eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/47805/4/BAB_IV.docx · Web viewUji Validitas Dan...

59
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1980 Tentang Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Tingkat II yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 185 Tahun 1980, tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II. BAPPEDA dibentuk sebagai Badan yang langsung berada dan bertanggung jawab kepada Gubernur/Kepala Daerah yang dengan demikian sekaligus melaksanakan fungsi membantu Gubernur/Kepala Daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah serta menilai pelaksanaannya. 50

Transcript of eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/47805/4/BAB_IV.docx · Web viewUji Validitas Dan...

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1.Profil Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1980 Tentang Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Tingkat II yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 185 Tahun 1980, tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II.

BAPPEDA dibentuk sebagai Badan yang langsung berada dan bertanggung jawab kepada Gubernur/Kepala Daerah yang dengan demikian sekaligus melaksanakan fungsi membantu Gubernur/Kepala Daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah serta menilai pelaksanaannya.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan secara legal formal dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan nomor 08 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan  Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.

Di dalam Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2010  Pasal 8 disebutkan bahwa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan unsur perencana penyelenggaraan pemerintah daerah, yang secara garis besar pelayanan yang diberikan yaitu melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan terdiri dari:

a. Sekretariat

b. Bidang Perencanaaan Ekonomi

c. Bidang Penelitian dan Pengembangan

d. Bidang Sosial dan Budaya

e. Bidang Fisik, Sarana dan Prasarana.

4.2.Deskripsi Responden

4.2.1.Umur Responden

Usia responden secara umum dapat menjelaskan perbedaan terhadap perilaku seseorang atau kematangan dan kedewasaan dalam bekerja. Penyajian data responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1.

Usia Responden

Umur (Tahun)

Jumlah Responden

Persentase (%)

20 – 30

15

23,38

31 – 40

29

46,03

41 – 50

8

12,70

51 – 60

11

17,46

Total

63

100

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Dari tabel 4.1 dijelaskan bahwa jumlah responden terbanyak berada pada kelompok umur 31 – 40 tahun, yaitu sebanyak 29 responden atau 46,03 % dari keseluruhan responden. Sedangkan jumlah responden yang berusia 41 – 50 tahun merupakan responden dengan jumlah paling sedikit yaitu hanya 8 responden atau 12,70 % dari keseluruhan responden.

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan didominasi oleh karyawan dengan usia 31 – 40 tahun. Pada usia tersebut merupakan masa produktif serta memiliki pemikiran dan pengalaman yang matang, dimana sangat dibutuhkan dalam bekerja di BAPPEDA dalam proses perencanaan program kerja serta pembangunan dari seluruh instansi mitra kerja se-kabupaten.

4.2.2.Jenis Kelamin Responden

Perilaku seorang karyawan dalam bekerja dapat ditentukan berdasarkan jenis kelaminnya. Karyawan berjenis kelamin pria cenderung menggunakan logika dalam tindakannya, dan karyawan wanita cenderung menggunakan rasa dalam tindakannya.. Penyajian data responden berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2

Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin

Jumlah Responden

Persentase (%)

Laki-laki

38

60,94

Perempuan

25

39,06

Total

63

100

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa dari penelitian terhadap 63 responden, menunjukkan bahwa jumlah responden pria adalah sebanyak 38 responden atau 60,94 %, dan responden wanita adalah sebanyak 25 responden atau sebesar 39,06 %.

4.2.3. Tingkat Pendidikan Responden

Pendidikan merupakan proses belajar seseorang dari mereka lahir hingga dewasa, sehingga secara umum dapat dikatakan tingkat pendidikan seorang pegawai dapat mencerminkan kemampuan intelektual dan jenis keterampilan yang dimliliki oleh pegawai tersebut. Penyajian data responden berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3

Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan

Jumlah Responden

Persentase (%)

SMA

11

17,46

D3

8

12,70

S1

36

57,14

S2

8

12,70

Total

63

100

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 63 responden, responden dengan pendidikan terakhir S1 merupakan tingkat pendidikan terbanyak yaitu 36 responden dengan persentase sebesar 57,14 %, kemudian SMA sebanyak 11 responden dengan persentase 17,46 %, S2 sebanyak 8 responden dengan persentase sebesar 12,70%, demikian juga dengan responden dengan pendidikan terakhir D3 sebanyak 8 responden dengan persentase sebesar 12,70 %.

Dalam proses perencanaan pembangunan, BAPPEDA memiliki beberapa bidang pembangunan, yaitu fisik dan prasarana, sosial dan budaya, penelitian dan pengembangan, serta perencanaan ekonomi. Oleh karena itu dibutuhkan karyawan dengan berbagai disiplin ilmu, dimana ilmu tersebut secara spesifik didapatkan dari jenjang pendidikan minimal S1 sehingga karyawan di BAPPEDA didominasi oleh karyawan dengan jenjang pendidikan S1.

4.2.4.Masa Kerja Responden

Masa kerja responden dinilai sejak periode awal responden mulai bekerja di organisasi. Penyajian data responden berdasarkan masa kerja di lingkungan BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4

Komposisi Responden Berdasarkan Masa kerja

Masa Kerja

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 – 10 tahun

38

60,32

11 – 20 tahun

10

15,87

21 – 30 tahun

7

11,11

31 ke atas

8

12,70

Total

63

100

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa dari 63 responden, responden dengan masa kerja antara 1–10 tahun merupakan yang terbanyak yaitu 38 responden dengan persentase sebesar 60,32 %, kemudian masa kerja 11-20 tahun sebanyak 10 responden dengan persentase 15,87 %, responden dengan masa kerja 21-30 tahun sebanyak 7 responden dengan persentase 11,11 % dan masa kerja 31 tahun ke atas sebanyak 8 responden dengan persentase sebesar 12,70 %.

