JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah...

68

Transcript of JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah...

Page 1: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,
Page 2: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

JURNAL

PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERTANIAN

Bidang Ilmu-ilmu Peternakan

Volume 8 (16) , Juli 2012 ISSN : 1858- 1625

DAFTAR ISI

Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada

Itik Pembibitan terhadap Produksi dan Kualitas Telur

Tetas 1 -14 N. Prabewi, Supriyanto, dan G. Adiwinarto

Model Beternak Ayam Broiler di Kelurahan Manulai

Kecamatan Alak Kota Kupang 15 - 21 Nuryanto, Damfrid

Pengaruh Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan

Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar pada

Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.) 22 - 28 J. Daryatmo

Studi Kasus Penyakit Kulit pada Kuda dan

Keperawatannya di Tombo Ati Stable Salatiga 29 - 36 D. Partiwi, Yuriadi, B. P. Widiarso

Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik

di Desa Kenalan Kecamatan Pakis Kabupaten

Magelang 37 - 48 J. Sulardi

Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi

Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan

Semarang 49 - 56 Sunarsih, S. Rahayu

Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual

di Kota Makassar 57 - 64 Purwanta

Page 3: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

Pengantar Redaksi

Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan

Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan, Volume 8(16), Desember 2012, yang

diterbitkan oleh Program Studi Penyuluhan Peternakan, Sekolah Tinggi Penyuluhan

Peternakan. Jurnal ini merupakan publikasi ilmiah dibidang Ilmu Penyuluhan Pertanian,

khususnya Penyuluhan dibidang Peternakan, yang terbit 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu pada

bulan Juli dan Desember.

Pada edisi kali ini menampilkan hasil penelitian tentang Tingkat Penambahan

Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan terhadap Produksi dan Kualitas Telur Tetas,

Model Beternak Ayam Broiler di Kelurahan Manulai Kecamatan Alak Kota Kupang, Pengaruh

Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar pada

Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.), Studi Kasus Penyakit Kulit pada Kuda dan

Keperawatannya di Tombo Ati Stable Salatiga, Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk

Organik di Desa Kenalan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang, Pengaruh Karakteristik

Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani Tranggulasi Desa Batur

Kecamatan Getasan Semarang, Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual di Kota

Makassar.

Kami mengucapkan terima kasih kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu

penerbitan jurnal ini dan semoga dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada semua

sivitas akademika STPP Magelang pada khususnya dan semua pihak pada umumnya untuk

mempublikasikan hasil penelitian dibidang penyuluhan peternakan, hasil telaah pustaka, atau

pengalaman lain yang dapat bermanfaat bagi kemajuan dibidang ilmu penyuluhan peternakan

pada khususnya dan pembangunan pertanian pada umumnya.

Redaksi.

Page 4: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,
Page 5: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

1 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

TINGKAT PENAMBAHAN KECAMBAH KACANG HIJAU

PADA ITIK PEMBIBITAN TERHADAP PRODUKSI

DAN KUALITAS TELUR TETAS

(The Level of Increasing Green Peanut Sprout to the Duck Breeder on The Production

And Hatching Egg Quality)

N. Prabewi*, Supriyanto

*, dan G. Adiwinarto

*

ABSTRACT

The Research was conducted for to know the storey level of addition green peanut

sprout of the duck breeding requirement as source nutrition to increase productivity and

fertility of duck egg as hatcing egg. The Research Method use the Completely Randomized

design ( CRD). Duck Subdividing four treatments , sixty female duck and drake 12 male duck

divided at random become 4 treatments. Every treatment use 15 females duck and 3 male duck.

Every treatment repeated by as much 3 times so that every treatment become 3 unit, every unit

composed by 5 female duck and 1 male duck, As for the treatment was P1 = without addition of

sprout of bean hijau,P2 = added by green peanut sprout 10 g/day/duck, P3 = added by green

peanut sprout 20 g/day/duck, P4 = added by green peanut sprout 30 g/day/duck. The parameter

perceived by feed testis weight ( g) and testis diameter ( cm). Female Reproduction anatomy

measured by ovary weight ( g). Data analysed by analysis of variance, and if there are

differences continued by Duncan'S Multiple Range Test ( DMRT)

The Conclusion showed that 1). addition green peanut sprout in the feed more efficient

than without the addition.2)The duck breeding present result of more qualified egg quality such

as : high percentage fertility, embryo livability was stronger , structure of egg anatomy organ

was stronger than the control,3).The ovarium more better than without treatment.4). Level

colour of egg yolk yielded from still below/under value egg yolk which not yet as according to

consumer request as egg consume, but if for the hatcing egg more better than the hatching egg

from uncompletely duck housing farm.

Keywords: Green peanut sprout, duck, hatching egg

* Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang

PENDAHULUAN

Latar belakang

Itik Jawa adalah itik lokal Indonesia,

khususnya yang selama ini berkembang dan

dipelihara di Pulau Jawa, yang termasuk

dalam kelompok ternak itik ini adalah itik

Tegal, Itik Magelang, Itik Mojosari. Itik

jenis ini menghasilkan telur sekitar 200

butir/tahun sampai 250 butir/tahun, serta

berat telur rata –rata 65 – 70 gram/butir.

Berat standar itik Jawa jantan 1,8 – 2 kg,

dan betina 1,6 – 1,8 kg adalah ukuran yang

cukup potensial untuk dikembangkan

sebagai tipe petelur produktif, (Bambang,

1991).

Produksi telur ditentukan oleh dua

faktor yang penting yaitu faktor genetik dan

faktor lingkungan, faktor genetik ialah

faktor yang dimiliki oleh itik itu sendiri

yang diperoleh dari tetuanya untuk

berproduksi secara optimal, akan tetapi

faktor ini tidak dapat dipisahkan dengan

factor lingkungan, karena faktor lingkungan

juga ikut menentukan derajat tinggi

rendahnya produksi telur, dengan kata lain

faktor lingkungan yang kurang

menguntungkan dapat menurunkan

produksi telur (Robinson,1961 yang disitasi

Page 6: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

2 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

oleh Sudibyo, 1989).

Induk pejantan perlu mendapat

tambahan pakan berupa kecambah sebagai

sumber vitamin E, Kecambah yang terbaik

adalah kecambah kacang hijau karena

kandungan vitamin E di dalamnya termasuk

yang tertinggi (Hartono dan Isman, 2010) .

Selanjutnya Windyarti ( 2009) menyatakan

bahwa kekurangan vitamin E, peternak

dapat memberikan minyak nabati, sayuran

hijau, biji-bijian dan kecambah, selain

menyebabkan fertilitas yang rendah karena

kekurangan vitamin E juga dapat

menyebabkan kematian embrio yang tinggi

saat proses penetasan. Sebelumnya Guyton

dan Hall (1996), menyatakan bahwa

kekurangan vitamin E dapat menyebabkan

degenerasi epitel germinalis pada testis oleh

sebab itu dapat menyebabkan sterilitas pada

hewan jantan dan untuk hewan betina dapat

menyebabkan resorbsi janin setelah

konsepsi. Leeson dan Summer (1991)

menyatakan bahwa kebutuhan vitamin E

pada itik 15 IU pada ransum pembibit itik

berat. Sedangkan Scott dan Dean (1991)

menyatakan bahwa pada itik fase grower

dan finisher membutuhkan 20 IU dan untuk

itik pembibit membutuhkan vitamin E 40

IU.

Penelitian dilaksanakan untuk

mengetahui tingkat pemberian kecambah

kacang hijau pada ternak induk itik bibit

yang sesuai kebutuhan sebagai sumber

nutrisi untuk meningkatkan produktivitas

dan fertilitas telur itik sebagai telur tetas

Landasan teori

Pakan itik pada masa produksi

membutuhkan kandungan protein 16 - 18%,

energi 2.700 kkal/kg, kalsium 2,90-3,25%,

dan fosfor 0,47%. Pemberian kalsium dan

fosfor sangat pcnting untuk itik yang

sedang bertelur. Sifat alamiah itik berbeda

dengan ayam. Kebutuhan kalsium dan

fosfor pada itik lebih banyak dibandingkan

pada ayam. Apabila di dalam ransum

kekurangan kedua jenis mineral tersebut itik

akan mengalami kelumpuhan. Selain itu,

kalsium dan fosfor dibutuhkan itik untuk

membuat kulit telur.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur

Nutrisi Anak itik

( 0 – 4 Mg )

Dara

( 5 – 20 mg )

Petelur

(21 mg - Tua )

Protein 18 -20 14 - 16 15 - 17

Energi 3000 2800 2900

Serat Kasar (%) 4 -7 6 - 9 6 -9

Lemak (%) 4 - 7 3 - 6 4 - 7

Kalsium ( %) 0.90 0.80 0.80

Fosfor (%) 0.70 0.70 0.50

Asam Amino

* Metionin (%)

* Lisin (%)

* Triptofan (%)

0.40

1.10

0.24

0.35

0.80

0.20

30

0.70

Vitamin

* Vitamin A ( IU/kg)

* Vitamin D3

* Vitamin A (

IU/kg)

* Vitamin A (

IU/kg)

* Vitamin B 2

* Vitamin B 12

8.800

1.100

5.50

2.20

4.40

8.80

6.600

880

2.20

2.20

4.40

4.40

6.600

880

1.10

1.10

3.30

4.40

Sumber: Murtidjo, 1990

Page 7: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

3 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

Fertilitas

Kualitas Telur

Telur tetas yang berumur lebih dari

7 hari dari waktu peneluran mempunyai

daya tetas telur yang menurun dibandingkan

dengan telur tetas yang berumur di bawah 7

hari, karena umur telur tetas yang terlalu

lama mengakibatkan komposisi putih telur

menjadi encer sehingga Chalaza mudah

putus, Chalaza ini merupakan bagian dari

putih telur yang mempunyai peran vital

sebagai pengikat kuning telur, padahal

dengan putusnya Chalaza ini maka telur

tidak akan menetas karena fungsi bagian

dari telur telah rusak yaitu sebagai

penghantar panas selama telur ditetaskan

sehingga dapat dikatakan bahwa Chalaza

ini merupakan bagian telur yang berperan

penting dalam proses penetasan, (Hartono

dan Isman, 2010).

Fertilitas dinyatakan sebagai

perbandingan jumlah telur yang fertile

dengan jumlah telur yang ditetaskan dan

dinyatakan dalam persentase, tanpa

memperhatikan apakah telur tersebut

menetas atau tidak menetas (Setiadi

dkk,1992). Telur fertil akan terbentuk jika

terjadi persatuan antara ovum dan

spermatozoa yang disebut fertilisasi pada

organ kelamin betina bagian Infundibullum

, dan spermatozoa dari ternak unggas jantan

mampu bertahan hidup di organ oviduk

yaitu organ kelamin betina sampai 10 hari

lamanya. Sedangkan pejantan –pejantan

yang dipisahkan dari kelompok betina

prosentase telur yang fertile akan turun,

penurunan itu diantara hari ke empat

sampai dengan hari ke lima, kemudian sel –

sel sperma yang baru , mempunyai

kemampuan lebih tinggi dari pada yang

sudah lama dan terjadinya fertilisasi dalam

jangka tiga hari setelah perkawinan (Tri-

Yuwanta 1983).

Taoge merupakan sumber makanan

yang kaya akan protein asam amino,

vitamin ,mineral dan dikenal sebagai

makanan peningkat kesuburan karena

mengandung banyak vitamin E, Khususnya

vitamin E – alfa yang dapat menambah

stamina tubuh, kecambah kacang hijau

mengandung estrogen alami yang berfungsi

sama dengan estrogen sintesis tetapi

estrogen alami ini tidak ada efek samping

selain itupun taoge banyak mengandung

kalium, dalam secangkir taoge dapat

mengandung 125 mg kalium, yang penting

untuk mendapatkan fungsi jaringan organ

dan sel yang sehat. Sebagai elektrolit,

kalium membantu menambah cadangan

energi dan meningkatkan fungsi otot,

kecambah kacang hijau juga banyak

mengandung vitamin C dibandingkan

dengan kacang hijau, dikarenakan adanya

siklus hidup tanaman yang signifikan. Yang

menajubkan pengecambahan

melambungkan jumlah vitamin A sebanyak

300 persen dan vitamin C 500 – 600 persen

yang mana vitamin tersebut mendukung

dalam meningkatkan kesuburan, (dilansir

Livestrong, Senin ( 22/11/2010).

Kerangka Pikir

Peningkatan fertilitas dan periode

fertile ditentukan juga oleh invertensi

vitamin E. Pemberian vitamin E yang cukup

akan memberi pengaruh mencegah

degenerasi epitel germinalis pada testis,

sehingga produksi spermatozoa dan

fertilitasnya dapat dipertahankan.

Penambahan

Kecambah kacang

hijau

Produksi Telur

Page 8: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

4 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

Hipotesis

Pemberian kecambah kacang hijau

mulai dari 10 g sampai 30 g dalam pakan

itik petelur dapat berpengaruh terhadap

peningkatan produksi dan fertilitas telur itik

sebagai telur tetas.

MATERI DAN METODE

Materi

1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di

Laboratorium ternak Unggas Sekolah

Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang

Jurusan Peternakan pada bulan Mei tahun

2011 sampai dengan bulan Agustus 2011

(Adaptasi ternak selama satu bulan). Untuk

analisis proksimat bahan pakan dilakukan di

Laboratorium Teknologi Pertanian

Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

1. Itik Magelang dewasa sejumlah 72

ekor berumur 24 minggu yang terdiri

atas 60 ekor itik betina dan 12 ekor itik

jantan.

2. Kandang yang digunakan adalah

kandang battery kelompok terbuat dari

bambu dengan ukuran 150 x 100 x 80

cm dan dilengkapi dengan tempat

pakan dan tempat minum, serta tempat

umbaran.

3. Timbangan kapasitas 100 g kepekaan

1g untuk menimbang berat telur dan

timbangan kapasitas 10 kg untuk

menimbang pakan yang diberikan dan

sisa pakannya.

4. Alat candling telur untuk meneropong

telur guna membedakan telur telur

yang fertile maupun infertil.

5. Untuk pengujian kualitas telur

menggunakan alat : Roche Colour

Index, Dept Micrometer, jangka sorong

dan perlengkapan lainnya.

6. Bahan pakan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah jagung kuning

giling, Bekatul, konsentrat, dan premix.

7. Pakan tambahannya adalah kecambah

kacang hijau.

Tabel 2. Kandungan Bahan Pakan

Nama bahan Konsentrat 1)

Jagung kuning

giling 1)

Dedak halus

1)

BK (%) 88,00 86,00 86,00

Protein Kasar (%) 37,43 7,87 10,64

Energi Metabolis (Kkal/kg) 1.800,00 3.430,00 3.090,00

Serat Kasar (%) 6,00 0,56 11,56

Lemak Kasar (%) 2,00 3,25 9,80

Ca ( %) 12,21 0,02 0,09

P (%) 1,48 0,04 1,42

Bahan (%) 25,00 15,00 60,00

1) Tabel komposisi pakan, Produksi Charoen Pokhand Indonesia Surabaya

2) Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Gadjah Mada.

Metode

Itik betina sejumlah 60 ekor dan itik

jantan 12 ekor dibagi secara acak menjadi 4

perlakuan yaitu memberikan pakan

tambahan kecambah kacang hijau yang

dilakukan pada siang hari. Setiap perlakuan

menggunakan 15 ekor betina dan 3 ekor

jantan, setiap perlakuan diulang sebanyak 3

kali sehingga setiap perlakuak menjadi 3

unit, setiap unit terdiri 5 itik betina dan 1

ekor itik jantan, Adapun perlakuan tersebut

adalah P1 = tanpa tambahan kecambah

kacang hijau, P2 = ditambah kecambah

kacang hijau 10 g/hari/ekor,P3 = ditambah

kecambah kacang hijau 20 g/hari/ekor,P4 =

Page 9: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

5 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

ditambah kecambah kacang hijau 30

g/hari/ekor.

Parameter yang diamati : Konsumsi

pakan, Produksi telur, Fertilitas telur,

Kualitas fisik telur, Mengukur kandungan

vitamin E, Anatomi itik yaitu data yang

diperoleh dari anatomi reproduksi dengan

cara melakukan pemotongan ternak pada

akhir penelitian, kemudian diambil alat

reproduksinya dengan mengukur : a.

Anatomi reproduksi jantan yang diukur

adalah berat testis (g) dan diameter testis

(cm). b. Anatomi reproduksi betina yang

diukur adalah berat ovarium (g)

Analisis Data

Data yang didapat dianalisis

menggunakan analisis variansi, dan apabila

ada perbedaan dilanjutkan dengan

Duncan‘s Multiple Range Test (DMRT) ,

(Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Pakan

Hasil analisis variansi menunjukkan

bahwa perlakuan tingkat penambahan

kecambah kacang hijau dalam ransum

memberikan pengaruh yang sangat nyata

(P < 0,01) terhadap konsumsi pakan tertera

pada Tabel 3 .

Tabel 3. Rerata Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) Selama Penelitian.

Perlakuan

Penambahan kecambah kacang

hijau (g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata –rata

1 2 3

P0 ( 0 ) 176 174 175 175 d

P1 ( 10 ) 178.85 179 180 179,28 c

P2 ( 20 ) 184 183.47 183 183,49 b

P3 ( 30 ) 185.23 186 185.9 185,71a

a,b, huruf yang berbeda pada kolom rata – rata menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,01)

Perbedaan rata-rata konsumsi pakan

dipengaruhi adanya penambahan kecambah

kacang hijau dalam ransum. Pengaruh

tingkat penambahan kecambah kacang hijau

dalam ransum yang semakin meningkat

sampai pada penambahan 30

grm/ekor/3x/mgg menaikkan konsumsi

pakan dan mulai terjadi penurunan

konsumsi pakan pada perlakuan (P2 dan P1

) tingkat penambahan kecambah kacang

hijau 20 gram sampai 10 gram per

ekor/3x/mgg. Hal ini dapat disebabkan

karena penambahan kecambah kacang hijau

dapat memenuhi kebutuhan vitamin E pada

tubuh ternak yang telah terpenuhi pada

perlakuan P3 ( 30 g/ekor/3x/mgg) ,sehingga

dapat meningkatkan konsumsi pakan, lain

halnya kalau ternak mengalami defisiensi

vitamin maka ternak tersebut akan

mengalami penurunan nafsu makan

akhirnya mempengaruhi kondisi fisiologis

ternak dan mempengaruhi kwalitas serta

kwantitas produksi telur. Terpenuhinya

kebutuhan vitamin berpengaruh pada

produksi hormon estrogen yg diperlukan

sebagai pembentukan folikel dan berat

telur. Menurut Irianti (2006) menyatakan

bahwa penambahan vitamin E sebasar 20 –

30 mg/kg pakan mampu menekan konsumsi

pakan tetapi tidak mempengaruhi bobot

badan, sehingga pakan lebih efisien

digunakan untuk produksi, dan pemberian

vitamin E dengan level 20 – 30 mg/kg

pakan mampu berperan dalam mencegah

terjadinya radikal bebas pada proses

peroksidasi asam lemak tidak jenuh pakan

sehingga proses metabolisme pakan

berjalan lancar.

Produksi Telur

Hasil analisis variansi menunjukkan

bahwa perlakuan tingkat penambahan

kecambah kacang hijau dalam ransum

Page 10: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

6 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

berpengaruh sangat nyata (P < 0,01)

terhadap produksi telur . Perlakuan P0

(Tanpa kecambah) sampai perlakuan P3 (30

g/ekor/3x/mgg) menghasilkan angka

produksi telur 41.90% sampai 72.38%,

pada perlakuan P2 (20 g/ekor/3x/mgg)

menghasilkan angka produksi telur tertinggi

ini disebabkan karena produksi telur

dipengaruhi oleh konsumsi pakan yaitu

pada perlakuan P2 (20 g/ekor/3x/mgg)

konsumsi pakannya tinggi pula. Perlakuan

P0 (Tanpa kecambah) yaitu kontrol,

konsumsi pakan paling rendah diantara tiga

perlakuan pakan maka produksi telurnya

juga rendah. Hasil penelitian ini sesuai

pendapat BASF ( 2000) yang menyatakan

bahwa produksi telur dari itik yang

mengkonsumsi level vitamin E tinggi

cenderung lebih tinggi produksi telurnya

dibanding produksi telur dari itik yang

mengkonsumsi level vitamin E yang lebih

rendah. Sebelumnya Srigandono

menyatakan bahwa (1997) bahwa sifat

biologis produksi telur yang merupakan

sifat genetis yang hanya dapat diperbaiki

kemampuan maksimalnya melalui breeding

dan seleksi. Lingkungan dan managemen

yang sesuai secara optimal hanya

menghasilkan kemampuan maksimal secara

genetis . Pengaruh perlakuan terhadap

tingkat penambahan kecambah kacang hijau

dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rerata Produksi Telur Itik pada Perlakuan Tingkat Penambahan Kecambah Kacang

Hijau (Hda%) 1)

Perlakuan

Penambahan kecambah

kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata –rata

1 2 3

P0 ( 0 ) 42 41.8 41.9 41,90 c

P1 ( 10 ) 58 58.1 58.47 58,19 b

P2 ( 20 ) 72 72.44 72.7 72,38 a

P3 ( 30 ) 71 71.65 72.64 71,43 a

a,b huruf yang berbeda pada kolom rata – rata menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,01).

1) Produksi diamati setiap 1 minggu sekali (7 hari) selama penelitian masa produksi.

Fertilitas Telur

Fertilitas telur tertinggi pada

perlakuan P3 (30 g/ekor/3x/mgg) yaitu 100

%. Berdasarkan hasil analisis variansi

menunjukkan bahwa antara perlakuan

(P3)30 g/ekor/3x/mgg dan (P2) 20

g/ekor/3x/mgg berbeda nyata (P<0,05)

kalau dibandingkan dengan perlakuan (P1)

penambahan kecambah kacang hijau 10

g/ekor/3x/mgg dan (P0) kontrol . Hal ini

disebabkan karena vitamin E yang

terkandung dalam pakan perlakuan P3 dan

P2 adanya penambahan kecambah kacang

hijau dapat mencukupi kebutuhan itik

produksi telur tetas sehingga menghasilkan

produksi telur dengan fertilitas telur yang

optimal. Sehingga dapat dikatakan bahwa

penambahan kecambah kacang hijau 20

g/ekor/3x/mgg sampai 30 g/ekor/3x/mgg

dalam ransum dapat meningkatkan fertilitas

telur dari 96.67% sampai 100%.

Mengingat fungsi spesifik vitamin E

dalam tubuh yang dibutuhkan mampu

meningkatkan fertilitas.Hasil penelitian

dengan tingkat penambahan kecambah

kacang hijau dalam ransum pakan induk itik

pembibit pengaruhnya terhadap fertilitas

telur disajikan pada Tabel 5.

Page 11: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

7 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

Tabel 5. Rerata Fertilitas Telur (%) Selama Tiga Kali Periode Penetasan.

Perlakuan

Penambahan kecambah

kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata -rata

1 2 3

P0 ( 0 ) 79 80 81 80 b

P1 ( 10 ) 85 92 93 90 ab

P2 ( 20 ) 95.2 96.93 97.9 96.67 a

P3 ( 30 ) 100 100 100 100 a

a,b huruf yang berbeda pada kolom rata – rata menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05).

Pernyataan hasil penelitian tersebut

didukung oleh pendapat Hartono dan Isman

(2010), bahwa ternak pejantan perlu

mendapat tambahan pakan berupa

kecambah sebagai sumber vitamin E,

Kecambah yang terbaik adalah kecambah

kacang hijau. Karena kandungan vitamin E

didalamnya termasuk yang tertinggi. Sesuai

pendapat Surai dkk.(1999) menyatakan

bahwa vitamin E sebagai antioksidan juga

digunakan untuk meningkatkan fertilitas

dan daya tetas. Asam lemak tidak jenuh

ganda mudah menjadi peroksida-peroksida

oleh adanya molekul oksigen. Peroksida-

peroksida tersebut dapat dihindari dengan

adanya vitamin E. Vitamin E dan

karotenoid merupakan sumber antioksidan

yang berasal dari pakan induknya melalui

kuning telur. Komposisi pakan induk

merupakan penentu utama pembentukan

sistem antioksidan pada anak ayam selama

embriogenesis dan pertumbuhan awal

setelah menetas.

Berat Telur

Hasil penelitian dengan tingkat

penambahan kecambah kacang hijau dalam

ransum pakan induk itik pembibit

pengaruhnya terhadap berat telur disajikan

pada Tabel 6.

Tabel 6. Rerata Berat Telur Selama Penelitian (g/butir).

Perlakuan

Penambahan kecambah

kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata –rata

ns

1 2 3

P0 ( 0 ) 67 67.47 67.7 67.39

P1 ( 10 ) 68 68.59 68.4 68.33

P2 ( 20 ) 67 67.89 67.7 67.53

P3 ( 30 ) 68 68.01 68.02 68.01

ns = non signicant.

Hasil analisis variansi menunjukkan

bahwa perlakuan tingkat penambahan

kecambah kacang hijau dalam ransum

tidak berpengaruh nyata terhadap berat

telur . Hal tersebut dapat dikarenakan

bahwa perlakuan tingkat penambahan

kecambah kacang hijau dalam ransum

sampai pada penambahan 30 grm/ekor/

3x/mgg kecambah kacang hijau tidak

menghasilkan perbedaan yang nyata pada

berat telur dikarenakan berat telur sangat

dipengaruhi oleh kandungan protein dalam

pakan yang diberikan pada ternak unggas

bukan dipengaruhi oleh kandungan vitamin

dalam pakan . Selanjutnya bahwa dalam

penelitian ini menggunakan kadar protein

yang sama kandungannya yaitu 15.86 %.

Sesuai pendapat Anggorodi (1985)

menyatakan bahwa berat telur dipengaruhi

oleh kandungan protein yaitu asam linoleat

yang cukup. Begitu juga dengan pendapat

Wahyu (1997) bahwa berat telur

dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk

aktor genetik, tahap kedewasaan,umur, obat

Page 12: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

8 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

dan zat makanan dalam pakan terutama

asam amino dan asam linoleat, dan

kandungan asam lemak linoleat dan

metionin (Leeson dan Summer,1991). Van

Elswyk (1997) yang disitasi oleh Irianti

(2006) menyatakan bahwa asam lemak

linolenat (omega-3) dalam minyak ikan

dapat menurunkan sirkulasi estradiol yang

diperlukan untuk lipogenesis di hati serta

pembentukan telur sehingga mengakibatkan

turunnya bobot dan berat telur. Omega-3

yang tinggi dalam pakan berpengaruh pada

percepatan pematangan folikel dan sekresi

VLDL ke folikel menurun dengan

terhambatnya kerja estradiol

(Sulistiawati,1998).

