Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014
-
Upload
ditjen-kemkes -
Category
Social Media
-
view
766 -
download
2
Transcript of Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014
1
WARTA Ditjen PP dan PL
M ERS-CoV merupakan penyakit baru yang
masih banyak belum diketahui,
khususnya mekanisme penularannya.
Kasus yang ditemukan pertama kali di
Saudi pada bulan September 2012 ini meningkat
jumlahnya terutama mulai April 2014 di Jazirah Arab.
Orang Indonesia hampir setiap saat dalam jumlah banyak
berada di sana untuk umroh, bekerja, ibadah haji, belajar,
wisata dan bisnis, sehingga orang Indonesia yang berada
di sana mempunyai risiko untuk tertular dan membawa
virus ke Indonesia.
Upaya apa saja yang dilakukan oleh Ditjen PP dan PL
dalam menghadapi MERS-CoV di Indonesia kami
ketengahkan di rubrik warta utama. Selain itu, Redaksi
juga mengetengahkan sebagian kesan-kesan Prof. Tjandra
Yoga Aditama selama hampir lima tahun menjadi Dirjen PP
dan PL dan selamat datang Prof. Agus Purwadianto sebagai
Pelaksana Tugas Dirjen PP dan PL dalam rubrik Potret.
Tak ketinggalan kami suguhkan pula berita-berita lain
dalam rubrik seputar kita, serta rubrik lain yang menarik
untuk pembaca.
Segenap redaksi majalah WARTA PP dan PL edisi I di
bulan yang fitri ini kami mengucapkan Selamat Hari Raya
Idul Fitri 1435 H, mohon maaf lahir dan bathin. Tak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penerbitan majalah ini. Kami sadar warta
ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun selalu kami nanti untuk perbaikan pada
edisi yang akan datang. Harapan kami semoga tulisan
yang sederhana ini tidak hanya sederhana manfaatnya,
melainkan memiliki manfaat yang besar bagi kita semua.
SUSUNAN REDAKSI
PENANGGUNG JAWAB : Sri Handini, SH, MH, M.Kes | REDAKTUR : drg. Yossy Agustina, MH.Kes, dr. Ita Dahlia, MH.Kes,
Imam Setiaji, SH | EDITOR/PENYUNTING : Risma, SKM, dr. Romadona Triada, Muji Yuswanto, S.Kom | DESIGN GRAFIS
dan FOTOGRAFER : Devy Nurdiansyah, AMKL, Bukhari Iskandar, SKM, Sri Sukarsih, Amd, Putri Kusumawardani, ST,
Eriana Sitompul | SEKRETARIAT : Dewi Nurul Triastuti, SKM, Firman Septiadi, SKM, Indah Nuraprilyanti, SKM, Aditya
Pratama, SI.Kom, Ni Nengah Yustina, SKM, Ira Vitria Sari, SE, Nurul Badriyah, SKM, Frans Landi, SKM, Budi Hermawan,
Amd, Hastha Meytha, SST, S.Si, Rizky Ndry Anggoro, SH, Rr. Tri Hastati | ALAMAT REDAKSI : Bagian Hukormas, Gedung A
Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan, Jl. Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat 10560 | TELEPON : 021-
4247608 | FAKSIMILI : 021-4207087 | EMAIL : [email protected], [email protected] | WEBSITE : www.pppl.depkes.go.id
SALAM REDAKSI
REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL: [email protected]
Penyakit Menular
dan Dampaknya
2
WARTA Ditjen PP dan PL
DAFTAR ISI
– Indonesia dan Ancaman MERS-CoV
– Mengenal Lebih Dekat MERS-CoV
– Ancaman MERS-Cov Bagi Dunia
– Apa Kata Kepala Balitbangkes Mengenai MERS-CoV
– Indonesia Bebas Polio
– Apa Itu Zoonosis
– SANITASI, Hari Gini Masih Kerja Sendiri?
– Hilangkan Mitos Tentang Kanker
– Cara Sehat Bekerja Dengan Komputer
– Tips Sehat Mudik Lebaran
– Eradikasi Polio di Indonesia
– Menkes Lantik Dua Pejabat Eselon I Kementerian Kesehatan
– APEC Workshop on the Prevention of NCDs Risk Factors
Control Through Community Based Intervention
– Saatnya Eliminasi Malaria
– Temukan dan Sembuhkan Pasien TB
– Peningkatan Kapasitas Jiwa Korsa
– Pengendalian Rabies Dengan Polda Jawa Timur
– Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH)
3
WARTA Ditjen PP dan PL
S ejumlah atribut atau alat
peraga kampanye tampak
memenuhi setiap sudut
kota Jakarta. Bahkan tidak
hanya di Jakarta, pemandangan
serupapun dapat kita lihat pada
daerah-daerah lain di seluruh
Indonesia. Ya, itu semua terjadi
karena demam Pemilu 2014 sedang
melanda Indonesia dan menjadi fokus
perhatian seluruh masyarakat
Indonesia saat ini. Berbagai media
pun, baik cetak maupun elektronik
ramai dengan pemberitaan seputar
Pemilu 2014.
Berbagai isu diangkat dalam
kampanye-kampanye yang berjalan.
Berdasarkan pemantauan yang ada,
untuk mendapat perhatian dari
masyarakat, pada umumnya
kampanye lebih mengangkat isu
pendidikan dan kesehatan gratis.
Sementara persoalan mendasar dalam
kehidupan, yaitu sanitasi, air minum,
dan kesehatan lingkungan belum
menjadi pilihan dan belum dianggap
sebagai isu penting dalam kampanye
Pemilu 2014. Yah, mungkin dirasa
tidak terlalu 'seksi', padahal itu sangat
penting dan dibutuhkan masyarakat.
Kepala Sub Direktorat Air dan
Sanitasi Dasar Kementerian
Kesehatan, Eko Saputro
mengemukakan, “Saat ini jumlah
penderita diare masih cukup tinggi,
yaitu 214 orang per 1.000 penduduk
dan penyakit diare ini sangat erat
kaitannya dengan sanitasi, air minum,
dan kesehatan lingkungan.
Karena itu, dengan mengangkat isu
dan upaya solusi mengenai hal
tersebut dalam kampanye-kampanye
yang berjalan, masyarakat pemilih
sekaligus diedukasi mengenai
pentingnya penanganan persoalan
tersebut. Apalagi hal itulah yang
dihadapi masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Bagaimana
membuat jamban yang baik dan
memenuhi persyaratan kesehatan,
pengolahan air minum yang baik,
bagaimana membuang air di jamban
dan tidak sembarangan serta
persoalan penyehatan lingkungan
lainnya," ungkapnya.
Menurutnya, memang hal-hal tersebut
merupakan tugas Kementerian
Kesehatan, tetapi derajat kesehatan
masyarakat terbantu peningkatannya
kalau hal-hal tersebut menjadi salah
satu isu kampanye. Perlu proses
panjang menuju hal tersebut.
Mengingat para calon pemangku
kebijakan saja masih mempunyai
konsep berpikir hilir daripada hulu.
Lihat saja “tawaran” pengobatan
gratis yang diusung pada berbagai
kampanye. Jadi tidak heran jika
masyarakat masih lebih memilih
pengobatan gratis daripada
mengupayakan lingkungan yang
sehat.
Pemilu 2014
dan Kesehatan Lingkungan
4
WARTA Ditjen PP dan PL
M ERS-CoV merupakan
ancaman bagi dunia
saat ini. Penyakit
infeksi yang
disebabkan oleh virus corona mulai
berjangkit di Arab Saudi dan menye-
bar ke Eropa serta menyebar ke
Negara lain sekitar tahun 2012 dan
dilaporkan meningkat di pertengahan
bulan maret 2014, terutama di Arab
Saudi dan Uni Emirat Arab.
Hasil investigasi Balitbangkes Ke-
menkes yang dilaporkan sampai
dengan 01 Juni 2014 di Indonesia
sebanyak 127 kasus (124 kasus
negatif, 1 tidak diambil specimen, 2
dalam proses pengambilan pengi-
riman/pemeriksaan), namun ber-
dasarkan pemeriksaan didapatkan
semua kasus dalam investigasi negatif
MERS-CoV.
Indonesia merupakan negara
dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia yang melakukan
perjalanan ibadah haji dan umroh ser-
ta lebih dari satu juta tenaga kerja
yang berangkat ke Arab Saudi tiap
tahunnya, hal ini mempunyai risiko
yang cukup besar untuk terinfeksi
MERS-CoV dan berpeluang untuk
membawanya ke tanah air.
Melihat situasi MERS-CoV saat ini,
WHO menganjurkan untuk melanjut-
kan surveilans infeksi saluran perna-
pasan akut berat (Severe Acute Respir-
atory Syndrom- SARI) namun tidak
merekomendasikan untuk membatasi
perjalanan haji dan umroh tetapi ke-
waspadaan tetap harus dilakukan.
Kementerian Kesehatan dalam
melindungi jemaah haji dan umroh
memberikan saran berupa:
1. Menjaga perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS)
2. Cukup istirahat
3. Jangan merokok
INDONESIA DAN ANCAMAN
MERS-CoV
5
WARTA Ditjen PP dan PL
4. Rajin mencuci tangan dengan
sabun
5. Bila mungkin menghindari keru-
munan bila tidak menggunakan
masker
6. Bila batuk agar tutup mulut
dengan tisu atau lengan
Kalau ada infeksi saluran perna-
pasan agar berobat ke fasilitas
kesehatan terdekat
Selain itu, Kementerian
Kesehatan melalui Direktorat Jen-
deral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP
dan PL), dalam kewaspadaan
menghadapi ancaman MERS-CoV
telah melakukan upaya:
1. Peningkatan kegiatan peman-
tauan di pintu masuk Negara
(Point of Entry)
2. Penguatan surveilans epidemi-
ologi termasuk surveilans pneu-
monia.
3. Pemberitahuan ke seluruh
Dinkes Provinsi mengenai
kesiapsiagaan MERS-CoV, sudah
dilakukan sebanyak tiga kali.
4. Pemberitahuan ke 100 RS Ru-
jukan Flu Burung, RSUD dan RS
Vertikal tentang kesiapsiagaan
dan tatalaksana MERS-CoV.
5. Penyiapan dan pembagian lima
dokumen terkait persiapan pe-
nanggulangan MERS-CoV, yang
terdiri dari:
a. Pedoman umum MERS-CoV
b. Surveilans dan respon
kesiapsiagaan
c. Pengambilan spesimen dan
pemeriksaan laboratorium
d. Tatalaksana klinis
e. Pencegahan dan pengendali-
an infeksi selama perawatan
6. Sosialisasi pedoman MERS-CoV
7. Peningkatan kesiapan laborato-
rium termasuk penyediaan rea-
gen dan alat diagnostik
8. Pembekalan TKHI dalam pe-
nanggulangan MERS-CoV
9. Penyiapan pelayanan kesehatan
haji di 15 debarkasi (KKP)
10. Diseminasi informasi ke
masyarakat terutama jemaah
haji dan umroh serta petugas
haji Indonesia.
11. Peningkatan koordinasi lintas
program dan lintas sektor sep-
erti BNP2TKI, Kemenhub, Ke-
menag, Kemenlu, Kemenkeu dll
tentang kesiapsiagaan
menghadapi MERS-CoV
12. Pelaksanaan koordinasi dengan
pihak kesehatan Arab Saudi.
13. Peningkatan hubungan inter-
nasional melalui WHO
14. Sosialisasi ke asosiasi penye-
lenggara ibadah haji dan umroh.
6
WARTA Ditjen PP dan PL
P enyakit Middle East Res-
piratory Syndrome Coro-
na Virus (MERS-CoV)
adalah penyakit akibat
virus yang di tahun 2014 ini sangat
marak terutama terdapat beberapa
kasus yang mengakibatkan kematian
pada penderitanya, sehingga perlu
mengenal lebih lanjut gejala penyakit,
tanda-tanda dan cara pencegahannya.
MERS-CoV adalah penyakit sin-
drom pernafasan yang disebabkan
oleh virus corona yang menyerang
saluran pernafasan mulai dari yang
ringan sampai yang berat.
