eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/47805/4/BAB_IV.docx · Web viewUji Validitas Dan...
Transcript of eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/47805/4/BAB_IV.docx · Web viewUji Validitas Dan...
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1.Profil Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1980 Tentang Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Tingkat II yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 185 Tahun 1980, tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II.
BAPPEDA dibentuk sebagai Badan yang langsung berada dan bertanggung jawab kepada Gubernur/Kepala Daerah yang dengan demikian sekaligus melaksanakan fungsi membantu Gubernur/Kepala Daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah serta menilai pelaksanaannya.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan secara legal formal dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan nomor 08 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.
Di dalam Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2010 Pasal 8 disebutkan bahwa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan unsur perencana penyelenggaraan pemerintah daerah, yang secara garis besar pelayanan yang diberikan yaitu melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan terdiri dari:
a. Sekretariat
b. Bidang Perencanaaan Ekonomi
c. Bidang Penelitian dan Pengembangan
d. Bidang Sosial dan Budaya
e. Bidang Fisik, Sarana dan Prasarana.
4.2.Deskripsi Responden
4.2.1.Umur Responden
Usia responden secara umum dapat menjelaskan perbedaan terhadap perilaku seseorang atau kematangan dan kedewasaan dalam bekerja. Penyajian data responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Usia Responden
Umur (Tahun)
Jumlah Responden
Persentase (%)
20 – 30
15
23,38
31 – 40
29
46,03
41 – 50
8
12,70
51 – 60
11
17,46
Total
63
100
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Dari tabel 4.1 dijelaskan bahwa jumlah responden terbanyak berada pada kelompok umur 31 – 40 tahun, yaitu sebanyak 29 responden atau 46,03 % dari keseluruhan responden. Sedangkan jumlah responden yang berusia 41 – 50 tahun merupakan responden dengan jumlah paling sedikit yaitu hanya 8 responden atau 12,70 % dari keseluruhan responden.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan didominasi oleh karyawan dengan usia 31 – 40 tahun. Pada usia tersebut merupakan masa produktif serta memiliki pemikiran dan pengalaman yang matang, dimana sangat dibutuhkan dalam bekerja di BAPPEDA dalam proses perencanaan program kerja serta pembangunan dari seluruh instansi mitra kerja se-kabupaten.
4.2.2.Jenis Kelamin Responden
Perilaku seorang karyawan dalam bekerja dapat ditentukan berdasarkan jenis kelaminnya. Karyawan berjenis kelamin pria cenderung menggunakan logika dalam tindakannya, dan karyawan wanita cenderung menggunakan rasa dalam tindakannya.. Penyajian data responden berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2
Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Persentase (%)
Laki-laki
38
60,94
Perempuan
25
39,06
Total
63
100
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa dari penelitian terhadap 63 responden, menunjukkan bahwa jumlah responden pria adalah sebanyak 38 responden atau 60,94 %, dan responden wanita adalah sebanyak 25 responden atau sebesar 39,06 %.
4.2.3. Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan merupakan proses belajar seseorang dari mereka lahir hingga dewasa, sehingga secara umum dapat dikatakan tingkat pendidikan seorang pegawai dapat mencerminkan kemampuan intelektual dan jenis keterampilan yang dimliliki oleh pegawai tersebut. Penyajian data responden berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan
Jumlah Responden
Persentase (%)
SMA
11
17,46
D3
8
12,70
S1
36
57,14
S2
8
12,70
Total
63
100
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 63 responden, responden dengan pendidikan terakhir S1 merupakan tingkat pendidikan terbanyak yaitu 36 responden dengan persentase sebesar 57,14 %, kemudian SMA sebanyak 11 responden dengan persentase 17,46 %, S2 sebanyak 8 responden dengan persentase sebesar 12,70%, demikian juga dengan responden dengan pendidikan terakhir D3 sebanyak 8 responden dengan persentase sebesar 12,70 %.
Dalam proses perencanaan pembangunan, BAPPEDA memiliki beberapa bidang pembangunan, yaitu fisik dan prasarana, sosial dan budaya, penelitian dan pengembangan, serta perencanaan ekonomi. Oleh karena itu dibutuhkan karyawan dengan berbagai disiplin ilmu, dimana ilmu tersebut secara spesifik didapatkan dari jenjang pendidikan minimal S1 sehingga karyawan di BAPPEDA didominasi oleh karyawan dengan jenjang pendidikan S1.
4.2.4.Masa Kerja Responden
Masa kerja responden dinilai sejak periode awal responden mulai bekerja di organisasi. Penyajian data responden berdasarkan masa kerja di lingkungan BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4
Komposisi Responden Berdasarkan Masa kerja
Masa Kerja
Jumlah Responden
Persentase (%)
1 – 10 tahun
38
60,32
11 – 20 tahun
10
15,87
21 – 30 tahun
7
11,11
31 ke atas
8
12,70
Total
63
100
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa dari 63 responden, responden dengan masa kerja antara 1–10 tahun merupakan yang terbanyak yaitu 38 responden dengan persentase sebesar 60,32 %, kemudian masa kerja 11-20 tahun sebanyak 10 responden dengan persentase 15,87 %, responden dengan masa kerja 21-30 tahun sebanyak 7 responden dengan persentase 11,11 % dan masa kerja 31 tahun ke atas sebanyak 8 responden dengan persentase sebesar 12,70 %.
