ndaruimoet.files.wordpress.com€¦ · Web viewartikel umbi gadung (dioscorea hispida dennst)...
Transcript of ndaruimoet.files.wordpress.com€¦ · Web viewartikel umbi gadung (dioscorea hispida dennst)...
ARTIKEL UMBI GADUNG
(Dioscorea hispida Dennst)
DISUSUN OLEH :
NAMA MAHASISWA : HASRI NDARU K
NIM : 22030111120005
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
TAHUN 2011/2012
GADUNG
(Dioscorea hispida Dennst)
I. PENGENALAN GADUNG
A. Taksonomi
Secara taksonomi gadung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Klasifikasi ilmiahKerajaan : Plantae – Plants
Subkingdom : Tracheobionta – Vascular plants
Superdivision : Spermatophyta – Seed plants
Division : Magnoliophyta – Flowering plants
Class : Liliopsida – Monocotyledons
Subclass : Liliidae
Ordo : Dioscoreales
Family : Dioscoreaceae – Yam family
Genus : Dioscorea L. – Yam
Species : Dioscorea hispida Dennst. – intoxicating yam
Nama binomialDioscorea hispida Dennst.
B. Morfologi
Tanaman berumbi adalah salah satu kekayaan nabati di
alam kita, diantaranya adalah gadung. Jenis ini di Indonesia
dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu gadung, sekapa,
bitule, bati, kasimun, dan lain-lainnya. Dalam bahasa latinnya
gadung disebut Dioscorea hispida Dennst.
Gadung merupakan perdu memanjat yang tingginya dapat
mencapai 5-10 m. Batangnya bulat, berbentuk galah, berbulu,
dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun.
Umbinya bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit
umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya
berwarna putih gading atau kuning. Umbinya muncul dekat
permukaan tanah. Dapat dibedakan dari jenis-jenis dioscorea
lainnya karena daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3
helai daun (trifoliolatus), warna hijau, panjang 20-25 cm, lebar 1-
12 cm, helaian daun tipis lemas, bentuk lonjong, ujung meruncing
(acuminatus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, pertulangan
melengkung (dichotomous), permukaan kasar (scaber). Bunga
tersusun dalam ketiak daun (axillaris), berbulit, berbulu, dan
jarang sekali dijumpai. Perbungaan jantan berupa malai atau
tandan, panjang antara 7-55 cm, perbungaan betina berupa bulir,
panjang antara 25-65 cm. Buah lonjong, panjang kira-kira 1 cm,
berwarna coklat atau kuning kecoklatan bila tua. Akar serabut.
Gadung ini berasal dari India bagian Barat kemudian
menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Tumbuh pada tanah
datar hingga ketinggian 850 m dpl, tetapi dapat juga diketemukan
pada ketinggian 1.200 m dpl. Di Himalaya Dioscorea hispida di
budidayakan di pekarangan rumah atau tegalan, sering pula
dijumpai di hutan-hutan tanah kering. Umbinya sangat beracun
karena mengandung alcohol yang menimbulkan rasa pusing-
pusing. Dengan cara pengolahan khusus akhirnya dapat dimakan.
C. Jenis – jenis Gadung
Berdasarkan warna daging umbinya, gadung dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu gadung outih dan kuning. Gadung
kuning umumnya lebih besar dan padat umbinya bila
dibandingkan gadung putih. Jumlah umbi dalam satu kelompok
dapat mencapai 30 umbi, dan jumlah umbi ini dari masing-masing
varietas hamper tidak berbeda.[1]
Dari umbinya gadung ini pun dibagi ke dalam beberapa
varietas antara lain :
1. Gadung betul, gadung kapur, gadung putih (Melayu & Jawa).
Kulit umbinya berwarna putih serta daging berwarna putih atau
kuning.
2. Gadung kuning, gadung kunyit, gadung padi (Melayu). Kulit
umbinya berwarna kuningdan begitu pula dengan dagingnya;
permukaannya beralur lembut dan panjang.
3. Gadung srintil (Jawa). Ukuran tandan umbinya antara 7 cm
sampai 15 cm dengan diameter 15 cm sampai 25 cm.
4. Gadung lelaki (Melayu). Duri pada batang tidak terlalu banyak,
warnanya hijau keabu-abuan. Bagian dalam umbi berwarna
putih kotor, berserat kasar serta agak kering.
