Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

29
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Osteoarthritis Osteoarthritis merupakan kelainan pada sendi ditandai dengan terdapat perubahan patologis yang terjadi pada bangunan-bangunan sendi 10-13 . Perubahan patologis tersebut dapat terjadi pada kartilago (tulang rawan), atau dengan bangunan lainnya, dan terdapat osteofit 4 . Komponen sendi yang utama yang mengalami degenerasi adalah bagian kartilago 5 . Osteoarthtritis dapat terjadi pada bagian-bagian seperti sendi lutut, panggul (koksa), lumbal, dan servikal 13 . Pada penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa osteoarthritis terbanyak terjadi pada sendi lutut 6,14 . Peningkatan terjadi searah dengan pertambahan usia dan wanita lebih banyak dari pada laki-laki 4,12 . Osteoarthritis merupakan kelainan kronik dengan progresivitas lambat, terjadi akibat ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi pada komponen sendi yang terjadi pada usia tua 4 . Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2014 osteoarthritis digolongkan sebagai penyakit degeneratif pada sendi, dimana didalamnya adanya keterlibatan antara kartilago, ligamen, lapisan sendi serta tulang yang menyebabkan nyeri serta kekauan sendi 15 . Osteoarthritis dihubungkan dengan perubahan yang tidak dapat dihindari karena penuaan 16 . Namun perlu diketahui bahwa terdapat faktor risiko selain faktor usia penyebab osteoarthtiris 4,6,16 . Osteoarthritis salah satu penyebab kecacatan pada lansia karena nyeri dan kekakuan sendi yang timbul sebagai gejala osteoarthritis, dengan hal itu akan mempengaruhi aktivitas pasien osteoarthritis 7,17 . http://repository.unimus.ac.id

Transcript of Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

Page 1: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Osteoarthritis

Osteoarthritis merupakan kelainan pada sendi ditandai dengan

terdapat perubahan patologis yang terjadi pada bangunan-bangunan

sendi10-13. Perubahan patologis tersebut dapat terjadi pada kartilago

(tulang rawan), atau dengan bangunan lainnya, dan terdapat osteofit4.

Komponen sendi yang utama yang mengalami degenerasi adalah

bagian kartilago 5.

Osteoarthtritis dapat terjadi pada bagian-bagian seperti sendi

lutut, panggul (koksa), lumbal, dan servikal13. Pada penelitian yang

dilakukan didapatkan hasil bahwa osteoarthritis terbanyak terjadi pada

sendi lutut6,14. Peningkatan terjadi searah dengan pertambahan usia dan

wanita lebih banyak dari pada laki-laki4,12.

Osteoarthritis merupakan kelainan kronik dengan progresivitas

lambat, terjadi akibat ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi

pada komponen sendi yang terjadi pada usia tua4. Menurut CDC

(Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2014

osteoarthritis digolongkan sebagai penyakit degeneratif pada sendi,

dimana didalamnya adanya keterlibatan antara kartilago, ligamen,

lapisan sendi serta tulang yang menyebabkan nyeri serta kekauan

sendi15.

Osteoarthritis dihubungkan dengan perubahan yang tidak dapat

dihindari karena penuaan16. Namun perlu diketahui bahwa terdapat

faktor risiko selain faktor usia penyebab osteoarthtiris4,6,16.

Osteoarthritis salah satu penyebab kecacatan pada lansia karena nyeri

dan kekakuan sendi yang timbul sebagai gejala osteoarthritis, dengan

hal itu akan mempengaruhi aktivitas pasien osteoarthritis7,17.

http://repository.unimus.ac.id

Page 2: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

8

2. Etiopatogenesis Osteoarthritis

Pembagian Osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya ada 2,

yaitu:

a. Osteoarthritis primer

Penyebab idiopatik, belum diketahui secara utuh apa

penyebabnya namun bukan karena faktor usia, bukan pula

akibat adanya suatu penyakit lain yang dapat menyebabkan

terjadinya osteoarthritis11,16,18.

b. Osteoarthritis sekunder

Terdapat kelainan dasar pada endokrin, metabolik, inflamasi,

pertumbuhan, herediter, jejas makro-mikro, dan riwayat

immobilisasi yang lama11,16,18.

Osteoarthritis primer lebih sering terjadi dibanding

osteoarthritis sekunder16. Proses terjadinya osteoarthritis ada 4 fase

patogenesis osteoarthritis, yaitu:

1) Fase inisiasi

Terjadi degradasi kartilago pada sendi, pada fase ini tubuh

masih mampu untuk memperbaikinya dengan bantuan faktor-

faktor yang merangsang kondrosit untuk menghasilkan

proteoglikan dan kolagen. Faktor tersebut adalah IGF-I

(Insuline-Like Growth Factor) memegang peran penting dalam

proses perbaikan pada rawan sendi, growth hormon, TGF-b

(Transforming Growth Factor B), dan coloni stimulating factor

(CSFs).

2) Fase inflamasi

Sel mengalami penurunan sensitivitas terhadapa IGF-I,

akibatnya pro-inflamasi mempengaruhi sendi, mengaktivasi

enzim degradasi yang menyebabkan kerusakan pada sendi

terutama kartilago sendi.

http://repository.unimus.ac.id

Page 3: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

9

3) Fase nyeri

Fibrinogenik meningkat dan fibrinolitik yang menurun,

akibatnya trombus dan kompleks lipid menumpuk pada

pembuluh darah subkondral. Penumpukan tersebut

menyebabkan iskemia yang berujung nekrosis jaringan yang

menyebabkan prostaglandin dan interleukin terlepas.

Terlepasnya mediator kimia tersebut yang menimbulkan rasa

nyeri yang dikeluhkan oleh pasien osteoarthritis. Nyeri yang

timbul menyebabkan terlepasnya mediator kimia,

menyebabkan peregangan pada tendon, ligamen dan spasme

otot.

4) Fase degradasi

Cairan sendi menghasilkan enzim untuk mendagradasi

kartilago yang dipengaruhi oleh IL-1 (interleukin-1), pada fase

ini terjadi kerusakan pada kartilago tanpa tubuh mampu untuk

melakukan proses perbaikan pada sendi15,16.

