Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011

12
MINGGU, 20 MARET 2011 “Ingatlah perbuatan- perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman- penghukuman yang diucapkan-Nya.” Mazmur 105:5 Seorang laki-laki dari Norfolk, Virginia menelpon sebuah radio lokal untuk mence- ritakan pengalamannya berkaitan dengan peristiwa 11 Septermber 2003 (Menara WTC ditabrak oleh pesawat yang dibajak teroris). Namanya Robert Matthew, dan ini ceritanya : Beberapa minggu sebelum peristiwa 11 September, saat sebelum kelahiran anak pertama kami, istri saya berencana untuk pergi ke California mengunjungi saudaranya. Dalam perjalanan saat meng- antarkan istri ke bandara, kami berdoa supaya perjalanan istri diberi keselamatan dan perjalanannya diberkati Tuhan. Tak lama setelah saya berkata, "Amin", kami mendengar suara letusan dan mobil berguncang keras. Ternyata roda ban mo- bil kami pecah. Saya berusaha mengganti ban yang pecah secepat mungkin, tetapi ternyata kami tetap ketinggalan pesawat. Kami sangat kesal, dan memutuskan untuk pulang. Di rumah saya menerima telpon dari ayah saya, seorang pensiunan NYFD (Di- nas Pemadam Kebaran New York). Dia bertanya berapa nomor pesawat istri saya, tapi saya saya katakan kami ketinggalan pesawat. Sambil dalam keadaan tergun- cang, ayah berkata bahwa pesawat yang sedianya dinaiki istri saya adalah pesawat yang dibajak oleh teroris untuk menabrak menara sebelah selatan dari WTC. Ayah juga memberitahukan informasi yang lain. Dia akan mejadi relawan membantu NYFD untuk menolong korban yang ada. Dia berkata, "Saya tidak bisa diam saja melihat musibah ini. Saya harus melakukan sesu- atu untuk menolong mereka." Saya mengkuatirkan keadaan ayah, tetapi sebetulnya saya lebih prihatin karena ayah belum menyerahkan hidupnya pada Kristus. Setelah melewati perdebatan sing- kat, saya mengetahui bahwa tekad ayah sudah bulat. Sebelum menutup telepon ayah berkata, "Jaga baik-baik cucu ayah." Itu adalah kata-kata terakhir yang saya dengar, karena ayah juga termasuk korban yang jatuh pada saat NYFD melakukan penyelamatan di menara WTC. Sukacita saya karena Tuhan sudah menjawab doa saya dengan menyelamat- kan istri saya, berubah menjadi kamarah- an. Saya marah kepada Tuhan, marah kepada ayah saya dan marah kepada diri saya sendiri. Hampir dua tahun saya me- nyalahkan Tuhan karena sudah merenggut ayah dari keluarga kami. Anak saya tidak akan pernah bertemu kakeknya, ayah sa- ya tidak menerima Kristus, dan saya tidak sempat mengucapkan kata-kata perpisah- an. Kemudian sesuatu terjadi. Sekitar dua bulan lalu, saat saya sedang duduk di ruang keluarga bersama istri dan anak saya, ada suara ketukan di pintu. Saya bertanya kepada istri, tetapi dia menjawab tidak ada temannya yang berencana da- tang. Akhirnya saya membuka pintu, dan di depan saya berdiri sepasang suami istri dengan anak kecil yang digendong. Sua- minya bertanya apakah nama ayah saya Jake Matthew. Saya menjawab ya. Segera dia menjabat erat-erat tangan saya dan berkata, "Saya tidak pernah punya kesem- patan bertemu dengan ayah anda, tetapi ini suatu kehormatan bertemu dengan anaknya." Dia kemudian menjelaskan bahwa istri- nya bekerja di World Trade Center (WTC) dan terjebak di dalamnya saat terjadi musi- bah. Dia dalam keadaan hamil dan tertim- pa reruntuhan bangunan. Kemudian dia menjelaskan bahwa ayah saya berhasil menemukan istrinya dan menolongnya. Mata saya sembab dan penuh air mata saat saya membayangkan bahwa ayah telah mengorbankan nyawanya untuk me- nolong orang-orang seperti yang datang saat ini. Kemudian dia melanjutkan, "Ada hal lain yang anda harus ketahui." Istrinya kemudian menyambung penje- lasan, bahwa saat menyelamatkan dirinya, dia sempat bercakap-cakap dengan ayah saya - dan menuntunnya untuk menerima Kristus. Saya mulai sesenggukan saat mendengar cerita itu. Sekarang saya tahu bahwa ayah sudah berada di surga. Dia akan berdiri disamping Yesus untuk me- nyambut saya di surga - dan keluarga ini nantinya dapat mengucapkan terima kasih secara langsung padanya. Cara Tepat untuk Mengikuti Perlombaan "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sen- diri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan se- sama kita demi kebaikannya untuk membangunnya." Roma 15:1-2 Suami saya, Ken, bertindak sebagai seorang koordinator lapangan untuk pertandingan khusus. Di dalam acara itu selalu ada band musik, spanduk berwarna- warni, dan bendera di mana-mana. Di tengah-tengah lapangan tampak tim-tim yang terdiri dari anak-anak muda penyan- dang cacat mental. Beberapa tahun yang lalu di dalam se- buah pertandingan, Ken meniup peluitnya untuk memulai perlombaan lari cepat 500 m. Seorang anak perempuan penyandang down sindrom dengan kaca mata tebalnya bersama seorang anak laki-laki pendek- gemuk yang mengenakan celana pendek longgar berada di baris pertama. Ketika bunyi "dor" dari sebuah pistol yang menan- dakan dimulainya perlombaan, keenam peserta itu mulai berlari di jalurnya masing- masing. Tiba-tiba, anak laki-laki yang mengena- kan celana pendek itu mulai berlari ke arah teman-temannya yang ada di tengah- tengah lapangan. Ken meniup peluitnya untuk menyuruhnya kembali ke jalurnya, tetapi sia-sia saja. Pada saat itu, anak pe- rempuan down sindrom, yang tinggal be- berapa meter saja dari garis akhir, berbalik, lalu berlari ke arahnya dan memeluknya. Kemudian bersama-sama mereka kembali ke jalurnya dan mengakhiri perlombaan itu sambil bergandengan tangan, lama se- telah para peserta lainnya sudah mencapai garis akhir. Kita harus mengikuti perlombaan bukan untuk menyenangkan diri kita sendiri saja, tetapi juga untuk menyenangkan Tuhan. Hal itu sering kali berarti harus mengambil waktu untuk berhenti dan merangkulkan tangan kita kepada seorang teman yang mulai lemah supaya dia dapat kembali ke jalur perlombaan. Apakah Anda memperhatikan ada sau- dara seiman yang kebingungan secara rohani, namun Anda terus saja maju me- lampauinya? Yesus sepertinya tidak sesi- buk kita dalam memperhatikan "kemena- ngan." Hal yang penting adalah bagaimana cara kita melakukan pertandingan itu. Kita disuruh untuk melakukannya, menderita dengan sabar bersama-sama mereka yang lemah. Tuhan, semoga aku melakukan per- tandingan ini untuk menyenangkan Eng- kau .. dan juga untuk menolong orang lainnya. Joni Eareckson Tada SEBUAH KISAH DIBALIK TRAGEDI 911 BERSAMBUNG KE HLM. 2

