ytd.txt

download ytd.txt

If you can't read please download the document

Transcript of ytd.txt

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan situasi dimana tingkah atau motivasi terhalang oleh suatu keadaa n tertentu. Sama halnya dengan manusia dewasa, anak-anak bahkan bayi pun dapat m engalami stres dengan konflik yang lebih sederhana. Stres pada anak-anak dapat d isebabkan karena merasa tidak tercukupinya kebutuhan fisik seperti makan dan min um dan juga kebutuhan akan rasa aman. Mengenai stres, kita cenderung menggambarkannya menurut apa yang kita rasakan at au apa akibatnya bagi kita. Stres itu diawali dengan adanya ketidak seimbangan a ntara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki oleh semua individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi pula tingkat stres yang dialami oleh individ u tersebut (Yosep, 2009). Respon anak terhadap stres berdasarkan tingkat perkemb angan juga sesuai dengan tempramen anak yang mempengaruhi penggunaan koping sert a suasana hati (mood) anak yang lebih positif. Anak yang menggunakan koping pril aku pasif ( tidak melakukan perlawanan atau kooperatif ) dianggap lebih kuat di bandingkan anak yang menggunakan koping prilaku yang aktif (bertahan, menyerang) . Selain itu, respon anak terhadap stres di pengaruhi juga oleh latar belakang k arena perpisahan dengan orang tua, perlukaan tubuh karena nyeri serta takut akan prosedur-prosedur tindakan yang diberikan oleh perawat maupun dokter di rumah s akit. Melihat usia anak, terutama selama tahun-tahun awal, sangat rentang terhadap kr isis penyakit hospitalisasi karena stres akibat perubahan dari keaadan sehat bia sa dan rutinitas lingkungan. Anak memiliki mekanisme koping yang terbatas untuk menyelsaikan stresor ( kejadian-kejadian yang menimbulkan stres). Penyakit dan h ospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak. Streso r utama dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh d an nyeri. Reaksi anak tehadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perke mbangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, perpisahan atau ho spitalisasi keterampilan koping yang mereka miliki dan dapatkan, keparahan diagn osis, dan sistem pendukung yang ada ( Wong, 2008). Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan per awatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dapat men galamai berbagai kejadian yang menunjukan pengalaman yang sangat trauma dan penu h dengan stress. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan y ang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal dirumah sakit, menja lani terapi dan perawatan sampai penanggulangannya kembali kerumah. Apabila anak stres selama dalam perawatan, orang tua menjadi stres pula, dan str es orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Supartini, 2004) . Anak yang belum pernah mengalami hospitalisasi lebih tinggi tingkat stresnya dib anding dengan anak yang sudah pernah mengalami hospitalisasi beberapa kali (Hell en, 2001). Dampak negatif dari hospitalisasi pada usia anak prasekolah adalah ga ngguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan (Parini, 2002) . Sedangkan masalah yang sering dikeluhkan orang tua adalah mereka sulit untuk m eminimalkan tidur anak dalam meningkatkan kebebasan selama di tempat tidur. Reaksi anak ketika mengalami perawatan di rumah sakit adalah dengan menunjukkan reaksi perilaku seperti protes, putus asa dan regresi. Hal ini bisa dibuktikan d engan anak tampak tidak aktif, sedih, tidak tertarik pada lingkungan, tidak komu nikatif, mundur ke perilaku sebelumnya (misalnya: menghisap ibu jari, mengompol dan lain-lain) dan juga perilaku regresi seperti: ketergantungan, menarik diri d