II. PENYEBARAN GADUNG
Tanaman gadung ini pada umumnya juga belum dibudidayakan
secara teratur. Penanaman cukup teratur terdapat di Jawa Barat,
Jawa Timur dan Lampung.[2] Pada umumnya tanaman gadung belum
dibudidayakan di daerah Sumatera Barat, Jambi, Riau, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan
Maluku. Tanaman tersebut terdapat tumbuh liar di pinggirpinggir
hutan. Di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta tanaman gadung ini
dibudidayakan namun tidak teratur. Pada umumnya petani tidak
melaksanakan penyiangan, pembumbunan, pemupukan dan
pemberantasan hama/penyakit. Hanya di daerah Jawa Barat, Jawa
Timur dan D.I. Yogyakarta petani melakukan penyiangan,
pembubunan dan pemupukan. Rincian tingkat pemeliharaan tanaman
gadung ini dapat di dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Pemeliharaan Tanaman Gadung (%)
No Propinsi Budidaya
teratur
Budidaya tidak
teratur
Tumbuhan
liar
1 Jawa Barat 20 80 -
2 Jawa Tengah 0 100 -
3 Jawa Timur 32,5 67,5 -
4 D.I.Yogya 0 66 34 di pekerangan
5 Sumatera Barat 0 0 100
6 Jambi 0 0 100 di pinggir-
pinggir hutan
7 Riau 0 0 100 di pekarangan
pinggir sungai
8 Lampung 30 70 0
9 Kalsel 0 0 100 di hutan dan di
pinggir sungai
No Propinsi Budidaya
teratur
Budidaya tidak
teratur
Tumbuhan
liar
10 Sultra 0 51 49
11 Sulsel 0 0 100 di hutan-hutan
12 Sulteng 0 0 100 di hutan-hutan
13 Maluku 100 0 -
Tabel 2. Beberapa perlakuan Budidaya & Tingkat pemeliharaan
Tanaman Gadung
No PropinsiJarak
tanam
Rata-rata
hasil/rumpun
Tingkat pemeliharaan %
Menyiang membumbun memupuk
1Jawa
Barat
Tak
teratur5 kg/rumpun O 50 5
2Jawa
Tengah
Tak
teratur
4,3
kg/rumpun0 100 0
3Jawa
timur
Tak
teratur
37,5%
teratur
67,5%
5,6
kg/rumpun95 97,5 100
4 D.I.YogyaTak
teratur5 kg/pohon 100 100 80
5Sumatera
Barat- - - - -
6 Jambi Tak
teratur
35
kg/rumpun100 0 0
7 RiauTak
teratur
2,5
kg/rumpun0 0 0
8 LampungTak
teratur
5-6
kg/rumpun0 0 0
9 Kalsel - - - - -
No PropinsiJarak
tanam
Rata-rata
hasil/rumpun
Tingkat pemeliharaan %
Menyiang membumbun memupuk
10 SultraTak
teratur
30
kg/batang0 0 0
11 Sulteng - - - - -
12 SulselTak
teratur90 0 0 0
13 Maluku - - - - -
III. BUDIDAYA GADUNG
A. Bibit dan Waktu Tanam
Biasanya gadung diperbanyak dengan menggunakan umbi
atau bijinya walaupun perbanyakan dengan stek masih
dimungkinkan. Tetapi biasanya hasil panennya kurang
memuaskan dibandingkan dengan umbi. Perbanyakan
menggunakan biji juga kurang umum diterapkan. Gadung
sebaiknya ditanam di awal musim hujan karena tanama ini tidak
ekonomis atau tidak umum di tanam di areal yang beririgasi
teratur. Di areal dengan musim hujan kurang dari 8 bulan,
penanaman awal sampai dengan 3 bulan sebelum datangnya
musim hujan dapat meningkatkan hasil sebesar 30 %.
Seiring perkembangan teknologi, selain perbanyakan
secara alami dengan umbi atau biji gadung dapat diperbanyak
dengan teknik kultur in vitro. Dengan cara ini gadung dapat
diperbanyak lebih cepat.[3]
B. Pengolahan Tanah dan Produksi Tanaman
Tanaman gadung menghendaki tanah dengan drainase
yang baik, subur, kandungan bahan organik yang tinggi, dan
tekstur tanah yang ringan. Umbi ditanam sebanyak 3 atau 4 buah
per lubang pada guludan-guludan. Penanaman ini dilakukan pada
awal atau akhir musim hujan, tergantung pada kultivar dan jangka
waktu pertumbuhan menuju kematangan. Sedangkan jarak tanam
yang digunakan yaitu guludan berjumlah 30 – 36 setiap kompleks,
sedangkan jarak antar tanaman adalah 37,5 – 50 cm, tergantung
besarnya habitus tanamannya. Kemudian tanaman muda ditutupi
dengan rumput kering pada saat penanaman berlangsung.
Tanaman muda disarankan diikat pada bambu yang dipasang
saat penanaman.
C. Pemeliharaan
1. Pemupukan dan Pengairan.
Sebelum penanaman, areal pertanaman dipupuk
menggunakan pupuk NPK beberapa hari sebelum penanaman
dilakukan. Pengairan merupakan hal yang tidak umum dilakukan
untuk merngairi tanaman ini. Hujan merupakan sumber air yang
paling diandalkan.
2. Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit.
Tidak terdapat gulma penting yang dilaporkan mengganggu
tanaman ini. Sedangkan hama yang penting yaitu yam beetle
(Heteroligus claudius) yang pada stadium larva memakan jaringan
umbi dan yam schoot beetle (Criocerts livida) yang pada stadium
larva memakan daun-daun muda dan tajuk. Hama pertama
biasanya ditanggulangi dengan melakukan rotasi tanaman dan
melakukan penanaman yang lambat (late planting). Hama yang
kedua dikendalikan melaksanakan penyemprotan pyrethrum.
Hama yang lainnya adalah ulat yang menyebabkan umbi
mengeras (rot). Hama ini dapat dikendalikan dengan eradikasi
atau pemusnahan tanaman yang terinfeksi dan dengan rotasi atau
pergiliran tanaman, sedangkan penyakit yang menyerang adalah
mosaik virus yang menyebabkan penyakit white yam, yellow
guinea yam I (paling mematikan), water yam, dan Chinese yam.
Gejala yang ditimbulkan adalah tanaman menjadi kerdil atau
terhambat pertumbuhannya. Pemilihan umbi yang sehat,
pemusnahan tanaman yang terinfeksi dan tanaman liar
merupakan cara yang dianjurkan untuk mencegah serangan
penyakit-penyakit tersebut.
Bintik-bintik coklat atau hitam pada daun dan batang bisa
disebabkan oleh sejenis jamur Cerocospora carbonacea, terdapat
pula beberapa jenis jamur lain yang menyerang batang dan daun
ini diantaranya Gloesporium pestis dan Glomerella singulata.
Virus Phylleutypa dioscoreae dan Goplana dioscoreae dapat
mengakibatkan batang atau cabang menjadi kecil mengeriting
seperti sapu. Jenis jamur yang menyerang umbi di gudang berupa
Rosellinia bunodes, Penicillium sp, Fusarium sp, sedangkan untuk
jenis Botrydiplodia theobromae selain menyerang di gudang juga
menyerang di kebun. Untuk jamur-jamur ini bisa diberantas
dengan fungisida. Pemberantasan jamur yang menyerang umbi,
perlakuannya sama dengan umbi yang diserang hama hanya saja
fungisida yang dipergunakan sebagai racunnya. Agar tidak terjadi
serangan jamur di gudang, sebelum umbi dimasukkan ke dalam
gudang, sebaiknya gudang disemprot terlebih dahulu dengan
fungisida setelah itu ditutup rapat rapat jangan sampai udara yang
masuk terlalu banyak selama satu hari satu malam.
D. Pemanenan
1. Masa panen
Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 12 bulan.
Pada budidaya tanaman ini dikenal istilah panen tunggal (single
harvesting) dan panen ganda (double harvesting). Pada panen
tunggal, tanaman dipanen setelah musim berakhir. Pemanenan
dilakukan setelah sebagian besar daun menguning Pemanenan
ini dilaksanakan 1 bulan sebelum penuaan (senescence) sampai
12 bulan sesudahnya. Pemanenan juga bisa ditangguhkan pada
musim berikutnya. Pemanenan yang demikian dapat
meningkatkan jimlah dan berat umbi yang dipanen.[4]
2. Cara memanen
Panenan dilakukan dengan jalan membongkar seluruh
kelompoknya atau hanya mengambil sebagian dari kelompoknya
saja. Cara yang kedua ini dapat dilakukan bila jumlah uwi yang
diperlukan dalam jumlah sedikit saja atau tanaman itu akan
dibiarkan hidup untuk kemudian diambil bijinya sebagai bibit.
Alat yang digunakan untuk memanen yaitu cangkul, garpu
tanah, kored, dan lain-lain. Caranya adalah dengan menggali,
mengangkat, dan memotong umbi agar terpisah dari tajuknya.
Panen terdiri dari panen pertama (first harvest) dan panen kedua
(second harvest). Panen pertama dilakukan pada saat
pertengahan bulan, kira-kira 4-5 bulan sesudah tanam, secara
hati-hati agar tidak merusak system perakaran, tanah digali
disekeliling tanaman dan umbi diangkat, kemudian umbi dilukai
tepat pada bagian bawah sambungan umbi tajuk. Selanjutnya
tanaman ditanam kembali sehingga tanaman akan membentuk
lebih banyak umbi lagi (retuberization) di sekitar luka setelah
panen pertama. Saat tanaman menua pada akhir musim, panen
kedua dilakukan. Saat ini tidak ada perlakuan khusus untuk
menjaga sistem perakaran. Gadung biasanya dipanen dengan
cara yang pertama atau panen tunggal. Sedangkan cara yang
kedua lebih banyak dilakukan pada Dioscorea cayenensis dan
Dioscorea alata.
