WHITE PAPER Citarum.pdf

9
tentang “Pemulihan Kondisi Kritis Wilayah Sungai Citarum” 20 Februari 2013 WHITE PAPER

Transcript of WHITE PAPER Citarum.pdf

  • 7tentang Pemulihan Kondisi KritisWilayah Sungai Citarum

    20 Februari 2013

    WHITE PAPER

  • 1WHITE PAPER tentangPemulihan Kondisi Kritis WS Citarum

    20 Februari 2013

    A B S T R A K

    Kondisi fisik Wilayah Sungai Citarum yang sudah kritis, tekanan demografi yang cepatmeningkat tanpa upaya mitigasi dampak yang efektif, serta prospek ancaman krisisketahanan air akibat pertumbuhan populasi yang pesat di Wilayah Sg. Citarum dan DKIJakarta memerlukan (a) sinkronisasi kebijakan / peraturan dan (b) penanganan pelaksanaanprogram pemulihan Wilayah Sg. Citarum yang bersifat segera dan efektif melalui suatuinstitusi yang mempunyai kewenangan kuat. Makalah ini menyajikan respons terhadapaspek (b) tersebut di atas.

    K O N T E K S

    Menurut Kep-Pres No. 12/2012, WS Citarum merupakan wilayah sungai strategis nasional.Akan tetapi berbagai indikasi menunjukkan bahwa kondisinya semakin memprihatinkandan bahkan dapat dikatakan kondisinya menuju kritis. Hal tersebut ditandai dengankecenderungan kondisi demografi di Wilayah Sungai (WS) Citarum yang semakinmeningkat, dengan upaya pengendalian yang tidak efektif dan semakin menekan kondisiWS Citarum.

    Pertumbuhan penduduk di WS Citarum meningkat pesat 1, kepadatan pendudukyang tinggi di WS Citarum 2 dan, jumlah penduduk di WS Citarum dan DKI Jakartadiperkirakan akan menjadi dua kali lipat (60 juta) pada tahun 2030 3 .Indikasi status penegakan hukum di beberapa sektor, terutama Tata Ruang yanglemah 4.

    1 Pertumbuhan penduduk 2.04 % per tahun lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk nasional (1.2 %).2 Tingkat kepadatan penduduk di WS Citarum rata-rata 1.303 jiwa per km2 lebih tinggi dari rata-ratakepadatan penduduk di Propinsi Jawa Barat (1.158 jiwa per km2).3 Sumber : presentasi PPTA pada Kick-Off meeting ICWRMIP PFR-2 di Bandung, pada tgl. 7 Feb.2013.

  • 2Beberapa kendala kelembagaan 5, termasuk instansi sector Lingkungan Hidupkurang berdaya untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

    Kondisi fisik dan biologis WS Citarum terus semakin memburuk yang ditandai dengan :Tutupan lahan per 2009 tinggal 6 % dari seluruh WS Citarum jauh di bawahketentuan UU No. 41 / 1999 tentang Kehutanan, minimal harus 30 %. 6

    Koefisien Rezim Sungai atau KRS (Qmax / Qmin) per 2008 jauh di atas ambang batasyang telah ditetapkan oleh Kepmenhut No. 52/Kpts-II/2001 jauh di atas 50. 7Tingkat erosi / sedimentasi Sg. Citarum yang terindikasi dengan pengukuran diWaduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur, jauh di atas ambang batas yang telahditerapkan dalam Kepmenhut No. 52/Kpts-II/2001, yaitu sudah mencapai rata-rata59 ton/ha/tahun. Padahal seharusnya sebatas < 5 ton/ha/tahun.Status baku mutu kualitas air Sg. Citarum (per 2011) dinilai tercemar beratberdasarkan kriteria PP No. 82/2001 dan Keputusan Menteri Negara LingkunganHidup No. 115 / 2003. 8

    Kondisi fisik dan biologis WS Citarum tersebut telah mengancam sentra produksi pertaniantanaman pangan, mengancam keberlangsungan infrastruktur PLTA, dan dukunganpenyediaan air baku untuk air bersih. Ketersediaan air bersih untuk populasi penduduk diJawa Barat, khususnya Kota Metropolitan Bandung dan DKI Jakarta, juga akan mengalamikrisis sebelum tahun 2030 jika ketahanan air di WS Citarum tidak dikelola dengan efektif 9.Menurut data yang tersaji pada Score-card Citarum, terdapat indikasi perubahan trendyang terus memburuk sejak tahun 2001, meskipun berbagai inisiatif kegiatan perbaikantelah dirintis, antara lain :

