rajaphotocopy.files.wordpress.com … · Web viewHal ini didasarkan atas seberapa besar peranan...
Click here to load reader
Transcript of rajaphotocopy.files.wordpress.com … · Web viewHal ini didasarkan atas seberapa besar peranan...
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sektor Sekunder
Sektor sekunder adalah bagian manufaktur dari perekonomian yang
menggunakan bahan-bahan mentah dan barang-barang setengah jadi (intermediate
products) untuk menghasilkan barang-barang jadi (final goods) atau barang-barang
setengah jadi lainnya. bagian dari sektor sekunder adalah sektor industri pengolahan,
sektor listrik , gas dan air minum, dan sektor bangunan.
Sektor industri adalah kegiatan yang meliputi proses peningkatan kapasitas
produksi yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. proses produksi dapat
dilakukan secara mekanis, kimiawi ataupun proses lainnya. Sektor listrik, gas dan air
minum sektor listrik adalah kegiatan yang meliputi proses pembangkitan dan
distribusi tenaga listrik baik yang diselenggarakan oleh pln maupun non pln. sektor
gas adalah kegiatan proses produksi dan penyediaan gas kota untuk dijual baik
kepada sektor lain maupun kerumah tangga. sektor air minum adalah kegiatan yang
meliputi proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk
menghasilkan air bersih, termasuk penyalurannya.
Sektor bangunan adalah kegiatan yang meliputi proses konstruksi yang
dilakukan baik oleh kontraktor umum maupun oleh kontraktor khusus yang
mencakup kegiatan pembuatan, pembangunan, pemasangan dan perbaikan berat
maupun ringan. Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh
10
11
keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang
lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi.
Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi.
Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam
perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju
tumbuh yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja
yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang
tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai
sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo, 2006:51).
2.2 Transformasi Struktur Ekonomi
Menurut Todaro (2002:28) dalam Analisis teori Pattern of Development
menjelaskan perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi dari
negara berkembang yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih
ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Peningkatan peran
sektor industri dalam perekonomian sejalan dengan peningkatan pendapatan
perkapita yang berhubungan sangat erat dengan akumulasi capital dan peningkatan
sumber daya (Human Capital).
Selanjutnya Todaro (2002:46) jika dilihat dari permintaan domestik akan
terjadi penurunan permintaan terhadap konsumsi bahan makanan karena
dikompensasikan oleh peningkatan permintaan terhadap barang-barang non
kebutuhan pangan, peningkatan investasi, dan peningkatan anggaran belanja
pemerintah yang mengalami peningkatan dalam struktur Gross Nasional Product
(GNP) yang ada.
12
Apabila dilihat dari sisi tenaga kerja ini akan terjadi proses perpindahan
tenaga kerja dari sektor pertanian di desa menuju sektor industri di perkotaan, meski
pergeseran ini masih tertinggal (lag) dibandingkan proses perubahan struktural itu
sendiri. Dengan keberadaan lag inilah maka sektor pertanian akan berperan penting
dalam peningkatan penyediaan tenaga kerja, baik dari awal maupun akhir dari proses
tranformasi perubahan struktural tersebut.
2.3 Teori Perubahan Struktural
Teori perubahan struktural menitikberatkan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang dialami oleh negara sedang berkembang seperti Indoensia yang
semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke
struktur perekonomian yang lebih modern dan sangat di dominasi oleh sektor industri
dan jasa (Todaro, 2002:39).
Selanjutnya menurut Todaro (2002:62) konsep yang berkaitan dengan
transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, tahapan transfer tenaga
kerja dibagi menjadi tiga berdasarkan pada Marginal Phisical Product (MPP) dan
upah yang dianggap konstan dan ditetapkan secara eksogenus (secara bebas), sebagai
berikut :
Pada tahap pertama, karena tenaga kerja melimpah maka Marginal Phisical
Product (MPP) tenaga kerja sama dengan atau mendekati nol sehingga surplus
tenaga kerja yang ditransfer dari sektor pertanian ke sektor industri mempunyai kurva
penawaran yang elastis sempurna (perubahan kurva penawaran secara sempurna).