4.3.Deskripsi Variabel Penelitian
Data deskriptif penelitian adalah menampilkan gambaran umum mengenai jawaban responden atas pertanyaan atau pernyataan yang terdapat dalam kuesioner (tertutup) maupun tanggapan responden (terbuka). Berdasarkan hasil jawaban kuesioner diberikan kepada 63 orang responden tentang variabel-variabel penelitian, maka peneliti akan menguraikan secara rinci jawaban responden yang dikelompokkan dalam deskriptif statistik.
Dalam menyampaikan suatu gambaran empiris atas data yang digunakan dalam penelitian secara deskriptif statistik adalah dengan menggunakan angka indeks. Angka indeks tersebut akan menunjukkan sejauh mana derajat persepsi responden atas variabel-variabel yang menjadi indikator dalam penelitian. Angka indeks yang dihasilkan akan dimulai dari angka 12,60 hingga angka 63 dengan rentang sebesar 50,40 (63-12,60) dengan kriteria tiga kotak (three box methdod), maka rentang sebesar 50,40 akan dibagi 3 dan menghasilkan rentang sebesar 16,8. Rentang tersebut yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi indeks persepsi responden terhadap variabel-variabel (Ferdinand, 2006):
- Nilai indeks 12,60 – 29,40= interprestasi Rendah
- Nilai indeks 29,41 – 46,21= interprestasi Sedang
- Nilai indeks 46,22 – 63 = interprestasi Tinggi
4.3.1.Indeks Servant Leadership Style
Terdapat enam indikator yang digunakan dalam kajian terhadap servant leadership style pada BAPPEDA Kab.Bengkulu Selatan,perhitungan angka indeks servant leadership style adalah seperti yang disajikan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5
Indeks Variabel Servant Leadership Style
No.
INDIKATOR
SERVANT LEADERSHIP STYLE
INDEKS
1
2
3
4
5
1.
Kepala BAPPEDA bersedia membantu karyawan dalam menangani detail tugas
8
9
4
25
17
44,6
2.
Kepala BAPPEDA memberikan kesempatan karyawan mengekspresikan secara penuh bakat karyawan dalam cara yang berbeda dari yang lain
8
11
8
25
11
41,8
3.
Kepala BAPPEDA mengakui kesuksesannya sebagai akibat faktor peran antar karyawan
8
11
7
19
18
43,4
4.
Kepala BAPPEDA mempertahankan konsistensi keputusannya atas implementasinya
7
9
4
29
14
44,6
5.
Kepala BAPPEDA mempertimbangkan kepentingan organisasi di atas kebutuhan pribadi
6
11
7
26
13
43,6
6.
Kepala BAPPEDA tidak segan memberikan kepercayaan untuk mendelegasikan suatu tanggungjawab kepada karyawan
7
12
5
23
16
43,6
Rata-rata total
43,6
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Indeks pada variabel servant leadership style diperoleh rata-rata nilai indeks sebesar 43,6. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel servant leadership style dari BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan yang lebih mendominasi adalah servant leadership style yang berorientasi dalam mempertahankan konsistensi keputusannya atas implementasinya (X4) merupakan salah satu indikator dari Servant Leadership Style dengan mengedepankan integritas serta bersedia membantu karyawan dalam menangani detail tugas (X1) yang merupakan tindakan melayani bawahan dan sudah dianggap cukup baik oleh karyawan berkenaan dengan Servant Leadership Style.
4.3.2. Indeks Budaya Organisasi
Terdapat lima indikator yang digunakan dalam kajian terhadap budaya organisasi.
Tabel 4.6
Indeks Variabel Budaya Organisasi
No.
INDIKATOR
BUDAYA ORGANISASI
INDEKS
1
2
3
4
5
7.
Dalam organisasi ini, setiap karyawan mencurahkan seluruh kemampuan untuk bekerja
5
15
8
20
15
42,8
8.
Saya tidak mengeluh menghadapi situasi yang tidak biasa
5
14
7
31
6
41,6
9.
Saya mengetahui arti penting tujuan organisasi
3
13
10
23
14
44,2
10.
Saya diakui jika bekerja dengan baik
5
14
3
24
17
44,6
11.
Saya diijinkan untuk menggunakan metode kerja saya sendiri
9
11
5
26
12
42
Rata-rata total
43,04
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Indeks pada variabel budaya organisasi diperoleh rata-rata indeks sebesar 43,04. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi di BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan masuk ke dalam indeks sedang tetapi lebih cenderung berorientasi pada budaya profesional serta sudah disosialisasikan serta diimplementasikan dengan baik, dimana nilai rata-rata indikator profesionalisme lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata indikator budya organisasi parokhial (kekeluargaan). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa indikator terbesar dalam budaya organisasi dari BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan adalah pengakuan terhadap hasil kerja karyawan yang telah bekerja dengan baik (X10) dengan nilai 44,6.
.
4.3.3. Indeks Komitmen Organisasional
Terdapat lima indikator yang digunakan dalam kajian terhadap Komitmen Organisasional. Perhitungan angka indeks Komitmen Organisasional adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.7
Indeks Variabel Komitmen Organisasional
No.
INDIKATOR
KOMITMEN ORGANISASIONAL
INDEKS
1
2
3
4
5
12.
Saya merasakan seakan-akan permasalahan organisasi adalah juga permasalahan saya sendiri
6
14
9
25
9
41,2
13.
Saya merasa terikat secara emosional pada organisasi ini
1
18
13
22
9
41,8
14.