E. Penyimpanan
Sangat sedikit gadung yang setelah dipanen kemudian
diproses lebih lanjut, umbi harus disimpan dalam bentuk segar.
Sebelum umbi disimpan atau diproses lebih lanjut, umbi
dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti memotong akarnya dan
membuang tanah yang masih melekat pada permukaan umbi. Ini
bisa dilakukan dengan mencuci di air bersih dan mengalirdengan
mempergunakan sikat halus yang terbuat dari ijuk aren bila perlu.
Selain itu sebelum disimpan, umbi segar dipanaskan (curing)
pada suhu 29-32 ° C dengan kelembaban relatif (relative
humidity) yang tinggi. Proses ini membantu meningkatkan cork
dan pengobatan luka pada kulit umbi.
Terdapat 3 faktor yang diperlukan agar penyimpanan
berlangsung efektif, yaitu :
1) Aerasi harus dijaga dengan baik. Hal ini diperlukan untuk
menjaga kelembaban kulit umbi, sehingga mengurangi
serangan mikroorganisme. Aerasi juga diperlukan agar umbi
dapat berespirasi atau bernafas dan menghilangkan panas
akibat respirasi tersebut.
2) Suhu harus dijaga antara 12-15 ° C. Karena penyimpanan
dengan suhu yang lebih rendah menyebabkan kerusakan umbi
(deterioration) dan warna umbinya berubah menjadi abu-abu.
Sedangkan penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi
membuat respirasi menjadi tinggi yang menyebabkan umbi
kehilangan banyak berat keringnya. Secara tradisional, petani
menyimpan umbi pada ruang yang teduh atau tertutup.
3) Pengawasan harus dilakukan secara teratur. Umbi yang rusak
harus segera dikeluarkan sebelum menginfeksi yang lain, dan
mengawasi kemungkinan serangan oleh tikus atau serangga.
IV. KANDUNGAN GIZI GADUNG
Tanaman gadung (Dioscorea hispida Dennst), bagi beberapa
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sumber
makanan yang mengandung karbohidrat merupakan kebutuhan
utama. Bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi
adalah termasuk pada jenis kacang-kacangan dan jenis umbi-
umbian. Salah satu sumber karbohidrat yang ada di Indonesia adalah
umbi gadung. Berikut ini adalah komposisi kimia dari umbi gadung :
Tabel 3. Komposisi Kimia Umbi Gadung
Zat Gizi Jumlah (%)
Air 78,00
Karbohidrat 18,00
Lemak 0,16
Protein 1,81
Serat Kasar 0,93
Kadar Abu 0,69
Diosgenin 0,20
Dioscinin 0,04
Umbi gadung kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi.
Kandungan karbohidrat umbi gadung memang tinggi, setara dengan
umbi-umbian lain. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.
Kandungan
gizi/100 g
Jenis umbi
Umbi
Gadung
Umbi
Ganyong Umbi Garut
Energi (Kal) 118 146 334
Karbohidrat (g) 27,3 34,8 73,4
Protein (g) 3,2 1,5 9,7
Lemak (g) 0,2 0,2 3,5
Kalsium (mg) 23,5 32 28
Fosfor (mg) 81,2 107,7 311
Besi (mg) 0,7 30,8 5,3
Vit A (RE) 0 0 0
Vit B (mg) 0,12 0,15 0,51
Vit C (mg) 11,8 15,3 0
Sumber : DKBM (Daftar Komposisi Bahan Kimia).
Dari tabel tersebut dapat dilihat perbandingan kandungan gizi
umbi gadung dengan umbi ganyong dan umbi garut. Memang
kandungan karbohidrat umbi gadung lebih rendah daripada umbi
ganyong maupun garut, tetapi memiliki kandungan protein dan Vit C
yang lebih tinggi daripada ganyong dan garut. Kalau dibandingkan
dengan singkong, umbi gadung segar mengandung kadar karbohidrat
relative lebih sedikit tetapi memiliki kadar protein dan kandungan air
yang lebih banyak.[1]
Kandungan gizi umbi gadung dibandingkan dengan beras dan
tepung terigu bisa dilihat pada tabel 5.
