bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan...

130
Rencana Aksi Daerah 2018- 2022 MILLENNIUM CHALLENGE ACCOUNT-INDONESIA GREEN PROSPERITY PROJECT COMMUNITY-BASED NATURAL RESOURCES MANAGEMENT (CBNRM) RENCANA AKSI DAERAH PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2018 – 2022 Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTBHalaman i

Transcript of bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan...

Page 1: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

MILLENNIUM CHALLENGE ACCOUNT-INDONESIA

GREEN PROSPERITY PROJECT

COMMUNITY-BASED NATURAL RESOURCES MANAGEMENT (CBNRM)

RENCANA AKSI DAERAH

PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) DI PULAU LOMBOK, NUSA

TENGGARA BARATTAHUN 2018 – 2022

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman i

Page 2: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok ini dapat diselesaikan sebagaimana direncanakan.

Rencana Aksi Daerah Pengembangan HHBK dimaksudkan sebagai arahan dan acuan bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten se Pulau Lombok dan Pemerintah Desa yang berada dan berdekatan dengan pinggiran kawasan hutan. Prinsip pengelolaan hasil hutan bukan kayu adalah lestari dan dapat mengungkit perekonomian masyarakat di pedesaan dan mengurangi kemiskinan yang ditangani secara bersama-sama baik oleh masyarakat penghasil HHBK, para pelaku usaha maupun pemerintah.

Dokumen yang berisi rencana aksi pengembangan produksi, pengolahan dan pemasaran HHBK yang terpadu dari berbagai stakeholder ini juga dapat tersusun berkat bantuan para pihak dan Tim Penyusun. Oleh karena itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak dan Tim Penyusun yang telah mendukung proses pengumpulan data dan penyelesaian dokumen ini.

Dokumen RAD pengembangan dan pemanfaatan HHBK ini diharapkan dapat menjadi rujukan bersama para pihak yang berkepentingan dan semoga dapat bermanfaat dalam pengembangan dan pemanfaatan HHBK di Pulau Lombok khususnya dan di NTB pada umumnya.

Kepala Bappeda Provinsi NTB

Ir. Ridwan Syah, M.Sc, MM,MTp

NIP 19630626 199003 1 005

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman ii

Page 3: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARATSAMBUTAN

Assalamu’alaikum Wr Wb

Puji syukur kehadlirat Tuhan Yang Maha Esa, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menyambut baik atas tersusunnya dokumen Rencana Aksi Daerah Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok Tahun 2018-2022. Peran sumber daya alam sebagai modal pembangunan ekonomi (economic resource) dan sebagai penopang kehidupan (life support system) yang harus dikelola secara seimbang antara aspek pemanfaatan dan aspek pelestariannya untuk menjamin keberlanjutan pembagunan nasional dan mendukung pembangunan daerah dalam mewujudkan masyarakat Nusa Tenggara Barat yang beriman, maju, berdaya saing dan sejahtera.

Permasalahan yang dihadapi pembangunan bidang kehutanan adanya tekanan terhadap sumber daya hutan, terutama dipicu karena adanya kesenjangan antara permintaan dan pasokan kayu untuk kepentingan industri yang menyebabkan terjadinya pemanfaatan hutan yang tidak lestari berupa kegiatan tebang berlebih, perambahan dan pencurian kayu (illegal logging) yang dilakukan oleh berbagai pihak melibatkan masyarakat yang tinggal disekitar hutan, hal ini terjadi karena tingkat kesejahteraan masyarakat masih rendah.

Sementara upaya konservasi, rehabilitasi dan pembangunan hutan tanaman tidak dapat mengejar tingkat kerusakan tersebut, selain keterbatasan biaya juga membutuhkan waktu yang lama untuk pemulihan ekosistem ke kondisi semula, Pengelolaan hutan masih bertumpu pada pemanfaatan kayu padahal nilai dari hutan diperkirakan hanya memberi manfaat sekitar 10 % dari nilai total ekonomi hutan sedangkan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan lainnya belum dinilai secara optimal, dengan adanya rencana aksi daerah pengembangan hasil hutan bukan kayu dapat diimplementasikan oleh organisasi perangkat daerah yang terkait.

Akhir kata, saya selaku Gubernur Nusa Tenggara Barat menghimbau agar seluruh jajaran Pemerintah Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten bahkan sampai Desa untuk menjalankan program dan kegiatan yang telah disepakati bersama, Koordinasi dan kerjasama dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan perlu ditingkatkan guna percepatan pencapaian tujuan pembangunan daerah.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa merestui niat dan langkah kita bersama dalam mewujudkan Nusa Tenggara Barat yang beriman, berdaya saing, maju dan sejahtera. Terima kasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mataram, September 2017

Gubernur Nusa Tenggara Barat

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman iii

Page 4: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

APBL : Asosiasi Pengusaha Bambu LombokAPK : Angka Partisipasi KasarAPM : Angka Partisipasi MurniBappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan DaerahBPR : Bank Perkreditan RakyatDISKOMINFOTIK : Dinas Komunikasi Informatika dan StatistikHAKI : Hak Atas Kekayaan IntelektualHHBK : Hasil Hutan Bukan KayuHKm : Hutan KemasyarakatanIPM : Indeks Pembangunan ManusiaISO : International Organization for StandardizationKUB : Kelompok Usaha BersamaMA : Madrasah AliyahMTs : Madrasah TsanawiyahOPD : Organisasi Perangkat DaerahPDRB : Produk Domistik Regional BrutoPIRT : Pangan Industri Rumah TanggaPMA : Penanaman Modal AsingRAD : Rencana Aksi DaerahRIPN : Rencana Induk Pelabuhan NasionalRPJMDes : Rencana Pembanagunan Jangka Menengah DesaRPK : Rumah Pangan KitaSKPD : Satuan Kerja Perangkat daerahSMA : Sekolah Menengah AtasSMK : Sekolah Menengah KejuruanSMP : Sekolah Menengah PertamaSNI : Standar Nasional IndonesiaTDP : Tanda Daftar PerusahaanTNGR : Tanaman nasional Gunung RinjaniWWF : World Wide Fund for Nature - Indonesia

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman iv

Page 5: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................iiDAFTAR ISTILAH/SINGKATAN................................................................................................ivDAFTAR ISI......................................................................................................................................vDAFTAR TABEL............................................................................................................................viiDAFTAR GAMBAR......................................................................................................................viiiBAB I. PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................11.2. Dasar Hukum Penyusunan...........................................................................................21.3. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu..............................................................................3

BAB II. GAMBARAN UMUM.......................................................................................................52.1. Pengantar......................................................................................................................52.2. Kondisi Geografis dan Demografis..............................................................................5

2.2.1. Kondisi Geografis..............................................................................................52.1.1. Kondisi Demografis...........................................................................................8

2.2. Infrastruktur..................................................................................................................92.2.1. Darat...................................................................................................................92.2.2. Laut....................................................................................................................92.2.3. Udara................................................................................................................11

2.3. Kesejahteraan Masyarakat..........................................................................................122.3.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Peran Sektor Kehutanan......................................122.3.2. Kesejahteraan Sosial........................................................................................20

2.4. Program Pengelolaan Hutan, Analisis Potensi dan Pemanfaatan HHBK..................242.4.1. Program HKm di Lombok Utara.....................................................................252.4.2. Program HKm di Lombok Tengah..................................................................272.4.3. Program Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Lombok Timur..................302.4.4. Program Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Lombok Barat....................34

2.5. Pengembangan dan Pemanfaatan HHBK bagi Pembangunan Daerah.......................35BAB III. ANALISIS ISU-ISU PENGELOLAAN HHBK............................................................37

3.1. Isu Lingkungan...........................................................................................................373.1.1. Karbon..............................................................................................................373.1.2. Tutupan Lahan.................................................................................................383.1.3. Defisit Air........................................................................................................38

3.2. Isu Sistem Produksi HHBK........................................................................................383.2.1. Kemiri..............................................................................................................393.2.2. Madu................................................................................................................393.2.3. Bambu..............................................................................................................403.2.4. Buah-Buahan (Nangka, Durian dan Alpokat)..................................................403.2.5. Aren..................................................................................................................413.2.6. Empon-Empon.................................................................................................42

3.3. Isu Sistem Pengolahan HHBK...................................................................................423.3.1. Kemiri..............................................................................................................423.3.2. Madu................................................................................................................423.3.3. Bambu..............................................................................................................433.3.4. Buah-Buahan (Nangka, Durian dan Alpokat)..................................................433.3.5. Aren..................................................................................................................433.3.6. Empon-Empon.................................................................................................433.3.7. Sarana Prasarana..............................................................................................433.3.8. Sumberdaya Manusia.......................................................................................44

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman v

Page 6: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

3.3.9. Kelembagaan....................................................................................................443.3.10. Permodalan..................................................................................................45

3.4. Isu Sistem Pamasaran HHBK....................................................................................453.4.1. Kemiri..............................................................................................................453.4.2. Madu................................................................................................................463.4.3. Bambu..............................................................................................................463.4.4. Buah-Buahan (Nangka, Durian dan Alpokat)..................................................463.4.5. Aren..................................................................................................................463.4.6. Empon-Empon.................................................................................................46

BAB IV. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN........................................................................484.1. Kedudukan RAD Pengembangan HHBK dalam Kebijakan Pembangunan Daerah..484.2. Arah Kebijakan dalam Pengembangan HHBK di Pulau Lombok.............................49

4.2.1. Kebijakan 1 :Penetapan Branding Produk HHBK...........................................494.2.2. Kebijakan 2 : Integrasi Program HHBK dalam RPJM Desa...........................494.2.3. Kebijakan 3: Kerjasama Antar Desa................................................................504.2.4. Kebijakan 4: Penugasan oleh Pemerintah Provinsi kepada Desa....................504.2.5. Kebijakan 5: Integrasi Program HHBK dalam RPJMD Provinsi....................514.2.6. Kebijakan 6: Nomenklatur HHBK dalam Program Lintas SKPD...................51

4.3. Pengarus Utamaan Perempuan dalam Kegiatan RAD...............................................514.4. Tim Penyusun RAD HHBK.......................................................................................52

BAB V. PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR.............................................................545.1. Pengantar....................................................................................................................545.1. Matrik Rencana Aksi Produksi HHBK......................................................................55

5.1.1. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan........................................................555.1.2. Dinas Pertanian dan Perkebunan.....................................................................57

5.2. Matrik Rencana Aksi Pengolahan HHBK..................................................................585.2.1. Dinas Perindustrian..........................................................................................585.2.2. Dinas Koperasi dan UKM (Aspek Kelembagaan)...........................................605.2.3. DPMPD DAN DUKCAPIL (Aspek Permodalan)...........................................61

5.3. Matrik Rencana Aksi Pemasaran HHBK...................................................................635.3.1. Dinas Perdagangan...........................................................................................635.3.2. Dinas Komunikasi Informatika dan Statitstik (DISKOMINFOTIK)..............65

5.4. Indikator Pencapaian Hasil Rencana Aksi HHBK.....................................................70BAB VI. MONITORING DAN EVALUASI.................................................................................72

6.1. Monitoring..................................................................................................................726.2. Evaluasi......................................................................................................................736.3. Indikator dalam Monitoring dan Evaluasi..................................................................74

BAB VII. PENUTUP.................................................................................................................76DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................78

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman vi

Page 7: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1. JUMLAH KECAMATAN DAN DESA DI PULAU LOMBOK - PROVINSI NTB TAHUN 2015................................6TABEL 2.2. TATAGUNA LAHAN DI PULAU LOMBOK - PROVINSI NTB TAHUN 2015...................................................7TABEL 2.3. JUMLAH PENDUDUK DAN RASIO JENIS KELAMIN MENURUT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2009-2015...........8TABEL 2.4. JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2015..............................9TABEL 2.5. KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN PADA PDRB PROVINSI NTB ATAS DASAR

HARGA KONSTAN MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN 2011-2015..................................................................14TABEL 2.6. REALISASI INVESTASI TAHUN 2011-2015.......................................................................................15TABEL 2.7. PERTUMBUHAN INVESTASI PMDN DAN PMA TAHUN 2011 – 2015..................................................15TABEL 2.8. JUMLAH DAN PROSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI NTB TAHUN 2010 – 2016.........................18TABEL 2.9. JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN PERSENTASE KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA DI PULAU LOMBOK TAHUN

2011 – 2015...........................................................................................................................................19TABEL 2.10. ANGKATAN KERJA DAN PENGANGGURAN TAHUN 2010 – 2015.........................................................19TABEL 2.11. PENANGANAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT TAHUN 2010-2015.........20TABEL 2.12. PERKEMBANGAN INDIKATOR BIDANG PENDIDIKAN TAHUN 2010-2015...............................................21TABEL 2.13. ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) SEKOLAH DASAR (SD) SE-DERAJAT TAHUN 2010-2015...................22TABEL 2.14. PERSENTASE ANGKA MELEK HURUF TAHUN 2015 MENURUT KABUPATEN/KOTA...................................22TABEL 2.15. ANGKA RATA-RATA LAMA SEKOLAH PER KABUPATEN/KOTA DI LOMBOK TAHUN 2009-2015.................23TABEL 2.16. PERKEMBANGAN INDIKATOR IPM PROVINSI NTB TAHUN 2010-2015................................................24TABEL 2.17. IPM MENURUT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2010 – 2015................................................................24TABEL 2.18. KELOMPOK PENGELOLA IUPHKM DI WILAYAH BATUKLIANG UTARA – KABUPATEN LOMBOK TENGAH.......29TABEL 5.1. RENCANA AKSI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PRODUKSI HHBK – DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN

KEHUTANAN.............................................................................................................................................55TABEL 5.2. RENCANA AKSI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PRODUKSI HHBK – DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

57TABEL 5.3. RENCANA AKSI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PENGOLAHAN HHBK – DINAS PERINDUSTRIAN..............58TABEL 5.4. RENCANA AKSI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PENGOLAHAN HHBK – DINAS KOPERASI DAN UKM......60TABEL 5.5. RENCANA AKSI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PENGOLAHAN HHBK – DPMPD DAN DUKCAPIL.......61TABEL 5.6. RENCANA AKSI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PEMASARAN HHBK – DINAS PERDAGANGAN................63TABEL 5.7. RENCANA AKSI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PEMASARAN HHBK – DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA

DAN STATITSTIK.........................................................................................................................................65

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman vii

Page 8: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1. PERTUMBUHAN EKONOMI NTB ADHK TAHUN 2011-2015...............................................................16GAMBAR 2.2. PENGELUARAN PERKAPITA PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2010-2015 (DALAM JUTA)...........17GAMBAR 2.3. PENDAPATAN PERKAPITA NTB ADHK 2010 – 2015 (RP. JUTA)..........................................................17GAMBAR 2.4. JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI NTB TAHUN 2010 – 2016....................................................18GAMBAR 2.5. GRAFIK PENURUNAN ANGKA DROP OUT (DO) DI PROVINSI NTB..........................................................23GAMBAR 2.6. HASIL HUTAN BUKAN KAYU UTAMA DI PULAU LOMBOK (HASIL FGD DENGAN PETANI PENGELOLA HUTAN)..25

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman viii

Page 9: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sumberdaya Hutan (SDH) mempunyai potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi kesejahteraan umat manusia. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu (HHK), melainkan juga manfaat hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Hasil hutan selain kayu, yang lebih dikenal dengan sebutan HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu), selalu menduduki peran penting dan besar dalam ekonomi kehutanan di Indonesia, termasuk di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat. Menurut Permenhut No. P. 21 / Menhut-II / 2009 pada lampirannya disebutkan bahwa nilai ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Indonesia diperkirakan mencapai 90% dari total nilai ekonomi yang dapat dihasilkan dari ekosistem hutan.

Sejalan dengan potensi di atas, maka pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi sudah selayaknya menggali potensi HHBK, sebagaimana yang diperkuat oleh Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Kebijakan ini telah mengamanatkan kepada setiap daerah, dimana daerah mempunyai kewajiban untuk mengembangkan komoditas HHBK secara lebih serius.

Kegiatan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam kerangka pengembangan pengelolaan hutan bersama masyarakat di kawasan hutan Gunung Rinjani Pulau Lombok merupakan langkah strategis yang harus terus dikembangkan dan diperkuat pelaksanaannya. Hal ini tidak lepas dari banyaknya jenis HHBK yang diperoleh dari hutan, baik yang berasal dari tumbuhan (HHBK nabati) maupun dari hewan (HHBK hayati). Pemanfaatan HHBK pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, energi, dan obat-obatan, serta pemanfaatan lainnya. Karena itu pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) secara berkelanjutan dengan konsep Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) sangat penting untuk mendukung pelestarian kawasan hutan secara berkelanjutan.

Untuk itu, upaya pengembangan HHBK perlu dilakukan secara berkelanjutan, mengingat komoditas HHBK sangat beragam di setiap daerah dan banyak melibatkan berbagai pihak dalam memproses hasilnya, maka strategi pengembangan perlu dilakukan dengan memilih jenis prioritas yang diunggulkan berdasarkan pada kriteria, indikator dan standar yang ditetapkan. Dengan tersedianya jenis komoditas HHBK unggulan, maka usaha budidaya dan pemanfaatannya dapat dilakukan lebih terencana dan terfokus sehingga pengembangan HHBK dapat berjalan dengan baik, terarah dan berkelanjutan.

Di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) potensi HHBK cukup besar baik yang berada di dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan hasil penelitian Rencana Pengelolaan HHBK di Kabupaten Lombok Utara, dan Kabupaten Lombok

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 1

Page 10: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Tengah terdapat sejumlah komoditas yang dikembangkan oleh masyarakat. Di Kabupaten Lombok Utara, potensi HHBK di dalam kawasan hutan yakni di dalam kawasan HKm sebanyak 27 komoditi dan di luar HKm sebanyak 19 komoditi. Sedangkan potensi HHBK di luar kawasan hutan sebanyak 25 komoditi. Sedangkan di Kabupaten Lombok Tengah, potensi HHBK di dalam kawasan hutan yakni di dalam kawasan HKm sebanyak 39 komoditi dan di luar HKm sebanyak 23 komoditi. Sedangkan potensi HHBK di luar kawasan hutan sebanyak 23 komoditi (WWF, 2012a; 2012b). Atas dasar potensi tersebut, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu dan Permenhut No. P.21 / Menhut-II / 2009 tentang penentuan komoditas HHBK unggulan, maka pemerintah daerah Kabupaten Lombok Utara telah menetapkan 2 komoditas HHBK unggulan, yaitu kemiri dan madu; sedangkan di Kabupaten Lombok Tengah ditetapkan 9 komoditas HHBK potensial unggulan, yaitu: durian, alpokat, nangka, bambu, kemiri, aren, empon-empon, pinang dan ketak.

Hingga saat ini pengelolaan sumberdaya hutan umumnya dan khususnya pengelolaan HHBK menunjukkan belum efektifnya sistem pengelolaan HHBK dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam memberikan kontribusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan pencapaian tujuan konservasi. Salah satu permasalahan utama adalah pengelolaan HKm dan pemanfaatan HHBK secara berkelanjutan adalah terkait dengan persoalan pemasaran serta pengembangan ekonomi. Di tingkat masyarakat banyak dijumpai produk HHBK yang dijual dalam bentuk bahan mentah, pasar tidak menentu, masyarakat tidak memiliki akses pasar, dan belum dilakukan pengolahan sehingga tidak tercipta nilai tambah. Selain itu, pemasaran produk HHBK masih dilakukan secara individu oleh setiap petani, pangsa pasar sebagian besar pada konsumen domestik, melalui jasa pedagang pengumpul desa (tengkulak). Hal ini melemahkan posisi tawar petani, karena berhadapan dengan jumlah pembeli yang lebih sedikit. Masalah ini juga tidak terlepas dari kondisi ekonomi petani pengelola hutan yang sebagian besar atau sekitar 70% masih miskin (WWF, 2016).

Berdasarkan uraian di atas perlu menyusun Rencana Aksi Daerah untuk meningkatkan Produksi, Pengolahan dan Pemasaran Produk HHBK di Pulau Lombok. Hal ini penting untuk memberikan nilai tambah kepada produk yang dijual sehingga harganya semakin layak dengan ketersediaan bahan baku yang lebih terjamin dan berkesinambungan. Proses produksi dengan teknik budidaya diharapkan akan mampu memberikan pasokan HHBK selalu tersedia dan siap diolah oleh kelompok usaha. Sementara pengolohan produk HHBK semestinya sudah memiliki variasi turunan yang lebih banyak dan berkualitas sehingga akan memiliki daya tarik dan berdaya saing di pasaran. Demikian juga dengan pemasaran produk HHBK yang telah diolah diharapkan tidak hanya secara manual tetapi juga memanfaatkan jaringan online sehingga petani tidak lagi tergantung kepada pengepul dan tengkulak yang terdapat di level desa dan kecamatan.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 2

Page 11: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

1.2. Dasar Hukum PenyusunanDasar Hukum dan landasan berpikir tim penyusun dalam mengembangkan Rencana Aksi Daerah (RAD) pengembangan HHBK adalah antara lain:

(1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33

(2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan ekosistemnya

(3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

(4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

(6) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

(7) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.35 / Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu

(8) Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.19/Menhut-Ii/2009 Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional

(9) Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 21/Menhut-Ii/2009 tentang Kriteria Dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu

(10) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa

(11) Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 6 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

1.3. Ruang Lingkup dan Jangka WaktuSesuai dengan judul yang diberikan pada dokumen ini, ruang lingkup dari Rencana Aksi Daerah Pengembangan dan Pemanfaatan HHBK ini adalah Pulau Lombok, dengan fokus utama pada kawasan-kawasan hutan yang berada pada sekitaran Gunung Rinjani. Rencana ini menjadi acuan bagi pemerintah, masyarakat dan parapihak lainnya yang berada pada 5 wilayah administratif di Pulau Lombok, yaitu Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Kota Mataram.

Rencana Aksi Daerah Pengembangan HHBK ini juga meliputi keseluruhan sistem agribisnis HHBK, mulai dari sistem produksi, pengolahan hingga sistem pemasaran. Program dan kegiatan pada sistem produksi pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan produksi serta jenis-jenis HHBK sehingga akan mampu menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan produk, sedangkan pada sistem pengolahan ditujukan untuk mnghasilkan produk-produk olahan HHBK yang lebih banyak, bevarisai dan berkualitas sehingga

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 3

Page 12: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

mampu bersaing dengan produk olahan lain. Fokus dari rencana aksi pada sistem pemasaran adalah untuk meningkatkan akses pasar dan memperluas pemasaran produk-produk HHBK, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahannya. Kegiatan promosi, pengembangan jaringan pasar dan kemitraan adalah beberapa dari kegiatan yang dirumuskan pada aspek pemasaran HHBK.

Sesuai dengan hasil identifikasi terhadap produk-produk HHBK unggulan di Pulau Lombok, maka beberapa produk unggulan HHBK yang menjadi perhatian dalam RAD ini adalah kemiri, madu, bambu, buah-buahan, aren, empon-empon, talas, porang, dan lainnya.

Rencana Aksi Daerah bagi pengembangan HHBK ini diharapkan berlaku untuk periode 2018 hingga 2022 .

Sasaran utama dalam pengembangan Rencana Aksi Daerah terkait HHBK ini adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan HHBK (di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa), kelompok tani pengelola hutan, kelompok wanita tani, lembaga keuangan desa, koperasi, dan seluruh pelaku usaha serta stekholder utama lainnya – termasuk lembaga penelitian dan pengembangan HHBK.

***

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 4

Page 13: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

BAB II. GAMBARAN UMUM

2.1. PengantarBab ini berisi gambaran atau keadaan umum Pulau Lombok yang menjadi lokus dari upaya pengembangan hasil hutan bukan kayu dalam rencana aksi daerah ini. Deskripsi umum tentang kondisi geografis dan demografis, tataguna lahan, infrastruktur, perekonomian, dan program-program pengelolaan hutan melalui skema perhutanan sosial memberi gambaran tentang tantangan dan peluang bagi upaya-upaya pengembangan HHBK.

2.2. Kondisi Geografis dan DemografisAspek geografis yang diurakan dalam bab ini meliputi luas dan batas wilayah administrasi, letak dan kondisi geografis, klimatologi, penggunaan lahan, dan potensi pengembangan wilayah. Aspek demografis terdiri dari jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, struktur dan komposisi penduduk.

2.2.1. Kondisi Geografis

Luas dan Batas Wilayah Administrasi: Lombok adalah satu dari dua pulau besar di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau Lombok memiliki luas sekitar 1/3 dari luas Provinsi Nusa Tenggara Barat atau sekitar 4.738,70 km2 atau sekitar 23,51% dari luas NTB (luas NTB adalah 49.312,19 km2).

Dilihat dari letak geografisnya, Pulau Lombok dan NTB pada umumnya berada pada posisi strategis karena berada pada jalur transnasional Banda Aceh-Kupang, terapit dua alur pelayaran internasional dan berada persis pada lintasan tujuan wisata utama dunia yaitu Bali – Komodo dan Tana Toraja yang sering juga disebut segitiga emas pariwisata Indonesia (RPJMD, 2009).