description

Untuk Kalangan sendiri

Transcript of Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011

Page 1: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011

MINGGU, 20 MARET 2011

“Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang

dilakukan-Nya,mujizat-mujizat-Nyadan penghukuman-penghukuman yang

diucapkan-Nya.”Mazmur 105:5

Seorang laki-laki dari Norfolk, Virginiamenelpon sebuah radio lokal untuk mence-ritakan pengalamannya berkaitan denganperistiwa 11 Septermber 2003 (MenaraWTC ditabrak oleh pesawat yang dibajakteroris). Namanya Robert Matthew, danini ceritanya :

Beberapa minggu sebelum peristiwa11 September, saat sebelum kelahirananak pertama kami, istri saya berencanauntuk pergi ke California mengunjungisaudaranya. Dalam perjalanan saat meng-antarkan istri ke bandara, kami berdoasupaya perjalanan istri diberi keselamatandan perjalanannya diberkati Tuhan.

Tak lama setelah saya berkata, "Amin",kami mendengar suara letusan dan mobilberguncang keras. Ternyata roda ban mo-bil kami pecah. Saya berusaha menggantiban yang pecah secepat mungkin, tetapiternyata kami tetap ketinggalan pesawat.Kami sangat kesal, dan memutuskan untukpulang.

Di rumah saya menerima telpon dariayah saya, seorang pensiunan NYFD (Di-nas Pemadam Kebaran New York). Diabertanya berapa nomor pesawat istri saya,tapi saya saya katakan kami ketinggalanpesawat. Sambil dalam keadaan tergun-cang, ayah berkata bahwa pesawat yangsedianya dinaiki istri saya adalah pesawatyang dibajak oleh teroris untuk menabrakmenara sebelah selatan dari WTC. Ayahjuga memberitahukan informasi yang lain.Dia akan mejadi relawan membantu NYFDuntuk menolong korban yang ada. Diaberkata, "Saya tidak bisa diam saja melihatmusibah ini. Saya harus melakukan sesu-atu untuk menolong mereka."

Saya mengkuatirkan keadaan ayah,tetapi sebetulnya saya lebih prihatin karenaayah belum menyerahkan hidupnya padaKristus. Setelah melewati perdebatan sing-kat, saya mengetahui bahwa tekad ayahsudah bulat. Sebelum menutup teleponayah berkata, "Jaga baik-baik cucu ayah."Itu adalah kata-kata terakhir yang sayadengar, karena ayah juga termasuk korbanyang jatuh pada saat NYFD melakukanpenyelamatan di menara WTC.

Sukacita saya karena Tuhan sudahmenjawab doa saya dengan menyelamat-kan istri saya, berubah menjadi kamarah-an. Saya marah kepada Tuhan, marahkepada ayah saya dan marah kepada dirisaya sendiri. Hampir dua tahun saya me-nyalahkan Tuhan karena sudah merenggutayah dari keluarga kami. Anak saya tidakakan pernah bertemu kakeknya, ayah sa-ya tidak menerima Kristus, dan saya tidaksempat mengucapkan kata-kata perpisah-an.

Kemudian sesuatu terjadi. Sekitar duabulan lalu, saat saya sedang duduk diruang keluarga bersama istri dan anaksaya, ada suara ketukan di pintu. Sayabertanya kepada istri, tetapi dia menjawabtidak ada temannya yang berencana da-tang. Akhirnya saya membuka pintu, dandi depan saya berdiri sepasang suami istridengan anak kecil yang digendong. Sua-minya bertanya apakah nama ayah sayaJake Matthew. Saya menjawab ya. Segeradia menjabat erat-erat tangan saya danberkata, "Saya tidak pernah punya kesem-patan bertemu dengan ayah anda, tetapiini suatu kehormatan bertemu dengananaknya."

