Web Kabupaten Bangli 2-Ran-RPJPD... · Web viewPenggunaan lahan wilayah Kabupaten Bangli pada tahun...

63
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1. KONDISI SAAT INI Pembangunan Kabupaten Bangli pada hakekatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Pembangunan Nasional dan Pembangunan Provinsi Bali. Pemerintah Kabupaten Bangli berupaya untuk selalu mengadakan perubahan yang terus menerus dan berkesinambungan ke arah yang lebih baik. Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, meliputi bidang sosial dasar dan sosial budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, hukum dan pemerintahan, keamanan, ketentraman dan ketertiban, sarana prasarana, pengembangan wilayah, tata ruang dan lingkungan hidup. Di samping banyak kemajuan yang telah dicapai, dalam dinamika kehidupan dan globalisasi akan banyak pula tantangan atau masalah yang dihadapi. Untuk mengantisipasi perkembangan dimasa-masa mendatang diperlukan upaya mengatasi dan meningkatkan hasil pembangunan 20 tahun ke depan. Dengan demikian sebelum mengembangkan arahan kebijakan pembangunan jangka panjang daerah, maka perlu diketahui kondisi umum daerah yang selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk prediksi kondisi daerah yang mungkin terjadi pada 20 tahun mendatang. 2.1.1. Administrasi dan Kondisi Fisik Dasar Wilayah A. Administrasi Wilayah Kabupaten Bangli merupakan salah satu dari 9 Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Bali yang dibentuk berdasarkan Undang -Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Secara geografis posisi Kabupaten Bangli merupakan satu-satunya wilayah kabupaten di Provinsi Bali yang tidak memiliki pantai, dan di batasi oleh lima Kabupaten lainnya di Bali yaitu Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Gianyar 10

Transcript of Web Kabupaten Bangli 2-Ran-RPJPD... · Web viewPenggunaan lahan wilayah Kabupaten Bangli pada tahun...

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. KONDISI SAAT INI

Pembangunan Kabupaten Bangli pada hakekatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Pembangunan Nasional dan Pembangunan Provinsi Bali. Pemerintah Kabupaten Bangli berupaya untuk selalu mengadakan perubahan yang terus menerus dan berkesinambungan ke arah yang lebih baik. Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, meliputi bidang sosial dasar dan sosial budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, hukum dan pemerintahan, keamanan, ketentraman dan ketertiban, sarana prasarana, pengembangan wilayah, tata ruang dan lingkungan hidup. Di samping banyak kemajuan yang telah dicapai, dalam dinamika kehidupan dan globalisasi akan banyak pula tantangan atau masalah yang dihadapi. Untuk mengantisipasi perkembangan dimasa-masa mendatang diperlukan upaya mengatasi dan meningkatkan hasil pembangunan 20 tahun ke depan. Dengan demikian sebelum mengembangkan arahan kebijakan pembangunan jangka panjang daerah, maka perlu diketahui kondisi umum daerah yang selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk prediksi kondisi daerah yang mungkin terjadi pada 20 tahun mendatang.

2.1.1. Administrasi dan Kondisi Fisik Dasar Wilayah

A. Administrasi Wilayah

Kabupaten Bangli merupakan salah satu dari 9 Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Bali yang dibentuk berdasarkan Undang -Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Secara geografis posisi Kabupaten Bangli merupakan satu-satunya wilayah kabupaten di Provinsi Bali yang tidak memiliki pantai, dan di batasi oleh lima Kabupaten lainnya di Bali yaitu Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Gianyar Kabupaten Badung dan Kabupaten Buleleng (sesuai batas-batas wilayah pada Bab I).

Secara administrasi Kabupaten Bangli, terbagi menjadi 4 wilayah Kecamatan dan 72 desa/kelurahan yaitu : Kecamatan Susut, Bangli Tembuku dan Kintamani. Luas wilayah Kabupaten Bangli adalah 52.081 Ha atau 9,24% dari luas wilayah Provinsi Bali (563.666 Ha). Ibukota Kabupaten Bangli adalah Kawasan Perkotaan Bangli. Data administrasi wilayah, jumlah desa dan luas Luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Berdasarkan Tabel 2.1. dapat dilihat bahwa luas wilayah Kecamatan Kintamani adalah 70,45 % dari luas wilayah Kabupaten dan bahkan merupakan kecamatan terluas di Provinsi Bali (6,51% dari luas wilayah Provinsi Bali), lebih besar dari luas wilayah Kabupaten Klungkung (31.500 Ha) dan hampir sama dengan luas wilayah Kabupaten Gianyar (36.800 Ha).

Tabel 2.1

Administrasi Wilayah Kabupaten Bangli

NoKecamatan Luas (Ha)PersentaseJml DesaPersentase

1Susut4.930 9,47 9 12,50

2Bangli5.630 10,81 9 12,50

3Tembuku4.830 9,27 6 8,33

4Kintamani 36.690 70,45 48 66,67

Kabupaten Bangli52.080 100,00 72 100,00

Provinsi Bali 563.666 9,24 616 11,69

Sumber : Kabupaten Bangli Dalam Angka, 2008

Administrasi Wilayah Kabupaten Bangli

Tabel II.1

B. Kondisi Fisik Dasar Wilayah

Kondisi fisik dasar wilayah kabupaten ditinjau berdasarkan aspek topografi, geologi, hidrologi, dan iklim.

Topografi wilayah berada pada ketinggian antara 100 – 2.152 meter dpl, dengan puncak tertinggi adalah Puncak Penulisan. Secara umum rentang ketinggian wilayah kecamatan Susut (100–920 m), Kecamatan Bangli (100 – 1200 m), Kecamatan Tembuku (320 – 920 m) dan Kecamatan Kintamani 920 – 2.152 m. Kelerengan wilayah bervariasi antar wilayah kecamatan dan secara umum berada pada kondisi dataran (0–2%), landai (2-15%), bergelombang (15-30%), curam (30-40%) dan sangat curam (>40%). Kondisi datar relatif hanya terdapat pada kawasan di kaki Gunung Batur, landai dan bergelombang pada wilayah Kecamatan Susut, Bangli dan Tembuku sedangkan bergelombang dan curam serta sangat curam pada wilayah Kecamatan Kintamani.

Tabel 2.2

Ketinggian Wilayah tiap Kecamatan di Kabupaten Bangli

NoNama Jumlah

Kecamatan 100 - 250250 - 500500 - 750750 - 1000>1000(Ha)

1Susut62,50 2.446,00 1.297,50 1.125,00 - 4.931,00

2Bangli340,00 1.412,50 917,50 2.053,50 902,50 5.626,00

3Tembuku- 1.650,00 2.539,50 642,50 - 4.832,00

4Kintamani 162,50 362,50 1.312,50 9.476,50 35.378,50 46.692,50

Kabupaten Bangli565,00 5.871,00 6.067,00 13.297,50 36.281,00 62.081,50

Persentase (%)0,91 9,46 9,77 21,42 58,44 100,00

Ketinggian Wilayah (m dpl)

Sumber : Kabupaten Bangli dalam angka 2008

Berdasarkan aspek Geologi, Kabupaten Bangli secara umum termasuk dalam formasi Buyan, Beratan dan Gunung Batur (Qpbb) yang berumur kuarter. Formasi ini pada bagian permukaan didominasi oleh tufa pasiran dan di beberapa tempat dijumpai tufa batu apung dan endapan lahar. Tufa pasiran umumnya melapuk menengah – tinggi berwarna kuning kecoklatan, berukuran pasir halus – kasar. Tufa batu apung berwarna putih kecoklatan, agak rapuh dan mudah lepas. Endapan lahar berwarna abu-abu sampai abu-abu kehitaman terdiri dari batuan beku andesit dan batuapung dengan masa tufa pasiran bersifat agak rapuh. Pada kaldera batur formasi geologi terdiri dari formasi geologi Batuan Gunung api Batur yang mengandung aglomerat, lava, dan tufa.

Berdasarkan peta kerentanan gerakan tanah Pulau Bali, didapatkan bahwa terdapat zona kerentanan gerakan tanah tinggi pada kawasan sekitar Kaldera Batur yang memiliki kelerengan curam dan sangat curam. Selanjutnya tersebar luas zona kerentanan gerakan tanah menengah (terdapat gerakan tanah terutama pada kawasan yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir (pinggir jurang), pada wilayah tebing bagian barat laut, utara dan timur laut Kaldera Batur, dan tersebar sedikit di selatan kaldera Batur.

Hidrologi wilayah terdiri atas air permukaan dan air tanah. Air permukaan terdiri dari Danau Batur dengan luas 1.607 Ha, kedalaman 70 meter, volume 815,58 juta/m3, panjang panjang garis pantai (shoreline) 21,4 km dengan daerah tangkapan seluas 10.535 Ha. Sungai yang ada di Kabupaten Bangli berjumlah 14 buah yang merupakan hulu-hulu sungai utama yang bermuara di bagian Selatan Pulau Bali. Air tanah di Kabupaten Bangli berdasarkan Peta Pengendalian pengambilan air tanah dan perlindungan daerah resapan (Dep. ESDM), menyatakan bahwa seluruh wilayah Kabupaten Bangli dari bagian utara Kota Bangli ke arah utara merupakan Daerah Resapan Air yang mengisi Cekungan Air Tanah (CAT) wilayah Kabupaten/Kota Sarbagita termasuk wilayah Kabupaten Bangli bagian selatan. Jumlah potensi mata air di Kabupaten Bangli tersebar di 88 buah titik di 42 desa dengan debit total 1.561,30 ltr/dt. Sungai-sungai yang mengalir di wilayah umumnya pendek dan jenis alirannya bersifat ephemeral, yang sebagian besar terletak di sebelah Utara, sedangkan yang mengalir ke bagian Selatan lebih panjang, aliran sungainya kebanyakan bersifat perenmial.

Kabupaten Bangli memiliki iklim tropis, suhu udara relatif rendah berkisar antara 150° - 300°C, semakin ke utara suhu semakin dingin. Angka curah hujan rata-rata tahunan terendah adalah 900 mm dan tertinggi 3.500 mm. Penyebaran curah hujan relatif tinggi (2.500 - 3.500 mm) meliputi bagian utara (lereng Gunung Batur) dan semakin rendah ke arah selatan wilayah. Curah hujan tertinggi terjadi bulan Desember – Maret dan terendah pada bulan agustus.

2.1.2. Sosial Dasar dan Sosial Budaya

A. Kependudukan

Penduduk pada dasarnya bisa dilihat dari dua sisi yaitu penduduk sebagai beban pembangunan dan potensi pembangunan. Penduduk sebagai beban pembangunan karena ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi, sedangkan penduduk sebagai potensi pembangunan akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan itu sendiri karena dengan adanya penduduk yang besar akan menciptakan permintaan sehingga secara kumulatif berdampak positif terhadap kegiatan pembangunan yang dapat mendorong kesejahteraan masyarakatnya.

Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir sejak tahun 1994-2008, jumlah penduduk Kabupaten Bangli menunjukkan peningkatan. Dari hasil registrasi penduduk, jumlah penduduk kabupaten Bangli terus bertambah dari tahun 1994 sebanyak 188.537 jiwa meningkat menjadi 213.808 jiwa pada tahun 2008. Meskipun jumlah penduduk bertambah, tapi laju pertumbuhan penduduk menunjukan kecenderungan menurun yaitu dari 1,74% tahun 1980 – 1990 menjadi 0,92% tahun 1990 – 2000. Berdasarkan hasil sensus penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk tahun 1994 sebesar 3,70% turun menjadi 0,41% di tahun 2007 – 2008. Bila dilihat per-kecamatan, maka pertumbuhan penduduk di Kecamatan Kintamani di atas rata-rata Kabupaten Bangli.