4.3.Deskripsi Variabel Penelitian

Data deskriptif penelitian adalah menampilkan gambaran umum mengenai jawaban responden atas pertanyaan atau pernyataan yang terdapat dalam kuesioner (tertutup) maupun tanggapan responden (terbuka). Berdasarkan hasil jawaban kuesioner diberikan kepada 63 orang responden tentang variabel-variabel penelitian, maka peneliti akan menguraikan secara rinci jawaban responden yang dikelompokkan dalam deskriptif statistik.

Dalam menyampaikan suatu gambaran empiris atas data yang digunakan dalam penelitian secara deskriptif statistik adalah dengan menggunakan angka indeks. Angka indeks tersebut akan menunjukkan sejauh mana derajat persepsi responden atas variabel-variabel yang menjadi indikator dalam penelitian. Angka indeks yang dihasilkan akan dimulai dari angka 12,60 hingga angka 63 dengan rentang sebesar 50,40 (63-12,60) dengan kriteria tiga kotak (three box methdod), maka rentang sebesar 50,40 akan dibagi 3 dan menghasilkan rentang sebesar 16,8. Rentang tersebut yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi indeks persepsi responden terhadap variabel-variabel (Ferdinand, 2006):

- Nilai indeks 12,60 – 29,40= interprestasi Rendah

- Nilai indeks 29,41 – 46,21= interprestasi Sedang

- Nilai indeks 46,22 – 63 = interprestasi Tinggi

4.3.1.Indeks Servant Leadership Style

Terdapat enam indikator yang digunakan dalam kajian terhadap servant leadership style pada BAPPEDA Kab.Bengkulu Selatan,perhitungan angka indeks servant leadership style adalah seperti yang disajikan dalam tabel 4.5.

Tabel 4.5

Indeks Variabel Servant Leadership Style

No.

INDIKATOR

SERVANT LEADERSHIP STYLE

INDEKS

1

2

3

4

5

1.

Kepala BAPPEDA bersedia membantu karyawan dalam menangani detail tugas

8

9

4

25

17

44,6

2.

Kepala BAPPEDA memberikan kesempatan karyawan mengekspresikan secara penuh bakat karyawan dalam cara yang berbeda dari yang lain

8

11

8

25

11

41,8

3.

Kepala BAPPEDA mengakui kesuksesannya sebagai akibat faktor peran antar karyawan

8

11

7

19

18

43,4

4.

Kepala BAPPEDA mempertahankan konsistensi keputusannya atas implementasinya

7

9

4

29

14

44,6

5.

Kepala BAPPEDA mempertimbangkan kepentingan organisasi di atas kebutuhan pribadi

6

11

7

26

13

43,6

6.

Kepala BAPPEDA tidak segan memberikan kepercayaan untuk mendelegasikan suatu tanggungjawab kepada karyawan

7

12

5

23

16

43,6

Rata-rata total

43,6

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Indeks pada variabel servant leadership style diperoleh rata-rata nilai indeks sebesar 43,6. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel servant leadership style dari BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan yang lebih mendominasi adalah servant leadership style yang berorientasi dalam mempertahankan konsistensi keputusannya atas implementasinya (X4) merupakan salah satu indikator dari Servant Leadership Style dengan mengedepankan integritas serta bersedia membantu karyawan dalam menangani detail tugas (X1) yang merupakan tindakan melayani bawahan dan sudah dianggap cukup baik oleh karyawan berkenaan dengan Servant Leadership Style.

4.3.2. Indeks Budaya Organisasi

Terdapat lima indikator yang digunakan dalam kajian terhadap budaya organisasi.

Tabel 4.6

Indeks Variabel Budaya Organisasi

No.

INDIKATOR

BUDAYA ORGANISASI

INDEKS

1

2

3

4

5

7.

Dalam organisasi ini, setiap karyawan mencurahkan seluruh kemampuan untuk bekerja

5

15

8

20

15

42,8

8.

Saya tidak mengeluh menghadapi situasi yang tidak biasa

5

14

7

31

6

41,6

9.

Saya mengetahui arti penting tujuan organisasi

3

13

10

23

14

44,2

10.

Saya diakui jika bekerja dengan baik

5

14

3

24

17

44,6

11.

Saya diijinkan untuk menggunakan metode kerja saya sendiri

9

11

5

26

12

42

Rata-rata total

43,04

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Indeks pada variabel budaya organisasi diperoleh rata-rata indeks sebesar 43,04. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi di BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan masuk ke dalam indeks sedang tetapi lebih cenderung berorientasi pada budaya profesional serta sudah disosialisasikan serta diimplementasikan dengan baik, dimana nilai rata-rata indikator profesionalisme lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata indikator budya organisasi parokhial (kekeluargaan). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa indikator terbesar dalam budaya organisasi dari BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan adalah pengakuan terhadap hasil kerja karyawan yang telah bekerja dengan baik (X10) dengan nilai 44,6.

.

4.3.3. Indeks Komitmen Organisasional

Terdapat lima indikator yang digunakan dalam kajian terhadap Komitmen Organisasional. Perhitungan angka indeks Komitmen Organisasional adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.7

Indeks Variabel Komitmen Organisasional

No.