    4 Berdasarkan pengamatan Reconnaisance Survey (Mei 2012) oleh tim IME Citarum.5 Kurang sinkronnya kebijakan dan peraturan yang menimbulkan blind spot dalam pelaksanaanmonitoring dan pengendalian kualitas air sepanjang Sg. Citarum, keterbatasan kapasitas BPLHD Prop.Jawa Barat dan BPLH Tingkat Kabupaten / Kota dan lemahnya mekanisme penegakan hukum di WSCitarum.6 Menurut UU No. 41 / 1999, pasal 18, ayat 2, luas kawasan hutan harus dipertahankan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) minimal 30 % dari daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yangproposional.7 Berdasarkan ukuran 3 pos duga air (Nanjung, Dayeuhkolot dan Majalaya) untuk 2008 adalah 208,6672 dan 6780, sedangkan Kepmenhut No. 52/Kpts-II/2001 menetapkan bahwa ambang batas KRS(Koefieisn Rezim Sungai) hendaknya < 50.8 Penilaian status mutu kualitas air dengan metode STORET (14 lokasi) dan Metode IndeksPencemaran (7 lokasi) per 2011, dengan hasil semua lokasi dalam status cemar berat.9 Sumber : presentasi PPTA ADB pada Kick-off meeting ICWRMIP PFR-2, di Bandung pada tgl. 7Februari 2013.

  • 3Penanganan WS Citarum melalaui program Citarum Bergetar 10 (oleh GubernurNuryana, 1993 - 2003)Penanganan WS Citarum dengan pendekatan IWRM/PSDAT (per 2004) danPenetapan WS Citarum sebagai WS Strategis Nasional (per 2012).

    FAKTOR PENYEBAB

    Beberapa factor dan kendala sistemik berkombinasi sebagai penyebab yang membuatupaya-upaya penanganan WS Citarum tidak efektif, antar lain :

    Tumpang tindih kewenangan dan blind spot akibat beberapa kebijakan danperaturan yang belum atau bahkan tidak sinkron dan tidak konsistendiimplementasikan;Vakum atau lemahnya kepemimpinan (leadership vacuum) dalammengkoordinasikan respons komprehensif pemerintah Tingkat Pusat yangmengemban kewenangan dan tanggungjawab untuk mengelola WS stratetisnasional.Lemahnya kepemimpinan dalam mengkoordinasikan respons yang komprehensifdalam mendukung keterlibatan unsur Pemerintah Tingkat Daerah (Propinsi danKabupaten/Kota), dalam perbaikan kondisi WS Citarum.Sangat lambannya prakarsa pendekatan pembagian peran serta pelimpahanwewenang melalui Kesepakatan Kerjasama/MOU (melalui mekanisme TugasPerbantuan dan Dekonsentrasi) dan proses mengefektifkan model tersebut.Tidak efektifnya koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan kegiatanpemulihan kondisi WS Citarum yang telah dan sedang dilakukan oleh berbagaiinstansi pemerintah dan pemerintah daerah. Bahkan dari kegiatan FGD yangdilakukan, beberapa instansi pemerintah dan pemerintah daerah mengakui adanyakecenderungan masing-masing instansi bekerja sendiri-sendiri, tanpamemperhatikan manfaat (outcome) dan dampak (impact) yang efektif dalammemperbaiki kondisi WS Citarum.Sangat lemahnya strategi pengendalian factor penekan demografi, termasuk :

    Kinerja strategi preventif terutama penegakan hukum tentang tata ruang,yang sangat buruk.

    10 Bergetar = Bersih, geulis, lestari

  • 4 Pemberian ruang dan strategi mobilisasi peranserta public (unsur swasta,LSM, komunitas / kalangan tertentu, ilmuwan, budayawan, philantrophist, dan masyarakat pada umumnya), kurang signifikan dan belum setaradengan peran yang seharusnya dapat dimainkannya.

    Walaupun kemajuan program sector ke- PUan relatif memadai/cukup baik 11 biladibandingkan dengan sektor lain, akan tetapi solusi phisik/teknis sipil oleh BBWSCitarum cendrung tidak berkelanjutan dan kurang efisien dari sisi pemanfaatandana. Karena hanya mengobati gejala masalah yang akan berlangsung secara terusmenerus, bahkan akan menjadi lebih parah apabila akar permasalahan, yaitumasalah demografi, masalah konservasi lahan, dan pembuangan limbah tidakdapat terselesaikan atau dimitigasi.