Tabel. 2.3

Luas, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan

Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bangli 2008

Kecamatan

Luas wilayah

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Sex Ratio

Kepadatan

Laju Pert.

Susut

49.31

21,245

21,669

42.914

98.04

870

0.16

Bangli

56.26

22,458

22,170

44.628

101.30

793

0.40

Tembuku

48.32

17,319

17,694

35.013

97.88

725

0.14

Kintamani

366.92

45,615

45,638

91.253

99.95

249

0.65

Total

520.81

106,637

107,171

21.3808

99.50

411

0.41

Sumber : Bangli dalam Angka 2009

Pertumbuhan penduduk terjadi secara alamiah karena kelahiran dan kematian maupun akibat selisih migrasi. Berdasarkan hasil SUSEDA tahun 2008 migrasi penduduk Kabupaten Bangli sebanyak 6.837 jiwa untuk migrasi risen/sementara dan 8.417 jiwa migrasi seumur hidup. Kepadatan penduduk secara demografis di Kabupaten Bangli tahun 2008 sebesar 411 jiwa per km2 meningkat bila dibandingkan pada tahun 1994 sebesar 362 per km2, dengan kepadatan penduduk sebesar itu yang tertinggi berada di Kecamatan Bangli dan terendah di Kecamatan Kintamani. Rasio jenis kelamin penduduk laki-laki terhadap perempuan pada tahun 2008 sebesar 99,50.

Komposisi penduduk menurut umur menunjukkan perubahan struktur penduduk dimana komposisi jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari jumlah penduduk yang non produktif. Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk juga meningkat dari 71,30 tahun pada tahun 2006 menjadi 71,40 tahun pada tahun 2007 (BPS Jakarta IPM, 2006-2007), sedangkan rasio ketergantunganya 46,55 persen, yang artinya setiap penduduk usia produktif harus menanggung sebanyak 47 penduduk yang tidak produktif. Bila dibanding ketergantungan ratio ketergantungan antara laki-laki dengan perempuan ternyata laki-laki lebih besar yaitu sebesar 49,63.(SUSEDA, 2008).

Lokomotif perekonomian Bali adalah sektor pariwisata (sektor tersier), sehingga sektor ini termasuk penyedia lapangan pekerjaan yang cukup besar bagi penduduk Bali, berbeda dengan di Kabupaten Bangli yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor primer sebesar 78.749 orang (Bali 746.487 orang), Sekunder 25.977 orang (Bali 400.948 orang) dan sector Tersier 35.909 orang (Bali 887.182 orang), sedangkan status pekerjaannya sebagian besar sebagai buruh bebas sebesar 61,90 %, sedangkan berusaha sendiri maupun dibantu oleh buruh tidak tetap /buruh tidak dibayar sebesar 30,42 %. (SUSEDA, 2008)

Penduduk usia kerja pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Termasuk kelompok angkatan kerja adalah mereka yang saat pencacahan dilakukan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) bekerja sekurang-kurangnya satu jam dalam seminggu yang lalu, ( 2) sementara tidak bekerja karena cuti, sakit, menunggu panen dan lain-lain serta (3) tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah (1) penduduk berstatus sekolah, (2) ibu rumah tangga yang hanya mengurus rumah tangga dan (3) lainnya yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan seperti pensiunan, cacat, dan lain-lain yang sejenis. Perbandingan antara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja disebut tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK).

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja

Di Kabupaten Bangli Tahun 1996-2008

Tahun

Jenis Kegiatan

TPAK (%)

Pengangguran

Terbuka (%)

Bekerja

Mencari

Pekerjaan

Angkata Kerja

Usia Kerja

2

3

4 = 2+3

5

6 = 4 : 5

7 = 3 : 4

1996

108,513

1,355

109,868

146,725

74.88

1.23

1997

119,656

1,531

121,187

147,534

82.14

1.26

1998

108,312

1,532

109,844

147,966

74.24

1.39

1999

120,360

1,203

121,563

150,837

80.59

0.99

2000

123,026

1,139

124,165

162,797

76.27

0.92

2001

123,465

1,642

125,107

165,902

75.41

1.31

2002

123,906

2,366

126,272

169,066

74.69

1.87

2003

124,348

3,410

127,758

172,290

74.15

2.67

2004

133,060

2,224

135,284

159,652

84.74

1.64

2005

133,060

2,224

135,284

159,652

84.74

1.64

2007

139,067

1,930

140,997

165,491

85.20

1.37

2008

137,805

3,633

141,438

167,534

84.42

2.57

Sumber : Bangli Dalam Angka 1996 – 2009.

Jumlah penduduk usia kerja di tahun 2008 sebesar 164.534 jiwa, terdiri dari angkatan kerja sebesar 141.438 jiwa dan bukan angkatan kerja sebesar 26.096 jiwa. Dari jumlah tersebut tingkat penggangguran terbuka sebesar 2,56% dengan TPAK sebesar 84,42%, dan ini menunjukan pasokan tenaga kerja yang tersedia untuk meproduksi barang dan jasa dalam kegiatan perekonomian Kabupten Bangli mencapai 84,42% dari penduduk usia kerja.

Dari hasil pendataan rumah tangga miskin oleh BPS (dengan mempergunakan 14 variabel) diperoleh data bahwa per 31 Mei 2006 jumlah rumah tangga miskin (RTM) di Kabupaten Bangli mencapai 13.191 rumah tangga, sedangkan hasil pendataan 31 agustus 2008 jumlah RTM mencapai 13.451 rumah tangga, ini berarti ada peningkatan sebesar 260 rumah tangga miskin, sedangkan prosentasenya menurun sebesar 1,97 %.

Tabel. 2.5.

Perkembangan RTM di Provinsi Bali Per 31 Desember 2008

No

Kabupaten/Kota

Data per

31 Mei 2006

Data per 31

Des 2008

Penurunan

%

1

Jembrana

6,998

5,727

1,271

18.16

2

Tabanan

11,672

11,624

48

0.41

3

Badung

5,201

3,826

1,375

26.44

4

Gianyar

7,629

7,509

120

1.57

5

Klungkung

8,460

7,988

472

5.58

6

Bangli

13,191

13,451

-260

-1.97

7

Karangasem

41,826

35,921

5,905

14.12

8

Buleleng

47,908

45,187

2,721

5.68

9

Denpasar

4,159

3,571

588

14.14

JUMLAH

147,044

134,804

12,240

8.32

Sumber : Kantor BPS Provinsi Bali, 2008

Upaya untuk membangun kualitas sumberdaya manusia tetap menjadi perhatian penting, mengingat sumberdaya manusia merupakan subyek dan sekaligus obyek pembangunan. Kualitas sumberdaya manusia semakin menjadi baik antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Kabupaten Bangli selama kurun waktu 1996 – 2007 terus mengalami peningkatan, yaitu IPM tahun 1996 sebesar 68,1 meningkat menjadi 69,46 di tahun 2007. Untuk peringkat nasional mengalami peningkatan peringkat dari 249 tahun 2006 menjadi 247 tahun 2007, bila dibandingkan dengan Provinsi Bali, Kabupaten Bangli termasuk peringkat 6, dimana IPM provinsi Bali tahun 2007 sebesar 70,53 termasuk peringkat 16 di Indonesia.

Tabel.2.6

Komponen IPM Kabupaten Bangli Tahun 1996 – 2007

KETERANGAN

TAHUN

Rata-rata

1996

1999

2002

2004

2005

2006

2007

Umur Harapan Hidup

69

70.5

71

71.1

71.3

71.3

71.4

70.8

Angka Melek Huruf

79.2

78.5

83.1

80.7

81.5

82.1

82.11

81.0

Rata-rata Lamanya Sekolah

5.5

5.5

6.2

6.2

6.5

6.5

6.5

6.1

Daya Beli (Ribu Rp.)

585

588.9

594.8

616.8

620.3

622

621.64

607.0

IPM BANGLI

68.1

64.4

66.7

67.9

68.7

68.9

69.46

67.7

Sumber : Bangli Dalam Angka dan BPS, Jakarta

Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Melalui upaya tersebut diharapkan derajat kesehatan masyarakat akan meningkat. Fasilitas kesehatan yang dimiliki Kabupaten sampai dengan tahun 2008 berupa dua rumah sakit yaitu sebuah rumah sakit umum dan sebuah rumah sakit jiwa yang merupakan satu-satunya terdapat di Provinsi Bali, 11 Puskesmas dan 56 puskesmas pembantu yang tersebar di masing-masing kecamatan di Kabupaten Bangli. Rasio puskesmas dan puskemas pembantu rata-rata sebesar 30,96 per 100.000 penduduk artinya setiap sekitar 1 puskesmas dan puskesmas pembantu mampu melayani penduduk 3.320 jiwa penduduk, sedangkan ratio tenaga medis, paramedis dan lainnya seperti diuraikan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7

Rasio Tenaga Medis dan Ratio Fasilitas Kesehatan

Kabupaten Bangli Tahun 2001-2008

Ratio Tenaga Kesehatan per 10.000 Penduduk

Ratio puskesmas per 100.000 penduduk

Tahun

Penduduk

Dokter Umum

Dokter Spesialis

Dokter Gigi

Lainnya

Total

2001

194,614

1.90

0.51

0.51

40.08

43.01

30.32

2002

196,722

1.52

0.36

0.30

37.67

39.85

31.52

2003

208,770

1.77

0.62

0.43

37.79

40.62

30.66

2004

210,018

1.38

0.62

0.57

37.57

40.14

30.00

2005

211,186

1.89

0.62

0.99

38.73

42.24

30.78

2006

212,014

2.74

0.61

1.04

51.32

55.70

31.60

2007

212,926

2.44

0.66

0.75

47.53

51.38

31.47

2008

213,808

2.85

0.65

1.08

49.16

53.74

31.34

Rata-rata

207,507

2.06

0.58

0.71

42.48

45.84

30.96

Sumber : Bangli Dalam Angka 2009 dan Hasil Analisis

Gambaran situasi derajat kesehatan masyarakat secara umum diukur dengan indikator mortalitas (kematian) dan morbilitas (kesakitan). Indikator mortalitas adalah angka kematian bayi (AKB), angka kematian Balita (AKABA), angka kematian ibu maternal (AKI), angka kematian kasar (AKK) dan umur harapan hidup lahir. Angka Kematian Bayi (AKB) atau infant mortality rate, menggambarkan jumlah kematian anak di bawah umur satu tahun per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2001 AKB Kabupaten Bangli sebesar 18,01 menurun menjadi 11,11 di tahun 2008, sedangkan untuk AKABA tahun 2005 adalah 12,18 menurun menjadi 10,42 dan AKI sebesar 58,43 di tahun 2001 mengalami penurunan di tahun 2008 menjadi 54.22. Data tersebut mengambarkan bahwa derajat kesehatan di Kabupaten Bangli selama kurun waktu 8 tahun terakhir menunjukan peningkatan seperti terlihat pada Tabel 2.8.

Angka kesakitan (morbidity rate) dan rata-rata lamanya sakit penduduk Kabupaten Bangli 20,39% lebih rendah bila dibandingkan dengan Provinsi Bali sebesar 22,35%, sedangkan lamanya sakit rata-rata 4,71 hari lebih tinggi dari Provinsi Bali sebesar 4,66 hari (SUSEDA, 2008). Beberapa jenis penyakit yang sering diderita adalah DBD,Malaria, TB Paru, Kista, Diare, disentri, Pneumonea, Tetanus, Campak, Hepatitis, HIV dan AIDS. Angka kesakitan DBD mencapai 35,54% per 100.000 penduduk tahun 2008, meningkat 17,92% dari tahun 2007, TB paru 37,41% tahun 2008 menurun dibandingkan di tahun 2007 sebesar 90,67% per 100.000 penduduk. Penyakit saluran pencernaan di Kabupaten Bangli tahun 2008 adalah 1.978 per 100.000 penduduk, ini berarti menunjukan kondisi kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat perlu ditingkatkan.