Dia kemudian menjelaskan bahwa istri-nya bekerja di World Trade Center (WTC)dan terjebak di dalamnya saat terjadi musi-bah. Dia dalam keadaan hamil dan tertim-pa reruntuhan bangunan. Kemudian diamenjelaskan bahwa ayah saya berhasilmenemukan istrinya dan menolongnya.Mata saya sembab dan penuh air matasaat saya membayangkan bahwa ayahtelah mengorbankan nyawanya untuk me-nolong orang-orang seperti yang datangsaat ini. Kemudian dia melanjutkan, "Adahal lain yang anda harus ketahui."

Istrinya kemudian menyambung penje-lasan, bahwa saat menyelamatkan dirinya,dia sempat bercakap-cakap dengan ayahsaya - dan menuntunnya untuk menerimaKristus. Saya mulai sesenggukan saatmendengar cerita itu. Sekarang saya tahubahwa ayah sudah berada di surga. Diaakan berdiri disamping Yesus untuk me-nyambut saya di surga - dan keluarga ininantinya dapat mengucapkan terima kasihsecara langsung padanya.

Cara Tepat untukMengikuti Perlombaan

"Kita, yang kuat, wajibmenanggung kelemahan orangyang tidak kuat dan jangan kitamencari kesenangan kita sen-diri. Setiap orang di antara kitaharus mencari kesenangan se-sama kita demi kebaikannya

untuk membangunnya."Roma 15:1-2

Suami saya, Ken, bertindak sebagaiseorang koordinator lapangan untukpertandingan khusus. Di dalam acara ituselalu ada band musik, spanduk berwarna-warni, dan bendera di mana-mana. Ditengah-tengah lapangan tampak tim-timyang terdiri dari anak-anak muda penyan-dang cacat mental.

Beberapa tahun yang lalu di dalam se-

buah pertandingan, Ken meniup peluitnyauntuk memulai perlombaan lari cepat 500m. Seorang anak perempuan penyandangdown sindrom dengan kaca mata tebalnyabersama seorang anak laki-laki pendek-gemuk yang mengenakan celana pendeklonggar berada di baris pertama. Ketikabunyi "dor" dari sebuah pistol yang menan-dakan dimulainya perlombaan, keenampeserta itu mulai berlari di jalurnya masing-masing.

Tiba-tiba, anak laki-laki yang mengena-kan celana pendek itu mulai berlari kearah teman-temannya yang ada di tengah-tengah lapangan. Ken meniup peluitnyauntuk menyuruhnya kembali ke jalurnya,tetapi sia-sia saja. Pada saat itu, anak pe-rempuan down sindrom, yang tinggal be-berapa meter saja dari garis akhir, berbalik,lalu berlari ke arahnya dan memeluknya.Kemudian bersama-sama mereka kembalike jalurnya dan mengakhiri perlombaanitu sambil bergandengan tangan, lama se-telah para peserta lainnya sudah mencapai

garis akhir.Kita harus mengikuti perlombaan bukan

untuk menyenangkan diri kita sendiri saja,tetapi juga untuk menyenangkan Tuhan.Hal itu sering kali berarti harus mengambilwaktu untuk berhenti dan merangkulkantangan kita kepada seorang teman yangmulai lemah supaya dia dapat kembali kejalur perlombaan.

Apakah Anda memperhatikan ada sau-dara seiman yang kebingungan secararohani, namun Anda terus saja maju me-lampauinya? Yesus sepertinya tidak sesi-buk kita dalam memperhatikan "kemena-ngan." Hal yang penting adalah bagaimanacara kita melakukan pertandingan itu. Kitadisuruh untuk melakukannya, menderitadengan sabar bersama-sama merekayang lemah.

Tuhan, semoga aku melakukan per-tandingan ini untuk menyenangkan Eng-kau .. dan juga untuk menolong oranglainnya.

Joni Eareckson Tada

SEBUAH KISAH DIBALIK TRAGEDI 911

BERSAMBUNG KE HLM. 2

Page 2: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011

MINGGU, 20 MARET 2011

Semakin GiatDalam Melayani

Hidup melayani Tuhan tanpa pengha-rapan dalam iman adalah hidup yang ku-rang bergairah. Dengan adanya peng-harapan dalam iman ini, kita hidup dengantujuan yang jelas yaitu pengharapanmenantikan kedatangan Kristus yang ke-dua kalinya.

