WP 04-07 I. Pilihan-Pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

29
  PILIHAN-PILIHAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA Dokumen Konsultasi  Jaringan Kebijakan Publ ik Indonesia (JAJAKI) Agustus 2004 Dokumen untuk JAJAKI Dipersiapkan oleh: The United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR)

Transcript of WP 04-07 I. Pilihan-Pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

PILIHAN-PILIHAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN INDONESIA

Dokumen Konsultasi Jaringan Kebijakan Publik Indonesia (JAJAKI)

Agustus 2004

Dokumen untuk JAJAKI

Dipersiapkan oleh: The United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR)

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

II

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Daftar IsiTENTANG JAJAKI...................................................................................................................................... IV TENTANG UNSFIR ..................................................................................................................................... IV PENDAHULUAN............................................................................................................................................V DAFTAR LEMBAGA DAN ORANG-ORANG YANG DIKONSULTASIKAN .................................... VI PENGANTAR ..................................................................................................................................................1 TANTANGAN PERDAGANGAN BAGI INDONESIA ...............................................................................1 PENDEKATAN PERDAGANGAN INDONESIA SAAT INI .....................................................................5 OPSI-OPSI KEBIJAKAN UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA PERDAGANGAN..............................6 APAKAH KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PERLU TETAP DIFOKUSKAN SECARA SEMPIT PADA PENINGKATAN PERDAGANGAN SEBAGAI MESIN PERTUMBUHAN? ..........................................................................................6 Apakah Indonesia perlu menambah kebijakan-kebijakan pengembangan ekspornya ke perekonomian yang lebih luas ? ......................................................................................................................................7 Apakah Indonesia perlu mengembangkan sebuah kebijakan industri berorientasi perdagangan yang lebih luas?................................................................................................................................................8 APAKAH INDONESIA PERLU MENERUSKAN JALAN LIBERALISASI PERDAGANGAN SAAT INI?...........................9 Liberalisasi perdagangan go back (kembali meningkatkan proteksi)? ..............................................10 Liberalisasi perdagangan go forward faster (bergerak maju lebih cepat)? .......................................12 Liberalisasi perdagangan standstill (tidak bergerak)?.......................................................................13 PENDEKATAN YANG LEBIH LUAS (BROADER) ATAU LEBIH DALAM (DEEPER) UNTUK MENGELOLA HUBUNGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA ...............................................................................................13 Going broader (Menjadi lebih luas) ......................................................................................................14 Going deeper (Menjadi lebih dalam).....................................................................................................15 MEWUJUDKANNYA : MENCAPAI KONSENSUS UNTUK MELANGKAH MAJU .........................17 DAFTAR ANGGOTA JARINGAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA (JAJAKI )PADA BULAN AGUSTUS 2004..............................................................................................................................................18 REFERENCES...............................................................................................................................................21

Daftar TabelTabel 1 - Arus baru regionalisme dan lima pasar ekspor utama Indonesia ......................... 5

Daftar GambarGambar 1 - Melambannya pertumbuhan perdagangan non minyak dan gas ....................... 2 Gambar 2 - Menurunnya proteksi tetapi tidak terjadi peningkatan produktivitas buruh ... 3 Gambar 3 - Meningkatnya ekspor Indonesia ke Asia Timur................................................. 4 Gambar 4 - Indonesia mempunyai proteksi dan pendapatan perkapita yang rendah ....... 10

III

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Tentang JAJAKIJAJAKI Jaringan Kebijakan Publik Indonesia adalah suatu jaringan kerja yang terdiri dari berbagai lembaga yang ada di Indonesia guna menjawab kebutuhan akan suatu mekanisme konsultasi antara pemerintah dan masyarakatnya. JAJAKI bertujuan membantu pemerintah dalam mengembangkan opsi-opsi kebijakan atas persoalan-persoalan yang kompleks secara lebih terbuka dan inklusif. JAJAKI menghimpun kelompok-kelompok utama di negeri ini mulai dari jajaran pemerintah sampai masyarakat madani, dari sektor swasta sampai partai-partai politik, dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk saling berinteraksi serta mengembangkan pendekatan-pendekatan dan soulsi-solusi yang segar atas tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dewasa ini. Hasil konsultasi-konsultasi yang dilakukan oleh JAJAKI akan disampaikan kepada pemerintah sebagai masukan dalam menetapkan landasan kebijakan-kebijakan yang memungkinkan Indonesia mencapai pemulihan yang berkelanjutan. JAJAKI akan mengembangkan pendekatan berdasarkan isu-isu politik serta membantu pemerintah beralih dari pendekatan yang bersifat sangat teknokratis menuju proses pembuatan kebijakan. Dengan menggalang suatu upaya bersama antara pemerintah dan unsur-unsur masyarakat yang lain, JAJAKI juga akan memainkan suatu peran yang sangat penting dalam kesadaran akan arah dan tujuan bangsa yang telah goyah sejak terjadinya krisis pada tahun 1997. JAJAKI akan menjadi suatu sarana uji bagi arah kebijakan baru dalam berbagai bidang kebijakan yang paling mendesak di Indonesia, antara lain menyangkut restrukturisasi ekonomi, pengentasan kemiskinan serta masalah pengangguran. JAJAKI bertujuan menciptakan suatu cara yang rasional dan sistematis dalam membuat kebijakan-kebijakan publik dan sekaligus memperdalam demokrasi dengan mengikutsertakan banyak suara dan pendapat dalam putusan-putusan kebijakan.

Tentang UNSFIRUnited Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR) adalah proyek kerjasama antara BAPPENAS dan UNDP yang bertujuan untuk memberikan dukungan teknis dan analisa kebijakan kepada lembaga-lembaga di tingkat nasional dalam rangka membantu pemerintah dalam penyusunan rencana-rencana kebijakan strategis jangka menengah. UNSFIR juga bertujuan untuk menstimulir debat publik dan dialog kebijakan untuk isu-isu yang krusial, dan secara bertahap membantu menyusun alternatif-alternatif strategi pembangunan. UNSFIR juga berfungsi sebagai sekretariat JAJAKI. Tim penulis dokumen ini adalah Greg McGuire, Brasukra Sudjana, Prabowo, Ay San Harjono dan Fathurrahman.

IV

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

PendahuluanTujuan tulisan ini adalah untuk menggalakkan perdebatan mengenai kebijakan perdagangan. Indonesia mau tidak mau harus membuat keputusan mengenai kebijakan perdagangannya namun masih belum pasti cara mana yang akan ditempuhnya untuk menanggulangi permasalahan kebijakan perdagangan strategis utama. Tulisan ini bertujuan untuk membahas kekurangan-kekurangan dalam kebijakan perdagangan saat ini, mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan serta memulai proses untuk mencapai konsensus dalam mencari kebijakan perdagangan yang kondusif bagi penyelesaian banyak tantangan internal dan eksternal yang akan dihadapi Indonesia dalam jangka menengah. Banyak pandangan yang dikemukakan dalam tulisan ini diambil dari hasil konsultasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dan sebuah lokakarya perihal Why Trade and Industry Policy Matters? yang diadakan di Jakarta pada tanggal 14-15 Januari 2004. Pandangan-pandangan berdasarkan komentar mengenai dokumen konsultasi ini akan langsung menjadi bahan dalam penyusunan Buku Putih mengenai kebijakan perdagangan. Telah diantisipasi bahwa masyarakat Indonesia yang berkepentingan atau terkena dampak dari kebijakan perdagangan akan dimintai pendapatnya untuk penyusunan Buku Putih tersebut. Jaringan Kebijakan Publik Indonesia (atau JAJAKI) akan menjadi bagian terpenting dari pembahasan yang aktif dalam membentuk masa depan kebijakan perdagangan Indonesia. Diharapkan bahwa Buku Putih ini, yang akan mencakup rekomendasi kebijakan dan strategi pelaksanaan, akan disampaikan kepada Pemerintah Indonesia yang baru terbentuk nanti. Kami mengharapkan adanya pembahasan yang aktif mengenai dokumen konsultasi ini yang akan berfungsi sebagai fondasi yang kuat untuk penyusunan Buku Putih kebijakan perdagangan.