Tabel. 2.8.

Perkembangan Indikator Derajat Kesehatan

Kabupaten Bangli Tahun 2001 - 2008

No

Jenis Indikator

Capain

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Rata-rata

1

Angka Kematian Bayi/ AKB (Bayi/1000 KH)

18.01

11.67

8.6

6.52

7.38

11.05

10.15

11.11

10.56

2

Angka Kematian Balita /AKABA (Balita/1000 KH)

-

-

-

-

12.18

7.39

11.86

10.42

10.46

3

Angka Kematian Ibu (Ibu/100.000 KH)

58.43

83.39

134.37

198.69

87.67

84.99

106.84

54.22

101.08

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Bangli, 2008

B. Pendidikan

Pendidikan adalah satu indikator dari kualitas sumber daya manusia, sesuai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) untuk menyelesaikan pendidikan dasar bagi semua anak pada tahun 2025. Berdasarkan hal tersebut indikatornya adalah tingkat partisipasi sekolah, angka melek huruf dan pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk yang putus sekolah. Berdasarkan SUSEDA tahun 2008 persentase penduduk umur 10 tahun ke atas tingkat partisipasinya adalah sebesar 16,38% penduduk tidak pernah sekolah, 13,44% penduduk masih sekolah dan 70,18% penduduk tidak sekolah lagi.

APS (Angka Partisipasi Sekolah) merupakan perbandingan antara penduduk usia sekolah yang masih bersekolah dengan usia sekolah. APS biasanya diterapkan untuk kelompok umur sekolah menurut jenjang pendidikan SD, SLTP dan SLTA. APS untuk kelompok SD di Kabupaten Bangli menunjukan angka 96,60% (Bali 97,16) ini berarti dari 100 orang penduduk usia 7–12 tahun, 97 orang penduduk sedang bersekolah. Semakin tinggi jenjang kependidikan, angka partisipasi sekolah menunjukkan kecendrungan menurun, ini terlihat dari APS SLTP hanya sebesar 91,17 (Bali 91,36), dan SLTA 54,56 (Bali 68,54).

Tingkat partisipasi sekolah secara tidak langsung juga menggambarkan kemajuan pendidikan masyarakat. Tingkat partisipasi sekolah dapat berupa angka partisipasi kasar ( APK ) dan angka partisipasi murni ( APM ). APK (Angka Partisipasi Kasar) merupakan proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu yang sesuai dengan kelompok umur tersebut, APK digunakan untuk melihat kondisi murid pada suatu jenjang pendidikan tanpa melihat usianya, secara matematis APK adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang bersekolah di SD tanpa melihat usianya dengan jumlah penduduk usia 7 – 12 tahun. APK sekolah penduduk usia 7-12 tahun 1993 – 2008 angkanya sudah melebihi 100% yang artinya bahwa jumlah murid SD sudah lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk usia SD 7-12 tahun, sedangkan untuk APM pada tahun yang sama menunjukkan kisaran antara 85,46 sampai 99,03. Angka tertinggi pada tahun 1998 sebesar 99,03 dan terendah tahun 2002 sebesar 85,46 dan rata-ratanya 93,24, artinya bahwa dari penduduk usia sekolah dasar 7-12 tahun masih ada yang tidak bersekolah pada usia 7-12 tahun. Sedangkan APK SLTP sebesar 88,44 APK SLTA sebesar 57, dan APK WAJAR sebesar 99,39 (SUSEDA, 2008).

Tabel 2.9

Jumlah Murid, Penduduk, APK dan APM

Kabupaten Bangli Tahun 1993 - 2008

Tahun

Murid SD

Usia Murid

Usia Pdd

APK

APM

7- 12 Th

7- 12 Th

%

%

1993

24,176

20,801

22,168

109.06

93.83

1994

22,308

20,322

21,711

102.75

93.60

1995

22,682

19,081

19,724

115.00

96.74

1996

22,385

18,808

19,724

113.49

95.36

1997

22,385

18,808

19,559

114.45

96.16

1998

21,940

19,390

19,580

112.05

99.03

1999

21,641

19,046

20,164

107.32

94.46

2000

21,416

19,173

19,606

109.23

97.79

2001

21,723

18,528

20,524

105.84

90.27

2002

21,636

18,055

21,128

102.40

85.46

2003

21,823

19,042

20,633

105.77

92.29

2004

22,628

19,572

22,058

102.58

88.73

2005

22,812

19,980

22,154

102.97

90.19

2006

23,189

20,183

22,282

104.07

90.58

2007

23,164

20,583

22,384

103.48

91.95

2008

23,454

21,461

22,502

104.23

95.37

Rata-rata

22,460

19,552

20,994

107.17

93.24

Sumber : Bangli Dalam Angka 1994 – 2009.

C. Kebudayaan

Kebudayaan Daerah Bali berlandaskan pada pilosofi paras paros sarpa naya salunglung sabayantaka (saling isi mengisi sependeritaan dan sepenanggungan). Dengan berlandaskan pada konsep ini akan terwujud kerukunan, kedamaian serta toleransi yang tinggi antara sesama dalam rangka mewujudkan pembangunan di Kabupaten Bangli. Budaya masyarakat Bangli bersifat terbuka terhadap masuknya nilai positif budaya lain untuk mewujudkan jatidiri dan meningkatkan harkat dan martabat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai budaya Bali merupakan akar pandangan integralistik masyarakat dan prinsip kekeluargaan sehingga sangat strategis sebagai landasan untuk mewujudkan Bangli yang aman dan damai. Dari pilosofi paras paros sarpa naya salunglung sabayantaka yang juga dilandasi oleh konsep tri hita karana yaitu parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), pawongan ( hubungan manusia dengan manusia) dan palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan) sehingga terwujud suatu keseimbangan yang mendorong kehidupan sejahtera, aman dan damai. Pengembangan nilai budaya sangat ditentukan oleh faktor pendukungnya seperti organisasi Banjar/Dusun, Desa Pekraman, Subak, organisasi kesenian, sekehe dan organisasi lainnya yang ada di masyarakat.

Jumlah Desa Pekraman di Kabupaten Bangli sampai dengan tahun 2008 sebanyak 159 dengan didukung oleh 332 dusun/banjar/lingkungan. Jumlah Subak di Kabupaten Bangli terdiri dari subak abian berjumlah 81 buah dan subak tanah basah (sawah) sebanyak 50 buah. Perkembangan jumlah organisasi kesenian di Kabupaten Bangli tahun 1999 terdiri dari seni tari 164 buah, seni musik/kerawitan 259 buah dan pesantian 21 buah. sedangkan pada tahun 2004 jumlah seni tari meningkat menjadi 506 buah, seni musik/kerawitan 365 buah dan pesantian sebanyak 95 buah.

Dibidang kehidupan beragama, kesadaran melaksanakan ibadah keagamaan berkembang dengan baik. Demikian pula telah tumbuh kesadaran yang kuat di kalangan pemuka agama untuk membangun harmoni sosial dan hubungan intern dan antarumat beragama yang aman, damai, dan saling menghargai. Meskipun demikian peningkatan kesadaran tersebut tidak sepenuhnya menjamin kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya upaya membangun kerukunan intern dan antarumat beragama perlu ditingkatkan dengan baik terutama di tingkat masyarakat. Ajaran-ajaran agama mengenai etos kerja, penghargaan pada prestasi dan dorongan mencapai kemajuan perlu diwujudkan secara nyata sehingga mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun.

2.1.3. Ekonomi

A. Struktur Perekonomian Wilayah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dihitung dengan menggunakan dua perhitungan yaitu atas dasar harga konstan (ADHK) dan berlaku (ADHB) yang merupakan jumlah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan rata-rata perekonomian Kabupaten Bangli ADHK sebesar 4,02 % dan ADHB sebesar 12,23 %. Perbedaan ini mencerminkan tingkat inflasi yang kian bertambah dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu lima tahun setelah krisis ekonomi, inflasi tumbuh rata-rata sbesar 10,37% per tahun, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,25% pertahun belum memberikan dampak yang nyata terhadap kesejahteraan masyarakat.

Struktur ekonomi suatu wilayah menggambarkan seberapa besar ketergantungan daerah terhadap kemampuan berproduksi dari setiap sektor ekonomi. Selama periode 2004 – 2008 struktur ekonomi tidak banyak mengalami pergeseran, dengan dukungan pariwisata sektor tersier menyumbang sebesar 51,16% dan pada tahun 2008 mengalami penurunuan bila dibandngkan pada tahun 2004 kontribusinya sebesar 51,70% walaupun sektor ini sangat rentan terhadap berbagai isu-isu. Sementara sektor primer kontribusinya mengalami peningkatan dari 35,15% di tahun 2004 menjadi 35,68% di tahun 2008 dan sektor tersier tidak banyak mengalami perubahan yaitu tahun 2004 kontribusinya sebesar 13,14% meningkat menjadi 13,31%.

Dilihat berdasarkan sektor lapangan usaha, struktur perekonomian Kabupaten Bangli dibangun oleh tiga sektor unggulan yaitu sektor pertanian, perdagangan hotel dan restoran serta serta jasa-jasa. Selama kurun waktu 5 tahun (2004 – 2008) rata-rata kontribusi sektor pertanian sebesar 35,51%, sector perdagangan hotel dan restoran sebesar 26,12% dan sektor jasa-jasa sebesar 19,31%, seperti diuraikan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10

Struktur Ekonomi Makro Kabupaten Bangli 2004 – 2008

No

Lapangan Usaha

2004

2005

2006

2007

2008

Rata-rata

1

Pertanian

34.99

35.56

36.03

36.10

34.89

35.51

2

Pertambangan dan Penggalian

0.16

0.17

0.17

0.16

0.16

0.16

3

Industri Pengolahan

7.65

7.56

7.67

7.76

8.01

7.73

4

Listrik, Gas dan Air

0.42

0.43

0.44

0.44

0.46

0.44

5

Bangunan/Konstruksi

5.07

5.10

5.08

5.15

5.32

5.14

6

Perdagangan, Hotel dan Restoran

27.00

26.67

25.79

25.39

25.73

26.12

7

Angkutan dan Komunikasi

2.12

2.13

2.07

2.06

2.06

2.09

8

Keuangan dan Persewaan

3.39

3.38

3.48

3.56

3.68

3.50

9

Jasa-jasa

19.20

19.01

19.28

19.38

19.69

19.31

PDRB

100.00

100.00

100.00

100.00

100.00

100.00

Sumber : PDRB Kabupaten Bangli, 2009.

B. Pertumbuhan Perekonomian Wilayah

Pertumbuhan ekonomi, merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat kemajuan pembangunan di suatu daerah yang juga merupakan salah satu dampak nyata atas keberhasilan dari beberapa kebijakan ekonomi yang diterapkan pada waktu sebelumnya sehingga pembangunan secara keseluruhan juga tergerak kearah lebih baik.

Selama kurun periode 2004 – 2005 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bangli terjadi fluktuasi, dimana pertumbuhan tertinggi terjadi tahun 2007 dan terendah tahun 2008, dan kondisi ini banyak disebabkan oleh krisis ekonomi yang sampai saat ini masih dirasakan oleh masyarakat golongan menengah ke bawah. Dilihat dari pertumbuhan persektor pertumbuhan masing-masing sektor relatif melambat, sektor yang merupakan sektor unggulan yaitu sektor pertanian justru mengalami perlambatan pertumbuhan dari 6,43 menjadi 0,55 dan sektor angkutan dan komunikasi dari 4,58 menjadi 0,01, dilain pihak ada beberapa sektor yang mengalami percepatan pertumbuhan yaitu sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan, keuangan, perdagangan hotel dan restoran dan persewaan dan jasa-jasa.