    K E S I M P U L A N

    1. Kondisi fisik dan biologis WS Citarum telah memasuki fase kondisi yang kritis yangperlu penangan pemulihan secara komprehensif dan segera. Perkiraan bahwatekanan demografik akan menjadi dua kali lipat pada tahun 2030 mengharuskanrespons antisipatif dan segera terhadap kondisi SDA di WS Citarum. Perbaikankondisi yang hanya memprioritaskan aspek phisik-teknis yang selama inidiprioritaskan, hanya menyentuh pada penyelesaian yang bersifat gejalanya saja,dan belum menyelesaikan akar permasalahannya. Penyelesaian masalah utamayaitu dilakukannya rehabilitasi lahan di hulu sungai dan pengendalian pembuanganlimbah dan sampah merupakan prioritas utama yang perlu segera dilaksanakansecara sinergis.

    2. Kebijakan dan peraturan yang belum sinkron yang terkait dengan pengelolaan WSCitarum mengakibatkan kerja dan kinerja kelembagaan yang terkait dengan WSCitarum menjadi kurang efektif. Misalnya antara PP No. 42/2008 dan Kep-Pres No.12/2012 yang mengatakan WS Citarum sebagai kewenangan pemerintah pusat,dengan PP No. 37/2012 tentang Pengelolaan DAS, yang mengatakan bahwa WSCitarum berada di wilayah provinsi Jabar dan menjadi kewenangan pemerintah

    11 Kemajuan dalam mengurangi dampak banjir (lihat Tabel 3, hal. 6 pada Lampiran A, Score-cardCitarum) dan kinerja pembangunan prasarana dan sarana pengelolaan SDA.

  • 5prov. Jabar. Atau peraturan pemerintah lainnya yang terkait dengan pengelolaankualitas air.

    3. Keberadaan lembaga koordinasi seperti TKPSDA WS Citarum dan Dewan SDAProv. Jawa Barat tidak memiliki mandatori dan kewenangan yang cukup kuat dalammensinkronkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan untuk pemulihan kondisiWS Citarum. Hal ini berkontribusi kepada lemahnya koordinasi kerja antar lembaga,baik secara horisontal dan vertikal.

    4. Mengingat penting dan strategisnya WS Citarum terutama sebagai sumber daya airuntuk penduduk Provinsi Jawa Barat dan Jakarta, serta memperhatikan bahwakondisi WS Citarum sudah berada di ambang krisis, maka perlu adanya kebijakanyang radikal atau lebih transformatif dalam penanganan pemulihan kondisi WSCitarum secara nyata.

    5. Penyusun White Paper ini mengusulkan agar dibentuk sebuah super lembagadarurat / ad hoc (seperti Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh) gunamenkoordinasikan / mengarahkan managemen pemulihan kondisi WS Citarumselama periode tertentu (5 - 7 tahun) sehingga kondisi WS Citarum dapat diperbaikidan masalah ketahanan air dapat dijaga selanjutnya.

    USULAN / REKOMENDASI1. Perlu dicetuskan program respons terhadap degradasi kondisi phisik WS Citarum

    sekaligus yang mengantisipasikan penambahan tekanan demografik pada masadepan. Perlu dibuat program kegiatan yang memberikan perhatian utama yangseimbang antara aspek rehabilitasi lahan / hutan di daerah hulu sungai, aspekpengendalian pencemaran air sungai dari limbah domestik dan limbah industri sertaaspek pembuangan sampah, dengan aspek pengendalian phisik-teknis yang selamaini menjadi prioritas kegiatan dalam memperbaiki kondisi WS Citarum. Tujuan dansasaran program hendaknya bersifat jangka pendek (meneyelesaikanpermasalahan yang ada) maupun panjang (mengantisipasi pesatnya pertumbuhanfactor demografi).

  • 62. Usulan Kebijakan, dikeluarkan Keputusan Presiden tentang Pemulihan KondisiKritis WS Citarum, yang mengamanatkan tentang perlunya penanganan khusus WSCitarum agar mempercepat capaian kinerja kondisi fisik dan biologis untukmendukung kehidupan yang lebih baik.

