan sasana. 426 Calculus of meaning sebagai perluasan 'origin' dari makna merujuk etymology. Biasanya ada makna asal, namun kemudian muncul konotasi baru yang hadir i derivasi-derivasi untuk konteks tertentu yang semakin 'banyak' dan lazimnya agak 'menyimpang' dari makna asal.
176
Khora sebagai proses kehadiran arsitektur non-material merupakan
perluasan ranah arsitektur berdasar adanya ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai
ideologi Penguasa yang ditanamkan sejak proses kehadiran karya arsitektur.
Dalam kualitasnya sebagai form mewujud sebagai analogi ―arsitektur drama‖.
BAB ini akan mengungkap proses kehadiran Tugu Nasional yang didorong
oleh trilogi: hasrat, intervensi dan rasa seni sebagai pendorong visualisasi
arsitektur merujuk pengutaraan Gunawan Tjahjono, Michael Hays, dan
Bernard Tschumi.Ditegaskan oleh Tjahjono, visualisasi tersebut didorong oleh
hasrat pernyatakan citra diri untuk mewariskannya. Ketiga gagasan pakar
Arsitektur dihimpun berdasar hal-hal metafisik seperti gagasan, konsep, sketsa,
memoar Soekarno sebagai Penguasa termasuk aktor pendukungnya; Arsitek,
Ahli Struktur dan Seniman yang terlibat. Trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni
Soekarno yang menyertai proses kehadiran Tugu Nasional ditampakkan oleh,
a) hasrat yang besar dalam proses rancangan sehingga terjadi dua kali
sayembara, b) perubahan-perubahan rancangan sejak proses perancangan
bahkan pada pelaksanaan pembangunan, c) adanya rasa seni yang dilekatkan
dalam rancangan Tugu Nasional sekalipun mengundang kontroversi. Trilogi
hasrat, intervensi dan rasa seni itu mencerminkan pernyataan Soekarno: ―De cultuur
van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖ - kebudajaan daripada
sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa427.
427 Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu
Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.
177
Pengutaraan Soekarno mempertunjukkan sikapnya sebagai
‖Pemimpin Besar Revolusi‖428 yang memiliki legitimasi dalam penciptaan
kebudayaan Indonesia, sekaligus menunjukkan karakteristik Khora sebagai
representasi Ibu-Perawat yang feminine. Menunjukkan dominasi ‗sebagai
penyedia tempat bagi sesuatu yang hadir untuk being‘ sekaligus menunjukkan
sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural yang selalu dalam proses
‗mengada‘, mengkualitas, memutu. Karakteristik Khora yang melingkupi ide
―Arsitektur Panggung‖ membuat perbedaan karena adanya kehadiran spectre Sang
Penguasa yang tidak ditemukan pada karya-karya arsitektural lazimnya. Dalam
konteks ini spectre Soekarno hadir secara transedental.
―Arsitektur Panggung‖ dengan kehadiran spectre Penguasa juga terjadi
pada Hitler ketika menggaungkan ideologi NSDAP; stability, order, tradition in
art429 serta menyebutnya Führer dalam perannya sebagai Vorsitzender - Ketua
dari NSDAP. Hal serupa juga ditunjukkan Joseph Stalin dengan ideologi
Realisme Sosialist ketika menggaungkan gaya Gothic Stalinis. Dalam sebutannya
―Sang Pemimpin Besar Revolusi‖ peran Soekarno demikian menonjol dalam
proses kehadiran ―Arsitektur Mercusuar‖ terutama pada Tugu Nasional.
Bahkan peran Soekarno telah melampaui tugas-tugas kenegaraan, karena telah
memerankan diri selayaknya ―Arsitek‖ dengan bekal penguasaan teknis,
teknologi serta rasa seni yang dimilikinya. Dapat dikatakan trilogi hasrat,
intervensi dan rasa seni yang melingkupi Soekarno telah berperan sentral dalam
proses kehadiran karya arsitektur Tugu Nasional.
428Sebutan ―Pemimpin Besar Revolusi‖ oleh Soekarno kepada dirinya sendiri, terjadi setelah Dekrit Presiden 5Juli 1959. Segera sesudah itu, kata ‖Revolusi‖ (ditulis dengan ‖R‖) berkembang jadi kata yang sakti: ia bisa menggetarkan, ia bisa menggugah, ia menghalalkan atau membabat apa saja yang dikehendaki sang penafsir. Sang penafsir tentu saja sang ‖Pemimpin Besar Revolusi‖, dan itu adalah Bung Karno. Dituliskan oleh Goenawan Mohamad 5 Juli 2006. 429 Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 91.
178
Menilik kesejarahannya perancangan Tugu Nasional mengalami dua
kali sayembara yaitu tahun 1955 dan 1960. Sayembara tahun 1956 hanya
menghasilkan satu pemenang Kedua, yaitu Arsitek Silaban, dan Sayembara
tahun 1960 menghasilkan dua regu Pemenang Ketiga yang terdiri atas
mahasiswa-mahasiswa arsitektur dari ITB Bandung. Karya keduanya tidak
serta merta menjadi rancangan yang siap untuk dibangun, karena Soekarno
belum memberi persetujuan, sampai akhirnya Soekarno mengambil sikap
kompromi desain karena tidak ingin memperoleh kegagalan yang akan
berdampak tertundanya kehadiran Tugu Nasional. Proses yang berlangsung
menyerupai Khora, sebagai proses becoming ‗menjadi‘ yang mendahului
rancangan Tugu Nasional. Sejumlah ―teks‖ dipertautkan serta dimaknai secara
hermeneutik-interpretatif untuk merajut pengungkapan proses kehadiran Tugu
Nasional. Frase yang menunjukkan keinginan Soekarno sebagaimana
pengutaraan Tjahjono, bahwa ‗arsitektur hadir berkat dorongan hasrat
menurunkan citra diri‘ ditemukan sebagai pidato Soekarno di awal Sayembara
Kedua Rancangan Tugu Nasional 1960430:
―…Kita harus pula mempunjai tanda pula daripada kebesaran bangsa Indonesia, tanda pula, lambang pula daripada tekad bangsa Indonesia untuk – dalam peribahasa overdrachtelijk – bangsa jang ingin mendjulang, menangkap, nggajuk bintang di langit.
Pernyataan di atas menunjukkan pentingnya kehadiran Tugu Nasional
sebagai Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia, maka sayembara yang keduapun
430 Soekarno, 27 Djuni 1960, hal.9.
179
digelar pada 10 Mei 1960 – 15 Oktober 1960431 sebagai jalan mengatasi
kebuntuan pada sayembara pertama 17 Februari 1955-Mei 1956.
Apakah yang melatari sayembara tersebut dan mengapa harus
dilakukan sayembara ulangan? Untuk mendeskripsikan situasi di saat
sayembara berlangsung akan didahului oleh proses artistik atau proses becoming
mewujudkan ‗gambar angan-angan‘ menjadi gambar perancangan yang
bersesuaian dengan metode kajian Khora. Melalui sejumlah dokumen pribadi
Arsitek Soedarsono432, Diary Arsitek Silaban, Memoar Pemenang Ketiga
Sayembara Tugu Nasional Kedua, Memoar dan Dokumen Seniman Edhi
Sunarso menjadi data kunci pengungkapan proses kehadiran Tugu Nasional.
Karir Soekarno sebagai Negarawan internasional dilalui usai
lawatannya ke berbagai mancanegara. Diawali ke Amerika Serikat433 yang
dilanjutkan ke Moskow434 pada 1956, seusai Sayembara Pertama Rancangan
Tugu Nasional 1955 yang dimenangkan Arsitek Silaban sebagai Pemenang
Kedua, dikarenakan panitia tidak menemukan rancangan unggulan. Soekarno
menyadari kegagalan tidak diperolehnya rancangan Tugu Nasional sesuai
ideliasasinya. Ketika berkesempatan melakukan muhibah selama 48 hari ke
mancanegara, Soekarno mengamati sedikitnya dua puluh kota yang memiliki
431 Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari Tugu Nasional dan juga Tertera pada label maket Tugu Nasional karya F Silaban untuk Sayembara Rancangan Tugu Nasional yang pertama. 432 Sejumlah dokumen pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh ahli warisnya memperkaya penelitian ini. 433 Soekarno, Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan Eropa. Djakarta: Rafica, 1956. 434 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow : Penerbit
Seni Lukis Negeri. 1956.
180
monumen megah yang mengesankannya antara lain di; Moskow, Sofia, New
Delhi, Rangoon, Mekah, Tien An Men, Bukares, Warsawa, Swerdlov,
Tasjkent, Washington, Mesir, Mexico, Angkara, Rabat, Marroko, Budapest,
Argentina, Rio de Janeiro. Sejumlah Tugu dan Monumen yang disaksikannya
menunjukkan universalitas form berupa tiang menjulang, skala besar, material
logam, serta dapat dipandang dari jarak jauh serta menggambarkan dinamika
modern. Pencerapan Soekarno tentang kehadiran tugu, disampaikan
dihadapan peserta Sayembara Kedua:435
Saja, saudara-saudara, telah melihat dunia; boleh dikatakan ¾ daripada permukaan bumi ini sudah saja lihat, sudah ―handjajah desa hamilang kori‖di negeri asing, tinggal beberapa jang belum saja kundjungi dan Insja Allah SWT nanti lain kali Insja Allah akan saja kundjungi pula. Di tiap-tiap Negara saja melihat bahwa ada monumennja, ada bangunannja jang menggambarkan djiwa daripada rakjatnja itu. Di Negara apapun, bahkan kadang-kadang saja menemui monumen-monumen jang dari djaman purbakala, seperti tatkala saja di India, di New Dhelhi, dekat New Delhi itu di sana ada tiang, tugu Acoka terbuat daripada perunggu Saudara-saudara, bukan terbuat dari kaju.
Penelusuran trilogi hasrat, intervensi dan rasa Soekarno proses kehadiran
Tugu Nasional sekaligus menyingkap aktor penggagas sekaligus konsepsi awal
dilaksanakannya sayembara rancangan Tugu Nasional yang sejauh ini
pengungkapannya kurang memadai. Ketiadaan Term of Reference sayembara
435 Disebutkan oleh Soekarno nama-nama kota di Mancanegara yang dikunjunginya. Simak Soekarno, 27 Djuni 1960, hal. 9.
181
tergantikan oleh adanya risalah Claire Holt dalam Melacak Jejak Perkembangan
Seni di Indonesia436 serta sejumlah dokumen pribadi Arsitek F Silaban437:
Rencana-rencana untuk sayembara desain dari Monumen Nasional (Tugu Nasional) di Jakarta diumumkan pada tahun 1955 oleh sebuah panitia yang dipimpin oleh Presiden. Spesifikasinya adalah, bahwa Monumen itu harus 64 meter tinggi untuk memperingati tahun 1945 (19+45=64), ketika Indonesia diproklamasikan. Banyak kelompok serta perorangan menyerahkan rencana tahun berikutnya, tetapi tak ada yang memenangkan persetujuan akhir dari juri. Setelah beberapa putaran lagi, sebuah rencana yang disetujui bersama ditetapkan.Pembangunan dimulai tahun 1961 dan mungkin diselesaikan pada tahun 1967 (buku aslinya dicetak tahun 1967)
Catatan Holt menunjukkan gairah masyarakat dalam mengikuti
sayembara untuk menanggapi ajakan Soekarno melalui Tim yang diketuai oleh
Sarwoko438. Kehadiran Sarwoko bahkan dikatakan sebagai pencetus ide. Atribut
pencetus ide tidak sebanding dengan penggagas dalam terminologi arsitektur.
Penggagas ide dalam arsitektur, memiliki sejumlah persyaratan pada Sang
Aktor yang disertai kemampuan teknis untuk mengupayakan sesuatu yang
dicetuskannya terwujud. Dituntut kristalisasi pemikiran runut yang tertuang
sebagai Konsep Perancangan. Sedangkan tidak demikian pengertian pencetus ide
yang dimaksud secara umum, yang seolah-olah dapat terjadi pada pribadi
manapun. Pencetus ide merupakan wacana di bawah tingkatan penggagas. Lebih
tepat dikatakan sebagai aspirasi Sarwoko yang tanggap akan kegandrungan
436 Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia) Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000, hal. 309. 437 Disalin di kediaman Jl. Salak Bogor atas ijin dari MAan sebagai pemegang otoritas dokumen warisan Arsitek F Silaban. 438 Sarwoko, saudara kandung Mr. Sartono, tim pembela Soekarno di pengadilan Kolonial tahun 1930 di Bandung. Oleh Sudiro dinyatakan Sarwoko adalah ‗pencetus gagasan‘ Tugu. Pendapat tersebut masih menjadi kontroversi hingga kini.
182
Soekarno439 dalam pendirian tugu dan monumen sebelum sayembara pertama
berlangsung. Aspirasi Sarwoko telah diapresiasi Soekarno dengan
menunjuknya sebagai Ketua Panitia Sayembara Tugu Nasional Pertama.
Ketika mengalami kebuntuan yang mendorong lahirnya Sayembara Kedua
menunjukkan gagasan Sang Penguasa yang lebih berperan.
Pernyataan Sudiro440 tentang peran Sarwoko sebagai pencetus ide
tugu yang disetarakan penggagas, bukan artinya meniadakan peran Soekarno.
Pernyataan itu menyerupai demystify441 terhadap sikap politik sentralistik
Soekarno untuk menunjukkan perasaan kurang nyamannya atas proses becoming
Tugu Nasional yang demikian panjang serta penuh kontroversi. Untuk itu
akan dipetakan proses kehadiran Tugu Nasional ini untuk menjawab siapakah
sebenarnya Sang Penggagas dan ―Arsitek‖.
Terhimpun sebanyak 51 karya, namun tak satupun dianggap layak
sebagai pemenang oleh Soekarno. Bahkan karya Frederich Silaban hanya
menduduki sebagai Pemenang Kedua. Merujuk dokumen pribadi Arsitek
Silaban442 disaksikan sebuah rancangan di catuspatha yang terbentuk oleh tanda
silang ganda (X) dan (+). Tugunya menjulang dengan paras menghadap Istana
Negara berupa lima pilar ritmis yang diakhiri oleh ornamen patung Garuda
439 Sebelum sayembara pertama Tugu Nasional digelar 1955, sedikitnya telah didirikan Tugu Pahlawan Surabaya 1951 dan Tugu Muda di Semarang 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953 dan Tugu Seguntang di Palembang 1954. 440 Sudiro. ―Kala itu….‖ Dalam Karya Jaya, oleh Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977,hal..103. 441demistify adalah upaya untuk menghapus sesuatu atau untuk menerangkan atau mengklarifikasi sesuatu. 442 Dokumentasi Karya Tugu Nasional dari F Silaban yangdireproduksi atas ijin dari mAan, di Jl Salak Bogor.
183
Pancasila pada puncak tugu. Rancangan itu berlokasi di pusat bundaran besar
dengan delapan jalan utama menyerupai rancangan Kota Ideal443 dengan pola
circle, polygon, trivium maupun polyvium menyerupai rancangan the City of Truth
kaya Bartolommeo Delbene pada 1609444. Pusat bundaran memencar lima
buah jalan dengan fasade bangunan bermahkota patung burung mengingatkan
ornamen Elang Swastika Hakenkreuz di Pavilion Jerman pada International
Exposition di Paris 1937.
Kesungguhan rancangan monumental bernafas modernitas Barat dari
Arsitek Silaban tampaknya mengabaikan nuansa ke-Indonesia-an serta
kedinamisan yang menjadi obsesi Soekarno. Kehadiran ornamentik patung
Garuda Pancasila sebagai mahkota bangunan tinggi tampaknya kurang
mempertimbangkan konsep ‗keterbacaan visual‘ agar keindahannya dapat
direpresentasi dari semua arah pandang. Berdasar jejak kepribadian Penguasa
pada pembahasan sebelumnya, rancangan Silaban dinilai kurang memenuhi
rasa seni Soekarno yang mengingini adanya unsur pesona ke-Indonesia-an,
serta sifat plastis-dinamis bagi Tugu Nasional. Berkat kesungguhannya, Arsitek
Silaban akhirnya diangkat sebagai Tim Juri Sayembara Kedua tahun 1960,
situasi itu menjadikan dirinya tak lagi diperkenankan mengikuti Sayembara.
Ketika Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua 1960 digelar
diketuai langsung oleh Soekarno445. Diikuti oleh sejumlah arsitek dan seniman.
Claire Holt kembali memberikan gambaran karya yang disajikan oleh peserta
443 Kostof, Spiro. The City as Diagram dalam The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History. London:Thames and Hudson. 1991,page 159. Rancangan klasik pusat kota merujuk hal serupa dijumpai di Piazza Del Popolo Roma sebagai konsep trivium. Bertolaknya tiga jalan ke atau dari suatu titik. Kota Berlin juga memperlihatkan circle dan trivium dinamai Rondell Plaza. Juga Washington DC dengan sumbu Mall of Washinton DC. Konsep trivium bertolak dari gedung Capitol ke White House, Lincoln Memorial dan Jefferson Memorial. 444 Ibid, hal.163. 445 Soekarno, 27 Djuni 1960.
184
melalui Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia446. Dicatatnya pelukis
Hendra mengikuti kedua sayembara, namun tidak memperoleh kemenangan:
Pada tahun 1956 Hendra terlibat sangat intensif dalam merancang sebuah versi kedua dari Monumen Nasional, karena rencana pertamanya gagal dalam kompetisi. Rencana dasarnya, bagian-bagian silang, serta model tanah liat menunjukkan sebuah pilar mengerucut yang tinggi dan berat yang melonjong menuju ke sebuah menara dan dihias dengan motif-motif yang menyala yang berhiasan banyak. Tugu itu tampil dari tengah-tengah sebuah dasar besar yang dibentuk seperti garis bentuk burung yang mengembang dari burung Garuda…. Ornamentasi dari pagarlangkan, serambi-serambi yang bertiang, serta sayap-sayap berundak mengumandangkan candi Jawa-Hindu, tetapi daripada makara pada akhir dari pegangan pada tangga, terdapatlah siput-siput yang anggun – menurut Hendra lambang-lambang dari kemelaratan.
Kesungguhan Hendra terhadap kedua sayembara itu, nampaknya
karya Hendra kurang mengenai sasaran ego Kemahabesaran yang melingkupi
kepribadian Soekarno melalui karyanya yang penuh simbol dan ornamen
namun mengabaikan keeleganan bangunan modern. Hendra dikenal sebagai
pimpinan Pelukis Rakyat di Yogyakarta bersama Sudjojono. Karya-karyanya
lekat terhadap keseharian alam lingkungan Yogyakarta yang dekat percandian,
sehingga karya Hendra lebih tepat dikatakan karya seni ekspresif dibandingkan
sebagai karya arsitektur.
446Holt, Claire. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia(Terj). Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000 hal. 309-335-336.
185
Sebuah diary - catatan harian Arsitek Silaban tanggal 30 Oktober
1960447 digambarkannya suasana rapat Tim Juri Sayembara Tugu Nasional
antara lain; Soekarno, Ir. Roosseno, PM Djuanda dan Silaban yang
memutuskan rancangan nomor 80 dan 81 akan memperoleh hadiah Ketiga
senilai Rp.5.000,- dan nomor 103 sebagai Pemenang Keempat memperoleh
Rp. 2.500,-. Rancangan 80 dan 81 adalah karya Tim Mahasiswa Arsitek dari
ITB dan peserta nomor 103 belum diketahui identitasnya. Selanjutnya,
Roosseno mengusulkan 3 atau 4 orang Arsitek terkemuka diberi opdracht
merancang bersama-sama - geza‘menlijk Tugu Nasional dimulai oleh Presiden
sendiri. Usulan itu tidak disetujui oleh Silaban, menurutnya dalam praktek
tidak mungkin berhasil kerjasama seperti itu. Kutipannya sbb448:
Bila Pemerintah / Presiden belum dapat memberi opdracht kepada satu orang arsitek, maka itu adalah suatu pertanda bahwa Indonesia belum memiliki seorang arsitek jang demikian besarnya dan sajapun berpendapat bahwa Indonesia belum mempunjai arsitek jang sanggup merencanakan Tugu nasional + Monumen Nasional jang kita idam-idamkan semua.