Pada tahap ini walaupun ada transfer tenaga kerja, total produksi di sektor pertanian
tidak menurun, produktivitas tenaga kerja meningkat dan sektor industri dapat
13
tumbuh karena didukung oleh adanya tambahan tenaga kerja yang disediakan sektor
pertanian, dengan demikian, transfer tenaga kerja menguntungkan kedua sektor
ekonomi.
Pada tahap kedua, pengurangan satu satuan tenaga kerja di sektor pertanian
akan menurunkan produksi karena Marginal Phisical Product (MPP). Transfer
tenaga kerja dari pertanian ke industri mempunyai biaya seimbang yang positif.
Transfer akan tetap terjadi, produsen disektor pertanian akan melepaskan tenaga
kerjanya walaupun mengakibatkan produksi menurun karena penurunan tersebut
lebih rendah dari besarnya upah yang tidak jadi dibayarkan. Di pihak lain, karena
surplus produksi yang ditawarkan ke sektor industri menurun sementara
permintaannya meningkat (karena tambahan tenaga kerja masuk), harga relatif
komoditi pertanian akan meningkat (Todaro 2002:89) .
Tahap ketiga adalah tahap komersialisasi di kedua sektor ekonomi, dimana
Marginal Phisical Product (MPP) tenaga kerja sudah lebih tinggi dari tingkat upah.
Produsen pertanian akan mempertahankan tenaga kerjanya sehingga masing-masing
sektor berusaha efisien. Transfer masih akan terus terjadi jika inovasi teknologi di
sektor pertanian dapat menigkatkan Marginal Phisical Product (MPP) tenaga kerja.
Sementara permintaan tenaga kerja terus meningkat dari sektor industri dengan
asumsi keuntungan di sektor ini diinvestasikan kembali untuk memperluas usaha.
2.4 Pertumbuhan Ekonomi Regional
Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai
suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain
melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas.
14
Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain
dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong
pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain
akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi (tidak
terealisasi).
Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan
pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi merupakan
laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara
tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai
indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan
(Sirojuzilam, 2008:18). Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume
variabel ekonomi dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga
dapat diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang
terjadi dapat ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh
suatu wilayah.
Menurut Sukirno (2007:86) pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat
dari penentu-penentu endogen (tenaga dari dalam daerah) ataupun eksogen (tenaga
dari luar daerah), yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam daerah yang
bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar daerah, atau kombinasi dari keduanya.
Penentu endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga
kerja, dan modal sedangkan penentu eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah
lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.
15
Perubahan sistem pemerintahan menimbulkan perubahan yang cukup
signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah dan
sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah menjadi lebih
bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dihadapi di daerah.
Penetapan kebijaksanaan yang sebelumnya hanya sebagai pendukung kebijaksanaan
nasional telah mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang berkembang di
daerah. Kondisi ini juga memicu persaingan antara daerah untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.
Menurut Richardson (2001:35) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan
perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang
dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor (factors
movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan
modal menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi regional.
Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila memiliki
keuntungan absolute (mutlak) kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan
komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan
kegiatan produksi dan perdagangan (Sirojuzilam, 2008:26).
Pembangunan dengan pendekatan sektoral mengkaji pembangunan
berdasarkan kegiatan usaha yang dikelompokkan menurut jenisnya ke dalam sektor
dan sub sektor. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian, pertambangan,
konstruksi (bangunan), perindustrian, perdagangan, perhubungan, keuangan dan
perbankan, dan jasa. Pemerintah daerah harus mengetahui dan dapat menentukan
penyebab, tingkat pertumbuhan dan stabilitas dari perekonomian wilayahnya.
16
Identifikasi sektor dan sub sektor yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif
daerah merupakan tugas utama pemerintah daerah.
2.5 Pengertian Tenaga Kerja
Menurut Soemitro Djojohadikusumo (2000:12) tenaga kerja didefenisikan
sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau sedang
mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif atau bisa juga
disebut sumber daya manusia, banyak sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung
komposisi jumlah penduduknya, kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk
golongan usia kerja akan menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula.