INDIKATOR

KOMITMEN ORGANISASIONAL

INDEKS

1

2

3

4

5

12.

Saya merasakan seakan-akan permasalahan organisasi adalah juga permasalahan saya sendiri

6

14

9

25

9

41,2

13.

Saya merasa terikat secara emosional pada organisasi ini

1

18

13

22

9

41,8

14.

Saya membanggakan organisasi ini kepada orang lain di luar organisasi

4

20

6

19

14

41,6

15.

Saya merasa menjadi bagian dari keluarga pada organisasi ini

7

13

4

27

12

42,6

16.

Organisasi ini memiliki arti yang sangat besar bagi saya

7

10

9

24

13

43

 

Rata-rata total

 

 

 

 

 

42,04

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Indeks pada variabel Komitmen Organisasional diperoleh rata-rata indeks sebesar 42,04. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel Komitmen Organisasional dari karyawan BAPPEDA adalah sedang (cukup). Hal ini menunjukkan bahwa Komitmen Organisasional sudah terjalin dengan baik namun tetap dibutuhkan suatu perhatian dan kekompakan kerja yang lebih tinggi lagi guna meningkatkan Komitmen Organisasional di BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan.

4.3.4.Indeks Kinerja Karyawan

Terdapat lima indikator yang digunakan dalam kajian terhadap kinerja karyawan. Perhitungan angka indeks kinerja karyawan adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.8

Indeks Variabel Kinerja Karyawan

No.

INDIKATOR

KINERJA KARYAWAN

INDEKS

1

2

3

4

5

1.

Kualitas kerja karyawan ini jauh lebih baik dari karyawan lain

6

13

8

26

10

42

2.

Kreativitas karyawan ini sangat baik dalam melaksanakan pekerjaannya

4

12

11

24

12

43,4

3.

Kemampuan karyawan ini sangat bagus dalam melaksanakan pekerjaan

5

14

8

22

14

43

4.

Ketepatan karyawan ini sangat bagus dalam melaksanakan pekerjaan

4

15

8

24

12

42,8

5.

Pengetahuan karyawan ini berkaitan dengan pekerjaan utamanya adalah sangat baik

2

11

11

25

14

45,4

 

Rata-rata total

 

 

 

 

 

43,32

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Indeks pada variabel kinerja karyawan diperoleh rata-rata indeks sebesar 43,32. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kinerja karyawan dari karyawan BAPPEDA adalah sedang, dimana sudah tercapai kinerja yang cukup baik, baik dari atasan maupun bawahan. Namun, perhatian atasan kepada bawahan dalam memberikan masukan dan pengetahuan tentang pekerjaan tentunya tetap harus ditingkatkan kembali guna mencapai kinerja karyawan yang lebih baik, karena pengetahuan karyawan dalam memahami dan mengimplementasikan pekerjaan utama merupakan indikator terbesar dengan nilai 45,4.

4.4.Analisis Data

4.4.1. Uji Validitas Dan Reliabilitas

Uji validitas yakni digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang dikatakan valid apabila pertanyaan dalam kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Sedangkan uji reliabilitas menunjukan atau mengukur sejauh mana suatu kuesioner dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada subyek yang sama.

Kriteria keputusan dalam pengujian validitas dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah dengan alat uji Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA). (Imam Ghozali, 2011).

Tabel 4.9

Hasil Pengujian tes KMO and Bartlett’s

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.

.855

Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square

1150.166

Df

210

Sig.

.000

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.9, dapat dilihat bahwa nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) adalah 0,855 sehingga dapat dilakukan analisis faktor. Begitu juga dengan nilai Bartlett’s Test dengan nilai Chi Square 1150,166 dan signifikan pada 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan.

Tabel 4.10

Hasil Pengujian Total Variance Explained

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa hasil pengujian total variance explained mengelompokkan 21 indikator 6 SLS, 5 BO, 5 KO, dan 5 KNJ menjadi empat faktor berdasarkan pada nilai eigen value > 1, yaitu faktor 1 dengan eigen value 10,135, faktor 2 dengan eigen value 2,737, faktor 3 dengan eigen value 1,741, dan faktor 4 dengan eigen value 1,386. Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa faktor 1 mampu menjelaskan variasi sebesar 48,261 %, faktor 2 mampu menjelaskan variasi sebesar 13,032 %, faktor 3 mampu menjelaskan variasi sebesar 8,289 %, dan faktor 4 mampu menjelaskan variasi sebesar 6,001 % atau dari 4 faktor tersebut mampu menjelaskan variasi 75,583 %.

Berikut ini merupakan output keempat faktor dari pengujian component matrix sebelum dilakukan rotasi:

Tabel 4.11

Hasil Pengujian Component Matrix

Component Matrixa

Component

1

2

3

4

X1

.666

-.506

.066

.173

X2

.702

-.528

.181

.168

X3

.705

-.444

.161

.192

X4

.678

-.534

.076

.074

X5

.690

-.500

.084

.250

X6

.674

-.459

.205

.099

X7

.569

.514

.366

.028

X8

.611

.484

.345

.099

X9

.641

.433

.283

.259

X10

.681

.369

.344

.144

X11

.571

.420

.432

.058

X12

.701

.188

-.514

.115

X13

.644

.243

-.395

.355

X14

.683

.189

-.457

.130

X15

.765

.196

-.437

.134

X16

.745

.150

-.400

.095

X17

.749

-.162

-.053

-.494

X18

.839

.079

.025

-.340

X19

.766

.155

.012

-.370

X20

.760

.018

-.023

-.399

X21

.687

-.112

-.040

-.523

Extraction Method: Principal Component Analysis.

a. 4 components extracted.