Dari uraian diatas mengenai etiologi dan patogenis

osteoarthritis, sesungguhnya belum bisa dijelaskam sepenuhnya,

mengingat osteaorthritis primer dengan penyebab idiopatik. Namun

osteoarthritis terjadi akibat ketidakseimbangan antara pelindung

dengan perusak kartilago sendi. Kartilago dan cairan sinovium yang

berada pada sendi, mempunyai peran untuk membuat sendi berfungsi

dengan baik, jika terdapat gangguan pada kedua tentu akan terganggu

pula fungsi sendi yang berujung pada meningkatnya kemungkinan

untuk terjadi osteoarthritis5.

http://repository.unimus.ac.id

Page 4: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

10

Gambar 1. A Kiri : Gambar Sendi Lutut Normal.B. Kanan :gambar sendi lutut yang mengalami

osteoartritis. (Sumber : HI – LAB 2008)

3. Gejala Osteoarthritis

a. Nyeri

Keluhan utama yang dirasakan pasien osteoarthritis terutama

apabila sendi digerakkan, dan menghilang saat kondisi

istirahat20. Namun jika kondisi osteoarthrtitis parah, dengan

gerakan minimal nyeri akan timbul dan biasanya menghilang

dengan istirahat6,18,19.

Nyeri yang dirasakan sebagai keluhan utama menyebabkan

keterbatasan aktivitas atau gerak. Hal ini timbul akibat pasien

takut untuk menggerakkan sendi, sehingga jika terjadi dalam

waktu yang lama akan menimbulkan keterbatasan dalam

bidang kinerja sendi dan mempengaruhi kualitas hidup pasien

osteoarthritis tentunya15.

b. Kekakuan sendi

Kekakuan sendi terjadi apabila sendi tidak digerakkan dalam

waktu yang lama, namun biasanya kekakuan pada sendi

tersebut menghilang ketika sendi digerakkan. Setelah bangun

tidur, atau setelah duduk lama, kekakuan sendi dapat terjadi

http://repository.unimus.ac.id

Page 5: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

11

pada kondisi tersebut. Kekakuan sendi yang terjadi hanya

sebentar, dalam hitungan menit tidak lama seperti hal nya

arthritis reumatoid18,21.

c. Spasme otot

Spasme otot adalah suatu kondisi terjadinya kontraksi

involunter otot yang dapat menjadi sumber nyeri18.

d. Keterbatasan dalam gerak

Keterbatasan dalam gerak yang terjadi terutama untuk gerakan

ekstensi penuh18.

e. Krepitasi

Adanya suara gemertak ketika sendi digerakkan22.

f. Deformitas sendi.

Hal ini dapat terjadi pada osteoarthritis yang memasuki tahap

lanjut, dimana tulang rawan sendi telah rusak sehingga

kelainan bentuk dapat berupa varus (mengarah ke dalam atau

medial) ataupun valgus (mengarah ke luar atau lateral).

g. Perubahan gaya berjalan

Perubahan gaya berjalan dapat terjadi akibat rasa nyeri pada

lutut yang dirasakan pasien. Pasien dengan osteoarthritis lutut

terkadang berjalan pincang, hal ini menghawatirkan karena

dapat mempengaruhi kemandirian pasien16.

4. Klasifikasi Osteoarthritis

Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran mengenai

osteoarthritis, klasifikasi berdasarkan kellgren dan lawrence

osteoarthritis yaitu 4,15 :

a. Grade 0: Normal, tanpa tanda-tanda osteoarthritis.

b. Grade 1: Ragu-ragu, tidak terlihat adanya Osteofit (dalam

jumlah sedikit).

c. Grade 2: Ringan, terdapat osteofit dengan celah atau ruang

antar sendi normal.

http://repository.unimus.ac.id

Page 6: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

12

d. Grade 3: Sedang, terdapat osteofit sedang dan ruang antar sendi

terjadi penyempitan

e. Grade 4: Berat, osteofit besar, tidak terlihat celah sendi dengan

sklerosis tulang subkondral.

Gambar 2. Kriteria Penilaian OA menurut Kellgren-Lawrence (sumber: .

Cooper C et al)

5. Diagnosis Osteoarthritis

Diagnosis dilakukan dengan melakukan anamnesis seksama serta

dilakukannya pemeriksaan fisik di lokasi sendi yang mengalami nyeri

dan keluhan lainnya yang mengarah pada osteoarthritis, menurut ACR:

http://repository.unimus.ac.id

Page 7: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

13

Tabel 2.1 Kriteria OA lutut menurut klasifikasi American College of Reumathology (ACR - ICD

2014).

Berdasarkan kriteria klinis: Berdasarkan kriteriaklinis danradiologis:

Berdasarkan kriteria klinisdan laboratoris:

Nyeri sendi lutut danpaling sedikit 3 dari 6 kriteria dibawahini:1. krepitus saat gerakan aktif2. kaku sendi < 30 menit3. umur > 50 tahun4. pembesaran tulang sendi lutut5. nyeri tekan tepi tulang6. tidak teraba hangat pada sinoviumsendi lutut.

Nyeri sendi lututAdanya osteofitDan paling sedikit 1dari 3 kriteria dibawah ini:1. kaku sendi <30menit2. umur > 50 tahun3. krepitus padagerakan sendi aktif

Nyeri sendi lututdanpaling sedikit 5 dari 9 kriteriaberikut ini:1. Usia >50 tahun2. kaku sendi <30 menit3. Krepitus pada gerakanaktif4. Nyeri tekan tepi tulang5. Pembesaran tulang6. Tidak teraba hangat padasinovium sendi terkena7. LED<40 mm/jam8. RF <1:409. Analisis cairan sinoviumsesuai OA

Sensitivitas 95% dan spesifisitas69%.

Sensitivitas 91% danspesifisitas 86%.

Sensitivitas 92% danspesifisitas 75%.

Anamnesis yang dimaksud adalah menanyakan mengenai gejala

yang timbul yang dikemukakan oleh tabel diatas dan penentuan lokasi

osteoarthritis. Faktor risiko merupakan komponen penting untuk

mengetahui sejauh mana pasien tersebut memungkinkan untuk mengalami

osteoarthritis dibanding dengan penyakit lainnya. Jenis osteoarthritis

berdasarkan etiopatogenisis dapat pula diketahui dari analisis faktor risiko

pada pasien4.

