Wrap Up Skenario 1 Emergensi

75
WRAP UP SKENARIO 1 BLOK KEGAWATDARURATAN “PERDARAHAN PERSALINAN” KELOMPOK B-14 Ketua : Chandra Dewi 1102011 Sekretaris : Intan Aprelia Prayusmi 1102011127 Anggota : Arum Kusuma Wardhani 1102011 Ayu Annisa Charantia 1102011055 Dinieska Indiastri 1102011 Kafia Rakhmah 1102011 Kaisa Lana Afida 1102011 Kekar Yogantoro 1102011 Maemunah Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

description

yygyg

Transcript of Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Page 1: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK KEGAWATDARURATAN

“PERDARAHAN PERSALINAN”

KELOMPOK B-14

Ketua : Chandra Dewi 1102011

Sekretaris : Intan Aprelia Prayusmi 1102011127

Anggota : Arum Kusuma Wardhani 1102011

Ayu Annisa Charantia 1102011055

Dinieska Indiastri 1102011

Kafia Rakhmah 1102011

Kaisa Lana Afida 1102011

Kekar Yogantoro 1102011

Maemunah

Fakultas Kedokteran

Universitas Yarsi

Jakarta

2013/2014

Page 2: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi Dalam Kehamilan (Preeklamsia)

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Hipertensi Dalam Kehamilan

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Hipertensi Dalam Kehamilan

LO 4. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Hipertensi Dalam Kehamilan

LO 5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Hipertensi Dalam Kehamilan

LO 6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik Hipertensi Dalam Kehamilan

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Preeklamsia

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Preeklamsia

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Preeklamsia

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Preeklamsia

LO 4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Preeklamsia

LO 5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Preeklamsia dengan HDK

LO 6. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Preeklamsia

LO 7. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Preeklamsia

LO 8. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Preeklamsia

LO 9. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Preeklamsia

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Solusio Plasenta

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Solusio Plasenta

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Solusio Plasenta

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Solusio Plasenta

LO 4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Solusio Plasenta

Page 3: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

LO 5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik Solusio Plasenta

LO 6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis & Diagnosis Banding Solusio Plasenta

LO 7. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Solusio Plasenta

LO 8. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Solusio Plasenta

LO 9. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Solusio Plasenta

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Gawat Janin

LO 1. HIPERTENSI DALAM KEHAMILANLI 1. Definisi Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan kardiovaskular yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas.      Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diketahui untuk pertama kali selama kehamilan. Tetapi belum mengalami proteinuria dan tekanan darah telah kembali ke normal dalam 12 minggu post partum.       Dapat disimpulkan, bahwa hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan kardiovaskular berupa kenaikan tekanan darah tinggi sebesar 140/90 mmHg yang diketahui pertama kali selama kehamilan dan kembali normal dalam 12 minggu post partum dengan protein urine negatif.

Sistem kardiovaskuler selama kehamilan harus memenuhi kebutuhan yang meningkat antara ibu dan janin. Peningkatan curah jantung selama kehamilan berkisar 40% pada trimester pertama dan kedua (Murray dalam Wylie). Peningkatan curah jantung memungkinkan darah mengalir melalui sirkulasi tambahan yang terbentuk di uterus yang membesar dan dinding plasenta dan memenuhi kebutuhan tambahan pada organ lainnya di tubuh ibu.

Jumlah dan panjang pembuluh darah yang dialirkan ke plasenta meningkat sehingga terjadi vasodilatasi sebagai akibat aktivitas hormon progesteron pada otot polos dinding pembuluh darah. Selama kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah hingga 50% dan jumlah sel darah meningkat hingga 18% untuk mengompensasi penurunan volume darah akibat pembentukan darah ekstra dan vasodilatasi (Blackburn dalam Wylie). Peningkatan volume plasma yang diimbangi dengan jumlah sel darah dan protein dalam darah yang bersikulasi dapat menyebabkan penurunan cairan pada kompartemen cairan interstisial dinding kapiler, sehingga mengakibatkan edema pada wanita hamil.

Page 4: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Hipertensi gestational Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan.atau Kehamilan dengan tanda2 preeclampsia tetapi tanpa proteinuria.

Preeclampsia Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria

Eclampsia Preeclampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma

Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia Hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria

Hipertensi kronik Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali di diagnose setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan

LI 2. Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi Kronik - Tekanan darah sistolik  ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg

didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu usia kehamilan dan tidak termasuk pada penyakit trophoblastic gestasional, atau

- Tekanan darah sistolik  ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan pada usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu postpartum

- Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya didapatkan pada beberapa bulan setelah melahirkan.

Hipertensi Gestasional- Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan pertama kali pada usia kehamilan > 20 minggu

- Tidak ada proteinuria maupun tanda dan gejala preeklampsia- Tekanan darah kembali normal pada 42 hari setelah post partum- Definisi ini meliputi wanita dengan sindroma preeklampsia tanpa disertai

manifestasi proteinuria- Mempunyai resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya- Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.

PreeklampsiaKriteria minimal:

- Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

- Disertai proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam atau ≥ +1 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin dipstik atau rasio protein : kreatinin urine ≥ 0.3

Page 5: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Kriteria tambahan yang memperkuat diagnosis:- Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg- Proteinuria 2.0 g/24 jam atau ≥ +2 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin

dipstik.- Serum kreatinin > 1.2 mg/dl kecuali sudah didapatkan peningkatan serum

kreatinin sebelumnya- Trombosit < 100.000/μl- Hemolisis mikroangiopati – peningkatan LDH- Peningkatan kadar serum transaminase – ALT atau AST- Nyeri kepala yang menetap atau gangguan cerebral maupun visual lainnya- Nyeri epigastrium yang menetap

EklampsiaKejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada wanita dengan preeklamsia

Hipertensi kronis superimpose preeklampsia- Wanita hipertensi dengan proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam yang baru muncul

dan tidak didapatkan sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau- Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah

trombosit < 100.000 /μl pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

LI 3. Etiologi Hipertensi Dalam Kehamilan

Faktor ResikoResiko meningkat pada masa plasenta besar (pada gemeli, penyakit trofoblas), diabetes melitus, riwayat personal adanya hipertensi, faktor herediter dan masalah vaskuler.

1. Primigravida, primipaternity.

2. Hyperplacentosis

a. Mola hydatidosa

b. Kehamilan multiple

c. Diabetes mellitus

d. Hydrops fetalis

e. Bayi besar

4. Umur yang ekstrim

5. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eclampsia

6. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

7. Obesitas

LI 4. Epidemiologi Hipertensi Dalam Kehamilan

Page 6: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk salah satu diantara trias kematian ibu dalam kehamilan bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu karena kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit kehamilan. Dan masih merupakan salah satu masalah yang signifikan dalam ilmu kebidanan sampai saat ini.

Menurut the National Center for Health Statistic pada tahun 1998, hipertensi merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai (Ventura dkk, 2000). Penyakit ini ditemukan pada 146.320 wanita atau 3,7 % diantara semua kehamilan yang berakhir dengan kelahiran hidup.

Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi (HDK) tidak jelas, juga disebabkan perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistim rujukan yang belum sempurna. HDK dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil, sehingga pengetahuan tentang pengelolaan HDK harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medis baik dipusat maupun di daerah.

LI 5. Patofisiologi Hipertensi Dalam Kehamilan

Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya HDK, namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah, (Sibai) :

1. Teori kelainan vaskularisasi plasentaPada HDK tidak terjadi invasi sel-sel trophoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras, sehingga lumen arteri spirales tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan  “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal : 500 mikron, sedang pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta

2. Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endothelA. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas.

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi throphoblast, pada HDK terjadi kegagalan “remodeling arteri spirales“, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidant (disebut juga Radikal bebas). Oksidant atau radikal bebas adalah: senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang  mempuinyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidant penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endothel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidant pada manusia adalah proses normal, karena dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan toxin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.

Page 7: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Radikal hidroksil akan merusak membrane sel,yang mengandung banyak asam lemak  tidak jenuh menjadi peroksida lemak.Peroksida lemak selain akan merusak membran sel,juga akan merusak nucleus,dan protein sel endothel. Produksi oksidant (Radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis , selalu diimbangi dengan produksi antioksidant. Anti oksidant dibagi menjadi :

1) Antioksidant pencegah terbentuknya oksidant  atau antioksidant enzymatic: misalnya : transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation

2) Antioksidant pemutus rantai oksidant atau antioksidant non enzymatic. misalnya : vitamin E, vitamin C, dan b (beta) karotin.

B. Peroksida lemak sebagai oksidant pada HDKPada hipertensi dalam kehmilan telah terbukti, bahwa kadar oksidant, khususnya peroksdia lemak meningkat, sedang antioksidant : vitamin E pada HDK menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidant peroksada lemak yag relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidant/radikal bebas yang sangat toksis ini, akan beredar di   seluruh tubuh dalam aliran darah, dan akan merusak membran sel endothel. Membrane sel endothel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidant  radikal hodidroksil, yang akan merubah menjadi peroksida  lemak.