Saya membanggakan organisasi ini kepada orang lain di luar organisasi
4
20
6
19
14
41,6
15.
Saya merasa menjadi bagian dari keluarga pada organisasi ini
7
13
4
27
12
42,6
16.
Organisasi ini memiliki arti yang sangat besar bagi saya
7
10
9
24
13
43
Rata-rata total
42,04
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Indeks pada variabel Komitmen Organisasional diperoleh rata-rata indeks sebesar 42,04. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel Komitmen Organisasional dari karyawan BAPPEDA adalah sedang (cukup). Hal ini menunjukkan bahwa Komitmen Organisasional sudah terjalin dengan baik namun tetap dibutuhkan suatu perhatian dan kekompakan kerja yang lebih tinggi lagi guna meningkatkan Komitmen Organisasional di BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan.
4.3.4.Indeks Kinerja Karyawan
Terdapat lima indikator yang digunakan dalam kajian terhadap kinerja karyawan. Perhitungan angka indeks kinerja karyawan adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.8
Indeks Variabel Kinerja Karyawan
No.
INDIKATOR
KINERJA KARYAWAN
INDEKS
1
2
3
4
5
1.
Kualitas kerja karyawan ini jauh lebih baik dari karyawan lain
6
13
8
26
10
42
2.
Kreativitas karyawan ini sangat baik dalam melaksanakan pekerjaannya
4
12
11
24
12
43,4
3.
Kemampuan karyawan ini sangat bagus dalam melaksanakan pekerjaan
5
14
8
22
14
43
4.
Ketepatan karyawan ini sangat bagus dalam melaksanakan pekerjaan
4
15
8
24
12
42,8
5.
Pengetahuan karyawan ini berkaitan dengan pekerjaan utamanya adalah sangat baik
2
11
11
25
14
45,4
Rata-rata total
43,32
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Indeks pada variabel kinerja karyawan diperoleh rata-rata indeks sebesar 43,32. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kinerja karyawan dari karyawan BAPPEDA adalah sedang, dimana sudah tercapai kinerja yang cukup baik, baik dari atasan maupun bawahan. Namun, perhatian atasan kepada bawahan dalam memberikan masukan dan pengetahuan tentang pekerjaan tentunya tetap harus ditingkatkan kembali guna mencapai kinerja karyawan yang lebih baik, karena pengetahuan karyawan dalam memahami dan mengimplementasikan pekerjaan utama merupakan indikator terbesar dengan nilai 45,4.
4.4.Analisis Data
4.4.1. Uji Validitas Dan Reliabilitas
Uji validitas yakni digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang dikatakan valid apabila pertanyaan dalam kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Sedangkan uji reliabilitas menunjukan atau mengukur sejauh mana suatu kuesioner dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada subyek yang sama.
Kriteria keputusan dalam pengujian validitas dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah dengan alat uji Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA). (Imam Ghozali, 2011).
Tabel 4.9
Hasil Pengujian tes KMO and Bartlett’s
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
.855
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square
1150.166
Df
210
Sig.
.000
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.9, dapat dilihat bahwa nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) adalah 0,855 sehingga dapat dilakukan analisis faktor. Begitu juga dengan nilai Bartlett’s Test dengan nilai Chi Square 1150,166 dan signifikan pada 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan.
Tabel 4.10
Hasil Pengujian Total Variance Explained
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa hasil pengujian total variance explained mengelompokkan 21 indikator 6 SLS, 5 BO, 5 KO, dan 5 KNJ menjadi empat faktor berdasarkan pada nilai eigen value > 1, yaitu faktor 1 dengan eigen value 10,135, faktor 2 dengan eigen value 2,737, faktor 3 dengan eigen value 1,741, dan faktor 4 dengan eigen value 1,386. Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa faktor 1 mampu menjelaskan variasi sebesar 48,261 %, faktor 2 mampu menjelaskan variasi sebesar 13,032 %, faktor 3 mampu menjelaskan variasi sebesar 8,289 %, dan faktor 4 mampu menjelaskan variasi sebesar 6,001 % atau dari 4 faktor tersebut mampu menjelaskan variasi 75,583 %.
Berikut ini merupakan output keempat faktor dari pengujian component matrix sebelum dilakukan rotasi:
Tabel 4.11
Hasil Pengujian Component Matrix
Component Matrixa
Component
1
2
3
4
X1
.666
-.506
.066
.173
X2
.702
-.528
.181
.168
X3
.705
-.444
.161
.192
X4
.678
-.534
.076
.074
X5
.690
-.500
.084
.250
X6
.674
-.459
.205
.099
X7
.569
.514
.366
.028
X8
.611
.484
.345
.099
X9
.641
.433
.283
.259
X10
.681
.369
.344
.144
X11
.571
.420
.432
.058
X12
.701
.188
-.514
.115
X13
.644
.243
-.395
.355
X14
.683
.189
-.457
.130
X15
.765
.196
-.437
.134
X16
.745
.150
-.400
.095
X17
.749
-.162
-.053
-.494
X18
.839
.079
.025
-.340
X19
.766
.155
.012
-.370
X20
.760
.018
-.023
-.399
X21
.687
-.112
-.040
-.523
Extraction Method: Principal Component Analysis.
a. 4 components extracted.