Dalam diari itu Silaban sempat mengusulkan kepada Presiden
Soekarno sebuah sketsa Tugu Nasional yang menggambarkan obelisk
sederhana yang menjulang setinggi 350 meter dan berlokasi di luar Kawasan
Lapangan Merdeka ditengah anlostrada - empat jalan simpang. Adanya
perbedaan antara sketsa Arsitek Silaban dalam diari-nya dengan wujud Tugu
Nasional, membuktikan bahwa bukan gagasan Silaban yang dikembangkan
447 Diary Arsitek Silaban, tanggal 30 Oktober 1960. 448 Ibid, tanggal 7 November 1960.
186
sebagai rancangan final Tugu Nasional. Hal tersebut bersesuaian dengan
pernyataan Arsitek Silaban melalui Riwayat Hidup Singkatnya yang tidak
menyebutkan dirinya sebagai Arsitek Tugu Nasional. Diari tinggalan Silaban
tersebut, selain mengungkap kekecewaannya terhadap keputusan final
Soekarno yang menginginkan adanya kompromi desain, juga merefleksi
sindiran halus atas pelaksanaan kedua sayembara Tugu Nasional. Di salah satu
diari-nya, Silaban menuliskan bahwa karya arsitektur yang besar seperti Taj
Mahal, Pyramid dan Cheops, St Pieter, Balai Kota Stocholm dan sebagainya ‗tidak
pernah terjadi‘ sebagai karya Sayembara ataupun Tim Arsitek, melainkan
berdasar karya Seorang Arsitek saja yang diberi kepecayaan oleh seorang
Baginda. Apabila pemerintah/Presiden di Indonesia belum bisa memberi
opdrafh kepada seorang Arsitek untuk merancang Tugu Monas, maka
sebenarnya Indonesia belum mampu memiliki rancangan Tugu Nasional yang
diidam-idamkan semua orang. Berdasar diari tersebut, dapat disimpulkan
bahwa keputusan Soekarno dalam melaksanakan hasrat untuk menghadirkan
karya Arsitektur, dapat saja terbelenggu oleh sikap nonkooperatif Arsitek yang
unggul seperti Silaban, yang menginginkan suatu cara penunjukkan langsung.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Soekarno, dengan trilogi hasrat,
intervensi dan rasa seni yang melekat dalam diri pribadinya sekaligus seorang
Penguasa, rancangan Tugu Nasional yang hampir tertunda sejak sayembara
tahun 1955, pada akhirnya tahun 1961 dapat dilaksanakan. Soekarno
mengakhiri perbedaan pendapat itu dan meminta Dewan Juri segera
mengumumkan pemenang sayembara. Media Lembaran Minggu 1960449 meliput
Pemenang-Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional sebagai pemenang ketiga
449 Lembaran Minggu. Pemenang-Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional. 27 Nopember 1960.
187
diantara tujuh rancangan yang terpilih yang berasal dari 136 gambar yang
diterima panita. Sebagai Pemenang Ketiga adalah dua regu mahasiswa
arsitektur mewakili Lembaga Penjelidikan dan Affiliasi & Industri ITB
Bandung, bernomor 80 dan 81. Tim pertama bermotto ‗Berjuang Berdasarkan
Pancasila‘ terdiri atas, Susantiah (22 tahun), Wahjuningsih (23 tahun), Ardi
Pardiman (23 tahun), Bambang Setiarso (24 tahun), Robby Sularto (22 tahun),
Sudarmadi (22 tahun), dan Sjaiful Arifin (23 tahun). Tim bermotto ‗Melati‘
terdiri atas Siti Utamini (23 tahun), Alibasah Samhudi (23 tahun), Bondan
Hermani Slamet (24 tahun), Noer Sajidi (23 tahun ), Purnomo Hadi (23
tahun), Tato Slamet (23 tahun ) dan Tjan Poo Gwan (21 tahun).
Media Lembaran Minggu juga memaparkan: persyaratan ketinggian tugu
antara 64 sampai dengan 70 meter, penyimpanan Bendera Pusaka serta plat yang akan
bertuliskan Teks Proklamasi dengan tinta emas murni serta lokasi tugu di atas tanah
seluas 1 kilometer persegi di Lapangan Merdeka. Menurut Sjaiful Arifin dan Noer
Sjaidi450 di awal sayembara gambar situasi Lapangan Merdeka berupa trapezium
dengan titik pusat berbentuk bujur sangkar sebagai lokasi tapak Tugu Nasional
dengan orientasi di Utara patung pahlawan, yang kelak dipilih sosok Pangeran
Diponegoro. Namun dalam ketentuan sayembara itu, belum disebutkan
ketentuan adanya rancangan Api Kemerdekaan.
Dua regu dari Jurusan Arsitektur ITB menampilkan rancangan
setema dengan perbedaan wujud dan dasar tugu. Tim ‗Berjuang Berdasarkan
Pancasila‘ merancang tugu berlandaskan segiempat asimetri menyerupai kapal
laut, sebagai symbol bangunan yang mampu menahan bahtera, sedangkan
Tim ‗Melati‖ merancang tugu bersudut segi lima yang menjulang ke angkasa
450 Sjaiful Arifin dan Noersjaidi keduanya mewakili dua regu berbeda sebagai Pemenang Ketiga Tim Mahasiswa ITB.
188
langsung di atas landasannya. Soekarno tampak terkesan oleh karya rancangan
tugu di atas landasan asimetri menyerupai afgeknotte itu. Sungguhpun kedua
sayembara tidak ditemukan rancangan yang sesuai hasrat Sang Penguasa,
namun tersurat keinginan Soekarno mengadopsi karya rancangan pemenang
kedua dan ketiga dari kedua sayembara yang digelar451:
Tetapi apakah yang dipakai? Apakah hadiah ke-3? Apakah hadiah jang ke-2 atau jang ke-3 dari sajembara jang Pertama? Dalam tekad daripada Panitia MonumenNasional jalah bahwa akan ditundjuk sekarang ini beberapa djempolan pencipta Indonesia jang diminta untuk mengadakan satu projek jang finaal dengan mempergunakan segala hasil daripada sajembara ke-1 dan ke-2 sehingga sajembara ke-1 dan ke-2 itu tidak terbuang akan manfaatnja. Dari kedua sajembara ini akan diambil manfaat, bahan untuk pentjipta-pentjipta jang nantinja akan ditundjuk. Maksud kami ialah tidak untuk menunjuk banjak sekali pencipta tetapi mengambil beberapa djempolan saja daripada pentjipta-pentjipta kita. Mereka ini kita tugaskan untuk membuat projek daripada tugu dengan entourage monumen nasional seluruhnja dengan mempergunakan bahan-bahan jang saudara-saudara peserta telah berikan kepada kam didalam sajembara ke-1 dan ke-2.
Soekarno tampaknya mengharapkan karya kedua pemenang
sayembara menjadi bagian dari proses ‗becoming‘ Tugu Nasional, sekalipun
keputusan tersebut telah ditentang sebelumnya oleh Arsitek Silaban. Perihal
ketidaksetujuan Silaban, Soekarno mengutarakan452:
Saudara Silaban sebagai anggota juri – sana duduknja—beliau sebetulnja tidak setuju kalau tugas membuat projek finaal itu diserahkan kepada beberapa orang. Sebagai tadi saja katakana, kami akan menunjuk beberapa orang djempolan, gembong-gembong pentjipta untuk bersama-sama mentjiptakan monument nasional atau tugu nasional secara finaal. Sdr. Silaban sebetulnja tidak mufakat. Sedjarah, kata sdr. Silaban, belum pernah menunjukkan bahwa sesuatu monumen atau sesuatu keindahan kota atau sesuatu
451 Soekarno.Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional,Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6. 452Soekarno.Pidato Presiden, 17 November 1960, hal. 9.
189
apapun jang hebat adalah hasil dari pada tjiptaan beberapa orang. Selalu hasil tjiptaan satu orang, kata Silaban. Kota Parisjs kenapa hebat‖ Tjiptaan satu orang, namanya Houtman. Betul!!! Piramida, Sang Pharao tidak menyuruh satu panitia bikin satu piramida, tidak. Pharao menjuruh kepada satu orang: …Buatlah tempat aku bersemajam berabad-abad, sampai kepada berpuluh-puluh abad, buatlah aku satu hal jang abadi….Perintah kepada satu orang dan satu orang ini mentjipta, menggerakkan dia punja genialiteit, menggerakkan dia punya daja tjipta, terjadilah piramida jang sehebat-hebatnja jang kemudian, ja, banjak jang meniru
Pada permulaan tahun 1961, Arsitek Silaban dan Arsitek Soedarsono mendapat perintah lisan dari Ketua Umum Panitia Monas, Ketua Juri (Ir. Soekarno) pada saat itu Presiden RI untuk bersama-sama dengan beliau membuat pra-rentjana design Tugu Nasional. Dengan understanding antara Arsitek Silaban dan Arsitek Soedarsono, maka disepakati (sendiri2) membuat ide pra rentjana dalam waktu singkat, kemudian diadjukan kepada beliau untuk menentukan pilihan dan tindakan selanjutnja. Beberapa hari kemudian setelah prarentjana diserahkan, design dari Arsitek Soedarsono dipilihnja untuk selanjdjutnja supaja dibuat rencana pelaksanaan (vender uitwerken).
Arsitek Soedarsono453 mengutarakan proses desain Tugu Nasional
mengambil dasar pemikiran untuk memenuhi apa yang dinamakan Nasional
dengan mengangkat beberapa unsur peristiwa Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia sebagai wujud Revolusi Nasional dan mengangkat angka keramat
17, 8, 45, Hari Proklamasi sebagai dimensi ukuran dan bentuk arsitekturnya.
Rancangan Tugu Nasional yang dipilih oleh Soekarno adalah usulan
Soedarsono setelah berkonsultansi dengan ahli struktur Roosseno454.
453 Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari Tugu Nasional. 454 Periksa surat- menyurat Roosseno dan Soetami kepada Soedarsono sehubungan rencana struktur Tugu Nasional.
190
Pembangunannya melibatkan kontraktor Jepang PT Tohnichi Trading Co Ltd
sebagai perubahan rencana semula yang sedianya akan dilaksanakan oleh
Tenaga Ahli Indonesia455. Kenyataan tersebut menyakitkan hati teknisi dan
seniman Indonesia yang ingin menyumbangkan ketrampilannya dalam proses
kehadiran highrise building Indonesia yang pertama. Perubahan rencana dari
Soekarno disebabkan oleh adanya kompromi bersamaan diserahkannya Dana
Pampasan Perang Jepang yang disertai lobi-lobi kerjasama di bidang konstruksi456.
Adapun pelaksanaan fisik pembangunan Tugu Nasional tidak akan disinggung
secara rinci, karena pembahasan ditujukan untuk pengungkapan hal metafisik.
Sejumlah dokumen yang tersedia dapat dicermati457.
Seusai pengumuman pemenang sayembara Tugu Nasional, Soekarno
memerintahkan dibentuknya Tim Arsitek Djempolan pilihan Presiden458. Gagasan
itu mengundak reaksi ketidaksetujuan Arsitek Silaban, namun kekecewaannya
tidak disampaikan secara langsung melainkan dinyatakannya dalam diari459.
455 Lihat Sudiro ―Kala itu….‖ Dalam Karya Jaya, 1977,hal.103 dan kliping harian tanpa nama dan tanggal bertajuk Dari Tugu Nasional ke Monumen Nasional. Siapakah pentjipta Ideenja yang ditulis oleh: Pak Diro. 456Nishihara, Masashi (Terj.) Dean Praty R. Sukarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang, Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, hal 152-154. Menunjukkan adanya peran nona Nemoto Naoko yang kemudian dinamai Ratna Sari ketika dinikahi oleh Soekarno. Nemoto Naoko diperkenalkan oleh Kubo Masao pemilik Kobayashi. PT Tohnichi Trading Co Ltd merupakan milik Kubo yang hanya memiliki satu perwakilan dagang di Jakarta. 457 Periksa Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Tugu Nasional. Laporan Pembangunan 1961-1978. Jakarta: Pembina Tugu Nasional, 1997. 458Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 459 Diari Arsitek F Silaban 17 Desember 1960.
191
Dikritisinya karya Pemenang Ketiga mengambil ide afgeknotte - piramida
terpotong menyerupai karya Oscar Niermeyer maestro dari Brazilia untuk
National Museum di Mexico.
Atas perintah Soekarno, Arsitek Silaban dan Soedarsono diberi
mandat untuk mengembangkan ide berdasar rancangan Tim Pemenang Ketiga
yaitu sebentuk Tugu di atas landasan afgeknotte. Untuk memastikan rancangan
Tugu Nasional didasarkan dokumen Arsitek Soedarsono aaukah Arsitek
Silaban, melalui wawancara intensif dengan Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi460
dapat disimpulkan salah satu rancangan dari kedua tim itu menjadi landasan
ide perwujudan Tugu Nasional yang kini berdiri, yaitu rancangan tugu di atas
dasar segiempat asimetri menjulang ke angkasa. Sehingga yang dikatakan
sebagai Arsitek Djempolan pilihan Presiden adalah Arsitek Silaban dan
Soedarsono. Seperti apakah karya usulan Arsitek Djempolan pilihan Presiden itu?
Pertanyaan ini untuk diungkapkan untuk mengetahui peran tokoh yang telah
Menyejarah agar dapat meneladani sekaligus mengkritisi karyanya sehingga
masyarakat awam tidak lagi bias oleh nama yang disebut sebagai Arsitek Tugu
Nasional : Fedrick Silabankah? Arsitek Soedarsonokah? Ataukah Soekarno?
Melalui dokumen pribadi Arsitek Silaban, ditemukan rancangan Tugu
Nasional yang menunjukkan ciri modernitas. Tampak upayanya menolak
kehadiran afgeknotte sebagaimana diinginkan Soekarno untuk merujuk karya
Pemenang Ketiga, regu dari Mahasiswa ITB. Sebagai penggantinya,
digubahnya landasan tugu menyerupai podium yang penuh dengan pilar ritmis.
460 Sketsa tangan Sjaiful Arifin, 2011: Tugu Nasional ala regu ‗Berjuang Berdasarkan Pancasila‘.
192
Sosok tugu dirancang sedemikian langsing mengangkasa. Karena proporsinya
yang sedemikian, dalam sketsa tersebut tampak menyerupai sebuah benda
yang runcing serta tajam. Rancangan Silaban tampaknya meninggalkan aspek
simbolis dan ornamentik, sehingga terkesan beku tanpa emosi.
Dalam dokumen pribadinya, ditemukan rancangan Arsitek
Soedarsono yang tampak taat azas terhadap keinginan Soekarno untuk
mengadopsi gagasan dari Pemenang Ketiga.
Sosok tugu tampil dengan afgeknotte sebagai landasan dan puncak tugu
diakhirinya dengan liukan keris yaitu sejenis pusaka dari kebudayaan Jawa kuno
yang terdiri atas lekukan – luk. Sosok Tugu diilhami oleh rancangan alu –
lumpang yaitu alat penumbuk padi yang ditancapkan pada dasarnya yang
disebut lumpang yang digelar di atas tanah yang ditinggikan yang disebut
dhampar atau sitinggil. Rancangannya menyerupai setangkup artifak penting
dalam tradisi kehidupan manusia Indonesia yang diwujudkan oleh Arsitek
Soedarsono merujuk angka sakral Bangsa Indonesia 17, 8,19, 45 sebagai
dimensi arsitekturalnya.
L
Ketika tampak kesesuaian antara Tugu Nasional yang kini terbangun
dengan rancangan Arsitek Soedarsono, timbul pertanyaan: Mengapa Soekarno
memilih usulan Arsitek Soedarsono dan bukan karya Silaban sebagai rancangan final
Tugu Nasional? Pengungkapannya terjawab ketika menelusuri sejumlah sketsa
tangan Arsitek Soedarsono sebagai proses kreatif perancangan Tugu Nasional
193
menampakkan adanya kesamaan art feeling – rasa seni antara Soekarno dan
Arsitek Soedarsono. Bahasa simbol yang diwujudkan pada karya arsitektur
bersesuaian dengan jiwa simbolistik dari Soekarno.
Tiang pertama Tugu Nasional resmi dipancangkan di tengah-tengah
Lapangan Merdeka pada 17 Agustus 1961461 menandai awal kehadiran
monumen yang kini menjadi Bangunan Bersejarah merujuk UU BCB 1993
dan 2010 yang ditasbihkan tahun 1993 melalui SK No.475 Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta462.Sosok Tugu Nasional bersepadan dengan signifikasi
gagasan Snyder dan Catanese (Budihardjo, 1997) yang mengandung; a)
Kelangkaan-scarcities, 2)Kesejarahan-historicities, c) Estetika-aesthetic, d)
Superlativitas-superlativity, e) Kejamakan-plurality dan f) Kuantitas pengaruh-
quantity influences dan tiga kriteria tambahan dari James Sample Kerr, yaitu, g)
Nilai sosial budaya, h) Nilai komersial, dan i) Nilai ilmiah.
Dalam proses kehadiran Tugu Nasiona ampak adanya trilogi hasrat,
intervensi, rasa seni dari Soekarno yang mendorong visualisasi karya Arsitektur
Tugu Nasional akan dideskripsikan cara-cara Soekarno dalam proses
kehadiran Tugu Nasional pada era 1960-an itu. Menggubah tugu dan
monumen rupanya telah menjadi obsesi Soekarno. Sebelum gagasan Tugu
Nasional tahun 1955 tergubah: Tugu Muda di Semarang 1951, Tugu Pahlawan di
Surabaya 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953 dan Tugu Seguntang di
461 Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17th August, 1961. Dilaksanakan beberapa waktu setelah pekerjaan pondasi berlangsung. 462 Periksa Pemerintah DKI Jakarta. Himpunan Peraturan Permuseuman Pemerintah DKI Jakarta. Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran. 1999, hal.218.
194
kawasan Makam Pahlawan di Palembang 1954463. Senerai penelitian ini ada
dua buah tugu di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pertama menyerupai
obelisk yaitu tugu persegi empat berujung piramid dari bahan beton dinamai
Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia"464 yang diresmikan pada 17
Agustus 1946 oleh Perdana Menteri Sjahrir dan tertera pahatan ―Atas Oesaha
Wanita Djakarta‖. Tugu tersebut oleh Soekarno disebut Tugu Linggarjati.
Penyebutannya sempat menjadi perdebatan, karena peristiwa Linggarjati baru
terjadi tiga bulan setelah tugu tersebut diresmikan. Soekarno bahkan
mengamanahkan agar tugu itu dibongkar karena akan rancu dengan Tugu
Kemerdekaan465 yang digagasnya sebagai penanda 17 Agustus 1945.
…Saudara membuat tugu nasional, kerdjakanlah, djangan jang sama dengan tugu jang di Pegangsaan Timur. Itupun bukan tugu kemerdekaan Saudara-saudara, jang di Pegangsaan Timur bukan Tugu Proklamasi, itu Tugu Linggardjati jang mestinja dibongkar.
Sebuah artikel Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rosihan
Anwar466, menginformasikan :
Rombongan gadis itu bisa lolos menerobos lingkaran serdadu-serdadu Sekutu. Mereka amat bersemangat menghadiri upacara peresmian Tugu Kemerdekaan yang dilakukan PM Sjahrir. Masa itu, Sjahrir disapa akrab dengan panggilan Bung Kecil. Tugu itu bisa didirikan atas inisiatif sekumpulan kaum perempuan yang secara menantang memberi kesaksian atas keberadaan Republik Indonesia yang diproklamasikan satu tahun lalu. Kini Tugu itu, bersama rumah kediaman Presiden dan Perdana Menteri, tempat proklamasi kemerdekaan diumumkan Soekarno-Hatta, telah digusur atas "petunjuk" Presiden Soekarno. Sepotong sejarah
telah hilang.
463 Peresmian Tugu Pahlawan Seguntang di Palembang oleh Soekarno 10 November 1954. 464 Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rushdy Hoesein.
465 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 7.
466 Sumber KOMPAS - Rabu, 16 Agustus 2006.
195
Tugu yang disebut Tugu Linggarjati tampaknya kurang mampu
menunjukkan sebagai karya unik serta membanggakan, karena menyerupai
pengulangan rancangan yang terdapat di Wisma Ranggam sebagai pembuangan
Soekarno dan Sjahrir di Bangka. Kedua adalah Tugu Petir sebentuk tugu
berbahan beton bulat menjulang berujung ‗sosok petir‘ dari logam. Soekarno
menamai Tugu Proklamasi467 sebagai tengaran situs di saat dirinya membacakan
Teks Proklamasi. Kedua tugu tersebut berlokasi di atas kawasan Rumah
Proklamasi yang telah diratatanahkan. Gagasan Tugu setinggi 17 meter yang
dipancangkan di bekas rumah Pegangsaan Timur 56 itu menurut Soekarno468:
Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, jang sekarang bekas Gedung Pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka Gedung Pola inilah akan dipantjangkan terbuat nantinja dari perunggu satu tugu 17 meter tingginja … Katakanlah seperti, ja seperti hal jang akan dipantjangkan, dipantjangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita di batjakan. Djangan dibikin tanda jang kriwil-kriwil, djangan dibikin tanda jang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal jang dipantjangkan. Pantjangan, di sinilah dulu Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus ‘45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita dari pada generasi sekarang…. Seribu tahun jang akan datang Insya Allah Subjanahu wata‘ala.
Kini, Tugu Kemerdekaan bagai Tugu Petir setinggi 17 meter itu menjadi
tengaran yang kurang berhasil di ex. Rumah Proklamasi yang berlokasi
berdekatan dengan patung Soekarno-Hatta itu oleh khalayak sering
disalahtafsirkan sebagai logo Perusahaan Listrik Negara.Seiring penelusuran
Tugu Petir ditemukan sejumlah dokumen rancangan Arsitek Silaban yang
467 Soekarno.Pidato Presiden Pada Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961. 468 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.
196
bertajuk Monumen Proklamasi Kemerdekaan berlokasi di Jl. Pegangsaan Timur.
Sebagai petunjuk adanya wacana tugu di kawasan Rumah Proklamasi sebagai
gagasan Soekarno.
Ketika mencermati rancangan Tugu Petir ataupun gambar rancangan
Monumen Proklamasi Kemerdekaan karya Arsitek Silaban yang akan didirikan di
ex. Rumah Proklamasi (Taman Proklamasi) tampaknya kurang mampu
menunjukkan kebesaran dan kemegahan sebagai tetenger - tanda keterkenangan
Bangsa Indonesia. Skala tugu yang relatif pendek ketinggiannya, keluasan
tapak serta lokasinya yang kurang memadai serta kurang strategi. Rancangan
tugu peringatan seharusnya memiliki keunikan universal agar menjadi karya
yang mengandung keterkenangan.Dapatlah dimengerti bila akhirnya Soekarno
menetapkan Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia gagasannya itu di lokasi yang
‗ter‘ di kawasan ex. Hindia Belanda.