Seruan Petrus ini mengadopsi tradisiorang Yahudi. Orang Yahudi memiliki pe-mahaman bahwa kesudahan dari segalasesuatu diawali dengan periode penderi-taan yang hebat, dan kesengsaraan yangtiada akhir. Oleh karena itu, Petrus mena-sihati jemaat untuk senantiasa tenang danberdoa (1 Petrus 4:7). Petrus mendorongsupaya jemaat tetap siap sedia menanti-kan kedatangan Tuhan. Kedatangan Tu-han kedua kali yang digambarkan "dekat"bukan berarti kita hanya tinggal menantidan tidak melakukan kegiatan apa punbaik pelayanan maupun pekerjaan sehari-hari. Sebaliknya, justru Petrus mendorongjemaat untuk: Pertama, tetap memiliki ka-sih yang "bertumbuh" baik kepada Tuhanmaupun kepada sesama manusia (ayat8). Kedua, memberikan tumpangan kepa-da orang lain dengan tidak bersungut-su-ngut (ayat 9). Kedua hal ini sulit dilakukankarena memberikan tumpangan kepadaorang lain bukanlah suatu hal yang lazimpada saat itu. Tumpangan hanya berlakuuntuk sanak saudara saja. Demikian juga

kasih secara manusiawi terbatas hanyapada orang dan dalam hubungan khusus.Namun, kasih Tuhan membuat jemaatmenjadi satu keluarga sehingga bisa mem-berikan tumpangan kepada orang lainyang bukan saudara. Ketiga, agar jemaatsaling melayani satu sama lain sesuai de-ngan karunia yang mereka miliki sehinggaTuhan dimuliakan (ayat 10-11).

Kesadaran atau pengharapan tentangkedatangan Tuhan Yesus kedua kali me-mang akan berdampak konkret pada kehi-dupan dan pelayanan kita. Kerinduan ber-jumpa Dia dalam keadaan layakmendorong kita mengusahakan yang ter-baik dalam segala hal.

Renungkan: Menantikan kedatanganTuhan yang kedua kali seharusnya mem-buat kita semakin giat melayani bukannyamemudar.

Santapan Harian

Selama bertahun-tahun, saya mulaimenyadari betapa eratnya identitas sayaterikat pada cara saya memandang bisnissaya. Sebagai presiden dan pendiri peru-sahaan manajamen investasi, mudah bagisaya untuk jatuh ke dalam perangkap me-miliki identitas yang terbungkus dalamtingkat keberhasilan perusahaan kami.

Setiap hari, saya tahu seberapa baik-nya dana perusahaan kami. Saat identitassaya terbungkus dalam kehidupan profesi-onal saya, keberhasilan saya dihubungkandengan apakah kinerja investasi kami naikatau turun. Kekhawatiran, ketakutan dantidak adanya sukacita dapat dengan mu-dah merayap masuk ke dalam kehidupansaya saat saya tidak memusatkan perhati-an pada identitas saya yang sejati.

Saat ini terjadi, saya tidak hanya men-derita, tetapi istri dan anak-anak saya jugadapat mengetahui apakah Ayah menga-lami hari yang "baik/naik" atau "buruk/turun".

Untunglah, identitas saya yang sejatiadalah sebagai anak Tuhan. Dalam Gala-tia 4:6-7, Paulus menulis, "Dan karenakamu adalah anak, maka Allah telah me-nyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita,yang berseru: ya Abba, ya Bapa!' Jadi ka-mu bukan lagi hamba, melainkan anak;jikalau kamu anak, maka kamu juga ada-

lah ahli-ahli waris, oleh Allah."Sebagai orang Kristen, kita adalah pu-

tra dan putri serta ahli-ahli waris Tuhan.Saat saya memusatkan perhatian padaidentitas saya yang sejati, seluruh pan-dangan saya tentang hidup diubahkan.Pandangan sementara saya dengan fokuspada hidup saya diubah menjadi perpsektifkekal dengan fokus pada kerajaan Bapa.Fokus saya berubah dari hidup untuk me-nyenangkan manusia menjadi hidup untukmenyenangkan Tuhan.

Satu lagi kesan yang luar biasa darimengenal dan memusatkan perhatian pa-da identitas saya yang sejati adalah memi-liki damai sejahtera yang melampaui se-gala akal (lihat Filipi 4:7). Jauh lebih mudahuntuk berurusan dengan kekecewaan danketidakpastian saat saya mengetahui bah-wa saya dipanggil hanya untuk melakukanyang terbaik. Saya dapat menyerahkanyang selebihnya kepada-Nya.

Adalah tantangan terus-menerus untukmenjaga fokus saya kepada Tuhan danidentitas saya yang sebenarnya. Kuncinyabagi saya adalah memulai hari saya deng-an saat teduh. Saat teduh dalam doa inidan pembacaan Alkitab menentukan harisaya. Tanpa waktu berkualitas ini, sayacepat melupakan siapa saya sebenarnyadalam Kristus dan kembali kepada kehi-

dupan saya yang asyik dengan diri sendiri.Saya berdoa supaya Roh Kudus mem-

berikan kekuatan kepada kita untuk menja-lani waktu bersama Bapa kita dan mene-mukan identitas kita yang sejati sebagaianak Tuhan.PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN

1. Apakah yang dapat Anda lakukanuntuk memusatkan perhatian pada iden-titas Anda yang sejati sebagai putra danputri Tuhan?

2. Bagaimanakah identitas kita yangasyik dengan diri sendiri mempengaruhikarier profesional dan kehidupan pribadikita?

3. Bagaimanakah identitas Anda yangsejati mempengaruhi karier profesionalAnda? Bagaimanakah ini mempengaruhkehidupan pribadi Anda?

IDENTITAS KITA SEBAGAI ANAKTUHAN AKAN MENGGERAKKANSIKAP KITA PADA KEHIDUPAN.

Jim Baker

Identitas Sejati"Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepadahukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang taklukkepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak."

Galatia 4:4-5

Ketika anaknya lahir, mereka menamai-nya Jacob Mattew sebagai penghormatankepada orang yang sudah mengorbankannyawanya sehingga anak itu beserta ibu-nya bisa hidup.