V

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Daftar Lembaga dan orang-orang yang dikonsultasikanBerikut ini adalah daftar individu dan lembaga yang memberi sumbangan pemikiran dalam penulisan paper ini. Sumbangan mereka sangat besar dan bermanfaat dalam penyusunan paper ini.Nama Adhi Putra A Adil Maranata Posisi Direktorat Industri, Perdagangan dan Pariwisata Program Officer, Sustainable Livelihoods Organisasi BAPPENAS, Jakarta, Indonesia

Oxfam Great Britain, Yogyakarta, Indonesia Adit K Pusat Studi Pertanian-Intitut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia Ahmad Dading G Direktorat Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pariwisata Ahmadi Safii BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Ananto Asosiasi Pengusaha Indonesia, Jakarta, Indonesia A R Karseno Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Indonesia Ari Arya Perdana Economist CSIS, Jakarta, Indonesia Arif Haryana Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Bambang Widianto Direktur Ketenagakerjaan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Analisa Ekonomi Bayu Krisnamurthi Direktur dan Sosio-economist Pusat Studi Pertanian-Intitut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia Bemby Uripto Direktur Sumber Daya Mineral dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pertambangan Chuk Kyo Kim Professor, College of Commerce and Hanyang University,Seoul, South Economics Korea Dewi Kartikawati Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta, Indonesia Didi S Direktorat Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pariwisata Dini L. Nafiati Korps HMI Wati-Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Indonesia, Jakarta, Indonesia Dita Indah Sari Ketua Umum Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia, Jakarta, Indonesia Djoko Waluyo Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Indonesia Donny A Direktorat Pengairan dan Irigasi BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Eiko Whismulyadi Direktur Pemberdayaan Usaha Kecil BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Menengah dan Koperasi Endah Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Murniningtyas Erin Weisa Asia Foundation, Jakarta, Indonesia Erwin Elias Esti N Himpunan Usaha Kecil Eksportir Indonesia, Jakarta, Indonesia Direktorat Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia PariwisataVI

Direktur

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Eva Susanti

M. Fahlevy

Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter H. Suharyo Husen Komite Permanen untuk Agribisnis

Kohati-Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Indonesia, Jakarta, Indonesia BAPPENAS, Jakarta, Indonesia

Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Jakarta, Indonesia H.S. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Konsultan Independen Kartadjoemena WTO Hari Poerwanto Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta, Indonesia Hedi M. Idris Direktorat Pemberdayaan Usaha BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Kecil Menengah dan Koperasi Himawan Hariyoga Direktorat Pemberdayaan Usaha BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Kecil Menengah dan Koperasi I Wayan Dipta Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Jakarta, Indonesia Idin Rosidin Komite Solidaritas Buruh Indonesia, Jakarta, Indonesia Indra Direktorat Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pariwisata Lily Yuliani Presiden Himpunan Usaha Kecil Eksportir Indonesia, Jakarta, Indonesia Lukita Dinarsyah Direktur Neraca Pembayaran dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Tuwo Kerjasama Ekonomi Internasional Luky Eko Wuryanto Direktur Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pariwisata Meilina Andriani Direktorat Kebudayaan, Ilmu BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pengetahuan dan Teknologi Mesdin Simarmata Direktorat Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pariwisata Mualif Administrasi Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Jakarta, Indonesia Neddy Rafinaldy Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Noes Soediono Wakil Ketua, Pangan dan Agrobisnis Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Jakarta, Indonesia Nurzaman Bachtiar Kepala Balitbang Provinsi Sumatera Barat Oktorika Direktorat Hukum dan Hak Asasi BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Manusia Pamela Fadhilah Departemen Pertanian Puspa Delima A Peneliti CSIS, Jakarta, Indonesia Rahmat Direktorat Kebudayaan, Ilmu BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pengetahuan dan Teknologi Shafiah Fifi Muhibat Peneliti CSIS, Jakarta, Indonesia Santi Yulianti Direktorat Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pariwisata Soekarno Deputi Menteri Negara Perencanaan Kepala BAPPENAS, Jakarta, Wirokartono Pembangunan Nasional Indonesia Sri Roshidayati Direktorat Ketenagakerjaan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Analisa Ekonomi Subandi BAPPENAS, Jakarta, IndonesiaVII

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Suryati Suwarno Syafrida Akbar

BAPPENAS, Jakarta, Indonesia BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta, Indonesia Taslim Arifin Ketua Dewan Pakar Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi Taufik B Direktorat Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pariwisata Tulus Tambunan Sekretaris Eksekutif LP3E-KADIN Usman Hassan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Utama Kayo Wakil Ketua, Kebijakan Publik Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Jakarta, Indonesia Vivi Andriani Direktorat Kebudayaan, Ilmu BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pengetahuan dan Teknologi Vivi Yulaswati Direktorat Kehutanan dan Konservasi BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Sumber Daya Air Wijaya Kusuma W Direktorat Industri, Perdagangan dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Pariwisata Yahya Hidayat Direktorat Neraca Pembayaran dan BAPPENAS, Jakarta, Indonesia Kerjasama Ekonomi Internasional Yanty Lacsana Deputy Country Programme Manager Oxfam Great Britain, Yogyakarta, Indonesia Yelita Basri Kepala Pusat Penelitian dan Departemen Perindustrian dan Pengembangan Iklim Usaha Industri Perdagangan, Jakarta, Indonesia dan Perdagangan

Penasehat Direktorat Kelautan dan Perikanan

VIII

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

PengantarKebijakan perdagangan Indonesia masih tidak stabil. Indonesia masih belum pasti apakah akan melanjutkan pendekatan perdagangannya saat ini atau menghentikannya dan mencoba beberapa alternatif. Alternatif-alternatif ini sedang dipertimbangkan karena reformasi pasca-krisis tidak membuahkan hasil. Pertumbuhan perdagangan telah melamban sejak krisis. Keadaan ini sangat berbeda dengan masa pra-krisis di mana Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor dengan pertumbuhan tercepat di Asia Timur. Tantangan bagi Indonesia adalah untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang membatasi pertumbuhan perdagangan dan menyalurkan hasilhasilnya kepada pembangunan manusia. Pemulihan pertumbuhan perdagangan yang tinggi, pemanfaatan penyerapan teknologi dan peningkatan produktivitas semuanya dapat menjadi modal bagi peningkatan pembangunan manusia. Indonesia perlu mempertimbangkan kebijakan-kebijakan yang pernah menggerakkan pertumbuhan perdagangan yang kuat dan memutuskan apakah kebijakan-kebijakan tersebut masih cocok untuk saat ini. Pertimbangan diperlukan dalam konteks parameter kebijakan baru dan lingkungan perdagangan yang telah berubah begitu dramatis dalam jangka waktu yang singkat. Masalah-masalah kebijakan yang sangat penting perlu dipertimbangkan. Apakah Indonesia ingin meneruskan kebijakan-kebijakan perdagangan yang mahal dan sempit, yang menempatkan perdagangan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi?Apakah Indonesia ingin meneruskan jalan yang ditempuhnya saat ini hingga mencapai liberalisasi atau beralih ke jalan lain? Apakah Indonesia ingin melanjutkan pendekatan regionalismenya dengan terus membuntuti ASEAN? Pro dan kontra terhadap alternatif-alternatif dan pilihan-pilihan tersebut perlu diuji secara holistik apakah alternatif-alternatif dan pilihan-pilihan tersebut lebih baik daripada kebijakan saat ini. Dan dengan demikian, alternatif-alternatif kebijakan perlu dikaji dalam konteks kemampuan Indonesia untuk melaksanakan alternatif-alternatif tersebut.

Tantangan perdagangan bagi IndonesiaTantangan perdagangan bagi Indonesia adalah untuk meningkatkan kinerja perdagangannya secara berkelanjutan. Perdagangan non-migas atau perdagangan barangbarang manufaktur, yang sebelumnya menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi sebelum krisis, telah melamban sejak krisis (lihat Gambar 1). Perdagangan minyak dan gas bumi, atau produk-produk kebutuhan yang bernilai tambah rendah, ternyata lebih mampu melewati krisis. Meskipun neraca perdagangan non-migas telah bergerak ke arah surplus setelah krisis dengan mengecilnya impor, neraca perdagangan tersebut tidak dapat kembali ke tingkat pertumbuhan yang sama seperti sebelum krisis. Keadaan ini mengikuti masa pertumbuhan perdagangan pesat yang didorong oleh kebijakan-kebijakan pengembangan ekspor selektif (lihat Gambar 1). Mampukah Indonesia tanpa kebijakan perdagangan yang aktif terus mengatasi stagnasi pertumbuhan perdagangannya? Pembiayaan perdagangan yang buruk, kurangnya infrastruktur dan ketergantungan ekspor pada impor semuanya turut menambah buruknya kinerja perdagangan setelah krisis. Kelemahan-kelemahan struktural ini muncul setelah krisis dan masih berlangsung hingga saat ini. Pajak dan pungutan atas perdagangan domestik juga makin meluas setelah krisis1

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

dan turut menambah kemiskinan karena banyak dari pungutan tersebut dibebankan pada hasil-hasil pertanian yang selanjutnya berakibat turunnya harga-harga di tingkat petani.Gambar 1 - Melambannya pertumbuhan perdagangan non minyak dan gasa US Milyar dollar45 40 35 30 25USD billionsExports Imports Trade Balance

20 15 10 5 01970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001

-5 -10

a Data menggunakan angka ril dengan tahun dasar 1995. Data untuk tahun 1997 sampai 1999 telah diperhalus karena ketidakteraturan (volatility) yang tidak biasa dari kurs dan deflator. Sumber data: World Bank (2003) and WITS (2003).

