Web viewMereka yang tidak lulus (cenderung) menilai dirinya gagal dan sia-sia belajar selama enam...

download Web viewMereka yang tidak lulus (cenderung) menilai dirinya gagal dan sia-sia belajar selama enam tahun atau tiga tahun di sekolah tersebut

If you can't read please download the document

Transcript of Web viewMereka yang tidak lulus (cenderung) menilai dirinya gagal dan sia-sia belajar selama enam...

Memaknai Ujian Nasional (Momok UN 2)

Oleh Hayadin

Hari hari dalam bulan ini (Juni 09) pelajar SMA, SMP, M.Ts, MA, SMK, tengah mengekspresikan perasaan terhadap hasil pengumuman Ujian Nasional. Mereka yang lulus mengekspresikannya dengan melakukan konvoi hingga memacetkan jalan publik, corat-coret baju sekolah, dan berpesta pora saking gembiranya. Mereka yang tidak lulus ujian menangis sejadi-jadinya (kurang lebih sama seperti ditinggal oleh orang yang dicintai, atau kehilangan sesuatu yang berharga), mungkin merasa kehilangan harapan dan masa depan. Bahkan bukan hanya pelajar, pihak lain seperti orang tua dan guru-pun juga turut terlibat merespon pengumuman hasil Ujian Nasional tersebut. Mereka para orang tua dan guru turut bergembira dan bersedih merespon pengumuman Ujian Nasional.

Seremonial Pendidikan Nasional

Ujian Nasional yang selalu mengundang perhatian media

Lalu apa arti dari semua peristiwa tersebut? Mereka yang bergembira bahkan euphoria? Ada juga mereka yang menangis dengan sangat pilu sekali? Apa sesungguhnya yang terjadi.

Secara faktual harus diakui dengan jujur bahwa Ujian Nasional (dalam bentuknya yang sekarang) telah melahirkan kebiasaan atau cara pandang tertentu di dalam kehidupan masyarakat Indonesia umumnya dan anak sekolah khususnya. Di dalam kepala masyarakat Indonesia dan pelajar khususnya (menurut saya) telah terbangun cara pandang bahwa belajar dan ikhtiar untuk menjadi pintar harus ditempuh dalam sebuah siklus yang panjang dengan sedemikian rupa proses dan prosedur. Belajar tidak cukup hanya dengan mencerap informasi baru dan merubah perspektif atau wawasan untuk maju dan lebih baik. Belajar haruslah dilakukan secara sempurna dimana Ujian Nasional merupakan momentum untuk menguji kesempurnaan tersebut. Seseorang juga dinilai pintar kalau ia Lulus Ujian Nasional.

Anak yang lulus Ujian Nasional merayakan keberhasilannya secara berlebihan, seakan-akan mereka sudah memperoleh sesuatu yang menjamin masa depan mereka. Demikian pula sebaliknya, anak anak pelajar yang tidak lulus Ujian Nasional meratapi kegagalan mereka secara berlebihan, seakan-akan masa depan mereka sudah hancur.

Seorang pelajar Sekolah Dasar yang telah belajar selama lima tahun lebih, pada tahun ke enam ia akan menjalani Ujian Nasional. Seorang pelajar sekolah jenjang pendidikan menengah yang telah belajar 2 tahun lebih, pada tahun ketiga akan menjalani Ujian Nasional. Mereka yang tidak lulus (cenderung) menilai dirinya gagal dan sia-sia belajar selama enam tahun atau tiga tahun di sekolah tersebut.

Ujian Nasional telah menjadi sebuah Seremonial Bangsa yang sakral, dramatis, penuh dengan ketegangan, kecemasan, ketakutan, dan ancaman psikologis terhadap masa depan pelajar Indonesia. Untuk itu diperlukan kreativitas, dan kearifan dalam mengelolah Ujian Nasional.