Kehadiran Tugu Nasional, tidak terlepas dari hasrat menghadirkan Tanda
Kebesaran Bangsa sekaligus perwujudan ‗hasrat menjadi‘ diri Soekarno
merujuk psikoanalisis-struktural Lacan. Subjectivity Soekarno sebagai perluasan
identifikasi diri ‗Diri Soekarno‘ ketika merepresentasi ke-Indonesia-an yaitu
tindakan menyatukan diri dengan subject yang lebih besar, yaitu Tanah Air-nya.
Di saat gelegak hasrat Soekarno mengemuka, rancangan Tugu Nasional
menjadi curahan gagasannya untuk mewadahi ‘cermin‘ imajiner kemasyuran
Kemaharajaan dan Penguasa Terkemuka lainnya melalui citraan ‘khas
Soekarnoistik‘. Sosok arsitektur ‘khas Soekarnoistik‘ merepresentasi Dualitis
Paradoksal Jawa Kuno yang menjelma sebagai Tugu Nasional469 bukan
469 Sebagai catatan Soekarno merencanakan untuk meresmikan Museum Sejarah di Tugu Nasional pada 17 Agustus 1966469 sekaligus peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 21 tahun 1965 digelar di depan Tugu Nasional. Sebagai persiapannya seluruh bangunan Tugu dan Lidah Api serta patung Pangeran Diponegoro sudah selesai
197
merupakan akhir dari ide arsitektural Soekarno, karena hasrat dan impian
Soekarno tentang ke-Indonesia-an mengandung sifat keabadian Khora. Dalam
proses perancangan Tugu Nasional terjadi perubahan akibat rasa seni
Soekarno yang menonjol diantaranya penambahan Api Kemerdekaan di Puncak
Tugu, yang semula belum terpikirkan, dan penambahan ketinggian Tugu di
saat konstruksi tugu telah mulai meninggi serta merta Soekarno menginginkan
adanya penambahan ketinggian 10 meter470 dari setinggi 128, 7 m menjadi 132
m, dan akhirnya pada pelaksanaan diperintahkan Soekarno untuk ditambahkan
10 meter , menjadi 142 m.
Sketsa pribadi Arsitek Soedarsono menggambarkan tugu menjulang
sebagai perwujudan kepribadian Indonesia yang menggali konsep artefak Jawa
Kuno stilisasi alat reproduksi laki-laki-perempuan: linggam-yoni, alat penumbuk
padi lumpang-alu, energi positip-negatip sebagai manifestasi Dualitas Paradoksal.
Rancangan Tugu ditegakkan diatas pelataran yang ditinggikan disebut
sitihinggil sebagai dhampar (bhs. Jawa) yaitu tempat kedudukan bagi yang di-
Mulia-kan bagi Tugu Nasional. Menjelang rancangan final Tugu Nasional,
Soekarno memerintahkan penambahan ‗sosok api yang berkesan dinamik‘
pengerjaannya. Namun, karena situasi negara yang tidak memungkinkan peristiwa tersebut urung dan dipindahkan ke Gelora Bung Karno. Pada HUT Republik Indonesia ke 21 Soekarno telah menyiapkan pidato yang bersesuaian dengan jiwa mengangkasa dari Tugu Nasional dengan Lidah Api Kemerdekaan yang bertajuk: Tjapailah Bintang-Bintang Di Langit. 470 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55.
198
untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional471. Rencana tersebut menuai
kontroversi dari para seniman. Penambahan sosok api di atas Tugu Nasional
yang menjulang bebas ke angkasa itu, seolah-olah ‗menyumbat‘ jiwa kebebasan
dari Tugu. Akan tetapi, sosok api berukuran raksasa dilapisi emas itu tetap
dihadirkan. Dinamai Api Kemerdekaan sebagai manifestasi gelora jiwa Bangsa
Indonesia menyerupai ‗dian nan tak kunjung padam‘. Dian adalah nyala api (bhs.
Jawa). Sketsa Api Kemerdekaan goresan Soedarsono memperlihatkan gestalt
terinspirasi oleh luk – lekukan Keris Pusaka sebagai upaya mewujudkan
kepribadian Indonesia dalam rancangan Tugu Nasional.
Gambar penampang Api Kemerdekaan memperlihatkan ruang terbuka
sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta, namun mengalami
perubahan akibat perluasan bidang landasan Api Kemerdekaan. Sehingga area di
bawahnya, yaitu ruang terbuka di Puncak Tugu menjadi terlindungi karena
berfungsi sebagai ‗atap‘. Sosok Api Kemerdekaan sekaligus menjadi penutup
ruang mesin lift. Dengan kata lain, sosok Api Kemerdekaan memiliki beberapa
peran sekaligus. Pertama, peran simbolik jiwa Bangsa Indonesia yang bergelora
laksana api yang sedang berkobar, Kedua, peran fungsional sebagai selubung
ruang lift, dan Ketiga, sebagai unsur estetik di Tugu Nasional.
Sosok Api Kemerdekaan mengandung estetika yang khas menyerupai
sosok seni patung, karena memiliki metoda pelaksanaan yang berbeda dengan
bangunan yang taat azas terhadap gambar bestek472. Kehadiran Api Kemerdekaan
diawali sketsa, pembuatan model, dan pelaksanaannya oleh seniman dari yang
menuntut keleluasaan improvisasi demi tujuan estetik. Api Kemerdekaan
471 Pemahaman perihal ‗sosok api‘ untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional diperoleh dari wawancara dengan Arsitek Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi, tim mahasiswa arsitek ITB Pemenang III Sayembara Tugu Nasional Kedua. 472 Bestek adalah blueprint gambar arsitektur untuk memandu cara berdirinya bangunan bagi pelaksana / kontraktor.
199
dikerjakan oleh Tohnichi Trading Co Ltd dari Jepang berdasar rancangan Arsitek
Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka
dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts473. Di masa pembangunan Tugu
Nasional seniman Indonesia belum memiliki pengalaman dalam pembuatan
patung dari logam, diutarakan oleh Mpu Ageng Edhie Sunarso474.
Berdasar informasi yang diterima selama ini475 sosok Lidah Api
Kemerdekaan terbuat dari perunggu seberat 14, 5 ton berdiameter dasar + 6
meter dengan tinggi 14 meter terdiri atas 77 bagian yang kemudian
disambungkan dan diperkuat oleh baut. Bagian luar Lidah Api ini dilapisi emas
seberat + 32 kg yang ditambahkan 17, 845 kg setara 18 kg pada tahun 1995476.
Sejumlah surat rekomendasi dari Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka
pada 1969 kepada Arsitek Soedarsono mengatakan tidak demikian. Karena
ranah yang dibahas adalah proses kehadiran Tugu Nasional, sedangkan data
yang ditemukan kurang kegayutannya maka tidak akan diuraikan dan menjadi
studi penelitian lanjut. Bila memandang sosok Lidah Api Kemerdekaan secara
tiga dimensional menyerupai sosok stupa di candi Borobudur dalam keadaan
sedang bergerak, meliuk, terpuntir. Namun bila disaksikan sebagai gambar dua
dimensi tampak menyerupai gunungan wayang sebagai simbol kehidupan dengan
bentuk menguncup di bagian atas. Di kekinian sosok Lidah Api Kemerdekaan
473 Arsip Surat menyurat Arsitek Soedarsono dan Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka. 474 Menurut Edhi Sunarso, Yogya, 2010. Dirinyalah yang pertama membuat patung logam Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia tahun 1962 dari perunggu, kepada Soekarno diutarakan: :―…Jangankan membuat 9 meter patung dari perunggu, bahkan 10 centimeter-pun saya belum pernah…‖ 475 Informasi yang beredar di masyarakat dalam pustaka, internet, brosur panduan di Tugu Nasional. 476 Berdasar bahan Wawancara Wagub Bidang Kesra untuk TVRI tanggal 24 Juni 1993 dan sejumlah dokumen dari Konsultan pada tahun 1993.
200
dinilai memiliki gestalt menyerupai liukan seorang penari, bahkan sering
dikatakan menyerupai sebentuk ice cream yang meliuk plastis. Penafsiran
beragam seperti ini bukanlah sebuah keniscayaan, karena setiap penafsiran
pada era postmodernitas ini ditafsir oleh Derrida sebagai kesementaraan.
Rancangan karya seni patung perunggu Pahlawan Diponegoro,
ditempatkan di Utara Tugu Nasional sesuai permintaan Soekarno477 yang
dibuat oleh seniman pemahat Italia Prof. Cobertaldo sebagai hadiah dari
Konsul Jenderal Honorair Dr. Mario Pitto. Pengerjaannya memakan waktu
setahun di Arthena. Memiliki dimensi ketinggian 5 meter di atas setumpu
beton berukuran 7 meter x 5 meter. Sosok patung terbuat dari perunggu.
Ketika mencermati dokumen proses kehadiran sosok api, ditemukan
juga rancangan ‗gerbang kala-makara‘. Arfifak serupa kala-makara dijumpai pada
relief percandian sebagai simbol raksasa Sang pemakan kala yang artinya
waktu. Gerbang Kala-Makara menurut pengamatan menyerupai ‗gerbang
waktu‘ sebagai stilisasi kala-makara yang telah dibahas diawal BAB ini.
‗Gerbang Waktu‘ tersebut memiliki kandungan estetika seni kria478
yang kehadirannya diawali dari pembuatan sketsa rancangan, pembuatan
model, dan pelaksanaannya dikerjakan oleh seniman- kriawan secara manual.
477 Lihat kliping harian yang menyatakan bahwa lokasi penempatan Patung Pahlawan Diponegoro itu ditentukan oleh Presiden Soekarno. 478 Seni Kria merupakan bagian budaya masyarakat yang berinduk pada bidang seni rupa yang berujud arifak tiga dimensi yangdibuat secara manual dengan sentuhan artistic merujuk
201
Rancangan gerbang itu berornamen Padma-Wijaya Kusuma secara estetik dapat
membuka menutup secara otomatis. Ketika menguak berisi sebuah rongga
kecil penyimpan kotak kaca berlapiskan emas yang sedianya sebagai wadah
Sang Saka Merah Putih. Ornamen yang melingkupi berupa ukiran Kala-Makara.
Pada saat mengalami keruangan di Ruang Kemerdekaan terdengar
rekaman suara Soekarno pengulang Pembacaan Teks Proklamasi. Penayangan
ini merujuk berbagai sumber merupakan perintah Soekarno yang disampaikan
secara langsung oleh di hadapan sidang Komando Pelaksana Pembangunan
Museum Sejarah Tugu Nasional merujuk pengutaraan Soemardjo sebagai
Sekretaris Kopel PMSTN kepada tim sejarawan479, bahwa ―Presiden Soekarno
menginginkan diperdengarkan kembali suara pembacaan teks Proklamasi.
Perintah tersebut memang tidak disebutkan di awal Sayembara Perancangan
Tugu Nasional Pertama maupun Kedua, sehingga kenyataan ini masih
memerlukan penelusuran lebih mendalam serta verifikasi terhadap sumber
sejarah serta saksi sejarah.Keunikan yang terdengar pada rekaman suara
Soekarno membacakan Teks Proklamasi bagaikan Aktor yang tengah
membacakan puisi dengan jeda serta intonasi yang khas. Suara inilah yang
akhirnya menjadi puncak pertunjukkan di Ruang Kemerdekaan ini
merepresentasi rasa seni pertunjukan Soekarno yang terasah sejak dirinya
Yuke Ardhiati.Pengindustrian Karya Seni Kria di Indonesia. Tesis Magister Program Studi Pembangunan ITB 2001, hal. 8. 479 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011sebagai saksi sejarah yang menjadi Tim Sejarawan UI yang diperbantukan dalam pelaksanaan Museum Sejarah Nasional di Tugu Nasional.
202
menuliskan skenario sandiwara tonil sekaligus menjadi sutradara
pertunjukannya di masa pembuangan Ende dan Bengkulu, Soekarno telah
meleburkan rasa seninya ke dalam proses kehadiran Tugu Nasional.
Rasa seni Soekarno dalam perwujudan arsitektur Tugu Nasional
berupa liukan pada Cawan Tugu yang membedakannya dengan afgeknotte karya
Oscar Niemeyer di Mexico. Ketika itu Arsitek Silaban sempat menentang
keserupaan afgeknotte usulan Regu Arsitek ITB yang dinilai meniru karya
tersebut. Liukan plastis pada Cawan Tugu yang berukuran raksasa itu bahkan
mencipta ‗sebuah nauangan berteduh‘ bagi ruangan terbuka di bawahnya.
Sehingga melindunginya dari cuaca serta terpaan sinar matahari langsung,
menyerupai ruang untuk ngendhon (bhs. Jawa) yaitu sikap berdiam diri di suatu
tempat untuk sementara. Dapat juga diartikan sebagai masanggrah, makuwon
atau dhedhepok. Rasa seni Soekarno pada liukan Cawan Tugu memberi nuansa
fungsional selain tujuan bertujuan estetis pemberi perbedaan dengan afgeknotte
sebagai tindakan dekonstruksi.
Di keempat sudut luar Cawan Tugu Monas tampak sebuah bidang
persegi sebagai atap pintu menuju pelataran Cawan. Sedianya diinginkan oleh
Soekarno ditempatkan empat buah kelompok patung bertema revolusi480 yang
akan dipersiapkan oleh seniman Edhi Sunarso. Ketika belum menampakkan
hasil, Soekarno memerintahkan adanya variasi penggantinya berupa nyala api
480 Memoar Arsitek Soedarsono tentang Design Kelompok Patung Revolusi.
203
gas yang tidak pernah padam yang instalasinya disulut menembus basement.
Akan tetapi beresiko adanya masalah teknis karena posisi sudut terluar ini
sangat riskan terhadap masalah hujan serta mengkhawatirkan unsur kekuatan
struktur beton di basement oleh karenanya rencana ini ditangguhkan.
Sebagai gantinya akan ditempatkan empat perwatakan hewan sebagai
simbolik negara seperti halnya Naga dari Tiongkok, Gajah Putih dari
Muangthai, Kangguru dari Australia, Singa dari Singapura, Leo dari Negeri
Belanda, Anjing yang menyusui anaknya dari Italia. Pilihan jatuh pada
‗Banteng‘ sebagai Raja Rimba yang menurut Soekarno merupakan Simbol
Negara Indonesia, yang terinspirasi oleh lukisan ‗pertarungan Banteng dengan
Singa Besar karya Raden Saleh. Di ke-empat sudut luar Cawan Tugu Monas
sempat dibuat maket ukuran sebenarnya serta sempat diwacanakan sebagai
pameran di Gedung Pola. Gagasan adanya ‗Banteng‘ menuai protes dari para
partai politik di Tanah Air yang menganggap simbol ‗Banteng‘ memihak partai
tertentu. Selain itu dikarenakan adanya kesulitan teknis serta pertimbangan
estetik yang disampaikan oleh Profesor Lorenzo Ferri dari Studi d‘Arte
Internationale - Roma sebagai konsultan patung. Mpu Ageng Seni Patung Edhi
Sunarso menunjukkan beberapa maket dengan gesture Banteng yang telah di
Acc Soek pada tahun 1966. Keempat gerakan ‗Banteng‘ di atas dinilai Profesor
Lorenzo Ferri sulit dilaksanakan dan memakan waktu setidaknya lima tahun.
Disamping itu, keempatnya sulit untuk dapat dinikmati dari semua arah
pandang karena letaknya yang berada di Cawan Tugu. Hingga saat ini wacana
pembuatan empat patung itu masih tertunda.
Ketika terjadi kebuntuan Soekarno menggagas adanya diorama
bertema Revolusi sebagai penggantinya, yaitu 1) Zaman Keemasan, 2) Zaman
Penjajah, 3) Zaman Revolusi Fisik, dan 4) Zaman Pembangunan. Maket ke-
204
empatnya sempat dibuat dari bahan gips. Akan tetapi, setelah dievaluasi ke-
empat diorama di sudut luar Cawan ini dinilai tidak mampu menyumbang
keseimbangan estetis pada Tugu Monas secara keseluruhan, karena ekspresi
keempat diorama tersebut memang tampil secara ekspresi yang tidak seragam,
sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Hingga kini Cawan Tugu Monas
tidak menampilkan artefak apapun. Rasa seni yang berkenaan ide form
Soekarno ditampakkan pada rancangan yang telah memperoleh persetujuan
darinya berupa acc Soek. Untuk mencapai persetujuan itu kepuasan visual
Soekarno yang ditampakkan oleh sesuatu keunikan Bahkan tidak segan-segan
Soekarno ikut serta menorehkan gagasannya ke dalam rancangan, bahkan
mengutarakan ide-ide arsitektural berbagai karya mancanegara sebagai sumber
inspirasi. Tampak kesan bahwa Soekarno menghindari desain ornamentik yang
rumit, selera keindahannya ditampakkan melalui gesture ekspresif yang
memancar dari struktur desain yang fungsional. Kepeduliannya terhadap citra
dan guna sekaligus mengingatkan kepada pernyataan Romomangun Wijaya
tentang Vastu, yaitu Arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan
guna dan citra.Selain, dorongan hasrat dan rasa seni, sikap Soekarno juga
menunjukkan intervensi-nya dalam proses kehadiran Tugu Nasional.
Usai rancangan final Tugu Nasional disetujui di 1961, Soekarno
menginginkan adanya perubahan ketinggian tugu dari ketinggian awal, yaitu
penambahan ketinggian yang semula 128,7 meter dari rencana Soedarsono,
dengan memerintahkan Staf Kedutaan Indonesia di Amerika untuk
menginformasikan ketinggian Monumen Washington DC di Amerika481 .
Ktinggian 555 feet 5 inchies atau sekitar 182 m yang menumpu di atas luasan
481 Surat kawat dari Sekretariat Negara tertanggal 13 Februari 1961.
205
dasar 55 square feet serta kedalamannya 36 fet 10 inchies. Ketinggian Tugu
Nasional telah diubah menjadi 132 meter. Hal tersebut itu berrakibat pada
pelaksanaan pekerjaan karena penambahan ketinggian bangunan jua otomatis
yang bertambah beban mati yang dipikul oleh struktur bangunan.
Sekalipun demikian intervensi yang dilakukan Soekarno yang terkait
erat form arsitektural tugu tetap dilaksanakan. Dorongan hasrat, rasa seni dan
intervensi yang dilakukan Soekarno terutama bagi proses kehadiran arsitektur
Tugu Nasional tampak mendominasi bahkan telah memposisikan Soekarno
sebagai seorang ―Arsitek‖ yaitu Aktor yang memiliki kecakapan teknis
membangun serta kepekaan akan keindahan dalam menghadirkan karya
arsitektur secara ‗poetic‘ yaitu karya yang konstruktif serta inspiratif,
sebagaimana telah dilakukan oleh Soekarno
Pada masa pembangunan Tugu Nasional berlangsung, peran
Soekarno tampak sangat dominan, baik semasa proses kehadiran Tugu
Nasional, beberapa perubahan rancangan diperintahkan langsung oleh
Soekarno. Pertama, adanya penambahan Api Kemerdekaan di Puncak Tugu.
Mahkota bagi Tugu semula belum terpikirkan, dan Kedua adanya perintah
penambahan ketinggian Tugu di saat pembesian telah berlangsung. Ketika
konstruksi Tugu telah mulai meninggi, serta merta Soekarno menginstruksikan
penambahan ketinggian 10 meter482 dari ketinggian Tugu dari setinggi 132
meter, ketinggiannya kini mencapai 142 m.
482 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55.
206
Proses memutu terwujudnya rancangan Tugu Nasional juga telah melahirkan
sejumlah kontroversi termasuk di lingkungan terdekatnya, yang tidak
disampaikan secara langsung. Salah satunya Arsitek Silaban melalui catatan
hariannya483, mengungkapkan kekecewaan terhadap Soekarno karena usulan
Tugu Nasional rancangannya yang tidak diakomodir, Soekarno justru memilih
rancangan Arsitek Soedarsono. Diakui ataupun tidak, sayembara rancangan
Tugu Nasional telah menginspirasi sejumlah Arsitek dan Seniman untuk
berperan serta menggubahkan karyanya. Tugu Nasional menjadi obsesi
berkarya secara prestisius. Terutama bagi Arsitek yang telah berjuang sebagai
peserta Sayembara.
Keberpihakan Soekarno kepada karya usulan Soedarsono sempat
menyebabkan ketegangan diantara keduanya. Peristiwa tersebut diceriterakan
kembali oleh Anton Soedarsono484 putera Arsitek Soedarsono sebagai saksi
mata kedatangan Arsitek Silaban ke rumahnya di Bogor. Sekalipun yang
tampak berperan sebagai Arsitek dalam masa perancangan Tugu Nasional
adalah Soedarsono. Akan tetapi, jauh dilubuk hati arsitek yang bersahaja
kehidupannya ini menyimpan sebuah beban tak tertangguhkan hingga
menjelang wafatnya. Kepada puteranya, dan juga melalui memoarnya,
Soedarsono menginginkan adanya sebuah pengakuan kepada khalayak, bahwa
Arsitek Tugu Nasional adalah Dr. Ir. Soekarno, Sang Penguasa yang telah
memimpikan kehadiran ruang ke-Indonesia-an sebagai Kebanggaan Nasional
itu. Dirinya, hanya arsitek eksekutif semata, yang memvisualkan apa yang
diinginkan oleh Soekarno. Sikap ini menunjukkan penghormatan Soedarsono
483 Diungkapkan berdasar catatan harian F Silaban tertanggal 29 Oktober 1960 di rumah tinggalnya jl. Salak Bogor. terdokumentasi atas ijin wakil MAan Ir. Cung Setiadi, 2010. 484 Wawancara dengan Anton Soedarsono di Jakarta 2010.