C. Disfungsi sel endothelAkibat sel endothel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endothel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endothel. Kerusakan membrane sel endothel mengakibatkan terganggunya fungsi endothel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endothel. Keadaan ini disebut “disfungsi endothel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel, maka   akan terjadi :

1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel,  adalah memproduksi  prostaglandin, yaitu : menurunnya produksi prostacycline (PGE2) : suatu vasodilatator kuat

2) Agregasi sel-sel thrombosit pada daerah endothel yang mengalami kerusakan.  Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat2 di lapisan endothel   yang mengalami kerusakan. Agregrasi thrombocit memproduksi thromboxane (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostacycline / thromboxane lebih tinggi kadar prostacycline (lebih tinggi vasodialtator) Pada preeclampsia kadar thromboxane lebih

Page 8: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

tinggi dari kadar prostacycline sehinga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

3) Perubahan khas pada sel endothel kapiler glomerulus (Glomerular  endotheliosis)

4) Meningkatnya permeabilitas kapiler5) Meningkatnya produksi bahan-bahan vassopresor, yaitu

endothelin. Kadar NO  (vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor) meningkat

6) Rangsangan faktor  koagulasi

3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janinDugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap  terjadinya HDK terbukti dengan fakta sebagai berikut :

a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya HDK dibanding dengan multigravida.

b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar terjadinya HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

c. Seks oral : mempunyai resiko lebih rendah terjadinya HDKLamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan : makin lama periode ini,  makin kecil terjadinya HDK

Pada wanita hamil normal, respon imune tidak menolak adanya ”hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen protein G ” (HLA), yang berperan penting dalam modulasi respon imune, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan “human leukocyte antigen protein G ”, atau placenta memproduksi “human leukocyte antigen protein G ” dalam bentuk lain, sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta. Pada HDK didapatkan kadar Cytokines dalam plasenta maupun sirkulasi darah yang meningkat. Demikian juga didapatkan “natural killer cells” dan aktivasi neutrophil yang meningkat. Kemungkinan terjadi “Immune-Maladaptation” pada preeclampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan : wanita yang mempunyai kecenderungan terjadi preeclampsia, ternyata mempunyai proporsi-Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensiv.

4. Teori adaptasi kardiovaskulerPada HDK  kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor. Pada HDK ternyata, terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan2 vasopressor. artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang, sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti telah membuktikan, bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor pada HDK sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi HDK, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya HDK

5. Teori Defisiensi Genetik

Page 9: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26 % anak wanitanya akan mengalami preeclampsia pula, sedangkankan hanya 8 % anak menantu mengalami preeclampsia.

6. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)Dalam beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya HDK.Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeclampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang dunia ke II.Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang, menimbulkan kenaikan insiden HDK. Penelitian terakhir membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut dapat mengurangi risiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang :

a. menghambat produksi thromboxane,b. menghambat aktivasi thrombocyte, danc. mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeclampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi calcium pada diet wanita hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeclampsia / eclampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian calcium dan placebo.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.

7. Teori InflamasiRedman-1999, menyatakan bahwa disfungsi endothel pada preeclampsia disebabkan “kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan” yang biasanya  berlangsung normal dan menyeluruh .Keadaan ini disebabkan : oleh “akivitas leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu.

Page 10: Wrap Up Skenario 1 Emergensi
Page 12: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

LI 6. Manifestasi Klinis Hipertensi Dalam Kehamilan

Menurut Manuaba (2008 : 91-92) dijabarkan beberapa gambaran klinis sebagai berikut:

1. Hipertensi, kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik 30 mmHg atau 15 mmHg. Tekanan darah absolut 140/90 mmHg atau 160/110 mmHg yang diambil selang 6 jam dalam keadaan istirahat.

2. Edema, merupakan penimbunan cairan tubuh yang tampak atau tidak tampak. Perhitungan kenaikan berat badan melebihi ¾-1 kg/minggu dianggap patologis. Edema dijumpai di tibia, wajah atau tangan bahkan seluruh tubuh (anasarka).

3. Proteinuria, menunjukkan komplikasi lanjut hipertensi dalam kehamilan dengan kerusakan ginjal sehingga beberapa bentuk protein lolos dalam urine. Protein dalam urine normalnya tidak lebih dari 0,3 gram dalam 24 jam. Proteinuria menunjukkan komplikasi hipertensi dalam kehamilan lanjut sehingga memerlukan perhatian khusus.

4. Kejang (konvulsi) menunjukkan kelanjutan komplikasi menjadi eklamsia yang menyebabkan terjadi AKI tinggi dan dapat diikuti AKP (Angka Kematian Perinatal) yang tinggi pula. Kejang menunjukkan telah terjadi kemungkinan perdarahan nekrosis dalam edema.

5. Koma, kelanjutan kejang pada otak dapat diikuti koma sebagai manifestasi dari edema serebrovaskular (sroke) dengan menimbulkan perdarahan nekrosis sehingga terjadi koma (6)

Hipertensi karena kehamilan dan preeklamsia ringan sering ditemukan tanpa gejala, kecuali meningkatnya tekanan darah. Prognisis menjadi lebih buruk dengan terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk preeklamsia. (4) Namun, perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi dalam kehamilan dapat memperlihatkan tanda tanda lain yang berkaitan dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau trombositopenia yang mempengaruhi penatalaksanaan (6). Selain itu, nyeri kepala (tidak hilang dengan analgetik biasa), penglihatan kabur, bengkak pada wajah, dan ekstermitas serta nyeri perut bagian atas sering berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan (4).

Page 13: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

L1 1. Memahami dan Menjelaskan Peeklamsia

LO 1. Definisi Preeklamsia

Preeklampsia didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah tinggi dan kelebihan protein dalam urin setelah 20 minggu kehamilan pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Jika tidak tertangani dengan baik, preeklampsia dapat menyebabkan kondisi yang serius bahkan fatal bagi penderitanya maupun bayi yang dikandungnya.

Preeclampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat tejadi ante, intra dan post partum. Dari gejala-gejala klinik preeclampsia dapat dibagi menjadi: Preeclampsia ringan dan Preeclampsia berat. Gambaran klinik preeclampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeclampsia mana yang timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeclampsia ialah : edema, hipertensi dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas, dapat dianggap bukan preeclampsia. Dari semua gejala-gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting, namun sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

LO 2. Klasifikasi Preeklamsia

1. Preeclampsia RinganDiagnosis preeclampsia ringan ditegakkan berdasar atas:

o Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg -- < 160/110 mmHg

o Proteinuri  ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ +1

o Edema anasarka

o Timbul setelah 20 minggu kehamilan

2. Preeclampsia BeratDiagnosis ditegakkan berdasar kriteria Preeclampsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini :

o Tekanan  darah sistolik ≥ 160 mmHg dan Tekanan darah diastolik ≥ 110

mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

o Proteinuria lebih 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.

o Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam.

Page 14: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

o Kenaikan kadar kreatinin plasma.

o Gangguan visus dan cerebal.: penurunan kesadaran, nyeri kepala, scotoma

dan pandangan kabur.o Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula Glisson)o Edema paru-paru dan cyanosis.

o Thrombocytopenia berat.

o Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)

o Pertumbuhan janin : intra uterine yang terhambat.

o Sindrome Hellp

Sedangkan preeclampsia berat masih dibagi lagi menjadi 2 sebagaimana tercantum dibawah ini :

a. Preeclampsia berat tanpa impending eclampsiab. Preeclampsia berat dengan impending eclampsia

ECLAMPSIA

a. Eclampsia merupakan kasus akut, pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan kejang dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eclampsia dapat timbul pada ante, intra dan post partum. Eclampsia post partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.

b. Pada penderita preeclampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala2 atau tanda2 yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang. Preeclampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai “impending eclampsia” atau “imminent eclampsia”

                                                                                         

TANDA–TANDA/ GEJALA  PENYEBAB

PENYEBAB

Nyeri kepala hebat

Gangguan visus

            Muntah-muntah

            Nyeri epigastrium

edema cerebri

edema cerebri

edema cerebri

teregangnya capsule hepar atau perdarahan subcapsuler

Tabel  1 :  Tanda/ Gejala-gejala prodoma kejang (impending eclampsia)

Page 15: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

c. Eclampsia selalu didahului oleh preeclampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeclampsia perlu ketat dilakukan, agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodoma eclampsia. Sering dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eclampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeclampsia sebelumnya.

d. Kejang-kejang dimulai dengan “kejang tonik”. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa “twitching” dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul konstraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku.  Pada  keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan flexi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung       15 – 30 detik.

e. Kejang tonik ini segera disusul dengan “kejang klonik” Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan konstraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Sering kali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena konggesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.Pada waktu timbul kejang, diafragma terfikser, sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah, dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh kedalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami inkontinesia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.

f. Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi, dan bila tidak segera diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hypercardia, atau hypoxia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan cyanosis.

g. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Di rumah sakit Dr. Soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai derajat kedalaman koma tersebut “Glasgow Coma Scale”. Di Inggris untuk mengevaluasi coma pada eclampsia ditambah penilaian kejang, dan disebut “Glasgow-Pittssburg coma scoring system”.