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Pada tabel 4.11 terlihat bahwa indikator SLS (X1-X6) mengelompok pada faktor 1, indikator BO mengelompok pada faktor 1, indikator KO mengelompok pada faktor 1, dan indikator KNJ mengelompok pada faktor 1. Hal ini menjadi sulit diinterpretasikan oleh sebab itu harus dilakukan rotasi.

Tabel 4.12

Hasil Pengujian Rotated Component Matrix

Rotated Component Matrixa

Component

1

2

3

4

X1

.808

.070

.204

.187

X2

.869

.141

.127

.204

X3

.811

.187

.175

.182

X4

.806

.044

.164

.279

X5

.844

.111

.229

.131

X6

.786

.172

.092

.246

X7

.024

.807

.154

.217

X8

.087

.809

.205

.179

X9

.177

.786

.305

.060

X10

.224

.779

.224

.178

X11

.120

.796

.089

.192

X12

.159

.151

.828

.267

X13

.191

.279

.800

.022

X14

.166

.181

.781

.241

X15

.212

.236

.809

.277

X16

.230

.213

.746

.300

X17

.359

.116

.213

.805

X18

.296

.384

.313

.702

X19

.188

.383

.297

.691

X20

.269

.269

.275

.719

X21

.281

.121

.176

.797

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

a. Rotation converged in 6 iterations.

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Hasil rotasi menunjukkan bahwa sekarang indikator Servant Leadership Style (X1-X6) mengelompok pada faktor 1, indikator Budaya Organisasi (X7-X11) mengelompok pada faktor 2, indikator Komitmen Organisasional (X12-X16) mengelompok pada faktor 3, dan indikator Kinerja Karyawan (X17-X21) mengelompok pada faktor 4. Jadi jelas dapat disimpulkan bahwa konstruk SLS, BO, KO, dan SLS memiliki inidimensionalitas atau dengan kata lain seluruh indikator dapat dikatakan valid.

Setelah pengujian validitas, langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas yaitu terkait dengan ketepatan suatu data, sedangkan untuk pengujian reliabilitas melalui nilai koefisien alpha dengan dibandingkan nilai 0,70 (Nunnaly, 1994). Berdasarkan hasil perhitungan dengan program SPSS dapat disajikan pengujian validitas pada tabel 4.13 berikut ini:

Tabel 4.13

Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner

Konstruk/variabel laten

Reliabilitas

(Cronbach α)

Servant Leadership Style

0,936

Budaya Organisasi

0,901

Komitmen

0,921

Organisasi

Kinerja

0,922

Karyawan

Sumber : Data primer yang diolah, 2013

Menurut Nunnaly (1994) dalam Imam Ghozali (2011) berpendapat bahwa suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai (cronbach alpha) > 0,70. Selanjutnya dilihat pada tabel 4.13 semua koefisien (cronbach alpha) memiliki nilai di atas 0,70 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel - variabel penelitian (konstruk) yang berupa variabel servant leadership style, budaya organisasi, komitmen organisasional dan kinerja karyawan adalah reliabel atau memiliki reliabilitas tinggi, sehingga mempunyai ketepatan yang tinggi pula untuk dijadikan variabel (konstruk) pada suatu penelitian.

4.4.2. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribui normal atau tidak (Imam Ghozali, 2011). Untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribsi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Imam Ghozali, 2006).

Setelah dilakukan uji normalitas, didapatkan hasil grafik histogram sebagai berikut:

Gambar 4.1

Hasil Pengujian Normalitas

Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa garis diagonal dalam grafik ini menggambarkan keadaan ideal dari data yang mengikuti distribusi normal. Titik-titik berada sangat dekat dengan garis atau bahkan menempel pada garis serta mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.

Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa garis diagonal dalam grafik ini menggambarkan keadaan ideal dari data yang mengikuti distribusi normal. Titik-titik berada sangat dekat dengan garis atau bahkan menempel pada garis serta mengikuti arah garis diagonal, maka dapat kita simpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.

4.4.3. Uji Multikolonieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Setelah dilakukan uji multikolonieritas, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.14

Hasil Uji Multikolonieritas

Dependent Variabel: KO

Coefficient Correlationsa

Model

BO

SLS

1

Correlations

BO

1.000

-.362

SLS

-.362

1.000

Covariances

BO

.013

-.004

SLS

-.004

.007

a. Dependent Variable: KO

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

Collinearity Statistics

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

1

(Constant)

4.394

2.174

2.021

.048

SLS

.258

.087

.329

2.981

.004

.869

1.151

BO

.406

.112

.399

3.612

.001

.869

1.151

a. Dependent Variable: KO

Berdasarkan tabel 4.14 hasil uji multikolonieritas antara variabel Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi sebagai variabel independen dengan Komitmen Organisasional sebagai dependen variabelnya, dapat dilihat hasil korelasi antar variabel independen tampak bahwa variabel Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi memiliki tingkat korelasi yaitu -0,362 atau 36,2 %. Oleh karena korelasi ini masih di bawah 95 %, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius antara variabel Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi.

Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95 %. Demikian juga hasil perhitungannilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multokolonieritas antar variabel independen dalam model regresi.