an ansietas (Wong, 2003). Berdasarkan data WHO tahun 2010 bahwa 3-10% pasien anak yang dirawat di Amerika Serikat mengalami stress selama hospitalisasi. Sekitar 3 sampai dengan 7 % dari anak usia sekolah yang dirawat di Jerman juga mengalami hal yang serupa, 5 sampa i dengan 10% anak yang dihospitalisasi di Kanada dan Selandia Baru juga mengalam i stress selama dihospitalisasi. Data di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik Indonesia bahwa 35 dari 420 anak yang dirawat di rumah sakit sepanjang tahun 2010 mengalami stress selama hospit alisasi. Demikian juga menurut Whenny tahun (2010) bahwa 1/3 dari anak yang dira wat di berbagai rumah sakit yang ada di Mojokerto tahun 2010 mengalami stress se lama menjalani hospitalisasi. Berdasarkan data pra survei di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung pada t anggal 15 april 2013 didapatkan hasil bahwa rumah sakit tersebut memiliki 3 (tig a) ruang perawatan anak yang terdiri dari kelas I, II, dan III. Rata-rata perbul annya merawat 139 anak dalam 6 bulan terakhir, dengan variasi penyakit akut dan kronis. Usia anak yang dirawat di ruangan tersebut juga bervariasi dari usia 1 b ulan hingga usia 18 tahun dan usia anak prasekolah rata-rata perbulannya dirawat 28 anak (20,1 %) dengan rata-rata lama rawat 6 hari. Hasil wawancara yang dilak ukan terhadap orang tua didapatkan hasil bahwa dalam melakukan perawatan orang t ua turut berperan dalam perawatan anak seperti menyuapi, memandikan, dan membant u memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak mereka. Hasil pengamatan yang dilaku kan terhadap anak prasekolah menunjukan perilaku kecemasan pada prosedur tindaka n yang akan dilakukan oleh perawat dan petugas laboratorium, anak menunjukkan pe rilaku menangis bahkan menjerit, menolak didekati dan tidak kooperatif. Hal ini terutama terjadi pada anak yang baru pertama kali menjalani perawatan. Melihat kondisi seperti yang dijelaskan di atas, peran perawat sangat penting un tuk mengatasi stres pada anak, efektif pada anak yang dirawat harus berdasarkan pada identifikasi kebutuhan anak dan keluarga. Diantara peran perawat yang haru s dilakukan pada anak yang mengalami tingkat stres yaitu menyiapkan anak untuk m enjalani perawatan akan prosedur-prosedur tindakan yang diberikan dirumah sakit, mencegah/ meminimalkan dampak dari perpisahan dari anggota keluarga, meminimalk an perasaan kehilangan kendali pada anak karena anak sering kehilangan kendali s aat mengalami stres, mencegah/meminimalkan perlukaan tubuh karena biasanya anak berontak akan tindakan yang diberikan dirumah sakit, memenuhi kebutuhan bermain seperti mendengarkan musik karena biasanya anak yang mengalami stres memiliki ti ngkat stres yang tinggi sehingga untuk mengurangi tingkat stres anak tersebut se lama menjalani perawatan, anak diberikan terapi musik untuk mengurangi tingkat s tres selama menjalani perawatan. Berdasarkan masalah diatas, maka anak memerlukan media yang dapat mengekspresika n perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan. Salah satu bentuk media yang efektif adalah melalui kegiatan permain an yaitu dengan mendengarkan musik. Bermain dapat menjadi bahasa yang paling uni versal, meskipun tidak pernah dimasukkan sebagai salah satu dari ribuan bahasa y ang ada di dunia. Melalui bermain, anak-anak dapat mengekspresikan apapun yang m ereka inginkan. Bermain dengan mendengarkan musik juga menjadi media terapi yang baik bagi anak-anak bermasalah selain berguna untuk mengembangkan potensi anak. Dilihat dari berbagai penelitian ilmiah, musik telah terbukti dapat mengurangi s tres. Seseorang yang sering mendengarkan musik, khususnya musik klasik atau musi k-musik yang menenangkan jiwa, maka kemungkinan untuk mengalami stres sangat kec il. Musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran yang terorganisasi, yang terdi ri dari melodi,ritme, harmoni, timbre, bentuk, dan gaya. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan ketidakmampuan yang dialami oleh setiap orang. Ket ika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, maka ia dapat meningkatkan, memul

ihkan, serta memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial, dan spiritua l setiap individu. Hal ini dikarenakan musik memiliki beberapa kelebihan, sepert i bersifat universal, nyaman dan menyenangkan, serta berstruktur. Terapi musik t elah banyak dibahas pada berbagai literatur medis. Penggunaan terapi musik sendi ri sudah dimulai setelah Perang Dunia I. Saat itu para pelaku terapi hanya sekel ompok pemusik dan digunakan untuk mengobati para veteran yang memiliki trauma pe rang, baik mental maupun fisik dari perang tersebut. Setelah Perang Dunia II, te rapi musik dikembangkan secara intensif di berbagai rumah sakit di Amerika, kemu dian meluas ke daratan Eropa (Aizid, 2011). 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat di rumuskan permasalahan seb agai berikut : adakah pengaruh musik terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak . 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui tentang pengaruh Musik terhadap penurunan Stres Hospitalisasi p ada anak. 1.3.2 1.3.2.1 1.3.2.2 1.3.2.3 Tujuan khusus Mengetahui tingkat stres anak sebelum diberikan terapi musik Mengetahui tingkat stres anak setelah diberikan terapi musik Mengetahui perbedaan tingkat stres anak sebelum dan setelah diberikan terapi musik

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Bagi Lahan dan Tenaga Kesehatan Diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan masukan untuk rencana tindak lanju t program dalam penurunan angka stres hospitalisasi dibeberapa rumah sakit, sert a diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi perawat sehingga dapat meningk atkan mutu pelayanan kesehatan tersebut berkaitan dengan pengaruh musik terhada p penurunan stres hospitalisasi pada anak. 1.4.2 Bagi Masyarakat Dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat mengenai pentingnya mengetahui cara cara untuk mengurangi stres pada anak serta menambah informasi dan pengeta huan tentang pengaruh musik terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. 1.4.3 Bagi Institusi Sebagai sumber bahan bacaan dan referensi bagi perpustakaan di instansi pendidik an, terutama yang terkait dengan pengaruh . 1.4.4 Bagi Peneliti Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang keefektifan pen garuh musik terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak, serta hasil peneli tian dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanj ut yang berkaitan dengan stres hospitalisasi pada anak.