207
kepada Soekarno yang berperan melampaui tugas seorang Presiden. Atensi
yang berlebihan terhadap rancangan Tugu Nasional hingga pelaksanaannya,
menggubah dirinya untuk menempatkan Soekarno dalam posisi sebagai
Arsitek Tugu Nasional. Terungkap dalam memoarnya berikut ini.
Pemaparan memoir arsitek Soedarsono, belum dapat dipastikan
mampu menjawab pertanyaan: Siapakah sebenarnya Arsitek Tugu Nasional?
Karena dalam terminologi yang lebih luas pengertian Arsitek sebagai
penggubah peradaban Tugu Nasional ditunjukkan oleh peran sentral
Soekarno, akan tetapi dalam pelaksanaannya, peran arsitek Soedarsono sebagai
visualisasi ide-ide Soekarno membuka tafsir yang terbuka sebagaimana difference
sebagai ungkapan kementaraan oleh Derrida. Akan tetapi, ketika dipertautkan
kehadiran Khora sebagai ‗kehadiran Arsitektur Non Material yang dilakukan
oleh Soekarno sebagai kesinambungan perjuangannya sejak menuliskan pledoi
Indonesia Menggugat dan berproses sedemikian intensifnya sehingga mewujud
sebagai rancangan arsitektural, maka pengertian peranan Soekarno dalam
proses memutu kehadiran Tugu Nasional adalah peran seorang ―Arsitek‖ yang
sebenarnya.Bentuk intervensi oleh Soekarno dalam proses kehhasutgadiran
karya arsitektur bukan hanya dialami oleh Arsitek Soedarsono pada proyek
Tugu Nasional, tetapi juga oleh Arsitek Silaban pada proyek arsitektur gedung
Bank Indonesia. Dalam sebuah diari Silaban yang lain, tertanggal 28 Maret
1964 di Bogor. Dituliskannya dalam bahasa Belanda uraian dialognya dengan
seorang Menteri yang diutus Presiden Soekarno untuk membicarakan
perubahan rancangan gedung Bank Indonesia. Silaban menganggap Soekarno
telah mengintervensi kerja Arsitek. Kutipannya485
485 Kutipan catatan harian F Silaban yang telah ditranslasi dari Bahasa Belanda oleh Achmad Sunjayadi, 2010.
208
Menteri : Kun je niet iets anders versiering. Altijd die bosch kolommen en plat bovendien. Apakah kamu tidak bisa menghiasinya dengan sesuatu yang lain, lagipula selalu dengan ikatan pilar-pilar dan teras/pipih. Silaban : Het is niet bijaksana van de Pemimpin ook om architect te spelen. De pemimpin kan wel zeggen: ‗ik vind dit niet mooi‘ en dan kan de architect een ander ontwerp maken. Totdat de Pemimpin het wel mooi vindt. Rechthoekige kolommen zijn goedkoper dan ronde en wat de diepte van de kolommen hetzelfde...wel...dit is zo gekozen omdat het een afstand schept Tusschen de warme lucht buiten en de koele lucht binnen het gebouw. Adalah sesuatu yang tidak bijaksana dari seorang Pemimpin yang ikut-ikutan berperan sebagai arsitek. Pemimpin bisa saja berkata: ‗Menurut saya ini tidak bagus‘, maka sang arsitek dapat membuat rancangan yang lain sampai sang Pemimpin berpendapat itu bagus. Pilar-pilar bersudut lebih murah daripada yang bulat dan struktur dalam pilar-pilar itu pun sama. Begitulah....akhirnya ini yang dipilih karena menghasilkan jarak antara udara panas di luar dan udara sejuk dalam bangunan.
Kutipan diari Silaban menunjukkan intervensi Soekarno yang
menyerupai sikap otoriter Penguasa terhadap ranah yang dianggap bukan
menjadi wilayah kerja seorang Pemimpin. Akan tetapi bila dipandang dari sisi
ideologi politik Nation and Character Building yang sedang digaungkan
Soekarno, intervensi yang dilakukannya justru menunjukkan sikap
kenegarawanan, berupa kesediaannya meleburkan diri ke dalam kancah
rancangan karya sekaligus di masa pembangunannya. Peristiwa intervensi
tersebut menunjukkan adanya kesatuan Jiwa dan Raga yang merepresentasi sikap
politik Soekarno. Proses memutu kehadiran Tugu Nasional telah melampaui
proses-proses kelazimannya sebagai Mandataris MPRS yang seharusnya lebih
209
memprioritaskan pelaksanaan Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun
Pertama 1961-1969486 dibandingkan Tugu Nasional
Mengapa Soekarno melakukan skenario di luar Proyek Mandataris
MPRS 1961, sementara itu perumusan Proyek Mandataris MPRS tahun 1961
juga telah menguras perhatian Soekarno bersama Depernas- Dewan
Perancang Nasional. Ternyata ketika dicermati Projek Mandataris MPRS
berskala Nasional yang bersifat fungsional. Tidak satupun projek yang mampu
mengespresikan ‗kebebasan‘ berkarya arsitektural sebagaimana dapat dilakukan
Soekarno terhadap Tugu Nasional. Himpunan projek fisik mandataris MPRS,
seperti Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional,
Taman Kebudayaan, akhirnya terlaksana dengan hanya menempati ex. Bangunan
peninggalan Kolonial dan bukan karya Arsitektur bangunan baru yang dirancang
khas, yang terlaksana di masa Soeharto setelah Soekarno wafat.
Sejumlah projek cadangan seperti Theater Nasional sebagai usulan
Arsitek Silaban487, proyek Konservatorium dan Sirkus Nasional hanya menjadi
wacana. Adapun yang terlaksana adalah proyek Cagar Alam dan Taman
Margasatwa sebagai perluasan dari Kebun Raya Bogor. Dorongan hasrat
Soekarno untuk merayakan sesegera mungkin terwujudnya ruang ke-
Indonesia-an sebagai Nation Pride tidak terelakkan, sehingga hasrat, intervensi
dan knowlegde yang melingkupi Soekarno memampukannya untuk
menggulirkan kehadiran karya arsitektur Tugu Nasional. Keberpihakan
Soekarno terhadap ‗Projek Mercusuar‘ dibanding projek Mandataris MPRS
tergambarkan oleh dialog Soekarno ketika dipertanyakan alasan mengapa
486Periksa kumpulan amanat Presiden Soekarno yang dihimpun Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961. 487 Dok Pribadi Arsitek Silaban disalin pada 2010.
210
pembangunan Tugu Nasional yang berlangsung bersamaan dengan projek
Masjid Istiqlal. Perhatian tercurah kepada Tugu Nasional lebih besar bila
dibandingkan dengan Masjid Istiqlal. Kepada Menteri Agama K.H. Syaifudin
Zuhri dari Kabinet Dwikora menuturkannya kepada Maulwi Saelan488.
Soekarno memprioritaskan Tugu Nasional dibanding Masjid Istiqlal karena489:
Saya dahulukan dan sesegerakan menyelesaikan pembangunan Tugu Nasional dari pada pembangunan masjid ISTIQLAL, karena saya yakin kalau saya tidak ada (maksudnya meninggal) pembangunan masjid tetap akan diteruskan oleh rakyat sampai jadi, sedangkan pembangunan Tugu Nasional barangkali tidak dilanjutkan.
Pernyataan Soekarno mengandung kekhawatiran bila tanpa intervensi
darinya proyek Tugu Nasional terancam terhenti. Hal itu menunjukkan
kesadaran Soekarno atas perkembangan situasi politik yang kian deras
mengritiknya sebagai Penguasa yang kurang peka terhadap kebutuhan
masyarakat banyak. Namun, memprioritaskan keberlangsungan Tugu Nasional
adalah tindakan politis Soekarno yang membuktikan kesungguhannya
sekalipun ditengah badai kontroversi, sebagai sebuah tekad yang menunjukkan
Arsitektur Tugu Nasional sebagai ekspresi kesatuan Jiwa dan Raga Soekarno
488Saelan, Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.
Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001. 489 Surat Kabar Merdeka 19 April 1979. .
211
Ritual pemancangan Tugu Nasional dilaksanakan pada 17 Agustus
1961490 sebagai penanda kehadiran peradaban highrise building di Indonesia.
Pelaksaannya dilakukan sehari setelah pameran Pembangunan Semesta Beretjana
Delapan Tahun Pertama sebagai proyek Mandataris MPRS yang digaungkan
Soekarno491 di Gedung Pola Jakarta. Dikatakan kedua proyek besar itu
dihadirkan sejaman. Menilik substansi pola Pembangunan Pembangunan Semesta
Beretjana Delapan Tahun Pertama492 ternyata ‗tidak tercantum‘ nama proyek Tugu
Nasional di dalamnya. Hanya termuat sejumlah proyek bangunan antara lain;
Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional, Taman
Kebudayaan,dan sejumlah proyek cadangannya, yaitu; Theater Nasional,
Konservatorium Nasional, Sirkus Nasional, Cagar Alam dan Taman
Margasatwa, dan Perpustakaan Desa493.
Demikian pula ketika menelisik Laporan Pembangunan Tugu
Nasional494 ditemukan ketidakterhubungan antara Proyek Tugu Nasional dan
Proyek Mandataris MPRS 1961. Hal tersebut diperlihatkan pada kutipan:
Dalam pelaksanaan pekerjaan proyek pembangunan Tugu Nasional. Masa pelaksanaan dibagi melalui tiga tahap sebagai berikut: Tahap pertama, pada masa 1961 sampai dengan tahun 1965, yaitu pelaksanaan pekerjaan di bawah pengawasan Panitia Monumen
490 Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For
The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17th August, 1961. 491 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur, Djakarta 16 Agustus 1961. 492 Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961. 493 Ibid, hal.562-565. 494Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana.Cet. Kedua. 1997, hal. 31.
212
Nasional, biaya yang didapat adalah sumbangan masyarakat. Tahap kedua, pada masa 1966-1968 yaitu pelaksanaan pekerjaan masih di bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional, sedangkan biayanya didapat adalah Pemerintah Pusat Sekretariat Negara RI.
Ketika kedua dokumen tersebut dipertautkan mengundang sebuah
pertanyaan: Benarkah Tugu Nasional merupakan Proyek Mandataris MPRS?
Pertanyaan tersebut sulit untuk dikatakan demikian, karena ‗tidak terdapat‘
nama proyek Tugu Nasional sebagai substasi proyek Mandataris MPRS 1961.
Terlebih ketika dalam pertanggungjawaban akhir Soekarno melalui
Nawaksara sebagai pertanggungjawaban formal Soekarno kepada MPRS,
pelaksanaan proyek tersebut tidak disinggung. Demikian juga media massa
yang kritis tidak menyinggungnya. Dengan demikian disimpulkan bahwa Tugu
Nasional merupakan proyek ‗di luar skenario‘ Mandataris MPRS dan
menyerupai scenario dadakan Soekarno. Mandat MPRS 1961 tertuang rinci dan
formal, menyerupai skenario tahapan pembangunan di Indonesia, mulai dari
jenis proyek hingga cara pencarian beaya untuk membiayainya. Namun dalam
waktu yang hampir bersamaan, Soekarno juga menggelorakan ‗Projek
Mercusuar‘. Projek megah yang tidak ditemukan adanya konsep perencanaan
dalam Tata Kenegaraan. Dalam dokumen resmi Pembangunan Semesta Berencana
Delapan Tahun Pertama 1961-1969 tidak ditemukan nama proyek yang disebut
‗Projek Mercusuar‘ bahkan projek Tugu Nasional.
Situasi menjadi pelik karena bertumpang tindih sejumlah proyek fisik
yang tidak direncanakan terlebih dahulu sumber pendanaannya. Terutama bagi
Proyek Mercusuar Soekarno yang menjadi isu perbincangan sehingga
menimbulkan suasana ketegangan. Sumber pendanaan ‗Projek Mercusuar‘
diperoleh dari berbagai sumber serta bantuan dari berbagai pihak antara lain;
Gelora Bung Karno dibiayai atas pinjaman dari Sowjet Uni, Hotel Indonesia didanai
213
dari Dana Pampasan Perang Jepang, Planetarium dari dibiayai oleh GKBI-
Gabungan Koperasi Batik Indonesia, sedangkan Tugu Nasional didanai oleh
penggalangan dana dari pihak swasta serta Pungutan Sumbangan Wajib495
yang diberlakukan oleh Menteri Perdagangan Dalam Negeri.
Terhitung sejak 15 Juli 1965 dilakukan potongan sebesar Rp.50,-
untuk Golongan A klas I, Rp.35, untuk B klas I dan Rp. 40,- dan Rp.30,-.
Untuk Golongan C klas I dan II sebesar Rp.30,- dan Rp.25,-. Peristiwa
terselenggaranya Tugu Nasional tak terelekkan terjadinya kontroversi terhadap
pelaksanaannya sekalipun upaya-upaya penggalangan dana dilakukan Soekarno
dengan mengundang pengusaha-pengusaha untuk berkonstribusi agar
menjamin terwujudnya Kemegahan Kota Jakarta, salah satunya membentuk
Panitia Keindahan Kota Jakarta496. Ketika timbul pertanyaan : Bagaimanakah
Tugu Nasional terselenggara di masa Soekarno? Untuk menjawabnya perlu
direfleksikan kembali benang merah proses memutu Tugu Nasional sebagai
perwujudan impian Soekarno sejak masa perjuangan yaitu sebelum
Proklamasi. Berdasar data yang himpun dan dikategorisasi sebagai periode
Sebelum Proklamasi dan Setelah Proklamasi pada BAB III, dapat disimpulkan
bahwa rancangan Tugu Nasional terselenggara sebagai pertautan kemampuan
arsitektural Soekarno sebelum dan sesudah Proklamasi.Buah karya arsitektur
sepanjang peristiwa bersejarah terkait Soekarno menunjukkan akumulasi
kemampuan Soekarno selama periode Sebelum dan Setelah Proklamasi, yang
berupa kemampuan diri sebagai insinyur-arsitek, politisi, peracang gaya busana
pribadi, orator ulung, penulis, pembuat skenario sandiwara tonil, kartunis,
495 Dikutip dari Kompas tanggal 10 Juli 1965 hal. 2. 496 Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965.
214
pelukis realis. Peran Soekarno sebagai politisi dalam persiapan Kemerdekaan
sejak dalam perancangan naskah Proklamasi hingga Proklamator
memperteguh eksistensinya ketika dirinya menjadi Presiden. Dengan legitimasi
yang dimilikinya Soekarno menggaungkan ideologi Nation and Character Building
yang terwujud sebagai kebudayaan/peradaban Indonesia modern di semua
lini; bahasa, busana, tari daerah, sendratari-seni drama dan tari, serta sejumlah
lukisan, patung realis, interior dan arsitektur.
Menurut pandangan saya, proses memutu kehadiran arsitektur Tugu
Nasional telah melampaui berbagai kesulitan sejak masa perancangan hingga
pelaksanaan fisiknya, tetapi kehadirannya yang mewujud fisik itu tidak terlepas
dari peran sentral Soekarno sebagai Presiden melalui dorongan trilogi hasrat,
intervensi dan rasa seni yang melingkupi dirinya. Dalam trilogi itu terkandung
pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi sekaligus Penguasa yang
menunjukkan adanya kekuasaan yang mendorong penciptaan keruangan
berdasarkan pengetahuan kearsitekturan yang dimiliki, sehingga laras dengan
wacana space-power-knowledge gagasan Michel Foucault497 sekaligus merefleksi
karya arsitektur berbasis point de folie-Maintenant l‘Architecture gagasan Derrida498.
Realitas diri Soekarno dalam proses memutu kehadiran Tugu Nasional
telah melampaui wacana space-power-knowledge dan konsep point de folie, karena
isu terselenggaranya karya arsitektur di Tugu Nasional bukan hanya
diakibatkan oleh adanya power sebagai pengetahuan kearsitekturan semata, juga
menunjukkan perluasan pengertahuan berupa, karya seni yang saling
melingkupi sebagai ruh ―Arsitek‖ Soekarno. Pengungkapan adanya kesatuan
497 Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books. 1984. 498Derrida,Jacques.Point de folie-maintenant l'architecture//www.jacquesderrida.com.ar/Point de folie_maintenant l'architecture_Source 27Avril 2009.
215
Raga dan Jiwa Soekarno sebagi Penguasa sekaligu ―Arsitek‖ dalam proses
kehadiran Tugu Nasional telah memperkaya wacana space-power-knowlegde yaitu
oleh adanya temuan khas yaitu, peran ―Arsitek‖ Penguasa yang memperluas
cakupan waca Foucault itu menjadi space-power-knowledge-actor-art. Sekaligus
memperkaya filsafat kegilaan dalam arsitektur point de folie - Maintenant
l‘Architecture menjadi Point de folie l'homme et de l'art sebagai titik kegilaan pada
manusia dan seni. Oleh karena trilogi hasrat hasrat, intervensi dan rasa seni yang
melingkupi diri Soekarno dijiwai oleh idealistik ke-Indonesia-an, maka proses
kehadiran karya arsitektur sebagai khora dalam dinamai Khora Ke-Indonesia-an.
Untuk membentuk teori arsitektur berdasar Grounded Theory, atau
memoing berdasar Grounded, akan diuraikan empat unsur penting yang perlu
terkait teori yaitu; 1) pengertian dan fungsi teori, 2) bentuk dan formulasi teori,
3) teori subtantif dan teori formal, serta 4) unsur-unsur suatu teori. Tata cara
pembentukan teori tidak akan disinggung, namun akan digubah dalam pustaka
metode Grounded Theory untuk ranah Arsitektur dan Desain499
Dalam konteks peradaban karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘
menunjukkan tonggak baru kemajuan Indonesia dibidang perancangan sebagai
yang ―ter‖: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi di Asia Tenggara.
Usai Dekrit Presiden 1959500Soekarno mengalami puncak keragaman ideologis
yang mengantar kelahiran Demokrasi Terpimpin buah pemikiran tentang
499 Senarai pustaka ini terbit, buku penerapan metode Grounded Theory untuk ranah
Arsitektur dan Desain dirancang untuk terbit mendampinginya. 500 Soekarno. ―Amanat Presiden Soekarno pada Sidang Pleno Pertama Dewan Perantjang Nasional, 28 Agustus 1959‖ dalam Mochamad Said (ed). Ibid, hal. 1879.
216
demokrasi khas Indonesia melalui politik, ekonomi, dan budaya dalam bingkai
Nation and Character Building501 yang disusul oleh gagasan Membangun Tata Dunia
Baru sebagai perluasan keberhasilan Konferensi Asia-Afrika 1955502.Selanjutnya
Soekarno digayuti oleh gagasan ideologi Nasakom (Nasionalis-Agama-
Komunis)503.
Dapat dikatakan di sepanjang era 1960-an benak Soekarno yang
digayuti oleh keragaman ideologis yang mendorong hasrat Soekarno untuk
me-manggung-kannya melalui ―panggung tak teraga‖ salah satunya melalui
moda komunikasi berupa karya arsitektur. Keragaman ideologis Soekarno itu
yang memerlukan ―panggung‖ memperoleh tempatnya, ditandai oleh
kehadiran bangunan pencakar langit yang divisualkan sebagai arsitektur Tugu
Nasional setinggi 142 m, Wisma Nusantara dengan 29 lapis lantainya, Planetarium
sebagai observatorium terbesar, serta stadion Gelora Bung Karno dan Masjid
Istiqlal sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.
Visualisasi karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ merepresentasi
Indonesia modern sebagai ―Arsitektur Panggung‖ berupa pementasan lakon-
lakon tentang Indonesia untuk memvisualkan gagasan-gagasan ideologis dalam
benak Soekarno dengan latar di Ibukota Negara. Cara-cara Soekanro me-
manggung-kan ideologi juga ditampakkan oleh Stalin saat menggubah
―panggung‖ Gothic Stalinist demi menghapus kemegahan Tsar di Rusia. Juga
cara Hitler melalui ―panggung‖ kemegahan Neoklasik untuk melawan inferior
kompleks bangsa Jerman usai kekalahannya di Perang Dunia Kedua.
501 Konsep Nation Building dalam Amanat Pemimpin Besar Revolusi, Bogor 15 Juli 1963. 502Soekarno.―Pidato Peringatan Dasawarsa Konferensi Asia- Afrika, Jakarta 18 April 1965‖ dalam Iman Toto K Rahardja. et.al. Ibid. hal. 366. 503 Embrio Nasakom telah dirumuskan Soekarno tahun 1926 dengan tiga hal Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, sebagai konsep persatuan melalu cara gotong-royong (bekerja bersama-sama) bagi Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme.
217
Dalam pagelaran ―panggung‖ drama yang sebenarnya, terdapat tema
sebagai ‗sesuatu‘ yang menjiwai pementasan drama, lazim disebut lakon dalam
pagelaran wayang. Tokoh lakon drama diperankan oleh sosok seniman yang
disebut Aktor. Kehadirannya mewakili ide-ide utama yang tertuang dalam
skenario yang disiapkan Penulis Lakon. Peran ‗tokoh‘ dalam ―Arsitektur
Panggung‖ bukan diperankan oleh sosok seniman, melainkan sosok karya
material arsitektur yang merepresentasi ide-ide yang dituangkan oleh skenario
yang dipersiapkan sebelumnya. Ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai moda
komunikasi untuk memvisualkan keragaman ideologi menunjukkan adanya
peran sentral Penguasa sebagai perancang skenario sekaligus Dalang bagi
‗tokoh‘ yang digelarnya yaitu gubahan karya arsitektur.