Secara administratif, Pulau Lombok terbagi menjadi 1 kota dan 4 kabupaten, yaitu Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Utara. Sebaran jumlah kecamatan, desa, dan luas dari kota dan kabupaten di Pulau Lombok disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini. Lombok Timur menjadi kabupaten terluas di Pulau Lombok sedangkan Kota Mataram menjadi wilayah terkecil.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 5

Page 14: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Tabel 2.1. Jumlah Kecamatan dan Desa di Pulau Lombok - Provinsi NTB Tahun 2015

No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan

Jumlah Desa/Kelurahan

Luas wilayah

(Km2)

Persentase

(%)

1 Lombok Barat 10 122 1.053,92 5,23

2 Lombok Tengah 12 139 1.208,40 6,00

3 Lombok Timur 20 254 1.605,55 7,97

4 Lombok Utara 5 33 809,53 4,02

5 Sumbawa 24 166 6,643,98 32,97

6 Dompu 8 81 2.324,60 11,53

7 Bima 18 193 4.389,40 21,78

8 Sumbawa Barat 8 65 1.849,02 9,17

9 Kota Mataram 6 50 61,30 0,30

10 Kota Bima 5 38 207,50 1,03

Jumlah 116 1.141 20.153,15 100

Sumber: Prov. NTB dalam angka 2016

Pulau Lombok dan Provinsi NTB masing-masing memiliki batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Selat Alas dan Pulau Sumbawa

Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Sebelah Barat : Selat Lombok dan Provinsi Bali

Batas wilayah NTB adalah:

Sebelah Utara : Laut Jawa dan Laut Flores

Sebelah Timur : Selat Sape dan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sebelah Selatan : Samudra Hindia

Sebelah Barat : Selat Lombok dan Provinsi Bali

Iklim: Lombok memiliki iklim yang relatif lebih baik di NTB (dibanding Pulau Sumbawa) karena keberadaan ekosistem Gunung Rinjani dan letak geografinya yang berada di bagian barat dari Pulau Sumbawa. Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), temperatur udara di Pulau Lombok - Nusa Tenggara Barat pada tahun 2015 temperatur maksimum berkisar antara 31,7° C – 35,4° C dan temperatur minimum antara 20,6° C – 24,8° C. Temperatur tertinggi terjadi pada bulan November dan temperatur terendah terjadi pada bulan Agustus. Rata-rata kelembaban udara relatif tinggi, yaitu antara 71 -- 95%, dengan kecepatan angin rata-rata mencapai kisaran 2 – 6 knots dan kecepatan angin maksimum mencapai 13 knots. Jumlah hari hujan terendah yaitu 0 hari

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 6

Page 15: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

pada bulan September dan yang terbanyak adalah pada bulan Januari, Februari, dan Maret dengan jumlah 21 hari.

Penggunaan Lahan: Data tentang tataguna lahan di Pulau Lombok menunjukkan bahwa sebagian besar lahan Penggunaan lahan yang terluas adalah hutan seluas 1.163.941,51 Ha (57,75%) dan persawahan seluas 240.925,05 ha (11,95%). Sedangkan penggunaan lahan yang terkecil adalah pertambangan seluas 591,96 Ha (0,03%). Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Tataguna Lahan di Pulau Lombok - Provinsi NTB Tahun 2015

No.Penggunaan Lahan

Kabupaten/Kota (ha)

Lombok %Mataram

Lombok Barat

Lombok Tengah

Lombok Timur

Lombok Utara

1 Permukiman3.263,9

3 5.197,58 6.185,29 7.176,42 2.002,46 23.825,68 5,042 Industri 11,21 - - 11,21 0,003 Pertambangan 161,658 161,66 0,03

4 Persawahan1.881,5

6 16.421,46 64.354,66 51.602,89 6.041,74140.302,3

1 29,66

5Pert. Tanah Kering semusim 22.845,42 10.100,78 26.956,69 3.240,45 63.143,34 13,35

6 Kebun 10.542,49 13.570,95 11.369,9027.388,0

2 62.871,36 13,297 Perkebunan 4.840,91 4.840,91 1,028 Padang 9.072,13 4.686,40 10.120,31 1.668,58 25.547,42 5,40

9 Hutan 29.173,47 19.660,45 51.584,3334.350,5

5134.768,8

0 28,4910 Perairan Darat 94,43 1.009,29 2.281,47 1.177,60 1.065,86 5.628,65 1,1911 Tanah Terbuka 46,45 305,16 482,96 213,88 1.048,45 0,2212 Lain-lain 832.32 10.820,00 3,23 141.00 10.823,23 2,29

Total5.297,5

8105.387,0

0120.840,0

0160.635,9

980.812,4

5472.973,0

2100,0

0

Sumber : Kanwil BPN Provinsi NTB 2014.

Potensi Pengembangan Wilayah

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok sejalan dan didukung oleh kebijakan Pemerintah Provinsi NTB tentang kawasan strategis provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat 2009-2029 bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi. Pulau Lombok terbagi dalam 4 (empat) wilayah pengembangan yaitu :

(1) Mataram Metro meliputi Kota Mataram, Kecamatan Batulayar, Kecamatan Gunung Sari, Kecamatan Lingsar, Kecamatan Narmada, Kecamatan Labuapi dan Kecamatan Kediri dengan sektor unggulan perdagangan, jasa, industri dan pariwisata.

(2) Senggigi-Tiga Gili (Air, Meno dan Trawangan) dan sekitarnya di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara dengan sektor unggulan pariwisata, industri dan perikanan.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 7

Page 16: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

(3) Agropolitan Rasimas di Kabupaten Lombok Timur dengan sektor unggulan pertanian, industri dan pariwisata.

(4) Kute dan sekitarnya di Kabupaten Lombok Tengah, sebagian wilayah Kabupaten Lombok Barat dan sebagian wilayah Kabupaten Lombok Timur dengan sektor unggulan pariwisata, industri dan perikanan.

2.1.1. Kondisi Demografis

Jumlah, rasio dan pertumbuhan penduduk: Jumlah penduduk Pulau Lombok pada tahun 2015 mencapai 3.394.280 jiwa atau sekitar 70,19 persen dari jumlah penduduk NTB yang berjumlah sekitar 4.835.577 jiwa. Data juga menunjukkan bahwa Lombok Timur menjadi kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar yaitu mencapai 1.164.018 atau sekitar 24,07 dari jumlah penduduk NTB atau sekitar 34,29 persen dari jumlah penduduk di Pulau Lombok.

Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk perempuan di semua kabupaten di Pulau Lombok adalah lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki, sehingga rasio jenis kelamin berada kurang dari 100 persen. Jumlah penduduk laki-laki di NTB pada tahun 2015 sebanyak 2.345.811 jiwa sedangkan perempuan sebanyak 2.489.766, dengan rasio jenis kelamin sebesar 94.

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009-2015

No Kabupaten/ Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio JK % NTB

1 Lombok Barat 320.103 334.789 654.892 96 13,542 Lombok Tengah 431.825 481.054 912.879 90 18,883 Lombok Timur 542.012 622.006 1.164.018 87 24,074 Lombok Utara 104.573 107.692 212.265 97 4,395 Kota Mataram 222.596 227.630 450.226 98 9,31

Lombok 1.621.109 1.773.171 3.394.280 91 70,196 Sumbawa 224.974 216.128 441.102 104 9,127 Dompu 120.521 117.865 238.386 102 4,938 Bima 233.288 235.394 468.682 99 9,699 Sumbawa Barat 67.525 65.866 133.391 103 2,7610 Kota Bima 78.394 81.342 159.736 96 3,30

Sumbawa 724.702 716.595 1.441.297 101 29,81Total 2015 NTB 2.345.811 2.489.766 4.835.577 94 100

2012 2.228.493 2.359.069 4.587.562 942011 2.207.016 2.338.634 4.545.650 942010 2.183.646 2.316.566 4.500.212 942009 2.119.538 2.314.474 4.434.012 92

Sumber: BPS Provinsi NTB (NTB dalam angka 2016)

Pertumbuhan penduduk di Pulau Lombok dalam periode 5 tahun terakhir mencapai rata-rata 1,42% per tahun, dari 3.168.692 jiwa pada tahun2010 menjadi 3.394.280 jiwa pada tahun 2015.

Struktur dan komposisi penduduk: Menurut kelompok umur, komposisi penduduk Pulau Lombok atau NTB pada tahun 2015 terbanyak pada umur 0-4 tahun yaitu sebanyak

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 8

Page 17: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

506.430 jiwa atau jumlah anak usia 0-9 tahun mencapai 997.287 jiwa atau sekitar 20,1 persen dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk terkecil berada pada kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 135.331 jiwa. Secara keseluruhan penduduk yang produktif atau kelompok umur 15-64 tahun mencapai 65,06%, sedangkan penduduk yang tidak produktif atau usia kurang dari 15 tahun dan usia lebih dari 64 tahun mencapai 34,94%.

Tabel 2.4. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2015

Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 257.633 248.797 506.4305-9 251.525 239.332 490.857

10-14 233.881 223.540 457.42115-19 226.169 217.742 443.91120-24 204.533 213.548 418.08125-29 181.258 212.002 393.26030-34 170.778 209.473 380.25135-39 164.863 194.762 359.62540-44 152.004 172.624 324.62845-49 130.485 145.488 275.97350-54 109.213 120.332 229.54555-59 89.002 96.006 185.00860-64 65.860 69.471 135.33165+ 108.607 126.649 235.256

Jumlah 2.345.811 2.489.766 4.835.577Sumber : BPS Provinsi NTB 2016 (proyeksi penduduk 2010-2020)

2.2. InfrastrukturKetersedian dan kondisi infrastruktur merupakan faktor penunjang dan berperan penting dalam pembangunan, tidak terkecuali dalam pengembangan hasil hutan bukan kayu di Pulau Lombok. Berikut ini diuraikan kondisi infrastruktur di Pulau Lombok yang dapat mendukung dan atau menghambat pengembangan HHBK.

2.2.1. Darat

Kondisi infrastruktur darat di Pulau Lombok khususnya dan di NTB pada umumnya relatif baik. Total panjang jalan di NTB pada tahun 2015 mencapai 7.546,82 km yang terdiri dari jalan nasional 934,553 km, jalan provinsi 1.772,27 km, dan jalan kabupaten/kota 4.840 km. Bedasarkan kondisinya, sekitar 52,98 % jalan berada dalam kondisi baik, 17,86 % dalam kondisi rusak ringan, dan 29,16 % dalam kondisi rusak berat.

Berdasarkan jenis permukaan, sebagian besar jalan telah beraspal yaitu sepanjang 4.593,84 km (60,87%), jenis permukaan kerikil sepanjang 988,76 km (13,10%), dan jenis permukaan tanah sepanjang 1.964,22 km (26,03%).

Selain jalan, prasarana lain yang menunjang kelancaran transportasi adalah terminal yang memadai dengan sistem operasi yang sesuai dengan kondisi.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 9

Page 18: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

2.2.2.Laut

Transportasi barang dan jasa di Pulau Lombok relatif lancar dengan adanya lalulintar penyeberangan yang memadai dan lancar, yang menghubungkan Lombok dengan pulau-pulai lainnya, seperti Pulau Bali di sebelah barat dan Pulau Sumbawa di sebelah timur. Terdapat 2(empat) lintas penyeberangan utama dan 1 (satu) lintas penyeberangan khusus yang memudahkan transportasi barang dan jasa dari dan ke Pulau Lombok, yaitu :

(1) Lintas penyeberangan Lembar – Padang Bai, melayani jalur penyeberangan Selat Lombok menghubungkan Pulau Lombok dengan Pulau Bali. Jumlah armada yang beroperasi sebanyak 16 kapal dan frekuensi peyeberangan 32 trip.

(2) Lintas penyeberangan Kayangan – Poto Tano, melayani jalur penyeberangan Selat Alas menghubungkan Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Jumlah armada 9 kapal dan frekuensi penyeberangan 32 trip.

(3) Lintas penyeberangan Kayangan – Benete, merupakan jalur penyeberangan khusus melayani aktivitas pertambangan PT. Newmont Nusa Tenggara, melintasi Selat Alas.

Angkutan laut telah memainkan peranan penting di Pulau Lombok dan Provinsi NTB. Berdasarkan data dari pelabuhan Lembar (NTB Dalam Angka 2016), terlihat bahwa pelabuhan-pelabuhan penyeberangan tersebut selain melayani bongkar muat barang, ternak dan barang-barang strategis (bahan pokok, migas dan non migas), juga melayani angkutan penumpang.

Jaringan transportasi laut di Pulau Lombok khususnya dan Provinsi NTB pada umumnya telah cukup memadai dalam mendukung lalulintas barang dan jasa dan pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada peraturan Menteri Perhubungan nomor KP 901 Tahun 2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), terdapat jaringan pelayanan transportasi laut berupa pelabuhan, terdapat 5 pelabuhan pengumpul, 4 pelabuhan regional dan 17 pelabuhan lokal, yaitu :

(1) Pelabuhan Pengumpul: Berfungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang nasional, mampu menangani semi kontainer dengan volume kegiatan bongkar muat, meliputi

- Pelabuhan Lembar di Kabupaten Lombok Barat;

- Pelabuhan Badas di Kabupaten Sumbawa;

- Pelabuhan Bima di Kota Bima.

- Pelabuhan Labuan Lombok di Kabupaten Lombok Timur;

- Pelabuhan Benete di Kabupaten Sumbawa Barat;(2) Pelabuhan Pengumpan Regional: Berfungsi melayani kegiatan Angkutan Laut

dalam jumlah kecil dengan jangkauan pelayanan antar Kab/Kota, yang termasuk Pelabuhan Regional antara lain :

- Pelabuhan Pemenang/Tanjung di Kabupaten Lombok Bara;,

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 10

Page 19: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

- Pelabuhan Carik di Kabupaten Lombok Utara;

- Pelabuhan Waworada di Kabupaten Bima;

- Pelabuhan Sape (Angkutan Laut dan Angkutan Penyeberangan) di Kabupaten Bima.

(3) Pelabuhan Lokal: Berfungsi melayani kegiatan Angkutan Laut dalam jumlah kecil dengan jangkauan pelayanan antar kecamatan dalam Kab/Kota, yang termasuk Pelabuhan Lokal antara lain:

- Pelabuhan Kempo di Kabupaten Dompu;

- Pelabuhan Ampenan (tarsus) di Kota Mataram;

- Pelabuhan Labuan Haji di Lombok timur;

- Pelabuhan Alas di Sumbawa;

- Pelabuhan Jeranjang (tarsus) di Lombok Barat;

- Pelabuhan Senggigi di Kabupaten Lombok Barat;

- Pelabuhan Teluk Awang (perikanan) di Lombok Barat;

- Pelabuhan Tawun di Lombok Barat;

- Pelabuhan Tanjung Luar di Lombok Timur;

- Pelabuhan Telong-elong di Lombok Timur;

- Pelabuhan Kayangan (ASDP) di Lombok Utara;

- Pelabuhan Kartasari (Tarsus) di Sumbawa;

- Pelabuhan Labangka di Sumbawa;

- Pelabuhan Jambu (Pelra) di Sumbawa;

- Pelabuhan Pulau Moyo di Sumbawa;

- Pelabuhan Labuan Lalar di Kabupaten Sumbawa;

- Pelabuhan Pototano (ASDP) di Kabupaten Sumbawa Barat.

2.2.3.Udara

Pembangunan di Pulau Lombok khususnya dan NTB pada umumnya telah didukung oleh kondisi transportasi usara yang relatif lancar dan memadai. Fasilitas Bandar Udara (Bandara) yang mendukung kelancaran transportasi barang, jasa dan masyarakat di Lombok dan Provinsi NTB adalah sebagai berikut :

(1) Bandara Internasional Lombok di Praya: Bandara ini dapat didarati oleh pesawat jenis Bombardier CRJ 1000, ATR 72-600, Boeing 737-900ER, Boeing 737-800NG,

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 11

Page 20: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Boeing 737 300, dan Air Bus 330-200 yang tahun 2015 melayani flight sebanyak 12.622 kali dengan penumpang datang sebanyak 1.257.197 orang dan berangkat sebanyak 1.240.316 orang.

Pada tahun 2016 telah dibuka 2 rute domestik, yaitu dari LIA ke Solo sejak bulan Oktober tahun 2016 yang dilayani oleh maskapai Lion Mentari Air. Sedangkan pada bulan Desember 2016 Lion Mentari Air juga melayani penerbangan langsung dari LIA ke Kupang. Untuk rute Penerbangan Internasional yang dilayani melalui LIA adalah sebagai berikut :

Lombok – Singapura (LOP – SIN)- Silk Air dengan frekuensi 4x per minggu Lombok – Kuala Lumpur (LOP – KUL)- Air Asia Berhad dengan frekuensi 3x per hari Lombok – Jeddah (angkutan khusus haji) (LOP – MEK/JED)- Garuda Indonesia

(2) Bandara Sultan Kaharudin/Brang Biji di Kabupaten Sumbawa: Bandara ini dapat didarati oleh pesawat jenis ATR 72-600 dan ATR-500 yang tahun 2015 melayani flight sebanyak 1.050 kali dengan penumpang datang sebanyak 37.727 orang dan berangkat sebanyak 39.971 orang.

(3) Bandara Sultan Baharudin di Kabupaten Bima: Bandara ini dapat didarati oleh pesawat jenis ATR 72-600 dan Bombardier CRJ-1000 Jet yang tahun 2015 melayani flight sebanyak 1.321 kali dengan penumpang datang sebanyak 76.365 orang dan berangkat sebanyak 79.176 orang.

Selain 3 (tiga) Bandara di atas, terdapat juga bandara khusus “air strip/water base” di Benete, Kabupaten Sumbawa Barat yang dioperasikan oleh PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (PTAMNT).Menurut Data NTB dalam Angka 2015, jumlah penumpang yang datang, dan berangkat di Bandara Udara Internasional Lombok Praya pada tahun 2015 masing-masing sebanyak 1.257.197 dan 1.240.316 orang serta cargo yang dibongkar sebanyak 4.536.886 kg dan muat sebanyak 3.501.232 kg, bagasi dan paket pos yang terus mengalami peningkatan. Pada dua bandara lain di Provinsi NTB, yaitu Bandara Sultan Kaharuddin/ Brang Biji di Kabupaten Sumbawa dan Bandara Sultan Baharuddin di Kabupaten Bima, menunjukan pula adanya peningkatan baik jumlah penumpang maupun barang, serta paket pos. Di Bandara Brang Biji Kabupaten Sumbawa pada tahun 2015, jumlah penumpang yang datang sebanyak 5.582 orang dan penumpang yang berangkat 5.617 orang.

2.3. Kesejahteraan Masyarakat2.3.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Peran Sektor Kehutanan

Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB): Tingkat kesejahteraan masyarakat di Pulau Lombok yang jumlah penduduknya mencapai sekitar 70% dari jumlah

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 12

Page 21: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

penduduk NTB tercermin dari tingkat pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTB. PDRB merupakan jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan dari berbagai unit produksi yang ada di wilayah Nusa Tenggara Barat. Perkembangan nilai PDRB Provinsi NTB dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, hal ini mengindikasikan adanya pertambahan terhadap nilai barang dan jasa yang dihasilkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Peningkatan nilai PDRB Provinsi NTB dapat dilihat dari nilai PDRB Provinsi NTB pada tahun 2010 mencapai 70,12 triliun (termasuk tambang bijih logam) meningkat menjadi 85,640 triliun pada tahun 2015. Peningkatan nilai PDRB Provinsi NTB disebabkan meningkatnya produksi bijih logam yang diproduksi oleh PT. Newmont Nusa Tenggara. Meskipun kontribusi sektor pertambangan sangat besar terhadap PDRB Provinsi NTB yaitu mencapai 18,71 triliun pada tahun 2010, namun kontribusi tersebut terus meningkat setiap tahun seiring dengan semakin bertambahnya jumlah produksi tambang pada PT Newmont Nusa Tenggara, sehingga meningkatkan juga kontribusi sektor tambang dari 26,68 % pada tahun 2010 menjadi 27,25 % pada tahun 2015. Sedangkan PDRB provinsi NTB tanpa tambang bijih logam mencapai 51,41 triliun pada tahun 2010 meningkat menjadi 62,296 triliun pada tahun 2015 atau mengalami penambahan sebesar 10,886 triliun dalam 6 (enam) tahun. Pertumbuhan PDRB tanpa tambang bijih logam lebih signifikan pertumbuhannya dari tahun ke tahun.

Peran Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan: Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih mendominasi perekonomian Pulau Lombok dan Provinsi NTB, yaitu mencapai 21,59%. Peran sektor sekunder seperti industri pengolahan masih relatih kecil mencapai 4,40%. Sementara itu, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sudah mulai tumbuh dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian provinsi NTB, dengan kontribusi mencapai 11,91%. Adapun PDRB Provinsi NTB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2010 menurut 17 sektor tahun 2011-2015 sebagaimana tabel berikut.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 13

Page 22: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Tabel 2.5. Kontribusi Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada PDRB Provinsi NTB atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015

No SektorTAHUN

2011 2012 2013 2014 20151 Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan 15,691,914 16,407,442 16,937,550 17,686,.977 18,498,050

2 Pertambangan dan Penggalian 14,709,393 10,788,742 11,273,516 11,238,697 23,344,7873 Industri Pengolahan 3,277,041 3,414,873 3,549,107 3,659,466 3,772,5724 Pengadaan Listrik dan Gas 38,398 43,051 47,818 63,240 61,7795 Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah dan Daur Ulang

54,924 56,862 59,363 63,614 66,026

6 Konstruksi 6,139,781 6,366,307 6,689,837 7,219,308 7,744,3897 Perdagangan Besar dan

Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

7,662,944 8,393,103 9,021,982 9,700,372 10,198,744

8 Transportasi dan Pergudangan 4,427,516 4,717,941 4,965,042 5,325,474 5,685,2789 Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum 1,065,282 1,143,812 1,242,595 1,328,639 1,368,596

10 Informasi dan Komunikasi 1,335,853 1,447,895 1,554,875 1,684,952 1,825,48711 Jasa Keuangan dan Asuransi 1,702,030 1,928,494 2,112,329 2,268,858 2,480,25112 Real Estate 1,813,371 1,934,433 2,086,022 2,205,657 2,356,41213 Jasa Perusahaan 104,931 114,698 122,637 131,542 139,11814 Administrasi Pemerintahan,

Pertahanandan Jaminan Sosial Wajib

3,856,519 3,889,689 4,007,372 4,207,046 4,362,398

15 Jasa Pendidikan 2,846,530 2,961,931 3,140,606 3,351,651 3,595,35916 Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial 1,266,470 1,313,481 1,412,878 1,510,643 1,612,979

17 Jasa lainnya 1,386,242 1,418,059 1,532,031 1,651,964 1,754,482

PDRB 67,379,141 66,340,812 69,755,562 70,276,821 85,640,786

Sumber : BPS Prov. NTB Tahun 2016

Perkembangan Investasi

Pulau Lombok memiliki kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan investasi. Minat investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2015 berjumlah Rp 2,496 Triliun. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) dari Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2015 mengalami peningkatan. Jumlah investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sampai tahun 2015 adalah Rp 6,33 Triliun. Dilihat dari jumlah perusahaan yang melakukan investasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat, ada kecenderungan jumlah unit perusahan dalam negeri menurun, disisi lain jumlah unit perusahaan asing semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan yang tinggi dari investor asing dan didukung oleh iklim investasi yang kondusif di Lombok dan Nusa Tenggara Barat. Adapun realisasi investasi PMDN dan PMA tahun 2011 sampai 2015, sebagaimana tabel 2.6.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 14

Page 23: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Tabel 2.6. Realisasi Investasi Tahun 2011-20152011 2012 2013 2014 2015

PMDN (Rp) 398.156.381.333

398.679.160.609 1.537.177.711.418 1.350.586.547.701 347.850.000.000

PMA ($ US) 143.058.143 115.447.250 336.983.000 46.460 66.607PMA (Rp.000) 1.359.053.717,50 1.039.027.500,00 3.374.844.350 487.838.152 699.380.000Total (Rp) 1.685.679.668.33

31.437.704.410.609 3.374.844.350.00

01.350.074.385.853 348.549.380.000

Jumlah Perusahaan (Unit)(1) PMDN 106 51 63 66 81(2) PMA 342 349 372 114 185Total 448 400 435 180 192Serapan Tenaga Kerja (Orang)

8.466 9.550 14.986 17.460 10.676

Sumber : BKPMPT Prov.NTB

Kurs $US 1 = Rp. 9.000 s/d Rp. 10.500

Nilai investasi PMDN dan PMA pada tahun 2011 sebesar Rp. 1.685.679.668.333 mengalami penurunan menjadi Rp. 348.549.380.000 tahun 2015. Sedangkan jumlah perusahaan pada tahun 2011 sebanyak 448, menurun menjadi 192 perusahaan pada tahun 2015, dengan serapan tenaga kerja mencapai 8.466 orang pada tahun 2011 bertambah menjadi 10.676 orang tahun 2015.