Tabel 4.15

Hasil Uji Multikolonieritas

Dependent Variabel: KNJ

Coefficient Correlationsa

Model

KO

SLS

BO

1

Correlations

KO

1.000

-.359

-.423

SLS

-.359

1.000

-.154

BO

-.423

-.154

1.000

Covariances

KO

.011

-.003

-.005

SLS

-.003

.006

-.001

BO

-.005

-.001

.010

a. Dependent Variable: KNJ

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

Collinearity Statistics

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

1

(Constant)

2.036

1.839

1.107

.273

SLS

.264

.076

.347

3.478

.001

.757

1.321

BO

.257

.102

.261

2.536

.014

.714

1.401

KO

.316

.106

.326

2.993

.004

.637

1.570

a. Dependent Variable: KNJ

Berdasarkan tabel 4.15 uji multikolonieritas antara variabel Servant Leadership Style, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasional sebagai variabel independen dengan Kinerja Karyawan sebagai dependen variabelnya, dapat dilihat hasil besaran korelasi antar variabel independen tampak bahwa hanya variabel Servant Leadership Style yang mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel Komitmen Organisasional yaitu -0,423 atau 42,3 %. Oleh karena korelasi ini masih di bawah 95 %, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius antara variabel Servant Leadership Style, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasional.

Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95 %. Demikian juga hasil perhitungannilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multokolonieritas antar variabel independen dalam model regresi.

4.4.4. Uji Linearitas

Setelah dilakukan uji linearitas, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.16

Hasil Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

KO * SLS

Between Groups

(Combined)

885.172

20

44.259

1.956

.033

Linearity

412.245

1

412.245

18.216

.000

Deviation from Linearity

472.927

19

24.891

1.100

.385

Within Groups

950.479

42

22.630

Total

1835.651

62

ANOVA Table

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

KO * BO

Between Groups

(Combined)

807.737

18

44.874

1.921

.040

Linearity

493.250

1

493.250

21.114

.000

Deviation from Linearity

314.486

17

18.499

.792

.692

Within Groups

1027.914

44

23.362

Total

1835.651

62

ANOVA Table

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

KNJ * SLS

Between Groups

(Combined)

882.218

20

44.111

2.181

.017

Linearity

614.624

1

614.624

30.388

.000

Deviation from Linearity

267.595

19

14.084

.696

.801

Within Groups

849.496

42

20.226

Total

1731.714

62

ANOVA Table

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

KNJ * BO

Between Groups

(Combined)

1023.783

18

56.877

3.535

.000

Linearity

533.540

1

533.540

33.161

.000

Deviation from Linearity

490.243

17

28.838

1.792

.061

Within Groups

707.931

44

16.089

Total

1731.714

62

ANOVA Table

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

KNJ * KO

Between Groups

(Combined)

1026.692

18

57.038

3.560

.000

Linearity

677.035

1

677.035

42.253

.000

Deviation from Linearity

349.657

17

20.568

1.284

.247

Within Groups

705.022

44

16.023

Total

1731.714

62

Berdasarkan hasil pada tabel 4.16 menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,000. Karena signifikansi kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel servant leadership style dan komitmen organisasional, budaya organisasi dan komitmen organisasional, servant leadership style dan kinerja karyawan, budaya organisasi dan kinerja karyawan, serta komitmen organisasional dan kinerja karyawan terdapat hubungan yang linear.

4.4.5. Uji F

Uji ini digunakan untuk pengujian ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah permodelan yang dibangun memenuhi kriteria fit atau tidak. Dengan Uji F ini akan diketahui apakah variabel servant leadership style, dan budaya organisasi dapat memberikan pengaruh variabel komitmen organisasional, serta variabel servant leadership style, budaya organisasi, dan komitmen organisasional dapat memberikan pengaruh variabel kinerja karyawan.

Tabel 4.17

Hasil Uji F

ANOVAa

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

666.430

2

333.215

17.099

.000b

Residual

1169.221

60

19.487

Total

1835.651

62

a. Dependent Variable: KO

b. Predictors: (Constant), BO, SLS

ANOVAa

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

961.281

3

320.427

24.538

.000b

Residual

770.434

59

13.058

Total

1731.714

62

a. Dependent Variable: KNJ

b. Predictors: (Constant), KO, SLS, BO

Sumber: data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.17 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 17,099 dengan tingkat signifikansi 0,000 jauh di bawah 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel servant leadership style, dan budaya organisasi dapat memberikan pengaruh variabel komitmen organisasional. Sedangkan pada tabel berikutnya menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 24,538 dengan tingkat signifikansi 0,000 jauh di bawah 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa servant leadership style, budaya organisasi, dan komitmen organisasional dapat memberikan pengaruh variabel kinerja karyawan.

4.4.6. Uji T

Uji T digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda.

4.4.6.1. Pengujian H1 dan H2

Analisis yang digunakan dalam mengukur H1 dan H2 adalah analisis regresi berganda (path analysis). Hasil uji t dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.18

Hasil uji t Pengaruh Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T

Sig.

Collinearity Statistics

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

1

(Constant)

4.394

2.174

2.021

.048

SLS

.258

.087

.329

2.981

.004

.869

1.151

BO

.406

.112

.399

3.612

.001

.869

1.151

a. Dependent Variable: KO

Terhadap Komitmen Organisasional

Sumber: Data primer yang diolah, 2013

A. Hasil Pengujian H1

Dari hasil analisis diperoleh t hitung SLS sebesar 2,981 > 1,6694 dan P Value 0,004 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H1, sehingga servant leadership style berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, atau dapat dikatakan bahwa apabila pemimpin semakin menerapkan servant leadership style dalam kepemimpinannya, semakin besar pula komitmen organisasional yang ditunjukkan oleh karyawan.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hoveida et al (2011), Mazarei et al (2013), dan Liden, Wayne, Zhao dan Handerson (2008 dalam Wei dan Desa, 2013). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Drury (2004) yang menjelaskan bahwa komitmen organisasional dan servant leadership memiliki hubungan terbalik yang signifikan secara statistik terhadap komitmen organisasional.

