Workshop : Tata Kelola Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu untuk ... · PDF filekegiatan REDD+ bisa...

download Workshop : Tata Kelola Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu untuk ... · PDF filekegiatan REDD+ bisa ... berupa barang jadi seperti mebel untuk meningkatkan lapangan kerja di bidang ... komitmen

If you can't read please download the document

Transcript of Workshop : Tata Kelola Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu untuk ... · PDF filekegiatan REDD+ bisa...

  • Term of Reference

    Workshop : Tata Kelola Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu untuk Penguatan Ekonomi Hijau

    Jakarta, 2 April 2013

    Latarbelakang

    Indonesia memiliki hutan tropis ketiga terluas di dunia setelah Brazil dan Kongo yang mempunyai hutan tropis yang lebih besar. Hutan ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dari ekosistem yang di hasilkannya. Tidak hanya bermanfaat untuk manusia, hutan pun menjadi rumah bagi berbagai spesies lainnya. Menurut catatan Bank Dunia, hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang begitu tinggi, yaitu 17 persen dari spesies burung, 16 persen reptil dan hewan amfibi, 12 persen mamalia dan 10 persen tumbuhan di dunia. Peran hutan menjadi lebih penting lagi dalam kebijakan perubahan iklim di Indonesia. Hutan menutupi antara 86 93 juta hektar, atau hampir setengah total wilayah darat negara ini. kontribusi penting terhadap pembangunan dan kehidupan masyarakat baik berupa hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu ( HHBK) dan jasa lingkungan.

    Namun sayangnya hutan yang terdegradasi di Indonesia mencapai 59,62 juta.ha. Laju degradasi hutan di Indonesia pada periode 1982-1990 mencapai 0,9 juta.ha per tahun. Memasuki periode 1990-1997 telah mencapai 1,8 juta.ha per tahun dan meningkat pada periode 1997-2000, dimana kerusakan hutan mencapai 2,83 juta.ha per tahun. Secara global, degradasi hutan menghasilkan sekitar 20% emisi karbon, hampir sama dengan seluruh sektor transportasi dunia. Indonesia memiliki salah satu kawasan hutan tropis terluas di dunia, dan keselamatan hutan ini penting artinya bagi upaya mitigasi perubahan iklim global. Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia secara politis sudah memutuskan untuk mengembangkan pembangunan berkelanjutan dengan ciri utama rendah emisi karbon dan berkeadilan social dengan ciri utama inklusif dan merata. Komitmen ini disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di dalam pertemuan G20 yang pertama tahun 2009. Dikarenakan sekitar 80% dari emisi karbon di Indonesia disebabkan oleh degradasi lahan hutan dan gambut serta deforestasi, niscaya tata kelola hutan dan lahan gambut harus diubah sehingga hutan dan lahan gambut tak lagi melepas karbon ke atmosphere, dan menjadi tempat penyimpanan karbon. Dengan kata lain sektor kehutanan merupakan sektor kunci yang harus diubah demi memenuhi komitmen reduksi emisi 26 a 41 % yang disertai dengan pertumbuhan 7%. Komitmen Indonesia ini mendapat dukungan secara internasional dari berbagai pihak internasional, termasuk dari Kerajaan Norway, yang mengikat kerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan kelembagaan REDD+ yang diharapkan mampu mengubah dan mengendalikan haluan tata kelola hutan dan lahan sehingga efektif menyimpan karbon, tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi, dan pada saat yang sama menguatkan keadilan sosial.

    Melalui mekanisme ini, pihak-pihak yang berhasil menurunkan emisi karbon berbasis hutan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan pengelolaan hutan secara lestari sesuai dengan standart-standard yang diakui pasar karbon, akan menghasilkan kredit karbon yang kemudian bisa diperjual belikan di pasar karbon. Indonesia berhasil mendorongkan masuknya tiga elemen penting yang mengubah REDD menjadi REDD+ yaitu:penerapan pengelolaan hutan berkelanjutan, pengakuan atas pentingnya peranan konservasi, pengayaan simpanan karbon. REDD+ mengandung gagasan yang secara khusus dimaksudkan untuk mewujudkan pemberian kompensasi oleh negara maju kepada negara berkembang pemilik hutan yang berhasil menurunkan emisinya. Pembayaran kompensasi untuk kegiatan REDD+ bisa diberikan kepada: pemerintah, pengusaha, komunitas, dan juga individu. REDD+ merupakan suatu paradigma tata kelola lahan yang berkembang untuk memastikan agar pembangunan berbasis lahan di Indonesia terwujud sesuai dengan kaidah kaidah ekonomi hijau yang berkesinambungan dan berkeadilan sosial.

    Di tanah air, lebih dari 48 juta orang mengandalkan hutan sebagai sumber penghidupan. Sektor kehutanan berkontribusi pada peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan nilai tambah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan darikayu dan non kayu. Contoh hasil hutan dari kayu diantaranya adalah Kayu Agathis (Agathis alba), Kayu Bakau atau Mangrove (Rhizophora mucronata), Kayu Bangkirai (Hopea mengerawan), Kayu Benuang (Octomeles sumatrana), Kayu Duabanga (Duabanga moluccana) dan banyak lagi. Industri yang terkait

  • dengan hal ini adalah pengolahan hasil hutan, antara lain berupa industri penggergajian kayu seperti di Cepu (Jawa Tengah, untuk penggergajian kayu jati), hasil dari industri ini berupa kayu gelondongan (log/bulat), kayu gergajian, dan kayu lapis untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Mulai tahun 1985 pemerintah melarang ekspor kayu gelondongan dan mengubahnya menjadi ekspor kayu olahan, yaitu berupa kayu gergajian, kayu lapis, atau berupa barang jadi seperti mebel untuk meningkatkan lapangan kerja di bidang industri perkayuan yang bersifat padat karya. Sedangkan non kayu atau lebih di kenal dengan NTFP (Non Timber Forest Product) terdiri dari produk nabati dan hewan. Untuk hasil hutan non kayu nabati bisa dikelompokkan ke dalam kelompok rotan, kelompok bambu dan kelompok bahan ekstraktif (misalnya Damar, Terpentin, Kopal, Gondorukem dan sebagainya).