Kesulitan-kesulitan yang lebih luas juga terdapat di mana-mana sehingga perlu diselesaikan untuk menyediakan dasar bagi perbaikan kinerja perdagangan yang berkelanjutan. Tingkat pembangunan manusia di Indonesia masih rendah untuk dapat lebih sepenuhnya memperoleh manfaat dari perdagangan di masa lampau. Investasi dalam bidang pembangunan manusia berupa kesehatan dan pendidikan yang lebih baik dapat langsung menjadi dasar bagi pengeksporan produk-produk yang bernilai tambah lebih tinggi. Manfaat-manfaat juga dapat diperoleh dari arah sebaliknya. Keuntungan perdagangan dapat dipergunakan untuk pembangunan manusia tetapi Indonesia telah gagal untuk secara efektif menggunakan perdagangan di masa lampau demi peningkatan pembangunan manusia. Mekanisme yang umum untuk alih teknologi yang lebih baik demi peningkatan produktivitas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tidak terwujud. Peningkatan produktivitas secara konsisten gagal dicapai sedangkan negara-negara yang telah ketinggalan 10 tahun dari Indonesia sekarang jauh berada di depan. Kecenderungan ini nyata sebelum krisis (lihat Gambar 2). Bagaimana Indonesia dapat menangkap manfaat pembangungan manusia dari perdagangan? Kegagalan-kegagalan kebijakan juga turut mengurangi manfaat perdagangan. Proteksi dikurangi tetapi perusahaan-perusahaan tidak sepenuhnya terbuka terhadap tekanantekanan persaingan baru karena bantuan pemerintah berlanjut dalam bentuk lain. Misalnya saja industri kendaraan bermotor. Proteksi sedikit dikurangi dari pertengahan tahun 1980an sampai 1990an tetapi Pemerintah menjadi terlibat langsung dalam produksi dan membebaskan mobil nasional dari pajak barang mewah (Feridhanusetyawan dan Aswicahyono 2003). Dalam hal ini, kebanyakan industri yang sangat dilindungi adalah2

2002

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

industri-industri yang baru berdiri yang telah gagal untuk bertumbuh. Infrastruktur fisik pendukung perdagangan, seperti jasa transportasi, juga menghambat kemampuan untuk mendapatkan manfaat dari perdagangan. Bagaimana kegagalan-kegagalan kebijakan ini dan kegagalan-kegagalan lainnya dapat diperbaiki?Gambar 2 - Menurunnya proteksi tetapi tidak terjadi peningkatan produktivitas buruha US dolar dan persen6000 Value added per agriculture worker (RHS) Value added per manufacturing worker (RHS) Value added per services worker (RHS) Simple average agriculture tariff (LHS) Simple average manufacturing tariff (LHS) 20 25

5000

Value added by per worker in USD

4000 15

3000

10 2000

5 1000

0 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001

0

Sumber data: World Bank (2003) and WITS (2003).

Menurunnya proteksi tetapi tidak terjadi peningkatan produktivitas buruh Dalam lingkungan global, tantangan-tantangan baru juga telah muncul. Sementara Indonesia mencoba membenahi rumah tangganya di masa pasca-krisis, dunia perdagangan di sekeliling Indonesia tidak berhenti. Jaringan produksi semakin banyak yang mendunia. Cina telah muncul dengan potensi kekuatan besar dalam bidang produksi dan perdagangan. Dan investasi langsung dari luar negeri telah meninggalkan negara-negara yang perekonomiannya terkena dampak krisis. Pola perdagangan juga sedang berubah dan mempengaruhi kinerja perdagangan Indonesia. Meningkatnya integrasi di Asia telah mendorong peningkatan ekspor Indonesia ke kawasan ini. Ekspor Indonesia ke Asia Timur telah meningkat dari 10 persen pada tahun 1985 menjadi 26 persen pada tahun 2001. Peningkatan ekspor Indonesia ini terutama merugikan bagi Jepang (lihat Gambar 3). Apa saja factor utama yang mempengaruhi trend perdagangan internasional di masa depan?Apakah Indonesia akan terus meningkatkan perdagangannya dengan Asia Timur? Apa saja implikasi kecenderungan perdagangan di masa depan terhadap strategi perdagangan Indonesia? Sebagai tanggapan terhadap dunia baru yang kompetitif, perubahan pola perdagangan, dan lambannya kemajuan negosiasi WTO, berbagai negara mengadakan pengaturanpengaturan perdagangan regional (regional trading agreement). Sebagian besar dari pengaturan-pengaturan ini dilakukan dengan pasar ekspor utama Indonesia (lihat Tabel 1). Kecenderungan demikian menimbulkan risiko potensial bagi Indonesia karena akses pasar dapat terkikis dalam pasar-pasar yang memiliki kepentingan ekspor, khususnya apabila preferensi yang dihasilkan berada di luar preferensi AFTA. Indonesia telah gagal3

Percentage

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

mengembangkan strategi untuk menempatkan dirinya dalam menanggapi perubahan arena perdagangan selain sekadar membuntuti prakarsa-prakarsa ASEAN. Haruskah Indonesia lebih proaktif dalam mencari mitra bilateral dan regional?Negara mana saja yang berpotensi menjadi mitra Indonesia?Gambar 3 - Meningkatnya ekspor Indonesia ke Asia Timura persen 1985 2001

ROW 5% NAFTA 26%

East Asia 10%

EU 8%NAFTA 19%

ROW 15%

East Asia 26%

0

EU 16%

Japan 51%

Japan 24%

Sumber data: Prabowo (2004).

Dengan demikian, ada banyak faktor yang mempengaruhi Indonesia dalam meningkatkan kinerja perdagangannya. Ada pengaruh internal dan ada juga pengaruh eksternal. Hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan penting. Apa kontribusi dari berbagai faktor pembiayaan perdagangan yang buruk, kekurangan infrastruktur, kebergantungan ekspor pada impor, desentralisasi, perubahan pola perdagangan dan regionalisme kepada Indonesia yang ingin meningkatkan kinerja perdagangannya?Adakah faktor-faktor selain ini yang penting dan perlu ditangani melalui kebijakan?

4

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Tabel 1 - Arus baru regionalisme dan lima pasar ekspor utama Indonesiaa Lima pasar ekspor utama Indonesia 1. Japan Aktivitas terkini pengaturan perdagangan regional (Regional Trading Agreement)

Japan-Canada (Proposal and Study 2002), Japan-Chile (Official discussions and study 2000), Japan-Mexico (Official discussions and study 1998), JapanThailand (Proposal and Study 2002) and Japan-Korea-China (Official discussions and study 2000). 2. United States Free Trade Agreement of the Americas (Negotiations 2003), US-Philippines (Proposal 2002) and Japan-Korea-China (Official discussions and study 2000). 3. Singapore Singapore-Australia (Under Negotiation 2000), Singapore-Canada (Under Negotiation 2001), Singapore-Chile (Under Negotiation 2000), Singapore-Japan (Signed 2002), Singapore-Mexico (Under Negotiation 1999), Singapore-New Zealand (Implemented 2001), Singapore-Korea (Proposal), Singapore-Chile (Under Negotiation 2000), Singapore-Chinese Taipei (Proposal and Study 2002) Singapore-USA (Under Negotiation 2000) and Singapore-EFTA (Signed and implementation in 2003). 4. Korea Korea-Australia (Official Discussion 2000), Korea-China (Proposal and Study), Korea-Chile (Under Negotiation 1998), Korea-Japan (Official discussions and study 1998), Korea-Mexico (Official discussions and study 2000), Korea-New Zealand (Official discussions and study 2000), Korea-Thailand (Proposal and study 2001), Korea-USA (Under Negotiation 2001) and Japan-Korea-China (Official discussions and study 2000). 5. China Japan-Korea-China (Official discussions and study 2000).a Daftar ini belum lengkap. Pengaturan perdagangan lain mungkin sedang ditandatangani baru-baru saja atau sedang dalam negosiasi . Sumber: World Bank (2003).

Pendekatan perdagangan Indonesia saat iniIndonesia telah menempatkan nilai penting perdagangan sebagai sumber utama pertumbuhan sejak reformasi besar di bidang perdagangan dan investasi pada pertengahan tahun 1980an. Perdagangan dalam persentase PDB, meskipun bergejolak pada tahun-tahun belakangan ini, meningkat dari sekitar 30 persen dari PDB pada tahun 1970 menjadi 70 persen pada tahun 2001. Pola ini selaras dengan perekonomian dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Singapura, Hong Kong, Jepang, Taiwan dan Korea sangat berhasil dalam mentransformasi perekonomian mereka, dengan menambah penghasilan dan mengurangi kemiskinan melalui perdagangan. Meskipun menggunakan perdagangan sebagai sumber pertumbuhan yang penting, Indonesia telah menangkap isyarat dari perkembangan di luar negeri untuk melakukan reformasi. Melonjaknya penjualan minyak bumi di awal 1980an telah mengarah kepada strategi substitusi impor karena Indonesia bergantung pada penghasilan dari minyak bumi untuk membiayai pembangunan perekonomiannya. Anjloknya penjualan minyak pada tahun 1980an telah menyebabkan reformasi besar di bidang perdagangan dan investasi karena pertumbuhan harus dibiayai dengan dana dari sektor manufaktur baru yang berorientasi pada ekspor. Krisis keuangan Asia pada tahun 1997 telah menyebabkan liberalisasi perdagangan secara signifikan di awal program IMF yang berupaya untuk menghapuskan struktur-struktur pasar yang kaku. Apakah Indonesia akan turut menggunakan kebijakan perdagangan yang reaksioner?5

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Dengan demikian pendekatan perdagangan Indonesia sifatnya sangat reaksioner dan bukan proses kebijakan yang berkelanjutan. Dan, ketika kebijakan perdagangan dibahas, kebijakan tersebut hanya menyinggung masalah-masalah di permukaan (at-the-border policies) dan bukan berbagai kebijakan pokok (behind-the-border policies), yang diperlukan untuk memaksimalkan manfaat dari perdagangan. Memperbaiki berbagai hambatan pokok (behind-the-border) di sisi penawaran dan merevitalisasi industri akan menghasilkan manfaat yang jauh lebih besar dari perdagangan ketimbang berunding untuk memperbaiki akses pasar luar negeri. Dapatkah Indonesia terus memiliki kebijakan perdagangan yang didefinisikan secara sempit? Meskipun reformasi perdagangannya bersifat reaksioner, Indonesia akan terus maju dengan liberalisasi lebih lanjut secara unilateral, secara regional dan secara multilateral. AFTA dipandang sebagai bagian terpenting dari strategi liberalisasi perdagangan Indonesia dan biasanya mendompleng ASEAN untuk mendapatkan pengaruh atas pasar-pasar lain seperti mendukung proposal saat ini untuk membentuk Kawasan Perdagangan Bebas Asia Timur (atau ASEAN+3). Sebagai salah satu pendukung utama APEC Bogor Gaols, Indonesia telah membuat komitmen terhadap perdagangan dan investasi bebas dan terbuka sampai tahun 2020. Pendekatan-pendekatan liberalisasi lain berada pada posisi yang kurang penting. Banyak reformasi unilateral hanya dilakukan pada tingkat multilateral.