MERS-CoV suatu strain baru dari
virus corona yang pertama kali di
laporkan pada Maret 2012 di Arab
Saudi. Merupakan virus yang belum
pernah dijumpai menjangkit manusia
sebelumnya. Pada sebagian besar
kasus menyebabkan penyakit yang
berat. Kematian telah terjadi pada
sebagian dari kasus.
Gejala MERS-CoV yang sering
dijumpai adalah penyakit saluran
nafas akut yang serius dan disertai
demam, batuk, sesak, biasanya pasien
memiliki kormobiditas dan penyakit
penyerta.
Masa inkubasi dari MERS-CoV
adalah 2-14 hari. Berdasarkan data
yang ada saat ini, pasien masih dapat
melepaskan virus setelah gejala
menghilang.
MERS-CoV ini dapat menular an-
tar manusia secara terbatas. Baik
secara langsung maupun tidak lang-
sung. Penularan secara langsung me-
lalui percikan dahak (droplet) pada
saat pasien batuk atau bersin. Penu-
laran secara tidak langsung yaitu
kontak dengan benda yang ter-
kontaminasi virus.
Dari kajian literatur WHO yang
dirilis pada 27 Maret 2014 diduga
penularan MERS-CoV pada manusia
adalah terkait dengan pajanan ter-
hadap unta yang terinfeksi baik
secara langsung atau tidak langsung
serta adanya penularan terbatas dari
manusia ke manusia.
Saat ini tidak ada vaksin dan anti-
virus spesifik untuk MERS-CoV
karena masih dalam proses
penelitian. Pengobatan sebagian be-
sar bersifat suportif dan harus
didasarkan dari kondisi klinis pasien.
Mengenal Lebih Dekat
MERS-CoV
7
WARTA Ditjen PP dan PL
Cara pencegahan penyakit
MERS-CoV :
1. Selalu menjaga kesehatan dengan
melaksanakan Perilaku Hidup
Bersih Sehat (PBHS), seperti
makan makanan bergizi, cukup
istirahat, tidak merokok, dll;
2. Rajin mencuci tangan dengan
sabun (Cuci Tangan Pakai Sabun/
CTPS) dan air mengalir;
3. Bila tidak memungkinkan
menghindari kerumunan orang,
disarankan untuk menggunakan
masker;
4. Hindari kontak erat dengan orang
yang mengalami gejala sakit
pernapasan;
5. Apabila memiliki penyakit kronik
(penyakit jantung paru kronik,
gangguan ginjal, dan lainnya),
disarankan untuk menunda per-
jalanan ke negara-negara di kawa-
san Timur Tengah,dan disarankan
untuk melakukan pemeriksaan ke
dokter. Bagi penderita penyakit
kronik disarankan agar obat rutin
tetap digunakan secara teratur.
6. Menutup hidung dan mulut
dengan masker, tisu/sapu tangan
atau lengan baju bila batuk dan
bersin. Buang tisu yang telah
terpakai di tempat sampah ter-
tutup;
7. Apabila selama berada di negara-
negara Timur Tengah terdapat
keluhan batuk, demam, sesak
nafas yang cepat (dalam 1-2 hari)
memburuk, segera konsultasi
kepada petugas kesehatan;
8. Apabila dalam kurun waktu 14
hari sampai di Tanah Air men-
galami keluhan batuk-batuk,
demam, sesak nafas yang cepat
memburuk dalam 1-2 hari, segera
konsultasikan kepada petugas
kesehatan dan beritahukan bah-
wa anda baru kembali dari negara
-negara Timur Tengah.
9. Apabila terdapat rencana untuk
melakukan ibadah umroh atau
bepergian ke negara-negara ka-
wasan Timur Tengah, agar selalu
mengikuti berita mengenai
perkembangan MERS-CoV ini.
8
WARTA Ditjen PP dan PL
M ERS-CoV adalah
singkatan dari Mid-
dle East Respiratory
Syndrome Corona
Virus. Virus ini merupakan jenis baru
dari kelompok Corona virus (Novel
Corona Virus). Virus ini pertama kali
dilaporkan pada bulan September
2012 di Arab Saudi.
Virus SARS tahun 2003 juga meru-
pakan kelompok virus Corona dan
dapat menimbulkan pneumonia berat
akan tetapi berbeda dari virus MERS
CoV.
MERS-CoV adalah penyakit sin-
drom pernapasan yang menyerang
saluran pernapasan mulai dari yang
ringan sampai dengan berat. Gejalan-
ya adalah demam, batuk dan sesak
nafas, bersifat akut, dan biasanya
pasien memiliki penyakit ko-morbid.
Kasus MERS – CoV sudah terjadi
di beberapa Negara
Sejak April 2012 sampai 9 Mei
2014, telah dilaporkan kepada WHO
sebanyak 536 kasus MERS-CoV ter-
konfirmasi laboratorium, termasuk
145 kematian (CFR : 27%).
Kasus yang dilaporkan berasal dari
Timur tengah termasuk : Yordania,
Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia,
Uni Emirat Arab, Yemen; di Asia
adalah Malaysia dan Filipina; di Afrika
adalah Mesir dan Tunisia; di Eropa
adalah Perancis dan Jerman; di Ameri-
ka Utara adalah USA. 65,6% kasus
MERS-CoV merupakan laki-laki dan
umur median kasus 49 tahun (umur
kasus MERS-CoV berkisar antara 9
bulan- 94 tahun).
Kasus MERS-CoV terkonfirmasi
laboratorium yang dilaporkan kepada
WHO meningkat tinggi sejak pertenga-
han bulan Maret 2014, terutama di
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, di-
mana terjadi outbreak di fasilitas
kesehatan.
Kasus MERS-CoV terus berkem-
bang ke beberapa negara lainnya.
Pada tanggal 15 Mei 2014 Dutch Na-
tional Institute for the Public Health
and the Environment (RIVM)
melaporkan kasus kedua MERS–CoV
setelah sehari sebelumnya
melaporkan kasus pertama MERS–
CoV di Belanda. Kedua pasien tersebut
merupakan anggota keluarga yang
sama (1 laki-laki dan 1 perempuan).
Ancaman MERS-CoV Bagi Dunia
9
WARTA Ditjen PP dan PL
Terakhir pada tanggal 26 Mei
2014 The National IHR Focal Point of
the Islamic Republic of Iran
melaporkan ke WHO bahwa telah
terjadi kasus baru MERS–CoV yang
menimpa 2 orang wanita bersaudara
di Provinsi Kerman.
Tinjauan MERS-CoV dari sudut
Epidemiologi
Dari sudut epidemiologi MERS–
CoV maka data yang ada menunjuk-
kan bahwa umur rata-rata (median)
pasien adalah 49 tahun, yang paling
muda 9 bulan dan pasien paling tua
tercatat berusia 94 tahun, dan dua
pertiganya (65.6%) adalah laki-laki.
Data juga menunjukkan bahwa
63,4% pasien menderita ISPA berat.
Sebagian besar pasien MERS-CoV
(76%) ternyata memang sudah pu-
nya penyakit kronik lain sebelumnya,
misalnya gagal ginjal kronik (13,3%),
diabetes (10%), penyakit jantung
(7,5%), selain juga penyakit paru
kronik dan gangguan imunologik.
Upaya Penanggulangan kasus
MERS-CoV oleh WHO
Sejak kemunculan virus ini WHO
telah bekerja melalui mekanisme
Peraturan Kesehatan Internasional
(International Health Regulation/IHR
2005) untuk mengumpulkan bukti
ilmiah agar lebih memahami hal
terkait virus dan memberikan infor-
masi kepada negara anggota.
Langkah-langkah yang dilakukan
WHO dalam upaya penanggulangan
MERS-CoV, antara lain :
1. Melakukan pertemuan di Kairo
untuk mengkaji hasil penelitian
ilmiah dan respon Internasional
terhadap MERS-CoV pada Januari
dan Juni 2013.
2. Bekerja sama dengan Negara ter-
jangkit dan mitra Internasional
untuk mengkoordinasikan respon
kesehatan global, mencakup
penyediaan informasi termuta-
khir dari situasi, panduan kepada
otoritas kesehatan dan agensi
teknis mengenai rekomendasi
interim untuk surveilans,
pemeriksaan laboratorium, pen-
gendalian infeksi dan tata laksana
klinis.
3. Mendorong semua Negara ang-
gota untuk meningkatkan survei-
lans terhadap kejadian infeksi
saluran pernapasanakut berat
(SARI) dan mengkaji secara teliti
adanya pola tidak biasa pada ke-
jadian SARI atau Pneumonia.
4. Menyerukan kepada Negara ang-
gota untuk memberikan laporan
atau melakukan verifikasi kepada
WHO terhadap adanya kasus
probable atau konfirmasi MERS-
CoV.
5. Merekomendasikan peningkatan
kemampuan deteksi laboratorium
(guideline), praktik pengendalian
infeksi di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lain, serta tata laksana
klinis sesuai dengan panduan
WHO.
6. Merekomendasikan Negara ang-
gota untuk terus meningkatkan
upaya peningkatan kesadaran
masyarakat akan MERS-CoV teru-
tama pada peziarah atau orang
yang melakukan perjalanan ke
negara yang terjangkit MERS-CoV.
Tanpa perlu adanya screening
khusus pada points of entry
(pelabuhan, bandara, lintas batas
darat) serta tidak merekomen-
dasikan adanya pembatasan per-
jalanan maupun perdagangan.
7. Merekomendasikan bagi orang
dengan risiko (penderita penyakit
kronik) harus berhati-hati dan
menerapkan kewaspadaan apabi-
la kontak dengan unta dan produk
yangb berasal dari unta serta
menjaga kebersihan makanan.
8. Melakukan kerjasama dengan
mitra terkait dengan kesehatan
hewan dan keamanan pangan,
mencakup FAO, OIE dan otoritas
nasional setempat
10
WARTA Ditjen PP dan PL
M ERS-CoV menjadi
isu penting terkait
kesehatan akhir-
akhir ini, karena itu
untuk menjawab keingintahuan
redaksi mengenai MERS-CoV, redaksi
pun mendatangi Prof. Tjandra Yoga
Aditama, selaku Kepala Balitbangkes
Kemenkes RI saat ini.
Mengawali topik pembicaraan
beliau, menjelaskan mengenai apa
yang dimaksud dengan Middle East
Respiratory Syndrome-Corona Virus
(MERS-CoV). MERS-CoV adalah
penyakit infeksi paru dan saluran
pernapasan, yang dapat berakibat
fatal pada sepertiga penderita
penyakit tersebut. Penyakit yang
bermula dari Jazirah Arab ini
disebabkan oleh “novel Corona Virus”,
yang mulai dikenal sejak 2012 dan
juga merupakan virus penyebab
penyakit Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS), selain bentuk yang
lebih ringan seperti selesma dan lain-
lain. Karena penyakit ini bermula dan
berkembang di Jazirah Arab, maka
tentu menjadi perhatian penting.
Mengingat jumlah jamaah umroh, haji
dan Tenaga Kerja Indonesia yang
cukup banyak di negara tersebut,
ungkap suami dari Sri Susilawati
Aditama ini.
Sejauh ini belum terlalu jelas
bagaimana cara penularannya. Virus
ini selain ditemukan pada manusia,
juga ditemukan pada unta dan
kelelawar. Beberapa kasus penularan
terjadi di Rumah Sakit dan rumah
tangga yang memperkuat dugaan
penularan antar manusia langsung,
tanpa ada kontak dengan binatang
sebelumnya, ujar mantan Dirjen PP
dan PL ini.
Sampai saat ini, belum ditemukan
terapi yang tepat. Belum ada anti viral
yang spesifik sehingga penanganan
pasien pada dasarnya masih
mengikuti prosedur penanganan
intensif pasien kritis gawat pada
umumnya.
Mengingat hal tersebut, pria
kelahiran 3 September 1955 ini,
menghimbau para peneliti untuk
meneliti lebih jauh mengenai MERS-
CoV ini agar penguasaan ilmu
pengetahuan di bidang MERS-CoV ini
dapat semakin berkembang, baik dari
sudut epidemiologi, klinik, zoonosis
dan lain-lain.