Tabel 2.7. Pertumbuhan Investasi PMDN dan PMA Tahun 2011 – 2015

UraianTahun

2011 2012 2013 2014 2015

PMDN ( % ) -90,46 0,13 289,71 -12,14 % -74,24 %PMA ( % ) 44,99 -23,54 223,21 -85,54 % 43,36 %Total -22,74 -11,71 256,46 -60,% -74,18 %

Sumber : BKPMPT Prov. NTB

Laju pertumbuhan investasi PMDN di Provinsi NTB mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Meskipun jumlah unit perusahaan yang melakukan investasi meningkat, namun tidak diikuti oleh kenaikan nilai investasi setiap tahunnya. Pada tahun 2011 menurun sebesar 90,46%, meskipun pada tahun 2013 cenderung naik mencapai 289,71%, namun pada tahun 2015 kembali menurun sebesar 74,24%. Begitu juga halnya dengan laju pertumbuhan investasi PMA, dari tahun 2009 hingga tahun 2011 cenderung mengalami peningkatan, meskipun pada tahun 2012 tumbuh negatif sebesar 23,54%, namun tahun 2015 meningkat 43,36 %. (Sumber : Olahan dari BKPMT Prov. NTB Tahun 2015)

Pertumbuhan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB dari tahun 2012-2015 yang diukur atas dasar harga konstan memperlihatkan kondisi yang fluktuatif dari tahun ke tahun di mana pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB (tidak termasuk sektor pertambangan)berada pada kisaran angka 6,03%, kemudian mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2014sehingga tumbuh sebesar 6,01%, namun pada tahun 2015 mengalami pelambatan pertumbuhan yang mencapai 5,52 %.Kemudian pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB (termasuk sektor pertambangan) sangat bervariatif, bahkan dalam

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 15

Page 24: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

periode 2011-2012 menyentuh pada pertumbuhan yang negatif, hal ini disebabkan oleh menurun drastisnya produksi tambang logam oleh PT. Newmont Nusa Tenggara. Secara rata-rata dalam periode yang sama tahun 2012 – 2015, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB (tidak termasuk sektor pertambangan bijih logam) mencapai 5,85%, sementara pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB (termasuk sektor pertambangan bijih logam) mencapai 7,61%. Lebih jelas lihat gambar 2.1.

2011 2012 2013 2014 2015

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-3.91-1.54

5.16 5.6

21.24

6.04 5.52 6.03 6.01 5.52

Dengan Tambang Tanpa tambang

pert

umbu

han

Sumber : BPS Provinsi NTB

Gambar 2.1. Pertumbuhan Ekonomi NTB ADHK Tahun 2011-2015

Pengeluaran Perkapita: Pengeluaran Perkapita ditentukan dari nilai pengeluaran perkapita dan daya beli (Purchasing Power Parity – PPP). Rata-rata pengeluaran perkapita setahun diperoleh dari data Susenas. Daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya dalam bentuk barang maupun jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli. Dengan demikian kemampuan daya beli masyarakat antar daerah/wilayah lain bisa berbeda-beda. Perbedaan kemampuan daya beli tersebut itu belum bisa dibandingkan, untuk itu perlu dibuat adanya standarisasi. Misalnya satu rupiah disuatu wilayahmemiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. Dengan adanya standarisasi ini maka perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah bisa dibandingkan.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 16

Page 25: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

2010 2011 2012 2013 2014 201502468

1012

8.707 8.7598.85300000000003 8.95 7.6689999

9999998 8.0219.437 9.647

9.81500000000001 9.858 9.9 10.15

Provinsi Nasional

Sumber: BPS Provinsi NTB

Gambar 2.2. Pengeluaran Perkapita Penduduk Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2015 (dalam juta)

Besaran pengeluaran masyarakat NTB tahun 2010 sebesar 8,7 juta lebih perorang pertahun, nilai meningkat pada tahun 2013 menjadi 8,9 juta lebih perorang pertahun namun menurun pada tahun 2014 dan 2015. Jadi bila dilihat dalam kurun waktu 4 tahun besarannya meningkat setiap tahunnya. Bila dibandingkan dengan angka nasional maka pengeluaran perkapita NTB berada di bawah pengeluaran perkapita nasional atau rata-rata masyarakat di Indonesia.

Pendapatan Perkapita: Pendapatan perkapita menggunakan pendekatan PDRB per kapita. PDRB per kapita merupakan nilai total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2015, PDRB per kapita Provinsi NTB (termasuk tambang bijih logam) mencapai 17,71 Juta Rupiah, meningkat 30,28 persen bila dibandingkan dengan PDRB Perkapita pada tahun 2012 yang hanya sebesar 13,59 Juta rupiah. Sementara itu PDRB per kapita Provinsi NTB (tidak termasuk tambang bijih logam) mencapai 12,88 Juta Rupiah pada tahun 2015, meningkat 2,71 persen bila dibandingkan dengan PDRB Perkapita pada tahun 2012 yang hanya sebesar 12,54 Juta rupiah. Lebih jelas lihat gambar 2.3

2010 2011 2012 2013 2014 201502468

101214161820

15.33 14.71 14.28 14.81 14.7217.71

11.38 11.9 12.38 12.87 12.37 12.88

Dengan Tambang Bukan Tambang

Sumber : BPS Provinsi NTB

Gambar 2.3. Pendapatan Perkapita NTB ADHK 2010 – 2015 (Rp. Juta)

Kemiskinan: Jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 sebesar 1.050.948 jiwa atau 22,78% menurun menjadi sebesar 830.840 jiwa atau 17,25% pada tahun 2013. Dengan

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 17

Page 26: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

demikian selama periode tersebut, Provinsi NusaTenggara Barat telah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 247.773 jiwa atau 6,56%, artinya setiap tahun jumlah penduduk miskin yang telah dientaskan rata-rata 41.629 atau 1,09%. Lebih jelas lihat gambar 2.4.

2010 2011 2012 2013 2014 2015 20160

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000 1009352900573 862516 843660 820818 823890 804450

Sumber : BPS Provinsi NTB

Gambar 2.4. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi NTB Tahun 2010 – 2016

Terkait dengan indikator penurunan angka kemiskinan,jumlah penduduk miskin baik secara absolute maupun relatif di Nusa Tenggara Barat cenderung menurun, hingga tahun 2016 jumlah penduduk miskin menurunsebesar 16,48%. Hal ini dapat kita lihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin di Provinsi NTB tahun 2010 – 2016

Tahun Jumlah Penduduk Miskin Prosentase Penduduk Miskin Perubahan

2010 1.009.352 21,55 -1,23 point2011 900.573 19,67 -1,88 point2012 862.516 18,63 -1,10 point2013 843.660 17,97 -0,66 point2014 820.818 17,24 -0,73 point2015 823.890 17,10 -0,14 point2016 804.450 16,48 -0,62 point

Sumber: BPS NTB Tahun 2017

Jumlah penduduk miskin disetiap Kabupaten/Kota dari tahun ketahun menunjukkan penurunan yang positif, dari tahun 2010 jumlah penduduk miskin sebesar 1.009.352 orang dengan persentase 21,55 % sampai dengan tahun 2016 menjadi 804.450 orang dengan persentase 16,48 %, sehingga dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 204.902 jiwa atau 5,07%. Untuk lebih jelasnya, lihat Tabel 2.9.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 18

Page 27: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Tabel 2.9. Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Kemiskinan di Kabupaten/Kota di Pulau Lombok Tahun 2011 – 2015

Kab/KotaPenduduk Miskin

2011 2012 2013 2014 2015Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Lombok Barat 119.639 19,70 110.542 17,91 110.986 17,43 110.750 17,11 113.300 17,38Lombok Tengah 157.983 18,14 146.031 16,71 145.151 16,20 145.180 16,03 147.940 16,26Lombok Timur 243.058 21,71 224.692 20,07 219.559 19,16 219.670 19,0 222.190 16,14``

`Lombok Utara 79.545 39,27 73.478 35,97 72.157 34,63 72.190 34,27 72.280 34,13Mataram 53.736 13,18 49.633 11,87 46.674 10,75 46.670 10,53 46.760 10,45Sumbawa 83.416 19,82 77.085 18,25 73.786 17,04 73.858 16,87 73.570 16,73Dompu 40.279 18,17 37.248 16,57 36.397 15,70 36.420 15,46 35.940 15,11Kab. Bima 78.531 17,66 72.555 16,22 73.832 16,08 74.540 16,04 73.710 15,78Sumbawa Barat 23.135 19,88 21.351 17,6 21.710 17,10 22.040 16,87 22.500 16,97Kota Bima 16.868 11,69 15.620 10,54 15.249 9,91 15.310 9,74 15.700 9,85NTB 896.190 19,67 828.234 18,02 815.501 17,25 816.620 17,10 802.290 16,59

Sumber : BPS Provinsi NTB

Angka pengangguran: Jumlah angkatan kerja mengalami dinamika positif yaitu meningkat dari tahun 2009 – 2010 kemudian menurun pada tahun 2011 dan meningkat lagi pada tahun 2013, yang mencerminkan adanya fluktuasi pergeseran penduduk terutama pada kelompok umur muda yang memasuki golongan angkatan kerja. Dilihat dari jenis kelamin, jumlah angkatan kerja terbesar adalah angkatan kerja dengan jenis kelamin laki-laki rata-rata mencapai 58,20% sedangkan sisanya sebesar 41,80% adalah perempuan. Dilihat dari tingkat pertumbuhannya pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 7,31 % terendah pada tahun 2011 sebesar negatif 7,94% dengan rata-rata pertumbuhan angkatan kerja sebesar 0,29 % dalam kurun waktu 2010 – 2015, sebagaimana Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Angkatan Kerja dan Pengangguran Tahun 2010 – 2015

NO. URAIANTAHUN

2010 2011 2012 2013 20151 Angkatan kerja

Laki-laki (%)Perempuan(%)

2.252.0761.303.836

(57,89)948.820(42,11)

2.072.7821.228.000

(59,24)845.000(40,76)

2.088.7121.209.370

(57,90)879.342(42,10)

2.094.5501.219.004

(58,20)875.546(41,80)

2.127.5031.223.073

(57,49)904.430(42,51)

pertumbuhan (%) 7,31 -7,94 0,77 0,28 1,572 Pengangguran

Laki-laki (%)Perempuan (%)

119.14372.493(60,85)46.650(39,15)

110.54244.000(39,64)66.000(60,36)

109.94864.571(58.73)45.377(41,27)

112.70872.264(64,13)40.424 (35.87)

128.37688.294(68,77)40.082 (31.23)

r (%) -9,21 -6,83 -0,54 2,51 13,903 TPT (%) 5,29 5,33 5.26 5,38 6,03

Sumber : BPS Provinsi NTB.

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pertumbuhan angkatan kerja yang positif berbanding terbalik dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang menganggur pada priode yang sama yang mencapai rata – rata -3,6 %. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 19

Page 28: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

angkatan kerja yang positif telah dibarengi dengan terbukanya lapangan kerja sehingga memberikan kesempatan kerja.

2.3.2. Kesejahteraan Sosial

Masalah Kesejahteraan Sosial: Pembangunan Kesejahteraan sosial juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan daerah serta memiliki hubungan yang erat dengan pembangunan dibidang dan sektor yang lainnya. Pembangunan kesejahteraan sosial dihajatkan untuk menanggulangi dan menuntaskan berbagai permasalahan diantaranya masalah kemiskinan, orang cacat, ketertinggalan, ketertelantaran, ketunaan sosial, penyimpangan perilaku, kekerasan dan korban akibat bencana alam maupun bencana sosal. Tabel 2.11 berikut memperlihatkan penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial di Provinsi NTB dari tahun 2009 hingga tahun 2015.

Tabel 2.11. Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Masyarakat Tahun 2010-2015

No. Indikator Satuan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Anak Terlantar Jiwa 201.699

205.116

205.116

120.506

123.159 116.261

2 Anak Jalanan Jiwa 10.005 3.327 3.327 3.806 3.806 3.4363 Penyandang cacat Jiwa 161.14

7 28.690 16.098 5.274 22.250 21.650

4 Tuna Susila Jiwa 440 508 508 438 438 3985 Pengemis Jiwa 339 274 274 342 342 2676 Gelandangan Jiwa 1.275 1.746 1.746 432 432 3577 Korban Napza Jiwa 1.530 2.707 2.707 766 766 7668 Keluarga Fakir Miskin KK 434.89

3373.75

0373.75

0356.56

8356.568 354.869

9 Keluarga Berumah Tidak Layak Huni KK 178.90

4172.82

5172.82

5Non

PMKSNON

PMKSNON

PMKS10 Komunitas Adat

Terpencil (KAT) KK 6.432 9.091 2.758 3.442 3.441 2.875

11 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Jiwa 3 - 708 306 306 283

Sumber: Dinas Sosial Provinsi NTB Tahun 2016

Pendidikan: Kemajuan pembangunan bidang pendidikan tergambar dari berbagai data pada tabel 2.12 berikut. Seluruh indikator baik APK, APM, angka putus sekolah, angka melek huruf maupun angka melanjutkan sekolah menunjukkan nilai positif.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 20

Page 29: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Tabel 2.12. Perkembangan Indikator Bidang Pendidikan Tahun 2010-2015

No. Indikator KinerjaKondisi awal 2007/2008

Target dan Realisasi

2010/2011

2011/2012

2012/2013

2013/ 2014 2014/ 2015

1 Angka Rata-rata Lama Sekolah 6,7 Tahun target 8,00 8,30 8,61 7,19 7,21

realisasi 6,77 6,97 7,19 7,20 7,222 Angka Partisipasi Kasar (APK)

-TK/RA 34,78% target - - -realisasi 36,98 39,32 51,24 50,06 30,45

-SD/MI/Paket A 106,14% target 110,47 111,91 119,91 114,79 115,23realisasi 111,02 114,79 113,62 113,95 111,54

-SMP/MTs/Paket B 97,80% target 99,60 100,20 100,20 104,81 100,56realisasi 104,28 104,81 104,85 106,76 91,98

-SMA/MA/SMK 63,12% target 73,24 77,29 82,67 80,54 82,35realisasi 74,43 80,54 82,69 84,40 89,47

3 Angka Partisipasi Murni (APM)

-SD/MI/Paket A 97,66% target 99,03 99,49 99,95 99,19 99,21realisasi 98,92 99,19 99,95 99,96 97,80

-SMP/MTs/Paket B 79,57% target 85,87 87,97 90,07 94,83 96,21realisasi 92,87 94,83 95,00 96,61 82,83

-SMA/MA/SMK 48,89% target 61,63 65,87 70,12 68,59 71,21realisasi 62,87 68,59 72,57 74,73 64,97

4 Angka Putus Sekolah (DO)-SD/MI/Paket A 1,17% target 0,60 0,41 0,20 0,33 0,35

realisasi 0,90 0,33 0,20 0,19 0,15-SMP/MTs/Paket B 5,25% target 2,40 1,45 0,50 0,65 0,70

realisasi 0,92 0,65 0,48 0,47 1,59-SMA/MA/SMK 6,86% target 2,85 2,18 1,50 1,77 1,88

realisasi 1,88 1,77 1,50 1,15 1,60

5 Angka Melek Huruf 80,10% target 92,10 96,70 100,00 84,96 86,14

realisasi 97,95 98,81 100,00 84,67 86,966 Angka Melanjutkan

-SD/MI ke SMP/MTs 98,58% target 99,78 100,00 100,00 100,00 100

realisasi 100,10 100,52 100,75 102,48 100,88-SMP/MTs Ke SMA/MA/SMK 80,57% target 94,99 96,76 98,50 99,21 100

realisasi 95,16 95,93 97,16 98,97 99,03

Sumber : Dinas Dikpora Provinsi NTB

Adapun angka partisipasi murni (APM) tingkat sekolah dasar dan sederajat per-Kabupaten/Kota sebagaimana Tabel 2.13 menunjukkan semua Kabupaten/Kota di Provinsi NTB mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008/2009 rata-rata APK mencapai 98,40%, kemudian meningkat menjadi 99,96% pada tahun 2015.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 21

Page 30: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Tabel 2.13. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) se-Derajat Tahun 2010-2015

No. Uraian Kondisi awal 2008/2009 (%)

Indikator Kinerja Angka Partisipasi Murni (%)

2010/2011

2011/2012

2012/2013

2013/2014

2014/2015

1 Provinsi 98.40 98.92 99.19 99.95 99.96 99,902 Kab.Lombok Barat 97.85 98.54 98.70 99.93 99.94 99,903 Kab.Lombok Tengah 99.59 98.91 99.22 99.95 99.96 99,984 Kab.Lombok Timur 96.96 98.70 98.90 99.94 99.96 99,965 Kab.Sumbawa 99.43 98.38 98.87 99.93 99.96 99,776 Kab.Dompu 98.66 99.41 99.48 99.95 99.96 99,967 Kab. Bima 99.91 99.35 99.68 99.95 99.97 99,688 Kab.Sumbawa Barat 98.89 99.68 99.71 99.95 99.95 99,969 Kab.Lombok Utara 99.43 99.61 99.94 99.97 99,94

10 Kota Mataram 98.15 99.42 99.76 99.97 99.98 99,9211 Kota Bima 98.02 98.90 99.51 99.98 99.98 99,98

Sumber:Dinas Dikpora Provinsi NTB

Tabel 2.14. Persentase Angka Melek Huruf Tahun 2015 menurut Kabupaten/Kota

No. Kabupaten/KotaJumlah penduduk usia di atas 15 tahun yang bisa membaca

dan menulis

Jumlah penduduk usia 15 tahun

keatas

Angka melek huruf

1 Lombok Barat 80,63 (338.151) 419.361 86,492 Lombok Tengah 80,53 (492.490) 611.524 81,453 Lombok Timur 87,64 (661.310) 754.576 87,624 Sumbawa 93,37 (275.009) 294.522 94,765 Dompu 91,67 (132.690) 144.740 92,756 Bima 93,24 (275575) 295.555 93,497 Sumbawa Barat 93,33 (73.871) 79.147 94,418 Lombok Utara 80,80 (112.989) 139.839 83,699 Kota Mataram 90,29 (265.804) 294.390 93,9610 Kota Bima 95,69 (96.842) 101.204 96,26

Jumlah 88,72 (2.781.214) 3.134.858 88,76Sumber:Dinas Dikpora Provinsi NTB

Penurunan persentase jumlah siswa putus sekolah terjadi pada semua jenjang pendidikan. Pada tahun 2007/2008 persentase angka putus sekoah masih berada pada angka 1,17% pada tingkat SD/MI, 5,25% untuk SMP/MTs, dan 6,86% untuk SMA/MA/SMK, sementara pada tahun pelajaran 2013/2014 angka putus sekolah turun menjadi masing-masing persentasenya mencapai angka 0,19% pada tingkat SD/MI, 0,47% untuk SMP/MTs, dan 1,15% untuk SMA/MA/SMK dengan rata-rata penurunan pertahun 0,18% untuk SD/MI, 0,27% untuk SMP/MTs dan 0,28% untuk SMA/MA/SMK. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.5.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 22

Page 31: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/ 20140

0.5

1

1.5

2

2.5

3

1.09 1.020.9

0.330000000000008 0.2 0.19

1.83

1.46

0.92

0.650000000000016 0.48 0.47

2.54

2.131.88

1.77

1.5

1.14999999999997

SD/MI/Paket A SMP/MTs/Paket B SMA/MA/SMK

Sumber : Dinas Dikpora Provinsi NTB

Gambar 2.5. Grafik Penurunan Angka Drop Out (DO) di Provinsi NTB

Siswa yang lulus dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi juga meningkat. Siswa yang melanjutkan dari jenjang pendidikan SD/MI ke SMP/MTs tahun pelajaran 2011/2012 sebesar 100,52% semnetara pada tahun pelajaran 2013/2014 meningkat menjadi 102,48, sedangkan lulusan SMP/MTs yang melanjutkan ke SMA/MA/SMK sebesar 95,93% tahun pelajaran 2011/2012 meningkat menjadi 98,97% pada tahun pelajaran 2013/2014. Realisasi angka melanjutkan untuk tamatan SD/MI yang melanjutkan ke SMP/MTs telah melampaui target tahun 2012/2013.

Rata-rata lama sekolah per kabupaten/kota menunjukkan bahwa pada tahun 2013 Kota Mataram memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi sebesar 9,68 tahun sedangkan terendah adalah Kabupaten Lombok Utara masih 5,61 tahun, sebagaimana Tabel 2.15.

Tabel 2.15. Angka Rata-Rata Lama Sekolah Per Kabupaten/Kota di Lombok Tahun 2009-2015

No. UraianKondisi awal

2008/2009 (Tahun)

Indikator Kinerja Rata-rata lama Sekolah (Tahun)

2009/2010

2010/2011

2011/2012

2012/2013

2013/2014

2014/2015

1 Provinsi 7.10 7.50 8.00 8.30 8.61 7.19 6,712 Kab.Lombok Barat 6.70 6.73 6.77 6.97 7.19 7.20 5,693 Kab.Lombok Tengah 5.73 5.87 5.74 5.96 5.96 6.01 5,544 Kab.Lombok Timur 5.35 5.64 5.64 5.87 6.10 6.09 6,155 Kab.Sumbawa 6.31 6.33 6.42 6.49 6.84 6.84 7,526 Kab.Dompu 7.10 7.12 7.37 7.62 7.49 7.78 7,837 Kab. Bima 7.00 7.20 7.87 7.91 7.94 8.40 7,368 Kab.Sumbawa Barat 7.23 7.24 7.20 7.16 7.56 7.55 7,689 Kab.Lombok Utara 7.00 7.16 7.55 7.63 7.97 7.93 5,22

10 Kota Mataram 4.68 4.98 5.17 5.76 5.53 5.67 9,0511 Kota Bima 9.05 9.20 9.21 9.22 9.38 9.43 9,96

Sumber: Dinas Dikpora Provinsi NTB

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 23

Page 32: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Indeks Pembangunan Manusia (IPM): Indeks berbagai kompinen pembentuk IPM Provinsi NTB selama periode 2009-2015 mengalami peningkatan sebagaimana Tabel 2.16.

Tabel 2.16. Perkembangan Indikator IPM Provinsi NTB Tahun 2010-2015

NO. Komponen IPM 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Angka Harapan Hidup (Tahun) 62,11 62.41 62,73 63,21 64,90 65,38

2 Indeks Pendidikan:

a. Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 5,73 6,07 6,33 6,54 6,67 6,71

b. Angka Melek Huruf (%) 81,05 83.24 83,68 85,19 89,63 88,663 Paritas Daya Beli (Rupiah) 639.890 642.800 645.720 648.660 748.910 770.080

Indeks Pembangunan Manusia 64.66 65.20 66.23 66,89 64,31 65,19

Sumber: BPS Provinsi NTB

Perkembangan IPM periode 2010-2015 Seluruh Kabupaten/kota mengalami peningkatan IPM dengan nilai bervariasi. IPM tertinggi terjadi di Kota Mataram, dengan nilai di atas rata-rata IPM Provinsi NTB, sebagaimana Tabel 2.17.

Tabel 2.17. IPM Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 – 2015

No. Kabupaten/Kota

IPM (0-100)2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Lombok Barat 60,61 61,64 62,24 62,91 63,52 64,62

2 Lombok Tengah 58,97 59,77 60,57 61,25 61,88 62,743 Lombok Timur 58,86 59,84 60,73 61,43 62,07 62,834 Sumbawa 60,93 61,50 61,96 62,44 62,88 63,195 Dompu 61,44 61,84 62,60 63,16 63,53 64,566 Bima 60,19 60,62 61,05 62,08 62,61 63,487 Sumbawa Barat 65,42 65,94 66,45 66,86 67,19 68,388 Kota Mataram 72,47 73,50 74,22 75,22 75,93 76,379 Kota Bima 70,11 70,57 71,21 71,22 72,23 72,9910 Lombok Utara 56,13 57,13 58,19 59,20 60,17 61,15

Provinsi NTB 64,66 65,20 66.23 66,89 64,31 65,19

Sumber: BPS Provinsi NTB

2.4. Program Pengelolaan Hutan, Analisis Potensi dan Pemanfaatan HHBK

Merespon tingginya interaksi masyarakat dengan hutan dan untuk menjamin kelestarian kawasan hutan khususnya di Kawasan Gunung Rinjani dan Pulau Lombok pada umumnya, maka sejak pertengahan tahun 1990an pemerintah melalui Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan kebijakan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM). Prinsip dasar dikembangkannya program ini adalah untuk mengatur agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bertanggungjawab dengan meminimalisir sekecil mungkin dampak destruktifnya. Dalam perkembangannya, pelaksanaan PHBM harus diakui belum sepenuhnya memberikan hasil yang optimal bagi upaya untuk menjawab permasalahan pengelolaan yang lebih baik pada tingkat tapak yang dapat menjadi landasan bagi pengembangan ekonomi rendah karbon.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 24

Page 33: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Walaupun belum menunjukkan hasil yang optimal, aktivitas PHBM sedikit banyak telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap manfaat ekonomi maupun lingkungan. Hasil penelitian WWF (2013, 2015) menunjukkan bahwa beberapa komoditi potensial HHBK yang diusahakan oleh masyarakat telah menjadi sumber utama atau bahkan satu-satunya sumber penghasilan, yang ditandai dengan kontribusinya sebesar 7% - 95% terhadap pendapatan keluarga per tahun atau Rp. 1 – 2 juta/bulan/ha (25% - 35% dari total pendapatan rumahtangga). Pendapatan tersebut bersumber dari jenis komoditi HHBK yang bernilai ekonomi tinggi utamanya bambu, madu, kemiri, durian dan lainnya – Gambar 2.6.. Berikut ini disajikan secara sekilas program-program pengelolaan hutan di Kawasan Rinjani dan Pulau Lombok sebagai gambaran bagaimana pengelolaan hutan yang ada di lokasi proyek dan bagaimana potensi dan pemanfaatan HHBK bagi perekonomian masyarakat sekitar dan pengelola.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 25

HHBK UNGGULAN

LOMBOK

BARAT

LOMBOK

TENGAH

LOMBOK

UTARA

LOMBOK

TIMUR

MAREJE BONGA

NANGKABAMBUMETEEMPON-EMPON

HKm SANTONGMADUKEMIRI (bisa 300 ton/thn dari Selengen dan tangga) kerjasama dengan Pancordau)KAKAODURIN, ALPOKAT, NANGKA, & SUKUNARENKOPIBAMBUMENTEPORANGMEKAR SARI – KPH

RINJANI TIMURKEMIRI, ALPOKAT, DURIAN & EMPON-EMPONUSAHA PENGOLAHAN Jahe (serbat jahe; manisan jahe) & Nangka (Abon nangka), pengolahan minyak kemiri. Sudah ada PIRT UNTUK jahe dan abon nangka; sertifikat halal belum?