No Kandungan Gizi Beras
Giling
Tepung
terigu
Gadung
segar
1 Kalori (Kal) 360,00 385,00 101,00
2 Protein (g) 6,80 8,90 2,00
3 Lemak (g) 0,70 1.30 0,20
4 Karbohidrat (g) 78,90 77,30 23,20
5 Kalsium (mg) 6,00 16,00 20,00
6 Fosfor (mg) 140,00 106,00 69,00
7 Zat besi (mg) 0,80 1,20 0,60
8 Vitamin A (SI) 0,00 0,00 0,00
9 Vitamin B1 0,12 0,12 0,10
10 Vitamin C (mg) 0.00 0,00 9,00
11 Air (g) 13,00 12,00 73,50
12 Bagian yang dapat
dimakan (%)
100,00 100,00 85,00
Sumber : Direktorat Gizi Depkes ( 1981)
Kandungan gizi gadung dibandingkan dengan beras dan gandum
ditiunjukkan oleh tabel 5. Jika kandungan air pada gadung
diturunkan, akan didapat nilai gizi gadung yang sangat sepadan
dengan beras dan gandum bahkan dengan kandungan Vitamin C
yang lebih banyak.[5]
V. MANFAAT GADUNG
Gadung merupakan tanaman berjenis umbi-umbian, tanaman ini
populer di Indonesia tapi jarang diperhatikan. Meskipun tanaman
gadung merupakan tanaman yang mudah didapat dan harganya
relatif murah namun kemanfaatan gadung ini tidak banyak diketahui
orang. Bahkan saat ini gadung sudah banyak ditinggalkan.
Selama ini orang mengenal gadung hanya sebatas makanan
ringan. Biasanya untuk camilan yang dijadikan keripik. Selain untuk
camilan, gadung dapat sebagai pengental getah karet,dan dapat pula
dijadikan obat salah satunya adalah sebagai obat alternative
antidiabet.[6] Berikut ini beberapa manfaat yang bisa diambil dari
tanaman gadung :
1. Sebagai pangan alternatif
Umbi gadung mengandung karbohidrat cukup tinggi, sehingga
dapat dijadikan pangan sumber karbohidrat. Umbi gadung dapat
dijadikan bahan makanan pengganti gandum, yaitu dapat diolah
menyerupai tepung terigu. Seharusnya masyarakat kita tak akan
kekurangan pangan jika sumber daya lokal dimanfaatkan secara
optimal. Banyak produk lokal yang belum termanfaatkan dengan baik
sebagai bahan baku pangan. Jika penanganan pascapanen dan
pengolahanya dilakukan dengan tepat banyak sekali produk-produk
lokal yang bisa dijadikan pangan maupun bahan baku tepung yang
nantinya dapat dijadikan sebagai bahan baku makanan lain yang
memiliki nilai gizi yang tak kalah pentingnya dengan terigu. Selama
ini masyarakat Indonesia hanya mengenal tepung terigu sebagai
bahan utama membuat kue. Padahal di bumi Indonesia tersedia
berbagai macam bahan pangan seperti sukun dan umbi-umbian,
salah satunya adalah gadung yang selama ini dipandang sebelah
mata bahkan dinilai tak memiliki manfaat padahal gadung ini jika
diolah dengan baik tentunya akan menghasilkan produk yang tak
kalah pentingnya dengan terigu.
Banyak potensi yang dihasilkan dari ubi gadung. Namun
kurangnya informasi tentang pengolahan ubi gadung menyebabkan
ubi gadung kurang diminati. Maka perlu adanya informasi dan
teknologi lebih lanjut tentang potensi ubi gadung sehingga mampu
menjadi bahan pangan alternatif.
Umbi gadung bisa dijadikan berbagai makanan namun
syaratnya adalah jika umbi gadung telah mengalami proses
penghilangan racun. Bisa direbus, disawut, dikripik bahkan dapat
dijadikan aneka camilan kering karena selain rasanya yang enak dan
renyah juga mempunyai kandungan mineral dan vitamin yang cukup
tinggi.[7] Untuk menghasilkan olahan berkualitas maka harus
memperhatikan teknik mulai dari penyimpanan sampai pada
pengolahannnya.
2. Sebagai obat.
Keripik gadung yang sepintas hanya sebagai makanan
ringan, ternyata memiliki khasiat obat. Umbi gadung mengandung
dioskorin (racun penyebab kejang), saponin, amilum, CaC2O4,
antidotum, besi, kalsium, lemak, garam fosfat, protein, dan vitamin
B1. Menurut pakar tanaman obat Prof. Hembing Wijayakusuma,
dalam bukunya Tumbuhan Berkhasiat Obat, gadung dapat
mengatasi penyakit rematik. Umbi gadung dapat digunakan
sebagai obat luar maupun obat dalam. Untuk obat luar, umbi
gadung diparut lalu ditempelkan pada bagian yang sakit. Untuk
obat dalam, 15-30 g umbi segar atau 5 g umbi kering direbus lalu
airnya diminum, atau umbi dijadikan keripik lalu dikonsumsi. Untuk
mengatasi rematik, umbi gadung 30 g dan jahe merah 10 g
direbus dengan air 600 cc hingga tersisa 300 cc lalu disaring dan
airnya diminum.