Page 16: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

LI 3. Etiologi dan Faktor Resiko Preeklamsia

Penyebab/Faktor RisikoHingga saat ini belum sepenuhnya diketahui penyebab preeklampisa, namun beberapa faktor risiko ini kemungkinan mempengaruhi :

o Memiliki riwayat keluarga dengan preeklampsia dan penyakit kardiovaskular

(pembuluh darah dan jantung)o Kehamilan pertama

o Kehamilan pada usia < 20 tahun atau > 40 tahun

o Obesitas

o Hamil bayi kembar

o Diabetes, termasuk diabetes gestasional

o Memiliki riwayat kesehatan, seperti tekanan darah tinggi kronis, sakit kepala migrain,

diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis atau lupus.

LI 4. Patofisiologi Preeklamsia

Gambar  :  Sirkulasi uteroplasenta pada kehamilan normal dan preeklampsiaPada gambar di atas  gambar sebelah kiri :  kehamilan normal terjadi perubahan pada cabang arteri spiralis dari dinding otot yang tebal menjadi dinding pembuluh darah yang lunak sehingga memungkinkan terjadinya sejumlah aliran darah ke uteroplasenta. Sedangkan pada gambarsebelah kanan   :  preeklampsia, perubahan arteri spiralis ini tidak terjadi dengan sempurna sehingga dinding otot tetap kaku dan sempit dan akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta yang mengakibatkan hipoksia. (J. Biol. Che..2009)

Page 17: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Penyebab pasti preeklamsia, sering disebut sebagai 'penyakit teori', masih belum diketahui. Namun, plasenta memainkan peran utama dalam patofisiologi preeklamsia, dan oleh karenanya, lama dihubungkan dengan kondisi plasenta (Redman & Sargent, 2003a). Dalam kehamilan normal perubahan besar terjadi dalam arteri spiral untuk memungkinkan peningkatan suplai darah ke ruang intervillous dalam rangka memenuhi kebutuhan unit feto-plasenta selama tahap akhir kehamilan. Pre-eklampsia ditandai oleh kegagalan remodeling spiral arteri (Brosens et al 1972.). Sebuah fenomena yang berhubungan dengan invasi trofoblas endovascular yang tidak lengkap pada awal kehamilan (Pijnenborg et al. 1991, 1996) yang menghasilkan penurunan dramatis dalam aliran darah ke ruang intervillous.

Meskipun plasenta diperlukan untuk preeklamsia, kelainan plasenta yang buruk bukanlah penyebab preeklamsia, melainkan merupakan faktor predisposisi penting (Redman & Sargent, 2000; al Sibai et 2005.). Kehamilan lain, seperti yang sulit untuk dijelaskan berkaitan dengan intrauterine growth restriction (IUGR) dan subkelompok kelahiran prematur, juga terkait dengan plasenta abnormal tetapi tidak meningkatkan preeklamsia (Khong et al 1986;. Arias et al 1993.). Paradoks ini telah menyebabkan hipotesis bahwa preeklamsia adalah gangguan dua-tahap, dengan mengurangi perfusi plasenta merupakan

Page 18: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

tahap pertama (Redman 1991), sedangkan tahap kedua mengacu pada gangguan multisistemik atau sindrom ibu dihasilkan sebagai respons terhadap perfusi plasenta yang berkurang (Ness & Roberts, 1996) yang dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan konstitusional ibu (Roberts & Hubel, 1999). Aktivasi endotel tampaknya menjadi pusat perubahan patofisiologi yang terkait dengan preeklamsia (Roberts, 1998; Wareing & Baker, 2003), dengan penanda yang beredar mengenai aktivasi endotel meningkat pada preeklamsia dan pada wanita yang ditakdirkan untuk mengalami preeklamsia (Taylor et al 1998).

Pertanyaannya tetap mencari hubungan antara kelainan plasenta dan aktivasi endotel, yang sejumlah teori telah diajukan (Hubel, 1999; Roberts & Cooper, 2001; Page, 2002; Redman & Sargent, 2003a; Levine & Karumanchi, 2005). Telah diusulkan bahwa faktor tidak diketahui dari plasenta adalah pusat patogenesis preeklamsia, dengan calon faktor ini termasuk puing-puing plasenta yang tidak diketahui, fragmen apoptosis, produk peroksidasi lipid atau spesies oksigen reaktif, yang semuanya dapat menimbulkan stres oksidatif pada ibu secara langsung atau tidak langsung (Raijmakers et al 2005.). Hal ini hampir pasti, bagaimanapun, bahwa preeklamsia disebabkan oleh multi-faktorial, dengan kejadian yang bervariasi sesuai dengan yang ditentukan faktor genetis-konstitusional dan lingkungan ibu termasuk diabetes, hipertensi, peningkatan resistensi insulin dan meningkatkan konsentrasi homosistein (Roberts & Cooper, 2001 ).

Banyak faktor predisposisi untuk preeklamsia yang terdaftar sebelumnya juga dikenal faktor risiko aterosklerosis. Memang, preeklamsia dikaitkan dengan pola aterogenik lipid, peningkatan konsentrasi plasma triasilgliserol dan penurunan konsentrasi kolesterol HDL yang jelas sebelum manifestasi klinis dari penyakit (Potter & Nestel, 1979; Lorentzen et al 1995;. Hubel et al. 1996; Sattar 2003). Ada bukti yang substansial bagi stres oksidatif dalam atherosclerosis, dengan modifikasi oksidatif LDL sekarang dianggap memainkan peran sentral dalam patogenesis penyakit (Witzum & Steinberg, 1991); bukti yang muncul juga menunjukkan bahwa perubahan lipid dalam preeklamsia berhubungan dengan stres oksidatif yang meningkatdan aktivasi endotel (Hubel et al 1996, 1998;. Hayman et al 1999;. Wetzka et al 1999;. Sattar 2003). Selain itu, kehamilan yang sehat/normal dikaitkan dengan respons inflamasi sistemik, dan itu adalah hipotesis bahwa preeklamsia merupakan respon kontinum, meskipun merupakan akhir ekstrim dari spektrum (Redman & Sargent, 2003b). Seperti respon inflamasi dapat menyebabkan atau disebabkan oleh disfungsi endotel dan stres oksidatif. Dengan demikian, ada bukti bahwa peningkatan stres oksidatif memainkan peranan penting dalam patogenesis preeklamsia, mungkin bertindak sebagai penghubung dalam dua-tahap model preeklamsia (Roberts & Hubel, 1999).

Preeklamsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian. Tidak ada perubahan yang khas pada preeklamsia. Perdarahan, dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan didalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh

Page 19: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

vasospasmus arteriol. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor yang juga penting dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada beberapa kasus lumenarteriol demikian kecilnya, sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah saja. Tekanan darah yang meningkat merupakan usaha mengatasi kenaikan tekanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Kenaikan berat badan dan edema karena penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstisial belum diketahui sebabnya. Pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal.Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklamsia permeabelitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.Menurunnya aliran darah memberikan dampak kepada organ-organ tubuh. Pada plasenta, menurunnya aliran darah mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu. Pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.

Kurangnya darah ke ginjal mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan yang penting adalah dalam hubungan dengan proteinuria serta dengan retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus menurun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun, pada keadaan lanjut dapat terjadi olliguri atau anuria.

Pada preeklampsia tampak edema retina , spasmus setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri . Diplopia dan ambliopia pada kasus preeklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Hal ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pusat penglihatan di korteks serebri.

Edema paru merupakan sebab utama kematian penderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri. Hemokonsentrasi yang tinggi pada preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui sebabnya. Terjadi pergeseran air dari ruang intravaskular ke ruang interstisial. Terjadi peningkatan hemotokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, dan waktu peredaran arah akan lebih lam. Aliran darah ke berbagai bagian tubuh berkurang mengakibatkan hipoksia.

LI 5. Manifestasi Klinis Preeklamsia

Gejala/TandaPreeklampsia seringkali terjadi secara tiba-tiba setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu dengan disertai gejala/tanda seperti berikut :

Page 20: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

o Tekanan darah tinggi ( ≥ 140/90 mmHg)

o Kelebihan protein dalam urin (proteinuria)

o Sakit kepala

o Mual – muntah

o Pembengkakan, terutama di wajah dan tangan

o Nyeri perut bagian atas, biasanya di bawah rusuk pada sisi kanan

o Kenaikan berat badan secara drastis

LI 6. Diagnosis dan diagnosis banding Preeklamsia dengan HDK

Terdapat kesepakatan bahwa tekanan darah mutlak sebesar 140/90 mmHg adalah abnormal karena tekanan darah arteri istirahat yang normal lebih rendah pada orang hamil daripada orang yang tidak hamil. Peningkatan tekanan sistolik sebesar 30 mmHg atau tekanan diastolik sebesar 15 mmHg juga menggambarkan suatu perubahan patologik (Hacker. 2001 : 179). Hipertensi dalam kehamilan pertama kali diketahui selama kehamilan dan telah kembali normal dalam 12 minggu post partum. Dalam klasifikasi ini diagnosis final bahwa wanita yang bersangkutan tidak mengidap preeklamsia hanya dapat dibuat post partum.