Riwayat penyakit dahulu harus dipertimbangkan karena dengan

begitu dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan penatalaksanaan

pasien osteoarthritis tersebut. Keluhan nyeri serta keluhan yang lainnya

dapat dikeluhkan pasien dan dapat dipengaruhi dengan derajat atau skala

nyeri, kemampuan dalam hal berjalan, nyeri yang dirasakan pada malam

hari sehingga terjadi kekakuan sendi ketika pagi hari4.

Diagnosis dengan pemeriksan fisik dilakukan mulai dari

pemeriksaan status gizi yaitu BMI (Body Mass Index). Pemeriksaan

http://repository.unimus.ac.id

Page 8: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

14

tersebut dilakukan karena osteoarthritis mengalami peningkatan dengan

seiring kenaikan berat badan pada pasien dengan BMI yang Overweight

ataupun sudah obesitas. Overweight atapun obesitas adalah salah satu

faktor risiko terjadinya osteoarthritis4,6,13.

Pemeriksaan fisik secara lokalisata yaitu merujuk pada area sendi

yang dikeluhkan. Cara berjalan adalah hal yang dapat terlihat ketika pasien

datang, nyeri yang dirasakan ketika pergerakan apakah akhir pergerakan.

Tanda inflamasi, deformitas, krepitus, ataupun atrofi otot yang disebakan

oleh sendi yang jarang digerakkan sehingga ototnya mengecil atau atrofi4.

Selain melakukan anamesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pula

pmeriksaan penunjang. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang karena

dapat dilihat secara langsung bagaimana kondisi sendi, tingkat

keparahannya.

6. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Penanganan yang dapat menyembuhkan osteoarthritis masih belum

ada hingga saat ini. Penanganan selama ini yang dilakukan sebatas untuk

mengurangi keluhan yang dirasakan oleh pasien, mencegah terjadinya

risiko, dan usaha dalam peningkatan kualitas hidup4. Kualitas hidup

menjadi sangat penting karena osteoarthritis dapat menyebabkan

keterbatasan atau disabilitas, sehingga penting untuk menyediakan

penanganan yang berfungsi meningkatkan kualitas hidup.

Adapun penanganan untuk osteoarthritis dilakukan dengan

mengkombinasikan antara penanganan secara farmakologis dan non

farmakologis4. Penanganan kombinasi lebih efektif untuk peningkatan

kualitas hidup pasien. Penanganan tersebut direkomendasikan oleh IRA

(Indonesian Rheumatologi Association), di dalamnya dikatakan bahwa

Penatalaksanaan Osteoartritis dimodifikasi berdasarkan guideline ACR

dengan update tahun 2000, yaitu 4:

http://repository.unimus.ac.id

Page 9: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

15

a. Penanganan secara Non-Farmakologis

1) Edukasi dan perubahan gaya hidup

Edukasi meliputi kodisi pasien, apa yang harus dilakukan

agar tak memperparah atau mencegah terjadinya

komplikasi, termasuk edukasi untuk perubahan gaya hidup.

Perubahan gaya hidup disini meliputi penurunan berat

badan pada pasien osteoarthritis yang mengalami

overweight ataupun obesitas. Penurunan berat badan

tersebut dapat mempengaruhi keluhan dan keberhasilan

penanganan yang diberikan15,23. Pasien osteaoarthritis

dengan BMI > 25 maka ditargetkan untuk penurunan BMI

sebanyak 5% dari berat badan (BMI 18,5-25)4.

Perubahan gaya hidup lain yang disarankan adalah makan

dengan makanan yang sehat serta seimbang komponennya,

istirahat atau mengurangi risiko-risiko yang membuat

terjadinya osteoarthritis. Pasien osteoarthrtitis yang

memiliki pekerjaan atau aktivitas yang berat tentu harus

mengurangi aktivitasnya. Kondisi sendi yang dipaksa untuk

melakukan fungsinya sedangkan kondisinya tidak seperti

waktu normal maka tentu akan semakin memperparah

kondisinya. Edukasi sangatlah penting untuk memotivasi

pasien bahwa ia bisa hidup mandiri, walaupun masih belum

ditemukan penanganan yang dapat menyembuhkan

osteoarthtritis.

2) Latihan aerobik dan Terapi fisik

Berfungsi untuk memperkuat otot, dan berguna untuk

perbaikan pergerakan sendi4,24. Keduanya dilakukan oleh

semua pasien osteoarthritis baik yang tidak melakukan

bedah ataupun yang telah melakukannya. Fungsi latihan

dan terapi fisik sama-sama untuk segera membuat sendi

dapat berfungsi lebih baik sehingga menuntun pasien untuk

http://repository.unimus.ac.id

Page 10: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

16

menjadi mandiri, dan dapat menurunkan disabilitas yang

terjadi pada pasien osteoarthritis, salah satu latihan yang

bisa digunakan adalah dengan bersepeda atau berenang25.

3) Rehabilitasi Medik

Terapi ini dapat digunakan dengan mengkombinasikan

penanganan sebelumnya. Terapi pada rehabilitasi medik

yang digunakan salah satunya adalah terapi modalitas.

Tujuan dilakukannya terapi tersebut untuk mengurangi

gejala, memperbaiki fungsi sendi, dan pemeliharaan sendi.

Edukasi dan latihan tetap menjadi bagian penting yang

harus dilakukan. Adapun jenis terapi modalitas yaitu :

a) Elektroterapi

Elektroterapi adalah terapi dengan menggunakan arus

listrik yang dihubungkan melalui elektrode yang

selanjutnya ditempelkan di permukaan kulit.

Penggunaan elektroterapi menimbulkan kontraksi otot,

meningkatkan ROM (Range of movement),

memperlambat atropi otot, meningkatkan kekuatan otot,

meningkatkan sirkulasi dengan menurunkan nyeri,

spasme otot dengan beberapa mekanisme30. Salah satu

mekanisme dalam meredakan rasa nyeri adalah teori

gate control. Salah satu jenis elektroterapi adalah

TENS, luas digunakan untuk meredakan rasa nyeri atau

disabilitas pada pasien osteoarthritis31. Terapi dengan

menggunakan arus listrik yang sudah digunakan sejak

lama dan penggunaan TENS dikatakan aman31.