Meskipun umbi gadung dikenal mempunyai senyawa
toksik, namun umbi gadung juga memiliki khasiat untuk
pengobatan seperti pada pengobatan kusta (lepra), sifilis,
kapalan, keputihan, nyeri haid, anti inflamasi, diabetes mellitus.[8]
Beberapa penyakit lain yang dapat dibantu
penyembuhannya oleh umbi gadung antara lain :
1. Lepra : 1/2 kepal tngan umbi gadung di cuci lalu diparut,
diremas dengan getah biduri 1 sendok makan dan batang
buta-buta 1 sendok makan; digosokkan pada kulit yang
terserang kusta atau lepra, dilakukan 3x sehari sebanyak yang
diperlukan.
2. Katimumul : satu kepal tangan umbi gadung dicuci bersih
kemudian di parut, untuk menurap ujung jari yang terserang
katimumul lalu dibalut, dilakukan 2x sehari sebanyak yang
diperlukan.
3. Patah tulang : satu kepal tangan umbi gadung yang telah
dicuci bersih lalu diparut dan diremas dengan air garam
seperlunya, untuk menurap bagian yang cidera dan dibalut
dengan daun bakung atau randu, dilakukan 2x sehari
sebanyak yang diperlukan.
4. Tahi lalat : 1/2 kepal tangan umbi gadung yang telah dicuci
kemudian diparut, hasil parutan diremas dengan air garam 1
sendok the, untuk menurap tahi lalat yang terasa gatal-gatal,
dilakukan beberapa kali sehari sebanyak yang diperlukan, bila
kering harus diganti.
5. Haid terasa nyeri : satu kepal tangan umbi gadung yang telah
dicuci lalu diparut, hasil parutan diremas dengan air garam 1
sendok makan, kemudian diturapkan lalu dibebat, dilakukan 2x
sehari pagi dan petang sebanyak yang diperlukan.[3]
3. Sebagai bahan racun binatang
Umbi gadung mentah mengandung alkaloid yang dapat
digunakan sebagai bahan racun hewan . Sisa pengolahan
tepungnya dapat digunakan sebagai insektisida. Pestisida nabati
daun mimba dan umbi gadung efektif mengendalikan ulat dan
hama pengisap. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan
pemabuk ikan.
4. Sebagai bahan baku bioetanol
Alkohol dapat dihasilkan dari bahan baku tanaman yang
mengandung pati, salah satunya adalah gadung dengan
mengubahnya menjadi glukosa yang dikenal dengan nama
bioetanol. Alkohol tersebut dapat diperoleh dari pengolahan lebih
lanjut dari air rebusan umbi gadung. Pembuatan bioetanol dari
limbah umbi gadung tersebut dapat meningkatkan nilai tambah
dan menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi.[9]
5. Sebagai pewangi
Selain umbinya, bunga dari tanaman gadung dapat pula
dimanfaatkan. Bunga dari tanaman gadung ini yang berwarna
kuning dapat digunakan untuk mewangikan pakaian dan dapat
pula dipakai sebagai hiasan rambut
VI. PENGOLAHAN UMBI GADUNG
Umbi gadung sebelum dikonsumsi atau dimasak, terlebih
dahulu harus dihilangkan racunnya, karena dapat menimbulkan
pusing-pusing bagi yang memakannya. Umbi gadung mengandung
racun atau zat alkaloid yang disebut dioscorin (C13H19O2 N), dimana
racun ini apabila dikonsumsi walaupun kadarnya rendah dapat
menyebabkan pusing. Pada gadung kadar dioscorin ini sangat tinggi
sehingga apabila tidak dilakukan pengolahan dengan benar dapat
menimbulkan akibat yang fatal.[4]
Selain mengadung dioscorin umbi gadung juga mengandung
asam sianida yang juga bersifat racun. Sianida merupakan salah satu
kategori limbah bahan berbahaya dan beracun yang banyak dijumpai
pada berbagai limbah lingkungan. Bahkan menurut Brachet,J sianida
merupakan racun bagi semua makhluk hidup dan juga dapat
menghambat pernapasan juga dapat mengakibatkan perkembangan
sel yang tidak sempurna.[10] Selanjutnya sianida dapat menghambat
kerja enzim ferisitokrom oksidase dalam proses pengambilan oksigen
untuk pernapasan.[11]
Untuk menghilangkan racun tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain :
A. Pengolahan dengan abu atau kapur
Penggunaan abu atau kapur ini difungsikan untuk mempercepat
pelucutan HCN yang terkandung dalam umbi gadung.[12]
1. Umbi dibersihkan dari tanah yang masih melekat dan langsung
dikupas kulitnya, pengupasan kulit harus cukup tebal
2. Setelah dikupas umbi dipotong-potong atau diserut sesuai
keperluan
3. Hasilnya kemudian dicampur dengan abu, dalam hal ini abu
berfungsi sebagai penetral racun yang terdapat dalam umbi.