Adapun teori lain yang diungkapkan oleh Saifuddin (2002. M-34 s.d M-35), bahwa tekanan darah diastolik merupakan indikator untuk prognosis pada penanganan hipertensi dalam kehamilan. Tekanan darah diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak dipengaruhi oleh keadaan emosi pasien (seperti pada tekanan sistolik).

Jika tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada dua pemeriksaan berjarak 4 jam atau lebih, diagnosisnya adalah hipertensi. Pada keadaan urgen, tekanan diastolik 110 mmHg dapat dipakai sebagai dasar diagnosis, dengan jarak pengukuran waktu ˂ 4 jam.

Terdapatnya protein urin mengubah diagnosis hipertensi dalam kehamilan menjadi preeklamsi. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan proteinuria adalah infeksi traktus urinaria, anemia berat, gagal jantung, partus lama, hematuria dan kontaminasi dengan darah dari vagina. Sekret vagina dan cairan ketuban dapat mengkontaminasi contoh urine. Dianjurkan menggunakan urine midstream untuk menghindari kontaminasi.Kateterisasi tidak dianjurkan karena beresiko infeksi traktus urinarus.

Gejala dan tanda yang selalu adaGejala dan tanda yang kadang-kadang ada

Diagnosis kemungkinan

   Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada kehamilan ˂ 20 minggu

- Hipertensi kronik

Tekanan diastolik 90-110 mmHg   Proteinuria  + +

-Hipertensi kronik dengan superimpossed preeklamsia ringan

Tekanan diastolik 90-110 mmHg - Hiperrtensi dalam kehamilan

Page 21: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

(2 kali pengukuran dengan berjarak 4 jam) pada kehamilan ˃ 20 minggu atau 48 jam setelah kehamilan   Proteinuria – (negatif)

Tekanan diastolik 90-110 mmHg (2 kali pengukuran dengan berjarak 4 jam) pada kehamilan ˃ 20 minggu   Proteinuria sampai + +

- Preeklamsia ringan

Tekanan diastolik 90-110 mmHg pada kehamilan ˃ 20 minggu   Proteinuria ≥ + + +

HiperrefleksiaNyeri kepala (tidak hilang dengan analgetik biasa)Penglihatan kaburOliguria (˂400 ml / 24 jam)Nyeri abdomen atas (epigastrium)   Edeama paru

Preeklamsia berat

KejangTekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada kehamilan ˃ 20 minggu    Proteinuria ≥ + +

Koma   Sama seperti preeklamsia berat

Eklamsi

LI 7. Penatalaksanaan Preeklamsia

Penatalaksanaan Preeclampsia RinganPencegahan preeclampsia:

a. Istirahat tirah baringIstirahat tirah baring pada wanita hamil tidak mencegah preeclampsia ringan. Namun istirahat baring dapat mencegah preeclampsia ringan menjadi preeclampsia berat.

b. Diet rendah garam dan pemberian diureticRestriksi garam pada kehamilan tidak mencegah terjadinya preeclampsia. Pemberian diuretik juga tidak dapat mencegah terjadinya preeclampsia, sekedar menghilangkan udema dan penurunan tekanan darah.

c. Suplementasi Magnesium

Page 22: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Defisiensi magnesium pada diet oleh beberapa peneliti mempunyai asosiasi terhadap pathogenesis preeclampsia, pertumbuhan janin terlambat dan persalinan preterm. Namun demikian peranan magnesium dalam pencegahan terjadinya preeclampsia masih kontroversi.

d. Defisiensi ZincBeberapa peneliti telah melaporkan bahwa defisiensi zinc mempunyai hubungan dengan pathogenesis preeclampsia. Hal ini terbukti bahwa pada preeclampsia kadar zinc dalam plasma, leukosit, dan plasenta menurun. Penelitian pemberian zinc pada masyarakat Meksiko-Amerika ternyata terjadi penurunan resiko preeclampsia. Tetapi penelitan pemberian zinc pada wanita hamil di Inggris ternyata tidak memberikan efek penurunan insidens preeclampsia.

e. Suplementasi Minyak IkanTelah dilakukan penelitian pemberian minyak ikan pada wanita hamil yang secara teoritis dapat memungkinkan terjadinya insidens preeclampsia. Minyak ikan ini mengandung asam lemak tidak jenuh yang berpengaruh terhadap metabolisme prostaglandin sehingga tidak terbentuk thromboxane A2, tetapi terbentuk thromboxane A3 yang merupakan vasokonstriktor lemah.

f. Suplementasi KalsiumPada preeclampsia terjadi penurunan eskrisi kalsium dalam urine. Namun terjadi hal yang sebaliknya bila terjadi defisiensi kalsium maka resiko terjadinya preeclampsia lebih besar. Dosis kalsium diberikan bervariasi dari 375 mg, 1500 mg atau 2000 mg. Masih diperlukan penelitian besar.

g. Pemberian Aspirin Dosis RendahBeberapa peneliti telah melaporakan bahwa pemberian anti thrombotik berupa Aspirin dosis rendah, dapat menurunkan insidens preeclampsia dan pertumbuhan janin terlambat. Dosis yang diberikan berkisar antara 50 mg – 150 mg/hari. Hasil penelitian dari beberapa center menggambarkan hasil yang kontroversi. Penelitian uji klinik terbesar yang dikerjakan oleh The Collaborative Low-Dose Aspirin Study in Pregnancy (CLAPS-1994), melibatkan 9364 wanita hamil dari beberapa negara, dengan dosis Aspirin 60 mg/hari dibandingkan dengan placebo, secara acak, tersamar ganda. Hasil uji klinik ini membuktikan tidak ada perbedaan bahwa antara pemberian aspirin dan pemberian placebo setelah terjadinya preeclampsia, pertumbuhan janin terhambat dan penyulit ibu yang lain (misal: solusio plasenta).

h. Pemberian AntioksidantVitamin C, vitamin E, β-carotine, CoQ10 , N-Acetylcysteine

Manajemen umum preeklampsia ringanPada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka selalu dipertanyakan, bagaimana :

1) sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan, atau terapi medicinal2) sikap terhadap kehamilannya; berarti mau diapakan kehamilan ini

Page 23: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

a. perawatan kehamilan “konservativ” atau “ekspektativ”kehamilan akan diteruskan sampai aterm

b. perawatan kehamilan “aktiv” atau “aggressive”kehamilan akan diakhiri (diterminasi)

Rawat Jalan (Ambulatoir)a. Tirah baring dengan posisi miring

Tirah dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik. Berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal, akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis, sehingga dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, dan menurunkan reaktifitas kardiovaskuler.Selain itu tirah baring, meningkatkan pula aliran darah rahim, sehingga mengurangi vasospasme dan memperbaiki kondisi janin “intra uterine”, ini berarti pula menurunkan kematian perinatal. Lihat gambar dibawah ini. (Lihat skema 2)

b. Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam secukupnyac. Robarantiad. Tidak diberikan obat-obat: diuretic, antihipertensi, sedative e. Kunjungan ulang tiap 1 mingguf. Pemeriksaan laboratorium:

- Hb, hematokrit - Fungsi hati - Urine lengkap - Fungsi ginjal - Asam urat darah - Thrombosit

Dirawat di rumah sakit (rawat inap)a. Kriteria preeclampsia ringan untuk dirawat di rumah sakit:

1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan, tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala2 preeclampsia

2) Selama 2 minggu hipertensi menetap 3) Selama 2 minggu proteinuria menetap4) Kenaikan berat badan ibu: 1 kg/minggu, selama dua kali berturut-turut,

(2 minggu).5) Timbul salah satu atau lebih gejala / tanda-tanda preeclampsia berat.6) Pertumbuhan janin terhambat

b. Evaluasi selama di rumah sakit:1) Pemeriksaan fisik :

o Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam, kecuali ibu tidur

o Observasi adanya edema pada perut dan muka

o Observasi adanya gejala2 impending eclampsia :

- nyeri kepala daerah osipital dan frontal- gangguan visus

Page 24: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

- nyeri epigastrium atau abdomen quadrant kanan atas2) Pemeriksaan laboratorik

o Pemeriksaan proteinuria dgn dipstick pada waktu masuk dan

tiap 2 hario Pemeriksaan hematocrit dan thrombocyte setiap 2 minggu

o Pemeriksaan fungsi hepar tiap 2 minggu

o Pemeriksaan creatinine serum, asam urat dan BUN

o Pengukuran urine produksi tiap 3 jam

3) Pemeriksaan kesejahteraan janino Perhitungan gerakan janin

o Nonstress test 2 kali seminggu

o Pemeriksaan USG dan Doppler

4) Konsultasi dengan bagian : mata, jantung ,dll

Perawatan obstetrica. Pada kehamilan Preterm

Bila tekanan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm

b. Pada kehamilan Aterm ( 37 minggu )Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada “Taksiran Tanggal Persalinan”.

c. Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman atau Partograf WHO

d. Cara persalinanPersalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.