Indikasi penggunaan elektroterapi30:

i. Nyeri muskuloskeletal akut atau kronik

ii. Nyeri neurogenik kronik

iii.Nyeri sistemik

iv. Efusi persendian

http://repository.unimus.ac.id

Page 11: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

17

v. Edema interstisial

Kontraindikasi penggunaan elektroterapi30:

i. Trombosis vena atau arteri

ii. Gangguan sirkulasi (insufisiensi vena, gangguan

neurovaskuler)

iii. Tromboplhebitis

iv. Hamil

v. Fraktur baru

vi. Perdarahan aktif

vii. Penurunan sensasi pada kulit

viii. Keganasan

b) Termoterapi

Termoterapi adalah salah suatu terapi modalitas yang

melibatkan penggunaan suhu panas ataupun dingin

untuk memberi beberapa efek30,43. Penggunaan panas

dan pengaplikasiannya pada area yang mengalami sakit

atau nyeri dikatakan dapat memberikan efek

meredakan nyeri, spasme otot, kekakuan sendi, dan

dapat meningkatkan ROM pada persendian30,44. Hal

tersebut dapat dicapai dengan beberapa mekanisme

yang terjadi akibat pengaplikasian terapi panas.

Penggunaan termoterapi dikatakan memeliki efek

samping yang minimal, kemungkinan yang terjadi dapat

menyebabkan sensasi terbakar, ataupun reaksi alergi30.

Efek samping tersebut dapat diminimalisir dengan

adanya pemeriksaan kondisi awal pasien dan

komunikasi antara pasien dan terapis. Jenis termoterapi

dapat berupa superficial termoterapi, dan deep

termoterapi. Superficial termoterapi dapat berupa

penggunaan hot moist pack, paraffin, infrared dan

superficial termoterapi lainnya , sedangkan deep

http://repository.unimus.ac.id

Page 12: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

18

termoterapi dapat berupa ultrasound, SWD (short wave

diathermy), dan MWD (microwave diathermy)30.

Termoterapi bukanlah terapi tunggal, namun biasanya

dapat dikombinasikan dengan terapi modalitas lainnya,

dan tentunya edukasi serta latihan pada penatalaksaan

tahap awal pada pasien osteoarthritis telah

diberikan30,44. Terapi panas pada umumnya dapat

digunakan untuk 44,45:

i. Hyperemia

ii. Analgesia

iii.Hipertermia

iv. penuruna tonus otot

v. Meningkatkan elastisitas kolagen

vi. Gangguan pada muskuloskeletal, dan neuromuscular

vii.Masalah pada sendi

viii. Spasme otot

ix. Berbagai maslah pada nyeri otot.

Walaupun efek samping yang minimal, namun terdapat

kontraindikasi penggunaan termoterapi, yaitu 30:

i. Inflamasi akut

ii. Trauma, atau perdarahan (hemoragik, hemofilia)

iii. Koma, dementia (tidak dapat merespon terhadap

nyeri yang dirasakan)

iv. Edema

v. Keganasan

vi. Iskemia

vii. Luka yang terinfeksi

viii. Luka yang terbuka

ix. Neuroleptics

x. Spinal cord injury

xi. Atrophic skin

http://repository.unimus.ac.id

Page 13: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

19

c) Hyrotherapy

b. Penanganan secara Farmakologis

Penanganan secara farmakologis yang secara luas dipakai

adalah obat pereda nyeri, karena mampu mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan sangat mengganggu

kehidupan pasien osteoarthritis. Kombinasi penanganan

farmakologis dan non farmakologis akan lebih efektif4.

Pereda nyeri lini pertama yang digunakan adalah

acetaminophen, karena lebih aman untuk pencernaan dan

efektif untuk menurunkan nyeri4,26. Gejala nyeri yang ringan

atau sedang dapat menggunakan acetaminophen (<4

gram/hari), atau NSAID4. Penggunaan NSAID apabila

pengobatan lini pertama tidak memberikan efek pereda nyeri

atau adanya kontraindikasi untuk acetaminophen4. Apabila

terdapat kontraindikasi untuk penggunaan NSAID dapat diganti

dengan acetaminophen, NSAID topikal, atau NSAID oral

dengan obat protektor lambung4.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dalam penggunaan NSAID

dalam jangka panjang dapat menyebabkan permasalahan pada

saluran pencernaan terutama lambung, ginjal, bahkan pada

sitem kardiovaskuler4. Derajat nyeri sedang- berat dengan

kondisi sendi yang bengkak, dapat dilakukan tindakan injeksi

glukokortikoid. Pemberian injeksi tersebut untuk jangka

pendek (1-3 minggu) selain dari NSAID4. NSAID memang

sering digunakan untuk nyeri sedang-berat, namun

penggunaannya dimulai dengan dosis paling kecil4,16.

NSAID tidak terbatas pada obat oral sistemik, namun terdapat

NSAID topikal. NSAID topikal banyak baik dalam bentuk

krim, balsem, gel, dan bentuk lainnya, dapat mengurangi rasa

nyeri namun hanya terbatas pada beberapa sendi29. Derajat

nyeri yang ringan bisa diredakan dengan penggunaan NSAID

http://repository.unimus.ac.id

Page 14: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

20

topikal, namun hal tersebut dapat menyebabkan kondisi kering

pada kulit. Diclofenac sodium dalam sediaan topikal sering

digunakan pada topikal untuk pereda nyeri, selain itu juga

terdapat kandungan capsaicin27,28.

Penangan farmakologis lainnya pun dapat dilakukan seperti

misalnya injeksi kortikosteroid dengan jangka 1-3 minggu

dalam pereda nyeri, injeksi hyaluronan dengan efek lambat

namun berfungsi dalam jangka lebih panjang dibanding dengan

injeksi kortikosteroid. Obat oral lainnya sebagai DMOADs

(Disease Modifying Drug For OA) yaitu glucosamin yang

fungsinya masih terus diteliti, dikatakan berfungsi untuk

menurunkan rasa nyeri dan harapan dapat memperbaiki sel-sel

pada persendian29.

c. Tahap Tindak Lanjut

Tahap penanganan lebih lanjut dengan progresifitas penyakit

sehingga dilakukan rujuk ke dokter bedah ortopedi untuk

dilakukan tindakan pembedahan4.