Sebagai pencegahan dini, ayah dari
tiga anak ini, menyampaikan 8 tips
kesehatan bagi masyarakat yang akan
melakukan perjalanan ke Jazirah Arab :
1. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Penggunaan masker
4. Bagi penderita penyakit kronik
(DM, penyakit jantung, ginjal atau
penyakit kronik lain) maka
dihimbau untuk memeriksakan
diri ke dokter sebelum berpergian
ke Jazirah Arab.
5. Segera konsultasi kepada petugas
kesehatan jika mengalami keluhan
batuk, demam, sesak yang cepat
dan memburuk dalam 1-2 hari.
6. Bila dalam kurun waktu 14 hari
setibanya di tanah air, mengalami
keluhan seperti pada poin 5,
segera konsultasi ke petugas
kesehatan dan beritahu bahwa
Anda baru kembali dari Arab.
7. Tidak melakukan kontak langsung
dengan unta.
8. Selalu mengikuti perkembangan
berita terkait MERS-CoV.
Apa kata Kepala Balitbangkes
mengenai MERS-CoV
11
WARTA Ditjen PP dan PL
I ndonesia sebagai salah satu
dari 11 negara South East
Asia Regional (SEAR) yang
menerima sertifikat BEBAS
POLIO dari WHO. Penyerahan
sertifikat BEBAS POLIO diberikan
oleh Dr. Poonam Khetapral Singh
(WHO-SEAR Regional Director) dan
Dr. Supamit Chunsuttiwat (Ketua
SEA-RCCPE) kepada dr. H. M.
Subuh, MPPM (Sesditjen PP dan PL,
mewakili pemerintah Indonesia) dan
Prof. Rusdi Ismail (anggota
Chairperson NCCPE dari Indonesia)
pada 27 Maret 2014 di Hall World
Health Organization, South-East Asia
Regional Office, New Delhi, India.
Beberapa Menteri Kesehatan
Negara-negara SEAR hadir pada
acara ini yaitu:H.E. Mr Zahir Maleque
(Ministry of Health and Family
Walfare Bangladesh), H.E. Lyonpo
Tandin Wangchuk (Minister of
Health Bhutan), H.E. Dr Kang Ha Guk
(Hon’ble Health Minister DPR Korea),
H.E. Mr Ghulam Nabi Azad (Minister
of Health and Family Welfare India),
H.E. Dr Mariyam Shakeela (Minister
of Health and Gender Maldives), H.E.
Mr Khaga Raj Adhikara (Minister of
Health and Population Nepal), H.E.
Prof Pe Thet Khin (Union Minister of
Health Myanmar). Perwakilan SEA-
RCCPE Dr Supamit Chunsuttiwat
(Ketua), Prof Ismoedijanto Moejito
(salah satu anggota SEA-RCCPE dari
Indonesia) dan 9 anggotanya. Dari
NCCPW Chairpersons 13 anggota
termasuk Prof. Rusdi Ismail dari
Indonesia, para perwakilan Duta
Besar Negara-negara SEAR,
perwakilan WHO (termasuk Dr
Khanchit Limpakarnjanarat).
Perwakilan lembaga donor
seperti; Dr Chris Elias (President of
Global Development Programme Bill
and Melinda Gates Foundation), Dr.
Robert Scott (Chairman International
Polio Plus Committee Rotary
International), Perwakilan UNICEF,
Dr Tom Frieden (Director Centers for
Disease Control and Prevention, US-
CDC), dan mitra lainnya, Jepang,
Jerman, USAID dan GAVI Alliance (Dr
Ranjana Kumar).
Dr. Supamit Chunsuttiwat (Ketua
SEA-RCCPE) menyatakan “ Mulai 27
Maret 2014 kawasan South East Asia
BEBAS POLIO”. Pada kesempatan
yang sama, Dr. Poonam Khetapral
Singh selaku WHO SEAR Regional
Director menegaskan bahwa
pemberian sertifikat ini bukan
berarti kita menurunkan upaya kita
untuk mengimunisasi semua anak-
anak kita dan surveilens AFP, tetapi
sebagai suatu langkah untuk terus
meningkatkan cakupan imunisasi
dan penguatan surveilens AFP.
Penerimaan sertifikat BEBAS POLIO
menjadi bentuk komitmen Indonesia
untuk terus meningkatkan cakupan
imunisasi polio termasuk proses
perubahan vaksin menjadi bOPV dan
IPV serta terus menjamin
terlaksananya surveilans AFP di
seluruh Indonesia, sehingga benar –
benar mewujudkan dunia bebas dari
polio.
Indonesia Bebas Polio
12
WARTA Ditjen PP dan PL
Z oonosis adalah penyakit
dan infeksi yang
ditularkan secara alami di
antara hewan vertebrata
dan manusia (WHO). Menurut UU
Nomor 18/2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan, dan Perpres
Nomor 30/2011 tentang
Pengendalian Zoonosis, zoonosis
adalah penyakit yang dapat menular
dari hewan kepada manusia atau
sebaliknya.
Sesuai dengan yang tertuang dalam
Perpres Nomor 30/2011 tentang Pen-
gendalian Zoonosis, Subdit
Pengendalian Zoonosis di Kemenkes
mempunyai kegiatan prioritas yang
meliputi program pengendalian Flu
Burung, Rabies, Leptospirosis, Antraks
dan Pes.
Flu Burung (FB) atau Avian
Influenza (AI)
FB/AI adalah suatu penyakit men-
ular pada unggas yang disebabkan
oleh virus influenza tipe A dengan
subtipe H5N1. Sejak tahun 2003, Flu
Burung pada manusia yang disebab-
kan oleh Virus Influenza A subtipe
H5N1 telah menyebar ke berbagai
negara di dunia termasuk Indonesia
(16 negara). Menurut data WHO
jumlah kumulatif kasus FB pada
manusia di dunia sampai tahun 2013
adalah 649 kasus dan diantaranya 385
kasus meninggal (CFR 59,3%).
Secara umum gejala klinis FB adalah:
Demam/panas tinggi ≥ 38 °C; batuk;
sakit tenggorok; pilek; sakit kepala;
sesak nafas; sampai disertai diare.
Oseltamivir merupakan antivirus
untuk kasus FB.
Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi
sistem saraf pusat akut pada manusia
dan hewan berdarah panas yang
disebabkan oleh virus rabies (Lyssa
virus) dan merupakan zoonosis
penting karena hingga kini belum
ditemukan obatnya. Jika gejala rabies
telah timbul, maka akan selalu
menyebabkan kematian pada hampir
semua penderita rabies baik manusia
maupun hewan.
Di Indonesia, sejauh ini 25 provinsi
telah tertular rabies dan hanya 9
provinsi masih bebas rabies (Provinsi
Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI
Jakarta, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Papua dan
Papua Barat).
Apa Itu Zoonosis
13
WARTA Ditjen PP dan PL
Cara penularan rabies melalui
gigitan dan non gigitan (goresan
cakaran) yang mengandung virus
rabies melalui air liur. Masa inkubasi
bervariasi yaitu berkisar antara 2
minggu sampai 2 tahun, tetapi pada
umumnya 3-8 minggu.
Usaha yang paling efektif adalah
mencuci luka gigitan dengan air
mengalir dan sabun atau deterjen
selama 10-15 menit, kemudian diberi
antiseptik (alkohol 70%, sabun, cairan
antiseptik dan lain-lain).
Pemberian vaksin anti rabies (VAR),
serum anti rabies (SAR) sesuai
indikasi. Vaksin anti tetanus,
antibiotika untuk mencegah infeksi
dan analgetika dapat diberikan.
Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit
yang disebabkan oleh infeksi bakteri
dari genus leptospira yang patogen
yang dapat menyerang manusia dan
hewan, yang diduga paling luas
penyebarannya di dunia. Pada tahun
2013 tercatat ada 7 provinsi yang
melaporkan kasus leptospirosis yaitu
Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta,
Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur.
Hewan-hewan yang menjadi
sumber penularan Leptospirosis ialah
rodent (tikus, tupai), babi, sapi,
kambing, domba, kuda, anjing, kucing,
serangga, burung, insektivora (landak,
kelelawar). Tikus dicurigai sebagai
sumber utama infeksi pada manusia di
Indonesia.
Masa inkubasi Leptospirosis
antara 2 - 30 hari, biasanya rata - rata
7 - 10 hari. Gejala klinis berupa
conjungtival subfusion, ikterus,
manifestasi perdarahan, anuria/
oliguria, sesak nafas, atau aritmia
jantung.
Antraks
Penyakit antraks termasuk salah
satu zoonosis yang disebabkan oleh
Bacillus anthracis. Antraks dapat
digunakan sebagai senjata bio-
terorisme yang menimbulkan kegeli-
sahan masyarakat. Kuman antraks
dapat menyerang manusia melalui 3
cara yaitu melalui kulit yang lecet,
abrasi atau luka, dapat melalui
pernafasan (inhalasi) dan melalui
mulut karena makan bahan ma-
kanan yang tercemar kuman an-
traks misalnya daging yang terinfeksi
yang dimasak kurang sempurna.
Masa inkubasi dari penyakit an-
traks adalah 7 hari, tetapi umumnya
berkisar antara 2 - 5 hari.
Pes (Plague)
Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Yersinia pestis yang terdapat
pada binatang pengerat/rodensia
seperti tikus/bajing dan dapat
menular antar binatang pengerat
melalui gigitan pinjal dan ke manusia
melalui gigitan pinjal. Fokus Pes di
Indonesia adalah Kabupaten Pasuruan
(Jawa Timur), Kabupaten Boyolali
(Jawa Tengah), Kabupaten Sleman (DI
Yogyakarta).
Pes ditularkan dari tikus ke
manusia, melalui gigitan pinjal yang
merupakan vektor dari penyakit ini.
Jenis pinjal yang dikenal sebagai
vektor Pes antara lain pinjal tikus
yaitu: Xenopsylla cheopis, Neopsylla
sondaica, Stivalius cognatus. Garis
besar penularan Pes dari hewan ke
manusia dapat terjadi bila :
1. Manusia memasuki daerah enzootic
di daerah sylvatic zone.
2. Masuknya tikus hutan yang
membawa pinjal infektif ke
pemukiman sehingga pinjal
tersebut menyerang tikus/
binatang pengerat domestik
maupun manusia.
3. Terjadinya kontak binatang
pengerat dan atau pinjalnya dengan
sumber Pes di daerah silfatik
(sylvatic), yang dapat menimbulkan
wabah pada hewan (epizootik) dan
wabah pada manusia (epidemi).
Masa inkubasi Pes mempunyai
tipe:
1. Tipe Pes Bubo dengan masa
inkubasi 2-6 hari
2. Tipe Pes Paru dengan masa
inkubasi 2-4 hari
14
WARTA Ditjen PP dan PL
B elasan anggota Pokja Air
Minum dan Penyehatan
Lingkungan (AMPL) Kota
Cimahi dan masyarakat
serta pihak swasta mengikuti
workshop dalam rangka menyiapkan
strategi implementasi STBM yang
terintegrasi. “Sekarang sudah bukan
zamannya terintegrasi, jangan mau
kalah sama transportasi. Sekarang
pesawat terintegrasi kreta dan bus”,
kata Ibu Teti yang merupakan
anggota pokja AMPL dari Dinas
Kesehatan Kota Cimahi. Mungkin itu
yang menjadi “passion” –nya dalam
menerapkan IPP STBM (Implementasi
pilar-pilar PPSP melalui STBM). Ya,
sebab IPP STBM merupakan “tools”
bagi stake holder dalam menerapkan
STBM yang terintegrasi dengan
program sanitasi lainnya.