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Pada tabel 4.11 terlihat bahwa indikator SLS (X1-X6) mengelompok pada faktor 1, indikator BO mengelompok pada faktor 1, indikator KO mengelompok pada faktor 1, dan indikator KNJ mengelompok pada faktor 1. Hal ini menjadi sulit diinterpretasikan oleh sebab itu harus dilakukan rotasi.
Tabel 4.12
Hasil Pengujian Rotated Component Matrix
Rotated Component Matrixa
Component
1
2
3
4
X1
.808
.070
.204
.187
X2
.869
.141
.127
.204
X3
.811
.187
.175
.182
X4
.806
.044
.164
.279
X5
.844
.111
.229
.131
X6
.786
.172
.092
.246
X7
.024
.807
.154
.217
X8
.087
.809
.205
.179
X9
.177
.786
.305
.060
X10
.224
.779
.224
.178
X11
.120
.796
.089
.192
X12
.159
.151
.828
.267
X13
.191
.279
.800
.022
X14
.166
.181
.781
.241
X15
.212
.236
.809
.277
X16
.230
.213
.746
.300
X17
.359
.116
.213
.805
X18
.296
.384
.313
.702
X19
.188
.383
.297
.691
X20
.269
.269
.275
.719
X21
.281
.121
.176
.797
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 6 iterations.
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Hasil rotasi menunjukkan bahwa sekarang indikator Servant Leadership Style (X1-X6) mengelompok pada faktor 1, indikator Budaya Organisasi (X7-X11) mengelompok pada faktor 2, indikator Komitmen Organisasional (X12-X16) mengelompok pada faktor 3, dan indikator Kinerja Karyawan (X17-X21) mengelompok pada faktor 4. Jadi jelas dapat disimpulkan bahwa konstruk SLS, BO, KO, dan SLS memiliki inidimensionalitas atau dengan kata lain seluruh indikator dapat dikatakan valid.
Setelah pengujian validitas, langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas yaitu terkait dengan ketepatan suatu data, sedangkan untuk pengujian reliabilitas melalui nilai koefisien alpha dengan dibandingkan nilai 0,70 (Nunnaly, 1994). Berdasarkan hasil perhitungan dengan program SPSS dapat disajikan pengujian validitas pada tabel 4.13 berikut ini:
Tabel 4.13
Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner
Konstruk/variabel laten
Reliabilitas
(Cronbach α)
Servant Leadership Style
0,936
Budaya Organisasi
0,901
Komitmen
0,921
Organisasi
Kinerja
0,922
Karyawan
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Menurut Nunnaly (1994) dalam Imam Ghozali (2011) berpendapat bahwa suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai (cronbach alpha) > 0,70. Selanjutnya dilihat pada tabel 4.13 semua koefisien (cronbach alpha) memiliki nilai di atas 0,70 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel - variabel penelitian (konstruk) yang berupa variabel servant leadership style, budaya organisasi, komitmen organisasional dan kinerja karyawan adalah reliabel atau memiliki reliabilitas tinggi, sehingga mempunyai ketepatan yang tinggi pula untuk dijadikan variabel (konstruk) pada suatu penelitian.
4.4.2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribui normal atau tidak (Imam Ghozali, 2011). Untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribsi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Imam Ghozali, 2006).
Setelah dilakukan uji normalitas, didapatkan hasil grafik histogram sebagai berikut:
Gambar 4.1
Hasil Pengujian Normalitas
Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa garis diagonal dalam grafik ini menggambarkan keadaan ideal dari data yang mengikuti distribusi normal. Titik-titik berada sangat dekat dengan garis atau bahkan menempel pada garis serta mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.
Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa garis diagonal dalam grafik ini menggambarkan keadaan ideal dari data yang mengikuti distribusi normal. Titik-titik berada sangat dekat dengan garis atau bahkan menempel pada garis serta mengikuti arah garis diagonal, maka dapat kita simpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.
4.4.3. Uji Multikolonieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Setelah dilakukan uji multikolonieritas, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.14
Hasil Uji Multikolonieritas
Dependent Variabel: KO
Coefficient Correlationsa
Model
BO
SLS
1
Correlations
BO
1.000
-.362
SLS
-.362
1.000
Covariances
BO
.013
-.004
SLS
-.004
.007
a. Dependent Variable: KO
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Collinearity Statistics
B
Std. Error
Beta
Tolerance
VIF
1
(Constant)
4.394
2.174
2.021
.048
SLS
.258
.087
.329
2.981
.004
.869
1.151
BO
.406
.112
.399
3.612
.001
.869
1.151
a. Dependent Variable: KO
Berdasarkan tabel 4.14 hasil uji multikolonieritas antara variabel Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi sebagai variabel independen dengan Komitmen Organisasional sebagai dependen variabelnya, dapat dilihat hasil korelasi antar variabel independen tampak bahwa variabel Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi memiliki tingkat korelasi yaitu -0,362 atau 36,2 %. Oleh karena korelasi ini masih di bawah 95 %, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius antara variabel Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi.
Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95 %. Demikian juga hasil perhitungannilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multokolonieritas antar variabel independen dalam model regresi.