C. PDRB Per Kapita

Salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan suatu daerah adalah PDRB per kapita yang merupakan cerminan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk dari hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkannya selama satu periode (satu tahun). PDRB perkapita diperoleh dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menggambarkan besar nilai tambah per penduduk, sedangkan PDRB per kapita atas harga konstan mencerminkan pertumbuhan real dari pendapatan per kapita. Melambatnya pertumbuhan ekonomi kabupaten Bangli memberikan dampak yang nyata terhadap kesejahteraan masyarakat yang dicerminkan oleh pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita Kabupaten Bangli masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kabupaten/kota di Provinsi Bali, di tahun 2004 PDRB per kapita tercatat sebesar Rp. 5.381.050,- dan ditahun 2008 meningkat menjadi Rp. 8.492.145,- (ADHB). Sedangkan pendapatan perkapita riilnya ADHK tahun 2000, sebesar Rp. 3.947.455 ditahun 2004,- dan tahun 2008 sebesar Rp. 4.533.049,-. Adapun perkembangan pendapatan per kapita Kabupaten Bangli dituangkan dalam Gambar 2.1.

Tabel 2.11

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bangli Tahun 2004 – 2008

No

Lapangan Usaha

2004

2005

2006

2007

2008

Rata-rata

1

Pertanian

6.43

6.16

5.64

4.68

0.55

4.69

2

Pertambangan dan Penggalian

5.59

7.49

2.63

1.80

1.56

3.81

3

Industri Pengolahan

2.64

3.30

5.75

5.67

7.48

4.97

4

Listrik, Gas dan Air

4.75

5.03

6.80

5.93

8.78

6.26

5

Bangunan/Konstruksi

4.51

4.98

3.83

5.88

7.44

5.33

6

Perdagangan, Hotel dan Restoran

2.03

3.16

0.81

2.88

5.40

2.86

7

Angkutan dan Komunikasi

4.58

0.01

0.01

0.01

0.01

0.92

8

Keuangan dan Persewaan

3.15

4.17

7.42

6.94

7.51

5.84

9

Jasa-jasa

3.14

3.47

5.72

5.01

5.68

4.60

PDRB

4.03

4.46

4.25

4.48

4.02

4.25

Sumber : PDRB Kabupaten Bangli, 2009.

Gambar II.1

PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2004 - 2008

D. Kontribusi Sektor-Sektor Perekonomian

Kontribusi sektor primer pada PDRB Kabupaten Bangli tahun 2008 adalah sebesar 35,05%. Komposisi sektor primer tersebut didukung oleh subsektor tanaman bahan makanan yang memberikan kontribusi sebesar 25,18% di tahun 2008. Hasil produksi tanaman pangan dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi yang sangat tergantung pada luas panen untuk bahan pangan yang mengalami penurunan dari 11,413.40 Ha di tahun 2004 menjadi 11,074.65 Ha di tahun 2008. Penurunan ini akibat dari banyak lahan pertanian mengalami alih fungsi menjadi non pertanian. Luas lahan rata-rata yang diusahakan oleh petani sangat sempit yaitu di bawah 0,5 ha atau sering disebut dengan petani gurem. Kabupaten Bangli terutama Bangli bagian utara, tepatnya daerah Kecamatan Kintamani yang berhawa dingin (sejuk) sangat cocok untuk tanaman sayur-sayuran, seperti bawang merah, bawang putih, kentang dan sayuran lainnya.

Sub sektor perkebunan mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan perekonomian Kabupaten Bangli, karena sub sektor ini selain berperan dalam pembentukan PDRB juga mempunyai fungsi hidrorologis bagi daerah Bali, walaupun subsektor hanya memberikan kontribusi sebesar 1,34% terhadap PDRB Kabupaten Bangli. Komoditas hasil perkebunan yang potensial dikembangkan dan memiliki peluang ekspor daerah untuk Kabupaten Bangli adalah tanaman kopi Arabika (Agro industri). Pada tahun 2008 tercatat luas areal tanaman kopi Arabika 4.289 Ha meningkat bila dibanding pada tahun 2004 seluas 4.257,2 Ha. Komoditi unggulan lainnya adalah tanaman jeruk.

Sub sektor perikanan mempunyai peranan yang strategis sebagai sumber pertumbuhan baru dalam upaya meningkatkan perekonomian Kabupaten Bangli di masa mendatang terutama perikanan budidaya di perairan Danau Batur. Sub sektor ini baru memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 0,44% tahun 2008 meningkat bila dibandingkan tahun 2004 sebesar 0,40%. Komoditi perikanan yang paling potensial untuk dikembangkan di danau Batur dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) adalah ikan nila dengan lahan yang baru dimanfaatkan rata-rata 0,8 ha pertahun dari potensi sediaan lahan perairan danau yang dapat dikembangkan masih sangat luas yaitu maksimal 5-10% dari luas perairan Danau Batur sebesar 1.607,50 Ha. Produksi rata-rata pertahunnya sebesar 162.861,42 ton untuk hasil perikanan budidaya, sedangkan hasil penangkapan rata-rata 109.709,92. Adapun benih ikan yang dihasilkan rata-rata pertahunnya sebesar 6.853.770 ekor/tahun dengan luas pembenihan rata-rata 5,72 Ha, seperti Tabel 2.12.

Tabel. 2.12

Luas Areal dan Hasil Benih Ikan

Kabupaten Bangli Tahun 2004 – 2008

Keterangan

2004

2005

2006

2007

2008

Luas Areal (Ha)

6,2

6,2

6,2

6,18

3,83

Hasil Benih (Ekor)

5,860,000

6,133,000

4,910,000

7,051,000

10,314,850

Sumber : Bangli Dalam Angka 2009

Tabel. 2.13

Luas Areal, Produksi Budidaya dan Penangkapan

Kabupaten Bangli Tahun 2004 – 2008

Keterangan

2004

2005

2006

2007

2008

Luas

(Ha)

Hasil

(Ton)

Luas

(Ha)

Hasil

(Ton)

Luas

(Ha)

Hasil

(Ton)

Luas (Ha)

Hasil

(Ton)

Luas

(Ha)

Hasil

(Ton)

Pemeliharaan

194.92

485,715.0

166.24

168,400.0

15,451.35

203,500.0

161.90

224,000

188.26

259.3

Kolam rakyat

11.3

32,550.0

12.5

36,000.0

10.8

47,300.0

10.2

46,700.0

11.0

49.3

Sawah

182.0

19,315.0

152.8

26,300.0

15,440.0

14,700.0

150.0

14,400.0

176.0

15.3

saluran irigasi

0.8

7,930.0

0.3

7,200.0

0.3

7,400.0

0.3

7,700.0

0.5

7.6

jaring kantong

apung

0.8

425,920.0

0.6

98,900.0

0.3

134,100.0

1.4

155,200.0

0.8

187.1

Penangkapan

1,639.90

146,400.00

1,639.90

246,600.00

1,637.5

146,600.0

1,639.90

152,600.00

1,639.90

165.70

waduk/dam

2.4

6,900.0

2.4

6,200.0

30.0

7,300.0

2.4

6,500.0

2.4

6.9

sungai/telabah

30.0

11,800.0

30.0

96,800.0

-

-

30.0

8,300.0

30.0

9.2

Danau

1,607.5

127,700.0

1,607.5

143,600.0

1,607.5

139,300.0

1,607.5

137,800.0

1,607.5

149.6

Sumber : Bangli Dalam Angka 2009

Sub sektor kehutanan mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam penyediaan kayu-kayuan hasil hutan untuk bahan bangunan dan bahan baku kerajinan dan industry, juga sebagai penjagaan terhadap keseimbangan tata air wilayah Provinsi Bali. Luas hutan di Kabupaten Bangli sampai dengan tahun 2008 adalah 9.341,28 Ha yang terdiri dari hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan suaka alam, hutan wisata alam, dan sebaran hutan rakyat. Dari jumlah tersebut hutan lindung yang paling luas yaitu sekitar 6.239,01 Ha. Kontribusi sub sektor kehutanan terhadap PDRB adalah sebesar 0,05%. Pesatnya perkembangan pembangunan dan kepariwisataan menyebabkan kebutuhan akan kayu sebagai bahan bangunan dan sebagai bahan baku untuk sovernir untuk wisatawan dimasa mendatang sangat dibutuhkan, sehingga ke depan perlu dikembangkan budidaya tanaman kayu albesia sebagai kayu serba guna. Potensi pengembangan ± 28.853,73 Ha.

Sub sektor peternakan mempunyai potensi yang sangat besar, karena kebutuhan pasar lokal terhadap ternak sangat besar, terutama untuk kebutuhan pariwisata, yang selama ini masih memasok daging dari luar untuk memenuhi kebutuhan lokal. Kontribusi sub sektor peternakan terhadap PDRB hanya sebesar 6,37% tahun 2008. Kabupaten Bangli mempunyai keunggulan di bidang peternakan antara lain penggemukan dan pembibitan sapi Bali, peternakan ayam ras petelur dan pedaging serta penggemukan dan pembibitan babi. Jumlah ternak sapi Bali di Kabupaten Bangli setiap tahun mengalami peningkatan, tahun 2008 jumlah ternak sapi sebanyak 93.725 ekor dan rata-rata pertahunnya sebanyak 85.211 ekor. Sedangkan jumlah ayam ras pedaging dan petelur selama kurun waktu 5 tahun terus mengalami penurunan dari 880.144 ekor dengan jumlah peternak 487 orang untuk ayam ras petelur di tahun 2004 turun menjadi 542.050 ekor dan jumlah peternak sebanyak 88 orang di tahun 2008 dan untuk ayam pedaging dari 1.248.380 ekor tahun 2004 dengan jumlah peternak sebanyak 422 turun menjadi 581.000 ekor dengan di tahun 2008. Penurunan ini diakibatkan oleh harga pakan ternak yang terus meningkat, sedangkan harga daging dan telur tetap. Jumlah ternak babi meningkat yaitu tahun 2004 jumlahnya sebesar 62.172 ekor di tahun 2008 menjadi 66.997 ekor.

Kabupaten Bangli memiliki potensi peternakan unggulan yang merupakan kekayaan plasma nutfah Kabupaten Bangli dan Provinsi Bali, Khas Kintamani yaitu adanya potensi pengembangan anjing ras Kintamani, yang telah diakui dunia.

Tabel. 2,14

Populasi Ternak dan Unggas

Kabupaten Bangli Tahun 2004 – 2008

No

Jenis Ternak

2004

2005

2006

2007

2008

1

Ayam petelur

880,114

370,500

542,600

399,229

542,050

2

Ayam pedaging

1,248,380

754,930

658,700

1,142,000

581,000

3

Ayam Buras

366,236

439,535

318,237

360,151

399,296

4

Sapi

79,357

81,512

82,631

88,831

93,725

5

Kambing

902

732

625

1,228

1,409

6

Babi

62,172

64,013

69,523

64,078

66,997

7

Itik

24,663

21,658

24,425

27,090

26,715

Sumber: Dinas Peternakan Perikanan Darat Kabupaten Bangli.