Warna Kuning Telur

Hasil analisis variansi menunjukkan

bahwa perlakuan tingkat penambahan

kacang hijau dalam pakan itik pembibit

berpengaruh tidak nyata terhadap warna

kuning telur yang dihasilkan. Hal ini

disebabkan karena warna kuning telur

dipengaruhi oleh kandungan xanthophyll

dalam pakan yang berasal dari bahan pakan

jagung kuning yang diberikan pada pakan

itik jumlahnya relative sama. Sesuai

pendapat Soeparno dkk,(2001), menyatakan

bahwa warna kuning telur sangat

dipengaruhi oleh kandungan xanthophylls

dalam pakan. Sedangkan Kanoni, (1991)

berpendapat bahwa warna kuning telur juga

dipengaruhi oleh pigmen karoten dari

jagung kuning yang mengandung

kriptoxantin. Menurut Sell dkk.(1987)

menyatakan bahwa kualitas kuning telur

selain dipengaruhi oleh faktor genetik, asal

sumber xanthophyll, dan kadar lemak

pakan. Hasil penelitian dengan tingkat

penambahan kecambah kacang hijau dalam

ransum pakan induk itik pembibit

pengaruhnya terhadap warna kuning telur

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rerata Warna Kuning Telur 3 Kali Pengambilan Sampel.

Perlakuan

Penambahan kecambah kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata –rata ns

1 2 3

P0 ( 0 ) 9 9 9 9

P1 ( 10 ) 9 9.13 9.2 9,11

P2 ( 20 ) 9.61 9.65 9.75 9,67

P3 ( 30 ) 9.58 9.68 9.75 9,67

ns = non signicant

Kandungan Vitamin E dalam Kuning Telur

Hasil penelitian dengan tingkat penambahan kecambah kacang hijau dalam ransum

pakan induk itik pembibit pengaruhnya terhadap kandungan vitamin E dalam kuning telur

disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rerata Kandungan Vitamin E Dalam Kuning Telur (%).

Perlakuan

Penambahan kecambah

kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata -rata

1 2 3

P0 ( 0 ) 0.9325 0.9936 0.9986 0,9749 d

P1 ( 10 ) 0.9742 0.9941 0.9942 0,9875 c

P2 ( 20 ) 1.0041 1.0042 1.0049 1.0044b

P3 ( 30 ) 1.0452 1.0454 1.0459 1.0455a

a,b huruf yang berbeda pada kolom rata-rata menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01).

Page 13: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

9 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

Hasil analisis variansi menunjukkan

bahwa perlakuan tingkat penambahan

kacang hijau dalam pakan itik pembibit

berpengaruh sangat nyata (P < 0,01).

terhadap kandungan vitamin E dalam

kuning telur yang dihasilkan. Kandungan

vitamin E dalam kuning telur yang berasal

dari Itik pembibit pada perlakuan P3

(30g/ekor/3x/mgg) nilai prosentase angka

tertinggi diantara perlakuan lainnya yaitu

1.0455% ,kemudian pada perlakuan P2

(20g/ekor/3x/mgg) diperoleh prosentase

angka lebih rendah 1.0044% dan prosentase

angka yang terendah pada perlakuan P1

(10g/ekor/3x/mgg) dan perlakuan P0

(kontrol) yaitu masing masing 0.9875 %

dan 0.9749 %. Terlihat pada hasil penelitian

ini bahwa itik perlakuan P3 menunjukkan

prosentase kandungan vitamin E yang

paling banyak terdapat dalam kuning telur.

Karena vitamin yang ada dalam pakan

kemudian dimakan oleh ternak itik akan

melalui proses metabolisme, setelah

tersimpan dalam hati kemudian tersimpan

dalam kuning telur lebih banyak

dibandingkan didalam putih telur sebagai

cadangan kehidupan embryo selanjutnya.

Sesuai pendapat Chen dkk. (1998) dan

Naber (1993) bahwa vitamin yang

dikonsumsi ayam akan ditranster ke dalam

telur, semakin tinggi level vitamin dalam

pakan, semakin tinggi pula vitamin yang

ada pada telur.Penambahan vitamin E

dalam pakan menyebabkan pakan

berkualitas baik karena terhindar dari proses

ransiditas. Selanjutnya menurut Surai

dkk.(1999) bahwa peningkatan

suplementasi vitamin E pada pakan induk

secara substansial akan meningkatkan

konsentrasi vitamin E dalam pembentukan

jaringan pada anak ayam dan secara nyata

mengurangi kerentanannya terhadap

peroksidase lipid. Selama 2 minggu setelah

menetas, kandungan vitamin E dalam hati

ayam menurun 10 kali (Surai dan Ionov,

1994 ), antioksidan alami dalam hati selama

embriogenesis dapat dikatakan merupakan

suatu mekanisme adaptif untuk melindungi

diri dari peroksidasi lipid selama masa

menetas hingga perkembangan awal anak

ayam.

Anatomi Itik

Anatomi Itik Jantan

a. Berat Testis

Hasil penelitian dengan tingkat

penambahan kecambah kacang hijau dalam

ransum pakan induk itik pembibit

pengaruhnya terhadap berat testis disajikan

pada Tabel 9.

Tabel 9. Rerata Berat Testis (g).

Perlakuan

Penambahan kecambah

kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata -rata

1 2 3

P0 ( 0 ) 42 42.5 43 42,50 b

P1 ( 10 ) 53 54 55 54,00 ab

P2 ( 20 ) 67.8 68.7 69 68,50 a

P3 ( 30 ) 68.8 70.9 71.8 70,50 a

a,b huruf yang berbeda pada kolom rata – rata menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05).

Perlakuan tingkat penambahan

kecambah kacang hijau dalam ransum

pakan untuk itik pembibit berdasarkan hasil

analisis variansinya berpengaruh nyata (P

< 0,05) terhadap berat testis. Hal ini

disebabkan karena kecambah kacang hijau

kaya akan vitamin E yang berguna untuk

perkembangan jaringan sel organ

reproduksi diantaranya adalah testis. Sesuai

penelitian Djawadun,(2001) bahwa

penambahan vitamin E berpengaruh

terhadap meningkatnya organ reproduksi

terutama ukuran dan berat testis , jumlah

tubulus seminierus dan jumlah sel

germinalis dan jumlah ukuran sel Leydig.

Menurut Lestariana dan Madian (1988)

Page 14: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

10 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

menyatakan bahwa Defisiensi vitamin E

menyebabkan perubahan ratio DNA/RNA,

Atropi jaringan spermatogenik dan sterilitas

yang permanen pada ternak pejantan.

Selanjutnya menurut Wuryastuti,(1993)

menyatakan bahwa defisiensi vitamin E

mengakibatkan proses spermatogenesis

terganggu, meskipun produksi hormon

seksualnya belum terganggu, hal ini

terbukti adanya aktivitas tiroid berkurang

pada ternak yang defisiensi vitamin E.

Sedangkan menurut Linder (1985)

menyatakan juga bahwa defisiensi vitanin E

dapat meningkatkan kerapuhan eritrosit /sel

darah merah, dan memperlihatkan tanda

tanda perubahan morfologi yang

disebabkan oleh ikatan silang protein

membran

b. Diameter Testis

Hasil penelitian dengan tingkat

penambahan kecambah kacang hijau dalam

ransum pakan induk itik pembibit

pengaruhnya terhadap diameter testis

disajikan pada Tabel 10

Tabel 10. Rerata Diameter Testis (cm).

Perlakuan

Penambahan kecambah

kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata -rata

1 2 3

P0 ( 0 ) 2 2.2 2 2.07 d

P1 ( 10 ) 3.93 3.97 3.95 3.95 c

P2 ( 20 ) 4.28 4.375 4.32 4.325 b

P3 ( 30 ) 4.725 4.9 5 4.875 a

a,b huruf yang berbeda pada kolom rata – rata menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < ,01).

Menurut Etches (1996) menyatakan

bahwa testis berbentuk seperti buah kacang

merah berwarna krem terbungkus oleh dua

lapisan tipis transparan, lunak dan

berpigmen. Testis terletak dirongga badan

melekat pada ligament, dekat pada tulang

belakang atau bagian depan dari ginjal.

Data yang diperoleh dari itik yang

mendapatkan perlakuan pada penelitian ini

diameter testis kanan dan kiri adalah 5 cm

dan 4.5 cm, sedangkan itik kontrol 2 cm

dan 2.1 cm. Total berat kedua testis pada

itik perlakuan adalah 70,1 gr sedangkan itik

kontrol berat testis keduanya hanya

mencapai berat 42.5 gr. Dari data tersebut

ternyata ukuran testis sebelah kanan dan

kiri dari itik yang mendapatkan perlakuan

mempunyai ukuran yang lebih serasi

dibandingkan ukuran testis itik control.

Pada itik perlakuan mempunyai panjang

dan lingkar testis yang lebih tinggi ( 10/10,5

cm) dibanding itik kontrol ( 4 / 4.2 cm) ,

dan hasil pengukuran berat pada testis yang

berasal dari itik perlakuan mempunyai berat

lebih tinggi (70.1 gr) disbanding testis yang

berasal dari itik control (42.5gr) dengan

demikian pada itik yang mendapatkan

perlakuan penambahan kecambah kacang

hijau mendapatkan berat dan ukuran yang

lebih tinggi dibandingkan terstis yang

berasal dari itik kontrol.

Anatomi Itik Betina

a. Berat Hati Itik Betina

Perlakuan tingkat penambahan

kecambah kacang hijau dalam ransum

induk itik pembibit berdasarkan hasil

analisis variansinya berpengaruh tidak

nyata terhadap berat hati. Hasil penelitian

dengan tingkat penambahan kecambah

kacang hijau dalam ransum pakan induk itik

pembibit pengaruhnya terhadap berat hati

itik betina disajikan pada Tabel 11.

Page 15: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

11 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

Tabel 11. Rerata Berat Hati Itik Betina (g).

Perlakuan

Penambahan kecambah

kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata –rata ns

1 2 3

P0 ( 0 ) 41.6 42.9 43 42.50

P1 ( 10 ) 53 54 55 54.00

P2 ( 20 ) 67.9 68.8 68.8 68.50

P3 ( 30 ) 69 70.8 71.7 70.50

ns = non signicant

Hal tersebut disebabkan karena yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan sel sel tubuh, bukan karena

pengaruh penambahan kecambah kacang

hijau yang kaya akan vitamin E nya dalam

ransum pakan. tetapi bobot badan ternak

sangat dipengaruhi oleh kandungan protein

dalam ransum, sedangkan kandungan

ransum pakan yang diberikan pada

pelaksanaan penelitian ini kandungan

proteinnya sama yaitu 15,86%. Menurut

Tri-Yuanta (1999) menyatakan bahwa berat

hati adalah 3 % dari bobot badan ternak.

Dari hasil penelitian ini bobot badan ternak

itik pembibit diperoleh bobot yang hampir

sama antara kontrol sama perlakuan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa berat hati

3 % dari masing masing itik pembibit

perlakuan maupun kontrolpun setelah

dianalisis variansi hasilnya berbeda tidak

nyata.Ditinjau dari hasil analisis tersebut

yang perlakuan P3 (30gr/ekor/3kl/mgg)

menunjukkan angka tertinggi dan perlakuan

P0 (tanpa kecambah) adalah angka berat

testis yang paling rendah. Hal ini

disebabkan karena kecambah kacang hijau

diberikan dalam campuran pakan ternak itik

pembibit befrungsi sebagai makanan

peningkat kesuburan karena mengandung

banyak vitamin E, Khususnya vitamin E –

alfa yang dapat menambah stamina tubuh,

kecambah kacang hijau mengandung

estrogen alami yang berfungsi sama dengan

estrogen sintesis tetapi estrogen alami ini

tidak ada efek samping selain itupun taoge

banyak mengandung kalium penting untuk

mendapatkan fungsi jaringan organ dan sel

yang sehat. Sebagai elektrolit, kalium

membantu menambah cadangan energi dan

meningkatkan fungsi otot juga banyak

mengandung vitamin C dibandingkan

dengan kacang hijau yang belum

berkecambah., dikarenakan adanya siklus

hidup tanaman yang signifikan. Yang

menajubkanpengecambahan melambungkan

jumlah vitamin A sebanyak 300 persen dan

vitamin C 500-600 persen yang mana

vitamin tersebut mendukung dalam

meningkatkan kesuburan, (dilansir

Livestrong, Senin ( 22/11/2010).

b. Berat Ovarium

Hasil penelitian dengan tingkat

penambahan kecambah kacang hijau dalam

ransum pakan induk itik pembibit

pengaruhnya terhadap berat ovarium

disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rerata Berat Ovarium Itik Betina (G).

Perlakuan

Penambahan kecambah

kacang hijau

(g/ekor/3x/mgg )

Ulangan

Rata –rata

1 2 3

P0 ( 0 ) 36 36.5 37 36.50 d

P1 ( 10 ) 53 53.7 53.8 53.50 c

P2 ( 20 ) 55 55.1 57 55.70 b

P3 ( 30 ) 67.17 67.88 68.5 67.85 a

a,b huruf yang berbeda pada kolom rata – rata menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,01).

Page 16: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

12 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

Berat ovarium tertinggi pada

perlakuan P3 (30 g/ekor/3x/mgg) yaitu

67.85 gr. Berdasarkan hasil analisis variansi

menunjukkan bahwa berat ovarium pada ,

P3(30 g/ekor/3x/mgg) dengan berat

tertinggi 67.85 g dan P2 (20 g/ekor/3x/mgg)

dengan berat lebih rendah 55.70 g dan

berbeda sangat nyata (P<0,01) dibanding

dengan penambahan kecambah kacang

hijau 10 g/ekor/3x/mgg mempunyai berat

ovarium 53.50 g dan kontrol yaitu 36.50 g

merupakan hasil angka berat ovarium

terendah. Hal ini disebabkan karena nutrisi

yang terkandung dalam Kecambah kacang

hijau dapat mencukupi kebutuhan nutrisi

itik pembibit dan menghasilkan berat

ovarium yang normal. Sehingga dapat

dikatakan bahwa penambahan kecambah

kacang hijau 20 g/ekor/3x/mgg sampai 30

g/ekor/3x/mgg dalam ransum dapat

memperbaiki kondisi organ reproduksi

ternak betina karena vitamin yang

terkandung dalam kecambah kacang hijau

terutama vitamin E dapat mempengaruhi

jumlah hormon LH. Sesuai pendapat Card

(1979) bahwa berat ovarium ditentukan

oleh kedewasaan kelamin dan hormon;

ditentukan oleh hormon estrogen, FSH , LH

atau oleh Ovarium itu sendiri

(Strukie,1976). Selanjutnya penelitian

Irianti (2006), bahwa pemberian vitamin E

sebesar 20 – 30 mg/kg pakan dapat

meningkatkan hormon LH dan diikuti

dengan tingginya jumlah folikel hirarki.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ternak induk itik pembibit perlakuan

penambahan kecambah kacang hijau

tingkat konsumsi pakannya tinggi

dibandingkan yang kontrol sejalan

dengan produksi telur yang

dihasilkannya tinggi pula, sehingga

dengan data tersebut kalau kita analisa

maka dapat dikatakan bahwa itik

perlakuan lebih efisien dibandingkan

itik tanpa perlakuan.

2. Ternak induk itik pembibit perlakuan

dapat menampilkan hasil kwalitas telur

yang lebih berkwalitas mis : prosentase

fertilitas tinggi, daya tahan embrio

dalam perkembangan telur lebih kuat,

Struktur organ penyusun telurnya lebih

kuat dibandingkan telur yang berasal

dari induk itik kontrol.

3. Ternak induk itik jantan pembibit

maupun induk itik betina pembibit dari

perlakuan menghasilkan organ

reproduksi yang lebih optimal

perkembangannya dibandingkan organ

reproduksi dari itik tanpa perlakuan.

4. Nilai warna kuning telur yang

dihasilkan dari penelitian ini baik

perlakuan maupun kontrol kalau kita

nilai dengan alat Roche Colour Index

nilai warnanya dibawah standar sampai

normal , sehingga masih dibawah nilai

warna kuning telur yang belum sesuai

dengan permintaan konsumen sebagai

telur konsumsi, tetapi kalau untuk telur

tetas kwalitas kandungan nutrisi dan

sebagai media perkembangan embrio

itik, telur penelitian inilah dijamin

lebih tinggi kwalitasnya dibandingkan

dengan telur dari itik pangonan

warnanya sesuai selera konsumen.

Saran

Dari hasil penelitian ini baru

dihasilkan kwalitas telur tetas yang

berkwalitas juga kondisi ternak itik sebagai

itik pembibit yang berkwalitas pula, tetapi

belum bisa memenuhi kwalitas kuning telur

yang sesuai dengan permintaan konsumen ,

untuk itu akan kita lanjutkan penelitian lagi

dengan memanipulasi bahan pakan agar

mendapatkan telur yang kualitas kuning

telurnya sesuai dengan selera konsumen

yaitu formula bahan pakan itik sebagai

penyusun telur.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi.R.,1995. Nutrisi Aneka Ternak

Unggas. PT.Gramedia Pustaka

Utama,Jakarta.

BASF. 2000. The effect of vitamin E

dietary supplementation on the

antioksidant composition of eggs.

Card,L.E.1979. Poultry Production. Lea

Page 17: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

13 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

and Febriger.Philadelphia.

Chen, Y.H., J.C. Hsu and B.Yu.1998. Effect

of dietary fiber levels on growth

performance, intestinal fermentation

and cellulose activity of goslings.

J.Chin.soc.Anim.Sci.21 :15 – 28.

Djawadun. 2001. Pengaruh Sex Ratio Dan

Lama Pencampuran Dengan Level

Vitamin E Dalam Ransum Terhadap

Produksi Dan Reproduksi Itik Turi.

Tesis. Program Pasca Sarjana

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.

Guyton, A. C., dan J. E. Hall, 1996.

Fisiologi Kedokteran, Edisi 9 (

Terjemahan) W.B. Saunder Co.,

Philadelphia, Pennsylvania.

Hartono,T. dan Isman, 2010, Kiat Sukses

Menetaskan Telur, Cetakan kedua,

Agro Media Pustaka, Jakarta.

Kanoni,S.1991. Kimia dan Teknologi

pengolahan ikan. PAU Pangan dan

Gizi, UGM, Yogyakarta.

Leeson, S. and J.D. Summers, 1991,

Commercial Poultry Nutrition,

Departement of Animal and Poultry

Science, University of Geelph,

Ontario, Canada.

Setiadi,P.A., Lasmini,A.R. Setiyoko dan

P.Sinurat 1992, Pengujian Metode

Penetasan Telur Itik Tegal di

Pedesaan, Proseding Pengolahan

dan Komunikasi Hasil – hasil

Penelitian Unggas dan Aneka

Ternak, Balai Penelitian Ternak

Ciawi, Bogor.

Scott,M. L. and W.F. Dean, 1991, Nutrition

and Management of Ducks, M.L.

Scott of Ithaca,Ithaca.

Sidadolog, J.H.P.2001. Manajemen Ternak

Unggas, Fakultas Peternakan,

Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Sompie, N.F. 1995. Pengaruh Pemberian

Vitamin E, Mineral Se dan

Kombinasinya dalam Ransum yang

Mengandung Minyak Tengik

Terhadap Kualitas Karkas Ayam

broiler.Tesis Program Pasca Sarjana

UGM, Yogyakarta.

Srigandono, 1997. Produksi Unggas Air ,

Cetakan ke - 3,Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Steel,R.G. and J.H. Torrie, 1991. Prinsip

dan Prosedur Statistika. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Strukie, P.D. 1976. Avian

Physiology.Springer.Verlag, New

York.

Sudibya, 1989. Pengaruh Penambahan

Vitamin A dalam Ransum Itik

Periode Layer terhadap Produksi

Telur dan Daya Tetas, Tesis,

Fakultas Pasca Sarjana UGM,

Yogyakarta.

Suharno B dan K. Amri, 2009. Beternak

Itik secara Intensif , Cetakan XIX ,

Penebar Swadaya, Jakarta

Sulistiawati,D. 1998. Pengaruh Penggunaan

Minyak Ikan Lemuru dan Minyak

Kelapa Sawit dalam Ransum

Terhadap Kinerja Ayam dan

Kandungan Asam Lemak Omega-3

dalam Telur.Tesis. Program

Pascasarjana, UGM, Yogyakarta.

Suparno,Rihastuti,Indratiningsih dan

Suharjono Triatmojo.2001. Dasar

Tekhnologi Hasil Ternak. Jurusan

THT. Fakultas Peternakan.

UGM.Yogyakarta.

Surai,P.F. and I.lonov 1994. Vitamin E in

the Liver in Developing Avian

embryo. Journal Poult.Sci.41 : 235 -

243.

Tri-Yuwanta, 1983. Beberapa Metode

Praktis Penetasan Telur, Fakultas

Peternakan, Universitas Gadjah

Mada ,Yogyakarta.

Page 18: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

14 Tingkat Penambahan Kecambah Kacang Hijau pada Itik Pembibitan Terhadap Produksi dan Kualitas

Telur Tetas

…………………, 1999. Dasar Ternak

Unggas. Fakultas Peternakan

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.

Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi

Unggas.Gadjah Mada University

Press.Yogyakarta.

Wuryastuti, H. 1993. Mikro Nutrien :

Vitamin dan Mineral. PAU Pangan

dan Gizi, UGM, Yogyakarta.

Windhyarti, S.S. 2009, Beternak Itik tanpa

Air, Cetakan XXXI, Penebar

Swadaya, Jakarta.

Page 19: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

15 Model Beternak Ayam Broiler Di Kelurahan Manulai Kecamatan Alak Kota Kupang

MODEL BETERNAK AYAM BROILER DI KELURAHAN MANULAI KECAMATAN

ALAK KOTA KUPANG

(Broiler Farm Model in Manulai Village Alak District Kupang Residence)

Nuryanto*, Damfrid

**

ABSTRACT

This research was conducted at the Regional Village Manulai, District Alak, Kupang

City in April 2011. Of 155 broiler farmers, purposively selected respondents based on the

scale, the scale 1000-3000 chickens as many as 16 people, the scale 3100 - 5000 chickens as

many as 10 people and scale of more than 5000 chickens respondents as many as 4 people.

Using questionnaires, direct interviews with respondents. Primary data, compiled tabulated

and then descriptively analized. Secondary data, the data obtained from the Village, the core,

the Himalaya Poultry Shop and Waris Poultry Shop and local agencies.

Stable made a modest, high edge of the Stable wall just 1.25 m. gable shape. The floor is

made convex, each 30 – 35 m2 placed 1000 chickens. The amount depends on the amount of

chicken, Stable wide standards, Harvesting an average of 23 days, weight 1.2 kg each chicken,

FCR average of 1.7 and a mortality of 3 - 7%. Chickens are not harvested weighed every 10

chickens tied her legs to get farmers in wages calculated at Rp 1,000 each chicken. The results

showed that, all farmers consider broilers raising as a new jobs, hopes to be one of the family

income.

Keywords: Core Plasma, broiler chickens

* Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang

** Pegawai Dinas Peternakan Kota Kupang

PENDAHULUAN

Wilayah Kelurahan Manulai,

Kecamatan Alak, Kota Kupang termasuk

daerah kering dan panas (suhu udara 32-35 o C) ketinggian tempat 30 – 40 m dpl, luas

wilayahnya 3.560 ha, dihuni oleh 1.657

jiwa, yang sebagian besar penduduknya

(1.190 jiwa) atau 71,82 % sebagai petani,

namun luas lahan pertanian hanya 34 ha

(tadah hujan), tegalan 158 ha dan hutan

rakyat 150 ha, selebihnya lahan kritis

berbatu (batu karang) yang biasa

dimanfaatkan peternak untuk menggembala

sapi. Sebagaian besar penduduknya tidak

atau belum lulus Sekolah Dasar, bahkan

hanya 36,93 % yang tingkat pendidikanya

SD keatas.

Secara administrasi, wilayah

Kelurahan Manulai, Kecamatan Alak

termasuk wilayah Kota Kupang. Namun

secara geografis serta tatalaksana kehidupan

masyarakatnya, sebagian besar belum

menggambarkan suasana perkotaan

layaknya perkotaan di Pulau Jawa.

Adanya Program Reformasi

Pembangunan Daerah Tertinggal,

masyarakat Kelurahan Manulai, Kecamatan

Alak, Kota Kupang mulai mengenal

memelihara ayam broiler yang sarana

produksinya didatangkan dari Surabaya.

Baru pada Tahun 2004 didirikan Poultry

shop Himalaya, namun belum ada

pembelinya. Diajaklah beberapa orang

untuk membuat kandang ayam broiler di

pekarangan rumah masing-masing dengan

bahan bangunan yang seadanya. Semua

sarana produksi dikirim oleh Poultry Shop

Himalaya, peternak mendapat upah

berdasar jumlah ayam yang dipanen.

Page 20: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

16 Model Beternak Ayam Broiler Di Kelurahan Manulai Kecamatan Alak Kota Kupang

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan April 2011 di Kelurahan Manulai,

Kecamatan Alak, Kota Kupang. Dari 155

orang peternak penggaduh ayam broiler

yang tercatat di Poultry Shop Himalaya dan

Poultry Shop Waris, dipilih responden

secara purposif berdasar skala usaha, seperti

terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah Peternak Penggaduh Ayam Broiler, Jumlah Responden di

Wilayah Kelurahan Manulai, Kecamatan Alak, Kota Kupang.

No Skala Usaha Jml Peternak Jumlah Responden

(ekor/pet/siklus) (orang) (orang)

1 1.000 – 3.000 81 16

2. 3.100 – 5.000 52 10

3. Lebih 5.000 22 4

Jumlah 155 30

Sumber: Poultry Shop Himalaya dan Poultry Shop Waris Kelurahan Manulai, Kecamatan

Alak, Kota Kupang, Tahun 2010.

Menggunakan kuestioner yang telah

dipersiapkan, dilakukan wawancara

langsung kepada responden. Data primer

yang diperoleh dari para peternak

responden, disusun ditabulasikan dan

kemudian dianalis secara diskriptif yakni

metode analisis yang menggambarkan dan

menjelaskan data hasil kajian. Data

sekunder, diperoleh dari data Kelurahan,

Poultry Shop Himalaya dan Poultry Shop

Waris, BPP dan instansi terkait.

Karakteristik Responden

Responden termasuk tenaga kerja

produktif, yakni 16 orang berumur 32 - 40

tahun dan 14 orang berumur 41 – 47 tahun.