Tabel 4.15
Hasil Uji Multikolonieritas
Dependent Variabel: KNJ
Coefficient Correlationsa
Model
KO
SLS
BO
1
Correlations
KO
1.000
-.359
-.423
SLS
-.359
1.000
-.154
BO
-.423
-.154
1.000
Covariances
KO
.011
-.003
-.005
SLS
-.003
.006
-.001
BO
-.005
-.001
.010
a. Dependent Variable: KNJ
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Collinearity Statistics
B
Std. Error
Beta
Tolerance
VIF
1
(Constant)
2.036
1.839
1.107
.273
SLS
.264
.076
.347
3.478
.001
.757
1.321
BO
.257
.102
.261
2.536
.014
.714
1.401
KO
.316
.106
.326
2.993
.004
.637
1.570
a. Dependent Variable: KNJ
Berdasarkan tabel 4.15 uji multikolonieritas antara variabel Servant Leadership Style, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasional sebagai variabel independen dengan Kinerja Karyawan sebagai dependen variabelnya, dapat dilihat hasil besaran korelasi antar variabel independen tampak bahwa hanya variabel Servant Leadership Style yang mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel Komitmen Organisasional yaitu -0,423 atau 42,3 %. Oleh karena korelasi ini masih di bawah 95 %, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius antara variabel Servant Leadership Style, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasional.
Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95 %. Demikian juga hasil perhitungannilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multokolonieritas antar variabel independen dalam model regresi.
4.4.4. Uji Linearitas
Setelah dilakukan uji linearitas, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.16
Hasil Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
KO * SLS
Between Groups
(Combined)
885.172
20
44.259
1.956
.033
Linearity
412.245
1
412.245
18.216
.000
Deviation from Linearity
472.927
19
24.891
1.100
.385
Within Groups
950.479
42
22.630
Total
1835.651
62
ANOVA Table
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
KO * BO
Between Groups
(Combined)
807.737
18
44.874
1.921
.040
Linearity
493.250
1
493.250
21.114
.000
Deviation from Linearity
314.486
17
18.499
.792
.692
Within Groups
1027.914
44
23.362
Total
1835.651
62
ANOVA Table
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
KNJ * SLS
Between Groups
(Combined)
882.218
20
44.111
2.181
.017
Linearity
614.624
1
614.624
30.388
.000
Deviation from Linearity
267.595
19
14.084
.696
.801
Within Groups
849.496
42
20.226
Total
1731.714
62
ANOVA Table
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
KNJ * BO
Between Groups
(Combined)
1023.783
18
56.877
3.535
.000
Linearity
533.540
1
533.540
33.161
.000
Deviation from Linearity
490.243
17
28.838
1.792
.061
Within Groups
707.931
44
16.089
Total
1731.714
62
ANOVA Table
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
KNJ * KO
Between Groups
(Combined)
1026.692
18
57.038
3.560
.000
Linearity
677.035
1
677.035
42.253
.000
Deviation from Linearity
349.657
17
20.568
1.284
.247
Within Groups
705.022
44
16.023
Total
1731.714
62
Berdasarkan hasil pada tabel 4.16 menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,000. Karena signifikansi kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel servant leadership style dan komitmen organisasional, budaya organisasi dan komitmen organisasional, servant leadership style dan kinerja karyawan, budaya organisasi dan kinerja karyawan, serta komitmen organisasional dan kinerja karyawan terdapat hubungan yang linear.
4.4.5. Uji F
Uji ini digunakan untuk pengujian ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah permodelan yang dibangun memenuhi kriteria fit atau tidak. Dengan Uji F ini akan diketahui apakah variabel servant leadership style, dan budaya organisasi dapat memberikan pengaruh variabel komitmen organisasional, serta variabel servant leadership style, budaya organisasi, dan komitmen organisasional dapat memberikan pengaruh variabel kinerja karyawan.
Tabel 4.17
Hasil Uji F
ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
666.430
2
333.215
17.099
.000b
Residual
1169.221
60
19.487
Total
1835.651
62
a. Dependent Variable: KO
b. Predictors: (Constant), BO, SLS
ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
961.281
3
320.427
24.538
.000b
Residual
770.434
59
13.058
Total
1731.714
62
a. Dependent Variable: KNJ
b. Predictors: (Constant), KO, SLS, BO
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.17 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 17,099 dengan tingkat signifikansi 0,000 jauh di bawah 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel servant leadership style, dan budaya organisasi dapat memberikan pengaruh variabel komitmen organisasional. Sedangkan pada tabel berikutnya menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 24,538 dengan tingkat signifikansi 0,000 jauh di bawah 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa servant leadership style, budaya organisasi, dan komitmen organisasional dapat memberikan pengaruh variabel kinerja karyawan.
4.4.6. Uji T
Uji T digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda.
4.4.6.1. Pengujian H1 dan H2
Analisis yang digunakan dalam mengukur H1 dan H2 adalah analisis regresi berganda (path analysis). Hasil uji t dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.18
Hasil uji t Pengaruh Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T
Sig.
Collinearity Statistics
B
Std. Error
Beta
Tolerance
VIF
1
(Constant)
4.394
2.174
2.021
.048
SLS
.258
.087
.329
2.981
.004
.869
1.151
BO
.406
.112
.399
3.612
.001
.869
1.151
a. Dependent Variable: KO
Terhadap Komitmen Organisasional
Sumber: Data primer yang diolah, 2013
A. Hasil Pengujian H1
Dari hasil analisis diperoleh t hitung SLS sebesar 2,981 > 1,6694 dan P Value 0,004 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H1, sehingga servant leadership style berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, atau dapat dikatakan bahwa apabila pemimpin semakin menerapkan servant leadership style dalam kepemimpinannya, semakin besar pula komitmen organisasional yang ditunjukkan oleh karyawan.