Kisah nyata ini membantu kita untukmemahami dua hal. Pertama: Tuhanlahyang memegang peranan untuk mengaturhidup kita dengan ajaib. Kita mungkin tidakbisa memahami apa yang ada dibalik se-mua peristiwa yang terjadi, dan kita tidaktahu setiap kejadian menurut sudut pan-dang surgawi. Tetapi Tuhan sendirilahyang campur tangan dan merencanakansetiap peristiwa yang terjadi. Dan yangkedua: setelah lewat dua tahun peristiwapenyerangan tragis terhadap WTC, kamitidak boleh membiarkan hal itu tetap men-jadi sebuah ingatan yang pahit.

Tuhan tidak pernah memanggil orang-orang yang sempurna, tetapi DIA akanmenyempurnakan panggilan-Nya.

NN

SAMBUNGAN HLM. 1 - SEBUAH

TIDAK MINTA DIDORONGSeorang laki-laki berlari-lari menuju

stasiun mengejar kereta api yang sudahsiap mau berangkat. Sambil lari, ia berdoa,"O, Tuhan, tambahkanlah kekuatanku, su-paya aku sampai ke stasiun sebelum kere-ta berangkat."

Tiba-tiba ia tersandung dan jatuh. Sam-bil memandang ke langit, ia mengeluh,"Tetapi, Tuhan, aku tidak minta didorong!"

e-Humor

Page 3: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011
Page 4: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011

MINGGU, 20 MARET 2011 HALAMAN 4

Mengampuni diri sendiri bukan berartipenyangkalan terhadap rasa bersalahatau rasa menyesal. Saat mengampunidiri sendiri, kita tidak berkata bahwa kitabenar atau kita hanyalah korban yang ti-dak bersalah; istilah rohaninya: tidak ber-buat dosa. Mengampuni diri sendiri tidakserta-merta menghilangkan akibat kesa-lahan kita atau berakhir dengan rekon-siliasi.

Mengampuni diri sendiri mengharuskankita untuk membuang perasaan malu, baikyang berasal dari dosa atau kesalahan,karena keduanya dapat melemahkan per-kembangan kepribadian diri. Kita tidakperlu hidup dengan rasa bersalah seumurhidup. Kita harus belajar mengampuni dirisendiri.Mengapa Kita Perlu Mengampuni Diri

Sendiri?Mengampuni diri sendiri adalah sesua-

tu yang harus dilakukan. Yesus Kristusdatang ke dunia untuk mengajar dan mem-beri contoh tentang pengampunan. Meski-pun kita bisa merasa sedih dan menyesalisetiap kegagalan, kita tidak perlu terus-menerus tenggelam dalam perasaan ber-salah dan malu. Mengampuni diri sendirimerupakan langkah positif yang harus di-lakukan. Mengampuni diri sendiri akanmenguatkan kita. Mengampuni berartimenganggap seseorang lebih berhargadibanding dosa atau kesalahannya. Kitamungkin bersedih ketika menyadari keku-rangan-kekurangan kita. Banyak orangKristen yang suka menghakimi dan meng-hukum diri sendiri. Kita bersikap keras ter-hadap diri sendiri. Kita menjadi tidak efektifjika kita merasa tidak berharga. Saat kitamenghabiskan energi untuk menyalahkandiri sendiri, kita sedang membatasi energiuntuk pertumbuhan pribadi yang sehat.Citra diri kita akan sangat menderita sam-pai kita belajar mengampuni diri sendiri.Mengampuni diri sendiri memampukankita untuk memusatkan perhatian kepadaorang lain.

Jika kita tahu orang lain tidak akanmenyukai kita bila mereka mengetahuikegagalan kita, maka kita tidak akan bisamengasihi mereka seperti Yesus melaku-kannya. Berhenti bersikap merendahkandiri sendiri akan memampukan kita untukmenghasilkan buah-buah Roh. Saat kitamenerima pengampunan Kristus danmengampuni diri sendiri, kita bebas untukmengasihi.

Setelah kita menerima pengampunandari Allah, pengampunan terhadap dirisendiri menghapus rasa malu seperti yangrasul Paulus sebut "dukacita menurut ke-hendak Allah." (2 Korintus 7:10) Keluardari perlindungan yang salah terhadap ra-sa malu psikologis menuju aliran-alirandukacita ilahi yang misterius itu, sepertiterbang dari satu pijakan ke pijakan lain-nya. Suatu saat, kita harus melepaskanpegangan kita pada satu-satunya peno-pang kita agar bisa berpindah ke tempatyang baru. Kita tidak bisa memahami ke-bebasan untuk mengasihi bila kita tidakmembuang rasa malu. Pada satu sisi,mengampuni diri sendiri melalui dukacitamenurut kehendak Allah memberi kesem-patan bagi kita untuk berhenti memikirkan

kegagalan-kegagalan kita. Dengan men-jalani hidup yang ekstrem, kita justru bisamemiliki kebebasan untuk melakukan se-suatu yang kreatif dan bermanfaat bagihidup kita. Kuasa pengampunan juga men-dorong kita untuk melakukan tindakanyang bertanggung jawab.

Apa yang Terjadi Jika Kita TidakMengampuni Diri Sendiri?