7. Faktor Risiko Osteoarthritis

a. Faktor predisposisi

Faktor yang mempermudah seseorang untuk mengalami

osteoarthritis, yaitu :

1) Usia

Seiring pertambahan usia semakin meningkat pula kejadian

osteoarthritis. Pemeriksaan radiografi yang dilakukan

menunjukkan bahwa jarang penderita osteoarthritis di bawah

usia 40 tahun, sering pada usia 60 tahun keatas dengan

kejadian hampir tak pernah pada anak-anak16. Usia

merupakan faktor terkuat.

2) Jenis Kelamin

Pasien osteoarthritis yang berusia di bawah 55 tahun memiliki

distribusi yang sama antara laki-laki dan perempuan9. Namun

http://repository.unimus.ac.id

Page 15: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

21

wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibanding laki-laki untuk

osteoarthritis, hal ini diduga karena turunnya kadar estrogen

yang drastis ketika menopause17. Usia > 50 tahun wanita

berisiko lebih untuk mengalami osteoarthritis12. Secara

keseluruhan kejadian osteoarthritis < 45 tahun sama antara

kedua jenis kelamin, namun setelah menginjak usia 50 tahun

wanita lebih berisiko mengalami osteoarthritis16.

3) Ras

Pola osteoarthritis yang terjadi karena perbedaan cara hidup,

sehingga mempengaruhi kondisi sendi, setiap kejadian

osteoarthritis pada masing-masing sendi berbeda-beda.

Perbedaan-perbedaan tersebut tentu akan mempengaruhi

pertumbuhan, frekuensi kongenital, dan orang dengan kulit

berwarna lebih berisiko dibanding orang berkulit putih16.

4) Genetik

Ibu dengan osteoarthritis akan menurunkan riwayat penyakit

osteoarthritis pada anak perempuannya, 3 kali lipat berisiko

dibanding dengan anak perempuan yang lahir dengan ibu

tanpa osteoarthritis. Secara genetik dominan terhadap anak

perempuan dan resesif pada anak laki-laki, sehingga lebih

besar risiko osteoarthritis pada anak perempuan16.

5) Overweight atau Obesitas

Sendi yang berisiko mengalami osteoarthritis merupakan

sendi yang menopang beban tubuh lebih dari sendi yang lain.

Orang yang memiliki berat badan berlebih atau yang bertubuh

gemuk akan memberikan beban yang lebih pula pada

sendinya. Hal tersebut apabila berlangsung lama akan

mempebesar risiko terjadinya osteoarthritis pada orang

tersebut, namun selain karena faktor mekanis terdapat faktor

kimiawi (metabolik) yang diduga turut berperan dalam

terjadinya osteoarthritis pada penderita obesitas atau

http://repository.unimus.ac.id

Page 16: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

22

kegemukan, namun perlu dilihat pula faktor risiko yang

lainnya10,33.

Setiap penambahan 1 kg akan meningkatkan risiko sebesar 10

% dan penurunan berat badan sebesar 5 kg bagi penderita

obesitas akan menurunkan risiko 50 % terjadinya

osteoarthritis. Dikatakan bahwa semua warga Negara USA

(United State of America) yang menderita osteoarthritis

meningkat seiring pertambahan usia dan obesitas yang

terjadi2.

6) Merokok

Seseorang yang merokok berisiko mengalami kerusakan pada

kartilago sebesar 2,3 kali dibanding yang tidak merokok.

Seseorang yang mengalami osteoarthritis dan seorang perokok

dikatakan bahwa dapat mengalami peningkatan kerusakan

kartilago dan nyeri yang lebih hebat dibandingkan dengan

tanpa rokok34. Osteoarthritis adalah suatu penyakit yang

multifaktoral sehingga harus menjadi suatu perhatiaan faktor

risiko lainnya, dan dibutuhkan penelitian lebih lanjut2.

7) Diabetes Mellitus

Hubungan antara diabetes mellitus yang tidak terkontrol

dengan timbulnya gangguan muskuloskeletal sebagai

komplikasi kronik. Pada diabetes terdapat perubahan

metabolisme dan hormonal yang dapat mempengaruhi kondisi

pada persendian. Perubahan tersebut dapat menjadikan faktor

risiko terhadap osteoarthritis35. Dikatakan bahwa kondrosit

adalah salah satu unsur yang hidup dan peka terhadap suatu

perubahan. Adanya perubahan secara metabolisme dan

hormonal akan mengakibatkan terganggunya fungsi kondrosit,

susunan buokimia matriks serta kemampuan biomekanik

tulang rawan pada sendi46. Perhatiaan kondisi fisik pada

pasien diabetes mellitus seperti indeks massa tubuh, jenis

http://repository.unimus.ac.id

Page 17: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

23

kelamin, usia juga akan sangat mempengaruhi terjadinya

osteoarthritis, terutama yang banyak ditemukan adalah lutut.

Menurut penelitian gangguan muskuloskeletal dapat muncul

dengan riwayat menderita diabetes mellitus > 5 tahun, namun

dapat pula bervariasi karena dapat dipengaruhi oleh kondisi

lainnya46.

b. Faktor Biomekanis

Faktor yang membuat seseorang lebih berisiko untuk mengalami

osteoarthritis, yaitu :

1) Trauma

Trauma pada sendi dapat mengakibatkan kerusakan mayor

pada daerah sendi sehingga berisiko mengalami osteoarthritis.

2) Pekerjaan

Penggunaan sendi secara berlebihan atau pekerjaan yang

membebani sendi dapat menjadi faktor risiko terjadinya

osteoarthritis. Pekerjaan dengan menggunakan sendi lutut

seperti atlet lari, kuli pelabuhan, petani, penambang akan

meningkatkan risiko osteoarthritis lutut dibandingkan dengan

pekerjaan yang tidak terlalu banyak menggunakan lutut2.

3) Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang berat yang dapat membebani sendi secara

berlebihan dapat menjadi faktor risiko terjadinya osteoarthritis.

Naik turun tangga setiap hari bisa menjadi faktor risiko

terjadinya osteoarthritis lutut, berjalan atau berdiri lebih dari 2

jam dalam satu hari dapat meningkatkan risiko seseorang

terkena osteoarthritis lutut2.

4) Kebiasaan olah raga

Pemakaian sendi yang berlebihan, sehingga membebani sendi

secara berlebihan. Olah raga dengan benturan dan beban pada

sendi seperti misalnya lari maraton, sepak bola, kungfu.2.

http://repository.unimus.ac.id

Page 18: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

24

8. Kualitas Hidup

a. Definisi

Menurut WHO kualitas hidup diartikan sebagai asumsi atau

pendapat seseorang mengenai bagaimana ia menjalani hidup,

merasakan kesenangan, kebebasan, dan harapan terkait kesehatan

secara fisik, psikologi, sosial, juga evaluasi diri terhadap hal positif

dan negatif dalam hidupnya10.

Pengertian kualitas hidup pada dasarnya memiliki

perbedaan pendapat yang telah dikemukakan. Kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan (Health Related quality of

life/HRQOL) dapat diketahui melalui penjelasan pasien mengenai

bagaimana pandangannya mengenai hidupnya meliputi bagiamana

perasaannya, harapan yang ia rasakan, aktivitas serta pekerjaan, hal

tersebut ditentukan bagaimana budaya dan nilai-nilai yang dianut.

Penyakit kronik, lingkungan, umur, jenis kelamin,

pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan dapat menjadi faktor risiko

yang mempengaruhi kualitas hidup pasien atau penderita5.

Pengukuran kualitas hidup sangatlah berfungsi untuk membantu

pasien dalam penanganan yang tepat untuk diri pasien tersebut.

Pengukuran kualitas hidup dapat pula menjadi tolak ukur

keberhasilan atau ketepatan suatu penanganan yang diberikan

kepada pasien10.

b. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kualitas hidup secara umum meliputi bidang 5

1) Kesehatan Fisik

Terdapat kesehatan secara umum, nyeri, energi, dan vitalitas,

aktivitas seksual, tidur dan istirahat.

2) Kesahatan Psikologi

Cara berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi.tingkat

aktivitas

http://repository.unimus.ac.id

Page 19: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

25

3) Tingkat Aktivitas

Mobilitas, aktivitas sehari-hari, komunikasi, kemampuan

bekerja.

4) Hubungan Sosial

Hubungan sosial dan dukungan sosial.

5) Lingkungan

Keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja.

c. Alat Ukur

Kualitas hidup diukur menggunakan kuesioner SF-36 (Short

form 36), merupakan kuesioner kualitas hidup yang luas di

gunakan. Terjemahan SF-36 telah dipublikasi dan terdapat peneliti

dari 22 negara yang dilibatkan. Penggunaan SF-36 untuk

pengukuran kualitas hidup telah didokumentasikan pada kurang

lebih 5000 publikasi36. Kuesioner SF-36 yang diterjemahkan,

divalidasi dan reliabilitas dalam bahasa indonesia dengan

dilakukan pengujian oleh Rahmawan. Nilai Cronbach’s alfa yang

diperoleh dalam semua item >0,5, menunjukkan memiliki internal

konsistensi yang baik37. Kuesioner tersebut yang menilai pada 8

aspek dengan total pertanyaan sebanyak 36 butir. Aspek tersebut

adalah38:

1) Fungsi Fisik

Terdiri dari 10 pertanyaan mengenai kemampuan fisik seperti

berjalan, naik tangga mengangkat benda, membungkuk.

Penialian dilakukan dengan melakukan penjumlah skor pada

10 butir pertanyaan tersebut lalu di rata-rata. Nilai 0-49

diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

2) Keterbatasan Aktivitas Karena Kesehatan Fisik

Terdiri atas 4 butir pertanyaan mengenai keterbatasan fisik

seperti terbatas atau kesulitan dalam melakukan pekerjaan

tertentu, keterbatasan dalam melakukan aktifitas secara

http://repository.unimus.ac.id

Page 20: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

26

sempurna. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100

diartikan baik.

3) Nyeri Badan

Terdiri 2 butir pertanyaan mengenai sejauh mana nyeri

berpengaruh terhadap aktivitas di dalam ataupun luar. Nilai 0-

49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

4) Kesehatan Mental Secara Umum

Terdiri 5 butir pertanyaan mengenai kesehatan mental seperti

kecemasan , emosi, serta depresi yang mungkin dialami. Nilai

0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

5) Vitalitas

Terdiri 4 butir pertanyaan mengenai energi yang dimiliki dan

dirasakan oleh pasien. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-

100 diartikan baik.

6) Fungsi Sosial

Terdiri 2 butir pertanyaan mengenai kehidupan sosial pasien,

apakah penyakit yang diderita mempengaruhi hal tersebut.

Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

7) Keterbatasan Aktivitas Sosial Karena Masalah Emosional

Terdiri 3 butir pertanyaan mengenai apakah emosional

mempengaruhi pekerjaan dan aktivitas kesehariannya. Nilai 0-

49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik

8) Persepsi Kesehatan Secara Umum

Terdiri 6 butir pertanyaan mengenai kesehatan pasien

sekarang, daya tahan terhadap suatu penyakit. Nilai 0-49

diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

Uraian aspek penilaian menurut kuesioner SF-36, Penghitungan

hasil akhir diambil dari rata-rata setiap pertanyaan yang mewakili

dimensi masing-masing dan Dikelompokkan dengan skor 0-49

dianggap buruk dan skor 50-100 dianggap baik38. Kuvesioner

kemudian dibagi atas 2 domain yaitu kesehatan fisik (fungsi fisik,

http://repository.unimus.ac.id

Page 21: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

27

persepsi kesehatan umum, sakit atau nyeri, keterbatasan akibat

masalah fisik), dan kesehatan mental (kesehatan mental, keterbatasan

akibat masalah mental, vitalitas, dan fungsi sosial). Syarat responden

untuk kuesioner ini adalah usia > 18 tahun, dapat membaca, dan tidak

mengalami gangguan jiwa38.