Sektor industri, yang berkembang di Kabupaten Bangli adalah industri kecil dan menengah. Kontribusi sektor ini terhadap PDRB tahun 2008 sebesar 8,77%. Industri yang potensial dikembangkan adalah industri kerajinan yang bahan bakunya dari bambu dan kayu mengingat Kabupaten Bangli adalah daerah yang memiliki ketersedian bahan baku yang cukup belimpah dan mampu menyerap tenaga kerja yang jumlah tenaga kerja terserap relatif banyak. Permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya kualitas SDM baik di bidang teknis produksi, disain maupun manajemen, disamping industri kecil yang berkembang juga peranan koperasi sebagai soko guru perekonomian perlu mendapat perhatian. Jumlah koperasi di Kabupaten Bangli dari tahun 2001 – 2008 terus mengalami peningkatan yaitu dari 71 buah koperasi menjadi 191 buah koperasi, sedangkan jumlah anggota dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi tahun 2001 jumlah koperasi sebanyak 95.059 orang dan tahun 2008 jumlah turun setengahnya yaitu sebanyak 43.733 orang dengan jumlah modal rata-rata sebanyak RP. 5.765.928.022,89.

Industri yang banyak berkembang di Kabupaten Bangli adalah industri kecil dan industri rumah tangga. Perkembangan industri kecil selama 5 tahun terakhir mengalami fluktuasi, bahwa tahun 2004 jumlahnya 502 buah industri, sedangkan tahun 2007 jumlah industri kecil menurun menjadi 458. Penyerapan rata-rata tenaga kerja pada masing-masing industri kecil antara 3 – 5 orang per industri. Kondisi yang sama juga dialami oleh industri kecil kerajinan rumah tangga dengan penyerapan tenaga kerja rata-rata antara 1 – 2 orang per industri, seperti terlihat pada Tabel 2.15.

Sektor pariwisata, sebagai sektor lokomotif perekonomian Bali, walaupun sangat rentan terhadap berbagai isu sosial, politik, keamanan baik regional, nasional maupun internasional tetap memiliki kontribusi sebesar 23,21% pada tahun 2008 terhadap PDRB Bangli. Perkembangan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangli selama 16 tahun (1993 – 2008) sangat fluktuatif, bahwa dari total jumlah kunjugan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali tahun 2008, ternyata wisatawan yang datang ke kabupaten Bangli sebesar 16%nya. Bila dilihat dari fasilitas akomodasinya dalam lima tahun terakhir ini mengalami peningkatan dari 24 buah menjadi 29 buah seperti terlihat pada Tabel 2.16.

Tabel. 2.15

Jumlah Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga

di Kabupaten Bangli Tahun 2003 – 2007

Tahun

Jenis Industri

Industri

Kecil

Tenaga

Kerja

Rata-rata

Ind. kerajinan

RT

Tenaga Kerja

Rata-rata

2003

462

1,486

3

8,507

13,214

2

2004

502

1,799

4

10,070

16,280

2

2005

434

1,638

4

9,956

17,484

2

2006

493

2,594

5

11,162

15,346

1

2007

458

2,251

5

9,578

13,570

1

Sumber : Kecamatan Dalam Angka 2008

Tabel. 2.16

Jumlah Sarana Akomodasi, Kunjungan Wisatawan

Ke Kabupaten Bangli Tahun 1993 - 2008

Tahun

Sarana Akomodasi

Wisatawan

Total

Prosentase

Hotel Non Bintang

Kamar

Tempat Tidur

Manca

negara

Nusatara

Manca

negara

Nusatara

1993

24

219

362

575,992

143,499

719,491

80.06

19.94

1994

26

220

374

604,519

154,588

759,107

79.64

20.36

1995

27

259

382

559,592

139,732

699,324

80.02

19.98

1996

27

259

382

650,610

158,074

808,684

80.45

19.55

1997

25

224

357

618,630

180,956

799,586

77.37

22.63

1998

24

218

363

410,552

102,386

512,938

80.04

19.96

1999

26

227

371

343,941

99,409

443,350

77.58

22.42

2000

26

227

371

402,100

100,536

502,636

80.00

20.00

2001

23

249

401

471,499

117,873

589,372

80.00

20.00

2002

23

249

401

256,893

64,231

321,124

80.00

20.00

2003

23

249

401

345,143

226,162

571,305

60.41

39.59

2004

24

255

402

235,321

58,826

294,147

80.00

20.00

2005

24

255

402

252,850

63,213

316,063

80.00

20.00

2006

24

255

402

186,405

46,603

233,008

80.00

20.00

2007

28

275

436

255,887

62,972

318,859

80.25

19.75

2008

29

205

286

315,476

78,936

394,412

79.99

20.01

Sumber: Bangli Dalam Angka 1994 – 2009

Investasi/penanaman modal sebagai salah satu penggerak perekonomomian daerah, untuk Kabupaten Bangli belum menjadi daya tarik oleh investor baik investor dalam negeri (PMDN) maupun investor luar negeri (PMA). Realisasi penanaman modal di Propinsi Bali tahun 2008 untuk PMDN sebesar Rp.28.991.000.000,- dan PMA sebesar Rp. 733.248.833.640,- ,

Koefisien Gini (Gini Ratio) mencerminkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat apabila nilai koefisien gini mendekati 1 maka tingkat ketimpangan semakin tinggi dan begitu sebaliknya. Selama kurun waktu tahun 1998 – 2008, Kabupaten Bangli berada pada ketimpangan rendah, karena koefisien gininya berada dibawah 0,35, dan di tahun 2008 GR sebesar 0,2365. Menurut Bank Dunia, indikator ketimpangan didasarkan hanya pada 40% penduduk berpendapatan terendah minimal 17%, sedangkan di Kabupaten Bangli tahun 2008 sebesar 26,06 %. Ini berarti selama tahun 1998 – 2008 tingkat pemerataannya tergolong rendah.

Tabel 2.17

Nilai Koefisien Gini dan Kiteria bank Dunia

Tahun

Gini Ratio

40 % Bawah

40 % Tengah

20% Atas

1998

0.2581

24.88

38.66

36.46

1999

0.2358

26.34

38.66

35.97

2000

0.1951

27.90

39.19

32.90

2001

0.2226

26.93

38.23

34.84

2002

0.2192

26.93

39.50

33.57

2003

0.1893

27.92

40.37

31.71

2004

0.1735

28.79

41.20

30.02

2005

0.2331

25.20

40.22

34.58

2006

0.2179

26.40

39.70

33.90

2007

0.2761

22.82

38.95

38.24

2008

0.2365

26.06

37.72

36.22

Rata-rata

0.2234

26.38

39.31

34.40

Sumber: Bangli Dalam Angka 1999 – 2009

2.1.4. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) merupakan upaya strategis untuk pembentukan iklim inovasi yang dapat menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumber daya manusia yang pada gilirannya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Di samping itu, peningkatan kemampuan iptek juga sangat diperlukan untuk meningkatkan standar kehidupan dan kemandirian serta daya saing karena untuk tumbuh dan berkembang di era globalisasi, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), merupakan salah satu syarat mutlak. Hingga saat ini penguasaan Iptek masih tergolong sangat rendah. Itulah sebabnya, pembangunan Iptek masih memerlukan perhatian dari berbagai pihak sehingga penguasaan berbagai aspek terkait dengan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ini benar-benar dapat dimanfaatkan untuk mendukung perumusan kebijakan dan langkah-langkah pembangunan yang menjadi prioritas pembangunan di Kabupaten Bangli.

2.1.5. Politik, Hukum Dan Pemerintahan

Perkembangan proses demokratisasi ditandai dengan beberapa perubahan yang terjadi selama kurun waktu 1998 – 2008 yang ditandai dengan perubahan tentang penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara baik untuk kelembagaan negara maupun untuk masyarakat sipil. Proses perubahan politik berlangsung sedemikian cepat kearah kebebasan dan dampak positifnya adalah meningkatnya paradigma penyelenggaraan pembangunan yang partisipatoris sesuai dengan prinsip clean and good governance. Berkaitan dengan kemajuan demokratisasi dapat terlihat pula dengan telah berkembangnya kesadaran hak masyarakat dalam kehidupan politik yang dalam jangka panjang mampu dan mempunyai inisiatif bagi pengelolaan urusan publik. Peran tersebut tidak terlepas pula dalam peran partai politik, organisasi pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil lainnya.

Perkembangan demokratisasi juga ditandai dengan adanya perubahan hubungan antara pusat dengan daerah dan perbedaan posisi antara legislatif dan eksekutif berdasarkan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mendorong daerah untuk mengelola daerahnya secara mandiri dan mengatur hubungan kewenangan antar tingkat pemerintahan. Sampai saat ini pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah belum menunjukkan hasil yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat dan belum adanya regulasi mengenai pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah secara komperehensif.

Penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia (HAM) merupakan suatu keharusan dan tidak perlu ada tekanan dari pihak manapun untuk melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga negara. Hak asasi tidak sebatas pada kebebasan berpendapat ataupun berorganisasi, tetapi juga menyangkut pemenuhan hak atas keyakinan, hak atas pangan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, rasa aman, penghidupan yang layak, dan lain-lain. Kesemuanya tersebut tidak hanya merupakan tugas pemerintah tetapi juga seluruh warga negara untuk memastikan bahwa hak tersebut dapat dipenuhi secara konsisten dan berkesinambungan.

Proses reformasi dan proses demokratisasi menimbulkan kebebasan tak terkendali dan mengabaikan hukum bahkan sering melanggar hukum. Kesadaran dan ketaatan masyarakat pada hukum berada pada titik kulminasi yang sangat rendah. Para penegak hukum dituntut profesional dan konsisten dalam penegakan hukum. Produk hukum harus mampu mengantisipasi perkembangan jaman untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum dan HAM. Penegakan supremasi hukum dan hak azasi manusia ternyata sampai saat ini belum dapat diwujudkan sebagaimana diharapkan oleh masyarakat Kabupaten Bangli khususnya dan masyarakat Bali umumnya dan komponen bangsa. Gagalnya penegakan supremasi hukum disebabkan oleh berbagai faktor meliputi substansi hukumnya, kualitas SDM penegak hukum, dan budaya hukum masyarakat serta sarana dan prasarana.

Dilihat dari segi produk dan substansi hukumnya baik tertulis (Peraturan Daerah) maupun yang tidak tertulis (hukum adat) ternyata belum mampu mengantisipasi perkembangan pembangunan, terutama terkait dengan perkembangan teknologi di bidang informasi dan komunikasi yang begitu cepat setelah memasuki era globalisasi. Keadaan ini dapat dilihat dari masih banyaknya hal-hal penting dalam kehidupan masyarakat belum diatur oleh peraturan daerah, sehingga jika terjadi tindakan-tindakan tertentu terkait dengan hal tersebut tidak dapat diproses secara hukum, atau kurang mendapat perlindungan hukum. Selain itu, sosialisasi terhadap berbagai produk hukum di daerah yang telah ada tampaknya belum menjangkau masyarakat luas, sehingga banyak warga masyarakat belum memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari sisi politis penerapan desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan ruang gerak kepada masyarakat di daerah untuk mempercepat pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kendatipun sudah diberikan pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki namun sampai saat ini, birokrasi belum banyak mengalami perubahan mendasar. Banyak permasalahan yang dihadapi pada masa-masa sebelumnya, belum terselesaikan. Dalam jangka panjang melalui otonomi daerah akan dapat lebih mengoptimalkan pemberian pelayanan kepada masyarakat melalui pengembangan potensi yang ada.

Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan desentralisasi telah membawa dampak pada proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait dengan, makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; serta meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik seperti transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum, meningkatnya tuntutan dalam penyerahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan.

Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi merupakan tantangan sendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya arus informasi dari manca negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan informasi dalam masyarakat. Perubahan-perubahan ini, membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi dan cara baru dalam menghadapi tuntutan perubahan.