Angkatan kerja yang banyak tersebut diharapkan akan mampu memacu
peningkatan kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pada kenyataannya, jumlah penduduk yang banyak tidak selalu
memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan, menurut Mulyadi
(2003:128) Usia kerja adalah suatu tingkat umur seseorang yang diharapkan sudah
dapat bekerja dan menghasilkan pendapatannya sendiri, usia kerja ini berkisar antara
14 sampai 25 tahun, selain penduduk dalam usia kerja, ada juga penduduk di luar
usia kerja, yaitu dibawah usia kerja dan diatas usia kerja, penduduk dimaksud yaitu
anak anak sekolah dasar dan yang sudah pensiunan atau usia lanjut.
Bagian lain penduduk dalam usia kerja adalah bukan angkatan kerja yang
termasuk didalamnya adalah para remaja yang sudah termasuk usia kerja tetapi
belum bekerja atau belum mencari pekerjaan karena masih sekolah dan ibu rumah
tangga, penduduk dalam usia kerja yang termasuk angkatan kerja dikelompokkan
menjadi tenaga kerja (bekerja) dan bukan kerja (mencari kerja atau menganggur),
17
tenaga kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut
serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa.
2.6 Penyerapan Tenaga Kerja
Pada negara yang sedang berkembang umumnya masalah pengangguran
merupakan problema yang sulit dipecahkan hingga kini, pengangguran menyebabkan
tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai
potensi yang maksimal, seperti halnya juga di negara Indonesia, pemerintah
mengupayakan berbagai jalan keluar untuk dapat mengatasi pengangguran baik di
perkotaan maupun di pedesaan.
Pengertian penyerapan dapat diartikan secara luas, menyerap tenaga kerja
dalam maknanya menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan usaha untuk
di tempatkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau organisasi, salah satu faktor
produksi dalam ekonomi adalah tenaga kerja yang benar sesuai kebutuhan dengan
keahlian dan keterampilan yang memiliki keahlian (skill) karena tenaga kerja yang
dimiliki dalam sektor industri merupakan modal utama yang dimiliki sebagai sumber
daya manusia.
Menurut Sondang P. Siagian (2005 :53 ), sumber daya manusia dan kekayaan
alam melimpah ternyata tidak banyak artinya tanpa dikelola manusia dengan baik,
artinya sumber daya lainnya dan kekayaan alam tetap modal yang berharga akan
tetapi modal tersebut hanya ada artinya apabila digunakan oleh manusia, tidak hanya
bagi kepentingan diri sendiri tetapi demi kepentingan kesejahtraan masyarakat secara
tuntas, tetapi tanpa Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal pengelolaan,
18
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya yang lain menjadi tidak berguna dan
tidak berhasil.
Lapangan usaha yang ada seharusnya tidak mungkin menyerap tenaga kerja
dalam kondisi yang tidak siap pakai, disinilah perlunya peranan pemerintah dalam
upaya mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di suatu daerah dan pertumbuhan
sektor ekonomi melalui pembinaan dan pengembangan industri kecil diharapkan
dapat memberikan hasil yang maksimal, upaya pengembangan tersebut dapat
dilakukan melalui peningkatan bantuan lunak dan peningkatan bantuan keras dapat
meningkatkan motivasi, pengetahuan, ketrampilan, dan wawasan serta pandangan
yang luas sehingga lebih mempermudah proses penyerapan tenaga kerja yang
dibutuhkan, masalah penyerapan tenaga kerja juga tidak terlepas dari kesempatan
yang tersedia ditengah-tengah masyarakat.
2.7 Pengertian Ketenagakerjaan
Untuk membahas masalah kesempatan kerja berarti harus memahami tentang
konsep ketenagakerjaan yang umum berlaku, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tenaga kerja (Man power) atau penduduk Usia Kerja (UK) adalah penduduk
dalam usia kerja (berusia 15 tahun ke atas) atau jumlah seluruh penduduk dalam
suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan
terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas kerja
(Simanjuntak, 2004:44).