9. Terapi TENS (Trancutaneus electrical Nerve Stimulation)

a. Definisi

Merupakan salah satu penanganan non farmakologis

(rehabilitasi medik) dengan prinsip elektroterapi. TENS adalah

alat yang berfungsi menurunkan rasa nyeri yang dirasakan pasien

dengan teori gate control, Central Biasing Theory (descending

pain control theory; central control trigger), Endogenous Opiate

Pain-Control Theory31. TENS telah digunakan secara luas untuk

menangani nyeri yang dirasakan pada pasien osteoarthritis dan alat

tersebut aman digunakan. Penggunaan TENS dihubungkan

melalui elektrode yang langsung kontak dengan kulit area nyeri

yang dirasakan39.

Penggunaan TENS tidak terbatas pada osteoarthritis,

namun karena fungsinya sebagai penurun rasa nyeri maka TENS

dapat digunakan untuk menurunkan rasa nyeri baik nyeri akut

ataupun kronik40. TENS merupakan terapi modalitas dengan

penggunaan arus listrik namun tidak menyakitkan atau invasif bagi

pasien. Arus listrik tersebut merangsang saraf melalui permukaan

kulit, mempengaruhi sistem saraf pusat40.

Terapi TENS memiliki bermacam-macam frekuensi, namun

sampai sekarang belum bisa ditentukan berapa frekuensi yang

paling baik namun frekuensi yang digunakan disesuaikan dengan

kenyamanan pasien, selain konvensional TENS (HF) terdapat pula

akupuntur TENS (LF) yang menggunakan frekuensi 2 Hz.

Akupuntur TENS disebutkan bahwa mekanisme kerjanya dengan

menstimulasi A-delta untuk memproduksi endorpin yang

http://repository.unimus.ac.id

Page 22: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

28

berfungsi menurunkan rasa nyeri41. Burst TENS, salah satu jenis

TENS dengan menstimulus A-beta dan A-delta dalam waktu yang

sama.

b. Cara Kerja

TENS bekerja dengan cara menstimulasi serabut saraf untuk

memberikan efek menurunkan rasa nyeri yang dirasakan. Teori

mengenai efek yang ditimbulkan oleh terapi TENS adalah :

1) Gate Control Theory

Melzack dan Wall pada tahun 1965 mengemukakan mengenai

teori “ Gate Control”, dengan hipotesis nyeri ditimbulkan oleh

aktivasi serabut-serabut yang berdiameter kecil yaitu serabut

A-delta yang mengirimkan rasa nyeri yang bersifat cepat dan

serabut C yang bersifat lambat31,41. Teori ini menyebutkan

bahwa nyeri dapat dipengaruhi oleh:

a) Substansia gelatinosa yang berada di dorsal horn pada

medulla spinalis.

b) Sistem pada batang otak yang bersifat sebagai penghambat

rasa atau sensasi nyeri.

Pada prinsip pintu gerbang yang digambarkan, bahwa serabut

saraf mana yang lebih dominan akan menentukan apakah

gerbang nyeri tersebut akan terbuka atau tertutup. Apabila

serabut-serabut kecil yang teraktifasi akibat adanya rangsangan

yang nantinya akan menimbulkan rasa nyeri lebih banyak

dibanding A-beta maka gerbang akan terbuka dan rangsangan

tersebut diteruskan ke otak dan pasien akan merasakan nyeri.

Apabila serabut berdiameter besar (A-beta) yang lebih banyak

maka gerbang akan tertutup, rangsang nyeri tidak diteruskan

ke otak atau hanya sebagian dan pasien tidak merasakan nyeri

atau penurunan sensasi nyeri. Pengaktifan serabut-serabut

sensorik yang berdiameter besar dapat menurunkan persepsi

nyeri yang dirasakan41. Cara kerja TENS melalui mekanisme

http://repository.unimus.ac.id

Page 23: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

29

perifer, segmental, dan ekstrasegmental42. Mekanisme perifer,

terjadi apabila arus listrik yang salurkan oleh alat terapi TENS

menghasilkan impuls saraf yang berjalan 2 arah sepanjang

dari akson, dan rangkaian tersebut disebut dengan aktivasi

antidormik.

Prinsip teori gate control pada terapi TENS adalah arus listrik

yang dihantarkan melalui elektrode, dimana terjadi stimulisasi

serabut saraf sensorik yang berdiameter besar yaitu serabut A-

beta. Selama TENS digunakan persepsi pasien mengenai

nyerinya berkurang atau menurun akibat adanya mekanisme

gate control tersebut. Apabila rangsangan terhadap saraf

sensorik terus diberikan maka membuat gerbang nyeri pada

teori gate kontrol tertutup, namun setelah tidak ada rangsangan

maka gerbang akan terbuka dan pasien akan kembali

merasakan nyeri43,47.

Gambar 3. Teori gate control (sumber: Physical Medicine and Rehabilitation Board Review)

http://repository.unimus.ac.id

Page 24: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

30

2) Central Biasing Theory (descending pain control theory;

central control trigger)

Teori ini merupakan modifikasi dari teori gate control,

dimana aktivasi serabut saraf berdiameter besar

menyebabkan akitivasi mekanisme inhibisi sentral. Teori ini

terutama pada nyeri yang kronik atau nyeri yang hebat.

Stimulasi diberikan pada bagian acupuncture point ataupun

trigger point. Mekanisme diatas menyebabkan penutupan

gerbang yang pada akhirnya mengurangi sensasi nyeri atau

menghilangkannya43.

3) Endogenous Opiate Pain-Control Theory

Neuron descenden teraktifasi salah satunya oleh adanya

serabut A-delta dan serabut C. Hal tersebut menyebabkan

dihasilkan (periaqueductal grey (PAG), nucleus raphe

magnus dan nucleus raphe gigantocelluraris). Enkephalin

menyebabkan inhibisi impuls serabut A-delta dan serabut C

di substansia gelatinosa. Penggunaan akupuntur TENS (LF-

TENS)mempunyai aksi untuk menekan pengeluaran

neurotransmiter seperti aspartat dan glutamat, sebaliknya

meningkatkan neurotransmiter seperti GABA (gamma-

aminobutyric acid) dan serotonin42,43.