Praktek-praktek penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN masih terjadi dan belum terwujudnya harapan masyarakat atas pelayanan yang cepat, murah, manusiawi dan berkualitas. Kelembagaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah masih belum terlihat efektif dalam membantu pelaksanaan tugas dan sistem manajemen pemerintahan juga belum efisien dalam menghasilkan dan menggunakan sumber-sumber daya. Upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalisme birokrasi masih belum sepenuhnya dapat teratasi mengingat keterbatasan dana pemerintah.

Dinamika politik nasional dalam sepuluh tahun terakhir diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran (learning process) bagi kehidupan masyarakat terutama dalam berperilaku politik dan berdemokrasi serta dalam menyikapi positif kebebasan yang diperolehnya. Dengan demikian ke depan dapat terwujud masyarakat yang diharapkan mampu mendorong peran serta positif dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.

Dalam kaitan perubahan dan proses reformasi di atas, peranan dan eksistensi aparatur daerah sebagai unsur utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah juga dituntut untuk mampu memahami kondisi objektif lingkungan masyarakatnya. Aparatur daerah diharapkan mampu mewujudkan harapan masyarakat akan terjadinya perubahan pada pelayanan publik yang lebih adil, netral, profesional, efisien, efektif, produktif, transparan serta bebas dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Untuk itu, diperlukan perubahan total pada sikap, perilaku, tindakan ke arah budaya kerja yang efektif dan efisien, berdisiplin tinggi, hemat dan bersahaja serta anti KKN. Dalam jangka menengah diharapkan akan terwujud aparatur daerah yang dapat menjadi panutan, teladan dan berwibawa.

Kewenangan daerah masih banyak yang belum didesentralisasikan karena peraturan dan perundangan sektoral yang masih belum disesuaikan dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini mengakibatkan berbagai permasalahan, yaitu antara lain dalam hal kewenangan, pengelolaan APBD, pengelolaan suatu kawasan tertentu, hubungan eksekutif dan legislatif daerah, pengaturan pembagian hasil sumberdaya alam dan pajak, dan lainnya. Selain itu juga menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar pusat, provinsi dan daerah yang mengakibatkan berbagai permasalahan dan konflik antar berbagai pihak dalam pelaksanaan suatu aturan. Kapasitas kelembagaan pemerintah daerah pada umumnya masih rendah yang ditandai oleh (1) masih belum mantapnya organisasi pemerintahan daerah dalam menunjang pelayanan publik; (2) belum tersusunnya kelembagaan yang efektif; dan (3) belum terbangunnya sistem dan regulasi tentang aparatur pemerintah daerah yang jelas dan tegas. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa peluang yang lebih besar untuk mengembangkan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki tidak terlepas dari ancaman yang muncul bahwa masih adanya keterbatasan sumber daya dalam pengembangan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat

2.1.6. Keamanan, Ketentraman Dan Ketertiban

Kondisi Keamanan, ketentraman dan ketertiban umum ditentukan oleh perkembangan kriminalitas dan berkurangnya kecenderungan konflik sosial. Ketentraman dan ketertiban umum merupakan faktor utama untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam penyelenggaraan pembangunan. Partisipasi masyarakat merupakan peranan yang sangat mendukung dalam ketentraman dan ketertiban dilingkungannya. Upaya untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum adalah dengan dibangunnya paradigma yang kokoh yaitu peranan masyarakat, Pemerintah daerah dan lembaga kemasyarakat untuk menciptakan suasana tentram, tertib, dan nyaman sesuai dengan kewenangan yang ada pada Pemerintah Kabupaten Bangli.

Kondisi keamanan Kabupaten Bangli cukup terkendali, walaupun konflik horisontal masih sering terjadi di berbagai tempat, yang dapat meresahkan masyarakat sehingga mereka belum bisa menikmati hidup tenteram. Ketertiban dalam kehidupan masyarakat dalam beberapa tahun belakangan ini tampaknya berkurang, karena meningkatnya tindakan-tindakan pelanggaran dan perilaku menyimpang yang terjadi di masyarakat,selama lima tahun terakhir ini terjadi peningkatan tindak pelanggaran/kejahatan, dari kejadian tersebut yang dilaporkan ke polisian ternyata tahun 2008 berjumlah 167 kasus meningkat 101% dari tahun 2007 sebanyak 83 kasus atau rata-rata pertahun kasus yang dilaporkan sebanyak 113 kasus.

2.1.7. Sarana dan Prasarana

Kondisi sarana dan prasarana di Kabupaten Bangli saat ini masih ditandai oleh tidak meratanya aksesibilitas antar desa, kualitas, ataupun cakupan pelayanan, sehingga sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya dapat mendukung pembangunan sektor riil, mendorong sektor produksi dan keseimbangan pembangunan wilayah.

A. Sistem Jaringan Jalan

Panjang jalan di Kabupaten Bangli pada tahun 2007 adalah 624,50 km, terdiri atas status jalan provinsi 149,94 km (23,367%) dan jalan Kabupaten 478,56 km (76,63%). Panjang jalan ini telah meningkat 81,161 km dibandingkan data 5 tahun sebelumnya (tahun 2002) terutama penambahan pada jalan kabupaten. Jalan provinsi di KabupatenBangli tersebar pada 15 ruas jalan dan tidak ada jalan status nasional di Kabupaten Bangli.

Kondisi jalan provinsi di Kabupaten Bangli tahun 2007 adalah kondisi baik 43,52% dan kondisi sedang 56,48%, sedangkan kondisi jalan kabupaten adalah 37,81% baik, 51,79% sedang dan rusak 10,40%. Secara keseluruhan, jenis perkerasan permukaan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli telah mencapai 467,81 km atau 97,75% sudah diaspal, dan sisanya berupa jalan tanah 10.75 km atau 2,25%.

Tingkat Pelayanan Jalan (TPJ) pada jalan-jalan provinsi dengan fungsi kolektor primer di Kabupaten Bangli menunjukkan bahwa sebagian menunjukkan tingkat pelayanan yang baik (tingkat pelayanan A dan B) dan hanya di beberapa ruas jalan sering mengalami perlambatan atau bahkan kemacetan pada saat-saat tertentu, seperti ruas jalan Penelokan – Batur. Kelambatan dan kemacetan pada ruas jalan tersebut kecenderungannya terjadi pada saat dilaksanakannya kegiatan pujawali di Pura Batur dan di sekitar Penelokan karena aktivitas keluar masuk parkir museum dan parkir wisata di kawasan Penelokan.

Panjang jembatan di Kabupaten Bangli adalah 256,9 m terdiri dari 4 buah jembatan provinsi dan 9 buah jembatan kabupaten.

B. Perhubungan

Sektor perhubungan di Kabupaten Bangli ditunjukkan oleh peran angkutan umum, amgkutan pribadi dan angkutan danau.

Pemanfaatan angkutan umum di Kabupaten Bangli dilayani oleh keberadaan terminal Type B terdiri atas Terminal Lokasrana Bangli dan Terminal Kintamani serta sebaran Terminal Type C di Susut dan Tembuku, yang melayani angkutan antar kota dan angkutan perdesaan dengan jumlah armada yang kecenderungannya terus menurun bila dilihat data tahun 2004 berjumlah 255 buah dan tahun 2007 menurun menjadi 188 buah. Jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten Bangli pada tahun 2002 sebanyak 24.879 unit dan pada tahun 2007 meningkat 34.850 unit, yang berarti jumlah kendaraan bermotor 5 tahun terakhir rata-rata meningkat 5,72% per tahun (lebih kecil dari Bali 12,43% pertahun). Komposisi kendaraan bermotor pada tahun 2007 dirinci menurut jenisnya adalah mobil penumpang 1.533 unit (4,4%), mobil barang 2.786 unit (7,99%), dan sepeda motor 30.531 unit (87,61%). Komposisi ini menunjukkan ketergantungan terhadap pemanfaatan sepeda motor dan mobil barang semakin tinggi dan diperkirakan dimanfaatkan sebagian untuk mengatasi kesulitan transportasi penumpang.

Tabel 2.18

Data perkembangan, jenis permukaan dan

Kondisi Jalan di Kabupaten Bangli 2002-2007

NoTingkat TidakPotensialAgakKritisSangat Jumlah

Kekritisan LahanKritisKritisKritisKritis(Ha)

IKawasan Hutan- 2.350,00 3.242,00 1.911,28 1.838,00 9.341,28

1Kec. Susut- - - - - -

2Kec. Bangli- - - - - -

3Kec. Tembuku- - - - - -

4Kec. Kintamani- 2.350,00 3.242,00 1.911,28 1.838,00 9.341,28

IIDi luar Kawasan Hutan2.524,00 34.524,72 4.756,00 542,00 364,00 42.710,72

1Kec. Susut1.041,00 3.862,00 28,00 - - 4.931,00

2Kec. Bangli955,00 4.642,00 - - - 5.597,00

3Kec. Tembuku313,00 4.519,00 - - - 4.832,00

4Kec. Kintamani215,00 21.501,72 4.728,00 542,00 364,00 27.350,72

IIIKabupaten Bangli2.524,00 36.874,72 7.998,00 2.453,28 2.202,00 52.052,00

IVPersentase4,85 70,84 15,37 4,71 4,23 100,00

Sumber : Bappeda Provinsi Bali, 2008

Angkutan danau, di Kabupaten Bangli terdapat di Danau Batur yang didukung oleh keberadaan 4 unit dermaga yaitu Dermaga Kedisan, Dermaga di Desa Trunyan, Dermaga Kuburan Trunyan, dan Dermaga Toya Bungkah. Angkutan danau selain untuk melayani kebutuhan transportasi penduduk juga untuk angkutan pariwisata. Jumlah angkutan danau relatif tetap dari data tahun 2004 dan tahun 2007, yaitu sebanyak 82 buah, dan dilengkapi pula 1 buah speedboat untuk patroli keselamatan pelayaran.

C. Prasarana Sumber daya Air

Prasarana sumber daya air terdiri dari prasarana irigasi dan prasarana air minum.

Sistem Jaringan Irigasi di wilayah Kabupaten Bangli pada tahun 2007 dilayani oleh 45 buah Daerah Irigasi (DI) dengan pelayanan irigasi semi teknis melayani 3.460 Ha sawah. Bangunan-bangunan penunjang jaringan irigasi untuk bangunan pengambil terdiri dari 47 bendung. Jaringan irigasi dikelola oleh pemerintah dan Subak. Jaringan irigasi tersebut mengairi persawahan di Kecamatan Susut, Kecamatan Bangli dan Kecamatan Tembuku.

Sedangkan prasaran irigasi untuk kegiatan hortikultura di sekitar Danau Batur memanfaatkan air danau dengan sistem pemompaan. Sebaran kawasan perkebunan lainnya di wilayah Kecamatan Kintamani hampir seluruhnya tidak terlayani sistem pengairan.

Pelayanan sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kabupaten Bangli merupakan kombinasi pelayanan olah PDAM, sumur, mata air, cubang dan lainnya. Belum seluruh wilayah dapat terlayani air bersih perpipaan dari PDAM maupun air bersih perdesaan. Kapasitas terpasang PDAM Bangli tahun 2007 adalah 230,5 liter/detik, namun kapasitas produksi hanya 131,5 ltr/dtk.

Jumlah sambungan tahun 2007 adalah 9.606 pelanggan terdiri dari pelanggan Rumah Tangga 8.348 unit, perusahaan niaga 409 unit, sosial umum 340 unit dan kantor/dinas 80 unit. Dari 72 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Bangli, hanya 20 desa/kelurahan yang telah terlayani air bersih perpipaan dari PDAM dan 52 desa belum terlayani air minum dengan variasi cakupan yang berbeda-beda yaitu 2 desa (0-25%), 10 desa (25-50%), 3 desa (50-75%) dan 4 desa (75-100%). Cakupan pelayanan air minum oleh PDAM untuk kawasan perkotaan di Kabupaten Bangli tahun 2007 adalah sebesar 79,33% dan kawasan perdesaan 36,67%.