Opsi-opsi kebijakan untuk memperbaiki kinerja perdaganganDengan pertumbuhan perdagangan yang stagnan sejak krisis, jelas bahwa kebijakan perdagangan saat ini gagal membuahkan hasil yang diinginkan. Biaya untuk kembali kepada kebijakan era pra-krisis terlalu mahal, sehingga alternatif kebijakan perlu dipertimbangkan dalam konteks parameter kebijakan perdagangan baru kurs lebih rendah yang ditentukan oleh pasar, proteksi perdagangan lebih rendah dan keterlibatan pemerintah dalam pasar yang berkurang. Masalah-masalah kebijakan strategis utama yang dihadapi Indonesia tampaknya adalah:

apakah Indonesia ingin mengembangkan kebijakan-kebijakan alternatif untuk menjadikan perdagangan sebagai sumber utama pertumbuhan; bagaimana Indonesia perlu mengambil langkah liberalisasi lebih lanjut; dan bagaimana Indonesia sebaiknya mengelola hubungan perdagangan luar negerinya bilateral, regional dan multilateral.

Apakah ada masalah kebijakan strategis utama lain yang dihadapi Indonesia?

Apakah kebijakan-kebijakan perlu tetap difokuskan secara sempit pada peningkatan perdagangan sebagai mesin pertumbuhan?Indonesia telah menganggap perdagangan sebagai mesin pertumbuhan yang penting dan telah melaksanakan kebijakan-kebijakan pengembangan ekspor secara selektif untuk membina perekonomian perdagangan. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, kebijakankebijakan pembangunan ekspor telah meningkatkan perdagangan dan mengubah perekonomian dari berbasis pertanian pada tahun 1970an menjadi berbasis manufaktur sejak tahun 1980an. Banyak lapangan pekerjaan tercipta, angka kemiskinan menurun dan cadangan devisa meningkat.6

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Tetapi ada berbagai alternatif untuk kebijakan-kebijakan pengembangan ekspor yang sangat terpusat di masa lampau agar Indonesia dapat memperoleh manfaat dari perdagangan dengan kemungkinan terus mencapai manfaat-manfaat lebih luas. Salah satu opsi kebijakan adalah secara bertahap memperluas kebijakan pengembangan ekspor Indonesia ke perekonomian yang lebih luas. Opsi ini memberikan manfaat-manfaat terpusat jangka pendek. Opsi lain adalah mengembangkan kebijakan industri berorientasi ke luar yang lebih luas. Bertentangan dengan alternatif sebelumnya, kebijakan ini memberikan manfaat-manfaat perekonomian yang lebih berjangka panjang . Apakah Indonesia perlu menambah kebijakan-kebijakan ekspornya ke perekonomian yang lebih luas ? pengembangan

Memperluas wilayah geografis dari penerima kebijakan pengembangan ekspor, khususnya kawasan pengolahan ekspor (export processing zone), akan menciptakan lebih banyak daerah kantong yang kondusif bagi ekspor. Sering kali lebih mudah mencabut pembataspembatas sisi penawaran dari wilayah-wilayah geografis yang kecil daripada keseluruhan perekonomian. Manfaat-manfaat dari pendekatan ini dapat dicapai dalam jangka waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan reformasi industri yang lebih luas. Memperluas kawasan-kawasan pengolahan ekspor yang ada di Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi langsung dari luar negeri bagi perusahaan-perusahaan besar, dan menciptakan banyak lapangan pekerjaan beserta dampak lanjutannya (spillover effects) berupa alih teknologi ke bagian lainnya dari perekonomian. Upaya untuk menciptakan lebih banyak daerah kantong (enclaves) menimbulkan pertanyaan mengenai di mana daerah-daerah kantong baru tersebut hendak ditempatkan. Lokasi yang paling menguntungkan untuk daerah-daerah kantong baru tersebut adalah bagian utara Pulau Jawa, termasuk juga wilayah-wilayah yang sudah ada yaitu Pulau Batam, Pelabuhan Nusantara dan Pelabuhan Tanjung Priok. Wilayah-wilayah ini dekat dengan pasar-pasar Asia dan memiliki tenaga kerja terdidik yang lebih baik daripada wilayah-wilayah lain di Indonesia. Kemungkinan besar wilayah-wilayah ini juga dapat menarik partisipasi sektor swasta. Tetapi kesenjangan regional akan meningkat dengan banyaknya pekerja mendapatkan tingkat ketrampilan dan penghasilan yang lebih tinggi daripada wilayah-wilayah lain di Indonesia. Sebagai alternatif, daerah-daerah kantong ini dapat disebarluaskan ke wilayah-wilayah yang kurang menguntungkan, namun dengan risiko kurangnya partisipasi sektor swasta. Kebijakan demikian bukan tanpa risiko dan biaya. Biaya infrastruktur yang besar diperlukan untuk membentuk daerah-daerah kantong baru. Penghasilan pemerintah yang cukup besar hilang dalam bentuk pembebasan bea masuk dan insentif pajak. Industriindustri dilindungi dari kekuatan persaingan internasional dan dapat terjebak dalam suatu siklus yang membuat mereka merasa tidak perlu menyerap teknologi baru dan meningkatkan produktivitas. Dapatkah risiko-risiko tersebut diatasi dan manfaatmanfaatnya diwujudkan? Skema-skema demikian juga berdampak merugikan atas pengembangan industri di masa lampau. Rantai produksi untuk kawasan-kawasan pengolahan ekspor harus mengimpor banyak input antara, menambah nilai dan melakukan ekspor kembali. Tetapi, proses ini telah mengurangi insentif industri untuk mengembangkan industri input antara yang justru sangat dibutuhkan untuk menggantikan input antara impor.7

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Bagaimana opsi ini dapat dilaksanakan? Membangun lebih banyak daerah kantong demikian memerlukan investasi pada infrastruktur fisik pendukung perdagangan. Pilihan harus dibuat mengenai apakah investasi akan didanai oleh sumber-sumber publik atau swasta. Dana publik saat ini terbatas sehingga sumber-sumber swasta mungkin lebih memungkinkan, bahkan meskipun kepemilikan Indonesia atas infrastruktur yang penting tersebut mungkin berkurang. Namun, pendanaan swasta akan datang hanya jika daerah-daerah kantong tersebut terletak di kawasan yang menguntungkan. Pemerintah perlu mengalokasikan dana dari anggaran, menetapkan lokasi daerah-daerah kantong baru dan memberikan pembebasan bea masuk saat ini atas input-input yang diimpor kepada lebih banyak wilayah untuk melaksanakan opsi ini. Lembaga-lembaga publik yang tanggap dalam bidang usaha di daerah-daerah kantong baru tersebut diperlukan untuk memfasilitasi ekspor termasuk memperluas kegiatan Badan Usaha Milik Negara yang mengelola kawasan-kawasan pengolahan ekspor. Semua masalah ini jelas harus diselesaikan melalui kerja sama yang erat dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah daerah yang dimaksudkan menjadi lokasi daerah-daerah kantong baru tersebut. Apakah Indonesia perlu mengembangkan sebuah kebijakan industri berorientasi perdagangan yang lebih luas? Kebijakan pembangunan ekspor sering kali dianggap sebagai pilihan terbaik kedua ketika dibandingkan dengan reformasi industri di seluruh perekonomian. Kebijakan industri yang lebih luas memfokuskan kembali seluruh perekonomian agar lebih berorientasi pada perdagangan dan bukan pada wilayah-wilayah geografis yang diseleksi. Manfaat-manfaat dapat diperoleh dari seluruh perekonomian tetapi manfaat-manfaat tersebut mungkin memakan waktu lebih lama untuk dapat terwujud. Tetapi kebijakan industri yang luas tidak hanya mencakup industri-industri besar yang berlokasi di kawasan pengolahan ekspor tetapi juga usaha kecil dan menengah (UKM). Mengembangkan UKM dengan memperbaiki manajemennya dan membantunya dalam bidang ekspor dapat secara langsung membuka lebih banyak lapangan pekerjaan di seluruh Indonesia dan meningkatkan pertumbuhannya. Pendekatan yang sifatnya bertahap mungkin adalah meneruskan kebijakan-kebijakan pembangunan ekspor dengan sebuah kebijakan pro-industri. Kawasan-kawasan pengolahan ekspor dapat secara bertahap diperluas sehingga manfaat-manfaatnya dapat lebih merata di seluruh Indonesia. Skema bea masuk bermasalah dapat secara bertahap diakhiri sambil mempromosikan kebijakan substitusi impor untuk produk-produk berdasarkan skema tersebut. Bagaimana opsi ini dapat dilaksanakan? Titik tolak pelaksanaan opsi ini mengharuskan pemerintah melaksanakan sebuah kebijakan industri komprehensif yang berpikiran maju. Penetapan ulang fokus industri agar lebih berorientasi ke luar dan rencana mengenai caranya merevitalisasi industri hendaknya menjadi fokus utama kebijakan tersebut. Merevitalisasi industri yang melibatkan bantuan pemerintah memerlukan pengalokasian dana dari anggaran. Prakarsa pemerintah untuk bekerja sama erat dengan sektor swasta juga dapat menghasilkan dana dari sumber-sumber8