Ditinjau dari tingkat pendidikannya, 8

orang tidak tamat SD, 15 orang tamat SD, 5

orang tamat SLTP dan 2 orang tamat

SLTA. Dalam hal pengalaman menggaduh

ayam broiler, satu orang telah

berpengalaman 5 tahun, 17 orang

berpengalaman 3 tahun dan 12 orang

sisanya baru berpengalaman 2 tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pola Kemitraan Ayam Broiler

Di Kota Kupang terdapat dua inti

usaha ayam broiler yakni Poultry Shop

Himalaya yang mendistribusikan bibit

ayam broiler strain CP 707 produksi PT

Charoen Pochphand dan Poultry Shop

Waris yang mendistribusikan bibit ayam

strain Cobb produksi oleh PT Wonokoyo

Jaya Farm. Dengan dua Poultry Shop

sebagai inti dan 155 orang penggaduh ayam

broiler sebagai plasmanya, sejak Tahun

2008 sudah tidak lagi mendatangkan daging

atau ayam broiler dari Surabaya.

Pola kemitraan ayam broiler yang

ada di Kelurahan Manulai, Kecamatan

Alak, Kota Kupang, mungkin lebih tepat

disebut pola penggaduhan sistem upah. Hal

ini kerena semua sarana produksi (bibit,

pakan, obat-obatan, brooder, bahan bakar,

litter, tempat pakan, tempat minum dan

sarana kerja yang lainya) dipenuhi oleh Inti,

peternak hanyalah tenaga kerja yang

bermodalkan kandang dan diupah

berdasarkan jumlah ayam yang berhasil

dipanen. Mempertimbangkan sumberdaya

manusia dan kemampuan permodalan yang

dipunyai para peternak, sistem inti plasma

budidaya ayam broiler pola PIR mungkin

belum dapat menjadi acuan. Oleh

karenanya, sistem penggaduhan upahan

merupakan pola kemitraan yang saat ini

dianggap cocok diterapkan. Santosa (2009)

menyatakan bahwa, pola kemitraan ayam

broiler merupakan persahabatan dalam

budidaya ayam broiler yang terdiri dari

peternak yang melaksanakan budiidaya dan

Page 21: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

17 Model Beternak Ayam Broiler Di Kelurahan Manulai Kecamatan Alak Kota Kupang

fihak perusahaan yang bergerak dalam

usaha pengadaan input, pemasaran atau

pengolahan hasil.

2. Penggaduh

Kegiatan pemeliharaan ayam broiler

pola gaduhan bagi masyarakat Kelurahan

Manulai, Kecamatan Alak, Kota Kupang

dapat memberikan lapangan kerja baru bagi

ibu-ibu rumah tangga, bahkan pada

pemeliharaan ayam broiler lebih dari 5.000

ekor dapat menjadi mata pencaharian

keluarga. Bermodalkan kandang sederhana

ukuran 30 – 35 m2, dapat memelihara ayam

1.000 ekor. Namun demikian, walaupun

persyaratan relatif ringan, tidak berarti

setiap orang atau setiap keluarga

berkeinginan memelihara ayam broiler

sebagai penggaduh. Hal ini diperkirakan

karena etos kerja, budaya pasrah dan

“nrimo” dari masyarakatnya disamping

adanya seleksi karakter yang ketat oleh Inti.

Ditinjau dari aspek sosial ekonomi,

pada skala penggaduhan 1.000 – 3.000 ekor

penggaduh terkesan miskin, rumah hunian

tradisionil kecil, beratapkan daun lontar

yang sama dengan bangunan kandang.

Sedangkan pada peternak yang menggaduh

lebih dari 5.000 ekor, rumah hunian sudah

lebih luas, berdinding tembok batu bata,

beratapkan genting, sudah ada TV, Vidio

dan banyak juga yang telah memiliki

kendaraan roda dua. Berkembangnya

budidaya ayam broiler pola penggaduhan,

juga berdampak positif pada kegiatan usaha

pertanian, karena pupuk kandang (litter)

telah dimanfaatkan peternak untuk

memupuk tanaman jagung. Sementara ayam

broiler memerlukan 60 % dari total pakan

yang dibutuhkan sebagai sumber energi.

Oleh karenanya, adanya Program Reformasi

Pembangunan Daerah Tertinggal,

masyarakat Kelurahan Manulai, Kecamatan

Alak, Kota Kupang telah dapat merasakan

adanya peningkatan kehidupan sosial

ekonominya. Mengingat wilayah Nusa

Tenggara Timur merupakan daerah yang

kering, panas dan tandus, adanya pola

penggaduhan ayam broiler akan dapat

memperkaya unsur hara tanaman yang

berasal dari pupuk kandang.

Dinformasikan oleh inti bahwa,

menanam modal usaha penggaduhan ayam

broiler lebih banyak berazazkan sosial.

Namun demikian seleksi calon penggaduh

tentang karakter, kejujuran dan kemauan

kerja juga menjadi faktor penentu. Hal ini

bertujuan agar usaha dapat berjalan

3. Administrasi

Tidak semua peternak penggaduh di

wilayah Kelurahan Manulai, Kecamatan

Alak, Kota Kupang buta huruf, namun

dalam hal kerjasama penggaduhan ayam

broiler tidak ada perjanjian secara tertulis.

Catatan yang diberikan peternak hanyalah

nota penerimaan saprodi dan catatan

kunjungan petugas perusahaan. Seharusnya,

suatu kerja sama dibidang ekonomi

diperlukan aturan main tertulis dalam

bentuk perjanjian yang berisi tentang tugas,

kewajiban dan sanksi yang difahami,

disepakati dan ditandatangani oleh

keduabelah fihak, ada saksi dari aparat yang

berwenang dan dilengkapi dengan materai.

Namun karena belum adanya

penyimpangan dan masing-masing masih

merasa diuntungkan, maka perjanjian secara

tertulis belum mendesak diadakan,

disamping itu karena kuatnya adat yang

masih dipercaya masyarakat

4. Budidaya

a. Kandang

Wilayah Kelurahan Manulai,

Kecamatan Alak secara administrasi

termasuk wilayah Kota Kupang. Namun

hanya sebagian kecil wilayahnya yang

menggambarkan suasana kota, selebihnya

lahan pertanian, perkebunan dan lahan kritis

berbatu ditumbuhi ilalang yang biasa

digunakan peternak untuk menggembala

sapi. Oleh karenanya, sebagai inti yang

membimbing teknis pembuatan kandang

sangat leluasa untuk menentukan tataletak

kandang, arah membujur kandang serta

bahan bangunan yang digunakan. Petunjuk

inti, berapapun jumlah ayam yang

dipelihara, setiap bangunan kandang

(stable) standar luas kandangnya adalah 30

– 35 m2 (lebar 5 m dan panjang 7 m) untuk

memelihara 1.000 ekor ayam. Jarak antar

bangunan kandang atau dengan rumah

hunian peternak minimal 10 langkah. Arah

Page 22: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

18 Model Beternak Ayam Broiler Di Kelurahan Manulai Kecamatan Alak Kota Kupang

membujur kandang adalah Selatan – Utara

mengikuti arah angin meniup. Tiang

kandang pinggir, sebagian besar peternak

memanfaatkan cabang pohon kayu sono

keling atau cabang kayu asam keranji yang

berdiameter 10 cm (masih berkulit segar

dengan maksud bisa bersemi) ditanam

setinggi 1 – 1,25 m. Untuk tiang tengah

kandang sekaligus sebagai ander, digunakan

cabang kayu yang berdiameter 15 cm

ditanam setinggi 280 cm. Untuk Balg,

blandar, molo, kaso dan reng digunakan

ranting kayu yang diikat dengan tali ijuk

sebagai penyangga atap. Model atap

kandangnya pelana, yang terbuat dari daun

lontar yang dianyam dan ditumpuk bergeser

satu jengkal dimulai dari bagian pinggir

kandang yang bertemu ditengah. Untuk

kerpus, digunakan daun lontar yang diikat

melintang. Dinding pinggir kandang terbuat

dari pelepah lontar yang ditata diikat bentuk

jeruji selebar 2 cm dengan maksud agar

ayam tidak lepas atau mencegah masuknya

ayam buras mencari pakan serta mencegah

predator (kucing, anjing maupun musang).

Pendeknya tiang pinggir kandang, semata

hanya dimaksudkan untuk lebih kuat

berdirinya kandang. Ventilasi yang

dimaksudkan untuk kelancaran pertukaran

udara dari dalam dan luar kandang,

memang kurang memenuhi syarat. Rasyaf

(2003) menyatakan bahwa, pada kandang

lantai rapat (litter) hendaknya dinding

pinggir kandang dibuat jeruji minimal

setinggi 2,25 m dengan maksud menjamin

sirkulasi udara sehingga dapat menurunkan

suhu kandang.

Lantai kandang berupa floor tipis

yang dibuat cembung (campuran semen dan

pasir) agar mudah dalam sanitasi kandang.

Adapun bentuk kandang tampak luar dan

dalam dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Kandang Ayam Broiler

Tampak Luar

Gambar 2. Kandang Ayam Broiler

Tampak Dalam

b. Sarana Produksi

Sarana produksi yang berupa

desinfektan, sekam, bahan bakar, peralatan

kandang, bibit ayam, pakan, obat-obatan

dan vaksin baik macam maupun jumlahnya

disediakan inti, diantarkan sampai kandang

atau rumah peternak.

Kedatangan sarana produksi,

sepenuhnya ditentukan inti. Maksimal

seminggu sebelum DOC didatangkan,

pakan dan bahan bakar dikirim terlebih

dahulu guna memberi kabar atau

mempercepat kesiapan kandang. Sehari

sebelum DOC datang, inti melakukan

kontrol kesiapan kandang. Kandang yang

belum siap huni, pengiriman DOC

dialihkan pada peternak lain yang sudah

siap.

Ayam diserahkan peternak telah

mendapatkan vaksin dan tak ada vaksin

Page 23: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

19 Model Beternak Ayam Broiler Di Kelurahan Manulai Kecamatan Alak Kota Kupang

ulang. Untuk menghindari stress, biasanya

DOC didatangkan pada sore hari. Sesuai

petunjuk inti, tempat minum dicuci setiap

hari dan secara terjadual pada air minum

ditambahkan vitamin dan mineral.

Pada kasus pakan habis sebelum

ayam dipanen, antar peternak bisa

meminjam pakan dari tetangga penggaduh

terdekat dan melaporkan kepada inti. Pada

saat panen, sisa pakan diambil inti. Oleh

karena itu, peran Tecknical Servise (TS)

dari inti lebih dominan dibanding peran

Petugas Penyuluh Lapangan.

c. Tatalaksana Pemeliharaan

Pulau Flores Nusa Tenggara Timur

(Kupang) termasuk wilayah panas dan

kering. Karenanya dalam membuat kandang

hendaknya memperhatikan ventilasi.

Namun, kenyataannya tinggi tiang pinggir

kandang hanya setinggi 1,25 m dan

kepadatan kandang 30 – 35 ekor per m2.

Maka, penulis menduga bahwa konversi

pakan dan mortalitas akan tinggi. North

(1985) menyatakan bahwa, untuk menjamin

pertukaran udara yang baik, kandang ayam

broiler lantai rapat hendaknya dibuat sistem

kandang terbuka berjeruji selebar 2 cm.

Rasyaf (2003) menyatakan bahwa, untuk

dataran rendah atau pantai, pada satu meter

persegi luasan kandang dapat ditempatkan 8

-9 ekor ayam broiler, sedangkan untuk

dataran tinggi, dapat ditempatkan 11 – 12

ekor. Campbell and Lasley (1977)

menyatakan bahwa, litter yang basah dan

lembab dapat disebakan karena air minum

tumpah diterjang ayam yang sudah besar

disamping pada ayam yang besar juga telah

menghasilkan feses dan urine yang banyak.

Hasil kajian ternyata rata-rata konversi

pakan ayam broiler di peternak penggaduh

ayam broiler di wilayah Kelurahan

Manulai, Kecamatan Alak, Kota Kupang

adalah 1,7 dan mortalitasnya 3 - 7 %.

Kondisi seperti ini tidak jauh berbeda

dengan yang diutarakan oleh Santosa

(2009) yang menyatakan bahwa, pada umur

penjualan 42 hari, ayam broiler dapat

mencapai bobot badan 2,3 kg, konversi

pakannya 1,8 dan mortalitasnya 5 %.

Rendahnya konversi pakan maupun

mortalitas yang dihasilkan para peternak

penggaduh ayam broiler di Kelurahan

Manulai, Kecamatan Alak, Kota Kupang

dapat disebabkan karena ayam dipanen rata-

rata pada umur 23 hari dengan bobot badan

1,2 kg per ekor. Pada umur tersebut ayam

masih relatif kecil, feses yang dihasilkan

belum banyak, CO2 dan amoniak juga

belum banyak dihasilkan. Keringnya litter

diduga disebabkan karena tiupan angin

yang kencang, panas dan kering. Jull (1985)

menyatakan bahwa, kematian tertinggi pada

pemeliharaan ayam broiler biasanya terjadi

pada masa finisher karena ayam sudah

cukup besar, litter lembab akibat

tumpahnya air minum, feses sudah banyak

menimbun, banyak dihasilkan gas CO2 dan

Amoniak.

Pemanenan bobot badan 1,2 kg per

ekor dirasa pemborosan bibit, bila ayam

tersebut dipelihara sampai umur 28 – 35

hari bobot badan dapat mencapai 1,7 kg per

ekor sehingga nyata dapat menghemat bibit.

Namun demikian, karena permintaan pasar

menginginkan bobot badan 1,2 per ekor,

maka sebagai inti berusaha untuk

memenuhi permintaan konsumen sebatas

masih mendatangkan keuntungan. Pada

permintaan bobot badan ayam broiler 1,2

kg/ekor ternyata juga mendatangkan

keuntungan bagi inti maupun penggaduh.

Keuntungan bagi inti adalah konversi pakan

masih rendah (pertumbuhan masih efisien)

dan mortalitasnya rendah. Bagi penggaduh,

panen pada umur 23 hari lebih juga

mendatangkan keuntungan karena waktu

yang diperlukan relatif pendek, mortalitas

masih rendah, sehingga jumlah uang yang

didapat tidak berkurang akibat kematian.

d. Pemasaran

Dibanding dengan usaha ekonomi

yang lain, para pengusaha dibidang ayam

broiler bagaikan raksasa ekonomi.

Pembibit, pengusaha pakan serta peternak

skala besar masing-masing telah bergabung

membentuk suatu organisasi (assosiasi)

untuk mendapatkan keuntungan sebesar-

besarnya, bahkan untuk menjaga stabilitas

usaha telah ada kuota bibit maupun pakan

yang dihasilkan. Hal ini karena permintaan

ayam broiler setiap waktu setiap tahun telah

dapat diprediksi. Oleh sebab itu, rasanya

Page 24: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

20 Model Beternak Ayam Broiler Di Kelurahan Manulai Kecamatan Alak Kota Kupang

telah tidak ada tempat lagi bagi peternak

bermodal kecil untuk berusaha budidaya

ayam broiler secara mandiri. Hanya dengan

model kemitraanlah budidaya ayam broiler

di Pulau Jawa dapat bertahan. Terlebih

peternak ayam broiler di Wilayah

Kelurahan Manulai, Kecamatan Alak, Kota

Kupang yang terbatas sumberdaya

manusianya, tidak ada jalan lain sebagai

peternak ayam broiler kecuali sebagai

penggaduh. Sebagai penggaduh ayam

broiler, peternak hanyalah bergerak

dibidang tatakelola pemeliharaan. Telah

barang tentu penggaduh tidak tahu seberapa

besar untung rugi memelihara ayam broiler.

Penggaduh selalu berusaha agar ayam yang

dipelihara dapat hidup dan tumbuh sampai

dengan umur panen agar mendapatkan upah

untuk setiap ekor ayam hidup. Ayam

dipanen tidak ditimbang, tiap 10 ekor ayam

diikat kakinya untuk menghitung jumlah

ayam (Gambar 3). Menggunakan armada

roda empat, ayam masih pada posisi terikat

kakinya diangkut ke inti dan didistribusikan

ke pasar, rumah makan atau warung tenda

menggunakan sepeda motor (Gambar 4).

Oleh karenanya, pemasaran sepenuhnya

ditangani inti.

Gambar 3. Setiap 10 Ekor Ayam Diikat

untuk Menghitung Jumlah Ayam

Gambar 4. Ayam Diikat, Diangkut untuk

Didistribusikan ke Konsumen

e. Pendapatan penggaduh

Pemeliharaan ayam dengan

kepadatan 30 – 35 ekor/m2 ternyata juga

dipicu oleh harapan penggaduh untuk

mendapatkan upah dari luasan kandang

yang dimilikinya. Harapan untuk

mendapatkan upah lebih banyak,

penggaduh mesti siap dengan tenaga kerja

pemelihara dan kandang yang ukurannya

30-35 m2 per flock.

Sebagai penggaduh ayam broiler,

ternyata dapat memberikan harapan yang

berarti. Selama 23 hari memelihara ayam,

upah yang didapat Rp 1.000 per ekor.

Namun karena kandang perlu dibersihkan,

diistirahatkan dan perlu persiapan

pemeliharaan berikutnya, rata-rata setahun

peternak dapat memeilihara 6 sampai 8 kali.

Hal ini disebabkan karena segala bentuk

keputusan ditentukan inti.

Kesimpulan

1. Model penggaduhan budidaya ayam

broiler di Wilayah Kelurahan Manulai,

Kecamatan Alak, Kota Kupang yang

diupah Rp 1.000 per ekor, pada skala

usaha 1.000 – 3.000 ekor dapat menjadi

peluang kerja, menambah pendapatan,

bahkan pada skala usaha lebih dari

5.000 ekor dapat menjadi tumpuan

pendapatan keluarga.

2. Permintaan konsumen untuk ayam

bobot 1,2 kg/ekor (umur 23 hari)

berakibat pada borosnya bibit.

Konversi pakan masih efisien (1,7) dan

mortalitasnya 5 % walaupun dipelihara

Page 25: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

21 Model Beternak Ayam Broiler Di Kelurahan Manulai Kecamatan Alak Kota Kupang

pada kandang yang tingginya hanya

1,25 m, kepadatan ayam 30 – 35 ekor /

m2. Hal ini disebabkan karena di

Wilayah Kelurahan Manulai,

Kecamatan Alak, Kota Kupang selalu

ditiup udara yang kencang, panas dan

kering sehingga litter tidak mudah

lembab dan basah.

DAFTAR PUSTAKA

Acker, D. (1983). Animal Science and

Industry. Prentice-Hall, Inc,

Englewood Clifts, New Jersey.

Banerjee. 1980. Animal Husbandry, Oxford

& IBH Publishing Co. New Delhi,

India

Campbell J.R. and J.F. Lasley (1977) The

Science of Animal That Serve

Mankind, Second Edition, Tata

McGrow-Hill Publishing Company

Limited, New Delhi, India

Nasroedin. (1987). Produksi Ternak

Unggas. Fakultas Peternakan,

Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

North, M.O., (1978). Commercial Chicken

Production Manual. Second Edition,

Avi Publishing Company, Inc,

Westpoert, Connecticut, USA

Santosa,K.A. (2009). Kemitraan Ayam

Broiler,http://ternakonline.wordpres

s.com/2009/08/16, diakses pada

tanggal 17 September 2012.

Page 26: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

22 Pengaruh Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar

pada Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.),

PENGARUH PERLAKUAN HIDROLISIS TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN

KASAR, SERAT KASAR DAN LEMAK KASAR PADA TEPUNG BELALANG

KEMBARA (LOCUSTA SP.)

(The Effect Of Hydrolysis On Crude Protein, Crude Fiber and Ether Extract Of

Locust (Locusta sp.) Meal)

J. Daryatmo*

ABSTRACT

A 2X3 factorial experiment was conducted to evaluate the chemical composition of

dried locust meal affected by hydrolysis time and NaOH concentration. The treatment factor

applied were hydrolysis time, that were 24 hours and 48 hours, as first factor, the second factor

was NaOH concentration, 0%, 3% and 6%, therefore 6 treatments combination were made with

3 replication of each combination. The variance analysis showed that 0% NaOH compared to

3% and 6% NaOH significantly affect to crude protein, and crude fiber content. Between 0%,

3% and 6%, NaOH were significantly affect to ether extract. Hydrolysis time also significantly

affect to crude protein, crude fiber, ether extract. Interaction between two factors was

significantly affect all variables measured. The conclusion was, 3% and 6% NaOH

concentration and 48 hours time of hydrolysis were decrease crude protein, crude fiber and

ether extract. Interaction between factors was found. It was significantly affect to all variables

measured therefore choosing the best combination of two factors for optimum result was

important.

Key words: Hydrolysis, Crude protein, Crude fiber, Ether extract, Locust meal

* Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang

PENDAHULUAN

Belalang perusak tanaman (Locust)

telah banyak berkembang di Indonesia yang

pindah dari satu pulau ke pulau yang lain,

sehingga disebut migratory locusts.

Menurut Pusat Studi Bencana Alam UGM,

diketahui bahwa belalang ini 1971

menyerang Halmahera, 1990 di

Kalimantan, Mei 1998 di Lampung dan

terakhir pada awai 1999 di Kupang dan di

pertengahan 1999 di Sumba.

Menurut Nasroedin (1998),

kandungan protein kasar belalang mencapai

76% tetapi penggunaannya terbatas untuk

ayam. Tepung belalang mempunyai

komposisi protein kasar yang mengandung

nitrogen dalam bentuk senyawa khitin.

Khitin tersebut terdapat pada bagian

exoskeleton dan sulit dicerna oleh ayam.

Hal ini disebabkan karena khitin

mengandung N-acetylated-glucosamine

polysacharide yang mengandung 7%

nitrogen atau ekivalen dengan 43,7%

protein kasar (+55% dari total protein

kasar). Hal inilah yang menyebabkan nilai

cerna protein kasar oleh ayam hanya

mencapai 62% (Nasroedin, 1998).

Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa

burung pemakan insekta dapat mencerna

khitin dengan baik karena memiliki enzim

khitinase. Profil asam amino dari tepung

belalang sedikit di bawah tepung ikan;

kandungan arginin, sistin, isoleusin, leusin,

lisin, metionin, fenilalanin, treonin,

tryptofan, tirosin dan valin masing-masing

adalah 4,8; 0,4; 3,6; 5,7; 5,9; 2,6; 4,6; 3,5;

5,6 dan 3,9 g/100 g protein (Nasroedin,

1998).

Menurut Hemsted (1947) dalam Bo

Gohl (1975), locusts disukai oleh banyak

suku di Afrika dan juga digunakan sebagai

pakan untuk ternak. Locust yang telah mati

sesekali waktu tersedia dalam jumlah besar.

Locusta yang dibunuh dengan di-nitroortho-

cresol dapat digunakan sebagai pakan

Page 27: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

23 Pengaruh Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar

pada Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.),

ternak, sedangkan yang dibasmi dengan

arsenikum tidak dapat digunakan sebagai

pakan karena belalang terkontaminasi oleh

arsenikum.

Di Wonosari, Kabupaten Gunung

Kidul, DIY, belalang digunakan sebagai

pangan manusia dan merupakan salah satu

bahan pangan yang disukai. Dissosteira

carolina atau yang umum dinamakan

dengan belalang serangga herbivora dari

subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera.

Hewan ini jika dalam pertanian dapat

menjadi hama tanaman. Dia dapat

memakan tanaman yang diharapkan untuk

tumbuh, bahkan dapat mengancam petani

karena dapat menyebabkan gagal panen.

Hama ini ternyata dapat ditekan

pertumbuhannya, dengan bahan pembasmi

hama yang bersifat kimiawi, namun

perlakuan tersebut tidak begitu perpengaruh

baik pada tanamannya sendiri, atau dapat

juga dibasmi dengan langsung ditangkap

oleh masyarakat untuk dimanfaatkan

sebagai bahan pangan (Praditya, 2012).

Masyarakat sekitar sering berburu

belalang ini dengan cara mem-pulut. Mem-

pulut berarti menggunakan piranti tangkai

panjang yang di ujungnya ada bagian yang

sangat lengket, merupakan getah alamiah

yang sifatnya lengket. Beberapa ahli

menyatakan bahwa belalang mempunyai

kadar protein antara 40-60%. Ahli yang lain

menyatakan kandungan protein belalang

mencapai 62,2% tiap 100 gramnya. Angka

ini cukup tinggi dibandingkan dengan

angka protein pada udang segar 21%,

daging sapi 18,8%, daging ayam 18,2%,

telur ayam 12,8%, dan susu sapi segar

3,2%, sehingga sebagai sumber protein

tidak kalah dengan sumber protein yang

lain (Praditya, 2012)

Belalang kayu di Wonosari, Gunung

Kidul, DI Yogyakarta, ditangkap lalu dijual

untuk makanan. Harga belalang goreng,

sekitar Rp 500,00-Rp 800,00 per belalang

saat Lebaran. Pada hari-hari biasa, harganya

hanya Rp 10.000,00 hingga Rp 20.000,00

per renteng yang terdiri atas 56 ekor

belalang. Dalam sehari penjual belalang

bisa menjual sekitar 10 ikat (Kompas,

2012). Belalang hidup dibeli seharga Rp

25.000,00/ kg. Setelah diolah menjadi

belalang goreng harga per porsinya berkisar

antara Rp 6.000,00 hingga Rp 10.000,00

(Meir, 2012).

Namun, pemanfaatan tepung

belalang kembara sebagai pangan manusia

menemui kendala, karena menimbulkan

reaksi allergis bagi yang tidak tahan,

umumnya berupa gatal-gatal di kulit

(Sosromarsono, 1999). Cara pemberantasan

yang umum dilakukan adalah dengan

pengendalian massal oleh manusia secara

bersama-sama dengan melibatkan banyak

orang terjun langsung ke lahan pertanian

yang diserang kemudian secara mekanis

belalang ditangkap atau dibunuh secara

manual denganmenggunakan jaring atau

dengan insektisida. Namun penyemprotan

dalam areal yang luas secara ekonomi tidak

menguntungkan. Sebetulnya tanaman sudah

rusak dan secara ekologis tidak dapat

dipertanggungjawabkan karena dapat

menimbulkan pencemaran lingkungan dan

terbunuhnya musuh alami serta organisme

bukan sasaran lainnya (Sosromarsono,

1999).

Tepung belalang diketahui

mengandung komponen-komponen yang

tidak menunjang ketercernaannya antara

lain khitin yang terdapat pada bagian

eksoskeleton yang sulit dicerna dan

kandungan serat kasarnya (Nasroedin,

1998). Hal inilah yang menyebabkan

kecernaannya perlu ditingkatkan dengan

perlakuan tertentu, atau pradigesti secara

kimia. Dalam hal ini tepung belalang

dihidrolisis menggunakan bahan kimia

NaOH dengan konsentrasi tertentu.

Perlakuan alkali (NaOH) ini diharapkan

mampu meningkatkan kecernaan bahan

pakan dan tepung belalang.