IPP STBM bukanlah suatu
program yang baru, bukanlah sesuatu
yang berbeda dengan STBM atau
bahkan tandingan STBM. IPP STBM
adalah “biro jodoh” antara STBM
dengan perencanaan sanitasi yang
ada di Kab/Kota. Seperti yang kita
ketahui bersama, STBM (sejak
Kepmenkes No. 856 tahun 2008
hingga diubah menjadi Permenkes
No.3 tahun 2014-red) telah menjadi
program nasional yang
diimplementasikan pada 34 provinsi
di Indonesia dan berhasil mencatat
17ribu desa yang melaksanakan
STBM. Saat masyarakat telah memiliki
RKM (rencana kerja masyarakat)
yang dihasilkan dari pemicuan, tentu
perlu ada kerjasama dengan berbagai
pihak untuk mengimplementasikan
rencana tersebut. Siapa berbuat apa,
membiayai apa, kapan dan dimana?
Tentu saja telah banyak bukti
bahwa masyarakat telah berdaya dan
mandiri menjalankan rencana (RKM-
red) tersebut. Namun tentu saja
intervensi dari luar sangat
dibutuhkan, terutama pada tingkat
lanjut dimana masyarakat memiliki
keterbatasan. Sebut saja ketika
masyarakat telah sadar, mau dan
mampu membangun jamban
pribadinya tentu saja perlu
penyambungan ke tanki septik
komunal dan terkelola. Tentu saja
program dari pemerintah sektor
pekerjaan umum dapat meningkatkan
status jamban dari “unimprove”
menjadi “improve” tanpa
meninggalkan prinsip-prinsip STBM
yang non subsidi. Atau contoh lain,
ketika masyarakat telah terpicu untuk
memilah sampah organik dan
anorganik di tingkat rumah tangga,
diperlukan program bank sampah
dari program CSR (corporate sosial
responsibility) atau program
pemerintah sektor lingkungan hidup.
Jika kita melihat dari sudut pandang
yang berbeda. Sebenarnya program
sanitasi yang bersifat pembangunan
fisik sangat memerlukan STBM dalam
pra konstruksi untuk mendapatkan
dukungan masyarakat dalam
perubahan perilaku higiene sanitasi
dan kontribusi masyarakat terutama
dalam keberlanjutan dan
pemeliharaan sarana. Sehingga IPP
STBM benar-benar menjadi jembatan
penghubung antara lintas program di
sektor sanitasi.
SANITASI
hari gini masih kerja sendiri?
15
WARTA Ditjen PP dan PL
Perencanaan sanitasi yang terintegrasi telah berproses
dalam program PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi
Permukiman) dan terdokumentasi dalam Buku Putih (yang
dilengkapi dengan Studi EHRA-red), Strategi Sanitasi
Kabupaten/Kota (SSK) dan MPSS (Memorandum Program
Sektor Sanitasi). Dalam IPP STBM, anggota pokja AMPL
(termasuk Dinkes kab/kota) dimampukan untuk
menggunakan dokumen tersebut dalam pelaksanaan STBM.
Mulai dari pemilihan desa yang akan dilakukan pemicuan
berdasarkan hasil studi EHRA (Environmental Health Risk
Assesment-Kajian Risiko Sanitasi terhadap Kesehatan)
sampai “fund chanelling” tindak lanjut RKM.
Sampai dengan tahun 2013 pelaksanaan Program PPSP sudah memasuki tahun ke 4. 225 Kabupaten/Kota sudah mempunyai dokumen Buku Putih dan SSK, 121 Kabu-paten/Kota sudah mempunyai dokumen MPS, dan 124 Kabupaten/Kota sudah tahap implementasi. Dengan potensi sebesar itu, perlu ada upaya advokasi dan
sosialisasi IPP STBM. Hal ini dimulai dengan “pilot project” di Kota Cimahi dan Lhokseumawe. Diharapkan pada tahun 2014 dan seterusnya, setiap pokja AMPL/Sanitasi kabupaten/kota dapat menerapkan IPP STBM sehingga akan semakin banyak stake holder yang berkata : “Sanitasi, hari gini masih kerja sendiri?”
Skema Besar IPP STBM
Approach STBM (Community Based)
SE Menkes no 132 tahun 2013 tentang Pelaksanaan STBM
IUWASH, High Five, PLAN, USRI, SIMAVI, PAMSIMAS, Plan, CD Bethesda, Yayasan Rumsram,
Yayasan Dian Desa, WSP
5 Pilar STBM
Target Tahun 2014 : 20.000 desa melakukan STBM
Fokus pilar 1 dan 2
Tantangan untuk di perkotaan ?
PPSP Prinsip PPSP : 1. Dari, oleh dan untuk
Kabupaten/Kota 2. Komprehensive dan
terintegrasi 3. Top Down dan Bottom Up 4. Skala Kabupaten/Kota
Tahapan PPSP : 1. Kampanye, Edukasi dan
Advokasi 2. Penguatan Kelembagaan 3. Penyusunan BPS dan SSK 4. Penyusunan MPS 5. Implementasi 6. Monev
Sinkronisasi STBM dalam PPSP Implemented in Strategy : Programing - Budgeting
High Risk Area (3,4) : Peri Urban, Urban
IRS (Indek Resiko
Sanitasi) 5 pilar STBM
BPS : Area Beresiko
HASIL STUDI EHRA
SSK : Zona Sanitasi , Strategi,
perkiraan anggaran
Air limbah Domestik, Persampahan,
Drainase lingkungan PHBS/Prohisan
Strategi : Community
Empowerment
MPS: Prioritas Program,
Komitmen Daerah
Air limbah Domestik, Persampahan,
Drainase lingkungan PHBS/Prohisan
Lokasi : Kelurahan terpilih
PIU - AE
Kepmenkes no . 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional STBM
LANGKAH-LANGKAH Implementasi PPSP melalui Penguatan Pilar-pilar STBM
1 2 3 4 5 6
1
Persiapan :
Cek dokumen Buku Putih, SSK
dan MPS , Sosialisasi pada Pokja Kab/Kota
2
Komitmen :
Pastikan ada Alokasi Anggaran kegiatan
Pemberdayaan masyarakat/STBM
baik APBD, BOK, CSR
3
Tentukan Desa/Kelurahan (Area Beresiko
Tinggi Sanitasi) dan Sosialiasi kepada desa/Kelurahan
terpilih
4
Pelatihan : Sanitarian, Staf Promkes, Staf
Bapermas, Toma/Toga,
Kader
5
Pendampingan Masyarakat (Pemicuan, Opsi teknologi,
RKM, Prohisan, Pengorganisasian masyarakat dalam pembangunan dan
pemeliharaan sarana, aturan lokal )
6
Monitoring dan Evaluasi : Oleh
Pokja mengacu kepada SSK dan oleh masyarakat
secara partisipatif
16
WARTA Ditjen PP dan PL
P enyakit akibat bekerja
lama dengan komputer
biasa dirasakan tidak
secara langsung. Contoh
penyakit yang sering muncul adalah
mata lelah, sakit leher, dan punggung
akibat posisi tubuh yang salah saat
melakukan pekerjaan.
Berikut ini beberapa saran untuk
mengurangi dampak tidak baik
bekerja dengan komputer (dari
berbagai sumber):
1. Hindari kontraksi otot yang kaku
Letakkan monitor Anda sejajar
dengan keyboard dan mouse bersebe-
lahan. Atur tubuh anda sehingga Anda
merasa bisa merilekskan bagian atas
punggung, leher, pundak dan lengan
atas. Gunakan postur lengan dan tan-
gan Anda sealami mungkin.
2. Dekatkan kursi Anda
Dengan mendekatkan kursi Anda, an-
da dapat bekerja tanpa terus menerus
bersandar atau menggapai. Pastikan
atur kursi Anda setiap Anda duduk.
3. Hindari menopang telepon
dengan kepala Anda saat di depan
komputer
Untuk waktu yang lama, gunakan tan-
gan atau pengeras suara atau headset.
4. Istirahatkan Mata Anda
Dengan menutup mata Anda secara
teratur dalam beberapa detik,
kemudian lihat objek yang jauh. Ambil
langkah-langkah untuk mengen-
dalikan layar monitor yang kabur.
5. Rendahkan monitor Anda
Coba duduk 20 hingga 30 inci dari
monitor Anda.
6. Hindari penggunaan komputer
yang berlebihan
Hindarilah penggunaan komputer ber-
lebihan untuk pekerjaan komputer
yang terus menerus setiap hari.
Gunakan keyboard yang standar dan
mouse untuk meningkatkan kenya-
manan, kecepatan dan akurasi.
7. Hindari menekan telapak tangan
dan pergelangan tangan pada sisi
yang tajam saat sedang bekerja
Gunakan gel pereda telapak tangan
dan pelapis mouse yang lembut untuk
melindung Anda dari pinggiran meja.
8. Letakkan barang yang sering
digunakan di area yang mudah An-
da jangkau
Jangan membuat barang-barang terse-
but menyebabkan masalah postur
yang dapat mengakibatkan kelelahan.
9. Lepaskan gelang atau jam yang
memiliki sisi yang tajam jika men-
usuk pergelangan atau lengan An-
da.
Dengan mengimplementasikan tips-
tips di atas, diharapkan dapat
mengurangi dampak tidak baik saat
sedang bekerja di depan komputer.
Cara Sehat Bekerja
dengan Komputer
17
WARTA Ditjen PP dan PL
Mudik sudah menjadi budaya bagi masyarakat khu-
susnya menjelang lebaran. Untuk itu perjalanan mudik ha-
rus dipersiapkan dengan baik agar tiba sampai tujuan dalam
keadaan sehat dan selamat. Berikut ini Tips Mudik agar
terhindar dari penyakit :
1. Istirahat cukup sebelum berangkat terutama bagi pem-
udik yang menggunakan jalan darat, mengingat waktu
sampai ke tempat tujuan tidak bisa diprediksi.
2. Bagi pemudik yang membawa kendaraan sendiri,
sebaiknya ada beberapa anggota keluarga yang siap
membawa kendaraan secara bergantian.
3. Manfaatkan tempat istirahat untuk bisa melakukan olah
raga kecil dan bisa melakukan gerakan relaksasi khu-
susnya kaki, tangan dan leher.
4. Manfaatkan juga tempat istirahat untuk buang air kecil
agar jangan sampai menahan kencing yang dapat
mengakibatkan infeksi saluran kencing.
5. Bagi para pemudik yang tetap ingin melakukan ibadah
puasa, usahakan agar perjalanan mudik pada saat habis
berbuka puasa.
6. Jangan membeli makanan dan minuman di pinggir jalan
karena belum tentu terjaga dengan baik kualitasnya
akibat terpapar dengan panas.
7. Bagi para pemudik yang akan membawa makanan un-
tuk bekal selama perjalanan usahakan membawa ma-
kanan kering, apabila membawa makanan basah
perhatikan waktu konsumsi sebaiknya kurang dari 6-8
jam setelah pembuatan.
8. Jangan lupa membawa obat-obatan sederhana (obat
anti diare, sakit kepala, anti alergi, dan anti mual).
9. Jangan lupa membawa obat-obat rutin dikonsumsi un-
tuk penderita penyakit kronis (penderita kencing ma-
nis, hipertensi, asma, kolesterol tinggi, dan asam urat).
10. Mudik pada malam hari merupakan pilihan yang tepat
mengingat suhu udara yang lebih dingin dan perjalanan
yang lebih lengang.
11. Hindari membawa barang bawaan berlebihan.
SELAMAT MUDIK DAN MUDIK DENGAN SELAMAT!
TIPS SEHAT MUDIK LEBARAN
18
WARTA Ditjen PP dan PL
“Without immunization, an average of
three out of
every hundred children born will die
from measles.
Another will die from tetanus. One
more will
die from whooping cough. One out of
every two hundred
will be disabled by polio.
…
It is therefore essential that all
parents know
why, when, where, and how many
times,
their infants should be immunized.”
I ndonesia berhasil
menghapuskan
penyakit dari bumi
sebanyak dua kali.
Pertama, dengan
dihilangkannya penyakit
cacar, dan kedua, penyakit
polio yang berhasil
dieradikasi. Keberhasilan
tersebut adalah upaya dan
langkah panjang dalam
membangun kesehatan
Indonesia.
Polio adalah penyakit yang sangat
menular disebabkan oleh virus,
menyerang sistem saraf, dan dapat
menyebabkan kelumpuhan total.