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

swasta termasuk investasi langsung dari luar negeri. Agar revitalisasi berhasil maka dana juga diperlukan untuk merevitalisasi seluruh infrastruktur fisik dan intelektual pendukung. Untuk mengikutsertakan UKM dalam strategi industri ini maka sebuah lembaga yang efektif diperlukan untuk mengembangkan UKM. Lembaga tersebut perlu berkonsentrasi pada kebutuhan-kebutuhan UKM pembiayaan, pelatihan dan cara menembus pasar ekspor. Jelas, lembaga ini perlu digabung dengan sebuah badan yang efektif dan berwewenang atas persaingan untuk menyediakan arena persaingan yang adil antara UKM dengan perusahaan-perusahaan besar.

Apakah Indonesia perlu meneruskan jalan liberalisasi perdagangan saat ini?Indonesia sudah going forward (bergerak maju) di jalan liberalisasi saat ini dengan memenuhi komitmennya di bawah APEC, ASEAN dan WTO. Tetapi, apa saja opsi yang tersedia untuk keluar dari jalan ini dan apa saja implikasi yang ditimbulkannya? Indonesia dapat go forward faster (bergerak maju lebih cepat) dan mempercepat liberalisasi, go back (kembali) dan meningkatkan proteksi atau standstill (tidak bergerak) dengan membekukan liberalisasi saat ini. Tujuannya adalah untuk menilai dan memutuskan sikap kebijakan perdagangan secara keseluruhan, tetapi mungkin ada kemungkinan untuk sejumlah perkecualian untuk tidak mengambil posisi tertentu di mana ada manfaat-manfaat netto bagi masyarakat. Misalnya, proteksi jangka pendek untuk produk tertentu di bawah sebuah kebijakan industri dapat dibenarkan. Untuk menentukan sikap kebijakan masa depan, diperlukan penilaian terhadap dampak liberalisasi perdagangan masa lampau. Untuk jangka panjang, manfaat dari perdagangan telah gagal diserap oleh Indonesia (McGuire 2004). Indonesia telah gagal menghasilkan keuntungan jangka panjang yang berkelanjutan dalam hal produktivitas, teknologi dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun perekenomian terbuka secara umum cenderung mempunyai kinerja yang lebih baik daripada perekonomian tertutup, berkurangnya proteksi belum tentu berarti naiknya penghasilan. Misalnya, tarif rata-rata yang sederhana bagi Korea Selatan sedikit lebih tinggi dibandingkan Indonesia, tetapi PDB per kapita Korea Selatan berlipat kali melebihi PDB per kapita Indonesia (lihat Gambar 4). Kurangnya manfaat di masa lampau kemungkinan mencerminkan ketidaksiapan Indonesia untuk melakukan liberalisasi perdagangan. Pasar Indonesia pada waktu itu terbuka bagi persaingan internasional tetapi tidak terdapat lembaga, kebijakan dan infrastruktur yang mutlak diperlukan bagi perdagangan agar Indonesia dapat secara positif menanggapi dan mendapatkan manfaat dari liberalisasi perdagangan. Contohnya kegagalan-kegagalan kebijakan seperti disebutkan di atas. Ketika satu bentuk proteksi dikurangi, maka proteksi ini digantikan dengan proteksi dalam bentuk lain dengan bobot yang sama. Tarif dikurangi dan digantikan dengan tindakan-tindakan non-tarif dan bantuan langsung. Industri-industri, khususnya yang berada pada posisi yang dapat mempengaruhi pemerintah, mengalami stagnasi karena tidak ada tekanan persaingan internasional terhadap mereka untuk menerapkan teknologi baru dan melatih tenaga kerja.

9

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Gambar 4 - Indonesia mempunyai proteksi dan pendapatan perkapita yang rendaha US dolar dan persentase300 GDP per capita in USD divided by 100 Simple average tariff percentage 250

USD divided by 100 and percentage

200

150

100

50

0 Malaysia Korea, Rep. Bangladesh* Sri Lanka Pakistan Hong Kong, China Cambodia Philippines Singapore Indonesia Lao PDR Thailand Taiwan Japan China India Vietnam

a Data sebagian besar negara adalah untuk tahun 2002. Sumber data: World Bank (2003) and WITS (2003).

Kurangnya manfaat dari perdagangan sudah terlihat sebelum krisis, tetapi tampak dengan jelas setelah reformasi perdagangan yang cepat dan mendalam yang dilaksanakan pada tahun 1998. Kemerosotan perekonomian dan kegagalan lembaga-lembaga berarti bahwa Indonesia pada dasarnya tidak dapat memperoleh manfaat dari perdagangan. Seperti dinyatakan oleh Bernard Hoekman dari World Bank: Pada waktu reformasi perdagangan dilaksanakan dalam lingkungan makro ekonomi yang tidak stabil atau tanpa upaya untuk memperkuat lembaga-lembaga domestik yang terkait dengan perdagangan dan kebijakan-kebijakan pelengkap yang cocok, maka reformasi tersebut sering kali terbalik atau gagal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (Hoekman dkk 2001). Mengingat latar belakang demikian, maka opsi-opsi kebijakan akan dipertimbangkan.

Liberalisasi perdagangan go back (kembali meningkatkan proteksi)?Meningkatkan proteksi akan memberi industri-industri Indonesia perlindungan yang lebih besar terhadap persaingan internasional daripada yang sudah ada. Hal ini dapat membuat industri-industri tersebut menjadi kurang efisien, bukan tambah efisien, dengan tekanan persaingan internasional yang semakin meningkat dalam perjalanan yang going forward faster saat ini. Tidak ada alasan untuk menambah proteksi atas produk-produk yang semata-mata menaikkan harga konsumen. Maka proteksi kemungkinan besar akan meningkat dalam bidang-bidang di mana para pencari rente mempunyai pengaruh yang dominan atas kebijakan atau dalam bidang-bidang yang sangat dilindungi kimia, kendaraan bermotor10

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

dan baja. Tetapi ini akan melemahkan daya saing industri-industri tersebut lebih lanjut ketika dunia menjadi semakin bersaing. Pada akhirnya, kemungkinan satu-satunya penyesuaian adalah penutupan pabrik-pabrik besar dan hilangnya infrastruktur sekitarnya yang bernilai miliaran dollar. Industri baja adalah salah satu contohnya. Industri ini sangat dilindungi dan tidak efisien dengan mempertaruhkan investasi pemerintah yang besar. Meningkatkan proteksi di bidang pertanian, khususnya beras, kemungkinan akan menghambat upaya-upaya Pemerintah untuk mengurangi kemiskinan. Peningkatan proteksi akan menaikkan harga beras yang merupakan faktor penentu utama kemiskinan penghasilan karena rakyat miskin sebagian besar mengkonsumsi beras. Karena 75 persen rakyat miskin adalah murni konsumen dan 7 persen produsen beras adalah konsumen netto maka kemiskinan penghasilan akan meningkat (McCulloch 2004). Karena banyak orang hidup persis di atas garis kemiskinan yang berlaku saat ini, maka kemiskinan kemungkinan akan meningkat. Karena proteksi meningkat di sebagian daerah dan tidak di daerah lainnya, maka sulit untuk membatasi proteksi pada satu industri tertentu. Jika Indonesia akan meningkatkan proteksi untuk satu industri, maka industri-industri lainnya akan dengan cepat membawa kasus ini ke pemerintah, dan setelah kartu domino pertama jatuh maka akan sulit untuk menghentikan reaksi berantainya. Pemerintah kemungkinan akan menyerah kepada tekanan-tekanan ini seperti yang terjadi dalam tahun-tahun belakangan ini (Ray 2003). Sebagai akibatnya, kebijakan perdagangan bisa terpecah menjadi serangkaian tindakan tanpa rencana dan arah yang jelas. Bagaimana opsi ini dapat dilaksanakan? Going back merupakan perubahan yang besar dalam sikap kebijakan Indonesia yang memerlukan dukungan dari Presiden. Dalam melakukannya, Presiden terutama akan bertindak atas saran Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Dengan demikian, kebijakan tersebut memerlukan dukungan dari dalam Departemen. Setelah Presiden menyetujui peningkatan proteksi, maka Departemen Perindustrian dan Perdagangan bertanggung jawab untuk meningkatkan hambatan-hambatan non-tarif (non-tariff measures) dan Departemen Keuangan bertanggung jawab untuk meningkatkan hambatanhambatan yang eksplisit, terutama tarif. Peningkatan tarif juga membutuhkan dukungan dari Tim Tarif yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan pengujian manfaat netto terhadap kenaikan tarif. Melaksanakan opsi ini sejalan dengan kesepakatan-kesepakatan internasional mungkin lebih sulit. Berdasarkan komitmen Indonesia dalam WTO, dengan selisih yang besar antara tingkat tarif yang diterapkan (applied tariff) dan yang ditetapkan (bound tariff) , ada fleksibilitas yang cukup untuk menaikkan tarif dalam jumlah yang besar hingga ke tingkat tarif yang ditetapkan untuk perdagangan barang-barang. Fleksibilitas juga terdapat dalam Kesepakatan Umum WTO untuk Perdagangan Jasa. Fleksibilitas juga terdapat dalam APEC, sebuah kesepakatan yang tidak mengikat secara hukum, di mana Indonesia berkomitmen untuk mendukung tujuan yang tidak didefinisikan (non-defined objective) dari perdagangan dan investasi bebas dan terbuka sebelum tahun 2020. Di bawah AFTA, yang merupakan kesepakatan yang mengikat secara hukum, pelaksanaan opsi ini mungkin lebih terbatas. Indonesia telah berkomitmen untuk menghapuskan semua bea masuk sebelum tahun 2010, kecuali untuk beberapa produk11