Winarti (1992) menyatakan,

perlakuan alkali yakni NaOH mampu

menghidrolisis gugus asetil pada khitin.

Khitin akan mengalami deasetilasi,

sehingga khitin berubah menjadi khitosan

yang menyebabkan kadar khitin berkurang.

Potensi belalang kembara yang cukup

tinggi, terutama pada daerah yang

mengalami ledakan populasi belalang,

menyebabkan belalang dapat digunakan

sebagai pakan ternak.

Page 28: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

24 Pengaruh Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar

pada Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.),

MATERI DAN METODE

Materi

Materi penelitian berupa :Sampel

belalang dari perkebunan tebu Gunung

Madu Plantation, Lampung Tengah,

Sumatera

Metode

Metode penelitian ini menggunakan

rancangan percobaan Rancangan Acak

Lengkap pola Faktorial 2X3. Faktor

pertama yaitu waktu hidrolisis: 24 jam dan

48 jam. Faktor kedua yaitu konsentrasi

NaOH: 0%, 3% dan 6%, sehingga

semuanya membentuk 6 kombinasi

perlakuan. Replikasi penelitian sebanyak 3

kali. Sampel tepung belalang didapat

dengan cara mengeringkan belalang dengan

oven 50°C. Demikian pula setelah

dikenakan perlakuan. Perlakuan dilakukan

pada suhu kamar. Analisis proksimat

dilakukan menurut AOAC (1975) dan nilai

TDN untuk temak sapi ditentukan dengan

persamaan regresi menurut Harris et al.

(1972) dalam Hartadi et al. (1997).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein kasar (PK)

Pada Tabel 1 dapat dilihat rerata

kadar protein kasar pada tepung belalang

kembara pada konsentrasi NaOH 0% lebih

tinggi dan berbeda nyata (P<0,01)

dibanding rerata kadar protein kasar pada

3% dan 6% tetapi rerata kadar protein kasar

antara 3% dan 6% tidak berbeda nyata.

Pada konsentrasi 6%, kandungan PK paling

rendah.

Tabel 1. Rerata Kandungan Protein Kasar Tepung Belalang Kembara dengan Waktu Hidrolisis

dan Konsentrasi NaOH yang Berbeda (%)

Waktu Konsentrasi

0% 3% 6% Rerata

24 jam 59,79 56,72 54,58 57,03a

48 jam 61,68 52,96 50,69 55,11b

Rerata 60,73a 54,84

b 52,64

b

a,b Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang

sangat nyata (P<0,01)

Hal ini sesuai dengan pendapat

Suhardi et al. (1992) dalam Supranto

(1997), yang menyatakan bahwa NaOH

memiliki sifat dapat menurunkan kadar

protein kasar. Bough (1975), Johnson dan

Peniston (1982) dan Knorr (1984) dalam

Muzi (1990) juga melaporkan bahwa secara

umum larutan NaOH 2-3% dan waktu

reaksi 1-2 jam dapat mengurangi kadar

protein dalam kulit krustasea secara efektif.

Ibbotson et al. (1981),

melaporkan bahwa whole crop oat dan

whole crop barley yang diperlakukan

dengan NaOH dengan konsentrasi 0%, 4%

dan 8% mengalami penurunan kadar protein

kasar. Pada whole crop oat (dalam % DM)

berturut-turut 5,9%; 5,5% dan 5,2%, sedang

pada whole crop barley berturut-turut 7,9;

7,5 dan 7,2.

Rerata terendah protein kasar

didapat pada waktu hidrolisis 48 jam pada

konsentrasi NaOH 6%, dan perbedaan

antara kedua waktu hidrolisis sangat nyata

(P<0,01). Waktu hidrolisis 48 jam proses

deproteinisasi lebih lama sehingga kadar

protein kasar berkurang lebih banyak.

Perendaman dengan konsentrasi 6%

memberikan rerata terendah pada

kandungan protein walaupun secara statistik

menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

dengan rerata pada konsentrasi 3%. Hal ini

disebabkan pada konsentrasi 6%, NaOH

tidak lagi menurunkan prosentase protein

kasar.

Interaksi antara waktu hidrolisis dan

konsentrasi NaOH menunjukkan pengaruh

yang sangat nyata (P<0,01) terhadap

kandungan protein. Hal ini menunjukkan

Page 29: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

25 Pengaruh Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar

pada Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.),

pada waktu hidrolisis dan konsentrasi

NaOH yang tinggi kandungan protein kasar

menjadi semakin turun.

Serat kasar (SK)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa

rerata serat kasar pada konsentrasi 0%

sangat nyata lebih tinggi dibanding pada

konsentrasi 3% dan 6%, meskipun

demikian, serat kasar pada 3% dan 6% tidak

berbeda nyata antara keduanya Tampak

bahwa penggunaan NaOH yang tinggi lebih

mampu menurunkan serat kasar. Demikian

juga pada waktu hidrolisis 48 jam serat

kasar yang didapat nyata lebih rendah

(P<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa

perlakuan NaOH dengan waktu hidrolisis

yang lebih tinggi waktu mampu

menurunkan kandungan serat kasar lebih

banyak.

Tabel 2. Rerata Kandungan Serat Kasar Tepung Belalang Kembara dengan Waktu Hidrolisis

dan Konsentrasi Naoh yang Berbeda (%)

Waktu Konsentrasi

0% 3% 6% Rerata

24 jam 15,13 13,76 11,66 13,52a

48 jam 15,34 11,56 10,56 12,49b

Rerata 15,24a 12,66

b 11,11

b

a,b Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang

sangat nyata (P<0,01)

Ada interaksi yang sangat nyata

(P<0,01) antara kedua faktor sehingga dapat

disimpulkan bahwa makin tinggi waktu

hidrolisis dan konsentrasi NaOH yang

dipakai, kandungan serat kasar cenderung

turun.

Hal ini sesuai dengan pendapat

Mudgal et al. (1979) bahwa perlakuan

NaOH akan menurunkan komponen-

komponen penyusun serat kasar antara lain

kadar NDF, ADF, hemiselulosa, selulosa,

lignin dan silika. Komar (1984) melaporkan

perlakuan dengan NaOH sedikit

pengaruhnya terhadap komposisi kimia dari

bahan pakan, antara lain jerami padi, namun

reaksi penyabunannya membuat

hemiselulosa, lignin dan silika larut.

Pengaruhnya tampak pada menurunnya

protein kasar dari 3,9% menjadi 3,8%.

Lemak Kasar (LK)

Pada Tabel 3 memperlihatkan

bahwa rerata kandungan lemak kasar

dipengaruhi secara sangat nyata (P<0,01)

oleh konsentrasi NaOH yang digunakan,

sehingga bisa dinyatakan bahwa kandungan

lemak kasar terendah pada konsentrasi 6%.

Waktu hidrolisis juga berpengaruh sangat

nyata (P<0,01) terhadap kandungan lemak

kasar, sehingga lemak kasar lebih rendah

pada waktu hidrolisis 48 jam dibanding 24

jam

Tabel 3. Rerata Kandungan Lemak Kasar Tepung Belalang Kembara dengan Waktu Hidrolisis

dan Konsentrasi Naoh yang Berbeda (%)

Waktu Konsentrasi

0% 3% 6% Rerata

24 jam 4,82 3,13 1,88 1,67a

48 jam 4,23 3,11 1,81 1,64b

Rerata 4,53a 3,12

b 1,85

c

a,b,c Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang

sangat nyata (P<0,01)

Page 30: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

26 Pengaruh Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar

pada Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.),

Pengaruh kedua faktor sangat nyata,

juga terdapat interaksi antara kedua faktor,

sehingga dapat disimpulkan bahwa makin

larna waktu hidrolisis dan tinggi konsentrasi

NaOH yang dipakai, maka kadar lemak

kasar akan semakin rendah. Hal ini

disebabkan karena terjadinya reaksi

penyabunan pada perlakuan alkali, sesuai

pendapat Respati (1980) bahwa lemak

tersusun atas asam lemak jenuh dan mudah

mengalami hidrolisis (pemindahan gugus

fungsional ke air) dengan larutan NaOH

menjadi gliserin dan garam Na dari asam

lemak.

Kesimpulan

Peningkatan waktu hidrolisis NaOH

sampai 48 jam akan menurunkan

kandungan protein kasar, serat kasar dan

lemak kasar. Peningkatan konsentrasi

NaOH sampai 6% menyebabkan penurunan

kandungan protein kasar, serat kasar dan

lemak kasar. Ada interaksi antara waktu

hidrolisis dan konsentrasi NaOH terhadap

data yang dicatat. Kombinasi antara

konsentrasi NaOH dan waktu hidrolisis

yang tinggi akan menurunkan protein kasar

dan lemak kasar.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1975. Official Method of Analysis.

12th edn. Association of Official

Analytical Chemists. Benjamin

Franklin Publ. Washington DC.

Bo Gohl. 1975. Tropical Feeds. Feeds

Information Summaries and

Nutritive Values. Food and

Agriculture Organization of the

United Nations, Rome.

Gomez, K. A. and A. A. Gomez. 1984.

Statistical Procedures for

Agricultural Research. Second Ed.

An International Rice Research

Institute Book. A Wiley-

Interscience Publication. John Wiley

and Sons. New York, Chicester,

Brisbane, Toronto, Singapore.

Hanafiah, K. A. 1994. Rancangan

Percobaan: Teori danAplikasi. Ed.

2.Cet. Ke 3. PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, Tillman,

A.D. 1997. Tabel Komposisi Pakan

untuk Indonesia. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta

Ibbotson, C.F., G. Hutchison dan M.

Delaney. 1981. The alkali treatment

of whole crop cereals, Part I-

Preliminary trials. Expl. Husb.

37:110-116.

Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan

Jerami sebagai Makanan Temak.

Yayasan Dian Grahita. Bandung.

Kompas. 2012. Penjualan belalang goreng

mulai meningkat.

http://regional.kompas.com/read/20

12/08/12/15100475/Penjualan.Belal

ang.Goreng.Mulai.Meningkat.

Diakses 12 Agustus 2012.

Kustantinah, Z. Bachruddin dan H. Hartadi.

1993. Evaluasi Pakan Berserat pada

Ruminansia. Forum Komunikasi

Hasil Pendidikan Bidang Peternakan

Direktorat Pembinaan, Penelitian

dan Pengabdian pada Masyarakat.

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Yogyakarta.

Lebdosukojo, S. dan H. Hartadi. 1982.

Struktur mikroskopik jaringan

jerami padi yang diperlakukan

dengan alkali dan diikuti pencernaan

in vitro. Proceedings Seminar

Penelitian Peternakan. Pusat

Penelitian dan Pengembangan

Peternakan Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian

Departemen Pertanian, Bogor.

Meir, Arisca. 2012. Belalang goreng Sri

Sutarti.

http://www.kotajogja.com/kuliner/in

dex/Belalang-Goreng-Sri-Sutarti.

Diakses tanggal 01 Oktober 2012.

Page 31: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

27 Pengaruh Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar

pada Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.),

Mudgal, V.D., K.K. Dhanalaksmi, Nawab

Singh and K.K. Singhal. 1980.

Effect of silica on in vitro

digestibility of forages. Indian J.

Dairy Sei. 33: 168. Dlm: Suharto, B.

1984. Pengaruh perlakuan 1,5%

NaOH dan pengukusan terhadap

nilai gizi bahan pakan berserat kasar

tinggi. Karya Ilmiah. Fakultas

Peternakan UGM. Yogyakarta.

Muzi, A. 1990. Isolasi kimiawi dan

karakterisasi khitin kulit udang

windu (Penaeus monodori). Skripsi.

Jurusan PHP Fakultas Teknologi

Pertanian UGM Yogyakarta.

Nasroedin. 1998. Sumber Protein Alternatif

untuk Ayam. Kuliah Perdana

Program Studi Ilmu Peternakan

Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian

Program Pascasarjana Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Praditya. 2012. Walang goreng dan bacem.

http://www.new8wonders.info/2012

/07/walang-goreng-dan-bacem.html.

Diakses tanggal 26 Juli 2012.

Respati, 1980. Pengantar Kimia Organik II.

Cet. II. Aksara Baru. Jakarta.

Soejono, M., R. Utomo dan S. P. S. Budhi.

1985. Pengaruh perlakuan alkali

terhadap kecernaan in vitro bagasse.

Proceedings Seminar Pemanfaatan

Limbah Tebu untuk Pakan Ternak.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian

Departemen Pertanian, Bogor. Hal.

144-147.

Soejono, M., R. Utomo dan Widyantoro.

1988. Peningkatan nilai nutrisi

jerami padi dengan berbagai

perlakuan. Dlm.:Limbah pertanian

sebagai pakan dan manfaat lainnya.

Editor: M. Soejono, A. Musofie, R.

Utomo, N.K. Wardhani, J.B. Shiere.

Proceeding Bioconvertion Project

Second Workshop on Crop Residues

for Feed and Other Purposes.

Grati.Hal. 36-58

Sosromarsono, S. 1999. Belalang kembara,

saat berkelompok jadi ganas.

Kompas, 01Mei 1999: 4

Sudibyakto dan B.A. Suripto. 1999.

Dampak perubahan tataguna lahan

dan kebakaran hutan terhadap

ledakan belalang kembara (Locusta

migratoria) dengan menggunakan

data inderaja dan SIG: kasus di

propinsi lampung dan pulau sumba,

nusa tenggara timur.Makalah.

Kongres IVPERHIMPI dan

SimposiumInternasional I. Bogor.

Hal. 1-15.

Suharto, B. 1984. Pengaruh perlakuan 1,5%

NaOH dan pengukusan terhadap

nilai gizi bahan pakan berserat kasar

tinggi. Karya Ilmiah. Fakultas

Peternakan Universitas Gadjah

Mada,Yogyakarta.

Supranto, 1997. Design of the flow process

diagram of the crawfish shell waste

conversion to chitin. Manusia dan

Lingkungan 12 (IV): 3-13.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S.

Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo

dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu

Makanan Temak Dasar. Gadjah

Mada University Press. Fakultas

Peternakan UGM. Yogyakarta.

Utomo, R., M. Soejono dan B. Soehartanto.

1985. Pengaruh sodium hidroksida,

kalsium hidroksida dan karbamida

terhadap nilai hayati bagasse.

Proceedings Seminar Pemanfaatan

Limbah Tebu untuk Pakan Ternak.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian

Departemen Pertanian. Bogor. Hal.

97-101.

Widyobroto, B.P. , S. Padmowijoto, R.

Utomo, dan K. Adiwimarta. 1997.

Pendugaan kualitas protein bahan

pakan untuk ternak ruminansia.

Page 32: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

28 Pengaruh Perlakuan Hidrolisis terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar

pada Tepung Belalang Kembara (Locusta Sp.),

Laporan Penelitian. Fakultas

Peternakan Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Winarti, R. 1992. Pengaruh Konsentrasi

NaOH dan Waktu Deasetilasi Khitin

terhadap Pembentukan Khitosan.

Skripsi S1. Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Winugroho, M., B. Bakrie, T. Panggabean,

dan N.G. Yates. 1983. Pengaruh

panjang potongan dan perlakuan

kimia terhadap jumlah konsumsi

dan daya cerna jerami padi.

Proceedings Pertemuan Ilmiah

Ruminansia Besar. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Peternakan

Badan Penelitian dan

Pengembangan pertanian

Departemen Pertanian, Bogor.

Page 33: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

29 Studi Kasus Penyakit Kulitppada KudadDan Keperawatannya Di Tombo Ati Stable Salatiga

STUDI KASUS PENYAKIT KULIT PADA KUDA DAN KEPERAWATANNYA DI

TOMBO ATI STABLE SALATIGA

(Case study of Skin Diseases on The Horse and Nursing

in Tombo Ati Stable Salatiga)

D. Partiwi*, Yuriadi

**, B.P.Widiarso

**

ABSTRACT

This Article study was obtained from perception result conducted Tombo Ati Stable own

by Ir. H. Muhammad Munawir which have location in Orchard Butuh, Tengaran Subdistrict,

Salatiga Residence, pandemic Regency Semarang of husk horse skin disease and its treatment.

Data obtained to be taken directly with the field observation with worker of Tombo Ati Stable,

interview with the worker of Tombo Ati Stable, data recording about horse health owned by

Tombo Ati Stable and search the book study.

In the Tombo Ati Stable skin disease found by ringworm. Percentage of Occurence

ringworm in of Tombo Ati Stable is 16,7%. Grooming action done cover to bath the horse,

incise the horse skin, and comb the hair and horse skin.

See the management of horse treatment in Tombo Ati Stable specially horse skin have

been executed better and according to standard which is a lot of weared by the stable exist in

Indonesia. Tombo Ati Stable seen that horse treatment own the role of vital importance in

maximizing appearance and horse performance.

Handling, medication, treatment and prevention skin disease have been treated good

enoughly. To degrade the disease occurence require to be done by management improve of

animal health cover the make-up of cage hygiene, healthy feed , discipline, quarantine of

unhealthy horse, and grooming

Keywords: Skin disease, horse

* Staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta

** Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kuda adalah salah satu hewan yang

memiliki peranan penting dalam kehidupan

dan perkembangan bangsa Indonesia

dimulai sejak abad ke-7 masehi yaitu zaman

berdirinya kerajaan Hindu dan Budha,

kemudian memasuki zaman penjajahan

bangsa Eropa pada abad ke-13 hingga

zaman modern sekarang. Kuda sebagai

hewan untuk bahan makanan, kendaraan

atau transportasi ke segala penjuru dari

ibukota kerajaan sampai daerah-daerah

pedalaman. Kuda sebagai hewan untuk

membajak, alat tarik, olah raga, dan hewan

kesayangan (Wartomo dan Astuti, 1993).

Populasi kuda di Indonesia tahun

1970 sebanyak 692.000 ekor, tahun 1989

turun menjadi 683.000 ekor. Pada tahun

2003: 412.682 ekor, tahun 2005: 386.708

ekor, tahun 2009: 398.226 ekor, tahun 2010

: 457.084 ekor. Pada kurun waktu dua belas

tahun terakhir, populasi kuda mengalami

penurunan hingga mencapai 12,26% atau

1,23% per tahun. Populasi kuda pada lima

tahun terakhir di Daerah Istimewa

Yogyakarta mengalami peningkatan yaitu

pada tahun 2005 sebesar 784 ekor, tahun

2006 sebanyak 929 ekor, pada tahun 2007

sebanyak 1305 ekor, tahun 2008 sebanyak

1354 ekor dan pada tahun 2009 sebanyak

1370 ekor secara nasional (Anonimus,

2010).

Page 34: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

30 Studi Kasus Penyakit Kulitppada KudadDan Keperawatannya Di Tombo Ati Stable Salatiga

Penurunan populasi kuda tersebut

merupakan akibat dari penyakit kuda, serta

meningkatnya teknologi mekanik, karena

fungsi kuda digantikan oleh kendaraan

bermesin, biaya peternakan kuda yang

mahal dan penyempitan lahan peternakan.

Kejadian penyakit yang dilaporkan dan

ditangani oleh Klinik Hewan Keliling

Pordasi DIY selama satu tahun (2010)

antara lain abses 14 ekor (5,02 %), artritis

28 ekor (10,06 %), azutoria lima ekor (1,79

%), bursal lesion tiga ekor (1,07 %), choke

satu ekor (0,36 %), conjunctivitis sembilan

ekor (3,22 %), dermatomikosis/fikomikosis

15 ekor (5,37 %), diarhea kuda tujuh ekor

(2,51 %), diarhea belo 18 ekor (6,45 %),

distokia satu ekor (0,35 %), enteritis belo

delapan ekor (2,87 %), external parasit

(scabies) tujuh ekor (2,51 %), foot rot dua

ekor (0,72 %), infeksius nasopharyng dua

ekor (0,72 %), insufisiensi cordis tiga ekor

(1,07 %), kolik 20 ekor (7,17 %), laminitis

18 ekor (6,45 %), lesi traumatic 17 ekor

(6,09 %), mastitis satu ekor (0,36 %),

metritis enam ekor (2,15 %), oftalmia

periodika empat ekor (1,43%), osteo

destropia fibrosa (ODF) sembilan ekor

(3,22 %), pneumonia 12 ekor (4,30 %),

retensio placenta tiga ekor (1,07 %),

rhenitis 15 ekor (5,38 %), salmonelosis belo

tiga ekor (1,07 %), selo karang 11 ekor

(3.94 %), sistemik mikosis satu ekor (0,36

%), shock satu ekor (0,36 %), strangless

(droes) lima ekor (1,79 %), strongylosis 24

ekor (8,60 %), tenden lesion sembilan ekor

(3,22 %), tetanus tujuh ekor (2,51 %).

Kondisi geografis Indonesia yang

merupakan daerah tropis dengan suhu dan

kelembaban yang tinggi dapat memudahkan

tumbuhnya agen infeksi penyakit kulit

seperti yang disebabkan oleh agen jamur,

bakteri, virus, ektoparasit dan alergi

khususnya pada kuda di Indonesia banyak

ditemukan. Hal ini juga didukung oleh data

National Animal Disease Information

Servive (NADIS) yang menunjukan bahwa

musim dingin terutama dalam keadaan

basah dapat meningkatkan kejadian

penyakit kulit pada kuda. Semakin majunya

teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi

acuan untuk terus mencari solusi dan jalan

keluar untuk memecahkan masalah tersebut,

karena penyakit kulit merupakan salah satu

masalah yang sangat nyata dan mendasar

dalam dunia hewan pada umumnya dan

kuda khususnya (Laven, 2004).

Beberapa kasus penyakit kulit yang

sering dijumpai di lapangan yang meliputi

ringworm, seborrhea, scabies. Ringworm

atau dermatomikosis atau infeksi oleh jamur

pada bagian superficial atau bagian dari

jaringan lain yang mengandung keratin

(bulu, kuku, rambut), seborrhea merupakan

infeksi yang disebabkan oleh produksi

sebum yang berlebihan oleh kelenjar

sebaceous, scabies merupakan infeksi

ektoparasit dan rainrot yang merupakan

infeksi bakteri (Stannard,1972; Vicker,

2012).

Dari data diatas penulis tertarik

untuk mengobservasi tentang penyakit kulit

yang menyerang kuda di Tombo Ati Stable

di Jawa Tengah beserta penanganannya.

Tujuan

Tujuan dari studi kasus ini adalah

untuk mengetahui seberapa jauh tentang

kejadian, penanganan, keperawatan dan

pencegahan penyakit kulit pada kuda di

peternakan kuda Tombo Ati Stable.

MATERI DAN METODE

Materi

Data yang diperoleh dari Tombo Ati

Stable milik Ir. H. Muhammad Munawir

yang berlokasi di Dusun Butuh, Kecamatan

Tengaran, Kabupaten Semarang yang

diperoleh selama praktek kerja lapangan

tentang penyakit kulit pada kuda dan

keperawatannya. Data-data yang diambi

ltentang Penyakit kulit yang ditemukan

penulis dalam praktek kerja lapangan di

Tombo Ati Stable adalah ringworm. Sarana

dan prasarana perawatan yang digunakan

untuk menjaga kesehatan kulit kuda di

Tombo Ati stable seperti grooming secara

teratur.

Page 35: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

31 Studi Kasus Penyakit Kulitppada KudadDan Keperawatannya Di Tombo Ati Stable Salatiga

Metode

Metode yang digunakan dalam

pengambilan data di Tombo Ati stable

adalah secara observasi langsung, yaitu ikut

langsung di lapangan seperti kerja sesuai

jadwal kegiatan staf kandang dan

wawancara kepada petugas kandang Tombo

Ati Stable. Pengambilan data dari buku

recording kesehatan kuda yang dimiliki

oleh Tombo Ati Stable serta melakukan

studi pustaka di laboratorium Teknologi

Informasi dan Komunikasi Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Gadjah

Mada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan di peternakan

kuda Tombo Ati Stable di Jawa Tengah

diperoleh data populasi kuda, ketersediaan

obat-obatan, dan kejadian penyakit kulit,

secara berturut-turut disajikan pada Tabel 1,

Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 1. Populasi Kuda di Tombo Ati Stable

No. Status Jumlah

1. Kuda pacu 6

2. Pejantan pemacek 2

3. Pejantan + pacu 1

4. Kuda Betina indukan 20

5. Kuda remaja 11

6. Kuda belo 3

7. Kuda poni 1

Jumlah 44

Tabel 2. Ketersediaan Obat-Obatan yang Dimiliki oleh Tombo Ati Stablel

No NAMA OBAT FUNGSI JUMLAH

1. Alkohol 70% Antiseptik 2 botol

2. Iodine Antiseptik 1 botol

3. Betadine Antiseptik 1 tube

4. Hufanoxil Antibiotik 3 botol

5. Ciprofloxacin Antibiotik 5 botol

6. Diclovenac Anti Inflamasi 3 strip

7. Panachur Antihelmintik 4 strip

8. Malone Analgesik 2 botol

9. Papaferine Analgesik 3 botol

10. Novaldon Analgesik 3 botol

11. Ancyclovir Antiviral 1 tube

12. Infuse Ringer Laktat Fluit terapi 2 tube

13. Paracetamol Antipiretik 2 strip

Page 36: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

32 Studi Kasus Penyakit Kulitppada KudadDan Keperawatannya Di Tombo Ati Stable Salatiga

Tabel 3. Presentase Kejadian Penyakit Kuda di Peternakan Tombo Ati Stable

No. Penyakit Bulan

Jumlah Presentase Okt Nov Des Jan Feb Mar

1. Distokia 1 - - - - - 1 5,6%

2. Diare - - - - 2 3 5 27,8%

3. Penyakit

kaki - - - - 1 2 3 16,7%

4. Penyakit

kulit - - - - - 3 3 16,7%

5. Gejala

Kolik - - 2 - - - 4 11,2%

6. Rhinitis - - - - 2 2 4 22,2%

Jumlah 18 100%

Dari tabel 3 diatas, dapat diketahui presentase kejadian penyakit kulit pada kuda di

peternakan Tombo Ati Stable dari bulan Oktober sampai dengan Maret mencapai 16,7%.

Tabel 4. Kejadian Penyakit Kulit di Peternakan Tombo Ati Stable dari Bulan Oktober-Maret

2012.

No. Nama kuda

sakit kaki Kejadian

Bulan Jumlah

Okt Nov Des Jan Feb Mar

1. Tulus iklas Ringworm - - - - - 1 1

2. Barokah Ringworm - - - - - 1 1

3. Belo Ringworm - - - - - 1 1

Total

3

Pengobatan Penyakit Kulit di Tombo Ati

Stable

Pengobatan penyakit kulit di Tombo

Ati Stable dilakukan dengan memberikan

obat-obatan yang dibuat secara tradisional

dari bahan-bahan yang dapat diperoleh dari

alam dan pengobatan secara topikal

menggunakan salep Yodium Tincture2%

atau salep penicillin 2% dan Griseofulfin

2%.