Individu yang terkena polio
mempunyai gejala demam disertai
lumpuh layuh mendadak dan pada
pemeriksaan tinja ditemukan virus
polio. Sekitar 4 sampai 8 persen in-
feksi virus polio tidak menimbulkan
gejala serius, hanya gejala minor sep-
erti sakit tenggorokan, demam,
lemah, gangguan pencernaan
(sembelit) dan gejala umum lainnya
seperti pada penyakit yang disebab-
kan oleh virus. Virus ini menular
melalui air dan kotoran manusia dan
selalu menyerang anak balita.
Pencegahan dan pemberantasan
virus polio sebenarnya sangat
mudah karena sudah ada vaksin
yang bagus dan efektif yaitu vaksin
oral (OPV) dan vaksin polio inaktif
(IPV). Oleh karena itu Polio tidak
dapat diobati, penyakit ini hanya bisa
dicegah melalui imunisasi.
Pada sidangnya yang ke 42 tahun
1988, the World Health Assembly
(WHA) mencanangkan
pemberantasan penyakit ini secara
total. Bila berhasil, maka polio
merupakan penyakit kedua setelah
cacar yang dapat dimusnahkan dari
muka bumi ini.
Sejarah Program
Pemberantasan Penyakit Polio di
Indonesia
Indonesia sudah menyelenggarakan
kegiatan imunisasi polio sejak tahun
1975. Imunisasi diberikan pada bayi
usia 2, 3 dan 4 bulan. Untuk
memantau dan memberikan
rekomendasi pelaksanaan strategi
tersebut, Kementerian Kesehatan
menetapkan Tim Eradikasi Polio
Nasional yang diketuai oleh Direktur
Jenderal PP dan PL.
Pengamatan penyakit terhadap
polio dimulai dengan pelaporan
gejala klinis dan surveilans berbasis
laboratorium tahun 1991. Pada
tahun 1995, Indonesia mulai
melaksanakan surveilans aktif Acute
Flacid Paralysis (AFP) yaitu mencari
semua kasus lumpuh layuh
mendadak, yang mirip kelumpuhan
pada polio dan dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium. Tahun
1997 dilakukan intensifikasi
surveilans aktif AFP.
Dengan sistem surveilans AFP,
pada tahun 1995 ditemukan kasus
polio tipe 1 pada seorang anak
berumur 27 bulan di Kabupaten
Probolinggo Jawa Timur, dan kasus
pada anak yang kontak dengan
penderita virus polio liar tipe 3 di
Medan, Sumatera Utara.
Semenjak tahun 1995 tidak
ditemukan lagi infeksi virus Polio liar
yang asli dari Indonesia (indigenous
wild Polio virus).
Dalam rangka melindungi seluruh
balita dan mencapai target eradikasi
polio maka diperlukan upaya
tambahan untuk menjangkau bayi
dan anak-anak yang luput dari
pemberian imunisasi rutin Polio.
ERADIKASI POLIO DI INDONESIA
19
WARTA Ditjen PP dan PL
Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
dan mop-up merupakan kegiatan
imunisasi tambahan untuk memutus
penyebaran virus polio liar. PIN
maupun mop-up tidak dapat
menggantikan imunisasi rutin. Oleh
sebab itu walaupun anak sudah
mendapatkan PIN lebih 4 kali,
imunisasi rutin tetap harus
diberikan.
Pada kegiatan PIN, seluruh balita
baik yang sudah pernah
mendapatkan imunisasi Polio rutin
maupun yang belum, diberikan 2
tetes vaksin Polio Oral pada putaran
pertama dan 2 tetes lagi pada
putaran berikutnya. Di Indonesia,
PIN telah dilakukan pada tahun
1995, 1996, 1997.
Pada tahun 1997, dilakukan Joint
National International AFP
Surveillance Review
merekomendasikan bahwa
Indonesia tidak perlu melakukan
PIN, namun Indonesia tetap harus
melaksanakan beberapa putaran sub
PIN di beberapa daerah risiko tinggi
sejak tahun 1998 hingga 2001. Pada
pertemuan Technical Consultative
Group (TGC) tanggal 22 – 25 Oktober
2001 di New Delhi India
merekomendasikan agar Indonesia
sekali lagi melakukan PIN pada
tahun 2002.
KLB Polio Tahun 2005
Sepuluh tahun sejak dilaporkannya
kasus polio terakhir dan 3,5 tahun
setelah pelaksanaan PIN terakhir,
pada tanggal 21 April 2005
dilaporkan satu kasus polio liar tipe
1 di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat
yang berdasarkan hasil laboratorium
polio rujukan global di Mumbai dan
Atlanta, virus tersebut merupakan
importasi dari Afrika Barat melalui
Timur Tengah. Penyakit ini
menyebar dengan cepat ke 10
provinsi dan 47 Kabupaten dengan
total 305 kasus.
Pemerintah menyatakan kondisi
Kejadian Luar Biasa (KLB), untuk
mengatasi penyebaran virus Polio
liar berlanjut, telah dilakukan upaya
sebagai berikut:
1. Di daerah terjangkit dilakukan
ORI (Outbreak Response
Immunization) yaitu suatu upaya
untuk segera memberikan
perlindungan terhadap anak
disekitar penderita agar tidak
menderita kelumpuhan.
2. Melakukan Mopping Up yaitu
suatu upaya yang dilakukan
untuk menyetop penyebaran
virus Polio liar dengan jangkauan
daerah yang lebih luas (daerah
penyangga). Walaupun telah
dilakukan ORI pada bulan April
dan Mopping Up pada bulan Mei
dan Juni 2005, namun karena
masih muncul kasus Polio di
beberapa propinsi (Banten, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Lampung,
Riau, NAD, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Jawa Timur,
DKI Jakarta) akibat tingginya
mobilitas manusia, maka
dilakukan PIN.
3. Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
adalah upaya yang dilakukan
secara nasional dengan
memberikan imunisasi kepada
seluruh Balita di Indonesia. Setiap
PIN dilakukan sebanyak 2
putaran, berselang minimal satu
bulan.
Selain itu peningkatan imunisasi
rutin polio merupakan salah satu
kunci keberhasilan mencegah
masyarakat terjangkit penyakit ini.
Untuk meyakinkan bahwa tingkat
imunitas masyarakat cukup tinggi
dalam mencegah terjadinya
importasi polio dari negara lain
dilakukan beberapa kali kampanye
polio bersamaan dengan kampanye
pemberian campak.
Langkah ke Depan
Indonesia dan 10 negara lainnya di
kawasan WHO SEAR telah
dinyatakan bebas polio,
kewaspadaan terhadap
kemungkinan terjadinya penularan
dari negara endemis tetap
diperlukan dengan :
1. Tetap memastikan bahwa setiap
bayi mendapatkan imunisasi
polio secara lengkap;
2. Secara bertahap dilakukan
perubahan vaksin polio menjadi
bOPV dan melakukan introduksi
IPV untuk menghilangkan strain
hidup di lingkungan;
3. Meningkatkan sensitivitas
surveilans AFP dengan mencari
secara aktif kasus lumpuh layuh
lebih dari 2/100.000 anak usia
dibawah 15 tahun per tahunnya
dan melakukan pemeriksaan
spesimen kontak terhadap kasus
AFP yang sangat mengarah pada
polio (Hot Case);
4. Melakukan pengamanan virus
polio di laboratorium terhadap
semua spesimen agar tidak
terjadi penularan dan
pencemaran (laboratory
containment);
5. Melaksanakan International
Health Regulations (IHR) dengan
ketat baik di Pintu Masuk Negara
maupun di wilayah;
6. Meningkatkan kesadaran dan
akses sanitasi – air bersih di
masyarakat.
20
WARTA Ditjen PP dan PL
J akarta (Warta PP dan PL) - Menteri Kesehatan dr.
Nafsiah Mboi, SpA, MPH, melantik dua orang
pimpinan tinggi madya atau pejabat eselon I di Kantor
Kementerian Kesehatan Jakarta, Jumat (2/5).
Pejabat yang dilantik yakni Prof. dr. Tjandra Yoga
Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE sebagai Kepala
Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan dan dr. Sri
Henni Setiawati
sebagai Staf Ahli
Menteri bidang
Perlindungan Faktor
Risiko Kesehatan.
Sementara Dr. dr.
Trihono, MSc yang
sebelumnya menjabat
sebagai Kepala
Balitbangkes dilantik
menjadi Ketua Majelis
Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI).
Usai upacara
pelantikan dan
pembacaan sumpah
jabatan, para pejabat yang baru dilantik menandatangani
Pakta Integritas di hadapan Menkes.
Menteri Kesehatan mengatakan bahwa pejabat yang
telah dilantik hendaknya dapat bekerja dengan baik,
memiliki prestasi, dan menghindari praktek korupsi, kolusi,
dan nepotisme
"Oleh karena itu, saya yakin dan percaya bahwa para
pimpinan tinggi madya atau pejabat eselon I yang dilantik
hari ini adalah pribadi pilihan yang mampu menghasilkan
kinerja terbaik melalui pelaksanaan jabatan yang
dipangkunya dan penggerakkan unit kerja yang
dipimpinnya", ujarnya.
Lebih lanjut Menkes mengatakan bahwa para pejabat
yang dilantik saat ini memiliki berbagai prestasi dan
pencapaian yang dapat di banggakan.
Selain melantik dua orang pejabat Eselon I, Menkes juga
mengukuhkan 28 orang anggota MTKI dan 10 orang
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Kedua unit non
struktural ini sangat penting untuk meningkatkan akses
masyarakat pada pelayanan kesehatan yang komprehensif
dan bermutu yang diperkuat dengan pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
Menkes Lantik Dua Pejabat Eselon I
Kementerian Kesehatan
21
WARTA Ditjen PP dan PL
B ali, (29-30/4) - Indonesia
dihadapkan dengan
beban ganda masalah
kesehatan masyarakat di
mana penyakit menular terus
menurun secara signifikan sementara
pada saat yang sama morbiditas dan
mortalitas yang disebabkan oleh
Penyakit Tidak Menular (PTM)
mengalami peningkatan.
Data menunjukkan bahwa telah
terjadi penurunan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit
menular dari 44,2% pada tahun 1995
menjadi 28,1% pada tahun 2007 dan
peningkatan kematian akibat PTM
dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi
59,5% pada tahun 2007.
Riset Kesehatan Dasar Indonesia
pada tahun 2013 menunjukkan
prevalensi diabetes 2,1%, hipertensi
25,8%, stroke 12,1 per mil, penyakit
jantung koroner 1,5%, kanker 1,4 per
mil dan penyakit paru obstruktif
kronik 3,8 %.
Pemerintah Indonesia
berkomitmen penuh pada kebijakan
yang komprehensif dan terintegrasi
untuk pencegahan dan pengendalian
PTM dengan pengendalian faktor
risiko yang dikembangkan melalui
tiga strategi khusus yaitu : penguatan
kapasitas sistem kesehatan dan
aksesibilitas; pengembangan jejaring
kemitraan termasuk pemberdayaan
masyarakat, bekerja dengan sektor
swasta, dan keterlibatan profesional
serta perawat kesehatan; dan
memperkuat surveilans Faktor
Resiko PTM.
Pengendalian PTM akan lebih
efektif dan efisien jika program
monitoring dan evaluasi dimulai
pada fase awal penyakit. Untuk itu
dikembangkanlah model
pengendalian PTM berbasis
masyarakat yakni POSBINDU PTM.
Kegiatan Posbindu PTM mencakup
deteksi dini dan tindak lanjut
terhadap faktor risiko PTM.
Faktor risiko PTM diidentifikasi
melalui wawancara dan pengukuran
indeks massa tubuh, lingkar
pinggang, glukosa darah, dan lipid
darah.
Tindak lanjut meliputi pendidikan
kesehatan dan konseling yang
mencakup informasi tentang
bagaimana untuk mempertahankan
berat badan yang ideal, aktivitas fisik,
diet sehat, dan cara mengelola stres.
Dalam forum Health Working
Group (HWG) APEC, Indonesia
melalui Direktorat PTM
mendapatkan kesempatan untuk
memperkenalkan model
pemberdayaan masyarakat Posbindu
PTM melalui workshop sebagai forum
untuk berbagi pengalaman di antara
para ahli kesehatan, akademisi dan
pembuat kebijakan dari negara-
negara APEC.