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hoveida et al (2011), Mazarei et al (2013), dan Liden, Wayne, Zhao dan Handerson (2008 dalam Wei dan Desa, 2013). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Drury (2004) yang menjelaskan bahwa komitmen organisasional dan servant leadership memiliki hubungan terbalik yang signifikan secara statistik terhadap komitmen organisasional.
B. Hasil Pengujian H2
Dari hasil analisis diperoleh t hitung BO sebesar 3,612 > 1,6694 dan P Value 0,001 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H2, sehingga Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Organisasional, atau dapat dikatakan bahwa apabila budaya organisasi sebuah organisasi semakin profesional maka semakin baik pula komitmen organisasional yang ditunjukkan oleh karyawan.
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chen (2004), Manetje dan Martins (2009), dan Moon (2000). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Meijen (2007) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berhubungan tidak signifikan terhadap komitmen organisasional.
4.4.6.2. Pengujian H3, H4, dan H5
Analisis yang digunakan dalam mengukur H3, H4, dan H5 adalah analisis regresi berganda. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.19
Hasil uji t Pengaruh Servant Leadership Style, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Collinearity Statistics
B
Std. Error
Beta
Tolerance
VIF
1
(Constant)
2.036
1.839
1.107
.273
SLS
.264
.076
.347
3.478
.001
.757
1.321
BO
.257
.102
.261
2.536
.014
.714
1.401
KO
.316
.106
.326
2.993
.004
.637
1.570
a. Dependent Variable: KNJ
Sumber: Data primer yang diolah, 2013
A. Hasil Pengujian H3
Dari hasil analisis diperoleh t hitung KO sebesar 2,993 > 1,6694 dan P Value 0,004 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H3, sehingga Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan, atau dapat dikatakan bahwa semakin tinggi komitmen organisasional di suatu organisasi, maka semakin baik pula kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan.
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rose et al (2009), Sulaiman (2002), dan Syauta et al (2012). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yiing dan Ahmad (2008) yang berpendapat bahwa komitmen organisasional tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
B. Hasil Pengujian H4
Berdasarkan tabel 4.19 dapat dilihat hasil analisis diperoleh t hitung SLS sebesar 3,478 > 1,6694 dan P Value 0,001 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H4, sehingga Servant Leadership Style berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan, atau dapat dikatakan bahwa apabila pemimpin semakin menerapkan servant leadership style dalam kepemimpinannya, semakin besar pula kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan.
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indartono et al (2010) dimana dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa adanya hubungan positif signifikan antara servant leadership style terhadap kinerja karyawan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hussain dan Ali (2012) yang menjelaskan bahwa menurut analisis SEM dan hasil model regresi, visi sebagai salah satu dimensi servant leadership tidak berpengaruh pada kinerja karyawan.
C. Hasil Pengujian H5
Berdasarkan tabel 4.19 dapat dilihat hasil analisis diperoleh thitung BO sebesar 2,536 > 1,6694 dan P Value 0,014 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak dan menerima H5, sehingga Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Atau dapat dikatakan bahwa apabila budaya organisasi sebuah organisasi semakin profesional maka semakin baik pula kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan.
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ismail (2008), Ojo (2009) dan Uddin et al (2012). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Masrukhin dan Waridin (2006) yang memberikan indikasi bahwa semakin baik budaya organisasi tidak memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja pegawai.
4.4.7.Koefisien Determinasi Total (R2 Total)
Analisis yang digunakan dalam mengukur proporsi hubungan Servant Leadership Style dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasional adalah koefisien determinan (R2). Hasil pengukuran koefisien determinan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.20
Koefisien Determinan Pengaruh Servant Leadership Style,
dan Budaya Organisasi terhadap Komitmen Organisasional
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.603a
.363
.342
4.41441
a. Predictors: (Constant), BO, SLS
b. Dependent Variable: KO
Sumber: Data primer yang diolah, 2013
Untuk analisis yang digunakan dalam mengukur proporsi hubungan Servant Leadership Style, Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Karyawan adalah koefisien determinan (R2). Hasil pengukuran koefisien determinan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.21
Koefisien Determinan Pengaruh Servant Leadership Style,
Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional
terhadap Kinerja Karyawan
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.745a
.555
.532
3.61361
a. Predictors: (Constant), KO, SLS, BO
b. Dependent Variable: KNJ
Sumber: Data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.20 dan tabel 4.21 dapat dihitung R2 total dengan rumus sebagai berikut:
Pei =
Pe1 = = = 0,798
Pe2 = = = 0,667
Sehingga R2 total adalah:
= 1 – (0.798)2 (0.667)2
= 1 – (0,6368) (0.4449)
= 1 – 0,2833
= 0,7169
Berdasarkan hasil yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien determinan total (R2 total) atau informasi yang terkandung dalam data sebesar 71,69 % dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 28,31 % sisanya dijelaskan oleh variabel lain dan error.