2. Penatalaksanaan Preeclampsia BeratPada perawatan preeclampsia berat sama halnya dengan perawatan preeclampsia ringan, maka dibagi menjadi dua unsur :

a. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat2 atau terapi medisinalis.b. Sikap terhadap kehamilannya dapat :- Konservatif : ekspektatif : sambil memberi pengobatan kehamilan ditunggu

sampai se-aterm- Aktip : agresive manajemen, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat

A. Sikap terhadap penyakitnya (pengobatan Medicinal)1. Segera masuk rumah sakit untuk rawat inap.2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)3. Pengelolaan cairan

Page 25: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

a. Pengelolaan cairan pada penderita preeclampsia dan eclampsia sangat penting, karena penderita preeclampsia dan eclampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.Terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, namun faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah :o Hypovolemia

o Vasospasme

o kerusakan sel endothel

o penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge

pressure.b. Dipasang Foley Catheter : untuk mengukur output urine: input cairan (melalui

oral maupun infuse) dan output cairan (melalui urine) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang keluar melalui urine.

Bila terjadi tanda-tanda edema paru segera dilakukan tindakan koreksi.Pemberian cairan intravena :1. Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dectrose atau cairan garam faali

jumlah tetesan : < 125 cc/jam 2. Atau Infuse Dextrose 5%. Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer

lactate (60-125 cc/jam) 500 cc.3. Antasida: untuk menetralisir asam lambung, bila mendadak kejang, dapat

menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.4. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam.5. Pemberian obat anti kejang :

b. Golongan MgSO4c. Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang :

Diazepam (Lean, 1967) dan Phenytoin ( Ryan, 1989 ). Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium sulfat. (Pritchard 1955, Sibai 1984 )Cara pemberian : Magnesium sulfat. (Pritchard 1955, Sibai 1984)

1) “Loading dose” 4gram MgSO4 : intravena, (20% dalam 20 cc) selama 1 gram/menit (ke-emasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4)4 atau 5 gram di bokong kiri dan 4-5 gram di bokong kanan. (40 % dalam 10 cc atau 40 % dalam 12,5 cc).

2) “Maintenance dose” :Diberikan 4 atau 5 gram i.m., 40% setelah 6 jam pemberian loading dose. Selanjutnya “maintenance dose” diberikan 4 gram i.m. tiap 6 jam.

c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:

Page 26: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

1) Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas 10% = 1 gr. (10% dalam 10 cc) diberikan I,V, 3 menit.

2) Refleks patella (+) kuat.3) Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda2 distress

nafas.4) Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5

cc/kg.bb./jam)d. Sulfas magnesikus dihentikan bila:

1) Ada tanda-tanda intoxikasi2) Setelah 24 jam pasca persalinan

6. Diuretikum tidak diberikan ; kecuali bila ada :a. edema paru-parub. payah jantung kongestipc. anasarkaDiuretikum yang dipakai ialah FurosemidaPemberian diuretikum memberi kerugian :a. memperberat hypovolemiab. memperburuk perfusi utero-plasentac. meningkatkan hemokonsentrasid. menimbulkan dehidrasi pada janin, penurunan berat janin.

7. Anti hipertensi diberikan bila :a. Desakan sistolik ≥ 180 mmHgb. Desakan diastolic ≥ 110 mmHgJenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah : NIFEDIPINEDosis awal : 10 -20 mg, ulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam Nifedipine tidak boleh diberikan sub lingual, karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral.Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah :

o Hydralalazine (Apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada)

Vasodilatator langsung pada arteriole. Terjadi refleks tachycardia, peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi utero-plasenta.

o Labetolol injeksi, suatu α1 bloker, non selektiv β bloker

8. Lain-laina. Obat-obat antipyretika, diberikan bila suhu rectal diatas 38.5O Cb. Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alcoholc. Antibiotika : diberikan atas indikasi

Page 27: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

d. Anti nyeri, bila penderita kesakitan/gelisah; karena konstraksi rahim dapat diberikan pethidin HCL 50–75 mg. Sekali saja (selambat2nya 2 jam sebelum janin lahir).

9. GlucorticoidPemberian glucocorticoid untuk pematangan paru janin, tidak merugikan ibu. Glucocorticoid diberikan pada kehamilan 32-34 minggu,selama 2 kali 24 jam.

B. Sikap terhadap kehamilannyaDitinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan; maka perawatan dibagi menjadi :

1. Aktip (aggressive management) berarti : kehamilan segera diakhiri / diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal.

2. Konservatip (ekspektativ) berarti : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan memberi pengobatan medicinal

Perawatan Aktif (aggressive)a. Indikasi

Indikasi perawatan aktip, ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:Ibu :

a) Umur kehamilan 37 minggu.b) Adanya tanda2 /gejala2 Impending Eclampsiac) Kegagalan terapi pada perawatan konservatip, yaitu : keadaan klinik dan

laboratorik memburukJanin :

a) Adanya tanda-tanda fetal distressb) Adanya tanda-tanda IUGR ( Intra uterine growth restriction}

Laboratorika) Adanya “the HELLP syndrome”.

b. Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan)1. Belum inpartu :

a) Induksi persalinan *(biasanya dengan oxytocin drip), atau:b) Sectio Caesarea, bila syarat induksi tidak dipenuhi atau adanya kontra

indikasi oxytocin drip atau oxytocin drip gagal2. Sudah Inpartu :

a) Kala I : Diikuti sesuai dengan grafik Friedman, dan manajemennya bila terjadi kelainan2 grafik Friedman, atau dengan partograf WHO

b) Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan (Ibu tidak boleh mengejan.)

Page 28: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Perawatan Konservatifa. Indikasi

Bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan Medicinal : Sama dengan perawatan medicinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja.

c. Perawatan Obstetrik konservatif:1. Selama perawatan konservatip; observasi dan evaluasi sama seperti perawatan

aktip hanya disini tidak ada terminasi.2. Sulfas Magnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda

preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, maka keadaan ini dianggap sebagai

kegagalan pengobatan medicinal dan harus diterminasi.

d. Penderita boleh dipulangkan bila :1. Penderita kembali ke gejala2 /tanda2 Preeclampsia ringan; tetap dirawat

selama 3 hari2. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeclampsia ringan; penderita

dapat di pulangkan sebagai preeclampsia ringan.

Penatalaksanaan EclampsiaPada hakekatnya pengobatan yang sangat penting dalam perawatan penderita eclampsia ialah pengobatan medical dan perawatan suportif. Garis besar perawatan dan pengobatan eclampsia dapat dilihat dalam tabel 2. Tujuan utama dari pengobatan medical eclampsia ialah:

1. Mencegah dan menghentikan kejang.2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya ; hipertensi krisis3. Mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin4. Sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat.

Pengobatan medicinala. Obat anti kejang

Obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama ialah Sulfas magnesikus.a) Loading dose: 4-5 gr; 20% - MgSO4 dlm larutan 20cc- 25cc intravena selama

4-5 menitDisusul 8- 10 gram i.m. 40% MgSO4 dalam larutan @ 10 cc -12,50 cc, diberikan pada bokong kiri dan kanan @ 4 – 5 gram. i.m.

b) Maintenance do se: tiap 6 jam diberikan lagi 4 –5 gram i.m. MgSO4. 40 % 10 cc.

c) Monitoring tanda2 keracunan MgSO4Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, maka dapat dipakai obat jenis lain, misalnya : Thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternative

Page 29: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, maka pemberian Diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman.

b. Pengobatan SuportifTerutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ penting, misalnya: tindakan2 untuk memperbaiki acidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur- tekanan darah, mencegah decompensasi cordis dan sebagainya.Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, maka “nursing care” sangat penting misalnya : meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infuse penderita lain-lain

c. Perawatan pada waktu kejang .Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.

1. Dirawat di kamar isolasi cukup terang : agar bila terjadi cyanosis segera dapat diketahui.

2. Letakkan penderita ditempat tidur yang lebar 3. Masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas

sudap lidah yang sedang tergigit, karena dapat mematahkan gigi.4. Kepala direndahkan : daerah oropharynx dihisap5. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstrimitas penderita yang kejang tidak

terlalu kuat menghentak-hentak benda keras disekitarnya.6. Fixasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari

fracktur7. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.

d. Perawatan koma1. Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau

mempertahankan diri terhadap :o suhu yang ekstrem

o posisi tubuh yang menimbulkan nyeri

o aspirasi : hilangnya refleks muntah

2. Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya jalan nafas atas. Setiap penderita eclampsia yang jatuh dalam koma, harus dianggap bahwa jalan nafas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.

3. Oleh karena itu tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan nafas atas tetap terbuka. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas

Page 30: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

atas, ialah dengan maneuver “head tilt-neck lift” atau “head tilt-chain lift” yang kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway.

4. Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah, bahwa penderita koma, akan kehilangan refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung adalah sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda-benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir, maupun sisa makanan harus segera dihisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainage lendir.

5. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai : “Glasgow –– Coma Scale”. (lihat lampiran)

6. Pada perawatan koma; perlu diperhatikan pencegahan decubitus dan makanan penderita.

7. Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; cukup diberikan dalam bentuk NGT (Naso Gastric Tube)

Pengobatan Obstetrik :Sikap terhadap kehamilan, sikap dasar : semua kehamilan dengan eclampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Bilamana diakhiri :Sikap dasar : kehamilan diakhiri bila sudah terjadi “stabilisasi” (pemulihan) hemodynamika dan metabolisme ibu.

LI 8. Komplikasi Preeklamsia

Komplikasi IBU :

1. Solusio plasenta2. DIC –Disseminated Intravascular Coagulation3. Gagal ginjal4. Gagal hepar5. Perdarahan CNS – Central Nervous System6. Apopleksia serebri

Komplikasi ANAK :1. PJT – Pertumbuhan Janin Terhambat2. Prematuritas3. Kematian perinatal

Preeklampsia dapat menyebabkan komplikasi di antaranya :

Page 31: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

o Terganggunya aliran darah ke plasenta sehingga bayi akan kekurangan asupan nutrisi

yang dapat menghambat pertumbuhan janin, serta mengakibatkan bayi lahir prematur, berat badan rendah, dan kesulitan bernafas.

o Plasenta terlepas dari dinding dalam rahim sebelum persalinan hingga dapat

mengancam jiwa penderita dan bayi yang dikandungnya.o Sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati dan rendahnya trombosit) dapat

mengancam jiwa penderita dan bayi yang dikandungnya.o Eklampsia yang disertai kejang secara permanen dapat merusak organ vital (otak, hati

dan ginjal) hingga menyebabkan koma dan kematian pada penderira dan bayi yang dikandungnya.

o Meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular di masa mendatang.

Preeklampsia – eklampsia merupakan penyebab utama ke III (setelah perdarahan dan infeksi) kematian IBU terutama akibat perdarahan CNS.

LI 9. Prognosis Preeklamsia

Prognose eclampsia ditentukan oleh kriteria Eden

KRITERIA EDEN

1. Koma yang lama

2. Nadi di atas 120 per menit

3. Suhu di atas 1030

4. Tekanan darah sistolik di atas 200 mmHg

5. Kejang lebih dari 10 X

6. Proteinuria lebih 10 gr/liter

7. Tidak ada edema

Tabel 3:  Kriteria Eden untuk menentukan prognose Eclampsia (tahun 1922)

Bila didapatkan satu atau lebih dari gejala tersebut, prognose ibu buruk. Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini

Page 32: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

merupakan tanda prognose yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

Eclampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin pada beberapa golongan yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognose janin pada penderita eclampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intra uterine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior

LI 10. Pencegahan Preeklamsia

Pola hidup sehat akan meningkatkan potensi ibu untuk terhindar dari hipertensi pada kehamilan. Jauhi minuman yang beralkohol, jangan biasakan anda merokok, hindari stress, pola makan yang sehat (konsumsi protein tinggi, hindari konnsumsi berlebih makanan yang mengandung hidrat arang dan garam berlebih) dan berolahragalah. Selain itu ibu bisa mengkonsumsi beberapa makanan yang dapat membantu menurunkan tekanan darah seperti coklat, ikan buah jeruk, buah pisang dan ikan. Lakukan kontrol rutin terhadap kehamilan ibu dan ikuti petunjuk yang disarankan oleh dokter.

Page 33: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Solusio Plasenta

LI 1. Definisi Solusio Plasenta

Solusio Plasenta atau pelepasan prematur plasenta, ablasio plasenta, atau perdarahan aksidental didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal sebelum kelahiran janin. Terjadi pada 1:86 sampai 1:206 kehamilan lanjut, tergantung kriteria diagnosis yang digunakan dan menyebabkan kira-kira 30% dari semua perdarahan antepartum lanjut. Sekitar 50% solusio terjadi sebelum persalinan tetapi 10%-15% tidak terdiagnosis sebelum kala dua persalinan.

Solusio Placenta adalah lepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, setelah usia kehamilan lebih dari 22 minggu atau berat janin lebih dari 500 gram.

Terdapat beberapa definisi lain tentang solusio plasenta: Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi

normalnya (korpus uteri), setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.   Solusio plasenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus

uteri sebelum janin lahir. (Cunningham)

Page 34: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Insidens (Angka Kejadian)

Insidens (Angka kejadian) solusio plasenta adalah 1 : 80 persalinan ; Solusio plasenta berat angka kejadian = 1 : 500 – 750 persalinan. Dari angka kejadian perdarahan antepartum, 30% diantaranya disebabkan oleh solusio plasenta.

LI 2. Etiologi Solusio PlasentaPenyebab pasti lepasnya plasenta biasanya tidak diketahui meskipun ada sejumlah

asosiasi umum. Adanya riwayat pelepasan prematur plasenta sebelumnya mempunyai angka

Page 35: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

kekambuhan 10%-47%; setelah dua kali pelepasan prematur sebelumnya, insidennya menjadi >20%. Kehamilan dengan hipertensi mempunyai insiden solusio plasenta sebesar 2,5%4-7,9%.

Namun, dari kasus-kasus yang cukup berat untuk menyebabkan kematian janin, kira-kira 50% terkait dengan hipertensi dalam kehamilan (separuh terkait dengan hipertensi kronis dan separuh terkait dengan hipertensi dipicu kehamilan).

Predisposisi pelepasan plasenta lainnya yang sering adalah merokok, peregangan uterus berlebihan (misalnya kehamilan multipel, hidramnion), penyakit vaskular (misal, diabetes melitus, kelainan kolagen), anemia hemolitik mikroangiopati dan anomali atau tumor uterus.

Terdapat penyebab yang memicu langsung (hanya pada 1%-5%) terjadinya solusio plasenta, yaitu plasenta sirkumvalata, trauma uterus langsung (misal, versi luar, kecelakaan mobil dan kecclakaan lainnya), pengurangan mendadak cairan amnion atau tali pusat yang pendek.

Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi:

1. Faktor kardio-reno-vaskuler2. Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada

penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan

3. Faktor traumaa. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.b. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,

versi luar atau tindakan pertolongan persalinanc. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

4. Faktor paritas ibuLebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium

5. Faktor usia ibuMakin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

6. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma

7. Faktor pengunaan kokainPenggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitive

8. Faktor kebiasaan merokokIbu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya

Page 36: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

9. Riwayat solusio plasenta sebelumnyaHal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada hamil berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta

10. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya  kehamilan, dan lain-lain.

11. Diabetes pada kehamilan12. Konsumsi alkohol, lebih dari 14 kali dalam 1 minggu, selama kehamilan.13. Peningkatan distensi uterus (dapat terjadi pada kehamilan kembaratau volume cairan

amnion yang sangat banyak)14. Ketuban pecah dini (selaput ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu).15. Fibroid Uteri16. Trombofilia

LI 3. Klasifikasi Solusio PlasentaA. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta

1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

B. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma

retroplacenter3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

C. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:1. Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin

hidup, pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%

2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan

Berdasarkan derajat lepasnya plasenta, solusio plasenta dapat dibagi menjadi: Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.  Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.  

Page 37: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

Berdasarkan perdarahannya, solusio plasenta dapat dibedakan menjadi: Solusio plasenta dengan perdarahan keluar (revealed = 80%). Pada kasus ini, darah keluar

dari ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage). Pada kasus ini, perdarahan terperangkap dalam cavum uteri [hematoma retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat terlepas, komplikasi yang diakibatkan biasanya sangat berat dan 10% disertai dengan Disseminated Intravascular Coagulation.  Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar. Bekuan darah dapat masuk ke dalam miometrium, sehingga menyebabkan uterus couvellair.

Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .Berdasarkan beratnya gejala, solusio dibedakan menjadi: Ringan : bila perdarahan yang terjadi sekitar100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada

tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma >150 mg% 

Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%. 

Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

LI 4. Patofisiologi Solusio Plasenta

Page 38: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Berbagai mekanisme patofisiologi yang terjadi pada solusio plasenta sudah diusulkan, termasuk trauma vaskular setempat yang menyebabkan gangguan pembuluh darah desidua basalis, peningkatan mendadak tekanan vena uteri yang menyebahkan pembesaran dan pemisahan ruang intervilosa, faktorfaktor mekanis (misal, tali pusat pendek, trauma, kehilangan mendadak cairan amnion) dan kemungkinan permulaan ekstrinsik kaskade koagulasi (misal, trauma dengan pelepasan tromboplastin jaringan).

Perdarahan dapat terjadi ke dalam desidua basalis atau langsung retroplasenta dari arteri spiralis yang ruptur. Pada kedua kasus ini terjadi perdarahan, terbentuk bekuan darah, dan permukaan plasenta tidak memungkinkan terjadinya pertukaran antara ibu dan placenta. Bekuan darah akan menekan plasenta yang berdekatan dan darah yang tidak membeku mengalir dari tempat tersebut. Pada perdarahan tersembunyi ataupun tampak (eksternal), darah dapat keluar melalui selaput ketuban atau plasenta. Keadaan ini memberikan makna penting karena mungkin menunjukkan perdarahan ibu-janin, perdarahan fetomaternal, perdarahan ibu ke dalam cairan amnion atau emboli cairan amnion.