APEC Workshop on the Prevention
of NCDs Risk Factors Control Through
Community Based Intervention
diselenggarakan pada tanggal 29- 30
April 2014 di Nusa Dua, Bali. Dihadiri
oleh 10 negara APEC economies
(Chile, Peru, Filipina, Rusia, Thailand,
Jepang, China, Malaysia, Vietnam, dan
Indonesia).
Pertemuan dibuka oleh Dirjen
Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Prof.
Tjandra Yoga Aditama, Sp. P (K),
MARS, DTM&H dan dihadiri Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr. I
Ketut Suarjaya, MPPM.
Narasumber pada pertemuan ini
berasal dari WHO Country Office
Indonesia, Mr. Sharad Adhikary
sebagai NCDs Coordinator, dan Prof.
Maximilian de Courten, Director
Centre for Chronic Disease Prevention
and Management, Victoria University,
Australia.
Pertemuan ini menghasilkan
“Conclusion and Recommendation for
Economies and APEC” serta
menyelesaikan “Framework on
Community Based Intervention To
Control Non Communicable Diseases
Risk Factors” yang akan diupload
kedalam database APEC website.
APEC Workshop on the Prevention of NCDs Risk Factors Control Through Community Based Intervention
22
WARTA Ditjen PP dan PL
M embebaskan
masyarakat dari
malaria (eliminasi
malaria) merupakan
komitmen global yang disepakati
pada sidang majelis kesehatan
sedunia (WHA) ke 60 tanggal 25
April 2007. Bebas malaria
merupakan investasi bangsa karena
dapat meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, mengatasi
kemiskinan, kebodohan dan
ketertinggalan.
Untuk mencapai eliminasi
malaria, Pemerintah telah
menetapkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 293/Menkes/SK/IV/2009
tanggal 28 April 2009 tentang
Eliminasi Malaria di Indonesia
dengan lampiran Pedoman Eliminasi
Malaria di Indonesia sebagai acuan
pelaksanaannya. Dalam pedoman
tersebut ditetapkan target-target
sasaran wilayah eliminasi yang
harus dicapai secara bertahap mulai
dari tahun 2010 sampai 2030
seluruh wilayah Indonesia bebas
malaria.
Tujuan umum dari peringatan
Hari Malaria Sedunia (HMS) 2014 ini
adalah meningkatnya komitmen pe-
merintah daerah dan pemangku
kepentingan terkait serta peran aktif
seluruh komponen masyarakat un-
tuk mewujudkan Indonesia bebas
malaria. Sedangkan tujuan
khususnya adalah meningkatnya
komitmen pemerintah daerah dalam
mewujudkan wilayahnya bebas
malaria, meningkatnya peran aktif
dan aksi nyata sektor swasta/ dunia
usaha dan pemangku kepentingan
terkait dalam penyelenggaraan
program eliminasi malaria di
Indonesia, meningkatnya peran aktif
organisasi kemasyarakatan dalam
pemberdayaan masyarakat untuk
mewujudkan Indonesia bebas
malaria, dan meningkatnya peran
serta masyarakat dalam pelaksanaan
program eliminasi malaria.
Tahun ini puncak peringatan
HMS digabungkan dengan
peringatan Hari Kesehatan Dunia
(HKS) dimana penggabungan kedua
acara ini selain berdampak pada
efisiensi sumber daya, juga akan
memperkuat pesan HKS dan HMS
tahun 2014 yang memberikan
perhatian khusus pada Pengendalian
Penyakit Tular Vektor atau Vector
Borne Disease Control. “Pesan ini
sangat relevan dengan upaya besar
kita dalam mengendalikan berbagai
penyakit menular yang ditularkan
vektor, terutama dalam mencapai
Eliminasi Malaria di Tanah Air”,
ungkap Menteri Kesehatan, dr.
Nafsiah Mboi, SpA, MPH.
Acara dibuka oleh Menkes dan
dilanjutkan dengan Seminar HKS-
HMS. Dalam kegiatan ini diadakan
juga pameran terkait kesehatan.
Pada puncak acara, Menkes
menyerahkan sertifikat eliminasi
malaria bagi 212 Kabupaten/Kota
yang memenuhi syarat eliminasi dan
menyerahkan paket akselerasi
pengendalian malaria kepada
Kadinkes Provinsi Papua, Papua
Barat, Maluku, Maluku Utara dan
Nusa Tenggara Timur.
SAATNYA ELIMINASI MALARIA
23
WARTA Ditjen PP dan PL
H ari TB Sedunia
(HTBS) yang di-
peringati setiap 24
Maret menjadi mo-
men untuk meningkatkan komitmen
dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pengendalian penyakit
TB.
Peringatan HTBS Tahun 2014
mengusung tema global “Reach 3
Millions: Find, Treat and Cure TB”,
yang diadopsi dalam tema nasional
“Temukan dan Sembuhkan Pasien
TB” bertujuan mengajak seluruh
lapisan masyarakat bergerak bersa-
ma mendukung pengendalian Tu-
berkulosis sehingga dunia terbebas
dari penyakit TB serta membantu
memastikan bahwa semua penderita
TB memiliki akses untuk
memperoleh diagnosis dan
pengobatan yang standar.
Rangkaian kegiatan HTBS
diantaranya temu media yang
diselenggarakan pada 21 Maret
2014 di Hotel Puri Denpasar, Jakarta
bertujuan menginformasikan
rangkaian kegiatan HTBS Tahun
2014, paparan dari Dirjen PP dan PL
terkait situasi TB saat ini, testimoni
mantan pasien TBMDR sekaligus
launching lomba blog TB.
Talkshow live dilaksanakan tanggal
24 Maret di ANTV dengan narasum-
ber dr. Erlina Burhan, Sp (P), dr. Yeni
dari Layanan Kesehatan Cuma-Cuma
(LKC) dan mantan pasien TB, serta
tanggal 30 Maret 2014 di Metro TV
dengan Narasumber Menkes RI, dr.
Nafsiah Mboi, Sp. A, MPH dan man-
tan pasien TB MDR.
Kegiatan lainnya adalah blog
competition yang mengajak insan
media untuk berpartisipasi mem-
berikan kontribusinya dalam bentuk
ide, gagasan, berupa tulisan/artikel
yang informatif dan inspiratif terkait
TB.
Periode kompetisi diselenggarakan
pada 24 Maret – 12 Juli 2014. Pasti-
nya terdapat hadiah mingguan/
serial sebesar 1 juta rupiah bagi
yang terpilih sebagai pemenang.
Selain itu, terdapat hadiah utama
untuk peserta kompetisi yaitu mac-
book, handphone merk Samsung gal-
axy 3 dan Samsung galaxy grand.
Puncak peringatan HTBS Tahun
2014 (29/3) di Menara 165 Jakarta,
dilaksanakan Simposium Nasional
sebagai hasil kerja sama Kementeri-
an Kesehatan dengan FKUI-RSCM.
Tercatat sekitar 2300 peserta hadir
mengikuti simposium nasional ini
baik dari kalangan profesi, maha-
siswa, dan NGO. Peserta juga
mendapatkan sertifikat yang di-
akreditasi oleh IDI, PPNI dan IAI,
serta update topik-topik yang
disajikan.
Acara semakin meriah dengan adan-
ya pameran dan bazar yang diikuti
oleh Kementerian Kesehatan, WHO,
KNCV, FHI, NGO/CSO TB, produsen
obat dan alat kesehatan TB.
TEMUKAN dan SEMBUHKAN PASIEN TB
24
WARTA Ditjen PP dan PL
C ibubur (Warta PP dan PL) -Direktorat
Surveilans Imunisasi Karantina dan Kesehatan
Matra Ditjen PP dan PL bekerja sama dengan
Komando Latihan Komando Armada Barat TNI
AL menyelenggarakan Diklat Jiwa Korsa Tahun 2014 bagi
petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) seluruh Indo-
nesia di Bumi Perkemahan, Cibubur.
Pelatihan Jiwa Korsa yang dilaksanakan selama 2 bulan
sejak Maret sampai dengan April ini bertujuan untuk
meningkatkan integritas dan kredibilitas, sikap, kerjasama,
disiplin, serta ketahanan mental dan fisik seluruh peserta
diklat.
Diklat yang terdiri dari tiga
angkatan (Angkatan IX, X, dan XI) diselenggarakan secara
berturut-turut pada tahun ini bertujuan meningkatkan
kapasitas SDM KKP dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai cegah tangkal penyakit dan masalah
kesehatan, serta kegiatan pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan di wilayah kerjanya.
Sekretaris Ditjen PP dan PL dr. H. M. Subuh, MPPM
menyampaikan dalam sambutannya sekaligus membuka
diklat tersebut bahwa kegiatan ini jangan hanya dilihat
dari aspek seremonialnya saja, tetapi ada semangat dan
hikmah yang terkandung didalamnya.
Melalui acara ini, ada beberapa pesan yang
disampaikan oleh dr. Subuh yakni gunakan kesempatan
mengikuti pelatihan ini sebagai momentum perubahan
untuk bekerja lebih baik, lebih berdisiplin dan
berintegritas, mengikuti semua materi dan proses
pelatihan dengan penuh semangat, dan jadikan kegiatan ini
sebagai proses belajar untuk membangun kekompakan,
kemandirian dan kerjasama tim serta empati kepada
teman sejawat.
dr. Subuh juga berharap agar Program Peningkatan
Kapasitas Jiwa Korsa dan Kekarantinaan Kesehatan ini
dapat terus diselenggarakan sehingga seluruh petugas
memiliki kompetensi dan kemampuan yang sama di
seluruh KKP yaitu tangguh, prima, dan bertanggung jawab
sesuai dengan visi dan semangat KKP.
PENINGKATAN KAPASITAS JIWA KORSA
25
WARTA Ditjen PP dan PL
S urabaya (Warta PP dan PL)
– Sebanyak 43 polisi satwa
di Polda Jawa Timur
mendapatkan suntikan
Vaksinasi Anti Rabies/Pre Exposure
Prophylaxis oleh tenaga medis dari
Poldokkes bekerjasama dengan
Subdit Pengendalian Zoonosis
Direktorat Pengendalian Penyakit
Bersumber Binatang.
Hadir pada pertemuan tersebut
Kapolda Jawa Timur, Kadiv Humas
Polri, Direktur Pengendalian
Pengendalian Bersumber Binatang
dan para jajaran kesehatannya.
Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto,
SH,M.Si,Sp.F(K) mengatakan bahwa
Rabies ditularkan melalui gigitan,
cakaran dan jilatan hewan penular
rabies yang menderita rabies, dimana
virus rabies terdapat pada air liur
hewan penular rabies, pada
sambutannya di acara Pengendalian
Rabies di Polda Jawa Timur,
Surabaya, Jumat (23/5).
Menurutnya, di Indonesia terdapat
25 provinsi tertular rabies dan ada 9
provinsi bebas rabies yakni Provinsi
Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI
Jakarta, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Papua dan
Papua Barat. Rabies ditularkan oleh
Anjing sebesar 98 % dan sisanya
ditularkan oleh kucing dan kera.
Provinsi Jawa Timur sendiri
merupakan provinsi yang telah
berhasil dibebaskan dari Rabies.
Prof. Agus mengingatkan apabila
seseorang mengalami luka akibat
gigitan hewan penular rabies tidak
otomatis mengakibatkan kematian
sebab masa inkubasi rabies berkisar 2
minggu hingga 2 tahun bahkan ada
yang sampai 3 tahun. Itu artinya kita
masih diberi kesempatan untuk
mencegah jalannya virus dari luka
gigitan menuju otak.
Cara yang cukup efektif yaitu
dengan mencuci luka secepatnya
dengan sabun/ deterjen pada air
mengalir selama 15 menit lalu diberi
antiseptik. Kemudian segera ke
Rabies Center atau puskesmas atau
rumah sakit yang terdekat untuk
mendapatkan pertolongan sesuai
standar operasional prosedur.