B. Hasil Pengujian H2

Dari hasil analisis diperoleh t hitung BO sebesar 3,612 > 1,6694 dan P Value 0,001 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H2, sehingga Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Organisasional, atau dapat dikatakan bahwa apabila budaya organisasi sebuah organisasi semakin profesional maka semakin baik pula komitmen organisasional yang ditunjukkan oleh karyawan.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chen (2004), Manetje dan Martins (2009), dan Moon (2000). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Meijen (2007) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berhubungan tidak signifikan terhadap komitmen organisasional.

4.4.6.2. Pengujian H3, H4, dan H5

Analisis yang digunakan dalam mengukur H3, H4, dan H5 adalah analisis regresi berganda. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.19

Hasil uji t Pengaruh Servant Leadership Style, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

Collinearity Statistics

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

1

(Constant)

2.036

1.839

1.107

.273

SLS

.264

.076

.347

3.478

.001

.757

1.321

BO

.257

.102

.261

2.536

.014

.714

1.401

KO

.316

.106

.326

2.993

.004

.637

1.570

a. Dependent Variable: KNJ

Sumber: Data primer yang diolah, 2013

A. Hasil Pengujian H3

Dari hasil analisis diperoleh t hitung KO sebesar 2,993 > 1,6694 dan P Value 0,004 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H3, sehingga Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan, atau dapat dikatakan bahwa semakin tinggi komitmen organisasional di suatu organisasi, maka semakin baik pula kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rose et al (2009), Sulaiman (2002), dan Syauta et al (2012). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yiing dan Ahmad (2008) yang berpendapat bahwa komitmen organisasional tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

B. Hasil Pengujian H4

Berdasarkan tabel 4.19 dapat dilihat hasil analisis diperoleh t hitung SLS sebesar 3,478 > 1,6694 dan P Value 0,001 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H4, sehingga Servant Leadership Style berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan, atau dapat dikatakan bahwa apabila pemimpin semakin menerapkan servant leadership style dalam kepemimpinannya, semakin besar pula kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indartono et al (2010) dimana dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa adanya hubungan positif signifikan antara servant leadership style terhadap kinerja karyawan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hussain dan Ali (2012) yang menjelaskan bahwa menurut analisis SEM dan hasil model regresi, visi sebagai salah satu dimensi servant leadership tidak berpengaruh pada kinerja karyawan.

C. Hasil Pengujian H5

Berdasarkan tabel 4.19 dapat dilihat hasil analisis diperoleh thitung BO sebesar 2,536 > 1,6694 dan P Value 0,014 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H5, sehingga Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Atau dapat dikatakan bahwa apabila budaya organisasi sebuah organisasi semakin profesional maka semakin baik pula kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ismail (2008), Ojo (2009) dan Uddin et al (2012). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Masrukhin dan Waridin (2006) yang memberikan indikasi bahwa semakin baik budaya organisasi tidak memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja pegawai.

4.4.7.Koefisien Determinasi Total (R2 Total)

Analisis yang digunakan dalam mengukur proporsi hubungan Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasional adalah koefisien determinan (R2). Hasil pengukuran koefisien determinan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.20

Koefisien Determinan Pengaruh Servant Leadership Style,

dan Budaya Organisasi terhadap Komitmen Organisasional

Model Summaryb

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.603a

.363

.342

4.41441

a. Predictors: (Constant), BO, SLS

b. Dependent Variable: KO

Sumber: Data primer yang diolah, 2013

Untuk analisis yang digunakan dalam mengukur proporsi hubungan Servant Leadership Style, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Karyawan adalah koefisien determinan (R2). Hasil pengukuran koefisien determinan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.21

Koefisien Determinan Pengaruh Servant Leadership Style,

Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional

terhadap Kinerja Karyawan

Model Summaryb

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.745a

.555

.532

3.61361

a. Predictors: (Constant), KO, SLS, BO

b. Dependent Variable: KNJ

Sumber: Data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.20 dan tabel 4.21 dapat dihitung R2 total dengan rumus sebagai berikut:

Pei =

Pe1 = = = 0,798

Pe2 = = = 0,667

Sehingga R2 total adalah:

= 1 – (0.798)2 (0.667)2

= 1 – (0,6368) (0.4449)

= 1 – 0,2833

= 0,7169

Berdasarkan hasil yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien determinan total (R2 total) atau informasi yang terkandung dalam data sebesar 71,69 % dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 28,31 % sisanya dijelaskan oleh variabel lain dan error.