Kadang-kadang perdarahan hebat dalam miometrium menyebabkan uterus berwarna keunguan, ekimotik dan berindurasi (apopleksi uteroplasenta, uterus Couvelaire) dan kehilangan kontraktilitas. Pada pelepasan plasenta berat mungkin terjadi DIC. Secara klinis, diatesis perdarahan terdiri atas petekie meluas, perdarahan aktif, syok hipovolemik dan kegagalan mekanisme pembekuan darah. Meskipun tidak dapat diamati secara langsung, fibrin tertumpuk dalam kapiler kecil, menyebabkan komplikasi yang menakutkan, misalnya: nekrosis tubular dan korteks ginjal, kor pulmonale akut dan nekrosis hipofisis anterior (sindrom Sheehan).

Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis. Selanjutnya desidua akan terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Hematoma yang terjadi pada desidua akan menyebabkan terjadnya separasi plasenta dan plasenta akan tertekan oleh hematoma desidua yang terjadi.

Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat kemudian, arteri spiralis desidua akan pecah, sehingga menyebabkan terjadinya hematoma retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.

Oleh karena di dalam uterus masih terdapat produk konsepsi, maka uterus tak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus, maka terjadilah perdarahan yang keluar ( revealed hemorrhage)

LI 5. Manifestasi Klinis Solusio Plasenta

1. Solusio plasenta ringanSolusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini

Page 39: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.

2. Solusio plasenta sedangDalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat

3. Solusio plasenta beratPlasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal

LI 6. Diagnosis dan Diagnosis Banding Solusio Plasenta

Tanda dan gejala bervariasi dan dapat diperkirakan berdasarkan besarnya masalah. Namun, gejala solusio plasenta yang umum adalah perdarahan per vaginam berwarna merah gelap (80%), iritabilitas uteri (dua pertiga) dan nyeri punggung atau perut bagian bawab (dua pertiga). Kesalahan diagnosis persalinan prematur kira-kira 20%. Gawat janin terdapat pada >50% kasus.

Karena adanya faktor-faktor pelindung pada ibu hamil yang sehat, mungkin sudah terjadi kehilangan darah akut yang cukup banyak sebelum terjadi anemia. Karena itu, pada solusio plasenta, jumlah perdarahan seringkali jauh melebihi derajat anemia. Apusan darah perifer mungkin menunjukkan skistosit (mendukung ke koagulasi intravaskular diseminata, DIC). Penurunan jumlah trombosit dan depresi fibrinogen umum terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Pada DIC, akan ada peningkatan kadar produk pemecahan fibrin.

1. Anamnesiso Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut

Page 40: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

o Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-

konyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman

o Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti

o Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.

o Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksio Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

o Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

o Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasio Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan

o Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden

uterus) baik waktu his maupun di luar his.o Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

o Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. AuskultasiSulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.

5. Pemeriksaan dalama. Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.b. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegangc. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan

turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta6. Pemeriksaan umum

Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil

7. Pemeriksaan laboratoriuma. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan

leukosit.b. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia

8. Pemeriksaan plasenta.Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Page 41: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta.

LaboratoriumPenurunan hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) umumnya terjadi setelah terjadi

hemodilusi. Hapusan darah tepi menunjukkan penurunan trombosit, adanya schistosit menunjukkan sudah terjadinya proses koagulasi intravaskular.

Penurunan kadar fibrinogen dan pelepasan hasil degradasi fibrinogen. Bila pengukuran fibrinogen tak dapat segera dilakukan, lakukan pemeriksaan“clott observation test”. Sample darah vena ditempatkan dalam tabung dan dilihat proses pembentukan bekuan (clot) dan lisis bekuan yang terjadi. Bila pembentukan clot berlangsung > 5 – 10 menit atau bekuan darah segera mencair saat tabung dikocok, maka hal tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar fibrinogen dan trombosit.

Pemeriksaan laboratorium khusus :o Prothrombine time

o Partial thromboplastine time

o Jumlah trombosit

o Kadar fibrinogen

o Kadar fibrinogen degradation product

o Pemeriksaan ultrasonografi tak memberikan banyak manfaat, oleh karena pada

sebagian besar kasus tak mampu memperlihatkan adanya hematoma retroplasenta.

Diagnosis banding a. Penyebab perdarahan nonplasenta. Biasanya tidak nyeri. Ruptur uterus dapat

menyebabkan perdarahan per vaginam tetapi, jika banyak, disertai dengan rasa nyeri, syok dan kematian janin.

b. Penyebab perdarahan plasenta. Plasenta previa disertai perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya terdiagnosis dengan ultrasonografi.

c. Penyebab perdarahan yang tidak dapat ditentukan. Pada paling sedikit 20% kasus, penyehab perdarahan antepartum tidak dapat ditentukan. Namun, jika masalah-masalah serius dapat disingkirkan, perdarahan tidak terdiagnosis ini jarang berbahaya.

LI 7. Penatalaksanaan Solusio Plasenta

A. Tindakan darurato Jika terjadi defisiensi, mekanisme pembekuan harus dipulihkan sebelum

melakukan upaya apapun untuk melahirkan bayi. Berikan kriopresipitat, FFP atau darah segar. Berikan terapi anti syok. Pantau keadaan janin terus menerus.

Page 42: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

o Pecahkan selaput ketuban, jika mungkin, terlepas dari kemungkinan cara

pelahiran yang akan dipakai.B. Tindakan spesifik.

o Derajat 1. Jika pasien tidak dalam persalinan, tindakan menunggu dengan

pengawasan ketat merupakan indikasi, karna pada banyak kasus perdarahan akan berhenti secara spontan. Jika persalinan mulai terjadi, siapkan persalinan per vaginam jika tidak ada komplikasi lebih lanjut.

o Derajat 2. Siapkan pelahiran per vaginam jika persalinan diperkirakan akan terjadi

dalam waktu sekitar 6 jam, terutama jika janin mati. Seksio sesarea sebaiknya dilakukan jika terdapat bukti kuat adanya gawat janin dan bayi mungkin hidup.

o Derajat 3. Pasien selalu dalam keadaan syok, janin sudah mati, uterus tetanik dan

mungkin terdapat defek koagulasi. Setelah memperbaiki koagulopati, lahirkan per vaginam jika dapat dikerjakan dalam waktu sekitar 6 jam. Persalinan per vaginam tampaknya paling baik untuk pasien multipara. Jika tidak, kerjakan seksio sesarea.

1) Solusio plasenta ringanBila usia hamil kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu partus spontan.Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan

2) Solusio plasenta sedang dan beratApabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.

Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesariaApoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukanC. Tindakan gawat darurat

Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta bertambah luas yang ditandai dengan :

o Perdarahan semakin bertambah banyak,

Page 43: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

o Penderita syok

o Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi

o Gawat janin

Kondisi di atas menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera diambil adalah memasang infus, kalau perlu dipasang dua jalur, sekaligus mengambil contoh darah sebagai persiapan untuk bahan pemeriksaan laboratorium dan permintaan darah sebagai persiapan untuk tranfusi.

D. Terapi ekspektatifPada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta, maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.

E. Persalinan PervaginamIndikasi persalinan pervaginam HANYA dilakukan bila derajat separasi tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan, maka segera lakukanamniotomi dengan tujuan untuk :

o Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan

mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC)

o Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat

merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik)

o Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera

diikuti dengan tanda-tanda persalinan.

F. Seksio sesarSeksio sesar pada saat ini lebih banyak dipilih, jika kecurigaan terjadinya solusio plasenta telah dibuat. Hal ini dimaksudkan untuk dapat dengan segera menghindarkan kemungkinan terjadinya komplikasi atau hal-hal yang lebih buruk, baik pada sang ibu ataupun mungkin bagi bayinya. Meskipun demikian tindakan seksio sesar bisa saja baru dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 – 4 cm.Atas indikasi ibu, meski janin telah mati, bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan seksio sesar pada kasus solusio plasenta.

LI 8. Komplikasi Solusio Plasenta

1. Koagulopati konsumtif (DIC)

Page 44: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Koagulopati konsumtif dalam bidang obstetri terutama disebabkan oleh solusio plasenta. Hipofibrinogenemia ( < 150 mg/dL plasma) yang disertai dengan peningkatan kadar FDP dan penurunan berbagai faktor pembekuan darah terjadi pada 30% penderita solusio plasenta berat yang disertai dengan kematian janin.

Mekanisme utama dalam kejadian ini adalah terjadinya koagulasi intravaskular akibat masuknya “tromboplastin” yang berasal dari uterus ke dalam darah dan sebagian kecil merupakan akibat dari pembekuan darah retroplasenta.

Akibat penting dari terjadinya koagulasi intravaskular adalah aktivasi plasminogen menjadi plasmin yang diperlukan untuk melakukan lisis mikroemboli dalam mekanisme untuk menjaga keutuhan mikrosirkulasi.