SESAOTARENKEMIRITALASMADUBAMBU

1 2

3 4

BATUKLIANG UTARAPISANG (±

80%)KOPI (± 10%)

NANGKADURIAN (±

10%)BAMBU

JOBEN – TNGRNANGKA

KEMIRIDURIAN

KEPUNDUNGPAKIS SAYUR

MADUBAMBU (Hasil

FGD di Desa Perian15 Oktober

2016)

Page 34: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Gambar 2.6. Hasil Hutan Bukan Kayu Utama di Pulau Lombok (Hasil FGD dengan Petani Pengelola Hutan)

2.4.1. Program HKm di Lombok Utara

Program HKm di Kabupaten Lombok Utara dimulai sejak tahun 1996 di kawasan hutan Santong. Pada awalnya program HKm ini ingin diterapkan di daerah Monggal dan Senjajak, tetapi karena ditolak oleh masyarakat di dua daerah tersebut, maka dipindahkan ke Desa Santong. Pada tahun 1998, HKm juga mulai dikembangkan di Desa Mumbulsari (dikenal dengan HKm Munder) dan pada waktu yang hampir bersamaan pola HKm berkembang di lokasi-lokasi lain, yaitu di Desa Salut, Selengan (dikenal HKm Tangga) dan di Desa Jenggala. Di Desa Salut misalnya, pengelolaan hutan dengan pola HKm muncul karena adanya rasa kecemburuan masyarakat terhadap program HKm yang dikembangkan oleh pemerintah pada daerah-daerah di sekitarnya. Akibatnya mereka membuka sendiri lahan hutan untuk dikelola dengan pola seperti HKm, yang kemudian dikenal dengan “HKm Non Program” atau HKm Swadaya.

Semenjak dimulainya program HKm dengan berbagai dinamika yang terjadi selama ini, maka pada tahun 2009 Menteri Kehutanan telah menetapkan Pencadangan Areal Kerja HKm seluas 758 Ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 447/Menhut-II/2009. Areal kerja HKm tersebut tersebar di empat desa yaitu, Santong (221 Ha), Salut (350 Ha), Mumbulsari (HKm Munder 100 Ha) dan Desa Selengan (HKm Tangga 87 Ha). Pada tahun 2011, Menteri Kehutanan juga menetapkan Pencadangan Areal Kerja HKm seluas ± 1.284 Ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 352/Menhut-II/2011 berlokasi di wilayah Kecamatan Tanjung.

Menyusul SK pencadangan areal kerja HKm tersebut, maka Bupati Lombok Utara telah menerbitkan IUPHKm (Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan) melalui Surat Keputusan Bupati Nomor: 297/1195.6/DPPKKP/20011, tanggal 23 September 2011 kepada kelompok masyarakat (852 KK) di empat desa tersebut melalui Koperasi Tani Hutan Maju Bersama di Santong sebagai pemegang izin. Sesuai Pasal 25 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, bahwa pemegang IUPHKm wajib menyusun Rencana Kerja yang meliputi Rencana Umum (RU) dan Rencana Operasional (RO). Namun, hingga saat dokumen rencana pengelolaan hasil hutan bukan kayu (HHBK) ini disusun, pemegang IUPHKm belum menyusun RU dan RO (WWF, 2012).

Paket teknologi yang diterapkan pada areal HKm tersebut adalah teknologi agroforestry (agrisilvikultur), yaitu kombinasi antara tanaman kayu seperti sengon, dadap, mahoni, sonokeling dan waru dengan tanaman bukan kayu seperti kopi, nangka, kemiri, bambu, alpukat, durian, mente, kakao, dan sukun. Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan di tiga desa sampel pemegang IUPHKm yaitu Desa Santong, Salut dan Mumbulsari, teridentifikasi 26 jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang ditanam pada areal HKm yang telah mendapatkan IUPHKm. Meskipun jenis HHBK yang dikembangkan cukup beragam, namun sebagian di antaranya populasi dan penyebarannya tidak merata. Selain

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 26

Page 35: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

itu, beberapa jenis HHBK dimaksud juga tidak termasuk dalam daftar kelompok HHBK sebagaimana tercantum dalam Permenhut Nomor: P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.

Keberadaan komoditi HHBK di Kabupaten Lombok Utara, khususnya pada areal IUPHKm selama ini telah memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga, tidak hanya bagi pengelola HKm (pesanggem), tetapi juga bagi masyarakat lain di sekitar kawasan hutan. Meskipun demikian, tingkat pengelolaan HKm, khususnya komoditi HHBK hingga saat ini belum optimal, baik ditinjau dari aspek kelola kawasan, kelola kelembagaan, maupun kelola usaha/bisnis. Pada aspek kelola kawasan; kombinasi jenis komoditi HHBK dalam konfigurasi usahatani belum didasarkan pada keunggulan komoditi, demikian pula dalam sistem silvikultur termasuk di dalamnya pemanfaatan ruang secara vertikal dan horisontal, hingga pada teknologi budidaya tanaman yang masih rendah. Pada aspek kelola kelembagaan; kapasitas di tingkat kelompok masyarakat pengelola masih lemah, demikian pula kapasitas kelembagaan di tingkat pemerintah untuk mendukung pengembangan HKm/HHBK belum terbangun dengan baik. Pada aspek kelola usaha/bisnis; pengembangan komoditi HHBK masih terkendala antara lain oleh belum terbangunnya jiwa kewirausahaan dari masyarakat pengelola, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengolahan HHBK, hingga lemahnya jaringan kerjasama (kemitraan) yang menyebabkan terbatasnya akses informasi, pasar dan modal untuk mengembangkan usaha.

Rendahnya kinerja pengelolaan HHBK tidak terlepas dari kurangnya perhatian pemerintah, baik pemerintah pusat lebih-lebih pemerintah daerah dalam mengembangkan HHBK. Selama ini HHBK seolah dipandang sebelah mata dan hanya dianggap sebagai hasil hutan ikutan. Hal ini tidak lepas dari besarnya variasi jenis HHBK, sehingga tidak ada penanganan yang fokus dan terarah sebagaimana pada produk kayu bulat (Prayitno, 2007 dalam Anonim, 2010). Akibatnya, kebanyakan HHBK tidak dikelola secara memadai agar memiliki nilai eknonomi dan nilai tambah yang tinggi. Baru dalam beberapa tahun terakhir ini, HHBK mulai mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah. Padahal, HHBK memiliki potensi yang besar dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosial. Di banyak negara, total nilai ekonomi dari HHBK diperkirakan mampu memberi sumbangan terhadap pemasukan negara yang sama besar, bahkan mungkin lebih, daripada yang dapat diperoleh dari kayu bulat. Di Indonesia sendiri, nilai ekonomi HHBK diperkirakan mencapai 90% dari total nilai ekonomi yang dapat dihasilkan dari ekosistem hutan (Lampiran Permenhut No. P.21/Menhut-II/2009). Lebih dari itu, komoditi HHBK juga merupakan salah satu sumberdaya kawasan yang paling menyentuh kehidupan masyarakat sekitar hutan.

2.4.2. Program HKm di Lombok Tengah

Program hutan kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Lombok Tengah, khususnya di wilayah Batukliang Utara dimulai sejak tahun 1998. Ketika itu, pemerintah (dalam hal ini melalui Kantor Wilayah Kehutanan Provinsi NTB) menawarkan Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) kepada masyarakat di wilayah itu sebagai upaya untuk mengatasi praktek perambahan hutan dan illegal logging yang semakin intensif dan meluas di

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 27

Page 36: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

wilayah tersebut. Setelah proses sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan Pondok Pesantren Darus Shidiqien dan aparat desa setempat, program HKm tersebut disambut baik oleh sebagian besar masyarakat dan mereka menyatakan berminat untuk menjadi petani pengelola HKm (pesanggem).

Program HKm yang dibiayai melalui swadaya masyarakat tersebut berlokasi di kawasan hutan lindung dengan luas 1.042 ha, tersebar di empat wilayah administrasi desa yaitu Desa Lantan, Aik Berik, Setiling dan Karang Sidemen - Kecamatan Batukliang Utara. Program ini melibatkan 3.012 KK petani (pesanggem) dengan kisaran luas lahan garapan 0,10 – 0,50 ha/KK (rata-rata 0,19 Ha/KK). Sedangkan hak pengelolaannya diberikan kepada Koperasi Pondok Pesantren Darus Shidiqien di Martak Paok, Kecamatan Batukliang Lombok Tengah. Komposisi tanaman yang dianjurkan ditanam pada areal HKm adalah tanaman kayu (70%) dan tanaman MPTS (30%).

Dalam perkembangnnya, pengelolaan HKm di wilayah Batukliang Utara mengalami dinamika yang cukup tinggi sehingga menimbulkan dampak pada aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Dilihat dari aspek ekonomi, program ini telah menimbulkan dampak yang positif karena memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat. Tetapi dari aspek sosial dan ekologi, cenderung tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ditinjau dari aspek ekologi misalnya, praktek pengelolaan usahatani yang dilakukan oleh pesanggem tidak sesuai dengan yang anjurkan. Komposisi tanaman yang ada berubah sebaliknya menjadi 30% tanaman kayu dan 70% tanaman MPTS. Selain itu, jenis-jenis tanaman yang tidak dianjurkan untuk ditanam (seperti pisang), justru mendominasi areal HKm. Lebih dari itu, dari aspek sosial misalnya, program HKm yang semula dihajatkan untuk mengatasi praktek illegal logging dan perambahan hutan ternyata tidak cukup efektif. Perilaku destruktif yang dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat tersebut, mungkin juga oleh sebagian petani peserta HKm (pesanggem), tidak mengalami perubahan yang signifikan. Salah satu akibatnya adalah areal kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat dengan pola seperti program HKm alias “HKm non program” semakin luas hingga merambah ke kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Saat ini, total luas kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat melalui program HKm dan “HKm non program” telah mencapai ± 2.000 Ha. Sementara itu, di tingkat manajemen terjadi pula konflik antara pihak Koperasi Pondok Pesantren Darus Shidiqien sebagai pemegang izin kelola HKm di satu sisi dengan kelompok tani hutan dan aparat desa di sisi yang lain. Konflik yang berkepanjangan tersebut menyebabkan pengelolaan program HKm tidak berjalan efektif. Akibatnya, pengelolaan program HKm di Batukliang Utara sempat mengalami masa vakum atau status quo selama beberapa tahun.

Seiring dengan dinamika yang terjadi di masyarakat dan perubahan kebijakan yang terjadi di level pemerintah, maka sejak tahun 2007 Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Kehutanan telah menyetujui pencadangan areal HKm di wilayah Batukliang Utara seluas 1.869 ha yang berlokasi di kawasan hutan lindung (RTK-1 Rinjani) melalui SK Menteri Kehutanan Nomor: 436/Menhut-II/2007. Menyusul SK Menteri Kehutanan tersebut, pemerintah daerah melalui SK Bupati Lombok Tengah telah menerbitkan Izin Usaha

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 28

Page 37: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm). IUPHKm tersebut diberikan kepada 4 (empat) badan usaha koperasi dan Gapoktan yang membawahi total 109 kelompok dan 2.964 KK yang tersebar di 4 (empat) desa, yaitu Lantan, Setiling, Aik Berik, dan Karang Sidemen.

Pasca diterbitkannya IUPHKm oleh Bupati Lombok Tengah beberapa tahun yang lalu, perkembangan pengelolaan HKm di wilayah Batukliang Utara mengalami kemajuan dibandingkan dengan sebelum dikeluarkannya IUPHKm. Dari segi perencanaan pengelolaan misalnya, sebagian besar pemegang IUPHKm telah menyusun rencana kerja yang terdiri atas rencana umum (RU) dan rencana operasional. Rencana kerja (RU dan RO) tersebut sudah diajukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Lombok Tengah untuk mendapatkan pengesahan. Selain itu, kelompok masyarakat pemegang IUPHKm dengan difasilitasi oleh LSM Pendamping (YKSSI) telah pula melakukan penataan batas areal kerja serta melakukan inventarisasi tegakan pada areal IUPHKm yang dikelola. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas memang merupakan sebagian kewajiban yang harus dilakukan oleh kelompok masyarakat pemegang IUPHKm sebagaimana telah ditetapkan pada Pasal 25 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan.

Tabel 2.18. Kelompok Pengelola IUPHKm di Wilayah Batukliang Utara – Kabupaten Lombok Tengah

Lokasi (Desa) Lembaga Pemegang Izin

Jumlah Kelompok

Anggota Kelompok

(KK)

Luas Areal (ha)

Jumlah Blok

Lantan Koperasi Male Maju 17 599 349 6Aik Berik Gapoktan HKm Rimba

Lestari54 1.262 842 4

Setiling Majelis Ta’lim Darus Shidiqien

19 427 217 1

Karang Sidemen Gapoktan HKm 19 676 461 1Total 109 2.964 1.869 12

Sumber: Hasil FGD dengan Kelompok Pengelola IUPHKm.

Kemajuan lain pada pengelolaan IUPHKm juga dapat dilihat dari aspek sosial dan kelembagaan di tingkat kelompok. Dari aspek sosial misalnya, konflik horisontal yang pernah terjadi antar kelompok masyarakat dalam pengelolaan HKm, sebagaimana terjadi sebelum adanya IUPHKm, dapat dihindarkan. Demikian pula konflik vertikal antara kelompok masyarakat dengan pemerintah daerah. Dari segi kelembagaan di tingkat kelompok, kohevitas dan dinamika kelompok dalam pengelolaan HKm juga semakin baik. Untuk mendukung pengelolaan HKm khususnya dan pengelolaan sumberdaya hutan dan lingkungan hidup pada umumnya, kelompok masyarakat pengelola IUPHKm juga telah menginisiasi terbentuknya sebuah lembaga yang diberi nama Forum Masyarakat Kawasan Rinjani. Dalam rencana aksinya, forum ini mengusung 11 isu yang terjadi di seputar kawasan IUPHKm dan kawasan Rinjani; yaitu: kesehatan, infrastruktur, pendidikan, pemasaran bersama, air bersih, penguatan kapasitas, koperasi dan UBSP, HKm, wisata alam, pasca panen, dan pengelolaan bencana. Dalam forum FGD yang dilaksanakan dalam rangka penggalian data untuk penyusunan dokumen ini, berkembang pula wacana untuk

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 29

Page 38: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

menambahkan isu baru yaitu pengelolaan HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) dan pengembangan jasa lingkungan.

Di tingkat kelola kawasan, sistem silvikultur yang dilakukan oleh petani belum mengalami perkembangan yang berarti. Inovasi dan teknologi budidaya tanaman sama sekali belum diterapkan, sehingga belum mampu meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani. Sebaliknya, petani mengeluhkan kecenderungan semakin menurunnya kontribusi pendapatan dari areal HKm, sebagai akibat dari semakin menurunya produksi dari tanaman MPTS. Hal yang disebutkan terakhir ini, disebabkan semakin terbatasnya ruang pertumbuhan bagi tanaman MPTS seiring dengan semakin berkembangnya kanopi tanaman kehutanan (kayu). Berdasarkan hasil FGD, diperoleh informasi bahwa saat ini hanya beberapa jenis tanaman dalam areal IUPHKm yang memiliki nilai ekonomi (diperdagangkan) dan memberikan pendapatan bagi petani yaitu; pisang (± 80%), kopi (± 10%), serta nangka dan sedikit durian (± 10%).

Hasil studi yang dilakukan oleh YKSSI (2010), kontribusi HKm terhadap total pendapatan rumahtangga petani HKm di Batukliang Utara berkisar antara 30-35%. Tetapi menurut masyarakat, kontribusi HKm hanya sekitar 25%.

Untuk meningkatkan kontribusi IUPHKm terhadap pendapatan, masyarakat mengharapkan adanya kebijaksanaan dari pemerintah, berupa; (1) pemberian ijin pemangkasan tanaman kayu-kayuan untuk memberi ruang bagi pertumbuhan tanaman HHBK, (2) pemberian fasilitasi untuk mengintroduksi secara bertahap bibit unggul tanaman HHBK untuk mengganti beberapa jenis tanaman HHBK yang ada (dalam hal ini peran Litbang, Perguruan Tinggi dan Penyuluh Pertanian/Kehutanan sangat diharapkan), dan (3) adanya kebijakan untuk membuka “jalan usahatani” dalam areal HKm untuk mempermudah akses pengangkutan hasil produksi.

Selain program HKm, beberapa program dan pelayanan utama yang diberikan oleh pemerintah dan LSM kepada pengelola hutan di Lombok Tengah antara lain Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan pada tahun 2006 dilaksanakan pada kawasan seluas 150 ha. Proyek lain yang masuk ke kawasan HKm Batukliang Utara – Kabupaten Lombok Tengah adalah program pemberdayaan masyarakat melalui pemberian bantuan tanaman MPTS kepada pengelola hutan pada tahun2005 dengan dukungan dana APBN, Program Kebun Bibit Rakyat (KBR) pada tahun 2011 yang bersumber dari BPDAS. Selain program dan kegiatan yang didukung oleh pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten), program dan kegiatan yang masuk ke lokasi proyek di Lombok Tengah adalah juga didukung oleh lembaga-lembaga lain seperti WWF/ITTO, ACIAR, FAO, IFAD, SCBFWM, YKSSI, WN, Samanta .yang antara lain mendukung pengembangan kelola kawasan, kelola lembaga dan kelola usaha termasuk pengelolaan HHBK. Namun demikian, analisis terhadap isi kegiatan menunjukkan terbatasnya dukungan dari progran dan kegiatan yang pernah dilakukan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan HHBK secara berkelanjutan.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 30

Page 39: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

2.4.3. Program Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Lombok Timur

Pengelolaan Zona Penyangga Taman Nasional Gunung Rinjani (Kawasan Hutan TNGR Resort Joben): Potensi Sumberdaya Aalam TNGR yang cukup tinggi membuat masyarakat tertarik memanfaatkan kawasan hutan untuk mengambil hasilnya baik berupa hasil hutan bukan kayu (HHBK) maupun jasa pemanfaatan wisata alam sehingga ketergantungan terhadap hutan tinggi tetapi tetap terjaga kelestarian hutannya. Masyarakat di sekitar TNGR masih cukup banyak yang menggantungkan kehidupannya terhadap hasil hutan bukan kayu karena hanya memiliki lahan sempit serta tidak memiliki pekerjaan tetap.Tingkat ketergantungan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani terhadap sumberdaya hutan meliputi :

(1) Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK): Hasil Hutan Bukan Kayu yang ada di Zona Pemanfaatan Intensif dan Zona Tradisional antara lain : buah nangka, kemiri, durian, kepundung. randu, pakis sayur dan kadang-kadang madu. Tetapi HHBK yang sering di manfaatkan oleh masyarakat yaitu jenis buah nangka, kemiri dan pakis sayur. Khusus pakis sayur masyarakat tetangga desa sebelah barat banyak mengambil pakis sayur setiap hari di wilayah Desa Pesanggrahan sebagai mata pencaharian. Berdasarkan hasil analisa yang dilaksanakan tahun 2006 yang dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani diketahui bahwa nangka menjadi produk HHBK utama yang dimanfaatkan oleh masyarakat di kawasan ini, dan kemudian diikuti oleh pakis, rumput dan kemiri (Balai TNGR, 2006).

(2) Pemanfaatan rumput: Pembangunan Arboretum (pengumpulan jenis-jenis tanaman yang ada di Pulau Lombok) Otak Kokoq Joben yang sekarang berubah nama menjadi Joben Conservation Center (JCC) dilaksanakan pada tanggal 03 November 2003 seluas 20 hektar, Ini merupakan cikal bakal dimulainya kegiatan pemeliharaan tanaman yang dikerjasamakan dengan kelompok masyarakat. Sebagai jaminan masyarakat dari Taman Nasional Gunung Rinjani memperbolehkan memelihara rumput tetapi berkewajiban untuk memelihara tanaman hutan pada masing-masing lokasi pemeliharaan rumputnya. Kegiatan pemeliharaan rumput oleh masyarakat sekitar kawasan hutan Joben pada luasan 20 hektar pada awalnya dimanfaatkan oleh 41 orang yaitu mulai Januari 2004 dengan system pembersihan jalur tanaman Arboretum secara swadaya. Hasil pemeliharaan jalur ternyata masih kurang optimal, karena semak belukar jenis Pepait yang bunganya kuning dalam satu bulan sudah tertutup lagi jalur tersebut maka ada inisiatif untuk membersihkan secara total. Ternyata hasil pembersihan total, secara swadaya masyarakat tanaman bisa tumbuh dengan baik dan masyarakat mulai banyak yang memelihara sapi. Hasil pengamatan yang dilakukan pada Tahun 2004 masyarakat yang memelihara Sapi sekitar < 30 %, tetapi dengan adanya pemeliharaan rumput di dalam zona pemanfaatan intensif dan zona tradisional ternyata meningkat pesat karena berdasarkan hasil pengamatan dan analisa di lapangan sekarang sudah > 90 % sehingga hampir setiap rumah yang berada di sekitar kawasan TNGR memelihara sapi minimal rata-rata 2 s/d 7 ekor sapi. Diskusi dengan Kepala Resor Jobeng (Wasmat) dan Diskusi dengan Ketua Kelompok Masyarakat Pelestari Hutan “Sadar Lestari” (Karti) kembali menegaskan

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 31

Page 40: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

bahwa pemanfaatan rumput menjadi kegiatan utama masyarakat di empat desa proyek di Lombok Timur ini (Pertemuan di WWF Mataram, 26 Januari 2016).

(3) Pemanfaatan kayu bakar: Sebagian masyarakat di sekitar kawasan TNGR masih menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk memasak ataupun untuk keperluan lainnya. Penggunaan kayu bakar sebagai sumber energi oleh masyarakat di Desa Pesanggrahan termasuk dalam taraf yang mengkhawatirkan , dimana dari 3.362 kk ada, sekitar 1.921 kk atau 57,14% diantaranya menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya, sedangkan yang menggunakan minyak tanah dan gas hanya 1.441 atau 42,86% (Profil Desa Pesanggrahan, 2011). Pada lokasi yang diidentifikasi dalam rangka pembinaan daerah penyangga, tingkat kerawanan akibat pencurian kayu bakar semakin berkurang sehubungan sudah banyak masyarakat yang menggunakan kompor gas dan kesadaran akan pentingnya hutan untuk keberlangsungan mata air yang ada di sekitar hutan supaya tetap terjamin. Pemanfaatan rumput di wilayah hutan Resort Joben, berdampak pada berkembangnya pemeliharaan ternak sapi di sekitar kawasa hutan, yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk sangat potensial untuk pengembangan biogas sebagai salah satu alternative pengganti kayu bakar di masa depan, pengembangan pupuk organik baik dari kotoran sapi maupun air seninya. Upaya demi tercapainya program biogas dan pupuk organik di masyarakat perlu adanya keterpaduan program antara Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dengan berbagai stakeholders, baik pemerintah daerah, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat maupun masyarakatnya.

(4) Pengelolaan dan pemanfaatan air: Kawasan hutan Resort Joben merupakan hulu dari beberapa Sub DAS antara lain : Sub DAS Teratak, Sub DAS Kokoq Bendung, Sub DAS Kokoq Gading, Sub DAS Kokoq Jurit dan Sub DAS Kokoq Belimbing sehingga kawasan hutan ini sangat penting bagi penyangga kehidupan masyarakat di Kabupaten Lombok Timur dan sebagian Kabupaten Lombok Tengah. Berdasarkan hasil survey mata air yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani diketahui paling banyak mata airnya baik yang sudah ada maupun yang baru atau hidup kembali berjumlah 77 mata air.

Beberapa program dan pelayanan pemerintah di lokasi zona pemanfaatan Taman Nasional Gunung Rinjani antara lain (1) Rehabilitasi hutan di Resort Joben seluas 285 ha sejak tahun 2003 – 2011 di Desa Tetebatu, (2) Pengembangan Model Desa Konservasi, (3) Rehabilitasi hutan dan lahan. Program dan kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan APBD maupun APBN atau sumber pendanaan lainnya – Tabel 2.19.

Tabel 2.19. Program dan Kegiatan Pengelolaan Hutan di Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Rinjani – Kabupaten Lombok Timur

Lembaga/Instansi

Jenis Program Tahun

(1) Balai TNGR Pembangunan Arboretum (pengumpulan jenis-jenis tanaman yang ada di Pulau Lombok) Otak Kokoq Joben yang sekarang berubah nama menjadi Joben Conservation Center (JCC)

2003

(2) Resort Joben Pemanfataan rumput oleh masyarakat sekitar kawasan hutan Joben pada luasan 20 hektar

2004

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 32

Page 41: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

(3) Balai TNGR Model Desa Konservasi 2006 - 2015(4) IDEP Selaras Alam Pelatihan Pengembangan dan Pengolahan Bambu 2013(5) WWF Indonesia Rehabilitasi hutan dan Lahan (Restorasi) 2010 - sekarang(6) PU Provinsi Pelatihan Petani Konservasi DAS Hulu 2011(7) Dishut Provinsi Pelatihan Pengolahan Dodol Nangka 2005

Program HKm Sambelia: Pelaksanaan Program HKm sebagai bagian dari Program Perhutanan Sosial1 di Unit HKm Sambelia dimulai sejak 2011 yaitu sejak masyarakat Desa Dara Kunci dan Desa Sugian melalui Koperasi Wana Lestari Sambelia mengantongi Ijin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKM) dari Bupati Lombok Timur. Total luas areal HKm di Sambelia mencapai sekitar 420 ha2.