Pelayanan SPAM di wilayah Kabupaten Bangli dilakukan dengan dua sistem

a. Sistem Pemompaan : bagi kawasan pelayanan yang sumber air bakunya lebih rendah meliputi PDAM Unit Kubu/Kayubihi, Unit Kintamani, Unit Malet, Unit Peninjoan, Unit Tembuku dan Unit Undisan

b. Sistem Gravitasi : bagi kawasan pelayanan yang sumber air bakunya lebih tinggi meliputi PDAM Cabang Bangli, Unit Tamanbali, Unit Demulih, Unit Susut/Selat, Unit Abuan/Apuan

Keterbatasan kemampuan produksi PDAM Bangli dalam memproduksi air bersih akan berimplikasi kepada pengembangan manajemen usaha PDAM Bangli, dan di sisi lain pelayanan masyarakat terhadap air bersih akan semakin menurun, sehingga dikhawatirkan akan menurunkan target MDGs di Bangli dalam pelayanan air bersih.

D. Prasarana Lingkungan

Prasarana lingkungan terdiri dari prasarana pengolahan limbah dan pengelolaan persampahan.

Penanganan air limbah dilakukan secara individu dan belum ada pelayanan sistem perpipaan komunal dan terpusat. Sampai tahun 2007 prasarana air limbah masih individual berupa MCK den jamban keluarga.

Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bangli dilayani oleh keberadaan Tempat Pemrosesan Sampah (TPA) regional Bangklet yang melayani Kabupaten Bangli, sebagian Kabupaten Gianyar (sebagian Kecamatan Tegalalang dan Payangan), sebagian Kabupaten Klungkung (Kecamatan Banjarangkan) dan sebagian Kabupaten Karangasem (Kecamatan Selat, Sidemen dan Rendang). Sarana pendukung pengelolaan persampahan yang dimiliki Kabupaten Bangli tahun 2007 adalah bincontainer 66 buah, gerobak sampah mini 20 buah, gerobak sampah standar 28 buah, truck armroll 2 unit dan land halu container 16 buah.

E. Prasarana Telekomunikasi dan Energi

Infrastruktur telekomunikasi di Kabupaten Bangli meliputi jaringan telepon, jaringan radio, jaringan televisi, jaringan internet, dan sebagainya. Pelayanan telepon di Kabupaten Bangli terdiri atas jaringan terestrial baik dengan sistem kabel maupun nirkabel. Pelayanan telepon sistem Kabel dilayani oleh dua Stasiun Telepon Otomat (STO) yaitu STO Kintamani dan STO Bangli dengan kapasitas terpasang 3.175 SST dan kapasitas terpakai 2.817 SST. Sedangkan pelayanan telepon nirkabel dilayani beberapa menara telekomunikasi yang terdapat di 12 titik lokasi. Pelayanan pos dilayani oleh 4 buah kantor pos di tiap kecamatan yang didukung 7 agen pos desa.

Penggunaan energi listrik di Kabupaten Bangli merupakan bagian dari pelayanan kelistrikan Bali. Kebutuhan energi listrik di Bali setiap tahun mengalami peningkatan sejalan dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan perekonomian. Secara umum wilayah kebutuhan energi listrik di Bali pada beban puncak tahun 2007 mencapai 400,8 MW dan total pasokan energi listrik di Bali dari beberapa sistem pembangkit listrik yang ada mencapai 562 MW. Di Kabupaten Bangli sendiri belum tersedia fasilitas Gardu Induk (GI) sebagai fasilitas penyulang, sehingga jaringan transmisi listrik dfi Kabupaten Bangli disuplai dari Gardu Induk Serongga (Gianyar) dan Gardu Induk Payangan melalui beberapa Penyulang. Jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Bangli tahun 2007 adalah 31.457 pelanggan dengan jumlah pemakaian 31,77 MW.

F. Sarana Penunjang Permukiman

Jumlah fasilitas pendidikan di Bangli sampai tahun 2007 adalah 86 buah SD, 24 buah SMP, 15 buah SMU/Kejuruan. Permasalahan yang terjadi adalah penyebaran fasilitas pendidikan SMP dan SMU yang tidak merata.

Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Bangli adalah 1 Rumah Sakit Umum Daerah, 1 buah Rumah Sakit Khusus yaitu Rumah Sakit Jiwa, 11 buah Puskesmas, 56 buah puskesmas pembantu, 2 buah balai pengobatan,

6 buah apotik dan 1 buah toko obat.

Fasilitas peribadatan agama Hindu yang terdapat di Kabupaten Bangli adalah 2 buah Pura Sad Kahyangan, 101 buah pura Dang Kahyangan, 506 Pura Kahyangan Tiga dan sebaran pura lainnya, 3 buah mesjid, 6 buah mushola/langgar, 1 buah wihara dan 1 buah cetiya.

Fasilitas perekonomian dan perbankan di Kabupaten Bangli pada tahun 2007 adalah 4 Pasar Wilayah, sebaran pasar desa, 5 Bank Umum, sebaran Bank Pasar, Koperasi dan lembaga keuangan lainnya

Fasilitas pendukung pariwisata di Kabupaten Bangli pada tahun 2003 adalah 25 hotel melati dan 5 buah pondok wisata dan telah meningkat pada tahun 2007 menjadi 27 hotel melati (jumlah kamar 230 buah) dan7 buah pondok wisata (jumlah kamar 44 buah). Perkembangan rumah makan/restoran di Kabupaten Bangli pada tahun 2003 terdapat 25 buah dengan 4.464 seat, telah meningkat jumlahnya menjadi 43 buah namun jumlah seat-nya berkurang menjadi 3.811 seat.

2.1.8. Pengembangan Wilayah, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup

A. Penggunaan Lahan Wilayah

Penggunaan lahan wilayah Kabupaten Bangli pada tahun 2007 didominasi berturut-turut (Tabel 2.19) penggunaan untuk lahan tegalan atau kebun campuran 45,55%, hutan negara 17,94%, perkebunan 14,52%, permukiman dengan pekarangannya 6,38%, lahan kering lainnya 5,84%, persawahan 5,55%, hutan rakyat 4,2% dan lainnya. Pemanfaatan sawah hanya terdapat di Kecamatan Bangli, Susut dan Tembuku sedangkan Kecamatan Kintamani didominasi pemanfaatan hutan, tegalan dan kebun.

Komposisi guna lahan tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Bangli bukanlah kawasan sentra budidaya tanaman pangan (sawah), namun berdasarkan potensi fisik alamnya merupakan kawasan yang berpotensi dikembangkan untuk perkebunan dan kehutanan. Sebaran persawahan hanya terdapat di Kecamatan Susut, Bangli dan Tembuku dengan komposisi 5,55% dari luas wilayah.

Kawasan permukiman di Kabupaten Bangli dilayani pusat-pusat kegiatan yang telah bekembang terutama Kawasan Perkotaan Bangli sebagai ibukota Kabupaten Bangli, Ibukota-ibukota Kecamatan (Susut, Tembuku, Kintamani), pusat-pusat kegiatan wisata (Penelokan, Toyabungkah), pusat-pusat Pertanian (Catur, Belantih), Pusat Kegiatan Spiritual (Batur) dan lainnya. Beberapa Permukiman perdesaan atau kawasan perdesaan terutama di wilayah Kecamatan Kintamani jaraknya cukup jauh dari pusat pelayanan.

Wilayah Kabupaten Bangli memiliki kawasan lahan kering dan perkebunan yang cukup luas hampir 34.329 Ha (65,95% wilayah) dan hal ini merupakan potensi lahan yang cukup besar bila dibandingkan luasan kawasan perkebunan produktif kopi (4.593 Ha), cengkeh (194 Ha), kakao (327 Ha), sehingga masih banyak potensi lahan kurang produktif yang belum termanfaatkan. Permasalahannya adalah sebagian besar lahan tersebut merupakan lahan kritis atau potensi kritis. Kesulitan penyediaan air baku merupakan kendala pengembangan kawasan perkebunan, walaupun sebenarnya hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Bangli merupakan kawasan resapan air.

Tabel 2.19

Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Bangli, 2007

NoKeterangan

Jln. ProvJln. KabJln. ProvJln. Kab

IPanjang Jalan (km)145,94 - 145,94 478,56

II

1. Aspal 145,94 397,40 145,94

467,81

2. Kerikil- -

3. Geladag- 2,00 -

4. Tanah- 44,00 - 10,75

III

1. Baik - - 63,51

180,94

2. Sedang- - 82,43

247,85

3. Rusak- - -

49,77

IV

1. Panjang (m)- - 96,90

140,00

2. Jumlah- - 4,00

9,00

Sumber : Bangli dalam angka 2008

2002

Jenis Permukaan (km)

Kondisi Jalan (km)

2007

Jembatan

Sumber : Bangli dalam Angka 2008

Hutan negara di wilayah Kabupaten Bangli seluas 9.341,28 Ha, merupakan kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan fungsi Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Taman Wisata Alam (TWA) terdiri atas HL Penulisan-Kintamani (4.219,3 Ha), HL Munduk Pengajaran (613 Ha), HL Gunung Abang-Agung 1.406,71 Ha), HPT Batur Bukit Payang (453 Ha), TWA Batur Bukit Payang (2.075 Ha) dan TWA Gunung Abang-Agung 574,27 Ha),

Permasalahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bangli adalah tingginya kecenderungan alih fungsi kawasan yang memiliki tutupan vegetasi yang lebih rapat ke penggunaan lain dengan vegetasi lebih rendah dan makin besarnya luasan lahan kritis. Alih fungsi kawasan hutan rakyat menjadi kawasan budidaya hortikultura, perkebunan, pengembangan permukiman dan fasilitas kepariwisataan terus terjadi.

Perkembangan pemanfaatan ruang untuk kegiatan kepariwisataan, di wilayah Kabupaten Bangli juga mempunyai permasalahan yang sangat pelik. Potensi wisata terbesar di Kabupaten Bangli adalah pemandangan alam Gunung Batur dan Danau Batur. Upaya untuk memanfaatkan potensi wisata tersebut dengan membangun fasilitas akomodasi wisata beserta fasilitas penunjangnya memberikan konflik kepentingan antara penjagaan terhadap lingkungan dan terbatasnya lahan untuk pengembangan terutama di Kawasan koridor Kaldera Batur.

Di bidang sumberdaya alam tak terbarukan, terdapat potensi bahan galian golongan C yang tersebar di Kawasan Kaldera Batur. Bahan galian yang melimpah pada kawasan kaldera Batur menimbulkan permasalahan dari sisi transportasi dan mitigasi terhaap bencana letusan gunung berapi. Kondisi ini memerlukan penanganan kapasitas eksploitasi yang mesti dilaksanakan agar potensi dapat dimanfaatkan tanpa mengganggu kelestarian dan kenyamanan lingkungan

B. Ekosistem Wilayah

Kabupaten Bangli berada pada kawasan tengah pegunungan Pulau Bali, sehingga memiliki beberapa karakter ekosistem, yaitu ekosistem hutan, ekosistem danau, ekosistem pertanian, dan ekosistem hunian.

Ekosistem hutan terdiri atas hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah mencakup hutan lindung, hutan dalam bentuk taman wisata alam, hutan produksi terbatas (HPT) serta sebaran hutan rakyat, terutama di wilayah Kecamatan Kintamani.