Perawatan Kulit Kuda Yang Menderita

Penyakit Kulit

Kulit kuda yang terinfeksi ringworm

diolesi dengan ramuan daun randu yang

telah dicampur dengan air panas kemudian

didiamkan atau tidak dimandikan selama

dua hingga tiga hari, setelah itu dimandikan

kemudian kerak dikerok. Setelah dikerok

dibersihkan dengan alkohol dan iodine

kemudian diolesi salep secara merata dan

berulang kali hingga infeksi teratasi.

Pada bagian kulit kuda yang tidak

terinfeksi ringworm dilakukan perawatan

kulit sama seperti perawatan kulit kuda

yang sehat, meliputi pengerokan kulit,

penyikatan kulit dan rambut, pembersihan

dan pelumasan kuku/tracak kuda.

Perawatan kulit kuda di Tombo Ati Stable

dilakukan secara rutin dua kali sehari,

masing-masing sebelum dan sesudah

exercise pada waktu pagi dan sore dan

dilakukan oleh petugas kandang yang telah

paham dan mengetahui tentang karakter

kuda.

Penyebaran penyakit dalam suatu

populasi menjadi salah satu faktor penting

yang harus diperhatikan dalam sebuah

peternakan. Untuk itu manajemen

perawatan hewan yang sakit haruslah

menjadi perhatian bagi petugas kandang

atau pemilik. Pada pemeliharaan kuda di

Tombo Ati Stable, populasi kuda sebanyak

44 ekor kuda yang meliputi kuda belo (tiga

Page 37: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

33 Studi Kasus Penyakit Kulitppada KudadDan Keperawatannya Di Tombo Ati Stable Salatiga

ekor), umur remaja 11 ekor, indukan 20

ekor, pejantan pemacek (dua ekor),

pejantan + pacu (satu ekor), kuda pacu

(enam ekor) dan kuda poni (satu ekor).

Dalam populasi kuda yang berjumlah 44

ekor kuda tersebut terdapat dua ekor kuda

indukan, dan satu ekor belo terserang

ringworm.

Gambar 1. Kuda Tulus Iklhas yang terkena

ringworm

Gambar 2. Kuda belo yang terkena

ringworm

Menurut Sismani (2011) kontrol

populasi terhadap kasuspenyakit kulit

(Equin dermatitis) pada berbagai tingkatan

umur dalam satu kelompok kandang sangat

diperlukan tindakan kontrol yang terus

menerus untuk mencegah infeksi hewan

sakit terhadap hewan sehat atau sebaliknya

pada agent penyakit kulit yang baru.

Kontrol kesehatan pada seluruh populasi

dilakukan dengan melakukan langkah-

langkah yang meliputi pemisahan hewan

terinfeksi seperti equin dermatitis dari

populasi, penempatan kuda dalam kandang

karantina, kontrol kondisi secara berkala

dan melakukan recording, serta melakukan

pengobatan secara intensif. Peternakan

kuda di Tombo Ati Stable belum memiliki

karantina hewan sakit atau hospital barn,

kuda yang sakit hanya ditempatkan pada

kelompok kandang yang dibatasi dengan

dinding tertutup. Pada peternakan Tombo

Ati Stable sudah melakukan pengobatan

dan perawatan kulit secara intensif dan

telah memiliki tenaga medis dan para

medis.

Penyakit Kulit pada Kuda dan

Penanganannya

Penyakit yang ditemui pada

peternakan kuda Tombo Ati Stable adalah

ringworm. Penyakit ringworm ini

disebabkan karena kuda kehujanan atau

kuda yang berkeringat setelah exercise

tidak dibersihkan serta tidak dikeringkan

dan langsung dimasukkan dalam kandang.

Kuda yang masih basah oleh keringat

terlihat tetap dimasukkan ke dalam kandang

sehingga tidak mendapatkan sinar matahari

yang cukup akibatnya kulit kuda menjadi

lembab dan menyebabkan jamur dapat

tumbuh dan terjadi secara kronis.

Hasil anamnesa pada saat

pemeriksaan umum tidak menunjukkan

adanya perubahan seperti temperatur tubuh,

pernafasan dan pulsus dalam batas normal

akan tetapi pada pemeriksaan umum terjadi

gejala klinis di kulit berupa lingkaran atau

cincin dengan batas jelas dan umumnya

dijumpai di daerah yang mudah berkeringat

seperti leher, muka terutama sekitar mulut,

pada kaki dan perut bagian bawah,

selanjutnya terjadi keropeng, lepuh dan

kerak, dan dibagian keropeng biasanya

bagian tengahnya kurang aktif, sedangkan

pertumbuhan aktif terdapat pada bulu

berupa kekusutan, rapuh dan akhirnya patah

(Ahmad, 2009).

Page 38: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

34 Studi Kasus Penyakit Kulitppada KudadDan Keperawatannya Di Tombo Ati Stable Salatiga

Gambar 3. Kuda Barokah yang Terkena

Ringworm

Pencegahan dan penanganan yang

dapat dilakukan terhadap penyakit

ringworm adalah sanitasi kandang dan

lingkungan maupun hewannya. Pengobatan

dapat dilakukan secara sistemik dan topikal

sesuai dengan dosis dan jadwal pemberian.

Secara sistemik dengan preparat

Griseofulvin, Natamycin, dan Azole secara

peroral maupun intravena secara teratur.

Secara topikal diberikan obat fungisida

topikal dengan berulang kali, setelah itu

kulit hewan penderita dilakukan perawatan

dengan menggerok dan menyikat keraknya

sampai bersih, setelah itu dioles ataudengan

obat tradisional seperti daun ketepeng

(Cassia alata), Euphorbia prostate dan E.

Thyophylia atau menggunakan obat

medisinal seperti salep Yodium Tincture

2% atau salep Penicillin 2% dan

Griseofulfin 2% (Ahmad, 2009).

Untuk usaha pengobatan yang

dilakukan di Tombo Ati Stable meliputi

pengobatan dengan obat tradisional yang

dibuat dengan bahan-bahan alami yang

didapat dari alam dan pengobatan secara

topikal. Pengobatan secara tradisional

dilakukan dengan membuat ramuan daun

kapas randu yang ditumbuk dan

dicampurkan dengan air panas. Untuk cara

pemakaiannya daun kapas yang telah

ditumbuk dan ditambah air panas dalam

jumlah relatif sedikit lalu dioleskan pada

daerah yang sakit kemudian didiamkan atau

tidak dimandikan selama dua sampai tiga

hari, setelah itu dimandikan kemudian

dikerok. Daun kapas tersebut digunakan

hanya untuk mempermudah menghilangkan

kerak karena daun kapas tersebut

mengandung minyak yang dapat

meluruhkan kerak, kemudian diberikan

pengobatan secara topikal. Untuk

pengobatan secara topikal Tombo Ati

Stable menggunakan salep yang terdiri dari

campuran bahan-bahan meliputi Vaselin;

Levertran (minyak ikan) yang mengandung

vitamin A dan E yang membantu regenerasi

kulit. Lidokain, Antalgin yang berfungsi

mengurangi rasa sakit sehingga kuda tidak

menggesek-gesekkan kulit pada dinding

kandang yang akan memperparah kejadian

penyakit kulit dan akan menyebabkan

penularan penyakit jamur secara tidak

langsung pada kuda lain ataupun perawat.

Pemberian Penicillin Streptomycin di

dalam salep dapat sebagai anti bakteri yang

berfungsi untuk membunuh bakteri dan

dapat terjadi kesembuhan (gambar 5).

Pengobatan topikal dapat dilakukan

dengan sebelumnya melakukan pengerokan

pada kulit yang berjamur lalu dibersihkan

dengan alkohol dan iodine kemudian

diolesi dengan saleb anti jamur secara

merata sampai infeksi teratasi. Penggunaan

alkohol dan iodine sebagai desinfektan

dikarenakan alkohol melarutkan lemak dan

mendenaturasi protein terutama pada

dinding sel bakteri sedangkan iodine

digunakan karena aktif terhadap fungi,

bersifat tidak larut air dan aktivitas

antibakterialnya besar.

Perawatan Kuda

Pada peternakan kuda Tombo Ati

Stable tindakan perawatan kulit kuda yang

terinfeksi ringworm yaitu dilakukan

pengerokkan kulit hingga keraknya bersih

kemudian diolesi salep hingga infeksi

Page 39: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

35 Studi Kasus Penyakit Kulitppada KudadDan Keperawatannya Di Tombo Ati Stable Salatiga

teratasi dan bagian tubuh kuda yang tidak

terinfeksi ringworm tetap dilakukan

grooming, sama seperti perawatan kulit

kuda yang sehat. Grooming dilaksanakan

pada saat sebelum dan sesudah dilakukan

exercise yaitu pada waktu pagi dan sore

hari dan pada beberapa kuda grooming

dilakukan oleh perawat yang benar-benar

mengetahui karakteristik kuda. Peralatan

yang digunakan untuk meng-grooming di

Tombo Ati Stable hanya terdiri dari dandy

brush (sikat kepala), body brush (sikat

badan) (gambar 6), pembersih kuku/teracak

sederhana yang terbuat dari tangkai sendok

dan minyak kuku. Grooming pada pagi hari

dilakukan pada saat sebelum dan sesudah

exercise pagi yaitu sekitar pukul 06.00.

Exercise kuda dilakukan setelah kuda

diberikan pakan konsentrat. Setelah kuda

keluar dari kandang lalu kuda digrooming

dengan melakukan berbagai tindakan yang

meliputi pengerokan kulit (gambar 7),

penyikatan rambut kuda yang disikat searah

mulai dari kepala sampai kekaki (gambar 8)

yang bertujuan agar kuda bersih, terbebas

dari penyakit kulit dan membersihkan

kuku/tracak kuda yang selanjutnya dilumasi

dengan pelumas, pembersihan teracak

berfungsi juga untuk menghindarkan jamur

yang bisa tumbuh di bagian crop yang akan

menyebabkan selakarang (gambar 9).

Tindakan grooming dilakukan dengan

lembut agar tidak menyebabkan luka pada

kuda. Setelah selesai dilakukan exercise

sebelum dimasukkan kedalam kandang

dilakukan grooming kembali pada kuda.

Pada kuda pacu tindakan grooming

ditambah dengan melakukan pengompresan

dengan air hangat keseluruh tubuh kuda.

Didalam air hangat yang digunakan untuk

pengompresan dilarutkan garam (mineral).

Hal ini bertujuan untuk relaksasi atau

menghilangkan rasa lelah pada kuda setelah

melakukan exercise. Pada kuda pacu

tindakan grooming dilakukan lebih intensif

karena tingkat exercise kuda pacu yang

lebih berat dibandingkan dengan indukan,

pejantan ataupun kuda junior. Selain

bertujuan menghilangkan rasa lelah air

hangat yang digunakan untuk mengompres

kuda ini juga berfungsi untuk

menghilangkan keringat kuda sehingga

kuda terhindar dari berbagai masalah yang

ditimbulkan oleh kulit (gambar 10).

Keperawatan kulit kuda di Tombo

Ati Stable sangat diperhatikan oleh petugas

kandang. Sehingga jarang terjadi penyakit

kulit dalam populasi di kandang atau stable.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasar hasil dan pembahasan

dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit

kulit di peternakan kuda Tombo Ati Stable

cukup rendah dan hanya satu macam kasus

penyakit yaitu ringworm. Penyakit kulit ini

dapat diatasi dengan pengobatan secara

tadisional dan pengobatan secara medisinal

yaitu secara topikal dengan salep Yodium

Tincture 2% atau salep Penicillin 2% dan

Griseofulfin 2% dan keperawatan penyakit

kulit telah dilaksanakan dengan baik.

Saran

Pencegahan penyakit kulit pada

kuda dapat dilakukan dengan cara

perbaikan gizi dan tatalaksana

pemeliharaan (memandikan secara teratur,

mengusahakan kuda tidak kehujanan

sehingga ketika hujan tidak dilakukan

exercise diluar kandang, pemberian

makanan yang sehat dan bergizi serta

vaksinasi). Pencegahan penyakit kulit dapat

memakai minyak nabati yang dicampur

pada pakan seperti omega 3, asam lemak,

biotin, selenium, vitamin A, D dan E.

Melakukan grooming pada ambing kuda

betina dan preputium pada kuda jantan

secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

A.Riza Zainuddin. 2009. Permasalahan dan

Penanggulangan Ringworm Pada

Hewan. Jurnal Penelitian. Balai

Penelitian Veteriner Bogor:

Anonimus. 2008. Perawatan Kuda

Atlit.http://duniakuda.blogspot.com/

(15 Mei 2012)

Page 40: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

36 Studi Kasus Penyakit Kulitppada KudadDan Keperawatannya Di Tombo Ati Stable Salatiga

Belschner,H.G. 1982. Horse Diseases.

Sydney: Angus and Robertson

Publisher

Blakely, James. 1992. Ilmu Peternakan

Edisi Keempat. Fakultas Peternakan

Universitas Dipenegoro. Gadjah

Mada University Press

Bone,J.F, et all. 1963. Equine Medicine &

Surgery First Edition. United States

Of America: American Veterinary

Publications, Inc.

Catcott, E.J. 1970. Progress In Equine

Practice Vol. II. United States Of

America :America Veterinary

Publications, Inc.

Catcott, E.J, et all. 1972. Equine Medicine

& Surgery Second Edition. United

States Of America: American

Veterinary Publication, Inc.

Higgins, A.J, et all. 1995. The Equine

Manual. W.B Saunders Company

Ltd : London, Philadelphia, Sydney,

Tokyo, Toronto.

http://sismami-ayu.blogspot.com/2011/10/

penyakit-kulit-akibat-alergi-dan.

html (15 Mei 2012)

http://id.shvoong.com/how-

to/health/2169982-obat-scabies-

gudiken/#ixzz1wdJpQvlc (15 Mei

2012)

http://yusufsila-

binatang.blogspot.com/2011/09/pera

watan-kuda-atlit-bagian-2.html (4

juli 2012)

Jacoeb, Teuku Nusyirwan. 2003. Budidaya

Ternak Kuda. Yogyakarta: Kanisius

Soeharso. 2002. Zoonosis Penyakit Menular

dari Hewan ke Manusia.

Yogyakarta: Kanisius

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman

Beternak Kuda. Bandung: Nuansa

Aulia

Triakoso, N. 2009. Aspek Klinik dan

Penularan pada Pengendalian

Penyakit Ternak. Surabaya: Media

Kedokteran Hewan. Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga

Vicker. Mc. Dee. 2012. Common Equine

Skin Diseases.

http://www.equisearch.com/horses_

care/ (15 Mei 2012)

Page 41: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

37 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten

Magelang

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK DI DESA

KENALAN KECAMATAN PAKIS

KABUPATEN MAGELANG

(Farmer Motivation in Using Organic fertilizer at Kenalan Countryside District of Pakis

Magelang Residence)

J. Sulardi*

ABSTRACT

This research is executed at Ferny Countryside Kenalan District of Magelang from

August 2011 to January 2012. Target of research are 1) To know and factors mendeskripsikan

any kind of related to farmer motivation in using organic manure. Amount of sampel counted

32 people and use survey method. Data-Processing use tabulation analysis and correlation

analysis.

Farmer motivation in using organic manure show motivation is high until, counted

53.13 % its medium motivation and counted 46.87 % its high motivation . Motivation of

economic motif 38% and 62% medium motif. Affiliation motif low ( 9%), medium (75%) and is

high ( 16%). Motif learning highly ( 16%), medium 62 % and lower ( 22%).

Relation between internal factor and eksternal show very hand in glove relation ( R=

944) . Relation between Age and motivation show negative ( rs= - 0,221) and also don,t

signifikan ( Sig 2 tailed = 0,225 P>0,05. Relation between level education and motivation

show positive relation direction (rs=0,840*) and very significan ( Sig 2 tailed = 0,0P<0,05.

Relation between experience of farmer in organic manure show positive relation ( rs= 0,010)

and don,t signifikan ( Sig 2 tailed = 0,955P>0,05). Relation between Usage of[is source of

information show weak and positive relation ( rs= 0,391*) but this relation [of] signifikan ( Sig

2 tailed= 0,027P,0,05).

Relation between Performance extension agent and motivation show very weak relation

( rs= - 0,097) and don,t signifikan ( Sig- 2 tailed= 0,598 P.>0,05). Progressively sliver

relation between internal factor and and eksternal with motivation will influence farmer

motivation in using organic manure and is finally expected by earnings of excelsior farmer

Keywords: farmer, organic fertilizer and motivation

* Staf pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pertanian dewasa ini

tidak terlepas dari pekembangan ilmu dan

teknologi yang sedang berkembang saat ini.

Pengeksploitasian alam yang terus menerus

akan mengakibatkan produktivitas alam

akan semakin menurun dan akibatnya alam

sendiri menjadi tidak bersahabat dengan

manusia, terutama dalam menyediakan

bahan pangan bagi mahluk yang hidup

didalamnya. Agar alam tetap dapat

menyumbangkan bahan pangan bagi

manusia maka dalam pembangunan

pertanian harus memperhatikan kelestarian

alam itu sendiri terutama menjaga agar

kandungan hara dalam tanah tetap

terpelihara. Dalam pembangunan pertanian

harus dapat mencukupi kebutuhan pangan

bagi manusia saat ini dan juga demi masa

mendatang.

Produksi sayuran oleh berbagai

aspek dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang sangat menentukan diantaranya faktor

sosial budaya, ekonomi dan faktor teknis.

Faktor teknis yang sangat berpengaruh

Page 42: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

38 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten Magelang

adalah pengolahan tanah, bibit, obat-obatan,

musim dan pupuk. Pupuk sangat penting

dalam usaha tanaman sayuran terutama

pupuk organik yang memiliki keunggulan

dibandingkan dengan penggunaan pupuk

anorganik terutama ditinjau dari kesehatan

manusia.

Salah satu indikator keberhasilan

penggunaan pupuk organik dalam budidaya

pertanian adalah meningkatkan pendapatan

dan pemenuhan kebutuhan keluarga.

Dengan meningkatnya kesadaran

masyarakat akan kesehatan serta didorong

meningkatnya pengetahuan akan berakibat

meningkatnaya masyarakat yang

mengkonsumsi bahan makanan organik.

Sebagai gambaran, tahun 2007, produksi

sayuran sudah menembus 9,94 juta ton.

Jumlah ini naik dibandingkan tahun

sebelumnya, yaitu 9,53 juta ton. Walaupun

produksi terus meningkat, Indonesia juga

masih mengimpor beberapa jenis sayuran

yang jumlahnya lebih dari 0,5 juta ton/tahun

(Ditjen Hortikultura, 2008). Konsumsi

sayuran tahun 2007 baru 36,63

kg/kapita/tahun. Padahal menurut standar

lembaga pangan dan pertanian dunia (FAO)

mestinya 65,75 kg.

Hingga saat ini tingkat pengggunaan

pupuk anorganik di Indonesia dari tahun

ketahun semakin meningkat namun hingga

kini penggunaan pupuk organik belum

mendapatkan tempat sepenuhnya di hati

para petani. Hal ini dikarenakan hasil

produksi pertanian yang menggunakan

pupuk organik hasilnya belum setinggi bila

menggunakan pupuk anorganik (Wijayanto

dan Sumarsono. 2005).

Desa Kenalan merupakan daerah

pegunungan yang cocok untuk pertanian

dan sangat cocok ditanami tanaman sayuran

karena didukung iklimnya yang dingin,

tetapi tingkat kesuburan tanahnya sangat

rendah. Tanah yang tidak subur dan

tanaman sayuran sangat responsif dengan

penggunaan pupuk organik.

Agar peteni mau menggunakan

pupuk organik dalam usahataninya perlu

adanya motivasi baik yang datang dari luar

maupun dari dalam diri petani itu sendiri.

Tinggi rendahnya motivasi seseorang

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik

faktor internal maupun ekternal. Semakin

tinggi motivasi petani menggunakan pupuk

organik akan mendorong kinerja petani

yang lebih baik. Oleh karena itu perlu dikaji

motivasi petani dalam menggunakan pupuk

organik dalam pertaniannya sehingga dapat

menentukan strategi pengembangan

penggunaan pupuk organic

B. Perumusan Masalah.

1. Bagaimana faktor sosial ekonomi

membentuk motivasi dalam

menggunakan pupuk organik di Desa

Kenalan Magelang.

2. Apakah foktor-faktor intrinsik dan

ektrinsik pembentuk motivasi petani di

Desa Kenalan dalam penggunaan

pupuk organik.

3. Sejauhmana hubungan antara variabel

satu dengan variabel yang lain.

4. Apa yang perlu di kembangkan untuk

meningkatkan motivasi petani dalam

menggunakan pupuk organik.

C. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui apa yang menjadi

motivasi petani menggunakan pupuk

organik di Desa Kenalan Magelang.

2) Untuk mengetahui sejauh mana faktor

sosial ekonomi membentuk motivasi

dalam menggunakan pupuk organik di

Desa Kenalan Magelang.

3) Untuk mengetahui sejauh mana foktor-

faktor intrinsik dan ektrinsik

pembentuk motivasi petani di Desa

Kenalan dalam penggunaan pupuk

organik.

4) Untuk mengetahui seberapa jauh

tingkat motivasi petani dalam

penggunaan pupuk organik di Desa

Kenalan Magelang

D. Kerangka Berpikir

Banyak faktor yang mempengaruhi

petani dalam menggunakan pupuk organik,

salah satu dari factor-faktor tersebut adalah

motivasi, dengan demikian motivasi

memiliki pengaruh yang sangat besar

Page 43: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

39 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten

Magelang

terhadap produktivitas dan hasil usaha.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka

pemikiran dari penelitian dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Kerangka Pikir

E. Hipotesis

Hipotesis :

a. Terdapat hubungan yang signifikan

antara faktor internal dan eksternal

dengan motivasi petani dalam

menggunakan pupuk organik.

b. Terdapat hubungan yang signifikan

antara pendapatan, menggunakan

pupuk organik, pendidikan petani,

pengalaman petani. pengetahuan

petani. penggunaan

sumber informasi pertanian, jumlah

kepemilikan lahan kemampuan petani

membeli pupuk organik,kinerja

penyuluh dan harga produk pertanian

dengan motivasi petani menggunakan

pupuk organik.

METODE PENELITIAN

Penentuan lokasi penelitian

dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu

pada petani Desa Kenalan Kecamatan

Pakis Kabupaten Magelang. .

Metode dasar penelitian yang

digunakan adalah diskriptif kuantitatif,

yaitu metoda yang digunakan untuk

mengetahui, mencari, menjelaskan atau

mendiskripsikan terhadap suatu gejala

ataupun obyek yang diteliti. Penelitian ini

merupakan riset deskriptif yang

menjelaskan atau mendiskripsi dari petani

yang menggunakan pupuk organik dan

juga menelaah hubungan antar variabel

yang diteliti. Menurut Mardikanto ( 2006 )

Populasi dan Contoh

Jumlah populasi dari penelitian ini

sebanyak 456 orang petani yang berasal

dari 4 Dusun yakni dusun Kenalan (102

KK}, dusun Kemiran (105 KK), dusun

Pesingan ( 144 KK) dan dusun Kedagan

(112 KK) masing-masing dusun diambil

sebanyak 12 responden. Teknik

Karakteristik

Intrinksik Petani 1.Umur ( x1 )

2.Tingkat pendidikan (x 2)

3. Pengalaman bertani ( X 3 )

4.Penggunaan sumber informasi pertanian ( X 4 )

5. Penguasaan luas lahan ( x 5 )

6. Pengetahuan peteni tentang pupuk organik ( X6)

7. Jumlah keluarga ( ( X 7 )

8. Tingkat kemampuan petani

membeli pupuk organik ( X 8 )

Tingkat Motivasi

Menggunakan pupuk

Organik

( Y )

1. Motif ekonomi

2. Motif afiliasi

3. Motif belajar

4. Motif prestasi

Karakteristik Ekstrinksik 1. Kinerja penyuluhan ( X 9 )

2 Tingkat insentif harga

produk produk ( x 10)

3. Ketersediaan pupuk ( X 11 )

4. Perlakuan pupuk ( X 12)

Page 44: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

40 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten Magelang

pengambilan sampel digunakan"acak

kelompok banyak tahap" atau multi stage

cluster random sampling. Pertama-tama

dikelompokkan menurut wilayah, kemudian

menurut jenis pupuk organik yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi

Penelitian.

Desa Kenalan terletak disebelah

timur kota Magelang dengan jarak 15 km

dari pusat kota. Desa ini terletak pada

1100.23

!.80

” sampai 110

026

!10

” dan antara

7025

!40

” sampai 7

026

148

”. Desa Kenalan

ini berbatasan dengan:

Sebelah Utara: desa Genikan,

Sebelah Barat: desa Kaponan Sebelah

selatan dengan desa Ketundan. Barat Laut :

desa Gondang Sari dan Barat Daya :

desa Kragilan Sebelah Timur dengan

hutan negara pada lereng gunung Merbabu.

Desa Kenalan berada pada

ketinggian 900 – 1000 m dpl dengan suhu

antara 15- 18 derajat Celsius sehingga

daerah ini cocok untuk tanaman sayur-

sayuran dan palawija yang diusahakan oleh

penduduk hanya tanaman jagung.. Curah

hujan didaerah ini sekitar 2.888 mm

dengan jumlah hari hujan 105 hari . Bulan

basah mulai November, Desember, Januari,

Februari, Maret dan April dan Mei. Luas

wilayah desa Kenalan 257,645 Ha yang

terdiri dari: a Pekarangan seluas 4,125 Ha

b. tegalan seluas 134,85 Ha c. Sisanya

sungai dan jurang yang tidak dikelola serta

dan hutan negara seluas 18000 ha.

Keadaan topografi desa Kenalan

merupakan lereng gunung Merbabu yang

memiliki kemiringan tanah lebih dari 30 %.

Ketinggian dari permukaan laut 1 537 m

sampai dengan 1 712 m dpl, dengan tingkat

kemiringan antara 30 sampai 70 %.

Curah hujan didaerah ini sekitar 2.888 mm

dengan jumlah hari hujan 105 hari . Bulan

basah mulai November, Desember, Januari,

Februari, Maret dan april dan Mei.

Desa Kenalan merupakan salah satu

daerah penghasil sayuran di jawa Tengah.

isamping sayuran juga menghasilkan

komoditas lain yang terdiri dari :Kubis,

WortelDaun bawang, buncis, kentang,

tembakau dan sedikit jagung.