10. Terapi Infrared

Terapi Infrared merupakan salah satu terapi modalitas yang

termasuk dalam jenis termoterapi yang memanfaatkan suhu panas30.

Penghantaran panas oleh alat Infrared dilakukan dengan prinsip

radiasi30,43,44. Energi atau panas dipancarkan langsung ke permukaan

kulit dibagian tubuh yang merasakan sakit atau nyeri dengan jarak

antara alat Infrared dengan area kulit setinggi 45-60 cm30,45. Setelah

panas yang dihantarkan mengalami penetrasi ke dalam bagian dermis

(kulit) hingga mencapai subdermis akan membuat jaringan-jaringan

superficial di daerah tersebut mengalami kenaikan suhu44. Penetrasi

http://repository.unimus.ac.id

Page 25: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

31

ke dalam dermis hanya dapat mencapai 1 cm atau kurang dari itu44.

Penggunaan terapi Infrared ini dapat dilakukan selama 15-30

menit30,45. Berdasarkan penggunaan generator pada alat Infrared,

maka jenis Infrared dapat dibagi menjadi 2, yaitu 44:

a. Nonluminous Generator

Dimana alat Infrared hanya mengandung Infrared saja, sehingga

sering disebut “infrared Radiation”.

b. Luminous Generator

Dimana alat Infrared ini tidak hanya mengandung Infrared saja

namun ada sinar visible dan ultraviolet.

Efek yang ditumbulkan pertama dari penghantaran panas adalah

kenaikan suhu di jaringan superficial lokal dan meningkatnya

metabolisme lokal44. Peningkatan metabolisme terjadi, naik menjadi

13% dalam kenaikan 1 0C suhu44. Kedua keadaan tersebut

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah

sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Vasodilatasi pembuluh

darah menyebabkan aliran darah yang menuju kapiler menjadi lebih

banyak. Terjadi peningkatan kebutuhan suplai oksigen, leukosit,

enzim, nutrisi sehingga meningkatkan pembersihan hasil metabolisme

tersebut. Efek yang ditimbulkan selain pada pembuluh darah, namun

juga berpengaruh pada pengurangan spasme otot yang terjadi44.

Dikatakan pula bahwa terapi Infrared dapat mengurangi rasa nyeri,

hal ini menjadi menarik karena alasan terbanyak penggunaan terapi

yang menggunakan prinsip panas ini43-45. Mekanisme penurunan rasa

nyeri dengan terapi Infrared masih belum diketahui dengan jelas

namun diduga penggunaan terapi panas memberikan efek analgesia

(pengurangan rasa nyeri) layaknya teori gate control44.

Panas yang dihantarkan oleh alat Infrared menyebabkan

vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan

kapiler yang tertutup menjadi terbuka sehingga sirkulasi darah di area

yang terpapar panas tersebut meningkat dan menjadi lebih lancar.

http://repository.unimus.ac.id

Page 26: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

32

Suhu tubuh manusia normal terdapat “Sympathetic Vasoconstrictor

Fibers” yang memproduksi norephineprin dan berusaha menutup

anastomosis pembuluh darah44. Adanya peningktan suhu di jaringan-

jaringan superfisial menyebabkan “Sympathetic Vasoconstrictor

Fibers” menjadi menurun sehingga anastomosis menjadi terbuka dan

darah dapat mengalir ke vena plexus44. Dari uraian diatas terapi

Infrared dapat memberikan efek memperlancar aliran darah,

mengurangi rasa nyeri,dan mengurangi spasme otot30,43-45.

11. Hubungan Terapi TENS dan Terapi Infrared dengan Kualitas

Hidup Pasien Osteoarthritis Lutut

Penelitian yang sebelumnya dilakukan terfokus pada derajat nyeri

terhadap kualitas hidup, atau kualitas hidup pasien osteoartritis lutut.

Kualitas hidup pasien osteoarthritis yang telah dilakukan terapi TENS

dan dikombinasi dengan terapi Infrared masih jarang untuk dilakukan,

penelitian sebelumnya mengkombinasikan TENS dengan latihan dan

hotpack. Hasil penelitian tersebut terbukti dapat mengurangi nyeri dan

meningkatkan kualitas hidup.

Penelitian lainnya melakukan penelitian untuk membuktikan efek

TENS terhadap penurunan nyeri yang dirasakan oleh pasien

osteoarthritis. Penelitian yang akan dilakukan ini menghubungkan

TENS dan terapi Infrared, terutama memberikan efek menurunkan

rasa nyeri dan memperbaiki fungsi sendi akan serta merta

memperbaiki kualitas hidup, merujuk pada hasil penelitian

sebelumnya bahwa derajat nyeri berkorelasi dengan kualitas hidup

pasien osteoarthritis yang semakin memburuk pula15. Penelitian ini

dilakukan untuk membuktikan bahwa terapi TENS dan dikombinasi

dengan terapi Infrared mempunyai efek terutama untuk menurunkan

atau meredakan nyeri yang dirasakan pasien osteoarthritis sehingga

akan berhubungan dengan kualitas hidup pasien.

Efek terapi akan diukur dengan indeks WOMAC meliputi nyeri,

fungsi fisik, dan kekakuan sendi, indeks tersebut berfungsi untuk

http://repository.unimus.ac.id

Page 27: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

33

monitoring pasien osteoarthritis lutut, serta mengevaluasi efek dari

terapeutik yang diberikan4.

http://repository.unimus.ac.id

Page 28: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

34

B. Kerangka Teori

OSTEOARTHRITISLUTUT

Penangananfarmakologis

Penanganannon

farmakologis

Hidroterapi TermoterapiElektroterapi

Kualitas Hidup

TrancutaneusElectrical Nerve

Stimulation

NYERI SENDI

Edukasi Modalitas Latihan Alat Bantu

Terapi Infrared

http://repository.unimus.ac.id

Page 29: Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah …

35

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Ada Hubungan Terapi Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation Dan

Infrared Dengan Kualitas Hidup Pasien Osteoarthritis Lutut.

Terapi TrancutaneusElectrical Nerve

Stimulation (TENS)dan Infrared

KualitasHidup

http://repository.unimus.ac.id