Dalam Rencana Kerja Operasional (RO) Unit HKm Sambelia, pemegang ijin HKm ini akan melaksanakan “Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu”. Dalam aturan lama pemanfaatan hasil hutan kayu, pemegang ijin HKm harus mengajukan “Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Kemasyarakatan” atau “IUPHHK-HKm”. Menurut Permen LHK No.83/2016 pemanfaatan hasil hutan kayu tidak perlu mendapatkan IUPHHK-HKm, cukup dicantumkan dalam Rencana Kerja Operasional (RO) dan Rencana Pengelolaan Hutan dari Unit HKm (Lampiran dalam dokumen IUPHKm).

Pengelola HKm Sambelia melakukan upaya penanaman dan pemeliharaan tanaman pohon di antaranya jenis sengon, sonokeling, mahoni, mente, imba, lamtoro, asam lokal dan lainnya. Petani pengelola juga mengembangkan tanaman perkebunanan dan buah-buahan, seperti pisang, durian, serta rempah-rempah (Hasil Hutan Bukan Kayu). Pengelolaan HKm melalui pengembangan HHBK memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat pengelola sebelum mendapatkan hasil dari tanaman kayu.

Perkembangan terakhir dari pengelolaan hutan melalui pola KHm di Sambelia menunjukkan bahwa masyarakat pengelola hutan tengah berproses untuk mendapatkan sertifikat ekolabel, yang membuktikan bahwa HKm Sambelia telah dikelola dengan cara yang baik, legal dan lestari (Konsepsi, 2013).

Kawasan HKm Sambelia awalnya merupakan kawasan hutan dengan vegetasi semak belukar muda, belukar tua, dan hutan jarang. Penggunaan lahan di HKm Sambelia pada

1 Program Perhutanan Sosial bertujuan untuk mengurangi kemiskinan (peningkatan kesejahteraan) masyarakat sekitar dan di dalam kawasan hutan, merehabilitasi hutan dan lahan kritis. Permen LHK No.83/2016 menjelaskan 6 skema Program Perhtuanan Sosisl, yaitu: 1) Hutan Desa (HD); 2) Hutan Kemasyarakatan (HKm); 3) Hutan Tanaman Rakyat (HTR); 4) Hutan (Pola) Kemitraan; 5) Hutan Adat; dan 6) Hutan Rakyat. Dari data PIAPS (Peta Indikatif Area Perhutanan Sosial) 2015 dan Road Map Perhutanan Sosial Kementerian KLHK 2015, hanya Hutan Rakyat (dalam UU No.41/1999, Hutan Rakyat disebut Hutan Hak) yang berada di atas tanah milik, skema lainnya berada di kawasan hutan (negara).

2 Pengelolaan hutan melalui pola HKm di Kabupaten Lombok Timur berkembang dari 300 hektare pada tahun 1998 menjadi 1.800 hektar pada tahun 2002, dan HKm unit Sambelia, yakni di Desa Sugihan dan Desa Belanting, luasnya mencapai 420 hektare mewakili tipologi HKm pada hutan produksi dataran rendah, beriklim kering dan dibangun atas bantuan Jepang (OECF) pada tahun 1998/1999.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 33

Page 42: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

tahun pertama dan kedua (1998/1999) adalah pembudidayaan tanaman padi gogo dan kacang-kacangan sebagai tanaman sela/tumpangsari. Pada tahun ketiga hingga saat ini dilakukan budi daya empon-empon karena penutupan tajuk tanaman pohon (kayu-kayuan) mulai rapat dan tertutup. Namun demikian, pengelolaan HKm Sambelia belum memberikan hasil yang optimal karena kondisi iklim yang kering dan hujan yang jarang serta diperparah oleh kondisi lahan yang berbatu - batuan-batuan besar (Konsepsi, 2013).

Kawasan HKm Sambelia termasuk salah satu wilayah terkering di Pulau Lombok, dan kurang mendukung bagi pengembangan sistem usahatani. Pada tahun 1998 areal ini menjadi sasaran rehabilitasi hutan melalui Proyek Pembangunan HKm yang didanai oleh bantuan Jepang (OECF) dan disahkan oleh Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi NTB pada tahun 1999.

Jumlah peserta HKm di Sambelia sebanyak 507 orang yang terhimpun dalam 20 kelompok kerja/blok yang masing beranggotakan 20-35 orang. Dari kelompok usaha ini telah berkembang dan membentuk wadah ekonomi (koperasi) yang dinamakan "Koperasi Wana Lestari" yang membawahi sembilan KUB (Kelompok Usaha Bersama). Beberapa unit usaha dari KUB yang dikembangkan seperti  usaha simpan pinjam, usaha kios sembako, peternakan, dan lainnya. Usaha-usaha ini berkembang cukup baik sehingga merupakan usaha pokok bersama dari masing-masing KUB. Karena lokasi HKm berada di tepi jalan raya lintas kabupaten di Pulau Lombok, maka infrastruktur jalan sangat baik dan memadai. Kondisi ini cukup mendukung bagi kegiatan-kegiatan dalam pemasaran hasil HKm dan khususnya dalam pemasaran HHBK.

2.4.4. Program Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Lombok Barat

Program perhutanan sosial yang ada di Kabupaten Lombok Barat adalah program Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Sesaot – Kecamatan Narmada. Program HKm Sesaot didasarkan pada SK Menhut RI No. 445/Menhut-II/2009 tgl 4 Agustus 2009 ttg penetapan areal kerja HKm di Kabupaten Lombok Barat, dengan areal seluas 185 ha di Desa Sasaot dan dengan masa konsesi 35 tahun.

Produksi: Sejauh ini, pengelola hutan kemasyarakatan Sesoat telah melakukan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pengelolaan dan budidaya HHBK, khususnya dalam budidaya durian, rambutan, aren, kemiri, lebah masu, talas, manggis, ceruring, nangka, bambu & sirih. Produk ikutan yang dihasilkan oleh petani pengelola kawasan HKm Sesaot meliputi antara lain kakao, kopi dan pisang.

Pengolahan: Petani dan masyakat Sesoat juga telah melakukan usaha-usaha dalam menambah nilai terhadap produk-produk HHBK seperti antara lain pengolahan aren (menjadi gula semut, gula cakep dan varian lainnya, kelompok bahkan telah memiliki PIRT; sudah ada rumah produksi dan alat untuk proses produksi gula aren), talas (kripik talas), pisang dan nangka (dalam bentuk keripik dan dodol). Sementara itu, untuk produk kemiri petani masih menjual dalam bentuk gelondongan. Petani juga mengelola usaha budidaya madu trigona (ada 500 stup dan cocok tampaknya - masih ada permsalahan dalam pemanenan madu trigona yang masih kurang higienis; panenannya hanya madunya

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 34

Page 43: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

saja, dan belum memanfaatkan propolis dan bee polennya & pemasaran madu masih rlatif terbatas). Hasil hutan lain yang dimanfaatkan petani di Sesaot adalah bambu, yang umumnya belum dibudidayakan. Beberapa produk hasil olahan HHBK seperti kopi, aren, dodol, kripik dan gula semut sudah memiliki PIRT.

Pemasaran: Pemasaran untuk produk-produk primer dan olahan HHBK masih dilakukan di pasar-pasar lokal, mini market, pusat oleh-oleh dan langsung kepada konsumen.

Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pembinaan dan pendampingan masyarakat: Kegiatan pengelolaan HKm dan HHBK di kawasan Sesoat antara lain Institusi Multi Pihak (IMP), Dinas Pertanian, BPTP, BPDAS, dan Dinas Kehutanan Lombok Barat dan Dinas Kehutanan Provinsi NTB (Masa sebelum berlakunya UU No. 23 tahun 2014). Pengelolaan HKm Sesaot juga didukung oleh lembaga lain seperti WWF, Mitrasamya, Dikes Lobar, Disperindag Lobar, Disko provinsi & Lobar; juga kerjasama dengan kios-kios lintas desa, mini market cahaya, interniaga, koperasi & lesehan-lesehan yang ada di Mataram.

2.5. Pengembangan dan Pemanfaatan HHBK bagi Pembangunan Daerah

Uraian pada bagian 2.4 secara eksplisit menunjukkan bagaimana program pengelolaan hutan melalui skema perhutanan sosial (Hutan Kemasyarakatan) dan pemanfaatan zona pemanfaatan pada Taman Nasional telah secara jelas mendukung perekonomian dan penghidupan masyarakat sekitar hutan. Bentuk pemberian hak kelola dan pemanfaatan ini tidak lain adalah bagian dari upaya pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, dan secara kumulatif akan bermuara pada upaya-upaya pengentasan kemiskinan, pembangunan daerah, dan penciptaan lapangan kerja. Hanya saja, yang menjadi persoalan selama ini adalah bahwa upaya ke arah pemberdayaan masyarakat melalui pemanfataan hutan belum terlalu maksimal, karena dalam banyak hal dan kasus, upaya pemberian hak kelola sebatas pada “pemberian ijin kelola dan minim upaya-upaya pendampingan dan intervensi teknis silvikultur atau pengelolaan kawasan dengan model-model agroforestry yang sesuai”.

Ketika pengembangan dan pemanfaatan kawasan hutan telah dapat dilakukan secara maksimal, maka program pengelolaan hutan melalui pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu akan secara efektif berkontribusi tidak saja pada perekonomian masyarakat atau petani pengelola, tetapi juga pada perekonomian daerah dan bahkan regional secara keseluruhan. Pembinaan dan pendampingan yang intensif dalam “kelola kawasan” (sistem produksi) akan menghasilkan peningkatan produksi dan kualitas produk HHBK serta pada sisi lain akan mendukung tercapainya pengelolaan kawadan hutan secara lestari (konservasi keanekaragaman hayati dan penurunan emisi karbon), yang sejalan dengan rumusan pada RPJMD NTB 2013- 2018 berikut ini:

“TAHAP III: Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pada peningkatan produksi dan daya saing perekonomian. Peningkatan kemampuan petani dan kelembagaanya, menjamin ketersediaan pangan distribusi dan diversifikasi pangan serta dukungan IPTEK yang mendorong terwujudnya efisiensi dan efektifitas dalam proses produksi.”

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 35

Page 44: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Sebagai bagian integral dalam pemberdayaan masyarakat melalui pemberian hak kelola dan pengembangan dan pemanfaatan HHBK, upaya pengembangan usaha atau bisnis pengolahan menjadi sesuatu yang perlu untuk dilakukan. Hal ini tidak saja sejalan dengan konsep pembangunan NTB tentang pentingnya penciptaan nilai tambah (Konsep PIN atau Percepatan, Inovasi dan Nilai Tambah), tetapi juga akan mendukung upaya-upaya penciptaan lapangan kerja di tingkat lokal, dan ini juga menjadi bagian dari strategi mengatasi isu-isu ketenaga kerjaan yang dihadapi kabupaten-kabupaten di NTB.

Sebagai dampak dari keberhasilan dalam proses peningkatan produksi, pengolahan dan pemasaran produk-produk HHBK menjadi produk-produk olahan bernilai tinggi, maka akan berkembangan sektor lain seperti jasa pemasaran, transportasi, pariwisata, dan lainnya. Semua ini menjadi bagian dari upaya pembangunan daerah secara keseluruhan (tidak terkecuali konsep pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK), yang dalam RPJMD NTB 2019-2023 dinyatakan:

“Tahap IV: Membangun struktur ekonomi yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung SDM berkualitas dan berdayasaing. Tingkat pelayanan pendidikan dan kemampuan IPTEK yang makin maju dan pada saat ini pendapatan per kapita pada akhir RPJP daerah mencapai kesejahteraan setara dengan daerah maju lainnya dengan tingkat pengangguran dan penduduk miskin yang makin rendah”

***

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 36

Page 45: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

BAB III. ANALISIS ISU-ISU PENGELOLAAN HHBK

Hasil identifikasi bersama Tim HHBK menunjukkan bahwa Pulau Lombok khususnya tiga kawasan yang merupakan dampingan WWF – Indonesia bekerjasama dengan MCA-Indonesia merupakan sentra produk HHBK yang bernilai ekonomi tinggi. Karakteristik fisik wilayah sangat mendukung untuk pengembangan HHBK, dan kondisi ini juga ditunjang oleh aspek sosial budaya, kelembagaan, sistem pemasaran, dan kebijakan pemerintah setempat.

Berdasarkan Permenhut P.21/Menhut-II/2009, Surat Keputusan Bupati Lombok Utara Nomor 192/58/DPPKKP/2013 dan Surat Keputusan Bupati Lombok Tengah Nomor 54 Tahun 2013 tentang penetapan komoditas unggulan HHBK, Tim Penyusun RAD HHBK Provinsi Nusa Tenggara Barat telah menetapkan beberapa produk HHBK sebagai komoditi unggulan. Produk-produk HHBK yang potensial terutama yang terdapat di Wilayah Rinjani dan Pulau Lombok pada umumnya meliputi: kemiri, madu, bambu, nangka, durian, aren, empon-empon, alpukat, kakao, kopi, talas, dan porang.

Meskipun produk-produk hasil hutan bukan kayu ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan kelompok, namun hasil HHBK tersebut masih belum dikelola secara optimal dan oleh karena itu belum mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Selain isu-isu produksi, pengolahan dan pemasaran produk-produk HHBK, terdapat beberapa isu penting lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan dan pemanfaatan HHBK di Kawasan Rinjani khususnya dan Pulau Lombok pada umumnya, yaitu sebagai berikut.

3.1. Isu Lingkungan3.1.1.Karbon

Data pengukuran terhadap cadangan karbon dan keanekaragaman hayati pada 3 kabupaten di Pulau Lombok dan di Kawasan Hutan Rinjani menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon pada tahun 2016 adalah sebanyak 47,65 ton/ha, yang merupakan penjumlahan dari cadangan karbon pada pohon, tiang dan pancang. Rata-rata kerapatan tanaman per hektar di 12 desa contoh adalah 1207,4 pohon per hektar.

Dari hasil evaluasi yang dilakukan pada sektor kehutanan terdapat beberapa hal yang harus dilakukan terkait penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di NTB, diantaranya program penurunan emisi GRK kehutanan harus dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (measurable, reportable and verifiable). Oleh karena itu, untuk memudahkan perhitungan maka program yang dilaksanakan harus jelas lokasinya, luasan kegiatan serta informasi/data awal mengenai lokasi. Hal ini untuk memudahkan dalam perhitungan berapa jumlah emisi GRK yang mampu diserap dari sektor kehutanan. Selain itu, cara ini juga akan memudahkan dalam perhitungan persentase perubahan fungsi lahan ke fungsi

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 37

Page 46: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

aslinya (terutama mengembalikan fungsi lahan ke hutan lahan kering primer) akan berpotensi men-squester karbon.

3.1.2.Tutupan Lahan

Berdasarkan karanteristik biofisik, keadaan sumberdaya alam hutan Gunung Rinjani mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dengan luas lahan kritis di dalam kawasan telah mencapai 35.010,55 ha, dan 146.878,21 ha tersebar di luar kawasan hutan (WWF, 2016). Terancamnya kelestarian kawasan hutan Rinjani juga diperkuat hasil penelitian WWF (2012) yang menunjukkan bahwa tutupan hutan yang masih cukup baik hanya sekitar 38%, serta telah menyumbang terjadinya emisi gas rumah kaca yang mencapai 992.355 ton (GRK NTB, 2012). Keadaan ini mengisyaratkan pentingnya menjaga dan meningkatkan pelestarian sumberdaya hutan Gunung Rinjani yang sebagian besar sudah kritis.

3.1.3.Defisit Air

Kondisi sumber daya air Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya di Pulau Lombok mempunyai kecenderungan yang terus menurun yang ditandai oleh hilangnya beberapa titik mata air serta kuantitas yang menurun, sementara kebutuhan sumber daya air makin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Hasil identifikasi tahun 1985, di NTB ditemukan jumlah mata air sebanyak 711 titik sedangkan kondisi tahun 2005 titik mata air yang tersisa sebayak 270. Dengan demikian, selama 20 tahun telah kehilangan 441 titik mata air atau rata-rata mencapai 22 titik mata air/tahun. Dengan semakin rendahnya tutupan lahan hutan, maka diperkirakan saat ini sumber mata air sudah semakin berkurang, sementara kebutuhan semakin meningkat. Karena itu harus ada upaya pencegahan secara sungguh-sungguh agar tidak menjadi sumber petaka di masa depan

Neraca air antara ketersediaan dan kebutuhan secara keseluruhan di Pulau Lombok telah mengalami defisit air, akibat kebutuhan air yang makin meningkat sedangkan ketersediaan air relatif tetap bahkan cenderung menurun. Hasil perhitungan imbangan air tahun 2006, menunjukan Pulau Lombok telah defisit ± 1,17 MCM terutama pada DAS Dodokan dan DAS Menanga. Berkenaan dengan hal tersebut, maka diperlukan konservasi sumber daya air dengan memperbaiki daerah hulu DAS, efisiensi penggunaan air melalui pembuatan embung, dam, waduk, kantong air, dan lain-lain. Perbaikan cathment area, diyakini akan meningkatkan kemampuan dalam menangkap air dan perbaikan fungsi tata air, sehingga fungsi DAS akan lebih optimal.

3.2. Isu Sistem Produksi HHBKPotensi HHBK di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) cukup besar, baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan hasil penelitian dalam rangka pengembangan rencana pengelolaan HHBK di Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Tengah terdapat sejumlah komoditas yang dikembangkan oleh masyarakat. Di Kabupaten Lombok Utara, potensi HHBK di dalam

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 38

Page 47: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

kawasan hutan yakni di dalam kawasan HKm sebanyak 27 jenis komoditi dan di luar HKm sebanyak 19 jenis komoditi (WWF, 2012a). Sedangkan potensi HHBK di luar kawasan hutan sebanyak 25 jenis komoditi. Potensi HHBK di dalam kawasan hutan di Kabupaten Lombok Tengah, yakni di dalam kawasan HKm sebanyak 39 jenis komoditi, dan di luar HKm sebanyak 23 jenis komoditi. Potensi HHBK di luar kawasan hutan dan di luar kawasan HKm adalah sebanyak 36 jenis komoditi (WWF, 2012b). Namun komoditas yang dinilai memiliki keunggulan dari aspek ekonomi dan konservasi di Pulau Lombok adalah kemiri, madu, bambu, aren, durian, nangka, alpokat, empon-empon, kopi, coklat, talas dan porang.

3.2.1.Kemiri

Kemiri merupakan salah satu komoditas HHBK unggulan Pulau Lombok, dan juga di Kabupaten Lombok Utara; setiap tahun diperkirakan sekitar 500 ton kemiri gelondongan dihasilkan oleh daerah ini; menempati urutan pertama kabupaten/kota penghasil kemiri di Pulau Lombok dan urutan kedua di NTB setelah Kabupaten Bima.

Isu penting terkait dengan sistem produksi kemiri di Pulau Lombok adalah: 1) Jenis kemiri yang diusahakan masyarakat adalah kemiri lokal yang sebagian besar sudah tumbuh di alam dan sudah tua. Artinya komoditas kemiri yang ada perlu dipelihara dan diremajakan agar produktivitas kemiri terus berlangsung; 2) Panen kemiri bersifat musiman, tapi produksinya dapat bertahan lama. Perlu adanya fasilitas pengeringan dan penyimpanan; 3) Sebagian masyarakat menganggap kemiri di lahan HKm masih milik bersama, karena itu bebas dipanen/dipungut oleh siapa saja. Hal ini menyebabkan tanaman kemiri yang ada di lahan HKm jarang mau dirawat dan dipelihara oleh pengelola HKm; 4) Penanganan panen dan pasca panen belum dilakukan secara optimal, sehingga hasil panen bercampur antara yang tua dan muda (kering dan basah).

3.2.2.Madu

Sebagaimana komoditas kemiri, komoditas madu juga menjadi komoditas HHBK unggulan Kabupaten Lombok Utara, karena didukung kondisi iklim pantai yang panas, lingkungan hutan dan kultur masyarakat lokal yang sangat menghargai lingkungan. Menurut pemerhati lebah, iklim yang panas memungkinkan lebah bekerja lebih produktif karena lebih banyak waktu digunakan untuk mencari nektar sedangkan ekosistem lingkungan yang lestari (hutan/luar kawasan) menjadi sumber bahan pakan yang melimpah. Di Kabupaten ini, budidaya lebah madu juga telah dipraktekkan warga dan telah berlangsung hampir di semua kecamatan mulai dari Kecamatan Bayan, Kayangan, hingga Kecamatan Pemenang. Hal ini mengindikasikan bahwa dimasa datang produksi HHBK yang berasal dari kawasan Rinjani yang berbentuk madu akan berpusat di Kabupaten Lombok Utara.

Usaha budidaya madu juga dilakukan di daerah lain di Pulau Lombok, seperti yang dilakukan di Desa Mangkung Kabupaten Lombok Tengah

Isu penting yang terkait dengan sistem produksi dan budidaya lebah madu di Pulau Lombok adalah antara lain: 1) Jenis lebah madu yang dibudidayakan masih terbatas pada

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 39

Page 48: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

jenis Trigona Sp dan Apis Cerana, dan bahkan usaha pembudidayaan Apis Cerana semakin berkurang dari tahun ke tahun sementara pasar meminta jenis madu yang bervariasi; 2) Produksi madu dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, jumlah koloni dan musim, dan ketersediaan pakan dan jumlah koloni dipengaruhi oleh aktivitas penebangan pohon penghasil sumber pakan lebah madu. Beberapa jenis pohon yg merupakan sumber pakan lebah madu adalah jambu mete, mangga, asam, kesambi, kapuk, kelapa, kaliandra dan jenis tanaman lain yang berbunga di dalam hutan. Beberapa jenis pohon sumber pakan lebah tersebut banyak yang hilang di kawasan hutan; (3) Kepemilikan stup lebah madu belum merata di setiap desa. Jumlah stup di Desa Sadana dan Mumbul Sari cukup tinggi sementara di desa lain masih kurang; 4) Keterampilan budidaya madu belum optimal akibat dari kurangnya introduksi teknologi; 5) Teknis pemanenan madu belum sesuai standard sehingga kualitas madu tidak sesuai dengan yang diharapkan; dan 6) Kelembagaan budidaya madu masih lemah sehingga akses terhadap permodalan dan pasar masih terbatas.

3.2.3.Bambu

Komoditas bambu tersebar di semua kawasan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan di Pulau Lombok (Lihat hasil pemetaan komoditas HHBK utama pada Gambar 2.6). Tumbuh dan berkembang secara alamiah di lereng-lereng dan lembah-lembah hutan sehingga sangat efektif dalam mengatasi erosi. Selain manfaat ekologis, komoditas bambu juga memberikan manfaat ekonomi yang bernilai tinggi. Anakan bambu atau rebungnya dapat dimanfaatkan sebagai sayur-sayuran dan setelah besar menjadi kayu dipergunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk pembangunan rumah, dinding bangunan (pagar), atap (usuk), bahan konstruksi lain, ajir dan berbagai bahan baku kerajinan. Namun demikian komoditas bambu yang terdapat di kawasan HKm dan yang terdapat di TNGR belum memberikan manfaat optimal bagi masyarakat yang hidup di kawasan tersebut.

Proses produksi komoditi bambu menghadapi beberapa isu dan permasalahan yang perlu diperhatikan, diantaranya: 1) Ketersediaan bambu setiap tahunnya mengalami penurunan karena budidaya bambu belum dilakukan; 2) Bambu umumnya dibiarkan tumbuh liar tanpa perawatan, bahkan pada waktu panen atau penebangan diserahkan sepenuhnya kepada pembeli atau pedagang pengepul; 3) Potensi bambu di lahan HKm maupun di TNGR cukup tersedia namun sulit terjangkau karena akses jalan yang terbatas; dan 4) Belum ada usaha-usaha terencana dalam budidaya mambu, dan jenis bambu petung dan bambu berwarna (hitam dan kuning) jumlahnya semakin langka, sementara permintaannya semakin meningkat.

3.2.4.Buah-Buahan (Nangka, Durian dan Alpokat)

Buah-buahan seperti nangka, durian dan alpokat merupakan HHBK utama yang menjadi sumber pendapatan petani pengelola hutan di Pulau Lombok (Lihat hasil pemetaan komoditas HHBK utama pada Gambar 2.6). Jenis tanaman nangka yang dibudidayakan oleh masyarakat di Lahan HKm dan di kawasan TNGR adalah nangka bubur dan nangka salak sedangkan yang banyak diminta dan bernilai ekonomi tinggi adalah nangka salak.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 40

Page 49: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Jenis durian yang dikembangkan di Pulau Lombok, termasuk di Kawasan HKm dan TNGR cukup banyak, sehingga sulit dibedakan durian lokal dengan durian dari luar. Percampuran ini menyebabkan brand image durian lokal menjadi rusak. Karena itu diperlukan informasi atau identifikasi yang lebih jelas tentang durian lokal yang unggul, seperti Durian Persek, Durian Seteling, Durian Klotok dan Durian Keselet Lombok Timur. Sementara komoditas alpokat yang diusahakan oleh masyarakat kawasan hutan Gunung Rinjani jenisnya bermacam-macam. Talas dan porang sebagai tanaman bawah tegakan belum banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena porang masih dianggap sebagai tanaman liar, padahal harga jualnya cukup tinggi.