4.4.8. Analisis Jalur (Path Analysis)

Untuk menguji pengaruh variabel intervening digunakan metode analisis jalur (path amalysis). Berikut ini adalah analisis jalur untuk menguji hubungan antara Servant Leadership Style (SLS) terhadap Kinerja Karyawan (KNJ) dan apakah hubungan Servant Leadership Style (SLS) terhadap Kinerja Karyawan (KNJ) dimediasi oleh variabel Komitmen Organisasional (KO) dengan gambar sebagai berikut:

Gambar 4.2

Pengaruh Antar Variabel Dalam Diagram Alur

a

KO

a

SLS

a

KNJ

a

BO

0,347

0,261

0,329

0,399

0,326

0,8

45

0,6

Interpretasi dari hasil analisis jalur dapat dilakukan sebagai berikut:

Total pengaruh SLS ke KNJ dapat dilihat sebagai berikut:

Pengaruh langsung SLS ke KNJ= 0,347

Pengaruh tidak langsung:

SLS ke KO ke KNJ= 0,329 x 0,326

= 0,1073 +

= 0,4543

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengaruh antara variabel Servant Leadership Style terhadap Kinerja Karyawan lebih besar apabila langsung daripada menggunakan variabel Komitmen Organisasional sebagai variabel intervening.

Total pengaruh BO ke KNJ dapat dilihat sebagai berikut:

Pengaruh langsung BO ke KNJ= 0,261

Pengaruh tidak langsung:

BO ke KO ke KNJ= 0,399 x 0,326

= 0,13 +

= 0,3911

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang diberikan antara variabel budaya organisasi terhadap kinerja karyawan lebih besar apabila tidak menggunakan variabel komitmen organisasional sebagai variabel intervening.

4.4.9. Sobel Test

Sobel test dilakukan untuk menguji pengaruh mediasi dalam model penelitian. Untuk menguji pengaruh intervening Komitmen Organisasional dalam hubungan Servant Leadership Style terhadap Kinerja Karyawan dalam model penelitian diuji dengan sobel test sebagai berikut:

Sab =

Sab =

Sab =

Sab =

Sab =

Sab = 0,04

Dari hasil Sab tersebut dapat diketahui nilai statistik pengaruh intervening dengan rumus sebagai berikut:

z-value =

z-value =

z-value = 2,045

Oleh karena nilai hasil perhitungan z-value menunjukkan 2,045, dimana hasil tersebut lebih besar dari 1,960, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien intervening 2,045 adalah signifikan pada taraf signifikansi 0,005. Oleh karena itu memang ada pengaruh intervening Komitmen Organisasional dalam hubungan Servant Leadershp Style terhadap Kinerja Karyawan.

Untuk menguji pengaruh intervening Komitmen Organisasional dalam hubungan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan dalam model penelitian diuji dengan sobel test sebagai berikut:

Sab =

Sab =

Sab =

Sab =

Sab =

Sab = 0,0557

Dari hasil Sab tersebut dapat diketahui nilai statistik pengaruh intervening dengan rumus sebagai berikut:

z-value =

z-value =

z-value = 2,25

Oleh karena nilai hasil perhitungan z-value menunjukkan 2,25, dimana hasil tersebut lebih besar dari 1,960, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien intervening 2,25 adalah signifikan pada taraf signifikansi 0,005. Oleh karena itu memang ada pengaruh intervening Komitmen Organisasional dalam hubungan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan.

4.5. Pembahasan

4.5.1. Pembahasan pengaruh servant leadership style terhadap Komitmen Organisasional

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa servant leadership style berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Hal ini juga dapat diartikan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki hasil yang sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hoveida et al (2011), Mazarei et al (2013), dan Liden, Wayne, Zhao dan Handerson (2008 dalam Wei dan Desa, 2013).

Hasil analisis diketahui bahwa pimpinan atau atasan mempertahankan konsistensi keputusannya atas implementasinya (X4) merupakan salah satu indikator dari Servant Leadership Style dengan mengedepankan integritas. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pemimpin atau atasan yang selalu menjaga konsistensi antara keputusan dan implementasinya tentunya akan sangat berdampak pada komitmen karyawan tersebut.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin yang memimpin dengan tidak otoriter dan lebih memahami bawahan, maka akan menimbulkan komitmen yang besar dalam menjalankan roda organisasi.

Hubungan antara seorang pemimpin terhadap orang-orang yang dipimpinnya lebih bersifat pemberian arahan, bimbingan, serta intruksi untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya dengan memberikan teladan yang dapat dipahami bawahan. Pemimpin memberikan motivasi kepada bawahan, mengarahkan kegiatan orang lain, memilih suatu pola komunikasi yang paling efektif dalam menyelesaikan konflik antara anggota organisasi.

Seorang pemimpin pelayan (servant leaders) memiliki tanggung jawab untuk melayani kepentingan bawahan agar mereka menjadi lebih baik dan sejahtera, sebaliknya para bawahan memiliki komitmen yang tinggi dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pada akhirnya mendukung keberhasilan pemimpin, dimana komitmen tersebut didapatkan dari teladan yang ditunjukkan oleh pemimpin.

4.5.2. Pembahasan pengaruh Budaya Organisasi terhadap Komitmen Organisasional

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa apabila budaya organisasi sebuah organisasi semakin profesional maka semakin baik pula komitmen organisasional yang ditunjukkan oleh karyawan. Hal ini juga dapat diartikan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki hasil yang sesuai dengan penelitian dan riset sebelumnya yang dilakukan oleh Chen (2004), Manetje dan Martins (2009), dan Moon (2000).

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa indikator pengakuan terhadap hasil kerja karyawan yang telah bekerja dengan baik (X10) merupakan indikator yang paling dominan dari budaya organisasi profesional. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa budaya organisasi pada BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan merupakan budaya profesional yang memiliki pengaruh jelas terhadap peningkatan komitmen organisasional.