Kegiatan ditandai dengan
penyuntikan secara simbolis kepada
Pawang Anjing staf Polda Jawa Timur
oleh Dirjen PP dan PL sebagai
perlindungan terhadap orang-orang
yang mempunyai faktor risiko tinggi
tertular rabies seperti; pekerja
laboratorium yang berurusan dengan
virus rabies, petugas vaksinator,
dokter/perawat yang merawat pasien
rabies, dan dokter hewan serta orang-
orang yang terlibat dalam kegiatan
apapun yang kontak langsung dengan
hewan penular rabies pawang anjing
dan lain-lain.
PENGENDALIAN RABIES
DENGAN POLDA JAWA TIMUR
26
WARTA Ditjen PP dan PL
Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH)
J akarta, (30-31/5) - Sebanyak
400 peserta hadir dalam ICTOH
yang merupakan sebuah ajang
konferensi tingkat nasional di
bidang pengendalian tembakau di
Hotel Royal Kuningan, Jakarta, 30 –
31 Mei 2014. Konferensi nasional ini
mempertemukan para pihak yang
terlibat dalam upaya pengendalian
tembakau di Indonesia untuk
tercapainya generasi berkualitas
bebas asap tembakau. Pemerintah,
Organisasi Kemasyarakatan,
Akademisi, Peneliti dan berbagai
pihak lainnya hadir dalam konferensi
tersebut guna mengkaji berbagai isu
pengendalian tembakau
secara komprehensif sebagai suatu
langkah investasi jangka panjang bagi
kesejahteraan bangsa.
Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah
Mboi, SpA, MPH secara resmi
membuka kegiatan ini pada Jumat,
(30/5). Konferensi yang pertama
kalinya diselenggarakan di Indonesia
ini mengangkat pesan “Tobacco
Control : Save Lives, Save
Money”.Kegiatan ini merupakan suatu
bentuk rangkaian kegiatan dalam
rangka peringatan Hari Tanpa
Tembakau Sedunia (HTTS) tahun
2014 yang mengusung tema “Naikkan
Cukai Rokok, Lindungi Generasi
Bangsa” yang diselenggarakan oleh
Tobacco Control Support Center –
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (TCSC – IAKMI), Indonesia
Tobacco Control Network,
bekerjasama dengan Kementerian
Kesehatan RI, International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease
(IUATLD) dan World Health
Organization (WHO).
Dalam sambutannya, Menkes, dr.
Nafsiah Mboi mengatakan bahwa kita
semua perlu meningkatkan dan
menyukseskan upaya pengendalian
tembakau agar dampak buruk
kesehatan yang diakibatkan
tembakau dapat ditekan serendah
mungkin atau bahkan dihapuskan
sama sekali di Tanah Air kita
Indonesia. Selain itu, masalah
konsumsi tembakau jika dibiarkan
dikhawatirkan dapat menyebabkan
kemiskinan berkelanjutan antar
generasi, yaitu pemiskinan berlanjut
dari generasi sekarang ke generasi
berikutnya.
Dampak buruk akibat tembakau
dan merokok pada kesehatan
masyarakat di Indonesia tampak jelas
pada hasil kajian Badan Litbangkes
tahun 2013. Hasil kajian
menunjukkan bahwa telah terjadi
kenaikan kematian
prematur akibat penyakit terkait
tembakau dari 190.260 (2010)
menjadi 240.618 kematian (2013),
serta kenaikan penderita penyakit
akibat konsumsi tembakau dari
384.058 orang (2010) menjadi
962.403 orang (2013).
Menkes menyebutkan regulasi
penting yang menjadi dasar
pengaturan tentang pengendalian
dampak buruk kesehatan akibat
tembakau adalah Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Undang-Undang ini
dijabarkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012
tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif berupa
Produk Tembakau. Peraturan
Pemerintah tersebut juga
mengamanatkan tentang keharusan
mencantumkan Pictorial Health
Warning (PHW) atau peringatan
kesehatan bergambar pada setiap
kemasan rokok. PHW akan
diberlakukan sejak tanggal 24 Juni
2014 mendatang.
27
WARTA Ditjen PP dan PL
“Untuk itu pemerintah bersama
masyarakat telah melakukan
berbagai upaya dalam menyikapi
besarnya tantangan dalam
pengendalian dampak buruk
kesehatan akibat konsumsi tembakau
yang telah dilaksanakan sejak
beberapa dasa warsa lalu yaitu
dengan melakukan advokasi,
sosialisasi, dan penerbitan regulasi
serta diperkuat dengan pelembagaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) sebagai bagian dari upaya
promotif-preventif dalam
Pembangunan Kesehatan. Indikator
keberhasilan PHBS mencakup tidak
merokok di dalam rumah tangga,
tempat kerja, dan di tempat-tempat
umum”, ungkap Menkes.
Pada kesempatan ini, Menkes
menyampaikan pernyataan di
hadapan para Kepala Daerah yang
hadir bahwa Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
belum menerbitkan regulasi Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) segera
mengambil langkah untuk
menerbitkannya. Langkah ini sangat
penting demi melindungi masyarakat
dari ancaman gangguan kesehatan
akibat lingkungan yang tercemar asap
rokok.
Apresiasi juga disampaikan
kepada jajaran Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
telah menunjukkan dukungan dan
komitmen kuat bagi suksesnya
pengendalian tembakau di Tanah Air.
Sampai saat ini telah ada 127
Kabupaten/Kota di 32 Provinsi yang
memiliki Peraturan Daerah (Perda)
terkait KTR.
Selaras dengan hal tersebut,
Menkes mengingatkan bahwa sesuai
amanat Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, pada tanggal 1
Januari 2014 pajak rokok daerah
mulai diberlakukan. Dengan
demikian, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota
memperoleh sumber pendanaan baru
bagi pembangunan di daerahnya
masing-masing, termasuk
pembangunan kesehatan.
Sebagaimana diketahui, pasal 31
undang-undang tersebut
mengamanatkan agar minimal 50 %
dari pajak yang diterima Pemda
diperuntukkan bagi upaya kesehatan
masyarakat dan penegakan aspek
hukum, seperti:pemberantasan
peredaran rokok ilegal dan
penegakan aturan sesuai peraturan
perundang-undangan berlaku.
ICTOH 2014 yang diselenggarakan
selama 2 hari ini juga melaksanakan
berbagai kegiatan berupa Pra
Konferensi Forum Pemuda yang
mempertemukan para pemuda dari
berbagai perguruan tinggi dari
berbagai penjuru tanah air guna
membahas persoalan pengendalian
tembakau di Indonesia dari sudut
pandang para pemuda. Selain itu,
dalam kegiatan pra konferensi juga
diadakan workshop akademisi “
Penguatan Peran Perguruan Tinggi
dalam Pengendalian Tembakau di
Indonesia”. Kegiatan utama berupa
pleno yang diadakan 3 kali dengan
menghadirkan pembicara dalam dan
luar negeri antara lain Dr. Ehsan Latif
(Direktur The Union
International), Prof. Savas Alpay, Ph.D
(Dirjen SESRIC), dan Prof. Dr.
Hasbullah Thabrany, MPH. Ph.D
(Guru Besar FKM-UI). Dua satellite
meeting yaitu seminar “Aliansi Bupati
Walikota dalam Pengendalian
Dampak Kesehatan Akibat Tembakau
dan Penyakit Tidak Menular” dan
“Koalisi Profesi Kesehatan Anti
Rokok”.
Dari 10 simposium dan 48
presentasi oral serta 54 poster yang
di daftarkan, diberikan penghargaan
penyajian makalah terbaik yang
diserahkan secara resmi oleh Plt.
Direktur Jenderal PP dan PL
Kemenkes, Prof. Dr. dr. Agus
Purwadianto, SH, MSi, SpF(K) kepada
2 (dua) orang pemenang yaitu Ida
Leida M. Thaha dari Universitas
Hasanudin, Makasar dengan judul
makalah “Analisis Sosio Psikologis
terhadap Kejadian Kekambuhan
(Relaps) Merokok di Kecamatan
Tamalate Makassar” dan Deni
Purnama dari RSUD R. Syamsudin, SH
Kota Sukabumi dengan judul makalah
“ Implementasi Kawasan Tanpa
Rokok di RSUD R. Syamsudin, SH”.
Pada penutupan konferensi ini
juga dihasilkanrekomendasi
upaya pencegahan dan pengendalian
penggunaan tembakau di Indonesia.
Salah satunya adalah meminta
pemerintah untuk menaikkan pajak
produk tembakau dan meminta DPR
RI mengamandemen Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai
khususnya menghapus ketentuan
tentang tarif paling tinggi cukai
rokok. Dalam rekomendasi tersebut
juga disebutkan poin-poin mengenai
aksesi FCTC, pembatalan RUU
Pertembakauan, pengetahuan bahaya
merokok dalam kurikulum
pendidikan, peningkatan riset oleh
pemerintah dan akademisi, larangan
iklan dan promosi rokok, mencegah
intervensi industri rokok, dan
pelaksanaan PHW (Pictoral Health
Warning) serta KTR (Kawasan Tanpa
Rokok).
Pada konferensi ini digelar juga
berbagai pameran kesehatan yang
turut meramaikan acara yang diikuti
oleh Pusat Promosi Kesehatan
(Promkes) Kemenkes RI, Direktorat
Jenderal PP dan PL, Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak
Menular,TCSC – IAKMI,
Muhammadiyah Tobacco Control
Center, dan Pemerintahan Daerah
terkait lainnya.
28
WARTA Ditjen PP dan PL
Kepindahan Prof. Dr. Tjandra
Yoga Aditama, SpP(K), MARS,
DTM&H, DTCE menyebabkan terjadi
kekosongan jabatan Direktur
Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (PP dan PL).
Untuk itulah Menteri Kesehatan, dr.
Nafsiah Mboi, SpA, MPH harus
menunjuk Pelaksana Tugas (Plt)
Direktur Jenderal PP dan PL agar
dapat menjalankan tugas sampai
dipilih kembali Direktur Jenderal PP
dan PL definitif. Pilihan tersebut
jatuh kepada Prof. Dr. dr. Agus
Purwadianto, SH, M.Si, SpF(K) Staf
Ahli Menteri Bidang Tekhnologi
Kesehatan dan Globalisasi.
Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto,
SH, M.Si, SpF(K) adalah seorang
dokter Spesialis Forensik sekaligus
sarjana hukum di Universitas
Indonesia. Beliau juga mengenyam
pendidikan Pasca Sarjana (S2)
jurusan sosiokriminologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan
mengambil program Doktor Filsafat
di Fakultas Budaya yang semuanya
lulusan dari Universitas Indonesia.
Anak sulung dari sepuluh
bersaudara yang lahir di Yogyakarta,
9 November 1954 ini baru
mengetahui kalau dirinya ditugaskan
sebagai Plt Dirjen PP dan PL pada
saat setelah pelantikan Pejabat
Eselon I oleh Menteri Kesehatan.
Jabatan ini merupakan kali kedua
Beliau menjabat sebagai pelaksana
tugas yang sebelumnya sebagai plt
Kepala Balitbangkes. Saat ini Beliau
menjabat dua jabatan sekaligus
sebagai Plt Dirjen PP dan PL dan Staf
Ahli Menteri Bidang Tekhnologi
Kesehatan dan Globalisasi.
Pria alumni lulusan dari empat
fakultas di Universitas Indonesia ini
mengatakan bahwa jabatan Dirjen
adalah jabatan yang tidak mudah dan
sangat membutuhkan banyak
perhatian karena mempunyai tugas-
tugas khusus terkait birokrasi
sehingga tugas-tugas sebagai Staf Ahli
Menteri yang cenderung lebih banyak
menelaah menjadi terkalahkan.
Namun masalahnya tugas-tugas SAM
tidak bisa didelegasikan sehingga
harus tetap dikerjakan di luar-luar
jam kerja.