Berdasarkan kegayutan dan sebab-akibat secara terstruktur, muncul
Teori Subtantif / Hipotesis Kerja: ‗Panggung Indonesia‘ – suatu modalitas atau cara
mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai ‗karya arsitektur‘ Soekarno sebagai
‗komunikasi arsitektural‘ yang hadir bersamaan dengan longue durée sejarah pergerakan
bangsa Indonesia [maupun Dunia] di masa itu. Berdasar pemaparan itu tampak
adanya pola-pola tertentu berupa ‗komunikasi arsitektural‘ yang selalu
membingkai ‗karya arsitektur‘ Soekarno yang tercitra melalui sepilihan karya
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu
Nasional.Pola-pola tersebut menyerupai benang merah peristiwa perjuangan
Pemuda Soekarno yaitu Soekarno Muda di masa kolonial yang diawali oleh pledoi
Indonesia Menggugat sebagai pentas Soekarno yang pertama, disusul oleh
sejumlah pentas sandiwara tonil selama di pembuangan Ende dan Bengkulu,
orasi politik Soekarno, seni pertunjukan sendratari, dan naskah draibooken
adegan diorama Museum Sejarah Kebangsaan, dan mengerucut sebagai karya
218
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ sebagai teori: ―Panggung Indonesia‖ merupakan
sarana komunikasi arsitektural Soekarno dalam mencapai tujuan ke-Indonesia-an yang
digubah berdasar peristiwa kesejarahan sebagai ekspresi perjuangan Bangsa Indonesia dan
bagian dari Sejarah Dunia pada masa itu. Akumulasi keragaman pengetahuan tacit
Soekarno memampukan dirinya menggubah ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai
pengetahuan di wilayah Arsitektur. nSekalipun telah diperoleh teori melalui
komparatif merujuk Glaser dan Strauss504 akan disajikan diskusi teoritis untuk
memperkaya serta menjamin keluwesan ‗teori sebagai sebuah proses memutu‘.
Diskusi teoritis dipilih berdasar kegayutan tema ―panggung‖ disepadankan
dengan filsafat ―Kegilaan dalam Arsitektur‖ yaitu Point de Folie – Maintenant
L‘Architecture gagasan Derrida505:
… D'une part, cela n'arrive pas à un nous constitué, à une subjectivité humaine dont l'essence serait arrêtée et qui se verraitensuite affectée par l'histoire de cette chose nommée architecture. Nous ne nous apparaissons à nous-mêmes qu'à partir d'une expérience de l'espacement déjà marquée d'architecture. Ce qui arrive par l'architecture construit et instruit ce nous. Celui-ci se trouve engagé par l'architecture avant d'en être le sujet: maître et possesseur. D'autre part, l'imminence de ce qui nous arrive maintenant n'annonce pas seulement un événement architectural: plutôt une écriture de l'espace, un mode d'espacement qui fait sa place à l'événement. Si l'œuvre de Tschumi décrit bien une architecture de l'événement, ce n'est pas seulement pour construire des lieux dans lesquels il doit se passer quelque chose, ni seulement pour que la construction elle-même y fasse, comme on dit, événement. Là n'est pas l'essentiel. La dimension événementielle se voit comprise dans la structure même du dispositif architectural: séquence, sérialité ouverte, narrativité, cinématique, dramaturgie,chorégraphie.
Derrida mengutarakan bahwa subjektivitas manusia ditangkap oleh
‗ruang‘ yang dipengaruhi sejarah yang disebut ‗Arsitektur‘. Apa yang terjadi
dalam ‗Arsitektur‘ dan apa yang dibangun telah melibatkan subjek yaitu
504 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 35. 505 Derrida,Jacques. Point de folie — Maintenant L'architecture. 27 Avril 2009.
219
Arsitek Master dan Pemilik. Apa yang terjadi pada ―Arsitektur Sekarang‘
(kontemporer) tidak hanya mengadvertensi atau men-jargon-kan istilah
Architecture of Events - Peristiwa Arsitektur, bukan pula hanya menggubah
ruang atau taman sebagai ‗peristiwa‘, melainkan menyerupai apa yang
dilakukan Tschumi dalam Architecture of Events di Parc de la Villette di Paris.
Tschumi tidak hanya menggubah ‗ruang‘ bagi tergelarnya ‗sesuatu yang terjadi‘
sebagai peristiwa, kehadiran Architecture of Events dapat diukur melalui struktur
arsitektural yaitu; urutan, serialiti, narasi, dramaturgi, sinematik, dan koreografi.
Architecture of Events merujuk Derrida, ditafsirkan Damais sebagai Narrative
Environtment yaitu visualisasi bangunan yang ‗bertutur‘ sehingga diperlukan
serangkaian persiapan untuk menghadirkannya.
Teori ―Arsitektur Panggung‖ sebagai wilayah Arsitektur yang bersifat
Non Material tergubah terpayungi oleh dasar filsafati ―kegilaan dalam arsitektur‖
berupa ide ―Arsitektur Panggung‖506 sebagai skenario layaknya pagelaran Lakon
dalam drama/wayang yang mengandung unsur-unsur pelaku/tokoh,
dialog/percakapan, kelengkapan /latar, kostum, aksesoris serta keterangan
lakon. Untuk mempersandingkan antara ―Arsitektur Panggung‖ dengan struktur
naskah drama berdasar urutan peristiwa yang mempertautkan ruang sbb:
Babak, yaitu rangkuman peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan
waktu-tempat-peristiwa. Setiap Babak terbagi atas adegan-adegan yang disusun
berdasarkan latar/setting khas. Untuk membedakan antar babak ditandai
dengan dekorasi tertentu. Dikenal pula unsur Adegan yaitu formasi/posisi
506 Analogi Dramaturgi berasal dari istilah teater yang dipopulerkan oleh Aristoteles sekitar tahun 350 SM. Dalam Poetics, Aristoteles menjabarkan penampilan/drama-drama yang berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi berdasar karya drama klasik Yunani, berupa outline yang memiliki enam unsur penentu kualitas drama, yaitu; Plot, Characters, Diction, Thought, Spectacle, Melody Outline of Aristotle's Theory of Tragedy in the Poetics.
220
pemain di atas pentas yang batasnya ditentukan oleh datang dan perginya
lakon di atas pentas, termasuk Dialog berupa percakapan antar tokoh sebagai
struktur drama.Sebelum dipentaskan, diperlukan Petunjuk Lakon sebagai
panduan bagi tim pementasan; sutradara, pemeran, penata seni, berkenaan
dengan suasana, peristiwa, atau perbuatan tokoh dan unsur-unsur cerita
lainnya. Ketika dipentaskan, Prolog akan mengawali pertunjukkan drama.
Prolog berperan sebagai pengantar cerita yang akan disajikan, diakhiri Epilog,
sebagai bagian akhir naskah drama yang berisi kesimpulan cerita, nasihat,
pesan moral/etika. Tema/lakon sebagai unsur terpenting drama yaitu ‘sesuatu‘
yang disampaikan yang menjiwai seluruh bagian drama tercitra pada babak,
adegan, dialog, tokoh, bahasa. Selanjutnya Penokohan yang memiliki sifat dan
kedudukan beragam sebagai pengemban dalam pengembangan alur cerita.
Alur atau Plot sebagai rangkaian peristiwa yang dihubungkan berdasar sebab -
akibat sebagai pengungkap gagasan, membimbing, dan mengarahkan perhatian
penonton. Tak kalah penting adalah bahasa untuk menggerakkan tokoh dan
mencipta suasana. Bahasa yang diucapkan tokoh-tokohnya, memumpun
memahami waktu, tempat, keadaan, serta masalah. Termasuk mengenali latar
belakang tokoh. Selain Dialog, dikenal Solilokui (monolog/senandika) sebagai
ungkapan pikiran tokoh melalui percakapan pada diri sendiri. Juga dikenal
Aside sebagai bahasa tokoh yang beranggapan bahwa tokoh lain tidak
mendengarnya.
Persandingan karakteristik Drama dengan Ide ―Arsitektur Panggung‖
menunjuk adanya gambaran analitik dan peka sebagai persyaratan proses
Pembentukan Teori Baru. Tampak adanya pola-pola tertentu pada karya-karya
arsitektural Soekarno yang direpresentasi sedikitnya oleh sepuluh karya
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang kehadirannya bukan saja sebagai budaya
221
material yang teraga, akan tetapi juga menunjukkan Arsitektur Non
Material/Tak Teraga yang memiliki peran sebagai sebuah ide form arsitektur
layaknya pentas ―panggung‖. Pola-pola serupa sebagai generalisasi teori yang
ditemukan berdasar grounded pada Soekarno sebagai Penguasa, yaitu
terdapatnya kemampuan menggubah karya arsitektural sebagai ‗komunikasi
arsitektural‘ untuk mencapai tujuan-tujuan politisnya.
Di saat berlangsungnya kekuasaan Soekarno meninggalkan jejak
paranoid regime of sign-tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan
Dalang/puppeteer terhadap bonekanya507. Abstract line yang terbentuk dalam
konteks ini adalah Kawasan Tugu Nasional. Untuk mengungkapkan ekspresi
kegilaan dalam ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai satu moda komunikasi akan
digambarkan kesepadanannya dengan unsur-unsur pertunjukan drama sejak
pengunjung berada di gerbang kawasan, yang dikelompokkan sebagai Prolog di
saat pengamat memandang keseluruhan sosok Tugu Nasional. Dirinya harus
berdiri setidaknya pada jarak tertentu sekitar 230 meter terhadap Tugu
Nasional. Prolog berfungsi sebagai pengantar ‗pementasan drama‘ yang akan
disajikan oleh Tugu Nasional. Pengagungan pasangan Laki-Laki-Perempuan
melalui simbol Lingga-Yoni berupa Tugu Obelisk dan Cawan Afgeknotte.
Sebagai Babak 1 berupa pengungkapan peng-Agung-an ke-laki-lakian
direpresentasi oleh sosok patung realis Pangeran Diponegoro, yang berkorelasi
dengan ―teks‖ Sayembara Perancangan Tugu Nasional ke 2 tanggal 27 Juni
1960. Dilanjutkan oleh jeda berupa Transisi 1 dengan menuruni tangga menuju
Terowongan Bawah Tanah, yang berkorelasi dengan ―teks‖ semasa kegelapan
507 Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press. 2007, hal. 11-16.
222
menjadi Bumiputera. Babak 2, berlangsung di ruang Terowongan Bawah Tanah
sebagai manifestasi adegan Masa Kegelapan dan Penjajahan Kolonial,
berkorelasi dengan ―teks‖ Indonesia Menggugat.
Dilanjutkan Transisi 2 berupa ‗kejutan‘ melihat benda gigantik Cawan
Tugu dari arah Terowongan. Babak 3 berupa adegan ‗drama bisu‘ yang
direpresentasi oleh 48 diorama di Museum Sejarah Kebangsaan yang
berkorelasi dengan sejumlah naskah sandiwara tonil di Ende dan Bengkulu,
serta empat jilid draibooken yang dipersiapkan Sejarawan dan Seniman tahun
1964508. Diteruskan Transisi 3, menaiki tangga menuju Ruang Kemerdekaan.
Berkorelasi dengan ―teks‖ ―Lahirnya Pancasila‖ dan ―Menuju Indonesia Merdeka‖.
Adegan dilanjutkan Babak 4, merupakan puncak adegan drama yang
mengungkpakan peristiwa sakral Proklamasi serta Atribut Kemerdekaan 17
Agustus 1945. Adegan dilanjutkan Transisi 4, menapaki tangga / elevator
menuju Babak 5, yaitu modernitas Bangsa Indonesia yang dinamis ke arah
kemajuan. Lokasi atas – ke angkasa, ke langit sebagai simbol cita-cita yang
tinggi. Pada Babak 6, digiring menyaksikan panorama Ibukota Negara dari
pandangan atas, dan sebagai babak terakhir, Babak 7 merasakan pengalaman
berada di kaki langit di lokasi Api Kemerdekaan yang berbatasan angkasa bebas.
Sebagai Epilog, menuruni Tugu Nasional dengan keterkenangan, sebuah
katarsis tentang ‗Indonesia‘.
Prosesi keruangan di Kawasan Tugu Nasional yang dapat
disepadankan dengan unsur-unsur pertunjukkan drama, menunjuk adanya
kesepadanan struktural yang membingkai bentuk dan isi dari teori ―Arsitektur
Panggung‖ sebagai ungkapan gagasan ―Arsitek‖ Soekarno di kawasan Tugu
508 Draibooken diorama dikenal sebagai Lukisan Sejarah Visual Museum Sejarah Tugu Nasional yang dihimpun tahun 1964.
223
Nasional sebagai maknawi yang ‗baru‘ yang berpotensi radikal karena telah
melampaui proses distansiasi dan apropriasi. Kemampuan menggubah ide
―Arsitektur Panggung‖ pada Soekarno berselaras dengan ciri enflanted ego
Penguasa sebagai kepribadian yang melampaui batas sebagaimana
digambarkan dalam peradaban Radiant Axes509. Soekarno digambarkan sebagai
subyektivitas diri yang meluas pada ideolog politiknya. Soekarno digambarkan
menikmati pujian sebagai tokoh sentral yang laras dengan pesona pribadinya
termasuk gaya busana serta orasinya sebagai ‗cara mencari nama dan bergagah‘
melalui ide ―Arsitektur Panggung‖ denag melekatkan gagasan pesona ke-
Indonesia-an melalui idiom-idiom Arsitektur Modern.
Representasi diri Soekarno sebagai pribadi luluh menjadi identity
extended yaitu perluasan identifikasi510 diri melalui internalisasi. Semula,
Soekarno yang adalah sosok pribadi yanag berubah menjadi ‗diri Soekarno‘
sebagai representasi ke-Indonesia-an dengan menyandang peran ‗Sang
Pemimpin Besar Revolusi‘ atau sebutan ―Aku‖ atau ―Bapak‖. Proses demikian
menurut Kristeva511 adalah subjectivity as a process gejala membalut diri dengan
kemegahan akibat rasa keterhinaan yang pernah dialami. Peredaman masa lalu
kelam bagi Soekarno mengalami keterasingan selama kurun waktu yang
panjang di usia mudanya. Tindakan tersebut sebagai ekspresi prosesi ego pasca
Fase Ketiga di saat seseorang yang telah memiliki ‗bayangan‘ utuh pada ‗cermin‘
sebagai identity extended yang berdekatan dengan gejala narsisme512 merujuk
509 Periksa artikel Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. 510Identifikasi adalah proses individu menginternalisasi atribut orang lain dan mentransformasikan lewat imajinasi tak sadar. 511 Mansfield, Nick. Subjectivity. Theories of the Self From Freud to Haraway. New York: New York University Press. 2000, hal. 79. 512Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst : University of Massachusetts Press.1991. Lacan, Pertama, fase pra-Oedipal, di masa bayi yang belum mengenali batasn ego atau dirinya
224
psikoanalisis - struktural gagasan Jacques Lacan. Subyektivitas pada Soekarno
‗merupakan sebuah keberkahan‘. Rasa keterhinaan semasa pembuangan di
Ende dan Bengkulu mendorongnya untuk menggubah sejumlah risalah yang
bertema impian kebebasan, Salah satunya menjadi naskah drama tonil yang
dipentaskan dan menjadi karya katarsis. Semasa kependudukan Jepang,
Soekarno dihadapkan keharusan menjadi pemimpin ―prajurit pekerja‘ atau
romusha513 untuk mengorganisir massa bekerja fisik. Kepahitan hidup yang
tertuang sebagai gagasan karya fisik dan orasi sebagai kemampuan alamiah
Soekarno semasa menjadi insinyur-arsitek telah memampukan dirinya di saat
menjadi seorang Penguasa. Pengetahuan kearsitekturan yang dimilikinya, telah
lebur dan saling menguatkan kepekaan artistiknya sehingga memampukan
dirinya berperan menjadi ―Arsitek‖ sebagai ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai
proses kehadiran yang disebut Khora.
Ide ―Arsitektur Panggung‖ merupakan ranah Arsitektur Non-
Material yang menggambarkan pengetahuan tentang penghadiran karya fisik
arsitektur secara khas, yaitu memberi ruh bagi kehadirannya dengan cara
melekatkan sejumlah keunggulan yang dimiliki Indonesia di masa lampau yaitu
masa sebelum terjamah dan terhinakan oleh penjajahan Kolonial dengan cara
melekatkannya sebagai bagian dari karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang
tampil sebagai Arsitektur Modern. Cara-cara mempersandingkan karya
Arsitektur Material dengan Non Material yang menyerupai ide ―Arsitektur
kecuali sosok Sang Ibu. Fase kedua, Fase Cermin atau tatanan imajiner, sebagai tahap preverbal yang logikanya bersifat visual. Prosesi ego yang telah mengalami fase ketiga, yaitu seseorang yang telah memiliki ‗bayangan‘ utuh pada ‗cermin‘ sebagai identity extended / berdekatan dengan gejala Narsisme. 513Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia. Buku VI. Masa Jepang dan Masa Republik Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka,2008, hal.62-63.
225
Panggung‖ menjadikan karya ―Arsitektur Mercusuar‖ menjadi buah karya
Soekarnoistik, yaitu karya khas yang bersepadan dengan jejak enflanted ego diri
Soekarno. Sebagai cara khas ―Arsitek‖ Soekarno menggubah karya arsitektur
usai terlepas dari belenggu kolonialme. Dalam penelitian ini, ide ―Arsitektur
Panggung‖ yang tercitra sebagai gagasan ke-Indonesia-an dinamai Khora Pesona
Karya ―Arsitek‖ Soekarno. Sebutan ―Arsitek‖ tepat untuk dimahkotakan
kepada Soekarno, sekaligus menyudahi perdebatan yang tidak berujung selama
ini tentang peran Soekarno dalam proses kehadiran ―Arsitektur Mercusuar‘
melalui terkuaknya Arsitektur Non Materal mendampingi Arsitektur Material.
Dalam penelitian Grounded sebagai pilihan metode penelitian
Kualitatif tidak dikenal adanya Pengujian Teori, maka teori yang dihasilkan
bukan untuk diuji akan tetapi mutu dari teori yang dihasilkannya dapat
diperteguh melalui cara mempersandingkannya dengan realitas serupa di
mancanegara era sejaman untuk mengetahui kesamaan-kesamaan ataupun
perbedaan-perbedaan untuk menunjukan keunikan teori yang ditemukan.
Pembentukan teori arsitektur bersandar Grounded berbasis data kesejarahan
ini diharapkan menghadirkan kesegaran teori dari belahan Bumi Timur.
Teori ―Arsitektur Panggung‖ akan didiskusikan secara teoritis dengan
wacana Non West merujuk Zhu514 yang telah menyusun secara periodikal
arsitektural di China 1930-2000-an melalui cara longue durée. Jianfe Zhu
514 Jianfe Zhu. Opening The Concept of Critical Architecture: The Case of Modern China and The Issue of The State In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal. 106.
226
menyusun tiga kategorisasi sebagai respon atas kritik Einsenman tentang
ketiadaan kritik arsitektur yang mengemuka sebagai tradisi di Asia.
Zhu mewacanakan konsep keterhubungan antara Timur, Barat,
Utara dan Selatan sebagai wacana ter-integrasi. Berdasar penelitiannya, Zhu
mengungkapkan kritik arsitektur di China secara kronologis, diawali 1930-
an sebagai Periode Republik mengungkapkan ekspresi arsitektur bergaya
native terilhami oleh Istana Beijing sebagai ambisi arsitek-arsitek China
pasca studi di mancanegara untuk menunjukkan gaya khas China bagi
Ibukota Nanjing. Ketika berlangsung Mao Sosialis tahun 1950-1980-an
kiblat Design Institutes meninggalkan jejak dua gaya, Nasional China dengan
Beaux-Arts atau Neo-klasik di Beijing dan gaya Arsitektur Modernis bagi
rancangan fasilitas umum lainnya. Pasca-Maois tahun 1990- 2000-an
dikategorikan Semi-Autonomous Studios yang menampakkan kebebasan gaya
Arsitektur Garda Depan ditandai arsitektur yang berorientasi ekonomis.
Keterhubungan antara Timur dan Barat, Utara dan Selatan sebagai
wacana terintegrasi terjawab oleh karya ini, dan yang mengemuka pada
keduanya adalah cara penulisan longue durée yang mempertalikan tiga tempo
zaman historis merujuk The Mediterranean515 karya Braudel. Dalam karya ini
terbagi menjadi, a) Ruang Geografis Sejarah Dunia, b) Ruang Sejarah
Negara di masa Kolonial, dan c) Peristiwa Politik di masa pemerintahan
Soekarno merefleksi pengaruh Kolonial yang mengisi ruang Nusantara.
Lim516, menempatkan Soekarno sebagai politikus modernis dari Negara
515 Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity Press 1990, p. 42 516 Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012, hal. 19
227
Dunia Ketiga-Third World Politicians disetarakan dengan Jawaharlal Nehru,
Tunku Abdul Rahman, Norodom Sihanouk dan Juscelino Kubitschek.
Disayangkan Lim tidak menunjukkan keunggulan-keunggulan
yang telah dieksplorasi Soekarno sebagai politikus modernis dalam upayanya
meneguhkan gaya arsitektur khas ke-Indonesia-an.Bahkan risalah Abidin
Kusno517 pun hanya menyebut Soekarno sebagai Bapak Arsitektur Indonesia.