Tantangan yang cukup berat untuk menjadikan komoditas buah-buahan (durian, nangka dan alpokat) sebagai komoditas HHBK unggulan Pulau Lombok adalah: 1) Siklus panen yang bersifat musiman. Karena itu bila belum ada varietas atau teknologi budidaya yang dapat menjamin kontinuitas produksi sepanjang tahun, maka pengembangan ketiga komoditas tersebut sebagai komoditas HHBK unggulan harus didukung dengan komoditas lain yang dapat mengisi kekosongan waktu panen ketiga jenis komoditas tersebut, seperti dengan tanaman talas dan porang yang dapat tumbuh baik di bawah tegakan pohon durian dan nangka; 2). Produk durian, nangka dan alpokat pada musim panen melimpah, sehingga cenderung harganya rendah terutama produk nangka dan alpokat; dan 3) Produk nangka, durian dan alpokat banyak rusak karena serangan hama lalat buah dan monyet; dan rawan pencurian terutama produk durian; dan 4) Produk nangka, durian dan alpokat cepat rusak, sehingga harus dikonsumsi dalam bentuk segar atau cepat diolah menjadi produk agroindustri.

3.2.5.Aren

Tanaman aren memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagian tanamannya dapat memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolangkaling yang digemari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, daunnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan dan bisa juga sebagai atap, sedangkan akarnya dapat dijadikan bahan obat-obatan. Dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan lidi yang memiliki nilai ekonomis. Selain itu, batang usia muda dapat diambil sagunya, sedangkan pada usia tua dapat dipakai sebagai bahan furnitur. Namun dari semua produk aren, nira aren yang berasal dari lengan bunga jantan sebagai bahan untuk produksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonomisnya (Febrian Paudi, 2012).

Populasi pohon aren tersebar di seputar kawasan Rinjani, mulai dari Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Tengah sampai Lombok Timur, dan aren telah dijadikan sebagai komoditas HHBK unggulan di Kabupaten Lombok Tengah. Ada dua hal menonjol yang mendukung komoditas aren sebagai komoditas HHBK unggulan, yaitu: (1) aspek ekologis, dinilai mampu mendukung pelestarian sumberdaya hutan; dan (2) aspek ekonomis dimana proses produksi nila aren dapat berlangsung terus menerus sepanjang tahun, sehingga proses produksi gula aren dan turunannya juga dapat dilakukan sepanjang tahun.

Ada beberapa isu penting terkait dalam sistem produksi gula aren yang perlu diatasi, yaitu: 1) Produktivitas gula aren sangat ditentukan oleh varietas aren dan kesuburan tanah. Ada

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 41

Page 50: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

dua jenis varietas pohon aren yang tumbuh di kawasan hutan Gunung Rinjani, yaitu varietas lokal yang memiliki produktivitas rendah, tetapi berumur panjang dan varietas ini sangat cocok dikembangkan untuk tujuan ekonomi dan konservasi; dan varietas genjah yang berumur pendek, tapi produktivitasnya tinggi sangat cocok dikembangkan di lahan kebun masyarakat untuk tujuan ekonomi; 2) Penyadapan nila aren membutuhkan pengalaman dan keahlian; dan 3) Cara dan alat penyadapan gula aren masih tradisional dan terkesan kurang higienis.

3.2.6.Empon-Empon

Jenis dan varietas empon-empon sangat banyak, namun yang dominan diusahakan oleh masyarakat di kawasan hutan Gunung Rinjani dan Pulau Lombok pada umumnya adalah jahe gajah, jahe biasa, laos, dan kunyit. Komoditas ini dijadikan HHBK unggulan karena proses produksi bisa berlangsung sepanjang tahun dengan mengatur waktu tanam dan waktu panen, sehingga dapat menutupi kebutuhan ekonomi masyarakat hutan sehari-hari, selain produknya banyak diminta oleh pasar luar negeri.

Isu penting terkait dengan sistem produksi empon-empon antara lain adalah: 1) Produksi empon-empon di kawasan hutan Gunung Rinjani sebagian besar masih diusahakan untuk tujuan subsisten dan belum berorientasi pasar atau bisnis; 2) Produktivitas tanaman empon-empon sangat ditentukan oleh kegemburan dan kesuburan tanah, dan petani belum mengelola empon-empon secara optimal; 3) Penanaman empon-empon di lahan HKm dan di kawasan TNGR dihambat oleh gangguan ternak, hama babi dan pencurian.

3.3. Isu Sistem Pengolahan HHBKUntuk meningkatkan nilai tambah komoditas HHBK, maka kegiatan pengolahan atau transformasi produk harus dilakukan, dari bentuk bahan mentah atau segar ke bentuk produk setengah jadi atau produk jadi.

3.3.1.Kemiri

Pengolahan kemiri menjadi kemiri kupas dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering. Pengolahan cara basah dilakukan secara manual menggunakan tangan setelah dilakukan perendaman dan perebusan; sedangkan pengupasan dengan cara kering dilakukan menggunakan mesin pengupas atau juga dilakukan secara manual setelah kemiri gelondongan kejemur di terik matahari kemudian dikupas secara manual dengan proses memecah dan mencungkil isinya.

Isu penting terkait pengolahan kemiri adalah sebagai berikut: 1) Petani atau pengumpul lokal di belum melakukan kegiatan pengupasan atau pengolahan kemiri, baik secara basah maupun kering. Pengupasan cara basah dilakukan di luar Kabupaten (Pancor Dau, Desa Aik Darek, Kabupaten Lombok Tengah) sedangkan pengupasan cara kering dilakukan di Jawa atau tempat lain; 2) Pengolahan kemiri dengan cara basah membutuhkan air yang banyak untuk pengecoran, perendaman dan perebusan; 3) Pengolahan kemiri membutuhkan keterampilan dan ketekunan untuk menghasilkan kemiri kupas yang berkualitas – tidak pecah dan tidak cepat berjamur; 4) Pengolahan kemiri kupas menjadi

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 42

Page 51: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

minyak kemiri masih dalam tahap perintisan dan masih dilakukan dengan cara tradisional dengan peralatan sederhana.

3.3.2.Madu

Beberapa isu yang yang terkait dengan pengolahan produk madu di Pulau Lombok adalah: 1) Petani lebah madu pada dasarnya belum melakukan kegiatan pengolahan. Kegiatan yang dilakukan masih terbatas pada kegiatan menyaring dan mengemas; 2) Produk ikutan madu, seperti propolis, polen dan royal jelly yang dihasilkan oleh lebah Trigona Sp dan lilin yang dihasilkan oleh lebah Apis Cerana juga belum diolah, sehingga terkesan sebagai produk yang mubazir.

3.3.3.Bambu

Isu yang terkait dengan pengolahan bambu adalah: 1) Tercatat sebanyak 132 jenis hasil olahan bambu yang sudah mampu meningkatkan nilai tambah komoditas bambu di Pulau Lombok (APBL, 2014), namun sebagian besar dalam bentuk hasil kerajinan tradisional dengan harga yang rendah dan sebagian kecil dalam bentuk hasil kerajinan modern dengan harga yang tinggi; dan 2) Usaha pengolahan atau kerajinan bambu di Pulau Lombok semuanya berada di luar kawasan hutan, karena itu nilai tambah yang dihasilkan oleh usaha kerajinan bambu sebagian besar dinikmati oleh masyarakat di luar kawasan hutan.

3.3.4.Buah-Buahan (Nangka, Durian dan Alpokat)

Isu yang terkait dengan pengolahan nangka, durian dan alpokat adalah antara lain: 1) Pengolahan daging buah nangka dan durian masih sebatas menjadi dodol dan krepek; bahkan alpokat belum diolah sama sekali, semuanya dikonsumsi dalam bentuk segar; 2) Pengolahan nangka dan durian di dalam kawasan hanya dilakukan pada musim panen raya dan hanya bila ada pesanan; 3)Biji durian, nangka dan alpokat termasuk kulit durian belum dimanfaatkan, masih dianggap sebagai sampah, sementara di daerah lain banyak dimanfaatkan dan bernilai ekonomi.

3.3.5.Aren

Isu yang terkait dengan pengolahan nila aren adalah: 1) Pengolahan nira aren menjadi gula cakep, gula briket dan gula semut masih dilakukan secara tradisional dan sebagian besar dalam bentuk gula cakep untuk tujuan pasar tradisional; 2) Pembuatan gula semut masih dilakukan secara sederhana dan tanpa alat pengovenan.

3.3.6.Empon-Empon

Isu yang terkait dengan pengolahan empon-empon adalah: 1) Sebagian besar produksi empon-empon tidak diolah, dan hampir semua dijadikan bumbuan dan obat tradisional dalam bentuk segar; 2) Teknologi pengolahan yang ada masih sangat sederhana dan tradisional, dan terbatas untuk jamu dan obat tradisional.

3.3.7.Sarana Prasarana

Untuk pengembangan komoditas HHBK sangat ditentukan oleh keberadaan prasarana dan sarana pendukung, khususnya sarana pengolahan, seperti alat pengering, mesin pengolah,

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 43

Page 52: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

alat pengemas dan lainnya. Isu yang terkait dengan keberadaan prasarana dan sarana penunjang pengembangan HHBK adalah sebagai berikut:

(1) Belum tersedianya prasarana dan sarana pengupasan kemiri di dalam kawasan, secara memadai, baik prasarana dan sarana pengupasan cara basah maupun cara kering, termasuk juga prasarana dan sarana pengolahan kemiri kupas menjadi minyak kemiri. Bantuan mesin pengolah yang telah diberikan oleh pemerintah tidak dapat dipergunakan oleh masyarakat karena kapasitas listriknya melampaui kapasitas listrik yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga belum memiliki fasilitas lantai jemur dan gudang untuk menyimpan kemiri pada masa panen raya, sehingga semua kemiri yang dimiliki masyarakat dijual pada masa panen raya dengan harga rendah.

(2) Belum tersedia prasarana dan sarana pengolahan madu dan produk ikutannya menjadi produk olahan. Produk madu hanya dijual dalam bentuk segar.

(3) Masyarakat di kawasan hutan Gunung Rinjani belum memiliki prasarana dan sarana pengolahan bambu yang memadai. Bantuan mesin pengolah bambu menjadi sumpit, tusuk gigi dan tusuk sate yang diberikan melalui APBL baru 1 unit dan belum termanfaatkan dengan baik, karena masyarakat tidak memiliki keterampilan untuk mengoperasikannya. Begitu juga peralatan pengawetan bambu sebagai bahan dasar pembuatan bambu laminasi, belum dimiliki oleh masyarakat sementara masyarakat sangat membutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas bambu yang dimiliki. Selain itu prasarana dan sarana angkutan bambu di kawasan HKm dan TNGR juga tidak tersedia, sehingga harga jual bambu sangat rendah. Kesulitan sarana transportasi juga menjadi salah satu sebab masyarakat cenderung menjual bambu dalam bentuk rebung yang tidak sesuai dengan konsep konservasi.

(4) Prasarana dan sarana pengolahan buah-buahan seperti durian dan nangka, aren dan empon-empon yang dimiliki oleh masyarakat kawasan hutan Gunung Rinjani sangat terbatas dan sederhana, sehingga sulit bersaing dengan prasarana dan sarana olahan yang dimiliki oleh masyarakat luar kawasan yang memiliki peralatan yang canggih yang terjamin kebersihan dan higienitasnya.

3.3.8.Sumberdaya Manusia

Keberhasilan pengelolaan HHBK sangat tergantung dari keberadaan sumber daya manusia, khususnya para pelaku usaha dan masyarakat yang ada di kawasan hutan. Isu umum yang terkait dengan sumberdaya manusia adalah masih rendahnya keterampilan masyarakat, baik ditinjau dari aspek teknis, manajemen maupun pemasaran usaha, sehingga masih sangat dibutuhkan pembinaan dan pendapingan dari segala lini, agar pengusahaan HHBK dapat menjadi penggerak ekonomi masyarakat kawasan hutan.

3.3.9.Kelembagaan

Isu kelembagaan terkait pengembangan komoditas HHBKdi kawasan hutan Gunung Rinjani adalah sebagai berikut:

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 44

Page 53: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

(1) Akses masyarakat terhadap sarana pendukung produksi, teknologi, informasi dan keuangan sangat kurang.

(2) Pemberian bantuan bibit komoditas HHBK, baik kemiri, bambu, nangka, durian, empon-empon belum dapat memotivasi petani untuk membudidayakan komoditas HHBK tersebut secara intensif.

(3) Pelatihan pengolahan HHBK yang sudah dilakukan belum dapat memotivasi petani atau pengumpul lokal melakukan kegiatan pengolahan komoditas HHBK untuk menjadi produk jadi atau produk setengah jadi.

(4) Hasil pengolahan HHBK, baik madu, gula aren, krepek dan dodol nangka/durian; hasil olahan empon-empon belum memiliki sertifikat dari BPOM, sehingga produknya sulit dijual ke pasar modern.

(5) Sistem pasar di daerah kurang mampu memberikan citra positif terhadap hasil olahan HHBK, terutama hasil kerajinan bambu untuk konsumen luar daerah dan luar negeri.

(6) Peran dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas LHK, Dinas Perindustrian, dan Dinas Perdagangan belum maksimal.

(7) Keterbatasan pengetahuan petugas atau penyuluh tentang budidaya, pengolahan dan pemasaran produk HHBK.

(8) Belum ada kelembagaan petani durian, petani nangka dan petani empon-empon di kawasan hutan Gunung Rinjani.

3.3.10. Permodalan

Isu yang sering dilontarkan masyarakat sebagai faktor penghambat pengembangan usaha HHBK adalah modal yang terbatas. Hal ini juga sering dijadikan alasan penyebab masyarakat menjual produk HHBKnya dengan cara ijon dan dengan harga rendah kepada para pengepul desa atau kecamatan.

Selain para pengepul desa, di desa dan kecamatan kawasan Hutan Gunung Rinjani sebenanya juga terdapat lembaga penyedia modal bagi masyarakat petani. Di tingkat desa terdapat kelompok usaha bersama (KUB), Koperasi dan Bumdes. Di tingkat kecamatan terdapat BPR-LKP (milik Pemda), BPR-Swasta, Koperasi Simpan Pinjam dan layanan keliling perusahaan finance. Meskipun tidak semua desa dan kecamatan terdapat semua lembaga keuangan mikro tersebut, tapi hal itu menggambarkan bahwa di desa kawasan hutan juga ada sebenarnya pilihan lain masyarakat selain lembaga keuangan tradisional ijon.

Beberapa isu yang terkait dengan permodalan yang sekaligus menjadi penyebab masyarakat masih tergantung pada lembaga permodalan tradisional adalah; 1) Modal yang dapat dipinjam oleh masyarakat dari lembaga-lembaga formal dan semi formal di desa dan kecamatan jumlahnya terbatas dan peruntukannya sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 2) Lembaga-lembaga keuangan tersebut seringkali membutuhkan persyaratan tertentu yang tidak dimiliki oleh masyarakat desa; dan 3) Lembaga keuangan tradisional lebih dekat dengan masyarat dan transaksinya didasarkan oleh saling mempercayai.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 45

Page 54: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

3.4. Isu Sistem Pamasaran HHBKPemasaran merupakan ujung tombak dari setiap usaha. Kegiatan produksi dan pengolahan bagaimanapun baiknya bila tidak didukung dengan pemasaran yang baik, maka usaha tersebut tidak akan berhasil. Berikut ini disajikan beberapa isu yang terkait dengan pemasaran HHBK di Pulau Lombok.

3.4.1.Kemiri

Isu pemasaran kemiri, diantaranya adalah: 1) Masyarakat melakukan kegiatan pemasaran kemiri hanya dalam bentuk gelondongan, sedangkan pemasaran kemiri kupas dilakukan oleh masyarakat luar kawasan dan luar daerah. 2) Tingkat harga yang diterima petani kemiri sangat rendah, sekitar 40 persen dibawah harga pasar yang disebabkan oleh karena sebagian besar petani menjual dengan sistem ijon atau mengambil uang muka; 3) Kualitas kemiri gelondongan yang dihasilkan petani juga dinilai rendah, karena sebagian petani panen dengan cara “digerik”, sehingga tercampur kemiri gelondongan kering dengan kemiri basah dan gembos. Akibatnya harga yang diterima petani menjadi rendah; dan 4) Masyarakat kawasan HKm di Pulau Lombok, baik petani maupun pengepul tidak mengetahui jaringan dan harga pasar kemiri di luar daerah karena ditutup oleh pedagang antar pulau.

3.4.2.Madu

Isu pemasaran madu, antara lain: 1) Madu Rinjani atau madu di Pulau Lombok belum dipasarkan secara terintegrasi (masih sendiri-sendiri antara kelompok satu dengan kelompok lainnya); 2) Madu Rinjani atau madu yang dihasilkan di Pulau Lombok belum memiliki standar harga yang jelas; 3) Madu alam dan madu budidaya dipasarkan bersama-sama dengan label madu budidaya; dan 4) Pemasaran masih dalam lingkup lokal, dan belum memiliki jaringan pasar ke luar kawasan dan ke luar daerah.

3.4.3.Bambu

Isu pemasaran bambu antara lain: 1) Pemasaran bambu sebagian besar (80%) diperjualbelikan masih dalam bentuk bahan mentah, sekitar 16% dijual untuk usaha kerajinan tradisional, dan hanya sekitar 4% dijual untuk usaha kerjaninan modern yang diarahkan untuk pasar luar daerah dan luar negeri; 2) Nilai jual bambu mentah asal HKm dan TNGR rendah, karena lokasinya jauh dan tidak tersedianya prasarana sarana pengangkutan; 3) Permintaan terhadap bambu petung dan bambu berwana cenderung semakin meningkat, tapi ketersediaannya semakin terbatas; dan 4) Adanya pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan cepat dengan menawarkan produk olahan bambu dengan harga tinggi pada tamu dalam dan luar negeri.

3.4.4. Buah-Buahan (Nangka, Durian dan Alpokat)

Isu pemasaran nangka dan durian, antara lain: 1) Masih bercampurnya varietas unggul lokal dengan varietas lain, sehingga sering merusak citra varietas unggul lokal dalam pemasarannya. Varietas unggul lokal untuk nangka adalah “Nangka Salak”; sedangkan untuk durian adalah “Durian Setiling” di Kawasan HKm Lombok Tengah. “Durian Klotok” dan “Durian Keselet” di kawasan TNGR Lombok Timur; 2) Produk olahan bahan

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 46

Page 55: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

makanan termasuk olahan nangka dan durian memerlukan persyaratan dan standar mutu tertentu untuk dapat masuk ke pasar modern;dan 3) Pasar produk olahan nangka dan durian bersifat musiman, sementara permintaannya berlangsung secara terus menerus.

3.4.5.Aren

Isu pemasaran gula aren antara lain: 1) Pemasaran gula aren, baik dalam bentuk gula cakep, gula briket maupun gula semut masih bersifat lokal, belum ke luar daerah dan luar negeri; 2) Produk olahan gula aren juga memerlukan persyaratan dan standar mutu tertentu untuk dapat masuk dan menembus pasar modern.

3.4.6.Empon-Empon

Isu pemasaran empon-empon antara lain: 1) Pemasaran produk empon-empon sebagian terbesar dalam bentuk bahan baku, sebagian kecil yang diolah menjadi jamu dan obat-obatan; 2) Pemasaran empon-empon asal HKm dan TNGR masih sedikit dan aliran pasarnya tidak menentu tergantung harga pasar; dan 3i) Produk olahan empon-empon juga memerlukan persyaratan dan standar mutu tertentu untuk dapat masuk ke pasar modern.

***

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 47

Page 56: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

BAB IV. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Berdasarkan kerangka yuridis terkait dengan pengelolaan HHBK di pulau Lombok, dikaitkan dengan fakta empiris berkenaan dengan implementasi pengelolaan HHBK di tiga lokasi, ada beberapa hal yang perlu dikritisi. Pertama, problem pengelolaan HHBK khususnya yang menyangkut komoditi tertentu yang perlu penanganan segera di tingkat sektor (SKPD). Kedua, problem pengelolaan HHBK di tingkat desa seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Desa. Ketiga, problem pengelolaan HHBK di tingkat Kabupaten/Kota setelah berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan Keempat, problem pengelolaan HHBK di tongkat provinsi setelah ditariknya urusan pemerintahan di bidang kehutanan dari pemerintah kabupaten/kota ke Pemerintah Provinsi.

4.1. Kedudukan RAD Pengembangan HHBK dalam Kebijakan Pembangunan Daerah

Rencana Aksi Daerah Pengembangan HHBK merupakan dokumen rencana aksi yang menjadi acuan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kegiatan pengembangan HHBK di Pulau Lombok, mulai dari produksi, pengolahan hingga pemasaran HHBK dalam kurun waktu tahun 2018 sampai dengan tahun 2022.

Rencana Aksi Daerah Pengembangan HHBK ini berisi upaya-upaya pengembangan produksi, pengolahan dan pemasaran yang melibatkan multi sektor dan multi pihak dengan mempertimbangkan karakteristik, potensi, pembiayaan dan kewenangan daerah serta terintegrasi dan sejalan dengan Rencana Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi NTB) sebagaimana terlihat pada kutipan berikut ini.

“Tahap III: Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pada peningkatan produksi dan daya saing perekonomian. Peningkatan kemampuan petani dan kelembagaanya, menjamin ketersediaan pangan distribusi dan diversifikasi pangan serta dukungan IPTEK yang mendorong terwujudnya efisiensi dan efektifitas dalam proses produksi.” (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah NTB, 2013-2018).

“Tahap IV: Membangun struktur ekonomi yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung SDM berkualitas dan berdayasaing. Tingkat pelayanan pendidikan dan kemampuan IPTEK yang makin maju dan pada saat ini pendapatan per kapita pada akhir RPJP daerah mencapai kesejahteraan setara dengan daerah maju lainnya dengan tingkat pengangguran dan penduduk miskin yang makin rendah” (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah NTB, 2019-2023).

Rencana Aksi Daerah Pengembangan HHBK ini juga sejalan dengan RPJPD dan RPJMD Kabupaten/Kota, RTRW Provinsi/ Kabupaten/Kota, dan, RPJMDes, yang pada intinya mendorong peningkatan produksi dan daya saing sektor pertanian sebagai sektor ekonomi utama pembangunan daerah dan pedesaan.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 48

Page 57: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

RAD Pengembangan HHBK menjadi acuan bagi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan dan Desa dan masyarakat serta pelaku usaha dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan pengembangan hasil hutan bukan kayu.

Pencapaian target pengembangan hasil hutan bukan kayu dilakukan dengan mengarahkan dan menetapkan berbagai program dan kegiatan yang dibangun secara partisipatif dengan multi pihak dan multi sektor dilengkapi dengan sasaran, indikator kinerja dan sumber pembiayaan kedalam RKPD.

4.2. Arah Kebijakan dalam Pengembangan HHBK di Pulau Lombok Beberapa arah kebijakan yang perlu diupayakan oleh pemerintah dan stakeholders dalam pengembangan HHBK di Pulau Lombok adalah antara lain:

4.2.1.Kebijakan 1 :Penetapan Branding Produk HHBK

Hasil penelitian dari Siddik, dkk (2016) menyimpulkan bahwa persoalan yang dikembangkan ke depan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk HHBK agar dapat bersaing pada pasar global adalah dengan melakukan standarisasi yang dimulai dengan penetapan branding terhadap produk HHBK. Penetapan branding ini penting menjadi identitas HHBK sekaligus menjadi strategi untuk memasarkan produk HHBK agar dikenal secara luas. Untuk itu dibutuhkan kreativitas dan perhitungan yang matang agar keberadaan branding dapat menarik konsumen terhadap produk HHBK di Provinsi NTB. Teknisnya, untuk komoditi HHBK, madu misalnya yaitu dengan merancang dan melakukan penganekaragaman ukuran kemasan ke ukuran yang lebih kecil, yaitu selain berukuran 500ml, juga ukuran 250ml, 125 ml, 50ml sampai berukuran 10ml atau susetan. Bila kemasan berukuran 500ml seperti yang sedang dilakukan, maka nilai tambah yang dihasilkan per liter madu adalah sebesar Rp. 9,780; tapi bila ukuran kemasan 250ml, maka nilai tambah per liter adalah sebesar Rp. 64.440. Lebih kecil ukuran kemasan, maka lebih besar nilai tambah yang diperoleh.

Dalam konteks ini, maka peran dinas sektoral dan SKPD terkait cukup besar dalam melakukan pendampingan serta bimbingan kepada petani HHBK serta pelaku pasar yang menggantungkan hidupnya pada HHBK mulai dari sistem produksi, pengolahan, pemasaran sampai pasca panen, agar produk yang dihasilkan terjamin mutunya dan mampu bersaing di tingkat global. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian usaha maka penetapan produk produk HHBK perlu ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas yang terkait.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 49

Page 58: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

4.2.2.Kebijakan 2 : Integrasi Program HHBK dalam RPJM Desa

Di atas telah dikemukakan bahwa terbitnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Desa telah membawa perubahan penting dalam pengelolaan hutan pada umumnya dan HHBK pada khususnya. Dalam undang-undang juga ditegaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa.

Berdasarkan atas hal tersebut, maka peluang untuk mengintegrasikan rencana atau program HHBK kedalam RPJM Desa menjadi sesuatu keniscayaan, dengan tujuan adanya jaminan kepastian hukum bahwa program pengelolaan HHBK di tingkat Desa wajib dilaksanakan.

Persoalannya adalah pagu anggaran untuk pembangunan desa sudah ditentukan secara rigid dan terperinci, sehingga hal ini sekali lagi membutuhkan kreativitas dan sekaligus pemihakan oleh jajaran aparatur pemerintahan di Desa untuk menjadikan HHBK menjadi program utama di desa.

Secara tegas dalam undang-undang disebutkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa.