Selain abu bisa juga dipergunakan kapur.
4. Pencampuran abu atau kapur dengan irisan-irisan umbi
dilakukan pada keranjang yang beranyam jarang, kemudian
diinjak-injak sampai cairan yang mengandung racun itu keluar.
5. Selanjutnya umbi diperam selama 2 x 24 jam di atasnya diberi
pemberat agar umbi tetap tertekan.
6. Setelah diperam, umbi yang bercampur dengan abu atau
kapur itu dijemur sampai kering.
7. Umbi yang telah kering kemudian dibersihkan dengan cara
merendamnya kedalam air mengalir selama 2 x 24 jam, sambil
diinjak-injak setiap harinya.
8. Umbi sudah siap dimasak
B. Pengolahan dengan garam
1. Pemberian garam berlapis
a. Umbi dibersihkan dari tanah langsung dikupas kulitnya,
pengupasan kulitnya dilakukan setebal mungkin
b. Kupasan umbi diiris tipis-tipis atau diserut
c. Keranjang bambu dilapisi garam,kemudian diberi irisan
umbi satu lapis, dilapisi garam lagi dan kemudian dilapisi
umbi lagi, begitu seterusnya sampai keranjang penuh.
d. Bagian terakhir dari lapisan ditutup dengan kain lalu diberi
pemberat dan diperam selama satu minggu.
e. Pekerjaan terakhir umbi dicuci dalam air yang mengalir
sampai garam dan racunnya hilang. Umbi yang telah bersih
dapat dicirikan oleh airnya yang jernih dan tidak terasa
asin.
2. Pemberian garam diaduk
a. Umbi dibersihkan dari tanah dan langsung dikupas kulitnya.
b. Kupasan umbi diiris tipis-tipis atau diserut.
c. Hasilnya dimasukkan kedalam tong atau ember plastik,
masukkan garam sebanyak mungkin dan aduk sampai
rata, serta irisan menjadi lemas, biarkan dalam rendaman
garam selama satu malam
d. Cuci rendaman diair mengalir dan bersih sampai garamnya
hilang betul / sampai tidak terasa asin.
e. Rendam umbi tadi didalam air tawar dan ganti setiap 3 jam
sekali selama 3 hari ; bila direndam di air mengalir atau
dibawah pancuran, umbi bisa dimasukkan kedalam
keranjang yang beranyam jarang sehingga air dapat masuk
dan mengalir dengan mudahnya, waktu yang diperlukan
dalam perendaman sekitar 3 hari
f. Angkat umbi dari tempat rendaman dan kukus atau dijemur
sampai kering
Cara-cara diatas dapat menurunkan HCN dalam gadung
kurang lebih 1-10 mg dalam setiapkilogram gadung yang diolah.[12]
VII. HASIL OLAHAN
Pemanfaatan umbi gadung sampai saat ini yang paling banyak
dilakukan oleh para petani adalah untuk membuat keripik. Keripik
gadung dengan penampilan yang cukup menarik dan apabila
dikonsumsi tidak menimbulkan rasa pusing banyak diminati oleh para
konsumen.
1. Keripik gadung Alat-alatAlat - alat yang dibutuhkan meliputi : pisau, wadah, tampah dan
beberapa sarana penunjang lainnya.
Bahan-bahan Bahan-bahan yang diperlukan adalah : umbi gadung, garam, abu
dapur, bumbu
Cara Pembuatan • Pilih umbi gadung yang masih segar.
• Kupas kulit umbi gadung dengan pisau yang tajam hingga
bersih.
• Irislah umbi gadung tersebut sehingga menjadi irisan-irisan yang
tipis.
• Lumuri umbi gadung tersebut dengan abu dapur sambil sedikit
diremas-remas hingga lunak.
• Jemur irisan umbi gadung yang berlumur abu dapur tersebut
hingga benar-benar kering.
• Rendam irisan umbi gadung dalam air mengalir selama 3-4 hari
Apabila air perendaman tidak mengalir, maka air perendaman
harus diganti setiap 2 3 jam sekali selama 3 4hari.
• Angkatlah irisan umbi gadung tersebut dari air perendaman
kemudian cuci dengan air bersih hingga abu dapurnya benar-
benar hilang.
• Cuci irisan umbi gadung tersebut dalam air garam (sekaligus
berfungsi untuk pembumbuan)
• Jemur kembali irisan umbi gadung tersebut sehingga benar-
benar kering.