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

yang sensitif. Indonesia mengambil risiko melanggar AFTA dengan meningkatkan proteksi, khususnya apabila produk-produk tersebut tidak tercantum dalam daftar produk sensitif. Diplomasi ekonomi yang trampil mungkin diperlukan di sini karena ada banyak contoh di masa lalu di mana anggota-anggota telah berhasil berargumentasi untuk menunda pelaksanaan AFTA. Jika ini tidak berhasil maka Indonesia dapat menghadapi prosedur penyelesaian sengketa dari anggota-anggota lain dan diharuskan memberikan kompensasi kepada pihak-pihak yang terkena dampaknya.

Liberalisasi perdagangan go forward faster (bergerak maju lebih cepat)?Meningkatkan liberalisasi akan menimbulkan persaingan yang lebih ketat di pasar dalam negeri. Industri-industri yang daya saingnya lemah akan terancam dan mungkin ditutup. Jika industri-industri ditutup atau penyesuaian dilaksanakan maka lapangan pekerjaan menjadi hilang dan kemiskinan menjadi bertambah. Sistem perbankan juga akan terkena dampaknya. Banyak industri berskala besar terus mempunyai utang dan reformasireformasi yang mengancam kelangsungan hidup industri-industri juga dapat mengancam kelangsungan hidup sistem perbankan. Tetapi tidak semuanya berita buruk. Beberapa industri akan mendapatkan manfaat dari liberalisasi. Industri-industri yang mengandalkan input impor untuk produksi (dan tidak dikenakan bea masuk) dapat meningkatkan daya saing, memperluas dan, sampai taraf tertentu, menyerap hilangnya lapangan pekerjaan dari industri-industri lain. Menghapuskan perizinan impor yang umum dalam industri tekstil dan baja tampaknya tidak dapat diterapkan karena alasan-alasan kesehatan dan keamanan tetapi hanya akan dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mendapatkan keuntungan secara ilegal dengan mengorbankan seluruh masyarakat. Penghapusan ini jelas akan menguntungkan industri-industri hilir dan konsumennya. Bagaimana opsi ini dapat dilaksanakan? Sekali lagi, seperti halnya opsi going back, opsi ini merupakan perubahan yang besar dalam kebijakan dan memerlukan dukungan dari Presiden serta birokrasi Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Departemen Keuangan. Pemerintah juga perlu menanamkan modalnya dalam mendidik dan memperoleh dukungan untuk opsi ini dari masyarakat yang kecewa dengan kurangnya manfaat dari liberalisasi perdagangan yang pesat sejak krisis. Di bawah kesepakatan-kesepakatan internasional, peningkatan liberalisasi dapat diimplementasikan tanpa implikasi dan disambut baik oleh masyarakat internasional. Tetapi agar opsi ini dapat berhasil, berbagai kebijakan pokok pelengkap (complementary behind-the-border policies) perlu dilaksanakan dalam jangka pendek untuk menutupi akibat-akibat yang merugikan dari liberalisasi lebih lanjut. Di garis depan akan ada kebijakan-kebijakan penyesuaian struktural yang diperlukan untuk mempertahankan ketrampilan, melindungi orang-orang yang telah kehilangan pekerjaan dan menjaga mereka agar tidak jatuh ke dalam kemiskinan. Ini sulit untuk ditangani ketika pemerintah sedang mengalami keterbatasan fiskal untuk membiayai kebijakan-kebijakan penyesuaian dan tingkat pertumbuhan saat ini tidak memadai untuk bahkan menyerap para pendatang baru dalam angkatan kerja. Jika Indonesia ingin memperoleh manfaat dari liberalisasi lebih lanjut dalam jangka menengah sampai jangka panjang, maka reformasi diperlukan untuk membangun lembaga-lembaga dan infrastruktur yang efektif, mendorong investasi dan12

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

meningkatkan persaingan domestik sehingga Indonesia siap menghadapi liberalisasi perdagangan.

Liberalisasi perdagangan standstill (tidak bergerak)?Jika tingkat proteksi saat ini dibekukan maka harapan-harapan perlu disesuaikan. Ketika Indonesia beralih dari opsi going forward, maka industri akan menunda rencana mereka untuk berinvestasi dan berkembang karena mereka tidak menghadapi bertambahnya tekanan akibat persaingan internasional. Tetapi, hal ini perlu dibandingkan dengan manfaat-manfaat bila Indonesia diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan reformasi historis sejak krisis. Opsi berhenti yang dilaksanakan dengan baik juga dapat menghentikan proteksionisme perlahan-lahan yang muncul dalam tahun-tahun terakhir. Tindakan-tindakan non-tarif diam-diam telah meningkat lebih dari 500 persen sejak tahun 2001 tanpa pembahasan kebijakan mengenai pro dan kontra terhadap tindakan tersebut (Kim 2004). Standstill juga jelas lebih disukai daripada Indonesia harus terus menyerah kepada tekanan dan protes dari kelompok-kelompok luar yang mendukung proteksi hanya bila diminta. Lebih jauh, standstill juga menghindari implikasi dari alternatif lainnya berupa going back atau going forward faster dengan diberikannya waktu untuk melakukan inventarisasi dan mengembangkan strategi yang komprehensif mengenai caranya bergerak maju dari keadaan ini. Bagaimana opsi ini dapat dilaksanakan? Karena opsi berhenti juga merupakan perubahan yang penting dalam kebijakan maka opsi ini sekali lagi memerlukan dukungan dari Presiden dan birokrasi. Pendekatan seperti ini kemungkinan lebih dapat diterima oleh publik tetapi pemerintah harus siap untuk mengelola kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan pribadi yang akan berupaya meningkatkan proteksi melebihi opsi standstill untuk menambah rente mereka. Di bawah kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional, Indonesia akan menghadapi tantangan-tantangan yang serupa dengan opsi going back. Ada fleksibilitas untuk melaksanakan opsi standstill di bawah APEC dan WTO. Di bawah AFTA, Indonesia dapat melaksanakan opsi standstill tanpa hambatan sampai tahun 2010. Setelah itu, bisa terjadi pelanggaran kesepakatan dan diplomasi ekonomi diperlukan sekalipun pada taraf yang lebih rendah dari pada opsi going back.

Pendekatan yang lebih luas (broader) atau lebih dalam (deeper) untuk mengelola hubungan perdagangan internasional IndonesiaBukan hanya jalan menuju liberalisasi saja yang penting, tetapi Indonesia juga perlu mempertimbangkan cara mengelola hubungan perdagangan luar negerinya bilateral, regional dan multilateral. Minat global dalam memanfaatkan Kesepakatan Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement) untuk memperluas perdagangan, investasi dan hubunganhubungan ekonomi lain antara negara-negara telah meningkat secara dramatis dalam satu setengah dekade terakhir. Regionalisme bahkan telah memperoleh momentum lebih lanjut dalam tahun-tahun belakangan ini karena negara-negara telah beralih kepada regionalisme setelah mereka kecewa dengan lambannya kemajuan negosiasi WTO.13

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Indonesia memiliki pendekatan dua cabang (two pronged approach) untuk menjalani hubungan perdagangan internasionalnya multilateral dan regional, terutama melalui ASEAN. Banyak negara, seperti Jepang dan Amerika Serikat, yang telah menjadi multilateralis murni untuk waktu yang lama, sekarang mengikuti opsi ini. Sampai saat ini, Indonesia mengadakan Kesepakatan Perdagangan Bebas dengan ASEAN (dan pengaturan regionalisme terbuka (open regionalism) yang tidak mengikat secara hukum dengan APEC). Indonesia juga sedang mempertimbangkan pengaturan perdagangan bilateral dengan Kanada, Cile, Jepang dan Amerika Serikat (WTO 2003). Mengadakan perjanjian bilateral atau regional di luar ASEAN merupakan langkah yang penting bagi Indonesia. Broader or deeper? Apakah mau bergerak lebih luas atau lebih dalam menurut perspektif ekonomi adalah pertanyaan tentang apakah mengubah dari apa yang disebut opsi terbaik pertama multilateralisme dan memasuki pengaturan regional menciptakan (trade creation) atau mengurangi (trade diversion) perdagangan. Meskipun ini adalah pertimbangan utama, sebagian besar pengaturan regional belakangan ini memberikan lebih banyak manfaat politik daripada manfaat ekonomi. Komitmen untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi dalam Kesepakatan-Kesepakatan Perdagangan Bebas telah menjadi sebuah cara penting untuk membangun dan memperkuat hubungan yang lebih erat antara negaranegara anggota dalam konteks yang lebih luas strategis dan geopolitik. Pertanyaan apakah broader atau deeper jelas bergantung pada pilihan yang dibuat oleh Indonesia yang sedang menuju liberalisasi. Bila memilih untuk go forward faster, Indonesia dapat memilih opsi going broader atau going deeper. Tetapi bila memilih untuk standstill, tidak ada yang harus diserahkan oleh Indonesia dalam negosiasi dengan pihakpihak lain sementara Indonesia standstill.