Pada kawasan hutan lindung, hampir sebagian besar luasannya merupakan lahan sangat kritis (tanpa vegetasi) bahkan sebagian besar merupakan lahan bekas aliran lahan di sekitar Gunung Batur. Secara umum jumlah lahan kritis di Kabupaten Bangli adalah 8,94% dari luas wilayah (sangat kritis dan kritis), agak kritis (15,37%) dan terjadi potensial lahan kritis yang sangat besar hampir 70,84% wilayah (Tabel 2.20).

Tabel 2.20

Sebaran Lahan Kritis di Kabupaten Bangli, 2008

NoJenis Penggunaan Persentase

Lahan SusutBangliTembukuKintamani Jumlah(%

ILahan Sawah1,241 731 808 110 2,890 5.55

1Sawah 1/2 Teknis948 635 704 - 2,287 4.39

2Sawah Pgrn Sdhn293 104 - 397 0.76

3Sawah Pgrin Trad- 96 - 110 206 0.40

IIBukan Lahan Sawah3,690 4,895 4,024 36,582 49,191 94.45

1Pekarangan 301 741 207 2,073 3,322 6.38

2Tegal/Kebun1,967 2,728 1,863 17,165 23,723 45.55

3Hutan Negara- - - 9,341 9,341 17.94

4Perkebunan963 876 1,453 4,270 7,562 14.52

5Hutan Rakyat242 175 186 1,585 2,188 4.20

6Lain-lain213 370 313 2,148 3,044 5.84

7Kolam4 5 2 - 11 0.02

Total 4,931 5,626 4,832 36,692 52,081 100.00

Luas Penggunaan Lahan (Ha)

Permasalahan ekosistem hutan lainnya di Kabupaten Bangli adalah pencurian kayu, pembibrikan gangguan hutan dan kebakaran hutan. Kawasan hutan di Kabupaten Bangli merupakan kawasan hutan yang paling rawan terhadap kebakaran, dan setiap tahun terjadi kasus kebakaran. Penyebabnya adalah hutan di wilayah ini umumnya bervegetasi homogen dan curah hujan rendah, serta dominasi pohon pinus yang mengeluarkan zat ektraktif yang mudah terbakar. Kawasan hutan yang rawan kebakaran yaitu RPH Kintamani Barat, RPH Kintamani Timur dan RPH Penelokan.

Ekosistem Danau Batur sebagai danau terbesar di Bali kondisi permukaan airnya terus mengalami penurunan. Proses sedimentasi dan pendangkalan danau ini dipicu oleh pola pengelolaan lahan-lahan pertanian di pinggir danau yang kurang memperhatikan aspek-aspek konservasi tanah dan air, serta erosi pada dinding tebing. Ekosistem danau berfungsi sebagai penyedia sumber daya air, kegiatan budidaya perikanan, kegiatan pariwisata air, lintas penyebarangan ke Desa Trunyan dan juga merupakan Kawasan Suci.

Ekosistem pertanian terdiri dari ekosistem perkebunan, ekosistem sawah atau ekosistem pertanian lahan kering. Ekosistem perkebunan dan lahan kering hampir mengalami permasalahan serupa yaitu luasnya lahan kritis dan potensial kritis karena terbatasnya sediaan sumber daya air.

Ekosostem sawah yang ada telah terairi jaringan irigasi secara teratur. Sedangkan ekosistem hunian dapat dibagi atas ekosistem hunian perkotaan dan ekosistem hunian perdesaan.

C. Pemerataan Pengembangan Wilayah

Ketidakseimbangan pembagian luas wilayah kecamatan ditunjukkan oleh data bahwa 29,55% wilayah terbagi menjadi 3 kecamatan (Susut, Bangli dan Tembuku) sedangkan sisanya hampir 70,45% wilayah Kabupaten terdiri dari satu kecamatan yaitu Kecamatan Kintamani. Luas Kecamatan Kintamani sekaligus juga merupakan kecamatan terluas di Provinsi Bali (6,51% dari luas wilayah Provinsi Bali), lebih besar dari luas wilayah Kota Denpasar (12.778 Ha) dan Kabupaten Klungkung (31.500 Ha) serta hampir sama dengan luas wilayah Kabupaten Gianyar (36.800 Ha).

Walaupun pusat Ibukota Kecamatan Kintamani dilalui oleh jalur jalan provinsi, namun akessibilitas pencapaian desa-desa di wilayah Kecamatan Kintamani sangat rendah, dan hal ini tentu saja mempengaruhi rentang kendali pelayanan pusat-pusat pelayanan termasuk administrasi pemerintahan kecamatan terhadap keseluruhan 48 desa.

Di sisi lain, luas lahan yang melimpah tidak serta merta dapat dimanfaatkan optimal karena topografi yang curam, keterbatasan sumber daya air, dan luasnya proporsi lahan kritis.

Kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan pengembangan wilayah antara wilayah Bangli bagian utara dengan wilayah Bangli bagian selatan.

D. Kawasan Rawan Bencana

Kabupaten Bangli sebagai bagian dari Pulau Bali yang rentan akan adanya bencana alam, karena kedudukan Pulau Bali pada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana alam. Di sisi lain keberadaan gunung berapi Batur yang masih aktif menyebabkan kawasan sekitar klaldera Batur di Kecamatan Kintamani merupakan kawasan yang rawan bencana letusan gunung berapi.

Kondisi topografi dan morfologi wilayah, juga menyebabkan adanya potensi bencana tanah longsor, karena keberadaan wilayah terutama pada kawasan hulu merupakan kawasan dengan kemiringan yang terjal dan memiliki kerentanan gerakan tanah yang tinggi. Potensi rawan bencana lainnya adalah bencana angin kencang.

E. Penataan Ruang

Dalam bidang penataan ruang, Kabupaten Bangli sampai saat ini belum memiliki pranata hukum bidang penataan ruang dalam bentuk Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK), yang berfungsi sebagai induk pengaturan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten. Penyusunan Materi Teknis RTRWK sebagai bahan Perda RTRWK telah dikembangkan, begitu pula halnya terhadap produk RDTR Kawasan yang lebih rinci, tetapi belum sempat dapat ditetapkan secara definitive. Namun demikian, rujukan dari Dokumen Teknis Rencana Tata Ruang yang ada telah dipakai sebagai acuan dalam menerbitkan perijinan.

Berdasarkan UU. No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, RTRW Kabupaten Bangli mutlak harus di revisi untuk disesuaikan dengan ketentuan dan rujukan terbaru. Semua produk rencana tata ruang baik yang bersifat umum seperti RTRW Kabupaten maupun yang bersifat rinci, seperti RDTR Kawasan/Kota atau RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Provinsi dan Peraturan Zonasi Kawasan harus disertai penetapannya dengan Peraturan Daerah. Kondisi ini menjadi penting untuk menempatkan Rencana Tata Ruang sebagai acuan legal dalam memberikan perijinan pemanfaatan ruang termasuk pengendaliannya.

Ketiadaan acuan penataan ruang, menyebabkan pembangunan fisik wilayah kurang terarah dan kurang terkendali, sehingga potensi penyimpangan pemanfaatan ruang sangat tinggi dan sulit untuk mengendalikannya.

Fakta lapangan menunjukkan, bahwa penerapan ketentuan ideal dalam penataan ruang sering sangat sulit diterapkan, terkait pula dengan keterbatasan lokasi pengembangan yang ada dibandingkan potensi yang dimiliki. Beberapa contoh yang sulit dipecahkan adalah maraknya pelanggaran terhadap sempadan jurang pada kaldera Batur untuk pemanfaatan fasilitas penunjang pariwisata, pemanfaatan ruang pada kawasan lindung, pelangaran radius kawasan suci, alih fungsi lahan hutan dan lainnya.

Beberapa kebijakan terkait Penataan Ruang yang harus diakomodasi di wilayah Kabupaten Bangli adalah :

1. Tujuan penataan ruang adalah untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan

2. Penataan ruang wilayah kabupaten meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi

3. Pengembangan struktur ruang harus memperhatikan sistem perkotaan atau pusat pelayanan nasional dan sistem prasarana wilayah dalam sistem nasional dan sistem provinsi agar terjadi kesinambungan integrasi struktur ruang nasional dan daerah

4. Dalam Rangka pelestarian Lingkungan dalam Rencana Tata Ruang ditetapkan Kawasan Hutan paling sedikit 30% dari luas DAS

5. Untuk Kawasan Perkotaan terdapat ketentuan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan untuk Kabupaten Bangli minimal 40%.

6. Kawasan perdesaan diarahkan untuk konservasi sumber daya alam. pelestarian warisan budaya lokal, serta pertahanan kawasan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan

7. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui Peraturan Zonasi, Ketentuan Perijinan, Insentif dan Disinsentif dan sanksi

8. Pengaturan ruang pada kawasan-kawasan yang dinilai rawan bencana (rawan bencana letusan gunung api, tanah longsor dan lainnya)

9. Pengaturan sanksi baik oleh pelaku pelanggaran maupun pejabat pemberi ijin

10. Selanjutnya penataan ruang di Bali dikembangkan dalam konsep one plan, one island dan one management. Kabupaten Bangli mempunyai peran sebagai penjaga kelestarian ekosistem Bali yang merupakan kawasan resapan air bagi Pulau Bali, sehingga Bangli berperan secara regional sebagai Kawasan Resapan air

11. Ditetapkannya beberapa kawasan strategis provinsi dari segi pertumbuhan ekonomi, social budaya, pelestarian lingkungan di wilayah Kabupaten Bangli yang harus diintegrasikan dalam penataan ruang wilayah Kabupaten

F. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangli 2010-2030

Rencana struktur ruang wilayah mencakup :

1. Pengembangan Sistem Perwilayahan Pembangunan terdiri dari WP Bangli Bagian Utara (terbagi dalam 8 SWP) dan WP Bangli Bagian Selatan (terbagi dalam 4 SWP)

2. Sistem Perkotaan Berdasarkan Fungsi mencakup :

· Kawasan Perkotaan Bangli (Pusat Kegiatan Lokal/PKL),

· Kawasan Perkotaan Kintamani (PKL Promosi);

· Kawasan Perkotaan Susut dan Tembuku (Pusat Pelayanan Kawasan/PPK);

· Kawasan Perkotaan Kayuamba dan Catur – Belantih (PPK Promosi)

· Didukung 12 Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) kawasan perdesaan (Dausa, Sukawana, Manikliyu, Katung, Sekardadi, Suter, Kedisan, Songan, Pengotan, Yangapi, Abuan) yang terintegrasi dengan Kawasan Perdesaan

3. Sistem Prasarana Wilayah terdiri dari pengembangan sstem tarnsportasi sebagai prasarana utama melalui pemeliharaan jaringan jalan provinsi dan kabupaten, pengembangan jalan provinsi baru (ruas Bayunggede – Belancan – Manikliyu – Belantih/Catur) serta jalan lainnya dan peningkatan pelayanan sistem jaringan irigasi, air minum, kelistrikan, telekomunikasi, pengolahan limbah dan pengelolaan persampahan.

Rencana Pola Ruang mencakup :

1. Kawasan Lindung, terdiri dari Hutan Lindung, Kaw. Resapan air, Kawasan Suci, kawasan tempat suci, kawasan sempadan jurang, sempadan sungai, sempadan danau, ruang terbuka hijau kota, taman wisata alam, kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan cagar budaya dan lainnya

2. Kawasan Budidaya, terdiri dari peruntukan hutan produksi (terbatas dan hutan rakyat), peruntukan pertanian (budidaya tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan), peruntukan petikanan, peruntukan pariwisata (KDTWK dan DTW), peruntukan pertambangan, peruntukan permukiman (perkotaan dan perdesaan), pertuntukan sentra industri

Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan kepentingan e