Penerapan penduduk usia kerja di atas 15 tahun adalah setelah International
Labour Organization (ILO) mengintruksi agar batas awal usia kerja adalah setelah
15 tahun, sedangkan statistik Indonesia sejak tahun 1971 batas usia kerja adalah
19
bilamana seseorang sudah berumur 10 tahun atau lebih, semenjak dilaksanakannya
Statistik Ketenagakerjaan Nasional (SAKERNAS 2001), batas usia yang semula 10
tahun atau lebih dirubah menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti defenisi yang
dianjurkan International Labour Organization (ILO), sedangkan batas usia kerja di
Provinsi Aceh yaitu dengan usia antara 15 sampai 55 tahun.
2. Angkatan kerja (Labour force), adalah bagian dari tenaga kerja yang
sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk melibatkan dalam kegiatan produksi
barang dan jasa.
Dalam hal ini adalah penduduk yang kegiatan utamanya selama seminggu
yang lalu bekerja (K), atau sedang mencari pekerjaan (MP), untuk kategori bekerja
apabila minimum bekerja selama 1 jam selama seminggu yang lalu untuk kegiatan
produktif sebelum pencacahan dilakukan, mencari pekerjaan adalah seseorang yang
kegiatan utamanya sedang mencari pekerjaan, atau sementara sedang mencari
pekerjaan dan belum bekerja minimal 1 jam selama seminggu yang lalu, jadi
angkatan kerja dapat diformulasikan melalui persamaan identitas sebagai berikut AK
= K + MP, penjumlahan angka-angka angkatan kerja dalam bahasa ekonomi disebut
sebagai penawaran angkatan kerja (labour supply), sedangkan penduduk yang
berstatus sebagai pekerja atau tenaga kerja termasuk ke dalam sisi permintaan
(labour demand).
3. Penduduk yang bukan angkatan kerja (unlabour force), adalah penduduk yang
berusia kerja (15 tahun ke atas), namun kegiatan utama selama seminggu yang
lalu adalah sekolah, mereka bekerja minimal 1 jam selama seminggu yang lalu,
20
tetapi kegiatan utamanya adalah sekolah, maka individu tersebut tetap masuk
kedalam kelompok bukan angkatan kerja.
Penduduk yang tercatat lainnya jumlahnya tidak sedikit dan mungkin
sebagian besar masuk ke dalam transisi antara sekolah untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi atau tidak dalam kategori Bukan Angkatan Kerja
(BAK), jadi jumlah Usia Kerja (UK) apabila dilihat melalui persamaan identitas
adalah berikut: UK = AK + BAK
4. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labour force participation rate), adalah
menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur sebagai
persentasi penduduk dalam kelompok umur tersebut, yaitu membandingkan
angkatan kerja dengan tenaga kerja.
Untuk menghitung Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dapat
digunakan rumus sebagai berikut : TPAK = AK/UK x 100%, formulasi diatas dapat
digunakan dalam menentukan besarnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
menurut jenis kelamin, analisis Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) ini
identik dengan analisis penawaran angkatan kerja.
5. Tingkat pengangguran (unemployment) adalah angka yang menunjukkan berapa
banyak dari jumlah angkatan kerja yang sedang aktif mencari pekerjaan yaitu
membandingkan jumlah orang yang mencari pekerjaan dengan jumlah angkatan
kerja, Tingkat Pengangguran (TP) dapat dirumuskan sebagai berikut : TP =
MP/AK x 100%.
Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau demand
dalam masyarakat, permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan
21
tingkat upah, proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan
dan permintaan tenagakerja dinamakan pasar kerja, besar penempatan (jumlah orang
yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan
dan permintaan tersebut, selanjutnya, besarnya penyediaan dan pemintaan tenaga
kerja dipengaruhi oleh tingkat upah.