Jika rasa malu terus berkembang, kitaakan terjebak dalam kehidupan yang pe-nuh rasa malu. Kita mulai terdoktrin bahwapada dasarnya ada yang salah dengankita sehingga kita pantas disalahkan. Kitaragu bahwa kita bisa diampuni. Rasa maluyang kita rasakan karena peristiwa masalalu merenggut kepuasan akan pencapai-an baru kita. Kita tidak pernah merasa cu-kup baik. Rasa malu melumpuhkan kitadan rasa takut membuat kita tidak berdaya.Rasa malu membuat kita merasa dikontroldan tidak dikasihi. Ketidakberdayaan me-ngatasi rasa malu dan kemarahan terha-dap diri sendiri yang tidak perlu, menuntunkita untuk melakukan bentuk-bentuk kom-pensasi yang tidak sehat. Kita mungkinmemiliki gaya hidup ekstrem, melakukanhal-hal yang bersifat destruktif seperti gilakerja, penyalahgunaan wewenang, kecan-duan makanan, seks, atau gila belanja.Kita menenggelamkan diri dalam berbagaikegiatan atau menutup diri dari orang lain.Kita takut kalau orang lain mengetahui aibkita dan melihat diri kita yang sesungguh-nya.

Bagaimana Kita MendapatkanPengampunan -- Khususnya Jika Orang

Lain Tidak Mau Memaafkan Kita?Orang lain pasti bereaksi terhadap ke-

gagalan-kegagalan kita, tetapi janganbiarkan reaksi mereka membuat kita tidakbisa mengampuni diri sendiri. Seorangpendeta bijak pernah berkata, "Langkahpertama untuk mendapatkan pengampun-an dari Allah adalah dengan memberikanpengakuan". Pengampunan diri sendiri di-mulai dengan cara yang sama.

Langkah-langkah untuk mengampunidiri sendiri:

1. Akuilah dengan menyebutkan apasaja yang perlu diampuni.

Dengan menyatakan pengakuan kitasecara jelas, kita bisa fokus terhadap sum-ber rasa malu. Pengakuan berarti menem-patkan kebenaran sebagai dasar tindakandan pertumbuhan. Pertobatan karena per-buatan buruk muncul setelah pengakuan.Selanjutnya, kita bisa bergantung padapertolongan Allah untuk tidak mengulangikesalahan yang sama pada masa yangakan datang.

2. Sebisa mungkin, perbaikilah kega-

galan-kegagalan masa lalu.Sesudah kita membuat perbaikan,

segera ambil langkah untuk keluar daribayang-bayang rasa malu pada masa lalu.

3. Selidikilah akar rasa malu Anda.Menyelidiki akar rasa malu dengan se-

orang ahli memberikan keuntungan jangkapanjang. Ketika kita menyelidiki akar rasamalu itu, kita bisa memutuskan untuk me-lakukan sesuatu di area-area yang rentanmendapat kecaman.

4. Ekspresikan perasaan Anda danpilihlah itu sebagai petunjuk perubahan.

Sebagai contoh, "Aku masih jengkeltiap kali aku ingat bagaimana ibuku yangpemabuk itu berteriak-teriak di depanku.Aku sangat terpuruk. Hingga hari ini akumasih merasa malu karena aku tidak tahuapa yang harus aku lakukan. Aku sadar,aku tidak bisa mengubah masa lalu, tetapisaat ini aku benar-benar kewalahan. Dari-pada merasa malu, lebih baik aku menggu-nakan kesempatan ini untuk mengalahkanperasaan malu dan minderku". Setelahitu Anda bisa merasa lega dan siap untukmelakukan perubahan.

5. Ungkapkan keputusan untuk meng-ampuni diri sendiri.

Kita bisa mengungkapkan keputusankita untuk mengampuni diri sendiri lewatdoa, lukisan, atau jurnal pribadi. Kita bisamengatakannya kepada teman yang kitapercaya, cermin, alat perekam, atau seo-rang konselor. Kita juga bisa mengung-kapkannya dalam bentuk-bentuk kreatiflainnya, misalnya menulis daftar kesalahanpada kartu-kartu indeks lalu membakarnyasatu per satu ke dalam perapian.

Pengampunan adalah suatu gagasan,tindakan dari suatu keinginan, dan sikap.Pengampunan bukanlah suatu perasaan.Coba katakan, "Aku tahu, mengampunidiri sendiri berarti mengakui bahwa akumemiliki keterbatasan, dan bahwa akutidak bisa selalu menyenangkan oranglain. Karena itu, aku mengampuni dirikusendiri karena rasa malu atas semuanyaini. Aku memilih menolong diriku dan me-ninggalkan rasa maluku. Aku menerimapengalaman ini untuk membantuku ber-tumbuh."

Sebagian besar orang menyadari bah-wa mengasihi adalah sebuah keputusan.Kita bisa memilih untuk mengasihi danmenghormati diri kita sendiri -- tidak peduliapa yang kita rasakan tentang masa lalu-- karena Allah lebih dulu mengasihi kita.Mengampuni diri sendiri adalah bagiandari mengasihi diri sendiri, sehingga kitabisa mengasihi orang lain.

Sepanjang hidup, kita terus menyimpanperasaan malu. Kita mengumpulkannyasedikit demi sedikit ke dalam sebuah ran-sel mental. Setiap kali kita mengalami rasamalu yang baru atau menghidupkan kem-bali sengatan rasa malu sebelumnya, kitamelemparkan perasaan-perasaan itu kedalam ransel khayalan kita. Kita menyeretbeban berat yang terus bertambah setiaphari. Akan tetapi, saat kita mengampunidiri sendiri, kita sedang melemparkan se-mua beban kita ke tempat sampah danberjalan bebas dari rasa malu. Tanpa adaransel untuk menyimpan rasa malu padamasa yang akan datang, kita bisa menja-dikan pengampunan diri sendiri sebagaigaya hidup.