Peran modernist direpresentasi oleh forum komunikasi kelompok ATAP
era 1950-an terdiri atas Han Awal, Liem Bianpoen, Soewondo Bismo
Sutedjo, Mustafa Pamuntjak, dan Suyudi Wiryoatodjo yang menggelar
diskusi berbasis isu identitas, nation-building dan krisis perumahan di
Indonesia, disusul oleh AMI 1980an, dan Jong Arsitek pada 2010.
Temuan teori dari karya ini akan dipersandingkan dengan realitas
arsitektur sebagai ekspresi Penguasa di India sebagai era sejaman dengan
Soekarno saat Perdana Menteri Jawaharlal Nehru menginginkan
terwujudnya New India. Nehru meminta Arsitek Le Corbusier dan Pierre
Jeanneret518 untuk mempersiapkan rancangannya menggubah Chandigarh
sebagai Ibukota New India pada 1951. Le Corbusier menuangkan gagasan
pribadinya ke dalam perancangan Chandigarh Project yang semula
dipersiapkan Albert Mayer. Bersama Maxwell Fry, Jane Draw, dan Pierre
Jeanneret, Le Corbusier menggubah Capitol Complex Chandigarh dengan
Arsitektur Modern yang bersandar organic architecture. Neehru dan Corbusier
memiliki hubungan baik berkat kesamaan minatnya pada drama, mitos dan
517 Kusno Abidin. (Re-) Searching Modernism: Indonesia After Decolonization In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal.82. 518 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 12.
228
‗kemenangan‘ sehingga rancangan Corbusier diwarnai oleh filsafat Hindu
serta kultur masyarakat India519 yang memperteguh gubahan Chandigarh
sebagai Ibukota yang indah serta dikenang masyarakat sebagai ―Arsitektur
Panggung‖. Perolehan karya gemilang dari Corbusier di India, tidak terlepas
dari persahabatan yang dibinanya bersama Nehru selama bertahun-tahun520
sehingga Nehru memahami karakteristik Sang Maestro yang ingin
menuangkan gagasan cemerlangnya secara otonom. Dapat dikatakan dalam
perancangan Chandigarh, Corbusier diberi kebebasan penuh oleh Nehru,
yang diakui sendiri oleh Corbusier sebagai hal yang tidak diperolehnya
ketika merancang di Negara lainnya521.
Selama di India Corbusier memperoleh kepercayaan di beberapa
kota seperti Chandigarh, Nangal, Taiwara, Pandoh, Sundernagar, Slapper
dan Ahmedabad. Karya Corbusier di India menjadi karya yang
membanggakan masyarakat India, bahkan menurut penilain arsitek
maestro lainnya termasuk Oscar Niermeyer. Karya Corbusier digubah
bersandar filsafat Hindhu yang menyelaraskan hubungan mikrokosmos
dan makrokosmos. Satu hal yang penting, tergubahnya karya arsitektur
Corbusier yang membanggakan disebabkan diperolehnya kebebasan penuh
dirinya sebagai Arsitek untuk berkarya yang diperolehnya dari Nehru,
sehingga hal-hal idealistik Arsitek murni dapat terungkap tanpa adanya
intervensi dari Penguasa. Peran Corbusier di India yang memperoleh
519 Ibid, hal. 21. 520 Corbusier, Le (Trasl.) Palmes, James. Creation is a Patient Search. New York: Frederick A Preager, 1960, hal. 140. 521 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 87.
229
kebebasan mutlak berkarya arsitektur yang diperolehnya dari Penguasa
Nehru sebagai Penguasa membedakan dengan situasi serupa di Indonesia
di masa Soekarno. Di saat Soekarno menggelar projek Jakarta City Planning,
dirinya tidak segan-segan memerankan diri sebagai ―Arsitek‖ dengan
memberi intervensi serta memasukkan rasa seninya selama berlangsungnya
proyek. Situasi itu mengakibatkan Arsitek serta Seniman yang dipercayakan
membantunya merasakan dirinya hanya sebagai visualizer gagasan Soekarno
semata, karena nyata-nyata gagasan serta intervensi Soekarno lebih
mendominasi pekerjaan arsitektur dan karya seni sebagaimana diutarakan
oleh Soedarsono522, Silaban523 dan Seniman patung Edhi Sunarso524.
Ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai Arsitektur Non Material
barangkali terjadi hanya di Indonesia. Peristiwanya berlangsung di saat
Soekarno berkesempatan menggubah impian kemegahan Indonesia
melalui beautifikasi Ibukota Jakarta. Dirinya tidak menyerahkan
idealistiknya kepada Arsitek Negeri sendiri ataupun mancanegara,
melainkan memerankan diri sebagai ―Arsitek‖ untuk mengekspresikan
gagasan arsitektural yang ada dibenaknya. Bersandarkan pengetahuan tacit
kearsitekturan yang dimiliki dan didukung oleh Arsitek dan Seniman dan
Konstruktor yang dipercayainya Soekarno mensintesakan
522 Berdasar pengakuan Arsitek Soedarsono, tulisan Olly G.S dalam ‖Soekarno Sang Arsitek‖ dalam majalah Kartini No.286 tahun 1985, hal. 8,9,123 dan 124 bahwa dirinya hanyalah visualizer Soekarno, termasuk rancangan Tugu Nasional. 523 Berdasar diary arsitek Silaban yang terhimpun sejak tahun 1960-1964 yang mengandung makna adanya perasaan kurang nyamannya Silaban atas intervensi yang dilakukan Soekarno kepadanya dalam proyek arsitektur yang dipercayakan kepadanya. 524 Edhi Sunarso dalam wawancara di Yogyakarta tahun 2001, mengutarakan bahwa seluruh patung realis yang digubahnya adalah karya Soekarno, karena dirinya hanyalah visualizer atas gagasan Soekarno yang dipercayakan kepadanya. Soekarno sendiri yang memiliki arahan ukuran, gaya, ekspresi serta material yang diinginkan termasuk penempatan patung.
230
kenegarawanannya dengan ideologisnya ke dalam gubahan karya
Arsitektur. Keberadaan Arsitek Negeri sendiri seperti Silaban, Soedarsono
serta Arsitek Yunior lainnya, serta Konstruktor dan Seniman di lingkungan
Soekarno tidak menyurutkan hasrat Soekarno untuk meminta Arsitek
Mancanegara ikut serta dalam mewujudkan gagasannya seperti
perancangan stadion utama Gelora Bung Karn. Soekarno meminta Arsitek
dari Moskow untuk terlibat, demikian juga perancangan Hotel Indonesia
dengan mengajak Arsitek Abel Sorenson. Namun, Soekarno tidak
sepenuhnya memberi kebebasan kepada Arsitek-Arsitek Mancanegara yang
telah dipilihnya. Soekarno telah mengambil peran sentral dalam
perwujudan seluruh gagasan idealistik kearsitekturan yang hendak
divisualisasikan. Sikap sentralistik Soekarno juga ditampakkan pada Arsitek
Negeri sendiri, antara lain pada perancangan Gedung Pola oleh Silaban,
Wisma Nusantara oleh Ciputra, Planetarium oleh Ismail Sofyan, dan Tugu
Nasional oleh Soedarsono, serta gubahan patung realis karya Edhi Sunarso.
Tindakan meleburkan peran kenegarawan sekaligus peran
―Arsitek‖ yoleh Soekarno dilalui dengan memasuki ranah kearsitekturan
secara intens dan mengintervensi kerja Arsitek yang telah dipercayainya,
sehingga membedakan Soekarno dengan Penguasa lainnya. Soekarno
membuktikan bahwa gelegak hasrat, intervensi serta rasa seni yang
dimilikinya sebagai kesungguhannya untuk memanggungkan ruang ideal
ke-Indonesia-an. Sikap campur tangan Soekarno berupa intervensi serta
memasukkan rasa seninya ke dalam rancangan telah memberikan warna
bagi karya arsitektur yang mewujud. Ruh ke-Indonesia-an yang ditanamkan
Soekarno berupa unsur-unsur keelokan Indonesia memperoleh
231
kesempatan untuk digelar. Oleh karena karya yang mewujud mengandung
karakteristik serta ornamen estetis yang khas selayaknya ―panggung‖ maka
karya tersebut memiliki kekhasan, sebagai ―Arsitektur Panggung‖ yang
Soekarnoestik. Trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Soekarno mewarnai
karya arsitektur yang tergubah. Kemenarikan kehadiran sebagai ―Arsitektur
Panggung‖yang Soekarnoestik terwujud bukan saja pada fisik arsitekturalnya
semata, namun lebih jauh yaitu spectre Soekarno yang masih menggayuti
benak masyarakat Indonesia, sehingga kehadiran ―Arsitektur Panggung‖
terkait Soekarno masih akan dibicarakan.
Teori arsitektur yang hadir bersandar gagasan Soekarno sebagai
sosok Penguasa yang berlatar kepahitan di masa lampau bahkan hingga
wafatnya, menunjukkan sebagai teori eksklusif di ranah arsitektur, namun
saya berkeyakinan bahwa teori ini akan berperan kunci sebagai daya pesona
baru di ranah arsitektur untuk merebut posisi dalam keterhubungan Barat
dan Timur. Diskusi teoritis yang mempertautkan di atas diharapkan selaras
dengan harapan Zhu, serta memetakan peran penting Soekarno sebagai
politikus modernis dari Negara Dunia Ketiga. Lebih jauh kehadiran ide
―Arsitektur Panggung‖ yang terbentuk dari penelitian ini memperkaya
khasanah arsitektur sebagai keunggulan Timur yang direprentasi oleh
Indonesia, serta mereposisi peran Soekarno, bukan saja politikus modernis
melainkan juga sebagai ―Arsitek‖ yang mewarnai gaya Arsitektur Modern
sebagai perwujudan unsur-unsur budaya Jawa Kuno sebagai cara Soekarno
mendekonstruksi situasi kearsitekturan di masanya. Yang dimaksud sebagai
―Panggung Indonesia‖di masa Soekarno tidak terbatas oleh karya
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ akan tetapi meluas dalam beberapa konsep,
232
antara lain Jakarta sebagai Wajah Muka Indonesia untuk menyatakan sebagai
‗pintu gerbang‘ untuk memahami Indonesia, juga karya seni rupa sebagai
perwujudan karya arsitektur. Termasuk pula pagelaran sendratari
bernuansa Indonesia di ‗ruang tertentu‘ seperti Ramayana di Candi
Prambanan dan juga gubahan patung realis skala kota.
Louis Kahn pernah mengatakan arsitektur itu tak teraga525 yang
mampu dinyatakan adalah kualitas yang membentuknya. Tersebab oleh
ketiadaannya, maka yang ada adalah ‗karya arsitektur‘. Arsitektur itu ada
dalam pikiran seseorang yang berkarya arsitektur bagaikan
mempersembahan ‗jiwa‘ dari arsitektur. Jiwa yang dipahami bukan sebagai
gaya, pengetahuan teknik, serta bukan sebuah metode…‖ Kahn
menekankan sifat tak teraga berupa ‗jiwa‘ pada karya arsitektur, sementara
itu ide ―Arsitektur Panggung‖ mengandung ‗Jiwa‘ pada ideologi
Penguasa.Pengutaraan ‗jiwa dalam karya arsitektur‘ divisualkan oleh
Arsiteknya melalui karya yang dihadirkannya, sehingga Pengamat
memperoleh pemahaman sebagai penjelasan Sang Arsitek. Pada ide
―Arsitektur Panggung‖ kehadirannya secara langsung dicermati oleh
Pengamatnya melalui data metafisik sekaligus spectre Sang ―Arsitek‖.
Apabila dipersandingkan, perbedaan keduanya terdapat dalam cara
interpretasinya. ‗Jiwa dalam arsitektur‘ oleh Khan melalui penuturan
langsung/tak langsung dari Sang Arsitek menyangkut ide-ide dalam
benaknya. Situasi tersebut mendorong adanya bias, karena terdapat
kecenderungan logocentrisme Sang Arsitek yaitu menganggap tuturannya
525 Khan, Louis.Writings, Lectures, Interviews. New York : Rizzoli International Publications, 1991.
233
sebagai ‗sesuatu‘ yang mutlak serta kecenderungan menutupi hal-hal yang
tidak ingin disingkap, sementara itu pada Arsitektur Non Material
pengungkapan adalah proses memutu penelusuran yang berupa konsep, diary,
memoar, serta simbol-simbol yang mendahului terwujudnya karya
arsitektur secara fisik, sehingga pengamat berpeluang mengkritisi nalar
ilmiah sebelum mempenafsirkan.
Kehadiran teori Arsitektur Non Material /Tak Teraga berdasar
penelitian Grounded Theory ini merupakan perluasaan esensi ―panggung‖
dari makna aslinya, yaitu sebagai pentas pertunjukan secara langsung
direpresentasi oleh karya arsitektur. Kehadiran teori ini menjadi pengetahuan
baru di ranah arsitektur sebagai suatu cara mengungkapkan makna
kehadiran karya arsitektur. Karena peran khasnya itu, maka Teori Arsitektur
Non Material akan menempati posisi tertentu di ranah arsitektur, yaitu
sebagai sandingan dari Teori Arsitektur Material yang bersandar pada hal-hal
fisik. Teori Arsitektur Fisik Material, merupakan pengetahuan untuk
mengejawantahan secara material, sedangkan Teori Arsitektur Non
Material merupakan pengetahuan yang mewujud melalui ide/gagasan.
Keduanya merupakan pasangan yang membentuk Teori Arsitektur secara
utuh. Posisi Teori Arsitektur Non Material di antara Teori Arsitektur
digambarkan bersandingan dalam membentuk teori arsitektur secara
utuh.Kehadiran Teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga sekaligus telah
menjawab persoalan penelitian ini yaitu: Bagaimana proses kehadirannya yang
mengkualitas sebagai form yang berperan menjadi moda komunikasi yang
berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena arsitektur
‗Projek Mercusuar‘ yang ‗Ada‘ di masa-lalu dalam konteks kekinian. Di
234
masa Soekarno kehadiran ―Arsitektur Panggung‖ berperan sebagai ide form
bagi wadah mempertunjukkan peran sentral Soekarno sebagai Penguasa
melalui merepresentasi ideologi, hasrat, intervensi dan rasa seninya. Di
kekinian, kehadirannya berubah menjadi Arsitektur Non Material sebagai
―Panggung Indonesia‖ yang mengandung spectre Soekarno. Temuan ide
―Arsitektur Panggung‖ yang terkandung dalam karya arsitektur ‗Projek
Mercusuar‘ era Soekarno sebagai cara memberikan perbedaan cara
pandang atas karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ yang ter-fragmentasi oleh
ruang-waktu-peristiwa.Kehadiran teori ―Arsitektur Panggung‖ menegaskan
adanya skenario khas yang membingkai kehadiran ide ―Arsitektur
Panggung‖ sebagai kesatuan utuh dalam ideologi Nation and Character
Building. Peranan ide ―Arsitektur Panggung‖ adalah menjadi ruang wadah
bagi ideologi ke-Indonesiaan yang divisualkan Soekarno melalui
perwujudan Arsitektur Modern yang berbasiskan unsur-unsur budaya khas
Jawa Kuno. Ide ―Arsitektur Panggung‖ pada akhirnya dapat pula diturunkan
sebagai sebuah teori untuk mendeskripsikan hal-hal yang berkenaan
dengan ideologi tertentu yang ditanamkan oleh ―Arsitek‖ Penguasa di saat
menggubah karya arsitektur sebagai visualisasinya.
235
Terbentuknya ide ―Arsitektur Panggung‖ sebagai teori Arsitektur Non
Material telah menjawab persoalan penelitian: Bagaimana proses kehadirannya yang
mengkualitas sebagai form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda di setiap waktu
dan ruang (mitos) melalui fenomena karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘. Sekaligus telah
memetakan Apa yang dimaksud ―Panggung Indonesia‖ serta Bagaimana proses
kehadirannya? ―Panggung Indonesia‖ adalah sebuah metafora atas ruh/skenario ideologis
yang ditanamkan Soekarno dalam proses memutu, yaitu sebelum karya arsitektur
mewujud berupa pelekatan ornamentik unsur Jawa Kuno sebagai representasi ke-Indonesia-
an ke dalam karya Arsitektur Modern. Sedangkan, proses kehadiran ―Panggung
Indonesia‖ mewujud yang didorong oleh trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno
sebagai Penguasa yang berperan sebagai ―Arsitek‖ sebagai karya mengandung ide
―Arsitektur Panggung‖ yang Soekarnoestik yang ditandai sebagai ‗Tanda
Kebesaran Bangsa Indonesia‘ sekaligus perwujudan ‗hasrat menjadi‘ atau subjectivity
Soekarno sebagai perluasan identifikasi ‗Diri Soekarno‘ ketika merepresentasi ke-
Indonesia-an berupa tindakan ―menyatukan diri dengan subjek‖ yang lebih besar, yaitu
Tanah Air-nya.
Usai mendeskripsikan temuan ―Arsitektur Panggung‖ sebagai Teori
Arsitektur Non Material, terjawablah persoalan penelitian, sampailah pada
Kesimpulan Akhir, yaitu:Pertama, pengamatan fenomenologi dalam bingkai
Grounded Theory telah mengantar terungkapkannya teori ‖Arsitektur Panggung‖
sebagai perwujudan ekspresi kekuasaan, yang memperluas teori arsitektur yang
236
semula menyandarkan diri pada Arsitektur Material yang teraga yaitu teori
arsitektur planimetrik gagasan Van de Ven. Kedua, ranah arsitektur dapat
ditelusuri sebagai Arsitektur Non Material/Tak Teraga melalui penelusuran
proses memutu kehadiran arsitektur sebagai Khora melalui rangkaian penelitian
Grounded Theory terkait Khora tentang Soekarno berbasis peristiwa kesejarahan
dan pengamatan secara instensionalism pada fenomena karya arsitektur Tugu
Nasional.Ketiga, kehadiran karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ ditentukan oleh
faktor pendorong berupa trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa yang
meleburkan diri sebagai ―Arsitek‖.
Keempat, karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ digubah dengan
mengeksplorasi pesona kelampauan Indonesia yang direpresentasi budaya
Jawa Kuno sebagai dasar perwujudan Arsitektur Modern sehingga menjadi
karya arsitektur yang menggugah sensasi estetik. Kelima, kekhasan form
arsitektural serta maknawi yang melingkupinya menjadikan kehadiran karya
arsitektur ‗Projek Mercusuar‘ masih dirasakan sekalipun melampaui setengah
abad, disebabkan adanya ―Arsitektur Panggung‖ yang menjadikannya bak
pentas ideologis Penguasa sekaligus spectre Soekarno. Keenam, ―Panggung‖
sebagai kata metafora telah mengalami perluasan makna yang disebut calculus of
semantic karena melampaui origin kata ―panggung‖ merujuk etimology bahasa
Jawa. Kata ―panggung‖ artinya jejeraning wayang – tempat Dalang memainkan
tokoh wayang. Dari akar kata gung artinya gedhe-besar menjadi pa- agung-an atau
panggonan sing agung yaitu tempat yang agung atau ―panggung‖.
Ketujuh, ide ―Arsitektur Panggung‖ mengandung karakteristik Khora
untuk menyatakan‗sesuatu‘ yang abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia
posisi yang hadir untuk being. Adalah ‗sesuatu‘ seperti mimpi dan harus
ada di suatu tempat, khora berselaras sebagai ide tentang ‗ruang‘. Ide
237
―Arsitektur Panggung‖ menggambarkan sosok unik yang bersifat
dissymetri- tak berbentuk, triton genos yang artinya the other - bukan yang ini dan
bukan yang itu, tetapi sebagai Khora, serta bersepadanan sebagai ‗ruang‘ dalam
arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas, atau Negara.
Kedelapan, ―Arsitektur Panggung‖ mengandung karakteristik Khora
menunjuk sesuatu yang disebut figure dan form, sebagai perwujudan wadah
yang merepresentasi sifat Ibu-Perawat yang memelihara, serta menyatakan
objek penerima isi muatan-receptacle, sebagai pembawa-tanda/jejak-imprint
bearer. Karakteristik itu menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk
arsitektural yang selalu dalam proses memutu.Kesembilan, penelitian Grounded
Theory yang mengandalkan intelektualitas serta kepekaan inderawi yang
diterangi oleh hermeneutika - intepretatif gagasan Ricouer telah menghadirkan
Teori Arsitektur Non Material/Arsitektur Tak Teraga sebagai fenomena
arsitektural yang selama ini terabaikan. Melalui penelitian Grounded telah
ditemukan Teori Formal secara meyakinkan, karena teori yang terbentuk
bersandar data dan analisis yang telah mengalami distansiasi dan apropriasi
menjadi sebentuk makna baru yang radikal yang dipertautkan secara intertekstual
dalam merajut makna baru yang lebih maknawi. Kesepuluh, teori formal yang
terbentuk merupakan hasil integrasi atas makna-makna baru yang radikal
menjadi embrio ide ―Arsitektur Panggung‖ yang dinamai ―Panggung Indonesia‖:
Khora Pesona Karya ―Arsitek‖ Soekarno. Basis ide ―Arsitektur Panggung‖ sekaligus
merepresentasi perilaku dramaturgi yang melingkupi Soekarno Muda hingga
menjadi Sang Penguasa, sehingga teori Arsitektur Non Material ini memiliki
kekhasan sebagai teori yang bersifat generik yaitu teori ―Arsitektur Panggung yang
Soekarnoestik― Ekspresi ―Arsitektur Panggung‖ mewujud berdasar akumulasi
jiwa-seni, jiwa-arsitek, ideologi yang melingkupi diri Soekarno menjadi teori
238
yang eksklusif/khas sehingga tidak dimungkinkan diterapkan di setiap Aktor
Penguasa kecuali yang bersepadan dengan gejolak jiwa Soekarno.