2.8 Teori Ketenagakerjaan
Sumber daya manusia atau sering disebut dengan human resources
merupakan penduduk secara keseluruhan, dari segi penduduk sebagai faktor
produksi, maka tidak semua penduduk dapat bertindak sebagai faktor produksi,
hanya penduduk yang berupa tenaga kerja (man power) yang dapat dianggap sebagai
faktor produksi (Suparmoko, 2002 : 36), tenaga kerja mencakup penduduk yang
sudah bekerja atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang sedang
melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga (Payaman
Simanjuntak, 2004 : 55).
Sedangkan menurut Secha Alatas (dalam Aris Ananta, 2001: 63), tenaga kerja
merupakan bagian dari penduduk yang mampu bekerja untuk memproduksi barang
dan jasa, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggolongkan penduduk usia 15-64
tahun sebagai tenaga kerja, menurut Payaman Simanjuntak (1985) konsep dari tenaga
kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja (labour force) merupakan bagian dari tenaga kerja yang
sesungguhnya terlihat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu
menghasilkan barang dan jasa, angkatan kerja ini terdiri dari golongan yang bekerja
dan golongan yang menganggur, golongan yang bekerja (employed persons)
22
merupakan sebagian masyarakat yang sudah aktif dalam kegiatan yang menghasilkan
barang dan jasa.
Sedangkan sebagian masyarakat lainnya yang tergolong siap bekerja dan
mencari pekerjaan termasuk dalam golongan menganggur, bukan angkatan kerja
adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja maupun mencari pekerjaan, atau
bisa dikatakan sebagai bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat atau
tidak berusaha terlibat dalam kegiatan produksi, kelompok yang bukan angkatan
kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga,
dan golongan lain yang menerima pendapatan.
2.9 Penelitian Sebelumnya
`Rani dan Abdullah (dalam Elfindri dan Bactiar, 2000) dalam penelitiannya
mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan tingginya perluasan
kesempatan kerja dalam industri-industri yang berorientasi eksport adalah karena
industri-industri tersebut lebih tepat untuk mencapai skala ekonomi karena luasnya
pasar menyebabkan kegiatan usaha juga meningkat, sehingga menyebabkan
keperluan tenaga kerja untuk jenis pekerjaan tertentu bertambah dan pekerja-pekerja
lebih terkonsentrasi untuk bekerja dalam jenis pekerjaan tertentu dengan
keahliannya.
Syafaat dan Friyatno (2000) meneliti kesempatan kerja di kawasan timur
Indonesia pasca krisis ekonomi dengan membandingkan kesempatan kerja yang
tercipta dengan pertumbuhan PDRB di kawasan timur Indonesia, dalam penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB yang menurun yang
mengakibatkan kesempatan kerja mengalami penurunan, dengan kondisi ini
23
disarankan perlu perencanaan pembangunan ekonomi yang berpijak pada
kemampuan sumber daya yang agar struktur ekonomi mempunyai ketahanan yang
tinggi untuk dapat menciptakan kesempatan kerja.
Rachman (2005) dalam studinya tentang kesempatan kerja di DKI Jakarta
menemukan Faktor upah minimum regional berpengaruh negatif terhadap
kesempatan kerja, hal ini berarti tingkat upah minimum propinsi di DKI Jakarta
merupakan salah satu masalah pengganggu bagi pengguna tenaga kerja untuk
mempekerjakan para tenaga kerja yang masuk ke bursa tenaga kerja.
Rimmar Siringo Ringo (2007) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah dan Besar Di Provinsi Sumatera Utara
Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara, dengan variabel-variabel
bebas Tingkat Upah, Tingkat Bunga, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
dedangkan variabel terikat adalah kesempatan kerja, data yang digunakan data times
series tahun 1990 – 2005 dengan metode Ordinary Least Square (OLS), dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat bunga memberikan pengaruh
negatif sebesar 41.26% dan signifikan, variabel tingkat upah memberikan pengaruh
negatif dan signifikan sebesar 22.73%, dan variabel Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB memberikan pengaruh positif dan signifikan sebesar 6.16% terhadap
kesempatan kerja pada sektor industri skala menengah dan besar di Provinsi
Sumatera Utara.