• Irisan umbi gadung kering yang sudah berbumbu tersebut dapat
segera digoreng, disimpan ataupun langsung dikemas untuk
dijual.
2. Tepung gadung
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang diperlukan adalah umbi segar dengan
peralatan pisau, mortar dan saringan.
Cara Pembuatan : Umbi segar dikupas kulitnya, dipotong-potong kemudian dilakukan
perlakuan seperti diatas untuk menghilangkan racunnya.
Selanjutnya potongan yang sudah bersih dan siap kemudian ini
dijemur secara alami dibawah sinar matahari selama beberapa
hari (sampai benar-benar kering). Potongan ini kemudian
dihancurkan dengan menggunakan mortar atau penggilingan
tepung yang dijalankan oleh mesin dan disaring. Hasil tepung
yang baik adalah berwarna putih dan berbentuk serbuk tepung.
Potongan kering setelah dijemur dan tepung dapat disimpan
selama beberapa bulan.
Untuk pemanfaatan berikutnya setelah gadung menjadi tepung
gadung dapat dibuat menjadi berbagai olahan camilan kering
sampai basah salah satunya ceker ayam, stiek gadung, kue
bawang dll. Tepung gadung dapat berfungsi sebagai substitusi.
3. Pounded yamBahan dan alatBahan dan alat yang diperlukan adalah umbi rebus, dan peralatan
yang dibutuhkan adalah perebus dan penumbuk atau mortar.
Cara pembuatanCara pembuatan pounded yam adalah dengan merebus umbi
gadung, kemudian menumbuknya pada mortar sampai berbentuk
atau berupa bahan yang kental atau pasta. Pasta ini kemudian
dibentuk menjadi bola atau bulatan. Bulatan ini kemudian dimakan
dengan cara mencelupkannya dalam saus dan ditelan tanpa
dikunyah terlebih dahulu.
4. Fried yam ballsBahan dan alatBahan yang digunakan adalah umbi segar dan bumbu,
sedangkan peralatannya adalah pengupas, pemarut dan
penggoreng.
Cara PembuatanUmbi segar dikupas kulitnya, kemudian diparut. Selanjutnya
dicampur dengan bumbubumbu dan digoreng sambil dibentuk
bola atau bulatan.
5. Flake gadungBahan dan AlatBahan yang dibutuhkan adalah umbi segar yang telah dikupas,
sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah panic, kompor, alat
pemotong, plastik dan kulkas.
Cara PembuatanUmbi segar dikupas lalu direbus. Umbi rebusan ini
dipotongpotong
yang menyerupai flake. Bentuk flake ini dikeringkan dengan roller
drying lalu dikemas dalam plastik dan siap disimpan dalam
keadaan dingin
untuk jangka waktu yang lama. Cara menyajikannya adalah
dengan menuangkan air panas kedalam flake tersebut sambil
diaduk. Pengadukan ini akan menyebabkan flake berubah
menjadi bubur yang
kental seperti pasta dan dimakan sebagai saus atau makanan
utama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tanaman Gadung.URL:Http://www.bbpp-lembang.info/index.php
2. Umbi Gadung.URL:Http://www.deptan.go.id/gadung.pdf
3. Gadung, Manfaat, dan perbanyakan secara in
vitro.URL:Http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id
4. Lingga,pinus. 1993. Bertanam ubi-ubian. Cet 6. Jakarta : Penebar
Swadaya
5. Suhardi. 2006. Hutan dan Kebun sebagai Sumber Pangan Nasional.
cet 5. Yogyakarta : Kanisius
6. Majalah Farmasi Indonesia. 2007. Pengaruh pemberian infusa umbi
gadung (Dioscorea hispida Dennst) terhadap penurunan kadar
glukosa darah tikus putih jantan diabetes yang diinduksi aloksan.
18(1).p.29-33.
7. DepKes R.I. 1989. Materi Medika Indonesia. Jilid V. Dirjen POM.
Jakarta
8. Hariana, A. 2004. Tanaman Oabat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar
Swadaya
9. Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi Instan dan Waktu
Fermentasi terhadap pembuatan Alkohol dari Pati Gadung
(Dioscorea hispida Dennst).
URL:Http://www.repository.usu.ac.id/chapterII.pdf
10.Branchet, J. 1957. Biochemical Cytology. p.535. New York :
Academic Press Inc
11.Bohinski, R.C. 1987. Modern Concept in Biochemistry. p.567-607.
Fifth edition. Chapter fifteen : Oxidative phosphorylation. Allyn and
Bacon. Inc. Boston
12.Penentuan Efisiensi Pemisahan Sianida pada Pengolahan Umbi
Gadung (Dioscorea hispida Dennst).
URL:Http://www.digilip.batan.go.id/e-prosiding
ALAMAT BLOG : Http://ndaruimoet.wordpress.com