4.4.8. Analisis Jalur (Path Analysis)
Untuk menguji pengaruh variabel intervening digunakan metode analisis jalur (path amalysis). Berikut ini adalah analisis jalur untuk menguji hubungan antara Servant Leadership Style (SLS) terhadap Kinerja Karyawan (KNJ) dan apakah hubungan Servant Leadership Style (SLS) terhadap Kinerja Karyawan (KNJ) dimediasi oleh variabel Komitmen Organisasional (KO) dengan gambar sebagai berikut:
Gambar 4.2
Pengaruh Antar Variabel Dalam Diagram Alur
a
KO
a
SLS
a
KNJ
a
BO
0,347
0,261
0,329
0,399
0,326
0,8
45
0,6
Interpretasi dari hasil analisis jalur dapat dilakukan sebagai berikut:
Total pengaruh SLS ke KNJ dapat dilihat sebagai berikut:
Pengaruh langsung SLS ke KNJ= 0,347
Pengaruh tidak langsung:
SLS ke KO ke KNJ= 0,329 x 0,326
= 0,1073 +
= 0,4543
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengaruh antara variabel Servant Leadership Style terhadap Kinerja Karyawan lebih besar apabila langsung daripada menggunakan variabel Komitmen Organisasional sebagai variabel intervening.
Total pengaruh BO ke KNJ dapat dilihat sebagai berikut:
Pengaruh langsung BO ke KNJ= 0,261
Pengaruh tidak langsung:
BO ke KO ke KNJ= 0,399 x 0,326
= 0,13 +
= 0,3911
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang diberikan antara variabel budaya organisasi terhadap kinerja karyawan lebih besar apabila tidak menggunakan variabel komitmen organisasional sebagai variabel intervening.
4.4.9. Sobel Test
Sobel test dilakukan untuk menguji pengaruh mediasi dalam model penelitian. Untuk menguji pengaruh intervening Komitmen Organisasional dalam hubungan Servant Leadership Style terhadap Kinerja Karyawan dalam model penelitian diuji dengan sobel test sebagai berikut:
Sab =
Sab =
Sab =
Sab =
Sab =
Sab = 0,04
Dari hasil Sab tersebut dapat diketahui nilai statistik pengaruh intervening dengan rumus sebagai berikut:
z-value =
z-value =
z-value = 2,045
Oleh karena nilai hasil perhitungan z-value menunjukkan 2,045, dimana hasil tersebut lebih besar dari 1,960, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien intervening 2,045 adalah signifikan pada taraf signifikansi 0,005. Oleh karena itu memang ada pengaruh intervening Komitmen Organisasional dalam hubungan Servant Leadershp Style terhadap Kinerja Karyawan.
Untuk menguji pengaruh intervening Komitmen Organisasional dalam hubungan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan dalam model penelitian diuji dengan sobel test sebagai berikut:
Sab =
Sab =
Sab =
Sab =
Sab =
Sab = 0,0557
Dari hasil Sab tersebut dapat diketahui nilai statistik pengaruh intervening dengan rumus sebagai berikut:
z-value =
z-value =
z-value = 2,25
Oleh karena nilai hasil perhitungan z-value menunjukkan 2,25, dimana hasil tersebut lebih besar dari 1,960, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien intervening 2,25 adalah signifikan pada taraf signifikansi 0,005. Oleh karena itu memang ada pengaruh intervening Komitmen Organisasional dalam hubungan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan.
4.5. Pembahasan
4.5.1. Pembahasan pengaruh servant leadership style terhadap Komitmen Organisasional
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa servant leadership style berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Hal ini juga dapat diartikan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki hasil yang sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hoveida et al (2011), Mazarei et al (2013), dan Liden, Wayne, Zhao dan Handerson (2008 dalam Wei dan Desa, 2013).
Hasil analisis diketahui bahwa pimpinan atau atasan mempertahankan konsistensi keputusannya atas implementasinya (X4) merupakan salah satu indikator dari Servant Leadership Style dengan mengedepankan integritas. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pemimpin atau atasan yang selalu menjaga konsistensi antara keputusan dan implementasinya tentunya akan sangat berdampak pada komitmen karyawan tersebut.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin yang memimpin dengan tidak otoriter dan lebih memahami bawahan, maka akan menimbulkan komitmen yang besar dalam menjalankan roda organisasi.
Hubungan antara seorang pemimpin terhadap orang-orang yang dipimpinnya lebih bersifat pemberian arahan, bimbingan, serta intruksi untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya dengan memberikan teladan yang dapat dipahami bawahan. Pemimpin memberikan motivasi kepada bawahan, mengarahkan kegiatan orang lain, memilih suatu pola komunikasi yang paling efektif dalam menyelesaikan konflik antara anggota organisasi.
Seorang pemimpin pelayan (servant leaders) memiliki tanggung jawab untuk melayani kepentingan bawahan agar mereka menjadi lebih baik dan sejahtera, sebaliknya para bawahan memiliki komitmen yang tinggi dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pada akhirnya mendukung keberhasilan pemimpin, dimana komitmen tersebut didapatkan dari teladan yang ditunjukkan oleh pemimpin.
4.5.2. Pembahasan pengaruh Budaya Organisasi terhadap Komitmen Organisasional
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa apabila budaya organisasi sebuah organisasi semakin profesional maka semakin baik pula komitmen organisasional yang ditunjukkan oleh karyawan. Hal ini juga dapat diartikan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki hasil yang sesuai dengan penelitian dan riset sebelumnya yang dilakukan oleh Chen (2004), Manetje dan Martins (2009), dan Moon (2000).
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa indikator pengakuan terhadap hasil kerja karyawan yang telah bekerja dengan baik (X10) merupakan indikator yang paling dominan dari budaya organisasi profesional. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa budaya organisasi pada BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan merupakan budaya profesional yang memiliki pengaruh jelas terhadap peningkatan komitmen organisasional.