Sungguhpun temuan teori ini sangat khas, akan tetapi strategis
peranannya karena bermanfaat sebagai gambaran awal peradaban modern di
bidang perancangan bangunan pencakar langit di Indonesia sebagai karya
arsitektur khas yang hanya dimiliki oleh Indonesia dan tidak akan ditemukan
pada karya arsitektur sejaman di mancanegara dikarenakan Soekarno
tidak/bukan meneruskan keagungan karya arsitektur yang berorientasi pada
gaya arsitektur yang telah berjaya sebelumnya seperti arsitektur klasik Barat,
arsitektur Kolonial, bahkan arsitektur vernakular Nusantara sekalipun,
melainkan menggali secara esensial keindahan serta keunggulan hal-hal yang
bernuansa mitos dari flora-fauna di masa kejayaan Jawa Kuno yang telah
terkubur sebagai misteri.
Cara demikian menjadikan karya yang ditampilkan memiliki
keterikatan emosional antara fisik arsitektural dengan kehadiran ―Arsitektur
Panggung‖ yang tergubah berselaras dengan pengutaraan Soekarno sebagai
Penggubah peradaban: ―..sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas
jang berkuasa‖ Jejak-jejak gubahan ruang politik Soekarno dalam memperteguh
homogenitas sosial melalui arsitektur yang berciri visual : spectaculer, geometric,
phallic– megah, struktural dan menjulang. Karya arsitektur ‗Projek Mercusuar‘
digubah bersandarkan pesona kelampauan Indonesia dalam konteks jamannya
telah memperlihatkan differensiasi atau perbedaan khas yang mengandung monad
sebagai partikel terkecil dari jiwa peradaban Jawa Kuno yang mencirikan
keabadian immaterial yang mengandung unsur fluiditas materi, elastisitas
bentuk, semangat mekanistis.Implikasi Teori Arsitektur Non Material dari
―Arsitektur Panggung‖ yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu Nasional ini
239
memiliki peluang untuk diterapkan sebagai rujukan dalam perancangan
arsitektur diperuntukkan bagi perancangan bangunan yang memiliki
karakteristik serupa, antara lain perancangan arsitektur monumental dengan cara
menggubah konten/ isi pesona ke-Indonesia-an sebagai tema/lakon. Akan
tetapi kehadiran teori ―Arsitektur Panggung‖ berbasis Kawasan Tugu Nasional
bukan ditujukan untuk membuat karya pengulangan, karena kehadiran Tugu
Nasional dirancang sebagai satu-satunya di Indonesia, penanda sentral ke-Maha
Indonesia-an gubahan Soekarno.
Kehadiran teori Arsitektur Non Material ini akan menjadi panduan
kegiatan di Kawasan Tugu Nasional, antara lain; a) sebagai wacana awal
konservasi terpadu agar terselenggara keberlangsungan ikatan sakral,
emosional serta kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, b) sebagai panduan
dalam mempertahankan struktur dan keaslian arsitektural Kawasan Tugu
Nasional, c) sebagai inspirasi untuk mempersiapkan konsep manajemen
Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian integral Pemerintah Pusat karena
merupakan tetenger Kebesaran Bangsa Indonesia yang bersifat nasional, d)
sebagai pendorong penyelenggaraan ―panggung‖ bagi Sang Saka Merah
sebagai atribut kemerdekaan sesuai rancangan awalnya, yaitu di dalam Kotak
Emas di dalam gerbang Kala-Makara dengan mencari jalan keluar berkenaan
masalah keamanan, e) Disegerakannya konservasi rekaman suara Soekarno di
Ruang Kemerdekaan yang telah mengalami keausan, f) Mendorong sesegera
mungkin konservasi sosok Lidah Api Kemerdekaan yang telah mengalami
kelayuhan/degradasi baik struktur maupun pelapisan emasnya.
Ide ―Arsitektur Panggung‖ diharapkan dapat mengilhami konsep
perancangan bangunan Monumen dan Museum di Indonesia dengan merujuki
kekuatan tema serta urutan demi urutan keruangan untuk menciptakan efek
240
dramatis keruangan. Tema ke-Indonesia-an yang berpuncak pada rekaman
suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan telah
menhadirkan energi suara yang bersifat immaterial memperkarya konsep
keabadian arsitektur yang selama ini merujuk pada keabadian fisik material.
kehadiran Disertasi serta Buku Lampiran ―Panggung Indonesia‖: Khora Pesona
Karya‖ Arsitek‖ Soekarno diharapkan dapat menjadi basis penelitian grounded
dalam ranah penelitian arsitektur di masa mendatang.
Sadar atas pada keterbatasan untuk mengungkapkan beragam
persoalan potensial selama penelitian ini, maka perlu kiranya saya
menyarankan adanya beberapa kemungkinan penelitian lanjut. Dalam upaya
untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama arsitektur, penelitian
secara multidisiplin dan interdisiplin perlu segera dilakukan mengingat
keberadaan Tugu Nasional sebagai ―Arsitektur Panggung‖ telah mengalami
kelayuhan akibat degradasi baik secara fisik maupun pemaknaan ruangnya
akibat pergeseran ruang dan waktu. Bentuk penelitian dapat difokuskan pada
penelitian Arsitektur Material yang dilaksanakan secara menyeluruuh untuk
mengkonservasi fisik, yaitu sosok luar dan Kawasan Cawan dan Tugu, seluruh
atribut kemerdekaan, seluruh diorama, serta sosok Lidah Api Kemerdekaan
sebagai penelitian intesif untuk menjaga keutuhan struktur dan arsitekturalnya.
Demi memicu proses kreatif pada penelitian kekayaan Arsitektur
Nusantara, cara-cara yang telah dilalui dalam pembentukan teori Arsitektur Non
Material di Kawasan Tugu Nasional ini dapat menjadi rujukan, sebagai
kekuatan baru dalam meneliti Grounded Theory terkait Khora sebagai pertautan
lintas keilmuan dari Belahan Bumi Barat dan Timur yang hal-hal berbasis
metafisik. Pengungkapan konsep Khora untuk menelusuri data mefisik di
Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian Arsitektur Nusantara bukan hanya akan
241
meneguhkan perolehan peradaban Indonesia di masa lampau sebagai refleksi
kekinian, akan tetapi juga akan ‗menjadi basis baru‘ kekuatan khas Timur.
Terungkapnya ide ‖Arsitektur Panggung‖ sebagai perwujudan ekspresi
kekuasaan sebagi pengetahuan tentang arsitektur yang bersifat non material
telah memperluas teori arsitektur yang semula menyandarkan ide arsitektur
material (Van de Ven, 1978). Ranah arsitektur kini dapat ditelusuri melalui
teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga yang penelusuran laras dengan
karakteristik khora sebagai proses memutu.
Proses memutu kehadiran arsitektur Tugu Nasional tidak terlepas dari peran
sentral Penguasa Soekarno dan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang
melingkupinya, sebagai pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi
sekaligus Penguasa. Menunjuk adanya power-kekuasaan sebagai pendorong
penciptaan space-keruangan berdasar knowledge kearsitekturan dan rasa seni
Soekarno, telah memperkaya wacana space-power-knowledge gagasan Michel
Foucault sekaligus memperkaya wacana hasrat kegilaan - Point de folie-Maintenant
l‘Architecture gagasan Jacques Derrida dengan kemunculan subjectivity seorang
Aktor Penguasa yang berperan sebagai ―Arsitek‖
242
A Arsitektur, merupakan sintesa atas rumusan yang berasal dari budaya Romawi dan Yunani, yaitu menggambarkan pengetahuan membangun karya arsitektur yang indah serta bermakna dalam proses penciptaannya yang dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa, untuk mengungkapkan proses kehadiran fenomena karya arsitektur yang bersinggungan dengan makna yang akan berpautan dengan Khora. Arsitektur Non-Material, merupakan pengetahuan arsitektur yang menelisik cara-cara menggubah kandungan karya arsitektur fisik yang berupa ideologi Penguasa untuk diekspresikan secara poetic yaitu konstruktif dan inspiratif sehingga mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya. ―Arsitektur Panggung‖, merupakan ide arsitektur yang mem-visualkan ideologi Penguasa ke dalam karya fisik arsitektural. Artistik, kata sifat yang yang menunjuk pada sesuatu yang bagus, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia. Architectural Research Methods, merujuk Linda Groat, 2002 sebagai metode penelitian di ranah arsitektur, antara lain: a) Interpretive-Historical Research, b) Qualitative Research, c) Correlasional Research, d) Experimental and Quasi-Experimental Research, e) Simulation and Modeling Research, f) Logical Argumentation, g) Case Studies and Combined Strategies. Abstract space dan Absolute Space merujuk The Production of Space (Lefebvre: 1991: 234) berupa ruang yang terbentuk oleh Penguasa yang memiliki makna sosial (sosial space). Tampil sebagai ‗ruang politik‘ Penguasa dalam memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur yang berciri visual geometris, spectaculer, geometric, phallic - megah, struktural dan menjulang. B Batik Indonesia, merupakan karya batik sebagai gagasan Soekarno untuk mewujudkan satu bentuk karya Batik yang bukan bersandar pada salah satu etnik Indonesia. Gagasan itu dibebankan kepada pembatik muda Go Tik Swan ketika dirinya menjadi mahasiswa Sastra UI dan bekerja menyiapkan Soekarno di Istana. Pengembaraan Go Tik Swan untuk mewujudkan gagasan Soekarno telah membawanya ke jenjang kemasyhuran. Batik Indonesia digubah oleh Go Tik Swan sebagai perpaduan antara motif batik berorientasi Karaton Surakarta yang cenderung bermotif simbolik dan berwarna alamiah sogan (warna kecoklatan), menjadi multicolour sebagai ekspresi kekayaan warna batik di Nusantara. Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan. Istana Versailles di Perancis merupakan salah satu contohnya. Dalam perkembangannya desain rancangannnya dikenal sebagai gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan.
243
Berdikari, konsep ber-negara yang dideklarasikan Soekarno sebagai implementasi konsep Nation and Character Building di segala ini termasuk lagu, musik, busana, nama pribadi, dan lain sebagainya untuk tidak merujuk ke ‗Barat‘. C Coding merujuk ke proses analitis di mana data dalam penelitian kuantitatif sebagai hasil kuesioner atau dalam kualitatif berupa transkrip wawancara dikategorikan. Dalam Grounded Theory, dikenal Axial Code, Selective Code D Différance (bhs. Perancis) adalah istilah rekaan Derridan untuk menyatakan tindakan menangguhkan makna yang purna (Derrida:2004) E eklektik merupakan gaya perpaduan dalam rancangan termasuk arsitektur. Perpaduan yang berpeluang menemukan kebaharuan gaya arsitektur secara khas. Gaya eklektik Soekarno berupa paduan gaya Arsitektur Modern yang dilekati ornamentik Jawa Kuno sebagai kebaharuan gaya arsitektur. G Grounded Theory merupakan satu di antara tiga pilihan strategi pada penelitian Qualitative Research a) Grounded Theory, b) Ethnography dan c) Interpretivism yang diutarakan Linda Groat merujuk pada penggagasnya, yaitu; Barney G Glaser, Anselm Strauss dan Corbin. Semula metode ini digunakan untuk memandu penelitian di ranah sosiologi. Keutamaan strategi penelitian Grounded terletak pada cara pengumpulan data secara induktif dan peluang untuk membangun sebuah teori. H Hipotesis Kerja yang dideskripsikan sebagai proposisi yang dikenal dalam metode penelitian Grounded Theory.Berperan sebagai teori subtansif yang berasal serta terkait data. Himpunan hipotesis kerja bila diintegrasikan dengan baik berpeluang menjadi sebuah konstruksi dalam pembentukan teori baru. I Indonesia menunjuk nama Negara berasal dari kata Indus artinya konstelasi bintang dan nesos bahasa Yunani artinya pulau - nusa - tanah air. Memiliki batas wilayah kekuasaan politik, militer, ekonomi, sosial budaya, dan sistem pemerintahan, serta cita-cita dan tujuan bersama yang dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meliputi 17.504 pulau menyebar di lima kepulauan besar: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Barat disebut Kepulauan Indonesia sebagai wilayah territorial (Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho: 2007). Pemakaian nama Indonesia dicatat oleh J.Th. Petrus Blumberger, 1931 sebagai penggantian nama pergerakan dari Nederlandsch-Indie menjadi Indonesia mendampingi istilah Nusantara sebagai nama biro pers di Netherland yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai Indonesische Persbureau pada1913. Secara resmi kata Indonesia resmi mendapat arti politik kenegaraan setelah Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
244
K Khora merujuk Derrida, 1995 sebagai konsep ruang/ide arsitektural yang dicerap yang selalu dalam proses becoming ‗mengada‘, ‗mengualitas‘, ‗memutu‘ menggambarkan representasi karya arsitektur yang semula ‗Tiada‘ menjadi ‗Ada‘. Proses becoming yang demikian bersepadan dengan karakteristik Khora sebagai ‗penyedia bagi yang hadir untuk being terkait ‗form‘. Menggambarkan sesuatu bukan yang fix, menyerupai ‗obyek‘/‘ruang‘ berupa representasi karya arsitektur. Khora berasal dari bahas Yunani sebagai ungkapan Plato yang dituliskan ke dalam Timaeus untuk menyatakan sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indera, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ‗ruang‘. Kebudayaan merujuk Soekarno, ―…Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan daripada suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa‖ dalam bahasa asingnja:―De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse‖ (Soekarno:1960). L Lifeworld (bhs. Inggris) atau Lebenswelt (bhs. Jerman) diartikan sebagai kehidupan, dapat dipahami yang diberikan alam semesta, sebuah dunia. Longue Durée merupakan cara menuliskan sejarah peristiwa jangka panjang merujuk Annales School yang dipelopori oleh Fernand Braudel tahun 1958. M Mercusuar adalah menara sebagai sumber cahaya untuk membantu navigasi kapal laut. Diadopsi sebagai kata metafor untuk menyatakan keinginan memperoleh nama dan untuk bergagah. Muncul istilah ―Arsitektur Mercusuar‖ di masa Soekarno sebagai sindiran pada sikap Soekarno untuk memperoleh nama dan bergagah melalui karya arsitektur yang megah. Metafisik, sesuatu non-material yang di luar hal fisik seperti hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya. Hal-hal metafisik bersinggungan dengan proses kehadiran karya arsitektur.
Metafora sebagai suatu majas atau gaya bahasa untuk mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis, melalui pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tertulis. Menggelar Indonesia merupakan tajuk dari film documenter penari-penari misi kesenian Indonesia ke mancanegara di masa Soekarno. Monad yaitu partikel terkecil dari jiwa seni, ditemukan oleh Leibniz, 1898 sebagai jiwa seni yang abadi bersifat abstrak /tak teraga yang dibedakan dengan atom, yaitu partikel terkecil dari molekul/benda teraga. Monad ditemukan oleh Leibniz di saat meneliti seni Baroque sekitar 1660-1760. Menunjukkan adanya fluiditas materi, elastisitas bentuk dan semangat mekanis yang bersifat keabadian pada jiwa seni melalui bentuk-bentuk lentur dari draperi.
245
Monumen Nasional atau dikenal sebagai Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 142 meter yang didirikan menengarai jiwa Baru Bangsa Indonesia. Pembanguan dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah Presiden Soekarno, dan dibuka untuk umum tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai Lidah Api yang dilapisi lembaran emas. N Nation and Character Building merupakan konsep pembangunan watak bangsa Indonesia berbasis Berdikari - Berdiri di atas kaki sendiri, merupakan ideologi politik rekaan Soekarno Nawa Sanga kosmologi Bali yang memuliakan keselarasan Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos) berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga dengan delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Keselarasan Konsep penataan ruang di Bali dikenal sebagai Tri Hita Karana merupakan a sense of place yang mengandalkan arah mata angin. Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaannya yang sah. NEFO – New Emerging Forces merupakan gagasan Soekarno dalam mengelompokkan Negara-Negara yang pernah senasib mengalami sebagai Negara Koloni bangsa Eropa, antara lain Negara-Negara anggota Konferensi Asia-Afrika di Bandung. New Culture sebutan bagi karya seni di Jerman di masa kekuasaan Adolf Hitler yang berbasis National Sosialis disertai sejumlah dokumentasi patung realis, karya arsitektur, situs Hitler, arsitektur vernakular yang dinamai Art of The Third Reic P Paranoid regime of sign sebagai tanda kegilaan yang dilakukan Penguasa seperti yang dilakukan Dalang / puppeteer terhadap bonekanya merujuk Deleuze, 2007 Panggung merujuk bahasa Jawa: jejeraning wayang tempat Dalang memainkan tokoh wayang. Berakar kata gung -gedhe-besar. Terjadi nasalisasi setelah diberi awalan pa menjadi pa-agung-an atau panggonan sing agung - tempat yang agung atau ―panggung‖. Sebagai ‗ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung‘ yang meninggalkan difference - jejak sesuai jamannya, sehingga makna ―panggung‖ yang ‗Ada‘ di masa lalu kemungkinan berbeda di kekinian maupun esok terkait lakon yang dipertautkan. Pergeseran itu tidak merubah esensi ―panggung‖ sebagai ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa Panggung juga berarti pentas, platform, stan, teater, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang, sasana. Pembentukan teori/memoing merupakan proses akhir dari seluruh rangkaian penelitian Grounded Theory setelah melampaui empat tahap. Pertama, membandingkan dengan teori yang gayut - comparing incidents applicable to each category. Kedua, mengintegrasikan hasil analisis-integrating categories and their properties. Ketiga, membatasi teori-delimiting the theory, dan Keempat, menuliskan teori - writing theory.
246
Pledoi Indonesia Menggugat merupakan naskah pembelaan Soekarno pada tahun 1930 di Bandung. Naskah pledoi tersebut menyerupai sebuah naskah akademik yang merujuk beragam pustaka. Melalui pledoi tersebut Soekarno divonis bebas. Dalam penelitian ini, pledoi Indonesia Menggugat merupakan ―Panggung Indonesia‖ yang pertama bagi Soekarno. Poetic yaitu sifat konstruktif dan inspiratif dalam menggubah karya sehingga mampu mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya. Performance arts diterjemahkan sebagai seni pertunjukan, antara lain teater, musik, dan tari, yang berbeda dengan seni rupa. Dalam seni pertunjukan tubuh , wajah , suara, tampil sebagai media. Sedangkan seni rupa menggunakan bahan-bahan seperti; tanah liat , logam atau cat yang dapat dibentuk atau diubah menjadi obyek seni . Istilah "seni pertunjukan" pertama kali muncul dalam bahasa Inggris pada tahun 1711. Presence, adalah kehadiran langsung. Dalam presence sekaligus terdapat absence, yaitu sesuatu yang tidak hadir sebagai metafisika kehadiran merujuk Of Grammatology (Derrida:1982:49). Metafisika kehadiran merupakan dekonstruksi logosentrisme, sistem metafisik yang mengandaikan adanya logos atau kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di permukaan atau di dunia fenomena. Suatu makna tidak pernah ‗hadir‘ kecuali dalam intertekstualitas tanda. Proyek Mercusuar, kehadiran karya ‗Arsitektur Mercusuar‘ dipandang sebagai peristiwa unik yang dibangun sekitar 1960-an di koridor Kebayoran Baru-Thamrin di saat kota Jakarta masih relatif lapang. Jajaran bangunan modern bertingkat tinggi dengan beragam bentuk unik itu menyerupai sebuah ‗pentas‘ yang menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta yang meluas ke seluruh negeri Penelitian Kuantitatif sebagai metode untuk mem-verifikasi suatu ‗hipotesis‘ secara hypothetico-deductive yaitu menganalisis persoalan melalui taksonomi, klasifikasi, parameter, variabel serta pencarian hubungan kausal-efek. Menekankan proses empirik dalam mem-justifikasi tesis serta proposisi dengan alat sebagai instrumen proses pencarian dan pembuktiannya.Penelitian Kualitatif/Interpretif digunakan untuk mengungkap fenomena diibaratkan sebagai puncak gunung es bagi ‗persoalan‘ sosial-kultural, termasuk arsitektur untuk mendapatkan pengetahuan dari tangan pertama- firsthand knowledge dan Peneliti sebagai instrumennya. S Space-power-knowledge wacana Michel Foucault untuk menyatakan adanya ruang yang tercipta akibat kekuasaan dan pengetahuan yang melingkupinya. Dalam ranah arsitektur, dimaknai sebagai karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan. Spatial Archetype diterjemahkan sebagai arketipe keruangan, terdiri atas enam tipe gagasan yang dikembangkan oleh Mimi Lobell. Teori ini diilhami oleh teori archetype oleh Carl Gustav Jung, yang menenggarai adanya ingatan kolektif berupa citra kepurbaan dalam alam bawah sadar manusia.
247
S o e k a r n o Seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia sebagai Presiden Pertama. Dalam penelitian ini penulisan namanya tetap menggunakan ejaan S o e k a r n o (yang dibaca: Sukarno) berdasar fakta sejarah. Dalam otobiografi Cindy Adams: 2000: 38) mengutarakan:
Waktu di sekolah tanda-tanganku dieja Soekarno – menurut ejaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka aku menginstruksikan supaya segala ejaan ―OE‖ kembali ke ―U‖.Ejaan dari perkataan Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengubah tanda-tangan sudah berumur 50 tahun, jadi kalau aku sendiri menulis tanda-tanganku, aku masih menulis S-O-E.