Pada saat ini budaya profesional harus menjadi paradigma baru bagi seorang PNS. Suatu organisasi yang berorientasi pada profesionalisme, anggotanya mampu membedakan antara pekerjaan di kantor dan urusan pribadi. Budaya organisasi yang berorientasi pada profesionalisme mampu membuat organisasi tersebut memiliki komitmen organisasional yang tinggi, karena adanya keinginan anggota organisasi yang kuat untuk senantiasa meningkatkan kualitas organisasi. Oleh karena itu dapat dikatakan salah satu penunjang meningkatnya komitmen organisasional adalah dengan peningkatan budaya profesional yang ditunjukkan suatu organisasi publik.

4.5.3. Pembahasan pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Karyawan

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa meningkatnya kinerja karyawan dipengaruhi oleh komitmen organisasional yang tinggi pula. Hal ini dapat menjelaskan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki kesamaan serta memperkuat justifikasi penelitian terdahulu terhadap komitmen organisasional dan kinerja karyawan, seperti riset yang dilakukan oleh Rose et al (2009), Sulaiman (2002), dan Syauta et al (2012).

Hasil pengujian dapat diketahui bahwa indikator dimana organisasi memiliki arti sangat besar bagi karyawan (X16) merupakan indikator yang paling dominan dari komitmen organisasional. Hal tersebut dapat diartikan bahwa perasaan memiliki karyawan dalam suatu organisasi merupakan penentu dari komitmen organisasional dalam menentukan tinggi atau rendahnya kinerja karyawan.

Pada dasarnya komitmen organisasional yang diberikan karyawan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kinerja karyawan. Seorang karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi cenderung mengembangkan upaya yang lebih besar pada pekerjaan, sehingga hasil yang didapat juga lebih baik.

Salah satu komponen utama komitmen organisasional adalah keinginan untuk berusaha keras yang dapat dipertanggungjawabkan atas nama organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa komitmen organisasional merupakan kekuatan keterlibatan dan kesetiaan kepada organisasi yang mampu menunjukkan kepercayaan, kemampuan dan keinginan yang kuat untuk melibatkan dan mempertahankan diri kepada organisasi, sehingga akan menjadi komponen efektifitas dalam peningkatan kinerja karyawan.

4.5.4. Pembahasan pengaruh servant leadership style terhadap kinerja karyawan

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa servant leadership style berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa apabila seorang pemimpin yang berorientasi pada servant leadership akan mampu membawa bawahan mencapai kinerja yang lebih baik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki kesamaan serta memperkuat justifikasi penelitian terdahulu terhadap Servant Leadership Style dan kinerja karyawan, seperti riset yang dilakukan oleh Indartono et al (2010).

Hasil pengujian melalui SPSS dapat diketahui bahwa indikator servant leadership style dimana pimpinan atau atasan mempertahankan konsistensi keputusannya atas implementasinya (X4) merupakan salah satu indikator dari Servant Leadership Style yang mengutamakan integritas. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pemimpin atau atasan yang selalu menjaga integritas dengan mempertahankan konsistensi antara keputusan dan implementasinya tentunya akan sangat berdampak pada kinerja karyawan tersebut.

Servant leadership style mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja karyawan karena pengaruh yang ditumbulkan dari servant leadership mempengaruhi pengawasan kegiatan, kinerja manajemen perencanaan, serta proses pemberdayaan karyawan. Karyawan merasa dianggap sebagai mitra bagi atasan dan tidak sekedar dianggap bawahan, sehingga timbul motivasi bekerja yang berpengaruh terhadap hasil kerja.

Selain itu seorang pemimpin yang berorientasi pada servant leadership style dapat memberikan intruksi yang dapat lebih dipahami bawahan karena bawahan juga dapat memberikan andil atau masukan bagi keputusan atasan sehingga dalam melakukan keputusan tersebut lebih mudah untuk dikerjakan yang pada akhirnya tentu saja akan mempengaruhi output kerja yang dihasilkan.

4.5.5. Pembahasan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dengan semakin profesional orientasi budaya suatu organisasi maka semakin baik pula kinerja yang ditunjukkan oleh anggotanya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki kesamaan serta memperkuat justifikasi penelitian terdahulu terhadap budaya organisasi dan kinerja karyawan, seperti riset yang dilakukan oleh Ismail (2008), Ojo (2009) dan Uddin et al (2012)

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa indikator pengakuan terhadap hasil kerja karyawan yang telah bekerja dengan baik (X10) merupakan indikator yang paling dominan dari budaya organisasi profesional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya organisasi pada BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan adalah budaya profesional yang memiliki pengaruh jelas terhadap peningkatan kinerja karyawan.

Budaya organisasi profesional di BAPPEDA merupakan hasil dari pemberian kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggotanya sehingga kinerja yang dihasilkan juga turut meningkat.

Peningkatan kinerja yang ditunjukkan oleh anggota organisasi merupakan dampak dari sikap profesionalisme dari organisasi itu sendiri. Budaya profesional pada anggota organisasi dapat berupa sikap dimana mampu membedakan kepentingan pekerjaan dan kepentingan pribadi, sehingga dengan kemampuan tersebut, seorang karyawan mampu fokus dalam urusan pekerjaan tanpa terganggu oleh urusan di luar pekerjaan. Dengan demikian hasil kinerja yang dihasilkan pun juga lebih baik.

82

2

ep

2

2

2

1

2

P

.

.

.

1

e

e

m

P

P

R

-

=

2

m

R