4.2.3.Kebijakan 3: Kerjasama Antar Desa

Berdasarkan hasil kajian di atas memperlihatkan bahwa ternyata masing masing desa memiliki keunggulan dalam HHBK, ada yang memiliki keunggulan dari sisi produksi, tetapi ada yang memiliki keunggulan dari proses pengolahan HHBK, disamping ada juga yang memiliki keunggulan untuk memasarkan hasil HHBK, sehingga hal ini jelas memerlukan kerjasama atau sinergitas antar desa, baik desa yang berada dalam satu kabupaten maupun desa yang terletak lintas kabupaten/kota.

Sinergitas diperlukan agar potensi HHBK dapat dioptimalkan. Bentuk hukum yang tepat untuk Fasilitasi Kerjasama antar Desa lintas Kabupaten/Kota dalam pengelolaan HHBK adalah Peraturan Gubernur.

4.2.4.Kebijakan 4: Penugasan oleh Pemerintah Provinsi kepada Desa

Dengan tidak adanya kewenangan urusan pemerintahan di bidang kehutanan di kabupaten/kota, peranan desa menjadi penting dan strategis dalam pengelolaan hutan pada umumnya dan HHBK pada khususnya. Sebagaimana diketahui, undang-undang nomor 6 tahun 2016 tentang desa menegaskan bahwa salah satu kewenangan Desa adalah kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, artinya ada peluang yuridis pemerintah desa untuk mengelola HHBK yang diperoleh melalui penugasan atau mandate dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Mandat atau penugasan merupakan salah satu sumber kewenangan agar pemerintah dalam melakukukan sikap tindaknya, memiliki keabsahan (legalitas).

Lazimnya, mandat atau penugasan diikuti dengan budget atau anggaran, mandat ditentukan secara rinci apa yang harus dilakukan, kapan dilakukan dan sekaligus bagaimana

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 50

Page 59: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

pertanggungjawabannya. Secara teori pemegang mandat (mandataris) menyerahkan hasil pekerjaannya kepada pemberi mandat (mandans), dan jika terjadi sesuatu berkaitan dengan apa yang dilakukan maka yang bertanggungjawab adalah pemberi mandat. Hal ini berbeda dengan teori delegasi, penerima delegasi (delegatoris) bertanggungjawab sepenuhnya atas apa yang dilakukan dan bukan pemberi delegasi (delegans).

Kendatipun secara normatif ada peluang yuridis untuk memberikan penugasan kepada desa (dalam arti formil), namun hal ini juga perlu diperhatikan, mengingat dalam beberapa kasus di Lombok misalnya, keberhasilan penugasan justeru lebih efektif dilakukan di kelompok tani bukan desa, oleh karena pada komunitas kelompok tani (hutan) sudah memiliki kesiapan dalam melaksanakan penugasan itu, hal ini ditunjukkan misalnya pada kawasan Hkm di Lombok yang sudah terbagi habis areal kawasan Hkm dengan nama nama warga masyarakat yang melakukan pengelolaan pada kawasan tersebut. Hal ini jelas akan memudahkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini agak berbeda sekali dengan kasus di Bali yang lebih efektif dilakukan di Desa, oleh karena Desa dalam tradisi di Bali juga bersentuhan dengan Banjar yang merupakan kesatuan masyarakat adat yang sudah mapan.

4.2.5.Kebijakan 5: Integrasi Program HHBK dalam RPJMD Provinsi

Mengintegrasikan HHBK dalam dokumen RPJMD merupakan bentuk kesungguhan (goodwill) dari Pemerintah Provinsi terhadap pengelolaan hutan dan HHBK pada khususnya. RPJMD adalah dokumen perencanaan resmi yang menjadi panduan SKPD untuk melaksanakan program-programnya. Penetapan dalam RPJMD sekaligus memberikan jaminan kepastian hukum. Bentuk hukumnya adalah Peraturan Daerah Provinsi.

4.2.6.Kebijakan 6: Nomenklatur HHBK dalam Program Lintas SKPD

Salah satu persoalan yang cukup akut di kalangan birokrasi adalah sifat ego-sektoral yang ditandai dengan cara pandang “kaca mata kuda” yang cenderung teknis dan pragmatis, dan acapkali tidak melihat keterkaitan antar sektor. Ke depan, kerjasama lintas sektor merupakan kebutuhan yang tak terelakkan. Secara faktual, pengelolaan HHBK tidak bisa ditangani oleh Dinas Kehutanan saja, perlu melibatkan berbagai institusi terkait, seperti Dinas Kehutanan sendiri, Dinas Perkebunan dan Dinas Perdagangan. oleh karena itu kesamaan visi dan misi msing-masing SKPD terhadap HHBK merupakan prayarat bagi keberhasilan pengelolaan HHBK di Provinsi NTB. Dan ini terlihat nyata ketika masing-masing SKPD tersebut memasukkan HHBK itu menjadi program unggulannya. Bentuk hukumnya yang tepat dan mengikat adalah Keputusan Bersama Dinas Terkait.

4.3. Pengarus Utamaan Perempuan dalam Kegiatan RAD Salah satu aktor yang banyak berperan dalam memanfaatkan HHBK di kawsan Rinjani adalah perempuan baik secara individu maupun secara berkelompok. Perempuan banyak

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 51

Page 60: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

memberikan ide dan gagasan terkait dengan bagaimana memanfaatkan sumber daya hutan khusus HHBK. Pemanfaatn ini telah banyak di lakukan seperti pemanfafatan dan pengelolaan komoditi bambu, kemiri dan kerajinan talas. Usaha yang dikembangkan dari komoditi tersebut sangat memberikan dampak yang postsif terhadap peningkatan pendapatan keluarga. Artinya secara tidak langsung perempuan juga memberikan kontribusi yang besar terhadap keberlangsungan hidup keluarganya. Namun ironis kelompok laki-laki memandang peran serta perempuan dalam pengelolaan sumber daya hutan berbading terbalik dengan fakta yang ada. Dilain sisi kelompok perempuan memandang hal tersebut bukan hal yang penting untuk di ceritakan dan dikembangkan karena kegiatan tersebut memang sudah dikerjakan sejak lama.

Mengapa penting perempuan dan kelompok miskin berperan dalam pengelolaan sumber daya hutan. Kelompok perempuan mempunyai kekuatan besar apalagi mereka bergerak di bagian akar rumput” serta jumlahnya cukup besar, contoh: dilihat dari jumlah perempuan, komposisi jenis kelamin, kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan merupakan kegiatan stereo tipe perempuan yang berdampak pada peningkatan pendapatan keluarganya. Kelompok perempaun inilah yang harus diutamakan untuk memperoleh pemberdayaan dan pengemabangan kapasitas serta layanan. Demikian pula peran mereka amat menentukan dalam pengelolaan kegiatan, terutama kegiatan pasca panen dan pemasaran.

Mengingat bergitu besar peran perempuan dan sudah mendatangkan dampak yag posistif untuk keluarganya maka dalam pelaksanaan RAD HHBK ini hendaknya dapat melibatkan perempuan baik secara kelompok maupun secara individu.

4.4. Tim Penyusun RAD HHBK Rencana Aksi Daerah Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu disusun untuk perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dan strategi, rencana aksi produksi, pengolahan, pemasaran, permodalan dan kelembagaan Hasil Hutan Bukan Kayu. Tim yang terlibat dalam penyusunan RAD ini adalah beberapa OPD teknis yang terkait dengan aspek produksi, pengolahan dan pemasaran. Harapannya masing-masing OPD akan berkontribusi dalam pengembangan dan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu sesuai dengan funsi dan peran masing-masing. OPD yang dimaksud terlibat dala proses penyusunan RAD HHBK ini adalah antara lain:

(1) Bappeda Provinsi NTB

(2) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(3) Dinas Pertanian dan Perkebunan

(4) Dinas Perindustrian

(5) Dinas Perdagangan

(6) Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

(7) BPMPD dan Dukcapil

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 52

Page 61: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

(8) Dinas Komunikasi dan Informasi

(9) Dinas Pariwisata

Para pakar sosial ekonomi pertanian dan hukum dari Universitas Mataram juga terlibat dalam kegiatan penyusunan RAD Pengembangan HHBK ini. Team lengkap penyusunan RAD ditetapkan dengan Surat Keputusan Team Penyusunan RAD Pengembangan HHBK di Pulau Lombok – NTB, 2018 – 2022.

***

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 53

Page 62: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

BAB V. PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR

5.1. PengantarSesuai dengan isu-isu yang dihadapi dalam pengembangan dan pemanfaatan HHBK, mana program dan kegiatan yang dikembangkan dalam RAD ini dimaksudkan untuk mengatasi isu-isu yang tengah dihadapi dalam pengembangan HHBK, yang meliputi sistem produksi, pengolahan dan pemasaran.

Beberapa Organisasi Perangkat Daerah dilibatkan dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan yang terkait dengan upaya-upaya peningkatan produksi HHBK, yaitu Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Dinas Pertanian dan Perkebunan. Sementara itu Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Mikro (UKM), and Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa dan Kependudukan dan Catatan Sipil (DPMPD DUKCAPIL) dilibatkan dalam mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang terkait dengan sistem pengolahan produk-produk HHBK. Subsistem pemasaran menjadi komponen ktiga yang perlu ditangani dalam upaya pengembangan HHBK di Pulau Lombok, dan OPD yang dilibatkan dalam menangani aspek ini antaralain Dinas Perdagangan, dan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (DISKOMINFOTIK).

Sejalan dengan jenis dan lingkup program dan kegiatan yang direncanakan, maka indikator penting dalam pengukuran keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan juga akan mencakup indikator pada sistem produksi, pengolahan dan pemasaran. Rincian dari isu, program, kegiatan dan indikator dalam upaya pengembangan HHBK disajikan pada matrik kegiatan berikut ini.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 54

Page 63: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

5.1. Matrik Rencana Aksi Produksi HHBK5.1.1.Dinas Lingkungan Hidup dan KehutananTabel 5.1. Rencana Aksi dalam Pengembangan Sistem Produksi HHBK – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan

NO ISU STRATEGISRENCANA AKSI

(KEGIATAN DAN SUB KEGIATAN)

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH TARGET

Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

1 Bagaimana meningkatkan produksi HHBK dalam kawasan dan sekitar kawasan melalui upaya diversifikasi sehingga dapat dikelola secara optimal oleh masyarakat dan kelompok?

1) Mengembangkan demplot berbagai jenis tanaman HHBK sesuai dengan komoditi unggulan wilayahnya

(Madu, kemiri, bambu, aren, empon-empon, alpukat, nangka, durian, rambutan, porang, dan talas)

2 unit

(50 jt)

2 unit

55 jt

2 unit

(60 jt)

2 unit

(65 Jt)

2 unit

70 jt

10 unit

(300 jt)

2) Pengembangan desa bambu lestari

1 desa 1 desa 1 desa 1 desa 1 desa 5 desa

3) Pengadaan sarana budidaya tanaman HHBK termasuk madu dalam kawasan bersama kelompok.

1 Pkt

(200)

1 Pkt

250 jt

1 Pkt

300 jt

1 Pkt

350 jt

1 Pkt

400 jt

5 paket

1,5 M

4) Penerapan teknologi tepat guna dalam usaha budidaya

1 Pkt

(100)

1 Pkt

100 jt

1 Pkt

100 jt

1 Pkt

100 jt

1 Pkt

100 jt

5 paket

500 jt

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 55

Page 64: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGISRENCANA AKSI

(KEGIATAN DAN SUB KEGIATAN)

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH TARGET

Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

5) Penatausahaan HHBK (Tambahan semua lokasi)

2kali

85 jt

2 kali

85 jt

2 kali

85 jt

2 kali

85 jt

2 kali

85 jt

2

Bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat terkait dengan jenis-jenis produk HHBK?

1). Sosialisasi dan bimtek terkait dengan HHBK

1 (30 orang)

50jt

1 (30 orang)

50jt

1 (30 orang)

50jt

1 (30 orang)

50jt

1 (30 orang)

50jt

5 (150 orang)

250jt

2). Pelatihan teknis budidaya tanaman,

6 Klp

120 jt

6 klp

120 jt

12 klp

3

Bagaimana meningkatkan upaya fasilitasi penyusunan rencana pengelolaan kawasan oleh kelompok masyarakat untuk mendorong pengembangan HHBK

Fasilitasi Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan

2 Klp

150 jt

2 Klp

200 jt

2 Klp

250 jt

2 Klp

300 jt

2 Klp

350 jt

10 Klp

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 56

Page 65: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

5.1.2.Dinas Pertanian dan PerkebunanTabel 5.2. Rencana Aksi dalam Pengembangan Sistem Produksi HHBK – Dinas Pertanian dan Perkebunan

NO ISU STRATEGISRENCANA AKSI(KEGIATAN DAN SUB KEGIATAN)

TARGET TAHUNAN(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

1

Bagaimana meningkatkan produksi HHBK dalam kawasan dan sekitar kawasan melalui upaya diversifikasi sehingga dapat dikelola secara optimal oleh masyarakat dan kelompok?

Perbanyakan bibit tanaman hortikultura (mangga, manggis, durian, rambutan, nangka) dan perkebunan (kopi, aren, kakao, dan mete)

20.000 batang/pohon

275.000.000

20.000 batang/pohon

288.750.000

20.000 batang/pohon

306.250.000

20.000 batang/pohon

323.750.000,

20.000 batang/pohon

341.250.000

100.000 batang/pohon

Intensifikasi dan peremajaan (sambung pucuk dan sambung samping)

100 Ha150 jt

100 Ha150 jt

100 Ha150 jt

100 Ha150 jt

100 Ha150 jt

500 ha750 jt

Pembinaan dan pendampingan teknis

3 kali 3 kali 3 kali 3 kali 3 kali 15 kali

Pengendalian OPT 150 ha250jt

150 ha250jt

150 ha250jt

150 ha250jt

150 ha250jt

750 ha1,25 m

Sertifikasi Benih Unggul Tanaman HHBK(Penggunaan benih unggul bersertifikat di NTB, Kondisi saat ini secara total komoditi TPH penggunaan benih unggul bersertifikat 55,98%)

4,72%Rp.

344.264.000,

4,72%Rp.

356.340.000-

4,72%Rp.

362.536.000,-

4,72%Rp.

368.839.000,-

4,72 %Rp.

375.253.000

Pelatihan Teknis(Kompetensi budidaya petani perkebunan)

30 orgRp.

85.855.000,-

30 orgRp.

94.440.500,-

30 orgRp.

103.884.550

30 orgRp.

114.273.000,-

30 orgRp.

125.700.000,-

150 orang

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 57

Page 66: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

5.2. Matrik Rencana Aksi Pengolahan HHBK5.2.1.Dinas PerindustrianTabel 5.3. Rencana Aksi dalam Pengembangan Sistem Pengolahan HHBK – Dinas Perindustrian

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

1

Bagaimana Upaya Pemerintah untuk Mengembangkan Pengolahan HHBK yang Didukung dengan Pembiayaan dan Pendampingan yang Lebih Intensif?

1). Melaksanakan Pelatihan Peningkatan Mutu Olahan HHBK

5 kali

(400 jt)

5 kali

(410 jt)

5 kali

(420jt)

5 kali

(430 jt)

5 kali

(440 jt)

25 kali

2). Peningkatan Mutu Kemasan dan Promosi

2 kali

(160)

2 kali

(170)

2 kali

(180jt)

2 kali

(190 jt)

2 kali

(200 jt)

10 kali

3) Transformasi Teknologi Pengolahan (magang)

10 orang

(90 jt)

10 orang

(100jt)

10 orang

(110 jt)

10 orang

(120 jt)

10 orang

(130 jt)

50 orang

2 Bagaimana Mengoptimalkan Dukungan Melalui Pendampingan Pengelolaan dan Pemanfaatan Semua Jenis Tanaman HHBK yang

1). Pembinaan dan Pendampingan dalam Meningkatkan Mutu Olahan dan Mutu Kemasan

2 kali

30 jt

2 kali

35 jt

2 kali

40 jt

2 kali

45 jt

2 kali

50 jt

10 kali

2) Penegadaan rumah produksi

1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 5 unit

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 58

Page 67: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

Berkelanjutan? 180 jt 180 jt 180 jt 180 jt 180 jt

3). Meningkatkan dan Mengoptimalkan Bantuan Sarana dan Prasarana Produksi Olahan dan kemasan

60 paket sarana

(600 jt)

60 paket sarana

(610 jt)

60 paket sarana

(620 jt)

60 paket sarana

(630 jt)

60 paket sarana

(640 jt)

300 paket

3

Bagaimana Agar Semua Produk Olahan HHBK yang Diusahakan oleh Kelompok Usaha di Masyarakat Mudah Mendapatkan ijin dan Memiliki Standar Produk dari Pemerintah terkait produk olahan?

1). Meningkatkan Sosialisasi Perijinan PIRT, TDP, HALAL, SNI, HAKI

4 kali

(200 jt)

4 kali

(200 jt)

4 kali

(200 jt)

4 kali

(200 jt)

4 kali

(200 jt)

20 kali

2). Bimtek Standarisasi HALAL, SNI, HAKI, ISO

4 kali

(200 jt)

4 kali

(200 jt)

4 kali

(200 jt)

4 kali

(200 jt)

4 kali

(200 jt)

20 kali

1 M

3)Peningakatan Anggaran Sertifikasi Ijin PIRT, TDP, HALAL, SNI, HAK, ISO

60 halal dan 2 paket SNI

(200 jt)

60 halal dan 2 paket SNI

(200 jt)

60 halal dan 2 paket SNI

(200 jt)

60 halal dan 2 paket SNI

(200 jt)

60 halal dan 2 paket SNI

(200 jt)

300 halal dan 2 paket SNI

4

Bagaimana Meningkatkan Varian Olahan HHBK Terutama Pangan yang Diusahakan oleh Masyarakat?

1). Pelatihan/ Bimtek Pengolahan Terkait Varian Olahan dan Turunannya

3 kali

(240jt)

3kali

(275 jt)

3 kali

(300jt)

3kali

(330 jt)

3kali

(360 jt)

15 kali

2). Bimtek Naneka Varian Kemasan

1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 5 kali

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 59

Page 68: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

HHBK (90jt) (100jt) (110jt) (120 jt) (130 jt)

3) Magang Produk Olahan Ke Prusahan /Daerah Lain.

10 orang

(90 jt)

10 orang

(100jt)

10 orang

(110 jt)

10 orang

(120 jt)

10 orang

(130 jt)

rang

5.2.2.Dinas Koperasi dan UKM (Aspek Kelembagaan)Tabel 5.4. Rencana Aksi dalam Pengembangan Sistem Pengolahan HHBK – Dinas Koperasi dan UKM

NOISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

1 Bagaimana melakukan pngembangan & penguatan kelembagaan?

Bagaimana upaya dalam peningkatan pengelolaan usaha

Penyuluhan/ sosialisasi perkoperasian

3kali 3kali - - - 6kali

Pembentukan Koperasi)

Bimtek peningkatan manajemen usaha dan keu koperasi

1kali

(100jt)

1kali

(110jt)

1kali

(120jt)

1kali

(130jt)

1kali

(140jt)

5kali

(600jt)

Bimtek peny bisnis plan dan proposal bagi

1kali 1kali 1kali 1kali 1kali 5kali

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 60

Page 69: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NOISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

dengan keterbatasan modal usaha?

pengurus kop dan anggota

(100jt) (110jt) (120jt) (130jt) (140jt) (600jt)

Pembinaan kelembagaan dan usaha kop

2kali

(30jt)

2kali

(40jt)

2kali

(50jt)

2kali

(60jt)

2kali

(70jt)

10kali

(250jt)

Bimtek laporan keuangan kop

- 2kal

(200jt)

2kali

(200jt)

2kali

(200jt)

2kali

(200jt)

8kali

(800jt)

2

Bagaimana menajmin keberlangusngan kapasitas produksi dan mekanisme pemasaran usaha koperasi?

Bimtek permodalan dan jaringan usaha koperasi

- 1kali

(110jt)

1kali

(120jt)

1kali

(130jt)

1kali

(140jt)

4kali

(460jt)

Bimtek kemitraan usaha melalui RPK (rumah Pangan Kita)

- 1kali

(100jt)

1kali

(100jt)

1kali

(100jt)

1kali

(100jt)

4kali

(400jt)

5.2.3.DPMPD DAN DUKCAPIL (Aspek Permodalan)Tabel 5.5. Rencana Aksi dalam Pengembangan Sistem Pengolahan HHBK – DPMPD DAN DUKCAPIL

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

1 Bagaimana 1). Advokasi 4 BUMDES 4 BUMDES 4 BUMDES 4 BUMDES 4 BUMDES 20 BUMDES

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 61

Page 70: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

Melakukan Penguatan Kelembagaan dan Permodalan Kelompok Usaha dengan Memberikan Bimbingan Teknis dan Pendampingan Intensif?

Penyusunan Perda Tentang Pembentukan Bumdes bersama

2) Pelatihan Manajemen Pengurus Bumdes

3 kali 3 kali 3 kali 3 kali 3 kali 15 Kali

2

Bagaimana Upaya Pemerintah (SKP) dalam Peningkatan Pengolahan HHBK dengan Modal yang Memadai di Kelompok Usaha?

. Memberikan Bantuan Permodalan Bumdes

1 BUMDES akan

mendapatkan bantuan dana sebesar 240 Jt

1 BUMDES akan

mendapatkan bantuan dana sebesar 240 Jt

1 BUMDES akan

mendapatkan bantuan dana sebesar 240 Jt

1 BUMDES akan

mendapatkan bantuan dana sebesar 240 Jt

1 BUMDES akan

mendapatkan bantuan dana sebesar 240 Jt

5BUMDES

Bimtek Penyertaan Modal Kepada Bumdes Melalui APBD Desa

3 kali

180 jt

3 kali

180 jt

3 kali

180 jt

3 kali

180 jt

3 kali

180 jt

15 Kali

820 juta

3

Bagaimana Melakukan Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan Kelompok Usaha Kelompok HHBK melalui Pendampingan yang Intensif?

1). Rapat Koordinasi Dan Pratugas Tenaga Pendamping Profesional

1 kali

80 jt

1 kali

80 jt

1 kali

80 jt

1 kali

80 jt

1 kali

80 jt

5 Kali

400 juta

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 62

Page 71: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 63

Page 72: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

5.3. Matrik Rencana Aksi Pemasaran HHBK5.3.1.Dinas PerdaganganTabel 5.6. Rencana Aksi dalam Pengembangan Sistem Pemasaran HHBK – Dinas Perdagangan

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

1.

Bagaimana Meningkatkan Penjualan Produk HHBK yang Lebih Luas melalui Promosi dan Didukung dengan Penganggaran yang Memadai?

Partisipasi Pada Pameran Dan Promosi Dalam/ Luar Negeri

1 kali

350.000.000

1 kali

350.000.000

1 kali

350.000.000

1 kali

350.000.000

1 kali

350.000.000

30 Event/ Pameran

1,75 M

Penyedia Sarana Promosi Ekspor Daerah

1 kali

50.000.000

1 kali

50.000.000

1 kali

50.000.000

1 kali

50.000.000

1 kali

50.000.000

5 Unit

250 juta

Penyebar Luasan Info Produk Unggulan Melalui E- Commerce

1 kali

200.000.000

1 kali

200.000.000

1 kali

200.000.000

1 kali

200.000.000

1 kali

200.000.000

5 kali

1 M

2.. Bagaimana Memberikan Informasi Kepada Masyarakat dan Kelompok Terkait dengan Harga Komoditi HHBK Agar Masyarakat Dapat Mengontrol Harga Produk HHBK

Pemantauan Perdagangan Antar Pulau Kabupaten Kota Se-NTB

1 kali

20.900.000

1 kali

20.875.000

1 kali

20.000.000

1 kali

30.875.000

1 kali

33.000.000

120 Eksaplar

Pemantauan Perdagangan Antar Pulau Luar NTB

1 kali

100.000.000

1 kali

100.000.000

1 kali

100.000.000

1 kali

100.000.000

1 kali

100.000.000

5 kali

500.000.000,-

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 64

Page 73: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

Gelondongan Maupun Olahan?

3. Bagaimana Melakukan Perluasan Pasar HHBK Agar Masyarakat/Kelompok Mampu Memasarkan Produk Nya di tingkat Lokal, Regional dan Internasional?

Pelatihan Pengembangan-1 Desain, Bagaimana Memulai Ekpsor, Biaya Dan Harga Ekspor

1 kali

175.000.000

1 kali

175.000.000

1 kali

175.000.000

1 kali

175.000.000

1 kali

175.000.000

5 Pelatihan/150

orang

875 juta

Workshop Info Peluang Pasar Perdagangan Luar Negeri

1 kali

39.140.000

1 kali

24.814.000

1 kali

27.295.400

1 kali

30.024.940

1 kali

33.027.434

5 kali/150 orang

Pengembangan Kluster Produk Ekspor (Berbasis HHBK)

1 kali

49.169.000

1 kali

100.000.000

1 kali

150.000.000

1 kali

200.000.000

1 kali

200.000.000

Kali/5 150 orang

Pengembangan Info Peluang Pasar Perdagangan Luar Negeri (Berbasis HHBK)

1 kali

75.000.000

1 kali

75.000.000

1 kali

75.000.000

1 kali

75.000.000

1 kali

75.000.000

5 kali

Penetrasi Pasar Ekspor Kerjasama dengan Itpc

1 kali

45.000.000

1 kali

45.000.000

1 kali

45.000.000

1 kali

45.000.000

1 kali

45.000.000

5 kali/

Misi Dagang 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 5 kali/215

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 65

Page 74: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

50.000.000 47.000.000 60.000.000 65.000.000 200.000.000 buku

Pengembangan Pasar Dan Distribusi Barang/ Produk

1 kali

20.000.000

1 kali

20.185.000

1 kali

35.000.000

1 kali

45.185.000

1 kali

50.000.000

5 kali

Pengembangan Pasar Lelang Daerah

1kali

750.000.000

1 kali

750.000.000

1 kali

750.000.000

1 kali

750.000.000

1 kali

750.000.000

5 kali

4.