Soekarno lahir di Surabaya hari Kamis Pon pada 6 Juni 1901 dengan nama Koesno. Bergelar ingeneuer dari TH-Bandoeng kini ITB Bandung pada 1926. Sempat berprofesi sebagai Arsitek sekaligus Politisi yang mengalami resiko sebagai orang buangan. Mewariskan sejumlah karya berupa teks pidato, naskah sandiwara tonil, jargon, sketsa, karikatur, lukisan, puisi, buku, karya arsitektur dan furnitur. Ketika menjadi Presiden menggubah karya ‗Arsitektur Mercusuar‘, misi seni pertunjukan tari ‗Menggelar Indonesia‘ ke mancanegara (Lindsay: 2010) bahkan terciptanya ‗Batik Indonesia‘ (yang bernuansa Nation and Character Building. Gelegak hasrat dalam mewujudkannya menunjukkan peran ―Arsitek‖ sekaligus Dalang yang divisualkan berupa urutan keruangan selayaknya pertunjukan drama, sehingga dikatakan ―Arsitektur Panggung‖. Dimetaforakan ―Panggung Indonesia‖di Tugu Nasional sebagai ‗presence‘ dari Soekarno melalui rekaman suaranya membacakan Teks Proklamasi sebagai metafisika kehadiran, merepresentasi teritori ke-Indonesia-an dan keabadian ruang immaterial. Spectre merujuk Derrida, semacam ‗kehadiran kembali‘ sesuatu yang telah tiada sebagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk pengetahuan yang telah ‗tumbang‘ atau ‗kalah‘ namun ruh/semangatnya masih bergentayangan seperti Marxism T Teori formal adalah teori yang disusun secara konsepsual dalam suatu ilmu pengetahuan tertentu. Teori formal diperoleh melalui perbandingan beragam kasus subtantif. Teori Formal merupakan teori hasil dari penelitian Grounded Theory. Pembentukannya diperoleh berdasar himpunan intepretasi/ kesimpulan yang telah melalui analisis komparatif, melalui kriteria; metode, relevansi, kecocokan-fit (valid), serta dapat dimodifikasi/ dikendalikan. Sementara itu Teori subtansif sebagai teori yang dikembangkan untuk keperluan subtantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, disebut hipotesis kerja. Teori subtantif diperoleh melalui perbandingan antar kelompok Kedua teori itu diperoleh berdasarkan data penelitian. Peranan teori subtantif membantu reformulasi teori yang sudah ada sebagai penghubung strategis dalam memformulasikan dan menyusun teori formal atas dasar data. TH-Bandung singkatan Technische Hogeschool (TH) sekarang ITB Bandung didirikan dan diresmikan oleh pemerintah Belanda pada 3 Juli 1920, dan meluluskan sarjana untuk pertama kali pada 1 Juli 1924. Pada 3 Juli 1926 lulusan pertama insinyur Indonesia, satu diantaranya Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama.
248
Adams, Cindy. Sukarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York: Indiana Polis, 1965
Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Cet 6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000
Adam, Peter. Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc. 1995 Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa.
Disertasi.Program Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011
Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press, 1964
Alexander, Christopher. A Pattern Languange: Towns-Buildings – Construction. New York: Oxford University Press, 1997
Alexander, Christopher. The Timeless Way of Building.New York: Oxford University Press, 1999
Anderson, Benedict. Imagined communities: Reflection on the Origin and Spread of Nationalism.London: Verso, 1991
Antoniades, Anthony C. Poetic of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990 Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek : Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota,
Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu, 2005
Bachelard, Gaston (transl.) French by Maria Jolas. The Poetics of Space. Boston: Beacon Press.1958
Banks, Marcus. Visual Methods in Social Research.London: Sage Publication, 2006 Barilli, Renato (transl.) Pinkus, Karen E. A Course on Aestethics. Minneapolis London :
University of Minnesota Press. 1993 Barliana, M Syaom dan Cahyani, Diah. Arsitektur, Kekuasaan & Nasionalitas. Bandung:
Metatekstur, 2011 Batmomolin, Lukas (ed). Bung Karno. Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Flores: Penerbit
Nusa Indah, 2001 Bochenski, J.M.The Methods of ContemporaryThought. New York: Harper Torchbooks, 1968 Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity
Press 1990, Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli:
Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000 Creswell, John. Research Design. Qualitative & Quantitative Approaches. Sage Publications, Inc,
1994 Damais, Soedarmadji JH (ed). Bung Kamo & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Kamo, 1979 Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan
Eropa. Djakarta: Rafica, 1956 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni. Deleuze, Gilles. (Transl.) Lester, Mark & Stivale, Charles. The Logic of Sense. New York:
Columbia University Press. 1990
249
Deleuze, Gilles. (Transl.).Patton, Paul. Difference And Repetition. New York : Columbia University Press.1994
Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007
Deleuze, Gilles.(Ed)Holland, Eugene-Smith Daniel-Stivale, Charles.Image and Text. London: Continuu.2009
Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982
Derrida, Jacques. From Spectres of Marx. What is Ideology? In Specters of Marx, the state of the debt, the Work of Mourning, & the New International, translated by Peggy Kamuf, Routledge. 1994.
Derrida, Jacques.On The Name. California: Stanford University Press,1995 Derrida, Jacques (transl). Dekonstruksi Spiritual: Merayakan Ragam Wajah Spiritual.
Yogyakarta: Jalasutra, 2002 Derrida, Jacques.(transl.) Bass, Allan. Writing and Difference.London and New York:
Routledge.2004 Derrida,Jacques. Point de folie — maintenant l'architecture, 27 Avril 2009 Djatiprambudi, Djuli. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar
Utomo, 2001 Dufrenne, Mikel. (transl. By) Casey, Edwards, Anderson, Albert, Domingo, Willis and
Jacobson, Leon.The Phenomenology of Aesthetic Experience. Evanston:Northwestern University Press. 1973
Dufrenne, Mikel (et. Al). Aesthetics and The Scienes of Art Today. Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapre:
Periplus.1990 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak.2005 Foucault, Michel (transl) Smith, AM Sheridan. Archaelogy of Knowlegde. London and New
York: Routledge, 2002 Foucault, Michel (transl) Sheridan, Alan.Dicipline and Punish. The Birth of the Prison. New
York: Penguin Books. 1975 Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books.
1984 Freud, Sigmund. Jokes and Their Relation to the unconsious.New York: Penguin Books.1976 Gasche. Rodolphe. Inventions of Diffrence On Jacques Derrida. Cambridge: Harvard University
Press Giebels, Lambert. Soekarno Biografi 1901– 1950. Jakarta: PT Grasindo, 2001 Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom:Penguin Books, 1972 Geertz, Clifford. Negara Teater, Kerajaan-Kerajaan di Bali abad Kesembilan Belas. Yogyakarta :
Yayasan Bentang Budaya, 2000 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for
Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010 Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and
The People‘s Republic of China. London: Collins Harvill, 1990 Goffman, Erving. Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday Anchor Books.
1959
250
Gray, Carole & Prairi, Ian. ‘Artistic‘ Research Prosedure: Research at the Edge of Chaos? Scotland: The Robert Gordon University, 1995
Groat, Linda & Wang, David. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002
Hasan, Asikin (ed).Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam. 2001
Hays, Michael (ed).Architecture Theory Since 1968. Cambridge: MIT Press.2000 Hays, Michael.Architecture‘s Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press.2010 Harjoko, Triatno Yudo. Urban Kampung. Its Genesis and Transformation into Metropolis, with
particular reference to Penggilingan in Jakarta.Canberra: VDM Verlag Dr. Muller Aktiengesellshaft.2003
Harrison, Charles and Wood, Paul (ed). Art in Theory 1900-1990. An Anthology of Changing Ideas.Ofxord UK & Cambridge USA: Blackwell.1993
Harsono, Ganis. Cakrawala Politik Era Sukarno.Jakarta:Yayasan Idayu, 1985 Heidegger, Martin,"Building Dwelling Thinking" as it appeared in Poetry, Language, Thought trans.
Alfred Hofstadter. New York: Harper and Row, 1971 Heidegger, Martin ,(Transl. McNeill, William). The Concept of Time. Massachussetts : Blackell
Publishers Ltd. 1992 Heuken SJ, A.Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press.2005 Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (Terj). Bandung: Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia.2000 Ikatan Arsitek Indonesia. Gedung MPR/DPR- RI, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarrta:
Badan Sinfar IAI, 1995 ITB Bandung. Peringatan 100 Tahun Bung Karno. Seminar dan Pameran Revitalisasi Tata Nilai
Kebangsaan Yang Dirintis Bung Karno, Aula Barat dan Timur ITB, 1-3 Juni 2001 Jakarta Metropolitian City Government. Jakarta Insight 50 Years of City Planning and
Development. Jakarta: Pemda DKI. 1995 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago:
The University of Chicago Press.2001 Jung, Carl Gustav.(Transl.) Hull, RFC. Four Archetypes: Mother, Rebirth, Spirit, Trickster.
London: Routledge.1972 Krell, David Farrel. Archeticture. Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State
University of New York Press. 1997 Kusno, Abidin. Behind the Postcolonial: Architecture, urban space and political cultures in
Indonesia.New York: Rouledge, 2000 Kostof, Spiro. The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History.
London:Thames and Hudson. 1991 Lacan, Jacques. (Transl.) Sheridan, Alan.Écrits.London and New York: Routledge .1989 Lahusen, Thomas Lahusen and Dobrenko, Evgeny (ed). Socialist Realism Without Shores.
London: Duke University Press.1997 Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997 Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture &
Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012 Lincourt, Michel. In Search of Elegance.Towards an Architecture of Satisfaction. London: McGill-
Queen‘s University Press. 1999
251
Lobell, Mimi. Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.
Locke Karen. Grounded Theory in Management Research. London: Sage Publication, 2007 Lubis, Firman. Jakarta 1960-an. Kenangan Semasa Mahasiswa. Jakarta: Masup Jakarta.2008 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum an Analysis of the Inherent
Political and [email protected]. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art, Archaelogy Anistoriton
Messias dan ANRI. Revolusi Belum Selesai.Kumpulan Pidato Presiden Soekarno.30 September 1965 – Pelengkap Nawasara Jilid 1 dan 2. Semarang: Messias. 2003
Michalski, Sergiusz.Public Monument. London: Reaktion Books Ltd. 1998 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963.
Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 Moleong, Lexy K.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010. Morgan, Morris Hycky.Vitruvius.The Ten Books on Architecture. New York: Dover
Publications Inc.1914 Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997 Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural
Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996 Nietzsche, Friedrich.(Transl.) Kaufmann,Walter and Hollingdale, R.J. The Will to Power.
New York: Vintage Books Edition. September 1968 Philpott, Simon. Rethinking Indonesia. Postcolonial Theory, Authoritarianism and Identity.New
York: ST Martin‘s Press LLC.2000 Permanasari, Eka. Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Sukarno‘s
Monument‘s And Public Places in Jakarta. Dissertation of Architecture Department of Melbourne University of Melbourne, 2007
Perez, Alberto-Gomez, and Parcell Stephen (ed).Chora1,2,3: Intervals in The Philosophy of Architecture.London: Mc Gill Queen‘s University Press,1994
Pevsner, Nikolaus.A History of Building Types. London: Princeton University Press. 1976 Plato (Transl). The Republic Of Plato: Second Edition. United States of America : BasicBooks
A Division of Harper Collins Publisher. 1991 Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK
dan Gramedia, 2003 Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno.
Jakarta:Grasindo.2001 Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota.
Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995 Ricouer, Paul. Thompson, John B (ed). Paul Ricouer Hermeneutics and the human sciences. Essays
on language, action and interpretation. Cambridge: Cambridge University Press.1983 Rose, Gillian.Visual Methodologies. An introduction to the Intepretation of Visual Materials.
London:SAGE Publications Ltd, 2006 Sadikin, Ali. Buku Catatan Gubernur H Ali Sadikin. Jakarta: Pemda DKI Jakarta, 1977 Saelan, Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.
Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001 Salam, Solichin. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966 Salam, Solichin.Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta:Dela Rohita, 1979 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981
252
Salam, Solichin. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka, 1981 Salam, Solichin. Roosseno Manusia Beton. Jakarta: Kuning Mas, 1987 Salam, Solichin. Tugu Monas dan Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989 Saleh (ed). Mahabarata. Djakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1958 Santoso, Jo. Arsitektur-Kota Jawa. Kosmos, Kultur & Kuasa. Jakarta: Centropolis-Magister
Teknik Perencanaan Univ Tarumanagara, 2008 Setiadi, Bram(ed). Raja Di Alam Republik. Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII.
Jakarta:PT Bina Reka Pariwara, 2001 Setiyanto, Agus. Bung Karno, Maestro Monte Carlo.Kumpulan Naskah Drama Bung Karno Selama
Pengasingan di Bengkulu. Yogyakarta: Ombak, 2006 Strathern, Paul.(Terj). Socrates, Plato, Aristoteles in 90 Minutes. Jakarta: Erlangga. 1996 Sutrisno, FX Mudji. Estetika. Filsafat Keindahan.Yogyakarta: Kanisius. 1993 Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial
Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung, 1989 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama dan Kedua. Jakarta: Penerbit DBR, 1965 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko
Gunung Agung Tbk, 2001 Soekarno. Salinan 7 Naskah-Naskah Tonil Soekarno di Ende: 1) Rahasia Gelimutu, (2) Rendo, (3)
Julagubi, (4) Dokter Syaitan, (5) Aero Dinamit, (6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, (7) Anak Haram Djadah , (8) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (9) Chungking-Djakarta, (10) Koetkoetbi, (11) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (12) Hantoe Goenoeng Boengkoek.
Strauss, Anselm L. Qualitative Analysis For Social Scientists. Cambridge: Cambridge University Press. 1987
Strauss, Anselm L. Basics of Qualitative Research. Grounded Theory Procedurs and Techniques. California: Sage Publications.1990
Soeharto R. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung, 1984 Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian
Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010
Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimensions of House Shapes in Kota Gede and Surroundings. Dissertation of University of California at Berkeley, 1983
Tjahjono,Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002
Tschumi, Bernard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press. 1999 Tuan, Fu Yi. Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of
Minnessota.1977 Vitruvius. (Transl.) Morgan, Morris Hicky. The Ten Books of Architecture. New York: Dover,
1960 Ven, Cornelis Van de.Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of
the modern movements.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit PT Gramedia.1988
253
Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pantjang Pertama Untuk Stadion Utama Asian Games, Senajan, Kebajoran Baru, Djakarta 8 Februari 1960
Soekarno. Pidato Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960
Soekarno.Pidato Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960
Soekarno.Pidato Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961
Soekarno.Pidato Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961
Soekarno, Address by H.E.President at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square,Djakarta,17thAug 1961
Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961 Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Gedung PMI di Djalan Kramat Raja, Djakarta 29
Djanuari 1962 Soekarno.Pidato Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada
Tanggal 22 Djuni 1962 Soekarno.Message By President At The Opening of The Main Stadium in Senajan, Djakarta, July,21
st, 1962 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962 Soekarno.Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Departement Store‘Sarinah‖ di Djalan Thamrin,
Djakarta, 23 April 1963 Soekarno.Addres by HE President at The Opening of The Preparatory Conference of The Games of The
New Emerging Forces (GANEFO) in Hotel Indonesia, Djakarta, 27 April 1963 Soekarno.Pidato Peresmian ‗Monument Irian Barat‖ di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus
1963 Soekarno.Amanat Peresmian ―Patung Pahlawan‖ di Prapatan Menteng, Djakarta, 24 Djuni 1964 Soekarno.Pidato Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung ―Wisma Nusantara‖ di Djalan
Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964 Soekarno. Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9
September 1964 Soekarno. Pidato Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta,
16 Agustus 1964 Soekarno.Amanat Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965 Soekarno.Amanat Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Pada Tanggal 19 April 1965 Soekarno. Amanat Peletakan Batu Pertama Gedung Veteran di Djalan Gatot Subroto, Djakarta 9
Djuni 1965
254
Yuke Ardhiati, Semarang 19 Juni 1963. Arsitek Profesional IAI, Peneliti dan Pengajar Tetap di Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti. Memperoleh gelar Insinyur-Arsitek dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,1987 dan Magister Teknik dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Kebijakan di ITB Bandung, 2001. Doktor Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004 dengan Disertasi: Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926 - 1965. Sebuah Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Tahun 2013, memperoleh gelar Doktor Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan tajuk ‖Panggung Indonesia‖: Khora Pesona Karya Soekarno 1960-an. Pengurus Pusat MSI – Masyarakat Sejarawan Indonesia dan anggota Tim Penasehat Gubernur Pemprov DKI Jakarta, yang bergiat dalam konservasi bangunan cagar budaya. Email: [email protected], mobile: 0811800075
2003 Suara Anak Bangsa:Menyongsong Fajar Tanah Air. Penerbit ITB 2003 Arsitektur,Interior, Kria Dan Konstruksi Sosial Teknologi ANT – Actor Network of Technology. HUT Ikatan Arsitek Indonesia ke- 44 2005 Sistim Ekonomi Pada Demokrasi Terpimpin untuk Buku 60 Tahun NKRI Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi. Departemen Kominfo RI 2005 Bung Karno Sang Arsitek, Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria,Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Depok: Komunitas Bambu 2005 Novel Serial Ukel Konde Selebriti Marginal. Rajagrafindo Pers, Jakarta 2007 Demokrasi Terpimpin. Sejarah Nasional Indonesia Edisi Revisi. Balai Pustaka 2010 Life Diorama Sukarno dalam Karya Edhi Sunarso di Jakarta dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang, Yogyakarta: Hasta Kreatifa Manunggal 2010 Momen Estetik 9 Windu Edi Sedyawati. Denpasar: Widya Dharma 2010 Khora: Momen Estetik dalam Peradaban. ‗Jeda‘ antara Arsitek dan Arkeolog. Denpasar: Pustaka Larasan 2012 Indonesia Dalam Arus Serajah. Tim Penulis. Jakarta: Raja Grafindo
2013 ―Khora as a New Method in Art And Architecture Field‖ .International Journal of Philosophy and Social Sciences (IJPSS) on September 2013 ―Arsitektur Panggung‖ jurnal ―Panggung‖ ISTI Bandung 2012 ―The National Monument in Indonesia‖ : The Visual Art in Sacred Space. nternational Journal of Literature and Art Studies in the issue no.9 2012 ―Kajian Artistik Lidah Api Kemerdekaan di Tugu Nasional‖. Jurnal Kalpataru
255
2005 Soekarno Roles in the Architecture Growth in Indonesia At the Early Independence to the Beginning of the New Order Era, Seminar International Universitas Trisakti, Jakarta, 5 Desember 2005
2006 Soekarno‗s Nation and Character Building And It‘s Roles in Architecture in Indonesia, International Conference. Nation, City, Place:Re-thinking Nationalism, Melbourne, Australia,14-16 July 2006
2006 Solo City Beautifying Concept: ‗The City as Art Performances‘, International Seminar & Workshop on Urban Culture, Arte-Polis: Creative Culture and the Making of Place,Bandung 21-23 July 2006
2007 Menguak Sejarah Sebuah Bangsa Besar Melalui Diorama Kajian Teknik – Estetik Diorama Monumen Nasional.Seminar Penyempurnaan Diorama Monumen Nasional, Istana Bogor, 22-23 Maret 2007
2007 City Beautification Concept Case Study:‗A Small Beautiful Market as a Collaboration between Architects and Artist in Bantul Yogyakarta, International Seminar 20Th UII Yogyakarta in 9 June, 2007
2009 Indonesian Women‘s Architect: Dreaming, Reality or Taboo? Case of Study : Artifact, Novel and Intellectual Degree International Symposium On Cultural Studies Master and Doctoral Progam, Cultural Studies Udayana University―Exploring Cultural Studies, Implementing Emancipations‖ Denpasar, 27-28 Agustus 2009
2009 Mandala Concept in The Muslim And Javanese Vis a Vis, NURI International Conference, Architecture Departement of Faculty of Technolgy of Diponegoro University, Semarang
2010 Soekarno's Architectural Style:Reflecting the Sustainability of Civilization through Exploring The Mother's of Nature, Doctoral Student Internatonal Conference APRU-11, Depok, July, 2010
2010 Monumen Puitik dalam ―Panggung Indonesia‖ Diskusi Seni Patung, Monumen, Ruang Publik dalam Pameran Tunggal Seni Patung &
Peluncuran Buku Edhi Sunarso 14-29 Agustus 2010 di Jakarta 2012 Smart Living with Arts in Salihara‘s. Artepolis 4 ITB Bandung, 2012 2012 A Pair of Indonesian Artifacts as History Witness :
―Rumah Proklamasi‖ And ―Tugu Nasional‖. International Asian Historian – IAHA 22 at Solo City, Central Java.
2012 City As An 'Outdoor Museum': Jakarta Main Road‘ In The 1988s At International Seminar On Place Making And Identity (Placid): Rethinking Urban, 26-27 September 2012, Jakarta 2012 ‗Cantik‗ as ―Architecture Stage‖ in Islamic Contemporary. Sub Theme: Architecture, Art
And Culture on Symphora - SIMPOSIUM NUSANTARA-9, 11 & 12 December 2012, UTM- Perak, Malaysia
2012 ―Learning From Javanese Ancestor‖. Sub Theme: Culture on iNTA 2012 4th International Network for Tropical Architecture Conference, School of Design and Environment National University of Singapore