BELAJAR MENGAMPUNI DIRI SENDIRI

BERSAMBUNG KE HLM. 5

Page 5: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011

MINGGU, 20 MARET 2011 HALAMAN 5

HAL KEUANGANMasalah keuangan dan pengelolaan-

nya merupakan hal yang sangat penting.Ada orang Kristen yang tidak bahagia danmemiliki hidup yang tidak berkemenanganhanya karena masalah materi. Melalui ar-tikel berikut, kita akan belajar salah satukunci dalam mengatasi masalah keuanganyaitu "Mencukupkan Diri". Mari kita bersa-ma-sama menyelidiki hal ini dari Filipi4:10-13.Sikap yang benar terhadap pemberian

Bagian ini merupakan respons Paulusterhadap bantuan yang diberikan jemaatFilipi kepadanya, ketika ia berada dalampenjara rumah di Roma atau Kaisarea (Fi-lipi 1:12-14; Filipi 2:25). Bantuan ini meru-pakan pemberian materi yang jemaat Filipiberikan kepada Paulus untuk kesekiankalinya (band. Filipi 4:10, 15-16). Bagaima-na Paulus memberikan respons terhadaphal ini?

Pertama-tama, ia mengekspresikansukacitanya yang besar di dalam Tuhan(Filipi 4:10a) -- Paulus tidak langsung me-nunjukkan ucapan terima kasihnya kepadajemaat Filipi, seakan-akan merekalah aktorpaling penting dalam pemberian ini (Filipi4:10a), artinya ia percaya bahwa di balikpemberian jemaat Filipi, ada tangan Tuhanyang kuat yang telah menggerakkan mere-ka (Filipi 2:12-13). "Bersukacita" merupa-kan konsep yang dominan dalam suratFilipi (muncul sekitar 16 kali).

Kedua, ia memfokuskan ucapan syu-kurnya pada pikiran, perasaan, dan pikiranjemaat Filipi (Filipi 4:10b), bukan pemberi-an mereka. Seseorang yang baru sajamendapatkan bantuan materi, biasanyacenderung "terikat" pada pentingnya pem-berian itu. Dalam bagian ini Paulus justrumelihat hal yang lebih penting daripadapemberian itu, yaitu kasih jemaat Filipi ke-pada Paulus. Di bagian selanjutnya ia le-bih menyoroti hasil dari pemberian itu, bu-kan pemberian itu sendiri (Filipi 4:17).

Ketiga, ia tidak mengeksploitasi keku-rangannya (Filipi 4:11a). Frasa "kukatakanini bukan karena kekurangan" merupakanantisipasi Paulus terhadap kesalahpaham-an yang mungkin muncul dari pihak jemaatFilipi. Di Filipi 4:10 ia mengatakan, perha-tian jemaat Filipi akhirnya bertumbuh kem-bali. Dalam bahasa Yunani, kata "hdh po-te" (LAI-TB "akhirnya") menyiratkan durasiwaktu yang sangat lama. Sebagian versiInggris dengan tepat menerjemahkan de-ngan "sekarang setelah sekian lama" (nowat length, ASV/RSV/YLT). Kalimat ini bisaberpotensi menimbulkan kesan bahwa,Paulus mengeluh atau menyindir jemaatFilipi karena mereka kurang tanggap terha-dap kebutuhan Paulus. Karena itu, ia men-jelaskan bahwa ketiadaan bantuan hanyamasalah kesempatan yang belum ada (Fi-lipi 4:10b). Ia juga menegaskan bahwaucapannya di Filipi 4:10 bukan dimaksud-kan sebagai upaya untuk meminta-mintasecara halus kepada jemaat Filipi. Paulussecara eksplisit menyatakan bahwa pem-berian mereka sudah lebih dari cukup (Fili-pi 4:18).

Mengapa Paulus bisa memberikan res-pons seperti ini? Bukankah orang cende-rung mengungkapkan ketergantungannyakepada si pemberi, dengan cara memujisi pemberi atau mengeksploitasi keku-

rangan si penerima bantuan? Bagaimanaia bisa memiliki cara pandang yang benarseperti itu? Apa rahasianya? Jawabannya,Paulus mencukupkan diri! (Filipi 4:11).

Dalam bagian ini kita akan menyelidikitiga konsep yang benar tentang mencu-kupkan diri.

1. Mencukupkan diri merupakanhasil belajar (Filipi 4:11b)

Mayoritas orang cenderung memilikisikap tamak. Kondisi ini merupakan akibatdari natur manusia yang berdosa, karenadosa Adam (Mazmur 51:7; Roma 5:12-21). Manusia tidak pernah puas denganapa yang sudah mereka miliki, sehinggatidak heran kita sering mendengar orangkaya selalu mengeluhkan "kekurangan"mereka. Ya! Perasaan cukup adalah hasildari proses pembelajaran. Berdasarkanstruktur kalimat Yunani yang dipakai, ayat11b seharusnya diterjemahkan "aku sendiri[bukan orang lain] sungguh-sungguh bela-jar...". Istilah "belajar" (mantanw) sebenar-nya dipinjam dari kosakata filsafat "Stoa"yang menekankan disiplin/pengendaliandiri, sehingga seseorang tidak dipengaruhioleh situasi di sekitarnya. Ide tentang"mendisiplinkan diri" (belajar) diambil darifilsafat "Stoa", tetapi konsep Paulus sangatberbeda dengan "Stoa". Filsafat "Stoa"bersifat "anthroposentris" (berpusat padakemampuan manusia), sedangkan konsepPaulus bersifat "theosentris" (berpusat pa-da Allah).