Pada saat ini budaya profesional harus menjadi paradigma baru bagi seorang PNS. Suatu organisasi yang berorientasi pada profesionalisme, anggotanya mampu membedakan antara pekerjaan di kantor dan urusan pribadi. Budaya organisasi yang berorientasi pada profesionalisme mampu membuat organisasi tersebut memiliki komitmen organisasional yang tinggi, karena adanya keinginan anggota organisasi yang kuat untuk senantiasa meningkatkan kualitas organisasi. Oleh karena itu dapat dikatakan salah satu penunjang meningkatnya komitmen organisasional adalah dengan peningkatan budaya profesional yang ditunjukkan suatu organisasi publik.
4.5.3. Pembahasan pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa meningkatnya kinerja karyawan dipengaruhi oleh komitmen organisasional yang tinggi pula. Hal ini dapat menjelaskan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki kesamaan serta memperkuat justifikasi penelitian terdahulu terhadap komitmen organisasional dan kinerja karyawan, seperti riset yang dilakukan oleh Rose et al (2009), Sulaiman (2002), dan Syauta et al (2012).
Hasil pengujian dapat diketahui bahwa indikator dimana organisasi memiliki arti sangat besar bagi karyawan (X16) merupakan indikator yang paling dominan dari komitmen organisasional. Hal tersebut dapat diartikan bahwa perasaan memiliki karyawan dalam suatu organisasi merupakan penentu dari komitmen organisasional dalam menentukan tinggi atau rendahnya kinerja karyawan.
Pada dasarnya komitmen organisasional yang diberikan karyawan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kinerja karyawan. Seorang karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi cenderung mengembangkan upaya yang lebih besar pada pekerjaan, sehingga hasil yang didapat juga lebih baik.
Salah satu komponen utama komitmen organisasional adalah keinginan untuk berusaha keras yang dapat dipertanggungjawabkan atas nama organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa komitmen organisasional merupakan kekuatan keterlibatan dan kesetiaan kepada organisasi yang mampu menunjukkan kepercayaan, kemampuan dan keinginan yang kuat untuk melibatkan dan mempertahankan diri kepada organisasi, sehingga akan menjadi komponen efektifitas dalam peningkatan kinerja karyawan.
4.5.4. Pembahasan pengaruh servant leadership style terhadap kinerja karyawan
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa servant leadership style berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa apabila seorang pemimpin yang berorientasi pada servant leadership akan mampu membawa bawahan mencapai kinerja yang lebih baik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki kesamaan serta memperkuat justifikasi penelitian terdahulu terhadap Servant Leadership Style dan kinerja karyawan, seperti riset yang dilakukan oleh Indartono et al (2010).
Hasil pengujian melalui SPSS dapat diketahui bahwa indikator servant leadership style dimana pimpinan atau atasan mempertahankan konsistensi keputusannya atas implementasinya (X4) merupakan salah satu indikator dari Servant Leadership Style yang mengutamakan integritas. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pemimpin atau atasan yang selalu menjaga integritas dengan mempertahankan konsistensi antara keputusan dan implementasinya tentunya akan sangat berdampak pada kinerja karyawan tersebut.
Servant leadership style mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja karyawan karena pengaruh yang ditumbulkan dari servant leadership mempengaruhi pengawasan kegiatan, kinerja manajemen perencanaan, serta proses pemberdayaan karyawan. Karyawan merasa dianggap sebagai mitra bagi atasan dan tidak sekedar dianggap bawahan, sehingga timbul motivasi bekerja yang berpengaruh terhadap hasil kerja.
Selain itu seorang pemimpin yang berorientasi pada servant leadership style dapat memberikan intruksi yang dapat lebih dipahami bawahan karena bawahan juga dapat memberikan andil atau masukan bagi keputusan atasan sehingga dalam melakukan keputusan tersebut lebih mudah untuk dikerjakan yang pada akhirnya tentu saja akan mempengaruhi output kerja yang dihasilkan.
4.5.5. Pembahasan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan hasil bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dengan semakin profesional orientasi budaya suatu organisasi maka semakin baik pula kinerja yang ditunjukkan oleh anggotanya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki kesamaan serta memperkuat justifikasi penelitian terdahulu terhadap budaya organisasi dan kinerja karyawan, seperti riset yang dilakukan oleh Ismail (2008), Ojo (2009) dan Uddin et al (2012)
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa indikator pengakuan terhadap hasil kerja karyawan yang telah bekerja dengan baik (X10) merupakan indikator yang paling dominan dari budaya organisasi profesional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya organisasi pada BAPPEDA Kab. Bengkulu Selatan adalah budaya profesional yang memiliki pengaruh jelas terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Budaya organisasi profesional di BAPPEDA merupakan hasil dari pemberian kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggotanya sehingga kinerja yang dihasilkan juga turut meningkat.
Peningkatan kinerja yang ditunjukkan oleh anggota organisasi merupakan dampak dari sikap profesionalisme dari organisasi itu sendiri. Budaya profesional pada anggota organisasi dapat berupa sikap dimana mampu membedakan kepentingan pekerjaan dan kepentingan pribadi, sehingga dengan kemampuan tersebut, seorang karyawan mampu fokus dalam urusan pekerjaan tanpa terganggu oleh urusan di luar pekerjaan. Dengan demikian hasil kinerja yang dihasilkan pun juga lebih baik.
82
2
ep
2
2
2
1
2
P
.
.
.
1
e
e
m
P
P
R
-
=
2
m
R