B. Deskripsi Responden

Jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak 32 orang yang berkedudukan

sebagai kepala rumah tangga. Umur petani

responden yang ada di Desa Kenalan pada

umumnya masuk kategori produktif yaitu

umur kurang dari 50 tahun sebanyak 65,6 %

dan 34,6 % diatas 50 tahun. Pendidikan

responden sebagian besar berpendidikan

rendah yaitu tamat SD (59%), tamat SMP

sebanyak 28 % dan tamat SLA sebanyak

12%. Jumlah anggota keluarga antara 2

hingga 6 orang. Jumlah anggota keluarga

rendah sebanyak 6,2 %, sedang 77,6 % dan

tinggi 6,2%. Petani mendapatkan sumber

informasi tentang pertanian sangat sedikit,

sebagian besar (81,4 %) petani tidak

mendapatkan informasi dari media yang

ada. Hal ini petani lebih tertarik menonton

TV yang siarannya didominasi dengan

siaran sinetron dan lawakan. Para petani

sudah sangat jarang mendengarkan radio

bahkan hampir semua responden sudah

lama tidak mendengarkan radio. Ada sedikit

petani yang membaca koran sebanyak 3

orang (9,3 %) yang berisi berita tentang

pertanian dan ada orang (9,3%) petani yang

mendengarkan radio dan membaca koran.

Pengetahuan petani tentang pupuk

organik yang masuk kategori redah sebesar

43,7 % , sedang 40,6 % dan yang tinggi

hanya 15,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa

pengetahuan petani terhadap pupuk organik

masih rendah sehingga petani belum

menguasai bagai mana pennganan terhadap

pupuk organik agar efisien dalam

penggunaan dan juga menghemat tenaga

kerja,

Kepemilikan lahan rata-rata sangat

sempit. Petani yang memiliki lahan antara

0.2 -0.43 Ha sebesar 59,3 %, 0.44-0.67 Ha

sebesar 34,3 % dan 0.68-0.9 Ha sebesar 6,2

%.

Pengetahuan petani tentang pupuk

organik yang masuk kategori redah sebesar

43,7 % , sedang 40,6 % dan yang tinggi

hanya 15,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa

pengetahuan petani terhadap pupuk organik

Page 45: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

41 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten

Magelang

masih rendah sehingga petani belum

menguasai bagai mana pengganan terhadap

pupuk organik agar efisien dalam

penggunaan dan juga menghemat tenaga

kerja,

Kinerja penyuluh yang

dilaksanakan di Desa Kenalan berdasarkan

penilaian petani sebanyak 75 % dinilai

mempunyai kinerja sedang dan 12,5%

dinilai sudah baik, 12,5 % responden

menilai kinerja penyuluh rendah (tabel 9)

Ketersediaan Pupuk di daerah ini

berdasarkan hasil wawancara dengan petani

sebagian petani menyatakan bahwa pupuk

mudah diperoleh baik dengan memiliki

ternak sendiri maupun dengan cara

membeli. Petani di desa Kenalan

Kecamatan Pakis sebagian besar penduduk

membeli dari pedagang pupuk. Produksi

pupuk sangat di tentukan oleh jumlah

ternak yang dipelihara oleh petani. Jumlah

ternak di daerah ini terdiri dari Babi 323

ekor, Sapi 134 ekor dan Kambing 248 ekor

belum mampu memenuhi kebutuhan petani

sehingga petani harus membeli pada musim

tanam tiba

Kemampuan Petani membeli Pupuk

berdasarkan data yang diperoleh petani di

desa Kenalan 4 orang (12,5%) mengatakan

sangat mampu membeli pupuk dan 87,5 %

menyatakan sanggup membeli pupuk

organik.

C. Motivasi Petani

Keadaan motivasi petani dalam

menggunakan pupuk organik di Desa

Kenalan Kecamatan Pakis Magelang seperti

tertera pada tabel 1

Tabel 1. Motivasi Petani Desa Kenalan dalam Menggunakan Pupuk Organik.

Motivasi Kelas Frek Prosentase

Tinggi 45,1-60 17 53.13

sedang 35,1-45 15 46.87

rendah 15-35 0 0

Jumlah 32 100

Hasil pengamatan dari masing-

masing responden dari petani di Desa

Kenalan dengan total responden sebanyak

orang diperoleh skor tertinggi 66 dan skor

terendah 39, Berdasarkan tabel 10 motivasi

petani desa Kenalan dalam penggunaan

pupuk organi menunjukkan kategori sedang

sampai tinggi. Sebanyak 53,13 % petani

bermotivasi tinggi dan 46,87 % motivasinya

sedang.

Bila dilihat lebih lanjut berdasarkan

motif motif yang membentuk motivasi yang

terdiri dari motif ekonomi, motif afiliasi,

motif belajar, motif prestasi dan motif

Imitasi hasilnya sebagai berikut.

a. Motif ekonomi.

Pengukuran motif ekonomi

dilakukan dengan 3 indikator yaitu

keinginan untuk meningkatkan produksi,

keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan

apakah menggunakan pupuk organik karena

ikut-ikutan. Tingkat motif ekonomi dalam

penggunaan pupuk organik hasilnya sebagai

berikut.

Tabel 2. Tingkat Motif Ekonomi.

Motif Ekonomi Klas frek Prosentase %

Tinggi 11,1-15 12 38.00

Sedang 7,1-11 20 62.00

Rendah 3,0-7,0 0 0

Jumlah 32 100

Page 46: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

42 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten Magelang

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa

motif ekonomi petani bergerak dari sedang

sampai tinggi. 38% petani motifnya tinggi

dan 62 % matifnya sedang artinya bahwa

petani dengan harapan yang tinggi dapat

memenuhi kebutuhan ekonominya. Dengan

menggunakan pupuk organik. Petani

berharap dengan menggunakan pupuk

organic harga produk dapat meningkat

tetapi kenyataannya harga produk tidak

berbeda dengan produk yang menggunakan

pupuk anorganik. Hal ini diakibatkan petani

belum mendapatkan akses pasar untuk

produk organic

b. Motif afiliasi.

Dalam penelitian ini pengertian

afiliasi adalah hubungan kekerabatan antara

petani satu dengan petani lainnya. Hasil

pengamatan dari motif afiliasi adalah

sebagai tertera pada tabel 3.

Tabel 3. Motif Afiliasi

Motif Afiliasi Kelas Frek Prosentase (%)

Tinggi 11,1 - 15 5 16

Sedang 7,1 - 11 24 75

Rendah 3,0 - 7,0 3 9

Jumlah 32 100

Berdasarkan Tabel 3 motif afiliasi

bergerak mulai dari rendah sampai tinggi.

Dengan menggunakan pupuk organik akan

meningkatkan hubungan kekerabatan antar

petani. Hal ini mereka bisa saling ketemu

antar petani dengan saling bertukar

informasi harga pupuk, asal pupuk dan juga

dengan pertemuan ini akan meningkatkan

tali persaudaraan antar petani. Disamping

tali persaudaraan, kerja sama antar petani

juga semakin meningkat bersamaan

pertemua-pertemuan yang

Sering dilakukan sehingga satu sama

lain bisa saling membantu kebutuhan

kebutuhan yang di hadapi oleh petani.

Bantuan tersebut bisa dari tetangga atau

dari sesama petani pengguna pupuk

organik, atau dengan ikut kelompok tani

bisa mendapatkan bantuan kredit dan pupuk

dari pemerintah. Anggota yang terdaftar

dalam kelompok tani akan tertulis dalam

pengajuan kredit atau pupuk. Anggota akan

mendapatkan bantuan itu setelah proposal

disetujui dan bantuan telah cair. Banyak

keuntungan yang didapat dari adanya

kelompok tani. Masalah yang ada bisa

dipecahkan secara bersama-sama ketika ada

pertemuan kelompok.

c. Motif belajar

Belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya. Pada motif belajar

dalam menggunakan pupuk organik pada

kegiatan usaha tani untuk mengetahui cara-

cara yang tepat dalam menggunakan pupuk

dan berusaha mengembangkan potensi diri

serta berusaha menggali ide-ide baru untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik. Selain

itu petani dapat menerapkan pengetahuan

tentang penggunaan pupuk organik.

Motif belajar dari petani di Desa

Kenalan berdasarkan pengamatan

menunjukkan hasil sebagai tertera pada

tabel 4.

Tabel 4. Motif Belajar

Motif belajar Kelas Frek Prosentase (%)

Tinggi 11,1-15 5 16

sedang 7,1-11 20 62

rendah 3,0-7,0 7 22

Jumlah 32 100

Page 47: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

43 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten

Magelang

Berdasarkan tabel 4 motif belajar

petani terhadap penggunaan pupuk organik

hasilnya menunjukkan kategari sedang

(62%), motif rendah 22% dan motif tinggi

hanya 16 %. Dengan demikian petani dalam

menggunakan pupuk organic tidak semata

mata mempelajari bagaimana dia

memperoleh manfaat dan mengetahui

kekurangan-kekurangan yang dilakukan

selama ini melainkan petani menggunakan

pupuk hanya didorong oleh keinginan untuk

memperoleh hasil yang tinggi tetapi juga

kebiasaan yang sudah turun temurun

menggunakan pupuk organik.

d. Motif prestasi

Motif prestasi petani dalam

menggunakan pupuk organik hasilnya

tersaji pada tabel 5.

Tabel 5. Motif Prestasi.

Motif prestasi Kelas Frek Prosentase (%)

Tinggi 11,1-15 4 12,5

sedang 7,1-11 12 37,5

rendah 3,0-7,0 16 50

Jumlah 32 100

Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa

motif prestasi petani dalam menggunakan

pupuk organik motifnya secara umum

rendah sampai sedang yaitu sebesar 87,5 %,

yang terdiri motif rendah sebanyak 50 % ,

sedang 37,5% dan motif tinggi hanya

12,5% saja. Hal ini petani secara umum

dalam menggunakan pupuk organik tidak

mencari prestasi.

Hal ini sesuai dengan pendapat

Uman (2010) menyatakan bahwa kebutuhan

akan prestise/ penghargaan diri (Esteem or

Status needs) hal ini berhubungan dengan

status. Semakin tinggi kedudukan seseorang

dalam masyarakat atau posisi seseorang

dalam suatu perusahaan maka semakin

tinggi pula status prestisenya. Prestise dan

status dimanifestasikan dalam banyak hal

yang digunakan dalam simbol status,

misalnya: kamar kerja sendiri lengkap

dengan perabot ruang kerja, kursi

berlengan, meja besar, memakai dasi untuk

membedakan seorang pimpinan dengan

anak buahnya, kendaraan/ mobil dinas dan

lain sebagainya namun petani tidak

mengharapkan hal-hal tersebut.

e. Motif Imitasi

Imitasi adalah proses sosial atau

tindakan seseorang untuk meniru orang lain

melalui sikap, penampilan atau gaya hidup,

bahkan apa saja yang di miliki atau orang

lain. Imitasi petani dalam penggunaan

pupuk organik hasilnya tersaji pada tabel 6.

Tabel 6. Imitasi Petani.

Tingkat imitasi Kelas Frek Prosentase (%)

Tinggi 11,1-15 3 9.4

sedang 7,1-11 29 90.6

rendah 3,0-7,0 0 0

Jumlah 32 100

D. Hubungan antara faktor internal

dan eksternal dengan Motivasi

Hubungan antra faktor internal dan

eksternal petani dengan motivasi

menunjukkan hubungan yang sangat erat

dengan dimana nilai R Square = 0,892

dan R = 0, 944a

yang artinya hubungan

antara faktor internal dan eksternal terhadap

motivasi menunjukkan hubungan yang

signifikan.

Secara parsial hubungan antara

faktor internal dan eksternal dengan

motivasi hasilnya seperti tabel 7 berikut.

Page 48: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

44 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten Magelang

Tabel 7. Korelasi Antara Faktor Internal dan Eksternal dengan Motivasi

Moti-

vasi umur pendkk pengal infor lahan pengeta anggta

kem

amp

kiner

ja

keter

gan

Spearman's

rho

motivasi Corre-

lation

Coeffi-

cient

1.000 -.221 .840** .010 .391* .345 .292 -.047 .041 -.097 .135

Sig.(2-

tailed)

. .225 .000 .955 .027 .053 .104 .797 .824 .598 .460

N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

E. Hubungan umur dan motivasi

Berdasarkan tabel 7 hubungan

antara umur dan motivasi menunjukkan

arah hubungan negatip yang artinya ada

kecenderungan semakin tinggi umur petani

motivasi semakin menurun, namun

demikian hubungan antara umur petani

dengan motivasi menunjukkan hubungan

yang lemah yang ditunjukkan oleh koefisien

korelasi (rs= - 0,221) dan dilihat dari Sig

(2- tailed) = 0,225.P > 0,05 yang

menunjukkan bahwa hubungan antara umur

dan motivasi tidak signifikan. Dengan

demikian umur petani tidak berpengaruh

terhadap motivasi petani dalam

menggunakan pupuk organik. Menurut

Mardikanto (1993) bahwa umur semakin

tua (diatas 50 tahun), biasanya semakin

lamban dalam mengadopsi inovasi, dan

cenderung hanya melaksanakan kegiatan-

kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh

warga masyarakat setempat. Usia produktif

adalah saat dimana orang tersebut mampu

melakukan kegiatan produktif secara efisien

sehingga mampu atau memiliki andil yang

besar dalam peningkatan pendapatan rumah

tangganya, sedangkan usia tidak produktif

adalah saat dimana orang tersebut belum

mampu melakukan kegiatan produktif

secara efisien atau orang yang sudah tidak

mampu melakukan kegiatan produkftif.

Umur produktif merupakan modal sumber

daya manusia yang sangat baik untuk

mengembangkan usaha agribisnis.

Berdasarkan hasil pengamatan umur petani

di desa kenalan 70% berusia produktif dan

30 persen berusia tidak produktif.

F. Hubungan antara Tingkat

Pendidikan dan Motivasi

Hubungan antara tingkat pendidikan

dan motivasi menunjukkan arah hubungan

positif yang artinya ada kecenderungan

semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang tingkat motivasinya semakin

tinggi. Berdasarkan tabel 7 hubungan

antara tingkat pendidikan dan motivasi

menunjukkan hubungan yang sangat erat (

rs= 0,840aa

) dan sangat signifikan dimana

Sig (2- tailed) = 0,00 P<0,01 yang artinya

tingkat pendidikan mempunyai hubungan

yang sangat erat dengan tingkat motivasi.

Pendidikan tidak hubungan yang sangat

nyata dengan tingkat motivasi petani.

Tingkat pendidikan juga mempengaruhi

seseorang dalam pengambilan keputusan

yang terkait dengan usaha yang dilakukan.

Tingkat pendidikan yang tinggi

menyebabkan daya analisis seseorang akan

semakin baik dan cermat, demikian juga

pendapat Mosher (1986), tingkat

pendidikan mempunyai peranan penting

terhadap produktivitas usaha pertanian,

selain itu tingkat pendidikan dapat

meningkatkan mutu dan hasil kerja

pertanian termasuk tenaga kerja itu sendiri,

sehingga pendidikan yang tinggi dapat

menghasilkan petani yang lebih produktif.

G. Hubungan Pengalaman dan

motivasi

Berdasarkan tabel 7hubungan antara

pengalaman dan motivasi menunjukkan

arah hubungan positif namun demikian bila

Page 49: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

45 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten

Magelang

dilihat dari koefisien korelasi hubungan

antara pengalaman dengan motivasi

menunjukkan hubungan yang sangat lemah

rs= 0,01 dan tidak signifikan dimana Sig (2-

tailed) = 0,95 P> 0,05.

Hal ini diduga karena penggunaan

pupuk organik ini sudah dilakukan secara

turun temurun sehingga petani tidak merasa

bahwa penggunaan pupuk merupakan suatu

inovasi yang baru. Hal ini tidak sesuai

dengan pendapat Mosher (1986)

menyatakan pengalaman dapat diambil

manfaatnya sehingga dapat membantu

petani dalam mengembangkan

usahataninya, sebab makin lama dalam

usaha, berarti makin berpengalaman.

H. Hubungan antara Penggunaan

Sumber Informasi dengan

Motivasi

Hubungan antara penggunaan

sumber informasi menunjukkan arah

hubungan positif walaupun hubungan ini

menunjukkan hungan yang lemah rs=

0,397*

namun demikian hubungan ini

menunjukkan hubungan yang signifikan

Sig (2- tailed) = 0,027 P< 0,05.

Penggunaan sumber informasi sangat

penting bagi petani. Dengan adanya

informasi yang sampai kepada petani

diharapkan petani akan lebih mudah untuk

mendapatkan informasi tentang

perkembangan inovasi-inovasi yang dapat

merubah perilaku petani kearah yang lebih

baik.

I. Hubungan antara Luas

Kepemilikan Lahan dan Motivasi

Hubungan antara luas kepemilikan

lahan dan motivasi menunjukkan arah

hubungan positif yang artinya ada

kecenderungan bahwa semakin luas

kepemilikan lahan dari petani semakin

tinggi tingkat motivasi dari petani. Tingkat

hubungan antara luas kepemilikan lahan

dan motivasi menunjukkan hubungan yang

lemah rs= 0,345 dan tidak signifikan

dimana Sig (2- tailed) = 0,053 P<0,05 (tabel

7) Hubungan yang tidak signifikan ini

terjadi karena baik petani yang memiliki

lahan sempit atau luas dapat menggunakan

pupuk organik. Berapapun luas lahan yang

dimiliki oleh petani tidak akan

mempengaruhi motivasi petani dalam

menggunakan pupuk organik. Hal tersebut

karena pada lahan yang sempit atau luas,

petani akan tetap menggunakan pupuk

organik.

J. Hubungan antara Pengetahuan

Petani tentang Pupuk Organik

dengan Motivasi

Hubungan antara pengetahuan

petani tentang pupuk organik dengan

motivasi menunjukkan arah hubungan

positif yang artinya bahwa setiap

pengetahuan petani terhadap pupuk organik

ada kecenderungan motivasi petani juga

meningkat dalam menggunakan pupuk

organi. Tingkat hubungan antara

pengetahuan petani dan motivasi

menunjukkan hubungan yang lemah

(rs=0,292) dan hubungan ini tidak

signifikan dimana Sig (2- tailed) = 0,104

P>0,05 (tabel 7). Hal ini menunjukkan

bahwa baik petani yang berpengetahuan

rendah maupun berpengetahuan tinggi tetap

menggunakan pupuk organik dalam

bercocok tanam. Demikian halnya baik

yang berpengetahuan rendah maupun

berpengetahuan tinggi sama-sama tidak

mempengaruhi motivasi petani dalam

menggunakan pupuk organik.

K. Hubungan antara Jumlah

Anggota Keluarga dengan

Motivasi

Hubungan antara jumlah anggota

keluarga dengan motivasi menunjukkan

arah hubungan negative yang artinya

semakin tinggi jumlah anggota keluarga

akan menurunkan tingkat motivasi petani.

Tingkat hubungan antara jumlah anggota

keluarga dengan motivasi hubungannya

sangat lemah (rs= - 0,047) dan hubungan ini

tidak menunjukkan yang signifikan dimana

Sig (2- tailed) = 0,797 P>0,05 (tabel 7) .

Hal ini menunjukkan bahwa baik petani

yang memiliki keluarga kecil maupu besar

tidak berpengaruh terhadap penggunaan

Page 50: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

46 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten Magelang

pupuk organik. Kecenderungan negative

mungkin saja terjadi, hal ini dikarenakan

adanya kecenderungan anak-anak petani

sekarang ini banyak yang tidak suka ke

ladang membantu orang tuanya. Anak-anak

petani sekarang lebih senang bermain atau

nonton TV daripada membantu orang tua di

ladang.

L. Hubungan antara Kemampuan

Petani Membeli pupuk dengan

Motivasi

Hubungan antara Kemampuan

Petani Membeli pupuk dengan Motivasi

menggunakan pupuk organik menunjukkan

hubungan positif hal ini menunjukkan

bahwa setiap peningkatan penggunaan

pupuk organik akan diiringi peningkatan

motivasi petani dalam menggunakan pupuk

organik. Tingkat hubungan antara

kemampuan membeli pupuk menunjukkan

hubungan sangat lemah (rs = 0,041) dan

juga tidak signifikan dimana Sig (2- tailed)

= 0,824P> 0,05 (tabel 7).

Dalam hal ini kemampuan petani

dalam membeli pupuk organik tidak

mempengaruhi tingkat motivasi petani

dalam menggunakan pupuk organik. Baik

yang motivasi rendah maupun yang

motifasi tinggi sama-sama mampu dalam

membeli pupuk organik.

M. Hubungan antara Kinerja

Penyuluh dengan Motivasi Petani.

Hubungan antara kinerja penyuluh

dengan motivasi petani berdasarkan tabel

14 menunjukkan arah hubungan negative

artinya semakin baik kinerja penyuluh

seharusnya motivasi petani semakin tinggi,

hal ini tidak sesuai harapan yang

seharusnya semakin baik kinerja penyuluh

motivasi semakin tinggi. Hal ini dapat

diduga bahwa kinerja penyuluh kurang baik

menurut pandangan petani. Namun

demikian hubungan antara kinerja penyuluh

dan motivasi petani sangat lemah (rs =

0,097) dan tidak signifikan dimana Sig (2-

tailed) = 0,598 P>0,05 (tabel 7).

N. Hubungan Perlakuan Petani

Terhadap Pupuk Dengan

Motivasi Petani

Hubungan Perlakuan petani

terhadap pupuk dengan motivasi petani

berdasarkan tabel 7 menunjukkan arah

hubungan positif artinya ada kecenderungan

semakin tinggi petani melakukan perlakuan

terhadap pupuk maka motivasi petani

menggunakan pupuk organic semakin

tinggi. Keeratan hubungan antara perlakuan

terhadap pupuk menunjukkan tingkat

hubungan yang sangat lemah (rs=0,135)

dan tidak signifikan dimana Sig (2- tailed)

= 0,46 P>0,05. Baik petani yang

meperlakukan pupuk maupun yang tidak

memperlakukan pupuk organik sebelum

dipergunakan tidak berpengaruh terhadap

motivasi petani dalam menggunakan pupuk

organik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan data yang terkumpul dari

responden tingkat motivasi petani

dalam menggunakan pupuk organik di

Desa Kenalan dari sedang sampai

tinggi. Petani yang motivasinya tinggi

sebanyak 53,13% dan yang sedang

sebanyak 46,87 %.

2. Tingkat motivasi menggunakan pupuk

organik berhubungan secara signifikan

dengan faktor intrinksik dan ekstrinsik

petani. Hasil analisis menunjukan

hubungannya sangat erat ( R= 0, 944a

)Motivasi petani sangat dipengaruhi

oleh motif ekonomi dan motif

asimilasi sedangkan motif afiliasi,

motif prestasi dan motif belajar

pengaruhnya lebih kecil.Berdasarkan

hasil analisis korelasi antara faktor

internal dan eksternal petani terhadap

motivasi faktor tingkat pendidikan,

pengalaman, sumber informasi, luas

kepemilikan lahan, pengetahuan petani

tentang pupuk organi, kemampuan

membeli pupuk dan perlakuan petani

terhadap pupuk organik menunjukkan

arah hubungan positif sedangkan umur

Page 51: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

47 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten

Magelang

petani, kinerja penyuluh arah

hubungannya negatif.

3. Tingkat pendidikan petani

menunjukkan hubungan yang sangat

signifikan ( Sig-2 tailed) sebesar 0,00

P< 0,05 dan sumber informasi

berhubungan secara signifikan (Sig-2

tailed) sebesar 0,027 P<0,05 terhadap

motivasi petani.

Saran

1. Untuk Meningkatkan motivasi petani

perlu adanya bantuan dari pemerintah

untuk dapat memfasilitasi pemasaran

produk organik dari petani agar petani

dapat menikmati keuntungan yang

layak.

2. Peran penyuluh sangat diharapkan oleh

petani dalam rangka memberi

bimbingan kepada petani sesuai tugas

dari petani yaitu sebagai fasilitator,

dinamisator, informator dan sebagai

motivator

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 1991. Psikologi Sosial, PT.

Rineka Cipta, Jakarta.

Anonim, 1989. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Agung Prawoto. 2006. Pertanian Organik.

Pilihan Strategi Pembangunan

Pertanian . website BIO Cert

Gerungan. 2002. Psikologi Sosial, Edisi

Kedua, Cetakan Kelimabelas, PT.

Refika Aditama, Bandung.

Gibson, James L;John M Ivansevich, James

H Donnely. 1997. Organisasi

Perilaku Struktur dan Proses.

Erlangga Jakarta.

Ginting, E., dan Kusumahadi. 1989.

Beberapa Faktor Sosial Ekonomi

yang Mempengaruhi Tingkat

Adopsi Panca Usaha Peternakan

Sapi Perah. Proseding Seminar

Penyuluhan Pertanian, APP Malang,

Malang.

Handoko, M. 1997. Motivasi Daya

Penggerak Tingkah Laku. Kanisius

IKAPI Yagyakarta.

Harmanto.F, 1984. Ilmu Usaha Tani.

Ganesha. Bandung.

Ibrahim, J, T, Arman, S dan Harpowo.

2003. Komunikasi dan Penyuluhan

Pertanian. Banyu media Publising.

Malang.

Kartono, Kartini. (1997). Tinjauan Politik

Mengenai Sistem Pendidikan

Nsional: Beberapa Kritik Dan

Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramitra.

Malo, M., Sulastiawan, R., Djajadi, M.I.,

dan Hadi, O.H. 2000. Metode

Penelitian Sosial, Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka, Departemen

Pendidikan Nasional, Jakarta.

Malayu Hasibuan, Drs. H., 1995.

Manajemen Dasar, Pengertian dan

Masalah.Cetakan ke-10, PT. Gunung

Agung, Jakarta,

Mardikanto, T. dan Sri Sutarni. 1982.

Pengantar Penyuluhan Pertanian

Dalam Teori dan Praktek. Surakarta:

Hapsara.

Mardikanto. 1993. Penyuluhan

Pembangunan Pertanian. Sebelas

Maret University Press. Surakarta.

.................., 2006. Prosedur Penelitian

Untuk Kegiatan Penyuluhan

Pembangunan dan Pemberdayaan

Masyarakat. Prima Theresiana

Pressindo. Surakarta.

Maslow, A. H. 1994. Motivasi dan

Kepribadian : Teori Motivasi

Dengan Pendekatan Hierarki

Kebutuhan Manusia. Jakarta. PT.

Pustaka Binaman Pressindo.

Mosher, A. T. 1986. Menggerakkan dan

membangun Pertanian. CV.

Yasaguna. Jakarta.

Moekijat, A. II . 1981. Motivasi dan

Page 52: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

48 Motivasi Petani dalam Menggunakan Pupuk Organik Di Desa Kenalan Kecamatan Pakiskabupaten Magelang

Pengembangan Manajemen.