    3. Usulan Kelembagaan :Perlu melakukan pembentukan dan penugasan sebuah lembaga-super yaituSatgas Integrasi dan Pemulihan WS Citarum (SIP-WSC). Bagan 1 berikutmenyajikan usulan struktur organisasi.

  • 7Bagan 1 : STRUKTUR ORGANISASI SATGAS INTEGRASI DAN PEMULIHANWILAYAH SUNGAI CITARUM

    Badan tersebut bertanggung jawab kepada Presiden dan diberikan mandat selama5 - 7 tahun dengan target kinerja yang spesifik untuk aspek rehabilitasi lahan, aspekpeningkatan kualitas air dan pengendalian pembuangan sampah di sungai.Kelembagaan tersebut bekerja dengan kriteria :

    - Di bawah garis komando Bpk. Presiden;- Komposisi : Kepala Badan. Deputy Progam A, Deputy Progam B, Deputy

    Program C, Program D, dan Sekretariat;- Dibangun hubungan yang jelas dengan BBWSC, Gubernur, TKPSDA WS

    Citarum dan Dewan SDA Propinsi JaBar.

    4. Membuat Program-program Utama (berdasarkan rumusan permasalahan secaramenyeluruh, proyeksi demografik dan pembangunan di wilayah sekitarnya sertaacuan yang tersedia - pemuktahiran Roadmap Citarum 2013) dengan pembagiantugas sbb :

    PRESIDEN

    PEMDA(Gubernur + Bupati /

    Walikota)

    Satgas / BIP WS Citarum Kemen. PU / Ditjen SDA

    Dinas / Badan (SKPD) BBWS Citarum

    PELAKSANA KEGIATAN

    DEPUTI PROGRAM

    Keterangan:: Garis Komando: Garis Sinkroninsasi

  • 8A. Penekanan strategi preventif secara menyeluruh (mengefektifan penegakanhukum terutama Tata Ruang - plus zonasi air dan sinkronisasi RTRW - secarakomprehensif). 12

    B. Rehabilitasi terhadap tutupan hutan, lahan kritis dan daya penyimpanan airpada DAS Citarum secara partisipatif dan berkelanjutan. 13

    C. Monitoring dan pengendalian kualitas air pada sungai utama dan anak sungaiCitarum (komponen pengendalian pencemaran dari point source sertakomponen pengendalian pencemaran yang berasal dari masyakarat umum danperkembangan pemukiman yang tidak tertib). 14

    D. Kegiatan phisik-teknis sipil yang bersifat mendesak (yang belumterprogramkan oleh BBWSC dan Pemda terkait).

    Keempat program tersebut hendaknya (i) menitikberatkan kepemimpinan dankoordinasi yang efektif, (ii) menerapkan pendekatan yang meningkatkankeprihatinan dan rasa memiliki serta memeransertakan public (dunia usaha,kalangan CSO / LSM, komunitas ilmuwan, bangsawan, seniman, pers, sekolah-sekolah dan masyarakat umum) dan, (iii) melanjutkan dan memantapkan MIS /SISDA (termasuk database dan aspek spatial) dan sistem monev yang terpaduyang sudah ada (telah dirintis oleh ICWRMIP).

    5. Peranserta Pemangku Kepentingan & Pendanaan : Pendanaan untuk Komponen Adan sub-komponen lainnya, terutama pada sector kehutanan, hendaknyadikoordinasikan melalui APBN, APBD dan partisipasi dunia usaha (CSR). Sebagiandari komponen B sedang / dapat didanai melalui bantuan multi-lateral dan bilateral.Dokumen Roadmap Citarum (per 2013) dapat dijadikan acuan untuk SIP-WSC.

    12 Semua instansi yang mempunyai PPNS, Satpol PP dan kepolisian.13 Dengan mendirikan kerjasama antara Kementerian Kehutanan, BPDAS Ciliwung-Citarum, BKSDA,TKPSDA, Perum Perhutani, BUMN Hijau Lestari, PJT II, Indonesia Power, PLN Pembangkitan Jawa-Bali,Dinas Kehutanan Propinsi JaBar, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota terkait, BBWSC, Dinas PSDAPropinsi Jawa Barat, dan Dinas PSDA Kabupaten/Kota terkait, CSO / LSM dengan track record baik.14 Kementrian Lingkungan Hidup, BPLHD Provinsi JaBar, BPLH Kabupaten/Kota terkait, BBWSC danPJT II.