Hipofibrinogenemia berat tidak selalu bersamaan dengan trombositopenia, trombositopenia umumnya baru terjadi setelah tranfusi darah yang berulang. Hipofibrinogenemia jarang terjadi pada keadaan dimana solusio plasenta tidak disertai dengan kematian janin intra uterin.

2. Gagal ginjal Gagal ginjal akut, baik nekrosis tubuler akut (bersifat tidak permanen)

atau nekrosis kortikal akut, sering terlihat pada solusio plasenta berat dan sering disebabkan oleh penanganan renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang memadai.

3. Uterus couvelaire

Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus yang disebut sebagai uterus couvelair. Ekstravasasi dapat terlihat pada pangkal tuba, ligamentum latum atau ovarium. Jarang menyebabkan gangguan kontraksi uterus, jadi bukan merupakan indikasi untuk melakukan histerektomi

LI 9. Prognosis Solusio Plasenta

Angka kematian ibu di seluruh dunia akhir-akhir ini antara 0,5% dan 5%. Sebagian besar wanita meninggal karena perdarahan (segera atau tertunda), gagal jantung atau gagal ginjal. Diagnosis dini dan terapi yang tepat akan menurunkan angka kematian ibu sampai 0.3%-1%. Angka kematian janin berkisar 50% sampai 80%. Sekitar 30% janin dengan pelepasan prematur plasenta dilahirkan cukup bulan. Pada hampir 20% pasien dengan solusio plasenta tidak didapati adanya denyut jantung janin ketika dibawa ke rumah sakit, dan pada 20% lainnya akan segera terlihat adanya gawat janin. Jika diperlukan transfusi ibu segera, angka kematian janin mungkin paling sedikit 50%. Kelahiran kurang bulan terjadi pada 40%-50% kasus pelepasan prematur plasenta. Bayi meninggal karena hipoksia, prematuritas atau trauma persalinan.

LO 4. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Gawat Janin

Page 45: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

LI 1. Definisi Gawat Janin

Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima Oksigen cukup, sehingga mengalami hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 ). Secara luas istilah gawat janin telah banyak dipergunakan, tapi didefinisi istilah ini sangat miskin. Istilah ini biasanya menandakan kekhawatiran obstetric tentang obstetric tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir dengan seksio secarea atau persalinan buatan lainnya.

Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin (DJJ). Dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan amniom. Sering dianggap DJJ yang abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis. Akan tetapi, hal tersebut sering kali tidak benarkan . Misalnya, takikardi janin dapat disebabkan bukan hanyaoleh hipoksia dan asidosis, tapi juga oleh hipotemia, sekunder dari infeksi intra uterin

Keadaan tersebut biasanya tidak berhubungan dengan hipoksia janin atau asidosis.sebaliknya, bila DJJ normal, adanya mekonium dalam cairan amnion tidak berkaitan dengan meningkatnya insidensi asidosis janin. Untuk kepentingan klinik perlu ditetapkan criteria apa yang dimaksud dengan gawat janin. Disebut gawat janin bila ditemukan bila denyut jantung janin diatas 160 / menit atau dibawah 100 / menit, denyut jantung tidak teratur , atau keluarnya mekonium ysng kental pada awal persalinan.

LI 2. Klasifikasi Gawat Janin

Jenis gawat janin yaitu :a. Gawat janin yang terjadi secara ilmiahb. Gawat janin iatrogenic

Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.Kejadian yang dapat menimbulkan gawat janin iatrogenik adalah:1. Posisi tidur ibu

Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena Kava sehingga timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat diperbaiki dengan perubahan posisi tidur menjadi miring ke kiri atau semilateral.

2. Infus oksitosinBila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti kontrkasi fisiologik.

3. Anestesi EpiduralBlokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat

Page 46: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

terjadi deselerasi lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai pengaruh terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina.

c. Gawat janin sebelum persalinano Gawat janin kronik

Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode antenatal bila status fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu.

o Gawat janin akut

Suatu kejadian bencana yang tiba – tiba mempengaruhi oksigenasi janin.d. Gawat janin selama persalinan

Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. (Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekkologi, 1994 : 211-213)

LI 3. Etiologi Gawat Janin

Penyebab dari gawat janin yaitu:a. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu

singkat) 1. Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan

pemberian oksitosin.2. Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.3. Solusio plasenta.4. Plasenta previa dengan pendarahan.

b. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama) :1. Penyakit hipertensi2. Diabetes mellitus3. Postmaturitas atau imaturitas

c. Kompresi (penekanan) tali pusat1. Oligihidramnion2. Prolaps tali pusat3. Puntiran tali pusat

d. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen1. Anemia berat misalnya isomunisasi , perdarahan fetomaternal2. Kesejahteraan janin dalm persalinan asfiksia intrapartum dan komplikasi3. skor APGAR 0-3 selam > 5 menit4. Sekuele neorologis neonatal5. Disfungsi multi organ neonatal6. PH arteri tali pusat 7,0

Page 47: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

LI 4. Patofisiologi Gawat Janin

Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah karena janin

dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik, tetapi sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali bila janin mengalami stress.

2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglabin, dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar dari pada orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik. Sebagai hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2 dan air diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsiakibat dari perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan PH atau timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak efisien, bahkan menimbulkan asam organik menambah asidosis metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus darah uterus atau arus darah tali pusat.

3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redidtribusi darah bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital (otak dan jantung) akan menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer. Bradikardi mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.

LI 5. Manifestasi Klinik Gawat Janin

Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah tendangan janin/ ’kick count’ . Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan gerakan ini terutamadiminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu yangmengeluh terdapat pengurangan gerakan janin,

Bila ternyata tidak tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu untuk segera datang ke RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Tanda-tanda gawat janin:

1. Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala2. Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janinUntuk mengetahui adanya

tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauanmenggunakan kardiotokografi

Page 48: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

3. Asidosis janin diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin

Pengaruh Pada Kehamilan dan Persalinana. Pada Kehamilan

Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan karena pada gawat janin, maka harus segera dikeluarkan.

b. Pada persalinanGawat janin pada persalinan dapat menyebabkan :1. Persalinan menjadi cepat karena pada gawat janin harus segera dikeluarkan2. Persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi forseps, vakum

ekstraksi, ataupun bahkan dapat diakhiri dengan tindakan sectio saesarea (SC)

LI 6. Diagnosis Gawat Janin

Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera.

o Denyut jantung janin abnormal

o Kotak Kelainan denyut jantung janin (DJJ)

- DJJ Normal, dapat melambat sewaktu his , dan segera kembali normal setelah relaksasi

- DJJ lambat (kurang dari 100 x/menit) saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat janin

- DJJ cepat (lebih dari 180 x/menit) yang disertai takhikardi ibu bisa karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin

o Mekonium

- Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai ma¬turitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.

- Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran napas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.

Page 49: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

- Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kom¬presi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan.

LI 7. Penatalaksanaan Gawat Janin

A. Penanganan umum:1. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan pembawaan oksigen dari obu

ke janin lebih lancar.2. Berikan oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.3. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin, karena dapat

mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang berlanjut dan meningkat dengan resiko hipoksis janin.

4. Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal se¬bagai berikut:a. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang

sesuai.b. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang

paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:

Prinsip Umum :1. Bebaskan setiap kompresi tali pusat2. Perbaiki aliran darah uteroplasenter3. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan

indikasi.Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada fakjtor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.

B. Penanganan Khusus:Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal se¬bagai berikut:1. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang

sesuai.2. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang

paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:

o Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan

kemungkinan solusio plasenta.

Page 50: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

o Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan

antibiotika.o Jika tali pusat terletak di bawah bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan

penanganan prolaps tali pusat 3. Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin

(mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan:o Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas sim-fisis

pubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasion 0, lakukan per-salinan dengan ekstraksi vakum atau forseps.

o Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari 1/5 di atas

simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada di atas stasion 0, lakukan persalinan dengan seksio sesarea

LI 8. Komplikasi Gawat Janin

Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin yaitu :1. Asfiksia2. Menyebabkan kematian janin jika tidak segera ditangani dengan baik.

Komplikasi Gawat janin atau asfiksia intrauterin merupakan akibat dari kompresi tali pusat akibat berkurangnya cairan amnion (oligohidramnion) atau prolapsus tali pusat KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai oligohidramnion yang lama menyebabkan terjadinya deformitas janin

DAFTAR PUSTAKA

Page 51: Wrap Up Skenario 1 Emergensi

Angsar, Dikman,  2005. Hipertensi dalam Kehamilan Edisi IV. Fakultas Kedokteran UNAIR: Surabaya

Cunningham F.G, et al, 1995. William Obstetric Edisi 21, Mc Graw Hill Medical Publishing Division.EGC: Jakarta.

Hendaryono, Henny.  2007. Materi Kuliah Patologi Kebidanan. Jombang

Himpunan kedokteran feto maternal POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. Semarang

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. EGC: Jakarta

Prawiroharjo, Sarwono, 1976. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta

Page 52: Wrap Up Skenario 1 Emergensi