Going broader (Menjadi lebih luas)Going broader berarti Indonesia terus berunding untuk mendapatkan akses pasar yang lebih baik di antara ke 147 anggota WTO. Dalam negosiasi multilateral, manfaat yang dicapai biasanya tidak banyak dalam mengurangi proteksi tetapi tersebar pada sejumlah besar mitra dagang dan manfaat tersebut tidak perlu mencerminkan kepentingan Indonesia. Meskipun Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan multilateralisme, menjadi semakin umum bagi Indonesia untuk meliberalisasi secara sepihak, dalam banyak kasus di luar komitmennya kepada WTO, dan mengikat komitmen ini dalam WTO. Meskipun manfaat-manfaat yang besar dapat berasal dari menjadi lebih luas, manfaatmanfaat tersebut hampir tidak pernah diperoleh dalam tahun-tahun terakhir dengan adanya berbagai kesulitan mencapai konsensus untuk membuat kemajuan dalam negosiasi WTO. Sejak Negosiasi Uruguay, banyak anggota WTO, yang sebagian besar adalah negaranegara berkembang, mempertanyakan kecepatan dan manfaat liberalisasi lebih lanjut ketika rintangan kepentingan yang signifikan terhadap ekspor negara-negara berkembang masih diberlakukan di pasar-pasar negara maju. Dalam jangka menengah, ini mungkin akan bergerak ke arah regionalisme.

14

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Bagaimana opsi ini dapat dilaksanakan? Going broader berarti mengalokasikan lebih banyak sumber daya perumus kebijakan untuk membela kepentingan Indonesia dalam WTO. Tetapi Indonesia saat ini hanya memiliki sedikit negosiator internasional yang berpengalaman. Demikian pula, para negosiator yang ada perlu dibebaskan dari kewajiban-kewajiban internasional lain yang saat ini sedang membela kepentingan Indonesia dalam forum APEC dan ASEAN. Sebagai alternatif, jumlah negosiator internasional yang diikutsertakan dalam membela kepentingan Indonesia di luar negeri dapat ditingkatkan melalui pelatihan pejabat-pejabat baru. Going broader juga dapat berarti komitmen yang lebih besar terhadap kesepakatankesepakatan WTO dan pelaksanaannya. Permintaan Indonesia untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas saat ini tidak dapat dianggap serius oleh anggota-anggota WTO lainnya jika Indonesia tidak sepenuhnya memenuhi kesepakatan-kesepakatan WTO (misalnya, perlindungan hak milik intelektual). Lebih banyak sumber daya pemerintah dan lembaga-lembaga baru di segala bidang diperlukan untuk memperlihatkan bahwa permintaan Indonesia untuk mendapatkan akses pasar yang lebih baik dalam WTO memang sungguh-sungguh. Indonesia akan lebih dapat dipercaya dan berpengaruh dalam mendesak untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas dalam WTO jika Indonesia telah sepenuhnya memenuhi semangat dan tujuan kesepakatan-kesepakatan WTO.

Going deeper (Menjadi lebih dalam)Going deeper berarti bahwa Indonesia merundingkan kesepakatan-kesepakatan baru di luar ASEAN dengan negara-negara yang sepaham secara bilateral atau regional. Berunding dengan satu atau beberapa negara dapat membuahkan hasil yang jauh lebih cepat dan kadang-kadang lebih diinginkan daripada berunding dengan banyak anggota WTO karena kecil kemungkinannya, dengan lebih banyaknya perdebatan. Dalam proses menyelesaikan kesepakatan bilateral dan regional, negara-negara cenderung menetapkan tujuan-tujuan yang lebih ambisius untuk liberalisasi di mana tujuan-tujuan seperti ini biasanya tidak mendapatkan dukungan dalam forum-forum yang lebih luas. Jelas hal ini dapat membuat perusahaan-perusahaan Indonesia harus lebih bersaing dengan perusahaan-perusahaan dari negara mitra Kesepakatan Perdagangan Bebas dan dapat menyentuh lebih dalam terhadap beberapa bidang yang sensitif dari kebijakan domestik Indonesia. Mengadakan kesepakatan regional di luar ASEAN atau juga di luar Asia, merupakan titik tolak yang penting bagi Indonesia. Sejauh ini, Indonesia hanya membuntuti ASEAN dan kepentingan kebijakan internasional utama Pemerintah Indonesia hanyalah menjalin hubungan yang lebih erat dengan Asia. Selain itu, dengan menjalankan regionalisme strategi Indonesia pun akan lebih terkendali untuk melaksanakan liberalisasi perdagangan secara multilateral. Indonesia juga perlu selektif dalam memilih kesepakatan regional yang bermanfaat. Mengadakan terlalu banyak kesepakatan regional memperbesar biaya dari segi sumber daya negosiator maupun deadweight loss yang terus terjadi karena pelaksanaan berbagai kesepakatan preferensial yang diakibatkan oleh Baghwati spaghetti bowl (Baghwati 1992) yang artinya, perdagangan dari berbagai negara tunduk kepada berbagai peraturan dan ketentuan.

15

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Dalam opsi going deeper, Indonesia dapat go it alone (melakukannya sendiri) untuk meningkatkan akses ke pasar-pasar yang berkepentingan ekspor dengan para mitra perdagangan yang telah mempunyai bagian ekspor yang luas Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Dalam dua puluh tahun terakhir, pertumbuhan perdagangan di Asia, dan juga Asia Timur, telah menjadi lebih cepat daripada kawasan lain manapun di dunia dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut (Francis dan Ng 2003). Mitra-mitra perdagangan di Asia membentuk sekitar 60 persen ekspor barang dari Indonesia (WTO 2003). Mitra perdagangan utama Indonesia yang lain adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat. Di kedua negara ini Indonesia memiliki bagian yang sama sekitar 14 persen di setiap pasar. Going deeper dan go it alone dapat membantu mempertahankan dan mungkin memperluas peluang akses pasar yang mungkin terkikis bila tidak melakukan apapun. Sebagai contoh, beberapa pasar ekspor terbesar Indonesia Jepang dan Amerika Serikat yang secara tradisional menjadi pendukung kuat bagi sistem multilateral, sekarang sedang menjalankan regionalisme. Negara-negara yang sedang berunding dengan pasar-pasar ekspor utama Indonesia mempunyai keuntungan sebagai penggagas pertama yang dapat membatasi akses Indonesia ke pasar-pasar ini di kemudian hari. Tetapi dalam opsi going it alone, Indonesia mungkin menemui kesulitan untuk mencapai peningkatan akses pasar yang signifikan. Indonesia berada pada posisi tawar yang lemah. Banyak negara dapat melihat bahwa Indonesia sudah putus asa (desperate) untuk memperbaiki kinerja ekspornya dan Indonesia dapat tersudut untuk menyerahkan lebih dari yang diperlukan demi sedikit peningkatan pada akses pasar. Indonesia juga memiliki sumber daya negosiator yang lemah dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat, yang, menurut ukuran dan kemampuan bernegosiasinya, telah menguasai akses pasar dengan perjanjian-perjanjian bilateral lain yang telah dirundingkan Australia, Singapura dan Vietnam. Kapasitas sumber daya negosiator Indonesia perlu ditingkatkan untuk menjalankan opsi ini. Pendekatan demikian juga akan melemahkan ASEAN dan kekuatan tawarnya. Alternatif selanjutnya adalah go with ASEAN (berjalan bersama ASEAN) sebagai sarana untuk mencapai maksud tujuan regional Indonesia. Memulai pengaturan-pengaturan yang dapat bermanfaat bagi Indonesia (dan ASEAN) melalui kekuatan pengelompokan ASEAN dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada kepentingan Indonesia. Perbincangan di kalangan pelaku perdagangan juga semakin meningkat mengenai munculnya kesepakatan perdagangan menurut blok perdagangan (yang dapat berupa AFTA-Uni Eropa) atau kesepakatan perdagangan menurut blok negara (yang dapat berupa AFTAAmerika Serikat). Memulai dan menjalankan tujuan-tujuan regional Indonesia melalui ASEAN mungkin tidak memenuhi permintaan Indonesia untuk mendapatkan akses spesifik ke pasar tetapi upaya ini dapat diimbangi oleh bertambahnya kekuatan tawar ASEAN secara keseluruhan. Bagaimana opsi ini dapat dilaksanakan? Sekali lagi, dalam opsi going deeper, Indonesia perlu mempertimbangkan cara yang terbaik untuk mengalokasikan sumber daya negosiasi internasionalnya agar dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Sumber daya yang penting telah diikutsertakan dalam ASEAN dan lebih banyak sumber daya diperlukan jika Indonesia ingin mengadakan kesepakatan-kesepakatan perdagangan bilateral dan regional di luar16