Bandung: Penerbit Alumni.

Nawawi, H. Mimi Martini. 1996. Penelitian

Terapan. Yogyakarta: Gajahmada.

University Press.

Padmowiharjo, S. 1999. Metode

Penyuluhan Pertanian. Universitas

Terbuka. Jakarta..

Saleh, S. 1996. Statistik Nonparametrik.

Edisi Kedua Cetakan Pertama,

BPFE, Yogyakarta.

Siagian, P.S. 1995. Teori Motivasi dan

Aplikasinya, PT. Rineka Cipta,

Jakarta.

Soedijanto Padmowihardjo, 1999. Metode

Penyuluhan Pertanian. Universitas

Terbuka Jakarta.

Subiyatko, H. 1980. Laporan tentang Pola

Pendidikan Anggota KUD di

Propinsi Jawa Tengah dan

Yogyakarta. Departemen Pertanian.

Wijayanto dan Sumarsono. 2005. Pertanian

Organik. Badan Penerbit

Universitas Dipinegoro. Semarang.

Wiriaatmadja, S. 1973. Pokok-pokok

Penyuluhan Pertanian . Jakarta.

Penerbit PT Yasaguna.

Page 53: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

49 Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Semarang

PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI DAN ADOPSI INOVASI PENGGUNAAN

PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI TRANGGULASI DESA BATUR

KECAMATAN GETASAN SEMARANG

(Influence Of Characteristics Of Farmers And Innovation Adoption Of Organic Fertilizer Use

In The Farmers Tranggulasi Batur Village District District Getasan Semarang)

Sunarsih*, S. Rahayu

*

ABSTRACT

The study was conducted at the Tranggulasi Farmers group, Batur village, Getasan

district, Semarang regency for 6 months, starting from March until August 2011. The purpose

of this study was: to analyze the adoption rate of organic fertilizer, analyze the characteristics

of farmers and the characteristics of innovations that influence adoption of organic fertilizer in

Tranggulasi Farmers Group, Batur village, Getasan district, Semarang regency. Location

determined by purposive sampling, whereby the farmer groups Tranggulasi been exporting

organic vegetables abroad, respondents were drawn at random from members of farmer

groups. To determine the effect of farmer characteristics and the characteristics of innovation

to adoption of the use of organic fertilizers, multiple linear regression testwas used. The

adoption rate of farmers on the use of organic fertilizer in vegetable crop management most

(98.33%) including high category. Characteristics that influence farmers' adoption of organic

fertilizer in vegetable crop management were age (P <0.01) and vegetable farming experience

(P <0.05).

Being no innovation characteristics that influence the adoption of organic fertilizer in

vegetable crop management.

Keywords: farmer characteristics, the characteristics of innovation, organic fertilizer,

adoption.

* Staf Pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kalau kita perhatikan, pada saat ini

hasil panen akan menurun jika tidak disertai

dengan peningkatan konsumsi pupuk kimia.

Dengan peningkatan konsumsi pupuk

kimia, kontur tanah juga cenderung seperti

pasir, sehingga daya ikat air menurun. Dua

hal tadi terjadi oleh akumulasi penggunaan

bahan-bahan kimia antara lain yang

terkandung dalam pupuk kimia. Jika

kebiasaan buruk ini tidak segera diluruskan,

maka semua hasil pertanian yang dinikmati

mengandung bahan kimia yang tinggi,

karena nutrisi tanah yang digunakan untuk

menunjang kesuburan tanahnya berasal dari

bahan kimia. Satu hal yang harus kita

lakukan adalah mengembalikan kesuburan

tanah dan membuat tanah sehat kembali.

Inovasi yang bisa mengembalikan

kesuburan tanah salah satunya adalah

penggunaan pupuk organik. Pupuk organik

juga sebagai alternatif pemecahan masalah

bagi petani apabila harga pupuk kimia

tinggi, karena usaha dibidang pertanian baik

itu dalam bidang tanaman pangan,

hortikultura maupun sayuran selalu

memerlukan pupuk.

Banyak inovasi yang ditawarkan

kepada petani, namun tidak semua inovasi

tersebut dapat diterima. Hal itu karena

banyak faktor yang mempengaruhinya.

Penerimaan atau penolakan suatu inovasi

adalah keputusan yang dibuat seseorang,

jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, ia

mulai menggunakan ide baru, praktek baru

atau barang baru dan menghentikan ide-ide

lama, namun tidak semua petani cepat

dalam mengadopsi inovasi tersebut. Petani

tidak mau mengadopsi suatu inovasi juga

Page 54: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

50 Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Semarang

bisa karena inovasi yang diperkenalkan

tidak sesuai dengan kondisi setempat.

Mardikanto (2009) menyatakan,

beberapa faktor yang mempengaruhi

kecepatan seseorang untuk mengadopsi

inovasi antara lain : luas usahatani, tingkat

pendapatan dan umur peternak. Semakin

luas usahataninya, biasanya peternak

semakin cepat mengadopsi inovasi, karena

memiliki kemampuan ekonomi yang lebih

baik. Semakin tinggi tingkat pendapatanya,

biasanya akan semakin cepat mengadopsi

inovasi, sedangkan menurut Hanafi (1987),

disamping sifat inovasi, kecepatan adopsi

dipengaruhi oleh : 1) tipe keputusan

inovasi, 2)sifat saluran komunikasi yang

dipergunakan untuk menyebarkan inovasi

dalam proses keputusan inovasi, 3) ciri-ciri

sistem sosial dan 4) gencarnya usaha agen

pembaharu dalam mempromosikan inovasi.

Semakin banyak orang yang terlibat dalam

proses pembuatan keputusan inovasi,

semakin lambat tempo adopsinya. Begitu

juga dengan saluran komunikasi, jika

disuatu daerah belum ada media masa,

maka kecepatan adopsi akan berjalan

lambat.

Begitu juga dengan inovasi pupuk

organik yang telah disuluhkan di kelompok

tani Tranggulasi yang ada di dusun

Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan

Kabupaten Semarang yang mempunyai

spesialisasi kegiatan agribisnis komoditas

sayuran organik. Kelompok tani

Tranggulasi berdiri sejak Tanggal 10

Desember 2001. Dusun Selongisor berada

diketinggian ± 1400 m dpl dengan jumlah

penduduk 85 KK dan mempunyai luas

lahan tegalan 20 Ha. Kelompok tani

Tranggulasi memilih kegiatan sayuran

organik, itu awalnya karena keterbatasan

kemampuan para anggota untuk membeli

saprodi berupa pupuk dan pestisida. Untuk

itulah kelompoktani mencoba membuat

sendiri pupuk organik berupa fermentasi

urine sapi, urine kelinci dan pupuk bokashi.

Kelompok tani tersebut pada Bulan Juli

Tahun 2010 malah sudah mengekspor

sayuran keluar negeri ( Anonim, 2011).

Dari latar belakang diatas, maka ada

beberapa masalah yang dapat diangkat

sebagai bahan penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

1. Seberapa besar tingkat adopsi

penggunaan pupuk organik oleh petani

dalam pengelolaan tanaman sayuran?

2. Faktor-faktor karakteristik individu

petani apa sajakah yang mempengaruhi

tingkat adopsi penggunaan pupuk

organik dalam pengelolaan tanaman

sayuranya?

3. Faktor-faktor karakteristik inovasi apa

sajakah yang mempengaruhi tingkat

adopsi penggunaan pupuk organik

dalam pengelolaan tanaman sayuranya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : (1)

Menganalisis tingkat adopsi penggunaan

pupuk organik dalam pengelolaan tanaman

sayuranya , (2) menganalisis faktor-faktor

karakteristik petani yang mempengaruhi

adopsi penggunaan pupuk organik dalam

pengelolaan tanaman sayuranya dan (3)

menganalisis faktor-faktor karakteristik

inovasi yang mempengaruhi adopsi

penggunaan pupuk organik dalam

pengelolaan tanaman sayuranya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan masukan bagi : penyuluh

setempat untuk memberikan penyuluhan

dengan metode yang sesuai , sehingga

petani sayuran setempat akan betul-betul

mau menggunakan pupuk organik dalam

usaha tanaman sayuranya.

KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pikir

Sebagian besar usaha pertanian di

Indonesia masih diusahakan oleh petani

yang mempunyai lahan sempit dan

teknologi yang digunakan masih teknologi

sederhana. Petani mendapat penyuluhan

berbagai materi, namun belum tentu semua

materi dapat diterima oleh petani.

Bertambahnya umur dalam masa

produktif, maka biasanya mempunyai

Page 55: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

51 Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Semarang

semangat untuk ingin tahu apa yang belum

mereka ketahui, sehingga mereka berusaha

untuk belajar memahami inovasi yang

mereka peroleh. Hal itu karena kapasitas

belajar seseorang umumnya berkembang

cepat sampai dengan umur 20 tahun, dan

semakin berkurang hingga pada puncaknya

sampai dengan umur sekitar 50 tahun,

kemudian setelah itu menurun lebih cepat

lagi. Dengan pendidikan yang lebih tinggi,

seseorang akan lebih mudah memahami

segala sesuatu yang mereka pelajari, yang

akhirnya akan dapat mempercepat proses

penerimaan inovasi yang mereka pelajari.

Semakin luas lahan usahatani

mengindikasikan kemampuan ekonomi

lebih baik, sehingga dalam menanggung

resiko tingkat inovasi semakin baik.

Produksi sayuran semakin meningkat,

menunjukkan pola pemeliharaan tanaman

sayuran semakin baik, termasuk didalam

meningkatkan tehnologi penggunaan pupuk

organik. Semakin lama pengalaman

berusaha tani sayuran, maka petani sayuran

lebih dapat menganalisis segala sesuatu

yang menjadi kebutuhan yang mereka

rasakan, terutama dalam penerapan

tehnologi untuk menjalankan usaha

pertaniannya. Semakin sering mengikuti

penyuluhan, maka akan semakin banyak

informasi yang diperoleh, sehingga akan

semakin jelas terhadap suatu inovasi, yang

akhirnya akan lebih cepat mengadopsi

inovasi. Jumlah tanggungan keluarga yang

semakin besar, akan membuat lebih giat

dalam berusaha dibidang pertaniannya,

termasuk dalam penerapan inovasi yang

dapat menguntungkan usaha pertaniannya.

Suatu inovasi yang memberikan

keuntungan relatif yang lebih besar akan

semakin cepat diadopsi, dengan catatan

inovasi tersebut juga harus kompatibel (

dengan nilai yang ada, pengalaman masa

lalu dan kebutuhan penerima), mudah

dicoba (triabilitas) dan hasilnya dapat

dilihat oleh orang lain (observabilitas) serta

tidak rumit ( kompleksitas).

Kerangka berpikir dalam penelitian

ini dapat digambarkan pada gambar.1

berikut:

Gambar.1 Kerangka pikir Penelitian

B. Hipotesis

Diduga karakteristik petani yang

meliputi umur, jumlah anggota keluarga,

luas lahan tegalan, pengalaman bertani

sayuran, frekuensi mengikuti penyuluhan

pupuk organik, pendidikan dan karakteristik

inovasi yang meliputi keuntungan relatif,

kompatibilitas, triabilitas dan observabilitas

berpengaruh positif terhadap adopsi

Karakteristik Petani: a. Umur

b. Luas lahan Tegalan

c. Pengalaman Bertani Sayuran

d. Jumlah Anggota Keluarga

e. Frekuensi Mengikuti

Penyuluhan Pupuk Organik

f. Pendidikan

Karakteristik Inovasi:

a. Keuntungan relative b. Kompleksitas

c. Kompatibilitas

d. Trialbilitas

e. Observabilitas

Adopsi Pupuk Organik:

a. Tinggi

b. Rendah

Page 56: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

52 Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Semarang

penggunaan pupuk organik pengelolaan

tanaman sayuran, sedang untuk

kompleksitas berpengaruh negatif terhadap

adopsi penggunaan pupuk organik

pengelolaan tanaman sayuran.

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Penetapan Responden

Lokasi penelitian adalah Dusun

Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan

Kabupaten Semarang. Penentuan Lokasi

tersebut secara purposive sampling , yaitu

lokasi dimana kelompok tani Tranggulasi

berada, dimana kelompok tani tersebut

pada Tahun 2010 pernah mengekspor

sayuran keluar negeri. Pengambilan

responden dilakukan secara random dari

anggota kelompok tani tersebut diambil

secara random sebanyak 60 orang.

B. Macam Data

Data yang digunakan adalah data

primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang menyangkut identitas

responden,luas lahan tegalan yang dimiliki,

produksi sayuran setiap hari, dan frekwensi

penyuluhan serta adopsi pupuk organik

pengelolaan sayuran yang diperoleh

dengan mewawancarai responden dengan

panduan pertanyaan yang ada dalam

kuesioner, sedangkan data sekunder adalah

data yang menyangkut jumlah penduduk,

populasi ternak serta luas lahan yang ada di

Kecamatan Getasan maupun yang ada di

Desa Batur serta Dusun Selongisor.

C. Analisis Data

Untuk mengetahui karakteristik

petani dan karakteristik iniovasi yang

mempengaruhi adopsi penggunaan pupuk

organik dalam pengelolaan tanaman

sayuran digunakan regresi linier berganda ,

dengan bantuan soft ware SPSS 13.

Y = bo + b1X1 + … + b11X11 e

Keterangan :

Y : Tingkat Adopsi ( Skor)

bo : Intersep

b1…11 : Koefisien regresi

e : error term (pengganggu)

X1 : umur petani (tahun)

X2 : Luas lahan tegalan (M²)

X3 : Pengalaman bertani sayuran

(tahun)

X4 : Jumlah anggota keluarga

(orang)

X5 : Frekwensi mengikuti

penyuluhan tentang pupuk

organik ( frekwensi)

X6 : Pendidikan (tahun)

X7 : Keuntungan relatif (skor)

X8 : Kompleksitas (skor)

X9 : Kompatibilitas (skor)

X10 : Triabilitas (skor)

X11 : Observabilitas (skor)

D. Definisi Operasional

1. Pupuk organik yang dimaksud adalah

pupuk yang berasal dari urine sapi,

urine kelinci dan pupuk bokashi.

2. Adopsi pupuk organik pengelolaan

tanaman sayuran oleh petani yang

dimaksud disini adalah tingkat

penerapan pupuk organik yang

dilakukan petani sampai dengan saat

penelitian berlangsung (skor).

3. Umur petani adalah usia responden saat

penelitian (tahun).

4. Luas lahan adalah lahan yang dimiliki

untuk bertanam sayuran (m² )

5. Pengalaman bertani adalah pengalaman

petani dalam bertani sayuran (tahun)

6. frekwensi mengikuti penyuluhan

tentang pupuk organik adalah

banyaknya petani mengikuti

penyuluhan tentang pupuk organik

sampai saat penelitian.

7. Jumlah tanggungan anggota keluarga,

adalah banyaknya anggota keluarga

yang menjadi tanggungan petani

tersebut (orang).

8. Pendidikan adalah lamanya pendidikan

formal yang ditempuh (tahun)

9. Persepsi terhadap keuntungan relatif

adalah pandangan seseorang terhadap

kelebihan-kelebihan suatu inovasi, baik

Page 57: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

53 Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Semarang

itu kelebihan ekonomi maupun

kelebihan non ekonomi (skor).

10. Persepsi terhadap kompatibilitas adalah

pandangan seseorang terhadap

kesesuain inovasi dengan tata nilai,

adat istiadat yang sudah ada,

pengalaman masa lalu dan kebutuhan

penerima (skor).

11. Persepsi terhadap kompleksitas adalah

pandangan seseorang terhadap tingkat

kesulitan suatu inovasi (skor).

12. Persepsi terhadap triabilitas adalah

pandangan seseorang mengenai mudah

atau tidak suatu inovasi dicoba dalam

skala kecil (skor).

13. Persepsi terhadap observabilitas adalah

pandangan seseorang mengenai mudah

atau tidak suatu inovasi daoat diamati

baik proses maupun hasilnya oleh

orang lain (skor).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Adopsi Penggunaan Pupuk

Organik Pada Pengelolaan Tanaman

Sayuran

Untuk tingkat adopsi penggunaan

pupuk organik pada pengelolaan tanaman

sayuran, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Tingkat Adopsi Penggunaan Pupuk Organik pada Pengelolaan Tanaman

Sayuran (%)

Parameter adopsi Tingkat Adopsi (%)

Tinggi Rendah

1.Kesesuaian anjuran 100,00 0,00

2.Waktu menerapkan 83,33 16,67

3.Luas lahan

4.Keseluruhan sayuran

Keseluruhan parameter

98,33

100,00

98,33

1,67

0,00

1,67

Sebagian besar petani (98,33%)

mengadopsi penggunaan pupuk organik

pada pengelolaan tanaman sayuran pada

tingkat tinggi. Parameter yang dipakai

untuk mengukur adopsi adalah : kesesuaian

anjuran, waktu penerapan, luas lahan dan

keseluruhan sayuran, dimana keseluruhan

anjuran dan keseluruhan sayuran petani 100

% pada tingkat tinggi, untuk jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 1.

Karakteristik petani dan Inovasi Yang

Berpengaruh Pada adopsi Penggunaan

Pupuk Organik Pada Pengelolaan

Tanaman Sayuran

Karakteristik responden meliputi

umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga,

luas lahan tegalan, pengalaman bertani dan

intensitas mengikuti penyuluhan dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Nilai

Rata-rata umur (tahun) 40,32

Rata-rata jumlah anggota keluarga (orang)

Rata-rata pengalaman beternak (tahun)

4,97

16,08

Rata-rata luas lahan (m²) 3.466,67

Rata-rata frekwensi penyuluhan (kali) 4,35

Pendidikan (%)

Lebih rendah SMP 70,00

Lebih tinggi atau sama dengan SMP 30,00

Page 58: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

54 Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Semarang

Rata-rata umur responden adalah

40,32 tahun, dengan kisaran umur terendah

20 tahun dan yang paling tinggi adalah 69

tahun. Apabila dilihat dari rata-rata umur

petani, petani masih berumur dibawah 50

tahun, jadi untuk mengadopsi inovasi tidak

lamban. Hal itu karena petani masih

dianggap pada usia produktif ( Mardikanto,

1996).

Jumlah anggota keluarga yang

menjadi tanggungan petani itu, berkisar

antara dua sampai dengan sembilan orang,

dengan rata-rata 4,97 orang per keluarga.

Rata-rata lahan yang dimiliki adalah

3.466,67 m² . Dengan semakin luas lahan

yang dimiliki, mempunyai kemampuan

ekonomi yang lebih baik dan waktu yang

diperlukan untuk mengelola lahan tersebut

juga semakin banyak

Responden mempunyai tingkat

pendidikan tidak tamat SMP sebanyak

70,00 %, sedangkan yang berpendidikan

SMP keatas sebanyak 30,00 %. Menurut

Simamora et al. (1984) yang disitasi Chandi

(2003), mayoritas dari penduduk pedesaan

tergolong ekonomi lemah dengan tingkat

pendidikan rendah.

Untuk mengetahui karakteristik

petani dan inovasi yang berpengaruh

terhadap adopsi penggunaan pupuk organik

pada pengelolaan tanaman sayuran dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Penggunaan Pupuk

Organik pada Pengelolaan Tanaman Sayuran.

Macam Variabel Koefisien regresi Significansi

Umur (X1) -0,070** 0,000

Lahan (X2) -0,005 0,533

Pengalaman bertani(X3) 0,047* 0,040

Jumlah anggota keluarga(X4) 0,086 0,403

Frekwensi penyuluhan(X5) 0,023 0,704

Pendidikan (X6) 0,032 0,682

Keuntungan relatif ( X7) 0,086 0,395

Kompleksitas (X8) -0,104 0,344

Kompatibilitas ( X9) -0,003 0,981

Triabilitas (X10) -0,275 0,110

Observabilitas (X11) 0,178 0,345

R² 0,321

F hitung 2,062 0,042

** P < 0,01 * P < 0,05

Adopsi penggunaan pupuk organik

pada pengelolaan tanaman sayuran diduga

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

karakteristik peternak yang meliputi : umur

(X1), luas lahan (X2), pengalaman bertani

(X3), jumlah anggota keluarga(X4),

frekwensi penyuluhan (X5) dan pendidikan

(X6), juga karakteristik inovasi yang

meliputi : keuntungan relatif (X7),

kompleksitas (X8), kompatibilitas (X9),

Triabilitas (X10) dan observabilitas (X11).

Guna mengetahui seberapa besar pengaruh

faktor-faktor tersebut terhadap adopsi

penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran dipilih model

regresi linier berganda.

Hasil analisis menunjukkan bahwa

nilai R Square sebesar 0,321 yang berarti

adopsi penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran dapat

diterangkan secara bersama-sama oleh

karakteristik petani yang meliputi variabel

umur, jumlah anggota keluarga, luas lahan

,pengalaman bertani, frekwensi penyuluhan,

pendidikan, keuntungan relatif,

kompleksitas, kompatibilitas, triabilitas dan

observabilitas sebesar 32,1 %, sedangkan

sisanya sebesar 67,9 % dijelaskan oleh

variabel lain diluar variabel yang diteliti

antara lain kemudahan mendapatkan modal

Page 59: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

55 Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Semarang

dan kemudahan pemasaran hasil. Menurut

Kushartanti (2009) faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap tingkat adopsi

teknologi padi gogo adalah kemudahan

mendapatkan modal, pemasaran hasil, sifat

kompatibilitas, keuntungan relatif dan

triabilitas inovasi.

Secara parsial variabel independen

yang mempengaruhi adopsi penggunaan

pupuk organik pada pengelolaan tanaman

sayuran, yaitu : umur (P<0,01) dan

pengalaman bertani (P<0,05) . Dari Tabel 3

terlihat koefisien regresi dari variabel

pengalaman bertani bertanda positif dan

berbeda sangat nyata, hal ini menunjukkan

semakin lama pengalaman petani dalam

menanam sayur maka adopsi penggunaan

pupuk organik pada pengelolaan tanaman

sayuran semakin tinggi.

Variabel yang lain, walaupun tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata, namun

kalau diperhatikan untuk karakteristik

petani yang meliputi jumlah anggota

keluarga, pendidikan dan frekwensi

penyuluhan juga bertanda positif. Hal ini

berarti bahwa jumlah anggota keluarga

semakin banyak, pendidikan semakin tinggi

dan semakin sering mengikuti penyuluhan

pupuk organik maka adopsi penggunaan

pupuk organik pada pengelolaan tanaman

sayuran akan semakin tinggi. Hal ini karena

semakin tinggi pendidikan, maka petani

akan lebih cepat paham apa yang

disuluhkan dan diharapkan akan lebih cepat

mengadopsi. Begitu juga seringnya

mengikuti penyuluhan tentang pupuk

organik, maka semakin menambah

pemahaman terhadap manfaat penggunaan

pupuk organik pada pengelolaan tanaman

sayuran. Dengan meningkatnya pemahaman

manfaat penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran, maka petani

akan lebih mudah mengadopsinya. Namun

sayangnya tingkat pendidikan petani

sayuran di kelompok tani Tranggulasi, Desa

Batur, Kecamatan Getasan pada umumnya

rendah (70,0 % tidak tamat SMP), sehingga

kurang mempunyai pengetahuan untuk

mengembangkan pengelolaan usaha

sayuranya.

Karakteristik petani yang untuk:

umur koefisien regresinya bertanda negatif

dan sangat nyata . Hal itu dapat dijelaskan

bahwa semakin tinggi umur petani maka

adopsi penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran akan sangat

semakin menurun. Hal itu karena untuk

umur, apabila umur petani diatas 50 tahun,

maka untuk adopsi penggunaan pupuk

organik pada pengelolaan tanaman sayuran

semakin rendah, karena pada umur itu

petani akan cenderung melakukan

pekerjaan yang biasa dilakukan. Luas Luas

lahan juga koefisien regresinya juga

bertanda negatif, walau tidak berbeda nyata

hal ini menunjukkan semakin luas lahan

yang dimiliki adopsi penggunaan pupuk

organik pada pengelolaan tanaman sayuran

akan semakin rendah, hal itu karena petani

mempunyai kemampuan tenaga yang

terbatas untuk mengelola lahannya.

Karakteristik inovasi secara parsial

tidak ada yang berpengaruh secara nyata

pada adopsi penggunaan pupuk organik

pada pengelolaan tanaman sayuranya.

Untuk keuntungan relatif dan observabilitas

koefisien regresinya bertanda positif. Hal

itu menunjukkan bahwa semakin besar

keuntungan relatifnya, maka adopsi

penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran juga akan

semakin tinggi. Pupuk organik juga

merupakan inovasi yang mudah diamati,

sehingga akan mudah diadopsi disamping

dapat diterima dimasyarakat. Untuk

karakteristik inovasi triabilitas dan

observabilitas, koefisien regresinya

bertanda negatif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan sebagai berikut, bahwa :

1. Sebagian besar petani mengadopsi

penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran pada

tingkat tinggi, hanya satu orang yang

adopsinya rendah.

2. Faktor karakteristik petani yang

berpengaruh pada adopsi penggunaan

pupuk organik pada pengelolaan

tanaman sayuran adalah umur petani

Page 60: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

56 Pengaruh Karakteristik Petani dan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Organik Kelompok Tani

Tranggulasi Desa Batur Kecamatan Getasan Semarang

dan pengalaman bertani sayuran ,

sedang karakteristik inovasi tidak ada

yang berpengaruh pada adopsi

penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran

Saran

Petani perlu lebih sering diberi

penyuluhan tentang penggunaan pupuk

organik pada pengelolaan tanaman sayuran

untuk meyakinkan akan manfaat

penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran jangka

panjang, sehingga dengan mengetahui

manfaatnya, petani akan tertarik untuk

melakukan penggunaan pupuk organik pada

pengelolaan tanaman sayuran. Disamping

itu juga perlu terus diadakan penyuluhan

tentang bagaimana meningkatkan produksi

tanaman sayuranya.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2004. Sikap Manusia Teori dan

Pengukurannya. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten

Semarang.2011. Profil Kelompok

Tani Tranggulasi.Dusun Selongisor

Desa Batur Kecamatan Getasan

Kabupaten Semarang. Tahun 2011.

Hanafi, D. 1987. Memasyarakatkan Ide-

Ide Baru. Usaha Nasional.

Surabaya.

Hardjosubroto , W. 1994. Aplikasi

Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.

PT. Grasindo. Jakarta.

Ibrahim, JT. A. Sudiyono dan Harpowo.

2003. Komunikasi Penyuluhan

Pertanian. Bayu Media Publishing.

Malang.

Indriyani, S. 2002. Tingkat Adopsi Petani

terhadap Pupuk Majemuk (Studi

Kasus di Desa Bintoyo, Kecamatan

Padas, Kabupaten Ngawi). Skripsi.