    Dari cakupan pengusahaan hutan tersebut dapat diketahui bahwa stakeholder dalam usaha pengelolaan hutan ini akan terkait dengan pemilik lahan, petani penggarap, buruh tani, pekerja kasar, sampai dengan pedagang dan industri serta pemerintah daerah. Dengan banyaknya pihak yang terlibat maka sangat penting untuk bertemu dan duduk bersama membahas tantangan sekaligus langkah langkah yang strategis untuk mengembangkan sektor ini untuk mnguatkan ekonomi hijau di tanah air. Beberapa contoh koperasi dan pengusahaan hutan yang telah mendapatkan sertifikasi diantaranya adalah : PT. Koperasi Wana Manungal Lestari. Koperasi ini mengelola 815, 18 hektar dan sudah mendapatkan sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBL) tahun 2006. Koperasi ini menghimpun masyarakat sebagai pengelola hutan lestari dari 9 dusun dengan menggunakan standart PHBL. Dengan sertifikasi, anggota koperasi mendapatkan banyak manfaat misalnya ada selisih atau kenaikan harga sebelum dan sesudah sertifikasi sampai dengan 10 persen/meter kubiknya. Kemudian Asosiasi Mebel Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) menyampaikan bahwa rotan di Indonesia pernah mengalami ke-emasan tahun 2005 dan menempati urutan pertama kerajinan mebel rotan. Namun setelah pemerintah memperbolehkan kiriman bahan baku rotan pesanan anjlok dan mulai emmbaik ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan eksport bahan baku. Juga Koperasi Hanjuang merupakan koperasi pengrajin madu hutan di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.Koperasi ini mengeluarkan merk Odeng yang berasal dari nama lokal lebah hutan (Apis Dorsata) di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Usaha madu hutan dengan merk dagang Odeng ini telah berjalan lebih dari 2 tahun. Madu hutan di Ujung Kulon dihasilkan dari sari bunga-bunga hutan seperti; putat, sigeung, salam, kipoleng, kigelam, kawao dll. Kapasitas produksi dari setiap musim panen rata-rata 2-3 ton (dari pulau peucang dan pulau panaitan kawasan TNUK). Produk ini dihasilkan dari pola panen lestari, yaitu hanya mengambil bagian madu saja tidak mengambil bagian anakan lebah dan melakukan penanaman tanaman pakan lebah setiap pemanenan untuk melindungi populasi lebah. Juga menerapkan pasca panen higienis yaitu madu tidak diperas, tapi ditiris menggunakan pisau stainlees dan disaring dengan kain saring mesh 100 untuk menjaga kualitas.

    Hal tersebut diatas merupakan langkah baik bagi penguatan ekonomi hijau di tanah air sebagaimana komitmen Deklarasi Bersama Tata Kelola Aset Alam Menuju Pembangunan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan yang di deklarasikan pada tanggal 27 November 2012 oleh perwakilan dari Masyarakat Adat, Pemerintah, Pengusaha dan Koperasi Hutan. Dalam deklarasi tersebut dinyatakan bahwa praktek penataan tata kelola aset alam perlu diperbaiki agar kehidupan bersama alam dapat lestari. Juga dinyatakan bahwa sudah ada yang mengembangkan praktek usaha yang baik dengan menerapkan kreatifitas untuk meraih manfaat ekonomi dan kesejahteraan yang berkeadilan. Hutan dibanyak komunitas perempuan dimaknai dengan tempat tinggal, sumber mata pencaharian masyarakat adat, hutan sebagai ruang ritual masyarakat adat, dan nilai nilai sosial budaya yang secara turun temurun dilakukan. Sehingga hutan merupakan rumah bagi mereka untuk keberlangsungan hidup mereka, dimana dari hutan mereka menemukan berbagai jenis tumbuhan untuk obat tradisional, bahkan beberapa tumbuhan dijadikan sebagai pewarna alami untuk bahan tenun mereka.

    II. Tujuan

    Tujuan dari kegiatan ini adalah :

  • 1. Membahas dan mengeksplorasi bagaimana melanjutkan dan mengembangkan praktek usaha yang baik dalam pengelolaan hasil hutan baik kayu maupun non kayu lebih lestari dan berdaya ekonomi tinggi.

    2. Mendiskusikan tantangan dari kesempatan diantara para pelaku untuk mendapatkan pembelajaran dan rekomendasi yang bisa di implementasikan.

    3. Memperkuat pengusahaan hutan kehutanan untuk menjangkau pasar yang lebih luas. 4. Mendapatkan rekomendasi kebijakan untuk di teruskan kepada pemerintah. 5. Mendapatkan data base dari semua peserta tentang usaha ekonomi yang dikembangkan.

    III. Bentuk Kegiatan

    1. Pembukaan : Pembukaan akan menyajikan film 2. Key note Speaker : Disampaikan oleh Satgas REDD+. 3. Diskusi Panel : Akan menghadirkan 4 pembicara yang berasal dari pengusaha hutan, koperasi, perwakilan dari

    pasar (konsumen) serta lembaga riset tentang ekonomi hijau. 1. Niken Yuniken Manager Pamasaran Borneo Chic 2. Zinuri Hasyim Jikalahari 3. Agung Prasetyo PT. KWaS 4. Gusti Armada Ketua Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Bali

    4. Diskusi Kelompok : Peserta akan dibag