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

ASEAN. Karena sumber daya di WTO sangat minim, maka pelatihan perlu diberikan kepada para negosiator internasional. Ketrampilan yang diperlukan oleh para negosiator internasional ini perlu ditingkatkan dalam arena bilateral dan regional karena kesepakatankesepakatan demikian mempunyai risiko yang lebih besar dalam hal potensi untuk mempengaruhi cakupan kebijakan domestik. Jika negosiasi mengenai pengaturan perdagangan bilateral atau regional yang baru di luar atau sebagai bagian yang signifikan dari komitmen di bawah ASEAN telah berhasil, maka Indonesia perlu mendapatkan dukungan publik sebelum kesepakatan baru tersebut diratifikasi oleh Pemerintah. Selanjutnya, sumber daya keuangan dibutuhkan untuk melaksanakan kesepakatan perdagangan yang baru tersebut seperti sumber daya untuk melaksanakan jadwal tarif preferensial baru. Sebagaimana dengan opsi going forward faster, kebijakan-kebijakan penyesuaian juga perlu dikembangkan dan dibiayai untuk orang-orang yang dirugikan karena liberalisasi lebih lanjut.

Mewujudkannya: mencapai konsensus untuk melangkah majuMemilih perdagangan sebagai sumber utama pertumbuhan, jalan untuk liberalisasi lebih lanjut, yang lebih luas atau lebih dalam, merupakan masalah-masalah strategis utama yang dihadapi Indonesia. Dalam merumuskan sebuah kebijakan, masalah-masalah strategis utama tidak dapat dilihat secara terpisah, namun mereka berkaitan. Sebagai contoh, jika opsi standstill dipilih, maka pilihan antara pendekatan regional atau multilateral bukan menjadi masalah karena Indonesia tidak mempunyai kepentingan untuk bernegosiasi dengan mitra dagang utama regional yang prospektif. Masalah lain dalam perumusan sebuah kebijakan adalah bahwa komponen-komponen dari opsi-opsi yang berbeda secara jelas dapat diseleksi untuk merumuskan sebuah kebijakan. Misalnya, sikap kebijakan secara keseluruhan terhadap liberalisasi perdagangan dapat menjadi lebih liberal atau going forward faster tetapi juga termasuk meningkatkan proteksi di beberapa sektor dan standing still di beberapa sektor yang lain. Membeberkan masalah-masalah ini adalah langkah pertama menuju konsensus untuk memajukan reformasi perdagangan lebih lanjut. Pro dan kontra terhadap tiap-tiap opsi dievaluasi tetapi tentu saja prosesnya belum tuntas dan implikasi-implikasi lain dari opsiopsi tersebut mungkin perlu dipertimbangkan dan dibawa ke pusat perhatian perdebatan kebijakan. Langkah berikutnya adalah secara aktif mengundang para stakeholder untuk menghasilkan konsensus dan memilih opsi mana yang hendak diadopsi dan dijalankan untuk setiap bidang strategis utama dari kebijakan perdagangan. Berbagai stakeholder perlu diikutsertakan pemerintah, perusahaan, masyarakat sipil dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk mengerti dan memahami kedudukan mereka dalam setiap opsi yang diajukan. Proses ini akan membantu memperjelas opsi-opsi yang paling cocok dan paling didukung, yang Indonesia hendak jalankan. Apabila tidak ada konsensus yang jelas tetapi ada pendapat mayoritas mengenai salah satu opsi, maka mereka yang tidak setuju perlu diajak bergabung dengan kelompok mayoritas tersebut. Apabila masih terdapat ketidaksepakatan di antara minoritas, maka pandanganpandangan ini mungkin perlu dicatat untuk agenda berikutnya.

17

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Daftar Anggota Jaringan Kebijakan Publik Indonesia (JAJAKI) pada bulan Agustus 2004Nama Organisasi LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia / Indonesian National Science Institute Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (5 Gubernur) / Association of Provincial Governments in Sulawesi (5 Governors) Pemerintah Propinsi Sumatera Barat / Provincial Government of West Sumatera KOMNAS HAM - Komisi Nasional HAM /National Commission for Human Rights Partai GOLKAR/ GOLKAR Party LP3ES - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial / Institute for Social and Economic Research, Education & Information RIDEP The Research Institute for Democracy and Peace OXFAM Great Britain - Indonesia KLOPAK Konsorsium Lembaga Swadaya Masyarakat di Lombok / Consortium of NGOs in Lombok PB NU - PB Nahdlatul Ulama (NU) PP Muhammadiyah P3SD - Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya , Padang Kemitraan untuk Reformasi Tata Pemerintahan di Indonesia / Partnership for Governance Reform in Indonesia Swara Parangpuan, Manado FIK ORNOP - Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non-Pemerintah, Makassar JARI Indonesia (Jaringan Independen Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas) / Independent Network of Civil Society for Transparency & Accountability of Bentuk Organisasi Pemerintah

Pemerintah daerah

Pemerintah daerah

Pemerintah

Partai Politik

LSM

LSM

LSM LSM

LSM LSM LSM

LSM

LSM LSM

LSM

18

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Development Yayasan TIFA LPEM FEUI - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat University of Indonesia Universitas Padjajaran, Bandung PACIS - Parahyangan Centre for International Studies, Universitas Parahyangan, Bandung Universitas Gajah Mada Universitas Mataram FISIP UI Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Universitas Indonesia / Faculty of Social and Political Sciences, University of Indonesia IPB Institut Pertanian Bogor, Magister Manajemen Agribisnis / Master of Management in Agribusiness, Graduate Program IPB - Institut Pertanian Bogor, Pusat Studi Pembangunan / Insititute of Agriculture, Centre of Development Studies Universitas Hasanuddin, Makassar Universitas Andalas, Padang Universitas Samratulangi, Manado Brighten Institute CSIS - Center for Strategic and International Studies The Habibie Center PSPK - Pusat Studi Pembangunan Kewilayahan / Centre for Regional Development Studies The Jakarta Post Tempo Magazine Sinar Harapan LPDS Lembaga Pers Dr. Soetomo / Dr. Soetomo Press Institute) HUKEI - Himpunan Usaha Kecil Eksportir Indonesia / National Association of Exporting LSM Akademia

Akademia Akademia

Akademia Akademia Akademia

Akademia

Akademia

Akademia Akademia Akademia Think tank Think tank

Think tank Think tank

Media Media Media Media

Sektor Swasta

19

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

SMEs KADIN Kamar Dagang dan Industri Indonesia / Indonesian Chamber of Commerce FNPBI - Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia / National Front for Indonesia Workers Struggle ASPEK - (Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Indonesian Trade Union Association) GAPPERINDO - Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia KOHATI HMI Sektor Swasta

Serikat Buruh

Serikat Buruh

Asosiasi Petani

Asosiasi Mahasiswa

20

Dokumen Konsultasi JAJAKI

PIlihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia

ReferencesBaghwati, J. 1992, Regionalism vs Multilateralism, The World Economy, September, vol. 15, no. 5, pp. 535-556. Feridhanusetyawan, T. and Aswicahyono, H. 2003, Indonesias Strategy for Industrial Upgrading, CSIS, Jakarta. Hoekman, B., Michalopoulos, C., Shiff, M. and Tarr, D. 2001, Trade Policy Reform and Policy Alleviation, Policy Research Working Paper 2733, World Bank, Washington DC. Ng, F. and Yeats, A. 2003, Major trends in East Asia: What are their implications for regional cooperation and growth?, Policy Research Working Paper No. 3084, World Bank, June. Kim, C. 2004, Industrial Development Strategy for Indonesia: Lesson from Korean Experience, paper presented at Why Trade and Industry Policy Matters workshop, Jakarta, 14-15 January. McCulloch, N. 2004, Trade and Poverty in Indonesia: What are the Links, powerpoint presentation presented at the Why Trade and Industry Policy Matters? workshop, BAPPENAS-UNDP, Jakarta, 14-15 January. McGuire, G. 2004, A Future Trade Policy for Indonesia: Which Road to Take?, UNSFIR Working Paper No. 04/02, UNSFIR, Jakarta, June. Prabowo, 2004, East Asia Intra-Trade and Indonesia: Some Trends and Policy Issues, paper presented at Why Trade and Industry Policy Matters workshop, Jakarta, 14-15 January. Ray, D. 2003, Survey of Recent Developments, Bulletin of Indonesia Studies, vol. 39, no. 1, pp. 29-50. WITS (World Integrated Trade Solutions) 2003, Database on International Trade and Tariffs, UNCTAD-World Bank, Geneva and Washington DC. World Bank 2003b, East Asia Integrates: A Trade Policy Agenda for Shared Growth, World Bank Report, Advance Edition, Washington D.C. _____ 2003c, World Development Indicators Database on CD-ROM, World Bank, Washington D.C. WTO (World Trade Organization) 2003, Trade Policy Review Indonesia, Report by the Secretariat, WT/TPR/S/117, Geneva.

21