Fakultas Pertanian.Universitas

Sebelas Maret Surakarta

Kusno,S. 1990. Pencegahan Pencemaran

Pupuk dan Pestisida. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan

Pertanian. Lembaga Pengembangan

Pendidikan (LPP) UNS dan UPT

Penerbitan dan Percetakan UNS

(UNS Press). Surakarta.

_______. 1996. Penyuluhan Pembangunan

Kehutanan. Kerjasama Pusluh

Kehutanan Dengan Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Jakarta.

Marsono; Paulus Sigit. 2002. Pupuk Akar,

Jenis dan Aplikasinya. PT.Penebar

Swadaya. Jakarta.

Marzuki, S. 1999. Dasar-dasar Penyuluhan

Pertanian. Universitas Terbuka.

Jakarta.

Sugiyanto. 2011. Jaminan Harga Beras

Dorong Petani Adopsi Pupuk

Organik. Suara Merdeka. (Kamis, 3

Maret Halaman 3). Semarang.

Suprapto,T. Dan Fahrianoor. 2004.

Komunikasi Penyuluhan Dalam

Teori dan Praktek. Arti Bumi

Intaran. Yogyakarta.

Surya Brata, S. 2000. Pengembangan Alat

Ukur Psikologis. Andi. Yogyakarta.

Sutanto dan Rachman. 2002. Penerapan

Pertanian Organik Pemasyarakatan

dan Pengembanganya. Kanisius.

Yogyakarta.

_____________________. 2002. Pertanian

Organik Menuju Pertanian

Alternatif dan Berkelanjutan.

Kanisius. Yogyakarta.

Van Den Ban dan Hawking. 1999.

Penyuluhan Pertanian. Kanisius.

Yogyakarta.

Yayasan Pengembangan Sinar Tani. 2001.

Penyuluhan Pertanian. Yayasan

Pengembangan Sinar Tani. Jakarta.

Page 61: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

57 Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual Di Kota Makassar

PREVALENSI TOXOPLASMOSIS PADA KAMBING YANG DIJUAL DI KOTA

MAKASSAR

(Toxoplasmosis Prevalence of the Goat Sold in Makassar City)

Purwanta*

ABSTRACT

The research was conducted to learn the level of toxoplasmosis prevalence of the goat

sold in Makassar city. The research used cross sectional method. The forty sample of blood

taken from the six goats seller. The blood serum analyzed by indirect ELISA

The research showed that thirty five goats (87,5 %) from forty sample have positive

toxoplasma. The highly prevalence of toxoplasma caused by indirect ELISA that have abiliity to

scan IgM from acute infection or cronic infection , poor sanitation, crowded human population

in Makassar, and the cat as a definitive hospes.

Keywords: Prevalence, Toxoplasmosis, Goat

* Staf pengajar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara

beriklim lembab, parasit sampai saat ini

masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang cukup serius. Salah satu

diantaranya adalah infeksi protozoa yang

ditularkan melalui tubuh kucing. Infeksi

penyakit yang ditularkan oleh kucing ini

mempunyai prevalensi yang cukup tinggi,

terutama pada masyarakat yang mempunyai

kebiasaan makan daging mentah atau

kurang matang. Faktor pendukung lainnya

di Indonesia adalah keadaan sanitasi

lingkungan dan banyaknya sumber

penularan ( Sasmita et al., 1988).

Toksoplasmosis disebabkan oleh

Toksoplasma gondii, merupakan penyakit

pada hewan dan manusia. Infeksi tersebar

diseluruh dunia, baik pada hewan berdarah

panas dan mamalia lainnya termasuk

manusia . Sebagai hospes perantara adalah

kucing dan berbagai jenis felidae lainnya

sebagai hospes definitive. Infeksi

Toksoplasma berlangsung asimtomatis.

Toksoplasma bukan merupakan penyakit

yang diutamakan pemberantasannya oleh

pemerintah, tetapi beberapa penelitian telah

dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan

derajad distribusi. Negara kita dengan iklim

tropik merupakan tempat yang sesuai untuk

perkembangan parasit ini (Levine, 1990).

Toksoplasmosis yang menyerang

ternak kambing dan domba, dapat

menyebabkan turunnya tingkat produksi

dan produktivitas ternak (Dubey, 1981).

Infeksi T.gondii pada kambing dan domba

bunting bersifat patogenik menyebabkan

abortus dan kematian setelah lahir, akan

tetapi infeksi T.gondii yang kurang

patogenik akan terjadi mumifikasi,

endometritis dan menyebabkan infertilitas

(Dubey, 1990, Resendes et al., 2002).

Diagnosa terhadap hewan terserang

T.gondii sangat sulit karena tidak

memberikan gejala klinis yang jelas atau

gejala klinis tidak kelihatan secara visual.

Diagnosis dini dapat dilakukan dengan uji

serologi untuk mendeteksi adanya antibodi

(IgM datau IgG) baik secara inhibition

haemoglutination assay (IHA), inhibition

fluorescent assay (IFA), fluorescent assay

(FA), dye test (sabin-fieldmen dye test),

complement fixation test (CFT), modified

agglutination test (MAT), card

agglutination test (CAT), direct

agglutination test (DAT), latex

agglutination test (LAT) dan enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA) (Tizard,

2000). Metode terbaru berdasarkan metode

polymerase chain reaction (PCR)

(Remington et al. 2004, Vidae et al., 2004)

Page 62: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

58 Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual Di Kota Makassar

Penelitian toksoplasmosis di

Indonesia dimulai pada tahun 1972 baik

pada manusia maupun hewan ( Sasmita,

1989). Prevalensi zat anti T.gondii berbeda

di berbagai daerah geografik, seperti pada

ketinggian yang berbeda di daerah rendah

prevalensi zat anti lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah yang tinggi.

Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi

didaerah tropik. Pada umumnya prevalensi

zat anti T. gondii yang positif meningkat

sesuai dengan umur, tidak ada perbedaan

antara pria dan wanita. Selanjutnya Konishi

(1986) , mengatakan di Jepang terdapat

prevalensi zat anti T. gondii pada babi

0,33%, dan sapi 1,33%. Penelitian di

Panama City didapatkan bahwa anjing

sebagai sumber infeksi mendapatkan infeksi

dari makan tinja kucing atau bergulingan

pada tanah yang mengandung tinja kucing,

yang merupakan instrumen penyebaran

secara mekanis dari infeksi T. gondii. Lalat

dan kecoa secara praktis juga penting dalam

penyebarannya.

Prevalensi zat anti T. gondii pada

hewan di Indonesia adalah sebagai berikut :

kucing 35-75%, babi 11-36%, kambing 11-

61%, anjing 75% dan pada ternak lain

kurang dari 10% (Gandahusada, 1995).

Prevalensi toksoplasmosis pada hewan

diberbagai wilayah Indonesia bervariasi.

Sri-Hartati dan Wieklati (1992) melaporkan

prevalensi toksoplasmosis pada domba,

kambing, sapid an babi di Yogyakarta

berturut-turut adalah 50%, 18%, 2 % dan

44%, sedangkan di Rumah pemotongan

Hewan (RPH) Surakarta adalah domba

23%, kambing 21%, sapi 1% dan babi 25%.

Toksoplasmosis pada ternak babi dan

kambing yang dipotong di RPH Surabaya

menunjukkan prevalensi cukup tinggi 40% (

Sasmita et al., 1998). Pemeriksaan serologis

pada sampel darah kambing dan domba

yang berasal dari daerah Indramayu dan

Karawang menunjukkan hasil yang positif

masing-masing 70% dan 84%

(Khadjadatun, 2004). Sedangkan Hanafiah

et al. (2006) melaporkan angka prevalensi

toksoplasmosis pada masyarakat di Banda

aceh sebesar 3,15%, sedangkan pada ternak

bervariasi anatara lain kambing 40%, ayam

25 %, sapi 23%, itik 20%, kucing 16%,

kerbau 15% dan domba 10%.

Bertitik tolak dari masalah yang

diuraikan dimuka, peneliti ingin mengukur

prevalensi serologi toksoplasmosis pada

kambing yang dijual di Kota Makassar.

Pada penelitian ini akan dilakukan

pengujian ELISA toksoplasmosis pada

kambing yang dijual di Kota Makassar

untuk mengetahui tingkat prevalensinya.

MATERI DAN METODE

Materi

Materi penelitian meliputi alat dan

bahan yang digunakan dalam penelitian

seperti serum kambing, dan Elisa Kit.

Alat-alat yang digunakan dalam

penelitian antara lain vacumtainer,

waterbath, rak dan tabung eppendorf,

sentrifus, Eliza reader, botol serum,

ependorf, pH meter dan kamera digital.

Metode

Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini

mengunakan metode kajian lintas seksional,

dengan alasan bertujuan menghitung

prevalensi dan menyidik penyebab

penyakit. Alasan lainnya adalah kajian

lintas seksional cepat, berguna untuk

kejadian penyakit yang lambat (kronis) ,

baik digunakan untuk faktor penyebab yang

tidak berubah karena jenis kelamin, bangsa,

dan jenis darah. Keuntungan kajian lintas

seksional adalah efisien dan murah.

Sampel penelitian

Besaran sampel menggunakan

rumus menurut Budiharta (2002) sebagai

berikut :

n =4PQ/L2

tingkat kepercayaan 95%

P = perkiraan aras penyakit

Q = 1-P

L = Galat yang diinginkan

Bila n > 10% populasi penghitungan

besaran sampel dilanjutkan dengan rumus

sebagai berikut :

Page 63: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

59 Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual Di Kota Makassar

1

N2 = --------------------

1/n1 + 1/N

Berdasarkan data yang dikumpulkan

terdapat 6 pedagang dengan total populasi

196 ekor.

Besarnya sampel dengan perkiraan

aras penyakit 15%, tingkat kepercayaan

95% adalah

n = 4PQ/L2

n = 4(0,15)(0,85)/0,12

n = 51 ekor -- > 10% populasi,

besaran sampel ditentukan dengan

rumus lanjutan

1

N2 = ----------------------

1/n1 + 1/N

1

N2 = -------------------- = 40,4 40 ekor

1/51 + 1/190

Tabel 1. Daftar Pedagang dan Jumlah Kambing yang Dilakukan Pemeriksaan Serologis.

No Nama Pedagang Populasi

(ekor)

Jumlah

sampel

(ekor)

Jenis kelamin Umur

Jantan Betina < 1

tahun

>2

tahun

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Jamaluddin

Yahya Dg Sekke

H. Natsir Dg Tabba

Abdul Malik

Kamaruddin Dg Nyampa

Saruddin

40

32

40

30

34

20

8

7

8

6

7

4

4

4

4

3

3

2

4

4

4

3

3

2

4

3

4

2

3

2

5

4

5

3

3

2

Jumlah 196 40 20 20 18 22

Koleksi sampel serum

Tahap koleksi sampel serum dalam

penelitian ini dilakukan pada bulan Mei

sampai Juni 2012. Tahap koleksi ini

dilaksanakan oleh tim peneliti STPP Gowa.

Serum contoh yang dikoleksi diambil secara

purposif berdasarkan besaran yang telah

ditentukan dan diizinkan oleh pemilik.

Pembuatan serum dilakukan dengan

cara mengambil darah kambing melalui

vena jugularis menggunakan spuit 5 mL.

Darah yang telah diambil selanjutnya

diinkubasi dalam suhu ruangan selama 1

jam dengan posisi mendatar. Darah

kemudian diinkubasikan kembali selama 24

jam dalam suhu 40C. Serum yang terbentuk

selanjutnya dipanen dengan meletakkan

dalam tabungmikro berukuran 1,5 mL.

Penyimpanan serum dilakukan dalam suhu -

180 C sebelum selanjutnya dikirim dalam

keadaan dingin ke Balai Besar Penelitian

Veteriner Bogor untuk diuji dengan metode

indirect Elisa.

Langkah kerja metode indirect elisa

Metode indirect Elisa terdiri dari 8

tahap yaitu pre-treatment serum, coaling

sumuran cawan, blocking, peletakan serum

contoh (sampel), pemberian antibodi

pendeteksi, konjugat, substrat, stop solution,

dan pembacaan nilai absorbansi.

a. Penyiapan contoh serum

Contoh serum/plasma dapat

disimpan pada suhu 2-5°C sampai

24 jam atau disimpan dalam

keadaan beku -18°C untuk waktu

lama.

b. Prosedur uji

1) Siapkan pereaksi dan contoh serum,

contoh dicatat sesuai layout.

2) Coating antigen (Toxoplasma)

dengan 100 µl/well antigen SA

(satuan eppendorf untuk satu

mikroplate g m dan

diinkubasikan pada 4°C o.n. atau

37°C – 2 jam.

3) Cuci Mikroplate dengan PBS 3 – 5 x

dengan volume 200 µl / well.

4) Blocking dengan 200 µl Blocking

Page 64: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

60 Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual Di Kota Makassar

Buffer dan inkubasikan 37°C – 1

jam.

5) Cuci mikroplate dengan PBS Triton

– X 100 (0,05%) 3 – 4 X dengan

volume 200 µl / well (bermanfaat

untuk menghilangkan gelembung

udara dalam mikroplate).

6) Tambahkan 100 µl / well serum

yang telah diencerkan dalam

inkubation buffer dan diinkubasi

pada 37 °C – 1 jam.

7) Cuci mikroplate dengan PBS dan

PBS Trition-X (0,05%) seperti

langkah No. 5.

8) Tambahkan 100 µl/well Alkaline

Phosphatase Conjugated anti sheep

dalam incubation Buffer (1:3000)

dan diinkubasi pada 37°C – 1 jam.

9) Cuci mikroplate dengan PBS dan

PBS Triton-X 100 (0,05%) seperti

langkah No.5.

10) Tambahkan 150 µl/well pNPP

dalam Substrat Buffer dan

inkubasikan pada 37°C selama 30

menit.

11) Tambahkan 150 µl/well Stop

Reaction Solution 2 N NaOH.

12) Baca mikroplate pada ELISA

Reader dengan filter panjang

gelombang 405 nm.

13) Hitung hasilnya dengan ketentuan

sebagai berikut :

- CO = (OD kontrol negatif) +

(2xSD kontrol negatif)

- SD = Simpangan Baku

- Sampel dinyatakan + jika OD

sampel ≥ OD CO

- Sampel dinyatakan - jika OD

sampel < OD CO

Analisis Data

Data yang didapatkan ditabulasikan

dan dihitung angka kejadian toksoplasmosis

menggunakan rumus prevalensi dan

ditampilkan secara deskripsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uji Elisa terhadap 40

sampel serum darah kambing, didapatkan

hasil sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Pengujian Elisa Sampel Serum Darah Kambing.

Kode sampel Jenis Kelamin Umur (Tahun) Hasil Elisa

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

>2

>2

>2

>2

>2

>2

>2

>2

>2

<1

<1

<1

<1

>2

>2

>2

>2

<1

<1

<1

<1

<1

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

-

+

+

+

+

+

+

-

+

+

+

Page 65: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

61 Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual Di Kota Makassar

Kode sampel Jenis Kelamin Umur (Tahun) Hasil Elisa

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Betina

Jantan

<1

<1

<1

<1

<1

>2

>2

>2

>2

>2

>2

>2

<1

<1

<1

<1

>2

>2

+

+

+

+

+

+

+

-

-

+

+

-

+

+

+

+

+

+

Tabel 2 menunjukkan berdasarkan

uji Elisa, serum darah kambing yang

menunjukkan hasil positif toksoplasmosis

sebanyak 35 ekor (87,5%), sedangkan

serum darah kambing yang menunjukkan

hasil negatif toksoplasmosis adalah 5 ekor

(12,5%).

Hasil pengujian Elisa berdasarkan

jenis kelamin sebagai berikut pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengujian Elisa Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin Hasil uji

+ (%) - (%)

Betina

Jantan

18 (90%)

17 (85%)

2 (10%)

3 (15%)

Jumlah sampel 35 (87,5%) 5 (12,5%)

Berdasarkan Tabel 3 diatas

persentase prevalensi toksoplasmosis pada

kambing betina lebih tinggi dibandingkan

pada kambing jantan.

Hasil pengujian Elisa berdasarkan

umur sebagai berikut pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengujian Elisa Berdasarkan Umur.

Umur (tahun) Hasil uji

+ (%) - (%)

<1

>2

16 (88,89%)

19 (86,36%)

2 (11,11%)

3 (13,64%)

Jumlah sampel 35 5

T. gondii dapat menginfeksi semua

bangsa kambing dan domba baik jantan

maupun betina. Infeksi parasit T. gondii

pada kambing dan domba secara klinis

sukar diketahui, dan hanya dapat dideteksi

secara serologik. Teknologi Elisa

merupakan teknologi diagnosis secara

serologis paling utama digunakan dewasa

Page 66: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

62 Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual Di Kota Makassar

ini. Hal ini disebabkan tidak hanya

sensivisitas dan spesifisitasnya yang lebih

tinggi dibanding teknik- teknik lainnya,

tetapi juga karena keluwesan dan keluasan

aplikasi untuk berbagai tujuan cukup

memadai (Subekti, D.T., Wayan T. Artama

dan Tolibin Iskandar, 2007).

Tes Elisa dapat digunakan untuk

mendeteksi antibodi maupun antigen.

Pemeriksaan Elisa dapat digunakan untuk

mendeteksi antibodi dalam tubuh manusia

maupun hewan. Dalam mendeteksi

antibodi, tes Elisa dapat digunakan untuk

mendeteksi antibodi IgM, dan kadang-

kadang juga digunakan untuk mendeteksi

IgG. Adanya IgM merupakan tanda adanya

infeksi baru, atau infeksi yang terjadi

beberapa hari atau beberapa minggu yang

telah lewat (Setiawan, I.M., 2007).

Berdasarkan hasil pemeriksaan

klinis pada 40 ekor kambing yang diambil

sampel darah, tidak memperlihatkan gejala

klinis yang menunjukkan gejala sakit.

Sedangkan hasil pemeriksaan serologis

dengan metode Elisa, 35 ekor (87,5%)

kambing positif toksoplasmosis, 5 ekor

(12,5%) kambing negatif toksoplasmosis.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kasus

toksoplasmosis pada kambing dan domba di

Kota Makassar sudah sangat tinggi dan

perlu perhatian yang serius. Keadaan ini

kemungkinan ada kaitannya dengan

keberadaan inang definitif. Peran hewan

definitif, kucing, ayam, tikus dan inang

perantara yang lain di lingkungan

peternakan tidak diketahui dan masih perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut. Kebiasaan

kambing makan rumput saat digembalakan

atau diberi makan seperti daun-daunan dan

tanaman perdu akan mempermudah

kambing untuk terinfeksi toksoplasma.

Faktor lain, kambing yang ada didaerah

pemukiman penduduk dengan ditunjang

keberadaan kucing, kemungkinana tercemar

ookista menjadi lebih besar. Ini sejalan

dengan pengamatan dilapangan, pedagang

kambing di Kota Makassar, umumnya ada

didaerah pemukiman padat penduduk.

Tingginya prevalensi

toksoplasmosis sampai 87,5% tanpa

menunjukkan gejala klinis disebabkan uji

Elisa mendeteksi adanya IgM. Keberadaan

IgM dalam serum darah merupakan tanda

adanya infeksi baru, atau infeksi

toksoplasmosis yang terjadi beberapa hari

atau beberapa minggu yang telah lewat.

Toksoplasmosis menurut Chandra (2001)

dan Cossart et al. (2001) dibedakan menjadi

2 jenis, yaitu toksoplasmosis dapatan

(acquired toxoplasmosis) dan

toksoplasmosis bawaan. Pada

toksoplasmosis dapatan, infeksi terjadi

setelah kelahiran, gejala klinik tidak

nampak, akan tetapi timbul reaksi

imunologi (ditandai dengan keberadaan

antibodi terhadap toksoplasmosis dalam

darah atau serum). Toksoplasmosis bawaan

merupakan kasus toksoplasmosis yang

terjadi secara vertikal (toxoplasmosis

congenital). Hal ini terjadi bila hewan yang

bunting terinfeksi T. gondii. Manifestasi

klinik, bila terjadi pada trisemester pertama

kebuntingan, menyebabkan abortus

terutama pada kambing dan domba.

Berdasarkan jenis kelamin,

prevalensi kambing jantan yang terinfeksi

toksoplasmosis adalah 17 ekor (85%),

sedangkan betina 18 ekor (90%). Secara

umum infeksi toksoplasmosis dapat

menyerang baik pada hewan jantan maupun

betina (Subekti, D.T., Wayan T. Artama

dan Tolibin Iskandar, 2007).

Hasil pemeriksaan berdasarkan

umur kambing, prevalensi pada kambing

berumur dibawah 1 tahun 16 ekor (88,89%)

dan umur diatas 2 tahun 19 ekor (86,36%).

Sebagai pembanding pada kucing di Kansas

Amerika Serikat, seroprevalensi

toksoplasmosis pada kucing dewasa 37,5%

sedangkan kucing muda (11-26 minggu)

16,2%. Menurut Nissapatorn et al. (2003),

prevalensi toksoplasmosis bervariasi dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

kepekaan spesies, perbedaan jumlah

sampel, distribusi geografis, metode

diagnosis dan faktor resiko (adanya oosista

dan kucing terinfeksi).

Page 67: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

63 Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual Di Kota Makassar

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan,

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Prevalensi toksoplasmosis pada

kambing yang dijual di Kota Makassar

adalah 87,5%.

2. Faktor pendukung tingginya prevalensi

tersebut diantaranya iklim, sanitasi

lingkungan buruk, adanya hospes

definitif kucing maupun hospes

perantara tikus.

Saran

1. Hasil penelitian yang didapatkan

sebaiknya dilakukan penelitian lebih

lanjut dengan jumlah sampel yang lebih

banyak dan lokasi yang berbeda untuk

menentukan secara epidemiologi

penyebaran toksoplasmosis di Kota

Makassar.

2. Penyuluhan kepada pedagang dan

masyarakat tentang tatacara beternak

yang baik, serta penanggulangan dan

pencegahan penyakit toksoplasmosis.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih penulis

sampaikan pada Unit Penelitian dan

Pengabdian pada Masyarakat (UPPM)

STPP Gowa yang telah memberikan dana

untuk penelitian ini (2012).

DAFTAR PUSTAKA

Budiharta, S. 2002. Kapita Selekta

Epidemiologi Veteriner. Bagian

Kesehatan Masyarakat Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas gadjah Mada

Yogyakarta.

Chandra, G. 2001. Toxoplasma gondii:

Aspek biologi, diagnosis dan

penatalaksanaannya. Medika 6: 302

–306.Universitas Hasanudin.

Makasar

Cossart, P., Bonquet, P. Normark, S. and R.

Rappaouli. 2001. Cellular

Microbiology. ASM Press,

Washington DC. 217 p.

Dubey, J.P. 1990. Status of toxoplasmosis

in sheep and goat in The United

States. J. Am. Vet. Med. Assoc.

51:1895 – 1899.

Gandahusada, S. 1995 : Penanggulangan

Toksoplasmosis dalam

Meningkatkan Kualitas Sumber

Daya Manusia. Majalah Kedokteran

Indonesia edisi 6 hal: 365-370.

Khadjadatun. 2004. Seroprevalensi

toksoplasma pada domba dan

kambing. Bull. Lab. Veteriner. hlm.

1 – 4.

Levine, ND. 1990 : Protozoologi Veteriner.

Penerbit Gadjah Mada University

Press Yogyakarta.

Hanafiah, M., Wisnu Nurcahyo, Mufti

Kamaruddin dan Fadrial Karmil ,

2009. Produksi dan Isolasi Protein

Membran Stadium Bradizoit

Toxoplasma gondii : Suatu Usaha untuk

Mendapatkan Material Diagnostik

dalam Mendiagnosa

Toksoplasmosis. Jurnal Veteriner

September 2009 Vol. 10 No. 3 :

156-164

Nissapatorn, V., Lee, C.K.C, Khairul, A.A,

2003 . Seroprevalence

Toxoplasmosis among AIDS

Patients in Hospital Kuala Lumpur.

Singapore Med J. 44(4): 194-196.

Remington, J.S., P. Thulliez dan J.G.

Montoya. 2004. Minireview: Recent

Developments for Diagnosis

Toxoplasmosis. J. Clin. Microbiol.

42 (3): 941 – 945.

Resendes, A.R., J.B. Dubey, S. Pont and M.

Domingo. 2002. Disseminated

toxoplasmosis in a mediterranean

pregnant Risso’dolphin (Grampus

griseus) with tranplasental fetal

Page 68: JURNAL PENGEMBANGAN PENYULUHAN …...Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas terbitnya jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Bidang Ilmu-ilmu Peternakan,

64 Prevalensi Toxoplasmosis pada Kambing yang Dijual Di Kota Makassar

infection. J. Parasitology. 88: 1029

– 1032.

Sasmita, R. 1986. Toxoplasmosis sebagai

penyakit anthropozoonosa. Media

Kedokteran Hewan 2: 162 –168.

Sasmita, R. 1991. Infeksi Buatan

Toxoplasma gondii Isolat Surabaya:

Beberapa Aspek Serologis,

Gambaran Darah dan

Histopatologis Mencit (Mus

musculus).Disertasi. Universitas

Arlangga, Surabaya. 131 hlm.

Sasmita, R., Ernawati dan M. Samsuddin.

1998. Insiden toksoplasmosis pada

babi dan kambing di RPH Surabaya.

The Indonesian J. of Parasitology

the Indonesian Parasite Control

Ass. 5: 71 – 75.

Setiawan, I.M. 2007. Pemeriksaan Enzime-

linked Imunosorbent Assay (Elisa)

untuk Diagnosis Leptospirosis.

Jurnal Eber Papyrus Volume 13

No. 3 bulan September. Hal. 125-

136.

Sri-Hartati dan Wieklati. 1992: Prevalensi

Toksoplasmosis secara Serologis

pada Domba, Kambing, Sapi dan

Babi serta Pekerja Rumah Potong

Hewan Kodya Surakarta. Laporan

Penelitian. Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.

Subekti, D.T, Wayan T Artama dan Tolibin

Iskandar. 2007. Perkembangan

kasus dan Teknologi Diagnosis

Toksoplasmosis. Lokakarya

Penyakit Zoonosis Nasional.

Tizard, I.R. 2000. Veterinary Immunology.

6th edition. W.B.Saunders Co.

Pennsylvania. 579 p.

Vidal, J.E., F.A. Colombo, A.C.P.De

Oliveira, R. Focaccia and V.L.

Pereira-Chioccola. 2004. PCR

Assay using Cerebrospinal Fluid for

Diagnosis of Cerebral

Toxoplasmosis in Brazilian AIDS

Patients. J. Clin. Microbiol. 42 (10) :

4765 – 4768.