Bagaimana Upaya Pemerintah dalam Mengembangkan Mitra Usaha untuk Pemasaran Produk HHBK di Lokal Maupun Regional?

Identivikasi Potensi Ekspor Daerah

1 kali

130.000.000

1 kali

130.000.000

1 kali

130.000.000

1 kali

130.000.000

1 kali

130.000.000

10 paket

Koordinasi Program Pengembangan Ekspor Dengan Instansi Terkait/ Asosiasi/ Pengusaha

1kali

28.578.000

1 kali

28.578.000

1 kali

28.578.000

1 kali

28.578.000

1kali

28.578.000

150 orang

Membangun Jejaring Dengan Eksportir

1 kali

247.000.000

1 kali

247.000.000

1kali

247.000.000

1 kali

247.000.000

1 kali

247.000.000

5 kali

Peningkatan Sistem Jaringan Informasi Perdagangan

1kali

165.414.000

1 kali

170.414.000

1 kali

180.000.000

1kali

250.000.000

5 kali

Perlindungan penggunaan produk lokal

1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 66

Page 75: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

5.3.2.Dinas Komunikasi Informatika dan Statitstik (DISKOMINFOTIK)Tabel 5.7. Rencana Aksi dalam Pengembangan Sistem Pemasaran HHBK – Dinas Komunikasi Informatika dan Statitstik

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

1

Bagaimana Penyelenggaraan TI yang Efektif dan Efisien Secara Kualitas dan Jangkauan Pelayanan?

Mengupayakan Kemudahan Akses Terhadap Pengembangan Produk Dan Pemasaran HHBK

3 Komunitas

Rp. 150.000.000

5 Komunitas

Rp. 250.000.000

5 Komunitas

Rp. 250.000.000

5 Komunitas

Rp. 250.000.000

5 Komunitas

Rp. 250.000.000

23 Komunitas

Rp. 1.150.000.000

2

Bagaimana Mengoptimalkan pemanafaatan Sarana dan Prasarana TI yang Dimiliki?

Memberikan Dukungan Kepada Perangkat Daerah Lain Dalam Pengembangan Produk HHBK Berupa Sosialisasi Dan Penyebarluasan Informasi

2 kegiatan

Rp. 50.000.000

2 kegiatan

Rp. 50.000.000

2 kegiatan

Rp. 50.000.000

2 kegiatan

Rp. 50.000.000

2 kegiatan

Rp. 50.000.000

10 kegiatan

Rp. 250.000.000

Bagaimana meningkatkan Pemahaman Masyarakat terhadap Pemanfaatan TI untuk Pengembangan Produksi dan Pemasaran?

Mendukung Penyebarluasan Informasi Yang Berkaitan Dengan HHBK

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

5 tahun

Rp. 75.000.000

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 67

Page 76: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

Bagaimana Penyebarluasan Kebijakan dan Kegiatan yang Berkaitan dengan HHBK Belum Optimal?

Mendukung Sosialisasi dan Penyebarluasan Informasi Yang Berkaitan Dengan HHBK.

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

5 tahun

Rp. 75.000.000

3 Bagaimana Komunikasi, Informasi, Media Massa dan Pemanfaatan Teknologi Informasi dapat dikembangkan?

Persentase Cakupan Pelayanan Jasa Tik Terhadap Pengembangan HHBK

30% 40% 50% 60% 70% 70%

Bagaimana Mengoptimalkan Pendayagunaan Aplikasi?

Meningkatnya Pemeliharaan Aplikasi Yang Berkaitan Dengan Penyebarluasan Informasi Dan Kebijakan Pengembangan HHBK

100% 100% 100% 100% 100% 100%

Bagaimana meningkatkan Diseminasi Informasi dan Koordinasi Lembaga Komunikasi Organisasi Non-

Meningkatnya Peran Mitra Dalam Upaya Penyebarluasan Informasi Yang Berkaitan Dengan Kebijakan Dan

3 Komunitas

Rp. 150.000.000

5 Komunitas

Rp. 250.000.000

5 Komunitas

Rp. 250.000.000

5 Komunitas

Rp. 250.000.000

5 Komunitas

Rp. 250.000.000

23 Komunitas

Rp. 1.150.000.000

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 68

Page 77: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

Pemerintahan? Pengembangan HHBK

Bagaimana Meningkatkan Koordinasi Bidang Komunikasi dan Informatika?

Meningkatkan Peran Diskominfo TIK Dalam Mewujudkan Sinergitas Program Dan Kegiatan Pembangunan

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 75.000.000

Bagaimana Mengoptimalkan pemanfaatan Website?

Terpenuhinya Pengembangan Website Dan Aplikasi Pendukung Lainnya Dalam Penyebarluasan Kebijakan Pengembangan Hhbk.

50% 100% 100% 100% 100% 100%

4

Bagaimana Mengoptimalkan Pemanfaatan Lembaga Komunikasi dan Informasi Masyarakat?

Termanfaatkannya Lembaga Komunikasi Dan Informasi Yang Menjadi Mitra Diskominfo TIK Sebagai Media Penyebarluasan Informasi

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

Rp. 15.000.000

1 tahun

(75.000.000)

Bagaimana Meningkatkan Penyelenggaraan Layanan Koneksi Jaringan Komunikasi

Meningkatnya Layanan Pemerintahan Melalui Jaringan TIK

30% 40% 50% 60% 70% 70%

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 69

Page 78: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

NO ISU STRATEGIS RENCANA AKSI

TARGET TAHUNAN

(VOLUME DAN ANGGARAN) JUMLAH

TARGETTahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

Digital Pemerintah?

Pengelolaan Pelayanan Balai TIK

Meningkatnya Layanan Pemerintahan Melalui Balai TIK

100% 100% 100% 100% 100% 100%

Bimbingan Teknis Pengelolaan TIK

Meningkatnya Pemahaman Tentang Pemanfaatan TIK Dalam Pengembangan HHBK bagi Masyarakat Pengelola HHBK

30 orang

Rp. 50.000.000

30 orang

Rp. 50.000.000

30 orang

Rp. 50.000.000

30 orang

Rp. 50.000.000

30 orang

Rp. 50.000.000

30 orang

Rp. 250.000.000

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 70

Page 79: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

5.4. Indikator Pencapaian Hasil Rencana Aksi HHBKIndikator pencapaian tujuan jangka panjang adalah “Peningkatan pendapatan masyarakat atau para pelaku di sepanjang rantai nilai – petani, pengolah dan pedagang sebagai akibat dari pencapaian tujuan dalam pengembangan sistem produksi, pengolahan dan pemasaran.”

Tujuan jangka panjang ini akan dicapai jika tujuan antara dalam pengembangan sistim produksi, pengolahan dan pemasaran dapat dicapai atau diwujudkan. Indikator dari pencapaian atau hasil dari pelaksanaan “rencana aksi pengembangan sistim produksi, pengolahan, dan pemasaran”dapat diuraikan sebagai berikut:

Indikator sistem produksi: Beberapa indikator penting dalam sistim produksi adalah sebagai berikut:

(1) Peningkatan produksi dan produktivitas beberapa jenis HHBK yang dipromosikan dalam kegiatan-kegiatan pengembangan produksi, seperti madu, kemiri, bambu, aren, empon-empon, alpukat, nangka, durian, rambutan, porang, dan talas.

(2) Peningkatan jumlah jenis HHBK yang diproduksi oleh para petani pengelola HHBK di lokasi-lokasi kegiatan.

(3) Tingkat penyediaan benih dan bibit HHBK.(4) Menurunnya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan konservasi dan

hutan lindung sebagai sumber bahan baku dalam proses produksi.(5) Adopsi atau diterapkannya inovasi (teknik dan sistim budidaya, varietas) dalam

produksi HHBK(6) Menguatnya kapasitas petani dan masyarakat (pengetahuan, sikap dan ketempilan)

dalam sistim produksi, pengolahan, dan pemasaran HHBK.(7) Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang di

sekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan dari gangguan keamanan kawasan serta berkembangnya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan.

(8) Meningkatnya pengelolaan HHBK Rinjani oleh seluruh stakeholder terkait yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan HHBK, yang dimulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa dan pihak mitra pendukung.

(9) Tersedianya data dan informasi mengenai potensi produksi, pengolahan dan pemasaran HHBK.

Indikator sistem pengolahan: Indikator dalam mengukur pencapaian kegiatan dalam sistem pengolahan HHBK antara lain sebagai berikut:

(1) Peningkatan produksi dan produktivitas beberapa jenis hasil pengolahan HHBK yang dipromosikan dalam kegiatan-kegiatan pengembangan produksi, seperti madu, kemiri, bambu, aren, empon-empon, alpukat, nangka, durian, rambutan, porang, dan talas.

(2) Peningkatan jumlah dan jenis varian olahan HHBK yang diproduksi oleh para

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 71

Page 80: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

pengusaha olahan HHBK di lokasi-lokasi kegiatan.(3) Adopsi atau diterapkannya inovasi dalam teknik dan sistim pengolahan dan

pengemasan hasil olahan HHBK.(4) Menguatnya kapasitas pengusaha pengolahan HHBK (pengetahuan, sikap dan

ketempilan) dalam hal pengolahan dan pengemasan HHBK.(5) Timbulnya kesadaran pengusaha pengolahan tentang sistem pengolahan HHBK yang

memenuhi standar-standar kesehatan dan gizi – sesuai dengan harapan dan ekspektasi pasar atau konsumen.

(6) Peningkatan kreativitas dan inovasi para pengelola usaha pengolahan HHBK yang menghasilkan varian-varian baru dalam pengolahan HHBK.

(7) Meningkatnya pengelolaan HHBK Rinjani oleh seluruh stakeholder terkait yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan usaha pengolahan HHBK secara berkelanjutan, yang dimulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa dan pihak mitra pendukung.

(8) Tersedianya data dan informasi mengenai potensi produksi hasil pengolahan HHBK.

Indikator sistem pemasaran: Sesuai dengan rancangan rencana aksi sistem pemasaran HHBK, maka beberapa indikator utama dari pencapaian hasil rencana aksi sistem pemasaran adalah sebagai berikut:

(1) Peningkatan jumlah dan jaringan pemasaran atas produksi HHBK (dalam bentuk segar dan dalam bentuk hasil olahan) seperti madu, kemiri, bambu, aren, empon-empon, alpukat, nangka, durian, rambutan, porang, dan talas.

(2) Peningkatan harga atas produk-produk HHBK, baik yang tidak diolah maupun yang diolah.

(3) Tersediannya informasi pasar untuk produk HHBK, baik harga HHBK dalam bentuk segar maupun dalam bentuk hasil olahannya.

(4) Adopsi atau diterapkannya inovasi dalam sistem pemasaran HHBK seperti penggunaan TIK (web-site, internet, media sosial, dan lainnya).

(5) Menguatnya kapasitas petani, pengolah dan pedagang (pengetahuan, sikap dan ketempilan) dalam sistem pemasaran HHBK.

(6) Meningkatnya pengelolaan pemasaran HHBK oleh seluruh stakeholder terkait yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan dan pemasaran HHBK, yang dimulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa dan pihak mitra pendukung.

(7) Tersedianya data dan informasi mengenai potensi pemasaran HHBK.

***

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 72

Page 81: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

BAB VI. MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi (monev) penting untuk dilakukan guna memastikan bahwa Rencana Aksi Daerah Pengembangan dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu ini dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, dan dapat merealisasikan keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan dampak (impacts) seperti yang diharapkan. Bab ini memberikan arahan pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi serta indikator yang perlu menjadi perhatian dalam pelaksanaan monev.

6.1. MonitoringMonitoring atau pemantauan adalah kegiatan penilaian atau evaluasi yang dilakukan secara berkala atau terus menerus selama suatu program dilaksanakan (On-going evaluation), yang tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa semua rencana dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hasil dari kegiatan pemantauan akan dimanfaatkan untuk mengoreksi atau memperbaiki pelaksanaan program yang tidak sesuai dengan yang direncanakan, dan atau untuk mempertahan pelaksanaan program yang sudah sesuai dengan rencana.

Sesuai dengan lingkup Rencana Aksi Daerah Pengembangan dan Pemanfaatan HHBK sebagaimana diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka lingkup atau cakupan kegiatan monitoring atau pemantuan adalah keseluruhan komponen atau subsistem dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di Pulau Lombok. Pemantauan harus dilakukan terhadap subsistem inputs atau sumberdaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan (mencakup ketersediaan dan kualitas sumberdaya seperti sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya sosial, sumberdaya keuangan, dan sumberdaya fisik/sarana prasaran), subsistem produksi, pengolahan, dan pemasaran. Pemantauan yang dilakukan secara efektif akan menjamin bahwa semua kegiatan yang dirancang untuk setiap subsistem dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, dan ini pada gilirannya akan menjamin terwujud atau tercapainya keluaran, hasil, dan dampak yang dikehendaki.

Sejalan dengan rancangan kegiatan yang dirumuskan pada Bab 5 tentang “Program, Kegiatan dan Indikator”, maka pelaksana utama dari kegiatan monitoring atau pemantauan adalah lembaga-lembaga yang merencanakan dan melaksanakan program dan kegiatan pada masing-masing subsitem pengelolaan dan pemanfaatan HHBK (Monitoring internal), yaitu sebagai berikut:

(1) Monitoring atau pemantauan pada subsistem produksi: Kegiatan ini dilakukan oleh antara lain Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Dinas Pertanian dan Perkebunan.

(2) Monitoring kegiatan pengolahan: Dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan UKM serta DPMPD dan DUKCAPIL.

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 73

Page 82: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

(3) Monitoring pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam mendukung subsistem pemasaran: Dilakukan oleh Dinas Perdagangan dan Dinas atau Kantor Informasi dan Komunikasi (KOMINFO).

Kegiatan monitoring atau pemantauan juga perlu atau dapat melibatkan pihak lain yang bukan menjadi pelaksana program dan kegiatan seperti pihak Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA), perguruan tinggi,lembawa swadaya masyarakat (LSM), masyarakat sasaran, dan lainnya. Pelibatan pihal lain dalam kegiatan monitoring dan juga evaluasi diyakini akan menjamin (1) objektivitas hasil monitoring dan evaluasi, (2) kualitas hasil monitoring dan evaluasi karena pihak-pihak lain ini memiliki kemampuan dan keahlian dalam menalksanakan monev.

Mekanisme pemantauan?

Instrumen pemantuan?

6.2. EvaluasiEvaluasi yang dimaksud dalam bagian ini adalah evaluasi hasil (result evaluation), yaitu menilai apakah kegiatan-kegiatan yang dirumuskan dalam rancangan program telah berhasil mencapai tujuannya. Capaian langsung dari sebuah kegiatan dikenal sebagai keluaran (outputs), dan keberhasilan untuk mencapai keluaran-keluaran.akan secara bersama-sama mewujudkan hasil (outsomes), dan pada akhirnya akan mewujudkan dampak atau capaian dalam jangka panjang (impacts atau long term objectives).

Seperti halnya kegiatan monitoring atau pemantauan, lingkup dari kegiatan evaluasi adalah keseluruhan komponen dalam sistem pengelolaan dan pemanfaatan HHBK di Pulau Lombok, yaitu komponen inputs atau sumberdaya, subsistem produksi, pengolahan, dan pemasaran. Evaluasi yang dilakukan dengan baik akan dapat memastikan bahwa kegiatan-kegaitan dalam pengembangan dan pemanfaatan HHBK berhasil mencapai tujuannya, yaitu tujuan langsung atau tujuan jangka pendek (berupa keluaran atau outputs), tujuan antaraatau tujuan menengah atau hasil (outcomes), dan tujuan jangka panjang atau dampak (impacts)..

Pelaksana evaluasi adalah lembaga-lembaga yang merencanakan dan melaksanakan program dan kegiatan pada masing-masing subsitem pengembangan dan pemanfaatan HHBK (Internal Evaluator), yaitu sebagai berikut:

(4) Evaluasi subsistem produksi: Dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Dinas Pertanian dan Perkebunan.

(5) Evaluasi kegiatan pengolahan: Dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan UKM serta DPMPD dan DUKCAPIL.

(6) Evaluasi kegiatan pada subsistem pemasaran: Dilakukan oleh Dinas Perdagangan dan Dinas atau Kantor Informasi dan Komunikasi (KOMINFO).

Guna menjamin objektifitas dan kualitas hasil evaluasi, maka kegiatan evaluasi juga perlu atau dapat melibatkan pihak lain yang bukan menjadi pelaksana program dan kegiatan

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 74

Page 83: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

seperti pihak Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA), perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat sasaran, dan lainnya.

6.3. Indikator dalam Monitoring dan EvaluasiSejalan dengan tingkatan tujuan dalam program dan kegiatan yang dirumuskan dalam RAD ini, maka indikator dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi juga harus sesuai dengan tingkatan tujuan ini. Pencapaian tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka pajang dapat dilihat dan diukur dari indikator-indikator yang relevan, yaitu dari perubahan KASA, PRAKTEK, dan Sosial Ekonomi dan Lingkungan (Social, Economy, and Environment). Tercapai atau tidaknya semua tujuan ini kemudian akan ditentukan oleh jumlah dan kualitas dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dirumuskan dalam rencana aksi. Realisasi dari kegiatan-kegiatan pada akhirnya juga ditentukan oleh tingkat ketersediaan dan kualitas sumberdaya yang masuk atau dialokasikan pada setiap kegiatan yang direncanakan – Sumberdaya Alam (SDM), Sumberdaya Manusia (SDM), Sumberdaya Keuangan (SDK), Sumberdaya Fisik/Fasilitas/Sarana/Prasarana (SDF), dan Sumberdaya Sosial (SDS). Model logik (logic model) berikut menunjukkan tingkatan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan dari rencana aksi daerah sebagaimana diuraikan dalam Bab V.

Evaluasi keberhasilan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Pengembangan HHBK di Pulau Lombok ini dapat dilakukan dengan mengukur beberapa indikator brikut ini:

(1) Peningkatan pendapatan masyarakat atau para pelaku di sepanjang rantai nilai – petani, pengolah dan pedagang sebagai akibat dari pencapaian tujuan dalam

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 75

PENDEKATAN MONEV: UNSUR-UNSUR DARI MODEL LOGIK

Sumberdaya(Input

s)

Activities

Outputs

Short term

Outcomes

Intermediate term

Outcomes

Long term

Outcomes

RAD HHBK

Perubahan KASA

Perubahan PRAKTEK

(Adopsi)

Peningkatan

PRODUKSI

Peningkatan

PENDAPATAN

, SOSIAL

& LINGKUNGA

N

Prticipants

TrainersFacilities

TimeTools &

Equipments

FinancialOthers

Pengaruh eksternal, kebijakan dan program lain yang terkait

Page 84: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

pengembangan sistem produksi, pengolahan dan pemasaran.(2) Peningkatan produksi dan produktivitas beberapa jenis HHBK yang dipromosikan

dalam kegiatan-kegiatan pengembangan produksi, seperti madu, kemiri, bambu, aren, empon-empon, alpukat, nangka, durian, rambutan, porang, dan talas.

(3) Peningkatan jumlah jenis HHBK yang diproduksi oleh para petani pengelola HHBK di lokasi-lokasi kegiatan.

(4) Menurunnya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan konservasi dan hutan lindung sebagai sumber bahan baku dalam proses produksi.

(5) Adopsi atau diterkannya inovasi (teknik dan sistim budidaya, varietas) dalam produksi HHBK

(6) Menguatnya kapasitas petani dan masyarakat (pengetahuan, sikap dan ketempilan) dalam sistim produksi, pengolahan, dan pemasaran HHBK.

(7) Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang di sekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan dari gangguan keamanan kawasan serta berkembangnya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan.

(8) Tingkat kreativitas dan inovasi yang menghasilkan varian-varian baru dalam pengolahan HHBK.

(9) Meningkatnya pengelolaan HHBK Rinjani oleh seluruh stakeholder terkait yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan HHBK, yang dimulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa dan pihak mitra pendukung.

(10) Tersedianya data dan informasi mengenai potensi produksi, pengolahan dan pemasaran HHBK.

Rincian indikator untuk masing-masing pencapaian dari pelaksanaan rencana aksi disajikan pada Bab “Program, Kegiatan dan Indikator”.

***

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 76

Page 85: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

BAB VII. PENUTUP

Kawasan hutan Indonesia berpotensi untuk meningktakan ekonomi masyarakat yang tinggi terutama hasil hutan kayu (HHK) dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.21/Menhut-II/2009 menyebutkan hasil hutan kayu dari ekosistem hutan hanya 10% dan justru sebagian besar atau 90% berupa HHBK yang belum dikelola secara optimal. HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu dari ekosistem hutan. Dalam rangka mengubah paradigma pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable forest management, maka pengelolaan HHBK secara efektif dan menyeluruh menjadi sangat penting. Komoditi HHBK adalah sumberdaya kawasan yang paling menyentuh kehidupan masyarakat sekitar hutan (Iqbal, 1993; Walter 2001).

Pengelolaan HHBK secara bijaksana dan terarah harus terus dilakukan, sehingga pengelolaan HHBK dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan. Pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa kebijakan melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut), seperti tentang strategi pengembangan HHBK Nasional serta penetapan kriteria dan indikator HHBK unggulan.

Tidak terkecuali di NTB, hasil kajian WWF Tahun 2012 menunjukkan potensi HHBK yang cukup besar, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan. Misalnya di Kabupaten Lombok Utara, potensi HHBK di dalam kawasan hutan pada hutan kemasyarakatan (HKm) teridentifikasi sebanyak 27 jenis komoditi, di luar kawasan HKm sejumlah 19 komoditi, dan di luar kawasan hutan non HKm sejumlah 25 jenis komoditi HHBK. Potensi yang juga cukup besar teridentifikasi di Kabupaten Lombok Tengah. Potensi HHBK di dalam kawasan hutan pada kawasan HKm teridentifikasi sebanyak 39 jenis komoditi HHBK, di luar kawasan HKm sejumlah 23 komoditi, dan di luar kawasan hutan sebanyak 36 jenis komoditi.

Beberapa kajian dan aksi (action-research) telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka meningkatkan produktifitas dan pemanfaatan HHBK. Hasil kajian WWF pada tahun 2012 misalnya mengidentifikasi potensi dan isu-isu yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan HHBK oleh petani, kelompok tani dan masyarakat sekitar hutan, dan kajian ini kemudian menghasilkan dokumen modul pengembangan kapasitas masyarakat lokal, dan rencana strategis pengelolaan HHBK dan strategi pengembangan ekonomi masyarakat. Modul dan dokumen-dokumen ini telah menjadi pedoman atau panduan bagi stakeholders di daerah dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK. Selain itu, untuk menunjang aspek yuridis dilakukan analisis kebijakan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan mulai dari pusat hingga daerah terkait pengembangan HHBK.

Pengelolaan dan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di empat kabupaten di Pulau Lombok (Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, dan Lombok Timur)

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 77

Page 86: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

telah lama diupayakan dan dikembangkan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat dalam rangka peningkatan tarap hidupnya, namun upaya-upaya tersebut belum optimal akibat berbagai hambatan dan kendala. Ancaman terhadap penurunan potensi HHBK mulai dirasakan akibat kegiatan pemungutan dan tekhnik pemanenan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian.

Bercermin pada kondisi tersebut, maka Pemerintah Daerah Provinsi NTB menyusun Rencana Aksi Daerah Pengembangan HHBK di Pulau Lombok khususnya di kawasan Rinjani dan sekitarnya – termasuk di bagian selatan Pulau Lombok. Keberadaan rencana aksi ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan arahan bagi seluruh pihak untuk melakukan produksi, pengolahan dan pemasaran HHBK di Pulau Lombok secara efektif, produktif dan berkelanjutan.

Semoga Allah SWT meridhoi semua upaya ini bagi pengelolaan HHBK secara efektif dan berkelanjutan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di Pulau Lombok khususnya, dan di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada umumnya.

***

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 78

Page 87: bappeda.ntbprov.go.id · Web viewPuji dan syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT, yang dengan ijinNya Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu di Pulau Lombok

Rencana Aksi Daerah 2018-2022

DAFTAR PUSTAKA

Muktasam, 2016. Analisis Landscape-Lifescape (LL) Untuk Desain, Kepatuhanaatan Berkelanjutan HHBK Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (Phbm) - Pembangunan Ekonomi Dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Lanskap Gunung Rinjani Lombok).WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, Mataram.

Siddik, M., 2016.Analisis Rantai Nilai Dan Insentif Ekonomi Komoditas HHBK Unggulan Pulau Lombok. WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, Mataram.

WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, 2012a. Rencana Pengelolaan HHBK di Kawasan HKm di Kabupaten Lombok Utara. Kerjasama Dinas Kehutanan NTB, Pemerintah KLU, WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, Kementerian Kehutanan dan International Tropical Timber Organization. Mataram.

WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, 2012b. Rencana Pengelolaan HHBK di Kawasan HKm Kabupaten Lombok Tengah. Kerjasama Dinas Kehutanan NTB, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, Kementerian Kehutanan dan International Tropical Timber Organization. Mataram

Prof. Gatot Dwi Hendro, 2016. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Di Pulau Lombok , WWF Indonesia Program Nusa Tenggara- Mataram

Pengembangan HHBK di Pulau Lombok NTB Halaman 79