Suami dari drh. Harli Nofriyani
seorang peneliti di Balitbankes yang
telah dikaruniai tiga orang anak dan
dua orang cucu, memulai karirnya
bekerja di Kementerian Kesehatan
pada tahun 2007 sebagai Kepala Biro
Hukum dan Organisasi selama 2,5
tahun. Beliau lalu menjabat sebagai
Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM di
Kementerian Koperasi dan
Kesejahteraan Rakyat selama hampir
8 bulan, dan jabatan ini merupakan
jabatan terakhir di Kemenko Kesra
karena setelah saya tidak ada lagi
jabatan tersebut. Kemudian Beliau
ditarik kembali ke Kemenkes dan
ditempatkan di Balitbangkes selama
2 tahun sebelum akhirnya saya
ditunjuk untuk menjadi Staf Ahli
Menteri. “Saya adalah Staf Ahli
Menteri yang paling senior dan sudah
menjabat hampir 4 tahun”, ujar Prof
Agus.
Selain jabatan karir, Prof Agus
pernah menjabat sebagai Pembantu
Dekan (Pudek) III dan Ketua IDI
Wilayah. Pada saat menjabat sebagai
Pudek III itulah Beliau mengambil
kuliah lagi di Universitas Indonesia
fakultas hukum jurusan administrasi
negara (kelas extension) dan menjadi
lulusan tercepat selama 3 tahun. “Di
fakultas tersebut saya mempelajari
masalah etika kedokteran, lalu saya
dipaksa untuk menyelenggarakan
Kongres Majelis Kode Etik
Kedokteran (MKEK) Nasional oleh
Prof. dr. Samil, SpOG sekaligus Guru
Besar Etika Kedokteran di UI.
Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, SpF(K)
PLT DIREKTUR JENDERAL PP DAN PL
T anggal 2 Mei 2014 pukul 09.10 Menteri Kesehatan mengumumkan Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE sebagai Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan menggantikan Dr. dr. Trihono, MSc yang telah memasuki masa pensiun.
29
WARTA Ditjen PP dan PL
Kebetulan pada saat itu saya
menjabat sebagai Ketua IDI Wilayah
sehingga saya banyak menangani
kasus. Namun karena waktu itu
memang belum ada Standar
Operasional Prosedur (SOP)
penanganan masalah etika
kedokteran, jadi bisa dibayangkan
pada tahun 1997 itu MKEK masih
bersifat ad hoc”, ungkap Prof Agus.
Menurut penuturan kakak
kandung dari mantan Menteri
Keuangan RI, Sri Mulyani bahwa
dirinya sebelum bertugas di biro
hukum Kemenkes sempat aktif di
Komnas Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI). Beliau sudah
tertarik cukup lama dengan program-
program di Ditjen PP dan PL, salah
satunya pada saat WHO melakukan
training dan Beliaulah yang
mengusulkan aspek medikolegalnya.
Pada tahun 2008 Beliau juga pernah
menulis tentang aspek hukum
program imunisasi.
Pria yang terpaut usia 10 tahun
dengan Sri Mulyani ini berpendapat
bahwa antara Ditjen PP dan PL dan
Balitbangkes sebenarnya ada hal-hal
yang bisa bertautan satu sama lain,
artinya bila ke depan diadakan re-
organisasi, keduanya bisa lebih
diefektifkan dan dipersatukan
sebagai penanganan program yang
tangguh. “Kesan pertama sebagai Plt
saya mesti belajar tentang program –
program di PP dan PL karena selama
menjadi SAM saya terbiasa bekerja
sendiri/fakultatif, dan sekarang saya
harus memimpin jadi harus diatur
dan disesuaikan kembali
chemistrynya”, ujar Prof. Agus.
Program PP dan PL dimensinya
dari perorangan sampe global
sehingga harus ditata dengan baik.
Secara manajemen dengan adanya
puluhan penyakit sebaiknya harus
ditetapkan penyakit mana yang
menjadi skala prioritas untuk
dikendalikan dalam bentuk eradikasi
atau eliminasi atau bahkan bebas
sama sekali. Terminologi-terminologi
ini yang harus dipahami oleh orang-
orang teknis dan hukum di PP dan PL,
karena hukum-hukum yang sifatnya
program yang semestinya menjadi
roh dalam Undang-Undang
Kesehatan belum kelihatan. “Oleh
karena itu, sebagai Plt semampu saya
artinya semua keputusan strategis
yang sudah diputuskan oleh Pejabat
yang lama tinggal kita teruskan, kita
dorong, dan kita fasilitasi sesuai
dengan Norma Standar Prosedur
Kriteria (NSPK) di Pusat dan harus
banyak turbinwas (pengaturan
pembinaan dan pengawasan)”,
ungkapnya.
30
WARTA Ditjen PP dan PL
Ketika ditanya pandangannya
terkait berita yang sedang merebak
tentang MERS CoV, Prof. Agus
mengatakan bahwa PP dan PL dalam
menghadapi masalah ini secara
alertness dan rapid respon sudah
cukup bagus, namun dengan
pengalaman kasus flu burung yang
lalu seharusnya booster untuk MERS
CoV bisa lebih cepat didapat.
Infrastruktur yang ada di daerah-
daerah harus disiapkan dengan
munculnya PHEIC, sehingga dengan
pengalaman-pengalaman yang ada
suatu saat bila dijalankan dengan
profesional bukan tidak mungkin kita
bisa menjadi konsultan di banyak
negara. MERS CoV merupakan
problem dunia, walaupun tindakan
yang telah kita lakukan bersifat lokal,
namun perlu kita sadari bahwa
tindakan ini berskala dunia. Aparatur
negara mesti siap dalam menghadapi
virus MERS CoV ini. Semua yang
sifatnya pengumuman-pengumuman,
protap-protap yang lintas sektor
harus dikoordinir secara baik.
Diingatkan dengan cara adanya
pelatihan simulasi pandemi, juga
adanya tambahan tentang public
health concern yang harus lebih
ditekankan.
Di akhir wawancaranya dengan
Warta PP dan PL Prof. Agus
mengatakan bahwa peranan Ditjen
PP dan PL dalam menghadapi MERS
CoV adalah sebagai koordinator
utama dan kita sebaiknya mengikuti
apa yang sudah ditetapkan dalam
International Health Regulation
(IHR). Perlu kita sadari bahwa
kesiapan petugas di setiap core
kompetensinya berbeda-beda, oleh
karena itu kita harus mampu
menyelesaikan setiap permasalahan
yang terjadi, supaya apabila
infrastruktur bagus, bentuk
alertnessnya bagus, maka orang-
orangnya juga akan lebih bagus.
Lebih menarik apabila dikaitkan
dengan program FETP+ sehingga
sudah selayaknya aparatur negara/
profesi harus berbekal FETP+.
Pemberdayaan surveilans, Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP), serta
balai-balai pemeriksaan yang ada di
daerah. Pemberdayaan masyarakat
oleh petugas juga sangat diperlukan
melalui cara advokasi dan promotif
yang sifatnya spesifik. Sebuah
program haruslah bermutu, mujarab,
mudah dan murah (4mu), karena
apabila suatu program mahal
otomatis tidak dapat dijangkau oleh
masyarakat.
31
WARTA Ditjen PP dan PL
J akarta, (Warta PP dan PL) -
Mengusung tema “Hilangkan
Mitos Tentang Kanker”,
Kementerian Kesehatan
menggelar seminar sehari dalam
rangka puncak Peringatan Hari
Kanker Sedunia Tahun 2014 di Kantor
Kementerian Kesehatan Jakarta,
Kamis (8/5).
Sebanyak 400 peserta seperti
dokter umum, bidan, tenaga
kesehatan di puskesmas, LSM peduli
kanker, organisasi profesi, serta
pegawai Kemenkes hadir dalam
seminar yang bertujuan
mensosialisasikan program
pengendalian kanker di Indonesia
bagi tenaga kesehatan serta
meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman bagi tenaga kesehatan
tentang pengendalian kanker.
Sesuai dengan tema Hari Kanker
Sedunia Tahun 2014, ada empat mitos
terkait kanker yang harus dihilangkan
yaitu 1) Kita tidak perlu tahu tentang
kanker, 2) Tidak ada tanda dan gejala
kanker, 3) Tidak ada yang dapat
dilakukan terkait kanker, dan 4) Tidak
ada hak dalam pelayanan kanker.
Faktanya, kita harus tahu tentang
kanker karena kanker dapat dicegah,
diobati dan disembuhkan jika
diketahui lebih dini, dan kanker bukan
penyakit kutukan. Kanker juga dapat
diketahui tanda dan gejalanya, banyak
hal yang dapat dilakukan masyarakat
mulai dari pencegahan dan
penanggulangan kanker, serta setiap
orang berhak atas pelayanan kanker.
Di Indonesia, prevalensi
penyakit kanker juga cukup tinggi.
Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
prevalensi tumor/kanker di Indonesia
adalah 1,4 per 1000 penduduk, atau
sekitar 330.000 orang. Kanker
tertinggi di Indonesia pada
perempuan adalah kanker payudara
dan kanker leher rahim. Sedangkan
pada laki-laki adalah kanker paru dan
kanker kolorektal.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal
PP dan PL Prof. Dr. dr. Agus
Purwadianto, SpF(K) dalam
sambutannya sekaligus membuka
acara Seminar mengatakan bahwa
saat ini Penyakit Tidak Menular
(PTM), termasuk kanker menjadi
masalah kesehatan utama baik di
dunia maupun di Indonesia.
“Pembiayaan penanganan kanker
di Indonesia cukup tinggi. Dimana
pembiayaan kanker pada Jamkesmas
tahun 2012, untuk pengobatan kanker
menempati urutan ke-4 setelah
hemodialisa, thalassemia, dan TBC
sebesar Rp 144,7 miliar”, ujar Prof.
Agus. Hal ini dikarenakan penanganan
kanker relatif lebih mahal dibanding
penanganan penyakit lainnya.
Prof. Agus juga turut
menyampaikan pesan pokok Hari
Kanker Sedunia di Indonesia tahun ini,
yaitu : 1) Ayo cegah dan atasi kanker
dengan menghindari faktor risiko
(merokok, kurang aktivitas fisik, dan
diet tidak sehat), mengenali tanda dan
gejala, serta melakukan deteksi dini,
2) Ayo lakukan deteksi dini kanker
payudara dengan periksa payudara
sendiri (SADARI) dan pemeriksaan
klinis payudara/Clinical Breast Exami-
nation (CBE), serta deteksi dini kanker
serviks dengan Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat (IVA), dan 3) Ayo kenali
tanda dan gejala kanker pada anak.
Pada kesempatan yang sama, ikut
diluncurkan Buku Panduan Layanan
Integrasi Infeksi Saluran Reproduksi
(ISR)/ Infeksi Menular Seksual (IMS)
dan deteksi dini kanker leher rahim
dengan Inspeksi Visual menggunakan
Asam Asetat (IVA), serta deteksi dini
kanker payudara. Hal tersebut sebagai
upaya Kemenkes dalam peningkatan
pelayanan di fasilitas kesehatan.
HILANGKAN MITOS TENTANG KANKER
32
WARTA Ditjen PP dan PL
BUKU MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME CORONA VIRUS (MERS-COV)
Judul : Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV)
Penerbit : Universitas Indonesia (UI-Press)
Tahun : 2014
Tebal : 37 halaman
Buku ini dapat menjadi acuan dalam mendeteksi dini virus
MERS-CoV yang sedang merebak, termasuk gejala MERS-
CoV serta gambaran lainnya dibicarakan lebih lanjut.
Diagnosis kasus MERS-CoV pada buku ini juga diulas secara
rinci menjadi tiga yaitu kasus dalam penyelidikan, kasus
probable dan kasus konfirmasi beserta pengobatan yang
dapat dilakukan. Rekomendasi WHO serta pendapat para
ahli kemungkinan terjadinya pandemi dijabarkan secara
singkat dan padat. Penutup adalah tips kesehatan yang
mencakup 8 anjuran kesehatan bagi masyarakat yang akan
pergi umrah atau akan pergi ke Jazirah Arab.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
Judul : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Penerbit : Kementerian Kesehatan RI
Tahun : 2014
Tebal : 40 halaman
Permenkes Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat sebagai pengganti Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM). Permenkes ini mengatur tentang penyelenggaraan
STBM yang bertujuan untuk mewujudkan perilaku
masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.