Ayat 11b menunjukkan bahwa Paulusberusaha keras mendisiplin (mengontrol)diri supaya mendapatkan kecukupan yangsebenarnya. "Cukup" bukan masalah jum-lah, tetapi kedisiplinan rohani untuk kepu-asan dengan apa yang telah Allah berikankepada kita.

2. Mencukupkan diri mencakupsegala situasi (Filipi 4:12)

Dalam ayat ini Paulus menggunakankata Yunani "pas" (segala/setiap) seba-nyak dua kali. Kata "pas" juga dipakai Filipi4:13, "segala perkara...". Penggunaan"pas" di Filipi 4:12 seharusnya diterjemah-kan "setiap (pas) hal dan segala (pas) per-kara", karena "pas" yang pertama ber-bentuk tunggal, sedangkan yang keduaberbentuk jamak. Dengan kata lain, Paulusbukan hanya membicarakan beragam situ-asi secara umum, tetapi juga setiap detailsituasi. Rasa cukup dengan Allah tetapharus ada, meskipun berada dalam keku-rangan dan kelaparan (Filipi 4:12). Dalam1 Timotius 6:8 Paulus menjelaskan salahsatu batasan "cukup", yaitu asal ada ma-kanan dan pakaian.

Manusia cenderung menentukan sen-diri batasan "cukup" dalam hidup mereka.

Tidak jarang batasan ini telah memper-budak mereka untuk bekerja di luar bataswaktu yang wajar, sampai mengabaikanhal-hal lain yang lebih penting, misalnyawaktu keluarga dan waktu beribadah ke-pada Tuhan. Batasan ini sering kali mem-buat orang terlalu kikir/pelit (berhematmelewati batas) dan menghalangi merekauntuk memberi materi lebih banyak bagiorang lain maupun gereja (Tuhan). Batas-an ini juga membuat orang sulit merasacukup dengan berkat Tuhan yang ada.Seandainya setiap kita mengikuti prinsip"cukup" seperti yang tertulis di kitab Filipi4:11 ini, maka kita tidak akan mudah ber-sungut-sungut kepada Tuhan maupunmengeluh kepada suami/istri/orang tuakita. Apa pun keadaan kita, kita harus me-nyadari bahwa memiliki Allah dan dimilikioleh-Nya adalah lebih daripada cukup.Ingat, "enough is more than more" (cukupadalah lebih dari lebih). Orang kaya yangsesungguhnya adalah mereka yang selalumerasa cukup dengan apa yang ia telahterima dari Tuhan.

3. Mencukupkan diri membutuhkankekuatan Tuhan (Filipi 4:13)

Bagian ini merupakan kontras yang te-gas antara penganut "Stoa" dan Paulus.Paulus meyakini bahwa kemampuan untukmerasa cukup dalam setiap situasi hanyabisa tercipta melalui kekuatan Tuhan. Kata"menguatkan" (endunamow) menyiratkanide pemberian kekuatan dari dalam. Seca-ra logika, tidak ada manusia yang merasacukup ketika ia kekurangan atau kelapar-an. Perasaan cukup dan usaha untuk ber-disiplin diri supaya cukup, hanya bisa ter-jadi kalau Tuhan yang memberi kekuatansupranatural.

Yakub Tri Handoko, Th.M.

Kita bisa memercayai pengampunankita sendiri. Jika perasaan ragu datangkembali, kita boleh mengakui perasaantersebut sebagai suatu kenyataan, lalumenenangkan diri sambil mengingat kapandan di mana kita telah mengampuni dirisendiri. Saya tidak mengerti mengapa pe-rasaan yang mengganggu itu kadang-ka-dang muncul lagi ke permukaan setelahpengampunan diri sendiri. Barangkali emo-si kita cenderung kembali ke pola lamayang kita kenal. Mungkin Yesus mengizin-kan perasaan-perasaan tersebut untukmengingatkan kita betapa Dia menghen-daki kita untuk terus datang kepada-Nyadengan segala perasaan atau keinginanyang mengganggu kita. Setelah semuanyaitu, Dia berkata, "Marilah kepada-Ku, se-mua yang letih lesu dan berbeban berat,Aku akan memberi kelegaan kepadamu."(Matius 11:28)

Sesudah kita benar-benar mengam-puni diri sendiri, kita bisa melatih pikiranuntuk memutar kembali video pengampun-an diri sendiri. Kita bisa mengingat bagai-mana kita membuang ransel yang penuhdengan rasa malu kita ke tempat sampah,dan kita bisa merasa tenang dalam kebe-naran. Setelah itu kita bisa memandangke depan -- ke masa depan dengan bebas,penuh dengan petualangan, dan penuhdengan harapan. Bahkan lebih dari itu,kita bisa memusatkan perhatian untukmengasihi sesama. (t/Setya)

Jay Frye

SAMBUNGAN HLM. 4 - BELAJAR

Page 6: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011
Page 7: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011
Page 8: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011
Page 9: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011
Page 10: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011
Page 11: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011
Page 12: Warta Jemaat GPIA Immanuel 20 Maret 2011